BUDAYA PARTISIPASI (PARTICIPATORY CULTURE) PADA KELOMPOK PENGGEMAR KOMIK (KAJIAN BUDAYA PARTISIPASI PADA KOMUNITAS KOMIK BUNGKUL SURABAYA) Ika Mardiana Program Studi Ilmu Informasi dan Perpustakaan Departemen Informasi dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga Abstrak Di tengah keberadaan perpustakaan umum yang menyediakan bacaan komik, bermunculan banyak kelompok penggemar komik. Komik menjadi produk budaya yang memberikan ketertarikan bagi para pembacanya. Pada perkembangannya komik tidak sekedar dikonsumsi (dibaca) untuk aktivitas rekreasional tetapi lebih dari itu. Bagi penggemar komik yang memiliki kecintaan lebih terhadap komik, komik mengantarkan penggemar pada proses perluasan makna. Para penggemar menjadikan komik sebagai sarana eksistensi diri dan aktualisasi diri. Para penggemar bahkan mengembangkan aktivitas bersama dalam kelompok. Terjadi pergeseran budaya pada penggemar, tidak hanya budaya konsumtif, budaya partisipasi menjadi budaya baru di kalangan penggemar. Berbagai bentuk partisipasi muncul dalam kelompok penggemar. Studi kualitatif pada penelitian ini mencoba memahami budaya partisipasi dalam kelompok penggemar. Melalui perspektif cultural studies menggunakan metode etnografi, studi ini berusaha mempelajari struktur makna pada teks yang dikonsumsi pembaca, kemudian mengaitkannya dengan perilaku yang diintrepretasi anggota kelompok penggemar. Melalui Komunitas Komik Bungkul Surabaya penelitian ini dilakukan. Studi ini menghasilkan tipologi budaya partisipasi kelompok penggemar Contemporary Comics Participant dan Temporary Comics Participant. Temporary Comics Participant merupakan pseudo-fan (bukan penggemar sesungguhnya) yang memaknai aktivitas konsumsi komik secara fungsional dan bersifat tentatif dalam kelompok. Contemporary Comics Participant merupakan penggemar yang memaknai aktivitas konsumsi komik secara simbolis dan berafiliasi dalam kelompok secara aktif menggunakan segala kemampuannya untuk berpartisipasi. Contemporary Comics Participant terbagi atas dua subtipe. Pertama, Fanatic Fans, penggemar yang tersimulasi pada satu genre komik dan melakukan aktivitas konsumsi yang berlebih, berafiliasi dalam banyak kegiatan secara virtual dan non-virtual. Lunar Fans, penggemar yang memiliki ketertarikan komik dalam banyak genre, cenderung berafiliasi pada aktivitas non-virtual, aktivitas virtual hanya sebagai sarana alternatif. Keyword: kelompok penggemar komik, budaya konsumtif, budaya partisipasi, Contemporary Comics Participant, Temporary Comics Participant Abstract In the midst of the existence of public libraries providing comic, emerging many comics fandom. Comics as cultural products that give interest to their readers. In the development of the comic is not just consumed (read) for recreational activities but more than that. For fans of the comic who has more love for comics, comic fans deliver in the process of expanding meaning. The fans of comics as a means of self-existence and self-actualization. The fans even develop joint activities within the group. There was a shift in the culture of fans, not just consumer culture, the participatory culture as a new culture among fans. Various forms of participation in fandom. Qualitative studies in this study tried to understand the participatory culture in a fandom. Through the perspective of cultural studies using ethnographic methods, this study sought to learn 1
the structure of meaning in the text that the reader consumed, and then relate it to behavior interpreted by members of fandom. Through the Komunitas Komik Bungkul Surabaya this research. This study resulted typology the participatory culture of fandom, Contemporary Comics Participant and Temporary Comics Participant. Temporary Comics Participant is a pseudo-fan (not a real fan) who interpret the functional activity of the comic consumption and tentative in the group. Contemporary Comics Participant is a fan of comics consumption activity that interpret symbolically and affiliated in the group are actively using all his ability to participate. Contemporary Comics Participant divided into two subtypes. First, Fanatic Fans, fans were simulated on the genre of comics and excessive consumption activities, many activities are affiliated in virtual and non-virtual. Lunar Fans, comic fans who have an interest in many genres, tend to be affiliated to the activities of non-virtual, virtual activity only as an alternative means. Keyword: comic fandom, consumer culture, participatory culture, Contemporary Comics Participant, Temporary Comics Participant Pendahuluan Di tengah keberadaan perpustakaan umum yang menyediakan koleksi (bacaan) komik, dewasa ini banyak bermunculan kelompok penggemar, atau komunitas komik dalam masyarakat dengan berbagai macam karakteristik dan jenis. Bermacam-macam kelompok penggemar komik terlihat, baik secara virtual maupun non-virtual. Para penggemar berpartisipasi dalam kelompok secara aktif, mereka berbagi dan bertukar informasi. Para penggemar komik ini membangun budaya baru dalam kelompok mereka, tidak hanya budaya konsumtif untuk membaca melainkan lebih dari itu. Melalui kelompok, para penggemar ini mengembangkan informasinya dan lebih dari itu mereka juga dapat mengembangkan kemampuannya. Pada era ini, dimana informasi dan teknologi berkembang beriringan, informasi yang membludak dan teknologi yang berkembang pesat, telah membawa dinamika baru bagi kelompok penggemar. Telah banyak kelompok penggemar yang memanfaatkan teknologi untuk menunjang aktivitas mereka. Era cyberculture, telah membawa arus budaya baru dalam masyarakat penggemar dalam berpartisipasi dan memanfaatkan media jejaring yang tersedia seperti Facebook, Twitter, dan blog untuk berkomunikasi, berbagi, dan berkontribusi. Deretan kelompok maupun grup berbagi bermunculan, dan jumlahnya pun tidak terhingga dengan berbagai jenis kelompok. Terdapat banyak kelompok penggemar ataupun komunitas komik di Indonesia yang memanfaatkan media sosial sebagai media relasi. Hal ini dibuktikan melalui jumlah anggota dari berbagai kelompok penggemar. Kelompok penggemar komik yang terbesar animo anggotanya sementara ini dapat dilihat pada kelompok penggemar DBkomik. Hampir 60.000-an lebih anggota mengikuti DBkomik. Kemudian pada forum penggemar komik di kaskus.co.id, hampir 11.000-an anggota berada dalam forum Manga, Manghua, & Manhwa, dan 9.000-an anggota dalam forum Western Comic. Pada kelompok penggemar yang lain, yakni Komikoo, anggota yang ada mencapai 4000-an lebih dalam Facebook. Adanya situs komik online dalam beberapa situs sesungguhnya membuat penggemar kini semakin mudah untuk mengakses komik terbaru, dan berbagi informasi, serta berkomunikasi dengan penggemar lain dalam rangka pengembangan informasi komik. Berikut ini situs komik online karya Indonesia yang memiliki penggemar dengan jumlah yang luar biasa. “Kartun Ngampus – Kebahagiaan Mahasiswa”, ini adalah salah satu komik strip dengan jumlah penggemar yang terbanyak dengan 263.000 like (Facebook) dan 28.000 follower (Twitter). Kemudian “Si Juki” dengan karakter anti mainstream-nya telah memiliki penggemar 151.000 like (Facebook) dan 51.500 follower (Twitter). “Kostum”, memiliki penggemar 41.400 like (Facebook) dan 2000 follower (Twitter). “Si Blank” memiliki penggemar 39.300 like (Facebook) dan 1.400 follower (Twitter), “Masdimboy” memiliki penggemar 37.000 like (Facebook) dan 3.800 follower (Twitter), “Tuti and Friends” memiliki penggemar 21.500 like (Facebook) dan 1.200 follower (Twitter), “The 2
Real Suara Rumput Liar” memiliki penggemar 37.300 like (Facebook) dan 750 follower (Twitter), “Komik Kampus Holic” memiliki penggemar 15.500 like (Facebook) dan 6.000 follower (Twitter), “AliasNaik” memiliki penggemar 12.300 like (Facebook) dan 2.400 follower (Twitter), dan “Loading TCS” memiliki penggemar 10.000 like (Facebook) dan 2.500 follower (Twitter). Berbagai website seperti ngomik.com, komikoo.com, dbkomik.com, komikid.com, mangaku.com dan berbagai aplikasi seperti Ngomik, OBAMA, Pocket Manga, Comics, Komik Marvel, dan Rage Comics, kini juga telah tersedia dan dapat dinikmati oleh para penggemar. Para penggemar dapat menjadi anggota dari situs-situs yang ada, dan membacanya secara gratis. Oleh karena minat penggemar komik tidak hanya sekedar dalam hal membaca saja melainkan lebih dari itu yakni mengembangkan aktifitas lain seperti membuat komik kembali dan mengkoleksi kostum maupun action figure, maka melalui situs yang telah tersedia para penggemar juga dapat pula berpartisipasi didalamnya seperti berbagi informasi, memberi komentar, memberikan masukan, dan bahkan mengunggah hasil karyanya. Banyak nilai lebih yang dapat diperoleh oleh penggemar melalui situs online ini. Melalui perkembangan teknologi informasi sesungguhnya telah memberikan peluang besar pada para pecinta komik untuk mengembangkan aktivitasnya yang tidak hanya sekedar membaca melainkan lebih dari itu, yakni para pecinta komik dapat melakukan aktivitas produktif pula. Pada berbagai konsep tentang reading experience, salah satunya konsep dari Rosenblatt, kritikus respon pembaca, dijelaskan bahwa dalam proses membaca memunculkan suatu respon pengalaman membaca (Rosenblatt, 2005: 66-74). Pembaca selama proses membaca tidak hanya dapat melakukan aktivitas konsumsi melainkan mengembangkan apa yag telah pembaca dapat dari proses membaca dengan berbagai bentuk aktivitas. Melalui kemajuan perkembangan teknologi itulah tentu mendukung dan memberikan kesempatan kepada para penggemar untuk bersikap produktif dan berpartisipasi aktif. Pada beberapa tahun terakhir telah banyak para pecinta komik yang telah menuangkan pemikirinnya tentang komik ke dalam berbagai bentuk karya. Karya yang paling sering adalah dalam bentuk buku-buku. Berikut ini merupakan contoh para pecinta komik yang menuangkan pemikirannya tentang komik kedalam buku Scott McCloud dengan 'Understanding Comic : the Invisible Art', Maurice Horn dengan bukunya 'World Encyclopedia of Comics', dan masih dapat ditemukan lagi penulis-penulis lain dalam negeri yang tertarik dalam mengulas komik. Kemudian karya lain dari para pecinta komik yang paling sering adalah dituangkan dalam berbagai bentuk aksi cosplay, melalui aksi ini para pecinta komik dapat bermain dan membentuk jati dirinya seperti pelaku komik yang diperankannya. Bentuk pemikiran lain tentang komik adalah dituangkannya dalam festival-festival yang memberi wadah untuk para kelompok penggemar komik untuk berkreativitas dan menyajikan apa yang telah didapat dari kegiatan membaca. Di Indonesia, selama 2014 saja berjajar acara berbasis komik seperti kompetisi komik, pameran komik, Pasar Komik Bandung, dan festival komik. Melihat banyaknya jumlah penggemar komik di Indonesia dengan beragam aktivitasnya yang tidak hanya aktivitas konsumtif, ini menunjukkan bahwa komik, telah membawa arus baru dalam masyarakat, yakni membawa pembaca menjadi penggemar, dan membawa penggemar pada budaya baru, budaya baru untuk bersifat partisipatif dan kontributif. Komik membawa budaya baru di masyarakat. Komik menjadi produk budaya yang mempengaruhi gaya hidup, pola konsumsi dan cara berpikir masyarakat. Menurut Jenkins (2008:3) konsumsi dan kecintaan terhadap fiksi (komik) ini pada akhirnya bersamaan dengan perjalanan kemajuan teknologi telah membentuk budaya baru yakni budaya partisipasi. Para kelompok penggemar di Indonesia ini membentuk situs jejaring online yang mampu menampung dan menjembatani keterbatasan akses antara penggemar satu dengan penggemar yang lain. Berdasarkan fenomena banyaknya situs jejaring online yang dibentuk oleh kalangan kelompok penggemar ini maka tidak heran jika tren yang ada saat ini adalah dimana para kelompok penggemar komik memanfaatkan media sosial yang ada, disamping media offline (face to face), untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki. Jenkins mengungkapkan bahwa penggemar dari media adalah konsumen yang juga memproduksi, pembaca yang juga menulis, penonton yang juga 3
berpartisipasi (Lewis, 1992:208). Melalui kegiatan partisipasi para penggemar mentransformasi pengalaman mengkonsumsi media menjadi produksi teks baru, bahkan budaya baru dan komunitas baru (Jenkins, 1992:46). Melihat fenomena munculnya beragam kelompok penggemar khususnya kelompok penggemar komik dengan beragam aktivitas budaya partisipasi diikuti dan diiringi dengan perkembangan teknologi, maka penelitian ini diarahkan untuk mengkaji tentang budaya partisipasi yang saat ini telah marak muncul sebagai bentuk respon atas kebutuhan informasi, budaya populer, dan tentunya atas perkembangan teknologi. Melihat dalam studi sebelumnya pula, yakni studi Jenskin (2008:200-208), yang menunjukkan bahwa proses membaca novel Harry Potter itu juga menimbulkan aksi-aksi partisipasi seperti pembentukan film dan permainan, maka penelitian ini difokuskan pada studi partisipasi dalam kelompok penggemar komik dengan didasarkan atas pengalaman membaca atau respon para penggemar terhadap bacaan komik. Pertanyaan Penelitian Pada penelitian ini terdapat tiga pertanyaan penelitian meliputi: 1. Bagaimana pengalaman membaca komik mendorong penggemar untuk berpatisipasi dalam kelompok (komunitas) baik secara virtual maupun non-virtual? 2. Bagaimana budaya partisipasi yang terbangun dalam kelompok penggemar komik baik secara virtual maupun non-virtual? 3. Bagaimana bentuk partisipasi penggemar yang terbangun dilihat dari pengalaman membaca dan budaya partisipasi? Komik sebagai bagian dari Produk Budaya Komik merupakan hasil atau produk budaya populer yang berkembang, dikonsumsi, dan diminati masyarakat secara luas. Sebagai salah satu jenis fiksi popular, komik menawarkan berbagai nilai kesenangan, fantasi dan hiburan bagi pembacanya. Tidak heran jika komik merupakan produk budaya yang kemudian mampu menghasilkan konsumen dalam jumlah yang banyak dan tidak jarang kemudian menimbulkan fanatisme di kalangan pembaca komik, memunculkan para penggemar (fans) dan kelompok penggemar (fandom). Komik kini tidak hanya dijadikan bahan bacaan yang bersifat rekreasional. Menurut Erni (2006:3), bahan bacaan termasuk komik tidak hanya sebagai bagian gaya hidup tapi juga memberikan kapital budaya yakni sebagai sumber daya simbolik, memberikan kebanggan diri, dan bahkan membentuk serta memperluas relasi serta jaringan sosial yang mengarah pada reproduksi kelompok sosial. Seperti yang diungkapkan oleh Baudrillard obyek tidak lagi dikonsumsi atas dasar kegunaan atau nilai tukar melainkan karena manfaat sekunder dari obyek atau yang disebut dengan nilai tanda (symbol value) (Featherstone, 2001: 161). Komik menjadi salah satu budaya popular yang meberikan ketertarikan dan menyedot banyak penggemar secara luas untuk menjadi produk konsumsi. Aktivitas Membaca Penggemar Komik Sebagai salah satu bentuk aktivitas konsumsi, aktivitas membaca oleh konsumen atau penggemar bukanlah sekedar pemenuhan atas kebutuhan semata melainkan dapat lebih dari itu yakni sebagai bentuk pemenuhan atas hasrat konsumen atau penggemar. Dalam perspektif budaya konsumen, aktivitas konsumsi seperti membaca merupakan ekspansi produksi komoditas kapitalis yang berkaitan dengan masalah kesenangan emosional, mimpi-mimpi dan hasrat atau keinginan (Featherstones, 2008: 29-30). Oleh sebab itu dalam aktivitas membaca ini terdapat motif tertentu, diluar motif kebutuhan, yang muncul sebagai suatu ketertarikan ketika seseorang melakukan aktivitas membaca. Bagi para penggemar komik, aktivitas membaca bukanlah merupakan aktivitas yang biasa tetapi aktivitas yang melibatkan experience yang membuat penggemar terisolasi dari dunianya selama proses membaca. Terdapat proses dialektika antara teks dan pembaca yang terjadi selama proses membaca. Seperti yang dijelaskan oleh Frazer (1987) bahwa komik menawarkan sesuatu 4
yang dapat disebut sistem „kontrak‟ antara teks dan pembaca, yang didasarkan pada sebuah dialog diantara keduanya (Strinati, 2009:377). Komik menawarkan sajian tekstual yang mampu membawa penggemar pada proses pengalaman membaca. Komik membawa penggemar masuk dalam dunia makna yang luas, membawa penggemar mengintrepretasikan apa yang dilihat, ditangkap, dan dimaknai dari apa yang tersaji didalam komik yang dibaca. Menurut Hadi (2009:3), penggemar merupakan active interpreter, sosok yang secara aktif memberikan pemaknaan, dari teks yang bersangkutan. Penggemar komik sendiri dalam hal ini merupakan active interpreter daripada komik yang dibacanya. Penggemar komik secara aktif mengintrepretasi teks dengan cara memberi makna atas pemahaman pengalamannya sesuai apa yang dimaknainya dalam aktivitas sehari-hari. Menurut Iser (1980:107-129), pembaca teks merupakan implied reader (pembaca implisit) dimana pembaca bertindak sebagai individu yang berada dalam struktur teks yang memungkinkan terjalinnya dialog antara teks dan pembaca. Penggemar dapat memaknai secara penuh teks tergantung atas proses ideasi (pembayangan dalam benak penggemar saat membaca) yang menerjemahkan realisasi pada teks ke dalam realitas pengalaman personal penggemar. Pengalaman membaca oleh penggemar terbentuk secara berbeda, hal ini juga tergantung pada aspek emosi yang terbangun selama penggemar melakukan aktivitas membaca. Teks bacaan fiksi seperti komik yang dikomersialisasikan dapat membentuk dunia emosional dari pembaca sekaligus memberi kehidupan konsumsi yang berbeda. Seperti dalam suatu analisa instropektif yang pernah dilakukan pada sempel yang telah membaca seri buku berbeda menunjukkan bahwa bacaan tersebut membentuk dunia emosional pembaca serta memberi kehidupan konsumsi dan pembelian yang berbeda (Corna & Troilo, 2005:1-2). Menurut Gernsbacher (1992) dalam Gillioz (2012), ketika membaca pembaca mengintegrasikan emosi tertentu dalam model mental. Selama proses membaca emosi-F dan emosiA akan bekerja. Emosi-F, meliputi keadaan emosional dari diri pembaca sebagai respon terhadap plot, karakter, dan kejadian. Sedangkan emosi-A merupakan komponen tekstual estetikal yang mengarahkan pembaca (Corna & Troilo, 2005:3). Selain itu menurut Allison (tanpa tahun) sesungguhnya produk budaya populer, seperti komik, pada dasarnya akan membangkitkan emosi dan mendorong subyek untuk mencari pada produk budaya yang berkaitan. Emosi membaca akan hadir dan aktif selama proses membaca secara berbeda-beda tanpa disadari atau tidak. Menurut Corna (2005) efek daripada pengalaman membaca itu berkorelasi dengan hubungan pembaca dan bacaan. Pada pembaca yang memiliki pengalaman positif terhadap aktivitas membaca dimungkinkan bahwa pembaca akan memiliki sikap positif terhadap kegiatan membaca, pembaca akan terus menerus melakukan aktivitas konsumtif dalam membaca. Bahkan kemudian ketika pembaca terus menerus melakukan aktivitas mengkonsumsi komik, timbul suatu sikap positif kembali dari pembaca, yakni pembaca bergabung dan bahkan menciptakan komunitas guna memenuhi kebutuhan konsumsinya terhadap komik. Perkembangan Budaya Penggemar Perubahan sosial masyarakat ke arah masyarakat konsumer telah menciptakan budaya konsumer dan gaya hidup konsumerisme di kalangan penggemar. Telah terjadi pergeseran logika dalam pola konsumsi masyarakat konsumer yakni logika pemenuhan kebutuhan menuju logika pemenuhan keinginan. Seperti yang disebutkan oleh Baudrillard tentang pergeseran logika dalam masyarakat bahwa dimana orang tidak lagi mengkonsumsi nilai manfaat produk melainkan nilai tanda (Featherstone, 2008:161). Terjadi pergesaran dalam aktivitas konsumsi masyarakat, dari masyarakat yang mengkonsumsi obyek berdasarkan nilai guna dan nilai tukar menjadi masyarakat yang mengkonsumsi obyek atas dasar nilai tanda dan nilai simbol. Baudrillard menyebut pergeseran ini sebagai pergeseran masyarakat simulasi, masyarakat yang hidup dengan silang tanda, dan model yang diatur sebagai produksi dan reproduksi dalam sebuah simulacra. Simulacra adalah ruang dimana mekanisme simulasi berlangsung. Budaya konsumsi oleh masyarakat penggemar pada dasarnya bukan sekedar aktivitas ekonomi belaka untuk memuaskan kebutuhan material melainkan lebih dari itu seperti yang telah 5
diungkapkan oleh Baudrillard bahwa konsumsi mengakibatkan ledakan arti dan dunia somulasional, suatu hyperspace dimana kita hidup dalam suatu halusinasi estetis kenyataan (Featherstone, 2008:74). Budaya konsumsi berkaitan dengan mimpi, hasrat, identitas, dan komunikasi. Featherstone menjelaskan bahwa dalam aktivitas konsumsi terdapat suatu penekanan kuat terhadap pembenaman estetik, persepsi yang seperti mimpi mengenai berbagai subyek yang didesentralisasi, dimana orang membuka diri mereka terhadap berbagai sensasi dan pengalaman emosional. Featherstone (2008:311-339) berpendapat bahwa orang-orang membawa identitas, pengalaman, perasaan, posisi sosial, dan keanggotaan sosial ke dalam lingkungan sosial. Pada pendapat lain, dalam perspektif cultural studies, Jenskin menjelaskan tentang perkembangan budaya penggemar yang merupakan konsumen aktif. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dalam berbagai aspek dan kasus, Jenskin dalam Storey (2007:163-164) menyimpulkan tiga ciri utama yang menandai roda pemberian makna budaya penggemar dalam teks-teks media. Pertama, cara penggemar menarik teks mendekati ranah pengalaman hidup mereka. Kedua peran yang dimainkan melalui pembacaan kembali dalam budaya penggemar. Ketiga, proses dimana informasi program dimasukkan ke dalam interaksi sosial yang terusmenerus. Para penggemar memberdayakan diri melalui aktivitas bersama dan interaksi bersama dalam kelompok atau komunitas dengan mengembangkan budaya partisipasi. Seperti yang diungkapkan Jenskin (2006:138) bahwa para penggemar mengembangkan diri melalui aktivitas partisipasi. Budaya Partisipasi Kelompok Penggemar dalam perspektif Cultural Studies Budaya partisipasi (participatory culture) dalam perspektif cultural studies merupakan bentuk representasi yang terbangun dari proses pemaknaan. Budaya partisipasi yang muncul dalam kelompok penggemar merupakan respon atas pemakanaan penggemar sendiri terhadap teks budaya. Jenkins (1992:23) menjelaskan bahwa masyarakat penggemar menciptakan forum untuk berdiskusi tentang interpretasi yang dimiliki, dan menciptakan jaringan untuk sirkulasi hasil karya mereka. Jaringan yang diciptakan inilah yang merupakan bagian dari partisipasi para penggemar. Budaya partisipasi sebagai bagian dari budaya konvergen membawa masyarakat konsumen pada arah interaksi sosial yang lebih dan memiliki sikap partisipatif lebih dalam arus informasi. Berkaitan dengan budaya partisipasi kelompok penggemar komik, sikap partisipatif dari kelompok penggemar ini muncul sebagai bentuk respon dari kegiatan membaca yang dilakukan oleh penggemar. Seperti yang diungkapkan oleh Jenkins (2008:201), partisipan akan melakukan aksi-aksi tiruan dan produksi budaya setelah mereka membaca buku. Seiring dengan perkembangan internet di era digital ini budaya partisipasi ini berkembang secara luas dikalangan masyarakat dengan berbagai bentuk. Bentuk budaya partisipasi menurut Jenkins terdiri dari empat jenis, yakni afiliasi, ekspresi, kolaborasi pemecahan masalah, dan sirkulasi. Afiliasi merupakan bentuk budaya partisipasi yang ditandai dengan adanya penggabungan diri baik secara formal maupun informal seseorang (penggemar) sebagai anggota dalam komunitas online yang terpusat dalam media social online seperti Friendster, Facebook, My Space, Game Clans, Metagaming, dan Twitter. Ekspresi merupakan jenis budaya partisipasi penuangan ekspresi seseorang. Seseorang dapat menghasilkan bentuk-bentuk kreativitas baru dalam media online yang tersedia. Media yang menampung bentuk ekspresi ini adalah Skinning and Modding, Fan Videos, Fan Fiction, Mash-up. Kolaborasi pemecahan masalah merupakan jenis budaya partisipasi yang ditandai dengan adanya bentuk kerja sama dalam suatu kelompok baik secara formal maupun informal untuk mengembangkan pengetahuan baru seperti Wikipedia. Sirkulasi merupakan bentuk budaya partisipasi yang dimana membentuk aliran informasi dalam media guna mempertajam informasi didalamnya. Media sirkulasi ini seperti blog, dan podcasting (Jenkins et al. 2009:9). Budaya partsipasi ini memiliki dua aspek penting dari proses simulasi yang ada. Jenkins menggambarkan dua aspek tersebut adalah aspek dimana seseorang akan menemukan simulasi jauh lebih menarik ketika menggunakan media daripada secara tradisional, serta memiliki kesempatan lebih leluasa untuk melakukan simulasi sehingga mereka memiliki cara-cara baru dalam melihat 6
dunia dan berkreatifitas dengan menggunakan intelejensi kolektif dari individu-individu pada kelompok (Jenkins et al. 2009:43). Tipe-tipe Kelompok Penggemar dari Studi Terdahulu Kelompok penggemar dalam memanfaatkan media baru tidak hanya sekedar mengkonsumsi teks, namun dalam berpartisipasi mereka juga menggunakan sisi emosional mereka dalam menyebarkan antusiasme melalui interaksi dalam grup maupun situs virtual. Para penggemar ini memanfaatkan media yang ada untuk berpartisipasi dalam banyak jenis kegiatan yang sama, sehingga dari banyak kegiatan partisipatif ini, Sullivan (2013:195) mengelompokkan kelompok penggemar kedalam dua aspek yakni aspek sosial dan aspek interpretatif. Aspek sosial ini mengkategorikan penggemar dimana penggemar media bersatu baik secara formal, non formal, dan berkelompok untuk berbagi kepentingan bersama dengan penggemar lain. Sedangkan aspek interpretatif mengkategorikan penggemar sebagai interpretater dan produsen konten media. Berdasarkan hasil penelitian Saniyah (2011:88), menunjukkan bahwa pengalaman membaca Manga menimbulkan respon yang berbeda-beda. Terdapat dua tipe penggemar yang dihasilkan dari pengalaman membaca yakni Divergen Manga Fandom dan Konvergen Manga Fandom. Divergen Manga Fandom adalah dimana informan menjadi penggemar aktif dan bergabung menjadi anggota dan bahkan merintis lebih dari satu komunitas baik virtual maupun non-vitual. Sedangkan Konvergen Manga Fandom adalah dimana informan menjadi penggemar pasif dan bergabung menjadi anggota salah satu komunitas baik virtual maupun non-vitual. Metode dan Prosedur Penelitian Pendekatan dan Fokus Penelitian Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif menurut Lindolf (1995, 21-22) merupakan penelitian yang berusaha mempertahankan dan menalisis kualitas daripada bentuk serta konten dari tingkah laku manusia. Pendekatan kualitatif ini memiliki perhatian lebih pada bagaimana memahami bentuk dan fungsi fenomena melalui proses interaksi dengan subyek. Oleh karena itu melalui pendekatan kualitatif ini merupakan pendekatan yang dianggap tepat untuk mempelajari dan memahami tingkah laku dan budaya partsipasi pada kelompok penggemar komik. Penelitian ini mengkaji pengalaman dan perilaku penggemar khususnya perilaku dalam bepartisipasi melalui perspektif cultural studies dengan menggunakan metode etnografi. Perspektif cultural studies adalah perspektif yang menekankan pada arti penting makna atau interpretasi (Barker, 2004:36). Sedangkan menurut Barker (2004:29), metode etnografi merupakan pendekatan empiris dan teoritis yang berusaha membuat deskripsi terperinci dan analisis kebudayaan yang didasarkan atas kerja lapangan secara intensif. Menurut Ida (2011:113), metode etnografi ini berkontribusi dalam menguraikan kebudayaan atau aspek-aspek kebudayaan yang berkembang termasuk kebudayaan dalam penggunaan media dalam praktik kehidupan sehari-hari. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi penelitian di Surabaya. Surabaya merupakan kota metropolis yang mendukung pembangunan gerakan anak muda melalui berbagai komunitas. Sejak tahun 2010, pembangunan gerakan anak muda ini semakin hidup, dan semenjak itu bermunculan semakin banyak komunitas di Surabaya. Apalagi dengan tersedianya lebih dari lima taman kota di Surabaya dengan berbagai fasilitas yang mendukung pergerakan masyarakat Surabaya, ini memberikan ruang kepada anak muda termasuk para komunitas untuk berkumpul dan melakukan aktivitas bersama. Salah satu taman kota yang paling ramai dengan komunitas adalah Taman Bungkul Surabaya. Banyak jenis komunitas yang berkumpul di Taman Bungkul ini termasuk komunitas komik. Oleh sebab itu area Surabaya khususnya area Taman Bungkul menjadi fokus dari lokasi penelitian ini. Satu kelompok penggemar di Taman Bungkul yang menjadi obyek penelitian adalah Komunitas Komik Bungkul Surabaya (KKBS). 7
Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data primer dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode wawancara mendalam (in-depth interview). Menurut Stokes (2006:128) wawancara merupakan sebuah metode penelitian media dan kebudayaan yang memungkinkan untuk mengetahui gagasan subyek, berikut pendapat dan sikap mereka. Penentuan informan pada penelitian ini dilakukan dengan teknik snowballing sampling yakni dengan pengambilan informan secara bertahap melalui informasi kunci yang telah diwawancarai terlebih dahulu. Informan kunci ini merupakan informan yang sudah dari awal bergabung dalam komunitas serta telah paham dengan kondisi dan mengenal karakter dari masingmasing anggota yang menjadi informan selanjutnya. Melalui dua informan tersebut didapat sejumlah informan sebanyak 13 orang, kemudian direduksi satu karena tidak sesuai dengan kriteria informan untuk menjawab sesuai harapan. Setelah dari 12 orang dianalisa hingga mencapai pada tahap jenuh. Selain dengan metode wawancara, dalam penelitian ini juga dilakukan pengamatan (observasi) secara virtual dan non-virtual. Obeservasi virtual dilakukan pada media komunikasi yang digunakan dalam partisipasi. Metode yang ketiga yang digunakan adalah FGD (Focus group discussion). Menurut Stokes (2006:169) FGD merupakan bentuk diskusi yang dilakukan oleh sekelompok kecil orang yang terorganisasi mengenai topik tertentu. Melalui FGD ini diharapkan mampu membantu untuk menilai akurasi data. Teknik Pengolahan Data Proses analisis dilakukan dengan teknik interactif model yaitu dengan melakukan analisis data dalam sebuah proses yang berlangsung terus-menerus mulai dari tahap pengumpulan data sampai pada tahap penulisan hasil penelitian. Pada proses analisa data ini dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit-unit dan dilakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat dijelaskan. Analisis data dalam penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan, menurut Miles dan Hubberman (1992:16) tahapan analisis data itu terdiri dari data reduction, data display, dan conclusion drawing atau verification. Analisis dan Interpretasi Data Perilaku Konsumsi Menentukan Terbangunnya Budaya Partisipasi Komik sebagai sastra populer memiliki banyak materi yang dapat dinikmati oleh pembacanya. Materi yang ada dapat membantu pembaca untuk menikmati konten bacaan, membantu pula para pembaca untuk berimajinasi ke dalam konten cerita. Pembaca dapat menikmati komik dengan berbagai genre yang berkembang serta menikmati bacaan komik, dapat dalam versi cetak maupun digital. Keunikan dan keragaman yang tersaji dalam komik ini justru memang membuat pembaca menjadi tertarik untuk membacanya. Oleh sebab itu, sebagai salah satu fiksi populer, tidak heran jika komik ini dinikmati dan disukai oleh banyak pembacanya bahkan melahirkan yang dinamakan penggemar dan kelompok penggemar. Para penggemar merupakan seorang pembaca yang mengkonsumsi komik dan menyukai komik secara berlebih dibandingkan dengan pembaca biasa. Para penggemar memiliki ketertarikan lebih terhadap komik. Para penggemar melakukan aktivitas membaca komik tidak hanya sekedar membaca untuk pemenuhan kebutuhan semata melainkan guna pemenuhan hasrat pula. Menurut Fatherstones (2008: 29-30), dalam perspektif budaya konsumen aktivitas konsumsi seperti membaca merupakan ekspansi produksi komoditas kapitalis yang berkaitan dengan masalah kesenangan emosional, mimpi-mimpi, dan hasrat. Berdasarkan hasil temuan data yang dihasilkan para pembaca biasa yang melakukan aktivitas membaca komik untuk pemenuhan kebutuhan dan para penggemar yang melakukan aktivitas membaca komik untuk pemenuhan atas dasar hasrat. 8
Para pembaca memanfaatkan komik sebagai bacaan yang memberi hiburan. Berdasarkan hasil temuan yang dihasilkan, ditemukan para pembaca yang memanfaatkan komik berdasarkan atas fungsi utama dari komik yakni sebagai bentuk bacaan yang memberikan nilai hiburan. Para pembaca ini memanfaatkan komik sebagai bacaan yang memberikan hiburan dan sekaligus pelepas kejenuhan atau kepenatan di sela aktivitanya. Para pembaca yang ditemukan ini membaca komik ketika mereka tengah memiliki waktu luang atau ketika mereka merasakan penat terhadap aktivitas dan membutuhkan hiburan. Para pembaca ini meminjam atau membeli komik ketika memang membutuhkan hiburan. Para pembaca ini menjadikan komik sebagai alternatif hiburan di tengah aktivitasnya. Jika para pembaca yang ditemukan melakukan aktivitas membaca berdasarkan atas manfaat atau nilai guna dari komik, lain dengan para penggemar yang melakukan aktivitas membaca guna pemenuhan hasrat. Para penggemar memiliki ketertarikan lebih terhadap komik. Mereka melakukan aktivitas konsumsi yang dalam hal ini adalah aktivitas membaca bukan hanya sekedar untuk hiburan melainkan atas dasar hal-hal yang arasional yakni atas dasar hasrat, mimpi,dan keinginan. Berdasarkan hasil temuan yang ada, ditemukan sejumlah penggemar yang memiliki ketertarikan lebih terhadap komik dan mereka membaca komik atas dasar hasrat yang ingin mereka wujudkan. Para penggemar dalam studi ini menjadikan aktivitas membaca komik sebagai aktivitas yang bukan hanya sekedar membaca saja akan tetapi juga sebagai bentuk aktivitas aktualisasi diri, serta sarana untuk pengembangan potensi diri dalam menggambar, dan sebagai trendsetter bacaan yang memiliki nilai seni. Para penggemar dalam perkembangannya, memang bukan hanya mengkonsumsi komik berdasarkan nilai gunanya saja akan tetapi berdasarkan atas nilai tanda atau simbol. Baudrillard menjelaskan bahwa memang pada era postmodern ini masyarakat konsumen yang ada merupakan masyarakat massa yang memaknai obyek dinilai dari nilai guna melainkan makna dan nilai simbol. Pada budaya konsumen, orang tidak lagi mengkonsumsi obyek atas dasar kegunaan atau nilai tukar melainkan karena manfaat sekunder dari obyek atau yang disebut oleh Baudrillard sebagai nilai tanda (symbol value) (Featherstone, 2001: 161). Komik membawa penggemar masuk dalam dunia makna yang luas, membawa penggemar mengintrepretasikan apa yang dilihat, ditangkap, dan dimaknai dari apa yang tersaji didalam komik yang dibaca. Komik dapat menumbuhkan respon atau pengalaman yang berbeda-berbeda tergantung atas komunikasi pembaca terhadap teks. Komik menimbulkan dialog dengan penggemar seperti yang dituturkan oleh Davis (2004) bahwa komik merupakan suatu produk budaya yang sengaja diciptakan untuk masyarakat dan berkenaan dengan kehidupan masyarakat yang digambarkan dalam narasi bergambar yang menimbulkan dialog dan ketertarikan antara pembaca dan teks. Melalui sajian tekstual baik gambar maupun cerita, penggemar komik terisolasi dalam dunia yang diciptakan dalam komik. Selama proses membaca penggemar seolah masuk dalam dunia yang ada dalam komik, penggemar berimajinasi atas dunia yang digambarkan dan diceritakan. Beberapa informan ketika membaca komik merasakan bahwa mereka terbawa dalam cerita dan seolah-seolah menjadi karakter dan berada dalam situasi yang dibawakan dalam cerita. Komik yang dikomerisalisasikan menawarkan sesuatu yang disebut oleh Frazer (987) sebagai sistem „kontrak‟ yang didasarkan oleh dialog diantara penggemar dan teks. Penggemar menjadi terikat didalam area cerita yang disajikan dan digambarkan. Selama proses membaca penggemar adalah implied reader seperti yang diungkapkan oleh Iser (1980: 107-129). Penggemar merupakan pembaca yang berada dalam struktur teks yang memungkinkan terjalinnya suatu dialog dan penggemar memaknai atas apa yang terdapat didalam teks ke dalam realitas pengalaman personal penggemar. Selama proses membaca penggemar terikat dalam dunia teks kemudian penggemar masuk dalam proses interpretasi atas apa yang disajikan dalam komik dengan memadukan terhadap pengalaman subyektif yang dirasakan dan pernah dialami. Proses membaca ini secara tidak langsung bersamaan dengan proses interpretasi membentuk dunia emosional penggemar. Menurut Gernbacher (1992), memang ketika membaca pembaca mengintegrasikan emosi tertentu. Emosi tersebut adalah emosi-F dan emosi-A. Emosi-F adalah berkenaan dengan emosi penggemar sebagi respon atas karakter, kejadian dan plot. 9
Sedangkan emosi-A adalah materi dari teks komik yang mempengaruhi penggemar. Emosi ini bermain saat penggemar membaca komik. Berdasarkan hasil temuan, semua informan memang merasakan emosi-A bermain dimana mereka terpancing dalam arus teks dan kemudian emosi-F muncul dimana mereka semua mempunyai respon yang beragam atas teks yang dibaca, baik itu respon atas karakter, plot, gambar, maupun materi lain dari teks. Menurut Corna & Troilo (2005:3), emosi yang bermain selam proses membaca memang bersifat selektif dan subyektif yakni hanya memberikan perhatian pada elemen tertentu. Oleh sebab itulah mengapa antara penggemar satu dengan yang lain tidak semua memiliki respon sama dan bahkan tidak salah jika mereka memiliki genre bacaan favorit yang berbeda. Para penggemar ini juga memberikan perhatian tersendiri terhadap elemen yang terdapat dalam komik. Beberapa informan yang ditemukan secara dominan memberikan perhatian pada gambar dan cerita, dan ada pula yang menitikberatkan pada konten atau pemakanaan pada tokoh atau dalam istilah lain adalah penokohan. Seperti informan Superyoss yang sangat memperhatikan dan terobsesi sekali dengan karakter tokoh yang ada dalam teks, bahkan penggemar ini merespon apapun yang berhubungan dengan karakter dari tokoh dalam komik. Sebagai pembaca atas teks bacaan, penggemar merupakan active interpreter (Hadi, 2009:3). Penggemar memiliki perhatian terhadap elemen-elemen yang terdapat dalam komik, dan selama proses membaca penggemar menginterpretasi atas apa yang ditangkap serta berusaha mengidentifikasi bacaan komik. Komik mempengaruhi penggemar dalam proses interpretasi. Komik tidak hanya membawa penggemar dalam model makna yang luas melainkan juga menjadikan pola konsumsi yang berbeda-beda antar penggemar. Suatu analisa introspektif terhadap pembaca bacaan seri yang berbeda menunjukkan bahwa memang bacaan membawa kehidupan konsumsi dan pembelian yang berbeda (Corna & Troilo, 2005: 1-2). Berdasarkan hasil temuan, ditemukan pola konsumsi yang berbeda-beda antara penggemar dalam hal pembelian dan pengadaan komik. Kebanyakan dari penggemar memang memiliki pola konsumsi komik dengan melakukan pengadaan melalui pembelian, peminjaman, penyewaan, atau pencarian secara online dari berbagai sumber. Bahkan berdasarkan hasil temuan terdapat penggemar yang pernah melakukan tindakan penyimpangan secara hukum guna mendapatkan koleksi bacaan komik yakni dengan cara mencuri. Pola perilaku konsumsi yang terbentuk dalam diri penggemar ini adalah sebagai bentuk dari keinginan dan kebutuhan untuk dapat melakukan aktivitas konsumsi secara terus-menerus terhadap bacaan yang disukainya. Menurut Corna (2005), memang efek dari pengalaman membaca itu berkorelasi dengan hubungan pembaca dan bacaan. Penggemar yang memang amat menyukai dan ingin memiliki bacaan komik akan melakukan aktivitas konsumtif secara terus menerus dan bahkan melakukan apa saja untuk mendapatkan koleksi bacaan. Allison (tanpa tahun) juga menuturkan bahwa produk budaya populer seperti komik akan membangkitkan emosi dan mendorong subyek untuk mencari pada produk budaya yang berkaitan seperti merchandise. Kecintaan para penggemar terhadap komik dan benda-benda yang berkaitan ditunjukkan dengan beragam bentuk tergantung dengan pemaknaan serta pengalaman membaca penggemar terhadap komik. Para penggemar komik memiliki beragam bentuk pemaknaan terhadap komik dan benda-benda yang berkaitan. Mayoritas berdasarkan hasil wawancara dan FGD (Focus Group Discussion) penggemar menjadikan komik dan merchandise selain sebagai bahan koleksi yang menyenangkan juga sebagai wadah inspirasi sekaligus sarana aktulisasi diri dalam menggambar maupun membuat komik, serta sarana untuk menggapai cita-cita menjadi komikus. Komik memunculkan motivasi bagi mayoritas penggemar. Bagi para penggemar pemaknaan terhadap komik dan merchandise bukan hanya untuk kesenangan pribadi melainkan sebagai suatu kebanggaan dan eksistensi diri diantara penggemar lain karena dapat memiliki barang yang dicintainya. Para penggemar memiliki makna yang beragam atas teks yang dikonsumsinya. Pada temuan data studi ini, ditemukan bahwa pengemar tidak hanya sebagai konsumen pasif yang melakukan aktivitas konsumsi tanpa ada produktivitas. Para penggemar memaknai kecintaan mereka terhadap komik melalui aktivitas aktualisasi diri dan bentuk interaksi sosial di dalam kelompok. Para penggemar komik dalam temuan data mayoritas justru mengembangkan diri dalam menggambar, membuat komik, dan aktivitas sosial. Para penggemar tidak hanya melakukan ini 10
secara pribadi. Para penggemar membuat kelompok penggemar yang bertujuan untuk saling berbagi dan dapat lebih produktif. Para penggemar ini mengaktualisasikan kemampuannya secara bersama dengan cara bergabung dalam satu atau lebih kelompok penggemar. Para penggemar dalam perkembangannya tidak hanya sebagai konsumen pasif yang hanya menikmati dan mencintai materi komik saja melainkan penggemar menjadi individu yang mengaktualisasikan dirinya dalam aktivitas produktif. Perubahan sosial masyarakat penggemar sebagai masyarakat konsumer kini telah mengalami pergeseran logika dari kosumen dengan logika pemenuhan kebutuhan menuju logika pemenuhan keinginan. Seperti yang diungkapkan oleh Baudrillard yang menjelaskan bahwa masyarakt konsumer ini sekarang merupakan masyarakat penanda bukan lagi masyarakat pertanda. Merujuk pernyataaan Baudrillard (1993: 68-70) yang menyatakan bahwa masyarakat pada era postmodern ini memaknai obyek tidak lagi dinilai dari nilai tukar atau nilai guna melainkan makna dan nilai simbolnya. Baudrillard menyebutkan bahwa masyarakat saat ini berada dalam ruang simulasi atau yang disebut dengan simulacra. Penggemar terjebak dalam ruang realitas yang dianggapnya nyata. Penggemar terjebak dalam halusinasi realitas yang hiperrialis. Penggemar mengalami proses simulasi dimana ketika membaca komik pembaca merasakan dan masuk dalam dunia yang digambarkan dalam komik, pembaca terobsesi dengan teks yang telah dibacanya, hingga kemudian melakukan berbagai upaya pengadaan demi untuk mendapatkan koleksi yang diinginkan. Penggemar tersimulasi hingga penggemar juga membuat dunia sendiri dengan melanjutkan cerita dari teks yang ada, meniru gambar yang terdapat dalam teks, dan membuat teks baru. Mayoritas penggemar berada dalam proses simulasi. Bahkan dalam studi ini ditemukan penggemar yang sangat terobsesi dengan karakter superhero, tidak hanya tersimulasi dengan membuat teks baru melalui gambar dan cerita saja demi untuk menuangkan imajinasinya melainkan lebih dari itu, informan ini melakukan berbagai aksi sosial dengan menggunakan kostum karakter (cosplay) demi untuk mendalami karakter yang dianggapnya seperti superhero, dan demi untuk dapat menarik perhatian orang lain yang melihatnya. Penggemar ini telah masuk dalam dunia simulasional dan bahkan suatu hyperspace dimana penggemar menerapkan apa yang didapatkan dari teks ke dalam diri dan kehidupan sosialnya sama dan serupa dengan apa yang dilihat dan dimakanainya. Budaya konsumsi penggemar pada dasarnya bukan sekedar aktivitas ekonomi, seperti yang diungkapkan oleh Baudrillard bahwa budaya konsumsi ini menimbulkan ledakan arti dan dunia simulasional, suatu hyperspace dimana kita hidup dalam halusinasi estetis kenyataan (Featherstone, 2008: 74). Penggemar mengkonsumsi teks komik dan berbagai benda yang berkaitan dengan disertai pemaknaan atas dasar nilai tanda dan simbol. Para penggemar memaknai teks dan aktivitas yang dilakukan disertai dengan aspek pengalaman, perasaan, hasrat, dan harapan. Oleh sebab itu aktivitas konsumsi penggemar ini merupakan aktivitas yang dilakukan atas dasar nilai simbol. Para penggemar melakukan aktivitas pengembangan diri dari aktivitas konsumsi ke dalam aktivitas produktif, pada dasarnya ini juga merupakan bentuk pemaknaan teks secara simbolis karena penggemar memaknai aktivitasnya tidak berdasarkan nilai guna atau nilai tukar saja tapi juga sebagai pemenuhan hasrat. Hampir semua penggemar pada studi ini melakukan aktivitas pengembangan diri sebagai bentuk pemenuhan keinginan atau hasrat. Berdasarkan kajian cultural studies yang memiliki perhatian besar terhadap representasi tentang bagaimana dunia dikonstruksi, Jenskin telah menjelaskan mengenai perkembangan budaya penggemar dalam tiga ciri utama yang menandai roda pemberian makna budaya penggemar. Pertama, cara penggemar menarik teks mendekati ranah pengalaman hidup mereka. Pembacaan penggemar dicirikan oleh sebuah intensitas keterlibatan intelektual dan emosional. Pembaca tidak ditarik ke dalam dunia fiksi yang belum ditetapkan, tetapi sebaliknya ditarik ke dalam suatu dunia yang telah dia ciptakan dari materi tekstual. Kedua peran yang dimainkan melalui pembacaan kembali dalam budaya penggemar. Penggemar tidak sekedar membaca teks, mereka senantiasa membaca kembali teks-teks itu. Pembacaan kembali atas teks-teks dapat mengubah pengalaman pembaca mengenai suatu teks. Pembacaan kembali dapat meruntuhkan operasi „kode hermeneutik‟ (cara di mana suatu teks mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk mendorong hasrat untuk terus membaca). Ketiga, proses dimana pemaknaan dimasukkan ke dalam interaksi sosial yang terus11
menerus. Para penggemar mengonsumsi teks-teks tidak hanya untuk konsumsi pribadi melainkan sebagai bagian dari kelompok. Pada perkembangannya, budaya penggemar ini mengalami pergeseran dari budaya konsumsi menuju budaya partisipasi aktif dalam kelompok. Budaya konsumsi terhadap teks komik telah membawa penggemar pada proses simulasi sekaligus proses pemaknaan dimana teks dikonsumsi berdasarkan nilai guna dan nilai tanda, yang kemudian pemaknaan tersebut dikembangkan dalam suatu bentuk partisipasi aktif. Melalui penjelasan Erni (2008) mengenai bahan bacaan yang mengarahkan pada reproduksi kelompok sosial, maka dapat dilihat bahwa bacaan komik sesungguhnya tidak hanya sebagai bagian gaya hidup tapi juga memberikan kapital budaya yakni sebagai sumber daya simbolik, memberikan kebanggan diri, dan bahkan membentuk serta memperluas relasi serta jaringan sosial yang mengarah pada reproduksi dalam kelompok sosial. Kelompok Penggemar dan Budaya Partisipasi Kelompok penggemar merupakan ruang bersama bagi para penggemar untuk memperluas relasi dan aktvitas. Para penggemar dapat melakukan aktivitas bersama dengan para penggemar lain dalam beragam bentuk aktivitas, selain aktivitas konsumtif. Penggemar di luar aktivitas konsumtifnya, mereka juga melakukan berbagai partisipati aktif di dalam kelompok dengan beragam bentuk aktivitas seperti berbagi, berkomunikasi, dan bersosialisasi. Jenkins mengungkapkan bahwa penggemar dari media adalah konsumen yang juga memproduksi, pembaca yang juga menulis, penonton yang juga berpartisipasi (Lewis, 1992:208). Seperti hasil temuan yang telah dihasilkan bahwa penggemar komik tidak hanya membaca dan mengkonsumsi benda berkaitan melainkan juga melakukan aktivitas produktif seperti membuat komik dan karya sejenisnya, serta berafiliasi dan berpartisipasi pula di dalam kelompok. Penggemar yang telah berafiliasi dalam kelompok penggemar pada perkembangannya telah membawa budaya baru, yakni budaya partisipasi Budaya partisipasi dalam perspektif cultural studies merupakan bentuk representasi dari proses pemaknaan atau dalam kalimat lain budaya partisipasi ini merupakan bentuk transformasi dari budaya yang telah terbangun sebelumnya. Sebagai bagian dari masyarakat konsumen yang mengkonsumsi teks budaya, penggemar komik mentransformasi pengalaman mengkonsumsinya ke dalam kelompok penggemar dengan berbagai aktivitas produktif. Menurut Jenkins (1992:46), melalui kegiatan partisipasi para penggemar mentransformasi pengalaman mengkonsumsi media menjadi produksi teks baru, bahkan budaya baru dan komunitas baru. Jenkins juga menyebutkan bahwa salah satu karakteristik utama dari kelompok penggemar adalah adanya kemampuan untuk mentransformasi reaksi persona menjadi interaksi sosial, spectatorial culture menjadi participatory culture, penonton biasa dari program atau teks tertentu tapi dengan menterjemahkannya ke dalam aktifitas budaya dan berbagi perasaan serta pikiran mereka mengenai teks tersebut dalam komunitas (Jenkins, 1992:41). Berdasarkan hasil temuan data yang telah didapat, ditemukan bahwa tidak hanya para penggemar komik yang begabung di dalam Komunitas Komik Bungkul Surabaya melainkan terdapat pula para pembaca biasa yang turut bergabung. Para pembaca biasa juga turut menjadi anggota komunitas. Mereka bergabung dalam komunitas dilandaskan atas dasar keinginan mereka untuk mengikuti kesenangan atau hobi yang dimiliki oleh orang lain atau penggemar. Mereka masuk dalam komunitas lantaran ingin bisa menggambar seperti yang dilakukan penggemar. Adapun aktivitas yang dilakukan oleh mereka baik secara virtual maupun non-virtual adalah berfokus pada kegiatan menggambar saja. Aktivitas yang dilakukan mereka bukan merupakan bentuk aktualisasi diri karena mereka pada dasarnya belum memiliki kompetensi menggambar sama sekali. Aktivitas yang dilakukan dalam hal ini cenderung banyak pada spectatorial culture karena aktivitas yang dilakukan dalam kelompok hanya sebatas menerima informasi dan berbagi seperlunya. Partisipasi yang dilakukan juga cenderung tentatif. Hal ini tentu berbeda dengan para penggemar komik yang ada. Berbagai aktivitas produktif dalam kelompok terbangun sesuai dengan pengalaman para penggemar dalam mengkonsumsi komik. Berdasarkan hasil temuan data dalam studi ini, ditemukan dua bentuk partisipasi dalam kelompok penggemar komik. Dua bentuk partisipasi tersebut adalah 12
melalui virtual dan non-virtual. Lantaran memang budaya partisipasi ini merupakan bagian dari budaya konvergen yang memberi peluang untuk para konsumen untuk berjejaring melalui kecanggihan teknologi internet sehingga tidak salah jika perkembangan budaya partisipasi dilakukan secara virtual. Para penggemar dalam perkembangannya memanfaatkan kecanggihan teknologi melalui segala media jejaring guna menunjang aktivitas mereka. Para penggemar bergabung dalam situs yang mewadahi penggemar untuk berkumpul dan berpartisipasi. Berdasarkan hasil temuan, para penggemar komik bergabung dalam berbagai situs baik web maupun Facebook. Mereka memanfaatkan situs-situs yang mereka anggap dapat menunjang aktivitas produktivitas dan memang sesuai dengan passion serta keinginan mereka. Rata-rata dari penggemar yang diwawancarai, mereka bergabung dalam satu sampai dua kelompok penggemar online dalam aktivitas partisipasi mereka. Penggemar memanfaatkan kelompok yang ada untuk berjejaring, berbagi, berdiskusi, mengeksplorasi kemampuan, dan mengekspresikan perasaan ke dalam berbagai karya dengan cara menunjukkan karya. Bahkan salah satu penggemar juga memperluas jaringannnya tidak hanya pada satu atau dua kelompok penggemar, penggemar ini memanfaatkan media sosial yang ada untuk membuat banyak kelompok atau grup bagi para pecinta komik atau superhero dengan beragam jenis nama grup guna memotivasi para penggemar lain untuk berkarya dan bekreativitas. Kecanggihan teknologi telah mendukung bagi para penggemar untuk berjejaring dan berpartisipasi aktif dalam kelompoknya. Kecanggihan teknologi menunjang sekali dalam budaya partisipasi penggemar. Para penggemar yang telah berhasil membuat komik menjadikan media teknologi yang ada untuk kegiatan komersialisasi yakni promosi. Hal ini merupakan salah satu bentuk nyata suatu reproduksi dari para konsumen produk budaya. Mayoritas dari semua penggemar yang memiliki harapan untuk menjadi komikus maupun aktifis komik mereka bergerak bersama untuk berkarya dan menggerakkan nilai-nilai nasionalisme serta nilai-nilai moral yang lebih baik melalui kreativitas. Melalui gambar yang mengandung nilai-nilai moral dan memiliki karakter serta kekhasan nusantara para penggemar memainkan perannya untuk menjadi komikus. Melalui aksi, penggemar menjadikan role models dari karakter komik yang disukainya dalam aksinya untuk menanamkan nilai-nilai baik dalam semua orang. Para penggemar yang tergabung dalam kelompok komik secara bersama menjadi tokohtokoh partisipator aktif. Para penggemar memanfaatkan dengan baik kecanggihan teknologi dalam pemenuhan informasi mereka. Terlihat melalui kecanggihan teknologi virtual mereka secara aktif dan merasakan dunia baru yang lebih menarik dalam melakukan aktivitas partisipasi. Seperti yang diungkapkan Jenkins bahwa ada dua aspek simulasi dalam budaya partisipasi. Aspek dimana seseorang akan menemukan simulasi jauh lebih menarik ketika menggunakan media daripada secara tradisional, serta aspek dimana mereka memiliki kesempatan lebih leluasa untuk melakukan simulasi sehingga mereka memiliki cara-cara baru dalam melihat dunia dan berkreatifitas dengan menggunakan intelejensi kolektif dari individu-individu pada kelompok (Jenkins et al. 2009:43). Kedua aspek tersebut dapat dikatakan memang benar namun aspek simulasi dalam dunia virtual itu tidak sepenuhnya membuat para penggemar berpartisipasi aktif. Mayoritas dari penggemar yang ditemukan juga aktif dalam aktivitas non-virtual juga. Rata-rata dari hasil temuan justru penggemar lebih menikmati bentuk partisipasi secara non-virtual guna mempertajam informasi dan pengetahuan mereka. Para penggemar melalui aktivitas non-virtual menemukan interaksi sosial yang lebih nyata dan juga dapat mentransfer serta mendapatkan ilmu secara lebih jelas. Keakraban hubungan yang nyata mereka dapatkan dalam interaksi non-virtual. Oleh sebab itu tidak salah jika mereka mayoritas mengutamakan bentuk partisipasi non-virtual dalam kegiatan mereka dan menjadikan kegiatan virtual sendiri sebagai sarana penghubung dan pelengkap ketika tehalang jarak dan waktu dalam aktifitas partisipasi. Budaya partisipasi baik yang terbangun secara virtual maupun non-virtual pada dasarnya menunjukkan bentuk aktivitas partisipasi oleh para penggemar dalam kelompok yang penuh dengan kreativitas dan produktifitas. Para penggemar dalam kelompok penggemar membangun partisipasi bersama secara aktif, kreatif, dan beretika dengan memnfaatkan segala kompetensi yang dimiliki. Jenkins et al. (2009:35-104) menyebutkan 11 jenis kompetensi yang terdapat dalam budaya 13
partisipasi yang meliputi play the capacity, performance the ability, simulation the ability, appropriation the ability, multitasking the ability, distributed cognition the ability, collectif intelegence the ability, judgement the ability, transmedia navigationi, networking the ability, dan negotiation the ability. Berdasarkan hasi temuan, ditemukan bahwa semua kompetensi yang ada dan disebutkan oleh Jenkins et al. itu dimiliki oleh para penggemar dalam kelompok. Para penggemar menggunakan play the capacity dan performance the ability dalam berpartisipasi yakni dengan menggunakan lingkungan kelompok sebagai sarana pemecahan masalah penggemar terhadap ide maupun informasi dalam rangka mewujudkan karya serta sebagai sarana untuk menunjukkan hasil karya dan krativitas mereka dalam rangka pembentukan partisipasi aktif dalam diri penggemar. Para penggemar menggunakan simulation the ability dan networking the ability ketika mereka berada dalam dunia virtual dimana berada dalam jaringan internet mereka menggunakan kemampuan berjejaring untuk membangun dinamisasi model dunia seolah-olah nyata dalam bepartisipasi secara virtual baik dalam berkomunikasi, berinteraksi, mencari sekalligus mensitesis dan menyebarkan informasi yang valid, serta menunjukkan karya, dan bahkan saat mereka menjadikan media virtual sebagai media promosi yang seolah itu dibuatnya nyata dengan menggunakan kecanggihan alat mereka dapat menjamah penggemar lain dan para khalayak pada umumnya serta dapat berbagi informasi dengan mudah. Para penggemar juga menggunakan kemampuan appropriation the ability, multitasking the ability, distributed cognition the ability, collectif intelegence the ability, judgement the ability, transmedia navigation, dan negotiation the ability dalam berpartisipasi baik secara vitual maupun non-virtual yakni dimana saat mereka menerima dan berbagi informasi bersama. Para penggemar menggunakan kompetensi untuk memperoleh informasi dalam kelompokkelompok yang diikuti, penggemar memaknai segala konten informasi dan menyesuaikan dengan kondisi, mereka menggunakan kemampuan mental untuk mendalami pengetahuan dan membandingkan serta mengevaluasi kreativitas ataupun informasi yang tersebar mana yang sesuai dan tepat untuk disampaikan dan digunakan sebagai pengetahuan untuk menambah nilai produktif para penggemar dalam berkarya. Budaya partisipasi baik secara virtual dan non-virtual dalam perkembangannya terpetakan secara beragam. Jenskin et al. (2009) mengelompokkan budaya partisipasi dalam penggemar dalam empat jenis yang meliputi afiliasi, ekspresi, kolaborasi pemecahan masalah, dan sirkulasi. Berdasarkan hasil temuan, para penggemar melakukan partisispasi secara virtual dalam jenis partisipasi afiliasi. Para penggemar menggunakan media sosial Facebook sebagai media untuk berkomunikasi dan berinteraksi bersama. Para penggemar bergabung dalam Facebook dan memanfaatkan Facebook untuk media komunikasi, berbagi, dan media penunjukan karya. Keseluruhan penggemar lebih memanfaatkan Facebook daripada web ataupun blog lantaran media Facebook yang ada telah ada kini mampu menjadi sarana komunikasi, ekspresi (penunjukan karya), dan juga sarana berbagi sekaligus. Diakui bahwa interaksi yang terbangun lebih aktif dalam media sosial Facebook daripada sarana media online yang lain. Interaksi melalui media sosial ini telah mampu menjembatani penggemar dalam berkomunikasi dan berbagi di samping aktivitas nonvirtual. Budaya partisipasi penggemar komik di Indonesia khususnya di Surabaya ini pada dasarnya tidak hanya diidentikkan budaya virtual saja karena memang budaya partisipasi secara non-virtual masih terbangun dengan baik meskipun teknologi berkembang dengan semakin canggih. Keberagaman atas budaya partisipasi penggemar komik atau penggemar teks ini tidak terlepas dengan pengalaman mengkonsumsi dari penggemar sendiri. Tipologi Budaya Partisipasi yang terbangun dalam Kelompok Penggemar Komik Berdasarkan keselurahan hasil temuan yang ada, studi ini menemukan tipologi budaya partisipasi pada kelompok penggemar. Tipologi budaya partisipasi dalam penelitian ini kemudian dibagi menjadi Temporary Comics Participant dan Contemporary Comics Participant. Temporary Comics Participant merupakan pembaca komik yang bergabung dalam kelompok penggemar yang melakukan aktivitas konsumsi komik berdasarkan atas nilai fungsional 14
dari komik. Selama proses membaca partisipan ini tidak menjadi pembaca yang secara aktif mengintrepetasi bacaan komik dan partisipan ini pun tidak tersimulasi atas bacaan komik. Partisipan ini membaca komik karena manfaat komik yang bersifat rekreasional. Partisipan ini di dalam kelompok penggemar adalah tokoh pseudo-fan yang dalam artian ini bukan sosok penggemar yang sesungguhnya karena memang tujuan bergabungnya dalam kelompok hanya ikut-ikutan dan bersifat tentatif. Contemporary Comics Participant merupakan penggemar komik yang bergabung dalam kelompok penggemar dan berperaan aktif dalam kelompok. Partisipan ini memiliki perilaku konsumsi komik yang didasarkan atas nilai simbolis. Partisipan melakukan aktivitas konsumsi komik atas dasar hal-hal diluar adanya manfaat utama dari komik seperti untuk eksistensi diri, aktulisasi diri, dan tercapainya cita-cita partisipan untuk menjadi komikus. Partisipan ini merupakan partisipan yang secara aktif menginterpretasi bacaan komik. Partisipan ini tersimulasi atas bacaan komik yang dikonsumsinya dan terdorong untuk berpartisipasi secara aktif dalam satu atau lebih kelompok penggemar. Partisipan memanfaatkan segala kemampuannya untuk dapat berpartisiasi aktif dalam kelompok. Melihat karateristik prilaku konsumsi dan partisipasi penggemar dalam kelompok yang beragam maka Contemporary Comics Participant pada dasanya dapat digolongkan dalam dua subtipe lagi, yakni Fanatic Fans dan Lunar Fans. Fanatic Fans merupakan penggemar yang tersimulasi pada satu genre atau satu karakter komik selama melakukan aktivitas konsumsi komik. Penggemar ini berafiliasi dalam banyak kegiatan yang berkaitan dengan satu hal yang disukai baik secara virtual maupun non-virtual. Berbagai aksi yang berkaitan dengan komik yang disukai dilakukan dan diikuti oleh penggemar ini. Sedangkan Lunar Fans merupakan penggemar yang memiliki ketertarikan komik dalam banyak genre, tidak fanatik pada satu genre khusus. Partisipan atau penggemar jenis ini melakukan afiliasi dalam kelompok lebih pada aktivitas nonvirtual, aktivitas virtual hanya sebagai sarana alternatif. Kesimpulan Berdasarkan hasil penemuan yang ada, studi ini menyimpulkan bahwa pola konsumsi pembaca itu mempengaruhi pengalaman membaca pembaca dan tentunya menentukan partisipasi yang dibangun dalam kelompok penggemar. Berdasarkan hasil studi ini didapat dua tipologi budaya partisipasi dalam kelompok penggemar yakni Temporary Comics Participant dan Contemporary Comics Participant. Contemporary Comics Participant ini dibagi lagi menjadi Fanatic Fans dan Lunar Fans.
Tabel Perbedaan Tipe Temporary Comics Participant dan Contemporary Comics Participant
15
Daftar Pustaka Barker, Chris. 2004, Cultural Studies: Teori & Praktik, Kreasi Wacana, Yogyakarta. Baudrillard, Jean. 1983, Simulations: Foreign Agents Series, Columbia University, New York. Bonneff, Marcel. 1998, Komik Indonesia, Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta. Featherstone, Mike. 2008, Postmodernisme dan Budaya Konsumen, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Ida, rahmah. 2011, Metode Penelitian: Kajian Media dan Budaya, Pusat penerbitan dan Percetakan Universitas Airlangga, Surabaya. Iser, Wolfgang. 1980, The Act of Reading: A Theory of Aesthetic Response, Johns Hopkins University Press, Baltimore and London. Jenkins, H., Clinton, K., Purushotma, R., Robison, A.J. & Weigel M. 2009, Confronting the Challenges of Participatory Culture: Media Education For the 21st Century, The MacArthur Foundation, Chicago. Jenkins, Henry. 1992, Textual Poachers : Television and Partisipatory Culture Studies in Culture and Communication, Routledge, New York. Jenkins, Henry. 2006, Fans, Bloggers, and Gamers: Exploring Particypatory Culture, New York University Press, New York and London. Jenkins, Henry. 2008, Convergence Culture: Where Old and New Media Collide, New York University Press, New York and London. Lewis, Lisa A. 1992, The Adoring Fans : Fan Culture and Popular Media, Routledge, London. Lindlof, Thomas R. 1995, Qualitative Communication Research Methods, Sage Publications, Inc., California. Miles, Matthew B. & Huberman A. Maichel. 1992, Analisis Data Kualitatif: Buku Sumbertentang Metode-Metode Baru, Universitas Indonesia Press, Jakarta. Rosenblatt, Louise M. 2005, Making Meaning with Texts: Selected Essays, Heinemann, Portsmouth, NH. Stokes, Jane. 2006, How to Do Media and Cultural Studies: Panduan untuk Melaksanakan Penelitian dalam Kajian Media dan Budaya, Bentang, Yogyakarta. Storey, John. 2007, Culture Studies dan Kajian Budaya Pop, Pengantar Komprehensif Teori dan Metode, Jalasutra, Jakarta & Bandung Strinati, Dominic. 2009, Popular Culture: Pengantar Menuju Teori Budaya Populer, Ar-Ruzz Media, Jogjakarta. Sullivan, John L.. 2013, Media Audiences: Efects, Users, Institutions, and Power, Sage Publications, Inc., California. Jurnal Gillioz, Christelle, Pascal Gygax, Isabelle Tapiero. 2012, „Individual Differences and Emotional Infernceduring Reading Comprehensions‟, Cannadian Journal of Experimental Psychology, Vol. 66, No.4, ProQuest pg. 239 . Hadi, Ido Prijana. 2009, „Penelitian Khalayak dalam Perspektif Reception Analysis‟, Jurnal Ilmiah SCRIPTURA, Vol.3, No.1, Januari 2009, 1-7. Saniyah, Atus. 2011, „Kelompok Penggemar Manga Online (Online Manga Fandom): Studi tentang Kelompok PenggemarManga Online di Kalangan Remaja‟, Jurnal Palimpsest, Tahun III, Nomor 1, Juni-Nopember 2011, pp. 54. Sumber Elektronik Akademi Samali. 2013, Refleksi Komik Indonesia 2013, diakses tanggal 28 November 2014, Tersedia pada http://www.akademisamali.org/?p=750 Allison, Anne. Tanpa tahun, The Cultural Politics of Pokemon Capitalism, diakses tanggal 26 November 2014, Tersedia pada http://cmsw.mit.edu/mit2/Abstracts/AnneAllison.pdf 16
Corna, Valeria & Gabriele Troilo. 2005, Interpretating the Reading Experince: An Introspective Analisys, diakses tanggal 26 November 2014, Tersedia pada http://neumann.hec.ca/aimac2005/PDF_Text/CornaV_TroiloG.pdf Davis, Jenni R.. 2004, On the Rise: Influences on the Popularity of Graphic Novels among Reader, diakses tanggal 26 November 2014, Tersedia pada http://ils.unc.edu/MSpapers/2928.pdf DBKomik. 2014, diakses tanggal 28 November 2014,Tersedia pada www.db.komik.com Dermawan, Agung, dkk. 2012, Pengantar Teknologi Internet & New Media Participatory Cultures, diakses tanggal 15 Juni 2014, Tersedia pada http://www.slideshare.net/dhayud/participatory-culture-kelompok-7-yuda Erni, John Nguyet. 2006, Harry Potter and Magical Capitalism in Urban China, diakses tanggal tanggal 26 November 2014, Tersedia pada http://www.ibrarian.net/navon/paper/Harry_Potter_and__Magical_Capitalism__in_Urba n_Ch.pdf?paperid=5706084 Global Web Index. 2014, Trend Penggunaan Social Platform Usage, diakses tanggal 17 September 2014, Tersedia pada http://insight.globalwebindex.net/gwi-social-january-2014 Indonesia Kreatif. 2014, Pakoban 2014: menjaga Konsistensi Industri Komik Indonesia, diakses tanggal 17 Sepetember 2014, Tersedia pada http://news.indonesiakreatif.net/pakoban2014/ Jadwal Event. 2014, Jakarta Komik Festival 2014, diakses tanggal 28 November 2014, Tersedia pada http://jadwalevent.web.id/jakarta-komik-festival-2014 Jadwal Event. 2014, Pasar Komik Bandung 3, diakses tanggal 28 November 2014, Tersedia pada http://jadwalevent.web.id/pasar-komik-bandung-3 Tribun Jogja. 2013, Kalahkan Jepang, Indonesia Peringkat 2 di Dunia Pembaca Manga, diakses tanggal 26 November 2014, Tersedia pada http://jogja.tribunnews.com/2013/11/29/kalahkan-jepang-indonesia-peringkat-2-didunia-pembaca-manga/ Komikoo. 2014. Tersedia pada www.komikoo.com tanggal 28 November 2014. Manga, Manhua, & Mahwa. 2014, diakses tanggal 28 November 2014, Tersedia pada http://www.kaskus.co.id/forum/433/manga-manhua-amp-manhwa Mustaqim, Karna. 2004, „Membaca Wajah Komik Indonesia’, Jurnal Desain 2D3D, Vol. 1 No.1 Januari 2004, diakses tanggal 22 Desember 2014, Tersedia pada http://dspace.library.uph.edu:8080/bitstream/123456789/1201/2/jd2d3d-01-01-2004membaca_wajah_komik_indonesia.pdf Yahoo News. 2014, Ingin Baca Komik Online? Inilah 10 Karya Indonesia yang bisa Anda Simak, diakses tanggal 28 November 2014, Tersedia pada https://id.berita.yahoo.com/inginbaca-komik-online-inilah-10-karya-indonesia-042624645.html Western Comic. 2014, diakses tanggal 28 November 2014, Tersedia pada http://www.kaskus.co.id/forum/122/western-comic tanggal 28 November 2014. [www.kbbi.web.id] [www.komik-bungkul.com]
17