PUTUSAN Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG.
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Tinggi Jawa Barat yang memeriksa dan memutus perkara perdata pada tingkat banding, telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara gugatan antara : ----------------------------------------------------------------------1. Ny.
Hj.
HINDARSAH
KOESWANDANI,
Warga
Negara
Indonesia,
Pekerjaan Ibu Rumah Tangga, Beralamat di Jl. Jawa No.48, Kota Bandung, Pemegang Kartu Tanda Penduduk No.3273194207540003, Menghuni sejak 30 Agustus 1955 sampai 2015 (60 tahun), Luas Tanah 450m2 dan Luas Bangunan 167m2. Selanjutnya disebut sebagai Pembanding I semula Penggugat I ; -----------------------2. Hj. INE MARIEANE, Warga Negara Indonesia, Pekerjaan Pensiunan, beralamat di Jl. Jawa No.40, Kota Bandung, Pemegang Kartu
Tanda
Penduduk
No.
327319650
9560002,
Menghuni sejak 1957 sampai 2015 (58 tahun), Luas Tanah 187m2 dan Luas Bangunan 87m2. Selanjutnya disebut sebagai Pembanding II semula Penggugat II ; 3. WAHYUDI
PURBOWASONO,
Warga
Negara
Indonesia,
Pekerjaan
Pensiunan PNS, beralamat di Jl. Jawa No.54, Kota Bandung,
Pemegang
Kartu
Tanda
Penduduk
No.3273190703600003, Menghuni sejak 1960 sampai 2015 (55 tahun), Luas Tanah 430m2 dan Luas Bangunan 167m2. Selanjutnya disebut Pembanding
III semula
Penggugat III ; -----------------------------------------------------4. Ny. Hj. KOMALASARI, Warga Negara Indonesia, Pekerjaan Ibu Rumah Tangga, beralamat di Jl. Jawa No.46, Kota Bandung, Pemilik Kartu Tanda Penduduk No. 3273195907430 002, Menghuni sejak 1961 sampai 2015 (54 tahun), Luas Tanah 1104m2 dan Luas Bangunan 255m2. Selanjutnya disebut Pembanding IV semula Penggugat IV ; --------
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 1 dari 68 hal.
5. Drs.
ANTONIUS
DARMAWANTOMO,
Warga
Negara
Indonesia,
Pekerjaan Swasta, beralamat di Jl. Jawa No.36, Kota Bandung,
Pemilik
Kartu
Tanda
Penduduk
No.3273191906590003, Menghuni sejak 1969 sampai 2015 (46 tahun), Luas Tanah 114m2 dan Luas Bangunan 70m2. Selanjutnya disebut Pembanding V semula Penggugat V ; ----------------------------------------6. Ny. Rr SOEPARTI R.R., Warga Negara Indonesia, Pekerjaan Pensiunan PNS Departemen Perhubungan, beralamat di Jl. Jawa No.38, Kota Bandung, Pemilik Kartu Tanda Penduduk No.192908670031/0102011,
Menghuni
sejak
1974
sampai 2015 (41 tahun), Luas Tanah 188m2 dan Luas Bangunan 60m2. Selanjutnya disebut Pembanding VI semula Penggugat VI ; -----------------------------------------7. ELLA ANGGRAINI, Warga Negara Indonesia, Pekerjaan Ibu Rumah Tangga, beralamat di Jl. Jawa No.42, Pemilik Kartu Tanda Penduduk No.3273195511590001, Kota Bandung, Menghuni sejak 1980 sampai 2015 (35 tahun), Luas Tanah 700 M2 dan Luas Bangunan 380m2. Selanjutnya disebut Pembanding VII semula Penggugat VII ; --------8. H. SOEMARNO, Warga Negara Indonesia, Pekerjaan Pensiunan PNS Departemen Perhubungan, beralamat di Jl. Jawa No.30, Kota
Bandung,
Pemilik
Kartu
Tanda
Penduduk
No.3273191008330001, Menghuni sejak 1987 sampai 2015 (28 tahun), Luas Tanah 830m2 dan Luas Bangunan 600M2. Selanjutnya disebut
Pembanding VIII semula
Penggugat VIII ; ----------------------------------------------------9. Dra. Hj. ALIDA SIREGAR, Warga Negara Indonesia, Pekerjaan Pensiunan PNS, beralamat di Jl. Jawa No.32, Kota Bandung, Pemilik Kartu Tanda Penduduk No. 3273196302300 002, Menghuni sejak 1968 sampai 2015 (47 tahun), Luas Tanah 533m2 dan Luas Bangunan 299m2. Selanjutnya disebut Pembanding IX semula Penggugat IX ; ---------10. ESTI TRESNO RAHAYU, Warga Negara Indonesia, Pekerjaan Pensiunan Karyawan BUMN, beralamat di Jl. Jawa No.50, Kota Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 2 dari 68 hal.
Bandung,
Pemilik
Kartu
Tanda
Penduduk
No.3273194907580001, Menghuni sejak 1976 sampai 2015 (39 tahun), Luas Tanah 225m2 dan Luas Bangunan 185 m2. Selanjutnya disebut Pembanding X semula Penggugat X ; ------------------------------------------------------11. Hj. RATNA WIDAYATI, S.H., Warga Negara Indonesia, Pekerjaan Notaris / PPAT, Beralamat di Jl. Jawa No.52, Kota Bandung. Pemilik Kartu Tanda Penduduk No. 3273196601560 001, Menghuni sejak 1958 sampai 2015 (57 tahun), Luas Tanah 225m2 dan Luas Bangunan 105M2. Selanjutnya disebut Pembanding XI semula Penggugat XI ; ----------12. Ny. TITIEK SOEBIANTO, Warga Negara Indonesia, Pekerjaan Ibu Rumah Tangga, beralamat di Jl. Jawa No.44, Kota Bandung, Pemilik Kartu Tanda Penduduk No. 3171074312480 001, Menghuni sejak 1954 sampai 2015 (61 tahun), Luas Tanah 819 m2 dan Luas Bangunan 402 m2. Selanjutnya disebut Pembanding XII semula Penggugat XII ; --------Dalam hal ini diwakili oleh kuasanya Tiza Monestizawati, SH., Andi Cahya Wijaya, SH. dan Elizabeth Yunitalia, SH. kesemuanya Advokat dan Konsultan Hukum berkantor di Jln. Sumber Mukti Kav. 21 – 4, Komplek Sumber Sari Indah, Kota Bandung, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 25 Juli 2016 yang didaftarkan pada kepaniteraan Pengadilan Negeri Bandung tanggal 29 Juli 2016, untuk selanjutnya disebut Para Pembanding semula Para Penggugat ; L a w a n 1. MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA Cq PT. KERETA API INDONESIA (Persero) Cq. KETUA TIM PENERTIBAN ASST DVP DAOP II BANDUNG, beralamat di Jl. Stasiun Selatan No. 25, Bandung, dalam hal ini diwakili oleh kuasa hukumnya Benny Wullur, SH. MH.Kes., Gigih Pemi Dwi Sapti, SH. dan Andry Mandera, SH. kesemuanya Advokat dan Konsultan Hukum pada Kantor Hukum Benny Wullur, SH. & Associates beralamat di Jln. Terusan Buah Batu No. 259 C Bandung, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 04 November 2016 yang didaftarkan pada kepaniteraan Pengadilan Negeri Bandung tanggal 14 November 2016, Untuk selanjutnya disebut Terbanding I semula Tergugat I Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 3 dari 68 hal.
; 2. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, beralamat di Jalan Lapangan
Banteng
Timur
No.2-4,
Jakarta
Pusat.
Untuk
selanjutnya disebut Terbanding II semula Tergugat II ; -----------3. DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Cq. DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA Cq. DIREKTORAT PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN, beralamat di Jl. Pattimura 20 Kebayoran Baru, Jakarta. Untuk selanjutnya disebut Terbanding III semula Tergugat III ; ------------------------------------------------------------------4. GUBERNUR JAWA BARAT Cq. WALIKOTA BANDUNG Cq. DINAS TATA RUANG DAN CIPTA KARYA KOTA BANDUNG, berlamat di Jl. Sukabumi, Kota Bandung. Untuk selanjutnya disebut Terbanding IV semula Tergugat IV ; -----------------------------------5. GUBERNUR JAWA BARAT Cq. DINAS TATA RUANG DAN PEMUKIMAN PROVINSI JAWA BARAT berlamat di Jl. Soekarno-Hatta (Kawaluyaan Bandung), Kota Bandung. Untuk selanjutnya disebut Terbanding V semula Tergugat V ; -------------------------6. MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/KEPALA BPN Cq. KEPALA KANWIL.
BADAN
PERTANAHAN
NASIONAL
PROVINSI
JAWA BARAT Cq. KEPALA KANTOR BADAN PERTANAHAN KOTA BANDUNG, beralamat di Jl. Soekarno-Hatta No.586, Bandung. Untuk selanjutnya disebut Turut Terbanding semula Turut Tergugat ; --------------------------------------------------------------Pengadilan Tinggi tersebut ; ----------------------------------------------------------------Setelah
membaca
berkas
perkara
tanggal
21
Juli
2016
Nomor
348/Pdt.G/2015/PN.Bdg, dan surat-surat yang bersangkutan dengan perkara tersebut ; -------------------------------------------------------------------------------------------TENTANG DUDUK PERKARA Menimbang, bahwa Para Penggugat melalui Kuasa Hukumnya CLANSE PAKPAHAN, S.H. dan LAMBOK LUMBAN GAOL, S.H., dari Kantor Advokat Pengacara CLANSE PAKPAHAN, S.H. & ASSOCIATES beralamat di Jl. Raya Kalimanggis No.88 (Samping Plasa Cibubur), Bekasi, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 April 2015 telah mengajukan surat gugatan Perbuatan
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 4 dari 68 hal.
Melawan Hukum tertanggal 18 Agustus 2015 yang telah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Bandung dengan Register Perkara Nomor 348/Pdt.G/2015/PN.Bdg. tertanggal 20 Agustus 2015, pada pokoknya telah mengemukakan hal-hal sebagai berikut : --------------------------------------------------1. Bahwa Para Penggugat I sampai dengan XII adalah para penghuni rumah di Jl. Jawa, Kota Bandung. Dimana bangunan-bangunan tersebut telah berdiri sejak tahun 1924 oleh Penguasa Hindia Belanda, yang mana status tanah pada saat dibangun disebut rumah negeri, atau lebih dikenal BOW (Burgerlijke Openbare Welken) adalah bangunan yang berdiri diatas tanah milik negara. Dikarenakan terhadap tanah tersebut tidak dapat dibuktikan adanya hak eigendom maupun hak adat yang dimiliki oleh golongan bumi putra. Maka ditetapkan sebagai Domain Negara (Milik Negara). Namun pada perkembangan selanjutnya setelah masa pemerintahan Republik Indonesia diatur di dalam Peraturan Pemerintah No.8 tahun 1953, tentang penguasaan tanah-tanah negara, dan berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah No.8 tahun 1953 tersebut tanah negara yang tidak secara nyata diserahkan kepada suatu departemen/instansi, statusnya menjadi tanah negara dalam penguasaan Menteri Dalam Negeri (sekarang menjadi kewenangan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional). 2. Bahwa memperhatikan secara khusus atas penggunaan gedung-gedung negara tersebut adalah tidak secara langsung diberikan kepada suatu instansi, termasuk kepada Djawatan Kereta Api Indonesia (DKARI) pada tahun 1946-1950, namun dikenal sebagai Staats Spoorwegen (SS), yang mana diketahui secara umum sebelum tahun 1950 tidak pernah membangun rumah-rumah dinas untuk pegawai, pimpinan dan pegawai rendahan, kecuali untuk Kepala Stasiun, Kepala Depo Lokomotif, Kepala Seksi dan untuk Kepala Distrik Jalan Bangunan. Adapun perkembangan sesudah tahun 1950, ketika para pegawai dan karyawan Djawatan Kereta Api Indonesia kembali ke kantornya dari tempat-tempat pengungsian, maka para karyawan tersebut ditempatkan di rumah yang secara khusus dibuat dalam satu komplek dan selebihnya ada yang menempati gedung-gedung negeri dimaksud dari peninggalan Belanda. Sedangkan pada tahun 19501960 Djawatan Kereta Api Republik Indonesia berubah menjadi Djawatan Kereta Api (DKA) yang selanjutnya sejak tahun 1960-1970 berubah menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA), yang kemudian sejak tahun 1970-
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 5 dari 68 hal.
1990 menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA), lalu tahun 19901998 berubah lagi menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (PERUMKA), selanjutnya yang terakhir dari tahun 1998 sampai sekarang menjadi Persero PT. Kereta Api Indonesia (PT.KAI). Walaupun dengan demikian berganti badan hukum, terhadap bangunan-bangunan rumah tinggal sejak tahun 1924 tidak pernah terdaftar sebagai aset Djawatan Kereta Api Indonesia (DKARI) ataupun PT. Kereta Api Indonesia (PT.KAI), walaupun secara nyata dihuni oleh Para Penggugat secara turun temurun sampai Gugatan ini didaftarkan di Pengadilan. 3. Bahwa Para Penggugat walaupun awalnya sebagai pegawai di lingkungan Djawatan Kereta Api Indonesia (DKARI), namun untuk menempati dan menguasai bangunan-bangunan tersebut yang terletak di Jalan Jawa No. 30, 32, 34, 38, 40, 42, 44, 46, 48, 50, 52, dan 54 adalah berdasarkan Surat Izin Menghuni Rumah Negara dari Kantor Urusan Perumahan (KUP), yang rata-rata diterbitkan sejak tahun 1954 dan terakhir tahun 1987, sekarang menjadi Dinas Perumahan (Disperum) dan terakhir Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya (Distarcip), yang selanjutnya berdasarkan undang-undang Rl No.4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman yang menghapuskan peraturan mengenai rumah negara berdasarkan Burgerlijk Woning Regeling (BWR.S.1934 No.147), maka sesuai ketentuan tersebut kewenangan mengenai rumah negara kembali kepada Pemerintah dan pengurusannya dilakukan oleh Kementrian Pekerjaan Umum/Ditjen Cipta Karya. 4. Bahwa ternyata Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan, Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Cipta Karya telah mengirim surat resmi kepada Direktur Utama PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dengan suratnya No. HK.02.02/PBL/101 tanggal 24 Agustus 2005 dan No. HK02.03- cb/980 tanggal 17 September 2009, perihal pada pokok surat menyatakan : Bahwa rumah terletak di Jalan Jawa No.30 s/d 54 adalah rumah negara yang dibangun diatas Tanah Negara yang dilakukan oleh Burgerlijke Openbare Welken/BOW (Departemen Pekerjaan Umum) untuk Pegawai Negeri Sipil, sekarang diatur berdasarkan Undang-Undang No.72 Tahun 1957 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat No.19 tahun 1955 tentang Penjualan Rumah-rumah Negeri kepada Pegawai Negeri sebagai Undang-undang jo. Peraturan Pemerintah No.40 tahun 1994 tentang Rumah Negara dan aset tersebut tidak termasuk aset PT. Kereta Api
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 6 dari 68 hal.
Indonesia (Persero). Maka mohon kepada Majelis Hakim untuk menyatakan objek-objek tersebut adalah Tanah Negara, bukan aset PT. Kereta Api Indonesia (Persero). 5. Bahwa selain hal-hal yang terurai diatas selanjutnya terbukti adanya surat dari Kepala Dinas Perumahan Pemerintah Kota Bandung (Distarcip) melalui suratnya No. 593/478-Disrum tanggal 3 Mei 2005 dan No.593/632-Disrum tanggal 30 Juni 2005, yang menyatakan bahwa "Rumah-rumah termasuk rumah di Jalan Jawa No.30 s/d Nomor.54 dst dibangun oleh Jawatan Gedung-gedung Negeri Bandung", yang artinya, bukan dibangun oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero), maka berdasarkan hal tersebut Para Penggugat merupakan Subjek Hukum selaku penghuni yang beritikad baik dan sebagai pemilik bangunan-bangunan tersebut yang dikenal oleh azas hukum perdata sebagai Beziter, maka mohon kepada Majelis Hakim menghukum Tergugat I tidak memiliki hak apapun atas objek perkara, dan menyatakan Para Penggugat selaku Pemilik Beziter. 6. Bahwa telah terbukti Tergugat I tidak memiliki hak apapun atas objek perkara dimaksud, akan tetapi Tergugat I telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana dimaksud dengan Pasal 1365 KUHPerdata, dimana dengan cara Tergugat I telah berturut-turut hendak mengusir dan mengosongkan Para Penggugat dari rumah tinggal mereka tersebut masing-masing di Jl. Jawa No. 30, 32, 34, 38, 40, 42, 44, 46, 48, 50, 52, dan 54 dengan suratnya : - No.JB.312/IV/20/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - NO.JB.312/IV/22/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - No.JB.312/IV/19/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - NO.JB.312/IV/14/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - No.JB.312/IV/16/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - NO.JB.312/IV/17/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - No.JB.312/IV/11/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - No.JB.312/IV/12/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - No.JB.312/IV/10/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - NO.JB.312/IV/21/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 Dimana Tergugat I ataupun suruhannya berdasarkan Surat Tugas yang diberikan olehnya kepada Pihak Lain, telah secara bersama-sama melakukan Perbuatan Melawan Hukum tersebut dengan memasuki tanah dan pekarangan rumah tanpa izin Para Penggugat, yang kemudian melakukan tindakan kekerasan terhadap benda milik Para Penggugat Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 7 dari 68 hal.
dengan cara menempel, memasang plang di tembok bangunan rumah yang menyebutkan tanah dan bangunan tersebut sebagai aset PT. Kereta Api Indonesia (Persero). Maka mohon Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menjatuhkan hukuman kepada Tergugat I, terbukti secara sah melakukan Perbuatan Melawan Hukum kepada Para Penggugat. 7. Bahwa mencermati secara seksama baik dari anggaran dasar maupun anggaran rumah tangga Jawatan Kereta Api Republik Indonesia sampai kepada Akta yang terakhir anggaran dasar PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Akta No. 139 tanggal 31 Desember 2012 yang dibuat dihadapan Surjadi Jasin, S.H. Notaris di Bandung atas Perubahan Anggaran Dasar Perusahaan Perseroan PT. Kereta Api Indonesia (Persero), dan Perubahan Susunan Pengurus terakhir dan data perseroan maupun atas keputusan Direksi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) tanggal 28 Agustus 2013 No. KEP.U/OT.003/VII/8/KA-2013 tidak ada sama sekali mencantumkan bahwa objek perkara tersebut merupakan aset dari PT. Kereta Api Indonesia (Persero). 8. Bahwa sehubungan dengan adanya Perubahan Anggaran Dasar tersebut maupun Keputusan Direksi PT. KAI dimaksud diatas sudah sepatutnya tercatat dan terdaftar di Departemen Keuangan Republik Indonesia, sehingga untuk keperluan atas tanah-tanah yang dimaksud dalam objek perkara harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang secara normatif menjadi wewenang Departemen Keuangan Republik Indonesia, baik penggunaan maupun pemeliharaannya sebagai aset yang tercatat milik PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara, namun Penggugat telah dapat memastikan tidak pernah ada penyerahan ataupun pencatatan atas objek perkara tersebut sebagai aset negara yang tercatat di Departemen Keuangan, demikian pula atas kepemilikan objek tersebut telah didapat keterangan dari Instansi berwenang mengeiola pertanahan yakni Turut Tergugat yang sama sekali belum pernah menerbitkan status hak kepemilikan atas tanah dan bangunan tersebut, baik atas pelepasan hak dimaksud kepada Tergugat I, maka cukup jelas Tergugat I tidak pernah menguasai maupun menduduki, merawat, memelihara, membangun objek perkara dimaksud. Melainkan yang terbukti sebaliknya yaitu Para Penggugat telah menguasai dan menduduki, melaksanakan pembangunan, serta membayar Pajak Bumi dan Bangunan dan membayar instalasiinstalasi jaringan dari Pemerintah berupa jaringan listrik, telepon, dan Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 8 dari 68 hal.
pemeliharaan fisik tanah dan bangunan maupun lingkungan. Maka mohon Majelis Hakim berdasarkan uraian ini menyatakan objek perkara tidak merupakan aset negara yang tercatat di dalam Departemen Keuangan Republik Indonesia. 9. Bahwa oleh karena bangunan-bangunan objek perkara ternyata terbukti tunduk dalam Peraturan Pemerintah No.40 tahun 1994 tentang Rumah Negara, yang pengelolaannya oleh Departemen Pekerjaan Umum Cq. Direktorat Jenderal Cipta Karya yang saat ini dibawah kewenangan Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Provinsi Jawa Barat (Tergugat V), maka dengan jelas objek perkara tersebut tidak merupakan kewenangan dari Tergugat I maupun dari Tergugat II. 10. Bahwa lebih lanjut setelah mencermati secara seksama, baik berdasarkan legitimasi oleh Undang-undang tersebut diatas beserta kewenangan instansi yang memberikan
keterangan sebagaimana
surat Direktur
Penataan Bangunan dan Lingkungan, Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Cipta Karya telah mengirim surat resmi kepada Direktur Utama PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dengan suratnya No. HK.02.02/PBL/101 tanggal 24 Agustus 2005 dan No. HK.02.03-cb/980 tanggal 17 September 2009 dihubungkan dengan surat dari Kepala Dinas Perumahan Pemerintah Kota Bandung (Distarcip) melalui suratnya No. 593/478-Disrum tanggal 3 Mei 2005 dan No.593/632-Disrum tanggal 30 Juni 2005, maka cukup jelas dan terang objek perkara merupakan tanah negara bebas yang dapat status hukumnya memberikan hak prioritas kepada Para Penggugat selaku penghuni dan penguasa atas tanah dan bangunan-bangunan tersebut. 11. Bahwa selanjutnya berkaitan dengan Surat Pengosongan dari Tergugat I yang menyebutkan "agar segera mengosongkan tanah dan bangunan rumah milik PT. Kereta Api Indonesia (Persero)" sangat bertentangan dengan Pasal 163 HIR yang menentukan : "Barangsiapa mengaku mempunyai suatu hak, atau menyebutkan sesuatu kejadian untuk meneguhkan hak itu atau untuk membantah hak orang lain, harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu", maka dengan demikian Tergugat I yang sama sekali tidak mempunyai hak apapun atas objek perkara adalah Perbuatan Melawan Hukum yang melampaui kewenangannya sebagai Badan Usaha Milik Negara. Oleh karena itu, mohon kepada Majelis Hakim agar Tergugat I menghentikan segala
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 9 dari 68 hal.
tindakan perbuatan yang meresahkan Para Penggugat. 12. Bahwa akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan Tergugat I, sebagaimana diuraikan diatas telah terbukti menimbulkan kerugian yang sangat besar kepada Para Penggugat, antara lain : Kerugian Materiil - Akibat pemasangan plang di tembok rumah dan halaman menjadi hilangnya hak prioritas Para Penggugat, yang apabila dinilai sebesar objek masing-masing N Penggugat 0
Luas Tanah
Luas Bangun
Nilai Tanah (NJOP : Nilai Tanah (NJOP : Rp.3.745.000)
Rp.800.000)
Nilai Objek
an
Penggugat 1
I
450
167
1.685.250.000
133.600.000
1.818.850.000
187
87
700.315.000
69.600.000
769.915.000
430
167
1.610.350.000
133.600.000
1.743.950.000
1104
255
4.134.480.000
204.000.000
4.338.480.000
114
70
426.930.000
56.000.000
482.930.000
188
60
704.060.000
48.000.000
752.060.000
700
380
2.621.500.000
304.000.000
2.925.500.000
830
600
3.108.350.000
480.000.000
3.588.350.000
533
299
1.996.085.000
239.200.000
2.235.285.000
225
185
842.625.000
148.000.000
990.625.000
225
105
842.625.000
84.000.000
926.625.000
819
402
3.067.155.000
321.600.000
3.388.755.000
Penggugat 2
II Penggugat
3
III Penggugat
4
IV Penggugat
5
V Penggugat
6
VI Penggugat
7
VII Penggugat
8
VIII Penggugat
9
IX
1 Penggugat 0 X 1 Penggugat 1 XI 1 Penggugat 2 XII Total Kerugian Materiil
23.961.325.000
Kerugian Imateriil Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 10 dari 68 hal.
- Terganggunya pikiran dan pekerjaan serta gejolak sosial dalam pergaulan masyarakat 12 orang x Rp. 500.000.000,-= Rp. 6.000.000.000,Maka total Kerugian yang harus diganti rugi akibat hukum yang timbul oleh karena perbuatan melawan hukum Tergugat I adalah Rp. 6.000.000.000,- + Rp.23.961.325.000 = Rp.29.961.325.000 13. Bahwa selanjutnya setelah mencermati dan meneliti secara seksama dari alasan terbitnya surat pengosongan sepihak adalah penafsiran sepihak dari rapat direksi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) tahun 2012, yang mana telah menafsirkan groundkart, yang mana hasil identifikasi peta peninggalan Hindia Belanda terhadap bantalan-bantalan maupun bentangan rel kereta api berikut persimpangan maupun kemiringan diatas tanah yang dilalui rel tersebut, dimana Groundkart tersebut bukan merupakan bukti hak kepemilikan baik untuk bangunan rumah-rumah tersebut, artinya bahwa tanah dan bangunan rumah-rumah objek perkara bukan pula milik PT. Kereta Api Indonesia (Persero), melainkan Rumah Negeri yang dibangun oleh dan dibiayai langsung oleh Pemerintahan Hindia Belanda dahulu kala, yang
peruntukannya
bagi
Pegawai
Negeri
Sipil
dan
wewenang
pengurusannya merupakan kewenangan dari jawatan Gedung Negara, sekarang menjadi Direktorat Jenderal Cipta Karya Cq. Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Provinsi Jawa Barat, bahkan mengenai status tanah aquo adalah tetap tanah negara bebas (gouvernement grond) merupakan tanah bekas hak barat, yang berdasarkan Pasal 2 ayat (1), jo. Pasal 9 ayat (2), jo. Pasal 16 ayat (1), jo. Pasal 19 Undang-undang No.5 Tahun 1960 dan Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) huruf e, jo. Pasal 5 Keputusan Presiden Rl No.32 tahun 1979, serta Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri tahun 1979 harus dikonversi selambat-lambatnya tanggal 24 September 1980 meialui kantor Badan Pertanahan Nasional, dan apabila hingga batas waktu tersebut tidak dilaksanakan konversi maka terhadap status hukum atas tanah terperkara menjadi otomatis berupa tanah yang langsung dikuasai oleh negara, artinya berupa tanah negara bebas yang belum dibebani sesuatu hak apapun khususnya kepada Tergugat I. 14. Bahwa
memperhatikan
tindakan
dan
perbuatan
Tergugat
I
yang
mengatakan objek tersebut seolah-olah aset miliknya, padahal sudah secara umum diketahui bahwa alasan Tergugat I diduga kuat akan mengalihkan objek tersebut kepada Pihak lain yang memiliki potensi sebagai bisnis belaka, maka selain hal itu adanya indikasi kuat bahwa Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 11 dari 68 hal.
objek-objek tersebut akan dikuasai dan diserobot oleh Pihak Tergugat dan untuk menghindari gugatan ini tidak menjadi illusoir atau sia-sia, maka mohon kepada Majelis Hakim yang mengadili dan memeriksa perkara ini agar serta merta meletakkan Sita Jaminan terlebih dahulu dan Revindicatoir Beslag terhadap bangunan serta tegakkan diatasnya yang terletak di Jalan Jawa No. 30, 32, 34, 38, 40, 42, 44, 46, 48, 50, 52, dan 54, dengan batasbatas sebagai berikut: Utara
: Jalan Jawa
Selatan
: Tanah-Rumah Negara Jalan Rakata
Timur
: Tanah-Rumah Negara
Barat
: Tanah Negara
15. Oleh karena gugatan ini berdasarkan fakta hukum yang sesungguhnya dan dengan keadaan yang sebenarnya dikarenakan adanya surat pengosongan sepihak dari yang tidak berhak, yaitu Tergugat I, yang menimbulkan kerugian materiil maupun imateriil sebesar diatas maka apabila tergugat lalai dan mangkir dari kewajiban atas kerugian tersebut mohon agar majelis hakim menghukum Tergugat I dan memerintahkannya untuk
membayar
uang
paksa
atau
Dwangsom
sebesar
Rp.100.000.000/hari. Maka berdasarkan segala rupa uraian-uraian tersebut diatas, mohon agar majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini memberikan putusan sebagai berikut: 1. Mengabulkan gugatan Penggugat I s/d Penggugat XII untuk seluruhnya. 2. Menyatakan sah penguasaan dan penghunian, maupun hak beziter atas bangunan diatas tanah negara (terperkara). 3. Menghukum Tergugat I telah terbukti melakukan Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad), dan menyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat surat pengosongan sepihak, masingmasing; - No.JB.312/IV/20/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - NO.JB.312/IV/22/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - NO.JB.312/IV/19/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - No.JB.312/IV/14/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - NO.JB.312/IV/16/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - No.JB.312/IV/17/D.2-2015 tanggal 13 April 2015
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 12 dari 68 hal.
- No.JB.312/IV/11/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - NO.JB.312/IV/12/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - No.JB.312/IV/10/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - No.JB.312/IV/21/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 4. Menghukum Tergugat I, ataupun Pihak lain yang mendapatkan hak dan keuntungan daripadanya untuk tidak melakukan tindakantindakan penguasaan fisik maupun pemagaran secara sepihak atas objek perkara. 5. Menghukum Tergugat II sampai dengan Turut Tergugat untuk tunduk dan taat terhadap putusan ini. 6.
Menyatakan sah secara hukum adalah Para Penggugat memiliki hak prioritas atas tanah dan bangunan di Jalan Jawa No. 30, 32, 34, 38, 40, 42, 44, 46, 48, 50, 52, dan 54.
7.
Menghukum Tergugat I untuk membayar ganti kerugian secara Materiil sebesar Rp.23.961.325.000 (dua puluh tiga milyar sembilan ratus enam puluh satu juta tiga ratus dua puluh lima ribu rupiah) dan kerugian Immateril sebesar Rp.6.000.000.000,- (enam milyar rupiah) dan dibayarkan seketika dan sekaligus putusan ini memiliki kekuatan hukum mengikat. Dan apabila tidak menjalankannya dihukum untuk membayar uang paksa atau Dwangsom sebesar Rp.100.000.000/hari.
8.
Menyatakan sah dan mengikat serta berharga sita jaminan atas objek perkara terletak di Jalan Jawa No. 30, 32, 34, 38, 40, 42, 44, 46, 48, 50, 52, dan 54, dengan batas-batas sebagai berikut: Utara : Jalan Jawa Selatan
: Tanah-Rumah Negara Jalan Rakata
Timur Barat
: Tanah-Rumah Negara : Tanah Negara
9. Menghukum Tergugat I untuk membayar ongkos perkara. Atau Apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadiladilnya (Ex Aquo Et Bono).
Menimbang, bahwa atas surat gugatan tersebut oleh Para Tergugat pada pokoknya telah dibantah sebagaimana terurai dalam surat jawabannya yaitu : -----------------------------------------------------------------------------------------------Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 13 dari 68 hal.
Untuk Tergugat I Surat Jawaban tertanggal 07 Januari 2016 : KONPENSI DALAM EKSEPSI 1.
Pengadilan Negeri Bandung Tidak Berwenang Mengadili Perkara ini (kewenangan Absolut). Bahwa oleh karena Para Penggugat didalam Gugatannya memohonkan agar Majelis Hakim Pemeriksa perkara menyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat surat pengosongan sepihak masing-masing: - No.JB.312/IV/20/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - NO.JB.312/IV/22/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - No.JB.312/IV/19/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - No.JB.312/IV/14/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - No.JB.312/IV/16/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - No.JB.312/IV/17/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - No.JB.312/IV/11/D.2.2015 tanggal 13 April 2015 - No.JB.312/IV/12/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - No.JB.312/IV/10/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - No.JB.312/IV/21/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 Maka Secara Hukum Para Penggugat harus mengajukan Gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), karena Tergugat I adalah BUMN yang menyelenggarakan fungsi pemerintah dalam arti luas berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 8 jo 12 Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009, sehingga untuk pembatalan dan menyatakan produk BUMN tidak memiliki Kekuatan hukum mengikat harus digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara. Sehingga jelas perkara ini merupakan kewenangan dari Pengadilan Tata Usaha Negara dan bukan wewenangan Pengadilan Negeri Bandung (Kewenangan Absolut).
2.
Gugatan Para Penggugat Tidak Jelas (Obscuur Libel) Karena Telah Menggugat Pihak Yang Salah (Error In Persona) Bahwa Para Penggugat mengajukan Gugatan kepada "MENTERI PERHUBUNGAN
REPUBLIK
INDONESIA
Cq
PT.KERETA
API
INDONESIA (Persero) Cq. KETUA TIM PENERTIBAN ASET DVP DAOP II BANDUNG" selaku Tergugat I, padahal PT.Kereta Api Indonesia (Persero) sudah tidak berada dibawah Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, tetapi dibawah Kementerian BUMN Republik Indonesia. (Undang-undang Nomor: 19 Tahun 2003) Bahwa oleh karena Kementerian Perhubungan dan kementerian BUMN
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 14 dari 68 hal.
adalah 2 (dua) badan Pemerintah yang berbeda dan PT.Kereta Api Indonesia (Persero) tanggung jawabnya berada dibawah Kementerian BUMN bukan pada Kementerian Perhubungan, maka berakibat hukum Gugatan Para Penggugat tidak jelas dan salah Pihak, sehingga Gugatan Para Penggugat patut untuk tidak dapat diterima. 3.
Gugatan Para Penggugat Kurang Pihak. Bahwa gugatan Para Penggugat kurang pihak, karena Para Penggugat tidak menyertakan Menteri BUMN di dalam gugatannya, padahal berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor: 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara pada Pasal 14 ayat 3 yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 14 ayat 3: "Pihak yang menerima kuasa sebagaimana dimaksud dalam ayat 2, wajib terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Manteri untuk mengambil keputusan didalam RUPS mengenai: a. Perubahan jumlah modal; b. Perubahan anggaran dasar, c.
Rencana penggunaan laba;
d. Penggabungan,
peleburan,
pengambilalihan,
pemisahan,
serta
pembubaran Perseroan; e. Investasi dan pembiayaan jangka panjang; f.
Kerja sama Persero;
g. Pembentukan anak perusahaan dan penyertaan; h. Pengalihan aktiva." Setiap perubahan anggaran dasar maupun pengalihan asset (aktiva) harus melalui persetujuan Menteri BUMN, termasuk seluruh asset milik Tergugat I yang saat ini diajukan gugatan oleh Para Penggugat. Sebagai pertimbangan Majelis Hakim Pemeriksa Perkara dapat merujuk pada Putusan Mahkamah Agung Rl No.200 K/Pdt/1988 tanggal 27 September 1990 yang menyebutkan : •
Dalam gugatan perdata mengenai sengketa kepemilikan bangunan rumah yang didasarkan perbuatan hukum jual beli tanah di muka PPAT maka menurut hukum acara si pemilik bangunan rumah telah memberikan kuasa mutlak kepada seorang selaku penjual, (dengan mengingat sangat pentingnya kedudukan untuk menentukan sah atau tidaknya jual beli tersebut), maka penarikan pemilik sebagai pihak
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 15 dari 68 hal.
dalam perkara aquo adalah mutlak perlu dan tidak cukup hanya ia dijadikan saksi saja tanpa menarik sebagai pihak Tergugat atau Turut Tergugat. •
Dengan tidak lengkapnya Tergugat perkara ini, maka Gugatan perdata ini oleh hakim seharusnya dinyatakan tidak dapat diterima.
Bahwa oleh karena Menteri BUMN tidak disertakan sebagai Tergugat maupun Turut Tergugat dalam perkara ini, maka secara hukum gugatan Penggugat tidak lengkap/kurang pihak, sehingga gugatan Penggugat patut untuk dinyatakan tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard). 4. Para Penggugat Tidak Memiliki Kualitas/Kedudukan Untuk Mengajukan Gugatan (Persona Standi In Justicio). Bahwa Para Penggugat didalam Gugatannya pada angka 3 halaman 4 mendalilkan bahwa : "Para Penggugat walaupun awalnya sebagai pegawai di lingkungan Djawatan Kereta Api Indonesia (DJKRI), namun untuk menempati dan menguasai bangunan-bangunan tersebut yang terletak di Jalan Jawa No.30, 32, 34, 38, 40, 42, 43, 46, 48, 50, 52 dan 54 adalah berdasarkan Surat Izin Menghuni Rumah Negara dari Kantor Urusan Perumahan (KUP), yang rata- rata diterbitkan sejaktahun 1954 dan terakhir tahun 1987..." Bahwa Pada Prinsipnya Surat Ijin Penghunian Rumah Negara hanya diberikan kepada kualitas pribadinya yaitu Pegawai di lingkungan Djawatan Kereta Api Indonesia (DJKRI), maka tentunya hak atas keuntungan untuk menghuni Rumah tersebut melekat pada si pemegang izin menghuni Rumah yaitu para Pegawai Djawatan Kereta Api Indonesia (DJKN) yang pada saat itu berstatus sebagai Pegawai (DJKN) yang masih aktif, sehingga sifat dari izin penghunian ini secara otomatis berakhir masa berlakunya ketika si pribadi tersebut tidak lagi sebagai Pegawai dan segala hak yang melekat pada pemegang izin hilang seketika dan izin penghunian tersebut tidak dapat diwariskan atau dialihkan kepada pihak manapun. Bahwa sebagaimana diakui sendiri oleh Para Penggugat di dalam Gugatannya yang pada pokoknya Para Penggugat mengakui berprofesi sebagai Ibu Rumah Tangga, Pensiunan dan Notaris/PPAT, hal ini jelas menunjukkan bahwa Para Penggugat bukanlah orang atau subyek hukum yang ditunjuk langsung didalam Surat Ijin Menghuni Rumah Negara, tetapi
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 16 dari 68 hal.
Para Penggugat adalah pihak lain, yaitu para pensiunan, Ibu Rumah Tangga dan Notaris/PPAT, sehingga Para Penggugat tidak memiliki kepentingan hukum dalam perkara a quo karena tidak memiliki izin penghunian rumah secara langsung. Bahwa selain itu Ijin Menghuni Rumah tersebut yang diterbitkan sejak tahun 1954 dan terakhir tahun 1987 sangat jelas sampai dengan gugatan ini diajukan telah habis masa waktunya. Sehingga penguasaan tanah dan bangunan tersebut oleh Para Penggugat adalah tidak sah dan melawan hukum. Bahwa oleh karena Para Penggugat bukan-lah pegawai yang memperoleh ijin penghunian rumah secara langsung dan ijin tersebut telah lewat waktu dan Para Penggugat juga bukan-lah pemilik hak yang sah atas tanah dan bangunan tersebut (legal standing), maka secara Hukum Para Penggugat tidak memiliki kualitas untuk mengajukan gugatan ini. Sehingga cukup alasan Hukum Majelis Hakim Pemeriksa Perkara untuk menyatakan Gugatan Para Penggugat tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard). Untuk itu Majelis Hakim Pemeriksa Perkara dapat merujuk Putusan Mahkamah Agung Rl Nomor: 442 K/Sip/1973, tertanggal 8 Oktober 1973 : " Gugatan dari seseorang yang tidak berhak mengajukan gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima" Putusan Mahkamah Agung Rl Nomor:639 K/Sip/1975 tanggal 28 Mei 1977: "Bila salah satu pihak dalam suatu perkara tidak ada hubungan hukum dengan objek perkara, maka gugatan harus dinyatakan tidakdapat diterima" Bahwa berdasarkan seluruh alasan Eksepsi terurai diatas, dimana Para Penggugat tidak memiliki kualitas mengajukan gugatan dan tidak memiliki hak yang sah atas penguasaan tanah dan bangunan (legal standing) serta tidak menyertakan Menteri BUMN didalam gugatannya, maka Tergugat I Mohon Kepada Yang Mulia Majelis Hakim Pemeriksa Perkara untuk memutus sebagai berikut: 1. Menerima Eksepsi dari Tergugat I seluruhnya; 2. Menyatakan Gugatan Para Penggugat tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard); 3. Membebankan biaya perkara kepada Para Penggugat.
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 17 dari 68 hal.
DALAM POKOK PERKARA : 1. Bahwa seluruh dalil yang dikemukaan dalam Eksepsi merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dengan pokok perkara ini, karenanya tidak perlu diuraikan kembali seluruhnya; 2. Bahwa Tergugat I menolak secara tegas dalil Gugatan Para Penggugat
seluruhnya,
kecuali
yang
diakui
secara
tegas
kebenarannya; 3. Bahwa Tergugat I menolak secara tegas dalil Gugatan Para Penggugat pada angka 1 halaman 3 dan 4 Gugatan, karena : 1) Tidak benar dalil Gugatan Para Penggugat yang menyatakan bahwa "tanah tersebut tidak dapat dibuktikan adanya hak eigendom maupun hak adat yang dimiliki oleh golongan bumi putra". Bahwa pada masanya hak eigendom hanya diperuntukan untuk swasta (Badan Hukum Swasta) ataupun Perorangan yang mempunyai hak atas tanah diberikan Acte van Eigendom, Acte van Erfpacht atau Acte van Opstal sebagai surat tanda bukti hak atas tanah tersebut, jadi setiap orang atau badan hukum swasta wajib mempunyai surat tanda bukti hak atas tanah dimaksud. Jika orang atau badan hukum swasta tidak dapat menunjukkan surat tanda bukti hak atas tanah, maka tanah tersebut adalah milik Negara. Sedangkan untuk keperluan Instansi Pemerintah Staat
Spoorwegen
Grondkaart
itu
(SS),
merupakan
hasilnya
disebut
hasil final
yang
grondkaart. tidak
perlu
ditindaklanjuti dengan surat keputusan pemberian hak oleh pemerintah. Berdasarkan azas domein dalam hukum agraria sebagaimana yang termuat dalam Agrarische Wet (Staatsblad 1870 No. 55) dan Agrarisch Besluit (Staatsblad 1870 No. 118), kepada instansi pemerintah tidak diberikan surat tanda bukti hak atas tanah. Pasal 1 Agrarisch Besluit mengatur sebagai berikut: "Behoudens opvolging van de tweede en derde bepaling der voormelde wet blijft het beginsel gehanhaafd, dat alle grand, waarop niet door anderen regt van eigendom wordt bewezen, domein van den staat is". Sehingga sesuai dengan azas domein tersebut, maka yang diwajibkan untuk mempunyai surat tanda
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 18 dari 68 hal.
bukti hak atas tanah hanyalah orang atau badan hukum swasta. Jika orang atau badan hukum swasta tidak dapat menunjukkan surat tanda bukti hak atas tanah, maka tanah tersebut adalah milik Negara dan Kewajiban untuk menunjukan surat tanda bukti hak atas tanah tersebut tidak dibebankan kepada instansi Pemerintah, oleh karena kepada instansi pemerintah memang tidak pernah diberikan surat tanda bukti hak atas tanah. Sehingga dasarnya bagi instansi pemerintah untuk mengatakan bahwa tanah adalah aset dari instansi pemerintah cukup penyerahan penguasaan tanah (bestemming) saja. Berdasarkan Staatsblad 1911 No. 110 dan Staatsblad 1940 No. 430 tanah yang sudah dibestemming-kan itu otomatis menjadi aset instansi Pemerintah yang bersangkutan. Tanah-tanah yang sudah di- bestemming-kan kepada SS lalu diukur, dipetakan dan diuraikan di / dalam Grondkaart. Tanah aset PT. Kereta Api Indonesia (Persero) baik yang berasal dari pengambilalihan aset SS, nasionalisasi aset VS maupun yang diperoleh sendiri karena pengadaan tanah, dalam penerbitan
administrasinya
ada
yang
sudah
mempunyai
sertipikat, namun juga masih ada yang belum bersertipikat. Semua tanah aset PT. Kereta Api Indonesia (Persero) berkapasitas sebagai kekayaan negara yang dipisahkan dan tunduk
kepada
Undang-Undang
Perbendaharaan
Negara
(ICW), Instruksi Presiden Rl Nomor 9 Tahun 1970, Keputusan Presiden Rl Nomor 16 Tahun 1994 dan peraturan perundangan lainnya mengenai kekayaan Negara. 2) Bahwa Para Penggugat telah salah menafsirkan Pasal 2 Peraturan
Pemerintah
No.8
Tahun
1953,
dimana
Para
Penggugat menafsirkan bahwa "berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 1953 tersebut tanah Negara yang tidak secara nyata diserahkan kepada suatu departemen/instansi, statusnya menjadi tanah Negara dalam penguasaan Menteri Dalam Negeri (sekarang menjadi kewenangan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional)". Bahwa penafsiran Para Penggugat pada angka 1 gugatan bertentangan dengan maksud dan tujuan dari Peraturan Pemerintah No.8
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 19 dari 68 hal.
tahun 1953, karena jelas Peraturan Pemerintah No.2 tahun 1953 telah menyerahkan secara langsung dan nyata asset tanah kepada suatu instansi pemerintah/Djawatan. Pasal 1 PP No.8/1953: Di dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan : a. tanah Negara, ialah tanah yang dikuasai penuh oleh Negara; b. jawatan, ialah Organisasi suatu Kementerian yang berdiri sendiri sebagai yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1952. (Lembaran Negara Nomor 26); c. daerah Swatantra, ialah daerah yang diberi hak untuk mengatur rumah tangganya sendiri, sebagai yang dimaksud dalam Pasal 131 Undang-undang Dasar Sementera Republik Indonesia. Pasal 2 PP No.8/1953: "Kecuali jika penguasaan atas tanah Negara dengan Undangundang atau peraturan lain pada waktu berlakunya Peraturan Pemerintah ini, telah diserahkan kepada sesuatu Kementerian, Jawatan atau Daerah Swatantra, maka penguasaan atas tanah Negara ada pada Menteri Dalam Negeri". Lebih lanjut penyerahan asset perusahaan secara langsung dan nyata kepada instansi pemerintah/djawatan di jelaskan pada Penjelasan Pasal 2 PP No.8/1953 yang diatur didalam penjelasan umum Nomor 7 yang berbunyi sebagai berikut: "Penyerahan penguasaan atas tanah-tanah Negara hingga kini ada yang dilakukan dengan Undang-undang, ada yang dengan Peraturan Pemerintah. Penyerahan yang diselenggarakan dengan Undang- undang peruntukannya sudah tegas dan tidak perlu diragu-ragukan, akan tetapi justru penguasaan yang diserahkan dengan Peraturan Pemerintah itu kini keadaannya kacau dan perlu diatur kembali. Oleh karena dulu peraturan-peraturan yang dipakai sebagai dasar penyerahan penguasaan itu diletakan di dalam Peraturan Pemerintah (Staatsblad 1911 Nomor 110), maka peraturanperaturan baru yang khusus mengatur penguasaan tanahtanah Negara berbentuk Peraturan Pemerintah juga. Di dalam mempertimbangkan Peraturan Pemerintah itu yang
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 20 dari 68 hal.
menjadi titik berat ialah melenyapkan keragu-raguan perihal hak-hak penguasaan atas berbagai tanah Negara, untuk melancarkan dan menjamin pelaksanaan penguasaan tanahtanah itu secara yang benar- benar mendatangkan faedah bagi Negara dan masyarakat..." Bahwa berlandaskan Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 1953, maka terhadap asset Perusahaan milik Pemerintah Belanda hak Penguasaannya (Beheer) diserahkan kepada Djawatan Kereta Api (DKA) sekarang PT.Kereta Api (Persero). Berdasarkan seluruh alasan hukum terurai pada angka 1 dan 2 diatas,
jelas
diperuntukan
hak bagi
eigendom swasta
maupun
(Badan
hak
Hukum
adat
hanya
Swasta)
dan
perorangan bukan untuk Instansi Pemerintah, sedangkan Instansi Pemerintah haknya berada pada penguasaan tanah (Bestamming) berdasarkan (staatblaad 1911 no.110 & staatblad tahun 1940 no.430) yang kemudian dipetakan di dalam Groundkaart. Kemudian setelah Indonesia merdeka tanah-tanah tersebut penguasaannya (beheer) diserahkan kepada Tergugat I (dahulu Djawatan Kereta Api/DKA). (Peraturan Pemerintah Nomor: 8 Tahun tahun 1953) Berdasakan
hal-hal
tersebut,
jelas
dalil
Gugatan
Para
Penggugat pad a angka 1 adalah dalil yang terbantahkan sehingga PATUT untuk DITOLAK seluruhnya. 3) Bahwa Tergugat menolak secara tegas dalil Gugatan Para Penggugat pada angka 2 dan 3, halaman 4 Gugatan, karena : - Sebagaimana Tergugat I uraikan pada Jawaban angka 1 diatas jelas terhadap asset instansi Pemerintah pada masa itu hak-nya berada pada penyerahan penguasaan tanah (Bestemming) yang walaupun telah berganti badan hukum hak-nya tetap melekat pada Tergugat I yang secara Yuridis diakui oleh Peraturan Perundang-undangan Indonesia; - Dengan merujuk pada dalil-dalil Gugatan Para Penggugat yang berulang kali menyatakan bahwa "Para Penggugat awalnya sebagai pegawai di lingkungan Djawatan Kereta Api Indonesia (DKARI)". Dimana Para Penggugat menempati bangunan-bangunan tersebut pada saat masih menjadi
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 21 dari 68 hal.
Pegawai di DKARI. Para Penggugat menempati bangunan-bangunan tersebut dengan beralaskan Surat Penunjukan Rumah (SPR), dimana SPR tersebut sama dengan Perjanjian sewa menyewa pada umumnya yang memiliki batas dan jangka waktu bagi para penyewanya. Bahwa jangka waktu SPR/hak sewa berakhir pada saat Pegawai dipindah tugaskan keluar kota atau telah kehilangan kedudukannya sebagai pegawai/karyawan karena sudah tidak menjabat lagi. Oleh karena Penggugat I s/d Penggugat XII telah menguasai Tanah dan bangunan di Jalan Jawa No.30, 32, 34, 38, 40, 42, 44, 46, 48, 50, 52 dan 54 yang bukan haknya, maka secara hukum Penguasaan tanah dan bangunan tersebut oleh Para Penggugat dikategorikan sebagai Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Hal ini sesuai dengan dalil Gugatan Penggugat sendiri yang menyatakan "... walaupun secara nyata dihuni oleh Para Penggugat secara turun temurun sampai Gugatan ini didaftarkan di Pengadilan..", sehingga penguasaan tanah dan bangunan oleh Para Penggugat yang bukan merupakan pegawai dari Tergugat I jelas tidak ada dasar hukumnya (legal standing). - Bahwa sebagaimana Tergugat I uraikan pada Jawaban angka 1 diatas, jelas secara hukum tanah dan bangunan terletak di Jalan Jawa No: 30, 32, 34, 38, 40, 42, 44, 46, 48, 50, 52 dan 54 adalah hak dari Tergugat I seluruhnya dan harus dikembalikan kepada Tergugat I. Berdasarkan seluruh alasan hukum Terurai diatas, jelas dalil Para Penggugat pada angka 2 dan 3 adalah dalil yang terbantahkan, sehingga putut untuk DITOLAK seluruhnya. 4) Bahwa Tergugat I menolak secara tegas dalil Gugatan Penggugat pada angka 4 dan angka 5, halaman 5 gugatan, karena : - Bahwa rumah-rumah dinas terletak di Jalan Jawa dibangun oleh
Burgerlijke
Openbare
Welken/BOW
(Departemen
Pekerjaan Umum) diatas tanah milik Tergugat I yang
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 22 dari 68 hal.
dipergunakan untuk Para Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Instansi Pemerintah tersebut dalam hal ini PT.Kereta Api Indonesia (Persero/ Tergugat I), karena tanah-tanah tersebut penguasaannya (Bestemming) adalah melekat milik dari Tergugat I; -Bahwa Tergugat I selaku BUMN yang modalnya sebagaian atau seluruhnya milik negara, sehingga dapat dikatakan bahwa asset Tergugat I adalah milik Negara. Bahwa Surat Nomor: HK.02.02/ PBL/ 101 tanggal 24 Agustus 2005 dan No.HK.02.03-cb/980 tanggal 17 September 2009 bukanlah produk hukum yang menyatakan bahwa tanah di Jalan Jawa adalah tanah Negara, bebas, tanah tersebut adalah milik dari Tergugat I; - Bahwa sangat jelas rumah-rumah dinas memang dibangun oleh BOW (Departemen Pekerjaan Umum) diatas tanah milik Tergugat I. 5) Bahwa Tergugat I menolak secara tegas dalil Gugatan Penggugat pada angka 6 dan 7, halaman 5 dan 6 Gugatan, karena : - Jelas alas hak Tergugat I untuk mengambil alih tanah dan bangunan yang merupakan hak dari Tergugat I, sebaliknya justru Para Penggugat yang tidak memiliki alas hak apapun (legal standing) menguasai tanah dan bangunan tersebut, sehingga sangat jelas justru Para Penggugat-lah yang telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dengan menguasai tanah dan bangunan yang bukan haknya; - Sebagaimana telah Tergugat I jelaskan pada angka 1 jawaban gugatan ini, dimana alas hak penguasaan tanah dan bangunan terletak di Jalan Jawa No.30 s/d 54 oleh Tergugat I sebagaimana yang telah di petakan di dalam Groundkaart yang secara Yuridis diakui oleh Undang-undang. Berdasarkan alasan-alasan hukum terurai diatas, cukup alasan hukum Majelis Hakim Pemeriksa Perkara untuk MENOLAK Gugatan Penggugat seluruhnya. 6) Bahwa Tergugat I menolak secara tegas dalil-dalil Gugatan Penggugat pada angka 8 s/d 11, halaman 7 dan 8 Gugatan,
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 23 dari 68 hal.
karena : - Sebagaimana Indonesia
Surat
Nomor:
Menteri
Perhubungan
RH.48/KA.101/MPHB,
Republik
tertanggal
28
Februari 1994 yang ditujukan kepada Menteri Keuangan Rl, yang pada pokoknya menyatakan bahwa "sebagian aktiva tetap asset Perum Kereta Api berupa tanah belum seluruhnya didukung dengan tanda bukti pemilikan sertifikat, tetapi baru berupa tanda bukti yang diuraikan dalam Groundkaart."; Bahwa Groundkaart sebagai alas hak bagi Tergugat I atas tanah dan bangunan terletak di Jalan Jawa no. 30, 32, 34, 38, 40, 44, 46, 48, 50, 52 dan 54 diakui secara Yuridis berdasarkan
Peraturan
Perundang-undangan
Indonesia,
walapun belum adanya peningkatan status hak atas tanah tersebut; - Terhambatnya
peningkatan
status
hak
atas
tanah
sebagaimana tercantum di dalam Groundkaart, dikarenakan tindakan Para Penggugat yang telah menguasai tanpa hak atas tanah dan bangunan tersebut secara Melawan Hukum; - Bahwa sebagaimana dijelaskan oleh Tergugat I pada angka 1 dan 2 jawaban Tergugat diatas, jelas hak Tergugat I atas tanah dan bangunan-bangunan di Jalan Jawa sebagaimana tercantum di dalam Groundkaart adalah merupakan asset yang melekat walaupun Tergugat I telah berganti Badan Hukum; - Bahwa dalil Para Penggugat pada angka 11 mengada-ada serta tidak beralasan hukum, karena alas hak Tergugat I atas tanah dan bangunan tersebut sudah jelas, justru Para Penggugat-lah yang harus membuktikan alas hak Para Penggugat
menempati
tanah
dan
bangunan-bangunan
tersebut, karena jelas-jelas SPR bukanlah surat kepemilikan, sedangkan SPR itu sendiri sudah habis jangka waktunya, selain itu Para Penggugat bukanlah pegawai pada Tergugat I. Profesi Para Penggugat yaitu Pensiunan PNS, Ibu rumah tangga dan Notaris/PPAT, sehingga beban pembuktian haruslah terlebih dahulu dijatuhkan kepada Para Penggugat
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 24 dari 68 hal.
dimana
Para
Penggugat
wajib
menunjukan
alas
hak
menguasai tanah dan bangunan tersebut (legal standing); 7)
Bahwa Tergugat I menolak secara tegas dalil Gugatan Para Penggugat pada angka 12 dan 13, halaman 8 dan 9 Gugatan, karena: - Tuntutan ganti rugi Materil maupun Immateril tidak beralasan hukum, sehingga patut untuk ditolak seluruhnya. Dalam Persoalan ini justru Tergugat I yang mengalami kerugian baik Materil maupun Immateril, karena SPR untuk menempati tanah dan bangunan tersebut telah habis jangka waktunya, tetapi Para Penggugat tetap menguasai tanah dan bangunan tersebut, sehingga Tergugat I kehilangan hak untuk menikmati manfaat atas tanah dan bangunan tersebut; - Sebagaimana telah Tergugat I sampaikan Groundkaart masih memiiiki pengakuan secara Yuridis sebagaimana ketentuan Peraturan Perundang-undangan Indonesia, yang statusnya bukan dari hak barat (hak barat adalah hak atas tanah untuk Badan hukun Swasta/perorangan), sedangkan Tergugat
I
yang
merupakan
Instansi
pemerintah
penguasaanya di Bestemming-kan (staatsblaad 1911 no.110 & staatsblaad tahun 1940 No.430) sehingga berdasarkan PP No.8 tahun 1953, otomatis menjadi asset instansi Pemerintah yang bersangkutan. Bahwa tuntutan ganti guri materil maupun immaterial Para Penggugat tidak beralasan hukum, sehingga patut untuk ditolak seluruhnya. 8) Bahwa Tergugat I menolak secara tegas dalil Gugatan Para Penggugat pada angka 14 dan 15, karena : - Para
Penggugat
tidak
memiliki
legal
standing
untuk
mengajukan gugatan ini; - Ijin untuk menempati tanah dan bangunan tersebut adalah SPR yang telah habis jangka waktunya dan SPR bukan-lah hak kepemilikan atas tanah dan bangunan tersebut dan orang-orang yang berhak mendapatkan ijin menempati tanah dan bangunan tersebut berdasarkan SPR adalah pegawai Tergugat I yang masih aktif dan ijin tinggal berdasarkan SPR
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 25 dari 68 hal.
berakhir setelah pegawai tidak lagi menjabat (Pensiun), SPR tidak bisa dipindah tangankan atau diwariskan, sehingga sangat jelas penguasaan tanah dan bangunan oleh Para Penggugat adalah Melawan Hukum; Bahwa oleh karena Tergugat I memiliki hak yang sangat jelas atas tanah dan bangunan di Jalan Jawa No.30, 32, 34, 38, 40, 44, 46, 48, 50, 52 dan 54 atas penguasaan tanah (Bestemming) berdasarkan staatblaad tahun 1911 No.110 & Staatblaad tahun 1940 No.430, sedangkan Para Penggugat menggunakan SPR yang telah habis jangka waktunya untuk menguasai tanah dan bangunan tersebut, maka cukup alasan Hukum bagi Majelis Hakim Pemeriksa Perkara untuk MENOLAK tuntutan Para Penggugat mengenai sita jaminan dan Revindicatoir Beslag, uang paksa (dwangsom). Berdasarkan seluruh alasan hukum sebagaimana terurai pada Jawaban Gugatan ini, Tergugat I mohon kepada Majelis Hakim Pemeriksa Perkara guna memutus sebagai berikut; 1. Menyatakan gugatan Para Penggugat tidak dapat diterima; 2. Membebankan biaya Perkara kepada Para Penggugat; DALAM REKONPENSI : 1. Bahwa seluruh dalil serta alasan-alasan hukum sebagaimana tercantum dalam konpensi, merupakan satu kesatuan dengan Rekonpensi ini, sehingga tidak perlu diuraikan kembali seluruhnya; 2.
Bahwa dalam Rekonpensi ini kedudukan Para Penggugat menjadi Para Tergugat Rekonpensi dan kedudukan Tergugat I menjadi Penggugat Rekonpensi;
3. Bahwa Pada masa Pemerintahan Belanda tanah-tanah Kereta Api yang berada di pulau Jawa dan Sumatera telah mendapatkan pengakuan secara Yuridis, tanah-tanah tersebut di Bestemming-kan (diserahkan Penguasaannya) kepada Perusahaan Kereta Api Negara (Penggugat Rekonpensi) lalu dimuat dalam Staatsblad masing-masing sehingga tanah- tanah tersebut menjadi hak penguasaan (beheer) Perusahaan Kereta Api Negara (dahulu Staats Spoorwegen/SS); 4. Bahwa
Tanah-tanah yang telah
di-Bestemming (penyerahan
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 26 dari 68 hal.
penguasaan tanah) penguasaan tanah kereta api Belanda dari Staats Spoorwagens (SS) kepada Negara Republik Indonesia dimuat dalam ordonansi (staatsblaad). Tanah yang sudah diBestemming-kan atas nama (SS) kemudian dilakukan: - Pengukuran; - Dipetakan; - Diuraikan dalam Groundkaart; - Pembuatan Groundkaart dilakukan oleh petugas pengukuran Kadaster; - Groundkaart disyahkan oleh kepala Kantor Kadaster dan Residen setempat; - Pengukuran dan pemetaan tanah keperluan orang dan badan hukum hasilnya disebut meetbrief (surat ukur) sebagai lampiran untuk memohon sesuatu hak; - Fungsi gambar atau peta tanah yang dibuat untuk keperluan instansi pemerintah terkait perkeretaapian, pengukuran dan pemetaan tanah pada saat itu hasilnya disebut Groundkaart. "Berdasarkan azas domein dalam Hukum Agraria sebagaimana termuat dalam Agrarische Wet (Staatblaad 1870 no. 55) dan Agrarische Besluit (Staatsblaad 1870 no. 118) kepada instansi pemerintah tidak diberikan surat tanda bukti hak atas tanah". Bukti yang diperlukan oleh instansi pemerintah cukup penyerahan penguasaan tanah (Bestemming saja), berdasarkan Staatsblaad tahun 1911 no. 110 & Staatsblad tahun 1940 no. 430 tanah yang sudah Bestemming-kan otomatis menjadi asset instansi pemerintah yang bersangkutan yang ditindak lanjuti dengan pembuatan Groundkaart. 5. Bahwa tanah-tanah dan bangunan tersebut dipergunakan untuk ijin menempati
rumah
bagi
pegawai
di
lingkungan
Penggugat
Rekonpensi dengan surat ijin tinggal berupa SPR. Dirnana. SPR diperuntukan bagi pegawai yang masih aktif dan SPR berakhir apabila pegawai sudah tidak menjabat lagi sebagai pegawai Penggugat Rekonpensi; 6. Bahwa sampai dengan saat ini Para Tergugat Rekonpensi masih menempati tanah dan bangunan tersebut terletak di Jalan Jawa No.30, 32, 34, 38, 40, 42, 44, 46, 48, 50, 52 dan 54 secara Melawan
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 27 dari 68 hal.
Hukum, karena tidak memiliki hak apapun untuk menempati tanah dan bangunan tersebut, tidak pernah membayar uang sewa tanah dan bangunan kepada Penggugat Rekonpensi; 7. Bahwa oleh karena Penggugat Rekonpensi adalah pemilik yang sah atas tanah dan bangunan tersebut dan Para Tergugat Rekonpensi telah menempati tanah dan banguan tersebut secara tidak sah, maka Penggugat Rekonpensi mohon kepada Majelis Hakim Pemeriksa Perkara untuk menyatakan bahwa Para Tergugat Rekonpensi telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang merugikan Penggugat Rekonpensi; 8. Bahwa akibat dari ulah Para Tergugat Rekonpensi menempati tanah dan bangunan milik Penggugat Rekonpensi secara melawan Hukum, maka Penggugat Rekonpensi selaku pemilik yang sah atas tanah dan bangunan terletak di Jalan Jawa No. 30, 32, 34, 38, 40, 42, 44, 46, 48, 50, 52 dan 54 kehilangan hak atas manfaat dari tanah dan bangunan tersebut sejak masa berakhirnya SPR tersebut; Bahwa oleh karena Penggugat Rekonpensi adalah pemilik yang sah atas tanah-tanah dan bangunan tersebut, maka Penggugat Rekonpensi Mohon Kepada Majelis Hakim Pemeriksa Perkara untuk memerintahkan
kepada
Para
Tergugat
Rekonpensi
untuk
mengosongkan dan menyerahkan tanah- tanah dan bangunan milik Penggugat Rekonpensi. Adapun rincian kerugian Penggugat Rekonpensi yang dikarenakan hilangnya hak atas manfaat dari tanah dan bangunan tersebut, sehingga
cukup
beralasan
hukum
apabila
Para
Tergugat
Rekonpensi dibebankan biaya sewa tanah dan bangunan, yang wajib disetorkan kepada Penggugat Rekonpensi yang harga sewa dinilai dari nilai NJOP tanah
No
Tergugat
Luas Tanah 450
Luas Banauna 167
Nilai Tanah
Nilai
Nilai Objek
(NJQELTanah 1.685.250.0 133.600.
1.818.850.
1
Reknnnensi Tergugat
2
Tergugat
187
87
700.315.00
69.600.0
769.915.0
3
Tergugat
430
167
1.610.350.0
133.600.
1.743.950.
4
Tergugat
1104
255
4.134.480.0
204.000.
4.338.480.
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 28 dari 68 hal.
5
Tergugat
70
114
426.930.00
56.000.0
482.930.0
A. Rincian Kerugian Immateril : Akibat diajukannya Gugatan ini ke Pengadilan Negeri Bandung yang diajukan oleh Tergugat Rekonpensi mempuan Penggugat Rekonpensi berakibat terganggu pikiran dan merasa terbebani karena memikirkan persoalan ini akibat dari Perbuatan Melawan Hukum (PMH) Tergugat Rekonpensi yang apabila dinilai cukup untuk dibebankan sebesar R 6p
Tergugat
188
60
704.060.00
48.000.0
752.060.0
7
.
Tergugat
700
380
2.621.500.0
304.000.
2.925.500.
85
Tergugat
830
600
3.108.350.0
480.000.
3.588.350.
9.
Tergugat
533
299
1.996.085.0
239.200.
2.235.285.
100
Tergugat
225
185
842.625.00
148.000.
990.625.0
110
Tergugat
225
105
842.625.00
84.000.0
926.625.0
120
Tergugat
819
402
3.067.155.0
321.600.
3.388.755.
23.961.325
___________________________________ Total Keruaian Materil .
000.000,-
(lima
milyar
rupiah)
untuk
masing-masing
Tergugat
Rekonpensi, sehingga oleh karena Tergugat Rekonpensi sebanyak 12 orang maka Rp.5.000.000.000,- x 12 = Rp.60.000.000.000,- (enam puluh milyar rupiah). 1. Bahwa agar gugatan ini tidak menjadi sia-sia (illusionir), oleh karena dikhawatirkan Tergugat Rekonpensi akan melakukan tindakantindakan
mengalihkan
tanah-tanah
serta
bangunan-bangunan
terletak di Jalan Jawa No.30, 32, 34, 38, 40, 42, 44, 46, 48, 50, 52, dan
54,
dan
untuk
mencegah
Tergugat
menghindar
dari
kewajibannya menjalankan putusan dalam perkara ini, maka adalah sangat beralasan hukum apabila Penggugat Rekonpensi mohon kepada Majelis Hakim Pemeriksa Perkara untuk meletakkan Sita Jaminan
(Conservatoir
Beslag)
terhadap
tanah-tanah
dan
bangunan-bangunan terletak di Jalan Jawa No.30, 32, 34, 38, 40, 42, 44, 46, 48, 50, 52, dan 54, dengan batas-batas sebagai berikut: Utara Selatan
: Jalan Jawa : Tanah-Rumah Negara Jalan Rakata
Timur
: Tanah-Rumah Negara
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 29 dari 68 hal.
Barat
: Tanah Negara
2. Bahwa untuk menjamin pelaksanaan putusan ini, maka wajar apabila Penggugat Rekonpensi mohon kepada Majelis Hakim Pemeriksa perkara untuk menetapkan uang paksa (dwangsom) sebesar Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) kepada masing-masing Tergugat
Rekonpensi
perhari
yang harus
dibayar
Tergugat
Rekonpensi apabila lalai dalam melaksanakan isi putusan ini yang telah berkekuatan hukum tetap. Berdasarkan alasan-alasan hukum yang telah dikemukakan, dengan ini Para Penggugat Rekonvensi memohon kepada Yang Terhormat Majelis Hakim yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini untuk memberikan Putusan : Dalam Konpensi : Dalam Eksepsi: 1. Menerima Eksepsi dari Tergugat I untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Gugatan Para Penggugat tidak dapat diterima. Dalam Pokok Perkara : 1. Menolak Gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya; Dalam Rekonpensi: 1. Menerima Gugatan Rekonpensi Penggugat Rekonpensi untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Tergugat Rekonpensi telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum yang merugikan Penggugat Rekonpensi; 3. Menghukum Tergugat Rekonpensi untuk mengosongkan dan menyerahkan tanah-tanah dan bangunan-bangunan terletak di Jalan Jawa No.30, 32, 34, 38, 40, 42, 44, 46, 48, 50, 52, dan 54 dengan batas-batas : Utara
: Jalan Jawa
Selatan
: Tanah-Rumah Negara Jalan Rakata
Timur
: Tanah-Rumah Negara
Barat
: Tanah Negara
Kepada Penggugat Rekonpensi.
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 30 dari 68 hal.
4. Menghukum Tergugat Rekonpensi membayar ganti kerugian materil berupa uang sewa kepada Penggugat Rekonpensi sebesar Rp.23.961.325.000,- secara tunai, seketika dan sekaligus kepada Penggugat
Rekonpensi,
dan
kerugian
Immateril
sebesar
Rp.60.000.000.000,- (enam puluh milyar rupiah); 5. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan; 6. Menghukum Tergugat Rekonpensi untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) kepada masing- masing Tergugat Rekonpensi apabila tidak menjalankan isi putusan ini sejak putusan ini berkekuatan hukum tetap; 7. Membebankan biaya Perkara kepada Tergugat Rekonpensi. Subsider; Apabila Majelis Hakim Pemeriksa perkara Mohon Putusan seadiladilnya yang didasarkan
atas
kepentingan
hukum
Tergugat
I
/
Penggugat
Rekonpensi (Ex Aquo Et Bono). Untuk Tergugat II Surat Jawaban tertanggal 07 Januari 2016 1. Bahwa Tergugat II dengan tegas menolak seluruh dalil/alasan Para Penggugat dalam surat gugatannya kecuali terhadap halhal yang diakui secara tegas kebenarannya. 2. Bahwa di dalam gugatannya Para Penggugat pada pokoknya mendalilkan: a. Dirinya mengaku sebagai penghuni dan pemilik (beziter) atas objek sengketa berupa tanah dan bangunan (rumah Negara) yang terletak di Jalan Jawa No. 30, 32, 34, 36, 38, 40, 42, 44, 46, 48, 50, 52, dan 54 Bandung berdasarkan Surat Izin Menghuni Rumah Negara dari Kantor Urusan Perumahan (sekarang Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya). b. Tergugat I telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan cara melakukan pengosongan objek sengketa, pengusiran,
dan
melakukan
pemasangan
plang
yang
bertuliskan rumah Negara dimaksud merupakan aset PT KAI, padahal menurut Para Penggugat objek sengketa/rumah negara tersebut bukanlah merupakan aset milik Tergugat I
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 31 dari 68 hal.
maupun PT KAI melainkan rumah negara yang tidak secara nyata diserahkan pada suatu departemen/instansi. Oleh karena itu, Para Penggugat merasa berhak atas rumah negara dimaksud dan sebagai penghuni yang beritikad baik dan sebagai penguasa/pemilik bangunan-bangunan objek sengketa/beziter, dan meminta agar dirinya dinyatakan sebagai pemilik hak beziter. c. Selain itu, Para Penggugat mendalilkan objek sengketa adalah
tanah
negara
bebas
yang
status
hukumnya
memberikan hak prioritas kepada Para Penggugat selaku penghuni untuk menguasai objek sengketa. 3.
Bahwa dalil/alasan Para Penggugat tersebut di atas adalah tidak benar dan sama sekali tidak berdasarkan hukum karena berdasarkan data, aset dimaksud merupakan aset milik dari Tergugat I, dan hal itu telah diakui sendiri oleh Para Penggugat pada halaman 4 (empat) angka 3 (tiga) surat gugatannya Para Penggugat menghuni objek sengketa karena statusnya sebagai pegawai di lingkungan Djawatan Kereta Api Indonesia (sekarang PT KAI Persero) berdasarkan Surat Izin Menghuni Rumah Negara yang diterbitkan oleh Kantor Urusan Perumahan (sekarang Dinas Tata Ruang dan Karya Cipta).
4. Bahwa Tergugat II juga dengan tegas menolak dalil/alasan Para Penggugat dalam surat gugatannya yang pada pokoknya menyatakan dirinya seolah-olah sebagai pemilik atas aset dimaksud karena menguasai objek sengketa dalam kurun waktu tertentu (beziter). 5. Bahwa dalil/alasan Para Penggugat tersebut di atas adalah tidak benar dan sama sekali tidak berdasarkan hukum karena beziter tidak serta merta sebagai pemilik/eigener terlebih lagi untuk benda-benda yang tidak bergerak/benda tetap. Penguasaan seseorang atas benda tidak bergerak yang didasarkan atas suatu perikatan misalnya: sewa/kontrak, pinjam, pinjam-pakai, sama sekali tidak dapat dijadikan dasar bagi seseorang yang menguasainya untuk dianggap sebagai pemilik dan serta merta menghapuskan kepemilikan dari pemilik yang sebenarnya. 6. Bahwa oleh karena Para Penggugat hanya sebagai penghuni
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 32 dari 68 hal.
atas objek sengketa yang didasarkan atas Surat Izin Menghuni Rumah Negara yang diterbitkan oleh Kantor Urusan Perumahan, maka sudah sepatutnya permohonan Para Penggugat untuk dinyatakan sebagai pemilik dan/atau beziter atas objek sengketa ditolak oleh Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo. 7. Bahwa Tergugat II juga dengan tegas menolak permohonan Para Penggugat pada posita gugatannya halaman 9 (sembilan) s.d. 10 (sepuluh) angka 14 (empat belas) yang meminta kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung untuk menyatakan putusan serta merta meletakkan sita jaminan terlebih dahulu/revindicatoir beslag atas objek sengketa dapat dijalankan terlebih dahulu, karena permohonan Penggugat tersebut sama sekali tidak memenuhi syarat yang ditentukan dalam Pasal 180 HIR ayat (1), yaitu: a. surat otentik yang menurut undang-undang mempunyai kekuatan bukti; b. putusan pengadilan sebelumnya yang sudah mempunyai kekuatan tetap yang menguntungkan pihak penggugat dan ada hubungannya dengan gugatan yang bersangkutan. c. gugatan provisional yang dikabulkan. d. Sengketa a quo bukanlah mengenai bezitrecht. 8. Bahwa selain itu, permohonan Para Penggugat juga tidak memenuhi persyaratan sebagaimana yang ditentukan di dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No.4 Tahun 2001 tanggal 20 Agustus 2001 tentang Permasalahan Putusan Serta Merta (Uitvoerbaar Bij Vooraad) dan Provisional, yaitu untuk dapat dijatuhkan putusan Uitvoerbaar Bij Vooraad tersebut disyaratkan adanya izin dari Ketua Pengadilan Tinggi dan adanya pemberian jaminan yang nilainya sama dengan
nilai/objek
menimbulkan
eksekusi
kerugian
pada
dengan pihak
tujuan
lain
agar
apabila
tidak
ternyata
dikemudian hari dijatuhkan putusan yang membatalkan putusan Pengadilan Tingkat Pertama. 9. Bahwa kedua syarat tersebut di atas merupakan syarat kumulatif sehingga harus terpenuhi kesemuanya. Oleh karena itu, terhadap
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 33 dari 68 hal.
tuntutan provisi yang diajukan oleh Para Penggugat sudah sepatutnya ditolak oleh Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo. Maka berdasarkan hal tersebut diatas, Tergugat II mohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung yang memeriksa dan mengadili perkara gugatan a quo, memutuskan dan menetapkan dengan amar sebagai berikut: DALAM POKOK PERKARA : 1. Menolak gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya, atau setidaktidaknya menyatakan gugatan Para Penggugat tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijk Verklaard); 2. Menghukum Para Penggugat untuk membayar biaya perkara yang timbul. Untuk Tergugat III Surat Jawaban tertanggal 11 Januari 2016 DALAM EKSEPSI : I. Gugatan Penggugat Error in Persona 1. Bahwa Gugatan PARA PENGGUGAT tidak memenuhi syarat formil
dengan
alasan
bahwa
PARA
PENGGUGAT
tidak
berkwalitas sebagai PENGGUGAT karena tidak memiliki hak dan dasar hukum atas penghunian Rumah Negara obyek perkara a quo (Eror in Persona). Sebagian dari PARA PENGGUGAT adalah ahli waris pensiunan Pegawai Negeri Sipil Kementerian Perhubungan, yang terdiri dari pensiunan karyawan BUMN, Swasta, Notaris/PPAT dan Ibu Rumah Tangga, yang saat ini menghuni Rumah Negara yang terletak di Jl. Jawa No. 30, 32, 34, 38, 40, 42, 44, 46, 48, 50, 52, dan 54 berdasarkan Surat Izin Menghuni Rurnah Negara dari Kantor Urusan Perumahan (KUP). 2. Bahwa PARA PENGGUGAT bukanlah penghuni sah atas Rumah Negara in cassu karena PARA PENGGUGAT tidak berstatus sebagai Pegawai Negeri sebagaimana yang dimaksud ketentuan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 Tentang Rumah Negara oleh sebab itu PARA PENGGUGAT tidak berkapasitas dan berkwalitas sebagai PENGGUGAT dalam perkara a quo karena bukan sebagai pemilik dan penghuni sah atas rumah yang
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 34 dari 68 hal.
menjadi obyek perkara. Untuk lebih jelasnya isi ketentuan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 kami kutip sebagai berikut: “Rumah Negara adalah bangunan yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta menunjang pelaksanaan tugas Pejabat dan/atau Pegawai Negeri." 3. Bahwa semua rumah yang terletak di Jl. Jawa No. 30, 32,34, 38, 40, 42, 44, 46, 48, 50, 52, dan 54 adalah Rumah Negara yang secara jelas dan terang telah pula diakui sendiri oleh PARA PENGGUGAT sebagaimana yang diuraikannya dalam dalil surat gugatannya pada halaman 7 angka 9. Untuk lebih memperjelas isi dalil PARA PENGGUGAT pada halaman 7 angka 9 tersebut kami kutip sebagai berikut: " Bahwa oleh karena bangunan-bangunan obyek perkara ternyata terbukti tunduk dalam Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1994 Tentang Rumah Negara
dst. “
4. Bahwa pada perkara a quo, Landasan Hukum yang digunakan Para Penggugat terhadap Objek Perkara adalah berdasarkan Surat Izin Menghuni Rumah Negara dari Kantor Urusan Perumahan (KUP) bukan merupakan dasar kepemilikan dari Para Penggugat atas Obyek-Obyek Perkara. Hal tersebut sebagaimana di atur dalam pasal 7 jo. Pasal 8 ayat (1) pada Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara yang menyatakan bahwa Penghunian Rumah Negara hanya dapat diberikan kepada Pejabat atau Pegawai Negeri dan disertai dengan kewajiban memiliki Surat Izin Penghunian (SIP). Bahwa disamping hal tersebut, perlu diperhatikan pula terkait Surat Izin Penghunian (SIP) sebagai berikut: a. Bahwa SIP sebagai dasar penghunian sebagaimana diatur dalam BAB IV.1 angka 1 huruf f Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22/PRT/M Tahun 2008 tentang Pedoman Teknis Pengadaan, Pendaftaran, Penetapan Status, Penghunian, Pengalihan Status, dan Pengalihan Hak atas Rumah Negara memiliki masa berlaku selama 3 (tiga) tahun dan harus diperpanjang dengan persetujuan/evaluasi dari Pejabat Eselon
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 35 dari 68 hal.
I di Lingkungan Instansi yang bersangkutan. b. Bahwa Penghuni Pemegang SIP juga memiliki kewajiban untuk membayar sewa Rumah Negara sebagaimana diatur dalam BAB IV. 1 angka 2 huruf a angka 2) Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum
No.
22/PRT/M
Tahun
2008
tentang
Pedoman Teknis Pengadaan, Pendaftaran, Penetapan Status, Penghunian, Pengalihan Status, dan Pengalihan Hak atas Rumah Negara. 5. Bahwa sebagaimana dimaksud pada penjelasan di atas, dengan ini dapat disampaikan bahwa dasar Para Penggugat menyatakan Penghuni yang beritikad baik dan Pemilik Bangunan-Bangunan sebagaimana disampaikan dalam gugatan adalah tidak tepat, dikarenakan SIP sebagai dasar penghunian Para Penggugat terhadap obyek-obyek Perkara dimaksud bukan Merupakan Dasar Kepemilikan Terhadap Bangunan- Bangunan Tersebut. 6. Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas sudah jelas dan tidak terbantahkan bahwa PARA PENGGUGAT tidak berkwalitas sebagai Penggugat dalam perkara a quo karena menghuni dan menguasai Rumah Negara secara tidak sah, oleh karena itu gugatan PARA PENGGUGAT haruslah dinyatakan eror in persona dan karenanya harus ditolak atau sekurang-kurang nya dinyatakan tidak dapat diterima (Niet Onvankelijke Verklaard). II. GUGATAN PARA PENGGUGAT KABUR (OBSCUUR LIBEL). 1. Bahwa gugatan PARA PENGGUGAT kabur (Obscuur libel) karena tidak mampu menguraikan secara jelas perbuatan melawan hukum seperti apa yang telah dilakukan oleh TERGUGAT III terhadap PARA PENGGUGAT sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 1365
KUH
Perdata.
PARA
PENGGUGAT
menarik
dan
mendudukkan TERGUGAT III sebagai TERGUGAT dalam perkara a quo berdasarkan surat TERGUGAT III tertanggal 24 Agustus 2005 Nomor HK.02.02/PBL/101 dan surat No. HK.02.03-Cb/980 tertanggal 17 September 2009 yang ditujukan kepada Sdr. Dachirin Dunusdirdjo, SE dan Direktur Utama PT. Kereta Api Indonesia, adalah sangat keliru karena berdasarkan ke dua surat tersebut justru memperjelas duduk soal status dan diakui secara tegas oleh PARA PENGGUGAT tentang kebenaran semua rumah
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 36 dari 68 hal.
yang terletak di Jl. Jawa No. 30, 32,34, 38, 40, 42, 44, 46, 48, 50, 52, dan 54 Bandung adalah benar Rumah Negara dan aset Negara sesuai dengan isi kedua surat TERGUGAT III tersebut. 2. Bahwa
terkait
pengelolaan
Rumah
Negara
sebagaimana
dimaksud di atas, dapat kami sampaikan beberapa hal sebagai berikut: a. Bahwa
dalam
gugatan
a
quo
Para
Penggugat
tidak
membuktikan dokumen apapun yang menyatakan terhadap Obyek perkara/Rumah- Rumah dimaksud pernah ditetapkan sebagai status Rumah Negara Golongan III. b. Bahwa dalam hal sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan No. 138/2010 yang menyatakan bahwa Menteri Pekerjaan Umum hanya memiliki kewenangan selaku Pengguna Barang untuk Barang Milik Negara (BMN) berupa Rumah Negara Golongan III. c. Bahwa sehubungan dengan hal-hal yang telah diuraikan di atas, maka terhadap Obyek perkara/Rumah-Rumah dimaksud bukan merupakan kewenangan dari Departemen Pekerjaan Umum cq Direktorat Jenderal Cipta Karya. 3. Bahwa berdasarkan pengakuan kebenaran kedua isi surat TERGUGAT III tersebut oieh PARA PENGGUGAT, sudah jelas bahwa TERGUGAT III tidak tepat ditarik dan didudukan sebagai TERGUGAT dalam perkara a quo, dan oleh karena itu kiranya mohon Majelis Hakim berkenan mengeluarkan TERGUGAT III sebagai TERGUGAT dalam perkara a quo karena tidak memenuhi unsur ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata. 4. Bahwa gugatan PARA PENGGUGAT kabur (obscuur libel) sehingga tidak memenuhi syarat formil untuk suatu gugatan, juga semakin terlihat jelas pada dalil PARA PENGGUGAT dalam surat gugatannya
yang
menguraikan
bahwa
disatu
sisi
PARA
PENGGUGAT mengakui bahwa semua rumah yang terletak di Jl. Jawa No. 30, 32, 34, 38, 40, 42, 44, 46, 48, 50, 52, dan 54 Bandung adalah benar Rumah Negara dan tunduk terhadap Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 1994 Tentang Rumah Negara, tetapi di sisi lain PARA PENGGUGAT mendalilkan dalam surat gugatannya bahwa terhadap tanah tanah tempat berdirinya
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 37 dari 68 hal.
semua Rumah Negara in cassu adalah tanah negara bebas. PARA PENGGUGAT tidak paham apa yang dimaksud dengan tanah negara bebas, pada hal yang dimaksud dengan tanah negara bebas menurut domeinverklaring yang antara lain diatur di dalam Pasal 1 Agrarisch Besluit, adalah semua tanah yang bebas sama sekali dari pada hak-hak seseorang termasuk juga bangunan gedung pemerintah baik berdasarkan atas hukum adat asli Indonesia maupun yang berdasarkan atas hukum barat). PARA PENGGUGAT tidak paham bahwa di atas tanah yang di klaim oleh PARA PENGGUGAT sebagai tanah negara bebas berdiri Rumah Negara yang merupakan Aset Negara sehingga dengan demikian tanah tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai tanah negara bebas. Oleh karena itu mohon Majelis Hakim yang mengadili perkara a quo menyatakan gugatan PARA PENGGUGAT dinyatakan tidak memenuhi syarat formil suatu gugatan dan karenanya harus ditolak atau sekurang-kurangnya dinyatakan tidak dapat diterima (Niet Onvankelijke Verklaard). DALAM POKOK PERKARA 1. Bahwa seluruh uraian yang TERGUGAT III kemukakan pada bagian eksepsi di atas merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan satu sama lain dengan bagian pokok perkara ini. 2. Bahwa TERGUGAT III menolak dengan tegas seluruh dalil-dalil gugatan yang dikemukakan PARA PENGGUGAT dalam surat gugatannya, kecuali terhadap dalil-dalil yang diakui kebenarannya secara tegas oleh TERGUGAT berdasarkan bukti-bukti kuat dan otentik. 3. Bahwa dasar PARA PENGGUGAT menarik dan mendudukan TERGUGAT III sebagai TERGUGAT dalam perkara a quo sebagaimana disampaikan pada butir 4 halaman 5 gugatan a quo adalah terkait dengan surat TERGUGAT III No HK.02.02/PBL/101 tertanggal 24 Agustus 2005 kepada Sdr. Dachirin Dunusdirdjo, SE dan surat No. HK.02.03-Cb/980 tertanggal 17 September 2009 kepada Direktur Utama PT. Kereta Api Indonesia, yang akan Tergugat III tanggapi sebagai berikut: a. Bahwa sehubungan dengan Surat Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Departemen Pekerjaan Umum, DJCK kepada
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 38 dari 68 hal.
Sdr. Dachirin Dunusdirdjo, SE Nomor HK.02.02/PBL/101 tanggal 24 Agustus 2005 yang pada pokoknya menyampaikan: 1)
Rumah Negeri disediakan oleh Negeri/Negara bagi Pegawai Negeri Sipil pada Jawatan atau Perusahaan Negeri, terdiri atas Rumah golongan I, II, dan III sebagaimana diatur pada Burgerlijke Wooning Regelling (BWR) Staatsblad 1934 Nomor 174;
2)
Rumah Negeri disediakan/dibangun diatas tanah negara yang dilakukan
oleh
Burgerlijke
Openbare
Werken
(BOW)
(Departemen Pekerjaan Umum) dan merupakan aset negara, termasuk dihuni/disewa bagi Pegawai Negeri Sipil pada Staat Spoorwegen berdasarkan BWR 1934; 3)
Untuk dapat memberikan keterangan terkait rumah rumah
dimaksu
dapat
menghubungi
Dinas
Tata
Ruang
dan
Permukiman Provinsi Jawa Barat. b. Bahwa sehubungan dengan Surat Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Departemen Pekerjaan Umum, DJCK kepada Direktur Utama PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Nomor HK.02.03-Cb/980 tanggal 17 September 2009 yang pada pokoknya menyampaikan bahwa rumah yang terletak di Jl. Jawa No. 48, 40, 54, 46, 36, 38, 42, 30, 32, 50, 52, dan 44 merupakan Rumah Negara yang dibangun di atas Tanah Negara yang dilakukan oleh BOW berdasarkan BWR 1934 yang dalam hal ini dihuni oleh Ahli Waris Pensiunan Departemen Perhubungan dan belum dilakukan proses pengalihan hak atas rumah-rumah dimaksud. c. Sehubungan dengan huruf a dan huruf b di atas, sebagaimana telah diatur pada Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara yang menyatakan bahwa Rumah Negara yang dapat dialihkan haknya adalah Rumah Negara Golongan III. d. Bahwa dalam gugatan a quo tidak terdapat dokumen apapun yang dapat membuktikan bahwa status terhadap objek perkara a quo telah terjadi penetapan status sebagai Rumah Negara Golongan III. e. Bahwa dalam hal sebagaimana dimaksud huruf d diatas,
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 39 dari 68 hal.
sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan No. 138/2010 yang menyatakan bahwa Menteri Pekerjaan Umum hanya memiliki kewenangan selaku Pengguna Barang untuk Barang Milik Negara (BMN) berupa Rumah Negara Golongan III. 4. Bahwa statusnya sebagai Rumah Negara atas semua rumah yang terletak di Jalan Jawa No. 30, 32, 34, 38, 40, 42, 44, 46, 48, 50, 52, dan 54 Bandung telah diakui secara tegas oleh PARA PENGGUGAT sebagaimana yang didalilkannya pada angka 4 dan 9 surat gugatannya. Untuk jelasnya kami kutip dalil PARA PENGGUGAT pada halaman 7 angka 9 sebagai berikut: " Bahwa oleh karena bangunan-bangunan obyek perkara ternyata terbukti tunduk dalam Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1994 Tentang Rumah Negara yang pengelolaannya oleh Departemen Pekerjaan Umum Cq. Direktorat Jenderal Cipta Karya yang saat ini di bawah kewenangan Dinas Tata Ruang dan Permukiman Provinsi Jawa Barat (Tergugat V), maka dengan jelas obyek perkara tersebut tidak merupakan kewenangan Tergugat / dan Tergugat II." Dari dalil PARA PENGGUGAT tersebut di atas, jelas bahwa PARA PENGGUGAT mengakui obyek perkara a quo adalah Rumah Negara dan karenanya Rumah Negara tersebut beserta tanahnya termasuk Barang Milik Negara (BMN) dan tunduk terhadap Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara. 5. Bahwa sehubungan dengan pernyataan Para Penggugat yang menyatakan
"...Maka
mohon
kepada
Majelis
Hakim
untuk
menyatakan objek-objek tersebut adalah Tanah Negara, bukan aset PT. Kereta Api Indonesia (Persero)." Pada butir 4 halaman 5 gugatan a quo akan Tergugat III tanggapi sebagai berikut: a. Bahwa perubahan organisasi dari Perusahaan Umum Kereta Api (PERUMKA) menjadi PT. Kereta Api Persero pada tanggal 1 Juni 1999 yang ditandai pula dengan perubahan status organisasi dimana pada masa sebelum 1 Juni 1999 berada dibawah Departemen Perhubungan Rl, sedangkan setelah 1 Juni 1999 telah menjadi Badan Usaha Milik Negara berbentuk Persero yang
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 40 dari 68 hal.
tidak lagi berstatus berada pada struktur organisasi Departemen Perhubungan. b. Bahwa sehubungan dengan perubahan status sebagaimana dimaksud di atas, dengan mempertimbangkan Penyertaan Modal Pemerintah Pusat pada BUMN, sebagaimana telah diatur dalam Pasal 12 ayat (1) huruf d jo. Pasal 19 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138/PMK.06/2010 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara Berupa Rumah Negara dan Pasal 18 jo. Pasal 19 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 246/PMK.06/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan Barang Milik Negara. c. Bahwa sehubungan dengan huruf a dan huruf b di atas, maka terhadap ase-taset negara berupa rumah negara yang sebelumnya berada dibawah Departemen Perhubungan cq. Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) ataupun Perusahaan Umum Kereta Api (PERUMKA) dapat dimanfaatkan oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai penyertaan modal Pemerintah Pusat pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). 6. Bahwa berdasarkan uraian sebagaimana tersebut pada angka 3, angka 4 dan angka 5 di atas sudah sangat jelas PARA PENGGUGAT tidak mempunyai hak apapun terhadap Rumah-Rumah Negara tersebut di atas kecuali hanya menghuni Rumah Negara yang dilakukan berdasarkan Surat Izin Menghuni Rumah Negara dari Kantor
Urusan
Perumahan
Perumahan
(KUP)
yang
bukan
merupakan dasar kepemilikan dari Para Penggugat atas Rumah-Rumah dimaksud, sebagaimana di atur dalam pasal 7 jo. Pasal 8 ayat (1) pada Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara yang menyatakan bahwa Penghunian Rumah Negara hanya dapat diberikan kepada Pejabat atau Pegawai Negeri berdasarkan Surat Izin Penghunian (SIP) dan Penghuni berkewajiban untuk membayar sewa Rumah Negara sebagaimana diatur dalam BAB IV.1 angka 2 huruf a angka 2) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22/PRT/M Tahun 2008 tentang Pedoman Teknis Pengadaan, Pendaftaran, Penetapan Status, Penghunian, Pengalihan Status, dan Pengalihan Hak atas Rumah Negara. Oleh karena itu gugatan PARA PENGGUGAT harus dinyatakan ditolak atau sekurang- kurangnya dinyatakan tidak dapat
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 41 dari 68 hal.
diterima. 7. Bahwa terhadap dalil Para Penggugat pada butir 5 yang dikemukakan oleh Para Penggugat dalam gugatan a quo, akan Tergugat III tanggapi sebagai berikut: a. Bahwa sehubungan dengan pernyataan Para Penggugat yang menyatakan "...surat dari Kepala Dinas Perumahan Pemerintah Kota Bandung (Distarcip) melalui suratnya No. 593/478-Disrum tanggal 3 Mei 2005 dan No. 593/632- Disrum tanggal 30 Juni 2005, yang menyatakan bahwa Rumah-Rumah tersebut di Jalan Jawa No. 30 s/d No. 54. Dst dibangun oleh Jawatan Gedung-Gedung Negeri Bandung..." b. Bahwa sehubungan dengan huruf a di atas, dapat disampaikan bahwa Jawatan Gedung-gedung Negeri pada masanya merupakan Jawatan Negara yang bertugas untuk membangun infrastruktur gedung bagi seluruh Kementerian/Lembaga pada masa tersebut dengan skema Pembiayaan/APBN dari Kementerian/Lembaga yang bersangkutan, dalam hal ini Departemen Perhubungan selaku Departemen yang menaungi PJKA pada masa itu. c. Bahwa sehubungan dengan hal-hal di atas, terkait kewenangan dan proses yang memungkinkan terjadinya pengalihan atas asetaset dimaksud telah dijelaskan pada angka 5 dalam jawaban Tergugat III ini sebagaimana dimaksud di atas. d. Bahwa disamping hal-hal di atas, TERGUGAT III menyangkal secara tegas dalil PARA PENGGUGAT pada halaman 5 angka 5 surat gugatannya yang mendalilkan bahwa PARA PENGGUGAT merupakan subyek hukum selaku penghuni yang beritikad baik dan sebagai pemilik bangunan-bangunan tersebut sebagai beziter dengan alasan bahwa PARA PENGGUGAT merupakan beziter yang beritikad buruk (bezit tekwader trouw) dan mengetahui benda tidak bergerak yang dikuasainya bukan miliknya. e. Menurut Pasal 530 KUHPerdata bahwa yang dimaksud dengan beziter yang beritikad buruk adalah mereka yang memegang benda tersebut itu tau bahwa bendanya diperoleh dengan cara-cara yang bertentangan menurut cara-cara memperoleh hak milik. f.
Bahwa hal-hal sebagaimana telah diuraikan di atas, maka sudah sepatutnya permohonan Para Para Penggugat untuk dinyatakan
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 42 dari 68 hal.
sebagai pemilik dan/atau beziter atas objek sengketa ditolak oleh Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo. 8. Bahwa
terhadap
dalil
Para
Penggugat
pada
butir
8
yang
dikemukakan oleh Para Penggugat dalam gugatan a quo, akan Tergugat III tanggapi sebagai berikut: a. Bahwa Para Penggugat dalam gugatan a quo menyatakan "...Maka mohon Majelis Hakim berdasarkan uraian ini menyatakan objek perkara tidak merupakan aset negara yang tercatat di dalam Departemen Keuangan Republik Indonesia." b. Bahwa pernyataan Para Penggugat sebagaimana dimaksud huruf a di atas bertentangan dengan pernyataan Para Penggugat dalam butir 4 gugatan a quo yang menyatakan "...mohon kepada Majelis Hakim untuk menyatakan objek-objek tersebut adalah Tanah Negara, bukan aset PT. Kereta Api Indonesia (Persero)." . Bahwa sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang menyatakan bahwa Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. d. Bahwa sehubungan dengan hal dimaksud di atas, terkait status suatu Objek berupa Tanah dapat dikatakan sebagai Tanah Negara berarti terhadap objek dimaksud telah dinyatakan sebagai Aset Negara/Barang Milik Negara sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah e. Bahwa sebagaimana telah diuraikan di atas, pernyataan Para Penggugat dalam gugatan a quo terkait permohonan menyatakan sebagai Tanah Negara pada butir 4 dan permohonan untuk menyatakan objek perkara tidak merupakan Aset Negara yang tercatat di dalam Departemen Keuangan Republik Indonesia adalah Hal yang saling bertentangan. f. Bahwa hal-hal sebagaimana telah diuraikan di atas, maka sudah sepatutnya permohonan Para Para Penggugat untuk menyatakan objek perkara tidak merupakan aset negara yang tercatat di dalam Departemen Keuangan Republik Indonesia ditolak oleh Majelis
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 43 dari 68 hal.
Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo. 9. Bahwa TERGUGAT III juga menolak secara tegas dalil PARA PENGGUGAT pada halaman 7 butir 9 surat gugatannya yang mendalilkan bahwa obyek perkara pengelolaannya oleh Departemen Pekerjaan Umum Cq. Direktorat Jenderal Cipta Karya yang saat ini di bawah kewenangan Dinas Tata Ruang dan Permukiman Provinsi Jawa Barat (Tergugat V), karena TERGUGAT III bukanlah Pengguna Barang atau Kuasa Pengguna Barang atas semua Rumah Negara obyek perkara in cassu, hal tersebut sebagaimana telah di atur sebagai berikut: a. Bahwa dalam gugatan a quo Para Penggugat tidak membuktikan dokumen
apapun
yang
menyatakan
terhadap
Obyek
perkara/Rumah- Rumah dimaksud pernah ditetapkan sebagai status Rumah Negara Golongan III. b. Bahwa dalam hal sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan No. 138/2010 yang menyatakan bahwa Menteri Pekerjaan Umum hanya memiliki kewenangan selaku Pengguna Barang untuk Barang Milik Negara (BMN) berupa Rumah Negara Golongan III. c. Bahwa sehubungan dengan hal-hal yang telah diuraikan di atas, maka terhadap Obyek perkara/Rumah-Rumah dimaksud bukan merupakan kewenangan dari Departemen Pekerjaan Umum cq Direktorat Jenderal Cipta Karya. 10. Bahwa pernyataan Para Penggugat pada butir 10 halaman 8 gugatan a quo yang menyatakan "...maka cukup jelas dan terang objek perkara merupakan tanah negara bebas yang dapat status hukumnya memberikan hak prioritas kepada Para Penggugat selaku penghuni dan penguasa atas tanah dan bangunan-bangunan tersebut." Akan Tergugat III tanggapi sebagai berikut: a.
pada hal yang dimaksud dengan tanah negara bebas menurut domeinverklaring yang antara lain diatur di dalam Pasal 1 Agrarisch Besluit, adalah semua tanah yang bebas sama sekali dari pada hakhak seseorang termasuk juga bangunan gedung pemerintah baik berdasarkan atas hukum adat asli Indonesia maupun yang berdasarkan atas hukum barat). b.
PARA PENGGUGAT tidak paham bahwa di atas tanah yang di
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 44 dari 68 hal.
klaim oleh PARA PENGGUGAT sebagai tanah negara bebas berdiri Rumah Negara yang merupakan Aset Negara sehingga dengan demikian tanah tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai tanah negara bebas. Oleh karena itu mohon Majelis Hakim yang mengadili perkara a quo menyatakan gugatan PARA PENGGUGAT dinyatakan tidak memenuhi syarat formil suatu gugatan dan karenanya harus ditolak atau sekurang-kurangnya dinyatakan tidak dapat diterima (Niet Onvankelijke Verklaard). c.
Bahwa pada perkara a quo, dasar penguasaan Para Penggugat terhadap Objek Perkara berdasarkan Surat Izin Menghuni Rumah Negara dari Kantor Urusan Perumahan Perumahan (KUP) bukan merupakan dasar kepemilikan dari Para Penggugat atas ObyekObyek Perkara sebagaimana telah diuraikan dalam angka 6 dalam jawaban gugatan ini.
d.
Bahwa hal-hal sebagaimana telah diuraikan di atas, maka sudah sepatutnya permohonan Para Para Penggugat untuk memberikan hak prioritas kepada Para Para Penggugat selaku penghuni dan penguasa atas tanah dan bangunan-bangunan tersebut ditolak oleh Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo.
11. Bahwa TERGUGAT III juga menolak secara tegas dalil penggugat yang menyatakan bahwa tanah tempat berdirinya Rumah Negara obyek perkara a quo adalah tanah negara bebas pada butir 13 gugatan a quo, karena menurut domeinverklaring dalam Agrarisch Besluit jo Staatsblad 1911 No 110 sebagaimana terakhir sudah diubah dengan Staatsblad 1940 No 430, bahwa benda-benda milik Negara yang tidak bergerak (bangunan) termasuk juga tanah-tanahnya dianggap ada di bawah Departemen, sehingga dengan demikian dapat diartikan bahwa semua Rumah Negara yang terletak di Jalan Jawa No 30, 32, 34, 38, 40, 42, 44, 46, 48, 50, 52, dan 54 Bandung, adalah Rumah Negara yang diperuntukan kedinasan dari Kementerian Perhubungan. Menurut domeinverklaring yang antara lain diatur di dalam Pasal 1 Agrarisch Besluit, tanah negara bebas adalah semua tanah yang bebas sama sekali dari pada hak-hak seseorang termasuk juga bangunan gedung
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 45 dari 68 hal.
pemerintah baik berdasarkan atas hukum adat asli Indonesia maupun yang berdasarkan atas hukum barat. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa semua tanah Rumah Negara yang terletak di Jalan Jawa No 30, 32, 34, 38, 40, 42, 44, 46, 48, 50, 52, dan 54 Bandung bukanlah tanah negara bebas melainkan tanah negara di bawah pengelolaan Kementerian Keuangan. 12. Bahwa terhadap dalil Para Penggugat pada butir 14 yang dikemukakan oleh Para Penggugat dalam gugatan a quo, akan Tergugat III tanggapi sebagai berikut: a. Bahwa dalam hal permohonan Para Penggugat yang dinyatakan sebagai berikut: "... mohon kepada Majelis Hakim yang mengadili dan memeriksa perkara ini agar serta merta meletakkan Sita Jaminan terlebih dahulu dan Revindicatoir Beslag terhadap bangunan serta tegakkan diatasnya yang terletak di..." b. Bahwa sehubungan dengan permohonan Para Penggugat diatas dapat dianggap tidak memenuhi syarat Pasal 180 HIR ayat (1), yaitu: 1) Surat otentik yang menurut undang-undang mempunyai kekuatan bukti. 2) Putusan
pengadilan
sebelumnya
yang
sudah
mempunyai
kekuatan tetap yang menguntungkan pihak Para Penggugat dan ada hubungannya dengan gugatan yang bersangkutan. 3) Gugatan provisional yang dikabulkan. 4) Sengketa a quo bukan mengenai bezitrecht. c. Bahwa selain persyaratan di atas, permohonan
Para Para
Penggugat juga tidak memenuhi persyaratan sebagaimana yang ditentukan di dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2001 tanggal 20 Agustus 2001 tentang Permasalahan Putusan Serta Merta (Uitvoerbaar Bij Vooraad) dan Provisional, yaitu utntuk dapat dijatuhkan Putusan Uitvoerbaar Bij Vooraad disyaratkan adanya izin dari Ketua Pengadilan Tinggi dan adanya pemberian jaminan yang nilainya sama dengan dengan nilai/objek eksekusi dengan tujuan agar tidak menimbulkan kerugian dari pihak lain apabila ternyata dikemudian hari dijatuhkan putusan yang membatalkan Putusan pada Pengadilan Tingkat Pertama. d. Bahwa sehubungan dengan kedua syarat sebagaimana dimaksud di
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 46 dari 68 hal.
atas merupakan syarat kumulatif, maka terhadap tuntutan Provisi yang diajukan oleh Para Penggugat pada perkara a quo sudah sepatutnya Ditolak oleh Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo. 13. Bahwa PARA PENGGUGAT sudah mengetahui dan mengakui bahwa semua rumah yang terletak di Jalan Jawa No 30, 32, 34, 38, 40, 42, 44, 46, 48, 50, 52, dan 54 Bandung adalah rumah Negara termasuk tanahnya merupakan Barang Milik Negara yang tunduk namun tidak terbatas pada Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara. 14. Bahwa PARA PENGGUGAT berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara tidak memenuhi persyaratan sebagai penghuni rumah Negara in cassu karena statusnya bukan sebagai Pegawai Negeri. 15. Bahwa berdasarkan semua uraian tersebut di atas dalil PARA PENGGUGAT sebagai beziter atas rumah Negara obyek perkara a quo beserta
tanahnya
haruslah
ditolak
karena
PARA
PENGGUGAT
merupakan beziter yang beritikad buruk (bezit to kwader trouw) dan penguasaannya tidak sesuai dengan peraturan yang mengatur tentang cara-cara memperoleh hak milik atas benda tidak bergerak berupa bangunan beserta tanahnya. Berdasarkan seluruh uraian dan dasar hukum yang TERGUGAT III sampaikan, baik dalam Eksepsi maupun Jawaban Pokok Perkara, mohon kiranya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung yang memeriksa dan mengadili Perkara ini dapat memberikan Putusan sebagai berikut: DALAM EKSEPSI: a. Menerima Eksepsi TERGUGAT III untuk seluruhnya; b. Menyatakan TERGUGAT III tidak terbukti melakukan perbuatan melawan hukum dan karenanya dikeluarkan sebagai Pihak Tergugat dalam perkara a quo; c. Menyatakan gugatan PARA PENGGUGAT tidak dapat diterima (Niet Onvanklijke Verklaard) untuk seluruhnya. DALAM POKOK PERKARA : 1. Menolak gugatan PARA PENGGUGAT untuk seluruhnya; 2. Menyatakan TERGUGAT III tidak terbukti melakukan perbuatan melawan hukum;
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 47 dari 68 hal.
3. Menyatakan Tergugat III untuk KELUAR DARI PIHAK dalam perkara a quo; 4. Membebankan biaya perkara kepada PARA PENGGUGAT. Atau Apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadiladilnya (ex aequo et bono). Untuk Tergugat IV Surat Jawaban tertanggal Januari 2016 I.
DALAM EKSEPSI A. GUGATAN TIDAK JELAS (OBSCUUR LIBEL) 1.
Para Penggugat dalam Surat gugatannya pada halaman 3
menyebutkan "menggugat Gubernur Jawa Barat Cq. Walikota Bandung Cq. Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kota Bandung selaku Tergugat IV dalam perkara a quo" selanjutnya perlu untuk Tergugat
IV
sampaikan
bahwa
pemahaman
sebagaimana
tersebut diatas adalah pemahaman yang tidak tepat/keliru, sebab Walikota Kota Bandung bukan merupakan bawahan langsung dari Gubernur dalam arti garis pertanggung jawaban hukum dan tindakan/perbuatan hukum Walikota Bandung Cq Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kota Bandung dalam pelaksanaan kewenangan dan tugasnya tidak secara serta merta dan atau secara langsung dipertanggung jawabkan kepada Gubernur Jawa Barat (vicarious liability) berdasarkan ketentuan sebagai berikut: a) Bab VI Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 beserta
amandemen
menyebutkan
"bahwa
Pemerintah
Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus
sendiri urusan
Pemerintahan
menurut
asas
otonomi dan tugas pembantuan". b) Berdasarkan Bab VI Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 beserta amandemen disebutkan bahwa Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintahan Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis. c) Ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas Daerah
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 48 dari 68 hal.
Provinsi dan Daerah Provinsi itu dibagi atas Daerah kabupaten dan Kota. d) Ketentuan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa Daerah Provinsi dan kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) merupakan Daerah dan masingmasing mempunyai Pemerintahan Daerah. Sehingga dengan demikian, apabila memperhatikan ketentuan sebagaimana tersebut diatas, maka in casu gugatan yang diajukan oleh Para Penggugat dalam perkara a quo adalah merupakan gugatan yang kabur/ tidak jelas (Obscuur Libel). 2.
Para
Penggugat
dari
Penggugat
I
sampai
dengan
Penggugat XII dalam perkara ini seharusnya mengajukan gugatannya secara terpisah/sendiri-sendiri ke Pengadilan Negeri KIs I A khusus Bandung, karena rumuskan dalil dasar hukum (Rechtelijke Grand) dan dasar fakta hukum (Feitelijke grand) masing-masing Penggugat pada faktanya merupakan subyek hukum yang berbeda-beda dan juga memiliki legal standing yang terpisah pula/masing-masing terhadap objek hukum yang disengketakan
dalam
perkara
a
quo,
sehingga
dengan
mengingat kepada hal tersebut diatas maka gugatan para Penggugat dalam perkara ini adalah merupakan gugatan yang kabur/ tidak jelas (Obscuur Libel) 3. Para Penggugat dalam Posita Gugatan dalam perkara a quo tidak menegaskan dasar tuntutan terkait rumusan dalil peristiwa hukum terkait tindakan hukum apa yang telah dilakukan oleh Tergugat IV terhadap materi dan atau objek yang disengketakan, terlebih pada faktanya Tergugat IV tidak memiliki kepentingan dan kewenangan hukum apapun terhadap materi dan atau objek yang disengketakan (poin d'interet point d'action), sehingga telah jelas bahwa perumusan dalil gugatan dari Para Penggugat kepada Tergugat IV dikategorikan sebagai gugatan yang kabur/tidak jelas (Obscuur Libel). 4. Penggugat dalam Posita Gugatannya pada halaman 4 dan 5 angka 3 telah mendalilkan bahwa dasar para Penggugat menempati dan menguasai obyek sengketa dalam perkara a quo
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 49 dari 68 hal.
adalah berdasarkan Surat Izin Menghuni dari Kantor Urusan Perumahan (KUP) yang rata- rata diterbitkan sejak tahun 1954 dan terakhir tahun 1987, akan tetapi dalam dalil posita gugatan para Penggugat tidak menjelaskan secara rinci dan jelas satu persatu terkait isi Surat Izin Menghuni yang dimaksudkan para penggugat yang diantaranya adalah sebagai berikut: - Sejak kapan dan nomor berapa Surat Izin menghuni termaksud diatas di terbitkan kepada para Penggugat ? Menimbulkan ketidak jelasan waktu penerbitan Surat Izin Menghuni (legal Standing) - kepada
siapa
saja
Surat
Izin
Menghuni
diberikan
?
menimbulkan ketidak jelasan subyek hukum penerima Surat Izin Menghuni - objek lahan persil tanah dan bangunan yang mana saja yang dimaksudkan di dalam Surat Izin Menghuni tersebut di atas ? Bahwa berdasarkan keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 565K/SIP/1973, tertanggal 21 Agustus 1974, yang isinya menyatakan : "kalau objek gugatan tidak jelas, maka gugatan tidak dapat diterima" Dengan demikian berdasarkan penjelasan hal-hal tersebut diatas maka sudah seharusnya Majelis Hakim yang mengadili dan memeriksa perkara ini menyatakan gugatan ini tidak dapat diterima (niet ontvankellijke verklaard) atau setidak-tidaknya mengeiuarkan Pihak Tergugat IV sebagai Pihak dalam Perkara a quo. B. EKSEPSI ERROR IN PERSONA Bahwa Para Penggugat telah keliru dan salah alamat (error in persona) dengan mendudukan Walikota Kota Bandung Cq. Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kota Bandung selaku Tergugat IV dalam perkara ini, karena Para Penggugat dalam posita dalil gugatannya
tidak
dapat
menegaskan
hubungan
hukum
(rechtverhouding) antara Pihak Tergugat IV dengan objek yang disengketakan, yang mana hal tersebut menimbulkan gugatan para Penggugat cacat formil, karena telah salah menarik sebagai pihak (Error in persona) yang di gugat dalam Perkara a quo.
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 50 dari 68 hal.
Dengan demikian adalah sudah sepatutnya Majelis Hakim yang mengadili dan memeriksa perkara ini menyatakan gugatan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard) atau setidak-tidaknya mengeiuarkan Pihak Tergugat IV sebagai Pihak dalam Perkara a quo. II. DALAM POKOK PERKARA 1. Bahwa hal-hal yang telah dikemukakan dalam eksepsi mohon dianggap termuat pula dalam pokok perkara. 2. Bahwa Tergugat IV dengan ini menolak secara tegas seluruh dalildalil yang dikemukakan oleh Para Penggugat di dalam Surat Gugatannya kecuali terhadap hal-hal yang diakui secara tegas dan tertulis diakui oleh Tergugat IV. 3. Para Penggugat dalam dalil posita gugatannya pada halaman 5 di angka 5 mendalilkan surat dari Kepala Dinas Perumahan Pemerintah Kota Bandung (DISTARCIP) dengan nomor : 593/632Disrum, tanggal 30 Juni 2005 yang menyatakan bahwa "rumah rumah termasuk rumah di jalan jawa No. 30 s/d no. 54 dst dibangun oleh jawatan gedung- gedung negeri Bandung" selanjutnya dengan memperhatikan dalil posita gugatan para Penggugat sebagaimana termaksud diatas dapat disampaikan hal-hal sebagai berikut: a. Bahwa pemahaman dari para Penggugat terkait kedudukan Struktur Organisasi Kantor Urusan Perumahan (KUP) dan Dinas Perumahan (DISPERUM) merupakan bagian/identik dengan Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya (DISTARCIP) dipandang perlu untuk dijelaskan bahwa terhadap ketiga instansi termaksud diatas adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah Kota Bandung (SKPD) yang berbeda baik dari segi waktu pembentukan maupun dasar pembentukan juga kewenangan serta Tugas Pokok dan Fungsi terlebih saat ini Kantor Urusan Perumahan Kota Bandung dan Dinas Perumahan Kota Bandung sudah tidak ada, selanjutnya terkait Struktur Organisasi Satuan Perangkat Daerah (SKPD) termaksud diatas dapat dijelaskan diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1948 dibentuk urusan perumahan dibawah Departemen Sosial, namun sejak tahun 1958 urusan Perumahan diserahkan kepada
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 51 dari 68 hal.
Pemerintah Daerah TK I berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1958, selanjutnya sejak tahun 1964 urusan perumahan secara resmi menjadi wewenang Pemerintah TK II Kotamadya Bandung berdasarkan SK Gubernur No. 81/IV/Perum/SK/1964, tanggal 20 Agustus 1964. kemudian pada tahun 1987 Kantor Urusan Perumahan diubah menjadi Dinas
Perumahan
berdasarkan
Peraturan
Daerah
Kotamadya Daerah TK I Jawa Barat No. 1665/1987, tanggal 16 September 1987 yang merupakan hasil merjer dengan bagian tanah, selanjutnya berdasarkan Peraturan Daerah TK II Nomor 5 tahun 1987, jo Peraturan Daerah TK II No. 4 tahun 1997 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Perumahan Kota Bandung, jo Peraturan Daerah Kota Bandung No. 05 tahun 2001 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Dinas Daerah Kota Bandung. 2) Pembentukan Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kota Bandung merupakan penggabungan dari 3 Dinas yakni : Dinas Bangunan, Dinas Tata Kota dan sebagian Dinas Perumahan yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandung No 13 Tahun 2007 Tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Dinas Daerah Kota Bandung dengan Tugas Pokok dan Fungsi diatur dalam Peraturan Walikota Bandung No. 743 Tahun 2014 Tentang Rincian Tugas Pokok, Fungsi, Uraian Tugas dan Tata Kerja Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kota Bandung.Selanjutnya perlu disampaikan bahwa Struktur Organisasi Bidang Perumahan pada Dinas Tata Ruang dan Cipta karya Kota Bandung memiliki Tugas Pokok dan Fungsi berdasarkan Peraturan Walikota Kota Bandung No. 475 tahun 2008 tentang Rincian Tugas Pokok Dan Fungsi Satuan Organisasi Dinas Daerah Kota Bandung sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Walikota Kota Bandung Peraturan Walikota Kota Bandung No.743 Tahun 2014 tentang Rincian Tugas Pokok, Fungsi, Uraian Tugas dan Tata Kerja Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kota Bandung yang dipimpin oleh seorang Kepala Bidang dengan dibantu 3 orang Kepala
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 52 dari 68 hal.
Seksi yakni sebagai berikut: i. SEKSI PENGEMBANGAN PERUMAHAN ii. SEKSI TEKNIK PENYEHATAN LINGKUNGAN iii. SEKSI SOSIAL DAN FASILITAS UMUM Berdasarkan uraian diatas telah jelas para Penggugat telah keliru dengan memahami kedudukan Struktur Organisasi Kantor Urusan Perumahan (KUP) dan Dinas Perumahan (DISPERUM) merupakan bagian/identik dengan Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya (DISTARCIP) sebagaimana tertuang dalam Posita surat gugatannya pada halaman 4 dan 5 angka 3 juga 5 serta pada halaman 7 angka 10 sehingga perlu untuk ditegaskan bahwa terhadap ketiga instansi termaksud diatas adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah Kota Bandung yang memiliki Kewenangan, Tugas Pokok dan Fungsi juga waktu pembentukan dan dasar pembentukan, yang berbeda/tidak sama, karena ketiga Satuan Kerja Perangkat Daerah termaksud diatas memiliki pertanggung jawaban hukum atas tindakan hukumnya secara masing-masing / sendiri-sendiri sesuai kewenangan tugas pokok dan fungsinya. b. Dipandang perlu pula untuk disampaikan bahwa Surat Izin Menghuni bukanlah merupakan Surat Tanda Bukti atas suatu hak keperdataan kepemilikan sebab terkait hak kepemilikan sebagaimana
termaksud
diatas
telah
ditegaskan
didalam
ketentuan dan Peraturan Undang- Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria junto, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yaitu yang menyebutkan sebagai berikut: - Pasal 16 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 yang berbunyi: Hak-hak Atas Tanah sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 1 ialah a. Hak milik b. Hak guna usaha c. Hak guna bangunan d. Hak pakai e. Hak sewa f. Hak membuka tanah g. Hak memungut hasil hutan
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 53 dari 68 hal.
Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah : Bukti kepemilikan itu pada dasarnya terdiri dari bukti kepemilikan atas nama pemegang hak pada waktu berlakunya uupa dan apabila hak tersebut kemudian beralih, bukti peralihan hak pada waktu dilakukannya, bukti peralihan hak berturut-turut sampai ke tangan pemegang hak pada waktu dilakukan pembukuan hak : a. Grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Ordonnantie (Staatblad. 1854-27), yang telah dibubuhi catatan,
bahwa
hak
eigendom
yang
bersangkutan
dikonversi menjadi hak miik; atau b. Grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overscrijvings Ordonnantie (Staatblad. 1854-27), sejak berlakunya UUPA sampai tanggal pendaftaran tanah dilaksanakan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 di daerah yang bersangkutan; atau c. Surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang bersangkutan ; atau d. Sertifikat
hak
milik
yang
diterbitkan
berdasarkan
Pearaturan Menteri Nomor 9 tahun 1959; atau e. Surat keputusan
pemberian
hak
milik dan pejabat
yang berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya UUPA yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut didalamnya; atau f.
Akta pemindah hak yang dibuat dibawah tangan yang dibubuhi
tanda
Desa/Kelurahan
kesaksian yang
oleh
dibuat
Kepala adat/Kepala sebelum
berlakunya
Peraturan Pemerintah ini; atau g. Akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahnya belum dibukukan; atau h. Akta ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakannya Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1977; atau
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 54 dari 68 hal.
i.
Risalah leiang yang dibuat oleh pejabat Lelang yang berwenang, yang tanahnya belum dibukukan; atau
j.
Surat
penunjukan
atau
pembelian
kaveling
tanah
penggantian tanah yang diambil oleh pemerintah atau pemerintah Daerah; atau k. Petuk pajak Bumi/Landrente, girik, pipil, kekitir dan Vervonding Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 7961; atau l.
Surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan; atau
m. Lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana dimaksud dalam Pasal II, Pasal VI dan Pasal VII Ketentuan-ketentuan Konversi UUPA. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, mohon kiranya Majelis Hakim Pengadilan Negeri KIs. I-A Khusus Bandung yang memeriksa dan mengadili perkara ini berkenan memutuskan sebagai berikut: DALAM EKSEPSI : -
Mengabulkan eksepsi Tergugat IV;
-
Mengeluarkan Tergugat IV sebagai Pihak dalam Perkara a quo;
-
Menyatakan
Gugatan
Penggugat
tidak
dapat
diterima
(niet
ontvankelijke verklaard); DALAM POKOK PERKARA : -
Menolak gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya;
-
Menghukum Para Penggugat untuk membayar seluruh biaya perkara yang timbul dalam perkara ini;
Apabila Pengadilan Negeri berpendapat lain, mohon putusan yang seadiladilnya (Ex Aequo Et Bono). Menimbang, bahwa atas gugatan Penggugat tersebut Pengadilan Negeri Bandung
telah
menjatuhkan
putusan
tanggal
21
Juli
2016
Nomor
348/Pdt.G/2015/PN.Bdg, yang amarnya berbunyi sebagai berikut : -----------------A. DALAM KONPENSI : I. Dalam Eksepsi Menolak eksepsi Para Tergugat ; II. Dalam Pokok Perkara Menolak gugatan Penggugat Konpensi seluruhnya ;
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 55 dari 68 hal.
B. DALAM REKONPENSI : 1 .Mengabulkan Gugatan Rekonpensi Penggugat Rekonpensi untuk sebagian ; 2. Menyatakan Para Tergugat Rekonpensi telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum yang merugikan Penggugat Rekonpensi ; 3. Menghukum Para Tergugat Rekonpensi I sampai dengan XII atau siapa saja yang menempati rumah dan tanah tersebut untuk mengosongkan dan menyerahkan tanah-tanah dan bangunan-bangunan terletak di Jalan Jawa No.30, 32, 34, 38, 40, 42, 44, 46, 48, 50, 52, dan 54 Kota Bandung dengan batas-batas : Utara
:
Jalan Jawa
Selatan
:
Tanah-Rumah Negara Jalan Rakata
Timur
:
Tanah-Rumah Negara
Barat
:
Tanah Negara
Kepada Penggugat Rekonpensi dalam keadaan kosong; 4. Menghukum Tergugat Rekonpensi I sampai dengan XII untuk membayar ganti kerugian materil berupa uang sewa kepada Penggugat Rekonpensi untuk : 4.1.
Tergugat Rekonpensi I sebesar Rp 130.000.000; ( seratus tiga puluh juta rupiah );
4.2. Tergugat Rekonpensi II sebesar Rp 70.000.000 ( tujuh puluh juta rupiah ); 4. 3.
Tergugat Rekonpensi III sebesar Rp 130.000.000; ( seratus tiga puluh juta rupiah );
4. 4. Tergugat Rekonpensi IV sebesar Rp 260.000.000 ( dua ratus enam
puluh juta rupiah); 4. 5. Tergugat Rekonpensi V sebesar Rp 70.000.000 ( tujuh puluh juta
rupiah ); 4.6.
Tergugat Rekonpensi VI sebesar Rp 70.000.000 ( tujuh puluh juta rupiah );
4. 7.
Tergugat Rekonpensi VII sebesar Rp 260.000.000 ( dua ratus enam puluh juta rupiah );
4. 8.
Tergugat Rekonpensi VIII sebesar Rp 260.000.000 ( dua ratus enam juta rupiah );
4.9. Tergugat Rekonpensi IX sebesar Rp 260.000.000 ( dua ratus enam
puluh juta rupiah );
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 56 dari 68 hal.
4. 10. Tergugat Rekonpensi X sebesar Rp 70.000.000 ( tujuh puluh juta
rupiah ); 4. 11. Tergugat Rekonpensi XI sebesar Rp 70.000.000 ( tujuh puluh juta
rupiah); 4.12.
Tergugat Rekonpensi XII sebesar Rp 130.000.000 ( seratus tiga puluh juta rupiah);
secara tunai, seketika dan sekaligus kepada Penggugat Rekonpensi, 5. Menghukum Para Tergugat Rekonpensi I sampai dengan XII untuk membayar uang paksa (dwangsom) masing masing sebesar Rp 500.000,- ( lima ratus ribu rupiah ) perhari kepada Penggugat Rekonpensi apabila para Tergugat Rekonpensi tidak / terlambat menjalankan Isi putusan ini dihitung sejak putusan ini berkekuatan hukum tetap; 6. Menolak gugatan Penggugat Rekonpensi untuk dan selebihnya; C. DALAM KONPENSI DAN REKONPENSI 1.
Menghukum Para Penggugat Konpensi untuk membayar biaya perkara dalam konpensi secara tanggung renteng yang jumlahnya Rp 4.057.000 (empat juta lima puluh tujuh ribu rupiah) ;
2.
Menghukum Para Tergugat Rekonpensi untuk membayar seluruh biaya Secara tanggung renteng dalam perkara rekonpensi yang jumlahnya NIHIL ; Menimbang, bahwa berdasarkan Surat Pemberitahuan Isi Putusan
masing-masing Nomor : 348/Pdt.G/2015/PN.Bdg. telah diberitahukan Isi Putusan Pengadilan Negeri Bandung tanggal 21 Juli 2016, Nomor : 348/Pdt.G/2015/PN.Bdg, kepada Tergugat II tanggal 21 Oktober 2016 dan kepada Tergugat III tanggal 31 Oktober 2016 ; -------------------------------------------Menimbang, bahwa berdasarkan Risalah Pernyataan Permohonan Banding Nomor : 99/Pdt.B/2016/PN.Bdg. tanggal 29 Juli 2016, yang dibuat oleh Sugeng Wahyudi, S.H., M.M.
Panitera Pengadilan Negeri Bandung yang
menerangkan bahwa Para Penggugat melalui Kuasa Hukumnya telah menyatakan banding terhadap putusan Pengadilan Negeri Bandung tanggal 21 Juli 2016 Nomor 348/Pdt.G/2015/PN.Bdg, dan telah diberitahukan kepada : 1. Terbanding IV dan V semula Tergugat IV dan V serta kepada Turut Terbanding semula Turut Tergugat masing-masing tanggal 23 Agustus 2016.
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 57 dari 68 hal.
2. Terbanding I semula Tergugat I tanggal 26 Agustus 2016 ; 3. Terbanding III semula Tergugat III tanggal 09 September 2016 ; 4. Terbanding II semula Tergugat II tanggal 31 Oktober 2016 ; Menimbang, bahwa Kuasa Hukum Para Pembanding semula Para Penggugat telah mengajukan memori banding tertanggal 7 September 2016 yang diterima di Kepanitera Pengadilan Negeri Bandung tanggal 8 September 2016, memori banding tersebut telah diberitahukan kepada : 1. Terbanding V semula Tergugat II tanggal 6 Oktober 2016 ; 2. Terbanding IV semula Tergugat IV tanggal 8 Oktober 2016 ; 3. Turut Terbanding semula Turut Tergugat tanggal 9 Oktober 2016 ; 4. Terbanding I semula Tergugat I tanggal 20 Oktober 2016 ; 5. Terbanding II semula Tergugat II tanggal 16 Desember 2016 ; 6. Terbanding III semula Tergugat III tanggal 07 Februari 2016 ; Menimbang, bahwa terhadap memori banding dari Kuasa Hukum Para Pembanding semula Para Penggugat, Kuasa Hukum Terbanding I semula Tergugat I telah mengajukan kontra memori banding tertanggal 14 November 2016 yang diterima Kepaniteraan Pengadilan Negeri Bandung pada tanggal 14 November 2016, kontra memori banding tersebut telah diberitahukan kepada : 1. Terbanding III semula Tergugat III tanggal 15 November 2016 ; 2. Para Pembanding semula Para Penggugat tanggal 29 November 2016 ; 3. Terbanding IV dan V semula Tergugat IV dan V serta kepada Turut Terbanding semula Turut Tergugat tanggal 30 November 2016 ; 4. Terbanding II semula Tergugat II tanggal 22 Desember 2016 melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ; Menimbang, bahwa terhadap memori banding dari Kuasa Hukum Para Pembanding semula Para Penggugat, Kuasa Hukum Terbanding II semula Tergugat II telah mengajukan kontra memori banding tertanggal 28 Desember 2016 yang diterima Kepaniteraan Pengadilan Negeri Bandung pada tanggal 28 Desember 2016, kontra memori banding tersebut telah diberitahukan kepada : 1. Turut Terbanding semula Turut Tergugat tanggal 23 Januari 2017 ; 2. Terbanding I semula Tergugat I tanggal 27 Januari 2017 ; 3. Terbanding IV dan V semula Tergugat IV dan V tanggal 31 Januari 2017 ; 4. Terbanding III semula Tergugat III tanggal 13 Februari 2017 melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ; 5. Para Pembanding semula Para Penggugat tanggal 14 Februari 2017 ;
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 58 dari 68 hal.
Menimbang, bahwa Pengadilan Negeri Bandung telah memberitahukan kepada : 1. Turut Terbanding semula Turut Tergugat I tanggal 04 Oktober 2016 ; 2. Terbanding V semula Tergugat V tanggal 6 Oktober 2016 ; 3. Para Pembanding semula Para Penggugat tanggal 12 Oktober 2016 ; 4. Terbanding IV semula Tergugat IV tanggal 18 Oktober 2016 ; 5. Terbanding I semula Tergugat I tanggal 20 Oktober 2016 ; 6. Terbanding II semula Tergugat II tanggal 16 Desember 2016, melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ; 7. Terbanding III semula Tergugat III tanggal 07 Februari 2017 melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ; untuk diberi kesempatan mempelajari berkas perkara dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah diterimanya pemberitahuan ini, dan sebelum berkas perkara dikirim ke Pengadilan Tinggi untuk pemeriksaan pada tingkat banding ; TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM Menimbang, bahwa permohonan banding dari Kuasa Hukum Para Pembanding semula Para Penggugat telah diajukan dalam tenggang waktu dan menurut tata cara serta memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh Undang-undang, oleh karena itu permohonan banding tersebut secara formal dapat diterima ; -----------------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa Kuasa Hukum Para Pembanding semula Para Penggugat telah mengajukan memori banding tertanggal 7 September 2016 yang diterima di Kepanitera Pengadilan Negeri Bandung tanggal 8 September 2016,yang pada pokoknya mengajukan keberatan sebagai berikut : ---------------A. Dalam Konpensi Dalam Eksepsi Pembanding sependapat dengan pertimbangan hukum yudex facti dalam eksepsi tetapi menolak pertimbangan hukum dalam Pokok Perkara dan Dalam Rekonpensinya; Dalam Pokok Perkara Alasan-alasan keberatan Para Pembanding terhadap pertimbangan hukum Majelis Hakim Tingkat Pertama adalah sbb :
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 59 dari 68 hal.
a. Perihal Pertimbangan Hukum Majelis Hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 348/PDT.G/2015/PN.BDG, tertanggal 21 Juli 2016 1. Bahwa terhadap pertimbangan hukum Judex Factie dalam uraiannya yang sangat panjang dari halaman 83 sampai dengan halaman 111, dapat terlihat jelas bahwa Judex Factie dalam membangun argumentasi di dalam menjawab pokok persoalan sangattidak objektif karena telah memihak dan tidak mempertimbangkan seluruh bukti-bukti secara cermat, benar dan adil. 2. Bahwa pertimbangan hukum Judex Factie hanya merujuk pada bukti-bukti yang diajukan oleh PARA PEMBANDING / semula PARA PENGGUGAT tanpa melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap bukti-bukti yang juga diajukan oleh PARA TERBANDING, serta tidak melakukan pemeriksaan secara cermat dan seksama atas Gugatan Rekonpensi yang diajukan oleh TERBANDING I / PENGGUGAT REKONPENSI / semula TERGUGAT I KONPENSI. 3. Bahwa selanjutnya apabila dicermati kembali apa yang menjadi pertimbangan hukum Judex Factie adalah sangat tidak relevan dengan materi / substansi dari pokok persoalan yang diajukan dalam Gugatan PARA PENGGUGAT / sekarang PARA PEMBANDING, yang mana pada intinya mohon agar ditegakkan hak keperdataan yang dimiliki oleh PARA PEMBANDING yaitu berupa hak prioritas untuk dapat mengajukan permohonan pendaftaran hak atas tanah dan bangunan yang selama ini ditempati / dihuni PARA PEMBANDING. b. Perihal Keberatan-Keberatan atas Pertimbangan Hukum dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung di dalam memutus Perkara Nomor 348/PDT.G/2015/PN.BDG, tertanggal 21 Juli 2016 Sebelum kami menguraikan keberatan-keberatan atas pertimbangan hukum Judex Factie, perkenankanlah kami PARA PEMBANDING menegaskan kembali latar belakang dari obyek perkara a quo, yaitu sebagai berikut : Berdasarkan latar belakang dari obyek perkara a quo sebagaimana dijelaskan diatas, maka PARA PEMBANDING dengan ini sangat berkeberatan dengan pertimbangan hukum Judex Factie yaitu sebagai berikut : KEBERATAN PERTAMA, bahwa Judex Factie tidak melakukan penelusuran secara seksama mengenai alas hak / bukti kepemilikan tanah apa yang dimiliki oleh TERBANDING I. Apabila dicermati kembali dalil TERBANDING I / dahulu PENGGUGAT REKONPENSI, yang mendalilkan bahwa tanah-tanah Kereta Api yang berada di Pulau Jawa dan Sumatera di Bestemming-kan (diserahkan penguasaannya) kepada Perusahaan Kereta Api Negara (PENGGUGAT REKONPENSI / TERBANDING I) sehingga setelah di Bestemming-kan menurut PENGGUGAT REKONPENSI / TERBANDING I, aset-aset tanah tersebut berdasarkan Staatsblad tahun 1911 No. 110 dan Staatsblad tahun Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 60 dari 68 hal.
1940 No. 430 secara otomatis menjadi aset instansi pemerintah yang bersangkutan yang ditindak lanjuti dengan pembuatan Grondkaart. Bahwa selama jalannya persidangan, kedua unsur tersebut diatas tidak dapat dibuktikan oleh TERBANDING I / PENGGUGAT REKONPENSI / TERGUGAT I KONPENSI. Dengan demikian, putusan Judex Factie yang mengabulkan sebagian Gugatan Rekonpensi dari PENGGUGAT REKONPENSI / TERGUGAT I KONPENSI / TERBANDING I merupakan putusan yang tidak tepat dan kurang cermat karena PENGGUGAT REKONPENSI / TERGUGAT I KONPENSI / TERBANDING I, tidak dapat membuktikan secara nyata dan otentik alas hak / bukti kepemilikan atas tanah sebagaimana didalilkannya sebagai pihak yang berhak atas obyek perkara a quo. KEBERATAN KEDUA, bahwa Judex Factie telah salah menginterpretasikan bukti surat yang diajukan oleh PARA PEMBANDING / semula PARA PENGGUGAT, yaitu surat dariKepala Dinas Perumahan Kota Bandung, Nomor : 593/478-Disrum, tanggal 3 Mei 2005 dan Nomor : 593/632-Disrum, tanggal 30 Juni 2005yang mana dalam bukti surat tersebut dijelaskan bahwa “Rumah-rumah termasuk rumah di Jalan Jawa No. 30 s/d 54 dibangun oleh Jawatan GedungGedung Negeri Bandung”. Berdasarkan bukti surat tersebut jelas bahwa yang membangun Rumah-rumah di Jalan Jawa No. 30 s/d 54 adalah Jawatan Gedung-Gedung Negeri Bandung dan bukan dibangun oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) / TERBANDING I. Oleh karena itu, status bangunan rumah obyek perkara a quo masih merupakan aset Negara yang berada dalam kewenangan Kementerian Pekerjaan Umum c.q. Direktorat Jenderal Cipta Karya. Bahwa selanjutnya Judex Factiedalam pertimbangannya sebagaimana diuraikan pada halaman 95 alinea ke-1 dan 2, mempergunakan keterangan saksi ahli perdata Ibu Prof. Dr. Willa Chandrawila Supriadi, S.H., M.H., yang menerangkan bahwa Surat Izin Penghunian tidak dapat diwariskan. Namun Judex Factie telah keliru menafsirkan keterangan saksi ahli tersebut, sehingga beranggapan bahwa para ahli waris terputus hubungan hukumnya, padahal para ahli waris mempunyai hak prioritas untuk memohon izin menghuni baruke Kementerian Pekerjaan Umum c.q. Direktorat Jenderal Cipta Karya, bukan kepada PT Kereta Api Indonesia (TERBANDING I) karena sudah dicabut kewenangannya berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman. KEBERATAN KETIGA, bahwa Judex Factie kurang cermat dalam memahami apa yang menjadi substansi dari Gugatan yang diajukan oleh PARA PENGGUGAT / PARA PEMBANDING. Hal ini dapat terlihat dari pertimbangan Judex Factie pada halaman 87 alinea ke-5 yang menyatakan “bahwa kata prioritas adalah kata yang masih samar dan tidak tegas apakah prioritas untuk menghuni atau prioritas untuk membeli”. Bahwa hak prioritas yang dimohon oleh PARA PEMBANDING yaitu hak keperdataan berupa hak prioritas untuk dapat mengajukan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang menjadi obyek perkara a quo.
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 61 dari 68 hal.
Bahwa tanah (obyek perkara a quo) adalah tanah yang dikuasai langsung oleh negara (Vrij Landsdomein), karena sampai dengan saat ini belum diterbitkan sesuatu hak apapun sesuai dengan Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) dan peraturan pelaksanaannya. Bahwa dalam perkara a quo, Judex Factiesama sekali tidak mempertimbangkan dan tidak mengindahkan hal-hal tersebut diatas, yang merupakan syarat penting dalam pengajuan permohonan pendaftaran hak atas tanah ke Badan Pertanahan Nasional. KEBERATAN KEEMPAT, bahwa Judex Factie juga sama sekali tidak mempertimbangkan mengenai adanya Perbuatan Melawan Hukum yang telah dilakukan oleh PARA TERBANDING, yaitu antara lain : a. Bahwa PT Kereta Api Indonesia (TERBANDING I) secara melawan hukum berturut-turut hendak mengusir dan mengosongkan rumah yang saat ini dihuni oleh PARA PEMBANDING serta memasuki tanah dan pekarangan rumah tanpa izin PARA PEMBANDING, yang kemudian diikuti dengan melakukan tindakan pengrusakan terhadap benda milik PARA PEMBANDING yaitu dengan cara menempel, memasang plang di pekarangan dan tembok bangunan rumah yang menyebutkan bahwa tanah dan bangunan obyek perkara a quo sebagai aset milik PT Kereta Api Indonesia (TERBANDING I) dengan tanpa menunjukan bukti kepemilikan yang sah secara hukum, yang mana sesuai dengan ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata adalah Perbuatan Melawan Hukum. b. Bahwa PT Kereta Api Indonesia (TERBANDING I) secara sewenangwenang melakukan tindakan dan upaya paksa untuk menguasai obyek tanah maupun bangunan yang bukan merupakan hak milik dari TERBANDING I dan sedang dalam penguasaan secara fisik oleh PARA PEMBANDING selama kurun waktu rata-rata telah lebih dari 30 (tiga puluh) tahun lamanya. c. Bahwa dengan memberikan Surat Pengosongan secara melawan hukum melakukan pengusiran terhadap PARA PEMBANDING dahulu PARA PENGGUGAT dan menyatakan tanah Negara bebas (vrij Landsdomein) yang menjadi obyek perkara a quo sebagai hak milik TERBANDING I tanpa alas hak yang dapat dibuktikan kebenarannya. c. Perihal Permohonan (Petitum) dari PARA PEMBANDING Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, PARA PEMBANDING mohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim Tinggi pada Pengadilan Tinggi Jawa Barat, agar berkenan untuk memeriksa dan mengadili perkara ini dan selanjutnya memberikan putusan sebagai berikut : 1. Menerima Permohonan Banding dan Memori Banding dari PARA PEMBANDING / semula PARA PENGGUGAT; 2. Membatalkan
Putusan
Pengadilan
Negeri
Bandung
Nomor
348/PDT.G/2015/PN.BDG tanggal 21 Juli 2016 untuk seluruhnya. Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 62 dari 68 hal.
MENGADILI SENDIRI : Dalam Pokok Perkara : -
Mengabulkan Gugatan Penggugat secara keseluruhan;
Dalam Rekonvensi : -
Menolak
gugatan
PENGGUGAT
dalam
Rekonvensi
secara
keseluruhan. Atau Apabila Yang Mulia Majelis Hakim Tinggi pada Pengadilan Tinggi Jawa Barat berpendapat lain, maka PARA PEMBANDING mohon kiranya dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Menimbang, bahwa terhadap memori banding dari Kuasa Hukum Pembanding semula para Penggugat, Kuasa Hukum Terbanding II semula Tergugat II telah mengajukan kontra memori banding tertanggal 14 November 2016 yang diterima Kepaniteraan Pengadilan Negeri Bandung pada tanggal 14 November 2016, yang pada pokoknya mengemukakan sebagai berikut : --------1. Bahwa Terbanding sebelumnya Penggugat menyatakan Tetap Pada Putusan Pengadilan Negeri Bandung No:348/PDT.G/2015/PN.BDG Tertanggal 21 Juli 2016. Melalui Kontra Momori Banding ini Terbanding I semula Tergugat I memberikan tanggapan terhadap Memori Banding dari Pembanding I s/d XII semula Penggugat I s/d XII sebagai berikut : Dalam Pokok Perkara Bahwa Terbanding I/Tergugat I Menolak secara tegas seluruh dalil yang terurai pada Memori Banding Para Pembanding/Para Penggugat, karena secara keseluruhan dalil didalam Memori Banding hanya-lah pengulangan dalil saja dan tidak ada hal yang baru, sehingga patut untuk dinyatakan tidak dapat diterima. a.
Perihal Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Dalam Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 348/Pdt.G/2015/PN.Bdg tertanggal 21 Juli 2016; Bahwa tidak beralasan hukum permohonan hak prioritas Para Pembanding/Para Penggugat, karena Para Pembanding/Para Penggugat bukanlah penghuni yang sah atas tanah dan bangunan terletak di Jalan Jawa, karena Para Pembanding/Para penggugat bukan-lah Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara
b. Tanggapan Mengenai : Keberatan-keberatan atas Pertimbangan Hukum dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung di Dalam Memutus Perkara Nomor: 348/Pdt.G/2015/PN.Bdg, Tertanggal 21 Juli 2016.
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 63 dari 68 hal.
2. Tanggapan mengenai Kewenangannya.
:
Status
Tanah
Objek
Perkara
dan
jelas bahwa pemberian hak atas tanah kepada Instansi Pemerintah berada pada penguasaan tanah (Bestamming) berdasarkan (staatblaad 1911 no.110 & staatblad tahun 1940 no.430) yang kemudian dipetakan di dalam Groundkaart. Kemudian setelah Indonesia merdeka tanah-tanah tersebut penguasaanya (beheer) diserahkan kepada Terbanding I/Tergugat I (dahulu Djawatan Kereta Api/DKA). (Peraturan Pemerintah Nomor: 8 Tahun tahun 1953), Sehingga jelas tanah di Jalan Jawa No.30, 32, 34, 38, 40, 44, 46, 48, 50, 52 dan 54 bukan-lah Tanah Negara Bebas, tetapi milik Terbanding I/ Tergugat I. 3. Tanggapan Mengenai : Status Bangunan Rumah Objek Perkara dan Kewenangannya. Bahwa Para Pembanding/Para Pengugat didalam memori bandingnya mendalilkan seolah-olah bangunan/rumah terletak di Jalan Jawa Nomor: 30, 32, 34, 38, 40, 44, 46, 48, 50, 52 dan 54 adalah Rumah Negara yang dibangun diatas Tanah Negara Bebas yang belum diberikan hak apapun diatas tanah tersebut, padahal pada masa itu Burgerlijke Openbare Welken/BOW (Departemen Pekerjaan Umum) membangun rumah atau infrastruktur untuk Kementerian/Lembaga Pemerintah diatas tanah dari Kementerian/lembaga tersebut. Bahwa berdasarkan seluruh alasan hukum terurai diatas, jelas tidak dapat disangkal lagi bahwa tanah dan bangunan terletak di Jalan Jawa Nomor: 30 s/d 54 adalah milik Terbanding I/Tergugat I, sehingga terbukti dalil Para Pembanding/Para Pengugat adalah dalil yang terbantahkan dan Pertimbangan hukum Judex Factie Pengadilan Negeri Bandung telah tepat dan benar sehingga cukup alasan hukum bagi Judex factie Pengadilan Tinggi Bandung untuk memutus menolak memori Banding dari Para Pembanding/Para Penggugat dan menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor: 348/Pdt.G/2015/PN.bdg tanggal 21 Juli 2016. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, Terbanding I/Tergugat I mohon kepada Judex factie Pengadilan Tinggi Bandung guna memutus sebagai berikut: 1.
Menolak
Permohonan
Banding
dan
Memori
Banding
dari
Para
Pembanding/Para Penggugat seluruhnya; 2.
Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor: 348/Pdt.G/2015/ PN. Bdg, tertanggal 21 Juli 2016;
3.
Membebankan biaya perkara kepada Para Pembanding/Para Penggugat.
Menimbang, bahwa terhadap memori banding dari Kuasa Hukum Pembanding semula para Penggugat, Kuasa Hukum Terbanding II semula Tergugat II telah mengajukan kontra memori banding tertanggal 28 Desember 2016 yang diterima Kepaniteraan Pengadilan Negeri Bandung pada tanggal 28 Desember 2016, yang pada pokoknya mengemukakan sebagai berikut : ---------
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 64 dari 68 hal.
TANGGAPAN ATAS LEGAL STANDING PARA PEMBANDING. 1. Bahwa terhadap seluruh bukti-bukti yang menunjukkan bahwa Para Pembanding oi tidak memiliki alas hak yang sah untuk menghuni objek sengketa juga telah ™diperiksa dan dipertimbangkan dengan cermat dan teliti oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung yang diuraikan dalam pertimbangannya pada halaman 87 s/d 104 Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor: 348/Pdt.G/2015/PN.Bdg. 2. Bahwa oleh karena itu, Para Pembanding terbukti tidak memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan a quo, maka permohonan banding Para Pembanding yang masih mengaku-ngaku sebagai pihak yang berhak atas objek sengketa harus dinyatakan ditolak. TANGGAPAN ATAS KEBERATAN - KEBERATAN PARA PEMBANDING 1. Bahwa Terbanding II dengan tegas menolak dalil/alasan Para Pembanding pada halaman 11 (sebelas) s.d. halaman 13 (tiga belas) Keberatan Pertama Para Pembanding yang pada pokoknya mendalilkan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung tidak melakukan penelusuran dengan seksama mengenai alas hak/bukti kepemilikan tanah yang dimiliki oleh Terbanding I. 3. Bahwa Terbanding II dengan tegas menolak dalil/alasan Para Pembanding tersebut di atas, karena nyatanya Para Pembanding telah mengakui bahwa dirinya menghuni objek sengketa berdasarkan Surat Izin Menghuni Rumah Negara dari Kantor Urusan Perumahan (sekarang Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya) sebagai pegawai Perusahaan Djawatan Kereta Api, maka tidak perlu dibuktikan lagi bahwa pada kenyataannya Para Pembanding tidak memiliki hak atas objek sengketa. Selain itu, Para Pembanding juga telah mengakui rumah objek sengketa adalah rumah Negara Golongan III sehingga semakin membuktikan bahwa Para Pembanding tidak memiliki hak atas objek sengketa. 4. Bahwa Terbanding II dengan tegas menolak dalil/alasan Para Pembanding pada halaman 13 (tiga belas) s.d. halaman 15 (lima belas) Keberatan Kedua Para Pembanding yang pada pokoknya mendalilkan bahwa objek sengketa berupa rumah-rumah dijalan Jawa No. 30 s/d No.54 adalah Rumah Negara Golongan III dan Para Pembanding mendalilkan merasa berhak untuk mengajukan permohonan pengalihan hak rumah negara dimaksud karena Para Pembanding telah memiliki Surat Izin Penghunian yang diterbitkan dari Kantor Urusan Perumahan. 5. Bahwa Terbanding II dengan tegas menolak dalil/alasan tersebut di atas karena dalil/alasan yang mengada-ada dan tidak berdasarkan hukum sama sekali dan Terbanding II sangat heran dengan dalil Para Pembanding tersebut karena yang berhak menentukan Rumah Negara Golongan III atau bukan adalah Instansi Pemerintah dan dalil dimaksud telah disanggah sendiri oleh Para Pembanding sehingga hal tersebut tidak semestinya diulang-ulang kembali. 6. Bahwa dalil/alasan Para Pembanding tersebut di atas adalah dalil yang tidak benar dan tidak berdasarkan hukum sama sekali karena terbukti Para Pembanding tidak memiliki alas hak sama sekali untuk menghuni objek Bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, maka terhadap dalil/alasan Para Pembanding dahulu Para Penggugat sudah sepatutnya ditolak oieh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Barat dan menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor: 348/Pdt.G/2015/PN.Bdg. tanggal 21 Juli 2016.
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 65 dari 68 hal.
7. Bahwa oleh karena Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung telah tepat dan benar dalam memberikan pertimbangan-pertimbangan hukumnya berdasarkan fakta-fakta dan bukti-bukti yang diajukan oleh pihak-pihak selama pemeriksaan perkara dalam persidangan, oleh karena itu Terbanding II menolak dalil-dalil Para Pembanding dalam Memori Bandingnya. 8. Bahwa Terbanding II MOHON AKTA bahwa Para Pembanding di dalam memori bandingnya tidak keberatan terhadap putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung yang telah menghukum Para Penggugat Konpensi/Para Tergugat Rekonpensi untuk membayar ganti kerugian materiil kepada Penggugat Rekonpensi sebagaimana dalam Amar Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor: 348/Pdt.G/2015/PN.Bdg. tanggal 21 Juli 2016. Dengan demikian, semakin membuktikan lagi bahwa Para Pembanding bukan pihak yang berhak untuk menempati objek sengketa apalagi untuk memilikinya. Maka, berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dengan ini Terbanding II mohon dengan hormat
agar
Ketua
Pengadilan Tinggi
Jawa
Barat
berkenan
memberikan putusan dengan amarsebagai berikut: 1.
Menolak Permohonan Banding Para Pembanding;
2.
Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor : 348/Pdt.G/ 2015/PN.Bdg. tanggal 21 Juli 2016;
3.
Menghukum Pembanding untuk membayar seluruh biaya perkara;
Menimbang, bahwa selanjutnya untuk mempersingkat uraian putusan a quo, seluruh alasan - alasan keberatan baik yang dimuat dalam memori banding dari Kuasa Hukum Para Pembanding semula Para Penggugat maupun dalam kontra memori banding dari Kuasa Hukum Terbanding II semula Tergugat II dianggap telah termaktub pula dalam putusan ini dan merupakan bagian yang tak terpisahkan ; ----------------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa setelah membaca dan mempelajari dengan seksama berkas perkara tersebut beserta surat-surat yang terlampir, salinan resmi putusan
Pengadilan
Negeri
Bandung
tanggal
21
Juli
2016
Nomor
348/Pdt.G/2015/PN.Bdg, memori banding dari Kuasa Hukum Para Pembanding semula Para Penggugat maupun dalam kontra memori banding dari Kuasa Hukum Terbanding I dan II semula Tergugat I dan II, Majelis Hakim tingkat banding dapat menyetujui pertimbangan dan putusan Majelis Hakim tingkat pertama dalam perkara tersebut karena pertimbangan tersebut sudah tepat dan benar dan diambil alih sebagai pertimbangan Pengadilan Tinggi sendiri dalam memeriksa dan memutus perkara ini ; -------------------------------------------------------
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 66 dari 68 hal.
Menimbang, bahwa oleh karena didalam keberatan Para Pembanding semula Para Penggugat, tidak ada hal yang dapat melemahkan atau membatalkan putusan Pengadilan tingkat pertama tersebut, karena semuanya telah dipertimbangkan dengan tepat dan benar oleh Majelis Hakim tingkat pertama, oleh karenanya memori banding dan kontra memori banding tersebut tidak dipertimbangkan lagi oleh Pengadilan Tinggi ; ------------------------------------Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, maka putusan
Pengadilan
Negeri
Bandung
tanggal
21
Juli
2016,
Nomor
348/Pdt.G/2015/PN.Bdg, beralasan hukum untuk dikuatkan ; -----------------------Menimbang, bahwa oleh karena putusan tingkat pertama dikuatkan sehingga Para Pembanding semula Para Penggugat berada dipihak yang kalah, maka
harus dihukum untuk membayar biaya perkara dalam kedua tingkat
Peradilan ; ------------------------------------------------------------------------------------------Memperhatikan Undang-Undang Nomor 20 tahun 1947 Jo. UndangUndang Nomor 49 Tahun 2009, HIR dan ketentuan-ketentuan lain yang bersangkutan ; ------------------------------------------------------------------------------------MENGADILI
Menerima permohonan banding dari Kuasa Hukum Para Pembanding semula Para Penggugat tersebut ; -----------------------------------------------------
-
Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Bandung tanggal 21 Juli 2016 Nomor 348/Pdt.G/2015/PN.Bdg, yang dimohonkan banding ; ---------------
Menghukum Para Pembanding semula Para Penggugat untuk membayar biaya perkara dalam kedua tingkat Peradilan yang dalam tingkat banding ditetapkan sejumlah Rp.150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah) ; -------
Demikian diputuskan dalam sidang permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Barat pada hari Selasa tanggal 21 Maret 2017 oleh kami, Dr. H. Ridwan Ramli, S.H., M.H. sebagai Hakim Ketua, Muchtadi Riva’ie, S.H., M.H. dan Dr. H. Lexsy Mamonto, S.H., M.H. masing-masing sebagai Hakim Anggota, yasng ditunjuk berdasarkan Surat Penetapan Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Barat Nomor 127/PEN/PDT/2017/PT.BDG. tanggal 7 Maret 2017, putusan tersebut pada hari Kamis tanggal 23 Maret 2017 diucapkan dalam persidangan terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua dengan
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 67 dari 68 hal.
dihadiri oleh para Hakim Anggota tersebut, dengan dibantu oleh Saiful Asnuri, S.H.. Panitera pengganti pada Pengadilan Tinggi tersebut, tanpa dihadiri oleh kedua belah pihak maupun Kuasa Hukumnya ,-
Hakim Anggota,
Hakim Ketua,
Ttd
Ttd
MUCHTADI RIVA’IE, S.H., M.H.
Dr. H. RIDWAN RAMLI, S.H., M.H.
Ttd Dr. H. LEXSY MAMONTO, S.H., M.H.
Panitera Pengganti, Ttd SAIFUL ASNURI, S.H.
Perincian Biaya Perkara : - Materai Putusan
Rp.
6.000,00,-
- Redaksi /putusan
Rp.
5.000,00,-
- Pemberkasan Rp. 139.000,00,==========================================================+ Jumlah ………………………… Rp. 150.000,00,(Seratus lima puluh ribu rupiah)
Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 68 dari 68 hal.