United Nations Office for REDD+ Coordination in Indonesia
REDD+
INDONESIA NEWSLETTER Vol. 1 - No. 1
September 2014
Isi Seka l i D a y ung, D ua Tiga P ul a u Te r l a mpa ui
D r. Kuntoro Mangk usubroto dan Achim Steiner ........ 4
Melibatkan Dunia dalam REDD+
RoadshowRED D + ........ 6
Bermitra dengan Sektor Swasta
Forest Asia Summit 2014 ........ 8
Peluncuran Studi Valuasi Ekosistem Hutan
UNEP dan UNORCID ........ 16
50 Tahun di Indonesia
GIZ ........ 18
K TT I kl im 2014 Tindak an Katalis ........ 20
UNORCID (United Nations Office for REDD+ Coordination in Indonesia) adalah ‘focal point’ Sistem PBB untuk REDD+ di Indonesia. Berdasarkan keuntungan kompetitif dan keahlian domain sembilan Entitas Sistem PBB (FAO, ILO, UNDP, UNEP, UNESCO, UNODC, UNOPS, UNU, dan WFP) serta banyak mitra masyarakat sipil, UNORCID memberikan informasi dan perangkat terkait kepada pengambil keputusan dan pemangku kepentingan di semua tingkat untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan REDD+ di Indonesia. UNORCID diresmikan pada tanggal 17 November 2011 oleh Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon, setelah penandatanganan Nota Kesepahaman antara Republik Indonesia dengan Sistem PBB pada bulan September 2011.
Mitra Strategis Sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa:
Lembaga Swadaya Masyarakat, Lembaga Penelitian dan Sektor Swasta:
UNOR CID
DARI DIREKTUR
Dengan senang hati saya mempersembahkan edisi pertama Newsletter REDD+ ini. Kami di UNORCID berharap newsletter ini akan memberikan gambaran tentang kebijakan, strategi, keputusan dan kegiatan yang ada, terkait dengan REDD+ dan Indonesia, terutama interaksi dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Beberapa orang mungkin bertanya-tanya tentang apa perlunya newsletter, padahal terdapat sangat banyak situs web yang menawarkan informasi serupa. Alasannya terkandung dalam pernyataan tersebut– sangat banyak situs web. Yang newsletter ini tawarkan adalah newsletter ini akan memanfaatkan peran khusus yang dimainkan oleh UNORCID untuk koordinasi antara Indonesia, Sistem PBB dan pemangku kepentingan terkait dan untuk memberikan informasi serta analisis yang mungkin tidak tersedia di tempat lain. Kita semua sepakat tidak ada satu hasil yang sesuai untuk semua situasi. Berbagai kebijakan dan tindakan memengaruhi berbagai strategi dan program di berbagai lokasi geografis. Yang kami coba bagi adalah bagaimana isu-isu ini relevan bagi Indonesia – dilihat secara lebih detail. Newsletter ini juga akan dapat memberikan wawasan tentang kebijakan dan pemikiran strategis yang muncul dari pemerintah, masyarakat sipil dan warga Indonesia terkait dengan narasi REDD+. Kami akan memberikan wawancara mendalam dengan para pemikir strategi dan pemimpin dalam lingkup REDD+, serta kepemimpinan Badan, Dana dan Program PBB, khususnya mitra-mitra PBB di dalam dan di luar negeri. Ini hanya langkah pertama dan kami harap Anda akan dapat memberikan umpan balik kepada kami untuk lebih baik lagi. Tujuan kami adalah untuk membangun dan mengembangkan wahana untuk dialog dan pertukaran gagasan, pemikiran dan juga tantangan. Mari kita perluas wawasan kita bersama-sama.
Satya S. Tripathi
3 Sep tem b er 2014
REDD+ Indonesia Newsletter
Dr. Kuntoro Mangkusubroto
Achim Steiner
Kepala – Unit Kerja Presiden Bidang
Wakil Sekretaris Jenderal PBB dan Direktur
Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan
Eksekutif United Nation Environment
(UKP4) Republik Indonesia
Programme (UNEP)
Sekali Dayung, Dua Tiga Pulau Terlampaui: Investasi dalam Hutan Dapat Memitigasi Perubahan Iklim dan Memastikan Pertumbuhan Hijau yang Berkelanjutan Untuk pertama kalinya, bumi ini sedang menghadapi tekanan dari isu-isu seperti perubahan iklim polusi, dan kerusakan habitat, namun dalam mengatasi tantangan-tantangan ini tidak perlu mengorbankan pertumbuhan ekonomi. Bahkan, semakin banyak bukti yang memperlihatkan bahwa melestarikan lingkungan sebenarnya mendukung pertumbuhan berkelanjutan jangka panjang dan kesejahteraan manusia, dan bangsa seperti Indonesia berada di arahan yang tepat dalam mendemonstrasikan hal ini secara langsung.
13 juta per tahun. Satu cara cerdik dan efisien untuk mengatasi kegagalan pasar dan kebijakan ini adalah dengan membangun pendekatan Ekonomi Hijau terhadap prakarsa Reduksi Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan di Negara Berkembang (REDD). REDD merupakan perangkat yang diadopsi oleh United Nations Framework Convention on Climate Change untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dengan membayar untuk tindakan-tindakan yang mengurangi hilangnya hutan. REDD+ merupakan pendekatan luas yang meliputi Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) dan peningkatan stok karbon hutan.
Kita ambil contoh hutan. Membangun Modal Alam: Bagaimana REDD+ Dapat Mendukung Ekonomi Hijau, suatu laporan yang dikeluarkan baru-baru ini oleh International Resource Panel (IRP), menyatakan bahwa 33 dari 150 kota terbesar di dunia mengambil air dari kawasan hutan lindung, dan menyebutkan satu studi kasus khusus di Tanzania bagian utara, di mana restorasi dua juta hektar hutan menaikkan penghasilan keluarga hingga dua kali lipat. Studi sebelumnya yang dilakukan oleh The Economics of Ecosystems and Biodiversity (TEEB) memberikan jumlah yang lebih pasti: jasa ekosistem dari hutan tropis bernilai sekitar $6.120 per hektar tiap tahun bagi perekonomian daerah dan pusat.
Laporan IRP yang didukung oleh UN-REDD Programme ini, menguraikan bagaimana investasi senilai $30 miliar per tahun dalam REDD+ dapat mencapai dua atau tiga pulau dengan sekali dayung: bukan hanya memenuhi fungsi inti prakarsa ini, yaitu mengurangi emisi dan mitigasi perubahan iklim, tetapi juga mempercepat transisi global menuju pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Negara berkembang telah mendemonstrasikan bagaimana pendekatan terpadu ini dapat bekerja. Indonesia, yang telah memperlihatkan komitmen kuat terhadap pertumbuhan hijau dan REDD+, telah menetapkan target mengurangi emisi melalui upaya nasional sebesar 26 persen, dan 41 persen dengan bantuan internasional, pada tahun 2020. Tidak seperti di banyak negara ekonomi berkembang lainnya, mayoritas emisi gas rumah kaca di Indonesia disebabkan oleh deforestasi, pembakaran dan degradasi lahan gambut, dan tata guna lahan lainnya,sehingga program REDD+ dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi bagian emisi
Contoh-contoh ini hanya beberapa contoh tentang bagaimana modal alam – ketika nilai jasa alam bagi umat manusia diketahui –mendorong pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran manusia di banyak bangsa. Terlepas dari alasan ekonomi makro yang semakin kuat untuk konservasi, rata-rata luas hutan yang hilang masih sekitar 4
S ep tem b er 2014
UNOR CID
KOLOM TAMU yang harus dikurangi. Di lain pihak, Indonesia harus bergerak agresif dalam meningkatkan standar hidup: sebanyak 32 juta orang hidup di bawah garis kemiskinan, menurut angka dari World Bank.
kehutanan. Laporan ini memicu upaya untuk menciptakan neraca sumber daya hutan yang akan dikaitkan dengan kegiatan REDD+ di Kenya dan membantu melindungi mata pencaharian yang terkait dengan hutan.
Investasi dalam REDD+ dapat mengatasi kedua tantangan ini sekaligus, karena puluhan juta rakyat miskin Indonesia bergantung pada jasa ekosistem hutan. Misalnya, suatu studi oleh UNEP mendapati bahwa pembayaran REDD+ di Indonesia yang merepresentasikan hingga 2,5 persen dari total PDB dari tahun 2011 hingga tahun 2030 akan meningkatkan pertumbuhan PDB lebih dari tingkat bisnis seperti biasa (BAU), mengurangi kemiskinan pedesaan, mencapai peningkatan penghasilan dari hasil hutan bukan kayu sebesar 25 persen,dan melipatgandakan nilai ekowisata. Indonesia telah mulai bertindak: sebagai bagian dari Strategi Pertumbuhan Hijaunya, pemerintah telah memberlakukan moratorium izin baru untuk hutan alam primer dan lahan gambut untuk sementara waktu dalam rangka mengurangi tekanan pada hutan, yang berkontribusi langsung bagi REDD+.
Contoh-contoh negara ini dan penelitian yang lebih luas memperlihatkan bagaimana memasukkan REDD+ ke dalam perencanaan ekonomi dapat memberikan manfaat Ekonomi Hijau, seperti: meningkatkan efisiensi sumber daya sektor lainnya, mendorong investasi dalam Ekonomi Hijau, dan meningkatkan penghasilan dengan mengembangkan industri hijau, produksi pertanian, dan ekowisata.
Studi tahun 2012 oleh UNEP dan Dinas Kehutanan Kenya memperlihatkan bahwa deforestasi di menara air Afrika Timur merugikan perekonomian sebesar $68 juta pada tahun 2010 dengan kerugian dalam sektor-sektor seperti pertanian, yang lebih besar daripada penghasilan dari
Pemerintah, badan internasional, dan sektor swasta perlu merangkul peluang ini untuk mendukung investasi REDD+ yang mempertahankan dan meningkatkan modal alam dan membuat jantung hijau pertumbuhan dan kesejahteraan manusia ini berdetak lebih kuat lagi.
Terlepas dari tumbuhnya momentum dan dukungan untuk REDD+ yang diperlihatkan oleh pemerintah dan donor pada tahun 2013, pendanaan untuk prakarsa ini hanya $6,27 miliar. Dana sebesar $30 miliar yang dibutuhkan per tahun terdengar seperti komitmen yang besar jika dibandingkan dengan yang tersedia, tetapi sebagai perbandingan, industri bahan bakar fosil menerima subsidi pra-pajak langsung sebesar $480 miliar pada tahun 2011.
5 Sep tem b er 2014
REDD+ Indonesia Newsletter
Melibatkan dunia dalam REDD+ Roadshow REDD+
Dari tanggal 28 Mei hingga 6 Juni 2014, para pemimpin utama prakarsa REDD+ Indonesia mengambil bagian dalam Roadshow REDD+ internasional yang bertujuan untuk bertemu dengan para pengambil keputusan utama dari Amerika Serikat dan negara-negara Eropa untuk mendiskusikan kemajuan yang dibuat oleh Indonesia dalam mencapai pengurangan deforestasi, dan peluang bagi para mitra untuk mendukung upaya Indonesia dalam mencapai visi Presiden untuk menurunkan emisi GRK di bawah lintasan bisnis seperti biasa (BAU) sebesar 26%, dan 41% dengan bantuan internasional. Delegasi pada Roadshow internasional ini terdiri dari Heru Prasetyo, Kepala Badan Pengelola REDD+ (BP REDD+); Dr. William Sabandar, Deputi Bidang Operasi, BP REDD+; Mina Setra, Deputi Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN); dan Satya Tripathi, Direktur UNORCID. Selain kegiatan umum, serangkaian pertemuan diselenggarakan dengan para pembuat kebijakan dan pengambil keputusan lainnya dari pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil.
Apakah REDD+ Dapat Menyelamatkan Hutan Indonesia? – Washington, DC, AS - 30 Mei 2014 Pada acara yang diselenggarakan oleh International Institute for Environment and Development, Climate Advisors and the Center for Global Development (CGD) ini, Heru Prasetyo menyampaikan pidato utama yang menguraikan visi Indonesia untuk menghentikan laju deforestasi dan transisinya menuju model pembangunan ekonomi
yang
lebih
berkelanjutan.
Panelis meliputi rekan senior di CGD, Frances
Seymour-
mantan
Direktur
Jenderal Center for International Forestry Research (CIFOR) dan Mina Setra, yang menjelaskan interaksi antara prakarsa internasional dengan hak masyarakat hukum adat.
(Kiri ke kanan) DirekturPelaksana Climate AdvisorsMichael Wolosin, Kepala BP REDD+ Heru Prasetyo, Deputi Sekretaris Jenderal AMAN Mina Setra, dan Rekanan CGD Senior Frances Seymor pada acara ini.
Badan Pengelola REDD+: Visi Baru Konservasi Hutan Indonesia London, Inggris - 2 Juni 2014 UNORCID, Global Canopy Programme (GCP), Climate Advisors, dan International Institute for Environment and Development (IIED), menyelenggarakan kegiatan ini di Museum Sejarah Alam. Heru Prasetyo, Mina Setra dan Satya Tripathi menyampaikan pidato, diikuti dengan diskusi yang berfokus pada visi Indonesia untuk konservasi hutan dan bagaimana visi ini disebarkan dengan efektif di lapangan. Dialog ini mengidentifikasi tantangan-tantangan yang ada yang perlu diatasi dalam rangka memastikan Andrew Mitchell, Heru Prasteyo, Satya Tripathi, dan Mina Setra di Museum Sejarah Alam, London.
bahwa kegiatan REDD+ ditingkatkan untuk memastikan perlindungan hutan Indonesia.
6 S ep tem b er 2014
UNOR CID
GAMBARAN UMUM REDD+: INTERNASIONAL
Pertemuan Bilateral Roadshow Indonesia melibatkan pertemuan bilateral tingkat tinggi di New York, Washington DC, London, Berlin, dan Bonn. Di New York, delegasi bertemu dengan Haoliang Xu, Asisten Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Direktur Kantor Kawasan Asia dan Pasifik United Nations Development Programme (UNDP). Pertemuan ini berfokus pada KTT Iklim mendatang, yang akan diselenggarakan di Kantor Pusat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada bulan September 2014.
Di Washington, delegasi bertemu dengan Millennium Challenge Corporation.
Berlanjut
ke
Washington,
DC,
pertemuan
bilateral
berlangsung dengan Todd Stern, Utusan Khusus AS Bidang Perubahan Iklim. Delegasi juga bertemu dengan Axel van Trotsenburg, Wakil Presiden World Bank untuk Asia Timur, World Bank Climate dan pemimpin REDD+, untuk mendiskusikan pendanaan dalam rangka mendukung pembangunan rendah emisi yang tangguh. Pertemuan bilateral lainnya di Washington diselenggarakan dengan Kamran Khan, Wakil Presiden Compact Operations pada
Delegasi Indonesia bertemu dengan Edward Davey, Sekretaris Negara Bidang Energi dan Perubahan Iklim Inggris.
Millennium Challenge Corporation; Arvind Khare, Direktur Eksekutif Rights and Resources Initiative; dan Dr. Andrew Steer, CEO World Resources Institute. Di London, delegasi bertemu dengan Edward Davey, Sekretaris Negara Bidang Energi dan Perubahan Iklim. Dari komunitas LSM dan komunitas penelitian, pertemuan berlangsung dengan Fauna and Flora International, Kepala International Sustainability Unit Yayasan Amal Pangeran Wales, dan Overseas Development Institute.
Thomas Silberhorn, Sekretaris Parlemen untuk Kementerian Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan Republik Federal Jerman bertemu dengan delegasi.
Di Berlin, pertemuan berlangsung dengan Thomas Silberhorn, Sekretaris Parlemen untuk Kementerian Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan Republik Federal Jerman serta perwakilan dari Kementerian Lingkungan Hidup, Konservasi Alam, Bangunan dan Keselamatan Nuklir Republik Federal Jerman. Delegasi berlanjut ke Bonn di mana mereka bertemu dengan Connie Hedegaard, Komisioner Aksi Iklim Eropa; Tine Sundtoft, Menteri Iklim dan Lingkungan Hidup Norwegia; dan Manuel PulgarVidal, Menteri Lingkungan Hidup Peru dan Presiden
Heru Prasetyo bertemu dengan Manuel Pulgar-Vidal, Menteri Lingkungan Hidup Peru dan Presiden COP20 UNFCCC.
COP20 UNFCCC. 7
Sep tem b er 2014
REDD+ Indonesia Newsletter
Bermitra dengan Sektor Swasta biasa (BAU). ”Beberapa dari transisi-transisi ini telah ditanamkan oleh REDD+, seperti valuasi stok karbon, upaya mengakses pendanaan dari sektor swasta, meningkatkan fokus pada pembenahan tata kelola dan transparansi serta pembagian manfaat yang adil. Namun, perlunya menyelaraskan kegiatan-kegiatan lintas sektor – baik sektor kehutanan, pertanian ataupun energi dan pertambangan – dengan tujuan-tujuan ekonomi hijau ditekankan.
Sistem PBB dan sektor swasta bertemu pada tanggal 5 dan 6 Mei 2014 pada Forests Asia Summit di Jakarta untuk mempromosikan REDD+ sebagai bagian dari ekonomi hijau. UNORCID, UN-REDD Programme dan UNEP Finance Initiative (UNEP-FI) bersama-sama menyelenggarakan dua acara yang terkait dengan REDD+ di Forest Asia Summit, dengan judul ‘Membangun modal alam: Bagaimana REDD+ dapat mendukung ekonomi hijau’ dan ‘Melihat Hijau dalam REDD – Berbagi pengalaman tentang ekuitas dan aspek ekonomi proyek-proyek rintisan REDD+’. Peran hutan dan tata guna lahan sekarang luas dipahami sebagai hal yang sangat penting bagi transisi menuju ekonomi hijau. Prakarsa untuk mentransformasikan tata kelola hutan, terutama REDD+, sedang dimasukkan ke dalam proses perencanaan pembangunan di beberapa negara Asia.
Selain inovasi obligasi hijau, diskusi-diskusi ini menyoroti mekanisme yang dapat dimanfaatkan saat ini oleh pemerintah untuk memperbaiki aspek ekonomi proyek ini. Andrew Mitchell dari Global Canopy Programme menyatakan, “Kita harus mengubah aturan dasar permainan – yaitu tarif, subsidi dan biaya kredit.” Shelagh Whitley dari Overseas Development Institute lebih lanjut menekankan bahwa, “Terdapat kebutuhan mendesak untuk melihat pada kebijakan-kebijakan yang ada yang mendorong deforestasi.” Untuk proyek REDD+ di lapangan, tata kelola dan transparansi yang lebih baik sangat penting dalam menarik lebih banyak investor. Dharsono Hartono, Presiden dan Direktur PT Rimba Makmur Utama, memberitahukan sudut pandangnya sebagai operator bisnis, mengatakan, “Di Indonesia Anda memerlukan perubahan paradigma serta kesabaran untuk menunggu dan berinisiatif mengembangkan cara yang tepat untuk melakukan bisnis. Untuk mengubah paradigma ini, harus ada tata keloladan transparansi yang lebih baik.” Ola Elvestuen, Kepala Komite Energi dan Lingkungan Hidup Parlemen Kerajaan Norwegia, membawa sudut pandang internasional, mendemonstrasikan bahwa andil dari komunitas internasional merupakan kunci dalam melaksanakan REDD+ di tingkat pusat. “Jika Anda dapat menetapkan sistem yang tepat di tingkat global, akan ada masukan yang lebih besar juga terkait dengan transfer sumber daya ke Indonesia,” kata Ola. Sebagai moderator sesi-sesi hari itu, Direktur UNORCID Satya Tripathi, menarik perhatian pada peluang yang Indonesia miliki untuk memainkan peran utama dalam membagi pembelajaran kepada dunia tentang pelaksanaan REDD+.
Lebih lanjut, sudut pandang dan pengalaman regional yang muncul dari Asia tentang isu-isu ini akan membantu memperkuat kapasitas di seluruh kawasan ini dan di seluruh belahan dunia seiring dengan proses persiapan untuk pelaksanaan REDD+ yang dilakukan banyak negara. KTT yang diselenggarakan PBB, yang didasarkan pada temuan-temuan utama dari laporan yang dikeluarkan barubaru ini oleh International Resource Panel dan UN-REDD Programme, Membangun Modal Alam: Bagaimana REDD+ Dapat Mendukung Ekonomi Hijau, membahas beragam tema yang terkait dengan REDD+ dan dimasukkannya REDD+ ke dalam agenda Ekonomi Hijau, termasuk keadilan sosial, keterlibatan sektor swasta, pendidikan dan penyadaran, dan pengembangan kelembagaan. Diskusi yang dianggap berpotensi untuk “obligasi hijau” sebagai mekanisme baru yang bernilai tinggi untuk mengarahkan pendanaan menuju pembangunan ekonomi hijau atas investasi bisnis seperti biasa (BAU). Mark Burrows, Direktur Pelaksana dan Wakil Ketua Global Investment Banking, Credit Suisse, membingkai peluang ini dengan mengatakan, “Satu kelompok modal sektor swasta terbesar diinvestasikan dalam obligasi berkualitas tinggi. Mengingat keterbatasan pendanaan sektor publik, semakin jelas bahwa kita perlu memanfaatkan kelompok modal sektor swasta besar ini.” Diskusi-diskusi ini lebih lanjut menyoroti bahwa mengoperasionalisasikan REDD+ dan memfasilitasi pertumbuhan hijau melibatkan perubahan besar dalam cara yang kita gunakan untuk menilai modal alam dan membuat keputusan investasi. Heru Prasetyo, Kepala Badan Pengelola REDD+, berkomentar, “Tantangan terbesar yang dihadapi REDD+ dan Ekonomi Hijau adalah skenario bisnis seperti 8
S ep tem b er 2014
UNOR CID
REDD+ DAN SEKTOR SWASTA
Membangun Argumentasi untuk REDD+ Acara pertama dari serangkaian tiga acara regional yang berfokus pada membangun argumentasi untuk REDD+ diluncurkan di Jakarta, Indonesia pada tanggal 7 Mei 2014. Lokakarya sehari penuh ini diselenggarakan oleh UNEP Finance Initiative (UNEP FI), UN-REDD Programme, Green Commodities Programme (GCP) UNDP, dan UN Office for REDD+ Coordination in Indonesia (UNORCID), didasarkan pada diskusi-diskusi yang sedang berlangsung yang dimulai pada tahun 2013 di suatu acara yang diadakan di sela-sela COP UNFCCC di Warsawa. Dengan mengacu pada sektor kelapa sawit di Indonesia, peserta lokakarya berdiskusi bagaimana argumentasi REDD+ dapat diperkuat dan memperjelas peran dan tanggung jawab yang terkait dengan penyadaran dan pelaksanaan.
yang mempertimbangkan subsidi, pajak, biaya kredit dan faktor lainnya yang dapat bertindak sebagai hambatan atau katalisator untuk REDD+. Sekarang setelah REDD+ di Indonesia mulai beralih dari kesiapan menuju pelaksanaan, terdapat peningkatan ketertarikan dalam pendanaan REDD+ dan mekanisme pendanaan terkait seperti hibah, obligasi dan kontrak berbasis kinerja.
Satya Tripathi menyampaikan pidato pembuka pada Lokakarya Membangun Argumentasi untuk REDD+.
Fred Stolle, World Resources Institute, berbicara pada acara ini.
Acara ini diawali dengan pidato dan pembagian pengalaman dari para pembicara utama dan panelis yang diikuti dengan diskusi kelompok. Pembicara utama meliputi Direktur UNEP FI Charles Anderson, Kepala Badan Pengelola REDD+ (BP REDD+) Heru Prasetyo, dan UNEP Goodwill Ambassador Pavan Sukhdev. Acara ini menekankan dibutuhkannya argumentasi meyakinkan yang dilafalkan dengan bahasa yang menarik bagi sektor swasta dan pemerintah negara berhutan. Hal ini akan memungkinkan sektor swasta untuk memahami baik tantangan maupun peluang dalam REDD+. Lingkungan kebijakan pemungkin juga sangat penting,
Peserta pada Lokakarya Membangun Argumentasi untuk REDD+.
9 Sep tem b er 2014
REDD+ Indonesia Newsletter
Pembicara utama meliputi (kiri ke kanan) Goodwill Ambassador UNEP Pavan Sukhdev, Direktur UNEP FI Charles Anderson, dan Kepala Badan Pengelola REDD+ (BP REDD+) Heru Prasetyo
Lokakarya Mekanisme Pendanaan Berbasis Hasil untuk REDD+ Salah satu fitur penentu dari mekanisme REDD+ adalah penekanannya pada pendanaan berbasis hasil. Namun, istilah‘pendanaan berbasis hasil’ merupakan istilah yang luas, dan dapat diartikan berbeda-beda oleh berbagai pemangku kepentingan. Lokakarya ini, yang diselenggarakan oleh UNEP Finance Initiative (UNEP FI), UN-REDDProgramme, Green Commodities Programme (GCP) UNDP dan UNORCID pada tanggal 8 Mei 2014 di Jakarta, Indonesia berupaya mengatasi hal ini dengan mulai menetapkan tipologi mekanisme pendanaan berbasis hasil REDD+, dengan menggunakan studi kasus regional untuk menggali rancangan tipologi dan menilai kesesuaiannya. Lokakarya ini merupakan awal dari suatu proses yang akan berlanjut di tingkat kawasan selama 12 bulan ke depan. Lokakarya ini bertujuan untuk mempertemukan beragam pemangku kepentingan REDD+ untuk mendiskusikan pendanaan berbasis hasil untuk REDD+ dengan cara yang interaktif yang meliputi presentasi, masukan langsung (realtime) dari peserta, menggali studi kasus, dan sesi diskusi.
Acara ini dimulai dengan pidato dan pembagian pengalaman dari para pembicara utama dan panelis yang diikuti dengan diskusi kelompok. Diskusi hari itu khusus berfokus memahami apa arti REDD+ bagi rantai pasokan berkelanjutan. Perangkat lunak crowdsourcing inovatif digunakan untuk mendapatkan input secara real-time dari peserta lokakarya untuk pertanyaanpertanyaan khusus tentang pendanaan berbasis hasil. Lokakarya ini menekankan perlunya menciptakan insentif untuk mengubah perilaku ekonomi. Pendanaan berbasis hasil berupaya menciptakan insentif ekonomi untuk masingmasing pemangku kepentingan yang terkait dengan REDD+. Peserta lokakarya menegaskan bahwa perangkat baru untuk REDD+ tidak dibutuhkan karena telah ada banyak produk pendanaan yang terkenal yang sesuai untuk memberikan pendanaan berbasis hasil. Bahasa yang sederhana juga merupakan kunci. Terdapat konsensus bahwa pendanaan berbasis hasil saat ini lebih mudah dilaksanakan di tingkat daerah, tetapi dalam proses UNFCCC, pelaporan dilaksanakan di tingkat pusat. Peserta lokakarya dibagi-bagi berdasarkan apakah pendanaan berbasis hasil sebaiknya menggunakan ukuran kinerja yang sederhana atau yang ketat. Perangkat lunak crowdsourcing inovatif digunakan untuk mendapatkan masukan secara real-time dari peserta lokakarya.
10 S ep tem b er 2014
UNOR CID
GAMBARAN UMUM REDD+:NASIONAL
Presiden Republik Indonesia menunjuk Tim Kepemimpinan Badan Pengelola REDD+
BP REDD+ leadership team (from left to right) Dr. Agus Sari, Dr. Nur Masripatin, H.E. Mr. Heru Prasetyo, Ms. Nurdiana Bariyah Darus, and Dr. William Sabandar outlining their visions for REDD+ in Indonesia.
Pembentukan
Badan
Pengelola
REDD+
(BPREDD+)
pengaturan
tata
guna
lahan,
dan
peluang
untuk
merupakan tonggak penting bagi REDD+ di Indonesia
mengaitkan mata pencaharian dengan penggunaan
dan pencapaian bersejarah perkembangan REDD+ di
hutan
panggung global. Pada tanggal 1 Juli 2014, UNORCID
tata kelola dalam mengatasi tantangan-tantangan ini,
menyelenggarakan “Interaksi Strategis dengan Badan
Dr. Nur Masripatin berbicara tentang tata kelola yang
Pengelola REDD+ Indonesia”.
baik dalam REDD+ sebagai landasan bagi penegakan
berkelanjutan.
Menggarisbawahi
pentingnya
hukum, kepatuhan, hubungan pemangku kepentingan, Pada acara ini, Kepala BP REDD+ Heru Prasetyo memberikan
dan proses pengambilan keputusan yang efisien dan
informasi terbaru tentang perkembangan kegiatan REDD+ di
efektif. Dr. Agus Sari melihat di luar tantangan langsung
Indonesia, yang diikuti dengan pengenalan deputi-deputi BP
dan menyoroti peluang yang dimiliki oleh REDD+ sebagai
REDD+, yang baru ditunjuk oleh PresidenRepublik Indonesia,
suatu mekanisme, menyatakan bahwa “REDD+ adalah
yaitu Deputi Bidang Operasional Dr. William Sabandar,
suatu cara untuk menilai aset alam kita, masyarakat dan
Deputi Bidang Tata Kelola dan Hubungan Kelembagaan Dr.
lingkungan hidup, serta untuk memperhitungkan biaya
Nur Masripatin, Deputi Bidang Pendanaan dan Perencanaan
secara akurat. ”Nurdiana Bariyah Darus menguraikan
Dr. Agus Sari, dan Deputi Bidang Teknologi, Sistem, dan
peran teknologi dalam mengonsolidasikan sistem tata
Monitoring Nurdiana Bariyah Darus. “Struktur BP REDD+
kelola, monitoring, pendanaan dan operasional; “Tugas saya
bukan struktur biasa”, diperkenalkan oleh Heru Prasetyo,
adalah memadukan sistem-sistem ini dan melihat apakah
yang menunjukkan perhatian holistik Badan ini terhadap tata
sistem-sistem ini akurat dan dapat diaudit,” katanya.
kelola, monitoring, pendanaan, dan teknologi, yang tercermin dalam gelar deputi-deputinya.
Direktur UNORCID Satya Tripathi yang menjadi moderator sesi ini, memuji kemajuan yang telah dicapai oleh BP REDD+
Menangkap perlunya memenuhi harapan masyarakat,
dan mengatakan, “Tata kelola yang baik merupakan inti
William Sabandar mengalihkan perhatian pada “wajah
dari semua masalah yang sepertinya tidak dapat diatasi
REDD+”,
ini, mengembangkan transparansi seputar sumber daya
yang
penanggulangan
termanifestasi kebakaran
melalui
hutan
dan
tantangan gambut,
bersama dan mengelola hak dan harapan.”
11 Sep tem b er 2014
RE DD+ In d o n e s i a N ew s le tter
UNORCID Membuka Kantor Provinsi Mitra di Jambi Perwakilan pemerintah provinsi, LSM dan sektor swasta berkumpul pada tanggal 28 April 2014 untuk pembukaan Kantor Provinsi Mitra (Partner Province Office, PPO) UNORCID di Jambi. Hal ini mewakili langkah lebih lanjut dalam perjalanan yang sedang dilakukan oleh Provinsi Jambi menuju pelaksanaan REDD+ dan pembangunan berkelanjutan. Mengakui bahwa kunci keberhasilan pelaksanaan REDD+ adalah tingkat provinsi, PPO UNORCID di Jambi akan bekerja sama dengan pihak pemerintah provinsi, sektor swasta dan masyarakat sipil untuk menggali peluang dan tantangan yang terkait dengan pelaksanaan REDD+. Kantor ini akan berisi pakar-pakar yang relevan untuk mendukung koordinasi ini dan untuk terus memperkenalkan hubungan dengan banyak pemangku kepentingan, dan jaringan REDD+ nasional/internasional.
(Kiri ke kanan) Hasan Basri Agus, Dr. Kuntoro Mangkusubroto, dan Satya Tripathi pada pembukaan Kantor Provinsi Mitra (PPO) di Jambi.
Pemerintah, termasuk Hasan Basri Agus, Gubernur Jambi, dan penduduk Provinsi Jambi menyambut Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Dr.Kuntoro Mangkusubroto,Kepala Badan Pengelola REDD+(BP REDD+) Heru Prasetyo, dan Direktur UNORCID Satya Tripathi, di acara ini. Selain peserta dari Provinsi Jambi, perwakilan dari Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa, organisasi antar pemerintah, organisasi non-pemerintah, organisasi masyarakat adat dan masyarakat setempat, dan akademisi menghadiri acara peresmian ini. Memperlihatkan komitmen mendalam Indonesia terhadap REDD+, Kantor ini dibuka oleh Dr. Kuntoro Mangkusubroto. Pertemuan perkenalan ini diselenggarakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Jambi
bersama dengan UNORCID. Pertemuan ini meliputi partisipasi pemangku kepentingan daerah yang bekerja untuk mencapai tujuan REDD+, khususnya dari sektor kehutanan, sektor lingkungan hidup dan sektor terkait lainnya. Peserta mendiskusikan intervensi program tentang isu-isu yang terkait dengan emisidan lingkungan hidup, dan informasi terbaru dibagi tentang rencana pembentukan Komisi Daerah (KOMDA) REDD+ di Jambi. Peserta mengungkapkan pentingnya membentuk forum koordinasi untuk memastikan kegiatan program REDD+ programme diselaraskan dengan efektif di antara para pemangku kepentingan.
Indonesia, Penyelenggara Bersama Lokakarya Peningkatan Kapasitas CBD Tingkat Kawasan Lebih dari 50 peserta berkumpul untuk lokakarya kawasan Asia Tenggara tentang Konservasi dan Restorasi Ekosistem. Lokakarya ini diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup, bekerja sama dengan Sekretariat Konvensi Keanekaragaman Hayati (SCBD), dengan dukungan dari PPO UNORCID di Jambi yang baru dibuka, pada tanggal 28 April 2014. Peserta berdatangan dari 11 negara Asia Tenggara termasuk Kamboja, Republik Demokratik Rakyat Lao, Malaysia, Myanmar, Papua New Guinea, Filipina, Republik Korea, Singapura, Thailand, Vietnam, dan Indonesia. Fokus lokakarya peningkatan kapasitas ini adalah pada konservasi dan restorasi ekosistem di Asia Tenggara. Target Aichi bertujuan untuk mengatasi penyebab dasar hilangnya keanekaragaman hayati dengan mengarusutamakan keanekaragaman hayati di seluruh pemerintah dan masyarakat,ii)mengurangi tekanan langsung pada keanekaragaman hayati dan mendorong pemanfaatan yang berkelanjutan,iii)meningkatkan status keanekaragaman hayati dengan menjaaga ekosistem, spesies dan keragaman genetik,iv)meningkatkan manfaat bagi semua dari keanekaragaman hayati dan jasa ekosistem,dan v) meningkatkan pelaksanaan melalui perencanaan partisipatif, pengelolaan pengetahuan, dan peningkatan kapasitas. Untuk melihat secara langsung upaya-upaya konservasi dan restorasi yang sedang berjalan, peserta mengunjungi Proyek Hutan Hujan Harapan. Kawasan Hutan Hujan Harapan dikelola oleh PT REKI (RestorasiEkosistem Konservasi Indonesia), suatu entitas konservasi dan restorasi ekosistem Indonesia. Proyek ini telah membentuk sumber penghasilan alternative yang stabilbagi masyarakat adat dan masyarakat setempat melalui kemitraan masyarakat, ekowisata, restorasi hutan, dan kegiatan penelitian.
12 S ep tem b er 2014
UN O RCI D
GAMBARAN UMUM REDD+: REGIONAL
Pertemuan Forum Koordinasi Pelaksana Lingkungan Hidup Pertama di Kalimantan Tengah
Pembicara di Forum Koordinasi Pelaksana Lingkungan Hidup di Kalimantan Tengah (kiri ke kanan) Kepala BP REDD+Heru Prasetyo, Duta Besar Norwegia untuk Indonesia Stig Traavik, Wakil Gubernur Kalimantan Tengah Achmad Diran, Deputi Bidang Operasional BP REDD+William Sabandar, dan Deputi Bidang Perencanaan dan Pendanaan BP REDD+Agus Sari.
Pertemuan pertama Forum Koordinasi Pelaksana Lingkungan Hidup di Kalimantan Tengah berlangsung pada tanggal 14 Februari 2014 di Palangka Raya, ibukota provinsi. Gubernur mendirikan forum ini untuk meningkatkan koordinasi, harmonisasi, dan fasilitasi dalam REDD+ dan program lingkungan hidup lainnya. Dikarenakan repositori lahan gambut dan cadangan karbon, serta ancaman deforestasi yang berkelanjutan, Kalimantan Tengah ditunjuk sebagai provinsi percontohan untuk kegiatan REDD+ pada tahun 2010. Dengan lebih dari 35 organisasi yang menerapkan lebih dari 120 kegiatan REDD+, forum yang diketuai oleh Pemerintah ini berfungsi sebagai panggung utama untuk memberikan informasi dan konsultasi kepada berbagai pihak mengenai
strategi, kebijakan, dan isu-isu lingkungan yang terkait dengan REDD+. UNORCID menyokong forum ini dengan memfasilitasi dukungan yang diperlukan. Perlunya membangun forum koordinasi untuk mendorong komunikasi antara para pemangku kepentingan REDD+ disorot oleh Wakil Gubernur, Achmad Diran. Kegiatan REDD+ dilaksanakan dengan tujuan untuk membangun kapasitas provinsi, dengan meningkatkan pengetahuan, keahlian dan keterampilan provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa. Untuk mencapai tujuan ini, melibatkan pemangku kepentingan di semua tingkat menuju pendekatan terkoordinasi untuk perkembangan REDD+ adalah yang terpenting. Selain aktor tingkat provinsi, forum ini juga dihadiri oleh sejumlah pihak termasuk Kepala Badan Pengelola REDD+ (BP REDD+) Heru Prasetyo, Deputi Bidang Operasional BP REDD+ William Sabandar, Deputi Bidang Perencanaan dan Pendanaan BP REDD+ Agus Sari, Duta Besar Norwegia untuk Indonesia Stig Traavik, Asisten Dirjen Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO) Eduardo Rojas-Briales, Direktur UNORCID Satya Tripathi, Direktur Global Canopy Programme (GCP) Andrew Mitchell, dan Goodwill Ambassador United Nations Environmental Programme (UNEP) Pavan Sukhdev. Pertemuan ini adalah pertemuan pertama dari serangkaian pertemuan Forum Pelaksana Lingkungan Hidup yang diadakan tiap dua bulan.
Kepala BP REDD+Heru Prasetyo, menyampaikan pidato.
13 Sep tem b er 2014
REDD+ Indonesia Newsletter
Kuntoro Mangkusubroto adalah kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). Seorang teknokrat berpengalaman yang telah melayani empat pemerintahan nasional dalam karir yang membentang lebih dari 40 tahun, beliau dikenal sebagai pemimpin yang sungguh-sungguh dan berorientasi pada hasil. Di sini beliau berbicara kepada UNORCID tentang visinya untuk Program Nasional REDD+. T. Apakah Anda dapat menjelaskan asal-usul dan konteks REDD+ di Indonesia? Sebagai Kepala UKP4 dan pada saat yang bersamaan sebagai Kepala Satuan Tugas REDD+ untuk Presiden, saya berkesempatan memimpin program REDD+ sejak lahirnya. Ini telah menjadi perjalanan yang luar biasa: memperkaya dan memuaskan, meskipun dengan banyak tantangan. Konteks dimana inisiatif perintis yang ambisius ini datang ke Indonesia penting untuk dipahami. Ini adalah negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang luar biasa yang dipimpin oleh pemerintahan yang kuat dengan demokrasi bebas dan transparan. Namun, pertumbuhan ekonomi ini terjadi dengan mengambil dan menghabiskan sumber daya alam Indonesia yang, tentu saja, tidak berkelanjutan. Sebagaimana yang ditunjukkan oleh kebakaran lahan gambut di Riau, kegagalan Indonesia dalam mengelola hutannya secara berkelanjutan dapat memiliki dampak negatif tidak hanya pada ekonomi dan masyarakat kita sendiri, melainkan juga pada tetangga kita. Ketika perhatian internasional terfokus pada perubahan iklim, dan peran deforestasi dalam hal ini, kita di Indonesia menyadari bahwa diskusi ini sangat relevan dan berpotensi penuh, dalam konteks kebutuhan dan tantangan pembangunan kita sendiri. T. Apa yang menjadi prestasi utama Program REDD+ Indonesia sejauh ini? Output utama sejauh ini meliputi Strategi Nasional REDD+, Badan Pengelola REDD+, cetak biru kelembagaan dan
metodologi Instrumen Pendanaan REDD+ dan sistem MRV, program Satu Peta (One Map) yang akan menjadi dasar untuk mengukur prestasi dalam menjaga hutan dan lahan gambut kita, dan program Satu Data (One Data) yang bertujuan untuk menyelaraskan cara kita mengumpulkan dan menggunakan data di lingkup nasional. Selanjutnya, kami telah menetapkan platform untuk kegiatan REDD+ di beberapa provinsi, melibatkan masyarakat dan pemerintah daerah. Kami memulai dengan provinsi rintisan Kalimantan Tengah, dan sepuluh provinsi lainnya sekarang telah dipilih sebagai provinsi mitra untuk mendemonstrasikan pelaksanaan REDD+. T. Bagaimana masyarakat terlibat dalam proses ini? Kami menyadari bahwa prasyarat untuk memberikan perubahan dalam skala ini adalah mendapatkan dukungan penduduk yang sangat bergantung pada hutan, serta petani dan aktor yang terlibat dalam sektor tata guna lahan seperti pertambangan dan perkebunan kepala sawit. Untuk melakukan hal ini, kami membutuhkan perubahan mentalitas ‘bisnis seperti biasa (BAU),’ dan cara untuk memengaruhi kepentingan menuju pola pikir yang positif. Oleh karena itu, dan mungkin yang terpenting, pendekatan kami dalam segala hal berfokus pada memastikan transparansi, memaksimalkan partisipasi berbagai pemangku kepentingan, dan mendorong peningkatan tata kelola. Ini adalah prinsip panduan untuk Badan Pengelola REDD+. T. Surat Pernyataan Kehendak (LoI) yang ditandatangani antara Pemerintah Norwegia dengan Indonesia dikritik karena lamban dilaksanakan. Bagaimana Anda menanggapi kritik ini? Anda tidak dapat membangun sesuatu yang berkelanjutan di atas dasar yang lemah. Saya percaya bahwa program yang memiliki ukuran dan ruang lingkup sebesar REDD+ di Indonesia harus diwujudkan dengan ekosistem pendukung. Contoh upaya menumbuhkan ekosistem tersebut adalah proses membuat Satu Peta untuk Indonesia, yang melibatkan penyelarasan berbagai peta lahan dari berbagai kementerian dan kelembagaan. Sebagai pemerintah, kita berkewajiban untuk memastikan bahwa semua pemangku kepentingan utama ikut serta dan bahwa prosesnya tidak hanya transparan tetapi juga terukur. Walaupun saya tidak mengingkari bahwa solusi perubahan iklim sangat dibutuhkan, kecepatan hendaknya tidak menjadi satusatunya kriteria yang digunakan untuk menilai keberhasilan suatu negara- terutama ketika menilai inisiatif yang berpotensi transformatif seperti REDD+ di Indonesia. T. Apa saja faktor utama yang mendorong keberhasilan kerja sama antara berbagai kementerian, mengingat bahwa kepentingan mereka tidak selalu sejalan? Indonesia memilih untuk mengupayakan pendekatan sektoral terhadappembangunan ekonomi nasional, dengan
14 S ep tem b er 2014
UNOR CID
WAWANCARA BULAN INI pertimbangan bahwa pendekatan ini adalah pendekatan yang paling efektif dan efisien. Meskipun pendekatan ini berhasil di masa lalu, tidak ada jaminan akan terus berhasil di masa depan. Kita berada di era yang berbeda, dengan beragam nilai dan prioritas – oleh karena itu, kita hendaknya mengubah pendekatan kita. Pendekatan yang seimbang dan inklusif terhadap pembuatan kebijakan lebih tepat bagi tahap pembangunan kita saat ini. T. Selain REDD+, Indonesia juga telah berkomitmen untuk mencapai ekonomi hijau. Apa hubungan antara kedua tujuan ini? Ini adalah pertanyaan yang sangat menarik. Saya ingin mengatakan bahwa kita tidak dapat menyelamatkan hutan kita tanpa juga – pada saat yang bersamaan – menjalankan transisi menuju ekonomi hijau. Untuk waktu yang cukup lama, perekonomian Indonesia telah didukung oleh ekstraksi sumber daya, perluasan ekspor komoditas dan industrialisasi padat karya. Hal ini penting dalam memahami mengapa kita menghadapi tingkat ketidaksetaraan ekonomi yang semakin besar: banyak orang masih bergantung pada strategi mata pencaharian yang rendah produktivitas, bergantung pada basis sumber daya yang telah berkurang, sementara sebagian kecil menuai keuntungan dari perdagangan dan mengalami pertumbuhan kekayaan yang pesat. T. Apa yang telah Pemerintah Indonesia lakukan untuk merangsang transisi menuju ekonomi hijau, dan apa menurut Anda yang masih dapat pemerintah lakukan? Kita harus bergerak menuju suatu bentuk pertumbuhan ekonomi yang menggunakan sumber daya secara lebih efisien, didorong oleh inovasi, dan memaksimalkan penggunaan sumber daya terbarukan. Kita membutuhkan paradigma pertumbuhan ekonomi yang mengenali berbagai jasa ekosistem yang penting yang diberikan oleh hutan kita, tidak hanya dengan menghancurkan hutan. Ini adalah akar dari visi kami di REDD+ Indonesia, bukan hanya berfokus pada karbon, melainkan pada visi meningkatkan dan melindungi manfaat yang diberikan hutan kepada masyarakat. Sejak tahun 2007, ketika Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Para Pihak yang ke-13 Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim, kita telah mengonsolidasikan tempat kita sebagai pemimpin global dalam memulai aksi mitigasi perubahan iklim. Komitmen yang dibuat di Pittsburgh Summit pada tahun 2009, dan tindakan Indonesia untuk melanjutkan ke
fase pelaksanaan formal melalui REDD+, menunjukkan hal ini. Tetapi perjalanan kita masih sangat jauh. Ini tidak hanya tentang mengetahui istilah yang tepat, tetapi juga mengambil tindakan nyata – misalnya, dengan menyesuaikan pola konsumsi dan menjaga lingkungan dengan lebih baik. T. Permasalahan yang terkait dengan kepemilikan, perizinan dan klaim yang tumpang-tindih, sangat rumit. Bagaimana kita dapat menangani permasalahan ini secara praktis? Anda benar ketika Anda berkata ini adalah permasalahan yang rumit! Setiap aktor yang terlibat cenderung memiliki kepentingan dalam mempertahankan akses dan kewenangan atas sumber daya tertentu. Tetapi kita adalah negara yang tidak pernah takut melakukan reformasi mendalam ketika menghadapi kesulitan. Satu aspek penting dari hal ini adalah bersikap jujur dan serius tentang kelemahan yang ada saat ini dalam sistem kepemilikan lahan, dengan kontradiksi yang terkandung di dalamnya. Itu adalah titik awal, dimana kita dapat memulai negosiasi. Ini bukanlah situasi dimana istilah ‘sama-sama menang’ dapat secara terwujud – sebagian orang akan menganggap diri mereka kalah. Namun, kita harus berkompromi dan menerima kekalahan apabila itu untuk kepentingan orang banyak. T. Anda telah menggambarkan keputusan MK35 dari Mahkamah Konstitusi sebagai kedewasaan Indonesia sebagai suatu bangsa. Dapatkah Anda menjelaskan lebih lanjut? Prinsip-prinsip penentu Indonesia sebagai sebuah bangsa terletak pada Undang-Undang Dasar. Putusan MK No.35/2012 mengacu pada dokumen itu, menjelaskan bahwa prinsip-prinsip yang terlibat dalam hal ini terletak sebagai inti dari apa artinya menjadi Indonesia. Indonesia hari ini adalah demokrasi, benar-benar mampu merangkul semangat Bhineka Tunggal Ika. Demokrasi kita mungkin masih relatif muda, tetapi kuat, sebagaimana yang ditunjukkan oleh keberhasilan transisi antar administrator. Kita mulai bangkit sebagai pemimpin global, terutama dalam hal pembangunan yang berkelanjutan, sebagaimana yang dicerminkan oleh peran Presiden Yudhoyono sebagai Ketua BersamaPanel Tingkat Tinggi Para Tokoh Terkemuka tentang Agenda Pembangunan Pasca-2015 (High-Level Panel of Eminent Persons on the Post-2015 Development Agenda). Putusan MK 35 adalah salah satu dari beberapa terobosan yang, bersama-sama, menunjukkan bahwa telah tiba saatnya bagi Indonesia untuk menyatakan dirinya sebagai pemimpin demokrasi, pertumbuhan dan keberlanjutan.
15 Sep tem b er 2014
REDD+ Indonesia Newsletter
“UNEP telah mengembangkan definisi kerja ekonomi hijau sebagai ekonomi yang menghasilkan peningkatan kesejahteraan manusia dan keadilan sosial, seraya secara signifikan mengurangi risiko lingkungan dan kelangkaan ekologi. Singkatnya, ekonomi hijau dapat dipandang sebagai ekonomi yang rendah karbon, bersumber daya efisien dan bersifat inklusif secara sosial. Praktisnya, ekonomi hijau adalah ekonomi yang pertumbuhan pendapatan dan lapangan kerjanya didorong oleh investasi publik dan swasta yang mengurangi emisi karbon dan polusi, meningkatkan energi dan efisiensi sumber daya, serta mencegah hilangnya jasa keanekaragaman hayati dan ekosistem. Investasi ini harus dikatalisasi dan didukung oleh pengeluaran publik bersasaran, reformasi kebijakan dan perubahan peraturan. Jalur pembangunan ini harus menjaga, meningkatkan dan, jika perlu, membangun kembali modal alam sebagai aset ekonomi penting dan sumber manfaat publik, terutama bagi rakyat miskin yang mata pencahariannya dan ketahanannya sangat bergantung pada alam”.
Peluncuran Studi Valuasi Ekosistem Hutan
Pavan Sukhdev, Goodwill Ambassador UNEP dan Pemimpin Studi ini, menjelaskan bahwa studi ini merupakan valuasi jasa yang diberikan hutan. Studi ini bukan studi terpisah, melainkan studi penghubung yang dibangun berdasarkan studi-studi yang ada di Indonesia dan di luar negeri. Sebagian dari jasa-jasa ekosistem ini mencakup memastikan ketahanan pangan, menjamin mata pencaharian, adaptasi perubahan iklim, menjamin ketersediaan air, menjamin lapangan kerja, dan menjamin kesehatan. Dalam konteks Indonesia,
terdapat
berbagai
tantangan
mengenai
pertumbuhan, tata kelola, dan pengurangan kemiskinan. Didukung oleh proyeksi ekonomi yang kuat dan demografi usia yang menguntungkan, ini adalah jenis permasalahan yang harus diakui dan dijadikan dasar oleh para pemangku kepentingan. Studi valuasi ini memiliki tujuan di tingkat lokal, nasional, dan global. Di tingkat lokal, studi ini bertujuan untuk memperkuat argumentasi untuk mata pencaharian setempat, dievaluasi melalui “PDB Rakyat Miskin”, yang dibuat berdasarkan Studi The Economics of Ecosystems and Biodiversity (TEEB) tahun 2010. Mengingat ada 99 juta rakyat miskin di Indonesia
Pavan Sukhdev, Goodwill Ambassador UNEP dan Pemimpin Studi memperkenalkan Studi Valuasi Ekosistem Hutan.
yang bergantung pada jasa ekosistem, dan jasa ekosistem yang dikonsumsi oleh rakyat miskin sebagai persentase
Diselenggarakan
Environment
PDB rakyat miskin adalah sekitar 75%. Pavan mengajukan
Programme (UNEP) bersama dengan UNORCID, peluncuran
oleh
United
Nations
pertanyaan, ‘apa yang kita lakukan untuk menjamin harga,
acara Studi Valuasi Ekosistem Hutan (Forest Ecosystem
pendidikan, kesehatan, dan pendapatan alternatif yang adil,
Valuation Study) pada tanggal 1 Juli 2014 di Jakarta berfokus
berdasarkan pengetahuan kita tentang ketergantungan yang
pada pentingnya melakukan valuasijasa ekosistem untuk
sedemikian tinggi terhadap ekosistem untuk pendapatan
mendorong kebijakan yang diperlukan untuk transisi menuju
rumah tangga?’ Di tingkat nasional, satu cara efektif
ekonomi hijau di Indonesia. Panelis membagi pengalaman
untuk menangani perubahan iklim adalah transisi menuju
dan keahlian mereka dalam berbagai bidang terkait
ekonomi hijau. Menghijaukan ekonomi Indonesia mencakup
termasuk tujuan valuasi ekosistem, statistik lingkungan, tata
menjawab tantangan terhadap restrukturisasi REDD+,
kelola hutan, dan sumber pendapatan lingkungan.
seperti kejelasan tentang kontrak, ketidakpastian setelah 16 S ep tem b er 2014
UNOR CID
MENUJU TRANSISI EKONOMI HIJAU perjanjian Kyoto, dan kesulitan dalam pembuatan skema
Chief Science Advisor, World Agroforestry Centre (ICRAF); dan
sukarela. Melibatkan diri dengan perusahaan-perusahaan
Amy Ickowitz, Ilmuwan, Forests and Livelihoods Programme,
yang berdampak besar merupakan satu langkah penting
Center for International Forestry Research (CIFOR).
lainnya menuju transisi ekonomi hijau. Tantangan lainnya yang ada mencakup penyusunan kerangka kerja dan mekanisme untuk menjamin pendanaan berkelanjutan,
“nesting”
mekanisme
pendanaan,
menyepakati cara melanjutkan Studi ini selama peningkatan kapasitas, dan sepakat untuk meniadakan kebutuhan atas kesepadanan dan data dasar (baseline). Panel terhormat yang terdiri dari para peneliti yang hadir pada acara peluncuran untuk memulai Studi Valuasi Ekosistem Hutan dalam konteks pekerjaan yang sedang berlangsung di Indonesia mencakup Etjih Tasriah, Kepala Bagian Neraca Pertambangan, Energi, dan Konstruksi, Direktorat Neraca Produksi, Badan Pusat Statistik (BPS); Pungky Widiaryanto, Pembangunan Nasional (BAPPENAS); Meine van Noordwijk,
Mr. Johan Kieft, Head of the UNORCID Green Economy Unit, and Mr. Pungky Widiaryanto follow intently as Mr. Meine van Noordwijk presents.
Ms. Etjih Tasriah makes a point at the launch event.
Ms. Amy Ickowitz answers a question during the dicussion session.
Perencana Kebijakan Kehutanan, Badan Perencanaan
Seri Dialog UNORCID: Menuju Transisi Ekonomi Hijau ASEAN – Berbagi Pengalaman antara Vietnam dan Indonesia Acara Seri Dialog UNORCID yang diselenggarakan pada tanggal 4 Juni 2014, mendatangkan pejabat dari sektor perencanaan Vietnam, perwakilan PBB, kelembagaan Indonesia dan masyarakat donor. Para peserta membahas strategi yang dilakukan Indonesia dan Vietnam dalam langkah mereka menuju ekonomi hijau, pengaturan kelembagaan mereka serta keterlibatan donor. Ditekankan bahwa terdapat lingkup besar untuk saling belajar, namun logika di balik arsitektur transisi ekonomi hijau harus terlebih dahulu dipahami dan solusi untuk ‘menghijaukan ekonomi’ harus disesuaikan, dengan mempertimbangkan konteks nasional. Para peserta juga menekankan bahwa program pelatihan ulang tenaga kerja ‘hijau’ dan investasi sektor swasta sangat penting untuk menjamin keberhasilan transisi menuju ekonomi hijau. 17 Sep tem b er 2014
REDD+ Indonesia Newsletter
50 Tahun Kerja Sama Teknis dengan Indonesia Tantangan global seperti perubahan iklim dan pembangunan
program ini mendukung Kementerian Kehutanan dalam
ekonomi
dan
membangun kerangka kerja kelembagaan dan pengaturan
kemitraan internasional agar dapat ditangani secara
berkelanjutan
membutuhkan
kerjasama
yang diperlukan untuk pelaksanaan pengelolaan hutan lestari
efektif. GIZ (Deutsche Gesellschaft für Internationale
dan penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. Di
Zusammenarbeit (GIZ) GmbH) merupakan penyedia utama
tingkat kabupaten/kota dan provinsi, FORCLIME membantu
layanan kerjasama internasional untuk pembangunan
pemerintah daerah untuk merencanakan pengelolaan hutan
berkelanjutan dengan layanan yang didasarkan kompetensi
lestari, mendirikan dinas kehutanan dan mengamankan
regional dan teknis Jerman yang tinggi.
prasyarat yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan percontohan REDD. Hal ini melibatkan kerja sama dengan
Saat ini terdapat lebih dari 130 negara yang menerima layanan
pengelola hutan setempat, pusat pelatihan dan universitas.
dan proyek konsultasi dari GIZ, Indonesia adalah salah satu
Komponen ketiga adalah Heart of Borneo Initiative. Di sini,
mitra prioritas Jerman yang telah bekerjasama selama lebih
program ini membantu instansi pemerintah, masyarakat
dari 50 tahun. Di Indonesia, praktek-praktek pengelolaan
setempat dan sektor swasta mengembangkan strategi dan
hutan yang bersifat eksploitatif dan tidak berkelestarian telah
rancangan instrumen untuk mendorong pelestarian dan
menuntun pada dibutuhkannya pendekatan internasional
pertumbuhan yang berkelanjutan. Satu bagian penting dari
terhadap konservasi hutan dan perlindungan iklim, seperti
inisiatif ini adalah untuk meningkatkan mata pencaharian
REDD+. Namun, kurangnya dukungan politik dan kerangka
masyarakat miskin yang bergantung pada hutan di beberapa
kerja kelembagaan yang dibutuhkan serta kurangnya kapasitas
kabupaten/kota terpilih di Kalimantan.
dan sumber daya Indonesia menghadirkan tantangan bagi pelaksanaan REDD+. Di sini, GIZ memberikan sumber daya
Sampai saat ini, GIZ telah berhasil bekerja sama dengan
teknis dan konsultasi yang penting bagi strategi REDD+.
Kementerian Kehutanan untuk memulai pembentukan
Sumber daya ini mencakup pengembangan kerangka kerja
kerangka hukum tata usaha hutan, menerbitkan peraturan
pusat dan daerah, penetapan kesatuan pengelolaan hutan
REDD Indonesia, dan melibatkan pemangku kepentingan
(KPH), penghitungan tingkat emisi rujukan, pengembangan
lainnya seperti pemerintah daerah, pengelola hutan dan desa-
sistem MRV yang akan berfungsi, mekanisme pembagian
desa setempat dalam pelestarian dan pengelolaan hutan.
manfaat dan registri karbon. FORCLIME, program perubahan iklim dan hutan dari GIZ di Indonesia, berhadapan langsung dengan tantangan politik dan kelembagaan negara. Tujuan menyeluruh FORCLIME adalah pengembangan dan penyempurnaan kerangka kerja tata kelola dan kelembagaan yang dirancang oleh pemerintah untuk memungkinkan pengurangan emisi gas rumah kaca dari deforestasi dan degradasi hutan, konservasi keanekaragaman hayati, peningkatan mata pencaharian masyarakat setempat dan pemfasilitasian masyarakat setempat menuju Ekonomi Hijau di Indonesia. Pendekatan FORCLIME untuk mencapai tujuan ini dibagi menjadi tiga komponen: Di tingkat nasional, 18 S ep tem b er 2014
UNOR CID
I N F O R M A S I T E R B A R U DA R I M I T R A ST R ATEG IS
10 G Street, NE Suite 800
Washington, DCSuite 20002 (PH) +1DC (202) 729-7600 10 G Street, NE 800 USA Washington, 20002 USA www.WRI.org (PH) +1 (202) 729-7600
www.WRI.org
Global Forest Watch memanfaatkan untuk GLOBAL FOREST WATCH OVERVIEW GLOBAL FOREST WATCH OVERVIEWdata menghentikan hilangnya hutan Global Forest Watch (GFW) is aWatch dynamic online monitoring and alert system, and alert system, Global Forest (GFW) is aforest dynamic online forest monitoring
empowering people everywhere to better manage forests. the first time,For GFW satellite empowering people everywhere to betterFor manage forests. theunites first time, GFW unites satellite technology, open data, and crowdsourcing to guarantee public access to timely and reliable technology, open data, and crowdsourcing to guarantee public access to timely andhutan reliable • Cerita, video, dan foto geo-tagged tentang yang Global Forest Watch (GFW) adalah sistem pengawasan dan information aboutinformation forests. Armed with the latest information frominformation GFW, governments, about forests. Armed with the latest from GFW, governments, dikirim oleh para pengguna GFW. peringatan and hutan yang bersifat can dinamis daring (online), businesses, communities haltdan forest loss. businesses, and communities can halt forest loss. yang memungkinkan setiap orang di mana saja untuk
GFW was created by thewas World Resources Institute with over 40 partners, including Google, mengelola hutan GFW dengan lebih baik. Untuk pertama kalinya, by the World Resources Institute with over 40 partners, including created Mengapa penting untuk memiliki dataGoogle, hutan Esri, the University of Maryland, Imazon, Center for Global Development, and the UN Esri, the University of Maryland, Imazon, Center for Global Development, and the UN GFW menggabungkan teknologi satelit, data terbuka, dan yang baik? Environment Programme. Major funders include Norwegian Climate and Forests Initiative, Environment Programme. Majorthe funders include the Norwegian Climate and Forests Initiative, crowdsourcing untuk menjamin akses masyarakat ke informasi U.S. Agency for International Development (USAID), U.K. Department for International U.S. Agency for International Development (USAID), U.K. Department for International • Semakin pemerintah dan Fund. badan usaha yang yang tepat waktu dan handal tentang hutan. Pemerintah, sektor(GEF), Development (DFID), Global Environmental Facility and The banyak Tilia Fund. Development (DFID), Global Environmental Facility (GEF), and The Tilia swasta, dan masyarakat dapat menghentikan hilangnya hutan
membuat
komitmen
baru
untuk
menghentikan
GFW currently features the following data: currently the followingdeforestasi data: dan meningkatkan pengelolaan hutan, tetapi dengan berbekal GFW informasi terkini darifeatures GFW. GFW didirikan mereka membutuhkan informasi untuk tahu dimana oleh World Resources Institute, dengan lebih dari 40 mitra, ¥ High resolution produced by data analyzing over by half a billionover Landsat ¥ data High resolution produced analyzing half satellite a billionimages Landsattosatellite images to mereka dapat bertindak. termasuk Google, Esri, University of Maryland, Imazon, Center
detect tree cover loss andtree gain annually at again 30-meter resolution worldwide detect cover loss and annually at a 30-meter resolution worldwide
• forest Sampai sekarang, banyakclearing informasi hutanevery telah for dan UN Environment Programme. ¥ Global A treeDevelopment, cover loss system, indicating where new clearing is happening every ¥ alert A tree cover loss alert system, indicating where new forest istentang happening month 500meliputi meter resolution across theForests humid across tropics kadaluarsa, membingungkan, dan tidak akurat, serta Pemberi danaat utama Norwegian month at 500Climate meterand resolution the humid tropics ¥ Daily global fire updates from NASA ¥ Daily global fire updates from NASA tidak konsisten di seluruh daerah. Initiative, U.S. Agency for International Development (USAID), ¥ Land use data,¥ including the boundaries ofthe protected areasofworldwide, as wellworldwide, as logging,as well as logging, Land use data, including boundaries protected areas • Informasi berkualitas buruk berkontribusi pada U.K. Department for International Development (DFID), Global
mining, oil palm, mining, and other for select countries oilconcessions palm, and other concessions for select countries
keputusan pengelolaan buruk, yang Environmental (GEF), dan Tilia Fund. ¥ Maps of Facility existing and their characteristics like carbon density, intactyang ¥ forests Maps of existing forests and their characteristics likeremaining carbon hutan density, remaining intact selanjutnya membahayakan hutan dunia. forest landscapes,forest and biodiversity landscapes,hotspots and biodiversity hotspots ¥ Geo-tagged stories, videos, and photos about and forests by GFW userstelahby ¥ Geo-tagged stories, videos, photos forests GFW users • submitted Lajuabout deforestasi di submitted Brasil berkurang lebih dari 70
GFW saat ini menampilkan data berikut:
persen sejak tahun 2004, terutama sebagai akibat dari
Technological innovations behind GFW: behind GFW: Technological innovations • Data resolusi tinggi yang diproduksi dengan menganalisis
program pengawasan satelit canggih untuk Amazon.
dari setengah gambar satelit Landsat untuk ¥ lebih Falling costs of¥ miliar technology, the power of cloud computing, and increased satellite Falling costs of technology, the power of cloud computing, and increased satellite mendeteksi hilangnyaimagery dan munculnya tutupan imagery availability have enabled the creation of a forest monitoring system that was system that was availability havehutan enabled the creation of a forest monitoring unthinkable ten resolusi years ago. unthinkable years ago. setiap tahun dengan 30meterten di seluruh dunia. The cloud computing of hutan, Google Earth Engine enable enhanced storage ¥ hilangnya The capabilities cloudtutupan computing capabilities of Google Earth Engine data enable enhanced data storage • ¥ Sistem peringatan yang and analysis on GFW, while multiplying the speed and reducing the cost at which and analysis on GFW, while multiplying the speed and reducing data the cost at which data menunjukkan letak pembukaan hutan terbaru yang can be analyzed. can be analyzed. terjadi setiap bulan resolusi 500 meter di seluruh human networking enable information ¥ High-speed Internet connectivity and associated ¥dengan High-speed Internet connectivity and associated human networking enable information daerah tropis lembab. from the system to be shared at light speed. from the system to be shared at light speed. • Informasi terbaru tentang kebakaran global harian dari NASA.
GFW will penggunaan achieve on-the-ground outcomes by: outcomes by: GFW will achieve on-the-ground • Data lahan, termasuk batas-batas ¥
kawasan lindung di seluruh dunia, serta pembalakan, Empowering users: GFW seeksusers: to empower key forest stakeholders in government, ¥ Empowering GFW seeks to empower key forest stakeholders in government, pertambangan, minyak kelapa dan konsesi lainnya business, and civilbusiness, societysawit, toand improve forest management. civil society to improve forest management.
¥ di negara-negara Sharing stories: stories motivate and inspire peopleand to protect terpilih. ¥ Compelling Sharing stories: Compelling stories motivate inspire forests. people to protect forests. • Peta hutan yang ada dan ciri-cirinya seperti kepadatan karbon, sisa lanskap hutan yang masih utuh, dan hotspot keanekaragaman hayati. 19 Sep tem b er 2014
REDD+ Indonesia Newsletter
KTT Iklim 2014: Tindakan Katalis
Administrator UNDP dan Ketua United Nations Development Group Helen Clark, beserta Kepala Badan Pengelola REDD+ (BP REDD+) Heru Prasetyo,dan Direktur UNORCID Satya Tripathi di New York.
KTT Iklim global, akan diselenggarakan oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, pada tanggal 23 September 2014 di Markas Besar Perserikatan BangsaBangsa di New York. Tujuannya adalah untuk mengatalisasi tindakan pemerintah, badan usaha, sektor keuangan, sektor industri, dan masyarakat sipil menuju mitigasi perubahan iklim dan ekonomi rendah karbon. UNORCID akan berkolaborasi dengan Sistem PBB, Pemerintah Indonesia dan sejumlah mitra masyarakat sipil untuk membantu menampilkan visi dan prestasi REDD+ Indonesia di KTT Iklim. Tidak ada lagi keraguan tentang kemungkinan kerugian perubahan iklim. Dampaknya sudah terbukti dari skala masyarakat setempat sampai ekonomi nasional, di seluruh dunia. Kerugian bagi diri kita sendiri dan bagi generasi mendatang semakin besar dengan tindakan yang tertunda setiap hari. Untungnya semakin besar kesadaran pada tingkat tertinggi pemerintahan dan sektor swasta, serta di antara masyarakat sipil, tidak hanya bahwa terdapat keharusan untuk bertindak, melainkan juga bahwa sudah ada solusi yang terjangkau dan terukur yang dapat digunakan untuk memfasilitasi transisi menuju perekonomian dan masyarakat yang lebih tangguh. Kedua motivasi serupa ini – kebutuhan untuk berubah dan potensi solusi yang sama-sama menang, yang dapat terjadi melalui perubahan – telah semakin diperkuat dalam negosiasi-negosiasi iklim internasional. Pada Konferensi Para Pihak ke-18 Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim (COP 18 UNFCCC)
di Doha, pada tahun 2012, sejumlah pemerintahan menyepakati untuk secara cepat mengupayakan perjanjian perubahan iklim universal yang mencakup semua negara dari tahun 2020, yang akan diadopsi tahun 2015. Pada pertemuan yang sama, Sekretaris Jenderal PBB Ban Kimoon mengumumkan bahwa ia akan mulai mempertemukan para pemimpin dunia pada tahun 2014 untuk memobilisasi keinginan politik untuk membantu memastikan tenggat waktu 2015 terpenuhi. KTT Iklim bukanlah bagian dari proses negosiasi UNFCCC, tetapi diharapkan akan berperan sebagai pemain penting dalam mendorong kesadaran dan menghasilkan momentum yang diperlukan untuk memperluas jangkauan dari apa yang sejauh ini telah dimungkinkan dalam konteks upaya global untuk memitigasi perubahan iklim. Tujuan khusus dari pertemuan ini adalah untuk memudahkan para aktor tingkat tinggi dalam pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat sipil untuk saling bertukar pengalaman, menggali kemungkinan untuk komitmen baru dan berbagi kontribusi penting, terukur dan dapat ditiru untuk tindakan mitigasi perubahan iklim di 8 bidang: Pertanian, Kota, Energi, Keuangan, Hutan, Polutan, Ketahanan dan Transportasi. Para pemimpin dunia diharapkan akan mengumumkan komitmen dan tindakan yang tegas. Sesuai dengan visi rintisan yang telah diterapkan oleh Indonesia dalam konteks agenda iklim global, Pemerintah Indonesia akan memainkan peran penting dalam KTT Iklim, terutama dalam memfasilitasi diskusi dan komitmen
20 S ep tem b er 2014
UNOR CID
INISIATIF IKLIM INTERNASIONAL besar di bidang tata kelola hutan dan jalur pembangunan berkelanjutan yang rendah karbon. Bagi Presiden Yudhoyono, yang akan memimpin delegasi Indonesia, KTT ini merupakan tonggak penting dalam konteks komitmen menuju pembangunan berkelanjutan yang telah beliau perjuangkan selama masa pemerintahannya. Hal ini memberikan peluang untuk menampilkan capaian Indonesia di panggung dunia, terutama terkait dengan REDD+, yang menurut Presiden, telah memberikan dukungan yang signifikan. Juga akan menghadiri KTT Iklim adalah Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Dr. Kuntoro Mangkusubroto dan Kepala Badan Pengelola REDD+ Heru Prasetyo. Pada tanggal 22 September 2014, United Nations Development Programme (UNDP), United Nations Environment Programme (UNEP), UNORCID, Global Canopy Programme (GCP), National Wildlife Federation (NWF), dalam kemitraan dengan Code REDD dan International Emissions Trading Association (IETA), bersama-sama menyelenggarakan acara “Menuju masa depan bebas deforestasi: Tantangan dari sisi permintaan (Towards a deforestation-free future: The demandside challenge)” untuk mengidentifikasi bidang tindakan termasuk insentif keuangan dan bukan keuangan yang terukur untuk mendorong peningkatan permintaan pasar untuk produk-produk yang berkelanjutan. Para pembicara akan mempresentasikan kisah-kisah keberhasilan inisiatif dari sisi permintaan yang menciptakan rantai pasokan
(Kiri ke kanan) Deputi Bidang Operasional BP REDD+ Dr. William Sabandar, Asisten Sekretaris Jenderal dan Direktur RBAP di United Nations Development Programme (UNDP)Haoliang Xu, Heru Prasetyo, dan Satya Tripathi, bertemu di Markas Besar PBB di New York.
komoditas bebas deforestasi dalam suasana interaktif yang mendorong diskusi dan kolaborasi. REDD+ dan UKP4 dengan dukungan dari UNORCID akan bersama-sama menyelenggarakan acara pada tanggal 24 September 2014 yang bertujuan untuk menampilkan kemajuan yang telah dicapai Indonesia bersama REDD+. Para pembicara, mewakili Pemerintah Indonesia dan mitranya, akan memberikan gambaran umum yang komprehensif tentang REDD+ di dalam negeri yang mencakup visi, capaian dan tantangan yang ada kepada parapemangku kepentingan internasional. Acara ini akan menggarisbawahi sifat REDD+ sebagai inisiatif global dan pentingnya dukungan internasional – dalam berbagai bentuk – bagi kelanjutan kemajuan Indonesia.
(Kiri ke kanan) Komisi Eropa Aulikki Kauppila, Menteri Lingkungan Hidup Peru dan Presiden COP20 UNFCCC Manuel Pulgar-Vidal, Sekretariat UN-REDD Mario Boccucci, Heru Prasetyo, dan perwakilan organisasi masyarakat sipil Amerika Latin untuk Dewan Kebijakan Guatemala Victor Illecas, di Pertemuan Dewan Kebijakan UN-REDD di Lima, Peru.
21 Sep tem b er 2014
REDD+ Indonesia Newsletter
Menuju masa depan bebas deforestasi: Tantangan dari sisi permintaan Markas Besar PBB, NYC, 22 September 2014 Dalam upaya bersama untuk mengatasi dampak merugikan dari deforestasi dan menanggapi tantangan dari sisi permintaan terhadap pembangunan berkelanjutan, UNORCID menjadi salah satu penyelenggara acara “Menuju masa depan bebas deforestasi: Tantangan dari sisi permintaan (Towards a deforestation-free future: The demand-side challenge)” untuk mengidentifikasi bidang tindakan termasuk insentif keuangan dan bukan keuangan yang terukur untuk mendorong peningkatan permintaan pasar atas produk berkelanjutan. Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai inisiatif dan mekanisme pendanaan inovatif dari sisi permintaan untuk mendorong rantai pasokan komoditas bebas deforestasi telah dilaksanakan oleh pemerintahan, sektor swasta, dan masyarakat sipil untuk menjaga hutan tropis. Meskipun demikian, masih ada satu tantangan mendasar: sebagian besar permintaan yang dihasilkan oleh pasar domestik dan global jarang memperhitungkan dampak lingkungan hidup. Hal ini yang selanjutnya mengakibatkan kurangnya permintaan untuk produk berkelanjutan dan membuat deforestasi dan emisi dari tata guna lahan terus terjadi. Acara ini berupaya untuk memberikan sebuah platform bagi para aktor utamaperubahan iklim untuk saling bertukar pengetahuan dan pengalaman; dan untuk mengidentifikasi bidang tindakan, serta insentif keuangan dan bukan keuangan yang terukur untuk mendukung kemajuan menuju pengurangan deforestasi dan meningkatkan ketahanan pangan. Informasi lebih lanjut dapat ditemukan di http://www.unorcid.org/index.php/events-menu/upcoming-meetings/321deforestation-free-future
KTT Iklim 2014 Markas Besar PBB, NYC, 23 September 2014 Sebagai bagian dari upaya global untuk memobilisasi tindakan dan ambisi yang terkait dengan perubahan iklim, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Ban Ki-moon mengundang Kepala Negara dan Pemerintahan bersama dengan badan usaha, sektor keuangan, masyarakat sipil dan pemimpin setempat ke KTT Iklim pada bulan September 2014, New York. KTT ini akan berbeda karena bertujuan mengatalisasi tindakan pemerintah, badan usaha, sektor keuangan, sektor industri, dan masyarakat sipil untuk komitmen baru dan kontribusi penting, terukur dan dapat ditiru bagi KTT yang akan membantu dunia beralih menuju ekonomi rendah karbon. Sekretaris Jenderal bertujuan untuk membangun landasan yang kuat untuk keberhasilan negosiasi dan kemajuan yang berkelanjutan menuju penurunan emisi dan memperkuat strategi adaptasi. Informasi lebih lanjut dapat ditemukan dihttp://www.un.org/climatechange/summit/
Kemajuan REDD+ di Indonesia: Memperoleh Momentum Transformatif Markas Besar PBB, NYC, 24 September 2014 Pada tanggal 24 September 2014, satu acara publik akan diselenggarakan oleh Badan Pengelola REDD+ (BP REDD+) dan Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4),dengan dukungan dariUNORCID, untuk menyoroti kemajuan yang telah dicapai Indonesia bersama REDD+. Para pembicara, mewakili Pemerintah Indonesia dan mitranya, akan memberikan gambaran umum yang komprehensif tentang REDD+ di dalam negeri yang mencakup visi, capaian dan tantangan yang ada kepada para pemangku kepentingan internasional. Acara ini akan menggarisbawahi sifat REDD+ sebagai inisiatif global dan pentingnya dukungan internasional – dalam berbagai bentuk – bagi kelanjutan kemajuan Indonesia. Untuk informasi lebih lanjut silakan email
[email protected] 22 S ep tem b er 2014
UNOR CID
PERTEMUAN DAN ACARA MENDATANG Bisnis untuk Lingkungan Hidup (B4E) KTT Iklim 2014 Chartered Accountants Hall, London, 29 September 2014 KTT Iklim B4E yang ke-4 di London akan mempertemukan 120 badan usaha dan pemimpin keberlanjutan untuk berdiskusi dan membingkai bagaimana bentuk perekonomian restoratif serta menyepakati pendekatan praktis terhadapperekonomian restoratif ini. Lokakarya positif seputar energi dan karbon, air dan kehutanan akan menghasilkan rekomendasi bagi industri dan pemerintah untuk mendukung usaha positif dan restoratif yang dapat memperkuat masyarakat, mendorong inovasi dan memerangi perubahan iklim. Tema acara ini adalah ‘Menuju ekonomi restoratif (Moving towards a restorative economy)’ yang berfokus pada pengembangan usaha positif untuk memperkuat masyarakat, mendorong inovasi dan memerangi isu-isu lingkungan hidup yang paling mendesak di tingkat global. Kepala Badan Pengelola REDD+ Heru Prasetyo akan berbicara pada panel acara ini. Informasi lebih lanjut dapat ditemukan dihttp://b4esummit.com/b4e-climate-summit-2014/
Pertemuan ke-12 Konferensi Para Pihak Konvensi Keanekaragaman Hayati (COP12 CBD) Pyeongchang, Republik Korea, 6 - 17 Oktober 2014 Pertemuan ke-12 Konferensi Para Pihak (COP 12) Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD) akan melibatkan tinjauan paruh waktu pelaksanaan Rencana Strategis dan target Aichi. Tema pertemuan adalah ‘Keanekaragaman Hayati untuk Pembangunan Berkelanjutan (Biodiversity for Sustainable Development).’ Pertemuan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran internasional tentang peran penting keanekaragaman hayati dan kontribusinya bagi pembangunan berkelanjutan serta memberi penekanan kuat pada keanekaragaman hayati dalam diskusi Agenda Pembangunan Pasca-2015 dan penetapan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals, SDGs). Pertemuan Para Pihak Protokol Cartagena tentang Keamanan Hayati (COP MOP 7) akan berlangsung segera sebelum COP 12. Informasi lebih lanjut dapat ditemukan di http://www.cbd.int/cop/, http://cbdcop12.kr/eng/
Konferensi Perubahan Iklim UNFCCC Lima, Peru, 01-12 Desember 2014 Sesi ke-20 dan sesi ke-10 Konferensi Para Pihak berfungsi sebagai Pertemuan Para Pihak untuk Protokol Kyoto (COP20/CMP10) yang akan diselenggarakan dari tanggal 1 sampai 12 Desember. COP 20/CMP 10 akan diselenggarakan oleh Pemerintah Peru, di Lima, Peru. Lima adalah momen penting untuk memajukan diskusi yang sedang berlangsung tentang kesepakatan iklim internasional baru, yang dikenal sebagai Perjanjian 2015, yang dijadwalkan akan diterapkan pada COP21 (Paris). Informasi lebih lanjut dapat ditemukan di http://www.cop20.pe/
Berinvestasi dalam masa depan yang berkelanjutan bagi semua: REDD+ di Indonesia – peluang mitigasi perubahan iklim luar biasa bagi dunia Jakarta, Indonesia, Januari 2015 Berinvestasi dalam ekonomi hijau, berarti berinvestasi bagi masa depan – yang melibatkan baik pemerintah maupun sektor swasta. Hal ini mengharuskan pemerintah untuk menciptakan lingkungan usaha dimana kesempatan usaha yang menjadikan transisi menuju ekonomi hijau bersifat kompetitif jika dibandingkan dengan metode konvensional. Pertemuan tingkat tinggi sektor swasta di Jakarta, Indonesia – yang diselenggarakan dengan kerja sama antara Pemerintah Indonesia dengan Sistem PBB - dirancang untuk memungkinkan dan menghasilkan ruang bagi para pemimpin sektor usaha untuk bereksplorasi dan terlibat dalam peluang luar biasa yang ditawarkan oleh Transisi Ekonomi Hijau Indonesia. Pertemuan tingkat tinggi ini diharapkan mampu menawarkan masukan nyata dan jelas bagi para pembuat kebijakan serta memberikan dorongan untuk inisiatif mitigasi perubahan iklim, terutama solusi terbaik dan tercepat yang tersedia. 23 Sep tem b er 2014
REDD+ Indonesia Newsletter
Dipublikasikan oleh United Nations Office for REDD+ Coordination in Indonesia (UNORCID) Menara Thamrin Building, Lantai 5, Kav. 3, Jl. MH Thamrin PO Box 2338 Jakarta 10250 Indonesia Email:
[email protected], Website: www.unorcid.org
www.facebook.com/unorcidjakarta
@UNORCID 24
S ep tem b er 2014