umum
Saat masih duduk di bangku SD, Ibu saya sering meminta saya untuk menyajikan minuman teh manis atau kopi saat Bapak menerima tamu. Ini pekerjaan yang sebenarnya kurang saya sukai. Kalau boleh memilih, saya lebih senang disuruh membereskan sisa hidangan di meja. Ada dua penyebabnya. Pertama, di meja tamu biasanya (hampir selalu) ada sisa satu-dua potong kue (seringnya sih pisang goreng). Kedua, makanan tersebut bisa langsung saya sambar tanpa basa-basi.
Protokol Bukan Sekedar Tempat Duduk
Warta BPK
67-70 umum rev.indd 67
JANUARI 2011
67
06/01/2011 17:00:43
umum
I
ni beda dengan saat menghidangkan. Ibu selalu berpesan,”Jangan lupa, tamu dihidangkan lebih dulu baru Bapak.” Awalnya saya tidak terlalu mengerti mengapa suguhan dan teh manis tersebut mesti ke tamu dulu baru ke Bapak. Padahal, di mata saya, tamu ini usianya lebih muda? “Ya itulah tata krama,” jawab Ibuku. Rupanya urusan menyajikan makanan dan minuman ini—yang merupakan bagian dari tata krama dan budaya bangsa--bukan hanya urusan sepele. Negara bahkan harus membuat undang-undang khusus yang mengatur soal ini, yaitu UndangUndang Keprotokolan. Saya dengar, saat Jusril Ihza Mahendra menjadi Mensesneg, dia sering uring-uringan karena masalah plat nomor mobil. Rupanya banyak pejabat kita yang ingin cc mesin mobilnya besar-besar, tapi nomor polisi kecil. Atau tempat duduk pun menjadi sesuatu yang sangat sakral. Kabarnya ada satu dua mantan wakil presiden yang enggan datang ke Istana saat diundang untuk memperingati Hari Kemerdekaan 17 Agustus karena tempat duduknya kini berada jauh di belakang atau jauh di seberang, padahal sebelumnya dia duduk persis di samping presiden. Mungkin karena itu, dalam UU Keprotokolan yang baru tempat duduk mantan presiden dan wakil presiden dalam tata tempat acara kenegaraan dan acara resmi berada di samping presiden dan wakil presiden yang masih aktif. Tempat duduk mereka berada di urutan ke 3, di bawah presiden dan wakil presiden. Ini berbeda dengan UU Keprotokolan sebelumnya, UU No. 8/1978, yang tidak mengatur posisi tempat duduk mantan orang nomor 1 dan nomor 2 itu. Penjelasan dalam UU tersebut hanya menyatakan bagi bekas presiden dan bekas wakil presiden pengaturan tata tempatnya didasarkan pada rasa kepatutan mengingat jabatan yang semula dipangkunya. Pasal ini tidak jelas artinya, karena kepatutan itu sulit diukur. Posisi mantan presiden
68
67-70 umum rev.indd 68
JANUARI 2011
dan mantan wakil presiden dalam UU yang baru berada di atas pimpinan lembaga negara lain yang masih aktif. Urutannya adalah ketua MPR, Ketua DPR, ketua DPD, ketua BPK, ketua Mahkamah Agung, Ketua Mahkamah Konstitusi, ketua Komisi Yudisial, perintis kemerdekaan, dan selanjutnya duta besar negara sahabat. Posisi ketua BPK rupanya naik kelas, karena sebelumnya berada sebagai juru kunci di antara ketua lembaga negara atau di bawah ketua MK dan ketua KY. Yang juga naik kelas adalah tata tempat para wakil ketua lembaga negara. Jika sebelumnya mereka berada di bawah menteri, kini posisisnya di atas menteri. Berada dalam deretan tersebut adalah wakil ketua MPR, waka DPR, waka DPD, gubernur BI, Badan Penyelenggara Pemilihan Umum, waka BPK, waka MA, dan waka Komisi Yudisial. Waka Mahkamah Konstitusi tidak ada, karena memang jabatan tersebut tidak ada dalam struktur MK. Posisi berikutnya adalah barisan para menteri, pejabat seringkat menteri seperti Jaksa Agung, Panglima TNI dan Kepala Polri, anggota DPR dan anggota DPD serta Duta Besar Indonesia juga berada pada deretan ini. Posisi mereka satu tingkat di atas Kepala Staf tiga anggatan: Darat, Laut dan Udara. Di posisi berikutnya adalah pimpinan partai politik yang mempunyai wakil di DPR. Di deretan selanjutnya ada posisi anggota BPK, ketua Muda MA, hakim MK, dan anggota KY. Ini patut disyukuri karena sekarang mereka tidak perlu canggung di mana harus duduk jika di undang jamuan makam malam di Istana Negara, dibanding semula yang tidak ada ketentuan formalnya. Memang, posisi anggota BPK dan juga anggota Komisi Yudisial masih di bawah anggota DPR, yang posisinya tiga tingkat di atasnya. Selanjutnya adalah deretan pimpinan lembaga negara yang ditetapkan sebagai pejabat negara, pimpinan lembaga negara lainnya yang ditetapkan dengan undang-undang, deputi
gubernur senior dan deputi gubernur BI, serta wakil ketua KPU. Saya bersyukur ada undang-undang yang mengatur masalah protokol. Sebab jika para pejabat tersebut kebetulan bertamu ke rumah saya secara bersamaan, saya tidak pusing lagi bagaimana cara menyajikan minuman kepada mereka. Rupanya ini bukan sekadar urusan tempat duduk, dalam pengucapan pidato resmi mereka juga harus disebut sesuai urutan tersebut. Cuma perlu tidak ya urutan nomor kendaraan RI juga disesuaikan dengan tata urutan tersebut? Karena itu berarti nomor polisi “Ketua” BPK akan berubah dari RI 10 menjadi RI 8.
Posisi Kalan BPK
Rupanya tata tempat di pusat dan di daerah tidak singkron. Jika dalam tata tempat di pusat, posisi ketua BPK berada di urutan 8, beberapa tingkat di atas panglima TNI, di daerah justru kebalikannya. Posisi Kepala Perwakilan BPK berada empat tingkat di bawah Pangdam, Kapolda, ketua Pengadilan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Tinggi. Di bawah posisi ini ada pimpinan partai politik yang memiliki perwakilan di DPRD, kemudian anggota DPRD Provins, baru deretan bupati dan wali kota. Posisi kepala Perwakilan BPK persis di bawah posisi bupati dan walikota. Posisi tersebut sangat berbeda dengan posisi sesuai usulan BPK saat dengar pendapat dengan DPR, saat membahas RUU tentang keprotokolan. Saat itu, BPK mengusulkan posisi Kalan BPK satu tingkat di bawah Ketua DPRD Provinsi. Rupanya, untuk sementara Kalan BPK harus bersabar dengan posisinya sekarang, sambil mencari jalan lebih lanjut untuk mendapat mendudukan posisinya pada tempat yang lebih patut. Karena yang lebih hakiki bukan tempat duduk tapi perbuatan dan pekerjaan yang berguna bagi nusa dan bangsa. Anda setuju? (wit)
Warta BPK
06/01/2011 17:00:44
umum
Banyak Lembaga Publik Belum Laksanakan UU KIP Usia UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) sudah dua tahun. Secara yuridis, UU No 14/2008 itu telah diimplementasikan pada 1 Mei 2010. Namun sejauh ini akselerasi jaminan hak publik atas informasi dinilai masih sangat lambat.
n Kabiro Humas dan Hubungan Luar negeri BPK RI Bahtiar Arif
M
asih banyak lembaga publik yang belum merespon permintaan informasi yang ditujukan ke tempatnya. Bisa jadi karena keberadaan undang-undang ini masih baru dan minimnya sosialisasi membuat pemahaman mengenai keterbukaan informasi menjadi tidak seragam. Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Warta BPK
67-70 umum rev.indd 69
menurut Sekjennya, Yuna Farhan, telah melakukan uji coba permohonan informasi kepada sejumlah badan publik, namun hasilnya masih jauh dari harapan. “Fitra mengajukan surat resmi meminta DIPA pada 69 kementrian/lembaga. Sesuai ketentuan undang undang, badan public diberi waktu 10 hari untuk merespon permintaan tersebut atau memperpanjang selama 7 hari,” jelas Yuna kepada Warta BPK. “Jika tidak ada respon atau menolak memberikan informasi, atau biaya untuk mengakses informasi dianggap terlalu mahal, atau informasi yang diberikan tidak sesuai permintaan, kami akan mengajukan keberatan,” tambahnya. Hasil uji coba itu, ternyata dari 69 kementerian/lembaga, hanya 13 yang merespon. Baru setelah diajukan keberatan, 15 kementerian/lembaga lainnya memberi respon. Sedang 41 lain tetap tidak merespon. Termasuk yang tidak merespon adalah DPR. “Tapi dari jumlah yang merespon itu, hanya 15 K/L yang memberikan DIPA. Selebihnya, umumnya beralasan menunggu persetujuan Depkeu dan BPK,” ucap Yuna sambil menambahkan, Kementrian Perhubungan adalah yang paling cepat memberikan DIPA. “Langsung memberikan pada hari H permintaan, dalam bentuk soft copy”. Ditegaskan Yuna, UU KIP mengharuskan badan publik untuk membuka akses informasi, termasuk anggaran kepada publik. Khusus mengenai anggaran belanja, kata Yuna, masih dianggap sebagai dokumen rahasia negara. Tapi sejak berlakunya UU ini, aparat birokrasi dituntut untuk mengubah paradigma yang masih berpikir anggaran sebagai rahasia negara. “Nah, tersendatnya karena memang tidak mudah mengubah paradigma dan kultur birokrasi yang selama ini tertutup,” jelasnya. Berdasarkan evaluasi, ternyata badan publik belum memiliki infrastruktur memadai untuk menjalankan UU ini. Misalnya saja, pembentukan PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) maupun SOP dalam penyediaan informasi. “Surat yang kita ajukan ternyata banyak yang menyangkut di birokrasi,” tandasnya. Di daerah, kata Yuna lagi, lebih parah. UU ini belum tersosialisasi dengan baik. “Kami sedang melakukan uji UU ini terhadap 42 kabupaten/kota dengan meminta kurang lebih 29 dokumen terkait anggaran”. Hal senada dikatakan Agus Sunaryanto, Koordinator Divisi Investigasi dan Informasi Publik. Beberapa uji coba permohonan informasi kepada badan publik pemerintah yang dilakukan masyarakat, belum membuahkan hasil. Contoh JANUARI 2011
69
06/01/2011 17:00:46
umum Kepala Biro Humas dan Luar Negeri BPK RI: Mekanisme Pelaksanaan UU KIP masih Dalam Proses
Seperti lembaga public lainnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pun tengah gencar melakukan sosialisasi UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) di BPK, baik di tingkat pusat maupun perwakilan daerah. Hal ini dipandang perlu agar semua pihak di BPK memiliki pandangan dan pemahaman yang sama terhadap makna dan isi dari undang-undang tersebut. “Untuk itu kami mengundang Komisi Informasi Publik untuk memberi penjelasan kepada BPK secara keseluruhan, bukan hanya pada Humas Pusat dan Perwakilan, tapi juga semua pejabat. Supaya, kita tahu apa yang harus dilakukan terkait dengan undang undang tersebut,” ujar Kepala Biro Humas BPK RI Bachtiar Arif kepada Warta BPK. “Kita ingin tahu prosedurnya, bagaimana mekanisme dan implementasinya di lapangan,” katanya seraya menambahkan, sekarang ini permintaan dari publik terkait informasi-informasi yang dimiliki BPK, seperti hasil pemeriksaan BPK, dokumen anggaran, dan lain-lain, sudah mulai banyak. Terkait dengan hal tersebut, saat ini BPK pun melakukan kajian tentang informasi yang secara peraturan perundang-undangan dan ketentuan internal organisasi bersifat rahasia, dan informasi yang bisa dibagikan kepada publik. Bersamaan dengan itu juga disiapkan perangkat-perangkat untuk melaksanakan UU KIP ini. Di antaranya adalah penetapan pejabat pengelola informasi dan dokumen (PPID). Bagian ini nantinya akan melayani permintaan informasi oleh public. Diakuinya, karena keberadaan UU KIP ini masih baru, maka pelaksanaannya masih belum maksimal sebagai mana yang diharapkan. Salah satu contohnya adalah ketika Fitra (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran) mengajukan permohonan informasi kepada BPK beberapa waktu lalu. Di mana BPK dianggap tidak merespon permohonan Fitra.
“Kita sudah jelaskan kepada teman-teman di Fitra tentang kondisinya. Kita juga berterima kasih atas masukan yang diberikan. Karena ini (UU KIP) kan masih baru, jadi perlu pentahapan-pentahapan. Mudah-mudahan Fitra bisa mendorong semua badan publik, termasuk BPK untuk bisa melaksanakankan UU ini dengan baik,” katanya. Menjawab tentang DIPA BPK sebagaimana yang diminta Fitra, ia menjelaskan DIPA BPK termasuk dokumen terbuka, namun demikian, BPK akan meminta mengklarifikasi mengenai hal itu kepada Komisi Informasi. “Kami menanyakan hal itu ke Komisi Informasi. Apakah permintaan seperti DIPA dan lain sebagainya itu bisa dilayani atau termasuk dalam informasi publik,” jelasnya. Karena, walaupun berdasarkan analisis BPK-- jika mengacu pada yang lain (kementrian/lembaga)-- bersifat terbuka, tetapi tetap saja BPK merasa perlu melakukan analisis hukum terhadap hal ini. “Kita perlu melakukan itu untuk memastikan kita diperkenankan menyampaikan kepada siapa pun yang meminta dokumen dokumen seperti itu”. di
70
67-70 umum rev.indd 70
JANUARI 2011
n Sekjen Fitra Yuna Farhan
nya, informasi rekening perwira tinggi kepolisian. Bahkan untuk informasi yang sangat sederhana seperti pertanggung jawaban anggaran sekolah, berakhir pada sengketa informasi sehingga Komisi Informasi Pusat harus melakukan sidang ajudikasi. Lemahnya kesiapan badan publik semakin diperparah dengan minimnya Komisi Informasi Daerah yang terbentuk pada level Provinsi. “Kepedulian pemerintah daerah untuk memberikan jaminan akses informasi kepada masyarakat juga setali tiga uang,” tandasnya. Bahkan menurutnya, kasus sengketa informasi lain di level daerah lebih mengenaskan. Keputusan KI Daerah Jawa Tengah yang memenangkan permohonan masyarakat sipil agar pihak perusahaan gas di Blora membuka informasi dokumen perjanjian kerjasama, ternyata tidak diindahkan pihak perusahaan. Ditegaskan Yuna, pihaknya berharap ada perbaikan dalam hal ini. Karena jika masyarakat tetap sasja sulut mengakses informasi, pihaknya akan mengajukan gugatan kepada Komisi Informasi. Fitra juga akan menyampaikan hasil uji UU ini kepada UKP4 sebagai unit yang melakukan evaluasi kinerja kementrian/lembaga. di Warta BPK
06/01/2011 17:00:47
road to wtp
Kementerian Hukum dan HAM
Terganjal Pemisahan Aset
n Sam L. Tobing
Bertahun-tahun desclaimer, akhirnya, pada tahun 2009, Kementerian Hukum dan HAM mendapat opini BPK: Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dengan catatan, setelah sebelumnya mendapat predikat: Wajar Dengan Pengecualian (WDP). “Bertahun-tahun disclaimer, WTP memang masih ada dengan paragraf, ada dengan catatannya, mudah-mudahan tahun ini kita berusaha untuk menghilangkan catatan itu,” ucap Inspektur Jendral (Irjen) Kementerian Hukum dan HAM Sam L. Tobing. Adanya catatan dalam opini WTP, menurutnya, karena ada kekurang sinkronan data dalam hal aset yang dimiliki kementeriannya. Aset itu adalah aset yang dimiliki pihaknya dan Mahkamah Agung. Hal ini terjadi karena sebelumnya, Mahkamah Agung termasuk dalam struktur organisasi Kementerian Hukum dan HAM. Sehingga aset yang dimiliki Mahkamah Agung merupakan aset yang dimiliki Kementerian Hukum dan HAM. “Dulu kan Mahkamah Agung dan Kementerian Hukum jadi satu, Mahkamah agung kan kemudian pisah. Aset-aset yang Mahkamah Agung, yang ada di keduanya, atau aset kementerian hukum dan HAM yang ada selama ini, ada yang Warta BPK
71 - 73 road to wtp.indd 71
dipakai oleh Mahkamah Agung, ada yang dipakai oleh kita. Nah, itu harus didata ulang lagi sehingga ada beberapa yang belum klop kemarin. Itu yang menjadi catatan,” ungkap Sam. Untuk menanggulangi hal itu, tahun ini, pihak Kementerian Hukum dan HAM akan melakukan inventarisasi ulang aset tersebut. Salah satu langkah yang diambil selain melakukan inventarisasi ulang adalah melakukan kerjasama dengan pihak terkait, yaitu MA. Kedua belah pihak, Kementerian Hukum dan HAM dengan MA, telah berkomitmen menyelesaikan masalah ini. Sebelumnya, memang sudah ada komitmen, dimana aset yang dimiliki Kementerian Hukum dan HAM, yang telah digunakan MA, akan menjadi milik MA. Begitu juga sebaliknya. Komitmen ini kemudian lebih ditegaskan dengan pendataan yang lebih jelas. “Kalau, itu sudah dipakai MA, ya kita serahkan MA,” singkat Sam.
Langkah Menuju WTP
Tiga tahun lalu, sebelum Sam L. Tobing memangku jabatan sebagai Irjen, opini BPK terhadap Kementerian Hukum dan Ham selalu desclaimer. Ketika ia masuk, gebrakan yang dilakukan adalah mengadakan sosialisasi kepada semua kantor yang menginduk pada Kementerian Hukum dan HAM. Sosialisasi tersebut terkait dengan buruknya laporan keuangan kementeriannya. Ia mengajak agar semua Unit Pelaksana Tugas (UPT) untuk tidak lagi melakukan hal-hal yang dapat merugikan institusi dan negara. Ditegaskannya agar semua uang negara yang keluar harus dapat dipertanggungjawabkan. Walau itu hanya 1 rupiah. “Saat diangkat jadi irjen, pertama sosialisasi lagi ke seluruh kantor kita.
Kita kan punya 756 Unit Pelaksana Tugas (UPT). Seluruh UPT kita mohon kesadarannya. Ya mohon maaf jangan lagi terbuai, masa lalu sudah lah, kita harus kerja keras untuk merah putih ini,” cerita Sam. Selain sosialisasi, Kementerian Hukum dan HAM juga melakukan perbaikan-perbaikan dalam hal laporan keuangannya. Termasuk memeriksa isi laporan keuangan dan kemudian dicross check ke lapangan secara mendadak (sidak). Sehingga jika ada isi laporan keuangan yang tidak sesuai dengan kenyataan, maka akan ditelusuri kemana pengeluaran anggaran yang sebenarnya. Sam mencontohkan dengan pembelian beberapa unit komputer yang tertera dalam laporan keuangan sebuah UPT. Ketika dicek ke tempat, ternyata komputer tersebut tidak ada. Lalu, ia telusuri kemana komputernya. Dan, akhirnya terlacak. Setelah itu, ia melakukan tindakan. Tak main-main memang untuk yang satu ini. Ancaman pencopotan jabatan dikeluarkan. Dengan kata lain, jika ada Kepala Kanwil Kementerian Hukum dan HAM yang kedapatan menjadi penyumbang status desclaimer laporan keuangan hingga berpengaruh terhadap institusi akan diusulkan ke Menteri untuk dicopot. Selain Kakanwil, kepala divisi administrasi dan satuan kerja yang juga menjadi penyebab terjadinya desclaimer, pun akan dikenai hal serupa. Upaya lainnya adalah mengajak pihak BPK untuk melakukan pemeriksaan keuangan di seluruh kanwil dalam rentang waktu tertentu. Dengan adanya nota kesepahaman dengan BPK terkait akses data, bagi Sam, sangat menolong institusinya. Oleh karena itu, atas dukungan Menteri, ia menyatakan kesiapan atas tindak lanjut kerjasama tersebut. AAK JANUARI 2011
71
06/01/2011 1:49:28
road to wtp
Upaya Pemprov DKI Jakarta Perbaiki Opini BPK
F
n Fauzi Bowo
Laporan keuangan pemprov DKI Jakarta dalam dua tahun terakhir (2008 dan 2009) lebih baik dengan mendapat opini BPK: Wajar Dengan Pengecualian (WDP), setelah sebelumnya disclaimer. Namun, Fauzi Bowo menginginkan opini BPK: Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). 72
JANUARI 2011
71 - 73 road to wtp.indd 72
auzi menyatakan bahwa pemerintah provinsi yang dipimpinnya, punya komitmen yang sangat tinggi untuk membangun tata kelola pemerintahan yang baik. Komitmen ini diwujudkan dengan pelaksanaan pembaruan birokrasi di jajaran pemerintah daerahnya dalam kerangka reformasi birokrasi. Hal-hal penting yang dilakukan reformasi birokrasi tersebut meliputi: penyederhanaan struktur pemerintahan; perbaikan sistem mekanisme dan tatakerja, revitalisasi pendayagunaan aparatur daerah, dan revitalisasi manajemen keuangan. Tujuan dari itu semua bermuara pada efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah, peningkatan kinerja aparatur daerah, peningkatan pelayanan publik, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. “Salah satu aspek penting dalam pengelolaan birokrasi yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan daerah adalah bagaimana memaksimalkan anggaran yang kita kelola ini, bermuara pada kepentingan publik. Masih banyak yang harus kita sempurnakan dan kita perbaiki,” aku Fauzi. Untuk menjamin akuntabilitas pengelolaan keuangan, ucapnya, penyusunan atau perencanaan laporan keuangan harus dilakukan dan dimulai dengan cermat untuk mencapai sasaran dan manfaat yang terukur. Selain itu, dilakukan
Warta BPK
06/01/2011 1:49:37
langkah-langkah pemutakhiran data aset dan barang bergerak yang sebelumnya menjadi sumber kelemahan terhadap penilaian laporan keuangan daerah yang dipimpinnya. “Ini sudah beberapa tahun terakhir saya monitor dan saya beri perhatian khusus, mudah-mudahan hasil perbaikan ini bisa terwujud tidak terlalu lama,” harap Fauzi. Bersamaan dengan itu, pihak Pemprov DKI Jakarta melakukan beberapa hal lain untuk memperbaiki laporan keuangannya. Pertama, evaluasi pemanfaatan aset kerjasama yang berpotensi menimbulkan kerugian negara. Kedua, melakukan perbaikan fisik terhadap aset fasilitas sosial dan fasilitas umum yang telah diserahkan. Ketiga, mengecek bukti pemilikan atas aset fasilitas sosial dan fasilitas umum tersebut. Pengecekan ini dilakukan karena aset tersebut merupakan kumpulan aset
kumulatif dari beberapa tahun, bahkan beberapa dekade terakhir. Hal ini memerlukan kecermatan khusus. Apa yang telah dilakukan pihak Pemprov DKI Jakarta tersebut merupakan upaya memperbaiki laporan keuangan tahun 2010 yang kini tengah disusun. Upaya Fauzi Bowo untuk memperbaiki laporan keuangan tersebut karena pihaknya menyadari bahwa laporan keuangan dan aset daerah merupakan salah satu parameter penilaian kinerja pemerintah daerah. Mengenai laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta, pada saat penandatanganan nota kesepahaman antara BPK RI dan DPR Provinsi DKI Jakarta, Ketua BPK RI Hadi Poernomo mengatakan bahwa dalam tiga tahun terakhir, Pemprov DKI Jakarta mengalami peningkatan dalam hal kualitas penyusunan laporan keuangan. Pada tahun anggaran (TA) 2007
BPK memberikan opini: Tidak Memberikan Pendapat (TMP) alias disclaimer. Sedangkan pada tahun anggaran 2008 dan 2009, BPK memberikan opini: Wajar dengan Pengecualian (WDP). “Hal yang dikecualikan dalam laporan keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam dua tahun terakhir, terutama terkait dengan masalah pencatatan dan pelaporan aset tetap. Oleh karena itu, mengingat nilai aset tetap sangat material, BPK menyarankan kepada pemerintah provinsi DKI Jakarta untuk terus memperbaiki kualitas penataan, pencatatan, dan pelaporan aset tetapnya,” ujar Hadi Lebih lanjut Hadi menyatakan, dengan perencanaan dan penyusunan action plan yang tepat untuk menindak lanjuti rekomendasi BPK, bisa diharapkan proses peningkatan kualitas penyusunan laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta. AAK
n Hadi Poernomo
Warta BPK
71 - 73 road to wtp.indd 73
JANUARI 2011
73
06/01/2011 1:49:42
TOKOH KITA Pakde Karwo Beda anggota DPR dan anggota BPK
P
ara pejabat dan tokoh public yang biasa bicara di depan audience perlu belajar ke Jawa Timur. Di daerah ini, acara apapun remi atau informal, selalu berlangsung segar. Kuncinya satu, semua pidato yang disampaikan para pejabat selalu didahului dengan humor ala-jawa timuran. Tak terkecuali orang nomor satu di provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak ini, Soekarwo. Dia memulai dengan obrolan yang santai. Menurut Pakde Karwo—demikian dia biasa disapa—menjadi Anggota BPK ternyata membuat jiwa sakit. “Menjadi anggota BPK harus tahan mental. Ini saya tahu setelah ngobrol dengan Pak Ali Masykur (Ali Masykur Moesa, Anggota BPK bidang IV). Bahkan Pak Ali harus menahan sakit berbulan-bulan sebelum bisa beradaptasi dengan cara kerja BPK,” katanya saat membuka pidato pada acara Kerjasama antara BPK dan seluruh DPRD Kabupaten/Kota seJatim 16 November silam. Tamu undangan yang duduk di barisan depan, terutama Ketua BPK Hadi Poernomo, Anggota I BPK Moermahadi dan Anggota BPK IV Ali masykur Moesa yang merasa bakan kena sentil menyimak serius. Demikian pula dengan jajaran bupati, walikota, dan para ketua DPRD yang memadati aula Kantor Perwakilan BPK Jatim. Apa yang membuat Ali Masykur Moesa harus menahan sakit pada awal-awal masa jabatannya? “Karena menjadi anggota BPK berbeda sekali dengan saat dia menjabat anggota DPR. Sebagai anggota BPK, Pak Ali tahu banyak tapi harus sedikit bicara. Ini beda dengan anggota DPR atau DPRD, yang banyak bicara tapi……” ujar Pakde Karwo tanpa meneruskan kalimatnya. Sontak seluruh hadirin tertawa, termasuk para ketua DPRD yang kena guyonan ala Pakde Karwo. (wit)
74
74-75 tokoh kita.indd 74
JANUARI 2011
Endang Rahayu Kini Sudah Waktunya
“
Ini sudah waktunya,” jawaban singkat itu meluncur dari mulut Endang Rahayu Sedyaningsih, menteri kesehatan, saat ditanya komentarnya mengenai MoU dengan Badan Pemeriksa Keuangan beberapa waktu lalu. MoU antara BPK dan sejumlah lembaga pemerintahan ini dimaksudkan untuk mengembangkan sistem informasi untuk akses data dalam rangka pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Menurut Menkes, SDM Departemen Kesehatan sudah siap. Hanya saja karena ini merupakan program baru, maka Kemenkes membutuhkan pelatihan-pelatihan. Dia menilai kesepakatan bersama member minimal tiga manfaat. Pertama, akan terbentuk pusat data BPK dengan menggabungkan data elektronik BPK (e-BPK) dengan data elektronik auditee (e-auditee). Kedua, mempermudah pelaksanaan pemeriksaan BPK. Terakhir, mendorong transparansi dan akuntabilitas data auditee. “Ya harapan kami tentu saja agar BPK dapatmeningkatkankinerjanya. Karena BPK berfungsimengawasikinerjakementerian-kementerian.Sehinggabilakinerja BPK bagus, otomatis kami pun akandimajukan, baikdarisegikualitasjugadarisegibersihnya,” tegas Menkes. di
Warta BPK
06/01/2011 1:50:32
Fadel Muhammad Resep mencapai WTP
T
angan dingin dan kemampuan Fadel Muhammad di dunia usaha, politik dan birokrat sangat teruji. Saat menangani provinsi baru Gorontalo, dia mendapat penghargaan Pencapaian Munuju Tertib Administrasi Keuangan (terbaik) dari Badan Pemeriksa Keuangan. “Saya dengar ada sebelas gubernur yang bakal menerima pengharghaan tersebut. Kemudian turun menjadi tujuh. Ehhh… terakhir tinggal satu gubernur saja yang bakal menerima penghargaan dari BPK dan itu saya orangnya,” ujar Fadel Muhammad, yang kini dipercaya menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan, saat didaulat untuk memberikan sambutan pada acara kerja sama antara sejumlah kementerian dan BPK di Jakarta beberapa waktu lalu. Apa kuncinya? “Sederhana saja. Saya boyong orang-orang BPKP untuk membantu dan mengajari anak buah saya mengenai system akuntansi pemerintahan, mulai dari sistemnya hingga ke pelaporannya. Dan itu berhasil,” katanya menjelaskan rahasia suksesnya. Kini keseriusan Fadel juga diuji. Saat saya dipercaya Presiden menjadi menteri Kelautan dan Perikanan, saya langsung datang ke Ketua BPK dan jajarannya, saya minta agar Kementerian ini di-rescue. Jadi seperti orang sakit yang langsung masuk ICU. Setelah mendapat treatment , alhamdullilah laporan kami menjadi Wajar Dengan Pengecualian. Berarti naik setingkat,” ujar Fadel Muhammad. Meski ada naik, Fadel merasa belum puas. Targetnya, kata dia, laporan keuangan kementeriannya mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian. “Saya pernah mendapat WTP, jadi kalau sekarang mendapat WDP tentu saya belum puas. Meski demikian saya berterima kasih kepada kawan-kawan di BPK, karena posisi saya juga naik. Sekarang saya menjadi menteri,” katanya yang langsung disambut tertawa hadirin. Untuk mencapai WTP, dia langsung menindaklanjuti temuan BPK dan melaksanakan semua rekomendasi perbaikan atas laporan keuangan. Resepnya? Rupanya masih tetap sama. “Bedanya, sekarang Inspektur Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan saya ambil dari BPKP biar lebih ampuh,” katanya. di Warta BPK
74-75 tokoh kita.indd 75
Upacara Peusijuek untuk Ketua BPK
K
unjungan kerja Ketua BPK Hadi Poernomo ke Provinsi Aceh disambut dengan upacara adat yang bernama Peusijuek. Kegiatan ini dilakukan di gedung baru BPK Perwakilan Provinsi Aceh, dengan menempati salah satu ruang yang disulap dengan ornament-ornamen khas Aceh. Upacara ini lazim diadakan untuk menghormati tamu agung yang singgah di daerah paling ujung Indonesia. Upacara Peisijuek ini sebenarnya merupakan upacara yang dapat dilakukan untuk bermacam aktivitas. Mulai dari sunatan hingga pelantikan pejabat, mulai dari orang beli mobil baru hingga tamu besar. Yang berbeda adalah doanya, tergantung peristiwanya. Peusijuek bermakna memberi kesejukan dan kebahagiaan. Upacara ini dipimpin oleh ketua adat atau oleh sesepuh adat yang sangat dihormati. Selain mendapat doa-doa untuk keselamatan dan kebahagian, Hadi Poernomo juga mendapat Rencong, senjata tradisional Aceh, yang diselipkan di bajunya. Bahkan mendapat sebuah amplop berisi uang, yang merupakan kelengkapan acara. Apa komentar Ketua BPK? “Wah… topinya berat sekali,” katanya yang disambut tertawa para pejabat BPK dari Jakarta maupun pejabat Kantor Perwakilan BPK Aceh. “Meski baru pertama kali ini saya menginjak bumi Aceh, bukan berarti saya tidak cinta Aceh. Menantu saya, orang Aceh. Jadi, pasti saya Cinta Aceh. Kalau tidak, berarti saya tidak cinta menantu saya. Ha ha ha.” WIT JANUARI 2011
75
06/01/2011 1:50:38
Resensi Buku
Reformasi Indonesia Dalam Sebuah Kajian Judul Buku Penyusun Penerbit Tahun Terbit Tebal halaman
: Indonesia Menentukan Nasib : Dari Reformasi ke Transformasi Kelembagaan : Rajawali Foundation dan Harvard Kennedy School : Penerbit Buku Kompas : September 2010 : 222 halaman
Tahun 1998, di Indonesia, terjadi kemunculan era pencerahan yang banyak disebut-sebut sebagai masa reformasi. Sebuah masa dimana kungkungan otoritarian dan diktatorisme berusaha dikeluarkan dari peradaban. Diganti dengan nuansa demokrasi dan sisi modernitas. Tujuannya, seperti yang diamanatkan Pancasila dan UUD ’45: mencapai kemajuan dan kesejahteraan negara dan rakyat dalam bingkai good governance. Puluhan tahun setelah proklamasi kemerdekaan dikumandangkan, pada masa Orde Lama dan Orde Baru, Indonesia kemudian mengalami kehidupan kenegaraan yang keruh. Layaknya sebuah tirani dengan budaya Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang mendarah daging. Tak peduli dengan tuntutan jaman dan akomodasi modernisasi global. Muncul kemudian penegakan hukum -poin paling penting dalam demokrasi- yang dikebiri dan dipasung. Apa yang ada bukan lagi rule of law, tapi ruled the money dan the power ruled.
76
JANUARI 2011
76-77 resensi buku.indd 76
Warta BPK
06/01/2011 1:51:26
Kebijakan-kebijakan yang baik tidak begitu diperhatikan. Lalu, hanya mengirimkan pesan: salah urus, asal kelola. Akibatnya, kondisi ekonomi tak juga membaik, atau, bahkan menukik tajam. Di sisi lain, tata kelembagaan negara dan perangkat politik lainnya, KKN berserakan. Kata efektif, efisien, dan optimal, seperti jauh dari genggaman lembaga-lembaga negara dan perangkat politik lainnya. Demokrasi pun bagai mimpi di siang bolong. Lalu, muncullah people power yang menggemakan keinginan untuk perbaikan: reformasi. Perbaikan yang sampai saat ini masih terus berjalan. Capaiannya, banyak perombakan dalam kelembagaan formal negara, melalui perubahan sistem maupun payung hukumnya. Selain itu, keberhasilan didapat setelah militer telah keluar dari peranan formalnya di bidang politik, MPR/DPR telah lebih independen, kebebasan untuk pers dan partai-partai politik, pimpinan eksekutif di tingkat pusat dan daerah dipilih secara langsung, kebebasan sipil lainnya telah dibuka, ancaman disintegrasi mampu diredam, dan desentralisasi dalam hal sumber daya dan wewenang dalam pengambilan keputusan sudah dijalankan. Di sisi lain, stabilitas ekonomi sudah mulai terjaga cukup baik. Walau arah gerak reformasi cukup baik berjalan, pada prakteknya, tetap saja masih banyak hambatan yang terjadi. Warisan Orde Baru dan Orde Lama tak serta merta hilang. Warisan inilah yang cukup signifikan peranannya dalam membentuk hambatanhambatan tersebut. Anggapan ini muncul dalam buku: Indonesia Menentukan Nasib: Dari Reformasi ke Transformasi Kelembagaan. Buku ini merupakan laporan sebagai kajian strategis yang disusun oleh Rajawali Foundation dan Harvard Kennedy School dengan Ash Center for democratic Governance and Warta BPK
76-77 resensi buku.indd 77
Innovation-nya. Judul aslinya: From Reformasi to Institusional Transformation. Tak heran jika isi buku mengkaji kemajuan, tantangan dan hambatan yang dihadapi Indonesia era reformasi dengan mengambil perbandingan di masa Orde Baru dan Orde Lama. Secara umum, kajian yang diurai di bidang ekonomi, termasuk di dalamnya masalah pengangguran, angka kemiskinan, dan sisi makro maupun mikro lainnya. Kajian politik pun mengambil porsi yang cukup banyak dalam buku ini. Sebagai sebuah kajian, simpulan yang dikedepankan adalah perlunya Indonesia untuk melakukan transformasi kelembagaan. Transformasi ini dianggap sebagai jalan keluar dari hambatan-hambatan yang mendera proses reformasi. Transformasi kelembagaan dalam konteks ini adalah pembaharuan dan perbaikan aturan-aturan yang membentuk kehidupan ekonomi, politik, dan sosial sebuah negara dan bangsanya. Mencakup institusi negara, politik, dan ekonomi, serta aturan hukum dan norma-norma. Dalam tataran praktis, transformasi kelembagaan ini berpatokan kepada supremasi hukum, nilai-nilai demokrasi, dan kebebasan publik, dengan menghilangkan KKN dan birokrasi yang rumit dan arogan, juga adaptasi dengan perkembangan global. Terkait adaptasi dengan perkembangan global, Indonesia dikatakan perlu mengadopsi aturan-aturan yang berlaku pada tataran internasional untuk diterapkan di dalam negerinya sendiri. Dengan kata lain, perlu adanya proses perubahan fundamental yang digerakkan dari dalam, dimana pemerintah berkomitmen untuk mengikuti “aturan main” internasional sebagai cara untuk menstruktur ulang lembaga-lembaga dalam negeri. Dengan begitu aturan-aturan in-
ternasional dapat menjadi tambatan bagi jenis-jenis tertentu transformasi lembaga-lembaga domestik, baik di dalam maupun di luar bidang negara yang menikmati keuntungan dari kelemahan pengelolaannya. Dalam hal pembangunan kelembagaan, cukup menarik pembahasan terkait dengan lawannya: Patrimonialisme. Sejak Demokrasi Terpimpin dibangun (Orde Lama) dan Diktatorisme berdarah dingin (Orde Baru), terlihat bagaimana poros kekuasaan berada di tangan satu orang. Tak ada satupun institusi atau lembaga negara independen dibiarkan leluasa. Semuanya ada pada genggaman tangan sang Presiden. Namun, saat era reformasi tiba, independensi lembaga-lembaga negara lebih bisa dinikmati. Walau begitu, tetap saja, pembangunan ekonomi, politik, dan bidang-bidang lainnya dalam tataran negara, menuntut adanya birokrasi yang mempunyai kepastian ke depan (predictablity) dan keteraturan (regularity) dengan kemasan akuntabilitas, desentralisasi, dan peraturanperaturan formal. Buku ini secara garis besar menguak bagaimana era reformasi yang telah berjalan lebih dari satu dasawarsa, ada pencapaian yang cukup signifikan, namun juga banyak hal yang kurang. Secara realistis, penguakan kondisi saat ini yang masih carut-marut -walau lebih baik dibandingkan Orde Baru maupun Orde Lama- terlihat begitu nyata. Kondisi kekinian yang menggambarkan hal itu tergambar di sini. Sayang, buku ini berhenti untuk bersambung. Artinya, tidak komprehensif dalam kajian masalah maupun langkah-langkah strategis menanggulangi masalah tersebut. Namun, setidaknya, ada pengantar untuk menjembatani reformasi antara capaian, hambatan, dan jalan keluarnya. AAK JANUARI 2011
77
06/01/2011 1:51:26
Asap Rokok
Pengaruhi Produktivitas Kerja Apakah Anda sering mengalami mata perih dan mengantuk, dan kehilangan konsentrasi kerja, padahal baru beberapa jam saja bekerja di ruangan ber-AC? Mungkin kita menganggap itu tidak aneh atau hal biasa dan mengira hal itu terjadi karena kelelahan kerja. Tapi, sebenarnya tidak selalu demikian. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab munculnya gejala tersebut. Satu di antaranya adalah karbon monoksida yang sumbernya bisa dari asap rokok. Perlu diketahui bahwa udara yang beredar dalam ruangan yang ber-AC adalah udara yang sama yang didaur ulang. Sistem pendauran ulang udara ini akan meningkatkan konsentrasi zat-zat pencemar dalam ruangan itu. Zat-zat pencemar ini akan dapat berakibat buruk karena mempengaruhi kesehatan dan produktivitas kerja. Dengan ruangan yang penuh asap rokok, Anda tentu bisa membayangkan apa yang terjadi pada tubuh kita. Api / nyala rokok perlu gas oksigen, menimbulkan adanya kompetitif terhadap kebutuhan hirupan oksigen oleh paru-paru, dan asap rokok sangat berdampak buruk terhadap sel pelapis tubuh organ dalam kita, khususnya lapisan endotel. Menurut Ketua Komite Nasional Penanggulangan Masalah Merokok Merdias Almatsier, asap rokok mengandung lebih dari 4.000 zat berbahaya. Zat-zat berbahaya antara lain tar yang mengandung kimia beracun yang merusak sel paru-paru dan menyebabkan sakit kanker, karbon monoksida (co) sebagai gas beracun mengakibatkan berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen. Nikotin merupakan zat kimia perangsang yang dapat merusak jantung dan sirkulasi darah dan membuat pemakai nikotin menjadi kecanduan. Bila Anda berada di ruangan berasap rokok cukup lama, maka ketiga zat beracun (tar, karbon monoksida, dan nikotin) tersebut masuk ke paru-paru, perokok pasif pun terkena dampak pada peningkatkan risiko penyakit kanker paru-paru dan jantung koroner. Lebih dari itu, dapat memperburuk kondisi pengidap penyakit angina (nyeri dada akibat penyempitan pembuluh darah), asma (mengalami kesulitan bernafas), dan alergi (mengalami iritasi akibat asap rokok). Sedangkan gejala gangguan
78
JANUARI 2011
78- info kesehatan.indd 78
kesehatan akibat asap rokok adalah iritasi mata, sakit kepala, pusing, sakit tenggorokan, batuk, dan sesak nafas. Pada waktu sedang merokok, bukan hanya kedua paru-paru si perokok yang akan tercemar, paru-paru orang lain yang berada di sekitarnya juga ikut tercemar. Asap rokok yang dihirup oleh si perokok pasif dapat berasal dari: pertama, dari ujung rokok yang sedang terbakar, dan kedua, asap rokok yang dihembuskan ke luar oleh si perokok aktif. Semua zat racun yang terdapat dalam asap rokok dari sumber pertama diedarkan langsung ke udara sekitarnya. Sedangkan racun yang tersisa dalam asap rokok dari sumber kedua tergantung kepada berapa dalam asap rokok itu dihisap sebelum dihembuskan oleh si perokok itu. Secara nasional, Biro Kesehatan Lingkungan serta Badan Kesehatan dan Keselamatan Kerja negara Amerika Serikat menetapkan bahwa konsentrasi karbon monoksida di tempat kerja tidak boleh melebihi 50 ppm (parts per million) selama 8 jam kerja. Akan tetapi, banyak kantor ber-AC yang konsentrasi karbon monoksidanya melebihi angka itu, jika di dalamnya banyak pegawai yang merokok dan jika pada saat yang sama sistem ventilasinya kurang baik. Riset yang dilakukan lembaga yang sama menunjukkan, bahwa gedung ber-AC yang memiliki ventilasi yang baik sekalipun, bisa memiliki konsentrasi karbon monoksida yang lebih tinggi daripada udara kotor kota besar, jika memang banyak yang merokok dalam ruangan itu. Hasil riset Dr. H. Hess yang dilaporkan dalam majalah Clinical Research menunjukkan bahwa konsentrasi karbon monoksida dalam darah seseorang yang berada dalam ruang yang penuh asap rokok, dapat menyamai darah seseorang yang telah mengisap 5–10 batang rokok. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa seseorang yang sama sekali tidak pernah merokok dapat memiliki peluang yang cukup besar untuk menderita penyakit yang diderita oleh seorang perokok. Hal ini jika ia selalu berdampingan dengan mereka yang merokok. Baik itu teman ataupun keluarga. di/berbagai sumber
Warta BPK
06/01/2011 1:52:09
Kode Etik Anggota BPK RI 1. Untuk menjamin independensi dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Anggota BPK wajib: a. memegang sumpah dan janji jabatan. b. bersikap netral dan tidak berpihak.
c. menghindari terjadinya benturan kepentingan.
d. menghindari hal-hal yang dapat mempengaruhi obyektivitas.
2. Untuk menjamin independensi dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Anggota BPK dilarang:
a. merangkap jabatan dalam lingkungan lembaga negara yang lain, badan-badan lain yang mengelola keuangan negara, dan perusahaan swasta nasional atau asing.
b. menjadi anggota partai politik.
c. menunjukkan sikap dan perilaku yang dapat menyebabkan orang lainmeragukan independensinya.
3. Untuk menjamin integritas dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Anggota BPK wajib: a. bersikap tegas dalam menerapkan prinsip, nilai dan keputusan.
b. bersikap tegas dalam mengemukakan dan/atau melakukan hal-hal yang menurut pertimbangan dan keyakinannya perlu dilakukan. c. bersikap jujur dengan tetap memegang rahasia pihak yang diperiksa.
4. Untuk menjamin integritas dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Anggota BPK dilarang menerima pemberian dalam bentuk apapun baik langsung maupuntidak langsung yang diduga atau patut diduga dapat mempengaruhi pelaksanaantugas dan wewenangnya. 5. Untuk menjunjung profesionalisme dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Anggota BPK wajib: a. menerapkan prinsip kehati-hatian, ketelitian, dan kecermatan. b. menyimpan rahasia negara dan/ atau rahasia jabatan.
c. menghindari pemanfaatan rahasia negara yang diketahui karena kedudukan ataujabatannya untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak lain. d. menghindari perbuatan di luar tugas dan kewenangannya.
(Sumber : Peraturan BPK RI No.2 Tahun 2007 tentang Kode Etik BPK RI)
79 -kode etik anggota.indd 79
06/01/2011 1:52:49