REPRESENTASI PEREMPUAN MASKULIN SEBAGAI PERLAWANAN TERHADAP PATRIARKI DALAM SITKOM OK-JEK (ANALISIS SEMIOTIKA CHARLES SANDERS PIERCE) SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Konsentrasi Hubungan Masyarakat Program Studi Ilmu Komunikasi
Oleh Luna Safitri Salsabil NIM 6662120166
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA SERANG 2016
ABSTRAK Luna Safitri Salsabil, NIM.6662120166. Representasi Perempuan Maskulin Sebagai Perlawanan Terhadap Patriarki Dalam Sikom OK-JEK (Analisis Semiotika Charles Sanders Pierce). Pembimbing I: Uliviana Restu H, M.Ikom dan Pembimbing II: Husnan Nurjuman , M.Si Perempuan pada masyarakat dengan budaya patriarki sebagai kaum subordinat, berkerja diruang domestik, sebagai objek dan di stereotipekan feminim. Pada perkembangannya citra perempuan dalam media khususnya tayangan situasi komedi ok-jek berubah sebagai perempuan maskulin. Bagaimana representasi perempuan maskulin dan perlawanan terhadap budaya patriarki dalam sitkom okjek. Penelitian ini menggunakan analisis semiotika Charles Sanders Pierce, dengan judul Representasi Perempuan Maskulin sebagai Perlawanan terhadap Patriarki. Situasi komedi mempunyai tanda berbentuk verbal(bahasa) dan visual oleh karena itu sarat akan tanda. Maka pendekatan semiotika sebagai sebuah metode analisis tanda guna mengupas perempuan maskulin sebagai perlawanan terhadap patriarki.Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Dimana data dan analisis dipaparkan secara deskriptif. Untuk mengungkapkan apa yang ada dalam situasi komedi secara menyeluruh dan mendalam, dalam penelitian ini digunakan metode penelitian paradigm kritis merupakan paradigma penelitian yang melihat suatu realita secara kritis sebagai objek penelitian. Hasil penelitian ini adalah maskulin merupakan konstruksi sosial, perempuan bisa memiliki karakteristik maskulin, hegemoni patriarki dipatahkan oleh situasi komedi ini,
Kata kunci: Semiotika, Feminisme, Patriarki
i
ABSTRACT
Luna Safitri Salsabil. NIM.6662120166. Thesis. Representation of Masculine Female as a Fight Against Patriarchy in Sit-Com OK-JEK (Charles Sanders Pierce Semiotic Analysis). Uliviana Restu H, M.Ikom; Husnan Nurjuman, M.Si Women in society with patriarchal culture as the subordinate, working in the domestic space, as an object, and in the feminine stereotype. In the development of the image of women in the media, especially comedy shows ok-jek situation changed as a masculine woman. How masculine representation of women and the fight against patriarchal culture in the sitcom ok-jek. This study uses a semiotic analysis of Charles Sanders Pierce, with the title of Women's Representation Masculine as resistance against the Patriarchate. Situation comedies have shaped mark verbal (language) and visual therefore full of pins. So semiotics approach as a method of analysis in order to sign as a masculine woman peeling resistance against patriarki. Method research is qualitative. Where the data and analysis presented descriptively. To reveal what is in the situation comedy thoroughly and deeply, in this study used research methods critical paradigm is the paradigm of research critical look at the reality as an object of research. The result of this research is a social construction of masculine, women can have masculine characteristics, patriarchal hegemony is broken by a situation comedy.
Keyword : Semiotic, Feminism, Patriarchy
ii
Thanks to Allah for all miracle happen in my life.
―No two things have been combined better than Knowledge and Patience‖ - Prophet Muhammad
Ketika kesempurnaan hanya milik Allah, sebagai manusia hanya perlu melakukan yang terbaik versi diri sendiri.
Ilmu adalah teman dalam kesendirian, sahabat dalam keterasingan, penolong ketika ada kesulitan dan simpanan kematian.
Dearest mama and papa, thanks for all.
iii
KATA PENGANTAR Assalamu‘alaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah SWT penulis panjatkan atas limpahan rahmat dan nikmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi guna memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar kesarjanaan strata (S1) pada program studi ilmu komunikasi konsentrasi hubungan masyarakat di fakultas ilmu sosial dan ilmu politik universitas sultan ageng tirtayasa. Skripsi ini berjudul ―Representasi Perempuan Maskulin sebagai Perlawanan terhadap Patriarki‖.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih atas segala doa, dukungan, motivasi, bimbingan, dan bantuan yang tak terhingga dalam proses penelitian serta penyusunan skripsi ini kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Sholeh Hidayat, M.PD. selaku Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 2. Bapak Dr. Agus Sjafari, S.Sos., M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 3. Dr. Rahmi Winangsih, M.Si. selaku Ketua Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa 4. Bapak Darwis Sagita, S.Ikom. selaku Sekretaris Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
iv
4. Bapak Iman Mukhroman S.Sos., M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik. 5. Ibu Uliviana Restu H, S.Sos., M.Si. selaku Dosen Pembimbing I Skripsi yang membantu memberikan arahan serta masukan untuk menyelesaikan skripsi ini. 6. Bapak Husnan Nurjuman S.Ag., M.Si. selaku Dosen Pembimbing II Skripsi Yang Membantu Memberikan Arahan Serta Masukan Untuk Menyelesaikan Skripsi Ini. 7. Seluruh Dosen Prodi Ilmu Komunikasi yang telah membimbing dan memberikan ilmunya selama bangku perkuliahan. 8. Kedua Orang Tua saya Ibu Metty dan Bapak Muhammad Yamin S.E atas doa, dukungan, motivasi, kesabaran yang tak pernah putus. 9. Kakak saya Farrah Giatri Sakinah S.H , kakak ipar saya Aryo Maulana S.Sos., keponakan Arkenzo Rayyan Maulana, Sepupu saya Ningsih dan Keluarga Di Yogyakarta terima kasih atas doa, dukungan, motivasi untuk penulis. 10. Sahabat yang sudah seperti keluarga yaitu, Fanny Surviva Ramadhani, Alia Fadhillah, Bilqis Naufi, Irma Aprilia, Natasya Arnandha Prihandini, Ica
Violla,
Dini
Anggraini,
Muhammad
Hamzah,
Muhammad
Nurwibowo, dan Riffal Ruchi Andrean, yang selalu menjadi penyemangat, penghibur, pendengar setia untuk doa dan dukungannya selama ini.
11. Teman-teman Ilmu Komunikasi (Humas maupun Jurnal) 2012 untuk harihari penuh warnanya.
v
12. Teman seperjuangan menggapai sarjana Dhita Sekar Annisa, Isda Isnawangsih Muzakki dan Cut Aini. Serta adik-adik tingkat dari berbagai fakultas yang telah memotivasi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. 13. Pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.
Kiranya tidak ada balasan yang lebih baik kecuali yang datang dari Allah SWT, terimakasih untuk segalanya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua, khususnya bagi penulis dan pihak yang berkepentingan. Wassalamualikum Wr. Wb.
Serang, 3 Oktober 2016
Luna Safitri Salsabil
vi
DAFTAR ISI LEMBAR ORISINALITAS .................................................................................. i LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................ ii LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ iii LEMBAR PERSEMBAHAN ............................................................................. iv ABSTRAK .............................................................................................................v ABSTRACT .......................................................................................................... vi KATA PENGANTAR ........................................................................................ vii DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii DAFTAR TABEL................................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................x DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah .....................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................................9 1.3 Identifikasi Masalah ........................................................................................10 1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................................10 1.5 Manfaat Penelitian ..........................................................................................10 1.5.1 Manfaat Akademis .................................................................................11 1.5.2 Manfaat Praktis ......................................................................................11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Massa ..........................................................................................12 2.2 Semiotika..........................................................................................................14 2.2.1 Semiotika Charles Sanders Pierce ....................................................16 2.3 Representasi ....................................................................................................19 2.4 Komedi Situasi ................................................................................................21 2.5 Maskulinitas .....................................................................................................23 2.6 Feminisme ........................................................................................................27 2.7 Patriarki ...........................................................................................................29 2.8 Kerangka Berpikir ............................................................................................30 2.9 Penelitian Terdahulu ........................................................................................32 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian .......................................................................................36 3.2 Pendekatan Penelitian .....................................................................................37 3.3 Unit Analisis.....................................................................................................39 3.4 Instrumen Penelitian ........................................................................................44 3.5 Teknik Pengumpulan Data ...............................................................................45 3.6 Teknik Analisis Data ........................................................................................46 3.6.1 Teknik Analisis Data berdasarkan Sinematografi .............................48 3.7 Triangulasi Data Penelitian ..............................................................................51 3.8 Jadwal Penelitian..............................................................................................52
vii
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Objek Penelitian ............................................................................54 4.1.1 Profil NET. TV..................................................................................54 4.1.2 Profil Situasi Komedi(sitkom) .........................................................55 4.1.3 Sinopsis Sitkom OK-JEK..................................................................56 4.1.3.1 Sinopsis Episode 2 .............................................................57 4.1.3.2 Sinopsis Episode 7 .............................................................58 4.1.3.3 Sinopsis Episode 13 ...........................................................59 4.1.4 Karakter dalam Sitkom OK-JEK ......................................................60 4.2 Deskripsi Data Penelitian .................................................................................62 4.2.1 Deskripsi Sign, Object, dan Interpretant Representasi Perempuan Maskulin. .....................................................................................................62 4.2.1.1 Deskripsi Pada Scene Asna Membawa Kotak ...............................62 4.2.1.2 Deskripsi Asna Membawa Penumpang Perempuan ......................66 4.2.1.3 Deskripsi Asna Menjelaskan Target Hidupnya..............................72 4.2.1.4 Deskripsi Pertanyaan Penting Seno Kepada Asna. .......................76 4.2.1.5 Deskripsi Asna Agresif Kepada Seno ............................................80 4.2.2 Deskripsi Sign, Object, dan Interpretant Representasi Perempuan Maskulin Sebagai Perlawanan Terhadap Patriarki .......................................................84 4.2.2.1 Deskripsi Saat Iqbal Bertemu Asna ...............................................84 4.2.2.2 Deskripsi Asna Melawan Penumpang Laki-Laki ..........................94 4.3 Analisis Perempuan Maskulin dalam Sitkom OK-JEK .................................100 4.4 Analisis Perempuan Maskulin Sebagai Perlawanan Terhadap Patriarki Dalam Sitkom OK-JEK ............................................................................................106 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ....................................................................................................110 5.2 Saran...............................................................................................................112 5.2.1 Akademis.........................................................................................112 5.2.2 Praktis.............................................................................................112
viii
DAFTAR TABEL
TABEL 2.1 ............................................................................................................26 TABEL 2.2 ............................................................................................................27 TABEL 3.1 ............................................................................................................43 TABEL 3.2 ............................................................................................................56 TABEL 4.1 ............................................................................................................64 TABEL 4.2 ............................................................................................................65 TABEL 4.3 ............................................................................................................69 TABEL 4.4 ............................................................................................................75 TABEL 4.5 ............................................................................................................79 TABEL 4.6 ............................................................................................................83 TABEL 4.7 ............................................................................................................87 TABEL 4.8 ............................................................................................................97
ix
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 2.1 .......................................................................................................18 GAMBAR 3.1 .......................................................................................................50 GAMBAR 3.2 .......................................................................................................52 GAMBAR 4.1 ........................................................................................................57 GAMBAR 4.2 ........................................................................................................58 GAMBAR 4.3 ........................................................................................................67 GAMBAR 4.4 ........................................................................................................73 GAMBAR 4.5 ........................................................................................................77 GAMBAR 4.6 ........................................................................................................81 GAMBAR 4.7 ........................................................................................................85 GAMBAR 4.8 ........................................................................................................94 GAMBAR 4.9 ......................................................................................................101
x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pada umumnya dalam media perempuan selalu ditampilkan sebagai sosok yang tidak jauh dari peran domestik seperti masalah dapur, mengurus anak, belanja untuk kebutuhan keluarga, dan sebagainya. Tak jarang dipososikan sebagai subornidat laki-laki, misalnya menjadi bawahan, sekretaris, dan peranperan melayani atau menopang kebutuhan laki-laki. Sama halnya dengan posisi mereka dalam kehidupan bermasyarakat; banyak peraturan pemerintah, aturan keagamaan, kebudayaan dan kebiasaan atau adat masyarakat yang dikembangkan karena stereotipe ini.1 Beberapa filsuf menjelaskan kedudukan perempuan seperti Ariestoteles menyebarkan pemahaman yang mengatakan bahwa laki-laki menguasai perempuan karena jiwa perempuan memang tidak sempurna. Sedangkan menurut
Immanuel
Kant
sulit
dipercaya
bahwa
perempuan
punya
kesanggupan untuk mengerti prinsip-prinsip. Schopenhauer mengungkapkan bahwa perempuan dalam segala hal terbelakang, tidak sanggup berpikir dan berefleksi.Posisinya di antara laki-laki dewasa yang merupakan manusia sesungguhnya dan anak-anak. Perempuan hanya tercipta untuk beranak.2
1
Tri Handoko Cons. 2005. Maskulinitas Perempuan Dalam Iklan Dalam Hubungannya dengan Citra Sosial Perempuan Ditinjau dari Prespektif Gender. Jurnal ―Nirmana‖ Vol. 7 No.1 (85-98) 2 Cleves Mosse Julia. 2004. Gender Pembangunan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. hal. 67
1
2
Spock seperti dikutip dalam Budiman, menyebutkan bahwa perempuan pada hakikatnya hanya dapat mengerjakan sesuatu yang diulang-ulang, pekerjaan tidak menarik, merasa bahagia kalau tidak agresif tidak hanya secara seksual namun juga dalam kehidupan sosial, pekerjaan, dan tugasnya sebagai ibu. Ide bahwa perempuan lebih ‗lemah‘ dari laki-laki disebarkan juga melalui agama-agama besar dunia. Budiman memberi contoh tentang ajaran yang mengatakan perempuan terbuat dari tulang rusuk laki-laki. Bahkan ada doa pagi dari penganut agama tertentu yang isinya pujian dan ucapan syukur pada pencipta karena tidak dilahirkan sebagai perempuan. Contoh lainnya ujarnya adalah agama tertentu mengajarkan pula bahwa laki-laki lebih berkuasa dari wanita karena sifat-sifat yang diberikan Tuhan pada mereka memang demikian adanya dan banyak lagi pendapat yang melemahkan posisi perempuan dalam berbagai ajaran agama. 3 Selain dogma agama, media sangat berperan dalam pembentuk bahkan pelanggengan streotipe terhadap perempuan. Menurut Marshall McLuhan4, media telah ikut mempengaruhi masyarakat. Media tidak hanya memenuhi kebutuhan manusia akan informasi atau hiburan, tetapi juga fantasi yang mungkin belum pernah terpenuhi lewat saluran-saluran komunikasi tradisional lainnya. Ilusi dan fantasi audiens kemudian menjadi semakin bebas atas bermunculannya penggambaran sekaligus pencitraan perempuan yang dikreasikan media melalui perspektif maskulinitas. 3
Arief Budiman. 1982. Pembagian Kerja Secara Seksual. Jakarta: PT. Gramedia. Hlm.6-
8 4
Idi Subandy Ibrahim. 2004. Sirnanya Komunikasi Empatik. Bandung: Pustaka Bani Quraisy
3
Berdasarkan data dari lembaga survei yaitu Neilsen Newletter5 pengguna Televisi, dikategorikan berdasarkan jenis kelamin adalah Laki-laki 24.041.343 individu dan Perempuan 24.080.946 individu. Pengguna televisi yang lebih dominan adalah perempuan. Secara umum, para perempuan menonton televisi selama rata-rata 3 jam per hari. Setengah dari populasi perempuan menghabiskan rata-rata 3 sampai 6 jam per hari untuk menonton televisi di hari kerja dan hampir 30% menonton televisi lebih lama, yaitu lebih dari 6 jam per hari di hari Minggu. Sebagai penonton TV terbanyak, ibu rumah tangga menonton TV paling lama (rata-rata 3 jam 47 menit per hari), disusul kemudian oleh perempuan bekerja dan remaja (hampir 3 jam per hari). Dari data tersebut penggunaan televisi sangatlah digemari dan berpengaruh terhadap perempuan Dalam perkembangannya selanjutnya berbagai stereotipe perempuan yang lemah selalu menjadi subordinat pria dalam penampilannya di media mulai menunjukkan perubahan dimana posisi perempuan terkadang ditampilkan lebih ‗berkuasa‘ dan ‗perkasa‘ dari laki-laki. Atau mereka tidak lagi ditampilkan sebagai makhluk yang lemah dan pasif namun kuat, gesit dan lincah. Salah satu contohnya seperti iklan6 di era 90an sosok gadis cantik Dian Sastro dalam iklan sabun mandi yang membuat pria-pria penggoda keteteran karena kemampuan bela dirinya yang lihai. Atau Zhang Zi Yi dalam iklan
5
http://www.agbnielsen.net/Uploads/Indonesia/Nielsen_Newsletter_Mar_2011-Ind.pdf diakses pada Sabtu, 15 Maret 2016 10:22 WIB 6 Liestianingsih. 2002. Ideologi Gender dalam Iklan Kosmetik di Televisi. Surabaya: Pusat Penelitian Studi Wanita Lembaga Penelitian Universitas Airlangga. Hlm. 33-34
4
produk kartu kredit yang juga membuat pria bertekuk lutut karena keahlian bela dirinya. Dalam teori sosiologi gender, Connell seperti dikutip oleh Wajcman mengungkapkan bahwa maskulinitas ada dua bentuk dominan, maskulinitas secara budaya atau ‗maskulinitas hegemonik‘ dan bentuk masukulinitas yang ‗tersubordinasi‘.7 Hemegomonik yang dimaksud adalah pengaruh sosial yang dicapai bukan karena kekuatan melainkan karena pengaturan kehidupan pribadi dan proses-proses budaya. Hal ini berlawanan dengan tersubordinasi, dimana kekerasan adalah kunci yang sangat berpengaruh untuk memaksakan sebuah
cita-cita/kekuasaan
bagi
maskulinitas
tersebut.
Maskulinitas
hegemonik adalah bentuk maskulinitas ‗ideal‘ karena tidak harus berhubungan erat dengan kepribadian aktual laki-laki.8 Maskulinitas adalah sebuah konstruksi sosial laki-laki dan perempuan berkaitan erat dengan permasalah gender. Menurut Zimmerman9 menjelaskan bahwa gender (yaitu perilaku yang memenuhi harapan sosial untuk laki-laki dan perempuan) tidak melekat dalam diri seseorang. Tetapi, dicapai melalui interaksi dalam situasi tertentu. Dengan demikian konsepsi individu tentang perilaku laki-laki dan perempuan yang tepat adalah diaktifkan secara situasional.
7
Tri Handoko Cons. 2005. Maskulinitas Perempuan Dalam Iklan Dalam Hubungannya dengan Citra Sosial Perempuan Ditinjau dari Prespektif Gender. Jurnal ―Nirmana‖ Vol. 7 No.1 (85-98) 8 Wajcman Judi. 2001. Feminisme Versus Teknologi. Yogyakarta: SBPY-OXFAM UK-1. Hlm.160-161 9 George Ritzer-Douglas J. Goodman. 2003. (cet.3). Teori Sosiologi Modern. Edisi ke.6. Jakarta: Prenada Media hlm. 161-163
5
Mosse10 mengungkapkan secara mendasar gender berbeda dengan jenis kelamin biologis yang merupakan pemberian dimana kita dilahirkan sebagai laki-laki atau perempuan. Namun yang menjadikan kita kemudian disebut maskulin dan feminim adalah gabungan blok-blok bangunan biologis dasar dan interpretasi biologis oleh kultur yang ‗memaksa‘ kita mempraktekkan cara-cara khusus yang telah ditentukan oleh masyarakat bagi kita untuk menjadi laki-laki dan perempuan. Mosse mengumpamakannya sebagai kostum dan topeng teater, dimana kita berperan sebagai feminim dan maskulin. Dapat disimpulkan dari pernyataan Zimmerman dan Mosse bahwa konsepsi individu tentang perilaku laki-laki dan perempuan yang tepat adalah bersifat situasional dan gender berbeda dengan seks dalam artian gender dapat dipertukarkan dan berubah berdasarkan kepentingan situasional. Dengan demikian
sah-sah
saja
perempuan
memposisikan
dirinya
berperan
sebagaimana laki-laki. Dia tidak lagi feminim seperti lemah-lembut, lemah fisik, halus, rendah hati, submisif, bersikap manis, dan sejenisnya. Namun menjadi sikap maskulin seperti rasional, cerdas, pengambil keputusan yang baik/tegas, dan perkasa. Bagaimana konstruksi sosial ini direpresentasikan dalam semua media massa seperti iklan, film maupun sinetron televisi. Contoh dari representasi maskulinitas adalah film Hunger Games Trilogi dan Divergent Tetralogi.11
10
Ibid., hlm. 2-3 Vera Woloshyn, & Nancy Taber. 2013. Discourses of Masculinity and Feminity in The Hunger Games. International Journal of Social Science Studies. Vol 1 no. 1 11
6
Dimana Katniss Everdeen dan Tris bersikap maskulin sebagai perempuan yaitu: rasional, cerdas, pengambil keputusan yang baik/tegas, dan perkasa. Mereka direpresentasikan bukan sebagai perempuan feminim atau bahkan sekedar subordinat. Mereka
adalah perempuan yang menjadi ikon
pemberotakan pada sebuah sistem. Oleh karena itu maskulin adalah sebuah konstruksi sosial dan media massa turut andil menjadi wadah untuk merepresentasikan sebuah ideologi/pemahaman tentang gender yang telah berubah seiring postmodern. Representasi12 adalah konsep yang digunakan dalam proses pemaknaan melalui sistem penandaan dalam dialog, tulisan, video, film, fotografi, dan sebagainya.
Representasi
merujuk
pada
proses
komunikasi
yang
menyampaikan realitas melalui kata-kata, bunyi, citra, atau kombinasinya. Marcel Danesi13 mendefinisikan representasi lebih jelas sebagai penggunaan tanda (gambar, bunyi dan lain- lain) untuk menghubungkan, menggambarkan, memotret, atau mereproduksi sesuatu yang dilihat, diindera, dibayangkan, atau dirasakan dalam bentuk fisik tertentu. Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa representasi adalah pengambaran realitas melalui tanda dalam suatu media. Tanda atau simbol merupakan alat dan materi yang digunakan dalam interaksi. Komunikasi merupakan proses transaksional dimana pesan (tanda) dikirim dari seorang (sender) kepada penerima (receiver). supaya pesan Nuraini Juliastuti. 2000. ‗Representasi, Newsletter Kunci Cultural Studies Center, Edisi 4 Maret, 2000’, hlm. 6. Diakses pada tanggal 15 Februari 2016 dalam https://archive.org/details/NewsletterKunci4BudayaMateri 13 Marcel Danesi. 2012. Pesan, Tanda, dan Makna. Yogyakarta: Jalasutra hlm.33-34 12
7
tersebut dapat diterima secara efektif maka perlu adanya proses interpretasi terhadap pesan tersebut. karena hanya manusialah yang memiliki kemampuan untuk menggunkan dan memaknai simbol-simbol maka berkembanglah cabang ilmu yang membahas tentang bagaimana memahami simbol atau lambang yaitu semiotika14. Elemen-elemen dalam kajian semiotik15 adalah tanda, acuan dari tanda, dan pengguna tanda. sebuah tanda adalah sesuatu yang bersifat fisik, dapat diterima oleh indra manusia; mengacu pada sesuatu diluar dirinya; dan bergantung pada pengenalan dari para pengguna bahwa itu adalah tanda kita. contoh asap menandai adanya api, sirine mobil yang keras meraung-raung menandai adanya kebakaran di sudut kota. Tidak berbeda jauh Morissan16 berpendapat bahwa semiotika adalah studi mengenai tanda (signs) dan simbol yang merupakan tradisi penting dalam pemikiran tradisi komunikasi. tradisi semiotika mencakup teori utama mengenai bagaimana tanda mewakili objek, ide, situasi, keadaan, perasaan, dan sebagainya yang berada diluar diri. Sitkom merupakan bidang kajian yang amat relevan bagi analisis semiotika.
Situasi Komedi adalah sebuah drama audio-visual berseri dan bersambung yang direncanakan, dimainkan oleh pemeran, direkam, di-edit, dan disiarkan di media massa televisi.
14
Nawiroh Vera. 2014. Semiotika dalam Riset Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia hlm. 1 15 Indiwan Seto Wahyu Wibowo. 2013. Semiotika Komunikasi – Aplikasi Praktis bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi, Jakarta: Mitra Wacana Media hlm. 7 16 Morissan. 2008. Teori Komunikasi Massa. Bogor: Ghalia Indonesia
8
Selain di Indonesia, situasi komedi juga ditayangkan di negara lain dengan sebutan yang lain juga, misalnya sitkom yang merupakan serial komedi televisi di negara-negara kawasan Amerika. Istilah ―sitkom‖ adalah akronim dari ―situasi‖ dan ―komedi‖. Sitkom diproduksi secara elektronis di atas pita magnetik.17Komedi Situasi (Sitkom) diproduksi dan ditayangkan tidak terlepas dari konteks budaya yang melatarabelakanginya. Penonton bisa menikmati suatu tayangan apabila penonton mengenali dan merasa akrab dengan konteks budaya yang melatar belakanginya. 18 Pada sitkom, Konteks budaya justru harus ditampilkan kuat karena sifat komedi yang kultural. Penonton hanya bisa tertawa atau merasa tergelitik jika penonton mengenali konteks budayanya. Komedi Situasi (Sitkom) OK-JEK tayangan yang memakan waktu selama 20-30 menit dengan tema berubah-berubah dari waktu ke waktu tetapi menggunakan latar, lokasi, dekorasi, dan karakter yang hampir sama setiap kali tayang televisi. Cocok untuk penonton yang menginginkan hiburan ringan dan tidak terlalu berdrama seperti sinetron ataupun telenovela. OK-JEK adalah sebuah sitkom bergenre drama komedi yang ditayangkan oleh stasiun televisi NET. Sinetron ini menganggat fenomena yang sedang populer saat ini yaitu tukang ojek online. Cerita Komedi Situasi (Sitkom) OK-JEK berfokus kepada para driver OK-JEK dan orang-orang disekitar mereka, juga masalah-masalah Budi Irawanto. ―Menertawakan Kejelataan Kita: Transgresi Batas-batas Marginalitas dalam Sinetron Komedi Bajaj Bajuri”, Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 3: 1 (Juni, 2006), hlm. 51. 18 Sri Kusumo Habsari, Fitria Akhmerti Primasita & M. Taufiq Al Makmum. Representasi Dominasi Perempuan Dalam Rumah Tangga: Feminisme atau Patriarki?. Universitas Sebelas Maret 17
9
yang sering dialami para driver dan managementnya. Komedi Situasi (Sitkom) OK-Jek mencoba menghadirkan dan merepresentasikan maskulinitas dalam penokohan Asna yaitu seorang driver perempuan OK-JEK. Asna berbeda dengan stereotipe perempuan dalam media. Perempuan dalam media ataupun sinetron digambarkan sosok yang lemah dan pasrah terhadap keadaan sedangkan Asna, walaupun masih digambarkan sebagai wanita cantik mempunyai beberapa karakter maskulin. Karakter Asna sebagai wanita yang tidak bekerja di ruang domestik inilah mewakili perlawanan terhadap patriarki. Asna sebagai perempuan tidak mengandalkan laki-laki dalam hidupnya. Televisi merupakan bagian dari komunikasi massa yang digunakan sebagai medium penyampaian pesan. Menurut laswell19 ―who says what which channel and what effect”, sitkom sebagai pesan (yang ingin disampaikan), televisi sebagai media, dan ideologi feminisme tersampaikan melalui sitkom. Dikaji melalui semiotika karena sitkom merupakan kumpulan tanda yang memiliki sign, objek, interpretant. Dari latar belakang masalah yang telah penulis uraikan, maka peneliti memilih judul ―Representasi perempuan maskulin sebagai perlawanan terhadap partriarki dalam Sitkom OK-Jek‖ untuk diteliti menggunakan analisis semiotika Charles Sanders Pierce. 1.2 Rumusan Masalah Berangkat dari latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, sekiranya perlu dilakukan penelitian yang lebih dalam pada sinetron ini. Maka dari itu
19
Dedy Mulyana. 2000. Ilmu Komunikasi Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya
10
peneliti merumuskan masalah penelitian dengan ―Bagaimana perlawanan terhadap patriarki direpresentasikan melalaui perempuan berpenampilan maskulinitas pada Komedi Situasi (Sitkom) Ok-Jek?
1.3 Identifikasi Masalah Dari rumusan masalah diatas maka identifikasi masalah penelitian ini adalah sebagai berikut, 1.
Bagaimana representasi perempuan bernampilan maskulin dalam sitkom ok-jek berdasarkan model triadik Pierce?
2.
Bagaimana representasi perempuan bernampilan maskulin sebagai perlawanan terhadap patriarki dalam sitkom ok-jek berdasarkan model triadik Pierce?
1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan maka tujuan adanya penelitian ini adalah untuk, 1. Untuk menjelaskan perempuan bernampilan maskulin yang direpresentasikan dalam sitkom ok-jek 2. Untuk mengungkapkan perlawanan terhadap patriarki yang direpresentasikan melalui perempuan maskulin dalam sitkom okjek 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat yang baik dalam hal akademis maupun praktis. Manfaat penelitian ini adalah : 1.5.1
Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam perkembangan kajian mengenai media, khusunya komunikasi massa. Selain
12
itu diharapkan penelitian ini dapat memberikan pandangan baru dalam kajian ilmu komunikasi khususnya mengenai sitkom, terutama jika dilihat dari analisis semiotika. 1.5.2 Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi dan juga dapat memberikan masukan bagi para penggiat sitkom dalam merepresentasikan permasalahan sosial melalui sebuah sitkom dan membuat sitkom yang berkualitas. Begitupun untuk masyarakat bahwa sitkom dapat menjadi media pembelajaran atau pendidikan sehingga masyarakat lebih jeli dalam
memilih
sitkom
yang
berkualitas.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Komunikasi Massa Sebagai mahluk sosial setiap manusia secara alamiah memiliki potensi komunikasi, bahkan ketika manusia itu diam manusia itu sedang berkomunikasi, mengkomunikasikan keadaan perasaannya. Baik secara sadar maupun tidak manusia pasti berkomunikasi, komunikasi pun dapat kita temukan di semua sendi sendi kehidupan, dimana setiap proses interaksi antara manusia dengan manusia lain pasti terdapat komunikasi. Ilmu Komunikasi merupakan ilmu sosial terapan, bukan ilmu sosial murni, ilmu komunikasi tidak bersifat absolut, sifat ilmu komunikasi dapat berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman, hal tersebut dikarenakan ilmu komunikasi sangat erat kaitannya dengan tindak-tanduk perilaku manusia, sedangkan perilaku atau tingkah laku manusia dapat dipengaruhi oleh lingkungan, termasuk perkembangan zaman. Sifat ilmu komunikasi adalah interdisipliner atau multidisipliner. Maka dari itu ilmu komunikasi dapat menyisip dan berhubungan erat dengan ilmu sosial lainnya. Hal itu disebabkan oleh objek materialnya sama dengan ilmu sosial lainnya, terutama ilmu sosial kemasyarakatan 20.
20
Charles R Berger. Michael E. Roloff & David R. Roskos. 2014. Handbook Ilmu Komunikasi. Bandung: Nusa Media
14
Wilbur Schramm21 mengatakan bahwa untuk berlangsungnya suatu kegiatan komunikasi, minimal diperlukan tiga komponen yaitu source, message, destination atau komunikator, pesan dan komunikan. Apabila salah satu dari ketiga komponen itu tidak ada, maka komunikasi tidak dapat berlangsung. Namun demikian, selain ketiga komponen tersebut masih terdapat komponen lainnya yang berfungsi sebagai pelengkap. Artinya, jika komponen tersebut tidak ada maka tidak akan berpengaruh terhadap komponen lainnya. Oleh karena itu, komponen – komponen utama (komunikator, pesan dan komunikan) mutlak harus ada pada proses komunikasi. Baik komunikasi antarpersonal (interpersonal), kelompok maupun komunikasi massa. Joseph R. Dominick22 mendefinisikan komunikasi massa sebagai suatu proses dimana suatu organisasi yang kompleks dengan bantuan satu atau lebih mesin memproduksi dan mengirimkan pesan kepada khalayak yang besar, heterogen dan tersebar. Komunikasi massa menurut Tan dan Wright23merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara massal, berjumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh berpencar, sangat heterogen dan menimbulkan efek tertentu. Komunikasi massa mempunyai beberapa perbedaan dengan komunikasi tatap muka. Menurut DeFleur dan Dennis, perbedaan terjadi
21
Effendy. 2005. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: PT. Remaja RosdaKarya Nurudin. 2004. Komunikasi Massa. Malang: Cespur 23 Alo Liliweri. 1991. Komunikasi Antarpribadi. Bandung : Citra Aditya Bakti 22
15
dalam hal konsekuensi menggunakan media, konsekuensi memiliki khalayak luas dan beragam, serta pengaruh sosial dan kultur. Sedangkan menurut Elizabeth Noelle-Neuman ada empat tanda pokok dari komunikasi massa bila secara tekhnis komunikasi massa diperbandingkan dengan system komunikasi interpersonal. Tanda pokok tersebut adalah : bersifat tidak langsung, bersifat searah, bersifat terbuka dan memiliki public yang tersebar secara geografis. Disamping adanya perbedaan antara komunikasi massa dengan komunikasi interpersonal, terdapat pula hubungan antara komunikasi massa dengan komunikasi interpersonal. Menurut Elihu Katz dan Paul Lazarfeld24komunikasi interpersonal merupakan variable intervenig antara media massa dan perubahan perilaku. Sedangkan Everett Rogers mengemukakan bahwa antara saluran media massa dan interpersonal saling melengkapi. Kemudian antara komunikasi massa dan komunikasi interpersonal dapat dilihat pada efek sosialisasi dari media massa. 2.2 Semiotika Secara etimologis, istilah semiotik berasal dari kata Yunani semeion yang berarti ―tanda‖. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Ada yang mengenal semiotika dengan semiologi, tentunya semiologi lebih dikenal oleh penganut mazhab 24
Charles R Berger, Michael E. Roloff & David R. Roskos. 2014. Handbook Ilmu Komunikasi. Bandung: Nusa Media
16
ahli semiotik Prancis, Ferdinand de Saussure. Sedangkan semiotik sendiri telah muncul di negara-negara Anglo-Saxon, namun untuk penggunaannya telah dihubungkan dengan karya ahli semiotik modern asal Amerika Serikat, Charles Sanders Pierce25 Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda merupakan perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). (Barthes, 1988:179; Kurniawan, 2001:53) Dari pengertian tersebut dapat dipahami jika semiotika dapat membantu manusia dalam memahami kehidupannya dalam dunia ini. Bahkan menurut Van Zoest26 manusia adalah homo semioticus, yang berarti manusia mencoba untuk mendapatkan tanda dari kekuasaan yang lebih tinggi, jika tidak ada jawaban, maka manusia itu akan memproklamasikan sesuatu, apa saja, sebagai tanda. Menurut Littlejohn dan Foss, 27 Semiotik selalu dibagi kedalam tiga wilayah kajian—semantik, sintaktik dan pragmatik. Untuk penjelasannya masing-masing dapat dipahami sepeti berikut;
Semantik Berbicara
tentang
bagaimana
tanda-tanda
berhubungan dengan yang ditunjuknya atau apa yang ditunjukkan oleh tanda-tanda. 25
Sintaktik
Sobur, Op.Cit., hlm. 12 Ibid., hlm. 14-15 27 Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss, Teori Komunikasi Theory of human communication, Cetakan kesembilan (ed), 2011, Jakarta: Salemba Humanika, hlm. 55-56 26
17
Adalah kajian diantara tanda-tanda. Dipahami sebagai tanda-tanda tidak berdiri dengan sendirinya. Hampir semuanya selalu menjadi bagian dari sistem tanda atau kelompok tanda yang lebih besar yang diatur dalam cara-cara tertentu.
Pragmatik Memperlihatkan bagaimana tanda-tanda membuat perbedaan dalam kehidupan manusia atau penggunaan praktis serta berbagai akibat dan pengaruh tanda pada kehidupan sosial.
2.2.1 Semiotika Charles Sanders Peirce Peirce dalam sobur memandang tanda sebagai ―…something which stands to somebody for something in some respect or capacity‖28 yang diartikan ―…sesuatu yang bagi seseorang mewakili sesuatu (yang lain) dalam kaitan atau kapasitas tertentu‖ yang tentunya dapat dipahami jika suatu tanda memiliki hubungan erat terhadap seseorang tertentu, dimaksudkan juga, pemaknaan tanda bisa terjadi jika individu tertentu tersebut secara kapasitas menginginkanya. Lebih lanjut, dalam Sudjiman, Peirce mengemukakan bahwa semiotika bersinonim dengan logika. Logika harus mempelajari
28
Sobur, Op.Cit., hlm. xii
18
bagaimana orang bernalar. Penalaran ini, menurut hipotesis teori Peirce yang mendasar, dilakukan melalui tanda-tanda.29 Peirce mengatakan bahwa tanda itu sendiri merupakan contoh dari kepertamaan, objeknya adalah kekeduaan, dan penafsirnya— unsur pengantara—adalah contoh dari keketigaan.30 Keketigaan yang ada dalam konteks pembentukan tanda juga membangkitkan semiotika yang tak terbatas, selama suatu penafsir (gagasan) yang membaca tanda sebagai tanda bagi yang lain (yaitu sebagai wakil dari suatu makna atau penanda) bisa ditangkap oleh penafsir lainnya.31 Charles Sanders Peirce menyebut tanda sebagai representamen dan konsep, benda, gagasan dan seterusnya, yang diacunya sebagai objek. Makna yang diperoleh dari sebuah tanda diberi istilah interpretant oleh Peirce. Tiga dimensi ini selalu hadir dalam signifikasi. Karenanya, Peirce memandang proses semiosis sebagai sebuah struktur triadik bukan biner.32 Hubungan Triadik tersebut ditampilkan seperti gambar ini.
Gambar 2.1 Elemen triadik Charles Sanders Peirce Sign/Representamen (X) 29
Panuti Sudjiman (ed), Serba-serbi semiotika, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992, hlm. 1 30 Sobur, Op.Cit., hlm. 41 31 Ibid. 32 Danesi, Op.Cit., hlm. 37
Objek (Y)
Interpretan (X=Y)
Sumber: Marcel Danesi, Pesan, Tanda dan Makna: Buku Teks dasar mengenai semiotika dan teori komunikasi, Yogyakarta: Jalasutra, 2010
19
Tanda
yang
dikaitkan
dengan
ground/representament
dibaginya menjadi 3 macam; qualisign, sinsign, legisign. Untuk pejelasannya lebih lanjut akan menjadi seperti ini; 1. Qualisign; kualitas yang ada pada tanda, misalnya katakata kasar, keras, lemah, lembut, merdu. 2. Sinsign; adalah eksistensi actual benda atau peristiwa yang ada pada tanda; misalnya kata kabur atau keruh yang menandakan bahwa ada hujan di hulu sungai. 3. Legisign; adalah norma yang dikandung oleh tanda, misalnya rambu-rambu lalu lintas yang menandakan hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan oleh individu.33 Objek ataupun acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda, berdasarkan objeknya Peirce membagi tanda menjadi 3, yaitu; 1. Icon (ikon); yaitu tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Dengan kata lain ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan; misalnya, potret dan peta 2. Index (indeks); adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang
33
Sobur, Op.Cit., hlm. 41
20
bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. 3. Symbol (simbol); adalah tanda yang menunjukkan yang merujuk bahwa hubungan antara representamen dan obyek bersifat konvensional.34 Interpretant atau penggunaan tanda adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkan ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Berdasarkan interpretant, tanda (sign, representamen) dibagi menjadi 3, yaitu; rheme, dicent sign atau decisign dan argument. 1. Rheme; tanda yang memungkinkan orang individu menafsirkan berdasarkan pilihan. 2. Dicisign; adalah tanda yang ditafsirkan dengan keadaan nyatanya. 3. Argument; adalah tanda yang langsung memberikan alasan tentang sesuatu. 2.3 Representasi Representasi35 dapat didefinisikan sebagai penggunaan tanda (gambar, bunyi, dan lain-lain) untuk menghubungkan, menggambarkan, memotret atau memproduksi sesuatu yang dilihat, diindera, dibayangkan, atau dirasakan dalam bentuk fisik tertentu. Dengan kata lain, proses menaruh X dan Y secara bersamaan 34 35
Ibid., hlm. 41-42 Wibowo. 2011. Manajemen Perubahan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
21
itu sendiri. Menentukan makna X = Y bukanlah pekerjaan yang mudah. Maksud dari pembuat bentuk, konteks sejarah dan sosial saat representasi dibuat, tujuan pembuatannya, dan sebagainya, merupakan faktor kompleks yang masuk dalam sebuah lukisan. Sebenarnya, salah satu dari berbagai tujuan utama semiotika adalah untuk mempelajari faktor-faktor tersebut. Danesi36 memberikan contoh hal-hal yang ditimbulkan representasi, perhatikan seks, sebagai sebuah objek. Seks adalah sesuatu yang hadir didunia sebagai fenomenon biologis dan emosional. Sekarang sebagai objek, seks dapat direpresentasikan (secara literal ―presentasi kembali‖) dalam bentuk fisik tertentu. Misal dalam budaya kita, representasi umum seks meliputi: (1) Foto dua orang yang sedang berciuman secara romantis; (2) Puisi yang menggambarkan berbagai aspek emosional seks atau; (3) Film erotis yang menggambarkan aspek seks yang lebih fisik. Sederhananya representasi adalah bagaimana seseorang atau sesuatu digambarkan dalam sebuah media. Representasi itu sendiri merujuk pada bagaimana seseorang, satu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam pemberitaan. Ada tiga elemen yang terlibat dalam representasi 37. Pertama, objek merupakan sesuatu yang direpresentasikan. Kedua, representasi sendiri (tanda). Ketiga, seperangkat aturan yang menghubungkan tanda dengan pokok persoalan (Coding). Coding membatasi makna-makna yang mungkin muncul dalam proses interpretasi tanda. Suatu tanda mempunyai aspek yang esensial
36
Marcel Danesi. 2010. Pengantar Memahami semiotika Media. Yogyakarta: Jalasutra Ratna Noviani. 2002, Jalan Tengah Memahami Iklan : Antara Realitas, Representasi dan Simulasi, Pustaka Relajar, Yogyakarta 37
22
karena menghubungkan dengan objek yang diidentifikasi, satu tanda hanya mengacu pada satu objek atau kelompok objek yang telah ditentukan secara jelas. Oleh karena itu, dalam representasi terdapat kedalaman makna. Representasi mengacu pada sifatnya orisinal. Hall38 mengatakan bahwa konsep representasi menempati tempat baru yang penting dalam studi kebudayaan. Representasi menghubungkan makna dan bahasa dengan kebudayaan. Representasi menurut Hall adalah bagian utama dari sebuah proses, dimana makna dproduksi dan dipertukarkan diantara anggotaanggota sebuah masyarakat kebudayaan. Representasi melibatkan penggunaan bahasa, baik dalam bentuk tanda dan gambar yang merepresentasikan sesuatu. 2.4 Komedi Situasi dalam Televisi Komedi situasi atau biasa yang disebut dengan istilah sitkom awalnya mengudara di radio pada tahun 1926 di Amerika. Setelah itu pada tahun 1940-an, sitkom mulai mengudara di televisi dan menjadi salah satu genre populer di televisi. Sedangkan menurut Jung dan Dewhurst,39 The situation comedy is comedy and situation drama. Situasi drama yang dimaksud di sini adalah situasi komedi drama yang dibuat sedemikian rupa agar tercipta komedi tersebut. Misalnya, cerita tentang sebuah sitcom family yang menggambarkan tentang sebuah keluarga internal yang setingan karakter para pemeran dibuat sedemikian rupa sehingga tercapai sebuah alur cerita yang memberikan gambaran tentang
38
Stuart Hall. 1997. Representation: Cultural Representation and Signifying Practies. London: Sage Publications. P.16 39 Artikel online Dewhurst, and Jung. ―That’s Entertainment! A Survey of American and British Television.‖ Lecture: Jung and Dewhurst. University of Giessen, German. http://www.staff.uni-giessen.de/~ga1070/entwk5.pdf Diakses pada tanggal 6 Maret 2016. Pukul 19.25 WIB
23
kejadian konyol, lucu, bodoh, bahkan yang tidak terpikirkan oleh pemirsa bisa terjadi dan menjadi bahan lelucon yang berulang-ulang. Contohnya adalah sitcom keluarga, ―Suami-suami Takut Istri‖, atau The Simpsons. Menurut Blake40 tidak hanya fokus pada komedi situasi namun juga pada pembentukan karakter para pemeran. Dalam komedi situasi masing-masing pemeran mempunyai karakter yang dapat diperankan sebagai sebuah karakter yang bisa dikatakan sebagai karakter tetap. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh: ―There is little character development in sitcom because we keep our character trapped. They can’t move. They are stifled by their lives, their job, their relatives, and in situation which are often all off their own making‖, -(Blake, 2005:13). Sedangkan menurut Slavka Tomascikova bahwa karakter dalam komedi situasi seringkali mengandung sebuah suatu stereotipe di mana apa yang mereka (pemeran) lakukan biasanya melampui batas-batas kebiasaan yang berlaku dalam sebuah konteks yang ada dalam tingka laku yang mungkin kurang tepat. Menurut Goodwin dan Whannel komedi situasi haruslah menunjukkan suatu struktur narasi yang simplisik yang melibatkan suatu permasalahan yang dapat dipecahkan atau menemukan sebuah solusi dari masalah tersebut. Komedi situasi yang berdurasi setegah jam, selalu mempunyai alur cerita logis dan temporal.41 Namun seperti dikatakan oleh Blake42 komedi situasi merujuk pada pentingnya tokoh untuk menyelesaikan atau memecahkan narasi tersebut.
40
Mark Blake.2005. How to be a Sitcom Writter. Secret from the inside. UK: Summersdale Publisher Ltd. P.10 41
Greame Burton. 2000. Membincangkan Televisi, Pengantar Studi Televisi. Yogyakarta: Jalasutra hlm.181 42 Mark Blake. Op. Cit. hlm. 13
24
Biasanya ciri tokoh itulah yang membuat kita tertawa, ciri yang juga dapat menyebabkan masalah dan juga solusi dari permasalahan tersebut. Dalam sitcom, durasinya adalah setengah jam, jika sitcom durasinya lebih dari setengah jam berarti kita mungkin tidak dapat membedakan mana yang sitcom dan mana yang drama. Perbedaannya secara mendasar terletak pada karakteristik yang bermain dalam cerita tersebut. Dalam komedi situasi hanya terdapat sedikit pengembangan dari masing-masing karakter pemain karena pemain dalam komedi situasi terkekang dalam situasinya, mereka akan bertahan dalam hidup mereka, dalam posisi dan karakter dalam lingkungan keluarga, pekerjaan, pertemanan, maupun situasi lain yang diciptakan. Contoh komedi situasi di Indonesia salah satunya adalah komedi situasi ―Keluarga Minus‖ yang mengangkat cerita tentang keluarga urban dari beragam budaya dan etnis yang tinggal di sebuah kompleks perumahan di Jakarta. Komedi situasi ―Keluarga Minus‖ merupakan sebuah genre yang diproduksi dalam program televisi. Burton43 mendefinisikan genre sebagai tipe atau kategori produk media seperti komedi situasi. Setiap genre memiliki aspeknya sendiri. Aspekaspek tersebut dipahami dengan baik karena seringkali diulangulang oleh media pada periode waktu tertentu. Pesan dan teks media tersebut di atas bukan hanya dilihat semata-mata sebagai suatu pesan tanpa makna. Namun lebih dari itu media sebenarnya telah menciptakan realitas yang dikonstruksi yang disampaikan melalui beragam program dan produk media.
43
Greame Burton. Op. Cit. hlm.97
25
Bungin44 menjelaskan bahwa media mengkonstruksi realitas dalam model peta analog yaitu ‗suatu konstruksi realitas yang dibangun berdasarkan suatu konstruksi media massa (televisi), seperti sebuah analogi kejadian yang seharusnya terjadi, bersifat rasional dan dramatis‘. Hal ini seperti konstruksi media terhadap berita jatuhnya pesawat terbang atau dalam program acara film Televisi. Media mengkonstruksi realitas dengan cara tertentu yang pada akhirnya membuat kita untuk melihat realitas dengan pandangan dan cara tertentu dengan bahasa media (visual dan verbal). Lewat para pekerja media, sebuah cerita dibentuk dan ditayangkan pada penonton. Isi cerita tersebut tidak terlepas dari ide dan maksud para perancang cerita yang tentu saja 14 memuat seperangkat kepercayaaan dan pandangan umum yang kita kenal sebagai ideologi. Oleh sebab itu Burton 45 menyebut ideologi sebagai sistem-sistem representasi yang perwujudannya mendefinisikan ideologi tersebut. Tindakan representasi menjadi perwujudan dari hubungan-hubungan kekuasaan dalam masyarakat. Karena itu representasi merupakan ungkapan ideologi. 2.5 Maskulinitas Gender merupakan kategori dasar dalam budaya, yakni sebagai proses dengan identifikasi tidak hanya orang, tetapi juga pembedaharaan kata, pola bicara, sikap dan perilaku, tujuan dan aktifitas seperti maskulinitas atau
44
Burhan H.M Bungin. 2007. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial. Jakarta: Kencana Prenama Media Group hlm.212 45 Greame Burton. Op. Cit. hlm.138
26
femininitas.46Konsep berpikir yang berkembang dalam masyarakat ketika mengkotak-kotakan gambaran pria maupun wanita secara ideal. Yang disebut stereotip gender. Stereotip terkadang bersifat positif dan negatif. Sebelum melangkah lebih jauh, ada baiknya mengenal lebih dulu perspektif mengenai seksualitas, sebagai berikut: 1. Perspektif ensensialis meyakini bahwa seksualitas adalah sesuatu yang alamiah atau apa adanya. 2. Perpektif non-esensialis atau konstruksionis seksualitas dipandang sebagai sebuah konstruksi dan erat kaitannya dengan subjektivitas.47 Konstruksi femininitas dalam masyarakat, dinilai lemah lembut, pasif, inferior dan lain
sebagainya,
menempatkan posisi wanita termarjinalkan. 48 Munculnya hal tersebut meyakinkan kaum feminis untuk keluar dari permasalah gender tersebut. Tujuan dasar dari feminis adalah untuk memerangi penindasan perempuan, yang mereka yakini sebagai upaya feminisme untuk menekan patriaki. Dengan demikian, tanpa feminisme, tidak mungkin bahwa akan ada disiplin akademis atau ilmu mengenai dominasi laki-laki. Pada dasarnya secara jenis kelamin laki-laki dan perempuan memiliki
46
Rendra Widyatama. Bias Gender Dalam Iklan Televisi. Yogyakarta: Media Pressindo. 2006. hlm. 4
47 Lynne Segall. Chapter Four: Sexualities. Identity and Difference edited by Kathryn Woodard. 2002 48 Ibid.
27
perbedaan. Namun secara gender ada beberapa perilaku yang akhirnya menjadi konstruksi sosial yaitu: Tabel 2.1
Pembedaan antara men (laki-laki) dengan women (perempuan) MEN are (should be)
WOMEN are (should be)
Masculine
Feminine
Dominant
Submissive
Strong
Weak
Aggressive
Passive
Intelligent
Intuitive
Rational
Emotionsl
Active (do things)
Communicative (talk about things)
MEN like
WOMEN like
Cars/technology
Shopping/make up
Getting drunk Casual sex with many partner
Social drinking with friends Commited relationship
Sumber: Helen MacDonald (tt). ―Magazine Advertising and Gender‖
dalam
http://www.mediated.or.uk/posted_documents/MagzineAdverts.html 49
Perbedaan ada laki-laki melekat ciri maskulinitas dan pada perempuan melekat ciri feminitas. Sifat maskulin laki-laki diidentikkan dengan sifat kuat, berotot, superior, dan berkuasa, sementara perempuan dikatakan feminin dengan makna lemah, tidak berotot, subordinat, dan dikuasai. Tidak ada ruang ketiga 49
Novi Kurnia. 2004. Representasi Maskulinitas dalam Iklan. Volume 8, Nomor 1 Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Univesitas Indonesia. Hlm.17-36
28
untuk laki-laki yang mempunyai sifat feminin dan perempuan yang mempunyai sifat maskulin. Tabel 2.2
Perbedaan maskulinitas dan feminitas Masculinity
Feminity
Strength – physical and intellectual
Beauty (within narrow conventions)
Power
Size/physique (again, within narrow conventions)
Sexual attractiveness (which may be Sexuality (as expressed by the above) based on the above) Physique
Emotional (as opposed to intellectual) dealings
Independence (of thought, action)
Relationship (as independence/freedom)
opposed
to
Being part of a context (family, friends, Being isolated as not needing to rely colleagues) on others (the lone hero) Sumber: www.mediaknowall.com/gender.html
Walaupun masih dinilai baru, namun kajian mengenai perempuan dan maskulinitasnya sudah banyak diangkat diberbagai pembahasan di beberapa kalangan masyarakat. Stereotip gender dianggap sebagai tuntutan sosial kultural. Konsep maskulinitas yang berlaku selama ini adalah konsep yang berdasarkan ideologi patriarki, mengutamakan dan menganggap pria sebagai makhluk superior. Pada dasarnya, tidak ada satupun kelas maupun kelompok yang dapat menentukan konstruksi maskulinitas sesungguhnya. Masing-masing pandangan maskulinitas dapat muncul ketika satu kekuasaan besar mendominasi dan memberikan asumsi. Asumsi-asumsi tersebut dengan cepat dapat berkembang di
29
dalam kehidupan sosial masyarakat, kemudian dapat berbuah ideologi maskulinitas baru. 2.6 Feminisme Feminisme Secara etimologis feminis berasal dari kata femme (woman), berarti perempuan yang berjuang untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan sebagai kelas sosial. Feminisme muncul sebagai akibat dari adanya prasangka gender yang cenderung menomorduakan kaum perempuan. Perempuan dinomorduakan karena adanya anggapan bahwa laki-laki sebagai makhluk yang kuat, sedangkan kaum perempuan adalah makhluk yang lemah. Hal tersebut membuat kaum perempuan selalu diremehkan dan dianggap tidak pantas untuk disejajarkan dengan kaum laki-laki. Feminisme adalah sebuah gerakan perempuan yang menuntut kesamaan dan keadilan hak untuk disejajarkan dengan kaum laki-laki. Berangkat dari asumsi yang mengatakan bahwa kaum perempuan pada dasarnya sebagai kaum yang tertindas dan selalu dieksploitasi, maka muncullah gerakan feminisme yang bertujuan untuk mengakhiri penindasan dan ekploitasi tersebut. Kemunculan feminisme diawali dengan gerakan emansipasi perempuan, yaitu proses pelepasan diri kaum perempuan dari kedudukan sosial ekonomi yang rendah serta pengekangan hukum yang membatasi kemungkinankemungkinan untuk berkembang dan maju. Gerakan feminisme
30
merupakan perjuangan dalam rangka mentransformasikan sistem dan struktur sosial yang tidak adil menuju keadilan bagi kaum laki-laki dan perempuan. 50 Moeliono menyatakan bahwa feminisme adalah gerakan kaum perempuan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum perempuan dan lakilaki. Persamaan hak itu meliputi semua aspek kehidupan, baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun sosial budaya.51 Feminisme merupakan kegiatan terorganisasi yang memperjuangkan hak-hak dan kepentingan perempuan. Jika perempuan sederajat dengan lakilaki, berarti mereka mempunyai hak untuk menentukan dirinya sendiri sebagaimana yang dimiliki oleh kaum lakilaki selama ini. Dengan kata lain feminisme merupakan gerakan kaum perempuan untuk memperoleh otonomi atau kebebasan menentukan dirinya sendiri. Gerakan feminisme muncul sebagai akibat dari adanya prasangka gender yang
cenderung
menomorduakan
kaum
perempuan.
Perempuan
dinomorduakan karena adanya anggapan bahwa secara universal laki-laki berbeda dengan perempuan. Perbedaan itu tidak hanya terbatas pada kriteria biologis, melainkan juga sampai pada kriteria sosial dan budaya. 52 Perbedaan itu diwakili oleh dua konsep, yaitu jenis kelamin dan gender. Perbedaan jenis kelamin mengacu pada perbedaan fisik, terutama fungsi reproduksi, sedangkan gender merupakan interpretasi sosial dan kultural terhadap
50
Mansour Fakih. 2008. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: INSISTPress hlm.99-100 51 Soenarjati Djajanegara. 2000. Kritik Sastra Feminis: Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama hlm.16 52 Sugihastuti dan Suharto. 2010. Kritik Sastra Feminis, Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar hlm.6
31
perbedaan jenis kelamin. Inti tujuan feminisme adalah meningkatkan kedudukan dan derajat perempuan agar sama atau sejajar dengan kedudukan serta derajat laki-laki. Perjuangan serta usaha feminisme untuk mencapai tujuan tersebut mencakup berbagai cara .Berbagai upaya dilakukan oleh kaum wanita demi memperoleh kesetaraan gender karena perempuan merasa bahwa sudah saatnya mereka terlepas dari kungkungan budaya patriarki, salah satunya adalah perjuangan mereka untuk disejajarkan dalam bidang sosial. Kaum wanita ingin dirinya tidak lagi diremehkan dan berhak untuk memperoleh pendidikan dan pekerjaan yang dianggap kaum laki-lakilah yang boleh mendapatkanya. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa feminisme adalah suatu paham yang memperjuangkan hak kaum wanita agar kedudukan seorang wanita disejajarkan dengan kaum pria. Baik dari aspek kelas sosial maupun gender. Gerakan feminis ini muncul karena adanya kesadaran bahwa selama ini perempuan hidup di bawah dominasi laki-laki. Dengan kata lain, gerakan ini ingin mengubah tentang pemahaman yang mengatakan bahwa kaum perempuan dianggap lemah dibandingkan dengan kaum laki-laki. Berkaitan dengan gerakan feminisme, terdapat beberapa aliran dalam gerakan feminisme itu sendiri, antara lain: feminisme liberal, feminisme marxis, feminisme sosialis, dan feminisme radikal. 2.7 Patriarki
32
Patriarki
adalah
sistem
pengelompokan
masyarakat
sosial
yang
mementingkan garis keturunan bapak/laki-laki. Patrilineal adalah hubungan keturunan melalui garis keturunan kerabat pria atau bapak.53 Patriarki juga dapat dijelaskan dimana keadaan masyarakat yang menempatkan kedudukan dan posisi laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan dalam segala aspek kehidupan sosial, budaya dan ekonomi.54 Pada tatanan kehidupan sosial, konsep patriarki sebagai landasan ideologis, pola hubungan gender dalam masyarakat secara sistematik dalam praktiknya dengan pranata-pranata sosial lainnya. Faktor budaya merupakan salah satu penyebeb meningkatnya angka kekerasan terhadap perempuan. Hal
ini
dikarenakan
terlalu
diprioritaskannya
laki-laki
(maskulin).Perbedaan gender sebetulnya tidak menjadi masalah selama tidak melahirkan ketidakadilan gender. Namun ternyata perbedaan gender baik melalui mitos-mitos, sosialisai, kultur, dan kebijakan pemerintah telah melahirkan hukum yang tidak adil bagi perempuan. Pada masyarakat patriarki, nilai-nilai kultur yang berkaitan dengan seksualitas perempuan mencerminkan ketidaksetaraan gender menempatkan perempuan pada posisi yang tidak adil.55 Sikap masyarakat patriarki yang kuat ini mengakibatkan masyarakat cenderung tidak menanggapi atau berempati terhadap segala tindak kekerasan yang menimpa perempuan.
53
Sastryani S. 2007. Glosarium, Seks dan Gender. Yogyakarta: Carasuati Books hlm.65 Saroba Pinem. 2009. Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi. Jakarta: Trans Media hlm.42 55 Agnes Widianto. 2005. Hukum Berkeadilan Gender. Jakarta: Kompas hlm.10 54
33
Sering dijumpai masyarakat lebih banyak komentar dan menunjukkan sikap yang menyudutkan perempuan.56 2.8 Kerangka Berpikir Kerangka berpikir dalam Sugiyono 57merupakan suatu hal yang penting untuk memberikan arah bagi peneliti dalam proses penelitiannya. Maksud dari kerangka berpikir adalah upaya terbentuknya suatu alur penelitian yang jelas dan diterima secara akal. Dibawah ini merupakan kerangka berpikir peneliti dalam melaksanakan penelitian mengenai representasi perempuan maskulin sebagai perlawanan terhadap patriarki dalam Sitkom OK-JEK .
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir
Praktik Patriarki di Masyrakat Perempuan sebagai Objek dan Subordinat Laki-laki
Perempuan dalam media dan situasi komedi (Sitkom)
Maskulinitas Perempuan pada Figur Asna dalam sitkom Ok-Jek
56
Manuruung, Ria, dkk. 2002. Kekerasan terhadap Perempuan pada Masyarakat Multi Etnik. Yogyakarta: Pusat Studi Kependidikan dan Kebijakkan UGM Ford Foundation. Hlm.83 57 Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: CV.Alfabeta hlm.92
34
Tanda
Objek
Interpretan t
Feminisme
Representasi Perempuan Maskulin sebagai Perlawanan terhadap Partriarki dalam Situasi Komedi (Sitkom) OK-JEK
Masyarakat indonesia pada umumnya masih menganut budaya patriarki. Dimana, dominasi laki-laki di berbagai aspek vital. Kemudian, perempuan diposisikan sebagai objek dan subordinat laki-laki. Citra dan tampilan perempuan dalam media pun masih menjadi dominasi patriarki. Hegemoni secara sutruk dan didukung oleh kultur kemudian berusaha dilawan oleh sebuah tayangan Situasi Komedi(sitkom) Ok-Jek. Dihadirkan sosok perempuan yaitu Asna dicirikan sebagai perempuan yang melawan stereotipe dan dominasi patriarki. Dikaji melalui semiotika, ilmu yang mempelajari tanda. Tanda, objek, dan interpretasi yang menghasilkan representasi perempuan maskulin sebagai perlawanan terhadap patriarki dalam situasi komedi(sitkom) ok-jek. 2.9 Penelitian Terdahulu Peninjauan terhadap penelitian terdahulu tentunya diperlukan guna menghindari
kesamaan
dengan
penelitian
yang
telah
dilakukan
35
sebelumnya, serta peninjauan ini pun berguna sebagai referensi. Hasil peninjauan tersebut sebagai berikut: 1.
Skripsi berjudul Representasi Nilai-nilai yang Terkandung di Dalam Agama Kristen, Gnostik dan Budha pada Film The Matrix Trilogy (Analisis Semiotika Terhadap Film The Matrix, The Matrix Reloaded Dan The Matrix Revolutions) yang disusun oleh Rininta Ramadhani pada tahun 2006, program studi ilmu komunikasi massa Universitas Indonesia. Melihat aspek sinematik serta aspek naratif yang tersedia dalam film The Matrix Trilogy dengan menggunakan analisis triadik Peirce. Hasil peneltian ini menemukan nilai-nilai agama Kristen, Gnostik
dan
Buddha
dalam
film
ini,
yang
berupa
Kelahiran/kebangkitan, Sabda, Hukuman, serta Imbalan. 2.
Skripsi yang disusun oleh Sinta Farida, jurusan penyiaran Universitas Mercu Buana yang berjudul Representasi Mental Psikopat Dalam Film Orphan (Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce) pada tahun 2014 menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan triadik Peirce sebagai pisau analisanya. Dalam skripsinya Sinta menganalisa unit analisis yang berupa adegan-adegan dengan menempatkan dokumentasi frame per frame.Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa terdapat representasi mental psikopat dalam film Orphan. Representasi tersebut disignifikasikan dalam indeksial yang
36
berupa adegan tingkah laku karakter dari film tersebut. Tingkah laku yang merupakan tanda dari mental psikopat ini di-encoding dalam pesan verbal maupun non-verbal. 3.
Skripsi berjudul Representasi Budaya Pendidikan Pesantren dalam Film 3 Doa 3 Cinta yang telah disusun oleh Maslim Lesmana pada tahun 2012 , Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Sultan Ageng Trirtayasa. Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif Deskriptif. Dengan objek penelitiannya berupa scene-scene dalam film 3 Doa 3 Cinta yang dianggap menggambarkan budaya pendidikan pesantren. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis semiotika Peirce. Hasil dari penelitian ini adalah Representasi budaya pendidikan yang diceritakan dalam film ini disimbolkan melalui setiap adegan-adegan yang dimainkan oleh para pemain. Didukung dengan kostum, yang digunakan dan juga dialog-dialog yang diucapkan para pemain. Dalam film ini dapat ditemukan simbolsimbol yang bisa merepresentasikan budaya pendidikan pesantren seperti gedung pondok pesantren, santri, usatdz, peci, kegiatan islami ataupun hal-hal yang berkaitan dengan pondok pesantren. Representasi pendidikan pesantren dalam film ini masih bersifat tradisonal.
Nama
Rininta Ramadhani
Sinta Farida
Maslim
Luna Safitri
Lesmana
Salsabil (Penulis)
37
Universitas
Universitas
Universitas
Universitas
Indonesia
Mercu Buana
Sultan
Universitas
Ageng Sultan Ageng
Tirtayasa
Tirtayasa
Tahun
2006
2014
2012
2016
Judul
Representas
Representasi
Representasi
Representasi
Penelitian
i Nilai-nilai Mental
Budaya
Perempuan
yang
Psikopat
Pendidikan
Maskulin
Terkandung
Dalam
di
Film Pesantren
Dalam Orphan
Agama
(Analisis
Kristen,
Semiotika
sebagai
dalam Film 3 Perlawanan Doa 3 Cinta
terhadap Patriarki
Gnostik dan Charles
dalam Situasi
Budha pada Sanders
Komedi
Film
Jek
The Peirce)
Ok-
Matrix Trilogy (Analisis Semiotika Terhadap Film
The
Matrix, The Matrix Reloaded Dan
The
Matrix Revolutions ) Tujuan
Mengetahui nilai
Mengetahui
nilai makna
Untuk
Untuk
mengetahui
mengetahui
agama yang psikopat yang sebuah
budaya perempuan
38
terkandung
direpresentasik
pendidikan
maskulin
dalam film an dalam film pesantren
sebagai
The Matrix Orphan
direpresentasika
perlawanan
Trilogy
n dalam film
terhadap patriarki direpresentasi kan
dalam
situasi komedi Hasil
Hasil
Representasi
peneltian ini disignifikasika
Film
ini Sitkom
merepresentasik
dalam an
ini
merepresentasi
menemukan
n
nilai-nilai
indeksial yang pendidikan
perempuan
agama
berupa adegan pesantren
dapat
Kristen,
tingkah
film
dari gambar-gambar
tersebut. seperti
dalam film Tingkah ini,
bahwa
laku dengan ditandai berkarakter
Gnostik dan karakter Buddha
budaya kan
pondok hegemoni
laku pesantren,
yang yang
santri,
berupa
merupakan
Kelahiran/k
tanda
ebangkitan,
mental
Sabda,
psikopat ini di-
Hukuman,
encoding
serta
dalam
Imbalan.
verbal maupun
maskulin dan
patriarki
ustadz, melalui
peci
dan stereotipe
dari kegiatan islami perempuan di lainnya.
patahkan oleh sitkom ok-jek
pesan
non-verbal. Pendekatan
Kualitatif
Kualitatif
Kualitatif
Kualitatif
Metodologi
Semiotika
Semiotika
Semiotika
Semiotika
analisis
Pierce
Pierce
Pierce
Pierce
39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Paradigma Penelitian Paradigma menurut Bogdan dan Biklen58 adalah kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir penelitian. Sedangkan Wimmer dan Domninick 59 menyebut pendekatan dengan paradigma yaitu seperangkat teori, prosedur, dan asumsi yang diyakini tentang bagaimana peneliti melihat dunia. Vardiansyah 60 berpendapat bahwa paradigma diartikan sebagai cara pandang seseorang terhadap diri dan lingkungannya yang akan mempengerahuinya dalam berpikir (kognitif), bersikap(afektif), dan bertingkah laku(konatif). Secara sederhana penulis melihat paradigma merupakan sudut pandang penulis dalam melihat realitas. Dari beberapa paradigma yang ada, dalam penelitian ini penulis menggunakan paradigma kritis. Dalam paradigma kritis penulis percaya bahwa mereka yang memiliki kekuasaan membentuk pengetahuan dalam arti bahwa pekerjaan mereka adalah untuk mempertahankan kondisi yang sudah ada (status quo)61. Stuart hall62sendiri
58
Lexy J Moleong. (2007) Metodologi Penelitian Kualitatif. Penerbit PT Remaja Rosdakarya Offset, Bandung. Hlm.49 59 Rachmat Kriyantono. 2009. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Malang: Prenada Media Group. Hlm. 48 60 Dani Vardiansyah. 2005. Filsafat Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Indekskelompok Gramedia Hlm.27 61 Richard West dan Lynn H. Turner. 2007. Introducing Communication Theory: Analysis and Application, 3rd ed. New York: Mc Graw Hill P.76 62 Eriyanto. 2001. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: Lkis. Hlm.6
41
memiliki pandangan bahwa ketidak seimbangan kekuasaan mungkin tidak selalu merupakan hasil dari strategi yang disengaja oleh pihak yang berkuasa.Paradigma kritis menekankan pada konstelasi(susunan) kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Individu tidak dianggap sebagai subjek yang netral yang bisa menafsirkan secara bebas sesuai dengan pikirannya, karena sangat berhubungan dan dipengaruhi oleh kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat. Demikian pula dalam Situasi Komedi (sitkom) Ok-Jek ada kekuatankekuatan lain seperti infrastruktur(ekonomi) dan suprastruktur(politik, sosial, budaya) yang tentu banyak mempengaruhi hadirnya sitkom ini. Dimana perempuan yang dalam konstruksi sosial dianggap feminim dalam sitkom ditampilkan sebagai perempuan maskulin. Dalam dominasi partiarki, perempuan direpresentasikan dalam media sebagai objek fantasi laki-laki. Tetapi sitkom ini menghadirkan hal yang berbeda seperti menghadirkan perlawanan terhadap dominasi patriaki dan mendekonstruksi perempuan. 3.2 Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang menggunakan latar alamiah. Tujuannya menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada 63. Penelitian kualitatif juga bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan secara
63
Lexy Moleong. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hlm. 5-6
42
holitstik, dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Riset kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalamdalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Disini yang lebih ditekankan adalah persoalan kedalam (kualitas) data bukan banyaknya (kuantitas) data64. Sifat penelitian yang diambil adalah jenis deskriptif, yaitu penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data65. Pertimbangan penulis menggunakan metode deskriptif karena memiliki tujuan yang sama dengan keinginan penelitian penulis, yaitu hanya untuk melihat kondisi objektif yang terjadi di lapangan, lalu memaparkan keadaan atau peristiwa tersebut apa adanya, tidak untuk mencari atau menjelaskan. Creswell66 menyebutkan beberapa karakteristik penelititan kualitatif yang juga sesuai dengan penelitian ini: 1. Natural setting sebagai sumber data 2. Peneliti sebagai insturmen kunci dalam pengumpulan data 3. Data dikumpulkan sebagai kata-kata atau gambar 4. Hasil lebih sebagai proses daripada produk Data analisis secara induktif, memperhatikan
Sifat deskriptif ini
memberikan gambaran bagaimana representasi perempuan maskulin sebagai
64
Rachmat Kriyantono. 2008. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. hal. 56-57 65 Cholid Narbuko dan Abu Ahmadi. 2001. Metode Penelitian. Jakarta:Bumi Aksara 66 J. W. Creswell. 1998. Qualitative inquiry and research design : choosing among five tradition. London : Sage Publication. P.16
43
perlawanan terhadap patriarki, karena pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk; 1. Mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada 2. Mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktekpraktek yang berlaku 3. Membuat perbandingan atau evaluasi 4. Menemukan apa yang telah dilakukan oleh orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalamanpengalaman untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang.67 3.3 Unit Analisis Sumber data menurut Nimmo68 dapat berupa pidato, dokumen tertulis, foto, surat kabar, acara televisi, dan gaya tubuh. Kemudian unit analisis merupakan bagian-bagian yang dipilih dari pesan keseluruhan. Unit analisis mana yang digunakan dalam penelitian bergantung dari tujuan penelitian atau hipotesis penelitian. Secara sederhana unit analisis merupakan sample dalam penelitian kualitatif karena hanya mengambil beberapa bagian. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Judgement Sampling yakni penarikan sample berdasarkan kriteria yang telah dirumuskan terlebih dahulu oleh peneliti. Dalam perumusan kriterianya, subyektivitas dan pengalaman peneliti
67
Jalaludin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi. Bandung, PT. Remaja Rosda Karya, 1999, hlm. 24-25 68 Jamiluddin M Ritonga. 2004. Riset Kehumasan. Jakarta: PT Grasindo hlm. 81
44
sangat berperan.69 Unit analisis pada penelitian ini adalah adegan-adegan yang terdapat pada episode-episode situasi komedi (sitkom) Ok-Jek. Lebih lanjut lagi, adegan-adegan yang dijadikan unit analisis penelitian adalah adegan-adegan yang merepresentasikan perempuan maskulin sebagai perlawanan terhadap patriarki. Di dalam
adegan-adegan
itu
akan
dianalisis
komponen-komponen
yang
membentuknya, yaitu setting, dialog, dan angle kamera. Analisis atas komponen dalam adegan-adegan ini nantinya akan menghasilkan pemaknaan peneliti terhadap representasi perempuan maskulin sebagai perlawanan terhadap patriarki serta makna tersirat apa yang tersembunyi dibaliknya. No
Frame yang Mewakili
1
Durasi: 01:07 sampai dengan 01:24
2
69
Sugiarto dan Dergibson Siagian. 2003. Tehik Sampling. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama hal. 120
45
Durasi: 01:26 sampai dengan 02:24
3
Durasi: 03:12 sampai dengan 04:15 4
46
Durasi: 00:48 sampai dengan 01:10
Durasi: 02:16 sampai dengan 02:37
47
Durasi: 15:16 sampai dengan 15:50
48
Durasi: 04:32 sampai dengan 04:58
3.4
Instrumen Penelitian Lincoln dan Guba70 dalam Soegiyono mengatakan dalam penelitian kualitatif tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Lebih lanjut dalam buku yang sama, Soegiyono mengatakan bahwa instrumen ataupun alat penelitian adalah peneliti itu sendiri dalam hal ini yang melakukan pun peneliti itu sendiri. Mengacu pada hal tersebut maka penelitian ini akan menjadikan penulis sebagai instrumen penelitian.
3.5
Teknik Pengumpulan Data Dalam Penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti terbagi menjadi dua jenis sumber; sumber primer dan sumber sekunder.
70
Sugiyono. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif, Cetakan Kelima, Bandung: Alfabeta hlm. 59-60
49
1. Data Primer: Dokumentasi Dokumen dalam Sugiyono71 merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumentasi bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dalam pengumpulan data dalam bentuk tulisan bisa berupa catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), cerita, biografi, peraturan kebijakan. Sedangkan pengumpulan data dalam bentuk gambar dan karya bisa berupa gambar, foto, film, patung, sketsa dan lain-lain. Menurut
Kriyantono72dokumentasi
adalah
instrumen
pengumpulan data yang sering digunakan dalam berbagai metode pengumpulan data. Tujuannya untuk mendapatkan informasi yang mendukung analisis dan interpretasi data. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dokumen berupa video (motion picture) sebagai sumber data primer. beberapa artikel mengenai review bahkan analisa mendasar mengenai situasi komedi (sitkom), dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan penelitian yang diambil dari situs internet. Kemudian peneliti juga menggunakan beberapa buku dan jurnal yang dijadikan sumber referensi dalam pemaparan mengenai semiotika, situasi komedi(sitkom), metodologi penelitian dan sebagainya. 2. Data Sekunder: Studi Pustaka
71
Ibid., hlm. 82 Rachmat Kriyantono,. 2008. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. hlm. 118 72
50
Demi menunjang keabsahan, penulis didukung oleh tulisantulisan dari berbagai sumber seperti buku, artikel, catatan pribadi, jurnal ilmiah maupun thesis (skripsi) baik dalam format digital maupun format cetak—yang memiliki hubungan dengan penelitian yang diteliti. Sumber berupa studi pustaka ini memberikan peneliti informasi
ilmiah
yang
mendalam—karena
mayoritas
sumber
diperoleh dari buku dan jurnal internasional—sehingga pada tahap penelitian kerancuan data dapat dihindari, serta pengumpulan data mengenai situasi komedi, maskulinitas, patriarki, semiotik dan situasi komedi Ok-Jek dapat tercukupi dan teruji keabsahannya. 3.6
Teknik Analisis Data Metode analisa yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian semiotika Peirce atau dengan kata lain metode analisis semiotika aliran Peirce. Bagi Peirce, semiotika ini bersinonim dengan logika. Logika harus mempelajari bagaimana orang harus bernalar. Penalaran ini, menurut hipotesis teori Pierce yang mendasar, dilakukan melalui tanda-tanda. Tanda hanya berarti tanda apabila ia berfungsi sebagai tanda. Fungsi esensial sebuah tanda adalah menjadikan relasi yang tidak efisien menjadi efisien. Bagi Pierce, sistem penandaan menjadi triadik. Adalah sistem berkesinambungan antara tiga poin yang saling membangun. Jika digambarkan akan menjadi seperti berikut;
51
Gambar 3.1 Elemen triadik Charles Sanders Peirce Sign/Representamen
Objek (Y)
Interpretan (X=Y)
Sumber: Marcel Danesi, Pesan, Tanda dan Makna: Buku Teks dasar mengenai semiotika dan teori komunikasi, Yogyakarta: Jalasutra, 2010
Arah panah yang berada pada dua sisi berarti setiap elemen hanya dapat dimengerti apabila dihubungkan dengan dua poin lainnya. Menurut Peirce, tanda dibentuk oleh hubungan segitiga yaitu Representament yang oleh Pierce disebut juga tanda ( sign ) berhubungan dengan objek yang dirujuknya. Hubungan tersebut membuahkan interpretant. Tanda atau representament adalah bagian tanda yang merujuk pada sesuatu menurut cara atau berdasarkan kapasitas tertentu. Peirce mengistilahkan representament sebagai benda atau objek yang berfungsi sebagai tanda. Objek adalah sesuatu yang dirujuk oleh tanda. Biasanya objek merupakan sesuatu yang lain dari tanda itu sendiri atau objek dan tanda bisa jadi merupakan entitas yang sama. Peirce juga membedakan objek atas tanda menjadi ikon, indeks dan simbol. Ikon merupakan tanda yang menyerupai benda yang diwakilinya atau tanda yang menggunakan kesamaan atau ciri-ciri yang sama dengan
52
apa yang dimaksudkannya, misalnya kesamaan peta dengan wilayah geografis yang digambarkannya. 73 Indeks merupakan suatu tanda yang mempunyai kaitan atau kedekatan dengan apa yang diwakilinya, misalnya tanda asap dengan api. Kemudian Simbol adalah suatu tanda, dimana hubungan tanda
dan
denotasinya ditentukan oleh suatu peraturan yang berlaku umum atau ditentukan oleh suatu kesepakatan bersama (Konvensi). 3.6.1 Teknik Analisis Data berdasarkan Sinematografi Konsep dasar situasi komedi sama seperti film yang memiliki unsur naratif dan sinematik. Menurut Pratista74 unsur naratif adalah perlakuan terhadap cerita film, sedangkan unsur sinematik adalah aspek-aspek teknis pembentuk film. Unsur sinematik terdiri dari empat elemen, yaitu mise-en-scene (setting, tata cahaya, kostum dan make up, serta akting dan pergerakan pemain), sinematografi, editing, dan suara Dalam elemen sinematografi menurut Thompson 75 terdapat beberapa tipe jarak pengambilan gambar yang dapat dilihat melalui gambar berikut :
73
Nawiroh Vera. 2014. Semiotika dalam Riset Komunikasi, Bogor: Ghalia Indonesia hlm. 24 74 Himawan Pratista. 2008. Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka hlm.1-2 75 Roy Thompson and Christoper Bowen. 2009. Grammar of The Shot. United States of America: Focal Press
53
Gambar 3.2 Jarak Pengambilan Gambar Berikut penjelasan dari Pratista76 terkait dengan tipe jarak pengambilan gambar: • Extreme Long Shot
Merupakan jarak kamera yang paling jauh dari objeknya. Wujud fisik manusia nyaris tak tampak. Teknik ini umumnya untuk menggambarkan
76
Himawan Pratista, Op.cit., 2008. Hlm. 105-106
54
sebuah objek yang sangat jauh atau panorama yang luas
• Long Shot
Pada jarak long shot tubuh fisik manusia telah tampak jelas namun latar belakang masih dominan
• Medium Long shot
Pada jarak ini tubuh manusia terlihat dari bawah lutut sampai ke atas. Tubuh fisik manusia dan lingkungan relatif seimbang
• Medium Shot
Pada jarak ini memperlihatkan tubuh manusia dari pinggang ke atas. Gestur serta ekspresi wajah mulai tampak . Sosok manusia mulai dominan dalam frame
• Medium close up
Pada jarak ini diperlihatkan tubuh manusia dari dada ke atas. Sosok tubuh manusia mendominasi frame dan latar belakang tidak lagi dominan. Adegan percakapan normal biasanya menggunakan jarak medium close up
• Close up
Umumnya memperlihatkan wajah, tangan, kaki, atau sebuah objek kecil lainnya. Teknik ini mampu memperlihatkan ekspresi wajah dengan jelas serta gestur yang mendetail. Close up biasanya digunakan untuk adegan dialog yang lebih intim. Close up juga memperlihatkan sangat mendetil sebuah benda atau objek
55
Extreme close up
Jarak terdekat ini mampu memperlihatkan lebih mendetil bagian dari wajah, seperti telinga, mata, hidung, dan lainnya atau bagian dari sebuah objek. 3.7. Triangulasi Data Penelitian Agar penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan maka diperlukan pengecekan keabsahan data. Karena dalam penelitian kualitatif data yang diperoleh bukan merupakan angka yang dapat diuji statistik maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan tekik Triangulasi. Sugiyono 77 menyatakan bahwa triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Ada 3 macam teknik triangulasi, yakni triangulasi sumber, triangulasi teknik, dan triangulasi waktu. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik triangulasi sumber. Sugiyono 78 menjelaskan bahwa triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui berbagai sumber. Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber data yaitu menguji kredibilitas data dengan cara memeriksa data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber sebagai contoh, untuk menguji kredibilitas data tentang makna perempuam maskulin sebagai perlawanan terhadap patriarki maka pengumpulan dan pengujian data yang telah diperoleh dilakukan dari buku literatur, jurnal serta analisis dari peneliti.
77
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif & RND. Bandung: Alfabeta hlm. 125 78 Ibid. Hlm.127
56
Data dari ketiga sumber tersebut tidak bisa dirata-ratakan seperti penelitian kuantitatif, tetapi dideskripsikan, dikategorikan, mana yang memiliki sudut pandang yang sama dan mana yang berbeda dari spesifikasi sumber data tersebut. Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi dapat diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Mengutip perkataan Susan Stainback tentang triangulasi menyatakan bahwa: ―The aim is not determinate the truth about some social phenomenon, rather the purpose of triangulation is to increase one’s understanding of what ever is being investigated‖. Tujuan dari penelitian kualitatif bukanlah hanya mencari kebenaran, tetapi lebih kepada pemahaman subyek terhadap dunia sekitar.79 karena realitas terkadang tidak akan sama dengan teori yang berlaku. 3.8. Jadwal Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan dikampus Universitas Sultan Ageng Tirtyasa yang bertempat di jalan raya Jakarta kilometer 4 Kota Serang Provinsi Banten. Dengan jadwal Penelitian yang direncanakan sebagai berikut : Tabel 3.2 Jadwal Penelitian
Agenda
79
Jan
Feb
Maret
April
Bulan Mei Juni
Juli
Agust
Rosady Ruslan. 2005. Kampanye Public Relations. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hlm. 241
Sep
57
Pra-Riset dan Penyusunan Bab 1-3 Pengumpulan dan Analisis Data Analisis dan Pengelolaan Data Penyusunan Bab 4-5 Sidang Skripsi
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Objek Penelitian 4.1.1 Profil NET TV.
Gambar 4.1 Logo NET TV.
Situasi komedi yang ditayangkan oleh Stasiun Televisi Net. Profile NET adalah televisi Masa Kini merupakan salah satu alternatif tontonan hiburan layar kaca. NET. hadir dengan format dan konten program yang berbeda dengan stasiun TV lain. Sesuai perkembangan teknologi informasi, NET. didirikan dengan semangat bahwa konten hiburan dan informasi di masa mendatang akan semakin terhubung, lebih memasyarakat, lebih mendalam, lebih pribadi, dan lebih mudah diakses. Karena itulah, sejak awal, NET. muncul dengan konsep multiplatform, sehingga pemirsanya bisa mengakses tayangan NET. secara tidak terbatas, kapan pun, dan di mana pun. Secara konten, tayangan NET. berbeda dengan tayangan televisi yang sudah ada. Sesuai semangatnya, tayangan berita NET. wajib menghibur, dan
59
sebaliknya, tayangan hiburan NET. harus mengandung fakta, bukan rumor atau gosip. Secara tampilan, NET. muncul dengan gambar yang lebih tajam dan warna yang lebih cerah. NET. telah menggunakan sistem full high definition (Full-HD) dari hulu hingga ke hilir. Konten yang dihadirkan Net berdasarkan kategori yaitu kids, information, magazine, sport, documentary, entertaiment. music. Kategori entertaiment diisi oleh acara e-news(entertaiment news), talkshow, dan sitkom(situasi komedi). 4.1.2 Profil Situasi Komedi(sitkom)
Gambar 4.2 Situasi Komedi(sitkom) OKJEK Situasi komedi(sitkom) merupakan tayangan yang dihadirkan dengan komedi yang sesuai dengan kultur dimana tayangan itu berada. Tema yang diangkat merupakan kondisi yang dekat dengan masyarakat. Sitkom Ok-Jek tayang perdana pada 28 desember 2015. Sitkom Ok-Jek terinspirasi dari fenomena ojek berbasis aplikasi online. Ojek adalah transportasi umum yang ada di indonesia pada umumnya kendaraan yang digunakan adalah sepeda motor. Seiring perkembangan zaman munculnya ojek berbasis aplikasi online. Bagaimana dalam pemesanan hanya dengan menggunakan aplikasi di mobile phone. Sitkom Ok-Jek
60
mencoba merepresentasikan fenoma yang sedang ada pada masyarakat saat ini. Dalam produksi siaran televisi khususnya tayangan situasi komedi peran produser
sangatlah
komedi(sitkom)
penting
produser
dibandingkan
terlibat
saat
oleh
sutradara.
pra-produksi
Pada
dimana
situasi produser
mengkonsepkan ide, alur, dan penokohan dalam sitkom. Produser pada tayangan sitkom Ok-Jek adalah Nucky Rozandy. Lulusan Universitas Pendidikan Indonesia ini telah berkecimpung di dunia broadcasting selama 15 tahun. 2001 sebagai Project Management, 2006 sebagai Creative di stasiun televisi Trans Tv, 2010 sebagai Produser di stasiun televisi Rajawali Citra Televisi Indonesia(RCTI), dan pada 2013 sebagai Produser di stasiun televisi NET. Berbagai acara sitkom telah diproduksinya diantaranya The East, Keluarga Masa kini dan Ok-Jek. Sampai saat ini Ok-Jek mulai mendapat posisi penting di masyarakat dimana episode sudah mencapai 57 penayangan setiap hari senin-jumat, disiarkan pukul 19.00 WIB (waktu prime time) dan sudah terdapat beberapa penambahan tokoh(pemeran). 4.1.3 Sinopsis Sitkom OKJEK OKJEK adalah situasi komedi yang berfokus bagaimana kehidupan para driver OK-JEK dan orang-orang di sekitar mereka, mengangkat juga masalahmasalah yang sering dialami para driver dan managementnya. Menceritakan pula bagaimana cara tokoh menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya. Pada tayangan perdananya pada 28 desebember 2015 diceritakan, Iqbal adalah seorang pengangguran yang sudah berumur, tak kunjung mencari kerja sehingga membuat ibundanya sering geram dengan tingkah lakunya. Iqbal memiliki sahabat semasa
61
kecil bernama opang, opang yang iba melihat ibundanya iqbal yang sudah letih menghadapi sikap iqbal memberikan saran bagaimana jika iqbal berkerja saja sebagai tukang ojek seperti dirinya. Akan tetapi ternyata iqbal menolak tawaran dari opang tersebut dan mengatakan bahwa menjadi tukang ojek adalah satusatunya pekerjaan yang tidak ia inginkan. Tidak lama dari terlontarnya kalimat tersebut ada bel yang berbunyi menandakan ada seseorang di depan pintu rumahnya. Ibundanya menyuruh iqbal untuk membukakan pintu, saat iqbal membukakan pintu tepat dihadapannya terdapat sesesosok perempuan cantik berambut panjang dengan senyum seraya berkata ――ada kiriman dari ibu quina.. permisi‖. Iqbal yang merasa bahwa ia baru saja menemukan perempuan impiannya akhirnya memutuskan akan berkerja sebagai pengemudi OKJEK. Agar iqbal bisa bertemu dengan asna setiap hari. Dimulailah kisah situasi komedi(sitkom) OKJEK. 4.1.3.1 Sinopsis Episode 2 (29 Desember 2015) Episode ke dua dalam situasi komedi(sitkom) okjek menampilkan asna sebagai karakter atau tokoh utama. Dibuka dengan adegan asna yang sedang memperkenalkan dirinya. asna mencoba menjelaskan alasannya menjadi driver okjek dengan adegan flashback. Menurut asna menjadi driver okjek adalah hal yang menyenangkan karena segala aktivitas tercatat. Dalam hal order/tawaran yang masuk dalam aplikasi asna lebih menyukai membawa barang. Karena, gak pernah terburu-buru sampai tempat tujuan dan tidak akan curhat seperti penumpang(manusia yang menggunakan jasa ojeknya asna).
62
Saat mengantarkan barang yang dipesan sampai ketempat tujuan, ketika asna berdiri didepan pintu keluarlah sosok iqbal yang terpaku melihat asna. Asna berujar dalam benaknya ―kejadian ini bukan yang pertama, dan gue rasa bukan jadi yang terakhir‖ kemudian terjatuhlah sepiring mie goreng yang sedang iqbal pegang dengan tangannya. Dalam perjalanan asna di berhentikan oleh seorang ibu yang ingin menggunakan jasa ojeknya. Tetapi karena ibu tersebut tidak memiliki aplikasi okjek asna menolak untuk mengantarkan ibu tersebut. Adegan beralih ke jalanan dimana asna membawa penumpang perempuan yang menurut dia menyulitkan karena suka curhat dan keping tahu(kepo). Penumpang ini menceritakan beberapa kisah hidupnya yaitu bagaimana perempuan saat ini sangat selektif dan dituntut untuk menjadi mandiri. 4.1.3.2 Sinopsis Episode 7 (5 januari 2016) Menurut asna jadi driver ojek perempuan dituntut untuk waspada. Waspada dari penumpang iseng, pemotor lain dijalan raya, dan teman driver ojek sendiri. Target asna saat ini adalah mencari uang sebanyak-banyaknya untuk ditabung. Oleh karena itu buat saat ini hingga tujuannya tercapai dia akan ―say no to cowok. Saat di kantin asna bersama seno sedang sibuk chatan dengan iqbal. Iqbal sangat menyukai asna sehingga seno mencoba memberitahu keberadaan asna dengan syarat yaitu imbalan uang. Setelah memberi tahu keberadaan asna kepada iqbal, seno mencoba menahan asna yang ingin pergi untuk menunggu penumpang dijalan. Seno mencoba menahan asna dengan menanyakan beberapa pertanyaan yang dijanjikan
63
sebagai pertanyaan penting dan menyenangkan. Pada akhirnya asna memutuskan untuk tetap tinggal dikantin. Pertanyaan yang menurut seno penting adalah apakah asna pernah memakai make up. Kemudian dengan acuh asna menjawab bahwa pertanyaan seno tidaklah penting untuk dijawab. 4.1.3.3 Sinopsis Episode 13 (13 Januari 2016) Kenyamanan dan keamanan adalah hal utama, berawal dari seno yang membawa penumpang
perempuan yang kena jambret saat naik okjek.
Disusul kasus penjambretan sama yang dialami oleh iqbal dan dituduh oleh penumpang perempuannya bahwa mereka bersengkongkol. Kasus yang hampir sama dengan dua rekannya tetapi berbeda, karena penumpang lakilaki yang menaiki ojek asna lah yang menjadi penjambretnya. Pada awalnya penumpang itu seperti penumpang laki-laki yang biasa menawarkan untuk mengemudi karena driver ojeknya perempuan. Tak di sangka-sangka saat ada perempuan yang tengah berdiri di pinggir jalan raya. Penumpang laki-laki tersebut justru menarik tas tersebut, sontak asna yang ada di bangku penumpang berusaha melawan tidakan yang dilakukan di hadapannya. Asna meronta-ronta dan memukuli penumpang tersebut karena telah melakukan tindakan kriminal. Seperti jagoan-jagoan dalam film action asna memaksa penumpang yang ternyata jambret untuk menghentikan motornya. Asna melakukan perlawanan tersebut sendiri tanpa bantuan orang lain.
64
Akibat dari kasus yang dialami oleh seno, iqbal dan asna muncullah pemberitaan bahwa okjek bersekongkol dengan penjambret. Orderan okjek pun berkurang karena kasus ini, oleh karena itu driver dan management mencoba berdiskusi mencari solusi dari permasalahan ini. Kesepakatan atas diskusi adalah menangkap penjambret dengan menjebaknya. Mba ade menjadi seolah-olah menjadi penumpang dan iqbal menjadi drivernya. Ternyata penjambret tersebut masuk dalam jebakan, asna dan seno yang sedang dikantin mengkhawatirkan apakah rencana tersebut efektif. Saat menunggu akhirnya mba ade mengabari seno bahwa penjambret tersebut sudah tertangkap. Seno kemudian mengajak asna untuk datang ke tempat kejadian, asna sempat menolak tetapi ternyata seno ke tempat tersebut ramerame dengan masyarakat. Merasa tidak diajak berkoordinasi dengan masyarakat asna pun mengintimidasi seno. 4.1.4 Karakter dalam Situasi Komedi(Sitkom) Ok-Jek Penokohan merupakan aspek penting dalam alur suatu cerita. Alur cerita akan mengalir karena ada motivasi dari para tokoh yang terlibat didalamnya. Menurut Pratista80 alur cerita tidak mungkin berjalan tanpa ada pelaku cerita atau karakter berpegang pada tujuan yang ingin ia capai. Karakter dalam cerita fiksi dibagi menjadi dua, yakni karakter utama dan pendukung. Karakter utama adalah motivator utama yang menjalankan alur naratif dari awal hingga akhir cerita. Berikut adalah beberapa karakter yang ada di episode 2, 6, 7, 13 dan peran yang dimaksud:
80
Himawan Pratista. 2008. Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka hlm.43
65
Tabel 4.1 Pemeran Situasi Komedi(sitkom) OKJEK No
1
Karakter
Pemeran Pemeran Utama (Asna)
tampil pada episode: 2, 6, 7, 13 Pemeran Pendukung (Iqbal)
2 Tampil pada episode: 2, 6, 7, 13 Pemeran Pendukung (Seno)
3
Tampil pada episode: 2, 6, 7, 13 Pemeran Pendukung (Penumpang perempuan yang curhat ke asna)
4
Tampil pada episode: 2 Penumpang laki-laki (penjambret)
5
tampil pada episode: 13
66
Perempuan dipinggir jalan (korban jambret) 6
Tampil pada episode 13
Sumber: ilustrasi pribadi dari scene situasi komedi(sitkom) OKJEK ep 2, 6, 7, 13 4.2.1 Deskripsi Data Penelitian Metode triadik semiotik Charles Sanders Pierce dipakai dengan upaya mengetahui makna-makna mengenai perempuan maskulin sebagai perlawanan terhadap patriarki yang direpresentasikan oleh tanda yang berbentuk situasi komedi(sitkom). Dalam proses analisisnya, penyusun memasukkan analisis berbentuk segitiga triadik khas semiotika Charles Sanders Pierce. Sebagai, analisis singkat dan analisis dalam bentuk paragraf, sebagai analisis yang lebih lengkap pada tiap-tiap adegan situasi komedi(sitkom) okjek. 4.2.1 Deskripsi Sign, Object, dan Interpretant Representasi Perempuan Maskulin. 4.2.1.1 Deskripsi pada scene asna membawa kotak Tabel 4.2 Asna membawa kotak Visual Frame
Audio Dialog
Durasi
Backsound Suara bass
01:07
dan gitar
sampai
dengan tempo
dengan
sedikit ngebeat
01:12
67
Asna: Jemput dan antar barang itu Paling enak karena gak bakalan diburu-buru sama
Durasi
penumpang,
01:13
barang juga
sampai
gak
dengan
akan
pernah
Tidak
ada 01:24
curhat, gak backsound pernah komplain, dan
gak
pernah rese.
Sumber: Ilustarsi pribadi dan beberapa frame serta dialog dalam situasi komedi (sitkom) Okjek episode 2
Tabel 4.2 diatas menggambarkan adegan yang terjadi di situasi komedi(sitkom) Okjek pada durasi 01:07 sampai dengan 01:24, adegan yang
68
merupakan unit analisis dari penelitian ini akan dimasukkan ke dalam segitiga Charles Sanders Pierce yang digambarkan pada gambar 4.3 sebagai pejelasan umum mengenai tataran sign, object dan interpretant. Lalu akan dijabarkan lebih lengkap pada analisis dibawah gambar 4.3
Gambar 4.3 Segita Pierce pada deskripsi adegan pada tabel 4.2 Asna membawa kotak pada tempat duduk penumpang
Sign: Perilaku Asna
Ikon: Visual: Asna sedang mengendarai motornya dengan kotak dikursi penumpangnya Audio: ―jemput dan antar barang itu paling enak karena gak bakalan diburu-buru sama penumpang, barang juga gak akan pernah curhat, gak pernah komplain dan gak pernah rese.‖ Indeks: Ekspresi asna yang terkesan santai didukung angle kamera long shoot Simbol: Adegan asna dan kotak dalam 1 frame diambil secara medium shoot
Object: Kotak
adegan dimulai dengan
Interpretant: Secara pribadi asna tidak suka hal-hal yang melibatkan perasaan (emosi), dipertegas dengan dialog yang diucapkannya. Asna juga memiliki sifat yang mandiri dan mengedepankan logikanya.
situasi dijalan raya dimana asna berujar dalam benaknya. Sign dalam adegan ini adalah perilaku asna sepanjang menit 01:07 sampai dengan 01:24. Asna secara ikon di visualisasikan sedang mengendari motornya dengan kotak di kursi penumpangnya, secara audio(dialog yang asna lakukan dalam benaknya) ―jemput dan antar barang itu paling enak karena gak bakalan diburu-buru sama penumpang, barang juga gak akan pernah curhat, gak pernah komplain dan gak
69
pernah rese.‖. tidak ada backsound saat asna memaparkan dialognya sehingga jelas apa yang disampaikan dan dapat di pahami oleh penonton. Indeks dari sign adalah ekspresi asna yang terkesan santai didukung angle kamera long shoot di visualisasikan asna tidak terganggu dengan kondisi sekitar dan nyaman dengan posisinya. Simbol dari sign adalah adegan asna dan kotak dalam 1 frame diambil secara medium shoot sehingga ekspresi dan object yang disimbolkan terlihat dengan jelas. Object yang diarahkan oleh sign adalah ketika adegan beralih ke frame dimana asna membawa kotak di kursi penumpang. Object disimbolkan seakan mempertegas kesukaan atau hal yang paling enak menurut asna adalah membawa barang sebagai ―penumpang‖. Kotak adalah salah satu benda tidak hidup sehingga kehadirannya cenderung tidak membuat seseorang sulit. Kehadiran object pun dipertegas dengan angle kamera medium shoot, dialog-dialog asna pun mendukung kehadiran kemudahan hadirnya kotak sebagai objek yang tidak memiliki emosional. Sedangkan interpretasi dari kehadiran sign dan object adalah secara kepribadian asna lebih memiliki sifat maskulin penjelasan mengenai perbedaan antara maskulin dan feminim terdapat pada bab 2 tabel 2.1 dan tabel 2.2. asna direpresentasi
memiliki
karakter
maskulin
yaitu
independence(mandiri).
Independence(mandiri) berlawanan sifat dari salah satu karakteristik feminim yaitu relationship(hubungan). Asna tidak menyukai hal-hal yang melibatkan kondisi emosi atau permasalahan mengenai hati. Asna juga independence dalam menjalani hidupnya. Asna juga tidak suka membuat hidupnya sulit atau ribet. Dia
70
tidak suka menceritakan permasalahan hidupnya maupun membuat orang lain kesulitan karena tingkah lakunya.
4.2.1.2 Deskripsi Asna Membawa Penumpang Perempuan
Tabel 4.3 Asna membawa penumpang perempuan Visual Frame
Dialog
Audio Backsound
Durasi
Theme song opening situasi komedi okjek
Asna: Buat gue sebagai driver ojek cewek paling males itu bawa penumpang cewek
03:12 sampai dengan 03:19
71
Suara jalan raya Penumpang perempuan: Mba udah lama jadi driver ojek?
Asna: eee... lumayan sih bu berapa bulan lah
Penumpang perempuan: kok mau sih mba? Cantikcantik jadi driver ojek. Tau sendiri anak perempuan sekarang kalau milih kerjaan pada gengsi. Maunya yang enak-enak terus
Suara jalan raya
72
Asna dalam benaknya: penumpang cewek itu kepo banget, kadang juga suka curhat 03:48 sampai dengan 04:11
Penumpang perempuan: yah kita nih.. para perempuanperempuan harus dituntut jadi perempuan mandiri. Gak kaya saya dulu waktu diceraikan suami saya mba. Apa lagi suami saya nih mba, ngeselin banget! Nikahnya sama
73
tetangga rumah saya. Mana tuh perempuan gak cakepcakep banget tiap hari pamer kemesraan mulu.
Suara ketawa dan suara jalan raya
04:12 sampai dengan 04:15
Sumber: ilustrasi pribadi dan beberapa frame serta dialog dari sitkom okjek (sitkom) okjek episode 2
Tabel 4.3 diatas menggambarkan adegan yang terjadi di situasi komedi(sitkom) Okjek pada durasi 03:12 sampai dengan 04:15, adegan yang merupakan unit analisis dari penelitian ini akan dimasukkan ke dalam segitiga Charles Sanders Pierce yang digambarkan pada gambar 4.4 sebagai pejelasan umum mengenai tataran sign, object dan interpretant. Lalu akan dijabarkan lebih lengkap pada analisis dibawah gambar 4.4
74
Gambar 4.4 Segita Pierce pada deskripsi adegan pada tabel 4.3 Asna membawa penumpang perempuan Sign: Ikon: Perilaku Penumpang perempuan bertanya kepada asna penumpang perempuan Indeks: Asna menjawab pertanyaan dengan singkat padat dan jelas tanpa pertanyaan balik Simbol: Adegan curhat yang dilakukan penumpang perempuan diambil dengan medium shoot dan durasi yang panjang
Interpretant:. Perilaku penumpang perempuan yang disimbolkan dengan adegan curhat mempertegas karakteristik maskulin asna. Terlihat dari respon asna yang apatis dan menjawab seperlunya. Dialog penumpang perempuan mewakilkan karakteristik perempuan dalam media sedangkan respon asna sebagai perlawanan terhadap citra perempuan dalam media.
Object: Respon asna kepada penumpang perempuan
Sign
dalam
scene ini adalah perilaku penumpang perempuan yang mewakilkan stereotipe perempuan dalam media. Ikon dalam scene ini adalah pertanyaan yang dilontarkan penumpang perempuan tersebut kepada asna, yaitu ―mba udah lama jadi driver ojek?‖ dan ―kok mau sih mba? Cantik-cantik jadi driver ojek. Tau sendiri perempuan sekarang kalau milih kerjaan pada gengsi. Maunya yang enak-enak terus‖. Walaupun melontarkan pertayaanpertanyaan sinisme asna hanya menjawab pertanyaan dengan singkat padat dan jelas ini hal yang menjadi indeks dari sign. Kemudian sign disimbolkan dengan adegan curhat yang dilakukan oleh penumpang perempuan, bahkan penumpang tersebut menceritakan bagian privasi dalam hidupnya. Sehingga
75
terkesan memang menggambarkan streotipe perempuan lewat karakter penumpang tersebut. Didukung pula oleh dialog dalam benaknya asna yaitu ―penumpang cewek itu kepo banget, kadang juga suka curhat‖. Object dalam scene ini adalah reaksi asna atau sikap asna yang cenderung tidak peduli dan tidak reaktif dalam merespon penumpang perempuan tersebut. Penumpang tersebut sangat mewakili karakteristik perempuan
yang
dominan
dalam
penggunaan
kata.
Perempuan
menggunakan kata 7.000 perhari sedangkan laki-laki hanya menggunakan 2.000 perharinya.81 Sepanjang adegan dari durasi 03:12 sampai dengan 04:15 asna hanya mendominasi jadi pendengar. object muncul adalah gambaran dari reaksi lewat scene yang ada. Object seakan memperkuat sign mengenai bagaimana karakter asna yang condong ke arah maskulin terlihat dari asna yang tidak banyak menggunakan kata dalam percakapan dan menjawab seperlunya pada percakapan. Interpretant dalam scene ini adalah asna memang digambarkan sebagai perempuan maskulin yang melawan stereotipe pada perempuan dalam media. Asna memiliki sikap yang tidak seperti perempuan pada tabel 2.1 di bab 2 menjelaskan bahwa perempuan seharusnya dalam gender adalah komunikatif. Sedangkan dalam scene episode 2 ini menggambarkan asna bukan tipe wanita yang suka banyak bicara atau melakukan hal-hal
81
Sangra Juliano. 2015. Komunikasi dan Gender: Perbandingan Gaya Komunikasi dalam Budaya Maskulin dan Feminim. Bandung: Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia
76
yang kewanitaan. Asna juga tidak suka terlibat dalam hal-hal yang emosional seperti pada object yang tergambarkan.
4.2.1.3 Deskripsi Asna Menjelaskan Target Hidupnya
Tabel 4.4 Asna harus waspada Visual Frame
Audio Dialog Backsound Asna: Yang jadi target gue sekarang adalah cari uang sebanyakbanyaknya untuk ditabung. Jadi buat sementara ini...
Durasi
00:48 sampai dengan 01:04
77
Asna: Say no to cowok!
01:05
Sumber: Ilustrasi Pribadi dan beberapa frame serta dialog dalam situasi komedi (sitkom) okjek episode 6 Tabel 4.4 diatas menggambarkan adegan yang terjadi di situasi komedi(sitkom) Okjek pada durasi 00:48 sampai dengan 01:05, adegan yang merupakan unit analisis dari penelitian ini akan dimasukkan ke dalam segitiga Charles Sanders Pierce yang digambarkan pada gambar 4.4 sebagai pejelasan umum mengenai tataran sign, object dan interpretant. Lalu akan dijabarkan lebih lengkap pada analisis dibawah gambar 4.5 Gambar 4.5 Segita Pierce pada deskripsi adegan pada tabel 4.4 Asna harus waspada Sign: Perilaku Asna
Object: poscard
Ikon: Visualisasi: Asna sedang berdiri tegak Audio: yang jadi target gue sekarang adalah cari uang sebanyakbanyaknya untuk ditabung. Indeks: Asna menatap foto Simbol: Adegan asna menatap foto kemudian mengeluarkan pernyataan ―say no to cowok‖
Interpretant:. Asna tidak memiliki karakteristik feminim yang menginkan relationship, justru berlaku lebih cenderung ke maskulin yang salah satu karakteristiknya independence(mandiri).
78
Sign dalam scene ini adalah perilaku asna yang secara ikon dia berdiri tegak, kemudian, menjelaskan bahwa saat ini yang menjadi target nya asna adalah mencari uang sebanyak-banyaknya untuk ditabung. Indeks dari sign ini adalah asna menatap foto seakan-akan menjelaskan fokus hidupnya untuk saat ini. Disimbolkan dengan adegan asna menatap poscard kemudian mengeluarkan pernyataan ―say no to cowok‖ seperti pada tabel 4 .4 dengan durasi 00:48 sampai dengan 01:05. Object adalah acuan tanda, yang secara konteks sosial menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda. Obejct dari sign ini adalah poscard yang ada di durasi 00:48 sampai dengan 01:04 seperti pada tabel 4.4 Poscard adalah benda mati yang dirujuk untuk menjelaskan sesuatu. Poscard dengan angle kamera close up seakan menggambarkan apa yang menjadi fokus maupun target asna. Asna yang berdiri tegak kemudian menatap object tersebut. Interpretant dari sign dan object adalah asna tidak memiliki karakteristik
feminim
yang
menginkan
relationship.
Relationship
(hubungan) adalah kesinambungan interaksi antara dua orang atau lebih yang memudahkan proses pengenalan satu akan yang lain. Relationship dalam konteks penelitian ini adalah hubungan romantis. Pada bab 2 mengenai karakteristik feminim yaitu beauty, size/physique, sexuality, emotional, relationship, being part of a context. Asna sebagai perempuan yang dikonstruksi secara sosial mengenai feminim justru tidak menginginan relationship maupun hubungan romantisme. Sign “say no to cowok‖
79
memperjelas keinginannya jauh dari relationship dan object postcard menjelaskan target dalam hidup asna. Asna semakin jauh dari karakteristik feminim dengan adanya sign ini dan cenderung dominan dalam karakteristik maskulin.
4.2.1.4 Deskripsi Pertanyaan Penting Seno kepada Asna Tabel 4.5 Pertanyaan penting dari seno untuk asna Visual Frame
Audio Backsound
Durasi
Dialog Seno: Eh lu tuh gak pernah pake lipstick ya?
Asna: No.. pertanyaan lo gak penting amat! Seno: Tenang dong, sabar itu baru intro belum ke topik utamanya.
02:16 sampai dengan 02:31
80
Asna: Apa tuh topik utamanya?
Seno: Lu gak pernah pake maskara ya?
02:32 sampai dengan 02:36
Asna: Hmm...
Suara ketawa
81
Sumber: Ilustrasi Pribadi dan beberapa frame serta dialog dalam situasi komedi (sitkom) okjek episode 6 Tabel 4.5 diatas menggambarkan adegan yang terjadi di situasi komedi(sitkom) Okjek pada durasi 02:16 sampai dengan 02:36, adegan yang merupakan unit analisis dari penelitian ini akan dimasukkan ke dalam segitiga Charles Sanders Pierce yang digambarkan pada gambar 4.6 sebagai pejelasan umum mengenai tataran sign, object dan interpretant. Lalu akan dijabarkan lebih lengkap pada analisis dibawah gambar 4.6 Gambar 4.6 Segita Pierce pada deskripsi adegan pada tabel 4.5 Pertanyaan penting dari seno untuk asna Sign: Ikon: Perilaku Visual: pertanyaan seno kepada asna Seno Audio: ―lu tuh gak pernah pake lipstick ya?‖(pertanyaan 1) ―lu tuh gak pernah pake maskara ya?‖ (pertanyaan 2) Indeks: Respon dari asna atas pertanyaan seno Simbol: Adegan seno bertanya dan respon asna dalam menjawab pertanyaan seno dengan angle medium shoot
Object: asna
Interpretant:. Asna tidak menyukai dan tidak menggunakan make up. Secara konstruksi sosial perempuan menyukai make up sedangkan asna direpresentasikan tidak seperti stereotipe.
Sign dalam scene ini adalah perilaku seno, dia menanyakan beberapa pertanyaan kepada asna yaitu apakah asna pernah memakai lipstick dan maskara.
82
Indeks dari sign ini adalah respon dari asna atas pertanyaan seno. Respon dari asna terlihat cuek dan menganggap pertanyaan seno adalah hal yang tidak penting untuk dijawab. Sign disimbolkan oleh adegan seno bertanya dan respon asna dalam menjawab pertanyaan seno dengan angle medium shoot. Pengambilan angle tersebut menampakkan jarak kedekatan mereka dan menjelaskan bagaimana respon asna dari pertanyaan seno. Ekspresi asna juga terlihat jelas karena angle ini seperti pada tabel 4.5 Object adalah acuan tanda, yang secara konteks sosial menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda. Obejct dari sign ini adalah asna, bagaimana respon asna atas pertanyaan seno. Lipstick dan make up adalah hal yang pada umumnya disukai oleh perempuan dan respon asna menjelaskan karakteristik asna. Mimik muka asna juga menentukan seberapa penting dan berarti kosmetik untuk asna. Interpretant dari sign dan object adalah asna tidak menyukai dan tidak menggunakan make up pada wajahnya. Wajah merupakan fokus dari keseluruhan daya tarik fisik seseorang. Bagi perempuan penampilan adalah hal yang sangat penting. Memiliki wajah yang cantik membuat perempuan merasa dihargai, diterima, dan memberikan banyak kemudahan dalam cinta dan pekerjaan. Oleh karena itu perempuan menggunakan dan menganggap penting make up untuk menunjang penampilan. Lipstick dan make up termasuk kategori kosmetik, pengertian kosmetik adalah zat perawatan yang digunakan untuk meningkatkan penampilan atau aroma tubuh manusia, pada umumnya perempuan menyukai shopping, make up, social drinking with friends dan commited relationship.
83
Respon asna atas pertanyaan seno adalah tidak peduli dan menganggap pertanyaan seno tak penting. Asna sebagai perempuan tidak menyukai make up tidak seperti sterotipe perempuan. Asna tetap merasa pede dengan dirinya walaupun tidak menggunakan make up. 4.2.1.5 Deskripsi Asna Agresif kepada Seno
Tabel 4.6 Asna agresif kepada seno Visual Frame
Audio Durasi Dialog Backsound Seno: yaudah kalau gitu gue koordinasi sama warga setempat dulu ya!
Asna: Rame-rame?
Seno: Iyalah! Suara ketawa
Asna: Kok lu gak ngajak gue?
84
Asna: Ah!! Suara tutup gelas dihentakan ke gelas Asna: Yaudah yuk! Bayarin ya!
Suara ketawa
sumber: ilustrasi pribadi dan beberapa frame serta dialog dalam situasi komedi (sitkom) okjek episode 13 Tabel 4.6 diatas menggambarkan adegan yang terjadi di situasi komedi(sitkom) Okjek
episode 13 pada durasi 04:31 sampai dengan 05:03,
adegan yang merupakan unit analisis dari penelitian ini akan dimasukkan ke dalam segitiga Charles Sanders Pierce yang digambarkan pada gambar 4.7 sebagai pejelasan umum mengenai tataran sign, object dan interpretant. Lalu akan dijabarkan lebih lengkap pada analisis dibawah gambar 4.7 Gambar 4.7 Segita Pierce pada deskripsi adegan pada tabel 4.6 Asna agresif kepada seno
85
Sign: Ikon: Perilaku Visualisasi: asna menatap sinis kepada seno asna Audio: ―kok lu gak ngajak gue?‖ Indeks: Visual: asna mengeluh Audio: ―ah.....‖ (dengan intonasi suara tinggi) Simbol: Adegan Asna menatap sinis seno kemudian mengintimidasi seno dengan kalimat ―ah..(intonasi suara tinggi)‖ dan seno hanya terpaku melihatnya.
Object: seno sign
Interpretant:. Asna memiliki sikap agresif yang mampu mengintimidasi orang lain. Pada adegan ini yang diintimidasi adalah seno. Ekspresi seno yang terpaku seperti pasrah dan rela tanpa ada
dalam scene ini adalah perilaku asna. Ikon dari sign adalah saat asna menatap sinis kepada seno dan bertanya kepada seno ―kok lu gak ngajak gue?‖. Kemudian indeksnya asna mengeluh ―ah...‖ dengan intonasi suara tinggi. Sign disimbolkan dengan adegan asna menatap sinis seno kemudian berdialog dengan intonasi suara tinggi kemudian menghentakan tutup minumnya dan seno hanya terpaku melihat perilaku asna. Seperti pada tabel 4.6 Object adalah acuan tanda yang secara konteks sosial menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda. Object dari sign ini adalah seno, respon dari seno menggambarkan bagaimana asna begitu mengintimidasi seno dengan ke agresifannya. Seno hanya diam, terpaku tanpa berkata-kata dan diiringi backsound suara ketawa penonton seakan respon seno adalah hal lucu. Lucu karena sebagai laki-laki seno hanya diam tidak melawan apa yang diucapkan asna.
86
Interpretant dari sign dan object adalah asna memiliki karakteristik seperti laki-laki. Karakteristik laki-laki diantaranya maskulin, dominant, strong, aggresive, intelligent, rational, active do things. Asna memiliki sifat aggresive(agresif), pengertian agresif adalah perilaku fisik ataupun lisan yang sengaja dengan dimaksud untuk menyakiti atau merugikan orang lain. Bentuknya adalah menyerang dalam kata-kata maupun berbicara dengan intonasi yang tinggi. Kalimat ―kok lu gak ngajak gue?‖ dengan nada tinggi dan disusul kalimat ―ah!‖ dengan nada tinggi seakan menggambarkan asna sedang mengintimidasi secara verbal kepada seno. Gerakan menutup gelas dengan hentakan yang dilakukan asna menjadi penegasan situasi emosi dan intimidasi sedang terjadi. 4.2.2 Deskripsi Sign, Object, dan Interpretant Representasi Perempuan Maskulin Sebagai Perlawanan Terhadap Patriarki 4.2.2.1 Deskripsi saat Iqbal bertemu Asna Tabel 4.7 Asna mengantarkan pesanan ke rumah iqbal Visual Frame
Audio Dialog
Backsound
Durasi
87
01:26 sampai Tidak ada
Suara motor dengan 01:30
Suara asna melepaskan helm
Suara bel
88
berbunyi 01:36 sampai Tidak ada
dengan 01:48
Suara tertawa
89
01:49 sampai dengan 02:01 Dialog dalam benak asna: Kejadian ini bukan yang pertama dan gue rasa gak akan jadi yang terakhi
Asna: Ada kiriman dari ibu quina
Suara ketawa
02:02
90
sampai dengan 02:06
Suara piring jatuh
Suara tertawa
Suara tertawa 02:07
91
sampai dengan 02:11
Iqbal: Eeeee..
92
02:12 sampai dengan 02:20
Asna berujar dalam benaknya: Orangorang terumata cowok banyak yang kaget kalau ngeliat gue. Mereka belum bisa menerima kenyataan ada driver okjek secantik gue
Suara ketawa
Suara ketawa
Asna: permisi 02:20 sampai
93
dengan 02:24 Suara ketawa
Sumber: ilustrasi pribadi dan beberapa frame serta dialog dalam situasi komedi (sitkom) Okjek episode 2
Tabel 4.7 diatas menggambarkan adegan yang terjadi di situasi komedi(sitkom) Okjek pada durasi 01:26 sampai dengan 02:24, adegan yang merupakan unit analisis dari penelitian ini akan dimasukkan ke dalam segitiga Charles Sanders Pierce yang digambarkan pada gambar 4.8 sebagai pejelasan umum mengenai tataran sign, object dan interpretant. Lalu akan dijabarkan lebih lengkap pada analisis dibawah gambar 4.8
Gambar 4.8 Segita Pierce pada deskripsi adegan pada tabel 4.7 Saat iqbal bertemu Asna Sign: Perilaku Iqbal dan Asna
Ikon: Saat bel berbunyi kemudian iqbal membuka pintu dan sosok asna yang ada dihadapannya Indeks: Visualisasi: Saling tatap antara iqbal dan asna Audio: ―kejadian ini bukan yang pertama dan gue rasa gak
94
akan jadi yang terakhir‖ dialog asna dalam benaknya Simbol: Piring yang iqbal genggam jatuh kemudian ekspresi asna heran dengan mata membulat
Object: Ekspresi iqbal
Sign dari adegan ini adalah perilaku iqbal dan asna, ikon ditampilkan melalui audio bel
Interpretant: Tatapan iqbal menjadi simbol akan dominasi patriarki. Ketika sosok tukang ojek perempuan muncul dari balik pintu, sesaat saling menatap kemudian piring jatuh seakan menggambarkan kekagetan. Asna memperjelas dominasi patriarki dan mencoba melawan melalui dialog yang disampaikannya.
berbunyi kemudian secara visual digambarkan iqbal membuka pintu dan sosok asna ada didepannya dengan ekspresi yang datar. Indeks dari adegan secara visual adalah tatapan iqbal yang diambil dari angle close up dengan durasi lebih lama yang mengesankan ada sesuatu hal. Indeks tersebut didukung secara dengan dialog asna dalam benaknya yaitu ―kejadian ini bukan yang pertama dan gue rasa gak akan jadi yang terakhir‖. Mengarahkan bahwa tatapan iqbal berlangsung lama dan biasa laki-laki terheran ketika sosok perempuan yang menjadi tukang ojek. Perepuan menjadi tukang ojek atau bisa dikatakan berkerja pada ruang publik adalah hal yang mengagetkan, disimbolkan dari piring yang ada di genggaman iqbal yang jatuh dan ekspresi asna membulatkan mata.(dideskripsikan di tabel 4.3)
95
Object yang diarahkan oleh sign adalah ketika adegan beralih ke frame dimana ekspresi iqbal yang mematung seakan terheran dengan kehadiran asna. Dipertegas dari angle kamera yang medium shoot sehingga ekspresi iqbal terlihat jelas. Ekspresi iqbal yang mematung dan terlihat keheranan diperjelas dengan durasi scene yang lebih lama sekitar 9 detik dari 01:51 sampai dengan 02:20. Ekspresi yang digambarkan tabel 4.3 seperti heran atau mematung iqbal juga menggambarkan sesuatu berjalan tidak sesuai pada umumnya. Menurut Argyle82 tubuh merupakan transmitter utama kode-kode presentasional, ekspresi wajah termasuk dalam hal tersebut dan ekspresi wajah sarat akan makna. Gurat-gurat ekspresi iqbal yang mematung, heran, bahkan salah tingkah seperti mewakilkan sudut padang dominasi patriarki. Interpretatif dalam scene ini adalah dimana asna digambarkan mencoba melawan hegemoni patriarki yang ada dalam kultur kita dengan bahasa yang ringan. Karakter asna digambarkan melawan dari hegemoni yang ada. Perempuan yang umumnya di Indonesia menjadi kaum yang subordinat dan bekerja diruang domestik. Melawan stereotipe di masyarakat yang pada umumnya tukang ojek adalah laki-laki sekarang perempuan pun bisa menjadi tukang ojek. Perempuan yang maskulin melawan hegemoni yang dahulu di media masssa digambarkan sebagai sosok yang lemah sekarang menjadi perempuan mandiri, rasional dan kuat. Karena profesi tukang ojek umumnya lebih banyak menghabiskan waktu diluar 82
John Fiske. 2004. Cultural and Communication Studies Sebuha Pengantar Paling Komprehensif. Yogtakarta: Jalasutra hlm.95
96
ruangan(jalan raya). Dari sign ―kejadian seperti ini bukan yang pertama gue rasa dan gak akan jadi yang terakhir‖ artinya ke depan perempuan bukan jadi subordinat dan asna akan tetap menjalani profesinya. Indikasi bahwa asna digambarkan sebagai sosok feminis yang tidak akan gentar pada presepsi laki-laki maupun kultur yang ada. Menurut Mackinno83 seksualitas bagi feminisme sama seperti kerja bagi marxisme, sesuatu yang paling dimiliki seseorang namun paling sering direbut darinya. Menjadi perempuan dan berprofesi sebagai tukang ojek seperti direbut ―kerja‖nya, karena tatapan dan ekspresi iqbal yang merebut ―kerja‖ asna. Asna pun melawan dalam segi dialog dalam benaknya yaitu ―orang-orang terutama cowok banyak banget yang kaget kalau ngeliat gue. Mereka belum bisa nerima kenyataan ada driver ojek secantik gue‖. Kalimat cantik merupakan konsesus pada kultur Indonesia menjadi kepemilikan perempuan. Asna merepresentasikan feminis diposisi kelas bawah perempuan memiliki kesetaraan dan memiliki posisi. 4.2.2.2 Deskripsi Asna Melawan Penumpang Laki-Laki Tabel 4.8 Asna melawan penumpang laki-laki yang ternyata adalah penjambret Visual Frame
83
Audio Dialog
Durasi
Backsound
Stevi Jackson dan Jackie Jones. 2009. Pengantar Teori-teori Feminis Kontemporer. Yogyakarta: Jalasutra hlm.35
97
Suara klik aplikasi
Asna: Silahkan mas
04:31 sampai dengan 04:38
98
04:39 sampai dengan 04:40 Korban jambret: Tolong...... Jambret.......
Asna: Stop! Berhentiin gak motor gue.. Penumpang laki-laki: Eh.. diemdiem
99
Asna: Berhenti! (intonasi suara tinggi)
Suara asna memukul penumpang laki-laki tersebut
Asna: Hei... stop!
Asna: Stopin motor gue!
04:50 sampai Suara ketawa
dengan 04:56
Asna: Dasar jambret!
Penumpang laki-laki: Eh.. eh... Suara asna eh... memukul
100
Penumpang laki-laki: Aduh....
04:57 sampai dengan 05:03 Penumpang laki-laki: Heh....
Suara ketawa
sumber: ilustrasi pribadi dan beberapa frame serta dialog dalam situasi komedi (sitkom) okjek episode 13 Tabel 4.7 diatas menggambarkan adegan yang terjadi di situasi komedi(sitkom) Okjek
episode 13 pada durasi 04:31 sampai dengan 05:03,
adegan yang merupakan unit analisis dari penelitian ini akan dimasukkan ke dalam segitiga Charles Sanders Pierce yang digambarkan pada gambar 4.8 sebagai pejelasan umum mengenai tataran sign, object dan interpretant. Lalu akan dijabarkan lebih lengkap pada analisis dibawah gambar 4.8
101
Gambar 4.8 Segita Pierce pada deskripsi adegan pada tabel 4.7 Asna melawan penumpang laki-laki
Sign: Perilaku penumpang lakilaki(penjambret)
Ikon: Visualisasi: penumpang laki-laki(penjambret) menggantikan asna Audio: silahkan mas(asna) Indeks: Penumpang laki-laki(penjambret) mengambil tas perempuan yang sedang berada dipinggir jalan(menjambret) Simbol: Adegan Asna memukuli penumpang laki-laki tersebut yang menjambret menggunakan motor asna
Interpretant:. Penumpang yang menjambret itu dilawan oleh asna sendirian. Asna kuat secara fisik melawannya sendirian dan menjadi the lone hero yang merupakan karakteristik maskulin.
Object: asna
Sign
dalam
scene
ini
adalah
perilaku
penumpang
laki-
laki(penjambret) yang ternyata adalah penjambret. Ikon dari sign adalah penumpang laki-laki(penjambret) tersebut menggantikan asna menjadi driver dan asna mempersilahkan(memperbolehkan) penumpang tersebut. Indeksnya dari sign yaitu penumpang laki-laki(penjambret) mengambil tas perempuan yang sedang berada di pinggir jalan yang artinya penumpang tersebut melakukan aksi menjambret. Disimbolkan dengan adegan asna memukuli penumpang laki-laki(penjambret) tersebut yang menjambret menggunakan motor asna.
102
Object adalah acuan tanda yang secara konteks sosial menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda. Object dari sign ini adalah asna. Perilaku penumpang yang menjambret tentu mendapatkan respon dari asna. Asna meronta-ronta menyuruh penumpang tersebut di motornya. Kemudian asna memukuli penumpang tersebut sehingga penumpang tersebut turun dari motor. Interpretant dari sign dan object adalah asna memiliki karakteristik maskulin. Diantara karakteristik maskulin yaitu strength, power, sexual, attractiveness, physique, independence, the lone hero. Asna memiliki strength, power, dan the lone hero pada sign ini. Dimana asna berusaha melawan
penjambret
tersebut
dengan
memuluki
dan
menghardik
penumpang laki-laki yang ternyata adalah jambret. Perempuan yang dianggap tidak bisa melindungi dirinya karena dianggap lemah oleh konstruksi sosial. Tetapi asna mampu melawannya sendirian tanpa bantuan siapapun, terlihat dalam adegan yang diambil secara long shoot, kemudian medium shoot dimana asna sendiri yang menyelesaikan masalahnya. 4.3 Analisis Representasi Perempuan Maskulin Perempuan pada umumnya adalah sosok yang di subordinatkan pada budaya patriarki. Dalam sudut pandang patriarki perempuan hanya dijadikan sebagai objek fantasi dan dikonstruksikan sebagai kaum lemah. Secara konstruksi sosial perempuan dibentuk seharusnya feminim, penurut, lemah, pasif, intuitif, emosional, komunikatik, menyukai belanja, kosmetik, kumpul bersama teman, dan komitmen dalam suatu hubungan romantis. Karakter feminim adalah cantik,
103
fisik ideal, sexy, emosional, menyukai hubungan romantis, bergrup dalam keluarga, pertemenanan contohnya seperti bergenk atau mempunyai kelompok pertemanan yang statis. Perempuan disimbolkan sebagai feminim dengan makna lemah, tidak berorot, subordinat, dan kuasai. Perempuan dikontruksikan tidak sesuai dengan konsep maskulinitas pada budaya patriarki. Konsep maskulinitas dalam ideologi patriarki, mengutamakan dan menganggap laki-laki sebagai makhluk superior. Laki-laki dikonstruksikan secara sosial sebagai maskulin, dominan, kuat, agresif, pintar, rasional, aktif melakukan sesuatu, menyukai mobil maupun teknologi, minuman, dan playboy. Karakter maskulin adalah kuat secara fisik dan intelektualitas, bertenaga, memiliki daya tarik seksual, mandiri, dan tidak butuh bantuan dalam menyelesaikan masalah. Dalam budaya patriarki laki-laki menjadi prioritas dan dikonstruksikan sebagai maskulin. Sehingga perempuan menjadi subordinat dan berada pada ruang domestik. Namun pada situasi komedi okjek sign merepresentasikan perempuan dengan karakteristik maskulin pada tokoh asna. Objek adalah asna, perempuan yang berprofesi sebagai driver ojek online(okjek). Perempuan dengan karakteristik maskulin tidak harus secara fisik bernampilan seperti laki-laki. Asna sebagai objek divisualisasikan perempuan cantik, berambut panjang, postur tubuh yang ideal. Namun, justru karakteristik maskulin yang terdapat pada asna merupakan hasil dari interpretasi adegan-adegan maupun dialog yang terkait pada penelitan menggunakan analisis semiotika charles sanders pierce. Perempuan yang terdapat dalam media khususnya sebuah situasi komedi pada umumnya
104
dicitrakan sebagai feminim. Seperti dalam situasi komedi yang populer yaitu oneng,(bajaj bajuri), sasha(OB), maupun bintang(tetangga masa gitu?). Pada situasi komedi okjek inilah perempuan digambarkan berbeda dan menegaskan bahwa maskulinitas adalah hasil dari konstruksi sosial. Seiring perkembangan zaman, perempuan sudah tidak lagi identik dengan feminim. Perempuan
berkarakteristik
maskulin
seperti:
(1)Independence(mandiri)
meripakan sifat yang berlawanan dari salah satu karakteristik feminim yaitu being part of(family, friends, or the other). Perempuan berkarakteristik maskulin pada umumnya tidak menyukai hal-hal yang melibatkan kondisi emosi atau permasalahan mengenai hati. Independence dalam konteks menjalani hidupnya dan tidak suka membuat hidupnya sulit atau ruwet. Secara karakteristik juga lebih introvert(tertutup) pada permasalahan hidupnya, agar tidak membuat orang lain kesulitan
karena
perilakunya.
Karakteristik
perempuan
maskulin
ini
direpresentasikan melalui situasi komedi OKJEk pada tokoh asna; (2) Tidak Komunikatif, Perempuan menggunakan kata 7.000 perhari sedangkan laki-laki hanya menggunakan 2.000 perharinya. 84 Otak manusia secara keseluruhan terdiri dari bahan yang sama, yaitu 40 persen terdiri dari materi abuabu dan 60 persen materi putih85. Akan tetapi otak seorang laki-laki secara signifikan berbeda dari perempuan. Laki-laki menggunakan hampir 7 kali materi materi abu-abu lebih banyak daripada perempuan. Sedangkan perempuan menggunakan 9 kali materi putih lebih banyak daripada laki-laki. Fungsi utama 84
Sangra Juliano. 2015. Komunikasi dan Gender: Perbandingan Gaya Komunikasi dalam Budaya Maskulin dan Feminim. Bandung: Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia 85 ibid.,
105
materi abu-abu terletak pada disiplin kesadaran mengenai ruang, termasuk membaca peta, matematika, dan pemecahan masalah. Sedangkan materi putih menghubungkan pusat-pusat pengolahan otak dan penting dalam penggunaan bahasa, pemikiran emosional dan kemampuan untuk melakukan lebih dari satu hal sekaligus. Karena perempuan menggunakan lebih banyak materi putih pada otak, mereka cenderung menjadi komunikator yang lebih baik dan bahasa digunakan sebagai perangkat membangun emosional. Sedangkan bagi laki-laki bahasa digunakan untuk saling bertukar informasi dan memecahkan masalah. Reaksi atau sikap pada tokoh asna yang cenderung tidak peduli dan tidak reaktif dalam merespon penumpang. Perempuan tersebut. Penumpang tersebut sangat mewakili karakteristik perempuan yang dominan dalam penggunaan kata. Pada adegan tersebut. Asna memiliki sikap yang tidak seperti perempuan pada tabel 2.1 di bab 2 menjelaskan bahwa perempuan seharusnya dalam gender adalah komunikatif. Sedangkan dalam scene episode 2 ini menggambarkan asna bukan tipe wanita yang suka banyak bicara atau melakukan hal-hal yang kewanitaan. Asna juga tidak suka terlibat dalam hal-hal yang emosional seperti pada object yang tergambarkan. Profesinya sebagai driver ojek juga menggambarkan bahwa asna adalah seorang feminis yang mencoba melawan stereotipe kultur yang ada dengan sikap maskulinnya dan profesi tukang ojek yang dianggap profesi kelakian bahkan pada posisi profesi proletar. Walaupun seakan dimentahkan atau digambarkan lewat dialog dengan penumpang yaitu ―kok mau sih mba? Cantik-cantik jadi driver ojek, tau sendiri perempuan sekarang kalau milih kerjaan pada gengsi maunya yang enak- enak
106
terus‖.
Kalimat tersebut seakan menggambarkan dan mempertegas bahwa
konstruksi feminitas dalam masyarakat dinilai lemah lembut, pasif inferior dan lain sebagainya 86. Tapi dilawan oleh asna dengan dialog dalam benaknya ―penumpang cewek itu kepo‖ kemudian kalimat dari penumpang tersebut tidak digubris asna. Didukung dengan angle kamera long shoot(menjauh karena pengambilan gambar memblocking) seakan tidak akan terjadi keintiman dan keemosionalan dalam percakapan. (3)Unneeded
Relationship,
Relationship(hubungan)
adalah
kesinambungan interaksi antara dua orang atau lebih yang memudahkan proses pengenalan satu akan yang lain. Relationship dalam konteks penelitian ini adalah hubungan romantis. Hubungan romantis yang dimaksud adalah hubungan anatara laki-laki dan perempuan (berlawanan jenis) dalam suatu komitmen. Komitmen yang dipahami secara dewasa, diakui oleh hukum, agama maupun hanya pengakuan sosial contohnya adalah pacaran ataupun tunangan. Membina suatu hubungan senantiasa menjadi fokus perhatian dan waktu karena merupakan hal potensial yang dapat membawa individu menuju kebahagiaan, meskipun dapat pula menjadi hal yang menyakitkan. Dasar dari hubungan romantis adalah cinta. Cinta merupakan suatu emosi positif yang paling intens dan paling diinginkan oleh setiap orang. Kelly87 mendefinisikan cinta sebagai: “possitive feeling and behaviors, and commitment to stability of the force that affect an ongoing relationship.” (kelly, dalam Sternberg, 1987) 86
Lynne Segall. 2002. Chapter Four: Sexualities. Identity and Difference edited by Kathryn Woodard. 87 R. J Sternberg. 1987. A Triagular Theory of Love. Psyhcological Review. Vol. 93. No 2, 199-135. American Psyhcology Association,. Inc.
107
menurut definisi diatas, cinta adalah suatu perasaan dan tingkah laku yang positif serta komitmen yang dimiliki seseorang guna menjaga kestabilan perasaan dan tingkah lakunya yang dapat mempengaruhi hubungan yang sedang dijalani. Pada bab 2 mengenai karakteristik feminim yaitu beauty, size/physique, sexuality, emotional, relationship, being part of a context. perempuan Asna sebagai perempuan yang dikonstruksi secara sosial mengenai feminim justru tidak menginginan relationship maupun hubungan romantisme. Sign ―say no to cowok‖ memperjelas keinginannya jauh dari relationship dan object postcard menjelaskan target dalam hidup asna; (4) Dont use any make up, pada umumnya bagi perempuan terlihat cantik merupakan tuntutan yang harus dipenuhi meskipun untuk menjadi cantik, wanita selalu berupaya keras bahkan terkadang harus rela merasakan kesakitan. Plato88 mengatakan ―perempuan selalu menderita untuk menjadi sosok yang cantik‖. Perempuan dituntut untuk menjadi cantik, tinggi, putih, dan bersolek. Menurut Miranti89 (dalam Kurniawan: 2011) ide kecantikan tersebut berasal dari dominasi laki-laki. Laki-laki yang menginginkan kriteria kecantikan dan membuatnya dijadikan sebagai pedoman perempuan adalah benar. Ketika menjadi cantik adalah prioritas perempuan tentunya wajahlah yang menjadi fokus dari keseluruhan daya tarik fisik perempuan. Bagi perempuan penampilan adalah hal yang sangat penting. Memiliki wajah yang cantik membuat perempuan merasa dihargai, diterima, dan
88
Naomi Wolf. 2004. Mitos Kecantikan. Yogyakarta: Niagara hlm. 7 Rizky Ari Kurniawan. 2011. Representasi Kecantikan Wanita dalam Iklan Nature-E (Analisis Semiotika terhadap Majalah Iklan Natur-E). Jakarta: UPN Veteran. Skripsi 89
108
memberikan banyak kemudahan dalam cinta dan pekerjaan. Oleh karena itu perempuan menggunakan dan menganggap penting make up untuk menunjang penampilan. Lipstick dan make up termasuk kategori kosmetik, pengertian kosmetik adalah zat perawatan yang digunakan untuk meningkatkan penampilan atau aroma tubuh. Akan tetapi, bagi perempuan maskulin kosmetik bukan hal yang menjadi prioritas untuk digunakan. Kecenderungan perempuan maskulin berpenampilan apa adanya tidak seperti perempuan feminim yang menganggap penampilan itu hal yang penting. Berpenampilan apa adanya justru membuat perempuan dengan karakteristik maskulin merasa percaya diri dengan dirinya sendiri. Representasi perempuan maskulin ini lah yang diwakilkan oleh sosok asna. (5)Agresif, Karakteristik laki-laki diantaraya maskulin, dominant, strong, aggresive, intelligent, rational, active do things. Pengertian agresif adalah perilaku fisik ataupun lisan yang sengaja dengan dimaksud untuk menyakiti atau merugikan orang lain. Menurut Kring90 ada perbedaan dalam mengekspresikan kemarahan antara laki-laki dan perempuan, tetapi perbedaan-perbedaan ini biasa terjadi dalam cara mengekspresikannya bukan dalam frekuensi sering atau tidaknya marah tersebut terjadi. Secara rinci, laki-laki lebih banyak menggunakan serangan kepada benda atau orang lain secara fisik dan verbal. Sedangkan perempuan lebih sering menangis saat marah. Laki-laki juga lebih percaya diri dalam mengekspresikan kemarahan mereka kepada yang lain daripada perempuan. Pada deskripsi adegan asna agresif kepada seno, terlihat bagaimana 90
Tania Hardiyani. Perbedaan Pengendalian Emosi Marah antara Laki-laki dan Perempuan. Jurnal Universitas Brawijaya Malang
109
sosok asna tidak sesuai dengan cara mengekspresikan kemarahan antara laki-laki dan perempuan. semakin menjelaskan dominasi karakter maskulin maupun perilaku yang condong ke laki-laki yang melekat pada asna. 4.4 Analisis Perempuan Maskulin sebagai Perlawanan terhadap Patriarki Representasi perempuan maskulin sebagai perlawanan terhadap patriaki dalam situasi komedi OKJEK seperti hegemoni patriarki menurut Argyle 91 tubuh merupakan transmitter utama kode-kode presentasional, ekspresi wajah termasuk dalam hal tersebut dan ekspresi wajah sarat akan makna. Gurat-gurat ekspresi iqbal yang mematung, heran, bahkan salah tingkah seperti mewakilkan sudut padang dominasi patriarki. Perempuan yang dikonstruksi secara sosial berada di ruang domestik, sehingga ketika perempuan berkerja diruang publik menjadi suatu hal yang tidak wajar. Sekalipun perempuan bekerja pada ruang publik, perempuan digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan secara estetika maupun seksualitas. Contoh representasi perempuan di media umumnya menggambarkan perempuan adalah sosok yang cantik, putih, tinggi, langsing dan lemah lembuh. Profesi umumnya perempuan dalam hegemoni patriarki adalah guru, perawat, ibu rumah tangga dan artis Gramsci92menyebutkan bahwa hegemoni dilakukan oleh masyarakat sipil bukan oleh negara. Ini mengadung pengertian bahwa budaya populer dan media massa tunduk pada produksi, reproduksi, maupun transformasi hegemoni melalui institusi masyarakat sipil yang mencakup berbagai bidang produksi dan konsumsi 91
John Fiske. 2004. Cultural and Communication Studies Sebuha Pengantar Paling Komprehensif. Yogtakarta: Jalasutra hlm.95 92 Joseph R Dominick. 2002. The Dynamic Mass Communiaction: Media In The Digital Age 7th Edition. New York: The Mc Graw-Hill Companies p.192
110
kultural. Hegemoni secara kultural maupun ideologis beroperasi melalui institusiinstitusi masyarakat sipil tersebut meliputi pendidikan, keluarga, gereja media massa, budaya populer dan sebagainya. Perempuan maskulin melalui karakter asna merepresentasikan perlawanan dari hegemoni patriarki yang ada. Perempuan yang umumnya di Indonesia menjadi kaum yang subordinat dan bekerja diruang domestik. Menurut Jalaludin Rakhmat93 bahwa streotipe seringkali klise, timpang dan tidak selamanya benar. Ia bersumber dari pola pikir manusia. Sehingga perlawanan yang dilakukan adalah melawan stereotipe di masyarakat yang pada umumnya tukang ojek adalah laki-laki sekarang perempuan pun bisa menjadi tukang ojek. Perempuan yang maskulin melawan hegemoni yang dahulu di media masssa digambarkan sebagai sosok yang lemah sekarang menjadi perempuan mandiri, rasional dan kuat. Karena profesi tukang ojek umumnya lebih banyak menghabiskan waktu diluar ruangan(jalan raya). Perempuan maskulin yang diwakilkan asna mencoba menerapkan konsep feminisme dalam perilakunya sehari-hari. Perempuan memiliki hak yang sama dalam memilih profesi atau pekerjaan untuk melangsungkan hidupnya. Representasi perempuan maskulin sebagai perlawanan terhadap patriarki berikutnya adalah perempuan sebagai the lone hero. The lone hero bisa diartikan sebagai pahlawan, pada umumnya Hero(pahlawan) dalam tayangan televisi digambarkan sebagai laki-laki, bertubuh kekar, berkostum, dan memiliki keunikan(hal pembeda dari manusia normal). Contohnya seperti batman, 93
Jalaludin Rakhmat. 1986. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
111
superman, spiderman, captain america, ironman, hulk, dan lain-lain. Laki-laki selalu dianggap mampu dan kuat dalam menghadapi segala situasi(kondusif maupun perang). Sedikit sekali figur perempuan yang digambarkan sebagai pahlawan atau sekedar digambarkan mampu membela dirinya. Perempuan dalam tayangan televisi digambarkan sebagai pihak yang tertindaa, contoh saat kejadian pejambretan yang menjadi korban adalah perempuan. Namun melalui adegan asna memukuli penumpang laki-laki(penjambret) tersebut yang menjambret menggunakan motor asna. Asna sebagai permpuan memiliki karakteristik maskulin. Diantara karakteristik maskulin yaitu strength, power, sexual, attractiveness, physique, independence, the lone hero. Asna memiliki strength, power, dan the lone hero pada situasi komedi ini. Dimana asna berusaha melawan penjambret tersebut dengan memuluki dan menghardik penumpang laki-laki yang ternyata adalah jambret. Perempuan yang dianggap tidak bisa melindungi dirinya karena dianggap lemah oleh konstruksi sosial. Tetapi diwakilkan melalui asna mampu melawannya sendirian tanpa bantuan siapapun. Representasi perempuan maskulin sebagai perlawanan terhadap patriarki bahwa maskulin maupun feminim merupakan hasil dari konstruksi sosial, seiring perkembangan zaman perempuan sudah bukan lagi sosok yang lemah sehingga perempuan masa kini mampu membela dirinya sendiri, streotipe perempuan dalam pandangan hegemoni patriarki sudah tidak berlaku lagi melalui tokoh asna, media massa memiliki kekuatan untuk membentuk maupun menyebarkan ideologi baru yang terdapat pada sitkom okjek adalah ideologi feminis. Perempuan masa
112
kini adalah perempuan yang bebas mengekspresikan diri, memilih pilihan hidupnya sendiri, tidak terikat pada hubungan romantis, tidak terkekang pada pilihan profesi(pekerjaan), dan tidak selalu perempuan cantik itu harus memakai kosmetik.
BAB V PENUTUP
5.1.
Kesimpulan Situasi Komedi merupakan sarana komunikasi massa yang efektif
termasuk untuk media penerangan, pendidikan, penyebaran informasi dan penyebaran ideologi(pemahaman) karena bentuknya yang menyajikan audio maupun visual. Dalam sebuah situasi komedi terdapat tanda-tanda yang memiliki pesan yang ingin disampaikan pada khalayak. Berikut
adalah
kesimpulan
penelitian
yang
didapatkan
dengan
menggunakan semiotika Peirce : 1. Sign dalam merepresentasikan perempuan maskulin sebagai perlawanan terhadap patriarki di situasi komedi okjek ini melalui perilaku atau dialog para pemain atau aktor. Perilaku atau dialog tersebut berasal dari respon atau reaksi sebuah emosi yang diatur sehingga menimbulkan sebuah tindakan. Tindakan tersebut yang dilihat sebagai representatif dari karakter. 2. Object dalam merepresentasikan perempuan maskulin sebagai perlawanan terhadap patriarki di situasi komedi okjek ini melalui Sosok pemain atau aktor itu sendiri. Aktor berperan sebagai yang merepresentasikan karakter yang ia perankan.
Seorang aktor harus mampu menkonstruksikan
karakternya agar pesan yang ingin disampaikan dapat diterima oleh khalayak.
114
3. Interpretant dalam merepresentasikan perempuan maskulin sebagai perlawanan terhadap patriarki di situasi komedi okjek dengan memaknai setiap tanda yang muncul yang dirujuk oleh objek yang berkaitan dengan perempuan maskulin, feminisme, dan patriarki. 4. Setelah dilakukan penelitian pada scene-scene dalam situasi komedi okjek ini,
peneliti
menyimpulkan
bahwa
situasi
komedi
okjek
ini
merepresentasikan perempuan maskulin sebagai perlawanan terhadap patriarki antara lain: 1. Perempuan maskulin tidak menyukai hal-hal yang terikat(mandiri), tidak menyukai hal-hal yang emosional, tidak menyukai kosmetik, tidak membutuhkan hubungan romantis, dan agresif cenderung mengintimidasi melalui sikap, perilaku dan dialog yang disampaikan oleh pemainnya. 2. Perempuan maskulin sebagai perlawanan terhadap patriarki dimana streotipe yang ada pada masyarakat mengenai perempuan bisa berubah dengan tayangan ini, perempuan saat ini bisa berprofesi yang indentik dengan laki-laki(contohnya tukang ojek), media massa khususnya situasi komedi mampu
menjadi medium penyebaran idelogi,
menkonstruksi dan mengukuhkan perempuan masa kini adalah seperti yang ada pada situasi komedi ini.
115
5.2.
Saran 5.2.1
Akademis
Peneliti ingin menyampaikan bahwa sebagai salah satu bidang kajian ilmu komunikasi, semiotika yang digunakan untuk menganalisis makna tanda dalam situasi komedi, gambar, film, iklan, video game atau media apapun yang memproduksi tanda kenyataannya masih membutuhkan ruang-ruang atau forum diskusi secara akademik khususnya di Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Dengan belum banyaknya referensi yang dapat dijadikan acuan dalam melakukan penelitian serupa. Hal tersebut dimaksudkan agar penelitian yang menggunakan semiotika dapat berkembang terus di Indonesia. 5.2.2
Praktis
Berdasarkan keseluruhan dari hasil analisis penelitian ini, peneliti ingin menyampaikan beberapa hal berupa saran yang diharapkan dapat menjadi rekomendasi positif bagi masyarakat. Sebagai salah satu bentuk media massa, sitasi komedi merupakan sarana yang efektif dalam menyampaikan pesan salah satunya dalam bidang pendidikan. Situasi komedi merupakan media audio visual yang dapat mempengaruhi khalayak yang menontonnya. Banyak situasi komedi yang ada di Indonesia, namun sedikit yang mengandung makna tidak menstereotipe kan suatu gender. Peneliti berharap masyarakat memahami media dan bagaimana suatu streotipe gender coba di konstruksikan kembali. Selain itu peneliti juga berharap
116
para pembuat program tayangan untuk lebih kreatif dan tidak lagi mensubordinatkan perempuan bahkan hanya menjadikan perempuan sebagai objek.
DAFTAR PUSTAKA Berger, Charles R., Michael E. Roloff & David R. Roskos. 2014. Handbook Ilmu Komunikasi. Bandung: Nusa Media hlm.363-365 Blake, Mark.2005. How to be a Sitcom Writter. Secret from the inside. UK: Summersdale Publisher Ltd. P.10 Burton, Graeme. 2007. Membincangkan Televisi: sebuah pengantar kepada kajian televisi. Terjemahan Oleh Laila Rehmawati. Yogyakarta: Jalasutra hlm.181 Blake, Reed H dan O.Haroldsen Edwin. 2005. Taksonomi Konsep Komunikasi. Surabaya: Papyrus hlm.13 Bungin, Burhan H.M. 2007. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial. Jakarta: Kencana Prenama Media Group hlm.212 Creswell, J. W. (1998). Qualitative inquiry and research design : choosing among five tradition. London : Sage Publication. P.16 Danesi, Marcel. 2012. Pesan, Tanda, dan Makna. Yogyakarta: Jalasutra hlm.3334 Danesi, Marcel. 2010. Pengantar Memahami semiotika Media. Yogyakarta: Jalasutra hlm.25 Dominick, Joseph R. 2002. The Dynamic Mass Communiaction: Media In The Digital Age 7th Edition. New York: The Mc Graw-Hill Companies p.192 Djajanegara, Soenarjati. 2000. Kritik Sastra Feminis: Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama hal.16 Effendy.2005. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: PT. Remaja RosdaKarya hlm.42 Eriyanto. 2001. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: Lkis. Hal.6 Fakih, Mansour. 2008. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: INSISTPress hal.99-100 Fiske, John. 2004. Cultural and Communication Studies Sebuah Pengantar Paling Komprehensif. Yogtakarta: Jalasutra hal.95 Hall, Stuart. 1997. Representation Cultural Representations And Signifying Practice. The Open University: Sage Publication. Ltd. P.15 Ibrahim, Idi Subandy. 2004. Sirnanya Komunikasi Empatik. Bandung: Pustaka Bani Quraisy hlm.xxiv Rakhmat, Jalaludin. 1999. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung, PT. Remaja Rosda Karya, hal. 24-25 Kriyantono, Rachmat. 2009. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Malang: Prenada Media Group. Hal. 48 Liestianingsih. 2002. Ideologi Gender dalam Iklan Kosmetik di Televisi. Surabaya: Pusat Penelitian Studi Wanita Lembaga Penelitian Universitas Airlangga. hlm. 33-34 Liliweri, Alo. 1991. Komunikasi Antarpribadi. Bandung : Citra Aditya Bakti Littlejohn, Stephen W. dan Karen A. Foss. 2009. Teori Komunikasi Edisi 9. Jakarta: Salemba Humantika hlm.55-56
Mc Quail, Denis. 2011. Teori Komunikasi Massa McQuail Edisi 6-Buku 1. Jakarta: Salemba Humantika hlm.32-44 Moleong, Lexy J. (2007) Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit PT Remaja Rosdakarya Offset, Bandung. Hal.49 Morissan. 2008. Teori Komunikasi Massa. Bogor: Ghalia Indonesia Narbuko, Cholid dan Abu Ahmadi. 2001. Metode Penelitian. Jakarta:Bumi Aksara Nurudin. 2004. Komunikasi Massa. Malang: Cespur. hlm. 1 Noviani, Ratna, 2002, Jalan Tengah Memahami Iklan : Antara Realitas, Representasi dan Simulasi, Pustaka Relajar, Yogyakarta hlm.62 Panuti Sudjiman (ed), Serba-serbi semiotika, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992, hal. 1 Pinem, Saroba. 2009. Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi. Jakarta: Trans Media hal.42 Pratista, Himawan. (2008). Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka.hal.43 Rakhmat, Jalaludin. 1986. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Rakhmat, Jalaludin. 1999. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung, PT. Remaja Rosda Karya, hal. 24-25 Ritonga, Jamiluddin M. 2004. Riset Kehumasan. Jakarta: PT Grasindo hal. 81 Ruslan, Rosady. 2005. Kampanye Public Relations. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. hlm 241 Sastryani, S, 2007. Glosarium, Seks dan Gender. Yogyakarta: Carasuati Books hal.65 Segall, Lynne. Chapter Four: Sexualities. Identity and Difference edited by Kathryn Woodard. 2002 Sobur, Alex. 2013. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. hlm. 12-15 Sugiarto dan Dergibson Siagian. 2003. Tehik Sampling. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama hal. 120 Sugihastuti dan Suharto. 2010. Kritik Sastra Feminis, Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar hal.6 Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: CV.Alfabeta hal.92 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Cetakan Kelima, Bandung: Alfabeta, 2009, hal. -59-60 Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif & RND. Bandung: Alfabeta hlm. 125 Vardiansyah, Dani; Filsafat Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar; PT Indeks kelompok Gramedia; Jakarta; 2005. Hal.27 Vera, Nawiroh. 2014. Semiotika dalam Riset Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia hlm. West, Richard dan Lynn H. Turner. 2007. Introducing Communication Theory: Analysis and Application, 3rd ed. New York: Mc Graw Hill P.76
Wibowo, 2011. Manajemen Perubahan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada hlm.122 Widianto, Agnes. 2005. Hukum Berkeadilan Gender. Jakarta: Kompas hal.10 Widyatama, Rendra. Bias Gender Dalam Iklan Televisi. Yogyakarta: Media Pressindo. 2006. hlm. 4
Wolf, Naomi. 2004. Mitos Kecantikan. Yogyakarta: Niagara hal. 7 Artikel Artikel online Dewhurst, and Jung. 2004. ―That’s Entertainment! A Survey of American and British Television.‖ Lecture: Jung and Dewhurst. University of Giessen, German. http://www.staff.uni-giessen.de/~ga1070/entwk5.pdf Diakses pada tanggal 6 Maret 2016. Pukul 19.25 WIB Juliastuti, Nuraini. 2000. ‗Representasi, Newsletter Kunci Cultural Studies Center, Edisi 4 Maret, 2000‘, hlm. 6. Diakses pada tanggal 15 Februari 2016 dalam https://archive.org/details/NewsletterKunci4BudayaMateri Website http://www.agbnielsen.net/Uploads/Indonesia/Nielsen_Newsletter_Mar_2011Ind.pdf diakses pada Sabtu, 15 Maret 2016 10:22 WIB http://www.mediated.co.uk/posted_documents/MagazineAdverts.html pada Minggu 15 Maret 2016 pukul 01.00 WIB
diakses
Skripsi/Thesis Kurniawan, Rizky Ari. 2011. Representasi Kecantikan Wanita dalam Iklan Nature-E (Analisis Semiotika terhadap Majalah Iklan Natur-E). Jakarta: UPN Veteran. Skripsi Jurnal Cons, Tri Handoko. 2005. Maskulinitas Perempuan Dalam Iklan Dalam Hubungannya dengan Citra Sosial Perempuan Ditinjau dari Prespektif Gender. Jurnal ―Nirmana‖ Vol. 7 No.1 (85-98) Hardiyani, Tania. Perbedaan Pengendalian Emosi Marah antara Laki-laki dan Perempuan. Jurnal Universitas Brawijaya Malang Habsari, Sri Kusumo, Fitria Akhmerti Primasita & M. Taufiq Al Makmum. Representasi Dominasi Perempuan Dalam Rumah Tangga: Feminisme atau Patriarki?. Jurnal. Universitas Sebelas Maret diakses dari https://eprints.uns.ac.id/13431/1/Publikasi_Jurnal(41).pdf pada tanggal 15 Februari 2016 pukul 01.00 WIB
Irawanto, Budi. ―Menertawakan Kejelataan Kita: Transgresi Batas-batas Marginalitas dalam Sinetron Komedi Bajaj Bajuri”, Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 3: 1 (Juni, 2006), hlm. 51 Juliano, Sangra. 2015. Komunikasi dan Gender: Perbandingan Gaya Komunikasi dalam Budaya Maskulin dan Feminim. Bandung: Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia Manuruung, Ria, dkk. 2002. Kekerasan terhadap Perempuan pada Masyarakat Multi Etnik. Yogyakarta: Pusat Studi Kependidikan dan Kebijakkan UGM Ford Foundation. Hal.83 Woloshyn, Vera & Nancy Taber. 2013. Discourses of Masculinity and Feminity in The Hunger Games. International Journal of Social Science Studies. Vol 1 no. 1 Segall, Lynne. 2002. Chapter Four: Sexualities. Identity and Difference edited by Kathryn Woodard. Sternberg, R. J. 1987. A Triagular Theory of Love. Psyhcological Review. Vol. 93. No 2, 199-135. American Psyhcology Association,. Inc.
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
LUNA SAFITRI SALSABIL Taman Adhiloka Blok L no 1 RT.003 RW.015 Kel. Karang Sari Kec. Neglasari Tangerang-Banten Email:
[email protected]
Nama Lengkap Nama Panggilan Umur Jenis Kelamin Tempat/Tanggal Lahir Status Pernikahan Alamat
Email Motto
DATA DIRI Luna Saftiri Salsabil Luna 22 Tahun Perempuan Depok, 15 Maret 1994 Belum Menikah Taman Adhiloka Blok L no 1 RT.003 RW.015 Kel. Karang Sari Kec. Neglasari Tangerang-Banten
[email protected] Rencana Allah pasti indah pada waktunya :)
RIWAYAT PENDIDIKAN SDN Karang Anyar 2 SMPIT Asy-Syukriyyah SMK Telkom Shandy Putra Jakarta Jurusan Teknik Switching Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas
2006 2009 2012 2016
KETERAMPILAN Bidang Ilmu Komunikasi Menulisa berita, Fotografi, Videografi, Public Speaking, Event Organization, Marketing Public Relation Komputer Microsoft Offie, Adobe Photoshop, dan Adobe Priemer Keterlampilan lain Social Media Management
RIWAYAT ORGANISASI OSIS SMPIT Asy-Syukriyyah Electro Club Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (HIMAKOM UNTIRTA) Tim Basket FISIP Komunitas Film Untirta (KOVIKITA) Komite Pemilihan Umum Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (KPUM FISIP) Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (MPM UNTIRTA) PENGALAMAN BEKERJA Praktek Kerja Lapangan Area Network Tangerang Telkom Tbk Diziprint Konselor Gerakan Anti Narkoba Nasional Banten Job Training Perum LPPNPI (Airnav Indonesia) Campuspedia (Divis Media Patner)
2006-2007 2009-2012 2012-2013 2013-2014 2014 2015 2015-2016
2011 2014-2015 2015 2015 2016