PURPOSED TO BE A MASTERPIECE ( Dengan Maksud menjadi satu Karya yang Sempurna ) The Story of DeWei ( Indonesia )
Karena kita ini buatan Elohim, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Elohim sebelumnya, Ia mau, supaya supaya kita hidup di dalamNya. Efesus 2:10 Hal yang menghancurkan hatiku adalah Indonesia tanah air yang sangat kucintai telah melewati masa-masa yang kacau balau. Walaupun diharapkan menjadi suatu masyarakat yang demokratis, ternyata kebijakan umum Indonesia lebih mengarah menjadi negara teokratis seperti negara-negara Islam di Timur Tengah. Satu kali diawal tahun 2000-an, ribuan orang-orang Muslim fundamentalis memenuhi jalan-jalan Jakarta, ibu kota negara. Tujuan utama mereka adalah menyatakan Jihad melawan orang-orang Kristen di Indonesia secara terang-terangan. Allahu Akbar ( “ Allah Maha Besar ) dan “Mati kepada semua orang Kristen “ diteriakkan oleh massa yang berdemonstrasi dengan bangga. Mereka sangat marah kepada orang-orang Kristen yang dituduh “melakukan kristenisasi kepada orang-orang Muslim” yang bagi mereka adalah suatu tindakan illegal, walaupun konstitusi negara Indonesia melindungi kebebasan beragama. Banyak kasus di negara ku di mana ratusan gereja di bakar, ribuan orang Kristen di bunuh dalam pertikaian agama di Maluku dan Poso, termasuk juga mereka yang mengungsi karena kehilangan tempat tingga; yang hangus terbakar, banyak juga wanita yang diperkosa. Atas semua tindakan mereka yang mengatasnamakan agama ini polisi lebih banyak mendiamkan saja kasus-kasus yang terjadi. Menyalahkan kondisi yang mereka alami kepada pihak-pihak luar, seperti penjajahan Belanda dan Jepang, orang-orang Muslim fundamentalis ini melihat orang-orang Kristen keturunan Cina seperti aku sebagai suatu bahaya yang baru. Banyak media informasi dan perwakilan Pemerintah mencoba menjelaskan bahwa kekerasan yang terjadi adalah bersifat etnis diantara kelompok pribumi dan keturunan Cina, tetapi ini bukan satu-satunya alasan. Satu gelombang Jihad baru telah bangkit, dan kisahku adalah hanya salah satu contoh dari penyiksaan yang pernah mereka lakukan. Saat truamatis dalam hidupku datang ketika orang-orang Muslim yang radikal dan militan memperkosa serta membunuh anak perempuanku yang cantik.
Kakekku pindah dari Beijing sekitar tahun 1920-an ke Jakarta. Dia mengerjakan tiga pekerjaan selama dua puluh tahun dan menabung sebanyak mungkin uang yang dia bisa. Dia dan nenekku memiliki 4 orang anak, ayahku adalah yang tertua. Ketika ayahku bertumbuh menjadi anak muda, kakekku memodalinya usaha kebersihan. Perusahaan ayahku bertumbuh dari hanya dua orang pegawai menjadi 200 orang pegawai. Pada tahun 1980-an, ayahku menjual perusahaannya dan memperoleh suatu jumlah uang yang banyak dan kemudian dia beristirahat. Ketika aku telah menyelesaikan tingkat kesarjanaan dalam bidang bisnis, ayah menolongku untuk mencapai apa yang aku impikan selama ini. Aku membuka satu hotel yang didisain untuk menarik para pengusaha keturunan cina yang makmur. Ternyata hotel yang kubuka sukses besar. Setelah 7 tahun aku membayar kembali uang ayah yang ku pakai sebagai modal dan sisanya aku gunakan untuk mengembangkan hotelku, sehingga aku mengaggap bahwa kesuksesan dadalah bagian dari hidupku dan menjadi hakku. Aku berpikir bahwa dunia berada dalam genggaman tanganku. Segalanya kelihatan berjalan sesuai dengan keinginan dan cara ku. Aku adalah seorang pengusaha sukses, seorang ayah dan suami, dan aku mempunyai sebuah rumah baru dengan 4 kamar tidur di daerah elit dan juga dua mobil mewah di garasi. Aku adalah seorang Kristen dan selalu datang ke ibadah kebaktian setiap hari minggu. Aku memberikan sejumlah uang ke gereja sebagai bagian persembahan dan perpuluhanku dan selalu beranggapan bahwa Tuhan akan terus memberkati aku secara keuangan. Aku selalu memperlakukan semua karyawanku dengan hormat dan membayar mereka dengan baik. Aku sangat dihormati dan dikasihi oleh semua karyawanku. Dengan semua kesuksesan yang kumiliki, ditambah lagi keyakinan bahwa masyarakat dan rakyat di tanah airku adalah penuh toleransi dan saling menghormati diantara pemeluk agama yang saling berbeda, dan menganggap bahwa kehadiran beberapa organisasi agama Islam fundamentalsi dan militan hanyalah suatu fenomena yang wajar dalam suatu negara demokratis yang baru berkembang, dan hanya membayangkan atau mendengar penyiksaan kepada orang-orang Kristen dari cerita orang lain, sehingga aku merasa tidak akan mungkin terjadi hal seperti itu di Jakarta atau akan menimpaku dan keluarga. Kemudian di satu sore bulan Oktober aku mengalami pertama kali apa yang selama ini aku hanya dengar dari cerita Saat aku meninggalkan hotelku, tiga orang pribumi menyerangku. Mereka memukulku dengan tongkat kayu dan berkata, “ Mati kau orang Kristen, Mati Kau Orang Kristen ! “ Dua orang pegawaiku menghentikan mereka dan menyelamat-kan nyawaku. Aku dirawat di rumah sakit selama 11 hari untuk merawat tiga tulang yang patah dan juga lukaluka akibat pemukulan tersebut.
Segera sesudahnya, aku mulai mendengar beberapa gereja yang dibakar saat orang-orang Kristen sedang beribadah menyembah Tuhan. Li, seorang manager hotelku, tewas terbakar ketika sedang menghadiri ibadah di gereja. Dia dan 62 orang yang lain sedang berlutut di depan mimbar dalam mempersiapkan pertemuan dengan Tuhan. Tubuh Li ditemukan terbakar dan dalam kondisi memeluk Alkitabnya. Peristiwa ini dilaporkan bahwa kira-kira 20 – 25 orang pribumi dengan senjata mengepung gereja dan menyiram bensin ke seluuh gereja kemudian membakarnya. Setelah pembakaran, polisi menemukan 67 tubuh lain yang hangus dan dua orang gadis remaja yang ditembak di punggungnya, dimana mereka dengan tiba-tiba meloncat dari jendela sebelum jendela dikunci, tubuh mereka ditemukan 50 meter dari gereja. Dalam bulan yang bersangkutan, pada hari-hari berikutnya, aku mendengar bahwa lebih dari seratus gereja yang telah dibakar oleh orang-orang Muslim militant dan radikal. Keadaan menjadi semakin buruk, Gereja kami memasang pagar besi dengan rantai sebagai penyambungnya setinggi sepuluh kaki yang mengelilingi bangunan. Kawat berduri dipasang diatas seluruh pagar sehingga tidak memungkinkan untuk dipanjat. Kami menyewa empat orang bersenjata untuk melindungi kami saat beribadah. Setiap anggota gereja di berikan kartu anggota yang akan ditunjukkan kepada para penjaga ketika mereka akan memasuki bangunan gereja, dimana tanpa kartu tidak ada seorangpun yang diijinkan masuk. Beberapa hari sebelum natal, aku dan istriku diserang saat meninggalkan mall. Setelah mobil meninggalkan tempat parkir, dua orang pribumi melemparkan batu-batu bata ke mobil kami, pada saat itu Jalanan sangat padat, sehingga sangat sulit untuk memasuki jalan. Cepat-cepat kami keluar dari mobil dan kemudian menyaksikan bagaimana batu-batu tersebut menghancurkan kacakaca mobil, depan, belakang dan samping. Pada saat itu aku menyadari bahwa kepala istriku berdarah, ternyata salah satu batu dan pecahan kaca mengenai kepala istriku. Secepatnya aku mengambil handuk dari bagian belakang mobil untuk menutup luka di kepala istriku, dan secepatnya aku mengemudikan mobilku yang pecah semua kacanya untuk mencari rumah sakit terdekat. Polisi pada akhirnya behasil, menangkap para pengacau. Mereka telah melempari 9 atau 10 mobil dengan batu-batu. Ketika polisi memeriksa mereka dan bertanya mengapa mereka melakukan penyerangan tersebut, salah seorang menjawab, “Semua orang Kristen harus mati ! “ Hari dan minggu berikutnya diikuti dengan kekerasan yang semakin meningkat, sebelum yang terburuk datang kepadaku. Anak perempuanku, Yi-min, telah pergi tidur lebih awal dari biasanya karena sakit perut. Aku dan istriku saat itu sedang beristirahat sepanjang malan, ketika aku mendengar beberapa orang berjalan di depan pintu. Sebelum aku meraih gagang besi dari bagian bawah tangga, pintu depan dibuka dengan didobrak paksa oleh 17 orang pribumi yang ketika melihatku kemudian mendorongku ke
ruangan keluarga. Empat orang dari antara mereka kemudian membanting dan menginjak-injak aku di lantai. Mereka mulai memukuli ku dan berkata, “ Allah membenci orang-orang Kristen. Allah membenci kau. “ Empat orang kemudian memaksa istriku untuk turun ke lantai bawah. Mereka memukulinya dengan kepalan tangan mereka ke wajah dan dadanya. Pada saat yang bersamaan aku, dua orang memasuki ruang keluarga dengan membawa sebuah sekop. Ketika aku melihat mereka, kemudian sekop itu digunakan untuk memukul sebelah kiri kepalaku dan aku segera kehilangan kesadaran untuk beberapa menit. Saat aku mulai tersadar, istriku terbaring di lantai dipukui berkali-kali, pingsan dan darah mulai keluar dari tubuh istriku menggenangi lantai. Terbaring di lantai, aku mendengar suara ribut-ribut. Aku melihat dari pundak kiriku, dan dengan sangat ngeri, seorang pribumi sedang memperkosa anak perempuanku yang baru berusia 12 tahun. Seorang memperkosa, dua orang memengangi tangannya dan dua orang lagi memegangi kakinya, dan satu orang lagi menutupi mulutnya dengan tangannya. Dengan sekuat tenaga aku berusaha berdiri dari lantai marmer, aku menemukan bahwa kedua kakiku telah patah dan aku tidak bisa berdiri, jadi dengan menggunakan kedua tanganku, aku menyeret tubuhku menuju Yi-min. Aku mulai berteriak, “ Tinggalkan dia ! Dia hanya seorang anak kecil. Jangan ganggu dia..dia hanya seorang gadis kecilku..! Tiga atau empat kali aku berteriak, sampai kemudian seorang dari mereka memukul ku kembali dengan sekop, dan kembali aku pingsan tidak sadarkan diri. Saat aku kembali tersadar aku mencoba untuk bangkit dari lantai, baru saja akau sedikit mengangkat tubuhku dengan kedua sikut, dua orang dibelakangku segera kembali memukulku. Dari lantai dengan darah yang mengalir melalui mulut, dan kaki yang patah dan tubuh yang penuh luka, disamping tubuh istriku yang juga tidak sadarkan diri aku menyaksikan mereka semua satu persatu memperkosa dan mempermainkan serta menghina anak perempuanku, tidak ada yang dapat aku lakukan kecuali menangis…Setelah semuanya ke 17 orang tersebut memperkosa anak perempuanku, Yi-min, aku dipaksa untuk menyaksikan mereka memukuli Yi-min sampai mati. Tubuh lemas Yi-min yang kecil tergeletak diantara genangan darahnya, dan aku sebagai ayahnya tidak mampu berbuat apa-apa untuk menolongnya dan juga ibunya. Bagaimana mungkin aku bisa mendapatkan peristiwa yang sangat buruk ini ? Pada saat orang terakhir selesai memukuli Yi-min dan berjalan keluar menuju pintu depan, dia bertanya kepadaku, “ Jadi dimana Yesusmu sekarang ? tidak terlihat dia datang untuk menolongmu, hai orang Kristen. “ Untuk pertama kali dalam hidupku, aku menjadi begitu marah kepada Tuhan. Sesudahnya, aku bertanya, dimana Tuhan selama peristiwa ini terjadi ? Aku tidak begitu masalah dengan semua luka-luka disekujur tubuhku, tetapi coba lihat Yi-min ! Bagaimana mungkin Yesus membiarkan ini terjadi kepada anak perempuanku dan hanya berdiam saja. Yi-min hanyalah seorang anak kecil yang tidak bersalah, mengapa
Tuhan Yesus tidak menolongnya, atau paling tidak membiarkan aku mati, tetapi menyelamatkan Yi-min. sedikit yang aku ketahui bahwa aku sedang berhadapan dengan peperangan roh di dalam hidupku. Polisi dan ambulan datang dua jam kemudian setelah ke 17 orang pribumi Muslim militan dan radikal tersebut meninggalkan kami sampai hampir mati. Istriku di rumah sakit selama 6 minggu dan aku di sana selama 9 minggu. Setelah itu baru kemudian aku tahu bahwa kami tidak hanya satu-satunya keluarga yang mengalami kebrutalan dari orang-orang Muslim fanatik dan militan di salah satu malam bulan Maret. Ada lebih seratus rumah yang dihancurkan malam itu. Ini adalah serangan besar-besaran. Tidak ada indikasi bahwa serangan tersebut merupakan masalah ketegangan diantara pribumi dan keturunan cina. Serangan ini adalah peperangan agama antara orang-orang Muslim militan dan radikal yang mengaggap orang-orang Kristen sebagai musuh yang harus dibasmi. Aku pribadi telah berbicara dengan lebih dari 60 keluarga yang mengalami serangan brutal yang sama. Hanya dua keluarga yang bukan orang Kristen. Mereka adalah keluarga yang beragama Buddha yang baru tinggal di Jakarta dan mengalami nasib sial karena tinggal di wilayah yang mayoritas tetangganya adalah Kristen. Berbulan-bulan aku menekan polisi agar berusaha menangkap mereka yang melakukan penyerang dan membunuh anak perempuanku Yi-min. bahkan aku memberikan keterangan ciri-ciri tiga orang dari mereka dengan terperinci. Sepengetahuanku, tidak ada sesuatu yang dilakukan untuk menangkap mereka, bahkan polisi cenderung melihat peristiwa tersebut sebagai perampokan, walaupun tidak ada satu barang pun yang hilang dari rumahku. Aku dan istriku mulai mengunjungi konselor di gereja kami, sebagai dampak traumatis kehilangan putri kami. Kami mengungi pendeta yang menjadi konselor dua kali seminggu selama hampir setahun. Delapan minggu lamanya setelah aku keluar dari rumah sakit, aku dan istriku tinggal di salah satu kamar hotel kami, karena pengalaman traumatis kami, terutama membayangkan Yi-min, anak perempuan kami yang mati menggenaskan, sehingga setiap kali aku mengingat rumah kami, yang terbayang di wajahku adalah wajah Yi-min yang mederita sampai mati menggenaskan dihadapanku tanpa aku mampu menolongnya. Pulang ke rumah menjadi hal yang paling sulit pada akhirnya. Walaupun petugas kebersihan telah membersihkan rumah seperti sediakala, tetapi saat aku memasuki pintu depan, aku seperti melihat Yi-min tergeletak di lantai di hadapanku. Saya membanting pintu kembali, menarik nafas dan duduk di kursi mobil selama hampir 1 jam. Pada akhirnya, aku memberanikan diri untuk masuk ke dalam. Aku berjalan mondar mandir di ruang keluarga selama kira-kira 2 jam sambil bertanya kepada Tuhan, “ Mengapa Tuhan ? Mengapa ? Mengapa harus Yi-min ? “ Kemudian aku kembali ke hotel, karena tidak mampu menghapus semua kenangan buruk yang ku alami. Selama 5 bulan berikutnya kami tetap
tinggal di hotel, sambil beberapa kali kami mengunjungi rumah kami, sampai akhirnya kami berani tidur kembali di rumah kami, yang aku ingat bahwa malam itu adalah malam yang paling sukar dalam hidupku untuk bisa terlelap. Aku harus melakukan sesuatu untuk melupakan semuanya. Jadi 9 bulan setelah serangan brutal tersebut, kami merombak rumah kami. Walaupun sedikit menolong, tetapi aku selalu melihat gadisku kecilku yang sepertinya meminta pertolongan dariku dari waktu ke waktu. Konseling yang kami lakukan mulai menolong. Aku mempelajari Firman Tuhan setiap hari. Aku membaca habis seluruh Kitab Perjanjian Baru dalam waktu 2 bulan. Aku bertumbuh semakin dekat dengan Tuhan Yesus. Setiap hari aku merasakan Dia berkata kepadaku untuk memaafkan orang-orang yang telah memperkosa dan membunuh Yi-min. Aku berkata kepada Tuhan Yesus, bahwa aku bisa memaafkan apa yang mereka telah lakukan kepadaku dan istriku; tetapi bagaimanapun juga mereka harus dibakar di neraka untuk apa yang telah mereka lakukan kepada gadis kecilku. Pada satu titik, bahkan aku bersedia kehilangan keselamatanku jika aku dapat menyaksikan mereka dengan mata kepala sendiri di bakar di api neraka. Hal yang sangat menyedihkan, kalau aku mengingatnya di kemudian hari. Saat aku terus melanjutkan membaca Alkitab, aku mulai menyadari bahwa aku hanya melukai diriku sendiri dan istriku, Dengan melanjutkan konseling, berdoa, dan mempelajari Alkitab secara terus menerus, Aku pada akhirnya dapat meminta kepada Tuhan untuk memaafkan mereka yang telah melakukan kekejaman kepada anakku Yi-min. Aku bahkan berdoa agar Tuhan menunjukkan kepada mereka kebenaran dari Yesus Kristus dan menyelamatkan jiwa mereka. Aku begitu bersunggug-sungguh dalam doa ku yang keluar dari hati yang tulus. Pada saat itu aku merasakan bahwa aku telah selesai dengan perjalanan yang panjang sejak malam di bulan Maret tersebut, tetapi ternyata Tuhan ingin agar aku pergi sedikit lebih jauh lagi. Satu tahun setelah serangan, Tuhan dengan lengkap mengubah hati dan kehidupanku selamanya. Aku dan istriku seperti biasa pergi ke gereja pada hari minggu. Hari itu kelihatannya sama dengan hari-hari minggu sebelumnya. Kami menunjukkan kartu anggota kami untuk melewati pagar gereja. Kami duduk di bangku yang sama dengan minggu-minggu sebelumnya, Pujian-pujian dan penyembahan yang dibawakan begitu indahnya sehingga kami semua larut dalam penyembahan kepada Tuhan Yesus dan Allah Bapa, sebelum kami semuanya siap untuk menerima Firman dari Tuhan. Sedikit aku ketahui bahwa Tuhan akan menggunakan pengkhotbah yang datang dari Amerika Serikat untuk melengkapi proses kesembuhan yang telah aku terima. John, seorang pastor dari Colorado Springs, sedang mengunjungi gereja kami. Berkhotbah dari Efesus 2 : 1-10, dia memberi judul khotbahnya, “ Purposed to Be A Masterpiece.” Dia menitikberatkan pada ayat 10, menyatakan bahwa kita orang-orang Kristen adala karya Tuhan yang sempurna. Dia menyinggung
seniman-seniman kelas dunia seperti Van Gogh, Rembrandt, and Monet. Pastor John menjelaskan bagaimana para seniman tersebut memutuskan warna-warna apa yang akan dipakai untuk melukis di kanvas. Kanvas tidak berkata apapun saat menerima warna cerah, seperti merah chery, hijau dan biru atau juga jika dipenuhi dengan coklat, abu-abu atau hitam. Seniman yang hebat membuat keputusannya sendiri. John kemudian melanjutkan bahwa Tuhan adalah seorang pelukis kehidupan yang hebat yang mempunyai hak yang sama untuk memilih warna-warna apa yang akan dilukiskan dalam kehidupan kita untuk membuat kita sebagai karyaNya yang sempurna sesuai keinginan-Nya. Oleh karena itu ada warna-warna cerah dalam kehidupan kita ( masa-masa baik dalam hidup ketika segala sesuatunya berjalan dengan indah ). Dan akan ada juga ketika Tuhan akan memakai warna-warna gelap dalam kehidupan kita ( tragedy, penyakit, dan penderitaan ). DIa melakukan ini dengan keinginan agar kita menjadi karya-Nya yang sempurna, dimana semuanya digunakan untuk membawa kehormatan dan kemuliaan bagi anak-Nya, Yesus Kristus. Pada akhir dari khotbah, Tuhan telah mematahkan hatiku. Aku telah memaafkan orang-orang yang telah menyiksa keluargaku dan membunuh Yi-min, gadis kecilku, tetapi kadang-kadang aku masih merasa tidak puas kepada Tuhan dengan membiarkan semuanya ini terjadi. Dengan air mata membasahi wajah, aku mengambil keputusan maju ke depan untuk berbicara dengan sang pastor. Aku memohon kepada Yesus untuk memaafkan segala kepicikanku dan pemberonta-kan hatiku. Segera aku merasaka suatu kedamaian. Dan aku merasakan seperti ada ribuan kilo beban yang diangkat dari bahuku. Aku merasa seperti yang aku pikirkan aku akan merasa bersalah jika aku tidak membagikan kepada Jemaat apa yang Tuhan telah lakukan dalam hidupku, jadi aku mengambil mikropon da berkata, “Seperti yang telah saudara-saudara ketahui, keluargakau telah mengalami suatu serangan yang kejam dan anak perempuanku terbunuh tahun lalu. Selama satu tahun aku mengalami masamasa yang sulit untuk memahami semuanya ini. Hari ini, untuk pertama kali dalam hidupku, aku menyadari bahwa Yesus sendiri yang berhak untuk memberikan warna apa dalam kehidupanku sesuai keinginan-Nya. Aku tidak meminta-Nya untuk meberikan warna gelap dalam kehidupanku. Tetapi bagaimanapun, aku berkata kepada Yesus bahwa jika Dia memerlukan memberikan lebih banyak warna gelam dalam hidupku, Dia bebas melakukan hal itu. Aku hanya ingin menjadi kanvas yang menyenangkan Dia. Aku sungguh-sungguh ingin menjadi karya Tuhan yang sempurna. “
Bulan-bulan berikutnya, hidup ku semakin bergairah dalam tantangan pelayanan dan penyembahan. Aku kembali bekerja dan kembali mengontrol hotelku kembali. Aku mempekerjakan 12 orang pegwai baru, 10 diantaranya dalah pribumi Muslim. Aku memulai Pemahaman Alkitab di salah satu ruang pertemuan kantorku. Dalam waktu 6 bulan, dua orang keturunan cina an enam orang pribumi telah menerima Yesus sebagai juruselamat mereka. Perusahaan berjalan dengan sangat baik, dan aku sedang berpikir untuk kembali melakukan
perluasan. Aku juga aktif di gereja ku dan memimpin pemahaman Alkitab mingguan. Masih ada beberapa hal yang mengganggu di belakangku. Aku masih kehilangan Yi-min, tetapi aku sekarang tidak lagi menangis jika mengingatnya. Aku sudah sampai di rumah ketika menerima telpon dari salah seorang manager ku. Seseorang telah membakar ruangan dimana aku melangsungkan Pemahaman Alkitab. Mereka menangkap orang tersebut dan menyerahkan kepada kantor polisi. Dia adalah suami dari salah satu pegawaiku, dan dia menjadi marah karena istrinya telah menjadi seorang Kristen. Aku bertemu tiga kali dengan orang ini sebelum dia disidangkan. Aku menolah semua yang dituduhkan pers kepadanya dan berkata kepada dia bahwa aku telah memaafkannya. Pria tersebut harus tetap menjalani sidang karena berita yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi ke media, walaupun aku merenovasi ruangan tersebut dengan uang pribadiku. Aku tidak ernah menerima dana apapun sehubungan dengan kebakaran ini. Tetapi, Walaupun aku menolak untuk memberikan kesaksian yang memberatkannya, pada akhirnya pria tersebut tetap harus menjalani hukuman di penjara walaupun hanya setahun. Aku bahkan mengijinkan istrinya tetap bekerja di hotelku. Wanita tersebut terus bertumbuh dalan perjalanannya dengan Tuhan melalui pelajaran Alkitab. Pada suatu saat, istrinya yang karena suaminya berada di penjara, mengalami masalah keuangan sehingga tidak mampu membayar uang sewa rumah dan diusir dari rumah tersebut. Ketika aku mengetahuinya, aku mendatangi pemilik rumah tersebut, membayar hutangnya dan juga membayar untuk satu tahun ke depan. Aku berkata kepada pemilik rumah tersebut jangan memberitahukan kepada orang lain terutama wanita pegawaiku yang suaminya sedang dipenjara. Bahwa aku yang membayar semua uang sewanya. Sebaiknya aku hanya minta dia menjawab, “ beberapa orang Kristen membayarnya untuk anda “ apabila wanita tersebut bertanya. Setelah dibebaskan, pria yang membakar hotelku secara tidak terduga berjalan di lobby hotel dan bertanya ingin bertemu denganku, takutdia ingin membalas dendam setelah pembebasannya, salah satu pegawaiku menelpon polisi saat aku tiba. Aku dan dia pergi ke restoran untuk berbicara. “ Saya hanya ingin agar bapak memaafkan atas semua kesulitan yang telah saya lakukan kepada bapak. Saya hendak membayar ganti rugi kepada bapak. Saya tidak bisa mengganti rugi semuanya, saya akan akan membayar secara rutin. Ini pembayaran saya yang pertama, “ Dia berkata sambil menyerahkan uang kepadaku sejumlah empat puluh ribu rupiah. Aku menjelaskan kepadanya bahwa aku tidak bisa menerima uang tersebut. Kemudian datang sesuatu yang mengejutkan bagiku, “ Yesus memerintahkan saya untuk melakukan hal ini. “ Cangkir teh yang ku pegang sampai jatuh ke pangkuanku. Aku ingin tahu apakah telah terjadi sesuatu yang salah dengan pendengaranku atau aku sedang bermimpi. “ Siapa yang suruh ? “ aku bertanya. Setelah satu jam menjelaskan,
aku memahami apa yang telah terjadi. Pria pribumi Muslim ini telah menerima satu penglihatan ketika sedang berada di dalam penjara. Yesus mengatakan kepadanya kalau Dia sangat mengasihinya. Yesus memerintahkan kepadanya untuk bersikap yang benar kepadaku. Pria ini berjuang selama satu tahun di dalam penjara, untuk percaya bahwa dia harus bersikap yang benar kepadaku sebelum dia dapat mengikuti Yesus. Siang itu di coffe shop, Yesus mengijinkan aku untuk memimpin pria ini dalam suatu doa pengakuan dosa dan menerima Yesus sebagai juruselamatnya. Aku menyaksikan bagaimana dia menjadi seorang Kristen dan murid dari Tuhan Yesus kristus. Aku membiarkan dia mengetahui bahwa Yesus telah memaafkannya, dan dia tidak berhutang apapun kepadaku. Dengan air mata yang membasahi wajahnya, kami menjadi bersaudara. Aku segera memperkerjakan dia, dan sekarang dia bekerja sebagai manager malam. Ternyata dia dapat menghasilkan sejumlah uang yang cukup sehingga istrinya tidak perlu lebih lama lagi bekerja. Sekarang mereka telah memiliki dua anak balita yang manis dirumah, dan aku dikenal sebagi paman DeWei oeh kedua anak mereka. Melalui kedua anak mereka yang manis, kehilanganku atas Yi-min, terobati. Aku, seorang pria keturunan Cina, paman dari satu keluarga pribumi- hanya Tuhan Yesus yang bisa melakukannya. Dan Tuhan melakukannya dengan melukiskan warna-warna gelap di dalam kehidupanku.
**********************
Diterjemahkan secara bebas dari buku yang berjudul : “ The Costly Call Book 2, The Untold Story, Chapter One “ , Hal. 19 - 26 yang ditulis oleh Emir Fethi Caner & H. Edward Pruitt. Published by Kregel Publications, a division of Kregel, Inc., P.O. Box 2607, Grand Rapids, MI 49501.