PROSPEK TONGKOL MUDA JAGUNG SUKMARAGA UNTUK LAHAN KERING DI WILAYAH NTT M Yasin HG dan Yusuf Staf Pemulia Balitsereal dan Peneliti pada BPTP NTT) ABSTRAK Sukmaraga adalah varietas unggulan nasional yang dilepas tahun 2003 potensinya dapat mencapai 7,5 t/ha. Varietas ini dirakit pada cekaman kejenuhan Al 80,0 %, pH 4,0. Tetua Sukmaraga adalah hasil seleksi dari rekombinasi 11 tetua famili saudara tiri populasi AMATL(HS)C2 yang tahan cekaman kering sulfat masam. Tongkol muda Sukmaraga dapat dipanen pada umur 70-75 hari setelah tanam (hst), dan bila direbus dalam fase masak susu (milk stage) akan memberikan rasa agak manis yang nyaris menyamai jenis jagung manis. Di sejumlah wilayah sentra jagung dijual dengan promosi sebagai jagung manis biji tipe mutiara, dengan harga Rp. 500-700 pertongkol. Kisaran hasil tongkol muda per ha yang dapat diterima Rp. 20.000.000 – 23.000.000 per musim tanam. Berumur 105-110 hari, menyerbuk 55 hari, batang tegap, daun hijau lebar, tinggi 180-220 cm, posisi tongkol setengah dari tinggi tanaman, kisaran umur berbunga jantan dan betina 3-5 hari, rataan ditingkat petani 6,0 t/ha. Di Naibonat NTT, kebanyakan petani menanam jagung hanya untuk dijual muda, jenis yang dibudidaya adalah hibrida Bisi-2, C7, P11, NK dengan harga Rp. 25.000 – 30.000 per kg. Menangkar Sukmaraga dapat dijual Rp. 6.000 – 7.500 per kg. Pembinaan penangkaran benih sedang dilakukan Balitsereal bekerja sama dengan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura NTT, BPTP NTT untuk menghasilkan klas benih pokok atau benih sebar di kelompok tani Naibonat NTT. Diharapkan Sukmaraga dapat menunjang sistem perjagungan regional pada lahan kering di NTT. Kata kunci : Jagung muda, tongkol, Sukmaraga dan lahan kering. PENDAHULUAN Sukmaraga mempunyai keunggulan yakni rasa tongkol muda agak manis dan nyaris menyamai dengan jagung manis (sweet corn). Biji jagung manis ditandai dengan kriput, sedang biji Sukmaraga tidak berkeriput atau bertipe mutiara. Sejumlah konsumen dan petani telah melaporkan bahwa tongkol muda Sukmaraga yang dipanen muda umur 70-75 hari, setelah direbus mempunyai rasa agak manis. Di kecamatan Palaihari kabupaten Tanah Laut – Kalsel, serta di Sulsel bagian selatan, ditemui sejumlah petani menjual tongkol muda Sukmaraga dengan promosi sebagai jagung manis harga Rp. 500 per tongkol. Jika diassumsikan bahwa populasi dalam 1 ha sekitar 66.000 tanaman pada jarak 75x20 cm satu tanaman per rumpun, maka pendapatan harga jagung muda Sukmaraga akan mencapai Rp. 33.000.000, bila sarana produksi + biaya angkutan sampai ke tempat penjualan 30% dari total harga, maka penerimaan bersih akan mencapai Rp. 23.100.000 selama kurun waktu 80 hari. Hal yang sama dijumpai sekitar Desa Naibonat-NTT bahwa menanam jagung seluruhnya nyaris terpanen muda untuk segera dijual. Penanaman dilakukan dua kali setelah panen padi-sawah (Pola tanam: Padi -Jagung I - Jagung II), tongkol muda dijual dengan harga Rp. 5.000 per 5-7 tongkol biasanya tergantung ukuran. Dewasa ini petani di Naibonat menanam jenis hibrida Bisi-2, C7, P11, NK dsb untuk panen muda pada tongkol., harga benih Rp.25.00-Rp.30,000 perkg. Menangkar Sukmaraga dapat dijual dengan jauh lebih rendah yakni Rp.7.500-Rp.8.000 per kg benih, sehingga ada peluang untuk meningkatkan pendapatan petani dengan melatih membuat penangkaran benih sumber bersari bebas. Varietas bersari bebas praktis lebih menguntungkan dari hibrida, karena harga benih relatif murah, sarana produksi lebih sedikit, dan petani mudah memperbanyak secara turun temurun melalui seleksi massa atau bulk F2. Sumartono (1995) bahwa melalui serangkaian seleksi berulang timbal balik (reciprocal recurrent selection) pada populasi yang heterotik, dapat dirakit calon varietas bersari bebas yang tahan cekaman abiotik. Cekaman
abiotik di NTT secara umum adalah kekeringan, dan Sukmaraga sebagai varietas unggulan yang mempunyai rasa manis pada tongkol muda dapat ditangkar disejumlah kelompok tani dengan bimbingan dan pengawasan dari pihak BPTP NTT. Pada lingkungan tercekam abiotik kekeringan seperti di NTT, tanah dicirikan pH rendah, kekurangan hara makro N, P, K dan mikro Cu, Zn yang terakumulasi sebagai unsur-unsur yang bersifat meracun tanaman. Pada kondisi demikian terjadi akumulasi Al tinggi dalam bentuk kation dan hidroksi Al (Soepardi, 1988; Gunn et al. (1988). Kondisi yang demikian ini dapat diantisipasi dengan menanam tanaman termasuk jagung yang telah adaptif agar potensi hasilnya tidak terlalu rendah. Sukmaraga merupakan alternatif untuk wilayah kering NTT, mudah diperbanyak, dapat dikerjakan sendiri oleh petani, serta sifat chas dari tongkol mudanya yang nyaris menyamai jenis jagung muda. SEJARAH DAN SILSILAH SUKMARAGA Sukmaraga dirakit sebagai varietas bersari bebas komposit melalui perbaikan dalam populasi. Rangkaian meningkatkan frekwensi genetik populasi dengan metoda perbaikan dalam populasi (intra population improvement) terdiri tiga tahap (1) pembentukan famili, (2) evaluasi famili dan (3) rekombinasi (Beck et al., 1996). Pada awal pembentukan Sukmaraga, populasi berasal dari AMATL(HS)C2 warna biji kuning dengan tipe biji mutiara. Sejumlah populasi yang diseleksi bersama Sukmaraga disajikan pada Tabel 1. Tabel 1.
Materi plasma nutfah yang mengalami perbaikan populasi bersama Sukmaraga. Balitsereal Maros 2002-2003.
Populasi AMATL(HS)C1*) SATP(HS)C5 SA4 SA5 Across 8328 Populasi 28 Barambai-Komposit Pool-2 Pool-5 Maros Sintetik-2 (Tuxpeno Sequia) *) Tetua Sukmaraga
Status C3 C6 C1 C1 C1 C1 C0 C8 C0 C7 (C6)
Metoda seleksi HS S2 S1 S1 S1 S1 HS, FS S1 FS S1
Umur panen Dalam Dalam Dalam Dalam Dalam Dalam Dalam Genjah Genjah Dalam
Warna biji Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Putih Putih
Asal CIMMYT Thailand CIMMYT Thailand CIMMYT Thailand CIMMYT Thailand CIMMYT Mexico CIMMYT Mexico Balitsereal Balitsereal Balitsereal Balitsereal
Pelaksanaan seleksi digunakan intensitas 10%, selanjutnya famili yang terpilih di rekombinasi atau saling silang untuk dibentuk tetua baru sebagai calon varietas komposit dengan karakter seperti pada tabel 3 untuk AMATL(HS)C1, hasil rekombinasi selanjutnya berada pada status C2 yang dikenal sebagai varietas Sukmaraga. Seleksi dilanjutkan dengan skreening populasi terhadap cekaman hara mikro Aluminium di- laboratorium, hasil disajikan pada tabel 2, dan disimpulkan bahwa cekaman Al konsentrasi 2,5 ppm sampai 10 ppm pada media pH : 4,0 ± 0,1 populasi toleran adalah AMATL(HS)C2 (Sukmaraga), SATP-1(S2)C6, BK(HS)C2, AMATL(S1)C3, Maros Sintetik-1(S1)C1 dan Antasena, sejumlah galur murni menunjukkan sifat peka. Tabel 2. Ketahanan Sukmaraga dan pembanding pada berbagai konsentrasi Al berdasarkan pertambahan panjang akar relatif (%). Bogor, 2002 Populasi SATP2(S2)C6 SATP1(S2)C6 BK(HS)C1-5-1 BK(HS)C1-11-1
Konsentrasi Al (ppm)
Ketahanan
2,5
5,0
10,0
20,0
40,0
80,5 111,5 87,1 79,6
48,7 70,3 50,3 59,2
54,4 55,8 38,1 39,5
16,6 30,0 10,2 9,0
9,6 3,8 5,8 6,1
M T M T
BK(HS)C2-113-1 124,0 60,7 BK(HS)C2-129-1 86,1 47,3 BK(HS)C2-55-1 107,2 72,9 AMATL(HS)C2 138,0 83,6 (Sukmaraga) AMATL(S1)C3-43-1 107,1 66,5 AMATL(S1)C3 97,7 61,2 MS1(S1)C1-20-1 101,5 34,6 MS1(S1)C1-21-1 85,9 58,9 MS1(S1)C1-29-1 110,9 53,0 MS1(S1)C1-57-1 118,2 73,1 MS1(S1)C1-123-1 104,2 66,3 CML358 61,1 37,7 CML364 66,7 29,6 CML359 91,4 38,0 Antasena 100,2 57,9 Bisma 80,9 66,4 Lokal Koasa 96,6 53,3 Lokal Delima 88,0 52,5 Kriteria seleksi : T : toleran (IT ≥ 54,5 %) M : moderat (IT : 46,6 – 54,5 %) P : peka IT : (< 46,6 %) AMATL(HS)C2 = Sukmaraga (Sumber : Syafruddin, 2002)
41,1 34,4 45,2 63,8
27,2 14,5 21,8 10,3
7,9 7,3 7,6 10,3
M M P T
27,8 29,6 24,9 21,4 41,1 25,3 35,5 28,0 28,2 40,5 44,6 29,0 29,8 26,5
8,7 2,2 1,9 0,7 0,0 9,8 8,8 4,2 3,2 7,0 6,0 6,4 2,6 4,0
4,2 1,7 0,0 0,0 0,0 7,5 2,2 2,9 0,0 1,9 4,6 3,7 3,5 4,4
T T T T M M M P P P T P M M
Selanjutnya pada konsentrasi 20,0 ppm dan 40,0 ppm populasi jagung memperlihatkan sifat peka terhadap cekaman Aluminium (Syafruddin, 2002). Karakter sifat dari tetua Sukmaraga yang merupakan famili saudara tiri (half sib) disajikan pada Tabel 3. Tetua yang menunjukkan sifat toleran selanjutnya di saling silang untuk meningkatkan frekwensi gen ke siklus C2.
Tabel 3. Karakter tetua Sukmaraga dari famili HS populasi AMATL(HS)C1 Famili (HS)C1
% tumbuh
Umur menyerbuk (hari)
Umur berambut
Tinggi tanaman
Tinggi tongkol
Aspek tanam-an
S’1
(hari)
(cm)
(cm)
(score)
(Jlh) 10 6 5 5 3 8 11 5 3 10 4
AMATL(HS)C1.1 AMATL(HS)C1. 4 AMATL(HS)C1.5 AMATL(HS)C1.7 AMATL(HS)C1.12 AMATL(HS)C1.16 AMATL(HS)C1.23 AMATL(HS)C1.127 AMATL(HS)C1.132 AMATL(HS)C1.134 AMATL(HS)C1.145
85 90 85 60 100 95 100 90 80 90 95
49 50 50 50 53 48 49 54 57 51 52
53 53 56 54 54 53 54 57 57 53 56
193 190 193 216 193 183 198 205 175 196 160
95 103 100 110 83 93 124 80 96 105 75
1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 2
Rataan Simpangan baku
90,0 7,1
51,2 2,6
54,5 1,6
191,0 14,8
95,7 14,1
1,3 0,9
SISTEM PERBENIHAN SUKMARAGA Sukmaraga adalah varietas bersari bebas komposit, tetuanya disusun atas kombinasi C(11,2) atau saling silang 11 famili saudara tiri (half sib). Sebagai varietas komposit, petani dapat menanam Sukmaraga secara kerkelanjutan atau terus menerus dengan melakukan kombinasi sistem “seleksi massa (mass selection)” dan “campuran generasi F2 dengan modifikasi saudara tiri (F2 bulk converted into half sib isolation)”. Metoda perbanyakan Sukmaraga maupun varietas bersari bebas lainnya harus menghindari sistem pemilihan tongkol melalui pertanaman persarian terbuka. Jagung menyerbuk silang sampai 95% dan jika terjadi persilangan pada dirinya (self pollinated) maka phenotipe tanaman (tinggi tanaman, tinggi tongkol, sistem perakaran, jumlah daun, kekekaran batang, jumlah cabang malai, termasuk hasil dan ketahanannya terhadap hama penyakit) akan menurun. Kejadian ini dikenal dengan depressi silang dalam (inbreeding). Stoskopf et al., (1993); Hallauer dan Miranda (1988) bahwa depressi silang dalam terjadi pada populasi yang mengalami kawin acak (randomly mated population), dan berakibat turunnya heterozigosity. Petani yang menanam jagung dari benih yang mengalami “depressi silang dalam” maka dalam tiga-empat musim kedepan hasilnya akan menurun, ukuran tongkol mengecil, barisan biji dan jumlah biji berkurang, dan daya adaptasi pada lingkungan tercekam abiotik menjadi rentan, sehingga petani menjadi tidak tertarik untuk menanam (Dahlan, 95; Jugenheimer, 1985). Berikut disajikan prosedur sistem perbenihan Sukmaraga maupun varietas bersari bebas lainnya melalui metoda kombinasi seleksi massa dan campuran generasi F2 dengan modifikasi saudara tiri (Bolanos dan Edmeades, 1993; CIMMYT, 1994) : 1. Pilih lahan yang terisolasi, artinya lahan calon perbanyakan tidak diserbuki jagung varietas lain, dapat dilakukan dengan isolasi jarak yakni 300 m atau isolasi waktu selama 21 hari. 2. Pada awal kegiatan untuk memperoduksi benih, tanam benih klas BS (breeder seed) dapat diperoleh dari Instansi penelitian terkait yakni Balitsereal Maros, 20 kg/ha 3. Lahan yang akan ditanami diolah sempurna sampai siap tanam, pertimbangkan sistem pemberian air yang mudah dilaksanakan jika terjadi cekaman kering. 4. Lakukan penanaman dengan jarak 75x25cm, satu tanaman per rumpun, dengan rekomnedasi umum Urea-SP36-KCl (300-200-100) kg/ha. 5. Pada saat tanaman memasuki fase tasseling yakni umur sekitar 52-55 hari, dilakukan pencabutan malai untuk barisan tanaman betina. Penentuan barisan tanaman jantan dan betina adalah ratio 2:4, artinya barisan tanaman jantan dua baris dan betina empat baris.
Malai yang mulai terlihat pada barisan betina dicabut atau dimandulkan (detaselling), sehingga barisan betina hanya diserbuki dari barisan pejantan. 6. Menjelang panen lakukan pemeriksaan pada lapisan biji bawah, jika telah terdapat warna hitam (black layer) maka tanaman telah masak fisiologis dan siap dipanen 7. Tongkol dipilih dari induk betina, sehat, barisan biji lurus, rapat dan berukuran besar 8. Dikeringkan 3-4 hari, kemudian dipipil dan disortir, dan dikeringkan kembali sampai mencapai kadar air 10-12 %. 9. Disimpan atau dikemas untuk selanjutnya dapat ditanam kembali. Model ini menghindari induk betina dari inbreeding atau depressi silang dalam, sehingga pemilihan tongkol dengan kombinasi seleksi massa akan terjamin mutunya yakni potensi hasil tidak berkurang atau tetap sama dari tetua/induknya. Sistem ini dapat dilakukan secara terus menerus sehingga keberadaan varietas Sukmaraga dijamin tetap berpotensi hasil tinggi, dan dicintai petani. ANALISIS USAHATANI TONGKOL MUDA SUKMARAGA Berikut disajikan analisis usahatani jagung muda per ha dengan menggunakan varietas Sukmaraga. Benih yang ditangkar ádalah klas benih pokok (sertified seeds) dengan asumsi : 1. Populasi tanaman = 66.600 (ditanam dengan jarak 75 x 20 cm) 2. Harga saat panen muda Rp. 500 per tongkol 3. Panen saat 70 -75 hst 4. Budidaya setelah panen padi atau saat musim kemarau 5. Hasil satu tongkol satu tanaman Sarana Produksi Harga benih 20 kg a’ Rp. 7.000 = Rp. 140.000 Pengolahan tanah = Rp. 750.000 Takaran pupuk Urea 300 kg a Rp 1.250 = Rp. 375.000 SP36 200 kg a Rp 2.000 = Rp. 400.000 KCl 100 kg a Rp 2.000 = Rp. 200.000 Perlakuan benih dengan Saromil 4 bks = Rp. 20.000 Penyiangan/pembumbunan 3x a’ Rp. 250.000 = Rp. 750.000 Penyiraman 7x. bbm a’25 l bensin = Rp. 787.500 Biaya panen muda, pengupasan, dan pengikatan = Rp. 400.000 Angkutan ke pasar local terdekat = Rp. 200.000 Total = Rp. 4.022.500 Pendapatan Hasil panen 66.600 tongkol muda a’Rp. 500 = Rp. 33.300.000 Pendapatan bersih : Rp. 33.300.000 – Rp. 4.022.500
= Rp. 29.277.500
Berdasarkan hasil ini dapat diketahui bahwa nilai keuntungan yang dapat diterima petani dalam satu ha cukup nyata dalam peningkatan pendapatan, nilai ini akan lebih sedikit jika dibandingkan petani yang menanam jenis hibrida. Di sekitar Naibonat, Nunkurus, Camplong I dan II luas pemilikan lahan petani rata-rata <0,5 ha sehingga pendaptan bersih yang dapat diterima petani maíz sekitar Rp. 15 juta dalam kurun waktu 2,5 bulan. Disejumlah pedagang pengecer ukuran tongkol nampaknya tidak menjadi kendala dalam membeli Rp. 500 per tongkol muda, umumnya petani mengikat per 10 tongkol kemudian dijual. Berdasarkan hasil analisis usahatani ini dapat diindikasi bahwa terdapat peluang yang cukup baik dalam menambah pendapatan bagi stake holder yang berminat menangkar Sukmaraga. DESKREPSI VARIETAS SUKMARAGA II. Asal populasi : Introduksi AMATL (Asian Mildew Acid Tolerance Late), asal CIMMYT Thailand dengan introgressi bahan lokal. Golongan Umur berbunga jantan
: Bersari bebas komposit : ± 50-53 hari
Umur berbunga betina Umur panen/masak fisiologis Tipe batang: Tinggi tanaman Tinggi tongkol Daun Warna malai Warna rambut Tongkol Kelobot Perakaran Biji Warna Tipe Bobot 1000 biji Barisan biji Jumlah baris Rataan hasil (k.a. 15 %) Potensi hasil (k.a. 15 %) Ketahanan penyakit Daerah sebaran/adaptasi
: ± 55-58 hari : 105-110 hari : Tegap, warna hijau dan keunguan : ±195 cm : ± 95 cm : Panjang, lebar, dan berwarna hijau : Hijau muda dan kemerahan : Coklat keunguan : Panjang dan silindris : Menutup baik : Baik, dalam dan kuat : : : : : : : :
Kuning tua Semi mutiara 270 g Lurus 12-16 baris 6,0 t/ha 8,5 t/ha Agak tahan terhadap bulai, bercak daun, dan Karat : Sampai ketinggian 800 m dpl KESIMPULAN
1. Sukmaraga dapat ditangkar untuk memperoleh benih sumber pada kelompok tani di sekitar Naibonat NTT guna memenuhi kebutuhan benih dalam hal produksi jagung muda, dan praktis lebih menguntungkan dibanding menanam benih jenis hibrida Rataan hasil bobot biji dapat dicapai 6,0 t/ha, sedangkan potensi mencapai 7,5 t/ha. 2. Panen awal tongkol muda Sukmaraga (70-75 hari) dapat menambah pendapatan petani secara nyata sekitar Rp. 29 juta per ha dengan populasi tanaman 66.600 per ha 3. Penyediaan benih Sukamaraga maupun jagung bersari bebas lainnya, dianjurkan ditangkar dengan menghindari sistem persarian terbuka (randommating population). Yakni dengan metoda kombinasi seleksi massa campuran generasi F2 dengan modifikasi saudara tiri. Sistem penangkaran benih dapat dilakukan ditingkat kelompok tani dengan bimbingan BPTP NTT koordinasi bersama peneliti Balitsereal Maros
DAFTAR PUSTAKA Beck.D., J.Betran., M.Banzinger., G.Edmeades., R.M.Ribaut., M.Wilcox.,S.K.Vasal., and A.Ortega., 1996. Progress in Developing Drought and Low Soil Nitrogen Tolerance in Maize. Annual Corn & Sorghum Research Conference. 51: 89 Bolanos. J., and G.O. Edmeades., 1993. Eight Cycles of Selection for Drought Tolerance in Lowland Tropical Maize I. Responses in Grain Yield Biomass, and Radiation Utilization. Field Crops Research. 31(1993). Elsevier Science Publishers. B.N. Amsterdam. 31 : 233-52. CIMMYT. 1984. Developmnet, Maintenance, and Seed Multiplication of OPBV., Plant Breeding Division. El Batan Mexico. p.7. Dahlan. M., 1995. Pemuliaan Tanaman Untuk Ketahanan Terhadap kekeringan. Badan Litbang Pertanian. BALITJAS. Makalah dalam International Conference on Agricultural Development NTT, Timtim and Maluku Tenggara. 11-15 Desember 1995. Kupang Gunn, R.H., J. A. Beatle., R.E. Reid., R.H.M. Van De Graff., 1988.Australian Soil and Land Survey Handbook. Guidelines for Conducting Surveys. Inkata press. Melbourne. p. 249 Hallauer, A.R., and J. B. Miranda. Fo., 1988. Quantitative Genetics in Maize Breeding. 2nd edition. Iowa State University Press/Ames. p.169, 179, 411 Jugenheimer, R.W., 1985. Corn Improvement. Seed Production and Uses. Evaluating Lines. Robert E. kringer Publishing Company. Malabar Florida. p. 142
Inbred
Soepardi. G., 1988. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Tanah IPB. Bogor. p.270-340Soemartono., 1995. Cekaman Lingkungan, Tantangan Pemuliaan Tanaman Masa Depan. Prosiding Simposium Pemuliaan Tanaman III. Peripi Komisariat Jawa Timur.p. 1 Stoskopf. N.C., D.T. Tomes, and B.R. Christie., 1993. Plant Breeding Theory and Practice. Westview Press. Oxford. p. 28, 87 Syafruddin, 2002. Fisiologi Hara Fosfor Pada Tanaman Jagung (Zea mays. L) Dalam Kondisi Cekaman Aluminium. Program Pasca Sarjana IPB Bogor. p. 63 Vasal. S.K.., H.S. Cordova., D.L. Beck., and G.O. Edmeages., 1996 Choices among Breeding Procedures and Strategies for developing Stress Tolerant Maize Germplasm. Proceeding of Symposium. Developing Drought and Low N Tolerant Maize. March 25-29, 1996. CIMMYT El Batan Mexico