UNIVERSITAS INDONESIA
REPRESENTASI BUDAYA HARI-HARI BESAR DI BELANDA: ANALISIS TANDA BUDAYA DAN PEMAKNAANNYA DALAM KOMIK KALENDER SOBEK FOKKE & SUKKE SCHEURKALENDER 2012
SKRIPSI
RIANTI DEMERISTA MANULLANG 0806357032
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI BELANDA DEPOK JULI 2012
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
REPRESENTASI BUDAYA HARI-HARI BESAR DI BELANDA: ANALISIS TANDA BUDAYA DAN PEMAKNAANNYA DALAM KOMIK KALENDER SOBEK FOKKE & SUKKE SCHEURKALENDER 2012
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora
RIANTI DEMERISTA MANULLANG 0806357032
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI BELANDA DEPOK JULI 2012
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa skripsi ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia.
Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan plagiarisme, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia kepada saya.
Depok, Juli 2012
Rianti Demerista Manullang
ii
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama: Rianti Demerista Manullang NPM: 0806357032 Tanda Tangan:
Tanggal: 6 Juli 2012
iii
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi yang diajukan oleh Nama NPM Program Studi Judul
: : Rianti Demerista Manullang : 0806357032 : Belanda : Representasi Budaya Hari-Hari Besar di Belanda: Analisis Tanda Budaya dan Pemaknaannya dalam Komik Kalender Sobek Fokke & Sukke Scheurkalender 2012
ini telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora pada Program Studi Belanda Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia DEWAN PENGUJI Pembimbing : Christina Turut Suprihatin, M.A. Penguji
: Triaswarin Sutanarihesti, M.Hum.
Penguji
: Mursidah, M.Hum.
Ditetapkan di: Depok Tanggal: 6 Juli 2012
Oleh
iv
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan rahmat-Nya sehingga saya mendapatkan kesempatan untuk menjalani studi di jenjang yang lebih tinggi serta meninggalkan warisan kecil bagi studi budaya Belanda melalui penulisan skripsi ini. Saya juga menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: (1) Pembimbing Akademis dan Pembimbing Skripsi saya: Ibu Inge dan Ibu Christina yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam kegiatan akademis, memotivasi saya untuk bangkit dari kegagalan, membimbing saya menyusun skripsi dengan hasil akhir yang memuaskan, serta menginspirasi saya untuk terus belajar; (2) para pengajar di Prodi Belanda: Mbak Ririet, Ibu Andrea, Mbak Indira, Mbak Zahroh, Mbak Lina, Mas Fajar, Pak Achmad, Pak Munif, Pak Lilie, Ibu Ida, Ibu Lilie, Ibu Eliza, Ibu Eva, Ibu Yati yang telah mendedikasikan diri untuk berbagi ilmu dan berbagi teladan hidup melalui profesi ‘pahlawan tanpa tanda jasa’; (3) orang tua saya (Kontaralam Simanullang dan Sulistioningsih), kakak dan adik saya (Jansen Simanullang, Yunita Simanullang, Berton Simanullang, dan Sapto Trilaksana Putra), keponakan saya yang tersayang Yemima Syalomita Putri, serta segenap saudara yang telah berkorban banyak hal untuk memberikan bantuan dukungan material dan moral selama saya menjalani studi; (4) sahabat terkasih, George Hutauruk, S.T., yang setia hadir dalam suka dan duka yang saya alami serta terus memotivasi saya untuk menjadi lebih baik; (5) rekan pelayanan di PSKJ Perkantas: para staff siswa (Bang Zeki, Bang Alex, Bang Rico, Kak Atha, Kak Sabeth), TPS-PS-Pengurus Siswa Depok (Ike, Widuri, Evan, Hanna, Yusak, Delfina, Delfita, Lukas, Richard, Gohan), TPS JS (Deril, Etha, Itel, Tiara, Suti, Evin, Agustin, Dennis, Jimmy, Habebe, Clara, Uli, Iie), TPS JT (Agnes, Yuan, Risda, Roy, Mona, Ernest, Putra), TPS JP v
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
(Marsya, Kiel, Abed, Hendrik, Esra), AKK terkasih (Emil, Icha, Sherly, Aven, Tama, Risti, Kitin, Valle), adik-adik rohani (Alam, Aga, Echi, Daniel, Tessa, Hana, Evan, Inado Grace, Naomi, Yunita, Cava, Caca, Peres, Dunand, Adhe, Efi, Fany, Imel, Naudi, Yohana, Andhita, Cicil, Chika, Ramot, Kevin, Bintang, Dino, Melda, dan para komponen siswa lainnya) yang menolong saya untuk mengalami pertumbuhan iman, karakter, dan menghasilkan buah untuk kemuliaan nama Tuhan; (6) rekan “pejuang skripsi” di Jurusan Belanda tahun 2012: Anne, Ajeng, Basten, Mutia, Hasta, Kinoy, Ime, Tika, Rikha, Bayu yang begitu berani memilih jalur kelulusan yang lebih sulit dan dapat mengakhirinya dengan hasil yang terbaik; (7) para sahabat di Sastra Belanda 2008: Gabby, Awo, Itin, Anggi, Fifi, Indah, Athil, Latika, Windu, Nayas, Fitri, Sitha, Nico, Giwang, Selvi, Makkie, Ditha, Fiqi, Echa, Titi, Anya, Donny, Nana, Faizal, Ntjoeij, Tika, Geena, Kaka, Dissa, Nisya, Kezia, Meivy, Tantri, TB, Nina, Oji, Sly, Radif, Ibnu, Ayi, Jule, Fajar, Merry, Novel, Maria, serta seluruh Mahasiswa Sastra Belanda tahun 2008 yang telah menolong saya untuk melihat keanekaragaman karakter manusia dan mengisi hari-hari studi saya dengan tangis dan tawa yang terekam indah dalam benak saya; (8) Metha Mameche, Bella Bolski, Septy, Kak Gory, Kak Nancy, Isabella, Wawa, Imel, Kak Metha, Kak Rizky serta semua pengurus, pelayan, dan jemaat PO FIB UI yang telah mendedikasikan diri dengan setia untuk melayani di tengah ladang yang tidak mudah dan menjadi sahabat rohani yang tetap mendoakan dan mendukung saya untuk melayani di ladang lain; (9) PKK saya: Kak Mary Gustina dan Kak Roslia Pakpahan yang menanam maupun menyiram saya agar bertumbuh dalam kerohanian yang baik dari hari ke hari; (10)
teman-teman seperjuangan UMB (Risa, Yan Fajar, dan Rendra), TKK
Momogi (Ochie dan Fenny) yang terus mendukung dalam doa dan turut bersukacita atas keberhasilan kami meraih PTN terbaik;
vi
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
(11)
Rekan-rekan dalam dunia musik dan pertunjukan: teman-teman Paragita
2008 yang mengalami malam pelantikan yang menyenangkan di Pusgiwa tercinta, menyiapkan momen konser angkatan 2008 dengan lagu-lagu OST. Disney dan konser 25 tahun Paragita dengan Beatles in Revue dan John Rutter;
teman-teman Klasika Project (Kak Raymond, Jevon, Crupi, dan
Chacha) yang begitu kreatif dan berani menghadapi para musisi besar dengan membawakan genre yang ‘lain daripada yang lain’; kelompok Kongres 40 tahun dan Het Ta(a)lent bersama NL08, Geert Verdickt, Stijn Gevaert, dan Karolien yang menjadi sebuah penyegaran seni di tengah masa perkuliahan; kelompok Erasmus Zangers & Friends (Mba Yossie, Yudho, Greg, Makkie, Anne, Ajeng, Krisna, Evan, Darmawan, dan Debby) yang telah menajamkan kreatifitas musik saya; (12)
saudara dan sahabat baru di Belanda nan jauh: Cici Listri Korndewal
Hindro, Lydia Korndewal, Kak Meisy Leander, Pieter Noordhoorn dan Maarten Rodenhuis yang menyemangati lewat dunia maya; (13)
sahabat yang telah 6 tahun lebih memasuki hidup saya: Endriadi
Rukmana, S.T., ‘si Beruang’ yang menghibur sekaligus ‘mengganggu’ serta Victor Samuel, S.T., ‘si Panda’ yang begitu membuat saya iri atas studi Master-nya di Belanda sekaligus memotivasi saya untuk menyusulnya dan terima kasih atas hadiah Natalnya yang menjadi korpus skripsi ini. Akhir kata, kiranya skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Depok, Juni 2012 Penulis
vii
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Rianti Demerista Manullang NPM : 0806357032 Program Studi : Belanda Fakultas : Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Jenis karya : Skripsi demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: REPRESENTASI BUDAYA HARI-HARI BESAR DI BELANDA: ANALISIS TANDA BUDAYA DAN PEMAKNAANNYA DALAM KOMIK KALENDER SOBEK FOKKE & SUKKE SCHEURKALENDER 2012 beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Depok 6 Juli 2012 Yang menyatakan
( Rianti Demerista Manullang )
viii
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
ABSTRAK Nama : Rianti Demerista Manullang Program Studi : Sastra Belanda Judul : REPRESENTASI BUDAYA HARI-HARI BESAR DI BELANDA: ANALISIS TANDA BUDAYA DAN PEMAKNAANNYA DALAM KOMIK KALENDER SOBEK FOKKE & SUKKE SCHEURKALENDER 2012 Komik Fokke & Sukke adalah komik populer di Belanda yang sarat dengan unsur humor dan satir. Komik ini juga hadir dalam bentuk komik kalender sobek Fokke & Sukke Scheurkalender 2012 dan menyajikan cerita yang sesuai dengan momen pada tanggal tertentu, salah satunya pada momen hari besar di Belanda. Pada momen hari besar tertentu, komik ini sarat dengan muatan tanda-tanda budaya Belanda yang konkrit maupun abstrak. Tanda-tanda yang hadir dalam judul, gambar, dan dialog ini berinteraksi dalam bentuk makna denotatif, konotatif, metafora, dan metonimi. Kesatuan makna dalam tanda-tanda yang muncul tersebut melukiskan pandangan tokoh utama (Fokke dan Sukke) terhadap hari-hari besar di Belanda yang pada akhirnya merupakan representasi budaya Belanda. Kata Kunci: Fokke & Sukke, Representasi Budaya, Hari Besar di Belanda
ABSTRACT Name : Rianti Demerista Manullang Study Program: Dutch Studies Title : REPRESENTATION OF DUTCH FEAST DAY CULTURE: ANALYSIS OF CULTURAL SIGNS AND ITS MEANINGS IN THE COMIC CALENDAR FOKKE & SUKKE SCHEURKALENDER 2012 Fokke & Sukke is a popular comic in Netherlands that contains satirical humor. This comic also published in comic calendar Fokke & Sukke Scheurkalender 2012 with stories according to the moment by the date self, especially in the feast day. In the current feast day, this comic contains of Dutch cultural signs: concrete and abstract. The signs that appear in the title, pictures, and dialog interact in various forms, such as denotative, connotative, metaphor, and metonymy. The collaboration of signs meaning presents the perspective of Fokke and Sukke as the main characters in the comic. It can be concluded then as the representation of Dutch culture. Keywords: Fokke & Sukke, Culture Representative, Dutch Feast Day Culture.
ix
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL................................................................................................ i SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME .......................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................... iii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iv KATA PENGANTAR ............................................................................................ v LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............................ viii ABSTRAK ............................................................................................................. ix ABSTRACT .......................................................................................................... ix DAFTAR ISI ........................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii Bab 1 PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1 1.2 Pembatasan Masalah ..................................................................................... 3 1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................... 3 1.4 Metode Penulisan .......................................................................................... 4 1.5 Kebermaknawian ........................................................................................... 4 Bab 2 KERANGKA TEORI ................................................................................ 5 2.1 Komik ............................................................................................................ 5 2.1.1 Komik sebagai Narasi Visual ................................................................. 6 2.1.2 Ilustrasi.................................................................................................... 9 2.1.3 Teks ....................................................................................................... 12 2.2 Tanda-tanda Budaya dalam Komik ............................................................. 14 2.3 Pemaknaan Tanda-tanda Budaya ................................................................ 20 Bab 3 ANALISIS DAN PEMAKNAAN TANDA-TANDA DALAM KOMIK FOKKE & SUKKE SCHEURKALENDER 2012 ............................................... 23 3.1 Analisis dan Pemaknaan Tanda pada Hari Besar Keagamaan dalam Fokke & Sukke Scheurkalender 2012............................................................................... 25 3.1.1 Goede Vrijdag (6 April 2012)............................................................... 25 3.1.2 Paasdag (8 April 2012) ........................................................................ 29 3.1.3 Hemelvaartsdag (17 Mei 2012) ............................................................ 33 3.1.4 Kerstdag (25&26 Desember 2012) ....................................................... 36 3.2 Analisis dan Pemaknaan Tanda pada Hari Besar Kenegaraan dalam Fokke & Sukke Scheurkalender 2012 .......................................................................... 42 3.2.1 Koninginnedag (30 April 2012)............................................................ 42 3.2.2 Dodenherdenking (4 Mei 2012) ............................................................ 46 3.2.3 Bevrijdingsdag (5 Mei 2012) ................................................................ 48 3.2.4 Prinsjesdag (18 September 2012)......................................................... 51 3.3 Analisis dan Pemaknaan Tanda pada Hari Besar Tradisi dalam Fokke & Sukke Scheurkalender 2012............................................................................... 54 3.3.1 Oud en-Nieuwjaarsdag (31 Desember&1 Januari 2012) ..................... 54 3.3.2 Drie Koningen Dag (6 Januari 2012) ................................................... 60 3.3.3 Dag van de Arbeid (1 Mei 2012) .......................................................... 63 x
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
3.3.4 Sinterklaasfeest (5 Desember 2012) .................................................... 66 Bab 4 KESIMPULAN ......................................................................................... 70 DAFTAR REFERENSI ..................................................................................... 72 LAMPIRAN ......................................................................................................... 78
xi
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Narasi visual Cro-Magnon pada Gua Lascaux di Prancis .................. 7 Gambar 2.2 Bagian potongan pertama dari Bayeux Tapestry ................................ 8 Gambar 2.3 Dua jenis ilustrasi pada komik .......................................................... 10 Gambar 2.4 Gambar bebek dan burung kenari dalam dunia nyata dan dalam kartun Fokke & Sukke ........................................................................ 11 Gambar 2.5 Bebek dan kenari yang dimanusiakan sebagai tokoh Fokke dan Sukke ................................................................................................. 11 Gambar 2.6 Contoh balon kata dalam komik Kuifje ............................................. 12 Gambar 2.7 Contoh kata pengantar dalam komik Kuifje ...................................... 12 Gambar 2.8 Contoh efek suara dalam komik Kuifje ............................................. 13 Gambar 2.9 Contoh gambar kata aksara Cina dalam komik Kuifje ..................... 13 Gambar 2.10 Komik dengan balon teks di bawah gambar pada Cartoon Stock ... 14 Gambar 2.11Cuplikan komik Garudayana dengan tanda budaya Indonesia ....... 15 Gambar 2.12 Cuplikan komik Doraemon dengan tanda budaya Jepang .............. 17 Gambar 2.13 Contoh tokoh-tokoh komik dengan tanda budaya Amerika ........... 18 Gambar 2.14 Cuplikan stereotipe orang Inggris dalam komik Asterix in Britain 19 Gambar 2.15 Segitiga Peirce ................................................................................ 20 Gambar 3.1 Cara kerja segitiga Peirce dalam penelitian ini ................................ 25 Gambar 3.2 Komik Goedevrijdag ........................................................................ 26 Gambar 3.3 Komik Paasdag ................................................................................. 30 Gambar 3.4 Komik Hemelvaartsdag .................................................................... 33 Gambar 3.5 Komik Kerstdag 1 ............................................................................. 37 Gambar 3.6 Komik Kerstdag 2 ............................................................................. 40 Gambar 3.7 Komik Koninginnedag ...................................................................... 43 Gambar 3.8 Komik Dodenherdenking .................................................................. 46 Gambar 3.9 Komik Bevrijdingsdag ...................................................................... 49 Gambar 3.10 Komik Prinsjesdag.......................................................................... 52 Gambar 3.11 Komik Oudejaarsdag ...................................................................... 55 Gambar 3.12 Komik Nieuwjaarsdag .................................................................... 58 Gambar 3.13 Komik Drie Koningen Dag ............................................................ 60 Gambar 3.14 Komik Dag van de Arbeid ............................................................. 64 Gambar 3.15 Komik Sinterklaasfeest ................................................................... 67
xii
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Perbedaan Narasi Ekspositoris dan Sugestif .......................................... .8 Tabel 2.2 Contoh Proses Neurobiologis Pemaknaan ............................................. 21 Tabel 3.1 Daftar Hari Besar (Feestdagen) di Belanda Tahun 2012 ....................... 23 Tabel 3.2 Daftar Hari Besar di Belanda yang menjadi Data Analisis .................... 24
xiii
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Budaya merupakan kumpulan tindakan sosial yang maknanya diproduksi, diedarkan dan ditukarkan (Thwaites, 1994:1). Sifat budaya yang dinamis menjadikannya tidak mudah untuk dimengerti, namun terlalu sempit untuk didefinisikan dalam satu sudut pandang. Dewasa ini, definisi budaya dapat ditinjau melalui berbagai sudut pandang atau pendekatan ilmu, salah satunya ilmu antropologi yang mengkaji masalah budaya. Menurut ilmu antropologi, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia (Koentjaraningrat, 1996:72). Dalam kebudayaan, terdapat tujuh unsur universal yang meliputi bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi, dan kesenian (Koentjaraningrat, 1996:203-204). Berdasarkan definisi tersebut, maka pengkajian kebudayaan dapat dilakukan dengan melihat kepada salah satu unsur dalam budaya, misalnya bahasa. Bahasa dapat diungkapkan dalam bentuk tuturan (lisan) dan teks (tulisan). Bahasa berbentuk tuturan ditemukan dalam percakapan dan pengungkapan bahasa berbentuk teks ditemukan dalam berbagai karya sastra, antara lain dalam cerita bergambar (cergam). Dalam skripsi ini, yang menjadi topik bahasan adalah cergam berbahasa Belanda. Cergam merupakan istilah yang kerap kali digunakan untuk menggantikan kata serapan comic. Scott McCloud mendefinisikan komik sebagai gambargambar yang disandingkan dalam urutan tertentu yang dimaksudkan untuk menyampaikan informasi atau menghasilkan respons estetik bagi pembacanya (McCloud, 1993:9). Hosking melihat definisi komik dari penggunaan balon kata untuk mewadahi pengungkapan verbalnya (1954:559). Jika mengacu pada definisi McCloud, maka komik yang hanya satu panel tidak dapat dikategorikan sebagai
1
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
2
komik karena sebuah panel tidak dapat membentuk rangkaian. Salah satu bentuk komik yang dapat menjembatani kedua argumen tadi yaitu bentuk comic strips. Dengan demikian, sebuah cerita bergambar dengan bentuk satu panel yang dialognya menggunakan balon kata, dapat diidentifikasi sebagai komik. Strip komik menurut terminologinya berarti potongan komik, lebih pendek dari komik biasa (“a short series of amusing drawings with a small amount of writing which is usually published in newspaper”, Cambridge 2003:239). Strip komik memuat cerita yang lebih sederhana dengan panel yang lebih sedikit, bahkan dapat dituangkan hanya dalam satu panel seperti strip komik Ally Sloper (1884) yang merupakan cikal bakal strip komik di Eropa (Savitri, 2006). Kemunculan strip komik ini cukup populer di harian-harian di berbagai negara. Bahkan di Belgia, ada tidaknya strip komik turut berpengaruh terhadap tiras sebuah harian (Baudart, n.d:59). Kepopuleran strip komik juga sampai ke Belanda. Saat ini strip komik yang sangat populer di Belanda yaitu Fokke & Sukke, yang muncul di harian ternama Belanda NRC Handelsblad. Fokke & Sukke memuat percakapan antara dua ekor unggas yang digambarkan dengan sangat unik. Komik ini hadir dalam bentuk komik kalender yang sarat dengan plesetan humor yang bersifat ironi atau menyindir. Komik kalender ini secara bersamaan menjadi sebuah media penanda waktu dan memberikan fungsi hiburan. Ketertarikan saya terhadap komik Fokke & Sukke pun mulai muncul ketika membaca edisi Fokke & Sukke Scheurkalender 2012 (Reid, Geleijnse & Van Tol, 2011). Komik kalender ini memuat kisah yang lebih sederhana dibanding komik Fokke & Sukke yang kerap kali muncul di halaman NRC Handelsblad yang sarat dengan konteks politik di Belanda. Komik kalender ini justru menghadirkan cerita seputar keseharian masyarakat Belanda dan terutama dalam tanggal-tanggal yang bertepatan dengan hari-hari besar tertentu, komik akan menggambarkan cerita yang mengandung unsur budaya hari raya tersebut. Meskipun terlihat sederhana, komik ini menghadirkan humor yang cerdas karena memerlukan pemaknaan yang mendalam. Seringkali yang diperlihatkan dalam judul, gambar, maupun dialog bukanlah makna yang sebenarnya. Oleh sebab itu pembaca perlu untuk Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
3
mendalami judul, gambar, dan dialog untuk menikmati unsur humor yang terkandung di dalamnya dan melihat bahwa ada hal lain yang disampaikan dalam cerita yang tentunya terkait dengan representasi budaya masyarakat Belanda. Kesederhanaan penggambaran dan pemaknaan yang mendalam serta sarat dengan representasi budaya Belanda inilah yang membuat saya tertarik untuk mengangkat komik-komik dalam Fokke & Sukke Scheurkalender 2012 ini sebagai bahan penelitian saya dalam skripsi ini.
1.2 Pembatasan Masalah Skripsi ini akan dibatasi pada gambaran budaya yang terdapat dalam Fokke & Sukke Scheurkalender 2012, secara khusus cerita yang terdapat pada tanggal harihari besar. Dengan mengamati kekhasan dari hari-hari besar di Belanda serta cara pandang Fokke & Sukke sebagai perwakilan suara masyarakat, pembaca dapat melihat representasi budaya masyarakat Belanda. Berikut permasalahan yang akan dibahas: 1. Bagaimana pandangan Fokke dan Sukke terhadap hari-hari besar di Belanda dalam komik kalender ini? 2. Bagaimana pandangan tersebut dikaitkan dengan keadaan sosial masyarakat Belanda?
1.3 Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut 1. Menemukan tanda-tanda budaya melalui judul, gambar, dan dialog dalam komik Fokke & Sukke Scheurkalender 2012. 2. Memaknai tanda-tanda sekaligus mengkaji pandangan Fokke dan Sukke mengenai hari besar tertentu di Belanda. 3. Merumuskan representasi budaya Belanda yang dihadirkan dalam pandangan Fokke dan Sukke.
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
4
1.4 Metode Penulisan Penelitian diawali dengan pembacaan Fokke & Sukke Scheurkalender 2012, terutama pada tanggal-tanggal yang terkait dengan hari raya atau peringatan tertentu. Langkah berikutnya adalah menyeleksi komik hari besar yang akan dianalisis, setelah itu menemukan tanda-tanda yang terdapat dalam komik yang ditempatkan pada tanggal hari-hari besar tertentu di Belanda. Langkah berikutnya, mendeskripsikan makna dari tanda-tanda yang dimunculkan dalam gambar dan kata yang ada dalam tiap bingkai cergam terkait. Gambar dan kata yang dimaknai terpisah tersebut selanjutnya disimpulkan sebagai kesatuan makna utuh. Melalui makna utuh inilah didapatkan cara pandang Fokke dan Sukke terhadap budaya hari besar. Cara pandang inilah yang selanjutnya dianggap sebagai representasi budaya Belanda saat ini.
1.5 Kebermaknawian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi studi budaya Belanda yang mengkaji cerita bergambar yang berbahasa Belanda.
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
BAB 2 KERANGKA TEORI
Bab 2 ini terdiri dari tiga bagian yang akan menjelaskan pendekatan terkait dengan penelitian skripsi ini. Bagian pertama berisi penjelasan mengenai komik sebagai suatu produk budaya dengan melihat pandangan dari John Lent (2007), Raphael de Keyser (2000) dalam Baudart (n.d), dan Lucy Caswell dalam USA Today (1995). Bagian yang kedua berisi tentang elemen-elemen yang terdapat dalam komik. Komik merupakan jenis karya sastra yang berbentuk narasi visual yang unsur ceritanya dibangun oleh dua medium utama yaitu ilustrasi dan teks. Kedua medium penyampai narasi visual dalam komik yang juga merupakan bagian dari tanda-tanda budaya, akan diteliti dalam skripsi ini. Bagian ketiga berisi pemaparan mengenai tanda-tanda budaya, dengan mengambil contoh beberapa komik dari Indonesia, Jepang, Amerika, dan Eropa. Ditutup dengan pemaparan mengenai teori pemaknaan tanda yang dikemukakan oleh Marcel Danesi (2004) yang didalamnya juga terdapat unsur triadik Peirce dan jenis interaksi tanda oleh Thwaites (2002).
2.1 Komik Lent (2007:1855) dalam sebuah artikel jurnal elektronik Comic Books and Comic Strips: A Bibliography of Scholarly Literature mengemukakan bahwa pada awalnya studi terhadap komik maupun strip komik surat kabar dianggap sebagai studi yang kurang berharga atau kurang ilmiah. Argumen ini diperkuat dengan sebuah riset di Amerika pada tahun 1940-an sampai dengan 1970-an yang menyatakan bahwa para psikolog, sosiolog, dan pendidik menganggap bahwa komik berbahaya bagi generasi muda dan perlu dihapus. Di sisi lain, ada pula yang sangat mendukung keberadaan komik, yaitu para penerjemah, kolektor, serta kartunis. Perubahan opini terhadap komik dimulai akhir tahun 1980-an ketika para akademisi tidak dapat lagi mengacuhkan pelebaran budaya pop dan pentingnya bagi kehidupan ekonomi dan gaya hidup. Di sisi lain, komik juga mengalami 5
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
6
pembaruan menjadi lebih mendidik dengan memasukkan unsur-unsur keindahan alur, tema, karakter, simbol, waktu, dan latar. Globalisasi juga turut berpengaruh dalam meningkatkan minat masyarakat terhadap komik. Kini, studi terhadap komik sudah banyak dilakukan oleh para akademisi. Berkembangnya minat untuk melakukan studi terhadap komik maupun strip komik1 surat kabar salah satunya disebabkan oleh cerita-cerita yang diangkat (secara khusus oleh strip komik surat kabar) berdasarkan hal-hal yang terjadi dalam masyarakat. Dalam bagian pengantar dari Strips, een evocatie van de Middeleeuwen, Rafaël De Keyser (2000) dalam Baudart (n.d) mengatakan bahwa strip komik merupakan sumber yang kaya untuk studi budaya. Seperti karya fiksi lainnya misalnya film atau karya sastra lain, komik diciptakan oleh orang tertentu untuk publik tertentu. Melalui media ini semua bentuk cara berpikir, menilai dan merasa, menggambarkan sesuatu, baik norma-norma maupun nilai yang dianut disampaikan menurut pengalaman kreator dan masyarakat sekitarnya (De Keyser, 2000 dalam Baudart, n.d). Dalam harian USA Today (1995:124) Lucy Caswell, seorang profesor jurnalistik dari Universitas Ohio yang juga merupakan kurator kartun, grafis, dan seni fotografi, menegaskan bahwa strip komik yang terdapat di koran terus merefleksikan hal-hal yang terjadi dalam masyarakat. Meskipun dipenuhi dengan satir terhadap kehidupan politik dan sosial, kebanyakan dari strip komik merefleksikan nilai-nilai umum yang dianut masyarakat serta berbagai perubahan sosial yang terjadi.
2.1.1 Komik sebagai Narasi Visual Strip komik di Eropa berawal dari broadsheet, yaitu teks yang dicetak pada selembar kertas dan disertai dengan ilustrasi ataupun tidak yang biasanya berisi propaganda agama, kekerasan politik, ataupun kritik sosial. Broadsheet merupakan induk dari munculnya kartun di dalam harian atau surat kabar yang berupa panel tunggal berisi lelucon berbentuk gambar (graphic joke) atau gambar yang bersifat lucu (humorous illustration). Broadsheet dikategorikan sebagai 1
Strip komik merupakan terminologi hasil terjemahan dari kata comic strips, istilah untuk komik singkat yang ada dalam surat kabar. Terminologi ini juga digunakan secara ilmiah dalam tesis FIB UI oleh Ayu Ida Savitri (2006). Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
7
cerita bergambar (picture story) yang kemudian disebut sebagai strip komik (Kunzle, 1973 dalam Meskin, 2007:1). Jika merujuk kepada Sabin (1996:15-25), maka komik yang dibukukan seperti Fokke & Sukke Scheurkalender 2012 disebut sebagai buku komik (comic book) atau yang lebih dikenal dengan komik (comic). Selanjutnya, terminologi yang akan digunakan dalam skripsi ini adalah komik. Komik merupakan sebuah bentuk narasi visual, yaitu narasi yang dilengkapi dengan gambar atau ilustrasi. Hoff (1982:20-23) menjelaskan bahwa bentuk narasi visual ini telah ada sejak zaman manusia Cro Magnon 2 yang menggunakan dinding gua untuk menggambarkan perburuan bison. Huruf alfabet yang kini digunakan kemungkinan juga berasal dari piktograf kuno. Hiroglif Mesir pun turut diperhitungkan sebagai narasi visual. Dalam tradisi Barat dapat ditemukan manuskrip zaman Gotik yang dibuat oleh biarawan abad pertengahan yang dilengkapi dengan ilustrasi yang detil dan dapat membuat siapapun yang melihatnya dapat mengerti meskipun tidak memiliki kemampuan bahasa Latin. Selain itu, Bayeux Tapestry, permadani yang menggambarkan tentang pergerakan pasukan William of the Conqueror3 dalam perjalanan pertempuran ke Hastings (http://www.bayeuxtapestry.org.uk), juga turut memperjelas bahwa sejarah seni sangat kaya dengan bentuk narasi visual.
Gambar 2.1 Narasi Visual Cro-Magnon pada Gua Lascaux di Prancis. 2
Manusia Cro-Magnon diperkirakan hidup 30.000 tahun lalu. Manusia ini memiliki tengkorak berbentuk kubah dan dahi yang lebar. Kapasitas tengkoraknya 1.600. cc, di atas rata-rata untuk manusia modern. Tengkoraknya memiliki tonjolan alis yang tebal dan tonjolan tulang di bagian belakang yang merupakan ciri manusia Neanderthal dan Homo erectus, dan dianggap ras Eropa. (Yahya, n.d) 3
William the Conqueror merupakan anak tak resmi dari bangsawan Duke Robert I of Normandy. Ia menjadi Raja Inggris dari tahun 1066-1087. Dia merupakan seorang pemimpin yang kuat. Ia memimpin pertempuran di Hastings, sempat mengalami kekalahan, namun pada akhirnya berhasil meraih kemenangan. (BBC History, 2012) Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
8
Gambar 2.2 Bagian potongan pertama dari Bayeux Tapestry.
Narasi visual merupakan bentuk narasi yang mengombinasikan gambar dan kata-kata. Bentuk narasi ini dapat membantu untuk memperjelas pemahaman (misalnya pada manuskrip Gotik). Rudolphe Töpffer (1845) dalam Perry (1967:16) juga menambahkan keterangan tentang superioritas cerita bergambar (atau narasi visual). Menurutnya cerita bergambar yang selama ini sering dikhawatirkan para pendidik justru memiliki daya tarik yang lebih dibanding dengan karya sastra lainnya, terutama untuk anak-anak dan masyarakat umum. Cerita bergambar memiliki keuntungan ganda: lebih ringkas dan jelas. Komik sebagai bentuk narasi visual yang populer, tentunya tidak dapat dilepaskan dari unsur naratif. Keraf (1994:138-139) membagi bentuk narasi menjadi dua: narasi ekspositoris dan narasi sugestif. Berikut perbedaan dari dua jenis narasi ini. Tabel 2.1 Perbedaan Narasi Ekspositoris dan Sugestif Narasi Ekspositoris memperluas pengetahuan. menyampaikan informasi mengenai suatu kejadian. didasarkan pada penalaran untuk mencapai kesepakatan rasional. bahasanya lebih condong ke bahasa informatif dengan titik berat pada penggunaan kata-kata denotatif.
Narasi Sugestif menyampaikan suatu makna atau amanat yang tersirat. menimbulkan daya khayal. penalaran hanya berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan makna, sehingga kalau perlu penalaran dapat dilanggar. bahasanya lebih condong ke bahasa figuratif dengan menitikberatkan penggunaan katakata konotatif.
Mengacu pada pembedaan yang diutarakan Keraf tersebut, maka Fokke & Sukke merupakan sebuah narasi sugestif yang bahasanya konotatif dengan makna yang tersirat sehingga perlu ditelusuri untuk mendapatkan makna yang sebenarnya. Hill Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
9
(1943:520-525) menyatakan bahwa komik telah menjadi bagian dari karya sastra populer dan merupakan bacaan aktual untuk studi bahasa. Bahasa yang digunakan dalam narasi visual komik disampaikan melalui dua medium, yaitu ilustrasi dan kata. Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai medium tersebut.
2.1.2 Ilustrasi Ilustrasi atau gambar di dalam komik merupakan bagian yang paling menarik untuk dicermati. Bahkan Claude Mitchell (1950) pernah melakukan sebuah studi untuk mencari tahu apakah para pembaca komik dan strip komik benar-benar membaca dan memahami semua kata. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak semua kata dimengerti oleh pembaca karena pembaca lebih fokus pada gambar sehingga cenderung mengabaikan teks. Nyberg (1998) dalam Newcomb (2011:11) menyatakan bahwa jika pembaca mengacuhkan teks dan hanya membaca cepat bagian dialognya, cerita yang ditangkap akan berbeda. Mengingat bahwa pesan dari cerita didapatkan dari jalinan antara teks narasi dan panel-panel gambar. Meskipun gambar memiliki kelebihan untuk menarik mata pembaca dibanding teks, keduanya tidak dapat dipisahkan karena bersama-sama membangun cerita. Selain dalam komik, ilustrasi dapat ditemukan pula pada buku anak. Pada buku anak, ilustrasi juga memiliki peran dan fungsi tertentu. Ilustrasi dalam buku cerita anak maupun remaja biasanya dibuat oleh ilustrator. Ilustrasi yang dibuat oleh ilustrator tersebut merupakan visualisasi dari pengalamannya membaca karya tersebut, meski terkadang ilustrasi yang ada tidak sesuai dengan yang diharapkan penulis. Oleh sebab itu, beberapa penulis seperti Janosch, Tonke Dragt, atau Joke van Leeuwen membuat sendiri ilustrasi untuk buku mereka, guna menghindari adanya gangguan komunikasi antara pembaca dan penulis. Di sisi lain, Fiep Westendorp (ilustrator buku cerita anak karya Annie M.G. Schmidt) menyatakan bahwa ilustrator tidak harus menggambarkan ilustrasi dengan benarbenar tepat karena anak-anak suka mengembangkan imajinasinya sendiri (Ghesquiere, 2007:47). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ilustrasi dalam Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
10
buku cerita anak dan remaja berfungsi sebagai media komunikasi antara penulis dan pembaca sekaligus media pengembang imajinasi. Fungsi tersebut hadir pula dalam komik. McCloud (1994:43) menambahkan bahwa ilustrasi atau gambar dalam komik merupakan sebuah icon4 yang dihidupkan oleh gagasan atau konsep dari otak manusia. Selain itu juga, kedetilan penggambaran ilustrasi berpengaruh terhadap penerimaan pembaca terhadap suatu cerita. Penggambaran wajah manusia yang terlalu realistis justru akhirnya menghasilkan jarak antara gambar dan pembaca, gambar tersebut tidak memenuhi konsep atau gagasan yang dimiliki pembaca sehingga pembaca melihatnya sebagai “orang lain”. Dengan penggambaran wajah yang disederhanakan dari bentuk realistis, pembaca dapat menghidupkan gagasan atau yang ada dalam kepalanya sehingga ia dapat melihat gambar tersebut sebagai “cerita dirinya”. Penggambaran sederhana ini disebut juga sebagai kartun.
Gambar 2.3 Dua jenis ilustrasi pada komik: lebih realis (kiri) dan lebih sederhana (kanan).
Dalam kartun Fokke & Sukke dihadirkan bebek dan burung kenari yang jauh dari penggambaran sebenarnya dalam dunia nyata (Gambar 2.4). Dengan penggambaran yang seperti itu pembaca diharapkan untuk lebih aktif dalam menghidupkan konsep dalam alam pikirnya dan selanjutnya memahami kartunkartun tersebut. Seiring dengan perkembangan zaman, pembaca merasa wajar dengan kehadiran imaji bebek dan burung kenari tersebut dan pembaca dapat
4
“an image, figure, representation” (Webster, 1996) Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
11
memaklumi ilustrasi hewan yang tampak seperti manusia, hidup di antara manusia, berpakaian seperti manusia, bahkan memiliki bentuk alat kelamin seperti manusia (Gambar 2.5). Sebagaimana seperti yang dikatakan oleh Van der Pol bahwa tokoh-tokoh di dalam cerita bergambar memang tidak selalu harus berwujud manusia, juga seringkali ditemukan yang berupa hewan-hewan antropomorf (2010:69). Hewan-hewan yang berperilaku seperti manusia ini justru memberikan kebebasan penuh kepada komikus untuk menjangkau berbagai usia, gender, etnisitas, atau status sosial (Nicolajeva & Scott, 2001 dalam Van der Pol 2010:69).
Bebek
Burung Kenari
Fokke dan Sukke
Gambar 2.4 Gambar bebek dan burung kenari dalam dunia nyata (kiri) dan dalam kartun Fokke & Sukke (kanan).
Memiliki ekspresi wajah
Dapat memegang kertas atau membaca
Memakai kacamata
Memiliki lengan dan jari
Memakai jas dan dasi
Gambar 2.5 Bebek dan kenari yang dimanusiakan sebagai tokoh Fokke & Sukke.
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
12
Meskipun kedua kartun burung ini terbilang aneh dengan bentuknya yang dimanusiakan, namun pembaca tetap dapat menerima dan memahami pola pikir mereka.
2.1.3 Teks Hayman dan Pratt (2005) dalam Meskin (2007) menunjukkan teks di dalam komik dapat dimunculkan dalam bentuk-bentuk berikut.
1. Balon kata, yaitu teks yang merupakan tuturan berupa kalimat langsung tokoh dalam cerita.
Gambar 2.6 Contoh balon kata dalam komik Kuifje.
2. Pengantar, yaitu teks di luar panel, bukan berupa dialog dan mengantar pembaca memasuki cerita. Pengantar narasi ini dapat dituturkan oleh salah satu karakter atau narator di luar cerita.
Gambar 2.7 Contoh kata pengantar dalam komik Kuifje.
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
13
3. Efek suara, yaitu teks yang fungsinya menciptakan efek suara pada suatu kejadian atau objek. Efek suara ini terdapat di dalam panel dan diletakkan dekat dengan objek yang bersuara dan ukurannya dapat menunjukkan volume suara.
Gambar 2.8 Contoh teks efek suara dalam Kuifje.
4. Gambar teks, yaitu teks tulisan yang berada di dalam panel yang merupakan bagian dari gambar.
Gambar 2.9 Contoh gambar kata berupa aksara Cina dalam komik Kuifje.
Baudart (n.d:62) memperlihatkan tempat teks dalam komik, khususnya dialog. Pertama, teks ditempatkan di bagian bawah gambar, seperti dalam cerita bergambar pada abad ke-19 di Eropa. Kedua, penempatan teks dalam balon teks, yang baru populer di akhir abad ke-19 di Amerika dan kemudian menyebar ke Eropa. Tinggi balon teks biasanya 6-7 cm dengan lebar 20 cm, sedangkan untuk penempatan teks di bawah biasanya sedikit lebih tinggi dari balon kata namun lebarnya lebih sedikit dibanding balon kata.
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
14
Gambar 2.10 Contoh komik dengan balon teks di bawah gambar dalam Cartoon Stock.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa ada berbagai bentuk kemunculan teks dalam komik yang membangun cerita. Apapun bentuk teks tersebut selama ada kesinambungan ilustrasi dengan kata, maka akan menciptakan kejelasan cerita yang dapat dinikmati oleh pembaca.
2.2 Tanda-tanda Budaya dalam Komik Komik merupakan sebuah karya sastra populer yang juga merefleksikan budaya populer. Yang dimaksud budaya dalam cultural studies menurut Storey (2007:2) adalah yang lebih bersifat politis (sebagai ranah konflik dan pergumulan) dan bukan bersifat estetis. Objek yang dikaji dalam pengertian yang politis ini yaitu teks dan praktik hidup sehari-hari (2007:2). Komik sebagai teks narasi dengan kalimat yang terbatas dan ruang cerita yang sedikit pun mengandung tanda-tanda budaya (praktik hidup sehari-hari) yang dikemas dalam bahasa gambar dan kata. Berikut ini beberapa contoh tanda budaya yang muncul dalam beberapa komik populer.
1. Komik Indonesia Salah satu komik Indonesia yang sarat dengan representasi budaya lokal Indonesia yaitu Garudayana, yang dikreasikan oleh Is Yuniarto (duniaku.net) dalam sumber dikatakan bahwa komik hitam-putih ini beredar pada tahun 2009 dan diterbitkan oleh M&C! PT. Gramedia. Judul komik ini diangkat dari kata Garuda dan Yana, inspirasinya dari Ramayana. Komikus memahami arti Ramayana adalah Cerita Rama atau The Tale of Rama sehingga ia mencoba bereksperimen dengan Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
15
membuat sebuah epik atau cerita baru dengan karakter sentral Garuda, karena Garuda dikenali oleh masyarakat Indonesia pada umumnya. Jadi dengan demikian komik ini akhirnya diberi judul Garudayana (2009), The Tale of Garuda, atau Hikayat Garuda. Latar cerita dalam Garudayana adalah Mahabarata, namun tidak menggunakan latar waktu yang pakem dari Mahabarata. Komikus mencoba mengkisahkan wayang Mahabarata dengan sudut pandang baru dengan menambah karakter baru, yaitu tokoh utama perempuan bernama Kinara. Sebenarnya tokoh utama dalam komik ini adalah Garuda, namun dalam volume pertama Kinara-lah yang mempunyai peran besar dalam menemukan telur Garuda. Komikus menambahkan tokoh Kinara ini karena menurutnya kisah Mahabarata terlalu didominasi tokoh-tokoh pria. Meskipun demikian, ditampilkan juga tokoh-tokoh Mahabarata lainnya, seperti Gatotkaca, Arjuna, Pandawa dan Kurawa (oase.kompas.com). Nama-nama tokoh dalam komik ini merupakan tanda budaya, secara khusus merepresentasikan budaya perwayangan di Indonesia. Meski memiliki pakem cerita yang sama dengan kisah epos Mahabrata dan Ramayana, komik ini juga mengandung tanda-tanda budaya yang tidak konkrit yang berupa nilai-nilai kebajikan yang disampaikan dengan lebih ekspresif melalui penambahan unsur humor di dalamnya.
Kostum khas Gatot Kaca
Tokoh perwayangan khas Indonesia
Gambar 2.11 Cuplikan komik Garudayana dengan tanda budaya Indonesia.
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
16
2. Komik Jepang Komik Jepang yang popularitasnya bertahan cukup lama di Indonesia, yaitu komik Doraemon. Komik ini mengisahkan persahabatan antara robot kucing yang canggih (Doraemon) dan seorang anak lelaki yang pemalas (Nobita). Komik ini memuat unsur kebudayaan Jepang, sehingga pada tahun 2008 lalu, sang tokoh utama yaitu Doraemon, dinobatkan menjadi Duta Kebudayaan Animasi Jepang (Kompas, Selasa, 17 Juni 2008). Dalam sumber yang sama dikatakan bahwa Yukari Kaje, atase kebudayaan Jepang untuk Indonesia menyatakan bahwa dalam film animasi Doraemon kita bisa melihat berbagai kebudayaan Jepang, cara berpikir orang Jepang, serta keseharian orang Jepang itu sendiri. Salah satu bentuk tanda budaya konkrit yang terlihat dalam komik Doraemon adalah dorayaki (makanan kesukaan Doraemon dengan bentuk seperti kue apem atau serabi yang berisi kacang merah). Gerak-gerik yang dihadirkan dalam komik ini antara lain cara duduk ala Jepang dengan posisi bersimpuh dan kaki menghadap ke belakang juga memperlihatkan tanda budaya Jepang. Latar tempat juga merepresentasikan budaya Jepang, seperti rumah Nobita: kamar Nobita digambarkan tidak begitu luas, dengan sedikit perabot dan tanpa tempat tidur. Hal ini juga merupakan tradisi dari masyarakat Jepang yang biasa tidur dengan kasur lipat. Kasur lipat ini harus dirapikan dan disimpan kembali di dalam lemari jika tidak digunakan. Pembagian ruang dalam rumah Nobita juga sangat “Jepang”: setiap ruangan berdinding kertas dan dipisahkan dengan pintu dan jendela geser.
Selain itu setelah pintu masuk terdapat ruangan kecil tempat
melepas alas kaki dari luar rumah dan memakai sandal rumah. Dalam budaya Jepang, kebiasaan ini ditujukan untuk menjaga alas rumah yang terbuat dari tikar rumput (tatami) agar tidak mudah rusak.
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
17
Hubungan orangtua dan anak Persahabatan
Gambar 2.12 Cuplikan komik Doraemon dengan tanda budaya Jepang
Selain hal-hal konkrit yang menandai budaya, komik Doraemon juga sarat dengan nilai-nilai moral Jepang: kedekatan hubungan orangtua dan anak, keluhuran nilai persahabatan, pentingnya kejujuran, kesetiaan, dan tolong menolong.
3. Komik Amerika Montclair Art Museum mengadakan pameran bertajuk “Reflecting Culture: The Evolution of American Comic Book Superheroes” pada 14 Juli 2007-13 Januari 2008. Pameran ini menelusuri jejak-jejak budaya dalam komik Amerika yang ternyata mencerminkan peristiwa nasional, aspirasi, dan sikap bangsa Amerika. Para pahlawan super yang lazim muncul dalam komik Amerika digambarkan sebagai bangsa Amerika yang unggul dan selalu berjuang melawan kekuatan jahat dan korupsi korporasi. Hal itu tampak dalam komik Superman (1938), Batman (1939), dan Captain America (1941) seperti yang dijelaskan dalam Guide to Marvel Comics (Lavin, 1998). Berbagai tanda budaya konkrit maupun abstrak ditampilkan dalam komik superhero ini. Penamaan tokoh “Superman” merupakan sebuah tanda budaya yang identik dengan Amerika sebagai negara “super power”. Komik ini juga merepresentasikan suasana jurnalistik di Amerika dengan tokoh Clark Kent yang berprofesi sebagai jurnalis dalam kesehariannya. Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
18
Captain America merupakan kisah tentang seorang tentara Amerika yang diberi serum khusus agar dapat berperang dengan tangguh, ia menjadi sangat kuat dan mendapat misi khusus untuk menyerang Nazi. Dalam komik Captain America ini terdapat tanda budaya konkrit yang dihadirkan melalui kostum yang dihadirkan dengan nuansa warna bendera Amerika. Batman merupakan kisah tentang Bruce Wayne yang kehilangan orangtuanya sejak kecil karena tindak kejahatan yang terjadi di gang-gang gelap di Gotham City. Wayne merupakan seorang yang kaya raya dan ketika dewasa ia memerangi kejahatan agar hal yang pernah tertimpa pada kedua orangtuanya tidak terjadi lagi. Dalam komik ini ditampilkan sosok pahlawan dengan latar belakang keluarga kaya. Orang kaya yang berusaha untuk menyelamatkan kota dari segala tindak kejahatan ini merepresentasikan negara Amerika yang kaya dan memerangi kejahatan. Penamaan tokoh, kostum, latar tempat, serta nilai-nilai yang dikandung dalam komik pahlawan super ini jelas-jelas memperkuat wacana tentang kekuasaan dan “kebaikan” dalam masyarakat Amerika.
Varian warna merah dan biru seperti bendera Amerika
Mengusung bendera Amerika
Gambar 2.13 Contoh tokoh-tokoh pahlawan super yang mengusung tanda budaya “super” ala Amerika
4. Komik Eropa Salah satu contoh komik yang cukup terkenal dan mengandung berbagai tanda budaya Eropa, yaitu komik Asterix&Obelix yang berasal dari Prancis. Penamaan kedua tokoh ini merupakanan sebuah tanda budaya konkrit yang berasal dari kata asterisk dan obelisk. Asterix dan Obelix merupakan dua sosok manusia dengan Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
19
kekuatan super yang berusaha mempertahankan desa mereka, Galia (Italia), dari serangan bangsa Romawi. Tidak hanya kedua tokoh ini yang berjuang mempertahankan desa mereka dari tangan Julius Caesar, dalam komik ini juga diceritakan perjuangan beberapa desa lainnya dan kedua tokoh ini juga kerap kali diminta untuk menolong mereka. Komik ini diciptakan oleh Rene Gosciny dan desainer Albert Uderzo pada tahun 1959. Seperti dilansir dalam sebuah situs blog yang ditulis oleh penggemar Asterix&Obelix, terdapat banyak referensi sejarah dan kehadiran stereotip bangsa Eropa dalam komik ini yang membantu pembaca untuk memahami budaya dan sejarah Eropa. Salah satu contohnya adalah representasi masyarakat Inggris yang ditampilkan dalam Asterix Chez Les Bretons (Asterix in Britain). Asterix pergi ke Inggris atas undangan sepupunya yang meminta ramuan ajaib. Dalam komik tersebut ditemukan berbagai stereotip orang Inggris yang sangat teguh memegang disiplin waktu: mereka beristirahat dan minum bersama setiap pukul 5 sore, sehingga saat berperang dengan pasukan Romawi pun mereka menghentikan peperangan pada pukul 5 sore. Sifat gentleman orang Inggris yang taat pada tata krama juga dihadirkan dalam komik ini, seperti cara berbicara orang Inggris yang selalu santun.
Posisi badan dengan manner ala Inggris
Gambar 2.14 Cuplikan stereotipe orang Inggris yang dihadirkan dalam komik Asterix in Britain.
Dari berbagai contoh tanda budaya yang hadir dalam komik, dapat disimpulkan bahwa tanda budaya dalam komik dapat dihadirkan secara konkrit maupun tidak konkrit dalam wujud kostum, makanan, latar, nama tokoh, dialog, dan tindakan. Wujud tanda budaya inilah yang juga akan dicari dalam komik kalender Fokke & Sukke Scheurkalender 2012 melalui ilustrasi dan teksnya.
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
20
2.3
Pemaknaan Tanda-Tanda Budaya
Tanda budaya dalam komik tentunya merepresentasikan budaya asal komik tersebut, demikian halnya dengan komik kalender Fokke & Sukke Scheurkalender 2012. Pemaknaan terhadap tanda-tanda budaya yang muncul dalam komik tersebut akan dilakukan dengan menggunakan pendekatan dari Charles Peirce dalam Danesi (2004). Pendekatan ini menjadi landasan untuk menginterpretasi tanda dan menemukan bentuk representasi budaya. Tanda adalah segala sesuatu, dapat berupa warna, isyarat, kedipan mata, objek, rumus matematika, dan lain-lain yang merepresentasikan sesuatu yang lain selain dirinya. Hal yang dirujuk oleh tanda dikenal sebagai referen dan citraan dari tanda tersebut disebut konsep. Tanda merujuk kepada sesuatu dan manusia yang melihat sebuah tanda, memiliki konsep mengenai rujukan tersebut dalam pikirannya. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa tanda merupakan sesuatu yang merepresentasikan seseorang atau sesuatu yang lain dalam kapasitas dan pandangan tertentu (Danesi, 2004:7-10). Peirce (dalam Danesi, 2004) memandang tanda sebagai struktur triadik, terdiri atas tiga dimensi: representamen (tanda), objek (konsep, benda, gagasan, dst), dan interpretan (makna yang diperoleh dari sebuah tanda). Struktur triadik tersebut digambarkan sebagai berikut. Representamen (X)
Objek (Y)
Interpretan (X=Y) Gambar 2.15 Segitiga Peirce
Segitiga tersebut memperlihatkan bahwa dalam dimensi vertikal, sebuah objek terkait dengan tanda, sedangkan dalam dimensi horizontal sebuah objek terkait dengan interpretan. Unsur triadik ini juga menggambarkan proses neurobiologis pemaknaan: representamen diserap indera diolah berdasarkan Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
21
pengetahuan manusia dalam bentuk objek manusia memaknai/menafsirkan dalam bentuk interpretan (37-38). Berikut contohnya dalam tabel. Tabel 2.2 Contoh proses neurobiologis pemaknaan Representamen Kata: feestdagen Gambar: pohon Natal
Objek Hari raya pohon cemara dengan hiasan warna-warni
Interpretan Liburan - hari raya orang Kristen - liburan, kue, kado
Menurut Danesi dan Peron (2004:24-25), sebuah tanda diinterpretasi dalam tiga tahap: semiosis (kemampuan otak untuk memproduksi dan memahami tanda), representasi (penggunaan tanda untuk menghubungkan, menggambarkan, memotret, atau mereproduksi sesuatu yang dilihat, diindera, dibayangkan, atau dirasakan dalam bentuk fisik tertentu), dan signifikasi kultural (tahap produksi dan interpretasi tanda untuk memahami segala sesuatu berdasarkan konteks tertentu). Proses interpretasi tersebut menghubungkan tubuh, pikiran, dan kebudayaan sebagai sarana untuk memproduksi dan memaknai tanda. Dengan demikian dari kedua pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa proses pemaknaan suatu tanda meliputi proses semiosis yang terjadi di tubuh, proses representasi di pikiran, dan proses signifikasi kultural di budaya. Proses interpretasi juga terkait dengan penandaan. Jenis penandaan dapat menghasilkan pemaknaan tertentu. Thwaites (2002) mengungkapkan bahwa tanda budaya dapat berasosiasi atau menggantikan tanda lain dalam cara yang kompleks. Ia membagi jenis-jenis interaksi dalam tanda-tanda budaya menjadi tiga bagian yaitu metafora, metonimi, konotasi dan denotasi. Metafora adalah proses interaksi tanda yang berupa perbandingan secara implisit atau eksplisit terhadap sebuah tanda. Metafora membentuk sebuah preposisi: X dan Y memiliki paradigma yang sama sehingga keduanya dapat dikatakan ekivalen. Contoh: matahari dimetaforkan sebagai raja siang. Metonimi adalah proses interaksi tanda yang berupa asosiasi makna. Sebuah tanda berasosiasi dengan tanda lainnya yg merujuk kepada sebagian, keseluruhan, sebuah fungsi, atau sebuah konsep terkait. Contoh: tanda tangan
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
22
merujuk kepada pemiliknya. Stereotipe juga bersifat metonimi, misalnya karakteristik seseorang dinilai sebagai karakteristik sebuah kelompok. Konotasi dan denotasi menurut Barthes (1977) merupakan dua jenis penandaan yang disebut dengan first order (denotasi) dan second order (konotasi). Denotasi yaitu sesuatu yang dapat didefinisikan secara harafiah, nyata, jelas, dan umum. Dalam studi linguistik, makna denotatif dapat diperoleh di dalam kamus dan merupakan representasi visual yang diterima dan dimaknai sama dalam setiap kebudayaan. (Panofsky, 1970:51-3 dalam Chandler, 2008). Konotasi adalah sesuatu yang merujuk kepada sosiokultural dan asosiasi personal yang terkait dengan ideologi, emosi, kelas, usia, gender, dan etnisitas (Chandler, 2008). Metafora dan metonimi juga merupakan bagian dari bentuk interaksi konotasi dengan spesifikasinya masing-masing.
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
BAB 3 ANALISIS DAN PEMAKNAAN TANDA-TANDA DALAM KOMIK FOKKE & SUKKE SCHEURKALENDER 2012 Dalam bab ini akan dilakukan analisis dan pemaknaan tanda-tanda di dalam komik Fokke & Sukke Scheurkalender 2012, khususnya komik yang terbit pada tanggal-tanggal tertentu (hari besar). Hari besar tertentu yang dimaksud adalah hari-hari yang diperingati dengan perayaan khusus dan tidak setiap hari besar merupakan hari libur nasional. Secara umum, hari besar di Belanda terbagi menjadi tiga kategori, yaitu hari besar keagamaan, hari besar kenegaraan, dan hari besar terkait tradisi tertentu. Berikut ini tabel daftar hari besar di Belanda pada tahun 2012 menurut situs www.kalender-365.nl. Tabel 3.1 Daftar Hari Besar (feestdagen) di Belanda tahun 2012 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tanggal 1 Januari 6 Januari 14 Februari 19 Februari 5 April 6 April 8-9 April 30 April 1 Mei 4 Mei
11 12 13
5 Mei 13 Mei 17 Mei
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
27-28 Mei 17 Juni 19 Agustus 18 September 4 Oktober 31 Oktober 11 November 5 Desember 25-26 Desember 31 Desember
Nama Hari Besar Nieuwjaarsdag (Tahun Baru) Drie Koningen (Peringatan Tiga Raja) Valentijnsdag (Hari Kasih Sayang) Carnaval (Karnaval) Wittedonderdag (Kamis Putih) Goedevrijdag (Jumat Agung) Paasdag (Paskah) Koninginnedag (Hari Ratu) Dag van de Arbeid (Hari Buruh) Dodenherdenking (Peringatan Mengenang Korban PD II) Bevrijdingsdag (Hari Pembebasan) Moederdag (Hari Ibu) Hemelvaartsdag (Hari Kenaikan Yesus Kristus) Pinksterdag (Hari Pentakosta) Vaderdag (Hari Ayah) Suikerfeest (Hari Raya Idul Fitri) Prinsjesdag (Pembukaan Sidang Parlemen) Dierendag (Hari Hewan) Halloween Sint Maarten (Peringatan Santo Martin) Sinterklaasfeest (Perayaan Sinterklas) Kerstdag (Natal) Oudejaarsdag (Tutup Tahun)
23
Kategori Tradisi Agama Tradisi Tradisi Agama Agama Agama Negara Negara Negara Negara Tradisi Agama Agama Tradisi Agama Islam Negara Tradisi Tradisi Tradisi Tradisi Agama Tradisi
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
24
Berikut adalah tabel hari-hari raya yang akan dianalisis dalam skripsi ini. Tabel 3.2 Daftar Hari Besar di Belanda yang menjadi Data Analisis No Hari Besar 1 Oud en-Nieuwjaarsdag (Tutup tahun dan Tahun Baru) 2 Drie Koningen* (Peringatan Tiga Raja) 3 Goedevrijdag (Jumat Agung) 4 Paasdag (Paskah) 5 Koninginnedag (Hari Ratu) 6 Dag van de Arbeid (hari Buruh) 7 Dodenherdenking (Peringatan Mengenang Korban PD II) 8 Bevrijdingsdag (Hari Pembebasan) 9 Hemelvaartsdag (Hari Kenaikan Yesus Kristus) 10 Prinsjesdag (Pembukaan Sidang Parlemen) 11 Sinterklaasfeest* (Perayaan Sinterklas) 12 Kerstdag (Natal)
Tanggal 31 Desember dan 1 Januari 6 Januari
Agama
6 April 8 April 30 April 1 Mei 4 Mei
Tradisi
5 Mei 17 Mei
Negara
18 September 5 Desember
25-26 Desember
*dua hari besar ini pada awalnya merupakan hari besar yang terkait agama namun mengalami pergeseran sehingga sekarang orang lebih mengenalnya sebagai hari besar tradisi.
Seleksi hari besar tersebut didasarkan pada saratnya muatan tanda budaya yang ada dalam komik. Hari besar yang telah dipilih tersebut akan dianalisis dengan cara kerja sebagai berikut. Langkah pertama, diberikan penjelasan mengenai latar belakang setiap hari besar untuk mengetahui tradisi dan/atau kebiasaan yang dilakukan terkait dengan perayaan hari besar tertentu di Belanda. Langkah kedua, komik dianalisis menurut pendekatan Peirce dengan menentukan representamen, objek, dan interpretannya. Representamen dalam penelitian ini didapatkan dari judul, gambar, dan dialog yang merupakan elemen pembangun narasi visual komik. Dalam setiap elemen akan dicari tanda budayanya, yang selanjutnya akan dihubungkan dengan objek. Objek yang dimaksudkan adalah enam belas hari besar di Belanda yang telah diseleksi (Tabel 3.2).
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
25
Langkah ketiga, representamen yang dihubungkan dengan objek dan menghasilkan interpretasi tersebut akan dimaknai dan untuk melihat apakah interpretasi yang muncul tersebut setia dengan wacananya (makna denotatif) atau tidak (makna konotatif). Langkah keempat, keutuhan pemahaman yang dibangun tersebut menjadi alat untuk melihat representasi budaya Belanda. Dengan demikian, segitiga Peirce dalam penelitian ini akan bekerja dengan cara berikut. Judul, dialog, gambar tanda budaya (X)
Hari Besar (Y)
Representasi budaya (X=Y)
Gambar 3.1 Penerapan Segitiga Peirce
Sebelum melakukan analisis, berikut diberikan penjelasan terkait keistimewaan dan keunikan komik Fokke & Sukke. 3.1 Analisis dan Pemaknaan Tanda pada Hari Besar Keagamaan dalam Fokke & Sukke Scheurkalender 2012 Hari besar keagamaan di Belanda sebagian besar merupakan hari besar agama Kristen yang terkait dengan kelahiran (Kerstdag), kematian (Goede Vrijdag), kebangkitan (Paasdag) dan kenaikan Yesus Kristus (Hemelvaartsdag). Berikut ini analisis dan pemaknaan hari besar keagamaan tersebut secara kronologis berdasarkan urutannya dalam kalender.
3.1.1 Goede Vrijdag (6 April 2012) Jumat Agung merupakan peristiwa peringatan penyaliban Yesus Kristus. Nama Goedevrijdag berasal dari kata God’s Vrijdag, sama halnya dengan kata Goodbye yang berasal dari God be with ye (Katski, 2012). Salah satu tradisi pada masa Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
26
Paskah di Belanda yaitu untuk memainkan oratorium komposisi Johan Sebastian Bach yang berjudul Matthäus Passion yang mengisahkan penderitaan dan kematian Yesus Kristus (jefdejager.nl). Oratorium ini untuk pertama kalinya dimainkan di Tomaskirche di Leipzig, Jerman pada tahun 1727 dan mulai dimainkan di Belanda pada tahun 1870. Di Belanda, oratorium ini dimainkan dengan instrumen otentik mengikuti partitur asli di kota Naarden dan dimainkan dengan improvisasi instrumen di Gedung Konser di Amsterdam, Concertgebouw van Amsterdam. Dalam siaran NOS pada 6 April 2012 juga dikatakan bahwa Matthäus Passion menjadi sebuah tradisi tahunan dalam memperingati Goede Vrijdag di Belanda yang juga dihadiri oleh Perdana Menteri Rutte.
Gambar 3.2 Fokke dan Sukke hari ini pergi bekerja seperti biasanya. Fokke (F): “Selamat hari Jumat Agung, Sukke!” Sukke(S): “Selamat hari Jumat, Fokke!”
Judul terdiri atas 5 kata: gingen, vandaag, gewoon, lekker, werken. Dari kelima kata tersebut tidak ada yang secara langsung merujuk kepada hari besar Jumat Agung. Gingen menunjukkan bahwa mereka telah melakukan sesuatu, karena kata gingen merupakan bentuk lampau dari kata gaan [gaan] yang dalam memiliki 16 makna (Van Dale Nederlands Software, 2008). Kata gaan memiliki banyak makna karena terkombinasi dengan berbagai kata dalam beberapa idiom. Dalam judul ini, kata gingen tidak terpisah dengan kata werken (bekerja) yang dalam kesatuannya berarti pergi bekerja. Vandaag (hari ini) merujuk kepada latar Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
27
waktu di dalam komik kalender yaitu hari Jumat tanggal 6 April ataupun merujuk kepada ‘hari itu’ sebagai ‘hari besar Jumat Agung’. Dalam Moeimam (2008:374), gewoon memiliki arti: (1) biasa, (2) terbiasa. Kata ini memperlihatkan sesuatu yang normal dan tidak spesial. Lekker berarti enak, harum, lezat, menyenangkan (Moeimam, 2008:575). Kata gewoon dan lekker menunjukkan dua hal yang agak kontras yaitu sesuatu yang dianggap biasa saja dan tidak spesial namun dianggap menyenangkan oleh Fokke dan Sukke. Jika dilihat dalam kesatuan kalimat maka judul ini mengandung makna: Fokke dan Sukke pada hari ini bekerja seperti biasanya dan mereka menikmatinya. Hari ini merupakan hari Jumat yang bertepatan dengan hari besar Jumat Agung. Dalam kalender Belanda, hari Jumat Agung terhitung sebagai hari libur resmi nasional. Namun, dalam judul ini justru Fokke dan Sukke terlihat bekerja seperti biasa dan mereka menikmatinya. Barangkali ini menjadi salah satu bentuk ketidakpedulian mereka terhadap hari besar Jumat Agung. Dalam gambar semakin terlihat jelas ekspresi wajah kedua tokoh ini yang memang menikmati bekerja di hari Jumat Agung atau hari libur ini. Latar tempat yang dihadirkan dalam gambar yaitu suasana kantor dengan meja kerja yang di atasnya terdapat layar monitor dan keyboard komputer, sebuah lemari arsip, dan sebuah coat hanger (tempat menggantung mantel). Fokke tampak baru tiba di tempat kerjanya karena ia terlihat baru akan menggantung mantelnya dan Sukke sudah lebih dulu duduk di meja kerja. Tempat menggantung mantel ini merupakan sebuah perlengkapan yang lazim ditemukan di rumah, kantor, restoran atau di berbagai ruangan lainnya di Belanda. Temperatur suhu rata-rata di Belanda pada bulan April yaitu 4-13oC dengan durasi sinar matahari rata-rata hanya 5 jam sehari (www.klimaatinfo.nl). Dengan suhu seperti itu, sudah menjadi kebiasaan masyarakat Belanda untuk menggunakan pakaian berlapis seperti yang dikenakan Fokke dan Sukke dalam komik ini, yaitu busana kerja (kemeja dan dasi) berlapis baju hangat (sweater) dan dengan mengenakan mantel. Dalam gambar di komik ini terdapat tanda budaya konkrit yang berupa penggambaran tempat menggantung mantel dan pakaian berlapis yang dikenakan Fokke dan Sukke,
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
28
namun tidak ada tanda-tanda budaya yang secara langsung merujuk kepada hari besar Jumat Agung. Momen Goede Vrijdag atau Jumat Agung ini baru dimunculkan dalam dialog melalui kata goedesvrijdags yang diucapkan sebagai salam oleh Fokke dan Sukke. Namun penempatan kata ini sendiri bermakna ganda: pertama, sebagai ucapan selamat hari Goede Vrijdag (makna denotatif); kedua, sebagai ucapan biasa seperti sapaan goedemorgen (selamat pagi) –yang ‘diplesetkan’ menjadi goedesvrijdags karena hari ini hari Jumat– yang biasa diucapkan ketika orang bertemu dengan rekan kerja di kantor (makna konotatif). Makna yang pertama (makna denotatif) muncul karena latar waktu komik yang memang bertepatan dengan hari besar Jumat Agung, namun aktivitas bekerja yang mereka lakukan seperti biasa inilah yang memunculkan makna kedua (makna konotatif). Tanda budaya konkrit yang dimunculkan dalam dialog ini yaitu kebiasaan memberikan salam saat bertemu dengan kolega atau teman. Mencermati kesatuan gambar, judul, dan dialog, dalam komik ini tidak terdapat tanda-tanda budaya yang ditampilkan yang terkait langsung dengan objek hari besar Jumat Agung. Berikut ringkasannya dalam tabel. Representamen Gingen vandaag gewoon Judul lekker werken. ekspresi senang di ruangan Gambar kantor
Objek
Goede Vrijdag Dialog
“Goedesvrijdags!”
Interpretan mereka tetap bekerja di hari libur Jumat Agung mereka menikmati bekerja di hari libur 1. ucapan pada hari raya Jumat Agung (makna denotatif) 2. salam biasa yang mengatakan bahwa hari ini adalah hari Jumat yang baik seperti biasanya (makna konotatif)
Dilihat dari judul dan gambar yang saling mendukung pernyataan bahwa Fokke dan Sukke menikmati bekerja di hari libur Jumat Agung, nampaknya makna dialog yang tepat adalah yang kedua yaitu bahwa ucapan “goedesvrijdag!” menjadi sebuah ucapan fatis berupa salam untuk mengawali hari Jumat yang baik Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
29
(goede vrijdag) dan bukan ucapan selamat hari Jumat Agung (Goede vrijdag). Dalam komik ini diperlihatkan bagaimana sikap Fokke dan Sukke yang tidak peduli akan hari besar keagamaan ini. Hal ini senada dengan kondisi masyarakat Belanda saat ini: Kristen seolah-olah sudah mati (Duke, 2009, www.the freethinker.co.uk). Duke dalam situs tersebut melansir bahwa Fox News (Juli 2009) pernah menyiarkan praktik keagamaan di Eropa dan dalam tayangan tersebut seorang responden dari Belanda mengatakan bahwa Belanda memang merupakan negara Kristen dengan kekristenan yang tidak tampak di manapun. Nilai ketidakpedulian terhadap hari-hari besar keagamaan inilah yang menjadi tanda budaya abstrak yang hadir dalam komik ini.
3.1.2
Paasdag (8 April 2012)
Paskah dirayakan pada hari ketiga setelah Jumat Agung yaitu pada hari Minggu. Peristiwa ini merupakan peringatan kebangkitan Yesus Kristus setelah wafatNya. Dalam sebuah situs kuliner Belanda (smulweb.nl) didapatkan informasi mengenai suasana Belanda saat hari Paskah: Belanda akan dipenuhi dengan dekorasi berwarna kuning dan telur-telur yang dihias, dan berbagai varian dari binatang kelinci. Dalam sumber tersebut juga dilansir bahwa warna kuning dan kelinci merupakan simbol Paskah yang mewakili musim semi sebagai latar waktu Paskah di Belanda: kuning mengasosiasikan kehangatan dan cahaya matahari yang muncul pada musim semi dan memberi kesuburan. Simbol paskah lainnya yaitu telur. Pada hari Paskah biasanya anak-anak berlomba untuk mencari telur atau menghias telur. Telur merupakan simbol keabadian, kebangkitan, dan kesuburan (coquinaria.nl). Keabadian dan kebangkitan dikaitkan dengan esensi perayaan Paskah menurut agama, sedangkan kesuburan terkait dengan latar waktu Paskah yaitu musim semi. Seiring dengan perkembangan budaya, telur-telur ini mengalami modifikasi dan berubah menjadi telur-telur yang terbuat dari coklat. Tidak hanya itu, perayaan ini juga dimeriahkan dengan pohon Paskah (postzegelblog.nl). Berbeda dengan pohon Natal, pohon Paskah terbuat dari
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
30
ranting-ranting pohon willow10 yang keriting dan tidak berdaun. Cabang pohon ini dihiasi dengan telur-telur dari kayu atau ornamen-ornamen Paskah lainnya.
Gambar 3.3 Fokke dan Sukke mencari telur-telur Paskah. F: “Apakah Anda masih punya telur?”
Judul terdiri atas dua kata zoeken (mencari) dan paaseieren (telur-telur Paskah) yang secara langsung merujuk pada salah satu tradisi Paskah, yaitu mencari telur. Pencarian telur ini biasanya dilakukan oleh anak-anak, namun dalam judul ini Fokke dan Sukke – yang bukan merupakan perwakilan tokoh anak-anak – turut melakukannya. Tanda budaya Paskah yang secara konkrit dihadirkan dalam judul seolah membawa narasi ke dalam konteks Paskah. Namun yang dihadirkan justru fenomena sosial akan pencarian telur di hari Paskah dalam ranah pragmatis. Gambar yang ditampilkan dalam komik ini bukanlah suasana mencari telur di tempat semestinya (misalnya di halaman gereja, kebun-kebun sekolah, di pekarangan rumah-rumah), melainkan di sebuah toko swalayan Albert Heijn. Fokke dan Sukke tampak memegang keranjang dan troli belanja, sedang di depan mereka berdiri seorang pelayan toko yang mengenakan seragam putih panjang menyerupai jas laboratorium. Dalam kostum pelayan toko inilah terlihat latar 10
Menurut legenda, pohon willow (dedalu) adalah pohon pertama yang mekar di musim semi. (kaltim.tribunnews.com, 7 April 2012) Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
31
tempat narasi komik ini, yaitu di toko swayalan Albert Heijn. Hal ini terlihat dari simbol Albert Heijn di bagian dada seragam pelayan toko tersebut. Selain itu juga dihadirkan siluet rak seperti yang ada di pasar swalayan, yaitu tempat menaruh produk-produk yang akan dijual. Logo Albert Heijn yang dihadirkan dalam komik ini menjadi sebuah tanda budaya yang merujuk kepada tempat belanja populer di Belanda: Albert Heijn. Sejarah toko ini yang bermula pada tahun 1887 dari sebuah toko kelontong kecil di Oostzaan. Toko ini dinamai serupa dengan nama pemiliknya, Albert Heijn. Toko ini mulai menjadi sebuah supermarket pada tahun 1952 dan berkembang hingga saat ini memiliki 700 cabang di seluruh Belanda dan juga melayani penjualan lewat dunia maya (online shop). Albert Heijn berkembang karena pangsa pasarnya yang luas dari kelas bawah hingga atas. Sang pemiliknya pernah mengatakan “arm en rijk moeten bij mij hun boodschappen kunnen doen” yang berarti bahwa orang miskin ataupun kaya dapat berbelanja di tempat ini. Selain itu, toko ini menyediakan kebutuhan sehari-hari dengan harga yang terjangkau (www.ah.nl). Kehadiran logo atau simbol Albert Heijn dalam gambar ini merupakan bentuk metonimi yang bersifat spasial. Leksem Albert Heijn yang semula mempunyai petanda (nama orang) kemudian menjadi nama petanda lain (perusahaan) dan akhirnya mengacu kepada petanda akhir yaitu tempat berbelanja. Dalam komik ini, Fokke dan Sukke tampak akan berbelanja dalam jumlah yang cukup besar di Albert Heijn karena mereka membawa keranjang dan troli. Dalam masa perayaan Paskah, biasanya masyarakat berbondong-bondong untuk membeli telur dalam skala besar. Dalam dialog komik, percakapan hanya terjadi satu arah, yaitu berupa ujaran Fokke. Ia melontarkan kalimat pertanyaan mengenai telur kepada petugas swalayan tersebut. Pertanyaan ini menjadi sebuah tanda budaya konkrit dengan menghadirkan kata “eieren” (telur-telur). Jika dilihat dari konteks latar waktu narasi ini yaitu momen Paskah (Minggu, 8 April 2012) maka kata tersebut merujuk kepada telur sebagai simbol Paskah (makna denotatif). Di sisi lain, jika dilihat dari konteks latar tempat yaitu swalayan Albert Heijn, maka telur merujuk kepada kebutuhan sehari-hari yang dijual di Albert Heijn (makna konotatif). Pertanyaan ini juga menyiratkan kondisi Fokke dan Sukke yang tidak dapat Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
32
menemukan telur di tempat biasanya dalam swalayan tersebut sehingga mereka menanyakan kepada petugas swalayan apakah masih ada telur yang tersedia. Dengan kata lain, Fokke dan Sukke kehabisan telur. Sebelum menganalisis lebih jauh dalam kesatuan judul, gambar, dan dialog, berikut ringkasannya dalam tabel. Representamen Judul
Zoeken paaseieren.
Gambar
latar tempat di Albert Heijn, perlengkapan belanja (troli dan keranjang belanja), tokoh figuran yang mewakili gambaran petugas swalayan
Dialog
Objek
Interpretan salah satu tradisi di hari Paskah berbelanja untuk kebutuhan hari Paskah
Paasdag
1. mencari telur untuk dibeli, namun kehabisan (makna denotatif)
“Heeft u nog eieren?” 2. mencari telur dalam tradisi Paskah (makna konotatif)
Mencermati kesatuan tanda, judul yang diduga mengandung tanda budaya Paskah ternyata dialihfungsikan menjadi makna denotatif “mencari telur” seperti biasa dan tidak terkait dengan momen Paskah. Terlebih lagi gambar dan dialog makin menegaskan bahwa pencarian telur yang dimaksud dalam judul adalah pencarian telur di Albert Heijn layaknya orang berbelanja kebutuhan sehari-hari. Telur yang juga merupakan bentuk metonimi yang bersifat spasial karena diusung menjadi simbol Paskah (makna konotatif) dalam narasi komik ini dikembalikan maknanya menjadi telur biasa tanpa simbol tertentu (makna denotatif). Telur yang didampingi dengan kata “zoeken” (mencari) sangat erat dengan paradigma “mencari telur dalam tradisi Paskah” (makna konotatif). Komikus menghadirkan humor ironi dengan mengubah latar tempat pencarian telur, dampaknya keseluruhan konteks judul maupun dialog menjadi berubah: dari pencarian telur menjadi pembelian telur namun kehabisan telur. Fenomena kehabisan telur ini selaras dengan konsumsi telur di masyarakat Belanda yang meningkat drastis pada momen Paskah, mencapai kisaran 32 juta (pve.nl). Jika dikaitkan dengan fakta yang terjadi, maka kehabisan telur di masa Paskah seperti yang dialami Fokke dan Sukke merupakan hal yang lazim terjadi. Dalam hal ini, komikus tidak Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
33
menghadirkan narasi yang terkait dengan keagamaan namun mengaitkannya dengan fenomena masyarakat Belanda. Tanda budaya abstrak yang hadir yaitu pergeseran dari yang religius menjadi pragmatis.
3.1.3
Hemelvaartsdag (17 Mei 2012)
Peristiwa Kenaikan Yesus Kristus diperingati 40 hari setelah Paskah. Tradisi yang biasa dilakukan di Belanda, terutama di daerah Limburg adalah melakukan penjelajahan alam dengan berjalan kaki pagi-pagi sekali ke daerah perbukitan pada saat udara masih berembun dan berkabut. Tradisi ini merupakan tanda untuk mengingat ketika murid-murid Yesus menuju ke atas bukit untuk menyaksikan peristiwa kenaikan Yesus (jefdejager.nl). Selain itu, ritual ini juga memiliki tujuan lain yaitu untuk membuat kaki – yang selama musim dingin terbungkus kaus kaki, klompen11, atau sepatu lars – menjadi lebih sehat.
Gambar 3.4 Fokke dan Sukke bekerja di Air Traffic Control Tel Aviv. F: “Maaf, Anda belum terjadwal.” S: “Kami tidak dapat memberikan izin ‘terbang’ untuk Anda.”
Judul terdiri atas kata kerja werken dengan preposisi op dan sebuah nama institusi Tel Aviv Air Traffic Control. Werken op berarti bekerja pada sebuah 11
Sepatu khas Belanda yang terbuat dari kayu. Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
34
institusi. Dalam judul ini digambarkan situasi tempat Fokke dan Sukke bekerja. Namun, kali ini tempat kerja mereka adalah sebuah institusi pemandu lalu lintas udara di Tel Aviv. Dihadirkan dua unsur menarik: Air Traffic Control dan Tel Aviv. Air Traffic Control (ATC) merupakan pengatur lalu lintas udara yang memantau kondisi udara, memberi izin kepada pihak pesawat untuk menaikkan atau menurunkan ketinggian terbangnya dan mengatur waktu untuk lepas landas (take off) ataupun mendarat (landing), serta berperan untuk menjaga keteraturan dan mempercepat arus lalu lintas udara agar tidak terjadi tabrakan pesawat terbang ketika di udara maupun di darat (bandarudara.com). Oleh sebab itu, Air Traffic Control biasanya berada di area sekitar bandar udara (airport) yang dalam narasi ini merujuk kepada Bandar Udara Ben Gurion di Tel Aviv. Tel Aviv merupakan ibukota Israel, sebuah negara yang merupakan “tanah suci” bagi umat Kristen. Israel menjadi latar tempat kehidupan Yesus dari saat kelahiran hingga kenaikanNya ke surga. Namun, Tel Aviv bukanlah tempat terjadinya peristiwa kenaikan Yesus Kristus, melainkan di Bukit Zaitun12 (www.nazarinus.com). Dalam kaitannya dengan hari besar Kenaikan Yesus Kristus (Hemelvaartsdag) yang jatuh pada hari Rabu tanggal 17 Mei 2012 ini, komikus menghadirkan tanda budaya konkrit berupa ibukota Tel Aviv yang juga merupakan bentuk metonimi yang mewakili keseluruhan Israel sebagai latar tempat peristiwa keagamaan. Selaras dengan judul yang diberikan, gambar komik berlatar tempat di ruang pengendali lalu lintas udara yang dilengkapi dengan komputer dan beberapa monitor radar untuk memantau aktivitas pesawat. Fokke dan Sukke digambarkan berwajah serius menjalankan tugas sebagai air traffic controller. Mereka berdua mengenakan headphones untuk berkomunikasi dengan pilot pesawat dan mengenakan kacamata. Barangkali bekerja di depan layar komputer menjadikan mereka harus menggunakan kacamata. Gambar yang dihadirkan dalam komik ini sama sekali tidak terkait dengan hari besar Kenaikan Yesus Kristus. Tanda budaya konkrit yang hadir dalam gambar hanya sebatas penggambaran dunia profesi petugas pengendali lalu lintas udara.
12
Sebelah timur kota Yerusalem, 60 km dari Tel Aviv (travelmania.co.id). Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
35
Keseriusan tidak hanya dihadirkan melalui gambar, namun juga dalam dialog. Dialog Fokke dan Sukke merupakan percakapan khas petugas ATC dalam menjalankan tugas. Dalam dialog terdapat sebuah kata kunci yaitu kata hemelvaart. Kata ini memiliki makna ganda: hemelvaart berarti “het ten hemel stijgen” (Van Dale Nederlands Software, 2008) yang berarti naik ke atas langit, karena hemel itu sendiri berarti langit atau surga (Moeimam, 2008:424), sedangkan Moeimam (2008:425) mengartikan hemelvaart sebagai kenaikan Isa Almasih. Jika merujuk kepada makna yang pertama, maka kata hemelvaart tersebut mengacu kepada pesawat (makna denotatif). Maka dapat diartikan bahwa Fokke dan Sukke sedang memberikan larangan terbang kepada sebuah pesawat. Makna yang kedua (makna konotatif) merupakan sebuah lelucon yang mengasosiasikan pesawat tersebut dengan Yesus Kristus yang akan naik ke surga dan belum mendapat izin untuk ‘naik’. Dalam hal ini, Yesus Kristus dan pesawat terbang menjadi sebuah bentuk metafora: keduanya akan naik ke atas langit. Ini menjadi sebuah lelucon yang ironis karena dari makna yang kedua ini diperlihatkan bahwa Fokke & Sukke mengendalikan naik atau tidaknya Yesus Kristus ke surga seperti sebuah pesawat. Berikut ringkasannya dalam tabel. Representamen Werken op Tel Aviv Air Traffic Control.
Judul
suasana ruang kerja di kantor pengatur lalu lintas udara (Air Gambar Traffic Control) dan keseriusan Fokke dan Sukke dalam bekerja
Objek
Interpretan mewakili Israel sebagai latar tempat kejadian peristiwa kenaikan Yesus Kristus (metonimi) keseriusan bekerja di hari perayaan keagamaan
Hemelvaartsdag 1. tidak memberi izin pesawat untuk take off (makna denotatif) Dialog
“We geven geen toestemming voor uw hemelvaart.”
2. tidak memberi izin untuk kenaikan Yesus Kristus (makna konotatif, dengan metafora Yesus Kristus dan pesawat)
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
36
Mencermati kesatuan judul, gambar dan dialog, jelas hadir dua makna. Jika dilihat dalam tataran makna denotatif yang terikat dengan latar tempat, maka narasi komik ini hanya berkisah tentang Fokke dan Sukke yang bekerja di Tel Aviv sebagai pemandu lalu lintas udara dan keseriusan kerja mereka. Jika ditinjau dalam tataran makna konotatif dan mengaitkannya dengan waktu penempatan narasi ini – yaitu pada momen peringatan Kenaikan Yesus Kristus –, maka dapat dimaknai bahwa Fokke dan Sukke yang bekerja di Tel Aviv sebagai pemandu lalu lintas udaralah yang tidak mengizinkan Yesus Kristus naik ke surga. Komik Fokke & Sukke yang sarat dengan humor satir ini memperlihatkan bahwa kehadiran unsur yang terkait dengan nilai-nilai dalam agama pun dapat digantikan dengan sesuatu yang modern. Dua kata yang menjadi kunci utama pembangun humornya adalah Tel Aviv Air Traffic Control dan Hemelvaart yang mengasosiasikan kenaikan Yesus Kristus ke surga dengan pesawat terbang. Tanda-tanda budaya abstrak ini lagi-lagi memperlihatkan ketidakpedulian terhadap hari-hari besar keagamaan.
3.1.4 Kerstdag (25 dan 26 Desember 2012) Natal merupakan peristiwa peringatan kelahiran Yesus Kristus yang diperingati pada tanggal 25 Desember. Tradisi yang biasa dilakukan di Belanda untuk merayakan Natal yaitu makan malam (kerstdiner) bersama keluarga sekitar pukul tujuh malam selepas ibadah Natal di gereja (suite101.com). Makan malam ini dilakukan di luar rumah, misalnya di restoran. Makanan yang biasa dihidangkan yaitu daging angsa, kalkun, atau bahkan kelinci. Pada hari Natal banyak toko dan gedung yang dihiasi dekorasi pohon Natal yang terbuat dari pohon cemara dengan berbagai ornamen dan lampu-lampu. Pohon cemara yang selalu hijau pada saat musim dingin banyak digunakan sebagai pohon Natal.
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
37
Gambar 3.5 Fokke dan Sukke merasa bahwa sekretaris pria itu semakin baik. F: “Bolehkah kami tidak hanya mengucapkan selamat hari raya..” S:”...tetapi juga selamat bersenang-senang sepanjang malam?”
Judul yang dipilih terdiri dari tiga bagian yaitu: vinden, z’n secretaresse, dan steeds beter. Ketiga bagian kata ini tidak secara langsung memperlihatkan suasana Natal, justru lebih memperlihatkan suasana kerja karena mengandung kata “sekretaris”. Bagian judul yang pertama memuat kata “vinden” yang berarti ‘menemukan’ atau ‘menurut’ (Moeimam, 2008:1143). Kata vinden ini berkaitan dengan kata steeds beter sehingga makna yang lebih tempat adalah ‘menurut’. Kata steeds yang didampingi oleh kata sifat komparatif beter ini berarti ‘semakin baik’. Hal yang dinilai semakin baik dalam kalimat judul ini adalah nomina jamak secretasseses yang berarti sekretaris-sekretaris, kata ini didampingi dengan kata ganti kepemilikan zijn yang disingkat z’n. Ini berarti sekretaris dari pria yang menjadi tamu
hotel tersebut yang berjumlah lebih dari satu. Dari kata ini
tampaknya Fokke dan Sukke memberikan pujian (compliment) kepada sekretaris pria tersebut yang semakin baik. Pujian ini menjadi salah satu tanda budaya abstrak yang secara tidak langsung merujuk kepada tradisi mengucapkan hal-hal baik di hari Natal. Dari gambar yang ditampilkan, latar tempatnya adalah sebuah meja resepsionis Hotel FoSu. Nama ini merupakan akronim dari nama tokoh utama komik ini, yaitu Fokke dan Sukke. Nama itu tidak serta merta menjadikan mereka Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
38
memiliki kedudukan yang tinggi di hotel. Mereka dihadirkan sebagai petugas resepsionis hotel yang mengenakan jas, dasi kupu-kupu, dan topi kerucut khas Natal. Mereka berada di belakang meja resepsionis yang dihiasi pohon Natal dan dengan latar belakang rak berisi kunci kamar-kamar hotel. Topi dan pohon Natal ini menjadi tanda budaya konkrit yang secara langsung merujuk kepada suasana perayaan Natal. Dengan senyuman dan raut wajah ramah, mereka menyambut tamu yang datang yaitu seorang pria gemuk mengenakan jas. Pria itu datang bersama seorang wanita mengenakan rok mini, jaket berbulu (bontjas), tas kecil, dan sepatu boot. Jika merujuk kepada judul, maka si wanita merupakan sekretaris dari pria tersebut. Bontjas yang dikenakan wanita merupakan tanda budaya konkrit yang merepresentasi waktu (musim dingin). Bontjas yang terbuat dari bulu atau kulit binatang biasanya berharga mahal, harga khusus sebuah mantel bulu ini sekitar €149,95 sedangkan tanpa potongan harga sekitar €230 (bontjaskopen.nl). Selain itu, bontjas juga merupakan pakaian yang kontroversial karena banyak ditentang oleh para pecinta hewan. Pada tahun 2008, sekitar 130 aktivis di Barcelona menentang pemakaian bontjas atas rasa kepedulian terhadap hewan (www.telegraaf.nl). Oleh sebab itu, pemakai bontjas identik dengan stereotipe orang yang tidak peduli terhadap kehidupan hewan (metonimi). Di sisi lain, harga bontjas yang mahal dan mungkin saja tidak terjangkau oleh semua kalangan mengakibatkan kecenderungan untuk memakai produk sejenis yang merupakan tiruan (nep). Gambar bontjas ini menunjukkan dua makna denotatif yaitu sebagai barang yang asli dan mahal (pemborosan dan ketidakpedulian terhadap hewan) atau sebagai barang tiruan. Dalam kesatuan gambar terlihat bahwa seorang bos bersama sekretarisnya pergi ke hotel pada malam Natal dan Fokke maupun Sukke menyatakan suatu sindiran terhadap mereka. Dalam dialog dihadirkan tanda budaya konkrit yang merujuk kepada hari Natal yaitu ketika Fokke mengucapkan Hele Fijne Feestdagen (makna denotatif). Namun, ucapan Fokke ini berbentuk kalimat pertanyaan yang disambung dengan Sukke yang mengatakan Hele Fijne Feestnachten (makna konotatif). Kedua ucapan ini sama-sama mengarah ke ucapan Natal, namun terdapat perbedaan kata yaitu feestdagen dan feestnachten. Kata feestdagen memiliki arti hari raya atau Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
39
hari besar (Moeimam, 2008:311), sedangkan kata feestnachten tidak ditemukan dalam kamus bahasa Belanda. Nampaknya kata ini dipilih untuk menghadirkan kontras antara dagen pada feestdagen dan nachten pada feestnachten. Dagen dan nachten menunjukkan kontras waktu yang masing-masing berarti siang dan malam. Hal ini menunjukkan bahwa pada kata feestdagen yang lebih ditekankan adalah hari-hari besar, sedangkan dalam kata feestnachten adalah malam-malam yang menyenangkan. Kata feestnachten ini merujuk kepada bentuk satir yang ditujukan kepada seorang bos dan sekretarisnya yang merayakan Natal di sebuah hotel. Berikut ringkasannya dalam tabel.
Judul
Representamen Vinden z’n secretaresses steeds beter.
Objek
suasana hotel dengan dekorasi Natal, pria gemuk mengenakan jas, wanita Gambar mengenakan rok mini dan bontjas. Kerstdagen “Mogen we u niet allen hele fijne feestdagen maar ook hele fijne feestnachten toewensen?” Dialog
Interpretan melontarkan perkataanperkataan yang baik dan positif di hari raya Natal. 1. barang mahal yang diprotes kaum penyayang binatang 2. barang mahal yang juga mungkin untuk dibuat tiruannya. 1. ucapan Natal (makna denotatif). 2. plesetan dari ucapan Natal yang merupakan sindiran terhadap si pria yang membawa sekretarisnya (makna konotatif).
Kesatuan judul, gambar, dan dialog komik ini menghadirkan tanda budaya yang terkait dengan objek hari raya Natal. Tanda-tanda budaya tersebut dihadirkan dalam dekorasi Natal pada latar tempat. Namun, kehadiran tokoh figuran pria dan wanita berpakaian mini serta pertanyaan retoris yang diutarakan Fokke dan Sukke membuatnya menjadi memiliki konteks perayaan Natal yang berbeda yang lebih mengarah kepada konteks perayaan yang berupa aktivitas bersenang-senang yang dilakukan bos dan sekretarisnya di hotel pada malam Natal. Terlebih dengan penggantian kata feestdagen (makna denotatif) menjadi feestnachten (makna konotatif) yang mengubah makna positif hari besar menjadi makna yang negatif. Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
40
Selain itu, nomina jamak ‘secretaresses’ yang digunakan dalam judul menyiratkan bahwa pria tersebut kerap kali datang dengan sekretarisnya ke hotel tersebut, sehingga Fokke dan Sukke dapat membuat suatu perbandingan terhadap sekretaris-sekretarisnya dan mengatakan bahwa sekretaris yang dibawanya kali ini makin baik. Komik ini membangun suatu satir terhadap sosok pria yang merayakan malam Natal bukan berkumpul dengan keluarganya tetapi ‘bergumul’ dengan sekretarisnya di kamar hotel. Bandingkan dengan komik untuk hari Natal kedua yang jatuh pada tanggal 26 Desember.
Gambar 3.6 Fokke dan Sukke memiliki sesuatu yang spesial setiap hari Natal. F: “Kami telah membuat kreasi menu yang terbuat dari daging domba, lembu, dan keledai..” S: “Yang disajikan dalam palungan yang penuh jerami.”
Judul dapat dibagi menjadi tiga bagian: hebben, iedere kerst, dan wel iets bijzonders. Hebben yang memiliki 18 makna (Van Dale Nederlands Software, 2008) dalam berbagai idiom dapat diartikan secara tunggal menjadi berikut: ‘memiliki’, ‘telah’, atau ‘harus’. Iedere kerst menjadi keterangan waktu dalam kalimat ini yang juga menjadi tanda budaya konkrit yang secara langsung merujuk pada hari raya Natal dengan kata kerst. Wel iets bijzonders merupakan sebuah kalimat dengan kata benda yang diapit oleh dua kata sifat berkonotasi positif, kalimat ini berarti ‘sesuatu yang spesial’. Dalam kesatuan judul, tampak bahwa
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
41
Fokke dan Sukke telah menyiapkan sesuatu yang spesial di hari Natal selaras dengan semangat Natal pada umumnya. Berbeda dari komik pada hari Natal pertama, komik di hari Natal kedua ini justru telah menghadirkan unsur Natal dalam judulnya. Gambar menampilkan situasi di sebuah restoran ala Prancis yang bernama Le Mangerie Focsucque yang berarti ‘kuliner dari Fokke dan Sukke’. Fokke dan Sukke kali ini berperan sebagai juru masak yang tampak sibuk di depan meja dapur yang dipenuhi berbagai macam alat masak dan bahan-bahan memasak. Nama restoran yang dihadirkan merupakan hasil modifikasi akronim dari nama Fokke dan Sukke dengan menggunakan artikel ‘Le’ dan sufiks ‘que’ agar terdengar seperti kata-kata dalam bahasa Prancis. Restoran ini menjadi sebuah tanda budaya yang merujuk kepada tradisi Kerstdiner, menyantap makanan spesial bersama orang terkasih pada hari Natal. Restoran Prancis ini dihadirkan barangkali terkait dengan asosiasi kata ‘spesial’ dengan sesuatu yang ‘mahal’. Kata ‘spesial’ dan asosiasi ‘mahal’ dalam ranah kuliner identik dengan restoran Prancis. Oleh sebab itu, dalam bagian ini latar tempat berupa restoran Prancis merupakan sebuah bentuk metonimi yang mewakili stereotipe hidangan spesial dan mahal. Dari dialog terlihat bahwa mereka memasak hidangan spesial berupa french cuisine untuk hari Natal. Hidangan spesial yang dimaksud Fokke dan Sukke adalah daging domba, lembu, dan keledai yang dihidangkan dalam wadah seperti palungan tempat Yesus lahir, lengkap dengan tumpukan jerami. Namanama hewan ini merupakan tanda budaya konkrit yang dihadirkan dengan makna denotatif ganda: pertama, merujuk kepada hewan-hewan yang ada dalam kandang tempat Yesus lahir (domba dan lembu) maupun yang menjadi kendaraan ketika Maria dan Yusuf harus pergi ke Betlehem (keledai). Kedua, merujuk kepada hidangan ala Prancis yang memang menggunakan bahan-bahan yang spesial. Makna yang kedua ini didukung oleh latar tempat restoran. Berikut ringkasannya dalam tabel.
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
42
Judul
Representamen Hebben iedere kerst wel iets bijzonders.
persiapan memasak hidangan Gambar spesial ala restoran Prancis (french cuisine) “We hebben een creatie van lam, os, en ezel geserveerd in een kribbe vol stro.“ Dialog
Objek
Interpretan menyiapkan sesuatu yang spesial untuk merayakan hari Natal hidangan spesial mahal Restoran Prancis (metonimi) Kerstdagen 1. hidangan spesial ala restoran Prancis (makna denotatif) 2. nama-nama hewan terkait kisah kelahiran Yesus (makna denotatif)
Mencermati kesatuan judul, gambar, dan dialog terlihat bahwa komik di hari Natal kedua ini berusaha menampilkan sesuatu yang bersifat humor yang menghadirkan tanda budaya konkrit berupa tradisi dan semangat menyiapkan sesuatu yang spesial di hari Natal. Namun, penggunaan jenis-jenis hewan yang terkait dengan kisah kelahiran Yesus menjadi bahan-bahan menu spesial Natal ini pada akhirnya memberi kesan ironi terhadap hari besar keagamaan. 3.2
Analisis dan Pemaknaan Tanda pada Hari Besar Kenegaraan dalam Fokke & Sukke Scheurkalender 2012
Hari besar kenegaraan yang akan dianalisis dalam skripsi ini terbagi menjadi dua: yang terkait dengan Perang Dunia II (Dodenherdenking dan Bevrijdingsdag) dan yang terkait dengan Ratu (Koninginnedag dan Prinsjesdag). Berikut ini penjelasan latar belakang hari-hari besar tersebut dan pemaknaannya secara kronologis berdasarkan urutannya dalam kalender.
3.2.1
Koninginnedag (30 April)
Pada awalnya Koninginnedag atau hari Ratu diperingati sesuai dengan tanggal ulang tahun Ratu yang sedang bertahta. Pada masa Ratu Wilhelmina, dirayakan pada tanggal 31 Agustus. Pada masa Ratu Juliana pada tanggal 30 April. Kini, Ratu yang sedang bertahta, Ratu Beatrix, berulang tahun pada tanggal 31 Januari. Namun, karena cuaca yang kurang kondusif untuk melaksanakan perayaan pada tanggal tersebut, hari Ratu saat ini tetap dirayakan mengikuti tanggal ulang tahun Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
43
Ratu Juliana, yaitu 30 April. Selain itu juga untuk menghormati Ratu Juliana. Dalam Koninginnedag, Ratu datang mengunjungi kota untuk merayakan pesta rakyat yang juga turut diramaikan dengan tarian tradisional Belanda, berbagai atribut berwarna oranye (baju, bendera, ikat kepala, dan dekorasi lainnya), serta rommelmarkt (masyarakat diberi kebebasan untuk menjual barang-barang mereka yang sudah tidak digunakan lagi). Warna oranye merupakan representasi dari “Huis van Oranje”, nama dinasti Belanda pada masa ini. Pesta rakyat yang meriah ini berlangsung hingga malam hari dan sebagian besar orang mengisinya dengan bersenang-senang menenggak minuman keras yang dampaknya baru terasa keesokan harinya (denhaag.nl).
Gambar 3.7 Fokke dan Sukke berlapang dada. F: “Untuk kesehatan Ratu lagi?” S: “Yah terserahlah, tidak peduli..”
Judul ini terbagi atas dua bagian: hebben dan een groot hart. Kata hebben telah dijelaskan pada analisis sebelumnya, yaitu berarti “telah”, “memiliki”, ataupun “harus”. Een groot hart berarti berhati besar. Dalam komik ini belum mengarah kepada perayaan hari besar Koninginnedag. Judul hanya mengarah kepada perasaan Fokke dan Sukke yang berbesar hati pada hari Koninginnedag dan tidak ada kata yang merupakan tanda budaya konkrit yang terkait dengan hari besar ini. Namun, penggunaan kata “groot hart” menjadi sebuah tanda budaya Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
44
abstrak yang merujuk kepada kebesaran hati Fokke dan Sukke dalam perayaan Koninginnedag. Gambar yang dihadirkan berlatar di sebuah bar minum dengan meja penuh gelas-gelas dan kursi yang tinggi. Fokke dan Sukke digambarkan sedang duduk minum serta mengenakan syal dan topi pesta. Fokke memegang bendera kecil dan Sukke mengenakan pakaian yang bagian belakangnya bertuliskan Oranje Boven, sebuah slogan nasionalis ala Belanda. Kostum yang mereka kenakan merupakan sebuah tanda budaya konkrit yang merepresentasikan kemeriahan perayaan hari Ratu di Belanda. Selain itu, latar tempat juga turut mendukung kemeriahan ini sebab sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya bahwa saat Koninginnedag seluruh rakyat Belanda berpesta dan minum-minum untuk mengekspresikan sukacita mereka. Mereka juga digambarkan dalam keadaan kater. Kata kater yang maknanya paling mungkin dalam konteks ini adalah
het onwel zijn na een
drinkpartij (Van Dale Nederlands Software, 2008) yang berarti perasaan tidak enak badan setelah pesta minuman keras. Senada dengan gambar yang memperlihatkan latar tempat sebuah bar minum dan juga penggambaran spiralspiral dan bulatan-bulatan kecil di area kepala mereka yang mewakili perasaan tidak enak setelah bermabuk-mabukkan. Meski sudah dalam kondisi kater, kedua unggas ini terlihat masih terus minum dalam rangka merayakan hari ulang tahun Ratu ini dan bersulang untuk Sang Kepala Negara. Hal ini terlihat dari Fokke yang tampak memegang gelasnya, menandakan bahwa ia akan bersulang. Visualisasi dari perayaan Koninginnedag yang berupa minum-minum, kostum dan dekorasi perayaan Koninginnedag serta gelembung-gelembung dan spiral yang mewakili kondisi kater ini menjadi tanda budaya konkrit dalam gambar. Dalam dialog baru terlihat jelas bahwa Fokke hendak bersulang untuk menghormati Ratu. Namun, ketika bersulang justru ia mengungkapkan kalimat pertanyaan dan bukan pernyataan. Kata nog yang mengawali pertanyaannya menandakan sebuah tindakan yang telah dilakukan sebelumnya. Dari kata nog eentje ini terlihat bahwa Fokke sebelumnya sudah minum-minum dan ia hendak minum lagi dan bersulang untuk Ratu (makna denotatif). Pada saat pesta rakyat di hari ulang tahun Ratu ini, semua orang bebas untuk minum-minum lebih banyak Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
45
dari biasanya karena suasana hari itu harus diwarnai dengan berbagai kesenangan. Di tengah kondisi mabuk, Fokke juga tidak meyakini apa yang diucapkannya untuk menghormati Ratu. Ia menganggap bahwa ucapannya hanya rutinitas belaka dan ia merasa perlu untuk diyakinkan kembali apakah perlu melontarkan ucapan tersebut. Sukke merespons keraguan rekannya dengan idiom “baat het niet dan schaadt het niet” yang dalam Van Dale Groot Woordenboek van de Nederlandse Taal (2005:308) diartikan sebagai “het helpt misschien niet, maar het kan in elk geval ook geen kwaad” (mungkin saja itu tidak terlalu berpengaruh, tapi juga tidak ada ruginya). Pernyataan Sukke ini merupakan sebuah tanda budaya abstrak yang merujuk kepada ketidakpedulian terhadap ucapan atau harapan yang dilontarkan untuk Ratu dalam perayaan hari ulang tahun Ratu ini (makna konotatif). Berikut ringkasannya dalam tabel. Representamen Hebben een groot hart.
Objek
Judul suasana bar, kostum perayaan, Gambar gelembung-gelembung penanda kater “Nog eentje op de gezondheid van de koningen?” Dialog
Koninginnedag
“Ah joh baat ‘t niet dan schaadt het niet.”
Interpretan hati yang gembira karena suasana perayaan hari Ratu suasana perayaan hari Ratu 1. bersulang di hari Ratu (makna denotatif) 2. ketidakpedulian terhadap Ratu (makna konotatif)
Dalam komik ini representasi budaya dihadirkan antara lain melalui kostum yang digunakan Fokke dan Sukke, sedangkan dalam dialog terlihat representasi masyarakat yang kurang/tidak peduli terhadap Ratu mereka. Suasana ironi yang dibangun dan terlihat dalam narasi komik ini menghadirkan makna konotatif. Ketidakhadiran wajah sumringah dan keceriaan justru membawa narasi ini ke arah pesimisme dan ketidakpedulian. Komik ini menggunakan tanda budaya yang sangat memperlihatkan isu degradasi nasionalisme dalam masyarakat Belanda. Steven de Jong dalam “Koninginnedag, nationale ontlading. Zuipen en schreeuwen
als
folklore.”
(NRC
Handelsblad,
30
April
2012)
juga
memperlihatkan gambaran masyarakat Belanda yang semakin kurang memahami Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
46
esensi perayaan Koninginnedag. Di sisi lain, komik ini menghadirkan suatu ironi yang mengarah kepada ucapan Fokke mengenai kesehatan Ratu yang ia lontarkan dalam kondisi tidak sehat atau dalam keadaan kater.
3.2.2 Dodenherdenking (4 Mei) Hari peringatan ini didedikasikan untuk mengenang kembali setiap orang yang terlibat maupun yang menjadi korban dalam Perang Dunia II. Pada hari besar tersebut, tradisi yang biasa dilakukan adalah melaksanakan upacara di Nieuwe Kerk dan Monumen Nasional di De Dam, Amsterdam (4en5mei.nl). Upacara ini biasanya dihadiri oleh anggota kabinet, keluarga kerajaan, pemimpin militer, dan perwakilan dari institusi lainnya. Upacara tidak hanya dilangsungkan di pusat kota, namun juga di beberapa kota lain seperti Waalsdorpervlakte, di dekat Den Haag, yang dahulu merupakan tempat pertahanan para pejuang selama Perang Dunia II berlangsung. Di beberapa kota lainnya, masyarakat berkumpul, mendengarkan pidato, kemudian meletakkan karangan bunga. Selain upacara terdapat pula tradisi mengheningkan cipta yang dilangsungkan tepat jam 8 malam selama dua menit.
Gambar 3.8 Fokke dan Sukke melihat kalender. F: “Hari ini adalah hari mengheningkan cipta dua menit.”
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
47
Judul komik ini sangat sederhana dengan kalimat yang terdiri dari predikat, preposisi dan objek. Judul ini terdiri dari kata kijken op (kata kerja+preposisi) dan de kalender (kata benda). Kijken op berarti melihat (Moeimam, 2008:515), sedangkan de kalender memiliki kesamaan makna dengan kata kalender dalam bahasa Indonesia (Moeimam, 2008:499). Kalimat judul ini memperlihatkan suatu aktivitas sehari-hari, yaitu melihat kalender. Kalender menjadi sebuah tanda yang merujuk kepada sebuah momen atau waktu. Dalam judul tidak dihadirkan tanda yang secara langsung merujuk kepada peringatan Dodenherdenking. Di dalam gambar ditampilkan tokoh Fokke yang hendak menyobek lembaran kalender sobeknya sambil menyatakan kepada Sukke bahwa hari ini adalah hari mengheningkan cipta selama dua menit. Ekspresi wajah Fokke saat mengatakan ini terlihat datar dengan posisi bibir agak melengkung ke bawah yang memperlihatkan suasana sedih dan Sukke juga terlihat tidak merespons perkataan Fokke. Hal ini merupakan sebuah tanda budaya konkrit yang menunjukkan suasana sendu (somberheid) yang dibangun komikus terkait dengan peringatan para korban Perang Dunia II. Perang Dunia II memang menjadi bagian sejarah kelam di Belanda. Dalam dialog yang ditampilkan hanyalah ujaran satu arah dari Fokke yang berupa kalimat berita. Fokke mengungkapkan bahwa hari ini adalah hari mengheningkan cipta selama dua menit. Tradisi mengheningkan cipta ini memang menjadi tradisi tahunan yang dilakukan tiap tahunnya dalam rangka memperingati hari Dodenherdenking. Ujaran Fokke (makna denotatif) bertujuan mengingatkan momen sendu bersejarah ini kepada pembaca sekaligus menyiratkan bahwa hal yang paling diingat mewakili Dodenherdenking adalah twee minuten stilte. Berikut ringkasannya dalam tabel.
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
48
Representamen Judul
Kijken op de kalender.
Gambar
Fokke menyobek kalender, ekspresi wajah datar
Dialog
“Het is vandaag nationale dag van de twee minuten stilte.”
Objek
Dodenherdenking
Interpretan melihat kalender pada momen peringatan mengenang korban PD II (makna denotatif) bentuk empati terhadap korban PD II (makna denotatif) mengingatkan momen peringatan mengenang korban PD II dengan mengheningkan cipta selama dua menit (makna denotatif)
Komikus ‘mematikan’ unsur humor yang lazim mewarnai cerita Fokke dan Sukke. Pemaknaan yang dimunculkan dalam komik ini pun merupakan makna denotatif, yang terlihat dalam judul dan dialog. Penggambaran latar dan pendukung lainnya pun terbilang sederhana dengan hanya menampilkan kedua tokoh dan kalender sebagai perangkat pendukung. Tampaknya kesederhanaan judul, gambar, dan dialog ini merupakan salah satu cara untuk menghormati hari mengheningkan cipta, berempati dengan para korban dan memberikan respek terhadapnya.
3.2.3
Bevrijdingsdag (5 Mei)
Hari besar ini diperingati sehari setelah mengheningkan cipta, yaitu pada tanggal 5 Mei. Hari ini merupakan hari pembebasan Belanda dari pendudukan Jerman. Pada awalnya peringatan ini dirayakan setiap tahun sebagai hari libur nasional, namun sejak tahun 2000 hari besar ini hanya dianggap sebagai hari libur resmi setiap 5 tahun sekali.
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
49
Gambar 3.9 Fokke dan Sukke merayakan kembali pembebasan mereka tahun ini. F: “Ya, hari yang begitu indah pada tahun 2011 lalu..” S: “Ketika Waylon dengan helikopternya pergi ke festival berikutnya.”
Judul komik ini terbagi menjadi empat bagian: vieren, dit jaar, weer, dan hun bevrijding. Vieren berarti merayakan, sedangkan dit jaar merupakan keterangan waktu yang diberikan untuk memperjelas latar waktu narasi komik ini. Weer bermakna sesuatu yang sudah pernah dilakukan dan bevrijding merupakan kata yang secara langsung merujuk pada hari besar pembebasan Belanda (Bevrijdingsdag). Hari besar ini tampaknya rutin dirayakan oleh Fokke dan Sukke sehingga dalam judul dituliskan kata weer. Secara kesatuan, kalimat judul berarti bahwa Fokke dan Sukke akan merayakan kembali pembebasan mereka. Kata bevrijding yang dihadirkan dalam judul merupakan salah satu bentuk tanda budaya konkrit yang secara langsung mengarah kepada perayaan pembebasan di Belanda. Dalam gambar ditampilkan bahwa mereka begitu bahagia, dengan muka berseri-seri dan mengenakan kostum mereka yaitu kaus, topi, dan tanpa celana. Ekspresi wajah seperti ini mengindikasikan sesuatu yang menyenangkan dan positif. Dalam dialog baru terlihat bahwa mereka merasa bahagia ketika bernostalgia mengenai perayaan tahun lalu, yaitu kedatangan Waylon ke festival musik di Amsterdam. Waylon adalah penyanyi yang bernama lengkap Willem Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
50
Bijkerk dan merupakan asuhan penyanyi country asal Nashville, Waylon Jennings, bahkan ia juga diusung sebagai duta pembebasan (waylon.nl). Ia menjadi salah satu artis yang turut meramaikan festival musik yang diselenggarakan di 14 kota dalam satu hari. Untuk dapat tampil dalam 14 festival tersebut, ia menggunakan helikopter sebagai alat transportasinya. Festival dalam rangka perayaan kemerdekaan Belanda ini mulai diadakan sejak tahun lalu, oleh sebab itulah Fokke dan Sukke terlihat begitu senang mengingat kejadian tahun lalu ini. Hadirnya ‘Waylon’ dalam dialog menjadi sebuah tanda budaya konkrit yang merujuk kepada festival musik perayaan hari pembebasan. Berikut ringkasannya dalam tabel. Representamen vieren dit jaar weer hun bevrijding
Judul
Gambar
Dialog
Objek
Interpretan merayakan hari pembebasan lagi 1. merasa senang dengan hari pembebasan (makna denotatif)
ekspresi wajah bahagia
“Ja, die prachtige dag in 2011 dat Waylon per helikopter naar een volgend festival vertrok. “
Bevrijdingsdag 2. merasa senang dengan kehadiran Waylon (makna konotatif) nostalgia terhadap perayaan hari pembebasan yang menyenangkan di tahun lalu
Mencermati kesatuan judul, gambar, dan dialog terlihat bahwa komik ini memperlihatkan tanda budaya abstrak yang mengarah kepada flower generation, generasi yang lahir di zaman kemakmuran dan menentang perang (Robinson, 2012, careerplanner.com). Pada masa flower generation ini kebebasan menjadi hal yang dijunjung tinggi, bahkan kelompok musik populer dunia the Beatles pun termasuk dalam generasi ini dan turut mengusung hal-hal yang identik dengan kebebasan dalam lirik-lirik lagu mereka (beatlesbible.com). Dalam komik ini, kebebasan yang dialami Fokke dan Sukke diasosiasikan dengan kebebasan dan kesenangan seperti milik flower generation yang juga disampaikan melalui musik sajian Waylon pada perayaan hari pembebasan.
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
51
3.2.4
Prinsjesdag (18 September 2012)
Hari Prinsjesdag dilaksanakan pada hari Selasa minggu ketiga di bulan September. Hari besar tersebut merupakan hari pembukaan Parlemen Belanda (denhaag.nl). Pada hari ini diselenggarakan sidang pleno yang memaparkan program-program untuk setahun ke depan. Pada hari Prinsjesdag ini sekolahsekolah di Den Haag diliburkan. Masyarakat dapat menyaksikan prosesi de Gouden Koets, Ratu Belanda naik kereta kencana dari istananya Noordeinde melewati Heulstraat, Kneuterdijk, Lange Voorhout, Tournooiveld, Korte Vijverberg menuju ke Ridderzaal di dalam Binnenhof (Gedung Parlemen Belanda). Pidato Ratu hari itu yang berisi pemaparan program kerja kenegaraan ini disebut juga troonrede. Pidato ini disusun dan disepakati oleh para menteri dan sekretaris negara. Setelah pidato usai, Ratu kembali ke Noordeinde diiringi oleh rombongannya dan dengan dikawal oleh pasukan bersenjata Belanda. Pada sore harinya, keluarga kerajaan melakukan balkonscène, yaitu berdiri di atas balkon sambil melambai-lambaikan tangan untuk menyapa masyarakat. Seluruh prosesi ini disiarkan secara langsung oleh media nasional. Yang menarik dalam penayangan langsung ini ialah komentar-komentar media mengenai keberagaman topi yang dikenakan para tamu wanita yang hadir. Bahkan secara non-formal, aksi pamer topi dari para tamu negara ini turut menjadi bagian dalam hari besar Prinsjesdag dan diberi sebutan hoedjesparade (www.prinsjesdag2011.nl).
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
52
Gambar 3.10 Fokke dan Sukke mendengarkan pidato kenegaraan untuk pertama kalinya. F: “Lagi!!” S: “Lagi!!”
Judul terbagi menjadi tiga bagian: zijn, voor het eerst, dan bij de troonrede. Zijn merupakan kata kerja bantu dari subjek jamak yaitu Fokke dan Sukke, voor het eerst berarti ‘untuk pertama kalinya’, dan bij de troonrede menunjukkan keterangan tempat dalam komik ini yang mengarah langsung ke hari besar Prinsjesdag melalui kata “troonrede”. Kata ini menjadi tanda budaya konkrit yang muncul dalam keterkaitannya dengan objek hari besar Prinsjesdag. Dalam rijksoverheid.nl dikemukakan bahwa troonrede merupakan pidato kenegaraan Ratu yang berisi program kerja negara selama satu tahun ke depan. Kesatuan kalimat dalam judul ini menghasilkan pemaknaan: Fokke dan Sukke untuk pertama kalinya menghadiri troonrede. Judul ini terbilang menarik perhatian dan mengundang tanya karena tidak sembarangan orang dapat masuk ke dalam Ridderzaal saat troonrede berlangsung. Oleh sebab itu, kehadiran Fokke dan Sukke menjadi sesuatu yang menarik untuk menjadi judul komik ini. Dalam gambar dihadirkan Fokke dan Sukke sedang duduk di kursi dengan baju rapi dan berjas sebagaimana pakaian menghadiri acara resmi (makna denotatif), namun tetap tanpa mengenakan celana (makna semi konotatif). Posisi tangan mereka tampak dalam posisi sedang meneriakkan sesuatu dan dengan
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
53
sikap duduk yang kurang sopan, yaitu mengangkat kaki sejajar kursi. Sikap duduk seperti ini sangat tidak lazim dalam suasana resmi momen kenegaraan. Dalam dialog ditampilkan repetisi dialog antara Fokke dan Sukke. Keduanya mengucapkan kata yang sama yaitu “we want more!!”. Perkataan ini lazim ditemui saat menonton konser, yang menandakan bahwa para penonton menginginkan agar musisi favorit mereka memainkan sebuah lagu lagi (makna denotatif). Tentu saja dialog ini tidak sesuai dengan acara troonrede dan tidak relevan dengan objek hari besar Prinsjesdag. Bahkan kalimat ini menjadi salah satu tanda budaya abstrak yang menunjukkan sikap ketidakseriusan, cenderung menertawakan, serta ‘main-main’ terhadap momen resmi kenegaraan (makna konotatif). Berikut ringkasannya dalam tabel. Representamen Zijn voor het eerst bij de troonrede,
Judul Gambar
pakaian rapi, namun cara duduk dan sikap tidak sesuai
Dialog
“We want more!!!”
Objek
Interpretan turut hadir dalam acara kenegaraan sikap yang tidak lazim dalam menghadiri acara kenegaraan 1. reaksi saat menghadiri Prinsjesdag konser (makna denotatif) 2. reaksi tidak lazim saat acara Prinsjesdag yang memperlihatkan ketidakseriusan (makna konotatif)
Dalam kesatuan judul, gambar, dan dialog terlihat jelas bahwa komikus hendak menampilkan sebuah ironi. Meskipun untuk pertama kalinya hadir dalam acara troonrede bukan berarti ketidaklaziman sikap Fokke dan Sukke dapat dimaklumi. Dalam komik ini, troonrede yang resmi dan khidmat diganti dengan suasana yang tidak serius bahkan diasosiasikan seperti konser musik. Faktanya, jika ada yang melakukan keributan selama acara kenegaraan berlangsung pasti akan dikenai hukuman. Hal ini pernah terjadi pada tahun 2010, seorang yang bernama Erwin L. melemparkan tempat lilin kepada Ratu pada saat parade dalam rangka Prinsjesdag dan orang ini segera dikenai hukuman dan direhabilitasi karena diduga mengalami gangguan jiwa (nrc.nl, 6 September 2011). Dengan demikian, komik ini tidak merepresentasikan budaya troonrede melainkan Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
54
mengalihkan wacana serius menjadi sesuatu yang main-main untuk membangun humor ironi.
3.3 Analisis dan Pemaknaan Tanda pada Hari Besar Tradisi dalam Fokke & Sukke Scheurkalender 2012 Hari besar tradisi di Belanda ada yang berasal dari unsur agama (Drie Koningen dan Sinterklaasfeest), maupun tradisi umum (Oud en-Nieuwjaarsdag, Dag van De Arbeid). Berikut ini analisis dan pemaknaan hari besar tradisi tersebut secara kronologis berdasarkan urutannya dalam kalender.
3.3.1 Oud en-Nieuwjaarsdag (31 Desember dan 1 Januari) Tradisi tutup tahun dan tahun baru (Oud en-Nieuwjaarsdag) merupakan sebuah perayaan
yang
tidak
dapat
dipisahkan
karena
berlangsung
secara
berkesinambungan. Acara tutup tahun dan tahun baru ini dilangsungkan menurut penanggalan dalam kalender Masehi. Dalam kalender Masehi, Tahun Baru jatuh pada tanggal 1 Januari dan Tutup Tahun jatuh pada tanggal 31 Desember. Tradisi yang biasa dilakukan di Belanda saat tutup tahun adalah berkumpul bersama keluarga atau teman dan makanan khas yang disajikan yaitu olliebollen13 dan appelflappen14
(www.beleven.org).
Hidangan
tersebut
dinikmati
sambil
menyaksikan oudejaarsconference, sebuah kabaret seperti stand up comedy yang merupakan acara spesial tutup tahun. Tepat jam 12 tengah malam, seluruh keluarga dan teman-teman bersulang dengan minum sampanye untuk menyambut dan merayakan tahun yang baru. Tradisi lainnya yaitu peluncuran berbagai jenis kembang api yang begitu marak dan indah, juga tradisi khas daerah seperti di daerah pesisir Belanda, yaitu tradisi Nieuwjaarsduik (berenang massal di tengah dinginnya air di pantai Scheveningen) dan di Den Haag dengan tradisi membakar pohon Natal (jefdejager.nl).
13
Disebut juga sebagai Dutch Doughnut, semacam donat namun tidak berlubang di tengahnya, makanan ini disajikan dengan taburan gula halus di atasnya. 14
Potongan buah apel yang digoreng dengan tepung dan ditaburi gula halus. Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
55
Gambar 3.11 Fokke dan Sukke menanti-nanti dengan rasa gembira. F: “Lihat! Di Powned!” S: “Ada tayangan oudejaarsconference dari Martin Bosma”
Judul komik terbagi atas dua bagian: verheugen zich er...op dan enorm. Verheugen zich er...op atau dalam Moeiman (2008:1106) dituliskan zich verheugen op iets yang berarti ‘menanti-nantikan sesuatu dengan rasa gembira’. Kata ini menjadi sebuah tanda budaya konkrit yang merujuk kepada rasa senang merayakan tutup tahun dan menantikan tahun yang baru dengan rasa gembira pula, sedangkan enorm yang berarti ‘bukan main’ (Moeimam, 2008:209) kembali menegaskan rasa senang yang dialami Fokke dan Sukke yang sungguh luar biasa. Judul ini memperlihatkan suasana senang yang juga dapat dikaitkan dengan objek hari raya tutup tahun. Umumnya perasaan senang memang mewarnai perayaan tutup tahun. Hal ini terlihat dari kemeriahan pesta yang dirayakan dengan pesta kembang api dan pesta minum. Kesenangan mereka divisualisasikan dalam gambar, Fokke dan Sukke tampak dengan raut wajah yang berseri-seri sedang duduk di sofa yang berada di depan televisi. Di depan sofa yang mereka duduki dihadirkan sebuah meja dengan botol minuman (sampanye) dan camilan berbentuk bulat yang diletakkan di atas piring. Sampanye dan camilan bulat (yang diduga merupakan gambar olliebollen atau appelflappen) ini menjadi tanda budaya konkrit yang merujuk kepada tradisi
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
56
tutup tahun yaitu berkumpul dengan keluarga atau teman dekat, bersulang dengan sampanye dan juga budaya kuliner khas tutup tahun. Fokke tampak sedang membaca dan dengan antusias menunjukkan kepada Sukke sesuatu yang menarik. Sesuatu yang menarik itu baru terungkap dalam dialog. Dalam dialog terlihat bahwa info yang diberitahukan Fokke dengan antusias kepada Sukke adalah mengenai jadwal tayangan di Powned. Powned merupakan salah satu institusi penyiaran di Belanda yang menayangkan program-program untuk salah satu stasiun televisi di Belanda. Powned merupakan institusi penyiaran yang menyajikan lebih dari sekedar berita dengan nada yang keras, brutal, kritis dan humoris serta tidak memihak “kiri” atau “kanan”. Powned menayangkan program-programnya di saluran Nederland 3 setiap hari Sabtu pukul 20:55 (powned.tv).
Powned
sendiri
sebenarnya
tidak
menayangkan
program
oudejaarsconference. Dengan begitu maka dialog yang dikatakan Fokke tentunya berkonotasi lain. Kata kunci berikutnya ialah ‘Martin Bosma’. Ia adalah seorang politikus dari partai PVV (Partij voor de Vrijheid) yang dipimpin oleh Geert Wilders, sosok kontroversial yang mengeluarkan film Fitna yang melukai hati umat Muslim di dunia (www.rnw.nl). Sepemahaman dengan pemimpinnya, Bosma pun menyatakan sikap anti Islamnya dengan mengecam tayangan perayaan Idul Fitri di Belanda pada September 2010 (www.rnw.nl, 13 September 2010) dan mengecam lagu Islami anak-anak pada Mei 2011 (suaramedia.com, 17 Mei 2011). Dalam dialog ini dihadirkan tanda budaya konkrit berupa tayangan tradisi tutup tahun khas Belanda yaitu oudejaarsconference (makna denotatif) yang kemudian menjadi sebuah program sindiran untuk tokoh politik yang kontroversial (makna denotatif). Berikut ringkasannya dalam tabel.
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
57
Representamen Judul
Objek
verheugen zich er enorm op
suasana senang dan berkumpul bersama orang Gambar terdekat saat tutup tahun dengan hidangan yang telah tersedia di meja di depan TV.
Dialog
Interpretan perasaan senang saat tutup tahun dan menantikan tahun yang baru tradisi tutup tahun yang menyenangkan
Oudejaarsdag
“Kijk! Bij Powned!” “oudejaarsconference van Martin Bosma”
1. program acara menyenangkan dalam rangka tutup tahun (makna denotatif) 2. sindiran terhadap tokoh politik kontroversial (makna konotatif)
Mencermati kesatuan judul, gambar, dan dialog terlihat bahwa komikus menghadirkan satir terhadap tradisi tutup tahun di media massa tertentu dan tokoh politik yang kontroversial. Dalam komik ini hadir beberapa tanda budaya konkrit berikut terkait objek yang digunakan untuk bahan sindiran: Powned sebagai program
acara
yang
menayangkan
berita-berita
dengan
gaya
satir
merepresentasikan nada keras dalam penyampaian berita, oudejaarsconference yang merupakan program komedi dalam tradisi tutup tahun di Belanda dan juga kerap kali melakukan sindiran sebagai bentuk komedinya, dan Martin Bosma sebagai tokoh politik yang kontra terhadap Islam. Oudejaarsconference dan Martin Bosma mengkontraskan komedi dengan politik yang bersifat serius. Seorang politikus Belanda yang anti Islam diposisikan sebagai komedian merupakan sebuah bentuk metafora: tokoh yang dianggap ‘lucu’ atau ‘mengundang tawa’. Kelucuan ini pun memiliki dua makna: pertama, kelucuan karena humor yang dilontarkan (makna denotatif); kedua, ‘kelucuan’ karena sikap antipatinya terhadap agama tertentu di tengah masyarakat Belanda yang multikulturalisme (makna konotatif). Komik tutup tahun ini merepresentasikan keadaan aktual Belanda yang berkeberatan dengan sikap Martin Bosma yang anti Islam di tengah masyarakat multikultural. Sikap ini senada dengan yang ditulis oleh sejarawan Jan Dirk Snel dalam salah satu artikelnya “over de feitelijke flauwekul van Martin Bosma” menyatakan sikap ketidaksenangannya terhadap Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
58
Martin Bosma (joop.nl). Representasi budaya lainnya ditampilkan juga dalam komik yang ditempatkan pada tanggal 1 januari 2012 berikut.
Gambar 3.12 Fokke dan Sukke memulai tahun baru dengan tergesa-gesa F: “Sukke, aku baru saja menyobek semua lembaran dalam kalender sobek.” S: “Bagus!”
Judul terbagi atas tiga bagian: beginnen, het nieuwe jaar, dan voortvarend. Beginnen berarti memulai (Moeimam, 2008:93), het nieuwe jaar adalah tahun baru (Moeimam, 2008:673), dan voortvarend berarti dengan cergas (Moeimam, 2008:1168). Dua bagian yang pertama secara langsung menjadi tanda budaya konkrit yang relevan dengan momen perayaan tahun baru yang jatuh pada tanggal 1 Januari. Bagian ketiga mengindikasikan sesuatu yang bersifat positif. Cergas yang berarti tangkas dan gesit memperlihatkan sesuatu yang dilakukan dengan baik, terampil, dan juga cepat. Judul komik ini telah membangun suasana positif di tahun yang baru. Dalam gambar terlihat bahwa kecergasan yang dimaksud adalah ketika Fokke telah berhasil menyobek semua lembaran kalender (makna denotatif). Ia berjalan tergopoh-gopoh keluar dari WC sambil menenteng kalender yang telah disobeknya. Di belakangnya terlihat lembar-lembar kalender yang sudah disobek. Sukke dengan ekspresi wajah senang turut mengacungkan jempol sebagai tanda pujian atau respons positif terhadap tindakan yang dilakukan Fokke. Namun, Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
59
terlihat sebuah ketidaklaziman dari sikap Fokke yang menyobek banyak lembaran kalender karena umumnya orang menyobeknya satu per satu setiap hari. Hal ini menandakan bahwa ia ingin segera menyambut tahun baru berikutnya sehingga menyobek seluruh lembaran kalender di tahun 2012 (makna konotatif). Dalam dialog, ketidaklaziman ini dipamerkan Fokke dengan sangat bersemangat kepada Sukke. Semangatnya ini juga menjadi tanda budaya abstrak yang menandakan bahwa ia pun bersemangat menjalani hari di tahun yang baru. Berikut ringkasannya dalam tabel. Representamen Judul
Beginnen het nieuwe jaar voortvarend.
Objek
Interpretan suasana positif memulai tahun baru (makna denotatif) 1. menyobek kalender seperti biasa (makna denotatif)
Fokke keluar dari WC sambil membawa sobekan kalender Gambar 2. menyobek keseluruhan dan kemudian diacungi jempol Nieuwjaarsdag kalender tahun 2012 oleh Sukke karena ingin segera memulai tahun baru lagi (makna konotatif) “Sukke, ik heb alvast alle blaadjes uit de scheurkalender ketergesaan untuk Dialog gescheurd.” memulai hari di tahun yang baru “Top!”
Dari ketiga elemen pembangun narasi dalam komik ini, terlihat jelas relevansinya terhadap objek perayaan tahun baru (Nieuwjaarsdag). Judul maupun dialog menggunakan kata-kata yang bermakna denotatif, tanpa pengalihan atau pengubahan konteks latar tempat atau waktu seperti pada komik-komik sebelumnya. Di sisi lain, komik ini memperlihatkan suasana bersemangat untuk memulai hari di tahun yang baru dengan resolusi dan harapan serta impian yang baru (makna konotatif).
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
60
3.3.2
Drie Koningen (6 Januari)
Driekoningen atau disebut juga sebagai minggu Epifani, merupakan sebuah peringatan penampakan bintang timur sebagai tanda kelahiran Yesus dan penyembahan tiga orang Majus dari Timur. Peristiwa yang terkait dengan latar belakang keagamaan ini tidak menjadi hari besar yang dirayakan meriah secara agama, namun secara tradisi sehingga hari besar ini mengalami pergeseran dari hari besar keagamaan menjadi hari besar tradisi. Dalam glorianet.org dilansir bahwa meskipun di Alkitab tidak disebutkan dengan jelas indentitas ketiga orang Majus ini, tradisi Eropa mengisahkan ketiga orang Majus ini dengan nama-nama seperti Melkior (tua berambut putih, berjanggut panjang, membawa mas), Kaspar (muda, tanpa jenggot, warna kulit kemerahan, membawa kemenyan) dan Balthazar (kulit hitam, berjenggot lebat, membawa dupa). Di Belanda, biasanya anak-anak bernyanyi dengan kostum ala tiga orang Majus dari Timur dan membawa bintang maupun berbagai ornamen bernuansa emas yang dibentuk menyerupai mas, kemenyan, dan dupa. Biasanya ada salah satu anak yang menjadi sosok Balthazar dan seluruh tubuhnya diwarnai dengan cat hitam (kunsten-cultuur.infonu.nl).
Gambar 3.13 Fokke dan Sukke kehilangan mas, kemenyan, dan dupa kepunyaan mereka F: “Tiga Raja saja tidak cukup.” S: “Karena mereka punya empat AS.”
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
61
Judul terbagi atas terdiri atas 3 bagian: verloren, al, dan hun goud, mirre, en wierook. Kata verloren berarti sia-sia atau hilang (Moeimam, 2008:1113), sedangkan kata al berarti telah atau sudah (Moeimam, 2008:48). Bagian yang terakhir merupakan kombinasi kata kepemilikan jamak hun yang berarti kepemilikan ‘mereka’ (Moeimam, 2008:450). Kata ini diikuti dengan sederet kata benda yang artinya emas, kemenyan, dan dupa. Bagian kata pertama dan kedua merujuk kepada suatu kondisi negatif yaitu kehilangan sesuatu. Bagian kata yang ketiga memperjelas benda-benda yang hilang dari mereka yang berharga. Selain itu, bagian kata yang ketiga ini merupakan tanda budaya konkrit yang secara langsung merujuk kepada hari besar Driekoningen dengan goud, mirre, dan wierook yang merupakan persembahan yang dibawa tiga orang Majus untuk Yesus ketika Ia lahir. Namun, ketiga benda berharga ini dihadirkan untuk tujuan yang berbeda dengan cerita tiga Raja dari Timur karena kata yang digunakan bukan “brengen” melainkan “verloren”. Kata berunsur negatif yang dimunculkan dalam judul, yaitu “verloren” divisualisasikan dengan ekspresi wajah tiga tokoh dalam gambar yang terlihat kecewa, sedih, murung, dan tidak bahagia seperti sedang mengalami musibah (makna konotatif). Dalam kisah yang sebenarnya, ketiga Raja seharusnya tampak senang ketika mengunjungi Yesus (makna denotatif), namun yang terlihat dalam gambar
justru
sebaliknya.
Kostum
yang
dihadirkan
dalam
gambar
memperlihatkan tiga Raja dari Timur yang terdiri atas Fokke, Sukke, dan seorang tokoh figuran yang digambarkan berbeda dengan dua tokoh utama yaitu dengan tinggi badan yang lebih dan janggut serta rambut yang berwarna hitam. Tentunya pembedaan ini dimaksudkan agar pembaca dapat melihat dengan jelas kedua tokoh utama, yaitu Fokke dan Sukke. Tiga Raja ini berjanggut serta mengenakan jubah dan mahkota. Mahkota merupakan simbol tahta (Biederman, 2008:207) dan janggut lebat merupakan simbol kemakmuran (Biederman, 2008:38). Visualisasi penampilan ketiga Raja menjadi tanda budaya konkrit yang merepresentasikan tradisi kostum dalam perayaan hari Tiga Raja ini.
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
62
Dalam dialog belum juga diperlihatkan alasan kemurungan mereka. Namun, nada kalimat yang mereka ucapkan masih dengan suasana murung dan negatif. Kalimat “drie koningen was niet genoeg” (tiga Raja tidak cukup) tampaknya merujuk kepada kehadiran mereka yang tidak cukup berdampak baik (makna denotatif), namun kemunculan kalimat berikutnya yang mengandung kata “vier azen” (empat As) menimbulkan makna lain. As dalam bahasa Indonesia berarti salah satu jenis kartu dalam permainan kartu remi (KBBI Software 1.1, 2011). Tiga Raja dalam konteks ini menjadi salah satu bentuk tanda metafora yang memakai kesamaan kata tiga Raja dalam momen hari besar Drie Koningen Dag (makna denotatif) dengan tiga Raja dalam permainan kartu remi yang mengarah kepada perjudian (makna konotatif). Dalam dialog dikatakan bahwa “de herders” (para gembala, yang juga turut mengunjungi Yesus) memiliki empat As. Menurut aturan permainan, posisi kartu empat As lebih tinggi dari kartu tiga Raja, sehingga jika seseorang memiliki empat kartu As di tangannya, maka ia dapat mengalahkan si pemegang kartu tiga Raja. Aktivitas yang dilakukan tiga Raja dari Timur dan para gembala yang mengunjungi Yesus di kandang domba pun berubah menjadi aktivitas bermain kartu bersama di kandang domba. Berikut ringkasannya dalam tabel.
Judul
Representamen Verloren al hun goud, mirre, en wierook. tiga Raja mengenakan jubah keluar dari kandang hewan, namun dengan wajah yang murung
Objek
Interpretan tiga Raja kehilangan persembahan 1. kemurungan tiga Raja akibat kehilangan persembahan (makna denotatif)
Gambar
Drie Koningen Dag “Drie koningen was niet genoeg, de herders hadden vier azen.” Dialog
2. ketidaklaziman sikap dalam mengunjungi Yesus (makna konotatif) 1. tiga Raja dari Timur yang mengunjungi Yesus (makna denotatif) 2. tiga Raja dalam permainan kartu (makna konotatif) Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
63
Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa cerita ini merupakan humor ironi yang mengubah konteks kunjungan tiga Raja dari Timur menjadi konteks arena permainan judi. Cerita ini memadukan dua unsur yang sangat kontras. Makna cerita berubah dari sesuatu yang bersifat keagamaan (tiga Raja yang mengunjungi Yesus) menjadi sesuatu yang bersifat keseharian. Tiga Raja yang digambarkan dengan simbol tahta dan kemakmuran tadi pun diturunkan posisinya menjadi tiga orang penjudi yang kehilangan harta mereka (mas, kemenyan, dan dupa) karena kalah judi. Sesuatu yang bersifat tradisional yaitu kisah Raja dari Timur dikaitkan dengan sesuatu yang lebih kontekstual dengan masyarakat yaitu permainan kartu remi dan perjudian.
3.3.3
Dag van De Arbeid (1 Mei)
Peringatan hari Buruh atau lazim disebut juga sebagai May Day berawal dari gerakan para pekerja pada 1 Mei 1886 di Amerika Serikat. Francois Bliki dalam sebuah majalah bulanan kaum sosialis De Militant (Mei 2000) menulis sebuah artikel mengenai sejarah hari Buruh. Dalam tulisannya, Bliki memaparkan bahwa pada 1 Mei 1886 sekitar 340.000 buruh berdemo menuntut 8 jam kerja untuk sehari, namun gerakan massa ini tidak berhasil meski sudah dipersiapkan dengan berbagai gerakan propaganda selama 2 tahun sebelumnya. Tuntutan ini baru dipenuhi pada 1 Mei 1890 di Amerika Serikat. Tanggal 1 Mei inilah yang akhirnya menjadi momen peringatan hari Buruh. Berikut ini penggambaran komik Fokke & Sukke yang ditempatkan pada tanggal 1 Mei 2012 yang juga bertemakan hari Buruh.
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
64
Gambar 3.14 Fokke dan Sukke sangat tidak enak badan. F: “ Seharian penuh kemarin di taman Vondel dirayakan...” S: “..Hari ulang tahun Ratu.”
Judul terdiri dari empat kata: hebben, een, enorme, dan kater yang jika dilihat lebih jauh sebenarnya hanya terdiri dari dua kata (een dan enorme) dan sebuah ungkapan (kater hebben). Kata een merupakan sebuah artikel yang tidak tentu yang digunakan untuk merujuk sebuah benda atau satu hal. Kata enorme berasal dari kata enorm yang mendapat imbuhan -e dibelakang karena mendampingi kata maskulin kater. disebutkan bahwa enorm berarti zeer groot geweldig atau sangat besar, luar biasa, amat (Van Dale Nederlands Software, 2008) dan kater seperti yang telah dijelaskan dalam komik 30 April 2012 yaitu perasaan tidak enak setelah pesta minum minuman keras (lihat halaman 52). Secara mandiri, judul ini tidak mengandung tanda budaya tertentu dan belum terlihat jelas makna atau wacana yang dihadirkan komikus terkait momen hari Buruh. Dalam gambar, raut wajah Fokke dan Sukke tampak berkerut dan tidak fit merepresentasikan keadaan buruh yang sepertinya kurang bahagia (makna denotatif). Selain itu, terlihat garis lengkung spiral dan gelembung-gelembung kecil di sekitar kepala mereka yang mewakili kondisi pusing dan tidak enak badan. Mereka terlihat baru sampai ke tempat kerja mereka karena Fokke baru
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
65
akan melepas mantelnya. Di belakang Fokke –tepat di dekat pintu masuk– tampak sebuah coat hanger, tempat menggantung mantel. Mantel ini lazim digunakan sebagai pelapis luar pakaian saat bepergian keluar ruangan karena cuaca yang dingin. Selain itu, mereka juga terlihat memakai kemeja dan dasi. Sukke bahkan membawa tas kerja. Selain kedua tokoh utama ini, terdapat seorang tokoh tambahan yang digambarkan dalam komik ini yang berbeda dengan Fokke dan Sukke karena bukan merupakan sosok hewan antropomorf melainkan sosok lakilaki. Sosok ini digambarkan dengan dahi yang lebar dan bagian atas kepala yang sudah tidak berambut (nyaris botak), duduk di depan meja kerjanya dengan laptop yang sudah terbuka menandakan ia sedang bekerja. Sosok laki-laki tersebut melihat Fokke dan Sukke dengan raut wajah datar dan bibir yang melengkung menandakan ketidaksukaannya karena keterlambatan Fokke dan Sukke. Keterlambatan ini juga menimbulkan makna lain (makna konotatif) yang menunjukkan keengganan sikap mereka untuk bekerja seperti biasanya di hari Buruh dengan menggunakan alasan tidak enak badan. Dalam gambar, komikus menghadirkan tanda budaya suasana bekerja di Belanda melalui latar tempat (kantor dengan meja, laptop, dan rekan kerja), kostum (mantel, kemeja, dasi serta tas kerja), perlengkapan lain (coat hanger), dan juga etos kerja (keterlambatan hadir di tempat kerja mendapat respons negatif dari rekan kerja). Suasana bekerja ini dihadirkan untuk mendukung tema peringatan hari Buruh (Dag van de Arbeid) yang pada tahun 2012 ini jatuh pada hari Kamis tanggal 1 Mei. Dalam dialog, terlihat bahwa sehari sebelumnya (tanggal 30 April) Fokke dan Sukke merayakan hari ulang tahun Ratu di taman Vondelpark. Dialog ini merupakan sebuah pembelaan Fokke dan Sukke atas keterlambatan mereka. Mereka datang ke tempat kerja dengan kondisi pusing dan tidak enak badan karena pada hari sebelumnya telah seharian penuh berpesta untuk memeriahkan hari Ratu. Tanda budaya yang dihadirkan dalam dialog adalah sebuah nama tempat: Vondelpark. Berikut ringkasannya dalam tabel.
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
66
Representamen Hebben een enorme kater.
Objek
Judul latar tempat, kostum, dan perlengkapan dengan suasana kantor serta kondisi fisik yang kater Gambar sehabis berpesta dengan ekspresi tidak bahagia
Vondelpark Dialog
Dag van de Arbeid (hari Buruh)
Interpretan kondisi fisik sehabis minum alkohol pada waktu sehari sebelum hari Buruh 1. buruh yang kurang bahagia karena tertekan dengan pekerjaannya (makna denotatif) 2. pekerja yang sebenarnya malas bekerja di hari Buruh (makna konotatif) tempat perayaan Koninginnedag yang diperingati sehari sebelum hari
Mencermati kesatuannya, ketiga elemen komik ini memperlihatkan sesuatu yang
ironis pada saat peringatan hari Buruh. Hal ini tampak dari
penggambaran Fokke dan Sukke yang merepresentasikan buruh atau pekerja yang justru melanggar kedisiplinan kerja akibat terlalu bersenang-senang di malam perayaan hari ulang tahun Ratu. Keengganan mereka untuk bekerja dengan benar ini barangkali sebagai ‘hadiah’ bagi mereka di hari Buruh tersebut. 3.3.4
Sinterklaasfeest
Empat abad setelah kelahiran Yesus, ada seorang yang bernama Sint Nicolaas (Saint Nicholas atau Santo Nikolas), seorang uskup dari daerah Myra yang terletak di Asia Kecil (Turki). Menurut legenda (geschiedenis24.nl), uskup ini sangat baik hati menolong orang miskin dan kelaparan. Ia diduga meninggal dunia pada tanggal 6 Desember tahun 343. Kemudian pada tahun 1087, jasadnya dipindahkan ke Italia. Namun dalam tradisi Belanda, Sint Nicolaas dikatakan berasal dari Spanyol serta memiliki asisten yang membantunya, yaitu Zwarte Piet, sosok yang digambarkan berkulit hitam. Dalam mitos dikatakan bahwa Zwarte Piet menjadi hitam karena ia sering melewati cerobong asap untuk membagibagikan hadiah Natal. Sinterklaasfeest ini dirayakan pada tanggal 5 Desember (sehari sebelum tanggal kematian Sint Nicolaas). Seminggu sebelum perayaan ini berlangsung, anak-anak sudah mulai menggantungkan sepatu mereka untuk diisi Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
67
hadiah. Sint Nicolaas (yang kemudian lazim disebut sebagai Sinterklaas) dan Zwarte Piet akan datang pada malam sebelumnya dan mengisi sepatu-sepatu tersebut dengan hadiah. Tradisi yang dilakukan para orang dewasa yaitu bertukar kado dan menulis sajak atau syair pendek.
Gambar 3.15 Fokke dan Sukke menghindari beberapa wilayah selanjutnya F: “Kami ingin berbicara dengan konsulat Spanyol.” S: “Paspor kami berdua dicopet.”
Judul terbagi atas tiga bagian: vermijden, sommige buurten, dan voortaan. Vermijden berarti menghindari (Moeimam, 2008:1115), sommige buurten berarti beberapa wilayah atau daerah, dan voortaan berarti selanjutnya (Moeimam, 2008:1166).
Judul
tidak
secara
langsung
merujuk
kepada
perayaan
Sinterklaasfeest. Yang dihadirkan dalam judul ini justru nuansa negatif karena Fokke dan Sukke menghindari beberapa wilayah selanjutnya. Menghindar berarti menjauhkan diri, mengelak supaya lepas. Kata “voortaan” menandakan bahwa ada beberapa daerah sebelumnya, yang juga mengindikasikan bahwa mereka sedang melakukan perjalanan. Terkait dengan tokoh yang muncul, yaitu Sinterklas dan Zwarte Piet, dapat dimaknai bahwa perjalanan yang sedang mereka lakukan adalah perjalanan membagi-bagikan hadiah. Mereka harus menghindari beberapa wilayah selanjutnya dengan pertimbangan alasan keamanan. Sebagai tokoh yang
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
68
membawa banyak benda-benda berharga berupa hadiah, maka keamanan menjadi salah satu hal yang sangat diperhitungkan dalam perjalanan mereka. Dalam gambar dihadirkan Fokke dan Sukke yang berperan sebagai Sinterklaas dan Zwarte Piet. Sinterklaas tampak mengenakan baju kebesaran Paus Katolik Roma dengan tongkat dan Zwarte Piet yang berkulit hitam pekat serta membawa karung digambarkan mengenakan pakaian yang mirip dengan pakaian seragam asisten di Eropa pada abad ke-17 dan 18 dan di telinganya tergantung dua anting-anting bulat yang serupa dengan anting-anting orang Kreol dari Suriname atau Curacao (kompas.com, 2012). Kostum kedua tokoh ini menjadi tanda budaya konkrit yang terkait dengan perayaan Sinterklaasfeest (makna denotatif). Namun, latar tempat yang dihadirkan adalah kantor polisi yang dalam hal ini tidak terkait secara langsung dengan perayaan Sinterklaasfeest. Fokke dan Sukke sebagai Sinterklaas dan Zwarte Piet duduk di depan meja penyidik kepolisian dengan wajah babak belur (makna konotatif). Baju Zwarte Piet tampak sedikit sobek dan tongkat Sint Nicolaas tampak bengkok. Polisi yang berada di depan mereka terlihat sedang mengetik untuk membuat laporan berita acara mengenai kejadian yang dialami mereka. Sint Nicolaas dan Zwarte Piet yang pada makna denotatif merupakan pelaku (pemberi hadiah) diposisikan sebagai korban (mengalami perampokan). Dalam kaitannya dengan perayaan Sinterklaasfeest, situasi yang digambarkan ini sama sekali tidak relevan. Dalam dialog terlihat bahwa Fokke dan Sukke ingin bertemu dengan konsulat Spanyol karena paspor mereka telah dicopet. Lebam pada wajah dan kostum mereka ternyata disebabkan oleh musibah yang mereka alami, yaitu dicopet. Setelah melihat dialog, mulai terlihat jelas bahwa Sinterklaas yang berasal dari Spanyol dan Zwarte Piet yang berkulit hitam diasosiasikan sebagai orang asing atau pendatang (allochtoon). Sebagai warga pendatang, tampaknya mereka mengalami diskriminasi yang berujung pada tindak kriminal (makna konotatif). Mereka melewati daerah yang tidak aman untuk orang asing sehingga mereka harus mengalami musibah kecopetan. Dalam dialog ini mereka ingin bertemu dengan konsulat Spanyol untuk melaporkan kehilangan paspor akibat tindak kriminal yang dialami oleh mereka. Dialog ini pun tidak memuat tanda Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
69
budaya konkrit yang relevan dengan perayaan Sinterklaasfeest. Berikut ringkasannya dalam tabel. Representamen Vermijden sommige buurten voortaan.
Judul
Sinterklaas dan Zwarte Piet dengan kostum Gambar yang sesuai, namun babak belur, melapor di kantor polisi.
Dialog
“We willen de spaanse consul spreken...allebei onze paspoorten gejat.”
Objek
Sinterklaasfeest
Interpretan tidak semua wilayah aman untuk dilalui 1. Sinterklaas dan Zwarte Piet dengan kostum khas untuk perayaan Sinterklaasfeest, suasana penyidikan di kantor polisi (makna denotatif) 2. Sinterklaas dan Zwarte Piet babak belur seperti habis dipukuli (makna denotatif) pendatang yang mengalami tindak kriminal (makna konotatif)
Dalam ketiga elemen pembangun narasi dalam komik ini, terlihat pandangan mengenai Sinterklaas dan Zwarte Piet yang dianggap sebagai pendatang dan mengalami tindak kriminal. Sinterklaas dan Zwarte Piet yang biasa mengelilingi rumah-rumah pada malam hari untuk memberi hadiah kepada anakanak kini harus mengalami kecopetan di tengah jalan. Kedua tokoh ini diposisikan sebagai masyarakat biasa yang berasal dari luar Belanda dan belum mengetahui daerah-daerah yang rawan kriminalitas sehingga mereka mengalami musibah kehilangan paspor mereka dan juga babak belur seperti habis dirampok. Sebagai orang yang membawa banyak hadiah, sungguh hal yang wajar apabila mereka dirampok. Perampokan ini akhirnya berujung kepada terhambatnya proses pembagian hadiah, karena Sinterklaas dan Zwarte Piet berencana menghindari wilayah selanjutnya sehingga hadiah tidak dapat terbagi secara merata ke seluruh wilayah. Hal ini menjadi sebuah humor namun juga ironi karena menunjukkan bahwa beberapa wilayah di Belanda dikatakan tidak aman dan rawan kriminalitas. Oleh sebab itulah, dalam judul diberitahukan bahwa mereka menghindari jalanjalan berikutnya agar tidak mengalami pengalaman tidak menyenangkan ini lagi.
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
BAB 4 KESIMPULAN
Komik Fokke & Sukke merupakan komik yang populer di Belanda. Komik ini mengusung humor dengan nada satir dan ironis. Umumnya tema-tema yang dihadirkan berasal dari kejadian-kejadian yang terjadi di masyarakat Belanda. Komik ini hadir dalam beberapa bentuk, salah satunya adalah komik kalender sobek Fokke & Sukke Scheurkalender 2012. Komik kalender Fokke & Sukke Scheurkalender 2012 sarat dengan tandatanda budaya yang dihadirkan dalam tiga elemen pembangun narasi visual komik, yaitu dalam judul, gambar, maupun dialog. Tanda-tanda budaya tersebut dapat muncul dalam salah satu bagian atau lebih dari satu bagian dari ketiga elemen pembangun narasi visual. Tanda budaya yang dihadirkan dapat berupa tanda yang konkrit maupun abstrak. Tanda budaya konkrit dihadirkan melalui gambar (kostum, latar belakang), melalui dialog (ujaran, percakapan), ataupun melalui judul. Tanda budaya abstrak disarikan dari pemaknaan yang dibangun berdasar tanda budaya konkrit. Pemaknaan tanda budaya memperlihatkan dua hal besar: yang pertama yaitu tanda yang bersetia dengan makna awal hari besar (makna denotatif), yang kedua yaitu tanda yang menyimpang dari makna hari besar dan mengalihkannya menjadi wacana lain (makna konotatif). Makna yang terakhir selanjutnya juga hadir dalam bentuk metafora dan metonimi. Metafora menyiratkan kesamaan bentuk atau esensi, yang salah satunya dihadirkan dalam komik Hemelvaartsdag yang menyamakan Yesus dengan pesawat terbang. Metonimi memperlihatkan stereotipe yang menyangkut kesamaan sebuah ciri yang mewakili keseluruhan seperti yang salah satunya dihadirkan dalam komik hari kedua Kerstdag yang menganggap bahwa makanan spesial adalah masakan ala Prancis.
70
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
71
Dari pemaknaan itu, sampailah saya pada simpulan yang memperlihatkan representasi budaya Belanda yang hadir dalam komik Fokke & Sukke Scheurkalender 2012. Berikut ini representasi budaya Belanda yang dihadirkan dalam komik kalender Fokke & Sukke Scheurkalender 2012 berdasar analisis saya. 1. Pada komik hari-hari besar keagamaan (Goede Vrijdag dan Hemelvaartsdag) ditemukan representasi yang memperlihatkan ketidakpedulian terhadap harihari besar tersebut. Pada komik hari besar keagamaan lainnya (Paasdag dan Kerstdag) terlihat pergeseran nilai: bukan lagi nilai religius yang penting tetapi hal-hal yang sifatnya pragmatis. Agama menjadi tradisi atau mitos belaka yang tidak lagi diagungkan dan disucikan tetapi dapat dilecehkan dengan membuatnya menjadi lelucon. 2. Pada komik hari-hari besar kenegaraan yang terkait dengan masa lalu (sejarah) yang merenggut korban jiwa (Dodenherdenking) terlihat ada empati yang besar. Sedangkan untuk hal-hal lainnya, misalnya yang menyiratkan kegembiraan ditemukan pergeseran nilai (Bevrijdingsdag). Dalam momen yang berupa acara resmi kenegaraan dihadirkan suasana yang memperlihatkan berkurangnya
kewibawaan/kharisma
Ratu
di
mata
masyarakat
(Koninginnedag dan Prinsjesdag). 3. Pada hari besar tradisi ada kecenderungan mempertahankan tradisi (Oud en–
Nieuwjaarsdag), tetapi ada juga upaya memasukkan hal-hal baru yang kontekstual saat ini seperti isu kriminalitas (Sinterklaasfeest), atau etos kerja yang tinggi (Dag van de Arbeid), maupun maraknya perjudian (Drie Koningen Dag). Demikian simpulan dari hasil analisis saya terhadap hari-hari besar tertentu dalam komik kalender Fokke & Sukke Scheurkalender 2012.
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
DAFTAR REFERENSI Sumber Pustaka Primer: Reid, Geleijnse, & Van Tol. (2011). Fokke & Sukke Scheurkalender 2012. Amsterdam: Interstat B.V. Sumber Pustaka Sekunder: Biedermann, Hans. (2008). Symbolen van A tot Z (3e druk). Utrecht: Spectrum. Danesi, Marcel & Perron. (2004). Pesan, Tanda, dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori Komunikasi. Yogyakarta: Jalasutra. Darmodihardjo, Shidarta Darji. (1995). Pokok-pokok filsafat hukum: apa dan bagaimana filsafat hukum Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Ghesquiere, Rita. (2007). Het Verschijnsel Jeugdliteratuur (9e druk). Leuven: Acco. Goscinny, René & Albert Uderzo. (2004). Asterix in Britain. London: Orion Books. Hosking, Arthur N. (1954). ‘Cartoon’ dalam Collier’s Encyclopedia (Volume 4). New York: P.F. Collier&Son. Keraf, Gorys. (1994). Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Utama. Koentjaraningrat. (1996). Pengantar Ilmu Antropologi (Jilid I). Jakarta: Rineka Cipta McCloud, Scott. (1993). Understanding Comics: The Invisible Art. New York: Harper Perennial. Sabin, Roger. 1996. Comics, Comix, & Graphic Novels: A History of Comic Art. London: Phaidon Press. Savitri, Ayu Ida. (2006). Interpretasi Strip Komik Peanuts: Pemaknaan Pembaca atas Peristiwa Budaya di dalamnya. Tesis Universitas Indonesia. Storey, John. (2007). Cultural Studies dan Kajian Budaya Pop. Yogyakarta: Jalasutra. Thwaites, Tony., Davis, Lloyd., & Mules, Warwick. (2002). Introducing Cultural and Media Studies: A Semiotic Approach. Palgrave Macmillan.
72
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
73
Van Der Pol, Coosje. (2010). Prentenboeken als Literatuur:Een structuralistische benadering van het concept 'literaire competentie' voor kleuter. Eburon, Delft: Stichting Lezen. Yuniarto, Is. (2009). Garudayana. Jakarta: PT. M&C Gramedia. Sumber Pustaka Leskikografi: Anonim. (2008). Cambridge Advanced Learner’s Dictionary. Cambridge: Cambridge University Press. Anonim. (2007). Encyclo Online Encyclopedia. <www.encyclo.nl> Anonim. (2012). Oxford Dictionary Online.
Den Boon, Ton&Geeraerts, Dirk. (2005). Van Dale Groot Woordenboek van de Nederlandse Taal. Utrecht–Antwerpen: Van Dale Lexicography. Moeimam, Susi., & Steinhauer, Hein. (2008). Kamus Belanda-Indonesia (cetakan kedua). Jakarta: PT. Gramedia. Paragon Software Group. (2008). Van Dale Nederlands (Version 2.34 for Apple iPhone). Webster’s New World College Dictionary (3rd ed.). (1995). Macmillan USA. Sumber Elektronik: Artikel Anonim. (2011). Hoedjesparade 2011. <www.prinsjesdag2011.nl>. Anonim. (2011, Januari 1). Queen’s Day (Koninginnedag). <www.denhaag.nl>. Anonim. (n.d). 4 en 5 mei herinneren. <www.4en5mei.nl>. Anonim. (n.d). About Waylon After All. <www.waylon.nl>. Anonim. (n.d). Air Traffic Control (ATC). . Anonim. (n.d). Driekoningen: oorsprong en tradities. Anonim. (n.d). Eieren met Pasen: Waarom eigenlijk?. <www.coquinaria.nl>. Anonim. (n.d). Geschiedenis Albert Heijn. <www.ah.nl>. Anonim. (n.d). Het klimaat van Nederland..
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
74
Anonim. (n.d). Pasen komt er aan! Waar komt de paashaas vandaan?. <www.smulweb.nl>. Anonim. (2012). PERSINFO: <www.pve.nl>
Pasen;
consumptive
eieren
32
miljoen.
Anonim. (n.d). Tempat Ziarah Tanah Suci – Israel. <www.nazarinus.com>. Anonim. (n.d). The Beatles and Drugs. <www.beatlesbible.com/features/drugs>. Anonim. (n.d). Troonrede. <www.rijksooverheid.nl>. Anonim. (n.d).Over Powned: voor wie. <www.powned.tv>. BBC. (2012). William the Conqueror. <www.bbc.co.uk/history>. De Jager, Jef. (n.d). Rituelen & Tradities. <www.jefdejager.nl>. Duke, Barry. (2009, Juli 9). Christianity is all but dead in holland, ant the C of E heads for the extinction in the UK. . Katski, David. (n.d). What is Good Friday?. <www.faithclipart.com>. Robinson, Michael T. (n.d). The Generations: What Generation are You?. <www.careerplanner.com>. Smeets, Joris. (2004, November). <www.geschiedenis24.nl>.
De
herkomst
van
Sinterklaas.
Vink, Jeroen. (n.d). Oud en Nieuw in verschillende culturen. <www.beleven.org>. Yahya, Harun. (n.d). Keruntuhan Teori Evolusi. . Artikel Surat Kabar ANP/AFP. (2010, September 13). “PVV Berang Tayangan Idul Fitri”. Radio Nederland Wereldomroep. <www.rnw.nl/bahasa-indonesia>. Bliki, Francois. (2000, Mei). “Geschiedenis van 1 Mei: van de internationale stakingen voor de 8-urendag tot vandaag”. De Militant. <www.socialisme.be>. de Jong, Steven. (2012, April 30). “Koninginnedag, nationale ontlading. Zuipen en schreeuwen als folklore.” NRC Handelsblad, <www.nrc.nl>. Iw/ie/nis/wp. (2011, Mei 17). “Lagu Islami Anak-anak Bikin Partai Wilders Meradang.” <www.suaramedia.com>.
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
75
Klis,
Hans. (2011, September 6). “PBC: Waxinelichtwerper ontoerekeningsvatbaar.” NRC Handelsblad, <www.nrc.nl>.
M10-08. (2008, Juni 17). “Doraemon .
Jadi
Duta
Besar.”
is
Kompas,
Redactie. (2008, Januari 28). “Naakt protest tegen bontjassen”. De Telegraaf, <www.telegraaf.nl >. Susanto, Abdi. (2009, Agustus 8). “Garudayana, Kisah Perjalanan Garuda Sakti”. Kompas, . Van der Pas, Jacqueline. (2009, April 11). “Pasen, paaseieren en bijzondere tradities.” Postzegelblog het online postzegelmagazine!. <www.postzegelsblog.nl>. Jurnal dan Publikasi Elektronik Anonim. (1995). “Comic strips continue to reflect society.” USA Today; Aug 1995; 124, 2603; . Anonim. (n.d). Semiotics for Beginners. . Barthes, Roland ([1964] 1967). Elements of Semiology (trans. Annette Lavers & Colin Smith). London: Jonathan Cape. Baudart, Sébastien. (n.d) Strips in de Belgische dagbladpers, 1945-1950: Aspecten van het publicatiebeleid en van de politiekmaatschappelijke inhoud. Licentiaat in de Geschiedenis .– Liberaal Archief, Gent. . Chandler, Daniel. (n.d). Denotation, .
Connotation
and
Myth.
Hill, George E. (1943, May). Word Distortions in Comic Strips. Morningside College: Sioux City, Iowa. The Elementary School Journal, Vol 43, no.9 pp 520-525. Hoff, Garry R. (1982, Mar). The Visual Narrative: Kids, Comic Books, and Creativity. Art Education, Vol. 35, No. 2, pp 20-23. . Irzanti,
Susanto. Metode semiotika. <staff.ui.ac.id/internal/130536771/publikasi/metodesemiotika.pdf>.
(n.d)
Kessels, René & Frank Koper. (2007). Suske en Wiske Overzichtscatalogus. Antwerpen: Standaard Uitgeverij. Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
76
Lavin, Michael R. (1998). A Librarian’s Guide to Marvel Comics (Vol.24, No.2). . Lent, John A. Comic Books and Comic Strips: A Bibliography of the Scholarly Literature. Choice; Jul 2007; 44, 11; pg. 1855. . Meskin, Aaron. (2007). Defining Comics. The Journal of Aestethic and Art Criticism. Vol.65, issue 4, pp.369-379. <Wiley Online Library>. Mitchell, Claude. Comic Strips: How Well Can Our Pupils Read Them?”. The Clearing House, vol.24, NO.7 (Mar., 1950), pp.415-418. Taylor & Francis, Ltd. . Newcomb, Rain. (2011). (In) Between Word And Image: Reading Comics. Thesis of Faculty of the Graduate School of Western Carolina University. . Panofsky, Erwin. (1970a). Meaning in the Visual Arts. Harmondsworth: Penguin. Perry, George. “The Penguin Book of Comics”. Harmondsworth, Middlesex, England: Penguin Books Ltd., 1967, p.16. . Sumber Gambar: Gambar 2.1 http://www.squidoo.com/lascauxcavepaintings Gambar 2.2 http://en.wikipedia.org/wiki/File:Tapisserie_de_Bayeux_31109.jpg Gambar 2.3 McCloud, 1994: 36 Gambar 2.4 http://a4.ec-images.myspacecdn.com, http://www.birdsgallery.net, http://www.sikb.nl Gambar 2.5 www. foksuk.nl (telah diolah) Gambar 2.6 http://filmcentrum.nl (telah diolah) Gambar 2.7 http://filmcentrum.nl (telah diolah) Gambar 2.8 http://www.jacktummers.nl (telah diolah) Gambar 2.9 www.aakrititalkart.com (telah diolah) Gambar 2.10 cartoonstock.com Gambar 2.11 http://www.indomanga.com Gambar 2.12 mangable.com/doraemon/chapter-105/ Gambar 2.13 zoom-comics.com Gambar 2.14 inf.ethz.ch Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
77
Gambar 2.15 Danesi, 2004:37 Gambar 3.1 Danesi, 2004:37 (telah diolah) Gambar 3.2– 3.15 Fokke & Sukke Scheurkalender 2012
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1: Pemaparan Singkat Tentang Komik Fokke & Sukke Fokke & Sukke merupakan kreasi dari John Reid, Bastiaan Geleijnse, dan JeanMarc Van Tol dan muncul untuk pertama kalinya dalam sebuah majalah mingguan untuk pelajar, Propria Cures (1994). Penerbit de Harmonie kemudian mulai memasarkan kumpulan strip komik Fokke & Sukke pada tahun 1997. Sejak saat itu popularitasnya terus meningkat dan akhirnya menjadi bagian dari harian ternama Belanda NRC Handelsblad sejak tahun 1999 hingga saat ini. Pada tahun 2003,
Fokke
&
Sukke
juga
meraih
penghargaan
Stripschapprijs*
dari sebuah organisasi pecinta komik, Het Stripschap. Selain itu, pada Desember 2003 sampai dengan Februari 2004, komik ini dipamerkan di Museum Pers Belanda. Dalam rangka memperingati sepuluh tahun keberadaan komik ini di surat kabar NRC Handelsblad, pada tanggal 1 September 2009 harian ini menghadiahi pembacanya dengan ilustrasi Fokke & Sukke di setiap halaman. Seiring dengan popularitasnya yang meningkat, strip komik ini juga disajikan dalam bentuk buku tematis dan kaleidoskop seri “Het Afzien van (jaar)…” tahun 2000-2008). Strip komik ini telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa, yaitu bahasa Inggris, Rusia, dan Hongaria. Selain itu, strip komik ini juga dipublikasi dalam bentuk kalender sobek atau disebut juga sebagai komik kalender sobek (scheurkalender). Tokoh Fokke dan Sukke merupakan unggas-unggas yang digambarkan dengan unik karena bagian atas tubuhnya mengenakan baju seperti manusia, namun bagian bawah dibiarkan terbuka sehingga memperlihatkan bentuk kemaluan laki-laki. Fokke mewakili gambaran seekor bebek yang mengenakan topi biru khas pelaut dan Sukke merepresentasi seekor burung kenari kuning yang memakai topi merah dengan posisi terbalik. ---*Stripschaapprijs adalah penghargaan pencapaian seumur hidup yang telah diberikan sejak tahun 1974, yang diberikan kepada seorang kartunis atau penulis yang sangat berjasa terhadap dunia kartun secara khusus kartun Belanda. Hadiah ini diberikan oleh organisasi Het Stripschap atas rekomendasi dari komisi independen. (n.d, www.stripschap.nl).
78
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
(lanjutan) 79
Cerita yang diangkat dalam Fokke & Sukke sifatnya sederhana dengan dialog yang singkat namun penuh makna dan merupakan reaksi dari fenomena yang sedang terjadi di Belanda atau di dunia serta sarat dengan unsur ironi. Hal ini barangkali terkait dengan latar belakang kesejarahan komik ini yang pada awalnya dimuat dalam majalah Propria Cures (1994), sebuah majalah satir milik kalangan pelajar. Hampir setiap komik mengandung makna yang dalam, tersembunyi di balik balon katanya. Untuk itu pembaca perlu mencermati lebih dalam untuk menangkap humor dan satir yang dihadirkan. Humor dan satir dalam komik ini barangkali juga sengaja dihadirkan dalam pemilihan nama dan penggambaran tokoh Fokke dan Sukke. Nama Fokke dan Sukke terdengar mirip dengan kata umpatan dalam bahasa Inggris (fuck dan suck). Dalam situs resmi Fokke & Sukke dilansir bahwa komikus pembuatnya tidak berniat menamainya senada dengan kedua kata umpatan tersebut. Kedua nama tokoh diambil dari bahasa pergaulan pelajar yang sedang populer pada masa (sekitar tahun 1994): “zit niet zo te sukken”. Kata sukken yang dimaksud disini adalah kebiasaan menghisap darah yang keluar dari kuku (brabantstrip.be). Namun dalam perkembangannya, nama Fokke dan Sukke seringkali dikaitkan dengan kata umpatan “fuck” dan “suck”. Kata umpatan fuck memang digunakan di Belanda namun dengan pelafalan yang berbeda. Dalam bahasa Inggris, kata fuck diucapkan /fʌk/ dan di Belanda menjadi /fuk/. Perubahan fuck menjadi fokke dan suck menjadi sukke serta perubahan tulisan [ck] menjadi [k], memperlihatkan dua kata ini mengalami adaptasi dalam bahasa Belanda. Demikian pula dengan penambahan e /ǝ/ di bagian belakang yang menunjukkan kekhasan nama Belanda, seperti Hanneke (nama wanita khas Belanda), Tonke (nama penulis cerita anak De Brief voor de Koning, Tonke Dragt), maupun judul komik Suske&Wiske (1945). Penamaan Fokke & Sukke juga merupakan salah satu bentuk penyesuaian budaya dari kata fuck dan suck yang dapat memperkuat sense of belonging pembaca Belanda terhadap komik ini. Selain nama tokoh, penggambaran hewan antropomorf (mensvorming: bentuk manusia, vermenselijkend: dimanusiakan) yang dipilih pun merupakan Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
(lanjutan) 80
sebuah tanda. Fokke digambarkan sebagai bebek dan Sukke sebagai burung kenari. Hewan yang dipilih sebagai tokoh Fokke dan Sukke ini adalah jenis unggas atau yang dalam ilmu biologi termasuk dalam kelas aves (burung). Dalam Symbolen van A tot Z (2008:107) dipaparkan makna simbol bebek sebagai berikut. Bebek disebut juga sebagai burung air karena habitatnya di air. Hewan ini memiliki makna yang berbeda-beda di berbagai masa dan tempat. Pada karyakarya masa Hellenisme*, bebek merupakan simbol untuk sesuatu yang erotis. Di Galia (Italia), bebek justru dianggap sebagai hewan yang suci dari keturunan Sequani dan Sequana, nama dewa mereka. Lain lagi dengan di Cina, bebek (ya) merupakan sebuah kata yang tabu untuk diucapkan karena mengandung arti lain yaitu penis dan homoseksual. Di Asia Timur, bebek merupakan gambar positif yang berarti kesetiaan. Penamaan tokoh Fokke dan Sukke yang senada dengan umpatan kasar “fuck” dan “suck” serta penggambaran tokohnya ini semakin melengkapi kehadiran humor satir dan ironi yang diusung oleh komikus. -----------*Zaman Hellenisme adalah zaman keemasan kebudayaan Yunani. Tokoh yang berjasa dalam pengembangan kebudayaan ini adalah Iskandar Agung (356-323 SM), murid Aristoteles. (Darmodiharjo, 1995:64)
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
(lanjutan) 81
LAMPIRAN 2: Komikus Fokke & Sukke
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
(lanjutan) 82
LAMPIRAN 3: HALAMAN SAMPUL KOMIK KALENDER SOBEK FOKKE & SUKKE SCHEURKALENDER 2012
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012
(lanjutan) 83
LAMPIRAN 4: HALAMAN BELAKANG KOMIK KALENDER SOBEK FOKKE & SUKKE SCHEURKALENDER 2012
Universitas Indonesia
Representasi budaya..., Rianti Demerista Manullang, FIB UI, 2012