RENT SEEKING PADA PERPINDAHAN DAN PERTAMBAHAN NILAI PRODUK (STUDI PADA BEBERAPA BRANDED GARMEN DI JABODETABEK)
JURNAL ILMIAH
Disusun oleh :
Vito Dwiki Jhalu Adjie 115020107111041
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015
RENT SEEKING PADA PERPINDAHAN DAN PERTAMBAHAN NILAI PRODUK (Studi Pada Beberapa Branded Garmen Di JABODETABEK) Vito Dwiki Jhalu Adjie Prof. Dr. M. Umar Burhan, SE., MS. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Email :
[email protected]
ABSTRAK Industri pakaian merupakan salah satu penyumbang perekonomian Indonesia, hal tersebut terkait dengan banyaknya produk ternama asal luar negeri yang diproduksi di Indonesia. Sebuah pabrik garmen di Indonesia dapat memproduksi 1 juta potong pakaian dalam satu kali produksi. Pada proses penyerapan produk, tidak seluruh produk dapat diserapoleh perusahaan pemilik nama. Terdapat sisa antara 50-200 ribu potong produk yang tidak terserap. Produk sisa yang tidak terserap dikembalikan perusahaan pemilik nama kepada pabrik. Kondisi tersebut dimanfaatkan beberapa pelaku untuk mencari keuntungan melalui kegiatan perpindahan dan pertambahan nilai produk. Dari kegiatan yang dilakukan, pelaku memperoleh keuntungan tanpa melakukan kegiatan produksi dari awal. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan kegiatan rent seeking pada perpindahdan dan pertambahan nilai produk, serta mengetahui jenis keuntungan yang diperoleh pelaku dari adanya kegiatan rent seking. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif eksplanatif untuk menjelaskan kegiatan rent seeking yang dilakukan oleh masing-masing pelaku. Unit yang dianalisa pada penelitian ini adalah perpindahan produk, pertambahan nilai produk, dan jenis keuntungan. Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dengan melakukan wawancara kepada informan dan observasi lapang secara non-partisipan. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah diri peneliti. Teknik analisis yang digunakan adalah model interaktif untuk mengetahui makna dari setiap data yang dimiliki dengan teknik validitas menggunakan triangulasi. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa kegiatan rent seeking pada perpindahan produk dilakukan dengan memanfaatkan regulasi pemerintah untuk tujuan menghindari pajak dan kegiatan rent seeking pada pertambahan nilai produk dilakukan untuk merubah kembali produk sisa menjadi produk layak jual dengan harga yang bersaing di pasar kompetitif. Pada penelitian ini pelaku memperoleh jenis keuntungan yang berbeda dengan pelaku lain karena masing-masing pelaku melakukan kegiatan yang berbeda pada aktivitas rent seeking yang dilakukan. Kata Kunci : rent seeking, perpindahan produk, pertambahan nilai produk, jenis keuntungan A. Latar Belakang Salah satu penyumbang perekonomian Indonesia adalah sektor industri pakaian. Selain menciptakan lebih dari satu juta pekerjaan. Laju pertumbuhan industri pakaian Indonesia melebihi 8% per tahun hal ini disebabkan karena perpindahan pabrik garmen dari China dan beberapa negara lainnya ke Indonesia (Better Work Indonesia, 2013). Adanya kondisi tersebut memberikan kesempatan kepada Indonesia untuk memproduksi
produk bermerek asal luar negeri (http://bisnis.liputan6.com/read/2036825/ diakses pada 25 September 2014 Pukul 12.30 WIB). Menurut hasil wawancara pendahuluan dari informan yang memiliki usaha dalam bidang garmen pada 8 September 2014 pukul 20.05-21.15 WIB menyebutkan bahwa, pabrik garmen di Indonesia memproduksi kurang lebih 1 juta pieces untuk produk bermerek dalam satu kali produksi. Dari total 1 juta pieces produk yang dihasilkan, terdapat jumlah produk sisa antara 50 sampai 200 ribu pieces produk yang tidak terserap oleh perusahaan pemilik nama produk. Produk sisa yang dimiliki oleh pabrik tidak bisa dijual langsung kepada pihak lain, karena pabrik terikat dengan peraturan dari Kementrian Keuangan tentang pendistribusian barang sisa hasil produksi kepada masyarakat luas. Adanya kondisi tersebut dimanfaatkan supplier untuk mencari keuntungan. Aktivitas yang dilakukan supplier adalah melakukan perpidahan produk ke gudang miliknya. Kegiatan mendapatkan keuntungan tanpa melakukan aktivitas yang produktif di definisikan kedalam rent seeking (Tullock,1967). Rent seeking adalah asumsi awal yang dibangun dari teori ekonomi politik. Setiap kelompok kepentingan berupaya mendapatkan keuntungan ekonomi yang sebesar-besarnya dengan upaya yang sekecil kecilnya (Yustika,2009). Menurut informan, rent seeking terjadi pada perpindahan produk dari pabrik ke supplier. Hal tersebut dilakukan pelaku untuk tujuan mendapatkan kemudahan dan keamanan dalam penjualan produk sisa. Setelah pelaku memperoleh produk tersebut, supplier menjual kembali produk kepada eksportir dengan harga yang ditetapkan oleh supplier. Produk yang diterima eksportir tidak langsung dijual kepada pelaku lain. Eksportir melakukan kegiatan perpindahan dan pertambahan nilai pada produk sisa yang diperoleh. Produk bermerek yang sudah melalui proses pertambahan nilai, dijual dengan harga yang telah ditentukan. Eksportir menggunakan perdagangan internasional untuk memperoleh keuntungan yang lebih tinggi. Dengan uraian yang telah dijelaskan. Proses perpindahan produk sisa dari pabrik sampai kepada tahap akhir terdapat kegiatan rent seeking yang dilakukan oleh supplier dan eksportir. Masing-masing pelaku memperoleh keuntungan dari kegiatan yang dilakukan. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti “Rent Seeking pada Perpindahan dan Pertambahan Nilai Produk” dengan rumusan masalah Bagaimana kegiatan rent seeking pada perpindahan dan pertambahan nilai produk? Apa saja jenis keuntungan yang diperoleh pelaku dari adanya kegiatan rent seeking? B. Tinjauan Teori Teori Harga Untuk Menyampaikan Konsep Nilai Harga adalah nilai uang dari satu unit barang atau jasa. Harga akan ditetapkan oleh kekuatan permintaan dan penawaran . Alfred Marshall (1890) menjelaskan bahwa, permintaan dan penawaran secara bersama-sama menentukan harga (P) dan kuantitas keseimbangan suatu barang (Q). Mekanisme harga ditentukan atas dasar kekuatas tarik menarik antara konsumen dan produsen yang bertemu di pasar (Boediono,2010). Teori Pembentukan Harga Berdasarkan Jenis Pasar Teori harga tradisional menurut Douglass (1992), sukirno (2006), dan Colander (2004) diawali dari empat dasar pasar yaitu pasar persaingan sempurna, monopolistik, monopoli, dan oligopoli. Pasar persaingan sempurna terdiri dari banyak produk yang ditawarkan dan memiliki banyak informasi. Pasar monopolistik adalah pasar yang
memiliki banyak penjual, namun pada pasar ini jumlah pembeli tidak sebanyak pasar persaingan sempurna. Pasar monopoli adalah pasar yang terdiri dari satu perusahaan yang menawarkan sebuah produk. Pasar Oligopoli adalah pasar yang hanya memiliki beberapa perusahan. Pada pasar ini perusahaan mendapatkan ketergantungan satu dengan yang lainnya karena perusahaan harus bersaing untuk menawarkan produk yang sama kepada masyarakat. Teori Perpindahan Sebagai Distribusi Perpindahan atau disebut juga distribusi adalah kegiatan pemasaran yang berusaha memperlancar serta mempermudah penyampaian produk dan jasa dari produsen kepada konsumen sehingga penggunanya sesuai (jenis, jumlah, harga,tempat, dan saat) dengan yang diperlukan. Distribusi yang efektif akan memperlancar arus atau akses barang oleh konsumen, sehingga dapat kemudahan untuk memperoleh barang yang diperlukan. Secara umum, sistem distribusi dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu : 1. Sistem distribusi langsung 2. Sistem distribusi tidak langsung Sistem distribusi langsung mendistribusikan barang secara langsung dari produsen ke konsumen. Sedangkan distem distribusi tidak langsung menggunakan perantara (midleman) sehingga tidak langsung bertemu dengan konsumen. Tipe saluran distribusi langsung adalah tidak menggunakan perantara yang independen. Produsen dapat menggunakan agen penjual langsung kepada konsumen. Sistem distribusi langsung umumnya digunakan pada sistem pelanggan memesan langsung kepada penjual melalui surat,telepon, atau bentuk komunikasi lain. Penjual didatangi atau mendatangi pembeli maupun bentuk pemasaran yang mendasar pada respon individual pelanggan Tipe saluran distribusi tidak langsung menggunakan satu atau berbagai perantara untuk sampai ke konsumen. Dapat berbentuk : sistem pendistribusian konvensional (tradisional) maupun sistem pemasaran vertikal. Sistem pendistribusian konvensional menggunakan perantara yang independent dari pengendalian produsen. Sistem ini dapat menciptakan konflik apabila ada perbedaan pendapat atau perbedaan kepentingan. Untuk mengatasi hal itu, produsen berupaya dengan mengintegrasikan kegiatan maupun organisasi lembaga perantara ke dalam organisasi produsen agar dicapai hasil kerjasama yang optimal. Sistem pemasaran vertikal dapat dilakukan melalui cara: administrasi, kontraktual, maupun koorporasi (http://elearning.gunadarma.ac.id diakses pada kamis 16 Oktober 2014 pukul 12.15 WIB). Teori Pertambahan Nilai Pertambahan nilai menurut Colander (2004) dan Pass (1997) adalah kontribusi dari setiap kegiatan produksi yang dilakukan untuk menambahkan nilai didalam setiap proses produksi. Proses ini penting karena jika terjadi kerusakan pada barang konsumen tidak bisa membawa pulang barang yang mereka beli. Perusahaan harus memberikan nilai lebih pada produknya agar konsumen tahu barang yang diinginkan sesungguhnya tidak bisa didapatkan tanpa adanya pertambahan nilai yang dilakukan sebuah perusahaan. Jadi pertambahan nilai menitik beratkan perhatian pada nilai yang ditambahkan oleh perusahaan pada bahan baku dan jasa yang dibeli, melalui usaha produksi dan pemasaran perusahaan. Rangkaian pertambahan nilai yang dilakukan meliputi proses pengubahan bahan baku menjadi bahan atau komponen lanjutan, kemudian menjadi barang jadi yang ingin diproduksi. Perusahaan akan mengukur nilai tambah ini sebagai perbedaan antara pendapatan penjualan dengan biaya pembelian bahan-bahan. Jika perusahaan hanya menjalankan satu tingkatan maka perusahaan tersebut hanya memberikan tambahan nilai yang kecil dibandingkan dengan perusahaan yang terintegrasi secara vertikal yang menjalankan beberapa tingkatan produksi dan distribusi.
Teori Rent Seeking Rent seeking adalah asumsi awal yang dibangun dari teori ekonomi politik. Setiap kelompok kepentingan berupaya mendapatkan keuntungan ekonomi yang sebesarbesarnya dengan upaya yang sekecil kecilnya. Seluruh sumberdaya ekonomi politik yang dimiliki, seperti lobi, akan ditempuh demi menggapai tujuan tersebut. Persoalannya adalah jika, produk dari lobi tersebut berupa kebijakan, maka implikasi yang muncul bisa sangat besar. (Yustika,2009) Kisah tentang pengusaha yang menerobos kekuasaan, baik karena kedekatan kolusi maupun peran ganda, sesungguhnya telah masuk dalam kajian ekonomi politik. Pada fenomena rent seeking perilaku pengusaha untuk mendapatkan lisensi khusus, monopoli dan fasilitas lainnya dari pihak yang berwenang, yang mempunyai kekuasaan di bidang tersebut. Dengan lisensi khusus maka dengan mudah pelaku yang lain bisa masuk pasar. Karena itu perilaku pemburu rente ekonomi biasanya merupakan perilaku anti persaingan atau menghindari persaingan dengan tujuan keuntungan yang sebesar – besarnya (Suara Merdeka, 2005). Dengan deskripsi tersebut, kegiatan mencari rente bisa didefinisikan sebagai upaya individual atau kelompok untuk meningkatkan pendapatan melalui pemanfaatan regulasi pemerintah (Khan dan Jomo dalam Yustika, 2012). Selanjutnya Rachbini (2005) mendefinisikan rent seeking dalam kajian ekonomi politik berarti perburuan pendapatan dengan cara monopoli, lisensi, dan penggunaan modal kekuasaan di dalam bisnis. Pengusaha memperoleh keuntungan dengan cara bukan persaingan yang sehat dalam pasar. Kekuasaan dipakai untuk mempengaruhi pasar sehingga mengalami distorsi untuk kepentingan. Aktivitas rent seeking dibedakan dari perilaku mencari untung dalam usaha atau bisnis yang sehat. Dalam bisnis yang sehat, perusahaan menciptakan nilai, kemudian melakukan transaksi yang saling menguntungkan. Tetapi di dalam praktik rent seeking, pelaku usaha mengundang kekuasaan atau memengaruhi kekuasaan untuk mengambil dari suatu nilai yang tidak dikompensasi. Rent seeking pada perpindahan produk Rent seeking adalah asumsi awal yang dibangun dari teori ekonomi politik. Setiap kelompok kepentingan berupaya mendapatkan keuntungan ekonomi yang sebesarbesarnya dengan upaya yang sekecil kecilnya. Seluruh sumberdaya ekonomi politik yang dimiliki, seperti lobi, akan ditempuh demi menggapai tujuan tersebut. Persoalannya adalah jika, produk dari lobi tersebut berupa kebijakan, maka implikasi yang muncul bisa sangat besar (Yustika,2009). Aktivitas rent seeking dibedakan dari perilaku mencari untung dalam usaha atau bisnis yang sehat. Dalam bisnis yang sehat, perusahaan menciptakan nilai, kemudian melakukan transaksi yang saling menguntungkan. Tetapi di dalam praktik rent seeking, pelaku usaha mengundang kekuasaan atau memengaruhi kekuasaan untuk mengambil dari suatu nilai yang tidak dikompensasi. Pada penelitian ini, pelaku pencari rente menggunakan perpindahan produk untuk memperoleh keuntungan. Perpindahan atau disebut juga distribusi adalah kegiatan pemasaran yang berusaha memperlancar serta mempermudah penyampaian produk dan jasa dari produsen kepada konsumen sehingga penggunanya sesuai (jenis, jumlah, harga,tempat, dan saat) dengan yang diperlukan. Produsen dan konsumen mempunyai kesenjangan spasial, waktu, nilai, keragaman dan kepemilikan produk karena perbedaan tujuan serta persepsi masing-masing. Secara umum, sistem distribusi dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu : 1. Sistem distribusi langsung 2. Sistem distribusi tidak langsung Sistem distribusi langsung mendistribusikan barang secara langsung dari produsen ke konsumen. Sedangkan distem distribusi tidak langsung menggunakan
perantara (midleman) sehingga tidak langsung bertemu dengan konsumen (http://elearning.gunadarma.ac.id diakses pada kamis 16 Oktober 2014 pukul 12.15 WIB). Dari adanya sistem perpindahan yang dimiliki, pelaku melihat kondisi tersebut untuk melakukan perpidahan produk dengan tujuan keuntungan. Perbedaan kegiatan antara bisnis yang sehat dengan pelaku rent seeking adalah, pada bisnis yang sehat perpindahan digunakan untuk memperoleh manfaat dari kegiatan produksi yang dilakukan. Sementara, pada aktivitas rent seeking pelaku menggunakan perpindahan produk untuk menghindari pengawasan dari pihak yang memiliki wewenang khusus. Rent seeking pada pertambahan nilai produk Pertambahan nilai menurut Colander (2004) adalah kontribusi dari setiap kegiatan produksi yang dilakukan untuk menambahkan nilai didalam setiap proses produksi. Proses ini penting karena jika terjadi kerusakan pada barang konsumen tidak bisa membawa pulang barang yang mereka beli. Perusahaan harus memberikan nilai lebih pada produknya agar konsumen tahu barang yang diinginkan sesungguhnya tidak bisa didapatkan tanpa adanya pertambahan nilai yang dilakukan sebuah perusahaan. Rangkaian pertambahan nilai yang dilakukan meliputi proses pengubahan bahan baku menjadi bahan atau komponen lanjutan, kemudian menjadi barang jadi yang ingin diproduksi. Perusahaan akan mengukur nilai tambah ini sebagai perbedaan antara pendapatan penjualan dengan biaya pembelian bahan-bahan. Jika perusahaan hanya menjalankan satu tingkatan maka perusahaan tersebut hanya memberikan tambahan nilai yang kecil dibandingkan dengan perusahaan yang terintegrasi secara vertikal yang menjalankan beberapa tingkatan produksi dan distribusi. Jika uraian tersebut dikaitkan dengan usaha yang sehat maka proses pertambahan nilai akan memberikan keuntungan pada pihak yang melakukan kegiatan tersebut. Namun dalam konsep rent seeking, pelaku menggunakan pertambahan nilai untuk menjadikan nilai produk menjadi lebih mahal tanpa melakukan kegiatan yang produktif. Dari pemanfaatan regulasi pemerintah, pelaku dapat memotong biaya produk yang dikeluarkan dan memperoleh keuntungan dari pemberian harga yang berlaku di pasar.
C. Metode Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif dipilih karena penelitian difokuskan untuk melakukan penelusuran pada kegiatan yang dilakukan. Analisis kualitatif menurut Babbie adalah analisa non numerik dan intrepetasi pengamatan, untuk tujuan menemukan makna yang mendasari dan pola hubungan. Unit analisis yang ditetapkan peneliti dalam penelitian ini adalah perpindahan produk dan jenis keuntungan yang diperoleh pelaku. Unit analisis menurut Babbie berarti apa atau siapa yang sedang diteliti. Sumber data dalam penelitian ini adalah primer. Peneliti menggunakan data primer untuk memperoleh pemahaman dari pelaku dan menjelaskan kegiatan rent seeking pada perpindahan produk serta keuntungan yang diperoleh dari kegiatan tersebut. Sumber data primer diperoleh peneliti dengan menggunakan teknik wawancara terhadap informan atau pelaku dan observasi lapang di tempat usaha pelaku. Kegiatan tersebut dilakukan peneliti untuk melihat kegiatan yang dilakukan oleh pelaku secara langsung. Pada penelitian ini peneliti menggunakan instrumen yaitu diri peneliti. Cresswell menyebutkan dalam penelitian kualitatif dapat dikatakan bahwa peneliti sebagai instrument kunci. Jadi peneliti mengumpulkan sendiri data melalui dokumentasi, observasi lapang, dan wawancara. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model interaktif (Miles dan Huberman) dengan teknik dasar coding. Model interaktif digunakan untuk melakukan
interaksi dari data yang dikumpulkan dengan tahap reduksi, tahap penyajian data, dan tahap penarikan kesimpulan. Teknik ini menjadikan hasil pada penelitian ini menjadi sebuah makna yang dapat dipahami oleh pembaca. Teknik validitas yang digunakan pada penelitian ini adalah triangulasi. Menurut creswell triangulasi adalah validitas data yang didasarkan pada kepastian apakah hasil penelitian sudah akurat dari sudut pandang peneliti, atau pembaca secara umum umum. Validitas ini diperlukan agar data yang diperoleh peneliti sesuai dengan kebutuhan yang dibutuhkan peneliti. Maka teknik yang digunakan dalam melakukan validitas data adalah triangulasi.
D. Hasil Rent seeking pada perpindahan produk Pada aktivitas perpindahan, produk sisa berasal dari sebuah pabrik garmen di Indonesia memproduksi kurang lebih 1 juta pieces untuk produk bermerek dalam satu kali produksi (sebagaimana yang dijelaskan informan pada bagian pendahuluan). Produk yang tidak terserap dimanfaatkan pabrik dengan cara memanfaatkan celah dari regulasi pemerintah. Pabrik melakukan perubahn status dan perlakuan pada produk sisa menjadi produk rusak. Hasil dari kegiatan yang dilakukan pabrik memberikan kesempatan bagi pelaku untuk melakukan kegiatan rent seeking pada perpindahan produk. Berikut adalah penjelasan untuk aktivitas perpindahan produk yang dilakukan pelaku : Gambar 1 Alur Kegiatan Rent Seeking pada Perpindahan Produk
Pabrik
P2.1
Perantara A
P2.2
P2.3B Supplier B
Perantara B P2.3A
P1.1
P1.2 Eksportir
Supplier A
Sumber : Data diolah dari berbagai sumber (2014) Keterangan
P1 : Jenis Perpindahan 1 P2 : Jenis Perpindahan 2
Keterangan Kegiatan Rent Seeking pada Perpindahan Produk Jenis perpindahan 1 kegiatan 1 (P1.1) Jenis perpindahan 1 pada kegiatan 1 ditujukan oleh alur kebawah pada gambar sebelumnya, aktivitas tersebut adalah perpindahan produk sisa dari pabrik ke supplier A. Pada tahap ini pabrik melakukan kegiatan rent seeking dengan cara memanfaatkan regulasi pemerintah. Regulasi tersebut memungkinkan pabrik untuk merubah status dan perlakuan terhadap produk sisa menjadi produk rusak yang dapat dimusnahkan. Dari kegiatan perpindahan yang dilakukan, pabrik memperoleh pendapatan tambahan dari penjualan produk sisa. Pabrik memperoleh manfaat lain dari kegiatan menjual produk sisa berupa penghematan biaya penyimpanan terhadap produk sisa, dan terhindar dari kewajiban membayar pajak atas penjualan produk sisa. Supplier A memanfaatkan keputusan pabrik untuk memperoleh produk sisa dengan harga yang murah. Tujuan supplier A membeli produk tersebut adalah untuk menjual kembali produk kepada pelaku lain. Jenis perpindahan 1 kegiatan 2 (P1.2) Jenis perpindahan 1 pada kegiatan 2 ditujukan oleh alur kebawah pada gambar sebelumnya, aktivitas tersebut adalah perpindahan produk dari supplier A ke eksportir. Pada tahap ini supplier A melakukan kegiatan rent seeking dengan cara membeli produk sisa pabrik. Supplier A membeli produk sisa dengan harga murah karena pabrik merubah status dan perlakuan pada produk sisa yang dimiliki. Supplier A melakukan dua aktivitas dalam kegiatan penjualan produk, pertama adalah menjual kembali produk secara langsung kepada eksportir, dan kedua adalah melakukan penyimpanan sementara di gudang miliknya. Supplier A menjual produk pada saat permintaan terhadap produk yang dimiliki mengalami kenaikan, hal tersebut berdampak pada harga produk yang menjadi lebih tinggi. Aktivitas penjualan pertama menghasilkan pendapatan bagi supplier A sebagai hasil penjualan produk secara langsung dan supplier A memperoleh pendapatan yang lebih tinggi pada aktivitas penjualan kedua karena melakukan kegiatan pertambahan nilai di gudang miliknya. Pada perpindahan ini eksportir sebagai pembeli produk memperoleh manfaat berupa, pembebasan pembayaran pajak atas pembelian produk sisa dari supplier A. Jenis perpindahan 2 kegiatan 1 (P2.1) Jenis perpindahan 2 pada kegiatan 1 ditujukan oleh alur kesamping pada gambar sebelumnya, aktivitas tersebut adalah perpindahan informasi dari pabrik kepada perantara A. Pada tahap ini perantara A melakukan kegiatan rent seeking dengan cara memanfaatkan posisi sebagai pekerja pabrik. Posisi tersebut dimanfaatkan perantara A untuk memperoleh informasi atas produk sisa pabrik. Dari informasi yang dimiliki, perantara A menjual informasi produk sisa kepada pelaku lain. Kegiatan tersebut menghasilkan pendapatan bagi perantara A sebagai hasil dari menjual informasi kepada pelaku lain. Perpindahan ini memberikan manfaat lain bagi pabrik berupa, durasi waktu transaksi yang terjadi lebih cepat, karena perantara A menjual informasi produk sisa pabrik kepada pelaku lain. Jenis perpindahan 2 kegiatan 2 (P2.2) Jenis perpindahan 2 pada kegiatan 2 ditujukan oleh alur kesamping pada gambar sebelumnya, aktivitas tersebut adalah perpindahan produk sisa dari perantara A ke supplier B. Pada tahap ini perantara A melakukan kegiatan rent seeking dengan cara memanfaatkan posisi yang dimiliki untuk menjual produk kepada supplier B. Posisi tersebut dimanfaatkan untuk memperoleh informasi mengenai produk sisa pabrik (sebagaimana yang dijelaskan pada bagian P2.1).
Perantara A menjual produk sisa pabrik kepada supplier B. Pada perpindahan ini, perantara A memegang kendali atas penjualan dan perpindahan produk kepada supplier B. Dari kegiatan tersebut harga produk yang dijual perantara A menjadi lebih tinggi. Perantara A mengakumulasikan kegiatan penjualan produk sisa menjadi pendapatan yang diperoleh. Supplier B yang bertindak sebagai pembeli produk, memperoleh manfaat dari perantara A berupa pertanggung jawaban untuk resiko yang terjadi pada perpindahan produk Jenis perpindahan 2 kegiatan 3A (P2.3A) Jenis perpindahan 2 pada kegiatan 3A ditujukan oleh alur kesamping pada gambar sebelumnya, aktivitas tersebut adalah perpindahan produk dari supplier B ke eksportir. Pada tahap ini supplier B melakukan kegiatan rent seeking dengan cara membeli produk dari perantara A. Supplier B melakukan penyimpanan sementara pada produk yang memiliki kualitas baik, dan melakukan pemotongan pada seluruh merek produk yang memiliki kualitas rendah. Supplier B menjual kembali produk yang memiliki kualitas baik dengan harga yang lebih tinggi. Supplier B juga melakukan pemotongan pada merek produk yang memiliki kualitas rendah atau tidak layak jual untuk mengurangi resiko produk yang tidak terjual. Dari kegiatan tersebut, supplier B memperoleh pendapatan sebagai hasil dari penjualan produk kepada eksportir. Manfaat yang diperoleh eksportir sebagai pembeli produk adalah, keamanan pada proses perpindahan dan terhindar dari pembayaran pajak atas pembelian produk sisa. Jenis perpindahan 2 kegiatan 3B (P2.3B) Jenis perpindahan 2 pada kegiatan 3B ditujukan oleh alur kesamping pada gambar sebelumnya, Pada tahap ini perantara B melakukan kegiatan rent seeking dengan cara memanfaatkan posisi sebagai pekerja supplier B. Posisi tersebut dimanfaatkan perantara B untuk memperoleh informasi produk. Perantara B menawarkan produk kepada eksportir dengan jaminan kualitas produk yang akan diterima. Eksportir yang memiliki ketertarikan, membeli produk melalui perantara B. Dari kegiatan yang dilakukan perantara B, jarga pada produk yang ditawarkan perantara B kepada eksportir menjadi lebih mahal. Perantara B memperoleh pendapatan dari hasil kegiatan menjual produk sisa kepada eksportir. Pada penjualan produk yang dilakukan perantara A, supplier B memperoleh manfaat berupa durasi waktu untuk penjualan produk yang berlangsung lebih cepat. Selain itu, perantara B mampu mengurangi resiko supplier B atas produk yang tidak terjual. Eksportir yang bertindak sebagai pembeli produk memperoleh manfaat berupa jaminan untuk kualitas produk yang diperoleh . Perpindahan yang dilakukan eksportir Pada tahap ini, eksportir melakukan perpindahan didalam pabrik miliknya. Eksportir melakukan kegiatan rent seeking pada proses ekspor produk ke negara tujuan. Hal tersebut terkait dengan, Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE24/PJ.321/1993 tentang Fasilitas Perpajakan bagi Perusahaan/Industri. Pada surat edaran tersebut menyatakan bahwa, produk sisa atau barang rusak tidak dapat diekspor namun, perlakuan pada produk tersebut harus dimusnahkan. Dari regulasi tersebut, eksportir menggunakan cara untuk memperoleh produk sisa berupa pemanfaatan produk yang dijual pelaku lain. Eksportir membeli produk dengan harga murah terkait status pada produk yang dibeli. Eksportir tidak langsung menjual produk tersebut kepada pelaku lain. Eksportir melakukan penambahan aksesoris, pemasangan merek baru dan pengemasan ulang agar produk layak dijual. Dari kegiatan tersebut eksportir mampu mengecilkan biaya untuk proses produksi awal. Eksportir menjual produk tersebut ke pasar internasional dengan harga yang
berlaku di pasar tersebut. Hasil dari kegiatan yang dilakukan, diakumulasikan menjadi pendapatan yang diperoleh antara selisih harga jual yang diterima dan harga beli yang diberikan eksportir kepada pembeli produk. Rent Seeking pada Pertambahan Nilai Produk Pada penelitian ini, kegiatan pertambahan nilai produk dilakukan oleh pelaku yang memiliki tempat usaha. Tujuan dari pertambahan nilai tersebut adalah, mengelola kembali produk sisa pabrik menjadi produk layak jual dan menjadikan harga pada produk lebih mahal. Dari uraian tersebut, masing-masing pelaku memiliki kegiatan yang berbeda pada proses pertambahan nilai produk. Berikut adalah kegiatan pertambahan nilai produk yang dilakukan oleh masing-masing pelaku : Pertambahan Nilai oleh Supplier A Pada aktivitas pertambahan nilai produk, supplier A melakukan kegiatan rent seeking dengan cara, membeli produk sisa dari pabrik kemudian memanfaatkan produk sisa tersebut. Supplier A melakukan kegiatan sortir atau kualifikasi produk pada gudang miliknya. Produk yang lolos dalam proses kualifikasi disimpan dan dijual dengan harga yang lebih tinggi. Supplier A melakukan penambahan aksesoris dan kegiatan lain pada produk yang tidak lolos kualifikasi agar dapat dijual kembali. Supplier A memperoleh pendapatan secara langsung dari produk yang memiliki kualitas baik. Supplier A juga memperoleh pendapatan dari produk yang memiliki kualitas rendah atau tidak layak jual, walaupun supplier A mengeluarkan biaya tambahan untuk produk tersebut. Dari uraian yang dijelaskan, supplier A mampu memanfaatkan keputusan pabrik untuk merubah kembali produk sisa yang dimiliki menjadi produk layak jual dan memiliki harga jual yang lebih mahal untuk diakumulasikan menjadi pendapatan yang diperoleh. Pertambahan Nilai oleh Supplier B Pada aktivitas pertambahan nilai produk, supplier B melakukan kegiatan rent seeking dengan cara membeli produk sisa dari perantara A. Supplier B memanfaatkan produk tersebut, untuk dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi melalui kegiatan yang dilakukan. Supplier B melakukan kegiatan pertambahan nilai berupa penyimpanan produk yang memiliki kualitas baik dan pemotongan merek produk pada produk yang memiliki kualitas rendah. Supplier B menjual produk yang memiliki kualitas baik dengan harga yang lebih tinggi. Hasil dari kegiatan tersebut dijadikan supplier B untuk memperoleh pendapatan secara langsung. Sementara itu, untuk produk yang memiliki kualitas rendah supplier B melakukan pemotongan pada seluruh merek produk. Hasil dari kegiatan tersebut dijadikan supplier B sebagai pengurangan resiko atas produk yang tidak terjual dan pendapatan tambahan yang diperoleh. Pertambahan Nilai oleh Eksportir Pada aktivitas ini, eksportir melakukan kegiatan pertambahan nilai produk dengan cara mengubah kondisi produk sisa menjadi produk layak jual untuk tujuan ekspor. Eksportir membeli produk sisa melalui supplier A, supplier B dan perantara B untuk mereduksi biaya produksi. Kegiatan yang dilakukan eksportir pada produk tersebut berupa klasifikasi produk, pemasangan aksesoris, pemasangan merek baru, dan pengemasan kembali pada produk. Hasil dari kegiatan yang dilakukan eksportir menjadikan produk sisa yang diperoleh sebagai produk bermerek dengan nilai yang tinggi. Dari kegiatan tersebut, eksportir melakukan kegiatan rent seeking berupa pemasangan bahan baku pada produk sisa yang dilakukan di pabrik miliknya.
Sebagaimana dijelaskan pada hasil sosialisasi Peraturan Menteri Keuangan nomor 253, 254, da 200 yang dilakukan di Bandung pada tanggal 30 Januari 2012 menyebutkan bahwa, pengeloaan, perakitan, dan pemasangan bahan baku wajib dilakukan oleh pabrik yang melakukan produksi dari awal. Jika kegiatan tersebut dilakukan di tempat lain maka, perusahaan/pabrik yang melakukan kegiatan tersebut akan dikenakan sanksi administrasi atau denda. Dari uraian diatas, eksportir mampu melewati hasil dari sosialisasi tersebut melalui kegiatan yang dilakukan di pabrik miliknya. Dari kegiatan tersebut, eksportir mengeluarkan biaya produksi yang kecil kemudian menjual produk dengan harga yang berlaku di pasar. Hasil dari kegiatan yang dilakukan diakumulasikan eksportir menjadi pendapatan yang diperoleh. Jenis Keuntungan Pada penelitian ini, masing-masing pelaku melakukan kegiatan rent seeking yang berbeda pada perpindahan dan pertambahan nilai produk. Hasil dari kegiatan rent seeking yang dilakukan diakumulasikan pelaku sebagai keuntungan yang diperoleh. Berikut ini adalah jenis keuntungan yang diperoleh pelaku dari kegiatan rent seeking pada perpindahan dan pertambahan nilai produk : Pabrik 1.
2.
3.
4.
Jenis keuntungan yang diperoleh pabrik dari kegiatan rent seking adalah : Pendapatan tambahan berupa materi Jenis keuntungan ini, diperoleh pabrik dari kegiatan menjual produk sisa yang seharusnya dimusnahkan kepada pelaku lain. Terhindar dari pembayaran pajak atas penjualan produk Jenis keuntungan ini, diperoleh pabrik melalui pemanfaatan Surat Edaran Direktur Jendral Pajak nomor SE-24/PJ.321/1993 berupa perubahan status dan perlakukan pada produk sisa menjadi produk rusak yang dapat dimusnahkan. Melalui surat edaran tersebut, produk sisa pabrik yang dikategorikan produk rusak dapat dijual. Menghemat biaya penyimpanan atas produk sisa di pabrik Jenis keuntungan ini adalah hasil dari penjualan yang dilakukan pabrik kepada pelaku lain. Pabrik yang seharusnya mengeluarkan biaya untuk penyimpanan produk dapat menghemat biaya tersebut melalui penjualan produk sisa kepada pelaku lain. Durasi waktu transaksi yang terjadi lebih cepat Jenis keuntungan ini diperoleh pabrik dari kegiatan penjualan produk sisa yang dilakukan oleh perantara A kepada supplier B. dari kegiatan yang dilakukan pabrik memperoleh durasi waktu transaksi yang lebih cepat karena perantara A memiliki pembeli lain untuk prouduk sisa yang dimiliki pabrik.
Supplier A Jenis keuntungan yang diperoleh supplier A dari kegiatan rent seking adalah : 1. Pendapatan berupa materi Jenis keuntungan ini diperoleh supplier A dari selisih harga antara harga beli pabrik dan harga jual kepada eksportir. Supplier A membeli produk dengan harga murah terkait dengan status dan perlakuan pada produk yang dibeli. Keuntungan tersebut diperoleh melalui kegiatan perpindahan dan pertambahan nilai yang dilakukan, supplier A menjual produk tersebut dengan harga yang lebih tinggi kepada eksportir. 2. Terhindar dari kewajiban membayar pajak atas pembelian produk sisa Jenis keuntungan ini diperoleh supplier A dari hasil pembelian produk sisa pabrik. Supplier A memanfaatkan keputusan pabrik berupa perubahan status dan
perlakuan produk sisa agar terhindar dari kewajiban membayar pajak (sebagaimana yang dijelaskan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.011/2011) 3. Kepercayaan Jenis keuntungan ini diperoleh dari kegiatan pembelian produk sisa pabrik dan pemenuhan pesanan yang diberikan eksportir untuk pembelian produk sisa melalui supplier A. Menurut informan (dalam transkrip wawancara dengan supplier A pada baris 213) menyebutkan bahwa, dengan melakukan pembelian produk sisa pabrik supplier A memperoleh kepercayaan dari pabrik untuk membeli produk sisa yang dimiliki secara terus menerus. Perantara A Jenis keuntungan yang diperoleh perantara A dari kegiatan rent seking adalah : 1. Pendapatan berupa materi Jenis keuntungan ini diperoleh perantara A dari hasil penjualan antara harga yang diberikan dari pabrik dan harga jual kepada supplier B. 2. Jaringan yang luas Jenis keuntungan ini diperoleh perantara A dari hasil kegiatan berupa penawaran produk sisa pabrik. perantara A menawarkan produk sisa pabrik kepada supplier B. Dari kegiatan yang dilakukan perantara A memperoleh keuntungan berupa jaringan bisnis yang luas. Supplier B Jenis keuntungan yang diperoleh supplier B dari kegiatan rent seking adalah : 1. Pendapatan berupa materi Jenis keuntungan ini diperoleh supplier B dari hasil penjualan produk sisa kepada eksportir. Supplier B melakukan perpindahan dan pertambahan nilai di gudang miliknya. Hasil dari kegiatan tersebut memberikan tambahan nilai untuk produk yang memiliki kualitas baik. Pada produk yang memiliki kualitas rendah, supplier B memperoleh tambahan dari kegiatan pemotongan merek pada produk tersebut. 2. Kepercayaan Jenis keuntungan ini diperoleh supplier B dari hasil pemenuhan pesanan yang diberikan eksportir. supplier B memberikan produk kepada eksportir berdasarkan pada pesanan yang diberikan. Hasil dari kegiatan tersebut berdampak pada kepercayaan yang diberikan eksportir kepada supplier B. 3. Pengurangan resiko Jenis keuntungan ini diperoleh supplier B dari hasil penjualan yang dilakukan perantara B. Pada kegiatan yang dilakukan, perantara B menjual produk supplier B yang tidak terjual. Dari kegiatan tersebut perantara B dapat mereduksi resiko yang akan diterima supplier B atas produk yang tidak terjual. Perantara B Jenis keuntungan yang diperoleh perantara B dari kegiatan rent seking adalah : 1. Pendapatan berupa materi Jenis keuntungan ini diperoleh perantara A dari hasil penjualan antara harga yang diberikan dari supplier B dan harga jual kepada supplier B. 2. Jaringan yang luas Jenis keuntungan ini diperoleh perantara B dari hasil kegiatan berupa penawaran produk milik supplier B. Perantara B menawarkan produk sisa pabrik kepada eksportir. Dari kegiatan yang dilakukan perantara B memperoleh keuntungan berupa jaringan bisnis yang luas 3. Kepercayaan
Jenis keuntungan ini diperoleh perantara B atas pemenuhan kualitas produk yang diberikan eksportir. Eksportir Jenis keuntungan yang diperoleh eksportir dari kegiatan rent seking adalah : 1. Pendapatan berupa materi Jenis keuntungan ini diperoleh eksportir dari selisih harga antara harga yang diterima dan harga jual yang mengikuti pasar 2. Pengurangan resiko Jenis keuntungan ini diperoleh eksportir dari kegiatan pembelian melalui supplier A, supplier B, dan perantara B. 3. Menghemat biaya produksi Jenis keuntungan ini diperoleh dari kegiatan membeli produk yang berstatus produk sisa pabrik. pada produk yang dimiliki eksportir melakukan pemasangan kembali pada bagian produk yang memiliki kekurangan. Dari kegiatan yang dilakukan, produk sisa yang diperoleh eksportir berubah menjadi produk baru yang memiliki nilai tinggi. 4. Jaringan bisnis yang luas Jenis keuntungan ini diperoleh melalui pembelian dari dalam negeri dan ekspor produk ke negara tujuan. Eksportir yang membeli produk dari dalam negeri mampu mengekspor produk tersebut ke negara tujuan. Dari kegiatan yang dilakukan, jaringan bisnis yang dimiliki eksportir menjadi lebih luas. 5. Terhindar dari kewajiban membayar pajak Jenis keuntungan ini diperoleh melalui pembelian produk dari supplier A, supplier B dan perantara B. Sebagaimana yang dijelaskan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.011/2011 tentang ekspor dan pengawasannya, kegiatan pembelian produk sisa pabrik harus dikenakan pajak atas pembelian. Dari kegiatan pembelian yang dilakukan, eksportir terhindar dari kewajiban membayar pajak atas pembelian produk sisa.
E. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan mengenai kegiatan rent seeking pada perpindahan dan pertambahan nilai produk, maka peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pada penelitian ini, kegiatan rent seeking pada perpindahan produk dilakukan dengan cara memanfaatkan celah dari regulasi pemerintah untuk merubah status dan perlakuan produk sisa menjadi produk rusak. Pelaku dalam penelitian ini, memanfaataan kondisi tersebut untuk memperoleh produk dengan harga yang murah. Pelaku yang membeli produk tersebut, melakukan kegiatan perpindahan produk untuk menjual kembali produk. Kegiatan perpindahan tersebut dilakukan untuk menghindari pengawasan petugas Bea Cukai, dan pembayaran pajak atas pembelian produk sisa. Dari kegiatan yang dilakukan oleh pelaku, penerimaan pemerintah berupa pembayaran pajak yang seharusnya diperoleh dari kegiatan penjualan atas produk sisa menjadi tidak efisien. Namun, para pelaku dalam penelitian ini mengakumulasikan kegiatan perpindahan produk untuk mencari keuntungan dengan menjual kembali produk sisa dengan harga yang mengikuti harga pasar. 2. Pada penelitian ini, kegiatan rent seeking pada pertambahan nilai produk dilakukan oleh pelaku yang memiliki gudang atau pabrik. Pada gudang atau pabrik tersebut, pelaku melakukan kegiatan pertambahan nilai dengan cara
klasifikasi produk untuk memisahkan jenis produk dan pemasangan aksesoris pada produk. Dari kegiatan pertambahan nilai yang dilakukan, produk sisa yang tidak memiliki nilai berubah menjadi produk bermerek layak jual dengan harga yang tinggi. Selain itu dari kegiatan pertambahan nilai produk yang dilakukan, resiko akibat tidak terserapnya produk sisa dapat direduksi dari kegiatan menghilangkan merek produk yang dilakukan pelaku dalam penelitian ini. 3. Pada penelitian ini pelaku melakukan kegiatan rent seeking yang berbeda pada setiap aktivitas. Dari kegiatan tersebut, pelaku memperoleh keuntungan yang berbeda dengan pelaku lainnya. Jenis keuntungan yang diperoleh pelaku adalah, pendapatan berupa materi, kepercayaan, pengurangan resiko yang diterima, jaringan bisnis yang luas, penghematan biaya produksi dan terhindar dari kewajiban membayar pajak atas pembelian dan penjualan produk sisa yang dilakukan oleh masing-masing pelaku dalam penelitian ini. Saran Berdasarkan kesimpulan tersebut, dapat dikemukakan saran yang diharapkan bermanfaat bagi pembaca dan pihak-pihak terkait. Saran yang dapat diambil dari penelitian ini adalah : 1. Pada penelitian ini peneliti melihat bahwa, kurangnya standar kualitas untuk kegiatan produksi dimanfaatkan oleh pelaku untuk memanfaatkan produk sisa. Maka dari itu, peneliti dapat memberikan saran kepada pihak pabrik untuk memperbaiki standar dan kualitas pada kegiatan produksi. hal tersebut terkait dengan dampak dan kepercayaan yang diberikan perusahaan pemilik nama kepada pihak pabrik 2. Pada penelitian ini peneliti melihat bahwa, adanya celah dari regulasi yang dibuat oleh pemerintah berdampak pada munculnya kegiatan rent seeking yang dilakukan. Pelaku dalam penelitian ini memanfaatkan regulasi tersebut untuk menghindari pembayaran pajak melalui kegiatan yang dilakukan. Dari kondisi tersebut, peneliti dapat memberikan saran kepada pemerintah untuk memberikan peraturan yang detail pada proses pemusnahan produk. Dari peraturan tersebut diharapkan, kegiatan rent seeking untuk merubah status dan perlakuan produk sisa dapat berkurang. 3. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan oleh peneliti adalah kualitatif untuk melihat kegiatan rent seeking yang dilakukan pelaku. Oleh sebab itu, peneliti memberikan saran kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan pendalaman metode penelitian dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Dari metode tersebut, diharapkan peneliti selanjutnya dapat memberikan penjelasan mengenai jumlah keuntungan yang diperoleh pelaku dari kegiatan rent seeking yang dilakukan. Daftar Pustaka Abdurrachman, 1991. Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan, Inggris– Indonesia. Jakarta : Penerbit PT Pradnya Paramita Borden,Kenneth S , dan Bruce B, Abbott . 2005. Research and Methods, Sixth Edition.New York : The McGraw-Hill Companies Babbie, Earl. 2013. The Practice of Social Research, Thirteen Edition, International Edition: Wadsworth, Cengage Learning Boediono. 2010. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro 1. Bulak Sumur: Universitas Gajah Mada Colander, David. 2004. Micro Economics, Fifth Edition. New York: The McGraw-Hill Companies.Inc Cresswell, John. 1994. Research design: Qualitative and quantitive Approach. London : Sage Publication
Creswell, John. 2005. Educational Reseach : Planning, Conducting, and Evaluating Quantitative and Qualitative. New Jersey: Pearson Education Creswell, John. 2012. Research Design : Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar (Editor: Achmad Fawaid) Douglas, Evans. 1992. Managerial Economics: Analysis and Strategy, Fourth Edition. New Jersey: Prentice Hall.Inc Case,Karl E dan Fair, Ray C .2005. Prinsip-Prinsip Ekonomi Mikro, Edisi Ketujuh. Jakarta : PT Indeks kelompok Gramedia (Editor Barlian Muhammad) Longman. 2007. Advanced American Dictionary: The Dictionary for Academic Success. New Jersey : Pearson Education Limited Liviu Nichiforel, Heiner Schanz “Property right distribution and entreprenurial rent seeking in Romanian forestry : a perspective of private forest owners” Euro Journal Forest Res (2011) 130:369–381 Moleong, Lexy J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset Miles, Huberman. 1994. An Expanded Sourcebook Qualitative Data Analysis, Second Edition. London: Sage Publications Nicholsan, Walter. 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Jakarta : Penerbit Erlangga Pusat Bahasa Depdiknas. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Keempat. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Pass Crishtoper, and Lowes. 1997. Kamus Lengkap Ekonomi. Jakarta: Penerbit Erlangga Pass Crishtoper, and Lowes. 1997. Kamus Lengkap Binis. Jakarta : Penerbit Erlangga Poot,Huib, Kuyvenhoeven,Arie, dan Jansen Jaap. 1990. Industrialisation and Trade in Indonesia. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press Tollison, Robert “The Economic Theory of Rent Seeking” Public Choice (2012) 152: 73-82 Sukirno, Sadono. 2006. Mikro Ekonomi : Teori Pengantar ,Edisi Ketiga. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada Slavin, Stephen L. 2008. Microeconomics, Eight Edition. New York: McGraw-Hill Companies.Inc Tullock,Gordon “The Welfare Cost of Tariffs, Monopolies, and Theft” Western Economic Journal, 5:3 (1967:June) p.224 Yustika, Ahmad Erani. 2012. Ekonomi Kelembagaan: Paradigma,Teori,dan Kebijakan. Jakarta : Penerbit Erlangga Rachbini, Didik J. Analisis Pemburu rente. 2005. http://SuaraMerdeka/read/2005/11/28/ Diakses pada 10 September 2014 pukul 10.40 WIB Betterwork. 2013. http://betterwork.org/indonesia/wp-content/uploads/Newsletter-IloIND_Final2.pdf Diakses pada 11 September 2014 pukul 10.00 WIB Liputan 6. 2014 http://bisnis.liputan6.com/read/2036825/ri-mampu-produksi-merek-merekpakaian-dunia-ini Diakses pada 25 September 2014 pukul 12.30.WIB Gunadarma.2013 http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/pemasaran/Bab_8.pdf diakses pada kamis 16 Oktober 2014 pukul 12.15 WIB Ikatan Eksportir dan Importir Indonesia. 2012. http://ikataneksportirimportir.com/hasil-sosialisasipmk-253-dan-pmk-254-dan-pmk-200/ diakses pada 15 Desember 2014 pukul 09.35 WIB Kementrian Keuangan. 2011. www.bppk.kemenkeu.go.id/images/peraturan/PMK-15-Tahun2011.pdf diakses pada 15 Desember 2014 pukul 09.38 WIB