Pusat Pembinaan JFA
I. PENDAHULUAN Dalam pembinaan Jabatan Fungsional Auditor, tahun 2003 – 2004 merupakan tahun pengembangan pembinaan yang cukup signifikan, terutama dengan telah disetujuinya inpassing sejumlah 3.881 PNS ke dalam JFA di lingkungan Bawasda. Besarnya jumlah “PFA baru” ini serta lokasi unit kerjanya yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia (pada sejumlah 203 Bawasda Provinsi / Kabupaten / Kota) membutuhkan penyebaran ketentuan dan pemahaman yang sangat luas. Pusbin JFA, bekerja sama dengan Pusdiklatwas dan seluruh Perwakilan BPKP di daerah berupaya untuk menyebarluaskan pemahaman mengenai ketentuan inpassing JFA serta ketentuan yang berkenaan dengan penerapan JFA di lingkungan Bawasda. Pada tahun 2003 telah diselenggarakan Diklat Inpassing JFA di lingkungan Bawasda yang diikuti oleh Tim Satgas Pembinaan JFA pada Perwakilan BPKP di seluruh Indonesia sebagai pembekalan bagi Perwakilan BPKP untuk membantu pembinaan JFA di lingkungan Bawasda melalui Sosialisasi dan Asistensi penerapan JFA. Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan Forum Komunikasi JFA dan Kepegawaian tahun 2004 yang diselenggarakan di Denpasar pada tanggal 14 s.d 17 Juni 2004, selain diikuti oleh peserta yang mewakili seluruh unit kerja BPKP, sebagaimana biasanya, juga mengundang 20 (dua puluh) unit kerja Bawasda (daftar peserta forum dapat dilihat dalam lampiran Himpunan Tanya Jawab ini), dan bagi peserta Bawasda diberikan materi-materi yang berkaitan dengan inpassing dan penerapan JFA di lingkungan Bawasda. Sebagaimana telah dinyatakan dalam Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2003 yang lalu, Forum Komunikasi JFA dan Kepegawaian di lingkungan BPKP telah diselenggarakan sejak tahun 1999. Dengan demikian, Forum tahun 2004 adalah merupakan Forum ke 6 (enam) dan Buku Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi 2004 ini juga merupakan Edisi ke 6 (enam) sejak penerbitan edisi pertama tahun 1999.
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
1
Pusat Pembinaan JFA
Forum Komunikasi JFA dan Kepegawaian Tahun 2004 diselenggarakan dengan tema “Mengembangkan Profesionalisme JFA sebagai Upaya Mendukung
Sinergi
Pengawasan
di
lingkungan
APIP”
dan
jawaban
atau
diselenggarakan dengan tujuan: 1. Mengangkat,
mendiskusikan,
dan
merumuskan
penyelesaian atas permasalahan yang berkenaan dengan JFA, Kepegawaian, dan Kediklatan 2. Memberikan apresiasi atas kerja keras Satgas Pembinaan JFA dalam memfasilitasi pelaksanaan inpassing JFA di lingkungan JFA 3. Menyamakan langkah pembinaan JFA Pasca Inpassing di lingkungan Bawasda 4. Menggali
dan
mengembangkan
pemikiran
inovatif
untuk
pengembangan profesionalisme JFA 5. Meningkatkan pemahaman terhadap ketentuan JFA Dalam Forum juga diselenggarakan Diskusi Panel Pembinaan JFA di lingkungan Bawasda dengan menampilkan panelis dan judul materi sebagai berikut :
No
Panelis
Judul Materi
1 Inspektur Provinsi Sulawesi Program dan Strategi Selatan
Pengembangan JFA di Provinsi Sulawesi Selatan
2 Kepala Bawasda Kabupaten Mendongkrak Kinerja dengan Kulonprogo
Memanfaatkan Momentum Inpassing JFA
3 Kepala Bawas Provinsi Jawa Pelaksanaan JFA dan Tengah
Rancangan SOTK Bawas Provinsi Jawa Tengah
Secara umum, permasalahan yang mengemuka dalam forum dapat dikelompokkan sebagai berikut:
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
2
Pusat Pembinaan JFA
1. Permasalahan yang solusinya dapat dirumuskan dari ketentuan yang ada. Rumusan pertanyaan dan jawaban yang berkenaan dengan JFA, kemudian dirangkum dan diterbitkan dalam bentuk Buku Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA. 2. Permasalahan yang solusinya telah diatur dalam ketentuan yang ada, namun untuk pelaksanaannya diperlukan adanya kesepakatan forum. Halhal yang disepakati dalam forum, yang berkenaan dengan JFA, kemudian dirangkum dan diterbitkan dalam bentuk Surat Edaran Kepala Pusbin JFA perihal Penegasan Hasil Forum. 3. Permasalahan yang belum secara memadai diatur dalam ketentuan yang ada dan memerlukan pengaturan lebih lanjut. Terhadap permasalahan yang berkenaan dengan JFA dilakukan kajian lebih lanjut oleh Tim Revisi Ketentuan JFA. Buku Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA sebagai salah satu hasil Forum Komunikasi menghimpun permasalahan dan solusi yang telah dirumuskan dan disajikan dalam bentuk pertanyaan dan jawaban yang dapat dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan seputar JFA. Pertanyaan dan Jawaban yang
dihimpun
dalam
buku
ini
pada
dasarnya
berkenaan
dengan
permasalahan JFA yang dialami oleh unit-unit kerja di lingkungan BPKP. Namun demikian, buku ini juga dapat dijadikan rujukan bagi unit-unit pengawasan di lingkungan APIP apabila mengalami permasalahan serupa. Jawaban yang diberikan dalam buku ini mengacu pada Himpunan Peraturan Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya di Lingkungan Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah dan Surat Edaran Kepala BPKP Nomor SE-06.04.00-22/K/1999 serta ketentuan terkait lainnya. Dengan diterbitkannya Buku Himpunan Tanya Jawab Edisi Tahun 2004 ini, maka secara keseluruhan, telah diterbitkan 6 (enam) edisi Buku Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA, yaitu Edisi Tahun 1999, 2000, 2001, 2002, 2003, dan 2004.
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
3
Pusat Pembinaan JFA
II. DASAR HUKUM 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002. 4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil; 5. Keputusan MENPAN Nomor 19 Tahun 1996 tanggal 2 Mei 1996 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya; 6. Keputusan Bersama Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara, Sekretaris Jenderal Badan Pemeriksa Keuangan, dan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan; Nomor 10 Tahun 1996, Nomor 49/SK/K/1996 dan Kep-386/K/1996 tanggal 6 Juni 1996 tentang Petunjuk Teknis Ketentuan dan Pelaksanaan Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya; 7. Keputusan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan No. KEP-13.00.00-125/K/1997 tgl 5 Maret 1997 tentang Pelaksanaan JFA dan Angka
Kreditnya
di
Lingkungan
Aparat
Pengawasan
Fungsional
Pemerintah; 8. Surat Edaran Kepala BPKP Nomor SE-06.04.00-22/K/1999 tanggal 11 Januari 1999 tentang Organisai, Mutasi, Tata Usaha, dan Tata Kerja Penetapan Angka Kredit bagi Pejabat Fungsional Auditor di Lingkungan BPKP; 9. Surat
Edaran
Deputi
Bidang
Administrasi
Nomor
Se-06.04.00-
1485/DI/1999 tanggal 23 Desember 1999 tentang Pelaksanaan Jabatan Fungsional Auditor di Lingkungan BPKP; 10. Surat Kepala Badan Kepegawaian Negara No. K.26-30/V-64-3/74 tanggal 16 April 2003 tentang Inpassing JFA di lingkungan Unit Pengawasan Intern Pemerintah Daerah
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
4
Pusat Pembinaan JFA
11. Surat Kepala BPKP No. S-772/K/JF/2003 tanggal 21 Juli 2003 tentang Petunjuk Teknis Inpassing JFA di lingkungan Unit Pengawasan Intern Pemerintah Daerah III.
TUJUAN Penerbitan Buku Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA di Lingkungan BPKP Edisi Tahun 2004 bertujuan untuk: 1. Memberikan jawaban atas berbagai pertanyaan dan permasalahan yang terjadi berkaitan dengan pelaksanaan dan pengembangan JFA; 2. Memberikan acuan/panduan bagi Pejabat Fungsional Auditor, Tim Penilai Angka Kredit, maupun pejabat lainnya dalam menerapkan ketentuan dalam JFA; dan 3. Meningkatkan keseragaman dalam memahami ketentuan-ketentuan JFA.
IV. TANYA JAWAB Permasalahan yang dibahas dalam himpunan tanya jawab ini terdiri dari 62 pertanyaan yang dikelompokkan sebagai berikut: •
Pendidikan Formal
4 Pertanyaan
•
Pendidikan dan Pelatihan
6 Pertanyaan
•
Pengawasan
•
Pengembangan Profesi
4 Pertanyaan
•
Penunjang Pengawasan
2 Pertanyaan
•
Organisasi, Mutasi, dan Tata Usaha JFA
11 Pertanyaan
•
Pembinaan JFA pada Bawasda
21 Pertanyaan
13 Pertanyaan
A. PENDIDIKAN FORMAL Permasalahan yang dibahas dalam kelompok ini berkenaan dengan kegiatan pada unsur Pendidikan, sub unsur “Mengikuti Pendidikan Sekolah dan Mencapai Gelar/Ijazah” yang merupakan bagian dari Unsur Utama Kegiatan PFA sebagaimana tercantum dalam huruf A.1 Lampiran 1 A dan 1 B Keputusan MENPAN No. 19 Tahun 1996 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya.
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
5
Pusat Pembinaan JFA
Secara garis besar, permasalahan yang telah dibahas dalam Forum Komunikasi JFA dan Kepegawaian Tahun 2004 mengenai topik ini antara lain adalah mengenai: Kuliah Matrikulasi dalam program S2 Dalam Negeri Dalam Surat Edaran Kepala Pusbin JFA Nomor: SE-91/JF.1/2003 tanggal 31 Januari 2003 perihal Penegasan Hasil Rakor JFA Kepegawaian dan JFA Tahun 2002 dinyatakan bahwa terhadap kegiatan persiapan (misalnya Kursus Bahasa) atau keharusan mengikuti program “antara” (pre requisite), sebelum mengikuti pendidikan S2/S3 di luar negeri, dapat diberikan angka kredit sub unsur “Mengikuti Diklat Kedinasan serta memperoleh STTPL”, berdasarkan waktu / jam pelatihan yang diikuti, sepanjang memperoleh sertifikat mengikuti / lulus
dan
kegiatan
tersebut
dilakukan
sebelum
memasuki
kegiatan
pembelajaran dalam pendidikan S2/S3 tersebut. Perlakuan ini merupakan kesepakatan dari hasil pembahasan dalam Rakor JFA Kepegawaian dan JFA Tahun 2002. Dalam Forum Komunikasi JFA dan Kepegawaian Tahun 2004 diajukan pertanyaan apakah perlakuan pemberian angka kredit pada kegiatan persiapan atau program “antara” sebelum mengikuti pendidikan S2/S3 tersebut pada Surat Edaran Kepala Pusbin JFA Nomor: SE-91/JF.1/2003 tersebut di atas dapat berlaku juga bagi keikutsertaan PFA dalam Kuliah Matrikulasi (plus ujian) pada program pendidikan S2 di dalam negeri (PFA mengikuti pendidikan S2 dengan biaya sendiri di dalam negeri). Dari hasil pembahasan, disepakati bahwa pendidikan yang dimaksud dalam SE-91/JF-1/2003 adalah dalam rangka tugas belajar
di mana yang
bersangkutan dibebastugaskan dari kegiatan rutin untuk tugas belajar. Dengan kata lain, keikutsertaan yang bersangkutan dalam program “antara” dimaksud adalah merupakan ”penugasan” dari pimpinan yang dapat dinilai terpisah dari penugasannya dalam mengikuti pendidikan S2/S3.
Kegiatan mengikuti
matrikulasi dalam rangka pendidikan di luar jam dinas, sebagaimana tersebut di atas, tidak dapat diberikan angka kredit tersendiri, mengingat yang bersangkutan tetap dapat memperoleh angka kredit dari penugasan dalam jam dinas. Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
6
Pusat Pembinaan JFA
Secara rinci, permasalahan yang berkenaan dengan pendidikan Formal beserta solusinya diuraikan dalam tanya jawab berikut: 1. Pertanyaan : Apakah ijazah S 2 dengan spesialisasi Perpajakan hanya dapat diterbitkan di Fakultas Ekonomi, karena ada seorang pegawai yang memiliki ijazah S2 berupa Magister dalam Ilmu Administrasi yang diterbitkan oleh FISIP UI yang dalam transkrip nilai mencantumkan mata kuliah Perpajakan? Apakah angka kredit dari ijazah S 2 berupa Magister dalam Ilmu Administrasi yang diterbitkan oleh FISIP UI tersebut di atas, yang sebelum lulus UPI IV telah diberi angka kredit sebagai kelompok penunjang sebesar 5, setelah pegawai ybs lulus UPI IV dapat dilakukan koreksi (menjadi Unsur Utama) ? Jawaban : Berdasarkan Keputusan Deputi Kepala BPKP Bidang Administrasi No. Kep-05.02.06-33/DI/2000 tanggal 6 Januari 2000 tentang Pemberian Ijin Pendidikan di luar Kedinasan dan Penyesuaian Ijazah di lingkungan BPKP, Ijazah yang dapat digunakan untuk penilaian angka kredit JFA sebagai unsur utama adalah ijazah yang berasal dari disiplin ilmu Ekonomi jurusan Akuntansi dan Manajemen. Mengacu pada ketentuan tersebut, berarti ijazah yang berasal dari disiplin ilmu lainnya tidak termasuk pendidikan formal dari Unsur Utama dan oleh karenanya hanya dapat diberikan angka kredit sebagai unsur penunjang. Keputusan ini merupakan penetapan Kualifikasi Pendidikan bagi PFA di lingkungan BPKP yang sampai saat ini belum diubah. Dengan demikian, Magister Ilmu Administrasi yang berasal dari disiplin ilmu Sosial dan ilmu Politik, berdasarkan keputusan tersebut, adalah merupakan unsur penunjang.
Perluasan terhadap Kualifikasi
Pendidikan Auditor yang tercantum dalam keputusan dimaksud, masih dalam kajian Biro Kepegawaian dan Organisasi. 2. Pertanyaan : Seorang PFA mengikuti kuliah S 2 dalam negeri jurusan Manajemen dengan Gelar yang akan diperoleh Magister Management (MM). Sebelum Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
7
Pusat Pembinaan JFA
mengikuti S 2 tersebut yang bersangkutan diwajibkan mengikuti Kuliah Matrikulasi dan ada ujiannya. Setelah mengikuti kuliah matrikulasi dan lulus, kepadanya diberikan sertifikat kelulusan dengan jumlah hari kuliah sekian hari. Bolehkah kepadanya diberikan Angka Kredit unsur Pendidikan apabila ybs mengajukan angka kreditnya. Jawaban : Pendidikan yang dimaksud dalam SE-91/JF-1/2003 adalah dalam rangka tugas belajar di mana yang bersangkutan dibebastugaskan dari kegiatan rutin untuk tugas belajar. Dengan kata lain, keikutsertaan yang bersangkutan
dalam
program
antara
dimaksud
adalah
merupakan ”penugasan” dari pimpinan yang dapat dinilai terpisah dari penugasannya dalam mengikuti pendidikan S2/S3.
Kegiatan mengikuti
matrikulasi dalam rangka pendidikan di luar jam dinas, sebagaimana tersebut di atas, tidak dapat diberikan angka kredit tersendiri, mengingat yang bersangkutan tetap dapat memperoleh angka kredit dari penugasan dalam jam dinas. 3. Pertanyaan : Angka kredit bagi peserta diklat diberikan bagi yang mengikuti atau lulus diklat. Namun selama ini bagi PFA yang telah menyelesaikan materi kuliahnya tetapi tidak disetujui skripsinya ( DO D-IV STAN karena tidak disetujui skripsinya ) tidak diberikan angka kreditnya, sedangkan yang duduk mengikuti PKS satu hari saja memperoleh angka kredit. Jawaban : Pada prinsipnya, pemberian angka kredit terhadap suatu kegiatan didasarkan pada tercapainya Norma Hasil sesuai dengan tujuan dilaksanakannya kegiatan tersebut. Mengingat yang bersangkutan tidak dapat menyelesaikan pendidikan dan memperoleh ijazah sesuai dengan tujuan diselenggarakannya pendidikan DIV STAN, sehingga tidak terpenuhi Norma Hasil, maka kepada yang bersangkutan tidak dapat diberikan angka kredit. Hal ini disebabkan selama mengikuti pendidikan DIV STAN yang bersangkutan bertatus sebagai PNS yang dibebaskan sementara dari JFA,
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
8
Pusat Pembinaan JFA
sehingga semua kegiatan yang dilakukan selama pembebasan sementara tersebut tidak dapat diberikan angka kredit Namun demikian, skripsi yang telah disusun oleh yang bersangkutan dapat diajukan kepada pimpinan unit kerja untuk dipertimbangkan sebagai karya tulis / karya ilmiah. (Lihat Buku Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA tahun 2001 Bab IV, pertanyaan nomor 2 hal. 3 dan pertanyaan nomor 66 hal. 32). 4. Pertanyaan : Seorang PFA mengikuti pendidikan S2 lulus tahun 2000. Ijazah S2 diusulkan untuk mendapat angka kredit dengan DUPAK periode JuliDesember 2000, lengkap dengan persyaratan lainnya (surat izin) di Deputi Pengawasan Perminyakan. Tanpa ijazah S2, PFA ybs naik pangkat ke Gol. IV/a TMT 1 April 2000. Pada Pengajuan DUPAK periode Januari-Juni 2003 angka kredit unsur pendidikannya dikurangi senilai: 25 oleh Tim Penilai BPKP Pusat, dengan penjelasan PFA tersebut harus mengikuti UPI IV. Ketentuan UPI IV baru berlaku tahun 2002. Apakah boleh SK PAK yang sudah ditandatangani Deputi dianulir? Jawaban : Dalam Surat Edaran Sekretaris Utama
Nomor: SE-1460/SU/02/2003
tanggal 15 Agustus 2003, tentang Pedoman Penyelenggaraan Ujian Penyesuaian Ijazah (UPI)-IV dinyatakan sebagai berikut: o Untuk menghindari kerancuan berbagai dokumen kedinasan, maka gelar akademik dapat dicantumkan dalam dokumen kedinasan, setelah diperoleh Surat Keterangan Peningkatan Pendidikan. o Pencantuman gelar akademik oleh pejabat fungsional tertentu dalam SK PAK dilakukan setelah diperoleh Surat Keterangan Peningkatan Pendidikan. Mengingat dalam SK Kenaikan Pangkat ke dalam golongan ruang IV/a, yang bersangkutan belum dicantumkan gelar S-2 dan tidak terdapat Surat Peningkatan Pendidikan, maka ijazah S2 tersebut belum diakui secara kedinasan dan terhadap yang bersangkutan diberlakukan ketentuan UPI IV sesuai SE-1460 tersebut di atas, sehingga dengan demikian angka kredit
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
9
Pusat Pembinaan JFA
perolehan gelar S-2 sebesar 25 tersebut belum dapat diberikan dan oleh karena itu SK PAK dimaksud harus dikoreksi. Pada dasarnya SK PAK dapat dikoreksi sepanjang dilakukan oleh Pejabat Yang Berwenang Menetapkan Angka Kredit (bukan oleh Tim Penilai Pusat). B. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN (DIKLAT) Permasalahan yang dibahas dalam kelompok ini berkenaan dengan kegiatan pada unsur Pendidikan, sub unsur “Mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Kedinasan serta Memperoleh STTPL” yang merupakan bagian dari Unsur Utama Kegiatan PFA sebagaimana tercantum dalam huruf A.1 Lampiran 1 A dan 1 B Keputusan MENPAN No. 19 Tahun 1996 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya. Secara garis besar, permasalahan yang telah dibahas dalam Forum Komunikasi JFA dan Kepegawaian Tahun 2004 mengenai topik ini antara lain adalah sebagai berikut: Saat Pengakuan Angka Kredit Diklat Sesuai dengan prinsip Norma Hasil, perlakuan saat pemberian angka kredit atas kegiatan Diklat selama ini adalah menganut prinsip saat tercapainya Norma Hasil sesuai dengan tujuan diselenggarakan diklat. Untuk Diklat yang tujuannya hanya mengikuti dan tidak ada evaluasi berupa ujian (Misalnya Diklat Matrikulasi atau Diklat Teknis Substantif), maka angka kredit dapat diberikan saat seorang PFA telah selesai mengikuti diklat (dengan memperoleh ”Sertifikat Mengikuti Diklat”). Sedangkan untuk Diklat yang mewajibkan adanya kelulusan (Misalnya Diklat Sertifikasi JFA), maka angka kredit diberikan setelah PFA yang bersangkutan lulus dan memperoleh Sertifikat Kelulusan (STTPP). Dalam setahun terakhir, berkembang wacana untuk memberikan angka kredit diklat saat PFA selesai mengikuti diklat, baik untuk diklat yang mensyaratkan kelulusan maupun tidak. Wacana ini berkembang mengingat seorang PFA mungkin tidak langsung lulus pada kesempatan pertama ujian, mungkin mengulang sampai waktu 2 tahun, atau bahkan mungkin terpaksa harus
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
10
Pusat Pembinaan JFA
mengulang mengikuti diklat yang sama karena tidak lulus pada 4 kali kesempatan ujian dalam waktu 2 tahun. Wacana ini telah dibahas dalam Forum Komunikasi JFA dan Kepegawaian Tahun 2004. Dalam pembahasan terdapat peserta yang pro (setuju) dan kontra (tidak setuju) terhadap wacana memberikan angka kredit untuk semua diklat saat selesai mengikuti diklat. Pendapat yang ”Setuju” mengajukan argumen bahwa angka kredit terlalu lama kalau diberikan setelah kelulusan, sedangkan PFA yang bersangkutan telah menghabiskan waktu yang relatif lama untuk mengikuti diklat dan ujian. Bahkan bagi PFA yang tidak lulus dan harus mengulang kembali mengikuti diklat yang sama, yang bersangkutan tidak memperoleh angka kredit sama sekali. Pendapat yang ”Tidak Setuju” menyatakan bahwa untuk diklat yang mengharuskan adanya kelulusan, Norma Hasil baru tercapai setelah yang bersangkutan memperoleh kelulusan sesuai dengan tujuan diklat, sebagaimana penugasan pengawasan lainnya diberikan angka kredit setelah tercapainya Norma Hasil. Pemberian angka kredit sebelum tercapainya Norma Hasil (kelulusan) juga dapat mengakibatkan berkurangnya semangat PFA untuk segera mencapai kelulusan, dan bagi yang mengulang mengikuti diklat (tidak lulus dalam 4 kali ujian atau 2 tahun) dapat mengakibatkan diberikannya dua kali angka kredit untuk diklat yang sama, sedangkan diklat itu sendiri tidak diselesaikan dengan baik (tidak mencapai Norma Hasil). Adanya perbedaan pendapat antara yang ”Setuju” dan ”Tidak Setuju”, sebagaimana diuraikan di atas, kemudian dalam Forum diselesaikan melalui Voting. Dari 34 unit kerja BPKP diseluruh Indonesia yang mengikuti Voting diperoleh hasil 19 Unit Kerja (55,9 %) menyatakan Tidak Setuju angka kredit diberikan sebelum tercapai Norma Hasil, dan 15 Unit Kerja (44,1 %) menyatakan Setuju angka diklat diberikan saat selesai mengikuti diklat tanpa harus menunggu sertifikat kelulusan (tanpa menunggu tercapainya Norma Hasil).
Berdasarkan hasil Voting tersebut di atas, maka disepakati bahwa
angka kredit atas kegiatan diklat yang mewajibkan adanya kelulusan tetap diberikan saat telah diperolehnya sertifikat kelulusan, sesuai prinsip pemberian angka kredit JFA yang didasarkan pada pencapaian Norma Hasil.
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
11
Pusat Pembinaan JFA
Perbedaan Diklat dan PKS Dalam penerapan JFA sering timbul pertanyaan mengenai perbedaan antara Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) dengan Pelatihan di Kantor Sendiri (PKS) terutama berkenaan dengan adanya pelatihan-pelatihan dan workshop yang diikuti oleh PFA, apakah dianggap sebagai Diklat atau PKS? Sesuai dengan PP No. 101 Tahun 2000 tentang Diklat Jabatan PNS dan SK MENPAN No. 19/1996, suatu kegiatan dapat disebut Pendidikan dan Pelatihan (diklat) apabila terdapat proses belajar mengajar dalam rangka meningkatkan
kemampuan
PNS.
Dalam
suatu
diklat
terdapat
unsur
Pendidikan (yang bersifat meningkatkan kemampuan teoritis) dan Pelatihan (yang bersifat meningkatkan kemampuan praktis).
Bukti keikutsertaan /
kelulusan dalam suatu diklat ditandai dengan diterbitkannya Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan (STTPP) atau yang lazim disebut sertifikat oleh pihak penyelenggara diklat. Berdasarkan Keputusan Kepala BPKP No. Kep-1246/K/SU/2004 tanggal 22 Oktober 2004 tentang Pedoman PKS di lingkungan BPKP, Pelatihan di Kantor Sendiri (PKS) adalah sebagai pelatihan secara teratur / terjadual untuk meningkatkan kemampuan pegawai dalam rangka menunjang tugas-tugas unit kerja, yang penyelenggara dan pesertanya berasal dari pegawai unit kerja yang bersangkutan. Dalam Pelatihan di Kantor Sendiri (PKS), penekanan lebih pada unsur Pelatihan (praktis) dan bukan Pendidikan (teoritis). Oleh karena itu, materi PKS lebih difokuskan pada hal-hal praktis dengan adanya Pemrasaran (penyaji) yang memaparkan kondisi-kondisi yang ada dalam praktek dan Moderator sebagai pengendali berjalannya diskusi. Bukti keikutsertaan PKS tidak perlu ditandai dengan sertifikat, cukup dengan bukti kehadiran dan notulensi. Dengan demikian, apabila suatu pelatihan memenuhi pengertian sebagai Diklat sebagaimana tersebut di atas, maka terhadap kegiatan tersebut diberikan angka kredit diklat. Secara umum, workshop (bengkel kerja) dikelompokkan sebagai PKS mengingat penekanannya pada hal-hal praktis.
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
12
Pusat Pembinaan JFA
Secara rinci, permasalahan yang berkenaan dengan diklat beserta solusinya diuraikan dalam tanya jawab berikut: 5. Pertanyaan : a. Apa kriteria agar suatu kegiatan pelatihan dapat diakui sebagai unsur pendidikan dan pelatihan (Diklat)? b. Untuk meningkatkan kemampuannya dalam penguasaan Teknologi Informasi, PFA di-Diklatkan ke pihak yang berkompeten dari luar (Microsoft, Lotus, dll) yang dalam pelaksanaanya bisa dilakukan di dalam kantor (In house training) atau di tempat trainer. Pelatihan yang dilakukan meliputi penguasaan Management TI, Jaringan TI, maupun Basis data. Kegiatan-kegiatan tersebut pada pengajuan Angka Kredit tidak diakui sebagai pelatihan dan dikoreksi ke PKS. c. Workshop mengenai Teknologi Informasi yang diselenggarakan intern unit kerja dilakukan dalam rangka melatih penguasaan Teknologi Informasi di lingkungan BPKP, sedangkan yang dilakukan ke unit kerja lain dalam rangka peningkatan kompetensi PFA dalam peningkatan penguasaan Teknologi Informasi. Kegiatan tersebut seharusnya juga masuk ke dalam Pelatihan Jawaban : a. Sesuai dengan PP No. 101 Tahun 2000 tentang Diklat Jabatan PNS dan SK MENPAN No. 19/1996, suatu kegiatan dapat disebut Pendidikan dan Pelatihan (diklat) apabila terdapat proses belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan PNS. Dalam suatu diklat
terdapat
unsur
Pendidikan
(yang
bersifat
meningkatkan
kemampuan teoritis) dan Pelatihan (yang bersifat meningkatkan kemampuan praktis). Bukti keikutsertaan / kelulusan dalam suatu diklat ditandai dengan diterbitkannya Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan (STTPP) atau yang lazim disebut sertifikat oleh pihak penyelenggara diklat. b. Dalam Pelatihan di Kantor Sendiri (PKS), penekanan lebih pada unsur Pelatihan (praktis) dan bukan Pendidikan (teoritis). Oleh karena itu, Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
13
Pusat Pembinaan JFA
materi PKS lebih difokuskan pada hal-hal praktis dengan adanya Pemrasaran (penyaji) yang memaparkan kondisi-kondisi yang ada dalam praktek dan Moderator sebagai pengendali berjalannya diskusi. Bukti keikutsertaan PKS tidak perlu ditandai dengan sertifikat, cukup dengan bukti kehadiran dan notulensi. c. Dalam
ketentuan
JFA,
tidak
diatur
secara
spesifik
mengenai
penyelenggaraan workshop. Dalam Forum 2003 disepakati bahwa pada dasarnya suatu workshop (bengkel kerja) adalah merupakan pelatihan mengenai suatu topik atau keahlian tertentu. Workshop di lingkungan unit kerja sendiri pada dasarnya dapat disamakan dengan PKS. Bagi PFA yang ditugaskan menjadi instruktur dalam Workshop yang diselenggarakan di unit kerja lain, angka kredit bagi
Instruktur
Penyuluhan
di
disepadankan bidang
dengan
Pengawasan”,
kegiatan sedangkan
“Melaksanakan bagi
peserta
merupakan kegiatan PKS. (Lebih lanjut lihat Surat Edaran Kepala Pusbin JFA No. SE-769/JF/1/2003 tanggal 14 Juli 2003 perihal Penegasan Hasil Forum JFA dan Kepegawaian Tahun 2003 dan Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2003, pertanyaan No. 36, halaman 55). 6. Pertanyaan : Hingga saat ini PFA di lingkungan unit kerja kami (Perwakilan BPKP Provinsi X) belum ada yang bersertifikat PM. PFA yang telah mengikuti Diklat Sertifikasi PM baru satu orang yang merupakan pindahan/ Pengangkatan Kembali ke dalam JFA dari jabatan struktural yang memperoleh angka kredit di atas 550. Bagi PFA reguler, untuk mengikuti diklat PM persyaratannya harus memiliki angka kredit minimal 775. Dengan persyaratan minimal bagi PFA reguler tersebut, sangat sulit bagi seorang PFA untuk mengikuti diklat Pengendali Mutu. Solusi sementara yang diterapkan di Perwakilan, adalah para Pejabat Struktural Eselon III masih diperankan sebagai Pengendali Mutu. Diusulkan agar ketentuan persyaratan sertifikasi bagi PFA yang mengikuti diklat PM secara reguler, khususnya perolehan angka kredit minimal, Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
14
Pusat Pembinaan JFA
diturunkan, namun ditambahkan persyaratan lainnya yang memenuhi kualifikasi tertentu, misalnya dengan kualifikasi pendidikan S2. Jawaban : Pada prinsipnya, peran Pengendali Mutu (PM) dalam ketentuan JFA dilakukan oleh PFA dengan jabatan Auditor Ahli Utama (Gol. IV/d – IV/e). Oleh karena itu, persyaratan angka kredit minimal untuk dapat mengikuti Diklat Penjenjangan PM adalah 775, yang secara normatif dapat diperoleh seorang Auditor Ahli Madya dengan masa kerja 2 (dua) tahun dalam pangkat IV/c, yang juga merupakan persyaratan untuk naik jabatan dari Auditor Ahli Madya menjadi Auditor Ahli Utama. Pengecualian terhadap hal ini adalah khusus bagi mantan Kepala Bidang (eselon III) yang diinpassing / dipindahkan / diangkat kembali dalam JFA di lingkungan BPKP dengan angka kredit minimal 550, sesuai dengan Keputusan Kepala BPKP No. Kep-07.02.01-603/K/2001 tanggal 28 September 2001, dapat diusulkan mengikuti Diklat Penjenjangan PM, mengingat yang bersangkutan pada prinsipnya telah menjalankan fungsi PM pada saat menjabat Kepala Bidang. Wacana untuk menurunkan persyaratan mengikuti Diklat Penjenjangan PM telah dimasukkan dalam bahan bahasan revisi Pola Diklat Auditor dengan pemikiran bahwa pada saat PFA mencapai angka kredit 775 umumnya yang bersangkutan telah mendekati batas usia pensiun, sehingga sulit bagi unit kerja untuk mempunyai PFA dengan peran Pengendali Mutu. 7. Pertanyaan : Apakah
dimungkinkan
seorang
PFA
yang
berstatus
Dibebaskan
Sementara dari JFA karena mengikuti tugas belajar S2 dan belum diangkat kembali dalam JFA dengan pangkat III/c, untuk mengikuti Diklat Ketua Tim walaupun yang bersangkutan tidak membuat angka kredit sehingga angka kredit minimal untuk mengikuti Diklat 175 SK PAK-nya belum ada. Jawaban : Apabila yang bersangkutan adalah PFA yang sedang dalam pembebasan sementara karena tugas belajar S2, dan telah diaktifkan kembali dalam tugas-tugas pengawasan, maka untuk dapat diangkat kembali dalam JFA Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
15
Pusat Pembinaan JFA
(dengan jabatan Auditor Ahli Muda sesuai pangkat terakhirnya), yang bersangkutan harus mengumpulkan angka kredit minimal 200 (angka kredit minimal pangkat III/c), dan memiliki sertifikat diklat Penjenjangan Ketua Tim (setelah memiliki sertifikat Pembentukan Auditor Ahli atau diklat Pindah Jalur). Mengingat persyaratan untuk dapat mengikuti diklat Penjenjangan Ketua Tim adalah memiliki angka kredit minimal 175, maka yang bersangkutan harus mengumpulkan angka kredit minimal tersebut dan diterbitkan SK PAK terlebih dahulu, baru diusulkan untuk mengikuti diklat Penjenjangan Ketua Tim. 8.
Pertanyaan : Diklat yang diselenggarakan oleh Pusdiklat akan mempengaruhi Hari Pemeriksaan. Kapan perhitungan HP tersebut, apakah pada tahun mengikuti Diklat atau pada saat PFA ybs mengajukan angka kreditnya sesudah lulus dan memperoleh sertifikat? Di samping itu selama ini hari mengikuti ujian tidak / belum diakui sebagai hari yang memperoleh AK. Mengatasi hal tersebut diusulkan agar: • •
Sertifikat Mengikuti DIKLAT dihitung angka kreditnya selama hari diklat Sertifikat Kelulusan diakui angka kreditnya sejumlah hari mengikuti ujian
Jawaban : Dalam Forum ini telah didiskusikan mengenai pengakuan angka kredit keikutsertaan diklat sertifikasi, dan disepakati bahwa angka kredit diklat diakui setelah yang bersangkutan memperoleh sertifikat kelulusan. Untuk memudahkan penghitungan HP, penggunaan HP diklat sertifikasi dianggap sebagai penggunaan HP pada tahun kelulusan. Mengingat Norma Hasil kegiatan diklat sertifikasi adalah kelulusan,maka kegiatan mengikuti diklat dan mengikuti ujian dianggap merupakan satu paket kegiatan. 9.
Pertanyaan : Terdapat seorang PFA yang telah mengikuti diklat sertifikasi pembentukan auditor ahli tahun 2002, namun baru lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2002, HP yang dilaporkan oleh yang bersangkutan belum mencapai HP Maksimal (baru mencapai 215 hari). Pada tahun 2003, ybs mengajukan
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
16
Pusat Pembinaan JFA
angka kredit pengembangan profesi berdasarkan STTPP, ternyata setelah kami hitung, HP yang dilaporkan melebihi HP Maksimal (240 hari) karena telah kami perhitungkan dengan penggunaan hari diklat sertifikasi selama 15 hari. Permasalahannya, ybs mengharapkan agar penggunaan hari diklat tersebut dapat diperhitungkan di tahun 2002 saja, sesuai dengan saat pelaksanaan diklat dan bukan saat kelulusan tahun 2003, sehingga ybs dapat memperoleh tambahan angka kredit di tahun 2003 dari unsur pengawasan (ST) sebagai pengganti penggunaan hari diklat selama 15 hari. Jawaban : Seperti diungkapkan dalam jawaban no. 8 di atas, wacana pemberian angka kredit diklat dan penggunaan HP sesuai dengan tahun mengikuti diklat telah ditawarkan dalam forum, namun forum tetap menyepakati bahwa angka kredit dan penggunaan HP dimaksud tetap berdasarkan tahun kelulusan diklat yakni saat tercapainya norma hasil tujuan diselenggarakannya diklat. Dengan demikian, penggunaan HP terhadap diklat dimaksud diperhitungkan sebagai penggunaan HP tahun 2003. Mengingat penggunaan HP tahun 2003 telah melebihi HP Maksimal, maka dengan diakuinya angka kredit diklat tersebut (sebagai Pengembangan Profesi), maka akan terdapat kegiatan lain yang tidak dapat diakui angka kreditnya karena telah melebihi HP Maksimal. 10. Pertanyaan : Pengakuan angka kredit diklat (sertifikasi) dilakukan pada kelulusan. Di samping masalah HP Maksimal yang telah diatur, timbul juga masalah pengembangan profesi khususnya dengan lamanya proses pembuatan sertifikasi. Misalnya kenaikan pangkat III/b ke III/c per 1 April (ahli) didasarkan pada SK PAK periode yang berakhir 31 Desember, sertifikat KT biasanya selesai pada Januari / Februari tahun berikutnya sehingga angka kredit pengembangan profesi ditambahkan pada periode setelah kenaikan pangkat III/c dan menjadi ”fresh point” pengembangan profesi untuk kenaikan pangkat ke III/d. Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
17
Pusat Pembinaan JFA
Jawaban : Untuk menghindari penilaian angka kredit pengembangan profesi dalam periode pangkat III/b dialihkan ke periode pangkat III/c, angka kredit atas sertifikat KT pada kondisi tersebut di atas dapat diberikan pada periode penilaian Juli – Desember sambil menunggu sertifikat terbit. Fotocopy sertifikat tersebut dilampirkan dalam dokumen penilaian segera setelah sertifikat diterima dan sertifikat KT tersebut tetap merupakan persyaratan bagi kenaikan jabatan/pangkat yang bersangkutan. C. PENGAWASAN Permasalahan yang dibahas dalam kelompok ini berkenaan dengan kegiatan pada unsur Pengawasan, yang merupakan bagian dari Unsur Utama Kegiatan PFA sebagaimana tercantum dalam huruf A.1 Lampiran 1 A dan 1 B Keputusan MENPAN No. 19 Tahun 1996 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya. Secara garis besar, permasalahan yang telah dibahas dalam Forum Komunikasi JFA dan Kepegawaian Tahun 2004 mengenai Pengawasan antara lain adalah sebagai berikut: Bukti Pencapaian Norma Hasil Pada prinsipnya, suatu kegiatan Pengawasan dapat diberikan angka kredit apabila kegiatan tersebut telah selesai atau dapat dianggap selesai sesuai dengan tanggung jawab masing-masing PFA (tercapainya Norma Hasil). Untuk penugasan yang bersifat audit, bukti tercapainya Norma Hasil adalah berupa Laporan Hasil Audit (LHA). Namun, mengingat LHA merupakan dokumen negara yang mungkin ditujukan pada pengguna yang terbatas, maka bukti norma hasil yang dilampirkan sebagai bukti pendukung dalam DUPAK tidak harus berupa copy LHA secara lengkap. Untuk itu dapat diciptakan berbagai bentuk dokumen yang pada hakekatnya dapat menunjukkan / membuktikan bahwa penugasan telah selesai (dapat dianggap selesai). Secara umum di lingkungan BPKP, tercapainya Norma Hasil kegiatan audit dibuktikan dengan adanya Routing Slip yang menggambarkan perjalanan LHA Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
18
Pusat Pembinaan JFA
sejak dikonsep awal sampai dengan diterbitkan dan didistribusikan. Bagi unitunit kerja pengawasan di luar BPKP juga diharapkan dapat menciptakan media sejenis Routing Slip tersebut atau dapat menggunakan fotocopy Cover LHA. Penugasan audit yang karena sesuatu hal terhenti sebelum penugasan selesai dilakukan, tercapainya Norma Hasil dapat berupa Progress Report yang melaporkan realisasi penugasan sampai saat penugasan itu dihentikan dan penjelasan alasan dihentikannya penugasan. Penghentian penugasan hendaknya didasarkan pada surat atau pernyataan tertulis dari Pimpinan Unit. Terhadap
penugasan
yang
terhenti
tersebut
diberikan
angka
kredit
berdasarkan jumlah realisasi hari penugasan (tidak didasarkan pada Rencana HP). Untuk kegiatan pengawasan yang bersifat non audit (misalnya Sosialisasi, Asistensi, atau Bimbingan Teknis) bukti tercapainya Norma Hasil dapat berupa Laporan Pelaksanaan Kegiatan yang melaporkan realisasi pelaksanaan kegiatan. Dalam hal PFA diperbantukan pada instansi pengawasan lain di luar BPKP, untuk pemenuhan Norma Hasil dapat diciptakan suatu media dari pejabat yang berwenang yang menyatakan penugasan telah selesai sesuai tujuan penugasan. Penegasan Kembali Diperlukannya Media Rencana Anggaran Waktu Dalam Forum-forum dan Himpunan Tanya Jawab sebelumnya telah seringkali dibahas mengenai keharusan adanya Rencana Anggaran Waktu (di lingkungan BPKP dikenal sebagai KM3) atas setiap penugasan pengawasan. Pada Forum Komunikasi JFA dan Kepegawaian Tahun 2004, kembali ditegaskan bahwa Rencana Anggaran Waktu sangat diperlukan bagi setiap penugasan pengawasan yang dilakukan oleh PFA, mengingat angka kredit pengawasan dihitung berdasarkan rencana waktu penugasan. Dalam penugasan audit, Form KM3 yang menggambarkan Rencana Anggaran Waktu hendaknya dimodifikasi sehingga terlihat jelas anggaran waktu untuk Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
19
Pusat Pembinaan JFA
masing-masing peran PFA (Anggota Tim, Ketua Tim, Pengendali Teknis, Pengendali Mutu). Dengan demikian, angka kredit Pengendali Teknis dan Pengendali Mutu ditentukan oleh jumlah HP yang direncanakan bagi yang bersangkutan untuk penugasan dimaksud dan tidak harus sama dengan HP Ketua Tim/Anggota Tim. Untuk tugas pengawasan yang bersifat non audit, Rencana Anggaran Waktu tetap dibutuhkan sebagai dasar pemberian angka kredit. Mengingat tugastugas pengawasan non audit dapat sangat bervariasi, maka hendaknya diciptakan form Rencana Anggaran Waktu sesuai dengan sifat penugasannya yang terutama menggambarkan kegiatan apa yang akan dilakukan, siapa yang akan melakukan, dan berapa lama direncanakan akan dilakukan. Penugasan yang Tidak Berbentuk Tim Mandiri Seiring dengan berkembangnya tugas-tugas pengawasan, penugasan PFA mungkin bersifat perorangan dan tidak berbentuk Tim Mandiri (tidak menggunakan terminologi Anggota Tim, Ketua Tim, Pengendali Teknis, dan Pengendali Mutu). Suatu penugasan sosialisasi, mungkin hanya ditugaskan kepada dua orang PFA yang berbagi tugas mensosialisasikan materi yang berbeda. Dalam penugasan seperti ini, PFA yang bersangkutan dapat diberikan angka kredit sesuai peran yang seharusnya berdasarkan jabatannya. Misalnya, yang ditugaskan adalah dua orang Auditor Ahli Muda (yang secara jabatan sudah berperan sebagai Ketua Tim), maka kedua PFA tersebut dapat diberikan angka kredit dengan peran sebagai Ketua Tim. Secara rinci, permasalahan yang berkenaan dengan pengawasan dan solusinya diuraikan dalam tanya jawab berikut: 11. Pertanyaan : Dengan diberlakukannya Keputusan Kepala BPKP Nomor: Kep- 1450 /K/SU/2003 tentang Pedoman Pola Hubungan Pejabat Struktural dengan Pejabat
Fungsional
Auditor
(PFA)
dimana
terdapat
PFA
yang
melaksanakan fungsi sebagai Koordinator PFA, apakah dapat diberikan angka kredit?
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
20
Pusat Pembinaan JFA
Jawaban : Kedudukan sebagai koordinator PFA tidak diberikan angka kredit, namun kegiatan pengawasan yang dilakukannya dapat diberikan angka kredit. 12. Pertanyaan : Anggota Tim Penilai Angka Kredit sebagian besar adalah PFA di lingkungan BPKP, dimana pada saat akan melakukan penilaian terhadap DUPAK yang masuk, PFA tersebut selalu sibuk dengan tugas pemeriksaan, sehingga tidak banyak berperan dalam melaksanakan penilaian angka kredit. Di sisi lain angka kredit yang diperoleh PFA yang bersangkutan sebagai anggota Tim Penilai Angka Kredit baik mereka yang berprestasi maupun yang tidak berprestasi dalam melaksanakan penilaian angka kredit adalah sama (angka kredit = 0,5) selama 1 tahun sejak diterbitkan SK Pembentukan Tim Penilai Angka Kredit. Untuk memotivasi Tim Penilai Angka Kredit di lingkungan Perwakilan BPKP, hendaknya penetapan besarnya angka kredit yang diberikan kepada PFA ybs berdasarkan prestasi bukan berdasarkan waktu / lamanya menjadi anggota tim penilai. Jawaban : Setuju. Sejak Forum Komunikasi Tahun 2001 telah disepakati bahwa untuk memotivasi Tim Penilai Angka Kredit, telah diberikan tambahan angka kredit kegiatan penilaian angka kredit sebagai ”audit buril” (sebagai Unsur Pengawasan) yang diberikan berdasarkan penugasan Pimpinan Unit. Namun demikian, apabila berdasarkan pertimbangan Pejabat Yang Berwenang Menetapkan Angka kredit, PFA yang termasuk di dalam Tim Penilai
tidak
melaksanakan
tugasnya
dengan
baik,
maka
yang
bersangkutan: •
Tidak diberikan angka kredit unsur penunjang kegiatan ”anggota tim penilai” dengan tidak menerbitkan SPMK; dan
•
Diganti melalui mekanisme penggantian antar waktu
13. Pertanyaan :
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
21
Pusat Pembinaan JFA
Apakah diperkenankan menggunakan progress report,
yang ditujukan
kepada Kepala Perwakilan / Pemberi Tugas, untuk memenuhi persyaratan pencapaian norma hasil dalam penugasan yang karena kondisi auditan atau hal lainnya mengakibatkan penugasan melebihi jangka waktu penyelesaian seperti tercantum dalam Surat Tugas? Jawaban : Pada dasarnya setiap penugasan pengawasan dapat diajukan angka kreditnya apabila tugas tersebut termasuk dalam kegiatan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menpan Nomor 19/1996 dan kesepadanankesepadanan yang telah diterbitkan. Media bukti / dokumen pendukung yang menyatakan telah tercapainya norma hasil dapat bervariasi (Lihat SOP Penilaian dan Penetapan AK, BAB IV, huruf D hal. 24) sepanjang dapat membuktikan bahwa pekerjaan telah selesai dan disahkan oleh Pemberi Tugas. Penugasan yang melebihi jangka waktu penyelesaian seperti tercantum dalam surat penugasan dapat diberikan angka kredit apabila didasarkan pada perpanjangan Surat Tugas yang diterbitkan oleh Pimpinan Unit Kerja berdasarkan pertimbangan profesional. (Lihat juga Himpunan Tanya Jawab Edisi tahun 2002 Bab IV huruf C pertanyaan 41 hal. 36) 14. Pertanyaan : Apakah ada media lain yang dapat digunakan sebagai bukti telah tercapai norma hasil dalam penugasan perbantuan kepada Instansi di luar BPKP? Apakah
review
sheet
penyelesaian
laporan
dari
Instansi
yang
menggunakan, dapat dijadikan sebagai bukti pencapaian norma hasil ? Apabila tidak diperoleh review sheet penyelesaian laporan dari Instansi dimaksud, apakah dapat menggunakan progress report
yang ditujukan
kepada Kepala Perwakilan / Pemberi Tugas. Jawaban :
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
22
Pusat Pembinaan JFA
Review Sheet tidak dapat digunakan sebagai bukti norma hasil karena hanya merupakan media dalam proses pelaporan. Progress report dapat dijadikan sebagai bukti pencapaian norma hasil sepanjang media tersebut bagi PFA bersifat sebagai pelaporan akhir penugasan dan diketahui / disahkan oleh pemberi tugas dan tidak dimaksudkan untuk pemenggalan periode penugasan untuk kepentingan penilaian angka kredit. 15. Pertanyaan : Surat Tugas dalam hal melaksanakan Asistensi SAKD di Pemda dibuat secara bertahap, umpamanya 30 hari, tetapi Norma Hasilnya belum ada, bagaimana
menghitung
AK
PFA
yang
bersangkutan?
Apakah
dimungkinkan HP-nya dihitung per Surat Tugas walaupun Norma Hasil belum ada, dengan membuat pernyataan, minimal dari Kepala Bidang (Pengendali Mutu), bahwa PFA tersebut telah selesai menyelesaikan tugasnya sesuai dengan jadwal waktu yang ditentukan dan kepada Dalnis diberi AK sesuai dengan kehadiran (SPPD Nihil) bukan berdasarkan ST. Jawaban : Pada dasarnya penilaian angka kredit atas penugasan asistensi yang dilaksanakan secara bertahap dapat dimungkinkan, sepanjang tahap-tahap penugasan tersebut tertuang dalam ST dan anggaran waktu penugasan / KM3,
dan
masing-masing
tahap
mempunyai
hasil
yang
dapat
diidentifikasikan. Pernyataan bahwa penugasan telah selesai diterbitkan oleh pemberi tugas / Pimpinan Unit Kerja. Pemberian angka kredit untuk Pengendali Teknis didasarkan pada anggaran waktu bagi Pengendali Teknis dimaksud (bukan berdasarkan HP Tim atau hari SPPD). (Lihat juga Himpunan Tanya Jawab Edisi Tahun 2003 pertanyaan no. 39, halaman 39) 16. Pertanyaan : Dalam pengajuan SPMK disyaratkan untuk dilengkapi dengan Surat Tugas dan Rencana Anggaran Waktu (KM3).
Dalam pelaksanaannya untuk
program-program nasional, misal Pemtak dan PKPS BBM, Surat Tugas
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
23
Pusat Pembinaan JFA
tidak disertai dengan pembuatan KM3. Hal tersebut membuat komposisi HP tidak jelas
Jawaban : Oleh karena besarnya angka kredit untuk setiap penugasan didasarkan pada jumlah HP yang direncanakan, maka dalam setiap penugasan disyaratkan adanya Rencana Anggaran Waktu yang tertuang dalam form KM3 yang menggambarkan rencana waktu penugasan bagi setiap PFA yang ditugaskan (Anggota Tim, Ketua Tim, Pengendali Teknis, dan Pengendali Mutu). Mengingat tugas-tugas pengawasan telah berkembang demikian variatif, sehingga form KM3 yang ada saat ini tidak lagi memadai untuk digunakan pada setiap jenis penugasan, disarankan untuk menciptakan modifikasi form KM3 agar sesuai dengan sifat dan jenis penugasan yang akan dilaksanakan. (Lihat juga Himpunan Tanya Jawab Edisi Tahun 2003, pertanyaan no. 25, halaman 38). 17. Pertanyaan : Bila terdapat ST yang jangka waktunya melewati 1 (satu) periode penilaian (30 Juni/31 Desember), apakah angka kredit dari penugasan tersebut dapat diakui sesuai dengan kemajuan penugasan seperti tercantum dalam Progress Report Contoh: ST selama 30 hari terhitung mulai tanggal 15 Desember 2003, apabila pada tanggal 31 Desember 2003 penugasan belum selesai tetapi PFA yang bersangkutan mengajukan usulan angka kredit dengan HP telah melampaui jumlah hari pemeriksaan maksimal sebesar 237 pada posisi 31 Desember 2003. Apakah ST tersebut angka kreditnya dapat diajukan pada periode berikutnya? Jawaban : Pemenggalan HP penugasan hanya untuk kepentingan penilaian angka kredit tidak diperkenankan. Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
24
Pusat Pembinaan JFA
Suatu tugas audit dapat diberikan angka kredit apabila tugas tersebut telah diselesaikan dan telah terpenuhi norma hasil. Dalam hal suatu penugasan belum selesai pada akhir periode penilaian (misalnya per 31 Desember 2003), maka tugas tersebut belum dapat diajukan angka kreditnya pada periode tersebut. Angka kredit atas penugasan audit dimaksud baru dapat diajukan pada periode berikutnya setelah tercapainya Norma Hasil. Perhitungan penggunaan HP dilakukan secara proporsional dengan memperhitungkan penggunaan HP tahun 2003 terhadap HP Maksimal tahun 2003 dan memperhitungkan penggunaan HP tahun 2004 terhadap HP Maksimal tahun 2004. 18. Pertanyaan : HP dalam Nota Dinas yang diterbitkan oleh Pejabat Eselon III tidak dibatasi dalam suatu periode penilaian. Agar diterbitkan Surat Edaran perihal hari maksimum Nota Dinas yang diterbitkan Pejabat Eselon III Jawaban : Sampai saat ini belum terdapat ketentuan yang membatasi jumlah HP dalam Nota Dinas dalam satu periode penilaian. Jumlah HP dalam nota dinas tergantung kewajaran untuk menyelesaikan penugasan dan nota dinas tersebut hendaknya ditembuskan kepada Pimpinan Unit Kerja. 19. Pertanyaan : Penggunaan HP yang berkaitan dengan Perolehan Angka Kredit bagi para Pengendali Teknis dan Pengendali Mutu sulit dinilai kewajarannya. Hal ini terjadi
karena
Formulir
KM.8
(Laporan
Supervisi
Pelaksanaan
Pemeriksaan) yang sedianya dapat dijadikan salah satu instrumen dalam penilaian angka kredit tidak sepenuhnya dibuat. Kalaupun KM.8 dibuat pada kenyataannya tidak sepenuhnya 7,5 jam dipergunakan untuk supervisi secara terus menerus. Perlu peninjauan kembali SE-06.04.0027/PJFA/2002 tanggal 18 Januari 2002 pada dictum 4 (dapat diberlakukan kembali). Jawaban :
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
25
Pusat Pembinaan JFA
Perencanaan HP bagi Pengendali Teknis dan Pengendali Mutu agar dituangkan dalam KM3 yang telah dimodifikasi, disesuaikan dengan kegiatan yang akan dilakukan oleh yang bersangkutan dalam penugasan tersebut (Lihat jawaban pertanyaan no. 16 di atas) 20. Pertanyaan : Seorang PFA mengajukan DUPAK periode Januari-Juni 2003 dengan melampirkan ST bulan Mei s.d Oktober 2002, dengan total hari penugasan sejumlah 119 HP. Kemudian PFA tersebut mengajukan DUPAK periode Juli-Desember 2003 dengan melampirkan ST bulan Oktober – November 2002 yang belum dinilai karena tidak diajukan pada DUPAK periode Januari-Juni 2003. PFA tersebut selalu melampirkan ST yang diterbitkan kurang lebih 1 tahun yang lalu dan memang belum dinilai, sedangkan ST yang terbit pada periode berikutnya dengan alasan berjaga-jaga kalau pada periode berikutnya tidak mendapat ST, masih bisa memperoleh angka kredit dari ST yang disimpan (ditabung) tersebut. Apakah sistim ditabung seperti di atas dapat dibenarkan oleh Tim Penilai Angka Kredit? Jawaban : Pada dasarnya angka kredit dapat ”ditabung” dalam SK PAK, dalam arti seluruh kegiatan yang telah mencapai Norma Hasil pada suatu periode penilaian sebaiknya diajukan pada periode penilaian tersebut. Menabung angka kredit dengan cara tidak diajukan pada periode yang seharusnya dan baru diajukan pada periode berikutnya dengan alasan berjaga-jaga kalau pada periode berikutnya tidak ada penugasan, sama sekali tidak ada manfaatnya dan berpotensi untuk bermasalah karena kekuranglengkapan dokumen pendukung mengingat penugasan itu telah terlalu lama berlalu. Apabila hal tersebut dilakukan untuk menyiasati HP Maksimal, misalnya angka kredit atas penugasan tahun 2002 diajukan tahun 2003 karena HP 2002 telah melampaui HP Maksimal, itupun tidak akan ada manfaatnya karena perhitungan penggunaan HP dalam penilaian angka kredit dilakukan secara proporsional, dalam arti penggunaan HP atas penugasan tahun 2002 akan diperhitungkan dengan HP Maksimal tahun 2002 walaupun angka kreditnya baru diajukan tahun 2003. Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
26
Pusat Pembinaan JFA
Surat Tugas bulan Mei s.d Oktober 2002, dengan total hari penugasan sejumlah 119 HP dapat diakui apabila HP tahun 2002 belum melebihi HP Maksimal. Demikian juga Surat Tugas Oktober – November 2002 yang diajukan pada DUPAK periode Juli – Desember 2003. 21. Pertanyaan : Perhitungan HP Maksimal 1 tahun 237 HP, penerapannya dalam pengajuan DUPAK per semester: Apakah dihitung HP Maksimal per semester + 119 HP jika dalam satu semester melebihi HP Maksimal 1 semester maka yang dinilai hanya 119. Jika semester berikutnya tidak maksimal apakah semester sebelumnya yang melebihi HP maksimal bisa dinilai kembali selama masih dalam tahun yang sama Apakah dihitung HP Maksimal 1 tahun 237 HP jika dalam satu semester melebihi HP Maksimal 1 semester tetap dinilai sesuai realisasi HP yang terpakai namun untuk semester berikutnya tinggal dinilai sisanya saja. Jawaban : Penetapan HP Maksimal adalah untuk masa 1 (satu) tahun takwim (1 Januari s.d 31 Desember) dan bukan per semester, sedangkan penetapan HP Maksimal per semester dapat dilakukan oleh masing-masing unit kerja (Lihat juga Himpunan Tanya Jawab 2003 Bab IV huruf C pertanyaan 7 hal. 18). 22. Pertanyaan : Seminar yang diikuti pada hari Sabtu mengurangi HP Maksimal, padahal kehadiran
yang
bersangkutan
dalam
Seminar
tersebut
telah
mengorbankan hari liburnya. Seyogyanya seminar yang dihadiri pada hari Sabtu tidak mengurangi HP Maksimal. Jawaban : Sesuai dengan SE-769/JF/1/2003 halaman 2 point c.1) pengertian HP Maksimal adalah jumlah batas maksimal penggunaan hari kerja untuk kegiatan pengawasan yang dapat diberikan angka kredit dalam satu tahun. Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
27
Pusat Pembinaan JFA
Kegiatan
pengawasan
yang
dilaksanakan
pada
hari
libur
tetap
diperhitungkan angka kreditnya sepanjang tidak melebihi HP maksimal dan didukung bukti-buktinya (ST dan norma hasil/sertifikat). Lihat pembahasan HP maksimal dalam Himpunan Tanya Jawab tahun 2003 Bab IV huruf C pertanyaan 8 hal. 26. 23. Pertanyaan : Penugasan PFA, dapat dilakukan dengan: a. Tim Mandiri, yang terdiri dari: Pengendali Mutu, Pengendali Teknis, Ketua Tim, dan Anggota Tim b. Tidak Berbentuk Tim Mandiri Selama ini, penugasan berbentuk Tim Mandiri, umumya merupakan Tugas Audit. Perkembangan yang terjadi saat ini, terdapat penugasan-penugasan yang merupakan realisasi MoU antara Perwakilan BPKP dengan Pemda setempat, antara lain berupa Asistensi Penyusunan Neraca Pemda yang memerlukan waktu penugasan cukup panjang, sosialisasi ketentuan JFA, sosialisasi AKIP/LAKIP/SAKIP, dll, yang hanya memakan waktu 1 sampai 3 hari. Dalam penugasan sosialisasi umumnya penugasan PFA tidak berbentuk Tim Mandiri. Perlu penegasan mengenai batasan penugasan yang berbentuk Tim Mandiri dan yang tidak berbentuk Tim Mandiri. Jawaban : Penugasan pengawasan dapat dilaksanakan dalam bentuk Tim Mandiri ataupun perorangan sesuai dengan sifat dan kebutuhan penugasan dimaksud. Apabila auditor diberi penugasan yang tidak berbentuk Tim Mandiri (tidak mempunyai komposisi peran PM, PT, KT, dan AT), maka penilaian angka kredit yang bersangkutan didasarkan pada peran yang seharusnya dilaksanakan sesuai dengan jabatan dan sertifikasi yang dimilki. D. PENGEMBANGAN PROFESI Permasalahan yang dibahas dalam kelompok ini berkenaan dengan kegiatan pada unsur Pengembangan Profesi yang merupakan bagian dari Unsur Utama Kegiatan PFA sebagaimana tercantum dalam huruf A.1 Lampiran 1 A dan 1 B Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
28
Pusat Pembinaan JFA
Keputusan MENPAN No. 19 Tahun 1996 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya. Secara garis besar, permasalahan yang telah dibahas dalam Forum Komunikasi JFA dan Kepegawaian Tahun 2004 mengenai pengembangan profesi antara lain adalah sebagai berikut: Batas Maksimum Penulisan Karya Ilmiah Sebagaimana diketahui, angka kredit yang diperoleh PFA dari kegiatan penulisan Karya Ilmiah relatif besar terutama berkenaan dengan pemenuhan persyaratan angka kredit Pengembangan Profesi untuk kenaikan pangkat. Pada dasarnya, pemberian angka kredit yang relatif besar untuk kegiatan penulisan Karya Ilmiah adalah untuk membangkitkan semangat PFA Senior untuk menuangkan pengalaman dan pengetahuannya dalam bentuk tulisan agar menjadi rujukan bagi PFA Junior. Karya Ilmiah ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengawasan sehingga secara berkesinambungan dapat meningkatkan mutu hasil pengawasan. Pada prakteknya, terdapat sejumlah PFA yang memiliki bakat menulis yang kemudian secara produktif menghasilkan berbagai tulisan yang menimbulkan kesan sekedar untuk mengumpulkan angka kredit, mengingat berkurangnya tugas-tugas
pengawasan
dewasa
ini.
Dikhawatirkan
tujuan
untuk
meningkatkan mutu hasil pengawasan tidak lagi menjadi tujuan utama sehingga mutu dari berbagai tulisan yang dihasilkan tidak sebanding dengan besarnya penghargaan yang diberikan dalam bentuk angka kredit. Disamping itu, muncul pertanyaan umum apakah seorang PFA yang “rajin menulis” masih tetap dianggap sebagai auditor ataukah sesungguhnya profesi yang bersangkutan beralih menjadi “penulis” ?. Secara umum, kekhawatiran ini mungkin muncul sebagai akibat dari belum adanya standar penulisan berupa Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah, dan penilaian atas mutu tulisan diserahkan kepada penilaian Tim Penilai Angka Kredit pada masing-masing Unit Kerja. Oleh karena itu, kemudian muncul wacana apakah tidak sebaiknya ditetapkan batas maksimum jumlah Karya Ilmiah yang diperkenankan untuk memperoleh angka kredit, misalnya dibatasi maksimal 3 (tiga) Karya Ilmiah dalam satu tahun ? Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
29
Pusat Pembinaan JFA
Dari hasil pembahasan dalam forum disimpulkan bahwa sampai saat ini dirasakan belum perlu untuk menetapkan batas maksimum jumlah Karya Ilmiah yang dapat dihasilkan oleh seorang PFA dalam satu tahun, mengingat jumlah PFA yang telah menghasilkan Karya Ilmiah tersebut relatif masih sangat sedikit dibandingkan jumlah PFA secara keseluruhan. Hal yang perlu dilakukan adalah menjaga mutu Karya Ilmiah yang dihasilkan dengan menetapkan standar penulisan dalam bentuk Pedoman Karya Ilmiah (yang sampai saat ini dalam proses penyelesaian) dan pembentukan Tim Penilai / Penguji Karya Ilmiah pada setiap Unit Kerja untuk membantu Pimpinan Unit menjaga mutu Karya Ilmiah yang dihasilkan. Secara rinci, permasalahan yang berkenaan dengan pengembangan profesi dan solusinya diuraikan dalam tanya jawab berikut: 24. Pertanyaan : Karya tulis ilmiah yang disusun oleh PFA dalam rangka memenuhi persyaratan untuk mendaftar dalam Keanggotaan Satgas BPKP Pusat (PE, Widyaiswara, dan sebagainya) tidak memenuhi syarat sebagai karya ilmiah dalam unsur pengembangan profesi karena tidak disebarkan dalam forum ilmiah, serta tidak memenuhi kriteria “mempersiapkan bahan untuk tujuan tertentu” karena tidak ada surat tugas (penugasan) dari unit kerja untuk penugasan itu. Meskipun penugasan ini adalah inisiatif PFA dalam kaitannya memenuhi persyaratan mengikuti suatu program yang dirancang oleh BPKP, namun upaya tersebut perlu mendapat penghargaan dalam bentuk angka kredit. Diusulkan agar diberikan angka kredit untuk kegiatan “mempersiapkan bahan untuk tujuan tertentu” sepanjang ada pernyataan dari Panitia Pendaftaran bahwa PFA yang bersangkutan diterima dalam program yang diikuti. Dasar pertimbangannya adalah bahwa karya tulis yang disusun PFA tersebut layak sehingga PFA tersebut diterima dalam program yang diikutinya. Jawaban : Karya tulis ilmiah yang disusun sebagai persyaratan keanggotaan Satgas, persyaratan widyaiswasa, dan sejenisnya, dapat diberikan angka kredit sepanjang memenuhi persyaratan karya tulis/karya ilmiah. Hal ini berlaku Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
30
Pusat Pembinaan JFA
baik bagi PFA yang diterima maupun tidak diterima dalam program tersebut.
Karya
tulis
tersebut
tidak
dapat
diberikan
angka
kredit ”mempersiapkan bahan untuk tujuan tertentu” karena bukan merupakan
penugasan
auditor
dan
bersifat
sebagai
pemenuhan
persyaratan dalam proses seleksi rekruitment anggota satgas, widyaiswara atau sejenisnya. 25. Pertanyaan : Seorang PFA telah memasukkan Angka kredit Diklat Teknis ke dalam unsur Pendidikan dan SK PAK-nya telah diterbitkan pada semester terdahulu. Karena unsur Pengembangan Profesi terlalu kecil untuk kenaikan pangkat, maka yang bersangkutan ingin melakukan koreksi kembali penempatan AK Diklat tersebut ke dalam unsur Pengembangan Profesi. Apakah hal ini dibenarkan? Jawaban : Apabila sertifikat diklat teknis diperoleh setelah diberlakukannya
Surat
Edaran Kepala Pusbin JFA Nomor: SE-06.04.00-27/2002 tanggal 18 Januari 2002, maka pada dasarnya angka kredit tersebut dapat dikoreksi pada unsur pendidikan dan ditambahkan pada unsur pengembangan profesi pada DUPAK periode berikutnya. Namun apabila sertifikat tersebut diperoleh sebelum tanggal 18 Januari 2002, hal tersebut tidak dapat diakui sebagai pengembangan profesi. Koreksi tersebut di atas tidak diperlukan lagi apabila SK PAK yang akan dikoreksi telah dipergunakan untuk Kenaikan Pangkat, mengingat yang bersangkutan diwajibkan untuk memperoleh angka kredit Pengembangan Profesi berikutnya dalam pangkat barunya. 26. Pertanyaan : Untuk pengembangan profesi tidak ada batasan maksimum yang dapat diperhitungkan dalam Angka Kredit,
yang ada adalah batas minimum,
yang menjadi masalah dapat saja terjadi Angka Kredit Pengembangan Profesi lebih besar dari unsur pengawasan misalnya : rajin menulis, padahal tugas utama bukan penulis.
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
31
Pusat Pembinaan JFA
Jawaban : Pada dasarnya, penulisan karya ilmiah yang berkualitas sangat dibutuhkan dalam mengembangkan konsep-konsep pengawasan. Hal tersebut jelas akan sangat menunjang pelaksanaan tugas-tugas pengawasan maupun pengembangannya. Sehubungan dengan masih rendahnya minat menulis di kalangan PFA, sampai saat ini masih belum dipandang perlu untuk membatasi jumlah karya tulis yang dapat diberikan angka kredit. Yang diperlukan saat ini adalah pengaturan pedoman karya ilmiah agar dapat dihasilkan berbagai karya ilmiah yang berkualitas. 27. Pertanyaan : Untuk sertifikat Brevet yang mencantumkan 2 tingkat keahlian (Brevet A dan B), apakah angka kreditnya diakui sebagai 2 sertifikat atau 1 sertifikat? Jawaban : Angka kredit sertifikat brevet dinilai berdasarkan jumlah sertifikat yang diperoleh. Sertifikat yang mencantumkan brevet A dan B sebagai satu kesatuan, dinilai sebagai satu sertifikat. Sertifikat brevet yang diperoleh melalui diklat dapat diberikan Angka Kredit kegiatan mengikuti diklat unsur pengembangan profesi, sepanjang didukung dengan surat tugas dan sertifikat didasarkan jumlah jamlat. Bagi yang memperoleh sertifikat brevet melalui ujian negara setelah memperoleh sertifikat mengikuti diklat brevet, Angka Kredit hanya dapat diberikan untuk sertifikat mengikuti diklat brevet. Bagi yang memperoleh sertifikat brevet tanpa diklat, dapat diberikan Angka Kredit mengacu pada surat edaran Kapusbin JFA No. SE-91/JF.1/2003 tanggal 31 Januari 2003 tentang Penegasan Hasil Rakor Kepegawaian dan JFA tahun 2002, angka 8. E. PENUNJANG PENGAWASAN
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
32
Pusat Pembinaan JFA
Permasalahan yang dibahas dalam kelompok ini berkenaan dengan kegiatan pada Unsur Penunjang Kegiatan PFA sebagaimana tercantum dalam huruf A.1 Lampiran 1 A dan 1 B Keputusan MENPAN No. 19 Tahun 1996 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya. Secara garis besar, permasalahan yang telah dibahas dalam Forum Komunikasi JFA dan Kepegawaian Tahun 2004 mengenai topik ini antara lain adalah sebagai berikut: Menjadi Narasumber Dalam Acara Talk Show Pada Media Elektronik Seiring dengan pesatnya perkembangan dunia pengawasan serta semakin terbukanya kebebasan pers dan meluasnya penyajian informasi dalam berbagai media massa, seorang PFA mungkin diundang sebagai Narasumber dalam acara Talk Show pada siaran radio atau televisi. Penyajian informasi kepada masyarakat umum melalui acara Talk Show
merupakan hal baru
dalam dunia pengawasan yang selama ini relatif tertutup dan hanya memberikan informasi secara formal kepada auditan dan pihak lain yang berkompeten. Adanya kegiatan ini memerlukan penetapan kesepadanan dengan kegiatan auditor sebagaimana diatur dalam SK MENPAN No. 19/1996 untuk memberikan penghargaan kepada PFA yang telah secara nyata memberikan kontribusi dalam dunia pengawasan melalui pencerahan kepada masyarakat umum melalui media massa. Dari
hasil
pembahasan
forum,
disepakati
bahwa
kegiatan
sebagai
Narasumber dalam acara Talk Show sebagaimana diuraikan di atas, sepanjang membahas hal-hal yang terkait dengan pengawasan ataupun tugas dan fungsi pengawasan, dapat diberikan angka kredit "Pengawasan" sebagai Unsur Utama dan disepadankan dengan kegiatan "Memberikan Penyuluhan di bidang Pengawasan". Untuk melengkapi persyaratan dalam pemberian angka kredit hendaknya Pimpinan Unit menerbitkan Surat Tugas atau Nota Dinas
bagi
PFA
yang
ditunjuk
sebagai
Narasumber
tersebut
yang
mencantumkan jumlah jam yang direncanakan untuk kegiatan Talk Show itu.
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
33
Pusat Pembinaan JFA
Secara rinci, permasalahan yang berkenaan dengan Unsur Penunjang dan solusinya diuraikan dalam tanya jawab berikut: 28. Pertanyaan : Seorang PFA telah cukup angka kreditnya untuk naik pangkat setingkat lebih tinggi, tetapi karena nilai Unsur Penunjangnya melebihi 20% maka yang bersangkutan tidak bisa naik pangkat. Namun apabila nilai Unsur Penunjang semester yang lalu yang telah diterbitkan SK PAK-nya dikurangi maka yang bersangkutan memenuhi syarat untuk naik pangkat. Bolehkah SK PAK semester yang lalu dikoreksi? Jawaban : Pada dasarnya, koreksi SK PAK hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Yang Berwenang Menetapkan Angka Kredit apabila terjadi kesalahan yang signifikan. Komposisi Unsur Utama angka kredit minimal 80% dan Unsur Penunjang maksimal 20% untuk kenaikan pangkat, dihitung berdasarkan jumlah angka kredit yang dibutuhkan untuk kenaikan pangkat dimaksud, bukan berdasarkan jumlah angka kredit terakhir yang dimiliki. Sebagai contoh, terdapat 3 orang PFA dengan pangkat Penata (Gol. III/c) memiliki jumlah angka kredit terakhir berdasarkan SK PAK 30 Juni 2004, sebagai berikut: Angka Kred Naik Pkt
Unsur - Utama - Penunjang Jumlah
240 60 300
PFA A 240 60 300
PFA B
PFA C
235 65 300
240 65 305
Dari sisi angka kredit, dengan asumsi yang bersangkutan telah memenuhi persyaratan
lainnya,
termasuk
syarat
sertifikasi
JFA,
pemenuhan
persyaratan kenaikan pangkat ketiga PFA di atas adalah: a. Jumlah angka kredit yang dipersyaratkan untuk kenaikan pangkat adalah 300 dengan komposisi minimal 240 (80% x 300) berasal dari Unsur Utama dan maksimal 60 (20% x 300) dari unsur Penunjang
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
34
Pusat Pembinaan JFA
b. PFA A memenuhi syarat naik pangkat karena sesuai dengan jumlah komposisi angka kredit tersebut pada huruf a di atas c. PFA B tidak memenuhi syarat naik pangkat walaupun jumlah angka kredit mencapai 300 karena komposisinya (Unsur Utama belum mencapai 80% dan Unsur Penunjang melebihi 20%) belum memenuhi komposisi angka kredit tersebut pada huruf a di atas d. PFA C memenuhi syarat naik pangkat karena secara jumlah angka kredit yang bersangkutan (305) telah melebihi ketentuan minimal (300), dan angka kredit dari Unsur Utama (240) telah mencapai 80% dari jumlah angka kredit minimal untuk kenaikan pangkat (300). Persentase Unsur Utama tidak dihitung dari jumlah angka kredit terakhir (240 = 79% x 305). Kelebihan persentase Unsur Penunjang (65 = 21% x 300) dianggap sebagai tabungan untuk kenaikan pangkat berikutnya dan tidak dianggap sebagai kelebihan persentase perolehan Unsur Penunjang. Dengan demikian kelebihan persentase Unsur Penunjang tidak perlu dikoreksi sepanjang Unsur Utama mencapai minimal 80% dari jumlah angka kredit yang dipersyaratkan untuk naik pangkat. 29. Pertanyaan : Menjadi nara sumber pada penyiaran radio atau televisi belum ada dalam unsur penilaian angka kredit, baik sebagai pengembangan profesi maupun penunjang. Demikian juga mengenai media yang digunakan dalam menghitung angka kreditnya. Kegiatan ini perlu ditetapkan angka kreditnya karena dalam era broadcasting seperti sekarang ini JFA menjadi nara sumber dalam talk show dan acara sejenisnya adalah sangat mungkin terjadi. Diusulkan agar kegiatan tersebut dikategorikan sebagai Unsur Penunjang sebagaimana kegiatan mengajar/melatih. Media yang digunakan untuk menilai angka kredit selain Surat Tugas (Nota Dinas) dari pimpinan unit sebagai bukti bahwa kegiatan
tersebut memperoleh izin/absah, juga
pernyataan dari fihak broadcaster sebagai bukti bahwa norma hasil telah tercapai. Untuk menunjukkan bahwa norma hasil telah tercapai dapat pula dalam bentuk pemberitaannya di media cetak (jika talk show itu diberitakan) Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
35
Pusat Pembinaan JFA
berupa guntingan korannya (klipping). Sedangkan jam yang diakui adalah jam riil dari kegiatan itu. Jika kegiatan tersebut dilakukan di malam hari maka kegiatan ini tidak mengurangi HP maksimal. Jawaban : Apabila kegiatan tersebut dilengkapi dengan bukti-bukti pendukungnya (ST/ND dan norma hasilnya), maka dapat disepadankan dengan unsur Pengawasan
butir
kegiatan
”Melaksanakan
penyuluhan
di
bidang
pengawasan”. Di dalam ST hendaknya dicantumkan jumlah jam kegiatan sebagai dasar untuk penghitungan angka kredit. F. ORGANISASI, MUTASI, DAN TATA USAHA JFA Permasalahan yang dibahas dalam bagian ini berkenaan dengan organisasi JFA, mekanisme mutasi PFA, dan penatausahaan kegiatan JFA. Secara garis besar, permasalahan yang telah dibahas dalam Forum Komunikasi JFA dan Kepegawaian Tahun 2004 mengenai organisasi, mutasi, dan tata usaha JFA antara lain adalah sebagai berikut: Pengangkatan Kembali PFA Yang Telah Diberhentikan Dari JFA Sesuai dengan Pasal 29 SK MENPAN No. 19/1996, seorang PFA diberhentikan dari JFA apabila : 1. Dalam waktu 3 (tiga) tahun sejak dibebaskan sementara dari JFA belum dapat mengumpulkan angka kredit kumulatif minimal untuk kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi bagi seluruh PFA kecuali Auditor Penyelia Gol. III/d dan Auditor Ahli Utama Gol. IV/e. 2. Dalam waktu 1 (satu) tahun sejak dibebaskan sementara dari JFA belum dapat mengumpulkan angka kredit kumulatif minimal untuk kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi bagi Auditor Penyelia Gol. III/d dan Auditor Ahli Utama Gol. IV/e. 3. Dijatuhi hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil dengan hukuman disiplin berat dan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. 4. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan harus diberhentikan dari jabatannya. Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
36
Pusat Pembinaan JFA
Dalam pembahasan forum disimpulkan bahwa dalam ketentuan JFA tidak ada peluang bagi PFA yang telah diberhentikan dari JFA untuk diangkat kembali dalam JFA. Dengan kata lain, pemberhentian dari JFA bersifat final, sehingga PFA yang telah diberhentikan dari JFA tidak dapat diangkat lagi dalam JFA. Kenaikan Pangkat Penyesuaian Ijazah Bagi PFA Dalam ketentuan kenaikan pangkat pilihan PNS dikenal adanya kenaikan pangkat karena memperoleh Ijazah yang lebih tinggi. Misalnya, seorang PNS gol. II/b berijazah SLTA memperoleh Ijazah Sarjana (S1) yang secara kedinasan dapat diakui oleh Instansi tempatnya bekerja, PNS yang bersangkutan dapat dinaikkan pangkatnya langsung ke Gol. III/a (pangkat terendah bagi PNS berijazah Sarjana) apabila telah memenuhi persyaratan sesuai ketentuan yang berlaku, diantaranya telah lulus Ujian Penyesuaian Pangkat. Kenaikan pangkat seperti ini lazim dikenal sebagai ”Kenaikan Pangkat Penyesuaian Ijazah”. Pengaturan mengenai kenaikan pangkat Penyesuaian Ijazah juga terdapat dalam ketentuan JFA yakni dalam pasal 10 ayat (2) SKB. Dalam ketentuan ini diatur bahwa disamping memenuhi seluruh persyaratan Kenaikan Pangkat Penyesuaian Ijazah sebagaimana berlaku bagi PNS pada umumnya, yang bersangkutan juga dipersyaratkan memenuhi angka kredit kumulatif minimal yang
dibutuhkan untuk pangkat barunya (persyaratan ini juga tercantum
dalam pasal 18 PP 99/2000 j.o PP 12/2002). Dengan demikian, apabila seorang Auditor Pelaksana dengan pangkat II/d ke bawah memperoleh Ijazah S1 sesuai kualifikasi pendidikan yang ditentukan, setelah lulus UPI dan memenuhi persyaratan lainnya, dapat dinaikkan pangkatnya menjadi Penata Muda Gol. III/a apabila telah memperoleh angka kredit kumulatif minimal 100 dan sesuai dengan komposisi yang ditentukan. Setelah naik pangkat, yang bersangkutan dapat dinaikkan jabatannya menjadi Auditor Pelaksana Lanjutan. Yang bersangkutan dapat dialihkan menjadi Auditor Ahli Pertama setelah memiliki sertifikat lulus Diklat Pindah Jalur.
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
37
Pusat Pembinaan JFA
Keberatan PFA Atas Penetapan Angka Kredit Berdasarkan pasal 18 ayat (1) Keputusan MENPAN No. 19 Tahun 1996, terhadap keputusan Pejabat yang Berwenang Menetapkan Angka Kredit tidak dapat
diajukan
keberatan.
Dengan
kata
lain,
SK
PAK
yang
telah
ditandatangani oleh Pejabat Yang Berwenang Menetapkan Angka Kredit bersifat final dan PFA tidak dapat mengajukan keberatan atas angka kredit yang telah ditetapkan dalam SK PAK tersebut. Pada dasarnya, ketentuan bahwa terhadap SK PAK tidak dapat diajukan keberatan tidak akan menimbulkan permasalahan apabila seluruh proses pengumpulan dan penilaian angka kredit berjalan sebagaimana mestinya yakni PFA menyusun SPMK dan DUPAK dengan benar sesuai ketentuan, Atasan Langsung benar-benar meneliti dan bertanggung jawab atas kewajaran SPMK, Pejabat Pengusul melaksanakan fungsinya meneliti DUPAK dan memberi catatan bila diperlukan, penilaian angka kredit seorang PFA dilakukan secara silang oleh 2 orang anggota Tim Penilai, Tim Penilai mengkomunikasikan setiap perbedaan penilaian yang signifikan kepada PFA / Atasan Langsung PFA, PFA diberi daftar penjelasan perbedaan penilaian secara tertulis, dan Sekretariat Tim Penilai memproses finalisasi SK PAK secara cermat. Apabila seluruh proses tersebut dilaksanakan sebagaimana mestinya, hampir dapat dipastikan bahwa PFA tidak akan merasa perlu untuk mengajukan keberatan terhadap SK PAK yang diterbitkan karena seluruh proses telah berlangsung secara benar, fair, dan transparan. Mengingat pada kenyataannya, belum seluruh proses sebagaimana diuraikan di atas berjalan sebagaimana mestinya, maka kita perlu hati-hati dalam menyikapi ketentuan bahwa terhadap SK PAK tidak dapat diajukan keberatan. Untuk menjaga agar SK PAK yang diterbitkan benar-benar menggambarkan kondisi yang wajar dan fair, diharapkan semua pihak yang terlibat dalam penilaian angka kredit bersikap proporsional dalam arti apabila ternyata PFA dapat menunjukkan bahwa terdapat kesalahan dalam SK PAK yang telah diterbitkan, maka seyogyanya Tim Penilai Angka Kredit atau Pejabat Pengusul dapat memberikan masukan kepada Pejabat Yang Berwenang Menetapkan Angka Kredit agar dapat mengoreksi kesalahan tersebut sebagaimana Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
38
Pusat Pembinaan JFA
mestinya.
Disamping
itu,
seluruh
pihak
yang
terlibat
dalam
proses
pengumpulan dan penilaian angka kredit pada masa mendatang hendaknya semakin meningkatkan kualitas pelaksanaan fungsinya sehingga tidak diperlukan lagi koreksi terhadap SK PAK yang telah diterbitkan. Perpindahan PFA BPKP ke Bawasda Dalam beberapa tahun terakhir ini, terdapat beberapa PFA di lingkungan BPKP pindah tugas ke Bawasda. Pada dasarnya, secara ketentuan JFA perpindahan tersebut sama dengan perpindahan antar unit kerja di lingkungan BPKP (misalnya perpindahan PFA dari Kantor Pusat ke Perwakilan BPKP). Sepanjang PFA tersebut masih tetap melaksanakan tugas-tugas pengawasan di Bawasda, yang bersangkutan dapat melanjutkan seluruh administrasi jabatannya pada unit kerjanya yang baru (Bawasda). Pada saat perpindahan tersebut, unit kerja lama berkewajiban menyelesaikan seluruh administrasi kepegawaian PFA yang bersangkutan, termasuk diantaranya menerbitkan SK PAK sampai pada posisi terakhir penugasan yang bersangkutan pada unit lama (BPKP). Perpindahan
PFA
dari
BPKP
ke
Bawasda
seharusnya
tidak
akan
menimbulkan permasalahan sepanjang seluruh perangkat JFA telah terbentuk dan berfungsi di lingkungan Bawasda dimaksud. Pada dasarnya, PFA tetap dapat melanjutkan administrasi jabatannya di Bawasda walaupun Bawasda yang bersangkutan belum melaksanakan inpassing, namun
pelaksanaan
jabatan tersebut (antara lain pemberian tunjangan JFA dan penilaian angka kredit) kemungkinan akan mengalami hambatan karena belum tersedianya perangkat JFA yang dibutuhkan. Oleh karena itu, bagi Bawasda yang belum melaksanakan
inpassing
(belum
menerapkan
JFA)
dan
menerima
perpindahan PFA dari BPKP (atau dari unit pengawasan lain seperti BKKBN atau Itjen Departemen / LPND) diharapkan dapat menyiapkan infrastruktur dan perangkat yang dibutuhkan untuk pelaksanaan JFA. Secara rinci, permasalahan yang berkenaan dengan organisasi, mutasi, dan tata usaha JFA serta solusinya diuraikan dalam tanya jawab berikut:
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
39
Pusat Pembinaan JFA
30. Pertanyaan : Terdapat seorang PFA yang telah diberhentikan dari Jabatan Fungsional Auditor sesuai Surat Keputusan Kepala BPKP Nomor: KEP-05.07.031228/DI/2000 tanggal 29 September 2000. Pegawai yang bersangkutan saat diberhentikan menduduki jabatan Auditor Trampil Pemula dan saat ini yang bersangkutan telah memiliki Ijazah S1 dan S2. Diusulkan agar pegawai yang bersangkutan dapat diangkat kembali dalam Jabatan Fungsional Auditor sesuai dengan Ijazah yang dimilikinya. Jawaban : Pada dasarnya, PFA yang telah diberhentikan dari JFA tidak dapat diangkat kembali ke dalam JFA. Mekanisme Pengangkatan Kembali hanya dapat diberlakukan bagi PFA yang Dibebaskan Sementara dari JFA. 31. Pertanyaan : Dalam aturan kepegawaian berdasarkan PP 99/2000, Pasal 18 ayat (1) butir e: ijazah sarjana (S-1) atau ijazah Diploma IV dan masih berpangkat Pengatur Tk. I, gol. ruang II/d ke bawah, dapat dinaikkan pangkatnya menjadi Penata Muda, gol. ruang III/a. Sementara itu, dalam ketentuan JFA, untuk diangkat menjadi Auditor Ahli, yang bersangkutan harus lulus Diklat Pindah Jalur dan Angka Kredit minimal kumulatif harus mencapai 100. Bila langsung disesuaikan ke Gol. III/a bagaimana dengan perolehan angka kreditnya apabila yang bersangkutan belum mencapai minimal 100. Diusulkan agar ditetapkan ketentuan yang mengatur hal ini yang sejalan dengan aturan kepegawaian. Jawaban : Pengaturan mengenai kenaikan pangkat Penyesuaian Ijazah telah tercantum dalam ketentuan JFA yakni dalam pasal 10 ayat (2) SKB. Dalam ketentuan ini diatur bahwa salah satu persyaratan kenaikan pangkat dimaksud adalah terpenuhinya angka kredit kumulatif minimal yang dibutuhkan untuk pangkat barunya (persyaratan ini juga tercantum dalam pasal 18 PP 99/2000 j.o PP 12/2002). Dengan demikian, apabila seorang Auditor Pelaksana dengan pangkat II/d ke bawah memperoleh ijazah S1 sesuai kualifikasi pendidikan yang ditentukan, setelah lulus UPI dan Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
40
Pusat Pembinaan JFA
memenuhi persyaratan lainnya, dapat dinaikkan pangkatnya menjadi Penata Muda Gol. III/a apabila telah memperoleh angka kredit kumulatif minimal 100 dan sesuai dengan komposisi yang ditentukan. Setelah naik pangkat, yang bersangkutan dapat dinaikkan jabatannya menjadi Auditor Pelaksana Lanjutan. Yang bersangkutan dapat dialihkan menjadi Auditor Ahli Pertama setelah memiliki sertifikat lulus Diklat Pindah Jalur. 32. Pertanyaan : Apakah dimungkinkan seorang calon PFA (yang bersangkutan belum diangkat kembali dalam PFA) lebih memilih tidak diangkat kembali dalam PFA.
Apakah
sanksinya
buat
yang
bersangkutan.
Alasan
yang
bersangkutan memilih jalur tersebut karena umumnya yang bersangkutan malas mengajukan DUPAK. Apakah yang bersangkutan dapat naik pangkat secara reguler? Jawaban : Pada dasarnya, seorang PFA yang dibebaskan sementara dari JFA karena sesuatu alasan, dan telah memenuhi seluruh persyaratan untuk diangkat kembali dalam JFA, tidak dapat memilih untuk menunda pengangkatan kembali agar yang bersangkutan dapat naik pangkat dulu secara reguler. Apabila alasan yang bersangkutan untuk tidak diangkat kembali ke dalam JFA adalah karena malas mengajukan DUPAK dan merasa tidak ingin lagi berkarir dalam JFA, berdasarkan pertimbangan Pimpinan Unit yang bersangkutan dapat diberhentikan dari JFA dan selanjutnya ditugaskan di luar tugas-tugas Auditor dengan konsekuensi yang bersangkutan tidak dapat diangkat lagi dalam JFA. 33. Pertanyaan : Seorang PFA sudah Gol. IV/a per 1 April 2004, mengajukan angka kredit periode Januari 2004 – Juni 2004. Siapakah yang berwenang menilai angka kredit tersebut. Tim Penilai Perwakilan BPKP setempat atau BPKP Pusat cq. Pusbin JFA.
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
41
Pusat Pembinaan JFA
Diusulkan agar yang berwenang menilai angka kredit tersebut adalah Perwakilan BPKP setempat, mengingat Gol. III/d-nya selama 4 bulan sedangkan Gol. IV-nya hanya 2 bulan. Jawaban : Pembagian wewenang Tim Penilai didasarkan pada jabatan terakhir Auditor yang dinilai, bukan berdasarkan pangkatnya. Dengan demikian, apabila seorang PFA diasumsikan naik jabatan menjadi Auditor Ahli Madya tmt 1 Maret 2004 antara lain karena telah memperoleh sertifikat kelulusan diklat Pengendali Teknis (sebelum kenaikan pangkat 1 April 2004), maka penilaian angka kredit periode Januari – Juni 2004 dilakukan oleh Tim Penilai Pusat. 34. Pertanyaan : Apakah keberatan PFA atas kekeliruan angka kredit yang tercantum dalam SK PAK, mengharuskan SK PAK tersebut dikoreksi/diralat. Jawaban : Pada dasarnya, sesuai dengan pasal 18 ayat (1) Keputusan MENPAN No. 19 Tahun 1996, terhadap keputusan Pejabat yang Berwenang Menetapkan Angka Kredit tidak dapat diajukan keberatan. Namun demikian, apabila PFA dapat membuktikan terdapat kekeliruan yang dilakukan oleh Tim Penilai, hal tersebut dapat disampaikan kepada Ketua Tim Penilai dan selanjutnya Ketua Tim Penilai dapat mengusulkan kepada Pejabat yang Berwenang Menetapkan Angka Kredit untuk menerbitkan koreksi atau ralat atas SK PAK yang telah diterbitkan. Akses PFA terhadap kertas kerja penilaian telah diatur dalam SOP Penilaian dan penetapan Angka Kredit sebagai berikut : •
Sebagai bagian dari transparansi proses penilaian, dengan seijin Pejabat yang Berwenang Menetapkan Angka Kredit, PFA dapat meminta Sekretariat Tim Penilai untuk memperlihatkan dokumendokumen penilaian milik PFA yang bersangkutan.
•
Permintaan untuk melihat dokumen penilaian disampaikan secara tertulis kepada Pejabat yang Berwenang Menetapkan Angka Kredit disertai alasan.
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
42
Pusat Pembinaan JFA
35. Pertanyaan : Penilaian angka kredit bagi PFA Gol. IV/a ke atas dilakukan oleh Tim Penilai Pusat. Jika terdapat koreksi terhadap DUPAK yang diajukan Pejabat Pengusul, penjelasan koreksi tersebut hendaknya dikirimkan ke Pejabat Pengusul pada saat penyampaian SK PAK yang bersangkutan. Jawaban : Penyampaian penjelasan perbedaan penilaian Angka Kredit oleh Tim penilai Pusat kepada Pejabat Pengusul telah diupayakan untuk selalu dilakukan secara rutin. Untuk periode penilaian Januari – Juni 2004, penjelasan perbedaan atas penilaian yang dilakukan dalam bulan Juli – Agustus 2004 telah dikirimkan pada awal Oktober 2004 bersamaan dengan pengiriman SK PAK periode bersangkutan. Percepatan pengiriman penjelasan perbedaan tersebut akan selalu diupayakan untuk ditingkatkan. Pada dasarnya, koreksi penilaian oleh Tim Penilai Pusat dapat dieliminasi apabila DUPAK yang disampaikan oleh Pejabat Pengusul ke Tim Penilai Pusat telah dilakukan penelitian lebih dahulu (surat Kapusbin JFA No. S1889/JF/2/2004 tanggal 14 Mei 2004) sehingga berkas yang disampaikan telah lengkap dan benar. 36. Pertanyaan : Dalam ketentuan Penilaian dan penetapan angka kredit Periode Tambahan, PFA dimungkinkan untuk mengajukan DUPAK Tambahan apabila yang bersangkutan dapat memenuhi angka kredit kumulatif untuk kenaikan pangkat dalam kurun waktu kurang dari 2 bulan setelah periode penilaian reguler terakhir dengan catatan ybs telah menyampaikan DUPAK Reguler periode terakhir. Penilaian dan penetapan angka kredit tambahan selambat-lambatnya tanggal 15 Maret atau 15 September. Hal ini menyulitkan bagi Sub Bagian Kepegawaian, mengingat pada pertengahan bulan Maret atau September telah dimulai kegiatan kenaikan pangkat terpadu. Sebaiknya DUPAK Tambahan dibatasi hanya untuk PFA yang telah mencapai minimal 4 (empat) tahun dipangkatnya.
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
43
Pusat Pembinaan JFA
Jawaban : Pada dasarnya, jumlah PFA yang mengajukan DUPAK tambahan relatif sedikit (hanya bagi PFA yang jumlah angka kreditnya hampir mencapai jumlah angka kredit kumulatif minimal untuk naik pangkat). Upaya ekstra dari
Sub.
Bagian
Kepegawaian
memang
diharapkan
dalam
mengakomodasi kebutuhan PFA untuk naik pangkat, mengingat angka kredit dalam 2 bulan tersebut dapat memfasilitasi PFA dimaksud agar tidak terlalu jauh menunggu kesempatan kenaikan pangkat pada periode 6 bulan berikutnya. 37. Pertanyaan : Seorang PFA dirugikan angka kreditnya, karena ketidaktelitian petugas di Sub Bagian Kepegawaian Perwakilan sebelumnya dan kesalahan tersebut baru diketahui oleh PFA yang bersangkutan setelah berada di perwakilan yang baru pada April 2004. Atas kesalahan tersebut angka kredit yang diperoleh selama 1 tahun sejumlah 18, 655 tidak diakui ke dalam PAK. Jelasnya kesalahan tersebut terjadi karena salah dalam mengambil saldo akhir sebagai saldo awal tahun berikutnya. Bagaimana mekanisme yang harus dilakukan untuk melakukan koreksi tersebut mengingat kesalahan terjadi sudah cukup lama namun baru diketahui saat ini dan apakah ada batasan waktu kadaluwarsa untuk melakukan koreksi ? Jawaban : Kesalahan dalam mengutip saldo akhir SK PAK menjadi saldo awal SK PAK berikutnya merupakan kesalahan administratif (klerikal) dan tidak bersifat substantif. Kesalahan ini dapat dikoreksi pada SK PAK periode berjalan dengan langsung mencantumkan saldo awal yang benar dan memberi keterangan (catatan) penyebab perbedaan antara saldo akhir SK PAK yang lalu dengan saldo awal SK PAK periode berjalan serta didukung dengan fotocopy SK PAK lama yang salah. 38. Pertanyaan : Seorang PFA yang dipekerjakan pada Bawasda X (status PFA BPKP tetap melekat) sedangkan disisi lain intansi tersebut belum menerapkan jabatan fungsional auditor. Bagaimana mekanisme penilaian angka kreditnya ? Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
44
Pusat Pembinaan JFA
Jawaban : Seorang PFA dengan status “dipekerjakan” berarti yang bersangkutan secara kedinasan tetap pegawai BPKP dimana pembinaan kepegawaian (pembayaran gaji, tunjangan serta kenaikan pangkat) masih tetap dilakukan oleh BPKP (biasanya oleh Biro Kepegawaian dan Organisasi BPKP). Dalam hal Bawasda tersebut belum memiliki Tim Penilai Angka Kredit, penilaian angka kredit PFA BPKP yang dipekerjakan pada Bawasda tersebut dapat dilakukan oleh Tim Penilai Perwakilan BPKP. Lain halnya dengan PFA BPKP yang “melimpah” (pindah) ke Bawasda dimana seluruh pembinaan kepegawaian dipindahkan ke Bawasda dimaksud. Dalam hal seperti ini, penerapan ketentuan JFA terhadap PFA tersebut sangat tergantung pada ketentuan yang berlaku di lingkungan Bawasda itu. 39. Pertanyaan : Berdasarkan SOP, bahwa selain meneliti kelengkapan berkas DUPAK, Pejabat Pengusul Angka Kredit dapat menanyakan kepada Atasan Langsung PFA atau Pimpinan Unit Kerja jika dijumpai keraguan atau kejanggalan atas hasil kegiatan pengawasan. SOP tidak mengatur lebih lanjut mengenai mekanisme ini, sehingga sering terjadi keberatan dari PFA jika Pejabat Pengusul melakukan verifikasi sebelum DUPAK diserahkan kepada Tim Penilai Angka Kredit, khususnya pada PFA golongan IV (Auditor Ahli Madya dan Auditor Ahli Utama) yang usulannya dilakukan oleh Kepala Unit Kerja. Sebelum mengusulkan DUPAK kepada Tim Penilai Pusat, Pejabat Pengusul (Kepala Unit Kerja) memerlukan review (verifikasi) lebih dahulu (biasanya yang diminta untuk itu adalah Tim Penilai Unit). Pada umumnya PFA keberatan verifikasi ini karena PFA berpendapat bahwa kewenangan untuk itu ada pada Tim Penilai Pusat, unit hanya sebatas meneruskan DUPAK PFA kepada Tim Penilai Pusat. Review / verifikasi Pejabat Pengusul tersebut perlu dibakukan karena cukup membantu Tim Penilai Angka Kredit, namun untuk tidak terjadi
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
45
Pusat Pembinaan JFA
tumpang tindih dalam menjalankan tugas dan kewenangannya Pusbin JFA perlu menyusun mekanismenya. Mekanisme tersebut memuat : •
Verifikasi oleh Pejabat Pengusul sebatas pada kelengkapan DUPAK, dan keabsahan copy dokumen (untuk golongan IV jika perlu dilegalisir oleh Pejabat Kepegawaian)
•
Pejabat Pengusul tidak dapat mengoreksi substansi usulan angka kredit (berkenaan dengan satuan nilai maupun penerapannya), namun dapat menuangkan koreksi/ pertimbangannya pada lembar review (review sheet) sebagai masukan bagi Tim Penilai untuk dipertimbangkan.
•
Pejabat pengusul memberikan penilaian atas HP maksimal, karena Pejabat Pengusul adalah pihak yang menguasai data kehadiran pegawai (berkenaan dengan cuti dsb.)
Jawaban : Kewenangan dan mekanisme pengujian DUPAK oleh Pejabat Pengusul telah diatur dalam SOP Bab IV huruf B.3.b. Kewenangan melakukan penilaian memang berada pada Tim Penilai Pusat, namun Pejabat Pengusul berkewajiban untuk meneliti apakah DUPAK yang diusulkan tersebut telah benar secara formal dan material. Hasil penelitian / pengujian oleh Pejabat Pengusul tersebut dituangkan dalam kolom “Catatan Pejabat Pengusul” yang telah tersedia dalam form DUPAK yang merupakan masukan bagi Tim Penilai Pusat dalam melakukan penilaian. Hal ini juga telah tercantum dalam surat Kepala Pusbin JFA Nomor : S1889/JF/2/2004 tanggal 14 Mei 2004 tentang Pengujian DUPAK Auditor Ahli Madya oleh Pejabat Pengusul. Dengan demikian, tidak ada alasan lagi bagi auditor untuk keberatan apabila DUPAK nya diteliti oleh Pejabat Pengusul atau petugas yang ditunjuk oleh Pejabat Pengusul. 40. Pertanyaan : Transparansi dalam proses penilaian angka kredit sebagaimana diatur dalam SOP (halaman 43), mempunyai konsekuensi memberi kesempatan kepada PFA untuk menilai hasil penilaian Tim Penilai Angka Kredit, yang pada akhirnya timbul keberatan atas penilaian tersebut. Padahal hasil Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
46
Pusat Pembinaan JFA
penilaian yang kemudian dituangkan dalam bentuk keputusan Pejabat yang Berwenang Menetapkan Angka Kredit tentang penetapan angka kredit tidak dapat diajukan keberatan. Sehingga transparansi tersebut akan mempersulit Tim Penilai Angka Kredit. Transparansi dalam bentuk memperlihatkan dokumen-dokumen penilaian milik PFA sebaiknya dihapuskan dalam SOP. Sebagai bentuk transparansi adalah perlu ditetapkan kewajiban bagi Tim Penilai untuk mengklarifikasi hasil penilaiannya kepada PFA/atasan langsung PFA apabila terdapat koreksi yang material. (Materialitas ditentukan oleh Tim Penilai). Dengan demikian tidak ada lagi dialog/perdebatan setelah terbitnya SK PAK. Disamping itu perlu diberikan sanksi oleh Kepala Unit Kerja bagi Pejabat Penandatangan SPMK (atasan langsung) yang sering lalai dalam menandatangani SPMK. Dengan upaya itu maka penandatangan SPMK ikut memeriksa/meneliti SPMK yang ditandatanganinya. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, keberatan PFA yang dapat diterima mengandung konsekuensi perubahan / ralat bagi SK PAK yang sudah diterbitkan. Hal ini bukan merupakan praktik yang sehat apabila setiap SK PAK yang terbit dapat dengan mudah dilakukan perubahan. Diusulkan agar, sepanjang tidak berada pada periode kenaikan pangkat (angka kredit tersebut diperlukan untuk kenaikan pangkat pada saat itu), koreksi hasil penilaian tersebut sebaiknya dilakukan pada penilaian angka kredit periode berikutnya, sehingga tidak merubah SK PAK yang sudah terbit. Jawaban : Pada dasarnya kedua pola transparansi yang disampaikan di atas telah dicakup dalam SOP Penilaian dan Penetapan Kredit. Dalam proses penilaian angka kredit, Tim Penilai diwajibkan untuk meminta penjelasan kepada Atasan PFA (penandatangan SPMK) atau kepada PFA yang bersangkutan apabila terdapat perbedaan yang signifikan antara usulan PFA dengan hasil penilaian Tim Penilai. Setelah proses penilaian, PFA yang tidak puas atas hasil penilaian Tim Penilai masih diberi kesempatan untuk meminta ijin melihat dokumen-dokumen (kertas kerja) penilaian.
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
47
Pusat Pembinaan JFA
Kedua pola ini ditetapkan untuk menjamin objektifitas penilaian angka kredit mengingat terhadap SK PAK yang telah ditetapkan tidak dapat diajukan keberatan. (Mengenai Koreksi SK PAK, lihat jawaban no. 34 dan 37 di atas). Apabila secara substansi memang terdapat angka kredit yang harus dikoreksi, koreksi tersebut dapat dilakukan pada periode penilaian berikutnya sehingga tidak perlu meralat SK PAK yang telah diterbitkan.
G. PEMBINAAN JFA PADA BAWASDA Seiring dengan telah terlaksananya inpassing di lingkungan Bawasda, pada Forum Komunikasi JFA dan Kepegawaian Tahun 2004, sejumlah 20 unit kerja Bawasda telah diundang untuk mengikuti forum sebagai ajang berdiskusi dan bertukar pengalaman antar Bawasda dalam penerapan JFA, sosialisasi ketentuan JFA, dan sebagai cikal bakal penyelenggaraan Forum Komunikasi JFA khusus untuk lingkungan Bawasda. Sebagai kelanjutan dari keikutsertaan 20 Bawasda dalam Forum Komunikasi JFA dan Kepegawaian Tahun 2004, telah diselenggarakan Forum Komunikasi JFA Bawasda Tahap I di Denpasar tanggal 26 s.d 29 Juli 2004 dan Tahap II di Jakarta tanggal 6 s.d 9 September 2004. Hasil-hasil Forum Komunikasi JFA Tahap I dan II akan dituangkan tersendiri dalam bentuk Prosiding dan akan dikirimkan kepada seluruh peserta forum. Dalam Forum Komunikasi JFA dan Kepegawaian Tahun 2004 telah dibahas berbagai permasalahan yang dihadapi oleh Perwakilan BPKP dalam melaksanakan tugas pembinaan JFA di lingkungan Bawasda di wilayah kerjanya masing-masing. Secara garis besar, permasalahan yang telah dibahas dalam Forum Komunikasi JFA dan Kepegawaian Tahun 2004 mengenai Pembinaan JFA di lingkungan Bawasda antara lain adalah sebagai berikut: Tindak Lanjut Pasca Inpassing Pada saat penerbitan surat Kepala BPKP tentang Persetujuan Inpassing, Kepala Pusbin JFA telah mengirimkan surat kepada masing-masing Kepala Bawasda yang telah disetujui inpassing terutama berkenaan hal-hal yang perlu dipersiapkan oleh Bawasda dan Pemda dalam rangka penerapan JFA. Surat Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
48
Pusat Pembinaan JFA
ini disertai dengan satu set ketentuan JFA (3 buku ketentuan JFA) sebagai referensi dalam pelaksanaan JFA. Sebagai upaya dalam mempersiapkan diri untuk dapat mendampingi dan melakukan asistensi kepada Bawasda, telah dilakukan berbagai kegiatan antara lain sebagai berikut: TOT Fasilitator Pembinaan JFA Diklat Asistensi Inpassing Bawas Diklat Peningkatan Kompetensi Tim Penilai Berbagai kesempatan sosialisasi baik yang dilakukan oleh Pusbin JFA maupun Perwakilan-perwakilan BPKP. Penyediaan berbagai materi / bahan sosialisasi yang dapat diakses melalui website www.bpkp.go.id Pembentukan Satgas Pembinaan JFA pada masing-masing Perwakilan BPKP Perwakilan BPKP diharapkan dapat terus mengoptimalkan peran Satgas Pembinaan JFA yang telah terbentuk di Perwakilan untuk membantu Bawasda dalam rangka mempersiapkan tindak lanjut pasca inpassing melalui Sosialisasi, Asistensi, atau Bimbingan Teknis (Bimtek). Tindak lanjut yang diharapkan
segera
dilakukan
oleh
Bawasda
antara
lain
adalah
mempersiapkan Keputusan Kepala Daerah mengenai Penerapan JFA di lingkungan Bawasda, Pembentukan Organisasi JFA, Pembentukan Tim Penilai, dan Pemetaan Kebutuhan Diklat Sertifikasi JFA. Mengingat penilaian angka kredit setelah inpassing harus dilaksanakan segera setelah inpassing, Perwakilan BPKP diharapkan secara proaktif membantu kelancaran penilaian dimaksud. Dalam hal Tim Penilai Angka Kredit belum terbentuk atau jumlah PFA yang dinpassing terlalu sedikit untuk membentuk Tim Penilai, atau Tim Penilai telah terbentuk namun belum memiliki pemahaman yang memadai untuk melakukan penilaian, beberapa alternatif yang dapat ditempuh antara lain adalah : 1. Membentuk Tim
Penilai gabungan dari beberapa Bawasda terdekat
dengan SK PAK tetap ditandatangai oleh Kepala Bawasda masingmasing. Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
49
Pusat Pembinaan JFA
2. Penilaian angka kredit dilakukan oleh Tim Penilai Perwakilan BPKP dengan SK PAK tetap ditandatangani oleh Kepala Bawasda selaku pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit di lingkungannya masing-masing. 3. Melakukan penilaian dengan asistensi oleh Perwakilan BPKP Untuk membantu kelancaran penilaian angka kredit, Pusdiklatwas BPKP bekerja sama dengan Pusbin JFA pada tanggal 11 s.d 14 Oktober 2004 telah menyelenggarakan Diklat Peningkatan Kompetensi Tim Penilai Bawasda (sebanyak 2 kelas). Perwakilan BPKP diharapkan dapat mendorong Bawasda di wilayah kerjanya untuk menyelenggarakan diklat serupa secara mandiri. Kenaikan Pangkat Pasca Inpassing Salah
satu
ciri
khas
kenaikan
pangkat
pejabat
fungsional
adalah
disyaratkannya pemenuhan angka kredit disamping pemenuhan persyaratan lainnya. Hal ini diatur dalam PP No. 99 Tahun 2000 j.o PP 12 Tahun 2002 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil. Khusus untuk JFA, kenaikan pangkat juga mensyaratkan kenaikan jabatan apabila kenaikan pangkat tersebut berada pada jenjang jabatan yang berbeda, dimana untuk kenaikan jabatan tersebut dipersyaratkan adanya sertifikat peran JFA, sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (1) SKB (juklak JFA). Dengan adanya ketentuan tersebut, maka kenaikan pangkat setiap PFA di lingkungan Bawasda pasca inpassing harus menggunakan ketentuan kenaikan pangkat JFA dan tidak diperkenankan lagi menggunakan kenaikan pangkat reguler. Perwakilan BPKP diharapkan juga dapat mensosialisasikan pemahaman ini kepada Bawasda di wilayah kerjanya masing-masing, disamping sosialisasi yang telah dilakukan dalam Forum Komunikasi JFA. Pengangkatan ke dalam JFA Pasca Inpassing Pada dasarnya, pengangkatan berikutnya PNS ke dalam JFA di lingkungan Bawasda yang telah melaksanakan inpassing hanya dapat dilakukan melalui mekanisme Pengangkatan Pertama atau Pengangkatan Perpindahan, sesuai ketentuan yang berlaku.
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
50
Pusat Pembinaan JFA
Pengangkatan ke dalam JFA bagi PNS di lingkungan Bawasda, baik yang telah maupun belum melaksanakan inpassing akan diatur lebih lanjut dalam keputusan Kepala BPKP, selaku Instansi Pembina, tentang Petunjuk Teknis Pengangkatan JFA di lingkungan Bawasda Pasca Inpassing sebagai penjabaran dari surat Kepala BKN No. K.26-14/V.80-9/74 tanggal 25 Agustus 2004 tentang Perlakuan Khusus JFA di lingkungan Bawasda Pasca Inpassing. Tunjangan JFA di lingkungan Bawasda Dalam
penerapan
JFA
di
lingkungan
Bawasda
terdapat
beberapa
permasalahan seputar pembayaran tunjangan JFA antara lain belum tersedianya anggaran tunjangan pada saat berlakunya SK Inpassing dan besaran tunjangan JFA. Dalam hal pada saat berlakunya SK Inpassing JFA, anggaran tunjangan JFA belum tercantum dalam APBD, maka penetapan pembayaran tunjangan dapat disesuaikan
dengan
saat
ketersediaan
anggaran
dimaksud
dengan
mencantumkan hal tersebut secara eksplisit dalam SK Inpassing. Misalnya dalam SK Inpassing dapat dicantumkan bahwa pengangkatan ke dalam JFA berlaku terhitung mulai tanggal 1 Oktober 2003, sedangkan pembayaran tunjangan ditetapkan terhitung mulai tanggal 1 Januari 2004. Dalam SK Inpassing dapat dicantumkan juga bahwa pada periode sejak tanggal pengangkatan (1 Oktober 2003) sampai saat pembayaran tunjangan JFA (1 Januari 2004), kepada yang bersangkutan dibayarkan tunjangan sebesar tunjangan struktural yang sebelumnya ia terima. Pengaturan seperti ini pernah diberlakukan pada saat inpassing JFA di lingkungan Itjen Departemen / LPND. Formasi JFA Pengangkatan
ke
dalam
JFA
di
lingkungan
Bawasda
hendaknya
memperhitungkan ketersediaan formasi JFA (jumlah auditor yang dibutuhkan sesuai dengan beban kerja yang ada). Hal ini terutama untuk menghindari permasalahan sulitnya memperoleh angka kredit untuk kenaikan pangkat apabila jumlah PFA melebihi beban kerja yang ada. Perhitungan dan penetapan Formasi JFA ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah yang bersangkutan. Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
51
Pusat Pembinaan JFA
Sesuai pasal 22 ayat (2) SKB (Juklak JFA), Kenaikan Pangkat PNS setelah diinpassing disyaratkan menggunakan ketentuan JFA (menggunakan angka kredit dan persyaratan lainnya). Perwakilan BPKP diharapkan dapat memberikan kontribusi membantu Bawasda dalam cara menghitung formasi JFA. Auditor Eks BKKBN Pada saat reorganisasi BKKBN, PNS di lingkungan Unit-unit Kerja BKKBN di Kabupaten / Kota dilimpahkan ke Pemda setempat. Diantara PNS yang dilimpahkan tersebut termasuk sejumlah PNS yang telah diinpasing dalam JFA pada saat BKKBN melaksanakan inpassing JFA. Permasalahan yang timbul atas pelimpahan para auditor ini antara lain adalah berkenaan dengan kelanjutan jabatan yang bersangkutan setelah dipindahkan ke Bawasda terutama apabila saat pemindahan / pelimpahan tersebut di lingkungan Bawasda belum diterapkan JFA. Dalam pembahasan secara nasional dengan BKKBN Pusat disepakati bahwa pada saat PFA di lingkungan BKKBN Kabupaten / Kota di limpahkan ke Pemda yang bersangkutan dianggap Dibebaskan Sementara dari jabatannya walaupun tidak ada SK yang secara eksplisit mencantumkan pembebasan sementara tersebut. Untuk itu SK Pelimpahan SDM ke Pemda masing-masing dapat dianggap sebagai pengganti SK Pembebasan Sementara dari JFA. Apabila PFA yang bersangkutan ditempatkan di Bawasda, maka yang bersangkutan dapat diangkat ke dalam JFA oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah melalui mekanisme Pengangkatan Kembali dalam JFA sehingga pengangkatan yang bersangkutan ke dalam JFA tidak lagi memerlukan mekanisme inpassing. Pengangkatan Kembali ini dapat dilakukan walaupun saat itu di lingkungan Bawasda yang bersangkutan belum diterapkan ketentuan JFA. Secara rinci, permasalahan yang berkenaan dengan organisasi, mutasi, dan tata usaha JFA serta solusinya diuraikan dalam tanya jawab berikut:
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
52
Pusat Pembinaan JFA
41.
Pertanyaan : a. Pihak Perwakilan BPKP maupun Pemda belum memahami peraturanperaturan apa saja yang harus disiapkan setelah pelaksanaan inpassing b. Bagi Bawasda yang telah mendapat persetujuan inpassing, ternyata tidak
semuanya
memahami
tindak
lanjut
setelah
memperoleh
persetujuan inpassing terutama dalam hal pembentukan perangkat JFA, misalnya Tim Penilai AK dan Sekretariat Tim Penilai AK. Salah satu hal yang mendesak adalah diperlukannya penilaian angka kredit periode sampai dengan Juni 2004 yang merupakan persyaratan kenaikan pangkat per 1 Oktober 2004. Apakah hal ini juga menjadi kewajiban Perwakilan untuk memberikan sosialisasi/asistensi perangkat JFA secara proaktif kepada Bawasda, terutama yang telah mendapat persetujuan inpassing?. Apakah Perwakilan dapat menawarkan kepada Bawasda yang telah diinpassing untuk melakukan sosialisasi/asistensi perangkat JFA?. Jawaban : a. Pada saat inpassing pada suatu Bawasda telah disetujui oleh Kepala BPKP, Pusbin JFA telah mengirimkan surat kepada masing-masing Bawasda yang bersangkutan mengenai tindak lanjut yang perlu dilaksanakan oleh Bawasda/Pemda setelah pelaksanaan inpassing disertai 1 (satu) set ketentuan JFA yang terdiri dari : 1) Himpunan Ketentuan JFA Tahun 1996 2) Himpunan Ketentuan JFA Tahun 2003 3) SOP Penilaian dan Penetapan Angka Kredit. Surat tersebut telah ditembuskan kepada Perwakilan BPKP setempat sebagai bahan pembinaan lebih lanjut. Sosialisasi dan pembahasan mengenai tindak lanjut pasca inpassing juga telah dilaksanakan dalam beberapa Forum Komunikasi, yaitu : 1) Forum Komunikasi JFA dan Kepegawaian 2004 di Denpasar (Juni 2004)
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
53
Pusat Pembinaan JFA
2) Forum Komunikasi JFA Bawasda 2004 Tahap I di Denpasar (Juli 2004) 3) Forum Komunikasi JFA Bawasda 2004 Tahap II di Jakarta (September 2004) Peningkatan pemahaman mengenai hal-hal yang perlu dilakukan pada saat inpassing dan pasca inpassing juga telah dilakukan melalui TOT Fasilitator Pembinaan JFA, Diklat Asistensi Inpassing Bawas, Diklat Peningkatan Kompetensi Tim Penilai, dan berbagai kesempatan sosialisasi baik yang dilakukan oleh Pusbin JFA maupun Perwakilanperwakilan BPKP. Upaya penyebarluasan pemahaman ketentuan JFA akan terus dilakukan secara berkesinambungan oleh Pusbin JFA bekerja sama dengan Perwakilan BPKP dan unit-unit terkait lainnya. Berbagai materi / bahan sosialisasi juga dapat diakses melalui website bpkp.go.id. b. Untuk percepatan dan efektifitas pembinaan JFA di lingkungan Bawasda, pada setiap Perwakilan BPKP telah terbentuk Satgas Pembinaan JFA yang bertugas untuk melaksanakan pembinaan JFA di wilayahnya
masing-masing.
Peran
Perwakilan
BPKP
dalam
Pembinaan JFA pasca inpassing JFA di lingkungan Bawasda dapat dilakukan melalui optimalisasi peran satgas dimaksud. Apabila peran satgas dalam proses inpassing yang lalu telah terlaksana terutama dalam pelaksanaan pengujian administratif terhadap usulan inpassing Bawasda, maka pada periode pasca inpassing, peran satgas hendaknya lebih dioptimalkan peran satgas dari unsur PFA untuk mendorong / menciptakan berbagai program pembinaan JFA. Berbagai program dapat secara proaktif ditawarkan oleh Perwakilan kepada Bawasda di lingkungannya antara lain berupa Sosialisasi Ketentuan JFA, Bimtek Penilaian Angka Kredit, serta Fasilitasi Penyelenggaraan Diklat Sertfifikasi dan Diklat Substantif. Khusus untuk diklat substantif, seringkali dibutuhkan peran aktif satgas dalam membantu merancang materi diklat sesuai kebutuhan Bawasda dan
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
54
Pusat Pembinaan JFA
ketersediaan dana. Pusdiklatwas akan menerbitkan katalog diklat substantif yang dapat dipergunakan sebagai panduan. 42.
Pertanyaan : Tim Penilai Angka Kredit dan Tim Satgas BPKP berperan aktif membantu Bawasda untuk menilai angka kredit JFA Bawasda di wilayah kerja masingmasing Perwakilan BPKP. Mengingat anggota tim tersebut sebagian besar PFA yang harus melaksanakan tugas rutinnya sebagai auditor, disamping tersebarnya wilayah kantor Bawasda yang ada pada masing-masing Perwakilan BPKP maka memerlukan waktu dan biaya yang cukup besar, sedangkan dana untuk itu belum tersedia
dalam PKAU. Perlu
dipertimbangkan agar Pusdiklatwas BPKP menyelenggarakan Diklat Tim Penilai Angka Kredit bagi Pegawai Bawasda yang diadakan di Perwakilan BPKP. Jawaban : Diklat bagi Tim Penilai Bawasda, dengan nama “Diklat Peningkatan Kompetensi
Tim
Penilai
Bawasda”
sebanyak
2
kelas
telah
diselenggarakan oleh Pusdiklatwas pada tanggal 11 s.d 14 Oktober 2004. Mengingat
terbatasnya
anggaran
Pusdiklatwas,
Perwakilan
BPKP
diharapkan dapat mendorong Bawasda di wilayah kerjanya untuk menyelenggarakan diklat atau Bimtek dimaksud secara mandiri. Diklat / Bimtek tersebut misalnya dapat diselenggarakan oleh Bawasda / Badan Diklat Provinsi dengan peserta seluruh tim penilai Bawasda Provinsi / Kabupaten / Kota se Provinsi dimaksud, atau oleh salah satu Bawasda Kabupaten / Kota dengan peserta dari beberapa Bawasda terdekat. Bimtek penilaian angka kredit telah untuk Bawasda Provinsi / Kabupaten / Kota se Sulawesi Selatan telah diselenggarakan di Makassar pada tanggal 25- 27 Mei 2004, dan pada bulan Desember 2004 bimtek serupa untuk lingkungan Bawasda akan diselenggarakan juga di Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Sumatera Barat, Ciamis, Bekasi, dan DKI Jakarta. 43.
Pertanyaan : Pengiriman surat, peraturan, dan ketentuan JFA di lingkungan Bawasda yang telah diinpassing, masih terbatas hanya dikirim kepada Bawasda
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
55
Pusat Pembinaan JFA
yang bersangkutan saja. Sehubungan dengan inpassing Bawasda, kenyataannya bahwa tidak hanya Bawasda saja yang harus mengetahui ketentuan JFA, melainkan ada perangkat daerah lain, yang juga mempunyai kepentingan yang sama untuk memahami ketentuan JFA, misalnya Bagian/Badan Kepegawaian Daerah (BKD). Mengharapkan agar Bawasda yang bersangkutan untuk berkoordinasi dengan BKD dalam memenuhi peraturan ke-JFA-an, dalam kenyataannya tidak demikian. Diusulkan agar pengiriman peraturan selain kepada Bawasda, juga ke BKD. Kalender diklat selain dikirim ke Bawasda juga dikirimkan ke Badan Diklat. Jawaban : Karena keterbatasan dana (pencetakan dan pengiriman), Pusbin JFA baru dapat mengirimkan 1 (satu) set ketentuan JFA kepada setiap Bawasda yang telah disetujui inpassing. Mengingat Bawasda lebih mengetahui unit kerja mana saja yang terkait dengan penerapan JFA di lingkungan Pemdanya masing-masing, diharapkan peran aktif Perwakilan BPKP dan Bawasda dalam mengkoordinasikan pendistribusian Peraturan JFA ke unit kerja terkait di Pemda. Perwakilan BPKP diharapkan dapat melakukan inventarisasi jumlah unit kerja Pemda yang membutuhkan ketentuan JFA di wilayah kerjanya masing-masing dan menyampaikannya kepada Pusbin JFA. Disamping buku-buku himpunan ketentuan JFA yang telah dikirimkan, peraturan JFA juga telah tersedia untuk dapat diakses melalui website www.bpkp.go.id 44.
Pertanyaan : Sesuai Surat Pusbin tanggal 12 April 2004 perihal Pembinaan JFA ditegaskan bahwa terdapat beberapa langkah yang harus ditempuh oleh Bawasda Pasca Penerbitan Surat Persetujuan Inpassing, a.l: 1). Penerbitan SK Gubernur/ SK Bupati / Walikota 2). Pedoman Penerapan JFA 3). Pembentukan Perangkat Organisasi JFA 4). Pola Hubungan Kerja Pejabat Struktural dan Fungsional. 5). Perencanaan Diklat JFA
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
56
Pusat Pembinaan JFA
Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa Tindak Lanjut tersebut belum sepenuhnya dilaksanakan oleh Daerah, hal ini terlihat dari beberapa kasus sebagai berikut : 1) Pegawai yang disetujui Inpassing-nya dipindahkan ke Unit Instansi lain di luar Bawasda melalui promosi maupun mutasi. 2) Beberapa daerah menunggu diberlakukannya PP 8/2003 dalam menerbitkan SK Bupati, Surat Persetujuan Inpassing yang diperoleh diterima sebagai SIM yang bisa dipakai kapan saja untuk beralih ke JFA. 3) SK Bupati tentang JFA telah diterbitkan, namun tidak seluruhnya mempergunakan TMT 1 Oktober 2003, hal ini disebabkan a. Keterbatasan dana pembayaran tunjangan, karena APBD tahun 2004 belum mengakomodir pembayaran tunjangan fungsional. b. Adanya anggapan dan ketakutan daerah bahwa pegawai ybs akan menuntut pembayaran tunjangan TMT 1 Oktober 2003. Jawaban : Berbagai permasalahan yang dihadapi oleh Bawasda dalam pelaksanaan inpassing telah dibahas lebih lanjut dalam Forum Komunikasi JFA Bawasda Tahap I di Denpasar tanggal 26 s.d 29 Juli 2004, dan Forum Komunikasi JFA Bawasda Tahap II di Jakarta tanggal 6 s.d 9 September 2004. Seluruh hasil pembahasan mengenai permasalahan inpassing dalam Forum Komunikasi akan dituangkan dalam bentuk Prosiding dan Surat Edaran Penegasan Hasil Forum yang akan dikirimkan kepada seluruh peserta forum dengan tembusan Perwakilan BPKP. 45.
Pertanyaan : Bawasda melakukan inpassing, tanpa melalui persetujuan Kepala BPKP, sebagaimana mekanisme yang ditetapkan dalam surat Kepala BPKP nomor S-772/K/JF/2003 tanggal 21 Juli 2003 perihal Petunjuk Teknis Pelaksanaan Inpassing (Penyesuaian) JFA di lingkungan Unit Pengawasan Internal Pemda. Setelah diinformasikan ketentuan mekanisme Inpassing, oleh Bawasda yang bersangkutan kemudian mengajukan usulan Inpassing sesuai mekanisme tetapi telah melewati batas Inpassing per 31 Maret 2004.
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
57
Pusat Pembinaan JFA
Tunjangan JFA telah diterima pegawai yang bersangkutan sejak persetujuan Inpassing oleh Pemda setempat. Hendaknya usulan inpassing tersebut masih dapat diterima, dengan memberikan SK Persetujuan walaupun permohonan usulan tersebut telah melampaui per 31 Maret 2004 Jawaban : Pengangkatan melalui inpassing tidak dapat lagi dilakukan setelah tanggal 31 Maret 2004. Sebaiknya dilakukan penelaahan lebih lanjut mengenai pelaksanaan inpassing yang telah dilaksanakan sebelumnya. Apabila inpassing dilakukan sebelum 1 Oktober 2003 (sebelum berlakunya ketentuan Inpassing Bawasda) atau dilaksanakan bersamaan dengan inpassing Itjen Departemen / LPND memang tidak dipersyaratkan untuk memperoleh persetujuan Kepala BPKP. Apabila dari hasil telahaan tersebut disimpulkan bahwa inpassing tersebut tidak sesuai ketentuan, Pusbin JFA dapat memfasilitasi untuk mendiskusikan hal tersebut dengan BKN. 46.
Pertanyaan : Dalam jumlah PNS yang diinpassing pada suatu Bawasda termasuk diantaranya pejabat struktural yang masih aktif dengan pertimbangan untuk mendapatkan "SIM" terlebih dahulu, dan diterbitkan tiga SK secara berurutan yaitu : a. SK Inpassing b. SK Pengangkatan Kembali sebagai Pejabat Struktural c. SK Pembebasan Sementara dari JFA Apakah perlakuan tersebut sesuai dengan ketentuan JFA ? Jawaban : Pada prinsipnya Ketentuan JFA tidak
mengatur hal-hal tersebut.
Keputusan untuk mengangkat kembali PFA sebagai pejabat struktural merupakan keputusan pimpinan unit pengawasan yang harus disesuaikan / mengacu pada ketentuan daerah.
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
58
Pusat Pembinaan JFA
47.
Pertanyaan : Bagi PNS di lingkungan Bawasda yang tidak dapat diangkat melalui inpassing, dapat diangkat melalui Perpindahan dan Pengangkatan Pertama
dalam
Jabatan
Fungsional
Auditor
setelah
memperoleh
persetujuan dari Instansi Pembina (Kepala BPKP). Pemrosesan usulan hingga terbitnya persetujuan pengangkatan pertama ke dalam JFA oleh Kepala BPKP memerlukan waktu yang relatif lama. Sehubungan dengan hal tersebut, diusulkan agar untuk pemrosesan pengangkatan pertama dalam JFA bagi Bawasda dapat dilimpahkan. Jawaban : Usulan
untuk
mendelegasikan
wewenang
memberikan
persetujuan
Pengangkatan Pertama dalam JFA di lingkungan Bawasda kepada Kepala Perwakilan
BPKP
dipertimbangkan
sebagai
masukan
dengan
mempertimbangkan beban kerja Perwakilan BPKP (terutama Kabag Tata Usaha). 48.
Pertanyaan : Dengan adanya PP No. 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil; antara lain disebutkan bahwa pengangkatan, pemberhentian, dan pemindahan jabatan fungsional ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah. Sehubungan dengan itu sebagian Bawasda berpedoman pada ketentuan tersebut, yaitu pengangkatan JFA tidak perlu mendapatkan persetujuan dari Kepala BPKP, tetapi cukup dari Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah setempat. Jawaban : Persetujuan Kepala BPKP, selaku instansi Pembina, pada dasarnya bersifat pertimbangan administratif untuk membantu Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah meneliti kesesuaian PNS yang akan diinpassing dengan
persyaratan
yang
telah
ditentukan
serta
menghindari
permasalahan yang mungkin timbul dikemudian hari (pengembalian kelebihan
tunjangan
karena
kesalahan
penetapan
jabatan).
Pada
kenyataannya, dari 4.458 PNS yang diusulkan inpassing, sejumlah 577
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
59
Pusat Pembinaan JFA
PNS (13%) ternyata tidak memenuhi persyaratan sesuai ketentuan yang berlaku. 49.
Pertanyaan : Dihitung sejak kapan perolehan angka kredit bagi Pegawai yang akan diangkat pertama kali sebagai PFA Contoh : 1) Sdr. Haryati Gol. III/a TMT 1 April 2001 telah memperoleh sertifikat Auditor Trampil pada bulan Januari 2004, yang bersangkutan masuk ke Bawasda sejak 1 April 2002. 2) Sdr Komang Pratama Gol. III/d, telah memiliki sertifikat peran Ketua Tim,
tidak termasuk dalam daftar PNS yang diinpassing , yang
bersangkutan tertarik untuk masuk dalam JFA melalui mekanisme Pengangkatan Pertama. Jawaban : Pengumpulan / perhitungan angka kredit untuk pengangkatan pertama dilakukan sejak pertama kali yang bersangkutan melaksanakan tugas pengawasan di Bawasda atau sejak 1 Oktober 1996 (saat diberlakukannya ketentuan JFA) apabila yang bersangkutan mulai melaksanakan tugas pengawasan sebelum 1 Oktober 1996, walaupun saat itu Bawasda belum menerapkan JFA. 50.
Pertanyaan : Pada beberapa Pemerintah Daerah, SK Inpassing diikuti dengan pelantikan sebagai PFA, sedangkan di daerah lain tidak. SK pelantikan sebagai PFA dapat dipergunakan sebagai SPMT yang berlaku di BPKP, namun perlu ditetapkan keseragaman di seluruh wilayah binaan Pusbin JFA. Jawaban : Dari sisi ketentuan JFA tidak ada kewajiban melantik PNS yang diangkat dalam jabatan fungsional dan sampai sekarang dipandang belum perlu mengatur masalah pelantikan PFA. Dalam hal suatu unit pengawasan menetapkan adanya keharusan pelantikan PFA agar diatur sesuai dengan ketentuan-ketentuan terkait.
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
60
Pusat Pembinaan JFA
51.
Pertanyaan : Bagi PNS yang belum (tidak memenuhi syarat) diinpassing
dalam
organisasi Bawasda yang telah melakukan inpassing, dapat masuk sebagai JFA dengan cara lain, yaitu Pengangkatan Pertama atau Perpindahan. Bagi PNS dalam organisasi Bawasda yang belum melakukan inpassing, tentu tidak dapat melakukan hal itu karena belum terbentuk organisasi JFA di Bawasda tersebut. Bagaimana cara PNS tersebut masuk JFA ? Jawaban : PNS di lingkungan Bawasda dapat diangkat melalui Pengangkatan Pertama
atau
Perpindahan
setelah
memenuhi
persyaratan
dan
memperoleh persetujuan Kepala BPKP sesuai ketentuan yang berlaku, walaupun Bawasda tersebut belum melaksanakan inpassing. Untuk tidak menimbulkan kendala dalam pembayaran tunjangannya, hendaknya terlebih dahulu ditetapkan ”SK Payung” mengenai Penerapan JFA. 52.
Pertanyaan : Banyak pegawai Bawasda yang akan naik pangkat TMT per 01 Oktober 2004 dan 1 April 2005 yang menjadi takut untuk diinpassing ke dalam JFA, dengan alasan pengumpulan angka kredit dan persyaratan lainnya (misal sertifikasi) yang masih sulit dicapai sehingga kenaikan pangkat akan tertunda. Untuk masa transisi, hendaknya diberlakukan kebijakan khusus bagi Pegawai Bawasda yang telah diinpassing yang akan naik pangkat TMT per 01 Oktober 2004 Jawaban : Sesuai pasal 22 ayat (2) SKB (Juklak JFA), Kenaikan Pangkat PNS setelah diinpassing disyaratkan menggunakan ketentuan JFA (menggunakan angka kredit dan persyaratan lainnya). Untuk mengantisipasi hal ini, Bawasda agar segera memprioritaskan PFA yang akan segera naik pangkat untuk mengikuti diklat sertifikasi, sehingga kenaikan pangkatnya tidak tertunda terlalu lama. Angka kredit awal yang diberikan saat inpassing telah mempertimbangkan masa kerja dalam pangkat terakhir (misalnya PNS yang diinpassing pada
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
61
Pusat Pembinaan JFA
pangkat III/d dengan masa kepangkatan 3 tahun akan memperoleh AK sebesar 375, kekurangan AK sebesar 25 untuk naik pangkat secara normatif dapat diperoleh dalam waktu 1 tahun). 53.
Pertanyaan : Sebagian besar Bawasda belum membentuk Organisasi JFA termasuk Tim Penilai Angka Kredit, sehingga selama ini Pegawai Bawasda belum pernah membuat / mengajukan DUPAK JFA. Hal ini yang membuat kesulitan bagi pegawai Bawasda untuk diusulkan pengangkatan pertama ke dalam JFA karena salah satu persyaratannya harus memenuhi angka kredit yang telah ditetapkan. Apakah mungkin Tim Penilai Angka Kredit Bawasda Kab/Kota bergabung dengan Bawasda Kab/Kota sekitarnya atau dengan Bawasda Provinsi. Apakah DUPAK-nya dapat dinilai oleh Tim Penilai Angka Kredit Perwakilan BPKP? Siapa yang menandatangani SK PAK-nya? Jawaban : Pada masa awal penerapan JFA, apabila Tim Penilai Bawasda belum terbentuk atau Tim Penilai belum memahami tata cara penilaian angka kredit atau jumlah PFA pada suatu Bawasda terlalu sedikit untuk membentuk Tim Penilai, maka dapat ditempuh salah satu alternatif sebagai berikut: Membentuk Tim Penilai gabungan dari beberapa Bawasda terdekat dengan SK PAK tetap ditandatangai oleh Kepala Bawasda masingmasing Penilaian angka kredit dilakukan oleh Tim Penilai Perwakilan BPKP dengan SK PAK tetap ditandatangani oleh Kepala Bawasda selaku pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit di lingkungannya masing-masing. Melakukan penilaian dengan asistensi oleh Perwakilan BPKP
54.
Pertanyaan : Berdasarkan Kep MENPAN No. 19/1996, bahwa susunan keanggotaan Tim Penilai sekurang-kurangnya berjumlah 7 orang. Jumlah PNS per Bawasda yang telah diinpassing bervariasi. Bagi Bawasda yang PNS-nya
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
62
Pusat Pembinaan JFA
sudah diinpassing, misalnya 13 orang apakah ketentuan jumlah minimal susunan Tim Penilai sebanyak 7 orang juga harus dipenuhi. Selain itu menurut aturan, bahwa Pejabat yang diangkat sebagai anggota Tim Penilai harus memiliki jenjang pangkat, minimal setara dengan PFA yang angka kreditnya dinilai. Dalam ketentuan tersebut hanya diatur mengenai jenjang pangkat (bukan jabatan). Dengan kondisi PNS Bawasda yang diinpassing sedikit (misal 11 orang), penerapannya adalah PFA Trampil (III/c) yang menilai PFA Ahli (III/c ke bawah). Apakah hal tersebut diperkenankan? Jawaban : Pengaturan mengenai jumlah anggota Tim Penilai juga telah diatur lebih lanjut dalam SK Kepala BPKP No KEP-817/K/JF/2002 tgl 3 Desember 2002 tentang SOP Penilaian dan Penetapan AK, Bab II huruf E angka 8 halaman 13. Bagi Bawasda dengan jumlah PFA yang relatif sedikit dapat membentuk Tim Penilai Angka Kredit gabungan dengan Bawasda lain. Secara eksplisit dalam ketentuan JFA tidak diatur, namun penilaian auditor ahli oleh auditor trampil sebaiknya dihindari. 55.
Pertanyaan : Tim Penilai Angka Kredit PFA adalah gabungan antara PFA dengan pejabat struktural pada instansi tersebut. Pada Bawasda, Badan Kepegawaian Daerah (BKD) mempunyai kewenangan yang luas dalam masalah kepegawaian terhadap seluruh unit organisasi di lingkungan pemerintah daerah. Apakah unsur Pejabat Struktural dalam Tim Penilai Angka Kredit PFA dimungkinkan diikut sertakan pula unsur dari BKD, jika daerah menghendaki. Jawaban : Dalam ketentuan JFA tidak ada pembatasan unsur instansi dalam susunan Tim Penilai. Oleh karena itu, unsur BKD dapat dimasukkan dalam Tim Penilai Angka Kredit JFA sepanjang komposisi pejabat struktural dan PFA dalam Tim Penilai tetap sesuai ketentuan yakni jumlah PFA lebih banyak dari pejabat struktural
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
63
Pusat Pembinaan JFA
56.
Pertanyaan : Terdapat Pemda yang telah mempunyai Tim Penilai Angka Kredit Pejabat Fungsional di lingkungan pemda tersebut. Tim ini melakukan penilaian angka kredit kepada semua pejabat fungsional (guru, penyuluh dsb), sehingga ada pemikiran untuk menyertakan penilaian angka kredit PFA di dalam tim gabungan ini. Masalahnya adalah hal ini belum diatur dalam ketentuan JFA yang ada. Apakah dimungkinkan mengintegrasikan Tim Penilai Angka Kredit JFA ke dalam tim gabungan ini apabila komposisinya tetap memperhatikan aturan JFA yang ada, yaitu minimal 7 orang dengan jumlah PFA yang lebih besar dari jumlah struktural. Sehingga harus ada sekurang-kurangnya 4 orang PFA dalam Tim Gabungan tersebut. Jawaban : Pada dasarnya, tidak ada ketentuan yang melarang penggabungan Tim Penilai Angka Kredit dari berbagai Jabatan Fungsional, namun dalam prakteknya apabila penggabungan itu dilakukan, terdapat potensi kesulitan mengingat perbedaan substansi kegiatan yang dinilai. Apabila perbedaan ini bisa diatasi dengan sosialisasi yang cukup dan tetap menempatkan jumlah PFA yang lebih banyak dari pejabat struktural, maka penggabungan tersebut dapat saja dilakukan.
57.
Pertanyaan : Pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit
bagi Auditor Ahli
Madya dan Auditor Ahli Utama di lingkungan Bawasda adalah Sekretaris Utama
BPKP.
Dalam
melaksanakan
tugasnya,
pejabat
tersebut
membentuk Tim Penilai Angka Kredit Pusat untuk menilai dan menetapkan perolehan angka kredit Auditor Ahli Madya dan Auditor Ahli Utama baik di lingkungan BPKP maupun APIP lainnya. Dengan diterapkannya JFA di lingkungan Badan Pengawas Daerah Prov/Kab/Kota, maka akan semakin banyak jumlah PFA yang dinilai oleh Tim Penilai Pusat. •
Apakah seluruh PFA Auditor Ahli Madya dan Auditor Ahli Utama di lingkungan Bawasda penilaiannya termasuk penetapan SK PAK dapat dilimpahkan ke Perwakilan setempat ?
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
64
Pusat Pembinaan JFA
•
Bagaimana dengan evaluasi terhadap penilaian angka kredit yang dinilai oleh Tim Penilai Badan Pengawas Provinsi/Kabupaten/Kota ?
Jawaban : •
Sedang dilakukan penertiban terhadap pelaksanaan pelaporan semesteran penilaian AK dari Tim Penilai Setempat / Instansi sebagai dasar pertimbangan dalam kebijakan pendelegasian kewenangan penilaia Auditor Ahli Madya dan Utama ke Perwakilan setempat.
•
Sedang dan akan terus dikembangkan (bekerja sama dengan Pusinfowas) aplikasi penilaian angka kredit untuk memudahkan PFA dan Tim Penilai Angka Kredit.
•
Sedang disusun pedoman evaluasi penilaian AK sebagai acuan bagi perwakilan dalam melakukan evaluasi penilaian angka kredit Bawasda.
•
Kepada Bawasda dan Perwakilan BPKP telah dilakukan berbagai kegiatan pembinaan yang pada dasarnya dimaksudkan sebagai persiapan dalam penerapan JFA di lingkungan Bawasda. Dengan pembekalan tersebut diharapkan penilaian angka kredit di lingkungan Bawasda dapat terselenggara sesuai ketentuan yang berlaku.
•
Untuk penerapan awal pelaksanaan peer review angka kredit, Pusbin JFA telah mengeluarkan surat No. S-1889/JF/2/2004 tanggal 14 Mei 2004 tentang Pengujian DUPAK Auditor Ahli Madya oleh Pejabat Pengusul,
yang
mengatur
mengenai
pelaksanaan
pengujian
kelengkapan dokumen dan keabsahan berkas usulan angka kredit oleh Pejabat Pengusul. 58.
Pertanyaan :. Sesuai dengan Surat Kepala BKN Nomor : K-26-30/V-64-3/74 tanggal 24 Juni 2003 disebutkan bahwa inpassing ditetapkan TMT 01 Oktober 2003 dan selambat-lambatnya harus sudah selesai ditetapkan pada tanggal 31 Maret 2004, yang menjadi kendala adalah bahwa tunjangan JFA belum tersedia dalam APBD. Diusulkan Inpassing ditetapkan TMT per 01 Oktober 2003 dengan tanggal penetapan 31 Maret 2004, sedangkan untuk pembayaran tunjangan fungsional tergantung pada kesiapan Pemda yang bersangkutan (dengan klausul khusus dalam SK inpassing tersebut).
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
65
Pusat Pembinaan JFA
Jawaban : Setuju dengan usulan, dengan memperhatikan kesesuaiannya dengan ketentuan daerah. Dalam salah satu pasal SK Inpassing dapat ditambahkan klausul bahwa pembayaran tunjangan JFA dilakukan terhitung mulai tanggal
yang sesuai dengan ketersediaan anggaran
Pemda. Dalam jangka waktu antara 1 Oktober 2003 sampai dengan saat dibayarkannya tunjangan JFA, dapat dibayarkan tunjangan sebesar tunjangan struktural yang diterima sebelumnya. Pembayaran tunjangan seperti ini pernah diberlakukan saat inpassing di lingkungan Itjen Departemen / LPND pada tahun 2001. 59.
Pertanyaan : Dalam surat Persetujuan Pengangkatan ke dalam JFA melalui inpassing disebutkan bahwa pengangkatan ke dalam JFA agar tetap memperhatikan kecukupan beban kerja, sehingga para PFA dapat memperoleh angka kredit yang cukup untuk kenaikan pangkat berikutnya sesuai ketentuan yang berlaku. Yang menjadi pertanyaan, apakah boleh pihak Pemda tidak mengangkat secara keseluruhan (hanya sebagian) pegawai yang telah disetujui inpassing dengan pertimbangan tertentu? Jawaban : Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota), selaku Pejabat yang Berwenang Mengangkat dalam JFA dimungkinkan untuk tidak mengangkat sebagian dari PNS yang telah disetujui untuk diinpassing karena adanya perkembangan baru, sepanjang tidak digantikan dengan PNS lain yang tidak termasuk dalam Daftar PNS yang telah disetujui inpassing. Terhadap PNS yang telah disetujui untuk diinpassing tetapi tidak ditetapkan dalam SK Inpassing, maka PNS yang bersangkutan tidak dapat diangkat ke dalam JFA melalui Inpassing.
60.
Pertanyaan : PFA BKKBN yang telah diinpassing sebagian telah dilimpahkan ke Pemerintah Daerah setempat sebagai PFA (diangkat kembali), sebagian telah diserahkan ke Pemerintah Daerah setempat (sebagai staf) dan sebagian lagi masih ada di Kanwil BKKBN Provinsi.
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
66
Pusat Pembinaan JFA
Bagi PFA BKKBN tersebut (setelah berjalan 2 tahun inpassing) tidak pernah menyampaikan DUPAK dan sebagian besar belum mengikuti diklat sertifikasi sesuai jenjang jabatannya maupun diklat matrikulasi. Bahkan sebagian PFA lainnya yang telah diserahkan ke Pemerintah Daerah setempat sebagai staf, tidak didukung dengan SK Pembebasan Sementara dari Unit asalnya. Bagi PFA BKKBN di daerah, siapa yang berwenang menerbitkan SK Pembebasan Sementara bagi Auditor Trampil dan Ahli (hingga Auditor Ahli Muda) dan Auditor Ahli Madya. Apabila akan diterbitkan SK Pembebasan Sementara, bagaimana koordinasi ke BKKBN Pusat (terutama bagi Auditor Ahli Madya)? Jawaban : Status mantan auditor BKKBN yang dilimpahkan ke Pemerintah daerah adalah dibebaskan dari jabatannya (jabatan struktural maupun fungsional) sebagaimana tercantum dalam surat penyerahan kolektif, walaupun tidak diterbitkan SK Pembebasan Sementara dari JFA secara tersendiri. Untuk kepentingan Pengangkatan Kembali dalam JFA, SK Pembebasan Sementara tersebut dapat digantikan dengan surat penyerahan kolektif dan SK Inpassing JFA (saat yang bersangkutan masih di BKKBN) Pengangkatan kembali mantan pegawai BKKBN (eks inpassing JFA) tersebut ke dalam JFA di lingkungan Bawasda dapat langsung dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah dan pemenuhan sertifikasi agar segera direncanakan dan dikoordinasikan dengan Pewakilan BPKP setempat. Sebagaimana telah dinyatakan dalam surat Sekretaris Utama BPKP No. S- 3148/SU/JF/2004 tgl 4 Nopember 2004 perihal Penugasan Kembali PFA BKKBN Kabupaten/Kota, pengangkatan kembali mantan auditor BKKBN dalam JFA sepenuhnya merupakan kewenangan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah (Bupati/Walikota). 61.
Pertanyaan : PFA eks BKKBN yang diserahkan/dipindahkan ke daerah (Provinsi /Kabupaten / Kota) biasanya akan ditempatkan di Bawasda.
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
67
Pusat Pembinaan JFA
Bagi yang dialihkan ke Bawasda dan Bawasda tersebut telah inpassing pemindahan tersebut tindak menjadi masalah karena PFA tersebut dapat melanjutkan status PFA-nya di instansi barunya tersebut. Namun bagi PFA yang dialihkan ke instansi yang belum melaksanakan inpassing menjadi masalah
bagi
karier
kepegawaian
PFA-nya,
disamping
mengenai
pembayaran tunjangan jabatannya yang tidak dianggarkan oleh Pemda (instansi barunya) Sebelum dipindahkan ke Pemda yang belum menerapkan JFA, PFA tersebut hendaknya dibebaskan sementara sebagai PFA agar masalah kepangkatannya
tidak
terganggu,
dan
untuk
selanjutnya
yang
bersangkutan dapat naik pangkat secara regular. Jawaban : Penjelasan mengenai Pengangkatan Kembali PFA eks BKKBN ke dalam JFA telah tertuang dalam surat Sekretaris Utama BPKP No. S- 3148 / SU / JF / 2004 tgl 4 Nopember 2004 perihal Penugasan Kembali PFA BKKBN Kabupaten/Kota, yang secara garis besar mencantumkan hal-hal antara lain sebagai berikut: a. Pelimpahan pegawai BKKBN Kabupaten / Kota ke Pemerintah Daerah dalam rangka otonomi daerah, bagi yang menduduki Jabatan Fungsional Auditor adalah dalam status Dibebaskan Sementara dari JFA. b. Mekanisme Pengangkatan Kembali ke dalam JFA hanya dapat dilakukan apabila mantan PFA BKKBN tersebut ditempatkan pada unit / badan yang melaksanakan fungsi pengawasan yaitu Badan Pengawasan Daerah (Bawasda). c. Penempatan
dan
Pengangkatan
Kembali
para
PFA
tersebut
sepenuhnya merupakan kewenangan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah (Bupati / Walikota) dengan memperhatikan tingkat kompetensi pegawai, kebutuhan formasi dan beban kerja, ketersediaan anggaran dan pertimbangan lainnya, sesuai ketentuan yang berlaku.
*** Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
68
Pusat Pembinaan JFA
DAFTAR REFERENSI PERATURAN
Disamping ketentuan-ketentuan umum mengenai JFA sebagai mana telah diuraikan angka II (Dasar Hukum), berikut ini adalah ketentuan-ketentuan lain yang merupakan referensi yang digunakan dalam Tanya Jawab di atas : 1. Keputusan Kepala BPKP Nomor: Kep-06.04.00-847/K/1998 tanggal 11 Nopember 1998 tentang Pola Pendidikan dan Pelatihan Auditor bagi Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah 2. Keputusan Kepala BPKP Nomor: Kep-06.00.00-080/K/2001 tanggal 20 Pebruari 2001 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan 3. Keputusan Kepala BPKP No Kep-817/K/JF/2002 tanggal 3 Desember 2002 tentang SOP Penilaian dan Penetapan Angka Kredit Di lingkungan APIP 4. Keputusan Kepala BPKP No. Kep-883/K/JF/2003 tanggal 21 Agustus 2003 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Diklat bagi PNS yang di-Inpassing ke dalam JFA di lingkungan Unit Pengawasan Intern Pemerintah Daerah 5. Keputusan Deputi Bidang Administrasi BPKP Nomor Kep-05.02.0633/D.I/2000 tanggal 6 Januari 2000 tentang Pemberian Ijin Pendidikan Di luar Kedinasan dan Penyesuaian Ijazah di lingkungan BPKP. 6. Surat Deputi Bidang Administrasi No. S-06.04.00-610/DI/1999 tanggal 24 Juni 1999 perihal Penyelesaian eks PKP yang belum disesuaikan ke dalam nama Jabatan Fungsional Auditor. 7. Surat Sekretaris Utama BPKP Nomor S-1380/SU/2002 tanggal 16 Agustus 2002 perihal Kualifikasi Pendidikan PFA dan Angka Kreditnya 8. Surat Edaran Kepala Pusbin JFA No. SE-06.04.00-27/PJFA/2002 tanggal 18 Januari 2002 perihal Penjelasan Unsur Pengembangan Profesi, Jam Kerja, dan Alokasi Angka Kredit. 9. Surat Kepala Pusbin JFA Nomor S-06.04.00-65/PJFA.1/2002 tanggal 21 Pebruari 2002 perihal Besaran Angka Kredit Kegiatan Yang Berkaitan Dengan AKIP
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
69
Pusat Pembinaan JFA
10. Surat Edaran Kepala Pusbin JFA Nomor SE-1054/JF.1/2002 tanggal 17 Desember 2002 perihal Kesepadanan Kegiatan Di luar Kegiatan Yang Diberikan Angka Kredit Berdasarkan Keputusan MENPAN No. 19/1996 Di lingkungan BPKP. 11. Surat Kepala Pusbin JFA Nomor S-1086/JF.1/2002 tanggal 31 Desember 2002 perihal Kesepadanan Kegiatan Di luar Kegiatan Yang Diberikan Angka Kredit Berdasarkan Keputusan MENPAN Nomor 19/1996 Di lingkungan Deputi Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Politik, Sosial, dan Keamanan BPKP 12. Surat Kepala Pusbin JFA Nomor S-1090/JF.1/2002 tanggal 31 Desember 2002 perihal Kesepadanan Kegiatan Di lingkungan Pusdiklatwas BPKP Dengan Kegiatan Yang Diberikan Angka Kredit Berdasarkan Keputusan MENPAN Nomor 19/1996 13. Surat Kepala Pusbin JFA Nomor S-1091/JF.1/2002 tanggal 31 Desember 2002 perihal Kesepadanan Kegiatan Pengawasan Di lingkungan Lembaga Informasi Nasional RI Dengan Kegiatan Yang Diberikan Angka Kredit Berdasarkan Keputusan MENPAN Nomor 19/1996 14. Surat Edaran Kepala Pusbin JFA No. SE-91/PJFA/2003 tanggal 31 Januari 2003 perihal Penegasan Hasil Rapat Koordinasi Kepegawaian dan JFA Tahun 2002 15. Surat Edaran Kepala Pusbin JFA No. SE-769/JF/1/2003 tanggal 14 Juli 2003 perihal Penegasan Hasil Forum Komunikasi JFA dan Kepegawaian Tahun 2003 16. Surat Sekretaris Utama BPKP No. S- 3148 / SU / JF / 2004 tgl 4 Nopember 2004 perihal Penugasan Kembali PFA BKKBN Kabupaten/Kota 17. Keputusan Kepala BPKP No. Kep-1246/K/SU/2004 tanggal 22 Oktober 2004 tentang Pedoman PKS di lingkungan BPKP ϕ
Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2004
70