Seminar Nasional Teknologi Informasi, Komunikasi dan Industri (SNTIKI) 6 Pekanbaru, 24 September 2014
ISSN : 2085-9902
RE-LAYOUT FASILITAS PRODUKSI MESIN THRESSER UNTUK PERCEPATAN PROSES 1
Noviyarsi , Lestari Setiawati
2
Jurusan Teknik Industri Universitas Bung Hatta Kampus III Universtias Bung Hatta, Jalan Gajah Mada No. 19 Padang e-mail:
[email protected]
Abstrak
Permasalahan yang umum dihadapi oleh industri kecil menengah adalah banyaknya pemborosan di area kerja dikarenakan proses produksi yang belum terstandarisasi dan area kerja yang kurang tertata Pemborosan yang sering dijumpai pada pembuatan mesin thresser adalah lamanya waktu tunggu dan backtracking yang berdampak pada tingginya ongkos material handlilng. Salah satu cara untuk mengatasi hal ini adalah menyeimbangkan lintasan produksi dan penyusunan ulang tata letak. Tujuan penelitian ini adalah merancang ulang tata letak fasilitas produksi untuk percepatan proses dengan pendekatan Lean Six Sigma dan konsep Line Balancing. Menghilangkan aktivitas yang tidak bernilai tambah menunjukkan peningkatan kecepatan proses sebesar 7.9%.Hasil perbaikan lintasan produksi dengan metode Rank Positional Weight memperlihatkan penurunan balanced delay dari 63,89% pada kondisi awal menjadi 15.14% pada kondisi usulan dengan efisiensi lintasan 84.86%. Hasil re-layout berdampak pada pengurangan jarak perpindahan sebanyak 20.2% dan penurunan ongkos material handling (OMH) sebesar 20.61%. Kata Kunci:LeanSix Sigma, Konsep Line Balancing, Relayout, Corelap
1. Pendahuluan Pemborosan (waste) di lantai produksi merupakan segala sesuatu yang tidak memberikan nilai tambah dan mengganggu dalam proses produksi. Beberapa jenis pemborosan yang sering terjadi pada area produksi adalah waktu tunggu yang lama, cacat produk, terdapatnya aktivitas-aktivitas yang tidak perlu dan penggunaan area kerja yang tidak optimal [1]. Dampak pemborosan adalah waktu proses yang lebih lama, peningkatan biaya produksi, tidak efisiennya penggunaan area kerja dan kesulitan untuk meningkatkan kecepatan proses produksi. Lingkungan kerja yang tidak tersusun baik akan berdampak pada penurunan kualitas kerja disebabkan oleh waktu tunggu yang lama karena adanya proses mencari ataupun keterlambatan dalam proses dan terjadinya back tracking (aliran proses produksi yang bolakbalik).Perancangan tata letak fasilitas produksi merupakan salah satu cara yang digunakan untuk menyusun ulang area proses produksi sehingga aliran proses bolak balik (backtracking) bisa diminimasi. Penelitian mengenai tata letak fasilitas produksi telah banyak dilakukan oleh peneliti pada kondisi yang berbeda-beda [2-8]. Tetapi penelitian ini melakukan penyusunan ulang tata letak tanpa melakukan penyusunan ulang untuk masing-masing area kerja.Meskipun begitu, setiap peneliti menggunakan berbagai macam pendekatan dan metode yang berbeda-beda dalam penyusunan tata letak fasilitas produksi. Beberapa penelitian telah mengkaji tentang perbaikan tata letak untuk percepatan proses produksi tetapi hanya dengan menggunakan konsep lean production dan 5S tanpa mempertimbangkan konsep perancangan tata letak fasilitas [1], [6], [9].Bahkan beberapa penelitian melakukan mengintegrasikan beberapa tools seperti Analytical HierarchyProcess (AHP), Fuzzy Analytical HierarchyProcess (FAHP), Quality Function Deployment (QFD) dan konsep lean dalam perancangan tata letak [6], [7], [10]. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan saat ini adalah penyusunan tata letak fasilitas produksi dilakukan dengan melakukan perbaikan pada setiap area kerja dan aliran proses produksi sehingga tata letak yang dihasilkan mampu memberikan percepatan pada proses produksi. Penelitian dilakukan dengan pendekatan six sigma dan mengintegrasikannya dengan konsep keseimbangan lintasan. Menurut [11], Six Sigma merupakan proses bisnis yang memungkinkan perusahaan untuk meningkatkan secara drastis lini bawah (bottom line) dengan 391
Seminar Nasional Teknologi Informasi, Komunikasi dan Industri (SNTIKI) 6 Pekanbaru, 24 September 2014
ISSN : 2085-9902
mendesain dan memonitor setiap aktivitas bisnis dengan cara meminimasi pemborosan (waste) dan sumber daya serta meningkatkan kepuasan pelanggan. Six Sigma sebagai metode peningkatan kualitas secara terus menerus mempunyai langkah-langkah proses pengembangan yang berkelanjutan, sistematik, berdasarkan ilmu pengetahuan dan fakta yang disebut dengan DMAIC (Define-Measure-Analyze-Improve-Control) [12], [13], [14]. Proses ini menghilangkan langkah-langkah proses yang tidak produktif, berfokus pada pengukuranpengukuran baru, mengoptimalkan teknologi untuk peningkatan kualitas.Sedangkan konsep keseimbangan lintasan muncul pada perusahaan yang bergerak dalam produksi massa (mass production) dimana banyak melibatkan perakitan. Permasalahan yang sering muncul pada proses perakitan adalah ketidakseimbangan beban kerja pada masing-masing stasiun kerja yang berdampak pada tingginya waktu tunggu, terjadinya bottleneck dan tidak efisiennya lintasan perakitan.Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah merancang ulang tata letak fasilitas produksi mesin thresser untuk percepatan proses. 2. Research Method
3. Hasil dan Analysis
Gambar 1. Flowchart Metodologi Penelitian
3.1. Define (D) Tata letak fasilitas produksi pada setiap stasiun kerja perlu dirancang dengan baik, supaya aliran proses berjalan lancar, efektif dan efisien.Salah satu ciri tata letak yang baik adalah dapat mereduksi terjadinya bottlenecks dalam perpindahan material yang disebabkan oleh tidak seimbangnya lintasan produksi. Hasil pengamatan proses produksi dan peta proses operasi diketahui terdapat 12 departemen pada bagian produksi dengan waktu proses pada masing-masing departemen berbeda. Hasil pengamatan memperlihatkan kesenjangan waktu operasi pada masing-masing departemen, dimana waktu operasi terbesar adalah 7750.65 detik 392
Seminar Nasional Teknologi Informasi, Komunikasi dan Industri (SNTIKI) 6 Pekanbaru, 24 September 2014
ISSN : 2085-9902
dan waktu terkecil 72.68 detik. Rata-rata waktu operasi adalah 2798,6 detik dengan deviasi standar 2998,8 detik. Hal ini memperlilhatkan bahwa besarnya perbedaan waktu pada masingmasing departemen yang berdampak pada ketidakseimbangan dalam lintasan produksi. Hal ini juga terlihat dari kondisi di lapangan dimana pada beberapa departemen terdapat tumpukan material yang menunggu untuk di proses. a. Kecepatan proses untuk kondisi existing Process lead Time
=
Jumlah Pr odukDiDala m Pr oses Penyelesai anDalamSat uanWaktu
= Kecepatan Proses
=
= 0.002 unit/detik
JumlahAkti vitasYangT erdapatDiD alam Pr oses Pr ocessLeadT ime
=
= 41.000 dtk/unit = 11.4 jam/unit
b. Kecepatan dan efisiensi proses setelah pemilahan aktivitas Efisiensi dari siklus proses
=
Value Added Time Total Lead Time
= Process lead Time
Kecepatan Proses
= 0.84
=
Jumlah Pr odukDiDala m Pr oses Penyelesai anDalamSat uanWaktu
=
= 0.002 unit/detik
= =
JumlahAkti vitasYangT erdapatDiD alam Pr oses Pr ocessLeadT ime = 38.000 dtk/unit = 10.5 jam/unit
Selain itu, dengan menggunakan konsep Lean untuk menghilangkan aktivitas yang tidak bernilai tambah memperlihatkan hasil bahwa dengan melakukan pemilahan terhadap aktivitas yang tidak dibutuhkan berdampak pada peningkatan kecepatan proses. Pada kondisi awal kecepatan proses adalah 11,4 jam/unit dan meningkat menjadi 10.5 jam/unit. Hal ini berarti bahwa kecepatan proses dalam menghasilkan produk meningkat sebesar 7.9%. Hasil juga memperlihatkan terjadinya efisiensi siklus proses sebesar 84% sebagai dampak dari pengurangan waktu dengan meminimasi aktivitas yang tidak bernilai tambah. 3.2. Measure Balance delay (D) atau balancing loss, adalah ukuran dari ketidakefisienan lintasan yang dihasilkan dari waktu menganggur sebenarnya yang disebabkan karena pengalokasian yang kurang sempurna diantara stasiun-stasiun kerja. Hasil pengukuran terhadap balanced delay (D) dan balanced efficiency (Eb) dari existing layout diberikan di bawah ini. n
D =
n x C - ti i=1 n x C
x 100%
(12 x 7750,58) - 33583,53 x 100 % (12 x 7750,58) = 63,89 % =
Eb = 100% - D = 100% - 67,41% = 36,11 %
393
Seminar Nasional Teknologi Informasi, Komunikasi dan Industri (SNTIKI) 6 Pekanbaru, 24 September 2014
ISSN : 2085-9902
Hal ini memperlihatkan ketidakseimbangan di dalam lintasan produksi, dimana secara keseluruhan waktu menganggur dalam lintasan produksi adalah 63,89% dengan efisiensi keseimbangan lintasan adalah 36,11%. 3.3. Analyze Menyeimbangkan lintasan bertujuan untuk mendistribusikan elemen-elemen kerja pada setiap stasiun kerja agar waktu manganggur dapat diminimasi, sehingga pemanfaatan peralatan maupun operator dapat digunakan semaksimal mungkin.Metode keseimbangan lintasan yangdigunakan adalahMetode Heuristic, Metode Optimizing Best Bud Search, Metode COMSOAL Type Random Generation. Rekapitulasi perbandingan kondisi lintasan sebelum dan sesudah line balncing dapat dilihat pada tabel 1. Dari pengolahan data line balancing dari ketiga metode dengan bantuan Software WinQSB 2.0 di atas, maka dipilih metode yang menghasilkan balanced delay (D) terkecil. Diantara metode tersebut yang memiliki nilai D terkecil adalah metode heuristic dan Bud Search yaitu sebesar 15,14%. Oleh karena ada dua metode yang memiliki nilai D terkecil yang sama, maka dipilih satu metode yaitu metode HeristicRankedPositionalWeight (RPW). Alasan pemilihan metode ini didasari oleh pembentukan stasiun kerja atau pembagian elemen-elemen operasi kedalam stasiun kerja yang terbentuk dapat memberikan frekwensi perpindahan material yang minimal. Adapun hasil pembagian elemen operasi pada masing-masing stasiun kerja dengan Ranked Positional Weight Method (RPW) dapat dilihat pada gambar 2. Tabel 1. Perbandingan Lintasan Aktual Dengan Line Balancing No 1 2 3 4
Kriteria Jumlah Stasiun Kerja Waktu Siklus (detik) Balanced Delay (%) Effisiensi (%)
Lintasan Aktual 12 7750,58 63,89 36,11
Line Balancing Heuristic 4 7750,58 15,14 84,86
Opt. Best Bud Search 4 7750,58 15,14 84,86
COMSOAL 5 7750,58 32,12 68,88
Gambar 2. Line Balancing Layout For Ranked Positional Weight Method 3.4. Improve Penyusunan area kerja baru dilakukan berdasarkan hasil line balancing. Penyusunan area kerja dilakukan dengan menggunakan metode CORELAP. Hasil penyusunan area kerja untuk stasiun kerja 1 dengan menggunakan CORELAP dapat dilihat pada Gambar 3. Penyusunan area kerja dilakukan untuk semua stasiun kerja dan antar stasiun kerja.
394
Seminar Nasional Teknologi Informasi, Komunikasi dan Industri (SNTIKI) 6 Pekanbaru, 24 September 2014
ISSN : 2085-9902
Gambar 3. Susunan Area Stasiun Kerja I Layout yang didapatkan dari metode Corelap ini bersifat kualitatif karena perancangan layout berdasarkan hubungan keterkaitan antara fasilitas (ARC) sebagai inputnya. Pada layout corelap juga menggunakan metode rectilinear untuk menghitung jarak perpindahan. Hasil susunan area kerja kemudian diolah lagi dengan menggunakan CORELAP sehingga didapatkan layout untuk keseluruhan area kerja, seperti terlihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Layout Optimal Corelap Keseluruhan Total jarak perpindahan material layout Corelap ini sebesar 21.124,5 m perbulannya. 2 Dengan luas total area 565,84 m dengan panjang 25,72 m dan panjang 22 m. Dari hasil total jarak perpindahan yang didapatkan dapat dilihat bahwa total jarak perpindahan layout corelap lebih pendek dari existing layout. Karena layout Corelap ini mempertimbangkan hubungan keterkaitan antar mesin dan stasiun kerja. 395
Seminar Nasional Teknologi Informasi, Komunikasi dan Industri (SNTIKI) 6 Pekanbaru, 24 September 2014
ISSN : 2085-9902
Kriteria evaluasi aliaran material dalam layout adalah OFV (Objective Function Value). Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai OFV tersebut adalah frekwensi perpindahan material (fij), biaya perpindahan material(cij) dan jarak perpindahan material (dij).Objective Function Value dihitung berdasarkan jarak antar fasilitas baik dalam stasiun kerja maupun antar stasiun kerja, jumlah aliran material atau frekwensi perpindahan material dan ongkos perpindahan material persatuan ukuran jarak. Total Objective Function Value dapat dihitung dengan mengalikan jarak perpindahan, frekwensi perpindahan dan ongkos perpindahan material per satuan jarak perpindahan. Perhitungan OFV dan Total Ongkos Material Handling (OMH) Existing Layout dan layout usulan metode Corelap dapat dilihat pada table 2.
Kondisi Existing Layout Layout Corelap
Tabel 2. Rekapitulasi OFV dan Total OMH Effisiensi Stasiun Total Jarak Kerja Perpindahan OFV (%) (m) 36,11 26.471,5 252.115 84,86 21.124,5 201.190
Total OMH Perbulan (Rupiah) 316.135 250.991
Nilai OFV yang didapatkan untuk layout Corelap ini sebesar 201.190. Besarnya OMH yang didapatkan oleh layout Corelap ini adalah Rp250.991,- perbulan. Dari hasil yang didaptkan diatas maka dapat dilihat perbandingan antara kondisi existing layout dan layout Corelap. Hasil perancangan tata letak dengan metode Corelap menghasilkan penurunan ongkos material handling (OMH) sebesar 20,61%. 3.5. Control Setelah dilakukan penyusunan area kerja dan perancangan ulang fasilitas produksi mesin thresser, maka perlu dilakukan pembuatan instruksi kerja dan SOP kerja yang baru sesuai dengan aliranproses produksi yang baru. Instruksi kerja dan SOP ini kemudian akan menjadi standar dalam pelaksanaan aktivitas produksi sehari-hari. 4. Kesimpulan 1. Pemborosan yang sering terjadi di area produksi diantaranya adalah lamanya waktu tunggu proses, cacat produk, penggunaan area kerja yang tidak optimal, aliran proses yang tidak efisien dan lain-lain. Penyusunan ulang area kerja dan perancangan ulang tata lerak fasilitas produksi dapat dilakukan untuk meminimasi waktu tunggu dan mengoptimumkan penggunaan area kerja. Dengan menggunakan konsep lean, maka aktivitas-aktivitas yang tidak perlu dan tidak bernilai tambah dapat dihilangkan. Hasilnya memperlihatkan terjadinya peningkatan kecepatan proses dari 11,4 jam/unit menjadi 10.5 jam/unit. Hal ini berarti bahwa kecepatan proses dalam menghasilkan produk meningkat sebesar 7.9%. 2. Hasil penyeimbangan lintasan produksi dengan menggunakan metode RPW menunjukkan terjadinya penurunan balance delay dari 63,89% menjadi 15,14% dan peningkatan efisiensi lintasan dari 36,11% menjadi 84,86%. 3. Hasil perancangan ulang tata letak fasilitas produksi memberikan hasil yang baik dan dapat meminimasi ongkos matrial handling sebesar 20,61%. 5. Ucapan Terima Kasih Terima kasih diucapkan pada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Bung Hatta, yang telah banyak membantu sehingga penelitian ini bisa dilaksanakan. Ucapan terima kasih juga disampaikan pada mahasiswa yang terlibat dalam penelitian ini, M. Iqbal dan Yoehendrio atas kontribusinya dalam survey dan pengumpulan data penelitian. Terakhir ucapan terima kasih disampaikan pada Kopertis Wilayah X dan DIKTI atas pembiayaan penelitian ini melalui DIPA Kopertis Wilayah X sesuai dengan surat perjanjian pelaksanaan Hibah Bersaing.
396
Seminar Nasional Teknologi Informasi, Komunikasi dan Industri (SNTIKI) 6 Pekanbaru, 24 September 2014
ISSN : 2085-9902
Daftar Pustaka [1] [2]
[3]
[4]
Hojjati, Seyed Mohammad Hossein, 2011, Implementing 5S System in Persia Noor Factory, International Journal of Industrial Engineering, Vol. 18 No.8 pp.425-431. etiawati, Lestari, 2006, “Re-Layout Fasilitas Produksi Untuk Meminimasi Total Biaya Perpindahan Material (OMH) Di CV. Nan Gombang Padang”, Prosiding Seminar Nasional Ergonomi K3 ITS Surabaya Setiawati, Lestari, 2007, “Perancangan Tata Letak Berdasarkan Group Technology dengan Menggunakan Algoritma Pembentukan Sel Row and Column Masking (R&MC)”, Seminar Nasional Mesin dan Industri (SMNI3), Universitas Tarumanagara, Jakarta etiawati, Lestari dan Dessi Mufti 2009, Perancangan Tata Letak Lantai Produksi dengan Graph Theoritic, International Conference on Construction Industry, Universitas Bung Hatta
[5]
Dwijayanti, Khusna, Siti Zawiyah Md Dawal, Jamasri, Hideki Aoyama, 2010, A proposed Study on Facility Planning and Design in Manufacturing Proscess, Proceeding of the International MultiConference of Engineers and Computer Scientist Vol III, March 1719,2010, Hongkong.
[6]
Zhenyuan, Jia, LU Xiaohong, Wang Dei, Jia Defeng, Wang Lijun, 2011, Design and Impelemtation of Lean Facility Layout System of A Production Line, International Journal of Industrial Engineering Vol. 18 No.5 pp. 260-269
[7]
[8]
[9]
hahin, Arash dan Mehdi Poormostafa, 2011, Facility Layout Simulation and Optimization: an Integration of Advanced Quality and Decision Making Tools and Techniques, Modern Applied Science, Vol 5. No 4, August 2011, pp. 95-111. bdalla, Shaima, Mehmet S. Kizil, Ismet Canbulat, 2013, Development of a Method for th Layout Selection Using Analytical Hierarchy Process, 13 Coal Operators Conference, University of Wollongong, The Australian Institute of Mining and Matallurgy & Mine Managers Association of Australia, pp. 27-37. Al-Aomar, Raid A., 2011, Applying 5S Lean Technology: An Infrastructure for Continuous Process Improvement, World Academy of Science, Engineering and Technology 59, pp. 2014-2019
[10] Abdi, M. Reza, 2005, Selection of A layout Configuration for Reconfigurable Manufacturing System Using The AHP, ISAHP, Honolulu Hawaii, July 8-10. [11] Harry, Mikel, dan Richard Schroeder, 2000, Six Sigma, The Breakthrough Management Strategy Revolutionizing the World’s Top Corporations, Doubleday, New York. [12] Pande, Peter S., 2002, The Six Sigma Way, Andy Yogyakarta, Yogyakarta. [13] Pyzdek, Thomas, 2002, The Six Sigma Handbook, Salemba Empat, Jakarta. [14]
Allen, Theodore T, 2006, Introduction to engineering statistics and six sigma: statistical quality control and design of experiments and systems, London : Springer-Verlag.
397