JAWABAN PEMERINTAH ATAS PEMANDANGAN UMUM FRAKSI-FRAKSI DPR RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2018 BESERTA NOTA KEUANGANNYA
Rapat Paripurna DPR RI, 31 Agustus 2017 REPUBLIK INDONESIA
JAWABAN PEMERINTAH TERHADAP PEMANDANGAN UMUM FRAKSI-FRAKSI DPR-RI TENTANG NOTA KEUANGAN DAN RAPBN TAHUN ANGGARAN 2018 TANGGAL 31 AGUSTUS 2017 Bismillahirrahmaanirrahiim, Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Selamat pagi, Salam sejahtera bagi kita semua, Om Swastiastu, Namo Buddhaya, Yang Saya hormati, Saudara Ketua, para Wakil Ketua,dan para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,
Pertama-tama, marilah kita bersama memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kita kekuatan dan kesehatan untuk menghadiri Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk menyampaikan tanggapan Pemerintah terhadap pemandangan umum fraksi-fraksi atas Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2018 beserta Nota Keuangannya. Terima kasih kepada seluruh fraksi di DPR RI atas pandangan dan masukan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2018 beserta Nota Keuangannya. sehingga kita akan dapat menyusun UU APBN 2018 yang berguna bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat secara lebih adil dan merata, dan mempercepat pencapaian tujuan pembangunan Indonesia secara berkelanjutan. 1
APBN adalah instrumen penting dalam mengelola perekonomian dan dalam upaya mewujudkan cita-cita kemerdekaan negara Indonesia. Memasuki tahun keempat RPJMN 2015–2019, RAPBN tahun 2018 mempunyai peranan yang semakin strategis, baik dalam mengevaluasi capaian kinerja pembangunan yang telah dilakukan dalam periode 20152017. RAPBN 2018 harus mampu menjadi alat percepatan pencapaian sasaran pembangunan yang makin efektif dan efisien, dengan berfokus pada penganggaran belanja yang makin produktif sesuai prioritas nasional yang tertuang dalam RKP 2018. Sesuai pidato Presiden pada Agustus 2017 yang lalu, strategi kebijakan fiskal tahun 2018 akan dilaksanakan melalui 3 (tiga) kebijakan utama. Pertama,
mendorong
peningkatan
pendapatan
negara
melalui
optimalisasi penerimaan perpajakan serta pengelolaan sumber daya alam dan aset negara yang lebih baik. Kedua,
melakukan
penguatan
kualitas
belanja
negara
melalui
peningkatan kualitas belanja modal yang produktif, efisiensi belanja non prioritas seperti belanja barang dan subsidi yang harus tepat sasaran, sinergi antara program perlindungan sosial, menjaga dan refocusing anggaran prioritas seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan, serta penguatan kualitas desentralisasi fiskal untuk pengurangan kesenjangan dan perbaikan pelayanan publik. Ketiga, keberlanjutan dan efisiensi pembiayaan, yang dilakukan melalui pengendalian defisit dan rasio utang, defisit keseimbangan primer yang semakin menurun, dan pengembangan creative financing, seperti melalui skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).
2
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat, Pemerintah sangat menghargai pandangan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Golongan Karya,
Fraksi
Partai
Keadilan
Sejahtera,
Fraksi
Partai
Gerindra, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi Partai NasDem, dan Fraksi Partai Hanura mengenai target pertumbuhan ekonomi tahun 2018 yang diperkirakan mencapai 5,4 persen. Pemerintah sepakat bahwa tantangan mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi tidaklah mudah, dengan situasi geopolitik keamanan dan perekonomian global yang masih tidak menentu. Pertumbuhan ekonomi harus terus didorong dan dijaga momentumnya, sehingga pergerakan sektor riil akan lebih kencang, lapangan kerja dapat makin banyak
diciptakan,
kemiskinan
dapat
terus
diturunkan,
dan
kesenjangan dapat dikurangi. Pemerintah terus waspada dalam mengelola resiko global maupun domestik yang akan dapat mengancam momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia. Periode 2014-2016, di tengah perlambatan pertumbuhan perekonomian global, pelemahan harga komoditas, dan kondisi geopolitik yang belum sepenuhnya kondusif, ekonomi Indonesia mampu tumbuh rata-rata 5,0 persen per tahun, dan di semester I tahun 2017 tumbuh sebesar 5.01 persen. Sementara itu negara-negara G20, kecuali RRT dan India, justru mengalami perlambatan. Brasil mengalami kontraksi 3,6 persen, Turki hanya tumbuh 2,9 persen, dan Afrika Selatan tumbuh 0,3 persen. Berdasarkan capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia yang relatif stabil dan cenderung menguat, target pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2018 sebesar 5,4 persen tersebut insyaallah akan secara maksimal 3
diupayakan dicapai. Angka tersebut memang optimis namun tetap realistis. Dengan pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan akan sebesar 3,6 persen dan rata-rata pertumbuhan di negara-negara berkembang 4,8 persen sebagaimana proyeksi IMF pada World Economic Outlook pada bulan Juli tahun 2017, maka lingkungan perekonomian global diharapkan mulai tumbuh dan terjaga resikonya. Pemerintah akan mendorong dan memperkuat seluruh sumber pertumbuhan, yaitu konsumsi rumah tangga, investasi, dan ekspor, maupun belanja pemerintah yang lebih produktif
dan efisien.
Momentum perbaikan ini perlu sama-sama kita pertahankan dan kita tingkatkan untuk mewujudkan pertumbuhan yang lebih baik ke depan. Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi 5,4 persen pada tahun 2018, Konsumsi rumah tangga diharapkan dapat tumbuh 5,1 persen, untuk itu stabilitas harga barang pokok dan ketersediaan pasokan pangan akan dijaga. Program bantuan sosial yang komprehensif dan lebih tepat sasaran akan diperkuat. Ini tidak hanya baik dari
segi penurunan
kesenjangan, namun juga positif untuk menunjang pertumbuhan ekonomi yang sehat dan berkeadilan serta inklusif.
Sementara itu,
konsumsi Pemerintah diproyeksikan dapat tumbuh 3,8 persen dengan fokus anggaran belanja yang makin efisien, konsisten dengan prioritas untuk menunjang pemberantasan kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan memperbaiki produktivitas ekonomi. Selanjutnya pembangunan
investasi
akan
proyek
utama
didorong nasional
melalui serta
keberlanjutan
berbagai
kebijakan
simplikasi peraturan, percepatan, dan mempermudah kegiatan usaha serta proses bisnis yang dilakukan pemerintah. Dengan demikian, investasi pada tahun 2018 dapat tumbuh 6,3 persen.
4
Kinerja ekspor pada tahun 2018 diharapkan tumbuh 5,1 persen. Selain upaya peningkatan daya saing dan produktivitas secara terus menerus melalui
belanja infrastruktur, pendidikan dan pelatihan untuk para
pekerja, pemerintah akan mendorong ekspor melalui pengembangan pasar baru yang potensial, peningkatan peran UKM berorientasi ekspor, promosi destinasi wisata Indonesia. Sementara impor difokuskan untuk stabilisasi
dan
pemenuhan
kebutuhan
prioritas
seperti
proyek
infrastruktur, pangan, dan bahan baku dengan tetap memperkuat produksi dalam negeri. Kualitas pertumbuhan ekonomi dan aspek keadilan akan terus ditingkatkan, dengan demikianpertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen di tahun 2018
dapat tercapai dengan kemampuan untuk
mengurangi pengangguran, kemiskinan dan ketimpangan secara lebih efektif dan lebih cepat. Program pengendalian inflasi yang telah dijalankan dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan hasil yang baik. Hal ini tercermin dari semakin rendah dan terkendalinya laju inflasi dari 8,4 persen di tahun 2014 menjadi 3,0 persen pada tahun 2016. Inflasi yang rendah adalah baik untuk menjaga daya beli, mendorong sektor riil bergerak lebih sehat, dan meningkatkan keadilan ekonomi karena masyarakat menengah dan bawah jauh lebih rentan dan tergerus kesejahteraannya oleh inflasi dibandingkan kelompok terkaya. Pemerintah akan menjaga Administered Price, meningkatkan pasokan serta distribusi pangan, dan meningkatkan Ketahanan pangan dan energi. Keberhasilan dari kebijakan yang telah dijalankan akan menjadi dasar perbaikan program kebijakan pengendalian inflasi pada tahun 2018, sehingga inflasi dapat dijaga pada tingkat 3,5 persen.
5
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, dan Fraksi Partai NasDem mengenai pentingnya penetapan target penerimaan perpajakan yang realistis, serta pandangan Fraksi Partai Gerindra tentang target penerimaan perpajakan yang dianggap terlalu optimis, kami memahami bahwa penerimaan perpajakan terus menghadapi kendala dan laju perlemahan sejak enam tahun terakhir. Saat ini reformasi perpajakan dilaksanakan dengan fokus pada pengamanan target penerimaan dengan tanpa membuat perekonomian dan pelaku ekonomi merasakan tekanan yang berlebihan. Target penerimaan perpajakan tahun 2018 mencapai Rp1.609,4 triliun atau tumbuh 9,3 persen dari targetnya dalam APBNP tahun 2017. Target tersebut cukup moderat sejalan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi dan inflasi tahun 2018, serta upaya ekstra yang akan ditempuh. Meskipun demikian, resiko dari proyeksi penerimaan pajak tersebut adalah tingkat realisasi penerimaan perpajakan yang akan dicapai pada tahun 2017. Kami akan terus bekerja keras agar target tahun 2017 dapat dicapai, dan dengan proyeksi perekonomian yang membaik, kapasitas historis penerimaan perpajakan, dan keberhasilan program amnesti pajak yang meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak, serta kerjasama perpajakan internasional, serta reformasi perpajakan yang terus berjalan, maka insyaallah proyeksi penerimaan dapat diupayakan dicapai. Pemerintah telah dan terus akan memperkuat basis perpajakan, antara lain dengan meningkatkan kapasitas teknologi informasi, updating data Wajib Pajak dengan memanfaatkan database hasil amnesti pajak, serta mencegah praktik penghindaran pajak dan erosi pajak melalui implementasi kebijakan Automatic Exchange of Information (AEoI). 6
Target penerimaan kepabeanan dan cukai dalam RAPBN tahun 2018 sebesar Rp194,1 triliun, Pemerintah akan melakukanpengawasan yang lebih baik, serta menggali potensi pengenaan objek barang kena cukai baru, dengan tetap diikuti oleh peningkatan kualitas pelayanan di bidang kepabeanan dan cukai. Langkah mengoptimalkan penerimaan perpajakan tersebut, dilakukan dengan tetap mendukung kebijakan perpajakan yang berkeadilan. Untuk itu, Pemerintah akan tetap memberikan insentif perpajakan secara selektif untuk mendukung daya saing industri nasional dan mendorong hilirisasi industri. Terkait dengan pandangan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai
Gerindra,Fraksi
Partai
Demokrat,
Fraksi
Partai
Golongan Karya, danFraksi Partai Persatuan Pembangunan agar
program-program
menjangkau
perlindungan
masyarakat
miskin,
sosial
mengurangi
benar-benar kemiskinan
dapat dan
kesenjangan ekonomi, serta alokasi subsidi yang lebih tepat sasaran, dapat kami sampaikan sebagai berikut. Pemerintah memberikan prioritas sangat tinggi pada aspek keadilan sosial dan penurunan kesenjangan. Belanja negara dalam RAPBN tahun 2018
direncanakan
mencapai
Rp2.204,4
triliun
adalah
untuk
pembangunan nasional dengan fokus pada penciptaan lapangan kerja, pengurangan kemiskinan, penurunan kesenjangan ekonomi, dan perlindungan
sosial.
Untuk
mendukung
pelaksanaan
program
penanggulangan kemiskinan dan dukungan terhadap masyarakat berpendapatan rendah yang terintegrasi, Pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp292,8 triliun yang mengacu pada basis data terpadu 7
sehingga diharapkan dapat lebih tepat sasaran. Alokasi anggaran tersebut ditujukan untuk perluasan Program Keluarga Harapan (PKH) sebesar Rp17,3 triliun yang diberikan kepada 10 juta KPM, memperluas cakupan Bantuan Pangan nontunai (BPNT) sebesar Rp13,5 triliun untuk 10 juta KPM, Subsidi Pangan (Rastra) sebesar Rp7,3 triliun untuk 5,6 juta KPM,
jaminan kesehatan bagi 92,4 juta rakyat miskin sebesar
Rp25,5 triliun, Program Indonesia Pintar (PIP) bagi 19,7 juta siswa dengan alokasi sebesar Rp10,5 triliun, dan beasiswa Bidik Misi bagi 401,5 ribu mahasiswa dengan alokasi sebesar Rp4,1 triliun. Selain itu, Pemerintah juga mendukung kemandirian usaha rakyat dengan mengalokasikan anggaran bagi usaha ultra mikro sebesar 2.5 triliun rupiah dan pemberian subsidi bunga untuk Kredit Usaha rakyat (KUR). Pada tahun 2018, anggaran subsidi bunga KUR dialokasikan sebesar Rp12,0 triliun dengan target penyaluran KUR mencapai Rp110 triliun untuk sektor pertanian, perikanan, industri pengolahan, perdagangan dan jasa, serta TKI. Pemerintah mengapresiasi pandangan dan perhatian Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, dan Fraksi Partai NasDem
atas anggaran infrastruktur dalam RAPBN tahun
2018 yang mencapai Rp409 triliun. Peningkatan anggaran infrastruktur sejalan dengan upaya Pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih produktivitas
dan
adil
dan berkelanjutan dengan perbaikan
efisiensi
perekonomian,
serta
mengurangi
kesenjangan antarwilayah. Untuk itu, peran infrastruktur diarahkan tidak hanya pada pemenuhan layanan dasar masyarakat, tetapi juga mendorong perbaikan konektivitas, distribusi logistik, transportasi, dan 8
elektrifikasi.Anggaran infrastruktur antara lain akan dimanfaatkan untuk membangun jalan sepanjang 856 km, irigasi sepanjang 781 km, pembangunan perumahan sebanyak 7.062 unit, serta untuk mendukung pencapaian rasio elektrifikasi sebesar 95,15 persen. Pembangunan
infrastruktur
sangat
penting
untuk
mengejar
ketertinggalan (gap) pembangunan infrastruktur dengan negara-negara di kawasan. Dengan demikian, strategi pembangunan infrastruktur akan menjadi pondasi pembangunan Indonesia ke depan tidak hanya untuk pemerataan antarwilayah namun juga ditujukan untuk meningkatkan daya saing global. Di sisi lain, pembangunan infrastruktur khususnya sektor transportasi diharapkan dapat meningkatkan efisiensi ekonomi dan menekan terjadinya disparitas harga. Menanggapi pandangan dari Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Demokrat, dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengenai alokasi transfer ke daerah dan dana desa, kiranya dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut. Alokasi belanja transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) tahun 2018 direncanakan sebesar Rp761,1 triliun. Pengalokasian anggaran TKDD tersebut telah mempertimbangkan besarnya kebutuhan pendanaan bagi daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan
daerah
dan
pembangunan
daerah.
Selain
itu,
pengalokasian tersebut juga disusun melalui proses sinkronisasi perencanaan dengan anggaran belanja kementerian dan lembaga, serta dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara. Di samping itu, Pemerintah juga telah dan akan terus melanjutkan pembenahan dalam pengelolaan TKDD sehingga semakin efektif pemanfaatannya terutama untuk mencapai: (1) peningkatan kualitas layanan publik di daerah; (2) penciptaan kesempatan kerja; (3) pengentasan
kemiskinan;
dan
(4) 9
pengurangan
ketimpangan
antardaerah.
Dengan
pengelolaan
TKDD
yang
semakin
baik,
kesejahteraan masyarakat akan meningkat, sebagaimana diindikasikan oleh menurunnya persentase dan jumlah penduduk miskin, serta rasio Gini di pedesaan dari 0,34 pada tahun 2014 menjadi 0,32 pada tahun 2016. Hal ini menunjukkan kesejahteraan yang semakin merata. Dalam RAPBN tahun 2018 alokasi Dana Desa direncanakan sebesar Rp60,0 triliun. Pemerintah akan mengoptimalkan pengelolaan Dana Desa
melalui
kebijakan
pengalokasian,
penyaluran,
penggunaan, pengawalan dan pendampingan,
prioritas
serta pengawasan.
Penyaluran Dana Desa dilakukan berdasarkan pada kinerja pelaksanaan, yaitu memerhatikan kinerja penyerapan anggaran dan capaian output, serta mendekatkan pelayanan melalui pengalihan penyaluran kepada KPPN di daerah. Penyaluran berbasis kinerja pelaksanaan ini akan memotivasi Desa untuk melaksanakan kegiatan dan menyerap anggaran lebih optimal dan lebih baik, sehingga dampak dari pemanfaatan Dana Desa dapat segera dirasakan oleh masyarakat desa. Dalam rangka memperkuat keseimbangan primer menuju positif, Pemerintah
sependapat
terhadap
pandangan
Fraksi
Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, dan Fraksi Partai Gerindra. Dalam RAPBN 2018, defisit anggaran ditargetkan mencapai Rp325,9 triliun atau 2,19 persen terhadap PDB. Pemerintah memperhatikan berbagai pandangan masyarakat mengenai pengelolaan utang negara. Dengan terus berpedoman pada pengelolaan utang yang hati-hati, bijaksana dan transparan, serta memperbaiki kesehatan struktur APBN, maka pemerintah akan terus berupaya menurunkan tingkat defisit anggaran dan defisit keseimbangan primer.Kebijakan defisit dijaga untuk terus memungkinkan Pemerintah melaksanakan program yang penting dan strategis bagi masyarakat luas, seperti 10
investasi dan pembangunan sumber daya manusia baik di bidang pendidikan maupun kesehatan. Indeks Pembangunan Manusia dan tingkat produktivitas serta daya kompetisi manusia Indonesia masih harus terus ditingkatkan agar Indonesia menjadi negara maju dan berkeadilan. Investasi sumber daya manusia tidak dapat ditunda. Ketertinggalan pembangunan infrastruktur menjadi sumber masalah dalam upaya pengurangan kemiskinan dan kesenjangan. Pemerintah mengambil
pilihan
kebijakan
ekspansif
(counter
cyclical)
agar
momentum pembangunan manusia dan pertumbuhan yang makin berkualitas dan merata dapat dijaga dan diperkuat, Pilihan kebijakan yang sulit, namun diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan, serta mendukung kegiatan produktif guna meningkatkan kapasitas produksi dan daya saing. Pemerintah akan tetap mengendalikan rasio utang terhadap PDB dalam batas yang bijaksana (prudent) dan terkendali (manageable) dan diupayakan menurun secara bertahap dalam jangka menengah. Meskipun Pemerintah mengambil pilihan kebijakan belanja ekspansif, Pemerintah senantiasa menjaga level defisit dan level utang tetap terarah dan terukur. Hal tersebut tercermin dari rasio utang terhadap PDB Indonesia (28,9 persen terhadap PDB pada tahun 2017) yang relatif lebih rendah dibandingkan negara lain, bahkan masih lebih rendah dari negara-negara berkembang lain yang setara (peer countries), seperti Thailand 41,8 persen dan India 67,8 persen. Pengelolaan utang, baik dari sisi waktu penarikan utang, komposisi mata uang, jatuh tempo, jenis instrumen, maupun pengendalian kas pemerintah akan terus dijaga untuk memastikan keberlanjutan pembangunan, tidak saja untuk generasi sekarang, tetapi juga untuk generasi yang akan datang. Transparansi dan akuntabilitas pengelolaan utang pemerintah telah
11
mengikuti prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara yang baik yang dapat diperbandingkan secara global. Selain pembiayaan utang, Pemerintah juga mengalokasikan pengeluaran pembiayaan, antara lain melalui pembiayaan investasi, pemberian pinjaman, dan kewajiban penjaminan. Terkait dengan pembiayaan investasi pada tahun 2018 antara lain akan dimanfaatkan untuk: mendukung pembangunan infrastruktur baik sarana dan prasarana transportasi, permukiman, air bersih, dan sanitasi, serta infrastruktur untuk mendukung ketahanan energi. Tidak hanya infrastruktur fisik, pembiayaan investasi dalam RAPBN tahun 2018 juga dialokasikan untuk keberlanjutan pengembangan pendidikan pada masa yang akan datang, melalui sovereign wealth fund bidang pendidikan melalui LPDP.
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat, Demikianlah tanggapan Pemerintah atas Pemandangan Umum DPR RI berkenaan dengan Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2018 beserta nota keuangannya. Bersama ini pula kami sertakan jawaban lengkap atas Pandangan Umum Fraksi pada lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan atas Jawaban Pemerintah. Pemerintah, menyambut baik persetujuan Anggota Dewan untuk membahas Rancangan Undang-undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2018 beserta nota keuangannya dalam tahap selanjutnya. Atas dasar prinsip kemitraan dan tanggung jawab bersama dalam mengemban amanat rakyat, maka kami percaya bahwa kewajiban konstitusional ini dapat diselesaikan secara tepat waktu sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.
12
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua, agar kita senantiasa diberi kekuatan dan kemampuan dalam menjalankan dan menyelesaikan tugas dan tanggung jawab kepada negara ini.
Demikian kami sampaikan dan terima kasih. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, 31 Agustus 2017 A.N. PEMERINTAH MENTERI KEUANGAN
SRI MULYANI INDRAWATI
13
LAMPIRAN
A. PEREKONOMIAN GLOBAL DASAR EKONOMI MAKRO
DAN
DOMESTIK,
SERTA
ASUMSI
Sehubungan dengan pandangan Fraksi Partai Golongan Karya bahwa keberhasilan APBN bukan hanya diukur dari kesesuaian antara target dan realisasi, akan tetapi APBN harus mampu memberikan kontribusi yang positif bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dapat dijelaskan sebagai berikut. Upaya/langkah kebijakan Pemerintah yang telah dilakukan sejak awal Kabinet Kerja telah menunjukan hasilnya pada Semester I Tahun 2017, yaitu perekonomian Indonesia mempunyai kinerja yang positif dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil sekitar 5,0 persen. Kinerja ekonomi tersebut didukung dengan pembangunan infrastruktur dan perbaikan iklim investasi sebagai upaya pengungkit pembentukan modal tetap domestik bruto (PMTB) yang tumbuh sebesar 5,1 persen tahun 2017 lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2016 sebesar 4,4 persen. Dampak dari kinerja ekonomi tersebut adalah terjadinya perbaikan indikator bidang kesejahteraan sosial, terutama yang diperlihatkan oleh penurunan angka gini ratio yang semula sebesar 0,397 tahun 2016 menjadi sebesar 0,393 tahun 2017, serta terjadinya kenaikan angka indeks pembangunan manusia (IPM) dari 69,55 tahun 2015 menjadi 70,18 tahun 2016. Peningkatkan IPM tersebut menunjukkan kemudahan akses bagi masyarakat terhadap hasil-hasil pembangunan, seperti sumber-sumber ekonomi, pendidikan, dan kesehatan yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Selain itu, dalam tahun 2018, Pemerintah tetap berkomitmen untuk mengefektifkan belanja negara sesuai dengan prioritas pembangunan, yaitu membangun infrastruktur, meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), mengurangi/mengentaskan kemiskinan dan kesenjangan baik antarindividu maupun antarwilayah seperti pelaksanaan program perlindungan sosial, bantuan sosial, kesehatan dan pendidikan dan PBI JKN, serta, menciptakan lapangan kerja. Pemerintah memberikan kemudahan akses pendidikan terutama untuk masyarakat miskin dan kepastian pengembangan pendidikan jangka panjang melalui pembentukan sovereign wealth fund (SWF) pendidikan. Langkah kebijakan tersebut akan membuat pembangunan Indonesia menjadi lebih kuat, berkualitas dan berkelanjutan dalam rangka mencapai peningkatan kesejahteraan rakyat yang menyeluruh. Sehubungan dengan pandangan Fraksi Partai Demokrat bahwa Pemerintah harus terus memperbaiki dan meningkatkan iklim investasi, iklim usaha, dengan harapan akan mendorong laju pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan merata di wilayah Indonesia dapat dijelaskan sebagai berikut. Pandangan Fraksi
-L.1-
Partai Demokrat tersebut sejalan dengan tema Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2018, yaitu Memacu Investasi dan Infrastruktur Untuk Pertumbuhan dan Pemerataan. Pembangunan infrastruktur yang menekankan pada investasi dan percepatan pembangunan diharapkan menjadi pengungkit bagi pertumbuhan ekonomi tahun 2018 sekaligus mampu mengurangi ketimbangan yang ada baik antarindividu maupun antarwilayah. Kebijakan yang akan dilaksanakan Pemerintah tahun 2018 terhadap pengembangan dunia usaha dalam rangka meningkatkan iklim investasi adalah melalui peningkatan daya dan kesiapan dunia usaha, percepatan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) prioritas berbasiskan potensi ekonomi wilayah, percepatan pembangunan tiga Kawasan Industri (KI) dan peningkatan kesiapan KI lainnya, pembenahan iklim investasi di pusat dan daerah, penciptaan lapangan kerja seluasluasnya yang didorong dengan peningkatan iklim ketenagakerjaan dan hubungan industrial, pengembangan keahlian tenaga kerja, peningkatan populasi dan daya saing industri, penguatan pertumbuhan ekonomi kreatif, serta peningkatan perdagangan luar negeri. Selain itu, untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi, Pemerintah pada tahun 2018 akan memprioritaskan pembangunan infrastruktur, konektivitas, dan kemaritiman melalui pengembangan aksesibilitas pada kawasan perbatasan dan tertinggal, penyediaan layanan transportasi, pengembangan jalur utama logistik, dan integrasi antarmoda yang mendorong pengembangan wilayah strategis, pembangunan tol laut, pemeliharaan infrastruktur transportasi (jalan, kereta api, dermaga penyeberangan, bandara dan pelabuhan) dan pengembangan transportasi perkotaan. Langkah konkrit Pemerintah untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi dengan memberikan dukungan yang maksimal dalam membangun infrastuktur pendukung, meningkatkan daya saing industri pengolahan dan ekspor, menyediakan sarana pendukung kemudahan investasi, serta menciptakan tenaga kerja yang berdaya saing, produktif, dan kompeten. Oleh karena itu, Pemerintah perlu menggandeng pihak swasta dalam rangka percepatan investasi. Untuk mewujudkan percepatan investasi tersebut, Pemerintah selama tahun 2017 telah mengeluarkan berbagai Paket Kebijakan Ekonomi, yaitu sebanyak 13 Paket mulai dari jilid 1 – 13. Paket Kebijakan Ekonomi tersebut dimaksudkan untuk menaikkan peringkat Ease of Doing Business (EODB) atau kemudahan berusaha Indonesia hingga ke posisi 40. Pemerintah telah melakukan sejumlah perbaikan, bahkan upaya ekstra, baik dari revisi aspek peraturan/hukum, ketahanan energi, insentif perpajakan, pengembangan kawasan ekonomi khusus, maupun prosedur perizinan impor bahan baku dan biaya/bunga lebih murah, agar peringkat kemudahan berusaha di
-L.2-
Indonesia – terutama bagi sektor UMKM, semakin meningkat. Dengan demikian, Pemerintah harus terus-menerus memperbaiki iklim investasi dan usaha. Deregulasi peraturan serta standardisasi perizinan diperlukan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur dan sektor riil. Hal ini dapat menjadi upaya yang terintegrasi dengan peningkatan kapasitas infrastruktur dan sektor riil, khususnya industri pengolahan, ekonomi kreatif, serta usaha kecil dan menengah dalam membuka peluang usaha yang terbuka secara optimal. Perbaikan kinerja sektor riil juga diharapkan dapat mendukung penciptaan lapangan kerja yang baik di sektorsektor produktif. Selain itu, pembangunan wilayah dimaksudkan agar masyarakat perbatasan dan pinggiran dapat menikmati hasil-hasil pembangunan yang yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Pembangunan kewilayahan meliputi pengembangan pusat ekonomi kawasan perbatasan sebanyak 10 PKSN, pengurangan desa tertinggal menjadi desa berkembang sebanyak 4.500 desa, peningkatan desa berkembang menjadi desa mandiri sebanyak 1.800 desa. Sehubungan dengan pandangan Fraksi Partai Demokrat bahwa programprogram pro-rakyat tersebut banyak membantu masyarakat miskin, termasuk adanya program dengan nomenklatur yang berbeda seperti Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada RAPBN tahun 2018, jumlah penduduk yang menjadi peserta penerima bantuan iuran (PBI) JKN/Kartu Indonesia Sehat (KIS) sebanyak 92,4 juta jiwa, dan jumlah siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah penerima bantuan Program Indonesia Pintar melalui KIP sebanyak 19,7 juta siswa. Untuk menjaga agar tercapainya ketepatan sasaran Program Indonesia Pintar, Pemerintah menempuh kebijakan melalui optimalisasi basis data terpadu dan sinkronisasi dari instansi terkait, serta monitoring dan evaluasi secara komprehensif dan terkoordinasi dari instansi terkait (Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Sekolah, dan Instansi lainnya). Pemerintah menyadari bahwa pelaksanaan JKN-KIS masih menghadapi beberapa tantangan, diantaranya masih rendahnya tingkat kepesertaan dari sektor Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU)/informal, klaim rasio yang tinggi khususnya dari peserta informal, adverse selection dan insurance effect, dan masih adanya pembayaran out of pocket oleh pasien. Hal tersebut menyebabkan Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan mengalami ketidakcukupan dana (unfunded) yang dapat mengganggu keberlanjutan Program JKN ke depan. Selanjutnya, untuk menjaga kesinambungan pelaksanaan JKN dan mengurangi risikonya terhadap APBN, Pemerintah bersama-sama dengan BPJS Kesehatan terus
-L.3-
melakukan berbagai upaya perbaikan baik dari aspek peningkatan pendapatan BPJS Kesehatan maupun dari aspek pengendalian klaim. Selain itu, untuk mengurangi risiko jangka panjang, hal-hal yang dapat dilakukan di antaranya dengan meningkatkan peserta mandiri yang sehat, memperkuat fasilitas kesehatan tingkat pertama, peningkatan upaya kesehatan preventif dan promotif, penyesuaian iuran dan manfaat secara bertahap, dan meningkatkan peran Pemda, serta pelaksanaan coordination of benefit (COB) dengan asuransi umum. Dengan menggunakan mekanisme tersebut, Pemerintah dapat melaksanakan program-program Pro-Rakyat dengan baik dan dapat melakukan pengawasan terhadap peserta program-program tersebut adalah tepat sasaran sehingga keberlangsungan program-program tersebut serta anggarannya dapat terjaga di masa-masa mendatang. Menanggapi pandangan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi Partai NasDem, dan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat mengenai Asumsi Pertumbuhan Ekonomi, dapat kami sampaikan penjelasan sebagai sebagai berikut. Pertumbuhan ekonomi tahun 2018 diupayakan sebesar 5,4 persen dengan mempertimbangkan kondisi perkembangan ekonomi saat ini dan potensi risiko ke depan. Perekonomian global yang mulai menunjukkan perbaikan diperkirakan memberikan kontribusi pada peningkatan ekonomi nasional melalui peningkatan perdagangan internasional dan investasi. Dari sisi domestik, Pemerintah terus mendorong kebijakan peningkatan investasi langsung baik melalui pembangunan infrastruktur sebagai stimuli bagi makroekonomi dan perbaikan iklim investasi dan usaha sektor swasta pada sektor-sektor utama dan prioritas. Lebih lanjut, kewaspadaan terhadap faktor risiko baik berasal dari domestik maupun global terus ditingkatkan untuk menjaga stabilitas ekonomi domestik. Perekonomian nasional pada tahun 2018 diperkirakan lebih baik dari sisi konsumsi, investasi maupun perdagangan internasional. Dari sisi konsumsi, upaya menjaga stabilitas harga terutama harga barang pokok dan ketersediaan pasokan pangan diharapkan mampu mengoptimalkan konsumsi terutama masyarakat yang berpendapatan rendah melalui perbaikan kapasitas produksi dan distribusi nasional serta pengalokasian subsidi yang tepat sasaran. Program bantuan sosial yang komprehensif juga terus dilaksanakan untuk mendorong pemerataan pendapatan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat. Hal tersebut diarahkan terutama kepada golongan masyarakat rentan yang memiliki marginal propensity to consume (MPC) yang lebih tinggi, sehingga bantuan yang diberikan akan langsung digunakan untuk
-L.4-
pemenuhan kebutuhan. Kebijakan belanja Pemerintah juga memprioritaskan belanja infrastruktur dengan tetap menjaga belanja barang dan pegawai yang lebih efisien. Pada tahun 2018, kinerja konsumsi secara keseluruhan juga akan didukung oleh adanya kegiatan sosial masyarakat dan persiapan organisasi sosial dan politik menjelang Pemilihan Umum 2019. Selain itu, kegiatan sebagai tuan rumah ajang olahraga ASIAN Games dan pertemuan Sidang Tahunan World Bank dan IMF diperkirakan mendukung kinerja konsumsi domestik. Dari sisi investasi, fokus prioritas program Pemerintah yaitu pembangunan proyek utama nasional yang mendorong produktivitas dan peningkatan aktivitas sektor swasta. Untuk mewujudkan hal tersebut, pembangunan infrastruktur diarahkan guna meningkatkan konektivitas, pemerataan hasil-hasil pembangunan, daya saing industri di Indonesia serta untuk memberikan daya dorong terhadap penciptaan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi. Peran BUMN dalam percepatan pembangunan program infrastruktur prioritas nasional dan proyek strategis nasional akan terus dilaksanakan. Selain itu, pemerintah juga mendorong peran swasta agar bisa meningkatkan investasi belanja modal melalui proyek-proyek infrastruktur dan proyek fisik lainnya. Dalam rangka perbaikan iklim investasi dan kondisi dunia usaha, Pemerintah secara berkesinambungan juga memberikan dukungan yang tidak hanya untuk mendorong kinerja investasi namun juga peningkatan kapasitas produksi dan pembukaan lapangan kerja baru, sehingga mampu menyerap tenaga kerja. Upaya deregulasi juga terus dilakukan melalui penyederhanaan prosedur dan perizinan investasi, harmonisasi kebijakan investasi antara Pemerintah pusat dan daerah, serta penguatan kepastian hukum dan kepastian usaha bagi investor. Dari sisi perdagangan internasional, dalam rangka mencapai kinerja pertumbuhan ekspor dan impor yang optimal, strategi pengembangan ekspor dan pengendalian impor akan terus diupayakan. Strategi pengembangan ekspor dilakukan dengan tetap menjaga pasar tradisional, pengembangan pasar baru yang potensial dan peningkatan peran UKM berorientasi ekspor melalui promosi produk unggulan serta peningkatan jumlah pelaku ekspor. Peningkatan kinerja ekspor jasa juga terus didorong melalui promosi destinasi wisata Indonesia. Dari sisi impor, strategi kebijakan diarahkan untuk pemenuhan kebutuhan prioritas seperti proyek infrastruktur, pangan dan bahan baku dengan tetap memerhatikan suplai dalam negeri. Dari sisi produksi, pemerintah sependapat bahwa sektor tradable seperti sektor manufaktur dan pertanian (dalam arti luas) perlu terus didorong guna meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomi melalui penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan peranan sektor pertanian dan industri pengolahan adalah dengan mendorong
-L.5-
pengembangan industri hulu dan antara berbasis sumber daya alam, khususnya industri agro. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan keterkaitan antara sektor hulu – hilir sehingga dapat memperbaiki rantai pasok domestik, meningkatkan nilai tambah dan peluang ekspor produk-produk baru. Lebih lanjut, pemerintah secara serius mendukung peningkatan daya saing sektor industri dengan berbagai paket kebijakan ekonomi yang didalamnya mencakup upaya peningkatan kemudahan berusaha dan berinvestasi, dukungan penyediaan infrastruktur, penyediaan insentif fiskal bagi pelaku industri strategis, serta termasuk mendorong optimasi teknologi. Terkait sektor jasa, perkembangan inovasi dan kemajuan teknologi informasi telah mendorong peningkatan kinerja sektor jasa yang mempunyai nilai tambah cukup tinggi. Momentum pertumbuhan sektor tersebut diharapkan dapat mendorong produktivitas di sektor tradable. Oleh karena itu, sektor-sektor jasa yang mendukung peningkatan efisiensi produksi dan sistem logistik nasional juga termasuk ke dalam prioritas pembangunan pemerintah, diantaranya adalah sektor konstruksi, transportasi dan pergudangan, serta informasi dan komunikasi. Selain itu, pemerintah juga mendukung perkembangan ekonomi kreatif dan ekonomi digital antara lain dengan menyusun Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik jangka menengah melalui Perpres Nomor 74 tahun 2017. Menanggapi pandangan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, dan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat, Pemerintah sependapat bahwa penyusunan asumsi makro termasuk nilai tukar Rupiah di tahun 2018 harus memperhatikan outlook perekonomian global dan domestik. Pergerakan nilai tukar Rupiah banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal, terutama oleh mekanisme pasar di mana banyak terdapat faktor yang berada di luar kendali Pemerintah. Faktor yang mempengaruhi nilai tukar Rupiah dapat berasal dari variabel neraca pembayaran maupun pasar keuangan, dimana kegiatan ekspor impor dan aliran modal asing menjadi pertimbangan utama. Tidak hanya faktor pertumbuhan ekonomi, perbedaan tingkat suku bunga domestik dengan suku bunga di luar negeri, terutama di negara maju seperti Amerika Serikat, juga menjadi sangat penting. Dari sisi global, pergerakan nilai tukar Rupiah sebagian besar akan dipengaruhi oleh perkembangan sektor keuangan, khususnya likuiditas di pasar keuangan global yang berpotensi mengalami pengetatan. Beberapa faktor yang mempengaruhi outlook ketatnya likuiditas global adalah potensi dinaikkannya kembali suku bunga acuan AS atau Fed Fund Rate (FFR) sebanyak tiga kali selama 2018 seiring perbaikan ekonomi AS yang semakin mendekati sasaran the Fed. Kenaikan FFR berpotensi
-L.6-
menurunkan selisih tingkat suku bunga global dan domestik (interest rate differential) yang lebih lanjut dapat menyebabkan turunnya arus modal asing masuk ke Indonesia. Namun demikian, dampak dari turunnya interest rate differential ini diperkirakan akan relatif moderat seiring turunnya ketidakpastian di pasar keuangan global secara umum yang tercermin dari turunnya VIX index1. Moderasi dampak FFR dapat dilihat dari turunnya indeks dolar AS terhadap enam mata uang utama dunia serta relatif menguatnya nilai tukar kawasan regional secara umum mulai tahun 2017. Selebihnya, likuiditas global akan ditopang pelonggaran kebijakan moneter diantaranya melalui kebijakan suku bunga negatif yang diterapkan oleh Negara-negara maju seperti Eropa dan Jepang. Selain itu, perlu juga diantisipasi rencana the Fed untuk menurunkan neracanya melalui kebijakan reinvestasi atas aset-aset keuangan seperti obligasi dan mortgagebacked securities (MBS). Meskipun awalnya memberikan efek negatif yang cukup signifikan pada pasar keuangan, namun pada periode berikutnya pelaku pasar keuangan meyakini bahwa pelaksanaan penurunan neraca the Fed ini tidak akan dilakukan secara agresif sehingga dampaknya relatif kecil. Selain sektor keuangan, sektor riil global juga berpotensi menahan penguatan Rupiah, di antaranya adalah dari sisi perdagangan yang akan dipengaruhi oleh relatif lambatnya perekonomian Tiongkok sebagai salah satu negara mitra dagang utama Indonesia. Selanjutnya, meskipun belum tampak secara signifikan, perkembangan kebijakan perdagangan di AS juga berpotensi untuk berdampak pada Indonesia secara tidak langsung melalui Tiongkok. Berbeda dengan outlook perekonomian global yang cenderung mencerminkan adanya risiko, perekonomian domestik diperkirakan mendukung stabilitas nilai tukar Rupiah. Beberapa pendukung tersebut adalah stabilnya indikator ekonomi makro secara umum seperti inflasi, terjaganya defisit neraca transaksi berjalan, kuatnya posisi cadangan devisa, serta adanya potensi naiknya peringkat kredit Indonesia. Sentimen positif ini perlu terus dipertahankan sehingga mengurangi tekanan terhadap Rupiah, terutama di tahun 2018 yang diperkirakan akan diwarnai oleh dinamika politik nasional. Selain itu, Dalam menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, Pemerintah akan terus meningkatkan kerja sama dengan otoritas terkait seperti Bank Indonesia. Beberapa kerja sama utama yang dijalankan adalah terkait pengendalian inflasi, stabilitas sistem keuangan, serta inklusi dan pendalaman pasar keuangan, termasuk langkah-langkah antisipasif mengenai aliran dana asing.
1
VIC adalah Chicago Board Options Exchange (CBOE) SPX Volatility Index yaitu indikator yang mencerminkan ekspektasi pasar terhadap volatilitas harga saham-saham yang tergabung di S&P 500 pada 30 hari ke depan.
-L.7-
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi Partai NasDem, dan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat terkait asumsi inflasi sebesar 3,5 persen serta faktor-faktor yang mempengaruhi, dapat kami sampaikan sebagai berikut. Perkembangan historis laju inflasi secara umum mengalami tren penurunan. Secara jangka menengah, inflasi juga ditargetkan mengalami penurunan sesuai dengan Inflation Targeting Framework (ITF). Pemerintah mengucapkan terima kasih atas apresiasi kinerja pengendalian inflasi di tingkat yang relatif rendah dan stabil pada kisaran di bawah 4 persen. Namun, Pemerintah tetap berupaya untuk mengendalikan laju inflasi dengan tetap menjaga dan menguatkan daya beli masyarakat. Dalam strategi pengendalian inflasi, Pemerintah memiliki pandangan yang sama bahwa perlu ada perhatian yang khusus pada inflasi harga bergejolak atau volatile food yang secara karakteristik memiliki volatilitas yang tinggi. Selain itu, inflasi harga diatur Pemerintah atau administered price perlu juga dikelola risiko atas implementasi kebijakannya seiring dengan reformasi kebijakan energi yang telah dilakukan. Untuk itu, Pemerintah berusaha melakukan upaya-upaya dalam mengendalikan laju inflasi agar tetap berada sasaran inflasi yang telah ditetapkan dengan tren penurunan secara gradual pada jangka menengah. Inflasi volatile food merupakan komponen inflasi yang memiliki tingkat fluktuasi cukup tinggi. Oleh karena itu, Pemerintah berupaya melakukan pengendalian dari sisi produksi, distribusi, dan konsumsi dalam rangka menjaga stabilitas harga pangan. Dari sisi produksi, Pemerintah berupaya memperkuat sisi penawaran dengan dukungan perbaikan infrastruktur dan peningkatan kapasitas produksi. Pembangunan dan perbaikan irigasi, embung, bendungan serta peningkatan area pertanian diharapkan dapat mendorong peningkatan produktivitas pertanian dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan. Selain itu, alokasi subsidi pertanian dan bantuan sosial juga diharapkan dapat mendorong perkembangan sektor pertanian dan membantu terciptanya peningkatan produktivitas pertanian. Hal ini juga diharapkan dapat mendukung terwujudnya kedaulatan pangan nasional. Pembangunan dan perbaikan infrastruktur juga akan berpengaruh pada sisi distribusi sehingga dapat memperlancar pasokan barang dan jasa. Perbaikan infrastruktur tersebut juga akan menekan biaya logistik sehingga mendorong efisiensi biaya. Dalam hal distribusi pangan, Pemerintah juga berusaha keras dalam melakukan pemantauan arus distribusi komoditas pangan strategis dengan melibatkan penegak hukum dalam wadah Satuan Tugas Pangan (Satgas Pangan).
-L.8-
Hal tersebut bertujuan untuk mengantisipasi adanya praktik kartel dan permainan harga. Selain itu, kebijakan penetapan harga acuan serta Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk beberapa komoditas juga ditujukan untuk mengantisipasi terjadinya permainan harga. Pemerintah tetap berkomitmen dalam melanjutkan alokasi subsidi pangan dan dana cadangan Pemerintah dalam rangka stabilitas harga pangan, terutama pada masa Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN). Dukungan tersebut bertujuan untuk menjaga daya beli masyarakat agar tetap terjaga di masa-masa terjadinya gejolak harga. Selain itu, Pemerintah menjamin terjaganya pasokan domestik dengan menempuh kebijakan impor komoditas tertentu pada periode tertentu. Hal ini dilakukan untuk menjaga stabilitas harga akibat adanya permintaan yang mengalami peningkatan. Pemerintah berkomitmen dalam menjaga daya beli masyarakat, terutama masyarakat berpenghasilan rendah dengan menempuh berbagai kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perlindungan sosial. Komponen inflasi yang juga cukup menjadi perhatian adalah administered price. Seiring dengan adanya kebijakan reformasi subsidi energi dalam rangka menciptakan subsidi yang lebih tepat sasaran, laju inflasi secara jangka pendek cukup mendapat tekanan. Akan tetapi, Pemerintah berupaya untuk mengelola implementasinya sehingga laju inflasi tetap terjaga sesuai sasaran. Untuk mendukung pengelolaan risiko kebijakan tersebut, Pemerintah berkoordinasi dengan Bank Indonesia untuk berupaya keras dalam menjaga ekspektasi inflasi. Selain itu, koordinasi tersebut juga ditujukan untuk menjaga dan mengendalikan inflasi komponen core agar berada pada level yang relatif rendah dan setabil. Secara umum, strategi pengendalian inflasi Pemerintah juga didukung dengan koordinasi yang semakin kuat dengan Bank Indonesia untuk menciptakan bauran kebijakan fiskal, moneter, dan riil yang tepat yang responsif. Selain itu, Pemerintah Pusat juga mendorong Pemerintah Daerah untuk juga memantau stabilitas harga dan laju inflasi di wilayah masing-masing. Dalam wadah Tim Pengendalian Inflasi, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, serta Bank Indonesia berkoordinasi untuk menjaga stabilitas harga dalam rangka mengendalikan laju inflasi baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Upaya-upaya pengendalian inflasi, pencapaian stabilitas harga, dan penguatan daya beli masyarakat diharapkan dapat mendukung tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan masyarakat yang lebih sejahtera. Menanggapi pandangan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai
-L.9-
NasDem, dan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat, Pemerintah sependapat bahwa asumsi suku bunga SPN di tahun 2018 perlu dijaga pada tingkat optimal baik bagi pembiayaan APBN maupun bagi perekonomian khususnya investasi. Secara umum, tingkat suku bunga di dalam negeri sangat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor global dan domestik. Pemerintah menyadari bahwa sebagai bagian dari negara berkembang, Indonesia masih menjadi price taker dari negara maju. Akibatnya, tidak terkecuali di tahun 2018, pergerakan suku bunga acuan AS atau FFR sangat mempengaruhi suku bunga pasar, baik di tingkat global maupun domestik khususnya yang berjangka pendek seperti London Interbank Overnight Rate (LIBOR) 3 bulan berdenominasi dolar AS dan suku bunga SPN 3 bulan. Dengan polanya yang gradual, kenaikan FFR yang diperkirakan oleh pasar akan kembali terjadi sebanyak tiga kali di tahun 2018 dan akan berdampak secara lebih moderat sehingga positif bagi suku bunga SPN 3 bulan. Dari sisi domestik, suku bunga SPN 3 bulan dipengaruhi oleh kondisi likuiditas domestik. Suku bunga acuan BI 7-Day (Reverse) Repo Rate (7DRR) yang berada dalam kecenderungan menurun adalah salah satu faktor yang diperkirakan berkontribusi besar bagi kondisi likuiditas domestik. Penurunan 7DRR yang telah mendorong penurunan suku bunga simpanan dan kredit di bank umum lebih lanjut diharapkan meningkatkan kemampuan sektor swasta untuk mengakselerasi investasi sehingga likuiditas perekonomian secara umum meningkat. Peningkatan likuiditas perekonomian ini akan menjadi faktor positif yang sangat penting bagi SPN 3 bulan, meskipun baru akan terealisasi dalam jangka yang lebih panjang. Dengan rendahnya inflasi serta relatif stabilnya nilai tukar, diharapkan terdapat peningkatan ruang pelonggaran kebijakan moneter. Dari sisi pasar modal, inovasi di pasar keuangan dengan penerbitan berbagai instrumen non-tradisional seperti Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK EBA) untuk sektor infrastruktur diharapkan dapat menarik minat lebih banyak investor di pasar modal. Hal ini mulai terlihat di tahun 2017 dimana terjadi peningkatan yang signifikan pada penerbitan obligasi di pasar perdana. Penerbitan instrumen-instrumen ini diharapkan dapat menjadi katalis untuk mengembangkan instrumen lainnya serta pasar modal secara umum. Peningkatan likuiditas pasar modal juga akan ditransmisikan ke aset keuangan lain termasuk SPN 3 bulan. Selain faktor perkembangan perekonomian global dan domestik, faktor regulasi juga akan mempengaruhi SPN 3 bulan ke depan. Regulasi yang dimaksud di antaranya adalah regulasi untuk meningkatkan intensitas dan volume penerbitan dari SPN 3 bulan untuk meningkatkan eksposur dari likuiditas dari instrumen ini. Dengan
-L.10-
bertambahnya likuiditas dan kontinuitas penerbitan, efisiensi di pasar SPN 3 bulan diharapkan meningkat. Untuk menjaga tingkat suku bunga SPN 3 bulan dalam level yang wajar, melalui tujuan penurunan biaya dana, Pemerintah berkoordinasi dengan otoritas terkait di sektor keuangan seperti BI dan OJK, di antaranya melalui Forum Koordinasi Pengembangan Pembangunan melalui Pasar Keuangan (FKPPPK) yang saat ini sedangan menyusun Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI). Menjawab pertanyaan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai NasDem, dan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat mengenai Harga Minyak Mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) yang lebih rendah dibandingkan dengan APBNP tahun 2017, kami sependapat bahwa harga minyak mentah dunia bergerak fluktuatif dan sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian global dan geopolitik antar negara. Hal ini telah terjadi sejak kuartal kedua tahun 2017, setelah mengalami kenaikan pada kuartal pertama dengan rata-rata ICP Januari s.d. Maret 2017 sebesar USD51,03 per barel, harga minyak mentah mengalami penurunan hingga tercatat sebesar USD43,66 per barel di bulan Juni. Akan tetapi, kembali rebound sebesar USD45,48 per barel di bulan Juli 2017. Kondisi tersebut diperkirakan akan terus berlangsung hingga tahun 2018. Fluktuasi harga minyak mentah tersebut antara lain dipengaruhi oleh kesepakatan pemangkasan produksi minyak mentah negara-negara OPEC dan perkembangan tingkat kepatuhan negara-negara tersebut, peningkatan produksi minyak mentah dil luar negara-negara OPEC serta isu geopolitik antara Amerika Serikat (AS) dengan Suriah dan Qatar dengan negara-negara Uni Emirat Arab (UEA) lainnya. Pada awal tahun 2017 tingkat kepatuhan negara-negara OPEC cukup tinggi, berada pada kisaran 95 persen. Akan tetapi, tingkat kepatuhan tersebut terus menurun hingga mencapai 70 persen pada bulan Juni. Sehingga untuk tetap membatasi stok minyak mentah dunia, beban pemangkasan dipikul oleh Arab Saudi, Kuwait, dan Sudan. Sebagaimana harga komoditas lainnya, harga minyak mentah sangat dipengaruhi oleh aktivitas ekonomi dunia. Beberapa lembaga memperkirakan aktivitas ekonomi dunia di tahun 2018 masih moderat meskipun pertumbuhan ekonomi global diperkirakan masih dapat tumbuh. Perkembangan tersebut akan berdampak pada permintaan energi, termasuk minyak mentah yang diperkirakan masih relatif stabil. Peningkatan penggunaan energi alternatif serta penurunan pertumbuhan penggunaan kendaran bermotor menjadi faktor yang mempengaruhi stagnasi pada permintaan minyak mentah. Sementara itu dari sisi produksi diperkirakan masih
-L.11-
akan tumbuh terutama di negara-negara Non-OPEC seperti Amerika Serikat dan Kanada. Berakhirnya kesepakatan pemangkasan produksi di bulan Maret tahun 2018, diperkirakan akan semakin menambah jumlah stok minyak mentah dunia yang disebabkan oleh peningkatan produksi minyak mentah negara-negara OPEC. Namun demikian, menurut pandangan Pemerintah masih terdapat potensi kenaikan harga minyak mentah seperti perkembangan geopolitik dan perkembangan nilai tukar riil dolar AS sehingga ICP akan tetap berada di atas USD 40 per barel. Berdasarkan kondisi tersebut di atas, maka Pemerintah berpendapat bahwa asumsi ICP tahun 2018 yang berada pada USD48 per barel cukup realistis karena telah memperhitungkan faktor fundamental dan non fundamental yang mempengaruhi sisi suplai dan sisi permintaan pembentuk harga minyak. Menanggapi pandangan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, dan Fraksi Partai NasDem, mengenai Asumsi Lifting Minyak Mentah, dapat kami sampaikan penjelasan sebagai sebagai berikut. Pemerintah mengapresiasi pandangan anggota dewan yang terhormat berkenaan dengan asumsi lifting minyak mentah dan sependapat bahwa upaya perbaikan iklim investasi merupakan salah satu kunci untuk mendorong peningkatan investasi di sektor hulu migas. Peningkatan investasi diyakini mampu mendorong aktivitas eksplorasi berkelanjutan yang pada gilirannya meningkatkan kemungkinan penemuan sumber-sumber minyak dan gas baru. Oleh sebab itu, pemerintah bekerja sama dengan seluruh pemangku kepentingan berupaya menciptakan iklim usaha yang kondusif termasuk menyederhanakan proses perijinan dan menyusun skema bisnis yang dapat menguntungkan baik bagi pemerintah maupun kontraktor selaku pelaku usaha, antara lain melalui skema gross split yang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan mendorong kegiatan eksplorasi dan eksploitasi wilayah kerja migas. Selain itu, perbaikan iklim investasi juga terus dilakukan dengan meningkatkan daya tarik sektor hulu migas seperti (i) pembangunan infrastruktur dan pemberian insentif fiskal; (ii) penyempurnaan payung hukum untuk meningkatkan kepastian berusaha, dan; (iii) peningkatan koordinasi di antara instansi pemerintah termasuk pemerintah daerah terkait implementasi peraturan dan perizinan untuk investor baru. Selanjutnya, pemerintah juga terus berkoordinasi dengan KKKS untuk melakukan optimasi produksi dengan senantiasa menjalankan kegiatan usaha utama baik pengeboran, perawatan sumur maupun kerja ulang. Di sisi lain, optimalisasi penerapan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) terus dilakukan untuk
-L.12-
meningkatkan cadangan minyak sehingga diharapkan dapat menahan tingkat penurunan produksi alamiah lapangan-lapangan migas yang sudah tua. Menanggapi pandangan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, dan Fraksi Partai NasDem, mengenai Asumsi Lifting Gas Bumi, dapat kami sampaikan penjelasan sebagai sebagai berikut. Secara umum, program kerja dan kebijakan yang dijalankan untuk mencapai target produksi dan lifting gas bumi selaras dengan strategi dan program peningkatan lifting minyak mentah, termasuk di dalamnya upaya untuk menyederhakana proses perijinan guna mendorong investasi untuk eksplorasi dan eksploitasi berkelanjutan. Dengan program dan kebijakan yang kondusif, potensi gas bumi yang masih cukup besar terutama di Kawasan Timur Indonesia diperkirakan dapat menarik minat investasi sehingga mampu menambah cadangan gas nasional. Lebih jauh, pemerintah juga berupaya maksimal dalam memperbaiki sisi antara (midstream) dan hilir (downstream) dalam kaitannya mendorong pemanfaatan gas alam sebagai sumber energi domestik baik untuk industri, transportasi maupun kebutuhan rumah tangga dalam rangka menciptakan efek multiplier bagi perekonomian domestik. Hal ini tercermin dari upaya perbaikan infrastruktur dan distribusi gas antara lain melalui berbagai proyek revitalisasi jaringan dan terminal regasifikasi, pipanisasi, pengembangan jaringan gas kota, serta pembangunan stasiun pengisian bahan bakar gas yang terus berjalan dalam beberapa tahun terakhir. Lebih lanjut, pemerintah juga berupaya untuk menyediakan harga gas yang kompetitif khususnya untuk industri dalam negeri guna meningkatkan daya saing industri domestik. Dukungan seluruh pemangku kepentingan termasuk dari parlemen sangat diharapkan guna menjalankan proyek-proyek dimaksud guna mewujudkan ketahanan dan kedaulatan energi nasional. B. PENDAPATAN NEGARA Menanggapi pandangan Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, dan Fraksi Partai Nasdem dapat disampaikan bahwa Pemerintah memang berusaha untuk menyusun APBN tahun 2018 secara lebih prudent, realistis dan akuntabel. Penerimaan perpajakan dalam RAPBN tahun 2018 diperkirakan tumbuh 9,3% dari target APBNP 2017, sejalan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi dan inflasi tahun 2018, serta upaya ekstra dalam penagihan dan pemungutan pajak. Target pertumbuhan tersebut lebih moderat dibandingkan targetnya pada tahun 2017 yang -L.13-
diperkirakan mencapai 14,7%. Dengan demikian, Pemerintah berkeyakinan bahwa risiko shortfall perpajakan dapat diminimalisir sehingga pendanaan untuk programprogram pembangunan dapat berjalan dan pembiayaan anggaran dapat dikendalikan. Pendapatan Negara akan tetap bertumpu pada Penerimaan Perpajakan. Oleh karena itu, Pemerintah berusaha melakukan optimalisasi penerimaan perpajakan dengan memperkuat basis perpajakan. Namun demikian, optimalisasi penerimaan perpajakan juga akan tetap mempertimbangkan asas keadilan. Dalam hal ini salah satu kebijakan perpajakan tahun 2018 juga diarahkan untuk melakukan redistribusi pendapatan antar masyarakat dalam rangka menciptakan equality. Pada tahun 2018 kebijakan optimalisasi penerimaan perpajakan antara lain dilakukan dengan memperkuat basis data perpajakan melalui pendekatan kapasitas IT, updating data Wajib Pajak, monitoring aktif, digitalisasi data, pertukaran informasi, dan implementasi Automatic Exchange of Information (AEoI). Sementara itu, untuk mendukung kebijakan perpajakan yang berkeadilan, pemerintah akan memberikan insentif perpajakan untuk peningkatan pendapatan riil untuk kelompok menengah ke bawah. Menanggapi pandangan Fraksi Partai Demokrat mengenai pentingnya melanjutkan reformasi di bidang Pendapatan Negara, kami sependapat dan akan berupaya menyelesaikan reformasi regulasi, SDM, dan administrasi pada sektor Perpajakan. Pendapatan Negara harus difokuskan untuk memperkuat dan memperluas basis penerimaan pajak serta optimalisasi perpajakan yang berkeadilan, Pemerintah melakukan berbagai upaya dalam tahun 2018 untuk mengoptimalkan pendapatan negara khususnya penerimaan perpajakan. Hal ini dilakukan mengingat kontribusi penerimaan perpajakan terhadap pendapatan negara yang terus meningkat dari sebesar 74,9 persen di tahun 2013, menjadi 84,8 persen di tahun 2017. Kebijakan-kebijakan yang telah dijalankan pada periode sebelumnya akan dijaga keberlanjutannya dengan terus melakukan evaluasi dan penyempurnaan. Kebijakan fiskal Pemerintah di bidang perpajakan tersebut disusun dengan tetap memperhatikan kondisi objektif dan realistis sesuai dengan upaya untuk tetap menjaga daya beli masyarakat, mendukung industri nasional, dan mendorong hilirisasi industri. Menanggapi pendapat Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat tentang penerimaan negara dari cukai dapat dijelaskan bahwa apabila dilihat dari realisasinya sampai dengan Semester I 2017 memang penerimaan cukai mengalami pertumbuhan positif sebesar 0,7% bila dibandingkan dengan penerimaan cukai Semester I tahun 2016, terutama dari cukai hasil tembakau. Peningkatan ini diharapkan dapat berlanjut di tahun 2018 sehingga Pemerintah optimis dalam menetapkan target sebesar Rp148,2 triliun di tahun 2018.
-L.14-
Terkait tanggapan tentang rokok ilegal oleh Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat, salah satu cara Pemerintah untuk meningkatkan pendapatan dari cukai rokok adalah dengan menekan penyelundupan rokok ilegal. Konsumsi rokok ilegal salah satunya disebabkan karena kesadaran masyarakat untuk tidak mengonsumsi rokok ilegal memang masih rendah, karena tidak memperdulikan rokok yang mereka konsumsi membayar cukai atau tidak. Pengawasan di daerah terpencil dan daerah perkebunan memang cukup terkendala dengan luas wilayah pengawasan dan tantangan geografis. Namun demikian, DJBC terus berupaya meningkatkan pengawasan melalui pemanfaatan manajemen risiko, meliputi pengawasan terhadap wilayah produksi, distribusi dan pemasaran (excise connection). DJBC telah melakukan kegiatan intelijen, penindakan, penyidikan terhadap rokok ilegal dan bahkan terhadap sindikat pembuat pita cukai palsu. DJBC akan terus meningkatkan kinerja, dan diharapkan secara gradual keberadaan rokok illegal akan turun. Indikator penurunan rokok ilegal adalah kenaikan produksi golongan II dan III, karena pabrik golongan II dan III berdasarkan harga jual adalah lawan utama rokok ilegal dalam perebutan pasar rokok. Selain hal-hal tersebut, DJBC juga terus melakukan kegiatan sosialisasi dan edukasi ke masyarakat untuk mengkampanyekan anti rokok illegal. Kegiatan kampanye anti rokok ilegal juga dilakukan melalui kerjasama dengan pabrik-pabrik besar, terutama pabrik golongan I. Kegiatan seperti fun walk dengan memakai kaos bertuliskan “anti rokok illegal” yang dipublikasi media masa diharapkan menjadi sarana sosialisasi yang efektif kepada masyarakat. Data penindakan rokok ilegal juga menunjukkan bahwa jumlah penindakan terus meningkat dari tahun ke tahun (tahun 2014 sebanyak 901, tahun 2015 sebanyak 1.232, tahun 2016 sebanyak 2.374 dan sampai dengan bulan Juli 2017 sebanyak 2.331 penindakan). Hal ini menunjukkan bahwa DJBC terus bekerja keras dalam menangani rokok ilegal. Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, dan Fraksi NasDem terkait dengan perhitungan target perpajakan yang lebih realistis. Pada tahun 2018, Pemerintah berusaha menyusun target perpajakan secara lebih pruden dan lebih realistis. Target penerimaan perpajakan tahun 2018 diperkirakan tumbuh 9,3% dari target APBNP tahun 2017 yang berarti bahwa target pertumbuhan pajak ini sejalan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi dan inflasi tahun 2018. Dengan target pertumbuhan yang lebih moderat dibandingkan pada tahun 2017 yang diperkirakan mencapai 14,7% maka Pemerintah berkeyakinan bahwa risiko shortfall perpajakan dapat diminimalisir sehingga APBN lebih aman dan menjaga respon positif di dunia usaha.
-L.15-
Selain itu, kami juga sependapat dengan pandangan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan bahwa dalam menentukan target perpajakan Pemerintah harus tetap memperhatikan perkembangan iklim usaha. Pada tahun 2018 salah satu kebijakan perpajakan yang akan dilakukan Pemerintah adalah tetap memberikan dukungan pada industri dalam negeri untuk meningkatkan daya saingnya dengan memberikan insentif fiskal yang selektif dan efisien. Menanggapi pandangan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa terkait penggalian potensi perpajakan dari bisnis e-commerce dapat kami sampaikan bahwa Pemerintah telah menyusun panduan dan penegasan terkait dengan kewajiban perpajakan yang berkaitan dengan aktivitas bisnis e-commerce. Pemerintah akan terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada para pelaku bisnis e-commerce serta meningkatkan kapasitas SDM perpajakan, sehingga memahami bisnis e-commerce secara komprehensif. Terkait upaya menggali sumber pendapatan baru, Pemerintah terus berupaya menggali pendapatan dari sumber-sumber yang selama ini under tax. Di samping itu, Pemerintah juga berupaya untuk mengoptimalkan pendapatan negara dari sektor lain dengan memperluas basis pengenaan cukai pada beberapa objek lain yang potensial, diantaranya adalah cukai kantong plastik dan kemasan plastik. Kami sangat mengapresiasi dukungan dan masukan dari Fraksi Partai Golongan Karya untuk memperbaiki sistem perpajakan dan menambah jumlah pembayar pajak. Program Amnesti Pajak yang dilaksanakan dari Juli 2016 s.d. Maret 2017 telah memberikan peluang bagi Pemerintah untuk memperkuat basis data perpajakan, antara lain terkait dengan pemutakhiran data identitas, profil dan harta WP. Total peserta yang mengikuti program Amnesti Pajak tercatat berjumlah 973.246, yang sebagian besar didominasi oleh WP Orang Pribadi. Amnesti Pajak juga mencatatkan adanya partisipasi yang tinggi dari Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), yaitu sebanyak 30 persen dari total peserta. Selain itu, Program Amnesti Pajak berhasil mengaktifkan kembali WP yang selama ini berstatus non-efektif (tidak lapor dan/atau tidak bayar) dan menjaring WP baru yang selama ini belum terdaftar. Terkait dengan pandangan Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, dan mengenai tax ratio, dapat kami sampaikan bahwa Pemerintah telah dan selalu berusaha melakukan : a. Peningkatan tax ratio dan tax buoyancy melalui kegiatan ekstensifikasi, intensifikasi, peningkatan efektivitas penegakan hukum, perbaikan administrasi, penyempurnaan regulasi, dan peningkatan kapasitas DJP; dan
-L.16-
b. Peningkatan tax coverage melalui penggalian potensi penerimaan perpajakan pada beberapa sektor unggulan seperti sektor pertambangan, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, dan sektor konstruksi serta sektor jasa keuangan. Dalam beberapa tahun terakhir tax ratio memang mengalami penurunan. Pada tahun 2016 tax ratio (termasuk SDA Migas dan Minerba) mencapai 10,8% sedangkan pada tahun 2017 pemerintah memperkirakan dapat mencapai 11,5% dengan pertimbangan adanya peningkatan basis pajak dan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Pada tahun 2018 tax ratio tetap dijaga pada kisaran 11,5% PDB dalam rangka mengamankan pendanaan APBN. Target tax ratio tersebut memang cukup besar, namun demikian Pemerintah akan melakukan upaya-upaya untuk mengamankan penerimaan perpajakan, menjaga daya beli, mendukung industri nasional, mendorong hilirisasi industri, dan mengentaskan kemiskinan serta mengurangi pengangguran. Pemerintah akan menjadikan target pajak yang telah ditetapkan sebagai tantangan dan motivasi untuk mencapainya. Keseriusan Pemerintah dibuktikan dengan akan melakukan: (i) pengawasan penerimaan rutin, (ii) pengawasan atas perluasan tax base hasil amnesti pajak, (iii) ekstra effort penerimaan berupa himbauan, pemeriksaan dan penagihan, pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan, serta ekstensifikasi perpajakan, (iv) meningkatkan kualitas penindakan cukai baik wilayah produksi, distribusi maupun pemasaran (excise connection), serta (v) penertiban importir beresiko tinggi. Pemerintah sependapat dengan pernyataan Fraksi Partai Demokrat bahwa diperlukan sosialisasi yang tepat untuk meningkatkan pemahaman masyarakat atas tindak lanjut pelaksanaan program tax amnesty (TA). Langkah yang akan dilakukan pasca program tax amnesty terhadap Wajib Pajak yang ikut Program TA adalah melalui pengawasan kepatuhan, baik secara formal maupun material. Pengawasan kepatuhan formal dilakukan dengan mengawasi pelaporan SPT dan pelaporan harta tambahan. Sementara pengawasan kepatuhan material dilakukan dengan mengawasi pelaporan penghasilan dari harta tambahan. Disamping itu, tindak lanjut yang akan dilakukan pasca program TA adalah dengan pelaksanakan pasal 18 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampuan Pajak. Pemerintah telah melakukan sosialisasi secara masif dengan melibatkan berbagai pihak dalam rangka mensukseskan pelaksanaan tax amnesty, dengan tetap berpegang pada paradigma pembangunan yang berkeadilan dalam melakukan penerapan pajak dalam rangka menciptakan sustainable growth with equity. Upaya pemerintah untuk lebih meningkatkan penerimaan perpajakan secara lebih cepat memerlukan sebuah terobosan kebijakan. Kebijakan tax amnesty bisa menjadi jalan keluar untuk hal itu. Selain untuk meningkatkan penerimaan pajak,
-L.17-
implementasi tax amnesty dapat digunakan untuk menekan praktek penghindaran pajak yang sekaligus dapat meningkatkan basis pajak untuk ke depannya. Melalui tax amnesty, Pemerintah dalam hal ini DJP akan dapat memperluas basis pajak tahun 2017 berdasarkan basis data hasil tax amnesty. Perluasan basis data perpajakan akan terjadi dengan lebih cepat saat tax amnesty dapat dilaksanakan dengan baik, tanpa implementasi kebijakan tax amnesty maka perluasan basis data perpajakan akan memerlukan waktu yang lebih lama. Berbagai langkah tersebut di atas memerlukan dukungan dari semua pihak agar tax ratio, tax buoyancy dan tax coverage dapat ditingkatkan. Pemerintah telah berkomitmen untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan di bidang perpajakan dan melanjutkan reformasi perpajakan (tax reform) seperti dalam pandangan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan dan Fraksi NasDem untuk meningkatkan penerimaan perpajakan yang berkelanjutan, antara lain melalui penyempurnaan dan perbaikan regulasi perpajakan, peningkatan kapasitas organisasi termasuk sumber daya manusia serta peningkatan penggunaan sistem informasi yang up to date dan terintegrasi. Dalam rangka mendukung reformasi perpajakan tersebut, dari sisi dasar hukum, Pemerintah juga sedang melakukan perbaikan dan penyempurnaan beberapa undang-undang di bidang perpajakan antara lain: (i) RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, (ii) RUU Pajak Penghasilan, (iii) RUU Pajak Pertambahan Nilai, dan (iv) RUU Bea Materai. Selain itu, Pemerintah juga telah melaksanakan beberapa kebijakan antara lain menyusun regulasi mengenai akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan dan memperkuat sistem informasi serta meningkatkan kapasitas SDM aparatur pajak menjelang pelaksanaan kesepakatan sistem pertukaran informasi keuangan otomatis atau Automatic Exchange of Financial Account Information (AEoI). Dalam rangka mendukung peningkatan penerimaan perpajakan terkait regulasi sesuai dengan pernyataan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Pemerintah akan melanjutkan program reformasi perpajakan baik dari segi kebijakan maupun dari segi administrasi. Pada tahun 2018 Pemerintah akan tetap melanjutkan rencana revisi undang-undang di bidang perpajakan baik KUP, PPh, maupun PPN. Dengan landasan hukum yang kuat dan dukungan dari DPR, program reformasi perpajakan dapat terlaksana dengan baik sehingga memberikan efek positif bagi penerimaan perpajakan. Terkait piutang pajak yang ditanyakan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa dalam rangka optimalisasi penerimaan pajak, yang salah satunya berasal dari pelunasan piutang pajak. Pemerintah dalam hal ini DJP melakukan penerbitan surat teguran kepada penunggak pajak, melakukan penagihan seketika dan sekaligus,
-L.18-
menerbitkan surat paksa, serta melakukan penyitaan, pemblokiran, penjualan barang sitaan, pencegahan, dan penyanderaan. Menanggapi pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai perluasan basis perpajakan dari program Amnesti Pajak, Pemerintah berpendapat bahwa memang tidak seluruh aset yang dilaporkan dalam program Amnesti Pajak dapat dijadikan basis pajak baru. Namun demikian dengan adanya partisipasi yang cukup baik dari WP, maka dapat diperkirakan bahwa program Amnesti Pajak telah memberikan dampak positif bagi penguatan database perpajakan di Indonesia. Dengan adanya updating profil data WP dari program ini maka Pemerintah dapat melakukan pengawasan aktif dan melakukan upaya peningkatan kepatuhan perpajakan dengan lebih baik. Selain itu dengan adanya program Amnesti Pajak, ke depan Pemerintah dapat melakukan upaya penegakan hukum terhadap pelanggaran dan penghindaran pajak. Dalam kesempatan ini, Pemerintah juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada DPR yang telah mendukung dengan telah disetujuinya Perpu No. 1 Tahun 2017 tentang keterbukaan informasi perbankan untuk kepentingan perpajakan menjadi undang-undang. Tentunya kita sama-sama berharap bahwa dengan implementasi undang-undang tersebut sebagai respon atas mulai pemberlakuan AEoI, Pemerintah akan lebih mudah menggali potensi pajak yang ada. Di tengah era keterbukaan informasi, diharapkan akan semakin kecil kemungkinan untuk menghindar dari kewajiban pajak. Dengan ditetapkannya undang-undang tersebut akan memperluas dan mempermudah akses bagi Pemerintah dalam meningkatkan penerimaan perpajakan. Terkait penerimaan negara yang berasal dari sumber daya alam, menanggapi Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, potensi Penerimaan Negara yang berasal sumber daya alam (SDA) harus dapat digunakan dan dioptimalkan dengan lebih baik untuk menambah penerimaan negara. Beberapa potensi sumber daya alam masih dapat dikembangkan dengan lebih maksimal sehingga memberikan kontribusi yang signifikan demi kemakmuran rakyat antara lain: hasil hutan, laut dan perikanan, panas bumi, dan lain-lain. Namun demikian, Pemerintah menyadari penggunaan sumber daya alam tersebut tetap harus memperhatikan aspek lingkungan dan keberlangsungannya di masa mendatang. Untuk itu, Pemerintah berkomitmen memperbaiki tata kelola penggunaan sumber daya alam dengan terus membenahi aspek perizinan, monitoring, evaluasi, pengawasan, dan penegakan hukum. Upaya ini ditempuh dengan disertai perbaikan dan penyempurnaan data, serta penerapan sistem informasi dan teknologi yang tepat guna dan handal.
-L.19-
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, terkait optimalisasi PNBP dari sektor sumber daya alam (SDA) non migas, dapat disampaikan bahwa pemerintah akan melakukan upaya-upaya sebagai berikut: a. Penyampurnaan regulasi terkait SDA Non Migas; b. Menyelesaikan amandemen kontrak karya (KK) dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) c. Mengintensifikasikan verifikasi atas kebenaran pembayaran kewajiban PNBP dan meminta BPKP selaku auditor pemerintah untuk mengaudit pemenuhan kewajiban pembayaran PNBP SDA Non Migas. Perkembangan harga komoditas yang cenderung stagnan bahkan menurun khususnya komoditas batubara dan logam memengaruhi penurunan target PNBP SDA Nonmigas dalam RAPBN tahun 2018. Namun demikian, Pemerintah terus mengoptimalkan PNBP dari Sektor Nonmigas dengan tetap memerhatikan kelestarian lingkungan alam. Salah satu sektor yang terus menerus dilakukan perbaikan adalah sektor perikanan. Beberapa kebijakan sektor perikanan dalam RAPBN tahun 2018 yang diharapkan akan dapat mengoptimalkan PNBP SDA Nonmigas sektor perikanan, sebagai berikut: 1. Mengelola sumber daya kelautan dan perikanan dengan lebih optimal dan bebas Ilegal, Unreported, Unregulated (IUU) Fishing; 2. Melakukan ekstensifikasi tempat pemasukan dan pengeluaran ikan dengan pembukaan satuan kerja/wilayah kerja yang potensial sebagai sumber PNBP; 3. Meningkatkan jumlah fasilitas dan sarana produksi perikanan; 4. Meningkatkan pengawasan dan pengendalian pengelolaan PNBP berbasis Wilayah Kerja Bebas Korupsi (WKBK); dan Melakukan proses migrasi perizinan daerah menjadi perizinan pusat (terhadap kapal markdown). Pemerintah mengapresiasi masukan anggota Dewan yang terhormat dari Fraksi Partai Amanat Nasional dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera untuk mendorong peningkatan PNBP Lainnya yang dikelola oleh Kementerian/Lembaga dan bersifat pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah menyadari potensi penerimaan dari jenis layanan ini masih sangat terbuka untuk terus dioptimalkan. Oleh karena itu, dalam RAPBN tahun 2018 diterapkan kebijakan, antara lain (i) intensifikasi pemungutan dan ekstensifikasi jenis PNBP; (ii) menjaga ketertiban
-L.20-
administrasi pengelolaan dan penyetoran PNBP; (ii) meningkatkan profesionalisme SDM untuk meningkatkan pelayanan; (iV) mengoptimalkan penggunaan dan pengelolaan teknologi informasi untuk meningkatkan pelayanan; (v) meningkatkan efisiensi, efektivitas, trensparanasi dan akuntabilitas dalam pengelolaan PNBP; dan (vi) meningkatkan pengawasan serta penegakan serta penegakan hukum di bidang PNBP. Sementara itu, dalam mengoptimalkan Pendapatan BLU, tetap harus mempertimbangkan kemampuan masyarakat dan peningkatan pelayanan. Dalam rangka meningkatkan pendapatan BLU dan mendukung kegiatan pelayanan, Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 136/PMK.05/2016 tentang Pengelolaan Aset pada Badan Layanan Umum dimana BLU berkewajiban untuk mengoptimalkan aset/kekayaan yang dimiliki. Hasil pengelolaan aset tersebut sepenuhnya digunakan untuk menyelenggarkan kegiatan pelayanan kepada masyarakat. C. BELANJA NEGARA Berkaitan dengan upaya menciptakan belanja negara yang berkualitas, Pemerintah sependapat dengan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, dan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat bahwa perencanaan belanja negara dalam RAPBN tahun 2018 seyogyanya selaras dengan target penerimaan perpajakan, lebih efektif dan efisien dalam menyusun dan menetapkan program kerja, politik fiskal yang benar-benar mensejahterakan rakyat, sehingga mampu menurunkan kemiskinan dan ketimpangan ekonomi. Belanja yang berkualitas dinilai dari perencanaan yang matang, penganggaran yang efisien, dan pelaksanaan yang efektif. RAPBN tahun 2018 merupakan penjabaran dari Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2018, yang memiliki tema “Memacu Investasi dan Infrastruktur Untuk Pertumbuhan dan Pemerataan”. Oleh karena itu, kebijakan belanja negara dalam RAPBN tahun 2018 memberi penekanan pada penguatan kualitas belanja produktif dan prioritas, yang antara lain difokuskan untuk mendorong percepatan pembangunan infrastruktur, pengurangan kemiskinan dan kesenjangan sosial, serta memperluas kesempatan kerja. Selain itu, Pemerintah juga melakukan penajaman sasaran subsidi dan peningkatan kualitas penyalurannya, serta mengarahkan bantuan sosial ke pola nontunai. Kebijakan belanja negara juga diarahkan pada penguatan desentralisasi fiskal melalui peningkatan Transfer ke Daerah dan Dana Desa. Sejalan dengan kebijakan belanja tersebut, Pemerintah berkomitmen untuk meningkatkan sinergi dan sinkronisasi belanja pada K/L dan dana Transfer ke
-L.21-
Daerah dan Dana Desa, sehingga menjadi lebih efektif dan efisien. Untuk mendukung daya dorong tersebut, diperlukan sumber daya yang kuat, sehingga Pemerintah juga melakukan berbagai upaya untuk menggali sumber-sumber pembiayaan, dengan tetap mempertimbangkan keberlanjutan dan efisiensi pembiayaan, melalui pengendalian defisit dan rasio utang, keseimbangan primer yang menuju positif, dan pengembangan sumber pembiayaan yang kreatif. Dalam rangka menciptakan ruang fiskal, Pemerintah telah mengalihkan belanja yang konsumtif ke kegiatan produktif melalui langkah-langkah sebagai berikut. Pertama, perbaikan skema subsidi energi, dimana subsidi BBM diubah dari subsidi harga menjadi subsidi tetap, sedangkan untuk subsidi listrik, bagi pelanggan 900 VA telah dihapuskan untuk keluarga yang mampu dan hanya diberikan untuk keluarga masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Kedua, kebijakan penghematan belanja Kementerian/Lembaga (K/L) maupun pemerintah daerah, khususnya dilakukan pada belanja barang yang bersifat kurang produktif, seperti rapat di luar kantor dan paket pertemuan. Penghematan tersebut dimanfaatkan untuk meningkatkan belanja di bidang infrastruktur dan perlindungan sosial. Selanjutnya, Pemerintah juga sependapat dengan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dan Fraksi Partai NasDem terkait penyerapan anggaran harus diusahakan terlaksana dengan cepat, tepat, berkualitas dan akuntabel, serta tidak menumpuk di akhir tahun. Dapat kami sampaikan bahwa kinerja penyerapan anggaran belanja negara tergantung pada tiga aspek utama, yaitu aspek kematangan perencanaan, ketepatan penganggaran, dan kecepatan pelaksanaan. Perencanaan yang kurang akurat dan kurang matang dapat menyebabkan keterlambatan dan memicu revisi dokumen dalam pelaksanaan anggaran. Guna mengatasi hambatan tersebut, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2017 tentang Sinkronisasi Proses Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional. Melalui proses sinkronisasi perencanaan dan penganggaran pembangunan nasional, diharapkan dapat tercipta peningkatan keterpaduan antara perencanaan dan penganggaran, sehingga lebih berkualitas dan efektif dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan nasional sesuai visi dan misi Presiden yang dituangkan dalam Rencana pembangunan Jangka Menengah Nasional dan RKP dengan menggunakan pendekatan tematik, holistik, integratif dan spasial. Selanjutnya, Pemerintah juga terus melakukan perbaikan sistem dan perencanaan anggaran agar dokumen yang diperlukan dalam pencairan DIPA dapat direncanakan jauh sebelum anggaran tersebut diberlakukan. Dari sisi regulasi, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara
-L.22-
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang diantaranya mengatur bahwa proses pelelangan pengadaan barang/jasa dapat dilaksanakan sebelum tahun anggaran dimulai, setelah RKA-K/L disetujui oleh DPR. Dengan demikian, K/L sudah dapat melakukan perikatan dan pencairan dana DIPA dari sejak awal tahun anggaran. Dari sisi implementasinya, diperlukan komitmen bersama dari seluruh pemangku kepentingan termasuk aparat pemeriksa, serta sosialisasi masif agar dicapai kesamaan persepsi semua pihak, sehingga pejabat pengadaan barang dan jasa tidak diliputi kekhawatiran akan adanya temuan dari pemeriksa. Pemerintah telah menerbitkan peraturan mengenai Rencana Penarikan Dana, Rencana Penerimaan Dana, dan Perencanaan Kas untuk penyempurnaan aturan, sistem dan prosedur yang terkait dengan penganggaran dan pelaksanaan APBN sehingga penyerapan anggaran lebih terstruktur dan terjadwal serta tidak menumpuk di kuartal IV. Untuk meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan negara, terutama untuk mendukung kualitas dan pemanfaatan penggunaan anggaran, Pemerintah juga telah mengimplementasikan sistem monitoring berbasis IT, melalui Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN). Melalui implementasi SPAN, Pemerintah dapat memperoleh informasi yang lebih komprehensif dan tepat waktu mengenai posisi keuangan pemerintah pusat, sehingga pengelolaan keuangan yang lebih efisien, efektif, akuntabel dan transparan dapat tercapai, serta pengambilan keputusan dalam manajemen keuangan pemerintah lebih mudah dilakukan. Pemerintah sependapat dengan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat yang berpandangan bahwa perencanaan belanja negara dalam RAPBN tahun 2018 seyogyanya selaras dengan percepatan peningkatan target penerimaan perpajakan dan Pemerintah agar meningkatkan kinerja dalam menyusun dan menetapkan program kerja ke depan sehingga penggunaan anggaran lebih efektif dan efisien sesuai target dan sasaran. Dapat kami sampaikan bahwa Kebijakan fiskal pada tahun 2018 disusun dengan mempertimbangkan tantangan ekonomi global dan domestik, serta mengacu pada sasaran-sasaran pembangunan baik jangka menengah maupun sasaran-sasaran tahunan dalam RKP tahun 2018. Tantangan ekonomi global tersebut diantaranya adalah perekonomian global yang masih diwarnai ketidakpastian dan masih relatif rendahnya permintaan yang mempengaruhi harga komoditas. Sementara itu, faktor domestik dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi nasional yang belum optimal sebagai konsekuensi sektor industri manufaktur yang masih lemah dan pendapatan negara yang belum optimal sebagai dampak belum pulihnya perekonomian global dan penurunan harga komoditas.
-L.23-
Menjawab berbagai tantangan tersebut, perumusan kebijakan fiskal perlu dikembalikan kepada fungsi hakikinya, sebagai instrumen kebijakan meredam siklus (counter cyclical fiscal policy), yang dalam hal ini berfungsi sebagai instrumen ekspansif/menjadi daya dorong pada saat perekonomian sedang lesu, termasuk dengan memberikan stimulus fiskal secara terukur, efektif yang lebih berkualitas dalam rangka meningkatkan daya saing dan produktivitas, dengan tetap memelihara kesinambungan fiskal (fiscal sustainability). Oleh karena itu, penyusunan berbagai target penerimaan negara yang akurat dan realistis, serta pagu anggaran belanja yang tepat dan terukur sangat penting dalam mengembalikan kredibilitas APBN, terutama karena setiap unsur pendapatan negara, belanja negara, maupun defisit dan pembiayaan anggaran, masing-masing memiliki fungsi dan peranan yang sangat strategis dalam memengaruhi perekonomian. Dalam RAPBN 2018 Pemerintah menetapkan berbagai kebijakan untuk meningkatkan kualitas belanja negara, sehingga mempunyai efektivitas yang tinggi dan mencerminkan kehadiran negara dalam mendukung pembangunan. Kebijakan belanja negara dalam RAPBN tahun 2018 memberi penekanan pada penguatan kualitas belanja produktif dan prioritas yang antara lain difokuskan untuk mendorong percepatan pembangunan infrastruktur, pengurangan kemiskinan dan kesenjangan sosial, serta memperluas kesempatan kerja. Strategi lain adalah penajaman sasaran subsidi dan peningkatan kualitas penyalurannya, serta mengarahkan bantuan sosial ke pola nontunai. Kebijakan belanja negara juga diarahkan pada penguatan desentralisasi fikal melalui peningkatan Transfer ke Daerah dan Dana Desa. Sejalan dengan kebijakan belanja tersebut, Pemerintah berkomitmen untuk meningkatkan sinergi dan sinkronisasi belanja pada K/L dan dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa, sehingga menjadi lebih efektif dan efisien. Menanggapi pandangan Fraksi Partai NasDem terkait penyerapan anggaran harus diusahakan terlaksana dengan cepat, tepat, berkualitas dan akuntabel, dapat kami sampaikan bahwa kinerja penyerapan anggaran belanja negara tergantung pada tiga aspek utama, yaitu aspek kematangan perencanaan, ketepatan penganggaran, dan kecepatan pelaksanaan. Perencanaan yang kurang akurat dan kurang matang dapat menyebabkan keterlambatan dan memicu revisi dokumen dalam pelaksanaan anggaran. Guna mengatasi hambatan tersebut, Pemerintah terus melakukan perbaikan sistem dan perencanaan anggaran, yaitu dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2017 tentang Sinkronisasi Proses Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional, serta perbaikan sistem penganggaran agar dokumen yang
-L.24-
diperlukan dalam pencairan DIPA dapat direncanakan jauh sebelum anggaran tersebut diberlakukan. Dari sisi regulasi, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang diantaranya mengatur bahwa proses pelelangan pengadaan barang/jasa dapat dilaksanakan sebelum tahun anggaran dimulai, setelah RKA-K/L disetujui oleh DPR. Dengan demikian, K/L sudah dapat melakukan perikatan dan pencairan dana DIPA dari sejak awal tahun anggaran. Dari sisi implementasinya: diperlukan komitmen bersama dari seluruh pemangku kepentingan termasuk aparat pemeriksa, serta sosialisasi masif agar dicapai kesamaan persepsi semua pihak, sehingga pejabat pengadaan barang dan jasa tidak diliputi kekhawatiran akan adanya temuan dari pemeriksa. Selanjutnya, terhadap pendapat Fraksi Partai Keadilan Sejahtera bahwa realisasi belanja pemerintah cenderung menumpuk di akhir tahun, Pemerintah telah menerbitkan peraturan mengenai Rencana Penarikan Dana, Rencana Penerimaan Dana, dan Perencanaan Kas untuk penyempurnaan aturan, sistem dan prosedur yang terkait dengan penganggaran dan pelaksanaan APBN sehingga penyerapan anggaran lebih terstruktur dan terjadwal serta tidak menumpuk di kuartal IV. Pemerintah telah melakukan perubahan regulasi dalam mendorong percepatan penyerapan anggaran terutama belanja infrastruktur. Perubahan tersebut ditujukan untuk memberikan fleksibilitas bagi K/L dan Pemerintah Daerah agar dapat melakukan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah lebih awal, yaitu pada kuartal keempat tahun sebelumnya. Dengan demikian, K/L diharapkan lebih baik dan terarah dalam hal perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan APBN, dan meningkatkan sinkronisasi proses pengadaan barang dan jasa dengan pelaksanaan kegiatan serta pencairan dananya. Upaya lain yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi terjadinya penumpukan penyerapan anggaran pada akhir tahun, adalah: a. Perubahan Peraturan Presiden (Perpres) No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menjadi Perpres No. 4 Tahun 2015 dalam rangka menyelesaikan hambatan-hambatan yang muncul dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah dan mendorong penyerapan belanja modal. b. Pemerintah berkomitmen untuk menyelesaikan dan menyerahkan dokumen pelaksanaan anggaran (DIPA) kepada K/L pada akhir tahun (t-1), sehingga K/L mempunyai cukup waktu untuk melakukan persiapan dan pelaksanaan anggaran sejak awal tahun anggaran. c. Pemerintah telah memberikan fleksibilitas kepada Kementerian Negara/Lembaga dalam pelaksanaan revisi anggaran, serta mengurangi jalur
-L.25-
birokrasi dalam proses revisi anggaran yang diajukan oleh K/L, sehingga mempercepat proses eksekusi pelaksanaan anggaran apabila terjadi revisi anggaran. d. Pemerintah melakukan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan anggaran secara lebih intensif, melalui Koordinasi Triwulanan antara Kementerian Keuangan dan K/L. Monitoring dan evaluasi tersebut dapat memberikan solusi atas hambatan-hambatan dalam penyerapan anggaran dan mengusahakan kesesuaian penyerapan anggaran dengan rencana. Dengan berbagai upaya yang telah dilakukan Pemerintah tersebut, realisasi anggaran pada semester I tahun 2017 mencapai 37,9 persen terhadap pagunya dalam APBN tahun 2017. Hal tersebut menunjukkan perbaikan dibandingkan dengan penyerapan pada periode yang sama tahun 2016 sebesar 36,8 persen terhadap pagu APBNP tahun 2016. Menanggapi pandangan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan terkait politik fiskal benar-benar mensejahterakan rakyat, mampu menurunkan kemiskinan dan ketimpangan ekonomi, dapat disampaikan bahwa Pemerintah sependapat dengan pandangan tersebut. Dapat kami sampaikan bahwa kebijakan dalam RAPBN tahun 2018 merupakan penjabaran dari Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2018, yang memiliki tema “Memacu Investasi dan Infrastruktur Untuk Pertumbuhan dan Pemerataan”. Sejalan dengan tema tersebut, pembangunan infrastruktur yang menekankan pada investasi dan percepatan pembangunan diharapkan dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi di tahun 2018 sekaligus mengurangi ketimpangan yang ada baik antarindividu maupun antarwilayah. Untuk itu, salah satu prioritas nasional adalah penanggulangan kemiskinan, yang diarahkan untuk: (1) Jaminan dan bantuan sosial tepat sasaran; (2) Pemenuhan kebutuhan dasar; dan (3) Perluasan akses usaha mikro, kecil dan koperasi. Selain itu, pembangunan juga diarahkan pada peningkatan infrastruktur dasar dan infrastruktur untuk ekonomi produktif, dengan demikian dapat mendorong aktifitas perekonomian. Sejalan dengan arah kebijakan tersebut, kebijakan belanja negara dalam RAPBN tahun 2018 memberi penekanan pada penguatan kualitas belanja produktif dan prioritas yang antara lain difokuskan untuk mendorong percepatan pembangunan infrastruktur, pengurangan kemiskinan dan kesenjangan sosial, serta memperluas kesempatan kerja. Kebijakan belanja dalam pengurangan kemiskinan dan kesenjangan sosial ditujukan untuk (1) meningkatkan kualitas dan efektivitas program perlindungan sosial antara lain perluasan sasaran program keluarga harapan, perbaikan mutu layanan kesehatan dan keberlanjutan program-program bantuan langsung ke masyarakat, Kartu Indonesia Pintar (KIP), Jaminan Kesehatan
-L.26-
Nasional (JKN) atau Kartu Indonesia Sehat (KIS), beras untuk keluarga sejahtera (Rastra), Bantuan Pangan Non Tunai, dan beasiswa Bidik Misi, dengan memperbaiki sistem penyaluran dan akurasi data penerima; (2) penguatan pelaksanaan program prioritas di bidang pendidikan, kesehatan, kedaulatan pangan dan energi, kemaritiman dan kelautan, serta pariwisata dan industri; dan (3) penyaluran subsidi dan program bantuan sosial nontunai yang lebih tepat sasaran, antara lain melalui perbaikan basis data yang transparan dan penataan ulang sistem penyaluran subsidi yang lebih akuntabel. Menanggapi pendapat Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengenai perlunya akuntabilitas dan perbaikan penyerapan belanja dalam pelaksanaan APBN untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan meningkatkan kesejahteraan rakyat, dapat kami sampaikan sebagai berikut. Dalam beberapa tahun belakangan ini, Pemerintah telah melakukan upaya-upaya untuk mempercepat daya serap anggaran, antara lain melalui: (1) percepatan proses lelang yang dapat dilakukan mulai bulan November tahun sebelumnya untuk proses pekerjaan fisik yang dilaksanakan pada awal tahun anggaran baru; (2) penyelesaian DIPA APBN pada bulan Desember sebelum tahun anggaran berjalan; serta (3) pencairan anggaran dapat dilaksanakan pada awal tahun anggaran. Langkahlangkah yang telah dilakukan tersebut terbukti telah membawa hasil yang cukup positif, terbukti dengan meningkatnya realisasi belanja belanja Pemerintah pusat pada kurun waktu semester I tahun 2017, apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan upaya percepatan penyerapan realisasi belanja Pemerintah pusat diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun demikian, percepatan realisasi anggaran tersebut harus tetap diikuti dengan upaya untuk menjaga akuntabilitasnya, yaitu dapat dipertanggungjawabkan pelaksanaannya sesuai dengan aturan yang berlaku, termasuk menjaga kualitas outputnya. Di samping itu, untuk terus meningkatkan kualitas belanja negara, Pemerintah terus melakukan upaya-upaya, antara lain melalui peningkatan kualitas belanja modal yang produktif, efisiensi belanja non prioritas seperti belanja barang dan subsidi yang harus tepat sasaran, sinergi antara program perlindungan sosial, menjaga dan refocusing anggaran prioritas seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan, serta penguatan kualitas desentralisasi fiskal untuk pengurangan kesenjangan dan perbaikan pelayanan publik. Sementara itu, terkait dengan peningkatan pembayaran bunga utang dapat kami sampaikan bahwa peningkatan tersebut dikarenakan peningkatan outstanding utang yang merupakan konsekuensi dari penambahan pengadaan utang untuk mendukung
-L.27-
pencapaian target pembangunan infrastruktur. Namun demikian, peningkatan beban utang tersebut harus tetap dijaga dalam level yang aman dan dikelola secara produktif serta prudent, sehingga diharapkan akan dapat memberi manfaat yang lebih besar bagi pembangunan perekonomian nasional dibandingkan dengan beban risiko yang ditimbulkan. Menanggapi permintaan Fraksi Partai Amanat Nasional dan pertanyaan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengenai konsistensi pemerintah untuk mengurangi belanja Non-K/L yang pada umumnya bersifat non-produktif, kami dapat sampaikan bahwa Pemerintah sependapat dan selalu berusaha untuk mengalokasi anggaran-anggaran agar dapat digunakan untuk belanja yang sifatnya produktif supaya pembangunan dapat didorong secara optimal. Di samping itu, belanja Non-K/L merupakan belanja untuk menjalankan fungsi fiskal Bendahara Umum Negara, di mana Pemerintah senantiasa menjaga penggunaannya agar tepat sasaran, dan dilaksanakan secara transparan dan akuntabel, seperti pembayaran bunga utang, subsidi, dan pembayaran pensiun. Kebijakan belanja Non-K/L untuk pembayaran bunga utang diarahkan untuk: (1) memenuhi kewajiban pemerintah untuk menjaga akuntabilitas pengelolaan utang pemerintah; dan (2) meningkatkan efisiensi bunga utang pada tingkat risiko yang terkendali melalui pemilihan komposisi utang yang optimal dan pemanfaatan instrumen lindung nilai. Berdasarkan langkah kebijakan tersebut, pembayaran bunga utang di masa mendatang diupayakan untuk semakin ditekan agar berada dalam batas kemampuan ekonomi, menjaga agar batas alokasi anggaran untuk pembayaran bunga utang tetap aman dan terkendali, serta tidak menimbulkan tekanan yang berlebihan terhadap APBN. Sementara itu, terkait dengan peningkatan pembayaran bunga utang dapat kami sampaikan bahwa peningkatan tersebut dikarenakan peningkatan outstanding utang yang merupakan konsekuensi dari penambahan pengadaan utang untuk mendukung pencapaian target pembangunan infrastruktur. Namun demikian, peningkatan beban utang tersebut harus tetap dijaga dalam level yang aman dan dikelola secara produktif serta prudent, sehingga diharapkan akan dapat memberi manfaat yang lebih besar bagi pembangunan perekonomian nasional dibandingkan dengan beban risiko yang ditimbulkan. Sementara itu, terkait dengan belanja subsidi, kebijakan pemerintah mengarahkan untuk menjaga stabilitas harga dan jasa dalam negeri, memberikan perlindungan dan menjaga daya beli pada masyarakat berpenghasilan rendah, meningkatkan produktivitas dan menjaga ketersediaan pasokan dengan harga terjangkau, serta meningkatkan daya saing produksi dan akses permodalan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Pemerintah terus berupaya mendorong efektivitas dan efisiensi subsidi agar lebih tepat sasaran dan memberikan manfaat yang optimal bagi
-L.28-
pengentasan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan, sehingga dilakukan pemotongan alokasi subsidi yang kurang tepat sasaran, dan dialokasikan ke program lainnya. Selain itu, pemerintah juga berupaya untuk meningkatkan akurasi data penerima manfaat dengan melakukan verifikasi data penerima manfaat dan mengintegrasikan data penerima manfaat subsidi dengan data program-program perlindungan sosial lainnya, seperti KIP, KIS, Bidik Misi, serta diselaraskan dengan data Nomor Induk Kependudukan (NIK). C.1 BELANJA PEMERINTAH PUSAT Menanggapi pandangan dari Fraksi Partai Demokrat mengenai redistribusi aset dalam fokus pemerataan ekonomi dalam pembangunan, kiranya dapat disampaikan tanggapan sebagai berikut. Reforma Agraria merupakan pelaksanaan UUD 1945 Pasal 33 ayat 3, UU No. 5/1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA), dan TAP MPR No. IX/2001 yang menyatakan bahwa pemanfaatan bumi, air, dan ruang angkasa termasuk kekayaan yang terkandung didalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pelaksanaan reforma agraria dilakukan melalui penataan penguasaan, pemilikan, pemanfaatan dan penggunaan tanah untuk mengatasi masalah ketimpangan dalam penguasaan dan pemanfaatan sumber daya alam termasuk tanah. Dalam arti sempit reforma agraria dilakukan melalui redistribusi tanah dan sertifikasi tanah serta program pemberdayaan masyarakat. Dengan demikian masyarakat penerima aset tanah diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraannya. Reforma Agraria dilakukan melalui: (1) redistribusi tanah dan bantuan pemberdayaan masyarakat, melalui penyediaan sumber Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) berasal dari HGU habis dan tanah terlantar serta pelepasan kawasan hutan, pelaksanaan redistribusi tanah dan legalisasi aset, koordinasi lokasi redistribusi tanah dan legalisasi aset dengan progam pemberdayaan masyarakat, dan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat; (2) pembangunan sistem Pendaftaran Tanah Publikasi Positif, melalui percepatan penyediaan peta dasar pertanahan, percepatan peningkatan cakupan bidang tanah bersertifikat, penerbitan (publikasi) tata batas kawasan hutan, dan sosialisasi peraturan perundangan terkait tanah adat/ulayat; (3) pencapaian proporsi kompetensi SDM ideal bidang pertanahan untuk mencapai kebutuhan minimum juru ukur pertanahan melalui penerimaan PNS juru ukur pertanahan secara terencana; dan (4) penyediaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, melalui penyusunan Peraturan Presiden tentang Lembaga Penyediaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum dan pembentukan Lembaga Penyediaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
-L.29-
Menanggapi pernyataan dari Fraksi Partai Demokrat mengenai kebutuhan pembangunan infrastruktur, kiranya dapat disampaikan tanggapan sebagai berikut Dalam rangka mendorong keseimbangan pembangunan, pemerintah telah memberikan fokus prioritas pembangunan melalui pelaksanaan empat pilar pembangunan yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, penciptaan lapangan pekerjaan yang optimal, dan penurunan tingkat kemiskinan, atau yang dikenal dengan tripletrack strategy (pro-growth, pro-job, pro-poor) serta ditambah dengan kelestarian lingkungan hidup (pro-environment) sebagai strategi keempat. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2015 (yang merupakan tahun pertama pemerintahan periode 2014–2019) anggaran belanja K/L diarahkan untuk mendukung pencapaian visi dan misi Presiden periode 2015–2019. Arah penggunaan belanja K/L tersebut mencakup antara lain: (1) pembangunan sektor unggulan, seperti pembangunan yang diarahkan untuk meningkatkan dan memelihara kedaulatan pangan, pengembangan energi dan ketenagalistrikan, pembangunan kemaritiman dan pariwisata, serta pengembangan industri; (2) kegiatan untuk pemenuhan kewajiban dasar yang harus disediakan Pemerintah, yaitu pemenuhan hak warga negara untuk mendapatkan akses pendidikan melalui Kartu Indonesia Pintar (KIP), pemenuhan layanan kesehatan dengan menyempurnakan pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bidang kesehatan, baik dari sisi permintaannya melalui Kartu Indonesia Sehat (KIS) maupun dari sisi penawarannya, serta upaya pemenuhan kewajiban penyediaan perumahan yang layak; (3) program dan kegiatan yang ditujukan untuk mengurangi kesenjangan, baik kesenjangan antarkelas pendapatan melalui berbagai program bantuan dan pemberdayaan masyarakat maupun antarwilayah melalui pembangunan wilayah perbatasan dan pengembangan pasar dan pusat kegiatan ekonomi tradisional; dan (4) pembangunan infrastruktur konektivitas untuk memudahkan keterhubungan aktivitas dan mobilitas ekonomi dan sumber daya antarwilayah. Pada tahun 2018, arah pembangunan infrastruktur tidak hanya difokuskan pada infrastruktur yang mendukung pertumbuhan dan daya saiang ekonomi (pro growth), tetapi juga diarahkan untuk mendukung pemerataan pembangunan (pro poor) yakni melalui penyediaan infrastruktur dan layanan transportasi di wilayahwilayah yang memerlukan dukungan konektivitas dan aksesibilitas seperti pada kawasan perbatasan, pulau-pulau terluar dan terdepan, daerah terpencil, perdalaman dan daerah tertinggal, penyediaan layanan dasar air minum dan sanitasi, penyediaan perumahan layak huni, serta membangun pembangkit listrik skala kecil di wilayah remote untuk meningkatkan rasio elektrifikasi.
-L.30-
Pemerintah menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya atas dukungan serta pandangan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, dan Fraksi Partai NasDem, atas peningkatan anggaran infrastruktur dalam tahun 2018 yang mencapai Rp409 triliun. Anggaran infrastruktur tersebut dialokasikan tidak hanya melalui belanja K/L, namun juga melalui belanja transfer ke daerah dan dana desa, serta melalui pembiayaan anggaran. penyertaan modal negara (PMN) pada BUMN yang diharapkan dapat memperkuat struktur modal BUMN untuk melaksanakan pembangunan infrastruktur. Kemudian, dalam rangka mendanai proyek-proyek infrastruktur tersebut, Pemerintah secara kontinu meningkatkan kapasitas/ ruang fiskal antara lain melalui kebijakan efisiensi belanja. Pembangunan infrastruktur dititikberatkan pada: (1) Penyediaan pelayanan dasar termasuk penyediaan air minum, sanitasi, listrik, perumahan, aksesibilitas daerah perbatasan dan tertinggal, pengendalian banjir serta peningkatan keselamatan transportasi; (2) Infrastruktur untuk mendukung sektor unggulan termasuk pembangunan konektivitas dengan tol laut sebagai tulang punggung, penyediaan energi, serta pembangunan jaringan serat optik, untuk mendukung kawasan pertanian, industri, dan pariwisata; serta (3) Infrastruktur perkotaan, termasuk pengembangan angkutan umum masal dan pengembangan TIK untuk mendukung pengembangan smart city. Pembangunan infrastruktur dipandang penting karena memiliki multiplier effect yang besar dan berkelanjutan terhadap perekonomian nasional. Selain itu, pembangunan infrastruktur juga diharapkan menjadi trigger percepatan pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia sehingga berdampak terhadap bertambahnya lapangan pekerjaan di berbagai wilayah yang pada akhirnya mengurangi tingkat kemiskinan serta kesenjangan antarwilayah. Menanggapi pernyataan dari Fraksi Partai NasDem terkait pemeliharaan infrastruktur, Pemerintah selain mengalokasikan anggaran untuk pembangunan infrastruktur juga mengalokasikan anggaran untuk memelihara serta merehabilitasi infrastruktur yang telah dibangun. Contohnya, untuk infrastruktur konektivitas, selain dibangun jalan baru sepanjang 856 km juga dilakukan pemeliharaan/ preservasi untuk jalan yang telah ada. Selain itu, untuk infrastruktur sosial, Pemerintah akan membangun 12.621 unit sekolah/ ruang kelas baru serta rehab untuk 48.688 unit sekolah/ ruang kelas.
-L.31-
Selanjutnya, menanggapi pernyataan dari Fraksi Partai Golongan Karya dan Fraksi Partai Amanat Nasional mengenai pentingnya meningkatkan efektivitas belanja modal demi pencapaian target-target pembangunan infrastruktur, dapat kami sampaikan bahwa restrukturisasi belanja modal dilakukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan mengarahkan pada belanja modal yang produktif seperti pariwisata, infrastruktur, sarana dan prasarana ekonomi produktif serta daerah perbatasan. Menanggapi pernyataan dari Fraksi Partai NasDem terkait pemerataan pembangunan infrastruktur antarwilayah, dapat kami sampaikan bahwa kebijakan pembangunan infrastruktur saat ini memang difokuskan kepada penyediaan infrastruktur publik di kawasan timur dan barat Indonesia, termasuk wilayah perdesaan, daerah tertinggal dan perbatasan. Kebijakan yang dilakukan adalah dengan mendorong transformasi dan akselerasi pembangunan infrastruktur serta mendorong peningkatan investasi di wilayah Papua, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Kalimantan, dan Sumatera; dengan tetap menjaga momentum pembangunan wilayah Jawa Pemerintah sependapat dengan pandangan dari Fraksi Partai Gerindra dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera agar pembangunan infrastruktur bisa memberikan dampak bagi kesejahteraan 40 persen penduduk lapisan bawah melalui pembangunan bersifat padat karya dan menyentuh pada kebutuhan infrastruktur ekonomi produktif. Kebijakan tersebut dituangkan antara lain melalui: (a) Peningkatan kualitas kebijakan fiskal dengan mengutamakan pengeluaran infrastruktur yang dapat membuka keterisolasian masyarakat, peningkatan sumber daya manusia, penguatan keahlian dan keterampilan, dan pengeluaran sosial lainnya untuk masyarakat rentan, dan (b) Peningkatan efektivitas pengeluaran pemerintah yang diarahkan kepada penciptaan lapangan kerja, antara lain melalui pembangunan infrastruktur yang bersifat padat pekerja. Pemerintah berterimakasih atas apresiasi yang disampaikan oleh Fraksi Partai Nasdem terhadap upaya yang telah dilakukan pemerintah atas pembangunan jalan negara yang telah menghubungkan antar propinsi di seluruh Indonesia. Pemerintah sepakat bahwa pengelolaan infrastruktur harus dilakukan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Untuk itu, selain kegiatan pembangunan infrastruktur baru, Pemerintah secara konsisten mengalokasikan juga untuk kegiatan rehabilitasi infrastruktur yang mengalami kerusakan serta operasi dan pemeliharaan (O&P) infrastruktur terbangun untuk menjaga keandalan layanannya. Dalam pemenuhan kebutuhan dasar, pemerintah berusaha meningkatkan aksesibilitas masyarakat terutama di daerah tertinggal dan perbatasan, antara lain dengan pembangunan jalan paralel perbatasan dan akses daerah tertinggal ke simpul-simpul pertumbuhan.
-L.32-
Menjawab pertanyaan dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, mengenai perlindungan sosial dan peningkatan daya beli masyarakat, kiranya dapat dijelaskan bahwa Pemerintah pada tahun 2018 tetap melanjutkan program-program pemberdayaan dan perlindungan sosial untuk mendukung perekonomian masyarakat antara lain dengan melanjutkan pelaksanaan bantuan tunai bersyarat/Program Keluarga Harapan (PKH) kepada 10 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) berdasarkan database yang lebih valid, akuntabel, dan terintegrasi. Selain itu, pemerintah juga menyalurkan subsidi pangan (rastra) kepada 14.332.212 RTS PM, memberikan bantuan stimulan usaha ekonomi produktif bagi keluarga miskin di wilayah pesisir dengan jumlah keluarga miskin yang memperoleh bantuan sebanyak 20.000 KK, dan menambah jumlah keluarga miskin yang memperoleh bantuan kelompok usaha ekonomi produktif di pedesaan dan perkotaan. Pemerintah sepenuhnya sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan untuk memanfaatkan belanja negara guna mensejahterakan rakyat terutama terkait penurunan kemiskinan dan ketimpangan ekonomi. Hal tersebut selaras dengan fokus Pemerintah melalui Pokok-pokok kebijakan fiskal tahun 2018 yang bertemakan “Pemantapan Pengelolaan Fiskal untuk Mengakselerasi Pertumbuhan yang Berkeadilan” menjadi dasar penyusunan RAPBN tahun 2018. Artinya, kebijakan fiskal tahun 2018 akan diarahkan untuk mendukung tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, penciptaan lapangan kerja, pengentasan kemiskinan, dan pengurangan kesenjangan yang pada gilirannya bermuara pada terwujudnya kesejahteraan bagi seluruh masyarakat secara lebih berkeadilan. Terkait pandangan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan mengenai peningkatan daya beli terutama dalam pengentasan kemiskinan dan penciptaan pemerataan, Pemerintah akan terus melanjutkan program-program pemberdayaan dan perlindungan sosial untuk mendukung perekonomian masyarakat terutama kalangan miskin, diantaranya melalui kebijakan pengembangan dan penguatan sistem penyediaan layanan dasar, peningkatan efektivitas program Indonesia Pintar dan Bidik Misi, perluasan cakupan kepesertaan jaminan sosial, serta integrasi data kependudukan dan kepesertaan jaminan sosial. Selain melalui upaya pemberdayaan golongan miskin, program-program untuk mengurangi beban penduduk miskin dan rentan juga akan terus dilaksanakan oleh Pemerintah. Salah satu program pengentasan kemiskinan yang dirasa cukup berhasil misalnya bantuan tunai bersyarat melalui Program Keluarga Harapan (PKH) akan lebih diperluas cakupannya. Selain itu, program-program subsidi pangan atau bantuan pangan, serta keberlanjutan subsidi energy yang lebih menyasar pada penduduk miskin dan pupuk, bantuan iuran jaminan kesehatan/KIS, bantuan pendidikan melalui KIP,
-L.33-
bantuan sosial di luar sistem keluarga, dan jaminan sosial yang lain diharapkan mampu menurunkan angka kemiskinan. Sejalan dengan pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai penerima PKH yang tepat sasaran dengan program yang berjalan dengan baik, Pemerintah terus mendorong perbaikan dan peningkatan kualitas program perlindungan sosial seperti PKH melalui bantuan non tunai. Tahun 2018, peserta penerima manfaat PKH meningkat dari 6 juta KPM menjadi 10 juta KPM sembari melakukan perbaikan terutama dalam penggunaan single database (BDT) untuk meningkatkan ketepatan sasaran. Selain itu, Pemerintah berupaya untuk meningkatkan akurasi data penerima manfaat dengan melakukan verifikasi data penerima manfaat dan mengintegrasikan data penerima manfaat subsidi dengan data program-program perlindungan sosial lainnya, seperti KIP, KIS, Bidik Misi, serta diselaraskan dengan data Nomor Induk Kependudukan (NIK). Inisiatif untuk integrasi melalui satu kartu dimungkinkan karena adanya Basis Data Terpadu bagi 40% penduduk berpendapatan terendah yang menjadi sumber data sasaran program-program penanggulangan kemiskinan. Data yang digunakan dalam menetapkan sasaran penerima manfaat menggunakan basis data terpadu Program Penanganan Fakir Miskin dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dan Kementerian Sosial. Dengan demikian, diharapkan PKH, subsidi, dan program-program perlindungan sosial lainnya dapat lebih tepat sasaran dan efektif dalam memberikan perlindungan sosial, pengentasan kemiskinan, dan pengurangan kesenjangan. Pemerintah mengucapkan terima kasih atas apresiasi yang diberikan oleh Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa terkait dengan konsistensi Pemerintah untuk memenuhi anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN dan anggaran kesehatan sebesar 5 persen dari APBN. Hal tersebut juga perlu tetap mendapatkan dukungan dari DPR. Terkait agar Pemerintah memperhatikan pemanfaatan alokasi anggaran pendidikan khusus untuk madrasah dan pesantren dapat disampaikan bahwa, alokasi anggaran pendidikan dalam RAPBN 2018 sebesar Rp440,9 triliun, 11,9 persen dari alokasi Anggaran Pendidikan (Rp52,7 triliun) disalurkan melalui Kementerian Agama. Anggaran Pendidikan pada Kementerian Agama diantaranya disalurkan kepada Madrasah dan Pesantren dalam bentuk Program Indonesia Pintar, pembangunan dan rehabilitasi ruang kelas dan asrama. Pemerintah sependapat atas Pandangan Umum Fraksi Partai Keadilan Sejahtera terkait peningkatan efektivitas alokasi anggaran pendidikan yang diharapkan mendorong peningkatan kualitas bangsa yang ditunjukkan oleh peningkatan nilai IPM Indonesia di sektor pendidikan. Salah satu faktor penting dalam efektivitas pendidikan adalah kualitas guru. Untuk itu Pemerintah tetap
-L.34-
memperhatikan anggaran untuk guru, antara lain dalam bentuk pemberian TPG, sebagaimana menjadi perhatian Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, baik untuk PNS dan Non PNS. Pemberian TPG PNSD merupakan perwujudan dari komitmen dan perhatian Pemerintah untuk meningkatkan profesionalisme dan etos kerja guru PNSD melalui peningkatan kesejahteraannya. Tunjangan profesi tersebut diberikan kepada guru PNSD yang telah memiliki sertifikat pendidik dan memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, yaitu sebesar satu kali gaji pokok PNSD yang bersangkutan, tidak termasuk untuk bulan ke-13. Dalam tahun 2018, TPG PNS telah dialokasikan melalui Kementerian Agama kepada 257.209 guru PNS sebesar Rp11,6 triliun, serta dialokasikan melalui Dana transfer Daerah sebesar Rp58,3 triliun bagi 3,9 juta guru PNSD. Sementara itu, TPG Non PNS juga telah dialokasikan melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebesar Rp4,9 triliun dan Kementerian Agama sebesar Rp4,8 triliun. Jumlah tersebut diperuntukan bagi 222.204 guru Non PNS Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta 213.654 guru Non PNS Kementerian Agama yang telah lulus sertifikasi. Pemerintah terus berupaya agar pemberian TPG berdampak terhadap peningkatan kualitas pelayanan pendidikan. Pemerintah sependapat atas Pandangan Umum Fraksi Partai Amanat Nasional Terkait meningkatkan efektivitas belanja modal Pemerintah, khususnya pada bidang infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Pemerintah terus berupaya agar setiap rupiah belanja negara yang dikeluarkan dapat memberikan kontribusi positif bagi pembangunan nasional. Diharapkan anggaran yang terbatas dapat dimanfaatkan secara efektif untuk mengatasi permasalahan sosial ekonomi nasional. Belanja modal bidang kesehatan diarahkan dalam upaya meningkatkan mutu layanan melalui pemenuhan sarana prasarana kesehatan baik alat kesehatan maupun gedung layanan dalam rangka stadarisasi pelayanan kesehatan melalui akreditasi rumah sakit dan puskesmas. Pemerintah sejak tahun 2016 konsisten mengalokasikan anggaran kesehatan sebesar 5 persen dari APBN sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Anggaran kesehatan tersebut digunakan untuk pemenuhan pelayanan kesehatan baik dari supply side maupun demand side termasuk didalamnya pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Perkembangan pelaksanaan JKN tercermin dari cakupan peserta JKN sampai dengan akhir tahun 2016 telah mencapai 65,98 persen populasi Indonesia, termasuk penerima bantuan iuran (PBI) yang merupakan jaminan kesehatan kepada fakir miskin dan orang tidak mampu oleh Pemerintah. Sasaran PBI tersebut terus -L.35-
meningkat dari 86,4 juta jiwa pada tahun 2014 menjadi 91,1 juta jiwa dengan alokasi di tahun 2016. Pada tahun 2018, peserta PBI direncanakan mencapai 92,4 juta jiwa atau setara dengan 35 persen penduduk Indonesia. Pemerintah sependapat dengan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera bahwa pelaksanaan JKN harus berjalan secara sehat dan berkelanjutan. Oleh karena itu, Pemerintah bersama-sama dengan BPJS Kesehatan terus berupaya melakukan perbaikan, dari segi pelayanan, BPJS Kesehatan meningkatkan jumlah provider atas fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, sedangkan dari sisi penyediaan SDM kesehatan antara lain dengan menargetkan jumlah puskesmas yang memiliki minimal lima jenis tenaga kesehatan di 4.200 puskesmas. Selain itu, Pemerintah juga terus memberikan dukungan terhadap BPJS Kesehatan baik dari sisi regulasi maupun pendanaan terhadap unfunded DJS Kesehatan agar supaya pelaksanaan JKN dapat lebih berkelanjutan. Menanggapi pernyataan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mengenai anggaran pertahanan kiranya dapat dijelaskan sebagai berikut. Pemerintah terus berupaya meningkatkan anggaran pertahanan menuju 1,5% PDB. Namun demikian untuk mencapai kondisi tersebut diperlukan fundamental ekonomi sesuai target yang diperhitungkan yaitu tax ratio sebesar 16% dan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 7% (sebagaimana diamanatkan dalam RPJMN 20152019). Adapun kondisi saat ini, tax ratio adalah sebesar 11,5% dan proyeksi pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 5,1%. Selanjutnya, Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai pemenuhan kebutuhan Minimum Essential Forces (MEF) guna menjaga stabilitas pertahanan dan keamanan. Sesuai dengan kebijakan Pemerintah, pembangunan pertahanan diarahkan untuk mewujudkan kekuatan pokok pertahanan militer, melalui rancangan pemenuhan kekuatan pokok minimum (Minimum Essential Force/MEF) yang dibangun dalam 3 (tiga) Renstra yaitu dari 2010-2024. Sesuai dengan renstra tersebut, fokus pembangunan pertahanan negara diarahkan untuk mewujudkan standar penangkalan melalui peningkatan profesionalisme sumber daya manusia dilengkapi dengan Alutsista TNI yang modern dan berbasis produksi dalam negeri. Selanjutnya dapat disampaikan bahwa pembangunan pertahanan negara merupakan bagian dari pembangunan nasional yang dibiayai dari APBN dengan penentuan alokasi dukungan anggaran didasarkan pada prioritas pemerintahan di tahun yang direncanakan dengan tetap memperhatikan kemampuan keuangan negara. Untuk itu, pandangan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan terkait pemenuhan anggaran pertahanan minimal 1,5% dari PDB akan tetap menjadi catatan Pemerintah dengan tetap memperhatikan pemenuhan berbagai sasaran
-L.36-
bidang pertahanan. Dapat kami sampaikan bahwa alokasi anggaran fungsi pertahanan TA 2014-2018 secara nominal terus mengalami kenaikan dari Rp82,5 triliun tahun 2014 menjadi Rp105,9 triliun (0,71 % PDB) dalam RAPBN TA 2018. Terkait dengan Penurunan pada anggaran fungsi pertahanan pada RAPBN tahun 2018 sebagaimana disampaikan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, hal tersebut terutama disebabkan karena dalam anggaran fungsi Pertahanan pada APBNP 2017 terdapat alokasi anggaran untuk pembayaran tunggakan bahan bakar minyak dan pelumas (BMP). Namun demikian, dengan anggaran yang tersedia dalam RAPBN 2018 Pemerintah tetap berkomitmen untuk menjaga target pembangunan bidang pertahanan dan keamanan pada tahun 2018. Sasaran yang ingin dicapai melalui alokasi anggaran fungsi pertahanan pada tahun 2018 tersebut diantaranya: (1) terpenuhinya modernisasi Alutsista melalui pengadaan/penggantian 50 unit kendaraan tempur; (2) pengembangan fasilitas dan sarana prasarana matra laut melalui pembangunan pos pengamanan perbatasan sebanyak 3 dermaga; dan (3) modernisasi command center Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas). Terkait dengan kesejahteraan prajurit, salah satu kegiatan prioritas RKP 2018 adalah Keselamatan dan Kesejahteraan Prajurit yang keluaran utamanya diantaranya adalah Pembangunan Perumahan Prajurit. Adapun terkait dengan kesejahteraan prajurit di wilayah perbatasan, pemerintah telah memberlakukan tunjangan khusus untuk prajurit di wilayah perbatasan. Nilai tunjangan tersebut secara bertahap terus ditingkatkan disesuaikan dengan kondisi perekonomian. Pemerintah dalam tahun 2018 juga berencana untuk menaikkan uang lauk pauk prajurit TNI sebesar Rp5.000, dari Rp55.000 menjadi Rp60.000/org/hari. Hal tersebut sebagai komitmen Pemerintah dalam memperhatikan kesejahteraan para prajurit. Selanjutnya, Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Demokrat bahwa Pemerintah harus berhati-hati dan bijaksana dalam mengalokasikan anggaran MEF yang bersumber dari hutang atau kredit ekspor. Proses pembiayaan pengadaan alutsista melalui pinjaman luar negeri dan pinjaman dalam negeri mengacu pada PP 10 tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah serta dalam pelaksanaannya dilakukan secara prudent dengan memperhatikan UU No 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Menanggapi pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai keseriusan Pemerintah pada program ketahanan dan kedaulatan pangan, kami sampaikan hal sebagai berikut. Pemerintah terus berupaya menjaga stabilitas harga barang baik di tingkat pusat maupun daerah. Dalam menjaga sisi penawaran, Pemerintah berupaya meningkatkan kapasitas produksi dalam rangka mendukung program ketahanan pangan, diantaranya melalui perluasan areal pertanian, serta revitalisasi dan
-L.37-
pembangunan irigasi, waduk, atau embung. Selain itu, Pemerintah juga melakukan perbaikan efektivitas alokasi dan pelaksanaan anggaran subsidi pangan, pupuk, dan benih serta pemanfaatan teknologi dalam penyaluran subsidi untuk tercapainya program subsidi yang lebih tepat sasaran. Dalam mengantisipasi gejolak harga, Pemerintah juga mengambil langkah untuk menjamin ketersediaan pasokan kebutuhan domestik melalui impor komoditas tertentu pada periode tertentu. Operasi pasar juga ditempuh untuk mengantisipasi terjadinya lonjakan harga, terutama pada masa Hari Besar Keagamaan dan Nasional (HBKN). Upaya Pemerintah dalam pengendalian dan menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan pokok strategis yaitu dengan mewujudkan rantai distribusi pemasaran yang terintegrasi agar lebih efisien, harga konsumen dapat ditransmisikan dengan baik kepada harga petani (produsen), informasi pasar antar wilayah berjalan dengan baik, mencegah terjadinya Patron-Client (pemasukan pangan ke pasar suatu wilayah hanya boleh dipasok oleh pelaku usaha tertentu), dan mencegah penyalahgunaan market power oleh pelaku usaha tertentu. Operasionalisasi dari pendekatan tersebut antara lain: 1)
Pemantauan Harga dan Pasokan Pangan Strategis Tingkat Produsen dan Konsumen secara Nasional untuk mengetahui kondisi riil di lapangan secara kontinyu.
2)
Pemantauan Harga dan/atau Pasokan Pangan Strategis melalui asosiasi atau stakeholder terkait pada 10 lokasi antara lain : (1) beras di Perum BULOG dan PIBC; (2) Cabai dan Bawang Merah di Asosiasi Bawang Merah Indonesia (ABMI) Brebes, Koperasi Jasa Agribisnis (KOJA) Ciamis, Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) Jakarta, Pasar Induk Caringin-Bandung, Pasar Induk Cibitung Bekasi, dan Pasar Induk Tanah Tinggi-Tangerang; (3) pangan pokok/strategis dari Kementerian Perdagangan, BPS/Kemenko Perekonomian; dan (4) daging sapi/kerbau di RPH Dharma Jaya Jakarta.
3)
Pelaksanaan Satgas Pangan sampai ke Daerah.
Kebijakan stabilisasi harga tersebut ditempuh untuk menjaga daya beli masyarakat, terutama masyarakat berpenghasilan rendah. Selain dengan menjamin pasokan, Pemerintah juga tetap berkomitmen untuk menjaga keterjangkauan pangan, antara lain dengan menjalankan program-program kesejahteraan dan jaminan sosial masyarakat, seperti pasar murah, dan program kesejahteraan untuk masyarakat dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Mengenai pandangan Fraksi Partai Gerindra tentang penurunan anggaran di Kementerian Pertanian, dapat disampaikan bahwa penurunan tersebut tidak berarti sektor pertanian belum menjadi prioritas. Sektor pertanian tetap -L.38-
menjadi sektor prioritas, dimana sektor pertanian termasuk dalam prioritas nasional ketahanan pangan dalam rangka mewujudkan kedaulatan pangan, alokasi anggaran yang mendukung prioritas nasional ketahanan pangan bukan hanya anggaran yang dialokasikan pada kementerian pertanian, tetapi melibatkan beberapa kementeria/lembaga lain seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta Kementerian Sosial. Alokasi Kementerian Pertanian pada tahun 2018 secara penuh diarahkan antara lain melalui pembangunan dan rehabilitasi jaringan irigasi tersier serta upaya untuk meningkatkan produktivitas terutama untuk bahan pangan pokok. Anggaran kedaulatan pangan pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat diarahkan terutama untuk membangun/ meningkatkan jaringan irigasi untuk pertanian. Alokasi pada Kementerian Kelautan dan Perikanan diarahkan antara lain untuk meningkatkan produksi baik perikanan tangkap, perikanan budi daya, serta produk perikanan lainnya. Sedangkan alokasi pada Kementerian Sosial diarahkan untuk program beras sejahtera, sebuah kebijakan rastra dalam bentuk bantuan pangan non tunai. Selain itu, mulai tahun 2018 juga digulirkan kebijakan penghapusan subsidi benih, untuk dialihkan ke program bantuan langsung benih unggul (BLBU) kepada para petani melalui bantuan sosial K/L. Dengan demikian, secara umum perhatian terhadap agenda kedaulatan pangan tetap menjadi prioritas utama, namun terdapat perubahan komposisi anggaran sesuai dengan strategi dalam mencapai prioritas tersebut. Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Amanat Nasional dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera agar mempercepat proses pengalihan subsidi harga ke subsidi langsung atau bantuan langsung kepada masyarakat. Sejak tahun 2017, Pemerintah secara bertahap mengalihkan subsidi pangan (Raskin/Rastra) menjadi Bantuan Pangan Nontunai (BPNT). Sebagai tahap awal, pada tahun 2017, BPNT diberikan kepada 1,4 juta KPM di 44 kota dan meningkat menjadi 10 juta KPM di tahun 2018. Pengalihan Rastra ke BPNT diharapkan bisa mendorong program perlindungan sosial di sektor pangan lebih terarah, tepat sasaran, dan penerima bantuan mempunyai fleksibilitas, baik kualitas maupun bentuk pangan yang diinginkan. Pemerintah sependapat dengan pandangan dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa tentang perlunya dukungan database yang transparan, serta penyaluran yang kredibel dan akuntabel untuk Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU), Bantuan pangan non tunai (BPNT), dan Program Keluarga Harapan (PKH) agar benar-benar tepat sasaran. Untuk Penyaluran subsidi dan bantuan di bidang pertanian, Pemerintah telah melaksanakan langkah-langkah perbaikan, yaitu pertama, melalui penyempurnaan data petani penerima berbasis by name by
-L.39-
address. Keberadaan data ini menjadi penting untuk menunjukkan bahwa upaya peningkatan produksi pertanian benar-benar diarahkan kepada lokasi sentra/kawasan komoditas pertanian (lokus). Kedua, basis data ini selanjutnya akan menjadi dasar di dalam verifikasi usulan petani yang tertuang di dalam data Calon Petani dan Calon Lokasi (CPCL). Pendampingan kepada petani di dalam penyusunan CPCL menjadi salah satu kunci untuk memperbaiki ketapatan sasaran subsidi dan bantuan,mengingat apa yang dituangkan di dalam CPCL benar-benar mencerminkan usulan dan kondisi riil di tingkat lapangan. Langkah ketiga adalah dengan perbaikan analisa dampak dan perhitungan kebutuhan pendanaan yang didasarkan kepada kebutuhan tiap lokasi, mengingat adanya variasi karakteristik antar daerah. Dengan demikian,volume dan besaran subsidi dan bantuan diperkirakan akan lebih efisien dan efektif sesuai dengan azas ketepatan yang dipersyaratkan. Selain ketiga langkah tersebut, adanya kontrol dari petani, masyarakat, dan berbagai pihak terkait tentunya akan bersinergi untuk menjamin ketepatan sasaran subsidi dan bantuan, termasuk di dalamnya BLBU. Keberadaan BLBU diharapkan dapat menjadi salah satu upaya Pemerintah di dalam meningkatkan akses petani terhadap benih berkualitas. Untuk itu, program ini dapat menjadi lesson learn bagi petani ketika usaha pertaniannya semakin berkembang kedepannya. Sementara pada sisi lain, penangkar benih juga semakin terpacu untuk menghasilkan benih berkualitas. Selanjutnya, dalam rangka penyaluran bantuan untuk perlindungan sosial seperti Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH), Pemerintah terus melakukan pemutakhiran data untuk memperbaiki kualitas data sasaran program-program perlindungan sosial. Pemerintah telah menggunakan Basis Data Terpadu (BDT) yang merupakan sistem data elektronik yang berisi nama, alamat, Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan keterangan dasar sosial ekonomi rumah tangga dan individu dari kurang lebih 25 juta rumah tangga di Indonesia. BDT yang diperoleh dari hasil PPLS 2011 tersebut telah menjadi acuan utama penetapan sasaran program perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan. Pada tahun 2015, Pemerintah melalui Badan Pusat Statistik telah melakukan kegiatan Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT) untuk menyempurnakan dan memutakhirkan informasi rumah tangga dan individu yang terdapat dalam BDT yang bertujuan agar penyaluran bantuan terkait perlindungan sosial dapat dilaksanakan secara tepat sasaran. Pelaksanaan PBDT tersebut mencakup kelompok 40 persen RTS atau kurang lebih 28 juta RTS. Selanjutnya, berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, Kementerian Sosial melakukan
-L.40-
verifikasi dan validasi terhadap hasil pendataan yang dilakukan BPS tersebut, sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sekali. Sehubungan dengan itu, pada tahun 2017 Pemerintah juga mengalokasikan dana untuk pelaksanaan verifikasi dan validasi data penduduk miskin dan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS). Menanggapi pandangan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, terkait kinerja penyerapan anggaran belanja negara yang belum memuaskan beberapa tahun ini, dapat Pemerintah sampaikan bahwa kinerja penyerapan anggaran belanja negara tergantung pada tiga aspek utama, yaitu aspek kematangan perencanaan, ketepatan penganggaran, dan kecepatan pelaksanaan. Perencanaan yang kurang akurat dan kurang matang dapat menyebabkan keterlambatan dan memicu revisi dokumen dalam pelaksanaan anggaran. Perencanaan yang kurang akurat tersebut antara lain (1) ketidaksiapan proyek akibat terlambatnya persiapan proyek, kurangnya koordinasi jangka waktu pelaksanaan proyek, dan tidak tersedianya biaya persiapan proyek dalam tahun berjalan; dan (2) perencanaan kegiatan K/L seperti detail engineering design (DED) proyek dan rencana lelang yang belum dipersiapkan di awal. Sementara itu, aspek ketepatan penganggaran dapat menghambat pelaksanaan anggaran, terutama dalam hal ketidaklengkapan dokumen dan data dukung penganggaran, serta terdapatnya ketidaksesuaian pelaksanaan kegiatan dengan perencanaan anggaran. Hambatan dalam pelaksanaan anggaran dapat disebabkan antara lain adanya beberapa peraturan terkait pelaksanaan penganggaran yang menghambat penyerapan anggaran, misalnya penetapan/penerbitan dasar hukum, termasuk Susunan Organisasi Tata Kerja (SOTK) sebagai dasar perumusan kinerja K/L dalam kaitannya dengan perubahan nomenklatur K/L yang membutuhkan waktu, keterlambatan penunjukan pejabat perbendaharaan, permasalahan dalam proses pengadaan barang dan jasa, serta adanya kendala terkait aturan dalam proses pembebasan lahan. Guna mengatasi hambatan tersebut, Pemerintah terus melakukan perbaikan sistem dan perencanaan anggaran agar dokumen yang diperlukan dalam pencairan DIPA dapat direncanakan jauh sebelum anggaran tersebut diberlakukan. Dari sisi regulasi, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang diantaranya mengatur bahwa proses pelelangan pengadaan barang/jasa dapat dilaksanakan sebelum tahun anggaran dimulai, setelah RKA-K/L disetujui oleh DPR. Dengan demikian, K/L sudah dapat melakukan perikatan dan pencairan dana DIPA dari sejak awal tahun anggaran. Dari sisi implementasinya: diperlukan komitmen bersama dari seluruh pemangku kepentingan termasuk aparat pemeriksa, serta sosialisasi masif agar dicapai kesamaan persepsi semua pihak, sehingga pejabat
-L.41-
pengadaan barang dan jasa tidak diliputi kekhawatiran akan adanya temuan dari pemeriksa. Selanjutnya, dari sisi waktu penarikan anggaran, Pemerintah telah menerbitkan peraturan mengenai Rencana penarikan Dana, Rencana penerimaan Dana, dan perencanaan Kas untuk penyempurnaan aturan, sistem dan prosedur yang terkait dengan penganggaran dan pelaksanaan APBN sehingga penyerapan anggaran lebih terstruktur dan terjadwal serta tidak menumpuk di kuartal IV. K/L diharapkan lebih baik dan terarah dalam hal perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan APBN, dan meningkatkan sinkronisasi proses pengadaan barang dan jasa dengan pelaksanaan kegiatan serta pencairan dananya. Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Golongan Karya terkait perbaikan skema anggaran belanja pemerintah pusat, untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas belanja Negara. Pemerintah menyadari bahwa belanja memerlukan dukungan fiskal yang memadai. Oleh karena itu, pemerintah senantiasa mengupayakan perluasan ruang fiskal, baik melalui upaya peningkatan pendapatan maupun dengan mengefisiensikan belanja-belanja kurang produktif dan menggunakannya untuk belanja yang lebih produktif. Dalam mempertajam dan memperbaiki kualitas belanja pemerintah pusat, Pemerintah akan melakukan efisiensi di belanja yang kurang produktif dan bersifat konsumtif namun tetap berupaya memfokuskan anggaran belanja tersebut pada upaya-upaya mendanai program prioritas nasional dalam bentuk pembangunan infrastruktur serta pengurangan kesenjangan dan kemiskinan. Selanjutnya untuk mencapai fokus pembangunan tersebut, pemanfaatan belanja pemerintah pusat juga diarahkan pada peningkatan kualitas belanja produktif dan prioritas yang antara lain difokuskan pada upaya: (1) melanjutkan kebijakan efisiensi subsidi yang lebih tepat sasaran; (2) meningkatkan kualitas dan efektivitas program perlindungan sosial, seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS), Program Keluarga Harapan (PKH), beras untuk keluarga sejahtera (Rastra), dan Beasiswa Bidik Misi; (3) meningkatkan efektivitas pelayanan dan keberlanjutan Program Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN); (4) memantapkan reformasi birokrasi antara lain dengan mempertahankan tingkat kesejahteraan aparatur negara; dan (5) memperkuat kepastian dan penegakan hukum, stabilitas pertahanan dan keamanan, serta politik dan demokrasi. Sementara itu, efisiensi anggaran belanja pada K/L antara lain dilakukan untuk kegiatan-kegiatan sebagai berikut: (1) belanja perjalanan dinas dan paket meeting;(2) honor kegiatan; (3) belanja jasa, seperti iklan dan sejenisnya; serta (4) belanja modal non-infrastruktur seperti gedung kantor dan kendaraan. Selain itu,
-L.42-
upaya mengoptimalkan belanja Pemerintah juga dilakukan dengan menerapkan creative funding melalui kerjasama antara Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Pada dasarnya Pemerintah sependapat dengan pandangan dari Fraksi Partai NasDem, mengenai penyerapan belanja dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Untuk itu, Pemerintah telah melakukan berbagai perbaikan kebijakan, misal percepatan pelaksanaan kegiatan melalui lelang dini, penagihan. Namun, pelaksanaan program yang telah direncanakan tetap fokus pada pencapaian output dan tetap mempertimbangkan efisiensi serta capaian penerimaan negara agar defisit dapat terkendali. Menanggapi pernyataan dari Fraksi Partai Amanat Nasional, mengenai kebijakan Belanja Pemerintah Pusat, kiranya dapat dijelaskan bahwa sehubungan dengan fokus pembangunan infrastruktur, Pemerintah memprioritaskan belanja modal yang memberi stimulus pada perekonomian nasional. Pada tahun 2018 Pemerintah semakin meningkatkan alokasi untuk masyarakat menengah ke bawah seperti tercantum dalam program beras sejahtera, program bantuan langsung bibit unggul, program penyediaan rumah layak, program air bersih, dan berbagai program lainnya yang merupakan fungsi perlindungan social utamanya bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Di bidang pertanian, Pemerintah mendukung ketahanan pangan melalui peningkatan produksi pangan dan pembangunan sarana dan prasarana pertanian. Secara umum Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Golongan Karya dan Fraksi Partai Demokrat bahwa Pemerintah harus meningkatkan kualitas dan efektivitas belanja untuk dimanfaatkan pada hal-hal yang terkait dengan pembangunan infrastruktur dan kebutuhan masyarakat. Strategi yang telah ditempuh Pemerintah dan berlanjut tahun 2018 terkait dengan penguatan kualitas belanja negara terutama dalam mengalihkan belanja yang konsumtif menjadi belanja produktif dalam rangka akselerasi pertumbuhan ekonomi serta percepatan realisasi belanja negara, dengan langkah-langkah sebagai berikut. Pertama, perbaikan skema subsidi energi, terutama bahan bakar minyak (BBM) dan subsidi listrik. Subsidi BBM diubah dari subsidi harga menjadi subsidi tetap, sedangkan untuk subsidi listrik, bagi pelanggan 900 VA telah dihapuskan untuk keluarga yang mampu dan hanya diberikan untuk keluarga masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Kedua, kebijakan efisiensi dan/atau pembatasan khususnya pada belanja barang yang bersifat kurang produktif seperti rapat di luar kantor dan paket pertemuan. Ketiga, perubahan regulasi dalam mendorong percepatan penyerapan anggaran terutama belanja infrastruktur. Perubahan tersebut ditujukan untuk memberikan fleksibilitas bagi K/L dan Pemerintah Daerah agar dapat melakukan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah lebih
-L.43-
awal, yaitu pada kuartal keempat tahun sebelumnya. Reformasi struktural belanja negara tersebut merupakan upaya Pemerintah untuk memaksimalkan peran belanja negara di dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan, dan menciptakan lapangan kerja. Sementara terkait dengan belanja K/L, Pemerintah melakukan penguatan kualitas belanja antara lain melalui (1) peningkatan kualitas belanja modal; (2) efisiensi belanja non prioritas terutama belanja barang; (3) sinergi antara program yang relevan di bidang perlindungan sosial; dan (4) menjaga serta refocusing anggaran prioritas bidang infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Sejalan dengan hal tersebut, untuk meningkatkan efektivitas dalam mendanai prioritas pembangunan dan mengimplementasikan money follow program, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2017 tentang Sinkronisasi Proses Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan yang memuat antara lain: (1) penguatan kendali program; (2) penguatan koordinasi antar instansi dan antar pusat dan daerah dengan menfokuskan pembahasan pada prioritas pembangunan; dan (3) pengintegrasian dokumen perencanaan, dokumen penganggaran serta penilaian kinerja dalam sebuah sistem terpadu. Menanggapi pandangan Fraksi Partai NasDem terkait peningkatan anggaran pelayanan umum yang diharapkan mampu meningkatkan penyelenggaraan negara dan birokrasi, serta pelayanan kepada masyarakat dengan menciptakan pelayanan publik yang efektif efisien dan transparan, dapat disampaikan bahwa Pemerintah sependapat dengan pandangan tersebut. Meningkatnya alokasi anggaran pada fungsi pelayanan umum berkaitan erat dengan rencana pemerintah dalam mewujudkan produktivitas serta pelayanan kepada masyarakat yang semakin baik dan efisien yang didukung oleh kebijakan reformasi birokrasi yang baik dan menyeluruh. Pemerintah meyadari bahwa keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi bukan hanya pada prosedur atau laporan saja, namun bagaimana masyarakat dapat merasakan dampak perubahan yang lebih baik. Perubahan itu juga harus tetap terukur dan harus dapat diikuti agar selaras dengan prioritas pembangunan nasional. Komitmen pemerintahan saat ini dalam melaksanakan reformasi birokrasi dan pelayanan publik, disebutkan secara spesifik pada Visi – Misi pemerintahan yang menekankan pada 5 (lima) prioritas utama, yaitu: pertama, Pemerintah akan mengambil inisiatif penetapan payung hukum yang lebih kuat dan berkesinambungan bagi agenda reformasi birokrasi guna memberikan kepastian dan kesinambungan perhatian terhadap arah, tahapan, strategi, dan capaian reformasi birokrasi di Indonesia. Kedua, pemerintah akan menjalankan aksi-aksi konkrit
-L.44-
untuk restrukturisasi kelembagaan yang cenderung gemuk, baik di kelembagaan pemerintah pusat yang berada di bawah Presiden maupun kelembagaan Pemerintah Daerah. Ketiga, pemerintah akan menjalankan secara konsisten UU Aparatur Sipil Negara sehingga tercipta aparatur sipil negara yang kompeten dan terpercaya. Keempat, pemerintah berkomitmen memberantas korupsi di kalangan aparatur sipil negara dengan memastikan komitmen terbuka dan terekspos dari Presiden untuk secara tegas menegakan aturan yang terkait dengan korupsi. Kelima, pemerintah akan melakukan aksi-aksi bagi perbaikan kualitas pelayanan publik. Perbaikan layanan publik dilakukan dengan berbagai cara: meningkatkan kompetensi aparatur, memperkuat monitoring dan supervisi atas kinerja pelayanan publik, serta membuka ruang partisipasi publik melalui citizen charter dalam UU Kontrak Layanan Publik. Selanjutnya pelaksanaan reformasi birokrasi juga menjadi salah satu agenda dalam RPJMN 2015-2019 yaitu “Menyempurnakan dan meningkatkan kualitas Reformasi Birokrasi Nasional (RBN)”, yang antara lain menekankan pada peningkatan kualitas pelayanan publik, melalui strategi: (1) memastikan implementasi UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik secara konsisten; (2) mendorong inovasi pelayanan publik; (3) peningkatan partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik; dan (4) ) penguatan kapasitas dan efektivitas pengawasan pelayanan publik. Disamping itu, pemerintah juga telah menyelesaikan beberapa peraturan pelaksanaan UU ASN, antara lain PP Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen PNS. Manajemen PNS ditujukan untuk mengelola PNS yang professional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, dan bersih dari praktik KKN. PP Manajemen PNS mengatur beberapa hal, yaitu (1) penyusunan dan penetapan kebutuhan, (2) pengadaan, (3) pangkat dan jabatan, (4) pengembangan karier, (5) pola karier, (6) promosi, (7) mutasi, (8) penilaian kinerja, (9) penggajian dan tunjangan, (10) penghargaan, (11) disiplin, (12) pemberhentian, (13) jaminan pensiun dan jaminan hari tua, dan (14) perlindungan. Selanjutnya, untuk menjaga momentum pelaksanaan reformasi birokrasi tidak kehilangan arah, tujuan, dan target yang hendak dicapai yaitu terciptanya Pemerintahan Kelas Dunia. Pemerintah telah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 – 2025 yang didalamnya mengamanatkan agar disusun suatu road map reformasi birokrasi setiap lima tahunan. Proses penyusunan grand design tersebut telah memperhatikan berbagai hal yang tertuang dalam RPJMN, nawa cita, masukan dari
-L.45-
para pakar, pemerhati masalah birokrasi, para praktisi yang berasal dari berbagai kementerian, lembaga dan pemerintah daerah. Disamping itu, untuk meningkatkan kinerja aparatur sipil negara, Reformasi juga akan dilakukan pada program pensiun bagi aparatur negara PNS/TNI/POLRI. Reformasi program pensiun ASN terutama ditekankan pada perbaikan besaran manfaat pensiun yang akan diterima pada saat pegawai memasuki masa purna tugas. Melalui kebijakan ini diharapkan dapat menjaga kesejahteraan pegawai dimasa purna tugas sehingga dapat mendorong peningkatan kinerja pegawai dimasa aktif serta menghentikan perilaku koruptif. Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Demokrat bahwa pengelolaan utang perlu dilakukan lebih cermat dan hati-hati serta terukur. Pemerintah menyadari bahwa pembiayaan utang, baik yang diperoleh dari penerbitan SBN maupun pinjaman memiliki beban di masa yang akan datang, berupa pembayaran cicilan pokok dan bunga. Namun demikian Pemerintah akan senantiasa menjaga level defisit dan level utang tetap terarah dan terukur. Sebagai gambaran, rasio utang terhadap PDB Indonesia apabila dibandingkan negara lain masih lebih rendah, bahkan masih lebih rendah dari negara-negara berkembang lain yang setara (peer countries). Selain itu Pemerintah juga akan berupaya maksimal agar pemanfaatannya digunakan untuk kegiatan-kegiatan prioritas yang dapat memberikan dampak positif bagi upaya penurunan kemiskinan, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan perekonomian nasional, terutama untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur. Kewajiban utang yang meliputi cicilan pokok dan bunga utang merupakan dampak dari penarikan/penerbitan utang baru maupun utang yang dilakukan pada tahuntahun sebelumnya. Jumlah cicilan pokok dan bunga utang tersebut setiap tahunnya mengalami fluktuasi, karena menyesuaikan dengan jadwal waktu pembayaran masing-masing instrumen utang dan realisasi variabel makro ekonomi yang memengaruhinya, seperti nilai tukar rupiah terhadap mata uang lain dan tingkan suku bunga referensi. Selain itu, Pemerintah juga berupaya menjaga kredibiltas agar kepercayaan masyarakat domestik maupun international semakin baik, hal ini tercermin dengan peningkatan peringkat Indonesia dalam hal invesment grade yang dinilai oleh lembaga internasional. Upaya-upaya tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap keberlanjutan fiskal dalam bentuk pembayaran yield utang yang lebih rendah yang pada akhirnya akan dapat memberi manfaat yang lebih besar bagi pembangunan perekonomian nasional.
-L.46-
Menanggapi masukan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera terkait dengan peningkatan pembayaran bunga utang dapat dijelaskan bahwa pembayaran bunga utang yang cenderung meningkat secara nominal adalah akibat peningkatan outstanding utang yang merupakan konsekuesi dari penambahan pengadaan utang untuk mendukung pencapaian target pembangunan infrastruktur. Namun demikian, penambahan utang tersebut senantiasa dijaga dalam level yang aman dan dikelola secara produktif dan prudent, sehingga diharapkan akan dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi pembangunan perekonomian nasional dibandingkan dengan beban resiko yang ditimbulkan. Selain itu perolehan predikat layak investasi (investment grade) dari lembaga pemeringkat internasional (Japan Credit Rating Agency, Fitch, Moody’s, Rating and Investment dan Standard and Poor), diharapkan dapat berkontribusi dalam menurunkan yield. Pada gilirannya hal tersebut akan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sehubungan dengan permintaan Fraksi Partai Amanat Nasional untuk melakukan penguatan basis data dan pemutakhiran data penerima manfaat subsidi, dapat disampaikan bahwa Pemerintah terus melakukan pemutakhiran data untuk memperbaiki kualitas data sasaran program-program perlindungan sosial. Pemerintah telah menggunakan Basis Data Terpadu (BDT) yang merupakan sistem data elektronik yang berisi nama, alamat, Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan keterangan dasar sosial ekonomi rumah tangga dan individu dari kurang lebih 25 juta rumah tangga di Indonesia. BDT yang diperoleh dari hasil PPLS 2011 tersebut telah menjadi acuan utama penetapan sasaran program perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan. Pada tahun 2015, Pemerintah melakukan kegiatan Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT) dalam rangka menyempurnakan dan memutakhirkan informasi rumah tangga dan individu yang terdapat dalam BDT. Pelaksanaan PBDT tersebut mencakup kelompok 40 persen RTS atau kurang lebih 28 juta RTS. Pemutakhiran, verifikasi, dan validasi data dilaksanakan agar program jaring pengaman sosial dan jaminan sosial melalui Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Rastra, dan bantuan tunai bersyarat dapat dilaksanakan secara tepat sasaran. Tujuan PBDT yaitu: (1) mempertajam ketepatan sasaran melalui pemutakhiran informasi rumah tangga dan individu agar dapat meminimalkan kekurangakuratan penetapan sasaran serta berupaya menjangkau rumah tangga miskin yang belum tercakup dalam BDT; (2) meningkatkan dukungan dan peran serta masyarakat dan pemerintah daerah; (3) meningkatkan layanan kepada pengguna BDT dalam menentukan penerima program nasional dan daerah. Dengan memanfaatkan PBDT, Pemerintah dapat memperoleh informasi terkini rumah tangga dan individu yang
-L.47-
dapat digunakan sebagai basis penetapan sasaran kepesertaan program-program perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan pada skala nasional dan daerah. Pemerintah sependapat dengan pandangan dari Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan yang menginginkan agar alokasi anggaran subsidi harus dikelola secara efektif dan diarahkan untuk lebih tepat sasaran dengan didukung basis data yang transparan dan sistem penyaluran yang kredibel dan akuntabel. Hal ini sejalan dengan arah kebijakan subsidi pada tahun 2018, yang mencakup antara lain: (i) menjaga stabilisasi harga, (ii) membantu masyarakat miskin dan menjaga daya beli masyarakat, (iii) meningkatkan produktivitas dan menjaga ketersediaan pasokan dengan harga terjangkau; dan (iv) meningkatkan daya saing produksi dan akses permodalan UMKM. Dalam rangka mendorong efektivitas dan efisiensi subsidi, Pemerintah secara bertahap melakukan penataan ulang penyaluran subsidi kepada masyarakat yang memang berhak menerimanya (targeted subsidy) melalui sistem seleksi yang ketat dan basis data yang transparan. Proses pengalihan mekanisme tersebut tentu saja harus dilakukan secara bertahap dan berhati-hati, tanpa menimbulkan gejolak di masyarakat, mengingat dampak dari proses tersebut akan menyebabkan potensi kenaikan harga barang atas komoditas yang selama ini mendapatkan subsidi. Oleh karena itu, Pemerintah melakukan penyempurnaan mekanisme subsidi untuk lebih tepat sasaran secara bertahap. Sebagai awalan, mulai tahun 2017, Pemerintah melaksanakan pengalihan subsidi Rastra (subsidi berbasiskan barang/harga) menjadi bantuan pangan non tunai (BPNT) berbasis rumah tangga penerima manfaat. Pengalihan bantuan pangan non tunai ini dilakukan secara bertahap, dimulai dari daerah yang telah siap prasarana pendukungnya. Adapun daerah yang masih terkendala dalam pelaksanaan BPNT, bantuan pangan masih disalurkan melalui program Rastra, dan secara simultan Pemerintah menyelesaikan kendala prasarana pendukungnya. Pengalihan tersebut bertujuan untuk memastikan bantuan pangan lebih tepat sasaran, tepat jumlah, tepat harga, tepat waktu, tepat kualitas, dan tepat administrasi, serta dapat memberikan nutrisi yang lebih yang lebih seimbang sesuai kebutuhan keluarga. Terkait dengan sasaran penerima manfaat, Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Amanat Nasional dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai perlunya basis data yang valid dalam penetapan sasaran penerima manfaat. Upaya peningkatan akurasi data penerima manfaat dilakukan melalui verifikasi data penerima manfaat dan memperbaiki proses penetapan data
-L.48-
penerima subsidi, yang kemudian diselaraskan dengan data Nomor Induk Kependudukan (NIK). Selanjutnya, Pemerintah juga sependapat bahwa perlu sinergi program-program kemiskinan, bantuan sosial, subsidi, dan program sektoral lainnya melalui penyatuan basis data penerima manfaat. Pemerintah telah menyiapkan satu sumber data (unified data) yang bersumber dari 40 persen golongan masyarakat dengan pendapatan terendah, yaitu Basis Data Terpadu Penanganan Fakir Miskin yang dikelola oleh Kementerian Sosial dan TNP2K. Dengan menggunakan basis data tersebut diharapkan program pengelolaan subsidi dan program-program perlindungan sosial lainnya, seperti Program Keluarga Harapan, Program Indonesia Pintar, dan Penerima Bantuan Iuran JKN agar lebih efektif, lebih tepat sasaran, dan terintegrasi, sehingga masyarakat penerima akan mendapatkan manfaat yang lebih optimal. Dengan demikian, diharapkan program-program tersebut dapat efektif dalam memberikan perlindungan sosial, pengentasan kemiskinan, dan pengurangan kesenjangan. Di sisi lain, penyempurnaan mekanisme penyaluran bantuan akan terus dilakukan perbaikan, antara lain melalui penggunaan teknologi melalui layanan keuangan digital dan perbankan, seperti penggunaan kartu tani pada penyaluran subsidi pupuk dan voucher pada penyaluran bantuan pangan non tunai. Penggunaan kartu/voucher bantuan diharapkan dapat mendorong upaya pemberdayaan masyarakat miskin melalui E-Warong serta memberikan akses jasa keuangan pada masyarakat miskin. Pemerintah beserta Pemerintah Daerah, BUMN, dan Bank Penyalur akan melakukan sosialisasi dan mengedukasi masyarakat penerima manfaat mengenai tata cara penggunaan bantuan. Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan bahwa pengelolaan anggaran subsidi energi perlu mempertimbangkan kesinambungan fiskal, kesehatan keuangan BUMN terkait, dan ketepatan sasaran penerima manfaat. Dalam tahun 2017, Pemerintah telah melakukan penyesuaian tarif listrik menuju harga keekonomian bagi pelanggan rumah tangga mampu dengan daya 900 VA secara bertahap dan pelanggan di atas 900 VA. Tujuan kebijakan tarif tenaga listrik tersebut dalam rangka meningkatkan efisiensi subsidi listrik untuk menuju pencapaian belanja yang berkualitas dan subsidi yang lebih tepat sasaran. Selain itu, upaya perbaikan data penerima manfaat akan terus dilakukan guna menjamin ketepatan sasaran rumah tangga penerima tarif listrik bersubsidi. Pemerintah juga akan melanjutkan pemberian subsidi terbatas untuk BBM jenis minyak solar dan subsidi (selisih harga) untuk minyak tanah dan LPG tabung 3 kg.
-L.49-
Pemerintah sepakat dengan pandangan Fraksi Partai Demokrat untuk menerapkan strategi jangka pendek dan jangka panjang dalam penerapan kebijakan BBM satu harga di Indonesia, sehingga penerapannya dapat terus berkesinambungan. Seperti yang kita ketahui bahwa kebijakan BBM satu harga di seluruh Indonesia merupakan upaya Pemerintah untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bertolak dari 9 Kabupaten di daerah pegunungan dan pedalaman Papua pada tahun 2016, dan sampai saat ini terus diperluas ke beberapa titik lainnya. Pemerintah telah merencanakan untuk membangun lembaga penyalur BBM di 150 titik pada 148 kabupaten. Sebanyak 54 titik akan dibangun pada tahun 2017, 50 titik tahun 2018, dan 46 titik di tahun 2019. Dari 150 titik tersebut, 22% atau 33 lokasi diantaranya berada di Papua dan Papua Barat. Diharapkan, penerapan BBM satu harga ini dapat menurunkan inflasi, khususnya Indonesia Timur. Demi keberhasilan kebijakan ini, sangat diperlukan sinergi antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta bekerja sama dengan BPH Migas dan Pertamina terutama dalam hal pengawasan, agar BBM satu harga dapat sampai ke tangan konsumen terakhir. Menanggapi pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera terkait pengelolaan energi baru terbarukan (EBT) dan konservasi energi dalam rangka mendukung peningkatan target bauran energi terbarukan pada tahun 2025, dapat diberikan penjelasan sebagai berikut. Bahwasanya Pemerintah berupaya untuk memberikan dukungan bagi peningkatan pemanfaatan energi baru dan terbarukan. Selain melalui alokasi anggaran Kementerian Lembaga, Pemerintah juga mengalokasikan anggaran tersebut dalam bentuk dana alokasi khusus (DAK). Di sisi lain, Pemerintah juga memberikan dukungan dalam bentuk insentif perpajakan, terutama untuk sektor panas bumi. Insentif perpajakan tersebut antara lain meliputi: insentif untuk PPh, PPN dan PPnBM, PBB dan Bea Masuk. Namun demikian, Pemerintah juga menyadari bahwa kapasitas fiskal dalam APBN masih sangat terbatas untuk mendanai kebutuhan anggaran untuk pengembangan EBT. Untuk itu, Pemerintah akan berupaya untuk meningkatkan peran swasta melalui skema-skema yang ada dalam APBN, seperti skema KPBU. Menanggapi pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan mengenai perlunya perlindungan terhadap petani melalui berbagai pemberian dukungan anggaran guna meningkatkan kesejahteraan petani dan mendukung pencapaian produksi komoditas pertanian, dapat kami sampaikan penjelasan sebagai berikut. Pada tahun 2018, Pemerintah akan melaksanakan berbagai program dukungan terhadap petani/kelompok tani guna meningkatkan produktivitas sektor pertanian, antara lain melalui subsidi pupuk sebanyak 9,5 juta ton, yang bertujuan untuk menjamin ketersediaan pupuk yang bermutu dengan harga yang terjangkau dan program bantuan langsung benih unggul
-L.50-
yang menyediakan benih berkualitas dan menjamin ketersediaan benih varietas unggul yang bersertifikat. Selain itu, Pemerintah juga menyediakan fasilitas subsidi bunga KUR dan imbal jasa penjaminan KUR untuk meningkatkan akses permodalan. Adapun sektor yang akan dibiayai program KUR antara lain: sektor pertanian, perikanan, industri pengolahan, perdagangan dan jasa, serta tenaga kerja Indonesia (TKI). Menjawab pertanyaan dari Fraksi Partai Gerindra mengenai penurunan anggaran pada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak , kiranya dapat dijelaskan bahwa Pemerintah sependapat dengan fraksi gerindra untuk serius dalam mengatasi permasalahan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Dalam RAPBN 2018 arah kebijakan yang ditempuh pemerintah untuk perlindungan anak adalah meningkatkan kualitas hidup dan tumbuh kembanganak yang optimal, perlindungan anak dari tindak kekerasan, eksploitasi, penelantaran, dan perlakuan salah lainnya, serta efektivitas kelembagaan perlindungan anak serta melakukan pemberdayaan perempuan, antara lain melalui: 1. Peningkatan pemenuhan hak anak dengan menciptakan lingkungan yang ramah anak melalui pelayanan kesehatan ramah anak, pengembangan sekolah ramah anak, penyediaan informasi layak anak, serta mengembangkan partisipasi anak sebagai pelopor dan pelapor dalam rangka mewujudkan kabupaten/kota layak anak 2. Peningkatan pencegahan kekerasan terhadap anak melalui pelatihan pengasuhan anak serta pengawasan penanganan terpadu korban kekerasan terhadap anak 3. Advokasi/bimbingan teknis terpadu kepemilikan akta kelahiran 4. Peningkatan kapasitas: (a) perencana lintas K/L/OPD dalam pelaksanaan Sistem Perlindungan Anak dan (b) kapasitas aparat penegak hukum dalam pelaksanaan Undangundang No. 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak 5. Pelaksanaan kegiatan advokasi dan sosialisasi melalui media publik tentang perlindungan anak termasuk untuk anak yang memerlukan perlindungan khusus 6. Pendampingan pelaksanaan gerakan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) di tingkat desa dalam rangka peningkatan kepedulian dan partisipasi masyarakat dalam perlindungan anak; dan 7. Pelaksanaan koordinasi secara berkala untuk penguatan jejaring lintas K/L/OPD dalam penguatan dan harmonisasi landasan hukum, sistem data anak melalui survei kekerasan terhadap anak, dan peningkatan kapasitas SDM unit layanan
-L.51-
terkait perlindungan anak termasuk Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A). Selanjutnya terkait dengan anggaran dapat kami sampaikan bahwa anggaran Kementerian PP dan PA dalam RAPBN 2018 mengalami penurunan sebesar Rp19,3 miliar dibandingkan anggarannya dalam APBN 2017 yaitu dari Rp573,1 miliar menjadi Rp553,8 miliar. Penurunan tersebut disebabkan oleh adanya efisiensi pelaksanaan kegiatan pendukung serta mempertimbangkan pagu anggaran dan tingkat penyerapannya selama tiga tahun terakhir. Namun demikian, jumlah tersebut masih lebih tinggi dibandingkan pagunya dalam APBNP 2017 sebesar Rp503,1 miliar. Menanggapi pernyataan dari Fraksi Partai Gerindra bahwa persiapan fasilitas, sarana dan prasarana untuk Asian Games dan Asian Para Games dapat dijelaskan sebagai berikut. Persiapan fasilitas, sarana dan prasarana dalam rangka pelaksanaan Asian Para Games 2018 merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan persiapan pelaksanaan Asian Games 2018. Pemerintah Indonesia telah berkomitmen sebagai penyelenggara Asian Games XVIII dan Asian Para Games III. Asian Games akan dilaksanakan pada tanggal 18 Agustus - 2 September 2018 di DKI Jakarta, Sumatera Selatan dan Jawa Barat, sementara Asian Para Games 2018 akan dilaksanakan pada tanggal 4-18 Oktober 2018 di Jakarta. Sasaran program khusus Asian Games dan Asian Para Games 2018 adalah sukses dari sisi penyelenggaraan maupun prestasi olahraga sehingga diperlukan sinergi dan keterpaduan berbagai pihak terkait (baik pemerintah maupun swasta) untuk mendukung kesiapan infrastruktur, sarana dan prasarana, akomodasi, transportasi, pengamanan, dan lainnya. Untuk mewujudkan sukses Asian Games dan Asian Para Games 2018 terdapat dua kegiatan prioritas yang akan dilaksanakan pada tahun 2018, yaitu. Pertama, Sukses penyelenggaraan yang mencakup 5 (lima) proyek prioritas, yaitu (i) koordinasi, regulasi, dan monitoring evaluasi penyelenggaraan, (ii) pengembangan dan penerapan iptek keolahragaan, (iii) pengamanan penyelenggaraan, (iv) penyiapan venue, wisma atlit dan infrastruktur pendukung, dan (v) promosi, penghargaan dan dukungan industri olahraga; dan Kedua, Sukses prestasi yang mencakup (i) koordinasi dan persiapan prestasi, (ii) pengembangan dan penerapan iptek keolahragaan, dan (iii) penguatan pembinaan dan pengembangan olahragawan andalan. Terkait dengan pembangunan fasilitas olahraga, Pemerintah saat ini sedang melakukan pembangunan fasilitas Asian Games yang nanti akan juga digunakan untuk Asian Para Games mengingat kedua even tersebut akan dilaksanakan dalam
-L.52-
waktu yang berdekatan serta cabang lomba yang dipertandingkan hampir sama. Untuk kebutuhan Asian Para Games, beberapa fasilitas Asian Games akan diberikan fasilitas tambahan bagi penyandang difabel. Salah satu pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah adalah sarana dan prasarana cabang olahraga beserta infrastruktur pendukung kegiatan Asian Games dan Asian Para Games 2018 di tiga provinsi, yaitu DKI Jakarta, Sumatera Selatan, dan Jawa Barat, berupa pembangunan/renovasi 14 venue di Kompleks Gelora Bung Karno (GBK) Senayan, penataan kawasan GBK, pembangunan dua venue di Jakabaring Sport City Palembang, pembangunan dua blok rumah susun (rusun) sebanyak 10 tower yang akan digunakan sebagai wisma atlet di Kemayoran untuk 22.278 atlet dan pembangunan 7 tower wisma atlet Jakabaring di Palembang. Selain pembangunan fisik, untuk penyelenggaraan dan kebutuhan non fisik, Pemerintah telah mengalokasikan anggaran melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga. C.2 DESENTRALISASI DAERAH
FISKAL
DAN
PENGELOLAAN
KEUANGAN
Menanggapi pandangan dari Fraksi Partai Gerindra mengenai alokasi transfer ke daerah dan dana desa serta pengalokasian transfer ke daerah yang lebih progresif untuk daerah-daerah tertinggal dan pandangan Fraksi Partai Demokrat, dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa agar pemerintah menggunakan anggaran transfer ke daerah dan dana desa untuk meningkatkan kapasitas fiskal daerah, mengurangi kesenjangan dan ketimpangan antardaerah, kiranya dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut. Pengalokasian belanja transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) tahun 2018 telah dilakukan secara terukur dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara, serta diikuti dengan penguatan proses sinkronisasi perencanaan dengan anggaran belanja kementerian dan lembaga. Di samping itu, Pemerintah juga telah dan akan terus melakukan pembenahan dalam pengelolaan TKDD sehingga alokasi TKDD yang sedemikian besar akan semakin efektif pemanfaatannya terutama dalam mencapai fokus target pengalokasian TKDD 2018, yaitu: (1) peningkatan kualitas layanan publik di daerah; (2) penciptaan kesempatan kerja; (3) pengentasan kemiskinan; dan (4) pengurangan ketimpangan antardaerah. Terkait dengan hal-hal tersebut dan sejalan pula dengan masukan dari Fraksi Partai Gerindra, Pemerintah dalam alokasi TKDD tahun 2018 juga telah memberikan perhatian lebih atau kebijakan afirmasi kepada daerah kepulauan, tertinggal, perbatasan, dan transmigrasi. Beberapa bentuk afirmasi tersebut dilakukan antara lain dengan: (1) meningkatkan bobot luas wilayah laut menjadi 100% untuk perhitungan kebutuhan fiskal dalam pengalokasian DAU; (2)
-L.53-
pengalokasian DAK afirmasi; dan (3) pemberian afirmasi kepada desa tertinggal dan sangat tertinggal dengan jumlah penduduk miskin yang tinggi dalam reformulasi pengalokasian Dana Desa tahun 2018. Pemerintah berharap dengan kerja sama yang baik bersama pemerintah daerah, pemerintahan desa, serta seluruh elemen bangsa, alokasi TKDD 2018 dapat memberikan dorongan yang lebih kencang terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah serta penurunan rasio gini. Menanggapi pernyataan dari Fraksi Partai Gerindra dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa TA 2018 yang direncanakan sebesar Rp761,0 triliun, yang dianggap relatif stagnan ataupun tidak ada kenaikan yang signifikan, kiranya dapat disampaikan sebagai berikut: 1. Pada dasarnya Transfer ke Daerah dianggarkan dengan tetap memerhatikan kemampuan keuangan negara dalam kerangka untuk menjaga stabilitas dan kesinambungan fiskal nasional. Pada tahun 2018, beban APBN akan mengalami peningkatan yang signifikan sebagai akibat dari adanya beberapa beban pengeluaran tambahan untuk mendukung kegiatan yang bersifat nasional, seperti Pemiliukada, penyelenggaraan Asian Games, dan sertifikasi penyediaan tanah. Dengan mempertimbangkan sumber keuangan negara yang terbatas, maka sebagian anggaran belanja negara dialokasikan untuk mendanai kegiatankegiatan tersebut dengan tetap menjaga alokasi untuk belanja negara lainnya, termasuk Transfer ke Daerah dan Dana Desa dengan mengefektifkan penggunaan/pemanfaatannya agar dapat memberikan hasil yang optimal. 2. Di samping itu, kenaikan anggaran TKDD yang relatif kecil juga disebabkan karena tidak adanya kenaikan alokasi Dana Desa, Hal ini terutama karena Pemerintah merasa perlu untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap pelaksanaan Dana Desa, mengingat peningkatan Dana Desa yang sangat progresif dalam 3 (tiga) tahun terakhir, yakni tahun 2015-2017, ternyata belum sepenuhnya dapat diikuti dengan peningkatan kapasitas sumber daya manusia untuk mengelola Dana Desa secara efektif. Meskipun banyak contoh keberhasilan penyelenggaraan dan pengelolaan Dana Desa, namun masih terdapat kasus-kasus yang menunjukkan kelemahan kualitas pengelolaan Dana Desa di Desa. 3. Meskipun anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa hanya relatif kecil kenaikannya, sehingga totalnya mencapai Rp761,0 triliun, namun untuk meningkatkan efektivitas penggunaannya, anggaran tersebut akan lebih difokuskan pada upaya untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas layanan publik, mengurangi kemiskinan dan mengatasi ketimpangan antardaerah.
-L.54-
Menanggapi pandangan dari Fraksi Partai Golongan Karya mengenai perlunya Pemerintah meningkatkan edukasi dan pendampingan kepada pemerintah daerah agar dapat memanfaatkan dana transfer ke daerah secara maksimal dan tidak mengendap di perbankan serta perlunya memperbaiki mekanisme pengawasan dan evaluasi dana desa yang belum optimal, kiranya dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut. Pemerintah telah melakukan berbagai langkah penguatan dalam pengelolaan transfer ke daerah dan dana desa, diantaranya melalui penyaluran transfer ke daerah dan dana desa berdasarkan kinerja pelaksanaan dan kebutuhan daerah, memperluas fleksibilitas penggunaan DBH yang bersifat prioritas daerah termasuk penggunaan DBH CHT dan DBH reboisasi, serta menjadikan besaran realisasi SILPA daerah sebagai salah satu instrumen penilaian kinerja pengelolaan keuangan daerah dalam mendapatkan dana insentif daerah. Di samping itu, Pemerintah juga telah memberikan punishment bagi daerah yang memiliki simpanan kas dalam jumlah tidak wajar. Sesuai PMK No. 18 /PMK.07 /2017 tentang Konversi Penyaluran Dana Bagi Hasil dan/atau Dana Alokasi Umum Dalam Bentuk Nontunai. Punishment tersebut berupa penyaluran DAU dan/atau DBH dalam bentuk non-tunai (Surat Berharga Negara). Seiring dengan meningkatkan alokasi Dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa setiap tahunnya, Pemerintah juga senantiasa berupaya untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan dana di daerah, baik yang bersumber dari Dana Transfer ke Daerah maupun APBD murni. Di dalam PMK No.112 /PMK.07/2017, Pemerintah telah mengaitkan antara transfer ke daerah dan dana desa dengan kinerja penyerapan anggaran dan capaian output. Tujuannya adalah untuk mengoptimalkan penyerapan dan pemanfaatan Dana Transfer ke Daerah, yang selanjutnya meningkatkan kinerja pencapaian output dan outcome pembangunan daerah. Selain itu, Pemerintah juga menyelenggarakan berbagai kegiatan fasilitasi atau pendampingan dalam pengelolaan keuangan daerah, seperti mendorong perencanaan dan penganggaran berbasis elektronik (e-planning dan e-budgeting), bimbingan teknis, pengelolaan keuangan daerah, dan internship dan secondment kepada pemerintah daerah. Menanggapi pernyataan dari Fraksi Partai NasDem mengenai perlunya kesinambungan pembangunan infrastruktur, keberpihakan kepada kawasan Timur Indonesia dan perhatian yang lebih seksama terhadap pemerataan pembangunan antarwilayah, kiranya dapat disampaikan beberapa hal sebagai berikut: 1. Pemerintah telah dan akan terus melakukan upaya penyelarasan antara target prioritas nasional yang tertuang dalam RPJMN, target dan prioritas tahunan dalam RKP, dan target dan prioritas tiap-tiap daerah yang dituangkan dalam RPJMD maupun RKPD. Proses penyelarasan ini dilakukan sejak dalam proses
-L.55-
perencanaan melalui Musrenbang, baik untuk belanja dari Kementerian/Lembaga maupun belanja yang dilakukan melalui sistem transfer khusus, utamanya Dana Alokasi Khusus. 2. Khusus kebijakan DAK, telah dan akan dilakukan proses sinkronisasi dan harmonisasi secara berlapis yang melibatkan berbagai pihak, baik Kementerian/Lembaga, Pemerintah Propinsi, maupun Pemerintah Kabupaten/Kota. Proses ini ditujukan agar terjadi keselarasan antarprogram, antardaerah dan antarsumber pendanaan. 3. Pada tahun 2018, arah kebijakan DAK Fisik Bidang Jalan dan Transportasi adalah untuk mendukung peningkatan konektivitas dan aksesibilitas masyarakat terhadap kawasan strategis nasional dan mendukung pengembangan wilayah di daerah tertinggal, terpencil, terluar dan perbatasan (Lokasi prioritas) yang terintegrasi dalam sistem jaringan transportasi nasional (simpul-simpul transportasi dan jalur logistik nasional). 4. Adapun target dan sasaran DAK bidang Jalan dan Transportasi di tahun 2018 adalah: a. Meningkatkan konektivitas pada kawasan pusat-pusat pertumbuhan (Kawasan Industri, Kawasan Ekonomi Khusus dan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional), simpul-simpul transportasi, jalur utama logistik dan integrasi antar moda; dan b. Mendukung peningkatan aksesibilitas masyarakat daerah tertinggal, kawasan perbatasan negara, kawasan transmigrasi dan pulau-pulau terluar berpenduduk terhadap fasilitas perekonomian, pelayanan dasar dan pemerintahan. 5. Lokasi prioritas dalam kebijakan DAK Bidang Jalan dan Transportasi pada tahun 2018 adalah: a. Mendukung konektivitas di 33 Provinsi dan 508 Kab/Kota dengan prioritas daerah-daerah yang mendukung: 1) Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN Danau Toba; KSPN Tanjung Kelayang; KSPN Wakatobi; KSPN Borobudur; KSPN Bromo Tengger Semeru; KSPN Labuan Bajo; KSPN Mandalika; KSPN Pulau Morotai; KSPN Tanjung Lesung). 2) Kawasan Industri (KI), yaitu KI Morowali; KI Sei Mangkei; KI Kuala Tanjung; KI Teluk Bintuni; KI Bitung; KI Palu; KI Mandor; KI Batulicin;
-L.56-
KI Jorong; KI Buli; KI Konawe; KI Bantaeng; KI Ketapang; KI Tanggamus). 3) Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), yaitu KEK Sei Mangkei; KEK Tanjung Lesung; KEK Palu; KEK Bitung; KEK Mandalika; KEK Morotai; KEK Tanjung Api Api; KEK Maloy Batuta Trans Kalimantan; KEK Tanjung Kelayang. b. Debotlenecking di Tanjung Buton, Dumai, Serang, Gresik, Berau, dan Tanah Kuning (Bulungan); c. Mendukung aksesibilitas 187 Lokpri di 41 Kab/Kota Perbatasan Negara; d. Mendukung aksesibilitas di 122 Daerah Tertinggal; e. Mendukung konektivitas Simpul transportasi di 65 Kab/Kota; f. 122 Kabupaten Tertinggal sesuai Perpres No. 131 Tahun 2015; g. 7 PLBN, 10 PKSN, dan 187 Lokpri di 43 Kabupaten/Kota Perbatasan Negara sesuai Perka BNPP No 1 Tahun 2015; h. 4 dari 144 kawasan transmigrasi target RPJMN 2015-2019, dan 38 kawasan Kota Terpadu Mandiri (KTM) yang memerlukan intervensi DAK Afirmasi Transportasi 2018; i. 92 Pulau-pulau kecil terluar sesuai PP 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar, yang memiliki penduduk. Dengan arah kebijakan dan lokasi prioritas dimaksud, kegiatan DAK Fisik Bidang Jalan dan Transportasi berfokus selain untuk mendukung pembangunan ekonomi juga keberpihakan kepada daerah timur Indonesia yang secara spasial masih banyak masuk dalam kategori tertinggal, perbatasan, kepulauan dan transmigrasi. Menanggapi pernyataan dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai masih besarnya simpanan Pemda di Perbankan, dapat disampaikan beberapa hal sebagai berikut. Dana simpanan Pemda di perbankan merupakan pendapatan APBD yang belum dapat digunakan untuk mendanai rencana belanja daerah. Hal tersebut antara lain disebabkan karena sebagian kegiatan fisik/proyek belum dilaksanakan, atau kegiatannya sudah dilaksanakan namun belum selesai, sehingga belum dapat dilunasi pembayarannya. Dengan demikian tidak berarti semua simpanan dana Pemda tersebut merupakan dana yang menganggur (dana idle). Sepanjang jumlah dana simpanan tersebut masih sesuai dengan kebutuhan belanja operasional dan belanja modal untuk 3 bulan ke depan, maka hal tersebut masih tergolong wajar. Namun apabila jumlahnya sudah melampaui dari kebutuhan belanja operasional dan belanja modal 3 bulan ke depan, maka hal tersebut harus diwaspadai karena
-L.57-
mengindikasikan adanya keterlambatan pelaksanaan kegiatan/proyek fisik dari Belanja APBD yang bisa mengganggu penyediaan infrastruktur dan sarana/prasarana pelayanan publik yang dibutuhkan masyarakat. Posisi dana simpanan Pemda di perbankan secara nasional per Juli 2017 sebesar Rp218,07 triliun. Jumlah tersebut lebih rendah Rp6,46 triliun (2,88%) dari periode yang sama tahun sebelumnya (Juli 2016) sebesar Rp224,53 triliun, dan relatif turun dibandingkan bulan sebelumnya (Juni 2017) yang mencapai Rp222,59 triliun, atau turun Rp4,52 triliun (2,03%). Penurunan posisi simpanan pemda ini antara lain disebabkan oleh: a.
Realisasi pendapatan daerah yang lebih rendah dari realisasi belanja daerah pada bulan Juli 2017, dimana pendapatan daerah sebesar Rp88,62 triliun sementara belanja daerah sebesar Rp 93,14 triliun.
b. Meningkatnya pelaksanaan kegiatan sehingga menyebabkan realisasi belanja daerah, baik belanja modal maupun belanja barang/jasa mulai meningkat. Apabila dilihat berdasarkan perkembangan jumlah dana simpanan Pemda di perbankan selama beberapa tahun terakhir, yaitu tahun 2013 s.d 2016, posisi simpanan pemda di perbankan pada semester I (Januari hingga Juni) cenderung meningkat. Hal ini disebabkan karena pada semester I Pemda baru dapat merealisasikan belanja operasional, sementara penyerapan belanja modal belum optimal, misalnya karena proses pelelangan masih berjalan, atau pembebasan lahan yang belum tuntas. Penurunan posisi simpanan pemda mulai terjadi pada akhir semester I atau awal semester II (bulan Juni-Juli), hal ini karena pekerjaan proyek fisik sudah dilaksanakan dan mulai dibayarkannya tagihan Pemda kepada rekanan pengadaan barang/jasa. Simpanan pemda berada pada posisi terendah menjelang akhir semester II (Oktober hingga Desember). Hal ini menunjukkan bahwa pada akhir semester II, pemda menarik sebagian besar simpanannya di perbankan untuk dipergunakan dalam bentuk realisasi belanja. Untuk tahun 2016 posisi simpanan pemda bulan Januari s.d Mei mengalami peningkatan, yaitu dari Rp180,7 triliun bulan Januari menjadi Rp246,18 triliun bulan Mei, sedangkan pada bulan Juni dan Juli posisinya mulai turun menjadi Rp.214,67 triliun dan Rp224,53 triliun. Tren yang sama juga terjadi tahun 2017, dimana posisi simpanan pemda naik dari Rp144,31 triliun bulan Januari menjadi Rp244,50 triliun bulan Mei. Namun pada bulan Juni dan Juli posisinya mulai turun menjadi Rp222,59 triliun dan Rp218,07 triliun. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam 2 tahun terakhir pemda lebih cepat melakukan realisasi belanja. Pemerintah sependapat dengan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera bahwa penyerapan anggaran yang baik di daerah akan menciptakan multiplier effect -L.58-
terhadap pemenuhan kebutuhan dasar serta menggerakan perekonomian daerah. Oleh sebab itu, berbagai kebijakan telah ditetapkan dalam rangka meningkatkan pengendalian terhadap penyerapan anggaran di daerah, baik dalam bentuk regulasi maupun kebijakan insentif dan disinsentif daerah. Pemerintah telah menetapkan PMK Nomor 112 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas PMK No.50 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa di mana kinerja realisasi anggaran dan capaian output pada triwulan/tahap sebelumnya akan menjadi prasyarat dalam transfer dana berikutnya. Selain itu, pemerintah juga menggunakan kinerja penyerapan anggaran dan capaian output/outcome di tahun sebelumnya sebagai pertimbangan dalam pengalokasian DAK Fisik 2018, dengan tujuan mendorong pemanfaatan dana yang lebih baik. Pemerintah juga selalu mengarahkan agar terjadinya peningkatan alokasi belanja modal di daerah, terutama untuk pelayanan dasar dan infrastruktur. Selanjutnya, sejalan dengan perhatian Fraksi Partai Keadilan Sejahtera untuk dapat memastikan anggaran transfer ke daerah benar-benar berdampak pada kesejahteraan dan perbaikan kualitas hidup masyarakat di daerah, Pemerintah juga telah melakukan penguatan dalam pengelolaan dana transfer umum, dana transfer khusus, dan dana desa. Penguatan dana transfer umum diantaranya dilakukan melalui perluasan penggunaan dana bagi hasil yang bersifat earmark agar dapat mengurangi penumpukan SiLPA yang berasal dari DBH CHT dan DBH reboisasi dan lebih bermanfaat bagi pembangunan daerah. Selain itu Pemerintah juga mengarahkan agar pemanfaatan DAU dan DBH (dana transfer umum) sekurangkurangnya 25% untuk belanja infrastruktur daerah. Sementara itu, penguatan dana transfer khusus diantaranya dilakukan dengan penajaman bidang, kegiatan, dan lokasi prioritas DAK fisik, pengalokasian dilakukan melalui proposal based sesuai kebutuhan daerah, dan penguatan penyaluran DAK berdasarkan kinerja penyerapan dan capaian output kegiatan serta dilakukan melalui KPPN di daerah. Di sisi lain penguatan dana desa dilakukan dengan perbaikan formula yang bukan hanya lebih memperhatikan aspek keadilan tetapi juga memberikan afirmasi kepada desa tertinggal dan sangat tertinggal dengan jumlah penduduk miskin tinggi, serta perbaikan mekanisme penyaluran yang tadinya terpusat menjadi melalui KPPN setempat. Dengan berbagai langkah-langkah penguatan tersebut, TKDD diyakini akan lebih memberikan daya dorong terhadap peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat. Menanggapi pernyataan dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai perlunya penguatan sistem reward dan punishment dalam pelaksanaan belanja daerah, dapat disampaikan beberapa tanggapan sebagai berikut. Terkait dengan pelaksanaan reward, Pemerintah telah melakukan penguatan sistem insentif
-L.59-
melalui pemberian alokasi Dana Insentif Daerah (DID) yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Dalam RAPBN 2018, DID dialokasikan Rp8,5 triliiun, atau naik Rp1 triliun dari tahun 2017 Rp7,5 triliun, dan naik Rp3,5 triliun dari alokasinya dalam tahun 2016. Peningkatan alokasi tersebut diharapkan akan semakin menstimulasi peningkatan kinerja pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangan daerah, pelayanan pemerintahan umum, pelayanan dasar publik, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui kemiskinan yang semakin menurun dan semakin meningkatnya indeks pembangunan manusia. Agar DID dimaksud dapat dialokasikan tepat sasaran, yaitu diberikan kepada daerah-daerah yang benar-benar menunjukkan kinerja riil, maka dalam alokasi DID juga dilakukan penajaman kriteria pengalokasian DID agar lebih mencerminkan prestasi dan kinerja daerah sesuai dengan inovasi, kreativitas, keunggulan spesifik dan pencapaian output/outcome. Selain itu, juga dilakukan perbaikan penilaian dari sebelumnya satu kategori menjadi beberapa kategori yang mencerminkan kinerja pencapaian pembangunan di berbagai bidang, yaitu: (1) Kesehatan Fiskal dan Pengelolaan APBD; (2) Kemudahan Investasi; (3) Perencanaan Daerah; (4) Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah; (5) Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah; (6) Inovasi Pelayanan Publik; (7) Pelayanan Dasar Publik Bidang Pendidikan, Kesehatan, dan Infrastruktur; (8) Pengentasan Kemiskinan dan peningkatan IPM. Selanjutnya, terkait dengan pelaksanaan punishment dapat disampaikan bahwa Pemerintah selain melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan belanja daerah, juga telah melakukan kebijakan punishment untuk mendorong percepatan realisasi APBD. Kebijakan punishment tersebut dilaksanakan sebagai berikut: a.
Sesuai ketentuan PP No.56/2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah dan PMK No.04/PMK.07/2011 tentang Tata Cara Penyampaian Informasi Keuangan Daerah, Pemda yang terlambat menyampaikan Perda APBD dapat dikenakan sanksi berupa penundaan penyaluran DAU.
b. Sesuai ketentuan UU No. 18/2016 ttg APBN 2017 dan PMK No. 18/PMK.07/2017 tentang Konversi Penyaluran DBH dan/atau DAU dalam Bentuk Nontunai, Pemerintah dapat melakukan konversi penyaluran DAU dan/atau DBH ke dalam SBN bagi daerah yang mempunyai posisi kas tidak wajar. Dengan demikian yang dilakukan pemerintah bukan memotong, namun mengkonversi penyaluran DBH dan/atau DAU ke dalam nontunai. Sesuaikan ketentuan PMK tersebut, kebijakan konversi penyaluran DBH dan/atau DAU dilakukan untuk penyaluran triwulan I dan II, dengan tujuan agar Pemda dapat segera memulai melaksanakan kegiatan/proyek fisik dari sejak awal tahun, yaitu pada periode triwulan I dan II. Sementara pada triwulan III dan IV, seperti pola pelaksanaan APBD tahun-tahun sebelumnya, realisasi anggaran relatif
-L.60-
meningkat sehingga posisi dana simpanan Pemda di perbankan juga cenderung turun. c.
Berdasarkan PMK No.93/PMK.07/2016 tentang Konversi Penyaluran DBH dan/atau DAU sebagaimana telah di revisi dengan PMK No.18/PMK.07/2017, antara lain telah diatur bahwa daerah wajib menyampaikan: (i) laporan posisi kas bulanan, (ii) perkiraan belanja operasi, belanja modal, transfer bagi hasil pendapatan dan transfer bantuan keuangan untuk 12 bulan, serta (iii) ringkasan realisasi APBD bulanan. Apabila kepala daerah tidak menyampaikan data dimaksud, Pemerintah dapat melakukan penundaan penyaluran yang dikenakan paling tinggi 50% dari nilai DBH dan/atau DAU sesuai tahap penyalurannya. Penundaan penyaluran DBH dan/atau DAU tersebut antara lain ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah.
d. Sesuai ketentuan PMK No. 50/PMK.07/2017 sebagaimana telah direvisi dengan PMK No. 112/PMK.07/1017 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa, penyaluran Transfer ke Daerah, terutama DAK Fisik dan Dana Desa dilaksanakan berdasarkan kinerja penyerapan dana dan capaian output kegiatan dari daerah. Apabila DAK Fisik dan Dana Desa yang telah disalurkan dalam periode sebelumnya belum dapat diserap secara optimal sesuai dengan besaran yang ditentukan dan rencana output yang ditargetkan belum dicapai, maka penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa periode berikutnya tidak akan dilakukan. Kebijakan mengenai pengendalian posisi kas daerah tersebut, diharapkan mampu menjadi bagian dari instrumen fiskal yang efektif dalam mendorong belanja daerah yang lebih produktif, mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah, menyediakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, serta menurunkan kemiskinan. Menanggapi pernyataan dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengenai perlunya peningkatan sinkronisasi dan koordinasi antara Pusat dan Daerah, pada dasarnya Pemerintah sangat sependapat dan telah melakukan berbagai upaya perbaikan sinkronisasi dan koordinasi, baik di level Pemerintah Pusat, maupun antara Pusat dan Daerah. Beberapa hal yang telah dan akan dilakukan dalam upaya peningkatan koordinasi dan sinkronisasi, baik pada level perencanaan, pelaksanaan maupun pemantauan adalah: 1.
Meningkatkan koordinasi di Pusat dalam hal peningkatan kualitas rencana penerimaan, sistem penganggaran, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan Dana Bagi Hasil terutama melalui ketepatan PNBP, dan rekonsiliasi data antara K/L dan daerah.
-L.61-
2. Memperbaiki proses perencanaan, penganggaran, dan pengalokasian yang tersinkronisasi antara pusat dan daerah yang telah ditetapkan dalam RPJMN, RKP, RPJMD, dan RKPD. Proses perencanaan DAK Fisik yang berbasis proposal dimulai dengan mekanisme penyampaian proposal yang terintegrasi dalam satu aplikasi e-planning yang selaras dengan aplikasi perencanaan nasional. Selanjutnya, dalam proses penilaian proposal daerah oleh Pemerintah Pusat juga dilakukan proses sinkronisasi dan harmonisasi untuk mengkonfirmasi antara kebutuhan riil daerah dengan keterkaitan antarwilayah serta keterkaitan dengan prioritas nasional. Kegiatan sinkronisasi dan harmonisasi DAK Fisik ini melibatkan Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota. Dengan demikian, sinkronisasi perencanaan dan penganggaran DAK Fisik tidak hanya dilaksanakan di tingkat pusat namun juga di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. 3. Guna menjaga ketercapaian output DAK fisik, maka dilakukan langkah-langkah perbaikan mekanisme penyaluran yang berbasis kinerja pelaksanaan, yaitu berdasar kinerja penyerapan dan kinerja pencapaian output DAK Fisik. Penyaluran yang berbasis kinerja pelaksanaan tersebut menghasilkan laporan yang terintegrasi dalam sebuah aplikasi, yang hasil laporannya akan didistribusikan kepada semua Kementerian/Lembaga terkait, sehingga mekanisme pemantauan dan pengawasan menjadi lebih terkoordinasi dan terintegrasi. 4. Memperbaiki kualitas data target dan sasaran DAK nonfisik, dengan terus mendorong penggunaan aplikasi pelaporan dari daerah kepada pusat yang diselenggarakan oleh masingmasing K/L pengampu DAK nonfisik. Selain itu, pelaksanaan penyaluran juga diperbaiki dengan lebih mengedepankan pelaporan kinerja pelaksanaan sebagai basis penyaluran. Menjawab pertanyaan dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengenai penerapan pagu DAU nasional dalam APBN tidak bersifat final mengikuti perubahan PDN neto dan penggunaan minimal 25 persen dari DBH dan DAU untuk belanja infrastruktur dasar publik daerah dalam rangka meningkatkan kualitas belanja, kiranya dapat disampaikan sebagai berikut. Dalam rangka memperkuat pelaksanaan desentralisasi fikal dan mendukung pencapaian Nawacita yang ketiga, yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka NKRI, maka penganggaran transfer ke daerah dan Dana Desa telah dan akan terus diarahkan untuk: (1) meningkatkan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah; (2) memperbaiki kuantitas dan kualitas pelayanan publik; (3) mengurangi ketimpangan antardaerah; (4) mengurangi kemiskinan dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu kebijakan umum Transfer ke Daerah dan Dana Desa pada tahun 2018 yaitu memperbaiki kualitas
-L.62-
pengelolaan dana transfer umum (DTU) melalui penerapan pagu Dana Alokasi Umum (DAU) nasional yang bersifat tidak final mengikuti dinamika PDN Neto tersebut. Kebijakan tersebut dilakukan agar Pemerintah Pusat dan Daerah samasama menyadari adanya risiko penganggaran, utamanya yang terjadi karena dampak perekonomian secara makro. Sehingga dengan demikian Pemerintah Pusat maupun Daerah dituntut untuk menjadi jauh lebih cermat dalam menyusun strategi penganggaran dan lebih efisien dalam pelaksanaannya. Mengingat ketentuan ini dapat mengakibatkan penurunan Pagu DAU nasional dan alokasi DAU per daerah maka hal ini memerlukan penyesuaian alokasi DAU pada APBD Perubahan. Dalam hal terjadi penurunan alokasi DAU per daerah, maka daerah perlu melakukan langkah-langkah antara lain : a) Membuka ruang fleksibilitas untuk melakukan penyesuaian ke bawah atas belanja daerah pada perubahan APBD; b) Melakukan langkah-langkah identifikasi dan meningkatkan efisiensi terhadap pos-pos belanja yang tidak produktif, seperti perjalanan dinas, rapat dinas, seminar, honor tim, dan sebagainya; c) Membuka ruang fleksibilitas pada klausul kontrak atas pelaksanaan proyek-proyek dan/atau kegiatan-kegiatan yang dibiayai dengan DAU dan/atau belanja APBD; serta d) Memperkuat perencanaan kas (cash flow management) pejabat perbendaharaan daerah. Pemerintah menyadari bahwa dalam konteks otonomi daerah maka semua daerah mempunyai hak dan kewenangan untuk menggunakan dana yang bersifat umum (DBH dan DAU) sesuai prioritas masing-masing daerah, baik yang digunakan untuk belanja pegawai, belanja modal ataupun belanja barang. Namun demikian, agar gerak langkah antara Pusat dan Daerah semakin terkoordinasi dalam upaya menyejahterakan masyarakat, maka keberpihakan anggaran untuk pelayanan publik harus menjadi yang utama. Untuk itu, kebijakan penggunaan minimal 25 persen dari Dana Bagi Hasil dan Dana Alokasi Umum untuk mendanai belanja infrastruktur utamanya ditujukan untuk mempercepat pembangunan fasilitas layanan dasar publik yang berorientasi pada upaya peningkatan kesempatan kerja, pengentasan kemiskinan, dan pengurangan kesenjangan penyediaan pelayanan publik antardaerah. Menanggapi pernyataan dari Fraksi Partai Amanat Nasional mengenai perlunya peningkatan alokasi DAK Fisik pada tahun 2018, pada dasarnya Pemerintah sangat sependapat dengan Fraksi PAN. Pemerintah akan secara konsisten menggunakan DAK Fisik sebagai alat untuk mengarahkan belanja daerah agar lebih fokus pada upaya peningkatan kuantitas dan kualitas layanan publik melalui belanja modal yang produktif serta menggunakan DAK Fisik sebagai alat untuk mengarahkan belanja daerah agar selaras dengan pencapaian prioritas nasional. Untuk itulah alokasi DAK Fisik dalam RAPBN TA 2018 direncanakan sebesar Rp 62,436 triliun, atau
-L.63-
mengalami peningkatan sebesar Rp4,1 triliun (7%) jika dibandingkan dengan pagu alokasi DAK Fisik dalam APBN 2017 sebesar Rp58,3 triliun. Di samping penguatan dari sisi pengalokasian, DAK 2018 juga akan diperkuat pengelolaannya dari sisi penyaluran. Penguatan dimaksud diantaranya adalah: (1) penyaluran dilakukan per bidang, dengan pembatasan waktu penyampaian laporan per triwulan; (2) penyaluran dilakukan berdasarkan kinerja pelaksanaan; dan (3) penyaluran dilakukan melalui KPPN setempat. Berbagai langkah penguatan penyaluran tersebut diyakini mampu secara efektif meningkatkan kualitas output DAK Fisik di daerah dan mampu pula mengurangi penyaluran DAK Fisik yang tidak dapat dimanfaatkan di daerah. Dengan demikian penumpukan SiLPA di daerah yang berasal dari DAK Fisik yang tidak dapat dimanfaatkan oleh daerah dapat ditekan. Dalam rangka meningkatkan kapasitas manajemen kas di daerah, maka penyaluran DAK Fisik pada tahun 2018 diubah menjadi 3 tahap, dengan memberikan batas waktu penyaluran pada masing-masing tahapan. Perubahan dari penyaluran secara triwulanan menjadi 3 tahap ini dimaksudkan agar daerah mempunyai cukup waktu untuk menyelesaikan proses lelang di awal dan menyelesaikan progress fisik pelaksanaan DAK Fisik secara lebih baik. Pembatasan waktu penyaluran dimaksudkan agar daerah menjadi lebih tertib dan disiplin dalam penyelesaian setiap tahap pelaksanaan DAK Fisik, mengingat bahwa progress pekerjaan setiap tahap akan mejadi syarat penyaluran pada tahap berikutnya. Pemerintah juga akan meneruskan kebijakan penyaluran yang berbasis pada kinerja pelaksanaan, yaitu kinerja penyerapan anggaran dan kinerja pencapaian output. Dengan demikian, Pemerintah Pusat maupun daerah akan semakin solid dalam menjaga ketercapaian target dan sasaran DAK Fisik sesuai dengan yang telah direncanakan. Untuk meningkatkan efisiensi penggunaan DAK Fisik, pembangunan infrastruktur jalan melalui skema DAK Penugasan dilaksanakan melalui pendekatan tematik, holistik, integratratif dan spasial (THIS) dimana alokasi sumberdaya diarahkan pada program yang menjadi prioritas (money follow program) sehingga infrastruktur yang dibangun adalah yang dapat memberikan daya ungkit (leverage) yang tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah. Dalam hal ini pemerintah juga telah membantu Pemerintah Daerah baik secara teknis maupun secara administratif, dimana Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi melakukan penilaian untuk usulan yang disampaikan oleh Pemerintah Kab./Kota, sehingga didapatkan kegiatan kegiatan yang memang mendukung perkembangan daerah dan dapat dilaksanakan sesuai yang direncanakan. Menjawab pertanyaan dari Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai NasDem dan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat mengenai:
-L.64-
(1) perbaikan terkait pengelolaan, penyaluran dan pengawasan Dana Desa agar benar-benar berdampak signifikan terhadap perekonomian masyarakat desa; (2) optimalisasi alokasi Dana Desa agar sesuai dengan amanat undang-undang, memberikan pendampingan pengelolaan Dana Desa dan penataan sistem kelembagaan yang baik di pedesaan; (3) implementasi pengalokasian Dana Desa dapat difungsikan sebagaimana mestinya, yaitu untuk mengurangi kesenjangan antara desa dan kota, mendorong kemandirian desa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa yang dibarengi dengan peningkatan pengawasan Dana Desa, (4) alokasi Dana Desa dalam RAPBN tahun 2018 sebesar Rp60 triliun, sama seperti tahun sebelumnya menunjukan kurangnya komitmen pemerintah untuk memenuhi mandat UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Selanjutnya, Dana Desa agar diprioritaskan lebih besar untuk kegiatan ekonomi produktif dibandingkan infrastruktur fisik; (5) pemerintah agar meningkatkan tata kelola dan tata hukum serta mengambil langkah preventif terkait penggunaan Dana Desa karena tingkat penyelewengannya cukup tinggi; (6) peningkatan anggaran transfer ke daerah dan Dana Desa perlu disertai dengan fungsi monitoring dan evaluasi melalui penguatan badan permasyarakatan desa (BPD), satgas Dana Desa dan peran masyarakat desa sesuai UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Terkait hal tersebut di atas dapat disampaikan sebagai berikut. Dana Desa mulai dialokasikan pada tahun 2015 sebagai pelaksanaan dari UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang dimaksudkan agar desa mempunyai sumber pendapatan yang memadai untuk mendanai kewenangan yang diberikan kepada desa. Alokasi anggaran Dana Desa yang bersumber dari APBN ditentukan sebesar 10 persen dari dan diluar dana transfer ke daerah (on top) secara bertahap sesuai dengan road map Dana Desa 2015-2019. Sehingga pemenuhan anggaran Dana Desa sebesar 10 persen akan dilakukan sampai tahun 2019 dengan tetap memperhatikan kapasitas fiskal dan kesiapan Pemerintahan Desa. Pagu anggaran Dana Desa dalam RAPBN tahun 2018 direncanakan sebesar Rp60,0 triliun (8,6 persen dari dan di luar dana transfer ke daerah) yang ditujukan bagi 74.958 desa. Alokasi Dana Desa dalam RAPBN 2018 sama dengan APBN 2017, dilaksanakan dengan pertimbangan sebagai sebagai berikut: Pertama, memerhatikan kemampuan keuangan negara dalam kerangka menjaga stabilitas dan kesinambungan fiskal; Kedua, perlunya dilakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap efektivitas pengelolaan dana desa, mulai dari perencanaan, pemanfaatan, pelaksanaan hingga aspek pertanggungjawaban. Evaluasi tersebut perlu dilakukan dengan pertimbangan:
-L.65-
a. pelaksanaan pengelolaan Dana Desa di daerah, baik di kabupaten/kota maupun di desa yang telah berjalan selama 3 tahun ini memerlukan adanya evaluasi yang lebih komprehensif dan lebih akurat, untuk melihat keberhasilan dan mengidentifikasi berbagai kelemahan yang perlu diperbaiki; b. pelaksanaan pengelolaan Dana Desa yang lebih baik memerlukan penguatan kapasitas kelembagaan, kapasitas sumber daya manusia, baik aparatur pemerintah desa, aparat pengelola keuangan desa maupun penyediaan tenaga pendamping yangg memadai dan lebih profesional; dan c. pelaksanaan pengelolaan Dana Desa yang lebih transparan dan akuntabel memerlukan penguatan pengawasan yang lebih memadai. Walaupun alokasinya tidak mengalami kenaikan, namun Pemerintah akan mengoptimalkan Dana Desa untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa. Berkaitan dengan itu, kebijakan penganggaran dan distribusi Dana Desa 2018 akan lebih diarahkan pada hal-hal sebagai berikut: a. pengalokasian Dana Desa lebih difokuskan pada upaya pengentasan kemiskinan, mengurangi ketimpangan pelayanan dasar publik antardesa, serta memberikan afirmasi kepada desa tertinggal dan desa sangat tertinggal yang mempunyai jumlah penduduk miskin tinggi; b. pemanfaatan Dana Desa diprioritaskan untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa terutama untuk peningkatan fungsi ekonomi produktif; c. penyaluran dana desa dilakukan berdasarkan kinerja pelaksanaan, yaitu kinerja penyerapan anggaran dan capaian output; dan d. pengawasan dana desa diperkuat antara lain melalui optimalisasi pengawasan oleh aparat pengawas internal pemerintah, serta penguatan peran pengawasan oleh masyarakat. Dana Desa diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa dengan mengacu pada prioritas yang ditetapkan oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, serta dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Desa serta Pedoman Umum Penggunaan Dana Desa. Kemudian, pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari Dana Desa harus berpedoman pada Pedoman Teknis yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota. Untuk pemantauan dan evaluasi Dana Desa dilaksanakan secara bersama-sama antara Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi dalam hal pengalokasian, penyaluran, dan penggunaannya, termasuk mengenai penyaluran dari Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) ke Rekening Kas
-L.66-
Desa (RKD), penyampaian laporan realisasi penyaluran, dan sisa Dana Desa di RKUD. Sejalan dengan transformasi kebijakan Transfer ke Daerah dan Dana Desa yang dituangkan melalui PMK Nomor 50/PMK.07/2017 dan PMK Nomor 112/PMK.07/2017 tentang Perubahan atas PMK Nomor 50/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa, penyaluran Dana Desa didasarkan pada kinerja penyerapan dan kinerja capaian output, sehingga pemerintah dapat memonitor penggunaan dan output yang di capai dari pemanfaatan Dana Desa. Dengan demikian, setiap Rupiah Dana Desa yang disalurkan ke daerah diharapkan dapat benar-benar menghasilkan output untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat desa. Selanjutnya, terkait dengan penguatan pengawalan dan pengawasan atas pelaksanaan dan Pengelolaan Dana Desa yang perlu ditingkatkan, Pemerintah sependapat untuk terus mendukung peningkatan optimalisasi pengelolaan Dana Desa melalui penyempurnaan kebijakan, mulai dari kebijakan pengalokasian, penyaluran, prioritas penggunaan, pengawalan dan pendampingan, serta pengawasan. Dari sisi pengalokasian, dilakukan penyempurnaan kebijakan yang makin fokus kepada: a) pengentasan kemiskinan; b) perbaikan kualitas hidup masyarakat Desa; c) mengatasi kesenjangan penyediaan sarpras pelayanan publik antardesa; serta d) memberikan afirmasi bagi desa sangat tertinggal dan desa tertinggal yang mempunyai jumlah penduduk miskin (JPM) tinggi. Penyempurnaan kebijakan tersebut dilakukan melalui: a. mengurangi proporsi Alokasi Dasar (AD) yang dibagi rata kepada seluruh desa dari sebelumnya 90% menjadi 77% dan memberikan porsi Alokasi Afirmasi sebesar 3% untuk Desa sangat tertinggal dan tertinggal yang mempunyai jumlah penduduk miskin (JPM) tinggi; dan b. meningkatkan porsi Alokasi Formula (AF) dari sebelumnya sebesar 10% menjadi 20%, dengan melakukan penyesuaian bobot masing-masing variabel dalam AF, yaitu: 1) menurunkan bobot jumlah penduduk, dari sebelumnya 25% menjadi 10%; 2) menaikkan bobot jumlah penduduk miskin, dari sebelumnya 35% menjadi 50%; 3) menaikkan bobot luas wilayah, dari sebelumnya 10% menjadi 15%; dan 4) menurunkan bobot indeks kesulitan geografis, dari sebelumnya 30% menjadi 25%. Selanjutnya, penyaluran Dana Desa dilakukan berdasarkan pada kinerja pelaksanaan, yaitu memerhatikan kinerja penyerapan anggaran dan capaian output,
-L.67-
serta mendekatkan pelayanan melalui pengalihan penyaluran kepada KPPN di daerah. Penyaluran berbasis kinerja pelaksanaan ini akan memotivasi Desa untuk melaksanakan kegiatan dan menyerap anggaran lebih optimal dan lebih baik, sehingga dampak dari pemanfaatan Dana Desa dapat segera dirasakan oleh masyarakat desa. Sementara itu, dari sisi penggunaan, dilakukan penajaman prioritas untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa, terutama untuk peningkatan kualitas hidup, penanggulangan kemiskinan, kesejahteraan masyarakat, serta perluasan skala ekonomi baik individu maupun kelompok. Agar pemanfaatan Dana Desa tersebut dapat lebih optimal, maka pemanfatannya diarahkan untuk dilakukan secara swakelola, dengan memaksimalkan pemanfaatan bahan baku lokal, dan dilakukan secara padat karya. Dengan demikian, selain menghasilkan sarana prasarana yang dapat langsung dinikmati oleh masyarakat, penggunaan Dana Desa untuk proyek-proyek tersebut diharapkan juga dapat memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan pendapatan dan daya beli masyarakat. Output yang telah dihasilkan Dana Desa pada tahun 2016 diantaranya adalah jalan desa sepanjang 66 ribu km, jembatan desa sepanjang 512 km, air bersih 16 ribu unit, MCK 37 ribu unit, drainase dan irigasi 66 ribu unit, pasar desa 1.810 unit, posyandu 7.428 unit, PAUD 11 ribu unit, dan embung 686 unit. Selain itu, rasio gini di perdesaan yang merupakan indikator ketimpangan telah turun dari 0,34 pada tahun 2014 menjadi 0,32 pada tahun 2016. Sementara itu, persentase penduduk miskin di perdesaan juga mengalami penurunan. Hal tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi pemerataan di daerah perdesaan yang menyebabkan turunnya persentase penduduk miskin di desa. Meskipun demikian, Pemerintah sepakat bahwa kapasitas perangkat desa masih perlu ditingkatkan. Hal itu memerlukan kerjasama dan sinergi dari berbagai pihak. Kementerian Keuangan bekerjasama dengan Kementerian Desa PDTT, Kementerian Dalam Negeri, Bappenas, dan Perguruan Tinggi bersinergi untuk meningkatkan kompetensi perangkat desa, baik secara langsung maupun melalui peningkatan peran pendamping desa. Dalam melakukan pengawasan dan monitoring, Kementerian Keuangan melakukan sinergi dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa PDTT, dan BPKP dalam melakukan pengawasan atas pengelolaan Dana Desa. Sedangkan di daerah, pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota juga melaksanakan pengawasan sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Dalam rangka pengawalan atas pelaksanaan Dana Desa, Pemerintah melakukan beberapa upaya untuk mendukung tata kelola keuangan desa yang transparan dan akuntabel, yaitu antara lain dengan:
-L.68-
a) melakukan pelatihan dan/atau bimbingan teknis mengenai kebijakan penganggaran, penyaluran, pemanfaatan, maupun tata kelola keuangan Desa; b) mendorong Bupati/Walikota untuk melakukan fasilitasi kepada Desa dalam penyusunan Peraturan Desa tentang APBDesa dan Rencana Kerja Pembangunan Desa, agar dapat ditetapkan tepat waktu dan mengalokasikan dan menyalurkan Dana Desa sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan; c) melaksanakan pendampingan desa, yaitu mendorong bupati/walikota untuk mengoptimalkan peran organisasi perangkat daerah kabupaten/kota dan kecamatan dalam melaksanakan pendampingan teknis penyelenggaraan Pemerintahan Desa; dan d) melakukan penyusunan kerangka pendampingan untuk pendamping profesional dalam rangka peningkatan kapasitas masyarakat desa dan pemantauan dan evaluasi kinerja pendamping profesional setiap triwulan. Melalui beberapa upaya tersebut diharapkan kapasitas perangkat desa dalam menyusun laporan pelaksanaan Dana Desa yang transparan dan akuntabel bisa meningkat. Selanjutnya, agar tidak terjadi penyelewengan dalam penggunaan Dana Desa, dalam rangka pengawasan Dana Desa, Pemerintah Pusat juga melakukan sinergi antarkementerian maupun dengan daerah dalam rangka pelaksanaan pengawasan Dana Desa secara berjenjang dengan melibatkan aparat pengawas yang ada. Selain itu juga, pengawasan Dana Desa juga dilakukan secara berjenjang dimulai dari masyarakat desa sampai dengan KPK, yang dapat dirinci sebagai berikut: a. Masyarakat Desa : melakukan pemantauan pelaksanaan pembangunan Desa dan penyelenggaraan pemerintahan Desa. b. Camat
: melakukan pengawasan desa melalui kegiatan fasilitasi.
c. BPD/DPMD
: melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.
d. APIP
: melakukan Pengawasan atas pengelolaan keuangan Desa, pendayagunaan Aset Desa serta penyelenggaraan pemerintahan Desa
e. BPK RI
: melakukan Pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
f. KPK
: melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi, serta melakukan tindakantindakan pencegahan tindak pidana korupsi
-L.69-
Pengawasan berjenjang yang dilakukan bukan berarti mengekang kebebasan Kepala Desa dalam menggunakan Dana Desa. Pengawasan yang dilakukan diharapkan dapat meminimalisir penyelewangan, sehingga tujuan dari Dana Desa dapat tercapai. Selain itu, perlu kiranya dilakukan peningkatan pengawasan oleh kabupaten/kota dengan mengoptimalkan dan memberdayakan aparat pengawas fungsional dalam pengawasan terhadap pengelolaan Dana Desa, serta melakukan pembinaan kepada desa untuk pelaksanaan keterbukaan informasi di desa. Dalam RKP tahun 2018, salah satu kegiatan prioritas yaitu Peningkatan Integritas dan Akuntabilitas Kinerja Birokrasi, dengan salah satu proyek prioritasnya adalah penerapan sistem informasi pengelolaan keuangan desa (Siskeudes) dengan target penerapan pada 15.000 desa. Penerapan Siskeudes merupakan antisipasi yang diharapkan agar tindakan penyalahgunaan/ penyelewengan penggunaan dana desa dapat diminimalisir. Sampai tahun 2017 ini, diharapkan sudah sebanyak 35.000 desa yang telah menggunakan aplikasi Siskeudes dalam pengelolaan dana desa. Hal ini menjadi perhatian pemerintah untuk penguatan kapasitas pengelola keuangan desa dan dukungan instrumen/sistem aplikasi yang memudahkan dalam pengelolaan dan pelaporan keuangan desa. D. PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, PENGELOLAAN UTANG, DAN RISIKO FISKAL Terhadap pandangan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai Gerindra, dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan terkait keseimbangan primer dan pengelolaan utang, dapat kami sampaikan tanggapan sebagai berikut. Pemerintah sependapat perlunya memperkuat keseimbangan primer menuju positif. Upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk menjaga keseimbangan primer adalah melalui pengendalian kerentanan fiskal (fiscal vulnerability), meningkatkan bantalan fiskal (fiscal buffer) dan fleksibilitas pengelolaan keuangan negara (pasal krisis, bond stabilization framework, dan Forum Komunikasi Stabilisasi Sektor Keuangan/FKSSK). Dalam RAPBN jangka menengah (2017—2019), defisit anggaran ditargetkan semakin menurun dan keseimbangan primer (primary balance) menuju positif. Namun, seiring dengan kondisi perlambatan ekonomi sekaligus mengatasi tantangan-tantangan pembangunan seperti masih rendahnya Indeks Pembangunan Manusia dan ketertinggalan infrastruktur, Pemerintah mengambil pilihan kebijakan ekspansif (counter cyclical) agar tidak kehilangan momentum, namun defisit tetap dijaga pada kisaran 2,5 persen. Pilihan kebijakan tersebut diharapkan mampu -L.70-
mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan, serta mendukung kegiatan produktif guna meningkatkan kapasitas produksi dan daya saing. Pemerintah menyampaikan terima kasih atas apresiasi Fraksi Partai Golongan Karya terkait dengan upaya Pemerintah untuk terus menurunkan defisit keseimbangan primer, sehingga direncanakan menuju keseimbangan primer positif. Mengingat kebutuhan belanja dalam upaya untuk mendukung pencapaian target pembangunan tersebut belum dapat sepenuhnya mengandalkan pendapatan negara, maka Pemerintah dimungkinkan mencari sumber-sumber pembiayaan untuk menutup financing gap, diantaranya melalui pembiayaan utang. Namun demikian, kebijakan ekspansif tersebut tetap dilakukan secara terukur, yang diikuti dengan pengelolaan kebijakan fiskal yang sehat dan berkesinambungan dengan mengendalikan defisit dalam batas aman, mengendalikan rasio utang terhadap PDB, dan mengendalikan keseimbangan primer menuju positif. Dalam RAPBN tahun 2018, defisit direncanakan sebesar 2,19 persen terhadap PDB, lebih rendah dari outlook defisit APBN-P Tahun 2017 sebesar 2,67 terhadap PDB. Terkait dengan pandangan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mengenai mitigasi risiko, kapasitas, dan ketahanan fiskal di masa depan, maka dapat disampaikan bahwa dalam aspek pengelolaan risiko, terdapat beberapa indikator risiko utama yang menunjukkan risiko utang Pemerintah pusat pada tingkat yang prudent dan terkendali. Risiko tingkat bunga yang diwakili rasio tingkat bunga mengambang (variable rate) terhadap total utang menunjukkan tren yang menurun. Hal ini antara lain disebabkan oleh kebijakan pengelolaan utang yang menerapkan strategi penerbitan utang baru dengan tingkat bunga tetap (fixed rate) dan tenor yang panjang, khususnya melalui penerbitan SBN domestik. Strategi ini dimaksudkan untuk mengendalikan beban pembayaran bunga di masa mendatang karena fluktuasi tingkat bunga. Selanjutnya adalah rasio utang valas terhadap total utang yang juga menunjukkan tren menurun, meskipun pada tahun 2015 sempat mengalami kenaikan sebagai dampak dari pelemahan nilai tukar rupiah terutama terhadap dolar Amerika Serikat. Pemerintah menerapkan kebijakan yang mengutamakan utang baru dalam mata uang rupiah sehingga risiko nilai tukar dalam level aman. Hal yang tak kalah penting adalah pengelolaan utang jatuh tempo dan pembiayaan kembali (refinancing), yaitu bagaimana mendistribusikan beban pembayaran pokok utang yang disesuaikan dengan kemampuan membayar dengan tetap memperhatikan biaya utang dalam jangka panjang, dimana pada saat ini indikator ATM (average time to maturity) atau rata-rata waktu jatuh tempo utang relatif stabil pada kisaran 9–10 tahun.
-L.71-
Selanjutnya, mengenai pandangan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Golongan Karya, dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan terkait penggunaan utang untuk belanja produktif, hal ini dapat dicermati dari meningkatnya belanja-belanja strategis terutama belanja infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial, sehingga dalam jangka panjang akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dan inklusif. Sebagai gambaran, capaian dan target output belanja produktif di bidang infrastruktur selama periode 2015 - 2017, antara lain meliputi: (1) pembangunan jalan dan peningkatan kapasitas jalan nasional sepanjang 10.329,0 km; (2) pembangunan 9 bandara baru (selesai) dan 6 bandara lainnya masih dalam proses pembangunan; (3) pembangunan jalur kereta baru sepanjang 374,6 kilometer-spoor; dan (4) pembangunan dan peningkatan kualitas Rusun dan Rumah Khusus sebanyak 339,2 ribu unit. Sementara itu, dalam bidang pendidikan, Pemerintah mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui perbaikan kualitas, distribusi, dan peningkatan akses pendidikan melalui program Kartu Indonesia Pintar yang menjangkau 19,7 juta siswa, pemberian beasiswa bidik misi kepada 362,7 ribu siswa, dan pembangunan dan rehabilitasi sebanyak 77 ribu ruang kelas. Selanjutnya, terkait pemberian beasiswa, Pemerintah sependapat dengan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan untuk mengarahkan pembiayaan investasi guna memperkuat investasi sumber daya manusia melalui pemberian beasiswa pada bidang studi yang dapat berkontribusi dalam percepatan pembangunan nasional. Sejalan dengan hal tersebut, Pemerintah pada tahun 2018 berupaya meningkatkan kapasitas Dana Pengembangan Pendidikan Nasional (DPPN) dengan memperbesar dana abadi (endowment fund) dan sekaligus memperbesar manfaatnya di masa yang akan datang. Melalui pengalokasian tersebut, diharapkan dapat memberikan manfaat peningkatan kualitas sumber daya manusia sehingga dapat memberikan kontribusi bagi pengentasan kemiskinan, pengurangan pengangguran, peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional, dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Sementara dalam bidang kesehatan, Pemerintah juga secara konsisten mengalokasikan anggaran kesehatan 5 persen terhadap APBN untuk meningkatkan penyediaan layanan, serta menjaga keberlanjutan JKN yang menjangkau 92,4 juta jiwa masyarakat miskin yang mendapat Kartu Indonesia Sehat (Penerima Bantuan Iuran BPJS). Selanjutnya dalam bidang perlindungan sosial, sejak tahun 2015, Pemerintah telah melakukan reformasi kebijakan subsidi agar lebih tepat sasaran serta melakukan
-L.72-
penguatan program-program perlindungan sosial melalui perluasan cakupan bantuan tunai bersyarat program keluarga harapan (PKH) yang semula 3,5 juta keluarga pada tahun 2015 menjadi 6 juta keluarga pada tahun 2017. Pemerintah juga secara bertahap mensinergikan antar program bantuan sosial, dengan melakukan pengalihan bertahap subsidi pangan beras sejahtera (Rastra) menjadi bantuan pangan nontunai kepada 1,4 juta keluarga penerima manfaat pada 44 Kota. Meskipun Pemerintah mengambil pilihan kebijakan belanja ekspansif, Pemerintah senantiasa menjaga level defisit dan level utang tetap terarah dan terukur. Sebagai gambaran, rasio utang terhadap PDB Indonesia masih jauh lebih rendah dibandingkan negara lain, bahkan masih lebih rendah dari negara-negara berkembang lain yang setara (peer countries). Selain itu, pendapatan per kapita Indonesia juga masih lebih tinggi dari utang per kapita nya. Berdasarkan APBN-P 2017, rasio utang akhir tahun 2017 diproyeksikan sebesar 29 persen terhadap PDB. Posisi utang per Juni 2017 adalah sebesar Rp3.706,5 triliun, dengan lebih dari 80% berupa Surat Berharga Negara (SBN). Hal itu mencerminkan arah pengembangan pasar keuangan domestik sekaligus mendorong kemandirian pembiayaan dari investor dalam negeri. Penerbitan SBN sebagai bagian dari pembiayaan utang dilakukan secara hati-hati, transparan, dan akuntabel dengan mempertimbangkan kebutuhan pembiayaan, ketersediaan alternatif sumber pembiayaan, kondisi portofolio dan risiko utang, kondisi infrastruktur dan daya serap pasar, serta perkembangan makro ekonomi baik domestik maupun global. Hal ini dilakukan agar tujuan pengelolaan SBN untuk membiayai defisit dapat tercapai dengan biaya dan risiko yang optimal. Terkait dengan restrukturisasi utang, dapat disampaikan bahwa usulan restrukturisasi utang dengan penjadwalan ulang jangka waktu dan tingkat bunganya menurut hemat kami dimungkinkan namun perlu dilakukan kajian secara mendalam mengenai pros dan cons atas kebijakan tersebut karena terdapat risiko penurunan kredibilitas serta dampak turunan yang ditimbulkan. Perlu kami informasikan Indonesia pernah melakukan rescheduling melalui skema Paris Club yang dilatarbelakangi krisis ekonomi tahun 1998 dan Bencana Tsunami Aceh tahun 2004, yang berdampak pada penurunan peringkat kredit (credit rating) Indonesia. Secara umum restrukturisasi utang merupakan opsi kebijakan yang dipandang kurang menguntungkan dengan pertimbangan: (i) dapat dianggap sebagai event of default (gagal bayar) sehingga memicu cross default untuk semua pinjaman; (ii) menurunkan kepercayaan investor pada instrumen utang Indonesia (Pemerintah dan Swasta); (iii) menaikkan yield dan insurance premium dari utang Indonesia secara drastis, dan bahkan (iv) berpotensi menutup akses pembiayaan.
-L.73-
Khusus terkait inisiatif untuk melakukan debt swap, dapat disampaikan bahwa debt swap umumnya dilakukan secara bilateral berdasarkan tawaran dari pihak kreditur dengan prioritas pada development loan. Dalam hal ini, kreditur memperoleh goodwill dan/atau publikasi politis, sementara debitur dapat mengurangi beban kewajiban utang dengan mendukung program pembangunan atau proyek tertentu. Pemerintah telah melakukan debt swap dengan Pemerintah Jerman, Italia, Amerika dan Australia antara lain dalam bentuk Debt to Education, Debt to Health, Debt to Nature, dan Debt to Development. Pemerintah memiliki keterbatasan untuk berinisiatif melakukan debt swap karena hal ini juga akan memberikan kesan bahwa Indonesia tidak mampu menyelesaikan komitmen utang nya dengan baik, yang akan berdampak pada penurunan peringkat kredit dan mengurangi kepercayaan investor. Tantangan pembangunan Indonesia menuntut Pemerintah untuk menjalankan APBN yang memenuhi belanja produktif, termasuk belanja infrastruktur, belanja pendidikan dan kesehatan, perlindungan sosial, serta belanja untuk meningkatkan sistem pertahanan dan keamanan negara. Pemerintah akan terus mengelola utang secara hati-hati dan bertanggung jawab sesuai standar pengelolaan yang dianut oleh negara-negara di dunia. Utang akan terus digunakan untuk investasi produktif. Tingkat utang akan terus dijaga agar tidak mengancam stabilitas perekonomian dan tidak menjadi beban yang tidak dapat dipenuhi. Pengelolaan utang, baik dari sisi waktu penarikan utang, komposisi mata uang, jatuh tempo, maupun pengendalian kas pemerintah akan terus dijaga untuk memastikan keberlanjutan pembangunan, tidak saja untuk generasi sekarang, tetapi juga untuk generasi yang akan datang. Transparansi dan akuntabilitas pengelolaan utang pemerintah telah mengikuti prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara yang baik dan dijaga sustainabilitasnya. Secara khusus, kebijakan pembiayaan anggaran tahun 2018 akan diarahkan untuk (1) mengendalikan risiko utang terhadap PDB dalam batas manageable berkisar 2729 persen terhadap PDB; (2) memanfaatkan utang untuk kegiatan produktif dan menjaga keseimbangan makro ekonomi; (3) menggunakan SAL sebagai bantalan fiskal untuk mengantisipasi ketidakpastian perekonomian; (4) mengembangkan pembiayaan yang kreatif dan inovatif untuk mengakselerasi pembangunan infrastruktur antara lain melalui PMN, dana bergulir, skema KPBU, kewajiban penjaminan (antara lain untuk pinjaman langsung/direct lending dan akses pembiayaan KUMKM); (5) mendukung pemenuhan kewajiban negara sebagai anggota organisasi/lembaga keuangan internasional; (6) menyempurnakan kualitas perencanaan investasi Pemerintah untuk meningkatkan kapasitas BUMN dengan mengembangkan standar penilaian kelayakan untuk pemberian PMN kepada BUMN khususnya untuk pembangunan infrastruktur, kedaulatan pangan, dan kemaritiman;
-L.74-
(7) membuka akses pembiayaan pembangunan dan investasi kepada masyarakat secara lebih luas; (8) mengoptimalkan dana BLU dalam rangka pembiayaan pembangunan, termasuk memperluas akses sektor UMKM; (9) mendukung program penyediaan kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR); (10) meningkatkan akses pendidikan khususnya bagi masyarakat miskin dan kepastian pengembangan pendidikan jangka panjang melalui pembentukan Sovereign Wealth Fund (SWF) di bidang pendidikan; serta (11) meningkatkan kepemimpinan Indonesia dalam berbagai kerja sama internasional, melalui pemberian bantuan kepada negara sahabat Menanggapi permintaan dari Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat, mengenai penyusunan dan penetapan program kerja yang efektif dan efisien, kiranya dapat dijelaskan bahwa Pemerintah telah mengupayakan secara konsisten peningkatan kualitas belanja melalui kebijakan efisiensi belanja barang Kementerian/Lembaga yang kemudian dimanfaatkan untuk mendanai belanja/kegiatan yang lebih produktif dan prioritas sehingga memberi dampak optimal terhadap perekonomian nasional. Menanggapi pandangan dari Fraksi-Fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat terkait menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, dapat kami sampaikan bahwa pemerintah terus berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan amanat tersebut. Tantangan dalam mendorong pertumbuhan yang mampu mengurangi kemiskinan, pengangguran, dan kesenjangan, baik kesenjangan antarpendapatan maupun antarwilayah harus diatasi bersama. Untuk itu, Pemerintah akan terus mengarahkan strategi pembangunan untuk mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan masyarakat yang tinggi dan stabil dari tahun ke tahun. Aspek inklusivitas akan menjadi bagian tidak terpisahkan dari strategi pertumbuhan ekonomi tersebut. Pencapaian pertumbuhan ekonomi yang berkualitas juga diupayakan melalui penciptaan lapangan kerja yang lebih luas dan merata. Dengan demikian, jalannya pembangunan Indonesia akan lebih mampu mewujudkan tercapainya masyarakat yang sejahtera secara adil dan merata. Sehubungan dengan kebijakan fiskal yang akan dijalankan di tahun 2018, pemerintah telah menetapkan tema “Memantapkan Pengelolaan Fiskal untuk Mengakselerasi Pertumbuhan yang Berkeadilan” selaras dengan RKP Tahun 2018 yang mengambil tema “Memacu Investasi dan Infrastruktur untuk Pertumbuhan dan Pemerataan”. Kebijakan fiskal ini diarahkan untuk dapat menangani beberapa tantangan pembangunan, yang mencakup: (i) upaya pengurangan kemiskinan dan kesenjangan; (ii) mendorong pengurangan pengangguran dan meningkatkan produktivitas; (iii) meningkatkan kapasitas fiskal; serta (iv) menjaga stabilitas makro ekonomi. Untuk mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut, strategi kebijakan fiskal diarahkan agar lebih produktif, efisien,
-L.75-
berdaya tahan dan mampu mengendalikan risiko baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Upaya-upaya pemerintah tersebut dapat diwujudkan melalui diantaranya menjaga iklim usaha yang kondusif guna mendorong kegiatan ekonomi yang mampu menciptakan lapangan kerja, menjaga daya beli masyarakat, meningkatkan efektivitas APBN baik dari sisi penerimaan maupun pengeluaran (subsidi dan bantuan sosial yang lebih tepat sasaran), dan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat miskin. Hasil yang telah dicapai oleh Pemerintah melalui upaya-upaya tersebut, misalnya pertumbuhan ekonomi selama lima tahun terakhir telah mampu menurunkan angka kemiskinan dari 11,66 persen (28,59 juta orang) pada September 2012 menjadi 10,7 persen (27,76 juta orang) pada September 2016, dan turun menjadi 10,64 persen (27,77 juta orang), Indikator kesejahteraan juga mengalami perbaikan: Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) turun dari 6,32 persen (7,61 juta orang) pada Februari 2012 menjadi 5,33 persen (7,01 juta orang) pada Februari 2017; Rasio Gini turun dari 0,413 pada September 2012 menjadi 0,394 pada September 2016 dan turun kembali menjadi 0,393 pada Maret 2017. Pemerintah juga sepakat dengan pandangan Anggota Dewan dalam hal pertumbuhan ekonomi pada tahun yang akan datang untuk terus diupayakan lebih berkualitas terutama untuk pemerataan dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Pada tahun 2018, Pemerintah optimis mampu mencapai target angka kemiskinan dan TPT masing-masing sebesar 9,5-10 persen dan 5,0-5,3 persen. Penetapan sasaran angka kemiskinan dan TPT tersebut telah dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai hal antara lain pertumbuhan ekonomi, inflasi, pertumbuhan di sektor ketenagakerjaan, serta outlook angka kemiskinan yang secara tidak langsung melihat juga keberhasilan program-program kemiskinan yang telah dilakukan pada periode sebelumnya. Strategi penanggulangan kemiskinan tersebut juga telah mengalami perbaikan dan penyempurnaan dari tahun ke tahun. Meskipun demikian, peningkatan efektivitas atas program-program kemiskinan tersebut masih harus terus dilakukan dan membutuhkan dukungan politik dan penganggaran yang lebih kuat dari pihak DPR di tingkat pusat maupun DPRD di tingkat daerah. Selanjutnya, menanggapi pandangan dari Fraksi-Fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat terkait dengan pengentasan kemiskinan, dapat kami sampaikan hal-hal sebagai berikut. Meskipun tingkat kemiskinan mengalami tren menurun, Pemerintah menyadari bahwa tingkat penurunan kemiskinan dari beberapa tahun terakhir telah melambat. Untuk itu, program pembangunan dan program sosial yang akan dilakukan akan lebih didorong untuk lebih efektif lagi dalam mewujudkan kesejahteraan (akan lebih tepat sasaran). Di sini, diperlukan peran serta rakyat yang
-L.76-
lebih besar lagi dalam pembangunan sehingga pertumbuhan ekonomi akan lebih inklusif dan dinikmati oleh seluruh lapisan golongan masyarakat. Pemerintah juga akan terus berupaya untuk melakukan penanggulangan kemiskinan secara komprehensif dan terintegrasi serta melembagakan sistem pembangunan partisipatif yang dirancang untuk menjamin partisipasi aktif penduduk miskin dan rentan dalam pengambilan keputusan di berbagai tahapan proses pembangunan. Kami menganggap bahwa efektivitas program-program yang telah dilaksanakan saat ini juga sudah jauh lebih baik daripada program-program pada periode sebelumnya. Namun demikian, peningkatan efektivitas tersebut masih harus terus dilakukan dengan disertai dukungan politik dan penganggaran yang kuat dari anggota Dewan. Pendekatan yang terintegrasi dalam pengentasan kemiskinan dan peningkatan pemerataan antarkelompok pendapatan dan antarwilayah dalam RKP 2018 merupakan salah satu bentuk intervensi pemerintah dalam mengurangi kemiskinan, kesenjangan, dan pengangguran. Intervensi lain yang tidak kalah penting dalam mengatasi persoalan ekonomi rakyat antara lain melalui kebijakan untuk memperbaiki iklim investasi dan perluasan usaha. Untuk itu, Pemerintah telah mempersiapkan program-program dan kegiatan untuk memfasilitasi kelompok usaha mikro, kecil, dan menengah untuk memperluas usahanya. Pemerintah juga terus mendorong terciptanya industri padat karya, pengembangan ekonomi kreatif, pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), serta industri yang berorientasi ekspor, agar kesempatan kerja dapat tercipta lebih banyak, termasuk mengembangkan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Selain itu, hambatan dalam berinvestasi dan berusaha terus diupayakan untuk dikurangi. Pada intinya kebijakan pemerintah ini telah bermuara pada upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar tercipta lapangan pekerjaan baru yang pada akhirnya dapat mengurangi sebanyak mungkin pengangguran terbuka dan angka kemiskinan sehingga memberikan tingkat kesejahteraan yang lebih baik. Secara lebih nyata, dalam rangka mencapai sasaran pengurangan kemiskinan tahun 2018, Pemerintah telah berupaya meningkatkan anggaran PKH untuk 10 juta keluarga miskin dan rentan. Data sasaran PKH tersebut menggunakan Basis Data Tunggal sebagaimana hasil Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT), sehingga sasaran beserta komponen keluarga miskin seperti jumlah anak balita dan usia sekolah, ibu hamil, penyandang disabilitas dan lansia di atas 70 tahun dapat diketahui dengan tepat. Data tersebut akan dimutakhirkan melalui verifikasi dan validasi yang dilakukan secara berkala (6 bulan) dan partisipatif melibatkan pemerintah daerah. Data tersebut juga digunakan oleh berbagai program-program perlindungan sosial lainnya seperti KIS, KIP, dan Rastra, sehingga keluarga penerima PKH juga akan mendapatkan manfaat dari program-program
-L.77-
perlindungan sosial tersebut. Dengan berkurangnya beban keluarga miskin tersebut, diharapkan akan dapat mempercepat pengurangan kemiskinan di tanah air. Menanggapi pandangan dari Fraksi-fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat terkait dengan masalah ketimpangan, dapat kami sampaikan hal-hal sebagai berikut. Kami sangat mengapresiasi pandangan anggota Dewan bahwa kesenjangan ekonomi yang lebar dapat mendorong kecemburuan, meningkatkan ketidakpercayaan yang meluas dan berpotensi menimbulkan ledakan sosial. Demikian juga masih tingginya kemiskinan dan pengangguran dapat membawa dampak kerentanan dan berbagai permasalahan sosial turunan, yang dapat mengancam kohesi sosial dan menghancurkan sendi-sendi bangunan kepercayaan sebuah negara-bangsa. Oleh karena itu, Pemerintah saat ini terus berupaya keras untuk melakukan konsolidasi ekonomi nasional dalam rangka meningkatkan kedaulatan dan kesejahteraan rakyat khususnya untuk mengurangi kesenjangan dalam menikmati hasil-hasil pembangunan. Penurunan kesenjangan ini menjadi salah satu prioritas dan sasaran pembangunan nasional pada tahun 2018. Untuk memperbaiki Rasio Gini, maka pendapatan kelompok 40 persen penduduk terbawah, yaitu penduduk miskin dan rentan, harus tumbuh lebih cepat dibandingkan kelompok lain. Strategi yang telah ditempuh sejak tahun 2015 seperti pemerataan antarkelompok pendapatan, pembangunan kawasan perbatasan negara, daerah tertinggal, perdesaan dan perkotaan, serta pengembangan konektivitas nasional telah berhasil memperbaiki tingkat kesenjangan yang ditunjukkan oleh penurunan Rasio Gini dari 0,41 pada tahun 2014 menjadi 0,40 pada tahun 2015 dan menjadi 0,39 pada tahun 2016. Pada tahun 2017 dan 2018, pemerintah tetap melanjutkan strategi untuk mengurangi beban hidup dan meningkatkan pendapatan kelompok masyarakat miskin dan rentan. Pencapaian pemerataan pendapatan dan antarwilayah dilakukan secara terintegrasi antara lain dengan: 1) mendorong aktivitas ekonomi untuk menghasilkan kesempatan kerja dan usaha yang lebih luas; 2) mengembangkan ekonomi produktif; 3) memperluas pelayanan dasar; dan 4) melaksanakan perlindungan sosial yang komprehensif melalui perluasan jaminan sosial dan bantuan sosial terintegrasi. Layanan dasar dan cakupan bantuan sosial tersebut akan terus diperluas dengan diberikan kepada penduduk miskin dan rentan. Selain itu, peningkatan pendapatan masyarakat akan diupayakan dengan perbaikan iklim usaha, penciptaan lapangan pekerjaan yang lebih luas dan merata, penguatan peran BUMN sebagai motor pembangunan, dukungan yang lebih luas untuk UMKM dan pengembangan kewirausahaan, serta penguatan basis ekonomi di perdesaan melalui pembangunan infrastruktur dan Dana Desa.
-L.78-
Dari sisi fiskal, salah satu kebijakan yang perlu didorong antara lain adalah diterapkannya pajak progesif terutama untuk pajak kekayaan, pajak warisan, maupun pajak lahan yang tidak aktif. Kebijakan pemberian hak guna tanah yang tidak aktif kepada masyarakat untuk dikelola menjadi lahan produktif dapat menjadi salah satu alternatif penguatan daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah. Dengan demikian diharapkan penurunan ketimpangan akan dapat terjadi. Selain itu, kebijakan reforma agraria yang dilakukan dengan hati-hati dan tepat sasaran juga diharapkan mempu mengurangi ketimpangan yang terjadi. Pemerintah juga tetap berkomitmen untuk melanjutkan reformasi struktural dan akselerasi pembangunan infrastruktur untuk mendorong pelaksanaan program ekonomi berkeadilan guna meningkatkan pemerataan pembangunan dan pengurangan kesenjangan. Arah kebijakan pembangunan nasional ke depan ditujukan untuk mendorong percepatan upaya untuk mengatasi tantangan ekonomi yang terjadi, terutama fokus kepada program pengentasan kemiskinan, pengurangan kesenjangan, penurunan tingkat pengangguran serta peningkatan kualitas pertumbuhan ekonomi Indonesia (inclusive growth). Menanggapi pandangan dari Fraksi-Fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat terkait dengan masalah ketenagakerjaan, dapat kami sampaikan hal-hal sebagai berikut. Data BPS menunjukkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dalam lima tahun terakhir mengalami tren yang menurun. Pada Februari 2017, TPT nasional turun menjadi 5,33 persen. Namun demikian, Pemerintah menyadari bahwa penyerapan tenaga kerja dari setiap satu persen pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan dan angka penyerapan tenaga kerja tersebut belum mampu mengurangi pekerja rentan secara signifikan. Di sisi lain, lebih dari separuh pekerja Indonesia berada di sektor informal dengan produktivitas relatif lebih rendah dibandingkan pekerja formal. Sementara itu, upah yang menjadi ukuran kualitas pekerjaan kadang-kadang tidak memadai, yang tercermin pada waktu kerja yang panjang, setengah menganggur, dan kurangnya perlindungan sosial. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya turunnya performa industri pengolahan yang terimbas masih lesunya perekonomian global, automatisasi dunia usaha, dan daya saing pekerja yang masih rendah. Oleh karena itu, pemerintah akan terus menjaga iklim ketenagakerjaan dan hubungan industrial, peningkatan keahlian tenaga kerja melalui pelatihan, serta mengintegrasikan informasi pasar kerja. Sementara itu, pembangunan infrastruktur yang berasal dari belanja K/L, Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Desa, diharapkan mampu menyerap tenaga kerja yang lebih besar. Selain itu, pemerintah juga mendukung UMKM dan kewirausahaan dengan pelatihan keterampilan, permodalan melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR), kemudahan dan perlindungan usaha, serta pendampingan dan kemitraan usaha. Di
-L.79-
level perdesaan, skema ini juga diaplikasikan dengan cara yang lebih sederhana. Permodalan didukung dengan lembaga keuangan berbasis komunitas, peningkatan keterampilan praktis, penyediaan sarana dan prasarana pendukung kegiatan ekonomi, serta pendampingan masyarakat desa. Pemerintah akan terus berupaya melakukan perbaikan struktur ketenagakerjaan melalui peningkatan pendidikan tenaga kerja, mendorong penguatan sektor pertanian, meningkatkan porsi pekerja formal, dan meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Terkait dengan pandangan perlunya mengembangkan sektor pertanian, Pemerintah memiliki rencana strategis kebijakan ekonomi berkeadilan yang diantaranya melalui reforma agraria untuk meningkatkan nilai tambah pengelolaan lahan, mendorong terciptanya skala ekonomi kegiatan pertanian yang mampu mendongkrak pendapatan petani, mendorong proporsi kepemilikan perkebunan yang lebih adil, dan menyediakan sarana dan prasarana untuk meningkatkan pendapatan nelayan. Namun, pemerintah juga menyadari bahwa implementasi strategi tersebut perlu perencanaan dan implementasi yang sangat matang serta pengawasan dan dukungan data yang akurat agar tepat sasaran. Secara umum, struktur ketenagakerjaan menunjukkan kecenderungan yang membaik. Proporsi pekerja formal meningkat dan mencapai 42,4 persen tahun 2016, dan peningkatan pekerja formal tersebut sebagian besar terjadi di sektor jasa. Pembangunan sektor tradable, terutama industri manufaktur padat pekerja yang bernilai tambah tinggi, menjadi unggulan. Pertumbuhan sektor jasa juga menjadi andalan untuk menyediakan lapangan kerja formal, terutama kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi informasi. Dari sisi supply, peningkatan keahlian tenaga kerja menjadi perhatian Pemerintah dengan melaksanakan upaya peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan vokasi yang berupa kerjasama yang erat antara Pemerintah dan Pemda, industri, dan lembaga Diklat. Untuk mendukung sertifikasi tenaga kerja, kerangka kualifikasi akan terus disempurnakan dengan merincinya berdasarkan kualifikasi dan okupasi, terutama kompetensi di sektor-sektor yang banyak menciptakan kesempatan kerja. Pemerintah juga akan fokus pada pembangunan sektor-sektor yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi penduduk, seperti: pertama, melalui prioritas pembangunan – sektor unggulan, sektor pertanian dalam pembangunan kedaulatan pangan, menyelaraskan kebijakan produksi pangan. Kebijakan diarahkan pada peningkatan produktivitas dan penanganan gangguan terhadap produksi pangan, mengingat 35% penduduk bekerja di sektor ini. Kedua, sektor maritim dan kelautan menekankan peran laut sebagai sumber kesejahteraan bagi penduduk. Fokus kebijakan antara lain melalui pembangunan konektivitas nasional dan ekonomi maritim dan kelautan. Ketiga, perhatian pemerintah terhadap sektor manufaktur
-L.80-
dengan melakukan langkah nyata melalui pembangunan 14 kawasan industri dan kawasan ekonomi khusus di beberapa lokasi. Pembangunan dimaksud diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja dalam jumlah besar. Di samping itu, Pemerintah akan terus mendorong (i) program “link and match” yang difokuskan kepada pendidikan kejuruan dan pengembangan keahlian, (ii) peningkatan keahlian tenaga kerja yang akan diarahkan untuk mempersiapkan tenaga kerja sehingga dapat memiliki keahlian sesuai dengan permintaan pihak industri, (iii) pengembangan kurikulum pendidikan dan pelatihan berdasarkan standar kompetensi yang akan dikembangkan oleh industri bekerja sama dengan lembaga pendidikan dan pelatihan sehingga dapat memperkecil ketidaksesuaian jenis keahlian yang dipersiapkan, dan (iv) penguatan layanan informasi pasar kerja dengan cara memperluas bursa kerja di daerah industri maupun kota besar. Melalui layanan informasi kerja diharapkan dapat mempertemukan antara pencari kerja dengan pengguna tenaga kerja. Pemerintah menyadari bahwa saat ini lulusan SMK telah menyumbang sebagian besar pengangguran nasional. Masih banyaknya pengangguran yang merupakan lulusan SMK tersebut disebabkan tingkat keahlian dan keterampilan yang diperoleh dari sekolah masih kurang memadai dan belum dapat memenuhi kualifikasi serta kesesuaian dengan kebutuhan dunia usaha. Untuk itu, penguatan pendidikan kejuruan dan vokasi yang bersifat link and match harus dilaksanakan antara lain melalui Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang diharapkan dapat membekali keterampilan para lulusannya menjadi lebih baik dibandingkan lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA). Pemerintah juga akan terus berupaya untuk meningkatkan keterampilan kerja para lulusan SMK antara lain melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan keterampilan kerja, penyesuaian kurikulum pendidikan dengan kebutuhan dunia usaha, serta penyediaan akses pendidikan dan pelatihan keterampilan nonformal. Selain itu, untuk mendapatkan hasil pendidikan vokasi yang optimal maka diperlukan adanya sinergi antara pendidikan vokasi dengan dunia usaha antara lain melalui peningkatan kerja sama antara Kemendikbud dengan APINDO dan KADIN. Menanggapi pandangan dari Fraksi-Fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat terkait Indeks Pembangunan Manusia (IPM), dapat kami sampaikan bahwa indikator ini dijadikan sebagai tolok ukur aspek capaian pendidikan dan kesehatan yang merupakan bentuk penyediaan layanan dasar kepada masyarakat, dimana dalam tiga tahun terakhir, angka IPM nasional mengalami tren meningkat yakni dari 68,90 di tahun 2014 menjadi 70,19 di tahun 2016. IPM menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan,
-L.81-
kesehatan dan pendidikan. IPM merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia dan sebagai ukuran kinerja Pemerintah. IPM terkait dengan pendidikan dapat dilihat melalui angka harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah. Pada tahun 2018, dengan mempertimbangkan berbagai faktor, Pemerintah yakin akan mampu mencapai target IPM dengan lebih realistis yakni sebesar 71,50. Kami juga ingin mengklarifikasi pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai sasaran IPM sebesar 75,3 di tahun 2016 masih menggunakan penghitungan metode lama dari BPS. Namun, seiring dengan metode baru yang dikeluarkan BPS, maka angka realisasi IPM mengalami koreksi. Dan berdasarkan metode baru tersebut, Indonesia telah mencapai IPM kategori tinggi yakni 70,18 pada akhir tahun 2016. Selain itu, untuk meningkatkan pemerataan dalam capaian IPM antarwilayah, mulai tahun 2017 program wajib belajar 12 tahun terus digalakan, dan akan diteruskan pada tahun 2018. Melalui program wajib belajar 12 tahun ini diharapkan harapan lama sekolah dapat ditingkatkan. Hal ini diperkuat dengan upaya peningkatan akses layanan dasar terhadap masyarakat 40 persen terbawah, terutama akses terhadap layanan pendidikan, kesehatan, dan sanitasi. Ketiga akses layanan dasar utama ini diharapkan dapat meningkatkan lama sekolah dan harapan hidup masyarakat kelompok miskin dan rentan tersebut sehingga akhirnya dapat meningkatkan dan memeratakan capaian IPM secara regional dan nasional. Menanggapi pandangan dari Fraksi-Fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat terkait peningkatan efektivitas program-program penanggulangan kemiskinan, ketimpangan, dan pengangguran, dapat kami sampaikan hal-hal sebagai berikut. Pemerintah sepakat dengan anggota Dewan untuk memperkuat pengelolaan ekonomi makro dan pengelolaan fiskal yang memberikan daya dorong yang lebih kuat terhadap perkembangan sektor riil dan kehidupan ekonomi masyarakat bawah. Pemerintah juga terus berupaya menjaga dan meningkatkan daya beli masyarakat khususnya masyarakat bawah agar terlepas dari jerat kemiskinan. Untuk itu, pemerintah akan terus menjaga tingkat inflasi agar cukup rendah dan stabil serta terus memperluas sistem jaminan nasional yang lebih efektif dan efisien. Pemerintah juga sepakat dengan Anggota Dewan untuk terus melanjutkan programprogram pro rakyat miskin dari periode sebelumnya. Program-program perlindungan sosial yang menunjukkan manfaat nyata bagi masyarakat tetap dilaksanakan dan ditingkatkan kualitasnya. Dengan berbagai bantuan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH), beras untuk keluarga sejahtera (Rastra), KIS, KIP, BPJS, serta bantuan sosial lain di tahun 2018, Pemerintah terus berupaya untuk mengurangi beban dan memperbaiki standar hidup penduduk miskin. Mulai
-L.82-
tahun 2018, subsidi pangan dan subsidi energi yaitu listrik dan gas 3 kg disalurkan secara tepat sasaran menggunakan kartu terpadu dengan bantuan sosial non tunai lainnya. Data penerima subsidi tepat sasaran ini bersumber dari Basis Data Terpadu sehingga belanja negara khususnya bantuan sosial dapat lebih efektif mensasar hanya kepada masyarakat miskin dan rentan secara utuh. Sebagaimana diketahui dari beberapa studi, PKH merupakan program yang paling efektif dalam menurunkan kesenjangan pendapatan dan kemiskinan, serta peningkatan capaian pendidikan dan kesehatan. Oleh karena itu, Pemerintah terus memperluas cakupan kepesertaan PKH hingga 10 juta keluarga miskin dan rentan pada tahun 2018, yang mencakup tidak hanya keluarga dengan anak balita, usia sekolah dan ibu hamil, namun juga keluarga miskin dengan penyandang disabilitas dan lansia di atas 70 tahun. Agar semakin efektif program pengentasan kemiskinan tersebut akan didukung oleh perbaikan basis data menggunakan data termutakhir yaitu Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) tahun 2015 yang telah divalidasi kembali oleh Kementerian Sosial pada tahun ini. Pendataan programprogram tersebut, termasuk KIP dan KIS serta Rastra juga telah menggunakan Basis Data Tunggal yang merupakan hasil pemutakhiran basis data tersebut. Data tersebut akan terus dimutakhirkan melalui verifikasi dan validasi yang dilaksanakan secara berkala (6 bulan). Pemerintah juga masih melanjutkan penyediaan KUR melalui skema suku bunga rendah yang didukung penjaminan kredit kepada usaha mikro dan kecil, koperasi dan kelompok usaha yang usahanya layak, dan tenaga kerja Indonesia (TKI). Selanjutnya, kami sangat mengapresiasi pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai Pemerintah harus tetap fokus pada tujuan jangka menengah dan panjang, yakni mampu mengatasi middle income trap dan mampu memanfaatkan bonus demografi. Untuk naik menjadi negara yang lebih maju, Pemerintah menyadari tidak dapat diperoleh secara otomatis, namun dibutuhkan: (1) kolektif dan kepemilikan yang kuat atas bangsa Indonesia dimana setiap orang memiliki dan melakukan yang terbaik untuk mewujudkan impiannya; (2) institusi yang kuat dan efektif yakni administrasi yang rapi, birokrasi yang efektif, legislatif yang akuntabel, sistem peradilan yang independen, sektor swasta kreatif, dan media yang independen dan akuntabel, yang kesemuanya berjalan beriringan; (3) kepemimpinan yang baik yakni pemimpin yang visioner, mampu, dan adil, dengan komitmen yang kuat untuk negara dan masyarakat; (4) kohesivitas sosial yakni masyarakat mendukung kebijakan peningkatan kesejahteraan; dan (5) peningkatan sumber daya manusia diantaranya melalui pendidikan formal yang mendukung penelitian dan pengembangan, serta pendidikan kejuruan dan pelatihan untuk pengembangan keterampilan. Oleh karena itu, dibutuhkan kerja sama yang erat
-L.83-
tidak hanya pemerintah dan legislatif, melainkan masyarakat dan swasta yang terlibat secara langsung guna menyiapkan manusia Indonesia dalam menyongsong mencapai negara yang lebih maju, sehingga bonus demografi tidak akan sia-sia. Pemerintah yakin dengan bergotong royong, Indonesia akan mampu mendorong perekonomian nasional naik kelas menjadi berpendapatan menengah atas.
-L.84-