ABSTRACT
PENGARUH PENGUKURAN KINERJA NON-KEUANGAN TERHADAP KINERJA KARYAWAN: MOTIVASI INTRINSIK DAN EKSTRINSIK SEBAGAI FAKTOR PEMEDIASI (Studi Kasus di Kepolisian Kota Bandar Lampung)
Monica Carolina Sinulingga/NPM: 0911031103/ 085269602828/
[email protected] Pembimbing I: Yuliansyah, S.E., M.S.A., Ph.D., Akt Pembimbing II: Reni Oktavia, S.E., M.Si.
This research aims to analyze the influence of non-financial performance measures on employee performance through the mediating factors that intrinsic motivation and extrinsic motivation. The research consisted of one independent variable and three dependent variables. The independent variable of this research is the measurement of non-financial performance, while the dependent variable in this research is intrinsic motivation, extrinsic motivation and performance of employees. The selection of the sample in this research using purposive sampling method. Namely the selection of the sample with certain criteria. Data were collected using a questionnaire survey method are carried out by spreading a questionnaire to members of the police with a number of 80 questionnaires distributed questionnaire. After the data is collected then analyzed the data using SEM (Structural Equation Modeling) with statistical tools PLS (Partial Least Square) with the help of software SmartPLS. Based on the analysis carried out showed that the variables measuring non-financial performance was positively related to intrinsic motivation and extrinsic motivation. Intrinsic motivation-related variables significantly influence employee performance. Extrinsic motivation variables are positively related to employee performance. While the variable measuring non-financial performance there is no significant ties to employee performance. Keywords : Non-financial performance measurements, intrinsic motivation, extrinsic motivation and performance of employees.
PENDAHULUAN Sistem pengukuran kinerja menjadi pusat perhatian bagi praktisi maupun akademisi khususnya dibidang akuntansi manajemen (Sholihin and Pike 2010). Sistem pengukuran kinerja mempunyai fungsi untuk mengevaluasi pencapaian tujuan organisasi (Chenhall, 2005, Kaplan and Norton, 1992, Kaplan and Norton, 1996) dalam (Chenhall, 2005) serta dapat mengubah perilaku karyawan. Dalam penelitan terdahulu mengenai dampak pengukuran kinerja terhadap perilaku karyawan banyak dibahas pada level middle manajer keatas. Akan tetapi penelitian tentang kinerja karyawan middle manajer kebawah masih sangat terbatas. Misalnya di sektor publik kinerja individu pada level karyawan sangat penting dalam membangun reputasi organisasi. Karena karyawanlah yang menjalankan tugas harian untuk melayani publik. Oleh karena itu baik buruknya kinerja karyawan akan mempengaruhi baik buruknya image organisasi di mata masyarakat. Salah satu aspek pengukuran kinerja adalah sistem pengukuran kinerja nonkeuangan. Pada sektor publik, kinerja non-finansial mempunyai peran yang sangat penting karena karekteristik utama organisasi pemerintah adalah organisasi nirlaba yang mempunyai fokus utama yaitu melayani publik. Mengingat fokus utama organisasi pemerintah adalah pelayanan publik, penggunaan pengukuran kinerja nonfinansial dapat membantu decision maker di organisasi pemerintah menilai bagaimana kinerja individu dalam organisasi pemerintah memberikan kualitas pelayanana kepada publik. Pengukuran kinerja non-keuangan dapat meningkatkan kinerja karyawan melalui dua aspek motivasi yaitu, motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Keberadaan motivasi sangat penting peranannya dalam usaha meningkatkan kualitas dan kuantitas kerja yang dihasilkan. Motivasi akan memberikan dorongan dan semangat bagi karyawan dan pimpinan. Adanya kepuasan kerja diharapkan akan menciptakan hubungan kerja yang harmonis antara kedua belah pihak yaitu karyawan dan pimpinan sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai dan berhasil secara optimal.
Beberapa peneliti percaya bahwa motivasi intrinsik merupakan faktor pendorong yang penting dari kinerja karyawan (Elsbach & Hargadon, 2006), individual akan berkerja mengeluarkan effortnya berdasarkan keinginan sendiri misal rasa ingin tahu, dan keinginan untuk belajar dan sebagainya (Deci & Ryan, 2000). Meskipun motivasi intrinsik sebagai pendorong penting berkembangnya kinerja seorang karyawan, tetapi dapat diingat juga dimana ada motivasi intrinsik sudah pasti ada pula motivasi ekstrinsik. Motivasi ekstrinsik juga mempunyai peran yang sama pentingnya dengan motivasi intrinsik, adanya motivasi ekstrinsik sebagai perangsang dari luar agar karyawan lebih bersemangat dalam menjalankan pekerjaannya dan tentunya dapat meningkatkan kinerjanya. Maka dari itu motivasi intrinsik sebagai perangsang dari dalam dan motivasi ekstrinsik sebagai perangsang dari luar tidak dapat dipisahkan, karena keduanya saling melengkapi. Dari beberapa penjelasan tersebut peneliti akan meneliti tentang pengukuran kinerja non-keuangan, motivasi intrinsik, motivasi ekstrinsik, dan kinerja karyawan. Adapun responden penelitian ini adalah organisasi pemerintah yang bergerak dibidang kepolisian di Kota Bandar Lampung. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penelitian ini akan mengkaji tentang “Pengaruh Kinerja Karyawan Terhadap Kinerja Karyawan: Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik Sebagai Faktor Pemediasi” (studi empiris di Kepolisian Kota Bandar Lampung). LANDASAN TEORI Teori Motivasi Motivasi merupakan satu penggerak dari dalam hati seseorang untuk melakukan atau mencapai suatu tujuan. Motivasi sebagai sebuah proses untuk tercapainya suatu tujuan. Menurut Hezberg dalam Miner (2005), ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan diri. Dua faktor itu disebutnya faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk didalamnya adalah achievement, pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan, dan sebagainya, sedangkan faktor ekstrinsik memotivasi
seseorang dari luar untuk mencapai kepuasan, termasuk didalamnya adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan sebagainya. Maslow (1965) mengatakan bahwa pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan pokok. Salah satu diantaranya yaitu aktualisasi diri dimana kebutuhan akan aktualisasi diri itu sendiri dengan mendapatkan kepuasan dan menyadari potensi yang ada. McGregor (1966) mengemukakan mengenai dua pandangan manusia yaitu x (negatif) dan teori y (positif), menurut teori x beberapa pengandaian yang dipegang manajer yaitu: 1) Karyawan tidak menyukai kerja mereka harus diawasi atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan 2) Karyawan akan menghindari tanggung jawab 3) Kebanyakan karyawan menaruh keamanan diatas semua faktor yang dikaitkan dengan kerja. Kontras dengan pandangan negatif ini mengenai kodrat manusia ada empat teori y : 1) Karyawan dapat memandang kerjasama dengan sewajarnya seperti istirahat dan bermain 2) Orang akan menjalankan pengarahan diri dan pengawasan diri jika mereka
komit pada sasaran 3) Rata-rata orang akan menerima tanggung jawab
4) Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif. Dari beberapa filosofi tersebut dapat dianalogikan bahwa dengan adanya motivasi baik intrinsik maupun ekstrinsik sebagai wujud dari aktualisasi diri akan mendorong karyawan untuk bekerja lebih untuk menuju kesuksesan dan menghindari kegagalan. Dengan kata lain motivasi dapat membuat kinerja karyawan untuk bekerja lebih giat untuk mencapai suatu tujuan. Teori Kognitif Teori kognitif adalah teori yang lebih menekankan pada proses atau upaya dalam memaksimalkan pekerjaannya. Teori kognitif merupakan teori yang jelas, dimana orang akan bekerja dengan baik apabila ada tujuan yang jelas dari pekerjaan tersebut. Pengukuran kinerja non-keuangan memberikan arahan yang jelas apa yang harus dilakukan ketika karyawan tidak tahu apa yang harus mereka kerjakan. Maka dari itu kognitif lebih menekankan pada proses dalam pencapaian tujuan dan dengan dasar
dari teori kognitif ini pula dapat dikembangkan bagaimana pengaruh pengukuran non-keuangan terhadap kinerja karyawan. Model Penelitian Model penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1
Motivasi Intrinsik
1
3
NFPM
5
2
Kinerja Karyawan
4 Motivasi Ekstrinsik
Pengembangan Hipotesis Penelitian Hubungan Pengukuran Kinerja Non-Keuangan Terhadap Motivasi Intrinsik Secara garis besar karyawan akan bekerja kalau dimotivasi dari diri mereka bahwa pekerjaan yang dilakukan dapat memberikan arti bagi mereka (Wong-On-Wing et al., 2010). Selain itu hubungan antara pengukuran non-keuangan dan motivasi intrinsikdapat juga dilihat dari unsur pengukuran non-keuangan itu sendiri. Apabila dibandingkan dengan pengukuran keuangan, pengukuran non-keuangan bisa dikatakan lebih fleksibel karena penilaiannya subjektif (Yuliansyah, 2011). Dengan adanya fleksibelitas ini memungkinkan para anggota untuk meningkatkan kinerja mereka menjadi lebih baik. Peningkatan tersebut bisa terjadi bila adanya motivasi intrinsik. Jadi dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja dan kebanggaan atas pencapaian prestasi kerja dapat menjadi dasar mereka untuk melakukan suatu pekerjaan.Walaupun secara nyata hubungan non-keuangan dengan motivasi intrinsik berdasarkan uraian diatas penelitian non-finansial dengan indikator motivasi intrinsik sudah dilakukan. Misalnya (Lau and Sholihin, 2005) menemukan bahwa ada
hubungan positif antara pengukuran non-finansial dengan kepuasan kerja. Selain itu (Hall, 2008) menggunakan indikator motivasi intrinsik yaitu keberartian dalam suatu pekerjaan dengan menggunakan karakteristik pengukuran kinerja dia menemukan bahwa ada hubungan positif antara sistem pengukuran kinerja dengan keberartian. Berdasarkan uraian diatas maka penulis berkesimpulan ada hubungan positif antara non-keuangan dengan motivasi intrinsik. Sehingga penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut : H1: Terdapat hubungan positif antara pengukuran kinerja non-keuangan dan motivasi intrinsik. Hubungan Pengukuran Kinerja Non-Keuangan Terhadap Motivasi Ekstrinsik Dalam perusahaan atau organisasi untuk meningkatkan kinerja para karyawannya hal yang sangat penting adalah dukungan dari perusahaan atau organisasi tersebut. Dengan adanya dukungan yang kuat maka produktivitas karyawan akan meningkat, hal ini sudah tentu akan meningkatkan kinerja karyawan tersebut. Salah satu contoh bentuk dukungan tersebut yaitu dengan adanya aturan baku yang telah ditetapkan perusahaan atau organisasi dan juga dengan memberikan motivasi. Motivasi yang dimaksud adalah motivasi ekstrinsik, yang mana motivasi ini dapat dipengaruhi oleh pengukuran kinerja non-keuangan. Campbell (1990) menyatakan bahwa pengukuran kinerja dapat digunakan untuk memotivasi seorang individu untuk lebih giat bekerja. Secara khusus informasi kinerja diyakini dapat memotivasi karyawan dengan memberikan umpan balik terhadap perilaku kinerja mereka (Ilgen et al, 1979 dalam Hall, 2004). Teori umpan balik menyatakan bahwa informasi kinerja dapat meningkatkan motivasi karyawan dengan memberikan informasi tentang target kinerja (Ilgen et al, 1979 dalam Hall, 2004). Berdasarkan uraian diatas karena motivasi ekstrinsik adalah dorongan seseorang untuk melakukan sesuatu karena faktor dari luar serta penghargaan adalah salah satu contoh dari motivasi ekstrinsik maka penulis berasumsi ada hubungan positif antara
non-keuangan dengan motivasi ekstrinsik. Berdasarkan asumsi tersebut penulis berhipotesis sebagai berikut : H2 : Terdapat hubungan positif antara pengukuran kinerja non-keuangan dan motivasi ekstrinsik. Hubungan Motivasi Intrinsik Terhadap Kinerja Karyawan Kinerja seorang karyawan merupakan hal yang bersifat individual, karena setiap karyawan mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda dalam mengerjakan tugasnya. Pada dasarnya kinerja merupakan sesuatu yang bersifat individual, karena setiap karyawan memiliki tingkat kemampuan yang berbeda dalam mengerjakan tugasnya. Kinerja tergantung pada kombinasi antara kemampuan, usaha, dan kesempatan yang diperoleh. Kinerja karyawan merupakan hal yang penting bagi perusahaan maupun organisasi. Untuk itu diperlukan suatu motivasi baik dari dalam maupun dari luar. Salah satu unsur yang dapat membentuk kinerja karyawan tersebut adalah motivasi intrinsik, yaitu manakala sifat pekerjaan itu sendiri yang membuat seseorang termotivasi, orang tersebut mendapat kepuasan dengan melakukan pekerjaan tersebut bukan karena rangsangan lain seperti status ataupun uang bisa juga dikatakan seorang melakukan hobinya. Motivasi intrinsik mengacu pada keinginan untuk mengeluarkan usaha berdasakan minat dan keuntungan dari pekerjaan yang dilakukan (Deci & Ryan, 2000). Jadi, ketika karyawan secara intrinsik termotivasi, maka secara otomatis mereka akan terdorong untuk meningkatkan pengetahuan dan kinerja mereka dengan belajar lebih dengan melibatkan rasa ingin tahu mereka (Deci & Ryan, 2000) dan tanpa disadari mereka akan berfokus terhadap kinerja yang mereka hasilkan. Jadi, ketika karyawan secara intrinsic termotivasi, maka secara otomatis mereka akan terdorong untuk meningkatkan kinerja mereka (Ryan & Deci, 2000). Dengan demikian dapat disimpulkan motivasi intrinsik cenderung mendorong karyawan untuk fokus terhadap
kinerja yang akan dihasilkan dan memberikan kontribusi pada pekerjaan mereka. Maka hipotesis yang dapat diajukan : H3: Terdapat hubungan positif antara motivasi intrinsik dan kinerja karyawan Hubungan Motivasi Ekstrinsik Terhadap Kinerja Karyawan Campbell (1990) menyatakan kinerja individu adalah sebagai sesuatu tindakan yang relevan untuk mencapai tujuan organisasi. Dengan adanya motivasi dapat dimaksudkan sebagai pemberian daya perangsang kepada keryawan agar karyawan bekerja dengan segala daya dan upaya. Motivasi adalah daya pedorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi agar mau dan rela untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang yang menjadi tanggung jawab dalam melaksanakan kewajiban sebagai anggota organisasi. Dengan adanya motivasi secara psikologi karyawan terdorong untuk melakukan sesuatu hal berdasarkan kemauan sendiri untuk mendapatkan kepuasan diri. Disinilah peran motivasi ekstrinsik sangat diperlukan, motivasi ekstrinsik adalah manakala elemenelemen diluar pekerjaan yang melekat di pekerjaan tersebut menjadi faktor utama yang membuat seorang termotivasi seperti status, kompensasi, penghargaan dan sebagainya membuat karyawan semangat untuk berusaha agar mendapatkannya. Usaha para karyawan tersebut adalah dengan meningkatkan kinerja dirinya, tentunya peningkatan kinera tersebut harus sesuai dengan aturan organisasi atau perusahaan. Jadi dapat diketahui motivasi ekstrinsik sangat erat pula kaitannya dengan peningkatan kinerja karyawan, yang mana keduanya saling berhubungan dan mempengaruhi. Maka dapat dirumuskan dalam hipotesis : H4 : Terdapat hubungan positif antara motivasi ekstrinsik dan kinerja karyawan Hubungan Pengukuran Kinerja Non-Keuangan Terhadap Kinerja Karyawan Penggunaan pengukuran kinerja non-keuangan sangat penting karena keberhasilan perusahaan tidak hanya ditentukan oleh strategi perusahaan dalam menggunakan data akuntansi dan keuangan saja, tetapi juga sebagian dipengaruhi oleh perilaku individu dalam organisasi tersebut sebagai pekerja untuk melaksanakan strategi tersebut
(Otley, 1999). Kinerja karyawan yang baik mengacu pada hasil yang memuaskan melalui pelayanan tentang produk, jasa, metode dan prosedur dan dapat dilakukan dengan pengukuran non-finansial. Selain itu Sholihin dan Pike (2009) juga mengatakan dengan adanya pengukuran kinerja akan dapat meningkatkan kepuasan bekerja, kepuasan inlah yang dapat meningkatkan kinerja karyawan. Pengukuran kinerja non-keuangan juga memberikan fleksibilitas kepada para karyawan dalam mengeksplorasi dan mengembangkan kemampuan serta kinerja mereka agar dapat menghasilkan cara yang efektif dan efisien untuk mencapai target atau tujuan dari organisasi (Yuliansyah, 2011), hal ini dapat merangsang para karyawan untuk lebih meningkatkan kinerjanya dalam melaksanakan pekerjaan dan tugasnya. Karena itu berdasarkan asumsi-asumsi tersebut dapat dirumuskan hipotesis: H5 : Terdapat hubungan positif antara pengukuran kinerja non-keuangan dan kinerja karyawan.
METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Penelitian Sampel dalam penelitian in adalah anggota kepolisian di Bandar Lampung. Alasan studi penelitian ini di lakukan di Kepolisian karena penelitian seperti ini masih sangat langka dan unik. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Penelitian ini menggunakan survey, yang dilakukan dengan menyebar kuisioner kepada para karyawan di kepolisian di wilayah Bandar Lampung. Masing-masing item pada pertanyaan dalam kuisioner diukur dengan menggunakan skala likert 1 sampai 7, dimana jawaban poin 1 menunjukkan skala yang sangat rendah dan jawaban poin 7 menunjukkan skala yang sangat tinggi.
Operasional Variabel Penelitian Variabel penelitian pada dasarnya adalah sesuatu hal yang terbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik simpulan (Sugiyono, 2007). Uji Kualitas Data Uji Reliabilitas dan Uji Validitas Uji reliabilitas ini dilakukan dengan menggunakan Partial Least Square (PLS) untuk dapat menganalisis Cronbach’s alpha dan Composite reliability. Sesuai dengan aturan yang berlaku bahwa Cronbach’s alpha lebih dari 0,7 menunjukkan tingkat reliabilitas yang cukup baik (Hulland, 1999). Pengujian validitas dilakukan dengan menghitung korelasi masing-masing pertanyaan disetiap variabel dengan skor total. Pengujian validitas menggunakan Partial Least Square (PLS) dapat dilihat dari pengujian validitas convergent dan discriminant. Validitas convergent dihitung dengan melihat skor Average Variance Extracted (AVE) Henseler et al (2009) mengatakan bahwa nilai validitas convergent sangat baik apabila skor AVE di atas 0,5. Validitas discriminant merupakan validitas yang selanjutnya, pengujian validitas ini bertujuan untuk melihat apakah suatu item itu unik dan tidak sama dengan konstruk lain dalam model (Hulland, 1999). Validitas discriminant dapat diuji dengan dua metode yaitu dengan metode Fornell-Larcker dan Cross-Loading. Metode FornellLarcker dapat dilakukan dengan membandingkan square roots atas AVE dengan korelasi partikel laten. Variabel discriminant dikatakan baik apabila square roots atas AVE sepanjang garis diagonal lebih besar dari korelasi antara satu konstruk dengan yang lainnya. Selain itu metode Cross-Loading menyatakan bahwa semua item harus lebih besar dari konstruk lainnya (Al-Gahtani, Hubona & Wang, 2007).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Responden Tabel 1. Informasi Umum Responden Penelitian INFORMASI MENGENAI
KETERANGAN Pria Wanita
JUMLAH % 50 79,4% Jenis Kelamin 13 20,6% 63 TOTAL 100% <30 tahun 29 46% 31-40 23 36,5% Usia 41-50 10 15,9% >51 1 1,6% 63 TOTAL 100% SMA/Diploma 35 55,5 % Pendidikan terakhir Sarjana (S1) 24 38,1% S2/S3 4 6,4% 63 TOTAL 100% 1-3 tahun 4 6,4% Lama bekerja 4-6 10 15,8% >6 49 77,8% 63 TOTAL 100% Reskrim 5 8,0% Satlantas 0 0% Sabara 5 8,0% Divisi kerja Intelpam 37 58,7% Lain-lain 16 25,3% 63 TOTAL 100% Sumber: data primer yang diolah (2013)
Uji Reliabilitas Suatu data dapat dikatakan reliable jika nilai cronbach’s alpha dan composite reability lebih dari 0,7 (Hulland, 1999). Pada tabel 4.8 menunjukkan setiap konstruk
atau variable laten tersebut memiliki nilai cronbach’s alpha dan composite reliability lebih dari 0,7 yang menandakan bahwa konsistensi internal dari antar variabel memiliki reliabilitas yang baik. Tabel 2. Quality Criteria (Composite Reliability & Cronbach’s Alpha) AVE Pengukuran Kinerja Non-Keuangan Motivasi Intrinsik Motivasi Ekstrinsik Kinerja Karyawan
0,607 0,645 0,895 0,658
Composite Reability
R Square
Cronbachs Alpha
0,918 0,932 0,664 0,721 0,840 0,583 0,883 0,945 0,531 0,948 0,955 Sumber: output PLS data diolah (2013)
Uji Validitas a. Uji Validitas Konvergen Pengujian validitas konvergen dilakukan dengan melihat nilai AVE (Average Variance Extracted). Uji validitas konvergen dikatakan baik apabila memiliki nilai AVE lebih dari 0,50. Tabel 3. Quality Criteria (AVE) AVE Pengukuran Kinerja Non-Keuangan 0,607 Motivasi Intrinsik 0,645 Motivasi Ekstrinsik 0,895 Kinerja Karyawan 0,658 Sumber: output PLS data diolah (2013) Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat konstruk keseluruhan variabel memenuhi kriteria validitas konvergen yaitu > 0,50. Hal ini dapat diartikan bahwa konstruk memiliki nilai validitas konvergen yang baik.
b. Uji Validitas Diskriminan Uji validitas diskriminan dapat diukur dengan melihat nilai cross loading dan fornelllarcker. Tabel 4. Cross Loading PKNK1 PKNK2 PKNK3 PKNK4 PKNK5 PKNK6 PKNK7 PKNK8 PKNK9 MI1 MI2 MI3 ME1 ME2 KK1 KK2 KK3 KK4 KK5 KK6 KK7 KK8 KK9 KK10 KK11
PKNK 0.736 0.714 0.783 0.844 0.864 0.659 0.837 0.755 0.795 0.721 0.395 0.774 0.731 0.715 0.427 0.402 0.357 0.339 0.583 0.589 0.546 0,567 0,510 0,551 0,382
MI ME KK 0.528 0.505 0.362 0.580 0.494 0.350 0.684 0.715 0.613 0.779 0.633 0.555 0.814 0.642 0.477 0.584 0.529 0.413 0.758 0.673 0.444 0.625 0.455 0.425 0.670 0.638 0.493 0.701 0.543 0.880 0.279 0.241 0.577 0.706 0.586 0.910 0.702 0.642 0.944 0.707 0.723 0.949 0.394 0.521 0.771 0.454 0.551 0.832 0.326 0.436 0.743 0.376 0.505 0.753 0.586 0.681 0.879 0.587 0.631 0.875 0.555 0.532 0.774 0,588 0,646 0,825 0,464 0,579 0,812 0,522 0,667 0,860 0,439 0,614 0,786 Sumber: output PLS data diolah (2013)
Pengukuran validitas diskriminan menggunakan cross loading berasumsi bahwa nilai faktor loading tiap item harus lebih tinggi dari varibel lainnya. Pada tabel 4 dapat terlihat hubungan PKNK1 0,736 PKNK2 0,714 PKNK3 0,783 PKNK4
0,844 PKNK5 0,864 PKNK6 0,659 PKNK7 0,837 PKNK8 0,755 dan PKNK9 0,795 maka nilai korelasi konstruk PKNK lebih tinggi daripada nilai korelasi konstruk lainnya. Indikator lainnya berkorelasi lebih tinggi dengan konstruknya masing-masing dibandingkan dengan yang lainnya, hal ini menunjukkan bahwa konstruk memiliki nilai validitas diskriminan yang baik. Selain itu, untuk melihat validitas diskriminan yang baik adalah dengan membandingkan antara nilai kuadrat korelasi antar konstruk dengan nilai AVE atau korelasi antar konstruk dengan akar AVE.
PKNK MI ME KK
Tabel 11 Laten Variabel Korelasi PKNK MI ME KK 0,779 0.815 0,803 0.764 0.598 0,946 0,598 0.602 0.722 0,811 Sumber: output PLS data diolah(2013)
Pengukuran Model Struktur Pengukuran model struktur dapat diukur dengan menggunakan R² dan uji koefisien jalur. Pengukuran model struktur dikatakan baik jika R² lebih besar dari 0,1. Pengukuran koefisien jalur dilakukan dengan menggunakan prosedur bootstrap dengan 500 pengganti. Hubungan antar konstruk dikatakan kuat apabila koefisien jalur lebih besar dari 0,100 dan hubungan antar variabel dikatakan cukup signifikan jika lebih dari 0,050 (Urbach & Ahlemann, 2010).
Tabel 6 Pengukuran Struktural Model Variabel R² Independen Variabel Dependen PKNK MI ME 0,815 MI 63,806 0,664 (Motivasi Intrinsik) (****) 0,764 ME 41,991 0,583 (Motivasi Ekstrinsik) (****) 0,039 0,123 0,601 KK 0,609 2,045 11,892 0,531 (Kinerja Karyawan) (*) (***) (****) Sumber: output PLS data diolah (2013) Keterangan: ****: signifikan pada 1% (sangat signifikan) *** : signifikan pada 5% ** : signifikan pada 10% (lemah) * : tidak signifikan pada 10% Berdasarkan tabel 13 diketahui bahwa nilai R² dari MI, ME dan KK masing-masing diatas 0,1. Kriteria nilai coefficient of determination (R²) dikatakan baik jika memiliki nilai R² lebih dari 0,1 dan berdasarkan ketentuan tersebut dapat dikatakan bahwa coefficient of determination dalam penelitian ini layak sehingga langkah berikutnya adalah munguji hipotesis. Pengujian Hipotesis dan Interpretasi Hasil Hipotesis 1 H1 : Pengukuran kinerja non-keuangan berhubungan positif terhadap motivasi intrinsik. Dalam pengujian hipotesis pertama pengukuran struktural model dalam tabel 13 menunjukkan bahwa variabel pengukuran non-keuangan berhubungan positif terhadap motivasi intrinsik dengan nilai sangat signifikan (β= 0,815, t= 63,806, p<
0,01). Oleh karena nilai t statistik berada jauh diatas nilai kritis yakni 2,576 maka dapat dikatakan H1 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara pengukuran kinerja non-keuangan dengan perkembangan motivasi intrinsik karyawan dalam penelitian ini khususnya anggota kepolisian. Karena karyawan itu sendiri yang lebih mengetahui bagaimana cara meningkatkan kualitas dan kuantitas pekerjaan mereka. Pengukuran kinerja dapat meningkatkan motivasi intrinsik. Penelitian ini sejalan dengan Hall (2008) yang mengatakan dimana ketika perusahaan menggunakan sistem pengukuran kinerja maka akan meningkatkan motivasi karyawan, yaitu dengan mengubah perilaku karyawan untuk bekerja berdasarkan kepuasan. Pengukuran kinerja secara proses dapat meningkatkan kepuasan karyawan dalam bekerja. Dengan adanya pengukuran kinerja non-keuangan yang berhubungan dengan kinerja interaktif dan orientasi yang mana tujuan utamanya yaitu diskusi dan komunikasi, dari kedua hal tersebut karyawan dapat memperoleh pengetahuan yang lebih luas lagi. Hipotesis 2 H2 : Pengukuran kinerja non-keuangan berhubungan positif terhadap motivasi ekstrinsik Pada hipotesis kedua dengan variabel dependen motivasi ekstrinsik serta variabel independen yaitu pengukuran kinerja non-keuangan. Pada tabel 13 menunjukkan bahwa pengukuran kinerja non-keuangan berhubungan positif terhadap motivasi ekstrinsik dengan nilai sangat signifikan (β= 0,764, t= 41,991, p< 0,01) karena nilai t statistik berada jauh diatas nilai kritis yakni 2,576. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Campbell (2008) yang mengatakan bahwa non-financial performance measurement itu dapat meningkatkan motivasi ekstrinsik, dalam hal ini promotion based incentives. Pada penelitian Davila & Venkatachalam juga menemukan hasil yang serupa bahwa non-keuangan dapat meningkatkan motivasi dalam hal mengejar kompensasi. Jadi dapat disimpulkan dari hasil analisa diatas maka H2 diterima.
Ini menunjukkan bahwa karyawan (anggota kepolisian) akan lebih giat menjalankan tugasnya apabila mendapatkan dukungan dan dorongan dari faktor luar. Dalam hal ini contoh dukungan dan dorongan yang berasal dari atasan dan juga organisasi tempat mereka bekerja. Hipotesis 3 H3 : Terdapat hubugan positif antara motivasi intrinsik dan kinerja karyawan Berdasarkan hasil pengujian pada hipotesis ketiga diketahui bahwa variabel motivasi intrinsik mempunyai hubungan positif terhadap kinerja karyawan. Hal ini didasarkan pada hasil perhitungan pengukuran struktural model (β= 0,123, t= 2,045, p< 0,1). Tabel 13 menunjukkan nilai t statistik berada diatas nilai 1,960 sehingga dapat diartikan bahwa hipotesis ketiga diterima dengan nilai signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara motivasi intrinsik dan kinerja karyawan. Penelitian ini mengindikasikan bahwa ketika karyawan mempunyai rasa memiliki atau merasa ingin bekerja didasarkan keinginan diri sendiri dalam hal ini adalah motivasi intrinsik maka karyawan akan bekerja dengan sungguh-sungguh, dengan bekerja secara sungguh-sungguh maka dimungkinkan kinerjanya akan meningkat. Hipotesis 4 H4 : Terdapat hubungan positif antara motivasi ekstrinsik dan kinerja karyawan. Hipotesis keempat dengan variabel dependen kinerja karyawan dan variabel independen yaitu motivasi ekstrinsik. Hasil dari pengujian hipotesis 4 menunjukkan adanya pengaruh positif antara motivasi ekstrinsik dan kinerja karyawan dengan nilai sangat signifikan (β= 0,601, t= 11,892, p< 0,01) karena t statistik berada diatas nilai 2,576. Maka hipotesis 4 diterima. Hasil penelitian Campbell (2008) juga mengatakan bahwa motivasi ekstrinsik dapat meningkatkan kinerja karyawan. Dengan adanya motivasi dapat dimaksudkan sebagai pemberian daya perangsang kepada karyawan agar karyawan bekerja dengan segala dan upaya. Berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa adanya hubungan positif antara motivasi ekstrinsik dengan
peningkatan kinerja karyawan. Jadi dapat disimpulkan karyawan yang termotivasi secara ekstrinsik lebih berpotensi meningkatkan kinerjanya. Hipotesis 5 H5 : Terdapat hubungan positif antara pengukuran kinerja non-keuagan dan kinerja karyawan. Berdasarkan hasil pengujian pada hipotesis kelima diketahui bahwa variabel pengukuran kinerja non-keuangan tidak berhubungan secara signifikan terhadap kinerja karyawan. Hal ini didasarkan pada hasil perhitungan pengukuran struktural model yang tidak signifikan (β= 0,039, t= 0,609, p< 0,1). Tabel 13 menunjukkan nilai t statistik berada dibawah batas 1,645 sehingga dapat diartikan bahwa hipotesis kelima ditolak. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Sholihin & Pike (2010) dan Hall (2008) yang menyatakan bahwa hubungan langsung antara pengukuran kinerja non-keuagan dan kinerja karyawan itu tidak ada melainkan melalui mediasi. KESIMPULAN Penelitian ini bertujuan untuk meneliti mengenai bagaimana pengaruh sistem pengukuran non-keuangan terhadap kinerja karyawan, pengaruh pengukuran nonkeuangan melalui motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik sebagai variabel mediasi. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan penulis didapatkan hasil yaitu, hipotesis pertama diterima, pengukuran kinerja non-keuangan berhubungan positif terhadap motivasi intrinsik. Hipotesis kedua diterima, pengukuran kinerja non-keuangan berhubungan positif terhadap motivasi ekstrinsik. Pada hipotesis ketiga diterima dengan hasil signifikan motivasi intrinsik berhubungan positif terhadap kinerja karyawan. Hipotesis keempat diterima dengan hasil sangat signifikan motivasi ekstrinsik berhubungan positif terhadap kinerja karyawan. Dan hipotesis kelima ditolak, karena tidak terdapat hubungan positif secara langsung antara pengukuran kinerja non-keuangan terhadap kinerja karyawan.
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan/anggota kepolisian akan meningkat apabila ada faktor external yang mendorongnya. Dalam hal ini motivasi ekstrinsik dapat meningkatkan kinerja individu.
DAFTAR PUSTAKA
Amabile, T.M. 1985. Motivation and Creativity: Effects of Motivational Orientations on Creative Writers. Journal of Personality and Social Psychology, vol. 48 (2): 393-399. Al-Gahtani, S. S., Hubona, G. S., & Wang, J. 2007. Information Technology in Saudi Arabia: Culture and The Acceptance and Use of Information Technology. Information and Management, p: 681-191 Antonio Davila., & Mohan Vankatachalam. Review of Accounting Studies, 9, 443464, 2004. Baxter, L.F & MacLeod, A.M. 2008. Managing Performance Improvement. New York : Routledge. Burney, Laurie L. , and Michele Matherly. 2007. Examining Performance Measurement From an Integrated Perspective. Journal of Information Systems 21(2): 49-68. Campbell, Dennis. 1990. Self-Esteem and The Clarity of The Self-Concept. Journal of Personality and Social Psychology, 59(3), 538-549. Campbell, Dennis. 2008. Nonfinancial Performance Measures and Promotion Based Incentives. Journal of Accounting Research 46(2): 297-332. Chenhall, R.H. 2004. The Role of Cognitive and Affective Conflict in Early Implementation of Activity Bast Cost Management. Behavioral Research in Accounting, 16: 19-44. Chenhall, Robert H. 2005. Integrative strategic performance measurement systems, strategic alignment of manufacturing, learning and strategic outcomes: an exploratory study. Accounting, Organizations and Society 30 (5): 395-422.
Cocca, P & Alberti, M. 2010. A Framework to Assess Performance Measurement System in SMEs. International Journal of Productivity and Performance Management, vol 59 (2) : 186 – 200. Cokins, G. 2004. Performance Management : Finding the Missing Pieces (to Close the Intelligence Gap). New Jersey : John Wiley & Sons. De Waal, AA. 2003. Behavioral factors important for the successful implemenation and use of performance management system. Management Decision 41 (8): 688-697. Elsbach, Kimberly. D & A.B. Hargadon. 2006. Enhaching Creativity Trough “Mindless” Work: A Framework of Workday Design. Organization Science, 17(4) : 470-483. Furnham, Adrian., Andreas Eracleous., & Tomas Chamorro Premuzic. 2009. Personality, Motivation and Job Satisfaction: Herztberg Meet the Big Five. Emerald Group Publishing Limited: 1-24. Ittner, C.D & D.F.Lacker. 1998, Are Nonfinancial Measure Leading Indicatorsof Financial Performance? An Analysis of Customer Satisfaction. Journal of Accounting Research, 36: 1-35. Hall, Matthew. 2008. The Effect of Comperhensif Performance Measurement System on Role Clarity, Psychological Empowerment and Managerial Performane. Accounting, Organizations and Society 33 (2-3): 141-163. Hezberg, Frederick. 2003. Application of Frederick Hezberg’s Two-Factor Theory in Assesing and Understanding Employee Motivation at work : a Ghanian Perspective. Hofstede, Geert. 2007 Asian Management in the 21st Century. Asia Pasific Journal of Management, vol. 24 (4): 411-420. Hulland, J. 1999. Use of Partial Least Squeres (PLS) in Strategic Management Research: A Review of Four Recent Studies. Strategic Management Journal 20 (2): 195-204. Kihn, Lili-Anne. 2010. Performance Outcomes in Empirical Management Accounting Research: Recent Developments and Implications for Future
Research. International Journal of Productivity and Performance Management 59 (5): 468-492. Koopmans, L., Bernaards, C., Hildebrandt, V., van Buuren, S., van der Beek, A.J. & de Vet, H.C.W. (2013). Development of an individual work performance questionnaire. Lau, C. M., & Antony Moser. 2008. Behavioral Effects of Nonfiancial Performance Measureres: The Role of Procedural Fairness. Behavioral Research in Accounting 20 (2): 55-71. Lau, C. M., & Sholihin, M. 2005. Financial and Nonfinancial Performance Measures: How do They Affect Job Satisfaction? The British Accounting Review, vol 37 (4): 401. Maslow, Abraham. 1965. Self Actualization And Beyond. Education Researh Information Center : 108-131. McGregor, D. 1966. The Human Side of Enterprise. The Management Review, vol 46 (11): 22-28. Miner, John., B. 1966. Organizational Behaviour: Essential Theories of Motivation and Leadership. United States of America: Library of Congress Cataloging-inPublication Data. Otley, D. 1999. Performance Managemen: A Framework From Management Control Systems Research. Management Accounting Research, 10(4):
363-382.
Rainey, R.G. 1965. The Effect of Directed Versus Non-Directed Laboratory Work on High School Chemistry Achievement. Journal of Research in Science Teaching, vol.3 : 286-292. Ryan, R. M., & Deci, E. L. 2000. Intrinsic and Extrinsic Motivations: Classic Definations and New Directions. Contemporary Educational Psychology, 25: 54-67. Sholihin, Mahfud, & Richard, Pike. 2009. Fairness in Performance Evaluation and its Behavioural Consequences. Accounting & Business Research 39 (4): 397-413. Sholihin, Mahfud, & Richard, Pike. 2010. Organizational Commitment in The Police Service: Exploring The Effects of Performance Measures, Procedural Justice,
and Interpersonal Trust. Financial Accountability and Management, 26 (4): 392-413. Sholihin, mahfud, & Mangena. 2010. Relance On Multiple Performance Measure and Manager performance. Journal of Applied Accounting Research, vol. 11: 24-42. Tierney, P., S.M.Farmer., & G.B.Graen. 1999. An Examination of Leadership and Employee Creativity: The Relevance of Traits and Relationship. Journal of Personel Psychology, vol. 52: 591-620. Urbach, N., & Ahlemann, F. 2010. Structural Equation Modeling in Information System Research Using Partial Least Square. Journal of Information Technology Theory and Application, 11 (2): 5-39. Vallerand, R.J., dkk. 1992. The Academic Motivation Scale : A Measure of Intrinsic, Extrinsic, and A Motivation in Education. Educational and Psychological Measurement, vol. 52 : 1003-1017. Wong-On-Wing, Bernard, Guo Lan, & Gladie Lui. 2010. Intrinsic and Extrinsic Motivation and Paricipation in Budgeting: Antecedents and Consequences. Behavioral Research in Accounting 22 (2): 133-153. Yuliansyah.
2011.
The
Relationship
Between
Non-Financial
Performance
Measurements on Managerial Performance: The Intervening Role of Innovation. Accounting Departement University of Lampung.