Rangkuman Hasil Promosi Program Yayasan Belantara pada Ajang Indonesia Philanthropy Festival 2016 (IPFest 2016) “Berbagi dan Menggalang Sinergi untuk Restorasi Bentang Alam”
Kamis-Minggu, 6-9 Oktober 2016 Ruang Cenderawasih, Jakarta Convention Center
Promosi Program Yayasan Belantara pada Ajang Indonesia Philanthropy Festival 2016 (IPFest 2016): “Berbagi dan Menggalang Sinergi untuk Restorasi Bentang Alam” Jakarta | 6-9 Oktober 2016
Agenda Talk Show “Kemitraan Pendanaan Pengelolaan Lansekap Berkelanjutan” Hari, Tanggal : Jumat, 7 Oktober 2016 Waktu : 13.00 – 14.30 WIB Tempat : Panggung Utama, Ruang Cenderawasih, Jakarta Convention Center
Pameran, Pendidikan Lingkungan Hidup dan Konservasi, serta Diskusi Pengenalan Program Hari, Tanggal : Kamis-Minggu, 6-9 Oktober 2016 Waktu : 09.00 – 18.00 WIB Tempat : Booth Belantara, Ruang Cenderawasih, Jakarta Convention Center
Hari
Kamis, 6 Oktober 2016
Waktu
Kegiatan
09.00-11.00
Pemutaran film bertema lingkungan
11.00-12.00
Dongeng Belantara oleh Kampung Dongeng
13.00-14.30
Sesi Diskusi – Praktik Terbaik dalam Manajemen Konflik di Kawasan Konservasi oleh Purwowidi Astanto (Belantara), Andiko Sutan Mancayo (ASM Law Office/Malaka Center), dan Bernadinus Steni (Huma/Madani)
15.00-16.30
Sesi Diskusi – Sustainable Palm Oil for Smallholders oleh Aditya Kurniawan (Belantara) dan Tri Padukan Purba (SNV)
sepanjang hari
Sesi Call for Proposal on Location oleh Rio Rovihandono (Belantara) Interaksi Informal oleh Tim Manajemen Belantara
09.00-11.00
Pemutaran film bertema lingkungan
11.00-12.00
Dongeng Belantara oleh Kampung Dongeng
13.00-14.30
Sesi Talk Show – Kemitraan Pendanaan Pengelolaan Lansekap Berkelanjutan oleh para panelis yang terdiri dari: Agus P. Sari (CEO Belantara) M.S. Sembiring (Direktur Eksekutif Yayasan KEHATI) Fitrian Ardiansyah (Country Director IDH Indonesia) Laksmi Dhewanthi (Global Environment Facility – Operational Focal Point Indonesia) • Amanda Cininta, Moderator Sesi Diskusi – Pengalaman Pendekatan Sustainable Livelihood sebagai Tool Konservasi oleh Purwowidi Astanto (Belantara), Nano Sudarno (YAPEKA), dan Heri Kuswanto (Perkumpulan Gita Buana) • • • •
Jumat, 7 Oktober 2016
15.00-16.30
2
Promosi Program Yayasan Belantara pada Ajang Indonesia Philanthropy Festival 2016 (IPFest 2016): “Berbagi dan Menggalang Sinergi untuk Restorasi Bentang Alam” Jakarta | 6-9 Oktober 2016
16.30-18.00
sepanjang hari
Sabtu, 8 Oktober 2016
Sesi Call for Proposal on Location oleh Rio Rovihandono (Belantara) Display dan Asistensi Tanaman Kemiri Sunan Puslitbangbun Bogor, Kementerian Pertanian
oleh Tim
09.00-11.00
Interaksi Informal oleh Tim Manajemen Belantara Pemutaran film bertema lingkungan
11.00-12.00
Dongeng Belantara oleh Kampung Dongeng
13.00-14.00
Dongeng Belantara oleh Kampung Dongeng
14.00-15.00
Dongeng Belantara oleh Kampung Dongeng
15.00-16.30
Sesi Diskusi – Agroforestry Coffee oleh Aditya Kurniawan (Belantara) dan Handi Supriadi (Puslitbangbun Bogor, Kementerian Pertanian)
sepanjang hari
Minggu, 9 Oktober 2016
Sesi Diskusi – Kemiri Sunan sebagai Tanaman Konservasi dan Biodiesel oleh Aditya Kurniawan (Belantara) dan Maman Herman (Puslitbangbun Bogor, Kementerian Pertanian)
Display dan Asistensi Tanaman Kemiri Sunan Puslitbangbun Bogor, Kementerian Pertanian
oleh Tim
Interaksi Informal oleh Tim Manajemen Belantara
09.00-11.00
Pemutaran film bertema lingkungan
11.00-12.00
Dongeng Belantara oleh Kampung Dongeng
13.00-14.00
Dongeng Belantara oleh Kampung Dongeng
14.00-15.30
Sesi Diskusi – Passion, Plan, Proposal and Pitch: Bagaimana Meyakinkan Pendana Bahwa Ide Kita Layak Didanai oleh Agus P. Sari dan Rio Rovihandono (Belantara)
sepanjang hari
Display dan Asistensi Tanaman Kemiri Sunan Puslitbangbun Bogor, Kementerian Pertanian
oleh Tim
Interaksi Informal oleh Tim Manajemen Belantara
3
Promosi Program Yayasan Belantara pada Ajang Indonesia Philanthropy Festival 2016 (IPFest 2016): “Berbagi dan Menggalang Sinergi untuk Restorasi Bentang Alam” Jakarta | 6-9 Oktober 2016
Ringkasan Eksekutif Indonesia Philanthropy Festival 2016 (IPFest 2016) memiliki tujuan salah satunya yaitu mempertemukan dan memfasilitasi terjadinya sinergi dan kemitraan di antara para pelaku filantropi dan organisasi pelaksana program khususnya dalam pencapaian target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals – SDGs). Pada kesempatan IPFest 2016 ini, Yayasan Belantara mendapatkan kehormatan dari panitia penyelenggara untuk mengisi agenda di panggung utama dan kegiatan pameran. Kesempatan ini sangat baik bagi promosi Yayasan Belantara sebagai sebuah lembaga yang baru berdiri, dan ingin mengajak sebanyak mungkin pihak untuk berkontribusi dalam program restorasi bentang alam. Sesuai visi dan misi Yayasan Belantara serta perannya dalam mengelola dana amanah (grant-making) untuk konservasi skala besar bentang alam, Yayasan Belantara juga mendorong kemitraan strategis untuk menggalang sumber daya bagi tercapainya keberlanjutan program melalui pendekatan PublicPrivate-People-Partnership (P4). Yayasan Belantara tidak hanya menyalurkan dana bagi pembiayaan program-program restorasi bentang alam, tetapi juga menggalang sumber daya dan mencari sumber-sumber dana lainnya untuk memperkuat peran dan kemitraan strategis pengelolaan sumber daya alam Indonesia. Oleh karena itu, ajang ini merupakan wadah yang tepat bagi Yayasan Belantara yang telah mulai menggulirkan program Restorasi Bentang Alam di lanskap Berbak dan Meranti di Jambi, serta lanskap Padang Sugihan di Sumatera Selatan tahun ini, untuk turut mempromosikan dan menggalang dukungan publik, khususnya dari para pengunjung dan peserta IPFest 2016 serta para pemangku kepentingan kunci lainnya. Terlebih lagi mengingat bahwa program dan kegiatan Yayasan Belantara sangat mendukung pencapaian SDGs, antara lain: program Pemberdayaan Masyarakat dan Pengembangan Ekonomi Berbasis Sumber Daya Lokal (Goals 1, 2, dan 4); Restorasi dan Rehabilitasi Bentang Alam (Goals 13 dan 15) melalui kegiatan kemitraan strategis dengan pendekatan Public-Private-People-Partnership (Goal 17).
Tujuan Dalam IPFest 2016 ini, Yayasan Belantara akan berkontribusi pada 2 agenda penting dengan tujuan sebagai berikut: (1) Mempromosikan program restorasi bentang alam dan menguatkan dukungan PublicPrivate-People untuk menggalang sumber daya; dan (2) Memperkenalkan Yayasan Belantara dan program-programnya sehingga semakin dikenal masyarakat luas serta memperluas jejaring kerja untuk kemitraan strategis upaya restorasi bentang alam.
4
Promosi Program Yayasan Belantara pada Ajang Indonesia Philanthropy Festival 2016 (IPFest 2016): “Berbagi dan Menggalang Sinergi untuk Restorasi Bentang Alam” Jakarta | 6-9 Oktober 2016
Sesi Diskusi – Praktik Terbaik dalam Manajemen Konflik di Kawasan Konservasi Sesi diskusi kelas pada ajang Indonesia Philanthropy Festival 2016 di Booth Belantara ini menghadirkan 2 (dua) orang pakar hukum yang sangat berpengalaman dalam manajemen konflik di kawasan konservasi sebagai panelis, yaitu Andiko Sutan Mancayo dan Bernadinus Steni. Dalam paparannya di acara diskusi yang dihelat pada hari Kamis, 6 Oktober 2016 pukul 13.00 – 14.30 WIB tersebut, Andiko Sutan Mancayo menyampaikan materi tentang “Pengalaman Manajemen Konflik Taman Nasional” dengan beberapa butir penting sebagai berikut: • • • • • • • •
Situasi ekosistem Teso Nilo dan tren perambahan di TN Kerinci Seblat; Politik anggaran kurang berpihak pada konservasi; Ketimpangan antara konsep program konservasi dan implementasinya; Diaspora aktor Taman Nasional: aktor dan tipologi perambah TRHS (Tropical Rainforest Heritage of Sumatera); Ruang legal penanganan konflik menurut PP nomor 28 tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam; Tahapan dan tips resolusi konflik Taman Nasional; Pengertian dan alasan resolusi konflik berbasis lanskap; Pengertian dan alasan serta metode negosiasi konflik terapan.
Selanjutnya Bernadinus Steni menyajikan materi tentang “Kerangka Pengaman (Safeguard) PRISAI – Prinsip, Kriteria, Indikator Safeguards Indonesia – dan Penerapannya”. Poin-poin penting yang disampaikan dalam presentasinya adalah sebagai berikut: • Pengertian kerangka pengaman dan latar belakang adanya kerangka pengaman (salah satunya adalah pengalaman konflik); • Landasan hukum kerangka pengaman; • Prinsip-prinsip dalam PRISAI Tata Kelola, PRISAI Sosial dan PRISAI Lingkungan; • Prinsip, Kriteria dan Indikator serta beberapa contohnya; • Siklus PRISAI; • Pendekatan 1: Nota Konsep: Pelaksana yang Baru Mulai; • Pendekatan 2: PDD Pelaksana yang Sudah Mulai Aktivitas; • Alur penggunaan PRISAI; • Kebutuhan kelembagaan: Screening, Supervisi dan Penyelesaian Konflik.
5
Promosi Program Yayasan Belantara pada Ajang Indonesia Philanthropy Festival 2016 (IPFest 2016): “Berbagi dan Menggalang Sinergi untuk Restorasi Bentang Alam” Jakarta | 6-9 Oktober 2016
Para peserta tampak sangat antusias mengikuti presentasi yang disampaikan oleh narasumber dan proses tanya jawab dengan peserta. Terdapat 3 (tiga) orang penanya/penanggap selama diskusi panel ini berlangsung, yaitu: • •
•
Indra (SIVA), menanyakan kepada narasumber kedua (Bernadinus Steni), “Mengapa tidak cukup 1 (satu) organisasi untuk menerapkan PRISAI?” Suwito (Kemitraan) mempertajam materi yang disajikan oleh narasumber pertama (Andiko Sutan Mancayo) tentang pentingnya penanganan konflik lahan berbasis lanskap dan menanyakan wacana kemungkinan diberlakukannya “land amnesty” bagi masyarakat (yang membuka lahan di kawasan konservasi) sebagaimana kebijakan yang sedang populer saat ini yaitu “tax amnesty”? Iwan (KEHATI) menanyakan kepada narasumber mengenai contoh ilustrasi penyelesaian konflik berbasis lanskap.
Sesi Diskusi – Sustainable Palm Oil for Smallholders Diskusi dengan tema “Sustainable Palm Oil For Smallholders” dibawakan oleh Tri Padukan Purba dari SNV Netherlands Development Organization. Diskusi ini membahas permasalahan baik tentang kesulitan petani kecil kelapa sawit dalam menjual produk mereka ke pabrik, maupun hasil CPO mereka. Dalam sesi ini, Tri Padukan Purba menceritakan pengalamannya mengawal petani sawit dalam Good Agricultural Practices sebagai peningkatan produksi dan daya saing kualitas TBS (Tandan Buah Segar) yang dihasilkan petani. Ia juga memberikan penjelasan bahwa permasalahan terjadi karena petani sawit kurang terinformasi mengenai sertifikasi lahan sawit yang berlaku, dan juga karena adanya rentenir atau tauke yang menguasai keuangan petani sawit melalui kredit-kredit masa tanam dan pra-tanam, sehingga kredit-kredit tersebut menjebak petani sawit menjual TBS ketika harga bagus. Para peserta terlihat antusias mengikuti presentasi yang disampaikan oleh narasumber dan proses tanya jawab dengan peserta. Ada 4 (empat) orang penanya/penanggap selama diskusi ini berlangsung, yaitu: • • • •
Gideon Ginting: Tauke telah membuat saya rugi, apakah ada mekanisme yang bisa menjembatani tanpa bergantung dengan tauke, atau ada dari pemerintah. Fahmi: Musim saat ini tidak jelas, sehingga banyak paceklik, bagaimana peran koperasi dengan musim yang saat ini terjadi? Zulkifli: Sawit di lapangan diganggu oleh preman-preman sawit dan ninja, adakah hambatan ini dapat pemerintah atasi? Dian: Rentenir di sawit apakah menerima semua tanaman untuk dibeli?
6
Promosi Program Yayasan Belantara pada Ajang Indonesia Philanthropy Festival 2016 (IPFest 2016): “Berbagi dan Menggalang Sinergi untuk Restorasi Bentang Alam” Jakarta | 6-9 Oktober 2016
Sesi Talk Show – Kemitraan Pendanaan Pengelolaan Lansekap Berkelanjutan Yayasan Belantara menerima suatu kesempatan istimewa untuk mengisi sesi di Panggung Utama IPFest 2016 pada hari Jumat, 7 Oktober 2016. Peluang istimewa ini dimanfaatkan dengan mengadakan sesi talk show yang bertema “Kemitraan Pendanaan Pengelolaan Lansekap Berkelanjutan” dengan menghadirkan narasumber yang sangat berpengalaman dan berpengetahuan tinggi di bidangnya, antara lain: Agus P. Sari selaku CEO Yayasan Belantara, M.S. Sembiring selaku Direktur Eksekutif Yayasan KEHATI, Fitrian Ardiansyah selaku Country Director IDH Indonesia, dan Laksmi Dhewanthi selaku Global Environment Facility – Operational Focal Point Indonesia. Talk show ini dimoderatori oleh Amanda Cininta dari BeritaSatu TV. Sesi talk show ini dimulai dengan beberapa pertanyaan dari moderator kepada narasumber. Pertanyaan pertama tentang definisi Manajemen Lansekap dan cara meng-konvergensi antara lingkungan dan pembangunan. Agus Sari menjawab dengan menekankan bahwa ekonomi dan ekologi harus dapat dijalankan secara berdampingan dengan menggunakan pendekatan lansekap. Laksmi Dhewanthi menambahkan pentingnya pendekatan holistik, karena hutan, air, dan sumber daya lainnya saling terkait. Dampak lingkungan tidak mengenal batas-batas administrasi. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana cara meyakinkan sektor swasta tentang “long-term economic gain” dan “direct financial gain” yang dapat diperoleh dari manajemen lansekap yang baik. Agus Sari mengelaborasi tentang manajemen lansekap yang baik yang selanjutnya berpotensi dikembangkan menjadi pemberdayaan masyarakat dan selanjutnya menjadi pemberdayaan ekonomi lokal. Laksmi Dhewanthi menekankan bahwa harus ada solusi “triple win”, yaitu menguntungkan bagi sektor swasta, pemerintah, dan masyarakat lokal. Ia selanjutnya memberikan contoh PJL (Pembayaran Jasa Lingkungan) di mana penjual adalah petani dan pembeli adalah industri. Saat ini baru sebatas inisiatif lokal, dan selanjutnya akan didorong oleh UU Lingkungan No. 32 menjadi sistem berbasis pasar untuk mekanisme pembayaran antar daerah. Selanjutnya panelis juga membahas tentang seberapa efektifnya praktik-praktik Payment for Ecosystem Services atau PJL (Pembayaran Jasa Lingkungan) tersebut dalam mendukung kelangsungan manajemen lansekap.
Sebagai penutup, Laksmi Dhewanthi membahas bahwa pemberian hibah atas nama manajemen lansekap tidak akan memadai tanpa adanya “changed behavior” atau “changed paradigm”. Fitrian Ardiansyah menekankan bahwa dana hibah hanya merupakan titik awal. Mesti ada insentif ekonomi karena kapitalisme masih merupakan motivasi penting di bidang ini. M.S. Sembiring menyatakan 7
Promosi Program Yayasan Belantara pada Ajang Indonesia Philanthropy Festival 2016 (IPFest 2016): “Berbagi dan Menggalang Sinergi untuk Restorasi Bentang Alam” Jakarta | 6-9 Oktober 2016
bahwa indeks SRI (Sustainable and Responsible Investment) yang diluncurkan oleh Yayasan KEHATI dan Bursa Efek Indonesia adalah bukti bahwa praktik bisnis ‘hijau’ atau ‘green stamp’ pada entitas bisnis sangat dihargai pasar dan masyarakat.
Sesi Diskusi – Pengalaman Pendekatan Sustainable Livelihood sebagai Tool Konservasi Sesi diskusi tentang Pengalaman Pendekatan Sustainable Livelihood sebagai Tool Konservasi pada ajang IPFest 2016 ini bertujuan untuk: (1) menyampaikan pengalaman tentang cara mengembangkan strategi livelihood agar sesuai dengan kondisi masyarakat lokal; (2) menyampaikan pengalaman tentang praktik terbaik implementasi pendekatan sustainable livelihood di kawasan konservasi; dan (3) menyampaikan berbagai pilihan model integrasi pendekatan sustainable livelihood dalam program/proyek konservasi. Sesi yang diselenggarakan pada hari Jumat, 7 Oktober 2016 pukul 15.00 – 16.30 WIB tersebut melibatkan 2 (dua) orang narasumber yang berpengalaman luas dalam mengimplementasikan pendekatan sustainable livelihood di kawasan konservasi, yaitu Nano Sudarno dari YAPEKA (Yayasan Pendidikan Konservasi dan Lingkungan Hidup Indonesia) dan Heri Kuswanto dari PGB (Perkumpulan Gita Buana). Dalam paparannya di acara diskusi panel tersebut, Nano Sudarno menyampaikan materi tentang “Program Restorasi, Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat (khususnya di Hutan Lindung Meranti Sungai Merah)” dengan beberapa butir penting sebagai berikut: • Gambaran umum lokasi program (Desa Lubuk Bintialo dan Desa Pangkalan Bulian); • Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan, antara lain: o Perbaikan Kawasan Hutan Lindung KPHP Meranti; o Perlindungan Kawasan Hutan Lindung Meranti Sungai Merah KPHP Meranti secara partisipatif; o Pemberdayaan masyarakat sekitar hutan lindung KPHP Meranti melalui kegiatan peningkatan ekonomi. • Langkah-langkah untuk mengembangkan strategi livelihood agar sesuai dengan kondisi masyarakat lokal; • Pengalaman YAPEKA dalam mengintegrasikan pendekatan sustainable livelihood dalam program/proyek konservasi. Selanjutnya, Heri Kuswanto menyajikan materi berjudul “Menata Sumber-Sumber Penghidupan secara Berkelanjutan”. Poin-poin penting yang disampaikan dalam presentasinya adalah sebagai berikut: • Berbagi pengalaman tentang best practice implementasi pendekatan sustainable livelihood di kawasan konservasi, terutama di wilayah Jambi atau di kawasan hutan gambut: o Agroforestry jernang dengan karet di Desa Lamban Sigatal Kecamatan Pauh Kabupaten Sarolangun (peluang dan tantangan yang dihadapi); o Peningkatan pendapatan petani melalui pola pertanian lahan basah Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi; o Peningkatan produk Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) masyarakat pesisir, Kecamatan Sadu Kabupaten Tanjung Jabung Timur (kerupuk udang, madu mangrove dan virgin coconut oil (VCO)). 8
Promosi Program Yayasan Belantara pada Ajang Indonesia Philanthropy Festival 2016 (IPFest 2016): “Berbagi dan Menggalang Sinergi untuk Restorasi Bentang Alam” Jakarta | 6-9 Oktober 2016
• Langkah-langkah yang ditempuh untuk mengembangkan mata pencaharian berkelanjutan bagi masyarakat desa: o Assessment awal, o Analisis dan perencanaan, o Pelaksanaan program, o Keberlanjutan program. • Kendala/tantangan yang dihadapi dalam mengimplementasikan pendekatan sustainable livelihood: o Ada perubahan-perubahan akibat: § Kebijakan pembangunan pemerintah, § Perubahan kondisi ekosistem, § Harga komoditas yang fluktuatif. o Muncul keinginan (bukan kebutuhan) dari kelompok yang tidak terpenuhi program yang sedang berlangsung; o Perilaku individu dalam kelompok berbeda-beda, menyebabkan kelompok tidak berkembang; o Konflik kepentingan antara para pihak di desa; o Pemberdayaan tidak dapat dilakukan dengan partisipatif penuh dari masyarakat (harus ada contoh untuk masyarakat); o Proyek tidak berkesinambungan.
Pada sesi tanya jawab pertama, terdapat 3 (tiga) orang penanya/penanggap selama diskusi berlangsung, yaitu: •
•
•
Fahmi dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), menanyakan kepada narasumber kedua (Heri Kuswanto), “Siapa penyebab kebakaran di kawasan konservasi, apakah masyarakat atau perusahaan?” Fadhil dari Universitas Islam Negeri Jakarta (UIN Jakarta) menanyakan tentang: o Bagaimana gambaran kondisi masyarakat di Jambi? o Bagaimana cara yang harus ditempuh agar upaya perlindungan hutan dan peningkatan pendapatan masyarakat dapat berjalan seimbang? o Bagaimana peran pemerintah Jambi agar masyarakat (di sekitar kawasan konservasi) mendapatkan akses pendidikan dan jalan? Supriyanto dari Panin Group menanyakan kepada narasumber mengenai pengaruh pembangunan pelabuhan di Jambi dengan jumlah ketersediaan udang.
Pada sesi tanya jawab kedua, terdapat 2 (dua) orang penanya, yaitu: 9
Promosi Program Yayasan Belantara pada Ajang Indonesia Philanthropy Festival 2016 (IPFest 2016): “Berbagi dan Menggalang Sinergi untuk Restorasi Bentang Alam” Jakarta | 6-9 Oktober 2016
•
•
Azra’i dari Yayasan Pembangunan Citra Insan Indonesia (YPCII), menanyakan kepada narasumber, “Apakah kendala yang dihadapi dalam upaya pemberdayaan masyarakat pernah disinergikan dengan pemerintah desa?” Mukti Ali Azis dari Kawal Borneo Community Foundation, Kalimantan Timur menanyakan tentang “Bagaimana menyinergikan upaya pemberdayaan masyarakat di kawasan konservasi dengan RPJMDes/RKPDes?”
Sesi Diskusi – Kemiri Sunan sebagai Tanaman Konservasi dan Biodiesel Sesi diskusi pada hari Jumat, 7 Oktober 2016, yang bertema “Kemiri Sunan sebagai Tanaman Konservasi dan Biodiesel” ini dibawakan oleh Maman Herman yang mewakili Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan, Bogor. Ia menjelaskan secara spesifik jenis-jenis Kemiri Sunan yang telah dikembangkan saat ini yang terdiri dari varietas Kemiri Sunan 1 dan Kemiri Sunan 2, kemudian Kermindo 1 dan Kermindo 2, di mana tiap-tiap varietas menghasilkan jenis minyak diesel yang berbeda. Hasil minyak diesel pada Kermindo 1 dan 2 lebih baik daripada 2 varietas Kemiri Sunan.
Selain dapat menangkap karbon karena tajuknya yang lebar, Kemiri Sunan juga dapat ditanam dengan tanaman sela lainnya yang bernilai ekonomi selama menunggu masa produktif (4-5 tahun). Diskusi hangat ini menginformasikan potensi hasil biodiesel yang dibuat dari varietas Kermindo yang sudah diujicobakan pada kendaraan mobil sampai dengan campuran 100 persen tanpa ada masalah sama sekali. Pertanyaan yang dilontarkan oleh para peserta sesi diskusi ini mencakup: • • •
Sri: Kemiri Sunan ini dapat dikembangkan di mana saja? Fahmi: Bagaimana hasil biodiesel Kemiri Sunan ini diaplikasikan pada kendaraan dan berapa kebutuhan alatnya? Mukti: apakah ada sesi yang lebih panjang untuk Kemiri Sunan ini dan pembelajaran aplikasinya, saya tertarik untuk mengaplikasikan ini.
10
Promosi Program Yayasan Belantara pada Ajang Indonesia Philanthropy Festival 2016 (IPFest 2016): “Berbagi dan Menggalang Sinergi untuk Restorasi Bentang Alam” Jakarta | 6-9 Oktober 2016
Sesi Diskusi – Agroforestry Coffee Sesi diskusi pada hari Sabtu, 8 Oktober 2016, yang bertema “Agroforestry berbasis kopi” ini dibawakan oleh Handi Supriadi yang mewakili Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan, Bogor. Ia menjelaskan beragam jenis kopi seperti kopi Arabica, Robusta dan Liberika dari ciri khas dan varietas-varietas yang telah dihasilkan oleh Badan Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (Balittri) Kementerian Pertanian. Sesi ini sangat menarik peserta dengan adanya teknik pemrosesan hilir kopi sebelum dijual dan jenis kopi yang masuk sesuai permintaan pasar dan kafe yang ada di Indonesia beserta jenis-jenis kopi komoditas ekspor. Sesi ini juga membahas bahwa budidaya kopi dapat dilakukan berdampingan dengan kawasan hutan (selain kawasan terlindungi), dan hasilnya dapat lebih subur karena kekayaan bahan organiknya lebih beragam. Terbukti dengan adanya hasil-hasil agroforestry komoditas kopi yang telah dilombakan di luar negeri. Para peserta tampak sangat antusias mengikuti presentasi yang disampaikan oleh narasumber. Pertanyaan yang dilontarkan oleh para peserta sesi diskusi ini mencakup: • • • • • •
Ahmad: Apa spesifikasi asam pada kopi di lahan gambut? Sahrul: Apa saja hutan yang dapat dibudidayakan kopi? Fahmi: White coffee berasal dari jenis kopi apa? Erwin S: Apa penjelasan tentang kopi yang ditanam di pinggir sungai dan kopi untuk di lahan basah. Amir: Apakah kopi sachet berbahaya? Andi: Kopi pea berry di kafe adalah defect, bagaimana prospek kopi lanang sebagai kopi defect dengan khasiat yang dimiliki?
\
Sesi Diskusi – Passion, Plan, Proposal and Pitch: Bagaimana Meyakinkan Pendana Bahwa Ide Kita Layak Didanai Pada sesi ini, Agus P. Sari selaku CEO Yayasan Belantara dan Rio Rovihandono selaku Monitoring and Evaluation Manager Yayasan Belantara, menyampaikan dan berbagi pengalaman tentang keseluruhan aspek pengajuan proposal, antara lain: menggalang gagasan, membuat rencana, dan mengembangkan proposal serta teknik penyajian. Sesi ini dihadiri oleh sekitar 26 peserta dari berbagai kalangan. Sebagian besar merupakan mahasiswa yang belum pernah membuat dan
11
Promosi Program Yayasan Belantara pada Ajang Indonesia Philanthropy Festival 2016 (IPFest 2016): “Berbagi dan Menggalang Sinergi untuk Restorasi Bentang Alam” Jakarta | 6-9 Oktober 2016
mengajukan proposal, sementara lainnya adalah mereka yang sudah pernah terlibat dalam pembuatan dan presentasi proposal. Di awal sesi, Agus P. Sari berbagi pengalaman bahwa semua berawal dari gagasan dan passion, bukan semata-mata mencari dana. Kemudian ia melanjutkan dengan berbagi cara membuat rencana dan menuliskan ke dalam bentuk proposal, termasuk berbagai metode SWOT, Identifikasi Masalah, Asset-Based Thinking dan Pengembangan Theory of Change, yang sangat mewarnai metodologi yang digunakan oleh LSM atau mereka yang terlibat di dalam bidang pembangunan. Sesi Pitch sebagai penutup adalah teknik dan tips untuk mempresentasikan gagasan, cara penyampaian termasuk hal-hal yang perlu dihindari, misalnya terlalu banyak tulisan (death by words). Yang disarankan adalah untuk menggunakan ilustrasi atau konseptual model yang mampu menjelaskan gagasan pokok dan perubahan yang telah direncanakan. Peserta sesi ini memuji informasi dan masukan yang diberikan oleh kedua narasumber, tetapi perlu ditambahkan dengan alat peraga atau presentasi slides.
Sesi Call for Proposal on Location Pada hari pertama, Kamis 6 Oktober 2016, Rio Rovihandono, Monitoring and Evaluation Manager Yayasan Belantara dikunjungi oleh Bangkit dari Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lingkungan Hidup (LPPSLH) Purwokerto, yang akan bekerjasama dengan lembaga lokal di lansekap Kubu, untuk pemberdayaan masyarakat, khususnya guna meningkatkan nilai dari tanaman kelapa yang banyak terdapat di lansekap ini, serta upaya pengelolaan mangrove. LPPSLH ini sudah memiliki track record mengolah nira kelapa untuk dijadikan komoditas gula semut yang telah memiliki pasar ekspor. Di Jawa, lembaga ini berkolaborasi dengan Bank Sinar Mas untuk perdagangan komoditas gula semut ini. Sementara itu, di lansekap Kubu, mereka sudah berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah dan LSM lokal, salah satunya adalah Sampan. Meskipun demikian, rancangan program yang diajukan masih perlu diselaraskan dengan Rencana Induk Yayasan Belantara, terutama dalam aspek program restorasi untuk menjadikan kegiatan ekonomi lokal tersebut tersambung dengan misi pemulihan 12
Promosi Program Yayasan Belantara pada Ajang Indonesia Philanthropy Festival 2016 (IPFest 2016): “Berbagi dan Menggalang Sinergi untuk Restorasi Bentang Alam” Jakarta | 6-9 Oktober 2016
ekosistem. LPPSLH ini akan mempelajari dokumen format concept note dan proposal serta akan menindaklanjutinya. Selain itu, satu calon mitra lainnya, Berkah, dari Pusat Studi Pengelolaan Sumber Daya Hayati Universitas Gadjah Mada (PSPSDH-UGM), juga menyatakan minat unutk mengembangkan program restorasi dan perlindungan di lansekap Dangku Meranti. Ia sebelumnya adalah staf/karyawan perkebunan kelapa sawit yang kini hijrah kembali ke kampus. Ia menyatakan telah mengenal baik dan bekerjasama dengan Nunu Anugrah, Kepala Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan. Rio Rovihandono membagikan salinan buku Rencana Induk Yayasan Belantara dan menjelaskan tentang program kerja Yayasan Belantara kepadanya, dengan harapan bahwa ia akan menindaklanjuti dan bekerjasama dengan mitra lokal. Selanjutnya, Rio Rovihandono juga menerima kunjungan dari Diyah Wara Restiyati dari Indonesia Initiative for Social Ecology Studies. Ia mengajukan pertanyaan tentang kegiatan riset yang dapat diajukan untuk memperoleh dukungan Yayasan Belantara. Menurut Rencana Induk, kegiatan riset yang berpotensi untuk menerima dukungan adalah yang bertujuan untuk perbaikan pengelolaan lansekap. Pada hari kedua, Jumat 7 Oktober 2016, Rio Rovihandono menerima kunjungan dari Syafrizal Aal dari Sumatera Sustainable Support (SSS Pundi Sumatera) yang merupakan sebuah lembaga grantmaking lokal hasil bentukan MFP1, dan telah memiliki track record sebagai lembaga penyalur hibah untuk LSM lokal di Sumatera (kecuali Aceh). Lembaga ini menyatakan minatnya untuk bekerjasama dengan Yayasan Belantara, khususnya di Jambi dan Sumatera Selatan. Rio Rovihandono menjelaskan secara singkat tentang program kerja dan kegiatan saat ini di lansekap Tahura Sekitar Tanjung. Kemudian, diskusi mengarah ke pengembangan small grant untuk pemberdayaan masyarakat dan mitigasi kebakaran hutan, selain program restorasi itu sendiri. Lembaga ini mengajukan permohonan dana kepada MCAI dan saat ini merupakan simpul koordinasi program TFCA Sumatera. Lembaga ini tertarik untuk mengelola program untuk lansekap Dangku Meranti, Berbak Sembilang, dan Padang Sugihan. Selanjutnya, Rio Rovihandono bertemu dengan Mukti Ali dari lembaga Kawal Borneo Community Foundation, yang berkantor pusat di Samarinda. Lembaga ini sebenarnya sudah mengajukan concept note untuk lansekap Kutai kepada Yayasan Belantara. Concept note tersebut berfokus pada upaya pemberdayaan masyarakat, advokasi penebangan liar dan kejahatan kriminal di hutan, bekerjasama dengan Taman Nasional Kutai dan LSM lokal bernama Bina Kelola Lingkungan (BIKAL). Rio Rovihandono menjelaskan rencana kerja Yayasan Belantara yang sudah dijajaki di lansekap Kutai dan menghimbau agar concept note dari Kawal Borneo turut melibatkan BKSDA Kalimantan Timur. Lembaga Kawal Borneo ini juga cukup dekat dengan Mitra Kuta, sehingga kemungkinan akan mendorong revitalisasi Forum Kuta Multipihak. Yayasan Belantara menantikan revisi concept note dan penyiapan proposal dari lembaga Kawal Borneo. Pada hari keempat, Minggu 9 Oktober 2016, Rio Rovihandono bertemu dengan Rondang, Phd., seorang ahli primate dari Research Center for Climate Change Universitas Indonesia (RCCC-UI) yang berminat untuk mengajukan proposal kepada Yayasan Belantara. Kegiatan yang diusulkan berfokus pada penelitian sebaran dan populasi Orangutan dan bagaimana hasilnya dapat digunakan untuk membantu pengelolaan ruang hidup bagi spesies ini dengan kondisi lansekap Kubu saat ini, termasuk masukan untuk pengelolaan lansekap. 13
Promosi Program Yayasan Belantara pada Ajang Indonesia Philanthropy Festival 2016 (IPFest 2016): “Berbagi dan Menggalang Sinergi untuk Restorasi Bentang Alam” Jakarta | 6-9 Oktober 2016
Di luar sesi Call for Proposal on Location, Rio Rovihandono juga menerima minat dari Leuser Conservation Partnership yang merupakan lembaga intermediary yang berkantor di Medan, Sumatera Utara. Lembaga ini tertarik untuk bekerjasama dengan Yayasan Belantara melalui pemberitaan di media sosial. Ia memberikan salinan buku Rencana Induk kepada lembaga tersebut dengan harapan bahwa mereka berminat mengajukan proposal untuk kerjasama di lansekap Taman Nasional Bukit Tiga Puluh dan lansekap di Provinsi Riau.
Sesi Dongeng Belantara Selama kegiatan Pameran, Pendidikan Lingkungan Hidup dan Konservasi, serta Diskusi Pengenalan Program di booth Belantara, sesi Dongeng Belantara disampaikan setiap hari oleh rekan-rekan dari Kampung Dongeng di bawah koordinasi Tedi Kartino. Yayasan Belantara bekerjasama dengan Kampung Dongeng dalam menyampaikan pesan-pesan pelestarian lingkungan terutama hutan dan perlindungan spesies dengan target peserta antara lain: orang tua, pengajar, dan anak-anak. Ada dua dongeng yang disajikan setiap harinya, yaitu Kisah Pak Wana dan Hutan Belantara. Kisah Pak Wana berisi tentang seorang pria yang tinggal di Desa Belantara yang berada di pinggir hutan. Ia adalah petani yang selalu merasa tidak puas melihat hasil kebunnya sehingga ia memutuskan untuk memperluas kebunnya dengan cara-cara yang merusak hutan. Ketika musim hujan tiba, penduduk desa mulai panik karena terancam banjir. Hal yang ditakutkan penduduk, termasuk pak Wana, pun terjadi, ketika seluruh penduduk desa terpaksa mengungsi ke Balai Desa yang terletak di dataran tinggi karena pemukiman mereka terkena banjir. Pak Wana merasa iba melihat penduduk yang rumahnya rusak dan anak-anak yang tidak bisa bersekolah. Ia menyadari betapa pentingnya peran pohon-pohon yang selama ini ia tebang dalam menyerap air hujan. Ia menyesali perbuatannya dan berkomitmen untuk menanami kembali hutan bersama penduduk desa lainnya. Dongeng Belantara berisi tentang kehidupan damai dan tenteram spesies hutan terusik dengan adanya suara bising dari mesin gergaji yang menebangi pohon. Orangutan dan keluarganya turun dari pohon tempat tinggal mereka untuk mengungsi. Dalam perjalanan, mereka bertemu dengan Gajah dan Harimau. Ternyata di habitat mereka, hal yang sama terjadi, yaitu pohon ditebang dan lahan dibakar. Mereka ketakutan dan kebingungan ketika melihat kepulan asap. Nilai moral yang diajarkan adalah agar kegiatan kita jangan sampai merusak hutan karena itu adalah habitat spesies, sebagaimana kita tidak mau tempat tinggal kita dirusak dan dibakar.
14
Promosi Program Yayasan Belantara pada Ajang Indonesia Philanthropy Festival 2016 (IPFest 2016): “Berbagi dan Menggalang Sinergi untuk Restorasi Bentang Alam” Jakarta | 6-9 Oktober 2016
Saat sesi Dongeng Belantara berlangsung, para peserta tampak menikmati dan antusias menyimak kisah yang disampaikan. Tidak hanya anak-anak, orang dewasa juga sangat menikmati sesi ini. Melalui dongeng, nasihat disampaikan dengan cara yang menarik dan menyenangkan, sehingga pengunjung tidak merasa sedang dinasihati. Selain itu, nasihat yang diterima akan terekam lama dalam ingatan. Selain menyimak dongeng, peserta juga dilatih secara singkat tentang cara bercerita secara menarik dengan meniru suara-suara aneh tokoh dongeng dan suara-suara binatang. Mendongeng bukan saja bakat alami, melainkan juga suatu keterampilan yang dapat diasah. Peserta sesi ini juga disuguhkan tambahan berupa gerak dan lagu, sulap dan keterampilan melipat kertas yang menyenangkan sekaligus memberikan edukasi tentang pelestarian lingkungan dan perlindungan spesies.
Sesi Display dan Asistensi Tanaman Kemiri Sunan Dalam pameran ini, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan, berkontribusi dalam memamerkan display hasil pengolahan Kemiri Sunan sebagai tanaman biodiesel dan hasil-hasil sampingannya. Perlengkapan dan sampel produk dibawa langsung dari Badan Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (Balittri) dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan (Puslitbangbun) Kementerian Pertanian di Bogor. Beberapa contoh produk yang dipamerkan adalah minyak kasar dari varietas Kemiri Sunan 1 dan 2, Kermindo 1 dan 2, biodiesel Kemiri Sunan 1 dan 2, Kermindo 1 dan 2. Hasil pencampuran minyak biodiesel pada aplikasi 10 persen, 20 persen, 50 persen, dan 100 persen yang sudah diujicobakan serta berhasil untuk kendaraan bermotor juga turut dipamerkan. Hasil sampingan dari Kemiri Sunan yang ditampilkan berupa briket cangkang Kemiri Sunan, cangkang kasar Kemiri Sunan, biji Kemiri Sunan, pupuk dari Kemiri Sunan, dan media tanam dari cangkang Kemiri Sunan.
15