Haid (Menstruasi) dalam Tinjauan Hadis
Lutfi Rahmatullah, dkk Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, D. I. Yogyakarta, Indonesia
[email protected]
Abstrak Penelitian ini diarahkan pada studi Ma’ani al hadis. Rumusan masalah dalam penelitian ini mengkaji tentang: 1. bagaimana makna hadits menstruasi 2. Bagaimana relevansi hadits tentang masalah kesetaraan gender dan menstruasi perempuan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitik-kritis dengan pendekatan historis-hermeneutis. Temuan dari penelitian ini adalah: 1. Menstruasi adalah siklus biologis alami yang diberikan oleh Allah kepada perempuan. Sebagaimana tercantum dalam kitab al-Bukhari nomor hadits 285 Kitab al-Haid, 2. Nabi menghapus pandangan tabu dan mitos seputar wanita yang sedang menstruasi. 3. Meskipun agama melarang untuk melaksanakan beberapa ibadah khusus untuk wanita yang sedang menstruasi, tetapi larangan itu tidak mengindikasikan bahwa perempuan itu dalam keadaan “kotor”. Kata Kunci: Haid, Hadis, Seksualitas, Perempuan.
PALASTREN, Vol. 6, No. 1, Juni 2013
23
Lutfi Rahmatullah, dkk
ABSTRACT This research is directed at the study of ma’any al hadits. The formulation of the problem in this study are: 1. how is the meaning of the traditions of menstruation (periods)? 2. how is the relevance of the traditions about the equality gender problem of women’s menstruation. This research uses descriptive-analytic-critical method, and gender sensitive historical-hermeneutical approach. The research fids: 1. Menstruation is a natural biological given by God to women. As contained in the history of al-Bukhari hadith number 285 Kitab al-Haid, 2. The Prophet removed barriers taboos and myths surrounding women menstruation. 3. Although religion forbids to carry out some specific worship for menstruating women, but the banning was not intended to show that women are dirty. Keywords: Haid, Hadist, Seksuality, Women.
A. Pendahuluan Kewenangan dan hak pada perempuan dalam menentukan pilihan dan mengontrol tubuh, seksualitas, dan alat serta fungsi reproduksinya dapat dimulai dari adanya penelitian tentang hak reproduksi. Salah satu permasalahan yang dilekatkan pada perempuan adalah haid (menstruasi). Dalam kondisi itu, perempuan harus menerima dengan pasrah menjadi tertuduh sebagai orang yang membawa malapetaka yang tidak diinginkan (Sumartini, 2007: 106). Haid (menstruasi) merupakan siklus biologis-kodrati yang dialami perempuan dalam kelangsungan kesehatan reproduksi perempuan (Koentjaraningrat dan Loedin, 1985:13). Menstruasi sesungguhnya merupakan proses biologis yang terkait dengan pencapaian pematangan seks, kesuburan, kesehatan tubuh, dan perubahan (pertumbuhan) tubuh perempuan (Abdullah, 2006: 213-214). Menstruasi merupakan titik awal dari tanda seorang remaja perempuan 24
PALASTREN, Vol. 6, No. 1, Juni 2013
Haid (Menstruasi) dalam Tinjauan Hadis
beranjak dewasa. Menstruasi merupakan proses alami yang akan dialami setiap perempuan. Adanya segenap aturan tentang haid (menstruasi) dari ketentuan warna, waktu dan batasan-batasannya yang begitu rumit, dengan mengingat kondisi siklus perempuan berbeda-beda maka peraturan tersebut dapat dipertanyakan efektivitasnya untuk dijalankan (Wafa, 1996: 31). Selain itu, ada juga beberapa aturan pada yang berlaku di beberapa masyarakat tertentu, perempuan yang sedang haid (menstruasi) dilarang memotong kuku, memotong dan membasahi rambut, dilarang menggunakan kosmetik maupun aksesoris lainnya. Padahal hal itu tidak terdapat dalam teks-teks agama, baik alQur’an maupun hadis. Banyak sekali hadis yang menjelaskan tentang haid, baik interaksi Nabi saw dengan istri-istri beliau yang sedang menstruasi maupun masalah hukum yang berkaitan dengan haid. Salah satu hadis yang menerangkan tentang haid adalah hadis riwayat Imam al-Bukhari, No. 293, dalam S}ah}i>h} al-Bukhari, Kita>b: al-H{aid}, Ba>b: Tark al-H{a’id{ as}-S{aum berikut,
ٌ َأ ْخ َب َرنِي َز ْيد: َق َال، َأ ْخ َب َرنَا ُم َح َّمدُ ْب ُن َج ْع َف ٍر: َق َال،َحدَّ َثنَا َس ِعيدُ ْب ُن َأبِي َم ْر َي َم ٍ َعن َأبِي س ِع،اض ب ِن َعب ِد ال َّل ِه ِ ُ يد َخ َر َج: َق َال،الخدْ ِر ِّي ْ ْ ْ ِ َع ْن ع َي،ُه َو ا ْب ُن َأ ْس َل َم َ ِ ِ ِ ِ ُ َر ُس َف َم َّر،الم َص َّلى ُ ول ال َّله َص َّلى الل ُه َع َل ْيه َو َس َّل َم في َأ ْض َحى َأ ْو ف ْط ٍر إِ َلى ِ «يا مع َشر النِّس: َف َق َال،اء ِ ع َلى النِّس »اء ت ََصدَّ ْق َن َفإِنِّي ُأ ِري ُت ُك َّن َأ ْك َث َر َأ ْه ِل الن َِّار َ َ َ َْ َ َ َ َوبِ َم َيا َر ُس:َف ُق ْل َن َما َر َأ ْي ُت، َو َت ْك ُف ْر َن ال َع ِش َير، « ُتكْثِ ْر َن ال َّل ْع َن:ول ال َّل ِه؟ َق َال ِ ين َأ ْذه ِ ِ ِ ِ ِ الح َو َما: ُق ْل َن،»از ِم ِم ْن إِ ْحدَ ا ُك َّن َ الر ُج ِل ِّ ب ل ُل َ َ ٍ م ْن نَاق َصات َع ْق ٍل َود َّ ب ِ « َأ َليس َشهاد ُة المر َأ ِة ِم ْث َل نِص:ول ال َّل ِه؟ َق َال َ ان ِدينِنَا َو َع ْق ِلنَا َيا َر ُس ُ ُن ْق َص ف ْ َ ْ َْ َ َ ِ « َف َذلِ ِك ِمن ُن ْقص: َق َال، ب َلى:َشهاد ِة الرج ِل» ُق ْلن اض ْت َ َأ َل ْي َس إِ َذا َح،ان َع ْق ِل َها َ ْ َ َ ُ َّ َ َ ِ ِ ِ ِ ِ ِ » « َف َذلك م ْن ُن ْق َصان دين َها: َق َال، َب َلى:َل ْم ت َُص ِّل َو َل ْم ت َُص ْم» ُق ْل َن
“Sa’i>d ibn Abu> Maryam menyampaikan kepada kami dari Muh}ammad ibn Ja’far yang mengabarkan dari Zaid (Ibn
PALASTREN, Vol. 6, No. 1, Juni 2013
25
Lutfi Rahmatullah, dkk
Aslam), dari ‘Iya>d} ibn ‘Abd Allah, dari Abu> Sa’i>d al-Khudri> bahwa pada saat Idul Adha atau Idul Fitri Rasulallah saw keluar menuju tempat shalat. Beliau kemudian melewati beberapa perempuan dan berkata: wahai kaum perempuan bersedekahlah kalian. Sebab, telah diperlihatkan kepadaku bahwa kebanyakan penghuni neraka adalah perempuan. Mereka bertanya: karena apa, Rasulallah? Beliau menjawab: sebab, kalian sering mengutuk dan mengingkari kebaikan suami. Kalian adalah makhluk yang akal dan agamnya kurang, tetapi mampu menghilangkan akal sehat seorang laki-laki tegas. Mereka kembali bertanya: apa kekurangan agama dan akal kami, ya Rasulallah? Beliu menjawab: bukankah kesaksian kalian itu hanya setengah dari kesaksian laki-laki? Mereka menjawab: benar. Rasulallah saw berkata: itulah salah satu kekurangan akalnya. Dan, bukankah jika kalian haid, kalian tidak puasa dan tidak shalat? Mereka menjawab: benar. Beliau saw bersabda: itulah sebagian kekurangan agamanya (CD ROM Mausu>’ah al-H}adi>s\, 1997).
Berangkat dari hadis di atas ada anggapan bahwa perempuan itu kurang akal (nuqs}an > ‘aqliha>) dan kurang agama (nuqs}a>n di>niha>). Hal itu diperparah dengan berkembangnya berbagai mitos di masyarakat. Mulai dari mitos penciptaan perempuan dari tulang rusuk sampai mitos-mitos terkait menstruasi (Umar, 2001: 88). Sebagian dari mitos-mitos misogini tentang perempuan itu diakui kebenarannya oleh masyarakat, sehingga menjadi legitimasi langgeng atas sistem patriarkhi yang terjadi di masyarakat (Zuhayatin, dkk., 2002: 9-10). Adanya distorsi pemahaman atas teks-teks agama tentang perempuan disebabkan masih kuatnya kultur dominasi laki-laki (patriarkhi) di masyarakat, begitu juga dengan haid (menstruasi). Sebab itu, diperlukan kajian terhadap teks-teks agama, dalam hal ini hadis Nabi, yang menyangkut tentang perempuan. Penelitian ini berupaya melakukan pemaknaan dan pemahaman hadis-hadis perempuan yang bias gender. Penelitian ini membatasi diri pada hadis-hadis yang memiliki korelasi dengan mitos-mitos yang terjadi di masyarakat terkait 26
PALASTREN, Vol. 6, No. 1, Juni 2013
Haid (Menstruasi) dalam Tinjauan Hadis
perempuan haid. Fokus utama penelitian ini juga terletak pada pemahaman terhadap hadis-hadis tersebut, bukan pada kritik dan kualitas sanad maupun matan secara detail. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disinggung sebelumnya, maka dalam karya ilmiah ini dibatasi dua masalah yaitu 1) bagaimana pemaknaan hadis-hadis haid (menstruasi)? dan 2) bagaimana relevansi hadis-hadis haid itu terhadap problem perempuan yang berkeadilan gender? Penelitian ini menggunakan penelusuran hadis-hadis dan sumber-sumber yang berkaitan tentang reproduksi, maka jenis penelitian termasuk penelitian kualitatif. Adapun sifat penelitian ini adalah kepustakaan murni (library research), yakni penelitian menggunakan bahan-bahan kepustakaan sebagai sumber data. Adapun sumber data penelitian ini terbagi menjadi dua, yakni sumber primer (utama) dan sekunder (penunjang). Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan mendokumentasikan berbagai sumber terkait haid, baik sumber primer maupun sekunder. Dari sumber primer, diperoleh banyak sekali hadis yang menerangkan tentang haid secara langsung maupun yang berkaitan dengan masalah tersebut. Ada hadis yang menerangkan tentang larangan berhubungan seksual saat istri sedang haid, larangan melewati masjid bagi perempuan haid, larangan berpuasa, permulaan haid, perempuan haid yang menyisir rambut suaminya, cara membasuh darah haid, dan sebagainya. Sebelum dilakukan Takhri>j al-H{adi>s\ hadis-hadis itu diperoleh dari berbagai kitab hadis secara acak. Setelah mengetahui sebagian ragam hadis yang menjelaskan haid, baru dilakukan Takhri>j al-H{adi>s\ untuk mengklasifikasikan hadis-hadis itu ke dalam beberapa kategori. Adapun dalam melakukan klasifikasi itu dilakukan beberapa hal berikut. Pertama, menentukan kata kunci dalam pencarian hadis dalam kitab hadis atau Takhri>j al-H{adi>s\., selain juga mengecek langsung pada kitab S{ah{i>h{ al-Bukha>ri>, PALASTREN, Vol. 6, No. 1, Juni 2013
27
Lutfi Rahmatullah, dkk
ba>b al-H{aid{. Kedua, setelah diperoleh hadis-hadisnya, maka dilakukan pengelompokkan berdasarkan ide dasar (tema) setiap hadis tersebut, kemudian mengambil salah satu tema berdasarkan fokus kajian dalam karya ilmiah ini. Ketiga, menampilkan hasil penelusuran itu dengan menampilkan mukharij, sumber hadis, dan nomor hadis. Keempat, setelah melakukan pengecekan ke dalam beberapa kitab hadis, maka diambil beberapa hadis yang akan diteliti lebih lanjut dari tema tersebut. Kelima, menganalisis hadis dengan pendekatan historis, meliputi analisis sanad dan matan. Penelitian ini berdasarkan ketentuan yang telah dilakukan para ulama hadis, seperti penelusuran beberapa periwayat hadis, al-Jarh wa at-Ta`di>l, at-Tah}ammul wa al-Ada>’ dan seterusnya. Penelusuran berlanjut pada analisis matan yang mengemukakan keterangan tentang otentisitas hadis secara redaksional. Hal ini diperkuat dengan keterangan dalam kitab Syarh. Apabila diperlukan disertakan juga kualitas dan status hadis yang diteliti berdasarkan penilaian para ulama maupun penelitian sebelumnya. Untuk melengkapi hasil analisis disertakan juga data yang berasal dari sumber skunder. Data skunder ini dijadikan penjelas, penambah, maupun penguat atas hasil yang diperoleh dari sumber primer tersebut. Penelitian ini menggunakan metode deskriptifanalitik-kritis, yakni dengan mengumpulkan data secara objektif. Sebelum melakukan penafsiran terhadap makna yang terkandung dalam hadis-hadis haid (menstruasi) yang diteliti, terlebih dahulu hadis-hadis itu dianalisis berdasarkan prosedur para ulama hadis. Adapun kerangka analisis yang digunakan adalah kerangka ditawarkan oleh Nurun Najwah. Adapun operasional penelitian ini sebagai berikut: Pendekatan historis digunakan untuk menguji validitas teks-teks hadis yang dianggap sebagai peninggalan sejarah dan masih dijadikan pedoman. Untuk menempuh pengujian validitas itu melalui dua aspek, yakni kritik sanad dan matan. 28
PALASTREN, Vol. 6, No. 1, Juni 2013
Haid (Menstruasi) dalam Tinjauan Hadis
Pertama, aspek sanad ini menentukan otentisitas teks hadis berdasarkan sumber hadis. Di dalam hal ini, dilakukan takhrij al-hadis dan i’tibar al-sanad. Aspek sanad ini mencakup lima kriteria, yakni ‘adl, d}a>bit, muttasil, ghair syaz\ dan ghair ‘illah (Najwah, 2008: 11-15). Kedua, aspek matan ini menentukan keabsahan kandungan matan hadis secara historis. Kriteria yang digunakan adalah 1) matan hadis benar berasal dari Nabi dan bisa dibuktikan sebagai hadis Nabi yang disampaikan dan terjadi pada zaman beliau; 2) matan hadis secara historis tidak ada penolakan sebagai hadis Nabi saw (Najwah, 2008: 15-17). Pendekatan ini digunakan untuk memahami teks hadis yang sudah diyakini keasliannya dengan pertimbangan bahwa teks hadis mempunyai rentang waktu yang panjang antara Nabi dan umatnya. Adapun langkah-langkah pada aspek ini sebagai berikut. Pertama, memahami dari aspek bahasa (linguistik). Ini bisa dilakukan dengan melihat perbedaan redaksi matan dari masingmasing periwayat, memilih kata-kata yang dianggap penting kemudian mencari makna leksikal, dan memahami matan secara tekstual dengan merujuk pada syarah hadis. Kedua, memahami konteks historis mikro maupun makro, yakni kajian diarahkan pada kompilasi dan rekonstruksi sejarah aspek sosiologis bangsa Arab dan Asba>b al-Wuru>d. Ketiga, Mengkorelasikan secara tematik-komprehensif dan integral. Misalnya dikomfirmasikan dengan al-Qur’an, hadis yang lebih kuat maupun teori-teori yang mendukung seperti sosiologi, medis, dan psikologi. Keempat, Memahami ide dasar dari teks, dengan membedakan wilayah tekstual dan kontekstual, agar dapat mengaplikasikan ide tersebut dalam kehidupan. Langkah yang dilakukan adalah dengan cara menentukan makna yang tekstual. Kemudian dari makna tersebut akan ditemukan tujuan yang tersirat dari hadis dengan berbagai data yang dikorelasikan secara komprehensif (Najwah, 2008: 17-20). PALASTREN, Vol. 6, No. 1, Juni 2013
29
Lutfi Rahmatullah, dkk
B. Pembahasan 1. Ulasan Umum Haid (Menstruasi) Di dalam bahasa hadis maupun al-Qur’an siklus itu diistilahkan dengan atau yang satu rumpun dengan kata ha’id}. Kata haid secara bahasa berasal dari bahasa Arab yang berbentuk masdar dari kata h}a>d}a. Sementara bentuk tunggalnya adalah h}aid}ah dan bentuk jamaknya h}aid}a>t, sedangkan kata h}iyad} artinya adalah darah haid (Hendrik, 2006: 95). Secara bahasa, kata h}a’id} berarti sesuatu yang mengalir (as-saila>n) (CD ROM al-Maktabah asy-Syamilah, hlm. 464). Istilah yang serupa ada tums, berarti darah kotor; ‘ir’ berarti darah yang kental; i’sh’ berarti tetesan darah dan d}ahk yang berarti darah yang mengalir secara melimpah. Ada beberapa ragam kata dalam bahasa Arab yang satu makna dengan haid, yakni t}amas, d}ahak, ikbar, i’sar, daras, faraq, quru>’ dan sebagainya (Mustaqim, 2007: 28). Adapun secara pelafalan, masyarakat Indonesia menyebut haid dengan beragam istilah, ada yang mengatakan dengan menstruasi, datang bulan, garapsari, sedang kotor, kedatangan tamu, bendera berkibar dan sebagainya (Majid dan Ulfa, 2005: 20). Adapun secara istilah, para ulama memberikan definisi yang beragam terhadap haid (menstruasi). Ada yang mendefinisikan haid (menstruasi) sebagai darah alami yang keluar dari seorang perempuan selama waktu tertentu ketika perempuan mencapai usia baligh dan tidak ada faktor lain yang menyebabkan keluarnya darah, seperti sakit, hamil, atau yang lainnya (CD ROM al-Maktabah asy-Syamilah, hlm. 464). Begitu juga dengan Ulama madzahib al-arba’ah, mereka mendefinisikan haid (menstruasi) secara berbeda. Imam Malik memberikan definisi sebagai darah yang keluar dengan sendirinya dari kelamin perempuan yang usianya sudah cukup menurut adat kebiasaan dapat hamil meskipun 30
PALASTREN, Vol. 6, No. 1, Juni 2013
Haid (Menstruasi) dalam Tinjauan Hadis
hanya satu pancaran. Imam Hanafi mengatakan bahwa haid merupakan darah yang keluar dari rahim perempuan yang tidak hamil dan bukan anak kecil atau orang yang lanjut usia tanpa sebab melahirkan atau sakit (ar-Rahman, 2001: 114- 117). Sebelum kedatangan Islam, status dan kedudukan perempuan sangatlah memprihatinkan. Perempuan dipandang sebagai makhluk tak berharga, tidak memiliki hak apapun, dan diperlukan layaknya sebuah barang dagangan, diperlakukan semena-mena, ditindas, dirampas, dijadikan tawanan, dan dikomersialkan (Najwa, 2004: 29). Ada banyak adat dan kebiasaan buruk berkaitan dengan persoalan perempuan di zaman jahiliyah. Bila diukur dengan kebebasan, secara umum status perempuan sangatlah inferior di masyarakat pra-Islam. Bila hukum Islam, sumber yang sebagian besar merupakan wahyu Tuhan dan pemberian contohnya lewat sunnah (praktik Nabi), dilihat dari konteks praktik kaum Jahiliyah maka akan tampak bahwa hukum Islam itu merupakan sebuah revolusi (Engineer, 2000: 39-40). Menurut kepercayaan agama Yahudi, perempuan menstruasi harus hidup dalam gubuk khusus yang dirancang sebagai tempat hunian perempuan menstruasi. Di daerah pegunungan, perempuan haid biasa juga diasingkan di dalam gua-gua. Perempuan haid tidak boleh membaur dengan masyarakat (Affandi, 2002: 135). Dalam masyarakat Arab, perempuan tidak diharapkan atau diwajibkan untuk mencari nafkah dan menjaga keluarga. Ini secara eksklusif adalah kewajiban dan wilayah kerja lakilaki. Dalam konteks sosiologis, hal itu tidak bisa dibalik. Karena laki-laki ditugasi dengan kewajiban untk menjaga keberlangsungan keluarga maka laki-laki diberi superioritas satu tingkat di atas perempuan. Jika konteks sosial berubah, yaitu kalau perempuan mulai mencari nafkah dan menjaga keluarga maka tidak akan ada sesuatu yang bisa mencegah
PALASTREN, Vol. 6, No. 1, Juni 2013
31
Lutfi Rahmatullah, dkk
perempuan untuk memperoleh status yang setara (Engineer, 2000: 41). Perempuan sering dieksploitasi dalam bentuk tidak manusiawi, seperti dipaksa kawin, dipoligami tanpa batas dan tanpa syarat, disetubuhi untuk dijual anaknya. Bentuk perkawinan yang dominan saat itu adalah kontraktual yang berorientasi pada seksual. Seorang suami dibenarkan oleh tradisi untuk saling tukar menukar istri. Perempuan diposisikan sebatas obyek seksual dan pemuas kepentingan suami (Engineer, 2000: 35-40).
2. Haid dalam Lembaran Hadis-Hadis Agar dapat memperoleh pemahaman yang komprehensif maka diperlukan penelusuran hadis-hadis dengan tema tersebut melalui takhri>j al-h}adi>s\ (at-Tahhan: 1995: 1-4). Penelusuran hadis-hadis itu menggunakan tiga kata kunci, yakni anufisti, h{a>’id}, dan h}a>d}at. Kata haid digunakan dalam penelusuran dengan alasan kata itu cukup asing dalam lafal hadis, dan menunjukkan spesifikasi pada menstruasi itu sendiri. Berdasarkan proses itu maka diihasilkan hadis-hadis berikut. Tabel 2.1. Hasil Takhri>j al-H{adi>s\ dengan Kata Anufisti No
32
Sumber
1
S}ah}i>h} alBukha>ri
2
S}ah}i>h} Muslim
Nomor 285, 294, 305, 306, 308, 1421, 1454, 1458, 1459, 1460, 1530, 1540, 1594, 1605, 1641, 1658, 1659, 1661, 1662, 1663, 2733, 2762, 2763, 4044, 4056, 5122, 5133, dan 6688 2108, 2109, 2110, 2111, 2112, 2113, 2114, 2115, 2116, 2117, 2118, 2119, 2120, 2121, 2122, 2124, 2125, 2126, 2353, 2354, 2355, 2356, dan 2357
PALASTREN, Vol. 6, No. 1, Juni 2013
Haid (Menstruasi) dalam Tinjauan Hadis
3 4 5 6 7 8 9
Sunan atSunan anNasa>’i Sunan Abu> Dawu>d Sunan Ibn Majjah Musnad Ah} mad ibn H{anbal Muwat}t}a’ Ma>lik Sunan adDarimi>
856 dan 867 288, 346, 2691, 2713, dan 2753 1518 dan 1704 2954 dan 2990 22972, 23030, 23419, 23730, 23785, 24143, 24269, 24402, 24654, 24891, 24891, 24958, 25097, dan 25139 1788
Sumber: hasil dari analisis
Tabel 2.2. Hasil Takhri>j al-H{adi>s\ dengan Kata H{a>’id} No
Sumber
1
S}ah}i>h} al-Bukha>ri
2
S}ah}i>h} Muslim
3
Sunan at-Tirmiz\i
4
Sunan an-Nasa>’i
5 6
Sunan Abu> Dawu>d Sunan Ibn Majjah
PALASTREN, Vol. 6, No. 1, Juni 2013
Nomor 240, 242, 253, 254, 255, 264, 286, 287, 290, 291, 1888, 1889, 1890, 1905, 2299, 5470, 5498, 5499, 5644, dan 6794 474, 475, 479, 480, 482, 483, 484, dan 485 1122, 1677, dan 2392 231, 232, 233, 234, 235, 243, 244, 247, 248, 274, 275, 276, 270, 271, 272, 273, 408, 409, 410, 5257, 5258, 5259, dan 5260 70, 210, 211, 234, 2111, dan 2112 370, 625, 628, 1768, dan 3643
33
Lutfi Rahmatullah, dkk
7
Musnad Ah}mad ibn H{anbal
22887, 22952, 23031, 23085, 23123, 23132, 23213, 23275, 23370, 23458, 23507, 23559, 23576, 23697, 23721, 23768, 23805, 23821, 23842, 23872, 23939, 24076, 24114, 24185, 24200, 24210, 24220, 24236, 24309, 24366, 24376, 24406, 24430, 24450, 24501, 24553, 24562, 24568, 24732, 24751, 24782, 24788, 24850, dan 24896,
8 9
Muwat}t}a’ Ma>lik Sunan ad-Darimi>
89, 116, 120, dan 605 741, 1015, 1019, 1040
Sumber: hasil dari analisis
Tabel 2.3. Hasil Takhri>j al-H{adi>s\ dengan Kata H{a>d}at No
Sumber
Nomor
1 2 3 4 5 6 7
S}ah}i>h} al-Bukha>ri S}ah}i>h} Muslim Sunan at-Tirmiz\i Sunan an-Nasa>’i Sunan Abu> Dawud Sunan Ibn Majjah Musnad Ah}mad ibn H{anbal Muwat}t}a’ Ma>lik Sunan ad-Darimi>
293, 903, 1369, 1815, dan 2464 114 dan 1472 1558 dan 1561 1289 10637, 10833, 10889, 10954, 11083, dan 11114 -
8 9
Sumber: hasil dari analisis
a. Hadis Haid sebagai Proses Alami
ِ ُ َحدَّ َثنَا ُس ْف َي: َق َال،َحدَّ َثنَا َع ِل ُّي ْب ُن َع ْب ِد ال َّل ِه الر ْح َم ِن ْب َن َّ َ َسم ْع ُت َع ْبد: َق َال،ان ِ س ِمع ُت ال َق: َق َال،اس ِم ِ ال َق ُ َس ِم ْع ُت َع ِائ َش َة َت ُق:ول ُ َي ُق،اس َم ْب َن ُم َح َّم ٍد َخ َر ْجنَا:ول ْ َ ُ َفدَ َخ َل َع َل َّي َر ُس،ف ِح ْض ُت ول ال َّل ِه َص َّلى الل ُه َ َف َل َّما ُكنَّا بِ َس ِر،الح َّج َ الَ ن ََرى إِ اَّل
34
PALASTREN, Vol. 6, No. 1, Juni 2013
Haid (Menstruasi) dalam Tinjauan Hadis
ِ «ما َل ِك َأن ُِفس: َق َال،َع َلي ِه وس َّلم و َأنَا َأب ِكي «إِ َّن َه َذا َأ ْم ٌر: َق َال، َن َع ْم: ُق ْل ُت.»ت؟ ْ َ َ َ َ ْ ْ َ ِ ِ ِ ِ ِ » َغ ْي َر َأ ْن الَ َت ُطوفي بِا ْل َب ْيت،اج ُّ الح َ َفا ْقضي َما َي ْقضي،َك َت َب ُه ال َّل ُه َع َلى َبنَات آ َد َم ُ َو َض َّحى َر ُس:َقا َل ْت ول ال َّل ِه َص َّلى الل ُه َع َل ْي ِه َو َس َّل َم َع ْن نِ َس ِائ ِه بِا ْل َب َق ِر
“Telah meriwayatkan kepada kami `Ali ibn `Abd Allah, dia telah berkata: telah meriwayatkan kepada kami Sufya>n, dia telah berkata: saya mendengar `Abd ar-Rah{man ibn Abu> al-Qa>sim, dia telah berkata: saya mendengar al-Qa>sim ibn Muh{ammad berkata: saya mendengar `A<’isyah berkata, kami berangkat tanpa ada maksud selain melakukan haji. Ketika kami telah berada di suatu tempat yang bernama Sarif aku mengalami haid, maka Rasulallah saw masuk menemuiku sedangkan aku dalam keadaan menangis. Beliau bertanya: Ada apa denganmu? Apakah engkau haid? Aku menjawab: Benar! Beliau bersabda: Sesungguhnya ini adalah urusan yang telah dituliskan (ditetapkan) oleh Allah swt terhadap perempuan-perempuan keturunan Adam. Kerjakanlah apa yang biasa dikerjakan oleh orang yang menunaikan haji, hanya saja janganlah engkau t}awaf di Batitullah (Ka’bah). `A<’isyah berkata: Rasulallah berkurban satu ekor sapi untuk isttri-istrinya (al-Bukhori, tt: 285).”
Di dalam Kutub at-Tis’ah hadis yang satu tema juga terdapat dalam kutub at-tis`ah, kecuali Muwat}t} Imam Malik. Hadis dalam S}ah}i>h} al-Bukhri terdapat 28 hadis, S}ah}i>h} Muslim sebanyak 23 hadis, Sunan at-Tirmiz\i sebanyak dua hadis, Sunan an-Nasa>’i terdapat lima hadis, Sunan Abu> Dawud dan Sunan Majjah masing-masing dua hadis, Musnad Ah}mad ibn H{anbal terdapat 14 hadis, dan Sunan ad-Darimi> sebanyak satu hadis.
Sya>hid jalur sanad hadis ini terdapat dua lokasi. Pertama, dalam Sunan Abi> Dawu>d, no 1704, yakni `Abd ar-Rah}man ibn Abi> Bakr as}-S{iddiq. Kedua, Sunan an-Nasa>’i, no 2713, yakni Ja>bir ibn `Abd Allah. Jalur sanad hadis ini juga memiliki delapan Muta>bi`, antara lain, yaitu (1) S}ah}i>h} Muslim, no. 2122, yakni Z\uku>n Maula `A<’isyah; (2) S}ah}i>h} Muslim, no. 2357, yakni al-Wad ibn Yazi>d ibn Qais; (3) S{ah} i>h} Muslim, no. 2109, yakni `Urwah ibn az-Zabi>r; (4) S}ah}i>h} PALASTREN, Vol. 6, No. 1, Juni 2013
35
Lutfi Rahmatullah, dkk
Muslim, no. 2119, yakni `Umrah binti `Abd ar-Rah}ma>n; dan (5) S}ah}i>h} Muslim, no 2356, yakni `Abd Allah ibn `Abd ar-Rah} ma>n ibn `Auf (CD ROM Mausu>’ah al-H}adi>s\, 1997). Adapun redaksi hadis di atas terdapat dalam S}ah}i>h} alBukhari, Nomor 285, Kita>b: al-H{aid}, Ba>b: Kaifa ka>na Yad`u al-H{aid}i. Para periwayat hadis ini adalah imam al-Bukha>ri, ‘Ali ibn `Abd Allah Sufya>n (CD ROM Mausu>’ah al-H}adi>s\, 1997). `Abd ar-Rah{man ibn Abu> al-Qa>sim, al-Qa>sim ibn Muh{ammad, dan `A<’isyah.
Apabila ditinjau dari aspek Jarh} wa Ta`di>l tidak ada ulama yang menilai negatif periwayat tersebut. Sebaliknya, penilain-penilaian beberapa ulama Jarh} wa Ta`di>l membuktikan mereka adalah para periwayat yang s\iqah (Ismail, tt: 124). Adapun secara at-Tah}ammul wa al-Ada>’ kebanyakan para periwayat menggunakan metode al-sama’, yakni dengan h}adas\ ana dan sami’tu. Metode al-sama>’ merupakan tingkatan paling tinggi dalam penerimaan dalam at-Tah}ammul wa al-Ada>’. Dengan demikian, penyampaiannya dari satu periwayat ke periwayat yang lainnya dapat dipertanggungjawabkan. Sanad hadis ini juga diperkuat dengan adanya dua Sya>hid dan delapan Muta>bi’ (Ismail, tt :52) Dengan demikian, dapat dikatan bahwa hadis ini s}ah}i>h} secara sanadnya.
b. Hadis tentang Perempuan Haid Menyisir Rambut Suaminya.
ِ ، َع ْن َأبِ ِيه،َ َع ْن ِه َشا ِم ْب ِن ُع ْر َوة، َحدَّ َثنَا َمالِ ٌك: َق َال،ف َ وس ُ َحدَّ َثنَا َع ْبدُ ال َّله ْب ُن ُي ِ « ُكن ُْت ُأر ِّج ُل ر ْأ َس رس:َع ْن َع ِائ َش َة َقا َل ْت ول ال َّل ِه َص َّلى الل ُه َع َل ْي ِه َو َس َّل َم َو َأنَا ُ َ َ َ »َح ِائ ٌض
“Telah meriwayatkan kepada kami `Abd Allah ibn Yu>suf, dia berkata. Ma>lik telah meriwayatkan kepada kami dari Hisya>m ibn `Urwah dari bapaknya dari `A<’isyah. Dia berkata, aku biasa menyisir kepala Rasulallah saw, sedangkan aku dalam keadaan haid.”
36
PALASTREN, Vol. 6, No. 1, Juni 2013
Haid (Menstruasi) dalam Tinjauan Hadis
Selanjutnya hadis yang membahas tentang perempuan haid (menstruasi) menyisir rambut suaminya, hadis yang satu tema juga terdapat dalam Kutub at-Tis’ah. Hadis dalam S}ah}i>h} al-Bukhri terdapat 20 hadis, S}ah}i>h} Muslim sebanyak delapan hadis, Sunan at-Tirmiz\i sebanyak tiga hadis, Sunan an-Nasa>’i terdapat 23 hadis, Sunan Abu> Dawud terdapat enam hadis, Sunan Majjah sebanyak lima hadis, Musnad Ah}mad ibn H{anbal terdapat 44 hadis, Muwat}t}a’ Imam Ma>lik terdapat empat hadis, dan Sunan ad-Darimi> sebanyak empat hadis. Adapun redaksional hadis di atas terdapat dalam kita>b al-H{aid}, ba>b Gasl al-H{a>id} Ra’sa Zaijiha> wa Tarjilih, nomor 286 S}ah}i>h} al-Bukhari. Tokoh-tokoh yang terlibat dalam meriwayatkan hadis ini adalah imam al-Bukha>ri, `Abd Allah ibn Yu>suf, Ma>lik, Hisya>m ibn `Urwah, `Urwah, dan `A<’isyah. Berdasarkan penelusuran satu persatu semua periwayat tersebut tidak memiliki cacat yang berdampak pada kualitas sanad hadis tersebut. Dengan demikian, secara umum ulama alJarh} wa at-Ta`di>l tidak ada yang mencela periwayat tersebut, maka kredibilitas mereka dapat dipertanggungjawabkan. Adapun Secara at-Tah}ammul wa al-Ada>’ kebanyakan para periwayat menggunakan `an ( )نعdalam menyampaikannya. Kata `an menandakan lafal riwayat bagi periwayat yang mungkin mendengar sendiri. Sanad hadis ini juga diperkuat dengan adanya satu Syahid dan sepuluh Muttabi`. Syahid terdapat dalam Musnad Ah}mad, no 23370, yakni `Abd Allah ibn `Umar ibn al-Khat}t}ab. Adapun Muttabi` terdapat sepuluh periwayat, di antaranya, yaitu (1) Musnad Ah}mad, no 23768, yakni Ma`z\ah binti `Abd Allah; (2) Musnad Ah}mad, no 23370, yakni al-Qasim ibn Muh}ammad ibn Abi> Bakr; (3) Musnad Ah} mad, no 24076, yakni Masru>q; (4) S}ah}i>h} Muslim, no 482, yakni `Abd Allah ibn `Abd ar-Rah}man ibn `Auf; (5) S}ah}i>h} Muslim, no 483, yakni Hafs}ah binti `Abd ar-Rah}man ibn Abu Bakr (6) Sunan an-Nasa>’i, no 5258, yakni Sa`d ibn Hisyam ibn `Amr; (7) Sunan an-Nasa>’i, no 5260, yakni `Abd ar-Rah} PALASTREN, Vol. 6, No. 1, Juni 2013
37
Lutfi Rahmatullah, dkk
man ibn al-Qasm ibn Muh}ammad ibn Abi> Bakr. Berdasarkan penjelasan dan penelitian ulama hadis sebelumnya, secara umum dapat dikatakan bahwa sanad hadis ini s}ah}i>h. (CD ROM Mausu>’ah al-H}adi>s\ al-Syari>f al-Kutu>b al-Tis’ah, 1997).
c. Hadis tentang Perempuan Haid Tidak Berpuasa
ٌ َأ ْخ َب َرنِي َز ْيد: َق َال، َأ ْخ َب َرنَا ُم َح َّمدُ ْب ُن َج ْع َف ٍر: َق َال،َحدَّ َثنَا َس ِعيدُ ْب ُن َأبِي َم ْر َي َم ٍ َعن َأبِي س ِع،اض ب ِن َعب ِد ال َّل ِه ِ ُ يد َخ َر َج: َق َال،الخدْ ِر ِّي ْ ْ ْ ِ َع ْن ع َي،ُه َو ا ْب ُن َأ ْس َل َم َ ِ ِ ِ ِ ُ َر ُس َف َم َّر،الم َص َّلى ُ ول ال َّله َص َّلى الل ُه َع َل ْيه َو َس َّل َم في َأ ْض َحى َأ ْو ف ْط ٍر إِ َلى ِ «يا مع َشر النِّس: َف َق َال،اء ِ ع َلى النِّس »اء ت ََصدَّ ْق َن َفإِنِّي ُأ ِري ُت ُك َّن َأ ْك َث َر َأ ْه ِل الن َِّار َ َ َ َْ َ َ َ َوبِ َم َيا َر ُس:َف ُق ْل َن َما َر َأ ْي ُت، َو َت ْك ُف ْر َن ال َع ِش َير، « ُتكْثِ ْر َن ال َّل ْع َن:ول ال َّل ِه؟ َق َال ِ ين َأ ْذه ِ ِ ِ ِ ِ الح َو َما: ُق ْل َن،»از ِم ِم ْن إِ ْحدَ ا ُك َّن َ الر ُج ِل ِّ ب ل ُل َ َ ٍ م ْن نَاق َصات َع ْق ٍل َود َّ ب ِ « َأ َليس َشهاد ُة المر َأ ِة ِم ْث َل نِص:ول ال َّل ِه؟ َق َال َ ان ِدينِنَا َو َع ْق ِلنَا َيا َر ُس ُ ُن ْق َص ف ْ َ ْ َْ َ َ ِ « َف َذلِ ِك ِمن ُن ْقص: َق َال، ب َلى:َشهاد ِة الرج ِل» ُق ْلن اض ْت َ َأ َل ْي َس إِ َذا َح،ان َع ْق ِل َها َ ْ َ َ ُ َّ َ َ ِ « َف َذلِ ِك ِمن ُن ْقص: َق َال، ب َلى:َلم تُص ِّل و َلم تَصم» ُق ْلن »ان ِدينِ َها َ ْ َ َ ْ ُ ْ َ َ ْ
“Sa’i>d ibn Abu> Maryam menyampaikan kepada kami dari Muh}ammad ibn Ja’far yang mengabarkan dari Zaid (Ibn Aslam), dari `Iya>d} ibn `Abd Allah, dari Abu> Sa’i>d al-Khudri> bahwa pada saat Idul Adha atau Idul Fitri Rasulallah saw keluar menuju tempat shalat. Beliau kemudian melewati beberapa perempuan dan berkata: wahai kaum perempuan bersedekahlah kalian. Sebab, telah diperlihatkan kepadaku bahwa kebanyakan penghuni neraka adalah perempuan. Mereka bertanya: karena apa, Rasulallah? Beliau menjawab: sebab, kalian sering mengutuk dan mengingkari kebaikan suami. Kalian adalah makhluk yang akal dan agamnya kurang, tetapi mampu menghilangkan akal sehat seorang laki-laki tegas. Mereka kembali bertanya: apa kekurangan agama dan akal kami, ya Rasulallah? Beliau menjawab: bukankah kesaksian kalian itu hanya setengah dari kesaksian laki-laki? Mereka menjawab: benar. Rasulallah saw berkata: itulah salah satu kekurangan akalnya. Dan, bukankah jika kalian haid, kalian tidak puasa dan tidak shalat? Mereka menjawab: benar. Beliau saw bersabda: itulah sebagian kekurangan agamanya (CD ROM Mausu>’ah al-H}adi>s\ alSyari>f al-Kutu>b al-Tis’ah, 1997).”
38
PALASTREN, Vol. 6, No. 1, Juni 2013
Haid (Menstruasi) dalam Tinjauan Hadis
Di dalam Kutub at-Tis`ah. hadis yang satu tema dengan hadis di atas terdapat dalam S}ah}i>h} al-Bukhri terdapat lima hadis, S}ah}i>h} Muslim sebanyak dua hadis, Sunan an-Nasa>’i terdapat dua hadis, Sunan Majjah sebanyak satu hadis, dan Musnad Ah}mad ibn H{anbal terdapat enam hadis. Periwayat Hadis S}ah}i>h} al-Bukhari nomor No. 293, Kita>b: al-H{aid}, Ba>b: Tark al-H{a`id{ as}-S{aum terdiri atas Sa`i>d ibn Abu> Maryam, Muh}ammad ibn Ja`far, Zaid (Ibn Aslam), `Iya>d} ibn `Abd Allah, dan Abu> Sa`i>d al-Khudri> (CD ROM Mausu>’ah al-H}adi>s\ al-Syari>f al-Kutu>b al-Tis’ah, 1997)..Untuk para periwayat dalam sanad hadis ini, beberapa ulama al-Jarh} wa at-Ta`di>l juga tidak ada yang mencela periwayat tersebut, secara umum kredibilitas mereka dapat tidak perlu diragukan lagi. Secara at-Tahammul wa al-Ada para periwayat hadis ini menggunakan `an dan akhbarani>. Sanad hadis ini juga diperkuat dengan adanya dua syahid. Syahid dalam jalur perwayatan hadis ini adalah S}ah}i>h} Muslim, no. 114, yakni `Abd Allah ibn ‘Umar ibn al-Khat}t}a>b dan S}ah}i>h} Muslim, no 114, yakni `Abd ar-Rah}man ibn S}akhra (CD ROM Mausu>a> h al-H}adi>s\ al-Syari>f al-Kutu>b al-Tis>ah, 1997). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hadis ini s}ah}i>h} secara sanadnya.
3. Hadis Haid Merupakan Proses Alami Hadis yang membahas tentang permulaan haid (menstruasi) yang terdapat dalam S}ah}i>h} al-Bukha>ri, Nomor 285 di atas disabdakan Nabi pada peristiwa Haji Wada’. Yakni ketika Nabi Muhammad saw mendapati `A<’isyah sedang menangis. Nabi pun menanyakan hal yang menyebabkan dia menanyis, `A>’isyah mengatakan bahwa dirinya mengalami keluar darah dari alat reproduksinya, kemudian Nabi menyabdakan hadis tersebut (Al-Ghamidi, 2012: 252). AlHakim dan Ibn al-Munzir melalui jalur periwayatan yang s}ah} i>h} dari Ibn Abbas menyebutkan bahwa permulaan haid terjadi pada Hawa setelah dikeluarkan dari surge (‘Asqala>ni>, 2002: 492). Dengan begitu, haid bukan sebuah kutukan maupun PALASTREN, Vol. 6, No. 1, Juni 2013
39
Lutfi Rahmatullah, dkk
dosa turunan yang dilakukan Hawa sebagaimana mitosmitos yang berkembang dalam pemahaman religius maupun pemahaman budaya. Dari hadis ini dapat diketahui bahwa Rasulallah tidak menjadikan menstruasi perempuan itu sebagai alat justifikasi dan diskriminasi terhadap perempuan. Beliau tidak menganggap bahwa perempuan yang sedang menstruasi itu harus diisolasi sebagaimana tradisi agama yang lainnya. Beliau justru menganggap bahwa itu merupakan kejadian alamiah/natural yang bersifat biologis. Karena menstruasi sudah menjadi qadrat biologis yang diberikan Allah kepada perempuan. Berdasarkan hadis ini menunjukkan bahwa haid tidak menghalangi semua ibadah. Bahkan, ibadah-ibadah fisik seperti zikir dan sebagainya dianggap sah meski seseorang dalam keadaan haid, kecuali ada nas} yang melarangnya. Seperti dalam manasik haji termasuk ibadah yang tidak terhalang sebab haid (menstruasi), kecuali t}awaf (‘Asqala>ni>, 2002: 513-514). Apabila ditinjau kembali, agama melarang perempuan melakukan ibadah-ibadah tertentu terkait tentang kondisi perempuan. Ibadah-ibadah yang dilarang agama adalah ibadah yang membutuhkan tenaga dan menguras energi dalam melakukannya. Padahal, saat menstruasi energi perempuan terkuras berbarengan dengan keluarnya darah.
4. Perempuan Haid Mencuci Kepala dan Menyisir Rambut Suaminya Hadis yang diambil tentang perempuan haid menyisir rambut suami, redaksinya sebagai berikut.
ِ ، َع ْن َأبِ ِيه،َ َع ْن ِه َشا ِم ْب ِن ُع ْر َوة، َحدَّ َثنَا َمالِ ٌك: َق َال،ف َ وس ُ َحدَّ َثنَا َع ْبدُ ال َّله ْب ُن ُي ِ « ُكن ُْت ُأر ِّج ُل ر ْأ َس رس:َع ْن َع ِائ َش َة َقا َل ْت ول ال َّل ِه َص َّلى الل ُه َع َل ْي ِه َو َس َّل َم َو َأنَا ُ َ َ َ »َح ِائ ٌض
40
PALASTREN, Vol. 6, No. 1, Juni 2013
Haid (Menstruasi) dalam Tinjauan Hadis
Hadis al-Bukhari nomor 286 redaksinya lebih singkat. Adapun dalam riwayat lain disebutkan bahwa `A<’isyah pernah menyisir rambut Rasulallah saw dalam keadaan haid. Saat itu, Rasulallah sedang i`tikaf di masjid. Lalu beliau mendekatkan kepalanya ke arah Aisyah yang ada di kamarnya. `A
ِ ِ ، َأ َّن ا ْب َن ُج َر ْي ٍج،ف َ وس ُ َأ ْخ َب َرنَا ه َشا ُم ْب ُن ُي: َق َال،وسى َ يم ْب ُن ُم ُ َحدَّ َثنَا إِ ْب َراه ِ ْ َأ َّنه س ِئ َل َأت،َ َعن ُعروة،َ َأ ْخبرنِي ِه َشام بن ُعروة:َأ ْخبرهم َق َال الح ِائ ُض َ َخدُ ُمني َ ْ ْ َ ْ ُ ْ ُ ُ ُ ََ ْ ُ ََ ِ ِ ِ ِ َوك ُُّل َذل َك، ك ُُّل َذل َك َع َل َّي َه ِّي ٌن:ُُب؟ َف َق َال ُع ْر َوة ٌ الم ْر َأ ُة َوه َي ُجن َ َأ ْو تَدْ نُو منِّي ْ ت ،َت ت َُر ِّج ُل ْ « َأن ََّها كَان:َخدُ ُمنِي َو َل ْي َس َع َلى َأ َح ٍد فِي َذلِ َك َب ْأ ٌس َأ ْخ َب َرتْنِي َع ِائ َش ُة ِ َت ْعنِي ر ْأ َس رس ُ َو َر ُس، َو ِه َي َح ِائ ٌض،ول ال َّل ِه َص َّلى الل ُه َع َل ْي ِه َو َس َّل َم ول ال َّل ِه ُ َ َ ِ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َوه َي في، ُيدْ ني َل َها َر ْأ َس ُه،الم ْسجد َ َص َّلى الل ُه َع َل ْيه َو َس َّل َم حينَئذ ُم َجاو ٌر في » َفت َُر ِّج ُل ُه َو ِه َي َح ِائ ٌض،ُح ْج َرتِ َها
“Ibrahim ibn Musa menyampaikan kepada kami dari Hisyam ibn Yusuf, dari Ibn Juraij yang mengabarkan dari Hisyam ibn Urwah, dari Urwah yang pernah ditanya, bolehkah perempuan yang haid melayaniku atau perempuan yang junub mendekatiku? Urwah menjawab: tidak ada masalah bagiku. Mereka semua membantuku, dan siapa pun boleh dilayani oleh mereka. Aisyah mengabarkan kepadaku bahwa dia pernah menyisir rambut Rasulallah saw dalam keadaan haid. Saat itu, Rasulallah sedang i’tikaf di masjid. Lalu beliau mendekatkan kepalanya ke arah Aisyah yang ada di kamarnya. Aisyah pun menyisir rambut beliau dalam keadaan haid (CD ROM Mausu>’ah al-H}adi>s\ al-Syari>f alKutu>b al-Tis’ah).”
Berdasarkan keterangan dalam hadis di atas, ada ke khawatiran yang dirasakan laki-laki (suami) ketika mendekati istrinya yang sedang menstruasi. Tradisi yang berlaku ada pada saat itu, terutama Yahudi, menunjukkan laki-laki tidak terbiasa berkomunikasi dengan istri mereka yang tengah haid (menstruasi). Hal ini tergambar dari laki-laki yang bertanya
PALASTREN, Vol. 6, No. 1, Juni 2013
41
Lutfi Rahmatullah, dkk
kepada `Urwah. Tidak ada larangan perempuan (istri) untuk berinteraksi dengan suaminya, kecuali hubungan seksual. Hadis dalam tema ini menunjukkan badan perempuan haid (menstruasi) dan hal-hal yang menyangkut dirinya (misalnya, air liurnya) adalah tidak kotor. Namun, al-`Asqalani juga berpendapat bahwa dengan hadis ini menunjukkan bahwa perempuan menstruasi tidak boleh masuk masjid (CD ROM Mausu>>ah al-H}adi>s\ al-Syari>f al-Kutu>b al-Tis>ah ). Di sisi yang lain, hadis di atas menunjukkan bahwa badan perempuan menstruasi adalah suci, dan haid tidak mencegah suaminya untuk bersentuhan dengannya ( ‘Asqala>ni>, 2002: 40)
5. Hadis Perempuan Haid tidak Berpuasa Asal haid secara teologis merupakan anugerah agar perempuan melangsungkan fungsi dalam reproduksi. Dengan begitu tidak ada masalah dengan interaksi terhadap perempuan (istri) yang sedang haid, hal itu telah dicontohkan Rasulallah dalam penjelasan sebelumnya. Pembahasan ini masih akan menguraikan hadis haid yang berkaitan dengan ibadah. Redaksi yang diambil tentang larangan puasa sebagai berikut.
ٌ َأ ْخ َب َرنِي َز ْيد: َق َال، َأ ْخ َب َرنَا ُم َح َّمدُ ْب ُن َج ْع َف ٍر: َق َال،َحدَّ َثنَا َس ِعيدُ ْب ُن َأبِي َم ْر َي َم ٍ َعن َأبِي س ِع،اض ب ِن َعب ِد ال َّل ِه ِ ُ يد َخ َر َج: َق َال،الخدْ ِر ِّي ْ ْ ْ ِ َع ْن ع َي،ُه َو ا ْب ُن َأ ْس َل َم َ ِ ِ ِ ِ ُ َر ُس َف َم َّر،الم َص َّلى ُ ول ال َّله َص َّلى الل ُه َع َل ْيه َو َس َّل َم في َأ ْض َحى َأ ْو ف ْط ٍر إِ َلى ِ «يا مع َشر النِّس: َف َق َال،اء ِ ع َلى النِّس »اء ت ََصدَّ ْق َن َفإِنِّي ُأ ِري ُت ُك َّن َأ ْك َث َر َأ ْه ِل الن َِّار َ َ َ َْ َ َ ِ ِ ِ َ َوبِ َم َيا َر ُس:َف ُق ْل َن َما َر َأ ْي ُت، َو َت ْك ُف ْر َن ال َعش َير، « ُتكْث ْر َن ال َّل ْع َن:ول ال َّله؟ َق َال ِ ين َأ ْذه ِ ِ ِ ِ ِ الح َو َما: ُق ْل َن،»از ِم ِم ْن إِ ْحدَ ا ُك َّن َ الر ُج ِل ِّ ب ل ُل َ َ ٍ م ْن نَاق َصات َع ْق ٍل َود َّ ب ِ « َأ َليس َشهاد ُة المر َأ ِة ِم ْث َل نِص:ول ال َّل ِه؟ َق َال َ ان ِدينِنَا َو َع ْق ِلنَا َيا َر ُس ُ ُن ْق َص ف ْ َ ْ َْ َ َ ِ « َف َذلِ ِك ِمن ُن ْقص: َق َال، ب َلى:َشهاد ِة الرج ِل» ُق ْلن اض ْت َ َأ َل ْي َس إِ َذا َح،ان َع ْق ِل َها َ ْ َ َ ُ َّ َ َ ِ ِ ِ ِ ِ ِ » « َف َذلك م ْن ُن ْق َصان دين َها: َق َال، َب َلى:َل ْم ت َُص ِّل َو َل ْم ت َُص ْم» ُق ْل َن
42
PALASTREN, Vol. 6, No. 1, Juni 2013
Haid (Menstruasi) dalam Tinjauan Hadis
Kandungan makna yang tersirat dalam hadis di atas yakni tentang kurang akal dan agama. Maksud disebutkan kekurangan perempuan bukan untuk mencela mereka atas hal itu, sebab yang demikian itu sudah merupakan sifat dasar penciptaan. Akan tetapi, maksud disebutkannya sifat tersebut adalah untuk memberi peringatan agar seseorang tidak terfitnah oleh mereka (Asqala>ni>, 2002: 510-511). Walaupun secara tekstual hadis itu mengandung misogini, tetapi tujuan hadis menyebutkan kekurangan itu bukan untuk mendiskreditkan perempuan. Kekurangan agama pada perempuan dalam hadis alBukhari, hal itu terjadi karena memang hanya perempuan yang menjalani menstruasi. Maka kekurangan agama yang dihubungkan dengan larangan perempuan untuk melakukan sejumlah ibadah adalah dalam hal kuantitas, sekali lagi bukan dalam aspek kualitasnya. Karena halangan tersebut bukan kehendak perempuan, melainkan kodrat Allah, tentu tidak rasional jika sesuatu yang ditentukan Tuhan bertentangan dengan perintah Tuhan yang lain (Affandi, 2002: 147). Menurut Yusuf al-Qaradhawi, sebagaimana dikutip Yuyun Affandi, keikhlasan seseorang ditandai dengan mengakui kekurangan diri, menyembunyikan amal kebajikan, sabar terhadap segala cobaan. Jadi, seorang perempuan yang menstruasi secara kuantitas ibadahnya berkurang, tetapi secara kualitas belum tentu pahalanya berkurang. Jika perempuan tersebut memiliki tanda-tanda keikhlasan tadi, seperti selalu merasa kurang dalam beribadah karena rendah hati (tawad{u’), tidak riya dalam amal, sabar atas segala rasa sakit yang dideritanya waktu haid (menstruasi), ada kemungkinan pahalanya akan melebihi laki-laki (Affandi, 2002: 146-147). Oleh karena itu, azab yang dijanjikan dikaitkan berupa pengingkaran dan lainnya, bukan dikaitkan dengan kekurangan itu sendiri. Kekurangan di bidang agama tidak PALASTREN, Vol. 6, No. 1, Juni 2013
43
Lutfi Rahmatullah, dkk
terbatas pada melakukan perbuatan yang menimbulkan dosa, bahkan cakupannya lebih luas sebagaimana dikatakan oleh Imam an-Nawawi, sebab ia merupakan perkara yang relatif. Sesuatu yang lebih sempurna misalnya, akan dikatakan memiliki kekurangan bila dibandingkan dengan sesuatu yang lebih sempurna lagi (Asqala>ni>, 2002: 511). Dapat dikatakan, perempuan yang memiliki siklus menstruasi tiap bulan, yang jumlah harinya beragama setiap perempuan, secara kuantitas tentu kurang dibandingkan dengan laki-laki yang setiap waktu mengerjakan shalat. Apabila ditinjau dari aspek kualitas tentu hal itu bukan menjadi sebuah kekurangan bagi perempuan. Kedua, masalah kekurangn akal perempuan. Hal yang sama juga berdasarkan hadis Nabi saw bahwa kesaksian perempuan sebagian dari laki-laki. Ini juga bukan suatu kekurangan yang bersifat kodrat dan fitrah perempuan. Husein Muhammad, justru lebih condong pada kekurangan sosiologis. Karena al-Qur’an dan hadis merespons kondisi perempuan dalam tradisi Arab yang memposisikannya sebagai “makhluk domestik”. Kondisi demikian menjadikan perempuan Arab tidak terbiasa untuk bergumul dengan urusan-urusan publik (Muhammad, 2004: xv). Haid itu tidak menjadi halangan untuk melaksanakan ibadah, kecuali ibadah yang memang sudah jelas dilarang untuk melaksanakannya. Begitu juga dengan “kekurangan akal dan agama” yang tersirat dalam hadis, hal itu bukan menunjukkan kepada perempuan secara fisik kurang akal dan secara teologis kurang agama.
6. Menstruasi Sebagai Konstruksi Gender Perlakuan yang menyudutkan perempuan yang menstruasi hampir terjadi di semua agama. Bila dilihat dengan kacamata historis hal ini tidak lepas dari perkembangan peradaban manusia yang tidak mungkin bisa dipisahkan dari teks dan doktrin yang telah diinterpretasikan sesuai dengan kultur patriarkhi. Kekuasaan berkaitan dengan pengawasan dan kontrol, yang tidak mesti dijalankan dalam bentuk represif 44
PALASTREN, Vol. 6, No. 1, Juni 2013
Haid (Menstruasi) dalam Tinjauan Hadis
(larangan atau hukuman), tetapi kreatif dan produktif, yakni sering dijalankan dengan penggunaan stimulasi (pembentukan hasrat) (Munti, 2005:9-10). Perempuan yang sedang haid (menstruasi) mendapatkan perlakukan khusus dalam lingkungan sosial. Tidak hanya itu, perempuan yang sedang mengalami haid (menstruasi) juga mendapatkan pembatasan gerak. Adanya larangan-larangan tertentu yang dianut oleh masyarakat tertentu terhadap perempuan menstruasi (Santoso, 2006: 17). Selain itu, perempuan yang menstruasi dianggap kotor sehingga segala benda yang dipegangnya juga menjadi kotor. Darah menstruasi dianggap tabu dan perempuan yang sedang menstruasi menurut kepercayaan agama Yahudi harus dipindahkan ke gubug khusus yang sengaja dibuat untuk perempuan yang sedang menstruasi. Perempuan yang menstruasi dilarang untuk berinteraksi dengan keluarga, dilarang untuk menyentuh masakan tertentu, dan suaminya tidak mau makan maupun minum bersama mereka (Shodiq, 2004: 169). Di pihak lain, orang Nasrani menyepelekan masalah menstruasi, mereka melakukan hubungan seksual saat istri mereka sedang menstruasi (Chomaida, 2005: 62). Menstruasi juga menjadi alat kontrol budaya dan masyarakat tertentu terhadap perempuan. Menstruasi adalah pertanda kedewasaan bagi perempuan, saat seorang perempuan mulai memiliki hak untuk terlibat dalam pembicaraan, lebih bebas berbicara, boleh memiliki sesuatu dan memiliki juga mean of authority secara inheren yang merupakan ancaman bagi kekuasaan laki-laki. Mitos penyakit, darah kotor, dan sebagainya juga ditegaskan dalam berbagai pranata merupakan mekanisme sistematis untuk mengekang otoritas perempuan dewasa agar tidak menggugat kekuasaan laki-laki. Dengan penjinakkan semacam itu perempuan menjadi tidak memiliki kekuasaan pada tingkat komunitas (Santosa, 2006: 10-11). PALASTREN, Vol. 6, No. 1, Juni 2013
45
Lutfi Rahmatullah, dkk
Kontribusi sistem biologis perempuan bagi kesehatannya, bukan merupakan satu-satunya komponen masalah kesehatan yang spesifik gender. Karena pengaruh peran sosial perempuan terhadap status kesehatan mereka juga harus dipertimbangkan (Koblinsky dan Gay, 1997:79). Misalnya, dalam hal pekerjaan yang dilakukan perempuan, perhatian seharusnya bukan hanya dititikberatkan pada pengaruh pekerjaan terhadap kesehatan, tetapi juga pada pengaruh kesehatan terhadap pekerjaan yang dilakukan. Islam tidak membatasi, peran perempuan dibatasi sebab perempuan mengalami menstruasi.
7. Determinisme Biologis Perempuan Beberapa mitos yang telah disinggung sebelumnya menunjukkan betapa kuat mitos-mitos tentang menstrual taboo mencengkram dalam pola pikir masyarakat, baik masyarakat masa lampau maupun masyarakat modern sekarang ini dengan “bajunya” yang baru. Sementara tubuhnya adalah penindasan terhadap eksistensi perempuan dalam berbagai kehidupan (Mu’afiah, 2007:50). Lebih dari itu, menstruasi sesungguhnya merefleksikan hegemoni wacana di luar realitas biologisnya. Wacana yang ada mengenai perempuan yang menstruasi telah membatasi perempuan dalam beraktivitas dan bertingkah laku sesuai dengan fungsi tubuhnya dan mendorongnya untuk bertanggungjawab sendiri (Munti, 2005: 13). Melalui mekanisme wacana terutama kekuasaan bekerja menjinakkan dan mendisiplinkan individu (Munti, 2005: 50). Di dalam polarisasi tubuh, tubuh laki-laki dan perempuan ditempatkan selalu dalam oposisi biner (sebuah konsep mengenai pola pengenalan manusia terhadap simbol dan makna akan kata) (Synnot, 2007:13-14). Tubuh perempuan dipandang sentral dalam peran reproduksi biologis, sehingga lebih dekat dengan alam (nature). Sebaliknya, laki-laki dianggap mengekspresikan kreativitas mereka melalui penciptaan budaya. Sejak saat itu, perempuan diidentikkan dengan tubuh dan alam, sedangkan 46
PALASTREN, Vol. 6, No. 1, Juni 2013
Haid (Menstruasi) dalam Tinjauan Hadis
laki-laki dianggap mengekspresikan kreativitas mereka melalui penciptaan budaya (Munti, 2007: 36). Organ-organ tidak memproduksi sistem kelas seks, melainkan penggunaan organ-organ itu yang memproduksinya (Munti, 2007: 49). Ketika membicarakan hak-hak reproduksi, reproduksi merupakan pokok sekaligus pangkal dari keseluruhan persoalan perempuan. Oleh sebab itu, masalahnya bukan terkait anatomis yang bersifat fisik biologis semata, tetapi menggugat realitas relasi yang timpang. Hal itu yang menyebabkan kondisi perempuan tidak sehat dalam menjalankan peran reproduksinya (Hasyim, 1999: 16). Persoalan reproduksi terkait langsung dengan hubungan-hubungan sosial yang melibatkan laki-laki dan perempuan. Hubungan dua jenis kelamin ini dibingkai oleh berbagai nilai dan norma yang dibentuk dan dilestarikan oleh berbagai pihak dengan berbagai kepentingan (Abdullah, 2001:86). Konstruksi sosial sendiri merupakan stimulus lingkungan yang dilihat, didengar, dan dialami sendiri oleh para perempuan yang kemudian diinterpretasi dan dipersepsi oleh mereka sesuai pengalaman masing-masing. Konstruksi sosial membentuk persepsi perempuan tentang suatu fenomena atau nilai-nilai yang ada di masyarakat (Melliana, 2013:13). Dengan demikian, konstruksi sosial merupakan pandangan dan persepsi yang berlangsung cukup panjang. Skema mengenai proses internalisasi dan konstruksi sosial dapat dilihat sebagai berikut (Melliana, 2013:3). Skema 4.1. Skema Internalisasi Konstruksi Sosial Konstruksi sosial
Internalisasi Sosial
Reaksi Sosial
Reproduksi Sosial
Sumber: Annastasia Melliana s (2013:3) PALASTREN, Vol. 6, No. 1, Juni 2013
47
Lutfi Rahmatullah, dkk
Proses di atas telah berlangsung dalam jangka waktu sangat lama. Hal itu membuat konstruksi sosial yang telah ada tetap langgeng, sehingga semakin memperkuat penginternalisasian idealisasi pencitraan tubuh dan seksualitas dalam masyarakat (Melliana, 2013: 3). Oleh sebab itu, tubuh biologis perempuan, terutama fungsi reproduksinya, merupakan sumber atau setidaknya memainkan peranan dalam penindasan perempuan. Dari perbedaan biologis ini tumbuh pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin dan seluruh aspek kehidupan. Hal ini juga yang menjadi akar dari deskriminasi perempuan di masyarakat (Munti, 2005: 48). Ada beberapa hambatan mendasar yang mungkin bisa disebutkan bagi faktor penghalang perempuan untuk tampil di ranah publik. Setidaknya, hambatan yang dipolakan oleh struktur sosial pada sementara lapisan budaya masyarakat tertentu. Pertama, hambatan fisik, kodrat-biologis perempuan dalam menstruasi, mengandung, melahirkan, dan menyusui yang dijadikan sebagai hambatan keleluasan perempuan untuk berperan aktif. Kedua, hambatan teologis, banyak ajaran agama yang disalah artikan, sehingga melahirkan distorsi pemaknaan terhadap kitab suci. Ketiga, hambatan sosial budaya, perempuan dipandang lemah, perasa, tergantung, dan menerima keadaan. Keempat, hambatan sikap pandangan; pandangan dikotomis antara tugas perempuan di wilayah domestik, sedangkan laki-laki di wilayah publik. Kelima, hambatan historis, nama-nama pejuang perempuan seolah ditelan bumi. Peran perempuan di panggung sejarah seolah sengaja tidak dimunculkan, walaupun ada itu hanya segelintir saja (Tan, 1996: 16). Persoalan mendasar tentang menstruasi adalah realitas biologis. Menstruasi telah disalahgunakan oleh pihak lain dalam satu struktur kekuasaan yang rumit. Kepentingan itu menyebabkan terbentuknya realitas yang berlapis-lapis,
48
PALASTREN, Vol. 6, No. 1, Juni 2013
Haid (Menstruasi) dalam Tinjauan Hadis
sehingga menjauhkan pemahaman terhadap subjektivitas perempuan (Abdullah, 2001: 16). Berbagai larangan yang ada disebabkan oleh hubungan menstruasi dengan polusi yang dibawa perempuan yang dianggap dapat merusak kesuburan dan mengganggu kesucian (Santosa, 2006: 6-7). Hal yang tidak dapat dibenarkan adalah mengisolir perempuan haid (menstruasi) pada tempat-tempat yang terpisah dari masyarakat. begitu juga dengan larangan-larangan untuk melakukan aktivitas tertentu terhadap mereka. Sebagaimana terdapat dalam beberapa tradisi agama dan tradisi di Indonesia. 8. Relevansi Hadis-Hadis Haid terhadap Keadilan Perempuan Nabi menolak keras budaya Yahudi yang tidak mau makan bersama dengan istri mereka yang sedang haid. Justru, Nabi mandi bersama istri beliau yang sedang haid, dan tidur satu selimut dengan mereka. Nabi pernah minum dan menempelkan mulutnya di gelas bekas ‘Aisyah yang sedang haid saat minum. Begitu juga, Nabi menggigit daging di tempat bekas gigitan ‘Aisyah. Bahkan, Nabi menganjurkan perempuan yang sedang haid (al-h}a>’id}) untuk ikut hadir dalam khutbah dan perayaan ‘i>dain (‘Id al-Fitri dan ‘Id al-Ad} ha). Perintah ini merupakan sesuatu yang tidak lazim pada saat itu. Yakni saat di mana laki-laki dan bahkan perempuan sendiri menabukan bergabungnya perempuan haid (al-h}a>’id}) bersama masyarakat dalam acara-acara besar (Arani dan Faqihudin, 2002: 23). Perilaku Nabi menghapus batas-batas ketabuan ini, mendorong para sahabat perempuan untuk berani bertanya dan membahas lebih jauh persoalan haid, nifas dan istihadhah tanpa rasa malu. Bahkan, ‘Aisyah pernah memuji perempuan Anshar yang bersikap kritis mengungkapkan persoalan
PALASTREN, Vol. 6, No. 1, Juni 2013
49
Lutfi Rahmatullah, dkk
reproduksinya kepada Nabi saw (Arani dan Faqihudin, 2002: 23). Sebagaimana terekam dalam hadis berikut,
ٌ َأ ْخ َب َرنِي َز ْيد: َق َال، َأ ْخ َب َرنَا ُم َح َّمدُ ْب ُن َج ْع َف ٍر: َق َال،َحدَّ َثنَا َس ِعيدُ ْب ُن َأبِي َم ْر َي َم ٍ َعن َأبِي س ِع،اض ب ِن َعب ِد ال َّل ِه ِ ُ يد َخ َر َج: َق َال،الخدْ ِر ِّي ْ ْ ْ ِ َع ْن ع َي،ُه َو ا ْب ُن َأ ْس َل َم َ ِ ِ ِ ِ ُ َر ُس َف َم َّر،الم َص َّلى ُ ول ال َّله َص َّلى الل ُه َع َل ْيه َو َس َّل َم في َأ ْض َحى َأ ْو ف ْط ٍر إِ َلى ِ ِ » « َيا َم ْع َش َر الن َِّساء ت ََصدَّ ْق َن َفإِنِّي ُأ ِري ُت ُك َّن َأ ْك َث َر َأ ْه ِل الن َِّار: َف َق َال،َع َلى الن َِّساء َ َوبِ َم َيا َر ُس:َف ُق ْل َن َما َر َأ ْي ُت، َو َت ْك ُف ْر َن ال َع ِش َير، « ُتكْثِ ْر َن ال َّل ْع َن:ول ال َّل ِه؟ َق َال ِ ين َأ ْذه ِ ِ ِ ِ ِ الح َو َما: ُق ْل َن،»از ِم ِم ْن إِ ْحدَ ا ُك َّن َ الر ُج ِل ِّ ب ل ُل َ َ ٍ م ْن نَاق َصات َع ْق ٍل َود َّ ب ِ « َأ َليس َشهاد ُة المر َأ ِة ِم ْث َل نِص:ول ال َّل ِه؟ َق َال َ ان ِدينِنَا َو َع ْق ِلنَا َيا َر ُس ُ ُن ْق َص ف ْ َ ْ َْ َ َ ِ « َف َذلِ ِك ِمن ُن ْقص: َق َال، ب َلى:َشهاد ِة الرج ِل» ُق ْلن اض ْت َ َأ َل ْي َس إِ َذا َح،ان َع ْق ِل َها َ ْ َ َ ُ َّ َ َ ِ ِ ِ ِ ِ ِ » « َف َذلك م ْن ُن ْق َصان دين َها: َق َال، َب َلى:َل ْم ت َُص ِّل َو َل ْم ت َُص ْم» ُق ْل َن
“Sa’i>d ibn Abu> Maryam menyampaikan kepada kami dari Muh}ammad ibn Ja’far yang mengabarkan dari Zaid (Ibn Aslam), dari ‘Iya>d} ibn ‘Abd Allah, dari Abu> Sa’i>d al-Khudri> bahwa pada saat Idul Adha atau Idul Fitri Rasulallah saw keluar menuju tempat shalat. Beliau kemudian melewati beberapa perempuan dan berkata: wahai kaum perempuan bersedekahlah kalian. Sebab, telah diperlihatkan kepadaku bahwa kebanyakan penghuni neraka adalah perempuan. Mereka bertanya: karena apa, Rasulallah? Beliau menjawab: sebab, kalian sering mengutuk dan mengingkari kebaikan suami. Kalian adalah makhluk yang akal dan agamnya kurang, tetapi mampu menghilangkan akal sehat seorang laki-laki tegas. Mereka kembali bertanya: apa kekurangan agama dan akal kami , ya Rasulallah? Beliu menjawab: bukankah kesaksian kalian itu hanya setengah dari kesaksian laki-laki? Mereka menjawab: benar. Rasulallah saw berkata: itulah salah satu kekurangan akalnya. Dan, bukankah jika kalian haid, kalian tidak puasa dan tidak shalat? Mereka menjawab: benar. Beliau saw bersabda: itulah sebagian kekurangan agamanya (CD ROM Mausu>’ah al-H}adi>s\ alSyari>f al-Kutu>b al-Tis’ah, 1997).”
Menstruasi merupakan siklus yang mutlak, diperlukan bagi kesehatan tubuh wanita. Namun, di balik keluarnya darah haid (menstruasi) ada aturan syar’i yang terkesan membatasi 50
PALASTREN, Vol. 6, No. 1, Juni 2013
Haid (Menstruasi) dalam Tinjauan Hadis
keleuasaaan wanita, khususnya beribadah dalam arti yang luas. Di lain pihak, para mufasir tidak memberikan kajian yang mencukupi tentang berbagai implikasi yang timbul dari adanya siklus ini kecuali penjelasan global tentang pantangan dan larangan bagi perempuan menstruasi. Pelarangan yang ada di al-Qur’an dan hadis sama sekali tidak dikaitkan dengan menstrual taboo atau dosa warisan. Namun, lebih dekat kepada persoalan preventivikasi medis agar terhindar dari berbagai bakteri yang bersumber dari darah (Affandi, 2002: 132). Persoalan yang menyangkut menstruasi bukan hanya kesehatan perempuan dan masalah seksual suami-istri, tetapi melingkupi ruang teologis (Ibadah & spiritual). Terdapat beberapa larangan yang harus dihindari oleh perempuan yang sedang menstruasi dalam menjalankan ritual keagamaan dan ritus-ritus yang berkaitan dengan agama, misalnya masjid, al-Qur’an dan sebagainya (Sodik, 2004: 164). Hal itu berdasarkan beberapa redaksi hadis yang secara leterlek melarang perempuan menstruasi untuk melaksanakan ibadah tertentu. Berangkat dari teks itu, lahirlah anggapan yang subjektif, bahwa ibadah itu suci dan perempuan yang sedang menstruasi itu kotor, sehingga mereka dilarang melaksanakan ibadah tersebut (Sodik, 2004: 164). Pelarangan terhadap beberapa ibadah tertentu itu, sebenarnya, untuk kebaikan dan kesehatan perempuan. Ajaran agama bersifat fleksibel dan tidak memberatkan penganutnya. Perempuan mengalami kondisi yang berat ketika menstruasi. Agama membolehkan perempuan yang menstruasi meninggalkan ibadah-ibadah tertentu, karena tidak ingin menambah beban perempuan. Perempuan bisa mengganti pahala yang kurang itu dengan ibadah lain yang diperbolehkan ketika menstruasi. Dengan adanya implikasi hukum, muncul ungkapan bahwa dengan mengalami haid, pahala wanita berkurang karena kuantitas ibadanya tidak seperti biasa. Hal ini PALASTREN, Vol. 6, No. 1, Juni 2013
51
Lutfi Rahmatullah, dkk
berbeda dengan laki-laki yang tidak mengalami menstruasi sehingga bisa beribadah sepanjang waktu. Namun ini bukan bentuk ketidakasilan terhadap perempuan karena menstruasi merupakan kuasa Allah yang tidak bisa ditolak oleh perempuan. Menstruasi juga menjadi anugerah bagi manusia karena perempuan dimungkinkan dapat hamil. Hamil merupakan tugas suci untuk menjaga kelestarian manusia di muka bumi ini. Oleh karena itu, kurang tepat jika menghubungkan menstruasi dengan berkurangnnya pahala (Affandi, 2002: 146). Banyak hadis yang menerangkan tentang haid membuktikan bahwa haid sama sekali tidak menjadi alat untuk menistakan perempuan. Melalui penuturan para ummu al-mu’mini>n, Nabi memperlakukan istri beliau secara adil dan manusiawi. Beliau melakukan apa saja terhadap istrinya kecuali berhubungan seksual (jima>’) (Arani dan Faqihudin, 2002: 23). Sebab itu, perlu adanya perubahan sikap dan apresiasi masyarakat, mengenai hak-hak perempuan baik dalam masyarakat maupun keluarga. upaya mengubah pandangan masyarakat, khususnya kaum laki-laki terhadap perempuan, ada yang bersifat radikal (revolusioner) ada pula ang bersifat evolusioner (evolutif). Perubahan kedua ini ditempuh dengan membuat counter discourses, seperti dengan mengadakan pelatihan (Munir, 1999: 22-23). Pada dasarnya perempuan dan laki-laki mempunyai persamaan hak dan derajat di muka undang-undang. Itu perlakuan konstitusional, karena persamaan hak adalah masalah konstitusional, bukan teologis. Dengan kata lain, jika melihat Islam hanya secara normatif, bisa saja itu berbeda dengan hak asasi manusia. Namun, yang terpenting adalah apakah dalam masyarakat kaum muslim, kedudukan perempuan dan laki-laki itu sama di muka hukum, secara konstitusional maupun legal.
52
PALASTREN, Vol. 6, No. 1, Juni 2013
Haid (Menstruasi) dalam Tinjauan Hadis
C. Simpulan Haid merupakan kodrat yang diberikan Tuhan kepada perempuan, sehingga kejadian ini adalah sebagai salah satu kodrat-biologis perempuan. Haid itu kejadian yang alami-normal, hal ini dipertegas oleh Nabi saw bahwa haid itu bukanlah dosa turunan maupun kutukan terhadap perempuan sebagaimana terdapat dalam hadis, salah satunya, yang diriwayatkan al-Bukhari nomor 285 Kitab al-H{aid, bab Kaifa Ka>na bad`u al-h}aid}. Berdasarkan hadis-hadis yang ada, ajaran Islam tidak menganut faham menstrual taboo, tetapi justru sebaliknya berupaya mengikis tradisi dan mitos masyarakat sebelumnya yang memberikan beban berat terhadap perempuan. Seperti mitos tentang perempuan menstruasi seolah-olah tidak dipandang dan diperlakukan sebagai manusia, karena selain harus diasingkan juga harus melakukan berbagai kegiatan ritual yang berat. Banyak hadis yang menerangkan tentang haid membuktikan bahwa haid sama sekali tidak menjadi alat untuk menistakan perempuan. Melalui penuturan para ummu al-mu’mini>n, Nabi memperlakukan istri beliau secara adil dan manusiawi. Dengan demikian, adanya deskriminasi terhadap perempuan yang mengalami haid (menstruasi) dalam tradisi-tradisi tertentu itu bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh Nabi saw. Walaupun agama melarang untuk melaksanakan beberapa ibadah tertentu bagi perempuan haid, tetapi pelarangan itu bukan dimaksudkan untuk mendiskreditkan perempuan. Melainkan, perlarangan itu sebagai bentuk keringanan yang diberikan agama kepada perempuan demi kemaslahatan, agar perempuan tidak memiliki beban ganda. Hukum ditetapkan dengan mempertimbangkan kondisi perempuan. Salah satunya terekam dalam hadis nomor 293 dalam S}ah}i>h} al-Bukha>ri, Kitab al-H{aid, Ba>b Tark al-H{a>’id}i as}-S}auma.
PALASTREN, Vol. 6, No. 1, Juni 2013
53
Lutfi Rahmatullah, dkk
Daftar Pustaka
‘Asqala>ni>, Ah}mad ibn ‘Ali> ibn H{ajar Abu> al-Fad}l al-. 2002. Fathul Baari Syarah Shahih Bukhari, terj. Gazirah Abdi Ummah, Jakarta: Pustaka Azzam. ‘Asqala>ni>>, Ah}mad ibn ‘Ali> ibn H{ajar Abu> al-Fad}l al-, tt, Fath} al-Ba>ri>: Syarh S}ah}i>h} al-Bukha>ri, dalam CD ROM alMaktabah asy-Syamilah. Abdullah, M. A., dkk., 2006, Metodologi Penelitian Agama: Pendekatan Multidisipliner, Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan Kalijaga. Abdullah, I. 2001, Seks, Gender, dan Reproduksi Kekuasaan, Yogyakarta: Tarawang Press. Al-Ghamidi, A. B. S., 2012, Fikih Wanita: Panduan Ibadah Waita Lengkap & Praktis, terj. Ahmad Syarif, dkk., Jakarta: Aqwam. Arani dan Faqihudin, A. Q. (ed.), Amirudin, 2002, Tubuh, Seksualitas, dan Kedaulatan Perempuan, Yogyakarta: Rahima, Ford Foundtion & LkiS. CD ROM Mausu>’ah al-H}adi>s\ al-Syari>f al-Kutu>b al-Tis’ah, Global Islamic Software. Chomaida, L. U., 2004, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Manipulasi Menstruasi dalam Masa ‘Iddah”, Skripsi, Yogyakarta: Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga. Engineer, A. A., 2000, Hak-Hak Perempuan dalam Islam, terj. Farid Wajidi dan Cici Farkha Assegaf, Yogyakarta: LSSPA. _________, 2003, Pembebasan Perempuan, terj. Agus Nuryatno, Yogyakarta: LkiS.
54
PALASTREN, Vol. 6, No. 1, Juni 2013
Haid (Menstruasi) dalam Tinjauan Hadis
Koblinsky, J. T. dan Gay, J. (ed.), Marge, 1997, Kesehatan Wanita: Sebuah Perspektif Global, terj. Mochamad Anwar., Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Mu’afiah, E., 2007, “Islam dan Menstrual Taboo”, dalam Musawa, Vol. 5, No. 1, Januari 2007. Muhammad, H., 2004, Islam Agama Ramah Perempuan: Pembelaan Kiai Pesantren, Nuruzzaman, Jalal, dan Juri Ardiatoro (ed.). Yogyakarta: LKiS & Fahmina Institute. Muhsin, A. W., 1994, Wanita di Dalam al-Qur’an, terj. Yaziar Radianti. Bandung: Pustaka. Munir, L. Z., 1999, Memposisikan Kodrat: Perempuan dan Perubahan dalam Perspektif Islam, Bandung: Mizan. Munti, R. B., 2005, Demokrasi Keintiman: Seksualitas di Era Global. Yogyakarta: LKiS. Mustaqim, A., tt, Ilmu Ma’âni al-H}adits Paradigma Interkoneksi; Berbagai Teori dan Metode Memahami Hadis Nabi. Yogyakarta: Idea Press. Najwah, N., 2008, Ilmu Ma’anil Hadis; Metode Pemahaman Hadis Nabi: Teori dan Aplikasi, Yogyakarta: Cahaya Pustaka. _________, 2004, “Rekonstruksi Pemahaman Hadis-Hadis Qarad}a>wi, Yu>suf al-.1993, Kaifa Nata’mal ma’a alSunnah al-Nabawiyyah Ma’alaim wa Dawabit. Rabat: Darl al-Aman. Santoso (ed.), S. E., 2006, Islam dan Konstruksi Seksualitas, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sodik, M., 2004, Telaah Ulang Wacana Seksualitas, Yogyakarta: PSW IAIN [UIN] Yogyakarta, Depak RI, dan McGill-IISEP-CIDA.
PALASTREN, Vol. 6, No. 1, Juni 2013
55
Lutfi Rahmatullah, dkk
Sumartini, T., 2007, “Siklus dan Terjadinya Menstruasi Serta Pandangan Islam di Dalamnya”, dalam Jurnal Musawa, vol. 5, No. 1. Tan, M. G., 1996, Perempuan Indonesia Pemimpin Masa Depan?, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Ulfa, M., 2006, Fikih Aborsi: Wacana Penguatan Hak Reproduksi Perempuan, Jakarta: Kompas. Zuhayatin, S. R., dkk., 2002, Rekonstruksi Metodologis Wacan Kesetaraan Gender dalam Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
56
PALASTREN, Vol. 6, No. 1, Juni 2013