Rambut Rontok saat Junub, Haid, atau Hadats | 1
Assalamu alaikum wr wb. Selamat malam pak kiai, saya mau tanya tentang rambut yang rontok saat sedang haid, apakah wajib ikut disucikan saat selesai atau tidak? Terima kasih. Wassalamu alaikum wr wb. (Hamidah) Jawaban Assalamu ‘alaikum wr. wb. Penanya yang budiman, semoga Allah selalu menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua. Kami tim redaksi NU Online mencoba menjawab pertanyaan saudari. Pertama yang perlu diingat kembali adalah bahwa umat Islam diwajibkan bersuci dari hadats besar dan hadats kecil sesuai dengan sebab-sebab yang ditentukan di kitab-kitab fikih. Hadats besar mewajibkan seseorang untuk bersuci sebelum beribadah dengan mandi, membasuh air secara merata ke seluruh bagian luar tubuh termasuk rambut, kuku, dan lipatan-lipatan tubuh. Artinya air harus sampai mengena ke kulit dan bagian-bagian luar tubuh tersebut tanpa satupun penghalang. Sementara hadats kecil menuntut seseorang untuk membasuh bagian-bagian tubuh tertentu dalam bersuci seperti wajah, tangan, sebagian kulit kepala, kaki atau berwudhu. Kesucian ini dibutuhkan sebagai syarat keabsahan ibadah termasuk syarat kesucian bagi jenazah sebelum disembahyangkan. Hukum mandi menurut syar‘i terbagi dua, wajib dan sunah. Sunah bilamana mandi itu diniatkan untuk menghadiri sembahyang Jum‘at, istisqa, sembahyang gerhana, usai memandikan jenazah, wukuf, thawaf, atau masuk kota Mekkah. Sementara mandi wajib diperuntukkan bagi mereka yang dalam keadaan junub karena keluar mani, sebab jimak atau lainnya, usai haid, atau nifas. Baik mandi wajib atau sunah, seseorang harus niat mandi wajib atau mandi sunahnya di awal basuhan. Persoalan niat ini sebuah kewajiban. Berikutnya meratakan tubuh dengan air. Segala permukaan dan lipatan di tubuh mesti secara rata terbasuh air baik berbentuk bulu, kuku, maupun kulit. Adapun sejumlah bagian itu terlepas seperti rambut rontok, kuku yang terpotong, amputasi beberapa bagian tubuh? Apakah bagian yang terlepas wajib dibasuh? Para ulama berbeda
Rambut Rontok saat Junub, Haid, atau Hadats | 2
pendapat. Imam Nawawi dalam kitab Raudlatut Thalibin mengatakan sebagai berikut. وﻟﻮ ﻏﺴﻞ ﺑﺪﻧﻪ إﻻ ﺷﻌﺮة أو ﺷﻌﺮات ﺛﻢ ﻧﺘﻔﻬﺎ ﻗﺎل اﻟﻤﺎوردي إن ﻛﺎن اﻟﻤﺎء وﺻﻞ أﺻﻠﻬﺎ أﺟﺰأه وإﻻ ﻟﺰﻣﻪ إﻳﺼﺎﻟﻪ إﻟﻴﻪ وﻓﻲ ﻓﺘﺎوى اﺑﻦ اﻟﺼﺒﺎغ ﻳﺠﺐ ﻏﺴﻞ ﻣﺎ ﻇﻬﺮ وﻫﻮ اﻷﺻﺢ وﻓﻲ اﻟﺒﻴﺎن وﺟﻬﺎن أﺣﺪﻫﻤﺎ ﻳﺠﺐ واﻟﺜﺎﻧﻲ ﻻ ﻟﻔﻮات ﻣﺎ ﻳﺠﺐ ﻏﺴﻠﻪ ﻛﻤﻦ ﺗﻮﺿﺄ وﺗﺮك رﺟﻠﻪ ﻓﻘﻄﻌﺖ واﻟﻠﻪ أﻋﻠﻢ Artinya, “Andaikan seseorang membasuh seluruh badannya kecuali sehelai atau beberapa helai rambut (bulu) kemudian ia mencabutnya, maka Imam Mawardi berpendapat, ‘Jika air dapat sampai ke akar helai itu, maka memadailah. Tetapi jika tidak, maka ia wajib menyampaikan air ke dasar bulu itu.’ Sedangkan fatwa Ibnu Shobagh menyebutkan, ‘Wajib membasuh bagian yang tampak saja.’ Pendapat ini lebih sahih. Sementara kitab Albayan menyebut dua pendapat. Pertama, wajib (membasuh bagian tubuh yang terlepas-pen). Kedua, tidak wajib. Karena, telah luput bagian yang wajib dibasuh. Ini sama halnya dengan orang yang berwudhu tetapi tidak membasuh kakinya, lalu diamputasi.” (Lihat Imam Nawawi, Raudlatut Thalibin wa Umdatul Muftiyin, Beirut, Darul Fikr, 2005 M/1425-1426 H, juz 1, halaman 125). Adapun perataan air ini menjadi sebuah kewajiban. Karenanya sehelai rambut yang terlewat dapat membatalkan basuhan. Hanya saja madzhab Hanafi mengatakan bahwa basuhan tetap sah kendati sehelai rambut terlewat seperti disebutkan Imam Nawawi berikut ini dalam AlMajemuk berikut ini. وﻋﻦ أﺑﻲ ﺣﻨﻴﻔﺔ اﻧﻪ ﻳﺼﺢ:اﻟﺘﺎﺳﻌﺔ( ﻟﻮ ﺗﺮك ﻣﻦ رأﺳﻪ ﺷﻌﺮة ﻟﻢ ﻳﺼﺒﻬﺎ اﻟﻤﺎء ﻟﻢ ﻳﺼﺢ ﻏﺴﻠﻪ Artinya, “Kesembilan, andai seseorang meninggalkan sehelai rambut kepalanya yang belum tersentuh air, maka tidak sah basuhannya. Sementara riwayat dari Imam Abu Hanifah menyebutkan, basuhan semacam itu tetap sah,” (Lihat Imam Nawawi, Al-Majemuk Syarhul Muhadzdzab, Kairo, Darut Taufiqiyah, tanpa tahun, juz 2, halaman 194). Dengan mengikuti pendapat satunya, seseorang yang junub tidak perlu khawatir untuk menyisir rambut karena takut rontok, memotong kuku, atau membersihkan bulu lainnya. Ia pun tidak perlu mengumpulkan rambut rontok dan potongan kukunya untuk dimandikan wajib bersama. Hanya saja kami menganjurkan agar seseorang menyisir atau memotong rambut, dan
Rambut Rontok saat Junub, Haid, atau Hadats | 3
menggunting kuku setelah mandi wajib. Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca. Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq, Wassalamu ’alaikum wr. wb. (Alhafiz Kurniawan) Assalamu alaikum wr wb. Selamat malam pak kiai, saya mau tanya tentang rambut yang rontok saat sedang haid, apakah wajib ikut disucikan saat selesai atau tidak? Terima kasih. Wassalamu alaikum wr wb. (Hamidah) Jawaban Assalamu ‘alaikum wr. wb. Penanya yang budiman, semoga Allah selalu menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua. Kami tim redaksi NU Online mencoba menjawab pertanyaan saudari. Pertama yang perlu diingat kembali adalah bahwa umat Islam diwajibkan bersuci dari hadats besar dan hadats kecil sesuai dengan sebab-sebab yang ditentukan di kitab-kitab fikih. Hadats besar mewajibkan seseorang untuk bersuci sebelum beribadah dengan mandi, membasuh air secara merata ke seluruh bagian luar tubuh termasuk rambut, kuku, dan lipatan-lipatan tubuh. Artinya air harus sampai mengena ke kulit dan bagian-bagian luar tubuh tersebut tanpa satupun penghalang. Sementara hadats kecil menuntut seseorang untuk membasuh bagian-bagian tubuh tertentu dalam bersuci seperti wajah, tangan, sebagian kulit kepala, kaki atau berwudhu. Kesucian ini dibutuhkan sebagai syarat keabsahan ibadah termasuk syarat kesucian bagi jenazah sebelum disembahyangkan. Hukum mandi menurut syar‘i terbagi dua, wajib dan sunah. Sunah bilamana mandi itu diniatkan untuk menghadiri sembahyang Jum‘at, istisqa, sembahyang gerhana, usai memandikan jenazah, wukuf, thawaf, atau masuk kota Mekkah. Sementara mandi wajib diperuntukkan bagi mereka yang dalam keadaan junub karena keluar mani, sebab jimak atau
Rambut Rontok saat Junub, Haid, atau Hadats | 4
lainnya, usai haid, atau nifas. Baik mandi wajib atau sunah, seseorang harus niat mandi wajib atau mandi sunahnya di awal basuhan. Persoalan niat ini sebuah kewajiban. Berikutnya meratakan tubuh dengan air. Segala permukaan dan lipatan di tubuh mesti secara rata terbasuh air baik berbentuk bulu, kuku, maupun kulit. Adapun sejumlah bagian itu terlepas seperti rambut rontok, kuku yang terpotong, amputasi beberapa bagian tubuh? Apakah bagian yang terlepas wajib dibasuh? Para ulama berbeda pendapat. Imam Nawawi dalam kitab Raudlatut Thalibin mengatakan sebagai berikut. وﻟﻮ ﻏﺴﻞ ﺑﺪﻧﻪ إﻻ ﺷﻌﺮة أو ﺷﻌﺮات ﺛﻢ ﻧﺘﻔﻬﺎ ﻗﺎل اﻟﻤﺎوردي إن ﻛﺎن اﻟﻤﺎء وﺻﻞ أﺻﻠﻬﺎ أﺟﺰأه وإﻻ ﻟﺰﻣﻪ إﻳﺼﺎﻟﻪ إﻟﻴﻪ وﻓﻲ ﻓﺘﺎوى اﺑﻦ اﻟﺼﺒﺎغ ﻳﺠﺐ ﻏﺴﻞ ﻣﺎ ﻇﻬﺮ وﻫﻮ اﻷﺻﺢ وﻓﻲ اﻟﺒﻴﺎن وﺟﻬﺎن أﺣﺪﻫﻤﺎ ﻳﺠﺐ واﻟﺜﺎﻧﻲ ﻻ ﻟﻔﻮات ﻣﺎ ﻳﺠﺐ ﻏﺴﻠﻪ ﻛﻤﻦ ﺗﻮﺿﺄ وﺗﺮك رﺟﻠﻪ ﻓﻘﻄﻌﺖ واﻟﻠﻪ أﻋﻠﻢ Artinya, “Andaikan seseorang membasuh seluruh badannya kecuali sehelai atau beberapa helai rambut (bulu) kemudian ia mencabutnya, maka Imam Mawardi berpendapat, ‘Jika air dapat sampai ke akar helai itu, maka memadailah. Tetapi jika tidak, maka ia wajib menyampaikan air ke dasar bulu itu.’ Sedangkan fatwa Ibnu Shobagh menyebutkan, ‘Wajib membasuh bagian yang tampak saja.’ Pendapat ini lebih sahih. Sementara kitab Albayan menyebut dua pendapat. Pertama, wajib (membasuh bagian tubuh yang terlepas-pen). Kedua, tidak wajib. Karena, telah luput bagian yang wajib dibasuh. Ini sama halnya dengan orang yang berwudhu tetapi tidak membasuh kakinya, lalu diamputasi.” (Lihat Imam Nawawi, Raudlatut Thalibin wa Umdatul Muftiyin, Beirut, Darul Fikr, 2005 M/1425-1426 H, juz 1, halaman 125). Adapun perataan air ini menjadi sebuah kewajiban. Karenanya sehelai rambut yang terlewat dapat membatalkan basuhan. Hanya saja madzhab Hanafi mengatakan bahwa basuhan tetap sah kendati sehelai rambut terlewat seperti disebutkan Imam Nawawi berikut ini dalam AlMajemuk berikut ini. وﻋﻦ أﺑﻲ ﺣﻨﻴﻔﺔ اﻧﻪ ﻳﺼﺢ:اﻟﺘﺎﺳﻌﺔ( ﻟﻮ ﺗﺮك ﻣﻦ رأﺳﻪ ﺷﻌﺮة ﻟﻢ ﻳﺼﺒﻬﺎ اﻟﻤﺎء ﻟﻢ ﻳﺼﺢ ﻏﺴﻠﻪ Artinya, “Kesembilan, andai seseorang meninggalkan sehelai rambut kepalanya yang belum tersentuh air, maka tidak sah basuhannya. Sementara riwayat dari Imam Abu Hanifah
Rambut Rontok saat Junub, Haid, atau Hadats | 5
menyebutkan, basuhan semacam itu tetap sah,” (Lihat Imam Nawawi, Al-Majemuk Syarhul Muhadzdzab, Kairo, Darut Taufiqiyah, tanpa tahun, juz 2, halaman 194). Dengan mengikuti pendapat satunya, seseorang yang junub tidak perlu khawatir untuk menyisir rambut karena takut rontok, memotong kuku, atau membersihkan bulu lainnya. Ia pun tidak perlu mengumpulkan rambut rontok dan potongan kukunya untuk dimandikan wajib bersama. Hanya saja kami menganjurkan agar seseorang menyisir atau memotong rambut, dan menggunting kuku setelah mandi wajib. Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca. Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq, Wassalamu ’alaikum wr. wb. (Alhafiz Kurniawan)