PERUBAHAN KONSENTRASI LARUTAN GULA PADA DEHIDRASI OSMOTIK IRISAN MANGGA (Mangifera indica L.) DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEBUTUHAN DAYA PENGADUKAN
SKRIPSI
Oleh : FIBULA YUDISAPUTRO F14080019
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
CHANGES CONCENTRATION SUGAR SOLUTION IN THE OSMOTIC DEHYDRATION OF MANGO SLICES (Mangifera indica L.) AND IT IS EFFECT ON POWER REQUIREMENT Fibula Yudisaputro and Leopold Oscar Nelwan Departement of Mechanical and Biosystem Engineeirng, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia. Phone +62 856 4166 1127, e-mail :
[email protected]
ABSTRACT During osmotic dehydration, water leaving the product may dilute the osmotic solution, especially for conditions having low product solution ratio. The main objectives of this study were to obtain the characteristic of sugar solution concentration during osmotic dehydration of mango and its effect on stirring power requirement. Solution concentration used in this study was 61 o brix. Three level of solution temperature, i.e 30 oC, 40 oC, 50 oC and three levels of stirring speed, i.e 100 rpm, 300 rpm and 500 rpm were used as the process variables. Stirring speed and high temperature solution will increase the water loss, while the final moisture content of the sample will be lower. Highest water loss by 70% and the lowest final moisture content of 35.3% wb occur at 30oC temperature treatment and stirring speed 500 rpm. Solid gain at high stirring speed increased temperatures 30oC (4.59%), 40oC (7.92%) and 50oC (11.9%), while the solid gain with medium and low stirring speed did not increase. High stirring speed (500 rpm) at a temperature of 30oC solution, 40oC and 50oC produces Reynolds number greater than the low (100 rpm) and medium (300 rpm) stirring speed for 8 hours. The decresing osmotic solution concentration due to the water leaving the mango during the osmotic process provided the reduction solution viscosity. These conditions caused in the stirring rotation speed increased, so the need for stirrer motor power decreased during the osmotic dehydration process. Keyword :osmotic dehydration, water loss, solid gain, speed of stirring, osmotic concentration, motor power, viscosity
FIBULA YUDISAPUTRO. F14080019. Perubahan Konsentrasi Larutan Gula pada Dehidrasi Osmotik Irisan Mangga (Mangifera indica L.) dan Pengaruhnya Terhadap Kebutuhan Daya Pengadukan. Di bawah bimbingan Leopold Oscar Nelwan. 2012
RINGKASAN Dehidrasi osmotik merupakan salah satu alternatif untuk pengeringan buah-buahan yang dapat dipilih untuk mengurangi kandungan air dari dalam bahan. Dehidrasi osmotik merupakan teknik perendaman bahan dalam larutan hipertonik yang dapat mendorong pengeluaran air melalui membran sel dari bahan (Sereno et al. 2001). Untuk produk buah-buahan umumnya menggunakan larutan gula sebagai larutan hipertonik.Membran sel pada buah akan bertindak sebagai jaringan semipermeabel yang akan melewatkan air yang terkandung di dalam jaringan sel keluar menuju larutan akibat adanya perbedaan tekanan osmosis. Pada aplikasi dehidrasi osmotik rasio larutan osmotik dengan jumlah berat mangga yang digunakan akan lebih besar dibandingkan pada saat penelitian atau kajian ilmiah mengenai dehidrasi osmotik. Rasio yang digunakan untuk penelitian akan lebih kecil, hal ini untuk memudahkan dalam mengetahui kondisi perlakuan yang diberikan seperti perubahan konsentrasi larutan gula selama dehidrasi osmotik. Perubahan konsentrasi larutan osmotik diakibatkan karena rasio larutan osmotik lebih rendah daripada berat sampel mangga, sehingga air dari sampel akan lebih mudah keluar dan akan tercampur ke dalam larutan osmotik. Penurunan kadar air sampel dipengaruhi oleh kenaikan suhu larutan. Semakin tinggi suhu larutan mengakibatkan sampel menjadi lebih cepat kering. Suhu larutan yang tinggi dapat mempercepat perpindahan massa air dari dalam sampel ke larutan gula. Kecepatan pengadukan juga mempengaruhi penurunan kadar air sampel. Pada perlakuan suhu 30 oC dengan kecepatan rendah memiliki penurunan kadar air yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan dengan kecepatan sedang maupun tinggi. Hal ini juga dapat dilihat pada kecepatan pengadukan perlakuan suhu 40oC dan suhu 50oC. Perlakuan suhu 50oC dengan kecepatan pengadukan tinggi menghasilkan penurunan kadar air yang paling tinggi. Semakin cepat pengadukan dapat meningkatkan proses laju transfer massa dari larutan gula yang memiliki konsentrasi zat yang lebih tinggi ke konsentrasi zat yang lebih rendah yaitu ke dalam sampel mangga, sehingga penurunan kadar air menjadi lebih cepat dan proses dehidrasi osmotik menjadi lebih merata ke setiap permukaan sampel. Water loss merupakan pengurangan jumlah air yang terdapat dalam sampel setelah terjadinya dehidrasi osmotik. Konsentrasi larutan merupakan salah satu yang memengaruhi nilai water loss. Semakin tinggi konsentrasi larutan gula yang digunakan maka beda konsentrasi dan tekanan osmotik akan semakin besar. Perubahan water loss dipengaruhi oleh suhu dan kecepatan pengadukan. Nilai WL yang paling tinggi pada perlakuan T3K3 (suhu 50 oC dan dengan kecepatan pengadukan tinggi) yaitu sebesar 70.00% sedangkan nilai WL paling rendah terjadi pada perlakuan T1K1 (suhu 30oC dan kecepatan pengadukan rendah) yaitu 59.06%. Dari data tersebut menunjukkan bahwa penurunan kadar air berpengaruh terhadap tingkat kehilangan air pada sampel saat proses dehidrasi osmotik. Nilai kadar air akhir yang semakin rendah akan menghasilkan nilai WL semakin tinggi. Solid gain menunjukkan banyaknya jumlah padatan terlarut yang masuk ke dalam sampel. Dalam proses dehidrasi osmotik, semakin tinggi nilai SG maka jumlah padatan terlarut yang masuk ke dalam sampel semakin banyak. Sedangkan, semakin rendah nilai SG maka jumlah padatan terlarut yang masuk ke sampel semakin sedikit. Untuk memberikan rasa sampel yang tidak terlalu manis maka nilai SG harus serendah mungkin. Nilai SG yang diperoleh sangat beragam di setiap perlakuan meskipun kadar air akhir yang diperoleh semakin rendah setiap perlakuan. Peningkatan suhu yang diberikan hanya mempengaruhi nilai SG pada kecepatan pengadukan tinggi. Kadar air akhir dan tingkat kehilangan air tidak berpengaruh terhadap padatan terlarut gula yang masuk ke dalam sampel. Nilai solid gain (SG) yang ditunjukkan pada kecepatan pengadukan tinggi mengalami peningkatan dari suhu 30 oC (4.59%), 40oC (7.92%) dan 50oC (11.9%), sedangkan pada kecepatan rendah dan sedang tidak mengalami peningkatan. Pengadukan dalam proses dehidrasi osmotik sangat diperlukan untuk dapat mempercepat perpindahan panas yang terjadi di dalam dehydrator, sehingga panas yang akan diterima setiap sampel akan lebih merata. Kecepatan pengadukan tinggi (500 rpm) pada suhu larutan 30 oC, 40oC
dan 50oC menghasilkan bilangan Reynolds yang lebih besar daripada kecepatan pengadukan rendah (100 rpm) dan sedang (300 rpm) selama waktu 8 jam. Kecepatan pengadukan saat proses dehidrasi osmotik berpengaruh terhadap kecepatan penurunan konsentrasi larutan dalam waktu tertentu. Pada suhu 50oC dan kecepatan pengadukan 500 rpm (T3K3) memberikan pengaruh yang besar terhadap penurunan konsentrasi larutan, meskipun untuk perlakuan lainnya hanya memberikan pengaruh yang sedikit. Saat pengadukan larutan osmotik terbentuk suatu aliran fluida, karena adanya gerakan tertentu yang akan menimbulkan reduksi gerakan pada sampel ataupun larutan di dalam panci dehydrator. Gerakan hasil reduksi tersebut mempunyai pola sirkulasi yang dapat menimbulkan terjadinya pencampuran. Jenis aliran fluida terdiri dari aliran laminer dan aliran turbulen. Untuk mengetahui pola aliran pengadukan yang terjadi pada saat proses dehidrasi osmotik, maka dapat dihitung besarnya menggunakan bilangan Reynolds dengan parameter-parameter yang diketahui besarnya. Kecepatan pengadukan tinggi (500 rpm) pada suhu larutan 30 oC, 40oC dan 50oC menghasilkan bilangan Reynolds yang lebih besar daripada kecepatan pengadukan rendah (100 rpm) dan sedang (300 rpm) selama waktu 8 jam. Nilai rata-rata bilangan Reynolds terbesar saat kecepatan pengadukan tinggi (500 rpm) adalah perlakuan dengan suhu 50 oC sebesar 75031. Kebutuhan daya yang dihasilkan saat proses pengadukan larutan osmotik dengan penggunaan sampel irisan mangga dan tanpa penggunaan irisan mangga berbeda. Pengadukan larutan osmotik dengan penggunaan irisan mangga menyebabkan beban kecepatan pengaduk akan lebih besar karena aliran larutan terhalang oleh beberapa sampel irisan mangga yang terdapat dalam wadah panci, sedangkan untuk pengadukan larutan osmotik tanpa penggunaan irisan mangga menyebabkan beban kecepatan pengaduk akan lebih kecil dan aliran larutan osmotik akan lebih mudah tercampur. Tegangan listrik motor berpengaruh terhadap berbagai kecepatan pengadukan yang diinginkan. Semakin tinggi tegangan maka kecepatan putaran motor akan lebih tinggi. Untuk berbagai perlakuan kecepatan pengadukan (rendah, sedang, tinggi) menghasilkan kecepatan putaran motor dan daya motor saat terdapat sampel irisan mangga yang dihasilkan akan lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa menggunakan sampel irisan mangga yang kecepatan putaran motor dan daya motor yang dihasilkan lebih rendah. Pengukuran konsumsi energi dilakukan pada proses saat terdapatnya sampel mangga dalam larutan osmotik dan tidak terdapatnya sampel mangga dalam larutan osmotik. Dalam penentuan konsumsi energi ini, diperlukan data-data dari pengukuran sifat reologi dan sifat fisik fluida. Karakteristik power dari suatu pencampuran, biasanya disajikan dalam bentuk grafik hubungan antara bilangan Reynolds dengan bilangan daya. Pada kecepatan pengadukan rendah (100 rpm), konsumsi energi yang ditunjukkan oleh bilangan daya (Np) menurun dengan meningkatnya bilangan Reynolds. Kondisi ini terjadi juga pada kecepatan pengadukan sedang (300 rpm) dan kecepatan pengadukan tinggi (500 rpm) dengan terdapatnya sampel irisan mangga dan tanpa terdapatnya sampel irisan mangga dalam larutan osmotik. Reynolds dengan viskositas yang lebih rendah mengakibatkan kecepatan pengadukan menjadi semakin tinggi dan daya listrik yang dibutuhkan akan semakin rendah. Selain itu diakibatkan karena perbedaan densitas larutan osmotik dan nilai bilangan daya hasil perhitungan.
PERUBAHAN KONSENTRASI LARUTAN GULA PADA DEHIDRASI OSMOTIK IRISAN MANGGA (Mangifera indica L.) DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEBUTUHAN DAYA PENGADUKAN
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : FIBULA YUDISAPUTRO F14080019
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul Skripsi
: PERUBAHAN KONSENTRASI LARUTAN GULA PADA DEHIDRASI OSMOTIK IRISAN MANGGA (Mangifera indica L.) DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEBUTUHAN DAYA PENGADUKAN
Nama
: Fibula Yudisaputro
NIM
: F14080019
Menyetujui, Pembimbing Akademik,
Dr. Ir. Leopold O. Nelwan, M. Si NIP. 19701208 199903 1 001
Mengetahui : Ketua Departemen,
Dr. Ir. Desrial, M. Eng NIP. 19661201 199103 1 004
Tanggal lulus :
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul “Perubahan Konsentrasi Larutan Gula Pada Dehidrasi Osmotik Irisan Mangga (Mangifera indica L) dan Pengaruhnya Terhadap Kebutuhan Daya Pengadukan” adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor,Desember 2012 Yang membuat pernyataan
Fibula Yudisaputro F14080019
© Hak cipta milik Fibula Yudisaputro, tahun 2012 Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopi, mikrofilm, dan sebagainya.
BIODATA PENULIS Penulis dilahirkan di Pati, Jawa Tengah pada tanggal 28 Februari 1990 sebagai anak pertama dari 2 bersaudara dari pasangan Yudi Hudiono dan Etty Rustina. Penulis memiliki seorang adik yang bernama Tibia Yudi Saputri dan Muhhamad Nabila Yudi Saputra Penulis memulai pendidikan pada saat usia 5 tahun di TK Bayangkara 42 (1995-1996) dan kemudian melanjutkan pendidikan dasar di SDN 01 Pati Kidul (1997-2002). Pendidikan menengah pertama ditempuh di SMPN 3 Pati (2002-2005). Sedangkan pendidikan menengah atas ditempuh di SMAN 1 Pati (2005-2008). Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor sebagai mahasiswa melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2008 dan mengambil mayor Teknik Pertanian Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama menempuh pendidikan di bangku kuliah, penulis pernah mengikuti berbagai organisasi baik organisasi kemahasiswaan maupun organisasi mahasiswa daerah. Organisasi kemahasiswaan yang pernah diikuti adalah IKMP (Ikatan Keluarga Mahasiswa Pati), IMATETANI (Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian Nasional) dan Himateta (Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian). Pada tahun 2011, penulis melaksanakan praktek lapang di PT. Kebon Agung Unit PG. Trangkil Pati Jawa Tengah, dan berhasil menyelesaikan laporan yang berjudul “Mempelajari Aspek Keteknikan dan Penggunaan Energi Pada Proses Pengolahan Gula SHS di PT. Kebon Agung PG. Trangkil Pati Jawa Tengah”. Penulis melakukan penelitian dengan judul “Perubahan Konsentrasi Larutan Gula Pada Dehidrasi Osmotik Irisan Mangga (Mangifera indica L)” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian di bawah bimbingan Dr. Ir. Leopold O. Nelwan, M.Si
KATA PENGANTAR Puji syukur dan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan pelaksanaan Penelitian dan penulisan laporan skripsi. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian dengan judul Perubahan Konsentrasi Larutan Gula Pada Dehidrasi Osmotik Irisan Mangga (Mangifera indica L) dan Pengaruhnya Terhadap Kebutuhan Daya Pengadukan. Pelaksanaan penelitian di laksanakan antara bulan April – Juni 2012. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada 1. Dr. Ir. Leopold O. Nelwan, M. Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis. 2. Dr. Ir. Edy Hartulistiyoso, M.Sc dan Ir. Susilo Sarwono selaku dosen penguji tugas akhir. 3. Ayah Drs. Yudi Hudiono, M.Si dan Ibu Dra. Etty Rustina selaku orang tua dan adik-adikku, Tibia Yudi Saputri dan Muhhamad Nabila Yudi Saputra yang selalu memberikan dukungan dan doannya. 4. Teman-teman satu bimbingan Yuliana, Yulfi Nizzatal Maulia, Delimy Okta Riski, dan Rizki Muhammad Thariq yang telah membantu dalam penelitian. 5. Liba Silvia Bunga Kasih yang selalu memberikan semangat dan dukungannya. 6. Teman-teman satu kontrakan “Wisma Zero”, Haratul Lisan, Faiz Ridhan Faroka, Angga Rakay Fatahilah, Angga Herviona, Dimas Kholis, Ahmad Eriska, Rudiansyah yang telah memberikan semangat serta bantuannya dalam penelitian. 7. Pak Harto, Pak Firman dan Pak Suliyaden yang telah memberikan bantuan dalam penelitian. 8. Seluruh teman-teman Teknik Pertanian 2008 (Magenta 45) atas kebersamaan, kerjasama dan dukungan selama penulis melaksanakan studi di IPB. 9. Seluruh pihak yang telah mendukung dan membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir penelitian ini. Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Desember 2012
Penulis
i
DAFTAR ISI halaman KATA PENGANTAR .................................................................................................................i DAFTAR ISI ................................................................................................................................ii DAFTAR TABEL ........................................................................................................................iii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................................iv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................................vi I. PENDAHULUAN ...............................................................................................................1 A. Latar Belakang ............................................................................................................1 B. Tujuan .........................................................................................................................2 II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................................3 A. Mangga (Mangifera indica L.) .....................................................................................3 B. Dehidrasi Osmotik ........................................................................................................5 C. Pengadukan dan Pencampuran ....................................................................................7 D. Daya Lisrik dan Daya Mekanik ...................................................................................11 III. METODE PENELITIAN ....................................................................................................13 A. Waktu dan Tempat .......................................................................................................13 B. Alat dan Bahan .............................................................................................................13 C. Prosedur Penelitian .......................................................................................................14 D. Rancangan Penelitian ...................................................................................................15 E. Pengamatan...................................................................................................................17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................................................................20 A. Kadar Air .......................................................................................................................20 B. Water Loss dan Solid Gain ...........................................................................................21 C. Perubahan Konsentrasi Larutan dan Bilangan Reynolds ...............................................23 D. Hubungan Daya Motor dengan Kecepatan Pengadukan dan Bilangan Reynolds ..........29 V. PENUTUP ...........................................................................................................................38 A. Kesimpulan ....................................................................................................................38 B. Saran ..............................................................................................................................38 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................39 LAMPIRAN .................................................................................................................................41
ii
DAFTAR TABEL halaman Tabel 1. Produksi buah mangga di Indonesia ...............................................................................4 Tabel 2. Sifat fisika dan kimia daging buah dan beberapa varietas mangga ................................5 Tabel 3. Jenis dan kombinasi perlakuan .......................................................................................15 Tabel 4. Nilai konstanta a dan b pada pengadukan larutan osmotik.............................................34
iii
DAFTAR GAMBAR
halaman Gambar 1. Buah mangga varietas Indramayu ..............................................................................5 Gambar 2. Bentuk – bentuk pengaduk .........................................................................................9 Gambar 3. Tipe - tipe pengaduk jenis turbine ..............................................................................9 Gambar 4. Tipe - tipe pengaduk jenis propeller...........................................................................9 Gambar 5. Tipe - tipe pengaduk jenis paddle...............................................................................9 Gambar 6. Motor losses ...............................................................................................................12 Gambar 7. Grafik karakteristik motor DC ....................................................................................12 Gambar 8. Osmotic Dehydrator ...................................................................................................15 Gambar 9. Diagram alir rancangan penelitian ..............................................................................16 Gambar 10. Skema pengukuran arus dan tegangan listrik motor DC ..........................................19 Gambar 11a. Multimeter ..............................................................................................................19 Gambar 11b. Adaptor AC - DC ...................................................................................................19 Gambar 12. Kadar air awal dan kadar akhir akhir sampel (dalam basis basah) ...........................20 Gambar 13. Nilai water loss (WL) saat proses dehidrasi osmotik ...............................................21 Gambar 14. Nilai solid gain (SG) saat proses dehidrasi osmotik .................................................22 Gambar 15. Grafik penurunan konsentrasi larutan osmotik terhadap waktu pada suhu 30 oC ......23 Gambar 16. Grafik penurunan konsentrasi larutan osmotik terhadap waktu pada suhu 40 oC ......24 Gambar 17. Grafik penurunan konsentrasi larutan osmotik terhadap waktu pada suhu 50oC ......24 Gambar 18 Grafik penurunan konsentrasi larutan osmotik terhadap waktu dengan perlakuan suhu pada kecepatan pengadukan tinggi (100 rpm) .................................................25 Gambar 19 Grafik penurunan konsentrasi larutan osmotik terhadap waktu dengan perlakuan suhu pada kecepatan pengadukan tinggi (300 rpm) .................................................25 Gambar 20 Grafik penurunan konsentrasi larutan osmotik terhadap waktu dengan perlakuan suhu pada kecepatan pengadukan tinggi (500 rpm) .................................................26 Gambar 21. Grafik hubungan bilangan Reynolds terhadap waktu pada suhu 30oC .....................27 Gambar 22. Grafik hubungan bilangan Reynolds terhadap waktu pada suhu 40oC .....................27 Gambar 23. Grafik hubungan bilangan Reynolds terhadap waktu pada suhu 50oC .....................28 Gambar 24. Grafik hubungan konsentrasi larutan osmotik dengan penggunaan sampel irisan mangga terhadap daya motor pada kecepatan pengadukan rendah ...............30 Gambar 25. Grafik hubungan konsentrasi larutan osmotik dengan penggunaan sampel irisan mangga terhadap dayamotor pada kecepatan pengadukan sedang ................30 Gambar 26. Grafik hubungan konsentrasi larutan osmotik dengan penggunaan sampel irisan mangga terhadap daya motor pada kecepatan pengadukan tinggi .................31 Gambar 27. Grafik hubungan konsentrasi larutan osmotik tanpa penggunaan sampel irisan mangga terhadap daya motor pada kecepatan pengadukan rendah ...............31 Gambar 28. Grafik hubungan konsentrasi larutan osmotik tanpa penggunaan sampel irisan mangga terhadap daya motor pada kecepatan pengadukan sedang ...............32 Gambar 29. Grafik hubungan konsentrasi larutan osmotik tanpa penggunaan sampel irisan mangga terhadap daya motor pada kecepatan pengadukan tinggi .................32 Gambar 30. Grafik hubungan bilangan Reynolds terhadap bilangan Reynolds dengan penggunaan sampel irisan mangga ...........................................................................33 Gambar 31. Grafik hubungan bilangan Reynolds terhadap bilangan Reynolds tanpa
iv
penggunaan sampel irisan mangga ...........................................................................33 Gambar 32. Grafik hubungan daya listrik saat proses dehidrasi osmotik pada suhu 30 oC selama selang waktu 8 jam dengan kecepatan pengadukan yang berbeda ..............35 Gambar 33. Grafik hubungan daya listrik saat proses dehidrasi osmotik pada suhu 40oC selama selang waktu 8 jam dengan kecepatan pengadukan yang berbeda ...............35 Gambar 34. Grafik hubungan daya listrik saat proses dehidrasi osmotik pada suhu 50 oC selama selang waktu 8 jam dengan kecepatan pengadukan yang berbeda ...............36 Gambar 35. Grafik hubungan bilangan Reynolds terhadap bilangan Reynolds saat proses dehidrasi osmotik pada suhu 30oC selama selang waktu 8 jam. ...............................36
v
DAFTAR LAMPIRAN
halaman Lampiran 1. Bilangan Reynolds yang dihasilkan selama proses dehidrasi osmotik dengan perlakuan suhu 30oC dan kecepatan pengadukan rendah........................................42 Lampiran 2. Bilangan Reynolds yang dihasilkan selama proses dehidrasi osmotik dengan perlakuan suhu 30oC dan kecepatan pengadukan sedang .......................................43 Lampiran 3. Bilangan Reynolds yang dihasilkan selama proses dehidrasi osmotik dengan perlakuan suhu 30oC dan kecepatan pengadukan tinggi ........................................44 Lampiran 4. Bilangan Reynolds yang dihasilkan selama proses dehidrasi osmotik dengan perlakuan suhu 40oC dan kecepatan pengadukan rendah........................................45 Lampiran 5. Bilangan Reynolds yang dihasilkan selama proses dehidrasi osmotik dengan perlakuan suhu 40oC dan kecepatan pengadukan sedang ......................................46 Lampiran 6. Bilangan Reynolds yang dihasilkan selama proses dehidrasi osmotik dengan perlakuan suhu 40oC dan kecepatan pengadukan tinggi ........................................47 Lampiran 7. Bilangan Reynolds yang dihasilkan selama proses dehidrasi osmotik dengan perlakuan suhu 50oC dan kecepatan pengadukan rendah.......................................48 Lampiran 8. Bilangan Reynolds yang dihasilkan selama proses dehidrasi osmotik dengan perlakuan suhu 50oC dan kecepatan pengadukan sedang ......................................49 Lampiran 9. Bilangan Reynolds yang dihasilkan selama proses dehidrasi osmotik dengan perlakuan suhu 50oC dan kecepatan pengadukan tinggi ........................................50 Lampiran 10. Daya yang dihasilkan saat larutan osmotik dengan penggunaan mangga pada kecepatan pengadukan rendah ................................................................................51 Lampiran 11. Daya yang dihasilkan saat larutan osmotik dengan penggunaan mangga pada kecepatan pengadukan sedang ................................................................................52 Lampiran 12. Daya yang dihasilkan saat larutan osmotik dengan penggunaan mangga pada kecepatan pengadukan tinggi ..................................................................................53 Lampiran 13. Daya yang dihasilkan saat larutan osmotik tanpa penggunaan mangga pada kecepatan pengadukan rendah ...............................................................................54 Lampiran 14. Daya yang dihasilkan saat larutan osmotik tanpa penggunaan mangga pada kecepatan pengadukan sedang ...............................................................................55 Lampiran 15. Daya yang dihasilkan saat larutan osmotik tanpa penggunaan mangga pada kecepatan pengadukan tinggi .................................................................................56 Lampiran 16. Bilangan Reynolds dan Bilangan Power pada pengukuran daya pengaduk larutan osmotik dengan penggunaan sampel mangga ............................................57 Lampiran 17. Bilangan Reynolds dan Bilangan Power pada pengukuran daya pengaduk larutan osmotik tanpa penggunaan sampel mangga ...............................................58 Lampiran 18. Grafik hubungan Bilangan Reynolds terhadap Bilangan Reynolds saat proses dehidrasi osmotik pada suhu 40oC selama selang waktu 8 jam .............................59 Lampiran 19. Grafik hubungan Bilangan Reynolds terhadap Bilangan Reynolds saat proses dehidrasi osmotik pada suhu 50oC selama selang waktu 8 jam .............................59 Lampiran 20. Skema osmotic dehydrator ....................................................................................60
vi
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Mangga (Mangifera indica L.) merupakan buah tropika yang banyak mengandung sumber vitamin A, vitamin B-karoten, serta vitamin C. Indonesia merupakan salah satu negara dengan berbagai jenis dan varietas mangga yang beraneka ragam. Mangga biasa disajikan dalam keadaan segar ataupun dalam bentuk olahan industri. Penyajian mangga dalam bentuk olahan industri bertujuan untuk dapat menjaga kualitas cita rasa dan mutu dari produk itu. Produksi buah mangga di Indonesia dipengaruhi oleh kondisi cuaca yang tidak menentu, karena buah mangga merupakan buah musiman yang hanya ada pada waktu tertentu. Apabila pada saatnya mangga berbunga mengalami musim hujan maka akan mengalami penundaan mangga untuk berbuah. Berdasarkan data dari Departemen Pertanian, produksi mangga Indonesia pada tahun 2011 mencapai 1,84 juta ton. Salah satu cara pengawetan adalah dengan cara dehidrasi. Dehidrasi dilakukan untuk dapat menurunkan kadar air pada buah atau makanan agar tercapai kadar air tertentu atau yang diinginkan dan menurunkan aktifitas mikroorganisme. Pengeringan biasa dilakukan secara konvensional, yaitu pengeringan dengan memanfaatkan sinar matahari. Pengeringan konvensional sering dimanfaatkan masyarakat karena dapat menekan biaya. Akan tetapi kekurangan dari pengeringan secara konvensional adalah kebutuhan energi yang tinggi, karena dengan pengeringan secara konvensional terjadi perubahan fase. Pengeringan secara konvensional ini tidak dianjurkan dalam pengeringan mangga ataupun buah-buahan karena dapat menurunkan kualitas produk. Dehidrasi osmotik merupakan salah satu alternatif untuk pengeringan buah-buahan yang dapat dipilih untuk mengurangi kandungan air dari dalam bahan. Dehidrasi osmotik merupakan teknik perendaman bahan dalam larutan hipertonik yang dapat mendorong pengeluaran air melalui membran sel dari bahan (Sereno et al. 2001). Untuk produk buah-buahan umumnya menggunakan larutan gula sebagai larutan hipertonik. Membran sel pada buah akan bertindak sebagai jaringan semipermeabel yang akan melewatkan air yang terkandung di dalam jaringan sel keluar menuju larutan akibat adanya perbedaan tekanan osmosis. Pada aplikasi dehidrasi osmotik rasio larutan osmotik dengan jumlah berat mangga yang digunakan akan lebih besar dibandingkan pada saat penelitian atau kajian ilmiah mengenai dehidrasi osmotik. Rasio yang digunakan untuk penelitian akan lebih kecil, hal ini untuk memudahkan dalam mengetahui kondisi perlakuan yang diberikan seperti perubahan konsentrasi larutan gula selama dehidrasi osmotik. Perubahan konsentrasi larutan osmotik diakibatkan karena rasio larutan osmotik lebih rendah daripada berat sampel mangga, sehingga air dari sampel akan lebih mudah keluar dan akan tercampur ke dalam larutan osmotik. Osmotic Dehydrator merupakan alat tempat berlangsungnya proses dehidrasi osmotik, yang berupa wadah untuk menampung larutan. Komponen yang terdapat dalam osmotic dehydrator pada umumnya adalah heater, tempat produk, termostat, pengatur termostat dan pengatur suhu. Selain itu salah satu komponen umum yang terdapat pada osmotic dehydrator selama proses dehidrasi osmotik adalah pengaduk yang digerakkan oleh motor penggerak. Jenis-jenis pengaduk yang biasa digunakan adalah pengaduk tipe propeller, turbine dan paddle. Pengaduk tipe dayung (paddle) dapat membentuk aliran radial namun aliran aksial dan vertikal menjadi kecil. Jenis ini digunakan pada cairan kental dan untuk meningkatkan transfer panas dari dan ke dinding tangki. Penggunaan pengaduk dayung diharapkan dapat meningkatkan laju aliran transfer massa dari larutan osmotik ke permukaan sampel dan dari sampel ke larutan osmotik.
1
Nilai dari water loss (WL) dan solid gain (SG) dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain konsentrasi larutan osmotik, waktu kontak, suhu larutan, rasio larutan osmotik/solid, ukuran dan bentuk solid, ukuran molekul solid dan kecepatan pengadukan. Dua faktor yang dikaji selama proses dehidrasi osmotik adalah faktor kecepatan pengadukan dan faktor suhu. Suhu yang semakin tinggi dapat mengakibatkan laju transfer massa. Perpindahan aliran massa yang berlawanan dari perpindahan air yang keluar dari bahan menuju larutan osmosis mengakibatkan kadar air bahan menjadi lebih rendah dan kecepatan water loss akan semakin tinggi serta perpindahan padatan dari larutan osmotik menuju ke dalam bahan pangan akan semakin tinggi. Pada saat yang sama, air yang keluar dari bahan akan mengakibatkan viskositas larutan osmotik menjadi lebih rendah dan konsentrasi larutan osmotik akan berubah. Hal ini terjadi terutama ketika rasio produk dan larutan relatif rendah. Perubahan konsenrasi larutan selama dehidrasi osmotik ini sangat penting untuk dikaji, diharapkan untuk mengetahui kebutuhan recovery larutan agar konsentrasi larutan osmotik dapat dijaga konstan selama proses dehidrasi osmotik. Pengetahuan tersebut juga sangat penting untuk menentukan besarnya energi yang dibutuhkan saat pengadukan larutan. Konsentrasi larutan osmotik yang lebih rendah mengakibatkan viskositas yang lebih rendah. Diduga perubahan kecepatan pengadukan akan terjadi pada saat perubahan viskositas larutan osmotik atau perubahan konsentrasi larutan osmotik yang dapat memengaruhi daya listrik yang dibutuhkan motor untuk proses pengadukan larutan osmotik.
B. TUJUAN
1.
2. 3. 4.
Tujuan dari penelitian ini adalah : Mengetahui pengaruh suhu dan kecepatan pengadukan larutan osmotik terhadap perubahan water loss (WL), solid gain (SG) dan penurunan konsentrasi larutan selama proses dehidrasi osmotik mangga. Mengetahui perubahan bilangan Reynolds dari sistem pengaduk tipe paddle selama dehidrasi osmotik mangga akibat pengenceran larutan osmotik. Mengetahui hubungan bilangan Reynolds dan bilangan daya dari sistem pengaduk tipe paddle selama dehidrasi osmotik mangga akibat pengenceran larutan osmotik. Mengetahui kebutuhan daya yang dibutuhkan motor pengaduk dalam berbagai kecepatan pengadukan yang berbeda (100 rpm, 300 rpm dan 500 rpm) selama dehidrasi osmotik.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA A. MANGGA Mangga merupakan tanaman tropika yang berasal dari lembah Indus, yaitu perbatasan antara Burma dan India. Kemudian mangga menyebar ke Asia Tenggara dibawa pedagang India sekaligus menyebarkan agama Hindu dan Budha sekitar 1450 tahun yang lalu. Istilah mangga berasal dari bahasa Tamil di India yaitu man-kayatau man-gas. Dalam bahasa botani, mangga disebut Mangifera indica L., yang berarti tanaman mangga berasal dari India. Sebutan mangga dalam Bahasa Indonesia mirip sekali dengan Bahasa Tamil yaitu man-gas (Pracaya 2011) Klasifikasi botani tanaman mangga adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Keluarga : Anarcadiaceae Genus : Mangifera Spesies : Mangifera spp Tanaman mangga tumbuh dalam bentuk pohon berbatang tegak, bercabang banyak, serta bertajuk rindang dan hijau sepanjang tahun. Tinggi tanaman dewasanya bisa mencapai 10-40 m dengan umur biasa mencapai lebih dari 100 tahun. Morfologi tanaman mangga terdiri atas akar, batang, daun dan bunga. Bunga menghasilkan buah dan biji (pelok) yang secara generatif dapat tumbuh menjadi tanaman baru. Dalam keadaan normal, bunga tumbuh dari tunas ujung. Bunga mangga terangkai dalam tandan sebagai bunga majemuk. Rangkaian bunganya berbentuk kerucut yang melebar di bagian bawah dengan panjang 10-60 cm. Kuntum bunga mangga bertangkai pendek, berdaun kecil dan harum. Jumlah bunga setiap tandan berkisar 1000-6000 kuntum. Ukuran bunganya kecil-kecil dengan diameter 6-8 mm. Dari setiap rangkaian bunga, terdapat bunga jantan dan bunga hermaprodit (berkelamin ganda, jantan dan betina). Benang sari bunga mangga ada lima, tetapi yang subur hanya satu atau dua, sedangkan lainnya steril. Benang sari yang subur biasanya hampir sama panjang dengan putik, yakni sekitar 2 mm, sedangkan benang sari yang steril berukuran lebih pendek. Warna kepala putik kemerah-merahan yang akan berubah menjadi ungu pada saat kepala sari membuka. Tujuannya adalah untuk memberi kesempatan tepung sari dewasa menyerbuki kepala putik. Bakal buah pada tanaman mangga tidak bertangkai, satu ruangan dan terletak pada satu piringan. Tangkai putik terdapat mulai dari tepi bakal buah dan di bagian ujung terdapat kepala putik yang bentuknya sederhana. Dalam satu bunga kadangkadang terdapat tiga bakal buah. Buah mangga termasuk kelompok buah batu berdaging dengan panjang buah antara 2,5 – 30 cm. Bentuknya ada yang bulat, bulat telur, bulat memanjang dan pipih. Warna buah bermacam-macam, tergantung varietasnya, ada yang hijau, kuning, merah atau campuran masing-masing warna itu. Ujung buah mangga yang berbentuk runcing biasa disebut paruh, bagian di atas paruh yang membengkok disebut sinus dan di bagian belakang perut buah disebut punggung. Kulit buah mangga disebut (eksokrap) tebal dengan permukaan terdapat titik-titik kelenjar. Daging buah mangga (mesokarp) ada yang tebal dan tipis, tergantung jenis dan varietasnya (Pracaya 2011).
3
Daging buah mangga ada yang berserat dan tidak berserat, berair dan tidak berair, serta manis. Warnanya ada yang kuning, krem atau jingga. Serat-serat yang berasal dari kulit biji (endokarp) kadang-kadang bisa menembus ke daging buah sehingga daging buahnya berserat. Pada mangga berserat, umumnya yang dikonsumsi adalah cairan buahnya saja (Pracaya 2011). Mangga masih dapat tumbuh sehat pada temperatur 4ºC-10ºC. Namun kondisi itu bukan merupakan temperatur optimum untuk pertumbuhan mangga. Temperatur pertumbuhan mangga yang optimum berkisar antara 24ºC-27ºC. Mangga membutuhkan curah hujan minimal 1000 mm, dan musim kering 4-6 bulan per tahun. Setiap bulan rata-rata hujan tidak lebih dari 60 mm. Di Jawa, mangga berbunga pada bulan Juli-Agustus, panen antara bulan September-November (Pracaya 2001). Produksi buah mangga di Indonesia dapat di lihat pada Tabel 1.
Tahun
Tabel 1.Produksi buah mangga di Indonesia Jumlah Produksi (ton)
2007
1 818 619
2008
2 105 085
2009
2 243 440
2010
1 287 287
2011*)
2 129 608
*) Angka Sementara Badan Pusat Statistik Nasional
Komponen daging buah mangga yang paling banyak adalah air dan karbohidrat. Karbohidrat daging buah mangga terdiri dari gula sederhana, tepung dan selulosa. Gula sederhananya berupa sukrosa, glukosa dan fruktosa yang memberikan rasa manis yang akan bermanfaat bagi pemulihan tenaga pada tubuh manusia. Selulosa dan pektin pada buah mangga dipercaya akan melancarkan saluran pencernaan. Selain itu tanin pada buah mangga menyebabkan rasa kelat (sepet) dan menyebabkan buah mangga menjadi hitam setelah diiris. Terkadang, tanin juga membuat buah mangga menjadi pahit. Rasa asam dari asam sitrat disebabkan oleh adanya vitamin C yang juga bermanfaat bagi tubuh. Berbagai jenis varietas tanaman mangga biasa dikembangkan secara generatif. Selain itu pengembangan mangga juga dilakukan secara vegetatif yang akan diperoleh populasi tanaman baru yang tidak akan berubah sifatnya dan memiliki mutu yang tinggi. Masing-masing varietas mangga dapat dibedakan berdasarkan ukuran, warna daging, rasa, aroma, karakter dan bentuk buah. Selain itu juga dapat dibedakan berdasarkan sifat pohon, ukuran dan bentuk daun.
Gambar 1. Buah mangga varietas Indramayu
4
Di Indonesia beberapa jenis dan varietas mangga komersial yang sudah terkenal bagus mutunya antara lain golek, arumanis, manalagi, endog, madu, lalijiwo, keweni, pekel, kemang dan cengkir (Indramayu). Mangga cengkir banyak ditanam di Indramayu (Jawa Barat) dapat dikenal juga dengan sebutan mangga indramayu (Gambar 1). Bentuk buahnya bulat telur, berbobot 400-500 g per buah. Daging buahnya tebal, berwarna kuning, bertekstur lembut, memiliki rasa sedikit manis, tidak berserat kecuali pada daging buah yang dekat kulit biji, memiliki kandungan air sedikit dan beraroma sedikit harum (Pracaya 2011). Sifat fisik dan kimia daging buah mangga terdapat pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat fisika dan kimia daging buah beberapa varietas mangga Varietas Mangga Sifat Fisika dan Kimia Arumanis Cengkir Gadung Gedong Padatan terlarut total (oBx)
14.8-16.6
13.0-15.0
20.8-21.2
16.0-17.8
Asam total (%)
0.22-0.56
0.26-0.88
0.18-0.47
0.12-17.8
Vitamin C (mg/100g)
22.0-46.9
37.8-58.2
20.0-21.5
36.2-96.2
Kadar air (%)
± 81.1
± 84.3
± 80.34
± 82.9
Bobot utuh (g)
± 376.2
± 320.1
± 411.1
± 232.4
Bagian yang dapat dimakan (%)
± 66.0
± 65.8
± 66.0
± 59.0
Warna daging buah
Kuning
Kekuningan
Kuning
Jingga
Sumber : Broto 2003
Buah mangga dipanen dengan tingkat ketuaan 85% yaitu berumur 110-120 hari semenjak bunga mekar dengan warna hijau dengan pangkal kemerahan. Buah mangga dipanen dengan menyisakan tangkai sepanjang 10-15 mm. Hal ini dikarenakan dengan menyisakan tangkai tidak akan terjadi penyebaran getah. Getah ini diperkirakan akan mempercepat kerusakan buah dan mendorong terjadinya stem end rot dan akan mengotori permukaan. Dalam tahap pemanenan buah tidak boleh dilempar untuk mengurangi kerusakan akibat memar. Waktu petik disarankan adalah pada pagi hari yaitu pada pukul 07.00-08.00 WIB, tetapi pada beberapa daerah tertentu, waktu petik lebih disesuaikan pada budaya serta kebiasaan daerah setempat. Setelah pemetikan sebaiknya buah jangan langsung terkena sinar matahari, karena akan mempercepat kerusakan buah.
B. DEHIDRASI OSMOTIK Dehidrasi atau pengeringan sering digunakan untuk pengawetan bahan pangan. Dengan proses dehidrasi mengakibatkan kandungan air bahan rendah, sehingga kerusakan akibat mikroorganisme dapat dihindari, mengurangi biaya pengemasan, biaya penyimpanan dan biaya transportasi. Proses dehidrasi bahan pangan dengan cara perendaman padatan dalam larutan hipertonik dikenal sebagai dehidrasi osmotik. Osmosis merupakan pergerakan molekul suatu senyawa melalui membran semipermeabel menuju larutan yang lebih rendah konsentrasinya. Pada dehidrasi osmotik buahbuahan, dinding sel buah berperan sebagai membran semipermeabel. Jika dinding sel buah benarbenar bersifat semipermeabel, maka solut tidak dapat berdifusi melalui dinding sel buah. Namun struktur buah sangat kompleks dan dinding sel tidak dapat berfungsi sebagai membran semipermeabel yang sempurna, sehingga terjadi difusi solut dari larutan osmotik menuju buah dan difusi solut dari buah keluar ke larutan osmotik. Jadi transfer massa pada proses dehidrasi osmotik adalah kombinasi antara proses transfer air dan solut yang berlangsung secara simultan.
5
Menurut Lenart 1996, dehidrasi osmotik merupakan salah satu metode pengawetan bahan pangan menggunakan tekanan osmotik untuk mengeluarkan sebagaian kandungan air pada bahan. Dehidrasi osmosik dapat digunakan untuk perlakuan awal sebelum proses pengeringan yang dapat menurunkan kadar air bahan sampai 50% dari kadar air awal (Khan et al. 2008). Pada dehidrasi osmotik, bahan pangan direndam ke dalam media osmosis yang memiliki tekanan osmotik lebih tinggi dari tekanan osmotik bahan, sehingga air dari dalam bahan akan keluar ke arah media untuk menyeimbangkan tekanan osmotik. Sebagai akibat pengeluaran air dari dalam bahan tanpa perubahan fase cairan, maka proses dehidrasi osmotik dianggap sebagai metode pengawetan bahan pangan dan hasil pertanian yang menghasilkan mutu tinggi. Pemilihan jenis dan konsentrasi solut dalam larutan osmotik dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya pengaruhnya terhadap kualitas organoleptik, rasa, kemampuan untuk mengurangi aktifitas air, kelarutan solut, permeabilitas solut terhadap membran sel dan kemampuan mengawetkan. Dua jenis solut yang paling umum digunakan adalah gula (sukrosa) dan NaCl. Gula sering digunakan dalam pengawetan buah-buahan. Apabila gula ditambahkan ke dalam bahan pangan dengan konsentrasi yang tinggi (>40% padatan terlarut), air yang tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme akan berkurang. Menurut Buckle et al. (1985) diacu dalam Lutfi (2010) apabila gula ditambahkan ke dalam bahan pangan dalam konsentrasi tinggi minimun 40% padatan terlarut, menyebabkan sebagian air yang ada menjadi tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas air (aw) bahan pangan akan berkurang. Konsentrasi gula yang tinggi (sampai 70%) sudah dapat menghambat pertumbuhan mikroba perusak makanan. Kinetika dehidrasi osmotik ditentukan berdasarkan kecepatan water loss (WL) dan solid gain (SG). Water loss (WL) didefinisikan sebagai pengurangan berat air netto pada produk dehidrasi osmotik berdasarkan berat bahan mula-mula. Solid gain (SG) adalah penambahan berat solid netto pada produk dehidrasi osmotik berdasarkan berat bahan mula-mula. Dehidrasi buah mangga dapat dilakukan dengan metode osmotik pada tahap awal, yakni merendan daging buah mangga ke dalam larutan gula pada konsentrasi dan jangka waktu tertentu. Setelah itu, dikeringkan pada suhu 45-55°C dan kelembaban nisbi yang rendah. Metode dehidrasi tersebut terbukti mampu memberikan hasil buah kering yang awet dengan kadar air sekitar 14%, sehingga kerusakan kimiawi, biologis, dan enzimatis dapat dihindari. Perendaman irisan daging buah mangga kweni kedalam larutan gula 60°Brix selama 10 jam, kemudian dikeringkan pada suhu 55°C dan kelembaban (RH) 60% selama 9 jam menghasilkan manisan mangga kweni kering, berpenampilan menarik, warna kuning merata, manis, dan memiliki kadar air optimum 14.4% (Broto 2003). Potongan mangga kering yang memiliki kualitas paling baik adalah potongan mangga dengan perlakuan osmotik tanpa kitosan karena penyusutan potongan mangga dengan perlakuan osmotik lebih kecil dibandingkan potongan mangga segar selama dehidrasi. Selain itu dengan adanya perlakuan osmotik sebelum dehidrasi menyebabkan potongan mangga dapat mempertahankan warna alaminya selama dehidrasi, walaupun warna dehidrasi mangga selama perlakuan menjadi lebih tua/ matang (Sophia 2011). Semakin tinggi nilai water loss maka menunjukkan tingkat tingginya kehilangan air pada sampel. Sedangkan nilai solid gain merupakan parameter yang menunjukkan banyaknya jumlah padatan terlarut yang masuk ke dalam sampel. Kecepatan keluarnya air dari padatan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain konsentasi larutan osmotik, waktu perendaman, rasio larutan osmotik/solid, suhu, intensitas pengadukan dan ukuran (Soetjipto Reynaldy et al, 2005). Water loss dan solid gain pada proses dehidrasi osmotik dengan larutan gula 60 oBx lebih besar daripada larutan gula 30oBx, karena dengan larutan gula 60oBx, diperoleh beda konsentrasi larutan dan tekanan osmotik yang lebih besar. Menurut Sharma 2000, kenaikan konsentrasi solut dalam
6
larutan osmotik dapat meningkatkan water loss dan solid gain sampai batas tertentu. Sebagai contoh, konsentrasi larutan gula sekitar 60oBx paling sesuai digunakan untuk dehidrasi osmotik. Ertekin 2000 melaporkan bahwa penggunaan larutan osmotik 66 oBx menghasilkan kenaikan water loss dan solid gain yang hampir sama dengan penggunaan larutan osmotik 60 oBx.
C. PENGADUKAN DAN PENCAMPURAN Pengadukan (agitation) merupakan suatu aktivitas operasi pencampuran dua atau lebih zat agar diperoleh hasil campuran yang homogen dan menciptakan gerakan dari bahan yang diaduk seperti molekul-molekul, zat-zat yang bergerak atau komponennya menyebar (terdispersi). Tujuan dari pengadukan adalah:
Mencampur dua cairan yang saling melarut
Melarutkan padatan dalam cairan
Mendispersikan gas dalam cairan dalam bentuk gelembung
Untuk mempercepat perpindahan panas antara fluida dan dinding bejana Pencampuran adalah operasi yang menyebabkan tersebarnya secara acak suatu bahan yang lain dimana bahan-bahan tersebut terpisah dalam dua fasa atau lebih. Proses pencampuran bisa dilakukan dalam sebuah tangki berpengaduk. Hal ini dikarenakan faktor-faktor penting yang berkaitan dengan proses ini, dalam aplikasi nyata bisa dipelajari dengan seksama dalam alat ini. Pada dasarnya pencampuran mencakup dua faktor kunci yaitu peralatan yang digunakan dan bahan yang akan dicampur. Kedua faktor tersebut harus memiliki hubungan yang erat untuk memperoleh hasil pencampuran yang baik. Geometri peralatan dapat mempengaruhi produksi secara umum, kondisi operasi proses khususnya aerasi dan pengadukan serta konsumsi energi (Sailah 1994) Bentuk pengaduk berpengaruh terhadap pola aliran yang dihasilkannya. Berdasarkan pola aliran yang dihasilkan, pengaduk dapat dibagi menjadi empat jenis yaitu menghasilkan pola aliran radial, axial, laminar dan turbulen. Aliran radial yaitu aliran mendatar dari blade pengaduuk ke dinding vessel (tangki) dan membentuk dua daerah, yaitu daerah atas dan daerah bawah. Sedangkan aliran axial adalah aliran vertikal ke atas dan bawah pengaduk. Pola aliran yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh sifat reologi dari bahan yang diaduk (Sailah 1993). Pola aliran laminar adalah pola aliran yang mengalir dalam lapisan dan alirannya tenang (Hudges dan Brighton 1967). Aliran turbulen adalah aliran yang bersifat bergejolak (Earle 1969). Pada proses pencampuran, salah satu sifat bahan yang sangat penting untuk dipertimbangkan adalah sifat reologi bahan. Reologi menurut Mackay (1988) adalah ilmu tentang sifat aliran suatu bahan. Menurut sifat reologinya, fluida dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu Newtonian dan fluida non-Newtonian. Pada fluida Newtonian, nilai kekentalan adalah konstan dan tidak dipengaruhi oleh nilai laju geser, tetapi dipengaruhi oleh suhu dan tekanan. Sedangkan fluida nonNewtonian, nilai kekentalan merupakan fungsi dari laju geser. Pola aliran pada suatu tangki berpengaduk sangat dipengaruhi oleh kecepatan pengaduk, jenis pengaduk dan sifat reologi bahan yang diaduk (Ranade dan Joshi 1990). Meskipun dengan fluida dan kecepatan pengadukan yang sama, penggunaan pengaduk yang berbeda akan menghasilkan pola aliran yang berbeda pula. Menurut aliran yang dihasilkan, pengaduk dapat dibagi menjadi tiga golongan: 1. Pengaduk aliran aksial yang akan menimbulkan aliran yang sejajar dengan sumbu putaran. 2. Pengaduk aliran radial yang akan menimbulkan aliran yang berarah tangensial dan radial terhadap bidang rotasi pengaduk. Komponen aliran tangensial menyebabkan timbulnya
7
vortex dan terjadinya pusaran, dan dapat dihilangkan dengan pemasangan baffle atau cruciform baffle. 3. Pengaduk aliran campuran yang merupakan gabungan dari kedua jenis pengaduk di atas. Pengadukan mekanis adalah metoda pengadukan menggunakan peralatan mekanis yang terdiri atas motor, poros pengaduk (shaft) dan alat pengaduk (impeller). Peralatan tersebut digerakkan dengan motor bertenaga listrik. Pemilihan pengaduk yang tepat menjadi salah satu faktor penting dalam menghasilkan proses dan pencampuran yang efektif. Menurut Mc Cabe 1993, berdasarkan bentuk pengaduk dapat dibagi menjadi 3 golongan: 1. Propeller Kelompok ini biasa digunakan untuk kecepatan pengadukan tinggi dengan arah aliran aksial. Pengaduk ini dapat digunakan untuk cairan yang memiliki viskositas rendah dan tidak bergantung pada ukuran serta bentuk tangki. Kapasitas sirkulasi yang dihasilkan besar dan sensitif terhadap beban head. Pengaduk propeller menimbulkan arah aksial, arus aliran meninggalkan pengaduk secara kontinu melewati fluida ke satu arah tertentu sampai dibelokkan oleh dinding atau dasar tangki (Gambar 3). 2. Turbine Istilah turbine ini diberikan bagi berbagai macam jenis pengaduk tanpa memandang rancangan, arah discharge ataupun karakteristik aliran. Turbine merupakan pengaduk dengan sudu tegak datar dan bersudut konstan (Gambar 4). Pengaduk jenis ini digunakan pada viskositas fluida rendah halnya pengaduk jenis propeller (Uhl dan Gray 1966). Pengaduk turbin menimbulkan aliran arah radial dan tangensial. Di sekitar turbin terjadi daerah turbulensi yang kuat, arus dan geseran yang kuat antar fluida. Salah satu jenis pengaduk turbine adalah pitched blade. Pengaduk jenis ini memiliki sudut sudu konstan. Aliran terjadi pada arah aksial, meski demikian terdapat pola aliran pada arah radial. Aliran ini akan mendominasi jika sudu berada dekat dengan dasar tangki. 3. Paddles Pengaduk jenis ini sering memegang peranan penting pada proses pencampuran dalam industri. Bentuk pengaduk ini memiliki minimum 2 sudu, horizontal atau vertical, dengan nilai D/T yang tinggi (Gambar 5). Paddle digunakan pada aliran fluida laminar, transisi atau turbulen tanpa baffle. Pengaduk paddle menimbulkan aliran arah radial dan tangensial dan hampir tanpa gerak vertikal sama sekali. Arus yang bergerak ke arah horisontal setelah mencapai dinding akan dibelokkan ke atas atau ke bawah. Bila digunakan pada kecepatan tinggi akan terjadi pusaran saja tanpa terjadi agitasi.
(a)
(b) (c) Gambar 2. Bentuk–bentuk pengaduk (a) pengaduk paddle (b) pengaduk propeller (c) pengaduk turbine
8
Disamping itu masih ada bentuk–bentuk pengaduk lain yang biasanya merupakan modifikasi dari ketiga bentuk di atas.
(a)
a.
Flate Blade
b.
Curved Blade
c.
Pitched Blade
a.
Standard
(b) (c) Gambar 3. Tipe-tipe pengaduk jenis turbine
three blades
(a)
b.
Weedless
c.
Guarded
a.
Basic
b.
Anchor
c.
Glassed
(b) (c) Gambar 4. Tipe-tipe pengaduk jenis propeller
(a)
(b) (c) Gambar 5. Tipe-tipe pengaduk jenis paddle
Salah satu variasi dasar dalam proses pengadukan dan pencampuran adalah kecepatan putaran pengaduk yang digunakan. Variasi kecepatan putaran pengaduk bisa memberikan gambaran mengenai pola aliran yang dihasilkan dan daya listrik yang dibutuhkan dalam proses pengadukan dan pencampuran. Secara umum klasifikasi kecepatan putaran pengaduk dibagi tiga, yaitu : kecepatan putaran rendah, sedang dan tinggi. Menurut Soetjipto Reynaldy 2005, dengan penggunaan diameter tangki larutan sebesar 20 cm dan tinggi tangki sebesar 28 cm maka kecepatan pengadukan rendah yang digunakan sebesar 100 rpm, kecepatan pengadukan sedang sebesar 500 rpm dan kecepatan pengadukan tinggi sebesar 1000 rpm, akan mempengaruhi perbedaan kecepatan pengadukan dapat mempengaruhi nilai water loss dan solid gain. Fluida adalah suatu zat yang mempunyai kemampuan berubah secara kontinu apabila mengalami geseran, atau mempunyai reaksi terhadap tegangan geser sekecil apapun. Dalam keadaan diam atau dalam keadaan keseimbangan, fluida tidak mampu menahan gaya geser yang bekerja padanya, oleh sebab itu fluida mudah berubah bentuk tanpa pemisahan massa. Faktor-faktor yang memengaruhi proses pengadukan dan pencampuran diantaranya adalah perbandingan antara geometri tangki dengan geometri pengaduk, bentuk dan jumlah pengaduk, posisi sumbu pengaduk, kecepatan putaran pengaduk, penggunaan sekat dalam tangki dan juga properti fisik fluida yang diaduk yaitu densitas dan viskositas.
9
Menurut Setiawan 2008, density atau rapat jenis (ρ) suatu zat adalah ukuran untuk konsentrasi zat tersebut dan dinyatakan dalam massa persatuan volume. Sifat ini ditentukan dengan cara menghitung nisbah (rasio) massa zat yang terkandung dalam suatu bagian tertentu terhadap volume bagian tersebut. Hubungannya dapat dinyatakan pada persamaan (1)
𝜌=
𝑚
(1)
𝑣
Dimana:
m = massa fluida (kg) v = volume fluida (m3) Viskositas adalah suatu pernyataan “tahanan untuk mengalir” dari suatu sistem yang mendapatkan suatu tekanan. Makin kental suatu cairan, makin besar gaya yang dibutuhkan untuk membuatnya mengalir pada kecepatan tertentu. Viskositas dispersi kolodial dipengaruhi oleh bentuk partikel dari fase dispers. Koloid-koloid berbentuk bola membentuk sistem dispersi dengan viskositas rendah, sedang sistem dispersi yang mengandung koloid-koloid linier viskositasnya lebih tinggi. Hubungan antara bentuk dan viskositas merupakan refleksi derajat solvasi dan partikel (Moechtar 1990). Bila viskositas gas meningkat dengan naiknya temperatur, maka viskositas cairan justru akan menurun jika temperatur dinaikkan. Fluiditas dari suatu cairan yang merupakan kebalikan dari viskositas akan meningkat dengan makin tinggi temperatur (Martin 1993). Menurut Setiawan 2008, Viskositas dinyatakan dalam dua bentuk, yaitu: Viskositas dinamik Viskositas dinamik adalah perbandingan tegangan geser dengan laju perubahannya, besarnya nilai viskositas dinamik tergantung dari faktor-faktor diatas tersebut, untuk viskositas dinamik air pada temperatur standar lingkungan (27oC) adalah 8.6 x 10-4 kg/ms. Persamaan viskositas dinamik dapat dilihat pada persamaan (2) 𝐹
∆𝑣
𝜏 = 𝐴 = 𝜇 ∆𝑦 Dimana:
(2)
𝜏 = tegangan geser (N/m2) F = gaya geser (N) A = luas permukaan (m2) v = kecepatan (m/s) y = jarak vertikal (m) 𝜇 = viskositas dinamik (Pa.s)
Viskositas kinematik Viskositas kinematik merupakan perbandingan viskositas dinamik terhadap kerapatan (density) massa jenis dari fluida tersebut. Viskositas kinematik ini terdapat dalam beberapa penerapan antara lain dalam bilangan Reynolds yang merupakan bilangan tak berdimensi, nilai viskositas kinematik air pada temperatur standar (27oC) adalah 8.7 x 10-7 m2/s. Persamaan viskositas kinematik dapat dilihat pada persamaan (3)
𝑣= Dimana:
𝜇 𝜌
(3)
v = viskositas kinematik (m2/s) 𝜇 = viskositas dinamik (Pa.s) 𝜌 = massa jenis (kg/m3)
Bilangan Reynolds pada tangki berpengaduk Menurut Mc Cabe 1994, bilangan tak berdimensi yang menyatakan perbandingan antara gaya inersia dan gaya viskos yang terjadi pada fluida. Sistem pengadukan yang terjadi bisa diketahui
10
bilangan Reynolds-nya dengan menggunakan persamaan (8). Dimana, N adalah putaran/menit, d adalah diameter impeler dan v adalah viskositas kinematis larutan. Dalam sistem pengadukan terdapat 3 jenis bentuk aliran yaitu laminer, transisi dan turbulen. Bentuk aliran laminer terjadi pada bilangan Reynolds kurang dari 2100, sedangkan aliran turbulen terjadi pada bilangan Reynolds lebih dari 4000 dan aliran transisi berada diantara keduanya. Pengadukan dengan aliran turbulen menghasilkan water loss lebih tinggi daripada aliran laminar. Namun untuk solid gain, pada aliran turbulen maupun laminar tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (Soetjipto
et al. 2005).
D. DAYA LISTRIK DAN DAYA MEKANIK PADA MOTOR DC Motor DC (Direct Current) Meskipun energi tidak dapat diciptakan atau dihancurkan, akan tetapi energi dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk lain tanpa ada yang hilang. Saat mesin mengalami perubahan energi dari satu bentuk ke bentuk lainnya, maka akan terjadi kehilangan energi atau daya tertentu. Motor mengubah energi listrik menjadi energi mekanik untuk melayani beban tertentu. Motor listrik pengaduk larutan dapat menggunakan listrik arus searah atau DC (Direct Current) ialah aliran arus yang keluarannya tetap atau konstan terhadap waktu. Arus searah merupakan arus negatif atau elektron yang mengalir dari kutub negatif ke kutub positif. Sumber listrik dari arus searah ini biasanya dari batu baterai, accumulator atau hasil proses dari photovoltaic atau tenaga surya. Akan tetapi, sumber listik arus searah dari motor listrik juga bisa diperoleh langsung dari PLN yang memiliki listrik arus bolak balik (AC). Untuk mengubah arus AC ke DC biasa digunakan adaptor AC-DC converter, sehingga dalam penggunaannya akan lebih mudah.
Motor Power Input
Losses Power Output
Load
Gambar 6. Motor losses (US DOE)
Gambar 7. Grafik karakteristik motor DC (Tsukasa Electric 2012)
11
Pada proses ini, kehilangan energi ditunjukkan dalam Gambar 6. Efisiensi motor ditentukan oleh kehilangan dasar yang dapat dikurangi hanya oleh perubahan pada rancangan motor dan kondisi operasi. Kehilangan dapat bervariasi, mulai dari kurang lebih dua persen hingga 20 persen.Kehilangan energi atau daya itu akan menyebabkan peningkatan suhu dan menurunkan efisiensi dari mesin. Kehilangan energi atau daya ini sangat penting karena akan memberikan petunjuk mengenai bagaimana mereka dapat berkurang. Efisiensi motor dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara daya output dengan daya inputnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi adalah usia, kapasitas motor, kecepatan motor, jenis motor dan suhu (US DOE). Hubungan antara torsi, kecepatan putar dan arus listrik adalah linier seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7, saat beban kerja motor meningkat maka kecepatan putaran motor akan berkurang. Grafik pada Gambar 7 ini mewakili berbagai tipe karakteristik motor DC. Selama motor bekerja, daerah dengan efisiensi tinggi (daerah yang diarsir) memiliki kinerja yang lebih baik dan motor menjadi lebih tahan lama. Namun dengan menggunakan motor di luar daerah arsiran tersebut suhu dari motor akan meningkat sehingga dapat terjadi kerusakan pada motor. Gambar 7 menunjukkan saat di bawah kecepatan putaran tertentu, efisiensi motor DC tidak berubah terhadap kecepatan putar tetapi berubah terhadap torsi, sehingga hubungan antara kecepatan putar dan efisiensi adalah linier. Komponen motor listrik dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu bagian motor yang berputar (rotor, stator, generator dan lainnya) dan bagian motor yang tidak berputar (transformator, reaktor dan lainnya). Pada mesin yang berputar kehilangan energi terjadi pada daya input (daya listrik) dan daya output (daya mekanik), sedangkan pada mesin stasioner atau diam mengalami kehilangan energi hanya pada daya input atau daya listrik (TAFE Queensland 2008). Daya Listrik (Input Power) Daya masukan merupakan energi input atau daya input yang terdapat pada motor listrik atau mesin listrik. Pada motor listrik, masukannya berupa energi listrik, generator masukannya berupa energi mekanik, dalam baterai masukannya berupa energi kimia dan termokopel masukannya berupa energi panas. Daya listrik didefinisikan sebagai laju hantaran energi listrik dalam sirkuit listrik. Satuan SI daya listrik adalah watt yang menyatakan banyaknya tenaga listrik yang mengalir per satuan waktu (joule/detik). Arus listrik yang mengalir dalam rangkaian dengan hambatan listrik menimbulkan kerja. Peranti mengkonversi kerja ini ke dalam berbagai bentuk yang berguna, seperti panas (pemanas listrik), cahaya (pada bola lampu), energi kinetik (motor listrik) dan suara (loudspeaker). Pengukuran daya listrik dapat dilihat pada persamaan (10). Masukan daya listrik pada motor listrik dapat ditentukan apabila aliran arus dan tegangannya dapat diketahui (TAFE Queensland 2008). Daya Mekanik (Output Power) Daya keluaran merupakan energi output atau daya output yang terdapat pada suatu mesin. Hasil output dari motor listrik berupa energi mekanik, output dari generator berupa energi listrik, output dari baterai dan termokopel juga berupa energi listrik. Daya keluaran motor atau daya mekanik merupakan daya yang disalurkan melalui poros output motor. Daya mekanik dari motor listrik dapat dilihat pada persamaan (4). Daya mekanik atau daya output dari motor tergantung pada kecepatan rotasi dan torsi yang dihasilkan (TAFE Queensland 2008).
𝑃= Dimana:
2𝜋𝑁𝑇 60
(4)
P = daya mekanik (Watt) T = torque (Nm) N = kecepatan putar (rpm)
12
III.
METODOLOGI PENELITIAN
A. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari 2012 sampai dengan Juni 2012 di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
B. ALAT DAN BAHAN a. Alat 1) Osmotic Dehydrator Komponen dari osmotic dehydrator yang digunakan berupa dua panci terbuat dari stainless steel merupakan baja tahan karat. Panci utama yang berfungsi sebagai penyalur panas ke sampel telah dirangkai satu dengan elemen pemanas (heater). Sedangkan panci yang lain digunakan sebagai wadah sampel dan larutan osmotik ini dirangkai satu dengan elemen termostat dan pengaduk (stirer). Heater yang digunakan sebanyak 2 unit dengan daya masing-masing sebesar 1000 Watt. Termostat berfungsi mengontrol suhu larutan osmotik agar konstan selama pengukuran, selain itu untuk memastikan suhunya konstan digunakan satu buah termometer. Stirer digunakan untuk menggerakkan/mengaduk larutan osmotik agar panas yang diberikan merata ke dalam wadah sampel. Stirer digerakkan oleh motor DC yang disambungkan ke adaptor pengubah tegangan, sehingga kecepatan putar pengaduk dapat diubah menjadi 100 rpm, 300 rpm dan 500 rpm. Foto dan skema alat dapat dilihat pada Gambar 2 dan Lampiran 18. 2) Refraktometer merk Atago model N1 dan K Fuji 13978 3) Pisau 4) Kertas saring / tissue 5) Timbangan digital 6) Stopwatch 7) Gelas ukur 8) Jangka sorong/mistar 9) Drying oven, cawan, tray, dan penjepit cawan 10) Desikator 11) Termometer 12) Tachometer 13) Voltmeter 14) Ampermeter b. Bahan Bahan yang digunakan adalah buah mangga Indramayu yang didapatkan dari toko buah di daerah sekitar kampus Dramaga yang telah dipotong memanjang dengan ukuran yaitu 3 cm x 3 cm x 1 cm. Buah mangga yang akan digunakan memiliki tingkat kematangan yang sama dan dengan jenis yang sama untuk setiap perlakuan. Bahan tambahan yang lain adalah larutan osmotik berupa campuran dari larutan gula dan aquades.
13
C. PROSEDUR PENELITIAN 1.
Pembuatan Larutan Osmotik
Larutan osmotik yang digunakan adalah campuran dari larutan gula dan aquades. Konsentrasi larutan osmotik yang akan digunakan pada penelitian adalah 61oBx. Pembuatan konsentrasi larutan osmotik ini berdasarkan rasio perbandingan antara massa gula dengan massa pelarut (air). Untuk pembuatan larutan gula 61oBx, membutuhkan gula putih sebanyak 3.84 kg dilarutkan dalam 2500 ml air. Kemudian diukur kadar TPT (Total Padatan Terlarut) dengan menggunakan refraktometer. Meskipun dengan penggunaan rasio, konsentrasi larutan yang diinginkan tidak sesuai karena gula di pasaran tidak murni dan kadar air masih tinggi. Apabila angka refraktometer menunjukkan < 61oBx maka ditambahkan gula ke dalam larutan, dan sebaliknya ditambah aquades apabila angka menunjukkan > 61oBx. 2.
a. b. c. d.
e. f.
g.
h.
Prosedur Penelitian Dehidrasi Osmotik Langkah kerja dalam dehidrasi osmotik adalah sebagai berikut: Mangga dicuci, dibersihkan, dikupas kulitnya, dan dipotong dengan ukuran 3 cm x 3 cm x 1 cm. Mengambil enam sampel secara acak untuk mengetahui berat awal dan kadar air awal Tiga sampel diambil untuk dimasukkan ke dalam osmotic dehydrator dan tiga lainnya dimasukkan ke dalam oven untuk pengukuran kadar air awal. Larutan osmotik dimasukkan ke dalam heater. Konsentrasi larutan osmotik diukur dengan menggunakan refraktometer sebesar 61oBx. Kemudian larutan osmotik dipanaskan di dalam heater sesuai dengan suhu perlakuan yaitu 30oC, 40o C dan 50oC. Mengatur kecepatan pengadukan larutan osmotik yaitu dengan kecepatan 100 rpm (kecepatan rendah), 300 rpm (kecepatan sedang) atau 500 rpm (kecepatan tinggi). Wadah yang berisi sampel dimasukkan ke dalam heater yang telah terisi oleh larutan osmotik dengan perbandingan berat 1 : 3 (sampel : larutan), kisaran sampel 700 gram dan larutan osmotik sebanyak 2000 ml. Mengamati perubahan konsentrasi larutan osmotik menggunakan refraktometer dan mengamati perubahan kecepatan pengadukan selama 8 jam. Selang waktu yang digunakan adalah menit ke 0, 15, 30, 45, 60, 90, 120, 150, 180, 240, 300, 360, 420, dan 480. Pada menit ke-0 diambil 3 sampel acak untuk dilakukan pengukuran berat awal sampel sebelum proses dehidrasi osmotik dan mengambil 3 sampel acak berbeda untuk menentukan kadar air awal. Pada menit ke-480 diambil sampel acak sebelumnya untuk dilakukan pengukuran berat akhir sampel setelah proses dehidrasi osmotik dan menentukan kadar air akhir. Setelah mengetahui berat sampel sebelum dan sesudah dehidrasi osmotik serta mengetahui kadar air awal dan akhir sampel maka dapat mengukur nilai water loss (WL) dan solid gain (SG).
14
D. RANCANGAN PENELITIAN Rancangan penelitian ini dilakukan menggunakan rancangan faktorial dengan 2 perlakuan yang masing-masing memiliki 3 taraf perlakuan. Jadi, dari kedua jenis perlakuan yang berbeda diperoleh 9 kombinasi perlakuan yang terdapat pada Tabel 3 . Sedangkan diagram alir dapat dilihat pada Gambar 9. Perlakuan yang digunakan dalam penelitian terdiri dari : Perlakuan 1 : T1 = suhu larutan osmotik 30o C T2 = suhu larutan osmotik 40o C T3 = suhu larutan osmotik 50o C Perlakuan 2 : K1 = kecepatan pengadukan rendah (100 rpm) K2 = kecepatan pengadukan sedang (300 rpm) K3 = kecepatan pengadukan tinggi (500 rpm) Tabel 3. Jenis dan kombinasi perlakuan Perlakuan
Notasi Perlakuan
Suhu Larutan
Kecepatan Pengadukan
30o C
Rendah (100 rpm)
T1K1
Sedang (300 rpm)
T1K2
Tinggi (500 rpm)
T1K3
Rendah (100 rpm)
T2K1
Sedang (300 rpm)
T2K2
Tinggi (500 rpm)
T2K3
Rendah (100 rpm)
T3K1
Sedang (300 rpm)
T3K2
Tinggi (500 rpm)
T3K3
o
40 C
o
50 C
Gambar 8. Osmotic dehydrator
15
Mulai
Penentuan sample buah mangga Indramayu
Persiapan alat dan bahan penelitian
Penentuan potongan mangga dengan ukuran 3cm x 3cm x 1cm
Penentuan perbandingan larutan osmotik dengan berat sampel (1:3)
Pengambilan 6 sampel acak
Pembuatan larutan gula 61o Bx
3 sampel untuk pengukuran kadar air awal
3 sampel untuk pengukuran berat awal (Dehidrasi Osmotik)
Penentuan suhu dan kecepatan pengadukan
30ºC, 61 ºBx Kecepatan pengadukan rendah, sedang dan Tinggi
40ºC, 61 ºBx Kecepatan pengadukan rendah, sedang dan tinggi
50ºC, 61 ºBx Kecepatan pengadukan rendah, sedang dan tinggi
Pengukuran konsentrasi larutan osmotik selang waktu tertentu
Perhitungan WL dan SG berdasarkan pengukuran
Pengukuran setelah perlakuan 1. Berat akhir sampel 2. Kadar air akhir.
Perhitungan bilangan Reynolds dan bilangan Power
Analisis data penelitian
Selesai o Gambar 9. Diagram alir rancangan penelitian
16
E. PENGAMATAN Pengamatan yang dilakukan terdiri atas: 1.
Kadar Air Metode Oven
Langkah awal dalam pengukuran kadar air sampel (potongan buah mangga) yaitu dengan mengeringkan cawan kosong di dalam oven bersuhu 105 oC selama ±15 menit kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel sejumlah a gram dimasukkan ke dalam cawan tersebut dan dikeringkan di dalam oven bersuhu 105 oC sampai perubahan massa tidak terjadi lagi. Setelah perubahan massa tidak terjadi lagi sampel dikeluarkan dari oven dan didinginkan di dalam desikator dan ditimbang. Perbedaan berat sampel sebelum dan sesudah dehidrasi osmotik dihitung sebagai persen kadar air dapat dilihat pada persamaan (5) 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 %𝑏𝑏 =
𝑎−𝑏 𝑎
𝑥 100%
(5)
Dimana: a = berat sampel sebelum dikeringkan (g) b = berat sampel setelah dikeringkan (g) 2.
Water Loss (WL) dan Solid Gain (SG)
Water loss didefinisikan sebagai pengurangan jumlah air yang terdapat di dalam sampel setelah dilakukan proses dehidrasi osmotik. Sedangkan solid gain merupakan penambahan berat sampel setelah dehidrasi osmotik berdasarkan berat sampel awal atau banyaknya sampel yang masuk ke dalam sampel. Berdasarkan Souza et al. (2007) untuk mengetahui besarnya WL dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (6), sedangkan untuk mengetahui SG dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (7). Perhitungan water loss dan solid gain dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Untuk mendapatkan nilai water loss dan solid gain sampel yang akan diukur adalah massa sampel sebelum dan sesudah proses dehidrasi osmotik selama 8 jam serta nilai kadar air awal dan kadar air akhir sampel. WLt= (m0- mt SGt = Dimana:
𝑊𝑡 𝑊0
)
𝑊𝑡 100 −𝑚 𝑡 − 𝑊0 (100 −𝑚 0 ) 𝑊0
(6) (7)
W0= berat awal sampel (g) Wt= berat sampel pada waktu t (g) m0= Kadar air awal sampel (%bb) mt= Kadar air sampel pada waktu t (%bb)
3.
Bilangan Reynolds dan Bilangan Power
Bilangan Reynolds merupakan bilangan tak berdimensi yang menunjukkan perbandingan antara gaya inersia dan gaya viskos yang terjadi pada fluida. Sistem pengadukan yang terjadi bisa diketahui bilangan Reynolds-nya. Menentukan bilangan Reynolds dilakukan pada tiga kali kecepatan putar pengadukan yang berbeda dan dilakukan setiap penurunan konsentrasi larutan pada waktu yang ditentukan selama 8 jam. Berdasarkan persamaan (8) bilangan Reynolds pada pengadukan larutan osmotik dipengaruhi beberapa parameter yaitu viskositas larutan, densitas, diameter impeler dan kecepatan putar pengaduk (Mc Cabe 1994).
17
𝑅𝑒 = Dimana :
𝜌 𝐷2 𝑁 𝜇
(8)
Re = bilangan Reynolds 𝜌 = densitas fluida (kg/m3) 𝜇 = visikositas fluida (kg/ms) D = diameter impeler (m) N = kecepatan pengadukan (putaran/detik)
Viskositas dan densitas larutan osmotik ditentukan berdasarkan suhu yang diberikan dan setiap penurunan konsentrasi larutan osmotik pada kecepatan putar pengadukan yang berbeda. Viskositas dan densitas larutan osmotik didapatkan dengan menggunakan aplikasi online Sugar Engineers. Menurut Foucault 2012, bilangan tidak berdimensi yang biasa digunakan untuk menghitung power (daya) atau tenaga yang dibutuhkan pada percobaan yang akan dilaksanakan yaitu bilangan power. Secara matematis dapat ditulis pada persamaan (9)
𝑁𝑃0 = 𝜌
𝑃 𝑛 3 𝐷5
(9)
Dimana :
NPo = bilangan power P = daya masukan motor D = diameter pengaduk n = kecepatan putaran pengaduk ρ = densitas Pada persamaan (9), seharusnya daya yang digunakan adalah daya keluaran atau daya mekanik dari motor, akan tetapi pada penelitian ini daya yang digunakan adalah daya masukan atau daya listrik motor, karena pada penelitian ini daya keluaran dari motor DC tidak dilakukan pengukuran. Berdasarkan Gambar 7 saat rpm rendah di atas torsi tertentu, efisiensi motor DC tidak berubah terhadap kecepatan putar motor, sehingga hubungan antara daya keluaran dengan daya masukan motor DC adalah linier. 4.
Daya Listrik
Pengukuran tegangan listrik dan arus listrik dilakukan pada tiga kali kecepatan putar pengaduk yang berbeda (100 rpm, 300 rpm dan 500 rpm). Setiap penurunan konsentrasi larutan osmotik dilakukan pengukuran menggunakan voltmeter dan ampermeter sebanyak tiga kali ulangan, daya listrik dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (10).
𝑃=𝑉 𝐼 Dimana :
(10)
P = daya listrik dalam satuan Watt (W) V = tegangan listrik dalam satuan Volt (V) I = arus listrik dalam satuan Ampere (A)
Tenaga pengaduk larutan osmotik menggunakan motor listrik arus DC. Untuk menghitung daya listrik motor DC dengan cara mengukur tegangan motor listrik menggunakan voltmeter dan mengukur arus motor listrik menggunakan ampermeter (Gambar 10). Kabel positif dari motor listrik dirangkai
18
secara seri ke ampermeter, sedangkan kabel negatif disambungkan langsung ke adaptor AC-DC Adaptor AC-DC (Gambar 11b) ini berfungsi sebagai pengubah arus bolak-balik (AC) dari sumber PLN menjadi arus searah (DC). Tujuan dari mengubah jenis arus ini agar mempermudah dalam mengatur tegangan listrik yang diinginkan, sehingga kecepatan pengadukan dapat diatur putarannya (putaran rendah, sedang dan tinggi). Untuk pengukuran tegangan listrik dengan menyambungkan langsung kabel postif dan negatif dari voltmeter ke adaptor AC-DC. Pengukuran akan dilakukan saat pengaduk berputar, sehingga arus listrik akan terbaca pada ampermeter dan tegangan akan terbaca pada voltmeter. Untuk pengukuran daya listrik saat proses dehidrasi osmotik selama 8 jam menggunakan model persamaan yang paling baik (power fit model) dengan menggunakan software curve expert 1.4. Model persamaan tersebut berdasarkan pendekatan rumus dari persamaan 6, dimana nilai bilangan Reynolds dan bilangan Power diperoleh saat pengukuran daya saja dengan menggunakan sampel mangga tanpa memperhitungkan waktu selama proses dehidrasi osmotik. Persamaan tersebut dapat dilihat pada persamaan (11).
𝑁𝑃𝑜 = 𝑎 𝑅𝑒 𝑏 Dimana :
a dan b Npo Re
(11)
= konstanta = bilangan Power = bilangan Reynolds
Voltmeter Adaptor AC-DC
Pengaduk Ampermeter Gambar 10. Skema pengukuran arus dan tegangan listrik motor DC
(a)
(b)
Gambar 11. (a). Multimeter (b) Adaptor AC-DC
19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KADAR AIR Sampel buah mangga diukur kadar airnya saat sebelum dehidrasi osmotik dan setelah dilakukan dehidrasi osmotik. Untuk pengukuran kadar air akhir sampel dengan cara menimbang berat awal sampel sebelum dimasukkan ke osmotic dehydrator dan menimbang berat akhir sampel setelah dimasukkan ke osmotic dehydrator. Kadar air awal sampel berkisar antara 82.50 %bb sampai 90.79 %bb untuk masing-masing perlakuan. Kadar air akhir sampel mengalami penurunan setelah sampel dimasukkan ke larutan gula selama 8 jam, hal ini diakibatkan karena terjadinya perbedaan tekanan osmotik antara zat terlarut yaitu gula dan zat pelarut air dari dalam sampel. Air dari sampel yang memiliki konsentrasi zat yang lebih rendah akan cenderung berdifusi keluar melalui membran ke konsentrasi yang lebih tinggi yaitu larutan gula. Penurunan massa air ini akan berlangsung secara terus menerus dengan pergerakan air dari sampel yang semakin lambat dan mencapai kondisi kesetimbangan (Jannah, 2011). Pada Gambar 12 menunujukkan kadar air sampel yang diperoleh berbeda-beda berdasarkan masing-masing perlakuan yang dilakukan. 100
Kadar air (%bb)
80 60 40
Kadar air awal (%bb) Kadar air akhir (%bb)
20 0
Gambar 12. Kadar air awal dan kadar akhir akhir sampel (dalam basis basah) Gambar 12 menunjukkan bahwa perlakuan T3K3 (suhu 50 0C dan kecepatan pengadukan tinggi) memiliki kadar air akhir yang paling rendah yaitu sebesar 35.30% bb dan mengalami penurunan kadar air yang paling tinggi dari kadar air awalnya. Sedangkan untuk perlakuan T1K1 (suhu 30 oC dan kecepatan pengadukan rendah) memiliki kadar air akhir yang paling tinggi yaitu sebesar 73.70 % bb. Penurunan kadar air sampel dipengaruhi oleh kenaikan suhu larutan. Semakin tinggi suhu larutan dapat meningkatkan pindah panas sampel dan meningkatkan pergerakan molekul air. Suhu larutan yang tinggi dapat mempercepat perpindahan massa air dari dalam sampel ke permukaan sampel dan dari permukaan sampel ke larutan gula. Akan tetapi jika suhu yang diberikan terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya browning pada sampel (Jannah 2011). Kecepatan pengadukan juga mempengaruhi penurunan kadar air sampel. Pada perlakuan suhu o 30 C dengan kecepatan rendah menghasilkan kadar air yang lebih tinggi dibandingkan dengan
20
perlakuan dengan kecepatan sedang maupun tinggi. Hal ini juga dapat dilihat pada kecepatan pengadukan perlakuan suhu 40oC dan suhu 50oC. Semakin cepat pengadukan dapat meningkatkan proses laju transfer massa air dari larutan gula yang memiliki konsentrasi zat yang lebih tinggi ke konsentrasi zat yang lebih rendah yaitu ke dalam sampel mangga, menyebabkan penurunan kadar air menjadi lebih cepat dan proses dehidrasi osmotik menjadi lebih merata ke setiap permukaan sampel.
B. WATER LOSS DAN SOLID GAIN Water loss merupakan pengurangan jumlah air yang terdapat dalam sampel setelah terjadinya dehidrasi osmotik. Konsentrasi larutan merupakan salah satu yang mempengaruhi nilai water loss. Semakin tinggi konsentrasi larutan gula yang digunakan maka beda konsentrasi dan tekanan osmotik akan semakin besar. Berdasarkan data pada Gambar 13 nilai WL yang paling tinggi pada perlakuan T3K3 (suhu 50oC dan dengan kecepatan pengadukan tinggi) yaitu sebesar 70.00% sedangkan nilai WL paling rendah terjadi pada perlakuan T1K1 (suhu 30oC dan kecepatan pengadukan rendah) yaitu 59.06%. Dari data tersebut menunjukkan bahwa penurunan kadar air berpengaruh terhadap tingkat kehilangan air pada sampel saat proses dehidrasi osmotik. Nilai kadar air akhir yang semakin rendah akan menghasilkan nilai WL semakin tinggi. 80
WL (%)
60
62,67 59,06 59,96
59,9
60,58 63,11
T1K1
T2K1
T2K2
66,02 67,07
70
40
20
0 T1K2
T1K3
T2K3
T3K1
T3K2
T3K3
Water Loss Gambar 13. Nilai water loss (WL) saat proses dehidrasi osmotik Perubahan WL pada setiap perlakuan disebabkan oleh pengaruh suhu. Semakin meningkatnya suhu larutan maka akan semakin tinggi tingkat kehilangan air pada sampel pada saat proses dehidrasi osmotik. Dari data yang diperoleh, sampel dengan perlakuan suhu larutan 30 oC menghasilkan nilai presentase WL lebih rendah daripada perlakuan suhu larutan 40 oC dan 50oC. Semakin besar konsentrasi larutan osmotik maka viskositas larutan akan semakin besar, jika konsentrasi larutan osmotik bertambah dan suhu larutan tetap dapat memperlambat tingkat kehilangan air (water loss) karena viskositas larutan yang tinggi (Rahimzade dan Hesari 2006). Selain itu, kenaikan suhu dapat meningkatkan penyerapan larutan osmotik ke dalam sampel dan dapat menurunkan viskositas larutan osmotik yang akan mempengaruhi kualitas produk menjadi lebih baik. Meningkatnya nilai WL juga dipengaruhi oleh kecepatan pengadukan larutan. Kecepatan pengadukan menggunakan tiga kecepatan yang berbeda, yaitu kecepatan rendah (100 rpm), kecepatan
21
sedang (300 rpm) dan kecepatan tinggi (500 rpm). Berdasarkan data yang diperoleh, perlakuan sampel dengan kecepatan pengadukan rendah menghasilkan nilai WL yang lebih rendah dibandingkan dengan kecepatan pengadukan yang lebih tinggi. Pengaruh kecepatan pengadukan terhadap WL yang cukup besar itu menunjukan bahwa tahanan eksternal memberikan kontribusi yang cukup signifikan. Tahanan eksternal ini berpengaruh terhadap dinamika fluida pada solid-liquid. Kecepatan pengadukan yang makin tinggi maka turbulensi yang dihasilkan akan semakin besar juga. Turbulensi yang tinggi ini dapat meningkatkan laju transfer massa dari larutan dengan konsentrasi dan viskositas tinggi ke permukaan sampel mangga (Soetjipto Reynaldy et al. 2005) . Solid gain menunjukkan banyaknya jumlah padatan terlarut yang masuk ke dalam sampel. Dalam proses dehidrasi osmotik, semakin tinggi nilai SG maka jumlah padatan terlarut yang masuk ke dalam sampel semakin banyak. Sedangkan, semakin rendah nilai SG maka jumlah padatan terlarut yang masuk ke sampel semakin sedikit. Untuk memberikan rasa sampel yang tidak terlalu manis maka nilai SG harus serendah mungkin. 15 11,9 9,13
10
SG (%)
7,92 6,61 4,8
4,59
5 2,12
2,59
T1K1
T1K2
2,5
0 T1K3
T2K1
T2K2
T2K3
T3K1
T3K2
T3K3
Solid Gain Gambar 14. Nilai solid gain (SG) saat proses dehidrasi osmotik
Berdasarkan data pada Gambar 14 nilai SG yang paling tinggi terdapat pada perlakuan T3K3 (suhu 50oC dan kecepatan pengadukan tinggi) yaitu sebesar 11.90%, sedangkan nilai SG yang paling rendah terdapat pada perlakuan T1K1 yaitu sebesar 2.12 %. Berdasarkan penelitian Jannah (2011), semakin tinggi suhu menyebabkan nilai SG semakin tinggi. Pori dalam membran semipermeabel terlalu kecil untuk dapat dilewati oleh gula, tetapi cukup besar untuk dilewati molekul air. Dengan adanya peningkatan suhu larutan dapat memperbesar pori dalam membran semipermeabel yang memungkinkan molekul gula dapat lebih banyak masuk ke dalam jaringan sampel. Akan tetapi dari Gambar 14, nilai SG yang diperoleh sangat beragam di setiap perlakuan meskipun kadar air akhir yang diperoleh semakin rendah setiap perlakuan. Peningkatan suhu yang diberikan hanya mempengaruhi nilai SG pada kecepatan pengadukan tinggi. Dari data tersebut kadar air akhir dan tingkat kehilangan air tidak berpengaruh terhadap padatan terlarut gula yang masuk ke dalam sampel. Solid gain yang beragam ini diakibatkan karena ukuran sampel yang tidak merata di setiap perlakuan, kondisi karakteristik mangga berbeda yaitu tingkat kematangan sampel berbeda di setiap perlakuan dan suhu larutan yang tidak menyebar secara merata ke tumpukan sampel.
22
C. PERUBAHAN KONSENTRASI LARUTAN DAN BILANGAN REYNOLDS Pengadukan dalam proses dehidrasi osmotik sangat diperlukan untuk mempercepat perpindahan panas dan massa yang terjadi di dalam dehydrator, sehingga panas yang akan diterima setiap sampel akan lebih merata. Saat pengadukan larutan terjadi proses pencampuran dimana menyebabkan tersebarnya secara acak suatu larutan yang terpisah dalam dua fasa atau lebih. Kecepatan pengadukan saat proses dehidrasi osmotik berpengaruh terhadap kecepatan penurunan konsentrasi larutan dalam waktu tertentu. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 15, pada suhu yang sama penurunan konsentrasi larutan menunjukkan perbedaan pada setiap perlakuan kecepatan pengadukan rendah (100 rpm), sedang (300 rpm) dan tinggi (500rpm). Pada Gambar 15 dengan perlakuan suhu perendaman 30oC, menunjukkan bahwa saat menit ke-60 untuk kecepatan pengadukan rendah penurunan konsentrasi larutan lebih lambat yaitu sebesar 57,60 oBx, sedangkan untuk kecepatan pengadukan sedang sebesar 57,07oBx dan kecepatan pengadukan tinggi sebesar 56,87 oBx yang lebih cepat penurunan konsentrasi larutannya selama proses dehidrasi osmotik.
Konsentrasi Larutan (oBx)
62 60 58 56 54 52 50 0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
Waktu (menit) Kecepatan rendah
Kecepatan sedang
Kecepatan Tinggi
Gambar 15. Grafik penurunan konsentrasi larutan osmotik terhadap waktu pada suhu 30 oC Untuk Gambar 16 dengan perlakuan suhu 40oC menghasilkan penurunan konsentrasi larutan yang berbeda juga. Pada menit ke 60 kecepatan pengadukan rendah menunjukkan nilai konsentrasi larutan sebesar 57,20oBx, kecepatan pengadukan sedang sebesar 56,87oBx dan kecepatan pengadukan tinggi sebesar 56,53oBx. Sedangkan untuk Gambar 17 dengan perlakuan suhu 50oC menunjukkan bahwa dengan kecepatan pengadukan tinggi menghasilkan konsentrasi larutan sebesar 56,93 oBx, kecepatan pengadukan sedang sebesar 56,67oBx dan kecepatan pengadukan tinggi sebesar 55,93oBx.
23
Konsentrasi Larutan (oBx)
62 60 58 56 54 52 50 0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
Waktu (menit) Kecepatan rendah
Kecepatan sedang
Kecepatan tinggi
Gambar 16. Grafik penurunan konsentrasi larutan osmotik terhadap waktu pada suhu 40 oC
Konsentrasi Larutan (oBx)
62 60 58 56 54 52 50 0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
Waktu (menit) Kecepatan rendah
Kecepatan sedang
Kecepatan tinggi
Gambar 17. Grafik penurunan konsentrasi larutan osmotik terhadap waktu pada suhu 50 oC Dari ketiga grafik tersebut, penurunan konsentrasi larutan saat menit awal (menit 0-30) masih terlihat konstan akan tetapi pada menit berikutnya penurunan konsentrasi larutan cukup cepat. Hal ini diakibatkan karena saat awal proses dehidrasi osmotik, air dari dalam sampel masih belum berdifusi secara merata ke larutan osmotik pada setiap perlakuan kecepatan pengadukan rendah, sedang dan tinggi. Akan tetapi pada menit akhir (menit ke 420-480) penurunan konsentrasi larutan osmotik kembali ke kondisi konstan kembali. Hal ini dikarenakan kondisi larutan osmotik yang sudah jenuh, dimana air dari sampel sudah tidak mampu berdifusi kembali ke larutan osmotik.
24
62
Konsentrasi Larutan (0Bx)
60 58 56 54 52 50 48 0
100
200
300
400
500
Waktu (menit) Suhu 30
Suhu 40
Suhu 50
Gambar 18. Grafik penurunan konsentrasi larutan osmotik terhadap waktu dengan perlakuan suhu pada kecepatan pengadukan tinggi (100 rpm) 62
Konsentrasi Larutan (0Bx)
60 58 56 54 52 50 48 0
100
200
300
400
500
Waktu (menit) Suhu 30
Suhu 40
Suhu 50
Gambar 19. Grafik penurunan konsentrasi larutan osmotik terhadap waktu dengan perlakuan suhu pada kecepatan pengadukan tinggi (300 rpm) Kecepatan penurunan konsentrasi larutan juga dipengaruhi oleh kondisi suhu larutan. Kenaikan suhu larutan akan meningkatkan pindah panas dari larutan ke permukaan dan pusat sampel. Perpindahan panas ini meningkatkan pergerakan molekul air pada sampel dan dari permukaan sampel ke larutan gula. Meningkatnya pergerakan molekul air akan mempercepat perubahan viskositas larutan menjadi lebih rendah. Gambar 18 menunjukkan penurunan konsentrasi larutan dengan suhu 30oC, 40oC dan 50oC tidak berbeda secara signifikan. Suhu 50oC menunjukkan pada menit ke 300 sampai 420 mengalami penurunan konsentrasi larutan yang lebih cepat meskipun pada menit ke 480
25
tidak mengalami penurunan konsentrasi larutan lagi, dibandingkan dengan suhu 30oC dan suhu 40oC yang mengalami penurunan lebih lambat. Rata-rata kecepatan putaran pada suhu 30oC (15.48 rps) dan 40oC (15.57 rps) dan suhu 50oC (15.51 rps). Gambar 19 menunjukkan bahwa pada suhu 50oC mengalami penurunan konsentrasi larutan yang lebih cepat dan semakin menurun dari menit ke-180 sampai menit ke 480. Rata-rata kecepatan putaran pada suhu 30oC (31.75 rps), suhu 40oC (31.80 rps) dan suhu 50oC (31.71 rps).
Konsentrasi Larutan (0Bx)
62 60 58 56 54 52 50 48 0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
Waktu (menit) Suhu 30
Suhu 40
Suhu 50
Gambar 20. Grafik penurunan konsentrasi larutan osmotik terhadap waktu dengan perlakuan suhu pada kecepatan pengadukan tinggi (500 rpm) Gambar 20 menunjukkan penurunan konsentrasi larutan dengan suhu 30oC lebih lambat dibandingkan suhu 50oC pada kecepatan pengadukan yang sama, meskipun penurunan konsentrasi larutan suhu 30oC tidak berbeda secara signifikan terhadap suhu 40oC. Penurunan konsentrasi larutan pada suhu 50oC menjadi lebih cepat mulai terlihat dari menit ke 45 sampai menit ke 480. Kondisi ini menghasilkan nilai rata-rata kecepatan putaran pada suhu 30oC (52.6 rps) dan 40oC (52.44 rps) relatif sama apabila dibandingkan dengan suhu 50oC (51.94 rps) yang memiliki kecepatan putaran lebih kecil. Meskipun dengan kecepatan pengadukan yang tinggi akan mempercepat proses laju transfer massa air dari larutan osmotik ke permukaan sampel, akan tetapi dengan kecepatan pengadukan yang tinggi akan menyebabkan sturktur padatan buah mengalami kerusakan atau pecah yang akan mempengaruhi nilai WL dan SG (Soetjipto Reynaldy et al. 2005). Penurunan konsentrasi larutan osmotik ini dipengaruhi karena meningkatnya tingkat kehilangan air (water loss) yang terjadi pada sampel irisan mangga. Selama proses dehidrasi osmotik, air dari dalam sampel irisan mangga berdifusi ke larutan osmotik yang menyebabkan viskositas larutan osmotik menjadi semakin berkurang, sehingga konsentrasi larutan osmotik menjadi rendah. Saat pengadukan larutan osmotik terbentuk suatu aliran fluida, karena adanya gerakan tertentu dapat menimbulkan reduksi gerakan pada sampel ataupun larutan di dalam panci dehydrator. Gerakan hasil reduksi tersebut mempunyai pola sirkulasi yang dapat menimbulkan terjadinya pencampuran. Jenis aliran fluida terdiri dari aliran laminer dan aliran turbulen. Untuk mengetahui pola aliran
26
pengadukan yang terjadi pada saat proses dehidrasi osmotik, maka dapat dihitung besarnya menggunakan bilangan Reynolds dengan parameter-parameter yang diketahui besarnya. Dari Gambar 21 meunujukkan saat menit ke-0 merupakan bilangan Reynolds terkecil. Dengan viskosistas larutan sebesar 0.028 kg/ms dan nilai konsentrasi larutan osmotik sebesar 61 oBx menghasilkan bilangan Reynolds untuk kecepatan pengadukan rendah (143 rpm) sebesar 5061, kecepatan pengadukan sedang (290 rpm) sebesar 10263 dan kecepatan pengadukan tinggi (488 rpm) sebesar 17271. Untuk bilangan Reynolds terbesar pada menit ke-480, saat kecepatan pengadukan rendah (153 rpm) dengan nilai konsentrasi larutan osmotik sebesar 52.47 oBx dan viskositas larutan sebesar 0.01 kg/ms menghasilkan bilangan Reynolds sebesar 14097. Kecepatan pengadukan sedang (315 rpm) dengan nilai konsentrasi larutan osmotik sebesar 52.20 oBx dan viskositas larutan 0.01 kg/ms menghasilkan bilangan Reynolds sebesar 29023. Kecepatan pengadukan tinggi (517 rpm) dengan nilai konsentrasi larutan osmotik sebesar 52.13 oBx dan viskositas larutan sebesar 0.009 kg/ms menghasilkan bilangan Reynolds sebesar 52006.
Bilangan Reynold
120000 100000 80000 60000 40000 20000 0 0
50
100 150 200 250 300 350 400 450 500 Waktu (menit)
Kecepatan rendah
Kecepatan sedang
Kecepatan tinggi
Gambar 21. Grafik hubungan bilangan Reynolds terhadap waktu pada suhu 30oC
Bilangan Reynolds
120000 100000 80000 60000 40000 20000 0 0
100
200
300
400
500
Waktu (menit) Kecepatan rendah
Kecepatan sedang
Kecepatan tinggi
Gambar 22. Grafik hubungan bilangan Reynolds terhadap waktu pada suhu 40oC
27
Pada Gambar 22 bilangan Reynolds terkecil terjadi saat menit ke-0, viskositas larutan sebesar 0.018 kg/ms dan nilai konsentrasi larutan osmotik sebesar 61 oBx menghasilkan bilangan Reynolds untuk kecepatan pengadukan rendah (143 rpm) sebesar 7696, kecepatan pengadukan sedang (295 rpm) sebesar 15877 dan kecepatan pengadukan tinggi (485 rpm) sebesar 25624. Sedangkan untuk bilangan Reynolds terbesar pada menit ke-480, viskositas sebesar 0.07 kg/ms untuk kecepatan pengadukan rendah (156 rpm) dengan nilai konsentrasi larutan osmotik sebesar 52.07 oBx menghasilkan bilangan Reynolds sebesar 20229. Kecepatan pengadukan sedang (318 rpm) dengan nilai konsentrasi larutan osmotik sebesar 52.07oBx menghasilkan bilangan Reynolds sebesar 41235. Kecepatan pengadukan tinggi (517 rpm) dengan nilai konsentrasi larutan osmotik sebesar 52.07 oBx menghasilkan bilangan Reynolds sebesar 67558.
Bilangan Reynold
120000 100000 80000 60000 40000 20000 0 0
100
200
300
400
500
Waktu (menit) Kecepatan rendah
Kecepatan sedang
Kecepatan Tinggi
Gambar 23. Grafik hubungan bilangan Reynolds terhadap waktu pada suhu 50oC Gambar 23 menunjukkan saat menit ke-0 merupakan bilangan Reynolds terkecil, viskositas larutan sebesar 0.013 kg/ms dan nilai konsentrasi larutan osmotik sebesar 61 oBx menghasilkan bilangan Reynolds untuk kecepatan pengadukan rendah (140 rpm) sebesar 10788, kecepatan pengadukan sedang (293 rpm) sebesar 22578 dan kecepatan pengadukan tinggi (480 rpm) sebesar 36989. Untuk bilangan Reynolds terbesar pada menit ke-480, memiliki viskositas yang sama untuk ketiga kecepatan pengadukan yaitu sebesar 0.005 kg/ms. Kecepatan pengadukan rendah (158 rpm) dengan nilai konsentrasi larutan osmotik sebesar 51.87 oBx menghasilkan bilangan Reynolds sebesar 29586. Kecepatan pengadukan sedang (324 rpm) dengan nilai konsentrasi larutan osmotik sebesar 51.33oBx menghasilkan bilangan Reynolds sebesar 60669 dan kecepatan pengadukan tinggi (525 rpm) dengan nilai konsentrasi larutan osmotik sebesar 50.93 oBx menghasilkan bilangan Reynolds sebesar 105698. Dari data tersebut proses dehidrasi osmotik pada irisan mangga memiliki pola aliran yang dihasilkan saat pengadukan larutan osmotik adalah aliran turbulen. Aliran turbulen adalah aliran yang bersifat bergejolak (Ofeser 1998). Aliran turbulen ini terjadi pada saat kecepatan pengadukan yang besar, sehingga partikel fluida bergerak mengikuti lintasan acak atau sembarang di daerah sekitar panci dehydrator. Pengukuran kecepatan pengadukan pada menit ke-0 dengan menggunakan tachometer dilakukan pada saat putaran pengaduk sudah stabil atau konstan. Hal ini dilakukan agar kondisi larutan osmotik sudah tercampur secara merata terlebih dahulu. Berdasarkan bilangan Reynolds, pola aliran pada larutan osmotik ini menjadi aliran turbulen karena dipengaruhi oleh nilai viskositas atau kekentalan larutan osmotik dan adanya pengaruh suhu
28
dalam larutan osmotik. Semakin tinggi suhu dalam larutan osmotik, maka viskositas dari larutan akan semakin rendah. Selain itu suhu juga mempengaruhi nilai densitas dari larutan osmotik, semakin tinggi suhu larutan maka kerapatan fluida semakin berkurang karena disebabkan gaya kohesi dari molekul fluida semakin berkurang. Viskositas yang rendah menunjukkan bahwa larutan tersebut memiliki kekentalan yang rendah, sehingga konsentrasi larutan osmotik akan semakin rendah juga. Bilangan Reynolds juga berpengaruh dengan diameter pengaduk, kecepatan putaran pengaduk dan densitas. Semakin besar nilai ketiga faktor tersebut akan semakin besar pula nilai bilangan Reynolds. Fluida yang memiliki kekentalan dibawah 10 Pa.S, umumnya menghasilkan aliran yang bersifat turbulen, sedangkan fluida yang memiliki kekentalan tinggi atau lebih dari 10 Pa.S menghasilkan aliran yang bersifat laminar. Selain itu satu parameter yang berperan dalam proses pengadukan yaitu posisi sumbu pengaduk. Posisi pengaduk terdiri dari dua jenis, yaitu posisi tengah dan juga posisi incline (Ofeser Fajri, 1998). Pada proses pengadukan larutan osmotik ini menggunakan posisi pengaduk tengah agar konsentrasi dari campuran dapat merata. Pada tangki dengan pengaduk yang berputar di tengah terdapat energi sentrifugal yang bekerja pada fluida yang meningkatkan ketinggian fluida pada dinding dan memperendah ketinggian fluida pada pusat putaran atau yang biasa dikenal istilah vortex / pusaran, dimana pusaran ini akan bertambah besar seiring dengan peningkatan kecepatan putaran pengaduk. Penggaduk yang digunakan adalah jenis Paddle dengan diameter sebesar 0.085 meter. Jenis ini digunakan pada cairan kental dimana endapan pada dinding dapat terbentuk dan juga digunakan untuk meningkatkan transfer panas dari dan ke dinding tangki.
D. HUBUNGAN DAYA MOTOR DENGAN KECEPATAN PENGADUKAN DAN BILANGAN REYNOLDS Perubahan viskositas dan densitas larutan osmotik juga menghasilkan perubahan kebutuhan daya pengadukan untuk kecepatan putaran dan diameter pengaduk yang sama. Semakin besar densitas fluida, akan semakin besar pergerakannya dan semakin besar viskositas fluida. Pergerakan fluida akan semakin kecil untuk kecepatan putaran dan diameter pengaduk yang sama. Proses pencampuran memerlukan waktu untuk memaksimalkan keseragaman fluida yang diaduk. Pada aplikasinya, perubahan waktu pengadukan dipengaruhhi oleh kecepatan putaran (rpm) yang mempengaruhi kebutuhan daya yang diperlukan. Kebutuhan daya akan berbeda-beda untuk setiap jenis pengaduk, bergantung pada dimensi dan geometri pengaduk yang digunakan. Pada grafik hasil percobaan menunjukkan bahwa hubungan antara konsentrasi larutan, kecepatan putaran dan daya yang dibutuhkan saat adanya sampel irisan mangga. Pada grafik terbentuk 2 buah garis yaitu perpotongan antara grafik konsentrasi larutan osmotik terhadap kecepatan putaran dan daya yang dibutuhkan. Kedua perpotongan tersebut menunjukkan bahwa terdapatnya hubungan yang kuat antara tingkat konsentrasi larutan osmotik dan kecepatan putaran dengan kebutuhan daya dalam berbagai kondisi proses pengadukan. Gambar 24 menunjukkan kecepatan putaran pengadukan larutan osmotik tertinggi yaitu sebesar 321.20 rpm saat konsentrasi larutan osmotik sebesar 48oBx dan untuk daya yang dihasilkan paling rendah yaitu sebesar 2.48 Watt saat konsentrasi larutan osmotik sebesar 50 oBx. Sedangkan untuk kecepatan putaran pengadukan larutan osmotik terendah dengan daya yang dihasilkan paling tinggi terdapat pada saat konsentrasi larutan osmotik sebesar 62 oBx, kecepatan pengadukan sebesar 138.53 rpm dan daya yang dihasilkan sebesar 3.64 Watt (Lampiran 10). Grafik hubungan konsentrasi larutan dengan daya pada kecepatan pengadukan sedang dapat dilihat dari Gambar 25. Dari data yang diperoleh, saat konsentrasi larutan osmotik sebesar 48 oBx, kecepatan pengadukan sebesar 569.60 rpm
29
12
900
10
750
8
600
6
450
4
300
2
150
0
0 45
50
55
60
65
Kecepatan pengaduk (rpm)
Daya (W)
dan daya yang dihasilkan sebesar 5.16 Watt menunjukkan kondisi kecepatan putaran pengadukan larutan osmotik tertinggi dengan kebutuhan daya yang dihasilkan paling rendah. Sedangkan untuk kecepatan putaran pengadukan larutan osmotik terendah dengan daya yang dihasilkan paling tinggi terdapat pada saat konsentrasi larutan osmotik sebesar 62 oBx, kecepatan pengadukan sebesar 214.63 rpm dan daya yang dihasilkan sebesar 7.22 Watt (Lampiran 11)
Konsentrasi larutan (oBx) Daya Kecepatan putaran
12 10 8 6 4 2 0
900 750 600 450 300 150 0 45
50
55
60
65
Kecepatan pengaduk (rpm)
Daya (W)
Gambar 24. Grafik hubungan konsentrasi larutan osmotik dengan penggunaan sampel irisan mangga terhadap daya motor pada kecepatan pengadukan rendah
Konsentrasi larutan (0Bx) Daya
Kecepatan putaran
Gambar 25. Grafik hubungan konsentrasi larutan osmotik dengan penggunaan sampel irisan mangga terhadap daya motor pada kecepatan pengadukan sedang Grafik hubungan konsentrasi larutan dengan daya pada kecepatan pengadukan tinggi dapat dilihat dari Gambar 26. Dari data yang diperoleh, saat konsentrasi larutan osmotik sebesar 48 oBx, kecepatan pengadukan sebesar 789.40 rpm dan daya yang dihasilkan sebesar 8.15 Watt menunjukkan kondisi kecepatan putaran pengadukan larutan osmotik tertinggi dengan kebutuhan daya yang dihasilkan paling rendah. Sedangkan untuk kecepatan putaran pengadukan larutan osmotik terendah dengan daya yang dihasilkan paling tinggi terdapat pada saat konsentrasi larutan osmotik sebesar 62oBx, kecepatan pengadukan sebesar 294.30 rpm dan daya yang dihasilkan sebesar 10.56 Watt (Lampiran 12).
30
900 750 600 450 300 150 0 45
50
55
60
65
Kecepatan pengaduk (rpm)
Daya (W)
12 10 8 6 4 2 0
Konsentrasi larutan (oBx) Daya
Kecepatan putaran
Gambar 26. Grafik hubungan konsentrasi larutan osmotik dengan penggunaan sampel irisan mangga terhadap daya motor pada kecepatan pengadukan tinggi
12 10 8 6 4 2 0
900 750 600 450 300 150 0 45
50
55
60
65
Kecepatan pengaduk (rpm)
Daya (W)
Kebutuhan daya yang dihasilkan saat proses pengadukan larutan osmotik dengan penggunaan sampel irisan mangga dan tanpa penggunaan irisan mangga berbeda. Pengadukan larutan osmotik dengan penggunaan irisan mangga menyebabkan beban kecepatan pengaduk akan lebih besar karena aliran larutan terhalang oleh beberapa sampel irisan mangga yang terdapat dalam wadah panci. Sedangkan untuk pengadukan larutan osmotik tanpa penggunaan irisan mangga menyebabkan beban kecepatan pengaduk akan lebih kecil dan aliran larutan osmotik akan lebih mudah tercampur.
Konsentrasi larutasn (oBx) Daya Kecepatan putaran Gambar 27. Grafik hubungan konsentrasi larutan osmotik tanpa penggunaan sampel irisan mangga terhadap daya motor pada kecepatan pengadukan rendah Grafik hubungan konsentrasi larutan osmotik tanpa penggunaan sampel irisan mangga terhadap daya motor pada kecepatan pengadukan rendah dapat dilihat dari Gambar 27. Dari data yang diperoleh, saat konsentrasi larutan osmotik sebesar 48 oBx, kecepatan pengadukan sebesar 327.40 rpm dan daya yang dihasilkan sebesar 2.38 Watt menunjukkan kondisi kecepatan putaran pengadukan larutan osmotik tertinggi dengan kebutuhan daya yang dihasilkan paling rendah. Sedangkan untuk kecepatan putaran pengadukan larutan osmotik terendah dengan daya yang dihasilkan paling tinggi terdapat pada saat konsentrasi larutan osmotik sebesar 62 oBx, kecepatan pengadukan sebesar 141.53 rpm dan daya yang dihasilkan sebesar 3.06 Watt (Lampiran 13).
31
900 750 600 450 300 150 0 45
50
55
60
65
Kecepatan pengaduk (rpm)
Daya (W)
12 10 8 6 4 2 0
Konsentrasi larutasn (0Bx) Daya Kecepatan putaran Gambar 28. Grafik hubungan konsentrasi larutan osmotik tanpa penggunaan sampel irisan mangga terhadap daya motor pada kecepatan pengadukan sedang
12 10 8 6 4 2 0
900 750 600 450 300 150 0 45
50
55
60
65
Kecepatan pengaduk (rpm)
Daya (W)
Gambar 28 menunjukkan saat konsentrasi larutan osmotik tanpa penggunaan sampel irisan mangga sebesar 48oBx menghasilkan daya motor terendah yaitu sebesar 4.93 Watt dan kecepatan pengadukan tertinggi sebesar 578.73 rpm. Sedangkan untuk kecepatan putaran pengadukan larutan osmotik terendah dengan daya yang dihasilkan paling tinggi terdapat pada saat konsentrasi larutan osmotik sebesar 62oBx, kecepatan pengadukan sebesar 224.77 rpm dan daya yang dihasilkan sebesar 6.98 Watt (Lampiran 14)
Konsentrasi larutasn (oBx) Daya
Kecepatan putaran
Gambar 29. Grafik hubungan konsentrasi larutan osmotik tanpa penggunaan sampel irisan mangga terhadap daya motor pada kecepatan pengadukan tinggi Gambar 29 menunjukkan saat konsentrasi larutan osmotik tanpa penggunaan sampel irisan mangga sebesar 48oBx menghasilkan daya motor terendah yaitu sebesar 8.08 Watt dan kecepatan pengadukan tertinggi sebesar 794.27 rpm. Sedangkan untuk kecepatan putaran pengadukan larutan osmotik terendah dengan daya yang dihasilkan paling tinggi terdapat pada saat konsentrasi larutan osmotik sebesar 62oBx, kecepatan pengadukan sebesar 306.83 rpm dan daya yang dihasilkan sebesar 10.44 Watt (Lampiran 15). Dari ketiga grafik tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan osmotik, konsumsi energi makin besar. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Collias dan Prud’homme (1985) dalam Ofeser (1998).
32
Power Number
Tegangan listrik motor berpengaruh terhadap berbagai kecepatan pengadukan yang diinginkan. Semakin tinggi tegangan maka kecepatan putaran motor akan lebih tinggi. Untuk berbagai perlakuan kecepatan pengadukan (rendah, sedang, tinggi) menghasilkan kecepatan putaran motor dan daya motor saat terdapat sampel irisan mangga lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa menggunakan sampel irisan mangga, dimana kecepatan putaran motor dan daya motor yang dihasilkan lebih rendah. Konsumsi energi merupakan suatu parameter yang penting untuk diketahui dalam suatu proses pencampuran. Hal ini berkaitan erat dengan biaya energi pada suatu proses produksi (Nienow et al. 1992). Pengukuran konsumsi energi dilakukan pada proses saat terdapatnya sampel mangga dalam larutan osmotik dan tidak terdapatnya sampel mangga dalam larutan osmotik. Dalam penentuan konsumsi energi ini, diperlukan data-data dari pengukuran sifat reologi dan sifat fisik fluida. Karakteristik power dari suatu pencampuran, biasanya disajikan dalam bentuk grafik hubungan antara bilangan Reynolds dengan bilangan daya. 0,181 0,161 0,141 0,121 0,101 0,081 0,061 0,041 0,021 0,001 0
20000
40000
60000
80000
100000 120000
Reynold Number Kecepatan Rendah
Kecepatan Sedang
Kecepatan Tinggi
Power Number
Gambar 30. Grafik hubungan Bilangan Reynolds terhadap Bilangan Reynolds tanpa penggunaan sampel irisan mangga
0,151 0,101 0,051 0,001 0
20000
40000
60000
80000
100000
Reynold Number Kecepatan Rendah
Kecepatan Sedang
Kecepatan Tinggi
Gambar 31. Grafik hubungan Bilangan Reynolds terhadap Bilangan Reynolds dengan penggunaan sampel irisan mangga
33
Pada penelitian ini, pengukuran konsumsi energi dilakukan pada kecepatan pengadukan rendah (100 rpm), pengadukan sedang (300 rpm) dan pengadukan tinggi (500 rpm) saat terdapatnya sampel mangga pada larutan osmotik dan tanpa sampel mangga dalam larutan osmotik, dalam tangki yang tanpa baffle. Hubungan antara bilangan Reynolds dengan bilangan power saat pengadukan larutan osmotik tanpa sampel irisan mangga terdapat pada Gambar 30 dan dengan sampel irisan mangga terdapat pada Gambar 29. Dari grafik tersebut menghasilkan persamaan Npo = a Reb, nilai dari konstanta a dan b dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai konstanta a dan b persamaan 8 pada pengadukan larutan osmotik Tanpa irisan sampel mangga Dengan irisan sampel mangga
a 5.67 x 103 1.87 x 104
b -1.26 -1.38
Berdasarkan bilangan Reynolds, pencampuran yang terjadi dapat dibagi menjadi tiga zona, yaitu zona laminar, transien dan turbulen. Pada Gambar 30 dan Gambar 31 dapat terlihat bahwa semakin kecil nilai bilangan Reynolds maka konsumsi energinya akan semakin besar. Kondisi ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Foucault et al. (2005), pada penelitian tersebut dilakukan pada pengaduk tipe Anchor dan tipe Rushton pada fluida Newtonian Perbandingan konsumsi energi antara pengadukan larutan osmotik saat terdapatnya sampel irisan mangga dan tidak terdapatnya sampel irisan mangga menunjukkan bahwa pada Gambar 30 dan Gambar 31 konsumsi energi umumnya tidak berbeda untuk bilangan Reynolds lebih dari 45000. Konsumsi energi akan berbeda pada saat bilangan Reynolds kurang dari 45000 dengan kondisi kecepatan pengadukan yang sama. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 16 dan Lampiran 17. Saat terdapatnya sampel pada larutan osmotik, pengadukan pada kecepatan rendah (100 rpm) menghasilkan bilangan Reynolds (NRe) antara 4000–38000. Nilai Np yang dihasilkan berkisar antara 0.200–0.012. Sedangkan untuk kondisi dimana tidak terdapatnya sampel pada larutan osmotik, pengadukan pada kecepatan rendah (100 rpm) menghasilkan bilangan Reynolds (NRe) antara 4000–40000. Nilai Np yang dihasilkan berkisar antara 0.16–0.011. Konsumsi energi yang ditunjukkan oleh bilangan daya (Np) menurun dengan meningkatnya bilangan Reynolds. Kondisi ini terjadi juga pada kecepatan pengadukan sedang (300 rpm) dan kecepatan pengadukan tinggi (500 rpm) dengan terdapatnya sampel irisan mangga dan tanpa terdapatnya sampel irisan mangga dalam larutan osmotik. Untuk perhitungan daya saat proses dehidrasi osmotik selama waktu 8 jam diperoleh melalui persamaan 8, melalui persamaan tersebut diperoleh nilai bilangan daya (Np). Kemudian daya listrik yang dibutuhkan saat proses dehidrasi osmotik selama selang waktu 8 jam dapat diperoleh melalui persamaan 6. Gambar 32 menunjukkan bahwa selama proses dehidrasi osmotik pada suhu 30 oC memiliki daya listrik yang berbeda pada menit ke-0 sampai menit ke-480. Untuk setiap kecepatan pengadukan yang berbeda pada menit ke-0 memiliki daya listrik yang lebih tinggi daripada menit ke480. Pada waktu menit ke-0, untuk kecepatan pengadukan tinggi membutuhkan daya listrik sebesar 20.63 Watt, kecepatan pengadukan sedang sebesar 8.88 Watt dan untuk kecepatan pengadukan rendah sebesar 2.82 Watt. Setelah sampel irisan mangga mengalami proses dehidrasi osmotik saat menit ke480, untuk kecepatan pengadukan tinggi membutuhkan daya listrik sebesar 5.06 Watt, kecepatan pengadukan sedang sebesar 2.57 Watt dan kecepatan pengadukan rendah sebesar 0.8 Watt. Gambar 33 menunjukkan bahwa selama proses dehidrasi osmotik pada suhu 40 oC memiliki daya listrik yang berbeda pada menit ke-0 sampai menit ke-480. Untuk setiap kecepatan pengadukan yang berbeda pada menit ke-0 memiliki daya listirk yang lebih tinggi daripada menit ke-480. Daya listrik yang dibutuhkan untuk proses pengadukan larutan pada suhu 40 oC lebih rendah dibandingkan dengan
34
suhu 30oC. Hal ini diakibatkan karena pada suhu 40oC, viskositas larutan osmotik lebih rendah dibandingkan viskositas larutan osmotik pada suhu 30 oC. Reynolds dengan viskositas yang lebih rendah, kecepatan pengadukan menjadi semakin tinggi dan daya listrik yang dibutuhkan akan semakin rendah. Selain itu diakibatkan karena perbedaan densitas larutan osmotik dan nilai bilangan daya hasil perhitungan. Pada waktu menit ke-0, untuk kecepatan pengadukan tinggi membutuhkan daya listrik sebesar 11.7 Watt, kecepatan pengadukan sedang sebesar 5.1 Watt dan untuk kecepatan pengadukan rendah sebesar 1.58 Watt. Setelah sampel irisan mangga mengalami proses dehidrasi osmotik saat menit ke-480, untuk kecepatan pengadukan tinggi membutuhkan daya listrik sebesar 3.61 Watt, kecepatan pengadukan sedang sebesar 1.62 Watt dan kecepatan pengadukan rendah sebesar 0.51 Watt. 25
Daya (W)
20 15 10 5 0 0
100
200
300
400
500
600
Waktu (menit) Kecepatan Rendah
Kecepatan Sedang
Kecepatan Tinggi
Gambar 32. Grafik hubungan daya listrik saat proses dehidrasi osmotik pada suhu 30oC selama selang waktu 8 jam dengan kecepatan pengadukan yang berbeda.
25
Daya (W)
20 15 10 5 0 0
100
200
300
400
500
600
Waktu (menit) Kecepatan Rendah
Kecepatan Sedang
Kecepatan Tinggi
Gambar 33. Grafik hubungan daya listrik saat proses dehidrasi osmotik pada suhu 40 oC selama selang waktu 8 jam dengan kecepatan pengadukan yang berbeda.
35
Untuk Gambar 34 menunjukkan bahwa selama proses dehidrasi osmotik pada suhu 50 oC memiliki daya listrik yang berbeda pada menit ke-0 sampai menit ke-480. Untuk setiap kecepatan pengadukan yang berbeda pada menit ke-0 memiliki daya listirk yang lebih tinggi daripada menit ke480. Pada Gambar 30 ini memiliki kecenderungan menghasilkan daya listrik yang lebih rendah daripada suhu 30oC dan suhu 40oC. Dari grafik yang terlihat bahwa dengan semakin tinggi suhu larutan menngakibatkan viskositas larutan dan nilai bilangan daya yang dihasilkan semakin rendah. Pada waktu menit ke-0, untuk kecepatan pengadukan tinggi membutuhkan daya listrik sebesar 6.81 Watt, kecepatan pengadukan sedang sebesar 3.06 Watt dan untuk kecepatan pengadukan rendah sebesar 0.92 Watt. Setelah sampel irisan mangga mengalami proses dehidrasi osmotik saat menit ke480, untuk kecepatan pengadukan tinggi membutuhkan daya listrik sebesar 1.96 Watt, kecepatan pengadukan sedang sebesar 1 Watt dan kecepatan pengadukan rendah sebesar 0.31 Watt. 25
Daya (W)
20 15 10 5 0 0
100
200
300
400
500
600
Waktu (menit) Kecepatan Rendah
Kecepatan Sedang
Kecepatan Tinggi
Gambar 34. Grafik hubungan daya listrik saat proses dehidrasi osmotik pada suhu 50 oC selama selang waktu 8 jam dengan kecepatan pengadukan yang berbeda. Ketiga grafik tersebut menunjukkan kecenderungan pada menit ke-0 viskositas larutan osmotik yang lebih tinggi daripada menit ke-480 setelah sampel irisan mangga mengalami proses dehidrasi osmotik yang akan mengakibatkan kecepatan pengadukan larutan semakin lama akan semakin tinggi, sehingga daya listrik yang dibutuhkan akan semakin rendah.
Power Number
0,200 0,150 0,100 0,050 0,000 0
20000
40000
60000
80000
100000 120000
Reynolds Number Kecepatan Rendah
Kecepatan Sedang
Kecepatan Tinggi
Gambar 35. Grafik hubungan bilangan daya terhadap bilangan Reynolds saat proses dehidrasi osmotik pada suhu 30oC selama selang waktu 8 jam
36
Untuk pengukuran konsumsi energi pada proses dehidrasi osmotik selama selang waktu 8 jam menghasilkan hubungan antara bilangan Reynolds dan bilangan daya (Gambar 35) menunjukkan bahwa pada kecepatan rendah (100 rpm) menghasilkan bilangan Reynolds (NRe) antara 5000-14000 dan nilai bilangan daya (Np) yang dibutuhkan sekitar 3–0.8. Untuk kecepatan pengadukan sedang menghasilkan bilangan Reynolds (Nre) antara 10000-30000 dan bilangan daya (Np) yang dibutuhkan antara 8.88–2.57. Sedangakan pada kecepatan pengadukan tinggi menghasilkan bilangan Reynolds sebesar 17000 – 52000 dan nilai bilangan daya (Np) yang dibutuhkan antara 20.63–5.06. Bilangan daya yang dihasilkan pada kecepatan pengadukan rendah (100 rpm) lebih tinggi daripada kecepatan pengadukan rendah (300 rpm) karena dipengaruhi oleh kecepatan putar pengaduk yang akan mempengaruhi viskositas larutan. Pola grafik penurunan nilai bilangan daya pada Gambar 35 ini terjadi juga pada proses dehidrasi osmotik suhu 40 oC (Lampiran 18 ) dan suhu 50oC (Lampiran 19).
37
V. PENUTUP A. KESIMPULAN Dari hasil penelitian dehidrasi osmotik irisan mangga dengan dimensi 3 cm x 3 cm x 1 cm dan konsentrasi larutan gula 61oBx. Berbagai kecepatan pengadukan larutan, yaitu kecepatan pengadukan rendah (100 rpm), kecepatan pengadukan sedang (300 rpm) dan kecepatan pengadukan tinggi (500 rpm) dalam waktu perendaman selama 8 jam diperoleh kesimpulan : 1. Kecepatan pengadukan dan suhu yang semakin tinggi mengakibatkan penurunan kadar air menjadi lebih cepat. Kadar air akhir terendah sebesar 35.3 % b.b pada perlakuan T3K3 (suhu 50oC dan kecepatan pengadukan 500 rpm). 2. Perubahan kecepatan pengadukan dan suhu larutan mempengaruhi nilai water Loss. Semakin tinggi kecepatan pengadukan dan suhu larutan akan meningkatkan nilai water Loss (WL). Nilai WL tertinggi sebesar 70% pada perlakuan T3K3 (suhu larutan 30oC dan kecepatan pengadukan 500 rpm). 3. Kecepatan pengadukan tidak berpengaruh terhadap perubahan nilai solid gain (SG) yang diperoleh. Nilai solid gain (SG) yang ditunjukkan pada kecepatan pengadukan tinggi mengalami peningkatan dari suhu 30oC (4.59%), 40oC (7.92%) dan 50oC (11.9%), sedangkan pada kecepatan rendah dan sedang tidak mengalami peningkatan. 4. Perubahan konsentrasi larutan osmotik terhadap waktu selama dehidrasi osmotik dipengaruhi oleh suhu dan kecepatan pengadukan. Pada suhu 50oC dan kecepatan pengadukan 500 rpm (T3K3) memberikan pengaruh yang besar terhadap penurunan konsentrasi larutan, meskipun untuk perlakuan lainnya hanya memberikan pengaruh yang sedikit. 5. Kecepatan pengadukan tinggi (500 rpm) pada suhu larutan 30oC, 40oC dan 50oC menghasilkan bilangan Reynolds yang lebih besar daripada kecepatan pengadukan rendah (100 rpm) dan sedang (300 rpm) selama waktu 8 jam. Nilai rata-rata bilangan Reynolds terbesar saat kecepatan pengadukan tinggi (500 rpm) adalah perlakuan dengan suhu 50oC sebesar 75031. 6. Hubungan antara bilangan daya dan bilangan Reynolds adalah berbanding terbalik. Semakin tinggi bilangan Reynolds yang dihasilkan maka bilangan daya akan semakin rendah, akibatnya daya motor akan semakin turun selama waktu 8 jam. 7. Semakin tinggi viskositas larutan maka kecepatan putaran pengadukan akan semakin rendah dan daya motor yang dibutuhkan akan semakin besar.
B. SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, untuk penelitian selanjutnya diharapkan untuk mencari perubahan water loss dan solid gain selama selang waktu pada menit ke-0 sampai menit ke480 dengan kecepatan pengadukan dan konsentrasi yang berbeda, sehingga akan mendapatkan kondisi pengadukan larutan yang diharapkan dan dapat membandingkan dengan model Azuara. Selain itu, disarankan menggunakan beberapa edible coating pada sampel saat proses dehidrasi osmotik pada mangga.
38
VI. DAFTAR PUSTAKA Broto W. 1994. Budi Daya dan Pascapanen Mangga. Pusat Perpustakaan Pertanian dan Komunikasi Penelitian. Badan Penelitian dan Pengembangan Penelitian. Broto W. 2003. Mangga : Budi Daya, Pascapanen, dan Tataniaganya. Jakarta : Agromedia Pustaka. Departement of Education Employment and Workplace Relations. 2008. Mechanical and Electrical Power Relationships. TAFE Queensland Didik Setiawan. 2008. Hambatan Gesek Aliran Lumpur dalam Pipa ½” dan Pipa Spiral P/Di = 4.3 [skripsi]. Depok : Fakultas Teknik. UI Earle R L. 1969. Satuan Operasi dalam Pengolahan Pangan. Terjemahan. Sastra Hudaya, Jakarta. Ertekin F K, Sultanoglu M. 2000. Modelling of mass transfer during osmotic dehydration of apples. Journal of Food Engineering 46 243-250. Estiasih. 2011. Teknologi Pengolahan Pangan. Jakarta : Bumi Aksara. Foucault Stephane, Ascanio Gabriel dan Tanguy Philippe A. 2005. Power Characteristics in Coaxial Mixing : Newtonian and Non-Newtonian Fluids. Journal of Chemical Engineering 44 50365043. Giraldo AP, Talens BP, Fito BA, dan Chiralt. 2003. Influence of sucrose solution concentration on kinetics and yield during osmotic dehydration of mango. Journal of Food Engineering 58: 33–43. Jagatiani J. 1988. Tropical Fruit Processing. Academic Press. Inc. New york. Jannah M. 2011. Pengeringan osmotik pada irisan buah mangga arumanis (Mangifera indica L) dengan pelapisan kitosan [skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian. IPB Karathanos VT, Kostrapoulus, dan GD Saravacos. 1995. Air drying kinetics of osmoticalily dehydrated fruits. Drying Technology 13 (5-7): 1503-1521. Dalam : Jannah M. 2011. Pengeringan osmotik pada irisan buah mangga arumanis (Mangifera indica L) dengan pelapisan kitosan [skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian. IPB Khan MAM, Ahre’ L, Oliveira JC, dan Oliveira FAR. 2008. Prediction of water and soluble solids concentration during osmotic dehydration of mango. Food and bioproducts processing 86 : 713. Khoyi Rahimzade M, Hesar J. 2007. Osmotic dehydration kinetics of apricot using sucrose solution. Food Engineering 78 1355-1360. Mackay, M E. 1988. Rheology For Non Rheologist. Dept. Chem. Eng., The Univ of Queensland, Australia. Mardiyah Anbar Sausan. 2011. Pengaruh Metode Netralisasi dan Kecepatan Pengadukan Terhadap Mutu Faktis Gelap Dari Minyak Jarak (Castor oil) [skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian. IPB Martin A. 1990. Farmasi Fisika Jilid II. Jakarta : UI Press
39
Mc Cabe W L, Smith Julian C dan Harriott Peter. 1993. Unit Operation of Chemical Engineering, 5 th Edition. Singapore : Mc Graw Hill Book Moechtar. 1990. Farmasi Fisika. Yogyakarta : UGM Press Ofeser Fajri. 1998. Kinerja Pencampuran Fluida Non-Newtonian dengan Pengaduk Selfaspirating [skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian. IPB Pietranski John Frank. 2012. Mechanical Agitator Power Requirements for Liquid Batches .PDH online. http://www.PDHonline.com. [15 September 2012] Pracaya. 2001a. Bertanam Mangga. Jakarta: Penebar Swadaya Pracaya. 2011b. Bertanam Mangga : di Kebun dan Pot dengan Sistem Organik. Jakarta : Panebar Swadaya Pratikno dan Sostrodiharjo. 1989. Dalam : Faizal. 1997. Pengawetan segar buah mangga [skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian. IPB Ranade V R dan Joshi J B. 1990. Flow generated by a disc turbine : Part I Experimental. Trans. I. Chen. E. 68, Jan. 19-33. Raoult WAL. 1994. Recent advances in the osmotic dehydration of foods. Trends Food Sci. Technol. 5:255-260. Sailah I. 1993. Penanganan Masalah Mixing dalam Proses Agroindustri. Ceramah ilmiah teknologi unggulan penunjang agroindustri. FATETA IPB Bogor. Sailah I. 1994. Mixing and Mass Transfer of Highly Viscous, Simulated, Fermentation Broths in Aerated, Agitated Vessel. Thesis. The University Quennsland, Australia. Satuhu S. 2004. Penanganan dan Pengolahan Buah. Jakarta : Panebar Swadaya. Seymour G B. 1993. Biochemistry of fruit ripening. Dalam : Jannah M. 2011. Pengeringan osmotik pada irisan buah mangga Aarumanis (Mangifera indica L) dengan pelapisan kitosan [skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian. IPB Sharma S K, Mulvaney S J dan Rizvi S S H. 2000. Food process engineering theory and laboratory experiments. Osmotic Dehydration of Foods 14 225-235. Soetjipto Reynaldy, Wibowo Hadi Erwin dan Indrawati Nani. 2005. Dehidrasi Osmotik Apel : Pengaruh pengadukan, konsentrasi larutan gula dan waktu perendaman. Jurnal Ilmiah Nasional Widya Teknik vol.4 no.2 Sophia M. 2011. Karakteristik pengeringan dan evaluasi mutu pada potongan mangga (Mangifera indica, L.) varietas arumanis dengan praperlakuan dehidrasi osmotik [skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian. IPB Sugar Engineers.2012.Material Properties. http://www.sugartech.co.za/matlprop/index.php [15 September 2012]. Tsukasa Electric. 2012. DC motor specification. http://theelectrostore.com/datasheets/tsukasatech05.pdf [5 Desember 2012]. US Departement of Energy (US DOE). Determining Motor Load and Efficiency, a program of US DOE. www1.eere.energy.gov/industry/bestpractices/pdfs/10097517.pdf. Dalam : United Nations Environment Programme. 2006. Electric motor. www.energyefficiencyasia.org
40
LAMPIRAN
41
Lampiran 1. Bilangan Reynold yang dihasilkan selama proses dehidrasi osmotik dengan perlakuan suhu 30 oC dan kecepatan pengadukan rendah
Menit ke-
Konsentrasi Larutan (oBx)
Visikositas (Pa.s)
Densitas (kg/m3)
Diameter Impeler (m)
Kecepatan Pengadukan (rpm)
Bilangan Reynold
0
61
0,028
1313,3
0,085
143
5061
15
59,47
0,022
1296,9
0,085
143
6450
30
58,67
0,019
1281,6
0,085
144
7238
45
58,00
0,019
1274,3
0,085
144
7197
60
57,60
0,017
1274,3
0,085
148
8303
90
56,93
0,015
1267,2
0,085
149
9291
120
55,73
0,014
1267,2
0,085
149
10343
150
54,87
0,012
1260,3
0,085
144
11024
180
54,47
0,012
1260,3
0,085
150
11484
240
53,80
0,011
1253,5
0,085
148
12450
300
53,67
0,011
1253,5
0,085
151
12703
360
52,87
0,010
1246,9
0,085
152
14005
420
52,60
0,010
1246,9
0,085
152
14005
480
52,47
0,010
1246,9
0,085
153
14097
42
Lampiran 2. Bilangan Reynold yang dihasilkan selama proses dehidrasi osmotik dengan perlakuan suhu 30 oC dan kecepatan pengadukan sedang
Menit ke-
Konsentrasi Larutan (oBx)
Visikositas (Pa.s)
Densitas (kg/m3)
Diameter Impeler (m)
Kecepatan Pengadukan (rpm)
Bilangan Reynold
0
61
0,028
1313,3
0,085
290
10263
15
59,33
0,022
1281,6
0,085
292
13015
30
58,47
0,019
1274,3
0,085
294
14693
45
57,93
0,017
1274,3
0,085
293
16438
60
57,07
0,017
1274,3
0,085
295
16550
90
56,53
0,015
1267,2
0,085
298
18582
120
55,47
0,014
1260,3
0,085
305
21056
150
54,67
0,012
1260,3
0,085
310
23733
180
54,13
0,012
1260,3
0,085
308
23580
240
53,87
0,011
1253,5
0,085
311
26163
300
53,33
0,011
1246,9
0,085
311
26025
360
52,60
0,010
1246,9
0,085
310
28562
420
52,53
0,010
1246,9
0,085
315
29023
480
52,20
0,010
1246,9
0,085
315
29023
43
Lampiran 3. Bilangan Reynold yang dihasilkan selama proses dehidrasi osmotik dengan perlakuan suhu 30 oC dan kecepatan pengadukan tinggi
Menit ke-
Konsentrasi Larutan (oBx)
Visikositas (Pa.s)
Densitas (kg/m3)
Diameter Impeler (m)
Kecepatan Pengadukan (rpm)
Bilangan Reynold
0
61
0,028
1313,3
0,085
488
17271
15
58,87
0,019
1281,6
0,085
489
24579
30
58,07
0,017
1274,3
0,085
491
27546
45
57,53
0,017
1267,2
0,085
491
27392
60
56,87
0,015
1267,2
0,085
493
30741
90
55,93
0,014
1260,3
0,085
498
34381
120
55,27
0,012
1260,3
0,085
503
38508
150
54,33
0,012
1260,3
0,085
508
38891
180
53,73
0,011
1253,5
0,085
510
42904
240
53,13
0,011
1253,5
0,085
512
43072
300
52,87
0,010
1246,9
0,085
512
47174
360
52,73
0,010
1246,9
0,085
513
47266
420
52,33
0,010
1246,9
0,085
510
46990
480
52,13
0,009
1240,4
0,085
517
52006
44
Lampiran 4. Bilangan Reynold yang dihasilkan selama proses dehidrasi osmotik dengan perlakuan suhu 40 oC dan kecepatan pengadukan rendah
Menit ke-
Konsentrasi Larutan (oBx)
Visikositas (Pa.s)
Densitas (kg/m3)
Diameter Impeler (m)
Kecepatan Pengadukan (rpm)
Bilangan Reynold
0
61
0,018
1307,9
0,085
143
7696
15
59,27
0,015
1291,6
0,085
143
9613
30
58,40
0,012
1283,9
0,085
144
11645
45
57,80
0,012
1276,4
0,085
144
11890
60
57,20
0,012
1276,4
0,085
145
11973
90
56,73
0,011
1269,1
0,085
148
13465
120
55,47
0,010
1262,0
0,085
148
14784
150
54,73
0,009
1255,1
0,085
150
16396
180
54,13
0,009
1255,1
0,085
150
16396
240
53,87
0,008
1248,4
0,085
152
18125
300
53,47
0,008
1248,4
0,085
152
18125
360
52,93
0,007
1241,8
0,085
153
19840
420
52,33
0,007
1241,8
0,085
154
19969
480
52,13
0,007
1241,8
0,085
156
20229
45
Lampiran 5. Bilangan Reynold yang dihasilkan selama proses dehidrasi osmotik dengan perlakuan suhu 40 oC dan kecepatan pengadukan sedang
Menit ke-
Konsentrasi Larutan (oBx)
Visikositas (Pa.s)
Densitas (kg/m3)
Diameter Impeler (m)
Kecepatan Pengadukan (rpm)
Bilangan Reynold
0
61
0,018
1307,9
0,085
295
15877
15
59,07
0,015
1291,6
0,085
295
19832
30
58,20
0,012
1283,9
0,085
296
23937
45
57,60
0,012
1276,4
0,085
296
24441
60
56,87
0,011
1269,1
0,085
296
26929
90
56,27
0,011
1269,1
0,085
301
27384
120
55,07
0,010
1262,0
0,085
305
30466
150
54,27
0,009
1255,1
0,085
304
33230
180
53,87
0,008
1248,4
0,085
308
36727
240
53,67
0,008
1248,4
0,085
310
36966
300
53,00
0,008
1248,4
0,085
310
36966
360
52,73
0,007
1241,8
0,085
308
39938
420
52,20
0,007
1241,8
0,085
312
40457
480
52,07
0,007
1241,8
0,085
318
41235
46
Lampiran 6. Bilangan Reynold yang dihasilkan selama proses dehidrasi osmotik dengan perlakuan suhu 40 oC dan kecepatan pengadukan tinggi
Menit ke-
Konsentrasi Larutan (0Bx)
Visikositas (Pa.s)
Densitas (kg/m3)
Diameter Impeler (m)
Kecepatan Pengadukan (rpm)
Bilangan Reynold
0
61
0,018
1307,9
0,085
485
25624
15
58,87
0,013
1283,9
0,085
485
35994
30
57,73
0,012
1276,4
0,085
487
40211
45
57,13
0,012
1276,4
0,085
489
40376
60
56,53
0,011
1269,1
0,085
492
44761
90
55,87
0,010
1269,1
0,085
492
49422
120
55,07
0,010
1262,0
0,085
495
49445
150
54,27
0,009
1255,1
0,085
498
54436
180
53,53
0,008
1248,4
0,085
508
60576
240
52,80
0,007
1241,8
0,085
512
66391
300
52,53
0,007
1241,8
0,085
514
66650
360
52,33
0,007
1241,8
0,085
517
67039
420
52,27
0,007
1241,8
0,085
519
67299
480
52,07
0,007
1241,8
0,085
521
67558
47
Lampiran 7. Bilangan Reynold yang dihasilkan selama proses dehidrasi osmotik dengan perlakuan suhu 500C dan kecepatan pengadukan rendah
Menit ke-
Konsentrasi Larutan (oBx)
Visikositas (Pa.s)
Densitas (kg/m3)
Diameter Impeler (m)
Kecepatan Pengadukan (rpm)
Bilangan Reynold
0
61,00
0,013
1302,2
0,085
140
10788
15
59,07
0,010
1286
0,085
142
13433
30
58,07
0,009
1278,3
0,085
142
14797
45
57,53
0,008
1270,8
0,085
144
16468
60
56,93
0,008
1263,5
0,085
145
18139
90
56,27
0,008
1263,5
0,085
147
18389
120
55,20
0,007
1256,5
0,085
147
20051
150
54,47
0,006
1249,6
0,085
148
21945
180
53,87
0,006
1242,9
0,085
150
24104
240
53,53
0,006
1242,9
0,085
150
24104
300
52,53
0,005
1236,3
0,085
152
26399
360
52,13
0,005
1236,3
0,085
154
26746
420
51,87
0,005
1229,9
0,085
156
29211
480
51,87
0,005
1229,9
0,085
158
29586
48
Lampiran 8. Bilangan Reynold yang dihasilkan selama proses dehidrasi osmotik dengan perlakuan suhu 50 oC dan kecepatan pengadukan sedang
Menit ke-
Konsentrasi Larutan (oBx)
Visikositas (Pa.s)
Densitas (kg/m3)
Diameter Impeler (m)
Kecepatan Pengadukan (rpm)
Bilangan Reynold
0
61
0,013
1302,2
0,085
293
22578
15
58,67
0,009
1278,3
0,085
293
30531
30
57,87
0,008
1270,8
0,085
295
33737
45
57,20
0,008
1270,8
0,085
294
33623
60
56,67
0,008
1263,5
0,085
295
36903
90
55,93
0,007
1256,5
0,085
298
40648
120
54,87
0,006
1249,6
0,085
301
44631
150
54,07
0,006
1249,6
0,085
304
45076
180
53,67
0,006
1242,9
0,085
302
48530
240
52,93
0,005
1236,3
0,085
306
53146
300
52,33
0,005
1236,3
0,085
306
53146
360
52,07
0,005
1236,3
0,085
312
54188
420
51,67
0,005
1229,9
0,085
318
59546
480
51,33
0,005
1229,9
0,085
324
60669
49
Lampiran 9. Bilangan Reynold yang dihasilkan selama proses dehidrasi osmotik dengan perlakuan suhu 50 oC dan kecepatan pengadukan tinggi
Menit ke-
Konsentrasi Larutan (0Bx)
Visikositas (Pa.s)
Densitas (kg/m3)
Diameter Impeler (m)
Kecepatan Pengadukan (rpm)
Bilangan Reynold
0
61
0,013
1302,2
0,085
480
36989
15
58,27
0,009
1278,3
0,085
475
49495
30
57,60
0,008
1270,8
0,085
479
54780
45
56,93
0,008
1263,5
0,085
481
60171
60
55,93
0,008
1263,5
0,085
485
60671
90
55,27
0,007
1256,5
0,085
485
66156
120
54,60
0,006
1249,6
0,085
489
72507
150
53,67
0,006
1242,9
0,085
491
78901
180
52,87
0,005
1236,3
0,085
500
86839
240
52,47
0,005
1236,3
0,085
512
88923
300
51,73
0,005
1229,9
0,085
515
96434
360
51,33
0,005
1229,9
0,085
512
95872
420
51,13
0,005
1229,9
0,085
518
96996
480
50,93
0,005
1223,6
0,085
525
105698
50
Lampiran 10. Daya yang dihasilkan saat larutan osmotik dengan penggunaan mangga pada kecepatan pengadukan rendah Konsentrasi Larutan (oBx)
Kecepatan Pengadukan (rpm)
Arus Listrik (A)
Tegangan Listrik (V)
Daya (W)
62
138.53
1,79
2,0
3,64
60
159.50
1,56
2,07
3,22
58
175.47
1,53
1,93
2,96
56
197.13
1,50
1,90
2,84
54
202.03
1,47
1,87
2,74
52
263.87
1,38
1,83
2,54
50
305.10
1,35
1,83
2,48
48
321.20
1,41
1,83
2,59
51
Lampiran 11. Daya yang dihasilkan saat larutan osmotik dengan penggunaan mangga pada kecepatan pengadukan sedang Konsentrasi Larutan (oBx)
Kecepatan Pengadukan (rpm)
Arus Listrik (A)
Tegangan Listrik (V)
Daya (W)
62
214.63
2,46
2,93
7,22
60
320.63
2,26
2,93
6,63
58
341.73
2,21
2,93
6,47
56
418.47
2,16
2,97
6,42
54
453.67
1,87
2,93
5,48
52
471.40
1,84
2,97
5,46
50
488.73
1,77
3,07
5,44
48
569.60
1,74
2,97
5,16
52
Lampiran 12. Daya yang dihasilkan saat larutan osmotik dengan penggunaan mangga pada kecepatan pengadukan tinggi Konsentrasi Larutan (oBx)
Kecepatan Pengadukan (rpm)
Arus Listrik (A)
Tegangan Listrik (V)
Daya (W)
62
294.30
3,02
3,50
10,56
60
369.57
2,80
3,63
10,17
58
419.33
2,62
3,63
9,52
56
521.07
2,67
3,50
9,35
54
639.97
2,35
3,70
8,70
52
728.17
2,29
3,57
8,17
50
780.33
2,26
3,60
8,15
48
789.40
2,22
3,63
8,15
53
Lampiran 13. Daya yang dihasilkan saat larutan osmotik tanpa penggunaan mangga pada kecepatan pengadukan rendah Konsentrasi Larutan (oBx)
Kecepatan Pengadukan (rpm)
Arus Listrik (A)
Tegangan Listrik (V)
Daya (W)
62
141.53
1,61
1,90
3,06
60
165.10
1,51
1,87
2,82
58
175.47
1,49
1,90
2,82
56
199.63
1,45
1,90
2,75
54
206.67
1,41
1,87
2,64
52
268.47
1,37
1,83
2,52
50
313.87
1,34
1,83
2,46
48
327.40
1,30
1,83
2,38
54
Lampiran 14. Daya yang dihasilkan saat larutan osmotik tanpa penggunaan mangga pada kecepatan pengadukan sedang Konsentrasi Larutan (oBx)
Kecepatan Pengadukan (rpm)
Arus Listrik (A)
Tegangan Listrik (V)
Daya (W)
62
224.77
2,41
2,90
6,98
60
324.80
2,23
2,93
6,54
58
346.03
2,18
2,90
6,31
56
415.40
2,12
2,97
6,30
54
456.60
1,86
2,90
5,38
52
479.00
1,78
2,97
5,29
50
503.17
1,71
3,03
5,20
48
578.73
1,66
2,97
4,93
55
Lampiran 15. Daya yang dihasilkan saat larutan osmotik tanpa penggunaan mangga pada kecepatan pengadukan tinggi Konsentrasi Larutan (oBx)
Kecepatan Pengadukan (rpm)
Arus Listrik (A)
Tegangan Listrik (V)
Daya (W)
62
306.83
2,98
3,50
10,44
60
371.87
2,74
3,60
9,88
58
420.33
2,66
3,70
9,85
56
522.53
2,65
3,50
9,29
54
649.40
2,33
3,70
8,63
52
729.93
2,28
3,57
8,14
50
781.07
2,24
3,60
8,08
48
794.27
2,17
3,63
8,08
56
Lampiran 16. Bilangan Reynolds dan Bilangan Power pada pengukuran daya pengaduk larutan osmotik dengan penggunaan sampel mangga
Viskositas
Densitas
Diameter pengaduk
Kec.putaran rendah
Kec.putaran sedang
Kec.putaran tinggi
kg/ms (Pa.s)
(kg/m3)
m
rpm
rpm
rpm
Brix
Re rendah
Re Sedang
Re Tinggi
Daya Rendah
Daya Sedang
Daya Tinggi
W
W
W
Np Rendah
Np Sedang
Np Tinggi
62
0,035
1322,9
0,085
138.53
214.63
294.30
3919
6072
8326
3,64
7,22
10,56
0,2034
0,1084
0,0615
60
0,027
1306
0,085
159.50
320.63
369.57
5838
11735
13526
3,22
6,63
10,17
0,1196
0,0303
0,0303
58
0,021
1290,2
0,085
175.47
341.73
419.33
8141
15856
19456
2,96
6,47
9,52
0,0834
0,0247
0,0197
56
0,017
1275,3
0,085
197.13
418.47
521.07
11388
24173
30100
2,84
6,42
9,35
0,0572
0,0135
0,0102
54
0,013
1261,3
0,085
202.03
453.67
639.97
14299
32108
45293
2,74
5,48
8,70
0,0517
0,0091
0,0052
52
0,011
1247,9
0,085
263.87
471.40
728.17
22549
40284
62226
2,54
5,46
8,17
0,0217
0,0082
0,0033
50
0,009
1235,1
0,085
305.10
488.73
780.33
31076
49780
79480
2,48
5,44
8,15
0,0139
0,0074
0,0027
48
0,008
1222,7
0,085
321.20
569.60
789.40
38530
68327
94694
2,59
5,16
8,15
0,0126
0,0045
0,0027
57
Lampiran 17. Bilangan Reynolds dan Bilangan Power pada pengukuran daya pengaduk larutan osmotik tanpa penggunaan sampel mangga
Viskositas
Densitas
Diameter pengaduk
Kec.putaran rendah
Kec.putaran sedang
Kec.putaran tinggi
kg/ms (Pa.s)
(kg/m3)
m
rpm
rpm
rpm
Brix
Re rendah
Re Sedang
Re Tinggi
Daya Rendah
Daya Sedang
Daya Tinggi
W
W
W
Np Rendah
Np Sedang
Np Tinggi
62
0,035
1322,9
0,085
141.53
224.77
306.83
4004
6359
8681
3,06
6,98
10,44
0,160
0,091
0,054
60
0,027
1306
0,085
165.10
324.80
371.87
6043
11888
13610
2,82
6,54
9,88
0,094
0,029
0,029
58
0,021
1290,2
0,085
175.47
346.03
420.33
8141
16055
19503
2,82
6,31
9,85
0,080
0,023
0,020
56
0,017
1275,3
0,085
199.63
415.40
522.53
11532
23996
30185
2,75
6,30
9,29
0,053
0,014
0,010
54
0,013
1261,3
0,085
206.67
456.60
649.40
14627
32315
45960
2,64
5,38
8,63
0,047
0,009
0,005
52
0,011
1247,9
0,085
268.47
479.00
729.93
22942
40933
62377
2,52
5,29
8,14
0,020
0,008
0,003
50
0,009
1235,1
0,085
313.87
503.17
781.07
31969
51250
79555
2,46
5,20
8,08
0,013
0,006
0,003
48
0,008
1222,7
0,085
327.40
578.73
794.27
39274
69423
95278
2,38
4,93
8,08
0,011
0,004
0,003
58
Lampiran 18. Grafik hubungan Reynolds number terhadap power number saat proses dehidrasi osmotik pada suhu 40oC selama selang waktu 8 jam 0,160 Power Number
0,140 0,120 0,100 0,080 0,060 0,040 0,020 0,000 0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
Reynolds Number Kecepatan Rendah
Kecepatan Sedang
Kecepatan Tinggi
Lampiran 19. Grafik hubungan Reynolds number terhadap Power number saat proses dehidrasi osmotik pada suhu 50oC selama selang waktu 8 jam 0,160
Power Number
0,140 0,120 0,100 0,080 0,060 0,040 0,020 0,000 0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
Reynolds Number Kecepatan Rendah
Kecepatan Sedang
Kecepatan Tinggi
59
Lampiran 20. Skema osmotic dehydrator
9
2
4 10
8
3 5
7 6
Gambar. Skema Osmotic Dehydrator
1
Keterangan Gambar 1. Adaptor AC-DC 2. Motor DC 3. Irisan mangga 4. Pengaduk / Stirrer 5. Pengatur suhu 6. Heater 7. Pengatur termostat 8. Termostat 9. Thermometer 10. Panci tempat sampel
60
61