RESIKO PEMAJANAN FORMALDEHID SEBAGAI BAHAN PENGAWET TEKSTIL DI LINGKUNGAN KERJA EVI NARIA Bagian Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN. Lingkungan kerja adalah bagian yang tidak terpisahkan dari suatu pekerjaan. Berbagai bahaya lingkungan yang bersumber dari faktor fisik, kimia maupun biologi dalam proses kerja merupakan resiko terhadap pekerja. Lingkungan kerja merupakan daya dukung terhadap produktifitas kerja. Proteksi kesehatan pekerja akibat lingkungan kerja perlu dilakukan sehingga efek kesehatan yang mungkin timbul tidak terjadi. Pekerja merupakan ujung tombak dan kapasitas kerja yang optimal sangat diharapkan. Untuk semua ini dibutuhkan lingkungan kerja yang sehat. Pemakaian berbagai bahan, terutama bahan kimia dalam proses produksi adalah sumber adanya berbagai hazard di lingkungan kerja. Penggunaan teknologi dalam menghasilkan produk, memungkinkan pemanfaatan berbagai bahan kimia, misalnya untuk memberi warna, tampilan yang menarik, dan daya tahan (pengawetan) suatu produk. Hazard yang muncul tidak saja pada lingkungan industri yang menghasilkan produk, melainkan Juga pada proses lanjutan, seperti penyimpanan, sampai distribusi dan pemasaran produk. Salah satu industri yang memanfaatkan bahan kimia untuk pengawetan produk adalah industri tekstil. Industri ini menggunakan formaldehid sebagai treating agent pada saat finishing agar tekstil yang dihasilkan lebih tanah lama. Bahan ini memang efektif sebagai pengawet, namun pemakaian yang tidak realistis merupakan hazard pada pekerja yang berinteraksi dengan produk. Pajanan bahan kimia merupakan kejadian sehari-hari yang tidak dapat dihindarkan. Pekerja yang menangani tekstil, baik di bagian produksi, penyimpanan maupun pemasaran, selama 8 jam sehari, 40 jam seminggu, untuk berbulan – bulan bahkan bertahun – tahun selama masa kerjanya mau tidak mau terpajan dengan bahan kimia formaldehid. Bahan kimia ini memiliki potensi merusak kesehatan, tergantung besarnya konsentrasi pajanan dan waktu. Adanya konsentrasi formaldehid diatas nilai ambang batas yaitu > 2 ppm (SE – 02/Menaker/1978) dapat menimbulkan gangguan pada pekerja seperti iritasi pada mata, hidung dan tenggorongan. Bau formaldehid yang spesifik sudah mulai tercium pada konsentrasi 0,5 ppm. Bahan kimia yang mungkin menimbulkan efek kesehatan pekerja perlu dikelola dengan berbagai manfaat bahan tersebut dapat diambil secara maksimal, dan efek yang merugikan diminimalkan atau bahan ditiadakan. Langkah yang dapat dilakukan adalah antisipasi, recognisis, evaluasi dan control terhadap dan bahan kimia lingkungan. Pajanan formaldehid pada pekerja dibidang tekstil dapat mengganggu produktivitas pekerja perlu dicari upaya – upaya apa yang dapat dilakukan untuk minimisasi pajanan formaldehid di lingkungan kerja. II. KETENTUAN – KETENTUAN DALAM PEMAKIAN BAHAN KIMIA Penggunaan bahan kimia di lingkungan kerja sulit untuk dihindari. Walaupun pemakaiannya sudah dilarang atau dibatasi terutama apabila suatu zat kimia sangat toksik. Sebahagian besar bahaya pemakaian bahan kimia di lingkungan kerja diakibatkan terhirupnya bahan kimia tersebut dan masuk ke dalam tubuh manusia (inhasi) atau kontak kulit dengan zat- zat tersebut.
© 2004 Dizitiged by USU digital library
1
Informasi tentang bahan kimia dapat dilihat pada label kemasan bahan kimia dari produsen, ataupun dari Material Safety Data Sheet (MSDS). Dari informasi ini dapat diketahui spesifikasi dari bahan, hasil sampingan, tindakan safety yang dapat dilakukan serta limbah yang dihasilkan. Pemakai bahan kimia sudah seharusnya mengetahui informasi tentang bahan yang dipakai. Keberadaan bahan kimia di lingkungan kerja diupayakan tidak melewati konsentrasi yang telah diatur. Di Indonesia perihal batas pemajanan bahan kimia di lingkungan kerja yang diperbolehkan tertuang dalam surat Edaran Menaker No.SE 02/Menaker/1978 tanggaJ 22 Maret 1978 tentang Nilai Ambang Batas (NAB). Nilai Ambang Batas atau Threshold Limit Value adalah konsentrasi zat-zat kimia di udara yang menggambarkan suatu kondisi dimana hampir semua pekerja mungkin terpapar berulang kali, hari demi hari tanpa menimbulkan efek yang merugikan. NAB digunakan sebagai pedoman dalam pengendalian bahaya- bahaya kesehatan, dan tidak dapat digunakan sebagai batas antara konsentrasi yang aman dan tidak aman. Secara detail NAB terbagi atas 3 kategori ( Kusnoputranto, 1995), yaitu: 1. Threhold Limit Value-Time Weight Average (TLV -TWA) , yaitu konsentrasi rata-rata untuk 8 jam kerja normal dan 40 jam seminggu, dimana hampir seluruh pekerja mungkin terpapar berulang-ulang, hari demi hari tanpa timbulnya gangguan yang merugikan. 2. TL V-Short Term Exposure Limit (TL V-STEL), yaitu konsentrasi dimana pekerja dapat terpapar terus menerus untuk jangka pendek yaitu 15 menit, tanpa mendapat gangguan berupa iritasi, kerusakan jaringan yang menahun dan tidak dapat kembali, dan narkonis derajat tertentu dimana dapat meningkatkan kecelakaan atau mengurangi efisiensi pekerja. 3. TL V-Ceiling (TL V-C) yaitu konsentrasi yang tidak Doleh di lampaui setiap saat. Nilai Ambang Batas Formaldehyde berdasarkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi No. SE-02/Men/1978 adalah 2 ppm (nilai KTD). Nilai KTD berarti kadar tertinggi yang diperkenankan atau disebut ceiling. Threshold Limit Values (TL V) menurut ASHRAE. (American Society For Healting, Refrigerating and Air -Conditioning Enginer) untuk Indoor Air Quality adalah 0,1 ppm untuk 8 jam kerja (TWA) dan Ceilillg 0,2 ppm. OSHA, untuk TWA 3 ppm dan ceiling 5 ppm. NIOSH , untuk TWA 0,016 ppm dan ceiling 0,1 ppm. ACGIH, untuk Ceiling adalah 0,3 ppm. NAB Formaldehyde yang telah disebutkan diatas, untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini: Tabel 1 Daftar Nilai Ambang Batas Formaldehyde KONSENTRASI TLV, ppm FORMALDEHYDE TWA CEILING CGIH 0,3 ASHRAE 0,1 0,2 NAB 2 NIOSH 0,016 0,1 III. FORMALDEHID. Formaldehid adalah suatu bahan kimia dengan rumus umum HCHO. Pada suhu normal dan tekanan atmosfir berbentuk gas tidak berwarna dengan berat molekul 30,03. Dalam perdagangan, umumnya berbentuk larutan yang dikenal dengan nama formalin atau Formol ,larutan formaldehid dalam bentuk padat diperdagangkan dikenal sebagai Trioxane (CH2O)3, yaitu bentuk polymer ada formaldehid, dengan formaldehid 8 -100 unit. Pada suhu diatas 150 0C formaldehid akan terdekompsisi menjadi metanol dan karbon monoksida.
© 2004 Dizitiged by USU digital library
2
Sifat-sifat fisik dan kimia Formaldehyde ndalah sebagai berikut: => berat molekul : 30,03 => density gas : 1,04 => melting point : -118 ° C => baling point : -19,2 DC (bentuk gas) 96 0 C (bentuk cair) a => exlosivity range dengan udara : 7 -73 ( vol%) 87-910 (g/m 3) => konstanta Henry, (H) : 0,02 Pa m 3/mol => tekanan uap : 101,3 kPa pada -19 °c 52,6 kPa pad a -33 °c => specific gravity (SG) : 0,815 Faktor Konversi: 1 ppm F ormadehyde 1 mg Formaldehyde/m 3
= 1,2 mg/m = 0,83 ppm
3
pada 25 0C, 1066 mbar.
Formaldehyde selain dipakai sebagai bahan pengawet (desinfectan) pada tekstil juga dipergunakan pada industri - industri lain seperti industri : cat, kulit, wood furniture, plywood, kertas, plastik, dan lain-lain. Untuk industri pakaian jadi (garmen) rata-rata exposure levelnya cukup tinggi yaitu 0,64 ppm (Siegel et al. 1993). IV. PEMAKAIAN FORMALDEHID PADA TEKSTIL. Proses pembuatan tekstil diawali dengan pembuatan benang terlebih dahulu. Langkah berikutnya benang tersebut diolah dengan mesin tenun sehingga membentuk kain. Berbagai jenis serat digunakan dalam pembuatan tekstil, yaitu serat alami, setengah alami dan sintesis. Hasil produksi serat utama dunia adalah dari kapas (cotton), sedangkan serat kimia yang terendah adalah wol. Untuk serat buatan khususnya nylon, polyester dan acrylix saat ini hasilnya sangat tinggi. Proses terakhir pembuatan tekstil adalah proses pencelupan dan penyempurnaan (finishing), yang keduanya bertujuan untuk meningkatkan nilai komersil dari kain. Pada proses ini ditambahkan bahan-bahan dan zat kimia termasuk air. Bahan kimia untuk menghasilkan efek penyempurnaan dengan cara adhesi atau pengikatan dengan serat disebut zat untuk penyempurnaan, yang meliputi minyak penyempurnaAN, bahan kanji, zat penyempurna resin, dan zat penyempurna lain untuk tahan air, lahar api, anti jamur, anti ngengat, tahan mengkeret, untuk kebersihan dan lain-lain. Sedangkan air adalah sumber produksi yang penting sekali untuk pencelupan dan penyempurnaan, dan diperlukan jumlah air yang besar. Formaldehid digunakan secara langsung untuk anti ngengat dan anti jamur pada proses finishing. Jenis formaldehid yang juga digunakan adalah Aminoplastis (Urea formaldehid Resin) yang bermanfaat sebagai anti kusut pada proses pembuatan kain katun (cotton). Di Amerika (CPSC, 1979) kira-kira 85% tekstil menggunakan treatment Aminoplastis. Dari hasil analisa kuantitative pada 112 sample kain tekstil di Industri pakaian wanita American textile dan distributor, yang menyebutkan bahwa diperoleh kandungan konsentrasi Formaldehyde berkisar antara 1 -3517 ppm : untuk jenis serat Cotton 100% diperoleh kandunyan konsentrasi 1560 ppm, sedangkan jenis serat acrylic diperoleh 160 ppm ( Schorr WF 1974). V. DAMPAK TERHADAP KESEHATAN PEKERJA. Faktor utama yang mempengaruhi toksisitas bahan kimia terhadap pekerja yang terpapar adalah jalur masuk ke dalam tubuh, jangka waktu dan frekuensi pemaparan. Efek toksik bahan kimia pada diri pekerja dihasilkan apabila bahan tersebut mencapai tempat yang
© 2004 Dizitiged by USU digital library
3
sesuai dalam tubuh pada konsentrasi dan lama waktu yang cukup untuk menghasilkan manifestasi toksik (Kusnoputranto, 1995). Pemakaian bahan kimia formaldehid pad a tekstil, menyebabkan adanya gas formaldehid pada udara di lingkungan kerja. Dari laporan Schorr (1974), yang meneliti 112 jenis kain dari American Textile Manufactures, diperoleh kisaran formaldehid antara 1-3517 ppm. Formaldehid memiliki bau yang sangat tajam, sehingga pada konsentrasi yang rendah sudah terdeteksi. Masuknya formaldehid ke dalam tubuh melalui inhalasi, ingesti, dan melalui kulit. National Academy of Science (NAS) 1981, telah meneliti bahwa gejala pertama pemajanan formaldehid pada Kadar konsentrasi 0,1 -0,5 ppm yaitu pada mata, dan iritasi umum pada saluran pernafasan atas. Bau spesifik formaldehid mulai tercium pada konsentrasi 0,5 ppm. Gejala-gejala seperti asma bronchiale, bisa terjadi pada orang-orang yang terpajan formaldehid pada konsentrasi 0,25 ppm. Untuk efek iritasi pada mata, Pusat Hiperkes dan Keselamatan Kerja (1995) telah mengadakan penelitian deskriptif terhadap 33 toko tekstil pada 6 lokasi pasar di DKI Jakarta. Pertanyaan yang diajukan kepada sampel pekerja hanya rasa pedih dimata, terutama pada waktu pekerja berada di ruang toko. Hasil penelitian tersebuf sebagai berikut: Tabel 2 Keluhan Pedih di mata pelayan toko akibat pemajanan Formaldehyde Jumlah Lokasi Pengukuran 8 6 5 3 5 1 5
Kadar ppm <0,5 0,5 – 0,75 0,75 – 1,00 1,00 – 1,25 1,25 –1,50 1,50 – 1,75 > 2,00
% Populasi yang memberikan respon iritasi 0 50 70 83,3 80 100 90
Untuk gangguan kesehatan irirtasi mata, diprediksi respon pekerja akibat pemajanan formaldehid, sebagai berikut: Tabel 3 Prediksi respon iritasi pemajanan Formaldehyde Kadar ppm
% Populasi yang memberikan respon iritasi
Derajat iritasi
15,00 – 30,00
20 <30 10 – 20 >30 20 <20
7 – 10 7–5 5–7 3–5 3–5 1-3
0,50 – 1,50 0,25 –0,50 < 0,25
Keterangan derajat iritasi: 10 : Pedih sangat kuat dimata, iritasi pada hidung dan kerongkongan, sangat tidak nyaman, bau sangat menyengat.
© 2004 Dizitiged by USU digital library
4
7
:
3
:
1
:
0
:
Pedih dimata (moderat), iritasi pada hidung dan kerongkongan rasa tidak nyaman. Agak pedih dimata, iritasi pada hidung dan kerongkongan , sedikit terasa tidak nyaman. Sedikit sekali pedih dimata, iritasi pada hidung dan mata, sedikit sekali rasa tidak nyaman. Tidak ada efek.
Reaksi masing-masing individu berbeda terhadap pemajanan formaldehid, karena diantara populasi normal ada yang sensitif dan tidak. Efek yang timbul karena pemajanan formaldehid adalah pekerja yang kontak langsung dengan maldehid akan menyebabkan dermatitis alergi. Formaldehid yang masuk ke tubuh melalui ingesti dapat menyebabkan dermatitis alergi. Formaldehid yang masuk melalui inhalasi dapat menyebabkan radang pernafasan akut, pneumonitis, dan asma bronchial. Formaldehid juga berpotensi menyebabkan karsinogen pada long term exposure (WHO, 1989). Tabel 4 Studi efek klinik pemajanan Formaldehyde Kadar ppm
Lama Terpajan
% Responden
Efek
0,85 – 1,6000
5 jam / hari
94
Rasa tidak nyaman diruangan, iritasi pada konyungti hidung dan kerongkongan terasa kering
0,03 – 0,500
4hari
11
Kecepatan mengedipkan mata menjadi 2 x lebih cepat
5 menit
3
Ingin meninggalkan merasa tidak nyaman
5 jam/hari
2
Iritasi sedang pada mata
4 hari
31
Rasa tidak nyaman diruangan, iritasi pada konyungtiva, hidung dan kerongkongan terasa kering
5 jam/hari
19
Rasa tidak nyaman di ruangan, iritasi pada konyungtiva, hidung dan kerongkongan terasa kering.
0,042
0,250
ruangan
karena
VI. PENGENDAUAN FORMALDEHID Berbagai upaya dapat dilakukan untuk meminimalkan atau jika mungkin meniadakan efek yang merugikan dari suatu bahan kimia. Untuk mengetahui kemungkinan bahaya-bahaya di lingkungan kerja yang diperkirakan dapat menimbulkan efek kesehatan pada pekerja, ditempuh 4 langkah utama, yaitu Antisipasi, Recognisi, Evaluasi dan Pengendalian. Antisipasi adalah suatu aktifitas untuk memperkirakan potensial hazard terhadap pekerja yang timbul ditempat kerja dengan suatu metoda tertentu yang strategis. Dalam langkah antisipasi ini, dapat digunakan data-data sekunder dari industri, atau dengan study literatur.
© 2004 Dizitiged by USU digital library
5
Recognisi adalah aktifitas untuk mengindentifikasi dan mengukur berbagai potensial hazard yang ada di lingkungan kerja untuk memberikan masukan yang logis dengan metoda yang sistematis sehingga cocok untuk tindak lanjut. Ada beberapa metoda yang dapat digunakan dalam recognisi, yang paling populer adalah "Walk Trough Survey". Untuk survey ini sebaiknya dilakukan oleh seseorang yang telah berpengalaman, karena bahaya atau resiko yang terlewatkan untuk dikenali akan terlewatkan dalam evaluasi dan pengendalian. Evaluasi lingkungan kerja, dilakukan untuk menguatkan apa yang ditemukan pada recognisi, menetapkan karakteristiknya dan memberi gambaran cakupan dan luas pemaparan. Ini diperlukan sebagai dasar untuk penetapan desain dan langkah pengendaliannya. Setelah didapatkan gambaran lengkap dan menyeluruh dari pemaparan, kemudian dibandingkan dengan standard kesehatan kerja yang berlaku, misalnya nilai ambang batas. Pada evaluasi ini juga harus dikemukakan kondisi-kondiir pemaparan yang meliputi lama pemaparan, berbagai kemungkinan jalan masuk ke dalam tubuh, jenis dan aktivitas fisik pekerja yang terganggu. Pengendalian adalah upaya untuk mengurangi atau meniadakan pemaparan bahan berbahaya di lingkungan kerja. Untuk melakukan pengendalian, dapat dipilih tehnologi yang paling tepat dan mungkin dilaksanakan, atau tehnologi yang mudah, murah, dan bermanfaat. Pemilihan tehnologi, sebaiknya mempertimbangkan beberapa hal, antara lain: Jenis bahaya yang potensial, sumber serta lokasinya. Apakah sumber bahaya bisa dihilangkan secara menyeluruh. Apakah mungkin dilakukan substansi bahan, alaI, atau cara kerja. Apakah kontak dengan hazard dapat dikurangi. Secara hierarkhi, pengendalian hazard yang diutamakan adalah pengendalian pada sumbernya, lalu lingkungan kerjanya, terakhir adalah langsung pada pekerjanya. Pengendalian formaldehid pada lingkungan kerja adalah cara yang dapat dipilih untuk mengurangi efek pemaparan. Cara yang dipilih adalah Sistem Ventilasi. Di dalam sistem ventilasi diperlukan 4 komponen besar yaitu: 1. Power supply 2. Sistem Udara Masuk. 3. Sistem Udara Keluar. 4. Enclosure. Ada dua sistem dalam prinsip aliran udara ini yaitu : supply sistem dan exhaust sistem. Exhaust sistem prinsipnya adalah untuk memindahkan udara kontaminan dari ruang kerja, sedangkan supplay sistem adalah menambahkan udara ke dalam ruang kerja. Selain itu fungsi lain dari sistem supplay adalah untuk menggerakkan udara kearah yang diinginkan, juga digunakan untuk mengganti udara yang telah dipindahkan oleh exhaust sistem. Sehingga apabila ada exhaust sistem dengan sendirinya harus ada supplay sistem. Pengendalian untuk perseorangan (personal protection) dapat dilakukan dengan pemakaian sarung tangan, geogle (kaca mata) dan respirator. Khusus respirator, yang boleh digunakan adalah respirator yang telah direkomendasikan oleh NIOSH sesuai untuk bahan kimia terutama Formaldehyde (NIOSH, 1990). PENUTUP. Pemakaian bahan kimia pada proses produksi Ycng tidak sesuai dengan spesifikasi bahan, merupakan sumber hazard di lingkungan karia, padahal bahan kimia memiliki potensi merusak kesehatan, tergantung besarnya konsentrasi pajanan dan waktu . Industri tekstil yang menggunakan formaldehid sebagai bahan pengawet tekstil, sebaiknya melakukan penatalaksanaan agar dampak yang mungkin terjadi dapat diminimalkan. Secara hierakhi, pengendalian hazard diutamakan adalah pengendalian pada sumbernya, lalu lingkungan kerjanya, terakhir adalah langsung pada pekerjanya. Untuk pengendalian formaldehid, dapat dipilih sistem ventilasi, atau pengendalian pada diri pekerja.
© 2004 Dizitiged by USU digital library
6
DAFTAR PUSTAKA Burgess, William A, 1981 NewYork.
Recognition of Health Hazard in industry. John Wiley & Sons,
Kusnoputranto, Haryoto. 1995. Toksikologi Lingkungan, FKMUI dan Puslit Sumber Daya Manusia dan Lingkungan. Jakarta. Malaka, Tan, 1996. Biomonitoring Proceeding Simposium Pemamtauan Biologik dalam Proteksi Kesehatan Kerja. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Schorr WF, Keran, E. Plotka, E. 1974. Formaldehyde Allergy Archives of Dermatology vol 10, No.1. Siege et al 1983. Formaldehyde Risk Assesment for Occupationally exposed Workers. Regulatory Toxicology and Pharmacology Vol. 3, No.4. Siti Heryuni, 1995. Kadar Formaldehyde dl Udara Ruangan Toko Tektll Pasar dan Keluhan pada Mata Pelayan Toko. Majalah Hiperkes dan Kelamatan Kerja. WHO, 1969. Environtmental Health Criteria 89. Joint Sponsorship of the United Nation Env. Program.ILO and WHO, Geneva.
© 2004 Dizitiged by USU digital library
7