Rekayasa Sistem Pemrosesan Sinyal Digital (DSP System Engineering) Sebuah Peta Jalan Riset
Armein Z. R. Langi 21 Pebruari 2013 KK Teknologi Informasi, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Institut Teknologi Bandung 1 Data Pribadi Nama Tempat Tanggal Lahir Alamat
: :
Armein Z. R. Langi Tomohon, 17 Agustus 1962
:
Email
:
Telepon Rumah Telepon Kantor No Faks No HP
:
Jalan Gunung Batu 117-C Bandung
[email protected];
[email protected] +62-22-7068-7672
:
+62-22-425-4034
: :
+62-22-250-0985 +62-815-700-5930
nada, ia menjadi peneliti di PAU-ME dan staf dosen di Departemen Teknik Elektro ITB (sekarang Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, STEI). Minat topik riset diawali tahun 1985 dengan desain embedded system berbasis prosesor mikro Z80, yang dilanjutkan dengan sistem akusisi data berbasis IBM-XT di tahun 1987. Minat riset berkembang menuju sistem pemrosesan sinyal digital (DSP) pada tahun 1988 menggunakan prosesor DSP TMS320C25. Pada tahun 1990, riset dilanjutkan dengan desain hardware FPGA serta algoritma pemampatan ucapan LPC dan CELP. Sebuah sistem waktu-nyata CELP diimplementasikan pada TMS320C30. Minat berkembang menjadi pemampatan sinyal multimedia (ucapan, citra, dan video) serta pemrosesan sinyal menggunakan transformasi Fourier, wavelets, serta multifractals. Di tahun 1994 paper mengenai wavelet terpilih sebagai paper terbaik untuk diterbitkan IEEE Technology Series. Pada tahun 1996 menulis disertasi mengenai multifractal prrocessing pada sinyal non stasioner. Secara garis besar riset yang sudah dilakukan dapat disampaikan dalam kelompok besar:
2 Riwayat Riset Singkat Armein Z. R. Langi di lahirkan di Tomohon, Minahasa, pada tanggal 17 Agustus 1962. Setelah menamatkan SMA pada tahun 1981, Armein Z. R. Langi diterima sebagai mahasiswa ITB pada program studi Teknik Elektro, dan lulus tahun 1987. Ia kemudian menjadi dosen di Laboratorium Sinyal dan Sistem, Departemen Teknik Elektro ITB pada tahun yang sama, dan menjadi peneliti di Pusat Antar Universitas Mikroelektronika (PAU-ME) pada tahun 1989. Oleh PAU-ME, ia dikirim ke University of Manitoba Canada untuk menempuh pendidikan S2 (1990-1992), dan kembali ke ITB. Kemudian, berbekal beasiswa University of Manitoba dan PT INTI, ia melanjutkan studi S3 1993-1996 pada universitas tersebut. Sekembalinya dari Ca-
1. Digital Signal Processing System 2. Multimedia Compression 3. Advanced Computing 4. Wavelet and Multifractal Signal Processing 5. Rural Next Generation Networks 6. Digital Learning
1
kasus intangible, seperti rekayasa layanan (service engineering), rekayasa keuangan (financial engineering), dan bahkan rekayasa sosial (social engineering). Teknologi DSP yang digunakan termasuk service signal processing, financial signal processing, dan social signal processing. Lebih lanjut, teknologi informasi bukan saja menjadi platform bagi solusi dari masalah rekayasa, tetapi juga memainkan peranan yang semakin penting dalam keberhasilan proses rekayasa itu sendiri. Meskipun perkembangan peran rekayasa ini menggembirakan, akan tetapi hal ini juga membawa juga persoalan baru. Persoalan baru ini terkait body of knowledge (BoK) dan praktek terbaik (best practices) dari ilmu rekayasa. Secara lebih spesifik, ada tiga pertanyaan dan tantangan yang perlu dijawab:
7. Industrial Analysis Bermodalkan pengalaman riset ini, maka saat ini minat riset yang sedang ditekuni adalah pengembangan smart engineering menggunakan teknologi informasi dari sistem pemrosesan sinyal, dalam konsep rakayasa product-service-value systems (PSVS).
3 Rekayasa Sistem DSP Dengan Model PSV-S Tulisan ini menjelaskan hipotesa-hipotesa yang mendasari peta jalan riset (research roadmap) rekayasa sistem berbasis teknologi informasi dan pemrosesan sinyal digital. Dalam riset ini, paradigma rekayasa di bidang teknik diperluas untuk mencakup rekayasa layanan (service engineering) serta rekayasa nilai (value engineering). Hasil rekayasa yang diperluas ini adalah sebuah sistem yang disebut ssstem produk-layanan-nilai (product-servicevalue system, PSV-S). Secara khusus, diusulkan sebuah pendekatan sistem close-loop empat kutub sebagai model dasar (orde satu) PSV-S. Rekayasa sistem itu sendiri adalah sebuah PSV-S, meskipun berorde dua. Teknologi informasi diperlukan untuk membangun ontology dari realitas yang mendasari rekayasa PSV-S. Rekayasa PSV-S menggunakan virtual prototyping di mana teknologi informasi mengembangkan berbagai aspek dari PSV-S secara bertahap dan evolutif. Peran simulasi menjadi kritikal dalam pendekatan virtual prototyping ini. Secara khusus simulasi ini menghasilkan berbagai time series yang perlu diukur dan diproses menggunakan konsep-kosep pemrosesan sinyal digital. Konsep ini mulai dari besaran DSP sederhana, seperti stabilitas, respons impuls, respons step, sampai pada besaran yang kompleks, seperti sensitivitas, dimensi fractal, dan strange attractor. Dengan pengembangan ini, maka rekayasa sistem menjadi lebih luas mencakup berbagai bidang aplikasi, seperti rekayasa produk, layanan, serta nilai.
1. Bisakah kita menciptakan suatu abstraksi baru dari rekayasa yang dapat mencakup rekayasa sistem tradisional DSP dan sistem nontradisional tersebut? 2. Bagaimana cara kita bisa memperluas konsepkonsep ilmu rekayasa sehingga dapat mencakup juga sistem non-tradisional DSP? 3. Bagaimana kita bisa menggunakan teknologi informasi sebagai platform untuk rekayasa cerdas sistem DSP ini? Peta jalan riset yang dibuat dalam tulisan ini mencoba menjawab persoalan-persoalan penting ini, dengan beberapa hipotesa. Secara khusus tulisan ini mengusulkan sebuah paradigma mesin (engine) dalam setiap hasil rekayasa. Selanjutnya hasil rekayasa ini dimodelkan secara komputasi sebagai sistem produk-layanan-nilai (product-service-value system, PSV-S). Dalam pendekatan ini sebuah PSV-S adalah abstraksi dari mesin. Setiap rekayasa (tradisional maupun non-tradisional) harus lah menghasilkan sebuah PSV-S. Bahkan proses rekayasa itu sendiri adalah sebuah PSV-S. Hipotesa-hipotesa ini hendak dibuktikan dan dikembangkan dalam peta jalan riset. Dalam bagian berikut ini akan dijelaskan hipotesa-hipotesa ini secara lebih mendetail.
3.1 Pendahuluan
3.2 Rekayasa Sistem: Sebuah Tinjauan
Secara tradisional rekayasa sistem DSP (DSP system engineering) berfokus pada menghasilkan sistem DSP, produk DSP, dan bangun yang tangible. Hasil ini adalah solusi dari masalah rekayasa. Belakangan ini rekayasa DSP berkembang mencakup
Rekayasa adalah pencipataan kekayaan nilai. Untuk itu kita perlu memahami bagaimana kekayaan nilai diciptakan. Mengikuti pemikiran dari Beinhocker, kekayaan diciptakan melalui proses memerangkap nilai (value trapping) kedalan bentuk yang
2
kompak. Dengan demikian hal ini adalah pemampatan nilai. Ini adalah proses reduksi entropi. Cara efektif yang paling sederhana adalah melalui proses evolusi. Dan kestabilannya diperoleh meskipun kondisi lingkungan bersifat chaotic.
3.3 Paradigma Mesin dan Teori Realitas Pada prinsipnya setiap rekayasa hendak memecahkan sebuah masalah dengan menghasilkan solusi yang memanfaatkan prinsip sains dan teknologi, menerapkan praktek-praktek terbaik, serta memaksimalkan suatu nilai. Tulisan ini menawarkan suatu cara melihat persoalan rekayasa sebagai suatu persoalan bagaimana memindahkan state dari sebuah entitas dari sebuah posisi awal (yang tidak diinginkan) ke posisi akhir (yang diinginkan). Asumsi bahwa pemindahan state dari entitas ini membutuhkan gaya (forces) yang besar, sedemikian sehingga rekayasa diperlukan. Untuk rekayasa itu, diperlukan sebuah deskripsi dari realitas di mana entitas itu berada atau terdefinisi. Tepatnya, diperlukan deskripsi tentang (i) entitas, (ii) medan gaya (force fields), (iii) state, serta (iv) hukum (laws) yang mengatur berbagai kesetimbangan dalam realitas ini. Dari realitas ini, kita dapat merekayasa sebuah instrumen, atau bahkan sebuah mesin. Instrumen adalah entitas yang bisa melipat gandakan gaya. Sedangkan mesin adalah instrumen yang mudah dikendalikan. Keduanya membantu kita memindahkan state dari entitas, sehingga sebuah persoalan bisa diatasi. Dengan kata lain, hasil dari sebuah rekayasa adalah sebuah mesin, yang memecahkan masalah memindahkan posisi sebuah entitas ke posisi yang diinginkan.
Gambar 1: Tuas (lever) sebagai sebuah instrumen. kita dapat menerapkan gaya yang lebih kecil pada ujung tuas, dan sisi lain dari tuas akan menghasilkan gaya yang lebih besar untuk mengangkat beban. Gaya yang dihasilkan (output) lebih besar dari gaya yang kita berikan (input), berbanding terbalik dengan jarak titik beban kepada titik tumpu denagn jarak titik tekan dengan titik tumpu. Mengapa tuas bersifat demikian? Karena di dalam realitas alamiah, tuas harus mematuhi apa yang dikenal sebagai hukum termodinamika I: kekekalan energi. Energi yang diberikan pada titik tekan sama dengan energi yang dihasilkan pada titik angkat beban. Karena energi yang digunakan sebagai usaha adalah gaya dikalikan dengan jarak, maka jarak angkat yang kecil mengakibatkan pelipat gandaan gaya angkat. Meskipun sebuah instrumen bisa menjadi solusi rekayasa, ia memiliki berbagai keterbatasan. Pertama, kita mungkin tetap tidak memiliki gaya yang cukup besar untuk beban yang berat. Kedua, ia masih membutuhkan energi yang besar dari kita. Ketiga, ia bersifat statik dan tidak adaptif sehingga hanya cocok untuk satu jenis masalah dan beban tertentu.
3.3.1 Model Instrumen
• Untuk mengatasi keterbatasan yang pertama, kita dapat membentuk suatu entitas baru dengan meng-kaskade-kan (men-deret-kan) beberapa instrumen dan entitas. Dalam kaskade ini, output dari instrumen yang pertama menjadi input instrumen yang kedua, dan seterusnya. Maka untuk gaya yang sangat kecil dari kita, kasakade instrumen ini dapat menghasilkan gaya yang sangat besar.
Bagaimana sebuah instrumen bisa bekerja melipatgandakan gaya? Jawaban sederhana adalah: karena ada hukum yang mengatur kesetimbangan suatu realitas. Instrumen bisa bekerja seperti itu karena itu konsekuensi kepatuhannya pada hukum tersebut. Sebagai contoh, perhatikan sebuah instrumen yang disebut tuas (lever ). Sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 1, ada sebuah entitas yang disebut beban (workload ), yang harus dipindahkan dari posisi di bawah menjadi posisi di atas. Tetapi beban ini berat, sehingga diperlukan gaya angkat yang kuat, yang tidak bisa kita hasilkan sebagai manusia. Maka kita dapat menggunakan tuas. Dengan memposisikan titik tumpu tuas mendekati beban,
• Untuk mengatasi keterbatasan yang kedua, kaskade ini dilakukan secara sirkular. Artinya, output dari instrumen yang terakhir menjadi input dari instrumen yang pertama. Kaskade sirkular dari instrumen dan entitas ini meri-
3
dengan gaya yang datang dari sumbu roda gila. Kita mengendalikan besar nilai mesin yang dikirim ke encoder. 2. Encoder memampatkan energi mesin ini ke dalam bentuk yang siap di-“ledak”-kan nanti oleh instrumen decoder. Encoder bekerja mandiri atas dorongan gaya yang juga datang dari sumbu roda gila. 3. Decoder me-“ledak”-kan nilai mesin terpampat ini. Akibat dari “ledakan” ini ada tiga. Pertama, sebagian energi yang disimpan di dalam nilai mesin terpampat diubah menjadi gaya kerja yang memutar sumbu roda gila. Kedua, sebagian lain energi dihabiskan untuk “ledakan” itu sendiri sehingga menimbulkan “panas” pada decoder. Ketiga, entitas nilai mesin yang sudah sangat berkurang kandungan energinya menjadi “sampah” yang harus dibuang.
Gambar 2: Model dari sebuah mesin. ngankan beban energi kita, dengan syarat bahwa terdapat entitas dalam kaskade yang mengambil energi dari sumber energi lain yang berlimpah. Konsekuensi dari sifat sirkular adalah entitas baru ini ber-rotasi terhadap suatu sumbu.
4. Exhauster menerima “sampah” dari decoder dan membuangnya ke lingkungan luar. Entitas ini bekerja dengan gaya dari roda-gila. 5. Proses kemudian diulang dari langkah 1.
• Untuk mengatasi keterbatasan yang ketiga, diperkenalkan entitas dalam kasakade yang mengendalikan energi input. Entitas ini disebut pengendali (controller ). Selain itu terdapat sebuah entitas lain, yang disebut roda gila (flywheel ) yang menjaga kestabilan kaskade sirkular ini. Roda gila ini memberikan status putaran dari rotasi. Pada umumnya semakin tinggi kecepatan rotasi, semakin besar energi output yang dihasilkan.
Dengan cara sirkular ini roda-gila ber-rotasi sendiri, dan mesin ini “hidup”. Kecepatan rotasi roda-gila ditentukan oleh interaksi intrumen dan entitas di dalam mesin. Ketiga entitas intake, encoder, dan exhauster mengambil energi dari roda-gila sehingga mereka melambatkan putaran rotasi mesin. Sebaliknya “ledakan” decoder mempercepat putaran roda gila. Semakin banyak kandungan energi dalam nilai mesin yang terpampat, semakin cepat decoder memutar roda-gila. Jadi pengendalian kontroler 3.3.2 Model Mesin mengatur titik kesetimbangan kecepatan perputarEntitas baru yang mengatasi keterbatasan instru- an roda-gila. men ini disebut mesin (engine). Sebuah model dari mesin diperlihatkan pada Gambar 2. Model dari 3.3.3 Penerapan Mesin mesin memiliki satu instrumen yang disebut decoder, satu kontroler yang disebut intake, dua entitas Pada saat mesin bekerja memutar beban (workloyang disebut encoder dan exhauster, serta sebuah ad ), maka beban ini juga menurunkan kecepatan roda gila (flywheel ). Biasanya mesin ini kemudian rotasi roda-gila. Semakin berat beban, semakin bedigandengkan dengan sebuah entitas beban (wor- sar perlambatan dari rotasi ini. Apabila perlambatan ini dibiarkan, maka kesetimbangan rotasi mesin kload ) melalui roda gila. terganggu, dan suatu saat rotasi berhenti. Untuk Cara kerja mesin ini adalah sebagai berikut. mengembalikan kesetimbangan rotasi, maka kontro1. Kontroler intake mengambil nilai mesin (engi- ler memperbanyak secara adaptif jumlah nilai mene value), yakni entitas pembawa energi mesin, sin yang dipasok pada encoder. Apabila putaran dari lingkungan luar, untuk dikirim ke enco- rotasi teralalu cepat, maka kontroler mengurangi der. Entitas ini melakukan tugasnya mandiri pasokan nilai mesin.
4
dinamik. Dalam metafora ini hasil rekayasa adalah jalan dan kendaraan, yang keduanya kompatibel serta direkayasa untuk satu sama lain. Maka masalah menaikkan nilai dalam tanki terpecahkan. Dalam banyak kasus, beban itu terlalu berat bagi manusia. Maka pada kendaraan itu dipasangkanlah sebuah mesin. Dengan pertolongan mesin ini, pemecahan masalah yang berat dapat dilakukan dengan efektif, melalui pendekatan rekayasa. Kemudian terkadang, jalan dengan rute dari sumber ke tanki tujuan sudah tersedia dalam lingkungan itu. Maka tugas rekayasa adalah membuat kendaraan serta layanan pemindahan nilai.
3.5 Model PSV-S Dari Solusi Rekayasa Gambar 3: Metafora sistem transportasi sebagai Contoh metafora sistem transportasi di atas sengaja konteks penggunaan mesin. dipilih untuk menjelaskan model PSV-S dari setiap rekayasa yang berhasil. Solusi dalam metafora ini Peran roda-gila menjadi sangat penting bagi kes- adalah sistem kendaraan pemindah nilai. Solusi ini tabilan mesin. Roda-gila menampung sementara memiliki tiga perspektif: produk, layanan, dan nienergi yang dihasilkan decoder, untuk digunakan se- lai. cara internal maupun untuk memutar beban. Roda1. Perspektif Produk: Kendaraan adalah sebuah gila itu juga memberikan status kepada kita tentang entitas fisik material. Ia memiliki kasis, tubuh keadaan (state) internal dari mesin. (body), roda, serta tempat pengendalian dan tempat memuat nilai.
3.4 Metafora Sistem Transportasi
2. Perspektif Layanan: Kendaraan ini dikendalikan oleh sopir, yang bersedia melayani pengangkutan nilai dalam jumlah dan skedul yang diinginkan.
Bagaimana model mesin digunakan menjadi dasar dari solusi masalah rekayasa? Suatu metafora sistem transportasi pada Gambar 3 menjadi contoh penerapan mesin. Dalam metafora ini, entitas masalah adalah sebuah tanki nilai. Tugas kita adalah menaikkan isi tanki nilai ini agar tinggi (level) nilai naik dari level awal ke level akhir. Untuk memcahkan masalah ini, proses reakaysa harus mempelajari dahulu realitas yang ada, yakni lingkungan dan konteks. harus ditemukan sumber nilai (value source). Apabila sumber sudah ditemukan, maka persoalan awal diubah menjadi persoalan rekayasa: bagaimana memindahkan nilai dari sumber ke tanki nilai sebanyak yang diinginkan. Ada banyak cara rekayasa menyelesaikan masalah ini. Salah satu yang dipilih dalam Gambar 3 ini adalah melalui (i) rekayasa jalan kendaraan dari sumber ke tanki, dan (ii) rekayasa kendaraan pengangkut nilai yang cocok untuk jenis jalan yang dibuat. Jalan pada dasarnya adalah bagian dari lingkungan, yang bersifat statik. Kendaraan bersifat dinamik, yang mampu membawa beban untuk pindah dari sumber ke tanki tujuan. Maka hasil rekayasa itu selalu terdiri dari dua bagian: statik dan
3. Perspektif Nilai: Kendaraan ini dapat menampung sejumlah nilai yang cukup besar. Sebenarnya mengoperasikan kendaraan ini memubutuhkan nilai (biaya). Tetapi biaya ini lebih rendah dari nilai yang ia berikan. Jadi keberhasilan solusi ini menuntut pemenuhan tiga kesetimbangan masing-masing dari ketiga perspektif ini. Satu saja kesetimbangan tidak terpenuhi, maka solusi ini gagal. Secara khusus peran mesin menjadi kritikal dalam metafora ini. Karena beban nilai ini berat, maka kendaraan harus digerakkan oleh sebuah mesin yang kuat. Jadi mesin yang membuat syarat kesetimbangan ini terpenuhi. Dalam contoh ini, mesin diletakkan pada perspektif produk. Artinya mesin yang dipasang adalah mesin untuk menggerakkan produk kendaraan. Dalam banyak kasus lain, kita bisa menggunakan mesin layanan dan mesin nilai. Penggunaan mesin
5
jadi sebuah mesin perpetual. Oleh sebab itu, kunci dari sebuah rekayasa PSV-S adalah menemukan keragaman mata uang dari masing-masing pihak. Berikut penjelasan dari token-token yang dipertukarkan PSV-S. 1. Solution Value. Token atau mata uang terpenting dan terutama dari sebuah PSV-S adalah nilai solusi (solution value). Motivasi pertama sebuah PSV-S direkayasa adalah untuk memberikan nilai solusi bagi receiver. Nilai solusi ini adalah jawaban bagi kebutuhan receiver. 2. Cost Value. Token terpenting berikutnya adalah nilai biaya (cost value) yang diberikan oleh sumber nilai (source) kepada PSV-S, yang menjadi sumber daya utama PSV-S untuk dikonversikan menjadi nilai solusi.
Gambar 4: Model komputasi dari PSV-S. inilah yang mendasari setiap rekayasa. Secara semantik, rekayasa disebut sebagai engineering. Artinya, rekayasa mentransformasi masalah untuk dipecahkan menggunakan pendekatan paradigma mesin. Dan mesin digunakan pada satu atau lebih persepktif: produk, layanan, dan nilai. Oleh sebab itu, hasil dari sebuah rekayasa adalah sebuah sistem dengan tiga perspektif: PSV-S. Lebih lanjut, kita dapat membuat model komputasi dari PSV-S. Mengacu pada metafora sistem transportasi Gambar 3, kita dapat membuat model komputasi dari PSV-S seperti pada Gambar 4. Sistem ini memiliki sekurangnya empat kutub. Dua untuk sumber nilai (source) dan dua untuk penerima nilai (receiver). Seringkali dua kutub harus ditambah untuk sisi dukungan lingkungan (environment). Pada dasarnya sebuah PSV-S adalah sebuah “kontrak” atau mekanisme untuk melakukan pertukaran token nilai antara dua pihak (source dan receiver ) atau tiga pihak (source, receiver, dan environment). Seringkali membantu bila kita menganggap token nilai itu adalah “mata uang” (currencies). Dalam perspektif ini, sebuah PSV-S adalah kontrak penukaran mata uang (money exchanger) antara dua atau tiga pihak. Rekayasa adalah membuat PSV-S sedemikian sehingga nilai dari kedua pihak (atau ketiga pihak) sama-sama naik. PSV-S adalah sebuah mesin yang mempertukarkan mata uang antar pihak, sehingga semua diuntungkan atau tidak ada yang dirugikan. Seandainya token yang dipertukarkan dari semua pihak menggunakan mata uang yang sama maka PSV-S ini tidak mungkin direkayasa, karena ia men-
3. Revenue Value. Nilai pemasukan (revenue value) adalah imbalan yang diberikan PSV-S kepada sumber nilai atas kesediaannya memberikan nilai biaya. 4. Price Value. Nilai harga (price value) adalah imbalan yang dapat diberikan penerima nilai (receiver ) untuk memperoleh nilai solusi tersebut. Dari penjelasan mengenai token di atas maka ada dua syarat yang harus terpenuhi oleh sebuah PSV-S yang berhasil. 1. Syarat pertama: Solution Value > Price Value, dan Revenue Value > Cost Value 2. Syarat kedua: a) Receiver harus kekurangan Solution Value dan kelimpahan Price Value b) Source harus kekurangan Revenue Value dan kelimpahan Cost Value. Apabila kedua syarat tidak dipenuhi maka PSV-S dapat dipastikan gagal. Untuk meningkatkan kemampuan PSV-S dalam memenuhi kedua syarat ini maka kita dapat mengikutsertakan pihak ketiga (environment) dalam kontrak PSV-S. Token tambahan yang terlibat adalah: 1. External Value. Lingkungan memberikan nilai eksternal (external value) kepada PSV-S. Nilai eksternal ini digunakan PSV-S untuk memenuhi syarat-syarat di atas.
6
bentuk fisik yang disebut produk. Receiver dapat menggunakan produk ini untuk memperoleh kembali nilainya. Sebagai sebuah PSV-S, produk ini membuat saluran layanan lokal untuk melayanai receiver memberikan nilai yang tersimpan di dalam produk.
2. External cost. Sebagai imbalan bagi lingkungan karena sudah memberikan nilai eksternal bagi PSV-S, maka PSV-S memberikan token biaya eksternal (external cost). Dengan keterlibatan pihak ketiga ini maka pada syarat pertama dan kedua di atas ditambahkan 1. External Cost ≥ External Value
3.7 PSV-S Berorde Dua
2. Environment harus kekurangan external cost 3.7.1 Konteks untuk Sustainabilitas Mesin dan kelimpahan external value. PSV-S Dengan demikian model komputasi dari sebuah PSV-S terdiri dari dua atau tiga pihak yang berinteraksi mempertukarkan token masing-masing melalui sebuah mesin PSV-S, berdasarkan kekurangan dan kelimpahan masing-masing.
Tidak selalu kita dapat menghasilkan PSV-S (orde satu) yang memenuhi syarat. Penyebab utamanya adalah mesin tidak bisa bersifat perpetual, karena ia membutuhkan pasokan periodik dari lingkungannya. Penggunaan mata uang yang sama sebagai token juga berakibat sama. Maka kita perlu membuat PSV-S berorde dua, untuk menopang PSV-S orde satu. Sebagaimana disampaikan di atas, tujuan penggunaan lingkungan adalah untuk menopang sustainabilitas PSV-S. Pada umumnya sustainabilitas PSV-S ditentukan oleh sustainabilitas mesin di dalamnya. Jadi diperlukan mekanisme eksternal yang menopang pasokan nilai bagi mesin di dalam PSVS. Secara ideal, mekanisme eksternal ini dapat berbentuk sebuah PSV-S atau mesin eksternal. Mesin kontekstual dapat berbentuk mesin produk, mesin layanan, ataupun mesin nilai. Dengan kata lain, sebuah PSV-S sebagai solusi rekayasa sebenarnya merupakan bagian dari sebuah PSV-S (mesin) kontekstual, berada pada lingkungan yang lebih luas. Dalam contoh metafora di atas, PSV-S jalan tol atau PSV-S stasiun pompa bensin adalah mesin kontekstual dari PSV-S kendaraan.
3.6 Kasus-Kasus Khusus PSV-S Meskipun sebuah PSV-S selalu memiliki tiga perspektif sekaligus, ada kasus-kasus yang penting di mana sebuah PSV-S dibuat dengan orientasi dan penekanan khusus pada satu perspektif. 1. PSV-S Berorientasi Nilai. Sebuah PSV-S berorientasi nilai (value) adalah kontrak nilai, seperti kontrak keuangan. Baik sumber maupun penerima bersepakat untuk bertukar token nilai. Sebagai contoh, produk keuangan adalah PSV-S berorientasi nilai.
2. PSV-S Berorientasi Layanan. Sebuah PSV-S berorientasi layanan adalah sebuah kontrak layanan yang memiliki service level agreement (SLA). Dalam kasus ini, nilai yang sesungguhnya di kemas ke dalam bentuk layanan (service). Dalam sistem ini sumber mengemas nilai ke dalam suatu bentuk (form). PSV-S mengkonversi value form ini kedalam bentuk perantara (intermediate) yang dapat disalurkan me- 3.7.2 PSV-S Orde Dua lalui saluran layanan (service channel ). Receiver memproleh kembali nilai yang di kemas Sebuah PSV-S ber-orde dua disusun oleh PSV-S ber-orde satu. Salah satu model sederhana diperdalam value form melalui saluran layanan. lihatkan pada Gambar 5. Dalam model ini, ter3. PSV-S Berorientasi Produk. Sebuah PSV-S dapat empat pihak yang berinteraksi melalui emberorientasi produk menyimpan nilai dalam pat buah PSV-S orde satu, dan ditopang oleh seproduk. Di sini produk berfungsi sebagai sto- buah roda-gila orde dua. Keempat pihak ini adarage dari nilai. Dalam sistem ini sumber meng- lah user, expert, sales, dan customer. Sedangkan emas nilai ke dalam suatu bentuk (form), dan PSV-S orde satu adalah solusi, kontrak profesional, sebuah pemampat nilai mengubah nya menjadi kontrak penjualan, dan kontrak finansial. Jadi ketibentuk sementara yang lebih padat. kepadat- ga PSV-S terakhir adalah PSV-S berorientasi nilai. an ini diperlukan agar bisa disimpan ke dalam Dalam sistem ini, setiap pihak harus berinteraksi
7
11. Revenues: uang yang diterima dari penjualan. 12. Sales cost: biaya untuk menjalankan PSV-S sales contract 13. GSA expenses: biaya untuk menjalankan PSVS kontrak profesional. 14. Intangible assets: vilai yang diperoleh menurut persepsi akibat entitas bernilai tinggi yang diperoleh dalam kontrak profesional. 15. Inventories: nilai yang disimpan oleh PSV-S Solusi, dibuat oleh expert tapi belum dikonsumsi oleh users. 16. Development costs + COGS: biaya untuk menjalankan PSV-S solusi.
Gambar 5: PSV-S berorde dua di mana saluran balik diperluas.
Sebagaimana kasus orde satu, maka PSV-S orde dua ini berhasil apabila semua pihak mendapatkan kenaikan nilai. Pertukaran token ini harus menghasilkan kenaikan nilai tersebut. Tugas roda-gila adalah menopang setiap PSV-S orde satu agar dapat memastikan kenaikan nilai tersebut. Secara keseluruhan, proses pertukaran nilai ini harus juga menjaga keseimbangan perputaran roda-gila. Tabel 1 memperlihatkan nilai yang diperoleh oleh semua pihak dari PSV-S berdasarkan pertukaran token. Pada dasarnya token-token ini adalah sejenis mata uang (currencies). Dengan demikian dalam model ini, di-visi-kan era mata uang individual dan kelompok yang beragam, yang membuat rekayasa peningkatan nilai menjadi efektif. Dengan mengacu pada Table 1, tugas masingmasing PSV-S adalah sebagai berikut:
dengan dua PSV-S. Itulah sebabnya PSV-S ini disebut PSV-S berorde dua. Token nilai yang terlibat dalam PSV-S orde dua seperti pada Gambar 5 adalah sebagai berikut. 1. Solution values: nilai utama dari PSV-S Solusi yang diperlukan untuk pertumbuhan nilai dari user. 2. Rights: hak mengakses dan menggunakan solusi PSV-S untuk mendapatkan vilai solusi. 3. Man-hour: durasi waktu terjadwal untuk melaksakan beban PSV-S. 4. Points: sebuah imbalan untuk dikumpulkan dari sebuah PSV-S karena sudah menjalankan beban PSV-S tersebut.
1. PSV-S Solusi memberikan nilai solusi kepada user sebagai receiver, dengan asumsi bahwa user sudah memiliki rights untuk mendapatkan nilai solusi. Nilai solusi datang dari usaha expert, yang tampak dari man-hour yang dihabiskan. Hasil kerja dari expert dapat disimpan sementara oleh roda-gila sebagai inventories. Flywheel membayar biaya development costs dan cost of good sold (COGS ). Sebagai imbalan, user menghabiskan rights untuk menggunaka nilai solusi, dan expert mengumpulkan points karena menghabiskan man-hour nya.
5. Claims: Point yang diserahkan untuk ditukarkan oleh PSV-S menjadi honorarium. 6. Honorarium: sebuah imbalan dari sebuah PSV-S berdasarkan claims. 7. Money: sebuah pembayaran menggunakan standar mata uang roda gila. 8. Credits: uang yang dipinjamkan pada sebuah PSV-S. 9. Commitments: sebuah janji (utang) untuk pembayaran di masa depan.
2. PSV-S Kontrak Profesional menjelaskan hak dan kewajiban pekerja. Sales dan experts mengumpulkan points dari pekerjaannya, kemudian meng-klaim pembayaran (honorarium)
10. Finance: uang yang diterima dari pinjammeminjam
8
tomer juga memiliki kemampuan untuk memberikan kredit finansial untuk komitmen masa depan. Credit finances ini diperlukan bagi flywheel untuk beroperasi dengan mulus.
Tabel 1: Komponen dari PSV-S orde dua PSV-S Descriptions of Created Values Types Source Receiver Flywheel Solution Expert: User: = = Inven= Points Solution tories – – Value – (DeveloManhour Rights pment Costs + COGS) Professional Sales: = Expert: = = ContraHonorariHonorariIntangible cts um – um – Assets – Claims Claims GSA Expenses Sales Customer: Sales: = = Contra= Rights Points – Revenues cts - Money Manhour – Sales Costs Financial Users: = Customer: = Net ContraRights = Commifinances cts Commitment – tment Rights or Credits
Jelas bahwa sustainabilitas dari PSV-S orde dua ini bergantung sekali pada kecepatan rotasi flywheel. Hal ini bergantung dari kinerja setiap PSV-S internal yang secara bersama dapat memberikan nilai bersih positif bagi flywheel. Dengan kata lain, rekayasa yang paling berhasil adalah rekayasa yang mampu menghasilkan solusi (PSV-S orde dua) dengan putaran flywheel tertinggi.
4 Kesimpulan Beberapa riset hipotetikal dapat disimpulkan dari deskripsi ini adalah 1. Proses rekayasa bertujuan menghasilkan sebuah PSV-S 2. Proses rekayasa membutuhkan paradigma mesin 3. Ada tiga orientasi PSV-S berdasarkan mesin utamanya yaitu: orientasi nilai, orientasi layanan, dan orientasi produk.
sebagaimana dideskripsikan di dalam kontrak. Flywheel membayar honoraria mereka melalui GSA expenses. Umumnya flywheel tidak memperoleh nilai langsung dari kontrak seperti ini. Ketiga pokok ini mnejadi hipotesis dari riset rekaNamun, terkadang memperoleh expert dan sa- yasa sistem PSV-S. les dengan reputasi tinggi dapat dilihat sebagai aset intangible yang dapat di-akunting secara Pustaka finansial.
[1] A. Z. R. Langi, “Smart engineering using PSVS concepts”, Proc. International Conference on System Engineering and Technology ICSET 2012, 11-12 September 2012, p., ISBN 978-14673-2374-1
3. PSV-S Kontrak Sales memberikan points untuk sales karena kemampuannya menjual rights untuk menggunakan solusi PSV-S kepada customer. Customer menghabiskan money untuk memperoleh rights. Upaya sales terkadang direpresentasikan oleh man-hour dasar. Namun points terutama didasarkan pada kinerja penjualan. Flywheel mendapatkan revenues dan membayar sales costs.
[2] A. Z. R. Langi, “Generic PSV Systems and their engine models”, Proc. International Conference on System Engineering and Technology ICSET 2012, 11-12 September 2012, p., ISBN 978-1-4673-2374-1
4. PSV-S Financial Contract memberikan kesempatan kepada customer untuk tumbuh secara finansial. Di sini user memberikan komitmen finansial untuk masa depan, dengan imbalan hak untuk menggunakan nilai solusi. Customer memberikan rights untuk mendapatkan komitmen masa depan. Terkadang cus-
[3] A. Z. R. Langi, “A second order PSV-S and its performance model”, Proc. International Conference on System Engineering and Technology ICSET 2012, 11-12 September 2012, p., ISBN 978-1-4673-2374-1
9
[4] A. Z. R. Langi, “Smart environments: a platform for designing connectivity in ICT-based virtual environments”, Proc. Arte Polis 4 International Conference 2012, 5-6 July 2012, p. 92, ISBN 978-979-18399-3-8 [5] A. Z. R. Langi, “A theoretical framework for virtual world as creative foundation for smart environments”, Proc. Arte Polis 4 International Conference 2012, 5-6 July 2012, p. 92, ISBN 978-979-18399-3-8 [6] E. D. Beinhocker, The Origin of Wealth: Evolution, Complexity, and the Radical Remaking of Economics. Boston: Harvard Business School Press. 2007 [7] C. Hein, J. Pridgen, W. Kline, “RASSP virtual prototyping of DSP Systems,” ACM DAC 1997, Anaheim, pp 492-497 [8] J. Surowiecki, “A brief history of money,” IEEE Spectrum, vol 49, no 6, pp. 41-46, June 2012. [9] D. G. W. Birch, “Let a thousand currencies bloom”, IEEE Spectrum, vol 49, no 6, pp. 2730, June 2012. [10] S. N. Neftci, Principles of Financial Engineering. Academic Press, 556p, 2004. [11] N. Morelli, “Social Innovation and New Industrial Contexts: Can Designers “Industrialize” Socially Responsible Solutions?” Design Issues, 23(4), MIT, Boston, pp. 3-21, 2007. [12] [12] J. F. Sowa, Knowledge Representation: Logical, Philosophical, and Computational Foundations. Pacific Grove: Brooks/Cole. 2000
10