1 Rasisme dalam ..., Dian Wahyu Nurvita, FIB UI, 2014
2 Rasisme dalam ..., Dian Wahyu Nurvita, FIB UI, 2014
RASISME DALAM IKLAN MEDIA CETAK PRANCIS PADA MASA KOLONIAL
Dian Wahyu Nurvita Program Studi Prancis, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia Depok, Jawa Barat, Indonesia
Email:
[email protected]
ABSTRAK Pada masa kolonial awal abad 20 di Prancis, kasus diskriminasi ras sering kali terjadi dalam berbagai bidang. Diskriminasi ras juga sering kali ditemukan di berbagai media cetak di Prancis. Salah satu bidang media cetak yang sering menyinggung mengenai isu ini adalah iklan. Walaupun terkadang industri ini sering membantah dengan alasan demi menarik perhatian konsumen, namun tidak dapat dipungkiri bahwa isu diskriminasi rasial sering kali terjadi pada iklan-iklan media cetak Prancis pada awal abad ke-20. Kata Kunci : Iklan, Rasisme, Masa Kolonial, Prancis.
ABSTRACT In the early colonial period 20th century in France, the cases of racial discrimination often occur in a variety of fields. Racial discrimination are also often found in various print media in France. One area of the print media that is often alluded to the this issue is advertisement. Although sometimes this industry are often denies with the reason for the consumer's attention, but it is undeniable that the issue of racial discrimination often occurs in the French's print media advertisements in the early of 20th century.
Key Words : Advertisment, Racism, Colonialism, France.
3 Rasisme dalam ..., Dian Wahyu Nurvita, FIB UI, 2014
PENDAHULUAN Kolonialisas Prancis sudah terjadi sejak abad ke-17 dan berakhir pada akhir tahun 1960-an. Alasan mengapa Prancis melakukan praktik kolonial dan ekspansi ke wilayah lain di antaranya meliputi faktor ekonomi dan politik. Jules Ferry Perdana Mentri Prancis pada tahun 1880-1881 dan tahun 1883-1885 mengakui bahwa untuk mengimbangi industrialisasi yang terjadi di Eropa, Prancis sangat membutuhkan sumber daya alam, tenaga kerja, dan wilayah pasar yang baru. Oleh karena itu, Jules Ferry membenarkan praktik tersebut dan menganggap bahwa kebijakan ekspansi kolonial haruslah dilaksanakan. Selain itu Prancis juga membutuhkan wilayah yang strategis seperti Tunisia, Vietnam dan Madagaskar untuk dijadikan sebagai markas angkatan laut Prancis yang sedang mengalami perkembangan. Kolonialisasi Prancis awalnya terjadi di Benua Amerika yang dimulai sejak tahun 1605. Wilayah kolonial Prancis di benua Amerika terdiri dari wilayah Nouvelle France (yang sekarang menjadi wilayah Kanada dan Louisiana), Antilles françaises (wilayah di kepulauan Karibia seperti Saint-Domingue, Guadeloupe, Martinique, St Lucia, Tobago dan pulau-pulau lain) dan Guyane française (terdapat di wilayah Amerika Selatan dan sekarang menjadi bagian dari Prancis). Kolonialisasi Prancis di Afrika sendiri dimulai di Senegal pada tahun 1659 (Guillaume, 1985:12). Pada masa kolonialisasinya di Afrika, Prancis mengeksploitasi hampir seluruh kekayaan alam Senegal serta mendominasi seluruh perdagangan di daerah sungai Senegal dan pantai Afrika Barat. Pada masa perang dunia pertama, Prancis menggunakan pasukanpasukan asing yang dibentuk dari negara koloninya kemudian ditempatkan di garis terdepan. Sejak abad ke-19 Prancis merupakan negara kedua setelah Inggris yang mimiliki negara koloni terbanyak. Kemudian pada abad ini pula kolonialisasi Prancis menyebar sampai ke Vietnam. Selain itu, pada awal abad ke-19 perbudakan merupakan salah satu hal yang dijadikan komoditas perdagangan Prancis. Mereka melelang tenaga kerja ke Amerika ataupun ke Eropa (Njoh, 2008:23). Menurut sebuah artikel jurnal dari La Cité Nationale de L’histoire de L’immigration (2007), kolonialisasi Prancis tidak hanya memberikan dampak buruk bagi negara jajahan Prancis, namun
juga bagi bangsa Prancis sendiri. Akibat dari praktik kolonialisasi ini banyak imigran yang bermigrasi ke Prancis untuk dijadikan tenaga kerja. Hal ini juga didukung oleh sedikitnya jumlah kelahiran yang ada di Prancis. Padahal pada masa ini Prancis sangat membutuhkan banyak sumber daya manusia untuk memenuhi kebutuhan industri mereka. Imigrasi ini kemudian menimbulkan berbagai masalah di Prancis diantaranya adalah masalah rasisme 1 dan xenophobia2. Dalam artikel jurnal ini juga menyebutkan bahwa, pada masa kolonial diskriminasi ras sering kali terjadi dalam berbagai bidang dan di berbagai lapisan masyarakat. Diskriminasi ras tidak hanya terjadi di bidang profesi namun juga terjadi di media. Iklan merupakan salah satu bidang yang sering menyinggung mengenai isu ini. Walaupun terkadang industri iklan sering mengelak dengan alasan tuntutan skenario, namun tidak dapat dipungkiri bahwa isu diskriminasi rasial sering terjadi pada iklan-iklan media cetak dan begitu pula seperti iklan-iklan media cetak yang terdapat di Prancis. Sesuai dengan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam artikel ini adalah bagaimanakah isu rasisme dalam iklan media cetak di Prancis pada masa kolonial. Dalam artikel ini penulis berusaha untuk memaparkan analisis mengenai rasisme yang terdapat dalam iklan media cetak Prancis pada masa kolonial dengan menunjukkan beberapa contoh iklan dengan argumen yang mendukung.
Rasisme Dalam Iklan Media Cetak Istilah “Rasisme” sering digunakan untuk menunjukan bentuk penindasan, diskriminasi, serta ketidakadilan terhadap suatu kelompok etnis atau ras lain. Rasisme sendiri terbentuk berdasarkan perbedaan fisik manusia terutama seperti perbedaan 1
Rasisme merupakan rasisme sebagai bentuk ketidakadilan atau diskriminasi yang didasarkan atas perbedaan ras atau etnis. (Levine, Michael and Tamas Pataki. Racism in Mind. New York , 2004) hlm 18 2 Xenophobia merupakan ketakutan irasional terhadap orang asing atau hal-hal asing. (Wade,Peter. Race, Nature and Culture. London, 2002) hlm 4
4 Rasisme dalam ..., Dian Wahyu Nurvita, FIB UI, 2014
fenotipe3 dan penampilan fisik. Perbedaan penampilan fisik manusia seperti perbedaan warna rambut, warna kulit, dan perbedaan bentuk tubuh lainnya merupakan penanda utama dari pembentukan kelompok-kelompok etnis. Kelompok etnis merupakan kelompok orang yang memiliki karakterisitik sama dan karakteristik tersebut membedakan mereka dengan kelompok etnis lain. Karakteristik tersebut dapat meliputi, bahasa, kebangsaan, maupun agama. Rasisme merupakan dampak dari kolonialisme yang tumbuh bersamaan dengan semangat ekspansi wilayah bangsa Eropa. Jika diurutkan secara historis, rasisme muncul sejak bangsa Eropa berhadapan dengan keragaman manusia yang mereka temui di tanah jajahan mereka (Spoonley, 1993: 23). Keragaman manusia tersebut dimaknai sebagai perbedaan oleh bangsa Eropa karena pada masa itu bangsa Eropa memiliki konsep bahwa ras mereka merupakan ras superior yang berbeda dari ras lainnya, hal ini lah yang memicu munculnya sikap diskriminatif terhadap ras lain yang terutama berasal dari negara-negara jajahan mereka. Di Prancis isu mengenai ras tidak pernah menjadi perbincangan hingga abad 18. Masyarakat Prancis awalnya memiliki konsep bahwa bangsa Prancis merupakan keturunan “darah biru”. Namun semenjak masa kolonial barulah terbentuk kelaskelas sosial berdasarkan ras dan etnis (Njoh, 2008:6). Di Prancis sejak masa kolonial tindakan rasisme seperti pelecehan terhadap etnis lain sering terlihat di berbagai bidang, salah satunya dalam iklan media cetak. Artikel jurnal dari La Cité Nationale de L’histoire de L’immigration (2007) menyebutkan bahwa, di Prancis, rasisme dalam iklan media cetak memberikan konstribusi yang cukup besar terhadap stereotip yang muncul di masyarakat. Media memberikan stereotip terhadap kaum kulit hitam sebagai kaum kelas bawah, tidak berpendidikan, liar, kotor, serta memberikan pengaruh buruk terhadap lingkungan mereka. Stereotip tersebutlah yang kemudian mempersulit kaum kulit hitam untuk memperoleh pekerjaan yang layak yang dapat memperbaiki taraf kehidupan mereka (Gloor, 1980:19). Masyarakat yang telah terbius oleh media ataupun iklan pada media cetak, kemudian hanya berfokus kepada stereotip3
Menurut KBBI, fenotipe merupakan ciri-ciri lahiriah organisme yang dihasilkan karena interaksi antara ciri-ciri keturunan dan lingkungan
stereotip4 kaum kulit hitam yang buruk. Sementara keadaan ini dimanfaatkan oleh kaum elit untuk mempekerjakan kaum kulit hitam dengan gaji yang sangat murah. Keadaan ini juga semakin didukung dengan adanya UU Préférence Nationale yang melarang para imigran untuk melakukan kegiatan profession libérale, seperti praktik dokter, dan pengacara. UU ini disahkan oleh Parlemen atas desakan dari para dokter, pengacara, dan musisi. Alasan utama mengapa iklan media cetak mengangkat isu rasisme yang kemudian menghasilkan stereotip buruk adalah hanya untuk menarik perhatian konsumen, karena pada masa itu iklan yang berbau rasial biasanya dianggap sebagai sesuatu yang menarik dan terkadang hanya dianggap sebagai lelucon bagi bangsa kulit putih. Selain itu, alasan maraknya isu rasisme dalam media cetak di Prancis pada masa kolonial adalah belum adanya peraturan dan kode etik jurnalistik yang merupakan aturan mengenai perilaku dan pertimbangan moral yang harus dianut dan ditaati oleh media pers dalam membuat sebuah berita maupun publikasi lainnya. Pada masa itu media hanya mementingkan bagaimana sebuah berita dapat dilaporkan dan dijual ke masyarakat, terlebih lagi pada masa itu berita mengenai masalah ataupun kontroversi mengenai ras selalu menjadi perbincangan yang menarik untuk dibahas (Marcus:2001). Walaupun sebenarnya masyarakat tidak begitu mengerti mengenai masalah yang sebenarnya terjadi, mereka hanya memfokuskan diri terhadap kehebohan yang terjadi saat berita mengenai masalah ras tersebut muncul. Gambaran tindakam rasisme yang terjadi dalam sebuah iklan biasanya berupa penggambaran ras kulit hitam yang tersenyum lebar seakan puas akan kehidupannya, padahal pada kenyataannya kehidupan mereka jauh dari kata layak dan sangat menderita (Njoh, 2008:79). Kehidupan mereka sebagai warga negara jajahan Prancis membuat mereka sering kali mendapatkan perlakuan yang tidak layak, seperti warga negara Afrika yang 4
Steriotip merupakan pelabelan terhadap pihak atau kelompok tertentu yang selalu merugikan pihak lain danmenimbulkan ketidakadilan. (Narwoko, Dwi dan Bagong Suyanti. Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta, 2010) hlm 322
5 Rasisme dalam ..., Dian Wahyu Nurvita, FIB UI, 2014
diharuskan untuk mengikuti wajib militer untuk membantu Prancis pada Perang Dunia I. Mereka kemudian diberikan garis depan yang harus siap untuk mati. Selain itu jika mereka pergi bermigrasi ke Prancis, maka meraka akan sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Mereka hanya akan diberikan pekerjaan kotor dan berbahaya seperti pekerja tambang, pekerja bangunan, ataupun dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga.
Rasisme Dalam Iklan Media Cetak Prancis Pada Masa Kolonial A. Banania (1915)
(http://owni.fr/files/2010/08/banania1915.jpg) Banania merupakan salah satu produk dari Prancis yang sudah ada sejak zaman kolonial sampai dengan saat ini. Sejak 1912, Banania menawarkan produk minuman coklat untuk sarapan pagi. Bahan utama dari produk ini adalah coklat, pisang, madu, gandum, dan gula yang merupakan komoditi dari Afrika, sebuah koloni Prancis. Rasisme dalam iklan ditunjukkan dengan slogan “Y’a bon” yang merupakan slogan yang paling sering dicantumkan pada iklan Banania. Frase ini merupakan frase yang dibuat-buat dengan maksud untuk menyampaikan dialek Prancis yang diucapkan oleh seorang Afrika yang tidak dapat mengucapkan kalimat Prancis dengan benar. Dari
frase ini kemudian memunculkan stereotip bahwa bangsa kulit hitam merupakan bangsa bodoh pada masa itu karena tidak dapat berbahasa Prancis dengan baik dan benar. Model dari iklan ini adalah seorang pria berkulit hitam yang merupakan seorang prajurit Senegal yang sedang duduk di atas sebuah peti. Pria tersebut dianalogikan sebagai sebuah sumber kekuatan dan energi. Hal ini berhubungan dengan stereotip dari kaum berkulit hitam yang dianggap sebagai kaum yang memiliki tenaga yang kuat karena berasal dari daerah liar yang belum tersentuh oleh peradaban. Hal ini juga berhubungan dengan misi dari Jules Ferry. Ia mengatakan secara terbuka bahwa memang ras yang lebih tinggi (bangsa Prancis) memiliki hak atas ras yang lebih rendah (bangsa yang dijajah) dan bangsa Prancis memiliki hak melakukan ekspansi karena mereka memiliki tugas untuk membudayakan ras rendah. Perlu diketahui juga bahwa iklan ini dikeluarkan pada tahun 1915 ketika berlangsung perang dunia pertama. Pada saat itu Prancis menggunakan tentara yang berasal dari negara-negara koloninya terutama dari Senegal dan Aljazair yang sering disebut juga dengan La Force Noir (Guillame, 1985:43). Selain itu dalam iklan ini prajurit tersebut digambarkan sedang duduk sambil memegang sebuah mangkuk dan tersenyum lebar. Gambaran prajurit yang sedang tersenyum itu juga menggambarkan keloyalan prajurit dari negara koloni kepada bangsa Prancis dan memberikan kesan seakan prajurit tersebut puas akan nasibnya sebagai prajurit. Padahal kenyataannya banyak prajurit La Force Noire yang terbunuh pada saat perang dunia pertama karena prajurit-prajurit tersebut sering kali ditempatkan di garis depan (Chaléard, 2007:21). Iklan ini juga berlatarkan sebuah padang rumput di saat senja. Latar senja dalam iklan ini seakan menggambarkan bahwa kehidupan dari prajurit-prajurit berkulit hitam ini hidupnya tidak akan lama lagi. Pada saat perang berlangsung kaum kulit hitamlah yang selalu ditempatkan di garis depan saat berperang dan mereka tentu saja sadar bahwa hidup mereka tidak akan lama lagi. Namun, semua pengorbanan yang dilakukan oleh kaum kulit hitam terhadap bangsa Prancis tidak mengubah nasib dan kehidupan mereka, bahkan hak-hak mereka seringkali dilupakan oleh pemerintah maupun masyarakat Prancis. Padahal jika ditinjau kembali pada saat Perang Dunia I Prancis sangat bergantung kepada
6 Rasisme dalam ..., Dian Wahyu Nurvita, FIB UI, 2014
relawan-relawan dari negara koloninya terutama relawan dari bangsa berkulit hitam (Guillame:1985).
B. Chocolat Félix Potin (1922)
Selain itu tulisan <
> yang dalam bahasa Indonesia berarti “Pukul dia dengan coklat Félix Potin” dapat dikaitkan dengan hukuman cambuk yang sering diberikan kepada pekerja kulit hitam. Hukum cambuk merupakan hukuman yang diberikan oleh kaum kulit putih yang merupakan majikan dari kaum kulit hitam yang dianggap sebagai budak dari kaum kulit putih (Njoh, 2008:36). Hukuman tersebut biasanya diberikan jika kaum kulit hitam melakukan kesalahan. Namun, tetap saja hukuman ini dianggap tidak manusiawi karena terkadang hukuman ini diberikan dengan alasan yang tidak jelas, seperti ketika para kaum kulit hitam berbicara dalam bahasa mereka ataupun ketika menggunakan nama keluarganya. Jika hal ini diketahui oleh majikannya maka mereka akan merima hukuman cambuk tersebut. Walaupun hukuman ini telah dihapus sejak abad ke-18, namun istilah hukum cambuk ini masih kerap digunakan pada masa itu sebagai lelucon yang rasis.
C. Le Savon DIRTOFF (1930) (http://owni.fr/files/2010/08/EU1900COLONIALIS 019.jpg) Chocolat Félix Potin merupakan salah satu produk cokelat dari Prancis. Selain cokelat, perusahaan ini juga memproduksi makananmakanan ringan lainnya seperti biskuit. Iklan ini muncul pada tahun 1922. Pada masa ini kaum kulit hitam masih dipekerjakan di sektor rendahan seperti pekerja bangunan, atau pekerja rumah tangga. Rasisme dapat terlihat pada slogan yang digunakan pada iklan ini. Penggunaan slogan dalam iklan ini cukup unik karena memiliki makna ganda. Slogan yang menyebutkan «battu et content» yang dalam bahasa Indonesia berarti “pukul dan bahagia” memilik makna ganda. Sekilas kata <> dalam iklan ini terlihat seperti ditunjukan kepada produk coklat ini, namun jika kita lihat lebih lanjut kata <> dalam iklan ini memiliki konotasi lain yang tidak hanya menunjuk ke cokelat namun juga menunjuk kepada kaum kulit hitam yang ada di Prancis. Kata tersebut dapat juga dianalogikan sebagai perlakuan kasar yang sering diterima kaum kulit hitam pada masa itu. Hal ini juga diperkuat dengan penggunaan model orang kulit hitam pada iklan ini yang menggunakan pakaian layaknya seorang pekerja rumah tangga pada masa itu.
(http://owni.fr/files/2010/08/racisme-savon.jpg) Le Savon DIRTOFF merupakan produk sabun untuk membersihkan berbagai macam kotoran. Rasisme dalam iklan ini terlihat pada kalimat slogan iklan ini yang menyebutkan <> yang dalam bahasa Indonesia berarti “Sabun DIRTOFF
7 Rasisme dalam ..., Dian Wahyu Nurvita, FIB UI, 2014
memutihkanku (membersihkanku)”. Dari slogan ini terlihat bahwa seakan produk ini menawarkan kualitas sabun yang sangat hebat sampai mampu mencuci seorang yang berkulit hitam menjadi putih kulitnya. Tentu saja ini merupakan hal yang mustahil dilakukan hanya dengan sekotak sabun. Namun, iklan ini berhasil menarik perhatian dengan slogannya yang unik dan penggunaan warna yang cerah sehingga kontras perubahan warna kulit pria dalam iklan dengan latar dapat terlihat dengan jelas. Model yang digunakan dalam iklan ini adalah seorang pria kulit hitam yang sedang mencuci tangannya di sebuah wastafel. Di dekat pria ini terdapat sekotak sabun DIRTOFF dan dapat terlihat bahwa model iklan ini pun memuji kemampuan dari sabun ini. Kemudian di bagian paling bawah poster terdapat tulisan <<pour mécaniciens automobilistes et ménagères suivi de NETTOIE TOUT>> yang dalam bahasa Indonesia berarti “untuk mekanis mobil dan perkerjaan rumah tangga MEMBERSIHKAN SEMUA”. Dari kedua slogan di atas dapat terlihat bahwa pada masa ini kaum kulit hitam dianggap sebagai kaum yang kotor layaknya noda oli hitam dari seorang mekanik ataupun kotoran rumah tangga yang harus segera dibersihkan. Selain itu, dalam iklan ini terlihat juga bahwa adanya anggapan bahwa bangsa kulit putih merupakan bangsa yang bersih karena memiliki warna kulit yang bersih tanpa noda tidak seperti orang kulit hitam yang warna kulitnya hitam dan dianggap seperti kotoran. Hal ini dapat terlihat dari ekspresi muka model iklan ini yang terlihat senang ketika kulitnya mengalami perubahan warna saat ia mencuci tangannya dengan sabun ini.
kontras model kulit hitam dengan latarnya. Biasanya, kaum kulit hitamlah yang dijadikan objek pada iklan-iklan tersebut. Dari ketiga iklan ini dapat disimpulkan bahwa pada masa kolonial, tindakan rasisme yang sering kali terjadi dalam sebuah iklan berupa peleceha terhadap bangsa kulit hitam sehingga kemudian membentuk anggapan buruk terhadap warna kulit terutama pada kaum yang berkulit hitam. Pada masa ini warna kulit mereka sering dijadikan bahan lelucon sehingga kemudian menimbulkan stereotip terhadap kaum kulit hitam tersebut. Warna kulit mereka sering disamakan dengan warna kotoran yang harus dibersihkan. Hal ini kemudian menimbulkan berbagai anggapan di masyarakat bahwa jika dilihat dari warna kulitnya, kaum nègre yang memiliki warna kulit hitam merupakan kaum yang jorok dan kotor sehingga kaum mereka tidak pantas disandingkan bersama dengan bangsa Prancis yang berkulit putih dan bersih. Selain itu pada masa ini muncul juga anggapan bahwa warna kulit juga sering dihubungkan dengan tingkat intelektual seseorang. Hal juga kemudian memunculkan stereotip bahwa bangsa berkulit hitam merupakan bangsa yang bodoh dan tidak terpelajar. Sementara bangsa kulit putih merupakan bangsa yang terpelajar dengan tingkat intelektual yang tinggi. Dari anggapan yang ada di masyarakat tersebut kemudian berpengaruh terhadap kehidupan kaum berkulit hitam di Prancis pada masa ini. Mereka sering kali dihadapkan dengan tindakan diskriminasi di berbagai bidang, terutama dalam bidang pekerjaan. Dari iklan-iklan media cetak ini terlihat bahwa kaum kulit hitam hanya dipekerjakan di sektor rendahan seperti pekerja rumah tangga.
KESIMPULAN Iklan merupakan sebuah media yang digunakan untuk mempromosikan suatu produk agar perusahan dapat meningkatkan penjualannya. Iklan terkadang hanya mengikuti selera pasar pada masanya masing-masing. Seperti pada masa kolonial, iklan yang berbau rasis kerap kali muncul dan diterima oleh masyarakat Prancis sebagai suatu hal yang biasa. Pada dasarnya di masa ini penggunaan tema rasisme dalam iklan hanya bertujuan untuk menarik konsumen. Iklan-iklan ini juga biasanya menggunakan warna yang sangat mencolok. Tujuannya selain untuk menarik perhatian konsumen juga untuk memperlihatkan
DAFTAR PUSTAKA Chipkin, Ivor, The Sublime Object of Blackness (Le sublime objet de la "négritude"). Paris: EHESS, 2002. Gloor, Pierre-André, À propos de la xénophobie et du racisme. Paris: Librairie Droz, 1980. Guillaume, Pierre, Du bon usage des immigrés en temps de crise et de guerre, 1932-1940. Paris: Sciences Po University Press, 1985.
8 Rasisme dalam ..., Dian Wahyu Nurvita, FIB UI, 2014
La Cité Nationale de L’histoire de L’immigration. Ouverture de La Cité Nationale de L’histoire de L’immigration. Paris: Cité Nationale de L’histoire de L’immigration, 2007. Levine, Michael and Tamas Pataki. Racism in Mind. New York: Cornell Univesity Press, 2004. Marcus, Cecily, Crafting the Culture and History of French Chocolate by Susan J. Terrio. Minnesota: University of Minnesota Press, 2001. Narwoko, Dwi dan Bagong Suyanti. Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Prenada Media Grup, 2010. Njoh, Ambe J, Colonial Philosophies, Urban Space, and Racial Segregation in British and French Colonial Africa. New York: Sage Publications, Inc, 2008. Ọlọruntimẹhin, Ọlatunji, THE FRENCH ESTATE IN WEST AFRICA, 1890-1918. Ibadan: Historical Society of Nigeria, 1974. Spoonley, Paul. Racism and Ethnicity. Oxford: Oxford University Press, 1993.
Terrio, Susan Jane, Crafting the Culture and History of French Chocolate. California: University of California Press, 2000. Wade,Peter. Race, Nature, And Culture. London: PLUTO PRESS, 2002.
Publikasi Elektronik Paris. David Chiche. Le Racisme Dans La Publicité en 50. 2010. 11 Januari 2014. http://www.advertisingtimes.fr/2010/08/le-racismedans-la-publicite-en-50.html New York. Paul Halsall, Modern History Sourcebook :Jules Ferry (1832-1893): On French Colonial Expansion. 1998. 5 Februari 2014. http://www.fordham.edu/halsall/mod/1884ferry.asp
9 Rasisme dalam ..., Dian Wahyu Nurvita, FIB UI, 2014