I Kayan Kariyadi, Rekonstruksi Kepemimpinan Dalam Nilai-nilai Ajaran Asta Brata dan Politik Multikultur Masyarakat Global
Rekontruksi Kepemimpinan Dalam Nilai-Nilai Ajaran Asta Brata dan Politik Multikultur Masyarakat Global Oleh: I Kayan Kariyadi ABSTRACT Asta Brata applies not only to the leaders alone . Every human being , should practice it , in the sense of " living in harmony with nature " , and " perform the role to which it aspires , for the benefit of others " . Multiculturalism is not just a discourse , but an ideology which must be fought for , because it is needed as a foundation for democracy , human rights , and the welfare of its people .The teaching of Asta Brata associated with multicultural politics in the life of the global community is still very relevant because it adopts almost all of the positive properties of leadership teachings which is often applied as a base of thinking , speaking and acting by past and present leaders . The reconstruction of the above theme is leadership in today's global age, how to build image and public confidence in their leaders to caarry the values of both existing Asta Brata in the Vedas and which is in the Ramayana and Mahabharata . Keywords : Asta Brata , multiculturalism , reconstruction PENDAHULUAN Warisan Kolonial dalam masyarakat adalah dibelahnya mereka menurut kategori suku, agama, ras, dan golongan, jadilah masyarakat heterogen. Pembelahan dilakukan dengan cara melakukan permanensi atas perbedaan lalu membenturkan perbedaan itu satu sama lain, hingga kinipun, efek pembelahan masih terasa bahkan banyak meledak dalam rentetan panjang konflik horisontal kemudian menjadi "masyarakat majemuk" (plural society) pada era orde baru di Indonesia. Ini perlu didekonstruksi untuk kemudian digantikan konsep multiculturalism, Membangun Indonesia Baru sebuah "Masyarakat multikultural Indonesia" dari hasil mereformasi atau perombakan tatanan kehidupan sebelumnya, sehingga, corak masyarakat Indonesia yang bhinneka tunggal ika bukan lagi keanekaragaman suku, agama, ras dan golongan namun sebagai bangsa dengan keanekaragaman kebudayaan yang ada dalam masyarakat. Multikulturalisme bukan hanya sebuah wacana tetapi sebuah ideologi yang harus diperjuangkan, karena dibutuhkan sebagai landasan bagi tegaknya demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan kesejahteraan hidup masyarakatnya. Oleh
107
Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli – Desember 2013
I Kayan Kariyadi, Rekonstruksi Kepemimpinan Dalam Nilai-nilai Ajaran Asta Brata dan Politik Multikultur Masyarakat Global
karena itu pemimpin merupakan kunci sukses bagi keberhasilan pemerintahan, organisasi, maupun individu dalam mewujudkan tujuan bersama. Sebagai pemimpin harus rela berkorban serta bekerja keras dan sebagai yang dipimpin harus memiliki loyalitas, patuh dan taat pada perintah/organisasi untuk mendukung pencapaian tujuan bersama. Karena itu untuk menjadi seorang pemimpin, sudah seharusnyalah kita mampu untuk berbuat dan memiliki kriteria atau sifat-sifat seorang pemimpin seperti harus jujur, bersimpatik, ulet, bijaksana, pandai, cerdas, berwibawa, dan sebagainya. Selain itu seorang pemimpin hendaknya memahami dan bisa mengamalkan ajaran "ASTA BRATA". Asta berarti delapan dan Brata dimaksudkan sebagai sifat mulia dari alam semesta yang patut dan wajib dijadikan pedoman bagi seorang pemimpin. Asta Brata bukan hanya berlaku bagi para pemimpin saja. Setiap manusia, seyogyanya mengamalkannya, dalam arti “hidup selaras dengan alam”, dan “menjalankan peran yang diembannya, sehingga memberi manfaat bagi sesama”. Seorang pemimpin yang tidak mampu melaksanakan Asta Brata bagai raja tanpa mahkota. Sebaliknya, rakyat jelata yang dalam hidupnya mampu melaksanakan Asta Brata, berarti ia adalah rakyat jelata yang bermahkota, dialah manusia yang luhur budi pekertinya. “ namun ajaran ini harus diketahui dan dimiliki oleh masing-masing individu, karena setiap individu adalah pemimpin bagi dirinya sendiri. Karena itu marilah kita sama-sama belajar untuk memimpin diri kita sendiri kearah yang lebih baik lagi. PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN Banyak definisi kepemimpinan yang menggambarkan asumsi bahwa kepemimpinan dihubungkan dengan proses mempengaruhi orang baik individu maupun masyarakat. John C. Maxwell mengatakan bahwa inti kepemimpinan adalah mempengaruhi atau mendapatkan pengikut. 1. Teori Timbulnya Kepemimpinan a. Heriditary Theory (Teori Keturunan). Pemimpin karena bakat yang dimiliki sejak dalam kandungan dan Pemimpin lahir karena takdir. b. Psychological Theory (Teori Kejiwaan), Merupakan kebalikan atau lawan dari teori keturunan dan Setiap orang bisa menjadi pemimpin melalui proses pendidikan dan pengalaman. c. Ecological Theory (Teori Lingkungan) : Timbul sebagai reaksi terhadap teori genetis dan teori social; Seseorang akan berhasil menjadi seorang pemimpin, apabila sejak lahir punya bakat, dan dikembangkan melalui proses pendidikan yang teratur dan pengalaman.. 2. Teori Kepemimpinan Berdasarkan Sifat Berdasarkan sejarah, pemimpin lahir sejak terjadinya hubungan kerjasama atau usaha bersama antara manusia yang satu dengan dengan manusia yang lain untuk menjapai tujuan bersama. Jadi kepemimpinan lahir bersamaan dengan timbulnya peradaban manusia. a. Machiavelli
108
Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli – Desember 2013
I Kayan Kariyadi, Rekonstruksi Kepemimpinan Dalam Nilai-nilai Ajaran Asta Brata dan Politik Multikultur Masyarakat Global
3.
109
Ia terkenal tentang nasehatnya mengenai kebijaksanaan yang harus dimiliki oleh seorang Perdana Mentri, yaitu antara lain harus mempunyai keahlian dalam : Upacara – upacara ritual, kebaktian keagamaan; Peraturan dan perundang – undangan; Pemindahan dan pengangkutan; Pemberian honorium/pembayaran dan kepangkatan; Upacara – upacara dan adat kebiasaan; Pemindahan pegawai untuk menhindarkan kegagalan; dan Bertani dan pekerjaan lainnya. b. Empuh Prapanca dengan bukunya yang terkenal Negara Kertagama menyebut 15 sifat yang baik yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin yaitu: Wijana, sikap bijaksana; Mantri wira, sebagai pembela negara sejati; Wicaksaning naya, bijaksana dalam arti melihat masa lalu, kemampuan analisa, mengambil keputusan dengan cepat dan tepat; Matanggwan, mendapat kepercayaan yang tinggi dari yang dipimpinnya; Satya bakti haprabu, setia dan bakati kepada atasan (loyalitas); Wakjana, pandai berpidato dan berdiplomasi; Sajjawopasama, tidak sombong, rendah hati, manusiawi; Dhirrottsaha, bersifat rajin sungguh- sungguh kreatif dan penuh inisiatif; Tan-lalana, bersifat gembira, periang; Disyacitra, Jujur terbuka; Tancatrisan, tidak egoistis; Masihi Samastha Bhuwana, bersifat penyayang, cinta alam; Ginong Pratidina, tekun menegakkan kebenaran; Sumantri, sebagai abdi negara yang baik; dan Ansyaken musuh, mampuh memusnakan setiap lawan. Teori Kepemimpinan Berdasarkan Tingkah Laku Dengan memusatkan pada ciri-ciri dan gaya yang dimiliki oleh setiap pemimpin, mereka yakin akan berhasil dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya. a. Tipe Otoritert: Semua kebijaksanaan ditentukan oleh pemimpin; Organisasi dianggap milik pribadi pemimpin; Segala tugas dan pelaksanaannya ditentukan oleh pemimpin; Kurang ada partisipasi dari bawahan dan Tidak menerima kritik, saran dan pendapat bawahan . b. Tipe Demokratis : Semua kebijaksanaan dan keputusan dilakukan hasil diskusi dan musyawarah; Kebijaksanaan yang akan datang ditentukan melalui musyawarah dan diskusi; Anggota kelompok, bebas bekerjasama dengan anggota yang lain, dan berbagai tugas diserahkan kepada kelompok; Kritik dan pujian bersifat objektif dan berdasarkan fakta-fakta. c. Tipe Militeristis : Lebih sering mempergunakan perintah terhadap bawahan.; Perintah terhadap bawahan sangat tergantung pada pangkat dan jabatan.; Menyenangi hal-hal yang bersifat formal; Sukar menerima kritik. d. Tipe Paternalistik: Bersikap melindungi bawahan; Bawahan dianggap manusia yang belum dewasa; Jarang ada kesempatan pada bawahan untuk mengambil inisiatif; Bersikap maha tahu . e. Tipe Karismatis : Mempunyai daya tarik, oleh karenanya mempunyai pengikut yang besar dan Daya tarik yang besar tersebut disebabkan adanya kekuatan gaib. f. Tipe Semuanya: Kebebasan diberikan sepenuhnya kepada kelompok atau perseorangan di dalam pengambilan kebijaksanaan maupun keputusan ; Pemimpin tidak terlibat dalam musyawarah kerja ; Kerjasama antara anggota tanpa campur tangan pemimpin dan Tidak ada kritik, pujian atau usaha mengatur kegiatan pemimpin.
Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli – Desember 2013
I Kayan Kariyadi, Rekonstruksi Kepemimpinan Dalam Nilai-nilai Ajaran Asta Brata dan Politik Multikultur Masyarakat Global
AJARAN ASTA BRATA Agama Hindu merupakan suatu agama yang mengandung berbagai aspek kehidupan, salah satu aspeknya adalah mengajarkan mengenai asas kepemimpinan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin Hindu, yang disebut dengan ajaran ASTA BRATA. Perkataan Asta Brata terdiri atas kata “Asta” yang artinya delapan dan “Brata” yang artinya pegangan atau pedoman. Ajaran Asta Brata ini terdapat dalam kekawin Ramayana yang diubah oleh pujangga Walmiki dan terdiri atas 10 sloka. Ajaran Asta Brata ini diturunkan oleh Prabu Rama kepada Wibhisana dalam rangka untuk melanjutkan proses pemerintahan kerajaan Alengka setelah gugurnya Rahwana. Dalam Sloka pendahulunya menyebutkan tentang sifat Sang Hyang Wihi Wasa yang menjadikan kekuatan bagi umatnya dan menggambarkan tentang kemampuan yang harus dimiliki oleh segenap pemimpin. Dalam Slokanya yang kedua disebutkan bahwa :
1.
2.
3.
110
Hyang Indra Yama Surya Candranila Kuwera Banyunagi nahan walu ta sira maka angga Sang bupati matangyang inisti asta brata Artinya : Dewa Indra, Yama, Surya, Chandra, Anila/Bayu, Kuwera, Baruna dan Agni itulah delapan Dewa yang merupakan badan sang pemimpin, kedelapannya itulah yang merupakan Asta Brata Indra Brata, Laku Dewa Indra yang selalu memberikan hujan dan air yang memungkinkan tumbuh dan hidupnya tumbuh-tumbuhan serta makhluk didunia ini, bila direnungkan lebih dalam maka terkandung ajaran bahwa pemimpin itu selalu memikirkan nasib anak buahnya, selalu bekerja untuk mencapai kemakmuran masyarakat secara menyeluruh. Pemimpin dituntut untuk bisa memupuk hubungan kemanusiaan guna menegakkan kebenaran dan keadilan. Yama Brata, Laku Dewa Yama sebagai dewa keadilan dengan menghukum segala perbuatan jahat terkandung bahwa seorang pemimpin haruslah berlaku adil terhadap seluruh pengikut yang ada dengan menghukum segala perbuatan yang jahat dengan menjatuhi hukuman yang sesuai dengan besarnya kesalahan mereka dan menghargai perbuatan yang baik. Apabila pemimpin tidak bersikap adil maka akan timbul krisis kewibawaaan dan anarki dalam menjalankan tugas. Sesuai dengan hukum karma phala maka hukuman tersebut harus bersifat edukatif dimana hukuman yang bertujuan untuk memperbaiki kesalahan, sehingga bawahan lebih berhati-hati dalam menjalankan tugas Surya Brata, Surya Brata tersimpul ajaran bahwa seorang pemimpin dalam tugasnya harus dapat memberikan penerangan kepada anak buahnya atau bawahannya serta memberikan kekuatan kepadanya. Bawahan harus diberikan kesadaran akan tanggung jawabnya dan benar-benar menginsyafi tugas yang dipikulnya. Kalau kita perhatikan keadaan sehari-hari, ternyata bahwa matahari itu memancarkan sinarnya ke segala pelosok dunia dan menerangi seluruh alam semesta ini tanpa pandang tempat, rendah dan tinggi. Dengan demikian pemimpin hendaknya tidak jemu-jemu mengadakan
Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli – Desember 2013
I Kayan Kariyadi, Rekonstruksi Kepemimpinan Dalam Nilai-nilai Ajaran Asta Brata dan Politik Multikultur Masyarakat Global
4.
5.
6.
7.
8.
hubungan dengan bawahannya sehingga mengetahui benar tentang keadaan anak buahnya atau bawahannya. Candra Brata, Candra Brata tersimpul bahwa seorang pemimpin diharapkan memberikan penerangan yang sejuk dan nyaman. Seseorang akan menjadi senang dan taat apabila kebutuhannya dapat dipenuhi, baik bersifat material maupun bersifat spiritual. Dalam hubungan dengan pengertian pemenuhan kebutuhan rohani ini, Roger Bellow dalam Creatif Leadership mengemukakan sebagai berikut, Setiap orang pada hakikatnya mempunyai keinginan untuk dihargai dan sebaliknya tidak senang kalau dihina, lebih-lebih hal itu dilakukan di depan khalayak ramai, setiap orang ingin untuk mencreate sesuatu sehingga dengan bangga dan senang mengatakan , “Inilah hasil saya atau inilah karya dimana saya turut serta mengerjakan”. Keinginan untuk menghilangkan ketegangan. Ketegangan timbul karena seorang pemimpin menimbulkan rasa tidak enak dan tidak senang. Ketegangan ini jika segera diketahui harus segera dihilangkan. Keinginan untuk aktif bekerja dan pekerjaan itu tidak membosankan. Seorang pemimpin harus memperhatikan tugas anak buahnya, dalam waktu tertentu harus ada pergeseran jabatan, sehingga tidak membosankan anak buah. Bayu Brata, Pemimpin harus dapat mengetahui segala hal ikhwal dan pikiran anak buahnya, sehingga dapat mengerti lebih dalam, terutama dalam kesukaran hidupnya maupun dalam menjalankan tugasnya, namun tidak perlu diketahui oleh anak buah. Dalam manajemen, hal ini dinamakan employee concelling. Dalam Sloka disebutkan “Angin jika mengenai perbuatan-perbuatan (perbuatan-perbuatan yang jahat), hendaknya kamu ketahui akibatnya. Pandanganmu hendaknya baik. Demikian laku Dewa bayu mempunyai sifat luhur dan tidak tamak. Kuwera Brata, Pemimpin haruslah dapat memberikan contoh yang baik kepada anak buahnya seperti berpakaian yang rapi sebab pakaian itu besar sekali pengaruhnya terhadap seorang bawahan. Hal lain yang terkandung adalah sebelum seorang pemimpin mengatur orang lain, pemimpin harus bisa mengatur dirinya sendiri. Baruna Brata, Seorang pemimpin hendaknya mempunyai pandangan yang luas dan bijaksana didalam menyikapi semua permasalahan yang ada. Pemimpin mau mendengarkan suara hati atau pendapat anak buah dan bisa menyimpulkan secara baik, sehingga dengan demikian bawahan merasa puas dan taat serta mudah digerakkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Agni Brata, Seorang pemimpin haruslah mempunyai semangat yang berkobar-kobar laksana agni dan dapat pula mengobarkan semangat anak buah yang diarahkan untuk menyelesaikan segala pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.
POLITIK MULTIKULTUR Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional. Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain: politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles); politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara; politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan
111
Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli – Desember 2013
I Kayan Kariyadi, Rekonstruksi Kepemimpinan Dalam Nilai-nilai Ajaran Asta Brata dan Politik Multikultur Masyarakat Global
mempertahankan kekuasaan di masyarakat; politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik. Multikulturalisme” pada dasarnya adalah pandangan dunia yang kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan penerimaan terhadap realitas keagamaan, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Multikulturalisme dapat juga dipahami sebagai pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam kesadaran politik. Masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari beberapa macam kumunitas budaya dengan segala kelebihannya, dengan sedikit perbedaan konsepsi mengenai dunia, suatu sistem arti, nilai, bentuk organisasi sosial, sejarah, adat serta. Jadi Politik pada dasarnya berbicara pada kekuasaan, dan Multikultur berarti pengakuan,sehingga Politik Multikultur manjadi Penguasaan yang mengakui perbedaan untukmencapai tujuan. MASYARAKAT GLOBAL Masyarakat merupakan salah satu satuan sosial sistem sosial, atau kesatuan hidup manusia. Sedangkan istilah inggris dari masyarakat itu sendiri adalah society. Masyarakat berarti saling bergaul yang istilah ilmiahnya adalahberinteraksi. Dalam kehidupan global sangat dipengaruhi oleh perkembangan atau modernisasi dari kehidupan masyarakat itu sendiri, sehingga semakin modern suatu masyarakat maka semakin global suatu masyarakat tersebut, karena dri keduanya saling mempengaruhi.. Ciri-ciri masyarakat global yaitu: Mandiri, Mampu mengembangkan jaringan, Mampu berinovasi dan Mampu beradaptasi. Mandiri artinya percaya kepada kemampuan sendiri dan dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan kehidupan dengan sumber daya yang dimiliki. Termasuk diantaranya adalah kemampuan untuk selalu siap bersaing dalam lingkup apapun baik nasional maupun internasional. Tidak dapat dipungkiri bahwa dengan memiliki banyak jaringan hidup akan selalu lebih mudah. Dengan jaringan pula sebuah kegiatan yang besar akan dapat dilaksanakan bersama dengan lebih sempurna. Yakin bahwa dua kepala lebih baik daripada satu kepala. Namun kemampuan mengembangkan jaringan ini terkait kemampuan keluwesan kita dalam berkomunikasi. Sikap mau melayani dan inisiatif adalah kunci untuk membuka jaringan-jaringan persahabatan yang baru. Manusia terbukti menjadi salah satu mahluk yang bertahan hidup sampai saat ini. Dibanding ukuran tubuh dengan dinosaurus tentunya tidaklah sebanding. Satu hal yang membuat perbedaan adalah kemampuan manusia untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar sehingga menjamin kehidupan manusia tetap bertahan. Inilah salah satu kekuatan manusia untuk mampu bertahan hidup dimanapun dan lingkungan apapun. Dalam konteks kehidupan dan persaingan hidup seperti sekarang ini, perlu kiranya kita mawas diri mengenai 4 hal tersebut supaya kehidupan kita tetap berkembang dari waktu ke waktu. Walaupun kata global
112
Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli – Desember 2013
I Kayan Kariyadi, Rekonstruksi Kepemimpinan Dalam Nilai-nilai Ajaran Asta Brata dan Politik Multikultur Masyarakat Global
terkadang diartikan bahwa kita harus tinggal di luar negeri, sebenarnya tidak melulu seperti itu. Kita bisa tetap tinggal di dalam negeri, berkarya untuk lokal akan tetapi dengan ide wawasan global. ESENSI AJARAN ASTA BRATA DIKAITKAN DENGAN POLITIK MULTIKULTUR DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT GLOBAL Konsep ajaran asta brata banyak diterapkan dalam budaya-budaya lain selain agama Hindu, seperti beberapa catatan kepemimpinan selama ini. Tokoh Gajah Mada begitu dikagumi, sehingga terbentuk berbagai mitos tentang dirinya, Sebagai tokoh, digambarkan kesempurnaan dirinya yang mampu memasukkan dewa-dewa kahyangan ke dalam tubuhnya, seperti ajaran kepemimpinan yang populer dengan nama Asta Berata yang dituangkan dalam kakawin Ramayana. Sumber ajaran kepemimpinan Asta Berata ini adalah Kitab Manawa Dharma Sastera. Demikian juga Gajah Mada disebutkan mampu tampil sebagai Dewa asmara yang tampan, cemerlang dan jaya yaitu : 1.
2.
3. 4.
Tokoh yang pada mulanya datar, namun dapat membuat kejutan dengan menunjukkan sifat-sifatnya yang tidak terpuji, misalnya dalam menghadapi Kebo Wawira (Kebo Iwa) Jaya secara lahiriah, ialah sebagai pencetus gagasan-gagasan yang dapat mengantarkannya mencapai kedudukan yang tinggi sebagai Mahapatih kerajaan Majapahit . Kejayaan dalam pemikirannya didapat berkat keturunannya yang agung dan juga karena bakti, ketaatan dan kesetiaannya pada mereka yang diabdinya, terutama raja. kejayaan batin didapat berkat sifat-sifat tersebut di atas pada guru agama dan pada ajaran-ajaran yang terdapat dalam kitab agama sebagai persiapan menuju Moksa (rohani dan jasmani langsung ke Sorga Loka). Gajah Mada adalah sosok orang Indonesia berdarah rakyat, meskipun ditulisnya juga bahwa kepercayaan orang Bali, Gajah Mada adalah penjelmaan Sang Hyang Narayana (Dewa Wisnu) ke atas dunia. Karena dalam agama Hindu, sifat-sifat kepemimpinan menonjol biasanya dari sifatsifat dewa Wisnu atau Narayana, yang tampak dalam setiap penjelmaan (awataraawatara)-Nya.
Kita bisa belajar menjadi pemimpin dari tokoh terdahulu yang diuraikan dalam kitab-kitab agama atau pun naskah-naskah kuno. Sebut saja Yudistira dalam Mahabharata, merupakan pemimpin yang menjalankan dharma, sesuai ajaran Agama Hindu yang dianutnya. Yudistira seorang raja yang baik, terbukti kehidupan rakyat Indra Prasta yang makmur. Suatu ketika Yudistira pernah kehilangan kontrol diri, ia kehilangan pengendalian diri dan keseimbangan jiwa. Pada saat ia diundang untuk bermain dadu, melawan raja Gandara Sakuni, Yudistira menerimanya dengan cepat. Sudah beberapa kali ia kalah, dan harta yang dipertaruhkan sudah banyak pula. Itu sudah cukup menjadi petunjuk. Namun semakin menjadi-jadi, sampai-sampai ia mempertaruhkan kerajaannya. Hanya
113
Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli – Desember 2013
I Kayan Kariyadi, Rekonstruksi Kepemimpinan Dalam Nilai-nilai Ajaran Asta Brata dan Politik Multikultur Masyarakat Global
karena kontrol dan pengendalian diri, terburu nafsu menggebu dan hilangnya keseimbangan jiwa, maka Yudistira kehilangan Indra Prasta di meja judi, atas akal bulus raja Gandara Sakuni. Hendaknya pemimpin tidak kehilangan kontrol diri dan keseimbangan. Dan perlu diingat tiga hal yang membuat pemimpin itu rusak ialah judi, berburu, bermain wanita, minuman keras, memfitnah, merampas harta benda, dan melukai badan (kekerasan ?). Untuk menjadi pemimpin yang baik hindarilah hal itu. Sesuai dengan apa yang dimuat dalam kitab Manawa Dharma Sastra, VI,7,52. Saptakasyasya wargasya Sarwatraiwanu sangginah Purwam purwa gurutaram Widyadwyasanamatmawan Artinya : Seorang pemimpin hendaknya mengendalikan diri dari ketujuh jenis itu, sebagaimana kejahatan yang disebutkan di atas.
Pengendalian diri memegang kontrol segala kegiatan untuk mencapai kinerja yang baik dan berhasil. Pemimpin hendaknya menjadi panutan bagi yang dipimpin dalam hal pengendalian diri. Jika sudah saling mengendalikan diri, semua akan terkontrol, tidak ada kesimpang siuran, tumpang tindih, dan kekacauan. Itulah mengapa dalam sloka-sloka mengenai kepemimpinan sangat banyak memuat tentang pengendalian diri, seperti berikut : Indryanam jaye yogam. Samatis theddiwanisam. Jitendriya hi caknoti Wage sthapayitum prajah Artinya Pemimpin hendaknya siang dan malam seharusnya mengendalikan diri sekuat tenaga, karena ia telah menundukan indrianya sendiri, dapat menguasai diri, pasti mengendalikan rakyatnya.
:
Begitu pentingnya pengendalian diri, maka seorang pemimpin pastilah muncul sebuah taksu atau karisma, yang mampu mempengaruhi masyarakat. Namun untuk mengendalikan diri inilah yang sulit apalagi mau membuat karisma diri dan mengendalikan rakyat. Untuk itulah seorang pemimpin berpedoman pada sifat kedewataan dan menerapkannya pada kepemimpinannya. Sifat-sifat kedewataannya itu tersurat dalam sloka Manawa Dharmasastra VII, 4: Indra nilaya markanam Agni ca waruna sya ca Candra wite ca yo caiva Matra nir hertya cacwatih
114
Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli – Desember 2013
I Kayan Kariyadi, Rekonstruksi Kepemimpinan Dalam Nilai-nilai Ajaran Asta Brata dan Politik Multikultur Masyarakat Global
Artinya Untuk memenuhi maksud tujuan itu, pemimpin harus memiliki sifat kekal
:
seperti Indra, Vayu, Yama, Surya, Agni, Varuna,Chandra dan Kuwera
BENTUK LAIN RUMUSAN KEPEMIMPINAN AJARAN ASTA BRATA Menurut Yasadipura I ((1729-1803 M) dari keraton Surakarta: “Asta Brata adalah delapan prinsip kepemimpinan sosial yang meniru sifat alam, yaitu: 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
115
Mahambeg Mring Kismo (meniru sifat bumi). Seperti halnya bumi, seorang pemimpin berusaha untuk setiap saat menjadi sumber kebutuhan hidup bagi siapa pun. Dia mengerti apa yang dibutuhkan oleh rakyatnya dan memberikan kepada siapa saja tanpa pilih kasih. Meski selalu memberikan segalanya kepada rakyatnya, dia tidak menunjukkan sifat sombong/angkuh. Mahambeg Mring Warih (meniru sifat air). Seperti sifat air, mengalir dari tinggi ke tempat yang lebih rendah dan sejuk/dingin. Seorang pemimpin harus bisa menyatu dengan rakyat sehingga bisa mengetahui kebutuhan riil rakyatnya. Rakyat akan merasa sejuk, nyaman, aman, dan tentram bersama pemimpinnya. Kehadirannya selalu diharapkan oleh rakyatnya. Pemimpin dan rakyat adalah mitra kerja dalam membangun persada tercinta ini. Tanpa rakyat, tidak ada yang jadi pemimpin, tanpa rakyat yang mencintainya, tidak ada pemimpin yang mampu melakukan tugas yang diembannya sendirian. Mahambeg Mring Samirono (meniru sifat angin). Seperti halnya sifat angin, dia ada di mana saja/tak mengenal tempat dan adil kepada siapa pun. Seorang pemimpin harus berada di semua strata/lapisan masyarakatnya dan bersikap adil, tak pernah diskriminatif (membeda-bedakan). Mahambeg Mring Condro (meniru sifat bulan). Seperti sifat bulan, yang terang dan sejuk. Seorang pemimpin mampu menawan hati rakyatnya dengan sikap keseharian yang tegas/jelas dan keputusannya yang tidak menimbulkan potensi konflik. Kehadiran pemimpin bagi rakyat menyejukkan, karena aura sang pemimpin memancarkan kebahagiaan dan harapan. Mahambeg Mring Suryo (meniru sifat matahari). Seperti sifat matahari yang memberi sinar kehidupan yang dibutuhkan oleh seluruh jagat. Energi positif seorang pemimpin dapat memberi petunjuk/jalan/arah dan solusi atas masalah yang dihadapi rakyatnya. Mahambeg Mring Samodra (meniru sifat laut/samudra). Seperti sifat lautan, luas tak bertepi, setiap hari menampung apa saja (air dan sampah) dari segala penjuru, dan membersihkan segala kotoran yang dibuang ke pinggir pantai. Bagi yang memandang laut, yang terlihat hanya kebeningan air dan timbulkan ketenangan. Seorang pemimpin hendaknya mempunyai keluasan hati dan pandangan, dapat menampung semua aspirasi dari siapa saja, dengan penuh kesabaran, kasih sayang, dan pengertian terhadap rakyatnya. Mahambeg Mring Wukir (meniru sifat gunung). Seperti sifat gunung, yang teguh dan kokoh, seorang pemimpin harus memiliki keteguhan-kekuatan fisik dan psikis serta tidak mudah menyerah untuk membela kebenaran maupun membela rakyatnya. Tetapi juga penuh hikmah tatkala harus memberikan sanksi. Dampak yang ditimbulkan
Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli – Desember 2013
I Kayan Kariyadi, Rekonstruksi Kepemimpinan Dalam Nilai-nilai Ajaran Asta Brata dan Politik Multikultur Masyarakat Global
8.
dengan cetusan kemarahan seorang pemimpin diharapkan membawa kebaikan seperti halnya efek letusan gunung berapi yang dapat menyuburkan tanah. Mahambeg Mring Dahono (meniru sifat api). Seperti sifat api, energi positif seorang pemimpin diharapkan mampu menghangatkan hati dan membakar semangat rakyatnya mengarah kepada kebaikan, memerangi kejahatan, dan memberikan perlindungan kepada rakyat.
KONSEP KEPEMIMPINAN ISLAM. Dalam konsep Islam bahwa seluruh manusia pada umumnya umat Islam pada khususnya, pada hakekatnya adalah bersaudara dan saudara itu adalah keluarga. Dengan demikian jelaslah bahwa baik buruknya suatu umat adalah tergantung pada pemimpin atau Khaliifah dari suatu kaum. Namun dalam perkembangannya, aplikasi kepemimpinan Islam saat ini terlihat semakin jauh dari harapan masyarakat. Para tokohnya terlihat dengan mudah kehilangan kendali atas terjadinya siklus konflik yang terus terjadi. Harapan masyarakat akan munculnya seorang tokoh muslim yang mampu dan bisa diterima oleh semua lapisan dalam mewujudkan Negara yang terhormat, kuat dan sejahtera nampaknya masih harus melalui jalan yang panjang. Keteladanan Rasulullah Saw antara lain
tercermin dalam sifat-sifat beliau : 1. Shiddiq, artinya jujur, tulus. Kejujuran dan ketulusan adalah kunci utama untuk membangun sebuah kepercayaan. Dapat dibayangkan jika pemimpin sebuah organisasi, masyarakat atau Negara, tidak mempuyai kejujuran tentu orang-orang yang dipimpin tidak akan punya kepercayaan, jika demikian yang terjadi adalah krisis kepercayaan. 2. Amanah, artinya dapat dipercaya. Amanah dalam pandangan Islam ada dua yaitu: bersifat teosentris yaitu tanggungjawab kepada Allah Swt, dan bersifat antroposentris yaitu yang terkait dengan kontak sosial kemanusiaan. 3. Tabligh, artinya menyampaikan apa yang seharusnya disampaikan. Dalam hal ini adalah risalah Allah Swt. Betapapun beratnya resiko yang akan dihadapi, risalah tersebut harus tetap disampaikan dengan sebaik-baiknya. 4. Fathonah, artinya cerdas. Kecerdasan Rasulullah Saw yang dibingkai dengan kebijakan mampu menarik simpati masyarakat arab. dengan sifat Fathonahnya, rmampu memanage konflik dan problem-problem yang dihadapi ummat pada waktu itu. Suku Aus dan Khazraj yang tadinya suka berperang, dengan bimbingan Rasulullah Saw mereka akhirnya menjadi kaum yang dapat hidup rukun.
SEORANG PEMIMPIN YANG BAIK MENURUT BUDDHA Dalam kitab Jataka ditemukan beberapa persyaratan menjadi pemimpin seperti yg diuraikan dalam Dasa Raja Dharma atau Sepuluh Kewajiban Seorang Raja. Pemimpin dengan berbagai kualitas ini akan dapat dicintai oleh rakyat dan mampu menjalankan roda pemerintahan dengan baik: 1.
116
Dana (kerelaan yang lebih berhubungan dengan harta). Seorang pemimpin hendaknya rela mengorbankan sebagian atau seluruh hartanya untuk kepentingan orang yang
Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli – Desember 2013
I Kayan Kariyadi, Rekonstruksi Kepemimpinan Dalam Nilai-nilai Ajaran Asta Brata dan Politik Multikultur Masyarakat Global
dipimpinnya. Ia hendaknya tidak kikirdan selalu bersikap ramah tamah kepada orang yang membutuhkannya. 2. Sila (kemoralan) . Seorang pemimpin hendaknya bisa melaksanakan kemoralan, paling sedikit lima latihan kemoralan yaitu tidak membunuh, mencuri, melanggar kesusilaan, berbohong maupun mabuk-mabukan. Dengan melaksanakan kelima latihan kemoralan ini dengan baik, maka seorang pemimpin tidak akan terjebak pada kebohongan massa maupun hal-hal yang bersifat janji kosong kepada bawahannya. 3. Pariccaga (kedermawanan yang lebih bersifat abstrak).Seorang pemimpin hendaknya selalu bersedia mengorbankan segalanya demi kepentingan orang yang dipimpinnya. Kesenangan pribadi, nama, keagungan, bahkan nyawapun harus dikorbankan demi orang yang dipimpinnya. 4. Ajjava (kejujuran). Seorang pemimpin hendaknya bisa selalu berlaku jujur dan bersih sehingga terbebas dari penyalahgunaan kekuasaan ataupun kedudukan. 5. Maddava (ramah tamah) . Seorang pemimpin hendaknya bisa bersikap ramah tamah dan sopan santun kepada siapapun juga, bahkan kepada musuhnya sekalipun. Karena memang pemimpin adalah orang yang bisa menguasai dirinya sendiri, bukan menjadi penguasa untuk orang lain. 6. Tapa (kesederhanaan). Seorang pemimpin akan selalu bersikap sederhana sehingga menjadi contohuntuk para bawahannya agar tidak menyalahgunakan jabatannya demi mendapatkan kemewahan pribadi. 7. Akkodha (kenetralan). Seorang pemimpin hendaknya bersikap netral sehingga ia terbebas dari rasa dendam, kebencian, keinginan jahat maupun sikap bermusuhan kepada berbagai fihak di sekitarnya. 8. Avihimsa (tidak menyakiti). Seorang pemimpin hendaknya menjalankan kebijakan yang telah digariskan dengan penuh cinta kasih dan tanpa kekerasan sehingga tidak melibatkan usaha untuk menyakiti secara fisik maupun batin orang di sekitarnya. 9. Khanti (kesabaran). Seorang pemimpin hendaknya bisa bersikap penuh kesabaran, rendah hati, serta dapat memaafkan kesalahan orang lain. Hendaknya ia melihat orang yang mengkritiknya sebagai fihak yang ingin membantunya memperbaiki berbagai kekurangan yang ada dalam sistem kepemimpinannya. 10. Avirodha (menghargai perbedaan. Sebagai pemimpin, apabila mendapatkan perbedaan pendapat dan sikap, maka ia hendaknya mampu menimbang serta tidak segera menentang atau tidak menghalang-halangi pendapat orang lain. Biarlah segalanya diselesaikan dengan musyawarah. Hal ini sebenarnya adalah perwujudan sistem demokrasi yang menghargai perbedaan pada setiap individu.
SEORANG PEMIMPIN YANG BAIK MENURUT KRISTEN Konsep kepemimpinan umum biasanya dikaitkan dengan konsep kuasa. Karena pemimpin diidentikkan dengan kuasa, muncul opini umum yang mengatakan bahwa seorang pemimpin adalah seorang yang memiliki kuasa. Kuasa itu sendiri sering kali didefinisikan sebagai kapasitas untuk mempengaruhi orang lain. Beberapa sumber kuasa yang populer termasuk posisi, uang, fisik, senjata, kepakaran, dan informasi. Konsep Yesus tentang kuasa jelas berbeda. Namun yang
117
Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli – Desember 2013
I Kayan Kariyadi, Rekonstruksi Kepemimpinan Dalam Nilai-nilai Ajaran Asta Brata dan Politik Multikultur Masyarakat Global
penting diingat terlebih dulu adalah bahwa Yesus tidak meniadakan kuasa. Ia sendiri mengatakan bahwa Ia memiliki kuasa. Yang Yesus lakukan adalah membongkar dan memperbaiki pengertian kuasa dan aplikasinya oleh pemimpin. Ajaran Yesus sama sekali tidak berfokus pada kuasa seorang pemimpin, namun kerendahan hati seorang pelayan. Kristus memandang kerajaan-Nya sebagai suatu komunitas individu yang melayani satu sama lain (Galatia 5:13). 1. Pemimpin adalah Hamba Dalam Alkitab versi King James, kata “pemimpin” muncul hanya enam kali, yaitu tiga kali dalam bentuk tunggal dan tiga kali dalam bentuk plural. Namun tidak berarti konsep kepemimpinan atau figur pemimpin tidak penting dalam Alkitab. Yang sangat menarik, konsep pemimpin dalam Alkitab muncul dengan terminologi yang berbedabeda. Yang paling sering dipakai adalah “pelayan” atau “hamba”. Allah tidak menyebut, “Musa, pemimpin-Ku” tetapi “Musa, hamba-Ku”.
2. Mencermati Pemimpin-Pelayan Jadi pemimpin Kristen adalah seorang pemimpin-pelayan. Namun pemimpinpelayan sering kali dianggap sebagai sebuah kontradiksi dalam terminologi. Bagaimana mungkin kita dapat menjadi pemimpin dan pelayan pada saat bersamaan? Untuk mengerti kedalaman dan menghargai keindahan konsep pemimpin- pelayan, kita perlu melihat minimal dua acuan firman Tuhan. Pertama, “Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya” Yesus lalu mengajarkan kepemimpinan yang sejati. Bagi yang ingin di depan haruslah menjadi yang paling belakang. Yang ingin menjadi pemimpin, harus menjadi hamba. Untuk menjelaskan ini, Ia lalu merangkul seorang anak kecil sebagai model. Seorang anak kecil tidak memiliki pengaruh sama sekali, tidak memiliki kuasa. Namun Yesus berkata, siapa yang menyambut sesamanya yang tidak berarti, ia menyambut Tuhan.
Ada beberapa kristalisasi pemikiran yang mengemuka: Memimpin adalah melayani, namun melayani belum tentu memimpin. Yang tidak mau melayani, tidak boleh dan tidak berhak memimpin. Pemimpin adalah pelayan, namun pelayan belum tentu pemimpin. Yang tidak rela menjadi pelayan, tidak layak menjadi pemimpin.
3. Dasar-dasar kepemimpinan Kristiani Dapat kita refleksikan, yaitu kepemimpinan berdasarkan: kasih, kerendahan hati, ketekunan, kebijaksanaan, danpersatuan. a. Kasih adalah dasar dari semua karya kerasulan dan kepemimpinan kristiani. Buah dari keheningan adalah doa, buah dari doa adalah iman, dari imanadalah kasih, buah dari kasih adalah pelayanan, dari pelayananadalah kedamaian.“
buah buah
b. Kerendahan hati menjadi dasar dari kepemimpinan, sehingga dapat melakukan hal-hal besar. Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamupun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah
118
Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli – Desember 2013
I Kayan Kariyadi, Rekonstruksi Kepemimpinan Dalam Nilai-nilai Ajaran Asta Brata dan Politik Multikultur Masyarakat Global
memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu. c. Ketekunan menjadi syarat mutlak untuk menjadi pemimpin yang baik. “ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkanpengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.” d. Hati yang tulus disertai dengan kebijaksanaan menjadikan pemimpin yang efektif. “Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.” e. Menjaga persatuan dalam Gereja menjadi tanda pemimpin yang dewasa. “Dan Aku tidak ada lagi di dalam dunia, tetapi mereka masih ada di dalam dunia, dan Aku datang kepada-Mu. Ya Bapa yang kudus, peliharalah merekadalam namaMu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita.”
Asta Brata bukan hanya berlaku bagi para pemimpin saja. Setiap manusia, seyogyanya mengamalkannya, dalam arti “hidup selaras dengan alam”, dan “menjalankan peran yang diembannya, sehingga memberi manfaat bagi sesama”. Seorang pemimpin yang tidak mampu melaksanakan Asta Brata bagai raja tanpa mahkota. Sebaliknya, rakyat jelata yang dalam hidupnya mampu melaksanakan Asta Brata, berarti ia adalah rakyat jelata yang bermahkota, dialah manusia yang luhur budi pekertinya. “Dapat memberikan kesejukan dan ketentraman kepada warganya; membasmi kejahatan dengan tegas tanpa pandang bulu; bersifat bijaksana, sabar, ramah dan lembut; melihat, mengerti dan menghayati seluruh warganya; memberikan kesejahteraan dan bantuan bagi warganya yang memerlukan; mampu menampung segala sesuatu yang datang kepadanya, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan; gigih dalam mengalahkan musuh dan dapat memberikan pelita bagi warganya. PENUTUP Asta Brata memuat faktor-faktor dalam Human Relation untuk mengarahkan seorang pemimpin dalam memandang yang dipimpinnya sebagai manusia budaya bukan manusia mesin. Memberikan kesenangan spiritual dan material yang adil, yang mempunyai inti sari dari keadilan sosial dan ajaran Tat Tvam Asi. Multikulturalisme bukan sebuah ideologi yang berdiri sendiri terpisah dari ideologi-ideologi lainnya, dan multikulturalisme membutuhkan seperangkat konsep yang merupakan bangunan konsep yang dijadikan acuan untuk memahaminya dan mengembang-luaskan dalam kehidupan bermasyarakat. Hakikat Ajaran asta brata dikaitkan dengan politik multikultur dalam kehidupan masyarakat global masih sangat relevan dijalankan karena mengadopsi hampir seluruh sifat-sifat positif
119
Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli – Desember 2013
I Kayan Kariyadi, Rekonstruksi Kepemimpinan Dalam Nilai-nilai Ajaran Asta Brata dan Politik Multikultur Masyarakat Global
ajaran kepemimpinan terlihat ajaran asta brata ini sering diterapkan sebagai landasan berpikir, berkata dan bertindak oleh para pemimpin dulu dan kini. DAFTAR PUSTAKA Gorda, Igusti Ngurah., 2002. Otobiografi I Gusti Ngurah Gorda” Kisah Swadarmaning Guru Rupaka dan Guru Pengajian suatu Romantika, Ganeca Exact Bandung. Gorda, Igusti Ngurah., 2004. Biografi Eksekutif Sukses Memasuki Abad ke Dua satu di Bali, Asta Brata, Denpasar. Tanu, I Ketut. 2013. Bahan Kuliah “Politik Multikultur” S3 IHDN Denpasar. Watson, C.W., 2000, Multiculturalism. Buckingham-Philadelphia: Open University Press. _________ . 2002. Konflik Antar-Sukubangsa dan Upaya Mengatasinya. Temu Tokoh. "Dengan Keberagaman Etnis Kita Perkokoh Persatuan dan Kesatuan Bangsa dalam Rangka Menuju Integrasi Bangsa". Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata Deputi Bidang Pelestarian. ________. 2001. "Bhinneka Tunggal Ika: Keanekaragaman Sukubangsa atau Kebudayaan? makalah disampaikan dalam Seminar Putra Semarapura, “ Asta Brata, Pedoman Kepemimpinan Hindu, http://www.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=Hindu&id=81120 Denmas priyadi blog, ” Mengenal Ajaran Hasta Brata.”(http://budayaleluhur.blogspot.com-Warisan Adiluhung, 2012 Suparlan, Parsudi. 2011. Menuju Masyarakat Indonesia Yang Multikultural. Problem Multikultural Di Negara Monokultural, by Jurnalphobia. Wastawa, 2012, Ringkasan Disertasi, Kajian Budaya, Unud, Denpasar.
120
Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli – Desember 2013