REKONSENTRASI LARUTAN GULA PADA PROSES DEHIDRASI OSMOTIK IRISAN MANGGA (Mangifera indica L.) DENGAN TEKNIK DISTILASI MEMBRAN DCMD
LILIS SUCAHYO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
a
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Rekonsentrasi Larutan Gula pada Proses Dehidrasi Osmotik Irisan Mangga (Mangifera indica L.) dengan Teknik Distilasi Membran DCMD
adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juni 2013 Lilis Sucahyo F151100031
b
ABSTRACT LILIS SUCAHYO. Recocentration of Sugar Solution in Osmotic Dehydration Slices Mango (Mangifera indica L.) with Membrane Separation Technique of Direct Contact Membrane Distillation. Supervised by LEOPOLD O NELWAN and DYAH WULANDANI. Osmotic dehydration (OD) involves the immersion of fruits in concentrated sugar solutions, where both partial dehydration of the tissue and solid uptake take place. During the dehydration process, the concentration of sugar solution will decrease because the water loss of fruits. Direct contact membrane distillation (DCMD) with ultrafiltration membrane PP (polypropylene) was used to reconcentrated sugar solution on the osmotic dehydration of mango (Indramayu variety). Variables used were the concentration of solution at 30, 35, 40 oBx and cold temperatures permeate membrane at 5, 10, 15 OC for 480 minutes with the membrane feed temperature at 50 OC. The results showed that the concentration of sugar solution increased the rate of water loss, solids gain, mass and volume shrinkage. Temperature differences between feed and permeate also lead to increased flux membranes. Flux membrane and water loss in mango were measurement of determine the optimal ratio of product : sugar solution on the osmotic dehydration (w/w). Permeate flux obtained in this study was 0.051-0136 l/m2h. Osmotic dehydration with initial concentration 40 oBx will decrease to 35.6 o Bx, while reconcentration using DCMD show the concentration 38.8 oBx. The concentration degree (CD) of membrane DCMD was 96.5%, indicating the effective of the process sugar solution reconcentration. Keywords: Osmotic reconcentration
dehydration,
mango,
c
membran
distillation,
sugar
RINGKASAN LILIS SUCAHYO. Rekonsentrasi Larutan Gula pada Proses Dehidrasi Osmotik Mangga (Mangifera indica L.) dengan Teknik Distilasi Membran DCMD. Dibimbing oleh LEOPOLD O NELWAN dan DYAH WULANDANI. Dehidrasi osmotik merupakan salah satu metode pengawetan bahan pangan menggunakan prinsip perbedaan tekanan osmotik untuk mengeluarkan sebagian kandungan air pada bahan. Pada proses dehidrasi osmotik, bahan pangan direndam ke dalam media osmosis yang memiliki tekanan osmotik lebih tinggi dari tekanan osmotik bahan sehingga air dari dalam bahan akan keluar ke arah media untuk menyeimbangkan tekanan. Keunggulan dari dehidrasi osmotik diantaranya adalah suhu pengeringan yang relatif rendah sehingga kandungan vitamin dan mineral pada bahan terjaga dengan baik. Dehidrasi osmotik menghasilkan produk IMF (intermediate moisture foods) atau produk pangan semi basah yang dapat dijadikan bahan baku produk antara dalam industri pengolahan lanjut. Meskipun banyak keunggulan dan kemudahan yang ditawarkan pada proses dehidrasi osmotik, dalam skala industri besar masih terdapat kendala dalam hal penggunaan larutan osmotik serta waktu dehidrasi yang diperlukan. Selama proses dehidrasi berlangsung air dari bahan akan keluar menuju larutan, sehingga dapat menyebabkan konsentrasi larutan osmotik menjadi rendah atau encer. Dengan demikian, dari sudut pandang proses serta nilai ekonomi, diperlukan suatu metode untuk mendaur ulang serta mengoptimalkan penggunaan larutan osmotik. Jika konsentrasi larutan dapat dipertahankan tetap tinggi, maka efektivitas pengeringan menjadi lebih baik. Teknologi distilasi membran yang layak digunakan untuk rekosentrasi larutan adalah Direct Contact Membrane Distilation (DCMD), yaitu pemisahan molekul zat (dalam fase cairan) dimana bagian yang dipanaskan (suhu tinggi) dan yang didinginkan (suhu rendah) bersentuhan/kontak secara langsung dengan permukaan membran. Dalam penelitian ini jenis membran ultrafiltrasi hidrofobik polypropylene akan difungsikan sebagai DCMD. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengkaji penggunaan distilasi membran DCMD dalam rekonsentrasi larutan gula pada proses dehidrasi osmotik irisan mangga. Sedangkan tujuan khusus penelitian adalah untuk menganalisis pengaruh konsentrasi larutan dan perbedaan suhu permeat terhadap kinerja fluks membran, menentukan perbandingan massa larutan terhadap buah serta kajian proses pindah panas dan simulasi rekonsentrasi larutan gula dengan metode distilasi membran DCMD pada dehidrasi osmotik mangga. Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan proses. Penelitian tahap pertama bertujuan untuk mengetahui kemampuan membran polypropylene dalam memisahkan komponen air dan larutan osmotik dengan teknik DCMD. Perlakuan yang digunakan pada tahap ini yaitu variasi konsentrasi larutan osmotik dan suhu permeat. Larutan osmotik yang digunakan adalah sukrosa gula putih (sukrosa) pada derajat konsentrasi 30, 35 dan 40 oBx. Suhu permeat divariasikan pada 5, 10 dan 15 oC sedangkan suhu umpan dijaga konstan dengan menggunakan heater pada kondisi 50 oC. Laju aliran umpan-permeat yang digunakan sebesar 0.67
d
liter/menit pada kondisi tekanan 1 atm. Untuk menjaga keseragaman larutan, digunakan stirrer yang menghomogenkan larutan osmotik. Proses distilasi DCMD dilakukan selama 480 menit. Penelitian tahap kedua berupa pengamatan karakteristik dehidrasi osmotik irisan mangga. Buah mangga varietas Cengkir/Indramayu dengan tingkat kematangan serta kadar gula (oBx) yang seragam diiris melintang dengan ukuran 3 x 3 x 1 cm. Proses dehidrasi osmotik irisan mangga menggunakan larutan gula dengan konsentrasi 30, 35 dan 40 oBx. Dehidrasi dilakukan selama 480 menit dengan rasio sampel dan larutan gula 1:20 (massa/volume). Suhu larutan osmotik diatur menggunakan heater pada kondisi tetap 50 oC. Penelitian tahap ketiga dilakukan untuk mengetahui kinerja rekonsentrasi proses dehidrasi buah mangga dengan DCMD. Hasil pengukuran fluks permeat pada tahap pertama diplotkan dalam grafik hubungan konsentrasi larutan dengan laju massa air yang dipindahkan pada berbagai kondisi perlakuan suhu permeat. Kemudian diplotkan kembali dengan hasil pengukuran WL pada penelitian tahap kedua untuk menentukan perbandingan massa bahan dan larutan yang optimal dalam proses rekonsentrasi dengan membran. Distilasi membran DCMD dengan ultrafiltrasi hollow fiber PP dapat digunakan untuk merekonsentrasikan larutan gula pada tingkat konsentrasi awal 30, 35 dan 40 oBx dengan fluks permeat rata-rata berkisar antara 0.051 - 0.136 liter/m2h. Fluks permeat menurun seiring dengan peningkatan konsentrasi larutan gula dan suhu permeat. Fluks permeat dapat ditingkatkan dengan memperbesar perbedaan suhu antara umpan-permeat, sehingga diperoleh gradien perbedaan tekanan uap yang tinggi. Peningkatan konsentrasi larutan gula pada proses dehidrasi osmotik akan meningkatkan nilai WL, densitas, porositas penyusutan massa serta shrinkage. Nilai WL berbanding lurus terhadap laju perpindahan air dari bahan ke larutan. Dalam penelitian ini diperoleh nilai WL pada konsentrasi 30, 35 dan 40 oBx sebesar 25.66 %, 33.72 % dan 37.81 %. Perbandingan jumlah bahan : larutan gula dapat ditentukan dengan mengetahui fluks permeat membran serta nilai WL dehidrasi osmotik sehingga akan diperoleh grafik operasi kerja membran. Evaluasi kinerja rekonsentrasi gula dengan distilasi membran DCMD pada konsentrasi 40 oBx, perbandingan massa bahan : larutan gula sebesar 1:3, suhu umpan 50 oC, suhu permeat 5 oC selama 480 menit. Perubahan konsentrasi larutan tanpa rekonsentrasi menunjukkan perubahan dari 40 oBx menjadi 35.6 oBx dengan nilai WL 36.79 % dan SG 1.74 %,. Sedangkan perubahan konsentrasi dengan rekonsentrasi membran DCMD sebesar 40 oBx menjadi 38.8 oBx dengan nilai WL 38.05 % dan SG 2.15 % pada akhir proses rekonsentrasi. Derajat konsentrasi membran DCMD dalam penelitian ini sebesar 96.5 %. Selama proses dehidrasi osmotik berlangsung, air dari bahan akan keluar menuju larutan sehingga dapat menurunkan konsentrasi larutan gula. Nilai WL∞ dan S1 pada berbagai konsentrasi perlakuan digunakan untuk menentukan hubungan antara nilai WLt terhadap laju perubahan konsentrasi larutan osmotik. Besarnya nilai WLt merupakan laju massa air yang keluar dari bahan terhadap waktu, penyelesaian solusi dari persamaan diferensial dilakukan dengan metode numerik Euler. Perubahan konsentrasi larutan selama proses rekonsentrasi dengan distilasi membran DCMD dapat ditentukan melalui laju perubahan konsentrasi terhadap waktu melalui solusi persamaan kuadratik berganda.
e
® Hak Cipta milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang
mengutip
mencantumkan
sebagian
atau menyebutkan
atas
seluruh
sumbernya.
karya
tulis
Pengutipan
ini
tanpa
hanya
untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
f
REKONSENTRASI LARUTAN GULA PADA PROSES DEHIDRASI OSMOTIK IRISAN MANGGA (Mangifera indica L.) DENGAN TEKNIK DISTILASI MEMBRAN DCMD
LILIS SUCAHYO
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
g
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc
h
Judul Tesis
: Rekonsentrasi Larutan Gula pada Proses Dehidrasi Osmotik Irisan Mangga (Mangifera indica L.) dengan Teknik Distilasi Membran DCMD
Nama
: Litis Sucahyo
NRP
: F151100031
Disetujui : Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Leopold 0 Nelwan, M.Si.
Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si.
Ketua
Anggota
Diketahui:
Ketua Program Studi
Dekan Sekolah fascasarjana
Teknik Mesin Pertanian dan Pangan
Dr. If.
se:t::
Agr.
Tanggal Ujian : 28 Juni 2013
Tanggal Lulus
3 1 Ju t 2013
Judul Tesis
: Rekonsentrasi Larutan Gula pada Proses Dehidrasi Osmotik Irisan Mangga (Mangifera indica L.) dengan Teknik Distilasi Membran DCMD
Nama
: Lilis Sucahyo
NRP
: F151100031
Disetujui : Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Leopold O Nelwan, M.Si.
Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si.
Ketua
Anggota
Diketahui :
Ketua Program Studi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Teknik Mesin Pertanian dan Pangan
Dr. Ir. Setyo Pertiwi, M. Agr.
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.
Tanggal Ujian : 28 Juni 2013
Tanggal Lulus :
i
PRAKATA Segala puji dan syukur kepada Allah SWT semoga senantiasa tercurah dari lisan dan hati, yang telah memberikan kemampuan dan kemudahan kepada kita dalam menuntut ilmu dan mengamalkannya. Shalawat serta salam kepada Rasulullah SAW yang menjadi sauri teladan dalam mengarungi kehidupan ini. Ucapan terima kasih atas segala bantuan, bimbingan, saran serta masukan, penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah bersedia meluangkan waktunya dan membantu dalam tahap pelaksanaan hingga penyelesain tesis ini. Penghormatan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada : 1. Dr. Ir. Leopold O Nelwan, M.Si. serta Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si. selaku Komisi Pembimbing Akademik yang telah memberikan ilmu, arahan dan saran kepada penulis dalam penyusunan dan penyelesaian penelitian ini. 2. Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc. , selaku penguji luar komisi pembimbing serta Dr. Ir. Setyo Pertiwi , M.Agr. selaku ketua Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan yang telah memberikan saran dalam perbaikan tesis ini. 3. Ayahanda Sutino serta Ibunda Rohmayati selaku orang tua serta Adik Isna Nurul tercinta yang terus memberikan dukungan dan motivasi dalam menempuh dan menyelesaikan studi pascasarjana IPB. 4. Direktorat Kemahasiswaan Institut Pertanian Bogor, Dr. Rimbawan, dan Dr. Bambang Riyanto, S,Pi., M.Si. selaku Pimpinan yang telah memberikan kesempatan untuk menimba pengalaman kerja serta dukungan moril dan materi dalam menempuh pendidikan pascasarjana. 5. Rekan-rekan TMP dan TPP 2010, Para Teknisi Laboratorium Energi Terbarukan IPB serta rekan kerja Saungkuriang yang telah banyak membantu dan memberikan semangat dalam penyelesaian studi. 6. Bantuan dalam payung penelitian UNU KIRIN dengan no kontrak 600 UU2010-536, yang telah membantu membiayai penelitian ini. Semoga karya ini dapat memberikan banyak manfaat dan sumbangan bagi ilmu pengetahuan. Atas segala kekurangan yang terdapat di dalamnya penulis menyampaikan permohonan maaf yang serta mengharap kritik dan saran untuk perbaikan di masa mendatang. Terimakasih. Bogor, Juni 2013 Lilis Sucahyo.
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis adalah seorang laki-laki yang dilahirkan pada 11 Agustus 1987, dari pasangan Bapak Sutino dan Ibu Rohmayati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Larangan Utara 10 Tangerang pada tahun 1999. Selanjutnya pada tahun 2002 penulis lulus dari SLTPN 267 Jakarta dan menamatkan pendidikan dari SMAN 90 Jakarta tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan tinggi melalui jalur USMI di Institut pertanian Bogor sebagai Mahasiswa Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Setelah menyelesaikan studi S1 pada tahun 2010 penulis kemudian melanjutkan jenjang pendidikan Magister pada Program Teknik Mesin Pertanian dan Pangan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis meyelesaikan studi pada tahun 2013 dengan tugas akhir yang berjudul “Rekonsentrasi Larutan Gula pada proses Dehidrasi Osmotik Mangga dengan Teknik Distilasi Membran DCMD”. Selama menempuh pendidikan pascasarjana penulis juga aktif bekerja sebagai Staf Bidang Minat Bakat dan Penalaran Direktorat Kemahasiswaan Institut Pertanian Bogor.
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii DAFTAR TABEL ................................................................................................... v DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. vi DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... viii PENDAHULUAN ................................................................................................... 1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1 Perumusan Masalah ............................................................................................. 4 Tujuan Penelitian ................................................................................................. 4 Manfaat Penelitian ............................................................................................... 4 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 5 Buah Mangga ....................................................................................................... 5 Pangan Semi Basah (Intermediate Moisture Foods) ........................................... 7 Dehidrasi Osmotik ............................................................................................... 9 Filtrasi Membran ................................................................................................ 13 Distilasi Membran .............................................................................................. 17 Direct Contact Membrane Distillation (DCMD) ............................................... 19 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................ 22 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................................ 22 Bahan dan Alat ................................................................................................... 22 Prosedur Penelitian ............................................................................................ 22 Penelitian Tahap Pertama................................................................................... 24 Pengujian Kinerja Distilasi Membran DCMD ............................................... 24 Penelitian Tahap Kedua ..................................................................................... 28 Karakteristik Dehidrasi Osmotik Irisan Mangga............................................ 28 Penelitian Tahap Ketiga ..................................................................................... 34 Rekonsentrasi Proses Dehidrasi Osmotik Irisan Mangga dengan DCMD ..... 34 Proses Pindah Panas dan Massa pada Distilasi Membran DCMD ................. 36 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 41 Kinerja Distilasi Membran DCMD .................................................................... 41
iii
Karakteristik Dehidrasi Osmotik Irisan Mangga ............................................... 45 Distilasi Membran DCMD pada Dehidrasi Osmotik Irisan Mangga ................. 56 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 69 Kesimpulan ........................................................................................................ 69 Saran................................................................................................................... 70 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 71 LAMPIRAN .......................................................................................................... 75
iv
DAFTAR TABEL Tabel 1. Aplikasi pengeringan osmotik dalam produk pangan ............................. 12 Tabel 2. Kombinasi perlakukan karakteristik membran UF-S220 DCMC ........... 26 Tabel 3. Kombinasi perlakuan karakteristik dehidrasi osmotik irisan mangga..................................................................................................... 29 Tabel 4. Parameter kinerja distilasi membran DCMD pada proses rekonsentrasi larutan gula. ....................................................................... 57 Tabel 5. Parameter kinerja pindah panas distilasi membran DCMD pada proses rekonsentrasi larutan gula. ............................................................ 60 Tabel 6. Karakteristik sifat hidrofobik dari beberapa material membran yang digunakan dalam distilasi membran . ............................................. 61
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. (a) Tanaman mangga (b) dan (c) berbagai bentuk dan macam buah mangga. ........................................................................................ 6 Gambar 2. Ilustrasi perpindahan air pada sel produk (buah) akibat perendaman dengan larutan hipertonik selama proses dehidrasi osmotik................................................................................................ 11 Gambar 3. Skema modul operasi dasar dead-end (a), crossflow (b). .................... 14 Gambar 4. Parameter operasional sistem filtrasi membran yang umumnya digunakan pada industri pengolahan pangan menurut Tetra Pak A/B, Lund, Sweden 2010. ............................................................. 15 Gambar 5. Berbagai jenis metode distilasi membran : (a) DCMD, (b) VMD, (c) SGMD dan (d) AGMD (Khayet, 2008). ............................ 18 Gambar 6. Skema perbedaaan suhu antara umpan dan permeat yang menyebabkan beda tekanan transmembran. ....................................... 20 Gambar 7. Bagan alir dan tahapan penelitian rekonsentrasi membran DCMD. ............................................................................................... 23 Gambar 8. (a) Foto dan (b) Skema peralatan dehidrasi osmotik dengan distilasi membran DCMD. .................................................................. 25 Gambar 9. Skema dan mekanisme membran backwash pada proses distilasi membran DCMD. .................................................................. 27 Gambar 10. Sampel irisan buah mangga yang digunakan dalam dehidrasi osmotik................................................................................................ 28 Gambar 11. Perlakuan sampel irisan mangga dalam dehidrasi osmotik. .............. 29 Gambar 12. Skema pengukuran volume sampel dengan metode Archimedes. ........................................................................................ 30 Gambar 13. Profil suhu dan tekanan uap pada proses distilasi membran.............. 36 Gambar 14. Struktur molekul sukrosa. .................................................................. 41 Gambar 15. Perubahan konsentrasi larutan gula dengan distilasi membran DCMD pada (a) 30 oBx, (b) 35 oBx , (c) 40 oBx. .............................. 43 Gambar 16. Hubungan antara nilai rata-rata fluks dan konsentrasi larutan pada berbagai nilai suhu permeat (5, 10 dan 15 oC). .......................... 44
vi
Gambar 17. Grafik perubahan kadar air irisan mangga selama proses dehidrasi osmotik pada berbagai konsentrasi perlakukan................... 46 Gambar 18. Perubahan nilai WL pada konsentrasi 30, 35 dan 40 oBx selama proses dehidrasi osmotik......................................................... 47 Gambar 19. Perubahan nilai SG pada konsentrasi 30, 35 dan 40 oBx selama proses dehidrasi osmotik......................................................... 49 Gambar 20. Model dehidrasi osmotik (Azzuara) pada berbagai tingkat konsentrasi larutan (a) 30 , (b) 35 dan (c) 40 oBx. .............................. 50 Gambar 21. Perubahan nilai WR pada konsentrasi 30, 35 dan 40 oBx selama proses dehidrasi osmotik......................................................... 52 Gambar 22. Perubahan nilai shrinkage pada konsentrasi 30, 35 dan 40 oBx selama proses dehidrasi osmotik......................................................... 52 Gambar 23. Perubahan bahan antara sebelum dan sesudah proses dehidrasi osmotik akibat perubahan massa dan shrinkage. ................................ 53 Gambar 24. Perubahan nilai densitas bahan pada konsentrasi 30, 35 dan 40 o
Bx selama proses dehidrasi osmotik berlangsung. ............................ 54
Gambar 25. Perubahan nilai porositas bahan pada konsentrasi 30, 35 dan 40 oBx selama proses dehidrasi osmotik berlangsung. ....................... 56 Gambar 26. Hubungan antara perbedaan tekanan uap terhadap rata-rata fluks permeat membran pada berbagai konsentrasi larutan gula. ....... 59 Gambar 27. Kondisi operasi kerja fluks membran DCMD dan massa bahan terhadap konsentrasi larutan gula. ...................................................... 62 Gambar 28. Perubahan konsentrasi larutan gula selama dehidrasi osmotik dengan rekonsentrasi membran DCMD. ............................................ 65 Gambar 29. Perubahan nilai WL dan SG selama proses rekonsentrasi tanpa membran dan dengan membran DCMD. ............................................ 68
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Perubahan konsentrasi larutan gula selama proses rekonsentrasi dengan distilasi membran DCMD. ............................... 76 Lampiran 2. Perubahan kadar air, WL dan SG pada irisan mangga selama proses dehidrasi osmotik. .................................................................... 86 Lampiran 3. Perubahan penyusutan massa WR dan shrinkage selama proses dehidrasi osmotik. .................................................................... 89 Lampiran 4. Perubahan nilai densitas dan porositas selama proses dehidrasi osmotik irisan mangga. ....................................................... 92 Lampiran 5. Simulasi perubahan konsentarasi larutan selama proses dehidrasi osmotik irisan mangga dengan metode numerik Euler. ................................................................................................... 95 Lampiran 6. Simulasi perubahan konsentarasi larutan selama proses rekonsentrasi membran DCMD pada dehidrasi osmotik irisan mangga dengan persamaan kuadratik berganda. .............................. 116
viii
PENDAHULUAN Latar Belakang Mangga (Mangifera indica L.) merupakan salah satu jenis buah tropis yang kaya akan polifenol, vitamin C, kalium, mineral, asam amino, karotenoid, beta cryptoxanthin, mangiferin, serta serat makanan prebiotik yang sangat bermanfaat untuk kesehatan tubuh (Olivia 2010). Selain dikonsumsi dalam bentuk segar, kini mangga disajikan dalam berbagai jenis produk turunannya seperti konsentrat juice, es krim, aneka cake, selai, manisan, sirup dan lain sebagainnya. Hal ini tentu saja membuka peluang bagi industri pengolahan untuk menciptakan berbagai inovasi produk olahan mangga. Akan tetapi pengembangan industri tersebut mengalami kendala karena umur simpan buah segar yang singkat serta mangga termasuk dalam kategori buah musiman yang tidak selalu tersedia sepanjang tahun. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan metode pengawetan buah mangga melalui pengeringan/dehidrasi osmotik (osmotic dehydration). Dehidrasi osmotik merupakan salah satu metode pengawetan bahan pangan menggunakan prinsip perbedaan tekanan osmotik untuk mengeluarkan sebagian kandungan air pada bahan. Pada proses dehidrasi osmotik, bahan pangan direndam ke dalam media osmosis yang memiliki tekanan osmotik lebih tinggi dari tekanan osmotik bahan sehingga air dari dalam bahan akan keluar ke arah media (larutan) untuk menyeimbangkan tekanan (Sablani et al. 2003). Beberapa kelebihan dari dehidrasi osmotik diantaranya adalah penggunaan suhu pengeringan yang relatif rendah sehingga dapat menjaga kandungan vitamin dan mineral pada bahan terjaga dengan baik, perbaikan karakteristik sensori, rasa, tekstur serta penampakan produk akhir serta penghematan dan peningkatan efisiensi energi karena tidak terjadi perubahan fase zat selama proses pengeringan berlangsung (Alves 2005). Dehidrasi osmotik menghasilkan produk IMF (intermediate moisture foods) atau produk pangan semi basah yang dapat dijadikan bahan baku produk antara dalam industri pengolahan lanjut. Meskipun banyak keunggulan dan kemudahan yang ditawarkan pada proses dehidrasi osmotik, dalam skala industri besar masih terdapat kendala dalam hal
1
penggunaan larutan osmotik serta waktu dehidrasi yang diperlukan. Selama proses dehidrasi berlangsung air dari bahan akan keluar menuju larutan, sehingga dapat menyebabkan konsentrasi larutan osmotik menjadi rendah atau encer. Untuk produk buah umumnya digunakan perbandingan bahan dan larutan hingga 1:22 (1 kg bahan : 22 liter larutan) dengan waktu dehidrasi 5-10 jam (Sablani et al. 2003). Dengan demikian, dari sudut pandang proses serta nilai ekonomi, diperlukan suatu metode untuk mendaur ulang serta mengoptimalkan penggunaan larutan osmosik. Jika konsentrasi larutan dapat dipertahankan tetap tinggi, maka efektivitas pengeringan menjadi lebih baik. Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk menjaga konsentrasi larutan osmotik adalah dengan pemurnian kembali (memisahkan konsentrat dengan air) atau rekonsentrasi larutan menggunakan teknik distilasi membran. Pemisahan zat dengan distilasi membran merupakan suatu teknik filtrasi membran selektif yang dipengaruhi oleh perbedaan suhu dan tekanan uap antara kedua sisi membran yang dapat digunakan untuk memisahkan berbagai jenis molekul ion, koloid serta komponen makromolekul dengan tingkat rejeksi yang tinggi (El-Bourawi et al. 2006). Distilasi membran didasarkan pada prinsip evaporasi-kondensasi uap melalui pori membran hidrofobik karena adanya perbedaan suhu dan tekanan uap larutan yang dipisahkan. Molekul dalam fase uap akan berpindah melalui membran selektif dari kondisi tekanan uap tinggi ke tekanan uap rendah (Khayet dan Matsuura 2011). Syarat yang harus terpenuhi untuk mencapai kondisi ini adalah penggunaan jenis membran hidrofobik dimana hanya fase uap yang dapat melewati membran serta perbedaan suhu yang cukup tinggi antara sisi membran. Berbagai jenis metode distilasi membran yang dikembangkan saat ini diantaranya adalah DCMD (Direct contact membrane distillation), VMD (Vacum membrane distillation), SGMD (Sweeping gas membrane distillation) serta AGMD (Air gap membrane distillation). Perbedaan beberapa jenis metode tersebut
terletak pada bagian sisi permeat yang mengalami kontak dengan
membran serta kemampuan dalam meningkatkan perbedaan tekanan uap dan fluks membran. Setiap jenis metode distilasi membran memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, tergantung pada komponen larutan/zat yang akan
2
dipisahkan. Pemilihan metode yang tepat akan menentukan efektivitas dan efisiensi distilasi membran. Beberapa penelitian dan industri pangan saat ini banyak mengembangkan metode DCMD karena alasan kemudahan dalam pengoperasian serta efisiensi dalam penggunaan energi. Metode DCMD dapat dioperasikan pada tekanan membran yang relatif rendah. DCMD merupakan pemisahan molekul zat (dalam fase cairan) dimana bagian yang dipanaskan (suhu tinggi) dan yang didinginkan (suhu rendah) bersentuhan/kontak secara langsung dengan permukaan membran. El-Bourawi et al. (2006) menerangkan bahwa aplikasi DCMD telah secara luas digunakan pada berbagai industri diantaranya digunakan pada proses desalinasi dan pemurnian air laut, pada industri tekstil (pemurnian air limbah dari zat pewarna), pada industri kimia dan biomedis serta pada industri pengolahan pangan (pemekatan konsentrat, pengolahan susu, whey serta dan lainnya). Gunko et al. (2006) menggunakan DCMD untuk memekatkan konsentrat apel hingga mencapai konsentrasi 50 %. Bui et al. (2004) melakukan rekonsentrasi glukosa melalui distilasi membran dengan fluks permeat sebesar 1-2.87 kg/m2h. Material yang digunakan untuk distilasi membran DCMD bersifat hidrofobik seperti jenis PVDF (Polyvinylidenefluoride), PTFE (Polytetrafluoroethylene) serta PP (Polypropylene). Sedangkan bentuk membran yang digunakan dalam konfigurasi DCMD antaralain flat sheet, spiral wound, tubular dan hollow fiber (Drioli et.al, 2006). Dalam penelitian ini jenis membran ultrafiltrasi hollow fiber polypropylene akan difungsikan dan diujicobakan sebagai DCMD karena membran yang khusus digunakan untuk metode ini masih sangat sedikit tersedia di pasaran. Rekonsentrasi larutan gula pada proses dehidrasi osmotik diharapkan dapat mengurangi jumlah perbandingan larutan yang sangat tinggi serta meningkatkan efektivitas proses dan kualitas produk dehidrasi.
3
Perumusan Masalah Proses dehidrasi osmotik memerlukan tingkat konsentrasi larutan yang tetap tinggi agar laju pengeluaran air dari bahan dapat berlangsung secara optimal. Selama proses dehidrasi osmotik berlangsung akan terjadi perpindahan massa air yang menyebabkan perubahan konsentrasi larutan menjadi rendah, hal ini tentu saja dapat mengurangi efektivitas dehidrasi serta menurunkan laju kehilangan air pada bahan. Salah satu cara untuk menjaga konsentrasi larutan agar tetap tinggi adalah dengan merekonsentrasikan kembali larutan gula yang digunakan selama proses dehidrasi berlangsung dengan menggunakan distilasi membran DCMD.
Tujuan Penelitian Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji penggunaan metode distilasi membran DCMD yang menggunakan membran PP jenis hollowfiber dalam memurnikan kembali (rekonsentrasi) larutan gula pada proses dehidrasi osmotik mangga. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis pengaruh konsentrasi awal larutan gula serta perbedaan suhu permeat terhadap fluks membran PP. 2. Menentukan perbandingan massa larutan terhadap buah yang efektif dalam proses rekonsentrasi gula pada dehidrasi osmotik mangga. 3. Melakukan aplikasi rekonsentrasi larutan gula dengan metode distilasi membran pada dehidrasi osmotik mangga. 4. Melakukan kajian proses pindah panas dan simulasi rekonsentrasi larutan gula dengan metode distilasi membran pada dehidrasi osmotik mangga. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi dalam pemanfaatan aplikasi membran untuk merekonsentrasikan larutan gula pada berbagai jenis dehidrasi osmotik produk pertanian. Beberapa model persamaan yang dibangun dalam penelitian ini dapat dijadikan sebagai simulasi pendugaan dalam penentuan jenis membran, parameter kerja dan operasi pada pengembangan skala yang lebih besar.
4
TINJAUAN PUSTAKA Buah Mangga Mangga (Mangifera indica L.) merupakan jenis tanaman yang berasal dari sekitar perbatasan India dengan Burma. Tanaman ini kemudian menyebar ke wilayah Asia Tenggara termasuk Indonesia. Pohon mangga termasuk tumbuhan tingkat tinggi yang struktur batangnya (habitus) termasuk ke dalam kelompok arboreus, yaitu tumbuhan berkayu yang mempunyai tinggi batang lebih dari 5 m. Umumnya pohon mangga dapat tumbuh mencapai tinggi 10-40 m. Jenis yang banyak ditanam di Indonesia, diantaranya adalah mangga arumanis, Indramayu, golek, gedong, manalagi dan cengkir serta dari jenis Mangifera foetida yaitu kemang dan kweni. Penampakan tanaman serta berbagai macam bentuk buah mangga ditunjukkan oleh Gambar 1. Klasifikasi botani tanaman mangga adalah sebagai berikut (Prihatman 2000) : Kerajaan
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae Kelas
: Dicotyledoneae
Bangsa
: Sapindales
Keluarga
: Anarcadiaceae
Marga
: Mangifera
Jenis
: Mangifera indica L.
Buah mangga memiliki kulit buah yang agak tebal, berwarna hijau, kekuningan atau kemerahan jika telah masak. Ciri-ciri daging buah yang masak yaitu memiliki warna kuning hingga merah jingga, beberapa varietas berserabut namun ada juga yang tidak, memiliki rasa manis hingga asam dengan kandungan air tinggi, berbau kuat, terjadi penebalan lapisan bedak pada bagian kulit luar, pemunculan bintik cokelat pada 2/3 lebih bagian panjang buah dan menghasilkan nada tinggi jika buah diketuk dengan jari. Mangga yang telah masak merupakan buah meja yang banyak digemari masyarakat. Sedangkan buah mangga yang muda dapat diawetkan dengan kadar gula tinggi menjadi manisan baik dalam bentuk basah atau kering.
5
(a)
(b)
(c) Gambar 1. (a) Tanaman mangga (b) dan (c) berbagai bentuk dan macam buah mangga (sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/File:Mangues.JPG).
6
Tanaman mangga cocok untuk hidup di daerah dengan musim kering selama 3 bulan. Masa kering diperlukan sebelum dan sewaktu berbunga. Jika ditanam di daerah basah, tanaman mengalami banyak serangan hama dan penyakit serta gugur bunga/buah jika bunga muncul pada saat hujan. Mangga yang ditanam di dataran rendah dan menengah dengan ketinggian 0-500 m dpl dapat menghasilkan buah yang lebih bermutu dan jumlahnya lebih banyak dari pada di dataran tinggi (Prihatman 2000). Buah mangga mengandung banyak vitamin, fitokimia dan nutrisi. Buah ini kaya serat makanan prebiotik, vitamin C, polifenol, dan karotenoid provitamin A. Mangga mengandung vitamin A (25%), C (76%) dan E (9%), vitamin B6 (piridoksin, 11%), vitamin K (9%) berdasarkan referensi asupan diet dalam 165 gram sajian (Olivia 2010). Mangga juga mengandung vitamin B dan nutrisi penting seperti kalium, tembaga dan 17 asam amino. Daging buah mangga umumnya memiliki kandungan air 70%-85% dan kandungan energi sebesar 73 kal per 100 gram. Mangga mengandung karbohidrat berupa gula sebesar 16-18 % yang didominasi oleh sukrosa hingga mencapai mencapai 7-12 % (Federich dan Setiawan 2011). Selain itu, mangga juga mengandung serat tinggi, kalsium dan fosfor yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Di Indonesia, banyak jenis mangga yang memiliki keunggulan untuk dibuat produk olahan. Sebagai contoh mangga kopyor (kadar sarinya tinggi, baik untuk jus, sirup dan selai), mangga kweni (aromanya kuat, bagus untuk sirup dan selai), mangga gadung (warna dan aromanya menarik, cocok dijadikan buah kering dan jus), mangga lalijiwo (berserat halus, bagus untuk jus, selai, dan buah kering), serta mangga cedang dan cempora (berserat halus, warnanya menarik, beraroma kuat dan baik). Pangan Semi Basah (Intermediate Moisture Foods) Produk pangan semi basah atau intermediate moisture foods (IMF) merupakan jenis makanan dengan kadar air antara10-40%, nilai aktivitas air (aw) berkisar antara 0.6-0.9 serta mempunyai tekstur yang plastis (Soekarto 1979). Produk IMF memiliki sifat cukup basah sehingga dapat langsung dimakan tanpa rehidrasi serta cukup kering sehingga stabil selama penyimpanan. Menurut
7
Christine (2008), IMF adalah produk pangan yang memiliki tekstur lunak, diolah menggunakan satu perlakuan atau lebih, dapat dikonsumsi langsung serta memiliki daya simpan panjang tanpa perlakuan sterilisasi termal, pendinginan ataupun pembekuan. Pada pengolahan IMF, aktivitas air, kadar air, maupun tekanan uap air dalam berbagai keadaaan sangat berpengaruh terhadap reaksi kimia, tekstur, kandungan gizi serta daya tahan produk terhadap mikroba. Kadar air yang terdapat dalam bahan pangan sangat berperan besar dalam reaksi oksidasi dan pencoklatan non enzimatis. Sedangkan aktivitas air merupakan faktor utama pengendali mikroorganisme pada IMF. Setiap mikroorganisme membutuhkan jumlah air dan aw minimum yang berbeda untuk mendukung pertumbuhannya. Pada umumnya, bakteri hidup pada aw >0.9, kapang hidup pada aw 0.6-0.7 dan khamir hidup pada aw 0.8-0.9 (Fennema 1996). Proses pengolahan IMF sebagai metode pengawetan produk menggunakan energi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan metode pengeringan konvensional, refrigerasi, pembekuan dan pengalengan. Proses pembuatan IMF terbagi menjadi 4 kategori (Christine 2008), antara lain: 1. Pengeringan parsial dengan menggunakan matahari atau dehidrator yang biasanya digunakan pada bahan makanan yang banyak mengandung humektan alami. Contoh IMF kategori ini adalah buah kering seperti kismis, sirup maple dan lain-lain. Humektan adalah bahan yang dapat menurunkan nilai aw tetapi dapat mempertahankan kandungan air yang terdapat pada produk serta dapat berfungsi sebagai plasticizer (Taoukis et. al. 1999). Terdapat beberapa kategori senyawa higroskopik yang dapat digunakan sebagai humektan yaitu garam mineral dan organik, gula dan turunan protein. 2. Pengeringan/ dehidrasi osmosi (osmotic drying), dimana potongan bahan direndam dalam larutan campuran air dan humektan untuk menurunkan aw. Adanya perbedaan tekanan osmolalitas menyebabkan air berdifusi keluar dari bahan dan humektan akan berdifusi ke dalam bahan. 3. Pencelupan kering (dry infution) merupakan metode yang memerlukan energi lebih tinggi, dimana bahan pangan mula-mula didehidrasi kemudian
8
direndam dalam larutan air-humektan sampai mencapai aw yang diinginkan. 4. Pencampuran (blending), dimana berbagai bahan pangan termasuk humektan dicampur kemudian diikuti dengan perlakuan ekstrusi, pemasakan, dan perlakuan lain untuk mencapai kondisi aw yang diinginkan.
Menurut Sudarsono (1981), pangan semi basah dapat
digolongkan berdasarkan daya awetnya, yaitu daya awet antara 0-1 minggu (seperti tape ubi kayu), daya awet antara 1 minggu sampai 1 bulan (seperti ikan pindang), dan daya awet lebih dari 1 bulan (seperti dodol garut dan kecap). Pembuatan IMF terutama didasarkan pada penurunan nilai kadar air diikuti oleh nilai aktifitas air sampai tingkat mikroba patogen dan pembusuk tidak dapat tumbuh, tetapi kandungan air pada bahan masih cukup. Produk IMF dibagi menjadi dua tipe, yaitu tradisional dan modern. Jenis IMF tradisional dibuat menggunakan pengeringan dari panas matahari untuk mengurangi kandungan air yang terdapat di dalam produk. IMF tradisional juga merupakan hasil olahan tanpa penambahan humektan, hasil olahan dengan penambahan gula, hasil olahan dengan penambahan gula dan garam, serta aneka produk roti (bakery product). Jenis IMF modern diolah dengan menggunakan pendekatan teknologi pangan, antara lain (1) menurunkan nilai aw dengan penambahan polihidrat alkohol, gula dan atau garam, (2) pencegahan pertumbuhan mikroorganisme dengan penambahan komponen antimikroba dan komponen antibakteri, seperti propilen glikol dan asam sorbat, dan (3) mempertahankan faktor organoleptik, seperti tekstur dan flavor melalui perlakuan fisika dan kimiawi. Dehidrasi Osmotik Pengeringan osmotik atau disebut juga dehidrasi osmotik merupakan salah satu metode pengawetan bahan pangan dengan menggunakan tekanan osmotik untuk mengeluarkan sebagian kandungan air pada bahan. Pada proses dehidrasi osmotik, bahan pangan direndam ke dalam media osmosis yang memiliki tekanan osmotik lebih tinggi dari tekanan osmotik bahan sehingga air dari dalam bahan
9
akan keluar ke arah media untuk menyeimbangkan tekanan. Proses osmosis juga dapat didefinisikan sebagai perpindahan larutan hipotonik (larutan dengan konsentrasi zat terlarut yang lebih rendah) ke larutan hipertonik (larutan dengan konsentrasi zat terlarut yang lebih tinggi) melalui sebuah membran semi permeabel. Sebagai akibat pengeluaran air dari dalam bahan tanpa perubahan fase cairan, maka proses dehidrasi osmotik dianggap sebagai metode pengawetan bahan pangan dan hasil pertanian yang menghasilkan mutu tinggi (Rastogi et al. 1997). Dehidrasi osmotik dilakukan dengan perendaman bahan (sayuran, buahbuahan atau daging) ke dalam larutan hipertonik seperti gula, garam dapur, sorbitol, gliserol dan lain sebagainya. Karena adanya beda tekanan osmotik antara struktur biologis sel yang berfungsi sebagai membran dan larutan hipertonik, serta sifat membran alami yang tidak 100% semi permeabel, maka terjadi suatu transfer massa yang kompleks (Saputra 2001). Pada dehidrasi osmotik terjadi penurunan kadar air bahan yang diikuti dengan peningkatan padatan pada bahan serta pertukaran komponen kimia. Difusifitas padatan (gula, garam dan sebagainnya) pada larutan lebih lambat dari laju difusifitas air keluar dari bahan. Kecepatan laju reaksi proses pengeringan osmotik dipengaruhi oleh beberapa parameter utama, yaitu suhu, konsentrasi dan waktu (Rastogi et al. 1997, Karathanos et al. 1995). Produk akhir dehidrasi osmotik akan memiliki massa yang lebih rendah serta ukuran yang relatif menyusut dibandingkan dengan produk segar sebagai akibat adanya perpindahan air dari produk ke larutan seperti ditunjukkan oleh ilustrasi pada Gambar 2. Jenis dan konsentrasi media osmotik sangat mempengaruhi pengeringan dan mutu yang dihasilkan. Karathanos et al. (1995) menemukan bahwa larutan glukosa dengan konsentrasi 45% memberikan laju kehilangan yang paling tinggi dibandingkan dengan konsentrasi larutan 30% dan 15%. Sukrosa dianggap sebagai bahan larutan osmotik terbaik, terutama bila pengeringan osmotik merupakan bagian dari pengeringan awal (Saputra 2001). Sukrosa pada permukaan bahan yang dikeringkan membantu menghalangi kontak dengan oksigen, yang berakibat terhadap penurunan laju pencoklatan (enzymatic browning). Sukrosa juga lebih dapat diterima ditinjau dari segi rasa manis yang
10
diakibatkannya pada produk akhir. Proses dehidrasi osmotik dapat digunakan untuk perlakuan pengeringan awal yang dapat menurunkan kadar air bahan sampai 50% dari kadar air awal bahan (Karathanos et al. 1995).
Gambar 2. Ilustrasi perpindahan air pada sel produk (buah) akibat perendaman dengan larutan hipertonik selama proses dehidrasi osmotik.
Dehidrasi osmotik merupakan salah satu metode pengawetan bahan pangan yang saat ini telah menjadi sebuah kebutuhan dalam rantai pengolahan pangan yang terintegrasi (Rastogi et al. 1997). Efisiensi dari proses pengeringan osmotik dapat disebabkan oleh :
11
•
Komposisi dan konsentrasi dari larutan osmotik.
•
Karakteristik fisika-kimia dan struktur bahan pangan tersebut ; porositas sel dan permeabilitas membran.
•
Parameter operasional seperti waktu, suhu (optimum pada 20-50 oC), tekanan operasi dan lain-lain.
•
Hubungan antara volume larutan osmotik dengan bahan yang dikeringkan.
•
Penanganan pasca panen bahan ; fisik, mekanik dan kimiawi.
Sejauh ini pengeringan osmotik telah secara luas digunakan dalam industri produk pangan, terutama untuk penanganan awal pada proses pengawetan buahbuahan. Umumnya produk buah-buahan mengandung 75% air dan banyak penelitian telah membuktikan bahwa dengan metode pengeringan osmotik dapat mengurangi 50% kandungan air pada bahan (Warczok et al. 2007). Jenis, konsentrasi media osmotik dan lama perendaman dalam larutan berpengaruh nyata terhadap pengurangan air dan peningkatan padatan. Ketebalan sampel berpengaruh terhadap kehilangan air dan peningkatan padatan. Konsentrasi terbaik untuk penggunaan gula adalah 50% dan media yang terbaik adalah sukrosa komersial (Saputra 2006). Beberapa contoh aplikasi pengeringan osmotik dalam produk pangan ditunjukkan oleh Tabel 1 berikut. Tabel 1. Aplikasi dehidrasi osmotik dalam produk pangan. Jenis Produk Pangan
Kondisi Penanganan (konsentrasi dan jenis larutan osmosis, suhu, waktu pencelupan, rasio larutan dengan produk.
Objek Pengamatan
Pustaka
Apel, Nanas
50, 60, 70 oBx Sukrosa ; 30, 40, 50 oC ; 1-5 jam; 4:1
Irisan daging buah
Sujata dan Das 2005
Pisang (varietas Cavemdish)
40, 50, 60, 70 oBx Sukrosa ; 25-45 oC ; 5 jam; 20:1
Irisan daging buah
Rastogi et al. 2005
Tomat chery
10, 25 % (w/w) NaCl, NaCl-sukrosa
tomat yang telah dilubangi (dibuat berpori)
Azoubel dan Murr
bentuk dadu 1 cm3
Park et al. 2002
suhu ruang ; 0.5–3 h; 10:1 Pir
55 ºBx sukrosa; 40 ºC; 2 jam
12
2000
Filtrasi Membran Membran adalah suatu fase permeabel atau semi permeabel berupa padatan polimer tipis yang dapat menahan pergerakan bahan tertentu. Menurut Scott dan Hughes (1996), kegunaan utama membran dalam industri ialah untuk filtrasi padatan tidak larut berukuran mikron dan submikron dari cairan dan gas yang mengandung padatan terlarut, perpindahan makromolekul dan koloid dari cairan yang mengandung ion, pemisahan campuran terlarut, pemisahan selektif gas dan uap dari aliran gas dan uap, transpor selektif ion, serta pemindahan semua bahan yang larut maupun tidak larut dalam air. Secara umum, bahan membran dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis, yaitu polimer sintetik, produk alami-termodifikasi yang berbahan dasar selulosa, serta bahan lainnya seperti bahan anorganik, keramik, logam, dan membran cair. Sifatsifat yang harus dimiliki membran diantaranya ialah ketahanan kimia, stabilitas mekanik, stabilitas termal, permeabilitas tinggi, selektivitas tinggi, serta mempunyai jumlah pengoperasian yang tinggi. Aplikasi umum membran pada penanganan air, aplikasi proses, dan penanganan limbah membuka peluang aplikasi membran yang potensial pada dunia industri (Scott dan Hughes 1996). Menurut Toledo (1991), filtrasi adalah suatu proses pemisahan dua atau lebih komponen dalam suatu aliran fluida. Proses ini digunakan untuk memisahkan padatan, komponen tidak larut, dan partikel lain yang tidak dikehendaki dalam suatu cairan. Filtrasi dibagi menjadi 2 bagian, yaitu filtrasi partikel konvensional (dead-end filtration) dan filtrasi membran (crossflow filtration). Pemisahan partikel tersuspensi yang berukuran lebih besar dari 10 µm dapat dilakukan dengan menggunakan filtrasi partikel konvensional, sedangkan partikel yang berukuran lebih kecil dari 10 µm dipisahkan menggunakan filtrasi membran. Aliran umpan dapat dibagi menjadi 2, yaitu aliran permeat (zat yang dapat dialirkan melalui membran) dan retentat (zat yang ditahan oleh membran). Penggambaran kedua sistem tersebut ditunjukkan pada Gambar 3 (Mulder 1996). Pada sistem dead-end, larutan umpan dialirkan secara tegak lurus terhadap membran sehingga terjadi peningkatan konsentrasi komponen-komponen yang tertahan pada permukaan membran dan terjadi penurunan laju permeat yang
13
melalui membran. Sementara pada sistem crossflow, aliran umpannya sejajar dengan membran sehingga fouling dapat dikurangi. Umpan
Retentat
Umpan
Permeat (b)
Permeat (a)
Gambar 3. Skema modul operasi dasar dead-end (a), crossflow (b).
Kinerja dan efisiensi membran ditentukan oleh dua parameter utama, yaitu selektivitas dan fluks membran (Mulder 1996). Fluks ialah jumlah volume permeat yang melewati satu satuan luas membran dalam waktu tertentu dengan adanya gaya dorong. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai fluks antara lain tekanan membran, kecepatan crossflow, dan konsentrasi larutan. Permasalahan utama pada filtrasi membran adalah munculnya fouling dan polarisasi konsentrasi yang dapat menurunkan kinerja fluks membran. Menurut Henry (1988), fouling disebabkan oleh akumulasi partikel pada permukaan membran yang semakin lama semakin menumpuk sehingga mengakibatkan penurunan fluks dan perubahan selektivitas. Menurut Cheryan (1998), fouling sangat dipengaruhi oleh karakteristik membran dan interaksinya dengan material yang akan difiltrasi. Sedangkan polarisasi konsentrasi intensitasnya dipengaruhi oleh parameter operasi proses filtrasi membran seperti tekanan transmembran, laju aliran dan suhu. Perbedaan ukuran molekul umpan juga dapat menurunkan nilai fluks, karena semakin besar ukuran molekul zat yang dialirkan melalui membran, semakin mungkin terbentuk lapisan gel pada permukaan membran yang dapat menghambat laju alir. Menurut Cheng dan Wu (2001), terdapat dua parameter penting yang berpengaruh terhadap kinerja membran, yaitu resistansi (rejeksi) membran dan fluks permeat. Secara umum, fluks akan menentukan jumlah permeat yang dapat dihasilkan, sedangkan
14
selektivitas membran berkaitan dengan kualitas permeat. Selektivitas membran merupakan suatu ukuran membran dalam menahan atau melewatkan suatu spesi tertentu. Selektivitas membran tergantung kepada interaksi antarmuka dengan spesi yang akan melewatinya, ukuran spesi serta ukuran pori membran. Filtrasi membran adalah sebuah teknik pemisahan partikel di dalam suatu komponen larutan tertentu dengan memanfaatkan pori-pori selektif membran. Partikel akan terpisah berdasarkan ukuran dan bentuknya dengan bantuan tekanan yang diberikan serta karakteristik pori membran yang digunakan. Ukuran pori membran merupakan salah satu karakteristik membran yang dapat diperoleh dengan meninjau energi bebas ion ketika berada dalam membran. Energi bebas ion dapat diperoleh dari hubungan konduktansi listrik dengan variabel suhu. Dengan bantuan teknik linearisasi dari energi bebas maka diperoleh nilai ukuran pori membran. Terdapat beberapa metode filtrasi membran dilihat dari ukuran pori, diantaranya adalah osmosis balik/reverse osmosis (RO), nanofiltrasi (NF), ultrafiltrasi (UF), dan mikrofiltrasi (MF). Karakteristik masing-masing metode filtrasi ditunjukkan oleh Gambar 4.
Gambar 4. Parameter operasional sistem filtrasi membran yang umumnya digunakan pada industri pengolahan pangan menurut Tetra Pak A/B, Lund, Sweden 2010.
15
Reverse Osmosis / Osmosis Balik (RO) •
Dapat digunakan untuk memisahkan molekul garam, glukosa, dan asam amino/protein.
•
Ukuran pori membran : < 0.005 µm.
•
Tekanan operasi : 200-1,000 psig.
Nanofiltrasi (NF) •
Dapat
digunakan
untuk
memisahkan
molekul
mono-,
di-
dan
oligosakarida. •
Ukuran pori membran : < 0.005 µm.
•
Tekanan operasi : 100-500 psig.
Ultrafiltrasi (UF) •
Dapat digunakan untuk memisahkan molekul protein, lemak dan polisakarida.
•
Ukuran pori membran : 0.5-0.05 µm.
•
Tekanan operasi : 20-200 psig.
Mikrofiltrasi (MF) •
Dapat digunakan untuk memisahkan berbagai jenis molekul besar.
•
Ukuran pori membran : 0.05-5 µm.
•
Tekanan operasi : 10-50 psig. Saat ini teknologi filtrasi membran telah banyak digunakan dalam industri
makanan dan minuman untuk memurnikan, membersihkan, menjernihkan, memekatkan, atau memisahkan komponen dalam produk seperti menghilangkan komponen padatan pada jus dan mengkonsentrasikan protein pada susu. Keuntungan dari pengolahan proses menggunakan filtrasi membran adalah proses kerja yang dapat dilakukan pada suhu rendah (ruang) sehingga rasa dan komponen zat fungsional dari bahan akan tetap terjaga mutunya dengan baik karena teknik pemurnian atau pemisahan yang dilakukan tanpa proses termal yang dapat merusak karakteristik atau sifat bahan pangan.
16
Distilasi Membran Distilasi membran adalah suatu teknik filtrasi membran untuk memisahkan komponen cairan dengan memanfaatkan prinsip tekanan uap akibat perbedaan suhu antara komponen zat yang dipisahkan dengan media oleh membran. Distilasi membran umumnya digunakan untuk larutan dimana komponen yang akan dipisahkan mengandung sebagian besar air. Larutan pada sisi umpan akan dipanaskan sehingga molekul air yang terdapat di dalamnya berubah fase menjadi uap, selanjutnya berpindah melewati pori membran dan terkondensasi pada sisi membran permeat karena suhu yang lebih rendah. Proses distilasi membran harus memenuhi beberapa kriteria diantaranya ; menggunakan membran simetrik atau asimetrik berpori, bahan membran tidak terbasahkan oleh cairan dan bersifat hidrofobik serta prinsip pemisahan menggunakan perbedaan tekanan uap sehingga hanya fase uap yang akan melewati membran selama proses pemisahan berlangsung. Perbedaan tekanan uap memiliki peran yang sangat besar dalam proses perpindahan uap air. Beberapa jenis metode distilasi membran dibedakan berdasarkan kemampuan meningkatkan perbedaan tekanan uap serta bagian sisi permeat yang mengalami kontak dengan membran, diantaranya adalah sebagai berikut (Gambar 5). Direct contact membrane distillation (DCMD) merupakan sebuah metode distilasi membran dimana larutan permeat yang memiliki suhu lebih rendah dari suhu larutan umpan bersentuhan langsung/kontak dengan permukaaan sisi membran. Larutan umpan dan permeat dialirkan dengan arah berlawanan melewati permukaan membran dengan menggunakan pompa secara sirkulasi. Dalam hal ini perbedaan suhu transmembran akan menyebabkan perbedaan tekanan uap antara kedua sisi membran. Sehingga komponen volatil dari larutan seperti air pada larutan umpan akan menguap dan menyebrang/melewati pori membran dalam bentuk molekul uap air, kemudian terkondensasi menjadi air pada sisi larutan permeat. Vacuum membran distillation (VMD) adalah satu metode distilasi membran dengan menggunakan pompa vakum untuk menurunkan tekanan pada sisi permeat sehingga menjadi lebih rendah dari tekanan uap larutan umpan. Pada larutan umpan juga digunakan pompa untuk mensirkulasikan aliran. Perbedaan tekanan
17
transmembran ini menyebabkan molekul uap pada sisi umpan bergerak menyebrang dan melewati membran kemudian terkondensasi pada sisi permeat di luar modul membran. Proses kondendasi terjadi pada bagian luar membran.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 5. Berbagai jenis metode distilasi membran : (a) DCMD, (b) VMD, (c) SGMD dan (d) AGMD (Khayet, 2008). Sweeping gas membrane distillation (SGMD) merupakan salah satu metode distilasi membran dengan menggunakan gas inert tertentu bersuhu rendah yang melewati bagian dalam membran. Gas tersebut dihembuskan berlawanan dengan arah aliran umpan. Molekul uap air dari larutan umpan yang bergerak melewati pori membran ditangkap oleh gas yang bersuhu lebih rendah kemudian dialirkan
18
ke sisi permeat membran hingga terjadi kondensasi. Pada SGMD proses kondensasi terjadi pada bagian luar membran. Air gap membrane distillation (AGMD) menggunakan sebuah celah udara pada bagian antara membran dengan sisi permeat. Molekul uap dari larutan feed akan bergerak melewati pori membran kemudian melewati bagian udara dan terkondensasi pada sisi permeat membran. Selama proses AGMD berlangsung, proses kondensasi terjadi pada bagian dalam model membran. Setiap jenis metode konfigurasi distilasi membran di atas memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, tergantung pada komponen larutan/zat yang akan dipisahkan. Pemilihan metode yang tepat akan menentukan efektivitas dan efisiensi distilasi membran. Dalam kegiatan agro-industri, membran distilasi telah banyak digunakan untuk memurnikan bahan yang mengandung unsur garam tinggi (monovalent ion) karena cukup efektif dalam memisahkan molekul ion yang berukuran kecil dengan laju aliran fluks padatan yang tinggi (Suarez et al 2006). Berdasarkan pertimbangan karakteristik pemisahannya, membran distilasi dengan nanofiltrasi juga digunakan dalam permurnian dan fraksinasi molekul dengan berat di bawah 1 kDa pada media yang kompleks. Pendekatan tersebut telah digunakan dalam pemurnian oligosakarida pada susu (Martinez et al. 2006). Selain itu aplikasi membran filtrasi juga telah banyak digunakan dalam teknologi pemurnian air dengan paduan reverse osmosis dan penghilangan garam-garaman serta pemisahan karbohidrat, asam amino, peptida dan protein dalam bioproses. Direct Contact Membrane Distillation (DCMD) DCMD merupakan salah satu jenis konfigurasi distilasi membran yang paling sederhana, ekonomis dan banyak digunakan secara luas dibandingkan dengan jenis konfigurasi lainnya. Dalam proses DCMD, larutan umpan dan larutan permeat (distilat) dialirkan secara sirkulasi dan bersentuhan/kontak langsung dengan permukaan membran dengan perbedaan suhu tertentu. Perbedaan suhu diantara kedua larutan umpan-permeat tersebut menghasilkan gradien tekanan uap transmembran yang memungkinkan komponen volatil pada larutan umpan berpindah/menyebrang melewati pori membran menunju larutan permeat dan
19
terkondensasi. Gambar 6 menunjukkan mekanisme perbedaan suhu yang menjadi driving force dalam distilasi membran DCMD. Syarat yang harus dipenuhi agar mekanisme tersebut dapat berlangsung yaitu membran bersifat tidak terbasahkan oleh molekul air atau hidrofobik, sehingga hanya uap air atau komponen volatil yang dapat melewati membran. Material yang umumnya digunakan unuk jenis membran
ini
diantaranya
PVDF
(Polyvinylidenefluoride),
PTFE
(Polytetrafluoroethylene) serta PP (Polypropylene). Beberapa jenis dan bentuk membran yang digunakan dalam konfigurasi DCMD antara lain flat sheet, spiral wound, tubular dan hollow fiber (Drioli et al 2006).
Gambar 6. Skema perbedaaan suhu antara umpan dan permeat yang menyebabkan beda tekanan transmembran. Larutan umpan yang dimasukkan ke dalam sistem membran dipanaskan pada suhu Tbf (bulk feed) sedangkan larutan permeat pada sisi lainnya didinginkan pada suhu Tbp (bulk permeate). Adanya perbedaan suhu yang diberikan menyebabkan terjadinya proses pindah panas pada kedua sisi membran akibat bersentuhan langsung dengan larutan feed dan permeat. Pada sisi larutan umpan, suhu pada permukaan membran menjadi sebesar Tmf (membrane feed) dan pada sisi larutan permeat, suhu pada permukaan membran sebesar Tmp (membrane permeate). Perbedaan suhu pada kedua sisi membran yang sama tersebut, meyebabkan terbentuknya lapisan batas (boundary layer) baik pada sisi larutan feed maupun
20
permeat yang menjadi batasan dan hambatan dalam proses perpindahan komponen volatil yang melewati membran. Perbedaan tekanan uap yang menyebabkan adanya tekanan transmembran sebagai driving force adalah perbedaan tekanan pada suhu membran Tmf dan Tmp . Perbandingan atau rasio perbedaan suhu pada kedua sisi membran dan pada kedua sisi larutan disebut dengan TPC (temperatur polarization coefficient) yang memiliki nilai antara 0-1. Semakin besar nilai TPC, maka perpindahan uap komponen volatil pada membran akan semakin besar. Perbedaan suhu larutan (Tbf dan Tbp) diharapkan dapat seminimal mungkin dengan suhu membran (Tmf dan Tmp) agar proses distilasi membran dapat berlangsung dengan efisien dan optimal. Jumlah permeat dalam hal ini uap air yang melewati pori membran disebut juga dengan fluks permeat yang dilambangkan dengan notasi J. Fluks permeat merupakan fungsi dari koefisien distilasi membran c dengan perbedaan tekanan transmembran ΔP pada suhu Tmf dan suhu Tmp. Beberapa hal yang mempengaruhi proses perpindahan komponen volatil pada distilasi membran DCMD diantaranya adalah pemilihan jenis dan material membran, perbedaan suhu umpan-permeat serta kecepatan aliran umpan. Konfigurasi DCMD telah terbukti dapat memisahkan komponen volatil pada larutan seperti yang dilakukan oleh Nene et al. (2002) yang memurnikan larutan gula kasar (sugar cane) dengan jenis turbular membran PP dan laju fluks permeat mencapai 15 kg/m2h, kemudian Termpiyakul et al. (2005) untuk memurnikan air laut/garam dengan jenis flat sheet membran PVDF, serta Jensen et al. (2011) untuk memurnikan konsentrat black curent juice dengan jenis tubular membran PTFE dan laju fluks 2-8 kg/m2h.
21
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 10 bulan, mulai dari bulan Juni 2012 hingga Maret 2013 di Laboratorium Teknik Energi Terbarukan (TET), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah mangga (Mangifera indica L.) varietas Cengkir/Indramayu dengan tingkat kematangan yang seragam, gula putih komersial (sukrosa), akuades serta air mineral. Sedangkan peralatan yang digunakan antara lain, set osmotik dehidrator, heater, stirrer, hollow fiber membran PP (polypropylene), evaporator, pompa membran RO 50 GPD, pomp air mini AT380, pressure gauge, hand refractometer ATAGO N1-K Fuji 13976, timbangan digital Excellent DJ-Serries, drying oven SS-204D, hybrid recorder , termokopel tipe CC, termometer, kertas saring, tissue, mistar penggaris, wadah plastik serta pisau buah. Spesifikasi jenis membran yang digunakan dalam penelitian ini yaitu membran ultrafiltrasi tipe UF S-220 yang akan difungsikan sebagai DCMD, jenis hollow fiber membrane, material polypropylene (hydrophobic membrane), diameter 2 inch, panjang 495 mm, konektor umpanpermeate ¼ inch, berat 1.12 kg, pore size diameter 0.05 micron / 2400 hollow fiber, luas membran efektif 0.8 m2, tekanan operasi 1-2.5 bar, temperatur operasi maks. 50 oC. Membran diperoleh melalui pemesanan yang diproduksi oleh PT GDP Membran Filter, Bandung Jawa Barat. Prosedur Penelitian Penelitian dilakukan melalui tiga tahapan proses yang meliputi penelitian tahap pertama, yaitu pengujian kinerja distilasi membran DCMD, tahap kedua berupa pengamatan karakteristik dehidrasi osmotik irisan buah mangga, serta tahap ketiga untuk mengetahui kinerja rekonsentrasi proses dehidrasi buah mangga dengan DCMD. Bagan alir dan tahapan penelitian ini ditunjukkan oleh Gambar 7 berikut.
22
Mulai (Studi literatur dan tinjauan pustaka)
Pemilihan jenis membran DCMD
Pemilihan dan penyeragaman buah mangga varietas Cengkir
Penelitian tahap I Pengujian kinerja membran UF-S220 Hollow Fiber Polypropylene
Penelitian tahap II Karakteristik dehidrasi osmotik irisan mangga (3 x 3 x 1 cm) perbandingan massa-larutan , 1:20
Diperoleh
Diperoleh Penyusutan massa, volume, perubahan kadar air, solid gain serta laju pengeluaran air (water loss) selama proses dehidrasi osmotik
Fluks permeat membran pada suhu umpan 50 oC, suhu permeat 5, 10, 15 oC
Grafik operasi kerja fluks permeat terhadap laju pengeluaran air dehidrasi osmotik mangga
Penentuan perbandingan optimal massa-larutan untuk proses rekonsentrasi larutan gula
Pemodelan laju perubahan konsentrasi larutan gula selama proses dehidrasi
Penelitian tahap III Kinerja rekonsentrasi larutan gula dehidrasi buah mangga dengan DCMD Evaluasi kinerja rekonsentrasi dan kemampuan membran DCMD
Gambar 7. Bagan alir dan tahapan penelitian rekonsentrasi membran DCMD.
23
Penelitian Tahap Pertama Pengujian Kinerja Distilasi Membran DCMD Penelitian tahap pertama bertujuan untuk mengetahui kemampuan membran polypropylene dalam memisahkan komponen air dan larutan osmotik dengan teknik DCMD. Perlakuan yang digunakan pada tahap ini yaitu variasi konsentrasi larutan osmotik dan suhu permeat (sisi dingin). Gambar 8 menunjukkan skema distilasi membran DCMD. Pada bagian umpan, sebanyak 5 liter larutan gula dimasukkan ke dalam wadah dehidrator dengan perlakukan konsentrasi 30, 35 dan o
40
Bx pada suhu 50
o
C. Larutan kemudian dialirkan secara sirkulasi
menggunakan pompa membran dengan laju konstan sebesar 0.67 liter/menit dan tekanan 1 atm menuju saluran feed in lalu keluar melalui saluran feed out dan kembali lagi ke wadah dehidrator. Untuk menjaga keseragaman suhu dan konsentrasi larutan digunakan heater sebagai pemanas dan stirrer untuk pengadukan larutan. Pada sisi permeat, akuades digunakan sebagai larutan sisi dingin dengan perlakuan suhu pada 5, 10 dan 15 oC. Suhu akuades dijaga konstan dengan menggunakan evaporator. Akuades dialirkan menggunakan pompa dengan laju konstan sebesar 0.67 liter/menit dan tekanan 1 atm menuju saluran permeat in dan keluar melalui saluan permeat out, kemudian kembali ke wadah permeat. Hal tersebut terjadi secara terus-menerus selama proses rekonsentrasi. Rekonsentrasi larutan dilakukan selama 480 menit dengan pengamatan dan pengukuran perubahan konsentrasi dilakukan setiap selang 20 menit. Cara pembuatan larutan osmotik adalah dengan mencampurkan gula putih/pasir dengan akuades, kemudian diukur kadar TPT (total padatan terlarut) dengan refraktometer hingga diperoleh konsentrasi dalam satuan oBx yang diinginkan. Refraktometer dikalibrasi dengan cara meneteskan akuades pada lensa refraktometer hingga menunjukkan angka 0 oBx. Jumlah air dalam larutan yang dipisahkan oleh membran ditentukan dengan menghitung perubahan konsentrasi larutan gula selama proses rekonsentrasi dengan Persamaan 1.
24
(a)
(b) Gambar 8. (a) Foto dan (b) Skema peralatan dehidrasi osmotik dengan distilasi membran DCMD. Keterangan gambar : 1) wadah umpan, 2) heater pemanas, 3) stirrer, 4) thermostat dan termometer, 5) pompa membran, 6) pressure gauge, 7) UF S-220 membran, 8) wadah permeat, 9) pompa air mini, 10) evaporator, 11) hybrid recorder dan termokopel CC.
25
𝐶 =
𝑚! × 100% , 𝑚! + 𝑚!
𝑚! =
𝑚! 1 − 𝐶 × 100% (1) 𝐶
Dimana : C = konsentrasi larutan gula (oBx) mg = massa gula (kg) ma = massa air (kg) Fluks permeat adalah laju uap air dari sisi umpan yang berpindah melewati pori membran menuju sisi permeat membran (Gunko et al. 2006). Fluks permeat membran dalam penelitian ini diperoleh dengan mengamati perubahan konsentrasi yang terjadi selama proses rekonsentrasi, yaitu menghitung volume air yang dipisahkan oleh membran. Massa jenis air (ρ) yang digunakan sebesar 1 kg/liter sehingga massa air akan sama dengan volume air. Fluks permeat diperoleh dengan mengitung volume air dibagi dengan luasan membran serta waktu rekonsentrasi (Persamaan 2). Kombinasi perlakuan penelitian tahap I ditunjukkan oleh Tabel 2.Kombinasi perlakuan penelitian tahap I ditunjukkan oleh Tabel 2.
𝐽=
𝑉 2 𝐴×𝑡
Dimana : J = fluks permeat (liter/m2h) A = luas permukaan membran (m2) t = waktu (h) V = volume air permeat (liter) Tabel 2. Kombinasi perlakukan karakteristik membran UF-S220 DCMC. Konsentrasi larutan gula (oBx)
Suhu dehidrasi osmotik/ suhu umpan membran (oC)
30
50
35
50
40
50
Suhu permeat (oC) 5 10 15 5 10 15 5 10 15
26
Laju umpan (liter/menit) 0.67
0.67
0.67
Untuk menghindari terjadinya fouling pada membran maka dilakukan proses membran backwash pada setiap akhir proses rekonsentrasi larutan gula. Backwash merupakan metode pembersihan membran dengan mengalirkan larutan pencuci pada arah yang berkebalikan dengan pemberian tekanan yang tinggi. Larutan pencuci yang digunakan sebagai backwash dalam penelitian ini adalah akuades dengan suhu 40 oC sebanyak 5-10 liter. Mekanisme aliran backwash yang dilakukan adalah sebagai berikut (Gambar 9). 1. Larutan akuades dialirkan melalui saluran no. 3, tutup saluran no. 4 dan no. 1, kemudian cairan akan terbuang dari saluran no. 2. 2. Larutan akuades dialirkan melalui saluran no. 4, tutup saluran no. 3 dan no. 2, kemudian cairan akan terbuang dari saluran no. 1. 3. Larutan akuades dialirkan melalui saluran no. 1, tutup saluran no. 3 dan no. 2, kemudian cairan akan terbuang dari saluran no. 4. 4. Larutan akuades dialirkan melalui saluran no. 2, tutup saluran no. 4 dan no. 1, kemudian cairan akan terbuang dari saluran no. 3.
Membran Retentat
Permeat Feed (larutan gula)
Permeat (air)
Gambar 9. Skema dan mekanisme membran backwash pada proses distilasi membran DCMD.
27
Penelitian Tahap Kedua Karakteristik Dehidrasi Osmotik Irisan Mangga Buah mangga varietas Cengkir/Indramayu dengan tingkat kematangan serta kadar gula (oBx) yang seragam diperoleh dari pasar buah segar setempat. Mangga kemudian dikupas dan diiris tipis melintang dengan ukuran panjang 3 cm lebar 3 cm dan tebal 1 cm menggunakan pisau pengiris buah. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam wadah (kawat) berongga dengan dimensi 12 x 2 x 4 cm dan di kelompokkan sebanyak 3 sampel pengulangan untuk memudahkan dalam pengukuran, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 10. Kadar air bahan diukur dengan menggunakan metode oven pada suhu 105 oC selama 24 jam. Kadar air menunjukkan jumlah kandungan air persatuan bobot bahan yang dapat dinyatakan dalam persen basis berat basah atau dalam persen basis berat kering. Dalam penelitian ini kadar air dinyatakan dalam persen basis basah dengan batas maksimum teoritis sebesar 100 % yang dapat ditentukan oleh Persamaan 3.
Gambar 10. Sampel irisan buah mangga yang digunakan dalam dehidrasi osmotik.
𝑚 =
𝑎−𝑏 ×100% (3) 𝑎
Dimana : m = kadar air basis basah (% b.b) a = massa sampel awal (g) b = massa sampel setelah oven (g) Proses dehidrasi osmotik irisan mangga menggunakan jenis larutan gula pasir komersial (sukrosa) dengan konsentrasi 30, 35 dan 40 oBx. Pembuatan larutan
28
osmotik dilakukan sama seperti pada penelitian tahap I yang telah disebutkan sebelumnya. Pengukuran TPT sampel buah mangga dilakukan dengan mengekstrak sampel kemudian diletakkan di lensa refraktometer. Sampel buah mangga ditimbang untuk mengetahui massa awal, kemudian dimasukkan ke dalam larutan gula dengan rasio sampel dan larutan gula 1:20 (massa/volume). Dehidrasi dilakukan selama 480 menit dengan waktu pengukuran pada menit ke 0, 30, 60, 90, 120, 150, 180, 240, 360 serta 480. Suhu larutan osmotik diatur menggunakan heater pada kondisi tetap sebesar 50 oC. Kombinasi perlakuan penelitian tahap II ditunjukkan oleh Tabel 3. Gambar 11 menunjukkan perlakukan sampel untuk menentukan karakteristik dehidrasi osmotik.
Tabel 3. Kombinasi perlakuan karakteristik dehidrasi osmotik irisan mangga. Suhu larutan o
osmotik ( C)
Konsentrasi o
larutan ( Bx)
Ukuran irisan
Waktu dehidrasi
bahan (cm)
(menit)
3x3x1
480
30 50
35 40
Gambar 11. Perlakuan sampel irisan mangga dalam dehidrasi osmotik.
29
Setelah proses dehidrasi osmotik selesai, sampel kemudian dibilas dengan air, dikeringkan dan ditimbang massa, volume, densitas, porositas dan kadar air akhir. Massa bahan diukur secara langsung dengan menggunakan timbangan digital. Volume bahan dihitung menggunakan prinsip Archimedes dengan menghitung perbedaan berat di udara dan di dalam air (Yuliana 2012). Bahan di timbang untuk mengetahui massa awal di udara. Selanjutnya bahan diletakkan pada wadah yang telah dilengkapi pemberat, kemudian dimasukkan ke dalam air dan ditimbang dengan skema yang ditunjukkan oleh Gambar 12. Untuk menyeimbangkan posisi dan pembacaan pada skala timbangan digunakan papan serta benang penyangga yang diletakkan di atas timbangan. Persamaan 4 menunjukkan perhitungan volume bahan. 1 2 5
3
6 4
Gambar 12. Skema pengukuran volume sampel dengan metode Archimedes. Keterangan gambar : (1) papan penyangga, (2) timbangan digital, (3) wadah bahan/sampel dan pemberat, (4) wadah berisi air, (5) benang pengait dan (6) meja penyangga.
𝑣 =
𝑤! − 𝑤 ! ×100% (4) 𝑦!"#
Dimana : v
= volume sampel (cm3)
ws = berat sampel (gf) w’ = berat sampel di air (gf) yair = berat jenis air (0.9957 gf/cm3)
30
Densitas adalah ukuran kerapatan suatu zat yang dinyatakan dalam perbandingan banyaknya massa zat persatuan volume. Pengukuran densitas dapat dinyatakan dalam Persamaan 5.
𝜌 =
𝑚! (5) 𝑣!
Dimana : ρ
= massa jenis/kerapatan (g/cm3)
m = massa sampel (g) v
= volume sampel (cm3)
Porositas pada bahan merupakan fraksi udara yang berperan penting dalam pergerakan air dan udara pada rongga bahan. Porositas dapat diketahui dengan menggunakan Persamaan 6.
𝜀 =
𝜌! − 𝜌! (6) 𝜌!
Dimana : 𝜀 ρr
= porositas sample (tanpa satuan) = densitas sampel (kg/m3)
ρa = densitas apparent sampel (kg/m3) Densitas sampel diperoleh melalui pengukuran langsung perbandingan massa dan volume dengan Persamaan (5). Mangga terdiri dari jenis karbohidrat yang didominasi oleh sukrosa sebesar 7-12 % yang menyebabkan rasa manis. Densitas apparent sampel (ρa) pada produk mangga didekati melalui jumlah karbohidrat atau kandungan gula yang terdapat dalam bahan. Densitas apparent dapat ditentukan melalui persamaan 7. 1 (7) 𝑥! 1 − 𝑥! 1000 − 1590 Dimana : xw = kadar air basis basah (% b.b) 𝜌! =
1000 = kerapatan air (kg/m3) 1590 = kerapatan karbohidrat rata-rata (kg/m3)
31
Penyusutan massa pada proses dehidrasi osmotik terjadi karena perubahan kandungan air yang keluar bahan (kehilangan air). Hal tersebut menyebabkan bagian rongga pada bahan menyusut karena jumlah air yang hilang. Penyusutan massa dinyatakan dalam persentase (%) dengan Persamaan 8.
𝑊! = −
𝑊! − 𝑊! × 100% (8) 𝑊!
Dimana : WR = penyusutan massa (% w/w) Wt
= massa sampel pada waktu t (g)
Wo
= massa sampel pada waktu ke-0 menit (g)
Penyusutan volume pada dehidrasi osmotik juga disebabkan sebagai akibat kehilangan kandungan air dalam bahan sehingga rongga pada bahan menyusut. Pada umumnya penyusutan volume juga berbanding lurus dengan penyusutan massa. Penyusutan volume dapat dinyatakan dalam Persamaan 9.
𝑉! = −
𝑉! − 𝑉! × 100% (9) 𝑉!
Dimana : VR
= penyusutan volume (% w/w)
Vt
= volume sampel pada waktu t (cm3)
Vo
= volume sampel pada waktu ke-0 menit (cm3)
Pada tahap akhir juga dilakukan pengukuran water loss (WL) serta solid gain (SG). Water loss (WL) adalah jumlah air yang keluar dari bahan selama proses dehidrasi. Sedangkan solid gain (SG) adalah jumlah padatan terlarut yang masuk ke dalam bahan selama proses dehidrasi osmotik berlangsung (Azuara 1992). WL dan SG ditentukan dengan menggunakan Persamaan (10) dan (11).
32
𝑊𝐿! = 𝑚! − 𝑚! 𝑆𝐺! =
𝑤! 10 𝑤!
𝑤! 100 − 𝑚! − 𝑤! 100 − 𝑚! (11) 𝑤!
Dimana : WLt = water loss pada waktu t (%) SGt = solid gain pada waktu t (%) w0 = massa awal bahan (gram) wt = massa bahan pada waktu ke t menit (gram) m0 = kadar air awal bahan (%) mt = kadar air bahan pada waktu ke t menit (%) Kehilangan air pada proses dehidrasi osmotik akan terus berlangsung hingga mencapai kondisi kesetimbangan, dimana tekanan dalam sel pada bahan akan sam dengan tekanan osmotik lingkungan. Kondisi tersebut menggambarkan jumlah kehilangan air optimal pada waktu tertentu selama proses berlangsung. hal tersebut dapat digunakan untuk memprediksi laju kehilangan air optimal pada dehidrasi osmotik. Untuk mengetahui kehilangan air selama proses osmotik pada kondisi kesetimbangan, dapat dilakukan dengan pemodelan dehidrasi osmotik yang dikembangkan oleh Azuara (1992) menggunakan Persamaan 12.
𝑊𝐿! =
𝑆! 𝑡(𝑊𝐿! ) (12) 1 + 𝑆! 𝑡
Dimana : S1
= konstanta yang berkaitan dengan water loss (-)
WL∞ = water loss pada kondisi kesetimbangan (%)
33
Penelitian Tahap Ketiga Rekonsentrasi Proses Dehidrasi Osmotik Irisan Mangga dengan DCMD Hasil pengukuran fluks permeat pada tahap I selanjutnya diplotkan dalam grafik hubungan antara konsentrasi larutan dengan laju massa air yang dipindahkan pada berbagai kondisi perlakuan suhu permeat. Tahap berikutnya, nilai WL yang diperoleh pada tahap II diplotkan dalam grafik hubungan antara konsentrasi larutan gula dengan laju massa air yang keluar dari bahan pada berbagai massa buah awal yang digunakan. Dari kedua grafik tersebut akan diperoleh hubungan antara massa air yang keluar bahan dengan massa air yan mampu dipisahkah dari larutan sehingga akan diperoleh perbandingan massa buah : larutan yang optimal dalam proses rekonsentrasi dengan membran DCMD. Proses evaluasi kinerja distilasi membran DCMD dalam memekatkan larutan gula pada dehidrasi osmotik irisan buah mangga meliputi perubahan nilai konsentrasi larutan serta beberapa parameter dehidrasi osmotik berupa WLt, SG, penyusutan massa dan volume (shrinkage). Pada tahap III ini juga dilakukan pengukuran dan pemodelan laju perubahan konsentrasi larutan gula pada proses dehidrasi osmotik tanpa membran DCMD. Nilai koefisien dehidrasi osmotik serta WL∞ yang diperoleh, dijadikan sebagai acuan dalam menentukan besarnya nilai WLt pada t menit untuk berbagai tingkat konsentrasi larutan. Solusi persamaan non linear dari hasil perhitungan diselesaikan dengan menggunakan metode numerik Euler, sehingga diperoleh besar nilai konsentrasi larutan pada waktu yang ditentukan dengan Persamaan 13. Tingkat
efektivitas
rekonsentrasi
membran
DCMD
dihitung
dengan
membandingkan konsentrasi akhir larutan menggunakan membran dan tanpa menggunakan membran DCMD. 𝑤!!! = 𝑤! + Δ𝑡. 𝑓 𝑡 dimana f(t) adalah turunan pertama yang dinyatakan dengan ; 𝑑! = 𝑓 𝑡 𝑑!
34
𝑑! 𝑆! 𝑡𝑊!! = 𝑊 𝑑! 1 + 𝑆! 𝑡 ! 𝑠𝑒ℎ𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎, 𝑓 𝑡 =
𝑆! 𝑊!! 𝑊! (13) (1 + 𝑆! 𝑡)!
Selama proses rekonsentrasi dengan membran, laju perubahan konsentrasi larutan C terhadap waktu (dC/dt) akan dipengaruhi oleh perubahan massa air di dalam larutan gula. Pemodelan simulasi dilakukan dengan menentukan hubungan antara perubahan konsentrasi larutan terhadap waktu dC/dt ke dalam fungsi f (C, t). Fungsi f (C, t) diperoleh dengan melakukan regresi kuadratik melalui data fluks membran pada suhu permeat 5 oC, konsentrasi awal 30, 35 dan 40 oBx. Perubahan massa air meliputi jumlah air yang keluar dari buah ke larutan serta air yang dipisahkan/dibuang dari larutan oleh membran. Pemodelan dehidrasi osmotik dengan membran DCMD meliputi hubungan antara fluks permeat terhadap konsentrasi larutan. Besarnya nilai fluks permeat atau laju massa air yang dipisahkan oleh membran dipengaruhi oleh luasan membran tersebut terhadap waktu (Persamaan 14). 𝑑! 𝑑 𝑚! = 𝑑! 𝑑! 𝑚! + 𝑚! 𝑑𝑚 𝑚! 𝑑 ! 𝑑! ! =− 𝑑! (𝑚! + 𝑚! )! dimana,
𝑑𝑚! = −𝐽×𝐴 𝑑!
𝑑! 𝑚! = 𝐽×𝐴 𝑑! (𝑚! + 𝑚! )! 𝑠𝑒ℎ𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎,
𝐽×𝐴 =
𝑑! (𝑚! + 𝑚! )! × (14) 𝑑! 𝑚!
35
Proses Pindah Panas dan Massa pada Distilasi Membran DCMD Proses pindah massa dan panas pada distilasi membran DCMD dapat dibagi menjadi 5 bagian seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 13, yaitu : bagian bulk feed atau sisi umpan, lapisan batas umpan, area membran, lapisan batas permeat serta bulk permeate atau bagian sisi permeat (Sharmiza 2012). Perbedaan suhu pada sisi umpan dan permeat membran ( Tmf dan Tmp ) menyebabkan timbulnya tekanan uap pada kedua sisi membran sehingga uap air berpindah dari tekanan uap yang lebih tinggi ke tekanan yang lebih rendah. Tekanan uap yang juga merupakan tekanan transmembran menjadi driving force dalam proses DCMD. Perbandingan atau rasio perbedaan suhu pada kedua sisi membran dan pada kedua sisi larutan disebut dengan TPC (Temperatur Polarization Coefficient) yang dirumuskan dengan Persamaan 15. Semakin besar nilai TPC, maka perpindahan uap komponen volatil pada membran akan semakin besar. Perbedaan suhu larutan (Tbf dan Tbp) diharapkan dapat seminimal mungkin dengan suhu membran (Tmf dan Tmp) agar proses distilasi membran dapat berlangsung dengan efisien dan optimal.
Gambar 13. Profil suhu dan tekanan uap pada proses distilasi membran.
36
𝑇𝑃𝐶 =
𝑇!" − 𝑇!" (15) 𝑇!" − 𝑇!"
Dimana : TPC = koefisien polarisasi suhu (tanpa dimensi) Tmf
= suhu pada permukaan membran sisi umpan (oC)
Tmp = suhu pada permukaan membran sisi permeat (oC) Tbf
= suhu pada membran sisi umpan (oC)
Tbp
= suhu pada membran sisi permeat (oC)
Pindah massa yang terjadi selama proses distilasi membran DCMD berlangsung dapat dinyatakan secara linear sebagai fungsi dari koefisien distilasi membran dengan perbedaan tekanan uap antara kedua sisi membran seperti yang ditunjukkan oleh Persamaan 16. Dalam hal ini hanya molekul uap air yang berpindah melewati membran dan terkondensasi pada bagian permeat. 𝐽 = 𝐶 𝑃!" − 𝑃!" (16) Dimana : J C
= fluks permeat membran (W/m2K) = koefisien distilasi membran (kg/m2hPa)
Pmf = tekanan parsial uap larutan pada suhu Tmf (Pa) Pmp = tekanan parsial uap air pada suhu Tmp (Pa) Tekanan uap parsial diantara kedua sisi membran merupakan tekanan uap larutan gula dan air. Besarnya tekanan parsial pada larutan gula (Pmf) ditentukan oleh hukum Raoult yang menyatakan bahwa tekanan uap larutan ideal dipengaruhi oleh tekanan uap pelarut dan fraksi mol zat terlarut yang terkandung dalam larutan tersebut (Smith 2011) seperti yang ditunjukkan oleh Persamaan 17. 𝑃! = 𝑋! × 𝑃! (17) Dimana : Pa
= tekanan parsial larutan (Pa)
Xa = fraksi mol larutan gula dan air 𝑋! =
𝑚𝑜𝑙 𝐶!" 𝐻!! 𝑂!! 𝑚𝑜𝑙 𝐶!" 𝐻!! 𝑂!! + 𝑚𝑜𝑙 𝐻! 𝑂
Po = tekanan parsial uap air awal (oC)
37
Proses pindah panas pada distilasi membran sangat mempengaruhi kinerja keseluruhan dari pengoperasian dan efisiensi membran. Dalam DCMD, umpan dengan suhu tinggi yang dimasukkan akan bersentuhan langsung (kontak) dengan permukaan membran. Sementara pada sisi yang berseberangan, permeat dengan suhu rendah juga kontak langsung dengan permukaan membran. Hal tersebut menyebabkan suhu pada sisi umpan TbF akan mengalami penurunan menjadi Tmf . Pada bagian ini besarnya pindah panas Qf dirumuskan dengan Persamaan 18. 𝑄! = ℎ! 𝑇!" − 𝑇!" (18) Dimana : Qf = pindah panas pada sisi umpan (W/m2) hf
= koefisien pindah panas pada sisi umpan (W/m2K)
Tbf = suhu umpan (oC) Tmf = suhu lapisan batas umpan (oC) Kemudian, suhu pada sisi permeat Tbp akan mengalami peningkatan menjadi Tmp dengan besarnya pindah panas Qp pada bagian ini dapat dirumuskan dengan Persamaan 19. 𝑄! = ℎ! 𝑇!" − 𝑇!" (19) Dimana : Qp = pindah panas pada sisi permeat (W/m2) hp = koefisien pindah panas pada sisi permeat (W/m2K) Tbp = suhu permeat (oC) Tmp = suhu lapisan batas permeat (oC) Panas yang diberikan pada sisi umpan menyebabkan komponen volatil atau molekul berubah fase menjadi uap kemudian melewati sisi membran. Pada bagian membran ini terdapat dua jenis pindah panas yang terjadi yaitu pindah panas uap yang melewati membran serta pindah panas konduksi pada membran. Pindah panas pada membran secara keseluruhan dapat dinyatakan dalam Persamaan 20. Nilai konduktivitas termal membran km dapat ditentukan melalui perhitungan dengan melibatkan porositas membran, konduktivitas termal material polimer membran serta konduktivitas termal uap di dalam pori membran. Dalam
38
penelitian ini, konduktivitas termal membran ditentukan melalui data sekunder yang diperoleh dari referensi yaitu sebesar 0.23 W/m2 (Sharmiza et al. 2012).
𝑄! = 𝐽𝜆! +
𝑘! 𝑇 − 𝑇!" (20) 𝛿! !"
Dimana : Qm = pindah panas pada membran (W/m2) λv = panas laten uap (J/kg) km = konduktivitas termal membran (W/mK) δm = ketebalan membran (m) Besarnya nilai Tmf dan Tmp tidak dapat diketahui secara langsung karena keterbatasan cara pengukuran suhu pada bagian lapisan batas larutan yang bersentuhan langsung dengan membran. Sejauh ini penelitian untuk menentukan nilai pindah panas keseluruhan serta koefisien pindah panas membran dilakukan dengan memprediksi nilai Tmf dan Tmp dari beberapa parameter yang telah diketahui. Dalam penelitian ini, nilai Tmf dan Tmp ditentukan melalui perhitungan dengan mensubtitusi Persamaan 18, 19 dan 20 dimana pada kondisi steady state nilai Qf = Qp = Qm dengan menggunakan Schofield model sehingga diperoleh solusi Persamaan 21 dan 22 berikut.
𝑇!" =
𝑇!" =
1 1+
𝑘! 𝑘 + ! 𝛿! ℎ! 𝛿! ℎ! 1
1+
𝑘! 𝑘 + ! 𝛿! ℎ! 𝛿! ℎ!
1+
𝑘! 𝐽𝜆 𝑘! 𝑇!" + 𝑇!" − (21) ℎ! 𝛿! ℎ! 𝛿! ℎ!
1+
𝑘! 𝑘! 𝐽𝜆 𝑇!" + 𝑇!" + (22) 𝛿! ℎ! 𝛿! ℎ! ℎ!
Koefisien pindah panas hf dan hp dapat didekati dengan menggunakan bilangan Nusselt (Nu) yang menggambarkan nilai rasio pindah panas secara konduksi dan konveksi pada lapisan batas (boundary layer) membran. Bilangan Nusselt melibatkan beberapa parameter aliran yang terjadi dalam saluran membran seperti bilangan Reynold, Prandtl (Pr) serta diameter hidraulik (DH) yang ditunjukkan oleh Persamaan 23 dan 24. Pendekatan untuk menghitung
39
besarnya nilai Nu yang digunakan mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Sharmiza et al. (2012) dalam Persamaan 25 dan 26 berikut.
𝑅𝑒 =
𝜇𝐶! 𝑣𝜌𝐷! 23 𝑃! = (24) 𝜇 𝑘
ℎ! =
1.524×11.5𝑘 𝐷! 𝑅𝑒 !.!" 𝑃𝑟 !.!" 𝐷! 𝐿
1.524×15𝑘 𝐷! ℎ! = 𝑅𝑒 !.!" 𝑃𝑟 !.!" 𝐷! 𝐿
!.!
(25)
!.!
(26)
Dimana : Re = Reynold number (tanpa dimensi) v
= kecepatan aliran (m/s2)
ρ
= massa jenis zat (kg/m3)
DH = diameter hidraulik (m) µ
= viskositas fluida (kg/ms)
Pr = Prandtl number (tanpa dimensi) Cp = kapasitas panas fluida (J/kgK) k
= konduktivitas termal (W/mK)
L
= panjang saluran (m)
hf
= koefisien pindah panas umpan membran (W/m2 K)
hp = koefisien pindah panas permeat membran (W/m2 K) Evaluasi kinerja rekonsentrasi distilasi membran DCMD dilakukan dengan mengitung derajat konsentrasi/ rejeksi gula (Warczok et al. 2007) seperti yang ditunjukkan pada Persamaan 27.
𝐶𝐷 =
𝐶!" × 100% 27 𝐶!"
Dimana : CD = derajat konsentrasi (%) CFR = konsentrasi akhir laruran gula (oBx) CIR = konsentrasi awal laruran gula (oBx)
40
HASIL DAN PEMBAHASAN Kinerja Distilasi Membran DCMD Salah satu parameter kinerja distilasi membran DCMD dalam memekatkan larutan gula berkaitan dengan fluks permeat yang dapat dihasilkan selama proses rekonsentrasi berlangsung. Semakin tinggi nilai fluks maka akan semakin baik kinerja membran tersebut dalam memisahkan molekul atau zat. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai fluks dalam distilasi membran DCMD antara lain perbedaan tekanan uap pada sisi membran, kecepatan aliran proses, dan konsentrasi larutan yang digunakan (Khayet dan Matsuura 2011). Dalam penelitian ini perbedaan tekanan uap diperoleh melalui perlakuan perbedaan suhu umpan dan permeat membran, dimana suhu umpan dijaga tetap pada 50 oC dan variasi suhu permeat pada 5, 10 dan 15 oC sehingga menghasilkan beda suhu sebesar 35, 40 dan 45 oC. Kecepatan aliran fluida pada umpan dan permeat yang digunakan sebesar 0.08 m/s. Konsentrasi larutan yang digunakan memiliki perbedaan sebesar 5 oBx, yaitu pada perlakukan 30, 35 dan 40 oBx. Larutan osmotik yang dipekatkan dengan distilasi membran DCMD dalam penelitian ini adalah larutan gula kristal/putih yang sebagian besar terdiri dari jenis gula sukrosa dan termasuk ke dalam golongan disakarida dengan rumus molekul C12H22O11 . Sukrosa terdiri dari komponen glukosa dan fruktosa dengan berat molekul sebesar 342.30 g/mol serta memiliki struktur kimia seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 14.
Larutan gula banyak digunakan dalam proses
dehidrasi osmotik khususnya untuk produk buah-buahan karena memiliki rasa yang masih dapat diterima dan disukai oleh konsumen dibandingkan jenis larutan osmotik lainnya.
Gambar 14. Struktur molekul sukrosa.
41
Membran yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis ultrafiltrasi dengan material polypropylene yang bersifat hidrofobik serta memiliki pori sebesar 0.005 µm. Membran ultrafiltrasi dapat digunakan untuk memisahkan molekul protein, lemak dan polisakarida sehingga secara spesifikasi telah sesuai untuk merekonsentrasikan larutan gula dengan difungsikan sebagai distilasi membran DCMD. Membran yang digunakan memiliki tipe hollow fiber membran yang berupa kumpulan tabung berdiameter sangat kecil (200 mm) dan tersusun sedemikian rupa sehingga dapat menahan komponen gula dan melewatkan komponen molekul air dalam fase uap. Proses rekonsentrasi larutan gula berlangsung selama 480 menit, dimana pemilihan waktu tersebut didasarkan pada efektifitas laju pengeluaran air pada proses dehidrasi osmotik irisan buah mangga (Yuliana 2012). Berdasarkan pengamatan diperoleh hasil bahwa peningkatan perbedaan suhu umpan-permeat atau penurunan suhu permeat akan meningkatkan fluks permeat membran serta konsentrasi larutan gula yang dipekatkan, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 15. Perubahan konsentrasi tertinggi pada penelitian ini diperoleh pada konsentrasi awal sebesar 30 oBx meningkat menjadi 34.6 oBx pada suhu permeat sebesar 5 0C, dengan fluks permeat rata-rata sebesar 0.136 liter/m2h. Sedangkan perubahan konsentrasi terendah diperoleh pada konsentrasi awal sebesar 40 oBx menjadi 41.8 o
Bx pada suhu permeat sebesar 15 0C, dengan fluks permeat sebesar 0.051
liter/m2h. Perubahan konsentrasi larutan gula selama rekonsentrasi selengkapnya disajikan pada Lampiran 1. Perubahan konsentrasi akan semakin kecil dan terjadi secara lambat seiring dengan peningkatan suhu permeat serta konsentrasi larutan yang dipekatkan. Massa air yang dipindahkan berbanding lurus dengan perubahan konsentrasi larutan, semakin tinggi perubahan konsentrasi larutan gula yang dipekatkan maka akan semakin banyak massa air yang mampu dipindahkan oleh membran dari larutan gula. Pada perubahan konsentrasi 30 oBx menjadi 34.6 oBx terdapat 0.8 liter air yang dipindahkan sedangkan pada perubahan konsentrasi 40 oBx menjadi 41.8 oBx terdapat 0.28 liter air yang dipindahkan selama proses berlangsung. Jumlah massa air yang dipindahkan merupakan massa uap air yang mampu melewati membran dan terkondensasi pada sisi permeat membran.
42
Konsentrasi Larutan (oBx)
35 34 33 o
32
5 C
31
10 C
30
15 C
o
o
29
Konsentrasi Larutan (oBx)
0
100
200 300 Waktu (menit) (a)
400
500
39 38.5 38 37.5 37 36.5 36 35.5 35 34.5
o
5 C o
10 C o
15 C 0
100
200 300 Waktu (menit) (b)
400
500
Konsentrasi Larutan (oBx)
43.5 43 42.5 42 41.5
o
5 C
41
10 o C
40.5
o
15 C
40 39.5 0
100
200 300 Waktu (menit) (c)
400
500
Gambar 15. Perubahan konsentrasi larutan gula dengan distilasi membran DCMD pada (a) 30 oBx, (b) 35 oBx , (c) 40 oBx.
43
Total uap air per satuan luasan membran selama waktu tertentu menghasilkan fluks permeat membran yang menjadi parameter kinerja membran DCMD dalam memisahkan komponen gula dan air dalam proses rekonsentrasi. Semakin tinggi konsentrasi larutan gula yang digunakan maka semakin banyak molekul air yang diikat oleh molekul gula. Perbedaan konsentrasi larutan gula juga menyebabkan kenaikan titik didih dari larutan akan meningkat. Hal tersebut menyebabkan kandungan air dalam larutan yang berubah menjadi fase uap akan dipengaruhi oleh konsentrasi larutan gula. Semakin tinggi konsentrasi larutan yang digunakan, maka semakin sulit dan sedikit jumlah air yang mampu diuapkan dan melewati membran. Gambar 16 menunjukkan hubungan antara konsentrasi larutan serta fluks permeat membran pada berbagai kondisi suhu permeat perlakuan. Tampak bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan yang dipekatkan maka fluks permeat juga akan semakin berkurang. Hal tersebut juga terjadi pada perubahan suhu permeat atau sisi dingin membran, dimana semakin besar suhu yang digunakan maka fluks permeat menjadi semakin kecil. Selain konsentrasi larutan, perbedaan suhu antara sisi umpan dan permeat juga mempengaruhi kinerja fluks distilasi membran DCMD.
Rata-rata Flux (liter/m2 h)
0.16 0.14 0.12 0.1 o
0.08
5 C
0.06
10 C
0.04
15 C
o
o
0.02 0 28
30
32 34 36 38 Konsentrasi Larutan (oBx)
40
42
Gambar 16. Hubungan antara nilai rata-rata fluks dan konsentrasi larutan pada berbagai nilai suhu permeat (5, 10 dan 15 oC).
44
Kemampuan membran dalam memisahkan molekul zat juga dipengaruhi oleh perbedaan suhu dan tekanan uap antara sisi membran. Suhu pada sisi umpan harus memiliki tekanan uap yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan sisi permeat. Semakin tinggi perbedaan suhu yang dihasilkan maka akan semakin mudah uap air pada sisi umpan menyebrang membran dan terkondensasi pada sisi permeat, sehingga fluks permeat akan meningkat. Tekanan uap memiliki peran penting dalam menentukan gradien suhu yang akan menghasilkan tekanan transmembran pada kedua sisi membran. Sedangkan semakin tinggi konsentrasi larutan, maka akan semakin banyak dan kuat molekul air yang terikat oleh molekul gula sehingga sulit untuk diuapkan. Hal tersebut menyebabkan sedikitnya uap air yang dapat menyebrang membran dan menyebabkan fluks permeat menjadi rendah meskipun memiliki perbedaan tekanan uap yang cukup besar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perubahan fluks permeat membran DCMD dipengaruhi oleh konsentrasi larutan umpan serta perbedaan suhu umpan-permeat membran. Karakteristik Dehidrasi Osmotik Irisan Mangga Selama proses dehidrasi osmotik berlangsung akan terjadi perpindahan massa air dari bahan ke larutan akibat perbedaan tekanan osmotik antara sel bahan dengan lingkungan. Karakteristik dehidrasi osmotik pada irisan buah mangga dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh perbedaan konsentrasi larutan gula yang digunakan terhadap parameter efektivitas dehidrasi osmotik seperti kadar air, WL (water loss), SG (solid gain), penyusutan massa (weight reduction), penyusutan volume (shrinkage), densitas serta porositas bahan. Kadar Air Kadar air merupakan salah satu sifat fisik dari bahan yang menunjukkan banyaknya air yang terkandung di dalam bahan. Kadar air dapat dinyatakan dengan persentase berat air terhadap bahan basah yang disebut dengan kadar air basis basah (bb). Irisan mangga segar termasuk ke dalam produk buah-buahan yang memiliki kadar air tinggi hingga mencapai 70-85 % (Olivia 2010). Untuk memperoleh hasil pengamatan yang baik, keseragaman produk dilakukan dengan pemilihan tingkat kematangan, kadar air awal serta derajat oBx yang cenderung
45
tidak memiliki perbedaan yang cukup besar. Kadar air awal irisan mangga yang digunakan dalam penelitian ini berkisar antara 87.18-89.86 % dengan tingkat kemanisan berkisar antara 11-13 oBx. Perubahan kadar air selama proses dehidrasi osmotik dipengaruhi oleh konsentrasi larutan gula yang digunakan. Pada konsentrasi larutan sebesar 30 oBx, terjadi perubahan kadar air bahan sebesar 87.18 % menjadi 81.94 % (bb), pada konsentrasi 35 oBx perubahan kadar air bahan sebesar 89.32 % menjadi 81.41 % (bb) serta pada konsentrasi 40 oBx perubahan kadar air bahan sebesar 89.86 % menjadi 81.09 % (bb). Gambar 17 menunjukkan perubahan kadar air bahan selama waktu dehidrasi osmotik berlangsung pada berbagai tingkat konsentrasi larutan gula. Tampak bahwa penurunan kadar air pada bahan terjadi secara cepat (bentuk grafik yang curam) pada awal proses dehidrasi osmotik kemudian melambat pada akhir dehidrasi. Semakin tinggi konsentrasi larutan gula yang digunakan maka semakin besar pula jumlah air yang dapat dikeluarkan pada bahan. Hal tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan tekanan osmosis antra bahan
Kadar Air (%)
dan lingkungan.
91 90 89 88 87 86 85 84 83 82 81 80
o
30 Bx o
35 Bx o
40 Bx
0
100
200
300 400 Waktu (menit)
500
600
Gambar 17. Grafik perubahan kadar air irisan mangga selama proses dehidrasi osmotik pada berbagai konsentrasi perlakukan.
46
Water Loss (WL) dan Solid Gain (SG) Kehilangan air atau Water loss (WL) adalah jumlah air yang keluar dari bahan selama proses dehidrasi osmotik berlangsung. WL merupakan salah satu parameter utama dari efektivitas dehidrasi osmotik. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi larutan osmotik akan meningkatkan nilai WL. Besarnya nilai WL pada konsentrasi 30, 35 dan 40 oBx adalah 25.66 %, 33.72 % dan 37.81 %. Peningkatan nilai WL dapat disebabkan karena pada kondisi konsentrasi yang lebih tinggi terjadi perbedaan tekanan osmotik yang lebih besar antara larutan gula dengan air yang terdapat di dalam irisan mangga. Perbedaan tekanan tersebut menjadi driving force yang menyebabkan massa air pada bahan mengalir keluar membran dan jaringan bahan menuju lingkungan. Perubahan nilai WL selama proses dehidrasi irisan buah mangga pada berbagai perlakuan konsentrasi ditunjukkan oleh Gambar 18. 40 35 Water Loss (%)
30 25 o
20
30 Bx
15
35 Bx
10
40 Bx
o
o
5 0 0
100
200
300 400 Waktu (menit)
500
600
Gambar 18. Perubahan nilai WL pada konsentrasi 30, 35 dan 40 oBx selama proses dehidrasi osmotik. Terdapat tiga jenis air yang terkandung di dalam bahan, yaitu air bebas dan air terikat secara fisik dan air terikat secara kimia. Air bebas terdapat pada permukaan bahan dan mudah untuk diuapkan. Air bebas dapat menjadi media pertumbuhan bakteri serta terjadinya reaksi kimia pada bahan sehingga perlu
47
dikeluarkan dengan proses dehidrasi. Laju pengeluaran air yang cepat pada awal proses dehidrasi osmotik disebabkan oleh keluarnya jenis air bebas pada rongga bahan. Air terikat secara fisik merupakan kandungan air yang terdapat dalam jaringan matriks bahan karena adanya ikatan-ikatan fisik. Pada irisan buah mangga, jenis air terikat fisika dapat berupa air yang terkurung diantara tenunan (serat) bahan sehingga menjadi sulit untuk diuapkan. Air terikat secara kimia merupakan jenis air yang terikat sebagai kristal (hidrat) dengan molekul garamgaraman atau mineral pada bahan. Diperlukan energi yang cukup besar untuk menguapkan jenis air ini agar bisa terlepas dengan ikatan hidrat yang dibentuk. Laju dehidrasi osmotik yang semakin melambat dapat disebabkan karena kandungan air terikat pada bahan yang cukup sulit untuk dikeluarkan. Perbedaan tekanan osmotik antara konsentrasi larutan hipertonik dengan bahan tidak mampu untuk menarik atau mengeluarkan air yang berikatan dalam bentuk hidrat dengan bahan. Nilai WL dan kadar air memliki keterkaitan dalam kehilangan air pada bahan. WL menggambarkan persentase jumlah air yang keluar dari bahan ke lingkungan
selama
proses
dehidrasi
osmotik.
Sedangkan
kadar
air
menggambarkan jumlah massa air pada bahan dibandingkan massa total (padatan dan air). Semakin tinggi peningkatan nilai WL maka nilai kadar air bahan akan menurun. Solid gain (SG) adalah jumlah padatan terlarut yang masuk ke dalam bahan selama proses dehidrasi osmotik berlangsung (Azuara 1992). Hasil pengamatan menunjukkan nilai SG mengalami penurunan pada tingkatan kosentrasi yang lebih tinggi yaitu 3.94 %, 2.35 % dan 1.79 %. Pada proses dehidrasi osmotik terjadi proses keluarnya air pada bahan yang diikuti dengan masuknya jenis padatan terlarut dari larutan osmotik serta pertukaran komponen kimia. Selama proses dehidrasi osmotik nilai SG diharapkan dapat serendah mungkin untuk mengurangi pengaruh larutan terhadap rasa dan kualitas organoleptik bahan. Difusi merupakan peristiwa mengalirnya atau berpindahnya suatu zat dalam pelarut dari bagian berkonsentrasi tinggi ke bagian yang berkonsentrasi rendah. Proses difusi akan terus terjadi hingga seluruh partikel tersebar luas secara merata atau mencapai keadaan kesetimbangan. Pada proses dehidrasi osmotik, difusi terjadi diantara larutan gula dan air di dalam sel yang dipisahkan oleh membran
48
semipermiabel sel, dimana laju difusi padatan gula pada larutan lebih lambat dari laju difusivitas air keluar dari bahan. Penurunan nilai solid gain dapat disebabkan karena pada konsentrasi yang tinggi laju perpindahan air yang keluar dari bahan lebih besar dibandingkan dengan laju perpindahan padatan terlarut yang masuk ke dalam bahan. Kecepatan laju pindah massa pada dehidrasi osmotik dipengaruhi oleh beberapa parameter utama, yaitu suhu, konsentrasi, pengadukan dan waktu. Gambar 19 menunjukkan perubahan nilai SG selama proses dehidrasi pada
Solid Gain (%)
berbagai konsentrasi awal larutan.
4.50 4.00 3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 30
35 Konsentrasi Larutan (oBx)
40
Gambar 19. Perubahan nilai SG pada konsentrasi 30, 35 dan 40 oBx selama proses dehidrasi osmotik. Water loss tak hingga (WL∞) menunjukkan tingkat kehilangan air pada kondisi kesetimbangan dimana perbedaan tekanan antara bahan dan lingkungan menjadi cenderung sama atau seragam. Perbedaan tekanan tidak mampu lagi mengeluarkan kandungan air pada bahan secara optimal. Nilai WL∞ dapat digunakan untuk menentukan waktu efektif dalam proses dehidrasi osmotik. Pemodelan dehidrasi osmotik menggunakan persamaan yang dikembangkan oleh Azuara et al. (1992) pada berbagai tingkat konsentrasi menghasilkan nilai WL∞ pada 30, 35 dan 40 oBx adalah sebesar 38.82 %, 42.52 % dan 41.16 %.
49
Water loss WL (%)
40 35 30 25 20 15 10 5 0
WL Azzuara WL Osmotik
Water loss WL (%)
0
600
40 35 30 25 20 15 10 5 0
WL Azzuara WL Osmotik
0
Water loss (%)
200 400 Waktu (menit) (a)
200 400 Waktu (menit) (b)
600
40 35 30 25 20 15 10 5 0
WL Azzuara WL Osmotik
0
200
400
600
Waktu (menit) (c)
Gambar 20. Model dehidrasi osmotik (Azzuara) pada berbagai tingkat konsentrasi larutan (a) 30 , (b) 35 dan (c) 40 oBx.
50
Semakin tinggi konsentrasi larutan yang digunakan maka nilai WL∞ akan cenderung meningkat. Akan tetapi hal tersebut juga dipengaruhi oleh laju dehidrasi pada bahan serta perubahan kadar air bahan. Lampiran 2 menunjukkan perubahan nilai kadar air, WL serta SG selama proses dehidrasi osmotik irisan mangga. Besarnnya nilai koefisien dehidrasi osmotik S1 yang juga berpengaruh terhadap WLt pada konsentrasi 30, 35 dan 40 oBx adalah sebesar 0.0040, 0.0078 serta 0.0123. Tampak bahwa semakin tinggi konsentrasi awal larutan osmotik akan semakin besar pula nilai koefisien dehidrasi osmotik yang dihasilkan. Gambar 20 menunjukkan perbandingan nilai WLt antara pengamatan dengan prediksi model dehidrasi osmotik pada berbagai tingkat konsentrasi larutan gula. Penyusutan Berat (Weight Reduction/WR) dan Volume (Shrinkage) Penyusutan bahan pada saat dehidrasi osmotik tidak dapat dihindari karena adanya proses keluarnya air dari bahan. Pada saat air keluar dari bahan terjadi ketidakseimbangan antara tekanan di dalam bahan dengan di luar bahan yang menimbulkan kontraksi dan memicu terjadinya penyusutan baik pada massa dan volume serta perubahan bentuk bahan (Mavroudis et al. 1997). Peningkatan WR selama proses dehidrasi osmotik irisan mangga pada konsentrasi 30, 35 dan 40 o
Bx adalah 24.09 %, 31.75 % dan 35.39 %. Gambar 21 menunjukkan bahwa
penyusutan massa terjadi semakin besar berbanding lurus dengan waktu dehidrasi serta konsentrasi larutan yang digunakan. Secara sederhana, suatu bahan pangan memiliki dua komponen, yaitu komponen padatan dan komponen rongga (pori). Komponen rongga pada bahan dapat terisi oleh udara atau air bebas pada bahan. Shrinkage merupakan penyusutan pada bahan yang umumnya diakibatkan karena proses kehilangan air pada bahan, baik air bebas yang terdapat pada rongga maupun jenis air terikat. Shrinkage yang terjadi pada irisan mangga dalam proses dehidrasi osmotik termasuk ke dalam jenis isotropik dimana penyusutan terjadi secara seragam pada semua sisi bahan. Peningkatan penyusutan volume selama proses dehidrasi osmotik irisan mangga pada konsentrasi 30, 35 dan 40 oBx adalah 27.84 %, 34.84 % dan 39.62 %.
51
40
Penyusutan Massa (%)
35 30 25 20
30 Bx
15
35 Bx
10
40 Bx
5 0 0
100
200
300 400 Waktu (menit)
500
600
Gambar 21. Perubahan nilai WR pada konsentrasi 30, 35 dan 40 oBx selama proses dehidrasi osmotik.
45 Penyusutan Volume (%)
40 35 30 25
30 o Bx
20
35 o Bx
15
40 o Bx
10 5 0 0
100
200
300 400 Waktu (menit)
500
600
Gambar 22. Perubahan nilai shrinkage pada konsentrasi 30, 35 dan 40 oBx selama proses dehidrasi osmotik.
52
Besarnya nilai shrinkage semakin meningkat dan berbanding lurus terhadap waktu dehidrasi serta konsentrasi larutan gula yang digunakan seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 22. Berdasarkan pengamatan, besarnya nilai shrinkage lebih besar jika dibandingkan nilai WR. Hal tersebut menunjukkan bahwa kontraksi dan pengkerutan pada sel bahan akibat massa air yang keluar dari rongga lebih besar dibandingkan dengan perubahan massa akibat air yang keluar dari bahan. Selain itu, nilai WR serta shrinkage juga dipengaruhi oleh perubahan kadar air pada bahan, semakin besar perubahan kadar air bahan, maka akan semakin besar pula perubahan massa dan volume pada bahan. Gambar 23 menunjukkan perubahan bahan antara sebelum dan sesudah proses dehidrasi osmotik akibat perubahan massa dan shrinkage. Perubahan penyusutan massa dan shrinkage selama proses dehidrasi osmotik dalam tabel ditunjukkan oleh Lampiran 3.
(a) Sebelum dehidrasi osmotik
(b) Setelah dehidrasi osmotik Gambar 23. Perubahan bahan antara sebelum dan sesudah proses dehidrasi osmotik akibat perubahan massa dan shrinkage.
53
Densitas dan Porositas Massa jenis atau densitas (density) suatu bahan merupakan perbandingan antara massa dengan volume total pada bahan tersebut. Penentuan nilai densitas yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan perhitungan berdasarkan karakteristik apparent density dan bulk density. Apparent density adalah densitas bahan yang meliputi semua pori di dalam bahan (pori internal). Sebagian besar kandungan yang terdapat di dalam mangga terdiri dari berbagai macam gula yang termasuk ke dalam jenis karbohidrat, sehingga penentuan besarnya densitas apparent mengacu pada kerapatan ratar-rata karbohidrat sebesar 1,590 kg/m3. Bulk density merupakan densitas bahan dimana masa bahan berbanding pada wadah atau volume tertentu. Nilai densitas awal pada penelitian ini berkisar antara 1,196.51-1,263. 90 kg/m3. Densitas akhir bahan pada konsentrasi 30 oBx sebesar 1,416.77 kg/m3, pada konsentrasi 35 oBx sebesar 1,434.57 kg/m3, serta pada konsentrasi 40 oBx sebesar 1,445.98 kg/m3. 1,500
Densitas (kg/m3)
1,450 1,400 1,350 o
1,300
30 Bx
1,250
35 Bx
1,200
40 Bx
o
o
1,150 1,100 0
100
200 300 400 Waktu (menit)
500
600
Gambar 24. Perubahan nilai densitas bahan pada konsentrasi 30, 35 dan 40 oBx selama proses dehidrasi osmotik berlangsung. Tampak bahwa densitas irisan mangga cenderung mengalami peningkatan terhadap waktu selama proses dehidrasi (Gambar 24). Hal tersebut secara seragam
54
terjadi pada semua konsentrasi perlakuan. Semakin tinggi konsentrasi larutan osmotik yang digunakan, maka semakin besar pula peningkatan densitas bahan pada akhir proses dehidrasi. Peningkatan densitas bahan dapat disebabkan oleh perubahan massa dan penyusutan volume karena kehilangan kandungan air pada bahan. Besarnya penyusutan volume pada penelitian ini lebih besar jika dibandingkan dengan perubahan massa bahan. Kondisi tersebut menyebabkan perbandingan antara massa dan volume bahan menjadi semakin besar sehingga mempengaruhi nilai densitas akhir bahan. Selain itu kadar air juga mempengaruhi perubahan densitas bahan, dimana semakin besar penurunan kadar air maka densitas bahan akan meningkat selama proses dehidrasi osmotik belangsung. Porositas merupakan sifat fisik bahan yang menyatakan karakteristik tekstur dan kualitas bahan pangan kering dan setengah kering. Porositas juga didefinisikan sebagai fraksi volume udara atau fraksi void (kosong) dalam sampel. Penentuan porositas mangga dalam penelitian ini menggunakan metode densitas yang melibatkan porositas yang ditimbulkan oleh ruang udara tertutup dan porositas eksternal atau antar partikel. Pengukuran porositas dilakukan secara tidak langsung menggunakan pendekatan nilai kadar air bahan, bulk densitas serta densitas apparent. Perubahan porositas bahan akan meningkat seiring dengan waktu dehidrasi osmotik berlangsung serta konsentrasi larutan osmotik seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 25. Porositas awal irisan buah mangga pada penelitian ini sebesar 0.11-0.18. Porositas akhir rata-rata setelah proses dehidrasi pada konsentrasi 30 o
Bx sebesar 0.22, pada konsentrasi 35 oBx sebesar 0.23 dan pada konsentrasi 40
o
Bx sebesar 0.25. Struktur dan porositas dari bahan menentukan migrasi
kandungan air dan nutrien pada proses dehidrasi produk (Mavroudis et al. 1997). Peningkatan nilai porositas dapat diakibatkan karena perpindahan massa air pada rongga bahan sehingga air bebas yang mengisi rongga tersebut hilang dan digantikan oleh massa udara. Lampiran 4 menunjukkan perubahan nilai densitas dan porositas selama proses dehidrasi osmotik.
55
0.30 0.25 Porositas
0.20 o
30 Bx
0.15
35 o Bx
0.10
o
40 Bx
0.05 0.00 0
100
200 300 400 Waktu (menit)
500
600
Gambar 25. Perubahan nilai porositas bahan pada konsentrasi 30, 35 dan 40 oBx selama proses dehidrasi osmotik berlangsung. Distilasi Membran DCMD pada Dehidrasi Osmotik Irisan Mangga Pindah Massa dan Panas pada Distilasi Membran DCMD Pindah massa selama proses rekonsentrasi gula berkaitan dengan fluks permeat membran, yaitu jumlah massa air yang mampu dipindahkan/dipekatkan dari larutan gula. Pengukuran fluks permeat dilakukan melalui pengamatan dan pengukuran secara langsung terhadap perubahan konsentrasi larutan selama proses rekonsentrasi berlangsung. Pindah panas memberikan pengaruh terhadap laju perpindahan uap air dimana perbedaan suhu diantara kedua larutan umpanpermeat membran menghasilkan gradien tekanan uap transmembran (Qtaishat 2008). Perbedaan gradien tekanan tersebut memungkinkan air yang menguap dari larutan gula berpindah/menyebrang melewati pori membran menunju sisi permeat dan terkondensasi . Dalam penelitian ini akan diketahui hubungan antara pindah massa dan panas yang terjadi pada membran terhadap perlakuan konsentrasi larutan gula serta suhu permeat yang digunakan. Tabel 4 menunjukkan beberapa parameter kinerja operasi DCMD diantaranya nilai suhu pada lapisan batas umpan (Tmf) dan permeat (Tmp), perbedaan tekanan uap transmembran (ΔP), fluks permeat (J) serta koefisien distilasi membran DCMD (C). Proses pindah massa dan panas memiliki
56
peran penting dalam perpindahan uap air/komponen volatil pada larutan gula yang direkonsentrasikan. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa suhu pada lapisan batas membran DCMD baik pada sisi umpan dan permeat akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu permeat. Suhu larutan umpan yang digunakan dijaga tetap pada kondisi 50 oC dan suhu lapisan batas umpan yang diperoleh berkisar antara 40.42-43.65 oC. Suhu permeat divariasikan pada kondisi 5,10, 15 oC dan diperoleh suhu lapisan batas permeat berkisar antara 12.20-21.06 oC. Tabel 4. Parameter kinerja distilasi membran DCMD pada proses rekonsentrasi larutan gula. o
Bx
30
35
40
Suhu Permeat (oC) 5 10 15 5 10 15 5 10 15
Suhu Tmf (oC) 40.42 41.46 43.15 40.91 41.76 43.31 41.15 42.09 43.65
Suhu Tmp (oC) 12.76 16.43 21.06 12.50 16.17 20.59 12.20 15.95 20.50
ΔP (Pa)
J flux-exp (liter/m2h)
Coef C (10-5)
3,479.41 2,980.63 2,495.70 3,634.98 3,081.00 2,592.44 3,749.97 3,182.17 2,661.95
0.136 0.114 0.086 0.102 0.086 0.075 0.083 0.062 0.051
3.89 3.83 3.45 2.81 2.79 2.90 2.23 1.95 1.92
Semakin tinggi konsentrasi larutan serta suhu permeat yang digunakan maka suhu lapisan batas umpan akan meningkat sedangkan suhu lapisan batas permeat akan mengalami penurunan. Sebagai contoh pada kondisi suhu permeat 5 oC, suhu lapisan batas umpan pada konsentrasi 30, 35 dan 40 oBx adalah sebesar 40.42, 40.91 dan 41.15 oC sedangkan suhu lapisan batas permeat sebesar 12.76, 12.50 dan 12.20 oC. Peningkatan suhu lapisan batas umpan pada konsentrasi yang lebih tinggi dapat disebabkan karena pada kondisi tersebut viskositas/kekentalan serta konduktivitas termal larutan akan meningkat. Selama proses distilasi membran DCMD, kalor dari larutan umpan akan merambat secara konduksi dan konveksi ke arah sisi larutan permeat, begitupun sebaliknya. Suhu pada larutan umpan (bulk feed) akan mengalami penurunan pada lapisan batas umpan dan suhu pada larutan permeat (bulk permeate) akan mengalami
57
peningkatan pada lapisan batas permeat. Semakin tinggi konsentrasi maka semakin besar pula kalor yang diperlukan untuk meningkatkan suhu larutan. Hal tersebut menyebabkan suhu lapisan batas umpan pada konsentrasi yang lebih tinggi akan meningkat sedangkan suhu pada lapisan batas permeat akan mengalami penurunan. Kondisi tersebut terjadi secara seragam pada semua perlakuan suhu permeat dan konsentrasi larutan. Fluks permeat membran yang diperoleh dalam penelitian ini berkisar antara 0.051-0.136 liter/m2h. Nilai fluks akan meningkat pada penggunaan suhu larutan permeat yang lebih rendah karena perbedaan tekanan uap yang semakin besar. Sifat hidrofobik dari membran yang digunakan mencegah larutan gula membasahi permukaan membran. Pada kondisi tersebut hanya fase uap air dari larutan gula yang dapat menyebrang dan melewati pori membran, dimana laju dari uap air tersebut dikendalikan oleh perbedaan tekanan uap diantara kedua sisi membran. Pada konsentrasi larutan yang lebih tinggi, nilai fluks permeat cenderung mengalami penurunan, meskipun memliki nilai perbedaan tekanan uap yang cukup besar. Sebagai contoh, pada suhu permeat 5 oC dengan konsentrasi 30 oBx dan perbedaan tekanan uap 3,479.41 Pa menghasilkan fluks permeat sebesar 0.136 liter/m2h, sedangkan pada konsentrasi 40 oBx dan perbedaan tekanan uap 3,749.97 Pa hanya menghasilkan fluks permeat sebesar 0.083 liter/m2h. Perbedaan tekanan uap antara kedua sisi membran akan semakin besar seiring dengan peningkatan perbedaan suhu umpan-permeat. Semakin rendah suhu permeat yang digunakan maka akan semakin besar perbedaan suhu yang dihasilkan. Dalam penelitian ini perbedaan tekanan uap yang diperoleh selama proses rekonsentrasi berkisar antara 2,495.70-3,749.97 Pa. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tidak ada keterkaitan secara langsung antara konsentrasi larutan dengan beda tekanan uap, dimana hanya perbedaan suhu antara lapisan batas umpan-permeat yang memberikan pengaruh secara nyata terhadap perubahan tekanan transmembran. Perbedaan tekanan uap akan mempengaruhi besarnya fluks permeat membran selama proses rekonsentrasi berlangsung. Gambar 26 menunjukkan hubungan antara perbedaan tekanan uap terhadap fluks permeat membran pada berbagai konsentrasi larutan gula.
58
Semakin tinggi konsentrasi larutan yang digunakan maka semakin banyak dan kuat molekul air yang berikatan dengan molekul gula. Pada kondisi tersebut kapasitas termal larutan juga akan meningkat, sehingga pada suhu operasi 50 oC jumlah air yang diuapkan akan berbanding lurus dengan konsentrasi larutan gula. Air akan lebih mudah menguap pada konsentrasi larutan yang rendah dibandingkan dengan konsentrasi larutan yang lebih tinggi, dimana hal tersebut dapat mempengaruhi fluks permeat membran. Perbedaan tekanan uap yang tinggi dengan fluks rendah pada konsentrasi larutan gula yang pekat (tinggi) dapat terjadi karena jumlah uap air yang menyebrang dan melewati membran menjadi lebih sedikit dibandingkan pada konsentrasi larutan gula yang lebih encer
Rata-rata Fluks Permeat (liter/m2h)
(rendah).
0.160 0.140 0.120 0.100 0.080
30 o Bx
0.060
35 o Bx
0.040
40 o Bx
0.020 0.000 2,000
2,500
3,000 3,500 4,000 Beda Tekanan Uap (Pa)
4,500
Gambar 26. Hubungan antara perbedaan tekanan uap terhadap rata-rata fluks permeat membran pada berbagai konsentrasi larutan gula. Selain perbedaan tekanan uap transmembran, fluks permeat juga dipengaruhi oleh koefisien distilasi membran DCMD yang menyatakan tingkat efektifitas kinerja membran. Nilai koefisien distilasi DCMD berbanding lurus dengan perbedaan tekanan uap serta dipengaruhi oleh konsentrasi larutan yang digunakan. Dalam penelitian ini diperoleh nilai rata-rata koefisien distilasi DCMD pada konsentrasi 30, 35 dan 40 oBx sebesar 3.73, 2.84 dan 2.03 x 10-5 liter/Pa m-2 h.
59
Koefisien distilasi membran DCMD berbanding lurus dengan fluks permeat membran dan berbanding terbalik dengan konsentrasi larutan. Semakin tinggi konsentrasi larutan, nilai koefisien distilasi cenderung mengalami penurunan. Perbandingan atau rasio perbedaan suhu pada kedua sisi membran dan pada kedua sisi larutan disebut dengan TPC atau koefisien polarisasi suhu. Semakin besar nilai TPC, maka perpindahan uap komponen volatil pada membran akan semakin besar. Dalam penelitian ini besarnya nilai rata-rata TPC pada konsentrasi 30, 35 dan 40 oBx adalah sebesar 0.765, 0.767 dan 0.769. Perbedaan suhu larutan (Tbf dan Tbp) diharapkan dapat seminimal mungkin dengan suhu membran (Tmf dan Tmp). Semakin besar nilai TPC maka proses distilasi membran akan semakin baik dan efisien. Pindah panas pada larutan umpan dan permeat terjadi secara konveksi dan konduksi yang dipengaruhi oleh perbedaan suhu bulk dan lapisan batas membran serta nilai koefisien pindah panas larutan umpan (hf) dan koefisien pindah panas larutan permeat (hp). Tabel 5 menunjukkan nilai parameter kinerja pindah panas dalam rekonsentrasi larutan gula dengan DCMD. Besarnya nilai hf cenderung seragam yaitu sebesar 272.88-273.13 W/m2K , begitu pula dengan nilai hp sebesar 389.27-390.60 W/m2K. Pada larutan umpan suhu proses dijaga tetap pada 50 oC, sehingga faktor yang mempengaruhi nilai hf hanya konsentrasi larutan.
Tabel 5. Parameter kinerja pindah panas distilasi membran DCMD pada proses rekonsentrasi larutan gula. o
Bx
30
35
40
Suhu Permeat (oC) 5 10 15 5 10 15 5 10 15
Hf (W/m2 K) 273.13 273.13 273.13 272.80 272.80 272.80 272.88 272.88 272.88
60
Hp (W/m2 K) 390.60 389.79 389.27 390.54 389.86 389.27 390.54 389.86 389.27
U (W/m2 K) 37.45 37.33 37.22 37.00 36.91 36.89 36.75 36.58 36.51
Konsentrasi larutan pada sisi umpan berhubungan dengan nilai bilangan Reynold (Re) dan Prandtl (Pr), dimana semakin tinggi konsentrasi (semakin pekat) maka nilai bilangan tidak berdimensi tersebut menjadi semakin rendah sehingga nilai hf yang juga mengalami penurunan. Nilai hp pada sisi permeat dipengaruhi oleh penggunaan suhu air yang bervariasi pada kondisi perlakuan yaitu 5, 10 dan 15 oC. Semakin tinggi nilai suhu air yang digunakan maka sifat fisik yang berkaitan seperti viskositas serta konduktivitas termal juga akan meningkat, sehingga menyebabkan peningkatan nilai hp. Pindah panas keseluruhan sistem membran (U) cenderung mengalami penurunan pada konsentrasi larutan dan suhu permeat yang lebih tinggi. Besarnya nilai pindah panas total dalam penelitian ini sebesar 36.51-37.45 W/m2K. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, laju perpindahan uap air selama proses distilasi membran DCMD dapat dipengaruhi oleh konsentrasi larutan, perbedaan suhu dan tekanan uap antara lapisan batas umpan dengan lapisan batas permeat. Jenis material membran menjadi salah satu pertimbangan yang menentukan kinerja pindah panas dan massa dari distilasi membran. Material polimer menjadi pilihan utama dalam industri membran karena sifat intrinsiknya yang dapat dimodifikasi dan disesuaikan dengan kebutuhan membran. Semakin rendah nilai tegangan permukaan yang rendah serta nilai sudut kontak terhadap air yang tinggi menjadikan membran tersebut lebih bersifat hidrofobik dan sesuai digunakan untuk distilasi membran. Beberapa sifat hidrofobik dari material membran yang umum digunakan dalam distilasi membran ditunjukkan oleh Tabel 6. Tabel 6. Karakteristik sifat hidrofobik dari beberapa material membran yang digunakan dalam distilasi membran (Onsekizoglu 2011). Polimer Polytetrafluoroethylene (PTFE) Polyvinylidenefluoride (PVDF) Polypropylene (PP) Polyethylene (PE) Polyvinyl alcohol (PVA) Polysulfone (PS) Polycarbonate (PC) Polyurethane (PU)
Tegangan Permukaan (Dynes/cm) 19 25 29 31 37 41 45 45
61
Sudut Kontak o 123 111 100 96 54 70 -
Penentuan
Perbandingan
Massa
Buah
dan
Larutan
pada
Proses
Rekonsentrasi Larutan Gula dengan Membran DCMD Hasil pengamatan pada peneltian tahap I diperoleh laju kinerja fluks membran dan pada penelitian tahap II diperoleh laju dehidrasi osmotik irisan mangga dalam parameter WLt ,WL∞ dan S1 pada kondisi perlakuan. Data tersebut kemudian digunakan untuk menentukan kondisi operasi kerja rekonsentrasi dehidrasi osmotik irisan mangga dengan distilasi membran DCMD, yaitu pada konsentrasi larutan gula, suhu permeat serta perbandingan massa bahan dan larutan osmotik yang optimal. Untuk menjaga konsentrasi larutan tetap tinggi maka membran DCMD harus mampu memisahkan komponen air yang keluar dari bahan dan tercampur dengan larutan gula. Dalam hal ini laju aliran massa air
Rata-rata Laju Massa air (liter/m2 h)
keluar dari bahan sama dengan laju uap air menyebrang dan melewati membran. 0.16 0.14 0.12 5 oC
0.1
10 o C
0.08
15 oC
0.06
Massa 1 kg
0.04
Massa 1.5 kg
0.02
Massa 2 kg
0 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 Konsentrasi Larutan (oBx)
Gambar 27. Kondisi operasi kerja fluks membran DCMD dan massa bahan terhadap konsentrasi larutan gula. Grafik kondisi operasi kerja fluks membran dan massa bahan terhadap konsentrasi larutan gula yang digunakan ditunjukkan oleh Gambar 27. Kondisi tersebut berlaku pada jumlah larutan gula sebanyak 5 liter serta lama dehidrasi 480 menit sesuai dengan jenis perlakuan dalam penelitian ini. Evaluasi kinerja
62
membran dilakukan dengan pemilihan nilai WL terbaik pada percobaan tahap II, yaitu pada kondisi konsentrasi larutan 40 oBx dan fluks membran terbesar pada konsentrasi tersebut yaitu pada suhu permeat 5 oC. Berdasarkan data plot grafik diperoleh besarnya massa bahan pada konsentrasi 40 oBx dan suhu permeat 5 oC sebesar 1.8 kg dan massa larutan gula sebesar 5 liter, sehingga diperoleh perbandingan massa : larutan gula sebesar 1 : 2.78 atau dapat disetarakan menjadi 1 : 3. Melalui data perbandingan fluks permeat dan laju perpindahan air pada irisan mangga dapat diperoleh berbagai besarnya perbandingan massa bahan optimal yang dapat digunakan untuk aplikasi distilasi membran DCMD dalam merekonsentrasikan larutan gula selama proses dehidrasi osmotik. Sebagai contoh, pada konsentrasi larutan 35 oBx maka pilihan proses dehidrasi osmotik adalah dengan massa bahan 1.6 kg pada suhu permeat 15 oC atau dengan massa bahan 2 kg pada suhu permeat 10 oC. Semakin rendah konsentrasi larutan gula serta suhu permeat yang digunakan, maka semakin besar pula massa buah untuk dehidrasi osmotik. Akan tetapi faktor ukuran dan dimensi wadah juga perlu dipertimbangkan agar semua massa buah dapat terbasahi/terendam dengan larutan gula sehingga proses dehidrasi dapat berlangsung dengan baik. Pemodelan Perubahan Konsentrasi Larutan Gula pada Proses Dehidrasi Osmotik Irisan Mangga Sebelum tahapan pengujian kinerja membran DCMD, dilakukan juga pengamatan laju perubahan konsentrasi larutan dehidrasi osmotik pada perbandingan bahan dan larutan 1 : 3 selama 480 menit. Gambar 28 menunjukkan penurunan konsentrasi larutan gula dari kondisi awal 40 oBx menjadi 35.6 oBx. Selama proses dehidrasi osmotik berlangsung, air dari bahan akan keluar menuju larutan sehingga dapat menurunkan konsentrasi larutan gula. Perhitungan secara simulasi model juga dilakukan dalam penentuan perubahan konsentrasi larutan selama dehidrasi osmotik. Nilai WL∞ dan S1 pada berbagai konsentrasi perlakuan digunakan untuk menentukan hubungan antara nilai WLt terhadap laju perubahan konsentrasi larutan osmotik (C), sehingga diperoleh Persamaan (28), (29) dan (30) berikut :
63
WL∞ = -0.101 C + 7.3075 C – 89.475
(28)
S1
(29)
= 0.00001 C - 0.00008 C + 0.0081
𝑆! !"#$% 𝑊!! !"#$% 𝑊! 𝑑! 𝑆! !"#$% 𝑡𝑊!! !"#$% = 𝑊! ; 𝑓 𝑡 = (30) 𝑑! 1 + 𝑆! !"#$% 𝑡 (1 + 𝑆! !"#$% 𝑡)!
Nilai konsentrasi awal larutan osmotik dimasukkan ke dalam persamaan tersebut sehingga menghasilkan nilai WL∞ dan S1 yang kemudian akan digunakan untuk mengetahui besarnya nilai WLt pada waktu t menit. Besarnya nilai WLt merupakan laju massa air yang keluar dari bahan terhadap waktu, penyelesaian solusi dari persamaan diferensial dilakukan dengan metode numerik Euler. Nilai WLt menentukan massa air yang keluar dari bahan ke larutan dan mempengaruhi nilai perubahan konsentrasi larutan gula. Nilai konsentrasi larutan pada t menit kemudian dimasukkan kembali ke dalam persamaan (28) dan (29) untuk memperoleh nilai WL∞ dan S1 yang baru. Proses yang sama dilakukan secara simultan sehingga memperoleh laju perubahan konsentrasi larutan hingga waktu t yang ditentukan. Gambar 28 menunjukkan grafik perbandingan penurunan konsentrasi larutan gula antara percobaan/pengamatan dan perhitungan dengan simulasi model. Tampak bahwa laju penurunan konsentrasi larutan terjadi secara cepat pada awal proses dehidrasi. Hal tersebut terjadi karena pada kondisi konsentrasi yang tinggi memiliki perbedaan tekanan osmosis yang besar antara lingkungan dan bahan, sehingga semua kandungan air bebas pada bahan mudah untuk mengalir keluar. Perubahan konsentrasi semakin melambat seiring waktu dehidrasi, hal tersebut dapat disebabkan karena konsentrasi yang menurun sehingga perbedaan tekanan osmosis berkurang serta sebagain air yang tekandung pada bahan merupakan jenis air terikat secara fisik dan kimia. Jenis air tersebut memerlukan energi yang relatif besar untuk dikeluarkan dari bahan. Perhitungan dengan simulasi numerik Euler menunjukkan besarnya penurunan konsentrasi larutan gula pada dehidrasi osmotik irisan mangga menjadi 35.64 oBx. Hasil akhir proses dehidrasi menunjukkan nilai yang mendekati sama antara pengamatan dan simulasi. Perbedaan nilai terjadi pada proses laju penurunan kosentrasi, dimana pada waktu ke 60-240 menit nilai hasil simulasi
64
lebih rendah dibandingkan dengan nilai percobaan. Kondisi tersebut dapat disebabkan karena perbedaan karakteristik mangga yang digunakan saat membangun
model
persamaan
serta
pada
saat
pengamatan,
meskipun
keseragaman jenis mangga sudah diupayakan. Akan tetapi perbedaan yang dihasilkan relatif tidak berbeda jauh sehingga model dapat digunakan sebagai prediksi dan simulasi laju penurunan konsentrasi larutan pada proses dehidrasi osmotik irisan mangga. Kinerja Rekonsentrasi Larutan Gula dengan Membran DCMD pada Dehidrasi Osmotik Irisan Mangga Pengukuran kinerja rekonsentrasi gula dilakukan pada perbandingan massa bahan terhadap larutan gula sebesar 1 : 3, konsentrasi awal larutan gula 40 oBx serta suhu permeat 5 oC sesuai dengan kriteria pemilihan dalam pengujian rekonsentrasi dengan membran DCMD. Proses rekonsentrasi dilakukan selama 480 menit. Perubahan konsentrasi larutan gula pada proses rekonsentrasi distilasi membran DCMD ditunjukkan oleh Gambar 28.
45 Konsentrasi Larutan (oBx)
40 Simulasi dengan DCMD
35 30
Simulasi tanpa DCMD
25 20
Dehidrasi dengan DCMD
15
Dehidrasi tanpa DCMD
10 5 0 0
100
200 300 400 Waktu (menit)
500
600
Gambar 28. Perubahan konsentrasi larutan gula selama dehidrasi osmotik dengan rekonsentrasi membran DCMD.
65
Pemodelan simulasi dilakukan dengan menentukan hubungan antara perubahan konsentrasi larutan terhadap waktu dC/dt ke dalam fungsi C = f(t). Fungsi f(t) diperoleh dengan melakukan regresi kuadratik melalui data fluks membran pada suhu permeat 5 oC, konsentrasi awal 30, 35 dan 40 oBx. Persamaan dC/dt ditentukan melalui turunan dari regresi kuadratik yang diperoleh sebelumnya (Gambar 15), selanjutnya melalui solusi persamaan kuadratik berganda dicari hubungan antara perubahan konsentrasi terhadap waktu dengan persamaan : dC/dt = a1t2 + a2t + a3C2 + a4C + a5tC + a6 Dari hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien a1, a2, a3, a4, a5 dan a6 berturut turut sebesar 1.31 x 10-8, 5.49 x 10-5, -7.22 x 10-6, 5.34 x 10-5, -1.76 x 10-6 dan 2.3 x 10-5 . Nilai dC/dt dari persamaan kuadratik berganda kemudian disubstitusi ke dalam Persamaan 14, sehingga dapat diperoleh nilai J x A. Besarnya nilai J x A akan berubah-ubah sesuai konsentrasi dan waktu. Tampak bahwa terjadi penurunan dari konsentrasi awal larutan sebesar 40 oBx menjadi 38.6 oBx dengan nilai WL bahan sebesar 38.05 % dan SG sebesar 2.15 %. Sedangkan pemodelan simulasi menunjukkan perubahan konsentrasi awal sebesar 40 oBx meningkat menjadi 41.18 oBx. Laju perubahan konsentrasi menurun pada awal proses rekonsentrasi karena massa air yang keluar dari bahan lebih cepat dan banyak dari kemampuan membran dalam memisahkan uap air. Dalam hal ini kemampuan membran dalam memisahkan air dari larutan tidak sebanding dengan laju air yang keluar dari bahan. Semakin lama konsentrasi larutan akan menurun dan menyebabkan penurunan laju air yang keluar dari bahan. Pada kondisi tersebut membran telah mampu memisahkan kandungan air dari larutan (rekonsentrasi) sehingga konsentrasi larutan meningkat. Pada waktu t tertentu, konsentrasi larutan kemudian meningkat kembali karena laju air yang keluar dari bahan menjadi lambat akibat penurunan konsentrasi larutan. Pada kondisi tersebut, kemampuan membran dapat menyesuaikan dengan perubahan kandungan air pada larutan, sehingga konsentrasi larutan kembali meningkat perlahan. Perubahan konsentrasi pada perhitungan dengan simulasi model tampak lebih besar jika dibandingkan dengan
66
pengamatan, akan tetapi kenaikan tersebut melandai hingga pada akhirnya konstan. Hasil pengamatan menunjukkan kinerja distilasi membran DCMD tidak dapat secara 100 % menjaga konsentrasi larutan pada kondisi tetap 40 oBx. Pemodelan dengan neraca massa berbasis kehilangan air (WL) digunakan dalam penelitian ini. Neraca massa diturunkan dari hukum kekekalan massa yang menyatakan bahwa untuk proses yang steady (tunak) dan tidak terjadi reaksi kimia maka massa bahan (dalam hal ini air) yang masuk ke dalam suatu proses sama dengan massa bahan yang keluar dari proses tersebut. Persamaan numerik Euler dan kuadratik berganda dapat digunakan sebagai model untuk memprediksi besarnya perubahan konsentrasi larutan selama proses dehidrasi dan rekonsentrasi dengan DCMD. Penurunan laju konsentrasi larutan gula selama proses rekonsentrasi DCMD dapat disebabkan karena penumpukan padatan atau fouling pada membran. Fouling terjadi lebih cepat sebagai akibat adannya padatan terlarut pada bahan mangga yang masuk ke dalam larutan gula dan tidak tersaring pada filter selang membran dibandingkan fouling yang terjadi pada kondisi rekonsentrasi tanpa bahan. Fouling dihitung berdasarkan perubahan laju umpan-permeat pada membran pada awal dan akhir proses rekonsentrasi. Sebelum dilakukan rekonsentrasi besarnya laju umpan-permeat sebesar 0.65-0.68 liter/menit. Sedangkan pada akhir proses rekonsentrasi laju umpan-permeat cenderng mengalami penuruan menjadi 0.50-0,60 liter/menit. Membran backwash dilakukan dengan menggunakan larutan akuades pada suhu 40 oC sebanyak 10 liter pada setiap tahapan backwash. Fouling dapat disebabkan oleh akumulasi partikel pada permukaan membran yang semakin lama semakin menumpuk sehingga mengakibatkan penurunan fluks dan perubahan selektivitas membran. Fouling pada membran berdasarkan tempat terjadinya dapat dibedakan menjadi dua yaitu fouling eksternal dan fouling internal. Fouling internal disebabkan oleh absorpsi molekul atau koloid dalam pori membran, sedangkan eksternal fouling berkaitan dengan polarisasi konsentrasi pada permukaan membran (Uju 2005). Upaya untuk menghidari fouling dalam peneltian ini telah dilakukan, yaitu dengan menggunakan metode pencucian balik atau membran backwash pada setiap akhir proses rekonsentrasi.
67
Gambar 29 menunjukkan perbandingan nilai WL dan SG selama proses rekonsentrasi dehidrasi osmotik mangga. Kondisi dehidrasi dengan rekonsentrasi membran DCMD menunjukkan penurunan dari konsentrasi awal larutan sebesar 40 oBx menjadi 38.6 oBx dengan nilai WL bahan sebesar 38.05 %. Jika dibandingkan dengan kondisi tanpa rekonsentrasi membran, konsentrasi akhir larutan menjadi sebesar 35.6 oBx dengan nilai WL bahan sebesar 36.79 % dan SG sebesar 1.74 %. Efektivitas kinerja distilasi membran DCMD dapat ditentukan melalui derajat konsentrasi membran yaitu persentase perbandingan konsentrasi awal dan akhir larutan gula yang dipekatkan. Besarnya nilai derajat konsentrasi gula dalam penelitian ini sebesar 96.5 %. 40 Nilai WL dan SG (%)
35 30 25 20
WL
15
SG
10 5 0 Tanpa DCMD
Dengan DCMD
Gambar 29. Perubahan nilai WL dan SG selama proses rekonsentrasi tanpa membran dan dengan membran DCMD. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai WL irisan mangga pada perlakuan dehidrasi osmotik dengan distilasi membran DCMD lebih besar jika dibandingkan dengan perlakuan tanpa membran. Larutan gula yang digunakan dapat direkonsentrasikan dengan baik dan tetap tinggi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa membran ultrafiltrasi jenis hollow fiber membrane polypropylene yang difungsikan sebagai distilasi membran DCMD dapat digunakan untuk merekonsentrasikan larutan gula pada dehidrasi osmotik serta menghasilkan produk IMF untuk irisan buah mangga.
68
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Metode distilasi membran DCMD dengan membran ultrafiltrasi hollow fiber PP (polypropylene) dapat digunakan untuk merekonsentrasikan larutan gula pada tingkat konsentrasi awal 30, 35 dan 40 oBx dengan fluks permeat ratarata berkisar antara 0.051 – 0.136 liter/m2h. 2. Fluks permeat menurun seiring dengan peningkatan konsentrasi larutan gula dan suhu permeat (sisi dingin). Fluks permeat dapat ditingkatkan dengan memperbesar perbedaan suhu antara umpan-permeat, sehingga diperoleh gradien perbedaan tekanan uap yang tinggi. 3. Peningkatan konsentrasi larutan gula pada proses dehidrasi osmotik akan meningkatkan nilai WL, densitas, porositas penyusutan massa serta shrinkage. Nilai WL berbanding lurus terhadap laju perpindahan air dari bahan ke larutan. Dalam penelitian ini diperoleh nilai WL pada konsentrasi 30, 35 dan 40 oBx sebesar 25.66 %, 33.72 % dan 37.81 %. 4. Pada aplikasi untuk dehidrasi osmotik mangga, evaluasi kinerja rekonsentrasi gula dengan distilasi membran DCMD pada konsentrasi awal 40 oBx, perbandingan massa bahan : larutan gula sebesar 1:3, suhu umpan 50 oC, suhu permeat 5 oC selama 480 menit menghasilkan nilai derajat rejeksi sebesar 96.5 %. Perubahan konsentrasi awal 40 oBx menjadi 38.8 oBx pada akhir proses rekonsentrasi. 5. Model neraca massa berbasis kehilangan air (WL) pada irisan mangga dengan solusi numerik Euler dapat digunakan untuk memprediksi laju penurunan konsentrasi larutan gula selama proses dehidrasi osmotik, sedangkan perubahan konsentrasi selama proses rekonsentrasi dengan distilasi membran DCMD dapat disimulasikan dengan persamaan regresi kuadratik berganda.
69
Saran Pengembangan penelitian rekonsentrasi larutan osmotik selanjutnya dapat menggunakan seperti
jenis
material membran yang memiliki konduktivitas termal rendah PTFE
(polytetrafluoroethylene)
atau
jenis
PVDF
(polyvinyildenefluoride) untuk mengurangi perpindahan panas (heat transfer) antar sisi membran serta memiliki tingkat hidrofobik lebih tinggi dibandingkan dengan membran jenis PP (polypropylene). Untuk meningkatkan fluks permeat dapat digunakan variasi laju aliran dan suhu umpan-permeat yang lebih beragam. Penentuan perubahan konsentrasi selama proses rekonsentrasi perlu memasukkan parameter fouling untuk meningkatkan ketepatan model dalam simulasi.
70
DAFTAR PUSTAKA
Adnan S, Hoang M, Wang H, Xie Z. 2012. Commercial PTFE membranes for membrane distillation application: effect of microstructure and support material. Desalination. 284:297-308. Alves DG, Barbosa LJ Jr, Antonio GC, Murr FEX. 2005. Osmotic Dehydration of Acerola Fruit (Malpighia punicifolia L.). J Food Eng. 68:99-103. Azoubel PM, Murr FEX. 2000. Mathematical modelling of the osmotic dehydration of cherry tomato (Lycopersicon esculentum var. cerasiforme). Food Sci Tech. 231:468-473. Azuara E, Cortes R, Garcia HS, Beristain CI. 1992. Kinetic model for osmotic dehydration and its relationship with fick’s second law. Int J Food Sci Tech. 27:409-418. Bui VA, Min H, Ngunyen, Muller J. 2004. A laboratory study on glucose concentration by osmotic membrane distillation in hollow fiber membrane module. J Food Eng. 63: 237–245. Cheng TW, Wu JG. 2001. Modified boundary layer resistance model for membrane ultrafiltration. Tamkang J Sci Eng. 4:111-117. Cheryan M. 1998. Ultrafiltration and Microfiltration Handbook. Florida (US): CRC Pr. Christine. 2008. Pengembangan Pangan Semi Basah Berbasis Daging Sebagai Alternatif Pangan Darurat. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Drioli E, Criscuoli A, Curcio E. 2006. Membrane contactors: fundamentals, applications and potentialities. Amsterdam (NL): Elsevier. El-Bourawi MS, Ding Z, Ma R, Khayet M. 2006. A framework for better understanding membrane distillation separation process. J Membr Sci. 285: 4-29. Federich dan Setiawan. 2011. Pengolahan Buah Mangga sebagai Kegiatan Diversifikasi Usaha untuk Mendapatkan Nilai Tambah Dan Tingkat Kesejahteraan Petani. Solo (ID):Yayasan Gita Pertiwi. Fennema, O. R. 1996. Food Chemistry. 3rd Ed. Marcel Dekker, Inc., New York.
71
Ferez AM, Rudloff S, Guadix A, Henkel CA, Pohlentz G, Boza JJ, Guadix EM, Kunz C. 2006. Goats’ milk as a natural source of lactose derives oligosaccharides: isolation by membran technology. Int. Dairy J. 16:173181. Gryta, Marek. 2008. Fouling in direct contact membrane distillation process. J Membr Sci. 325:383–394. Gunko S, Verbych S, Bryk M, Hilal N. 2006. Concentration of apple juice using direct contact membrane distillation. Desalination. 190:177-124. Henry JD. 1988. Crossflow filtration: recent development in separation science. Florida (US): CRC Press. Jena S, Das H. 2005. Modelling for moisture variation during osmo-concentration in apple and pineapple. J Food Eng. 66:425-432. Jensen MB, Christensen KV, Andrésen R, Søtoft LF, Norddahl B. 2011. A model of direct contact membrane distillation for black currant juice. J Food Eng. 107:405–414. Karathanos VT, Kostaropoulos AE, Saravacos GD. 1995. Air drying kinetics of osmotically dehydrated fruits. Dry Tech. 13:1503-1521. Khayet M, Matsuura T. 2011. Membran distillation principles and applications. Amsterdam (NL): Elsevier. Martinez, Ferez., A, Rudloff, S., Guadix, A., et al. 2006. Goats’ milk as a natural source of lactose derives oligosaccharides: isolation by membran technology. Int. J Dairy. 16:173-181. Mavroudis, N.E., V. Gekas and H.N. Lazarides. 1997. Shrinkage in osmotic dehydration of plant tissues. Proceedings of the second project workshop, Process Optimisation and Minimal Processing of Foods, Vol.3 : Drying. Warsaw Poland. Mulder M. 1996. Basic principles of membrane technology. Netherlands(NL): Kluwer Academic Publisher. Nene S, Kaur S, Sumod K, Joshi B, Raghavarao KSMS. 2002. Membrane distillation for the concentration of raw cane-sugar syrup and membrane clarified sugarcane juice. Desalination. 147:157–160. Olivia F. 2010. Health secret of mango. Jakarta (ID): Kompas Gramedia. Onsekizoglu P. 2011. Membrane distillation : principle advances limitations and future prospects in food industry. Di dalam: Zereshki S, editor. Distillation-Advances From Modeling to Applications. China (CN): IntTech. Hlm 233-266.
72
Park KJ, Bin A, Bord FPR. 2002. Drying of pear d’Anjou with and without osmotic dehydration. J Food Eng. 56:97-103. Prihatman K. 2000. Teknologi Tepat Guna Budidaya Pertanian : Mangga. Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan. Jakarta (ID): [Badan Perencanaan Pembangunan Nasional]. Rastogi NK, Raghavarao KSMS, Niranjan K. 1997. Mass transfer during osmotic dehydration of banana: Fickian diffusion in cylindrical configuration. J Food Eng. 31:423-432. Sablani SS, Rahman MS. 2003. Effect of syrup concentration, temperature and sample geometry on equilibrium distribution coefficients during osmotic dehydration of mango. Food Res Int. 36:65–71. Saputra D. 2001. Osmotic dehydration of pineapple. Dry Tech. 19:415-425. Saputra D. 2006. Osmosis-puffing sebagai suatu alternatif proses pengeringan buah dan sayuran. Jurnal Keteknikan Pertanian. 20:1. Scott K, Hughes R. 1996. Industrial membrane separation technology. London(GB): : Blackie Academic and Professional. Sharmiza, Adnan., Manh Hoang., Huanting Wang., Zongli Xie. 2012. Commercial PTFE membranes for membrane distillation application: effect of microstructure and support material. J Desalination. Vol. 284:1016. Smith P.G. 2011. Introduction to food engineering, second edition. New York : Springer. Soekarto S. T. 1979. Air Ikatan, Penetapan Kuantitatif dan Penerapannya pada Stabilitas Pangan dan Disain Pangan Semi Basah. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Suarez., E., Lobo., A., Alvarez, S., Riera, F.A. 2006. Partial Demineralization of Whey and Milk Ultrafiltration Permiate by Nanofiltration at Pilot Plant Scale. J Desalination. 198 : 274-281. Taoukis PS, Breene WM, Labuza TP. 1999. Intemediate Moisture Food. Scientific journal series of the minnesota agricultural experiment station. Minnesota: Departement of Food Science and Nutrition. 14-969. Termpiyakul P, Jiraratananon R, Srisurichan S. 2005. Heat and mass transfer characteristics of a direct contact membrane distillation process for desalination. Desalination. 177:133-141. Toledo RT. 1991. Fundamentals of food processing engineering. New York: Chapman and Hall.
73
Uju. 2005. Kajian proses pemurnian dan pengkonsentrasian karaginan dengan membran mikrofiltrasi. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Qtaishat M, Matsuura T, Kruczek B, Khayet M. 2008. Heat and mass transfer analysis in direct contact membrane distillation. J Desalination. 219:272292. Warczok J, Gierszewska M, Kujawski W, Guell C. 2007. Application of osmotic membrane distilation for reconcetration of sugar solution from osmotic dehydration. Separ Purif Tech. 57:425-429. Yuliana. 2012. Karakteristik dehidrasi osmotik irisan mangga cengkir (Mangifera indica L.) pada berbagai ketebalan dan konsentrasi larutan gula. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
74
LAMPIRAN
75
Lampiran 1. Perubahan konsentrasi larutan gula selama proses rekonsentrasi dengan distilasi membran DCMD.
Konsentrasi Awal 30 oBx, suhu permeat 5 oC sebanyak 5 liter larutan gula dengan lama proses 480 menit.
Selang Waktu (menit) 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340 360 380 400 420 440 480
o
Bx Gula 30 30.2 30.4 30.6 30.8 31 31.2 31.4 31.6 31.8 32 32.2 32.4 32.6 32.8 33 33.2 33.4 33.6 33.8 34 34.2 34.4 34.6
Suhu umpan masuk 50 50.1 50.1 50.3 50 50 50.2 50.1 50.3 50 50 50.1 50 50.1 50 50.3 50.1 50 50.1 50 50.1 50.1 50.3 50.1
5 oC Suhu umpan keluar 42 42 42.5 41 41 41.5 41.5 41 41 41 40.5 40.5 40 40 40.5 40.5 40 40.5 41 40.5 40.5 40.5 40.5 40.5
76
Suhu Permeat masuk 4.8 4.8 5 5 5.2 5.3 5.1 5 5 4.9 5.2 5.3 5.1 5 5.2 5.2 5 4.8 4.8 4.9 4.8 5 5 4.9
Suhu Permeat keluar 13 13 13.5 13.5 13.5 13.5 13.5 13.5 13.5 13 13.5 13.5 13.5 13.5 13.5 13.5 13.5 13 13 13 13 13.5 13.5 13.5
Lampiran 1 (lanjutan).
Konsentrasi Awal 30 oBx, suhu permeat 10 oC sebanyak 5 liter larutan gula dengan lama proses 480 menit.
Selang Waktu (menit) 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340 360 380 400 420 440 480
o
Bx Gula 30 30.2 30.4 30.6 30.6 30.8 31 31.2 31.4 31.6 31.8 31.8 32 32.2 32.4 32.6 32.8 33 33.2 33.4 33.6 33.8 33.8 33.8
Suhu umpan masuk 50.1 50 50.1 50 49.9 50.1 50 50.1 50.1 50 49.9 49.8 50 50 50.1 50.3 50.2 50.1 50 50 50.1 49.9 50 50.1
10 oC Suhu umpan keluar 43 43 42.5 42.5 43 42.5 42 42 42 42 42.5 42 42 42 42 42 42 41.5 41.5 41.5 41.5 41.5 41 41
77
Suhu Permeat masuk 9.8 10.1 10.3 10 10.1 10.2 10.3 10 10.3 10.2 10 10.1 10.1 10.2 10.3 10 10.1 10.1 10 10 10.3 10.2 10.3 10.3
Suhu Permeat keluar 16 16 16 16 16.5 16.5 16.5 16 16.5 16.5 16 16 16 16.5 16.5 16 16.5 16.5 16 16 16.5 17 17 17
Lampiran 1 (lanjutan).
Konsentrasi Awal 30 oBx, suhu permeat 15 oC sebanyak 5 liter larutan gula dengan lama proses 480 menit.
Selang Waktu (menit) 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340 360 380 400 420 440 480
o
Bx Gula 30 30.2 30.4 30.4 30.6 30.6 30.8 30.8 31 31.2 31.2 31.4 31.6 31.6 31.8 32 32.2 32.4 32.4 32.6 32.6 32.8 32.8 32.8
Suhu umpan masuk 50 50 50.1 50.2 50 49.9 50 50 50.2 50.1 50 50.1 50 50 50.1 50.3 50.2 50 49.9 50.1 50 50 50 50.1
15 oC Suhu umpan keluar 45 45 45 45 44.5 44.5 44.5 45 45 45 44 44 44 44.5 44 44 44 43.5 43.5 43.5 43 43.5 43.5 43.5
78
Suhu Permeat masuk 15.3 15 15.2 15.1 15 15 14.9 14.8 15 15.1 15.3 15.1 15 15 15.1 15.1 15.3 15.2 15 15 15.1 15.1 15.3 15.2
Suhu Permeat keluar 21 21 21 21 21 21 21 21 21.5 21.5 21.5 21.5 21.5 21.5 21.5 22 22 22 21.5 21.5 21.5 22 22 22
Lampiran 1 (lanjutan).
Konsentrasi Awal 35 oBx, suhu permeat 5 oC sebanyak 5 liter larutan gula dengan lama proses 480 menit.
Selang Waktu (menit) 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340 360 380 400 420 440 480
o
Bx Gula 35 35.2 35.4 35.4 35.6 35.8 36 36.2 36.4 36.6 36.8 36.8 37 37.2 37.4 37.6 37.8 37.8 38 38.2 38.2 38.4 38.6 38.6
Suhu umpan masuk 50.1 50.1 50 50 50.2 50.1 50.1 50.3 50.2 50.1 50 49.9 50 50.2 50.1 50.1 50 49.9 50 50.1 50 50 49.9 50
5 oC Suhu umpan keluar 42.5 42.5 42.5 42.5 42 42 42 42 42.5 42.5 42.5 42 42 41.5 42 42 41.5 41.5 42 42 41.5 41.5 41 41
79
Suhu Permeat masuk 4.8 4.8 4.9 5 5 5.1 5 5.1 5.1 5 5 4.9 5 5.1 5.3 5.3 5.1 5 5 5.1 5.3 5.3 5.3 5.1
Suhu Permeat keluar 12.5 12.5 12.5 12.5 12.5 12.5 13 13 13 13 13 12.5 12.5 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13
Lampiran 1 (lanjutan).
Konsentrasi Awal 35 oBx, suhu permeat 10 oC sebanyak 5 liter larutan gula dengan lama proses 480 menit.
Selang Waktu (menit) 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340 360 380 400 420 440 480
o
Bx Gula 35 35.2 35.4 35.4 35.6 35.8 35.8 36 36.2 36.4 36.6 36.6 36.8 36.8 37 37.2 37.4 37.4 37.6 37.6 37.8 37.8 38 38
Suhu umpan masuk 49.9 50 50 49.8 50 50.1 50 50.1 50 50.2 50.1 49.8 50.1 50 50.1 50.3 50 49.9 50.1 50 50 49.8 49.9 50
10 oC Suhu umpan keluar 43.5 43.5 43.5 43.5 43.5 43.5 43.5 43 43 43 43 42.5 42.5 42.5 42.5 43 42.5 42 42 42 41.5 41.5 41.5 41.5
80
Suhu Permeat masuk 9.7 9.7 10 10.1 10.1 10 10.1 10.2 10.2 10.3 10.1 10 10 10.2 10 10.3 10.1 10.1 10 10 10.2 10.2 10.3 10.3
Suhu Permeat keluar 15.5 15.5 15.5 15.5 15.5 15.5 15.5 16 16 16 15.5 15.5 15.5 16 15.5 16 16 16 16 16 16.5 16.5 16.5 16.5
Lampiran 1 (lanjutan).
Konsentrasi Awal 35 oBx, suhu permeat 15 oC sebanyak 5 liter larutan gula dengan lama proses 480 menit.
Selang Waktu (menit) 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340 360 380 400 420 440 480
o
Bx Gula 35 35.2 35.4 35.4 35.6 35.6 35.8 35.8 36 36.2 36.2 36.4 36.6 36.8 36.8 37 37 37.2 37.2 37.4 37.4 37.6 37.6 37.6
Suhu umpan masuk 50.1 50.2 50 49.9 50 50 50.1 49.8 50.2 50 50 50.3 50.3 50.2 50 50 49.9 50.1 50 50.2 50.1 50 50 49.9
15 oC Suhu umpan keluar 45.5 45.5 45.5 45.5 45 45 45 44.5 44.5 45 45 45 45 44.5 44 44 44 44.5 44.5 44.5 44.5 44 44 44
81
Suhu Permeat masuk 15 15 15.1 15.2 15.1 15.1 15.2 15.3 15.1 15.1 15 15 14.8 14.8 15 15.2 15.3 15.2 15 15 15.1 15.2 15.3 15.3
Suhu Permeat keluar 20 20 20 20 20 20 20.5 20.5 20 20 20 20 20 20 20 20.5 21 21 20.5 20.5 21 21.5 21.5 21.5
Lampiran 1 (lanjutan).
Konsentrasi Awal 40 oBx, suhu permeat 5 oC sebanyak 5 liter larutan gula dengan lama proses 480 menit.
Selang Waktu (menit) 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340 360 380 400 420 440 480
o
Bx Gula 40 40.2 40.4 40.6 40.8 41 41.2 41.4 41.6 41.6 41.8 41.8 42 42 42.2 42.2 42.4 42.4 42.6 42.6 42.8 42.8 43 43
Suhu umpan masuk 50 50 50.1 50.1 50.3 50.3 50 50 49.8 50 50 50.1 50 49.8 50 50 50 50.1 49.7 49.9 50 50 50 49.8
5 oC Suhu umpan keluar 43 43 43 43 43 43 42.5 42.5 42.5 42.5 42.5 42.5 43 42.5 42.5 42.5 42.5 42.5 42 42 42.5 42 42 42
82
Suhu Permeat masuk 4.8 4.9 4.9 5.1 5.1 5.3 5.3 5.2 5.1 5 5 5 4.9 5.1 5 5 5.1 5.1 5.3 5.1 5 5 5.1 5.1
Suhu Permeat keluar 12 12 12 12 12 12.5 12.5 12.5 12 12 12 12 12 12 12 12 12.5 12.5 12.5 12.5 12 12 12.5 12.5
Lampiran 1 (lanjutan).
Konsentrasi Awal 40 oBx, suhu permeat 10 oC sebanyak 5 liter larutan gula dengan lama proses 480 menit.
Selang Waktu (menit) 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340 360 380 400 420 440 480
o
Bx Gula 40 40.2 40.4 40.6 40.6 40.8 40.8 41 41 41.2 41.2 41.4 41.4 41.6 41.6 41.8 41.8 41.8 42 42 42 42.2 42.2 42.2
Suhu umpan masuk 49.9 50 50.1 50.1 49.8 50.1 50 50.1 50 50 50.1 50 50.1 50.2 50 50 49.8 49.9 50.1 50 50 50.1 50 50
10 oC Suhu umpan keluar 44 44 44 44 44 44 44.5 44 43.5 43.5 43.5 44 44 43.5 43 43 43 43 43 42.5 42.5 42 42 42
83
Suhu Permeat masuk 9.7 9.8 9.8 10.1 10.1 10.3 10.3 10.2 10 10.1 10.1 10 10.3 10.3 10.2 10.1 10.1 10 10 10.3 10.1 10.2 10.3 10.3
Suhu Permeat keluar 15 15 15 15 15 15.5 15.5 15.5 15 15 15 15 15.5 15.5 15.5 15.5 15.5 15.5 15.5 16 15.5 15.5 16 16
Lampiran 1 (lanjutan).
Konsentrasi Awal 40 oBx, suhu permeat 15 oC sebanyak 5 liter larutan gula dengan lama proses 480 menit.
Selang Waktu (menit) 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340 360 380 400 420 440 480
o
Bx Gula 40 40 40.2 40.2 40.4 40.4 40.6 40.6 40.8 40.8 41 41 41.2 41.2 41.4 41.4 41.4 41.6 41.6 41.6 41.8 41.8 41.8 41.8
Suhu umpan masuk 50 50 50.1 50 50.3 50.1 50 50 50.1 50 50.1 50 50.2 50.1 50 49.9 49.8 50 50.1 50 50.1 50.1 50 50
15 oC Suhu umpan keluar 46 46 46 46 46 45.5 45.5 45.5 45.5 45.5 45.5 46 46 45.5 45 45 45 45 45 44.5 45 45 44.5 44.5
84
Suhu Permeat masuk 15.1 15.1 15.2 15 15 15.2 15.2 15.3 15.1 15.1 15 15 15.1 15 15 15.3 15.3 15.2 15.1 15.1 15.2 15.3 15.3 15.3
Suhu Permeat keluar 19.5 19.5 19.5 19.5 19.5 20 20 20.5 20 20 20 20 20 20 20 20.5 20.5 20.5 20.5 20.5 20.5 21 21 21