KUALITAS KERJA AUDITOR DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI (Studi Hubungan antara Motivasi Berprestasi, Pengetahuan Teknis Audit, dan Sikap Auditor atas Pelaksanaan Supervisi dengan Kualitas Kerja Auditor Dalam Pemberantasan Korupsi) R. Soekarsono*) ABSTRACT The aim of the research is to study the relationship between quality of the auditor work result related to the corruption eradication with achievement motivation, technical audit knowledge, and auditor attitude of the supervision implementation. The research was conducted at Inspectorate General of the Ministry of Agriculture, with sample 67 auditors selected randomly. The result of the research indicates that there is positive correlation between: (1) achievement motivation and quality of the auditor work related to the corruption eradication, (2) technical audit knowledge and quality of the auditor work related to the corruption eradication (3) there is a positive correlation between the two independent variables (achievement motivation, and technical audit knowledge with quality of the auditor work related to the corruption eradication. Keywords : Motivation, corruption eradication, auditor attitude
Salah satu faktor yang menyebabkan jatuhnya rezim Orde Baru adalah penyelenggaraan pemerintahan yang diduga korup pada berbagai jenjang, baik di tingkat pusat maupun daerah. Laporan yang dikeluarkan pada awal tahun 2002 oleh Political and Economic Risk Consultancy (PERC) menyebutkan bahwa Indonesia merupakan negara yang berada pada tingkat korupsi tertinggi di Asia dengan nilai 9,92 dari nilai terburuk 10. Data dari laporan PERC tertanggal 2Juni 2010 menempatkan Indonesia pada tingkat kedua setelah India sebagaimana tabel berikut : Pemerintahan di era reformasi yang dituntut untuk mampu menciptakan pemerintahan yang baik (good governance) dan bersih (clean government) serta bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) tampaknya belum mampu memenuhi harapan. Selama ini upaya untuk meminimalisasi penyimpangan-penyimpangan dalam organisasi pemerintahan, khususnya pada tingkat kementerian, telah dilakukan oleh unit organisasi yang bernama Inspektorat Jenderal. Di tiap kementerian telah dibentuk unit organisasi Inspektorat Jenderal. Unit organisasi ini pertama berdiri dan dibentuk berdasarkan Keppres No. 44 tahun 1974 dan telah beberapa kali mengalami perubahan, dan terakhir No. 109 Tahun 2001 tertanggal 10 Oktober 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian, mempunyai tugas melaksanakan pengawasan fungsional di lingkungan Kementerian bersangkutan. Di dalam kelompok pegawai negeri sipil di Indonesia, fungsi pengawasan dilakukan oleh Auditor, yang berdasarkan keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 19/1996 tentang
*) Dosen Kopertis Wilayah III dpk STIAMI
Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya ditetapkan bahwa, Auditor adalah pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pengawasan pada instansi pemerintah. Auditor pada Itjen Kemtan harus mempunyai komitmen yang kuat terhadap akuntabilitas kinerja kantor Itjen Kemtan. Salah satu bentuk komitmen Auditor yang paling nyata terhadap akuntabilitas kinerja adalah meningkatkan kualitas kerja auditor dalam memberantas korupsi pada Itjen Kemtan. Hasil kerja auditor dalam memberantas korupsi secara individual (bukan tim) dapat disimak antara lain dari kertas kerja hasil pemeriksaan (KKP) maupun temuan hasil kerja auditor yang dihasilkan secara individual. KKP mencerminkan tingkat kualitas kerja auditor dalam memberantas korupsi. KKP yang mempunyai kualitas tinggi akan mengungkapkan temuan yang penting, strategis, material dan disusun dengan redaksi yang baik serta dilaporkan tepat waktu. Kualitas kerja auditor dalam memberantas korupsi merupakan persoalan yang sangat penting bagi Itjen Kemtan. Kualitas kerja auditor dalam memberantas korupsi juga mencerminkan tingkat akuntabilitas kinerja Itjen Kemtan di mata publik. Maka tinggi rendahnya kualitas kerja auditor dalam memberantas korupsi akan menentukan derajat akuntabilitas kinerja instansi pemerintah termasuk Itjen Kemtan. Kualitas termasuk kualitas kerja auditor dalam memberantas korupsi mempunyai sifat kumulatif. Kualitas bukanlah entitas yang berdiri sendiri, melainkan sebuah istilah yang luas, yang mencakup totalitas dari semua karakteristik suatu produk atau jasa sehingga unggul dan baik (Chang, at al., 1998:34). Beberapa hal penting lain, yang penulis temukan di lapangan, antara lain: 1) Hasil kerja auditor dalam memberantas korupsi merupakan “produk” utama dari instansi pengawasan, 2) Kualitas kerja auditor dalam memberantas korupsi umumnya belum memuaskan, 3) Kualitas kerja auditor dalam memberantas korupsi dimensinya cukup luas termasuk manajemen pendidikan, 4) Kualitas kerja auditor dalam memberantas korupsi masih jarang diteliti, 5) Upaya peningkatan kualitas kerja auditor dalam memberantas korupsi bukan hanya meningkatkan kompetensi kerja auditor, tetapi juga akan merintis jalan ke arah pemerintahan yang baik (good governance), pemerintahan yang bersih (clean government), dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Berdasarkan pemikiran di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Kualitas Kerja Auditor Dalam Memberantas Korupsi di Kementerian Pertanian RI dan hubungannnya dengan Motivasi Berprestasi, Pengetahuan Teknis Audit, dan Sikap Auditor atas Pelaksanaan Supervisi.
Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah, dapat dirumuskan empat masalah penelitian. Pertama, Seberapa kuat hubungan antara motivasi berprestasi dengan kualitas kerja auditor dalam memberantas korupsi? Kedua, Seberapa kuat hubungan antara pengetahuan teknis audit dengan kualitas kerja auditor dalam memberantas korupsi ? Ketiga, Seberapa kuat hubungan antara Sikap Auditor terhadap Pelaksanaan Supervisi dengan kualitas kerja auditor dalam memberantas korupsi ? Keempat, Seberapa kuat hubungan motivasi berprestasi, pengetahuan teknis audit, dan Sikap Auditor atas Pelaksanaan Supervisi secara bersama-sama dengan kualitas kerja auditor dalam memberantas korupsi?
LANDASAN TEORITIS 1. Hakikat Kualitas Kerja Auditor dalam Memberantas Korupsi Kualitas menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk seperti: kinerja (performance), keandalan (reliability), mudah dalam penggunaan (easy to use), estetika (estetics), dan sebagainya. Pimpinan institusi yang berkompetisi dalam pasar global perlu memahami pengertian kualitas dari aspek strategis yang menyatakan bahwa: kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers) (Gaspersz, 2001: 4). Kualitas juga berarti tingkat kesempurnaan, ciri, jenis, sifat alamiah relatif, atau karakteristik tertentu yang dapat dibedakan. (Swannel, et al., 1985: 441). Dalam ISO 8402 (Outstanding Vocabulary), kualitas diartikan sebagai totalitas karakteristik suatu produk yang dapat memuaskan kebutuhan konsumen secara fisik. Kualitas seringkali diartikan sebagai kepuasan atau kesesuaian dengan persyaratan yang dibutuhkan pelanggan. Kualitas mempunyai sifat kumulatif. Kualitas merupakan istilah yang luas, yang mencakup semua karakteristik suatu produk yang membuat produk tersebut unggul dan baik. Pengendalian kualitas merupakan proses penjaminan bahwa barang dan jasa yang diproduksi sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Pengendalian terhadap proses audit dimaksudkan untuk menjamin kualitas kerja auditor agar sesuai dengan ketentuan dan spesifikasi yang ditentukan pimpinan sebagai pengguna. Sedangkan hasil (product) adalah segala sesuatu yang ditawarkan untuk dijual dengan maksud untuk memuaskan suatu kebutuhan atau keinginan kedua belah pihak dalam proses tukar-menukar. Ini termasuk objek yang dapat diraba (tangible) yang oleh pemasar disebut barang, juga pelayanan yang tidak dapat diraba (intangible), ide, personil, tempat, organisasi atau berbagai kombinasi dari hal-hal tersebut. (Boove, at al., 1995: 240). Kerja adalah sesuatu yang penting bagi kehidupan individual, karena: 1) Ada pengertian timbal balik atau pertukaran; 2) Kerja umumnya melayani beberapa fungsi sosial; 3) Tugas seseorang sering merupakan sumber status, atau tingkatan di dalam masyarakat luas, dan 4) Kerja dalam aspek studi motivasi, kerja mempunyai arti individual, misalnya: sumber identitas, kebanggaan-diri, dan aktualisasi diri. (Steers dan Porter, 1991: 573). Menurut Andi Hamzah, korupsi berawal dari bahasa latin corruptio atau corruptus. Corruptio berasal dari kata corrumpere, suatu kata latin yang lebih tua. Dari bahasa latin itulah turun ke bahasa Eropa seperti Inggris (corruption, corrupt); Prancis (corruption); dan Belanda (corruptie, korruptie). Dari Bhs Belanda inilah turun ke Bahasa Indonesia yaitu korupsi. Menurut Kamus Hukum, korup berarti: buruk; rusak; suka menerima uang sogok; menyelewengkan uang/barang milik perusahaan atau negara; menerima uang dengan menggunakan jabatannya utk kepentingan pribadi. Lord Acton, guru besar sejarah modern di Universitas Cambridge, Inggris, abad 19 menyampaikan adagium: Power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely (kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut). Dari pernyataan Lord Acton tersebut penulis cenderung berpendapat bahwa korupsi secara alamiah melekat pada kekuasaan, akibatnya pemberantasan korupsi sangat sulit dilakukan. Menurut Syed Husein Alatas (1997), dalam ilmu sosiologis, korupsi dapat diklasifikasikan menjadi tujuh jenis, yakni: Pertama, Korupsi Transaktif. Korupsi yang menunjukkan adanya kesepakatan timbal balik, antara pihak yang memberi dan pihak yang
menerima, demi keuntungan bersama. Kedua pihak sama-sama aktif menjalankan perbuatan tersebut. Contohnya, Suap dari calo TKI liar, Menyuap lembaga pengawas seperti BPKP dan Bawasda, dll. Kedua, Korupsi Ekstroaktif. Korupsi yang meratakan bentuk-bentuk koersi (tekanan) tertentu. Dalam hal ini, pihak pemberi dipaksa untuk menyuap guna mencegah kerugian yang mengancam diri, kepentingan,orang-orangnya, atau hal-hal yang dihargai. Misalnya, meminta uang komisi/pelicin pada saat pengurusan KTP, Surat Raskin, dll. Ketiga, Korupsi Investif. Korupsi yang melibatkan suatu penawaran barang atau jasa tanpa adanya pertalian langsung dengan keuntungan bagi pemberi. Keuntungan diharapkan akan diperoleh di masa yang akan datang. Misalnya, mengunakan dana kas desa atau proyek untuk menservice pejabat yang meninjau, dsb. Keempat, Korupsi Nepotistik. Korupsi berupa pemberian perlakuan khusus kepada teman atau yang mempunyai kedekatan hubungan dalam rangka menduduki jabatan publik. Dengan kata lain, perlakuan pengutamaan dalam segala bentuk yang bertentangan dengan norma atau peraturan yang berlaku. Contohnya, menentukan kerabat dekat harus mendapatkan bantuan walaupun sebenarnya tidak layak untuk menerima bantuan, dll. Kelima, Korupsi Autogenik. Korupsi yang dilakukan individu karena mempunyai kesempatan untuk mendapat keuntungan dari pengetahuan dan pemahamannya atas sesuatu yang hanya diketahu sendiri. Contohnya, mark up harga barang dan jasa, kualitas pekerjaan di bawah standar bestek, discount yang tidak dilaporkan, penggunaan biaya yang melebihi ketentuan, pungutan tambahan, misalnya pada proyek raskin, dll. Keenam, Korupsi Suportif. Korupsi yang mengacu pada penciptaan suasana yang kondusif untuk melindungi atau mempertahankan keberadaan tindak korupsi. Misalnya, Kades mengetahui ada korupsi tapi tidak melaporkan, dsb. Ketujuh, Korupsi Defensif. Suatu tindak korupsi yang terpaksa dilakukan dalam rangka mempertahankan diri dari pemerasan. Contohnya, memperlancar pengambilalihan tanah milik rakyat karena takut dengan atasan, dll. Laporan hasil pemeriksaan (LHP) merupakan produk utama dari suatu institusi pengawasan termasuk Itjen Kemtan. LHP merupakan hasil kerja sama dari suatu tim audit, yang disusun berdasarkan kertas kerja pemeriksaan (KKP) dari para auditor yang menjadi anggota tim. Berdasarkan analisis dari berbagai teori di atas, maka Kualitas Kerja Auditor dalam Memberantas Korupsi merupakan penilaian Pengawas Pemeriksaan (supervisor) terhadap produk auditor dengan indikasi: kertas kerja pemeriksaan (KKP), 2. Hakikat Motivasi Berprestasi Chaplin mengatakan bahwa motivasi merupakan satu variabel penyelenggara (yang ikut campur tangan) yang digunakan untuk menimbulkan faktor-faktor tertentu di dalam organisme, yang membangkitkan, mengelola, mempertahankan, dan menyalurkan tingkahlaku menuju satu sasaran (Chaplin, 1993:310). Motivasi diartikan sebagai suatu tenaga atau faktor yang terdapat di dalam diri manusia, yang menimbulkan, mengarahkan dan mengorganisasikan tingkah lakunya. Sedangkan kata motif adalah suatu dorongan yang menyebabkan seseorang berbuat sesuatu untuk melakukan tindakan atau sikap tertentu. Motivasi berprestasi (achievement motive) menurut Chaplin dapat berarti: 1) kecenderungan memperjuangkan kesuksesan atau memperoleh hasil yan sangat didambakan; 2) keterlibatan ego dalam suatu tugas; 3) pengharapan untuk sukses dalam melaksanakan suatu tugas yang diungkapkan oleh reaksi-reaksi subyek pada tes-tes fantasi; dan 4) motif untuk mengatasi rintangan-rintangan atau berusaha melaksanakan secepat dan sebaik mungkin pekerjaan-pekerjaan yang sulit (Chaplin, 1982:5).
Motivasi berprestasi adalah sesuatu yang mendorong orang harus mengatasi tantangan dan hambatan dalam mencapai tujuan. Seorang individu dengan dorongan ini ingin berkembang dan tumbuh serta naik pada tangga keberhasilan. Terlaksananya hal ini adalah penting bagi seseorang, bukan karena penghargaan yang menyertainya. (Newstorm, 1989:103). Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa Motivasi Berprestasi adalah dorongan untuk berbuat lebih baik dengan indikasi: berusaha untuk unggul, menyelesaikan tugas dengan baik, rasional dalam meraih keberhasilan, menyukai pekerjaan yang menantang, berani menerima resiko, dan umpan balik.
3. Hakikat Pengetahuan Teknis Audit Menurut Suriasumantri, pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang sesuatu objek tertentu, termasuk ke dalamnya adalah ilmu, jadi ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia di samping berbagai pengetahuan lainnya seperti seni dan agama. Bahkan seorang anak kecil pun telah mempunyai berbagai pengetahuan sesuai dengan tahap pertumbuhan dan kecerdasannya (Suriasumantri, 1998:104) Pengetahuan adalah informasi yang dimiliki oleh seseorang dalam areal isi khusus. Misalnya suatu pengetahuan bedah tentang syaraf dan otot manusia. (Spencer, 1993:10). Pengetahuan (knowledge) menurut Bloom dapat dirinci menjadi: 1) Pengetahuan (Knowledge); 2) Pengertian (Comprehension); 3) Pemakaian (Application); 4) Analisis (Analysis); 5) Sintesis (Synthesis); dan 6) Evaluasi (Evaluation). Khusus mengenai pengetahuan, dirinci lagi menjadi: 1) Pengetahuan tentang spesifik (Knowledge of specifics); 2) Pengetahuan tentang cara dan metode mengerjakan sesuatu (Knowledge of ways and means of dealing with specifics); 3) Pengetahuan tentang universal dan abstrak dalam suatu bidang (Knowledge of the universals and abstractions in a field). Pengetahuan spesifik (Knowledge of specifics) dirinci lagi menjadi: 1) Pengetahuan termilogi (Knowledge of terminology) dan 2) Pengetahuan fakta spesifik (Knowledge of specific facts). ( Blomm, 1973:183). Pengetahuan tentang cara dan metode yang berkaitan dengan hal-hal spesifik dirinci oleh Bloom menjadi: 1) Pengetahuan konvensi (Knowledge of conventions); 2) Pengetahuan kecenderungan dan urut-urutan kejadian (Knowledge of trends and sequences); 3) Pengetahuan klasifikasi dan kategori (Knowledge of classifications and categories); 4) Pengetahuan standar pertimbangan (Knowledge of criteria); dan 5). Pengetahuan metodologi (Knowledge of methodology). Menurut Bowsher, jenis pengetahuan teknis yang perlu dimiliki oleh auditor dalam melaksanakan audit terhadap kegiatan pemerintah mencakup: (1) pengetahuan tentang metode dan teknik yang berlaku bagi audit pemerintahan, dan pendidikan, ketrampilan, serta pengalaman untuk menerapkan pengetahuan tersebut dalam audit yang dilakukan; (2) Pengetahuan tentang organisasi, program, kegiatan, dan fungsi pemerintahan; (3) Ketrampilan berkomunikasi secara jelas dan efektif, baik lisan maupun tulisan; (4) Ketrampilan yang memadai untuk pekerjaan audit yang dilaksanakan; (5) berikut kualifikasi yang diperlukan untuk audit keuangan untuk menyatakan suatu opini (Bowsher, 1998: 3132). Pengetahuan dan ketrampilan teknis audit minimal bagi seorang auditor menurut Cangemi adalah: 1) telah mencapai atau bekerja sesuai sertifikasi berdasarkan ujian, 2) mempunyai ijazah S-1 bidang akuntansi atau disiplin ilmu yang berkualitas, 3) mempunyai nilai IPK tinggi, 4) mempunyai kecakapan untuk melakukan supervisi dan bekerja dengan
orang lain, 5) mempunyai ketrampilan atau pengetahuan khusus dan memberikan perintah, melatih, dan mengembangkan orang lain dalam ketrampilan tersebut, 6) mempunyai potensi manajerial yang nyata (Cangemi, 1996: 63-64). Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa Pengetahuan Teknis Audit adalah segala sesuatu yang diketahui Auditor tentang istilah, fakta, klasifikasi, kriteria, dan prinsip tentang program kerja pemeriksaan (PKP), pemeriksaan terinci (field works), kertas kerja pemeriksaan (KKP), dan laporan hasil pemeriksaan (LHP). 4. Hakikat Sikap Auditor atas Pelaksanaan Supervisi Oskamp menjelaskan bahwa opini adalah sederajat dengan kepercayaan (beliefs) daripada sikap (attitudes). Maka dari itu umumnya isi atau ruang lingkupnya lebih sempit daripada orientasi evaluasi umum yang kita sebut sikap, dan mereka utamanya bermuatan kognitif dari pada emosi. Cara lain untuk menempatkannya adalah bahwa opini terkait dengan suatu pertimbangan pribadi tentang kemiripan kejadian atau hubungan, dimana sikap terkait dengan perasaan seseorang atau emosi tentang objek atau kejadian (Oskamp, 1991:12). Chaplin, menjelaskan bahwa opini (opinion) adalah: 1) satu kepercayaan, khususnya yang masih bersifat tentatif dan masih terbuka untuk diubah. Opini ini terletak di antara keyakinan, yaitu kepercayaan yang secara intrinsik belum dapat diteliti kebenarannya, merupakan pengetahuan yang telah diuji dan dibuktikan, serta tidak dapat ditafsirkan lagi oleh individu; 2) satu sikap, satu predisposisi abadi untuk bertingkah laku dengan satu cara tertentu terhadap objek, binatang dan pribadi-pribadi (Chaplin, 1993: 341). Sementara itu Intensitas dapat diartikan: 1) kekuatan; 2) kehebatan; 3) energi, cahaya, suara (Salim, 1980: 979). Hornby, menjelaskan bahwa supervisi adalah proses pencermatan dan pengarahan terhadap penyelenggaraan pekerjaan, karyawan dan organisasi (Hornby, 1986: 868). Supervisi terkait dengan pengamatan agar tindakan dilaksanakan sesuai dengan arah yang digariskan dan tindakan itu dilaksanakan dengan lancar. Sehingga sampai kapan pun setiap tahap penyelesaian aktivitas tidak dapat dilakukan tanpa supervisi. Dengan demikian tampak bahwa supervisi merupakan fungsi manajemen yang esensial. Fungsi manajemen linipertama di mana kepercayaan dan akuntabilitas merupakan karakteristik dari posisi itu. Supervisor adalah manajer yang menjembatani antara auditor dan manajemen yang lebih tinggi (NASACT, 1990: 5-7). Selanjutnya Bowsher menekankan cara yang paling efektif untuk menjamin kualitas dan mempercepat kemajuan dari suatu penugasan adalah dengan pelatihan supervisi yang memadai, mulai perencanaan sampai dengan penyelesaian pekerjaan audit serta pelaporan. Supervisi akan menambah kemampuan pengambilan keputusan bagi auditor yang kurang berpengalaman dan melengkapi pelatihan yang diperlukan bagi auditor. Harad, memperkenalkan supervisor sebagai bagian integral dari manajemen, yang mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: 1) kualitas dan kuantitas produksi; 2) tingkat kepercayaan; 3) keadilan dalam memperlakukan karyawan dan organisasi; 4) kecakapan menangani manusia; 5) pengetahuan tentang mesin peralatan yang digunakan karyawan; 6) pengetahuan tentang bagaimana memberi instruksi kepada karyawan; 7) pengetahuan tentang perencanaan; 8) pengetahuan tentang metode produksi; 9) sikap yang sehat menghadapi tugas, bawahan dan organisasi; 10) kepemimpinan yang baik; 11) aktivitas komunikasi; 12) kecakapan menangani karyawan secara memuaskan; 13) Pengetahuan umum; 14) keinginan memperoleh pelatihan lanjutan; 15) kesetiaan terhadap manusia dan manajemen (Leveriza, 1990:5).
Berdasarkan analisis terhadap teori-teori di atas, maka Sikap Auditor terhadap Pelaksanaan Supervisi merupakan pendapat auditor tentang bimbingan dan pengarahan supervisor (Pengawas Pemeriksaan) mengenai: kejelasan, relevansi, kelayakan dan pembedaan tentang perencanaan pekerjaan, pengorganisasian pekerjaan, pembinaan cara kerja, dan pengendalian terhadap pekerjaan yang dilakukan auditor. KERANGKA BERPIKIR Hubungan antara Motivasi Berprestasi dengan Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi Motivasi berprestasi merupakan dorongan untuk berbuat lebih baik dengan indikasi berusaha untuk unggul, menyelesaikan tugas dengan baik, rasional dalam meraih keberhasilan, menyukai pekerjaan yang menantang, berani menerima resiko dan umpan balik. Maka seseorang yang memiliki motivasi berprestasi akan terdorong untuk mengerjakan tugas dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian auditor yang memiliki motivasi berprestasi akan berupaya bekerja dengan sebaik-baiknya berdasarkan standar audit yang ditetapkan oleh instansinya. Di sisi lain kualitas kerja auditor dalam pemberantasan korupsi merupakan hasil penilaian Pengawas Pemeriksaan (supervisor) terhadap produk yang dihasilkan auditor dalam bentuk: KKP, kecakapan teknis, pelaksanaan pemeriksaan, tanggung jawab, kompetensi kerja, dan ciri pribadi. Auditor yang mempunyai Motivasi Berprestasi tinggi akan berusaha bekerja dengan sebaik-baiknya untuk meningkatkan Kualitas Hasil Kerjanya dalam pemberantasan korupsi. Jelas bahwa kualitas kerja auditor dalam pemberantasan korupsi akan meningkat apabila auditor mempunyai motivasi berprestasi dalam melakukan pekerjaan audit. Berdasarkan pembahasan di atas diduga terdapat hubungan positif antara motivasi berprestasi dengan kualitas kerja auditor dalam pemberantasan korupsi. Dengan perkataan lain makin tinggi motivasi berprestasi akan makin baik kualitas kerja auditor dalam pemberantasan korupsi. Hubungan antara Pengetahuan Teknis Audit dengan Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi Auditor yang mempunyai pengetahuan teknis audit tinggi, berarti mengetahui secara baik segala sesuatu yang berkaitan dengan istilah, fakta, klasifikasi, kriteria dan prisip tentang PKP, pemeriksaan terinci (field works), KKP, dan LHP. Dengan pegetahuan teknis audit yang tinggi berarti mempunyai informasi dan kecakapan yang baik di bidang teknis audit. Auditor yang memiliki pengetahuan teknis audit yang tinggi akan mampu membuat PKP dengan baik, dapat melakukan pemeriksaan lapangan untuk mengumpulkan alat bukti secara baik dan valid, mampu memberkas KKP secara cermat dan lengkap, serta mampu menuangkan dalam LHP dengan format yang benar, redaksional yang enak dibaca, baik, benar, ringkas, efektif dan tidak dapat disalahtafsirkan, serta tepat waktu. Supervisor diduga akan memberi penilaian yang tinggi terhadap auditor yang memiliki pengetahuan teknis audit tinggi, karena auditor yang memiliki pengetahuan teknis audit tinggi akan mampu bekerja cepat, efisien, efektif, karena dia sudah tahu apa dan bagaimana melakukan tugasnya sebagai auditor. Supervisor juga akan menilai tinggi auditor yang mempunyai pengetahuan teknis audit yang tinggi, karena auditor tersebut jarang melakukan kesalahan dalam audit, sehingga supervisor tidak perlu terlalu sering mengarahkan, membimbing maupun mengawasi auditor tersebut. Sebaliknya auditor yang tidak memiliki
pengetahuan teknis audit tinggi, harus diarahkan, dibimbing dan diawasi secara lebih ketat dan sering oleh supervisor, agar hasil kerjanya menjadi berkualitas baik. Berdasarkan pembahasan di atas diduga terdapat hubungan positif antara Pengetahuan Teknis Audit dan Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi . Dengan perkataan lain makin tinggi pengetahuan teknis audit maka makin baik pula kualitas kerja auditor dalam pemberantasan korupsi . Hubungan antara Sikap Auditor atas Pelaksanaan Supervisi dengan Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi Sikap Auditor atas Pelaksanaan Supervisi merupakan pendapat Auditor tentang kemantapan bimbingan dan pengarahan oleh Pengawas Pameriksaan (Supervisor) mengenai kejelasan, relevansi, kelayakan dan pembedaan tentang perencanaan pekerjaan, pengorganisasian pekerjaan, pembinaan cara kerja dan pengendalian terhadap pekerjaan auditor. Dengan penjelasan itu berarti makin baik Sikap Auditor atas Pelaksanaan Supervisi akan semakin mantap bimbingan dan pengarahan oleh Pengawas Pemeriksaan (supervisor) terhadap auditor dalam merencanakan, mengorganisasikan, membina dan mengendalikan pekerjaannya. Pendapat auditor tentang intensitas supervisi mencakup kematangan bimbingan dan pengarahan mengenai kejelasan, relevansi, kelayakan, pembedaan kualitas rencana, organisasi, pembinaan dan pengendalian. Jadi makin mantapnya bimbingan dan pengarahan supervisor kepada auditor dalam melakukan pekerjaan audit, akan makin memperbaiki kualitas kerja audito dalam pemberantasan korupsi. Berdasarkan pembahasan di atas, diduga terdapat hubungan positif antara Sikap Auditor atas Pelaksanaan Supervisi dengan kualitas kerja auditor dalam pemberantasan korupsi. Dengan perkataan lain makin baik Sikap Auditor atas Pelaksanaan Supervisi dari seorang Pengawas Pemeriksaan (supervisor) maka makin baik pula kualitas kerja auditor . dalam pemberantasan korupsi Hubungan antara Motivasi Berprestasi, Pengetahuan Teknis Audit, dan Sikap Auditor atas Pelaksanaan Supervisi secara bersama-sama terhadap Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi Kualitas kerja auditor dalam pemberantasan korupsi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Motivasi berprestasi merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting untuk mendorong bekerja dengan lebih baik, guna memenuhi tujuan organisasi dan atau kebutuhan pribadi yang telah ditetapkan. Motivasi berprestasi diduga berpengaruh terhadap semangat untuk mencapai tingkat pengetahuan teknis auditor yang tinggi selama auditor mengikuti pelatihan teknis audit. Sebaliknya pengetahuan teknis audit yang tinggi akan mendorong motivasi berprestasi semakin besar. Pengetahuan teknis audit bagi auditor merupakan “sarana kerja” dalam melakukan pemeriksaan. Makin tinggi pengetahuan teknis audit seorang auditor, akan makin tinggi kemampuannya dalam melaksanakan pemeriksaan. Ini berarti bahwa makin tinggi pengetahuan teknis, seorang auditor akan lebih mampu bekerja dengan lebih baik, sehingga kualitas kerja auditor akan lebih baik pula. Opini Auditor tentang Sikap Auditor atas Pelaksanaan Supervisi yang dilakukan Pengawas Pemeriksaan pada dasarnya suatu proses kepemimpinan atau manajemen agar bawahan (auditor) mampu dan mau melaksanakan tugasnya sesuai rencana, norma, kode etik dan standar teknis yang berlaku. Sikap Auditor terhadap Pelaksanaan Supervisi juga berpengaruh mendorong auditor meningkatkan motivasi berprestasinya. Auditor yang
memiliki pengetahuan teknis audit tinggi, akan lebih mampu melaksanakan tugasnya bila didukung oleh Sikap Auditor atas Pelaksanaan Supervisi. Dari uraian di atas diduga terdapat hubungan positif antara Motivasi Berprestasi, Pengetahuan Teknis Audit, dan Sikap Auditor atas Pelaksanaan Supervisi secara bersamasama dengan Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi . Artinya makin tinggi motivasi berprestasi, makin tinggi pengetahuan teknis audit dan makin baik Sikap Auditor atas Pelaksanaan Supervisi, maka makin baik kualitas kerja auditor dalam pemberantasan korupsi.
METODE PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk dan kekuatan hubungan antara Motivasi Berprestasi, Pengetahuan Teknis Audit, dan Sikap Auditor atas Pelaksanaan Supervisi dengan Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi baik secara sendirisendiri maupun secara bersama-sama. Konstelasi masalah dapat digambarkan sebagai berikut:
X1 111 X2
Y
X3
Keterangan: X1 : Motivasi Berprestasi X2 : Pengetahuan Teknis Audit X3 : Sikap Auditor atas Pelaksanaan Supervisi Y : Kualitas kerja auditor dalam Pemberantasan Korupsi Penelitian ini dilakukan di Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian Jakarta. Penelitian dilakukan pada bulan Mei – Juni 2002. Populasi terjangkau adalah Auditor Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian di Jakarta, yang berjumlah 122 orang auditor sebagai kerangka sampling. Sampel 67 responden ditentukan dengan menggunakan teknik simple random sampling. Metode yang digunakan adalah survei dengan pendekatan korelasional. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan tiga instrumen yang berbentuk kuesioner dan satu instrumen berbentuk tes. Tiga buah instrumen dikalibrasi dan diujicobakan pada 30 auditor, sedangkan satu instrumen pada pengawas pemeriksa hasil kerja auditor Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian. Hasil uji validitas dan reliabilitas masing-masing instrumen adalah: (1) instrumen Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi, jumlah butir yang valid 40 butir, dengan koefisien reliabilitas 0,98; (2) instrumen Motivasi Berprestasi, butir yang dirop 9 dari
35 butir, dengan koefisien reliabilitas 0,86; (3) instrumen Pengetahuan Teknis Audit, butir yang didrop 7 dari 32 butir, dengan koefisien reliabilitas 0,85; (4) insturmen Sikap Auditor atas Pelaksanaan Supervisi, butir yang didrop 2 dari 34 butir, dengan koefisien reliabilitas 0,95.
HASIL PENELITIAN Berdasarkan analisis data, diperoleh temuan hasil penelitian sebagai berikut: Hubungan antara Motivasi Berprestasi (X1) dengan Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi (Y) Hipotesis pertama yang diajukan menyatakan terdapat hubungan positif antara Motivasi Berprestasi (X1) dengan Kualitas kerja auditor (Y). Perhitungan analisis regresi sederhana berdasarkan data variabel Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi atas Motivasi Berprestasi yang ditunjukkan dengan persamaan regresi Ŷ= 6,61 + 1,28X 1. Pengujian signifikansi dan linearitas persamaan regresi tersebut sebagai berikut : Tabel 1: Tabel Anava untuk Pengujian Signifikasi dan Linearitas Regresi Ŷ= 6,61 + 1,28X 1 Ftabel Sumber Varians dk Total Regresi (a) Regresi (b/a) Sisa Tuna Cocok Galat
JK
RJK
Fhitung
0,05 0,01
67 883820 1 868909,95 1 10530,77 10530,77 29,30** 3,99 7,04 65 23362,83 359,43 11 2532,305 230,21 0,59ns 1,97 2,59 54 20830,52 385,75
Keterangan: ** : sangat signifikan (Fh = 29,30 > Ft = 7,04) ns
: berbentuk linear (Fh = 0,59 < Ft = 1,97)
dk : derajat kebebasan JK : Jumlah Kuadrat RJK : Rerata Jumlah Kuadrat Berdasarkan hasil pengujian signifikansi dan linearitas seperti pada tabel di atas, dapat diketahui bahwa regresi Ŷ= 6,61 + 1,28X1 sangat signifikan dan linear. Model regresi tersebut mengandung arti bahwa apabila Motivasi Berprestasi ditingkatkan satu unit, maka Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi cenderung meningkat sebesar 1,28 unit pada konstanta – 6,61. Kekuatan hubungan antara variabel Motivasi Berprestasi (X 1) dengan Kualitas kerja auditor (Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi Y) ditunjukkan oleh koefisien
korelasi (ry1) sebesar 0,499. Uji keberartian koefisien korelasi dapat terlihat dalam tabel berikut: Tabel 2: Hasil Pengujian Keberartian Koefisien Korelasi X 1 dengan Y n
ry1 thitung
ttabel = 0,05 = 0,01
67 0,449 5,36** 1,67 2,39 Keterangan: ** = Koefisien Korelasi sangat signifikan (th = 5,36 > tt = 2,39) Berdasarkan hasil pengujian signifikansi seperti tabel di atas, ternyata bahwa korelasi (X1) dengan (Y) sangat signifikan. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan terdapat hubungan positif antara Motivasi Berprestasi dengan Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi teruji kebenarannya. Hal ini berarti semakin tinggi motivasi berprestasi auditor akan semakin baik kualitas hasil kerjanya. Koefisien determinasi sebesar (ry1)2 = (0,449)2 = 0,2490. Artinya 24,9% variasi yang terjadi pada Kualitas kerja auditor dapat dijelaskan oleh variasi Motivasi Berprestasi melalui regresi Ŷ= 6,61 + 1,28X1. Apabila dilakukan pengontrolan terhadap variabel Pengetahuan Teknis Audit didapat koefisien korelasi parsial sebesar ry2 = 0,54. Uji keberartian diperoleh harga t hit sebesar 6,24, dan harga ttabel sebesar 2,39 pada = 0,01. Karena thit = 6,24 > ttabel= 2,39, maka disimpulkan bahwa koefisien korelasi parsial sangat signifikan. Apabila dilakukan pengontrolan terhadap variabel Sikap Auditor atas Pelaksanaan Supervisi didapat koefisien korelasi parsial sebesar r y3 = 0,384. Uji keberartian diperoleh harga thit sebesar 3,64, dan harga ttabel sebesar 2,39 pada = 0,01. Karena thit = 3,64 > ttabel= 2,39, maka disimpulkan bahwa koefisien korelasi parsial sangat signifikan. Apabila dilakukan pengontrolan terhadap variabel Pengetahuan Teknis Audit dan Sikap Auditor atas Pelaksanaan Supervisi maka didapat koefisien korelasi parsial sebesar r y1.23 = 0,316. Uji keberartian diperoleh harga thit sebesar 5,36, dan harga ttabel sebesar 2,39 pada = 0,01. Karena thit =5,50 > ttabel= 2,39, maka disimpulkan bahwa koefisien korelasi parsial sangat signifikan. Rangkuman korelasi parsial antara X 1 dengan Y jika variabel lainnya dikontrol dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 3. Rangkuman koefisien korelasi parsial ry1.23 Koefis ien Korela si Parsial
thitung
ry1.2 = 0,37
3,44**
ttabel =0,05
= 0,01
1,67
2,39
ry1.3 = 0,38
3,60**
1,67
2,39
ry1.23 = 0,36
2,78**
1,67
2,39
Keterangan: ** = Koefisien korelasi parsial sangat signifikan ry1.2 =Koefisien korelasi parsial X1 dengan Y jika X2 dikontrol ry1.3=Koefisien korelasi parsial X1 dengan Y jika X3 dikontrol ry1.23=Koefisien korelasi parsial X1 dengan Y jika X2 dan X3 dikontrol Harga koefisien korelasi parsial menunjukkan bahwa apabila dilakukan pengontrolan terhadap variabel bebas lainnya yaitu variabel Pengetahuan Teknis Audit (X 2) dan Sikap Auditor atas Pelaksanaan Supervisi (X3) mengakibatkan terjadinya penurunan kadar hubungan atau hubungan menjadi lemah, namun tetap dapat dijelaskan bahwa ada hubungan positif antara variabel Motivasi Berprestasi dengan Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi. Hubungan antara Pengetahuan Teknis Audit dengan Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi Hipotesis kedua yang diajukan dalam penelitian ini menyatakan terdapat hubungan positif antara Pengetahuan Teknis Audit (X2) dengan Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi (Y). Perhitungan analisis regresi sederhana berdasarkan data variabel Kualitas kerja auditor atas Pengetahuan Teknis Audit ditunjukkan melalui persamaan regresi Ŷ = 67,91 + 4,04X2. Pengujian signifikansi dan linearitas persamaan regresi tersebut sebagai berikut : Tabel 4: Tabel ANAVA untuk Pengujian Signifikasi dan Linearitas Regresi 4,04X2 Sumber dk Varians
Ftabel JK
RJK
Fhitung 0,05
Total
67
1458758,44
Regresi (a)
1
1424865,56
1
9985,216
Regresi (b/a)
65
23908,38
367,82
12
3370,026
280,84
53
20538,35
387,52
0,01
9985,216 27,15** 3,99 7,04
Sisa Tuna Cocok Galat
0,73ns
1,93 2,53
Ŷ = 67,91 +
Keterangan: ** = Regresi sangat signifikan (Fh = 27,15 > Ft = 7,04) ns = Regresi berbentuk linear (Fh = 0,59 < Ft = 1,93) dk = derajat kebebasan JK = Jumlah Kuadrat RJK = Rerata Jumlah Kuadrat Berdasarkan hasil pengujian signifikansi dan linearitas seperti pada tabel di atas, dapat diketahui bahwa regresi Ŷ = 67,91 + 4,04X2 sangat signifikan dan linear. Model regresi tersebut mengandung arti bahwa apabila Pengetahuan Teknis Audit ditingkatkan satu poin, maka Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi cenderung meningkat sebesar 4,04 poin pada konstanta 67,91. Kekuatan hubungan antara variabel Pengetahuan Teknis Audit (X 2) dengan Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi (Y) ditunjukkan oleh koefisien korelasi (ry2) sebesar 0,54. Uji keberartian koefisien korelasi dengan uji t, diperoleh harga thitung sebesar 6,24, sedangkan ttabel pada = 0,01 dan dk = 65 diperoleh ttabel = 2,39. oleh karena thitung > ttabel maka koefisien korelasi ry2 sangat signifikan. Untuk lebih jelasnya mengenai kekuatan hubungan X2 dengan Y dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5: Hasil Pengujian Koefisien Korelasi Antara X2 dengan Y ttabel n
ry2
thitung
67
0,5 4
6,24 **
= 0,05
= 0,01
1,67
2,39
Keterangan ** = Koefisien Korelasi sangat signifikan (t h = 6,24 > tt =2,39) Berdasarkan hasil pengujian signifikansi seperti tabel di atas, ternyata koefisien korelasi antara Pengetahuan Teknis Audit dengan Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi sangat signifikan. Dengan demikian hipotesis penelitian yang menyatakan terdapat hubungan positif antara Pengetahuan Teknis Audit dengan Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi teruji kebenarannya. Dengan kata lain makin tinggi Pengetahuan Teknis Audit seorang auditor akan semakin tinggi Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi. Koefisien determinasi sebesar (ry2)2 = (0,54)2 = 0,2916. Artinya 29,16% variasi yang terjadi pada Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi dapat dijelaskan oleh variasi Motivasi Berprestasi. Apabila dilakukan pengontrolan terhadap variabel Motivasi Berprestasi (X1) didapat koefisien korelasi parsial sebesar r y2.1=0,435. Dari uji keberartian diperoleh harga thitung sebesar 4,33, dan harga ttabel sebesar 2,39 pada =0,01. Karena thit
(4,33) > ttab (2,39) maka disimpulkan dijelaskan oleh variasi Pengetahuan Teknis Audit melalui regresi Ŷ = 67,91 + 4,04X2. bahwa koefisien korelasi parsial sangat signifikan. Apabila dilakukan pengontrolan terhadap variabel Sikap Auditor terhadap Pelaksanaan Supervisi (X3) didapat koefisien korelasi parsial sebesar r y2.3=0,476. Dari uji keberartian diperoleh harga thitung sebesar 4,32, dan harga ttabel sebesar 2,39 pada =0,01. Karena thit (4,32) > ttab (2,39) maka disimpulkan bahwa koefisien korelasi parsial sangat signifikan. Selanjutnya apabila dilakukan pengontrolan terhadap variabel Motivasi Berprestasi (X1) dan Sikap Auditor terhadap Pelaksanaan Supervisi (X 3), maka diperoleh koefisien korelasi parsial (ry2.13) sebesar 0,429. Dari uji keberartian diperoleh harga t hitung sebesar 4,23, dan harga ttabel sebesar 2,39 pada = 0,01 . Oleh karena harga thitung (4,23) > ttabel (2,39) dapat diketahui bahwa koefisien korelasi parsial sangat signifikan. Rangkuman korelasi parsial antara (X2) dan (Y) jika variabel lainnya dikontrol dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 6. Rangkuman koefisien Korelasi parsial ry2.13 Koefisi en Korelas i Parsial
thitung
ry2.1 =0,435
ttabel =0,05
= 0,01
4,33* *
1,67
2,39
ry2.3 =0,476
4,32* *
1,67
2,39
ry2.13 =0,429
4,23* *
1,67
2,39
Keterangan; ** = Koefisien korelasi parsial sangat signifikan ry2.1 =Koefisien korelasi parsial X2 dengan Y jika X1 dikontrol ry2.3 =Koefisien korelasi parsial X2 dengan Y jika X3 dikontrol ry2.13 =Koefisien korelasi parsial X2 dengan Y jika X1 dan X3 dikontrol secara bersama-sama Harga koefisien korelasi parsial menunjukkan bahwa apabila dilakukan pengontrolan terhadap variabel bebas lainnya yaitu variabel Motivasi Berprestasi (X 1) dan Sikap Auditor terhadap Pelaksanaan Supervisi (X3) mengakibatkan terjadinya penurunan kadar hubungan atau hubungan menjadi lemah, namun tetap dapat dijelaskan bahwa ada hubungan positif antara variabel Pengetahuan Teknis Audit (X2) dengan Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi. Hubungan antara Sikap Auditor terhadap Pelaksanaan Supervisi dengan Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi
Hipotesis ketiga yang diajukan dalam penelitian ini menyatakan terdapat hubungan positif antara Sikap Auditor terhadap Pelaksanaan Supervisi (X 3) dengan Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi dalam Pemberantasan Korupsi (Y). Perhitungan analisis regresi sederhana berdasarkan data variabel Kualitas kerja auditor atas Sikap Auditor terhadap Pelaksanaan Supervisi menghasilkan arah regresi b sebesar 0,67 dan konstanta a sebesar 67,78. Dengan demikian bentuk hubungan antara kedua variabel tersebut dapat digambarkan melalui persamaan regresi Ŷ= 67,78 + 0,67X 3. Pengujian signifikansi dan linearitas persamaan regresi tersebut sebagai berikut : Tabel 7. Tabel Anava untuk Pengujian Signifikansi dan Linearitas Regresi 67,78 + 0,67X3
Ŷ=
Ftabel Sumber Varians dk
JK
RJK
Fhitung 0,05 0,01
Total
67 1458758,44
Regresi (a)
1
Regresi (b/a)
1
1424865,56 5007,79
5007,79 11,27** 3,99 7,04
Sisa
65
28885,82
Tuna Cocok
31
16054,048
517,87
Galat
34
12831,77
377,41
444,39 1,37ns
1,80 2,30
Keterangan: ** = Regresi sangat signifikan (Fh = 11,27> Ft = 7,04) ns = Regresi berbentuk linear (Fh = 1,37 < Ft = 2,53) dk = derajat kebebasan JK = Jumlah Kuadrat RJK = Rerata Jumlah Kuadrat Berdasarkan hasil pengujian signifikansi dan linearitas seperti pada tabel di atas, dapat diketahui bahwa regresi Ŷ= 67,78 + 0,67X3 sangat signifikan dan linear. Model regresi tersebut mengandung arti bahwa apabila Sikap Auditor atas Pelaksanaan Supervisi ditingkatkan satu poin, maka Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi cenderung meningkat sebesar 0,67 poin pada konstanta 67,78. Kekuatan hubungan antara variabel Sikap Auditor atas Pelaksanaan Supervisi (X3) dengan Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi (Y) ditunjukkan oleh koefisien korelasi (ry3) sebesar 0,384. Uji keberartian koefisien korelasi dengan uji t, diperoleh harga thitung sebesar 3,64, sedangkan ttabel pada = 0,01 dan dk = 65 diperoleh ttabel = 2,39. oleh karena thitung > ttabel maka koefisien korelasi ry3 sangat signifikan. Untuk lebih jelasnya mengenai kekuatan hubungan X3 dengan Y dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 8: Hasil Uji Signifikasi Koefisien Korelasi Antara X3 dengan Y ttabel n
ry3
thitung
67
0,38 4
3,64 **
= 0,05
= 0,01
1,67
2,39
Keterangan: ** = Koefisien Korelasi sangat signifikan (t h=3,64 > tt=2,39) Berdasarkan hasil pengujian signifikansi seperti tabel di atas, ternyata koefisien korelasi antara Sikap Auditor atas Pelaksanaan Supervisi dengan Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi sangat signifikan. Dengan demikian hipotesis penelitian yang menyatakan terdapat hubungan positif antara Sikap Auditor atas Pelaksanaan Supervisi dengan Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi teruji kebenarannya. Dengan kata lain makin tinggi Sikap Auditor atas Pelaksanaan Supervisi seorang auditor akan semakin tinggi Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi. Koefisien korelasi determinasi sebesar (r y3)2 = (0,384)2 = 0,1475. Artinya 14,75% variasi yang terjadi pada Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi dapat dijelaskan oleh variasi Sikap Auditor atas Pelaksanaan Supervisi Apabila dilakukan pengontrolan terhadap variabel Motivasi Berprestasi (X 1) didapat koefisien korelasi sebesar ry3.1 =0,18. Dari uji keberartian diperoleh harga thitung sebesar 1,47, dan harga ttabel sebesar 2,39 pada =0,01. Karena thit (1,47) > ttab (2,39), maka disimpulkan bahwa koefisien korelasi parsial tidak signifikan. Apabila dilakukan pengontrolan terhadap variabel Pengetahuan Teknis Audit (X2) didapat koefisien korelasi sebesar ry3.2 =0,21. Dari uji keberartian diperoleh harga t hitung sebesar 1,79, dan harga ttabel sebesar 2,39 pada =0,01. Karena thit (1,79) > ttab (2,39), maka disimpulkan bahwa koefisien korelasi parsial tidak signifikan. Apabila dilakukan pengontrolan terhadap variabel Motivasi Berprestasi (X 1) dan Pengetahuan Teknis Audit (X2) secara bersama-sama, maka diperoleh koefisien korelasi parsial (ry3.12) sebesar 0,072. Dari Uji keberartian koefisien korelasi parsial diperoleh harga thitung sebesar 0,58, dan ttabel pada =0,05 dengan dk 63 diperoleh ttabel sebesar 1,67. Oleh karena harga thitung (0,58) < ttabel (1,67) dapat diketahui bahwa koefisien korelasi parsial tidak signifikan. Rangkuman korelasi parsial antara (X3) dan (Y) jika variabel lainnya dikontrol dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 9: Rangkuman koefisien Korelasi parsial ry3.12 ttabel
Koefisi en Korelas i Parsial
thitung
ry3.1
1,47*
=0,05
= 0,01
1,67
2,39
=0,18
*
ry3.2 =0,21
1,79* *
1,67
2,39
ry3.12 =0,072
0,58 ns
1,67
2,39
Keterangan: ** = Koefisien korelasi parsial sangat sgnifikan ns = Koefisien korelasi parsial tidak signifikan ry3.1 =Koefisien korelasi parsial X3 dengan Y jika X1 dikontrol ry3.2 =Koefisien korelasi parsial X3 dengan Y jika X2 dikontrol ry3.12 =Koefisien korelasi parsial X3 dengan Y jika X1 dan X2 dikontrol secara bersama-sama Interpretasi dari hasil pengujian di atas, adalah jika dilakukan pengontrolan terhadap variabel Motivasi Berprestasi (X1) dan variabel Pengetahuan Teknis Audit (X2), ternyata hubungan terdapat positif namun tidak signifikan antara variabel Sikap Auditor atas Pelaksanaan Supervisi dengan Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi. Hubungan antara Motivasi Berprestasi, Pengetahuan Teknis Audit, dan Sikap Auditor atas Pelaksanaan Supervisi dengan Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi. Hipotesis keempat yang diajukan dalam penelitian ini menyatakan terdapat hubungan positif antara Motivasi Berprestasi, Pengetahuan Teknis Audit, dan Sikap Auditor atas Pelaksanaan Supervisi dengan Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi.. Perhitungan analisis regresi jamak berdasarkan data variabel Motivasi Berprestasi (X 1), Pengetahuan Teknis Audit (X2), dan Sikap Auditor atas Pelaksanaan Supervisi (X3), secara bersama-sama dengan Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi yang ditunjukkan melalui persamaan regresi Ŷ = -7,44 + 0,8X1 + 3,06X2. Pengujian keberartian dan linearitas persamaan regresi tersebut sebagai berikut: Tabel 10: Tabel ANAVA untuk Pengujian Signifikansi Regresi Ŷ = -7,44 + 0,8X1 + 3,06X2 Ftabel Sumber Varians dk JK F hitung RJK = 0,05 = 0,01 Regresi Sisa
2
13261,95 6630,98 20,57**
64 20631,65
3,44
322,37
Keterangan: ** = Regresi sangat signifikan (Fhitung 20,57 > Ftabel 4,95) dk = derajat kebebasan JK = Jumlah Kuadrat RJK = Rerata Jumlah Kuadrat
4,95
Berdasarkan hasil pengujian signifikansi seperti pada tabel di atas, dapat diketahui bahwa regresi Ŷ = -7,44 + 0,8X1 + 3,06X2 sangat signifikan. Kekuatan koefisien korelasi jamak antara variabel X 1, variabel X2 dan variabel X3 dengan variabel Y menghasilkan koefisien korelasi jamak R = 0,63. Uji keberartian koefisien korelasi jamak dengan uji F, diperoleh harga Fhitung sebesar 20,62, sedangkan Ftabel pada = 0,01 dan dk = 63 diperoleh Ftabel = 4,95. Oleh karena Fhitung > Ftabel maka koefisien korelasi jamak sangat signifikan. Untuk lebih jelasnya mengenai kekuatan hubungan X 1 dan X2 dengan Y dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 11: Uji Keberartian Koefisien Korelasi Jamak Ftabel n
67
Ry.12
0,63
Fhitun g
= 0,05
= 0,01
20,6 2**
3,44
4,95
Keterangan **= Koefisien Korelasi sangat signifikan (Fh = 20,62 > Ft = 4,95) Ry.123 = Korelasi antara X1 dan X2 dengan Y Berdasarkan hasil pengujian signifikansi seperti tabel di atas, dapat diketahui bahwa koefisien korelasi jamak dalam penelitian ini terbukti sangat signifikan. Temuan ini membuktikan bahwa terdapat hubungan positif antara Motivasi Berprestasi dan Pengetahuan Teknis Audit secara bersama-sama dengan Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi teruji kebenarannya. Koefisien determinasi (Ry.123) adalah sebesar (Ry.12)2 = (0,63)2 = 0,3969 Artinya 39,69% variasi yang terjadi pada Kualitas kerja auditor dapat dijelaskan oleh variasi Motivasi Berprestasi, Program Pelatihan, dan Sikap Auditor atas Pelaksanaan Supervisi. Melihat koefisien determinasi yang cukup besar yaitu 39,69% berarti selebihnya merupakan sumbangan variabel lain. Nilai persentase sumbangan Motivasi Berprestasi dan Pengetahuan Teknis Audit secara bersama-sama terhadap Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi cukup besar. Peringkat kekuatan hubungan antara setiap variabel bebas dengan variabel terikat dalam penelitian ini yang didasarkan atas perhitungan koefisien korelasi parsial, tampak pada tabel berikut: Tabel 12: Peringkat Kekuatan Hubungan antara Variabel Bebas dengan Variabel Terikat Koefisien Korelasi parsial ry2.13 = 0,429 ry1.23 = 0,316
Peringkat Pertama Kedua
Berdasarkan tabel di atas, tampak bahwa variabel bebas yang paling kuat hubungan secara parsial dengan variabel terikat adalah Pengetahuan Teknis Audit (X2) sebagai peringkat pertama dan diikuti oleh Motivasi Berprestasi (X 1) sebagai peringkat kedua.
SIMPULAN Berdasarkan pengujian hipotesis diperoleh temuan penelitian bahwa terdapat hubungan positif antara Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi dengan Motivasi Berprestasi, dan antara Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi dengan Pengetahuan Teknis Audit. Sehubungan dengan temuan tersebut dapat disimpulkan bahwa peningkatan Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi pada Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian dapat dilakukan dengan cara meningkatkan Motivasi Berprestasi dan Pengetahuan Teknis Audit. Sesuai dengan temuan penelitian di atas Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi dapat ditingkatkan melalui Motivasi Berprestasi dengan cara antara lain:1) mensyaratkan nAch yang tinggi bagi calon auditor, 2) menetapkan dan menegakkan standar profesi dan kode etik auditor, 3) mengutamakan pembinaan atau penciptaan situasi yang dapat meningkatkan faktor motivasional daripada faktor pemeliharaan, 4) adanya suri tauladan sikap dari pimpinan yang tidak korupsi. Selanjutnya untuk meningkatkan Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi melalui Pengetahuan Teknis Audit dapat dilakukan dengan cara mendidik dan melatih auditor dengan catatan antara lain : 1) sebelum dilatih auditor harus disadarkan dulu bahwa mereka tidak kompeten, 2) dalam pelatihan teknis audit, disertai pelatihan tentang perilaku (konsep diri, motivasi, sifat baik), 3) pelatihan kompetensi mencakup orientasi berprestasi, pengaruh dan dampak, berfikir konsepsional, percaya diri, interpersonal serta kerjasama. IMPLIKASI Bertolak dari hasil penelitian yang telah dibahas dan disimpulkan menyangkut hubungan antara Motivasi Berprestasi dan Pengetahuan Teknis Audit dengan Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi, dapat ditarik implikasi penelitian utamanya dalam rangka meningkatkan Motivasi Berprestasi dan Pengetahuan Teknis Audit dijelaskan pada uraian berikut. Upaya Peningkatan Pengetahuan Teknis Audit Dari penelitian ditunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara Pengetahuan Teknis Audit dengan Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi. Kesimpulan ini sejalan dengan acuan teoritik dan empirik pada penilitian ini. Berkorelasinya Pengetahuan Teknis Audit dengan Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi dapat dijelaskan dengan teori Bloom bahwa orang yang berpengetahuan akan mampu menerangkan: (1) masalah spesifik seperti: terminologi, fakta; (2) cara berorganisasi, belajar, dan fenomena seperti konvensi, kecenderungan dan urutan logis, klasifikasi, dan kategori, kriteria serta metodologi; (3) ide-ide utama, skema dan pola yang mengorganisasi ide-ide serta performa, seperti: prinsip dan generalisasi, teori dan struktur. Auditor yang berpengetahuan dengan sendirinya akan lebih mampu menghasilkan Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi yang lebih baik. Spencer (1993) juga menjelaskan bahwa berdasarkan skala analisis pemikiran (analytical thinking) maka gambaran perilaku kognitif yang terkait dengan kompetensi bekerja adalah: 1) dalam kompleksitas analisis: a) memecahkan masalah, b) melihat hubungan dasar, c) melihat hubungan ganda, d) membuat rencana dan analisis kompleks, e) Membuat rencana dan analisis sangat kompleks, dan f) Membuat analisis dan rencana sangat kompleks; 2) ukuran sasaran masalah: a) penuh dengan satu atau dua kinerja orang, b) peduli terhadap unit kerja
kecil, c) peduli pada masalah yang sedang dihadapi, d) peduli pada kinerja keseluruhan, dan e) peduli pada kinerja jangka panjang. Implikasi dari penelitian mengenai upaya peningkatan Pengetahuan Teknis Audit dalam rangka Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi adalah melakukan pendidikan dan pelatihan auditor, dengan catatan sebagai berikut: a. Sebelum auditor dilatih pengetahuan teknis audit, menurut Craig (1996) mereka terlebih dulu perlu disadarkan bahwa mereka sebenarnya tidak sadar dan tidak kompeten (unconcious incompetence) tentang pengetahuan itu. Cara menyadarkan auditor misalnya dengan tidak menugaskan dalam pemeriksaan atau menurunkan jabatannya dalam tim pemeriksa apabila Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsinya dibawah standar yang ditetapkan. Dengan cara demikian diharapkan pelatihan tersebut akan efektif, karena mereka mengikuti latihan karena membutuhkan pengetahuan dan setelah dilatih mereka menjadi sadar kompeten (concious competence) serta mampu mempraktekan pengetahuan tersebut. b. Dalam pelatihan teknis audit, di samping pengetahuan teknis audit sebaiknya disertai pematangan konsep-diri, pengembangan sifat-sifat baik dan penguatan motivasi berprestasi. Model pelatihan orang dewasa (andragogy) dengan simulasi, out bound dan atau dinamika kelompok diharapkan cocok untuk maksud di atas. c. Materi pelatihan bagi para auditor (termasuk kategori profesional teknis), menurut Spencer (1993) mencakup kompetensi antara lain: orientasi berprestasi, pengaruh dan dampak, berfikir konseptual, berfikir analitis, inisiatif, percaya diri, pemahaman interpersonal, dan kerjasama. Kompetensi orientasi berprestasi (achievement orientation) fokus utamanya adalah pengukuran kinerja atau hasil dibandingkan standar keunggulan. Kompetensi pengaruh dan dampak (impact and influence) dipakai oleh para profesional yang menggunakan persuasi langsung, didukung data, demonstrasi, contoh nyata, dan presentasi dengan grafik, gambar serta fakta. Kompetensi berfikir analitis dan konseptual amat dibutuhkan dalam jabatan profesional yang memerlukan logika, berfikir konseptual dan analitis deduktif. Kompetensi inisiatif muncul sebagai kekuatan untuk memecahkan masalah sulit. Kompetensi percaya diri adalah kepercayaan diri seorang profesional dalam mengambil keputusan yang menunjukkan kematangan diri, kualitas ilmu, fleksibilitas dan kecakapan belajar dari kesalahan. Kompetensi pemahaman interpersonal muncul sebagai kejujuran sensitivitas dasar kepada sikap, minat, dan perasaan orang lain. Kompetensi kerjasama dalam tim merupakan kompetensi manajerial yang paling penting di antara profesional teknis seperti pada tim audit. d. Menerapkan konsep organisasi pembelajaran (learning organization), dimana para auditor membentuk kelompok-kelompok, yang secara terus-menerus menggalakkan kemampuan mereka mencipta apa yang mereka ingin ciptakan. Dalam kelompokkelompok itu para auditor membangun komunitas kepedulian (communities of commitment). Komunitas ini membuktikan diri untuk mengembangkan dan memperbaharui kemampuan organisasi (Itjen Kemtan) untuk mencapai visinya. Suatu organisasi pembelajaran juga terampil dalam mencipta, mencapai hasil, transfer pengetahuan, dan memodifikasi perilaku yang memantulkan pengetahuan dan kebijaksanaan baru. e. Materi pelatihan pengetahuan teknis audit sesuai dengan prinsip Bloom hendaknya diberikan bertahap sesuai jenjang jabatan fungsional dan taraf kompetensi kognitif auditor mulai dari pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation). Atau menggunakan konsep Bloom yang direvisi yaitu: mengingat (remembering), pemahaman
f.
g.
h.
i.
j.
(understanding), penerapan (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), evaluasi (evaluation), dan kreativitas (creativity). Para auditor diwajibkan untuk mempelajari, memahami dan menegakkan standar audit pemerintah dan sistem akuntasi pemerintah (SAP), norma pemeriksaan aparatur pengawasaan fungsional pemerintah (APFP), dan kode etik profesi dalam penyelenggaraan audit. Menetapkan kualifikasi minimum bagi calon auditor antara lain: 1) S-1 pertanian atau bidang lain yang diperlukan; 2) mempunyai IPK tinggi; 3) lulus sertifikasi sebagai auditor; 4) mampu berkomunikasi dan mengekspresikan pendapatnya kepada pihak lain dengan baik dan lancar; 5) mampu bekerjasama dalam tim dan mengembangkan orang lain; 6) mempunyai potensi manajerial yang nyata; 7) mempunyai keterampilan komputer, bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Khusus untuk supervisor dan ketua tim harus memiliki kesadaran berorganisasi dan mampu membangun hubungan kerja yang baik, ahli dalam disiplin ilmu tertentu. Kompetensi yang harus dimiliki dan urutan bobotnya adalah: pengaruh dan dampak, orientasi berprestasi, kerjasama dan koperasi, berfikir analisis, inisiatif, mengembangkan orang lain, percaya-diri, mengarahkan/asertif, mencari informasi, kepemimpinan tim, dan berfikir konseptual. Mengacu pada filosofi pelatihan SIA, filosofi pelatihan auditor dapat dirangkum sebagai berikut: 1) pelatihan merupakan kebutuhan, bukan pilihan. Tidak ada dispensasi ketika waktu tidak memungkinkan, dan tidak ditunda untuk kelayakan operasional dalam audit; 2) pelatihan adalah untuk setiap orang. Pelatihan mencakup semua aspek operasi kelompok dan mencakup setiap orang, mulai dari staf terendah sampai pimpinan tertinggi. 3) organisasi tidak menghentikan pelatihan. Mereka tidak menyia-nyiakan, tetapi juga tidak menghambur-hamburkan uang. Mereka akan menggunakan yang terbaik untuk melatih auditor agar mampu menggunakan perangkat lunak dan perangkat keras dengan dana yang dimiliki. 4) pelatihan sistematis dan terstruktur. Auditor mengikuti jalur pelatihan yang sesuai dengan perkembangan kariernya. 5) pelatihan terspesialisasi dan juga bersifat umum. Pelatihan fungsional diberikan untuk auditor dan pelatihan teknis diberikan untuk staf. Semangat auditor dan staf kuat serta berani, karena pelatihan benarbenar merupakan bagian dari etos kerja seorang auditor Profesional. Audit internal seperti Itjen Kemtan harus dilaksanakan dengan landasan keahlian dan profesionalisme, yaitu: 1) jaminan bahwa latar belakang pendidikan dan keahlian teknis para auditor sesuai dengan audit yang diselenggarakan; 2) memiliki pengetahuan, keterampilan dan disiplin yang diperlukan; 3) supervisi dilakukan secara memadai; 4) auditor harus sesuai dengan standar profesional; 5) memiliki keahlian dalam hubungan antar manusia dan komunikasi; 6) mempertahankan kompetensi teknis dengan cara pendidikan berkelanjutan; dan 7) melaksanakan praktek profesional secara cermat.
Upaya Peningkatan Motivasi Berprestasi Berdasarkan penelitian disebutkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara Motivasi Berprestasi dengan Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi. Kesimpulan ini ternyata sejalan dengan acuan teoretik dan empirik pada penelitian ini. Berkorelasinya motivasi berprestasi dengan kualitas kerja auditor dikemukakan oleh Spencer yang menyatakan bahwa intensitas dan kesempurnaan tindakan motivasi berprestasi salah satu deskripsi perilakunya adalah menyempurnakan kinerja, yaitu membuat perubahan spesifik dalam sistem atau metode kerja untuk menyempurnakan kinerja. Steers dan Porter (1991) menjelaskan beberapa kemungkinan sebagai berikut: 1) manajer cenderung memandang motivasi seperti proses carrot-and-stick, meskipun hasil penelitian
menjelaskan bahwa sebagian besar karyawan ingin aktif terlibat dalam aktivitas organisasi; 2) manajer merasa bahwa motivasi tidak lebih dari suatu isu kritis, sementara pengendalian produksi sebagian besar berada diluar “tangan” karyawan; 3) manajer merasa bahwa meningkatnya motivasi dan tingkat kinerja mungkin akhirnya mempengaruhi sedikitnya penugasan. Mengacu pada kesimpulan Steers dan Porter serta pengalaman empirik mengenai penerapan motivasi dalam pekerjaan, penulis mengajukan beberapa implikasi dari hasil penelitian mengenai motivasi berprestasi dalam peningkatan Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi sebagai berikut: a. Mensyaratkan unsur need of achievement (nAch) tinggi dalam psikotes untuk penerimaan calon auditor maupun dalam pembinaan auditor. Karakteristik individu yang mempunyai nAch tinggi ialah: 1) memilih situasi dimana mereka dapat secara pribadi bertanggung jawab dalam pemecahan masalah; 2) cenderung moderat dan realistis dalam menentukan tujuan prestasi serta berani mengambil resiko “yang diperhitungkan”; dan 3) menghendaki umpan balik nyata untuk menjamin betapa sempurnanya mereka bekerja. b. Menetapkan dan menegakkan standar profesi dan kode etik yang merupakan standar keunggulan (standars of excellent) dari kualitas kerja auditor. Agar standar profesi dan kode etik tersebut dapat dioperasionalkan, maka penyusunannya perlu mempertimbangkan sistem teknis audit, sistem manajemen dan sistem sosial yang riil berlaku. c. Mengutamakan pembinaan dan atau penciptaan situasi yang dapat meningkatkan faktorfaktor motivasional (motivational factors) dari pada faktor-faktor pemeliharaan (maintenance factors), misalnya: pencapaian prestasi tinggi, pengakuan atas keberhasilan, peluang untuk kemajuan, sifat pekerjaan yang menantang, kemungkinan untuk tumbuh, dan pemberian tanggung jawab. Faktor-faktor motivasional ini merupakan faktor pemuas, motivator, berhubungan dengan isi penugasan, dan merupakan penghargaan internal sehingga termotivasi melakukan tugas. d. Dalam memberikan penghargaan kepada auditor perlu memperhatikan valensi (valence), harapan (expectancy) dan instrumentalitas (instrumentality). Valensi perlu diperhatikan karena merupakan kecenderungan orang yang kuat untuk dapat mendapatkan penghargaan. Harapan juga perlu dipertimbangkan karena merupakan kepercayaan yang kuat bahwa usaha yang terkait dengan pekerjaan akan menghasilkan penyempurnaan suatu tugas. Demikian pula dengan instrumentalitas mewakili kepercayaan para auditor bahwa suatu penghargaan akan diterima oleh mereka pada saat pekerjaan telah diselesaikan. e. Memperbaiki kondisi yang mempengaruhi proses motivasi berprestasi yang mencakup karakteristik: pribadi, pekerjaan, dan lingkungan pekerjaan. Karakteristik pribadi yang perlu diperhatikan misalnya: minat, sikap terhadap pribadi, pekerjaan dan situasi kerja, serta kebutuhan akan keamanan, sosial dan prestasi. Contoh karakteristik pekerjaan: bentuk penghargaan intrinsik, derajat otonomi, jumlah umpan balik kinerja langsung dan derajat variasi tugas. Karakteristik lingkungan pekerjaan yang berpengaruh terhadap motivasi berprestasi: lingkungan kerja sejawat auditor dan pengawas, kegiatan organisasi seperti praktek penghargaan, luasnya sistem penghargaan, penghargaan pribadi dan ilkim organisasi. f. Pimpinan Instansi memberikan suri-tauladan kepada para auditor bawahannya dalam kehidupan sehari-hari mengenai sifat-sifat baik (traits), tidak korup, bermotivasi yang tinggi dalam bekerja (motives), mampu melakukan evaluasi individu mengenai diri sendiri secara baik, positif dan tepat (self-concept), bersikap kondusif, positif dan tepat (attitudes), dan citra pribadi yang menerapkan nilai-nilai luhur (values).
g. Penanggungjawab Pemeriksaan dan Supervisor harus berperan aktif dalam mengelola proses motivasi berprestasi dalam pekerjaan, disertai kesadaran, niat berperilaku, dan sungguh-sungguh meningkatkan motivasi berprestasi. h. Penanggungjawab Pemeriksaan dan Supervisor yang meminta auditor untuk meningkatkan motivasi berprestasi, harus mempunyai gambaran yang jelas mengenai peran mereka sendiri dalam organisasi. i. Penanggungjawab Pemeriksaan dan Supervisor harus sensitif terhadap bervariasinya kebutuhan, kemampuan dan sifat para auditor. Penanggungjawab Pemeriksaan dan Supervisor harus mengenal bahwa setiap auditor mempunyai pilihan yang berbeda (valences) mengenai bentuk hadiah atas kinerjanya yang baik. j. Auditor harus melihat secara jelas hubungan antara peningkatan kualitas hasil kerjanya dengan penerimaan hadiah yang mereka inginkan. Selanjutnya Penanggung-jawab Pemeriksaan mengidentifikasi para auditor yang kualitas hasil kerjanya unggul (superior performance) dan hadiah yang sesuai dengan keinginannya. k. Penanggungjawab Pemeriksaan memberi-kan jabatan yang menawarkan lebih besar tantangan, perbedaan, dan peluang bagi pemuasan kebutuhan pribadi. Penelitian telah menunjukkan bahwa peningkatan peran secara jelas dalam suatu jabatan umumnya memperbesar kemungkinan penyempurnaan kualitas hasil kerjanya (improving task performance). l. Penanggungjawab Pemeriksaan memberi perhatian terhadap kualitas lingkungan kerja secara keseluruhan, dengan cara memberdayakan dinamika kelompok (group dynamies) untuk meningkatkan kualitas kerja auditor, atau memperbaiki gaya kepemimpinan agar lebih efektif. m. Penanggungjawab Pemeriksaan meng-umumkan catatan kualitas kerja auditor. Disamping itu juga memantau sikap dalam melaksanakan tugas dan menggunakan informasi itu sebagai sarana memotivasi auditor. n. Melibatkan auditor dalam pola kerjasama yang bertujuan memperbaiki keluaran, dan memberi kesempatan bagi auditor untuk ikut menyelesaikan apa yang terjadi dalam organisasi. Faktor kunci dalam memotivasi berprestasi pada auditor adalah melibatkan mereka lebih penuh dalam proses pencapaian tujuan organisasi secara efektif. Saran-saran Berdasarkan beberapa penemuan empirik yang telah diperoleh pada penelitian ini, maka pada bagian terakhir peneliti sampaikan beberapa saran sebagai berikut. Mengingat auditor sebagai sumber daya manusia (SDM) memegang peran sentral dan paling penting dalam upaya peningkatan Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi, maka penulis menyarankan agar upaya peningkatan kompetensi dan kualifikasi SDM auditor menjadi prioritas utama dalam mengelola pengawasan Itjen Kemtan khususnya dan lembaga pengawasan umumnya. Peningkatan kompetensi berarti pengembangan sifatsifat mulia manusia (human greatness), keteladanan manusia yang mengindikasikan cara bertingkah-laku atau berfikir, penggeneralisasikan lintas situasi, dan bertahan dalam waktu yang cukup lama. Lima jenis sifat-sifat kompetensi yang perlu dikembangkan dari SDM auditor antara lain: 1) motivasi, 2) sifat, 3) konsep-diri, 4) pengetahuan, dan 5) keterampilan. Masalahnya pengembangan motivasi, sifat dan konsep-diri yang merupakan inti kepribadian, sangat sulit dilakukan. Sedangkan pengembangan pengetahuan dan keterampilan relatif mudah dilakukan. Jenis kompetensi yang cocok bagi auditor adalah model kompetensi umum bagi technical professionals. Sehubungan dengan itu penulis menyarankan agar para auditor mengembangkan jenis kompetensi sebagai berikut (sesuai urutan prioritas): 1) Orientasi
berprestasi (mengukur kinerja, memperbaiki hasil, menetapkan tujuan yang matang, inovasi); 2) Dampak dan pengaruh ( memakai persuasi langsung, fakta, gambar; memberi persentase menjahit kepada pendengar, menunjukkan kepedulian dengan reputasi profesional); 3) Berfikir konseptual (mengenal tindakan kunci, masalah terpendam; membuat sambungan dan pola); 4) Berpikir analitis (mengantisipasi hambatan, memecahkan masalah secara sistematis, membuat keputusan yang logis, melihat konsekuensi dan implikasi); 5) Inisiatif (gigih dalam mengatasi masalah, menyatakan masalah sebelum bertanya); 6) Percaya diri (menyatakan secara yakin dalam keputusan sendiri, mencari tantangan dan merdeka); 7) Memahami interpersonal (memahami sikap, minat, kebutuhan orang lain); 8) Memperhatikan perintah (mencari kejelasan peran dan informasi, mengecek kualitas pekerjaan atau informasi, mencatat); 9) Mencari informasi (menghubungi banyak sumber berbeda, membaca jurnal); 10) Kerjasama dan berkooperasi (curah-gagasan, minta masukan, percaya orang lain); 11) Keahlian (mengembangkan dan menggunakan pengetahuan teknis, berbagi keahlian); 12) Berorientasi pelayanan pelanggan (menggali dan mempertemukan kebutuhan terpendam). Dalam rangka peningkatan kualifikasi calon auditor penulis menyarankan agar dalam merekrut calon auditor, calon tersebut harus memenuhi kualifikasi sebagai berikut: 1) lulus sarjana tamatan perguruan tinggi berakreditasi A dari BAN dengan indeks prestasi (IP) minimal 3,0; 2) lulus ujian sertifikasi untuk auditor; 3) Lulus tes psikologi cocok untuk auditor; 4) mempunyai kemampuan mensupervisi dan cocok bekerja dengan orang lain; 5) memiliki keterampilan atau keahlian khusus dan mampu memberi perintah, melatih dan mengembangkan orang lain dalam keterampilan tersebut; 6) memiliki soft skill sesuai tugas audito, dan 7) mempunyai potensi manajerial yang unggul. Sedangkan peningkatan kualifikasi auditor yang sudah ada, penulis menyarankan sebagai berikut: 1) menetapkan standar Kualitas Kerja Auditor dalam Pemberantasan Korupsi yang tinggi bagi auditor, sembari menerapkan prinsip reward and punishment Bagi auditor yang mampu menunjukkan kinerja tinggi diberi kesempatan, tantangan, penghargaan, dan promosi (bila mungkin) ke jenjang lebih tinggi. Sedangkan bagi auditor yang kurang mampu berkinerja lebih baik diberi hukuman dengan cara diturunkan jabatan/perannya sebagai auditor atau tidak boleh mengikuti penugasan. Setelah sadar yang bersangkutan tidak kompeten dalam pekerjaan, mereka diberi pelatihan; 2) melakukan pendidikan lanjutan/pelatihan bagi auditor secara terus-menerus, yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan kepribadian yang dibutuhkan auditor; 3) menerapkan prinsip learning organization dimana satu kelompok orang, komunitas secara kontinyu mengembangkan kemampuan menciptakan dari mereka apa yang ingin mereka ciptakan; 4) mengikuti pelatihan secara magang (internship program) pada instansi pengawasan (lebih baik bila) diluar negeri bagi para auditor yang kinerjanya menonjol. Dalam meningkatkan Pengetahuan Teknis Audit bagi auditor penulis menyarankan halhal sebagai berikut: 1) pimpinan unit pengawasan aktif mencari dan memanfaatkan peluang untuk dapat meningkatkan pendidikan atau pelatihan bagi auditor atau staf lain di dalam atau luar negeri; 2) bekerjasama atau menjalin kemitraan dengan berbagai pihak guna pengembangan pengetahuan, wawasan dan pengalaman auditor; 3) perlu adanya sertifikasi kompetensi, kualifikasi, dan profesionalisme oleh lembaga yang independen. Tugas pokok dan fungsi Inspektorat Jenderal Kementerian adalah melakukan audit (periksaan), terutama terkait dengan pemberantasan korupsi, maka tugas-tugas pembinaan yang dapat menimbulkan konflik kepentingan, seperti pengawalan, pendidikan, pelatihan, lokakarya, seminar, dan sejenisnya terhadap para auditee (unit-unit yang mungkin diaudit), tidak dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian / Daerah. Dalam rangka menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) penulis menyarankan perlu segera penerapan Undang-Undang N0. 15
tahun 2004 tentang Pemeriksaan atas Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dalam pemeriksaan (audit) pada Inspektorat Jenderal Kementerian dan Inspektorat Daerah Provinsi maupun Kabupaten / Kota. Menjadikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK-RI) sebagai satu-satunya institusi memayungi, membina, dan koordinator pelaksaan pekerjaan audit seluruh aparat pengawasan fungsional di Pusat maupun Daerah. Pembinaan dan tanggung jawab teknis administratif dan keuangan aparat pengawasan di seluruh Indonesia di Pusat maupun Daerah, dibawah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK-RI). BPK-RI menetapkan berbagai ketentuan tentang Pemeriksaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara yang mengacu pada ketentuan UUD 1945 dan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan atas Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Tugas, Kewajiban, Wewenang, dan Tanggung Jawab Inspektur Khusus pada Inspektorat Jenderal Kementerian maupun di Daerah harus online dengan Kejaksaan Agung, Kejasksaan Negeri, Kejaksaan Tinggi, Kepolisian Negara, Polda, Polres, dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Semua auditor pada Inspektur Khusus harus bersertifikat sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Daftar Pustaka Aldag, Ramon J. dan Sterus, Timothy M. (1987). Management, Fundamentals of Control. Cincinnati: South-Western Publising Co. Andi Hamzah, (2005). Pemberantasan Korupsi. Arens, A.A. dan Loebecke, J.K. (1996). Auditing, Terjemahan Amir Abadi Jusuf. Jakarta: Salemba Empat. Audit Commision. (2001). Putting Quality on The Map, dalam Total Quality Management, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Beach, Dale S. (1990). Personnel: The Management of People at Work (New York: The Macmillan Company, 1965), p. 459, dalam, Jose P. Leveriza, Supervisory Leadership. Metro Manila, National Book Store, Inc. Bittel, Lester R and Newstrom, John W. (1996). Supervisor Development, dalam The ASTD Training & Development Handbook. New York: McGraw-Hill. Bovee, Courtland L. at al. (1995). Marketing. New York, Mc.Graw-Hill, Inc. Bowsher, Charles A. (1988). Government Auditing Standard. Washington DC: USGAO. Broadwell, Martin M. (1992). The New Suoervisor. Manila: Fourth Edition EC2 Enterprises. Cangemi, Michael P. (1996). Managing The Auditor Function: A. Corporate Audit Department Procedures Guide, New York: John Wiley & Sons, Inc. Chaplin, CP. (1993). Kamus Lengkap Psikologi, Terjemahan Kartini Kartono. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Craig, Robert L. (1996). The ASTD Training & Development Handbook, A Guide To Human Resource Development, New York: McGraw-Hill. Dharma, Agus. (2001). Manajemen Supervisi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Dick, Walter dan Carey, Lou. (1996). The Systematic Design of Instruction, New York: Harpen Collins College Publisher. Djaali, H. (2000). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PS-UNJ. Evison, Alan. (1987). Oxford Learner’s Pocket Dictionary. New York: Oxford University Press. Garvin, David A. (1997). What Does Product Quality Really Mean, Sloan Management Review, Vol. 26, No. 1, pp 25-43, dalam William M. Lindsay dan Joseph A. Patrick, Total Quality and Organization Development, Boca Raton: St. Lucie Press. Gaspers, Vincent. (2001). Total Quality Management, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Handoko, Martin. (1992). Motivasi, Daya Penggerak Tingkah Laku, Yogyakarta: Percetakan Kanisius. Handoko, T. Hani. (1991). Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia, Yogyakarta: BPFE. Hariman, Philip L. (1995). Istilah Psikologi, Jakarta: Penerbit Restu Agung. Hodgetts, Richard M. and Donald F. Kuratkc, (1988). Management, New York: Handcourt Brace Jovanovich Publisher. Hornby, A.S., at al. (1986). Oxford Advanced Learner’s Dictionary of current English. Oxford: Oxford University Press. Hoy, W. K. dan Miskel, C. G. (1982). Educational Administration, New York: Ramdon House. http://www.anersen.com/website.nst/c../mediacenter news realease Archive peer Review 010202 Open Document 31/01/02 Hurlock, Elizabeth B. (1993). Perkembangan Anak. Alih bahasa Meitasari Tjandrasa Jakarta: Penerbit Erlangga. Jaafar, T. Ridwan dkk. (2000). Supervisi Audit, Jakarta: Pusdiklateras BPKP. John B. Minner, (1975). The Challenge of Managing. Philadelphia: Saunders. Kest, Fremont E. dan Resenzweng, Jounes E. (1990). Organisasi dan Manajemen. terjemahan A. Hasymi Ali. Jakarta: Bumi Aksara,. Khon, Mervin. (1997). Dynamic Managing: Principles, Process, Practices. Menlo Park: Curnings Publishing Company, Inc. Koontz, Harold at al. (1986). Management. Singapore: Mc. Graw-Hill International Book Company. LAN-BPKP. (2000). Lokakarya Nasional Pemantapan Sistem dan Pelaksanaan AKIP. Jakarta: LAN-BPKP. Leveriza, Jose P. (1990). Supervisory Leadership. Metro Manila: National Book Store, Inc.. Lewis, Ralph G. dan Smith, Douglas H. (1994). Total Quality in Higher Education. Delray Beach: St. Lucie Press. Mahon, William A. and Dyek, Richard E. (1988). Japanese Quality System From A Marketing Viewpoint. dalam Richard M Hodgetts and Donald F. Kuratkc. New York: Handcount Brace Javanovich Publisher. Main, Jeremy. (1986). The Battle for Quantity Begins. dalam Richard M Hodgetts and Donald F. Kuratkc. New York: Handcount Brace Javanovich Publisher. Maslow, Abraham H. (1994). Motivasi dan Kepribadian – I. Terjemahan Nurul Iman. Jakarta: PT. Pustaka Binamas Utama Pressindo. Massie, Joseph L. (1971). Essentials of Management. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Mc.Clelland, David C. (1976). The Achievement Motive. New York: Irvington Publisher, Inc. Mental Help, Achievement Motivation, Psychological Self-Help, (http://mentalhelp.net/psyhelp/chap 4/chap 4j.htm) Miner, John B. (1975). The Challenge of Managing. Philadelphia: Saunders. Miner, John B., at al. (1985). The Practice of Management. Columbia: Charles E Mekill Publishing Co. Mogtolis, Leonor – Briones. (1983). Philippine Public Fiscal Administration, Manila: MAPAZ printing incorporated. Morris, Lynn Lyons, at al. (1978). How to Measure Achievement. California: Sage Publication, Inc. Mulyadi dan Puradiredja, Kanaka. (1995). Auditing. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Mundel, Milton M and Duckworth, Pauline. (1975). An Objective seruting of the Supervisor’s Job, dalam Josep Dookher and Elizabeth Marging. selection of Management Personnel. New York: American Management Association.
NASACT. (1990). Planning, Monitoring and Supervising an Audit, Self Study Guide, Lexington: State Auditor Training Program, NASACT. Office if facilities management, Achievement indicators, http://www.ofm.uwa.edu.au/about/indicators.htm OIG’s Audit Quality, Control Policies and Precentares, Page URL: http://www.cs.ukc.ac.uk/national/CSDN/cs_resources/hefce/kent.html Last Modified: Thursday, 02-Mar-2000 14:20:09 GMT Apendix A Otto CP dan Glasser, RO. (1970). The Management Training. Massachussetts: AdlisoWesley Publishing, Company. Peters, T dan Waterman, R. (1982). In Search of Exelence, New York: Harper and Row. PN Balai Pustaka. (1976). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka. Pont, Tony. (1991). Developing Effective Training Skill. London: Mc.Graw-Hill Book Company. Ralp G. Lewis dan Douglas H. Smith. (1994). Total Quality in Higher Education, Delray Beach: Florida International University. Rasul, Sjahruddin; et al., (2000). Akuntabilitas, Jakarta: Tim Studi AKIP BPKP. Salim, Piter. (1994). The Contemporary English – Indonesian Dictionary. Jakarta: Modern English Press. Soejadi, F.X. (1992). Analisis Manajemen Moderen, Jakarta: PT. Toko Gunung Agung. Spencer Jr, Lyle M.. dan Spencer, Signe M. (1993). Competence Work, Models for Supervisor Performance New York: John Wiley & Sons, Inc. Steers Richard M. dan Porter, Lyman W. (1991). Motivation and Work Behavior. Singapore: Mc. Grow Hill Science in Management. Stoner, James A.F. dan Freeman, R. Edward. (1989). Management. Englewood Cliffs: Prentice-Hall International Editions. Sumarlin, JB. (1995). Standar Audit Pemerintahan. Jakarta: BPK-RI. Swannel, Julia, et. all, (1985). The Little Oxford Dictionary Richard Clay. London: Great Britania. The Chaurer. Press, Ltd. Taylor, D.H. dan Glezen, G.W. (1979). Auditing. New York: John Wiley & Sons, Inc. Tim Studi AKIP. (1999). Akuntabilitas. Jakarta: BPKP. Toffler, Alvin. (1971). Future Stock. Singapore: Bantan Book. Yun, Chang Zeph, at al. (1998). The Quest For Global Quality. Terjemahan Dian Paramesti Bahar. Jakarta: PT Pustaka Delapratasa. http://mulyanto.staff.uns.ac.id/wp-content/blogs.dir/4/files//2008/11/sosiologi-perubhnkekuasn-korupsi.ppt http://paulsinlaeloe.blogspot.com/2009/07/korupsi-dan-pemberantasannya.html