RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR TAHUN 2008
TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN SWASTA DIBIDANG MEDIK DAN PENUNJANG MEDIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH, Menimbang
: a. bahwa sebagai upaya untuk menggali potensi pendapatan asli daerah dalam pelayanan kesehatan swasta dibidang medik dan penunjang medik yang meliputi pembinaan, pengaturan dan pengawasan perlu dibuat retribusi pelayanan kesehatan swasta dibidang medik dan penunjang medik ; b. bahwa retribusi sebagaimana dimaksud pada huruf a diatas perlu diatur dengan Peraturan Daerah Kota Prabumulih.
Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821); 3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048); 4. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Prabumulih (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4113); 5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukkan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4386); 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaiman telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4548 ); 7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1987 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah dalam Bidang Kesehatan Kepada Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1987 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3347);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4139); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PRABUMULIH dan WALIKOTA PRABUMULIH Menetapkan
MEMUTUSKAN : : PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN SWASTA DI BIDANG MEDIK DAN PENUNJANG MEDIK BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Daerah Kota Prabumulih. 2. Pemerintah Kota adalah Pemerintah Kota Prabumulih. 3. Walikota adalah Walikota Prabumulih. 4. Wakil Walikota adalah Wakil Walikota Prabumulih. 5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Prabumulih. 6. Dinas Kesehatan adalah Dinas Kesehatan Kota Prabumulih. 7. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Kesehatan Kota Prabumulih. 8. Badan adalah suatu bentuk Badan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan bentuk apapun, Persekutuan, Perkumpulan, Firma, Kongsi, Koperasi, Yayasan atau Organisasi yang sejenis, Lembaga, Dana Pensiun, bentuk usaha tetap serta badan usaha lainnya. 9. Pelayanan kesehatan swasta dibidang medik adalah merupakan bagian integral dan jaringan pelayanan medik yang diselenggarakan oleh perorangan, kelompok atau yayasan yang meliputi terutama upaya penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). 10. Pelayanan Medik Dasar adalah pelayanan medik terhadap individu atau keluarga dalam masyarakat yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan, Dokter Umum, Dokter Gigi dan Paramedis (Akper dan Akbid). 11. Pelayanan Medik Spesialistik adalah pelayanan medik terhadap individu atau keluarga dalam masyarakat yang dilaksanakan oleh Dokter Spesialis atau Dokter Gigi Spesialis atau Kelompok Dokter Spesialis.
12. Pelayanan Penunjang Medik adalah Pelayanan penunjang yang berkaitan dengan kepentingan kesehatan perorangan, kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan terutama untuk menunjang upaya diagnosis penyakit, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, pemulihan kesehatan dan peningkatan kesehatan.
13. Fungsi sosial adalah mencerminkan upaya pelayanan medik dengan mempertimbangkan imbalan jasa yang dapat dijangkau oleh masyarakat dan menyediakan sebagian fasilitas pelayanan rawat nginap untuk orang yang kurang atau tudak mampu membayar sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. 14. Rumah Sakit Umum adalah tempat menyelenggarakan pelayanan medik dasar dan spesialistik, pelayanan penunjang medik, pelayanan instalasi dan pelayanan secara rawat jalan dan inap. 15. Rumah Sakit Khusus adalah tempat pelayanan yang menyelenggarakan pelayanan medik spesialistik tertentu, pelayanan penunjang medik, pelayanan instalasi dan pelayanan perawatan secara rawat jalan dan rawat inap. 16. Klinik Bersalin adalah tempat yang menyelenggarakan pelayanan kebidanan bagi wanita hamil, bersalin, masa nifas fisiologis, termasuk pelayanan Keluarga Berencana serta perawatan bayi baru lahir. 17. Praktek perorangan adalah penyelenggaraan pelayanan medik oleh seorang Dokter Umum, Dokter Gigi, Dokter Spesialis, dengan atau tanpa menggunakan penunjang medik. 18. Praktek berkelompok adalah penyelenggaraan pelayanan medik oleh seorang Dokter Umum, Dokter Gigi, Dokter Spesialis, dengan atau tanpa menggunakan penunjang medik. 19. Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak (BKIA) adalah tempat untuk memberikan pelayanan medik dasar kepada wanita hamil, bayi, dan anak prasekolah dan pelayanan Keluarga Berencana. 20. Balai pengobatan adalah tempat untuk memberikan pelayanan medik dasar secara rawat jalan. 21. Laboratorium kesehatan swasta adalah sarana kesehatan swasta yang melaksanakan pengukuran, penetapan dan pengujian terhadap bahanyang berasal dari manusia atau bahan bukan berasal dari manusia untuk penentuan jenis penyakit, penyebab penyakit, kondisi kesehatan atau faktor yang dapat berpengaruh pada perorangan dan masyarakat. 22. Laboratorium Klinik adalah laboratorium kesehatan yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan dibidang hematologi, kimia klinik, mikrobiologi klinik, parasitologi klinik, imunologi klinik, patologi anatomi dan atau bidang lain yang berkaitan dengan kepentingan kesehatan perorangan terutama untuk menunjang upaya diagnosis penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. 23. Laboratorium Kesehatan Masyarakat adalah laboratorium kesehatan yang melaksakanakan pelayanan pemeriksaan dibidang mikrobiologi, fisika, kimia atau bidang lain yang berkaitan dengan kepentingan kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan terutama untuk menunjang upaya pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan. 24. Retribusi pelayanan Kesehatan swasta dibidang Medik yang selanjutnya disebut retribusi adalah retribusi atas jasa pembinaan, pengaturan dan pengawasan pelayanan kesehatan swasta dibidang medik yang disediakan oleh Pemerintah Kota dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.
25. Wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut Peraturan Perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk malakukan pembayaran retribusi. 26. Masa retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan jasa pembinaan, pengaturan dan pengawasan pelayanan swasta dibidang medik. 27. Surat Pendaftaran Objek Retribusi Daerah yang selanjutnya dapat di singkat SPORD, adalah surat yang digunakan oleh wajib retribusi untuk melaporkan objek retribusi dan wajib retribusi sebagai dasar perhitungan dan pembayaran retribusi yang terhutang menurut Peraturan Perundang-undangan Retribusi Daerah. 28. Surat Ketetapan Retribusi Daerah untuk selanjutnya disingkat SKRD adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terhutang. 29. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar Tambahan untuk selanjutnya disingkat SKRDKBT adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah retribusi yang telah ditetapkan. 30. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar untuk selanjutnya disingkat SKRDLB adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit tersebut lebih besar dari retribusi terhutang atau tidak seharusnya terhutang. 31. Surat Tagihan Retribusi Daerah untuk selanjutnya disingkat STRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sangsi administrasi berupa bunga atau denda. 32. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap STRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT dan SKRDLB yang diajukan oleh Wajib Retribusi. 33. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengelolah data atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi daerah berdasarkan Peraturan Perundang-undangan Retribusi Daerah. 34. Penyidikan Tindak Pidana dibidang Retribusi Daerah adalah serangkaian tindak yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang selanjutnya disebut penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti, dengan bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang Retribusi Daerah yang terjadi serta menemukan tersangka.
BAB II PERIZINAN Pasal 2 Setiap orang yang akan menyelenggarakan pelayanan kesehatan swasta dibidang medik dan penunjang medik dalam Kota harus atas izin Walikota.
Pasal 3 Izin pelayanan kesehatan swasta dibidang medik dan penunjang medik sebagaimana dimaksud Pasal 2 terdiri dari : a. Izin pelayanan medik dasar b. Izin pelayanan medik spesialistik c. Izin pelayanan penunjang medik
Bagian Pertama Izin Pelayanan Medik Dasar Pasal 4 Izin pelayanan medik dasar sebagaimana dimaksud Pasal 3 huruf a terdiri dari pemberian izin untuk : a. Praktek perorangan Dokter Umum b. Praktek perorangan Dokter Gigi c. Praktek berkelompok Dokter Umum d. Praktek berkelompok Dokter Gigi e. Praktek perorangan Kebidanan f. Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak g. Klinik bersalin Pasal 5 Persyaratan permohonan izin pelayanan medik dasar sebagaimana dimaksud Pasal 4 adalah sebagai berikut : a. Praktek perorangan Dokter Umum dilaksanakan oleh seorang Dokter Umum dengan persyaratan sebagai berikut : (1) Mempunyai Surat Izin Praktek sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. (2) Mempunyai suatu tempat praktek yang menetap dan terdiri dari ruang periksa, ruang tunggu, ruang kamar mandi/WC. (3) Mempunyai peralatan diagnostik dan terapi Dokter Umum dan peralatan gawat darurat sederhana. (4) Dalam pelaksanaan praktek perorangan Dokter Umum dapat dibantu oleh tenaga paramedis perawat dan tenaga administrasi. b. Praktek perorangan Dokter Gigi dilaksanakan oleh seorang Dokter Gigi dengan persyaratan sebagai berikut : (1) Mempunyai Surat Izin Praktek sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. (2) Mempunyai suatu tempat praktek yang menetap dan terdiri dari ruang periksa, ruang tunggu, ruang kamar mandi/WC. (3) Mempunyai peralatan diagnosis dan terapi Dokter Gigi dan peralatan gawat darurat sederhana. (4) Dalam pelaksanaan praktek perorangan Dokter Gigi dapat dibantu oleh tenaga paramedis perawat dan tenaga administrasi. c. Praktek berkelompok Dokter Umum diselenggarakan oleh Badan Yayasan atau Perorangan dengan persyaratan sebagai berikut : (1) Dipimpin oleh seorang Dokter Umum sebagai penanggung jawab. (2) Dilaksanakan oleh beberapa Dokter Umum. (3) Masing-masing mempunyai Surat Izin Praktek (SIP) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (4) Mempunyai suatu tempat praktek yang menetap dan terdiri dari ruang periksa, ruang tunggu, ruang kamar mandi/WC. (5) Mempunyai peralatan diagnosis dan terapi Dokter Umum dan peralatan gawat darurat sederhana. (6) Dalam pelaksanaan praktek berkelompok Dokter Umum dapat dibantu oleh tenaga paramedis perawat dan tenaga administrasi.
d.
Praktek berkelompok Dokter Gigi diselenggarakan oleh Badan Yayasan atau perorangan dengan persyaratan sebagai berikut : (1) Dipimpin oleh seorang Dokter Gigi sebagai penanggung jawab. (2) Dilaksanakan oleh beberapa Dokter Gigi. (3) Masing-masing mempunyai Surat Izin Praktek (SIP) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (4) Mempunyai suatu tempat praktek yang menetap dan terdiri dari ruang periksa, ruang tunggu, ruang kamar mandi/WC. (5) Mempunyai peralatan diagnosis dan terapi Dokter Gigi dan peralatan gawat darurat sederhana. (6) Dalam pelaksanaan praktek berkelompok Dokter Umum dapat dibantu oleh tenaga paramedis perawat dan tenaga administrasi.
e. Praktek perorangan Kebidanan diselenggarakan oleh seorang Bidan dengan persyaratan sebagai berikut : (1) Mempunyai Surat Izin Praktek sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. (2) Mempunyai suatu tempat praktek yang menetap dan terdiri dari ruang periksa, ruang tunggu, ruang kamar mandi/WC. (3) Mempunyai peralatan untuk pertolongan persalinan normal dan peralatan gawat darurat sederhana. f. Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak (BKIA) diselenggarakan oleh Badan Yayasan atau perorangan dengan persyaratan sebagai berikut : (1) Dipimpin oleh seorang Paramedis Kebidanan yang berpengalaman dibawah pengawasan, bimbingan dari seorang dokter yang mempunyai Surat Izin Praktek (SIP) sebagai penanggung jawab. (2) Mempunyai suatu tempat praktek yang menetap dan terdiri dari ruang periksa, ruang tunggu, ruang kamar mandi/WC. (3) Mempunyai fasilitas peralatan standar praktek kebidanan. (4) Dalam pelaksanaan Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak dapat dibantu oleh tenaga paramedis perawat dan tenaga administrasi. g. Klinik Bersalin diselenggarakan oleh badan atau perorang h. an dengan persyaratan sebagai berikut : (1) Dipimpin oleh seorang Paramedis Kebidanan yang berpengalaman dibawah pengawasan, bimbingan dari seorang Dokter Spesialis Kebidanan yang mempunyai Surat Izin Praktek (SIP) sebagai penanggung jawab. (2) Mempunyai suatu tempat praktek yang menetap dan terdiri dari ruang periksa, ruang tunggu, ruang kamar mandi/WC. (3) Mempunyai fasilitas peralatan diagnostik bidan sederhana, peralatan gawat darurat sederhana serta menyediakan obat-obatan untuk pelayanan medik dasar. (4) Dalam pelaksanaan Klinik Bersalin dapat dibantu oleh minimal 2 (dua) orang paramedis kebidanan, paramedis perawat, tenaga administrasi dan tenaga lainnya sesuai dengan kebutuhan. Bagian Kedua Izin Pelayanan Medik Spesialistik Pasal 6 Izin pelayanan medik spesialistik sebagaimana dimaksud Pasal 3 huruf b terdiri dari pemberian izin untuk : a. Praktek perorangan Dokter Spesialis b. Praktek perorangan Dokter Gigi Spesialis
c. Praktek berkelompok Dokter Spesialis d. Praktek berkelompok Dokter Gigi Spesialis Pasal 7 Persyatan permohonan izin pelayanan medik spesialistik sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (2) adalah sebagai berikut : a. Praktek perorangan Dokter Spesialis diselenggarakan oleh seorang Dokter Spesialis dengan persyaratan sebagi berikut : (1) Mempunyai Surat Izin Praktek spesialis sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. (2) Mempunyai suatu tempat praktek yang menetap dan terdiri dari ruang periksa, ruang tunggu, ruang kamar mandi/WC. (3) Mempunyai peralatan untuk pertolongan persalinan normal dan peralatan gawat darurat sederhana. (4) Dalam pelaksanaan praktek perorangan Dokter Spesialis dapat dibantu oleh tenaga paramedis dan tenaga administrasi. b. Praktek perorangan Dokter Gigi Spesialis diselenggarakan oleh seorang Dokter Gigi Spesialis dengan persyaratan sebagai berikut : (1) Mempunyai Surat Izin Praktek spesialis sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. (2) Mempunyai suatu tempat praktek yang menetap dan terdiri dari ruang periksa, ruang tunggu, ruang kamar mandi/WC. (3) Mempunyai peralatan Dokter Gigi Spesialis dan peralatan gawat darurat sederhana. (4) Dalam pelaksanaan praktek perorangan Dokter Gigi Spesialis dapat dibantu oleh tenaga paramedis dan tenaga administrasi. c. Praktek berkelompok Dokter Spesialis diselenggarakan oleh Badan Yayasan atau perorangan dengan persyaratan sebagai berikut : (1) Dipimpin oleh seorang Dokter Umum atau Dokter Spesialis yang mempunyai Surat Izin Dokter Spesialis sebagai penanggung jawab. (2) Dilaksanakan oleh beberapa Dokter Spesialis yang mempunyai Surat Izin Praktek spesialis sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. (3) Mempunyai suatu tempat praktek yang menetap dan terdiri dari ruang periksa, ruang tunggu, ruang kamar mandi/WC. (4) Mempunyai peralatan Kedokteran Spesialistik sesuai denga standar dan peralatan gawat darurat sederhana sesuai dengan bidang spesialisasinya. (5) Persyaratan khusus untuk bidang spesialis tertentu ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (6) Dalam pelaksanaan praktek berkelompok Dokter Spesialis dapat dibantu oleh beberapa Dokter Umum, tenaga paramedis perawat dan tenaga administrasi. d.
Praktek berkelompok Dokter Gigi Spesialis dilselenggarakan oleh Badan Yayasan atau perorangan dengan persyaratan sebagai berikut : 1) Dipimpin oleh seorang Dokter Gigi Umum atau Dokter Gigi Spesialis yang mempunyai Surat Izin Dokter Spesialis Gigi sebagai penanggung jawab. 2) Dilaksanakan oleh beberapa Dokter Gigi Spesialis yang mempunyai Surat Izin Praktek spesialis sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. 3) Mempunyai suatu tempat praktek yang menetap dan terdiri dari ruang periksa, ruang tunggu, ruang kamar mandi/WC. 4) Dalam pelaksanaan praktek berkelompok Dokter Gigi Spesialis dapat dibantu oleh beberapa Dokter Gigi, tenaga paramedis perawat dan tenaga administrasi.
Bagian Ketiga Izin Pelayanan Penunjang Medik Pasal 8 Izin pelayanan penunjang medik sebagaimana dimaksud Pasal 3 huruf b terdiri dari pemberian izin untuk : a. Laboratorium Klinik b. Laboratorium Kesehatan Masyarakat c. Radiologi Pasal 9 Persyaratan permohonan izin pelayanan penunjang medik sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (3) adalah sebagai berikut : a.
Laboratorium Klinik diselenggarakan oleh Badan Yayasan atau perorangan dengan persyaratan sebagai berikut : 1) Dipimpin oleh Dokter Umum yang berpengalaman dibawah pengawasan, bimbingan dari Dinas Kesehatan yang mempunyai Surat Izin Praktek sebagai penanggung jawab. 2) Mempunyai suatu tempat praktek yang menetap dan terdiri dari ruang periksa, ruang tunggu, ruang kamar mandi/WC. 3) Mempunyai fasilitas peralatan laboratorium kesehatan. 4) Dalam pelaksanaan laboratorium dapat dibantu oleh 2 (dua) orang analis kesehatan dan 1 (satu) orang tenaga administrasi.
b. Laboratorium Kesehatan Masyarakat diselenggarakan yayasan atau perorangan dengan persyaratan sebagai berikut : (1) Dipimpin oleh sarjana Kedokteran, sarjana Farmasi, sarjana Biologi, sarjana Biokimia atau sarjana Kimia yang berpengalaman dibawah pengawasan, bimbingan dari Dinas Kesehatan yang mempunyai Surat Izin Praktek sebagai penanggung jawab. (2) Mempunyai suatu tempat praktek yang menetap dan terdiri dari ruang periksa, ruang tunggu, ruang kamar mandi/WC. (3) Mempunyai fasilitas peralatan laboratorium kesehatan. (4) Dalam pelaksanaan laboratorium dapat dibantu oleh 2 (dua) orang analis kesehatan dengan ketentuan 1 (satu) orang diantaranya dapat diganti dengan asiten apoteker atau analis kimia. c. Praktek Rontgen (Radiologi) diselenggarakan yayasan atau perorangan dengan persyaratan sebagai berikut : (1) Dipimpin oleh seorang Dokter Spesialis Rontgen yang mempunyai Surat Izin Praktek sebagai penanggung jawab. (2) Mempunyai suatu tempat praktek yang menetap dan terdiri dari ruang periksa, ruang tunggu, ruang kamar mandi/WC. (3) Mempunyai fasilitas peralatan kedokteran rontgen. (4) Dalam pelaksanaan praktek rontgen dapat dibantu oleh tenaga paramedis perawat, tenaga rontgen, dan tenaga administrasi. Pasal 10 (1) Permohonan Izin Penyelenggaraan Kesehatan Swasta dibidang Medik dan Penunjang Medik sebagaimana dimaksud pasal 2 diajukan secara tertulis kepada Walikota melalui Kepala Dinas Kesehatan.
(2) Persyaratan tempat Pelayanan Medik Dasar dan Pelayanan Medik Spesialistik harus ditempat yang sesuai dengan fungsinya. (3) Izin Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Swasta dibidang Medik dan Penunjang Medik berlaku untuk jangka waktu selama 3 (tiga) tahun dan dapat diperbaharui denga mengajukan permohonan baru. BAB III SANKSI ADMINISTRASI Pasal 11 (1) Pelanggaran terhadap kegiatan pelayanan medik baik pelayanan medik spesialistik dan penunjang medik akan dilakukan pembinaan oleh Dinas yang terkait. (2) Pembinaan dapat dilakukan berupa peringatan lisan maupun tertulis oleh Dinas yang terkait. (3) Setelah dilakukan pembinaan baik lisan maupun tertulis oleh aparat terkait tidak ada perbaikan, Dinas Kesehatan dapat mencabut izin operasional kegiatan pelayanan medik baik dasar, pelayanan medik spesialistik dan penunjang medik. (4) Tidak memenuhi persyaratan Pasal 5, Pasal 7, Pasal 9.
BAB IV PENYELENGGARAAN Pasal 12 (1)
Upaya pelayanan kesehatan swasta dibidang medik dan penunjang medik diselenggarkan berdasarkan fungsi sosial dengan memperhatikan prinsip kelayakan. (2) Upaya pelayanan kesehatan swasta dibidang medik dan penunjang medik harus memberikan pertolongan pertama pada penderita gawat darurat tanpa memungut uang muka terlebih dahulu. (3) Upaya pelayanan kesehatan swasta dibidang medik yang dilengkapi sarana rawat inap harus menyediakan 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah tempat tidur yang tersedia untuk orang yang kurang dan atau tidak mampu membayar. Pasal 13 (1) (2)
Untuk pelayanan kesehatan swasta dibidang medik dan penunjang medik wajib melaksanakan pencatatan dan pelaporan. Tata cara pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Pasal 14
(1) Upaya pelayanan kesehatan swasta dibidang medik dan penunjang medik wajib membantu program Pemerintah dibidang pelayanan kesehatan masyarakat, program kependudukan dan Keluarga Berencana. (2) Upaya pelayanan kesehatan swasta dibidang medik dan penunjang medik wajib bekerja sama dengan upaya pelayanan kesehatan Pemerintah dibidang rujukan medik, pendayagunaan tenaga medis dan pendayahgunaan pelayanan peralatan medik canggih.
BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 15 Pembinaan, pengaturan dan pengawasan pelayanan kesehatan swasta dibidang medik dan penunjang medik dilaksanakan oleh Kepala Dinas Kesehatan.
BAB VI NAMA, OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI Pasal 16 Dengan nama Retribusi Pelayanan Kesehatan Swasta dibidang Medik dan Penunjang Medik di pungut Retribusi sebagai pembayaran atas pelayanan pemberian izin Pelayanan Kesehatan Swasta di bidang medik. Pasal 17 Objek Retribusi adalah Pelayanan Pemberian Izin Pelayanan Kesehatan swasta di bidang medik. Pasal 18 Subjek Retribusi adalah Orang Pribadi atau Badan yang melaksanakan kegiatan Pelayanan Kesehatan swasta dibidang medik.
BAB VII GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 19 Retribusi Pelayanan Kesehatan Swasta dibidang Medik digolongkan sebagai Retribusi Jasa Umum.
BAB VIII CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNA JASA Pasal 20 Tingkat pengguna jasa dihitung berdasarkan Pelayanan jenis, golongan dan jangka waktu penggunaan fasilitas yang diberikan.
BAB IX PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF Pasal 21 Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi didasarkan kebijaksanaan Daerah dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat dan aspek keadilan.
BAB X STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF Pasal 22 Besarnya tarif retribusi yang dikenakan atas diselenggarakannya kegiatan pelayanan kesehatan swasta dibidang medik dan penunjang medik adalah sebagai berikut : a. Izin pelayanan medik dasar sebagaimana retribusinya ditetapkan sebagai berikut : 1) Praktek perorangan Dokter Umum......................................... Rp. 100.000,2) Praktek perorangan Dokter Gigi............................................. Rp. 100.000,3) Praktek berkelompok Dokter Umum...................................... Rp. 200.000,4) Praktek berkelompok Dokter Gigi.......................................... Rp. 200.000,5) Praktek perorangan Kebidanan............................................... Rp. 75.000,6) Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak.......................................... Rp. 200.000,7) Klinik bersalin......................................................................... Rp. 300.000,b. Izin pelayanan medik spesialistik sebagaimana retribusi ditetapkan sebagi berikut : 1) Praktek perorangan Dokter Spesialis...................................... Rp. 200.000,2) Praktek perorangan Dokter Gigi Spesialis.............................. Rp. 200.000,3) Praktek berkelompok Dokter Spesialis................................... Rp. 300.000,4) Praktek berkelompok Dokter Gigi Spesialis........................... Rp. 300.000,c. Izin pelayanan penunjang medik sabagai berikut : 1) Laboratorium Klinik................................................................ 2) Laboratorium Kesehatan Masyarakat..................................... 3) Radiologi.................................................................................
Rp. 500.000,Rp. 500.000,Rp. 500.000,-
BAB XI WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 23 Retribusi yang terhutang dipungut di wilayah Daerah tempat pelayanan dan jasa diberikan. Pasal 24 (1) Pemungutan retribusi tidak diborongkan. (2) Retribusi dipungut dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah atau dokumen lain yang dipersamakan. (3) Hasil pemungutan sebagaimana dimaksud ayat (1) disetor ke Kas Daerah melalui pemegang kas. (4) Surat retribusi terhutang adalah pada saat diterbitkannya Surat Ketetapan Retribusi Daerah atau dokumen lain yang dipersamakan.
BAB XIII INSTANSI PEMUNGUT Pasal 25 Instansi pemungut adalah Dinas Kesehatan dan dapat dikerjasamakan dengan unit kerja instansi atas persetujuan Walikota.
BAB XIV PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN Pasal 26 (1) Walikota dapat memberikan pengurangan, keringanan, pembebasan retribusi setelahmendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. (2) Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi ditetapkan Walikota.
BAB XV KETENTUAN PIDANA Pasal 27 (1)
Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Daerah ini diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda sebanyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). (2) Tindakan pidana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. (3) Denda sebagaimana dimaksud ayat (1) disetor ke kas daerah.
BAB XVI PENYIDIKAN Pasal 28 (1)
(2)
Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang retribusi Daerah. Wewenang penyidikan sebagaimana maksud dalam ayat (1) adalah : a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang perpajakan daerah dan retribusi agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas. b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan daerah dan retribusi. c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau bahan sehubungan dengan tindak pidana dibidang perpajakan daerah dan retribusi. d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain yang berkenaan dengan tindak pidana dibidang perpajakan daerah dan retribusi. e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut. f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan daerah dan retribusi. g. Menyuruh berhenti melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf E. h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana Perpajakan Daerah dan Retribusi. i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagaimana tersangka atau sanksi. j. Menghentikan penyidikan.
k. Melakukan tindakan lain yang dianggap perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang Perpajakan Daerah dan Retribusi menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum mulai Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
BAB XVII KETENTUAN PENUTUP Pasal 29 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut oleh Walikota. Pasal 30 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Prabumulih.
Ditetapkan di Prabumulih pada tanggal
2008
WALIKOTA PRABUMULIH
RACHMAN DJALILI Diundangkan di Prabumulih pada tanggal 2008 SEKRETARIS DAERAH KOTA PRABUMULIH
ABDUL LATIEF MENDIWO
LEMBARAN DAERAH KOTA PRABUMULIH TAHUN 2008 NOMOR.............. SERI.............