KEPUTUSAN KEPALA PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION PAPUA Nomor : SK- 04 /P3E.Papua-TU/01/2016 TENTANG
RENCANA STRATEGIS PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION PAPUA TAHUN 2015-2019
Menimbang
: a. Dalam rangka mendukung pelaksanaan Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 20152019 sebagaimana tertuang dalam Peraturan Sekretaris JenderalKementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.8/Setjen-Rocan/2015 tentang Rencana Strategis Sekretariat Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2015-2019, perlu menetapkan Rencana Strategis Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua Tahun 20152019; b. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a perlu menetapkan Keputusan Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua tentang Rencana Strategis Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua Tahun 2015-2019;
Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4452); 5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019; 6. Peratuan Presiden Nomor 16 Tahun 2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8); 7. Peraturan Menteri Perencanaan dan Pembangunan/ Kepala Bappenas Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan Renstra 2015-2019 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 20a14 Nomor 860); 8. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.18/MenLHK-II/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 713); 9. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.30/MenLHK-Setjen/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2015-2019; 10. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.40/MenLHK-Setjen 2015 tentang Pedoman Penyusunan Renstra Lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 713); 11. Peraturan Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.8/Setjen-Rocan/2015 tentang Rencana Strategis Sekretariat Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2015-2019;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
:
KEPUTUSAN KEPALA PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION PAPUA TENTANG RENCANA STRATEGIS PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION PAPUA TAHUN 2015-2019 Pasal 1 Rencana Strategis Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua Tahun 2015-2019 sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusan ini. Pasal 2 Rencana Strategis Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua Tahun 2015-2019 ini menjadi arahan, sasaran dan strategi pelaksanaan kegiatan pengendalian pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan di Ekoregion Papua Sesuai dengan tugas dan fungsinya. Pasal 3 Keputusan Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapka n di : Bia k T a nggal : 4 Janua ri 20 16 Kepala Pusat,
Drs. Ir. Wirjono Koesmoedjihardjo NIP. 19581113 198903 1 001
KATA PENGANTAR Rencana
Strategis
Pusat
Pengendalian
Pembangunan
Ekoregion Papua 2015 – 2019 disusun berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.39 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2015–2019. Selain itu Rencana Strategis ini disusun untuk masa 5 tahun dengan mengacu pada Renstra Sekretariat Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Mempertimbangkan keragaman karakter dan ekologis, sebaran penduduk dan SDA, kearifan lokal, aspirasi masyarakat dan perubahan iklim diharapkan dapat menjadi arah pertimbangan dalam pelaksanaan program-program kegiatan. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 121/P tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 18 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai dasar adanya perubahan struktur Pusat Pengelolaan Ekoregion (PPE) berganti nama menjadi Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (PPPE). Renstra Pusat Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua Tahun 2015 – 2019 digunakan sebagai pedoman dan arah dalam pencapaian sasaran program yang diamanahkan kepada Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua, dan merupakan dasar serta acuan untuk: (1) Menyusun dan menetapkan rencana kerja tahunan dan RKA-KL; (2) Pelaksanaan rencana kerja tahunan; (3) Pemantauan dan evaluasi. Guna menyusun perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian program dan kegiatan secara efisien, efektif, transparan dan akuntabel secara terintegrasi, sinergis dan berkesinambungan diharapkan Dokumen Renstra ini dapat dipahami dan dimanfaatkan sebagai acuan. Tak lupa dalam kesempatan ini pula kami sampaikan salam hormat dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah berperan secara
i
langsung maupun tidak langsung, dalam penyusunan Rencana Strategis (Renstra) ini. Semoga Allah SWT memberikan petunjuk bagi kita semua agar kinerja Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua periode 2015–2019 dapat lebih berkontribusi secara aktif bagi pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan pada ekoregion Papua.
Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua,
Drs. Ir. Wirjono Koesmoedjihardjo NIP. 19581113 198903 1 001
ii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI
i iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.1
Latar Belakang
1
1.2
Landasan Hukum
2
1.3
Paradigma Tata Kelola Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion
4
Papua 1.4
Kondisi Umum
4
1.4.1
Pencapaian Sasaran Program, Kegiatan dan Serapan Anggaran
4
Sebelumnya 1.4.2
Potensi, Permasalahan, dan Isu Strategis di Ekoregion Papua
BAB II
SASARAN KINERJA YANG AKAN DICAPAI
36
2.1
Sasaran Strategis Kementerian LHK dan Program Setjen KLHK
36
2.2
Sasaran Kegiatan dan Unit Kegiatan
39
2.3
Analisis SWOT
39
BAB III
SASARAN DAN KINERJA UNIT KERJA
44
3.1
Unit Kegiatan, Sasaran dan Indikator Unit Kegiatan
44
3.2
Unit Elemen Kegiatan, Sasaran dan Indikator Elemen Kegiatan
47
BAB IV
KERANGKA REGULASI DAN KELEMBAGAAN
52
4.1
Kerangka Regulasi, Kerangka Kelembagaan dan kerangka Pendanaan
52
BAB V
Penutup
60
7
LAMPIRAN
iii
Pemandian masyarakat di Biak Utara. Foto : Ikhwan A
Persiapan Pentas Budaya Yosfan. Foto : Ikhwan A
iv
v
AksiPelepasan Satwa Endemik Hasil Sitaan. Foto : Fahrul Dari Kiri: Ketua DPRD Kab. Biak Numfor, DANLANAL Manuhua , Kapus P3E Papua, Staf Ahli BUPATI
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Paradigma masyarakat terkait pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan mengalami perubahan menyikapi fenomena-fenomena yang terjadi. Pandangan masyarakat secara umum semakin kritis terhadap kinerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan beserta jajarannya di daerah. Pertumbuhan penduduk serta pemekaran dan pengembangan wilayah perlu adanya penyikapan dalam hal pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam. Perwujudan pengendalian pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup, pengendalian kerusakan dan pencemaran serta pelestarian fungsi lingkungan hidup dan kehutanan, UU Nomor 32/2009 memandatkan perlu diperkuatnya perencanaan perlindungan dan pengelolaan LH (RPPLH). Rencana perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup dan Kehutanan terdiri dari empat muatan, yaitu: (1) pemanfaatan dan/atau pencadangan sumber daya alam; (2) pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan/atau fungsi lingkungan hidup; (3) pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan pelestarian sumber daya alam; dan (4) adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim. Guna memperkuat perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup tersebut, UU Nomor 32/2009 memandatkan bahwa untuk menyusun rencana perlindungan dan pengelolaan LH harus berbasis ekoregion yang mempertimbangkan karakteristik wilayah. Memperhatikan keragaman karakter dan ekologis, sebaran penduduk dan SDA, kearifan lokal, aspirasi masyarakat dan perubahan iklim. Diharapkan urusan yang diamanatkan tersebut akan menjadi arah pertimbangan dalam pelaksanaan programprogram kegiatan. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 121/P tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 18 Tahun 2015 Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai dasar adanya perubahan struktur Pusat Pengelolaan Ekoregion (PPE) berganti nama menjadi Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (PPPE). Perubahan struktur berdampak pada perbedaan tugas
1
dan fungsi pada Pusat Pengelolaan Ekoregion Papua dengan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua. Tugas Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua yakni melaksanakan penyelenggaraan pengendalian pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan di wilayah ekoregion. Juga akan menghasilkan dokumen perencanaan pengelolaan SDA dan LH di Ekoregion Papua yang dapat dimanfaatkan oleh semua pihak. Selain itu dengan adanya perubahan tugas tersebut maka P3E Papua juga melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) dan unit-unit yang lain yang ada di Provinsi Papua dan Papua Barat. Pencapaian hal tersebut diperlukan pendekatan-pendekatan melalui serangkaian program-program, kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan secara bertahap. Serangkaian program dan kegiatan yang akan dilaksanakan, perlu disusun dalam bentuk Rencana Strategis (Renstra) yang berisikan sasaran dan indikator sasaran selama periode waktu 1 - 5 tahun ke depan. Renstra yang disusun, diharapkan juga memberi hasil berupa rencana yang dapat digunakan sebagai alat pemantauan dan evaluasi, maupun sebagai alat pertanggunganjawab pelaksanaan tugas pokok dan fungsi lembaga. Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua, merupakan Satuan Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang sehari-harinnya dibina oleh Sekretariat Jenderal. Oleh karenanya, Renstra Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua, tidak dapat terlepas dari Renstra Setjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Diharapkan dengan tersusunnya Renstra P3E Papua dapat memberikan manfaat sebagai penjabaran rencana jangka menengah dan memberi arahan penyusunan rencana jangka pendek.
1.2 Landasan Hukum 1.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
2.
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
2
Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); 3.
Undang-Undang
Nomor
25
Tahun
2004
tentang
sistem
Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 4.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
5.
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4405);
6.
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4452);
7.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 3);
8.
Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);
9.
Peraturan Menteri Perencanaan dan Pembangunan/Kepala Bappenas Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan Renstra 2015-2019 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 860);
10.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P. 18/Menlhk-II/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 713);
11.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.39/MenlhkSetjen/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Tahun 2015-2019
3
12.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor P.40/MenlhkSetjen/2015
tentang
Pedoman
Penyusunan
Rencana
Strategis
Lingkup
Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Tahun 2015-2019.
1.3 Paradigma Tata Kelola Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua Rencana Strategis Pusat Pegendalian Pembangunan Ekoregion Papua disusun berdasarkan paradigma tata kelola guna menjalankan tugas pokok dan fungsi dalam pelaksanaan kegiatan dengan mengedepankan aspek sebagai berikut : 1.
Keterbukaan dan responsif yang menciptakan dan memberikan sistem informasi yang dapat dengan mudah diakses, tepat, akurat dan saling percaya serta merespon terhadap masukan dan kritikan yang membangun.
2.
Profesional yang memiliki kapabilitas, kompetensi dan integritas.
3.
Pelayanan prima dengan mengutamakan kemudahan, ketepatan dan kecepatan kepada seluruh pemangku kepentingan.
4.
Efektif dan efisien yang menandakan kemampuan dalam memecahkan permasalahan dengan manajerial organisasi dan penganggaran yang memadai.
5.
Akuntabilitas, dimaknai dengan kemampuan menjelasakan dan menguraikan rencana kerja, standar prosedur dan mekanisme kerja yang baik yang dapat dipertanggungjawabkan.
6.
Pemberdayaan dan pelibatan masyarakat, dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk terlibat pada pengambilan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung.
1.4 Kondisi Umum 1.4.1 Pencapaian Sasaran Program Sebelumnya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 121/P tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 18 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai dasar adanya perubahan struktur Pusat Pengelolaan Ekoregion (PPE) berganti nama menjadi Pusat Pengendalian
4
Pembangunan Ekoregion (PPPE). Perubahan struktur berdampak pada perbedaan tugas dan fungsi pada Pusat Pengelolaan Ekoregion Papua dengan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua. Pusat Pengelolaan Ekoregion Papua telah menetapkan 7 (tujuh) sasaran strategis yang telah dicapai pada tahun 2014. Rincian capaian kinerja masing-masing indikator tiap sasaran strategis tersebut dapat diilustrasikan dalam tabel berikut : Tabel 1.1 Capaian Kinerja Pusat Pengelolaan Ekoregion Papua Sasaran Strategis 1 Tersedianya Database Lingkungan Hidup Ekoregion Papua Indikator Kinerja Target Realisasi Jumlah dokumen Blue Print 1 Dokumen 1 Dokumen PPLH Tanah Papua yang dihasilkan Jumlah Dokumen 1 Dokumen 1 Dokumen Pengembangan SLHD yang dihasilkan Jumlah Dokumen 1 Dokumen 1 Dokumen Pengembangan Data Spasial Rata-Rata Capaian Kinerja pada sasaran strategis 1 Sasaran Strategis 2 Meningkatnya pertukaran informasi Lingkungan Hidup Indikator Kinerja Target Realisasi Jumlah Edisi Buletin Bumi 2 Edisi 1 Edisi Papua Jumlah Media Cetak dan • Leaflet dan Brosur • Leaflet dan Brosur Elektronik yang dihasilkan Jumlah Publikasi Media PLI 1 kali PLI 1 kali Cetak dan Elektronik yang Film Dokumenter 1 Film Dokumenter 1 dilaksanakan buah buah
% 100
100
100
100
% 50 100 100
Jumlah Website yang 1 buah 1 buah 100 dibangun Rata-Rata Capaian Kinerja pada sasaran strategis 2 100 Sasaran Strategis 3 Menurunnya tingkat pencemaran dari kegiatan industri dan pelaku usaha kegiatan dan limbah domestic Indikator Kinerja Target Realisasi % Jumlah Kota Bersih dan 3 Kota 3 Kota 100 Hijau yang dibina Jumlah taman hijau yang 1 taman 1 taman 100 terbangun Jumlah dokumen 6 dokumen 6 dokumen 100
5
lingkungan hidup/izin lingkungan hasil pengawasan pasif Rata-Rata Capaian Kinerja pada sasaran strategis 3 100% Sasaran Strategis 4 Meningkatkan kapasitas SDM dan kelembagaan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup Indikator Kinerja Target Realisasi % Jumlah Kota/Kab yang 8 Kab/Kota 8 Kab/Kota 100 telah diberikan Bintek dan asistensi PPLH Jumlah Kab/Kota yang 8 Kab/Kota 5 Kab/Kota 63 telah dibentuk Kelompok Peduli dan Pelestarian LH Jumlah orang yang 30 orang 30 orang 100 mengikuti Bimtek Pengelolaan Laboratorium Jumlah kampung organik 3 lokasi 3 lokasi 100 yang dibangun Rata-Rata Capaian Kinerja pada sasaran strategis 4 100 Sasaran Strategis 5 Meningkatnya peran serta masyarakat dalam mengelola LH Indikator Kinerja Target Realisasi % Jumlah orang yang 1.390 orang 3060 orang 220 mengikuti asistensi dan Bimtek PPLH Jumlah Kelompok Mitra 2 Kelompok 2 Kelompok 100 strategis yang dibentuk dan diberdayakan Jumlah sekolah yang 22 sekolah 26 sekolah 118 mengikuti asistensi dan Bimtek PPLH Rata-Rata Capaian Kinerja pada sasaran strategis 5 146 Sasaran Strategis 6 Terpenuhinya sarana dan prasarana pendukung laboratorium lingkungan di Ekoregion Papua Indikator Kinerja Target Realisasi % Jumlah Laboratorium yang 6 Laboratorium 5 Laboratorium 83 ditingkatkan kapasitasnya Rata-Rata Capaian Kinerja pada sasaran strategis 6 83 Sasaran Strategis 7 Meningkatnya dukungan pelayanan perkantoran PPE Papua Indikator Kinerja Target Realisasi % Jumlah Bulan Layanan 12 Bulan 12 Bulan 100 Perkantoran Ekoregion Papua
6
Jumlah Dokumen 1 Laporan Pengembangan Perencanaan Program dan Kegiatan Jumlah Laporan 1 Laporan Pengembangan Administrasi Keuangan Jumlah Laporan 1 Laporan Pengembangan Program Eco Office Jumlah Laporan 1 Laporan Pengembangan Manajemen Perkantoran Rata-Rata Capaian Kinerja pada sasaran strategis 7
1 Laporan
100
1 Laporan
100
1 Laporan
100
1 Laporan
100
100
Dalam pelaksanaan penyerapan anggaran, nilai akuntabilitas keuangan secara kuantitatif terdapat sisa anggaran. Dari alokasi dana Tahun Anggaran 2014 sebesar Rp. 13.052.667.000,- (Tiga belas milyar lima puluh dua juta enam ratus enam puluh tujuh ribu rupiah) yang dapat diserap sebesar Rp. 12.940.983.947,- (Dua belas milyar sembilan ratus empat puluh juta sembilan ratus delapan ratus delapan puluh tiga ribu sembilan ratus empat puluh tujuh rupiah) atau persentase realisasi sebesar 99.14%.
1.4.2 Potensi, Permasalahan, dan Isu Strategis di Ekoregion Papua Wilayah kerja Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua, meliputi Ekoregion Papua, yang secara administratif mencakup 2 (dua) Provinsi yaitu Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua memiliki mitra kerja unit pelaksana teknis UPT, pemerintah daerah/provinsi yang membidangi lingkungan hidup dan kehutanan, peguruan tinggi dan lembaga swadaya masyarakat. Tabel 1.2 UPT Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Wilayah Prov. Papua No 1.
Nama UPT Balai Besar KSDA
2.
Balai Taman Nasional Wasur Marauke, Papua Balai Taman Nasional Lorentz, Timika
3.
Alamat Jln. Raya Abepura-Kotaraja, Papua Telp. (0967) 5815596; Fax. (0967) 585529 Jln. Garuda Leproseri No. 3 Po Box. 109 Merauke-99611; Telp/Fax. (0971) 324532 Jln. Sd Percobaan Potikelek Po Box. 176 Papua-99511; Telp/Fax. (0969) 34098
7
4.
Balai Pengelolaan DAS Mamberamo, Jayapura
5.
Balai Pemantauan Pemanfaatan hutan Produksi (BPPHP) Wilayah XVII Jayapura Balai Pemantauan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah X Jayapura
6.
Jln. Raya Abepura-Kotaraja, Papua Kotak Pos 1334, Jayapura 99351 Telp. (0967) 583349; Fax. (0967) 583329 Jln. Raya Abepura-Kotaraja Komp.Kotaraja Grand, Blok A/25 Jayapura-99351 Telp/Fax. (0967) 581032 Jln. Raya Abepura-Kotaraja, Jayapura Telp/Fax. (0967) 582529
Tabel 1.3 UPT Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Wilayah Papua Barat No 1.
Nama Instansi Balai Besar KSDA Papua Barat
Alamat Jln. Jenderal Sudirman No.40 Sorong. Telp. (0951) 321986; Fax. (0951) 334073
2.
Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih, Papua
Jln. Drs. Essau Sesa Sowi Gunung Manokwari, Papua Barat. Telp. (0986) 212303; Fax. (0986) 214719
3.
Balai Penelitian Kehutanan Manokwari
Jln. Inamberi Susweni Po Box. 159 Manokwari, Papua Barat. Telp. (0986) 213437, 213440; Fax. (0986) 213437
4.
Balai Pengelolaan DAS Remu Ransiki Manokwari Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi (BPPHP) Wilayah XVIII Manokwari Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah XVII Manokwari SMK Kehutanan Manokwari
Jln. Serma Suwandi Komp. BLK Sanggeng Manokwari98312. Telp. (0986) 2704021 Jln. Drs. Essau Sesa Sowi Gunung Manokwari, Papua Barat983150. Telp/Fax. (0986) 213996
5.
6.
7. 8.
9.
Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Wilayah Maluku dan Papua Balai Pengendalian Perubahan Iklim dan Kebakaran Hutan dan Lahan
Jln. Angkasa Mulyono No.17 Amban, Manokwari. Telp. (0986) 2700012; Fax. (0986) 213006 Jln. Serma Suwandi Komp. BLK/SMK Kehutanan Manokwari. Telp. (0986) 212107 Manokwari
Manokwari
Tabel 1.4 Kantor Lingkungan Hidup Wil Prov. Papua No 1.
Nama Instansi Badan Pengelola Lingkungan Hidup Provinsi Papua
2.
BLH Kota Jayapura
Alamat Gedung B Dinas Otonom Provinsi Papua Jl. Raya Abepura, Kotaraja - Jayapura, Papua Telp. +62-967-587694. Fax. +62-967-587694 Dinas otonom Kota jayapura Lt.2; Jl. Balai Kota Entrop, Jayapura Selatan –Papua
8
3.
BLH Kabupaten Biak Numfor
Jl. Majapahit No. 1 Kabupaten Biak Numfor
4.
BLH Kabupaten Keerom
Jl. Merak Jalur 3 Arso II Distrik Arso-Kabupaten Keerom
5.
BLH Kabupaten Lanny Jaya
Kelurahan Bokon, Distrik Tiom Kabupaten Lanny Jaya
6.
Bapedalda Kabupaten Sarmi
Kantor Bupati, Petam-Sarmi
7. 8. 9.
KLH Kabupaten Waropen BLH Kabupaten Yapen BLH Jayawijaya
Jl. Urfas- Waren, Waropen Jl. Sumatra-Serui Jl. A.Yani Wamena-Kabupaten Jayawijaya
Tabel 1.5 Kantor Lingkungan Hidup Wil Prov. Papua Barat No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Nama Instansi BLH Kota Sorong BLH Kabupaten Fakfak Bapeda-LH Kabupaten Kaimana KLH Kabupaten Manokwari KLH Kabupaten Pegunungan Arfak KLH Kabupaten teluk Bintuni
Alamat Jl. Benih Unggul Km. 14 Kota Sorong Jl. Pameran Wagon F7, Kabupaten Fakfak Jl. Casuarina No.3 Krooy Kabupaten Kaimana Jl. Percetakan Negara Kabupaten Manokwari Jl. Drs D. mandacan, Ullong, Kabupaten Peg. Arfak Jl. Sungai Kodok, Bintuni
Keadaan topografi Papua bervariasi mulai dari dataran rendah berawa sampai dataran tinggi yang dipadati dengan hutan hujan tropis, padang rumput dan lembah dengan alan-alangnya. Dibagian tengah berjejer rangkaian pegunungan tinggi sepanjang 650 km. Salah satu bagian dari pegunungan tersebut adalah pegunungan Jayawijaya yang terkenal karena disana terdapat 3 puncak tertinggi yang walaupun terletak didekat khatulistiwa namun selalu diselimuti oleh salju abadi yaitu puncak Jayawijaya dengan ketinggian 5,030 m (15.090 ft); puncak Trikora 5.160 m (15.480 ft) dan puncak Yamin 5.100 m (15.300 ft). Adapun Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat bervariasi membentang mulai dari dataran rendah, rawa sampai dataran tinggi, dengan tipe tutupan lahan berupa hutan hujan tropis, padang rumput dan padang alang-alang. Ketinggian wilayah di Provinsi Papua Barat bervariasi dari 0->1000 meter dpl. Pembagian wilayah Provinsi Papua Barat berdasarkan ketinggian wilayah dari permukaan laut dapat digolongkan ke dalam empat kelompok yaitu: (1) wilayah dengan ketinggian 0-100 meter dpl; (2) wilayah dengan ketinggian >100-500 meter dpl; (3) wilayah dengan ketinggian >5001000 meter dpl; dan wilayah dengan ketinggian >1000 meter dpl.
9
Sarana angkutan di wilayah Papua dan Papua Barat berupa angkutan darat, laut dan udara. Angkutan darat yang berada dalam satu daratan dengan Kota Biak hanya satu Kabupaten yakni Supiori, sedangkan Kota/Kabupaten lain berada terpisah pulau, sarana tranportasi tidak semuanya tersedia untuk menjangkau wilayah di dalam atau antar kabupaten/kota. Angkutan laut yang tersedia berupa pelayaran laut nusantara, antar pulau, lokal dan fery. Angkutan udara, tidak selamanya menjangkau ibu kota kabupaten, bahkan angkutan udara dan laut
yang tersedia dari Kota Biak tidak
selamanya dapat menjangkau ibu kota Provinsi di Papua dan Papua Barat.
1.4.2.1 Potensi Sumber Daya Alam 1. Provinsi Papua Barat a.
Keadaan Geografis Provinsi Papua Barat secara geografis terletak pada 124°-132° BT dan 0°- 4° LS,
tepat berada di bawah garis khatulistiwa dengan ketinggian 0-100 meter dari permukaan laut. Batas wilayah Provinsi Papua Barat, sebelah Utara berbatasan dengan Samudera Pasifik, sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Banda (Provinsi Maluku), sebelah Barat berbatasan dengan Laut Seram (Provinsi Maluku), dan sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Papua.
b.
Iklim Provinsi Papua Barat terletak pada sebelah selatan equator yang mempunyai
iklim tropika basah. Iklim ini cenderung panas, basah dan lembab. Musim di wilayah ini merupakan perbedaan curah hujan yang dipengaruhi oleh angin pasat tenggara yang bertiup mulai pertengahan April sampai September, dan angin musim barat laut yang bertiup mulai bulan Oktober sampai akhir Maret. Selain itu, iklim dan cuaca wilayah ini sangat dipengaruhi oleh topografi yang tidak datar (berbukit dan bergunung) (Petocz, 1984). Hampir seluruh wilayah Papua Barat memiliki kelas curah hujan tipe III pola C, dengan curah hujan sekitar 2000-3000 mm/tahun. Rata-rata jumlah hari hujan di Provinsi Papua Barat berkisar antara 150-288 hari hujan. Kelembaban udara rata-rata di wilayah Provinsi Papua Barat berkisar antara 81,25 % -87,00%
10
c.
Topografi Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat bervariasi membentang mulai dari
dataran rendah, rawa sampai dataran tinggi, dengan tipe tutupan lahan berupa hutan hujan tropis, padang rumput dan padang alang-alang. Ketinggian wilayah di Provinsi Papua Barat bervariasi dari 0->1000 m dpl. Pembagian wilayah Provinsi Papua Barat berdasarkan ketinggian wilayah dari permukaan laut dapat digolongkan ke dalam empat kelompok yaitu: (1) wilayah dengan ketinggian 0-100 meter dpl; (2) wilayah dengan ketinggian >100-500 meter dpl; (3) wilayah dengan ketinggian >500-1000 meter dpl; dan wilayah dengan ketinggian >1000 meter dpl.
d.
Luas Wilayah
Provinsi Papua Barat memiliki luas wilayah 97.117 km2. Luas wilayah dan penduduk per kabupaten/kota di provinsi Papua Barat tahun 2012 sebagai berikut: Tabel 1.6 Luas Wilayah dan Persentase menurut Kabupaten/Kota Provinsi Papua Barat No
Kabupaten/Kota
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Kabupaten Fakfak Kabupaten Kaimana Kabupaten Teluk Wondama Kabupaten Teluk Bintuni Kabupaten Manokwari Kabupaten Sorong Selatan Kabupaten Sorong Kabupaten Raja Ampat Kota Sorong Kabupaten Tambrauw Kabupaten Maybrat Jumlah
e.
Luas Planemetrik (km2) 11.036 16.241 3.959 20.840 14.250 3.946 7.515 8.034 656 5.179 5.461 97.117
Persentase (%) 11,36 16,72 4,08 21,46 14,67 4,06 7,74 8,27 0,67 5,33 5,62 100,00
Pulau dan Sungai Wilayah Provinsi Papua Barat dilewati beberapa sungai yang tersebar di
beberapa wilayah kabupaten/kota. Dari sungai besar di Papua Barat sebagian besar mengalir di wilayah pengembangan Sorong. Sungai-sungai tersebut menjadi sebuah sistem daerah aliran sungai yang mengalir sepanjang tahun. Sungai-sungai besar hingga kecil yang berasal dari wilayah pegunungan di bagian tengah Kepala Burung yang mengalir ke arah dataran rendah (berawa) dan bermuara di Teluk Bintuni. Selain itu,
11
terdapat pula sejumlah sungai yang mengalir ke arah Selatan dan bermuara di pantai Selatan pada dan pantai Utara. Beberapa sungai besar yang bermuara di Teluk Bintuni adalah Sungai Arandai, Wiryagar, Kalitami, Seganoi, Kais, Kamundan, Teminabuan, Sermuk, Maambar, Woronggei dan Sanindar. Selain sungai juga dijumpai danau di daerah pegunungan, yaitu Danau Anggi Giji dan Anggi Gita serta Danau Ayamaru. Di Provinsi Papua Barat terdapat beberapa sungai yang membentuk beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS). Sebagian besar Daerah Aliran Sungai yang terbentuk adalah pada kabupaten-kabupaten di Wilayah Pengembangan Sorong. Sungai-sungai yang termasuk dalam kategori terpanjang adalah Sungai Kamundan (425 km), Sungai Beraur (360 km), dan Sungai Warsamsan (320 km), sedangkan sungai-sungai yang termasuk kategori terlebar adalah Sungai Kaibus (80-2700 m), Sungai Minika (40-2200 m), Sungai Karabra (40-1300 m), Sungai Seramuk (45-1250 m), dan Sungai Kamundan (140-1200 m). Sungai-sungai ini sebagian besar terletak di kabupaten-kabupaten di Wilayah Pengembangan Sorong. Berdasarkan data-data pada tabel di atas, beberapa sungai yang memiliki kecepatan arus paling deras antara lain adalah Sungai Seramuk (3,06 km/jam), Sungai Kaibus (3,06 km/jam), Sungai Beraur (2,95 km/jam), Sungai Aifat (2,88 km/jam), dan Sungai Karabra (2,88 km/jam). Sungai-sungai tersebut terletak pada Wilayah Pengembangan Sorong.
2. Provinsi Papua a.
Keadaan Geografis Secara geografis Provinsi Papua terletak antara 130°- 141° Bujur Timur dan 2°25'
Lintang Utara - 9° Lintang Selatan. Batas-batas wilayah Provinsi Papua, sebelah Utara berbatasan dengan Samudera Pasifik, sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Arafura, sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Papua Barat, dan sebelah Timur berbatasan dengan Papua New Guinea.
b.
Iklim Keadaan iklim Papua termasuk iklim tropis, dengan keadaan curah hujan sangat
bervariasi terpengaruh oleh lingkungan alam sekitarnya. Curah hujan bervariasi secara lokal, mulai dari 1.500 mm sampai dengan 7.500 mm setahun. Curah hujan di bagian
12
utara dan tengah rata-rata 2000 mm per tahun (hujan sepanjang tahun). Cuaca hujan di bagian selatan kurang dari 2000 mm per tahun dengan bulan kering rata-rata 7 (tujuh) bulan. Jumlah hari-hari hujan per tahun rata-rata untuk Jayapura 160, Biak 215, Enarotali 250, Manokwari 140 dan Merauke 100.
c.
Topografi Keadaan topografi Papua bervariasi mulai dari dataran rendah berawa sampai
dataran tinggi yang dipadati dengan hutan hujan tropis, padang rumput dan lembah dengan alang-alangnya. Dibagian tengah berjejer rangkaian pegunungan tinggi sepanjang 650 km. Salah satu bagian dari pegunungan tersebut adalah pegunungan Jayawijaya yang terkenal karena disana terdapat 3 puncak tertinggi yang walaupun terletak didekat khatulistiwa namun selalu diselimuti oleh salju abadi yaitu puncak Jayawijaya dengan ketinggian 5,030 m (15.090 ft); puncak Trikora 5.160 m (15.480 ft) dan puncak Yamin 5.100 m (15.300 ft).
d.
Luas wilayah Secara fisik, Papua merupakan Provinsi terluas di Indonesia, dengan luas daratan
21,9% dari total tanah seluruh Indonesia yaitu 421.981 km², membujur dari barat ke timur (Sorong-Jayapura) sepanjang 1,200 km (744 mile) dan dari utara ke selatan (Jayapura-Merauke) sepanjang 736 km (456 mile). Selain tanah yang luas, Papua juga memiliki banyak pulau yang berjejer disepanjang pesisirnya. Provinsi Papua terdiri dari 28 kabupaten, 1 kota, 389 kecamatan, 3.619 Kelurahan/Desa. Tabel 1.7 Luas Wilayah dan Persentase menurut Kabupaten/Kota Provinsi Papua No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kabupaten/Kota Kabupaten Merauke Kabupaten Jayawijaya Kabupaten Jayapura Kabupaten Nabire Kabupaten Yapen Waropen Kabupaten Biak Numfor Kabupaten Paniai Kabupaten Puncak Jaya Kabupaten Mimika Kabupaten Boven Digoel
Luas Planemetrik (km2) 430,240.95 27,649.45 14,350.95 11,544.68 2,424.56 1,965.05 11,479.21 5,329.30 22,903.78 27,880.73
Persentase 56.51 3.63 1.88 1.52 0.32 0.26 1.51 0.70 3.01 3.66
13
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
e.
Kabupaten Mappi Kabupaten Asmat Kabupaten Yakuhimo Kabupaten Pegunungan Bintang Kabupaten Tolikara Kabupaten Sarmi Kabupaten Keerom Kabupaten Waropen Kabupaten Supiori Kabupaten Mamberamo Raya Kabupaten Nduga Kabupaten Lanny Jaya Kabupaten Mamberamo Tengah Kabupaten Yalimo Kabupaten Puncak Kabupaten Dogiyai Kabupaten Intan Jaya Kabupaten Deiyai Kota Jayapura Jumlah
25,944.01 18,427.31 12,955.75 16,043.91 5,176.42 10,704.98 8,767.58 15,255.78 969.26 16,852.18 4,748.97 2,961.09 9,100.01 36,739.30 10,421.83 5,258.67 3,922.02 537.39 786.18 761,341.30
3.41 2.42 1.70 2.11 0.68 1.41 1.15 2.00 0.13 2.21 0.62 0.39 1.20 4.83 1.37 0.69 0.52 0.07 0.10 100.00
Pulau dan sungai Papua memiliki banyak pulau yang berjejer disepanjang pesisirnya. Dipesisir
utara terdapat pulau Biak, Numfor, Yapen dan Mapia. Di sebelah barat pulau Salawati, Batanta, Gag, Waigeo dan Yefman. Di pesisir Selatan terdapat pulau Kalepon, Komoran, Adi, Dolak dan Panjang, sedangkan di bagian timur berbatasan dengan Papua New Guinea. Sungai-sungai besar beserta anak sungainya mengalir ke arah selatan dan utara. Sungai Digul yang bermula dari pedalaman Kabupaten Merauke mengalir ke Laut Arafura. Sungai Warenai, Wagona dan Mamberamo yang melewati Kabupaten Jayawijaya, Paniai dan Jayapura bermuara di Samudera Pasifik. Sungai-sungai tersebut mempunyai peranan penting bagi masyarakat sepanjang alirannya baik sebagai sumber air bagi kehidupan sehari-hari, sebagai penyedia ikan maupun sebagai sarana penghubung ke daerah luar. Selain itu terdapat pula beberapa danau, diantaranya yang terkenal adalah Danau Sentani di Jayapura, Danau Yamur, Danau Tigi dan Danau Paniai di Kabupaten Nabire dan Paniai.
14
1.4.2.2 Potensi dan Keunggulan Wilayah Sebagaimana termaktub dalam RPJMN 2015-2019, wilayah Papua sebagai salah satu pulau terbesar di Indonesia dengan potensi sumber daya alam sangat besar di sektor pertambangan, migas dan pertanian. 1.
Komoditas sektor pertambangan dan penggalian yang paling dominan adalah minyak, gas dan tembaga. Pada Tahun 2013, sektor pertambangan dan penggalian sudah berkontribusi sebesar 33,56 % untuk seluruh Wilayah Papua.
2.
Wilayah Papua memiliki potensi gas bumi sebesar 23,91 TSCF (Trillion Square Cubic Feet) atau sebesar 23,45 persen dari potensi cadangan gas bumi nasional. Sementara itu, cadangan minyak bumi di Wilayah Papua mencapai sekitar 66,73 MMSTB atau sebesar 0,91 persen dari cadangan minyak bumi nasional yang mencapai 7.039,57 MMSTB (Million Stock Tank Barrels/Cadangan Minyak Bumi). Cadangan gas bumi di sekitar Teluk Bintuni. Sementara itu, cadangan migas terbesar terdapat di sekitar Sorong, Blok Pantai Barat Sarmi, dan Semai.
3.
Tembaga merupakan hasil tambang yang sangat potensial untuk dikembangkan di Wilayah Papua karena memiliki lebih dari 45 persen cadangan tembaga nasional yang sebagian eksplorasi dan pengolahannya terpusat di Timika (Kabupaten Mimika).
4.
Pengembangan MIFEE (Merauke Integrated Food & Energy Estate) dialokasikan seluas 1,2 juta Ha yang terdiri dari 10 Klaster Sentra Produksi Pertanian (KSPP).
5.
Dari sektor pertanian terutama perkebunan, Wilayah Papua merupakan produsen kelapa sawit yang besar di Asia, yaitu sebesar 7,80 persen per tahun lebih tinggi dibandingkan Malaysia yang hanya sebesar 4,20 persen per tahun.
6.
Wilayah Ekoregion Papua juga memiliki beberapa potensi pengembangan pariwisata
terutama wisata bahari yang merupakan
tujuan
wisatawan
mancanegara maupun wisatawan lokal yang salah satunya terdapat di Raja Ampat, Provinsi Papua Barat.
Berdasarakan rencana tata ruang yang dikeluarkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tahun 2010 – 2030 yang berada pada Ekoregion Papua terdapat 7 lokus strategis yang termasuk dalam Kawasan Strategis Nasional dan Kawasan
15
Strategis Papua yakni Teluk Cendrawasih-Biak-Mamberamo-Jayapura; Bagian Tengah Papua; Arafura-TN Lorent-MIFFE; Region Fakfak; Teluk Bintuni; Danau Ayamaru dan Kepulauan Raja Ampat. Gambar 1.1 Lokus Strategis berdasarkan Rencana Tata Ruang Papua 2010 -2030 Sumber: Bappeda Pemerintah Provinsi Papua
1.4.2.3 Isu Strategis 1.
Ketahanan air
a.
Kerusakan dan Pencemaran Danau Pada Sub Agenda Prioritas Ketahanan Air disebutkan bahwa salah satu sasaran
yang akan dicapai adalah Pemeliharaan dan Pemulihan Sumber Air dan Ekosistem melalui Pengelolaan danau. Di Ekoregion Papua, pengelolaan terhadap pencemaran dan kerusakan danau yaitu pada Danau Sentani dan Danau Rawa Biru. Danau sentani termasuk dalam program Germadan (Gerakan Penyelematan Danau) dan Pengelolaan Terpadu 15 Danau Prioritas Nasional. Danau Sentani yang memiliki luas 9.630 hektar (ha) dan kedalaman 70 m dpl merupakan satu kesatuan dengan Cagar Alam Pegunungan Cycloops (Jayapura) dengan luas areal 245.000 ha. Pegunungan Cycloops yang berbatasan dengan Kota Jayapura ditetapkan menjadi cagar alam (tahun 1995), sebagai pusat penelitian, dan pengembangan ilmu pengetahuan. Danau Sentani merupakan badan perairan yang potensial untuk pengembangan berbagai kegiatan yang dapat meningkatkan
16
kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. Saat ini Danau Sentani dimanfaatkan untuk mendukung sektor pertanian, pariwisata, transportasi, dan perikanan. Hasil studi Universitas Cenderawasih (2010) mengenai kondisi sungai di wilayah Kabupaten Jayapura, diketahui bahwa jumlah seluruh sungai yang mengalir ke Danau Sentani sebanyak 26 sungai dengan total panjang mencapai 208,45 km dan hanya sebagian kecil dari sungai tersebut yang merupakan sungai yang mengalir sepanjang tahun (parenial). Namun dari pengamatan yang dilakukan Tim Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi Papua (2013) didapatkan hanya 10 sungai yang masih mengalirkan air, yaitu delapan sungai di bagian utara dan dua sungai di bagian selatan. Studi dan Detail Desain Pengembangan Danau Sentani (PT Pramathana Konsultan, 2002) mencatat sungai-sungai yang berpengaruh dominan terhadap pasokan air Danau Sentani adalah sungai-sungai yang berhulu di Pegunungan Cyclops di utara danau, yaitu Sungai Doyo, Kemiri, Sentani, Jaferi, Nimebem, Haway, Yabawi, Yapataita, Hoboi, Younolo, Klandili, Dofroko, dan Kuyabu. Sedang di bagian barat adalah Sungai Dombule dan Boroway dan di bagian selatan adalah Sungai Tenak Sawe dan Ayapo. Sungai-sungai yang mengalir dari arah utara bersumber dari beberapa mata air yang terdapat di Pegunungan Cycloop. Satu-satunya outlet Danau Sentani adalah Sungai Jaifuri di bagian selatan yang menyatu dengan Sungai Sungrum, Skamto, dan Tami di Kabupaten Keerom yang berjarak sekitar 10 km dari outlet danau, kemudian bermuara di Teluk Youtefa di Samudera Pasifik. Kawasan Danau Sentani memiliki Daerah Tangkapan Air (catchment area) di wilayah sekeliling danau dan gugusan pulau kecil di danau dengan luas keseluruhan 54.353 Hektar (BPLH Prov. Papua 2013). Daerah Tangkapan Air Danau Sentani di bagian utara dibatasi oleh puncak Pegunungan Cycloop. Permasalahan umum yang terjadi di ekosistem Danau Sentani adalah kerusakan Daerah Tangkapan Air (DTA), kerusakan sempadan dan kawasan perairan danau, dan pencemaran perairan. Kerusakan DTA disebabkan bertambah luasnya lahan kritis. Luas lahan kritis di DAS Sentani adalah 14.847 ha atau 19,04 % dari luas total DAS Sentani 77.967 ha (BPDAS, 2012). Kerusakan sempadan dan kawasan perairan danau karena adanya pemanfaatan danau yang berlebihan menjadi penyebab terjadinya penurunan kualitas sehingga menjadikan kondisi kawasan danau yang mengalami pencemaran, sedimentasi dan kerusakan-kerusakan lain. Pencemaran kualitas perairan Danau Sentani
17
disebabkan oleh adanya buangan limbah domestik pemukiman penduduk di sekitar danau dan buangan (oli dari PLTD, buangan limbah rumah sakit, dan sebagainya). Tanah yang terlarut akibat erosi menyebabkan sedimentasi di bagian hilir badan air sehingga mengakibatkan pendangkalan di danau. Sebagian bahan sedimentasi itu diakibatkan oleh penggalian, penambangan, penebangan hutan, pembukaan lahan, dan pembangunan jalan di Pegunungan Cycloops. Erosi tanah yang memasuki badan air dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kualitas perairan, antara lain peningkatan nilai kekeruhan dan padatan tersuspensi. Laju erosi pada daerah tangkapan air (DTA) Sentani sebesar 94,52 ton/ha/tahun (BPDAS 2002 dalam Mandosir et al. 2004), kondisi ini diakibatkan oleh vegetasi hutan yang rusak. Kondisi perairan yang tercemar berat juga ditandai oleh warna air yang berwarna kehijauan sebagai akibat meningkatnya bahan organik, dan disebabkan oleh pembuangan sampah ke danau. Hasil pengukuran kualitas air Danau Sentani pada tahun 2013, berdasarkan status mutu air dengan menggunakan Metode Perhitungan Indeks Pencemaran dengan mengacu pada Kepmen LH Nomor: 115 Tahun 2003 ditunjukkan pada Tabel 1.8 sebagai berikut. Tabel 1.8 Hasil Perhitungan Indeks Pencemaran (IP) Kualitas Air Danau Sentani No.
Station Pengamatan
Hasil Perhitungan IP April Juli Okt
Evaluasi terhadap Nilai IP Baku Cemar Cemar Cemar Mutu Ringan Sedang Berat 1. Sosiri 2.68 2.98 3.20 √ 2. Ifale 2.80 2.30 2.60 √ 3. Ayapo 2.70 5.30 1.88 √ √ 4. Puai 3.40 1.80 1.60 √ 5. Jembatan II 2.70 3.20 2.03 √ 6. Tanjung Elmo 2.50 1.90 1.83 √ Sumber: Badan Pengelola Lingkungan Hidup Provinsi Papua, 2013 Danau Rawa Biru merupakan salah satu sumber air bersih PDAM Merauke untuk memenuhi kebutuhan domestik masyarakat di Kabupaten Merauke. Permasalahan utama yang terjadi pada ekosistem Rawa Biru yaitu penurunan ketersediaan air karena makin menyempitnya badan Rawa Biru akibat invasi vegetasi liar di badan air. Penurunan debit air di Danau Rawa Biru menjadi indikasi menurunnya cadangan air bersih di Merauke. Berdasarkan hasil analisis model SWAT terhadap kondisi hidrologi DAS Rawa Biru, terlihat bahwa akibat perubahan pemanfaatan lahan yang terjadi dengan cepat mempengaruhi respon hidrologi pada setiap sub-sub DAS di DAS Rawa
18
Biru. Perubahan respon hidrologi tersebut dilihat dari tingginya nilai koefisien regim sungai (KRS) yang merupakan perbandingan debit air sungai yang maksimum dan biasanya terjadi pada musim hujan dan debit air sungai minimum yang biasaya terjadi pada musim kemarau, seperti yang disajikan pada Tabel 1.9. sebagai berikut. Tabel 1.9 Koefisien Regim Aliran Sungai Sub-Sub DAS di DAS Rawa Biru selama Periode Tahun 2004-2013 No.
Sub DAS
Luas (HA)
PANJANG SUNGAI (Km) 1 Rawa Biru 1 10.906,38 60,59 2 Rawa Biru 2 36.066,60 212,63 3 Rawa Biru 3 4.878,81 25,78 4 Rawa Biru 4 4.453,20 21,23 5 Rawa Biru 5 31.620,60 181,48 6 Rawa Biru 6 11.791,26 65,6 7 Rawa Biru 7 12.127,14 66,61 8 Rawa Biru 8 2.673,63 14,11 9 Rawa Biru 9 3.094,02 15,6 10 Rawa Biru 10 2.140,11 8,25 11 Rawa Biru 11 3.938,67 21,94 12 Rawa Biru 12 1.133,01 4,4 Sumber: Hasil Analisis Model SWAT (P3E Papua).
Qmax
Qmin
KRS
693,98 2.376,87 321,69 250,58 1.888,25 663,23 642,23 99,26 102,22 92,24 226,51 18,88
14,35 13,76 29,43 13,28 3,67 12,63 1,80 4,35 1,56 26,05 11,82 0,50
48,35 172,76 10,93 18,87 514,97 52,53 356,39 22,80 65,50 3,54 19,16 38,03
Tingkat erosi di DAS Rawa Biru tergolong tingkat erosi sedang dan ringan. Sehingga dari hasil tersebut faktor erosi di kajian pengelolaan ekosistem Rawa Biru dari dimensi ekologi kurang sensitif dengan nilai RMS 2,35 atau dibawah rata-rata nilai RMS semua attribut. Hasil analisis model SWAT (Soil and Water Assessment Tools) diperoleh hasil analisis tingkat erosi di DAS Rawa Biru seperti yang disajikan pada Tabel 1.10 berikut. Tabel 1.10 Tingkat Erosi di DAS Rawa Biru No
1
Kelas Erosi
Sangat Ringan Ringan Sedang Berat Sangat Berat
Nilai Tingkat Erosi (ton/ha) <15
Periode 2004-2008 Luas Persen (ha) (%) 38.656,35 30,97
2 15-60 82.486,26 3 60-180 3.680,82 4 180-480 0 5 >480 0 Total 129.795,57 Sumber: Hasil Analisis Model SWAT (P3E Papua).
66,08 2,95 0 0 100,00
Periode 2009-2013 Luas Persen (ha) (%) 31.493,07 25,23 87.324,21 6.006,15 0 0 129.795,57
69,96 4,81 0 0 100,00
19
Faktor erosi di suatu DAS perlu diperhatikan karena dampak dari proses erosi tersebut akan meningkatkan proses sedimentasi di hilir yang mengakibatkan pendangkalan dan penyusutan Danau. Proses pendangkalan tersebut merupakan tahapan akhir dari proses kehilangan tanah di hulu DAS yang sungai-sungainya bermuara di Rawa Biru.
b.
Kerusakan dan Pencemaran DAS Pengelolaan DAS di Ekoregion Papua untuk tahun 2015-2019 difokuskan pada
dua lokus yaitu DAS Maruni dan DAS Remu Ransiki. Daerah Aliran Sungai (DAS) Maruni memiliki luas wilayah 10.991,7 hektar dengan sebaran menurut bentuknya yakni 63,89% berbentuk linear dan lainnya iregullar. Berdasarkan data /informasi pada peta Daerah Aliran Sungai Maruni menunjukkan bahwa posisi DAS Maruni dengan hulu berada pada Pegunungan Arfak dan bermuara di Pantai Maruni. Sungai Maruni termasuk dalam Sub DAS Warmare yang memiliki panjang ± 19,2 Km. Sungai Maruni merupakan sungai yang mengalir sepanjang tahun dan mempunyai fluktuasi debit yang tinggi dengan debit banjir relatif kecil, karena waktu tiba banjir dari anak-anak sungai berbeda-beda, namun waktu banjir berlangsung agak lama. Hulu Sungai Maruni berada di daerah Pegunungan Arfak dan bermuara di Samudera Pasifik. Secara fisiografi sungai ini mengalir dari satuan fisiografi Pegunungan Tengah Kepala Burung dimana bagian barat daya daerah ini bergunung dan tertoreh dalamdalam (dengan timbulan mencapai 500 m) oleh sejumlah sungai yang mengalir kearah utara dan secara stratigrafi sungai ini berada pada formasi Bongkah Arfak. Formasi Bongkah Arfak meliputi dua satuan, yang lebih tua adalah batuan Gunung Arfak dari busur kepulauan, dan umumnya terdiri dari batuan klastika gunung api dan piroklastik, lava dan terobosan dari menengah hingga basa. Batu gamping Maruni yang berada di muara Sungai Maruni sendiri merupakan satuan dari bongkah Arfak. Sehingga di Sungai Maruni banyak dijumpai batuan-batuan yang berasal dari formasi ini. Daerah Aliran Sungai Maruni menyimpan berbagai kekayaan alam yang belum termanfaatkan. Salah satu potensi yang ada adalah pemanfaatan air Sungai Maruni untuk memenuhi kebutuhan air seluruh penduduk yang bermukim di Kota Manokwari dan sekitarnya. Karena hingga saat ini hanya sedikit masyarakat yang memperoleh akses ke air bersih.
20
Namun demikian, dengan berbagai aktivitas manusia akan memberikan tekanan pada DAS Maruni dan akan menjadi semakin parah jika dilakukan pada areal DAS yang tidak mendukung, artinya pemanfaatan lahan tidak sesuai peruntukannya. Sebagai contoh, pembangunan disegala bidang sedang digalakkan di Manokwari sebagai Ibukota Provinsi Papua Barat termasuk pembangunan pabrik semen yang sedikit banyak akan mempengaruhi DAS Maruni. Pertambahan penduduk diprediksi akan terus meningkat, sedangkan lahan produktif untuk pertanian selalu menurun luasnya. Kondisi ini menyebabkan Daya Dukung Lahan DAS Maruni dalam kondisi defisit. Belum lagi aktivitas penduduk, industri, dan transportasi akan memberikan tambahan limbah pada air Sungai Maruni. Saat ini, pada daerah hilir sungai telah tercemar oleh beberapa parameter antara lain residu terlarut, residu tersuspensi, pH, BOD, COD, DO, Tembaga, dan Minyak Lemak. Tekanan terhadap lahan disekitar DAS Maruni terjadi karena pertambahan jumlah penduduk yang terus memaksakan terpenuhinya kebutuhan hidup. Secara administratif ada sejumlah kampung yang bergantung pada keberadaan DAS Maruni khususnya Kampung Tanah Merah, Hingk, Misapmesi, dan Doput. Ketiga kampung tersebut memiliki jumlah penduduk sebanyak 978 jiwa. Berdasarkan evaluasi kondisi tata air dan lahan dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka status daya tampung dan daya dukung lahan pada DAS Maruni dapat disimpulkan sebagai berikut:
Ketersediaan lahan (SL) sebesar 52 ha, sedangkan kebutuhan lahan 407,5 ha sehingga SL < DL yang mencirikan bahwa daya dukung lahan pada DAS Maruni berada pada kondisi Defisit.
Ketersediaan air (SA) pada DAS Maruni sebanyak 12.997.954.773,96 m3/tahun lebih besar dari kebutuhan air (DA) sebesar 1.564.800 m3/tahun sehingga daya dukung air berada pada kondisi Surplus.
Daya tampung Sungai Maruni berdasarkan Baku Mutu Air Kelas II menggunakan Metode Storet menunjukkan bahwa status air memenuhi baku mutu sampai tercemar berat, sedangkan menggunakan indeks pencemaran menunjukkan status mutu air dari normal sampai tercemar ringan.
21
Sungai Remu terletak di Kota Sorong yang merupakan sungai penting bagi masyarakat Kota Sorong. Namun sayangnya masyarakat yang berdomisili di bantaran Sungai Remu hingga saat ini masih membuang sampah plastik dan limbah rumah tangga ke sungai yang mengakibatkan pencemaran lingkungan. Air Sungai Remu sudah tercemar berat berdasarkan uji kualitas air yang sudah dilakukan pengukuran oleh Badan Lingkungan Hidup Kota Sorong bekerja sama dengan Laboratorium Daerah Kementerian Lingkungan Hidup. Hasil pengukuran itu menyatakan bahwa air Sungai Remu tercemar dan terkandung bahan berbahaya dan logam berat yang berpengaruh langsung terhadap kehidupan manusia seperti chrome dan beberapa jenis logam berat lainnya. Selain logam berat, air Sungai Remu juga mengandung senyawa fosfat, nitrat dan kandungan oksigen terlarut yang sangat berbahaya terhadap sistem perairan dan makhluk hidup. Hasil penelitian dari tim Hidrologi dan Kualitas Air Fakultas Geografi UGM tahun 2010 menunjukkan sifat fisika, kimia dan biologi perairan Sungai Remu berdasarkan PP. No 82/2001, telah melewati ambang batas baku mutu air untuk golongan I yaitu perairan Sungai Remu tercemar sedang sampai berat sehingga tidak layak dijadikan sebagai sumber air minum. Hasil uji korelasi spearman’s menunjukkan bahwa berbagai bentuk penggunaan lahan baik pertanian maupun permukiman berpengaruh nyata terhadap penurunan kualitas air Sungai Remu yaitu untuk aktivitas pertanian, (rs) = -1,34, (rs2) sekitar 18 %, sedangkan aktivitas permukiman, (rs) = -17, (rs2) sekitar 29 %. Bila dibandingkan antara besarnya pengaruh aktivitas penggunaan lahan oleh masyarakat, maka aktivitas permukiman masyarakat mempunyai pengaruh yang jauh lebih besar daripada aktivitas pertanian masyarakat terhadap penurunan kualitas perairan Sungai Remu. Penyebab rusaknya Sungai Remu adalah daerah aliran sungai yang seharusnya dijadikan fungsi konservasi, daerah tangkapan hujan dan didominasi oleh tanaman hutan kini banyak dialihfungsikan untuk kegiatan pertanian dan permukiman.
2.
Ketahanan pangan Ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan dan kemampuan seseorang
untuk mengaksesnya. Didalam RPJMN 2015-2019, pengembangan potensi ekonomi wilayah Papua sebagai lumbung pangan melalui pengembangan 1 kawasan MIFEE
22
(Merauke Integrated Food and Energy Estate) di Merauke, pengambangan 1 kawasan KAPET (Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu) di Biak dan kawasan KPE (Kawasan Pengembangan Ekonomi) di Wamena. Kabupaten Merauke memiliki potensi lahan dengan topografi yang datar dan memiliki tingkat kesuburan yang tinggi, keadaan ini memberikan daya tarik tersendiri sehingga Pemerintah pusat dalam program MP3EI atau Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia menetapkan Kabupaten Merauke sebagai lumbung pangan dan energi di Kawasan Timur Indonesia, kegiatan tersebut diwujudkan dengan nama MIFEE atau Merauke Integrated Food and Energy Estate. Program tersebut dinilai oleh pemerintah pusat dapat menjawab tantangan topik kedaulatan pangan nasional. Pengembangan MIFEE (Merauke Integrated Food & Energy Estate) dialokasikan seluas 1,2 juta Ha yang terdiri dari 10 Klaster Sentra Produksi Pertanian (KSPP). Empat Klaster Sentra Produksi Pertanian yang dikembangkan yaitu: Greater Merauke, Kali Kumb, Yeinan, dan Bian di Kabupaten Merauke. Untuk jangka menengah (kurun waktu 2015 – 2019) diarahkan pada terbangunnya kawasan sentra produksi pertanian tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perkebunan, serta perikanan darat di Klaster Okaba, Ilwayab, Tubang, dan Tabonji. Sedangkan untuk jangka panjang (kurun waktu 2020 – 2030) diarahkan pada terbangunnya kawasan sentra produksi pertanian tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perkebunan. Pengembangan pengelolaan KAPET Biak dengan fokus komoditas perikanan, rumput laut, dan pariwisata (bahari, budaya, sejarah). Percepatan pembangunan kawasan ekonomi lokal Papua berbasis kesatuan adat, meliputi (1) Wilayah Mamta, Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 dengan pusat pertumbuhan di Jayapura, dan fokus industri pengolahan komoditas sagu, kakao, kelapa, pariwisata kawasan wisata Danau Sentani; (2) Wilayah Saireri dengan pusat pertumbuhan di Biak, dan focus industri pengolahan komoditas rumput laut, perikanan tangkap, udang, teripang, kelapa dalam, produk kayurakyat, kawasan wisata bahari Padaido; (3) Wilayah LaPago dengan pusat pertumbuhan di Wamena, dan focus industri komoditas buah merah, kopi, ubi-ubian, ternak babi, wisata budaya; (4) Wilayah Me Pago dengan pusat pertumbuhan di Timika, dan fokus industri pengolahan komoditas Sagu, Kopi, Buah Merah, Kepiting, Emas, Batu
23
Bara, Kayu Rakyat, Perikanan Air Tawar; (5) Wilayah Anim Ha dengan pusat pertumbuhan di Merauke, dan fokus industri pengolahan komoditas pengolahan karet, minyak kayu putih, padi, perikanan tangkap, pengolahan perikanan. Pelaksanaan program-program tersebut erat kaitannya dengan pembukaan lahan baru yang akan merubah fungsi awal lahan menjadi lahan untuk tanaman pangan. Kondisi tersebut menimbulkan potensi gangguan keseimbangan lingkungan dan perubahan daya dukung dan daya tampung lingkungan, antara lain ketersediaan sumber daya alam khususnya sumber daya lahan yang mendukung kehidupan masyarakat, kondisi pemanfaatan lahan secara faktual dalam hubungannya kebutuhan ruang untuk penduduk, dan kualitas air sungai berkaitan dengan daya tampungnya terhadap beban pencemaran akibat aktivitas manusia dan pengaruh alam lainnya.
3.
Pengelolaan kawasan peisisir dan laut Sektor kelautan merupakan salah satu sektor pembangunan berbasis pada
sumber daya alam dan jasa lingkungan. Pengelolaan sektor kelautan dapat dikakukan dengan pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara terpadu. Di Ekoregion Papua, tata ruang yang merupakan basis pengembangan wiayah pesisir daln laut adalah di Taman Nasional Teluk Cenderawasih. Taman Nasional Teluk Cenderawasih merupakan taman nasional perairan laut terluas di Indonesia, terdiri dari daratan dan pesisir pantai (0,9%), daratan pulau-pulau (3,8%), terumbu karang (5,5%), dan perairan lautan (89,8%). Taman Nasional ini terletak di Teluk Cenderawasih, Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua. Taman Nasional Teluk Cenderawasih meliputi pulau Mioswaar, Nusrowi, Roon, Rumberpon dan Yoop. Potensi karang Taman Nasional Teluk Cendrawasih tercatat 150 jenis dari 15 famili, dan tersebar di tepian 18 pulau besar dan kecil. Persentase penutupan karang hidup bervariasi antara 30,40% sampai dengan 65,64%. Umumnya, ekosistem terumbu karang terbagi menjadi dua zona yaitu zona rataan terumbu (reef flat) dan zona lereng terumbu (reef slope). Jenis-jenis karang yang dapat dilihat antara lain koloni karang biru (Heliopora coerulea), karang hitam (Antiphates sp.), famili Faviidae dan Pectiniidae, serta berbagai jenis karang lunak. Taman Nasional Teluk Cendrawasih terkenal kaya akan jenis ikan. Tercatat kurang lebih 209 jenis ikan penghuni kawasan ini di antaranya
24
butterflyfish, angelfish, damselfish, parrotfish, rabbitfish, dan anemonefish. Jenis moluska antara lain keong cowries (Cypraea spp.), keong strombidae (Lambis spp.), keong kerucut (Conus spp.), triton terompet (Charonia tritonis), dan kima raksasa (Tridacna gigas). Terdapat empat jenis penyu yang sering mendarat di taman nasional ini yaitu penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu hijau (Chelonia mydas), penyu lekang (Lepidochelys olivaceae), dan penyu belimbing (Dermochelys coriacea). Duyung (Dugong dugong), paus biru (Balaenoptera musculus), ketam kelapa (Birgus latro), lumba-lumba, dan hiu sering terlihat di perairan Taman Nasional Teluk Cendrawasih. Terdapat goa alam yang merupakan peninggalan zaman purba, sumber air panas yang mengandung belerang tanpa kadar garam di Pulau Misowaar, goa dalam air dengan kedalaman 100 kaki di Tanjung Mangguar. Sejumlah peninggalan dari abad 18 masih bisa dijumpai pada beberapa tempat seperti di Wendesi, Wasior, dan Yomber. Umat Kristiani banyak yang berkunjung ke gereja di desa Yende (Pulau Roon), hanya untuk melihat kitab suci terbitan tahun 1898. Masalah yang sering terjadi adalah pemanfaatan berlebihan dan tidak bertanggung jawab oleh oknum yang merusak alam TNTC untuk kepentingan pribadi. Sebagai contoh bencana banjir bandang di Wasior, Ibukota Kabupaten Teluk Wondama, yang menyebabkan ratusan tewas dan hilang pada 4 Oktober 2010 dan dianggap sebagai bencana yang diakibatkan oleh kerusakan hutan yang dipicu curah hujan tinggi. Pakar lingkungan melihat bencana banjir bandang tersebut sebagai akibat dari penggundulan hutan sehingga tanah dan lahan tidak mampu menyerap curah hujan yang tinggi. Menurut Laporan Tahunan Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih Tahun 2015, meningkatnya aktivitas masyarakat dalam kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih menyebabkan perubahan penggunaan ruang atau zona-zona yang sudah ditetapkan sejak 2009. Untuk itu diperlukan evaluasi untuk mengetahui apakah penetapan zona-zona tersebut masih sesuai atau sudah berubah dengan kriteria awal penetapan. Berdasarkan hasil analisis Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih Tahun 2015, sebesar 33 %atau (2 titik) zona rimba yang berada di kawasan BBTN Wilayah II Wasior dipertimbangkan untuk dialihkan fungsikan peruntukannya karena sebagian wilayah terutama dibagian vegetasi pantai sudah terlihat kerusakan baik
25
karena abrasi dan potensi fauna yang mulai berkurang. Ada 3 (tiga) titik yang mempunyai hasil rekomendasi yang fungsi peruntukannya dipertimbangkan untuk dialih-fungsikan dikarenakan dari hasil analisis potensi diketahui terjadi penurunan potensi yang signifikan, adapun 3 (tiga) titik tersebut adalah pulau Pepaya di wilayah BBTN I Nabire serta 2 (dua)titik lainnya berada di BBTN II Wasior yaitu pulau Roon dan perairan kampung Sobey sebelah utara. Selain itu peningkatan upaya pengelolaan Taman Nasional Teluk Cenderawasih perlu dilakukan untuk meningkatkan daya tarik sektor pariwisata. Saat ini BBTNTC sedang mengembangkan wisata hiu paus (whale shark). Hiu paus tersebut memiliki karakter unik yang tidak dimiliki oleh habitat hiu paus lainnya di dunia sehingga menjadi daya tarik sendiri bagi wisatawan. Sebagai suatu produk wisata karakter lingkungan Teluk Cenderawasih dapat mewakili Karakter lingkungan Indonesia. Teluk Cenderawasih memiliki geodiversitas, biodiversitas, dan kragaman kultur yang tinggi. Teluk Cenderawasih memiliki bentuk-bentuk geomorfologi unik seperti pulaupulau Purup dan pulau-pulau karang Auri di Wondama, Cenote (gua vertical berair) dan Blue hole (gua vertical bawah laut di rataan terumbu karang), marine lakes (danau air asin tertutup atau terbuka) di pulau-pulau karst (Carbonat island), Gua-gua karst di Yapen dan Biak, rataan wetland di Waropen dan Mamberamo, pulau-pulau Padaido dan pulau-pulau oseanik di daerah terdepan seperti Mapia atoll, pulau brass, dan pulau kecil oseanik lainnya. Teluk Cenderawasih merupakan sisi timur dari Bird Head Seascape, memiliki kekayaan jenis ikan dan jenis karang terumbu (bukan jenis terumbu karang) terbanyak di bumi, serta memiliki endemisitas flora fauna pulau yang sangata tinggi. Kekayaan kultural teluk cenderawasih sangat tinggi dan beragam. Kekayaan dan potensi Teluk Cenderawasih adalah sebagai suatu region bentang laut Teluk Cenderawasih, akan sangat sayang dan kehilangan potensinya apabilapengelolaannya dipilah secara administratif.
4.
Pengembangan Tata Ruang Perkotaan Penataan tata ruang kawasan perkotaan menjadi isu yang dipertimbangkan
untuk membangun kota berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Permasalahan sektor perkotaaan yang terjadi Ekoregion Papua antara lain peningkatan alih fungsi
26
hutan secara illegal (misalnya untuk perkebunan) oleh masyarakat lokal, pengelolaan persampahan yang belum optimal, dan pengelolaan kawasan Ruang Terbuka Hijau masih rendah. Pengendalian pembangunan di Ekoregion Papua di fokuskan pada konservasi kawasan hutan kota. Persentase hutan kota yang rendah (kurang dari 30%) luas wilayah perkotaan menjadi tantangan dalam menjaga keseimbangan SDA dan LH perkotaan. Pencegahan dan penganggulangan kebakaran hutan dengan cepat dan tepat diperlukan untuk mencegah terjadinya peningkatan hotspot kebakaran hutan. Sesuai dengan sasaran RPJMN 2015-2019, diperlukan kebijakan dan strategi untuk meningkatkan upaya konservasi hutan dan tata kelola hutan.
5.
Kenakeragaman Hayati Potensi keanekaragaman hayati di Ekoregion Papua perlu dikelola dengan baik
untuk menjaga kesinambungan ekosistem dan keseimbangan ekosistem. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan, kawasan konservasi perairan di Ekoregion Papua terdiri dari 9 kawasan, yaitu Taman Nasional Teluk Cenderawasih, kawasan konservasi Kabupaten Raja Ampat, kawasan konservasi perairan nasional Padaido, kawasan konservasi perairan nasional Waigeo sebelah barat, kawasan konservasi perairan nasional Raja Ampat, kawasan konservasi Kabupaten Kaimana, suaka margasatwa laut Jamursba Medi, kawasan konservasi kabupaten Tambrauw (Abun) dan kawasan konservasi Kabupaten Biak Numfor. Selain itu terdapat juga Jenis-jenis vegetasi daratan pulau yang diketahui hingga saat ini adalah sebanyak 64 jenis, mulai dari jenis-jenis vegetasi hutan pantai sampai vegetasi hutan pegunungan daratan pulau. Potensi keanekaragaman hayati di Ekoregion Papua sangat beragam, diantaranya berbagai jenis spesies ikan, karang, moluska, beberapa jenis penyu yang sering mendarat di taman nasional ini yaitu penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu hijau (Chelonia mydas), penyu lekang (Lepidochelys olivaceae), dan penyu belimbing (Dermochelys coriacea). Selain itu, duyung (Dugong dugong), paus biru (Balaenoptera musculus), ketam kelapa (Birgus latro), lumba-lumba, dan hiu. Ancaman kerusakan keanekaragaman hayati akan terjadi apabila pengelolaan tidak dilakukan dengan baik. Hal ini sebabkan hasil laut menjadi salah satu sumber pendapatan masyarakat setempat
27
sehingga pemanfaatan hasil laut secara berlebihan akan mengganggu keseimbangan ekosistem didalamnya. Menurut laporan akhir penyusunan renstra pengelolaan terumbu karang Kabupaten Raja Ampat tahun 2007. Permasalahan yang terjadi adalah kerusakan dan pencemaran akibat penangkapan ikan yang penangkapan ikan praktis terkonsentrasi di daerah perairan pantai dan teluk, ada kecenderungan terjadi illegal fishing yang merusak (destructive fishing) seperti penggunaan bom, bahan-bahan beracun serta alat tangkap yang tidak ramah lingkungan khususnya untuk ikan-ikan karang. Permasalahan lainnya yang juga perlu menjadi perhatian adalah makin menurunnya sumberdaya nonikan seperti teripang. Kondisi terumbu karang juga mulai mengalami kerusakan. kerusakan terumbu karang umumnya disebabkan oleh penggunaan bahan peledak dan racun untuk mencari ikan. Selain itu terumbu karang juga bisa rusak karena peningkatan laju sedimentasi akibat erosi, pengambilan karang untuk bahan bangunan, berjalan-jalan di atas karang, dan mencungkil-cungkil karang untuk mengambil biota tertentu. Aktifitas pariwisata yang tinggi tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan juga dapat menyebabkan kerusakan terhadap terumbu karang. Pembuangan sampah ke laut juga menjadi penyebab turunnya kondisi keanekaragaman hayati. Keberadaan Raja Ampat terancam dengan adanya penumpukan sampah. Beberapa tahun terakhir ini jumlah sampah di perairan Raja Ampat meningkat nyata. Hal ini merupakan masalah yang memprihatinkan bagi semua pihak dan berikut adalah fakta-fakta yang terkait sampah di Raja Ampat:
Sebagian besar sampah yang ada bukan berasal dari pulau ini sendiri.
Bukan hanya para wisatawan yang sadar dan prihatin mengenai masalah ini, tetapi juga masyarakat setempat.
Tumpukan sampah yang terlihat di dekat beberapa homestay berasal dari para tamu dan terdapat pula sampah yang dikumpulkan melalui pembersihan pantai.
Sistem pengelolaan sampah yang baik yang belum memadai untuk menangani jumlah sampah yang semakin bertambah seiring dengan meningkatnya jumlah wisatawan dan pendatang.
Sebagian besar sampah di perairan Raja Ampat berasal dari pemukiman yang berkembang di Sorong dan Waisai. Meskipun penanganan sampah lokal selalu
28
bisa diperbaiki, sangat jelas terlihat bahwa peningkatan jumlah sampah belakangan ini terjadi seiring dengan perkembangan pesat wilayah Sorong dan Waisai, di samping juga perkembangan industri pariwisata itu sendiri. Penyebab signifikan lainnya adalah sampah yang berasal dari kapal penumpang antar-pulau PELNI (Pelayaran Nasional Indonesia) dan kapal nelayan yang masih saja membuang limbah mereka ke laut.
Lokasi Raja Ampat dan arus air di Samudera Pasifik juga menyebabkan terperangkapnya limbah yang disebabkan oleh pertumbuhan penduduk dan pengelolaan sampah yang kurang baik di wilayah kepulauan ini. Sampah plastik ada yang berasal dari Filipina dan mengotori pantai-pantai di Raja Ampat dan sebuah kontainer yang terbawa arus ekuatorial selatan dari Meksiko yang demikian jauhnya. Kelestarian keanekaragaman hayati kelautan juga perlu dijaga sesuai dengan, sebagai bagian dari Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle) meliputi: -
Pemantapan kawasan berfungsi lindung dan rehabilitasi kawasan berfungsi lindung yang terdegradasi;
-
Pemertahanan
kawasan hutan yang bervegetasi
sesuai
dengan
ekosistemnya; -
Pemertahanan dan pelestarian kawasan perairan yang memiliki nilai ekologis tinggi.
6.
Kerusakan lingkungan pasca tambang secara illegal Pertambahan penduduk ataupun penduduk musiman bersamaan dengan
pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi global, sumber daya alam mengalami tekanan yang sangat besar. Kebutuhan manusia terutama ekonomi masyarakat seharusnya menjadi perhatian pemerintah sehingga diambillah kebijakan investasi dengan mempromosikan Sumber Daya Alam (SDA) untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut seperti pendulangan emas secara liar (illegal mining). Provinsi Papua terutama Distrik Uwapa, Distrik Siriwo dan selanjutnya adalah Distrik Mapia Kabupaten Nabire menjadi salah satu daerah sasaran investasi para gurandil terhadap kandungan SDA terutama Emas (Au) yang cukup potensial. Perencanaan dan
29
pengelolaan yang akan dilakukan tidak dijalankan dengan baik serta melibatkan semua pihak yang berkepentingan terutama masyarakat adat pemilik Hak Ulayat (pemilik dusun) maka sangatlah riskan. Apabila terdapat kawasan yang pengelolaanya tidak memperhatikan peraturan yang berlaku, maka akan banyak kawasan yang rusak akibat eksploitasi SDA yang dilakukan secara illegal yang memberikan tekanan semakin kuat sampai mengancam kawasan konservasi. Sebagaimana aktifitas penambangan di Topo (Distrik Uwapa) Kabupaten Nabire tahun 1997 agar tidak terulang di Wegema, Deneidago Distrik Siriwo, bahwa perlu adanya pengelolaan sumber daya alam yang ditata dengan baik. Penetapan kawasan penting ditetapkan sebagai kawasan untuk dimanfaatkan (eksploitasi) dan kawasan untuk konservasi. Dalam penetapan fungsi kawasan perlu menjadi perhatian terhadap masyarakat adat secara proporsional.
7.
Potensi hutan dan perubahannya Kawasan Hutan dan Tutupan Lahan, Kawasan hutan merupakan wilayah
tertentu, yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan perlu ditetapkan untuk menjamin kepastian hukum mengenai status kawasan hutan, letak batas dan luas suatu wilayah tertentu yang sudah ditunjuk sebagai kawasan hutan menjadi kawasan hutan tetap. Penetapan kawasan hutan juga ditujukan untuk menjaga dan mengamankan keberadaan dan keutuhan kawasan hutan sebagai penggerak perekonomian lokal, regional dan nasional serta sebagai penyangga kehidupan lokal, regional, nasional dan global. Luas Penutupan Lahan dalam Kawasan Hutan dan Luar Kawasan Hutan (Tabel 1.10) Indeks Kualitas Lingungan Hidup (IKLH), Perhitungan indeks termasuk Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) memiliki sifat komparatif yang berarti nilai satu provinsi relatif terhadap provinsi lainnya. Dalam perspektif IKLH, angka indeks ini bukan semata-mata peringkat, namun lebih kepada suatu dorongan upaya perbaikan kualitas lingkungan hidup. Dalam konteks ini para pihak di tingkat provinsi terutama pemerintah provinsi dapat menjadikan IKLH sebagai titik referensi untuk menuju angka ideal, yaitu 100.
30
Tabel 1.11 Indeks kualitas di Provinsi Papua dan Papua Barat mengalmi tren yang naik turun dari tahun 2011 – 2014. TAHUN NO
PROVINSI 2011
2012
2013
2014
1.
Papua
81,71
82,55
82,98
80,65
2.
Papua Barat
84,12
83,50
83,45
84,51
Rata-Rata
82,915
83,03
83,22
82,58
Deforestasi dan Luas Lahan Kritis, deforestasi merupakan perubahan kondisi penutupan lahan dari hutan menjadi bukan hutan (termasuk perubahan untuk perkebunan, pemukiman, kawasan industri, dan lain-lain). Pada saat suatu hutan mengalami kerusakan, maka hal tersebut bisa berakibat terjadinya peningkatan suhu bumi serta perubahan iklim yang ekstrem. Deforestasi tidak hanya mempengaruhi jumlah karbondioksida yang merupakan gas rumah kaca, akan tetapi deforestasi juga berdampak pada pertukaran uap air dan karbondioksida yang terjadi antara atmosfer dan permukaan tanah yang berkaitan dengan terjadinya perubahan iklim, dimana perubahan konsentrasi yang ada di lapisan atmosfer akan memiliki efek langsung terhadap. Selain itu deforestasi juga berdampak pada hilangnya habitat berbagai jenis spesies yang tinggal di dalam hutan. Deforestasi hutan tropis dan konversi hutan menjadi sistem penggunaan lahan lainnya merupakan salah satu alasan penting terhadap hilangnya keanekaragaman hayati (Beck et al. 2002; Scheffler 2005) dan merupakan ancaman terhadap fungsi ekosistem dan penggunaan lahan secara berkelanjutan (Hoekstra et al., 2005). Laju deforestasi di dalam dan di luar kawasan hutan setiap tahun (ha/ tahun) untuk periode tahun 2012/2013 di Ekoregion Papua (Tabel 1.12). Penetapan lahan kritis mengacu pada lahan yang telah sangat rusak karena kehilangan penutupan vegetasinya, sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya sebagai penahan air, pengendali erosi, siklus hara, pengatur iklim mikro, dan retensi karbon. Berikut Luas lahan kritis di Ekoregion Papua Tahun 2011 dan Tahun 2013.
31
Tabel 1.13 Luas Lahan Kritis Tahun 2011 dan Tahun 2013 di Ekoregion Papua. Luas Lahan Kritis Hasil Inventarisasi No
Tahun 2011
Provinsi Kritis
Sangat Kritis
Tahun 2013 Jumlah
Kritis
Sangat Kritis
Jumlah
1
Papua Barat
410.601
76.742
487.343
128.244
50.997
179.241
2.
Papua
971.464
105.235
1.076.699
1.973.165
266.064
2.239.229
3.
Ekoregion
138.2065
181.977
1.564.042
2.101.409
317.061
2.418.470
Potensi kebakaran hutan di hutan Papua rata-rata terjadi karena kondisi alam yang sudah sangat kering karena musim kemarau panjang. Berdasarkan data BNPB tahun 2015, jumlah titik api di seluruh Indonesia meningkat drastis menjadi lebih dari 3.000 titik pada tahun 2015. Untuk kondisi di wilayah timur Indonesia berdasarkan data satelit Terra Aqua, terdapat 819 titik api yang mayoritas terdapat di Provinsi Papua. Di Papua ada sekitar 584 titik api, sedangkan Papua Barat ada 48 titik yang banyak ditemukan di Fakfak. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) stasiun Jeffman di Kota Sorong sudah mencatat ada lebih dari 40 titik api yang tersebar di wilayah hutan Papua Barat. Bahkan lansiran terakhir dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana, jika ditotal secara keseluruhan, jumlah titik api di seluruh Papua ada 584 titik api. Salah satu penyumbang catatan bencana kebakaran hutan terparah di Papua ada di kawasan Merauke dan Mappi. Jika permasalahan titik api di Merauke dan Mappi belum tuntas terselesaikan, maka daerah kabupaten/kota yang berada disekitarnya dan termasuk Kota Timika di mana perusahaan pertambangan besar PT Freeport Indonesia beroperasi, bisa menerima dampak buruk berupa kabut asap.
8.
Alih Fungsi lahan dan pembangunan kawasan perbatasan Pengelolaan wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil perlu dintegrasikan
dengan baik, sehingga dapat mengantisipasi ancaman yang akan terjadi, diantaranya adalah kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan dapat terjadi oleh alam maupun sebagai akibat ulah manusia berdampak terhadap berubahnya batas negara di laut yang berpotensi mengurangi luas wilayah. Di Ekoregion Papua terdapat 2 kabupaten yang berbatasan dengan Negara Papua New Guinea, yaitu Kabupaten Keerom dan Kabupaten
32
Merauke. Kabupaten Keerom merupakan pemekaran dari Kabupaten Jayapura pada tahun 2002 dengan luas wilayah ± 9.267,34 km² berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2002. Keerom merupakan kabupaten yang benilai strategis di Papua khususnya dan Indonesia pada umumnya karena berbatasan langsung dengan Negara Papua New Guinea di sebelah Timur. Karena itu pembangunan di berbagai sektor menjadi prioritas bagi Kabupaten Keerom dalam rangka pengembangan wilayah sekaligus mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat perbatasan. Kabupaten Keerom memiliki kawasan hutan seluas ± 815.354 ha atau 86,96% dari luas wilayah Kabupaten Keerom. Kawasan hutan tersebut meliputi Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam seluas ± 7.970 ha, Hutan Lindung (HL) seluas ± 332.717 ha, Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas ± 182.118 ha, Hutan Produksi Tetap (HP) seluas ± 222.732 ha dan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK) seluas ± 68.817 ha. Dalam rangka optimalisasi pemanfaatan sumberdaya hutan, penyiapan ruang kelola bagi masyarakat, pengembangan daerah tertinggal, pengembangan investasi dan percepatan pembangunan kawasan perbatasan serta untuk menjamin kepastian hukum dan keberlangsungan usaha di bidang kehutanan maka Pemda Keerom mengajukan usulan perubahan fungsi. Perubahan fungsi sebagian kawasan hutan lindung (HL) Sobger menjadi kawasan hutan produksi seluas ± 177.370 ha di Kabupaten Keerom, Provinsi Papua diusulkan Pemerintah Kabupaten Keerom dalam rangka optimalisasi fungsi kawasan guna melakukan pengembangan di Kabupaten Keerom pada umumnya dan pengembangan daerah perbatasan negara pada khususnya. Sota merupakan sebuah Distrik di kabupaten Merauke, Papua yang menjadi garis terdepan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berbatasan langsung dengan Papua New Guinea. Sota merupakan distrik yang berada dalam wilayah administrative Kabupaten Merauke, dimana wilayahnya dikelilingi oleh Taman Nasional Wasur, sehingga sebagian besar wilayahnya berupa tutupan lahan hutan dan semak belukar. Dengan posisi yang berada pada wilayah perbatasan perlu pengawasan secara khusus terkait dengan luas wilayah administratif agar tidak terjadi alih fungsi lahan atau perluasan batas wilayah atau kawasan.
33
Tabel 1.10 Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan dalam Kawasan Hutan dan Luar Kawasan Hutan N O
PROVINSI
KAWASAN HUTAN
KSA-KPA 1
2
3
PAPUA BARAT A. HUTAN - Hutan Primer - Hutn Sekunder - Hutan Tanaman* B. Non Hutan Sub Total PAPUA A. HUTAN - Hutan Primer - Hutan Sekunder - Hutan Tanaman* B. Non Hutan Sub Total EKOREGION PAPUA - Hutan Primer - Hutan Sekunder - Hutan Tanaman* C. Non Hutan Total
HL
HUTAN TETAP HPT
APL HPK
HP
JUMLAH
TOTAL JUMLAH
%
JUMLAH
1.665,6 1.549,5 116,1 75,7 1.741,3
1.489,0 1.294,7 194,3 162,8 1.651,8
1.756,0 1.287,1 468,8 93,3 1.849,2
1.706,5 964,2 742,3 137,5 1.844,0
6.617,0 5095,4 1.521,5 469,4 7.086,4
2.054,5 1.026,3 1.028,1 237,0 2.291,5
8.671,5 6.121,8 2.549,7 706,4 9.377,9
116,1 5,4 110,7 124,7 240,8
8787,5 6.127,2 2.660,3 831,1 9.618,6
91,4 63,7 27,7 0,0 8,6 100,0
5240,0 4567,2 673,5 1495,5 6736,3
7002,0 6238,3 763,6 0,1 813,3 7815,3
5237,5 4283,7 953,7 0,0 723,8 5691,2
3933,6 2636,2 1296,9 0,5 805,7 4739,3
21413,8 17725,5 3687,8 0,6 3838,3 25252,1
2758,5 1623,5 1133,8 1,2 1357,9 4116,4
24172,3 19348,9 4821,6 1,8 5196,2 29368,5
1101,6 669,1 432,3 0,1 703,4 1804,9
25273,9 20018,1 5253,9 1,9 5899,5 31173,4
81,1 64,2 16,9 0,0 18,9 100
6906,3 6116,7 789,6 1571,2 8477,5
8491,0 7533,0 957,9 0,1 976,1 976,1
6993,4 5570,8 1422,6 0,0 817,0 817,0
5640,1 3600,4 2039,2 0,5 943,3 943,3
28030,8 22820,9 5209,3 0,6 4307,7 4307,7
4812,9 2649,8 2162,0 1,2 1594,9 1594,9
32843,8 25470,7 7371,3 1,8 5902,6 5902,6
1217,6 674,5 543,0 0,1 828,1 828,1
34061,4 26145,3 7914,3 1,9 6730,6 6730,6
83,5 64,1 19,4 0,0 16,5 16,5
Sumber: - Hasil Penafsiran citra Landsat 8 OLI liputan tahun 2013, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan - Data digital kawasan hutan dan perairan berdasarkan SK Penunjukan Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan per Desember 2013, Direktorat Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Kehutanan
1834
Tabel 1.12. Angka Deforestasi di dalam dan di Luar Kawasan Hutan Periode 2012-2013 (Ha/Th). NO
PROVINSI
KAWASAN HUTAN
KSA-KPA 1
JUMLAH
JUMLAH
JUMLAH
A. Hutan Primer
218,9
667,0
756,0
281,9
1.923,8
369,1
2.293,0
528,2
2.821,2
B. Hutan Sekunder
126,0
799,6
1.003,3
526,0
2.455,0
1.718,1
4.173,1
3.625,9
7.799,0
--
-
-
-
-
-
-
-
-
SuB Total PAPUA A. Hutan Primer
345
1.466,6
1.759,3
808,0
4.379
2.087,2
6.446,1
4.154,1
1.0620,2
405,8
102,2
211,3
158,6
877,9
44,0
921,9
2.484,0
3.405,9
B. Hutan Sekunder
195,6
258,2
-
320,9
774,7
409,7
1.184,4
8.629,9
9.814
-
-
-
-
-
-
-
-
-
601,4
360,4
211,3
479,5
1.653
453,8
2.106,3
11.113,9
13.220,2
624,7
769,2
967,3
440,5
2.801,7
413,1
3.214,9
3.012,2
6.227,1
321,6 -
1.057,8 -
1.003,3 -
846,9 -
3.229,7 -
2.127,8 -
5.357,5 -
12.255,8 -
17.613,0 -
946,4
1827
1970,6
1287,5
6032
2541
8552,4
15268
23840,4
C. Hutan Tanaman* SuB Total 3
HPK HP
TOTAL
PAPUA BARAT
C. Hutan Tanaman*
2
HUTAN TETAP HPT
HL
APL
EKOREGION PAPUA A. Hutan Primer B. Hutan Sekunder C. Hutan Tanaman* TOTAL
Sumber : Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan/Directorate General of Forestry Planning
19 35
20
Foto : Persiapan Aksi Bersih di jalan poros Kota Biak. Foto: Abid Zainal Abidin
Foto : Kebersamaan pimpinan bersama staf P3E Papua. Foto: Abid Zainal Abidin
BAB IIII SASARAN KINERJA YANG HENDAK DICAPAI Sasaran kinerja yang hendak dicapai memberikan gambaran tentang peran yang diamanahkan terhadap Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua dalam pemenuhan kinerja unit. Berikut menguraikan tahapan pencapaian milestone untuk memenuhi sasaran unit kerja pada Sekretariat Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pada tingkatan kementerian disebut dengan sasaran strategis, pada tingkatan program disebut dengan sasaran program dan pada tingkatan kegiatan disebut dengan sasaran kegiatan. Kemudian berturut-turut adalah sasaran unit kegiatan dan sasaran elemen kegiatan. Penyebutan mulai program, kegiatan, unit kegiatan, dan elemen kegiatan hanya pembeda pada tingkatan renstra.
2.1 Sasaran Strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah merumuskan tujuan pembangunan Tahun 2015-2019 yaitu memastikan kondisi lingkungan berada pada toleransi yang dibutuhkan untuk kehidupan manusia dan sumberdaya berada pada rentang populasi yang aman; serta secara pararel meningkatkan kemampuan sumberdaya alam untuk memberikan sumbangan bagi perekonomian nasional. Untuk mencapai tujuan tersebut, selanjutnya telah dirumuskan 3 sasaran strategis pembangunan LHK Tahun 2015 – 2019, yakni : 1.
MENJAGA KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP (S1) untuk meningkatkan daya dukung lingkungan, ketahanan air dan kesehatan masyarakat. Indikator keberhasilannya adalah Indeks kualitas lingkungan hidup (IKLH) berada pada kisaran 66,5 – 68,5. Anasir utama pembangun dari besarnya indeks ini yang akan ditangani yaitu air, udara dan tutupan lahan.
2.
MEMANFAATKAN POTENSI SUMBERDAYA HUTAN DAN LINGKUNGAN HUTAN (S2) secara lestari untuk meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan. Indikator keberhasilannya adalah peningkatan kontribusi SDH dan LH
36
terhadap devisa dan PNBP. Komponen pengungkit yang akan ditangani yaitu produksi hasil hutan baik kayu maupun non kayu dan ekspor. 3.
MELESTARIKAN KESEIMBANGAN EKOSISTEM DAN KEANEKARAGAMAN HAYATI SERTA KEBERADAAN SDA (S3) sebagai sistem penyangga kehidupan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Indikator keberhasilannya adalah derajat keseimbangan ekosistem meningkat setiap tahun. Kinerja ini merupakan agregasi berbagai penanda (penurunan jumlah hotspot kebakaran hutan dan lahan, peningkatan populasi spesies terancam punah, peningkatan kawasan ekosistem esensial yang dikelola oleh para pihak, penurunan konsumsi bahan perusak ozon, dll).
Dalam rangka mencapai 3 Sasaran Strategis Pembangunan LHK, telah dirumuskan 13 Program yaitu: 1.
Program Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (P1)
2.
Program Pengendalian DAS dan Hutan Lindung (P2)
3.
Program Hutan Lestari dan Usaha Kehutanan (P3)
4.
Program Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (P4)
5.
Program Peningkatan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (P5)
6.
Program Pengendalian Perubahan Iklim (P6)
7.
Program Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (P7)
8.
Program Penelitian dan Pengembangan Lingkunga Hidup dan Kehutanan (P8)
9.
Program Planologi dan Tata Lingkungan (P9)
10. Program Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (P10) 11. Program Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya (P11) 12. Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Bidang LHK (P12) 13. PROGRAM DUKUNGAN MANAJEMEN DAN PELAKSANAAN TUGAS TEKNIS LAINNYA KLHK (P13)
Sekretariat Jenderal KLHK diamanahkan untuk melaksanakan Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya KLHK (P13) dengan sasaran meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik dengan 5 indikator kinerja yaitu : 1.
Keterbukaan informasi dan komunikasi publik meningkat seiap tahun
37
2.
Partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan meningkat setiap tahun
3.
Kapasitas birokrasi meningkat setiap tahun
4.
Kualitas pelayanan publik eningkat setiap tahun
5.
Nilai SAKIP Kemnterian LHK memperoleh nilai 78 (kategori A) ditahun 2019 Sasaran Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya
diwujudkan melalui 19 kegiatan yaitu : 1. Penyiaran dan Penyebarluasan Informasi Pembangunan LHK (K1) 2. Penyelenggaraan Data & Informasi KLHK (K2) 3. Koordinasi Kegiatan Perencanaan &Evaluasi (K3) 4. Penyelenggaraan Kebijakan Strategis bidang LHK (K4) 5. Penyelenggaraan Ketatausahaan Kerumahtanggaan dan Pengelolaan Perlengkapan Kemen LHK (K5) 6. Kegiatan Penyelenggaraan Keteknikan LHK (K6) 7. Pembiayaan Pembangunan LHK (K7) 8. Pembinaan dan Koordinasi Kerjasama Luar Negeri (K8) 9. Pengendalian Ekoregion Jawa (K9) 10. Pengendalian Ekoregion Bali-Nusra (K10) 11. Pengendalian Ekoregion Kalimantan (K11) 12. Pengendalian Ekoregion Sulawesi (K12) 13. Pengendalian Ekoregion Maluku (K13)
14. PENGENDALIAN EKOREGION PAPUA (K14) 15. Pengendalian Ekoregion Sumatera (K15) 16. Penyelenggaraan Administrasi Keuangan Kementerian LHK (K16) 17. Penyelenggaraan Administrasi dan Penataan Kepegawaian Kementerian LHK (K17) 18. Pembinaan Standarisasi Pengelolaan LHK (K18) 19. Pengembangan Telaahan Kebijakan, Perundang-undangan Bidang LHK (K19) Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua merupakan salah satu Satuan Kerja berada pada lingkup Sekretariat Jenderal yang diamanahkan untuk melaksanakan Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya diwujudkan melalui kegiatan Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua (K14).
38
2.2 Sasaran Kegiatan dan Unit Kegiatan Guna mewujudkan sasaran yang ditetapkan yakni Meningkatnya Pengendalian Pembangunan Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Ekoregion Papua sebagaimana telah diamanahkan pada Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua untuk melaksanakan Kegiatan yakni Pengendalian Kegiatan Ekoregion Papua memiliki indikator kinerja yaitu : 1. Persentase capaian strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Ekoregion Papua 95%. 2. Jumlah Rencana pengenlolaan pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan berbasis daya dukung dan daya tampung berdasarkan 8 isu strategis di Ekoregion Papua 2.3 Analisis SWOT Analisis
SWOT digunakan
untuk menentukan
pilihan
kegiatan pengendalian
pembangunan Ekoregion Papua. Tabel 2.1 Analisis SWOT Rencana Strategis
KEKUATAN (S) 1. Terlaksananya beberapa kegiatan sinkronisasi dan sinergitas pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan 2. Dukungan kewenangan pengendalian pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan yang termuat dalam Permenhut Nomor 18/MenLHK-II/2015; 3. Kapasitas SDM yang ada (CPNS dan PNS) berpendidikan sarjana
PELUANG (O) 1. Potensi para pihak (Perguruan Tinggi, UPT,Dinas/BLH dan Litbang) belum banyak dimanfaatkan; 2. Potensi sumber daya alam 3. Respon daerah untuk mendapatkan penghargaan dalam kompetisi lingkungan hidup.
KELEMAHAN (W) 1. Belum tersedia pedoman atau petunjuk teknis dalam menjalankan tupoksi (perhitungan capaian sasaran strategis) 2. Belum tegas tata hubungan kerja antara Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua dengan Unit Pelaksana Teknis dan Badan/Kantor/Dinas sebagai pelaksana program pada Ekoregion Papua. 3. Jumlah SDM masih terbatas 4. Sarana kerja/perkantoran masih kurang (komputer, buku pustaka);
ANCAMAN (T) 1. Ekoregion terdiri dari pulau-pulau kecil, rentan terhadap kerusakan ekosistem; 2. Wilayah kerja sangat luas dengan ekosistem yang beragam menyebabkan biaya pelayanan tinggi. 3. Terbatasnya sarana informasi dan komunikasi di beberapa daerah. 4. Adanya pemekaran wilayah berdampak pada pertumbuhan infrastruktur
5. Belum terimplementasinya program di tingkat daerah berkaitan dengan pencapaian kualitas air, udara dan tutupan lahan. 6. Beban pencemaran dan atau kerusakan dampak pertambangan
39
Tabel 2.2 Perumusan Strategi
PERUMUSAN STRATEGI Strategi S – O Strategi W – O 1. 2. 3. 4.
Penguatan koordinasi dengan para pihak dalam rangka pengendalian pembangunan LHK Penyelenggaraan kajian dan penyusunan perencanaan pengelolaan sumber daya alam Penggiatan dan advoksi penerapan aktifitas ramah terhadap sumber daya alam Penyebaran informasi (public campaign) berkaitan dengan pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan
Strategi S – T 1.
2.
3.
Pemantauan pelaksanaan program pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan pada tingkat tapak Mengupayakan terbentuknya jaringan komunikasi antar instansi yang membidangi lingkungan hidup dan kehutanan Penguatan uji kualitas air, udara dan tutupan lahan
1. Penyediaan pedoman dan juknis dalam pengendalian pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan 2. Mengupayakan penyelenggaraan Rapat Kerja Teknis dan/atau Koordinasi tingkat Ekoregion
Strategi W – T 1. Peningkatan SDM dan sarana prasarana pendukung 2. Penguatan informasi melalui media elektronik dan cetak
Memperlihatkan matriks SWOT diatas, strategi yang dapat dikembangkan dalam pelaksanaan Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua diuraikan sebagai berikut : 1.
Strategi S – O (Kekuatan – Peluang); Strategi ini bersifat agresif yang didasarkan
pada pemanfaatan seluruh kekuatan internal yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang yakni: a.
Koordinasi Sesuai tugas dan fungsinya, kegiatan koordinasi dilaksanakan secara aktif kepada para pihak baik pusat maupun daerah di tingkat ekoregion lingkup wilayah kerja yakni provinsi, kabupaten, dengan para pihak pada UPT, Perguruan Tinggi dan para pihak lainnya yang membidangi pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan serta pelaksana program kementerian. Koordinasi dilakukan untuk mewujudkan kesamaan pandang maupun sinergisme pelaksanaan tugas.
b.
Sosialisasi Pelaksanaan pengendalian pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan yang perlu diketahui dan dipahami oleh para pihak, demikian juga tahapan kegiatan ataupun kegiatan yang terkait. Pemahaman tentang program dan kegiatan bagi para pihak dilakukan melalui sosialisasi. Kegiatan sosialisasi juga dimaksudkan agar tidak terjadi tumpang tindih kegiatan dengan pihak lain, melainkan
40
terkandung harapan dalam pelaksanaannya saling mendukung dan sinergis dengan kegiatan pihak lainnya. Kegiatan sosialisasi diharapkan juga untuk mendapatkan suatu persepsi yang sama antar para pihak, sehingga masing-masing komponen kegiatannya dapat berperan aktif serta sesuai dengan peran dan kemampuan yang dimilikinya. c.
Kemitraan Pelaksanaan koordinasi perencanaan dan pelaksanaan kegiatan agar berjalan dan mencapai sasarannya, diperlukan kemitraan dengan para pihak terkait dan masyarakat. Dengan adanya kemitraan, para pihak dapat melaksanakan perannya masing-masing untuk mencapai sasaran strategis.
d.
Pengkajian Kegiatan pengkajian aspek-aspek yang dapat mempertahankan daya dukung dan daya tampung dilakukan dengan menganalisis hasil pelaksanaan kebijakan, hasil pengendalian dan pengawasan, ataupun hasil kegiatan yang diselenggarakan pihak lain terkait sebagai bahan masukan dalam perencanaan, pelaksanaan kegiatan serta sinkronisasi kegiatan-kegiatan penerapan pengelolaan sumber daya alam di tingkat ekoregion.
e.
Advokasi Kebijakan dan strategi yang disusun dalam perencanaan pengelolaan sumber daya alam sebagai guide dalam penerapan pengelolaan sumber daya alam oleh berbagai pihak baik pemerintah pusat dalam hal ini Unit Pelaksana teknis (UPT) dan pemerintah daerah dalam hal ini Dinas/Badan yang membidangi Lingkungan Hidup dan Kehutanan beserta Lembaga Swadaya Masyarakat.
f.
Fokus Pemilihan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan difokuskan/dikonsentrasikan pada kegiatan yang terkait dengan tugas pokok dan fungsi organisasi dan selaras dengan program prioritas, khususnya kegiatan yang dapat meningkatkan kinerja, dan berdampak terhadap kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat sekitar kawasan hutan.
41
2.
Strategi W – O (Kelemahan – Peluang); Strategi W – O merupakan strategi turn
around yang didasarkan pada pemanfaatan seluruh peluang untuk mengatasi kelemahan dengan peluang yang ada. Alternatif strategi W – O adalah a.
Fasilitasi Pelaksanaan kegiatan dalam rangka mencapai sasaran strategis yang berbasis pada tingkat tapak dengan subjek pelaksana pemerintah daerah yang belum memadai baik SDM, sarana-prasarana dan pendukung lainnya, perlu dilakukannya fasilitasi berupa pelatihan-pelatihan dan bantuan sarana pendukung. Fasilitasi dan kemudahan ataupun pelayanan terhadap program ataupun kegiatan yang diselenggarakan oleh para pihak terkait, diberikan agar kegiatan koordinasi dan sinkronisasi dapat berjalan efektif dan efisien. Fasilitasi dilakukan dengan memberikan dorongan dan dukungan untuk memperlancar pelaksanaan kegiatankegiatan ataupun program. Pendekatan terhadap para pihak dilakukan untuk menghilangkan kesan atau anggapan terjadinya intervensi tugas pokok dan fungsi para pihak yang terkait dalam pelaksanaan koordinasi.
b.
Pemberdayaan Pencapaian tugas pokok dan fungsi lembaga diwujudkan dengan meningkatkan kinerja di dalam lingkungan organisasi perlu adanya keterlibatan para pihak. Pemberdayaan perlu dilakukan untuk mengkoordinasikan, mensinergikan dan menyinkronkan antar para pihak. Pemberdayaan para pihak dilakukan guna saling mengisi dan melengkapi (sinkronisasi, terintegrasi) dalam penyusunan rencana maupun dalam pelaksanaannya di lapangan, disamping itu untuk memberikan keleluasaan akan tetapi tetap terkendali dan terintegrasi dalam pelaksanaan program-program yang telah menjadi kebijakan.
3.
Strategi S – T (Kekuatan – Ancaman); Strategi S – T merupakan strategi
diversifikasi yang didasarkan pada pemanfaatan seluruh kekuatan untuk menghindari atau meminimalisir ancaman. Alternatif strategi yang dapat dilakukan adalah a.
Kelompok Kerja/Sekretariat Bersama Proses kegiatan pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan, akan lebih mudah berlangsung dan terkendali dilaksanakan dengan membentuk kelompok
42
kerja atau tim. Pembentukan kelompok kerja juga dilakukan untuk melaksanakan pengendalian dan pengawasan. Di samping itu, kelompok kerja juga merupakan suatu forum koordinasi dan sinkronisasi untuk saling memberikan data dan informasi untuk diperoleh suatu kesamaan persepsi yang dapat melancarkan terwujudnya pelaksanaan kegiatan-kegiatan pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan. Kelompok kerja/sekretariat bersama dapat difungsikan sebagai pengikat dalam pelaksanaan program antara tingkat daerah dan pusat. b.
Monitoring dan Evaluasi Kegiatan monitoring dilakukan untuk mengetahui kesesuaian antara pelaksanaan program atau kegiatan yang telah atau sedang dilaksanakan dengan yang direncanakan. Kegiatan monitoring diharapkan dapat memberi masukan atau informasi tentang pelaksanaan program atau kegiatan di tingkat lapangan. Dengan diketahuinya hasil pelaksanaan kegiatan melalui monitoring maupun evaluasi, akan mempermudah pengendalian dan pengawasan pelaksanaan program atau kegiatan pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan.
4.
Strategi W – T (Kelemahan – Ancaman); Strategi ini bersifat defensif dengan
meminimalisir kelemahan untuk menghindari ancaman. Alternatif strategi yang dapat dilakukan yakni a.
Penguatan Data dan Informasi Penguatan data dan informasi perlu disediakan dan disebarluaskan untuk mendukung terselenggaranya koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kegiatan sesuai yang diharapkan. Data dan informasi pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan yang disiapkan dapat digunakan sebagai bahan pendukung penyusunan rencana dan kebijakan para pihak maupun untuk bahan koordinasi. Data dan informasi pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan yang disiapkan, dikomunikasikan pada berbagai kesempatan dan forum serta media masa yang ada.
43
Foto : Sinkronisasi antar sektor dalam pengelolaan Ekosistem Danau Sentani. Foto: Angger
Foto : Lokasi Pesisir Biak Utara. Foto: Abid Zainal Abidin
BAB III III SASARAN DAN KINERJA UNIT KERJA Kegiatan Pengendalian Ekoregion Papua (K14) Sasaran Kegiatan : Meningkatnya pengendalian pembangunan LHK di Ekoregion Papua (S1,S2,S3.P13.K14)
Dokumen
Tabel 3.1 Unit Kegiatan, Sasaran Unit Kegiatan dan Indikator Unit Kegiatan Pengendalian Ekoregion Papua Unit Kegiatan/ Target Indikator Unit Sasaran Unit Satuan 2015 2016 2017 2018 2019 Kegiatan Kegiatan 1. Inventarisasi daya dukung dan daya tampung (UK1) Tersedianya data a. Tersedianya data 1 2 4 6 8 dan informasi Daya dan informasi Dukung Daya DDDT di Tampung (DDDT) ekoregion Papua berbasis jasa (S1,S2,S3.P13.K1 ekosistem yang 4.UK1.IUKa) dimanfaatkan b. Jumlah Pemda 1 1 2 2 stakeholders yang difasilitasi (2) (5) (8) (10) (S1,S2,S3.P13.K14. dalam UK1) penyusunan DDDT (S1,S2,S3.P13.K1 4.UK1.IUKb) 2. Penyusunan dan penerapan rencana pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) dan Lingkungan Hidup (LH) (UK2) Terlaksananya a. Jumlah 1 2 4 6 8 perencanaan perencanaan & pengelolaan SDA & pengelolaan SDA LH berdasarkan & LH berbasis DDDT lingkungan DDDT(S1,S2,S3.P Ekoregion Papua 13.K14.UK2.IUKa) Prov. dan (kota/kab) Dokumen
44
Target 2016
2017
2018
2019
2
4
6
8
1
1
1
1
Dokumen
1
1
1
1
Persen
Satuan
Dokumen
Indikator Unit Kegiatan
Institusi
Unit Kegiatan/ Sasaran Unit Kegiatan (S1,S2,S3.P13.K14. UK2)
2015
30
40
50
60
b. Jumlah 1 stakeholder yang menerapkan rencana pengelolaan SDA & LH berdasarkan DDDT dan instrumen LHK lainnya (S1,S2,S3.P13.K1 4.UK2.IUKb) 3. Evaluasi dan Tindak Lanjut Pengelolaan SDA dan LH (UK3) Terlaksananya a. Data dan 1 evaluasi dan tindak informasi capaian lanjut pelaksanaan sasaran strategis pengelolaan SDA & LHK LH di wilayah (S1,S2,S3.P13.K1 ekoregion Papua 4.UK3.IUKa) yang efektif dan b. Tersedianya data 1 efisien IKLH ekoregion (S1,S2,S3.P13.K14. yang up to date UK3) dan dipublikasikan (S1,S2,S3.P13.K1 4.UK3.IUKb) c. Hasil evaluasi 20 kualitas lingkungan yang ditindaklanjuti (S1,S2,S3.P13.K14. UK3.IUKc)
45
Target 2016
2017
2018
2019
Dokumen
4
4
4
4
4
Laporan
1
1
1
1
1
Laporan
1
1
1
1
1
Laporan
Unit Kegiatan/ Indikator Unit Sasaran Unit Satuan Kegiatan Kegiatan 4. Penyelenggaraan tata laksana perkantoran (UK4) Tatalaksana a. Tersusunnya perkantoran yang rencana dan handal program (S1,S2,S3.P13.K14. anggaran yang UK4) tepat sasaran (renstra, renja, perjanjian kinerja, rkakl) (S1,S2,S3.P13.K1 4.UK4.IUKa) b. Pengelolaan BMN sesuai ketentuan dan dilaporkan tepat waktu (S1,S2,S3.P13.K1 4.UK4.IUKb) c. Pengelolaan keuangan sesuai dengan ketentuan dan dilaporkan tepat waktu (S1,S2,S3.P13.K1 4.UK4.IUKc) d. Tersusunnya laporan pembangunan LHK (laporan tahunan dan LAKIP) (S1,S2,S3.P13.K9. UK4.IUKd)
2015
2
2
2
2
2
46
Unit Kegiatan/ Sasaran Unit Kegiatan
Indikator Unit Kegiatan
Satuan
2015
2016
2017
2018
2019
Persen
100
100 100 100 100
Persen
e. Pelayanan administrasi kepegawaian akurat dan tepat waktu (S1,S2,S3.P13.K1 4.UK4.IUKe) f. Realisasi anggaran (S1,S2,S3.P13.K1 4.UK4.IUKf)
Target
90
91
92
93
94
Tabel 3.2 Unit Elemen Kegiatan, Sasaran dan Indikator Elemen Kegiatan Pengendalian Ekoregion Papua
Dokumen
Unit Kegiatan/ Target Indikator Unit Sasaran Unit Satuan 2015 2016 2017 2018 2019 Kegiatan Kegiatan 1.a. Inventarisasi daya dukung dan daya tampung sektor Hutan dan Hasil Hutan Tersedianya data a. Tersedianya data 1 2 4 6 8 dan informasi Daya dan informasi Dukung Daya DDDT Hutan dan Tampung (DDDT) Hasil Hutan Hutan dan Hasil b. Jumlah Pemda 1 1 2 2 Hutan yang difasilitasi (2) (5) (8) (10) dalam penyusunan DDDT Hutan dan Hasil Hutan 1.b. Inventarisasi daya dukung dan daya tampung sektor Pertambangan, Energi, Pertanian, dan Kelautan Tersedianya data a. Tersedianya data 1 2 4 6 8 dan informasi Daya dan informasi Dukung Daya DDDT Tampung (DDDT) Pertambangan, Pertambangan, Energi, Pertanian, Energi, Pertanian, dan Kelautan Prov. dan (kota/kab) Dokumen
47
Unit Kegiatan/ Sasaran Unit Kegiatan dan Kelautan
Indikator Unit Kegiatan
Target Satuan
2015
2016
2017
2018
2019
Prov. dan (kota/kab)
b. Jumlah Pemda 1 1 2 2 yang difasilitasi (2) (5) (8) (10) dalam penyusunan DDDT Pertambangan, Energi, Pertanian, dan Kelautan 1c. Inventarisasi daya dukung dan daya tampung sektor Transportasi, Manufaktur, Industri dan Jasa Tersedianya data c. Tersedianya data 1 2 4 6 8 dan informasi Daya dan informasi Dukung Daya DDDT Tampung (DDDT) Transportasi, Transportasi, Manufaktur, Manufaktur, Industri Industri dan Jasa dan Jasa d. Jumlah Pemda 1 1 2 2 yang difasilitasi (2) (5) (8) (10) dalam penyusunan DDDT Transportasi, Manufaktur, Industri dan Jasa 2a. Perencanaan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup sektor Pertambangan, Energi, Pertanian, dan Kelautan Terlaksananya a. Jumlah 1 2 4 6 8 perencanaan perencanaan & pengelolaan SDA & pengelolaan SDA LH berdasarkan & LH berbasis DDDT sektor Hutan DDDT sektor dan Hasil Hutan Hutan dan Hasil Hutan Dokumen
Prov. dan (kota/kab) Dokumen
48
Unit Kegiatan/ Sasaran Unit Kegiatan
Indikator Unit Kegiatan
Target Satuan
2015
2016
2017
2018
Institusi
8
Dokumen
8
Institusi
8
Dokumen
b. Jumlah 1 2 4 6 stakeholder yang menerapkan rencana pengelolaan SDA & LH berdasarkan DDDT sektor Hutan dan Hasil Hutan. 2c. Perencanaan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup sektor Transportasi, Manufaktur, Industri dan Jasa Terlaksananya a. Jumlah 1 2 4 6 perencanaan perencanaan & pengelolaan SDA & pengelolaan SDA LH berdasarkan & LH berbasis DDDT sektor DDDT sektor Transportasi, Transportasi, Manufaktur, Industri Manufaktur, dan Jasa Industri dan Jasa b. Jumlah 1 2 4 6 stakeholder yang menerapkan rencana pengelolaan SDA & LH sektor Transportasi, Manufaktur, Industri dan Jasa 3a. Evaluasi pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Tersedianya data a. Tersedianya data 1 1 1 1 dan informasi dan informasi capaian sasaran capaian strategis strategis LHK di LHK di Ekoregion Ekoregion Papua Papua
2019
1
49
Unit Kegiatan/ Sasaran Unit Kegiatan
Indikator Unit Kegiatan
b. Capaian sasaran strategis pembangunan LHK di Ekoregion Papua 3b. Pelaksanaan Uji Kualitas Lingkungan Tersedianya data a. Tersedianya Data dan Informasi Kualitas Air, kualitas lingkungan Udara dan hidup Tutupan Lahan yang dipublikasikan b. Jumlah laboratorium yang difasilitasi dalam menyediakan data IKLH 3c. Tindak Lanjut Pengelolaan SDA dan LH
Target Satuan
2015
2016
2017
2018
2019
80
85
90
90
95
Data dan Provinsi
3 2
3 2
3 2
3 2
3 2
Kota/Kab
1
3
5
7
10
20
30
40
50
60
4
4
4
4
4
Persen
Terlaksananya tindak lanjut hasil evaluasi kualitas lingkungan hidup
Dokumen
a. Hasil Persen rekomendasi evaluasi kualitas lingkungan hidup yang ditindaklanjuti 4a. Penyusunan Rencana dan Program Anggaran Tersusunnya a. Rencana dan rencana dan program program anggaran anggaran yang yang tepat sasaran tepat sasaran berupa renstra, renja, perjanjian kinerja dan rkakl
50
b. Laporan Pembangunan LHK berupa Laporan Tahunan Dan Laporan Kinerja Pemerintahan 4b. Tata Kelola Keuangan Terlaksananya a. Laporan pengelola keuangan keuangan yang yang handal dikelola sesuai ketentuan b. Realisasi Anggaran
Target Satuan
2015
2016
2017
2018
2019
2
2
2
2
2
Laporan
Indikator Unit Kegiatan
Laporan
Unit Kegiatan/ Sasaran Unit Kegiatan
1
1
1
1
1
90
91
92
93
94
1
1
1
1
1
Persen
Laporan
4c. Pelayanan Umum dan Admnistrasi Kepegawaian Terlaksananya a. Laporan pelayanan umum pengelolaan dan administrasi BMN yang sesuai kepegawaian yang ketentuan dan akurat dan tepat tepat waktu per waktu semester dan per tahun b. Pelayanan Persen administrasi kepegawaian yang akurat
100
100 100 100 100
51
BAB IV IV KERANGKA REGULASI, REGULASI, KERANGKA KELEMBAGAAN DAN KERANGKA PENDANAAN
4.1 Kerangka Regulasi Dalam rangka pencapaian indikator kinerja dan mengatur tata hubungan kerja antara Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua dengan Unit Pelaksana Teknis Lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Provinisi dan Kota yang membidangi lingkungan hidup dan kehutanan perlu didukung dengan aturan serta norma, standar, prosedur dan kriteria yang memadai. Dalam pelaksanaanya tata hubungan kerja maupun payung hukum dapat dijadikan sebagai landasan dalam pelaksanaan kegiatan yang dapat dipertanggung jawabkan. Berikut rincian jenis regulasi yang dibutuhkan : Tabel 4.1 Kebutuhan Dukungan Regulasi No 1.
2.
3.
4.
Jenis Urgensi Permen LHK tentang Tata Hubungan Memberikan kejelasan batasan Kerja pengendalian pembangunan ekoregion dan hubungan kerja para pihak dalam bentuk koordinasi fungsional, administrasi operasional, dan atau teknis operasional untuk mencapai sasaran dan tujuan organisasi. Permen LHK tentang pedoman Memberikan kepastian hukum atas penetapan DDDT dan Penyusunan pelaksanaan dan penetapan hasil. Rencana Pengelolaan SDA dan LH Permen LHk tentang Pengelolaan Kejelasan dalam mempermudah Sistem Data dan Informasi penyususnan dan akses data dan informasi yang tepat dan akurat. Permen LHK yang berkaitan dengan Memberikan kejelasan tugas, fungsi Tata Kelola Pemerintahan pokok dan kompetensi.
4.2 Kerangka Kelembagaan Perubahan struktur organisasi sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 18/MenLHK/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
52
Lingkungan
Hidup dan Kehutanan dengan terbentuknya Pusat Pengendalian
Pembangunan Ekoregion Papua menjalankan tugas dan fungsi antara Pusat Pengelolaan Ekoregion Papua dan Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan. Pusat Pengendalian Pembangunan
Ekoregion
mempunyai
tugas
melaksanakan
penyelenggaraan
pengendalian pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan di wilayah ekoregion. Dalam
melaksanakan
tugas
Pusat
Pengendalian
Pembangunan
Ekoregion
menyelenggarakan fungsi:
penyusunan kebijakan teknis pengendalian pembangunan ekoregion;
pelaksanaan inventarisasi daya dukung dan daya tampung sumber daya alam dan lingkungan hidup di wilayah ekoregion;
pelaksanaan perencanaan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup di wilayah ekoregion;
pelaksanaan evaluasi dan tindak lanjut pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup di wilayah ekoregion; dan
pengelolaan urusan tata usaha dan rumah tangga pusat;
Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, organisasi Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua terdiri dari 1 (satu) Bagian Tata Usaha dan 3 (tiga) Bidang yang masing-masing mempunyai beban tugas berbeda, sebagai berikut : Bagian Tata Usaha menyelenggarakan fungsi: koordinasi penyusunan rencana, program dan anggaran; pengelolaan urusan keuangan; dan pengelolaan urusan tata usaha, rumah tangga, kearsipan, dan dokumentasi, pengelolaan barang milik negara, kepegawaian, pengelolaan data dan informasi, serta hubungan masyarakat. Bagian Tata Usaha terdiri atas: a. Subbagian Program mempunyai tugas melakukan pengumpulan dan pengolahan bahan koordinasi dan penyusunan rencana, program, dan anggaran. b. Subbagian Keuangan mempunyai tugas melakukan pengelolaan urusan keuangan dan tindak lanjut hasil pemeriksaan. c. Subbagian Umum dan Kepegawaian mempunyai tugas melakukan pengelolaan urusan tata usaha, rumah tangga, perlengkapan, pengelolaan barang milik
53
negara, kearsipan, dokumentasi, kepegawaian, data dan informasi, serta hubungan masyarakat. 2. Bidang Inventarisasi Daya Dukung dan Daya Tampung Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Tugasnya adalah melaksanakan inventarisasi daya dukung dan daya tampung sumber daya alam dan lingkungan hidup di wilayah ekoregion. Bidang Inventarisasi Daya Dukung
dan
Daya
Tampung
Sumber
Daya
Alam
dan
Lingkungan
Hidup
menyelenggarakan fungsi:
pelaksanaan inventarisasi dan perhitungan daya dukung dan daya tampung hutan dan hasil hutan di wilayah ekoregion;
pelaksanaan inventarisasi dan perhitungan daya dukung dan daya tampung pertambangan, energi, pertanian, kelautan di wilayah ekoregion;
pelaksanaan inventarisasi dan perhitungan daya dukung dan daya tampung transportasi, manufaktur, industri dan jasa di wilayah ekoregion; dan
penyiapan bahan pelaporan kinerja bidang inventarisasi dan perhitungan daya dukung dan daya tampung sumber daya alam dan lingkungan hidup di wilayah ekoregion.
Bidang Inventarisasi Daya Dukung dan Daya Tampung Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup terdiri atas: a. Subbidang Hutan dan Hasil Hutan mempunyai tugas melakukan pengumpulan dan pengolahan bahan penyiapan pelaksanaan inventarisasi dan perhitungan daya dukung dan daya tampung sumber daya hutan dan hasil hutan. b. Subbidang Pertambangan, Energi, Pertanian dan Kelautan mempunyai tugas melakukan pengumpulan dan pengolahan bahan penyiapan pelaksanaan inventarisasi dan perhitungan daya dukung dan daya tampung sumber daya pertambangan, energi, pertanian dan kelautan. c. Subbidang Manufaktur, Prasarana, Jasa, dan Transportasi mempunyai tugas melakukan pengumpulan dan pengolahan bahan penyiapan pelaksanaan
54
inventarisasi dan perhitungan daya dukung dan daya tampung sumber daya manufaktur, prasarana, jasa dan transportasi. 3. Bidang Perencanaan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Tugasnya melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan dan penerapan rencana pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Bidang Perencanaan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup menyelenggarakan fungsi:
penyusunan rencana dan penerapan pengelolaan sumberdaya hutan dan hasil hutan;
penyusunan rencana dan penerapan pengelolaan
sumber daya
pertambangan, energi, pertanian, kelautan;
penyusunan rencana dan penerapan pengelolaan
sumber daya
transportasi, manufaktur, industri dan jasa; dan
pemantauan, evaluasi dan pelaporan kinerja bidang perencanaan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Bidang Perencanaan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup terdiri atas: a. Subbidang Hutan dan Hasil Hutan mempunyai tugas melakukan pengumpulan dan pengolahan bahan penyiapan penyusunan rencana dan penerapan pengelolaan hutan dan hasil hutan. b. Subbidang Pertambangan, Energi, Pertanian dan Kelautan mempunyai tugas melakukan pengumpulan dan pengolahan bahan penyiapan penyusunan rencana dan penerapan rencana pengelolaan sumber daya pertambangan, energi, pertanian dan kelautan. c. Subbidang Transportasi, Manufaktur, Industri dan Jasa mempunyai tugas melakukan pengumpulan dan pengolahan bahan penyiapan penyusunan rencana dan penerapan rencana pengelolaan sumber daya transportasi, manufaktur, industri dan jasa.
55
4. Bidang Evaluasi dan Tindak Lanjut Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Tugasnya adalah melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan pemantauan, evaluasi, uji kualitas lingkungan, dan tindak lanjut pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup serta koordinasi pelaksanaan kebijakan kelembagaan di wilayah ekoregion. Bidang Evaluasi dan Tindak Lanjut Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup menyelenggarakan fungsi:
koordinasi pelaksanaan kebijakan kelembagaan lingkungan hidup dan kehutanan;
pelaksanaan pemantauan dan evaluasi pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup;
pelaksanaan uji kualitas lingkungan;
tindak lanjut pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup; dan
pemantauan, evaluasi dan pelaporan kinerja bidang evaluasi dan tindak lanjut pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Bidang Evaluasi dan Tindak Lanjut Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup terdiri atas: a. Subbidang
Evaluasi
mempunyai
tugas
melakukan
pengumpulan
dan
pengolahan bahan pemantauan dan evaluasi pengelolaan serta kebijakan kelembagaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. b. Subbidang Uji Kualitas Lingkungan mempunyai tugas melakukan pengumpulan dan pengolahan bahan penyiapan pelaksanaan uji kualitas lingkungan dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. c. Subbidang Tindak Lanjut mempunyai tugas melakukan pengumpulan dan pengolahan bahan penyiapan tindak lanjut pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Ruang lingkup tugas pokok dan fungsi Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua meliputi berbagai macam stakeholders dan instansi terkait serta wilayah kerja yang luas, maka diperlukan dukungan SDM yang profesional dan handal. SDM yang profesional dan handal ini disamping dimulai dari proses rekruitmen tenaga juga tidak kalah pentingnya melalui pelatihan/training. Saat ini P3E Papua memiliki
56
sumber daya manusia sebanyak 28 Pegawai Negeri Sipil dengan tingkat pendidikan terdiri dari S1 dan S2. Pegawai yang saat ini ada berstatus PNS berjumlah 17 orang dan 11 orang masih bersatatus CPNS. Adapun pegawai yang bersatatus PNS merupakan pegawai yang memiliki jabatan struktural. Pelaksanaan kegiatan didukung 19 tenaga honorer dengan tingkat pendidikan bervariasi dari SMU sampai S1. Adapun secara rinci termuat pada tabel 4.2. Tabel 4.2 Jumlah Pegawai Berdasarkan Status Tahun 2015 NO
URAIAN
PNS
HONORER
JUMLAH PEGAWAI
%
1 2 3
Kepala Pusat Bagian Tata Usaha Bidang Inventarisasi Daya Dukung dan Daya Tampung Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Bidang Perencanaan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Bidang Evaluasi dan Tindak Lanjut Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup JUMLAH
1 7 7
12 2
1 19 9
2.13 40.43 19.15
7
2
9
19.15
6
3
9
19.15
28
19
47
100
4
5
Dari tabel di atas pegawai honorer diperlukan untuk membantu dalam melaksanakan tugas mengelola keuangan, sekretaris, sopir dan menjaga keamanan serta membantu pelaksanaan kegiatan bidang. Dalam melaksanakan tugasnya pegawai honorer tersebut dikoordinasi oleh Bagian Tata Usaha. Tabel 4.3 Jumlah Pegawai Berdasarkan Golongan Tahun 2015 GOLONGAN
JUMLAH PEGAWAI
%
I
-
-
II
-
-
III
22
78.57
IV
6
21.43
JUMLAH
28
100
57
Tabel 4.4 Jumlah Pegawai dan Honorer Berdasarkan Jenjang Pendidikan tahun 2015 JENJANG
JUMLAH PEGAWAI
Jumlah
%
PENDIDIKAN
PNS
Honorer
SMA
-
15
15
31.91
D3
-
-
-
-
S1
17
4
21
44.68
S2
11
-
11
23.40
S3
-
-
-
-
JUMLAH
28
19
47
100
Dari tabel Jumlah pegawai dan jumlah pegawai berdasarkan pendidikan dapat dilihat bahwa komposisi pegawai Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua didominasi oleh pegawai golongan III (78,57%) dengan jenjang pendidikan Sarjana S1 (44,68%). Sebagai pusat pengendalian pembangunan pada tingkat ekoregion, dukungan sarana prasarana merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan. Saat ini P3E Papua memiliki sarana dan prasarana dirasa belum memadai. Adapun sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaan tugas Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua meliputi tanah, bangunan, inventaris/peralatan kantor, kendaraan dinas dan perlengkapan lainnya. Luas tanah, bangunan dan jumlah kendaraan terlihat pada tabel 4.5. Tabel 4.5 Sarana Kantor Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua Tahun 2015 NO 1 2 3 4 5
URAIAN Tanah Bangunan Kendaraan Roda 2 (operasional) Kendaraan Roda 2 (Lapangan) Kendaraan Roda 4
JUMLAH
SATUAN
STATUS
2.159 433 7
M2 M2 Unit
Milik Pemda Pinjam Pakai
2
Unit
5
Unit
58
4.3 Kerangka Pendanaan Proyeksi kebutuhan anggaran Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua Tahun 2015–2019 sebesar Rp. 112.94 Milyar dengan rician sebagaimana Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Alokasi Anggaran Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua Tahun 2015-2019 Alokasi Anggaran (Milyar) No
2015
2016
Dukungan Manajemen & Tugas Teknis Lainnya Pengendalian Ekoregion 18.50 20.35 Papua (K14) 1. 1.1 1.2
Jumlah
Program/Kegiatan
Inventarisasi DDDT SDA dan LH Hutan dan Hasil Hutan Pertambangan, Energi, Pertanian dan Kelautan
2017
2018
2019
22.38
24.62
27.08
3.310
3.641
4.004
4.405
4.845
0.993 1.159
1.274 1.092
1.201 1.401
1.542 1.542
1.696 1.453
112.94 20.205
1.3
Transportasi, Manufaktur, Industri dan jasa
1.159
1.274
1.401
1.321
1.696
2.
Perencanaan Pengelolaan SDA dan LH Hutan dan Hasil Hutan Pertambangan, Energi, Pertanian dan Kelautan
3.320
3.663
4.028
4.432
4.874
0.996 1.162
1.282 1.099
1.209 1.410
1.551 1.551
1.706 1.462
2.3
Transportasi, Manufaktur, Industri dan jasa
1.162
1.282
1.410
1.329
1.706
3. 3.1 3.2 3.3
Evaluasi dan Tindak Lanjut Evaluasi Uji Kualitas Tindak Lanjut
3.090 0.927 1.082 1.082
3.460 1.211 1.038 1.211
3.805 1.141 1.332 1.332
4.185 1.465 1.465 1.256
4.604 1.611 1.381 1.611
19.200
4. 4.1 4.2 4.3
Tata Laksana Perkantoran Program Keuangan Umum dan Kepegawaian
8.780 1.250 0.490 7.040
9.768 1.425 0.611 7.733
10.742
11.818 1.723 0.739 9.356
12.998 1.896 0.812 10.290
54.211
2.1 2.2
1.567 0.671 8.504
20.329
59
BAB V PENUTUP PENUTUP Renstra Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua sebagai perwujudan Renstra Setjen KLHK memuat rincian kegiatan, unit kegiatan dan elemen kegiatan disertai dengan sasaran maupun indikatornya pada setiap level dan langkah-langkah kerja operasional setiap tahun (rencana kerja) maupun perencanaan kebutuhan penganggaran untuk pencapaian target. Renstra yang tersusun diharapkan dapat menjadi pedoman dan arah dalam pencapaan sasaran program yang diamanahkan kepada Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua. Kegiatan Pengendalian Pembangunan Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua meliputi 2 (dua) indikator sasaran kegiatan. Pertama, prosentase sasaran capaian stategis KLHK sebesar 95%. Kedua, jumlah rencana pengelolaan pembangunan LHK berbasis daya dukung dan daya tampung berdasarkan 8 isu strategis di Ekoregion Papua, selama kurun waktu 20152019. Renstra dirinci dalam rencana kerja tahunan menjadi dokumen rujukan atau panduan operasional pelaksanaan kegiatan, unit kegiatan dan komponen kegiatan secara efektif, tertib, dan tepat sasaran. Renstra disusun berdasarkan panduan dan rujukan ketentuan diatasnya, dan merepresentasikan pelaksanaan tugas fungsi dalam pengendalian pembangunan guna capaian outcomes dalam memberikan dukungan tata kelola pemerintahan yang baik. Demikian Rencana Strategis Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua ini disusun semoga dapat memberikan pengaruh yang baik dalam pelaksanaan dan pengendalian pembangunan Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Ekoregion Papua.
60
MATRIKS RENCANA STRATEGIS PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION PAPUA TAHUN 2015-2019 No. 1
Program/Kegiatan/Unit Kegiatan/Elemen Kegiatan 2
Indikator
Sasaran 3
Satuan
4
2015 5
2016 6
TARGET 2017 7
2018 8
2019 9
K14 Pengendalian Ekoregion Papua (K14) Meningkatnya pengendalian pembangunan LHK di Ekoregion Papua (S1,S2,S3.P13.K14) persen
80
85
90
90
95
Dokumen (tematik)
1
2
4
6
8
a. Tersedianya data dan informasi DDDT di ekoregion Papua (S1,S2,S3.P13.K14.UK1.IUKa)
Dokumen
1
2
4
6
8
b. Jumlah Pemda yang difasilitasi dalam penyusunan daya dukung dan daya tampung (S1,S2,S3.P13.K14.UK1.IUKb)
Provinsi dan Kab/ Kota
-
1
1
2
2
(2)
(5)
(8)
(10)
a. Persentase capaian sasaran strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Ekoregion Papua 95% (S1,S2,S3.P13.K14.IKK.a) b.
Unit Kegiatan
1 Inventarisasi DDDT (UK1)
2 Perencanaan dan Pengelolaan SDA dan LH (UK2)
3 Evaluasi dan Tindak Lanjut Pengelolaan SDA dan LH (UK3)
Sasaran Unit Kegiatan
Tersedianya data dan informasi Daya Dukung Daya Tampung (DDDT) berbasis jasa ekosistem yang dimanfaatkan stakeholders (S1,S2,S3.P13.K14.UK1)
Terlaksananya perencanaan pengelolaan SDA & LH berdasarkan DDDT lingkungan Ekoregion Papua (S1,S2,S3.P13.K14.UK2)
Terlaksananya evaluasi dan tindak lanjut pelaksanaan pengelolaan SDA dan LH di wilayah ekoregion Papua yang efektif dan efisien (S1,S2,S3.P13.K14.UK3)
Jumlah rencana pengelolaan pembangunan LHK berbasis daya dukung dan daya tampung berdasarkan 8 isu strategis di Ekoregion Papua selama 5 tahun (S1,S2,S3.P13.K14.IKK.b)
Indikator Kinerja Unit Kegiatan (IKUK)
a. Jumlah rencana pengelolaan SDA & LH berbasis Dokumen DDDT (S1,S2,S3.P13.K14.UK2.IUKa)
1
2
4
6
8
b. Jumlah stakeholder yang menerapkan rencana pengelolaan SDA & LH berdasarkan DDDT dan instrumen LHK lainnya (S1,S2,S3.P13.K14.UK2.IUKb)
Institusi
1
2
4
6
8
a. Data dan informasi capaian sasaran strategis LHK (S1,S2,S3.P13.K14.UK3.IUKa)
Dokumen
1
1
1
1
1
b. Tersedianya data IKLH ekoregion yang up to date dan dipublikasikan (S1,S2,S3.P13.K14.UK3.IUKb)
Dokumen
1
1
1
1
1
c. Hasil evaluasi kualitas lingkungan yang ditindaklanjuti (S1,S2,S3.P13.K14.UK3.IUKc)
Persen
20
30
40
50
60
2015 10
ALOKASI (Rp. Miliar) 2016 2017 2018 11 12 13
2019 14
27.92
20.37
28.56
30.00
31.00
18,49
20.37
28.56
30.00
31.00
No. 1
Program/Kegiatan/Unit Kegiatan/Elemen Kegiatan 2 4 Penyelenggaraan tata laksana perkantoran (UK4)
Elemen Kegiatan
1 Inventarisasi daya dukung dan daya tampung hutan dan hasil hutan
Inventarisasi daya dukung dan daya tampung pertambangan, energi, pertanian dan kelautan
Inventarisasi daya dukung dan daya tampung transpotrasi, manufaktur, industri dan jasa
2 Perencanaan pengelolaan SDA dan LH sektor hutan dan hasil hutan
Dokumen
2015 5 4
2016 6 4
TARGET 2017 7 4
2018 8 4
2019 9 4
b. Pengelolaan BMN sesuai ketentuan dan dilaporkan tepat waktu (S1,S2,S3.P13.K14.UK4.IUKb)
Laporan
1
1
1
1
1
c. Pengelolaan keuangan sesuai dengan ketentuan dan dilaporkan tepat waktu (S1,S2,S3.P13.K14.UK4.IUKc)
Laporan
1
1
1
1
1
d. Tersusunya laporan pembangunan LHK (laporan tahunan dan LAKIP) (S1,S2,S3.P13.K14.UK4.IUKd)
Laporan
2
2
2
2
2
e. Pelayanan administrasi kepegawaian akurat dan tepat waktu (S1,S2,S3.P13.K14.UK4.IUKe)
Persen
100
100
100
100
100
f. Realisasi anggaran (S1,S2,S3.P13.K14.UK4.IUKf)
Persen
90
91
92
93
94
a. Jumlah data dan/ atau informasi daya dukung dan daya tampung hutan dan hasil hutan
Dokumen
1
2
4
6
8
b. Jumlah Pemda yang difasilitasi dalam menyusun data dan/ atau informasi daya dukung dan daya tampung hutan dan hasil hutan
Prov, dan (Kota/Kab)
-
1
1
2
2
a. Jumlah data dan/ atau informasi daya dukung dan daya tampung pertambangan, energi, pertanian, dan kelautan
Dokumen
1
2
4
6
8
b. Jumlah Pemda yang difasilitasi dalam menyusun data dan/ atau informasi daya dukung dan daya tampung pertambangan, energi, pertanian, dan kelautan
Prov, dan (Kota/Kab)
-
1
1
2
2
Tersedianya data dan informasi Daya Dukung Daya Tampung (DDDT) transpotrasi, manufaktur, industri dan jasa
a. Jumlah data dan/ atau informasi daya dukung dan daya tampung transpotrasi, manufaktur, industri dan jasa b. Jumlah Pemda yang difasilitasi dalam menyusun data dan/ atau informasi daya dukung dan daya tampung transpotrasi, manufaktur, industri dan jasa
Dokumen
1
2
4
6
8
Prov, dan (Kota/Kab)
-
1
1
2
2
Terlaksananya perencanaan pengelolaan SDA & LH berdasarkan DDDT sektor Hutan dan Hasil Hutan
a. Jumlah perencanaan & pengelolaan SDA & LH berbasis DDDT sektor Hutan dan Hasil Hutan
Dokumen
1
2
4
6
8
Sasaran
Indikator
3 Tatalaksana perkantoran yang handal (S1,S2,S3.P13.K14.UK4)
4 a. Tersusunnya rencana dan program anggaran yang tepat sasaran (renstra, renja, perjanjian kinerja, rkakl) (S1,S2,S3.P13.K14.UK4.IUKa)
Sasaran Elemen Kegiatan
Tersedianya data dan informasi Daya Dukung Daya Tampung (DDDT) Hutan dan Hasil Hutan
Tersedianya data dan informasi Daya Dukung Daya Tampung (DDDT) Pertambangan, Energi, Pertanian dan Kelautan
Satuan
Indikator Kinerja Elemen Kegiatan (IKEK)
2015 10
ALOKASI (Rp. Miliar) 2016 2017 2018 11 12 13
2019 14
No. 1
Program/Kegiatan/Unit Kegiatan/Elemen Kegiatan 2
Perencanaan pengelolaan SDA dan LH sektor pertambangan, energi, pertanian dan kelautan
Perencanaan pengelolaan SDA dan LH sektor transportasi, manufaktur, industri dan jasa
Institusi
2015 5 1
2016 6 2
TARGET 2017 7 4
2018 8 6
2019 9 8
a. Jumlah perencanaan & pengelolaan SDA & LH berbasis DDDT sektor pertambangan, energi, pertanian, dan kelautan
Dokumen
1
2
4
6
8
b. Jumlah stakeholder yang menerapkan rencana pengelolaan SDA & LH berdasarkan DDDT sektor pertambangan, energi, pertanian, dan kelautan
Institusi
1
2
4
6
8
Dokumen
1
2
4
6
8
Institusi
1
2
4
6
8
Dokumen
1
1
1
1
1
b. Capaian sasaran strategis pembangunan LHK di Persentase Ekoregion Papua
80
85
90
90
95
Data dan Provinsi Kota/kab
3 2 1
3 2 3
3 2 5
3 2 7
3 2 10
Persen
20
30
40
20
60
Dokumen
4
4
4
4
4
Laporan
2
2
2
2
2
Laporan
1
1
1
1
1
Persen
90
91
92
93
94
Laporan
1
1
1
1
1
Persen
100
100
100
100
100
Sasaran
Indikator
3
4 b. Jumlah stakeholder yang menerapkan rencana pengelolaan SDA & LH berdasarkan DDDT sektor Hutan dan Hasil Hutan.
Terlaksananya perencanaan pengelolaan SDA & LH berdasarkan DDDT sektor pertambangan, energi, pertanian, dan kelautan
a. Jumlah perencanaan & pengelolaan SDA & LH Terlaksananya perencanaan berbasis DDDT sektor transportasi, pengelolaan SDA & LH berdasarkan DDDT sektor transportasi, manufaktur, manufaktur, industri dan jasa industri dan jasa b. Jumlah stakeholder yang menerapkan rencana pengelolaan SDA & LH berdasarkan DDDT transportasi, manufaktur, industri dan jasa
3 Evaluasi pengelolaan SDA dan LH Tersedianya data dan informasi capaian sasaran strategis LHK di Ekoregion Papua
a. Tersedianya data dan informasi capaian strategis LHK di Ekoregion Papua
Pelaksanaan uji kualitas lingkungan
Tersedianya data dan informasi kualitas lingkungan
a. Tersedianya Data Kualitas Air, Udara dan Tutupan Lahan yang dipublikasikan b. Jumlah laboratorium yang difasilitasi dalam menyediakan data IKLH
Tindak lanjut pengelolaan SDA dan LH
Terlaksananya tindak lanjut hasil evaluasi kualitas lingkungan hidup
a. Hasil rekomendasi evaluasi kualitas lingkungan hidup yang ditindaklanjuti
4 Penyusunan rencana, program dan anggaran
Tersusunnya rencana dan program anggaran yang tepat sasaran
a. Rencana dan program anggaran yang tepat sasaran berupa renstra, renja, perjanjian kinerja dan rkakl b. Laporan Pembangunan LHK berupa Laporan Tahunan Dan Laporan Kinerja Pemerintahan
Tata Kelola Keuangan
Pelayanan Umum dan Admnistrasi Kepegawaian
Terlaksananya pengelola keuangan yang handal
a. Laporan keuangan yang dikelola sesuai ketentuan b. Realisasi Anggaran
a. Laporan pengelolaan BMN yang sesuai Terlaksananya pelayanan umum dan administrasi kepegawaian yang akurat ketentuan dan tepat waktu per semester dan dan tepat waktu per tahun b. Pelayanan administrasi kepegawaian yang akurat
Satuan
2015 10
ALOKASI (Rp. Miliar) 2016 2017 2018 11 12 13
2019 14