Tinjauan Pustaka
Radiofarmaka Peptida untuk Diagnosis dan Terapi
Nurlaila Z Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri-Badan Tenaga Nuklir Nasional
Abstrak: Peptida merupakan suatu senyawa yang mengandung kurang dari 100 asam amino. Adanya berbagai peptida spesifik terhadap reseptor yang dapat ditandai dengan suatu radionuklida memberikan potensi yang sangat besar dalam bidang kedokteran nuklir. Potensi ini tidak terbatas pada aplikasi diagnostik dan terapi penyakit neoplastik, tapi juga pada patogenesis penyakit-penyakit lain. Tinjauan ini membahas radiofarmaka peptida yang dapat digunakan untuk tujuan diagnosis dan terapi, meliputi beberapa metode penandaan peptida dengan radionuklida, kelebihan dan kelemahannya serta pengujian yang spesifik untuk senyawa bertanda tersebut. Selain itu, diuraikan pula berbagai senyawa bertanda peptida yang diuji terhadap hewan percobaan dan manusia dalam bidang onkologi, neurologi, kardiologi serta infeksi dan inflamasi. Dari uraian ini terlihat bahwa senyawa bertanda peptida merupakan radiofarmaka yang mempunyai potensi yang sangat besar dalam mengungkap berbagai penyakit, khususnya yang berinteraksi dengan reseptor. Kata kunci: peptida, radiofarmaka, reseptor, diagnosis, terapi
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 8, Agustus 2007
265
Radiofarmaka Peptida untuk Diagnosis dan Terapi
Peptide Radiopharmaceuticals for Diagnosis and Therapy Nurlaila Z Nuclear Technology Center for Materials and Radiometry-National Nuclear Energy Agency
Abstract: Any compound consisting of less than 100 amino acids is considered as a peptide. Receptor-specific peptide which can be labeled by radionuclide hold unlimited potential in nuclear medicine, not only in the diagnostic and therapeutic applications of neoplastic diseases, but also in the pathogenesis of other diseases. The review described peptide radiopharmaceuticals which could be used for diagnosis and therapy, including various radiolabeling method of peptide, their advantages and disadvantages, and specific examination of peptide labeled compound as well. Meanwhile, several radiolabeled peptides that have been tested in animals and humans in the fields of oncology, neurology, cardiology, infection and inflamation were also described. It was found that peptide radiopharmaceuticals have a great potential to express many diseases, especially which interact with receptor. Key words: peptide, radiopharmaceuticals, receptor, diagnosis, therapy
Pendahuluan Sejalan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, bidang biologi molekuler berkembang pula dengan pesat, yang melahirkan disiplin ilmu baru dalam bidang kedokteran, yaitu ilmu kedokteran molekuler. Disiplin ilmu ini menjadi acuan dasar bagi perkembangan disiplin ilmu kedokteran masa kini dan masa datang. Beranjak dari konsep ilmu kedokteran molekuler maka diagnosis, terapi dan pemantauan penyakit akan berubah yang tadinya berorientasi pada organ menjadi molekuler. Kedokteran nuklir, dengan keunikannya dalam diagnosis dengan metode pencitraan dan terapi menggunakan radioisotop, juga banyak bersinggungan dengan biologi molekuler. Pada awal perkembangannya, aplikasi klinis dalam kedokteran nuklir molekuler dilakukan dengan menggunakan antibodi monoklonal bertanda radioaktif. Senyawa bertanda ini diperkirakan merupakan senyawa yang ideal dan potensial terhadap antigen yang spesifik. Walaupun memiliki potensi yang menguntungkan, ada beberapa hal yang membatasi penggunaan antibodi monoklonal tersebut, antara lain berat molekul besar dengan akumulasi yang kecil pada jaringan, lambatnya clearance pada darah dengan visualisasi sasaran yang tidak begitu jelas, serta menghasilkan human anti-mouse antibody (HAMA). Untuk mengatasi keterbatasan tersebut, didesain radiofarmaka dengan menggunakan fragmen antibodi monoklonal, yaitu fragmen Fab’ dan F(ab)”, chimer serta antibodi yang berasal dari manusia untuk menghindari terjadinya HAMA, namun semuanya tidak memberikan hasil yang memuaskan.1 Di sisi lain, dari beberapa pengamatan diketahui bahwa bermacam reseptor yang terdapat pada permukaan sel mampu
266
mengikat peptida rantai pendek dengan afinitas yang tinggi.2 Dengan adanya kendala dalam pemakaian antibodi monoklonal dan untuk memenuhi kebutuhan radiofarmaka di bidang kedokteran, khususnya yang dapat berinteraksi dalam proses fisiologis tubuh seperti dengan reseptor pada permukaan sel, enzim dan sistem metabolisme tubuh lainnya, maka dikembangkan radiofarmaka peptida yang dapat berfungsi untuk maksud tersebut. Dalam tinjauan ini diuraikan beberapa radiofarmaka peptida yang dapat digunakan untuk memberikan informasi hispatologik untuk tujuan diagnosis dan terapi berbagai jenis penyakit. Uraian dan informasi ini diharapkan dapat membantu para ahli medis dalam mengungkap status penyakit, khususnya yang berinteraksi dengan proses fisiologis tubuh meliputi reseptor dan sistem metabolisme. Penandaan Peptida Pada beberapa tahun terakhir ini, penggunaan peptida rantai pendek bertanda radionuklida sebagai radiofarmaka berkembang sangat pesat. Sebagian besar radiofarmaka tersebut digunakan untuk tujuan diagnosis, baik secara invitro maupun in vivo, dan beberapa peptida bertanda juga sudah dikembangkan untuk tujuan terapi. Peptida didefinisikan sebagai suatu senyawa yang mengandung kurang dari 100 asam amino yang diikat secara kovalen dengan ikatan amida tersubstitusi di antara gugus α-amino pada suatu asam amino dengan gugus karboksil lainnya.3 Peptida dapat juga dikatakan sebagai protein molekul rendah, biasanya kurang dari 10 000 kDa. Untuk radiofarmaka, umumnya digunakan peptida yang disusun oleh asam amino dalam jumlah yang relatif kecil, tidak lebih dari 30
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 8, Agustus 2007
Radiofarmaka Peptida untuk Diagnosis dan Terapi asam amino. Peptida lebih mudah disintesis secara kimia, dimodifikasi dan distabilkan untuk mendapatkan berbagai sifat distribusi biologis yang diinginkan. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menstabilkan peptida terhadap protease plasma di antaranya siklisasi, mengganti gugus amino dengan imino, melakukan N-metilasi dari amida pada C-terminal, dan substitusí ikatan peptida. Pemilihan dan Kriteria Radionuklida untuk Penandaan Peptida Secara umum radionuklida yang digunakan untuk penandaan peptida harus memenuhi kriteria dan persyaratan radionuklida untuk pemakaian pada manusia, selain persyaratan kimia lainnya. Beberapa persyaratan tersebut di antaranya harus memenuhi persyaratan farmaseutik yang bebas kontaminasi kimia maupun biologis serta tidak toksik. Selain itu, mudah diproduksi dan relatif murah, mempunyai waktu paruh pendek, namun masih cukup waktu untuk melakukan interpretasi klinis. Persyaratan lain yang sangat penting adalah radionuklida tersebut harus mempunyai sifat fisik yang sesuai dengan tujuan pemakaian. Bila digunakan untuk tujuan diagnosis, sebaiknya memancarkan radiasi γ murni dengan tingkat energi antara 100–140 keV, sehingga sangat ideal untuk sistem pendeteksian dengan kamera gamma. Bila tujuan pemakaiannya untuk terapi, umumnya dipilih radionuklida pemancar β dengan beberapa pertimbangan lainnya, misalnya radioaktivitas jaringan sasaran, toleransi jaringan normal terhadap radioaktivitas serta dosimetri radiasi. Berbagai radionuklida telah banyak digunakan dalam penandaan peptida, antara lain 123I, 111In, dan 99mTc yang digunakan untuk tujuan diagnosis,2,4-7 sedangkan untuk tujuan terapi digunakan 90Y 8 dan 188Re 9 (Tabel 1). Sifat fisikokimia radionuklida 123I dan 111In ideal untuk tujuan diagnosis dengan metode pencitraan, namun radionuklida ini harganya cukup mahal sehingga memberikan kontribusi biaya terhadap radiofarmaka. Dari beberapa radionuklida yang tercantum pada Tabel 1, yang paling sering digunakan saat ini, khususnya untuk tujuan diagnosis, adalah radionuklida 99mTc, mengingat sifat fisikokimia dan
dosimetrinya yang ideal, harganya relatif murah, dan tersedia banyak di pasaran dalam bentuk sistem generator 99Mo-99mTc. Metode Penandaan Peptida Secara prinsip, dalam penandaan peptida dengan suatu radionuklida perlu diperhatikan bahwa proses penandaan tidak mengubah sifat biologis senyawa bertanda peptida. Secara umum, peptida dapat dimodifikasi tanpa mempengaruhi karakteristik biologisnya. Untuk pembentukan senyawa bertanda, sebagian besar peptida dimodifikasi pada N-terminal, namun untuk peptida tertentu, misalnya vasoactive intestinal peptide (VIP), modifikasi pada posisi ini dapat mengubah aktivitas biologis yang cukup signifikan. 10 Modifikasi dan penandaan juga dapat mengubah muatan total peptida yang berpengaruh terhadap karakteristik biologisnya. Secara umum, peptida bertanda yang bersifat lipofil akan diekskresikan melalui sistem hepatobilier, sedangkan yang bersifat hidrofil akan diekskresikan melalui filtrasi glomerulus ginjal. Oleh karena itu, selain pertimbangan fisikokimia, pemilihan radionuklida juga merupakan parameter yang sangat penting mengingat distribusi peptida bertanda pada jaringan sangat tergantung pada radionuklida yang digunakan. Berbagai metode penandaan peptida dengan radionuklida diuraikan sebagai berikut: a. Radioiodinasi peptida Radioiodinasi peptida dilakukan menggunakan metode yang sama dengan penandaan protein atau antibodi.11 Untuk tujuan diagnosis umumnya digunakan 123I, yang dihasilkan dari siklotron dengan waktu paruh 13,3 jam, yang merupakan pemancar γ murni dengan energi 159 keV. Radioiodinasi peptida dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Radioiodinasi peptida secara langsung dilakukan dengan menggunakan kloramin-T atau iodogen sebagai oksidator yang terjadi pada posisi orto cincin aromatik, biasanya pada residu tirosin. Guna mencegah terjadinya oksidasi pada gugus asam amino yang lain, harus dihindari adanya inkubasi reaksi dalam penandaan tersebut. Metode ini mempunyai
Tabel 1. Radionuklida untuk Penandaan Peptida 2-9 Radionuklida
Pemancar
Waktu Paruh (jam)
Energi γ (keV)
Energi β (keV)
In
γ
67
173; 274
-
I
γ
13,3
159
-
99m
γ
6
140
-
γ
64,2
-
2270
β, γ
16,9
155
2120
111
123
90
Tc
Y
188
Re
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 8, Agustus 2007
Metode Produksi
Siklotron 112 Cd(p,2n)111In Siklotron 121 Sb(α,2n)123I Generator 99 Mo- 99mTc 89 Y(n,γ) 90Y Generator90Sr-90Y 187 Re(n,γ)188Re Generator188W-188 Re
Tujuan Pemakaian Diagnosis Terapi Diagnosis Diagnosis Terapi Terapi
267
Radiofarmaka Peptida untuk Diagnosis dan Terapi kelemahan, yaitu stabilitas in-vivo peptida bertanda relatif rendah. Pada pemakaian intravena memungkinkan terjadinya dehalogenasi dengan melepaskan iodium radioaktif dalam sirkulasi darah sehingga terjadi akumulasi radioaktif pada tiroid, lambung dan saluran kemih. Radioiodinasi peptida secara tidak langsung dilakukan dengan metode Bolton-Hunter menggunakan senyawa N-suksinimidil 3-(4-hidroksi 5-iodofenil) propionat yang ditandai oleh radionuklida terlebih dahulu pada gugus tertentu, kemudian dikonjugasikan dengan peptida.2 Dengan cara ini umumnya diperoleh efisiensi penandaan yang lebih rendah dibandingkan dengan cara iodinasi langsung. b. Penandaan peptida secara langsung Penandaan peptida dengan radionuklida dapat dilakukan secara langsung melalui ikatan disistein atau jembatan disulfida (S-S) yang ada dalam molekul tersebut.12 Ikatan S-S ini direduksi terlebih dahulu dengan suatu reduktor SnCl2 atau Na-askorbat. Gugus sulfhidril yang dihasilkan akan membentuk khelat yang kuat dengan radionuklida. Skema penandaan dengan cara ini ditampilkan pada Gambar 1. Metode ini sederhana, pengerjaannya relatif mudah, cepat dan efisien, tidak membutuhkan pemblokiran gugus tertentu, serta tidak perlu pemurnian. Namun metode ini hanya dapat memberikan hasil yang memuaskan bila digunakan untuk penandaan peptida siklis dengan radionuklida 99mTc dan 188Re.9,13
bifungsi, antara lain mudah disintesis, stabil pada temperatur kamar untuk jangka waktu yang cukup panjang, konjugasi dapat dilakukan dengan metode yang sederhana, lebih disukai bila mengandung gugus NHS, dan konjugasi dengan peptida dapat dilakukan sebelum penandaan.18 Beberapa senyawa khelat bifungsi yang mengandung gugus NHS, yaitu derivat bis-aminetantiol (BAT), diaminoditiol (DADT)19 dan derivat merkapto asetil triglisin (MAG3).18 Selain itu, beberapa senyawa khelat bifungsi yang tidak mengandung gugus NHS yang juga digunakan pada penandaan peptida dengan radionuklida, khususnya 99mTc, antara lain derivat DTPA dan hidrazino nikotinamid (HYNIC).19 Beberapa senyawa khelat bifungsi ditunjukkan pada Gambar 2. Penandaan peptida menggunakan senyawa khelat bifungsi dapat dilakukan dengan metode pre-konjugasi (Gambar 3a). Peptida dikonjugasikan terlebih dahulu dengan senyawa khelat bifungsi, kemudian baru direaksikan dengan radionuklida di mana radionuklida akan terikat pada salah satu gugus yang terdapat pada senyawa khelat bifungsi. Selain itu, dalam metode ini ada kemungkinan radionuklida dapat berikatan dengan salah satu gugus koordinasi yang terdapat pada peptida itu sendiri. Kelemahan metode ini adalah adanya kemungkinan terlepasnya ikatan radionuklida dari peptida di dalam tubuh. Oleh karena itu, dikembangkan metode pro-penandaan (pre-labelling) yaitu senyawa khelat bifungsi ditandai terlebih dahulu dengan radionuklida sebelum dikonjugasikan pada peptida seperti yang ditampilkan pada Gambar 3b. O N
HN
NH R
SH
COOH
ROOC N
N
COOR
N
ROOC
COOR
HS (b) (a)
R R
Gambar 1. Penandaan peptida secara langsung dengan radio-nuklida 99mTc 12
O O
N
268
NH
S
N
C
CH2
N NH
c. Metode senyawa khelat bifungsi Penggunaan senyawa khelat bifungsi pertama kali didasari pada pemakaian senyawa DTPA dalam penandaan antibodi dengan 111In melalui konjugasi salah satu gugus asam karboksilat dengan gugus lisin rantai samping protein. 14 Metode ini umumnya dapat diaplikasikan untuk penandaan hampir sebagian besar peptida. Beberapa radionuklida telah digunakan untuk penandaan peptida dengan cara ini, di antaranya 111In, 99m Tc, dan 90Y.6,9,16-17 Sejumlah besar senyawa khelat bifungsi sudah disintesis dan secara kovalen terikat pada N-terminal molekul peptida. Beberapa sifat karakteristik senyawa yang dapat digunakan sebagai senyawa khelat
O HN
NH (c)
O NH2
O
COOH (d)
Gambar 2. Senyawa khelat bifungsi; (a) diaminditiol (DADT); (b) dietilentriamin penta asam asetat (DTPA); (c) hidrazino nikotinamid (HYNIC); (d) benzoilMAG3. 18,19
Dengan metode pra-penandaan, terjadinya ikatan nonspesifik radionuklida pada peptida dapat dihindari karena radionuklida hanya terikat pada gugus dari senyawa khelat bifungsi yang mempunyai afinitas tinggi. Namun secara Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 8, Agustus 2007
Radiofarmaka Peptida untuk Diagnosis dan Terapi
(a)
(b)
Gambar 3. Penandaan Peptida Menggunakan Senyawa Khelat Bifungsi, (a) Metode Pre-konjugasi; (b) Metode Pra-penandaan. 12
teknis cara ini membutuhkan waktu yang lebih lama dan umumnya efisiensi penandaannya rendah. Pengujian dan Karakterisasi Radiofarmaka Peptida Radiofarmaka yang berikatan dengan reseptor haruslah mempunyai kemurnian kimia, radiokimia, dan aktivitas spesifik yang tinggi. Hal ini disebabkan dalam proses biokimia, khususnya ikatan dengan reseptor, hanya ada sejumlah reseptor yang terbatas. Selain itu, untuk mengetahui bahwa penandaan dengan radionuklida tidak mengubah sifat senyawa peptida, perlu dilakukan beberapa pengujian baik secara in vitro maupun in vivo. 5-7,14,17 Beberapa pengujian dan karakterisasi yang dilakukan antara lain: a. Kemurnian kimia dan radiokimia Dalam penandaan peptida, umumnya pada tahapantahapan reaksi, perlu dilakukan pemurnian senyawa yang dapat dilakukan dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi atau kromatografi kolom. Pengujian kemurnian radiokimia dapat dilakukan dengan metode kromatografi kertas, lapis tipis, atau metode kromatografi lainnya, termasuk metode kromatografi cair kinerja tinggi. b. Pengujian ikatan sistein Di dalam tubuh, diperkirakan sistein memegang peranan penting dalam degradasi peptida bertanda. Oleh karena itu, pengujian ikatan sistein secara in-vitro perlu dilakukan untuk mengetahui stabilitas peptida bertanda terhadap senyawa sistein. Adanya peningkatan jumlah Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 8, Agustus 2007
sistein sampai batas tertentu dapat mempengaruhi kemurnian radiokimia peptida bertanda. Umumnya dalam pengujian digunakan sistein dengan molar rasio 1000:1 terhadap peptida.17 c. Ikatan dengan reseptor Penandaan peptida dengan suatu radionuklida tidak boleh mempengaruhi dan mengubah karakteristik biologisnya. Demikian juga bila digunakan senyawa khelat bifungsi, konjugasi senyawa ini dengan peptida tidak mengubah aktivitas biologis peptida tersebut. Untuk itu perlu dilakukan pengujian afinitas ikatan peptida bertanda tersebut terhadap reseptor. Pengujian umumnya dilakukan dengan metode kompetisi menggunakan senyawa yang mempunyai afinitas biologis terhadap reseptor tersebut. Kelebihan dan Kelemahan Radiofarmaka Peptida Peptida merupakan senyawa yang spesifik terhadap reseptor seperti halnya antibodi monoklonal. Bila peptida ditandai oleh radionuklida sebagai radiofarmaka, senyawa bertanda ini mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan antibodi monoklonal. Sebagian besar peptida diperoleh dari dalam tubuh dan analog bioaktifnya mempunyai urutan asam amino sesuai peptida alam sehingga tidak menyebabkan terjadinya reaksi antigen-antibodi seperti halnya antibodi monoklonal. Peptida mempunyai stabilitas yang relatif tinggi terhadap suasana pH dan temperatur sehingga parameter penandaan lebih fleksibel. Selain itu, peptida mempunyai ukuran molekul yang lebih kecil dan umumnya mempunyai clearance dari darah yang cepat dibandingkan dengan antibodi monoklonal, sehingga mempunyai rasio radioaktivitas jaringan sasaran terhadap darah yang tinggi dan peptida terakumulasi secara cepat pada jaringan. Peptida relatif murah dan mudah disintesis dalam periode waktu yang pendek menggunakan alat peptide synthetizer. Namun secara in vivo, peptida lebih rentan terhadap proteolisis oleh protease endogen dibandingkan dengan antibodi monoklonal. Pendekatan umum untuk mengatasi destruksi enzimatik adalah dengan menggunakan peptida siklis dengan membuat satu atau lebih jembatan disistein (disulfida).12 Perkembangan Aplikasi Radiofarmaka Peptida untuk Tujuan Diagnosis Bidang onkologi Selama beberapa tahun sebagian besar pengembangan senyawa bertanda peptida ditujukan untuk bermacam-macam aplikasi diagnosis dan juga terapi tumor ganas. Penggunaan senyawa bertanda peptida dalam bidang onkologi ini umumnya memberikan informasi tambahan mengenai tingkat dan sifat tumor dibandingkan dengan teknik penyidikan menggunakan peralatan lain seperti magnetic resonance imaging (MRI) dan computed tomography scanning (CTscan). 269
Radiofarmaka Peptida untuk Diagnosis dan Terapi Senyawa bertanda peptida berupa radiofarmaka 111InDTPA-(D)-Phe1-octreotide yang dikenal dengan merek dagang Octreoscan telah digunakan secara rutin sebagai pencitra tumor20 meliputi tumor neuroendokrin, limfoma, tumor otak, melanoma dan kanker paru-paru. Akan tetapi, penggunaan radiofarmaka ini pada deteksi tumor payudara, kelenjar pituitari, tiroid, pankreas dan astrositoma memberikan hasil yang kurang memuaskan. Berdasarkan mekanisme di dalam tubuh, diketahui bahwa radiofarmaka ini berikatan dengan reseptor somatostatin yang terdapat pada sel tumor. Radionuklida 111In yang digunakan pada radiofarmaka ini harganya relatif mahal karena diperoleh melalui penyinaran dengan partikel bermuatan dalam siklotron. Untuk mengatasi keterbatasan ini, banyak peptida analog somastatin telah ditandai dengan radionuklida 99mTc, di antaranya HYNICoctreotide yang telah dilakukan uji klinis pada manusia dengan hasil yang memuaskan.9,17,21 Gambar 4 menampilkan hasil pencitraan seluruh tubuh dengan radiofarmaka 99mTcEDDA/HYNIC-Tyr-octreotide (99mTc-EDDA/HYNIC-TOC) pada penderita kanker tiroid folikular metastasis di mana terlihat adanya akumulasi radioaktivitas pada daerah tersebut.21 Peptida lain yang juga memberikan afinitas yang tinggi terhadap reseptor somatostatin adalah vapreotide atau RC160. Peptida ini ditandai dengan radionuklida 99mTc, 111In, dan 125I, serta telah diaplikasikan pada hewan percobaan dengan hasil yang memuaskan.5,13,17,22 Selain itu, peptida analog neurotensin (RP414) bertanda radionuklida 111In dan 131I terbukti berikatan dengan reseptor neurotensin dengan afinitas yang tinggi dan di dalam plasma menunjukkan waktu paruh biologis yang relatif singkat.15
Kepala
Tiroid
Kepala Tiroid
Gambar 4. Hasil Pencitraan Seluruh Tubuh Radiofarmaka 99m Tc-EDDA/HYNIC-Tyr-octreotide (99mTc-EDDA/HYNICTOC) pada Penderita Kanker Tiroid Folikular Metastase, 4 jam Setelah Penyuntikan secara Intra vena A (anterior), B (posterior).21
Guna menambah jumlah peptida bertanda radioaktif telah diusulkan juga 123I-vasoactive intestinal peptide (123I-VIP). Senyawa bertanda ini sudah digunakan untuk pencitraan tumor endokrin, kanker kolorektal, kanker pankreas, dan 270
kanker hati pada manusia.12 Akan tetapi keterbatasan sifat kimia dan biologis molekul VIP mengakibatkan pengembangan penggunaan senyawa bertanda VIP secara rutin sangat sulit dilakukan. Seperti diketahui bahwa senyawa VIP merupakan substrat yang baik untuk peptidase plasma sehingga senyawa bertanda VIP mudah terdegradasi di dalam darah. Glutation merupakan senyawa peptida yang juga telah berhasil ditandai dengan radionuklida 99mTc. Senyawa ini merupakan tripeptida alam yang berperan penting dalam reaksi detoksifikasi tubuh. Penggunaan glutation bertanda sebagai radiofarmaka untuk visualisasi tumor leher dan kepala27 telah menambah deretan senyawa bertanda peptida untuk tujuan diagnosis pada bidang onkologi. Infeksi dan Inflamasi Pada inflamasi akut, fagositosis bakteri menstimulasi makrofag untuk melepaskan bermacam-macam mediator, meliputi pengaturan sitokin seperti interleukin-1 (IL-1), faktor kemotaktik seperti IL-8 dan N-formil-metionil-leusilfenilalanin-lisin (f-MLF). Oleh karena itu, senyawa bertanda dari peptida ini merupakan radiofarmaka yang mempunyai potensi untuk diagnosis infeksi dan inflamasi pada beberapa kondisi patologis tertentu. Salah satu senyawa peptida kemotaktik yang digunakan untuk diagnosis inflamasi dan infeksi adalah f-MLF yang dapat ditandai dengan radionuklida 99mTc dan 111In. Waktu clearance dalam darah yang cepat merupakan kelebihan penggunaan senyawa ini sehingga pencitraan dapat dilakukan segera setelah penyuntikan. Kerugiannya adalah senyawa ini mempunyai waktu retensi yang singkat serta dapat mengakibatkan berkurangnya jumlah sel darah putih walaupun dosis yang dipakai relatif rendah. Untuk mengatasi masalah ini, sebaiknya senyawa bertanda peptida tersebut mempunyai aktivitas jenis yang tinggi sehingga jumlah peptida yang diberikan menjadi rendah. Berbagai reseptor interleukin (IL) bertanda radionuklida juga telah diteliti untuk deteksi inflamasi dan infeksi, di antaranya IL-2 bertanda 123I yang spesifik menggambarkan infiltrasi limfosit dalam pankreas, penyakit coeliac dan penyakit Crohn’s, serta 99mTc-IL-2 yang digunakan untuk diagnosis tiroiditis, penyakit Grave’s dan melanoma.4 Dari hasil pengujian tidak ditemukan adanya efek samping pemakaian senyawa bertanda tersebut. Dalam perkembangannya lebih lanjut ternyata radiofarmaka ini dapat digunakan untuk diagnosis penyakit auto-imun. Hasilnya menunjukkan bahwa radiofarmaka ini mampu mengidentifikasi sel T teraktivasi yang melepaskan reseptor IL-2 pada jaringan yang rusak.4 Perkembangan lebih jauh, akhir-akhir ini telah diteliti senyawa inhibitor human neutrophil elastase bertanda 99mTc (99mTc-HNE-EPI) pada monyet sebagai hewan percobaan. Peptida ini menunjukkan clearance dalam darah yang cepat, akumulasi pada hati dan jantung rendah dan terikat secara Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 8, Agustus 2007
Radiofarmaka Peptida untuk Diagnosis dan Terapi
45 menit
75 menit
2 jam
4 jam
Gambar 5. Hasil pencitraan radiofarmaka 99mTc-HNE-EPI pada monyet percobaan. Tanda panah menunjukkan akumulasi radioaktivitas pada daerah inflamasi. 24
spesifik pada neutrophil elastase yang dilepaskan pada daerah inflamasi melalui neutrophil teraktivasi.18,24 Gambar 5 memperlihatkan hasil pencitraan 99mTc-HNE-EPI pada monyet percobaan yang telah mengalami inflamasi non-steril pada daerah paha kanan bagian belakang; terlihat adanya akumulasi radioaktivitas pada daerah tersebut. Bidang Neurologi Sawar darah otak (Blood-Brain Barrier) mempunyai karakteristik yang sangat khas sehingga penggunaan peptida bertanda untuk pencitraan otak secara utuh mempunyai beberapa keterbatasan. Molekul dengan berat molekul lebih besar dari 600 sulit berdifusi dari plasma ke dalam otak. Demikian pula peptida yang mengandung asam amino bermuatan, misalnya asam amino arginin, histidin yang bermuatan positif atau asam amino asparagin yang bermuatan negatif, tidak dapat melalui sawar darah otak secara normal. Oleh karena itu, peptida biasanya berdifusi ke otak bila ada gangguan spesifik pada otak, dan sifat ini digunakan sebagai dasar pencitraan tumor otak stadium lanjut dengan peptida bertanda. Pendekatan lain yang bisa dilakukan agar terjadi difusi ke dalam otak adalah dengan mempengaruhi permeabilitas sawar darah otak melalui pemakaian modulator inflamatory. Untuk maksud ini, penggunaan senyawa bertanda 123I-atrial natriuretic peptide memberikan hasil yang cukup memuaskan.2 Bidang Kardiologi Senyawa bertanda peptida yang dipakai dalam pencitraan penyakit jantung di antaranya annexin V, baik bertanda 131I atau 99mTc. Penandaan dengan radionuklida 99m Tc dilakukan dengan menggunakan senyawa khelat bifungsi diamid dimerkaptid (N2S2) atau hidrazino nikotinamid. Senyawa bertanda ini berikatan dengan membran Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 8, Agustus 2007
yang terikat pada fosfotidil serin dan membran fosfolipid anionik yang muncul secara selektif pada permukaan sebagai sel yang mengalami apoptosis (kematian sel). Apoptosis ini memegang peranan penting pada arterosklerosis, infark miokard, miokarditis auto-immune dan kardiomiopatis nonisemik.25 Dalam patologis, 99mTc-annexin V dapat juga digunakan untuk memantau kematian sel secara non-invasif. Hasil pengujian memperlihatkan terjadinya uptake 99mTcannexin V pada daerah infark dari penderita infark miokardiak akut yang sedang menjalani angioplasti koroner transluminal.25 Perkembangan Aplikasi Radiofarmaka Peptida untuk Tujuan Terapi Pengembangan senyawa bertanda peptida berlanjut pada aplikasi radionuklida untuk terapi, khususnya radiofarmaka untuk terapi penyakit tulang malignan. Hal ini ditunjang pula dengan telah berhasilnya sintesis senyawa khelat makrosiklik bifungsi yang dapat berikatan dengan pemancar partikel â seperti 90Y dan 177Lu dengan stabilitas yang tinggi. Senyawa tetraaza siklododekan tetra asam asetat (DOTA) merupakan salah satu senyawa yang dapat digunakan untuk maksud ini.12 Penandaan octreotide dengan 90Y dan 111In menggunakan senyawa khelat makrosiklik bifungsi DOTA telah dilakukan dengan hasil yang memuaskan.16 Senyawa 90YDOTA-D-Phe1-Tyr3-octreotide ( 90Y-DOTATOC) ini menunjukkan aktivitas terapi pada pengobatan tumor neuroendokrin yang telah resisten terhadap bentuk pengobatan lainnya.8 Demikian pula 111In, walaupun merupakan radionuklida pemancar γ, peluruhannya dengan memancarkan elektron konversi dan sinar X yang merupakan bentuk dasar untuk aplikasi terapi, memungkinkan penggunaan 111In-DOTA-DPhe1-Tyr3-octreotide untuk terapi tumor.16 271
Radiofarmaka Peptida untuk Diagnosis dan Terapi Kesimpulan Kemajuan pengembangan peptida bertanda dalam periode waktu yang cukup pendek berlangsung sangat pesat. Berbagai metode penandaan baik secara langsung maupun tidak langsung dapat digunakan untuk memperoleh senyawa bertanda peptida dengan kemurnian radiokimia, aktivitas spesifik serta stabilitas yang tinggi. Pengembangan radiofarmaka peptida untuk tujuan diagnosis lebih banyak diarahkan pada penggunaan radionuklida 99mTc mengingat sifat fisikokimianya yang ideal untuk pencitraan dan tersedia dengan harga yang relatif murah, serta ditunjang oleh pengembangan sintesis senyawa khelat bifungsi yang dapat digunakan untuk penandaan dengan radionuklida tersebut. Radiofarmaka peptida untuk tujuan diagnosis dapat digunakan secara luas dalam bidang onkologi, neurologi, kardiologi serta infeksi dan inflamasi dengan hasil yang memuaskan. Hasil pencitraan sangat spesifik karena radiofarmaka peptida berikatan dengan reseptor sesuai dengan jenis peptida yang digunakan. Pengembangan radiofarmaka peptida untuk terapi masih terbatas pada penggunaan beberapa radionuklida pemancar beta yang dapat berikatan dengan senyawa khelat makrosiklik bifungsi dalam proses penandaannya. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Sdr. Rukmini Iljas dan Sdr. Dede Sofia atas bantuan yang diberikan dalam penyusunan tulisan ini. Daftar pustaka 1.
2.
3. 4.
5.
6. 7.
8.
272
Mc Cabe RR, Peters LC, Haspel MV, Pomato M, Carrasquilla JA. Development and characterization of human monoclonal antibodies and their application in the radioimmunodetection of colon carcinoma. In: Srivastava SC, Editor. Radiolabeled monoclonal antibodies for imaging and therapy. New York: Plenum Press; 1997.p.75-94. Wolf H, Marschall F, Scheffold N, Clausen M, Schramm M, Henze E. Iodine-123 labeling of atrial natriuretic peptide and its analogues: Initial result. Eur J Nucl 1993;20:297-301. Bodanszky M. Peptide Chemistry. 2nd ed. Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 1993.p.1-9. Signore A, Chianelli M, Annovazzi A, Bonanno E, Spagnoli LG, Pozzilli P, et al. 123I-interleukin-2 scintigraphy for in-vivo assessment of intestinal mononuclear cell infiltration in crohn’s disease. J Nucl Med 2000;41:242-49. Breeman WAP, Hofland LJ, Pluijm MV, Van Koetsveld PM, De Jong M, Setyono-Han B, et al. A new radiolabelled somatostatin analouge [ 111In-DTPA-D-Phe1]Rc-160: preparation, biological activity, receptor scintigraphy in rats and comparison with [111InDTPA-D-Phe1] octreotide. Eur J Nucl Med. 1994;21:328-35. Liu S, Edwards DS. 99mTc-labeled small peptides as diagnostic radiopharmaceutical. Chem Rev 1999;9:2235-68. Qu T, Wang Y, Zhu Z, Rusckowski M, Hnatowich DJ. Different chelators and different peptide together influence the in vitro and mouse in vivo properties of 99mTc. Nucl Med Commun 2001; 22:203-15. Waldherr C, Haldemann A, Maecke HR, Crazzolara A, MuellerBrand J. Exceptional results in neuroendocrine-metastases-caused
9.
10.
11.
12.
13. 14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
paraplegia treated with [ 90Y-DOTA]-D-Phe1-Tyr3-octreotide ( 90Y-DOTATOC) a radiolabelled somatostatin analogue. Clin Oncol 2000;12:121-3. Wu Y, Ye Q, Fang W, Jiang Y, Zhang B. Comparison of three radiolabeled somatostatin analogues 188Re, 99mTc and 125I-Tyr3octreotide in vivo studies (abstract), 8thAsia Oceania Congress of Nuclear Medicine and Biology, Beijing, China; 2004 Oct 9-13; Beijing, China; 2004.p.137. Thakur ML, Marcus CS, Saced S, Pallela V, Minami C, Diggle S, et al. 99mTc-labeled vasoactive intestinal peptide analogue for rapid localization of tumors in human. J Nucl Med 2000; 41:107-10. Wheatley M. Peptide mapping and the generation and isolation of sequenceable peptides from receptors. In: Hulme EC, editor. Receptor Biochemistry: a practical approach. New York: Oxford University Press; 1990.p.213-20. Mather SJ. Current in radiopharmaceutical research. In: Modern trends in radiopharmaceuticals for diagnosis and therapy. Proceedings of a symposium; 1998 March 30-April 3, Lisbon, Portugal. Vienna: IAEA-TECDOC-1029;1998.p.19-34. Thakur ML. Radiolabeled somatostatin analogs in prostate cancer. Nucl Med & Biol 1997;24:105-13. Hnatowich DJ. A DTPA-coupled antibodies radiolabeleled with metallic radionuclides: an improved methods. J Immuno Methods 1983;65:147-57. Chavatte K, Terriere D, Jeannin L, Iterbeke K, Briejer M, Schuurkes J, et al. Labelling and evaluation of new stabilised neurotensin (8-13) analogues for SPECT. In: Modern trends in radiopharmaceuticals for diagnosis and therapy. Proceedings of a symposium; 1998 March 30-April 3, Lisbon, Portugal. Vienna: IAEA-TECDOC-1029; 1998.p.301-17. Krenning EP. Yttrium-90 and indium-111 labelling, receptor binding and biodistribution of [DOTAO,d-Phe1, Tyr3]octreotide, a promising somatostatin analogue for radionuclide therapy. Eur J Nucl Med 1997;24:368-71. Decristoforo C, Mather SJ. Preparation 99mTc-labeling and in vitro characterization of HYNIC and N3S modified RC-160 and [Tyr3] octreotide. Bioconjugate Chem 1999;10:431-38. Hnatowich DJ, Qu T, Chang F, Ley AC, Ladner RC, Rusckowski M. Labeling peptides with technetium-99m using a bifunctional chelator of a N-hydroxy-succinimide ester of mercaptoacetyltriglycine. J Nucl Med 1998;39(1):56-64. Rusckowski M, Qu T, Gupta S, Ley AC, Hnatowich DJ. A comparison in monkeys of 99mTc labeled to a peptide by 4 methods. J Nucl Med 2001;42:1870-7. Krenning EP, Kwekkeboom DJ, Baker WH, Breeman WA, Kooij PP, Oei HY, et al. Somatostatin receptor scintigraphy with (111InDTPA-D-Phe) and ( 123I-Tyr)octreotide: The Rotterdam experience with more than 1000 patients. Eur J Nucl Med1993;20:71631. Decristoforo C, Cholewinski W, Donnemiller E, Riccabona G, Moncayo R. 99mTc-EDDA/HYNIC-TOC: a new 99mTc labelled radiopharmaceutical for imaging somatostatin receptorpositif tumours; first clinical results and intra-patient comparison with 111 In-labelled-octreotide derivatives. Eur J Nucl Med 2000; 27:1318-25. Verdera ES, Balter Binsky HS, Robles AM, Rodriguez G, Soute B, Laiz J, et al. Radiolabelling of RC-160: preliminary results. In: Modern trends in radiopharmaceuticals for diagnosis and therapy. Proceedings of a symposium; 1998 March 30-April 3, Lisbon, Portugal. Vienna: IAEA-TECDOC-1029;1998.p.55-61. Caglar M, Çiftçi I, Hoºal S, Kilinç K, Ercan MT. detection of head and neck cancer with 99mTc-glutathione: a correlative study with tissue glutathione S-transferase levels. Nucl Med Commun 2001; 22(1):33-8. Rusckowski M, Qu T, Pullman J, Marcel R, Ley AC, Hnatowich DJ, et al. Inflamation and infection with a 99mTc-neutrophil elastase inhibitor in monkeys. J Nucl Med 2000;41:363-74.
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 8, Agustus 2007
Radiofarmaka Peptida untuk Diagnosis dan Terapi 25. Brakenberg FG, Narula J, Strauss HW. In vivo detection of apoptotic cell death: a necessary measurement for evaluating therapy for myocarditis, ischemia, and heart failure. J Nucl Cardiol 1999; 6:531-39.
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 8, Agustus 2007
EV
273