wijaya kusuma, Volume I, Nomor 1, Januari 2007, 41-48
REHABILITASI PENYAKIT JANTUNG Oleh : Muhamad Yunus Yusuf
Dosen Fak.Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya ABSTRACT Cardiovascular disease in Indonesia growing higher year by year. According to the research of Rumah Tangga Dep kes RI th 2000, State that cardiovascular disease is the first disease cause death. For getting phisical, social and vocational in optimal way it is need to have rehabilitation in such way to avoid patient having glistenand hope to have regression. Cardiovascular rehabilitation is comprehensive serve, long term program consist of medical evaluation, exercise program schedule, risk factor modification and caunceling. Treatmen for Infarc miocard acute has change from old concept which suggest for long time to new concept. New concept, early rehabilitation It is safe and there is not increasing reinfarct number or death. So maintenance after surgery for Coroner by pass or Angioplasti Baloon will take ten days. Early Rehabilitation make the patient recover from long liedown that is capacity fungtion decrease, muscle strength decrease, anxietas, arthostatic hypotension, will be more fresh, free from anxeitas, able to do daily activity and exercise. Cardiovasculer rehabilitation is not only recover the patient but also secondar prevention that is to reduce morbidity, mortality and try to make regresi of ateroselerosis process. Key word: Miocard Infarc - Cardiac rehabilitation - Early ambulation
PENDAHULUAN Latar belakang Prevalensi penyakit kardiovaskular di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Survay kesehatan Rumah Sakit Tangga departemen Kesehatan RI tahun 1992 menunjukkan bahwa penyakit kardiovaskuler telah menempati urutan pertama dalam penyebab kematian. Dilaporkan bahwa setiap tahun terdapat 1,5 juta pasien terkena serangan jantung yaitu terkena Infark Miokard Akut (IMA) dan terjadi kematian pada jam jam pertama serangan IMA, pada umumnya kematian terjadi di luar Rumah Sakit. Kenyataan tersebut menyatakan bahwa betapa pentingnya perawatan Pra Rumah Sakit. Penderita, keluarga penderita, masyarakat dan dokter keluarga diharapkan peduli tentang perlunya penatalaksanaan penyuakit Infark Miokrd Akut dengan cepat dan benar. Yaitu pertolongan pertama menangani penderita, hingga penderita tidak masuk kedalam resiko tinggi untuk kematian akibat fibrilasi ventrikel. Selain mendapatkan obat-obat dan pembedahan, untuk mencapai keadaan optimal secara fisiologis, psikologis, sosial dan
vokasional, perlu dilakukan rehabilitasi sedemikian sehingga menghindarkan terjadinya relaps dan diharapkan terjadi regresi. Rehabilitasi Jantung mulai mendunia setelah diselenggarakan Kongres Rehabilitasi jantung Sedunia pertama di Hamburg Jerman Barat tahun 1977. Rehabilitasi jantung tudak hanya memulihkan penderita tapi juga termasuk prevensi sekundair yaitu menekan angka morbiditas, mortalitas dan mengupayakan regresi proses aterosklerosis. Rehabilitasi Jantung merupakan pelayanan yang komprehensif, program jangka panjang yang meliputi evaluasi medik, penyusunan perogram latihan, modifikasi faktor resiko dan konseling. Perawatan penderita Infark Miokard Akut mengalami perubahan yaitu dari konsep lama yang menganjurkan perawatan jangka lama (satu bulan) karena khawatir akan timbulnya pemburukan bila dilakukan ambulasi dini yaitu timbulnya perluasan infark, aneurisma dan terjadinya kematian. Konsep lama berubah menjadi konsep yang baru yaitu konsep Rehabilitasi Dini (Earli Ambulation, Early Rehabitation). Konsep Rehabilitasi dini
wijaya kusuma, Volume I, Nomor 1, Januari 2007, 41-48
secara nasional dipopulerkan dalam Kongres Rehabilitasi Jantung Nasional pertama pada tahun 1980 dan yang kedua tahun 1985. Rehabilitasi dini, aman dan tidak ditemukan peningkatan angka reinfark ataupun kematian. Rehabilitasi dini mampu memulihkan penderita dari akibat baring yang lama yaitu penurunan kapasitas fungsi, penurunan kekuatan otot, ansietas, hipotensi aotostatik menjadi lebih segar bebas dari anseitas, mampu mengerjakan aktivitas sehari hari dan melakukan olah raga, perawatan penderita pasca Bedah Pintas Koroner atau pasca Angioplasti Balon hanya memerlukan perawatan 10 hari.(Dede,1998) Rumusan masalah Apakah dengan melakukan Rehabilitasi Jantung, akan menghindarkan penderita dari penurunan fungsi,penurunan kekuatan otot dan menekan angka morbiditas dan mortalitas Tujuan Untuk mengetahui peran Rehabilitasi Jantung dalam hal menghindarkan penderita dari penurunan fungsi, penurunan kekuatan otot, menekan angka morbiditas dan mortalitas Manfaat Rehabilitasi bermanfaat menghindarkan penderita dari penurunan fungsi, penurunan kekuatan otot, dan menekan angka morbiditas dan menekan mortalitas BAHAN DAN CARA Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian lapangan yang bersifat studi kasus. yang dilakukan di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta Penelitian studi kasus merupakan studi terinci mengenai suatu obyek tertentu, kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian tersebut hanya berlaku pada obyek yang diteliti dan dalam kurun waktu tertentu. Kesimpulan yang diperoleh tidak dapat digeneralisasikan terhadap obyek dan kurun waktu yang lain , adapun kasus yang menjadi obyek penelitian adalah seorang laki-2 berumur 65 tahun
Ilustrasi Kasus - Seorang lelaki 65 th, dirujuk dengan keluhan sakit dada, faktor resiko Cholesteral – Riwayat keluarga – Gemuk – Rokok - Dilakukan kateterisasi jantung dengan hasil penutupan 70 % - Hasil Echo : EF 52 % - EKG: QS di II – III – a VF - Strafikasi : Low Risk - Dilakukan CABG - Tahapan latihan ( terlampir ) - Pulang rawat (Achir Fase I : 18 Agustus 2002) - Dengan kemampuan - Jalan 1,6 km / 30 - Melakukan ADL - T: 120 / 80 HR : 100- Obat :
TMT
Isorbid 3 x 5 mg, Non Flamin 1 x 1, Norvask 1 x 5 mg, Ascardia 1 x 160 mg,
- Tampa
- Masuk ke Fase II , pada achir Fase I kemampuan jalan 1,6 km / 30’
FASE I
SISTO LE 20
DIAST OLE 10
NADI 28
104 – 132
Tread Mill I Peningkatan nadi yang mencapai 28 x / mnt Nadi mencapai 132 x / mnt Masih dapat ditolerer karena pada Tread Mill didapatkan Nadi latihan 109 – 132 x / mnt
FASE II
SISTO LE 30
DIAST OLE 10
NADI 38
88-126
Tread Mill II Peningkatan nadi yang mencapai 38 x / mnt Nadi yang mencapai 126 x / mnt Masih dapat ditolerer karena pada Tread Mill, nadi 111-135 FASE III
-
SISTOLE 22
DIASTOLE 10
NADI 32
90-122
Peningkatan nadi yang mencapai 32 x / mnt
wijaya kusuma, Volume I, Nomor 1, Januari 2007, 41-48
Nadi yang mencapai 122 x / mnt Masih dapat ditolerer karena pada Tread Mill II, nadi 111 – 135 Tgl Agus tus 21 23 25 27 30 Sept emb er 1 4 6 8 11 13 15
JENIS LATIHAN
Sebelum
Pemanasan 10’ Sepeda 10’-25 w Jalan 1,6 km Sepeda 10’-25 w Jalan 1,6 km Jalan 1,8 km Jalan 2 km Jalan 1,5 km
120 /80 130 / 80
130 / 80 130 / 90
120 / 80
130 / 90
Jalan 1,7 km Jalan Jalan Jalan Jalan
2 km 2,1 km 2,1 2,2 km
Jalan 2,3 km Jalan 2,4 km
Sesudah
110 / 80 115 / 80 120 / 90
120 / 20 120 / 90 120 / 90
110 / 80
130 / 80
Seb elu m 95 90
108 110 100 102 86
Ses uda h 100 113
Tgl
Oktob er
2 6
9
11
112 13
110 120 120 115
/ / / /
80 80 80 80
110 / 90 110 / 90
130 120 120 120
/ / / /
80 80 80 90
112 102 92 104
120 / 90 120 / 90
92 92 108
18 Tred Mill Test 5’21’’ – 6,39 Met - Met latihan 3,1 – 3,6 Met Jalan 1,6 km /30’ – 2,4 km/30’ atau Sepeda 4 km/30’ – 4,9 km/30’ Nadi latihan : 109 – 132 x / Menit 20 Jalan 2,4 km 120 / 80 150 / 90 22 Pemanasan 110 / 80 110 / 80 Sepeda 110 / 80 110 / 90 Jalan 2,6 km 110 / 90 120 / 90 25 Pemanasan 120 / 80 130 / 80 Sepeda 50 / 10 130 / 80 130 / 90 Jalan 2,6 km 120 / 80 150 / 90 27 Pemanasan 120 / 80 120 / 80 Sepeda 120 / 80 120 / 80 Jalan 2,5 120 / 80 130 / 90 29 Pemanasan 120 / 80 120 / 80 Sepeda 120 / 80 130 / 80 Jalan 2,5 120 / 80 140 / 90
120 120 120 132 * 108
18 20 23 27.
90 80 106 120 88 102 108 92 92 112 102 92 102
120 106 120 120 108 116 126 98 120 128 132 106 132
TEKANAN DARAH
NADI Seb elu m 92 96 102 88 96 102
Ses uda h 96 102 132 96 120 132
88 108 116
126 120 132
110 / 80 120 / 80 120 / 80
80 96 116
102 120 120
120 120 120 110 110 125 120 120 120 120 125 130
88 102 96 92 116 102 88 96 108 88 108 112
126 126 126 116 120 120 102 126 132 102 120 132
/ 80 130 / 88 118 / 80 140 / 90
118 119 122
Sesudah Sebelum
120 120 120 108
JENIS LATIHAN
30
Pemanasan Sepeda Jalan 2,6 Pemanasan Sepeda 50 w / 10’ Jalan 2,6 km Pemanasan Sepeda 50 w / 10’ Jalan 2,6 km
110 100 110 100 100 110
/ / / / / /
80 70 80 80 80 80
110 105 120 100 120 130
/ / / / / /
80 70 80 80 80 85
110 / 80 110 / 90 110 / 80 110 / 80 110 / 80 125 / 80
105 / 80 Pemanasan 110 / 80 Sepeda 50 w / 110 / 80 120’ Pemanasan 120 / 80 Sepeda 120 / 90 Jalan 2,6 km 120 / 80 Pemanasan 110 / 80 Sepeda 110 / 80 Jalan 2,6 km 110 / 80 Pemanasan 110 / 80 Sepeda 120 / 80 Jalan 120 / 80 Pemanasan 110 / 80 Sepeda 110 / 80 Jalan 2,6 km 120 / 80 Tread Mill Test Jalan 2,8 km – 4 km / 30’ Nadi 111 – 135 x / mnt Pemanasan 120 Sepeda 80 Jalan 3,2 km / 118 30’ 90 130 90
/ / / / / / / / / / / /
85 80 80 80 80 80 80 80 80 80 90 85
/ 80 150 /
Kesimpulan Masalah : Post CABG - Mengikuti program Fase II dan Fase III - Saat dipulangkan (Achir Fase I) mampu untuk melakukan ADL dan jalan 1,6 km/30’
wijaya kusuma, Volume I, Nomor 1, Januari 2007, 41-48
Fase II Fase penyembuhan
Fase III Fase Pemeliharaan
Tujuan:Kembali ke kehidupan semula Sasaran dan kembali ke pekerjaan * Rumah:
* Pemeliharaan agar hasil yang dicapai tidak mundur lagi * Memelihara kesegaran jasmani
* Olah Raga
* Pekerjaan * Boleh Tidak boleh
-ADL -Tidak sampai lelah -Bila nyeri minum obat -Setelah makan istirahat, tidak jalanjalan -Membaca, menulis -TV / radio : Acara santai -Mandi, Bab (tidak boleh mengejan) Bak, gosok gigi, cukur jenggot Berpakaian, makan, minum
- Senam - Jalan 2,4 km/30’ (achir F II)
-Senam – Renang - Tenis -Jalan 2,6 km/30’ (achir F III) -Sepeda – Voli -Golf dan badminton, boleh setetha mampu jalan 6 km - Achir fase II boleh kerja penuh - Mobil - Naik tangga - Sex - Angkatan -Golf - Cangkul barang 5 kg -Bowling - Gendong anak - Strengtening Pertandin (Mobil Mogok-Sex tidak gan Pintu macet) - Stir mobil – cuci diperkenankan mobil
II. Psikologi : Terbebas dari kecemasan III. Sosial : Dapat kembali ke masyarakat IV. Vokasional : Kembali kepekerjaan secara bertahap - Stratifikasi : Low Risk - Terjadi peningkatan kapasitas aerobik dengan melakukan latihan secara bertahap - Selama latihan tenyata dengan variasi latihan, terjadi peningkatan Nadi Sebelum Sesudah Fase I: Peningkatan nadi 104 132 mencapai 28 x/ menit Fase II: Peningkatan nadi 88 126 mencapai 38 x /menit Fase III: Peningkatan nadi 90 122 mencapai 32 x/menit - Peningkatan nadi, dan nadi tertinggi (132x/mnt) masih dapat ditolerer karena pada Tread Mill (135x/menit) masih diatas nadi latihan (132x/menit) Peningkatan Sistole Fase I: Peningkatan sistole mencapai 20 mm Hg Fase II: Peningkatan sistole mencapai 30 mm Hg Fase III: Peningkatan sistole mencapai 22 mm Hg Peningkatan diastole Pada Fase I, II, III rata-rata peningkatan diastole 10 mm Hg Tekanan darah maksimal - Saat latihan 150 / 90 - Saat Tread Mill 200 / 110 (reaksi hipertensiv) Fase I Fase II Fase III 1,6 km 2,4 km-2,6 km 3,2 km
Waktu Met - TMT - Latihan Jalan Tensi Nadi - TMT - Latihan
TMT I 5’21’ 6, 39 Met 3,1 – 3,6 Met 1,6 – 2,4 km 190 / 100 156 109-132
TMT II 7’48’’ 8,91 Met 5,9-7,6 Met 2,8-4 km 200 / 100 159 111-135
Dalam penelitian ini menggunakan variabel sistole, diastole, nadi dan keluhan pasien. Pengumpulan data meliputi data primer. Data primer diambil dari lapangan melalui observasi terhadap penderita yang menjalani latihan rehabilitasi Hasil penelitian dianalisis dengan cara deskriptif untuk menarik kesimpulan sesuai dengan tujuan penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN Program rehabilitasi jantung adalah suatu proses pemulihan dan penyembuhan seseorang yang mengalami kelainan jantung, ketingkat yang optimal baik secara phisik, mental, sosial dan vokasional. Terdapat 3 fase Rehabilitasi Jantung (Wilson, 1991) Tujuan Fase I, rehabilitasi pada fase ini untuk mengembalikan kondisi (Reconditioning) yaitu mengatasi akibat negatif dari tirah baring (Deconditiong) yang disebabkan karena sakitnya dan karena tindakan pembedahan. Lamanya antara 7-14 hari. Penderita dipulangkan setelah uji latih jantung dengan beban (Predischarge exercise test). Target Fase I: mencapai kapasitas aerobik 3 mets yaitu mampu jalan 1,5 km selama 30 menit, kenyataan, tidak selalu tepat 1,5 km/30 kadang kurang lebih. Yang dikerjakan pada Fase I Ruang ICU: ROM-Chest Fisiotherapi/Breathing exercise Ruang Intermendiate: Latihan ADL-Latihan duduk-Latihan berdiri-Latihan jalan Ruang Rehab (GP.2): Latihan jalan di kamardiluar kamar Gymnasium: Latihan jalan dengan dosis yang meningkat, hingga mencapai 1,5 km/30’ latihan sepeda 5’ tanpa beban. Pengawasan dengan telementri, tensi nadi dan adanya keluhan. Fase I diachiri dengan Evaluasi Tread Mill Test. Selanjutnya masuk ke F.II
wijaya kusuma, Volume I, Nomor 1, Januari 2007, 41-48
Tujuan Fase II, untuk menghindari progresifitas penyakit lebih jauh. Dilakukan edukasi, evaluasi psikososial, vokasional dan seksual. Penderita sudah pulang dari Rumah Sakit, masih latihan di UPF Rehabilitasi. waktu latihan 4-8 minggu Target Fase II: Mencapai kapasitas aerobik 6 Mets yaitu mampu jalan 3 km selama 30 dan mampu Yang dikerjakan pada fase II ( Gymnasium ) Latihan jalan dengan dosis yang meningkat, hingga mencapai 3 km selama 30 menit latihan sepeda 10’ tanpa beban.Pengawasan dengan telementri, tensi nadi dan adanya keluhan Fase II diachiri dengan Evaluasi Tread Mill Test, bila tidak masuk ke F.III bekerja kembali. Tujuan Fase III (pemeliharaan): Maintenence, memelihara hasil yang dicapai supaya tidak mundur. Mencegah progresifitas, memberikan latihan dan pengaturan diet. Dalam waktu 6 bulan diharapkan regresi terjadi. Fase III dihubungkan dengan upaya Prevensi sekunder yaitu Target Fase III: Mencapai kapasitas aerobik 6-8 Mets, yaitu mampu jalan 3-4 km selama 30 kenyataan, tidak selalu tepat 3-4 km/ 30 kadang kurang kadang lebih. Yang dikerjakan pada fase III ( Gymnasium ) Latihan jalan dengan dosis yang meningkat, hingga mencapai 3-4 km selama 30 menit latihan sepeda 15’ tanpa beban. Pengawasan dengan telementri, tensi nadi dan adanya keluhan Fase II diachiri Evaluasi Tread Mill Test, bila tidak masuk ke F.III Aktivitas pada Rehabilitasi Jantung, dilakukan latihan : ROM, Breathing exercise, ADL, Latihan duduk, Senam, latihan berdiri, latihan jalan, sepeda dan penyuluhan (P.K.Wilson,1991) ROM ( Range of Motion ) yaitu menggerakkan sendi sesuai luas gerak sendi. Di ICU penderita berada di tempat tidur, dilakukan ROM pada tangan, siku dan lengan, pada awal dilakukan Fisioterapi, hari berikutnya dilakukan sendiri dengan bantuan Fisioterapi dan selanjutnya dilakukan sendiri oleh penderita. (P.K.Wilson,1991)
Breathing exercise Penderita dilatih untuk bernapas dengan cara menarik nafas melewati hidung ,perut dikembangkan dengan tujuan: untuk merubah posisi diafragma dari melengkung keatas menjadi mendatar, sedemikian hingga rongga dada menjadi lebih luas. Dilanjutkan mengeluarkan napas melalui mulut, perut dikecilkan kembali untuk mengembalikan posisi diafragma dari mendatar menjadi melengkung kembali. ADL (Activity Daily Living) Penderita dilatih untuk dapat melakukan aktivitas hidup se hari hari secara mandiri, yaitu mandi, bab, bak , membersihkan diri, memasang pakaian, makan minum. (P.K.Wilson,1991) Latihan duduk, penderita dilatih untuk duduk diatas tempat tidur, kemudian duduk ditepi tempat tidur dengan meleetakkan kaki diatas kursi, selanjutnya duduk dikursi Senam, penderita dilatih untuk melakukan senam ringan sambil duduk yaitu dengan menggerakkan tangan , lengan dan leher. (P.K.Wilson,1991) Latihan berdiri, penderita dilatih untuk berdiri ketika drain sudah diambil, diawali dengan berdiri ditepi tempat tidur. (P.K.Wilson,1991) Latihan jalan, setelah berdiri cukup stabil, penderita dilatih untuk berjalan dalam kamar, dilanjutkan diluar kamar selanjutnya latihan jalan di ruangan Rehabilitasi. Latihan jalan merupakanlatihan endurance ( daya tahan ) sedemikian sehingga meningkatkan aerobik(P.K.Wilson,1991) Sepeda, diawali dengan tampa beban selama 5 menit, pada fase II ditingkatkan menjadi 10 menit dengan beban 25 Watt dan pada fase III selama 10 menit dengan beban 50 Watt. (P.K.Wilson,1991) Penyuluhan, menyangkut pengendalian/ modifiukasi faktor resiko yaitu diet, rokok, hipertensi, latihan, ADL, sex, psikologi, sosial(P.K.Wilson,1991) Uji latih jantung merupakan suatu stress fisiologis, dapat menemukan abnormalitas kardiovaskuler yang tidak ditemukan saat istirahat. Tujuan uji latih jantung adalah menentukan : Diagnosa, Prognosis, Evaluasi Uji latih jantung dikerjakan pada saat achir pada tiap fase ( fase I, II, dan III) dan pada pasien dengan keluhan
wijaya kusuma, Volume I, Nomor 1, Januari 2007, 41-48
jantung.Kontra indikasi Uji Latih Jantung. Tidak dilakukan uji latih jantung bila didapatkan Infark miokard akut, Angina perktoris tidak stabil, Aritmia, Stenosis aorta, Gagal jantung,Emboli Pelaksanaan Uji latih jantung Uji latih jantung dilaksanakan pada achir fase, satu bulan setelah perawatan (achir fase II) pada jantung yang telah stabil yaitu 8-12 minggu setelah perawatan, pada orang sehat diatas umur 40 tahun untuk mengetahui kemampuan jantung (DT.Mason, 1995 ) Hasil penelitian dan pembahasan, sebagaimana ditunjukkan oleh penelitian Saltin, aktifitas fisik yang dilakukan secara bertahap mengatasi efek dekondisi dan mengembalikan ke kondisi semula dan meningkatkan ambilan oksigen atau kapasitas fungsional dan kualitas hidup menjadi lebih baik. Rehabilitasi jantung berperan sangat bermakna dalam menolong pasien, serta memperlihatkan perbaikan yang besar. ( B.Saltin,1998) Ilustrasi Kasus, seorang penderia dilakukan CABG(Cardiac artery By Pass Graft) Disebabkan karena tirah baring yang lama, penderita mengalami penurunan kapasitas fungsi, penurunan kekuatan otot, ansietas, hipotensi aotostatik Dengan program latihan Fase I dengan tujuan mengembalikan kondisi (Reconditioning) yaitu mengatasi akibat negatif dari tirah baring (Deconditiong) yang disebabkan karena sakitnya dan karena tindakan pembedahan. Lamanya antara 7-14 hari. Dilakukan latihan pada Fase I : ROMChest Fisiotherapi/Breathing exercise ( Ruang ICU) Latihan ADL-Latihan duduk-Latihan berdiri-Latihan jalan (Ruang intermediate ) Latihan jalan di kamar-diluar kamar (Ruang Rehab) . Latihan jalan, latihan sepeda Pengawasan dengan telementri, tensi nadi dan adanya keluhan. ( Gymnasium ) Hasil Fase I : mampu jalan 1,6 km selama 30 menit Penderita dipulangkan dari Rumah Sakit (Achir Fase I : 18 Agustus 2002). Dengan kemampuan - Jalan 1,6 km / 30 Melakukan ADL -T: 120 / 80 HR : 100 SISTOLE FASE I
20
DIASTOL E 10
NADI 28
104 – 132
Tread Mill pada fase II Evaluasi Tread Mill Test mencapai kapasitas aerobik 6 Mets Peningkatan nadi yang mencapai 28 x / mnt Nadi mencapai 132 x / mnt Masih dapat ditolerer karena pada Tread Mill didapatkan Nadi latihan 109 – 132 x / mnt
Fase II, bertujuan untuk menghindari progresifitas penyakit Yang dikerjakan pada fase II ( Gymnasium ) Penderita sudah pulang dari Rumah Sakit, masih harus latihan di UPF Rehabilitasi. waktu latihan 4-8 minggu Latihan jalan. Dilakukan edukasi, evaluasi psikososial, vokasional dan seksual. Hasil Fase II Evaluasi Tread Mill Test mencapai kapasitas aerobik 6 Mets yaitu mampu jalan 3 km selama 30 dan mampu FASE II
30
10
38
88-126
Fase III bertujuan (pemeliharaan): Maintenence, memelihara hasil yang dicapai supaya tidak mundur. Mencegah progresifitas, dalam waktu 6 bulan diharapkan regresi Yang dikerjakan pada fase III ( Gymnasium ) Latihan jalan, latihan sepeda. Pengawasan dengan telementri, tensi nadi dan keluhan. memberikan pengaturan diet. Hasil Fase III: Evaluasi Tread Mill Test mencapai kapasitas aerobik 6-8 Mets, yaitu mampu jalan 3-4 km selama 30 kenyataan. Tread Mill pada fase III Peningkatan nadi yang mencapai 38 x / mnt Nadi yang mencapai 126 x / mnt Masih dapat ditolerer karena pada Tread Mill, nadi 111-135 FASE III
22
10
32
90-122
Peningkatan nadi yang mencapai 32 x / mnt. Nadi yang mencapai 122 x / mnt Masih dapat ditolerer karena pada Tread Mill II, nadi 111 – 135
wijaya kusuma, Volume I, Nomor 1, Januari 2007, 41-48
Kesimpulan Masalah : Post CABG - Mengikuti program Fase I, Fase II dan F - Fase III - Saat dipulangkan (Achir Fase I) mampu untuk melakukan ADL dan jalan 1,6 km/30’ Fase II Fase penyembuhan Tujuan:Kembali ke kehidupan semula Sasaran dan kembali ke pekerjaan
Fase III Fase Pemeliharaan * Pemeliharaan agar hasil yang dicapai tidak mundur lagi * Memelihara kesegaran jasmani
Nadi Fase I: mencapai 28 Fase II: mencapai 38 Fase III: mencapai 32
Peningkatan x/ menit Peningkatan x /menit Peningkatan x/menit
nadi
Sebelum 104
Sesudah 132
nadi
88
126
nadi
90
122
Peningkatan nadi, dan nadi tertinggi (132x/mnt) masih dapat ditolerer karena pada Tread Mill (135x/menit) masih diatas nadi latihan (132x/menit) ( C.Foster -1994) Peningkatan Sistole Fase I: Peningkatan sistole mencapai 20 mm Hg Fase II: Peningkatan sistole mencapai 30 mm Hg Fase III: Peningkatan sistole mencapai 22 mm Hg -
Peningkatan diastole Pada Fase I, II, III rata-rata peningkatan diastole 10 mm Hg Tekanan darah maksimal - Saat latihan 150 / 90 - Saat Tread Mill 200 / 110 (reaksi hipertensiv) Fase I 1,6 km
Waktu Met - TMT - Latihan Jalan Tensi Nadi - TMT - Latihan
Fase II 2,4 km-2,6 km TMT I 5’21’ 6, 39 Met 3,1 – 3,6 Met 1,6 – 2,4 km 190 / 100 156 109-132
Fase III 3,2 km TMT II 7’48’’ 8,91 Met 5,9-7,6 Met 2,8-4 km 200 / 100 159 111-135
Rehabilitasi dimulai sedini mungkin, ketika selesai menjalani operasi CABG atau setelah tindakan PTCA yaitu di ruangan ICU. Diawali dengan latihan pernafasan, latihan ROM, latihan duduk di atas tempat tidur, senam ringan, latihan berdiri, dilanjutkan dengan latihan berdiri, berjalan di kamar, berjalan di luar kamar. Ketika mampu berjalan 200 m, penderita melanjutkan latihan jalan di Gymnasium dengan monitor telemetri.
Latihan di Gymnasium diawali dengan senam, dilanjutkan dengan latihan jalan sepeda, diakhiri dengan relaksasi. Latihan fisik diberikan pada penderita secara bertahap yaitu: Fase I (Fase rawat inap) 3 Met, yaitu mampu jalan 1,5 km/30’ Fase II (Fase penyembuhan) 6 Met, yaitu mampu berjalan 3 km/30’ Fase III (Fase rawat jalan) 6-8Met, yaitu mampu berjalan 3-4 km/30’ Selain latihan fisik, penderita diberikan penyuluhan yang menyangkut Diet (Cholesterol, DM dan kegemukan), menghindarkan rokok, penanganan hipertensi, petunjuk latihan, petunjuk ADL setelah kembali kerumah, masalah-2 sexual, stres management, petunjuk untuk kembali ke masyarakat dan petunjuk untuk kembali ke pekerjaan. Hasil yang dicapai dengan melaksanakan rehabilitasi setelah mengalami serangan akut atau tindakan oprasi, akan menghasilkan perbaikan fungsi, perbaikan kapasitas latihan aerobik, disebabkan karena perbaikan kapasitas latihan aerobik, peningkatan curah jantung saat latihan, peningkatan kekuatan dan fungsi otot rangka, perbaikan perfusi Miokard dan Reduksi miokard Iskemi, perbaikan keluhan subyektif, perbaikan faktor emosional, asktifitas sistem Autonomik dan Neurohumoral lebih baik ( B.Saltin, 1998) Perbaikan Kapasitas Latihan Aerobik, Perbaikan kapasitas latihan akan terjadi dalam waktu 3 bulan telah dilaporkan oleh beberpa peneliti. Intensitas latihan 65 % - 75 % Vo.2 maksimal, mengakibatkan ambilan oksigen maksimal meningkat 10 – 30 % ( RH.Dressendorfer,1992) Peningkatan curah jantung saat latihan. Intensitas latihan > 70 – 90 % V0.2 maksimal, waktu 60 menit, 5 X seminggu, setelah 3-4 bulan terjadi peningkatan isi sekuncup 18 % dan juga meningkatnya fraksi ejeksi (C.Foster, 1994) Peningkatan kekuatan dan fungsi otot rangka. Latihan beban dengan intensitas yang sedang cukup aman, dan memberikan perbaikan kekuatan otot pada penderita jantung
wijaya kusuma, Volume I, Nomor 1, Januari 2007, 41-48
Perbaikan perfusi Miokard dan Reduksi Miokard Iskemi. Perbaikan perfusi miokard dan reduksi iskemia miokard terjadi sesudah latihan. Disertai dengan pengaturan diet dan pengendalian berbagai faktor koroner. Perbaikan keluhan subyektif. Penderita PJK, mengeluh nyeri dada saat melakukan aktifitas, sesak nafas, rasa cape tau gejala klaudikasio sewaktu latihan, Rehabilitasi jantung menunjukkan perbaikan yang sangat bermakna setelah mengikuti latihan fisik Perbaikan faktor emosional. Penderita PJK menunjukkan adanya panik dan ansietas dan takut akan kematian pada jam jam pertama perawatan . Program rehabilitasi yang komprehensif telah menunjukkan perbaikan yang sangat bermakna pada perbaikan faktor gangguan emosi Asktifitas sistem Autonomik dan Neurohumoral lebih baik. Sebelum latihan, tonus simpatis lebih mendominasi tonus fagal yang kemudian secara Dramatis dimodofikasi dengan latihan yang achirnyamenyebabkan lebih dominan irama fagal. Peningkatan EDRF Suatu hal yang sangat mencengangkan adalah perbaikan akibat latihan fisik yang bersifat aerobik dan ritmik, akan meningkatkan aliran yang bersifat pulsatil sehingga menyebabkan pengeluaran EDRF ( Nitrik Oksid). Pengeluaran EDRF merangsang sistem vasodilatasi, mengembalikan aliran periferal menjadi normal, khususnya pada penderita dengan gagal jantung KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penderita penyakit jantung koroner (MCI) yang menjalani tindakan intervensi atau yang tidak menjalani intervensi harus dilanjutkan dengan Rehabilitasi, sedemikian hingga penderita terhindar dari recurrent, terhindar dari kematian, mengalami penyembuhan secara fisiologis, psikologis, sosial dan vokasional. Tindakan Rehabilitasi mencakup latihan yang terprogram, jenis latihan: endurance, dalam bentuk jalan dan sepeda statis. Intensitas: 70-85 % MHR. Frekuensi Seminggu 3-4 x Waktu : Seumur hidup ( De Busk, 1993) Saran
Program rehabilitasi penyakit jantung dengan pelaksanaan latihan fisik dengan intensitas rendah yang dilengkapai dengan progran latihan terpadu lainnya merupakan harapan baru bagi negara negara berkembang termasuk Indonesia, untuk itu perlu diupayakan untuk segera memulai pelaksanaan program rehabilitasi dengan pelaksanaan latihan intensitas rendah. DAFTAR PUSTAKA De Busk RF et al ( 1993 ) Exercise training soon after myocardial infaction. Am.J. Cardiol 44 ; 1223-1229 Dressendorfer RH et al ( 1992 ) Reduction of submaximal exercise myocardial oxygen demand post walk training program in coronary patients due to improved physical work efficency. Am Heart.J. 103.:\; 358-362 Foster C et al ( 1994) Work capacity and left ventricular function during rehabilitation after myocardial revascularization surgery. Circulation 69: 748-755 Kusmana,D ( 1998 ) Pengalaman rehabilitasi terpadu PJK di RS.Jantung Harapan Kita, Simposium pandangan baru rehabilitasi pasca serangan jantung, FK UNUD, Denpasar Mason DT et al ( 1995) Cardiocirculatory response to muscular exercise in congestive heart failure,Prog. Cardiovasc. Dis.19:475. Saltin B et al ( 1998 ) Response to exercise after bed rest and after training. Circulation 37-38 (supp VII): I Wilson,P.K. et al (1991) Cardiac Rehabilitation, Adult Fitnes, and Erxerciise testing, Lea & Lea Febifer. Philadelphia