Pembangkit Listrik Tenaga Tekanan Osmotik dengan Proses Membran Yuda Satria Syaifi Teknik Kimia, ITB, Jalan Ganesa No. 10, Bandung, Indonesia
[email protected]
Abstrak Kelistrikan di Indonesia masih belum bias dikatakan baik. Untuk itu Indonesia perlu membangun pembangkit listrik yang baru. Cara konvensional untuk memenuhi kebutuhan listrik adalah dengan menggunakan bahan bakar fosil, yang pada akhirnya menghasilkan polusi pada lingkungan. Untuk itu diperlukan sumber energi alternatif, yaitu dari laut dengan memanfaatkan osmosis. Prinsip pembangkit ini yaitu dengan memanfaatkan perpindahan air dari larutan hipotonik ke larutan hipertonik dengan memberikan tekanan tambahan agar didapatkan aliran bertekanan tinggi yang dapat dikonversi menjadi arus listrik. Untuk membuat pembangkit listrik ini menjadi profitable kerapatan energi yang dihasilkan membran adalah 5 W/m2. Pada membran PRO terdapat dua jenis membran yaitu membran TFC dan membran Selulosa Asetat. Untuk membran TFC, membran ini menghasilkan kerapatan energi dari 0,1 W/m2 hingga 3.5 W/m2. Sedangkan untuk membran Selulosa Asetat dihasilkan kerapatan energi dari 0,5 W/m2 hingga 1,3 W/m2. Untuk saat ini untuk menciptakan pembangkit listrik tenaga osmosis masih belum profitable karena kerapatan energi yang dihasilkan masih belum mencapai target, namun untuk kedepannya akan mampu dikembangkan membran yang mampu menghasilkan kerapatan energi yang baik sehingga pembangkit listrik ini dapat terwujudkan. Kata kunci: pressure retarded osmosis, osmosis, membran, blue energy, pembangkit listrik
1.
Pendahuluan Energi listrik merupakan kebutuhan utama masyarakat dunia saat ini, Semua aspek kehidupan manusia ditopang oleh listrik. Di Indonesia sendiri kebutuhan akan listrik sangat besar sekali, namun listrik yang ada belum dinikmati oleh seluruh warga Indonesia hal ini terlihat dari rasio elektrifikasi Indonesia. Rasio Elektrifikasi adalah perbandingan rumah tangga yang menggunakan listrik dengan yang tidak menggunakan listrik [1]. Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral [1] rasio elektrifikasi di Indonesia dari tahun 2005-2014 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1.1 Data Rasio Elektrifikasi Indonesia Tahun 20052014 Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014*
Rasio Elektrifikasi 62,1 % 63,0 % 64,3 % 66,7 % 66,3 % 67,1 % 72, 9 % 76,6 % 80,51 % 81,5 %
*Data tahun 2014 merupakan target APBN yang ingin dicapai pemerintah dalam penyediaan listrik.
Untuk lebih rinci rasio elektrifikasi setiap daerah dan juga kondisi kelistrikan yang terjadi di Indonesia hingga tahun 2015 akan ditunjukkan pada Gambar 1. Dari gambar 1 terlihat hampir semua daerah di Indonesia pada tahun 2015 sudah memiliki rasio elektrifikasi yang tinggi lebih dari 70%, hanya terdapat empat daerah yang memiliki rasio keelektrifan yang memiliki rasio keelektrifan 60-
70% dan satu daerah yang punya rasio kelektrifan kurang dari 60%. Tetapi berdasarkan Gambar 2 kondisi kelistrikan di Indonesia masih jauh dari kata baik karena hanya 7 daerah yang memiliki cadangan energi listrik yang cukup. Daerah-daerah yang ditandai dengan warna merah merupakan daerah-daerah defisit energi listrik yang menyebabkan adanya pemadaman listrik bergilir. Dalam memenuhi kebutuhan listrik, kebanyakan pembangkit listrik di Indonesia masih menggunakancara yang konvensional yaitu dengan pembakaran batu bara. Penggunaan baru bara sebagai bahan bakar untuk menghasilkan energi listrik memiliki banyak kekurangan antara lain: Menghasilkan emisi gas CO2 yang menyebabkan polusi udara, batu bara lama βkelamaan akan habis dan tidak dapat diperbaharui. Untuk mengatasi hal tersebut dibuatlah pembangkit listrik yang lebih ramah lingkungan dengan menggunakan sumber energi yang terbarukan. Sebagai contoh adalah pembangkit listrik tenaga matahari, pembangkit listrik tenaga air, pembangkit listrik tenaga angin, pembangkit listrik tenaga panas bumi, dan pembangkit listrik tenaga nuklir. Di Indonesia penerapan energi terbarukan sebagai sumber energi untuk pembangkit listrik sudah banyak diterapkan, sebagai contoh PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) di Kupang, PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi) di Kamojang, Garut, dan masih banyak lagi yang lainnya. Selain sumber energi alternatif yang disebutkan diatas, masih ada satu lagi sumber energi terbarukan yang sangat potensial yaitu energi dari air laut[3]. Penggunaan energi yang bersumber dari air laut di Indonesia sangat potensial dikarenakan Indonesia merupakan negara maritim dan memiliki garis pantai terpanjang di dunia. Energi air laut dapat diambil dari gelombang lautnya,
gradien termal antara permukaan dan laut dalam, dan gradien salinitas [4]. Energi yang didapat dari gradient salinitas air dapat diperoleh melalui proses yang disebut pressure retarded osmosis. Dalam teori, aliran yang mengalir pada laju alir 1 m3/s dapat menghasilkan listrik sebesar 1 MW [5]. Potensi global untuk pressure retarded osmosis adalah sebesar 1600 TWh/y [6]. Energi ini sudah diketahui para ilmuwan selama kurang lebih satu decade. Beberbagai peneilitian dari tahun 1984-1985 meneliti tentang energi osmosis [7-11], tetapi karena membran yang tidak efektif, tidak banyak usaha untuk menjadikan energy ini menjadi pembangkit listriks. Dalam artikel ini akan dibahas energi yang didapat dari memanfaatkan gradient salinitas air laut. Pemanfaatan tersebut dapat diperoleh melalui proses osmosis yang dibantu oleh membran.
Dengan persamaan diatas tekanan osmotic larutan NaCl 35 g/l pada temperature 20OC akan didapat tekanan sebesar 29 bar yang jika dikonversikan ke ketinggian akan setara dengan kolom air setinggi 296 meter. Osmosis diklasifikasikan menjadi 3 jenis yaitu reverse osmosis, forward osmosis dan pressure retarded osmosis. Forward osmosis menggunakan beda tekan osmosis daripada menggunakan perbedaan tekanan osmosis yang melewati membran sedangkan pada Reverse Osmosis menggunan beda tekan hidraulik [12]. Proses forward osmosis menghasilkan perpindahan air dari larutan hipotonik ke larutan hipertonik, sedangkan pada reverse osmosis tekanan eksternal diberikan untuk melawan tekanan osmosis sehingga menghasilkan perpindahan air dari larutan hipertonik ke larutan hipotonik[13,14]. Keuntungan forward osmosis dibanding dengan reverse osmosis adalah tidak dibutuhkannya tekanan hidraulik dimana membuat forward osmosis secara potensial lebih murah dibanding reverse osmosis, serta forward osmosis memiliki kecenderungan lebih rendah mengalami fouling, ini dikarenakan tidak adanya tekanan hidraulik. Kerugian dari penggunaan forward osmosis adalah fluks air yang lebih rendah dalam eksperimen berdasarkan perbedaan tekanan osmostik curah dan permeabilitas air membran [14]. Pada reverse osmosis air dapat berpindah dari konsentrasi tinggi ke rendah dikarenakan pada reverse osmosis diberikan tekanan luar yang lebih besar daripada tekanan osmosis sehingga air dapat berpindah ke arah yang sebaliknya. Pressure retarded osmosis dapat dikatakan sebagai gabungan antara forward osmosis dan reverse osmosis, dimana pada pressure retarded osmosis juga diberikan tekanan hidraulik yang berlawanan dengan tekanan osmosis (sama dengan reverse osmosis) dan air tetap mengalir larutan hipotonik ke larutan hipertonik (sama dengan forward osmosis) [16]. Untuk lebih jelas aliran air yang melewati mebran dapat dilihat pada Gambar 3.
2.
Proses Osmosis Osmosis adalah perpindahan air melewati membran permeable selektif dari larutan yang konsenstrasi airnya tinggi ke larutan yang konsentrasinya airnya rendah. Perpindahan ini terjadi dikarenakan adanya perbedaan konsentrasi zat terlarut, melintasi membran yang membolehkan air untuk menembus membran sedangkan zat terlarut tidak[12]. Tekanan Osmosis (Ο) adalah tekanan yang jika diberikan kepada larutan dengan konsentrasi tinggi akan mencegah terjadi perpindahan air [12]. Tekanan Osmosis dapat dihitung dengan persamaan Vanβt Hoff : π=ππΆπ
π Dengan, C = konsentrasi zat terlarut R = konstanta gas T = temperature absolut, i =jumlah ion yang terbentuk dari ionisasi zat terlarut contoh i NaCl = 2.
Gambar 1. Rasio Elektrifikasi di setiap daerah di Indonesia [2] 2
Gambar 2. Kondisi Sistem Kelistrikan Nasional [2]
Persamaan berikut ini menunjukkan besarnya perpindahan air pada forward osmosis, reverse osmosis, dan pressure retarded osmosis.
Forward Osmosis. Tetapi Fluks air yang melalui membran tidak sebesar yang terjadi pada Forward Osmosis, karena nilai tekanan osmotik berkurang akibat pemberian beda tekan sehingga fluks air berkurang.
π½π€ = π΄(πβπ β βπ) Dengan, JW = Fluks Air, A = Konstanta permeabilitas air pada membran, Ο = koeffisien refleksi, βΟ = tekanan osmosis, βP = tekanan luar yang diberikan pada sistem.
Gambar 4. Perbandingan Fluks Air dengan Tekanan yang diberikan. Diadaptasi dari [13] 3.
Pembangkit Listrik Dengan Konsep Pressure Retarded Osmosis Pressure Retarded Osmosis dapat disebut sebagai kebalikan dari proses desalinasi air laut. Pabrik desalinasi air laut menggunakan Reverse Osmosis untuk melawan tekanan osmosis. Sedangkan pada Pressure Retarded Osmosis menggunakan gaya osmotic yang sama besarnya untuk menghasilkan tekanan[14]. Seperti pada Gambar 5, Proses pada pembangkit listrik tenaga osmosis diawali dengan mengumpankan air tawar dan air laut ke pembangkit. Air laut dan air tawar akan disaring dahulu untuk menghilangkan pengotor. Langkah berikutnya air tawar dan air laut mengalami perbedaan perlakuan, air tawar akan langsung dimasukkan pada modul membran, sedangkan air laut akan diberikan tekanan tambahan sebelum masuk modul membran. Di dalam modul membran akan terjadi peristiwa osmosis yang menyebabkan 80-90% air tawar akan berpindah melalui membran ke air laut bertekanan.
Gambar 3. Aliran air pada FO, PRO, dan RO. Diambil dari [13, 14] Berdasarkan tekanan yang diberikan pada sistem membran dapat dibedakan antara forward osmosis, reverse osmosis, dan pressure retarded osmosis yang digambarkan pada Gambar 4. Titik A adalah Flux Reversal Point dimana tekanan hidraulik yang diberikan besarnya sama dengan tekanan osmosis sehingga tidak terjadi perpindahan air. Titik B adalah Titik forward osmosis, dimana sistem tidak diberikan tekanan sehingga air berpindah dari larutan hipotonik ke larutan hipertonik. Garis C merupakan daerah terjadinya Reverse Osmosis dimana tekanan hidraulik yang diberikan melebihi tekanan osmotik sehingga air dapat mengalir dari larutan hipertonik ke larutan hipotonik. Pada garis D adalah daerah dimana terjadi pressure retarded osmosis. Pada daerah ini tekanan yang diberikan sebesar 0<οP<οο oleh karena itu air tetap mengalir sesuai dengan mekanisme 3
Setelah keluar dari modul membran laju alir volumetric air bertekanan tinggi akan meningkat akan mengalir menuju turbin. Tetapi aliran air laut ini tidak semuanya menuju turbin melainkan sekitar 2/3 bagian akan diumpankan ke penukar tekanan untuk memberikan tekanan ke umpan air laut yang baru. Sisa air yang tidak diumpankan ke penukar tekanan akan mengalir melewati turbin dan menggerakkan turbin sehingga menghasilkan listrik. Membran yang digunakan pada pembangkit ini haruslah mempunya fluks air dan rejeksi terhadap garam yang besar. Kinerja membran pada pembangkit ini berkisar dari 4-6 W/m2. Dari unit operasi ini akan dihasilkan tekanan sebesar 1115 bar yang setara dengan kolom air setinggi 100-145 m [17] . Terdapat dua model pembangkit listrik tenaga osmosis, yaitu sea-level power plant dan subsea level power plant. Perbedaan utama kedua tipe pembangkit ini adalah sumber pemberi tekanan pada sistem, jika pada sea-level power plant tekanan diberikan melalui alat penukar tekanan atau menggunakan alat tambahan sedangkan pada subsea-level plant tekanan diberikan karena ada energi potensial dari air yang masuk ke pembangkit. Pada sea-level power plant Pembangkit berada didaerah yang dekat dengan sungai dan laut. Hal ini bertujuan agar mudah mendapatkan umpan dan mengurangi biaya produksi. Pada Pembangkit ini air tawar diambil dari sungai dan air laut diambil dari laut menggunakan pipa bawah tanah. Lalu air payau yang dihasilkan dari pembangkit ini akan dibuang ke daerah muara yang berisi air payau dengan tujuan untuk menjaga lingkungan dan ekosistem yang ada di sekitar pembangkit. Pada pembangkit ini perbedaan ketinggian didalam sistem tidak besar sehingga tidak menghasilkan tekanan yang dapat ditambahkan ke air laut, sehingga tekanan yang
ditambahkan pada air laut didapat dari alat penukar tekanan.
Gambar 5. Sea-Level Power Plant [18] Pada Subsea-level power plant tekanan dihasilkan karena adanya perbedaan ketinggian. Hubungan ketinggian dan tekanan didapat dari persamaan berikut ini: π = π π οβ Dengan, P = tekanan hidrostatis air, ο² = densitas air, g = percepatan gravitasi οh = perbedaan ketinggian Dalam subsea level power plant, pembangkit dibangun di bawah permukaan air laut dengan kedalaman sekitar 100-130 m (Gambar 7). Dengan begini efisiensi dari pembangkit akan meningkat pesat.Pembangkit ini terdiri dari pembangkit listrik tenaga air yang ditambahkan dengan tekanan yang dihasilkan dari pembangkit listrik yang menggunakan membran. Air payau yang dihasilkan pada pembangkit ini akan dibuang ke gua bawah laut.
Gambar 6. Diagram Alir Pembangkit Listrik Menggunakan Proses Pressure Retarded Osmosis. Diadaptasi dari [17]
4
bahwa disana terdapat mekanisme perpindahan osmosis yang sebenarnya yang terdapat di kulit membran. Untuk mendapatkan membran Pressure Retarded osmosis yang bagus untuk membran lapisan datar memiliki nilai sebesar 7*1012 m/sPa hingga 22*1012 m/sPa dan nilai B sebesar 2*109 m/s hingga 11*109 m/s. Sedangkan untuk membran yang berbentuk fiber nilai rentangnya ada diantara 6*1012 m/sPa hingga 19*1012 m/sPa dan nilai B sebesar 2,5*109 m/s hingga 13*109 m/s[17]. Lalu yang juga sama pentingnya adalah kemampuan bagian dalam membran yang tidak membolehkan kristal garam terbentuk didalam membran. Terbentuknya garamgaram didalam membran akan menyebabkan pori-pori membran tersumbat dan menurunkan kinerja dari membran tersebut.Secara teknis, membran ditempatkan dalam suatu modul. Modul ini harus mempunyai rancangan yang mengurangi ketebalan dari boundary layer hingga ke yang paling minimum tanpa membutuhkan banyak energi untuk memompa air melewati modul. Struktur parameter, S (m) --- membran osmosis terdiri dari satu lapisan non pori yang tipis, kulit difusi, dan minimal satu lapisan dari material berpori sesuai pada gambar 3.4. Struktur lapisan berpori merupakan sesuatu penting untuk membran yang efisien di PRO agar mengurangi konsentrasi garam yang terbentuk di dalam substruktur berpori[17].
Gambar 7. Subsea-Level Power Plant [18] 4.
Membran Pressure Retarded Osmosis Kunci utama pada pembangkit listrik tenaga tekanan osmotic adalah membran yang digunakan. Untuk menghasilkan Pressure Retarded osmosis yang bagus diperlukan membran yang punya fluks air yang tinggi (JW) dan permeabilitas terhadap garam yang rendah (JS). Perpindahan air digambarkan dalam Gambar 8 berikut. Membran Skin Support
Struktur parameter di rumuskan sebagai berikut π = π₯ β π/π Dengan, Ο = porositas, x = ketebalan lapisan berpori, Ο = tortuositas. Semakin rendah struktur parameter, maka semakin baik performa membran Pressure Retarded osmosis. Nilai yang diinginkan untuk struktur parameter adalah kurang dari 0.0015 m[17]. Performa kerja membran dirumuskan sebagai berikut π = π½π€ β βπ Dengan, W = Performa kerja membran, Jw = Fluks air, οp = beda tekan hidrostatis.
Boundary layers
Gambar 8. Perpindahan air dan garam melewati membran. Diadaptasi dari [17] Fluks air (Jw) ditentukan oleh koefisien permeabilitas air (A), beda tekan osmosis efektif (βΟ) dan beda tekan hidrostatis yang melalui membran (βp). Untuk membran osmosis ideal nilai βΟ sebesar 26 bar untuk air laut dengan konsentrasi 32 g NaCl/l. Untuk Fluks garam nilainya sebanding dengan koefisien permeabilitas garam (B) dan beda konsentrasi garam (βCsalt). Profil Konsentrasi garam dapat dilihat pada gambar 3.4. Perpindahan air yang melewati mebran dikarenakan perbedaan konsentrasi garam dikedua sisi membran. Performa Pressure Retarded osmosis dapat ditingkatkan dengan mengembangkan membran yang punya nilai koefisien permeabilitas air (A) yang tinggi dan nilai koefisien permeabilitas garam (B) yang rendah. Tetapi performa yang dapat diterima juga menyiratkan
5.
Jenis-Jenis Bahan Membran Pressure Retarded Osmosis Berbagai pendekatan yang dilakukan pada pengembangan membran telah memunculkan membran yang terbuat dari Selulosa Acetat (Cellulose Acetate (CA)) dan Thin-Film Composite (TFC). Lebih dari 50 material pendukung yang berbeda dan berbagai jenis membran yang terbuat dari polimer selain CA telah diproduksi untuk menemukan membran PRO yang paling optimal.
5
tekanan yang diberikan lebih rendah dan air dan garam mengalir dengan arah yang berlawanan. Ketika membran Reverse Osmosis dengan performa tinggi digunakan dalam proses Pressure Retarded Osmosis, performanya biasanya menjadi jelek karena garam yang terbentuk pada lapisan pendukung (polarisasi internal). Pembuatan lapisan pendukung mikropori setipis dan seterbuka mungkin, menghasilkan pengurangan pada struktur parameter sehingga menyebabkan peningkatan kinerja membran Pressure Retarded Osmosis Peningkatan selanjutnya diperoleh dengan adanya peningkatan lapisan difusif poliamida. Verissimo, dkk [21] telah menjelaskan langkah-langkah pasca perlakuan membrane dengan menggunakan asam format. Hollow fiber TFC yang telah dilapisi pada bagian dalam menunjukkan permeabilitas terhadap air sebesar 4 kali tanpa kehilangan retensi terhadap garam. Dengan menggunakan asam konsentrasi tinggi dan perlakuan dengan asam pada jangka panjang menunjukkan peningkatan sebesar 18 kali. Tetapi terjadi penurunan retensi terhadap garam yang tidak diinginkan. Untuk membran TFC datar peningkatan permeabilitas air bisa mencapai 4 kali tanpa menurunkan retensi terhadap garam. Sama dengan hasil yang ditampilkan oleh Verissimo, dkk perlakuan dengan asam yang terlalu lama akan menyebabkan menurunnya rejeksi terhadap garam yang pada akhirnya menurunkan performa kerja. Penjelasan utnuk meningkatnya permeabilitas air setelah diberi perlakuan asam adalah pelarutan sebagian lapisan permukaan polimaida dan karenanya tejadi pengurangan ketebalan membran. Itu juga dapat dijelaskan dengan ekstraksi dari bahan kimia yang tidak bereaksi dan oleh dissolusi partikel polimer yang tidak terbentuk pada film yang sempurna. Perhitungan membran selulosa asetat telah membuktikan banyak membran berperilaku seperti perilaku osmosis ideal yang ditampilkan sesuai Gambar 11.
Gambar 9. Membran Asimetrik Selulosa Asetat dilihat dengan SEM cross section [19]
Gambar 10. Membran TFC dilihat dengan SEM cross section [19] Membran Selulosa Asetat. Membran selulosa asetat disiapkan dengan cara sebagai berikut. Pertama, larutan casting dituang ke dalam pelat kaca dan dibenamkan didalam air es setelah pelarut menguap. Setelah terjadi solidifikasi membran dikuatkan pada suhu 80OC sampai 95OC. Berdasarkan paten GKSS, larutan casting terdiri dari selulosa diasetat, selulosa triasetat, dioksan, aseton, asam asetat dan metanol. Komposisi larutan ini akan tetap, namun jika ada perubahan parameter casting baik di skala laboratorium dan skala pilot maka kinerjanya akan meningkat. Parameter casting terdiri dari kecepatan casting, perubahan temperature dari bak koagulasi dan juga perubahan dari material pendukung yang mengarah pada peningkatan kinerja. Pada awalnya performa membranselulosaasetat berada disekitar 0.5 W/m2 , tetapi tipe membran ini terus dikembangkan hingga performa membran dapat meningkat hingga menjad 1.3 W/m2[17]. Membran Thin Film Composite (TFC). Bahan kimia pembuatan membran ini telah dideskripsikan oleh Cadotte padatahun 1981 [20], yang merupakan polimerisasi antar fasa antara trimesoylklorida dan m-fenilen diamina. Perbedaan mendasar antara reverse dan direct osmosis membran antara lain: membran reverse osmosis harus mampu menahan tekanan dari 60 hingga 80 bar dan membutuhkan tahanan terhadap pemadatan sub-struktur. Di reverse osmosis, air dan garam mengalir pada arah yang sama. Pada proses Pressure Retarded Osmosis,
Gambar 11. Power Diadaptasi dari [17]
Performance
dari
membran.
Beberapa prototype membran memiliki permeabilitas air yang sangat tinggi, tetapi retensi garamnya masih terlalu rendah, sehingga menurunkan produksi daya di pressure retarded osmosis. 6
W β Power, W/m2 x β Ketebalan struktur pori, m Ξosmotic β Tekanan Osmotik, bar or Pa ΞΟ β Beda tekan osmotic efektif, Pa Ο β Tortuositas n β Porositas i βjumlah ion dari ionisasi senyawa
Membran selulosa asetat komersial terlihat energi dibawah 1 W/m2, namundibeberapa kasus ada yang menghasilkan daya sampai sebesar 1,6 W/m2 seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.8. kekuatan yang terukur dan kekuatan potensial membran selulosa asetat maksimal hanya sampai di angka 1,3W/m2 namun hal ini masih jauh dari target yang sebesar 5 W/m2 sehingga membran selulosa asetat belum dapat dikomersialisasi. Pada gambar 3.8 membran TFC yang sudah dikomersialkan memiliki power performance sebesar 0,1 W/m2. Namun pada pengukuran didapat bahwa kemampuan membran TFC dapat mencapai nilai sekitar 3,5 W/m2. Dan ketika performa membrane dihitung dengan simulator didapat hasil bahwa membran TFC mampu menghasilkan power performance sebesar 5 W/m2..Nilai ini memuaskan karena, membran TFC memiliki harapan agar bias dikomersialisasi menjadi sebuah pembangkit listrik.
Daftar Pustaka REFERENCES [1] Anonim, Rasio Eletrifikasi,-. Sumber: http://kip.esdm.go.id/pusdatin/index.php/datainformasi/data-energi/ketenagalistrikan/rasioelektrifikasi diakses pada tanggal 4 April 2016, pukul 22.20 [2] Anonim, Pengawasan Keteknikjan Untuk Mewujudkan Keselamatan Ketenagalistrikan. http://www.satuenergi.com/2015/10/pengawasanketeknikan-untuk-mewujudkan.html diakses pada tanggal 4 April 2016, pukul 22.33 [3] A.T. Jones, W. Rowley. Global perspective: economic forecast for renewable ccean energi technology, Mar. Technol. Soc. J., 36 (2003) 85β90. [4] A.T. Jones, W. Fineley. Recent Development in salinity gradient power, Doherty Lecture, 2001. [5] G.L. Wick, W.R. Schmitt. Prospects for renewable energi from sea, Mar. Technol. Soc. J., 11(5β6) (1977) 16β21. [6] Statkraft, Osmotic Power β A huge renewable energi source, Information material, 2006. [7] R.W. Norman. Water salination: a source of energi, Science, 186 (1974) p. 350. [8] O. Levenspiel, N. de Vevers. The osmotic pump, Science, 183 (1974) p. 157. [9] S. Loeb, Osmotic power plants, Science, 189 (1975) 654β655. [10] S. Loeb. Production of energi from concentrated brines by pressure-retarded osmosis, 1. Preliminary technical and economic correlations, J. Membr. Sci.,1 (1976) 49β63. [11] S. Loeb, F. Vanhessen, D. Shahaf. Production of energi from concentrated brines by pressureretarded osmosis, 2. Experimental results and projected energi costs, J. Membr. Sci., 3 (1976) 249β269. [12] Y.T. Cath, et al, Forward Osmosis: Principles, application, and recent development, J. Membr. Sci 281(2006) 70 67 [13] I.G. Wenten; Khoiruddin; A.N. Hakim. βOsmosis Balik.β Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung, 2014. [14] I.G. Wenten, Khoiruddin, P.T.P. Aryanti, A.N. Hakim. βPengantar Teknologi Membran.β Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung, 2010.
6.
Kesimpulan Saat ini, penyediaan listrik di Indonesia masih jauh dari baik, untuk itu Indonesia perlu membangun pembangkit-pembangkit listrik baru yang dapat menyokong kebutuhan listrik dalam negeri. Indonesia sebagai negara maritim memiliki potensi yang sangat besar untuk menggunakan energi dari air laut sebagai sumber energi listrik. Salah satu sumber energi laut yang dapat digunakan sebagai pembangkit listrik adalah menggunakan tenaga osmosis. Pembangkit listrik menggunakan sumber energi yang ramah lingkungan dan juga murah. Prinsip pembangkit ini adalah menggunakan tekanan yang dihasilkan dalam proses osmosis untuk menggerakkan turbin sehingga dapat menghasilkan listrik. Agar pembangkit listrik ini dapat dikembangkan dan direalisasikan, performa kerja membran minimal adalah 5 W/m2. Terdapat dua jenis membran yang digunakan dalam pembangkit listrik tenaga osmosis ini yaitu Selulosa Asetat dan Thin-Film Composites. Membran selulosa asetat ini memiliki performa kerja yang sudah terukur sekitar 1,3 W/m2 dan Membran TFC memiliki performa kerja sebesar 3,5 W/m2. Secara teoritis membran TFC mampu menghasilkan performa kerja sebesar 5 W/m2, namun pengembangan lebih lanjut perlu dilakukan agar nilai tersebut dapat diwujudkan. Daftar Notasi A β Koefisien permeabilitas air, m/sPa B β koefisien permeabilitas garam, m/s c β Konsentrasi, mol/m3 Jsβ Fluks molar garam, mol/m2 s Jwβ Fluks volumetric air, m3/m2 s = m/s R β Konstanta gas, J/mol K S β Struktur parameter, m T β Temperaturabsolut, K 7
[15] I.G. Wenten. βPerkembangan Terkini di Bidang Teknologi Membran.β Teknik Kimia InstitutTeknologi Bandung, 2014. [16] K.L. Lee, R.W. Baker, H.K. Londsdale, Membranes for power generation by pressure-retardad osmosis, J. Membr. Sci., 8 (1981) 141. [17] K. Grestand, et al , Membran Process in energi supply for an osmotic power plant, Desalination 224 (2008) 64-70 [18] D.R. Schilling, The Power of βSalinity Gradientsβ: Novel, Sustainable, & Renewable Energi Via Osmosis. 2014. Sumber: http://www.industrytap.com/power-salinitygradients-novel-sustainable-renewable-energi-viaosmosis/22498, Diakses pada tanggal 9 April 2016, pukul 23.36 [19] Statkraft patent, European Patent Application No. 01961437.9. [20] J.E. Cadotte, U.S Patent, Publication number US4277344 A [21] S. Verissimo, K.-V. Peinemann, J. Bordado. Thinfilm composite hollow fibre membrans: An optimized manufacturing method, J. Membr. Sci., 264 (2005) 48β55.
8