Jurnal Tingkat Sarjana Bidang Seni Rupa
REPRESENTASI TUBUH PADA KARYA ERIKA ERNAWAN Rezcky Amelia
Dr. Ira Adriati S.Sn, M.Sn
Program Studi Sarjana Seni Rupa, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB Email:
[email protected] Kata Kunci : Erika Ernawan, perempuan perupa, proses kreasi, tubuh ________________________________________________________________________________________________
Abstrak Karya seni rupa dengan representasi tubuh perempuan sudah eksis setua seni rupa itu sendiri. Di Indonesia, tubuh yang dipertontonkan dalam karya seni rupa seringkali menuai kontroversi maupun penolakkan dari audiens. Erika Ernawan, perempuan perupa muda Indonesia nampak intens mengangkat persoalan tubuh, terlihat dari representasi tubuh pada karyanya. Hal ini membuka pencarian mengenai proses kreasi, hal-hal yang mempengaruhi Erika Ernawan dalam berkarya, serta menginterpretasikan kehadiran visual tubuh dalam karyanya. Penelitian ini menggunakan pendekatan interdisiplin metoda dengan penyampaian kritik seni Terry Barret dengan menggunakan teori seni feminis sebagai sudut pandang perempuan dan teori tubuh untuk menginterpretasikan juga memaknai tubuh dalam karya, serta teori proses kreasi Graham Wallas untuk mengetahui kecenderungan, proses eksplorasi berkarya dari seorang Erika Ernawan. Penelitian fokus pada tujuh buah karya Erika Ernawan sebagai sampel, pemilihan didasari oleh alasan tahun pembuatan karya secara kronologis dari representasional ke non representasional, dan masing-masing karya yang diambil berdasarkan pengelompokkan subject matter yaitu tubuh utuh, bagian tubuh tertentu, tengkorak dan potret diri. Tahapan analisis memperlihatkan bahwa pengalaman hidup Erika Ernawan memberikan pengaruh yang kuat dalam proses kreasi yang terjadi. Erika Ernawan cenderung menggunakan medium reflektif dan menggunakan media fotografi, proses kreasi yang diutamakan dengan proses eksplorasi media & medium serta pemaknaan tubuh yang beragam pada setiap karya seperti tubuh sebagai kehidupan, tubuh sebagai penjara, tubuh sebagai eksistensi diri, tubuh sebagai kehidupan dan kematian, serta tubuh yang tak meragawi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa hal personal berperan besar dalam pemilihan tubuh sebagai tema karya. Selain itu penggunakan media reflektif dan dua dimensional didasari oleh hal pendukung yang melingkupinya seperti keluarga, sosial, dan pendidikan. Representasi tubuh dalam karya Erika Ernawan cenderung mengemukakan persoalan pengalaman tubuh terhadap eksistensi sebagai individu, dan memiliki fungsi sebagai media aktualisasi diri.
Abstract Represenation of body in visual art has been existing as old as visual art itself. In Indonesia, the representation of body has been always got negative respond from audience. Erika Ernawan, as young visual artist seems intense in using body as subject matter as shown on her artworks which tend to use body as visual image. These things may open the questions about the art creation process of Erika Ernawan, what are things that motivated Erika Ernawan behind the art-making process, and last is to interpreting the representation of body on her works. This research using qualitative method which explained with Barret’s art critic method, with interdicipline approach including feminist art as women paradigm and body theory for interpreting the body from the artwork, and Wallas’s creative process theory to knowing the inclination of Erika Ernawan art making process. This research focusing on seven sample of Erika’s works, and those are based on the classification period of time chronologically from representational to non representational, and each taken based on classification of significant subject matter such as full body, specific part of body, skull or skeleton and self potrait. The analysis step showing that Erika Ernawan tend to using reflective medium and photography, art process tend to explore medium and the meaning of body. The results of this research pointing that personal things matters most on her motivation to talk about body as theme. The use of medium significantly based on the social things that influences her such as family, and education. Representation of body on Erika Ernawan work tend to talk about marking identity to the existence of body as experience, and so her artwork can be her self-actualization media. Artikel mengenai Representasi Tubuh Pada Karya Erika Ernawan ini disusun mengikuti sekuens penulisan sebagai berikut: (1)pendahuluan, (2)metodologi penelitian, (3)analisis, (4)penutup
1. Pendahuluan Mengutip pendapat Michael Foucault : “Tubuh adalah sistem metafor di mana kekuasaan mewujudkan dirinya, dan akhirnya bahwa tubuh itu hanya bisa dipahami sebagai konsekuensi perubahan-perubahan sosial sepanjang sejarah yang panjang”. (Foucault dalam Hardiman, 2015:144). Pernyataan tersebut menjelaskan secara singkat tentang tubuh yang menyimpan sejuta misteri mengenai kekuasaan, berkaitan dengan situasi perubahan sosial sepanjang zaman. Seniman merupakan individu yang mencipta dan berupaya untuk mencari tahu serta membahas persoalan yang relevan di sekitarnya, maka dari itu sebuah karya seni dapat merepresentasikan situasi sosial pada masanya beserta hal-hal yang melingkupinya. Kiranya keterkaitan inilah yang memicu gagasan akan pentingnya mengkaji tubuh secara visual dalam karya seni rupa baik sebagai medium maupun subject matter untuk mencari tahu mengenai posisi dan kondisi „tubuh‟ dari sudut pandang seniman yang direlasikan dengan situasi dan perubahan sosial. Tubuh merupakan bagian terluar dari manusia yang dapat mewakili sebuah entitas diri, dan seringkali dikaitkan dengan identitas budaya dan status sosial. Studi mengenai tubuh dan citra tubuh secara visual sudah banyak dilakukan oleh para teoritikus budaya, karena representasi tubuh dalam karya seni rupa dapat dikatakan sudah ada setua seni rupa itu sendiri. Hal ini seperti yang terlihat pada seni rupa prasejarah yaitu lukisan gua maupun patung-patung dewa dan dewi yang seringkali intensinya berhubungan dengan ritual keagamaan. Memasuki seni rupa moderen, representasi tubuh perempuan pada karya seni rupa Indonesia seringkali berintensi untuk menampilkan citra tubuh perempuan yang erotis dengan pose-pose yang banal, dan karya-karya tersebut seringkali muncul dari seniman lelaki semisal Basuki Abdullah, Mochtar Apin, Sudjojono. Pada seni rupa kontemporer, representasi tubuh dalam seni rupa banyak ditemukan lebih bebas dalam visualnya, tetapi masih menyisakan kontra. Dapat diambil sebagai contoh yaitu karya Agus Suwage dan Davy Linggar berjudul “Pink Swing Park” (2005). Dalam karya tersebut divisualisasikan seorang lelaki dan perempuan dengan tubuh terbuka disensor pada bagian-bagian tertentu, dan diciptakan dengan media fotografi. Karya ini lantas mendapat penolakan dari “Front Pembela Islam” yang menganggap karya ini mengandung unsur pornografi, dan mencemari agama. Hal ini bahkan sampai diberitakan di media televisi dan media cetak, disertai peristiwa para demonstran yang meminta agar pameran yang memamerkan karya tersebut yaitu CP Biennale (2005) dibubarkan. Dalam gerakan feminisme, penggambaran dan representasi tubuh perempuan dalam karya seni rupa pernah menjadi peristiwa besar yang tercatat dalam sejarah. Berdasarkan sumber dari “The Power of Feminist Art” dalam bab “The Body Through Women’s Eyes” (Frueh, 1994) dalam Garrad dapat disimpulkan bahwa karya yang menampilkan tubuh manusia dengan menggunakan tubuhnya sendiri dianggap sebagai karya yang provokatif dan radikal pada tahun 1970, yang kemudian diikuti dan dilanjutkan oleh seni perempuan yang menjadi image, gagasan, dan persoalan yang diangkat. Fenomena tema tubuh dalam karya perempuan terus berkembang, termasuk di Indonesia. Persoalan tubuh dalam sudut pandang perempuan sebagai „subjek‟ juga ditemukan pada karya perempuan perupa Indonesia, karena tak hanya lelaki, perempuan perupa Indonesia pun mengeksplorasi tubuh dalam karyanya. Dalam “Indonesian Women Artists – The Curtain Opens (2001) yang ditulis oleh Carla Bianpoen, Farah Wardani dan Wulan Dirgantara cukup menunjukkan bahwa terlihat banyaknya eksistensi perempuan perupa Indonesia yang mengangkat tema tubuh dalam karyanya. Penulis beranggapan bahwa tema tubuh menarik untuk diperhatikan, karena tubuh dalam karya seni visual dapat dimaknai kepada hal-hal yang luas mencakup kehidupan individu dan lingkungannya. Di samping itu, belum banyak dilakukan pencarian informasi mengenai perempuan perupa yang menghadirkan tubuh sebagai gagasan utama berkarya dan sampai saat ini karya tema tubuh yang diciptakan oleh seniman lelaki lebih banyak mendapat perhatian dibandingkan karya perempuan perupa. Selain itu kiranya penting untuk mengetahui makna tubuh yang ditampilkan dari waktu ke waktu karena dapat merepresentasikan kecenderungan suatu masa bagaimana keadaan individu dan sosialnya. Penulis melakukan studi membandingkan antara kecenderungan visual tubuh pada karya perempuan perupa Indonesia berdasarkan data yang didapatkan dari “Indonesian Women Artists – The Curtain Opens (2001) yang ditulis oleh Carla Bianpoen, Farah Wardani dan Wulan Dirgantara, dengan karya perempuan perupa Barat berdasarkan data yang diperoleh dari “Women Artists” – Uta Grosenick, Ilka Becker (2005). Berdasarkan data tersebut dapat diperoleh perbedaan yang signifikan mengenai kecenderungan karya dengan tampilan tema tubuh, dari segi visual penampakkan tubuh lebih berani ditampakkan dalam karya perempuan perupa Barat, dengan kecenderungan kepentingan untuk Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa | 2
menampilkan tubuh yang apa adanya, sedangkan di Indonesia hal ini cenderung menjadi bahasa simbolis lirik dan rupa dari bagian tubuh tertentu yang cenderung ditutup-tutupi. Hal ini seperti membuat sebuah batasan perbedaan yang mencirikan budaya timur dan barat. Namun dibalik itu ditemukan persamaan dari kecenderungan intensi berkarya dari tema tubuh, yaitu sebagai upaya untuk membahas persoalan personal, sosial, politik dan budaya karena rupanya kehadiran tubuh dalam karya seni rupa dapat dikaitkan dengan persoalan yang luas diluar konteks tubuh itu sendiri. Tak dapat dipungkiri bahwa perempuan perupa sebagian besar terlihat berkarya didasari oleh motivasi, upaya untuk melepaskan, menyelesaikan problem personal yang dihadapinya sebagai perempuan. Berdasarkan pengamatan penulis, ditemukan karya-karya yang dihasilkan perempuan perupa Indonesia sejak zaman orde baru bahwa banyak yang membahas persoalan perempuan dalam konteks kehidupan sosial. Salah satu perempuan perupa lulusan seni lukis Institut Teknologi Bandung yaitu Erika Ernawan, seringkali merepresentasikan tubuh dalam karyanya. Erika Ernawan muncul di ranah seni rupa kontemporer, dan terkenal dengan karya“Mirror Sees Me” (2011) yang pernah mendapatkan penghargaan sebagai karya terbaik kedua dari kompetisi Bandung Contemporary Art Awards 2011. Karya ini berupa karya dua dimensi yang menggunakan medium fisik cermin dan printed acrylic, kemudian dihantam dengan sebuah palu. Erika mempertanyakan beberapa hal yang ditujukan pada audiensi dan pada dirinya sendiri sebelum memecahkan cermin. Pecahan cermin tersebut menghasilkan kesan artistik yang menarik, menampilkan perubahan kualitas visual yang terbentuk dari perlakuan destruktif. Mengaitkan pada tema tubuh dalam karya seni rupa, pada kesempatan ini penulis menyoroti karya Erika Ernawan dengan alasan karena adanya ciri khas dari karya Erika Ernawan yaitu visualisasi tubuh dalam karya-karyanya, yang selain itu menggunakan model dengan media serta teknik fotografi. Teknik fotografi cenderung akan menghasilkan potret yang menyerupai objek asli. Seperti yang telah dipaparkan pada paragraf kedua pada sub bab pendahuluan, karya seni visual dengan media fotografi serta menampilkan tubuh yang cenderung terbuka, di Indonesia seringkali mendapat kecaman publik. Penulis menilai adanya keberanian dari Erika Ernawan untuk menampilkan hal yang tabu di Indonesia pada karyanya. Alasan kedua dilakukannya penelitian ini ialah, penulisan mengenai perempuan perupa di Indonesia, khususnya dalam kajian perempuan perupa muda menurut penulis penting untuk dilakukan sebagai upaya mengetahui dan memahami dalam konteks perkembangan seni rupa kontemporer yang sedang terjadi. Meskipun perempuan perupa muda merupakan individu yang berkembang, namun tak ada salahnya jika dilakukan kajian mengenai karya-karya yang dihasilkan sebagai referensi maupun pembanding. Selain itu dalam tulisan ini penulis mempertanyakan kecenderungan perupa Indonesia tersebut dalam berkarya dengan kondisi yang sedang terjadi di lingkungan sekitar, khususnya di Indonesia yang dikerucutkan dengan mengkaji karya Erika Ernawan sebagai sampel. Analisa dalam tulisan ini pada akhirnya akan dikaitkan kepada proses kreasi dari Erika Ernawan tersebut sebagai salah satu kajian mengenai pengaruh dari budaya kontemporer serta mengetahui kecenderungan proses berkaryanya. Penggunaan tubuh dalam karya seni yang beragam pada karya Erika Ernawan menjadi fenomena yang menarik untuk kemudian dibahas karena akan melahirkan kompleksitas dan keragaman pemaknaan terhadap karya-karyanya. Dalam tahap analisa pada akhirnya akan dikaitkan kepada proses kreasi dari Erika Ernawan sebagai salah satu kajian mengenai pengaruh dari budaya kontemporer serta mengetahui kecenderungan proses berkaryanya. Penggunaan tubuh dalam karya seni yang beragam pada karya Erika Ernawan menjadi fenomena yang menarik untuk kemudian dibahas karena akan melahirkan kompleksitas dan keragaman pemaknaan terhadap karya-karyanya. Di balik itu, akan dipaparkan pula hal-hal yang melatarbelakangi proses berkarya maupun hal yang mempengaruhi kiprah Erika Ernawan sebagai perempuan perupa Indonesia. Penelitian ini merupakan sebuah upaya untuk memaparkan kecenderungan proses kreasi, hal-hal yang mempengaruhi penciptaan karya dari perempuan perupa Indonesia, kecenderungan visualisasi tubuh pada karya seni rupa Indonesia Studi ini diharapkan mampu menyajikan data-data mengenai karya perempuan perupa dengan tema tubuh sebagai referensi bagi para peneliti yang akan meneliti dengan tema yang berkaitan.
2. Metodologi Penelitian Metodologi penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Karya-karya dari Erika Ernawan dapat dikategorikan sebagai karya kontemporer, dianalisis dengan menggunakan metode Terry Barret. Penelitian ini merupakan penelitian interdisiplin dengan teori-teori yang dipergunakan sebagai berikut: teori tubuh, Seni feminis dan proses kreasi. Teori tubuh merupakan teori yang dipergunakan karena memiliki definisi mengenai tubuh Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa | 3
yang beragam dan dapat dikaitkan dengan proses pemaknaan visual tubuh pada karya yang dikaji. Seni feminis merupakan teori yang digunakan dalam proses interpretasi, mengaitkan visual tubuh dengan kecenderungan sudut pandang perempuan, khususnya di Indonesia. Proses kreasi merupakan teori untuk mengetahui kecenderungan proses kreasi Erika Ernawan yang dikelompokkan berdasarkan tahap-tahap yang dikemukakan oleh Graham Wallas. Pemilihan seniman dilatarbelakangi oleh karena Erika Ernawan merupakan perupa yang menggunakan tubuh dirinya, tubuh perempuan, sebagai representasi dalam karya-karyanya dan selain itu, karyanya pernah mendapatkan penghargaan sebagai karya terbaik kedua dari Bandung Contemporary Art Awards 2011. Masalah kemudian dibatasi pada karya Erika Ernawan yang memiliki ciri khas yaitu penggunaan tubuh perempuan. Tujuh buah karya dipilih untuk kemudian dianalisis dan kemudian diinterpretasikan dengan berdasarkan pendekatan teori yang dipergunakan. Alasan pemilihan karya untuk dianalisis berdasarkan pertimbangan berikut: 1.
2.
Karya yang dipilih diambil berdasarkan peralihan kronologis dari segi visual tubuh representatif beralih ke non representasional, hal ini membuka penelusuran lebih lanjut mengenai perubahan subject matter yang nampak pada karya terbarunya untuk mengetahui hal-hal yang mempengaruhi karya Erika Ernawan. Berdasarkan riwayat karya Erika Ernawan sejak karya eksperimen pertama tema tubuh yaitu karya “Aku” (2007), terdapat karya yang dapat dikelompokkan dari segi subject matter, yaitu tubuh perempuan utuh, bagian-bagian tubuh perempuan yang ditonjolkan (bagian torso), tengkorak, dan potret diri. Sehingga, dipilih ketujuh karya tersebut, diantaranya ialah Lebensform (2010), Physical Intimacy (2010), Hang (2012), Violett (2012), Potrait ist Potrait Erika Ernawan (2012), Mother and A Son (2013) dan karya recycled dari Mother and A Son (2016).
3. Analisis Berikut paparan hasil analisis kecenderungan proses kreasi Erika Ernawan berdasarkan data-data dari sebagian besar proses berkarya dari artografi Erika Ernawan yang diperoleh penulis sejak tahun 2007 sampai dengan 2016. Selanjutnya, dipaparkan hasil analisis hal-hal luar diri dan dalam diri pribadi Erika Ernawan secara singkat yang mempengaruhi kiprahnya di medan seni rupa. Terakhir, akan dipaparkan hasil interpretasi visual tubuh dalam karya seni rupa Erika Ernawan berdasarkan tujuh sampel yang diambil dari artografi karya, sampel diambil dari pengelompokkan karya dari segi visual serta kronologis pembuatan, karya-karya tersebut diantaranya ialah “Lebensform (2010), Physical Intimacy (2010), Hang (2012), Violett (2012), Potrait ist Potrait Erika Ernawan (2012), Mother and A Son (2013) dan karya recycled dari Mother and A Son (2016). Secara berurutan, tabel 1 memuat data kecenderungan proses kreasi Erika Ernawan. Berdasarkan wawancara yang dilakukan, Erika terbiasa melakukan eksplorasi bersamaan dengan kegiatan berkarya. Proses berkarya terjadi dengan dorongan gerak yang melibatkan anggota tubuh, sehingga otak menjadi lebih aktif berpikir dan mencipta. Eksplorasi tersebut meliputi eksplorasi elemen rupa seperti material, medium dan media tak terlepas dari eksplorasi visual mengenai tubuh, dan teori-teori yang berkenaan dengan tubuh. Tahap tersebut merupakan tahap persiapan, yang terjadi bersamaan dengan tahap inkubasi atau pengeraman. Dilanjutkan dengan tahap iluminasi ketika informasi awal menyatu menjadi sebuah gagasan, berintegrasi dengan pengalaman hidup yang personal terjadi bersamaan dengan tahap penciptaan dan uji coba. Tahap akhir merupakan tahap verifikasi ketika sketsa-sketsa ataupun eksperimen diperbaiki dan dijadikan karya tunggal untuk dipamerkan. Jadi, dapat dirangkum bahwa Erika memiliki proses kreasi yang terstruktur dimulai dari tahap persiapan ataupun pengumpulan data, sampai dengan verifikasi. Tabel 1. Kecenderungan Proses Kreasi Erika Ernawan Tahap-Tahap Proses Kreasi (Wallace) Preparasi
Inkubasi Iluminasi
Proses Kreasi Erika Ernawan • • • • •
Eksplorasi material eksplorasi gestur tubuh eksplorasi visual simbol tubuh eksplorasi konsep visual Pemahaman medium dan media, Terjadi seiring tahap uji-coba eksperimen teknik Gagasan berkarya dari pengalaman hidup- motivasi personal, informasi dari Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa | 4
tahap preparasi, penciptaan karya dengan medium tubuh Verifikasi
Pemilihan karya mentah dari tahap coba-coba untuk diperbaiki dan dijadikan karya untuk dipamerkan
Tabel 2 merupakan simpulan mengenai hal-hal yang melatarbelakangi kiprah Erika Ernawan dalam medan sosial seni rupa. Berdasarkan data yang didapatkan, Erika berasal dari keluarga seniman terpelajar, dan sempat belajar di Institut Teknologi Bandung, dilanjutkan studi di Jerman. Hal ini menjadikan sudut pandang Erika lebih luas dalam memaknai dan memahami kehadiran tubuh. Pertanyaan mengenai kemurnian tubuh menjadi hal sentral, lingkup pergaulan yang memungkinkan Erika untuk lebih bebas dalam mengekspresikan visual tubuh dengan media fotografi didukung oleh faktor lingkungan keluarga. Diketahui, pasangan Erika merupakan fotografer handal. Intensitas berkarya ayahanda Erika di rumah seringkali nampak mengeksplorasi medium cermin. Rupanya hal ini yang menjadikan Erika lebih aktif mengeksplorasi material ataupun medium cermin, cermin menjadi hal istimewa dalam permainan tanda-tanda dalam karyanya. Medan sosial seni di Indonesia bekerjasama dengan Erika dalam kegiatan berpameran. Kurator, galeri, bahkan pasar seni melirik karya Erika Ernawan sehingga namanya masih dikenal sebagai perupa yang aktif meskipun telah menikah dan memiliki anak. Ketertarikan personal berhubungan dengan pertanyaan yang eksistensialis, seperti keberadaan diri, makna tubuh sebagai pribadi maupun tubuh sosial. Tabel 2. Hal-hal yang Mempengaruhi Erika Ernawan
Motivasi Personal Aktif secara motorik Ketertarikan akan tubuh biologis Motivasi mengenal tubuh terkait ilmu pengetahuan Ketertarikan akan tubuh, secara anatomi, gestur, dan makna
Motivasi Luar Diri Keluarga seniman terpelajar Ayahanda sering mengeksplorasi media cermin dan visual abstrak Mengenyam pendidikan di fakultas Seni Rupa Institut Teknologi Bandung Keahlian suami seorang fotografer Residensi, tinggal, sekolah di Jerman Medan sosial seni rupa kontemporer (publik, pelaku seni, pasar, dan galeri)
Tabel 3 merupakan tabel yang menampilakn tujuh sampel karya yang diambil untuk diinterpretasikan mengenai makna tubuh dari karya-karya Erika Ernawan. Ditemukan keragaman dalam makna visual tubuh yang didapatkan dari setiap karya yang ditelaah. Tabel 3. Analisis Representasi Tubuh Pada Karya Erika Ernawan No 1
Judul dan Keterangan “Lebensform” series (2010)
2
“Physical Intimacy” (2010)
Karya
Deskripsi
Interpretasi
Seorang perempuan dengan tubuh tertutupi kabut, gestur nampak tengah menyeimbangkan badan Tubuh perempuan dengan bagian tubuh tertentu terlihat Close up gestur menempelkan badan pada permukaan ke arah audiens
Tubuh kehidupan; menggambarkan sebuah dinamika Perempuan dibalik layar situasi kehidupan perempuan dinamis penuh warna dan memiliki sisi gelap Tubuh sebagai penjara; Keintiman yang ditampilkan dari gestur tubuh dibalik permukaan datar menjelaskan hasrat untuk terbebas dari keterkungkungan
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa | 5
3
4
5
6
7
“Hang” (2012) Seorang perempuan tergantung dengan dress polos, terwarnai, gestur
Tubuh pasif namun aktif; situasi terbalik yang nampak pasif dan stagnan namun dapat menandakan sebuah kuasa untuk bertahan, mengamati dan merasakan.
Tengkorak tergantung dengan sebuah garis
Tubuh ialah penanda kehidupan dan kematian, arah transendental dan sebuah siklus.
Potret diri seorang perempuan hitam putih menatap ke arah audiensi, mengenakan atribut perempuan
Tubuh sebagai eksistensi „Saya‟; Kesan maskulin dan feminin terjalin dalam satu tubuh, menandakan keutuhan diri „saya‟ yang terbentuk dari banyak faktor luar diri.
Potret seorang ibu mendekap seorang bayi, berdiri menatap ke arah audienss dengan atribut pakaian dalam
Tubuh merupakan situasi, akan memiliki makna dan menunjukkan sebuah situasi dan tempat tertentu.
Jejak representasi tubuh yang abstrak dan tertutupi. Sisasisa gambar, potret diri yang telah terhapus
Tubuh non ragawi, eksistensi tubuh seyogyanya tidak selalu harus menampil sebagai sesuatu yang dapat kasat mata, namun eksistensi terlihat dari esensinya
“Rot” (2012)
“Self Potrait” (2012)
“A Mother and A Son” (2013)
(recycled) “A Mother and A Son” (2016)
4. Penutup / Kesimpulan Berdasarkan analisis terhadap proses kreasi Erika Ernawan pada sebagian besar data yang diperoleh, penulis menemukan kecenderungan pola proses kreasi dari Erika Ernawan yaitu tahap persiapan atau tahap pengumpulan informasi, data, merupakan tahap Erika dalam mengeksplorasi material dan medium. Erika tidak terbiasa dalam menuangkan gagasan dalam bentuk sketsa, justru Erika lebih aktif dengan proses eksplorasi yang melibatkan interaksi langsung antara diri Erika dan material. Erika melakukan uji coba terhadap material dengan perlakuan-perlakuan Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa | 6
khusus. Tahap inkubasi terjadi beriringan dengan tahap persiapan, karena setiap melakukan eksplorasi maka temuantemuan artistik tersimpan secara tidak sadar. Tahap ini akan terus menerus berjalan secara paralel bersamaan dengan tahap persiapan. Tahap selanjutnya yaitu iluminasi (tahap uji-coba) terjadi sebagai upaya tindak lanjut dari ide yang telah mengalami inkubasi, namun tidak menutup kemungkinan pada tahap iluminasi terjadi tahap pembelajaran yang dapat dikelompokkan sebagai tahap persiapan. Tahap verifikasi sebagai tahap akhir, ketika beberapa karya yang sudah dibuat pada tahap iluminasi mengalami reduksi untuk kemudian dipamerkan. Kehadiran tubuh dalam karya Erika Ernawan mendapat respon yang judgemental di Indonesia ketika kehadiran tubuh perempuan ditampilkan apa adanya. Adat ketimuran yang ada di Indonesia cenderung menutup kesempatan untuk mengenal kehadiran tubuh sebagai sesuatu yang netral untuk dipahami dari berbagai sisi. Pada beberapa kesempatan, hal ini menjadi sebuah petanda mengenai kehadiran tubuh yang situasional diperlakukan sebagaimana tubuh tersebut hadir mengikuti aturan dan nilai-nilai yang berlaku. Kehadiran tubuh pada karya Erika Ernawan beragam dan memicu audiens untuk lebih memperhatikan kehadiran tubuh dari berbagai sisi untuk dipahami. Tubuh, menjadi hal yang sentral dalam kehidupan sehari-hari terkait dengan interaksi yang terjadi setiap individu menciptakan sebuah situasi tertentu. Tubuh dapat berupa instrumen publik maupun identitas diri. Nampak secara kronologis karya Erika Ernawan berawal dari tema tubuh representasional yang mewujud sebagai tubuh utuh, menceritakan perihal identitas, situasi, dan pertanyaan akan makna diri. Namun kemudian penampakkan tubuh menjadi samar dan terhapus, seakan sedang membicarakan tema mengenai makna tubuh secara spiritual seiring dengan pengalaman hidup dan bertambahnya usia, kematangan diri. Representasi tubuh kemudian tergantikan oleh kesan, maupun kehadiran audiens dengan menggunakan medium cermin.
Ucapan Terima Kasih Artikel ini didasarkan kepada catatan proses berkarya/perancangan dalam MK Tugas Akhir Program Studi Sarjana Seni Rupa FSRD ITB. Proses pelaksanaan skripsi ini disupervisi oleh pembimbing Dr. Ira Adriati S.Sn, M.Sn. Disponsori oleh Dr. Ira Adriati S.Sn, M.Sn, Beasiswa ITB untuk semua dan Bidik Misi 2011.
Daftar Pustaka Bianpoen, C. (2007) : Indonesian Woman Artist, Jakarta, Yayasan Seni Rupa Indonesia Broude, N. dan Garrard, M. (1994) : The Power of Feminist Art (The American Movement of The 1970s, History and Impact), Harry N. Abrahams, Incorporated, Newyork. Frueh (1994) : “The Body Through Women’s Eyes” The Power of Feminist Art (The American Movement of The 1970s, History and Impact), Harry N. Abrahams, Incorporated, Newyork. Grosenick, U. (2005) : Women Artists, Taschen, Jerman. Hardiman. (2015) : EKSPLO(RA)SI TUBUH, Mahima Insitute Indonesia, Bali
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa | 7