Rekayasa Daun Salam untuk Pengawetan Ikan dalam Upaya Menghindari Penggunaan Efek Formalin terhadap Kesehatan Tubuh
REKAYASA DAUN SALAM UNTUK PENGAWETAN IKAN DALAM UPAYA MENGHINDARI PENGGUNAAN EFEK FORMALIN TERHADAP KESEHATAN TUBUH Nurwijayanti*, Hasdianah*, Byba Melda Suhita** * Dosen Program Ilmu Kesehatan Masyarakat ** Dosen Program pendidikan Ners STIKes Surya Mitra Husada Kediri ABSTRAK Usaha pengawetan ikan yang dapat dilakukan cukup beragam mulai dari pengawetan ikan dengan suhu rendah atau pendinginan, penggaraman, pemindangan yang merupakan upaya pengawetan gabungan antara pemanasan dan penggaraman, pengeringan ikan dan fermentasi .Daun salam mengandung tannin, flavanoid, saponin, triterpenoids, polifenol, alkaloid, dan minyak atsiri. daun salam, secara tidak sadar masyarakat telah menggunakan ekstrak kandungan daun salam dalam masakannya..Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui. untuk mengidentifikasi tingkat organoleptik (warna,tekstue,bau) diberikan daun salamdan untuk mengidentifikasi secara biologis pada ikan setelah diberikan daun salam. Penelitian ini menggunakan Rancangan penelitian ini menggunakan desain true eksperimental dengan pendekatanPost test control desain,.sampelnya ikan gurami. Variable independen dalam penelitian ini adalah daun salamdependenya adalah ikan gurami. Dalam pengambilan data menggunakan observasi Tehnik Pengumpuan Data untuk uji organoleptik Tehnik pengumpulan data menggunakan lembar Observasi untuk mengetahui tingkat organoleptik dan Untuk pengumpulan data mikroba dengan uji TPC (Total Plate Count). Dari hasil penelitian pemeriksaan organoleptik pada ikan gurami setelah diberikan perlakuan menunjukkan pada pengamatan daging dan warna daging menunjukkan ada perbedaan setelah diberikan perlakuan. hasil pemeriksaan mikroba pada ikan gurami setelah diberikan perlakuan terdapat positif bakteri dan terdapat dua jenis bakteri yaitu Stapilococus dan Coliform .Dari hasil uji analisis terdapat perbedaan anatara empat perlakuan tersebut dan yang paling baik pada perlakuan ikan gurami + Aquadest. Ekstrak daun salam penyimpanan akan lebih baik dan lebih awet,dibandingkan dengan penyimpanan menggunakan Formalin,baik ditinjau dari segi organoleptik,maupun dari segi kumannya,dengan ekstrak daun salam lebih awet dan aman untuk dikonsumsi. Kata kunci: Ikan gurami,ekstrak daun salam dan formalin
120
Rekayasa Daun Salam untuk Pengawetan Ikan dalam Upaya Menghindari Penggunaan Efek Formalin terhadap Kesehatan Tubuh
ENGINEERING ‘SALAM’ LEAF ON FISH PRESERVATION TO AVOID THE USE OF FORMALIN’S EFFECT FOR BODY HEALTH ABSTRACT Fish preservation can be done in various way, for example preservation fish with low temperature or cooling, salting, pickling which is combination from heating and salting, drying and fermenting. ‘salam’ leaf contains tannins, flavonoids, saponins, triterpenoids, polyphenols, alkaloids,and atsiri oils. Insensibly, people have been using extract of ‘salam’ leaf for their food. This research aims to determine and to identify the level of organoleptic (color, texture, smell) in fish biologically after being given ‘salam’ leaf. This study used experimental design with post test control design approach. Independent variable in this research is ‘salam’ leaf and depend variable is carp. Data collecting used observation technique for organoleptic test data using observation sheet to determine the level of organoleptic and microbial for data collection to test TPC (total plate count). From the research result of carp organoleptic after given treatment showed there is change on meat and meat colour. Microbial on carp after given treatment shows there is positive bacteria and there are two types of bacteria (stapilococus and coliform). From analysis exam resultthere iar differences among four treatments and the best one is carp +aquadest. The storage of extract ‘salam’ leaf is better and ong lasting than storage using formalin reviewed from organoleptic terms and bacteria terms, using extract of ‘salam’ leaf will be longer lasting and safe for consumption. Keywords: Carp Fish, extracts of ‘salam’ leaf, formalin
Latar Belakang Ikan laut memiliki kekurangan, yaitu lebih cepat membusuk dibandingkan daging unggas dan mamalia. Hal tersebut karena kandungan air yang tinggi (80%), pH tubuh ikan yang mendekati netral, dan daging ikan yang sangat mudah dicerna oleh enzim autolysis menyebabkan daging sangat lunak sehingga menjadi media terbaik pertumbuhan bakteri pembusuk (Adawyah, 2007). Pembusukan ikan laut merupakan suatu kerugian bagi nelayan sehingga diperlukan suatu pengawetan yang dapat menjaga kualitas ikan. Usaha pengawetan ikan yang dapat dilakukan cukup beragam mulai dari pengawetan ikan dengan suhu rendah atau pendinginan, penggaraman, pemindangan yang merupakan upaya pengawetan gabungan antara pemanasan dan penggaraman, pengeringan ikan dan fermentasi (Adawyah, 2007). Pengawetan dengan bahan kimia
berbahaya seperti formalin kerap dilakukan dengan alasan harga formalin yang relatif murah dibandingkan dengan bahan pengawet yang aman (Hastuti, 2010). Hasil penelitian Rahmawati (2006) dan Larasati (2006) dalam Zaelani dan Kartikaningsih (2008), memperlihatkan ikan segar dan ikan pindang yang beredar di kota Malang mengandung formalin. Formalin merupakan salah satu bahan tambahan makanan terlarang namun masih digunakan secara luas di masyarakat. Penggunaannya bertujuan untuk memperpanjang masa simpan bahan pangan (Zuraidah, 2007). Dampak formalin pada kesehatan manusia yang langsung terlihat yaitu iritasi, alergi, kemerahan, mata berair, rasa terbakar, sakit perut dan pusing, bahkan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan kanker. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, diperlukan suatu bahan pengawet ikan yang berasal dari
121
Rekayasa Daun Salam untuk Pengawetan Ikan dalam Upaya Menghindari Penggunaan Efek Formalin terhadap Kesehatan Tubuh
bahan alami. Bahan alami yang telah ditemukan diantaranya adalah citosan, asap cair, dan daun teh. Akan tetapi dewasa ini, bahan pengawet alami tersebut relatif mahal, sehingga perlu usaha untuk menemukan bahan pengawet alami yang lebih murah. Hasil beberapa penelitian menunjukan bahwa rempah dan daun-daun tanaman asli Indonesia mengandung senyawa aktif anti mikroba yang berpotensi untuk dijadikan sebagai pengawet alami. Senyawa aktif di dalam daun teh yang berguna sebagai pengawet ikan juga terdapat pada daun salam. Daun teh mengandung komponen penghambat pertumbuhan bakteri seperti flavanoid, alkanoid, triterpenoids (Mu’awan dan Prasetyo, 2010). Sedangkan daun salam mengandung tannin, flavanoid, saponin, triterpenoids, polifenol, alkaloid, dan minyak atsiri (Utami, 2008). Tanaman salam (Syzygiumpolyanthum Wight) oleh masyarakat Indonesia biasa digunakan sebagai pelengkap bumbu dan obat. Sebagai pelengkap masakan, daun salam yang digunakan terlebih dahulu dikeringkan, secara tidak sadar masyarakat telah menggunakan ekstrak kandungan daun salam dalam masakannya. Dalam pengobatan, daun salam digunakan untuk pengobatan kolesterol tinggi, kencing manis, tekanan darah tinggi, sakit maag, dan diare (Utami, 2008). Berdasarkan pemikiran bahwa daun salam merupakan bahan alami yang telah lama digunakan sebagai bahan pelengkap masakan dan kandungannya yang sama dengan daun teh yang telah dijadikan bahan pengawet alami ikan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa daun salam berpotensi sebagai pengawet alami ikan. Desain Penelitian
Rancangan penelitian ini menggunakan desain true eksperimental dengan pendekatan Post test control desain, sampelnya ikan gurami. Variable independen dalam penelitian ini adalah daun salam, dependenya adalah ikan gurami. Ada empat perlakuan yaitu Ikan Gurami + Daun Salam, Ikan Gurami + Rebusan Daun salam, Ikan Gurami + aquadest dan Ikan Gurami Kontrol Positif. Masing masing 24 jam dan 48 jam masing-masing dua ulangan setiap perlakuan. Dalam pengambilan data menggunakan observasi. Tehnik pengumpulan data menggunakan lembar observasi untuk mengetahui tingkat organoleptik, dan untuk pengumpulan data mikroba dengan uji TPC (Total Plate Count). Analisis Data Analisa data menggunakan diskriptif kwalitatif dan anova HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Organoleptik bau pada ikan gurami setelah perlakuan Berdasarkan hasil organoleptik untuk bau ikan gurami yang memiliki nilai rendah yaitu pada perlakuan kontrol positif dengan hasil semuanya memiliki bau busuk dan pada perlakuan B (ikan gurami dengan ekstrak daun salam) memiliki nilai tinggi untuk bau ikan gurami yaitu berbau segar. Timbulnya bau busuk dan bau amoniak pada ikan kontrol positif disebabkan oleh adanya pertumbuhan mikroba. Menurut Ilyas (1983) bahwa terjadinya pembusukan pada ikan gurami lebih bersifat ketengikan oksidatif. Perubahan tersebut terjadi akibat adanya peristiwa oksidasi lemak sehingga menimbulkan bau tengik yang tidak diinginkan. Setiap sel jaringan tubuh ikan mengandung enzim yang bertindak sebagai katalisator dalam pembangunan dan penguraian kembali setiap senyawa dan zat yang merupakan komponen kimia ikan. Pada ikan yang masih hidup,kerja enzim selalu terkontrol sehingga
122
Rekayasa Daun Salam untuk Pengawetan Ikan dalam Upaya Menghindari Penggunaan Efek Formalin terhadap Kesehatan Tubuh
aktivitasnya mengguntungkan bagi kehidupan ikan itu sendiri. Setelah ikan mati enzim masih mempunyai kemampuan untuk bekerja secara aktif. Namun sistem kerja enzim menjadi tidak terkontrol karena organ pengontrol tidak berfungsi lagi. Akibatnya enzim dapat merusak organ tubuh ikan. Peristiwa ini disebut autolysis dan berlangsung setelah ikan melewati fase rigormortis. Ciri terjadinya perubahan secara autolysis ini adalah dengan dihasilkannya amoniak sebagai hasil akhir. Penguraian protein dan lemak dalam autolysis menyebabkan perubahan rasa,tekstur dan penampakan ikan. Berdasarkan hasil analisis uji organoleptik untuk bau pada ikan gurami setelah diberikan perlakuan baik yang 24 jam dan 48 jam diperoleh hasil sebagai berikut; pada perlakuan yang 24 jam tidak ada perbedaan yang siknifikan dan pada perlakuan 48 jam terdapat perdedaan yang siknifikan 0,003 (α <0,05) dalam perlakuan. Hasil Uji lanjut menunjukkan tingkat organoleptik pada bau yang paling baik perlakuan yang ke 2 (ikan gurami + ekstrak daun salam) lihat lampiran Dari data diatas untuk lama penyimpanan (48 Jam) menunjukkan bahwa ikan yang direndam dengan ekstrak daun salam memiliki bau yang masih segar. Tidak munculnya bau dengan penggunaan ekstrak daun salam karena didalam daun salam mengandung Daun salam mempunyai kandungan kimia yang terdiri dari tannin, saponin, flavanoid, alkaloid, dan terpenoid (Hustani, 2009). Kandungan kimia dalam daun salam memiliki potensi sebagai antibakteri dan antifungi. Penelitan yang pernah dilakukan melaporkan bahwa ekstrak etanol daun salam dapat menghambat 50% pertumbuhan E.coli pada konsentrasi 343,0836 µ/ml dan dapat menghambat pertumbuhan B. subtilis pada konsentrasi 1.425,2794 µ/ml (Hustani, 2009). Widiyawati (2012)
melaporkan senyawa flavanoid dan terpenoid yang terkandung dalam ekstrak etanol daun salam mempunyai aktivitas antifungi terhadap Candida albicans. Sumono dan Wulan (2009) melaporkan bahwa air rebusan daun salam dapat mengurangi jumlah koloni bakteri Streptoccus sp. Penelitian lainnya melaporkan bahwa ekstrak methanol daun salam dapat menghambat pertumbuhan vegetatif Fusarium oxysporum (Noveriza dan Miftakhurohmah, 2010). Tingkat Organoleptik mata pada ikan gurami setelah perlakuan Berdasarkan hasil organoleptik untuk mata ikan gurami yang memiliki nilai rendah yaitu pada perlakuan kontrol positif dengan hasil semuanya memilik Mata tidak terang dan tidak jernih dan tenggelam dan berkerutdan pada perlakuan B (ikan gurami dengan ekstrak daun salam) memiliki nilai tinggi untuk mata ikan gurami yaitu Mata tampak terang jernih,menonjol dan cembung. Adanya perubahan mata pada ikan gurami selama penyimpanan berarti mengalami kemunduran mutu dan tidak lagi aman untuk dikonsumsi sebagai akibat mulai berkembangnya bakteri adalah mata menjadi cekung terbenam dan pudar sinarnya (Ilyas,1983) Berdasarkan hasil analisis uji organoleptik untuk mata pada ikan gurami setelah diberikan perlakuan baik yang 24 jam dan 48 jam diperoleh hasil sebagai berikut; pada perlakuan yang 24 jam tidak ada perbedaan yang siknifikan dan pada perlakuan 48 jam terdapat perdedaan yang siknifikan 0,005 (α <0,05) dalam perlakuan. Hasil Uji lanjut menunjukkan tingkat organoleptik pada mata yang paling baik perlakuan yang ke 2 (ikan gurami + ekstrak daun salam). Adanya hubungan antara lama penyimpanan (48) jam dengan menggunakan ekstrak daun salam menunjukkan bahwa kandungan
123
Rekayasa Daun Salam untuk Pengawetan Ikan dalam Upaya Menghindari Penggunaan Efek Formalin terhadap Kesehatan Tubuh
dalam ekstrak daun salam dapat menghambat berkembangnya bakteri. Menurut Ilyas (1983) bahwa salah satu akibat dari mulainya berkembang bakteri adalah mata agak cekung menjadi terbenam dan memudar sinarnya.
memiliki nilai rendah yaitu pada perlakuan kontrol positif dengan hasil semuanya memiliki Daging tidak kenyal dan mudah lepas dari tulangdan pada perlakuan B (ikan gurami dengan ekstrak daun salam) memiliki nilai tinggi untuk daging ikan gurami yaitu. Daging kenyal dan melekat pada tulang. Daging lunak menandakan rigormortis telah selesai, Pada penyimpanan 48 jam secara organoleptik daging agak lunak,sisik mulai mudah terlepas. Menurut Berhimpon (1993) bahwa perubahan tekstur dimana daging menjadi lunak terjadi apabila ikan sudah mulai mengalami kemunduran mutu. Hal tersebut disebabkan mulai terjadinya perombakan pada jaringan otot daging oleh proses enzimatis. Perubahan rigormortis merupakan akibat dari suatu rangkaian perubahan kimia yang kompleks didalam otot ikan sesudah kematiannya. Setelah ikan mati,sirkulasi darah terhenti dan suplei oksigen berkurang sehingga terjadi perubahan glikogen menjadi asam laktat. Perubahan ini menyebabkan pH tubuh ikan menurun,diikuti pula dengan penurunan jumlah ATP serta ketidakmampuan jaringan otot mempertahankan kekenyalannya. Kondisi inilah yang dinamakan rigormortis. Berdasarkan hasil analisis uji organoleptik untuk daging pada ikan gurami setelah diberikan perlakuan baik yang 24 jam dan 48 jam diperoleh hasil sebagai berikut; pada perlakuan yang 24 jam tidak ada perbedaan yang siknifikan dan pada perlakuan 48 jam terdapat perdedaan yang siknifikan 0,003 (α <0,05) dalam perlakuan. Hasil Uji lanjut menunjukkan tingkat organoleptik pada daging yang paling baik perlakuan yang ke 2 (ikan gurami + ekstrak daun salam). Analisis kandungan mikroba pada ikan gurami setelah perlakuan
Tingkat Organoleptik Insang pada ikan gurami setelah perlakuan Berdasarkan hasil organoleptik untuk insang ikan gurami yang memiliki nilai rendah yaitu pada perlakuan kontrol positif dengan hasil semuanya memiliki Insang berwarna coklat tua dan suram sekali dan pada perlakuan B (ikan gurami dengan ekstrak daun salam) memiliki nilai tinggi untuk insang ikan gurami yaitu Insang berwarna merah sampai merah tua,terang. Pada perlakuan kontrol positif secara organoleptik insang mulai timbul kepudaran warna menjadi merah agak suram yaitu dari merah muda menjadi merah coklat, tampak lendir tebal. Menurut Berhimpon (1993) bahwa ikan yang baru ditangkap mengandung mikroba secara alami terkonsentrasi pada tiga bagian yaitu permukaan kulit,insang dan isi perut. Berdasarkan dari data yang ada,maka dapat dikatakan bahwa terjadinya perubahan warna pada insang tersebut sebagai akibat terjadinya peningkatan jumlah bakteri Berdasarkan hasil analisis uji organoleptik untuk insang pada ikan gurami setelah diberikan perlakuan baik yang 24 jam dan 48 jam diperoleh hasil sebagai berikut; pada perlakuan yang 24 jam tidak ada perbedaan yang siknifikan dan pada perlakuan 48 jam terdapat perdedaan yang siknifikan 0,009 (α <0,05) dalam perlakuan. Hasil Uji lanjut menunjukkan tingkat organoleptik pada insang yang paling baik perlakuan yang ke 1 (ikan gurami + daun salam) Tingkat Organoleptik Daging pada ikan gurami setelah perlakuan Berdasarkan hasil organoleptik untuk daging ikan gurami yang
124
Rekayasa Daun Salam untuk Pengawetan Ikan dalam Upaya Menghindari Penggunaan Efek Formalin terhadap Kesehatan Tubuh
Kandungan mikroba pada berbagai perlakuan yang diberikan rata-rata jumlah koloni lebih dari 300 hal tersebut menunjukkan jumlah bakteri melebihi ambang batas. Untuk jenis bakteri yang ditemukan pada perlakuan ini adalah COLIFORM, STAPILOCOCUS. Bakteri coliform adalah golongan bakteri intestinal, yaitu hidup didalam saluran pencernaan manusia. Bakteri coliform adalah bakteri indikator keberadaan bakteri patogenik lain. Lebih tepatnya, bakteri coliform fekal adalah bakteri indikator adanya pencemaran bakteri patogen. Penentuan coliform fekal menjadi indikator pencemaran dikarenakan jumlah koloninya pasti berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri patogen. Selain itu, mendeteksi coliform jauh lebih murah, cepat, dan sederhana daripada mendeteksi bakteri patogenik lain. Staphylococcus merupakan bakteri berbentuk bulat yang terdapat dalam bentuk tunggal, berpasangan, tetrad atau berkelompok seperti buah anggur. Nama bakteri ini berasal dari bahasa “Staphele” yang berarti anggur. Beberapaspesies memproduksi pigmen berwarna kuning sampai oranye. Misalkan Staphylococcusaureus, ini merupakan bakteri yang membutuhkan Nitrogen Organik (Asam Amino) untuk pertumbuhannya dan bersifat fakultatif. Kebanyakan galur Staphylococcus aureus bersifat patogen dan memproduksi enterotoksin yang tahan panas, dimana ketahanan panasnya melebihi sel vegetatifnya. Beberapa galur, terutama yang bersifat patogenik, lipolitik dan betahemolitik (Syarief &Halid,1993). Pada beberapa perlakuan yang dilakukan semuanya terdapat mikroba dalam hal ini adalah stapilococus dan coloform. Dengan ditemukan jumlah koloni bakteri
tersebut mengakibatkan banyak perubahan pada ikan gurami selam ikan hidup, bakteri yang terdapat dalam saluran pencernakan, insang, saluran darah, dan permukaan kulit ikan tidak dapat merusak atau menyerang bagian-bagian ikan. Hal ini disebabkan bagian-bagian tubuh ikan tersebut mempunyai batas pencegahan terhadap penyerangan bakteri. Setelah ikan mati kemampuan barrier tadi hilang sehingga bakteri segera masuk ke dalam daging ikan melalui keenam bagian tadi. Jumlah bakteri yang terdapat dalam tubuh ikan ada hubungannya dengan kondisi perairan ikan ada hubungannya dengan kondisi perairan tempat ikan tersebut hidup. Bakteri yang umumnya ditemukkan pada ikan adalah bakteri Pseudomonas serangan, basidiomonas, Alkaligenes, Micrococcus, Sarcina, vibrio dll. Selama penyimpanan pada suhu rendah bakteri Acetobacter, Pseudomonas, meningkat lebih cepat dibandingkan dengan organisme lainnya. Pada tahap pembusukan bakteri-bakteri ini mencapai 80% dari total flora pada ikan. Perbedaan jenis dan jumlah bakteri yang dijumpai pada ikan disebabkan oleh perbedaan suhu yang dipengaruhi oleh musim dan letak geografis,cara penangkapan dan penangan ikan. Senyawa yang dihasilkan dalam dekomposisi bakterial yang daapat digunaakan sebagai petunjuk untuk tingkat kesegaran ikan. Akibat serangan bakteri,ikan mengalami perubahan, yaitu lendir menjadi lebih pekat, bergetah, amis, mata terbenam dan pudar sinarnya, serta insang berubah warna dengan susunan tidak teratur danbau menusuk. Bakteri-bakteri tersebut menyerang tubuh ikan mulai dari insang atau luka yang terdapat pada kulit menuju jaringan daging ikan dan dari permukaan kulit menuju ke jaringan tubuh bagian daalam.
125
Rekayasa Daun Salam untuk Pengawetan Ikan dalam Upaya Menghindari Penggunaan Efek Formalin terhadap Kesehatan Tubuh
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada ikan gurami yang di bungkus daun salam ,direndam dengan ekstraksi air daun salam ,dan kontrol tanpa perlakuan daun salam ,yaitu menggunakan aquadest ternyata pada uji kuman dengan menggunakan : Ekstrak daun salam sangat baik untuk penggunaan mengawetkan ikan ,dimana dengan ekstrak daun salam tidak terdapat pertumbuhan bakteri yang pathogenik,dan pada organoleptik tidak timbul bau yang spesipik,dan tekstur daging masih baik.Pada penyimpanan dengan ekstrak daun salam ditemukan pada 24 jam penyimpanan 345 Cfu Calsiform dan 342 Cfu Staphilococus dan dengan penyimpanan selama 48 jam ditemukan 456 Cfu Calsiform dan 567 Cfu Staphilococus pada agar nutrient (uji kuman umum),dan jumlah tersebut masih dalam batasan Normal,karena pada kontrol positip pada 24 jam jumlah Bentukan Calsiform adalah 456 Cfu dan 457 Cfu Staphilococus,sedangkan pada 48 jam ditemukan 642 Cfu bentukkan Calsiform, serta 543 Staphilococus, dari pengamatan tersebut disimpulkan bahwa dengan ekstrak daun salam penyimpanan akan lebih baik dan lebih awet, dibandingkan dengan penyimpanan menggunakan Formalin, baik ditinjau dari segi organoleptik, maupun dari segi kumannya,dengan ekstrak daun salam lebih awet dan aman untuk dikonsumsi.Kesimpulan ekstrak daun salam dapat digunakan sebagai pengawet ikan dalam upaya menghindarkan penggunaan Formalin sebagai pengawet ikan ditinjau terutama dari segi kesehatan.
pemeriksaan mikroba pada ikan gurami setelah diberikan perlakuan terdapat positif bakteri dan terdapat dua jenis bakteri yaitu Stapilococus dan Coliform dan hasil uji analisis terdapat perbedaan anatara empat perlakuan tersebut dan yang paling baik pada perlakuan ikan gurami + Aquadest. Perlu dikalukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap perkembangbiakan bakteri terkait jumlah koloni bakteri, uji sensitivitas bakteri dan uji biokimia bakteri. Perlu dilakukan penambahan pada jumlah ulangan yang ada DAFTAR PUSTAKA Adawyah, Rabiatul. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta: PT Bumi Aksara. Agustini, Winarni.,dkk. (2008). Paket Teknologi Penanganan Ikan Segar Dengan Pemanfaatan Bahan Alami.Laporan Penelitian. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro. Algiansyah. 2009. Kemampuan Ekstrak Dedaunan Berpotensi Antioksidan untuk Memodulasi Apostosis pada Sel Khamir. Skripsi. Program Studi Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Barus, Pina.2009. Pemanfaatan Bahan Pengawet dan Antioksidan Alami pada Indutri Bahan Makanan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Kimia Analitik pada Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara. Hastuti, Sri.2010. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Formaldehid pada Ikan Asin di Madura. AGROINTEK Vol. 4, No.2 Agustus 2010. Hustani, Mega N. 2009. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun
Kesimpulan dan Saran Dari hasil pemeriksaan organoleptik pada ikan gurami setelah diberikan perlakuan menunjukkan pada pengamatan daging dan warna daging menunjukkan ada perbedaan setelah diberikan perlakuan. Hasil
126
Rekayasa Daun Salam untuk Pengawetan Ikan dalam Upaya Menghindari Penggunaan Efek Formalin terhadap Kesehatan Tubuh
Salam (Syzygium polyanthum Wight) terhadap Bakteri Penyebab Diare. Skripsi. Fakultas Ilmu Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman. Jawetz, E., Melnick, J.L., dan E.A. Adelberg. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Penerbit ITB, Bandung. Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Depok: Penebar Swadaya. Lay, B.W. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Radja Grafindo Persada, Jakarta. Masduki, I. 1996. Efek Antibakteri Ekstrak Biji Pinang (Arecha catechu) terhadap S. aureus dan E.coli In vitro. Cermin Dunia Kedokteran, 109,22. Mu’awan, Lutfhi dan Prasetyo, Agung B.T. 2010. The Potential of the Tea Leaf Extract (Camellia synensis L) as Natural Marine Fish Preservatives. Prepared to Follow National Selection of Internation Conference of Young Scientist 2011. State Senior High School 1 Purwareja Klampok Banjarnegara. Noveriza, Rita dan Miftakhurohmah.2010. Efektivitas Efek Metanol Daun Salam (Euginiapolyantha) dan Daun Jeruk Purut (Cytrushistrix) sebagai Antijamur pada Pertumbuhan Fusariumoxysporum. Jurnal LITRI Vol.16 No.1. Maret 2010:6-11. Nurhidayati, Ratna. 2007. Pengaruh Lama Penyulingan dan Perbedaan Konsentrai terhadap Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Daun Salam. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman. Robinson,T. 1995. Kandungan Kimia Organik Tumbuhan Tinggi.
Penerjemah Padmawinta, K. Penerbit ITB, Bandung. Setiawan, Iwan., Darmadji, Purnomo., dan Rahardjo, Budi. 1997. Pengawetan Ikan dengan Pencelupan dalam Asap Cair. Prosiding Seminar Teknologi Pangan. Sumono, Agus dan Wulan, Agustin. 2009. Kemampuan Air Rebusan Daun Salam (Eugeniapolyantha W) dalam Menurunkan Jumlah Koloni Bakteri Streptococcus sp. Majalah Farmasi Indonesia 20 (3): 112-117. Utami, Indah Wahyu. 2008. Efek Fraksi Air Ekstrak EtanolDaun Salam (Syzygium Polyanthum Wight.) Terhadap Penurunan Kadar Asam Urat Pada Mencit Putih (Mus Musculus) Jantan Galur Balb-C Yang Diinduksi Dengan Kalium Oksonat. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Widaningrum dan Winarti, Christina. 2010. Kajian Pemanfaatan Rempah-Rempah Sebagai Pengawet Alami pada Daging. Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII. Widiyawati.2012. Aktivitas Antifungi Ekstrak Etanol Daun Salam (Syzygium polyanthum) terhadap Candida albicans. Skripsi. Fakultas Ilmu Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman. Yuharmen., Eryanti, Yum., dan Nurbalatif. 2002. Uji Aktivitas Antimikroba Minyak Atsiri dan Ekstrak Metanol Lengkuas (Alpinia galanga). Laporan Penelitian. Jurusan Kimia Universitas Riau. Zaelanie, Kartini dan Kartikaningsih, Hartati. 2008. Pengaruh pengukusan dan Penggorengan pada Kadar Formalin Ikan Layang
127
Rekayasa Daun Salam untuk Pengawetan Ikan dalam Upaya Menghindari Penggunaan Efek Formalin terhadap Kesehatan Tubuh
(Decapterus spp) Berformalin.Jurnal Penelitian Perikanan Vol.11 No:1, Juni 2008: 37-41. Zulaekah, Siti., Widiyaningsih, Endang Nur. 2005. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Daun Teh pada Pembuatan Telur Asin Rebus terhadap Jumlah Bakteri dan Daya Terimanya. Jurnal Penelitian dan Sains Teknologi Vol: 6 No:1 :1-13.
128