1
PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV (HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS) DAN AIDS (ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARIMUN Menimbang : a. bahwa upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah Kabupaten Karimun dalam rangka menyelenggarakan pembangunan daerah khususnya sumberdaya manusia sebagai aset pembangunan; b. bahwa Indonesia sebagai salah satu negara di Asia dengan perkembangan epidemi HIV dan AIDS yang sangat cepat, dan Provinsi Kepulauan Riau sebagai salah satu provinsi di Indonesia dengan peningkatan kejadian HIV dan AIDS yang sangat cepat, serta Kabupaten Karimun sebagai salah satu kabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Riau dengan jumlah kasus HIV dan AIDS yang sangat banyak; c. bahwa kebijakan dan program pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS belum diatur secara khusus dalam bentuk peraturan perundang-undangan di Kabupaten Karimun; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV (Human Immunodeficiency Virus) Dan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome); Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273);
2
2. Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi dan Kota Batam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 181, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3902), yang telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi dan Kota Batam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4880); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5062); 4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 5. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072); 6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pelayanan Darah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5197); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5211); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5291);
3
10. Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2006 tentang Komisi Penanggulangan AIDS Nasional; 11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Pembentukan Komisi Penanggulangan AIDS Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Rangka Penanggulangan HIV dan AIDS di Daerah; 12. Peraturan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Selaku Ketua Komisi Penanggulangan AIDS Nasional Nomor 08/PER/MENKO/KESRA/I/2010 tentang Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS Tahun 2010-2014; 13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS;
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KARIMUN Dan BUPATI KARIMUN MEMUTUSKAN: Menetapkan :
PERATURAN DAERAH TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV (HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS) DAN AIDS (ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME). BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksudkan dengan: 1. Daerah adalah Daerah Kabupaten Karimun. 2. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat. 3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai Unsur Penyelenggara Pemerintahan Daerah. 4. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. 5. Gubernur adalah Gubernur Provinsi Kepulauan Riau. 6. Bupati adalah Bupati Karimun. 7. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Karimun. 8. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Karimun. 9. Komisi Penanggulangan AIDS Nasional yang selanjutnya disingkat KPAN adalah lembaga yang melakukan upaya penanggulangan HIV dan AIDS di tingkat Nasional.
4
10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
18.
19. 20. 21. 22. 23.
24.
25. 26.
Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Karimun yang selanjutnya di singkat KPAK Karimun adalah lembaga yang melakukan upaya penanggulangan HIV dan AIDS di Kabupaten Karimun. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut SKPD adalah perangkat daerah pada Pemerintah Kabupaten Karimun. Human Immunodeficiency Virus yang selanjutnya disingkat HIV adalah virus yang menyebabkan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Acquired Immune Deficiency Syndrome yang selanjutnya di singkat AIDS adalah suatu kumpulan gejala berkurangnya kemampuan pertahanan diri yang disebabkan oleh masuknya virus HIV dalam tubuh seseorang. Napza adalah Narkotika, Psikotropika, dan zat Adiktif lainnya. Infeksi Menular Seksual yang selanjutnya di singkat IMS adalah infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual secara vaginal, anal/lewat anus dan oral/dengan mulut. Konseling adalah komunikasi informasi untuk membantu klien/pasien agar dapat mengambil keputusan yang tepat untuk dirinya dan bertindak sesuai keputusan yang di pilihnya. Surveilans Epidemiologi adalah pemantauan dan analisa sistematis terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan kondisi yang mempengaruhinya untuk melakukan tindakan penanggulanan yang efektif dan efesien. Surveilans HIV dan AIDS adalah kegiatan pengumpulan, pengolahan dan analisa data HIV dan AIDS serta penyebarluasan hasil analisa dengan maksud untuk meningkatkan perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring evaluasi penanggulangan HIV dan AIDS. Orang Dengan HIV dan AIDS yang selanjutnya disebut ODHA adalah orang yang sudah terinfeksi HIV dan AIDS baik pada tahap belum bergejala maupun yang sudah bergejala. Anti Retro Viral selanjutnya disingkat ARV, adalah obat untuk menahan lajunya perkembangan virus dalam tubuh ODHA. Pencegahan adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk mencegah agar seseorang tidak tertular Virus HIV dan AIDS dan tidak menularkannya pada orang lain. Orang Hidup Dengan HIV dan AIDS yang selanjutnya disebut OHIDHA adalah orang, badan, atau anggota keluarga yang hidup bersama dengan ODHA dan memberikan perhatian kepada mereka. Penanggulangan adalah upaya-upaya atau program-program dalam rangka mengatasi HIV dan AIDS melalui promosi, kegiatan pencegahan HIV dan AIDS perawatan, pengobatan, dan dukungan kepada orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA) dan Orang Hidup Dengan HIV dan AIDS (OHIDHA), surveilans, penelitian, dan riset operasional, pemutusan mata rantai penularan, lingkungan kondusif, koordinasi dan harmonisasi multipihak, kesenambungan pencegahan dan penanggulangan, penyediaan sarana dan sarana pendukung. Populasi Kunci adalah kelompok masyarakat yang mempunyai perilaku resiko tinggi terhadap penularan HIV dan AIDS yaitu pekerja seks komersil, pelanggan penjaja seks, pasangan tetap penjaja seks, pengguna narkoba suntik, pasangan pengguna narkoba suntik, laki-laki seks dengan laki-laki, waria, lesbian dan narapidana. Konselor adalah orang yang memiliki kompetensi dan pengakuan untuk melaksanakan percakapan yang efektif sehingga bisa tercapai pencegahan perubahan perilaku dan dukungan emosi pada konseling. Pekerja penjangkau atau pendamping adalah tenaga yang langsung bekerja di masyarakat yang melakukakan pendampingan terhadap kelompok rawan perilaku resiko tinggi terutama untuk melakukan pencegahan dan pemberdayaan.
5
27. 28. 29. 30.
31. 32.
33. 34. 35.
36. 37. 38. 39.
40. 41.
Manager kasus adalah tenaga yang mendampingi dan melakukan pemberdayaan terhadap ODHA. Perawatan dan pengobatan adalah upaya tenaga medis untuk meningkatkan derajat kesehatan ODHA. Voluntary Counseling and Testing yang selanjutnya disingkat VCT adalah kegiatan test HIV secara sukarela dan dijamin kerahasiaannya dengan informed consent. Informed consent adalah persetujuan yang diberikan oleh seseorang untuk dilakukan suatu tindakan pemeriksaan, perawatan dan pengobatan kepadanya, setelah memperoleh penjelasan tentang tujuan dan cara tindakan yang akan dilakukan tes HIV secara sukarela. Prevention Mother To Child Transmission yang selanjutnya disingkat PMTCT adalah pencegahan penularan HIV dari ibu kepada bayinya. Harm Reduction adalah kegiatan untuk memutus mata rantai penularan HIV dan AIDS yang terdiri dari 12 (dua belas) komponen yaitu pendidikan sebaya, pelayanan kesehatan dasar, perawatan dan pengobatan HIV dan AIDS, substitusi oral, terapi napza, komunikasi informasi edukasi, penjangkauan, VCT, konseling, pencegahan infeksi, pertukaran jarum suntik, dan pemusnahan jarum suntik bekas pakai. Diskriminasi adalah semua tindakan atau kegiatan seperti pembedaan respon yang diberikan seorang kepada orang tertentu. Stigma adalah penafsiran negatif terhadap orang-orang yang memiliki perilaku penyimpangan sosial. Kondom adalah alat pencegahan yang pada penggunaannya dipasang pada alat kelamin laki-laki atau pada perempuan pada waktu melakukan hubungan seksual dengan maksud untuk mencegah penularan penyakit akibat hubungan seksual maupun pencegahan kehamilan. Alat suntik steril adalah penggunaan jarum suntik yang baru atau yang sudah disucihamakan agar tidak berpotensi menularkan penyakit kepada orang lain. Pola penularan HIV adalah proses penularan melalui hubungan seksual tanpa alat pencegahan yang berganti-ganti pasangan, transfusi darah, ibu hamil ke janinnya, jarum suntik tidak steril dan lain-lain. PMTS adalah pencegahan HIV dan AIDS melalui transmisi seksual. Pengelola tempat hiburan adalah seseorang yang bertanggung jawab atas penyelenggara usaha tempat hiburan meliputi usaha bar/rumah minum, usaha klub malam, usaha diskotik, usaha pub/rumah music, usaha panti pijat dan usaha karaoke. Lembaga Swadaya Masyarakat untuk selanjutnya disingkat LSM adalah lembaga non pemerintah penyelenggara kegiatan dalam bidang penanggulangan dan pencegahan HIV dan AIDS di Kabupaten Karimun. Peran serta masyarakat adalah keterlibatan masyarakat secara aktif dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam rangka pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS dengan memberikan tenaga, pikiran, dana dan kontribusi lainnya. BAB II RUANG LINGKUP DAN TUJUAN Pasal 2
Ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Daerah ini adalah program Penanggulangan HIV dan AIDS secara menyeluruh, terpadu, sistematis, terarah, dan berkelanjutan dengan pendekatan: a. Promosi/ peningkatan kesehatan; b. Pencegahan penularan penyakit;
6
c. Diagnosis penyakit; d. Pengobatan/penyembuhan penyakit; dan e. Rehabilitasi/pemulihan kesehatan terhadap individu, keluarga, dan masyarakat di Wilayah Kabupaten. Pasal 3 Tujuan pengaturan program Penanggulangan HIV dan AIDS dalam peraturan Daerah ini adalah untuk : a. Menurunkan dan meniadakan kasus infeksi HIV baru; b. Menurunkan dan meniadakan kematian yang disebabkan oleh HIV dan AIDS; c. Meniadakan perlakuan diskriminasi dan stigma kepada ODHA; d. Meningkatkan kualitas dan produktifitas hidup ODHA; dan e. Mengurangi dampak negatif kasus HIV dan AIDS terhadap individu, keluarga, masyarakat di wilayah Kabupaten Karimun dalam bidang sosial, ekonomi dan budaya. BAB III PRINSIP DAN STRATEGI Pasal 4 Prinsip dalam penyelenggaraan program penanggulangan HIV dan AIDS terdiri dari : a. Menghormati nilai nilai agama, budaya, moral, dan norma kemasyarakatan; b. Menghormati harkat dan martabat manusia; c. Menghormati keadilan dan kesetaraan gender; d. Program diarahkan untuk mempertahankan dan meningkatkan ketahanan dan kesejahteraan keluarga; e. Penyelenggaraan program yang terintegrasi dengan program pembangunan di tingkat provinsi dan nasional; f. Program diselenggarakan secara sistematis dan terarah yang meliputi peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat, pencegahan, diagnosis, pengobatan, perawatan, pemulihan, dan advokasi bagi ODHA serta orang terkena dampak HIV dan AIDS; g. Program diselenggarakan oleh pemerintah daerah dan masyarakat berdasarkan prinsip kemitraan; h. Meningkatkan peran aktif populasi kunci dan ODHA serta orang yang terkena dampak HIV dan AIDS ; dan i. Memberikan advokasi kepada ODHA dan orang yang terkena dampak HIV dan AIDS agar dapat mempertahankan dan meningkatkan kehidupan sosial ekonomi yang berkualitas dan produktif. Pasal 5 Strategi dalam penyelenggaraan program Penanggulangan HIV dan AIDS terdiri dari: a. Obyektifitas kebijakan penanggulangan secara komprehensif dan terpadu pada masyarakat dengan memperhatikan nilai-nilai agama, budaya, persamaan hak dan kewajiban warga Negara; b. Adanya program yang terintegrasi dengan rencana kerja masing-masing SKPD dan instansi vertical;
7
c. Peningkatan layanan kesehatan, perawatan, dan dukungan pada masyarakat; d. Meningkatkan kualitas hidup ODHA yang berdaya guna; e. Meningkatkan dan mengembangkan kemitraan dengan semua lapisan masyarakat, LSM, pihak swasta dan pemerintah; f. Keterlibatan semua unsur pemangku kepentingan guna mempercepat upaya penanggulangan HIV dan AIDS di Kabupaten Karimun; g. Memasukkan ke dalam program kurikulum sekolah tentang pembelajaran, pemahaman HIV dan AIDS, kesehatan reproduksi serta bahaya narkoba. BAB IV TUGAS DAN TANGGUNGJAWAB PEMERINTAH DAERAH Pasal 6 Tugas dan tanggungjawab Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan program penanggulangan HIV dan AIDS terdiri dari : a. Melaksanakan berbagai upaya dalam menyelenggarakan program ; b. Menjamin ketersediaan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan tingkat primer dan rujukan; c. Melaksanakan sistem pencatatan, pelaporan, dan evaluasi melalui sistem informasi; d. Melakukan Pengawasan terhadap penyelenggaraan Program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. BAB V KOMISI PENANGGULANGAN AIDS KABUPATEN Pasal 7 (1) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas, Bupati membentuk KPA Kabupaten. (2) KPA Kabupaten dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai koordinator program pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS di Kabupaten Karimun. (3) KPA Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketuai oleh Bupati dan mempunyai tugas, merumuskan kebijakan, strategi, dan langkahlangkah yang di perlukan dalam penyelenggaraan program Penanggulangan HIV dan AIDS sesuai dengan kebijakan, strategi, dan pedoman yang di tetapkan KPAN. (4) KPA Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai hubungan koordinatif, konsultatif, dan teknis dengan KPA Provinsi dan KPA Nasional. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan keanggotaan, tugas, wewenang, dan tata kerja KPA Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di tetapkan dengan Peraturan Bupati sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
8
BAB VI PENANGGULANGAN Pasal 8 (1) Program penanggulangan HIV dan AIDS diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dan masyarakat dengan pendekatan : a. Promosi kesehatan; b. Pencegahan penularan HIV; c. Pemeriksaan diagnosis HIV; d. Pengobatan, perawatan dan dukungan; dan e. Rehabilitasi. (2) Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dalam bentuk layanan komprehensif dan berkesinambungan yang meliputi semua bentuk layanan HIV dan AIDS yang dilaksanakan secara paripurna di rumah masyarakat dan fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 9 (1) Promosi kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a dilaksanakan untuk meningkatkan pengetahuan secara komprehensif mengenai pencegahan penularan HIV dan penghapusan diskriminasi dan stigma kepada ODHA oleh tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan terlatih kepada pembuat kebijakan, sektor swasta, organisasi kemasyarakatan dan masyarakat. (2) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diutamakan pada populasi sasaran dan populasi kunci. (3) Populasi sasaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan populasi yang menjadi sasaran program. (4) Populasi kunci sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari: a. Penggunaan napza suntik (penasun); b. Wanita Pekerja Seks (WPS) langsung dan tidak langsung; c. Pelanggan/pasangan seks WPS; d. Gay, waria, dan laki pelanggan/pasangan seks dengan sesama laki (LSL), Dan Pasangan Seks dengan sesama wanita; e. Warga binaan lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan. Pasal 10 (1) Promosi kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dapat di integrasikan dengan pelayanan kesehatan atau program promosi kesehatan lainya. (2) Promosi kesehatan sebagaimana di maksud pada ayat (1) terdiri dari : a. Iklan layanan masyarakat; b. Sosialisasi penggunaan kondom pada setiap hubungan seks beresiko penularan penyakit; c. Promosi kesehatan bagi remaja dan dewasa muda; d. Peningkatan kapasitas dalam promosi pencegahan penyalahgunaan Napza dan penularan HIV kepada tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan yang terlatih; dan e. Program promosi kesehatan lainnya.
9
(3) Promosi kesehatan yang terintegrasi dengan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diutamakan pada pelayanan : a. Kesehatan peduli remaja; b. Kesehatan reproduksi dan keluarga berencana; c. Pemeriksaan asuhan antenatal; d. Infeksi menular seksual; e. Rehabilitasi Napza; dan f. Tuberculosis. Pasal 11 (1) Pencegahan penularan HIV sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b dapat dilaksanakan secara efektif dan efesien dengan menerapkan perilaku hidup aman dan tidak beresiko. (2) Pencegahan sebagaimana di maksud pada ayat (1) terdiri dari upaya : a. Pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual; b. Pencegahan penularan HIV melalui hubungan non seksual; dan c. Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anaknya. (3) Pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan berbagai upaya untuk mencegah seseorang terinfeksi HIV dan/atau penyakit IMS lain yang di tularkan melalui hubungan seksual. (4) Pencegahan penularan HIV melalui hubungan non seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilaksanakan untuk mencegah penularan HIV melalui darah. (5) Pencegahan penularan HIV melalui ibu ke anaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilaksanakan melalui 4 (empat) kegiatan yang terdiri dari : a. Pencegahan penularan HIV pada perempuan usia produktif; b. Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada perempuan dengan HIV; c. Pencegahan penularan HIV dari ibu hamil dengan HIV ke bayi yang di kandungnya; dan d. Pemberian dukungan psikologis, sosial, dan perawatan kepada ibu dengan HIV beserta anak dan keluarganya. (6) Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 12 (1) Pemeriksaan diagnosis HIV sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c dilakukan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penularan atau peningkatan kejadian infeksi HIV. (2) Pemeriksaan diagnosis HIV sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui VCT (3) VCT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan langkahlangkah yang terdiri dari : a. Konseling pra tes; b. Test HIV; dan c. Konseling pasca tes.
10
(4) Konseling wajib diberikan pada setiap orang yang telah melakukan tes HIV. (5) Test HIV pada darah pendonor, produk darah, dan organ tubuh dilakukan untuk mencegah penularan HIV melalui transfusi darah dan produk darah serta transplantasi organ tubuh dengan cara uji saring darah dan organ tubuh pendonor. (6) Pemeriksaan diagnosis HIV sebagaimana dimaksud pada ayat (2), konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dan tes HIV pada darah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 13 (1) Setiap fasilitas pelayanan kesehatan dilarang menolak pengobatan dan perawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf d terhadap ODHA dan wajib merujuk ODHA ke fasilitas pelayanan kesehatan lain yang mampu atau ke rumah sakit rujukan ARV. (2) Pengobatan HIV sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan mengurangi resiko penularan HIV, menghambat perburukan infeksi oportunistik, dan meningkatkan kualitas dan produktifitas hidup ODHA. (3) Pengobatan HIV dan AIDS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan cara: a. Terapeutik; b. Profilaksis; dan c. Penunjangan (4) Setiap ibu hamil dengan HIV berhak mendapatkan pengobatan dan perawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf d dalam pelayanan persalinan di semua fasilitas pelayanan kesehatan. (5) Setiap bayi baru lahir dari ibu HIV dan AIDS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus segera mendapatkan profilaksis ARV dan kontrimoksazol. (6) Perawatan dan dukungan HIV dan AIDS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf d harus dilaksanakan dengan pilihan pendekatan sesuai dengan kebutuhan yang terdiri dari : a. Perawatan berbasis fasilitas pelayanan kesehatan; dan b. Perawatan rumah berbasis masyarakat (community home based care). (7) Pengobatan, perawatan, dan dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5) dan ayat (6) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 14 Rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf e dilakukan terhadap setiap pola transmisi penularan HIV pada populasi kunci terutama WPS dan penasun melalui rehabilitasi medis dan sosial untuk mengembalikan kualitas hidup menjadi produktif secara ekonomi dan sosial.
11
BAB VII SURVEILANS Pasal 15 (1) Surveilans HIV dan AIDS dilaksanakan untuk pemantauan dan pengambilan keputusan dalam penanggulangan HIV dan AIDS yang terdiri dari : a. Pelaporan kasus HIV ; b. Pelaporan kasus AIDS ; c. Sero surveilans sentinel HIV dan sifilis; d. Surveilans IMS; e. Surveilans HIV berbasis layanan konseling dan tes HIV; f. Surveilans terpadu biologis dan perilaku; g. Survei cepat perilaku; dan h. Kegiatan pemantauan resistensi ARV. (2) Surveilans HIV dan AIDS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VIII MITIGASI DAMPAK Pasal 16 (1) Mitigasi dampak merupakan upaya untuk mengurangi dampak kesehatan dan sosial ekonomi ODHA dan keluarga yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah, swasta, dan masyarakat secara sendiri atau bersama sama dengan cara : a. Memberikan jaminan kesehatan; b. Menghilangkan diskriminasi dan memberikan layanan dan dalam kehidupan bermasyarakat; c. Menyelengarakan program program bantuan untuk meningkatkan pendapatan keluarga; dan d. Mengikut sertakan ODHA dan keluarga dalam upaya penanggulangan HIV dan AIDS sebagaimana peran untuk pemberdayaan ekonomi dan sosial ODHA. (2) Mitigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB IX SUMBERDAYA KESEHATAN Pasal 17 (1) Setiap ODHA berhak memperoleh akses pelayanan kesehatan. (2) Setiap fasilitas pelayanan kesehatan wajib memberikan pelayanan kesehatan pada ODHA sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
12
(3) Setiap fasilitas pelayanan kesehatan wajib melaksanakan tindakan prefentif untuk mencegah penularan infeksi termasuk HIV yang terdiri dari : a. Kewaspadaan umum (universal precaution); b. Kepatuhan pada program pencegahan infeksi sesuai dengan standart; c. Penggunaan darah yang aman; dan d. Komunikasi, informasi, dan edukasi kepada pasien. (4) Dalam hal fasilitas pelayanan kesehatan tidak melaksanakan tindakan prefentif untuk mencegah penularan infeksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya dapat mengenakan tindakan administraftif yang terdiri dari : a. Teguran lisan; b. Teguran tertulis; atau c. Pencabutan izin. (5) Kewajiban fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 18 (1) Sumberdaya manusia dalam penanggulangan HIV dan AIDS adalah tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan. (2) Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kompetensi dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 19 Pemerintah Daerah menjamin ketersediaan obat perbekalan kesehatan untuk penanggulangan HIV dan AIDS yang terdiri dari : a. Kondom; b. Lubrikan; c. Alat suntik steril; d. Reagensia untuk tes HIV dan IMS; e. Obat ARV; f. Obat tuberculosis; g. Obat IMS; dan h. Obat untuk infeksi oportunistik. Pasal 20 (1) Perawatan dan pengobatan bagi orang terinfeksi HIV yang miskin, terlantar dan tidak mampu ditanggung oleh pemerintah daerah. (2) Setiap penyelenggara asuransi kesehatan wajib menanggung sebagian atau seluruh biaya pengobatan dan perawatan tertanggung yang terinfeksi sesuai dengan besarnya premi. (3) Pemerintah Daerah wajib menyediakan alokasi anggaran untuk pendanaan kegiatan Penanggulangan HIV dan AIDS.
13
BAB X PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Pasal 21 Untuk menunjang upaya Penanggulangan HIV dan AIDS yang berbasis bukti dan perbaikan dalam pelaksanaannya, dilakukan penelitian dan riset operasional di bidang : a. Epidemiologi; b. humaniora kesehatan; c. pencegahan penyakit; d. manajemen perawatan dan pengobatan; e. obat tradisional; f. biomedik; g. dampak sosial ekonomi; h. teknologi dasar dan teknologi terapan; dan i. bidang lain yang ditetapkan oleh Menteri. BAB XI KERJASAMA Pasal 22 (1) Upaya penanggulangan HIV dan AIDS dapat diselenggarakan oleh masingmasing satuan kerja perangkat daerah atau melalui kerjasama Pihak kedua atau lebih berupa kegiatan khusus penanggulangan HIV dan AIDS atau terintegrasi dengan kegiatan lain. (2) Lembaga Swadaya Masyarakat, perguruan tinggi, organisasi profesi bidang kesehatan, komunitas populasi kunci dan dunia usaha serta masyarakat yang peduli AIDS dapat bermitra aktif dengan Pemerintah Daerah melalui KPAK Karimun dalam Penanggulangan HIV dan AIDS. BAB XII PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 23 (1) Setiap orang harus berpartisipasi secara aktif untuk mencegah dan menanggulangi epidemic HIV sesuai kemampuan dan peranannya masingmasing. (2) Masyarakat dapat berperan serta dalam upaya Penanggulangan HIV dan AIDS dengan cara : a. Mempromosikan perilaku hidup sehat; b. Meningkatkan ketahanan keluarga; c. Mencegah terjadinya stigma dan diskriminasi terhadap orang terinfeksi HIV dan keluarga, serta terhadap komunitas populasi kunci; d. Membentuk dan mengembangkan Warga Peduli AIDS; dan e. Mendorong warga masyarakat yang berpotensi melakukan perbuatan beresiko tertular HIV untuk memeriksa diri ke fasilitas pelayanan VCT.
14
(3) ODHA berperan serta dalam Penanggulangan HIV dan AIDS kepada orang lain : a. Menjaga kesehatan pribadi; b. Melakukan upaya pencegahan penularan HIV kepada orang lain; c. Memberitahu status HIV kepada pasangan seksual dan petugas kesehatan untuk kepentingan medis; d. Mematuhi anjuran pengobatan; dan e. berperan serta dalam upaya Penanggulangan HIV dan AIDS bersama Pemerintah Daerah dan anggota masyarakat lainnya. BAB XIII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 24 (1) Bupati melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS serta perlindungan terhadap ODHA dan OHIDHA. (2) DPRD melalui Komisi terkait melakukan pengawasan terhadap seluruh program dan kegiatan yang berkaitan dengan pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS. (3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk : a. Meningkatkan peran serta masyarakat dan LSM untuk berperan serta dalam upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS dan pendampingan ODHA sehingga mampu mencegah dan menanggulangi penularan HIV dan AIDS; b. Mendorong, membina dan menggerakan partisipasi masyarakat, kelompok rawan, kelompok rentan, dan/atau kelompok komunitas yang beresiko serta LSM untuk kepedulian terhadap pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS; c. Memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi dan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat sehingga mampu mencegah dan menanggulangi penularan HIV dan AIDS. (4) Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Bupati dibantu oleh Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Karimun. BAB XIV PEMBIAYAAN Pasal 25 (1) Biaya program dan kegiatan pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS bersumber dari APBN, APBD Provinsi dan APBD Kabupaten Karimun, serta bantuan luar negeri dan sumber-sumber lain yang sah dan tidak mengikat. (2) Biaya program dan kegiatan untuk pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS yang dilaksanakan oleh KPA Kabupaten Karimun bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Karimun secara terus menerus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
15
(3) Biaya program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dianggarkan setiap tahun melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Karimun minimal Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah). BAB XV PENCATATAN DAN PELAPORAN Pasal 26 (1) Semua kegiatan penanggulangan pencatatan dan pelaporan.
HIV
dan
AIDS
harus
dilakukan
(2) Fasilitas pelayanan kesehatan wajib melakukan pencatatan perawatan, tindak lanjut perawatan pasien HIV, dan pemberian ARV serta mendokumentasikannya dalam rekaman medic. (3) Fasilitas pelayanan kesehatan wajib melakukan pelaporan kasus HIV, kasus AIDS dan pengobatannya kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Karimun. (4) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) wajib melakukan pelaporan kepada Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Karimun. (5) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. BAB XVI KEWAJIBAN DAN LARANGAN Bagian Kesatu Kewajiban. Pasal 27 (1) Dunia usaha atau perusahaan yang mempekerjakan karyawan sesuai dengan Undang-undang Ketenagakerjaan wajib membuat program kesehatan dan keselamatan kerja (K3). (2) Setiap pemilik hotel dan/atau pengelola tempat hiburan atau Penyedia Jasa tenaga kerja wajib memberikan informasi kepada petugas yang melaksanakan pengawasan dan pembinaan dalam rangka pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS serta melaksanakan penyuluhan secara berkala mengenai pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS kepada semua karyawannya. (3) Setiap orang yang bertugas melakukan test HIV dan AIDS untuk keperluan surveilans dan pemeriksaan HIV dan AIDS pada darah, produk darah, cairan sperma, organ dan jaringan yang didonorkan wajib melakukannya dengan cara unlinked anonymous.
16
Pasal 28 (1) Setiap orang yang bertugas melakukan test HIV dan AIDS untuk keperluan pengobatan, dukungan dan pencegahan penularan terhadap kelompok beresiko termasuk ibu hamil kepada bayi yang dikandungnya wajib melakukan konseling sebelum dan sesudah test. (2) Dalam hal konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mungkin dilaksanakan, maka test HIV dan AIDS dilakukan dengan konseling keluarga. Pasal 29 (1) Penyedia/penyelenggara layanan kesehatan wajib memberikan pelayanan kepada ODHA dan OHIDHA tanpa diskriminasi. (2) Setiap orang yang berprilaku seksual dan beresiko wajib melakukan upaya pencegahan yang efektif dengan cara menggunakan kondom. (3) Setiap orang yang telah mengetahui dirinya terinfeksi HIV dan AIDS wajib melindungi pasangan seksualnya dengan melakukan upaya pencegahan dengan menggunakan kondom. (4) Setiap orang yang menggunakan alat cukur, jarum suntik, jarum tato, jarum akupuntur, atau jenis jarum dan peralatan lainnya pada tubuhnya sendiri dan/atau tubuh orang lain untuk tujuan apapun wajib menggunakannya secara steril. (5) Setiap kegiatan yang potensial menimbulkan penularan HIV dan AIDS wajib melaksanakan skrining sesuai dengan prosedur dan standar kesehatan yang baku. (6) Setiap tempat hiburan, hotel dan penginapan wajib melakukan upaya pencegahan HIV dan AIDS. (7) Setiap calon pengantin yang beragama Islam wajib mendapatkan informasi tentang kesehatan reproduksi dan informasi HIV dan AIDS dari penghulu atau petugas kesehatan sebelum melakukan akad nikah. (8) Setiap calon pengantin yang non muslim wajib mendapatkan informasi tentang kesehatan reproduksi dan informasi HIV dan AIDS dari petugas pencatatan sipil yang ditunjuk sebelum melaksanakan ikatan suci perkawinan. Bagian Kedua Larangan Pasal 30 (1) Setiap orang, institusi, mandatory test.
lembaga,
perusahaan
dilarang
melakukan
(2) Setiap orang yang telah mengetahui dirinya HIV positif dilarang : a. mendonorkan darah, produk darah, cairan sperma, cairan vagina, air susu ibu (ASI), organ dan/atau jaringan tubuhnya kepada orang lain;
17
b. menggunakan secara bersama-sama alat suntik alat medis atau alat lain yang patut diketahui dapat menularkan HIV kepada orang lain; c. meneruskan darah dan produk darah, cairan sperma, organ, air susu ibu dan/atau jaringan tubuh yang terinfeksi HIV kepada calon penerima d. melakukan tindakan apa saja yang patut diketahui dapat menularkan atau menyebarkan infeksi HIV dan AIDS kepada orang lain baik dengan bujuk rayu, ataupun kekerasan. (3) setiap orang yang karena tugas dan pekerjaannya mengetahui serta memiliki informasi tentang ODHA dan ODHIDA wajib merahasiakan, kecuali : a. jika ada persetujuan/izin yang tertulis dari orang yang bersangkutan b. jika ada persetujuan/izin yang tertulis dari orang tua atau wali dari ODHA yang belum cukup umur, cacat, atau tidak sadar; c. jika ada keputusan hakim yang memerintahkan status HIV seseorang dapat dibuka; d. jika kepentingan rujukan medis atau layanan medis dengan komunikasi antar dokter atau fasilitas kesehatan ODHA tersebut dirawat; e. jika ada untuk kepentingan proses peradilan dan pembinaan narapidana. (4) Setiap pengusaha/perusahaan dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja pada karyawan dengan alasan terinfeksi HIV dan AIDS, dan/atau melakukan mandatory test. (5) Pengusaha/perusahaan Penyedia Jasa Tenaga Kerja harus bertanggungjawab terhadap tenaga kerja Indonesia yang teridentifikasi penyakit HIV agar melakukan test, pengobatan dan mengembalikan ke tempat asal. BAB XVII SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 31 (1) Bupati berwenang memberikan sanksi administratif kepada Pengusaha atau perusahaan, pemilik atau pengelola tempat hiburan dan/atau Hotel dan/atau penginapan, setiap orang, penyedia atau penyelenggara pelayanan kesehatan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, dan Pasal 30. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa : a. Peringatan lisan; b. Peringatan tertulis; c. Pencabutan hak-hak tertentu; d. Pencabutan izin usaha/operasional; dan e. Penghentian atau penutupan penyelenggaraan usaha/profesi. (3) Kewenangan pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilimpahkan kepada pejabat yang ditunjuk sesuai dengan tugas dan fungsi SKPD. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pelimpahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Bupati.
18
BAB XVIII PENYIDIKAN Pasal 32 (1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan pemerintahan daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. (2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pejabat pegawai negeri sipil di lingkungan pemerintahan daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai wewenang : a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana agar keterangan, atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana tersebut; c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana; d. Memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain yang berkenaan dengan tindak pidana; e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana; g. Menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa; h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. Menghentikan penyidikan, dan/atau melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana; k. Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulai penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. BAB XIX KETENTUAN PIDANA Pasal 33 Setiap orang yang dengan sengaja : a. Karena pekerjaannya atau sebab apapun mengetahui dan memiliki informasi status HIV dan AIDS atau diri seseorang yang tidak memenuhi kewajiban untuk merahasiakannya; b. Mengetahui dirinya terinfeksi HIV dan AIDS tidak memenuhi kewajibannya untuk melakukan upaya pencegahan ; c. Mengetahui dirinya terinfeksi HIV dan AIDS yang melanggar larangan untuk tidak mendonorkan darah, produk darah, cairan sperma, cairan vagina, organ dan/atau jaringan tubuh kepada orang lain;
19
d. Melakukan skrining darah produk darah, cairan sperma, cairan vagina, organ dan/atau jaringan tubuh lainnya; e. Melakukan hubungan seksual beresiko tidak melakukan upaya pencegahan; f. Menggunakan jarum suntik, jarum tato, atau jarum akupuntur pada tubuhnya sendiri dan/atau tubuh orang lain tidak menggunakan jarum steril. Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda maksimal Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). BAB XX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 34 Setiap pelayanan kesehatan yang belum memiliki fasilitas sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2), dan ayat (3), harus menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini paling lambat dalam waktu 1 (satu) tahun sejak Peraturan Daerah ini berlaku. BAB XXI KETENTUAN PENUTUP Pasal 35 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Karimun. Ditetapkan di Tanjung Balai Karimun pada tanggal 8 Oktober 2015 BUPATI KARIMUN, Ttd. AUNUR RAFIQ Diundangkan di Tanjung Balai Karimun pada tanggal 8 Oktober 2015 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN KARIMUN, Ttd. T.S. ARIF FADILLAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN TAHUN 2015 NOMOR 8 NOMOR REGISTER PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN PROVINSI KEPULAUAN RIAU: ( 8 / 2015)