TUGAS AKHIR – TM141585
PERANCANGAN TEMPAT DUDUK UNTUK SEPEDA PASCA STROKE
MUHAMAD WAHYU HIKMAWAN NRP 2112100166 Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ing. I Made Londen Batan, ME JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017
i
FINAL PROJECT – TM141585
DESIGN OF SADDLE FOR POST STROKE BIKE
MUHAMAD WAHYU HIKMAWAN NRP 2112100166 Academic Advisor Prof. Dr. Ing. I Made Londen Batan, ME DEPARTMENT OF MECHANICAL ENGINEERING FACULTY OF INDUSTRIAL ENGINEERING SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017
ii
iii
PERANCANGAN TEMPAT DUDUK UNTUK SEPEDA PASCA STROKE Nama NRP Jurusan Dosen Pembimbing
: Muhamad Wahyu Hikmawan : 2112100166 : Teknik Mesin FTI-ITS : Prof. Dr. Ing. I Made Londen Batan, M. Eng ABSTRAK
Pada tahap rehabilitasi medis dilakukan berbagai terapi pada penderita stroke untuk memulihkan kondisi pasien seperti sedia kala. Untuk mendukung terapi tersebut, penggunaan alat bantu diperlukan utamanya untuk melatih pemulihan gerak dasar tubuh pasien. Sepeda pasca stroke merupakan salah satu alternatifnya. Chandra 2016 merancang rangka sepeda roda tiga yang dapat digunakan oleh pasien stroke untuk terapi fisik dan psikisnya. Dalam pengembangan rancangan sepeda tersebut diperlukan tempat duduk yang sesuai dengan kebutuhan penderita stroke. Peletakan tempat duduk terhadap sepeda berpengaruh besar dalam membentuk postur tubuh ketika bersepeda. Kesalahan postur ketika mengayuh sepeda dapat menyebabkan rasa tidak nyaman hingga terserang berbagai penyakit kronis. Perancangan tempat duduk harus disesuaikan dengan gerakan pasien stroke yang sangat terbatas. Hal ini dikarenakan kondisi fisik penderita stroke lebih lemah dibanding orang normal. Selain itu dibutuhkan tempat duduk yang aman serta nyaman agar penderita terhindar dari hal-hal negatif akibat desain tempat duduk yang salah. Pada tugas akhir ini, perancangan tempat duduk sepeda pasca stroke untuk rehabilitasi fisik pasien didasarkan pada evaluasi kondisi fisik pasien stroke dan kajian dari tempat duduk sepeda yang telah dibuat oleh Sandy 2016. Komponen tempat duduk ini dirancang untuk memenuhi kriteria-kriteria yang sesuai dengan kebutuhan pasien pasca stroke seperti aman dan
iv
ergonomis. Sebagai langkah awal ditetapkan daftar kebutuhan produk kemudian dibuat dua buah konsep. Untuk memilih konsep terbaik, setiap konsep di analisa kekuatan materialnya, nilai resiko cedera dengan metode RULA, proses manufaktur, dan perakitannya. Berdasarkan perbandingan hasil analisa secara menyeluruh dari kedua konsep, maka konsep yang terpilih mempunyai dimensi 385x465x820 mm. Material tempat duduk terbuat dari aluminium alloy 6061, stainless alloy 316 dan stainless alloy 440 dengan berat total sebesar 3,828 kg. Agar aman dan nyaman pada tempat duduk terdapat sandaran punggung dan rib support. Terdapat pula sabuk pengaman agar penderita tidak terjatuh ketika bersepeda. Sabuk pengaman ini dapat dipasang atau dilepas sesuai kebutuhan. Bentuk dudukan didesain mirip jok sepeda motor bagian depan sehingga nyaman namun tetap tidak menghambat kaki penderita ketika mengayuh pedal. Selain itu terdapat mekanisme gerak sehingga pengguna dapat mengatur posisi tempat duduk terhadap sepeda. Untuk analisa kekuatan material dibantu dengan software Autodesk Inventor sedangkan Analisa RULA menggunakan software CATIA. Dari hasil analisa diketahui bahwa rangka aman serta didapatkan nilai RULA sebesar 3. Melalui evaluasi manufacture ability dan perakitan didapat hasil bahwa kursi ini dapat dibuat dan dirakit. Waktu pembuatan yang dibutuhkan pada saat proses manufaktur sebesar 2008 detik, sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk perakitan sebesar 461,3 detik. Kata kunci : pengembangan tempat duduk, stroke, sepeda pasca stroke
v
DESIGN OF SADDLE FOR POST STROKE BIKE Name NRP Department Academic Advisor
: Muhamad Wahyu Hikmawan : 2112100166 : Teknik Mesin FTI-ITS : Prof. Dr. Ing. I Made Londen Batan, M. Eng ABSTRACT
At the stage of medical rehabilitation conducted various therapy on patients with stroke to restore the patient's condition as usual. To support these therapies, the use of tools is required primarily to train basic motion recovery of the patient's body. Poststroke bike is one of the alternatives. Chandra in 2016 designed the framework of a tricycle that can be used by stroke patients for the physical and psychological therapy. In the development of the bicycle design, seats in accordance with the needs of stroke patients is needed. Seat placement on the bike is influential in shaping posture when cycling. Wrong posture when pedaling can cause discomfort and develop variety of chronic diseases. The design of the seat should be adjusted by the limited movement of stroke patients. It is because the physical condition of patients with stroke is weaker than normal people. It would also require a safe and comfortable seating so that patients can avoid the negative consequences of the wrong seat design. In this final project, the design of post-stroke bike seat for physical rehabilitation patients is based on an evaluation of the physical condition of stroke patients and the study of bicycle seats that have been created by Sandy 2016. seating component is designed to meet the criteria in accordance with the post-stroke patient's needs, such as safe and ergonomic. The first step is to specify product requirements list, then creating two concepts. Then selecting the best concepts, based on the analysis of the strength of
vi
the material, the value of the risk of injury by RULA method, process manufacturing, and assembly. Based on the comparison of the results of a thorough analysis of these two concepts, the concept chosen has dimension 385x465x820 mm. Material seat is made from aluminum alloy 6061, stainless alloy 316 and stainless steel alloy 440 with a total weight of 3,828 kg. To be safe and comfortable rib supports and backrest are placed in the seat. There is also a seat belt so that the patient does not fall when cycling. The seat belt can be attached or removed as needed. Shape holder is designed like a motorcycle front seats, it is designed to be comfortable but still does not hinder the patient's feet when pedaling. In addition there is motion mechanism so that the user can adjust the seat position on the bike. For strengths materials analysis is assisted by Autodesk Inventor software and RULA analysis is using CATIA. From the analysis, the framework is safe and ergonomic value is 3. Manufacture ability and assembly evaluation result shown that these seats can be made and assembled. The creation time required during the manufacturing process is 2008 seconds, while the time required for assembly is 461.3 seconds. Keywords: development of saddle, stroke, post-stroke bikes
vii
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kekuatan dan limpahan rahmat-Nya bagi penulis sehingga penulisan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan. Tugas Akhir ini merupakan persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Atas bantuan berbagai pihak dalam penyusunan Tugas Akhir ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ayah dan Ibu tercinta yang selalu memberikan semangat dan doa setiap harinya. 2. Prof. Dr. Ing. I Made Londen Batan, M.Eng atas bimbingan, kesabaran, dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis selama proses penyelesaian Tugas Akhir ini. 3. Safaat, Chandra, Tuba, Bayu, Ryan, Anson, Arif, Tedi, Agus, Agung yang telah memberikan waktunya untuk membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 4. Seluruh anggota Lab Perancangan dan Pengembangan Produk serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tugas Akhir ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan demi menyempurnakan Tugas Akhir ini. Dan akhirnya Tugas Akhir ini dapat berguna bagi semua pihak yang membutuhkan.
Surabaya, Januari 2017
Penulis
viii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL (Bahasa Indonesia) ..................................... i HALAMAN JUDUL (Bahasa Inggris).......................................ii LEMBAR PENGESAHAN............ Error! Bookmark not defined. ABSTRAK ................................................................................... iv ABSTRACT................................................................................vii KATA PENGANTAR ..............................................................viii DAFTAR ISI ............................................................................... ix DAFTAR GAMBAR ................................................................xiii DAFTAR TABEL ...................................................................... xv BAB 1
PENDAHULUAN ........................................................ 1
1.1
Latar Belakang............................................................... 1
1.2
Perumusan Masalah ....................................................... 3
1.3
TujuanPenelitian ............................................................ 3
1.4
Batasan Masalah ............................................................ 3
1.5
Manfaat Penelitian ......................................................... 4
BAB 2 2.1
STUDI PUSTAKA ....................................................... 5 Sepeda ........................................................................... 5
2.1.1
Fork atau garpu ...................................................... 5
2.1.2
Crank ..................................................................... 6
2.1.3
Seatpost.................................................................. 6
2.2
Sadel / Tempat Duduk ................................................... 6
2.2.1
Shell ....................................................................... 6
2.2.2
Padding .................................................................. 7
ix
2.2.3
Rangka atau Dudukan Sadel .................................. 7
2.3
Pasca Stroke .................................................................. 8
2.4
Analisa Rula .................................................................. 9
2.5
Efisiensi Desain Perakitan ........................................... 13
2.6
Lembar Kerja Efisiensi Desain .................................... 13
2.7
Proses Pemesinan ........................................................ 16
2.7.1
Proses Milling...................................................... 16
2.7.2
Proses Bubut ........................................................ 17
2.7.3
Proses Cutting...................................................... 19
2.8
Waktu Pemesinan ........................................................ 20
2.9
Faktor Keamanan dan Tegangan Maksimum Desain .. 21
BAB 3 3.1
METODE PENELITIAN ......................................... 23 Langkah – Langkah Penelitian .................................... 23
3.1.1
Studi Pustaka dan Lapangan ................................ 23
3.1.2
Kajian Produk Existing........................................ 23
3.1.3 Stroke
Pengembangan Tempat Duduk Sepeda Pasca 24
3.1.4 Perancangan Komponen Tempat Duduk Sepeda Konsep 1 dan 2 ................................................................... 24 3.1.5 Evaluasi RULA, Kekuatan Material, Manufaktur, dan Perakitan ...................................................................... 24 3.1.6
Pemilihan Konsep................................................ 25
3.1.7
Kesimpulan dan Saran ......................................... 25
3.2
Diagram Alir Penelitian ............................................... 25
BAB 4 RANCANGAN KONSEP SADEL (TEMPAT DUDUK)………………………………………………………..27 4.1
List Of Requirement .................................................... 27
x
4.2
Deskripsi Konsep Tempat Duduk Sepeda Pasca Stroke 29
4.2.1
Deskripsi Konsep 1.............................................. 29
4.2.2
Deskripsi Konsep 2.............................................. 33
4.2.3
Ukuran Tempat Duduk ........................................ 36
4.2.4
Jarak Mekanisme Gerak ...................................... 40
BAB 5 EVALUASI KONSEP DARI ASPEK ERGONOMIS (RULA), KEKUATAN, MANUFAKTUR, DAN PERAKITAN…………………………………………………..43 5.1
Evaluasi Ergonomis (RULA) ...................................... 43
5.1.1
Evaluasi RULA Pada Kondisi Normal ................ 43
5.1.2
Evaluasi RULA dengan Kondisi Badan miring... 45
5.1.3 Evaluasi RULA dengan Posisi Penderita Bergeser Ke Kanan ............................................................................ 47 5.1.4 Evaluasi RULA dengan Posisi tubuh penderita miring ke depan .................................................................. 48 5.1.5 Evaluasi RULA dengan Postur Tubuh Penderita miring ke Belakang ............................................................. 50 5.2
Evaluasi Kekuatan Rangka Tempat Duduk ................. 51
5.2.1
Evaluasi Kekuatan Rangka Konsep 1 .................. 52
5.2.2
Evaluasi Kekuatan Rangka Konsep 2 . ................ 53
5.2.3 Evaluasi Kekuatan dengan Pembebanan Pada Lokasi Kritis Dudukan ........................................................ 55 5.2.4 Evaluasi Kekuatan dengan Pembebanan Pada Lokasi Kritis Sandaran Punggung ...................................... 58 5.3
Evaluasi Manufaktur ................................................... 59
5.3.1
Pengelompokan Part Menjadi Sub Perakitan ...... 59
xi
5.3.2 Pemilihan Jenis Machining dan Perhitungan Waktu Machining ............................................................... 63 5.3.3 5.4
Hasil Evaluasi Manufaktur .................................. 65
Evaluasi Perakitan ....................................................... 69
5.4.1
Efisiensi Desain Perakitan Konsep 1 ................... 71
5.4.2
Efisiensi Desain Perakitan Konsep 2 ................... 76
5.4.3 Evaluasi Hasil Perhitungan Efisiensi Desain Perakitan 82 5.5 BAB 6
Evaluasi Pemilihan Konsep ......................................... 83 KESIMPULAN DAN SARAN……………………..85
6.1
Kesimpulan .................................................................. 85
6.2
Saran ............................................................................ 86
DAFTAR PUSTAKA ................................................................ 88 LAMPIRAN A PENOMORAN RANGKA LAMPIRAN B LEMBAR KERJA MANUFACTURABILITY KONSEP 2 LAMPIRAN C BAGAN PERAKITAN KONSEP 1 DAN 2 LAMPIRAN D TABEL BOTHROYD LAMPIRAN E DESKRIPSI DAN LEMBAR KERJA EFISIENSI DESAIN LAMPIRAN F GAMBAR TEMPAT DUDUK BIODATA PENULIS
xii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Desain Tempat Duduk SepedaPasca Stroke ........... 2 Gambar 2.1 Part sepeda............................................................... 5 Gambar 2.2 Bagian-bagian pada sadel ......................................... 7 Gambar 2.3 Alur Blok Scoring RULA ....................................... 10 Gambar 2.4 Definisi ɑ-symmetry dan ß symmetry .................... 14 Gambar 2.5 Gambar ɑ-symmetry dan ß-symmetry ................... 15 Gambar 2.6 Tiga proses dasar mesin milling. ............................ 17 Gambar 2.7 Proses pemesinan yang dapat dilakukan pada mesin bubut. ........................................................................................... 18 Gambar 2.8 Proses pemotongan pipa dengan menggunakan metal cutting saw. ........................................................................ 19 Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian ......................................... 26 Gambar 4.1 Konsep 1 tempat duduk sepeda pasca stroke ......... 29 Gambar 4.2 Mekanisme pengatur posisi tempat duduk terhadap sepeda pada konsep 1 .................................................................. 30 Gambar 4.3 Berat tempat duduk konsep 1 ................................. 32 Gambar 4.4 Desain konsep 2 ..................................................... 33 Gambar 4.5 Mekanisme pengatur posisi tempat duduk terhadap sepeda pada konsep 2 .................................................................. 34 Gambar 4.6 Berat tempat duduk konsep 2 ................................. 36 Gambar 4.7 Ukuran Tempat duduk............................................ 37 Gambar 4.8 Letak sadel yang ideal untuk orang dengan tinggi 150 cm dan 180 cm...................................................................... 41 Gambar 5.1 Analisa RULA (Static) pada kondisi normal. ........ 44 Gambar 5.2 Analisa RULA (Intermittent) pada kondisi normal. ..................................................................................................... 44 Gambar 5.3 Analisa RULA (Repeated) pada kondisi normal.... 45 Gambar 5.4 Evaluasi RULA (intermittent) pada kondisi badan penderita miring ke kanan sebesar 10° ........................................ 45 Gambar 5.5 Evaluasi RULA(repeated) pada kondisi badan penderita miring ke kanan sebesar 10° ........................................ 46 Gambar 5.6 Evaluasi RULA (intermittent) dengan posisi tubuh penderita bergeser ke kanan. ....................................................... 47
xiii
Gambar 5.7 Evaluasi RULA (repeated) dengan posisi tubuh penderita bergeser ke kanan. ....................................................... 47 Gambar 5.8 Analisa RULA (intermittent) dengan posisi tubuh penderita miring ke depan sebesar 20° ........................................ 48 Gambar 5.9 Analisa RULA (repeated) dengan posisi tubuh penderita miring ke depan sebesar 20° ........................................ 49 Gambar 5.10 Evaluasi RULA (intermittent) dengan kondisi tubuh pasien miring kebelakang sebesar 19°............................... 50 Gambar 5.11 Evaluasi RULA (repeated) dengan kondisi tubuh pasien miring kebelakang sebesar 19° ......................................... 50 Gambar 5.12 Analisa tegangan maksimum rangka konsep 1 pada software inventor ......................................................................... 52 Gambar 5.13 Analisa tegangan maksimum rangka konsep 2 pada software inventor ......................................................................... 54 Gambar 5.14 Analisa kekuatan rangka dudukan ....................... 56 Gambar 5.15 Analisa kekuatan pada lokasi kritis ...................... 57 Gambar 5.16 Analisa kekuatan .................................................. 58 Gambar 5.17 Tampak isometri rangka konsep 1 ....................... 60 Gambar 5.18 Sub perakitan Rangka utama (SRU) konsep 1 ..... 61 Gambar 5.19 Tampak isometri rangka konsep 1 ....................... 62 Gambar 5.20 Sub perakitan Rangka Seatpost (SRS) ................. 63 Gambar 5.21 Sub Perakitan Tuas Pengatur Gerak Horizontal ... 64 Gambar 5.22 Bagan Perakitan Sub Rangka Utama (SRU) pada konsep 1....................................................................................... 70
xiv
DAFTAR TABEL Table 2.1 Tahapan aplikasi metode RULA................................... 9 Table 2.2 Tabel RULA bagian A ................................................ 11 Table 2.3 Tabel RULA Bagian B ............................................... 12 Table 2.4 Tabel RULA bagian C ................................................ 13 Table 2.5 Lembar kerja efisiensi desain perakitan...................... 14 Table 2.6 Faktor keamanan material. .......................................... 21 Table 4.1 Daftar kebutuhan produk ............................................ 28 Table 4.2 Data Antropometri masyarakat Indonesia .................. 38 Table 4.3 Jarak sadel ke stang (AC) dan pedal ideal untuk orang dengan tinggi 150-180 cm .......................................................... 40 Table 5.1 Sifat fisik material aluminium alloy 6061 dan stainless alloy 316 ...................................................................................... 51 Table 5.2 Lembar kerja manufacturability Konsep 1 ................. 66 Table 5.3 Hasil Evaluasi Manufacturability ............................... 68 Table 5.4 Deskripsi sub rangka utama (SRU) konsep 1 ............. 71 Table 5.5 Lembar Kerja Efisiensi Desain Sub perakitan Rangka Utama (SRU) Konsep 1 ............................................................... 73 Table 5.6 Lembar kerja efisiensi desain rangka tempat duduk konsep 1 ....................................................................................... 74 Table 5.7 Deskripsi sub perakitan rangka utama (SRU) konsep2 ..................................................................................................... 76 Table 5.8 Lembar Kerja Efisiensi Desain Sub Rangka Utama (SRU) Konsep 2 .......................................................................... 78 Table 5.9 Lembar kerja efisiensi desain rangka sepeda konsep 1 ..................................................................................................... 79 Table 5.10 Hasil efisiensi desain perakitan kedua konsep .......... 82 Table 5.11 Evaluasi konsep tempat duduk sepeda pasca stroke. 83 Table 6.1 Spesifikasi konsep terpilih .......................................... 85
xv
BAB 1 PENDAHULUAN PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Stroke adalah kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke otak terputus akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah, sehingga terjadi kematian sel-sel pada sebagian area otak. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, terdapat sekitar 12 penderita stroke per 1000 penduduk Indonesia [1]. Stroke juga merupakan penyakit pembunuh nomor satu di Indonesia. Dari hasil studi lapangan yang telah dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya, Terdapat dua cara yang umum dilakukan untuk penyembuhan stroke yakni pengobatan medis dan rehabilitasi medis. Pada tahap rehabilitasi medis dilakukan berbagai terapi untuk memulihkan kondisi pasien seperti sedia kala. Terapi tersebut digolongkan menjadi dua, yaitu terapi pemulihan gross motoric untuk melatih gerak dasar tubuh dan terapi soft motoric untuk mendukung aktivitas sehari-hari pasien. Untuk mendukung terapi tersebut, penggunaan alat bantu diperlukan utamanya untuk melatih pemulihan gerak dasar tubuh pasien. Sepeda pasca stroke merupakan salah satu alternatifnya. Berdasarkan atas kebutuhan itu, Chandra [2016] mengembangkan rancangan sepeda roda tiga yang dapat digunakan oleh pasien stroke untuk terapi fisik dan psikisnya. Selain itu, sepeda pasca stroke dapat pula dimanfaatkan untuk transportasi secara mandiri. Dalam pengembangan rancangan sepeda tersebut diperlukan tempat duduk yang sesuai dengan kebutuhan penderita stroke. Peletakan tempat duduk terhadap sepeda berpengaruh besar dalam membentuk postur tubuh ketika bersepeda. Kesalahan postur ketika mengayuh sepeda dapat menyebabkan rasa tidak nyaman hingga terserang berbagai penyakit kronis[5]. Atas dasar tersebut
1
2 telah dirancang dan dibuat tempat duduk sepeda pasca stroke oleh Sandy pada tahun 2015, seperti terlihat pada gambar 1.1.
Gambar 1.1 Desain Tempat Duduk Sepeda Pasca Stroke [2] Evaluasi desain dilakukan pada tempat duduk Sandy diantaranya tidak terdapat alat untuk menambah aspek keamanan dan kenyamanan sesuai kebutuhan pasien pasca stroke. Selain itu tempat duduk tidak fleksibel. Pada tempat duduk yang telah dibuat oleh Sandy, yang dapat diatur hanya gerak naik turun saja. Hal ini menyebabkan penderita tidak dapat bersepeda dengan postur tubuh yang ideal sehingga mengurangi keseimbangan tubuh penderita dan dapat menyebabkan penderita terjatuh. Perancangan tempat duduk yang sesuai sangat dibutuhkan sebab gerakan pasien stroke sangat terbatas. Hal ini dikarenakan kondisi fisik penderita stroke lebih lemah dibanding manusia normal. Ketika mengayuh misalnya, karena keseimbangan tubuh berkurang maka diperlukan komponen yang membatasi tubuh pengidap stroke agar tidak terjatuh dari sepeda. Suatu mekanisme juga diperlukan agar tempat berada pada posisi ideal sesuai ukuran tubuh pengguna. Selain itu dibutuhkan tempat duduk yang aman serta nyaman agar penderita terhindar dari hal-hal negatif akibat desain tempat duduk yang salah. Atas permasalahan diatas maka dirancanglah tempat duduk untuk sepeda pasca stroke yang aman dan ergonomis.
3
1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : a. Bagaimana rancangan geometri rangka tempat duduk untuk sepeda pasca stroke yang aman dan ergonomis ? b. Bagaimana Manufacture Ability untuk masing-masing konsep? c. Bagaimana perakitan dari masing-masing konsep dan berapa besarnya efisiensi desain perakitannya?
1.3
1.4
TujuanPenelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Merancang tempat duduk untuk sepeda pasca stroke yang aman dan ergonomis b. Untuk mengetahui Manufacturability masing-masing konsep. c. Untuk mengetahui evaluasi perakitan dari masing-masing konsep dan nilai efisiensi desain perakitannya.
Batasan Masalah Agar tujuan dari penulisan tugas akhir ini lebih terarah dan sistematis, maka diperlukan adanya batasan masalah sebagai berikut : a. Rancangan ditujukan untuk penderita pasca stroke, yaitu penderita yang sudah mampu menyangga badan dan duduk b. Tempat duduk dirancang untuk pengendara orang Indonesia dengan tinggi antara 150-180 cm dan berat maksimal 100 kg c. Proses manufaktur hanya dijelaskan dari aspek teoritis dan secara garis besar d. Perakitan ditinjau secara teoritis, tanpa merancang peralatan bantunya.
4 1.5
Manfaat Penelitian Manfaat dalam penelitian ini adalah: a. Memberikan pengembangan rancangan tempat duduk yang fleksibel untuk sepeda pasca stroke b. Dapat menjadi dasar ilmu pengetahuan, terutama dalam hal perancangan dan pengembangan produk
BAB 2 STUDI PUSTAKA STUDI PUSTAKA 2.1
Sepeda Dikutip dari kamus besar Bahasa Indonesia, Sepeda adalah kendaraan beroda dua atau tiga, mempunyai setang, tempat duduk, dan sepasang pengayuh yang digerakkan kaki untuk menjalankannya [18]. Sepeda terdiri dari beberapa part dan sub part seperti ditunjukkan pada gambar 2.1 dibawah ini.
Gambar 2.1 Part sepeda [http://www.poligonbikes.com] Berikut merupakan sedikit penjelasan berkaitan tentang part pada sepeda : 2.1.1
Fork atau garpu Fork adalah komponen dari sepeda yang menghubungkan roda depan dengan frame. Fungsi fork selain mencengkram roda
5
6 depan adalah mengarahkan sepeda yang dikontrol dengan handle bar. Dalam mencengkram, Fork dibantu as roda untuk mengekang roda depan. Terdapat dua macam Fork yakni rigid (tidak bersuspensi) dan bersuspensi. 2.1.2 Crank Crank merupakan part yang menghubungkan pedal dengan chainring dan frame sepeda. Ukuran diameter dan panjang crank berbeda-beda untuk tiap frame sepeda. Beberapa crank dilengkapi dengan bashguard yang berfungsi melindungi pengguna dari tajamnya gigi chainring. 2.1.3
Seatpost Seatpost adalah batang yang menghubungkan frame dengan sadel. Terdapat berbagai macam ukuran diameter dari Seatpost sehingga pemilihan seatpost bergantung diameter lubang seatpost pada frame.
2.2
Sadel / Tempat Duduk Dalam kamus besar Bahasa Indonesia Sadel (dudukan sepeda) diartikan sebagai tempat duduk (pada sepeda, punggung kuda, sepeda motor) [4]. Tempat duduk merupakan salah satu tumpuan beban pengguna sepeda selain handle dan pedal. Semakin cepat seseorang mengayuh sepeda maka beban pada handle dan pedal bertambah sedangkan pada tempat duduk berkurang. Dalam perancangannya, tempat duduk harus diletakkan pada posisi yang benar karena menentukan postur seseorang ketika bersepeda. Postur bersepeda yang salah dapat menyebabkan rasa tidak nyaman hingga terserang berbagai penyakit kronis [5]. Berikut merupakan 3 komponen penting sadel[6] beserta ilustrasinya pada gambar 2.2:
2.2.1 Shell Shell menentukan bentuk dari dudukan. Bagian dudukan yang menjorok ke depan dinamakan nose. Shell terbuat dari beberapa bahan. Mayoritas terbuat dari campuran plastik agar ringan.
7 Sebagian besar sadel terbuat dari nylon, ada pula yang dibuat dari 100% carbon. 2.2.2
Padding Material padding yang ada di pasaran saat ini terbuat dari Polyurethane foam, yang dicampur dengan gel polymer sehingga pengguna merasa nyaman saat bersepeda. Padding yang tebal dan empuk tidak selamanya membuat nyaman saat bersepeda. Padding didesain senyaman mungkin agar tidak sakit dan panas ketika digunakan bersepeda dalam jangka waktu lama. Komponen ini didesain agar mampu menopang sit-bone.
Gambar 2.2 Bagian-bagian pada sadel [http://ww.ebicycles. com] 2.2.3
Rangka atau Dudukan Sadel Rangka atau biasa disebut rails adalah bagian bawah sadel yang ditempelkan pada seatpost. Pada masa lampau, dudukan sadel
8 terbuat dari besi baja yang berat kemudian dilapisi dengan chrome, namun saat ini dudukan sadel dibuat dari carbon yang di lapisi alumunium. Bahkan terdapat sadel yang dirancang menggunakan titanium sehingga sadel lebih ringan dan kuat. Beberapa jenis sadel menggunakan monorail atau system balok sehingga mudah dipasangkan pada seatpost. 2.3
Pasca Stroke Stroke adalah kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke otak terputus akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah, sehingga terjadi kematian sel-sel pada sebagian area di otak. Stroke merupakan keadaan yang serius sehingga membutuhkan penanganan cepat. Ketika pasokan darah yang membawa oksigen dan nutrisi ke otak terputus, maka sel-sel otak akan mulai mati. Karena itu semakin cepat penderita ditangani, kerusakan yang terjadi pun semakin kecil bahkan kematian bisa dihindari. Hampir 80% pasien stroke mempunyai deficit neuromotor sehingga memberikan gejala kelumpuhan sebelah badan dengan tingkat kelemahan bervariasi dari yang lemah sampai yang berat. Ciri tersebut adalah kehilangan sensibilitas, kegagalan sistem koordinasi, perubahan pola jalan dan terganggunya keseimbangan, sehingga akan mengganggu kemampuannya untuk melakukan aktivias sehari-hari. Setelah serangan stroke, pasien harus mempelajari kembali hubungan somatosensory baru atau lama untuk melakukan tugas-tugas fungsionalnya. Pasca stroke merupakan keadaan dimana seseorang selamat dari penyakit stroke yang dideritanya. Bergerak dengan mudah dan aman menjadi suatu kesulitan tersendiri bagi pasien stroke. Sekitar 40% dari pasien stroke yang berhasil selamat seringkali jatuh dalam tahun pertama mereka menderita stroke. Rehabilitasi dan terapi dapat meningkatkan keseimbangan dan kemampuan bergerak pasien stroke. Pasien seringkali bekerjasama dengan terapis untuk mengembalikan kekuatan dan kontrol otot melalui program terapi dengan olahraga [7].
9 2.4
Analisa Rula RULA (Rapid Upper Limb Assessment) merupakan suatu metode berbentuk survey untuk mengidentifikasi pekerjaan yang menyebabkan resiko cedera melalui analisis postur, gaya, dan penggunaan otot. Analisa RULA dapat dilakukan melalui 2 cara yakni manual maupun melalui software. Alur analisa RULA secara manual ditunjukkan pada gambar 2.3 . Setiap faktor pada analisi ini memiliki konstribusi masing-masing terhadap suatu nilai yang dihitung. Nilai-nilai tersebut dijumlah dan dicocokkan pada tabel untuk menentukan hasil akhir. Nilai akhir menunjukkan sejauh mana pekerja terpapar faktor-faktor risiko dan berdasarkan nilai tersebut dapat disarankan tindakan yang perlu diambil. Menurut [McAtamney, 93], untuk menerapkan metode RULA pada gerak atau kerja tubuh ada 3 (tiga) langkah yang perlu dilakukan, seperti terlihat pada tabel 2.1 berikut Table 2.1 Tahapan aplikasi metode RULA [McAtamney, 93] LANGKAH URAIAN 1 Penilaian postur kerja tubuh 2 Penilaian kelompok postur kerja tubuh 3 Penjumlahan nilai total Tubuh dibagi dalam segmen-segmen untuk menghasilkan sebuah metode kerja yang cepat. Segmen-segmen yang digunakan adalah dengan membentuk dua kelompok atau grup yaitu grup A dan B seperti terlihat pada gambar 2.3. Grup A meliputi bagian lengan atas dan bawah, serta pergelangan tangan.Sementara grup B meliputi leher, punggung, dan kaki. Hal ini untuk memastikan bahwa seluruh postur tubuh terekam, sehingga segala kejanggalan atau batasan postur oleh kaki, punggung atau leher yang mungkin saja mempengaruhi postur anggota tubuh bagian atas dapat tercakup dalam penilaian.
10
Gambar 2.3 Alur Blok Scoring RULA [McAtamney, 93] 1. Group A. Bagian Lengan Bawah Atas, Lengan Bagian Bawah dan Pergelangan Tangan. Jangkauan untuk gerakan lengan atas (upper arm) nilainya adalah : 1 untuk ekstensi 20° dan fleksi 20° 2 untuk ekstensi lebih dari 20° atau fleksi antara 20-45°; 3 untuk fleksi antara 45-90°; 4 untuk fleksi lebih dari 90°. Seperti terlihat pada tabel 2.2.
11 Table 2.2 Tabel RULA bagian A [McAtamney, 93]
12 2. Group B. Bagian Leher, Punggung dan Kaki Table 2.3 Tabel RULA Bagian B [McAtamney, 93]
Sebagai tambahan untuk tabel 2.3, jika leher (neck) dipuntir nilai bertambah 1. Jika leher bergerak menyamping, maka nilai ditambah 1. Nilai yang didapatkan akan dimasukan pada tabel B pada kolom leher.
13 Dari hasil tabel A dan B, kemudian nilai-nilai tersebut ditempatkan pada tabel C, seperti tabel 2.4 dibawah ini: Table 2.4 Tabel RULA bagian C [McAtamney, 93]
2.5
Efisiensi Desain Perakitan Efisiensi desain perakitan adalah perbandingan antara waktu perakitan minimum teoritis dengan waktu perakitan sesungguhya [9]. Persamaan 2.1 adalah persaman efisiensi perancangan perakitan. Ema = Nmin x ta …………………………………………………………………………(2.1) tma Keterangan : Nmin = Jumlah minimum komponen secara teoritis ta = Waktu minimal perakitan standar untuk satu part tanpa ada kesulitan pemegangan, penyisipan, dan pengancingan (3s). tma = Waktu penyelesaian perakitan produk sebenarnya Ema = Efisiensi Desain Perakitan
2.6
Lembar Kerja Efisiensi Desain Efisiensi desain dapat dihitung dengan menggunakan lembar kerja efisiensi desain seperti dalam tabel 2.5. Dengan lembar kerja efisiensi desain dapat dilakukan analisa untuk mengetahui waktu
14
Keterangan
Nama Perakitan
Estimasi Jumlah Part / Sub part
Biaya Operasi
Waktu Operasi
Waktu Pemasangan
Kode Pemasangan
Waktu Pemegangan
Kode Pemegangan
Kode Part / Sub part Jumlah
operasi total, biaya operasi total, jumlah sub part minimum secara teoritis dan desain efisiensi sebuah produk. Table 2.5 Lembar kerja efisiensi desain perakitan[9] 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
JUMLAH Berikut merupakan langkah pengisian lembar kerja efisiensi desain adalah sebagai berikut : 1. Pengisian kode part atau sub part sesuai dengan urutan perakitan 2. Menghitung jumlah komponen yang sejenis 3. Menentukan kode pemegangan sesuai dengan tabel pada lampiran D, Tabel A-1. Faktor yang menentukan kode pemegangan yaitu : - Jumlah tangan saat pemegangan (one hand, one hand with grasping aids, two hands for manipulation, two hands or assistance required) - Kesulitan pemegangan yang ada.
Gambar 2.4 Definisi ɑ-symmetry dan ß symmetry [10]
15
-
-
ɑ-symmetry dan ß-symmetry. ɑ-symmetry adalah derajat perputaran sub part yang tegak lurus terhadap poros penggabungan. ß-symmetry adalah derajat perputaran sub part terhadap poros penggabungan, atau poros tegak lurus dengan permukaan sub part yang akan digabung. Untuk lebih jelasnya seperti dalam gambar. 2.4 dan 2.5. Size dan thickness part. Thickness adalah tebal/ukuran terpendek dari dari dimensi produk. Size adalah ukuran terpendek dari dimensi produk seperti pada gambar
(a)
ɑ ß
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
a
b
c
d
e
f
180 0
180 0
180 90
180 180
360 0
360 360
Gambar 2.5 Gambar ɑ-symmetry dan ß-symmetry [9] 4. Menentukan waktu pemegangan tiap sub part . Waktu pemegangan ditentukan sesuai kode pemegangan berdasarkan tabel lampiran D. 5. Menentukan kode pemasangan sesuai dengan tabel pada lampiran D. Faktor yangmenentukan kode pemasangan yaitu: - Proses pemasangan (part added but not secured, part secured immediately, separate operation)
16 6.
Stabil tidaknya setelah dirakit Mudah tidaknya meletakkan selama perakitan Ada tidaknya halangan selama perakitan Proses perakitan yang digunakan Menentukan waktu pemasangan tiap sub part. Waktu pemasangan ditentukan sesuai kode pemasangan berdasarkan tabel pada lampiran D. 7. Menghitung waktu perakitan sesuai dengan perumusan : Waktu perakitan = Jumlah pengoperasian x (waktu pemegangan+waktu pemasangan)…………………..... (2.2) 8. Menghitungan biaya perakitan sesuai dengan perumusan : Biaya perakitan = waktu operasi x upah tenaga kerja tiap satuan waktu………………………………………….... (2.3) Diketahui upah tenaga kerja surabaya setiap bulan tahun 2017 Rp 3.296.000. Dengan masa kerja 4 minggu setiap bulan, 6 hari setiap minggu dan 8 jam setiap hari, maka upah tiap detiknya : Biaya perakitan = 3296000 x bulan x minggu x hari x jam x menit Bulan 4 minggu 6 hari 8 jam 60 menit 60 detik Biaya perakitan = Rp 4,77/detik
9. Menentukan estimasi jumlah minimum secara teoritis. 10. Memberi nama perakitan. 11. Memberi keterangan apabila diperlukan. 2.7
Proses Pemesinan Proses pemesinan merupakan proses pembuatan dengan cara membuang sebagian material (geram) sebagai akibat adanya gerakan relatif yang sesuai antara pahat potong dengan benda kerja. Terdapat beberapa proses pemesinan yang umum dilakukan berikut uraiannya :
2.7.1
Proses Milling Proses pemesinan milling atau frais adalah proses penyayatan benda kerja dengan alat potong menggunakan mata potong jamak yang berputar [10]. Proses penyayatan dengan gigi
17 potong yang mengitari pahat ini bisa menghasilkan proses pemesinan lebih cepat. Permukaan yang disayat bisa berbentuk datar, menyudut, atau melengkung. Permukaan benda kerja bisa juga berbentuk kombinasi dari beberapa bentuk.
Gambar 2.6 Tiga proses dasar mesin milling : (a) milling, (b) face milling, dan (c) end milling [10]. 2.7.2
Proses Bubut Mesin bubut adalah suatu mesin perkakas yang digunakan untuk memotong benda yang diputar. Proses bubut merupakan proses pemesinan untuk menghasilkan bagian-bagian mesin berbentuk silindris yang dikerjakan dengan mesin bubut [10]. Bentuk dasarnya dapat didefinisikan sebagai proses pemesinan permukaan luar benda silindris atau bubut rata : Dengan benda kerja yang berputar Dengan satu pahat bermata potong tunggal (with a single point cutting tool) Dengan gerakan pahat sejajar terhadap sumbu benda kerja pada jarak tertentu sehingga akan membuang permukaan luar benda kerja. Berikut merupakan proses yang sering dilakukan dengan mesin bubut : Facing (Pembubutan tepi) yakni pengerjaan benda kerja terhadap tepi penampangnya atau tegak lurus terhadap sumbu benda kerja.
18
Gambar 2.7 Proses pemesinan yang dapat dilakukan pada mesin bubut : (a) pembubutan champer (chamfering), (b) pembubutan alur (parting-off), (c) pembubutan ulir (threading), (d) pembubutan lubang (boring), (e) pembuatan lubang (drilling), (f) pembuatan kartel (knurling) [11].
Pembubutan Silindris (Turning) merupakan pengerjaan benda kerja dilakukan parallel dengan garis sumbunya. Baik pengerjaan tepi maupun pengerjaan silindris posisi dari sisi potong pahatnya harus terletak senter terhadap garis sumbu dan ini berlaku untuk semua proses pemotongan pada mesin bubut. Pembubutan tirus yakni suatu proses bubut yang identic dengan proses bubut turning, hanya jalannya pahat membentuk sudut tertentu terhadap sumbu benda kerja.
19 2.7.3
Proses Cutting
Gambar 2.8 Proses pemotongan pipa dengan menggunakan metal cutting saw. [www.medfordtools.com] Pelat-pelat hasil produksi pabrik umumnya masih dalam bentuk lembaran yang ukuran dan bentuknya bervariasi. Pelat-pelat dalam bentuk lembaran ini tidak dapat langsung dikerjakan, sebab terlebih dahulu dipotong. Pembentukan pelat dalam bentuk lembaran ini kurang efektif apabila dikerjakan secara langsung. Proses pemesinan cutting adalah proses pemesinan yang dilakukan untuk memotong benda kerja menjadi bentuk yang dibutuhkan. Benda dapat dipotong sesuai profil yang diinginkan. Berikut merupakan perhitungan waktu pemotongan proses cut-off [19] : tc =
Dp ………………………………..…………(2.4) ( ng x fg x T)
Keterangan : tc = waktu proses cut-off (min) Dp = diameter pipa (mm) ng = putaran mesin metal cutting saw (put/min) fg = gerak makan metal cutting saw (mm/put) T = jumlah gigi
20 2.8
Waktu Pemesinan Suatu mesin perkakas dituntut dapat memproduksi benda kerja yang bermutu tinggi dengan waktu sesingkat mungkin. Oleh karenanya, waktu pemesinan merupakan factor penentu dalam pertimbangan pemilihan proses pemesinan. Dikarenakan biaya pemesinan berbanding lurus dengan waktu proses maka semakin lama proses pemesinan, semakin mahal pula biaya yang harus dikeluarkan. Secara umum, rumus yang digunakan untuk menghitung waktu pemesinan pada mesin bubut, frais, dan drill adalah sama. Berikut adalah cara menghitung waktu proses pemesinan [12] : Dalam menentukan waktu proses pemesinan pertama-tama dilakukan penghitungan kecepatan putar sebagai berikut : n = Vc x 1000 ………………………………………………..(2.5) πxd Setelah kecepatan putar didapat, langkah selanjutnya menentukan kecepatan pemakanan. vf = fz x n …………………………………………………..(2.6) Kemudian waktu pemesinan dapat dicari dengan rumus berikut ini . tc = lt x g……………..………………………………………(2.7) vf Keterangan rumus : n Vc d vf fz tc lt
= kecepatan putar (rev/menit) = kecepatan potong (m/menit) = diameter benda kerja (mm) = kecepatan pemakanan (mm/menit) = asutan = waktu pemotongan teoritis = panjang pemesinan (mm)
21 vf g
= kecepatan pemakanan (mm/menit) = jumlah pemakanan
2.9
Faktor Keamanan dan Tegangan Maksimum Desain Penentuan faktor keamanan digunakan untuk mengevaluasi agar suatu produk terjamin keamanannya dengan dimensi umum yang didefinisikan sebagai perbandingan antara tegangan maksimum dengan beban yang dirancang. Secara matematis didefinisikan sebagai berikut [14]:
FaktorKeamanan
Tegangan Maksimum …....(2.7) Tegangan Kerja atau Desain
Ketika menentukan faktor keamanan haruslah cermat karena tingginya faktor keamanan menyebabkan besarnya dimensi komponen dan borosnya material di lain pihak faktor keamanan yang rendah menyebabkan besarnya resiko yang tidak diinginkan. Makin besar kemungkinan adanya kerusakan pada komponen mesin, maka angka keamanan yang diambil makin besar. Angka keamanan beberapa material dengan berbagai beban dapat dilihat pada tabel 2.6 berikut. Table 2.6 Faktor keamanan material [Thrower, 1996]. For steel and For Cast Iron and Ductile Metals Brittle Metals and Load Condition and Based on Based on Ultimate Yield Point Strength Static Load 1,5-2 5-7 Mild Shock 3 7-8 Shock 5-7 15-20 Fatigue load 2,5 2,5 Nilai keamanan tersebut nantinya akan digunakan untuk menghitung nilai tegangan maksimum desain. Secara matematis tegangan maksimum desain dirumuskan sebagai berikut [15]:
22
≤ Sut ....................................................................................(2.8) N Keterangan : = tegangan tarik maksimum desain t Sut = tegangan tarik maksimum material N = faktor keamanan t
Sesuai rumus tersebut, apabila tegangan maksimum yang didapat lebih kecil dari tegangan maksimum desain maka dapat dikatakan bahwa desain konstruksi aman.
BAB 3 METODE PENELITIAN METODE PENELITIAN
Langkah – Langkah Penelitian Perancangan dan pengembangan tempat duduk sepeda pasca stroke dilakukan berdasarkan beberapa tahapan sebagai berikut: 1. Studi Pustaka dan Lapangan 2. Kajian Produk Existing 3. Pengembangan Tempat Duduk Sepeda Pasca Stroke 4. Perancangan Komponen Konsep 1 dan 2 5. Evaluasi RULA, Kekuatan Material, Manufaktur, dan Perakitan 6. Evaluasi Pemilihan Konsep 7. Kesimpulan dan Saran
3.1
3.1.1
Studi Pustaka dan Lapangan Studi pustaka mengenai bentuk tempat duduk, juga geometri, posisi dan bentuk yang baik dan aman saat sepeda pasca stroke digunakan. Juga informasi lain dari buku - buku referensi dan jurnal yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas. Serta dimensi dari tempat duduk sepeda pasca stroke terdahulu guna menjadi referensi ukuran yang ada dengan konsep saat ini yang dirancang. Studi pustaka ini dilakukan sebagai tahap awal dan juga sebagai landasan materi dengan mempelajari beberapa buku, ebook, artikel, jurnal yang ada kaitannya dengan perancangan dan pengembangan produk. Serta mempelajari software program Autodesk Inventor 2016, CATIA dan perhitungan metode RULA.
3.1.2
Kajian Produk Existing Mengamati dan mempelajari desain tempat duduk yang sudah dibuat beserta komponen-komponennya. Melakukan analisa
23
24 lebih dalam, yaitu mencari kelebihan dan kelemahan ataupun hal yang menyebabkan desainnya kurang efisien. Dalam hal ini yang dijadikan sebagai objek penelitian adalah tempat duduk sepeda hasil rancangan dari Sandi (2016) seperti pada gambar 2.1. 3.1.3
Pengembangan Tempat Duduk Sepeda Pasca Stroke Berdasarkan atas hasil studi pustaka, kajian produk existing dan desain terbaru 2016, akan dikembangkan lagi desain yang sesuai kebutuhan dan bermanfaat. Pada tahun ini akan dikembangkan konsep tempat duduk dan sistem pengaman baru. Konsep terbaru akan di evaluasi dari aspek geometri rangka dan rula. Pengendara pasien stroke diawasi agar dapat duduk dengan aman. Posisi tempat duduk dapat di atur sesuai dengan kebutuhan sehingga benar-benar nyaman digunakan. Pengembangan desain difokuskan pada kebermanfaatan untuk pasien pasca stroke.
3.1.4
Perancangan Komponen Tempat Duduk Sepeda Konsep 1 dan 2 Terdapat dua konsep tempat duduk untuk sepeda pasca stroke. Tiap konsep tempat duduk dirancang komponennya berdasarkan pengembangan konsep dengan mempertimbangkan aspek RULA, kekuatan material, manufaktur, dan perakitan. Rancangan digambar mengunakan bantuan software Autodesk Inventor 2016 untuk mendapatkan desain tempat duduk.
3.1.5
Evaluasi RULA, Kekuatan Material, Manufaktur, dan Perakitan Rangka yang telah dirancang dihitung kekuatan material bahan terhadap beban yang diterima sebesar 100 kg. Perhitungan dilakukan dengan bantuan software Autodesk Inventor 2016 , sedangkan analisa RULA dibantu oleh software CATIA. Pada tahapan selanjutnya dilakukan evaluasi manufaktur dan perakitan. Evaluasi manufaktur dilakukan pada dua konsep tempat duduk yang telah dirancang. Kemampuan manufaktur ditetapkan pada bagian utama tempat duduk yakni bagian rangka. Setelah
25 komponen dan sub komponen rangka dinyatakan dapat dimanufaktur, langkah selanjutnya adalah evaluasi perakitan. Setiap komponen dan sub komponen akan dievaluasi bagaimana merakitnya dengan komponen atau sub komponen lainnya. Pada tahapan ini, jenis perakitan yang sesuai akan ditentukan dengan komponen dan sub komponen tersebut. 3.1.6
Pemilihan Konsep Setelah dilakukan evaluasi, tahap selanjutnya adalah pemilihan konsep. Pertimbangan konsep terpilih didasarkan dari evaluasi RULA, Kekuatan Material, Manufaktur, dan Perakitan.
3.1.7
Kesimpulan dan Saran Pada tahapan ini dari desain sampai hasil jadi produk akan dievaluasi guna memberikan masukan untuk penelitian dan pengembangan produk selanjutnya.
3.2
Diagram Alir Penelitian Untuk menjelaskan langkah-langkah penelitian agar lebih sistematis, maka dibuat diagram alir penelitian, seperti gambar 3.1 di bawah ini.
26
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
BAB 4 RANCANGAN KONSEP SADEL (TEMPAT DUDUK) 4.1
List Of Requirement Dua buah model sadel untuk sepeda pasca stroke dikembangkan dengan harapan untuk memenuhi keinginan konsumen terhadap tempat duduk yang sesuai kebutuhan penderita pasca stroke. Tempat duduk yang diinginkan adalah tempat duduk dengan rangka fleksibel, yaitu letak tempat duduk terhadap sepeda dapat diatur baik maju-mundur maupun naik-turun. Artinya tempat duduk dapat diubah posisinya sehingga penderita stroke dapat bersepeda dengan postur yang ideal sesuai ukuran tubuhnya. Dikarenakan keterbatasan kemampuan penderita, pengaturan posisi tempat duduk didesain semudah mungkin. Sebagai salah satu bagian penentu dari alat terapi dan transportasi, tempat duduk harus kuat menahan beban sebesar 100 kg dan aman serta nyaman digunakan oleh masyarakat Indonesia yang rata-rata mempunyai tinggi 150-180 cm. Berat sadel dirancang tidak boleh lebih dari 10 kg. Disamping itu secara fungsional tempat duduk tetap dapat diperbaiki bila terjadi kerusakan serta ramah lingkungan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka sebagai langkah awal disusun sebuah daftar kebutuhan (List of requirement) tempat duduk sepeda pasca stroke seperti pada tabel 4.1. Permintaan produk yang disusun dalam daftar kebutuhan untuk pengembangan sepeda dibagi menjadi 5 kriteria utama, yaitu : model fleksibel, kuat, ergonomis, tidak berat, dapat manufaktur dan dirakit.
27
28
Teknik Mesin ITS Perubah an
Table 4.1 Daftar kebutuhan produk Daftar Kebutuhan Produk Nama Produk : TEMPAT DUDUK SEPEDA PASCA STROKE S/H Kebutuhan
S S
H S S S
S H
1. Model Fleksibel - Posisi tempat duduk dapat diatur - Waktu yang dibutuhkan untuk mengubah posisi tempat duduk maksimal 30 detik 2. Kuat dan Aman - Tidak mudah rusak - Dapat menahan beban hingga 100 kg - Aman 3. Ergonomis - Resiko cedera tubuh pengguna kecil - Nyaman digunakan masyarakat Indonesia dengan Tinggi 150180 cm - Pengidap stroke dapat mengatur posisi tempat duduk tanpa bantuan orang lain
Tanggun g Jawab Tim desain dan manufakt ur
Tim desain
Tim desain
29
H S
S S
4. Berat - Berat tempat duduk tidak lebih dari 10 kg - Tempat duduk mudah dilepas atau diganti dengan sadel lainnya 5. Manufaktur dan Perakitan - Bisa dibuat/dimanufaktur - Bisa dirakit
Tim desain
Tim desain dan manufakt ur
4.2
Deskripsi Konsep Tempat Duduk Sepeda Pasca Stroke Setelah List of requirement selesai dibuat, langkah selanjutnya mendesain konsep tempat duduk untuk sepeda pasca stroke. Berdasarkan daftar kebutuhan produk sesuai tabel 4.1 dibuatlah dua konsep tempat duduk, disebut sebagai konsep 1 dan konsep 2. Berikut ini merupakan konsep tempat duduk :
4.2.1
Rib Support
Deskripsi Konsep 1 Engsel
Sandaran Punggung
Dudukan Pencengkram Rel
Sabuk Pengama Gambar 4.1 Konsep 1 tempat duduk sepeda pasca stroke
Pada konsep ini, Terdapat sandaran punggung untuk menambah kenyamanan pasien stroke. Pada konsep 1 terdapat sandaran punggung ini didesain mengikuti rangka tulang belakang ketika duduk. Agar penderita stroke tidak terjatuh maka diberikan sabuk pengaman yang dapat dipasang atau dilepas sesuai kebutuhan. Pada tempat duduk ini juga terdapat rib support yang berfungsi untuk memberikan kenyamanan dan rasa aman bagi pengguna serta sebagai pembatas pada tempat duduk agar tubuh penderita tetap berada pada tempat duduk. Hal ini untuk menghindari resiko cedera yang lebih parah mengingat penderita stroke memiliki berbagai keterbatasan utamanya dalam bergerak.
Engsel
Rel
Seatpost Pencengkram Tuas Pengatur Gerak Naik
Pengunci Seatpost
Gambar 4.2 Mekanisme pengatur posisi tempat duduk terhadap sepeda pada konsep 1 Sub part dudukan pada tempat duduk didesain untuk dapat menumpu tulang duduk dengan baik sehingga nyaman ketika digunakan. Pada sepeda biasa, luas penampang sadel untuk menumpu pantat cenderung kecil dengan bagian belakang sadel lebih lebar dibanding bagian depan. Kondisi tersebut hanya cocok digunakan pada orang normal mengingat ketika bersepeda posturnya sedikit membungkuk yakni antara tangan dan tulang belakang membentuk sudut 50°. Bentuk dan ukuran sadel tersebut
30
31 tidak cocok diterapkan pada tempat duduk yang memiliki sandaran punggung. Sebagai solusi atas hal tersebut, pada kosep ini dudukan didesain mirip dengan jok sepeda motor bagian depan. Kelebihan lain dari desain dudukan ini yakni tidak mengganggu kaki ketika mengayuh. Ketika bersepeda, setiap orang memiliki postur ideal yang berbeda-beda bergantung ukuran tubuh. Namun tempat duduk ini di desain nyaman digunakan masyarakat indonesia dengan ukuran tubuh yang bervariasi mulai tinggi 150 - 180 cm. Selisih ukuran tubuh tersebut cukup lebar sehingga dapat menyebabkan rasa tidak nyaman apabila tempat duduk didesain hanya untuk ukuran tubuh tertentu. Selain itu sepeda ini akan dirancang untuk terapi psikis penderita stroke sehingga diperlukan kenyamanan ekstra utamanya pada komponen tempat duduk. Sebagai solusi, pada konsep ini terdapat mekanisme pengatur posisi tempat duduk terhadap sepeda sehingga letak tempat duduk terhadap sepeda dapat sesuai kenyamanan pengidap stroke. Letak tempat duduk dapat diubah baik secara horizontal (maju-mundur) maupun vertikal (atasbawah) agar pengguna dapat bersepeda dengan postur ideal. Postur tubuh yang baik sangat penting agar pasien aman dan nyaman ketika menggunakan sepeda. Tempat duduk ini dirancang dapat digerakkan majumundur maupun dinaik-turunkan. Desain mekanisme gerak naikturun diuraikan sebagai berikut. Rancangan pengaturan mekanisme ini dibuat lebih mudah dibanding pengaturan ketinggian sepeda pada umumnya yang menggunakan seatpost clamp dengan harapan penderita stroke dapat mengatur letak tempat duduk yang sesuai tanpa bantuan orang lain. Untuk mekanisme gerak naik-turun, diberikan lubang pada seat post sebanyak 6 buah. Terdapat pengunci yang akan mengunci seatpost apabila ketinggian dirasa cocok. Terdapat pula pegas yang menjaga agar pengunci seatpost tetap dalam posisi mengunci. Ketika ingin mengatur ketinggian tempat duduk pengidap stroke cukup menekan tuas ke arah bawah, lalu mengatur ketinggian yang sesuai dengan ukuran tubuhnya
32 kemudian mengunci kembali seatpost dengan mengembalikan tuas pada posisi terkunci. Untuk mekanisme gerak maju-mundur (horizontal), Terdapat rel yang menempel pada seatpost serta pencengkram yang menempel pada sandaran punggung dan dudukan. Pencengkram tersebut dapat bergerak sliding terhadap rel yang kemudian menyebabkan tempat duduk ini dapat bergerak maju-mundur. Pada pencengkram terdapat engsel, sedangkan pada bagian rel terdapat slot-slot yang dapat dimasuki engsel. Ketika ingin bergerak maju atau mundur, putar engsel sebesar 90°, ubah posisinya sesuai dengan ukuran tubuh kemudian engsel dimasukkan kembali ke salah satu slot yang ada. Pada engsel terdapat pegas yang berfungsi untuk menjaga engsel tetap pada posisinya. Langkah berikutnya adalah mencari berat tempat duduk menggunakan software inventor 2016. Didapatkan data bahwa berat rancangan tempat duduk konsep 1 ini sebesar 3,828 kg. Hasil perhitungan berat tempat duduk ditunjukkan pada gambar 4.3.
Gambar 4.3 Berat tempat duduk konsep 1
33 4.2.2
Deskripsi Konsep 2
Rib Support
Engsel
Sandaran Punggung
Pencengkram
Rel
Dudukan
Gas Spring
Sabuk Pengaman
Gambar 4.4 Desain konsep 2 Rancangan konsep 2 ditunjukkan pada gambar 4.4. Pada konsep ini, terdapat sandaran punggung untuk menambah kenyamanan pasien stroke. Sandaran punggung ini didesain mengikuti rangka tulang belakang ketika duduk. Agar penderita stroke tidak terjatuh maka diberikan sabuk pengaman yang dapat dipasang atau dilepas sesuai kebutuhan. Pada tempat duduk ini juga terdapat rib support yang berfungsi untuk memberikan kenyamanan dan rasa aman bagi pengguna serta sebagai pembatas pada tempat duduk agar tubuh penderita tetap berada pada tempat duduk. Hal ini untuk menghindari resiko cedera yang lebih parah mengingat penderita stroke memiliki berbagai keterbatasan utamanya dalam bergerak. Part dudukan pada tempat duduk didesain untuk dapat menumpu tulang duduk dengan baik sehingga nyaman ketika digunakan. Pada sepeda biasa, luas penampang sadel untuk
34 menumpu pantat cenderung kecil dengan bagian belakang sadel lebih lebar dibanding bagian depan. Kondisi tersebut hanya cocok digunakan pada orang normal mengingat ketika bersepeda posturnya sedikit membungkuk yakni antara tangan dan tulang belakang membentuk sudut 50°. Bentuk dan ukuran sadel tersebut tidak cocok diterapkan pada tempat duduk yang memiliki sandaran punggung dikarenakan posisi tulang duduk ketika duduk bersandar berbeda dengan kondisi orang normal ketika mengayuh sepeda. Sebagai solusi atas hal tersebut, pada kosep ini dudukan didesain mirip dengan jok sepeda motor bagian depan. Kelebihan lain dari desain dudukan ini yakni tidak mengganggu kaki ketika mengayuh namun tetap nyaman diduduki. Penderita stroke memiliki kelemahan pada kestabilan tubuhnya sehingga menyebabkan mereka mudah terjatuh. Sebagai solusi, diberikan sabuk pengaman. Sabuk pengaman ini dapat dilepas apabila kestabilan tubuh penderita sudah baik atau ketika terdapat penjaga yang menjaga penderita pasca stroke ketika bersepeda.
Tuas Pengatur Gerak Naik Turun
Pencengkram Rel Gas Spring
Tuas Pengatur Gerak MajuMundur
Piston Rod
Gambar 4.5 Mekanisme pengatur posisi tempat duduk terhadap sepeda pada konsep 2
35 Tempat duduk ini dirancang untuk mampu bergerak maju mundur dan naik turun. Rancangan mekanisme pengatur posisi ini dibuat lebih mudah dibanding pengaturan ketinggian sepeda pada umumnya yang menggunakan seatpost clamp. Hal itu dimaksudkan agar penderita stroke dapat mengatur letak tempat duduk yang sesuai tanpa bantuan orang lain. Pada konsep 2 ini terdapat gas spring yang berfungsi untuk mengatur posisi tempat duduk baik naik-turun maupun maju-mundur. Untuk gerak naikturun terdapat dua buah gas spring yang menyangga tempat duduk, sedangkan untuk gerak maju-mundur terdapat satu buah gas spring yang membantu mengatur geraknya. Ketika ingin menambah ketinggian tempat duduk, penderita harus turun dari tempat duduk terlebih dahulu, kemudian menarik tuas pengatur gerak naik-turun ke atas sehingga piston rod pada gas spring akan memanjang dan mendorong tempat duduk keatas. Sebaliknya apabila ingin mengurangi ketinggian, tempat duduk harus dinaiki terlebih dahulu kemudian menarik tuas pengatur gerak naik-turun ke atas lalu tempat duduk akan turun dengan mudah. Untuk mekanisme gerak maju-mundur, Terdapat rel yang menempel pada gas spring serta pencengkram yang menempel pada sandaran punggung dan dudukan. Pencengkram tersebut dapat bergerak sliding terhadap rel yang kemudian menyebabkan tempat duduk ini dapat bergerak maju-mundur. Untuk mekanisme gerak maju-mundur ini juga menggunakan gas spring. Untuk mengubah posisi maju-mundur, kosongkan tempat duduk terlebih dahulu, lalu tekan tuas pengatur gerak maju-mundur ke depan kemudian piston rod pada gas spring akan memanjang dan mendorong tempat duduk ke depan.
36
Gambar 4.6 Berat tempat duduk konsep 2 Setelah rancangan konsep 2 selesai dibuat. Langkah berikutnya adalah mencari berat tempat duduk menggunakan software inventor 2016. Didapatkan data bahwa berat rancangan tempat duduk konsep 2 ini sebesar 3,695 kg. Hasil Analisa ditunjukkan pada gambar 4.6. 4.2.3
Ukuran Tempat Duduk Pada bab sebelumnya telah disebutkan bahwa tempat duduk akan dirancang untuk masyarakat Indonesia dengan tinggi 150-180 cm. Pertimbangan ukuran tempat duduk didasarkan dari data antropometri masyarakat Indonesia pada tabel 4.2. Data antropometri digunakan untuk berbagai keperluan, seperti perancangan fasilitas kerja, dan desain produk agar diperoleh ukuran-ukuran yang sesuai dan layak dengan dimensi anggota
37 tubuh manusia yang akan menggunakannya. Berikut merupakan uraian dasar penentuan ukuran tempat duduk untuk sepeda pasca stroke : Tinggi rib support (A) didasarkan dari tinggi bahu pada posisi duduk dengan persentil 5 % dikurangi dengan jarak ketiak ke bahu = 501 mm – 151 mm = 350 mm. Persentil 5% dipilih karena nilainya paling kecil sehingga orang Indonesia dengan postur pendek tetap dapat nyaman menggunakannya.
Gambar 4.7 Ukuran Tempat duduk
Tinggi sandaran punggung (B) didasarkan dari tinggi bahu pada posisi duduk masyarakat indonesia dengan persentil 5% yakni 501 mm. Nilai tersebut dibulatkan menjadi 500 mm untuk memudahkan pengukuran benda kerja saat proses manufaktur dilakukan. Persentil 5% dipilih karena nilainya paling kecil sehingga berat total tempat duduk nilainya tidak terlalu besar. Untuk mendapatkan tinggi sandaran punggung yang tepat dilakukan juga pengukuran
38 terhadap tempat duduk susun pada umumnya dan didapatkan hasilnya sama yakni 500 mm. Lebar sandaran punggung (C) diperoleh dari lebar bahu masyarakat Indonesia dengan persentil 95% sebesar 466 mm. Untuk memudahkan pengukuran benda kerja saat proses manufaktur, nilai tersebut dibulatkan menjadi 465 mm. Persentil 95% tersebut diambil karena nilainya paling tinggi sehingga sandaran bahu dapat mengakomodir masyarakat Indonesia mulai dari tinggi 150 cm hingga 180 cm. Dudukan sepeda pasca stroke yang nyaman adalah dudukan yang dapat menyangga tulang duduk pengguna dengan baik namun tidak menghambat kaki ketika mengayuh. Pada tempat duduk ini desain dan dimensinya hampir sama dengan jok motor bagian depan sehingga dapat menyangga tulang duduk dengan baik namun tidak menghambat kaki ketika mengayuh. Table 4.2 Data Antropometri masyarakat Indonesia (Nurmianto, 1991) No.
Dimensi Tubuh
Persentil 5%
50%
95%
1
Tinggi Tubuh Posisi berdiri Tegak
1464,0
1597,5
1732,0
2
Tinggi Mata
1350,0
1483,0
1615,0
3
Tinggi Bahu
1184,0
1305,0
1429,0
4
Tinggi Siku
886,0
980,0
1074,0
5
Tinggi Genggaman Tangan (Knuckle) pada Posisi Relaks kebawah
646,0
713,0
782,0
6
Tinggi Badan pada Posisi Duduk
775,0
849,0
919,0
39 7
Tinggi Mata pada Posisi Duduk
666,0
735,0
804,0
8
Tinggi Bahu pada Posisi Duduk
501,0
561,0
621,0
9
Tinggi Siku pada Posisi Duduk
175,0
230,0
283,0
10
Tebal Paha
115,0
140,0
165,0
11
Jarak dari Pantat ke Lutut
488,0
541,0
590,0
12
Jarak dari Lipat Lutut (popliteal) ke Pantat
405,0
493,5
586,0
13
Tinggi Lutut
428,0
484,0
544,0
14
Tinggi Lipat Lutut (popliteal)
337,0
392,5
445,0
15
Lebar Bahu (bideltoid)
342,0
404,5
466,0
16
Lebar Panggul
291,0
338,0
392,0
17
Tebal Dada
174,0
220,0
278,0
18
Tebal Perut (abdominal)
174,0
229,5
287,0
19
Jarak dari Siku ke Ujung Jari
374,0
424,0
473,0
20
Lebar Kepala
135,0
148,0
160,0
21
Panjang Tangan
153,0
172,0
191,0
22
Lebar Tangan
64,0
75,0
87,0
23
Jarak Bentang dari Ujung Jari Tangan Kiri ke Kanan Tinggi Pegangan Tangan (grip) pada Posisi Tangan Vertikal ke Atas & Berdiri Tegak Tinggi Pegangan Tangan (grip) pada Posisi Tangan Vertikal ke Atas & Duduk Jarak Genggaman Tangan (grip) ke Punggung pada Posisi Tangan ke Depan (horisontal)
1400,0
1593,0
1806,0
1713,0
1882,0
2051,0
945,0
1099,5
1273,0
610,0
684,5
767,0
24
25
26
40 4.2.4
Jarak Mekanisme Gerak Salah satu keunggulan tempat duduk ini yakni terdapat mekanisme yang dapat mengatur letak tempat duduk terhadap sepeda. Tempat duduk ini didesain untuk manusia dengan tinggi badan 150-180 cm. Untuk menentukan berapa jarak yang tepat untuk mekanisme gerak maju-mundur maupun naik-turun, hal pertama yang harus dilakukan adalah mencari posisi bersepeda ideal untuk orang dengan rentang tinggi badan sesuai desain yang telah ditetapkan. Data jarak sadel ke stang (AC) dan pedal ideal untuk orang dengan tinggi 150-180 cm ada pada tabel 4.3. Table 4.3 Jarak sadel ke stang (AC) dan pedal ideal untuk orang dengan tinggi 150-180 cm [17]
41
(a)
(b)
Gambar 4.8 Letak sadel yang ideal untuk orang dengan tinggi 150 cm (a) dan 180 cm (b)
Jarak minimal gerak maju-mundur = D180 – D150 = 655,36 – 538,83 =116,53 Jarak minimal gerak naik-turun = yA180 – Ya150 = 616,6 – 415 = 201,6 mm Dimana, D180 = Jarak sadel ke stang untuk orang dengan tinggi 180 cm D150 = Jarak sadel ke stang untuk orang dengan tinggi 150 cm yA180 = Tinggi sadel yang tepat untuk orang dengan tinggi 180 cm Yb150 = Tinggi sadel yang tepat untuk orang dengan tinggi 150 cm Data pada tabel 4.4 kemudian diolah. Posisi sadel yang ideal untuk orang dengan tinggi 150 cm dan 180 cm ditunjukkan pada gambar 4.8. Langkah selanjutnya dicari selisih posisi sadel untuk orang dengan tinggi 150 cm dan 180 cm baik dalam arah horizontal
42 maupun vertikal. Didapatkan selisihnya dalam arah horizontal sebesar 116 mm sedangkan untuk arah vertikal sebesar 201 mm. Selisih tersebut kemudian dijadikan dasar untuk menentukan seberapa jauh gerak naik-turun dan maju-mundur yang dibutuhkan. Hasil selisih yang didapatkan merupakan jarak minimum gerak yang dibutuhkan. Namun, Pada kenyatannya terkadang ukuran tubuh orang-orang tidak proporsional. Sebagai contoh walaupun dua orang memiliki tinggi tubuh yang sama, namun panjang kaki dan tangannya berbeda. Sebagai solusi, jarak minimum tersebut perlu ditambahkan 5 cm. Sehingga didapatkan jarak ideal untuk mekanisme gerak naik-turun sebesar 250 mm, sedangkan majumundur sebesar 160 mm
BAB 5 EVALUASI KONSEP DARI ASPEK ERGONOMIS (RULA), KEKUATAN, MANUFAKTUR, DAN PERAKITAN 5.1
Evaluasi Ergonomis (RULA) RULA (Rapid Upper Limb Analisis) adalah suatu metode ergonomi yang digunakan untuk mengurangi terjadinya resiko yang berhubungan dengan pekerjaan seseorang pada tubuh. Berikut adalah evaluasi RULA untuk sepeda pasca stroke konsep 1 dan 2 : 5.1.1 Evaluasi RULA Pada Kondisi Normal Untuk mengetahui nilai RULA tempat duduk, langkah awal yang harus dilakukan yakni melakukan assembly antara tempat duduk dengan rangka sepeda Chandra [2016]. Setelah penggabungan selesai, dilakukan evaluasi dengan menggunakan software CATIA. Pada software tersebut tersedia tiga pilihan jenis RULA yakni static, Intermittent, dan repeated. RULA Static merupakan analisa RULA pada kondisi dimana ketika dianalisa postur tubuh manikin statis (tertahan lebih lama dari 1 menit). RULA Intermitten merupakan analisa RULA pada kondisi dimana manikin berulang-ulang kurang dari 4 kali tiap menit mengalami postur tubuh seperti yang telah diatur. Sedangkan RULA Repeated yakni analisa RULA dimana manikin berulang-ulang lebih dari 4 kali tiap menit mengalami postur tubuh seperti yang telah diatur.
43
44
Gambar 5.1 Analisa RULA (Static) pada kondisi normal. Hasil Analisa RULA ditunjukkan pada gambar 5.1, 5.2, dan 5.3. Kedua konsep memiliki hasil yang sama dikarenakan Analisa RULA bergantung kepada bagaimana postur penderita ketika duduk. Dikarenakan bentuk dudukan, sandaran punggung, dan rib support sama sehingga postur yang dihasilkan pun sama sehingga nilai RULA kedua konsep sama. Pada kondisi normal nilai RULA intermittent konsep 1 dan 2 tempat duduk ini sebesar 2 yang artinya desain diterima, sedangkan nilai RULA static dan intermittent sebesar 3 yang artinya desain dapat diterima namun dibutuhkan investigasi lebih lanjut.
Gambar 5.2 Analisa RULA (Intermittent) pada kondisi normal.
45 Setelah dilakukan investigasi, terdapat beberapa hal yang menyebabkan nilai RULA intermittent dan repeated sebesar 3. Diantaranya yakni nilai wrist twist dan muscle yang masing-masing sebesar 2 dan 1. Nilai wrist twist sebesar 2 didapatkan karena ketika bersepeda pergelangan tangan harus diputar 90° dari arah tengah puntiran untuk dapat memegang stang, sedangkan nilai muscle sebesar 1 didapat karena postur tubuh ketika bersepeda membebani otot. Nilai muscle sebesar 0 didapat apabila gerak atau aktifitas yang membebani otot dilakukan berulang-ulang kurang dari 4 kali tiap menit[21].
Gambar 5.3 Analisa RULA (Repeated) pada kondisi normal 5.1.2
Evaluasi RULA dengan Kondisi Badan miring
Gambar 5.4 Evaluasi RULA (intermittent) pada kondisi badan penderita miring ke kanan sebesar 10°
46 Pada sub bab ini akan dilakukan evaluasi RULA saat kondisi tubuh penderita tidak stabil. Penderita duduk dengan posisi badan miring ke kanan sebesar 10 °, kemudian dilakukanlah Analisa RULA melalui software CATIA. Hasil Analisa ditunjukkan pada gambar 5.4 dan 5.5. Terlihat bahwa nilai RULA intermittent yang didapatkan sebesar 3,,artinya desain masih dapat diterima namun dibutuhkan investigasi lebih lanjut. Sedangkan nilai RULA repeated yang didapatkan sebesar 4, artinya desain masih dapat diterima namun dibutuhkan investigasi lebih lanjut.
Gambar 5.5 Evaluasi RULA(repeated) pada kondisi badan penderita miring ke kanan sebesar 10° Setelah dilakukan investigasi, terdapat beberapa hal yang menyebabkan nilai akhir RULA intermittent dan repeated masingmasing sebesar 3 dan 4. Diantaranya yakni nilai wrist kedua konsep sebesar 4 serta nilai muscle pada intermittent dan repeated yang masing-masing sebesar 0 dan 1. Ketika bersepeda pada kondisi normal didapatkan nilai wrist sebesar 2 dikarenakan ibu jari membentuk sudut 0° hingga 15° terhadap jari yang lain. Nilai tersebut meningkat menjadi 4 ketika postur tubuh saat bersepeda diposisikan miring sehingga pergelangan tangan menjadi tidak sejajar (tidak lurus) terhadap lengan dan sudut yang terbentuk antara ibu jari dengan jari lainnya lebih dari 15°. Nilai muscle sebesar 1 didapat karena postur tubuh ketika bersepeda membebani
47 otot. Nilai muscle sebesar 0 didapat apabila gerak atau aktifitas yang membebani otot dilakukan berulang-ulang kurang dari 4 kali tiap menit[21]. 5.1.3
Evaluasi RULA dengan Posisi Penderita Bergeser Ke Kanan
Gambar 5.6 Evaluasi RULA (intermittent) dengan posisi tubuh penderita bergeser ke kanan.
Gambar 5.7 Evaluasi RULA (repeated) dengan posisi tubuh penderita bergeser ke kanan.
48 Pada bahasan ini, akan dievaluasi RULA dengan kondisi posisi duduk penderita bergeser kekanan hingga berada di posisi paling pinggir dari tempat duduk. Hasil evaluasi ditunjukkan pada gambar 5.6 dan 5.7. Didapatkan nilai RULA intermittent dan repeated sebesar 3, artinya desain dapat diterima namun dibutuhkan investigasi lebih lanjut. Setelah dilakukan investigasi, terdapat beberapa hal yang menyebabkan nilai RULA intermittent dan repeated masingmasing sebesar 3. Diantaranya yakni nilai wrist dan muscle yang masing-masing sebesar 2 dan 1. Nilai wrist twist sebesar 2 didapatkan karena ketika bersepeda pergelangan tangan harus diputar 90° dari arah tengah puntiran untuk dapat memegang stang, sedangkan nilai muscle sebesar 1 didapat karena postur tubuh ketika bersepeda membebani otot. Nilai muscle sebesar 0 didapat apabila gerak atau aktifitas yang membebani otot dilakukan berulang-ulang kurang dari 4 kali tiap menit[21]. 5.1.4
Evaluasi RULA dengan Posisi tubuh penderita miring ke depan
Gambar 5.8 Analisa RULA (intermittent) dengan posisi tubuh penderita miring ke depan sebesar 20° Pada sub bab ini akan dilakukan evaluasi RULA saat kondisi tubuh penderita tidak stabil. Penderita duduk dengan posisi tubuh miring ke depan sebesar 20 °. Hasil Analisa ditunjukkan
49 pada gambar 5.8 dan 5.9. Setelah dilakukan Analisa, terlihat bahwa nilai RULA intermittent yang didapatkan sebesar 3, artinya desain masih dapat diterima namun dibutuhkan investigasi lebih lanjut. Sedangkan nilai RULA repeated yang didapatkan sebesar 4, artinya desain masih dapat diterima namun dibutuhkan investigasi lebih lanjut.
Gambar 5.9 Analisa RULA (repeated) dengan posisi tubuh penderita miring ke depan sebesar 20° Setelah dilakukan investigasi, terdapat beberapa hal yang menyebabkan nilai RULA intermittent dan repeated masingmasing sebesar 3 dan 4. Diantaranya yakni nilai wrist dan muscle yang masing-masing sebesar 2 dan 1. Nilai wrist twist sebesar 2 didapatkan karena ketika bersepeda pergelangan tangan harus diputar 90° dari arah tengah puntiran untuk dapat memegang stang, sedangkan nilai muscle sebesar 1 didapat karena postur tubuh ketika bersepeda membebani otot. Nilai muscle sebesar 0 didapat apabila gerak atau aktifitas yang membebani otot dilakukan berulang-ulang kurang dari 4 kali tiap menit[21].
50 5.1.5
Evaluasi RULA dengan Postur Tubuh Penderita miring ke Belakang
Gambar 5.10 Evaluasi RULA (intermittent) dengan kondisi tubuh pasien miring kebelakang sebesar 19° Pada bahasan RULA ini, akan dievaluasi RULA dengan kondisi pasien duduk dibagian ujung dudukan kemudian tubuh pasien diposisikan miring ke belakang sebesar 19°. Hasil evaluasi ditunjukkan pada gambar 5.10 dan 5.11. Didapatkan nilai Analisa RULA sebesar 2, artinya desain diterima namun dibutuhkan investigasi lebih lanjut. Sedangkan nilai RULA repeated yang didapatkan sebesar 3, artinya desain masih dapat diterima namun dibutuhkan investigasi lebih lanjut. Sedangkan nilai RULA repeated yang didapatkan sebesar 4, artinya desain masih dapat diterima namun dibutuhkan investigasi lebih lanjut.
Gambar 5.11 Evaluasi RULA (repeated) dengan kondisi tubuh pasien miring kebelakang sebesar 19°
51 Setelah dilakukan investigasi, terdapat beberapa hal yang menyebabkan nilai RULA intermittent dan repeated masingmasing sebesar 3 dan 4. Diantaranya yakni nilai wrist dan muscle yang masing-masing sebesar 2 dan 1. Nilai wrist twist sebesar 2 didapatkan karena ketika bersepeda pergelangan tangan harus diputar 90° dari arah tengah puntiran untuk dapat memegang stang, sedangkan nilai muscle sebesar 1 didapat karena postur tubuh ketika bersepeda membebani otot. Nilai muscle sebesar 0 didapat apabila gerak atau aktifitas yang membebani otot dilakukan berulang-ulang kurang dari 4 kali tiap menit[21]. 5.2
Evaluasi Kekuatan Rangka Tempat Duduk Analisa kekuatan rangka bertujuan untuk mengetahui, apakah rangka konsep tempat duduk yang telah dirancang aman untuk digunakan. Pembebanan rangka akibat beban pengendara diasumsikan sebesar 100 kg. Sebagian besar rangka tempat duduk terbuat dari material aluminium alloy 6061, kecuali part dudukan dan sub part plat sandaran punggung terbuat dari material stainless alloy 316, sedangkan rangka rib support terbuat dari Stainless alloy 440. dengan data-data teknis seperti terlihat pada tabel 5.1. Table 5.1 Sifat fisik material aluminium alloy 6061 dan stainless alloy 316 [20] Informasi Density Modulus Elasticity Ultimate Tensile Strength Yield Strength Poisson’s Ratio Percent Elongation
Aluminium Alloy 6061 2,7 g/cm3 69 GPa
Stainless Alloy 316 8g/cm3 193 GPa
Stainless Alloy 440 7,8 g/cm3 200 GPa
310 MPa
620 MPa
725 MPa
276 MPa 0,33 17
310 MPa 0,3 30
415 MPa 0,3 20
Analisa kekuatan rangka dilakukan dengan bantuan software AUTODESK INVENTOR 2016, Untuk mengevaluasi hasil rancangan digunakan persamaan 2.10.
52 ≤ 276 MPa = 184 MPa 1,5 t maksimum stainless 316 ≤ 310 MPa = 206,67 MPa 1,5 1,5 t maksimum stainless 440 ≤ 415 MPa = 276,67 MPa 1,5 t maksimum aluminium 6061
Selanjutnya dicari tegangan tertinggi pada konsep 1 dan 2 untuk mengetahui apakah material yang digunakan aman atau tidak. Apabila tegangan tertinggi pada kedua konsep lebih kecil dapat disimpulkan bahwa kedua konsep aman. 5.2.1
Evaluasi Kekuatan Rangka Konsep 1
Gambar 5.12 Analisa tegangan maksimum rangka konsep 1 pada software inventor Dari simulasi akan didapatkan nilai tegangan maksimum yang terjadi pada rangka. Analisa tersebut menghasilkan reaksi tegangan yang terletak di beberapa bagian komponen rangka tempat duduk. Pada konsep 1 ini sebagian besar rangka terbuat dari material aluminium alloy 6061, kecuali part dudukan dan sub part plat
53 sandaran punggung terbuat dari stainless alloy 316, sedangkan rangka rib support terbuat dari stainless alloy 440. Diberikan beban pada dudukan sandaran punggung, dan rib support masing-masing sebesar 1000N, 890 N, dan 890 N. Beban pada dudukan didasarkan dari beban total pengguna sebesar 1000N, sedangkan pada sandaran punggung dan rib support didasarkan dari standar pengujian pada kursi kantor [16]. Hasil Analisa tegangan maksimum yang terjadi pada konsep 1 dapat ditunjukkan pada gambar 5.12. Untuk konsep 1 ini didapatkan tegangan maksimum sebesar 141,1 MPa. Tegangan tertinggi tersebut terletak pada rangka rib support, tepatnya berada di area yang telah dilakukan proses bending. Hasil von misses stress melalui software Inventor tersebut kemudian digunakan untuk membandingkan dengan tegangan maksimum desain. Didapatkan bahwa tegangan maksimum konsep 1 sebesar 173,6 MPa sedangkan tegangan maksimum desain untuk material stainless alloy 440 sebesar 276,67 MPa. Nilai tegangan maksimum konsep 1 tersebut lebih kecil dibanding nilai tegangan maksimum desain. Maka dari hasil perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa desain rangka konsep 1 aman untuk digunakan. Dengan pertimbangan-pertimbangan yang ada, sebagai alternatif dapat digunakan baja pegas sebagai penguat rangka rib support. Baja pegas memiliki kekuatan luluh yang sangat tinggi. Hal ini memungkinkan suatu part dengan bentuk tertentu dapat kembali ke bentuk aslinya apabila terjadi perubahan bengkok (bending) akibat gaya yang diberikan. 5.2.2 Evaluasi Kekuatan Rangka Konsep 2 . Langkah yang dilakukan untuk mengevaluasi kekuatan konsep 2 ini sama dengan konsep 1 sebelumnya. Dari simulasi akan didapatkan nilai tegangan maksimum yang terjadi pada rangka. Analisa tersebut menghasilkan reaksi tegangan yang terletak di beberapa bagian komponen rangka tempat duduk. Pada konsep 2 ini sebagian besar rangka terbuat dari aluminium alloy 6061 kecuali part dudukan dan sub part plat sandaran punggung terbuat
54 dari stainless alloy 316, sedangkan rangka rib support terbuat dari stainless alloy 440. Diberikan beban pada dudukan sandaran punggung, dan rib support masing-masing sebesar 1000N, 890 N, dan 495 N. Beban pada dudukan didasarkan dari beban total pengguna sebesar 1000N, sedangkan pada sandaran punggung dan rib support didasarkan dari standar pengujian pada kursi kerja [16]. Hasil Analisa tegangan maksimum yang terjadi pada konsep 2 dapat ditunjukkan pada gambar 5.13. Untuk konsep 2 ini didapatkan tegangan maksimum sebesar 201,8 MPa. Tegangan tertinggi tersebut terletak pada rangka rib support, tepatnya berada di bagian area yang telah dilakukan proses bending.
Gambar 5.13 Analisa tegangan maksimum rangka konsep 2 pada software inventor Hasil von misses stress dari software Inventor tersebut kemudian digunakan untuk membandingkan dengan tegangan maksimum desain. Didapatkan bahwa tegangan maksimum konsep 2 sebesar 201,8 MPa sedangkan tegangan maksimum desain
55 material untuk stainless alloy 440 sebesar 276, 67 MPa. Nilai tegangan maksimum konsep 2 tersebut lebih kecil dibanding nilai tegangan maksimum desain. Maka dari hasil perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa desain rangka konsep 2 aman untuk digunakan. Dengan pertimbangan-pertimbangan yang ada, sebagai alternatif dapat digunakan baja pegas sebagai penguat rangka rib support. Baja pegas memiliki kekuatan luluh yang sangat tinggi. Hal ini memungkinkan suatu part dengan bentuk tertentu dapat kembali ke bentuk aslinya apabila terjadi perubahan bengkok (bending) akibat gaya yang diberikan.
5.2.3
Evaluasi Kekuatan dengan Pembebanan Pada Lokasi Kritis Dudukan Analisa kekuatan pada lokasi kritis ini berfungsi untuk mengetahui keamanan material ketika diberikan beban pada lokasi yang kritis. Langkah yang dilakukan untuk mengevaluasi kekuatan sama dengan bahasan sebelumnya. Dari simulasi akan didapatkan nilai tegangan maksimum yang terjadi pada rangka. Analisa tersebut menghasilkan reaksi tegangan yang terletak di beberapa bagian komponen rangka tempat duduk. Rangka dudukan terbuat dari material stainless alloy 316. Diberikan beban sebesar 1000N dengan posisi x = 100 mm ; y = 0 mm ; z = 15 mm dari titik tengah dudukan. Hasil Analisa tegangan maksimum ditunjukkan pada gambar 5.14. Didapatkan hasil tegangan tertinggi sebesar 135,3 MPa yang terletak pada bagian bawah rangka dudukan. Hasil analisa tersebut kemudian dibandingkan dengan tegangan desain maksimum. Didapatkan bahwa tegangan tertinggi hasil Analisa yang didapat sebesar 135,3 MPa sedangkan tegangan desain maksimum untuk material stainless alloy 316 sebesar 206,67 MPa. Nilai tersebut masih lebih kecil dibanding nilai tegangan maksimum desain. Maka dari hasil perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa desain dudukan aman.
56
(a)
(b)
(c) Gambar 5.14 Analisa kekuatan rangka dudukan : (a) Pembebanan pada dudukan, (b) Hasil analisa pada bagian bawah dudukan, (c) Lokasi tegangan tertinggi. Kemudian dilakukan analisa kekuatan lagi pada kondisi kritis dengan posisi pembebanan yang berbeda. Diberikan beban sebesar 1000N pada ujung dudukan dengan posisi x = 0 mm ; y = 0 mm ; z = -130 mm dari titik tengah dudukan. Beban tersebut merupakan beban total pengguna. Hasil Analisa tegangan maksimum ditunjukkan pada gambar 5.15.
57
(a)
(b)
(c) Gambar 5.15 Analisa kekuatan pada lokasi kritis : (a) Pembebanan pada rangka dudukan, (b) hasil analisa pada bagian bawah dudukan, (c) Lokasi tegangan tertinggi. Didapatkan hasil tegangan tertinggi sebesar 30,71 MPa yang terletak pada rangka bagian bawah dudukan. Hasil Analisa tersebut kemudian dibandingkan dengan tegangan maksimum desain. Didapatkan bahwa tegangan tertinggi yang didapat sebesar 30,71 MPa sedangkan tegangan desain maksimum untuk stainless alloy 316 sebesar 206,67 MPa. Nilai tersebut masih lebih kecil dibanding nilai tegangan maksimum desain. Maka dari hasil perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa desain dudukan aman.
58 5.2.4
Evaluasi Kekuatan dengan Pembebanan Pada Lokasi Kritis Sandaran Punggung
(a)
(b)
(c) Gambar 5.16 Analisa kekuatan : (a) Pembebanan pada rangka sandaran punggung, (b) hasil analisa pada bagian belakang sandaran punggung, (c) Lokasi tegangan tertinggi Setelah dilakukan Analisa kekuatan pada lokasi kritis dudukan, selanjutnya dilakukan analisa yang sama pada sandaran punggung. Sesuai standar pengujian kursi kantor, pada sandaran punggung diberikan beban sebesar 890 N [16]. Pembebanan tersebut diletakkan pada lokasi kritis tepatnya di x= 200 mm, y= 300mm, z=0 mm dari bagian bawah plat sandaran punggung. Hasil Analisa ditunjukkan pada gambar 5.16. Didapatkan hasil tegangan
59 tertinggi sebesar 194,6 MPa yang terletak pada pipa rib support. Hasil Analisa tersebut kemudian dibandingkan dengan tegangan maksimum desain. Didapatkan bahwa tegangan tertinggi yang didapat sebesar 194,6 MPa sedangkan tegangan desain maksimum untuk stainless alloy 440 sebesar 206,66 MPa. Nilai tersebut masih lebih kecil dibanding nilai tegangan maksimum desain. Maka dari hasil perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa desain sandaran punggung aman. 5.3
Evaluasi Manufaktur Untuk lebih memahami proses manufaktur tempat duduk, proses perakitan perlu diketahui terlebih dahulu karena proses manufaktur dan perakitan saling berhubungan erat. Langkahlangkah dalam proses perakitan yakni yakni menggabungkan sub part hingga menjadi part. Kemudian part-part tersebut dirakit hingga menjadi sub perakitan, selanjutnya sub perakitan dirakit lagi hingga menjadi produk tempat duduk sepeda pasca stroke. Seperti terlihat pada gambar 5.17, sub part plat sandaran punggung harus dirakit dengan sub part lainnya hingga menjadi part sandaran punggung. Kemudian part sandaran punggung harus dirakit dengan part lainnya hingga menjadi sub perakitan rangka utama. Dan pada akhirnya sub perakitan rangka utama harus dirakit dengan sub perakitan lainnya hingga menjadi produk tempat duduk untuk sepeda pasca stroke. Untuk memudahkan pengisian lembar kerja manufaktur, langkah pertama yang harus dilakukan adalah melakukan pengelompokan tiap part rangka tempat duduk pada gambar 4.1 dan 4.4 menjadi sub perakitan. Nantinya tiap sub perakitan tersebut akan dirakit menjadi suatu produk yakni tempat duduk sepeda pasca stroke. Berikut merupakan uraiannya : 5.3.1 Pengelompokan Part Menjadi Sub Perakitan Dalam mengevaluasi manufacturablity setelah dilakukan analisa kekuatan, selanjutnya dilakukan pengelompokan part menjadi sub perakitan. Nantinya sub perakitan tersebut akan dirakit hingga menjadi suatu produk yakni tempat duduk sepeda pasca
60 stroke. Tujuan dari langkah ini adalah untuk mempermudah penyusunan part secara sistematis. Sehingga, data yang didapatkan pada pengelompokan sub perakitan ini akan digunakan untuk mengisi lembar kerja manufacturability serta mempermudah evaluasi perakitan dan perhitungan efisiensi desain perakitan. Dibawah ini merupakan pengelompokan sub perakitan rangka tempat duduk konsep 1 dan 2. a. Konsep 1 Pengelompokan sub perakitan konsep 1 ditunjukkan oleh gambar 5.17. Pada gambar tersebut, tiap sub perakitan diberi warna yang berbeda-beda.
Keterangan :
= sub perakitan = part tunggal Gambar 5.17 Tampak isometri rangka konsep 1 Part yang terdapat pada rangka tempat duduk untuk sepeda pasca stroke konsep 1 dikelompokkan ke dalam sub perakitan seperti di bawah ini : 1.1 Sub perakitan rangka utama 1.2 Sub perakitan rangka rib support 1.3 Engsel rib support 1.4 Engsel pengunci gerak horizontal
61 1.5 Sub perakitan rangka seatpost Langkah selanjutnya dilakukan pemberian nomor pada tiap sub perakitan, seperti ditunjukkan pada gambar 5.18 di bawah ini :
Gambar 5.18 Sub perakitan Rangka utama (SRU) konsep 1 Berikut merupakan sub part yang terdapat pada Sub perakitan Rangka Utama (SRU) tempat duduk untuk sepeda pasca stroke konsep 1 : 1. SRU-1 : Rel Pencengkram 2. SRU-2 : Dudukan 3. SRU-3 : Penyangga dudukan 4. SRU-4 : Pipa Sandaran Punggung 5. SRU-5 : Sandaran Punggung 6. SRU-6 : Pipa Rib Support 7. SRU-7 : Stopper Rib Support 8. SRU-8 : Knucle Rib Support 9. SRU-9 : Knuckle Pengatur gerak horizontal
62 Sedangkan untuk Sub perakitan Rangka Rib Support (SRRS) dan lainnya, gambar penomoran dapat dilihat pada lampiran A. b. Konsep 2 Pengelompokan sub perakitan konsep 2 ditunjukkan oleh gambar 5.19. Pada gambar tersebut, tiap sub perakitan diberi warna yang berbeda-beda.
6
Keterangan :
= sub perakitan = komponen tunggal Gambar 5.19 Tampak isometri rangka konsep 1 Part yang terdapat pada rangka tempat duduk untuk sepeda pasca stroke konsep 1 dikelompokkan ke dalam sub perakitan seperti di bawah ini : 1.1 Sub perakitan Rangka Utama 1.2 Sub perakitan Rangka rib support 1.3 Engsel rib support 1.4 Sub perakitan rangka seatpost 1.5 Sub perakitan rangka tuas Pengatur gerak vertikal
63 1.6 Sub perakitan rangka tuas Pengatur gerak horizontal Langkah selanjutnya dilakukan pemberian nomor pada tiap sub perakitan, seperti ditunjukkan pada gambar 5.20 di bawah ini :
Gambar 5.20 Sub perakitan Rangka Seatpost (SRS) Berikut merupakan sub part yang terdapat pada Sub perakitan Rangka Seatpost (SRS) tempat duduk untuk sepeda pasca stroke konsep 1 : 1. SRS-1 : Rel 2. SRS-2 : Pipa Penyangga Rel 3. SRS-3 : Knucle 4. SRS-4 : Pipa Penyangga Clamp Sedangkan untuk Sub perakitan Rangka Rib Support (SRRS) dan lainnya, gambar penomoran dapat dilihat pada lampiran A. 5.3.2 Pemilihan Jenis Machining dan Perhitungan Waktu Machining Perhitungan waktu pemesinan Sub perakitan Rangka Tuas Pengatur Gerak Horizontal 1 (SRTGH-1) pada konsep 2 dapat dilihat pada uraian berikut ini :
64
Gambar 5.21 Tuas Pengatur Gerak Horizontal Proses Cutting sub part SRTGH-1 (dengan metal cutting saw):
Diketahui : Fg = 0,02 mm/put Dp = 6,35 mm Ng = 3500 put/min T = 60 gigi
Untuk waktu cutting sub part SRTGH-1 didapat dari persamaan 2.4 sebagai berikut :
tc = =
Dp . ng x fg x T
6,35 mm 3500 put/min x 0,02 mm/put x 60 tc = 1,5 x 10-3 min = 0,1 detik + 50 detik (waktu awal) + 5 detik (waktu akhir) tc = 55,1 detik Keterangan : Waktu awal = waktu untuk mempersiapkan benda kerja, mengukur benda kerja sesuai ukuran, dan mempersiapkan proses pemotongan ditambah dengan waktu ketika alat potong didekatkan ke benda kerja. Waktu akhir = waktu ketika alat potong dijauhkan dari benda kerja (benda kerja telah selesai dipotong). tc = waktu proses cut-off (min) Dp = diameter pipa (ukuran benda kerja dalam mm)
65 ng fg T
= putaran mesin metal cutting saw (put/min) = gerak makan metal cutting saw (mm/put) = jumlah gigi Sehingga didapatkan waktu pemesinan total untuk sub part SRTGH-1 = 27,7 detik
Evaluasi dilakukan dengan metode yang sama untuk konsep 1 dan 2. Adapun lembar kerja evaluasi manufaktur untuk 2 konsep dapat dilihat pada Lampiran B. 5.3.3
Hasil Evaluasi Manufaktur Seperti telah disebutkan sebelumnya, untuk lebih memahami proses manufaktur, proses perakitan perlu diketahui terlebih dahulu karena proses manufaktur dan perakitan saling berhubungan erat. Langkah-langkah dalam proses perakitan yakni menggabungkan sub part hingga menjadi part. Kemudian part-part tersebut dirakit hingga menjadi sub perakitan, selanjutnya sub perakitan dirakit lagi hingga akhirnya menjadi produk tempat duduk sepeda pasca stroke. Seperti terlihat pada gambar 5.14, sub part plat sandaran punggung harus dirakit dengan sub part lainnya hingga menjadi part sandaran punggung. Kemudian part sandaran punggung harus dirakit dengan part lainnya hingga menjadi sub perakitan rangka utama. Dan pada akhirnya sub perakitan rangka utama harus dirakit dengan sub perakitan lainnya hingga menjadi produk tempat duduk untuk sepeda pasca stroke. Langkah dalam sub bab ini adalah tahap terakhir dalam evaluasi manufaktur. Proses pemesinan semua part dan sub part rangka konsep 1 dan 2 dapat didefinisikan, ditunjukkan pada kolom “proses pembuatan” di hasil lembar kerja manufaktur pada lampiran B. Hal tersebut mengindikasikan bahwa rangka konsep 1 dan 2 dapat dibuat atau dimanufaktur. Berikut merupakan lembar kerja manufacturability konsep 1, seperti tampak pada tabel 5.2 :
66
Waktu Pembentukan
1
l = 54mm p= 360mm h = 12mm
Cutting
55.77
detik
SRU2
Dudukan
1
l = 300mm h = 20 mm p = 300mm
blanking & deep drawing
90
detik
SRU3
Penyangga Dudukan
8
p= 100mm l =2mm t=10mm
cuttiing
441.14
detik
SRU4
Pipa Sandaran Punggung
1
P=522mm l=30mm t=30mm
Cutting
55.43
detik
SRU5
Sandaran Punggung
1
l=1630
cutting
78.29
detik
SRU6
Pipa Rib Support
l = 10mm p= 290mm h =10mm
Cutting
110.29
detik
2
Bending
60
detik
Blanki ng
20
detik
SRU7
Stopper Rib Support
1
p=30mm l=10mm t=2mm
Proses Machining
Rel Pencengker am
Dimensi
SRU1
Jumlah
Part / Sub part
Sub Perakitan
Jumlah 1
No. Part /Sub part
1
Rangka Utama
No. Sub Perakitan
Table 5.2 Lembar kerja manufacturability Konsep 1
3
SRU8
Knucle Rib Support
2
do=10mm di=6mm h=2mm
Pierchin g& blanking
SRU9
Knucle Pengatur gerak Horizontal
1
do=9.52m m di=6.35mm l=10mm
Drillin g
SRR S-1
Pipa Rib Support
2
l=10mm t=10mm p=160mm
SRR S-2
Stopper Rib Support
2
SRR S-3
Flange Rib Support
SRR S-4
plat rib support
40
detik
59.43
detik
Cutting
110.29
detik
t=2mm p=10mm l=6mm
Blanki ng
20
detik
2
t=6mm do=9.52m m di=6mm
Drilling
115.02
detik
2
P=150mm l=100mm t=2mm
Blanki ng
40
detik
4
dm=9.52m m do=6 l=10
2
Engsel Rib Support
2
Rangka Rib Support
67
2
Turnin g 294.83
Engsel Pengunci gerak horizontal
Cutting
4
1
1
detik
d=6.35mm l=50mm
bendin g (2)
220.57
detik
20
detik
5
Rangka Seatpost
68
Stud
1
l= 48mm p=200mm t=11mm
cutting
1.37
detik
pengunci gerak horizontal
1
l= 13mm
milling (13)
118.68
detik
Seat post
1
dm= 5
drilling (9)
57.44
detik
2008.54
detik
SRS1 1 SRS2 SRS3
waktu total
Berdasarkan tabel 5.2, hasil yang didapatkan adalah rangka sepeda konsep 1 dapat di manufaktur dengan waktu total pembuatan sebesar 2008,54 detik. Evaluasi ini dilakukan pula pada konsep kedua dengan hasil lembar kerja manufacturability ditunjukkan pada lampiran B. Tampak pada hasil lembar kerja manufacturability kedua konsep bahwa semua kolom jenis proses pembuatan terisi. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh rangka konsep tempat duduk untuk sepeda pasca stroke dapat dibuat/dimanufaktur. Dengan melihat hasil waktu manufaktur masing-masing konsep, estimasi biaya dapat disusun dengan mengkalikan hasil waktu dengan upah kerja sesuai UMK Jawa Timur yang telah dikonversikan dalam rupiah/detik yakni sebesar Rp4,77 per detik. Melalui Analisa tersebut, Hasil evaluasi manufacturability ditabelkan pada tabel 5.3 seperti dibawah ini :
Table 5.3 Hasil Evaluasi Manufacturability KONSEP 1 KONSEP 2 Jumlah sub part 37 45 Waktu Proses 2008,54 2577,201 detik Pembuatan* Bisa/tidak Bisa Bisa dimanufaktur
69 Estimasi biaya Rp 9580 Rp 12300 manufaktur *Waktu pembuatan merupakan waktu toritis yang didasarkan dari teori yang ada. Waktu ini dapat berbeda dengan waktu pembuatan sebenarnya. Selain itu, waktu serta biaya pembuatan hanya ditinjau dari segi waktu dan biaya proses saja, tidak termasuk biaya material, listrik, alat, dan lain-lain. Berdasarkan Tabel 5.3, Terlihat bahwa jumlah sub part berpengaruh terhadap waktu pembuatan yang diperlukan. Semakin banyak jumlah sub part yang dibuat maka semakin besar pula waktu pembuatan yang berakibat pada membengkaknya biaya manufaktur. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah komponen berbanding lurus dengan waktu pembuatan. Sebagaimana halnya waktu pembuatan berbanding lurus dengan jumlah biaya yang dikeluarkan. Disisi lain, terdapat beberapa faktor lain yang mempengaruhi waktu pembuatan yaitu jenis proses permesinan dan pembentukan, dimensi benda kerja dan perlakuan terhadap benda kerja. Berikut merupakan beberapa tips untuk mengurangi waktu pemesinan : 1. Dimensi benda kerja dibuat tidak terlalu besar namun tetap memenuhi fungsinya. 2. Desain benda dibuat lebih sederhana agar proses pembuatannya mudah 3. Pemilihan proses pembuatan sebisa mungkin dipilih proses yang paling sederhana namun tetap memenuhi fungsinya. 5.4
Evaluasi Perakitan Analisa ini bertujuan untuk mengevaluasi jenis perakitan yang yang sesuai dengan kebutuhan. Agar lebih mudah dipahami, dalam evaluasi ini dibuatlah bagan seperti ditunjukkan pada gambar 5.22. Berikut merupakan diagram Sub perakitan Rangka Utama (SRU) pada konsep 1 :
70
Gambar 5.22 Bagan Perakitan Sub Rangka Utama (SRU) pada konsep 1 Evaluasi ini dilakukan pada seluruh sub perakitan yang ada. Evaluasi sub perakitan lainnya dapat dilihat pada lampiran C. Berdasarkan bagan perakitan pada lampiran C untuk kedua konsep menunjukkan bahwa semua sub part memiliki jenis perakitan yang sesuai. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua konsep tersebut dapat dirakit. Hal ini penting dikarenakan bagian perakitan menentukan urutan perakitan produk tersebut. Perbedaan urutan perakitan dapat mengakibatkan perbedaan waktu perakitan produk tersebut. Namun, dalam tugas akhir ini hanya dibahas satu jenis urutan perakitan saja tiap konsep.
71 Setelah evaluasi perakitan selesai dilakukan, tahap selanjutnya yakni menghitung efisiensi desain perakitan. Langkah perhitungan efisiensi desain perakitan dimulai dengan mengisi lembar kerja efisiensi desain perakitan. Hasil lembar kerja efisiensi desain untuk kedua konsep diuraikan sebagai berikut : 5.4.1
Efisiensi Desain Perakitan Konsep 1 Dalam mengisi lembar kerja efisiensi desain perakitan, langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuat deskripsi untuk masing-masing sub rangka perakitan. Deskripsi ini bertujuan untuk membantu menentukan waktu pemegangan dan pemasangan part maupun sub part yang ada. Deskripsi tersebut meliputi alfa (ɑ), beta (ß), jenis pemegangan, dan pemasangan. Hasil deskripsi dari Sub Rangka Utama (SRU) ditunjukkan pada tabel 5.4
Kode part / sub part
Jumlah
alfa (ɑ)
beta (ß)
Pemegangan
Pemasangan
Size (mm)
Thickness(mm)
Table 5.4 Deskripsi sub rangka utama (SRU) konsep 1
SRU1
1
180
360
Satu tangan tanpa alat bantu (mudah)
Mudah diletakkan tanpa kesusahan
54
12
SRU2
1
360
360
Satu tangan tanpa alat bantu (mudah)
Pengelasan
300
20
SRU3
8
180
180
Satu tangan tanpa alat bantu (mudah)
Pengelasan
10
2
SRU4
1
180
90
Satu tangan tanpa alat bantu (mudah)
Pengelasan
30
30
SRU5
1
360
180
Satu tangan tanpa alat bantu (sulit)
Pengelasan
465
2
72 SRU6
2
360
360
Satu tangan tanpa alat bantu (mudah)
Pengelasan
10
10
SRU7
1
180
180
Satu tangan tanpa alat bantu (mudah)
Pengelasan
6
2
SRU8
2
180
180
Satu tangan tanpa alat bantu (mudah)
Pengelasan
10
2
SRU9
1
0
180
Satu tangan tanpa alat bantu (mudah)
Pengelasan
9.52
9.52
Dalam evaluasi ini, simetri ɑ, ß, dan jenis pemegangan serta jenis pemasangan merupakan hal yang amat penting. Apabila nilai simetri ɑ, dan ß semakin kecil, maka pemasangan dan pemegangan yang dilakukan akan semakin cepat. Hal ini dikarenakan semakin simetri benda tersebut maka operator semakin mudah memasang dan tidak perlu melakukan pengaturan posisi kembali. Selain itu bentuk geometri turut mempengaruhi jenis pemegangan dan pemasangan. Oleh karena itu, bentuk komponen disarankan tidak terlalu kecil, tidak terlalu berat, tidak licin, tidak tajam , tidak mudah menyangkut, dan mudah diposisikan. Karena semakin mudah benda tersebut dipegang dan dipasang maka semakin cepat waktu pemegangan dan waktu pemasangannya. Setelah Sub Rangka Utama selesai dideskripsikan, langkah selanjutnya yakni mengisi lembar kerja efisiensi desain sub rangka utama. Lembar kerja efisiensi desain untuk sub rangka utama konsep 1 ditunjukan pada tabel 5.5.
73
Keterangan
3.3
15.74
1
SR U-2
1
30
1.9
96
12
13.9
66.30
1
Dudukan
SR U-3
8
13
2.1
96
12
112.8
538.06
8
SR U-4
1
00
1.1
96
12
13.1
62.49
1
SR U-5
1
28
3.2
96
12
15.2
72.50
1
SR U-6
2
31
2.2
96
12
28.4
135.47
2
SR U-7
1
04
2.2
96
12
14.2
67.73
1
SR U-8
2
14
2.5
96
12
29
138.33
2
SR U-9
1
01
1.4
96
12
13.4
63.92
1
JUMLAH
Biaya Operasi
1. 5
Waktu Operasi
00
Waktu Pemasangan
1.8
Waktu Pemegangan
20
Kode Pemegangan
1
Dite mpa tkan di fixtu re
Jumlah
SR U-1
Rel Pencengk eram
Kode part / sub part
Nama Perakitan
Estimasi Jumlah Sub part
Kode Pemasangan
Table 5.5 Lembar Kerja Efisiensi Desain Sub perakitan Rangka Utama (SRU) Konsep 1
18
Penyangg a Dudukan Pipa Sandaran Punggung Sandaran Punggung Pipa Rib Support Stopper Rib Support Knucle Rib Support Knucle pengatur gerak horizontal 243.3
Las Las
Las Las Las Las
Las
Las 116 0.54
74 Deskripsi serta lembar kerja efisiensi desain sub perakitan lainnya ditampilkan pada lampiran E. Setelah pengisian semua lembar keja efisiensi desain sub perakitan selesai dilakukan, langkah selanjutnya yakni mengisi lembar kerja efisiensi desain total untuk tempat duduk sepeda pasca stroke konsep 1. Lembar kerja efisiensi desain perakitan total untuk tempat duduk konsep 1 ditunjukkan pada tabel 5.6.
Jumlah
Kode Pemegangan
Waktu Pemegangan
Kode Pemasangan
Waktu Pemasangan
Waktu Operasi
Biaya Operasi (rupiah)
Estimasi Jumlah Sub part
Nama Perakitan
1.1
1
36
2.7
03
3. 5
6.2
29.57
1
Rangka Utama
18 1.2
2
30
1.9
96
12
8
243.3
1160.54
18
27.8
132.61
2
89.8
428.34
8
Rangka Rib Support
Keterangan
Kode komponen
Table 5.6 Lembar kerja efisiensi desain rangka tempat duduk konsep 1
Ditempat kan di fixture Sub perakitan Rakit Sub perakitan
1.3
2
20
1.8
39
8
19.6
93.49
2
Engsel rib support
Rakit
1.4
1
20
1.8
96
12
13.8
65.83
1
Engsel pengunci gerak horizontal
Baut
1.5
1
28
3.2
96
12
15.2
72.50
1
Sub rangka seatpost
Sub perakitan
45.6
217.51
4
461.3
2200.40
37
4 37
JUMLAH
Rakit
75 Kemudian dilakukan perhitungan efisiensi desain sebagai berikut, melalui tabel 5.6 didapatkan data : Jumlah sub part : 37 Waktu perakitan : 461.3 sekon Biaya perakitan : Rp 2200 Sehingga didapatkan efisiensinya : 3𝑠 Ema = 37 x = 0,2406 atau 24,06 % 461.3𝑠 Efisiensi desain : 24,06% Setelah dilakukan evaluasi, perakitan pada rangka konsep 1 ini terbilang baik ditinjau dari kondisi pemegangan. Hal ini ditunjukkan dengan hampir semua part dan sub part dapat dipegang dengan mudah. Apabila suatu benda semakin mudah dipegang maka waktu yang dibutuhkan untuk pemegangan juga akan semakin cepat. Hal yang sama juga terjadi pada kondisi pemasangan. Apabila jenis pemasangan sub part semakin sederhana maka waktu pemasangannya juga semakin cepat pula [9]. Hal ini terbukti pada perhitungan waktu operasi perakitan rangka konsep 1. Melalui tabel 5.6 didapatkan data bahwa waktu proses pemesinan total sebesar 461,3 detik dengan biaya sebesar Rp 2200. Waktu dan biaya tersebut tergolong kecil karena perhitungan efisiensi desain perakitan ini hanya ditinjau dari segi waktu proses perakitannya saja tanpa memperhitungkan segi material, biaya listrik, las, dan lain-lain. Didapatkan data bahwa Upah Minimum Kerja (UMK) Surabaya sebesar Rp 3.296.212,50 [13]. UMK tersebut merupakan biaya kerja perbulan sehingga apabila dikonversi kedalam detik menjadi Rp 4,77 / detik. Kemudian biaya proses didapatkan dari perkalian antara waktu perakitan dan upah kerja. Waktu dan biaya merupakan bilangan relatif yang digunakan untuk perbandingan pada konsep 1 dan 2. Waktu perakitan yang didapat menggunakan metode Boothroyd ini bukanlah waktu perakitan yang sebenarnya, namun hanyalah waktu relative yang digunakan untuk membandingkan waktu perakitan satu produk dengan produk
76 lainnya. Setelah data pada tabel 5.6 diolah, didapatkan nilai efisiensi desain perakitan sebesar 24,06%. Hasil itu belum dapat disimpulkan bahwa nilai efisien desain perakitan tersebut baik atau tidak. Untuk mendapatkan kesimpulan tersebut, hasil itu akan dibandingkan dengan konsep 2 pada bahasan selanjutnya. 5.4.2
Efisiensi Desain Perakitan Konsep 2 Dalam mengisi lembar kerja efisiensi desain perakitan, langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuat deskripsi untuk masing-masing sub rangka perakitan. Deskripsi ini bertujuan untuk membantu menentukan waktu pemegangan dan pemasangan part maupun sub part yang ada. Deskripsi tersebut meliputi alfa (ɑ), beta (ß), jenis pemegangan, dan pemasangan. Berikut merupakan hasil deskripsi dari Sub perakitan Rangka Utama (SRU) pada tabel 5.7 :
360
SRU2
1
360
360
SRU3
8
180
180
Satu tangan tanpa alat bantu (mudah)
Thickness(mm)
180
Size (mm)
1
Satu tangan tanpa alat bantu (mudah) Satu tangan tanpa alat bantu (mudah)
Pemasangan
SRU1
Pemegangan
beta (ß)
alfa (ɑ)
Jumlah
Kode part / sub part
Table 5.7 Deskripsi sub perakitan rangka utama (SRU) konsep2
Mudah diletakkan tanpa kesusahan
54
12
Pengelasan
300
20
Pengelasan
10
2
77
SRU4
1
180
90
SRU5
1
360
180
SRU6
2
360
360
SRU7
1
180
180
SRU8
2
180
180
SRU9
1
180
180
SRU10
1
360
360
SRU11
2
360
360
Satu tangan tanpa alat bantu (mudah) Satu tangan tanpa alat bantu (sulit) Satu tangan tanpa alat bantu (mudah) Satu tangan tanpa alat bantu (mudah) Satu tangan tanpa alat bantu (mudah) Satu tangan tanpa alat bantu (mudah) Satu tangan tanpa alat bantu (mudah) Satu tangan tanpa alat bantu (mudah)
Pengelasan
30
30
Pengelasan
465
2
Pengelasan
10
10
Pengelasan
6
2
Pengelasan
10
2
Pengelasan
30
3
Pengelasan
30
14
Pengelasan
20
2
Dalam evaluasi ini, simetri ɑ, ß, dan jenis pemegangan serta jenis pemasangan merupakan hal yang amat penting. Apabila nilai simetri ɑ, dan ß semakin kecil, maka pemasangan dan pemegangan yang dilakukan akan semakin cepat. Hal ini dikarenakan semakin simetri benda tersebut maka operator semakin mudah memasang dan tidak perlu melakukan pengaturan posisi kembali. Selain itu bentuk geometri turut mempengaruhi jenis pemegangan dan pemasangan. Oleh karena itu, bentuk sub
78 part disarankan tidak terlalu kecil, tidak terlalu berat, tidak licin, tidak tajam , tidak mudah menyangkut, dan mudah diposisikan. Karena semakin mudah benda tersebut dipegang dan dipasang maka semakin cepat waktu pemegangan dan waktu pemasangannya. Setelah Sub perakitan Rangka Utama selesai dideskripsikan, langkah selanjutnya yakni mengisi lembar kerja efisiensi desain sub rangka utama. Lembar kerja efisiensi desain untuk sub rangka utama konsep 2 ditunjukan pada tabel 5.8 dibawah ini :
Kode Pemasangan
Waktu Pemasangan
Waktu Operasi
Biaya Operasi
1
20
1.8
00
1. 5
3.3
15.7 4
1
Rel Penceng keram
SRU2 SRU3
1
30
1.9
96
12
13.9
1
8
13
2.1
96
12
112. 8
66.3 0 538. 06
SRU4
1
00
1.1
96
12
13.1
62.4 9
1
Duduka n Penyang ga Duduka n Pipa Sandara n Punggu ng
SRU5
1
28
3.2
96
12
15.2
72.5 0
1
8
Sandara n Punggu ng
Keterangan
Waktu Pemegangan
SRU1
Nama Perakitan
Kode Pemegangan
Estimasi Jumlah sub part
Jumlah
Kode part / sub part
Table 5.8 Lembar Kerja Efisiensi Desain Sub Rangka Utama (SRU) Konsep 2
Ditem patkan di fixture Las Las
Las
Las
79 SRU6
2
31
2.2
96
12
28.4
135. 47
2
Pipa Rib Support
Las
SRU7
1
04
2.2
96
12
14.2
67.7 3
1
Stopper Rib Support
Las
SRU8
2
14
2.5
96
12
29
138. 33
2
Knucle Rib Support
Las
SRU9
1
01
1.4
96
12
13.4
63.9 2
1
Knucle pengatu r gerak horizont al
Las
243. 3
116 0.54
4 2 0
1 8
JUMLAH
Deskripsi serta lembar kerja efisiensi desain sub perakitan lainnya ditampilkan pada lampiran E. Setelah pengisian semua lembar keja efisiensi desain part / sub part selesai dilakukan, langkah selanjutnya yakni mengisi lembar kerja efisien desain total untuk tempat duduk sepeda pasca stroke konsep 2. Lembar kerja efisiensi desain perakitan total untuk tempat duduk konsep 2 ditunjukkan pada tabel 5.9 dibawah ini :
6.2
29.57
1
Keterangan
3. 5
Nama Perakitan
03
Estimasi Jumlah
Waktu Pemasangan
2. 7
Biaya Operasi
Kode Pemasangan
3 6
Waktu Operasi
Waktu Pemegangan
1
Kode Pemegangan
1.1
Jumlah
Kode komponen
Table 5.9 Lembar kerja efisiensi desain rangka sepeda konsep 1
Rangk a Utama
Ditempatk an di fixture
80 1 8 1.2
2
3 0
1. 9
96
12
8
243. 3
1160.5 4
18
27.8
132.60
2
89.8
428.34
8
1.3
2
2 0
1. 8
39
8
19.6
93.49
2
1.4
1
2 8
3. 2
96
12
15.2
72.50
1
88.7
423.09
7
9.9
47.22
1
44.6
212.74
4
9.9
47.22
1
7 1.5
1
3 0
1. 9
39
8
4 1.6
1
3 0
1. 9
39
8
Sub perakitan Rangka Rib Suppor t
Engsel rib suppo rt Sub rangka seatpo st
Sub rangka tuas pengatur gerak horizont al
Rakit
Sub perakitan rakit
Rakit
Sub perakitan baut
Sub perakitan Rakit Sub perakitan
4 5
JUMLAH
555
2647.3
45
Rangk a Konse p1
Kemudian dilakukan penghitungan efisiensi desain sebagai berikut, melalui tabel 5.9 didapatkan data : Jumlah sub part : 45 Waktu perakitan : 555 sekon Biaya perakitan : Rp 2467 = Rp 2500
81 Sehingga didapatkan efisiensinya : 3𝑠 Ema = 45 x 555𝑠 = 0,2432 atau 24,32 % Efisiensi desain : 24,32 % Setelah dilakukan evaluasi, perakitan pada rangka konsep 2 ini terbilang baik ditinjau dari kondisi pemegangan. Hal ini ditunjukkan dengan hampir semua part dan sub part dapat dipegang dengan mudah. Apabila suatu benda semakin mudah dipegang maka waktu yang dibutuhkan untuk pemegangan juga akan semakin cepat. Hal yang sama juga terjadi pada kondisi pemasangan. Apabila jenis pemasangan sub part semakin sederhana maka waktu pemasangannya juga semakin cepat pula [9]. Hal ini terbukti pada perhitungan waktu operasi perakitan rangka konsep 2. Melalui tabel 5.9 didapatkan data bahwa waktu proses pembuatan total sebesar 555 detik dengan biaya sebesar Rp 2500 Waktu dan biaya tersebut tergolong kecil karena perhitungan efisiensi desain perakitan ini hanya ditinjau dari segi waktu proses perakitannya saja tanpa memperhitungkan segi material, biaya listrik, las, dan lain-lain. Didapatkan data bahwa Upah Minimum Kerja (UMK) Surabaya sebesar Rp 3.296.212,50 [13]. UMK tersebut merupakan biaya kerja perbulan sehingga apabila dikonversi kedalam detik menjadi Rp 4,77 / detik. Kemudian biaya proses didapatkan dari perkalian antara waktu perakitan dan upah kerja. Waktu perakitan yang didapat menggunakan metode Boothroyd ini bukanlah waktu perakitan yang sebenarnya, namun hanyalah waktu relative yang digunakan untuk membandingkan waktu perakitan satu produk dengan produk lainnya. Setelah data pada tabel 5.9 diolah, didapatkan nilai efisiensi desain perakitan sebesar 24,32%. Hasil itu belum dapat disimpulkan bahwa nilai efisien desain perakitan tersebut baik atau tidak. Untuk mendapatkan kesimpulan tersebut, hasil itu akan dibandingkan dengan konsep 1 pada bahasan selanjutnya.
82 5.4.3
Evaluasi Hasil Perhitungan Efisiensi Desain Perakitan Setelah perhitungan efisiensi desain perakitan selesai dilakukan, langkah berikutnya yakni menganalisa hasil efisiensi desain perakitan kedua konsep tersebut. Hasil perhitungan efisiensi desain perakitan tersebut dirangkum dalam tabel 5.10 dibawah ini : Table 5.10 Hasil efisiensi desain perakitan kedua konsep KONSEP 1 KONSEP 2 Jumlah Sub part 37 45 Waktu Proses 461,3 detik 555 detik Perakitan* Efisiensi Desain 24,06 % 24,32 % Perakitan *waktu serta biaya perakitan hanya ditinjau dari segi waktu dan biaya proses saja, tidak termasuk biaya material, listrik, alat, dan lain-lain. Melalui tabel diatas, didapatkan data bahwa jumlah komponen konsep 2 lebih banyak dibanding jumlah sub part konsep 1, begitu pula dengan waktu perakitan konsep 2 lebih lama dibanding konsep 1. Efisiensi desain perakitan konsep 1 lebih besar dibanding efisiensi desain perakitan konsep 2. Dengan melihat data-data tersebut, dapat disimpulkan bahwa semakin banyak jumlah part maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk merakit komponen tersebut. Semakin besar waktu perakitan yang diperlukan maka semakin besar nilai efisiensi desain apabila ditinjau dari segi perakitan. Boothroyd dan Dewurst menyatakan bahwa eror perhitungan waktu perakitan yang mungkin terjadi sebesar 50% atau lebih. Penyebabnya adalah kondisi perakitan ideal sangat jarang ditemui dalam kenyataan. Oleh karenanya, waktu yang didapat menggunakan metode Boothroyd ini bukanlah waktu perakitan yang sebenarnya, namun hanyalah waktu relative yang digunakan untuk membandingkan waktu perakitan produk satu dengan lainnya. Sebagai validasi, waktu perakitan
83 yang sesungguhnya dapat diukur secara manual dengan menggunakan timer atau stopwatch. Akan tetapi pada tugas akhir kali ini, proses validasi tidak dibahas. 5.5
Evaluasi Pemilihan Konsep Setelah seluruh evaluasi selesai dilakukan langkah selanjutnya adalah menentukan konsep yang terpilih untuk direkomendasikan. Kriteria yang digunakan berdasarkan pembahasan sebelumnya yakni nilai RULA, kekuatan, manufaktur, dan perakitan. Keempat kriteria tersebut dipilih karena berpengaruh besar dalam proses mendesain suatu produk. Hasil Evaluasi keempat kriteria seleksi ditunjukkan pada tabel 5.11 : Table 5.11 Evaluasi konsep tempat duduk sepeda pasca stroke Kriteria Seleksi Konsep 1 Konsep 2 RULA Pada Kondisi 3 3 Normal (static) Kekuatan (Tegangan Maksimum Yang 141,1 MPa 201,8 MPa Terjadi Pada Kondisi Normal) Waktu Proses Pembuatan 2008 detik 2577 detik (Manufaktur) Waktu Proses 461,3 detik 555 detik Perakitan Dari evaluasi yang telah dilakukan, didapatkan hasil analisa RULA static untuk konsep 1 sebesar 3, dan untuk konsep 2 juga sebesar 3. Bentuk dudukan dan sandaran punggung kedua konsep ini sama. Hal ini menyebabkan postur tubuh yang terbentuk ketika pengidap stroke duduk di dua konsep tempat duduk tersebut pun sama sehingga mengakibatkan hasil RULA kedua konsep sama. Pada evaluasi kekuatan didapatkan hasilnya sebesar 141,1 MPA untuk konsep 1, sedangkan pada konsep 2 sebesar 201,8 MPA.
84 Tegangan tertinggi kedua konsep sama-sama terletak pada rangka rib support, tepatnya berada di bagian yang telah dilakukan proses bending. Dari evaluasi kedua konsep tersebut, didapatkan data bahwa konsep 1 lebih kuat dibanding konsep 2 karena tegangan tertinggi yang terjadi akibat pembebanan lebih kecil sehingga lebih aman. Apabila ditinjau dari segi evaluasi manufaktur, waktu proses pembuatan untuk realisasi konsep 1 sebesar 2008 detik sedangkan konsep 2 sebesar 2577 detik. sub part pada konsep 2 jumlahnya lebih banyak dan lebih rumit dibanding konsep 1 sehingga menyebabkan waktu pembuatan konsep 2 lebih lama dibanding konsep 1. Bila ditinjau dari segi manufaktur ini, konsep 1 lebih baik dari konsep 2 dikarenakan waktu pembuatannya lebih cepat. Sedangkan dari segi evaluasi perakitan, didapatkan data bahwa waktu perakitan konsep 1 sebesar 461,3 detik, sedangkan pada konsep 2 sebesar 555 detik. Waktu perakitan yang didapat menggunakan metode Boothroyd ini bukanlah waktu perakitan yang sebenarnya, namun hanyalah waktu relative yang digunakan untuk membandingkan waktu perakitan satu produk dengan produk lainnya. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa jumlah sub part konsep 2 lebih banyak dibanding konsep 1. Jumlah Sub part ini berpengaruh besar terhadap waktu perakitan. Semakin banyak jumlah sub part yang dibutuhkan maka waktu perakitan yang dibutuhkan juga akan semakin lama. Hal inilah yang menyebabkan waktu perakitan konsep 1 lebih cepat dibanding konsep 2. Bila ditinjau dari segi perakitan, konsep 1 lebih baik dibanding konsep 2. Seluruh evaluasi pada keempat kriteria telah selesai dilakukan, kemudian diperoleh kesimpulan bahwa dari segi RULA, kedua konsep memiliki nilai yang sama, apabila ditinjau dari segi kekuatan, manufaktur, dan perakitan konsep 1 lebih baik dibanding konsep 2 sehingga diputuskan konsep 1 sebagai konsep terpilih untuk dikembangkan dan digunakan untuk melengkapi perancangan sepeda pasca stroke.
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1
Kesimpulan Dari pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Konsep terpilih merupakan konsep 1, yaitu tempat duduk dengan spesifikasi dari tempat duduk dapat dilihat pada tabel 6.1. Table 6.1 Spesifikasi konsep terpilih PARAMETER Dimensi total Material Rangka
Berat Tempat Duduk Nilai Rula (static) Pada Kondisi Normal Tegangan tertinggi yang terjadi (Pada Kondisi Normal) Waktu Pembuatan* Waktu Perakitan** Efisiensi Desain Perakitan
SPESIFIKASI 385 x 465 x 820 mm Aluminium Alloy 6061, Stainless Alloy 316, dan Stainless Alloy 440 3,828 kg 3
141,1 MPa 2008 detik 461,3 detik 24,06 %
85
GAMBAR
86 * waktu pembuatan merupakan waktu teoritis yang diperoleh dari teori yang ada. Waktu ini dapat berbeda dengan waktu pembuatan sebenarnya. **waktu perakitan tersebut bukanlah waktu perakitan sebenarnya namun hanyalah waktu relative yang digunakan untuk membandingkan perakitan produk satu dengan lainnya. 2. Dengan bantuan software CATIA,didapatkan nilai RULA sebesar 3 artinya desain tempat duduk masih dapat diterima namun dibutuhkan investigasi lebih lanjut. 3. Dengan bantuan software Autodesk Inventor 2016, Tegangan tertinggi yang terjadi pada konsep 1 yakni sebesar 141,1 MPa. Tegangan tersebut masih lebih kecil dibanding tegangan maksimum desain (206,66 MPa) sehingga tempat duduk sepeda pasca stroke konsep 1 aman. 4. Konsep 1 dapat dimanufaktur dan dirakit menjadi tempat duduk sepeda pasca stroke. 6.2
Saran Dari pembahasan yang telah dilakukan sebelumnya, terdapat saran yang didapat dari tugas akhir ini sebagai berikut : 1. Fixture perlu dibuat untuk memudahkan proses pembentukan dan perakitan rangka tempat duduk. 2. Agar proses dan biaya pembuatan tempat duduk dapat di diketahui dengan seksama, perlu dilakukan kajian biaya pembuatan, manufaktur dan perakitan dengan detail serta mengacu kepada kemampuan industri manufaktur yang ada. 3. Agar tempat duduk lebih ringan namun tetap kuat, material rangka tempat duduk dapat diganti dengan titanium. Penggunaan material titanium banyak digunakan pada rangka part sepeda saat ini.
87 4. Pada proses cutting sebaiknya dilakukan dengan gerinda potong. Gerinda potong memiliki kelebihan diantaranya dapat memotong material yang sangat kuat. 5. Sebagai alternatif, dapat digunakan baja pegas sebagai penguat rib support. Baja pegas memiliki kekuatan luluh yang sangat tinggi. Hal ini memungkinkan suatu part dengan bentuk tertentu dapat kembali ke bentuk aslinya apabila terjadi perubahan bengkok (bending) akibat gaya yang diberikan.
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
88
89 DAFTAR PUSTAKA [1]
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI; 2013. [2] Oktavian, S. Pengembangan Rancang Bangun Sepeda Pasca Stroke. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember; 2016. [3] Setiawan, Ebta. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Publikasi. 2016. Tersedia pada URL: http://kbbi.web.id/sepeda. Diakses pada tanggal 29 Oktober 2016. [4] Setiawan, Ebta. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Publikasi. 2016. Tersedia pada URL: http://kbbi.web.id/sadel. Diakses pada tanggal 29 Oktober 2016. [5] Balasubramain, V. et all. Muscle Fatigue Based Evaluation of Bicycle Design. India: IIT Madras; 2013. [6] Kelly, Brandon. Guide to Bicycle Saddle. Publikasi. 2015. Tersedia pada URL: https://www.ebicycles.com/article/guide-to-bicyclesaddles.html. Diakses pada tanggal 7 November 2016. [7] Lee-Hood A. Elizabeth. HOPE: The Stroke Recovery Guide. National Stroke Association. Publikasi. 2010. Tersedia pada URL : http://www.stroke.org/strokeresources/library/hopestroke-recovery-guide. Diakses pada tanggal 29 Oktober 2016. [9] Boothroyd, G., Dewhurst, P., dan Knight, W. 2002. Product Design For Manufacture and Assembly Second Edition. Marcel Dekker, Inc. USA. [10] Rochim, T. 1987. Proses Permesinan. Laboratorium Teknik Produksi dan Metrologi ITB. [11] Widarto, dkk. 2008. Teknik Permesinan. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. [12] Pollack, H.W. 1998. Tool Design Second Edition. PretinceHall, Inc. New Jersey.
90 [13] Jajeli, Rois. UMK JATIM Tahun 2017 Digedok, Tertinggi Kota Surabaya. Publikasi. 2016. https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-3348975/umkjatim-tahun-2017-digedok-tertinggi-kota-surabaya. Diakses pada tanggal 7 Januari 2017. [14] Deutchsman, aaron d. et all.1975. Machine Design, Therory and Practice. Macmillan-Publishing Co. New York. [15] Setiawan, Tri Andri. 2014. Pengembangan Desain Sepeda Untuk Pasien Stroke .Tesis Magister. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya. [16] International, BIFMA. 2009. General-Purpose Office Chair-Tests. Front Avenue NW. Grand Rapids. [17] Lukmana, Rahadian Chandra. 2017. Perancangan Rangka Sepeda Pasca-Stroke Dengan Konsep Delta. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya. [18] Setiawan, Ebta. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Publikasi. 2016. Tersedia pada URL: http://kbbi.web.id/sepeda. Diakses pada tanggal 29 Oktober 2016. [19] Fullertool. Saw speed and feed recommendations. Tersedia pada URL : https://www.fullertontool.com/downloads/speedsAndFeeds /metric_2450.pdf. Diakses pada tanggal 15 Januari 2017. [20] Callister, William D. 2007. Material Science And Engineering An Introduction. Willey. United States Of America. [21] Batan, I Made L. 2012. Desain Produk : Edisi Pertama. Penerbit Guna Widya. Surabaya.
Lampiran A PENOMORAN RANGKA A. KONSEP 1
Gambar A.1 Sub Perakitan Rangka Rib Support
Gambar A.2 Engsel Rib Support
Gambar A.3 Engsel Pengunci Gerak Horizontal
Gambar A.4 Sub Perakitan Rangka Seatpost B. KONSEP 2
Gambar A.6 Sub Perakitan Rangka Utama
Gambar A.7 Sub Perakitan Rangka Rib Support
Gambar A.8 Engsel Rib Support
Gambar A.9 Sub Perakitan Tuas Pengatur Gerak Vertikal
Gambar A.10 Sub Perakitan Tuas Pengatur Gerak Horizontal
Lampiran B
Rangka Utama
1
SRU1
Rel Penceng keram
1
l =54mm p=360mm h = 12mm
Cutting
SRU2
Duduka n
1
l =300mm h=20 mm p=300mm
blanking & deep drawing
SRU3
Penyang ga Duduka n
8
p=100mm l =2mm t=10mm
1
1
SRU4
SRU5
Pipa Sandara n Punggu ng Sandara n Punggu ng
Waktu Pembentukan
Proses Machining
Dimensi
Jumlah Part / Sub part
Nama part / Sub part
No. Part / Sub part
Jumlah Sub perakitan
No. Sub perakitan 1
Nama Sub perakitan
LEMBAR KERJA MANUFACTURABILITY KONSEP 2 :
55.77
detik
80
detik
cuttiing
441.1 4
detik
P=522mm l=30mm t=30mm
Cutting
55.42
detik
l=1630
cutting
78.29
detik
SRU6
110.2 9
detik
Bending
40
detik
Cutting
Stopper Rib Support
1
p=30mm l=10mm t=2mm
Blanking
10
detik
SRU8
Knucle Rib Support
2
do=10mm di=6mm h=2mm
Pierching & blanking
40
detik
SRU9
support mekanis me gerak horizont al
1
p=30mm l=11mm t=3mm
Blanking
10
detik
do=14mm di=10mm l=30mm
cutting
55.56
detik
SRU10
Mekanis me pengatur gas cylinder horizont al
l=80
milling
60.02
detik
Pierching & blanking
40
detik
Cutting
110.2 9
detik
Rangka RipbSuppor t 2
2
l = 10mm p=290mm h =10mm
SRU7
SRU11
2
Pipa Rib Support
SRRS -1
1
Support Tuas
2
d=6mm; l=14mm p=20mm t=2mm
Pipa Rib Support
2
l=10mm t=10mm p=160mm
SRRS -2
Stopper Rib Support
SRRS -3
SRRS -4
SRS-1
2
t=2mm p=10mm l=6mm
Blanking
20
detik
Flange Rib Support
2
t=6mm do=9.52m m di=6mm
Drilling
115.0 2
detik
plat rib support
2
P=150mm l=100mm t=2mm
Blanking
30
detik
1
l= 48mm p=200mm t=11mm
stud
3
Rangka Seatpost
2 SRS-2
Seat post
SRS-3
Support Seatpost
cutting
55.69
do=14mm di=10mm l=30mm
cutting
110.8 6
detik
l=80
milling
237.3 6
detik
d=6mm; l=14mm p=20mm t=2mm
1
detik
4
Pierching & blanking
detik 80
detik
SRS-4
Pipa penyang
2
d=6.35m m; l=28.5
drilling
229.7 7
cutting
110.1 8
detik
4
Rangka Tuas Pengatur Gerak Vertikal
ga clamp
SRTP GV-1
d=6.35; l=214
1 SRTP GV-2
Rangka Tuas Pengatur Gerak Horizontal
SRTG H-1
1
SRTG H-2
detik Bending
Cutting
40
110.1 8
detik
2
d=6.35; l=214
SRTP GV-3
5
Pipa pengatur gerak vertikal 1
d=6.35m m; l=28.5
Pipa Pengatu r gerak vertikal 2
1
Knuckle
2
Bending(2 )
d=6.35m m; l=63mm
detik Cutting
Pipa Pengatu r Gerak Horizon tal
1
Knuckle
1
do=10mm ; di=6mm; t=2mm
110.1 8 detik
Blanking
d=6.35m m; l=95mm
20
detik Cutting
d0=10mm di=6mm t=2mm
detik 1
110.1 8 detik
Blanking
waktu total
10 2577. 20
detik
Lampiran C BAGAN PERAKITAN KONSEP 1 dan 2 A. KONSEP 1
Gambar C.1 Bagan Perakitan untuk Sub perakitan Rangka Rib Support (SRRS)
Gambar C.2 Bagan Perakitan untuk Sub perakitan Rangka Seatpost (SRS)
B. KONSEP 2
Gambar C.3 Bagan Perakitan untuk Sub perakitan Rangka Utama (SRU)
Gambar C.4 Bagan Perakitan untuk Sub perakitan Rangka Rib Support (SRRS)
Gambar C.5 Bagan Perakitan untuk Sub perakitan Rangka Tuas Pengatur Gerak Vertikal (SRTGV)
Gambar C.6 Bagan Perakitan untuk Sub perakitan Rangka Tuas Pengatur Gerak Horizontal (SRTGH)
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
Lampiran D Tabel BOOTHROYD
3 1,7 2,1 2,4 2,5
4 2,2 2,5 2,8 3,0
Ambil dan mengarahkan sulit tebal >2 panjang 6≥ panjang >15 panjang <6 ≤15 5 6 7 1,8 2,2 2,6 2,2 2,6 3,1 2,6 2,9 3,4 2,7 3,1 3,5
ambil & mengarahkan dengan alat
butuh pinset untuk ambil dan mengarahkan tidak perlu alat optik pembesar perlu alat optik pembesar ambil & mengarahkan mudah
ambil & mengarahkan sulit ambil & mengarahkan (1) mudah
ambil & mengarahkan sulit (1)
tebal>0,25
tebal>0,25
tebal>0,25
tebal≤0,25
0 α+β<360 360≤α+β<540 540≤α+β<720 α+β=720
4 5 6 7
3,6 4,0 4,8 5,1
1 6,8 7,2 8,0 8,3
tebal≤0,25
2 4,3 4,7 5,5 5,8
tebal>0,25
3 7,6 8,0 8,8 9,1
Tidak ada extra problem mengarahkan
komponen goyang atau flexibel tapi harus diambil dengan satu tangan, jika perlu dengan alat (2) dan tangan kedua untuk melepas
8
panjang >15 0 4,1
α ≤1800 6≥ panjang panjang ≤15 <6 1 2 4,5 5,1
ambil dan memindahkan dengan 2 tangan, 2 orang atau alat 9 bantu mekanik
α ≤1800 0 2,0
α =3600 1 3,0
5 6,3 6,7 7,5 7,8
8 2,4 3,0 3,2 3,3
7 8,6 9,0 9,8 10,1
panjang ≤6 9 3,0 3,4 3,7 4,0
8 7,0 8,0 8,0 9,0
9 7,0 8,0 9,0 10,0
extra problem mengarahkan (goyang, lengket, licin, dsj.)
panjang >6 3 5,6
panjang ≤6 4 6,7
panjang >15 5 5,0
α =3600 3 3,0
α ≤1800 4 3,0
α ≤1800 6≥ panjang panjang ≤15 <6 6 7 5,2 5,8
berat >5kg
ambil dan mengarahkan ambil dan mengarahkan bermasalah (1) mudah
α ≤1800 2 2,0
tebal≤0,25
6
8,3 8,7 9,5 9,5
α =3600
mengarahkan oleh 1 orang tanpa alat bantu mekanik tidak goyang, tidak flexibel berat ≤5kg ambil dan mengarahkan mudah
tebal≤0,25
4 5,6 6,0 6,8 7,1
tebal ≤2 panjang >6
alat khusus untuk ambil & mengarahkan
panjang ≤6
α =3600 5 4,0
ambil dan mengarahkan bermasalah (1)
α ≤1800 6 4,0
α =3600 7 5,0
α =3600 panjang >6 8 6,3
panjang ≤6 9 7,0
dua orang atau butuh
0 1 2 3
tebal ≤2 panjang >6
butuh alat bukan pinset
α+β<360 360≤α+β<540 540≤α+β<720 α+β=720
Ambil dan mengarahkan mudah tebal >2 panjang 6≥ panjang >15 panjang <6 ≤15 0 1 2 1,1 1,4 1,9 1,5 1,8 2,2 1,8 2,1 2,5 1,9 2,2 2,7
goyang atau flexibel
ambil & mengarahkan tanpa alat
Tabel D.1. Tabel Pemegangan (Manual Handling Table)
α ≤1800 8 7,0
α =3600 9 9,0
Tabel D.2. Tabel Pemasukan (Manual Insertion Table)
pemasangan susah (4)
pemasangan mudah (4)
pemasangan susah (4)
tidak ada resistensi dalam memasukan
tidak ada resistensi dalam memasukan
tidak ada resistensi dalam memasukan
tidak ada resistensi dalam memasukan
ada resistensi dalam memasukan
ada resistensi dalam memasukan
ada resistensi dalam memasukan
0
1
2
3
6
7
8
9
2,5
2,5
3,5
5,5
6,5
6,5
7,5
kesulitan ruang atau pandangan
1
4,0
5,0
5,0
6,0
8,0
9,0
9,0
10,0
kesulitan ruang dan pandangan
2
5,5
6,5
6,5
7,5
9,5
10,5
10,5
11,5
tidak ada resistensi untuk memasukan
ada resistensi untuk memasukan
meletakan dan meluruskan susah tidak ada resistensi untuk memasukan
ada resistensi untuk memasukan
sulit, ada resistensi torsi
meletakan dan meluruskan susah
mudah, tidak ada resistensi torsi
rivet (klink) atau sejenisnya
meletakan dan meluruskan mudah
meletakan dan meluruskan mudah
meletakan dan meluruskan susah, ada resistensi (5)
meletakan dan meluruskan mudah
dikencangkan dengan sekrup setelah dimasukan
deformasi plastis langsung setelah dimasukan torsi/bending plastis
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
3
2,0
5,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
9,0
6,0
8,0
kesulitan ruang atau pandangan
4
4,5
7,5
6,5
7,5
8,5
9,5
10,5
11,5
8,5
10,5
kesulitan ruang atau pandangan
5
6,0
9,0
8,0
9,0
10,0
11,0
12,0
13,0
10,0
12,0
9
0 4,0
1 7,0
sekrup atau lainnya 2 5,0
3 12,0
4 7,0
penambahan material solder 5 5,0
las 6 12,0
tidak ada proses pengencangan
proses lainnya misalnya insert dengan zat cair
bending rivet (klink) atau sejenis atau sejenis
proses metalurgis
dimanipulasi misalnya dipaskan, distel, diluruskan
proses perakitan dimana seluruh komponen telah terpasang, tidak ada penambahan komponen lain atau sub
pengencang non mekanis tersedia tapi tidak langsung kencang
diproses secara kimiawi misalnya lem
tidak ada atau deformasi plastis lokal
bulk plastic (komponen dalam jumlah besar dideformasi plastis saat
pengencang secara mekanis tersedia tapi tdk langsung kencang
tidak ada penambahan material
tempat memasukan mudah dijangkau
tempat memasukan sulit
ada resistensi dalam memasukan
1,5
tidak perlu sekrup atau deformasi plastis (snap/press fits, circlips, spire nuts dsb )
komponen tidak langsung dapat dipasang
perlu dipegang setelah dimasukan (3)
pemasangan mudah (4)
0
tempat memasukan mudah dijangkau
tempat memasukan sulit
komponen tidak langsung dapat dipasang
tidak perlu dipegang setelah dimasukan (3)
7 12,0
8 9,0
9 12,0
Size (mm)
Thickness(mm)
10
2
Pengelasa n
9.52
6
Pengelasa n
100
2
Satu tangan tanpa alat bantu (mudah)
2
18 0
18 0
Satu tangan tanpa alat bantu (mudah)
Mudah diletakkan tanpa kesusahan Pengelasa n
SRRS -3
2
18 0
18 0
Satu tangan tanpa alat bantu (mudah)
SRRS -4
2
18 0
18 0
Satu tangan tanpa alat bantu (mudah)
SRRS -1
2
SRRS -2
Pemasangan
90
18 0
Jumlah
Pemegangan
10
beta (ß)
10
alfa (ɑ)
Kode Part / Sub part
Lampiran E KONSEP 1 Tabel E.1 Deskripsi Sub perakitan Rangka Rib Support (SRRS) konsep 1
Kode Pemasangan
1.4
0 0
1.5
SRR S-2
2
13
2.1
9 6
SRR S-3
2
11
1.8
SRR S-4
2
13
2.1
Waktu Operasi
Biaya Operasi
5.8
27.666
12
28. 2
134.514
9 6
12
27. 6
131.652
9 6
12
28. 2
134.514
89. 8
428.35
JUMLAH
Keterangan
Waktu Pemegangan
01
Nama Perakitan
Kode Pemegangan
2
Estimasi Jumlah
Jumlah
SRR S-1
Waktu Pemasangan
Kode Part / Sub part
TABEL E.2 Lembar Kerja Efisiensi Desain Sub perakitan Rangka Rib Support (SRRS) Konsep 1
2
Pipa Rib Support
Ditemp atkan di fixture
2
2
2 8
Stopper Rib Support Flange Rib Support Plat Rib Support
Las
Las
Las
Pemegangan
Pemasangan
Size (mm)
Thickness(mm)
1
360
180
Mudah diletakkan tanpa kesusahan
48
11
SRS-2
1
360
360
Satu tangan tanpa alat bantu (mudah)
Pengelasan
45
2
SRS-3
2
360
360
Satu tangan tanpa alat bantu (mudah)
Pengelasan
25.4
25.4
alfa (ɑ)
SRS-1
Satu tangan tanpa alat bantu (mudah)
Jumlah
beta (ß)
Kode Part / Sub part
Tabel E.3 Deskripsi Sub perakitan rangka seatpost(SRS)konsep 1
TABEL E.4 Lembar Kerja Efisiensi Desain Sub perakitan Rangka Seatpost (SRS) Konsep 1
KONSEP 2
Tabel E.5 Deskripsi Sub perakitan Rangka Rib Support (SRRS) konsep 2
TABEL E.6 Lembar Kerja Efisiensi Desain Sub perakitan Rangka Rib Support (SRRS) Konsep 2
TABEL E.7 Deskripsi Sub perakitan Rangka Seatpost (SRS) Konsep 2
Tabel E.8 Lembar Kerja Efisiensi Sub perakitan Rangka Seatpost (SRS) konsep 2
TABEL E.9 Deskripsi Sub perakitan Rangka Tuas Pengatur Gerak Vertikal (SRTPGV) Konsep 2
TABEL E.10 Deskripsi Sub perakitan Rangka Tuas Pengatur Gerak Horizontal (SRTPGH) Konsep 2
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
Konsep 1
Konsep 2
6
5
4
3
2
1
D
365
D
260 515
465
255
R100
C
25.40
270
B
12
820
550
150
100
522 255 500
195
C
B
DRAWN
12/26/2016
WAHYU 360
300 360 200
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
CHECKED TITLE
QA MFG
KONSEP 1 TEMPAT DUDUK SEPEDA PASCA STROKE
A
A APPROVED
54 300
SIZE
DWG NO
A4
1
SCALE
6
5
4
3
1/16
REV
SHEET
2
1 OF 1 1
6
5
4
3
2
1
D
365
D
260 515
465
C
100
150
250
550 500
195
150
C
255
R100
B
215
B
28 DRAWN
12/26/2016
320
WAHYU
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
CHECKED TITLE
QA MFG
KONSEP 2 TEMPAT DUDUK SEPEDA PASCA STROKE
A
A APPROVED
140
280
SIZE
DWG NO
A4
2
SCALE
6
5
4
3
1/16
REV
SHEET
2
1 OF 1 1
BIODATA PENULIS
Muhamad Wahyu Hikmawan lahir di Mojokerto, 20 Februari 1994. Putra kedua dari pasangan Djasmadi dan Suprihatiningsih. Penulis menyelesaikan pendidikan formal di TK Islam Bakti Kabupaten Sidoarjo, SDN Sidokare Kab. Sidoarjo, SDN Gedongan 3 Kota Mojokerto, SMPN 1 Kota Mojokerto dan SMAN 2 Kota Mojokerto pada tahun 2012. Selepas tersebut penulis melanjutkan studi di S1 Teknik Mesin , Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Selama menempuh pendidikan di ITS, penulis mengambil konsentrasi bidang studi Manufaktur dan menjadi anggota Laboratorium Perancangan dan Pengembangan Produk. Selama kuliah penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan. Penulis aktif berorganisasi ditingkat kampus dengan mengikuti BEM FTI ITS, juga aktif menjadi panitia di berbagai kegiatan mulai kepanitiaan IRITS (Integrated Roadshow ITS), TENDAKU dan kepanitiaan lainnya. Penulis mengambil topik sepeda pasca stroke sebagai bahasan Tugas Akhir dengan judul Perancangan Tempat Duduk Untuk Sepeda Pasca Stroke di bawah bimbingan Prof. Dr. Ing. Ir. I Made Londen Batan, M. Eng. Jika ada informasi, pertanyaan maupun saran yang ingin disampaikan pada Penulis, dapat disampaikan pada Penulis, dapat disampaikan melalui email
[email protected].