RELATIONSHIP BETWEEN THE ABILITY OF YOUTH WITH CONFIDENCE BEGINNING SOCIALIZE IN PEER GROUP
Nita Sari Undergraduate Program, Faculty of Psychology Gunadarma University http://www.gunadarma.ac.id
Keywords: Confidence, Peer Group Socialization and Early Adolescent
ABSTRACT This study aims to examine the relationship between self-confidence with ability to socialize in early adolescent peer group. This research was reviewed by correlation quantitative method with a population of students of class VII State 7 Bekasi, amounting to 396 persons and a sample of 100 students selected by purposive sampling. The data was collected using a scale assessment, self-confidence (validity rate from 0.318 to 0.611) and the scale of peer group socialization (validity rate from 0.312 to 0.731). The results showed that there is a correlation significant correlation between the level of confidence and level of peer group socialization; product moment (r) of 0.511 with significance level of 0.000 (p <0.05).
_ HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KEMAMPUAN REMAJA AWAL BERSOSIALISASI DALAM PEER GROUP Nita Sari Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara kepercayaan diri dengan kemampuan remaja awal bersosialisasi dalam peer group. Penelitian ini ditelaah dengan menggunakan metode kuantitatif korelasional dengan populasi siswa-siswi kelas VII SMP Negeri 7 Bekasi yang berjumlah 396 orang dan sampel sebanyak 100 siswa yang diseleksi dengan cara purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan skala penilaian, kepercayaan diri (tingkat validitas 0,318-0,611) dan skala sosialisasi peer group (tingkat validitas 0,312-0,731). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi signifikan antara tingkat kepercayaan diri dan tingkat sosialisasi peer group; product moment (r) sebesar 0,511 dengan taraf signifikansi 0,000 (p < 0,05). Kata kunci : Kepercayaan Diri, Sosialisasi Peer Group, dan Remaja Awal 1. PENDAHULUAN Periode remaja adalah masa transisi dalam periode anak-anak ke periode dewasa di mana periode ini dianggap sebagai masa-masa yang amat penting dalam kehidupan seseorang khususnya dalam pembentukan kepribadian individu (Riyanti, 1996). Masa remaja dibagi menjadi masa remaja awal dan masa remaja akhir. Masa remaja awal berada pada rentang usia 11 sampai 15 tahun, sedangkan masa remaja akhir berada pada rentang usia 16 sampai dengan 20 tahun (Makmun, 1996). Masa remaja awal berada pada masa puber (puberty) yaitu suatu tahap dalam perkembangan di mana terjadi kematangan alat-alat seksual dan tercapai kemampuan reproduksi (Djiwandono, 2004). Pada masa pubertas atau masa remaja awal terdapat gejala yang disebut gejala “negative phase”. Istilah “phase” menunjukkan periode yang berlangsung singkat. “Negative” berarti bahwa individu mengambil sikap “anti” terhadap
kehidupan atau kehilangan sifat-sifat baik yang sebelumnya sudah berkembang. Gejala ini banyak terjadi pada remaja awal, diantaranya keinginan untuk menyendiri, berkurang kemampuan untuk bekerja, kegelisahan, kepekaan perasaan, pertentangan sosial dan rasa kurang percaya diri (lack of self confidence). Dari beberapa gejala “negative phase” tersebut yang paling menonjol dialami masa remaja adalah rasa kurang percaya diri (Buhler dalam Indriyati, 2007). Rasa kurang percaya diri ini kemudian menyebar ke hal-hal yang lain, misalnya malu untuk berhubungan dengan orang lain, tidak percaya diri untuk tampil di muka umum, menarik diri, pendiam, malas bergaul dengan lawan jenis atau bahkan kemudian menjadi seorang yang pemarah, sinis, dan sebagainya. Situasi inilah yang sering menimbulkan masalah pada remaja awal karena percepatan perkembangan pada masa puber berhubungan dengan pemasakan seksual yang akhirnya mengakibatkan suatu perubahan dalam perkembangan sosial remaja di mana para
Hubungan antara Kepercayaan Diri dengan Kemampuan Remaja Awal Bersosialisasi dalam Peer Group (Nita Sari) Page 1
remaja sudah mampu menjalin hubungan yang erat dengan teman sebaya (peer group). Proses sosialisasi remaja awal sangat didominasi oleh adanya kelompok sebaya (peer group) di mana sosialisasi itu sendiri merupakan suatu proses transmisi nilainilai, sistem belief, sikap, ataupun perilaku-perilaku dari generasi sebelumnya kepada generasi berikutnya dengan tujuan agar generasi berikutnya mempunyai sistem nilai yang sesuai dengan tuntutan norma yang diinginkan oleh kelompok, sehingga individu dapat diterima dalam suatu kelompok (Durkin dalam Komalasari dan Helmi, 2009). Sedangkan peer group adalah salah satu ciri yang dibentuk dalam perilaku sosial remaja di mana perilaku berkelompok tersebut akan mempengaruhi perilaku serta nilai-nilai individu-individu yang menjadi anggotanya sehingga individu tersebut akan membentuk pola perilaku dan nilainilai baru yang pada gilirannya dapat menggantikan nilai-nilai serta pola perilaku yang dipelajari di rumah (Riyanti, 1996). Menurut Hakim (2002), remaja yang memiliki kepercayaan diri memiliki ciri atau karakteristik seperti berpikir positif, memiliki kemampuan diri, mandiri, optimis, berani menjadi diri sendiri, bersikap tenang, serta mampu bersosialisasi dengan orang lain. Karakteristik seperti itulah yang nantinya akan memudahkan remaja dalam bersosialisasi dengan orang lain, termasuk dalam peer group. Kepercayaan diri itu sendiri didefinisikan sebagai sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan atau situasi yang dihadapinya (Loekmono dalam Indriyati, 2007). Jadi dapat disimpulkan bahwa remaja yang berada pada masa pubertas di mana
terdapat suatu gejala “negative phase” yang akan menimbulkan rasa kurang percaya diri akan berakibat pula pada perubahan perilaku mereka dalam kelompok sebaya (peer group). Sehingga remaja yang memiliki kepercayaan diri akan mampu mengatasi permasalahan yang dihadapi sesuai dengan kemampuan dirinya sendiri, tidak menarik diri, serta mampu bersosialisasi dengan baik tanpa merasa malu atau takut. Tetapi sebaliknya, remaja yang kurang percaya diri akan sulit mengatasi permasalahan yang dihadapi, cenderung menarik diri, dan takut untuk bersosialisasi dengan orang lain. Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini bermaksud mengajukan pertanyaan penelitian yaitu apakah terdapat hubungan antara kepercayaan diri dengan kemampuan remaja awal bersosialisasi dalam peer group. 1. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepercayaan Diri Menurut Loekmono (dalam Indriyati, 2007), kepercayaan diri adalah sikap positif seseorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan atau situasi yang dihadapinya. Kepercayaan diri juga didefinisikan sebagai perasaan nyaman tentang diri sendiri dan penilaian orang lain terhadap diri sendiri (Chairani, 2002). Menurut Hakim (2002), ciri-ciri seseorang yang mempunyai kepercayaan diri, yaitu : a. Memiliki kompetensi / kemampuan diri b. Berpikir positif, yaitu menyadari dan mengetahui bahwa dirinya memiliki kekuatan untuk mengatasi rintangan c. Mandiri, sikap tidak bergantung pada orang lain dan melakukan sesuatu yang berdasarkan kemampuan yang dimiliki
Hubungan antara Kepercayaan Diri dengan Kemampuan Remaja Awal Bersosialisasi dalam Peer Group (Nita Sari) Page 2
d. Optimis, yaitu selalu memandang masa depan dengan harapan yang baik. e. Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain, berani menjadi diri sendiri f. Bersikap tenang yaitu tidak cemas atau gugup dalam menghadapi situasi tertentu g. Mampu bersosialisasi dengan orang lain B. Definisi Sosialisasi Peer Group Manusia dikenal sebagai mahkluk sosial yang selalu berinteraksi dengan orang lain sehingga terbentuklah suatu proses sosialisasi. Menurut Berger (dalam Sunarto, 2004), sosialisasi merupakan proses di mana seorang anak belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat. Durkin (dalam Komalasari dan Helmi, 2009) mengatakan bahwa sosialisasi merupakan suatu proses transmisi nilai-nilai, sistem belief, sikap, ataupun perilaku-perilaku dari generasi sebelumnya kepada generasi berikutnya dengan tujuan agar generasi berikutnya mempunyai sistem nilai yang sesuai dengan tuntutan norma yang diinginkan oleh kelompok, sehingga individu dapat diterima dalam suatu kelompok. Menurut Sunarto (2004), peer group merupakan teman bermain yang terdiri atas kerabat maupun tetangga dan teman sekolah di mana seorang anak mulai belajar nilai-nilai keadilan. Sedangkan menurut Riyanti (1996), peer group adalah salah satu ciri yang dibentuk dalam perilaku sosial remaja di mana perilaku berkelompok tersebut akan mempengaruhi perilaku serta nilai-nilai individu-individu yang menjadi anggotanya sehingga individu tersebut akan membentuk pola perilaku dan nilai-nilai baru yang pada gilirannya dapat menggantikan nilai-nilai serta pola perilaku yang dipelajari di rumah.
Naomi (dalam Yulfan, 2003), mengatakan bahwa dasar bagi semua teori sosialisasi adalah konsep mengenai diri sendiri (self) yang berkembang melalui interaksi sosial dengan orang lain. Hakikat diri sendiri ini mempunyai akibat-akibat tertentu yang akan menentukan keefektifan orang yang bersangkutan dalam interaksi sosial dengan lingkungannya. Lebih lanjut Naomi mengatakan bahwa ada beberapa atribut utama yang mendukung sosialisasi yang dilihat berdasarkan pendekatan psikososial, yaitu: a. Adanya citra diri yang mencangkup bukan hanya pengetahuan mengenai diri sendiri sebagai kesatuan yang berdiri sendiri, melainkan juga sikap menerima diri sendiri serta keyakinan bahwa dirinya kompeten untuk menghadapi tuntutan-tuntutan hari depan. b. Menghargai integritas orang-orang lain, memiliki pengetahuan dan kesadaran mengenai batas-batas hak dan tanggung jawab pribadi dalam hubungan dengan hak-hak dan tanggung jawab orang lain. c. Memiliki pengetahuan serta kemampuan untuk berbuat selaras dengan nilai-nilai dan norma-norma masyarakat. d. Memiliki pengetahuan mengenai aturan-aturan yang mengatur tingkah laku dalam satu kepentingan sosialisasi tertentu. e. Memiliki kemampuan untuk melihat dan memilih tindakan-tindakan alternatif serta hasil-hasil atau akibat yang mungkin terjadi secara realistik dan membuat pilihan-pilihan berdasarkan realita tersebut. f. Memiliki pengetahuan untuk mengatasi perasaan pribadi secara konstruktif. g. Memiliki kemampuan untuk menerima kompromi dan keterbatasanketerbatasan.
Hubungan antara Kepercayaan Diri dengan Kemampuan Remaja Awal Bersosialisasi dalam Peer Group (Nita Sari) Page 3
h. Memiliki kemampuan dan fleksibilitas untuk aktif dan berinisiatif bukan hanya sekedar reaktif terhadap situasisituasi sosial atau sekedar ikut-ikutan saja. C. Definisi Remaja Awal Periode remaja adalah masa transisi dalam periode anak-anak ke periode dewasa di mana periode ini dianggap sebagai masa-masa yang amat penting dalam kehidupan seseorang khususnya dalam pembentukan kepribadian individu (Riyanti, 1996). Hurlock (dalam Indriyati, 2007), membagi dua rentang usia masa remaja yaitu remaja awal dan remaja akhir. Menurut Hurlock hal ini dikarenakan perubahan perilaku, sikap dan nilai-nilai sepanjang masa remaja tidak hanya menunjukkan bahwa setiap perubahan terjadi lebih cepat pada awal remaja dari pada akhir remaja, tetapi juga menunjukkan bahwa perilaku, sikap, dan nilai-nilai pada awal masa remaja berbeda dengan pada akhir masa remaja. Makmun (2002), menjelaskan adanya masalah-masalah yang mungkin timbul bertalian dengan perkembangan fisik, yaitu: a. Adanya variasi yang mencolok dalam tempo dan irama serta kepesatan laju perkembangan fisik antarindividu atau kelompok (wanita lebih cepat sekitar 1-2 tahun dari pria) dapat menimbulkan kecanggungankecanggungan bergaul satu sama lain. b. Perkembangan ukuran-ukuran tinggi dan berat badan yang kurang proporsional, juga dapat membawa ekses psikologis tertentu, umpamanya munculnya nama-nama cemoohan (nickname) seperti si cengcorang, si gendut, dan sebagainya. Yang lebih jauh lagi dapat membawa ke arah selfrejection karena body-image-nya tidak sesuai dengan self-picture yang diharapkannya.
c. Perubahan suara dan peristiwa menstruasi dapat juga menimbulkan gejala-gejala emosional tertentu seperti perasaan malu. D. Hubungan Antara Kepercayaan Diri dengan Kemampuan Remaja Awal Bersosialisasi dalam Peer Group Kepercayaan diri adalah sikap positif seseorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan atau situasi yang dihadapinya (Loekmono dalam Indriyati, 2007). Seseorang yang cukup percaya diri akan mampu menyesuaikan diri dengan tepat sesuai dengan situasi dan kondisinya (Sarwono, 2005). Permasalahan akibat perubahan fisik banyak dirasakan oleh remaja awal ketika mereka mengalami masa-masa pubertas yang ditandai dengan pertumbuhan fisik, khususnya tanda-tanda seksual sekunder seperti haid pada remaja perempuan dan kemampuan organik seperti ereksi pada remaja laki-laki (Sarwono, 1995). Perubahan-perubahan fisik itu menyebabkan kecanggungan bagi remaja karena ia harus menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya. Pertumbuhan badan yng mencolok misalnya atau pembesaran payudara yang cepat, membuat remaja merasa tersisih dari teman-temannya sehingga remaja tersebut perlu mengadakan penyesuaian tingkah laku dalam bersosialisasi (Sarwono, 2008). Sosialisasi itu sendiri merupakan suatu proses transmisi nilai-nilai, sistem belief, sikap, ataupun perilaku-perilaku dari generasi sebelumnya kepada generasi berikutnya dengan tujuan agar generasi berikutnya mempunyai sistem nilai yang sesuai dengan tuntutan norma yang diinginkan oleh kelompok, sehingga individu dapat diterima dalam suatu kelompok (Durkin dalam Komalasari dan
Hubungan antara Kepercayaan Diri dengan Kemampuan Remaja Awal Bersosialisasi dalam Peer Group (Nita Sari) Page 4
Helmi, 2009). Sedangkan peer group adalah salah satu ciri yang dibentuk dalam perilaku sosial remaja di mana perilaku berkelompok tersebut akan mempengaruhi perilaku serta nilai-nilai individu-individu yang menjadi anggotanya sehingga individu tersebut akan membentuk pola perilaku dan nilai-nilai baru yang pada gilirannya dapat menggantikan nilai-nilai serta pola perilaku yang dipelajari di rumah (Riyanti, 1996). Berdasarkan definisi mengenai sosialisasi dan peer group tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa sosialisasi peer group adalah suatu proses transmisi nilainilai, sistem belief, sikap-sikap kultural, ataupun perilaku-perilaku dalam kelompok sosial remaja di mana perilaku berkelompok tersebut akan mempengaruhi perilaku serta nilai-nilai individu-individu yang menjadi anggotanya sehingga individu tersebut akan membentuk pola perilaku dan nilai-nilai baru yang pada gilirannya dapat menggantikan nilai-nilai serta pola perilaku yang dipelajari di rumah. Remaja yang memiliki rasa percaya diri tinggi senantiasa memiliki penilaian positif terhadap diri sendiri, lingkungan, maupun situasi yang dihadapinya misalnya, mampu mengatasi segala permasalahan yang dihadapi sesuai dengan kemampuannya sendiri, tidak menarik diri, serta mampu bersosialisasi dengan baik tanpa merasa malu atau takut. Namun terkadang kepercayaan diri remaja berkurang apabila menghadapi perubahanperubahan fisik yang dialami pada masa pubertas seperti haid, kemampuan ereksi, perubahan suara serta perubahanperubahan bentuk tubuh yang tidak proporsional. Situasi inilah yang membuat para remaja merasa kurang percaya diri. Sehingga remaja yang kurang percaya diri akan merasa malu untuk berhubungan dengan orang lain, menarik diri, pendiam, malas bergaul dengan lawan jenis, atau
bahkan kemudian menjadi seorang yang pemarah, sinis, dan sebagainya. Hal ini didukung penelitian dari Purwandari (2002) yang mengatakan bahwa remaja yang tampil dengan percaya diri dan prososial tinggi akan membuatnya mudah menjalin persahabatan dan persahabatan yang erat akan membuat remaja awal bahagia dan merasa dirinya berarti, serta merasa dirinya dibutuhkan orang lain. Begitu pula penelitian yang dilakukan oleh Nisarathana (2001) bahwa semakin tinggi tingkat kepercayaan diri yang dimiliki remaja maka semakin baik pula kemampuannya dalam berinteraksi sosial dengan teman-teman dan lingkungan sekitarnya. Sebaliknya, remaja yang memiliki tingkat kepercayaan diri yang rendah maka dapat diketahui kemampuan mereka dalam berinteraksi dengan teman-teman dan lingkungan sekitarnya kurang baik. Hal-hal tersebut menunjukkan bahwa remaja yang kurang percaya diri akan sulit untuk mengatasi permasalahan yang dihadapinya, cenderung menarik diri, serta merasa malu dan takut untuk bersosialisasi dalam peer group, sebaliknya remaja yang percaya diri akan mampu bersosialisasi terutama dalam peer group tanpa merasa takut atau malu serta mampu mengatasi segala situasi yang dihadapi. 2. METODE PENELITIAN Adapun yang menjadi variabel terikat dalam penelitian ini adalah sosialisasi peer group dan kepercayaan diri adalah sebagai variabel bebas. Sedangkan definisi operasional dari variabel-variabel dalam penelitian ini adalah: a. Kepercayaan diri adalah sikap positif seseorang yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan atau situasi yang dihadapinya dengan melakukan apa yang ingin dilakukan, kapan dan
Hubungan antara Kepercayaan Diri dengan Kemampuan Remaja Awal Bersosialisasi dalam Peer Group (Nita Sari) Page 5
bagaimana seseorang ingin melakukannya sehingga dapat mewujudkan segala yang diketahui dan segala yang dikerjakan oleh orang tersebut yang kemudian akan timbul perasaan nyaman terhadap dirinya sendiri. Kepercayaan diri dapat dilihat melalui beberapa ciri yaitu optimis, berpikir positif, mandiri serta bersikap tenang dan terkendali. b. Sosialisasi peer group adalah suatu proses transmisi nilai-nilai, sistem belief, sikap, ataupun perilaku-perilaku dalam kelompok sosial remaja yang mempunyai kesamaan dalam usia, status, pandangan dan aktivitas serta terdiri dari teman-teman dekat yang dapat berinteraksi dengan baik di mana perilaku berkelompok tersebut akan mempengaruhi perilaku serta nilai-nilai individu-individu yang menjadi anggotanya sehingga individu tersebut akan membentuk pola perilaku dan nilai-nilai baru yang pada gilirannya dapat menggantikan nilai-nilai maupun pola perilaku yang dipelajari di rumah serta dilandasi dengan adanya pengakuan, pertemanan, saling memberikan nasihat dan saling bertukar pikiran. Beberapa atribut utama yang mendukung sosialisasi yaitu citra diri, integritas, nilai dan aturan, coping strategy, dan penyesuaian diri. Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mengukur kepercayaan diri dan sosialisasi peer group adalah kuisioner atau angket dengan bentuk skala Likert. Untuk meletakkan penskalaan dengan metode ini, responden diminta untuk menyatakan kesesuaian / ketidaksesuaian pandangannya terhadap isi pernyataan dalam empat kategori jawaban, yaitu ”sangat sesuai” (SS), ”sesuai” (S), ”tidak sesuai” (TS), dan ”sangat tidak sesuai” (STS).
Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis korelasi Product Moment dari Karl Pearson, yaitu menganalisa hubungan antar kepercayaan diri sebagai variabel prediktor dan sosialisasi peergroup sebagai variabel kriterium. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 13. 3. HASIL PENELITIAN Pengambilan data dilakukan di SMP Negeri 7 Bekasi pada tanggal 11 Agustus 2010. Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah dengan pemilihan sampel bertujuan (purposive sampling) yang merupakan tipe pemilihan sampel secara tidak acak di mana peneliti kemungkinan mempunyai tujuan atau target tertentu. Jumlah subjek yang digunakan adalah 100 siswa-siswi SMP kelas VII yang berusia 11 sampai 13 tahun. Analisis data statistik dalam penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara kepercayaan diri dengan kemampuan remaja awal bersosialisasi dalam peer group. Berarti ada hubungan yang positif antara kedua variabel tersebut yaitu semakin tinggi kepercayaan diri remaja maka akan semakin tinggi pula kemampuan bersosialisasi remaja tersebut dalam peer group. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah kepercayaan diri remaja maka akan semakin rendah pula sosialisasi peer group-nya. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa terdapat korelasi signifikan antara tingkat kepercayaan diri dan tingkat sosialisasi peer group; product moment (r) sebesar 0,511 dengan taraf signifikansi 0,000 (p < 0,05). Terdapat 0 siswa-siswi (0 %) yang mempunyai tingkat kepercayaan diri kategori rendah, 55 siswa-siswi (55 %) mempunyai tingkat kepercayaan diri kategori sedang, dan 45 siswa-siswi (45
Hubungan antara Kepercayaan Diri dengan Kemampuan Remaja Awal Bersosialisasi dalam Peer Group (Nita Sari) Page 6
%) berkategori tinggi. Sedangkan untuk sosialisasi peer group terdapat 1 siswa (1 %) yang berkategori rendah, 35 siswasiswi (35 %) yang berkategori sedang, dan 64 siswa-siswi (64 %) yang berkategori tinggi. 4. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian serta analisis yang telah dilakukan pada Bab IV peneliti menyimpulkan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara kepercayaan diri dengan kemampuan remaja awal bersosialisasi dalam peer group. Berarti ada hubungan yang positif antara kedua variabel tersebut yaitu semakin tinggi kepercayaan diri remaja maka akan semakin tinggi pula kemampuan bersosialisasi remaja tersebut dalam peer group. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah kepercayaan diri remaja maka akan semakin rendah pula sosialisasi peer group-nya. Hal ini terbukti setelah dilakukan uji korelasi dengan rumus Product Moment yang diperoleh sebesar 0.511 dengan nilai sig.(2-tailed) sebesar 0.000 (p < 0.01). Dengan demikian korelasi dinyatakan signifikan. Semua data di atas menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan diri para siswa sebenarnya cukup baik, namun kemampuan bersosialisasi mereka termasuk baik. Ini berarti, kepercayaan diri – kendati mempunyai korelasi signifikan dengan sosialisasi – tidak menjadi syarat mutlak bagi kemampuan bersosialisasi siswa. Masih ada banyak faktor lain yang mempengaruhi kemampuan bersosialisasi seperti jenis kelamin, usia, status orang tua, agama, dan faktor-faktor lainnya. 5. SARAN Berdasarkan hasil penelitian di lapangan mengenai penelitian yang penulis lakukan yaitu penelitian mengenai hubungan antara kepercayaan diri dengan
sosialisasi peer group pada remaja awal penulis mengemukakan saran-saran sebagai berikut: a. Bagi remaja awal Kepercayaan diri sangat diperlukan bagi para remaja awal dalam bersosialisasi dengan teman sebaya (peer group). Remaja awal juga diharapkan mampu menerima keadaan diri khususnya perubahan fisik akibat pubertas dan mengolah aspek-aspek positif dalam diri sendiri. b. Bagi peneliti selanjutnya Untuk peneliti selanjutnya yang tertarik meneliti kajian yang sama dengan penelitian ini, diharapkan untuk lebih memperluas aspek-aspek dari penelitian ini. Karena keterbatasan yang ada dalam penelitian ini hanya meneliti tentang rasa percaya diri dan sosialisasi pada remaja awal. Padahal kepercayaan diri bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi sosialisasi peer group pada remaja awal. Oleh karena itu peneliti selanjutnya diharapkan dapat memperluas aspek yang diteliti misalnya meninjau rasa percaya diri dari aspek lain seperti: tingkat pendidikan, tingkat kecemasan, penerimaan orang tua dan sebagainya, dengan demikian diharapkan hasilhasil penelitian selanjutnya akan lebih lengkap dan tentunya dapat memperbanyak referensi hasil penelitian mengenai penelitian ini. 6. DAFTAR PUSTAKA Chairani, Nina & Nurachmi W. 2003. Biarkan anak bicara (Cetakan Kedua). Jakarta: Republika. Djiwandono, Sri Esti Wuryani. 2004. Psikologi pendidikan (Cetakan Kedua). Jakarta: PT Grasindo. Hakim, T. 2002. Mengatasi rasa tidak percaya diri. Jakarta: Puspa Swara.
Hubungan antara Kepercayaan Diri dengan Kemampuan Remaja Awal Bersosialisasi dalam Peer Group (Nita Sari) Page 7
Indriyati. 2007. Hubungan antara komunikasi orang tua dan anak dengan rasa percaya diri remaja putri awal. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Semarang: Universitas Negeri Semarang. Komalasari, Dian & Avin Fadilla Helmi. 2009. Faktor-faktor penyebab perilaku merokok pada remaja. Jurnal Psikologi. Universitas Islam Indonesia & Universitas Gadjah Mada. Makmun, H. Abin Syamsuddin. 2002. Psikologi kependidikan: perangkat sistem pengajaran modul (Cetakan Kelima). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sarwono, Sarlito Wirawan. 2005. Psikologi sosial: psikologi kelompok dan psikologi terapan (Cetakan Ketiga). Jakarta: Balai Pustaka. Sarwono, Sarlito Wirawan. 1995. Teoriteori psikologi sosial (Cetakan Ketiga). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Yulfan, Anas. 2003. Mepakhur sebagai arena sosialisasi remaja di Kecamatan Babussalam Kabupaten Aceh Tenggara. Tesis. Tidak Diterbitkan. Depok: Universitas Indonesia.
Nisarathana, Gillian. 2001. Hubungan antara penampilan fisik dengan kepercayaan diri dan kemampuan berinteraksi sosial pada remaja usia Sekolah Menengah Umum (suatu penelitian terhadap siswa-siswi SMU Swasta di Jakarta Selatan). Skripsi. Tidak Diterbitkan. Jakarta: Universitas Katholik Indonesia Atma Jaya. Purwandari. 2002. Pelatihan strategi berteman untuk mengurangi kecenderungan perilaku menarik diri remaja awal. Jurnal Psikodinamik. Universitas Negeri Yogyakarta. Vol. 4, No. 2 Page 7384. Riyanti, B.P. Dwi, et. Al. 1996. Psikologi umum 1 (Cetakan Pertama). Jakarta: Universitas Gunadarma. Sarwono, Sarlito Wirawan. 2008. Psikologi remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Hubungan antara Kepercayaan Diri dengan Kemampuan Remaja Awal Bersosialisasi dalam Peer Group (Nita Sari) Page 8