Al’ Adl, Volume VII Nomor 13, Januari-Juni 2015
ISSN 1979-4940
RECONSTRUCTION OF PRISONERS DEVELOPMENT SYSTEM INTO CORRECTIONAL SYSTEM Oleh : Nurul Listiyani
Abstract Legal issues in this paper is about prisoners development originally oriented to prisoners development system that amanded into correctional system by Keputusan Menteri kehakiman Republik Indonesia Nomor M.02-PK.04.10 tahun 1990. Using normative law sociological research methods analyzerd that Correctional Institute of banjarmasin, South of Borneo, oriented to the new system of prisoners development although not all of it can be adopted in practice. The small number of correctional officers which is inversely proportional to over capacitu condition of prisoners become the main detention factor in achiieving the development patterns of prisoners and detainess based on correctional system prisoners, correctional officers, and society is the component of it which have their own role basically in pracice. Keywords : Prisoners, Correctional Institute, Correctional System. dari masyarakat. Mereka jusru harus
PENDAHULUAN Kehidupan di dalam Lembaga Pemasyarakatan
adalah
dikenalkan kembali ke masyarakat
merupakan
karena masyarakat adalah ajang hidup
miniatur dari kehidupan di dalam
mereka yang merupakan tempat satu
masyarakat
kesatuan hidup di mana kehidupan dan
pada
umumnya.
Greenberg, mengatakan bahwa penjara adalah miniatur nyata. Narapidana pembinaan,
tetapi
1
penghidupannya
akan
menjadikan
mereka menjadi manusia seutuhnya
bukanlah
obyek
adalah
subyek
pembinaan. Oleh karena itu mereka tidaklah berbeda dari manusia lainnya
yang
menyadari
memperbaiki
diri
kesalahannya, dan
tidak
lagi
mengulangi tindak pidana. Secara
harfiah sendiri
adalah:
arti
sewaktu-waktu dapat berbuat salah dan
pemasyarakatan
”
tidaklah tepat apabila selalu diasingkan
memasyarakatkan kembali narapidana sehingga menjadi warga negara yang
1
Greenberg 2002, Correction and Punishment, Dikutip oleh Susy Susilawati, Penyimpangan Beberapa Norma Kehidupan. Jurnal Warta Pemasyarkatan. Nomor 11.Hal 38.
baik dan berguna” atau ”healthy reentry in to the community”, pada hakekatnya
adalah
resosialisasi.
42
Al’ Adl, Volume VII Nomor 13, Januari-Juni 2015
Konsep
resosialisasi
hubungannya sosialisasi.
adalah
dengan
erat
konsep
Sebagaimana
Brim
ISSN 1979-4940
kehendak
resosialisasi
untuk
memperbaiki
diperuntukkan kekurangan-
kekurangan yang terjadi dalam proses sosialisasi terdahulu. Pola
2
untuk
melaksanakan resosialisasi narapidana ke dalam masyarakat.
Wheeler telah mengetengahkan bahwa konsep
pemerintah
Pemasyarakatan sebagai proses pembinaan idealisme
narapidana yang
merupakan
mudah
diucapkan
namun tidak semudah dilaksanakan. Layaknya sebuah idealisme dan cita-
kultur
tradisional
cita yang di dalamnya syarat dengan
Indonesia menolak setiap orang yang
kendala, hambatan namun sekaligus
menimbulkan kegoncangan sosial di
juga
kalangan masyarakat. Pola kultur ini
penulis melakukan penelitian tentang :
tidak
”Rekonstruksi
membedakan
orang
awam
terdapat
peluang,
sehingga
Pembinaan
dengan penguasa. Dari pola tersebut
Narapidana
dari
Sistem
terlihat bahwa dikalangan masyarakat
Kepenjaraan
ke
Sistem
Indonesia terdapat suatu proses yang
Pemasyarakatan”.
tengah berlangsung yang sangat mirip dengan
konsep
Edwin
M.Schur,
”Labeling Process” atau konsep Erving 3
Keurgensian dari penelitian dalam konteks
pemilihan judul di atas
adalah untuk mengetahui bagaimana
Goffman, ”Stigma”. Apabila konsep
kebijakan pembinaan dengan sistem
ini diimplementasikan dengan strategi
pemasyarakatan terhadap narapidana
pemasyarakatan maka terlihat adanya
yang menjalani proses pembinaan,
pertentangan antara sifat masyarakat
selain itu untuk mengetahui faktor-
terhadap narapidana dengan mantan
faktor apa saja yang menjadi kendala
narapidana di satu pihak, dengan
dalam melakukan pembinaan terhadap
2
Oville G. Brim & Stanton Wheeler, 1966, “Socialization After Childhood”. Dikutif oleh Romli Atmasasmita, 1982. Strategi Pembinaan Pelanggar Hukum dalam Konteks Penegakkn Hukum di Indonesia. Alumni. Hal 32 3 Erving Goffman. 1963.Stigma. Op.Cit.
narapidana, serta memberikan konsep yang jelas dalam upaya meningkatkan fungsi
pembinaan
melalui
sistem
pemayarakatan sehingga manfaatnya
43
Al’ Adl, Volume VII Nomor 13, Januari-Juni 2015
ISSN 1979-4940
dapat dirasakan secara optimal oleh
a. sebagai pembinaan dari pelaksanaan
narapidana.
pidana (pidana penjara), b. Sebagai pembinaan dari yang dikenakan pidana (pidana penjara).
PEMBAHASAN
Untuk
Konsepsi pemasyarakatan bukan
konsep
mengimplementasikan pemasyarakatan
dalam
semata-mata merumuskan tujuan dari
pelaksanaan
tugas
di
pidana penjara, melainkan suatu sitem
memerlukan
dasar
hukum
pembinaan, suatu metodologi dalam
Undang-Undang Pemasyarakatan, dan
bidang Treatment of Offender, yang
ini telah diakomodir dengan lahirnya
Multilateral
dengan
UU No. 12 tahun 1995 tentang
yang berpusat kepada
Pemasyarakatan, di mana di dalamnya
pendekatan
Oriented,
lapangan
potensi-potensi yang ada, baik itu ada
memuat 10 (sepuluh) prinsip
pada individu
dari
yang
bersangkutan,
pemasyarakatan
berupa
dasar
(Atmasasmita
maupun yang ada di tengah-tengah
Romli, 1979) yang menolak secara
masyarakat sebagai suatu keseluruhan.
tegas
Dalam crime,
rangka
ada
Prevention
2
(dua)
of
asfek
prinsip
sebaliknya penghukuman
retributive menerima yang
dan tujuan bersifat
pemasyarakatn yang sangat menonjol
rehabilitative-reformatif
dalam fungsinya, yaitu:
dicapai dengan pembinaan yang baik.
Beberapa
Persepsi
Mengenai
Kebijakan pidana (penal policy) sebagaimana kebijakan publik pada dasarnya
atau efeksivitas pidana itu dalam mencapai tujuannya.
harus
Dilihat dari segi efektivitasnya,
merupakan kebijakan yang rasional.
maka pidana penjara mempunyai dua
Salah
rasionalitas
aspek pokok tujuan pemidanaan. Yaitu
kebijakan pidana antara lain dapat
dari aspek perlindungan masyarakat
dihubungkan
dan dari aspek perbaikan si pelaku.
satu
pada
efeksivitas. Jadi ukuran rasionalitas diletakkan pada masalah keberhasilan
Efekstifitas Pidana Penjara
umumnya,
yang dapat
ukuran
dengan
masalah
44
Al’ Adl, Volume VII Nomor 13, Januari-Juni 2015
Jika
dilihat
dari
aspek
ISSN 1979-4940
Untuk
kamar
hunian
perlindungan/kepentingan masyarakat,
tahanan
ada
5
maka suatu pidana dikatakan efektif
A,B,C,D,dan E.
apabila pidana itu sejauh mungkin dapat
mencegah
kejahatan.
atau
data
diperoleh
peneliti
November
2014),
(lima)
blok,
terakhir
yang
(tanggal
efeksifitas
seberapa
frekuensi
narapidana keseluruhan di Lembaga
kejahatan dapat ditekan. Dengan kata
Pemasyarakatan Banjarmasin adalah
lain, kriterianya terletak pada seberapa
sebanyak 2352 orang, padahal daya
jauh
tampung/
dari
efek
(General penjara
”pencegahan
prevention) dalam
umum”
maka
14
kriteria
dilihat
Jadi
mengurangi
Dari
narapidana/
kapasitas
jumlah
Lembaga
dari
pidana
Banjarmasin sendiri seharusnya hanya
mencegah
warga
dapat
menampung
sebanyak
360
masyarakat pada umumnya untuk tidak
narapidana.4 Jumlah tersebut termasuk
melakukan kejahatan.
tahanan yang dititipkan di Lembaga
Dilihat dari aspek perbaikan si pelaku,
maka
ukuran
terletak
pada
khusus”
(special
aspek
efektivitas ”pencegahan
prevention)
dari
Pemasyarakatan Banjarmasin, yaitu sebanyak
656
mengakibatkan
orang. Lapas
Hal
ini
Banjarmasin
mengalami over kapasitas
pidana. Jadi ukurannya terletak pada masalah seberapa jauh pidana itu (penjara)
mempunyai
pengaruh
terhadap si pelaku/terpidana.
ANALISA MASALAH Sarana/ prasarana yang ada di Lembaga
Pemasyarakatan
Banjarmasin yaitu : Mesjid (1 buah), Gereja (1 buah), Bengkel kerja, aula, ruang
makan
narapidana,
dapur,
tempat wudhu, Poliklinik (perawatan).
4
Wawancara dengan Kasi Binadik, tanggal 14 November 2014
45
Al’ Adl, Volume VII Nomor 13, Januari-Juni 2015
ISSN 1979-4940
Tabel 1 DEWASA
ANAK DIDIK PAS
JUMLAH
JML SELUR
ANAK PIDANA N0
STATUS HUNIAN
UHNY
KET
A P
W
P
W
P
W
P&W
AI
2
-
-
-
-
-
-
AII
160
12
19
3
-
-
-
AIII
388
20
19
-
-
-
-
AIV
7
1
5
-
-
-
-
AV
7
-
1
-
-
-
-
JUMLAH
564
23
44
5
-
-
-
PIDANA MATI
-
-
-
-
-
-
-
SEUMUR HIDUP
4
-
1
-
-
-
-
BI
1378
23
215
6
-
-
-
BIIA
40
5
6
-
-
-
-
BIIB
1
1
-
-
-
-
-
BIII
7
-
-
-
-
-
-
JUMLAH
1430
27
222
6
JUMLAH SEMUA
1994
52
266
11
1
TAHANAN
2
3
NARAPIDANA
-
-
-
Menurut Gt. Setra Darma, SH. MH.
obatan terlarang. Selebihnya adalah
(Kasi
jenis tindak pidana umum, seperti :
Binadik),
saat
ini
jumlah
narapidana terbesar adalah pelaku
pencurian,
tindak
pembunuhan, penggelapan dan lain-
pidana
psikotropika,
yaitu
sebanyak 1227 orang.5 Ini merupakan
lain.
pengaruh
narapidana
dari
lingkungan
di
penganiayaan,
Selain
itu
yang
ada
beberapa
menjalani
masa
Banjarmasin yang cenderung terdapat
hukuman karena melakukan tindak
peningkatan
pidana korupsi.
5
penyalahgunaan
obat-
Ibid
46
Al’ Adl, Volume VII Nomor 13, Januari-Juni 2015
ISSN 1979-4940
Secara keseluruhan Petugas Lembaga
Pemasyarakatan
Banjarmasin berjumlah sebanyak 121 orang yang terdiri dari 93 orang petugas laki-laki dan 28 orang petugas perempuan.
hal
ini
sangat
tidak
berimbang dengan jumlah narapidana yang mencapai 23546. Dengan jumlah yang sangat minim tersebut maka sangat
memungkinkan
pergeseran
segi
terjadinya
keamanan
dan
ketertiban di dalam Lapas Banjarmasin Petugas jaga yang terdiri dari 4 (empat) regu ; Regu Awas, Regu Siap, Regu Siaga, Regu Waspada, hanya beranggotakan 11 orang setiap regunya. Di mana berganti
shift
regu tersebut
untuk
melakukan
penjagaan narapidana, yaitu, shift pagi, siang dan malam. Tabel di bawah ini menunjukkan jumlah petugas di Lapas Banjarmasin :
6
Data registrasi, 14 Juli 2014
47
Al’ Adl, Volume VII Nomor 13, Januari-Juni 2015
ISSN 1979-4940
Tabel 2 NO
KPLP
REGU JAGA
P2U
KAMTIB
TATA
BINADIK
GIATJA
22
10
USA L
1
9
2
HA
W
42
5
8
6
19
JUMLAH KESELURUHAN : - LAKI- LAKI 93 ORANG WANITA
A.
28 ORANG
Kebijakan
Narapidana
Pembinaan
dengan
Sistem
dimaksud dimulai dari narapidana tersebut
masuk
dan
diterima
di
Lembaga Pemasyarakatan (atas dasar
Pemasyarakatan Sistem pemasyarakatan diatur di
putusan hakim yang sudah tetap/
dalam Undang-Undang Nomor 12
inkracht) sampai dinyatakan dalam
tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
bebas atau berhak menjalani masa
Sedangkan sistem pembinaan yang
kebebasan
dilaksanakan
Pemasyarakatan.
tahanan
di
terhadap
narapidana/
dalam
Lembaga
di
Adapun
luar
Lembaga
pemberian
program
Pemasyarakatan sendiri telah diatur
pembinaan di Lapas Banjarmasin yaitu
dengan
sebagai berikut:
Surat
Keputusan
Menteri
Kehakiman RI Nomor M.02- PK.04.10
a. Program pembinaan jangka pendek
tahun 1990 tentang Pola Pembinaan
Program ini diutamakan diberikan
Narapidana/ Tahanan.
kepada
Kelebihan kapasitas di Lapas Kelas
IIA
Banjarmasin
yang
narapidana
yang
mempunyai pidana singkat (satu tahun
kebawah),
yaitu
dengan
berlangsung secara vertikal adalah
memberikan
bukti nyata bahwa angka pelaku tindak
kursus
pidana
terus
memerlukan waktu singkat sesuai
mengalami peningkatan dari tahun ke
dengan kemampuannya, seperti :
tahun.
perkebunan, peternakan, prakarya
di
Banjarmasin
Menurut Kasi Binadik, Gt.
Setra Darma, SH.MH., pembinaan
program-program keterampilan
yang
dan tambak.
48
Al’ Adl, Volume VII Nomor 13, Januari-Juni 2015
b. Program
pembinaan
jangka
menengah
ISSN 1979-4940
mendapatkan program release yaitu berupa
Program
asimilasi,
pembebasan
pembinaan
jangka
bersyarat dan cuti menjelang bebas,
diberikan
kepda
maka narapidana tersebut mudah
narapidana yang mempunyai pidana
untuk mendapatkan pekerjaan yang
sedang (antara 1 sampai 5 tahun).
ada di masyarakat.
menengah
Kepada
narapidana
tersebut
ditawarkan program kursus yang
B. Faktor-Faktor
ada di Lapas Banjarmasin, tentunya
Dalam pembinaan Narapidana
yang
Berperan
dengan melihat potensi yang ada dalam diri narapidana sehingga
Dalam
pembinaan
narapidana
program pembinaan selaras dengan
terdapat 4 (empat) komponen penting
potensi yang dimiliki narapidana
yang berperan, yaitu : narapidana,
tersebut.
7
keluarga, adalah anggota inti atau
c. Program pembinaan jangka panjang
keluarga
dekat
dari
narapidana,
Program pembinaan jangka panjang
masyarakat, adalah orang-orang yang
diberikan kepada narapidana yang
berada di sekeliling narapidana pada
mempunyai pidana jangka panjang
saat
(5 tahun ke atas) narapidana jenis
pemasyarakatan, dan petugas Lembaga
ini berarti telah menjalani program
Pemasyarakatan. Keempat komponen
jagka
pembinaan narapidana harus tahu akan
pendek
dan
Kepada
narapidana
ditawakan
untuk
menengah. tersebut
tujuan
di
luar
pembinaan
lembaga
narapidana,
pada
perkembangan pembinaan narapidana
industri-industri kecil yang ada
dan kesulitan yang dihadapi dalam
pada Lapas. Kegunaan pembinaan
pelaksanaan
semacam
narapidana.
mendapatkan sehingga
ini
bekerja
masih
adalah keahlian
setelah
untuk
program
pembinaan
khusus,
Prinsip-prinsip dasar pembinaan
narapidana
narapidana bagi diri narapidana sendiri harus menyentuh lima hal, yaitu
7
Keterangan Kasi Binadik, Banjarmasin, 4 Desember 2014
narapidana harus ditumbuhkan dan
49
Al’ Adl, Volume VII Nomor 13, Januari-Juni 2015
ISSN 1979-4940
memiliki
hasrat/
kemauan
untuk
idealnya
merubah
diri
sendiri,
harus
maksimal agara ketiga unsure tersebut
rasa
dapat diayomi secara optimal. Apabila
berani
dikaitkan dengan fungsi Lapas, maka
membuat dan mengambil keputusan
akan timbul tugas yang dilematis bagi
serta melakanakan keputusan tersebut
petugas Lapas. Dari keadaan yang
secara
timbul di lapangan, seringkali tugas
dikembangkan percaya
diri
dan
memiliki
yang
konsekwen
tinggi,
dengan
berani
harus
dapat
menanggung resiko dan bertanggung
fungsi
jawab atas keputusan yang dibuatnya.
dengan fungsi preventif atau fungsi
Dalam
prosedur
korektif
harus
berperan
berhadapan
pembinaan
retributive. Apabila petugas Lapas
narapidana, maka peran aktif keluarga
terlalu mementingkan fungsi korektif,
sangat
maka
dibutuhkan,
bisa
berupa
kedua
kepentingan
lain
kunjungan rutin maupun memberikan
cenderung akan terabaikan. Demikian
motivasi kepada narapidana tersebut
juga
Akan tetapi dalam pelaksanaannya,
preventif dan fungsi retributive yang
pihak petugas lapas belum dapat
ditonjolkan,
mengakomodir seluruh aturan yang
cenderung tidak akan berjalan.
ada
dalam
Pembinaan
tahap
pembinaan.
narapidana
Banjarmasin
lebih
di
Lapas
mengutamakan
sebaliknya,
maka
Menurut A.Md.IP.,
apabila
fungsi
fungsi
korektif
Taufik
Kasi
Hidayat,
KPLP
Lapas
Banjarmasin, bahwa apabila di Lapas
peran aktif dari petugas. Sedangkan
Banjarmasin
untuk
kepentingan
antara
kepentingan
pembinaan
dengan
kepentingan
mengumpulkan
narapidana
dalam
menyampaikan
keluarga
rangka
tahap
untuk
pembinaan
belum pernah dilaksanakan di Lapas. Hukuman yang ideal adalah yang
keamanan
terjadi
dan
benturan
ketertiban,
maka
prioritas utama yang ditanggulangi memulihkan kondisi aman dan tertib
memenuhi 3 (tiga) unsur, yaitu :
lebih dahulu. Karena
retributive, korektif dan preventif.
mungkin pembinaan akan berjalan
Lembaga
dengan baik kalau kondisi di dalam
pemasyarakatan
sebagai
bagaimana
salah satu instansi penegak hukum
50
Al’ Adl, Volume VII Nomor 13, Januari-Juni 2015
Lembaga
Pemasyarakatan
terkendali.
tidak
8
ISSN 1979-4940
yang
menimbulkan
kegoncangan
social di kalangan masyarakat.
Doktrin
Pengayoman
mengajarkan
tentang
Balancing
Pengaruh masyarakat terhadap pembinaan
narapidana
secara
Positioning petugas pemasyarakatan
ekstrmural ini sangat besar, terutama
sebagai Balancing Officer di antara 2
untuk menekan keinginan dari mantan
(dua)
Kelompok
narapidana tersebut untuk kembali
kepntingan pertama yang diayomi
melakukan tindak pidana. Optimalisasi
adalah masyarakat terpejara, yaitu
pembinaan
dengan cara memberikan pengamanan,
masyarakat sangat berperan dalam
pembinaan,
membentuk sikap, pola pikir, tingkah
kepentingan.
pembimbingan
dan
narapidana
perawatan dalam kerangka system
laku,
pemasyarakatan.
juga
seseorang. Pengaruh yang sangat besar
harus diperoleh kelompok masyarakat
tersebut dapat dimanfaatkan secara
tidak terpenjara yang dengan alasan
positif bagi pembinaan narapidana.
berbagai
kepntingan
maka petugas pemasyarakatan selain
akses
ke
Pengayoman
membutuhkan
dalam
institusi
pemasyarakatan. Dari
sisi
melakukan
istiadat
dan
pembinaan
budaya
terhadap
narapidana secara intramural, juga masyarakat,
maka
pameo yang dianut oleh sebagian masyarakat
adat
oleh
Indonesia,
harus proaktif mendorong keterlibatan masyarakat dalam tugas pembinaan.
khususnya
masyarakat Banjarmasin yaitu : “sekali
C. Arah
Sistem
pemasyarakatan
lancung keujian seumur hidup tak
yang Memberi Manfaat Optimal
dipercaya” atau dalam Bahasa Banjar
Bagi Narapidana
disebutkan
“sakali
Beulah
cacat
seumuran kadada lagi nang parcaya”.
Sistem pemasyarakatan baru
Hal ini adalah merupakan kultur
yang digunakan dalam pembinaan
tradisional yang menolak setiap orang
narapidana
adalah
8
kesadaran.
Dalam
Wawancara dengan Kasi KPLP Lapas Banjarmasin, Banjarmasin, 12 November 2014.
pendekatan hal
ini
peningkatan kesadaran narapidana
51
Al’ Adl, Volume VII Nomor 13, Januari-Juni 2015
ISSN 1979-4940
sebagai manusia sangat dominan
dalam bekerja, tetapi diharapkan
atau sebagai tujuan yang utama.
dapat
Pendekatan
menjadi
kemungkinan yang akan timbul
bagian yang tak terpisahkan dari
jika pekerjaan itu diterapkan dalam
sistem baru pemasyarakatan.
kehidupan di masyayrakat. Dengan
kesadaran
Dalam
melaksanakan
menghadapi
kepercayaan diri
berbagai
yang disertai
pembinaan narapidana, Lembaga
dengan
latihan-latihan
Pemasyarakatan
dalam
memecahkan
Kelas
IIA
khusus berbagai
Banjarmasin mengadopsi system
masalah maka narpidana akan
pemasyarakatan baru. Di mana
mampu
pada system pemasyarakatan yang
hambatan dan rintangan dalam
baru orientasi pembinaan berubah
kehidupannya setelah narapidana
menjadi “bottom up approach”,
tetrsebut
yaitu bahwa pembinaan narapidana
Pemasyarakatan. Dalam indikator
didasarkan
atas
demikian, maka berarti sistem
belajarnya.
Dalam
kebutuhan sistem
menghadapi
keluar dari
pemasyarakatan
setiap
Lembaga
yang
sesuai
pemasyarakatan yang baru selain
dengan tujuan pembinaan telah
diberikan keterampilan, narapidana
tercapai
di
juga diberikan pekerjaan. Di mana
sebagai
subyek
sifat pemberian pekerjaan adalah
pembinaan
menanamkan kesadaran diri sendiri
manfaat yang optimal dari sistem
sehingga mampu mandiri.
pemasyarakatan yang baru.
mana
telah
narapidana dan
obyek
mendapatkan
Dalam hal sifat pemberian pekerjaan harus dikaitkan dengan
PENUTUP
tujuan hidup, target yang hendak
Program-program pembinaan
dicapai, kendala yang mungkin
narapidana yang telah dilaksanakan di
yanng terjadi dan latihan khusus
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
memecahkan masalah. Jadi sifat
Banjarmasin
pemberian pekerjaan bukan hanya
metode
bertujuan agar narapidana terampil
approach” atau pendekatan dari atas.
adalah
pembinaan
berdasarkan “top
down
52
Al’ Adl, Volume VII Nomor 13, Januari-Juni 2015
Dalam
metode
pembinaan
ini
telah
maka
materi
ditentukan
oleh
ISSN 1979-4940
pembinaan tidak dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
pembina dan harus disesuaikan dengan sarana
dan
sehingga
prasarana
yang
mengakibatkan
ada
program
Dalam pembinaan
melaksanakan narapidana,
pemasyarakatan
Lembaga Banjarmasin
pembinaan tidak sesuai dengan bakat
berorientasi
dan
yang
pemasyarakatan yang baru meski tidak
mengakibatkan tujuan dari pembinaan
semua dapat diadopsi dalam praktek
menjadi tidak tercapai.
pelaksanaannya. Jumlah SDM petugas
minat
narapidana
Selain itu, 4 (empat) komponen penting
yang
pelaksanaan
berperan
pembinaan
pada
system
yang sangat minim yang berbanding
dalam
terbalik dengan jumlah narapidana
terhadap
yang over kapasitas tetap menjadi
narapidana, yaitu : warga binaan
factor
pemasyarakatan/ narapidana, keluarga,
mencapai
petugas pemasyarakaratan, dan warga
dalam system pemasyarakatan. Sub
masyarakat
tahu
kultur lapangan dan system pembinaan
pembinaan
bagai 2 (dua) sisi mata uang yang tak
yang
mengenai
seharusnya
tujuan
narapidana, perkembangan pembinaan
penghambat
utama
optimalisasi
dalam
pembinaan
terpisahkan.
dan kesulitan/ kendala yang dihadapi dalam
pembinaan
narapidana,
nyatanya belum dapat bekerjasama dengan baik. Sikap malas narapidana,
DAFTAR PUSTAKA Anthony Allot. 1980. The Limits of Law. Butter Worth & Co. Publishers. London.
kurangnya SDM dan sikap aktif petugas
sebagai
tanggapnya
Pembina,
keluarga
pembinaan
serta
masyarakat
khususnya
kurang terhadap
sikap
antipati
masyarakat
Banjarmasin terhadap seseorang yang telah menyandang “label” mantan narapidana,
membuat
Barda Nawawi Arief, 1994, Kebijakan Legislatif Dalam penanggulangan Kejahatan Dengan Pidana Penjara, Penerbit Ananta, Semarang. Barda Nawawi Arief, 1996, Bunga Rampai Kebijakan Hukkum Pidana, Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung.
tujuan
53
Al’ Adl, Volume VII Nomor 13, Januari-Juni 2015
Buku Panduan Keluarga Sadar Hukum (Kadarkum), Kantor Wilayah Departemen Kehakiman Kalimantan Selatan, Banjarmasin. Directorate General of Corection. 1980. Tuned to The Rythims of Society. The Correctional System of Indonesia. Erving Goffman. 1963. Stigma. Edwin H. Sutherland and Donald R Cressey. 1960. Principles of Criminology New York.
ISSN 1979-4940
PM. Hadjon, Desember 1994, Pengkajian Ilmu Hukum Dogmatik (Normatif). Majalah Yuridika No. 6 tahun IX. Ronny Hanitijo Soemitro, 1988, Metodollogi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta, Ghalia Indonesia.
and
Romli Atmasasmita. 1982, Strategi pembinaan Pelanggar Hukum Dalam Konteks Penegakan Hukum di Indonesia, Penerbit Alumni, Bandung.
Hall Williams. 1970. The English Penal System in Transition. London.
R. Achmad S.Soemadji Praja dan Romli Atmasasmita, 1979, Sistem Pemasyarakatan di Indonesia, Penerbit Binacipta, Bandung.
Ibnu Susanto, SH. Dari Sangkar ke Sangkar Suatu komitmen Pengayoman. Jakarta. 10 November 1979.
Soerjono Soekanto, Sri Marmudji, 1986, Penelitian Hukum Normatif Suatu tinjauan Singkat, Penerbit rajawali, Jakarta.
Karl. O. Cristiansen. 1974. Some Conciderations on The Possibility of Rational Criminal Policy. Resource Material Series No. 7 UNAFEI. Tokyo.
R. Achmad S. Soemadji Pradja, SH. Dan Romli Atmasasmita, SH., 1979, Sistem Pemasyarakatan di Indoensia. Penerbit Binacipta, Bandung.
M. Djakaria, Drs., Bc.IP., 1982, Pemasyarakatan Sebagai Sistem Politik Pemidanaan di Indonesia, Banjarmasin.
Wignyosubroto Soetandyo, 1974, Penelitian Hukum Sebuah Tipologi, dalam Majalah Masyarakat Indonesia, No.2.
M.Djakaria, Drs., Bc.IP., 1986/1987, Penulisan tentang Sistem Pemasyarakatan, Proyek Pusat Penelitian dan Pengemabangan Hukum Badan Pembinaan Hukum Nasioanal Departemen Kehakiman RI.
Winarno Surakhmat, 1994, Pengantar Metode Ilmiah, Penerbit Trasito, Bandung.
Greenberg. Correction Punishment. 1977.
B.Peraturan Perundang-undangan
54
Al’ Adl, Volume VII Nomor 13, Januari-Juni 2015
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Undang-undang Nomor 8 tahun 1981, tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995, tentang Pemasyarakatan. Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyayrakatan. Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 1999, tentang Kerjasama Penyelenggaraan Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan. Keputusan Presiden RI Nomor 174 tahun 1999, tentang Remisi.
ISSN 1979-4940
Keputusan Menteri Kehakiman RI No. M. 02-PK.04.10 tahun 1990, tentang Pola Pembinaan Narapidana/ Tahanan. Keputusan Menteri Kehakiman RI No. M.01.PK.04-10 tahun 1999, tentang Asimilasi, Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas. Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 1999, tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan. Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 1999, tentang Kerjasama Penyelenggaraan Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.
55