PROYEKSI PERUBAHAN IKLIM BERDASARKAN HASIL KELUARAN MODEL IKLIM REGIONAL (Studi kasus: Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Pacitan)
SYAMSU DWI JADMIKO
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
ABSTRACT SYAMSU DWI JADMIKO (G24070045). Climate Change Projection based on Regional Climate Model’s Output (Case study: Indramayu Regency and Pacitan Regency). Supervised by Dr. AKHMAD FAQIH and SONNI SETIAWAN, M.Si. Climate change projection study in regional scale can be done by using regional climate model, one of them is by using Regional Climate Model version 3 (RegCM3). RegCM3 has a wide range of adjustable parameters that can be set in order to obtain the simulation results that fit to the observed climatic conditions of the studied regions. One of the adjustable parameters available in the model is related to the use of cloud/convective parameterization schemes. In this study, two convective schemes were assessed for the studied regions, i.e. Grell and MIT-emanuel convective schemes. Based on the analysis of both schemes, it was shown that the MIT-Emanuel convective scheme can deliver better results in simulating seasonal rainfall pattern in the studied regions, i.e. in Indramayu and Pacitan. Nevertheless, the MIT-emanuel scheme tends to reproduce overestimate rainfall compared to the observation, resulting systematic biases that require corrections by using correction factors. In this research, the study of climate change projections was conducted based on SRES A1B emissions scenario, which describes the balance of the use of fossil and non-fossil energy in the future. Model results showed that the rainfall were projected to change relative to current baseline from -43.81 to 34.02% in the district of Indramayu, and from -37.95 to 45.25% in the district of Pacitan. The mean air temperatures were also projected to increase from 0.43 to 2.94 0C for Indramayu and from 0.48 to 2.55 0C for Pacitan. Analysis in the change of extreme rainfall showed that the probability or the frequency of extreme rainfall will increase in Pacitan, while remain relatively constant in Indramayu. Keyword: climate change, RegCM3, convective schemes, climate change projection.
ABSTRAK SYAMSU DWI JADMIKO (G24070045). Proyeksi Perubahan Iklim berdasarkan Hasil Keluaran Model Iklim Regional (Studi kasus : Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Pacitan). Dibimbing oleh Dr. AKHMAD FAQIH dan SONNI SETIAWAN, M.Si. Kajian proyeksi perubahan iklim dalam skala regional dapat dilakukan dengan menggunakan model iklim regional, salah satunya yaitu dengan Regional Climate Model version 3 (RegCM3). RegCM3 memiliki berbagai macam parameter yang dapat disesuaikan untuk mendapatkan hasil simulasi yang mendekati kondisi iklim di wilayah kajian. Salah satu parameter yang dapat disesuaikan yaitu berupa skema konvektif untuk hujan. Skema konvektif yang dikaji kesesuaiannya terhadap wilayah kajian yaitu skema parameterisasi konveksi Grell dan MITEmanuel. Berdasarkan analisis kajian sensitifitas dari kedua parameter keawanan tersebut menunjukkan bahwa simulasi menggunakan skema konvektif MIT-Emanuel dapat memberikan hasil yang lebih baik dan lebih mendekati pola musiman data observasi di wilayah kajian, yaitu di Indramayu dan Pacitan, walaupun terdapat kecenderungan nilai yang dihasilkan model selalu melampaui nilai curah hujan observasi. Bias yang bersifat sistematik ini dapat diperbaiki dengan memperhitungkan faktor koreksi hasil keluaran model terhadap data observasi. Dalam penelitian ini, kajian proyeksi perubahan iklim dilakukan berdasarkan skenario perubahan emisi SRES A1B yang menggambarkan keseimbangan penggunaan energi fosil dan non-fosil di masa mendatang. Hasil model menunjukkan bahwa dibandingkan dengan kondisi saat ini, curah hujan di Kabupaten Indramayu mengalami perubahan dari -43,81 hingga 34,02%, sedangkan di Kabupaten Pacitan berkisar antara -37,95 hingga 45,25%. Peningkatan suhu udara di masing-masing wilayah tersebut yaitu sebesar 0,43 hingga 2,94 0C untuk Kabupaten Indramayu dan 0,48 hingga 2,55 0C untuk Kabupaten Pacitan. Analisis hujan ekstrim menunjukkan bahwa peluang dan frekuensi hujan ekstrim di Kabupaten Pacitan mengalami peningkatan sedangkan di Kabupaten Indramayu cenderung tetap. Kata kunci: perubahan iklim, RegCM3, skema konvektif, proyeksi perubahan iklim.
PROYEKSI PERUBAHAN IKLIM BERDASARKAN HASIL KELUARAN MODEL IKLIM REGIONAL (Studi kasus: Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Pacitan)
SYAMSU DWI JADMIKO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Mayor Meteorologi Terapan
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Skripsi
Nama NIM
: Proyeksi Perubahan Iklim berdasarkan Hasil Keluaran Model Iklim Regional (Studi kasus: Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Pacitan) : Syamsu Dwi Jadmiko : G24070045
Menyetujui Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Akhmad Faqih NIP: 19800823 200701 1 001
Sonni Setiawan, M.Si. NIP: 19760116 200604 1 006
Mengetahui: Ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi,
Dr. Ir. Rini Hidayati, MS. NIP: 19600305 198703 2 002
Tanggal Lulus:
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mencantumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
vii
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan rahmatNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam karya ilmiah ini adalah Proyeksi Perubahan Iklim berdasarkan Hasil Keluaran Model Iklim Regional (Studi kasus: Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Pacitan). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2011 sampai dengan bulan Juli 2011. Terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penyusunan karya ilmiah ini terutama Allah SWT dan Kedua orang tua tercinta, ayahanda Alm. Sadeli dan Ibunda Tri Sumarsih, adik-adikku S. Tatang Triyuanto, S. Vilu Windarti, Agus Sidik Setiawan serta kepada: 1. Bapak Dr. Akhmad Faqih selaku pembimbing I dan Bapak Sonni Setiawan, M.Si selaku pembimbing II. 2. Ibu Dr. Ir. Rini Hidayati, MS selaku dosen penguji dan Ketua Departemen Meteorologi dan Geofisika yang telah memberikan saran. Seluruh dosen GFM yang telah memberikan banyak ilmu. 3. Pemerintah Provinsi Jambi yang telah memberikan beasiswa sehingga dapat mengikuti studi di IPB dari awal hingga selesai. 4. Centre for Climate Risk Management in Southeast Asia and Pacific (CCROM-SEAP) yang telah memberikan tempat untuk melakukan penelitian ini dari awal sampai selesainya tugas akhir ini. 5. Teman-temanku GFM 44 terima kasih atas kebersamaannya selama masa kuliah dan semua cerita indah yang selalu akan diingat. 6. Pak Supono, Pak Udin, Pak Kaerun, Mas Nandang, Mas Azis, Bu Inda, Mba Icha, Mba Wanti, terima kasih atas semua bantuannya. 7. Bang Sandro, Kak Rika, Kak Gito, Kak Adi, Kak Sisi, Kak Zay dan Kak Diva terima kasih atas semua bantuannya. 8. Seluruh kakak kelas dan adik kelasku GFM. 9. Semua pihak yang telah banyak membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Penulis menyadari karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna memperbaiki segala kekurangan tersebut. Penulis juga berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya.
Bogor, Juli 2011
Syamsu Dwi Jadmiko
viii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Rimbo Bujang pada tanggal 27 Januari 1989 sebagai anak pertama dari empat bersaudara. Penulis lahir dari pasangan Alm. Sadeli dan Tri Sumarsih. Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan sekolah dasar pada tahun 2001 di SD Negeri 79/VII Desa Sukamaju dan melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 9 Kabupaten Tebo dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 5 Kabupaten Tebo dan lulus pada tahun 2007. Setelah lulus SMA, penulis melanjutkan pendidikan ke Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Jambi tahun 2007 dan diterima pada Mayor Meteorologi Terapan, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama menjalani masa perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi Himagreto pada tahun 2008 dan tahun 2009, selain itu penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan seperti Meteorologi Interaktif 2009 sebagai ketua urusan logistik dan field trip 2009. Penulis juga pernah mengikuti Seminar Nasional Perubahan Iklim pada tahun 2011. Selain itu, pada tahun 2011 penulis juga pernah mengikuti beberapa pelatihan seperti Pelatihan Sistem Peringatan Dini Berbasis Satelit dan Terestrial dan Pelatihan Software ArcGIS. Pada tahun 2010 penulis diberikan kesempatan magang untuk mengaplikasikan ilmu yang dimilikinya di UPT Hujan Buatan BPPT Jakarta dan pada tahun yang sama pula penulis diberikan kepercayaan untuk menjadi asisten praktikum mata kuliah Metode Klimatologi untuk program studi sarjana. Untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si), penulis membuat tugas akhir dengan judul Proyeksi Perubahan Iklim berdasarkan Hasil Keluaran Model Iklim Regional (Studi kasus: Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Pacitan) dibawah bimbingan Bapak Dr. Akhmad Faqih dan Bapak Sonni Setiawan, M.Si.
ix
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ............................................................................................................... vii RIWAYAT HIDUP .................................................................................................................. viii DAFTAR ISI .............................................................................................................................. ix DAFTAR TABEL ....................................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................. xi DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................................................. xii I.
PENDAHULUAN ................................................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang............................................................................................................... 1 1.2 Tujuan ........................................................................................................................... 1
II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................................... 1 2.1 Kondisi Umum Wilayah Kajian ...................................................................................... 1 2.1.1 Kabupaten Indramayu ...................................................................................... 1 2.1.2 Kabupaten Pacitan............................................................................................ 2 2.2 Perubahan Iklim............................................................................................................. 2 2.3 Perubahan Iklim Indonesia ............................................................................................. 3 2.4 Skenario Perubahan Iklim .............................................................................................. 3 2.5 Model Perubahan Iklim .................................................................................................. 5 2.5.1 Global Climate Model (GCM) .......................................................................... 5 2.5.2 Regional Climate Model (RCM) ....................................................................... 5 2.6 Hujan Ekstrim (extreme rainfall) .................................................................................... 6 III. DATA DAN METODE ........................................................................................................ 6 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................................................... 6 3.2 Bahan dan Alat .............................................................................................................. 6 3.3 Tahapan Penelitian......................................................................................................... 6 3.3.1 Pembuatan Curah Hujan Wilayah ..................................................................... 6 3.3.2 Pengelompokan Curah Hujan Wilayah (Analisis Cluster) .................................. 7 3.3.3 Analisis Perubahan Iklim .................................................................................. 7 3.3.4 Analisis Hujan Ekstrim..................................................................................... 8 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................................. 8 4.1 Kondisi Umum Wilayah Kajian...................................................................................... 8 4.2 Analisis Pola Curah Hujan ........................................................................................... 10 4.3 Kajian Model Iklim Regional ....................................................................................... 12 4.4 Analisis Perubahan Iklim ............................................................................................. 14 4.4.1 Proyeksi Suhu Udara ...................................................................................... 15 4.4.2 Proyeksi Curah Hujan..................................................................................... 19 4.5 Analisis Hujan Ekstrim ................................................................................................ 24 V. SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................................ 26 5.1 Simpulan ..................................................................................................................... 26 5.2 Saran ........................................................................................................................... 27 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 27 LAMPIRAN .............................................................................................................................. 29
x
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8
Halaman Skenario SRES berdasarkan storyline ................................................................................... 4 Faktor koreksi bulanan untuk curah hujan keluaran model di Kabupaten Indramayu ............ 14 Faktor koreksi bulanan untuk curah hujan keluaran model di Kabupaten Pacitan.................. 15 Nilai perubahan suhu untuk masing-masing cluster hujan observasi di Kab. Indramayu........ 18 Nilai perubahan suhu untuk masing-masing pola hujan observasi di Kab. Pacitan ................ 19 Laju perubahan curah hujan rata-rata tahun 2021-2080 pada tiap cluster hujan observasi ...... 22 Nilai kuartil 1 (Q1) dan kuartil 3 (Q3) untuk masing-masing cluster .................................... 25 Nilai peluang terlampaui besar dari kuartil 3 (>Q3) dan peluang kurang dari kuartil 1 (
xi
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
13
14 15 16
17
18 19 20 21
Halaman Peta wilayah Kabupaten Indramayu ...................................................................................... 2 Peta wilayah Kabupaten Pacitan ............................................................................................ 2 Skema representasi fenomena efek rumah kaca ..................................................................... 3 Skenario emisi GRK (CO2) tahun 1990-2100 ....................................................................... 5 Sebaran suhu udara rata-rata di Kabupaten Indramayu ........................................................... 9 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan di Kabupaten Indramayu ............................................. 9 Sebaran suhu udara rata-rata di Kabupaten Pacitan .............................................................. 10 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan di Kabupaten Pacitan ................................................ 10 Peta pembagian pola curah hujan observasi Kabupaten Indramayu ...................................... 11 Peta pembagian pola curah hujan observasi Kabupaten Pacitan ............................................ 12 Perbandingan pola CH Observasi dan CH Model................................................................. 13 Proyeksi peningkatan suhu udara (dalam 0C) di Kabupaten Indramayu berdasarkan skenario SRES A1B. (a) periode tahun 2021-2040, (b) periode tahun 2041-2060, dan (c) periode tahun 2061-2080, relatif terhadap suhu udara model periode tahun 19801999. Gradasi warna menggambarkan bahwa semakin merah peningkatan suhu yang terjadi akan semakin besar .................................................................................................. 16 Proyeksi peningkatan suhu udara (dalam 0C) di Kabupaten Pacitan berdasarkan skenario SRES A1B. (a) periode tahun 2021-2040, (b) periode tahun 2041-2060, dan (c) periode tahun 2061-2080, relatif terhadap suhu udara model periode tahun 19801999. Gradasi warna menggambarkan bahwa semakin merah peningkatan suhu yang terjadi akan semakin besar .................................................................................................. 17 Trend suhu udara mendatang (tahun 2021-2080) pada cluster 1 Kabupaten Indramayu ......... 18 Trend suhu udara mendatang (tahun 2021-2080) pada cluster 1 Kabupaten Pacitan .............. 18 Proyeksi perubahan curah hujan (dalam persen) di Kabupaten Indramayu berdasarkan skenario SRES A1B. (a) periode tahun 2021-2040, (b) periode tahun 2041-2060, dan (c) periode tahun 2061-2080, relatif terhadap curah hujan model periode tahun 1980-1999. Gradasi warna menggambarkan bahwa semakin merah wilayah tersebut akan semakin kering, sebaliknya semakin biru wilayah tersebut akan semakin basah ............................................................................................................ 20 Proyeksi perubahan curah hujan (dalam persen) di Kabupaten Pacitan berdasarkan skenario SRES A1B. (a) periode tahun 2021-2040, (b) periode tahun 2041-2060, dan (c) periode tahun 2061-2080, relatif terhadap curah hujan model periode tahun 19801999. Gradasi warna menggambarkan bahwa semakin merah wilayah tersebut akan semakin kering, sebaliknya semakin biru wilayah tersebut akan semakin basah.................... 21 Rata-rata curah hujan bulanan pada semua cluster hujan di Kabupaten Indramayu. (a) cluster 1, (b) cluster 2, (c) cluster 3, (d) cluster 4, dan (e) cluster 5 ....................................... 23 Rata-rata curah hujan bulanan pada semua cluster hujan di Kabupaten Pacitan. (a) cluster 1, (b) cluster 2, (c) cluster 3, dan (d) cluster 4 ........................................................... 23 Pola distribusi curah hujan maksimum harian pada cluster 1. (a) untuk Kabupaten Indramayu dan (b) untuk Kabupaten Pacitan ....................................................................... 25 Perubahan peluang hujan ekstrim pada cluster 1 pada bulan Desember-Februari. (a) untuk Kabupaten Indramayu dan (b) untuk Kabupaten Pacitan ............................................ 25
xii
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Halaman Diagram alir penelitian........................................................................................................ 30 Data rata-rata curah hujan bulanan 30 tahun (1980-2009) pada 26 stasiun hujan di Kabupaten Indramayu ......................................................................................................... 31 Data rata-rata curah hujan bulanan 25 tahun (1985-2009) pada 10 stasiun hujan di Kabupaten Pacitan .............................................................................................................. 32 Pembagian stasiun hujan berdasakan kelompok pola hujan di Kabupaten Indramayu ........... 33 Pembagian stasiun hujan berdasakan kelompok pola hujan di Kabupaten Pacitan ................. 34 Dendograf penentuan kelompok pola curah hujan observasi di Kabupaten Indramayu .......... 35 Dendograf penentuan kelompok pola curah hujan observasi di Kabupaten Pacitan ............... 36 Nilai Koefisien Korelasi (r) dan rata-rata RMSE untuk penentuan simulasi yang digunakan . 37 Perbandingan pola CH Observasi dan CH Model pada semua cluster di Kabupaten Indramayu .......................................................................................................................... 38 Perbandingan pola CH Observasi dan CH Model pada semua cluster di Kabupaten Pacitan.. 39 Langkah running dan codding model RegCM3 .................................................................... 40 Contoh keluaran model RegCM3 dalam bentuk grid dengan skala spasial 20 X 20 km ......... 42 Pola perubahan suhu untuk masing-masing pola hujan observasi di Kabupaten Indramayu ... 43 Pola perubahan suhu untuk masing-masing pola hujan observasi di Kabupaten Pacitan ........ 44 Trend suhu udara di Kabupaten Indramayu untuk masing-masing pola hujan observasi ........ 45 Trend suhu udara di Kabupaten Pacitan untuk masing-masing pola hujan observasi ............. 46 Nilai persentase perubahan curah hujan untuk masing-masing cluster hujan observasi di Kabupaten Indramayu ......................................................................................................... 47 Nilai persentase perubahan curah hujan untuk masing-masing cluster hujan observasi di Kabupaten Pacitan .............................................................................................................. 48 Proyeksi curah hujan di Kabupaten Indramayu berdasarkan skenario SRES A1B ................. 49 Proyeksi curah hujan di Kabupaten Pacitan berdasarkan skenario SRES A1B ...................... 50 Pola distribusi curah hujan maksimum harian pada semua cluster di Kabupaten Indramayu.. 51 Pola distribusi curah hujan maksimum harian pada semua cluster di Kabupaten Pacitan ....... 52 Pola distribusi curah hujan maksimum bulanan pada semua cluster di Kabupaten Indramayu .......................................................................................................................... 53 Pola distribusi curah hujan maksimum bulanan pada semua cluster di Kabupaten Pacitan .... 54 Perubahan peluang hujan ekstrim untuk masing-masing cluster di Kabupaten Indramayu pada bulan Desember-Februari .......................................................................... 55 Perubahan peluang hujan ekstrim untuk masing-masing cluster di Kabupaten Pacitan pada bulan Desember-Februari ............................................................................................ 56
1
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim menjadi kajian penting dalam beberapa tahun terakhir. Perubahan iklim dipicu oleh pemanasan global yang menyebabkan suhu udara naik. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC ; 2007) melaporkan bahwa selama 100 tahun terakhir (periode tahun 1906-2005) telah terjadi kenaikan suhu rata-rata global sebesar 0,740 C. Kenaikan suhu global akan mengakibatkan kenaikan penguapan air, penguapan yang meningkat akan menyebabkan meningkatnya kelembaban yang membentuk hujan. Hasil kajian perubahan iklim di Indonesia menunjukan bahwa dalam periode tahun 1931-1990 telah terjadi penurunan curah hujan (Kaimuddin 2000). Selain itu, hasil studi Boer et al. (2007) dalam Ministry of Environment (2007) di 33 stasiun meteorologi di Indonesia mengindikasikan adanya kenaikan suhu udara dalam periode tahun 1980-2002. Susandi et al. (2008) menambahkan ada beberapa dampak yang dapat ditimbulkan akibat perubahan iklim diantaranya adalah pergeseran musim dan perubahan pola hujan, peningkatan suhu udara yang mengakibatkan kebakaran hutan, menurunkan produktivitas pertanian, dan meningkatnya frekuensi kejadian ekstrim. Kajian perubahan iklim dapat dilakukan dengan menggunakan model iklim global (Global Climate Model/GCM). Model iklim dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk memahami iklim melalui simulasi dan membuat proyeksi perubahan iklim masa mendatang berdasarkan skenario perubahan emisi. Namun, resolusi spasial GCM yang rendah tidak dapat memberikan informasi yang detail untuk kajian perubahan iklim skala lokal/regional. Oleh karena itu, diperlukan model iklim yang memiliki kemampuan resolusi spasial yang lebih detail untuk mensimulasi iklim lokal/regional. Salah satu model yang berkembang saat ini adalah model iklim regional (regional climate model/RCM). RCM merupakan model dinamik yang dapat digunakan dalam skala lokal dengan resolusi tinggi. Teknik yang digunakan untuk mendapatkan informasi iklim dalam skala lokal dengan resolusi tinggi disebut dengan teknik downscaling. Teknik tersebut dilakukan dengan mensimulasikan iklim dalam suatu area yang terbatas dengan memanfaatkan data model iklim global (global climate model/GCM) atau reanalysis.
Dalam penelitian ini, model iklim regional yang digunakan adalah Regional Climate Model Version 3 (RegCM3). RegCM3 dapat menghasilkan keluaran berupa suhu udara dan curah hujan masa mendatang. Wilayah kajian adalah Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Pacitan. Kedua wilayah tersebut merupakan salah satu sentra produksi padi di Pulau Jawa. Namun demikian, Kabupaten Indramayu dan Pacitan rentan terhadap anomali dan perubahan iklim. Dengan adanya informasi proyeksi perubahan iklim, diharapkan dapat menjadi landasan saintifik dalam pemilihan langkah adaptasi sehingga dampak yang mungkin ditimbulkan dapat diminimalkan. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mempelajari penggunaan RCM untuk kajian perubahan iklim 2. Menganalisis proyeksi perubahan iklim di Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Pacitan. 3. Menganalisis kejadian hujan ekstrim (extreme rainfall) akibat perubahan iklim.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Wilayah Kajian 2.1.1 Kabupaten Indramayu Indramayu merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Barat yang terletak pada 107052’ – 108036’ BT dan 6015’ – 6040’ LS. Bagian utara Kabupaten Indramayu berbatasan langsung dengan Laut Jawa, di bagian selatan berbatasan dengan Kabupaten Cirebon, Sumedang, dan Majalengka, di bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Subang, serta pada bagian timur berbatasan dengan Cirebon dan Laut Jawa. Luas Kabupaten Indramayu sekitar 204.011 Ha yang terbagi menjadi 118.513 Ha sawah, 32.299 Ha hutan, 3.505 Ha hutan industri, 19.472 Ha pemukiman, 6.058 Ha perkebunan, 16.231 Ha tambak/rawa/kolam dan 5.916 Ha lain-lain. Topografi Kabupaten Indramayu secara umum adalah dataran rendah pada ketinggian 0-3 mdpl dengan kemiringan tanah antara 02%. Keadaan ini berpengaruh terhadap drainase, bila curah hujan cukup tinggi, maka di daerah-daerah tertentu akan terjadi genangan air. Kabupaten Indramayu terletak di pesisir utara Pulau Jawa (Pantura) dan
2
memiliki 10 kecamatan dengan 35 desa yang berbatasan langsung dengan laut dengan panjang garis pantai 114,1 Km. Menurut klasifikasi iklim SchmidtFerguson Kabupaten Indramayu termasuk kedalam tipe D (iklim sedang). Suhu udara harian berkisar 26-270C dengan suhu tertinggi 300C dan terendah 180C. Kelembaban udara 70-80% dengan curah hujan rata-rata tahunan sebesar 1428 mm, dengan jumlah hari hujan 75 hari. Kecamatan yang mengalami curah hujan cukup tinggi antara lain: Kecamatan Anjatan, Cikedung, dan Heurgeulis, dengan curah hujan berturut-turut adalah 2167 mm/th, 1869 mm/th, dan 1865 mm/th. Ketiga kecamatan tersebut berada di indramayu bagian barat (Jabarprov.go.id 2011).
Gambar 1 Peta wilayah Kabupaten Indramayu. 2.1.2 Kabupaten Pacitan Kabupaten Pacitan terletak di ujung barat daya Propinsi Jawa Timur. Wilayahnya berbatasan dengan Kabupaten Ponorogo di bagian utara, Kabupaten Trenggalek di bagian timur, Samudra Hindia di bagian selatan, serta Kabupaten Wonogiri di bagian barat. Sebagian besar wilayahnya berupa perbukitan yaitu kurang lebih 85 %, gunung-gunung kecil kurang lebih 300 buah menyebar diseluruh wilayah Kabupaten Pacitan dan jurang terjal yang termasuk dalam deretan Pegunungan Seribu yang membujur sepanjang selatan Pulau Jawa, sedang selebihnya merupakan dataran rendah. Secara geografis, Kabupaten Pacitan terletak pada 110055’-111025’ BT dan 7055’8017’ LS dengan luas wilayah 1.389,87 Km2. Pacitan terdiri dari 12 Kecamatan, 5 kelurahan dan 159 desa dengan total jumlah penduduk pada Sensus Penduduk 2010 sebanyak 540.516 jiwa (Wikipedia.org 2011).
Gambar 2 Peta wilayah Kabupaten Pacitan. 2.2 Perubahan Iklim Perubahan iklim adalah perubahan unsurunsur iklim dalam jangka panjang (50 tahun100 tahun) yang dipengaruhi oleh kegiatan manusia yang menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK ; Murdiyarso 2003). Kementrian Lingkungan Hidup (2004) menyatakan bahwa unsur-unsur klimatologi utama yang mengalami perubahan adalah suhu udara dan curah hujan. IPCC (2007) menyatakan bahwa perubahan iklim terutama disebabkan oleh tingginya konsentrasi GRK di atmosfer. Peningkatan GRK tersebut akibat dari aktifitas manusia seperti penggunaan bahan bakar fosil (batubara dan minyak bumi) dan perubahan penggunaan lahan. Dalam konvensi PBB mengenai perubahan iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change/UNFCCC), digolongkan 6 jenis GRK yaitu karbondioksida (CO2), dinitroksida (N2O), metana (CH4), sulfurheksaflourida (SF6), perfluorokarbon (PFCs) dan hidrofluorokarbon (HFCs). Lebih dari 75% komposisi GRK di atmosfer adalah CO2 (karbondioksida). Radiasi matahari memiliki kemampuan untuk menembus atmosfer bumi. Radiasi matahari yang masuk tersebut sebagian akan direfleksikan keluar atmosfer, sebagian lagi akan diabsorpsi oleh benda-benda yang berada di permukaan bumi. Radiasi yang diabsorpsi oleh benda-benda tersebut akan diradiasikan kembali dalam bentuk radiasi gelombang panjang. Sebagian besar gelombang panjang ini tidak dapat melewati atmosfer bumi melainkan akan diabsorpsi oleh atmosfer. Proses tersebut menyebabkan akumulasi energi (bahang) yang akan meningkatkan suhu permukaan bumi. Peningkatan suhu tersebut akan memicu terjadinya perubahan unsur iklim lainnya yang kemudian menyebabkan perubahan iklim (Dasanto dan Impron 2008).
3
Gambar 3 Skema representasi fenomena efek rumah kaca (sumber: http://maps.grida.no/go/graphic/greenhouse-effect). Beberapa dampak dari perubahan iklim adalah (Susandi et al. 2008): 1. Meningkatnya jenis penyakit 2. Meningkatnya frekuensi bancana alam/cuaca ekstrim (tanah longsor, banjir, kekeringan, dan badai tropis) 3. Pergeseran musim dan pola curah hujan 4. Meningkatnya suhu udara yang mengakibatkan kebakaran hutan 5. Kenaikan muka air laut dan berkurangnya garis pantai 6. Menurunkan produktivitas pertanian Peningkatan suhu udara terbesar terjadi pada daerah lintang tinggi. Hal tersebut membawa dampak pada perubahan lingkungan global terkait dengan pencairan es di kutub, keanekaragaman hayati, dan penyebaran vegetasi. Sementara itu, pada daerah lintang rendah pengaruh perubahan iklim lebih terlihat pada sektor pertanian dan penyebaran penyakit. Peningkatan suhu yang terjadi cenderung akan mengubah pola dan distribusi curah hujan. Kecenderungannya adalah bahwa daerah kering akan menjadi semakin kering dan daerah basah akan semakin basah sehingga kelestarian sumberdaya air akan terganggu (Murdiyarso 2003). 2.3 Perubahan Iklim Indonesia Menurut hasil penelitian menyatakan bahwa iklim di Indonesia telah berubah. Selama abad 20, suhu rata-rata tahunan meningkat sekitar 0,30C sejak tahun 1900 dengan suhu tahun 1990-an merupakan dekade terhangat dalam abad ini. Sementara
itu terjadi perubahan cuaca dan musim yang ditandai oleh peningkatan curah hujan di satu wilayah sedangkan wilayah lain terjadi penurunan curah hujan sebesar 2-3% dengan pengurangan tertinggi terjadi selama periode bulan Desember-Februari yang merupakan musim terbasah dalam setahun (Hulme dan Sheard 1999). Beberapa kajian untuk wilayah Indonesia juga dilakukan berdasarkan data observasi dengan adanya peningkatan suhu udara dan perubahan curah hujan yang cenderung menurun (Boer et al. 2007 dalam Ministry of Environment 2007; Kaimuddin 2000). Perubahan iklim di masa mendatang dapat diproyeksikan dengan menggunakan model iklim berdasarkan skenario perubahan emisi tertentu. Hasil proyeksi perubahan iklim di Indonesia berdasarkan model mengindikasikan adanya peningkatan suhu udara, penurunan curah hujan di sebagian wilayah sedangkan di wilayah lain mengalami peningkatan (Alfyanti 2011; Kusaeri 2010; Sarah dan Tohari 2009; Susandi et al. 2008; Susandi 2006). 2.4 Skenario Perubahan Iklim Skenario dapat diartikan sebagai proyeksi kejadian masa depan berdasarkan logika yang jelas dan alur cerita yang terukur. Dalam menghadapi kondisi perubahan iklim, IPCC menerbitkan satu set skenario untuk digunakan dalam laporan yang ketiga (Third Assessment Report/TAR) yang disebut sebagai Special Report on Emission Scenarios (SRES). Skenario SRES dibangun untuk melihat perkembangan masa depan secara
4
konsisten di lingkungan global terhadap produksi emisi GRK dan polutan lain di masa yang akan datang (IPCC 2000). Secara sederhana, ada empat storyline emisi GRK utama yang disusun oleh IPCC. Empat storyline tersebut menggabungkan dua
set kecenderungan yang berbeda yaitu antara nilai-nilai ekonomi dan nilai-nilai lingkungan yang dilihat secara global maupun regional. Kondisi tersebut dijelaskan dalam Tabel 1 (IPCC 2000 dalam Kurniawan et al. 2009 ).
Tabel 1 Skenario SRES berdasarkan storyline (IPCC 2000 dalam Kurniawan et al. 2009) Lebih difokuskan pada Lebih difokuskan pada sektor ekonomi sektor lingkungan A1 B1 Pertumbuhan ekonomi yang Penanganan lingkungan cepat. global yang berkelanjutan. Globalisasi (dunia yang (Grup : A1T/A1B/A1F1) Perkiraan kenaikan suhu homogen) Perkiraan kenaikan suhu udara udara tahun 2100 antara 1,1tahun 2100 antara 1,4-6,40C 2,90C A2 B2 Pembangunan ekonomi yang Penanganan lingkungan lokal berorientasi regional. yang berkelanjutan. Regionalisasi (dunia yang Perkiraan kenaikan suhu udara Perkiraan kenaikan suhu heterogen) tahun 2100 antara 2,0-5,40C udara tahun 2100 antara 1,43,80C 1.
Skenario emisi grup A1 (SRESA1) SRESA1 menggambarkan bahwa pada masa mendatang pertumbuhan ekonomi terjadi sangat cepat, populasi global meningkat pada pertengahan abad 21 dan akan menurun setelahnya, dan cepatnya pengenalan teknologi baru yang lebih efisien. SRESA1 dibagi menjadi tiga famili yang mengkarakteristikkan pengembangan alternatif teknologi. Pertama adalah A1F1 yang menggunakan bahan bakar fosil secara intensif. Kedua adalah A1B yang menggunakan energi yang seimbang antara bahan bakar fosil dan non-fosil. Terakhir adalah A1T yang menggunakan bahan bakar non-fosil secara intensif. 2. Skenario emisi grup A2 (SRESA2) Asumsi yang digunakan dalam SRESA2 adalah bahwa pada masa mendatang kondisi wilayah sangat beragam, kerjasama antar wilayah sangat lemah dan cenderung lebih bersifat individu. Pembangunan ekonomi sangat berorientasi wilayah sehingga akan terjadi fragmentasi antar wilayah baik pertumbuhan, pendapatan perkapita maupun perubahan teknologi. 3. Skenario emisi grup B1 (SRESB1) Skenario grup B1 menggunakan asumsi yang sama seperti pada grup A1. Akan tetapi pada skenario ini ditambah dengan asumsi bahwa terjadi perubahan
struktur ekonomi yang cepat melalui peningkatan pelayanan dan informasi ekonomi, menurunnya intensitas penggunaan bahan bakar, serta diperkenalkannya teknologi yang bersih dan penggunaan sumberdaya yang lebih efisien. Penekanan pada skenario ini terletak pada penyelesaian masalah global berkaitan dengan ekonomi, sosial dan lingkungan, termasuk peningkatan tingkat kesamaan akan tetapi tanpa ada inisiatif khusus berkaitan dengan perubahan iklim. 4. Skenario emisi grup B2 (SRESB2) Skenario ini menekankan pada upaya penyelesaian masalah ekonomi, sosial dan lingkungan secara lokal. Populasi global terus meningkat tetapi dengan laju sedikit lebih rendah dari skenario emisi grup A2, pembangunan ekonomi pada tingkat sedang, perubahan teknologi sedikit lebih lambat dari B1 dan A1. Skenario ini juga berorientasi pada perlindungan lingkungan dan kesamaan sosial yang difokuskan pada tingkat lokal dan regional. Skenario SRES masih digunakan untuk Fourth Assessment Report (AR4) yang dikeluarkan tahun 2007. Dalam Fourth Assessment Report dinyatakan bahwa emisi gas rumah kaca secara global masih akan bertambah dalam beberapa dekade kedepan (Gambar 4) (IPCC 2000).
5
Gambar 4 Skenario emisi GRK (CO2) tahun 1990-2100 (sumber: IPCC 2000). 2.5 Model Perubahan Iklim 2.5.1 Global Climate Model (GCM) Global Climate Model (GCM) merupakan model dinamik berdasarkan pemahaman yang mendalam mengenai sistem iklim saat ini untuk mensimulasikan proses-proses fisik atmosfer dan lautan, yang dapat menduga iklim global. GCM dapat digunakan untuk menduga iklim saat ini dan juga menduga kepekaan iklim terhadap kondisi yang berbeda seperti perubahan komposisi GRK (Kaimuddin 2000). GCM memodelkan perubahan iklim dengan menggunakan skenario. Model skenario yang paling umum digunakan adalah skenario perubahan emisi CO2 di atmosfer. Model GCM banyak dikembangkan di beberapa negara dengan tujuan dan aplikasi masing-masing. Contoh model GCM antara lain adalah model GCM CSIRO Mk3.0 yang dikembangkan oleh CSIRO Atmospheric Research (Australia) (Gordan et al. 2002 dalam Kusaeri 2010), Model GCM GFDL yang dikembangkan oleh Geophysical Fluid Dynamics Laboratory (USA) (Wittenberg et al. 2004 dalam Kusaeri 2010), dan model GCM CGCM3 yang dikembangkan oleh Canadian Centre for Climate Modeling & Analysis (Canada) (CCCma 2010 dalam Kusaeri, 2010). Model GCM mampu mensimulasikan kondisi iklim dengan resolusi rendah, sehingga tidak mampu menghasilkan informasi penting dengan resolusi yang lebih tinggi, misalnya suhu udara dan curah hujan dalam skala lokal. Dengan resolusi yang rendah, hasil yang diperoleh dari model GCM memberikan ketidakcocokan skala spasial antara prediksi iklim yang tersedia dan skala yang dibutuhkan oleh pengguna prediksi iklim
(Kusaeri 2010). Di lain sisi, model GCM dapat digunakan untuk mengetahui informasi yang berguna terutama mengenai prosesproses yang terjadi di atmosfer. Model GCM memberikan pemahaman kepada kita tentang keterlibatan manusia dalam perubahan iklim, dan kemampuan untuk melakukan adaptasi dengan berbagai skenario perubahan iklim (Mearns 2003). 2.5.2 Regional Climate Model (RCM) Regional Climate Model (RCM) merupakan model perubahan iklim yang memberikan resolusi lebih tinggi dibandingkan dengan Global Climate Model (GCM) atau reanalysis (Park et al. 2008). Hal ini karena RCM memiliki ukuran sel grid yang lebih kecil sehingga menghasilkan keluaran yang lebih baik dalam skala lokal. RCM telah banyak digunakan dalam studi berbasis analisis iklim dengan skala lokal. Di beberapa belahan dunia seperti Eropa, Amerika, dan Afrika studi analisis iklim menggunakan RCM dirasa memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan model GCM. Selain itu, RCM memberikan hasil yang konsisten di setiap simulasi yang dilakukan (Park et al. 2008). Ada beberapa tipe dari RCM yang dikembangkan, salah satunya adalah Regional Climate Model version 3 (RegCM3). RegCM3 merupakan suatu model yang dikembangkan oleh ICTP (International Centre for Theoretical Physics), Trieste, Italy. Model ini dapat digunakan untuk mensimulasikan parameter iklim seperti curah hujan, suhu, tekanan udara, kelembaban, medan angin, radiasi, kelembaban tanah, aliran permukaan (runoff), fraksi awan dan lain-lain. Model RegCM3 memiliki beberapa parameter fisik
6
dan dinamik yang dapat dipilih untuk memperoleh hasil yang terbaik. Dinamika RegCM3 berdasarkan kondisi batas lateral. Kondisi fisik RegCM3 meliputi skema radiasi, model permukaan tanah, dan skema konvektif untuk hujan. 2.6 Hujan Ekstrim (extreme rainfall) Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi. Hujan merupakan unsur iklim yang memiliki keragaman cukup tinggi baik menurut ruang maupun waktu. Dengan keragaman yang cukup tinggi, seringkali terjadi penyimpangan terhadap kondisi hujan di suatu wilayah seperti terjadinya hujan ekstrim. Hujan ekstrim biasanya dilihat dari beberapa indikator yang dapat dihitung berdasarkan metode statistik. Indikator tersebut adalah kedalaman hujan dan intensitas hujan maksimum (Nielsen et al. 1994). BMKG (2010) menyatakan bahwa hujan ektrim adalah kejadian hujan yang sangat lebat secara terus menerus dengan intensitas lebih dari 50mm/24 jam. Hujan ekstrim biasanya berimplikasi pada kejadian banjir di suatu wilayah. Beberapa kejadian banjir di Kabupaten Indramayu dan Pacitan dinyatakan sebagai akibat dari hujan lebat yang terjadi secara terus menerus selama beberapa hari (detiknews.com 2011). Selain menyebabkan kerugian material, kejadian banjir juga dapat menyebabkan korban jiwa. Namun demikian, dalam penelitian ini tidak dianalisis kejadian hujan ekstrim yang menyebabkan banjir disuatu wilayah. Namun, hanya pada seberapa besar kejadian hujan ekstrim yang terjadi.
Pengairan Kabupaten Indramayu melalui CCROM-SEAP, sedangkan data curah hujan Kabupaten Pacitan diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Kabupaten Pacitan melalui CCROMSEAP. 2. Data suhu udara rata-rata bulanan Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Pacitan yang diperoleh dari Climate Research Unit (CRU) yang merupakan data interpolasi dengan resolusi spasial 0.5 degree. Data yang digunakan adalah CRU TS 2.02 dan dapat diunduh dari situs sebagai berikut: http://users.ictp.it/~pubregcm/RegCM3/gl obedat.htm 3. Simulasi model RegCM3 menggunakan data initial and boundary condition (ICBC) dari model GCM EH5OM dengan resolusi temporal yang digunakan 3 jaman untuk periode baseline (tahun 19801999) dan proyeksi (tahun 2021-2080) berdasarkan skenario SRES A1B. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer dengan sistem operasi Linux Fedora 12 untuk aplikasi model RegCM3 dan Ferret dan sistem operasi Windows untuk aplikasi Ms. Office Word dan Excel 2007, Arc View GIS 3.3, Surfer 9, dan Minitab 15. 3.3 Tahapan Penelitian Analisis perubahan iklim pada penelitian ini menggunakan hasil luaran model RegCM3 berupa baseline dan proyeksi. Dari data tersebut kemudian dihitung persentase perubahan yang selanjutnya akan digunakan untuk memprediksi kondisi iklim di masa yang akan datang.
III. DATA DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Juni 2011 di Laboratorium Klimatologi Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor dan Centre for Climate Risk Management in Southeast Asia and Pacific (CCROM-SEAP) Baranang Siang. 3.2 Bahan dan Alat Bahan atau data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Data curah hujan bulanan Kabupaten Indramayu (tahun 1980-2009) dan Kabupaten Pacitan (tahun 1985-2009). Data curah hujan Kabupaten Indramayu diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum
3.3.1 Pembuatan Curah Hujan Wilayah Dalam penelitian ini, curah hujan wilayah ditentukan berdasarkan metode isohyet. Pembuatan isohyet dilakukan menggunakan metode interpolasi dengan bantuan perangkat lunak Arcview. Secara teori penentuan curah hujan wilayah dilakukan dengan cara mengalikan antara curah hujan dengan luasan masing-masing wilayah yang kemudian dibagi dengan luasan total dari seluruh wilayah. Secara matematis dapat diformulasikan sebagai berikut:
7
Keterangan: : Curah hujan rata-rata Pi : Curah hujan pada isohyets ke-i Ai : Luasan wilayah pada isohyets ke-i 3.3.2
Pengelompokan Curah Hujan Wilayah (Analisis Cluster) Pengelompokan curah hujan dilakukan berdasarkan analisis komponen utama (Principle Component Analysis/PCA) menggunakan perangkat lunak Minitab 15. Tujuannya adalah menyederhanakan variabel yang akan diamati dengan cara menyusutkan atau mereduksi dimensi sehingga menghasilkan komponen utama. Setelah komponen utama diperoleh, kemudian melakukan pengelompokan. Pengelompokan curah hujan menggunakan sistem hirarki. Metode hirarki dilakukan dengan cara mengelompokkan dua atau lebih obyek yang memiliki tingkat kesamaan paling dekat. Sistem hirarki akan tampak lebih jelas pada dendograf. Penentuan jumlah kelompok yang ideal dilihat dari pembelokan pertama pada grafik hubungan antara tingkat kesamaan dan jumlah kelompok dari hasil perhitungan di Minitab. 3.3.3 Analisis Perubahan Iklim Simulasi model iklim RegCM3 dilakukan untuk memperoleh proyeksi iklim masa depan sesuai dengan baseline yang ditentukan. Pendugaan komponen atmosfer pada model ini menggunakan EH5OM. EH5OM merupakan model sirkulasi umum yang memiliki resolusi spasial 1,8750 X 1,8750. EH5OM digunakan sebagai data boundary dalam menjalankan model iklim regional RegCM3. Model permukaan daratan yang digunakan oleh RegCM3 yaitu BATS (Biosphere Atmosphere Transfer Scheme). BATS adalah sistem permukaan yang dirancang untuk menjelaskan pertukaran momentum, energi, maupun uap air antara permukaan dengan atmosfer. Skenario masa depan yang digunakan pada penelitian ini adalah skenario proyeksi iklim berdasarkan skenario SRES A1B. Skenario SRES A1B menggambarkan keseimbangan penggunaan energi fosil dan energi non fosil pada kondisi yang akan datang. Sebelum melakukan pengolahan data untuk proyeksi, terlebih dahulu dilakukan pemilihan simulasi yang tepat berdasarkan parameterisasi yang ada dalam model iklim regional RegCM3. Parameter yang dibedakan adalah berupa skema konvektif untuk hujan. Dalam proses ini, skema konvektif yang
dibandingkan adalah skema konvektif Grell (Arakawa & Schubert) dan skema konvektif MIT-Emanuel. Untuk mengetahui skema konvektif mana yang baik, maka curah hujan hasil model dari kedua skema tersebut dibandingkan dengan curah hujan observasi. Skema konvektif dengan curah hujan hasil model yang memiliki keeratan yang paling besar dipilih sebagai skema konvektif yang nantinya dipakai dalam menentukan curah hujan masa depan. Keeratan antara curah hujan model dengan curah hujan observasi dilihat dari kesamaan pola hujan serta nilai koefisien korelasi (r) dan nilai root mean square error (RMSE). Nilai koefisien korelasi dihitung berdasarkan persamaan berikut:
Sedangkan nilai RMSE menggunakan persamaan berikut:
dihitung
dengan: n = Banyak data yang digunakan xobs = CH Observasi xmod = CH Model
Hasil keluaran model iklim regional RegCM3 sesuai skema terpilih kemudian dianalis untuk mendapatkan kondisi masa yang akan datang. Parameter utama yang dianalisis adalah suhu udara dan curah hujan. Sebelum menghitung besarnya suhu udara dan curah hujan masa yang akan datang, hasil model perlu dilakukan koreksi untuk menyamakan dengan data observasi. Faktor koreksi dihitung berdasarkan perbedaan antara data observasi dan data model sesuai skema konvektif terpilih. Periode data observasi dan data model untuk penentuan faktor koreksi harus sama yaitu periode tahun 1980-1999 untuk Kabupaten Indramayu dan periode tahun 1983-1999 untuk Kabupaten Pacitan. Selanjutnya faktor koreksi dihitung berdasarkan persamaan berikut (Faqih et al. 2011):
Faktor koreksi yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk menentukan curah hujan terkoreksi dari model (baseline dan proyeksi). Curah hujan terkoreksi dihitung berdasarkan persamaan berikut:
8
Untuk menentukan suhu udara dan curah hujan masa depan maka dilakukan perbandingan antara data proyeksi dan baseline dari model. Nilai persentase perubahan curah hujan antara kondisi proyeksi dan baseline dihitung melalui persamaan berikut:
Nilai persentase perubahan yang diperoleh dengan menggunakan persamaan diatas antara baseline dan proyeksi, digunakan untuk menduga curah hujan akan datang berdasarkan persamaan berikut:
Nilai selisih perubahan suhu diperoleh dari model antara kondisi proyeksi dan baseline dihitung dengan persamaan berikut:
Persamaan diatas digunakan untuk menduga kondisi suhu yang akan datang dengan menggunakan persamaan:
3.3.4 Analisis Hujan Ekstrim Analisis hujan ekstrim dilakukan setelah memperoleh hasil keluaran model. Curah hujan yang dianalisis adalah curah hujan harian dan bulanan pada bulan DesemberFebruari setiap tahunnya dalam satu periode (20 tahun). Analisis yang dilakukan adalah analisis distribusi frekuensi dan peluang hujan ekstrim. Analisis frekuensi dilakukan pada data curah hujan maksimum harian dan bulanan pada bulan Desember-Februari setiap tahunnya, sehingga dalam satu periode diperoleh 20 data (periode tahun 2021-2040 ada 19 data) curah hujan maksimum. Distribusi frekuensi didasarkan pada distribusi sebaran gamma. Analisis peluang hujan ekstrim dilakukan pada curah hujan bulanan di musim hujan pada bulan Desember-Februari setiap tahun, sehingga ada 60 data (periode tahun 20212040 ada 57 data) curah hujan bulanan. Besarnya peluang curah hujan ekstrim dapat dilakukan dengan pendekatan distribusi frekuensi. Distribusi frekuensi merupakan model perhitungan histogram dengan menggunakan pengelompokan data. Pengelompokan data diklasifikasikan ke setiap selang 100 mm curah hujan mulai dari
0-100, 101-200, 201-300, 301-400, 401-500, 501-600, 601-700, dan >700. Hujan ekstrim dibagi menjadi dua kategori yaitu ekstrim kering dan ekstrim basah. Nilai peluang kejadian ekstrim kering adalah besarnya peluang hujan yang nilainya kurang dari kuartil 1 (Q1) dan peluang kejadian ekstrim basah adalah besarnya peluang hujan yang melebihi kuartil 3 (Q3).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Wilayah Kajian Iklim di suatu wilayah merupakan hasil interaksi antara atmosfer, laut, sirkulasi dan kondisi spesifik wilayah seperti posisi lintang wilayah, topografi, distribusi darat-laut dan tata guna lahan. Posisi lintang suatu tempat menentukan besar kecilnya intensitas radiasi matahari yang diterimanya. Wilayah yang berada di sekitar ekuator menerima intensitas radiasi matahari paling tinggi. Hal tersebut berimplikasi pada keadaan suhu udara dimana di daerah sekitar ekuator memiliki suhu udara yang lebih besar. Besar kecilnya nilai radiasi yang diterima suatu tempat tidak hanya berpengaruh terhadap suhu udara namun juga pada parameter iklim lain seperti pergerakan angin, tekanan udara dan curah hujan. Selain posisi lintang, keberadaan laut juga mempengaruhi kondisi iklim. Suatu wilayah yang letaknya berdekatan dengan laut, iklimnya akan dipengaruhi oleh sifat lautan. Pada wilayah tersebut variasi suhu udara terpanas dan terdingin tidak terlalu besar. Sebaliknya, suatu wilayah yang letaknya di tengah daratan, iklimnya dipengaruhi oleh sifat daratan. Ini ditandai dengan udara yang kering, terasa panas pada musim panas, dan di musim dingin terasa sangat dingin (Hasanudin 1997). Indramayu merupakan daerah yang berada di pesisir pantai utara jawa (Pantura). Keberadaannya yang dekat dengan laut membuat keragaman iklim di wilayah tersebut sangat dipengaruhi oleh dinamika lautan. Distribusi spasial suhu udara rata-rata tahunan Kabupaten Indramayu dapat dilihat pada Gambar 5 . Dari hasil analisis diperoleh bahwa suhu udara Kabupaten Indramayu berkisar antara 26,1 0C – 27,6 0C. Adanya pengaruh lautan terhadap suhu udara tampak jelas di daerah ini. Terlihat bahwa pada daerah yang berada disekitar pantai memiliki suhu yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang berada di tengah maupun bagian selatan Indramayu.
9
Gambar 5 Sebaran suhu udara rata-rata di Kabupaten Indramayu.
Gambar 6 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan di Kabupaten Indramayu. Keragaman curah hujan rata-rata tahunan Kabupaten Indramayu dapat dilihat pada Gambar 6. Curah hujan rata-rata tahunan berkisar antara 934 mm sampai 1891 mm. Curah hujan di Indramayu secara umum menyebar merata dibagian tengah. Curah hujan terbesar berada dibagian selatan yang berbatasan dengan Kabupaten Sumedang seperti pada Kecamatan Haurgeulis dan Cikedung yang terletak pada elevasi antara 7 sampai 18 mdpl, sedangkan di daerah sekitar pantai bagian utara memiliki curah hujan yang lebih rendah seperti pada Kecamatan Anjatan, Kandanhaur, dan Bongas. Pacitan memiliki keberagaman bentuk topografi berupa daerah pantai di bagian selatan dan daerah pegunungan kapur. Beragamnnya kondisi topografi ini mengakibatkan kondisi klimatologis seperti suhu udara dan curah hujan juga beragam. Sebaran spasial suhu udara di Kabupaten Pacitan terdapat pada Gambar 7. Suhu udara di Kabupaten Pacitan berkisar antara 26,60 0C – 26,80 0C. Suhu udara di Kabupaten Pacitan
terlihat lebih seragam di semua tempat. Namun demikian, suhu udara di sekitar pantai cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan bagian utara Kabupaten Pacitan. Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Kabupaten Pacitan dapat dilihat pada Gambar 8. Curah hujan rata-rata tahunan berkisar antara 1646 mm sampai 2753 mm. Curah hujan terbesar berada dibagian tengah Kabupaten Pacitan seperti pada Kecamatan Anjosari dan Kebon Agung dan curah hujan terendah terdapat pada bagian utara yang berbatasan dengan Kabupaten Ponorogo. Kondisi kedua daerah tersebut menggambarkan perbedaan yang cukup signifikan antara pantai utara jawa dengan pantai selatan jawa. Pantai utara jawa cenderung memiliki suhu udara yang lebih besar dengan kondisi curah hujan rata-rata tahunan yang lebih rendah. Sebaliknya, di pantai selatan jawa memiliki suhu udara dengan keragaman yang rendah dan curah hujan rata-rata tahunan yang lebih besar.
10
Gambar 7 Sebaran suhu udara rata-rata di Kabupaten Pacitan.
Gambar 8 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan di Kabupaten Pacitan. 4.2 Analisis Pola Curah Hujan Informasi mengenai iklim di suatu wilayah sangat diperlukan dalam berbagai hal terutama dalam produksi pertanian. Dalam bidang pertanian, informasi iklim yang paling utama adalah kondisi curah hujan di wilayah tersebut. Untuk itu perlu dilakukan pengelompokan stasiun-stasiun curah hujan. Dalam penelitian ini, pengelompokan pola curah hujan dilakukan pada 26 stasiun penakar curah hujan di Kabupaten Indramayu dan menghasilkan 5 kelompok pola curah hujan observasi serta pada 10 stasiun penakar curah hujan di Kabupaten Pacitan yang menghasilkan 4 kelompok pola curah hujan observasi. Kelompok pola curah hujan diperoleh dari hasil analisis data curah hujan bulanan tahun 1980-2009 untuk Kabupaten Indramayu dan tahun 1985-2009 untuk Kabupaten Pacitan. Selanjutnya pola curah hujan observasi di stasiun-stasiun tersebut dijadikan dasar untuk pengelompokan pola curah hujan
proyeksi di Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Pacitan sehingga stasiun-stasiun dalam suatu wilayah mempunyai pola curah hujan yang sama. Secara visual kelompok pola curah hujan dapat dilihat pada Gambar 9 untuk Kabupaten Indramayu dan Gambar 10 untuk Kabupaten Pacitan. Pengelompokan pola curah hujan dilakukan dengan menggunakan analisis komponen utama (Principle Component Analysis/PCA) dan menggunakan metode pengelompokan ward. Langkah awal yang dilakukan adalah menghitung nilai komponen utama dari data curah hujan rata-rata bulanan dalam periode analisis. Selanjutnya adalah menentukan jumlah kelompok pola curah hujan ideal. Jumlah kelompok ideal terlihat dari pembelokan pertama pada grafik hubungan antara tingkat kesamaan dan jumlah kelompok seperti yang terlihat pada Lampiran 6 untuk Kabupaten Indramayu dan Lampiran 7 untuk Kabupaten Pacitan.
11
Gambar 9 Peta pembagian pola curah hujan observasi Kabupaten Indramayu. Wilayah-wilayah yang terdapat dalam lima pola curah hujan di Kabupaten Indramayu adalah sebagai berikut (Gambar 9): Cluster 1 meliputi bagian utara Kecamatan Indramayu dan sebagian Kecamatan Sindang Cluster 2 meliputi Kecamatan Krangkeng, Karangampel, Juntinyuat, Sindang, Lohbener, Losarang, Kandanghaur, dan sebagian Kecamatan Anjatan, Sliyeg, dan Kertasemaya Cluster 3 meliputi Kecamatan Anjatan, Gabuswetan, Bongas, dan sebagian Kecamatan Haurgeulis Cluster 4 meliputi Kecamatan Haurgeulis dan sebagian Kecamatan Cikedung, Bongadua dan kertasemaya Cluster 5 meliputi Kecamatan Cikedung, Lelea, Widasari, Jatibarang, Bongadua, dan sebagian Kecamatan Gabuswetan, Sliyeg, dan Kertasemaya Secara umum, pola curah hujan di Kabupaten Indramayu adalah pola curah hujan monsunal. Pola curah hujan ini dicirikan
dengan bentuk pola hujan yang bersifat unimodal yaitu memiliki satu puncak musim hujan (sekitar bulan Desember-Februari). Dalam pola hujan ini terdapat perbedaan yang jelas antara musim hujan dan musim kemarau dimana biasanya terjadi masing-masing selama enam bulan (Boerema 1938 dalam Boer 2003). Berdasarkan analisis diketahui bahwa puncak curah hujan bulanan pada setiap kelompok pola curah hujan di Kabupaten Indramayu umumnya terjadi pada bulan Januari. Rata-rata hujan bulan Januari di daerah Cluster 1 mencapai 407 mm, di daerah Cluster 2 mencapai 296 mm, di daerah Cluster 3 mencapai 222 mm, di daerah Cluster 4 mencapai 279 mm, dan daerah Cluster 5 mencapai 281 mm. Rata-rata curah hujan minimum umumnya terjadi pada bulan Agustus. Total rata-rata curah hujan tahunan terbesar terdapat pada daerah Cluster 1 yang mencapai 1779 mm, kemudian diikuti oleh Cluster 4 sebesar 1719 mm, Cluster 5 sebesar 1519 mm, Cluster 2 sebesar 1378 mm, dan Cluster 3 sebesar 1077 mm.
12
Gambar 10 Peta pembagian pola curah hujan observasi Kabupaten Pacitan. Pola curah hujan di Kabupaten Pacitan dibagi menjadi empat yang meliputi wilayah sebagai berikut (Gambar 10): Cluster 1 meliputi Kecamatan Anjosari dan sebagian kecamatan Punung Cluster 2 meliputi Kecamatan Nawangan, Bandar, Tegalombo, dan Donorojo Cluster 3 meliputi Kecamatan Kebon Agung dan sebagian Kecamatan Tulakan Cluster 4 meliputi Kecamatan Punung, Pringkuku, Pacitan, Tulakan, Ngadirejo, dan Sudimoro Pola curah hujan di Kabupaten Pacitan juga merupakan pola curah hujan monsunal. Pada Cluster 3 dan Cluster 4, puncak hujan tertinggi terdapat pada bulan Januari dengan curah hujan rata-rata bulanan sebesar 326 mm dan 327 mm. Pada Cluster 1 puncak curah hujan terjadi pada bulan Februari dengan ratarata hujan bulanan sebesar 465 mm dan pada Cluster 2 puncak curah hujan terjadi pada bulan November dengan rata-rata hujan bulanan sebesar 461 mm. Namun demikian, pada umumnya curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus yang memiliki curah
hujan bulanan di bawah 50 mm. Curah hujan total rata-rata tahunan terbesar terdapat pada Cluster 2 dengan curah hujan sebesar 2753 mm, kemudian diikuti oleh Cluster 1 sebesar 2750 mm, Cluster 4 sebesar 2118 mm dan yang paling rendah adalah Cluster 3 dengan curah hujan sebesar 1847 mm. 4.3 Kajian Model Iklim Regional Model dapat diartikan sebagai penyederhanaan dari suatu sistem. Sistem sendiri adalah gambaran suatu proses atau beberapa proses (beberapa subsistem) yang teratur. Faktor utama dalam penyusunan suatu model adalah tujuan saat model tersebut dibuat. Berdasarkan tujuannya, model simulasi dapat dibagi menjadi tiga macam : (1) untuk pemahaman proses (process understanding), (2) prediksi (prediction), dan (3) untuk keperluan manajemen (management) (Handoko 1994). Regional Climate Model version 3 (RegCM3) merupakan model yang dikembangkan oleh International Centre for Theoretical Physics (ICTP), Italia. RegCM3
13
digunakan untuk simulasi kondisi iklim yang memiliki resolusi spasial yang tinggi, deskripsi topografi wilayah dan proses fisik wilayah. Dalam kajian perubahan iklim, RegCM3 dapat digunakan untuk mensimulasikan kondisi iklim masa mendatang berdasarkan data Global Climate Model (GCM). Data GCM memiliki resolusi yang rendah sehingga jika kita melakukan proyeksi terhadap kondisi lokal daerah akan memberikan hasil yang kurang representatif. Oleh karena itu, RegCM3 digunakan untuk memperoleh hasil yang lebih baik pada kondisi lokal. Resolusi yang tinggi dari data GCM dapat diperoleh dengan cara melakukan teknik downscaling. Downscaling merupakan upaya menghubungkan antara sirkulasi peubah skala global (peubah penjelas) dan peubah skala lokal (peubah respon). Teknik downscaling dilakukan berdasarkan asumsi bahwa iklim regional dipengaruhi oleh iklim skala global atau benua (Sutikno 2008). Tujuan dari teknik ini adalah untuk meningkatkan resolusi terutama resolusi spasial. Teknik downscaling diklasifikasikan atas tiga kategori yaitu GCM (Atmosfer dan kopel Atmosfer – Ocean GCM) resolusi tinggi dan/atau dengan resolusi yang dapat divariasikan (variable resolution), metodametoda empirik/statistik seringkali disebut statistical downscaling, dan nested limited area atau regional climate models (LAMs/RCMs) yang disebut sebagai dynamic downscaling (Giorgi et al. 2001 dalam Sutikno 2008). RegCM3 memiliki banyak parameterisasi yang dapat kita pilih guna mendapatkan hasil simulasi terbaik. Salah satunya adalah berupa skema konvektif untuk curah hujan. Ada dua
bentuk skema konvektif utama di dalam RegCM3 yaitu Grell scheme dan MITEmanuel scheme yang dibandingkan dalam kajian ini. Skema konvektif Grell merupakan skema konvektif yang mendasarkan bahwa awan terdapat dalam dua kondisi tetap yaitu updraft dan downdraft. Tidak ada pencampuran langsung antara uap air dan lingkungan kecuali pada bagian atas dan bawah sirkulasi (Fritsch and Chappell 1980). Skema konvektif MIT-Emanuel merupakan model ideal dari gerakan udara updraft dan downdraft dengan metode buoyancy sorting. Hal tersebut menentukan tingkat penambahan dan pengurangan parsel udara pada level tertentu untuk mendapatkan potensi uap air yang cukup (Emanuel and Zivkovic-Rothman 1999; Emanuel 1991). Dari hasil analisis diperoleh bahwa skema konvektif MIT-Emanuel memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan skema konvektif Grell, terutama untuk wilayah kajian yaitu Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Pacitan. Analisis yang dilakukan adalah berupa keeratan dari hasil simulasi menggunakan kedua skema tersebut dengan data observasi yang ada. Keeratan tersebut dilihat dari nilai koefisien korelasi (r) dan root mean square error (RMSE). Hasil perhitungan koefisien korelasi dan RMSE dapat dilihat pada Lampiran 8. Gambar 11 menunjukan pola curah hujan hasil model dengan dengan skema konvektif Grell dan MIT-Emanuel dan curah hujan observasi pada Cluster 3 di Kabupaten Pacitan. Terlihat bahwa curah hujan model berdasarkan skema konvektif Grell memiliki pola yang kurang konsisten dari pola curah hujan observasinya.
Gambar 11 Perbandingan pola CH Observasi dan CH Model.
14
Nilai curah hujan yang dihasilkan juga berfluktuatif dari nilai yang di bawah nilai observasi dan juga nilai curah hujan yang melebihi curah hujan observasi. Curah hujan model berdasarkan skema konvektif MITEmanuel memiliki pola yang mendekati pola curah hujan observasi walaupun nilai yang dihasilkan melebihi nilai curah hujan observasi. Oleh karena itu, curah hujan hasil model RegCM3 ini nantinya akan dikoreksi menggunakan curah hujan observasi sebelum melakukan proyeksi perubahan curah hujan masa yang akan datang. 4.4 Analisis Perubahan Iklim Analisis perubahan iklim dilakukan berdasarkan hasil keluaran model RegCM3 untuk kedua wilayah kajian (Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Pacitan). Keluaran model RegCM3 yang akan dianalisis adalah suhu udara dan curah hujan. Periode proyeksi dibagi menjadi dua puluh tahunan mulai dari tahun 2021-2040, tahun 2041-2060, dan tahun 2061-2080, sedangkan untuk kondisi saat ini (baseline) mengambil periode tahun 19801999. Proyeksi menggunakan skenario SRES A1B dengan asumsi bahwa pertumbuhan ekonomi berlangsung cepat begitu juga dengan laju pertumbuhan penduduk yang cepat pula namun pengenalan teknologi baru yang lebih efisien atau dapat juga disebut sebagai adanya keseimbangan antara
penggunaan bahan bakar fosil dan non-fosil. Berdasarkan skenario ini, populasi global diperkirakan akan naik mencapai 8,7 milyar pada tahun 2050 dan kemudian turun menjadi 7 milyar pada tahun 2100 (IPCC 2000). Satu grid skala spasial keluaran model RegCM3 mewakili wilayah 20 X 20 km, sehingga wilayah yang berada dalam grid tersebut akan memiliki nilai yang sama. Contoh keluaran model RegCM3 dalam bentuk grid terdapat pada Lampiran 12. Keluaran model RegCM3 secara umum memberikan nilai curah hujan yang melebihi curah hujan observasi. Oleh karena itu, curah hujan hasil model RegCM3 perlu dikoreksi dengan data observasi yang ada. Faktor koreksi dihitung berdasarkan perbedaan antara curah hujan keluaran model RegCM3 dengan data observasi. Data observasi yang digunakan untuk menentukan faktor koreksi adalah data bulanan periode tahun 1980-1999 untuk Kabupaten Indramayu dan periode tahun 1983-1999 untuk Kabupaten Pacitan, sedangkan data model yang digunakan pada kedua wilayah adalah data pada periode tahun yang sama dengan data observasi. Faktor koreksi yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk mengkoreksi hasil keluaran model RegCM3 pada tahun baseline dan proyeksi. Faktor koreksi bulanan tiap cluster untuk kedua wilayah kajian disajikan dalam Tabel 2 dan Tabel 3.
Tabel 2 Faktor koreksi bulanan untuk curah hujan keluaran model di Kabupaten Indramayu Faktor Koreksi (%) Bulan Cluster 1 Cluster 2 Cluster 3 Cluster 4 Cluster 5 Januari
81,00
48,06
-18,03
-4,92
19,88
Februari Maret
-3,85 -20,25
-23,33 -38,23
-37,41 -47,79
-20,40 -22,78
-22,33 -41,84
April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
-21,14 -59,55 -64,73 -74,77 -83,87 -84,34 -43,66 -10,44 10,93
-41,63 -67,95 -70,97 -83,09 -89,46 -88,81 -60,19 -34,87 -14,61
-58,59 -81,58 -82,22 -86,28 -94,47 -90,68 -65,68 -47,96 -37,83
-34,67 -76,24 -71,83 -85,21 -90,45 -86,45 -56,64 -27,60 -15,80
-44,33 -75,84 -75,81 -84,75 -89,19 -87,54 -58,67 -34,69 -12,81
15
Tabel 3 Faktor koreksi bulanan untuk curah hujan keluaran model di Kabupaten Pacitan Faktor Koreksi (%) Bulan Cluster 1 Cluster 2 Cluster 3 Cluster 4 Januari
-30,75
54,29
-27,87
37,42
Februari Maret
-46,11 -62,64
13,38 1,04
-47,39 -59,06
-6,41 -20,41
April Mei
-69,18 -89,68
38,79 -9,16
-67,32 -87,24
-5,86 -61,02
Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
-80,46 -93,52 -91,86 -89,56 -67,35 -54,08 -60,34
41,20 8,85 41,68 18,03 202,24 185,53 34,84
-81,07 -89,33 -90,69 -91,33 -60,81 -49,32 -52,90
-34,82 -59,61 -45,09 -34,54 67,26 67,54 6,15
Dari Tabel 2 dan Tabel 3 terlihat bahwa hasil keluaran dari model RegCM3 berupa curah hujan melebihi dari nilai observasi. Hanya pada Cluster 2 di Kabupaten Pacitan yang menunjukan hasil model RegCM3 memiliki nilai curah hujan yang lebih rendah dibandingkan dengan data observasi. Faktor koreksi yang bernilai negatif menandakan bahwa curah hujan hasil keluaran model RegCM3 harus dikurangi sebesar faktor koreksi, sedangkan faktor koreksi yang bernilai positif menandakan bahwa curah hujan hasil keluaran model RegCM3 harus ditambah sebesar faktor koreksi. Dari nilai faktor koreksi bulanan dapat dilihat pula bahwa pada bulan kering (JJA) memiliki nilai pengurangan yang lebih besar dibandingkan dengan bulan basah (DJF). Faktor koreksi dengan pengurangan terbesar terdapat pada bulan Agustus di Kabupaten Indramayu pada Cluster 3 yaitu sebesar -94,47%, sedangkan pengurangan terkecil terdapat pada bulan Januari di Kabupaten Indramayu pada Cluster 4 yaitu sebesar -4,92%. Faktor koreksi pada tabel di atas merupakan faktor koreksi periode iklim (20 tahun) sehingga faktor koreksi tersebut dapat digunakan untuk mengkoreksi curah hujan keluaran model RegCM3 pada periode proyeksi. Selain itu, faktor koreksi bulanan juga dapat digunakan untuk mengkoreksi curah hujan harian keluaran model RegCM3.
4.4.1 Proyeksi Suhu Udara Perubahan suhu udara akibat perubahan iklim memiliki kecenderungan mengalami kenaikan. Di Kabupaten Indramayu hingga periode tahun 2061-2080 suhu udara akan mengalami kenaikan rata-rata sebesar 2,50C sedangkan di Kabupaten Pacitan akan mengalami kenaikan rata-rata sebesar 2,350C. Gambar 12 menunjukkan proyeksi perubahan suhu udara secara spasial di Kabupaten Indramayu periode tahun 20212040, tahun 2041-2060, dan tahun 2061-2080. Pada periode tahun 2021-2040 perubahan suhu udara maksimum yang terjadi sebesar 0,720C yang tersebar di wilayah selatan Kabupaten Indramayu (yang berbatasan dengan Kabupaten Sumedang). Pada periode tahun 2041-2060 dan periode tahun 20612080 perubahan suhu udara terbesar terjadi pada wilayah bagian tengah Kabupaten Indramayu. Perubahan suhu udara di Kabupaten Pacitan ditunjukkan pada Gambar 13. Terlihat bahwa secara umum perubahan suhu udara terbesar terjadi di wilayah utara Kabupaten Pacitan. Perubahan suhu udara rata-rata terbesar periode tahun 2021-2040 adalah 0,750C, periode tahun 2041-2060 adalah 1,540C, dan periode tahun 2061-2080 adalah sebesar 2,40C. Perubahan suhu udara terendah untuk kedua wilayah umumnya terjadi pada wilayah yang berbatasan dengan laut. Perubahan yang terjadi dari periode ke periode terlihat konstan seperti ditunjukkan pada Lampiran 13 dan Lampiran 14.
16
Gambar 12 Proyeksi peningkatan suhu udara (dalam 0C) di Kabupaten Indramayu berdasarkan skenario SRES A1B. (a) periode tahun 2021-2040, (b) periode tahun 2041-2060, dan (c) periode tahun 2061-2080, relatif terhadap suhu udara model periode tahun 19801999. Gradasi warna menggambarkan bahwa semakin merah peningkatan suhu yang terjadi akan semakin besar.
17
Gambar 13 Proyeksi peningkatan suhu udara (dalam 0C) di Kabupaten Pacitan berdasarkan skenario SRES A1B. (a) periode tahun 2021-2040, (b) periode tahun 2041-2060, dan (c) periode tahun 2061-2080, relatif terhadap suhu udara model periode tahun 19801999. Gradasi warna menggambarkan bahwa semakin merah peningkatan suhu yang terjadi akan semakin besar.
18
Gambar 14 menunjukan trend suhu udara masa depan untuk Cluster 1 di Kabupaten Indramayu. Dari gambar tersebut terlihat jelas bahwa trend suhu udara mengalami peningkatan. Dari persamaan linier yang diperoleh dari hubungan suhu dengan tahun diketahui bahwa trend peningkatan suhu udara sampai tahun 2080 adalah sebesar 0,0400C/tahun. Trend perubahan suhu di Kabupaten Pacitan juga mengalami kenaikan. Pada periode 2021-2080 rata-rata peningkatan suhu udara adalah 0,0380C/tahun. Hal tersebut dapat dilihat pada persamaan linier yang diperoleh dari hubungan suhu dengan tahun pada Gambar 15. Secara lengkap trend suhu udara dapat dilihat pada Lampiran 15 dan 16.
Gambar 14 Trend suhu udara mendatang (tahun 2021-2080) pada Cluster 1 Kabupaten Indramayu.
Gambar 15 Trend suhu udara mendatang (tahun 2021-2080) pada Cluster 1 Kabupaten Pacitan.
Tabel 4 merupakan nilai perubahan suhu udara tiap cluster hujan di Kabupaten Indramayu. Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa di Kabupaten Indramayu mengalami kenaikan suhu sebesar 0,430C-2,940C dalam periode tahun 2021-2080. Perubahan suhu udara mendatang di Kabupaten Pacitan berdasarkan hasil model RegCM3 dapat dilihat pada Tabel 5. Perubahan suhu udara mendatang di Kabupaten Pacitan menunjukan peningkatan berkisar antara 0,480C hingga 2,550C. Peningkatan tertinggi terdapat pada Cluster 3 dan peningkatan terendah terdapat pada Cluster 1. Berdasarkan Tabel 4 dan Tabel 5 terlihat bahwa perubahan suhu untuk semua cluster hujan observasi rata-rata mengalami kenaikan sebesar 2,340C-2,550C hingga tahun 2080. Peningkatan suhu udara ini berada pada kisaran prediksi IPCC (2007) yang menyatakan bahwa secara global hingga tahun 2100 suhu udara bumi akan meningkat antara 1,80C hingga 2,90C. Peningkatan suhu udara tersebut merupakan akibat adanya peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di masa mendatang seperti pada skenario SRES A1B yang digunakan pada model RegCM3. Seperti diketahui bahwa dengan adanya peningkatan konsentrasi gas rumah kaca mengakibatkan radiasi gelombang panjang yang dipantulkan permukaan bumi tidak dapat keluar dari atmosfer karena terperangkap lapisan gas rumah kaca sehingga suhu udara akan naik. Perubahan suhu udara di masa mendatang dapat berdampak pada produksi pertanian. Liu dan Zhang (2007) dalam Li et al. (2010) menyatakan bahwa hasil panen padi lebih rendah pada kondisi curah hujan rendah sedangkan suhu udara meningkat. Perubahan pola pertumbuhan tanaman akibat suhu udara yang meningkat secara tidak langsung juga mempengaruhi tingkat erosi di suatu wilayah (Favis-Mortlock dan Boardman 1995 dalam Li et al. 2010).
Tabel 4 Nilai perubahan suhu untuk masing-masing cluster hujan observasi di Kabupaten Indramayu Δ Perubahan 2021-2040 (0C) Nilai C1 C2 C3 C4 C5 Max Min Rata-rata Nilai
0,93 0,43 0,69
1,05 0,44 0,71
1,01 0,44 0,71
0,98 0,48 0,72
1,05 0,46 0,71
Δ Perubahan 2041-2060 (0C) C1
C2
C3
C4
C5
19
Max Min Rata-rata
1,57 1,35 1,48
1,85 1,36 1,54
1,82 1,35 1,53
1,72 1,33 1,50
1,88 1,34 1,54
Δ Perubahan 2061-2080 (0C)
Nilai Max Min Rata-rata
C1
C2
C3
C4
C5
2,49 2,18 2,37
2,94 2,21 2,54
2,92 2,21 2,55
2,80 2,19 2,50
2,91 2,22 2,53
Tabel 5 Nilai perubahan suhu untuk masing-masing pola hujan observasi di Kabupaten Pacitan Δ Perubahan 2021-2040 (0C) Nilai C1 C2 C3 C4 Max
0,96
0,90
1,59
0,93
Min Rata-rata
0,49 0,68
0,48 0,67
1,05 1,30
0,50 0,68
Nilai Max Min Rata-rata Nilai Max Min Rata-rata
Δ Perubahan 2041-2060 (0C) C1 C2 C3 C4 1,62 1,34 1,48
1,58 1,33 1,47
1,61 1,35 1,48
1,57 1,33 1,47
Δ Perubahan 2061-2080 (0C) C1
C2
C3
C4
2,52 2,23 2,35
2,55 2,23 2,35
2,53 2,22 2,34
2,53 2,22 2,35
4.4.2 Proyeksi Curah Hujan Perubahan curah hujan berdasarkan keluaran model RegCM3 secara umum menunjukan adanya penurunan di masa yang akan datang. Secara spasial, perubahan curah hujan di kedua wilayah kajian ditunjukkan pada Gambar 16 dan Gambar 17. Kabupaten Indramayu, pada Periode tahun 2021-2040 mengalami penurunan curah hujan yang berkisar antara 9,1% hingga 12,6%. Penurunan terbesar terjadi pada wilayah timur Indramayu sedangkan penurunan terkecil terjadi pada wilayah barat Indramayu. Periode tahun 2041-2060, selain mengalami penurunan curah hujan, terjadi juga peningkatan curah hujan pada bagian utara Indramayu dimana wilayah tersebut
berbatasan langsung dengan laut. Pada periode tahun 2061-2080 perubahan curah hujan akan mengalami penurunan di semua wilayah Indramayu. Penurunan curah hujan berkisar antara 10,5% hingga 17,5%. Perubahan curah hujan di Kabupaten Pacitan juga bervariasi, ada wilayah yang mengalami peningkatan curah hujan dan wilayah yang lain mengalami penurunan curah hujan. Penurunan curah hujan umumnya terjadi pada wilayah selatan dan peningkatan curah hujan terjadi di wilayah tengah hingga utara Kabupaten Pacitan. Penurunan curah hujan terbesar terjadi pada periode tahun 2061-2080 yang mencapai 11%, sedangkan peningkatan terbesar terjadi pada periode tahun 2041-2060 yaitu sebesar 9%.
20
Gambar 16 Proyeksi perubahan curah hujan (dalam persen) di Kabupaten Indramayu berdasarkan skenario SRES A1B. (a) periode tahun 2021-2040, (b) periode tahun 2041-2060, dan (c) periode tahun 2061-2080, relatif terhadap curah hujan model periode tahun 19801999. Gradasi warna menggambarkan bahwa semakin merah wilayah tersebut akan semakin kering, sebaliknya semakin biru wilayah tersebut akan semakin basah.
21
Gambar 17 Proyeksi perubahan curah hujan (dalam persen) di Kabupaten Pacitan berdasarkan skenario SRES A1B. (a) periode tahun 2021-2040, (b) periode tahun 2041-2060, dan (c) periode tahun 2061-2080, relatif terhadap curah hujan model periode tahun 19801999. Gradasi warna menggambarkan bahwa semakin merah wilayah tersebut akan semakin kering, sebaliknya semakin biru wilayah tersebut akan semakin basah.
22
Tabel 6 Laju perubahan curah hujan rata-rata tahun 2021-2080 pada tiap cluster hujan observasi Laju Perubahan (mm/tahun) Wilayah Rata-rata Cluster 1 Cluster 2 Cluster 3 Cluster 4 Cluster 5 Kab. Indramayu -1,182 +0,237 -0,316 Kab. Pacitan +2,091 -6,051 +0,803 Keterangan: Tanda (-) menunjukan penurunan Tanda (+) menunjukan peningkatan Laju perubahan curah hujan untuk masing-masing cluster hujan memiliki nilai yang berbeda-beda namun rata-rata mengalami penurunan tiap tahunnya. Selama periode 2021-2080 rata-rata curah hujan akan mengalami penurunan sebesar 0,593 mm/tahun untuk Kabupaten Indramayu dan 1,304 mm/tahun untuk Kabupaten Pacitan. Laju penurunan curah hujan terendah terdapat pada C3 Kabupaten Indramayu yaitu sebesar 0,316 mm/tahun, sedangkan penurunan tertinggi terjadi pada C2 Kabupaten Pacitan yang mengalami penurunan sebesar -6,051 mm/tahun (Tabel 6). Akibat perubahan iklim curah hujan pada musim penghujan cenderung mengalami kenaikan, sedangkan pada musim kemarau akan mengalami penurunan. Gambar 18 menunjukan perubahan curah hujan bulanan pada semua cluster di Kabupaten Indramayu. Pola curah hujan masa mendatang masih masih berupa pola curah hujan monsunal. Puncak curah hujan terjadi pada bulan Januari dan curah hujan terendah pada bulan Agustus/September. Curah hujan bulan Januari menunjukan peningkatan yang cukup signifikan. Rata-rata peningkatan curah hujan bulan Januari adalah sebesar 11,86% pada tahun 2061-2080. Rata-rata penurunan terbesar terjadi bulan Agustus yaitu sebesar 30,10%. Persentase perubahan curah hujan bulanan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 17. Berdasarkan Gambar 18, Cluster 1 akan mengalami penurunan curah hujan pada semua bulan kecuali pada bulan Januari. Pada bulan Januari juga terlihat bahwa curah hujan bulanan cukup tinggi dibandingkan dengan curah hujan pada bulan lain di musim hujan. Perubahan curah hujan pada Cluster 2 memiliki pola yang sama dengan Cluster 1. Semua bulan mengalami penurunan kecuali bulan Januari yang mengalami peningkatan curah hujan yang cukup signifikan. Curah hujan pada Cluster 3, 4, dan 5 memiliki kondisi hujan yang hampir sama. Perbedaan jumlah hujan tiap bulan tidak begitu mencolok. Penurunan curah hujan terjadi pada semua bulan kecuali pada bulan Januari.
-1,272 -2,057
-0,431
(a)
(b)
(c)
(d)
-0,593 -1,304
23
(e) Gambar 18 Rata-rata curah hujan bulanan pada semua cluster hujan di Kabupaten Indramayu. (a) Cluster 1, (b) Cluster 2, (c) Cluster 3, (d) Cluster 4, dan (e) Cluster 5. Gambar 19 merupakan rata-rata curah hujan bulanan pada semua cluster di Kabupaten Pacitan. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa di Kabupaten Pacitan pada periode tahun 2061-2080 cenderung akan mengalami penurunan curah hujan pada musim kemarau dan peningkatan curah hujan terjadi pada musim penghujan. Rata rata penurunan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan September yang mencapai -26,28%, sedangkan rata-rata peningkatan curah hujan terbesar terjadi pada bulan Januari yaitu sebesar 23,53%. Persentase perubahan curah hujan bulanan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 18. Wilayah Cluster 2 masih memiliki curah hujan tahunan yang tertinggi dibandingkan dengan wilayah cluster lain. Pada Cluster 2 tersebut pada periode tahun 1980-1999 puncak curah hujan terjadi pada bulan November, sedangkan pada periode tahun 2061-2080 puncak curah hujan bergeser pada bulan Januari. Walaupun demikian, pola curah hujan di Cluster 2 tersebut masih berupa pola hujan monsunal.
(a)
(b)
(c)
(d) Gambar 19 Rata-rata curah hujan bulanan pada semua cluster hujan di Kabupaten Pacitan. (a) Cluster 1, (b) Cluster 2, (c) Cluster 3, dan (d) Cluster 4. Naylor et al. (2007) menyatakan bahwa di masa mendatang lama musim hujan menjadi lebih pendek dan jeluk hujan lebih tinggi dari kondisi saat ini. Hal tersebut juga terjadi di Kabupaten Pacitan seperti yang terlihat pada Gambar 19. Curah hujan pada Cluster 1 pada kondisi yang akan datang mengalami peningkatan pada Januari hingga April, dan selanjutnya akan mengalami penurunan mulai bulan Mei hingga memasuki musim kemarau. Perubahan curah hujan pada Cluster 2 berbeda dengan perubahan curah hujan pada Cluster 1. Penurunan curah hujan hampir terjadi pada semua bulan kecuali pada bulan Januari yang mengalami peningkatan curah hujan. Pada Cluster 3, perubahan curah hujan yang akan
24
datang hampir sama dengan Cluster 1. Peningkatan curah hujan terjadi pada bulan Januari hingga April yang kemudian terjadi penurunan curah hujan mulai bulan Mei hingga Desember. Perubahan curah hujan masa yang akan datang pada cluster 4 sangat berbeda dengan ketiga cluster hujan sebelumnya. Pada Cluster 4 ini, curah hujan masa yang akan datang akan cenderung sama pada musim kemarau. Peningkatan terjadi pada bulan Januari dan Februari, sedangkan penurunan curah hujan terjadi pada bulan September hingga Desember. Perubahan curah hujan di masa mendatang dapat berpengaruh pada berbagai sektor. Pada wilayah pertanian, kondisi ini tentunya akan menyebabkan perubahan pola tanam. Selain itu, dengan berkurangnya musim penghujan akan menyebabkan lama musim tanam juga akan berubah. Hasil analisa yang dilakukan Alfyanti (2011) menyatakan bahwa dengan adanya perubahan curah hujan di masa yang akan datang, awal musim tanam rata-rata akan mengalami kemunduran 1 hingga 2 dasarian. Selain itu waktu tanam padi juga hanya bisa dilakukan satu kali dalam setahun. Perubahan curah hujan di masa mendatang juga berdampak pada kondisi hidrologi suatu wilayah. Li et al. (2010) mengindikasikan bahwa peningkatan 1% curah hujan dapat meningkatkan 1 hingga 4% limpasan permukaan. Kondisi tersebut tentunya dapat menyebabkan terjadinya banjir pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau. Oleh karena itu, diperlukan adaptasi untuk mengatasi dan meminimalkan resiko yang mungkin terjadi. Dasanto dan Impron (2008) menggambarkan bahwa pemanfaatan waduk sebagai tempat penyimpanan air hujan yang berlebih. Waduk dapat difungsikan sebagai penyedia kebutuhan air irigasi, rumah tangga/domestik dan suplai listrik melalui PLTA. 4.5 Analisis Hujan Ekstrim Penyebaran kejadian hujan ekstrim dapat digambarkan menggunakan distribusi frekuensi dan peluang. Distribusi hujan biasanya diduga menggunakan distribusi gamma. Dalam penelitian ini, distribusi frekuensi hujan yang digambarkan adalah curah hujan maksimum pada bulan basah (DJF) dari setiap tahun. Sehingga dalam satu periode akan ada 20 nilai (periode tahun 20212040 ada 19 nilai) yang digambarkan. Curah hujan maksimum meliputi curah hujan maksimum harian dan curah hujan maksimum
bulanan. Gambar 20 menunjukkan pola distribusi gamma curah hujan maksimum harian periode baseline dan proyeksi pada Cluster 1 di Kabupaten Indramayau dan Pacitan. Dari Gambar 20 (a) terlihat bahwa pola distribusi curah hujan maksimum harian cenderung mengalami pergeseran. Pola distribusi tersebut dapat dijadikan indikasi bahwa intensitas curah hujan maksimum harian pada tahun proyeksi (periode tahun 2021-2080) akan menjadi semakin besar. Pergeseran pola distribusi curah hujan maksimum harian juga terjadi pada semua cluster. Pada Cluster 3 dan Cluster 4 menunjukan hasil bahwa curah hujan maksimum pada periode proyeksi akan semakin menurun. Pada Cluster 5 menunjukkan adanya penurunan pada periode tahun 2021-2040 dan periode tahun 20402060 namun akan meningkat lagi pada periode tahun 2061-2080. Pada Cluster 2 menunjukkan pola yang sama dengan Cluster 1. Secara lengkap pola distribusi curah hujan maksimum harian di Kabupaten Indramayu dapat dilihat pada Lampiran 21. Pergeseran curah hujan maksimum harian pada tahun proyeksi juga terjadi di Kabupaten Pacitan. Hasil yang diperoleh dari seluruh cluster secara umum menunjukkan adanya pergeseran curah hujan maksimum harian yang semakin besar. Dari Gambar 20 (b) terlihat bahwa pada periode tahun 1980-1999 curah hujan maksimumnya sebagian besar terpusat pada nilai antara 75-150 mm, namun pada periode tahun 2041-2060 dan periode tahun 2061-2080 curah hujan akan cenderung terdistribusi pada semua nilai. Hasil yang diperoleh dari analisis terhadap curah hujan maksimum bulanan di Kabupaten Indramayu menunjukkan bahwa pada Cluster 1 dan 2 curah hujan maksimum bulanannya akan menjadi lebih besar pada periode tahun 2021-2040, periode tahun 20412060, dan periode tahun 2061-2080. Pada Cluster 3, 4, dan 5 kecenderungannya adalah pada akan mengalami penurunan curah hujan maksimum pada periode tahun 2021-2040, meningkat lagi pada periode tahun 2041-2060 dan kemudian menurun lagi pada periode tahun 2061-2080 (Lampiran 23). Pada Kabupaten Pacitan, secara umum curah hujan maksimum bulanan pada semua cluster akan mengalami peningkatan pada tahun proyeksi. Namun pada Cluster 2 ada periode yang mengalami peningkatan curah hujan maksimum dan ada pula periode yang mengalami penurunan curah hujan maksimumnya (Lampiran 24).
25
Cluster 1 Kab. Indramayu
Cluster 1 Kab. Pacitan
Gamma
8
6
Shape 8.021 4.587 4.383 5.941
5 4
Scale 7.738 13.46 17.62 12.28
N 20 19 20 20
3
14
Shape 3.171 1.778 4.183 1.912
12 10 8
Scale 32.23 73.35 26.02 69.99
N 20 19 20 20
6
2
4
1 0
Variable Tahun 1980-1999 Tahun 2021-2040 Tahun 2041-2060 Tahun 2061-2080
16
Frequency
7
Frequency
Gamma
18
Variable Tahun 1980-1999 Tahun 2021-2040 Tahun 2041-2060 Tahun 2061-2080
2 0
40
80 120 CH max (mm)
0
160
0
200
400 CH max (mm)
600
800
(a) (b) Gambar 20 Pola distribusi curah hujan maksimum harian pada Cluster 1. (a) untuk Kabupaten Indramayu dan (b) untuk Kabupaten Pacitan.
Q1
Q3
Q3
Q1
(a) (b) Gambar 21 Perubahan peluang hujan ekstrim pada Cluster 1 pada bulan Desember-Februari. (a) untuk Kabupaten Indramayu dan (b) untuk Kabupaten Pacitan.
Tabel 7 Nilai kuartil 1 (Q1) dan kuartil 3 (Q3) untuk masing-masing cluster Cluster 1 Cluster 2 Cluster 3 Cluster 4 Wilayah Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3
Q1
Q3
Kab. Indramayu Kab. Pacitan
182 -
306 -
217
382
173
275
129
216
207
322
242
376
258
431
212
366
230
361
Cluster 5
Tabel 8 Nilai peluang terlampaui besar dari kuartil 3 (>Q3) dan peluang kurang dari kuartil 1 (
Q3 > Q3 Tahun 1980-1999 0.25 0.25 0.25 0.25 Cluster 1
Cluster 2
Tahun 2021-2040
0.21
0.30
0.32
0.35
Tahun 2041-2060
0.33
0.25
0.38
0.27
Tahun 2061-2080
0.25
0.28
0.50
0.28
Tahun 1980-1999 Tahun 2021-2040 Tahun 2041-2060 Tahun 2061-2080
0.25 0.21 0.37 0.28
0.25 0.40 0.33 0.33
0.25 0.30 0.35 0.27
0.23 0.35 0.35 0.22
26
Cluster 3
Cluster 4
Cluster 5
Tahun 1980-1999
0.25
0.25
0.25
0.25
Tahun 2021-2040
0.16
0.28
0.30
0.23
Tahun 2041-2060
0.28
0.20
0.38
0.22
Tahun 2061-2080
0.22
0.30
0.48
0.23
Tahun 1980-1999
0.25
0.25
0.25
0.27
Tahun 2021-2040
0.21
0.35
0.26
0.39
Tahun 2041-2060
0.27
0.32
0.38
0.32
Tahun 2061-2080
0.28
0.35
0.33
0.28
Tahun 1980-1999
0.25
0.25
-
-
Tahun 2021-2040
0.18
0.35
-
-
Tahun 2041-2060
0.28
0.23
-
-
Tahun 2061-2080 0.25 0.28 Keterangan Tabel 7 dan Tabel 8: Pada Kabupaten Pacitan hanya terdapat hingga empat cluster curah hujan sesuai analisis cluster, sehingga tidak ada nilai pada Cluster 5. Selain menggunakan distribusi frekuensi, kecenderungan curah hujan ekstrim juga dapat dilihat dari pola distribusi peluang. Distribusi peluang juga dilakukan pada data curah hujan bulan basah (DJF). Data yang digunakan adalah data bulanan selama 3 bulan tersebut, sehingga dalam satu periode terdapat 60 data (periode tahun 2021-2040 ada 57 data) curah hujan bulanan yang digunakan. Hujan ekstrim dibagi menjadi dua kategori yaitu ekstrim kering dan ekstrim basah. Nilai peluang kejadian ekstrim kering adalah besarnya peluang hujan yang nilainya kurang dari kuartil 1 (Q1) sedangkan peluang hujan ekstrim basah adalah besarnya peluang hujan yang melebihi kuartil 3 (Q3). Q1 dan Q3 dihitung berdasarkan curah hujan observasi masing-masing cluster hujan. Nilai Q1 dan Q3 masing-masing cluster untuk kedua wilayah disajikan dalam Tabel 7. Hasil analisis dari seluruh cluster hujan di Kabupaten Indramayu menunjukkan bahwa peluang terlampaui lebih dari kuartil 3 (>Q3) pada periode proyeksi (periode tahun 20212040, tahun 2041-2060, dan tahun 2061-2080) memiliki kecendrungan tetap dibandingkan dengan periode baseline (periode tahun 19801999). Hanya pada Cluster 1 dan Cluster 2 yang menunjukkan adanya peningkatan peluang hujan yang melampaui Q3. Peluang hujan kurang dari Q1 (ekstrim kering) menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan pada tahun proyeksi. Namun demikian, peningkatan maupun penurunan peluang hujan melampaui Q3 dan kurang dari Q1 tidak lebih dari 10 % (Tabel 8). Peluang hujan melampaui Q3 untuk masing-masing cluster di Kabupaten Pacitan
menunjukkan adanya peningkatan pada periode proyeksi. Peningkatan tersebut dapat dilihat pada distribusi peluang hujan ekstrim yang mengalami pergeseran. Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa pada periode proyeksi peluang curah hujan yang melebihi Q3 akan semakin besar, sedangkan curah hujan yang kurang dari Q1 cenderung semakin kecil. Hal tersebut mengindikasikan bahwa di masa mendatang, hujan dengan intensitas tinggi akan menjadi lebih besar.
V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Model RegCM3 memiliki beberapa parameter yang dapat kita tentukan untuk mendapatkan hasil yang baik sesuai wilayah kajian. Salah satu parameter tersebut adalah skema konvektif untuk hujan. Dari hasil analisis diperoleh bahwa skema konvektif MIT-Emanuel memberikan hasil yang lebih baik. Namun demikian, hasil model RegCM3 memiliki nilai curah hujan yang melebihi curah hujan observasi. Untuk mengatasi hal tersebut maka dilakukan perhitungan faktor koreksi. Berdasarkan skenario perubahan emisi SRES A1B yang menggambarkan keseimbangan penggunaan bahan bakar fosil dan non fosil, di masa mendatang suhu udara akan mengalami peningkatan sedangkan curah hujan cenderung mengalami penurunan. Ratarata laju peningkatan suhu udara di Kabupaten Indramayu adalah sebesar 0,040C/tahun hingga tahun 2080. Perubahan suhu udara di Kabupaten Pacitan juga memiliki rata-rata laju
27
peningkatan yang sama yaitu sebesar 0,040C/tahun. Penurunan curah hujan memiliki laju yang lebih tinggi dibandingkan dengan laju peningkatan suhu. Laju penurunan curah hujan di Kabupaten Indramayu sebesar 0,593 mm/tahun dan di Kabupaten Pacitan sebesar 1,304 mm/tahun. Peluang hujan ekstrim yang terjadi di Kabupaten Indramayu dari periode ke periode cenderung tetap. Hanya pada Cluster 1 dan Cluster 2 yang mengalami peningkatan, sedangkan di Kabupaten Pacitan cenderung mengalami peningkatan pada seluruh cluster. 5.2 Saran Untuk memperoleh hasil model yang lebih baik, disarankan melakukan uji sensitivitas model RegCM3. Uji sensitivitas dapat dilakukan dengan memilih parameter dalam model yang memberikan hasil terbaik. Faktor koreksi sebaiknya dilakukan secara spasial karena model RegCM3 mensimulasikan secara spasial. Selain itu, disarankan pula menggunakan skenario perubahan emisi yang berbeda-beda.
DAFTAR PUSTAKA Alfyanti
R. 2011. Pemanfaatan Luaran RegCM3 untuk Kajian Dampak Perubahan Iklim terhadap Perubahan Waktu dan Pola Tanam Padi di Jawa Barat [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, FMIPA. Bogor. [BMKG] Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. 2010. Peraturan Kepala Badan Meteorologi, klimatologi, dan Geofisika Nomor: KEP.009 Tahun 2010 Tentang Prosedur Standar Operasional Pelaksanaan Peringatan Dini, Pelaporan, dan Diseminasi Informasi Cuaca Ekstrim. Jakarta. Boer R. 2003. Penyimpangan Iklim di Indonesia. Makalah Seminar Nasional Ilmu Tanah dengan tema " Menggagas Strategi Alternatif dalam Menyiasati Penyimpangan Iklim serta Implikasinya pada Tataguna Lahan dan Ketahanan Pangan Nasional", Gedung University Center Universitas Gajah Mada. Laboratorium Klimatologi, Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMIPA IPB. Bogor.
Dasanto BD dan Impron. 2008. Upaya Adaptasi Sektor Sumberdaya Air dan Pertanian Untuk Mengurangi Dampak Peubahan Iklim. Makalah Rapat Kerja ELSDA. Jakarta. Detiknews.com. 2011. Ribuan rumah di Indramayu terendam banjir. http://us.detiknews.com/read/2011/01 /18/112255/1548964/10/ribuanrumah-di-indramayu-terendam-banjir [10 Juli 2011]. Emanuel KA. 1991. A scheme for representing cumulus convection in large-scale models. Journal of the Atmospheric Sciences 48 (21):2313– 2329. Emanuel KA, Zivkovic-Rothman M. 1999. Development and evaluation of a convection scheme for use in climate models. Journal of the Atmospheric Sciences 56:1766–1782. Faqih A, Buono A, Boer R. 2011. Current and future climate, ENSO impacts and extreme weather events. The Assessment of Economics of Climate Change in the Pacific (Final Report). Asian Development Bank (ADB) No. S21321 TA – 7394 (REG): Strengthening the Capacity of Pacific Developing Member Countries to Respond to Climate Change. CCROM-SEAP, IPB. Chapter 2, Page II-7. Fritsch JM, Chappell CF. 1980. Numerical Prediction of Convectively Driven Mesoscale Pressure Systems. Part I: Convective Parameterization. Journal of the Atmospheric Sciences 37 (8):1722-1733. Handoko. 1994. Dasar Penyusunan dan Apilkasi Model Simulasi Komputer untuk Pertanian. Jurusan Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB. Bogor. Hasanudin M. 1997. Pengaruh Laut Terhadap Iklim. Majalah Oseana, Vol. XXII No. 2 1997: 15-22. Puslitbang Oseanologi LIPI. Jakarta. Hulme M. dan N. Sheard. 1999. Climate Change Scenarios for Indonesia. Leaflet CRU and WWF. Climatic Research Unit. UEA, Norwich,UK. [IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2000. Emission Scenario. A Special Report of Working Group III of the IPCC. Intergovernmental Panel on Climate Change. Cambridge University Press.
28
[IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2007. Fourth Assessment Report (AR4) of the IPCC (2007) on climate change: The Physical Science Basis. Jabarprov.go.id. 2011. Profil Kabupaten Indramyu. http://www.jabarprov.go.id/index.ph p/subMenu/kabupaten_slashkota/prof il_kabupaten_slashkota/detailprofil/2 3. [21 Februari 2011]. Kaimuddin. 2000. Kajian Dampak Perubahan Iklim dan Tata Guna Lahan Terhadap Keseimbangan Air Wilayah Sulawesi Selatan (Studi Kasus DAS Walanae Hulu dan DAS Saddang) [Disertasi]. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. [KLH] Kementrian Lingkungan Hidup. 2004. Perubahan Iklim Global. http://climatechange.menlh.go.id [5 Februari 2011]. Kurniawan E, Herizal, Budi S. 2009. Proyeksi Perubahan Iklim Berdasarkan Skenario IPCC SRES dengan Menggunakan Model AOGCM CCSR/NIES. Buletin Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Jakarta. Vol: 5 No. 2. Kusaeri H. 2010. Proyeksi Curah Hujan Masa Depan di DAS Cisadane Menggunakan teknik Statistical Downscaling pada Luaran Model Iklim Global (GCM) [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, FMIPA. Bogor. Li Z, Liu WZ, Zhang XC, Zheng F.L. 2010. Assessing the site-specific impacts of climate change on hydrology. Soil erosion and crop yield in the loess Planteau of China. Springer-Verlag. China. Mearns LO. 2003. Climate Scenario for the Southern U.S. based on GCM and Regional Model Simulation. Climate Change: 7-35. [MoE] Ministry of Environment. 2007. Indonesia Country Report: Climate Variability and Climate Change, and their Implication. Ministry of Environment Republic of Indonesia. Jakarta. Murdiyarso D. 2003. Sepuluh Tahun Perjalanan Negosiasi Konvensi Perubahan Iklim. Penerbit Buku Kompas: Jakarta.
Naylor RL, Battisti DS, Vimont DJ, Falcon WP, Burke MB. 2007. Assessing Risk of Climate Variability and Climate Change for Indonesian Rice Agiculture. PNAS Vol. 104 No. 19: 7752-7757 Nielsen KA, Harremoes P, Spliid H. 1994. Non-Parametrics Statistics on Extreme Rainfall. Nordic Hydrology 25: 267-278. Park EH, Hong SY, Kang HS. 2008. Characteristics of an East-Asian summer monsoon climatology simulated by the RegCM3. Department of Atmospheric Sciences, Global Environment Laboratory, Yonsei University, Seoul, Korea. Sarah D dan Tohari A. 2009. Pemodelan Perubahan Iklim Daerah Kabupaten Sukabumi Menggunakan MAGICC/SCENGEN. Prosiding Pemaparan Hasil Penelitian Puslit Geoteknologi. LIPI. Bandung. Susandi A. 2006. Bencana Perubahan Iklim Global dan Proyeksi Perubahan Iklim Indonesia. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Susandi A, Indriani H, Mamad T, dan Irma N. 2008. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Ketinggian Muka Laut Di Wilayah Banjarmasin. Jurnal Ekonomi Lingkungan Vol.12/No.2. Bandung. Sutikno. 2008. Statistical Downscaling Luaran GCM dan Pemanfaatannya untuk Peramalan Produksi Padi [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. UNEP. 2002. Greenhouse effect. http://maps.grida.no/go/graphic/green house-effect. [5 Februari 2011]. Wikipedia.org. 2011. Kabupaten Pacitan. http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupate n_Pacitan. [21 Februari 2011].
29
LAMPIRAN
30
Lampiran 1 Diagram alir penelitian Observasi
Suhu
Model
CH
Baseline Suhu
CH
Proyeksi Suhu
Koreksi hasil Model
Hitung persentase perubahan curah hujan dan selisih perubahan suhu antara baseline dan proyeksi
Kalkulasi suhu udara dan curah hujan akan datang
Estimasi hujan ekstrim (Extreme Rainfall)
CH
31
Lampiran 2 Data rata-rata curah hujan bulanan 30 tahun (1980-2009) pada 26 stasiun hujan di Kabupaten Indramayu
No
Nama Stasiun
Elevasi (mdpl)
Posisi Lintang Bujur (LS) (BT) 6,360 107,950
CH (mm) Jan
Feb
Mart
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nov
Des
Tahun
291
207
143
115
58
45
24
14
14
66
104
145
1226
1
Anjatan
1
2
Bangkir
11
6,360
108,290
423
279
187
164
111
90
53
22
16
71
192
233
1839
3
Bantar Huni
*
6,590
107,950
308
316
260
225
72
61
38
11
20
118
221
241
1891
4
Bondan
9
6,610
108,300
320
238
244
195
94
50
21
11
15
52
163
266
1669
5
Bulak
2
6,360
108,110
311
226
122
95
69
45
24
9
17
51
125
169
1264
6
Cidempet
7
6,350
108,250
330
243
148
116
90
59
24
11
13
49
119
191
1393
7
Cikedung
*
6,470
108,170
272
221
161
149
81
50
30
13
14
90
173
226
1479
8
Cipancuh
8
6,490
107,940
255
270
230
183
71
65
35
18
35
111
220
230
1723
9
Gantar
22
6,530
107,970
231
243
208
180
71
65
36
16
25
97
209
210
1592
10
Indramayu
6
6,350
108,320
392
302
146
156
115
90
39
24
22
64
147
215
1713
11
Jatibarang
3
6,460
108,310
318
232
147
144
81
61
28
14
18
78
174
243
1537
12
Juntinyuat
5
6,430
108,440
297
241
133
148
115
98
38
20
13
59
125
197
1484
13
Kedokan Bunder
7
6,510
108,420
273
216
151
138
90
84
34
11
12
53
136
194
1393
14
Krangkeng
5
6,500
108,480
255
197
167
140
98
89
43
18
21
64
139
203
1434
15
Lohbener
11
6,410
108,280
315
235
128
138
87
59
29
12
14
53
140
193
1403
16
Losarang
2
6,410
108,150
322
240
136
122
79
52
24
11
16
64
142
201
1408
17
Luwung Semut
8
6,430
108,010
233
179
113
126
56
46
24
9
22
58
138
148
1153
18
Sudikampiran
7
6,480
108,360
280
223
147
126
86
72
34
15
19
73
132
198
1405
19
Sudimampir Lor
4
6,400
108,370
292
209
130
107
101
75
43
20
14
50
135
191
1365
20
Sukadana
18
6,550
108,320
290
237
184
163
100
58
27
15
14
67
161
236
1551
21
Sukra
1
6,310
107,940
219
204
168
94
46
38
30
10
15
49
105
161
1138
32
22
Sumur Watu
*
6,520
108,100
281
217
177
182
73
56
34
13
20
82
194
218
1547
23
Tamiyang
26
6,490
108,020
250
245
190
168
74
61
31
16
29
79
178
214
1535
24
Tugu
*
6,430
108,330
273
219
171
156
82
47
26
14
14
74
155
234
1465
25
Tulang Kacang
1
6,360
108,010
239
187
101
97
63
36
30
5
7
56
111
163
1095
26
Wanguk
1
6,420
107,960
198
163
97
91
43
25
18
4
20
48
95
120
923
Lampiran 3 Data rata-rata curah hujan bulanan 25 tahun (1985-2009) pada 10 stasiun hujan di Kabupaten Pacitan
No
Nama Stasiun
Elevasi (mdpl)
Posisi Lintang Bujur (LS) (BT) 8,100 111,160
CH (mm) Jan
Feb
Mart
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nov
Des
Tahun
452
465
331
271
103
105
47
39
39
140
366
393
2750
1
Anjosari
26
2
Donorojo
338
8,080
110,960
313
325
208
162
68
56
27
19
17
100
246
282
1823
3
Kebon Agung
7
8,200
111,170
372
353
216
215
102
115
72
59
104
276
461
408
2753
4
Nawangan
668
7,990
111,190
363
308
264
227
110
69
36
13
17
99
261
304
2071
5
Ngadirejo
10
8,180
111,370
316
285
182
169
72
67
29
33
37
175
308
312
1984
6
Pacitan
7
8,180
111,090
348
345
173
181
65
81
37
34
44
193
318
306
2124
7
Pringkuku
357
8,170
111,030
353
341
165
188
52
79
39
22
45
201
316
342
2144
8
Sudimoro
9
8,210
111,390
324
312
166
187
91
76
54
47
88
214
329
317
2205
9
Tegalombo
194
8,040
111,320
304
250
187
181
79
48
27
13
15
80
208
254
1646
10
Tulakan
334
8,140
111,310
293
312
240
196
94
56
26
43
52
177
336
303
2130
Keterangan: * = Tidak diketahui
33
Lampiran 4 Pembagian stasiun hujan berdasakan kelompok pola hujan di Kabupaten Indramayu Cluster 1 Nama Stasiun Bangkir Indramayu
Lintang (selatan) 6,360
Bujur (timur) 108,290
6,350
108,320
Cluster 2 Nama Stasiun Anjatan Bulak Cidempet Juntinyuat Kedokan Bunder Krangkeng Lohbener Losarang Sudikampiran
Lintang (selatan) 6,360 6,360 6,350 6,430 6,510 6,500 6,410 6,410 6,480
Bujur (timur) 107,950 108,110 108,250 108,440 108,420 108,480 108,280 108,150 108,360
Sudimampir Lor
6,400
108,370
Cluster 3 Nama Stasiun Luwung Semut Sukra Tulang Kacang Wanguk
Lintang (selatan) 6,430 6,310 6,360
Bujur (timur) 108,010 107,940 108,010
6,420
107,960
Cluster 4 Nama Stasiun Bantar Huni Bondan Cipancuh Gantar
Lintang (selatan) 6,590 6,610 6,490
Bujur (timur) 107,950 108,300 107,940
6,530
107,970
Cluster 5 Nama Stasiun Cikedung Jatibarang Sukadana Sumur Watu
Lintang (selatan) 6,470 6,460 6,550 6,520
Bujur (timur) 108,170 108,310 108,320 108,100
Tamiyang
6,490
108,020
Tugu
6,430
108,330
34
Lampiran 5 Pembagian stasiun hujan berdasakan kelompok pola hujan di Kabupaten Pacitan Cluster 1 Nama Stasiun Anjosari
Lintang (selatan) 8,100
Bujur (timur) 111,160
Cluster 2 Nama Stasiun Kebon Agung
Lintang (selatan) 8,200
Bujur (timur) 111,170
Cluster 3 Nama Stasiun Donorojo Nawangan Tegalombo
Lintang (selatan) 8,080 7,990 8,040
Bujur (timur) 110,960 111,190 111,320
Cluster 4 Nama Stasiun Ngadirejo Pacitan Pringkuku
Lintang (selatan) 8,180 8,180 8,170
Bujur (timur) 111,370 111,090 111,030
Sudimoro
8,210
111,390
Tulakan
8,140
111,310
35
Lampiran 6 Dendograf penentuan kelompok pola curah hujan observasi di Kabupaten Indramayu Dendrogram
Ward Linkage, Euclidean Distance
Distance
823.31
548.87
274.44
0.00
1
5 19 13 18 14 6 12 16 15 17 21 25 26 2 10 3
Observations
4
8
9
7 24 22 23 11 20
36
Lampiran 7 Dendograf penentuan kelompok pola curah hujan observasi di Kabupaten Pacitan Dendrogram
Ward Linkage, Euclidean Distance
Distance
531.75
354.50
177.25
0.00
1
3
2
9
4 5 Observations
6
7
10
8
37
Lampiran 8 Nilai Koefisien Korelasi (r) dan rata-rata RMSE untuk penentuan simulasi yang digunakan 1. Kabupaten Indramayu Cluster Pola Hujan
Simulasi 1
Simulasi 2
RMSE
r
RMSE
r
Cluster 1
0,2477
0,6203
0,2432
0,4625
Cluster 2
0,2425
0,2749
0,2540
0,5572
Cluster 3
0,2315
0,3143
0,2676
0,5737
Cluster 4
0,2296
0,3408
0,2387
0,7574
Cluster 5
0,2244
0,5772
0,2455
0,6739
2. Kabupaten Pacitan Cluster Pola Hujan
Simulasi 1
Simulasi 2
RMSE
r
RMSE
r
Cluster 1
0,2248
0,6567
0,2552
0,6248
Cluster 2
0,2184
0,2379
0,2051
0,5408
Cluster 3
0,1940
0,6304
0,2514
0,6760
Cluster 4
0,2176
0,4315
0,2039
0,7350
Keterangan: RMSE = Root mean square error r = Koefisien korelasi Simulasi 1 menggunakan skema konvektif Grell (Arakawa & Schubert) Simulasi 2 menggunakan skema konvektif MIT-Emanuel
38
Lampiran 9 Perbandingan pola CH Observasi dan CH Model pada semua cluster di Kabupaten Indramayu
Cluster 1
Cluster 2
Cluster 3
Cluster 4
Cluster 5
39
Lampiran 10 Perbandingan pola CH Observasi dan CH Model pada semua cluster di Kabupaten Pacitan
Cluster 1
Cluster 2
Cluster 3
Cluster 4
40
Lampiran 11 Langkah running dan codding model RegCM3 DATA DAN CODDING MODEL 1. Buat file directory cd/scratch mkdir nama file cd nama file 2. Download regcm.tar.gz dengan alamat http://www.ictp.trieste.it/~pubregcm/RegCM3/ 3. Tar –zxvy regcm.tar.gz 4. Cd RegCM PRE-PROCESSING DATA 1. cd RegCM/Preproc/DATA 2. masuk ke folder DATA edit datalinker.x (sesuaikan dengan lokasi data) 3. ./datalinker.x
TERRAIN 1. cd RegCM/Preproc/TERRAIN 2. masuk ke folder TERRAIN edit domain.param (sesuaikan dengan domain lokasi) 3. cp Makefile_IFC8 Makefile 4. ./terrain.x Value
Description
iy jx kz ds ptop clat clon ntypec iproj igrads
34 51 18 60 5 45,39 13,48 10 LAMCOM’ 1
ibyte
1 OR 4
IDATE1 IDATE2 SSTTYP DATTYP LSMTYP AERTYP
1994062500 1994080100 OISST ECMWF BATS AER00D0 0 for serial run; 1, 2, … for parallel run
number of grid points in y direction (i) number of grid points in x direction (j) number of vertical levels (k) grid point separation in km pressure of model top in cb central latitude of model domain in degrees central longitude of model domain in degrees resolution of the global terrain and land-use data map projection true=output GrADS control file for direct access open statements 1 for IFC8, SGI, DEC; 4 for PGI, IFC7, SUN, IBM beginning date of simulation ending date of simulation SST dataset global analysis dataset Landuse categories Aerosol type option
2020122900 2082010100 ‘EH5A2’ ‘EH5OM’ ‘BATS’ AER00D0
Number of processors used for parallel computing
4
NPROC
Use in Model 44 88 18 20 5 -7,17 110,59 2 NORMER 1
Parameter
1
ICBC 1. cd RegCM/Preproc/ICBC 2. masuk ke folder ICBC edit icbc.param (biasanya sudah sesuai dengan Terrain) 3. cp Makefile_IFC8 Makefile 4. ./icbc.x
41
PROCESSING 1. cd RegCM 2. mkdir running 3. cd running 4. cp ../Commons/regcm.in 5. cp ../Commons/regcm.x 6. masuk ke folder running edit regcm.in
7. 8. 9.
Parameter
Value
Description
ifrest idate0 idate1 idate2 radfrq abemh abatm dt
.false. 1994962500 1994962500 1994070100 30 18 540 180
iocnflx
1
iboudy
1
ibltyp ipptls
1 1
ipgf
0
true or false for restart simulation start date of first simulation start date of this simulation end date of this simulation time step for radiation model time step for LW absorption/emissivity time step for LSM time step for atmosphere model ocean flux parameterization scheme; 1= BATS, 2=Zeng lateral boundary conditions; 0=fixed, 1=relaxation (linear), 2=time dependent, 3=time and inflow/outflow dependent 4=sponge, 5=relaxation (exponential) planetary boundary layer scheme; 1=Holtslag Large-scale precipitation scheme; 1=SUBEX pressure gradient scheme; 0=normal way, 1= hydrostatic deduction
cd running cp ../Main/Makefile_IFC8 ../Main/Makefile ./regcm.x
POST-PROCESSING 1. cd RegCM/PostProc 2. cp Makefile_IFC8 Makefile 3. cp postproc.x ../running/ 4. cp postproc.in ../running/ 5. cp user.in ../running/ 6. masuk ke folder running edit postproc.in dan user.in 7. ./postproc.x
Use in Model .false. 2020122900 2020122900 2082010100 30 18 120 60 2
5 1 1 0
42
Lampiran 12 Contoh keluaran model RegCM3 dalam bentuk grid dengan skala spasial 20 X 20 km
Sebaran suhu udara di Kabupaten Indramayu periode tahun 1980-1999
Sebaran curah hujan rata-rata tahunan di Kabupaten Indramayu periode tahun 1980-1999
43
Lampiran 13 Pola perubahan suhu untuk masing-masing pola hujan observasi di Kabupaten Indramayu
Cluster 1
Cluster 2
Cluster 3
Cluster 4
Cluster 5
44
Lampiran 14 Pola perubahan suhu untuk masing-masing pola hujan observasi di Kabupaten Pacitan
Cluster 1
Cluster 2
Cluster 3
Cluster 4
45
Lampiran 15 Trend suhu udara di Kabupaten Indramayu untuk masing-masing pola hujan observasi
46
Lampiran 16 Trend suhu udara di Kabupaten Pacitan untuk masing-masing pola hujan observasi
47
Lampiran 17 Nilai persentase perubahan curah hujan untuk masing-masing cluster hujan observasi di Kabupaten Indramayu Bulan
% Perubahan CH (2021-2040)
% Perubahan CH (2041-2060)
% Perubahan CH (2061-2080)
C1
C2
C3
C4
C5
C1
C2
C3
C4
C5
C1
C2
C3
C4
C5
Januari Februari
-4,22 -5,87
-4,09 -10,77
-5,47 -8,52
-6,72 -8,00
-5,01 -13,15
28,19 -7,35
34,02 -11,41
23,89 -9,77
22,35 -15,15
30,78 -15,96
14,75 -5,73
16,33 -4,56
8,04 -3,21
8,14 -6,62
12,02 -2,05
Maret April Mei Juni
10,91 5,55 -3,93 14,51
0,37 -2,95 -7,45 17,80
-1,86 -3,44 -1,53 13,42
-0,39 -4,27 -1,35 16,98
-1,91 -3,48 -2,96 19,96
-4,42 4,99 1,35 2,92
-3,56 3,08 1,74 10,00
-6,17 5,32 0,00 5,23
-2,00 3,76 1,27 11,12
-4,33 0,40 1,66 13,97
-1,49 -13,70 -17,98 -4,14
-5,69 -15,32 -17,43 -5,35
-4,92 -13,43 -17,81 -11,60
-9,07 -14,71 -12,39 -9,85
-7,96 -19,53 -14,64 -7,75
Juli Agustus September Oktober
-16,45 -20,79 -40,13 8,75
-13,07 -13,08 -37,84 -7,04
-10,16 -10,33 -34,02 -3,88
-9,00 -3,99 -34,39 -9,26
-13,48 -11,85 -39,60 -12,74
-2,62 -7,94 -5,66 23,90
-1,83 0,60 0,44 16,33
-2,85 -0,55 -4,85 16,22
-3,54 12,68 -3,46 5,88
-3,70 2,05 -0,58 12,68
-10,40 -43,81 -30,97 -7,00
-15,16 -30,46 -25,01 -11,43
-3,48 -29,68 -20,74 -14,05
-6,18 -16,51 -17,00 -22,26
-15,03 -30,05 -24,56 -18,56
November Desember
11,36 1,24
2,01 -5,82
-0,50 -2,85
-1,51 -3,60
-1,83 -2,60
-0,26 8,12
-2,27 -1,99
0,57 1,91
-8,33 -4,77
-7,93 -4,66
-15,60 -6,86
-14,51 -10,49
-20,71 -11,27
-21,18 -13,02
-17,76 -13,41
Keterangan: Tanda (-) menunjukan penurunan Tanda (+) menunjukan kenaikan
48
Lampiran 18 Nilai persentase perubahan curah hujan untuk masing-masing cluster hujan observasi di Kabupaten Pacitan Bulan
% Perubahan CH (2021-2040)
% Perubahan CH (2041-2060)
% Perubahan CH (2061-2080)
C1
C2
C3
C4
C1
C2
C3
C4
C1
C2
C3
C4
Januari Februari
21,96 -15,30
25,31 -3,42
36,45 -11,91
27,46 -6,36
17,93 3,94
15,04 -5,70
19,28 3,58
15,42 -1,96
30,00 23,08
13,03 -7,84
29,67 21,46
21,40 4,11
Maret April Mei Juni
7,54 -0,35 -0,32 38,26
-4,85 -18,59 2,61 16,76
2,64 -3,70 3,09 41,68
1,31 -6,07 7,89 27,31
14,37 0,38 -10,73 1,20
-18,62 -18,93 4,02 1,52
15,44 2,66 -7,60 3,16
-6,58 0,09 -0,03 1,91
17,91 4,97 -16,38 3,10
-13,81 -20,00 -1,77 2,14
19,67 4,21 -14,03 7,40
1,13 -1,24 -5,10 4,53
Juli Agustus September Oktober
0,87 9,07 -37,95 0,54
23,80 33,18 -25,49 -8,99
8,13 5,18 -35,50 -6,02
20,36 18,80 -30,09 -5,93
-12,12 36,25 8,09 19,23
11,57 45,25 -11,31 -12,24
-10,81 36,26 8,86 24,06
-4,24 39,42 -2,91 8,07
-16,79 1,25 -26,00 -17,90
31,12 6,84 -26,44 -27,86
-12,06 -1,60 -26,17 -14,76
2,99 -5,05 -26,51 -19,63
November Desember
18,86 -4,48
6,23 -17,27
9,91 0,07
10,63 -9,59
20,13 4,24
-11,99 -13,40
17,10 4,52
2,25 -4,07
-7,54 -4,33
-18,54 -22,25
-9,67 -4,18
-15,45 -14,18
Keterangan: Tanda (-) menunjukan penurunan Tanda (+) menunjukan kenaikan
49
Lampiran 19 Proyeksi curah hujan di Kabupaten Indramayu berdasarkan skenario SRES A1B Bulan
CH Baseline (Tahun 1980-1999)
CH Proyeksi (Tahun 2021-2040)
CH Proyeksi (Tahun 2041-2060)
CH Proyeksi (Tahun 2061-2080)
C1
C2
C3
C4
C5
C1
C2
C3
C4
C5
C1
C2
C3
C4
C5
C1
C2
C3
C4
C5
Januari Februari
434 257
309 188
205 170
283 264
285 221
416 242
296 168
194 156
264 243
270 192
557 238
414 167
254 153
346 224
372 186
499 242
359 180
221 165
306 246
319 217
Maret April Mei Juni
184 173 123 90
147 133 92 66
135 102 53 40
245 195 76 66
177 163 78 57
204 182 118 103
148 129 85 78
132 99 52 45
244 186 75 77
174 157 76 68
176 181 124 92
142 137 94 72
126 108 53 42
240 202 77 73
170 164 79 65
181 149 101 86
139 112 76 62
128 89 44 35
223 166 67 59
163 131 67 52
Juli Agustus September Oktober
58 32 26 78
36 19 18 63
27 10 17 62
32 17 28 98
34 20 24 83
48 25 16 85
32 16 11 59
25 9 11 60
29 16 18 89
30 18 14 72
56 29 24 97
36 19 18 73
27 9 16 72
31 19 27 104
33 20 24 93
52 18 18 73
31 13 14 56
27 7 13 53
30 14 23 76
29 14 18 67
November Desember
177 244
138 197
127 152
212 254
181 236
197 247
141 185
126 148
209 245
178 230
176 264
135 193
127 155
194 242
166 225
149 228
118 176
100 135
167 221
149 205
Keterangan: C1, C2, C3, C4, C5 = Cluster 1, Cluster 2, Cluster 3, Cluster 4, Cluster 5
50
Lampiran 20 Proyeksi curah hujan di Kabupaten Pacitan berdasarkan skenario SRES A1B CH Baseline (Tahun 1980-1999)
CH Proyeksi (Tahun 2021-2040)
C1
C2
C3
C4
C1
C2
C3
C4
C1
C2
C3
C4
C1
C2
C3
C4
Januari Februari
400 322
386 304
358 275
346 255
488 273
484 294
489 242
442 239
472 335
444 287
427 285
400 250
521 397
436 280
465 334
421 266
Maret April Mei Juni
224 227 85 91
224 223 126 141
205 198 83 71
184 188 74 79
240 226 84 125
213 182 129 164
211 190 86 100
186 177 80 101
256 228 76 92
182 181 131 143
237 203 77 73
172 188 74 81
264 238 71 94
193 178 123 144
246 206 72 76
186 186 70 83
Juli Agustus September Oktober
28 24 35 119
94 104 107 295
37 23 24 114
47 50 69 181
28 26 22 120
116 138 80 268
40 24 15 107
56 59 48 171
25 33 38 142
105 151 95 259
33 31 26 141
45 69 67 196
23 24 26 98
123 111 79 213
32 22 17 97
48 47 51 146
November Desember
267 300
465 399
245 295
312 310
317 287
494 330
270 295
345 280
320 313
410 346
287 308
319 297
247 287
379 310
222 283
264 266
Bulan
Keterangan: C1, C2, C3, C4 = Cluster 1, Cluster 2, Cluster 3, Cluster 4.
CH Proyeksi (Tahun 2041-2060)
CH Proyeksi (Tahun 2061-2080)
51
Lampiran 21 Pola distribusi curah hujan maksimum harian pada semua cluster di Kabupaten Indramayu Cluster 1 Kab. Indramayu
Cluster 2 Kab. Indramayu
Gamma
Gamma
8
Variable Tahun 1980-1999 Tahun 2021-2040 Tahun 2041-2060 Tahun 2061-2080
Frequency
6
Shape 8.021 4.587 4.383 5.941
5 4
Scale 7.738 13.46 17.62 12.28
N 20 19 20 20
3
Variable Tahun 1980-1999 Tahun 2021-2040 Tahun 2041-2060 Tahun 2061-2080
9 8 7
Frequency
7
Shape 5.882 6.938 4.529 4.575
6 5 4
2
1
1
0
0
40
80 120 CH max (mm)
0
160
0
20
Cluster 3 Kab. Indramayu
40
60
80 CH max (mm)
100
120
140
Cluster 4 Kab. Indramayu
Gamma
Gamma
16
Variable Tahun 1980-1999 Tahun 2021-2040 Tahun 2041-2060 Tahun 2061-2080
12
Shape 3.108 6.945 5.289 8.411
10 8
Scale 12.46 3.858 6.233 3.942
N 20 19 20 20
6 4
Variable Tahun 1980-1999 Tahun 2021-2040 Tahun 2041-2060 Tahun 2061-2080
10 8 Frequency
14
Shape 4.424 5.692 6.780 5.197
6
Scale 11.64 8.180 6.250 10.18
4
2
2 0
20
40
60
80 100 CH max (mm)
120
140
0
160
Cluster 5 Kab. Indramayu Gamma
5
Variable Tahun 1980-1999 Tahun 2021-2040 Tahun 2041-2060 Tahun 2061-2080
Frequency
4
Shape 7.103 5.774 7.493 5.298
3
Scale 7.368 8.448 6.357 11.08
2
1
0
N 20 19 20 20
3
2
Frequency
Scale 8.099 6.759 13.47 13.61
0
20
40
60 80 CH max (mm)
100
120
N 20 19 20 20
0
20
40
60
80 CH max (mm)
100
120
140
N 20 19 20 20
52
Lampiran 22 Pola distribusi curah hujan maksimum harian pada semua cluster di Kabupaten Pacitan Cluster 2 Kab. Pacitan
Cluster 1 Kab. Pacitan
Gamma
Gamma
18
14
Shape 3.171 1.778 4.183 1.912
12 10 8
Scale 32.23 73.35 26.02 69.99
N 20 19 20 20
Variable Tahun 1980-1999 Tahun 2021-2040 Tahun 2041-2060 Tahun 2061-2080
8 Frequency
16
Frequency
10
Variable Tahun 1980-1999 Tahun 2021-2040 Tahun 2041-2060 Tahun 2061-2080
6 4
Shape 3.887 2.341 5.124 3.009
6
Scale 27.20 56.57 19.46 31.76
N 20 19 20 20
4
2
2 0
0
200
400 CH max (mm)
600
0
800
0
100
Cluster 3 Kab. Pacitan
300
400
Cluster 4 Kab. Pacitan
Gamma
Gamma
30
16
Variable Tahun 1980-1999 Tahun 2021-2040 Tahun 2041-2060 Tahun 2061-2080 Shape 6.110 1.645 4.635 2.196
20 15
Scale 12.17 56.42 15.29 40.32
10
N 20 19 20 20
Variable Tahun 1980-1999 Tahun 2021-2040 Tahun 2041-2060 Tahun 2061-2080
14 12 Frequency
25
Frequency
200 CH max (mm)
Shape 4.966 2.008 5.685 3.032
10 8
Scale 15.22 49.10 11.98 25.10
6 4
5 0
2 0
100
200
300 CH max (mm)
400
500
600
0
0
50
100
150 200 CH max (mm)
250
300
350
N 20 19 20 20
53
Lampiran 23 Pola distribusi curah hujan maksimum bulanan pada semua cluster di Kabupaten Indramayu Cluster 1 Kab. Indramayu
Cluster 2 Kab. Indramayu
Gamma
Gamma
5
Shape 14.49 11.30 10.11 9.480
4
Scale 30.73 39.44 55.06 53.21
N 20 19 20 20
3
Variable Tahun 1980-1999 Tahun 2021-2040 Tahun 2041-2060 Tahun 2061-2080
8
Frequency
6
Frequency
10
Variable Tahun 1980-1999 Tahun 2021-2040 Tahun 2041-2060 Tahun 2061-2080
7
Shape 13.75 12.82 10.83 15.53
6
Scale 23.49 24.85 38.38 23.50
N 20 19 20 20
4
2 2 1 0
200
400
600 CH max (mm)
800
0
1000
200
Cluster 3 Kab. Indramayu
400 500 CH max (mm)
600
700
Cluster 4 Kab. Indramayu
Gamma
Gamma
6
Variable Tahun 1980-1999 Tahun 2021-2040 Tahun 2041-2060 Tahun 2061-2080
8 7
Shape 18.20 19.28 13.40 27.81
6 5 4
Scale 12.90 11.23 19.36 8.380
N 20 19 20 20
Variable Tahun 1980-1999 Tahun 2021-2040 Tahun 2041-2060 Tahun 2061-2080
5
Frequency
9
Frequency
300
Shape 20.98 23.69 17.38 21.69
4 3
Scale 16.24 13.50 20.97 16.00
2
3 2
1
1 0
150
200
250
300 CH max (mm)
350
400
0
450
Cluster 5 Kab. Indramayu Gamma
12
Variable Tahun 1980-1999 Tahun 2021-2040 Tahun 2041-2060 Tahun 2061-2080
10
Shape 17.16 14.37 14.63 20.92
Frequency
8 6 4 2 0
200
300
400 500 CH max (mm)
600
700
Scale 18.98 22.27 26.50 16.75
N 20 19 20 20
200
300
400 CH max (mm)
500
600
N 20 19 20 20
54
Lampiran 24 Pola distribusi curah hujan maksimum bulanan pada semua cluster di Kabupaten Pacitan Cluster 1 Kab. Pacitan
Cluster 2 Kab. Pacitan
Gamma
Gamma
10
Variable Tahun 1980-1999 Tahun 2021-2040 Tahun 2041-2060 Tahun 2061-2080 Shape 7.343 6.053 10.16 9.171
6
Scale 64.62 90.33 55.20 63.74
N 20 19 20 20
4
5
Frequency
Frequency
8
Variable Tahun 1980-1999 Tahun 2021-2040 Tahun 2041-2060 Tahun 2061-2080
6
Shape 12.26 10.59 14.42 10.98
4 3
Scale 40.33 51.26 35.50 42.01
N 20 19 20 20
2 2
0
1
200
400
600
800 1000 CH max (mm)
1200
0
1400
200
400
Cluster 3 Kab. Pacitan
800
1000
Cluster 4 Kab. Pacitan
Gamma
Gamma
7
9
Variable Tahun 1980-1999 Tahun 2021-2040 Tahun 2041-2060 Tahun 2061-2080
5
Shape 9.528 5.927 10.85 10.03
4 3
Scale 44.00 88.18 45.85 50.83
N 20 19 20 20
Variable Tahun 1980-1999 Tahun 2021-2040 Tahun 2041-2060 Tahun 2061-2080
8 7
Shape 14.70 8.892 15.20 12.49
6 Frequency
6
Frequency
600 CH max (mm)
5 4
Scale 26.51 53.32 29.41 35.27
N 20 19 20 20
3
2
2 1 0
1 200
400
600 800 CH max (mm)
1000
1200
0
200
300
400
500 600 CH max (mm)
700
800
900
55
Lampiran 25 Perubahan peluang hujan ekstrim untuk masing-masing cluster di Kabupaten Indramayu pada bulan Desember-Februari
56
Lampiran 26 Perubahan peluang hujan ekstrim untuk masing-masing cluster di Kabupaten Pacitan pada bulan Desember-Februari