PENENTUAN DOSIS OPTIMUM PEMUPUKAN NITROGEN DAN KALIUM UNTUK PRODUKSI BENIH KENIKIR (Cosmos caudatus)
FLORA KATARINA PEBRIYANTI
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penentuan Dosis Optimum Pemupukan Nitrogen dan Kalium untuk Produksi Benih Kenikir (Cosmos caudatus) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2016
Flora Katarina Pebriyanti NIM A24110094
ABSTRAK FLORA KATARINA PEBRIYANTI. Penentuan Dosis Optimum Pemupukan Nitrogen dan Kalium untuk Produksi Benih Kenikir (Cosmos caudatus). Dibimbing oleh ENDAH R PALUPI dan ANAS D SUSILA. Kenikir (Cosmos caudatus) merupakan salah satu jenis sayuran indigenos dengan banyak manfaat. Perbanyakan tanaman kenikir dapat dilakukan dengan menggunakan benih. Budidaya tanaman kenikir untuk produksi benih belum banyak diteliti. Penelitian ini bertujuan menentukan dosis optimum pupuk N dan K untuk produksi benih kenikir. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan PKHT IPB, Tajur, Bogor dan di laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, IPB pada bulan April hingga Oktober 2015. Penelitian ini dibagi menjadi 2 percobaan paralel yaitu pemupukan N dan K dengan menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan empat ulangan. Perlakuan pemupukan terdiri atas lima taraf dosis pemupukan yaitu 0, 50, 100, 150 dan 200% dari dosis acuan (100% N = 94 kg Urea ha-1, 100% K = 112 kg KCl ha-1). Hasil penelitian menunjukkan peningkatan dosis pupuk N tidak meningkatkan pertumbuhan vegetatif, namun memperpanjang masa pembungaan tanaman kenikir, tetapi tidak meningkatkan produksi benih yang dipanen. Peningkatan dosis pupuk K juga tidak meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan produksi benih tetapi meningkatkan daya berkecambah dan berat kering kecambah normal. Dosis optimum N dan K untuk produksi benih kenikir belum dapat ditentukan melalui penelitian ini. Kata kunci : daya berkecambah, pembungaan, sayuran indigenos ABSTRACT FLORA KATARINA PEBRIYANTI. Determination of Optimum Fertilizer Nitrogen and Potassium for Seed Production of Kenikir (Cosmos caudatus). Supervised by ENDAH R PALUPI dan ANAS D SUSILA. Kenikir (Cosmos caudatus) is one of indigeneous vegetables with many advantages. Kenikir is propagated through seed. Cultivation of kenikir for seed production have not been studied thoroughly. This research was aimed to determine the optimum dosage of N and K fertilizers for seed production of Kenikir. This research was conducted at Center for Tropical Horticultural Study, Bogor Agricultural University experimental farm, Tajur, Bogor and Seed Science and Technology Laboratory, Bogor Agricultural University from April to October 2015. This research was divided into 2 paralel experiments, i.e. N and K fertilizer using randomized completely block design with four replication. Fertilizer treatment were 5 dosages i.e. 0, 50, 100, 150 dan 200% of recommended dose (100% N = 94 kg ha-1, 100% K = 112 kg ha-1). The result showed that N rate did not increase vegetative growth, but the higher N rate lengthen flowering periode, even though did not increase seed production. Increasing the dose of K also did not increase vegetative growth and seed production, but increased seed germination and normal seedlings dry weight. Optimum dosage of N and K fertilizer for Kenikir seed production could not be determined trough this research. Keywords : flowering, indigeneous vegetables, seed germination
PENENTUAN DOSIS OPTIMUM PEMUPUKAN NITROGEN DAN KALIUM UNTUK PRODUKSI BENIH KENIKIR (Cosmos caudatus)
FLORA KATARINA PEBRIYANTI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia dan berkat penyertaan-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian untuk penyusunan skripsi ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Oktober 2015, dengan judul Penentuan Dosis Optimum Pemupukan Nitrogen dan Kalium untuk Produksi Benih Kenikir (Cosmos caudatus). Skripsi ini memberi informasi mengenai pengaruh pemberian pupuk nitrogen dan kalium dalam produksi benih kenikir. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Endah R Palupi, MSc dan Prof Dr Ir Anas D Susila, MSi selaku pembimbing skripsi, serta Prof Dr Ir Munif Ghulamahdi selaku dosen pembimbing akademik atas saran dan masukan serta bimbingan yang diberikan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr Ir Eny Widajati, MS sebagai penguji pada ujian skripsi. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Pusat Kajian Hortikultura (PKHT), IPB yang telah memberikan banyak bantuan selama penelitian berlangsung. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua penulis (P. Napitupulu dan Korlina S.) serta adik-adik (Sabrina dan Regina) atas dukungan dan kasih sayang yang tiada henti. Terimakasih juga kepada Jantammy, Tabitha, Grace, Badia, Adelina, Robin, Runi, Ka Ovia, Joner, Nia, Ka Novrika, teman-teman AGH48, rekan-rekan GSM HKBP Bogor, asistensi Yahweh Mekaddishkem, asistensi Simkhah, Panret 49, Panret 51, PMK dan semua pihak yang turut ambil bagian dalam membantu penelitian dan penyusunan skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2016
Flora Katarina Pebriyanti
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA Kenikir (Cosmos caudatus) Pupuk Nitrogen dan Kalium Produksi dan Mutu Benih METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Prosedur Percobaan Pelaksanaan Pengamatan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Pembungaan Kenikir Pertumbuhan Tanaman Produksi Benih Penentuan Metode Pengujian Penentuan Periode Pengamatan Uji Daya Berkecambah Pengujian Mutu Benih KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vii vii vii 1 1 1 2 2 3 4 5 5 5 6 6 7 10 10 12 13 16 18 19 21 22 22 23 23 25 26
DAFTAR TABEL 1 Hasil analisis kesuburan rutin tanah 2 Pengaruh perlakuan dosis pupuk Urea dan KCl terhadap tinggi tanaman (cm) kenikir 3 Pengaruh perlakuan dosis pupuk Urea dan KCl terhadap jumlah daun tanaman kenikir 4 Pengaruh perlakuan dosis pupuk Urea dan KCl terhadap jumlah cabang tanaman kenikir 5 Pengaruh perlakuan dosis pupuk Urea dan KCl terhadap diameter bunga, jumlah benih, bobot benih dan bobot panen benih 6 Uji daya berkecambah benih kenikir pada standard germinator dan eco germinator 7 Pengaruh pemupukan Urea dan KCl terhadap kadar air, daya berkecambah, indeks vigor, potensi tumbuh maksimum, kecepatan tumbuh, berat kering kecambah normal dan bobot 1000 butir
11 13 14 14 17 18
22
DAFTAR GAMBAR 1 Serangan hama pada pertanaman kenikir 2 Perkembangan bunga kenikir 3 Lama masa berbunga dan jumlah bunga tanaman kenikir sebagai respon terhadap pemupukan Urea dan KCl 4 Pengamatan pertama daya berkecambah pada a) standard germinator dan b) eco germinator 5 Kecambah kenikir 6 Perkecambahan benih kenikir
11 12 16 19 20 21
DAFTAR LAMPIRAN 1 Data curah hujan April-Oktober 2015 2 Kriteria hasil analisis tanah
25 25
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Sayuran indigenos adalah spesies sayuran asli pada daerah tertentu atau berasal dari wilayah atau ekosistem tertentu (Hidayat et al. 2006). Menurut Soetiarso (2010) sayuran indigenos berpotensi untuk menarik minat konsumen karena memiliki khasiat untuk kesehatan disamping harganya yang memang relatif murah dan tidak terlalu berfluktuasi. Namun ketersediaan sayuran ini di pasar masih jarang, hal ini disebabkan oleh budidaya sayuran indigenos yang hanya dilakukan dalam skala kecil. Penanaman sayuran indigenos biasanya hanya dilakukan di pekarangan dan untuk konsumsi pribadi. Salah satu contoh sayuran indigenos adalah kenikir (Cosmos caudatus). Kenikir merupakan tanaman asli dari Amerika tropis yang kemudian dibawa oleh orang Spanyol ke Filipina dan kemudian tersebar di berbagai daerah tropis, termasuk Indonesia (Van den Bergh 1994). Di Indonesia kenikir banyak ditemukan di daerah Jawa Barat dan dikenal dengan nama randa midang. Di Jawa Barat kenikir biasanya dimanfaatkan sebagai sayur lalapan (Putrasamedja 2005). Selain sebagai sayuran, kenikir juga dapat dimanfaatkan sebagai tanaman hias karena memiliki bunga yang indah. Kenikir juga diketahui memiliki khasiat sebagai antibakteri, antijamur, antioksidan, antiosteoporosis, antihipertensi dan juga efek antidiabetes (Bunawan et al. 2014). Melihat kegunaan tanaman kenikir sebenarnya tanaman ini memiliki potensi besar untuk dibudidayakan dan dikomersialkan. Tanaman kenikir diperbanyak melalui benih. Oleh sebab itu agar produksi sayuran kenikir dapat terus dilakukan, maka benih kenikir harus terus tersedia. Pemupukan merupakan salah satu faktor penting dalam budidaya tanaman. Unsur hara mineral yang diberikan melalui pemupukan dibutuhkan tanaman sebagai sumber nutrisi yang menunjang pertumbuhan dan perkembangannya. Manurung et al. (2008) melaporkan bahwa dosis optimum pemupukan untuk produksi daun kenikir adalah 94 kg Urea ha-1 (setara dengan 42.3 kg N ha-1), 112 kg KCl ha-1 (setara dengan 67.2 kg K2O ha-1), dan SP-36 311 kg ha-1 (setara dengan 111.96 kg P2O5 ha-1). Penelitian yang dilakukan Delyani (2012) menunjukkan bahwa pemberian pupuk nitrogen dengan dosis 92.73 kg ha-1 mampu memproduksi daun kenikir paling tinggi. Untuk produksi daun diperlukan pupuk nitrogen yang tinggi agar fase vegetatif tanaman lebih panjang. Sementara itu untuk produksi benih diperlukan pembungaan dan proses pengisian biji yang memadai, sehingga dosis pemupukan untuk produksi daun berbeda dengan untuk produksi benih. Penelitian terkait dengan budidaya tanaman kenikir untuk produksi benih masih sedikit dilakukan. Oleh sebab itu penentuan dosis pupuk nitrogen dan kalium untuk memproduksi benih tanaman kenikir yang bermutu perlu dilakukan. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis optimum pupuk nitrogen dan kalium untuk produksi benih kenikir (Cosmos caudatus).
2 TINJAUAN PUSTAKA Kenikir (Cosmos caudatus) Kenikir merupakan tanaman asli dari Amerika tropis yang dibawa oleh orang Spanyol ke Filipina dan kemudian tersebar di berbagai daerah tropis, termasuk Indonesia (Van den Bergh 1994). Kenikir (Cosmos caudatus) termasuk dalam divisi Spermatophyta, kelas Dicotyledonae, ordo Campanulatae, dan famili Compositae (Tjitrosoepomo 2007). Kenikir memiliki nama daerah seperti ulam raja (Sumatera dan Melayu), kenikir (Jawa Tengah) dan randa midang (Jawa Barat). Kenikir memiliki nama asing cosmos, sedangkan di Negara Filipina kenikir memiliki nama seperti cosmos (Tagalog), turay-turay (Bisaya) dan onwad (Ifugao). Di Thailand kenikir disebut daoruang-phama (Bangkok) (Van den Bergh 1994). Kenikir merupakan tanaman herba setahun yang tingginya antara 0.5-3.0 m. Batangnya berbentuk segi empat, beralur, bercabang banyak dan berwarna hijau keunguan. Daun kenikir merupakan daun majemuk yang bersilang berhadapan dengan pertulangan daun menyirip, ujung daun meruncing serta bertepi rata. Daun kenikir biasanya berwarna hijau tua pada bagian permukaan atasnya dan berwarna lebih terang serta sedikit berambut pada permukaan bawahnya. Kenikir berbunga majemuk yang tumbuh di ujung batang, memiliki tangkai bunga yang panjangnya 5-30 cm, mahkota bunga terdiri dari delapan daun mahkota dengan panjang 1.5-2.0 cm dan berwarna merah muda. Buah kenikir berwarna coklat dan berbentuk seperti jarum yang ujungnya berambut (Van den Bergh 1994). Kenikir banyak ditemukan di daerah Jawa Barat. Dari hasil eksplorasi yang dilakukan Putrasamedja (2005) tanaman kenikir dapat ditemukan di kabupaten Karawang, Subang dan Purwakarta. Van den Bergh (1994) mengungkapkan bahwa tanaman kenikir dapat tumbuh dengan baik pada daerah dengan sinar matahari penuh di dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 1600 m dpl, dengan kondisi tanah yang subur, liat, dan berdrainase baik, tempat terbuka yang mendapatkan sinar matahari penuh. Perbanyakan kenikir dapat dilakukan dengan menggunakan benih. Benih awalnya disemai, lalu setelah tiga minggu dapat dipindah ke lapangan. Kenikir biasanya ditanam dengan jarak tanam 25 – 30 cm x 25 – 30 cm antar tanaman. Pada tanah miskin, pupuk organik 10 ton/ha dan urea 200 kg/ha dapat diberikan untuk meningkatkan hasil panen dan meningkatkan kualitas daun. Pengaturan air yang baik sangat penting bagi pertumbuhan kenikir (Van den Bergh 1994). Bagian tanaman kenikir yang biasanya dikonsumsi adalah daun mudanya. Pemanenan tanaman kenikir dapat dilakukan saat tanaman berumur enam minggu setelah daun pertama muncul. Pemanenan berikutnya dilakukan selang tiga minggu kemudian. Hal ini dapat terus dilakukan sampai tanaman berumur 2-3 tahun (Van den Bergh 1994) Kenikir memiliki banyak kegunaan. Kenikir biasanya oleh orang Jawa Barat dimanfaatkan sebagai sayur lalapan (Putrasamedja 2005). Tanaman kenikir juga biasanya dikonsumsi sebagai pelengkap pada urap atau pecel. Menurut Andarwulan et al (2010) daun kenikir mengandung : air, protein, lemak, karbohidrat, serat, abu serta memiliki kandungan kalsium dan vitamin A yang
3 tergolong tinggi. Kenikir juga bermanfaat sebagai obat tradisional di Malaysia digunakan untuk membersihkan darah dan menguatkan tulang (Van den Bergh 1994). Pupuk Nitrogen dan Kalium Pemupukan merupakan salah satu faktor penting dalam budidaya tanaman. Unsur hara mineral yang diberikan melalui pemupukan dibutuhkan tanaman sebagai sumber nutrisi yang menunjang pertumbuhan dan perkembangannya. Setiap fase pertumuhan tanaman membutuhkan asupan hara mineral yang berbeda. Oleh sebab itu pemberian dosis hara mineral yang tepat sangat diperlukan bagi tanaman, termasuk tanaman kenikir (Cosmos caudatus). Manurung et al. (2008) pada penelitiannya untuk produksi daun kenikir menggunakan dosis pupuk nitrogen 94 kg ha-1, kalium 112 kg ha-1, dan posfor 311 kg ha-1. Penelitian yang dilakukan. Delyani (2012) menunjukkan bahwa pemberian pupuk nitrogen dengan dosis 92.73 kg ha-1 mampu memproduksi daun kenikir paling tinggi. Kedua penelitian tersebut dilakukan untuk produksi daun kenikir, sedangkan untuk produksi benih belum ada penelitian lanjutannya. Nitrogen (N) adalah elemen nutrsi yang paling melimpah di alam. Jumlah nitrogen bebas mencapai 78% dari total kandungan gas di udara. Meskipun demikian, ketersediaannya tidak sepenuhnya dapat langsung digunakan oleh tanaman (Leiwakabessy et al.2003). Tanaman hanya bisa mengambil nitrogen dalam bentuk ammonium dan nitrat. Nitrat (NO3-) dan ammonium (NH4+) larut dalam air tanah lalu diambil oleh akar tanaman. Tanaman mengabsorpsi N pada waktu tanaman tumbuh aktif dengan tingkat kebutuhan yang berbeda setiap waktu atau fase pertumbuhannya. Banyaknya N yang dapat diabsorpsi tanaman setiap hari adalah maksimum saat tanaman masih muda dan kemudian berangsur-angsur menurun dengan bertambahnya umur tanaman (Havlin et. al. 2005.) Nitrogen merupakan hara esensial tanaman yang berfungsi sebagai bahan komponen inti sel, penyusun asam amino, protein, enzim dan klorofil yang penting untuk fotosintesis (Jones 1998). Nitrogen diperlukan tanaman untuk mendukung pembentukan bagian vegetatif tanaman seperti daun, batang, akar dan cabang. Kekurangan N akan menghentikan proses pertumbuhan dan reproduksi dicirikan dengan tanaman menjadi kerdil, daun kecil, ukuran daun kecil dan warna daun kekuningan (Havlin et al. 2005). Kelebihan nitrogen pada fase reproduktif akan memperlambat dan mengurangi pembungaan, sedangkan kekurangan nitrogen pada fase ini justru akan mempercepat pembungaan. Dalam usaha produksi benih unsur nitrogen akan membantu meningkatkan produksi benih apabila diberikan secara berimbang dengan unsur fosfor dan kalium (Mugnisjah dan Setiawan 2004). Unsur kalium (K) merupakan salah satu unsur hara yang mudah bergerak sehingga dapat hilang dari profil tanah. Keberadaan unsur kalium harus tetap dijaga keseimbangannya dengan unsur hara lain (Mungnisjah dan Setiawan 2004). Marschner (1995) menyatakan bahwa ketersediaan atau status hara K untuk tanaman sangat dipengaruhi oleh jenis tanah, kadar liat, jenis mineral, kadar bahan organik dan kondisi iklim. Kalium diserap sebagai ion K+ dan paling banyak diserap tanaman dibandingkan kation lainnya. Serapan K oleh tanaman tidak hanya tergantung pada konsentrasi K dalam tanah tetapi juga pada komposisi
4 kation. Keberadaan NH4 + , Ca2+ atau Mg2+ yang berlebihan dalam tanah akan mengganggu serapan K. Kalium merupakan unsur hara esensial yang berperan penting dalam proses metabolisme tanaman, yaitu pengatur tekanan osmotik, pH sel, aktivitas enzim, keseimbangan kation anion sel, pengatur transpirasi dan transport asimilat (Marschner 1995). Menurut Ispandi dan Munip (2004), hara kalium berperan penting dalam pembentukan dan pengisian biji, disamping sangat penting dalam proses metabolisme. Kalium berperan dalam pembentukan bunga dan buah. Fungsi unsur kalium antara lain memperkuat daya tahan tanamanan dari serangan penyakit dan kekeringan, menunjang proses pembentukan akar, memperkuat daun, bunga dan buah sehingga tidak cepat gugur. Gejala kekurangan K adalah pertumbuhan lambat terjadi sebelum munculnya gejala pada taun tua, yaitu terjadi klorosis disekitar tepi dan ujung daun dan menjadi hangus. Apabila pemberian kalium berlebihan dapat menyebabkan kadar magnesium dalam daun menurun sehingga fotosintesis terganggu, selain itu daun cepat menua dan mengering (Soepardi 1983). Produksi dan Mutu Benih Benih memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas maupun kuantitas produksi pertanian. Benih merupakan salah satu input dasar dalam kegiatan produksi tanaman. Pengadaan benih merupakan salah satu kegiatan pokok dan yang paling awal dilakukan dalam produksi tanaman. Kegiatan dalam pengadaan benih dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu kegiatan dalam memaksimalkan potensi hasil (produksi) dan kegiatan dalam rangka mempertahankan standar mutu terutama mutu genetik (Widajati et al. 2013). Prinsip agronomis menunjuk pada berbagai kegiatan dalam rangka pengelolaan lapangan produksi untuk menghasilkan produksi tanaman yang optimum. Agroklimat, kondisi tanah, penentuan tingkat populasi, pelaksanaan penanaman, pemeliharaan hingga sampai pada pemanenan dan pengangkutan merupakan hal-hal yang harus diperhatikan dan dilaksanakan dengan baik agar dapat memenuhi prinsip agronomis. Salah satu komponen dalam pemeliharaan tanaman adalah pemupukan. Hal penting yang harus diperhatikan dalam pemupukan adalah unsur yang terkandung dalam pupuk harus tersedia untuk tanaman pada saat tanaman membutuhkan (Widajati et al. 2013). Selain produksi, mutu benih yang dihasilkan juga harus diperhatikan, sesuai dengan prinsip agronomis dan genetis dalam produksi benih. Mutu benih yang baik merupakan dasar bagi produktivitas pertanian yang lebih baik. Kondisi sebelum, selama dan sesudah panen menentukan mutu benih (Hasanah 2002). Mutu benih meliputi mutu genetik, fisiologik dan fisik. Mutu genetik adalah benih yang mempunyai identitas yang murni dan mantap sesuai dengan deskripsinya. Mutu fisiologik adalah mutu benih yang ditentukan oleh viabilitas benih sehingga mampu menghasilkan tanaman yang normal. Mutu fisik adalah penampilan benih seperti kebersihan, kesegaran butiran serta keutuhan kulit benih (Sadjad 1994). Penentuan waktu panen yang tepat sangat berpengaruh terhadap mutu benih, terutama berkaitan dengan mutu fisiologis benih. Benih seharusnya dipanen setelah mencapai masak fisiologis. Masak fisiologis benih adalah suatu titik dalam periode perkembangan benih dengan ciri viabilitas dan vigor benih maksimum,
5 berat kering benih maksimum, kadar air benih rendah (Widajati et al. 2013). Menurut penelitian yang dilakukan Hakim dan Suhartanto (2014) masak fisiologis benih kenikir dicapai pada umur 40 hari setelah bunga mekar (HSB) dengan kadar air sebesar 10%. Viabilitas dan vigor benih merupakan hal yang paling penting dalam mutu benih. Viabilitas merupakan kemampuan benih untuk berkecambah dan menghasilkan tanaman normal (Copeland dan McDonald 2001). Dalam proses produksi benih viabilitas diupayakan mulai dari lapang hingga pemasaran. Salah satu faktor produksi di lapang adalah ketersediaan hara. Hara NPK diperlukan dalam jumlah besar untuk membentuk karbohidrat, protein, lipid dan asam nukleat penyusun sel-sel benih yang baru dibentuk. Viabilitas yang sesungguhnya tidak dapat dilihat kasat mata dan diketahui secara pasti. Berbagai metode pengujian benih hanya mampu menduga viabilitas benih pada kondisi tertentu. Salah satu tolok ukur viabilitas benih adalah daya berkecambah benih (Widajati et al. 2013). Penanganan benih setelah panen juga mampu mempengaruhi mutu benih. Setealah di panen benih biasanya dikeringkan, dibersihkan, disortir, serta disimpan sesuai dengan kebutuhan dan penggunaan benih. Menurut Hakim dan Suhartanto (2014) viabilitas dan vigor benih kenikir yang tidak dikeringkan lebih tinggi dibandingkan benih kenikir yang mengalami pengeringan dengan waktu 1-5 jam. METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan April hingga Oktober 2015. Bertempat di Kebun Percobaan Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) IPB Tajur, Bogor dan di laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih tanaman kenikir (Cosmos caudatus) aksesi Ciaruten yang merupakan hasil eksplorasi di daerah Bogor, pupuk kandang, insektisida, pupuk urea, pupuk KCl dan pupuk SP-36, kertas stensil, plastik PP dan label. Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah alat untuk budidaya tanaman (tray semai cangkul, kored, dan gembor) alat untuk pengamatan (ajir, meteran, jangka sorong dan label) dan perlengkapan untuk pengujian mutu benih (alat pengecambah benih tipe IPB 72-I (eco germinator), alat pengecambah benih terkontrol merek SEEDBURO tipe SDA 8300 B (standard germinator), alat pengepres kertas IPB 75-I, timbangan digital, cawan, oven, desikator dan pinset.
6 Prosedur Percobaan Rancangan yang digunakan untuk percobaan ini adalah RKLT (Rancangan Kelompok Lengkap Teracak). Percobaan terdiri atas 2 percobaan paralel yaitu pemupukan N dan K. Percobaan 1 terdiri atas lima taraf dosis pemupukan N (Urea) yaitu 0%, 50%, 100%, 150% dan 200% dari dosis acuan dimana 100% Urea = 94 kg ha-1. Percobaan 2 juga terdiri atas lima taraf dosis pemupukan K (KCl) yaitu 0%, 50%, 100%, 150% dan 200% dari dosis acuan dengan acuan 100% KCl = 112 kg ha-1. Setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali sehingga terdapat 20 unit satuan percobaan untuk masing-masing jenis pupuk. Setiap satuan percobaan merupakan petakan dengan ukuran 1.5 × 5 meter, setiap petak terdiri atas 40 tanaman, sehingga seluruhnya terdapat 1600 tanaman. Tanaman contoh merupakan 5 tanaman yang dipilih secara acak pada setiap petakan, sehingga terdapat 200 tanaman contoh. Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut : Yij = μ + αi + βj + εij Keterangan : Yij = nilai pengamatan pengaruh perlakuan pemupukan dosis ke-i, ulangan ke-j μ = nilai rataan umum αi = pengaruh perlakuan pemupukan ke-i (i=1,2,3,4,5) βj = pengaruh ulangan ke-j (j = 1,2,3,4) εij = pengaruh galat percobaan Pengaruh perlakuan diuji dengan analisis ragam ANOVA dengan uji F pada taraf 5 %. Kemudian apabila menunjukkan pengaruh nyata dilanjutkan dengan uji kontras polinomial. Pelaksanaan Penyemaian Penanaman kenikir (Cosmos caudatus) diawali dengan penyemaian. Penyemaian dilakukan pada tray semai dengan ukuran 16×8 lubang dengan 1 benih/lubang. Campuran media tanam adalah tanah, sekam dan pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 1 : 1. Pemeliharaan penyemaian meliputi penyiraman yang dilakukan setiap hari. Pengolahan Lahan Pertama-tama dilakukan persiapan bedengan dengan melakukan pembersihan dan penggemburan lahan. Ukuran bedengan yang akan ditanami 1.5 m × 5 m sebanyak 40 bedengan, dengan jarak antar bedeng 50 cm. Satu minggu sebelum penanaman lahan diberi pupuk kandang dengan dosis 15 ton ha-1. Pindah Tanam Pindah tanam dilakukan 4 minggu setelah semai (MSS). Bibit ditanam pada bedengan yang telah disiapkan dengan jarak tanam 50 cm × 25 cm. Saat pindah tanam juga dilakukan aplikasi pupuk. Aplikasi pemupukan dilakukan dengan pupuk dasar P diberikan seluruhnya saat tanam, sedangkan pupuk K dan N
7 diberikan setengah dosis aplikasi. Dosis pupuk acuan yang digunakan adalah 100% Urea = 94 kg ha-1, 100% KCl = 112 kg ha-1 dan 100% SP-36 = 311 kg ha-1 (Manurung et al. 2008). Pemberian pupuk dilakukan dengan cara dilarik, yaitu pupuk ditabur pada alur yang dibuat sekitar 7 cm di samping tanaman. Lahan yang telah ditanami kemudian diberikan tanda berupa ajir sesuai perlakuannya. Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi penyulaman satu minggu setelah transplanting, penyiraman, pemupukan, penyiangan gulma, pengendalian hama penyakit dan roguing. Pemupukan pertama diberikan saat pindah tanam dan pupuk susulan diberikan saat tanaman berumur 4 MST. Pemupukan susulan dilakukan dengan memberikan pupuk K dan N sebanyak setengah dosis aplikasi. Roguing yang dilakukan meliputi pemilahan tanaman yang tidak dikehendaki, seperti tanaman yang kerdil, tanaman yang memiliki warna hipokotil berbeda, tanaman yang sakit, tanaman voluntir, tanaman tipe simpang dan tanaman varietas lain. Roguing perlu dilakukan untuk menjaga kemurnian benih. Pengendalian hama penyakit dilakukan seperlunya saja. Pengamatan Pengamatan dilakukan pada 5 tanaman contoh dari setiap bedengan. Pengamatan dilakukan terhadap peubah pertumbuhan vegetatif dan peubah produksi benih : a) Peubah pertumbuhan vegetatif 1. Tinggi tanaman Pengukuran dilakukan dari atas permukaan tanah hingga titik tumbuh. Pengamatan dilakukan sejak pindah tanam hingga tanaman berbunga atau memasuki fase generatif. 2. Jumlah cabang Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah cabang yang ada pada tiap tanaman contoh. Pengamatan dilakukan sejak cabang terbentuk hingga tanaman berbunga atau memasuki fase generatif. 3. Jumlah daun Dihitung berdasarkan jumlah daun yang telah membuka sempurna. Pengamatan dilakukan sejak pindah tanam hingga tanaman berbunga atau memasuki fase generatif. b) Peubah produksi benih 1. Waktu muncul bunga Waktu muncul bunga dicatat ketika 50% tanaman berbunga. 2. Perkembangan bunga Bunga diamati dari mulai kuncup bunga hingga menjadi benih yang siap panen. 3. Lama masa berbunga Lama masa berbunga diamati sejak kuncup bunga pertama muncul sampai bunga terakhir. 4. Jumlah bunga/tanaman
8 5.
6. 7.
8.
Jumlah bunga yang sudah mekar sempurna dihitung per tanaman contoh. Diameter bunga Pengamatan dilakukan dengan memilih 5 bunga secara acak dari setiap tanaman contoh. Diameter bunga yang mekar diukur dengan menggunakan jangka sorong. Jumlah benih/bunga Pengamatan dilakukan dengan memilih 5 bunga secara acak dari setiap tanaman contoh. Kemudian benih dari bunga tersebut dihitung jumlahnya. Bobot benih/bunga Pengamatan dilakukan dengan memilih 5 bunga secara acak dari setiap tanaman contoh. Kemudian benih dari bunga tersebut ditimbang dengan timbangan analitik. Bobot benih panen/petak Benih yang dipanen dari tiap petak ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik.
Pemanenan dan Pasca Panen Pemanenan dilakukan saat benih menunjukkan ciri-ciri berwarna coklat kehitaman dan berbentuk lonjong runcing (Hakim dan Suhartanto 2014). Benih yang sudah dipanen kemudian dibersihkan dari kotoran dan dikemas di dalam plastik PP. Benih disimpan dalam ruang penyimpanan yang memiliki suhu 1820°C. Pengujian mutu benih Pengujian mutu benih diawali dengan melakukan percobaan pendahuluan untuk menentukan metode pengecambahan dan periode pengamatan benih kenikir. Berdasarkan ISTA (2014) metode pengujian daya berkecambah benih Cosmos sulphureus menggunakan metode antar kertas (between paper) dengan suhu 20°C. Periode pengamatan dilakukan pada hari ke 3-5 untuk pengamatan pertama dan hari ke-14 untuk pengamatan terakhir. Uji pendahuluan dengan menggunakan metode ISTA kurang memuaskan, menghasilkan daya berkecambah 4%. Oleh karena itu dilakukan percobaan untuk mencari metode pengujian daya berkecambah yang lebih baik untuk menghasilkan daya berkecambah yang lebih tinggi, yaitu menggunakan alat pengecambah benih tipe IPB 72-1 (eco germinator). Pengujian menggunakan eco germinator ini juga dilakukan dengan metode antar kertas (between paper), akan tetapi suhu tidak diatur konstan melainkan mengikuti kondisi ruang di laboratorium. Periode pengamatan pada pengujian daya berkecambah menggunakan eco germinator ini juga mengikuti pengamatan yang tercantum dalam ISTA (2014). Setiap percobaan ini terdiri atas 100 butir benih dan diulang sebanyak 4 kali. Pengujian mutu benih selanjutnya dilakukan pada setiap perlakuan, meliputi : bobot 1000 butir, kadar air, daya berkecambah, potensi tumbuh maskimum, indeks vigor, kecepatan tumbuh dan berat kering kecambah normal. 1. Bobot 1000 butir benih Sebanyak 100 butir benih dihitung dan diulang 8 kali kemudian masingmasing ditimbang dalam gram. Hasil penimbangan tersebut kemudian dihitung nilai keragaman (S2), Simpangan Baku (S), dan Koefisien Keragaman (CV) dengan rumus berikut :
9 S2 = (
∑
(∑ )² (
S = √s2
)
CV =
× 100%
Keterangan : x = nilai rata-rata penimbangan berat 100 butir benih n = banyaknya ulangan penimbangan berat 100 butir benih Bobot 1000 butir = 10 × ( x ) Jika koefisien keragaman >4% maka benih dihitung lagi 100 butir sebanyak 8 ulangan sehingga jumlah ulangan menjadi 16. 2. Penentuan kadar air panen benih Penentuan kadar air panen benih dilakukan dengan memasukkan benih yang baru dipanen sebanyak 4 gram ke dalam oven dengan suhu 103±2 °C selama 17±1 jam. Benih yang telah dioven dimasukkan ke dalam desikator selama 1530 menit kemudian ditimbang. Kadar air dihitung menggunakan rumus : KA =
(
)
(
)
× 100%
Keterangan : M1 = bobot cawan dalam keadaan kosong M2 = bobot cawan dalam keadaan berisi benih sebelum dioven M3 = bobot cawan dalam keadaan berisi benih setelah dioven 3. Pengujian daya berkecambah benih Pengujian daya berkecambah benih dilakukan sesuai metode yang menghasilkan daya berkecambah terbaik dari percobaan pendahuluan. Benih kenikir diuji menggunakan kertas stensil dengan metode antar kertas (between paper) yaitu uji kertas digulung didirikan dengan plastik (UKDdp) pada alat pengecambah benih tipe IPB 72-1. Setiap perlakuan terdiri dari 100 benih dan diulang 4 kali. Kemudian dilakukan pengamatan kecambah normal yang tumbuh pada hari ke-4 dan ke-8. Persentase daya berkecambah dihitung dengan rumus : DB =
∑
× 100%
Keterangan : KN I = Jumlah kecambah normal pada hitungan pertama KN II = Jumlah kecambah normal pada hitungan kedua
4. Potensi tumbuh maksimum Potensi tumbuh maksimum diperoleh dengan menghitung seluruh benih yang berkecambah baik yang normal maupun abnormal pada hari terakhir pengamatan, yaitu hari ke-8. ∑
PTM = ∑
× 100%
10 5. Indeks vigor Indeks vigor menggambarkan vigor kecepatan tumbuh. Indeks vigor dihitung berdasarkan persentase kecambah normal pada hitungan pertama (hari ke-4). IV = ∑
∑
× 100%
6. Kecepatan tumbuh ( KCT) Pengamatan dilakukan terhadap jumlah kecambah normal yang muncul setiap hari mulai hari pertama hingga pengamatan terakhir (8 HST). Kecepatan tumbuh dihitung dengan rumus : KCT = ∑
Keterangan : = Kecepatan tumbuh benih (%. Etmal-1) KCT Ni = Persentase kecambah normal setiap waktu pengamatan t = Waktu pengamatan tn = Waktu akhir pengamatan 7. Berat kering kecambah normal Berat kering kecambah normal diamati dengan memisahkan kecambah normal dari kotiledonnya kemudian kecambah tersebut dimasukkan ke dalam amplop dan di oven. Pengovenan dilakukan pada suhu 60°C selama 3 × 24 jam. Kecambah yang telah dioven kemudian ditimbang bobotnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lahan yang digunakan untuk pertanaman kenikir berada di Kebun Percobaan Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) IPB, Tajur, Bogor, merupakan lahan bekas pertanaman melon. Sebelah barat lahan merupakan pertanaman kacang panjang, sebelah selatan pohon saga dan sebelah utara pertanaman melon. Disekitar lahan tempat menanam kenikir tidak terdapat tanaman kenikir lain. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa tanaman kenikir bebas dari kontaminan yang dapat menurunkan mutu genetis benih yang akan diproduksi. Sebelum benih kenikir ditanam dilakukan pengambilan contoh tanah untuk diuji kesuburannya. Hasil analisis tanah menunjukkan pH tanah sebesar 6.3% tergolong masam, kadar N-total sebesar 0.17% dan rasio C/N sebesar 10 tergolong rendah, akan tetapi P2O5 tersedia sebesar 190.3 ppm dan K 3.72 me 100g-1 tergolong sangat tinggi (Tabel 1). Benih tanaman kenikir yang digunakan merupakan hasil perbanyakan benih yang diperoleh dari penelitian sebelumnya. Daya tumbuh benih kenikir di persemaian sekitar 80%. Kondisi tanaman saat di persemaian sangat baik. Benih disemai di dalam tray dan disimpan di dalam net house. Setelah 1 minggu tray berisi bibit kenikir kemudian dipindahkan ke persemaian diluar agar lebih banyak terkena sinar matahari. Pada umur 4 minggu setelah semai bibit kenikir siap untuk
11 dipindah ke lahan. Setelah dipindahkan ke lahan ada sekitar 2% (30 tanaman) tanaman kenikir yang mati dari seluruh tanaman yang dipindahkan sehingga dilakukan penyulaman. Tabel 1 Hasil analisis kesuburan rutin tanah Parameter pengujian Hasil Keterangan pH (%) 6.3 Agak masam C-organik (%) 1.63 Rendah N-total (%) 0.17 Rendah Rasio C/N 10 Rendah 190.3 Sangat tinggi P2O5 tersedia (ppm) 12.89 Tinggi Ca (me 100g-1) -1 Mg (me 100g ) 0.28 Sangat rendah 3.72 Sangat tinggi K (me 100g-1) -1 Na (me 100g ) 0.31 Rendah 21.63 Sedang KTK (me 100g-1) Keterangan : Klasifikasi berdasarkan Balai Penelitian Tanah (2005)
Roguing merupakan salah satu kegiatan penting dalam produksi benih. Selama produksi benih di lapang pertanaman harus bebas dari voluntir, tipe simpang dan campuran varietas lain agar kemurnian genetiknya terjamin. Oleh karena itu rouging dilakukan sejak tanaman di persemaian. Sebanyak 15 tanaman dipersemaian yang memiliki hipokotil berwarna hijau dikategorikan sebagai campuran varietas lain (CVL), seharusnya hipokotil berwarna ungu. Roguing juga dilakukan saat tanaman memasuki fase generatif. Pada fase generatif ditemukan 3 tanaman dengan warna bunga berbeda sehingga tanaman-tanaman tersebut dicabut dan dibuang. Tanaman tersebut memiliki bunga berwarna oranye yang seharusnya bunga berwarna merah muda. Beberapa tanaman kenikir pada awal pertumbuhannya (2 MST) mempunyai daun yang menggulung karena terserang kutu daun (Gambar 1a). Selain itu pada umur 4 MST pada permukaan daun bagian bawah ditemukan serbuk putih (Gambar 1b), yang merupakan akibat dari serangan kutu putih (Gambar 1c), yang diatasi dengan penyemprotan insektisida Decis 25 EC dengan konsentrasi 0.2 %. Selain itu hama lain yang juga banyak ditemukan adalah labalaba, kepik dan semut. Namun secara keseluruhan pada fase vegetatif tanaman kenikir tumbuh baik.
a
b
c
Gambar 1 Serangan hama pada pertanaman. Keterangan : a) kutu daun menyebabkan daun menggulung; b) permukaan daun tertutupi serbuk putih; c) kutu putih yang menghasilkan serbuk putih.
12 Tanaman kenikir berbunga (50%) pada awal bulan Juli (2 bulan setelah pindah tanam). Selama masa generatif hingga akhir masa panen (bulan JuliOktober) rata-rata curah hujan tergolong rendah, yaitu sebesar 48.75 mm/bulan. Benih kenikir dipanen ketika menunjukkan ciri-ciri benih berwarna coklat, kering dan mekar runcing. Selama fase generatif ini banyak benih yang jatuh dan tidak terpanen. Benih tersebut gugur akibat hujan dan juga tersenggol saat melakukan pengamatan dan pemanenan. Pembungaan Kenikir Umur tanaman berbunga 50% pada perlakuan pupuk N seluruhnya dicapai pada 8 MST sementara pada perlakuan pupuk K umur berbunga 50% dicapai pada 7 MST kecuali dosis 224 kg KCl ha-1 dicapai pada 8 MST. Munculnya bunga kenikir ditandai dengan terbentuknya bakal bunga yang berbentuk kuncup hijau (Gambar 2a). Kuncup bunga berkembang dan mencapai maksimum yang dicirikan dengan warna merah 7-8 hari setelah munculnya kuncup bunga (Gambar 2b). Pembengkakan pada kuncup bunga menunjukkan bahwa di dalam kuncup sedang terjadi perkembangan stamen dan putik yang menunjukkan bunga menuju antesis (Ashari 2002). Antesis merupakan fase bunga mulai mekar yang terjadi sekitar 11-13 hari setelah muncul kuncup bunga (Gambar 2c). Bunga yang telah mekar tersebut kemudian mengalami penyerbukan. Arnold et.al (2014) menyatakan tanaman kenikir dapat menyerbuk silang maupun menyerbuk sendiri. Jumlah benih yang dihasilkan dari penyerbukan silang lebih banyak daripada dari penyerbukan sendiri, akan tetapi lebih dominan menyerbuk silang. Serangga yang ditemukan mengunjungi tanaman kenikir pada penelitian Arnold et.al (2014) berupa kupu-kupu dan lebah. Pada penelitian ini diperkirakan penyerbukan silang lebih dominan daripada penyerbukan sendiri. Serangga yang paling banyak mengunjungi bunga kenikir adalah lebah.
a
b
c
d
e
f
Gambar 2 Perkembangan bunga kenikir. a. muncul kuncup bunga (7-8 MST); b. kuncup bunga maksimal (7-8 hari setelah muncul kuncup); c. bunga mekar (11-13 hari setelah muncul kuncup bunga); d. 5-7 hari setelah antesis (HSA); e. benih belum masak (14-15 HSA); f. benih masak fisiologis (18-19 HSA)
13 Setelah mengalami penyerbukan dan pembuahan kelopak bunga menjadi layu dan kemudian gugur. Karpel (biji) yang panjang, meruncing dan berwarna hijau kemudian terbentuk pada 5-7 hari setelah antesis (HSA) (Gambar 2d). Bakal biji yang berbentuk jarum runcing tersebut akan mekar membentuk jarum-jarum berwarna coklat kehijauan 14-15 HSA, pada fase ini benih sudah terbentuk namun belum masak (Gambar 2e). Benih kemudian berubah warna menjadi coklat penuh saat memasuki masak fisiologis 18-19 HSA (Gambar 2f) dan siap untuk dipanen. Fase perkembangan dari bakal biji berbentuk jarum (Gambar 2d) menjadi biji yang berwarna coklat kehijauan (Gambar 2e) memerlukan waktu 9-10 hari, merupakan fase perkembangan terpanjang. Pada fase ini terjadi proses akumulasi cadangan makanan atau pengisian biji. Pertumbuhan Tanaman Tanaman kenikir mengalami peningkatan laju pertumbuhan setiap minggunya. Pertambahan tinggi tanaman paling besar terjadi antara 5 MST dan 6 MST baik pada tanaman yang diberi perlakuan pupuk Urea maupun KCl. Tinggi tanaman rata-rata bertambah 23.61 cm pada perlakuan pupuk Urea dan bertambah 26.58 cm pada perlakuan pupuk KCl. Tanaman yang tidak dipupuk Urea menunjukkan tinggi tanaman yang tidak berbeda dengan tanaman yang diberi pupuk Urea. Demikian juga perlakuan dosis pupuk KCl tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap tinggi tanaman (Tabel 2). Tabel 2 Pengaruh perlakuan dosis pupuk Urea dan KCl terhadap tinggi tanaman (cm) kenikir Perlakuan MST 1 2 3 4 5 6 Tanpa Urea 8.27 9.08 13.52 19.12 29.98 52.08 -1 47 kg Urea ha 7.28 8.91 13.39 19.34 31.06 54.35 7.22 8.83 13.26 18.99 30.82 54.53 94 kg Urea ha-1 -1 141 kg Urea ha 7.04 8.43 12.74 18.91 30.85 55.64 188 kg Urea ha-1 7.01 8.73 13.19 19.11 31.07 55.23 Rata-rata 7.36 8.79 13.22 19.1 30.75 54.36 Uji F tn tn tn tn tn tn KK (%) 10.82 8.87 5.23 4.98 6.15 9.38 Tanpa KCl 6.49 7.81 13.05 19.83 32.44 57.36 56 kg KCl ha-1 6.76 8.35 13.68 20.11 32.41 57.44 112 kg KCl ha-1 6.99 8.67 13.88 20.77 33.72 62.24 168 kg KCl ha-1 7.19 8.55 14 21.38 35.56 62.39 224 kg KCl ha-1 6.59 8.35 13.37 19.87 32.68 60.29 Rata-rata 6.80 8.34 13.59 20.39 33.36 59.94 Uji F tn tn tn tn tn tn KK (%) 7.88 5.99 5.9 8.09 9.88 10.31 Keterangan : MST=minggu setelah tanam, KK=koefisien keragaman, tn=tidak nyata
Jumlah daun tanaman kenikir mengalami peningkatan setiap minggu pada semua perlakuan dosis pupuk Urea dan KCl, namun perbedaan dosis pupuk Urea
14 dan KCl menghasilkan jumlah daun yang tidak berbeda (Tabel 3). Tanaman kenikir pada 1 dan 2 MST yang diberi perlakuan pupuk Urea maupun KCl menunjukkan jumlah daun yang hampir sama, yaitu 5-6 daun pada 1 MST dan 8 daun pada 2 MST. Secara umum jumlah daun tanaman kenikir meningkat pesat sejak 3 MST. Laju pertambahan jumlah daun sejak 3 MST pada perlakuan pupuk Urea berkisar 23.3-25.5 helai daun. Laju pertambahan jumlah daun pada perlakuan pupuk KCl meningkat pada 3 MST sebesar 30.8 helai daun kemudian menurun pada 4-5 MST dengan pertambahan daun sebanyak 28.3 dan 22.7 helai daun dan meningkat kembali pada 6 MST sejumlah 32.3 helai daun (Tabel 3). Tabel 3 Pengaruh perlakuan dosis pupuk Urea dan KCl terhadap jumlah daun tanaman kenikir Perlakuan MST 1 2 3 4 5 6 Tanpa Urea 5.1 8.0 31.8 52.1 79.4 90.8 47 kg Urea ha-1 5.5 8.0 32.1 54.9 78.2 107.5 94 kg Urea ha-1 5.4 8.0 31.6 57.1 83.9 107.0 -1 141 kg Urea ha 5.1 7.7 31.9 56.0 79.6 106.0 5.1 7.9 35.6 59.3 86.1 117.7 188 kg Urea ha-1 Rata-rata 5.2 7.9 32.6 55.9 81.4 105.8 Uji F tn tn tn tn tn tn KK (%) 7.03 4.58 11.59 9.31 6.68 11.1 Tanpa KCl 5.7 8.1 36.6 65.3 87.2 118.0 56 kg KCl ha-1 5.5 8.2 40.5 67.3 88.7 118.8 -1 112 kg KCl ha 5.4 8.2 39.2 68.5 92.4 122.0 168 kg KCl ha-1 5.7 8.4 39.5 66.8 94.4 129.5 -1 5.4 8.2 39.4 68.6 87.3 123.2 224 kg KCl ha Rata-rata 5.5 8.2 39.0 67.3 90.0 122.3 Uji F tn tn tn tn tn tn KK (%) 7.12 6.52 13.23 8.83 6.90 6.41 Keterangan : MST=minggu setelah tanam, KK=koefisien keragaman, tn=tidak nyata
Pengamatan jumlah cabang tanaman kenikir dilakukan pada 3 MST, karena tanaman kenikir baru mulai bercabang. Berdasarkan hasil uji F, perlakuan dosis pemupukan Urea maupun KCl tidak mempengaruhi jumlah cabang. Laju rata-rata pertambahan jumlah cabang 3-6 MST pada perlakuan pupuk N berturutturut yaitu 4.1, 3.7, 5.2, sedangkan pada perlakuan pupuk K laju pertambahan jumlah cabang 3-6 MST berturut-turut adalah 3.6, 3.3, 6.4 (Tabel 4). Laju pertambahan jumlah cabang tertinggi terjadi pada saat tanaman berusia 6 MST baik pada perlakuan dosis pupuk N maupun K (Tabel 4). Pada 6 MST tanaman menjelang masa pembungaan yang terjadi mulai 7-8 MST. Bunga tanaman kenikir muncul diujung cabang. Peningkatan jumlah cabang yang lebih banyak pada 6 MST ini karena tanaman memaksimalkan pertumbuhan vegetatif untuk mendukung fase generatif tanaman nantinya. Semakin banyak cabang yang terbentuk, semakin banyak pula bunga yang dihasilkan karena bunga muncul di ujung cabang.
15 Tabel 4 Pengaruh perlakuan dosis pupuk Urea dan KCl terhadap jumlah cabang tanaman kenikir Perlakuan MST 3 4 5 6 Tanpa Urea 5.7 9.8 13.8 18.4 47 kg Urea ha-1 6.4 10.3 13.2 18.9 94 kg Urea ha-1 6.4 10.3 14.4 19.0 141 kg Urea ha-1 6.1 10.3 13.8 18.9 -1 188 kg Urea ha 6.6 10.9 15.0 20.8 Rata-rata 6.3 10.3 14.0 19.2 Uji F tn tn tn tn KK (%) 14.69 8.03 6.50 5.94 Tanpa KCl 7.2 11.3 14.4 20.8 56 kg KCl ha-1 8.1 11.2 14.7 20.8 112 kg KCl ha-1 8.2 11.7 15.1 21.3 168 kg KCl ha-1 8.1 12.1 15.6 22.4 -1 224 kg KCl ha 8.0 11.5 14.3 20.8 Rata-rata 7.9 11.5 14.8 21.2 Uji F tn tn tn tn KK (%) 11.04 7.99 7.25 5.60 Keterangan : MST=minggu setelah tanam, KK=koefisien keragaman, tn=tidak nyata
Penelitian mengenai pemupukan untuk tanaman kenikir juga dilakukan oleh Lestari (2008) yang menggunakan pupuk kandang, pupuk anorganik dan gabungan pupuk kandang serta pupuk anorganik sebagai perlakuan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pemberian pupuk tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah cabang tanaman kenikir walaupun kandungan N-total pada tanah tergolong rendah (0.16%). Penelitian Delyani (2012) menggunakan perlakuan dosis pupuk Urea tertinggi 135 kg ha-1, yang lebih rendah dari pada dosis tertinggi pada penelitian ini yaitu 188 kg Urea ha-1, namun memperoleh hasil yang serupa bahwa tinggi tanaman dan jumlah daun tanaman kenikir tidak dipengaruhi oleh dosis pemupukan. Hasil penelitian Delyani (2012) menunjukkan tinggi tanaman kenikir pada 6 MST berkisar antara 42.89-49.86 cm, sedikit lebih rendah dibandingkan pada penelitian ini yang berkisar antara 52.08-55.64 cm. Kedua penelitian ini sama-sama memiliki curah hujan yang rendah saat pindah tanam yaitu sebesar 136 mm/bulan pada penelitian Delyani (2012) dan sebesar 143 mm/bulan pada penelitian ini. Tanah yang ditanami pada penelitian Delyani juga memiliki N-total yang rendah (0.12%), sama halnya dengan tanah pada penelitian ini (0.17%). Pemberian pupuk pada penelitian yang dilakukan Lestari (2008), Delyani (2012) dan pada penelitian ini menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman kenikir walaupun hasil analisis tanah menunjukkan kadar N-total yang rendah. Diduga kebutuhan N kenikir sebagai tanaman indigenos cukup rendah dan sudah terpenuhi walaupun kadar N-total tanah cukup rendah, sehingga pemupukan tidak berpengaruh nyata. Demikian juga dengan kebutuhan K. Pupuk K juga tidak memberikan pengaruh nyata pada
16 pertumbuhan tanaman kenikir dalam penelitian ini diduga karena kebutuhan yang rendah dan kandungan K (Tabel 1) dalam tanah yang tinggi. Produksi Benih
60.4
188
54.5
141
48.3
94 47 0
45.3 30.6
204.7 186.0
151.3 150.6
108.8
Lama masa berbunga (hari)
Dosis pupuk KCl (kg ha-1)
Dosis pupuk Urea (kg ha-1)
Produksi benih diawali dengan pembungaan. Pembungaan merupakan tanda bahwa tanaman memasuki fase generatif. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan dosis pupuk N memberikan pengaruh nyata terhadap lama masa berbunga tanaman kenikir. Semakin tinggi dosis pupuk N yang diberikan maka lama masa berbunga semakin panjang. Masa berbunga tanaman tanpa pupuk N selama 30.6 hari. Penambahan pupuk N sebanyak 47 kg Urea ha-1 memperpanjang masa pembungaan 14.7 hari lebih lama dari perlakuan tanpa pupuk N menjadi 45.3 hari. Pemupukan N sesuai dengan dosis acuan yaitu 94 kg Urea ha-1 memperpanjang masa berbunga hingga 48.3 hari. Peningkatan dosis menjadi 141 kg Urea ha-1 dan 188 kg Urea ha-1 memperpanjang masa berbunga hampir dua kali lipat, menjadi 54.5 hari dan 60.4 hari (Gambar 3). Tanaman tanpa perlakuan pupuk K memiliki lama masa berbunga 52.1 hari. Pemupukan K sebanyak 56 kg KCl ha-1 mampu memperpanjang masa berbunga 8.2 hari lebih lama daripada tanpa pemberian pupuk K menjadi 60.3 hari. Pemberian dosis K yang semakin tinggi menyebabkan masa berbunga semakin pendek (Gambar 3).
224
54.2
168
57.8
112
57.5
56
60.3
0
52.1
242.7 233.5 220.8 214.0 169.4
Jumlah bunga/tanaman (kuntum)
Gambar 3 Lama masa berbunga dan jumlah bunga tanaman kenikir sebagai respon terhadap pemupukan Urea dan KCl Pemupukan N dengan dosis 188 kg Urea ha-1 menghasilkan bunga berjumlah hampir dua kali lipat daripada tanaman tanpa pupuk Urea, diduga karena fase pembungaan yang lebih panjang. Jumlah bunga yang dihasilkan pada perlakuan pupuk 188 kg Urea ha-1 sebanyak 204.7 bunga, sedangkan pada perlakuan tanpa pupuk Urea sebanyak 108.8 bunga (Gambar 3). Sementara itu peningkatan pupuk K juga meningkatkan jumlah bunga per tanaman kenikir walaupun masa berbunga tidak semakin panjang (Gambar 3). Semakin lama masa berbunga, jumlah bunga yang dihasilkan semakin banyak pada perlakuan pupuk N, namun jumlah bunga tidak berbeda nyata pada
17 setiap perlakuan dosis pupuk. Pada perlakuan pupuk K lama masa berbunga hampir sama pada semua dosis, yaitu 56.4 hari. Lama masa berbunga pada perlakuan dosis pupuk K hampir sama dengan jumlah hari pada perlakuan dosis pupuk N 188 kg Urea ha-1 yaitu 60.4 hari. Walaupun jumlah bunga yang dihasilkan pada perlakuan dosis 188 kg Urea ha-1 dan pada perlakuan dosis pupuk K lebih banyak dibandingkan pada perlakuan tanpa pupuk Urea, namun bobot benih yang dihasilkan per petak tidak berbeda pada setiap perlakuannya baik pupuk N maupun K. Pada perlakuan pupuk N bobot panen benih kenikir per petak hampir sama pada setiap perlakuan yaitu berkisar 238.54 gram. Tanaman dengan perlakuan pupuk K menghasilkan bobot panen benih kenikir per petak yang ratarata sebesar 275.94 gram (Tabel 5). Hal ini menunjukkan bahwa banyaknya bunga yang dihasilkan bukan jaminan peningkatan produksi benih. Semakin lama masa berbunga tanaman menghasilkan lebih banyak bunga, sehingga terjadi pembagian hasil asimilat yaitu untuk pengisian biji dan juga untuk pembentukan bunga baru., yang menyebabkan proses pengisian biji tidak sempurna. Tabel 5 Pengaruh perlakuan dosis pupuk Urea dan KCl terhadap diameter bunga, jumlah benih, bobot benih dan bobot panen benih Diameter Jumlah Bobot Bobot bunga benih/bunga benih/bunga (g) panen/petak Perlakuan (cm) (butir) (g) Tanpa Urea 2.83 28.3 0.32 246.50 -1 47 kg Urea ha 2.85 27.8 0.32 232.30 94 kg Urea ha-1 2.77 28.6 0.33 229.59 -1 2.79 27.1 0.30 254.16 141 kg Urea ha 188 kg Urea ha-1 2.79 28.4 0.33 230.13 Rata-rata 2.81 28.0 0.32 238.54 Uji F tn tn tn tn KK (%) 1.89 5.08 6.4 13.83T Tanpa KCl 2.92 30.2 0.37 293.77 56 kg KCl ha-1 2.85 27.1 0.33 292.68 112 kg KCl ha-1 2.77 29.4 0.35 275.01 -1 2.79 29.2 0.35 243.19 168 kg KCl ha 224 kg KCl ha-1 2.79 28.4 0.34 275.06 Rata-rata 2.82 28.8 0.35 275.94 Uji F tn tn tn tn KK (%) 3.18 6.86 6.77 13.01T Keterangan : MST=minggu setelah tanam, KK=koefisien keragaman, tn=tidak nyata, T=transformasi data √x+5
Masa berbunga yang pendek lebih menguntungkan untuk produksi benih, sehingga panen benih dapat dilakukan secara serempak. Panen yang serempak akan menurunkan biaya tenaga kerja pemanenan dan pengolahan seperti pembersihan, sortasi dan pengemasan. Perlakuan pemupukan N dan K dengan dosis yang berbeda tidak berpengaruh terhadap diameter bunga, jumlah benih per bunga dan bobot benih per bunga. Bahkan nilai rata-rata yang dihasilkan dari perlakuan pupuk N maupun
18 K tidak jauh berbeda (Tabel 5). Hal ini diduga karena unsur hara K yang terkandung didalam tanah sudah tinggi sehingga pemberian pupuk K tidak memberikan pengaruh nyata. Menurut hasil analisis tanah pada penelitian ini kandungan unsur N dan C/N ratio tanah tergolong rendah, namun pemberian pupuk N juga tidak memberikan pengaruh yang nyata. Hal ini diduga karena penambahan pupuk kandang dengan dosis 15 ton ha-1 yang dapat meningkatkan kandungan N dalam tanah dan cukup memadai untuk pertumbuhan tanaman kenikir. Penentuan Metode Pengujian Menurut ISTA (2014) metode pengujian daya berkecambah benih Cosmos sulphureus telah ditetapkan dengan metode uji antar kertas (between paper) dengan suhu 20°C dan penambahan cahaya. Pengamatan pertama dilakukan pada hari ke-5 dan pengamatan kedua dilakukan pada hari ke-14. Pengecambahan dalam penelitian ini dilakukan dalam standard germinator (SEEDBURO tipe SDA 8300 B) yang memungkinkan pengaturan suhu secara konstan. Hasil pengujian daya berkecambah pada standard germinator (berdasarkan metode ISTA 2014) menghasilkan daya berkecambah yang sangat rendah, hanya sebesar 4% walaupun benih baru dipanen. Oleh karena itu dilakukan pengecambahan dengan metode uji ketas digulung didirikan dalam plastik (UKDdP) pada alat pengecambah benih IPB 72-1 (eco germinator) untuk menguji daya berkecambah benih. Daya berkecambah yang diperoleh dari APB IPB 72-1 lebih tinggi dengan rata-rata sebesar 89.8 % (Tabel 6). Tabel 6 Uji daya berkecambah benih kenikir pada standard germinator dan eco germinator Standard germinator Eco germinator ∑KN 1 ∑KN 2 DB (%) ∑KN 1 ∑KN 2 DB (%) (hari 5) (hari 14) (hari 5) (hari 8) U1 0 4 4 74 15 89 U2 0 1 1 76 14 90 U3 0 6 6 77 9 86 U4 0 5 5 78 16 94 Rata-rata 4.0 89.8 Pengamatan kecambah normal dalam pengujian daya berkecambah menggunakan eco germinator perlu dilakukan lebih awal daripada standard germinator. Pengecambahan dengan standard germinator pada pengamatan pertama belum ada benih yang tumbuh, sedangkan dengan penggunaan eco germinator pada pengamatan pertama sudah banyak benih yang tumbuh membentuk kecambah normal (Gambar 4). Pengamatan pertama pengecambahan benih kenikir dalam eco germinator dilakukan pada hari ke-5, sementara pengamatan kedua dilakukan pada hari ke-8 karena sebagian besar benih sudah berkembang menjadi kecambah normal dan jika dibiarkan lebih lama lagi maka kecambah akan membusuk. Perkecambahan yang lebih cepat pada eco germinator disebabkan karena suhu dan RH yang lebih tinggi dibandingkan
19 standard germinator. Suhu dan RH rata-rata selama pegecambahan pada eco germinator yaitu 28.7ºC dan 92.4%, lebih tinggi dibandingkan pada standard germinator (suhu 20ºC, RH 87.2%).
a
b
Gambar 4 Pengamatan pertama daya berkecambah pada a) standard germinator dan b) eco germinator Suhu dapat berpengaruh terhadap perkecambahan dalam meningkatkan aktivitas metabolisme. Suhu dapat mempengaruhi perkecambahan melalui 3 cara yaitu menentukan kapasitas dan kecepatan perkecambahan, mematahkan dormansi primer maupun sekunder dan menginduksi dormansi sekunder (Widajati et al. 2013) karena suhu mempengaruhi metabolisme dalam benih. Menurut Salisbury dan Ross (1995) perubahan suhu beberapa derajat saja dapat menyebabkan perubahan yang nyata dalam laju pertumbuhan tanaman. Suhu yang lebih tinggi dalam eco germinator diduga menjadi penyebab proses perkecambahan yang lebih cepat. Oleh karena itu periode pengamatan dalam pengujian daya berkecambah kenikir dengan menggunakan eco germinator perlu ditentukan. Penentuan Periode Pengamatan Uji Daya Berkecambah Pengujian daya berkecambah benih kenikir pada eco germinator yang menghasilkan daya berkecambah lebih tinggi perlu dilengkapi dengan ketentuan periode pengamatan pertama dan kedua. Pengujian daya berkecambah menggunakan eco germinator pada suhu ruang menyebabkan perkembangan kecambah lebih cepat sehingga periode pengamatan juga lebih awal dibandingkan dengan ketentuan ISTA (2014). Pengamatan daya berkecambah benih selama pengujian dilakukan sebanyak dua kali, yaitu penghitungan pertama (first count) dan penghitungan akhir (final count). Tujuan penghitungan pertama adalah untuk menghitung jumlah kecambah yang sudah normal dan mengambil dari substrat agar substrat tetap optimum untuk pertumbuhan kecambah yang belum normal. Disamping itu pada penghitungan pertama juga dilakukan pengamatan pada benih yang terserang penyakit. Final count adalah saat semua benih yang viabel telah menunjukkan kemampuan untuk berkecambah secara optimum. Pada saat final count bukan hanya kecambah yang tumbuh normal saja yang dihitung, melainkan juga kecambah abnormal, benih keras dan benih mati (Copeland dan McDonald 2001).
20 Menurut Sadjad (1994) waktu pengamatan ditentukan berdasarkan kurva kuadratik pertambahan persentase kecambah normal yang terjadi setiap hari. Hari yang menunjukkan pertambahan persentase kecambah normal maksimum ditentukan sebagai pengamatan pertama. Pengamatan kedua ditentukan saat hari akumulasi persentase perkecambahan mencapai maksimum. Oleh karena itu kriteria kecambah normal merupakan salah satu faktor penting dalam penentuan periode pengamatan. Pada kenikir kecambah dikategorikan normal apabila setengah atau lebih dari keseluruhan kotiledon utuh, akar dan hipokotil memiliki panjang minimal dua kali dari ukuran kotiledon (Gambar 5a). Sementara itu kecambah dikategorikan abnormal apabila struktur kecambah tidak lengkap, panjang akar dan hipokotil kurang dari dua kali panjang kotiledon (gambar 5b).
a
b
Gambar 5 Kecambah kenikir : a) kecambah normal b) kecambah abnormal Pengamatan perkecambahan pada eco germinator menunjukkan bahwa kecambah normal baru mulai muncul pada hari ke-3 tetapi jumlahnya masih sangat sedikit, rata-rata 6.6%. Jumlah kecambah normal meningkat dan mencapai puncak pada hari ke-4, sebesar 49.5% (Gambar 6a). Oleh karena itu hitungan pertama ditentukan pada hari ke-4. Jumlah kecambah normal yang muncul selanjutnya terus menurun hingga akhirnya tidak ada lagi penambahan kecambah normal pada hari ke-8 dan ke-9. Secara akumulatif jumlah kecambah normal mencapai maksimum pada hari ke-8 yang mencapai 91.5% (Gambar 6b), sehingga ditetapkan sebagai hitungan kedua.
21 a
b
50 Kecambah normal (%)
100 Kecambah normal kumulatif (%)
60
40 30 20 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Hari pengamatan
90 80 70
U1
60
U2
50
U3
40
U4
30
U5
20 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Hari pengamatan
Gambar 6 Perkecambahan benih kenikir : (a) persentase kecambah normal harian; (b) akumulasi persentase kecambah normal Periode pengamatan dalam pengujian daya berkecambah menggunakan eco germinator ini lebih singkat daripada ketentuan ISTA (2014). Selain itu penggunaan eco germinator juga lebih mudah dan murah karena tidak perlu menggunakan listrik, sehingga tidak perlu mengatur suhu dan RH. Pengujian Mutu Benih Kadar air panen benih kenikir menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar perlakuan pupuk N maupun K (Tabel 7). Menurut Hakim dan Suhartanto (2014) kadar air panen benih kenikir pada saat masak fisiologis sekitar 10%. Kadar air benih kenikir pada penelitian ini berkisar antara 10.6-11.0% pada perlakuan pupuk N dan 10.3-11.1% pada perlakuan pupuk K. Dosis pemupukan N tidak berpengaruh nyata terhadap mutu benih baik daya berkecambah, indeks vigor, potensi tumbuh maksimum, kecepatan tumbuh dan berat kering kecambah normal, maupun bobot 1000 butir (Tabel 7). Dosis pemupukan K meningkatkan daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum dan berat kering kecambah normal. Perlakuan dosis pupuk K menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap potensi tumbuh maksimum, namun tidak terdapat pola respon. Pemupukan K dengan dosis 56 kg KCl ha-1 menghasilkan potensi tumbuh maksimum paling tinggi, sebesar 90.3%. Semakin tinggi dosis pemupukan K semakin tinggi daya berkecambah dan berat kering kecambah normal yang memberikan indikasi peningkatan viabilitas benih yang dihasilkan. Akan tetapi pemupukan K tidak berpengaruh terhadap vigor benih sebagaimana ditunjukan oleh indeks vigor dan KCT yang tidak berbeda nyata antar perlakuan dengan rata-rata berturut-turut 25.3% dan 15.7% (Tabel 7).
22 Tabel 7
Pengaruh pemupukan Urea dan KCl terhadap kadar air, daya berkecambah, indeks vigor, potensi tumbuh maksimum, kecepatan tumbuh, berat kering kecambah normal dan bobot 1000 butir
Perlakuan Tanpa Urea 47 kg Urea ha-1 94 kg Urea ha-1 141 kg Urea ha-1 188 kg Urea ha-1 Rata-rata Uji F KK (%) Tanpa KCl 56 kg KCl ha-1 112 kg KCl ha-1 168 kg KCl ha-1 224 kg KCl ha-1 Rata-rata Uji F KK (%)
KA
DB
IV
PTM
--------------------%-----------------10.8 78.0 19.5 85.0 10.9 67.3 13.0 78.3 10.6 73.5 13.8 81.0 11.0 70.3 13.0 79.3 10.7 64.5 16.8 70.5 10.8 70.7 15.2 78.8 tn tn tn tn 2.53 15.62 23.30T 14.64 11.1 62.5b 27.5 75.0c 10.7 76.3a 20.8 90.3a 10.5 77.5a 20.5 86.8abc 10.6 69.0ba 31.5 77.3bc 10.3 80.3a 26.3 89.5ba 10.6 63.5 25.3 83.8 tn *L tn * 2.27 10.34 17.24T 9.25
KCT %.etmal-1
16.7 16.1 16.3 16.0 16.5 16.3 tn 9.18 15.2 16.3 16.1 15.8 15.3 15.7 tn 11.37
Bobot BKKN 1000 butir ------------g---------0.1654 10.19 0.1412 10.30 0.1555 10.48 0.1528 10.39 0.1384 10.54 0.1506 10.38 tn tn 17.52 2.54 0.1281c 10.36 0.1539ba 10.54 0.1558ab 10.41 0.1410bc 10.26 0.1674a 10.35 0.1492 10.39 *L tn 9.9 3.79
Keterangan : Angka angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%, MST=minggu setelah tanam, KK=koefisien keragaman, tn=tidak nyata, *=nyata, L=linear, T=transformasi data √x+5, KA=kadar air, DB=daya berkecambah, IV=indeks vigor, PTM=potensi tumbuh maksimum, KCT=kecepatan tumbuh, BKKN=bobot kering kecambah normal.
Bobot 1000 butir mencerminkan cadangan makanan maksimum yang diakumulasi dalam benih. Bobot 1000 butir benih kenikir pada penelitian ini menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada perlakuan pupuk N dan K berkisar 10.38-10.39 g, lebih besar dibandingkan pada penelitian yang dilakukan Hakim dan Suhartanto (2014) yaitu 9.84 g. Hal ini memberi indikasi bahwa tanpa penambahan pupuk baik N maupun K, akumulasi cadangan makanan dalam benih mencapai maksimal, yang menunjukkan bahwa hasil asimilat yang dihasilkan tanaman cukup memadai untuk proses pengisian biji. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penelitian ini belum dapat menentukan dosis optimum pemupukan N dan K untuk produksi benih tanaman kenikir. Peningkatan dosis pupuk N memperpanjang masa berbunga tanaman kenikir. Pemupukan K meningkatkan viabilitas benih yang ditunjukkan oleh peningkatan daya berkecambah dan berat kering kecambah normal.
23 Saran Pengujian daya berkecambah benih kenikir sebaiknya dilakukan dengan menggunakan eco germinator dengan pengamatan pertama hari ke-4 dan pengamatan kedua hari ke-8. Perlu dilakukan penelitian dengan selang taraf dosis yang lebih kecil untuk mengetahui dosis optimum pemupukan untuk produksi benih kenikir. Penelitian mengenai jarak tanam kenikir yang sesuai untuk produksi benih juga perlu dilakukan karena pada penelitian ini jarak tanam terlalu rapat sehingga menyulitkan panen. DAFTAR PUSTAKA Andarwulan N, Batari R, Sandrasari DA, Bolling B, Wijaya H. 2010. Flavonoid content and antioxidant activity of vegetables from Indonesia. Food Chem.121:1231-1235. Arnold R, Tiwari S, Saxena A, Mishra RM, Anand P. 2014. Ecological studied of natural populations of Cosmos caudatus, H.B.K. with special reference to pollination, seed behavior and biomass distribution. International Journal of ecology and environmental Research. 1(1):5-8. Ashari S. 2002. Pengantar Biologi Reproduksi Tanaman. Jakarta (ID) : Rineka Cipta. [BALITTANAH] Balai Penelitian Tanah. 2005. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanman, Air dan Pupuk. Bogor (ID) : Balai Penelitian Tanah. Bunawan H, Baharum SN, Bunawan SN, Amin NM, Noor NM. 2014. Cosmos caudatus Kunth : a traditional medical herb. Global Journal of Pharmacology. 8 (3):420-426. Copeland LO, McDonald MB. 2001. Priciples of Seed Science and Technology Fourth Edition. New York (US) : Champman & Hall. Delyani R. 2012. Pengaruh pupuk nitrogen dan pupuk cair hayati terhadap pertumbuhan dan produksi sayuran daun indigenos tahunan. [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Hakim MAR, Suhartanto MR. 2014. Penentuan masak fisiologis dan ketahanan benih kenikir (Cosmos caudatus) terhadap desikasi. J.Hort.Indonesia. 6(2):84-90. Hasanah M. 2002. Peranan mutu fisiologi benih dan pengembangan industri benih tanaman industri. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 22(1):84-90. Havlin JL, Beaton JD, Tisdale Sl, Nelson WL. 2005. Soil Fertility and Fertilizer An Introduction to Nutrient Management. New Jersey (US) : Pearson Prentice Hall. Hidayat IM, Kirana R, Gaswanto R, Kusmana. 2006. Petunjuk Teknis Budidaya Dan Produksi Benih Beberapa Sayuran Indigenos. Bandung (ID) : BALITSA. Ispandi A, Munip A. 2004. Efektifitas pupuk P K dan frekuensi pemberian pupuk K dalam meningkatkan serapan hara dan produksi kacang tanah di lahan kering Alfisol. Jurnal Ilmu Pertanian. 11(2) : 11-24. [ISTA] Internasional Seed Testing Assosiation. 2014. International Rules of Seed
24 Testing. Switchzerland (CH): ISTA. Jones JB Jr. 1998. Plant Nutrient Manual. New York (US) : CRC Press. Leiwakabessy FM, Wahjudin UM, Suwarno. 2003. Kesuburan Tanah. Jurusan Tanah.Bogor (ID) : IPB Lestari MA. 2008. Pengaruh pemupukan terhadap pertumbuhan dan produktivitas beberapa sayuran indigenous. [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Manurung G, Susila AD, Rostheko J, Palada MC. 2008. Finding and challenges : can vegetables be productive under tree shades management in West Java. Working Paper SANREM –TMPEGS Publication No. 08-08. Marschner H. 1995. Mineral Nutrition in Higher Plants. New York (US) : Academic Press. Mugnisjah WA, Setiawan A. 2004. Produksi Benih. Jakarta (ID) : Bumi Aksara. Putrasamedja S. 2005 Eksplorasi dan koleksi sayuran indigenos di Kabupaten Karawang, Purwakarta dan Subang. Buletin Plasma Nutfah. 11(1) : 16-20 Sadjad S. 1994. Kuantifikasi Metabolisme Benih. Jakarta (ID) : PT Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo). Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. Bandung (ID) : ITB. Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor (ID) : Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Soetiarso TA. 2010. Preferensi konsumen terhadap atribut kualitas empat jenis sayuran minor. J Hort. 20(4):398-407. Tjitrosoepomo G. 2007. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta) – cetakan ke-9. Yogyakarta (ID) : Gadjah Mada University Press. Van den Bergh MH. 1994. Plant Resources of South-East Asia. Siemonsma JS, Piluek K, editor. Plant Resources of South-East Asia. Bogor (ID) : PROSEA. Widajati E, Murniati E, Palupi ER, Kartika T, Suhartanto MR, Qadir A. 2013. Dasar Ilmu Dan Teknologi Benih. Bogor (ID) : IPB Press.
25 LAMPIRAN Lampiran 1 Data curah hujan April-Oktober 2015 Bulan
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Curah hujan (mm)
356
143
43
5
114
31
45
Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Dramaga, Bogor
Lampiran 2 Kriteria hasil analisis tanah
Sumber : Balai Penelitian Tanah
26 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 8 Februari 1993 dari pasangan Poltak Napitupulu dan Korlina Situngkir. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2011 penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 5 Bogor dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi jalur undangan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Departemen Agronomi dan Hortikultura. Selama berkuliah di Institut Pertanian Bogor penulis tergabung dalam organisasi Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) dan Himpunan Mahasiswa Agronomi (HIMAGRON). Penulis juga aktif mengikuti beberapa kepanitian seperti IPB Art Contest (2012), Semarak Inovasi Pengembangan Pertanian Indonesia (2013), Festival Bunga dan Buah Nusantara (2014 dan 2015). Selain itu penulis juga pernah menjadi Asisten Praktikum pada mata kuliah Agama Kristen Protestan (2012 dan 2014), Pembiakan Tanaman (2015) dan Dasar-Dasar Agronomi (2015). Penulis juga merupakan penerima beasiswa ANTAM tahun 2012-2015.