Relations With Attitude Caring Personality Type Of Patient On Implementing Nurse patient wards RSI masyithoh Bangil Oleh: GEASTA PURIYANANTO, Ns. SETIADI M.Kep. ABSTRACT Personality is a pattern of behavior and ways of thinking typical person in determining the adjustment to the environment. A positive attitude, the appeal of a person in action influenced two things: personal and situational. Different personality types depending make someone have emotions in an event. Caring facilitate the ability of nurses to identify the patient, making nurses know the patient's problems and finding and implementing solusinya.Tujuan research to analyze the relationship between personality type with the attitude of nurses caring for patients in the inpatient unit RSI masyithoh Bangil. The study design used is analytic cross sectional observational techniques. The independent variable was the type of personality and the dependent variable is the attitude of caring. This study population of nurses in the inpatient unit RSI masyithoh Bangil 71 nurses taken by using random sampling techniques. A total of 60 respondents nurses. Results were analyzed by Chi Square test. The results showed that the majority of nurses have an extrovert personality type (78.3%) and the attitude of caring enough (70%) and less caring attitude (23.3%) and caring attitude is good (6.7%). Chi square test showed no association with the personality types are less caring attitude, pretty and well ρ = 0.001 (ρ <α = 0.05). The implications of this study indicate that the extrovert personality type will generate caring attitude that can help nurses meet the basic needs of the patient.
Keywords: Personality Type, Attitude Caring, Nurse Executive PENDAHULUAN Kepribadian merupakan pola perilaku dan cara berpikir seseorang yang khas dalam menentukan penyesuaian diri dengan lingkungannya. Niven, (2002) menyatakan bahwa sikap positif, daya tarik seseorang dalam melakukan tindakan di pengaruhi 2 hal yaitu personal dan situasional. Tipe kepribadian yang berbeda-beda menjadikan seseorang mempunyai emosi dalam suatu peristiwa. Sebagai mahluk sosial, manusia hidup saling bergantungan, ia membutuhkan manusia-manusia lain untuk berkembang secara manusiawi yang memiliki tipe kepribadian yang berbeda (Maramis, 2009). Karakteristik tipe kepribadian pada
individu yaitu introvert,ekstrovert dan ambivert. Kepribadian introvert bersifat mudah terbuka, tertarik atau senang bergaul dengan individu lain dengan respon bersifat realistis, dan ditanggapi secara obyektif, Kepribadian ekstrovert bersifat mudah terbuka, tertarik atau senang baergaul dengan individu lain dengan bersifat realistis dan, dapat bertingkah laku sesuai tuntutan lingkunganya. Kepribadian ambivert bersifat realistis/obyektif, tetapi kadangkadang bersifat subyektif, sehingga kepribadian ini di tengah-tengah introvert dan ekstrovert, sifat ini tidak dapat digolongkan introvert dan ekstrovert. Pada tipe kepribadian dapat dihubungkan dengan sikap caring. Milton
Mayerof, (1972) dikutip dari Morrison dan Burnard, (2008) menggambarkan caring sebagai suatu proses yang memberikan kesempatan pada seseorang (baik pemberi asuhan (carer) maupun penerimaan asuhan) untuk pertumbuhan pribadi. Kepribadian pada perawat akan ikut menentukan sikap caring. Kepribadian yang baik akan memudahkan sikap caring dalam mendampingi pasien tetapi tidak semua perawat mempunya sikap caring pada pasien. Caring memfasilitasi kemampuan perawat untuk mengenali pasien, membuat perawat mengetahui masalah pasien dan mencari serta melaksanakan solusinya, sehingga sikap caring perlu di tanamkan bagi profesi keperawatan. Banyak penelitian telah dilakukan untuk menggambarkan sikap caring perawat. Supriyanti (2009) juga mendapatkan data perawat kurang caring sebesar 58,1% dan perawat caring sebesar 41,9%. Data tersebut juga didukung oleh hasil penelitan dari Malini et al, 2009) yang menyatakan bahwa perilaku caring yang ditampilkan oleh responden masih buruk, hal ini dimungkinkan karena beberapa faktor misalnya beban kerja yang tidak seimbang. Berdasarkan data-data tersebut menunjukkan bahwa perilaku caring perawat masih perlu ditingkatkan. Dalam melakukan interaksi terhadap pasien, perawat pelaksana terkadang kurang baik dalam melakukan asuhan keperawatan kepada pasien, hal ini disebabkan seorang perawat pelaksana di ruang rawat inap kurang memberikan sikap caring kepada pasien. Perawat pelaksana di ruang rawat inap perlu memiliki kepribadian yang baik dan juga sikap caring, untuk dapat menentukan kebutuhan pasien pada saat proses penyembuhan yang optimal. Perilaku caring dari seorang perawat pelaksana di pengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor individu yang terdiri dari kemampuan dan keterampilan latar belakang pendidikan, faktor psikologis yang terdiri dari sikap kepribadian dan motivasi, faktor organisasi
yang terdiri dari sumber daya kepemimpinan imbalan struktur dan desain pekerjaanya. Praktek caring juga sangat penting untuk tumbuh kembang, memperbaiki atau meningkatkan kondisi atau cara hidup manusia. Jika perawat pelaksana tersebut memiliki sikap caring yang tidak baik maka asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat tidak berjalan dengan baik, pasien akan merasa tidak di perduliakan atau merasa pelayanan tidak memuaskan. Kepuasan pasien merupakan faktor yang sangat penting untuk mengefaluasi mutu pelayanan kesehatan yang dilakukan perawat di rumah sakit dan kosep caring perawat adalah salah satu aspek yang berhubungan dengan pelayanan keperawatan, karanea caring mencangkup hubungan antar manusia (Kotler 2003 dalam Abdul 2013). Jadi tipe kepribadian dengan caring perlu di tingkatkan atau di kembangkan oleh seorang perawat pelaksana untuk memberikan asuhan keperawatan dan memberikan pelayanan yang baik bagi pasien dalam masa penyembuhanya. Caring merupakan suatu sikap rasa peduli,hormat, menghargai orang lain, artinya memberi perhatian dan mempelajari kesukaan-kesukaan seseorang dan bagaimana seseorang berfikir dan bertindak karena caring merupakan panduan antara pengetahuan biosfisik dengan pengetahuan mengenai perilaku manusia yang berguna dalam peningkatan derajat kesehatan dan membantu penyembuhan pasien. Caring sangat penting bagi keperawatan. Sikap caring juga digunakan untuk meningkatkan kepercayaan pasien terhadap penggunaan caring dalam keperawatan. Potter dan Perry, (2009) menjelaskan perawat harus memberikan kebaikan dan kasih sayang, bersikap membuka diri untuk mempromosikan persetujuan tetapi dengan pasien, maka perawat sendiri harus memahami tentang konsep caring dan mengaplikasikanya dalam praktek keperawatan. Sikap caring perawat pelaksana dapat membangkitkan perasaan
optimis, harapan, dan rasa percaya dan mengembangkan pengaruh perawatan dengan pasien secara efektif. Sikap caring perawat pelaksana di ruang rawat inap juga harus memliki sifat kepribadian yang baik juga, di karenakan dengan kepribadian yang baik perawat pelaksana mampu mengontrol perasaan dan emosinya ketika menghadapi seorang pasien, dengan kepribadian yang baik seorang perawat mampu memberikan asuhan keperawatan dengan baik kepada pasien. Berdasarkan pernyatan yang telah dikemukakan diatas, maka peneliti sangat tertarik untuk mengkaji penelitian dengan topik tersebut. Melalui penelitian ini, agar dapat diketahui hubungan tipe kepribadian dengan sikap caring perawat pelasana terhadap pasien di ruang rawat inap. METODE PENELITIAN Desain penelitian yang di gunakan yaitu analitik kuesioner dengan teknik cross sectional, dimana koesioner dependen dan indepan dan observas hanya satu kali pada satu saat. Variabel independen adalah Tipe kepribadian, variabel dependen adalah sikap caring. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan juni-juli 2015 di RSI Masyithoh Bangil. Pemilihan penelitian pada perawat pelaksana di ruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil karena banyak memenuhi syarat penelitian untuk judul Hubungan Tipe Kepribadian dengan Sikap Caring Perawat Pelaksana terhadap Pasien di Ruang Rawat Inap dan belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana ruang rawat inap di RSI Masyithoh Bangil. Sesuai dengan pendapat Arikunto (2002), menyatakan bahwa populasi adalah keseluruhan subjek penelitian, yaitu elemen-elemen yang ada dalam wilayah penelitian. Sampel pada penelitian ini adalah sebagian perawat pelaksana di ruang rawat inap RSI
Masyithoh Bangil yang memenuhi kriteria sebagai berikut : Kreteria Inklusi a. Masa kerja > 1tahun b. Pendidikan minimal D3 keperawatan c. Bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini. Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian (Sastroasmoro & Ismail, 1995 & Nursalam, 2008). Cara pengambilan sampel dapat digolongkan menjadi dua, yaitu probability sampling dan non probability sampling. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengambilan data probability sampling dengan cara setiap elemen diseleksi secara acak. Jika sapling frame kecil, nama atau nomor induk perawat pelaksana bisa ditulis disecarik kertas,diletakkan dikotak,diaduk, dan diambil secara acak setelah semuanya terkumpul. Misalnya peneliti ingin mengambil sampel 60 orang dari 71 populasi yang tersedia, maka secara acak peneliti mengambil 60 sampel melalui pengambilan nomer yang telah ditulis. HASIL PENELITIAN Data umum 1. Usia Tabel 5.1 Karakteristik responden berdasarkan usia perawat pelaksana di RSI Masyithoh Bangil pada 18 juni –10 juli 2015 (η :60) Usia Frekuensi Prosentase 21 – 30 26 43,3% tahun 31 - 40 29 48,3% tahun > 40 5 8,3% tahun Total 60 100%
Tabel 5.4 Tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari 60 perawat pelaksana di RSI Masyithoh Bangil, didapatkan rata – rata adalah usia 30 – 40 tahun sebanyak 29 perawat pelaksana (48,3%), usia 21 – 30 tahun sebanyak 26 perawat pelaksana (43,3%), usia > 40 tahun sebanyak 5 pasien (8,3%). 2. Jenis kelamin Tabel 5.2 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin perawat pelaksana di RSI Masyithoh Bangil pada 18 juni – 10 juli 2015 (η :60) Jenis Frekuensi Prosentase kelamin Laki-laki 30 50.0% Perempu 30 50.0% an Total 60 100.0% Tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari 60 perawat pelaksana di RSI Masyithoh Bangil, didapatkan rata – rata adalah jenis kelamin laki-laki sebanyak 23 perawat pelaksana (50%), jenis kelamin perempuan sebanyak 30 perawat pelaksana (50%). 3. Status pernikahan Tabel 5.3 Karakteristik responden berdasarkan status pernikahan perawat pelaksana di RSI Masyithoh Bangil pada 18 juni – 10 juli 2015 (η :60) Status Frekuens Prosentasi pernikahan i Nikah 46 76.7% Belum nikah 14 23.3% Total 60 100.0% Tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari 60 perawat pelaksana di RSI Masyithoh Bangil, didapatkan rata – rata adalah nikah sebanyak 46 perawat pelaksana (76,7%), belum menikah sebanyak 14 perawat pelaksana (23,3%). 4. Strata Pendidikan
Strata pendidikan S1 Keperawatan D3 keperawatan Total
Karakteristik responden berdasarkan strata pendidikan perawat pelaksana di RSI Masyithoh Bangil pada 18 juni – 10 juli 2015 (η :60) Frekuensi Prosentase 11
18.3%
49
81.7%
60
100.0%%
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari 60 perawat pelaksana di RSI Masyithoh Bangil, didapatkan rata – rata adalah D3 keperawatan sebanyak 49 perawat pelaksana (81.7%), S1 keperawatan sebanyak 11 perawat pelaksana (18.3%). 5. Masa Kerja Tabel 5.5 Karakteristik responden berdasarkan masa kerja perawat pelaksana di RSI Masyithoh Bangil pada 18 juni –10 juli 2015 (η:60) Masa kerja Frekuensi Prosentase 1-5 tahun 23 38.3% 6-10 tahun 32 53.3% >10 tahun 5 8.3% Total 60 100.0% Tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari 60 perawat pelaksana di RSI Masyithoh Bangil, didapatkan rata – rata adalah masa kerja 6-10 tahun sebanyak 32 perawat pelaksana (53,3%), masa kerja 1-5 tahun sebanyak 23 perawat pelaksana (38,3%), masa kerja > 10 tahun sebanyak 5 perawat pelaksana (8,3%). Data Khusus 1. Tipe kepribadian perawat pelaksana di ruang rawat inap RSi Masyithoh Bangil. Tabel 5.7 Hasil Tipe kepribadian perawat pelaksana di ruang rawat inap RSI Masyithoh
Bangil 18 juni – 10 juli 2015 (η :60) Sikap caring
Tipe kepr Ekst ibad rove ian rt Intr over t Am bive rt
Kuran g caring
Cukup caring
∑ 6
% 12 .8
∑ 38
8
61 .5
4
0
0 %
0
1 4
23 .3
42
% 8 0. 9 3 0. 8 0 %
6.760 Tota (100 l %) Uji Chi-squer : 0,001 (p value 0,05) Tipe kepribadian Ekstrovert Introvert ambivert Total
Frekuensi 47 13 0 60
7 0
Total Carin g baik ∑ % 3 6.447 (100 %) 1 7.713 (100 %) 0 0 0 (0%) 4
Prosentas e 78.3% 21.7% 0% 100.0%
Berdasarkan tabel 5.7 hasil penelitian menunjukkan bahwa tipe kepribadian dari dari 60 perawat pelaksana di ruang rawat inap berkepribadian ekstrovert 46 orang (76,7%), berkepribadian introvert 13 orang (21.7%). 2. Sikap caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil. Tabel 5.8 Hasil Sikap caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil 18 juni – 10 juli 2015 (η :60) Sikap caring Frekuensi Prosentase kurang caring 14 cukup caring 42
23.3% 70.0%
caring baik Total
4 60
6.7% 100.0%
Berdasarkan tabel 5.8 menunjukkan bahwa sikap caring 60 perawat pelaksana di ruang rawat inap yang bersikap cukup caring 42 orang (70%), bersikap kurang caring 14 orang (23,3%) dan caring baik 4 orang (6.7%). 3. Hubungan tipe kepribadian dengan sikap caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil. Tabel 5.9 Hasil uji chisquare hubungan tipe kepribadian dengan sikap caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil pada 18 juni –10 juli 2015. (η :60) Tabel 5.9 uji statstik chisquare : 0,001 (p value 0,05) menunjukkan bahwa dari 60 perawat pelaksana di ruag rawat inap, didapatkan 6 orang perawat (12.8%) berkepribadian ekstrovert menunjukkan sikap kurang caring, 38 orang perawat (80.9%) berkepribadian ekstrovert menunjukkan sikap cukup caring, 3 orang perawat (6.4%) berkepribadian ekstrovert menunjukkan sikap caring baik. 8 orang perawat (61.5%) berkepribadian introvert menunjukkan sikap kurang caring, 4 orang perawat pelaksana (30.8%) berkepribadian introvert menunjukkan sikap cukup caring, 1 orang perawat pelaksana (7.7%) berkepribadian introvert yang menunujukkan sikap kurang caring, tidak ada perawat pelaksana yang bertipe kepribadian bersikap kurang caring, cukup caring, caring baik. Berdasarkan pengujian chisquare untuk hubungantipe kepribadian dengan sikap caring perawat pelaksana di ruang pelaksana terhadap pasien di ruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil, bahwa hasil kuesioner diperoleh nilai signifikan uji Chisquare yang didapat sebesar 0,001. Berdasarkan uji statistik Chisquare Test didapatkan nilai 0,001<α (0.05), artinya
ada hubungan tipe kepribadian dengan sikap caring perawat pelaksana terhadap pasien Di Ruang Rawat Inap RSI Masyithoh Bangil. PEMBAHASAN 1. Tipe Kepribadian Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap RSI Masyithoh Bangil Hasil penelitian tabel 5.7 adalah sebagian besar menunjukkan 47 perawat pelaksana di ruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil memiliki tipe kepribadian ekstrovert (78.3%) dan sisanya memiliki tipe kepribadian introvert 13 orang perawat pelasana di ruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil (21.7%) dan tidak ada yang memiliki tipe keribadian ambivert. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa tipe kepribadian para perawat di ruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil lebih banyak memiliki tipe kepribadian ekstrovert. Dari 47 orang perawat pelaksana yang memiliki tipe kepribadian ekstro vert memiliki ltar belakang sebagai berikut : Kepribadian merupakan pola perilaku dan cara berpikir seseorang yang khas dalam menentukan penyesuaian diri dengan lingkungannya. Niven, (2002) menyatakan bahwa sikap positif, daya tarik seseorang dalam melakukan tindakan di pengaruhi 2 hal yaitu personal dan situasional. Tipe kepribadian yang berbeda-beda menjadikan seseorang mempunyai emosi dalam suatu peristiwa. Sebagai mahluk sosial, manusia hidup saling bergantungan, ia membutuhkan manusia-manusia lain untuk berkembang secara manusiawi yang memiliki tipe kepribadian yang berbeda (Maramis, 2009). Karakteristik tipe kepribadian pada individu yaitu introvert,ekstrovert dan ambivert. Kepribadian introvert bersifat mudah terbuka, tertarik atau senang bergaul dengan individu lain dengan respon bersifat realistis, dan ditanggapi secara obyektif, Kepribadian ekstrovert bersifat mudah terbuka, tertarik atau senang
baergaul dengan individu lain dengan bersifat realistis dan, dapat bertingkah laku sesuai tuntutan lingkunganya. Kepribadian ambivert bersifat realistis/obyektif, tetapi kadang-kadang bersifat subyektif, sehingga kepribadian ini di tengah-tengah introvert dan ekstrovert, sifat ini tidak dapat digolongkan introvert dan ekstrovert dan dari hasil penelitian tersebut yang berkepribaian ektrovert sebagian besar perawat pelaksana yang memiliki pendidikan D3 sebanyak 39 (80.9%), Wawan & Dwi, (2010) pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga mempengaruhi perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam meningkatkan motivasi, dengan tingkat pendidikan D3 proses pendidikan lebih banyak mendapatkan proses pendidikannya lebih banyak mendapatkan materi dan pengalaman praktek dirumah sakit apabila dibandingkan dengan perawat pada tingkat pendidikan S1. Hal ini dapat membedakan tingkat emosional perawat pelaksana dengan tingkat pendidikan D3 dan perawat pelaksana dengan tingkat pendidikan S1 di RSI Masyithoh Bangil. Tipe kepribadian ekstrovert lebih banyak dimiliki pada usia 31-40 tahun sebanyak 24 (51.1%) perawat pelasana diruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil dan yang memiliki tipe kepribadian introvert sebanyak 5 (38.5%) orang perawat pelaksana diruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil, tipe kepribadian ekstrovert pada usia 21-30n tahun sebanyak 18 (38.3%) orang perawat pelaksana diruang rawat inapp RSI Masyithoh Bangil, dan yang memiliki tipe kepribadian introvert sebanyak 8 (61.5%) orang perawat pelaksana diruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil, tipe kepribadian ekstrovert yang brusia lebih dari 40 tahun didapatkan sebanyak 5 (10.6%) orang perawat pelaksana diruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil, dan tidak ada yang memiliki tipe kepribadian ambivert pada usia ini. Nurjannah. (2001) semakin usia seseorang bertambah maka
semakin bertambah pula pengalaman, kebutuhan, kematangan dan kebijakan dalam menentukan suatu keputusan.. usia merupakan salah satu indikator dalam menggambarkan kematangan fisik maupun psikis seseorang dalam menentukan sebuah keputusan. Tipe kepribadian ekstrovert lebih banyak dimiliki perawat yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 26 (55.3%) orang perawat pelaksana diruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil, dan yang memiliki tipe kepribadian introvert sebanyak 8 (61.5%) orang perawat pelaksana diruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil, yang bertipe kepribadian ektrovert dengan jenis kelamin laki-laki didapatkan sebanyak 21 (44.7%) orang perawat pelaksana diruang rawat inap RSI Masithoh Bangil, dan yang berkepribadian introvert sebanyak 5 (38.5%) orang perawat pelaksana diruang rawat inap RSI masyithoh Bangil. tidak ada yang memiliki tipe kepribadian ambivert, dari hasil tersebut dikarenakan perawat perempuan memiliki naluri keibuan , naluri untuk memberikan perlindungan, dan sosial. Perawat perempuan lebih memiliki kepekaan dibandingkan laki-laki (Asmadi,2008). Kepekaan pererawat perempuan ini yang dapat menjalin hubungan saling percaya terhadap perawat maupun pasien dapat bersosialisasi dengan baik, dan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dasar pasien. Tipe kepribadian ekstrovert lebih banyak pada perawat pelaksana yang sudah menikah sebanyak 39 (83%) perawat pelaksan diruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil, dan yang memiliki tipe kepribadian introvert sebanyak 7 (53.8%) orang perawat pelaksana diruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil, yang memiliki tipe kepribadiann ekstrovert pada perawat pelaksana yang belum menikah sebanyak 8 ( 17%) orang perawat pelaksana diruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil dan yang berkepribadian introvert sebanyak 6 (46.2%) orang perawat pelaksana diruang rawat inap RSI masyithoh Bangil, tidak
ada yang memiliki tipe kepribadian ambivert, perawat pelaksana yang sudah menikah dapat mengontrol emosi, lebih sabar, lebih dapat membuka diri dikarenakan perawat tersebut memiliki masalah atau tekanan lingkungan yang lebih banyak dibandingan perawat yang belum menikah, dan lebih dewasa dalam melakukan tidakan dan menentukan keputusan dibandingkan perawat yang belum menikah Perawat pelaksana yang memiliki tipe kepribadian ekstrovert lebih banyak dimiliki oleh perawat pelaksana yang berpendidikan D3 sebanyak 38 (80.9%) orang perawat pelaksana diruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil, dan yang berkepribadian introvert sebanyak 11 ( 84.6%) orang perawat pelaksana di rauang rawat inap RSI Masyithoh Bangil, yang berkepribadian ekstrovert dengan pendidikan S1 didapatkan sebanyak 9 (19.1%) orang prawat pelaksana diruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil, dan yang berkepribadian introvert sebanyak 2 (15.4%) orang perawat pelaksana diruang rawat inap RSI masyithoh Bangil, tidak ada yang memiliki tipe kepribadian ambivert, dari hasil ini peniliti berpendapat bahwa pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga mempengaruhi perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam meningkatkan motivasi (Wawan & Dwi, 2010). Menurut peneliti perawat pelaksana dengan tingkat pendidikan D3 proses pendidikannya lebih banyak mendapatkan materi dan pengalaman praktek dirumah sakit apabila dibandingkan dengan perawat pelaksana pada tingkat pendidikan S1. Selain itu, perawat pelaksana dengan tingkat pendidikan D3 lebih sering untuk berinteraksi dengan pasien. Masa kerja yang memiliki tipe kepribadaian ektrovert adalah masa kerjanya 6- 10 tahun sebanyak 22 (46.8%) perwat pelaksana diruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil, dan yang memiliki tipe kepribadian introvert sebanyak 10 (76.9%) orang perawat pelaksana diruang rawat
inap RSI Masyithoh Bangil, yang memiliki tipe kepribadian ekstrovert dengan masa kerja 1-5 tahun sebanyak 21 (44.7%) orang perawat pelaksana diruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil, dan yang memiliki tipe kepribadian introvert sebanyak 2 ( 15.4%) orang perawat pelaksana diruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil, yang memiliki tipe kepribadian ekstrovert dengan masa kerja lebih dari 10 tahun sebanyak 4 (8.5%) orang perawat pelaksana diruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil, dan yang memiliki tipe kepribadian introvert sebanyak 1 (7.7%) orang perawat pelaksana diruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil, tidak ada yang memiliki tipe kepribadian ambivert, Emaliyawati, (2009) perawat yang telah bekerja dalam kurun > 1 tahun memiliki tingkat keterampilan yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan perawat yang masa kerjanya < 1 tahun. Masa kerja 6-10 tahun memiliki kinerja yang baik, dari masa kerja 6-10 tahun perawat pelaksana dapat menerapkan protap perawat, kemampuan perawat untuk berinteraksi pada pasien dan berorganisasi dengan baik kepada perawat yang lain dalam mendukung percepatan kesembuhan pasien. 2. Sikap Caring Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap RSI Masyithoh Bangil Hasil penelitian tabel 5.8 adalah sebagian besar menunjukkan perawat pelaksana di ruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil memiliki sikap cukup caring sebanyak 42 orang perawat pelaksana (70%), kurang caring sebanyak 14 orang perawat pelaksana diruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil (23.3%), dan caring baik sebanyak 4 orang perawat pelaksana (6.7%). Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku para perawat pelaksana di ruang rawat RSI Masyithoh Bangil kurang optimal dalam menunjang asuhan keperawatan masih banyak yang belum memiliki sikap caring baik. Hasil kajian dari beberapa sumber terdapat banyak faktor yang menyebabkan
para perawat di ruang rawat inap bedah Rumkital Dr. Ramelan Surabaya berperilaku caring, antara lain caring yang baik dipengaruhi oleh rata-rata pendidikan perawat yaitu D3 Keperawatan dan S1 Keperawatan dengan pengalaman kerja untuk perawat rata-rata minimal 6-10 tahun. Mulyadi (2010) mengungkapkan bahwa tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi tingkat kemampuannya. Kemampuan yang dapat ditingkatkan dengan kemampuan intelektual adalah kemampuan intelektual, dengan adanya kemampuan intelektual yang meningkat pada seseorang maka diharapkan dapat mengambil keputusan yang tepat termasuk keputusan untuk bersikap. Tingkat pendidikan yang tinggi menyebabkan seseorang lebih mampu menerima tanggung jawab. Perawat dengan pendidikan D3 masih dominan atau masih banyak di bandingkan dengan perawat yang bependidikan S1, diharapkan RSI Masyithoh Bangil menambah jumlah perawat pelaksana dengan tingkat pendidikan S1 dikarenakan semakin tingginya tingkat pendidikan perawat semakin besar pula rasa tanggung jawabnya dan semakin baik juga sikapnya terhadap pasien (Gibson, 2010). Human care merupakan hal yang mendasar dalam teori caring. Watson dalam Alligood & Tomey (2006) mengembangkan teori human caring dan pengalaman manusia dalam kehidupan. Teori ini menunjukkan bahwa caring adalah cara yang berbeda dari manusia untuk hadir, penuh perhatian sadar dan dilakukan dengan sengaja. Human care juga terdiri dari upaya untuk melindungi, meningkatkan dan menjaga atau mengabdikan rasa kemanusiaan dengan membantu orang lain mencari arti dalam sakit, penderitaan, dan keberadaanya serta membantu orang lain untuk meningkatkan pengetahuan dan pengendalian diri. Ada banyak faktor yang membentuk tipe keribadian perawat di suatu rumah sakit menurut Watson, (2008) mendasari teorinya untuk praktek
keperawatan dengan tujuh faktor caratif . Masing-masing memiliki komponen fenomenologis dinamis felatif pada individu yang terlibat dalam hubungan keperawatan. Dua faktor pertama menjadi dasar filisofis bagi ilmu caring tersebut adalah sebagai berikut : 1) Peran perawat dalam membina hubungan perawat-pasien yang efektif dan dalam mempromosikan kesehatan dengan membantu pasien mengadopsi perilaku mencari kesehatan (Watson, 1979 dalam Tomey & Alligood, 2006). Perawat juga harus memfasilitasi dan meningkatkan asuhan keperawatan yang holistik. Keperawatan meningkatkan perilaku klien dalam mencari pertolongan kesehatan dan membantu memahami alternatif terapi yang diberikan, memberi keyakinan akan adanya kekuatan penyembuhan/kekuatan spiritual dan penuh pengharapan. Manifestasi perilaku caring perawat yaitu menciptakan suatu hubungan dengan klien yang menawarkan maksud dan petunjuk saat mencari arti dari suatu penyakit. Caring juga merupakan sikap saling memberi dan menerima yang merupakan awal hubungan dari perawat dan klien untuk saling mengenal dan peduli (Potter & Perry, 2009). Hal menunjukkan bahwa perawat memberikan perhatian kepada pasien. 2) Manifestasi perilaku caring perawat yaitu belajar membangun dan mendukung pertolongan kepercayaan, hubungan caring yang asli melalui komunikasi yang efektif dengan klien (Potter & Perry, 2009). Perawat dapat membina hubungan saling percaya dengan mengenalkan diri saat awal kontak, meyakinkan pasien tentang kehadiran perawat untuk menolong, perawat bersikap hangat dan bersahabat. Perawat yang bersifat caring dalam membina hubungan dengan orang lain juga harus menunjukkan sikap empati dan mudah didekati serta mau mendengar orang lain. Perawat tersebut lebih peka, mudah bergaul, sopan dan mampu berkomunikasi dengan baik dengan orang lain (Morrison & Burnard, 2009). 3) Perawat yang bersifat caring juga
senantiasa mempunyai waktu untuk orang lain (Morrison & Burnard, 2009). Tujuan dari sikap ini untuk menciptakan hubungan perawat dan klien yang terbuka saling menghargai perasaan dan pengalaman antara perawat, klien dan keluarga. Perawat harus belajar mendukung dan menerima perasaan klien. Dalam berhubungan dengan klien, tunjukkan kesiapan mengambil resiko dalam berbagi dengan sesama (Potter & Perry, 2009). 4) Faktor ini merupakan konsep yang penting untuk keperawatan untuk membantu kesembuhan dengan bentuk kepedulian. Pasien diharapkan untuk mendapatkan informasi tentang status kesehatan (Watson, 1979 dalam Tomey & Alligood, 2006). Caring akan efektif bila dilakukan melalui hubungan interpersonal, memberikan asuhan mandiri, menerapkan kebutuhan personal dan memberikan kesempatan untuk tumbuh. Kegiatan ini dapat dilakukan pada saat mengajarkan klien tentang keterampilan perawatan diri. Klien mempunyai tanggung jawab untuk belajar agar dapat memenuhi kebutuhanya sendiri (Potter & perry, 2009). 5) Perawat harus menyadari bahwa lingkungan internal dan eksternal berpengaruh terhadap kesehatan dan penyakit individu. Lingkungan internal meliputi mental dan kesejahteraan spiritual serta keyakinan sosial budaya individu (Watson, 1979 dalam tomey & Alligood, 2006). Perawat perlu mengenali pengaruh lingkungan internal dan eksternal klien terhadap kesehatan/kondisi penyakit klien. Perawat dapat membuat pemulihan suasana pada semua tingkatan baik fisik dan non-fisik. Perawat juga dapat meningkatkan kebersamaan, keindahan, kenyamanan, kepercayaan dan kedamaian (Potter & Perry, 2009). 6) Perawat mengakui kebutuhan biofisik, psikofisik, psikososial, serta intrapersonal diri dan pasien. Pasien harus memenuhi kebutuhan yang lebih rendah sebelum mencoba untuk mencapai kebutuhan yang lebih tinggi (Watson, 1979 dalam Tomey & Alligood, 2006). Perawat yang bersifat caring selalu
berusaha memperlakukan orang orang/ pasien sebagai individu dan mencoba mengidentifikasi kebutuhan pasien. Mereka juga mendahulukan kepentingan pasien, dapat dipercaya dan terampil (Morrison & Burnard, 2009). Perawat dalam melakukan asuhan keperawatan salah satunya dengan membantu klien mendapatkan kebutuhan dasar dengan caring yang disengaja dan disadari. Perawat harus bersedia membantu kebutuhan activity dialy living (ADL) dengan tulus dan menyatukan perasaan bangga dapat menolong klien, menghargai dan menghormati privacy klien (Potter & Perry, 2009). Perawat dalam membantu memenuhi kebutuhan dasar pasien harus dilakukan dengan penuh kesadaran, disengaja, dan memperhatikan seluruh aspek dalam keperawatan. 7) Perawat dapat mengijinkan terjadinya tekanan yang bersifat fenomologis agar pertumbuhan diri dan kematangan jiwa klien dapat dicapai. Kadang-kadang seseorang klien perlu dihadapkan pada pengalaman/ pemikiran yang bersifat profokatif. Tujuannya adalah dapat meningkatkan pemahaman lebih mendalam tentang diri sendiri. Perawat harus memahami pertumbuhan dan kematangan jiwa klien (fenomenologis) tentang data serta situasi yang membantu pemahaman klien menggunakan kekuatan spiritual untuk melakukan terapi alternatif sesuai pilihannya, motivasi klien dan keluarga untuk berserah diri kepada Tuhan YME, menyiapkan klien dan keluarga saat menghadapi fase berduka (Potter & Perry, 2009). Perawat pelaksana yang memiliki sikap cukup caring di dapatkan sebanyak 21 (72.4%) perawat pelaksana bersikap caring baik pada usia 31-40 tahun, dan kurang caring sebanyak 6 orang perawat pelaksana diruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil (20.7%), dan caring baik 2 orang perawat pelaksana diruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil (6.9%), yang berusia 21-30 tahun di dapatkan sebanyak 17 orang perawat pelaksana
diruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil bersikap cukup caring (65.4%), dan yang bersikap kurang caring sebanyak 7 orang perawat pelaksana diruang rawat inap RSI masyithoh Bangil (26.9%), dan yang bersikap caring baik 2 orang perawat pelaksana diruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil (7.7%). yang berusia lebih dari 40 tahun di dapatkan hasil sebanyak 4 orang perawat pelaksana diruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil bersikap cukup caring (80%), dan yang bersikap kurang caring sebanyak 1 orang perawat pelaksana diruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil (20%), beberapa ahli berpendapat bahwa usia mempengaruhi kinerja seseorang. Namun ternyata tidak semua pendapat tersebut terbukti , karena ternyata banyak orang yang sudah tua tetapi tetap energik (rivai & Mulyadi, 2010). Berapapun usia perawat dapat menunjukkan sikap caring baik terhadap pasien. Perawat pelaksana di RSI Masyithoh Bangil di dapatkan 22 perawat pelaksana berjenis kelamin perempuan memiiki sikap cukup caring (64.7%), dan yang memiliki sikap kurang caring sebanyak 11 orang perawat pelaksana diruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil (34.4%), dan yang bersikap caring baik sebanyak 1 orang perawat pelaksana diruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil (2.9%), sedangkan untuk perawat pelaksana yang berjenis kelamin laki- laki didapatkan hasil sebanyak 20 orang perawat pelaksana diruang inap RSI masyithoh Bangil bersikap cukup caring (76.9%), dan yang memiliki sikap kurang caring didapatkan hasil sebanyak 3 orang perawat pelaksana diruang rawat inap RSI masyithoh Bangil (11.5%), dan yang memiliki sikap caring baik 3 orang perawat pelaksana diruang rawat inap RSI masyithoh Bangil (11.5%).hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan sikap caring perawat pelaksana. Hasil penelitian ini didukung olehhasil penelitian dari Supriatin (2009) yang
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan sikap caring. Hal ini menunjukkan bahwa semua perawat baik laki-laki maupun perempuan sama-sama mempunyai peluang untuk dapat bersikap caring terhadap pasien. Sehingga dalam melaksanakan asuhan keperawatan diharapkan semua perawat baik laki-laki maupun perempuan dapat menunjukkan sikap caring terhadap pasien. Hasil penelitian ini ditunjang oleh pendapat ahli yang menyatakan bahwa secara umum tidak ada perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin perempuan dan jenis kelamin laki-laki dalam produktifitas kerja. Laki-laki dan perempuan juga tidak ada perbedaan yang konsisten dalam kemampuan memecahkan masalah, keterampilan analisis, dorongan kompetitif, motivasi, sosiabilitas, dan kemampuan belajar (Rivai& Mulyadi,2010). Perawat pelaksana di RSI Masyithoh Bangil yang memiliki sikap cukup caring sebaanyak 34 orang perawat pelaksana yang sudah menikah (73.9%), dan yang memiliki sikap kurang caring sebanyak 9 orang perawat pelaksana diruang rawat inap RSI masyithoh Bangil (19.6%), dan yang memiliki sikap caring baik sebanyak 3 orang perawat pelaksana diruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil (6.5%). untuk perawat pelaksana yang memiliki sikap cukup caring 8 orang perawat pelaksana yang belum menikah (57.1%), dan yang memiliki sikap kurang caring sebanyak 5 orang perawat pelaksan diruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil (35.7%), dan yang bersikap caring baik sebanyak 1 orang perawat pelaksana diruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil (7.1%). Panjaitan, (2002) menjelaskan bahwa ada hubungan antara status pernikahan dengan sikap caring perawat. Robbins (2010) mengungkapkan pernikahan membuat seseorang merasakan ada tanggung jawab terhadap pekerjaanya. Didukung oleh penelitian Purbadi dan Sofiana (2006) bahwa seseorang yang
telah menikah akan meningkat dalam kinerja karena memiliki pemikiran yang lebih matang dan bijaksana. Perawat pelakana di RSI Masyithog Bangil didapatkan sikap cukup caring sebanyak 35 orang perawat pelaksana dimiliki oleh pendidikan D3 (71.4%), dan yang memiliki sikap kurang caring sebanyak 10 orang perawat pelaksana diruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil (20.4%), dan yang memiliki sikap caring baik sebanyak 4 orang perawat pelaksana diruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil (8.2%), untuk perawat pelaksana yang memiliki sikap caring cukup dengan pendidikan S1 didapatkan hasil sebanyak 7 orang perawat pelaksana diruang rawat inap RSI Masyithoh bangil memiliki sikap cukup caring (63.6%), dan yang memiliki sikap cukup caring sebanyak 4 orang perawat pelaksana diruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil (36.4%),tidak ada yang bersikap caring baik, Rivai dan Mulyadi, (2010) mengungkapkan bahwa tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi tingkat kemampuanya. Kemampuan yang dapat ditingkatkan dengan tingkat pendidikan adalah kemampuan intelektual, dengan adanya kemampuan intelektual yang meningkat pada seseorang maka diharapkan dapat mengambil keputusan yang tepat termasuk keputusan untuk bersikap. Tingkat pendidikan yang tinggi menyebabkan seseorang lebih mampu menerima tanggung jawab. Sehingga diharapkan dengan semakin tingginya tingkat pendidikan perawat semakin besar pula rasa tanggung jawabnya dan semakin baik juga sikapnya terhadap pasien (Gibson,2010). Perawat pelaksana yang memiliki sikap cukup caring dimiliki pada masa kerja 6-10 tahun didapatkan sebanyak 20 orang perawat pelaksana di ruang rawat inap RSI Masyithoh bangil (62.5%), dan yang memiliki sikap kurang caring sebanyak 9 orang perawat pelaksana diruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil (28.1%), dan yang bersikap caring baik
sebanyak 3 orang perawat pelaksana diruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil (9.4%), untuk perawat pelaksana yang memiliki sikap caring cukup pada masa kerja 1-5 tahun didapatkan hasil sebanyak 18 orang perawat pelaksana diruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil (78.3%), dan yang memiliki sikap kurang caring sebanyak 4 orang perawat pelaksana diruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil (17.4%), dan yang memiliki sikap caring baik sebanyak 1 orang perawat pelaksana diruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil (4.3%) untuk perawat pelaksana yang memiliki sikap cukup caring pada masa kerja lebih dari 10 tahun didapatkan hasil sebanyak 4 orang perawat pelaksana diruang rawat ianap RSI masyithoh Bangil (80%), dan yang memiliki sikap kurang caring sebanyak 1 orang perawat pelaksana diruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil (20%), tidak ada yang bersikap caring baik, Robin,(2008) menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan sikap caring perawat pelaksana. Pengalaman kerja belum tentu menjamin kerja baik, tergantung motivasi perawat itu sendiri. Rani, (2011) yang menjelaskan lama kerja tidak menjamin prokdutivitas kinerja yang baik. Seorang perawat yang memiliki masa kerja yang lama dan keterampilan yang cukup untuk melaksanakan tugasnya, jika tidak didukung oleh fasilitas, suasana kerja, motivasi maka potensi yang dimiliki perawat tidak akan berdampak positif pada pekerjaanya. Sikap caring perawat mempengaruhi seberapa besar pemahaman dan kesadaran perawat dalam menerapkan faktor karatif caring pada pasien. 3. Hubungan tipe kepribadian dengan sikap caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil Berdasarkan pengujian chi-square untuk hubungan tipe kepribadian dengan sikap caring perawat pelaksana di ruang pelaksana terhadap pasien di ruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil, didapatkan
hasil sebanyak 38 orang perawat pelaksana diruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil memiliki tipe keribadian ekstrovert dan sikap cukup caring (80.9%), dan yang berkepribadian ekstrovert dan memiliki sikap kurang caring didapatkan sebanyak 6 orang perawat pelaksana diruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil (12.8%), untuk yang berkepribadian ekstrovert dan memiliki sikap caring baik sebanyak 3 perawat pelaksana diruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil (6.4%), dan perawat pelaksana yang memiliki tipe kepribadian introvert dan sikap kurang caring didapatkan hasil sebanyak 8 orang perawat pelaksana diruang ruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil(61.5%), dan yang memiliki tipe kepribadian introvert dan sikap cukup caring didapatkan hasil sebanyak 4 orang perawat pelaksana diruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil (30.8%), dan yang memiliki tipe kepribadian introvert dan memiliki sikap caring baik sebanyak 1 orang perawat pelaksana diruang rawat inap RSI masyithoh Bangil (7.7%), bahwa dari hasil kuesioner diperoleh nilai signifikan uji Chisquare yang didapat sebesar 0,001. Berdasarkan uji statistik Chisquare Test didapatkan nilai 0,001<α (0.05), artinya ada hubungan tipe kepribadian dengan sikap caring perawat pelaksana terhadap pasien Di Ruang Rawat Inap RSI Masyithoh Bangil. Calvin S Hall dan Garden Lindzey (2000) kepribadian adalah sesuatu yang memberi tata tertip dan keharmonisan terhadap segala macam tingkah laku berbeda-beda yang dilakukan si individu. Perawat memliki ini karakteristik yang berbeda-beda dan memiliki sikap caring yang berbeda-beda. Caring sebagai bentuk dasar diri praktek keperawatan dan juga sebagai struktur mempunyai implikasi praktis untuk mengubah praktek keperawatan (Potter & Perry, 2009). Dalam melakukan interaksi terhadap pasien, perawat terkadang kurang baik dalam melakukan asuhan keperawatan kepada pasien, hal ini di
sebabkan karena tipe kepribadian seorang perawat kurang memberikan sikap caring pada pasien. Perawat perlu memiliki kepribadian yang baik dan juga sikap caring, Untuk dapat menentukan kebutuhan pasien pada saat proses penyembuhan. Perilaku caring dari seorang perawat di pengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor individu yang terdiri dari kemampuan dan keterampilan latar belakang pendidikan, faktor psikologis yang terdiri dari sikap kepribadian dan motivasi, faktor organisasi yang terdiri dari sumber daya kepemimpinan imbalan struktur dan desain pekerjaanya. Praktek caring juga sangat penting untuk tumbuh kembang, memperbaiki atau meningkatkan kondisi atau cara hidup manusia. Jika perawat tersebut memiliki sikap caring yang tidak baik maka asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat tidak berjalan dengan baik, pasien akan merasa tidak di peduliakan atau merasa pelayanan tidak memuaskan.
memiliki sikap yang lancar/licah dalam berbicara, bebas dari kekhawatiran/kecemasan, tidak lekas malu dan tidak canggung, umumnya bersifat konserfatif, mempunyai minat pada atletik, dipengaruhi oleh data objektif, ramah dan suka berteman, suka berkerja sama dengan orang-orang lain, kurang memperdulikan penderitaan dan milik sendiri, mudah menyesuaikan diri dan luwes (fleksibel) dari sifat ektrover, perawat pelaksana dapat melakukan sikap caring baik yang di dasari oleh beberapa faktor caring baik seperti menanamkan kepercayaan/ harapan, membangun hubungan saling percaya, meningkatkan dan menerima perasaan positif dan negatif, meningkatkan proses belajar mengajar interpersonal, menciptakan lingkungan fisik, mental, sosio-kultural dan spiritual yang sportif, protektif dan korektif, dan memenuhi kebutuhan manusia.
Pasien merupakan faktor yang sangat penting untuk mengefaluasi mutu pelayanan kesehatan yang dilakukan perawat di rumah sakit dan kosep Caring perawat adalah salah satu aspek yang berhubungan dengan pelayanan keperawatan, karanea caring mencangkup hubungan antar manusia. Dalam sikap caring perawat dapat membangkitkan perasaan optimis, harapan, dan rasa percaya dan mengembangkan pengaruh perawatan dengan pasien secara efektif. Selain sikap caring perawat juga harus memliki sifat kepribadian yang baik juga, di karenakan dengan kepribadian yang baik perawat mampu mengontrol perasaan dan emosinya ketika menghadapi seorang pasien, dengan kepribadian yang baik seorang perawat mampu memberikan asuhan keperawatan dengan baik kepada pasien. (Kotler 2003 dalam Abdul 2013).
1. Simpulan
Peneliti berpendapat bahwa tipe berkepribadian ektrovert lebih dominan untuk bersikap caring baik dapat di ketahui dengan tipe kepribadian ektrovert
KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian yang dilakukan di ruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil pada tanggal juni – juli, dapat di sebutkan beberapa simpulan sebagai berikut : 1. Tipe kepribadian perawat pelaksana di ruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil memiliki tipe kepribadian sebagian besar ektrovert. 2. Sikap caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSI Masyithoh Bangi memiliki sebagian besar sikap caring. 3. Ada hubungan tipe kerpribadian dengan sikap caring perawat pelaksana terhadap pasien di ruang rawat inap di RSI Masyithoh Bangil 2. Saran 1.
Bagi perawat Perawat pelaksana di ruang rawat inap RSI Masyithoh Bangil yang bersikap tertupup atau sulit berkomunikasi di harapkan dapat lebih membuka diri
terhadap pasien dan berkomunikasi dengan baik. Bagi perawat pelaksana di ruang RSI Masyithoh Bangil dengan sikap caring yang baik di harapkan dapat mempertahankan konsistensi kinerjanya.
2. Bagi Ruangan Untuk ruangan rawat inap RSI Masyithoh agar tetap menjaga lingkungan ruangan agar tetap bersih,kondusif dan nyaman. Sehingga perawat pelaksana di ruang rawat inap RSI Masyithoh dapat berkerja dan di harapkan dari lingkungan yang bersih,kondusif dan nyaman tersebut perawat pelaksana semua dapat bersikap caring lebih baik untuk memenuhi kebutuhan dasar pasien. 3. Bagi Rumah Sakit Untuk Rumah Sakit Islam Masithoh Bangil masih ada tenaga kerjanya atau perawat pelaksana yang berkerja di ruang inap yang tidak memiliki sikap caring. Disarankan untuk RSI Masyithoh Bangil untuk memberikan pelatihan-pelatihan atau kegiatan ilmiah kepada perawat tersebut. Diharapkan dengan mengikuti pelatihan dan kegiatan ilmiah semua perawat pelaksana dapat betidak caring baik Bagi peneliti selanjutnya 4. Peneliti selanjutnya hendaknya bisa mengembangkan penelitian ini dengan judul tipe kepribadian melankolis berhubungan dengan sikap caring. DAFTAR PUSTAKA Alligood dan Tomey, (2006). Nursing theorist and their work (6th ed). USA: Mosby, Inc. Fahruani, Rani. (2011). Analisis Budaya Organisasi yang Berhubungan dengan Perilaku Caring perawat pelaksana di ruang inap RSUD PROF. DR. H. Aloe Saboe kota Gorontalo,
Diakes
tanggal 4 desember http;//Lontar.ui.ac.id
2013.
Intan Prima Budi, Beta Nuclisa. (2010). Hubungan Tipe Kepribadian Dengan Sikap Remaja Pria Tentang Merokok Di SMA Negri 1 Surakarta. http://eprins.uns.ac.id/3290/ Kuntjojo.(2009) Psikologi Kepribadian http://ebekunt.files.wordpress.com/2009/ 11/psikologi-kepribadian.pdf Maramis. (2009). Ilmu Perilaku Dalam Pelayanan Kesehatan. Surabaya : Airlangga Umiversity Press. Mulyaningsih.(2011). Hubungan Berfikir Kritis dengan Perilaku Caring Perawat di Dr. Moehardi Surakarta. http//lib.ui.ac.id/file=digital/20281876-T Mulyaningsih.pdf Nursalam. (2008).Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Selemba Medika. Nasir, Abdul dan A. Muhith. 2011. DasarDasar Keperawatan Jiwa: Pengantar dan Teori. Jakarta: Salemba Medika. Philip Burnard, Paul Morrison. (2008) Caring & Communicating. Jakarta : ECG, 2008. Purwanto, M. Ngalim. 2006. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Potter, P.A, Perry, A.G. (2009). Fudamental of nursing (A. Ferderika, Penerjemah). Jakarta : EGC. (2009). Septiyani, Ratih Dwi.(2010). Pengaruh Tipe Kepribadian Dengan Derajat Hipertensi Pada Pasien Hipertensi Wanita Usia 30-50 Tahun Di Puskesmas Gilingan Surakarta.
http//eprints.ums.ac.id/9529/1/J210 080107.pdf Sheldon, Kisa Kennedy. (2009). Komunikasi untuk Keperawatan. Erlangga. Singer, J., et al.(2009). Evaluasilah Diri Anda: Psikologi. Tangerang: Karisma Publising Group. Sumadi, Suryabrata, (2005). Psikologi Kepribadian. Jakarta: CV Rajawali. Watson.J. Nursing : The Philosophy and Science of Caring. Colorado : University Press of Colorado. 2008 http//Setream/123456789/25483/1/Ai Rosidah fkik.pdf Potter, P.A, Perry, A.G. Fudamental of nursing (A. Ferderika, Penerjemah). Jakarta : EGC. 2009