PENENTUAN DOSIS D OPTIMUM DAN WAKTU PE EMBERIAN PUPUK KALIUM UNTUK PRODUKSI BENIH K KEMANGI (Ocimum tenuiflorum)
KHAIRUNNISA BESTARI A24110099
DEPARTE EMEN AGRONOMI DAN HORTIKUL LTURA FAKULTAS PERTANIAN I INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penentuan Dosis Optimum dan Waktu Pemberian Pupuk Kalium untuk Produksi Benih Kemangi (Ocimum tenuiflorum) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2016
Khairunnisa Bestari NIM A2410099
V
ABSTRAK KHAIRUNNISA BESTARI. Penentuan Dosis Optimum dan Waktu Pemberian Pupuk Kalium untuk Produksi Benih Kemangi (Ocimum tenuiflorum). Dibimbing oleh ENDAH RETNO PALUPI dan ANAS DINURROHMAN SUSILA. Kemangi (Ocimum tenuiflorum) adalah salah satu sayuran indigenos yang dikonsumsi daunnya dan diperbanyak menggunakan benih, namun budidaya untuk produksi benih belum banyak diteliti. Penelitian ini bertujuan menentukan dosis optimum dan waktu pemberian pupuk K yang tepat untuk produksi benih kemangi. Penelitian dilaksanakan pada bulan April-November 2015 di Kebun Percobaan PKHT IPB, Bogor dan di Laboratorium Penyimpanan dan Pengujian Mutu Benih, IPB. Penelitian ini menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dua faktor dengan empat ulangan. Faktor pertama adalah dosis pupuk K terdiri atas 0, 20, 40, 60, dan 80 kg K2O ha-1. Faktor kedua adalah waktu pemberian pupuk K yang diberikan saat tanam (satu kali), serta saat tanam dan pada 3 MST (dua kali). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemupukan K tidak mempengaruhi pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman kemangi, kecuali jumlah malai per tanaman. Dosis optimum pupuk K untuk jumlah malai per tanaman adalah 30,75 K2O ha-1. Pupuk K yang diberikan saat tanam dan saat tanaman berumur 3 MST meningkatkan produksi dan bobot 1.000 butir benih. Kata kunci: bobot benih, kalium, malai, sayuran indigenos
ABSTRACT KHAIRUNNISA BESTARI. Determination of Optimum Rate and Time of Application of Potassium for Seed Production of Basil (Ocimum tenuiflorum). Supervised by ENDAH RETNO PALUPI and ANAS DINURROHMAN SUSILA. Basil (Ocimum tenuiflorum) is one of the indigenous vegetables and consumed as fresh vegetable and propagated by seed, however cultural practices for seed production has not been studied thoroughly. The objective of this research is to determine optimum rate and time of application of potassium for seed production of basil. The research was conducted during April-November 2015 at the Center for Tropical Horticulture Studies Experimental Farm, IPB, Bogor and at the Seed Storage and Seed Quality Testing Laboratory, IPB. This research was arranged in Randomized Complete Block Design (RCBD) with two factors and four replications. The first factor was the rate of potassium, i.e. 0, 20, 40, 60, and 80 kg K2O ha-1. The second factor was time of potassium application i.e. at planting time (once), and at planting time and at 3 week after planting (twice). The results showed that potassium didn’t affect vegetative and generative growth, except the number of panicle per plant. Optimum rate of potassium for the number of panicle per plant was 30,75 kg K2O ha-1. Potassium that was applied at planting time and at 3 WAP increased seed production and 1.000 seeds weight. Keywords: indigenous vegetable, panicle, potassium, seed weight
PENENTUAN DOSIS OPTIMUM DAN WAKTU PEMBERIAN PUPUK KALIUM UNTUK PRODUKSI BENIH KEMANGI (Ocimum tenuiflorum)
KHAIRUNNISA BESTARI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
V
PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia dan kasih sayang-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April-November 2015 ini adalah produksi benih sayuran indigenous, dengan judul Penentuan Dosis Optimum dan Waktu Pemberian Pupuk Kalium untuk Produksi Benih Kemangi (Ocimum tenuiflorum). Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1. Dr. Ir. Endah Retno Palupi, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Anas Dinurrohman Susila, M.Si selaku dosen pemimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama penelitian dan penulisan karya ilmiah. 2. Dr. Ir. Ni Made Armini Wiendi, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan motivasi. 3. Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) IPB yang telah memberikan bantuan biaya penelitian. 4. Bapak Awang, Ibu Yuyun dan tenaga kerja di kebun PKHT yang telah membantu selama pelaksanaan penelitian. 5. Ayah, Bunda, Ais, Aul, dan Rani yang selalu memberikan dukungan, doa dan kasih sayangnya kepada penulis. 6. Hemy, Ines, Vina, Iren, Ulfa, Panji, Karmila, Flora, Jonner, Ovia, Ferra, Dimas, Zafi serta teman-teman AGH 48 lainnya yang telah memberikan dukungan dan bantuan baik moral maupun tenaga. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2016
Khairunnisa Bestari
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA Kemangi (Ocimum sp.) Pupuk Kalium Produksi Benih METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan Prosedur Percobaan Pengamatan Prosedur Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Pertumbuhan Tanaman Produksi Benih Pengujian Mutu Benih KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vii vii vii 1 1 2 2 2 3 4 4 4 5 5 5 7 8 9 9 9 10 15 18 18 18 18 21 23
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8
Hasil analisis kesuburan tanah Pengaruh perlakuan dosis dan waktu pemberian pupuk K terhadap tinggi dan jumlah cabang primer Pengaruh dosis dan waktu pemberian pupuk K terhadap periode mekar bunga dan jumlah malai per tanaman Pengaruh perlakuan dosis dan waktu pemberian pupuk K terhadap panjang malai pada cabang primer, sekunder dan tersier Pengaruh perlakuan dosis dan waktu pemberian pupuk K terhadap jumlah kapsul per malai pada cabang primer, sekunder dan tersier Pengaruh perlakuan dosis dan waktu pemberian pupuk K terhadap jumlah kapsul bernas per malai pada cabang primer, sekunder dan tersier Pengaruh perlakuan dosis dan waktu pemberian pupuk K terhadap bobot benih per malai dan bobot benih per tanaman Pengaruh perlakuan dosis dan waktu pemberian pupuk K terhadap daya berkecambah, indeks vigor, potensi tumbuh maksimum, kecepatan tumbuh, berat kering kecambah normal, dan bobot 1.000 butir
9 10 11 12 13 14 15
16
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5
Pengaruh dosis pupuk K terhadap jumlah malai per tanaman dengan pola respon kuadratik Pola percabangan malai bunga kemangi: a. foto tanaman dengan malai yang tumbuh pada cabang primer (p), cabang sekunder (s) dan cabang tersier (t); b. diagram percabangan Lebah madu membantu proses penyerbukan pada tanaman kemangi Benih kemangi: a. kering; b. setelah dilembabkan Pengaruh interaksi dosis pupuk kalium dan waktu pemberian pupuk kalium terhadap bobot 1.000 butir benih kemangi (g)
11 12 15 16 17
DAFTAR LAMPIRAN 1 2
Kriteria hasil analisis tanah Deskripsi aksesi kemangi KM 10
21 21
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Kemangi adalah salah satu sayuran indigenos yang telah dikonsumsi masyarakat sejak zaman dahulu. Daun kemangi biasa dikonsumsi dalam bentuk lalapan atau sebagai penyedap masakan. Biji kemangi pada spesies tertentu digunakan sebagai bahan campuran minuman yang dikenal dengan nama selasih. Menurut Andarwulan et al. (2010) kemangi juga dapat digunakan sebagai tanaman obat, diantaranya sebagai obat sakit kepala dan obat inflamasi pada telinga. Kusmana dan Suryadi (2004) menyatakan bahwa kemangi memiliki potensi untuk dikembangkan di Indonesia karena kemangi sudah diusahakan secara komersial dan sudah mempunyai prospek pasar. Kemangi lebih banyak dikonsumsi daunnya, sehingga petani saat ini hanya fokus dalam memproduksi sayuran segar. Pengusahaan kemangi untuk produksi sayuran segar memerlukan penanaman secara terus-menerus. Perbanyakan tanaman kemangi umumnya dilakukan dengan menggunakan biji. Penanaman yang kontinyu dapat dilakukan apabila benih dengan mutu tinggi selalu tersedia. Ketersediaan benih kemangi di pasar terbatas, oleh karena itu petani diharapkan dapat mengusahakan kemangi untuk produksi benih dengan teknik budidaya yang sesuai agar mampu menyediakan benih kemangi secara kontinyu dengan jumlah yang cukup dan mutu tinggi. Benih yang bermutu akan menghasilkan tanaman dengan kemampuan tumbuh dan produktivitas yang tinggi. Mutu benih tanaman dapat ditingkatkan melalui pengelolaan lingkungan tumbuh yang baik atau perbaikan teknik budidaya, salah satu caranya adalah pemupukan. Salah satu unsur hara yang dapat meningkatkan mutu benih adalah kalium. Misra et al. (2012) menyatakan kalium berperan dalam pembentukan dan translokasi hasil fotosintesis yang mempengaruhi proses pembentukan biji. Kekurangan kalium dapat menyebabkan ukuran benih menyusut atau terlalu kecil. Ketika kadar kalium meningkat, maka translokasi fotosintat ke biji juga meningkat dan menyebabkan pembentukan biji yang berukuran lebih besar. Penelitian Bhende et al. (2015) menyatakan pemupukan kalium meningkatkan bobot benih per tanaman, bobot benih per plot, bobot 1.000 butir benih, daya berkecambah benih, jumlah benih per buah pada tanaman okra (Abelmoschus esculentus). Menurut Sulastri (2005) budidaya untuk tujuan produksi benih perlu memerhatikan fase-fase kritis sehubungan dengan kebutuhannya akan unsur hara tertentu. Fase-fase kritis tersebut misalnya fase pembentukan bunga, anthesis, produksi benang sari, fertilisasi, dan pembentukan biji. Namun kalium pada umumnya hanya diberikan satu kali pada saat tanam. Hasil penelitian Firmansyah (2008) membuktikan bahwa pemupukan kalium dengan dosis 90 kg ha-1 yang diberikan dua kali yaitu pada pada saat tanam dan saat tanaman memasuki fase generatif dapat meningkatkan jumlah polong isi per tanaman, rata-rata bobot 100 bij, dan mengurangi jumlah polong hampa per tanaman pada tanaman kedelai. Menurut Misra et al. (2012) terdapat banyak tanaman yang memiliki kebutuhan kalium lebih tinggi pada fase reproduksi dibandingkan pada fase vegetatif, contohnya tanaman berseem atau dikenal dengan semanggi (Trifolium alexandrium). Kekurangan kalium pada fase reproduksi tanaman ini
2 mempengaruhi proses pembungaan sehingga menyebabkan produksi biji yang rendah, oleh karena itu kebutuhan K pada fase reproduksi perlu diperhatikan. Singh et al. (2004) menyatakan bahwa dosis pupuk yang tepat untuk kemangi (Ocimum basilicum) adalah 75 kg N ha-1, 40 kg P2O5 ha-1, dan 40 kg K2O ha-1 pada kondisi tanah dengan tekstur liat berpasir dengan pH 7,7. Dosis tersebut dapat meningkatkan tinggi tanaman, bobot kering tanaman dan kandungan minyak atsiri. Namun, dosis pupuk K yang tepat untuk produksi benih kemangi belum diketahui, oleh karena itu penelitian ini perlu dilakukan. Selain itu, pengaruh waktu pemberian pupuk K pada saat tanam dan saat fase generatif juga perlu dipelajari. Tujuan Penelitian ini bertujuan menentukan dosis optimum dan waktu pemberian pupuk kalium yang tepat untuk produksi benih kemangi.
TINJAUAN PUSTAKA Kemangi (Ocimum sp.) Kemangi merupakan tanaman yang termasuk dalam famili Lamiaceae. Kemangi memiliki spesies yang beragam diantaranya adalah Ocimum americanum, Ocimum basilicum, Ocimum campechianum, Ocimum gratissimum, Ocimum tenuiflorum, dan lain-lain. Kemangi merupakan tanaman aromatik, tahunan, tegak, memiliki tinggi 0,3-1 m, bercabang banyak. Batang dan cabangnya berbentuk segiempat. Batang kemangi ada yang berwarna hijau ada juga yang berwarna ungu, berambut terutama pada batang muda. Daun berhadapan, memiliki tangkai daun, helaian berbentuk bulat telur jorong sampai memanjang, ujungnya runcing dan memiliki rambut halus pada permukaannya (Sunarto, 1994). Pembungaan berupa ibu tangkai bunga dengan panjang sekitar 15 cm yang memiliki buku-buku dengan jarak hingga 3 cm, dan pada tiap bukunya terdapat 6 uliran bunga (verticillaster). Tiap bunga memiliki pedicel (tangkai bunga) dengan panjang 4 mm, 4 stamen, ovarium dengan 4 ovul (Sunarto, 1994). Bunga kemangi berupa rangkaian majemuk dengan warna mahkota bunga yang bervariasi yaitu putih, kuning dan ungu, namun pada umunya memiliki struktur bunga (kelopak, mahkota, benangsari dan putik) yang sama (Hadipoentyanti dan Wahyuni, 2008). Buah terdiri dari 4 biji yang berbeda yang tertutup dalam tabung kelopak, biji berbentuk bulat telur dan berwarna hitam. Biji akan mengeluarkan mucilage apabila terkena air. Biji umumnya berkecambah dalam waktu satu atau dua minggu setelah semai. Tanaman kemangi mulai berbunga berumur 8-12 minggu setelah tanam (MST) (Sunarto, 1994). Suwarno et al. (2014) menyatakan bahwa masak fisiologis benih kemangi dicapai pada umur panen 44-49 hari setelah berbunga (HSB) dengan ciri-ciri buah berwarna cokelat dan benih berwarna hitam.
3 Pupuk Kalium Menurut Misra et al. (2012) kalium berperan dalam pembentukan dan translokasi hasil fotosintesis yang mempengaruhi proses pembentukan biji. Ketika kadar kalium meningkat, maka translokasi fotosintat ke biji juga meningkat dan menyebabkan pembentukan biji yang berukuran lebih besar. Bhende et al. (2015) menyatakan pemupukan kalium meningkatkan bobot biji per tanaman, bobot benih per plot, bobot 1.000 butir biji, daya berkecambah benih, jumlah biji per buah pada tanaman okra (Abelmoschus esculentus). Hasil penelitian Sarwanidas et al. (2014) menunjukkan tanaman kacang tanah yang diberikan kalium menghasilkan jumlah polong bernas, bobot polong kering per tanaman, produksi per hektar, dan bobot 100 butir biji kering yang tinggi. Arief dan Zubachtirodin (2012) menyatakan bahwa tanaman yang mendapatkan hara yang cukup dan sesuai kebutuhan akan menghasilkan benih dengan kandungan kimia yang tinggi dan memiliki vigor yang tinggi pula. Pemupukan kalium pada tanaman kacang tanah meningkatkan daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, kecepatan tumbuh, dan indeks vigor benih (Sarwanidas et al., 2014). Penelitian Arief dan Saenong (2003) menunjukkan bahwa setelah disimpan selama 6 bulan, penurunan daya berkecambah benih jagung yang diambil dari tanaman induk yang tidak dipupuk kalium lebih tinggi dibandingkan dengan daya berkecambah benih yang diambil dari tanaman induk yang dipupuk kalium. Hasil ini membuktikan pemupukan kalium pada tanaman jagung dapat mempertahankan mutu benih. Kekurangan kalium dapat menyebabkan proses translokasi fotosintat ke biji terhambat dan membuat ukuran benih menyusut atau terlalu kecil (Misra et al., 2014). Kekurangan kalium pada tanaman kapas menyebabkan berbagai gangguan fisiologis, pertumbuhan tanaman tertekan, dan produksi menurun. Kekurangan kalium menurunkan fotosintesis melalui penurunan luas daun (Ashfaq et al., 2015). Hasil penelitian Sarwanidas et al. (2014) menunjukkan tanaman kacang tanah yang tidak diberikan kalium menghasilkan polong hampa yang tinggi. Menurut Misra et al. (2012) terdapat banyak tanaman yang memiliki kebutuhan kalium lebih tinggi pada fase reproduksi dibandingkan pada fase vegetatif, contohnya tanaman berseem atau dikenal dengan semanggi (Trifolium alexandrium). Kekurangan K pada fase reproduksi tanaman ini mempengaruhi proses pembungaan sehingga menyebabkan produksi biji yang rendah, oleh karena itu kebutuhan K pada fase reproduksi perlu diperhatikan. Hasil penelitian Firmansyah (2008) menunjukkan bahwa pemupukan K dengan dosis 90 kg ha-1 yang diberikan dua kali pada saat tanam dan saat tanaman memasuki fase generatif mampu meningkatkan jumlah polong isi per tanaman, rata-rata bobot 100 biji per tanaman, dan mengurangi jumlah polong hampa per tanaman pada tanaman kedelai. Hasil penelitian Yulhasmir (2009) melaporkan bahwa kalium yang diberikan pada saat fase vegetatif dan fase generatif meningkatkan jumlah ginofor, jumlah polong bernas, bobot kering 100 biji, dan menurunkan jumlah polong hampa kacang tanah. Pemberian pupuk yang diberikan pada saat dibutuhkan akan memberikan pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan pemberian dalam jumlah yang tepat tetapi tidak pada saat yang dibutuhkan.
4 Produksi Benih Produksi benih merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam memperbanyak benih dengan jumlah yang cukup dan mutu yang tinggi. Faktor utama pada lingkungan yang dapat mempengaruhi keadaan pertanaman dan produksi benih adalah iklim (cahaya, suhu, curah hujan, dan angin), tanah (kesuburan dan kelembaban), dan biologi (hama, penyakit, gulma dan hewan). Pada dasarnya untuk memproduksi benih perlu memperhatikan prinsip agronomis dan prinsip genetik, diantaranya adalah jenis tanaman yang digunakan, agroklimat dan kondisi tanah, metode tanam, teknik budidaya, isolasi, roguing, pemanenan, pengolahan benih, dan penyimpanan benih (Widajati et al., 2013). Perbedaan teknik budidaya tanaman untuk konsumsi dengan teknik budidaya untuk produksi benih adalah adanya roguing pada kegiatan produksi benih, adapun kegiatan budidaya lainnya secara relatif sama. Menurut Widajati et al. (2013) roguing adalah kegiatan yang bertujuan untuk menjaga kemurnian genetik benih, yaitu dengan membuang tanaman-tanaman yang sangat memungkinkan menjadi sumber kontaminan seperti tanaman voluntir, campuran varietas lain, tanaman tipe simpang, tanaman yang terkena penyakit terbawa benih. Produksi dan mutu benih juga dipengaruhi oleh waktu panen. Benih bermutu tinggi dapat diperoleh bila panen dilakukan pada saat masak fisiologis, karena pada saat itu benih memiliki bobot kering dan vigor yang maksimum (Hasanah dan Rusmin, 2006). Benih yang dibiarkan melewati masak fisiologis akan turun viabilitas dan vigornya. Benih rosela yang dipanen sebelum mencapai masak fisiologis dan melewati waktu masak fisiologis memiliki bobot kering benih, daya berkecambah, dan berat kering kecambah yang rendah dibandingkan dengan benih yang dipanen pada saat masak fisiologis (Syarovy et al., 2013). Produksi dan mutu benih dapat ditingkatkan melalui penerapan teknik budidaya yang sesuai. Salah satunya adalah pemberian unsur hara atau pemupukan dengan dosis dan waktu yang tepat. Menurut Sulastri (2015) emupukan yang dilakukan untuk produksi benih sebaiknya memperhatikan fasefase khusus yang menentukan kualitas dan mutu benih yang dihasilkan, yaitu fase pembentukan bunga, anthesis, produksi benang sari, fertilisasi dan periode pengisian biji.
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga November 2015 di Kebun Percobaan Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) IPB, Tajur, Bogor dan di Laboratorium Penyimpanan dan Pengujian Mutu Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
5 Bahan dan Alat Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kemangi (Ocimum tenuiflorum) aksesi KM 10 yang berasal dari Wangun Jaya, Kabupaten Bogor yang merupakan hasil eksplorasi Sukmana (2015). Ciri utama aksesi ini adalah tanaman pendek (71.7 cm), batang tanaman pendek, batang dan daun berwarna hijau, terdapat bulu pada batang tanaman, bentuk helai daun bulat telur, bunga berwarna putih, bentuk biji lonjong dan berwarna hitam dan memiliki malai yang panjang (31.3 cm) (Lampiran 2). Bahan tanaman lainnya adalah pupuk urea (46% N), pupuk SP-36 (36% P2O5), pupuk KCl (50% K2O), pupuk kandang, media semai, insektisida Furadan, kertas CD, amplop, plastik dan label. Alat yang digunakan adalah tray semai, polybag, alat budidaya pertanian, penggaris, cawan petri, cawan porselen, pinset, timbangan analitik, alat pengecambah benih tipe IPB 73-2A, desikator dan oven. Rancangan Percobaan Percobaan faktorial ini disusun menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan dua faktor perlakuan yaitu dosis pupuk K dengan dosis acuan 40 kg K2O ha-1 (Singh et al., 2004) dan waktu pemberian pupuk K. Faktor pertama terdiri terdiri atas lima taraf, yaitu 0 kg K2O ha-1, 20 kg K2O ha-1, 40 kg K2O ha-1, 60 kg K2O ha-1, 80 kg K2O ha-1. Waktu pemberian pupuk K terdiri atas dua taraf, yaitu saat tanam (diberikan satu kali), saat tanam dan saat 3 MST (diberikan dua kali, masing-masing setengah dosis). Setiap kombinasi perlakuan terdiri dari empat ulangan, sehingga terdapat 40 satuan percobaan. Model aditif linier yang digunakan adalah: Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + Pk + εijk Yij µ Ai Bj (AB)ij Pk εij
: Pengaruh perlakuan dosis pupuk K taraf ke-i dan waktu pemberian pupuk K taraf ke-j serta ulangan ke-k : Nilai tengah umum : Pengaruh perlakuan dosis pupuk K taraf ke-i (i = 1,2,3,4,5) : Pengaruh perlakuan waktu pemberian pupuk K taraf ke-j (j = 1,2) : Pengaruh interaksi dosis pupuk K dan waktu pemberian pupuk K : Pengaruh aditif dari kelompok (ulangan) : Pengaruh galat percobaan perlakuan dosis pupuk K ke-i, waktu pemberian pupuk K ke-j dan ulangan ke-k Prosedur Percobaan
Penyemaian Benih kemangi yang telah disiapkan ditanam di tray semai dengan menggunakan media semai berupa campuran tanah, sekam, dan pupuk kandang. Penyemaian di tray semai dilakukan sampai umur 3 minggu, kemudian bibit dipindahkan ke polybag selama 2 minggu. Pemindahan bibit ke polybag dilakukan untuk memisahkan bibit-bibit yang berada di satu lubang tray, dan untuk membantu tanaman mendapatkan lingkungan tumbuh yang lebih luas.
6 Persiapan lahan dan pindah tanam Persiapan lahan dimulai dengan pengolahan tanah dan pemberian pupuk kandang sebanyak 20 ton ha-1 serta pembuatan bedengan. Bedengan yang dibuat sebanyak 40 bedeng dengan luas masing-masing 1,5 m x 5 m. Pindah tanam diakukan ketika tanaman berumur 5 minggu setelah semai (MSS). Penanaman dilakukan dengan cara membuat lubang tanam yang sebelumnya telah diberikan insektisida furadan, kemudian bibit dipindahkan dari polybag ke lahan. Jarak tanam yang digunakan adalah 60 cm x 40 cm, sehingga pada tiap bedengan terdapat 20 tanaman. Tanaman contoh yang digunakan sebanyak 5 tanaman dari tiap bedeng. Pemupukan Pemupukan N dilakukan dua kali yaitu pada saat tanam (setengah dosis) dan pada saat 3 MST (setengah dosis) dengan dosis keseluruhan 75 kg N ha-1 dan pemupukan P2O5 dilakukan pada saat tanam dengan dosis 40 kg P2O5 ha-1 (Singh et al., 2004). Pemupukan K2O dilakukan sesuai dosis perlakuan, yaitu 0 kg K2O ha-1, 20 kg K2O ha-1, 40 kg K2O ha-1, 60 kg K2O ha-1, 80 kg K2O ha-1 dan waktu perlakuan, yaitu perlakuan pertama seluruh dosis pupuk K2O diberikan pada saat tanam; perlakuan kedua pupuk K2O diberikan setengah dosis pada saat tanam dan setengah dosis pada saat kemangi berumur 3 MST. Pupuk diberikan dalam bentuk granul. Pemupukan dilakukan dengan cara ditugal pada satu sisi tanaman (7-10 cm disamping tanaman), dan setelah pemupukan tidak dilakukan penyiraman pada tanaman. Pemeliharaan Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyulaman pada 1 minggu setelah pindah tanam, penyiraman, pengendalian gulma, dan roguing. Roguing yang dilakukan berupa mencabut tanaman kemangi jenis lain, tanaman lain, dan tanaman yang mati. Pemanenan Kegiatan pemanenan benih hanya dilakukan 1 kali ketika benih mencapai masak fisiologis, yaitu pada umur 10 MST atau 49 hari setelah berbunga (HSB). Suwarno et al. (2014) menyatakan bahwa masak fisiologis benih kemangi dicapai pada umur panen 44-49 HSB dengan ciri-ciri buah berwarna cokelat dan benih berwarna hitam. Pemanenan dilakukan dengan cara menggunting tiap malai kemangi yang sudah berwarna coklat, kemudian biji dikeluarkan dari kapsulnya. Biji kemangi tidak boleh terkena air saat proses ekstraksi, karena biji akan mengeluarkan lendir yang dapat menghambat perkecambahan apabila lendir tersebut telah kering dan mengeras. Pengujian mutu benih Pengujian mutu benih yang dilakukan adalah uji viabilitas dan vigor benih serta penetapan kadar air panen benih. Uji viabilitas dan vigor benih kemangi dilakukan dengan cara mengecambahkan benih dengan metode uji diatas kertas (UDK) pada alat pengecambah benih tipe IPB 73-2A pada kondisi terang. Pengujian dilakukan dengan menggunakan 100 butir benih dari tiap perlakuan dan
7 diulang sebanyak 4 kali. Pengamatan pertama dilakukan pada hari ke 4, dan pengamatan kedua dilakukan pada hari ke 14 (ISTA, 2014). Penetapan kadar air panen benih dilakukan dengan menggunakan metode langsung yang menggunakan oven suhu rendah, yaitu 103±2 ˚C selama 17±1 jam. Benih yang digunakan sebanyak 1 g. Benih yang telah dioven dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang bobot akhirnya. Pengamatan Percobaan Pengamatan dilakukan pada setiap tanaman contoh (5 tanaman dari tiap perlakuan), dan pengamatan yang dilakukan meliputi: a. Tinggi tanaman, diukur dari pangkal batang di atas permukaan tanah hingga titik tumbuh tertinggi. Tinggi tanaman diukur saat 1 minggu setelah tanam (MST) hingga 3 MST. b. Jumlah cabang primer, yang dihitung saat tanaman berumur 1 MST hingga 3 MST. c. Umur berbunga 50%, diamati setiap hari sejak tanaman berbunga sampai mencapai 50%. d. Periode mekar bunga per malai, waktu yang diperlukan sejak bunga pertama mekar hingga bunga terakhir mekar dalam satu malai. e. Jumlah malai per tanaman, dihitung saat panen. f. Panjang malai, diukur saat panen. g. Jumlah kapsul per malai, dihitung saat panen. h. Jumlah kapsul bernas per malai, dihitung saat panen. i. Bobot benih per malai. j. Bobot benih per tanaman. k. Bobot 1.000 butir benih. l. Komponen mutu benih: i. Kadar air benih saat panen (%) Persentase kadar air dapat dihitung dengan rumus: M2 – M3 x 100% M2 – M1 Keterangan: M1 : Bobot cawan + tutup (g) M2 : Bobot cawan + tutup + benih sebelum dioven (g) M3 : Bobot cawan + tutup + beih setelah dioven (g) ii.
Daya berkecambah (%) Daya berkecambah dihitung berdasarkan jumlah kecambah normal pada pengamatan I (hari ke-4) dan pengamatan II (hari ke14) (ISTA, 2014). Perhitungannya menggunakan rumus: ∑ KN I + ∑ KN II x 100% ∑ benih yang ditanam
8 Keterangan: KN I : Jumlah kecambah normal pada pengamatan pertama KN II : Jumlah kecambah normal pada pengamatan kedua iii.
Potensi tumbuh maksimum (%) Potensi tumbuh maksimum merupakan presentase kecambah normal dan abnormal yang muncul hingga hari ke-14 pengamatan. Rumusnya: ∑ benih yang tumbuh ∑ benih yang ditanam
iv.
x 100%
Kecepatan tumbuh (% etmal-1) Kecepatan tumbuh dihitung berdasarkan akumulasi persentase kecambah normal per etmal selama periode perkecambahan yaitu sampai hari ke-14 pengamatan dengan menggunakan rumus: ∑ % benih yang tumbuh normal x 100% ∑ etmal hari
v.
Berat kering kecambah normal Berat kering kecambah normal diamati pada hari pengamatan II (hari ke-14) dengan memisahkan kecambah normal dari kotiledonnya. Kecambah tersebut dimasukkan ke dalam amplop dan di oven pada suhu 60 ˚C selama 3 x 24 jam, kemudian ditimbang.
vi.
Indeks vigor Indeks vigor ditetapkan berdasarkan persentase kecambah normal pada pengamatan I (hari ke-4) dengan menggunakan rumus: x 100% ∑ KN I ∑ benih yang ditanam Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan metode analisis ragam pada taraf 5%, apabila menunjukkan pengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut menggunakan uji kontras polinomial dan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%. Data hasil pengamatan diolah menggunakan program Statistical Analysis System (SAS).
9
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lahan yang digunakan untuk pertanaman kemangi merupakan lahan bekas pertanaman tomat. Rata-rata curah hujan bulan April-Oktober di daerah Tajur adalah 356 mm, 143 mm, 43 mm, 5 mm, 114 mm, 31 mm dan 45 mm (BMKG, 2015). Hasil analisis tanah yang telah dilakukan pada lahan menunjukkan bahwa pH tanah tergolong agak masam, kadar N-total tergolong rendah, P2O5 tersedia tergolong sangat tinggi, dan K2O tersedia tergolong tinggi. Tekstur tanah terdiri atas pasir 14,7%, debu 11,8%, dan liat 73,5%, sehingga tekstur tanah di lahan tersebut adalah liat (Tabel 1 dan Lampiran 1). Tabel 1. Hasil analisis kesuburan tanah pada lahan Parameter pengujian pH (%) N-total (%) C-Org (%) C/N P2O5 tersedia (ppm) K2O tersedia (ppm) Tekstur Pasir (%) Debu (%) Liat (%)
Hasil 5,9 0,14 1,25 9 130,2 60
Keterangan Agak masam Rendah Rendah Rendah Sangat tinggi Tinggi
14,7 11,8 73,5
Sumber: Analisis tanah dilakukan di Sevices Laboratory Seameo Biotrop, Tajur, Bogor
Daya tumbuh benih di persemaian rendah sekitar 20-30 %, sehingga dilakukan beberapa kali penyemaian. Tanaman berkembang dengan baik ketika bibit telah dipindahkan ke lahan. Tanaman yang mati setelah pindah tanam ke lahan hanya sedikit, yaitu sekitar 3% dari seluruh tanaman. Penyulaman dilakukan pada saat satu minggu setelah pindah tanam. Tanaman yang terserang hama atau penyakit tidak banyak, hanya ada beberapa tanaman yang terserang belalang atau ulat penggulung daun namun tingkat serangannya rendah. Gulma yang tumbuh dikendalikan secara manual, dan gulma yang banyak tumbuh adalah Paspalum conjugatum, Portulaca oleraceae, Euphorbia hirta, Mimosa pudica, Commelina benghalensis, dan Amaranthus sp. Pertumbuhan Tanaman Pertumbuhan vegetatif tanaman pada penelitian ini diamati melalui pengukuran tinggi tanaman dan penghitungan jumlah cabang primer. Pengamatan tinggi dan jumlah cabang primer hanya dilakukan hingga tanaman berumur 3 MST (8 MSS) karena pada umur tersebut tanaman sudah memasuki fase generatif yang ditandai dengan munculnya bunga. Hasil penelitian Sukmana (2015) juga menunjukkan bahwa kemangi dengan aksesi yang sama memasuki fase generatif pada umur 8 MSS. Pertambahan tinggi tanaman dan jumlah cabang yang tinggi terjadi pada 2 minggu pertama setelah tanam, sedangkan pada 3 MST pertumbuhan tanaman
10 sudah mulai menurun karena sudah mendekati fase berbunga (Tabel 2). Pemupukan K baik satu kali maupun dua kali tidak meningkatkan pertumbuhan tanaman seperti ditunjukkan oleh tinggi tanaman dan jumlah cabang primer. Tabel 2. Pengaruh perlakuan dosis dan waktu pemberian pupuk K terhadap tinggi dan jumlah cabang primer Perlakuan Dosis pupuk (kg K2O ha-1) 0 20 40 60 80 Uji F Waktu pemberian pupuk kalium Saat tanam Saat tanam dan 3 MST Uji F Interaksi dosis x waktu KK (%)
Tinggi tanaman (cm) 1 MST 2 MST 3 MST
Jumlah cabang primer 1 MST 2 MST 3 MST
10,40 10,78 10,47 9,72 9,22 tn
17,95 18,23 18,68 17,55 16,45 tn
20,73 20,08 21,18 20,58 20,08 tn
9,9 9,8 10,0 9,6 9,8 tn
12,4 12,1 12,1 12,1 11,9 tn
13,5 13,5 13,8 13,5 13,4 tn
10,32 9,87 tn tn 15,16
18,10 17,40 tn tn 10,11
20,56 20,50 tn tn 6,10
9,8 9,8 tn tn 6,3
12,3 12,0 tn tn 6,1
13,6 13,5 tn tn 3,6
Keterangan: MST = minggu setelah tanam; tn = tidak nyata; KK = koefisien keragaman
Tinggi tanaman dan jumlah cabang primer merupakan peubah vegetatif yang lebih dipengaruhi oleh nitrogen, sehingga perlakuan pupuk kalium tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap dua peubah tersebut. Peran pupuk kalium lebih dominan dalam proses pembentukan biji. Menurut Misra et al.(2012) kalium berperan dalam pembentukan dan translokasi hasil fotosintesis, yang akan mempengaruhi proses pembentukan biji. Yaseen et al. (2010) menyatakan kalium berperan dalam proses sintesis gula, pati dan protein serta translokasi karbohidrat ke buah dan biji pada tanaman. Sukmana (2015) meneliti aksesi yang sama dan menghasilkan tanaman dengan rata-rata tinggi tanaman 71,7 cm, lebih tinggi dibandingkan penelitian ini (20,53 cm). Hal ini diduga karena dosis pupuk nitrogen yang diberikan belum memenuhi kebutuhan tanaman pada pertumbuhan vegetatif, sementara kandungan nitrogen yang tersedia dalam tanah tergolong rendah. Perbedaan tinggi tanaman pada kedua penelitian ini juga dapat disebabkan karena perbedaan waktu pindah tanam. Pada penelitian Sukmana (2015) pindah tanam dilakukan pada umur 3 MSS, sedangkan pada penelitian ini pindah tanam dilakukan pada umur 5 MSS. Oleh karena itu perkembangan vegetatif tanaman pada penelitian lebih pendek walaupun fase generatif dicapai pada umur tanaman yang sama. Produksi Benih Bunga merupakan alat perkembangbiakan generatif yang akan menghasilkan buah dan biji. Tanaman kemangi berbunga (50% tanaman berbunga) pada umur 3 MST. Bunga kemangi merupakan bunga majemuk dengan tipe karangan semu (verticillaster) yaitu bunga terdapat pada ibu tangkai bunga yang disebut malai. Tiap malai seolah memiliki buku-buku dan pada tiap buku terdapat enam bunga yang tersusun melingkar. Malai tersebut berbentuk raceme
11 yaitu tidak terdapat cabang pada satu malai (Tjitrosoepomo, 2001). Periode mekar bunga per malai pada cabang primer tidak dipengaruhi oleh dosis dan waktu pemberian pupuk K (Tabel 3). Tabel 3. Pengaruh dosis dan waktu pemberian pupuk K terhadap periode mekar bunga per malai pada cabang primer dan jumlah malai per tanaman pada cabang primer, sekunder, tersier Perlakuan
Periode mekar bunga per malai (hari)
Jumlah malai per tanaman
29,8 29,1 29,3 28,6 29,4 tn -
135,4 147,8 151,8 125,4 129,9 * Q*
29,5 29,0 tn tn 3,19
135,1 141,0 tn tn 11,87
Dosis pupuk (kg K2O ha-1) 0 20 40 60 80 Uji F Pola respon Waktu pemberian pupuk kalium Saat tanam Saat tanam dan 3 MST Uji F Interaksi dosis x waktu KK (%)
Keterangan: tn = tidak nyata; * = nyata pada taraf 5%; KK = koefisien keragaman; Q = kuadratik pada uji lanjut polinomial
Dosis pupuk K berpengaruh nyata terhadap jumlah malai per tanaman pada cabang primer, sekunder dan tersier dengan pola respon kuadratik, sehingga dapat diperoleh dosis optimum pupuk K sebesar 30,75 kg K2O ha-1 (Gambar 1). Penambahan kalium dengan dosis yang lebih tinggi akan mengurangi jumlah malai per tanaman yang dihasilkan. Waktu pemberian pupuk K dan interaksi antara dosis dan waktu pemberian pupuk K tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah malai per tanaman. 160 140 Jumlah malai
120 y = -0.008x2 + 0.492x + 138.1 R² = 0.510
100 80 60 40 20 0 0
20
40 Dosis pupuk K (kg K2O
60
80
ha-1)
Gambar 1. Pengaruh dosis pupuk K terhadap jumlah malai per tanaman dengan pola respon kuadratik
12 Tanaman Ocimum tenuiflorum yang digunakan dalam penelitian ini memiliki tiga level cabang, yaitu cabang primer, cabang sekunder dan cabang tersier (Gambar 2). Pada tiap cabang tumbuh malai yang panjangnya berbeda. Dosis pupuk K dan waktu pemberian pupuk K tidak memperpanjang malai yang terbentuk pada semua cabang (Tabel 4). s
p
t p
s
t
b
a
Gambar 2. Pola percabangan malai bunga kemangi: a. foto tanaman dengan malai yang tumbuh pada cabang primer (p), cabang sekunder (s) dan cabang tersier (t); b. diagram percabangan Tabel 4. Pengaruh perlakuan dosis dan waktu pemberian pupuk K terhadap panjang malai pada cabang primer, sekunder dan tersier Perlakuan Dosis pupuk (kg K2O ha-1) 0 20 40 60 80 Uji F Waktu pemberian pupuk kalium Saat tanam Saat tanam dan 3 MST Uji F Interaksi dosis x waktu KK (%)
Panjang malai (cm) Cabang primer Cabang sekunder Cabang tersier 23,64 23,89 23,49 23,69 23,27 tn
18,22 18,64 18,37 18,16 17,85 tn
10,95 10,97 10,85 11,40 10,85 tn
23,65 23,60 tn tn 4,58
18,22 18,28 tn tn 8,65
11,02 10,98 tn tn 10,84
Keterangan: tn = tidak nyata; KK = koefisien keragaman
13 Pada ujung cabang primer terbentuk malai dengan panjang rata-rata 23,60 cm. Pembentukan malai pada ujung cabang primer menginduksi pertumbuhan cabang sekunder yang juga akan membentuk malai pada ujungnya. Rata-rata panjang malai pada cabang sekunder adalah 18,25 cm. Pembentukan malai pada ujung cabang sekunder juga menginduksi pertumbuhan cabang tersier dan akan membentuk malai pada ujungnya. Rata-rata panjang malai pada cabang tersier adalah 11 cm. Sukmana (2014) menyatakan bahwa rata-rata panjang malai kemangi aksesi Wangun Jaya adalah 31,3 cm, sedangkan malai yang dihasilkan pada penelitian ini lebih pendek. Hal ini diduga karena pertumbuhan vegetatif tanaman yang kurang maksimal. Arif et al. (2014) melaporkan tanaman jagung yang memiliki tinggi tanaman mencapai 169,3 cm menghasilkan panjang tongkol 15,38 cm, jumlah biji 417,6 butir per tongkol, dan dan bobot basah tongkol 154,5 g, sedangkan tanaman jagung yang memiliki tinggi tanaman mencapai 120,3 cm menghasilkan panjang tongkol 12,38 cm, jumlah biji 250 butir per tongkol, dan bobot basah tongkol 50,06 g. Hasil ini menunjukkan bahwa pertumbuhan vegetatif yang baik akan menghasilkan pertumbuhan generatif yang baik pula. Bunga yang terbentuk seluruhya akan berkembang menjadi buah kering yang merekah saat masak yang disebut kapsul. Menurut Tjitrosoepomo (2001) buah kemangi merupakan buah sejati tunggal kering yang memiliki empat ruang dan setiap ruang terdiri dari satu biji yang keras, sehingga disebut buah berbelah empat (tetrachenium). Cabang primer memiliki jumlah kapsul yang lebih banyak dibandingkan cabang level lainnya. Pemupukan K tidak meningkatkan jumlah kapsul yang dihasilkan pada semua cabang (Tabel 5). Hal ini diduga karena kandungan K2O yang tersedia dalam tanah sudah sangat tinggi sehingga pemupukan K tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah kapsul yang dihasilkan. Penurunan jumlah kapsul dari cabang primer ke cabang sekunder mencapai 21,29% dan dari cabang primer ke cabang tersier mencapai 52,90%. Tabel 5. Pengaruh perlakuan dosis dan waktu pemberian pupuk K terhadap jumlah kapsul per malai pada cabang primer, sekunder dan tersier Perlakuan Dosis pupuk (kg K2O ha-1) 0 20 40 60 80 Uji F Waktu pemberian pupuk kalium Saat tanam Saat tanam dan 3 MST Uji F Interaksi dosis x waktu KK (%)
Jumlah kapsul per malai Cabang primer Cabang sekunder Cabang tersier 92,25 95,12 90,25 90,25 90,50 tn
70,87 74,50 73,25 71,25 70,88 tn
43,00 43,62 43,00 43,88 42,38 tn
93,00 90,21 tn tn 5,52
71,95 72,37 tn tn 10,31
42,86 43,53 tn tn 12,08
Keterangan: tn = tidak nyata; KK = koefisien keragaman
14 Kapsul yang berisi biji disebut kapsul bernas, sedangkan kapsul yang tidak berisi biji disebut kapsul hampa. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dosis dan waktu pemberian pupuk K tidak mempengaruhi jumlah kapsul bernas yang terbentuk (Tabel 6). Tabel 6. Pengaruh perlakuan dosis dan waktu pemberian pupuk K terhadap jumlah kapsul bernas per malai pada cabang primer, sekunder, tersier Perlakuan Dosis pupuk (kg K2O ha-1) 0 20 40 60 80 Uji F Waktu pemberian pupuk kalium Saat tanam Saat tanam dan 3 MST Uji F Interaksi KxP KK (%)
Jumlah kapsul bernas per malai Cabang primer Cabang sekunder Cabang tersier 42,50 43,63 44,25 42,88 38,50 tn
36,88 41,63 41,00 36,38 34,13 tn
21,75 26,13 25,50 24,75 24,75 tn
41,76 43,00 tn tn 20,03
37,33 38,74 tn tn 20,23
24,14 25,05 tn tn 17,69
Keterangan: tn = tidak nyata; KK = koefisien keragaman
Persentase kapsul bernas yang terbentuk pada cabang primer sebesar 46,31%, pada cabang sekunder sebesar 52,70% dan pada cabang tersier sebesar 55,98% dari jumlah kapsul yang terbentuk. Kapsul bernas lebih banyak terbentuk pada bagian pangkal malai hingga bagian tengah malai, sedangkan pada bagian ujung malai kapsul bernas yang terbentuk hanya sedikit. Hal ini diduga karena adanya persaingan asimilat dalam pembentukan biji. Bagian pangkal malai lebih dekat dengan daun sebagai sumber asimilat sehingga biji lebih banyak terbentuk pada bagian pangkal malai. Oleh karena itu, kapsul bernas yang terbentuk ratarata hanya sebagian dari keseluruhan kapsul yang terbentuk dalam satu malai. Hal lain yang dapat mempengaruhi jumlah kapsul bernas yang dihasilkan adalah aktivitas polinator yang membantu penyerbukan. Jumlah bunga dan jumlah malai per tanaman yang sangat banyak dapat menyebabkan tidak semua bunga pada tanaman dapat terserbuki. Putri dan Pramono (2013) juga menyatakan bahwa rendahnya tingkat keberhasilan reproduksi pada tanaman saga (Adenanthera pavonina) disebabkan oleh efektivitas polinator, sehingga menyebabkan sebagian besar bunga dalam satu malai tidak terserbuki. Polinator yang paling banyak mengunjungi bunga kemangi selama penelitian adalah lebah madu (Gambar 3).
15
Gambar 3. Lebah madu membantu proses penyerbukan pada tanaman kemangi Dosis pupuk K tidak mempengaruhi bobot benih per malai (sekunder) dan bobot benih per tanaman (Tabel 7). Pupuk K yang diberikan saat tanam dan 3 MST mampu meningkatkan bobot benih per malai dan bobot benih per tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa kalium yang diberikan saat tanam dan saat kemangi memasuki fase generatif lebih efektif dalam meningkatkan proses pengisian biji. Tabel 7. Pengaruh perlakuan dosis dan waktu pemberian pupuk K terhadap bobot benih per malai dan bobot benih per tanaman Perlakuan Dosis pupuk (kg K2O ha-1) 0 20 40 60 80 Uji F Waktu pemberian pupuk kalium Saat tanam Saat tanam dan 3 MST Uji F Interaksi dosis x waktu KK (%)
Bobot benih per malai (g)
Bobot benih per tanaman (g)
0,188 0,205 0,209 0,203 0,186 tn
26,271 29,983 31,620 25,448 23,722 tn
0,1659 b 0,2308 a ** tn 15,89
22,645 b 32,173 a ** tn 20,98
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%; tn = tidak nyata; KK = koefisien keragaman
Hasil penelitian Firmansyah (2008) juga menunjukkan bahwa pemupukan K yang diberikan pada saat tanam dan pada saat fase generatif mampu meningkatkan bobot biji per tanaman kedelai. Yulhasmir (2009) pada penelitiannya menyatakan bahwa kalium yang diberikan pada saat tanam dan pada saat fase generatif meningkatkan bobot polong dan bobot kering 100 biji kacang tanah. Kalium yang diberikan pada saat fase generatif mampu memenuhi kebutuhan nutrisi tanaman untuk meningkatkan translokasi hasil fotosintesis dari daun ke biji. Pengujian Mutu Benih Benih kemangi aksesi KM 10 memiliki ciri berwarna hitam dan berbentuk lonjong. Benih yang telah dilembabkan akan menyerap air dan membentuk mucilage yang melapisi seluruh permukaan benih (Gambar 4). Menurut Zhou
16 (2012) mucilage pada beniih kemangi berperan sebagai penyimpan air yang y dapat membantu perkecambahann benih pada kondisi kekurangan air, seerta dapat meningkatkan persentase perkecambahan.
a
b
Gambar 4. Beenih kemangi: a. kering; b. setelah dilembabkkan Kadar air panen bennih pada penelitian ini berkisar antara 10,331-13,80%. Suwarno et al. (2014) jugga menyatakan bahwa kadar air panen benihh kemangi sebesar 12,5%. Hasil ini menunjukkan bahwa kadar air panen benihh kemangi termasuk rendah. Dosis puppuk K tidak mempengaruhi mutu fisiologis benih b yang ditunjukkan oleh daya berrkecambah, indeks vigor, potensi tumbuh maksimum, m kecepatan tumbuh, dan beraat kering kecambah normal (Tabel 8). Tabel 8. Pengaruh perlakuaan dosis dan waktu pemberian pupuk K terhhadap daya berkecambah, inddeks vigor, potensi tumbuh maksimum, kecepatan tumbuh, berat keriing kecambah normal, dan bobot 1 000 butir Perlakuan
DB B
IV
PTM
.........................%....................
KCT % etmal-1
Bobot 1.000 butir .................g...........
BKKN
Dosis pupuk (kg K2O ha-1) 0 20 40 60 80 Uji F Pola respon
60,338 55,888 54,000 51,775 57,225 tnn -
49,25 45,50 44,13 42,75 45,88 tn -
Waktu pemberian pupuk kallium Saat tanam 59,330 50,70 a Saat tanam dan 52,440 40,30 b 3 MST Uji F tnn * Interaksi DxW tnn tn KK (%) 21,226 26,63
65,25 60,88 60,13 55,00 62,63 tn -
15,60 14,44 13,38 13,43 14,26 tn -
0,0306 0,0284 0,0270 0,0264 0,0299 tn -
1,4190 1,3740 1,5041 1,4528 1,5105 ** L**
65,70 a
15,64 a
0,0302
1,4316 b
55,85 b
12,81 b
0,0267
1,4727 a
* tn 19,58
* tn 21,50
tn tn 21,89
** ** 2,34
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyyata pada uji %; tn = tidak nyata; * = nyata pada taraf 5%; ** = sanggat nyata DMRT pada taraf 5% pada taraf 1%; KK = koefisien keragaman; L = linier pada uji lanjut polinoomial
17 Benih kemangi tumbuh dengan cukup baik pada awal perkecambahannya dan diperoleh indeks vigor diatas 40%, namun hanya sedikit benih yang mulai berkecambah lagi hingga akhir pengamatan, sehingga persentase daya berkecambah tidak lebih dari 60%. Hasil penelitian Suwarno et al. (2014) juga menunjukkan viabilitas benih kemangi yang rendah saat masak fisiologis, yaitu IV sebesar 20,3% dan DB sebesar 34%. Viabilitas benih kemangi yang rendah diduga karena benih masih mengalami after ripening. Umumnya benih yang mengalami after ripening membutuhkan waktu penyimpanan kering dalam jangka waktu tertentu untuk dapat berkecambah. Pendugaan adanya after ripening ini didukung oleh hasil pengamatan tambahan yang dilakukan pada benih kemangi yang telah disimpan selama 4 bulan yang menunjukkan adanya peningkatan daya berkecambah hingga 88% dan indeks vigor hingga 80%. Penelitian Suwarno et al. (2014) juga menunjukkan adanya after ripening pada benih kemangi selama 2 minggu. Benih yang telah disimpan selama 2 minggu menunjukkan peningkatan daya berkecambah dari 34% menjadi 56,7% dan indeks vigor dari 20,3% menjadi 32%. Pendugaan adanya after ripening ini menyebabkan data viabilitas benih yang dihasilkan pada penelitian belum menunjukkan viabilitas benih yang sebenarnya. Dosis pupuk K berpengaruh nyata terhadap bobot 1.000 butir secara linier. Pupuk K yang diberikan dua kali yaitu saat tanam dan 3 MST menghasilkan bobot 1.000 butir yang lebih besar. Interaksi antara dosis pupuk K dan waktu pemberian pupuk K memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap bobot 1.000 butir benih secara linier (Gambar 5).
Bobot 1.000 butir benih (g)
1.8
y = 0.000x + 1.443 R² = 0.322
1.6 1.4
y = 0.001x + 1.356 R² = 0.496
1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 0
20
40 60 -1 Dosis pupuk K (kg K2O ha )
saat tanam
80
saat tanam dan 3 MST
Gambar 5. Pengaruh interaksi dosis pupuk kalium dan waktu pemberian pupuk kalium terhadap bobot 1.000 butir benih kemangi (g) Hidayati (2014) menyatakan benih kemangi memiliki bobot 1.000 butir sebesar 1,3376 g, sedangkan Suwarno et al. (2014) menyatakan bobot 1.000 butir benih kemangi sebesar 1,174 g. Bobot 1.000 butir pada penelitian ini dapat mencapai 1,5105 g diduga disebabkan oleh peran pupuk kalium dalam
18 meningkatkan translokasi hasil fotosintesis (Misra et al., 1991). Kalium juga berperan dalam membentuk gula, serta meningkatkan proses penyimpanan pati dan protein, sehingga tiap satu butir benih memiliki bobot yang lebih besar (Yaseen et al,. 2010). Hasil penelitian Saeed et al. (2011) juga menunjukkan bahwa pemberian pupuk kalium dengan dosis 60 kg K ha-1 meningkatkan bobot 1.000 butir benih semanggi (Trifolium alexandrinum L.) sebanyak 8,42% dibandingkan dengan tanpa pemupukan. Pupuk K yang diberikan dua kali yaitu pada saat tanam dan saat kemangi memasuki fase generatif dapat membantu memenuhi kebutuhan kalium pada tanaman dalam meningkatkan translokasi hasil fotosintesis dari daun ke biji. Yulhasmir (2009) pada penelitiannya menyatakan bahwa kalium yang diberikan dua kali pada saat tanam dan saat fase generatif mampu meningkatkan bobot kering 100 biji kacang tanah.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pemupukan K tidak mempengaruhi pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman kemangi, kecuali jumlah malai per tanaman. Dosis optimum pupuk K untuk jumlah malai per tanaman sebesar 30,75 kg K2O ha-1. Pupuk K yang diberikan saat tanam dan saat tanaman berumur 3 MST meningkatkan produksi dan bobot 1.000 butir benih. Saran Pemupukan kalium sebaiknya dilakukan dua kali pada saat tanam dan pada saat tanaman memasuki fase generatif untuk meningkatkan produksi benih. Penelitian mengenai after ripening pada kemangi perlu dilakukan. Penelitian mengenai viabilitas benih pada panen kedua, ketiga, dan seterusnya perlu dilakukan. Penelitian mengenai viabilitas benih pada pada cabang primer, sekunder, dan tersier perlu dilakukan. Pemupukan sebaiknya dilakukan dengan cara melarutkan pupuk terlebih dahulu agar lebih mudah diserap oleh tanaman.
DAFTAR PUSTAKA Andarwulan A., Batari R., Sandrasari D.A., Bolling B. dan Wijaya H. 2010. Flavonoid content and antioxidant activity of vegetables from Indonesia. Food Chem 121:1231-1235. Arief R. dan Saenong S. 2003. Ketahanan simpan benih jagung (Zea mays L.) dari beberapa takaran dan waktu pemberian kalium. J. Stigma 11(1). Arief R. dan Zubachtirodin. 2012. Model penangkaran benih jagung berbasis komunitas. J. IPTEK Tanaman Pangan 7(2): 116-122. Arif A., Sugiharto A.N. dan Widaryanto E. 2014. Pengaruh umur transplanting benih dan pemberian berbagai macam pupuk nitrogen terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis (Zea mays L. saccharata Sturt.). J. Produksi Tanaman 2(1):1-9.
19 Ashfaq A., Hussain N. dan Athar M. 2015. Role of potassium fertilizers in plant growth, crop yield and quality fiber production of cotton. Fuuast Journal Biol 5(1): 27-35. [Balittanah] Balai Penelitian Tanah. 2009. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Balai Penelitian Tanah, Bogor. Bhende S.K., Deshmukh H.K., Nimbolkar P.K., Dewangan R.K. dan Nagone A.H. 2015. Effect of phosphorus and potassium on quality attributes of okra cv. ‘Arka Anamika’. International Journal of Environmental Sciences 6(2): 225-231. [BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2015. Data Iklim Stasiun Klimatologi Dramaga. BMKG, Bogor. Firmansyah A. 2008. Upaya peningkatan produktivitas tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) varietas Panderman melalui dosis dan waktu pemberian kalium. Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang. Hadipoentyanti E. dan Wahyuni S. 2008. Keragaman selasih (Ocimum spp.) berdasarkan karakter morfologi produksi dan mutu herba. J. Littri 14(4):141-148. Hasanah M. dan Rusmin D. 2006. Teknologi pengelolaan benih beberapa tanaman obat di Indonesia. J. Litbang Pertanian 25(2): 68-73. Hidayati U. 2014. Penentuan masak fisiologi dan metode pengujian viabilitas benih kemangi (Ocimum americanum L.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. [ISTA] International Seed Testing Assosiation. 2014. International Rules of Seed Testing. ISTA, Switchzerland. Kusmana dan Suryadi. 2004. Mengenal Sayuran Indijenes. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Bandung. Misra S.M., Niranjan K.P. dan Pandey H.C. 2012. Effect of potassium application and crop geometries on seed yield, seed quality in berseem (Trifolium alexandrium L.) plants. Agricultural Science Research Journal 2(6): 324328. Putri K.P. dan Pramono A.A. 2013. Perkembangan bunga, buah dan keberhasilan reproduksi jenis saga (Adenanthera pavonina L.). J. Penelitian Hutan Tanaman 10(3): 147-154. Saeed B., Gul H., Wahab S., Durrani Y., Haleema B., Ayub M., Muhammad A., Said A. dan Ahmad I. 2011. Effect of phosphorus and potassium on seed production of berseem. African Journal of Biotechnology 10(63): 1376913772. Sarwanidas T., Syamsuddin dan Arabia T. 2014. Pemberian kalium pada tanah gambut terhadap produksi, viabilitas dan vigor benih beberapa varietas kacang tanah. J. Floratek 9: 93-101. Singh K., Singh P.P., Beg S.U., Kumar D. dan Patra D.D. 2004. Effect of NPK fertilizers on growth, oil yield and quality of French basil (Ocimum basilicum L.). Journal of Spices and Aromatic Crops 13(1):52-54. Sukmana S.R. 2015. Kemiripan dan potensi produksi aksesi kemangi (Ocimum sp.) dari beberapa tempat di Jawa Barat. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
20 Sulastri Y.S. 2005. Rekayasa fisiologi tanaman untuk meningkatkan kualitas benih melalui pengaturan nutrisi. J. Penelitian Bidang Ilmu Pertanian 3(1):18-24. Sunarto A.T. 1994. Ocimum americanum L. Di dalam: Siemonsma JS, Piluek K, editor. Plant Resources of South-East Asia Vegetables Number 8. PROSEA Foundation, Bogor. Suwarno F.C, Sari M. dan Manggung R.E.R. 2014. Viabilitas awal, daya simpan, dan invigorasi benih kemangi (Ocimum basilicum L.). J. Agron Indonesia 42(1): 39-43. Syarovy M., Haryati dan Sitepu FET. 2013. Pengaruh beberapa tingkat kemasakan terhadap viabilitas benih tanaman rosela (Hibiscus sabdariffa L.). J. Agroekoteknologi 1(3): 554-559. Tjitrosoepomo G. 2001. Morfologi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Widajati E., Murniati E., Palupi E.R., Kartika T., Suhartanto M.R. dan Qadir A. 2013. Dasar Ilmu dan Teknologi Benih. IPB Press, Bogor. Yaseen A.A., Habib A.M., Sahar M.Z. dan Khaled S.M. 2010. Effect of different sources of potassium fertilizers on growth yield, and chemical composition of Calendula officinalis. Journal of American Science 6(12): 1044-1048. Yulhasmir. 2009. Respon pertumbuhan dan produksi tanaman kacang tanah (Arachis hypogea. L) terhadap dosis dan waktu pemberian pupuk KCl. Agronobis 1(2): 1-11. Zhou D. 2012. Seed germination performance and mucilage production of sweet basil (Ocimum basilicum L.). Tesis. Virginia Polytechnic Institute and State University. Virginia.
21
LAMPIRAN Lampiran 1. Kriteria hasil analisis tanah
Sumber: Balai Penelitian Tanah (2009)
Lampiran 2. Deskripssi aksesi kemangi KM 10 Daerah asal Ketinggian tempat Asal Silsilah Golongan varitas Tinggi tanaman Tipe tanaman Kerapatan tanaman Melepuh helai daun Warna antosianin battang Intensitas warna antosianin batang Bulu pada batang Bentuk penampang batang Diameter batang Warna batang Bentuk daun Panjang daun Lebar daun
: Desa Warung loa Kec K Taman Sari Kab Bogor : 712 mdpl : Lokal : KM 10 : Bersari bebas : 71.7 cm : Bulat : Sedang : Sangat lemah : Tidak ada : Tidak ada : Ada : Bulat : 1.5 cm : Hijau : Bulat telur : 5.0 cm : 2.5 cm
22 Warna daun Warna hijau helai daun Warna antosianin bagian atas helai daun Warna antosianin bagian bawah helai daun Penyebaran antosianin helai daun Kecerahan helai daun Melepuh helai daun Profil di penampang helai daun Tepi bergerigi helai daun Kedalaman gerigi helai daun Tepi bergelombang helai daun Panjang tangkai daun Jumlah tunas yang berbunga pada batang Panjang ruas rata-rata malai Panjang malai Bulu pada malai Bentuk biji Warna biji Berat 1000 biji Warna mahkota bunga Warna bunga Waktu berbunga (10 % tanaman berbunga) Rasa kemangi Umur panen daun Umur panen biji Hasil kemangi per petak
: Hijau : Gelap : Tidak ada : Tidak ada : Tidak ada : Sedang : Sedang : Cekung : Ada : Dangkal : Lemah : 2.1 cm : Lebih dari tiga : 1.4 cm : 31.3 cm : Ada : Lonjong : Hitam : 1.22 g : Putih : Putih : Cepat : Pedas : 33 hst : 54 hst : 1613.7 g
23
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada 24 Oktober 1993. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari Erizal dan Gusmelita Kamal. Tahun 2005 penulis lulus dari SD Negeri Padurenan 6 Kota Bekasi, dan tahun 2008 penulis lulus dari SMP Negeri 26 Kota Bekasi. Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Negeri 9 Kota Bekasi dan resmi menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Undangan dan diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menerima beasiswa PPA/BBM selama 3 semester. Penulis pernah aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Agronomi dan Hortikultura sebagai staf Departemen Minat Bakat Olahraga dan Seni pada tahun 2012-2013 dan sebagai bendahara Departemen Minat Bakat Olahraga dan Seni pada tahun 2013-2014. Penulis juga pernah aktif di beberapa kepanitiaan diantaranya adalah staf Divisi Konsumsi pada acara Temu Keluarga Agronomi (TEGAR) tahun 2012, staf Divisi Acara pada acara Seminar Inovasi Pengembangan Pertanian Indonesia (SIPPI) tahun 2013, bendahara pada acara Agrosportsment V, bendahara Divisi Art and Ceremonial pada acara Festival Bunga dan Buah Nusantara 2014, dan sekretaris Divisi Event Mahasiswa pada acara Festival Bunga dan Buah Nusantara 2015. Penulis pernah menjadi pemakalah oral dalam acara Seminar Nasional dan Kongres Perhimpunan Agronomi Indonesia (Peragi) tahun 2016. Penulis juga pernah berwirausaha dalam bidang terrarium dan telah mengisi pelatihan pembuatan terrarium di beberapa tempat.