Prospek Kerjasama Energi dengan Negara-negara Afrika Sub-Sahara dan Manfaat Jangka Panjang bagi Indonesia 1 oleh: A.J.Surjadi, CSIS Jakarta
Abstrak Dimulai dengan pemetaan energi sekilas dunia dan peta ekonomi dan energi Afrika Sub-Sahara sebagai titik tolak analisis peluang kerjasama dan kesempatan jangka panjang, maka tulisan ini membahas sekilas prospek Indonesia, dari segi hubungan LN terutama dari segi energi. Diharapkan daripadanya dapat diperoleh bidang-bidang yang potensial strategis untuk dirintis kerjasamanya dengan beberapa negara Afrika Sub-Sahara.
Pengantar Sesuai dengan visi Departemen Luar Negeri yang telah dicanangkan, maka akan dikembangkan dan dilaksanakan diplomasi total dalam mewujudkan Indonesia yang dicita-citakan. Dalam mencapai visi yang multifaset tersebut dihadapi keadaan dunia yang makin kompleks. Untuk itu tidak perlu kita kehilangan fokus mengingat adanya keterbatasan sumberdaya negara, dan tetap dapat menentukan prioritas-prioritas dengan tajam. Dari tujuh pernyataan misi, yang diturunkan menjadi limabelas tujuan stratejik dan duapuluh sasaran stratejik telah disusun tigapuluh dua program. Dapat dibayangkan berapa banyak analisis yang harus dibuat dan sumberdaya yang harus digunakan untuk menyusunnya. Belum lagi jika diperhitungkan banyaknya negara Afrika Sub-Sahara atau kelompok regionalnya, yang masing-masing mempunyai ciri khasnya. Pedoman yang diberikan, dirumuskan dalam tigapuluh satu butir kebijakan. Kalau dianggap bahwa berbagai rumusan tersebut bersifat jangka menengah, maka mungkin kurang relevan dengan judul tulisan ini yang bersifat jangka panjang. Kalau dipilih satu jalur yang mengait dengan energi di Afrika Sub-Sahara, agar kajian ini lebih realistis, maka misi kerjasama pembangunan dan ekonomi, promosi dagang dan investasi, kesempatan kerja dan alih teknologi, serta hubungan dan kerjasama bilateral, regional dan internasional merupakan peluang yang dapat ditempuh. Berbagai program kerjasama kandas karena lemahnya pendanaan dan kelangkaan sumberdaya manusia, terutama karena meningkatnya jumlah pertemuan yang harus dihadiri. Karena itu lalu dicarikan sumberdana dari pihak ketiga atau ditempuh hubungan yang lebih bersifat komersial atau perdagangan. Di samping bagaimana kerjasama tersebut akan dilaksanakan, tidak kalah rumitnya adalah memilih tema program yang hendak dilaksanakan, mengingat persepsi masing-masing terhadap masa depan, khususnya di bidang energi mungkin masih sangat berbeda.
1
Tulisan disampaikan pada Pertemuan Kelompok Ahli yang membahas "Diplomasi Energi Indonesia dengan Negara-negara Kawasan Afrika Sub-Sahara: Tinjauan kritis terhadap Manfaat bagi Kepentingan Nasional", diselenggarakan oleh BPPK Deplu, di Surabaya, 25-27 April 2007.
-1-
Peta energi dunia Permintaan akan energi adalah permintaan jabaran dari kegiatan lain, terutama kegiatan ekonomi, di samping kegiatan untuk meningkatkan kenyamanan yang dapat digolongkan pada kegiatan non-ekonomi, karena bersifat preferensi perorangan. Karena itu proyeksi kebutuhan energi di masa depan banyak dikaitkan dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi serta tingkat kesejahteraan masyarakat. Persepsi dunia terhadap masalah energi dapat disingkat menjadi dua, yaitu masalah keselamatan (security) 2 dan keterdukungan (sustainability). Yang pertama terkait dengan penyediaan (supply) dan yang kedua terkait dengan permintaan, beserta dampak ikutannya. Keseimbangan antara penyediaan dan permintaan ini tercermin dalam harga energi, sekalipun gejolak harga tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor non-fundamental, seperti geopolitik 3 , gangguan dalam mata rantai penyediaan, termasuk teknis dan cuaca, dan sebagainya. Persepsi terhadap ketersediaan sumberdaya energi juga terbagi dua, yang menganggap bahwa sumber energi dunia masih melimpah dan yang beranggapan bahwa akan segera datang masa-masa sulit, berserta akibat-akibatnya. Yang beranggapan bahwa sumber energi di dunia melimpah berpendapat bahwa banyak sumber energi pengganti, bahkan yang terbarukan yang dapat digunakan bila bahan bakar fossil habis 4 . Sebaliknya yang percaya bahwa akan datang masa2 sulit berpendapat bahwa dibutuhkan waktu peralihan yang lama, karena sumber2 energi pengganti tersebut terlalu mahal dan masih terlalu sulit untuk dikendalikan untuk mendukung tingkat produktivitas ekonomi dan kehidupan yang diingini 5 . Proyeksi permintaan akan energi primer dunia yang dilakukan oleh EIA Departemen Energi AS 6 dan oleh Badan Energi Internasional OECD seperti dilaporkan oleh Situmeang 7 menunjukkan bahwa permintaan tersebut akan naik dari 75 Gboe pada tahun 2004, menjadi 116 Gboe pada tahun 2030 8 (lihat Gb. 1). Bahan bakar fossil masih akan menjadi sumber energi primer yang dominan. Kenaikan terbesar terjadi pada permintaan akan batubara. Untuk sementara batubara belum terlalu merisaukan, di samping cadangan dunia yang masih memadai, pengembangan teknologi untuk mengurangi pencemaran terus digalakkan, serta kebijakan untuk menekan pelepasan gas rumah kaca dikembangkan pada tingkat internasional 9 .
2
Masalah Energy Security di wilayah Asia baru-baru ini dibahas dalam Asia Cooperation Dialogue: Co-Prime Movers on Energy Security di Bali, 11-12 April 2007. 3 Anggauta senior delegasi OPEC yang menghadiri pertemuan informal tingkat Menteri OPEC tanggal 18 April 2006, mengatakan bahwa kenaikan harga minyak akhir2 ini lebih banyak karena faktor geopolitik daripada faktor fundamental. 4 David Sandalow, Ending Oil Dependence, The Brookings Institution, Washington DC, January 22, 2007. 5 Nader Elhefnawy, "US: Army War College on energy security", Parameters, 23 Feb 2006. 6 EIA DOE, International Energy Outlook 2006, Washington DC. 7 Hardiv Situmeang, "Overview of World's Energy and Its Impact to Developing Countries", presentation at the ACD Co-prime Movers on Energy Security, Bali, 11-12 April 20007. 8 Satuan aslinya adalah toe. 1 toe = 6.84 boe (barrel of oil equivalent). 9 EIA DOE. op.cit.
-2-
Gb.1 Pangsa Bahan Bakar Fossil dalam Permintaan Energi Primer Dunia
Sumber: Situmeang (2007) 10
Minyak Bumi Dalam berbagai proyeksi tersebut telah digunakan model yang memperhitungkan faktor ekonomi, terutama kaitan antara harga dan perrmintaan dan penyediaan. Para pengambil keputusan di bidang minyak memberikan kesan bahwa masa minyak bumi akan segera berakhir, karena cadangan minyak telah menurun. Hal ini terlihat dari penanaman modal di bidang ini yang rendah, kenaikan harga minyak tidak banyak mendorong eksplorasi baru, sehingga cadangan terbukti menurun; cadangan dalam pengangkutan dan distribusi juga menipis. Kilang minyak di AS sudah mendekati batas kapasitasnya tetapi tidak ada kilang baru yang dibangun; kapal tanker telah penuh dipesan tetapi yang dihapus lebih banyak dari yang dibangun. Merger dan Penggabungan oleh Perusahaan Raksasa Minyak meningkat dalam rangka menambah cadangan terbukti 11 . Apakah kecenderungan penguasaan cadangan yang makin banyak oleh pemerintah (lihat Gb.3) telah berperan masih perlu kajian lebih lanjut. Gb.4 menunjukkan keterbatasan kapasitas kilang, cadangan dan produksi, yang menambah faktor2 risiko penyediaan bahan bakar minyak. Mungkin sementara dapat disimpulkan, seperti apa yang dikemukakan oleh Caruso, Administrator di EIA US DOE, belum lama ini, seperti tertera dalam Gb.5. Cadangan minyak akan "habis", tidak segera tetapi dalam abad ini, kecuali jika umat manusia lebih hemat minyak, mengurangi mobilitasnya, serta menemukan teknologi sumber energi yang dapat menggantikan minyak secara ekonomis, seperti pasir ter di Kanada dan minyak berat di Venezuela. Faktor geopolitik dapat menyebabkan kurva mendatar atau bahkan menurun untuk jangka waktu tertentu. Pertumbuhan produksi minyak antara 1 sampai 3 prosen per tahun tidak akan segera terkendala oleh cadangan sumberdaya yang secara teknis dapat digali. Terpenuhinya proyeksi tersebut masih mengandung risiko, mengingat panjangnya tenggang waktu untuk teknologi baru memasuki pasar.
10 11
Situmeang, ibid. R.C.Porter dalam Journal of Econ. Literature, Vol. XLIV (March 2006) p.186-190.
-3-
Gb.2 Cadangan Terbukti Minyak dan Gas yang dikuasai oleh Perusahaan
Sumber: The World Energy Book, Issue 2, 2006
Gb. 4 Permintaan minyak bumi akan menurun sesudah mencapai puncaknya, dalam 3 senario pertumbuhan
Sumber: Caruso 12 12
Guy Caruso, "When will World Oil Production Peak?". Presentation at the 10th Annual Asia Oil and Gas Conference, Kuala Lumpur, June 13, 2005.
-4-
Gb.3 Kapasitas Kilang, Cadangan dan Produksi Minyak Global
Sumber: IMF, World Economic Outlook 2006 13
Tenaga Nuklir 85% kapasitas PLTN terpasang di dunia berada di negara anggauta OECD (30 negara). Di negara2 tersebut tenaga nuklir memberikan hampir seperempat dari penyediaan listrik. Bahan bakar PLTN tersebut, uranium belum merisaukan seperti 13
IMF, World Economic Outlook 2006.
-5-
yang dialami oleh minyak. Uranium adalah logam "biasa" yang ditemukan dalam batu-batuan dan air laut sebagai larutan ( 0,003 ppm). Cadangan U yang dapat ditambang (dengan biaya kurang dari $80/kg U) adalah sebesar 4,7 juta ton 14 . Konsumsi saat ini adalah 66 500 ton U/tahun, yang mencukupi untuk puluhan tahun ke depan. Harga, seperti terlihat dalam Gb. 6, menunjukkan adanya kenaikan akhir2 ini, tetapi diperkirakan akan turun setelah tambang2 baru dibuka. Harga ini juga akan terpengaruh jika U dari negara bekas Uni Soviet masuk ke Eropa. Kenaikan harga U tersebut tidak merisaukan karena pangsanya dalam biaya produksi listrik dalam PLTN adalah kecil (pada saat ini bahan bakar nuklir dalam pembangkit listrik merupakan kl. 20% dari biaya total pembangkitan listrik) 15 . Produsen U terbesar adalah Kanada dan Australia, tetapi sejak tahun 2005 Afrika Sub-Sahara mempunyai 3 tambang U yang termasuk 10 tambang U terbesar di dunia. Tambang tersebut berada di Namibia (menghasilkan 7,6% produksi dunia), dan 2 tambang di Niger, masing2 menhasilkan 4,3% dan 3,2% produksi dunia. Gabon sebagai eksportir U belum termasuk dalam 10 besar. Gb.5 Perkembangan harga Uranium Dunia [US$/lb U] 16
Gb.7 menunjukkan produksi U di negara2 "barat" serta tertera kurva kebutuhan U untuk PLTN. Pada tahun 2002 sekitar 60% dari kebutuhan PLTN dipenuhi dari produksi tambang, sisanya dari pemanfaatan kembali U yang semula digunakan untuk keperluan militer. Diproyeksikan pemanfaatan tenaga nuklir akan terus meningkat, sekalipun pangsanya dalam penyediaan energi akan menurun. Peningkatan ketersediaan PLTN yang telah ada dapat mengganti pembangunan PLTN baru. Saat ini pengembangan PLTN generasi baru juga terus diupayakan. Salah satu daripadanya adalah jenis Reaktor Suhu Tinggi berpendingin gas "Pebble bed" (tumpukan bola2) (PBMR) yang dikembangkan di Afrika Selatan, yang rencananya akan mulai dibangun tahun ini 17 . Teknologi yang berasal dari Jerman ini (di negara asalnya sudah dihentikan) juga sedang dikembangkan di Cina 18 berdasarkan lisensi. Keuntungannya a.l.ukurannya 14
NEA - IAEA, Uranium 2005: Resources, Production and Demand, OECD, Paris, 2006. 5 kali kenaikan harga U3O8 menyebabkan 2 kali kenaikan biaya bahan bakar, yang selanjutnya menyebabkan kenaikan pada total biaya pembangkitan listrik sebesar kl. 10%. 16 World Energy Council, The Role of Nuclear Power in Europe, WEC, London, Jan 2007. 17 Wikipedia, "Pebble bed Reactor", 31 January 2006. 18 Spencer Reiss, "Let a Thousand Reactors Bloom", Wired Magazine Frebruary 2005. 15
-6-
yang tidak harus besar, karena bersifat moduler, bersifat aman secara inheren, dan pemanfaatan uranium yang lebih besar. Juga China berencana untuk membangun PLTN jenis ini pada tahun 2007. Tentangan pada pemanfaatan tenaga nuklir masih berlanjut, dan alasannya masih tetap: tenaga nuklir tidak aman, karena pencemarannya, bahkan berbahaya, serta cadangan bahan bakarnya terbatas, Bahkan ada yang menganggap bahwa dari segi ilmu pengetahuan, penelitian untuk memanfaatkan tenaga nuklir adalah salah arah. Gb.6 Produksi Uranium Negara Barat serta Kebutuhannya untuk PLTN [1945-2001]
Sumber: WNA 2002 Market Report dan IEA World Energy Outlook 2002.
Bahan Bakar Nabati (BBN) Akhir-akhir ini banyak tulisan yang membahas masalah BBN, antara lain ada ringkasan yang cukup baik yang dimuat dalam majalah Foreign Affairs 19 dan laporan yang disampaikan pada Congress AS 20 . Tulisan lain yang masih relatif baru adalah evaluasi yang dibuat oleh IEA-USDOE 21 , serta berbagai ulasan oleh AP, Platts dan mongabay.com. BBN yang terbanyak dikembangkan adalah ethanol (produksi dunia tahun 2005 adalah sekitar 37 juta kiloliter 22 ), 45,2% diproduksi di Brasilia dan 44,5% di AS. Jika di Brasilia BBN tersebut dibuat dari tebu, di AS dibuat dari jagung. Biodiesel lebih banyak dibuat di Eropa dari biji minyak (semacam lobak 23 ), produksinya 3,8 juta kiloliter. Sedangkan di AS produksi biodiesel baru sekitar 400 000 kiloliter dan dihasilkan dari minyak nabati dan hewani (terkenal dengan "bertani di kota"). Perbedaan produksi kedua jenis BBN di AS ini mencerminkan perbedaan konsumsinya dalam sektor yang berbeda. BBM terbesar di AS digunakan dalam sektor transpor, dan kendaraan bermotor terbanyak adalah berbahan bakar bensin. 19
C.Ford Runge dan B.Senauer, "How Biofuels Could Starve the Poor", Foreign Affairs, May/June 2007. 20 B.D.Yacobucci and R.Schnepf, "Ethanol and biofuels", US CRS RL33928, Mar 2007. 21 IEA, Market Evaluation: Fuel Ethanol, Unicamp, Jan 2007. 22 C.Ford Runge, op.cit. Satuan asli yang digunakan adalah gallon AS, yang sama dengan 3,79 liter. 23 C.Berg, ""World Fuel Ethanol Analysis and Outlook", F.O.Licht, Kent April 2004, menyatakan bahwa perolehan ethanol dari lobak (Perancis) dalam liter per ha melebihi tebu (Brasil) dan jagung (AS). Tetapi dari jumlah bahan bakunya perolehan ethanol dari jagung (AS) dalam liter per ton lebih besar dari lobak maupun tebu. Biaya bahan baku bruto tebu menjadi yang paling murah dalam sen US/liter dan lobak paling mahal.
-7-
Perkembangan industri kendaraan bermotor di China dan India layak untuk dicermati dalam kaitan ini. Uraian yang memperingatkan berbagai kelemahan pengembangan BBN bila tidak ditangani dengan baik telah diterbitkan oleh IFPRI 24 , agar dengan demikian dapat memberikan peluang bagi negara berkembang 25 . Ditekankan bahwa tantangan yang dihadapi adalah, seperti diperingatkan oleh berbagai kalangan yang kurang sependapat dengan pengembangan BBN –apapun tujuannya– adalah: meningkatnya kesenjangan sosio-ekonomi yang biasanya mengikuti kenaikan produksi dan produktivitas (karena mengejar skala ekonomi, karena itu harus dicari skala yang tepat), pengalihan lahan pangan ke lahan energi (jadi tanaman harus menghasikan energi yang jauh lebih tinggi nilainya dari pangan), penebangan hutan, hilangnya keragaman hayati, masalah neraca energi dan neraca karbon, serta pemakaian pupuk yang berlebihan, sehingga menyebabkan penurunan kualitas tanah dan air yang menjadi tumpuan bagi si miskin. Untuk itu sektor publik harus berperan dalam mengelola dan mengaturnya. Dari Brasil banyak yang dapat kita pelajari, maupun dari perdebatan mengenai pangan versus energi (termasuk masalah kemiskinan). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ketiga sumber energi tersebut akan terkait dengan hubungan kerjasama Indonesia dengan Afrika Sub-Sahara di masa dekat maupun jangka menengah.
Sekilas Peta Ekonomi dan Energi Afrika Sub-Sahara Negara-negara di Afrika dikelompokkan oleh berbagai lembaga menjadi Afrika Maghreb, Sub-Sahara dan Afrika Selatan. Pembagian selanjutnya adalah "Tanduk Afrika" (Djibouti, Ethiopia, Sudan), "Danau-danau besar" (Burundi, Rep.Dem.Kongo, Kenya, Rwanda, Tanzania, Uganda), Afrika bagian Selatan (Angola, Botswana, Comoros, Lesotho, Madagascar, Malawi, Mauritius, Mozambique, Namibia, Seychelles, Swaziland, Zambia, Zimbabwe), Afrika barat dan Tengah (Cape Verde, Gambia, Ghana, Guinea, Mauretania, Nigeria, Sao Tome dan Principe, Sierra Leone, Zona CFA franc (Benin, Burkina Faso, Cameroon, Central African Republic, Chad, Republik Kongo, Pantai Gading, Guinea Ekuatorial, Gabon, Guinea-Bissau, Mali, Niger, Senegal, Togo) 26 . Peta (Gb.7) menunjukkan pengelompokan negara-negara tersebut. Sejak laporan menyeluruh oleh EIA tahun 1999 27 , kegiatan ekonomi Afrika Sub-Sahara terus berlanjut dengan mantap 28 . Tabel 1 menunjukkan PDB, laju pertumbuhannya, dan jumlah penduduk. Kolom ke-6 menunjukkan komoditi utama yang diekspornya. Dari 16 negara eksportir minyak, 6 berasal dari Afrika Sub-Sahara.
24
P.Hazell and J.von Braun, "Biofuels: A Win-Win Approach That Can Serve the Poor", dalam IFPRI Forum, Washington D.C. June 2006. 25 J.von Braun and R.K.Pachauri, "The Promises and Challenges of Biofuels for the Poor in Developing Countries", Essay IFPRI, Washington, DC, 2006. 26 IMF, World Economic Outlook 2006. 27 IEA USDOE, Energy in Africa, Washington DC, December 1999. 28 IMF, op.cit.
-8-
Gb.7 Peta Afrika dipisah menurut kelompok
Sumber: Energy in Africa 29
Sekalipun ekonomi Afrika Sub-Sahara tumbuh dengan 5,5% dalam tahun 2005, dari Tabel 1 terlihat bahwa pertumbuhan tersebut tidak merata, beberapa negara bahkan mengalami pengurangan laju pertumbuhannya. Negara yang mengekspor minyak dan logam menikmati kenaikan2 harga komoditi tersebut. Beberapa negara mengalami pertumbuhan di atas 7 prosen berkat upaya reformasi. Diperkirakan pertumbuhan kegiatan ekonomi masih akan berlanjut, sekalipun dihadapi masalah produksi bahan pangan karena pengaruh cuaca, pasar kapas yang melemah dan penghapusan kuota tekstil. Pengelompokan negara2 Sub-Sahara terkait dengan kelembagaan kerjasama antar negara. Di Afrika Barat telah dibentuk sejak 1975 Komunitas Ekonomi Negara2 Afrika Barat (ECOWAS) yang mempunyai 15 anggauta. Komunitas tersebut hendak mendorong integrasi regional dan pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya juga akan menciptakan uni moneter di wilayah tersebut. Upaya integrasi tersebut tidak mudah karena hambatan ketidakstabilan politik, perekonomian yang tidak cukup terdiversifikasi, kurangnya prasarana dan sebagainya. Sebuah Kelompok Monitoring (ECOMOG) yang dibentuk, telah terlibat dalam mengatasi perang sipil di wilayah tersebut. Anggauta ECOWAS yang berbahasa Perancis telah membentuk Uni Moneter Afrika Barat (UEMOA), dengan tujuan akhir menjadikannya bagi seluruh anggauta Komunitas. Di Afrika Wilayah Danau Besar, yang negara2nya termasuk dalam negara Miskin yang Berhutang Banyak (HIPC) telah diupayakan kerjasama wilayah. Komunitas Afrika Timur (EAC) dihidupkan kembali sejak 1999 tiga negara (Kenya, Tanzania dan Uganda) menggagas dibentuknya uni bea cukai, serta kemudian 29
EIA USDOE, Energy in Africa, Washington DC, December 1999.
-9-
menjadi uni moneter dan politik. Rwanda dan Burundi setelah berhasil mengatasi ketidakstabilan politik, menunjukkan minatnya untuk bergabung dengan EAC.
Tabel 1. Wilayah Afrika Sub-Sahara, Jumlah Penduduk, PDB, Laju Pertumbuhan dan Sumber Utama Ekspornya. Wilayah, Negara Africa Sub-Sahara
Penduduk 2001 [juta jiwa]
2007
Sumber Utama Ekspor
5.7
5.5
13.5
9,471
26.0
20.2
Benin
6.4
2,269
4.0
5.1
1.6
5,142
3.5
3.5
Non Bahan Bakar
11.6
2,328
4.2
6.3
Non Bahan Bakar Non Bahan Bakar
Burkina Faso Burundi
315,269
2006
Angola Botswana
673.9
PDB [juta US$] 2001
6.9
689
6.3
5.8
15.2
8,591
4.2
4.3
Cape Verde
0.5
1,100
7.0
6.5
Central African Republic
3.8
978
3.2
3.8
Chad
7.9
1,603
3.0
3.0
Comoros
0.6
400
3.0
4.1
5,500
Cameroon
Congo, Dem. Rep. of
(3)
(1) Non Bahan Bakar (1)
7.0
7.2
Non Bahan Bakar
(1)
3.1
2,751
5.2
2.2
Bahan Bakar
(3)
Côte d’Ivoire
16.4
10,411
2.4
2.6
Non Bahan Bakar
Djibouti
0.48
600
4.2
5.0
Equatorial Guinea
0.54
6,800
–1.1
9.4
Congo, Rep. of
Eritrea
56.4
Bahan Bakar
Catatan
(1) Bahan Bakar
(1)(3)
Bahan Bakar
(1)(3)
4.2
681
1.5
1.3
65.8
6,366
5.3
5.7
Gabon
1.4
7,200
2.9
3.0
Gambia, The
1.5
500
4.5
5.0
Ghana
19.7
5,301
6.0
6.0
Non Bahan Bakar
Guinea
7.6
2,885
5.0
5.4
Non Bahan Bakar
Guinea-Bissau
1.4
300
2.6
2.9
Non Bahan Bakar
30.7
10,419
3.3
4.9 2.0
Ethiopia
Kenya
(1)
Lesotho
2.1
789
2.3
Liberia
3.6
500
6.8
Madagascar
16.0
4,566
5.7
6.3
Malawi
10.5
1,826
8.3
5.6
Mali
11.1
2,629
5.4
6.1
Mauritania
2.8
1,030
18.4
13.6
Mauritius
1.2
6,300
2.7
2.9
Morocco
29.2
33,733
5.4
4.4
Mozambique, Rep. of
18.1
3,561
7.9
7.0
1.8
3,168
4.5
4.5
Non Bahan Bakar
11.2
1,939
3.6
4.2
Non Bahan Bakar
129.9
41,237
6.2
5.2
Bahan Bakar
8.7
1,703
4.0
4.3
Namibia Niger Nigeria Rwanda São Tomé and Príncipe Senegal
(1)
0.15
44
4.5
5.5
9.8
4,620
5.0
5.1
Seychelles
0.1
700
–1.4
–1.5
Sierra Leone
5.1
749
7.4
6.5
Somalia
8.6
4,800
5.7
South Africa
43.2
113,274
4.3
4.1
Sudan
40.2
25,800
13.0
10.3
-10-
(1)
Non Bahan Bakar Non Bahan Bakar
(3) (2) (1)
Non Bahan Bakar (1) Bahan Bakar
(1)(3)
Swaziland
1.2
2,000
1.2
1.0
Tanzania
34.5
9,119
5.8
7.0
(1)
Togo
4.7
1,259
4.2
4.5
Tunisia
9.7
20,035
5.8
6.0
Uganda
22.8
5,707
6.2
6.1
Non Bahan Bakar
Zambia
10.3
3,647
6.0
6.0
Non Bahan Bakar
Zimbabwe
12.8
9,057
–4.7
–4.1
Non Bahan Bakar
(1) EIA Country Analysis Brief, penduduk dan PDB tahun 2005. (2) Encarta. (3) Termasuk negara eksportir minyak sesuai kriteria IMF: selama 5 tahun yang lalu, pangsa ekspor minyak melebihi 40%.
Sumber:WB 30 , EIA 31 dan Encarta.
Di Afrika Sebelah Selatan, sejak 1980 telah dibentuk Komunitas Pembangunan Afrika Bagian Selatan (SADC), yang semula sebuah Konperensi Koordinasi, oleh sembilan negara. Kemudian beberapa negara lainnya di wilayah tersebut bergabung dalam SADC. Beberapa negara juga merangkap menjadi anggauta Pasar Bersama untuk Afrika bagian Timur dan Selatan (COMESA). Afrika Sub-Sahara mempunyai kandungan minyak yang cukup besar, seperti tertera dalam Gb.8, sehingga memungkinkan produksi seperti tertera dalam Gb.9. Gb.8 Cadangan terbukti Minyak di Afrika Sub-Sahara
Gb.9 Produksi Minyak Mentah dari Afrika Sub-Sahara
30 31
The World Bank, World Development Report 2003. IEA, Country Analysis Brief, berbagai Negara, 2006.
-11-
Sumber: EIA Country Analysis Brief Sudan, March 2006 32
Kandungan gas juga tersebar di berbagai negara terutama di wilayah Barat dan Tengah. Gb.10 menunjukkan cadangan gas di Afrika Sub-Sahara. Gb.10 Cadangan Tebukti Gas 10 Terbesar di Afrika Sub-Sahara
Gb.11 dan Gb.12 menunjukkan kegiatan di bidang gas, yang akan meningkatkan produksi di waktu2 yang akan datang. Berbagai kegiatan Migas ini dilakukan dengan kerjasama dengan perusahaan asing. Gb.11 Pipa gas antar negara di Afrika Barat.
32
idem.
-12-
Gb.12 Pipa Gas antar negara di Afrika Tengah.
Sumber: Esso E&P, Chad. 33
Cadangan batubara yang besar hanya terdapat di Afrika Selatan. Uranium terdapat di beberapa negara seperti telah disebutkan di atas. Sumber2 Energi Baru dan Terbarukan telah dimanfaatkan untuk pembangkitan listrik, seperti di Kenya, di mana telah dimanfaatkan biomassa dan panas bumi. Direncanakan juga membangun pembangkit listrik dengan tenaga angin.
Prospek Indonesia Seperti telah dicanangkan dalam Perpres No5/2006 Indonesia memproyeksikan bauran energi seperti tertera dalam Gb.13. Gb13. Proyeksi Konsumsi Energi Primer dalam Kebijakan Energi Nasional
Sumber: Indarti (2006) 34
Pada tahun 2025 diperkirakan 20% dari penyediaan energi di Indonesia masih bertumpu pada minyak. Sedangkan gas dan batubara masing2 memberikan pangsa 30% dan 33%. Bagaimana proyeksi tersebut akan dicapai belum banyak informasi yang dikeluarkan. Apakah akan diserahkan kepada sektor swasta, yang berarti 33
IEA. op.cit. Indarti, "Energy Conservation Efficiency Policies in Selected ASEAN Countries: Case of Indonesia", paper presented at the Regional Workshop on Energy Efficiency Policies of the WEC, Bangkok, 12-13 October 2006.
34
-13-
diandalkan pada kekuatan pasar, atau sektor publik harus berperan agar kriteria "optimal" tersebut dapat dicapai. Kerjasama di bidang migas akan tetap diperlukan melihat prospek tahun 2025 tersebut. Di lain pihak kemungkinan dampak lingkungan yang akan dihadapi, berkaitan dengan proyeksi tersebut, sudah pernah dibahas pada pertemuan Kelompok Ahli pada tahun 2005 yang lalu35 . Selanjutnya telah diterbitkan Instruksi Presiden No 1/2006 tentang produksi dan penggunaan Bahan Bakar Nabati (BBN). Statusnya pada saat ini serta prospeknya di Indonesia telah dilaporkan oleh BPPT dan IPB 36 . Berbagai pandangan sudah disampaikan a.l. oleh Chatib Basri 37 dan Yayasan KEHATI 38 . Pembahasan untuk itu telah disediakan waktu tersendiri. Di bidang nuklir prasarana teknologi, kelembagaan dan sumberdaya manusia telah dipersiapkan sejak tahun 1964. Apakah sudah mencukupi untuk menghadapi pembangunan PLTN di Indonesia harus dikaji secara terus menerus 39 . Di bidang energi pertukaran informasi merupakan kegiatan yang relatif tidak membutuhkan pendanaan yang besar, tetapi tetap diperlukan sumberdaya yang mampu memanfaatkannya. Seperti dikemukakan sebelumnya, maka kerjasama pembangunan dan ekonomi, khususnya promosi dagang dan investasi ke Afrika, memberikan peluang untuk ditingkatkan. Gb.14 berikut menunjukkan volume perdagangan non-migas Indonesia dengan Afrika menurut jenis komoditinya. Impor minyak dari Afrika (termasuk Afrika Utara) masih jauh lebih besar dari nilai perdagangan non-migas, yang pada tahun 2005 mencapai lebih dari $1 milyar. Volume perdagangan non-migas (impor dan ekspor) mencapai $1.8 milyar pada tahun 2005, masih kecil dibandingkan dengan total impor-ekspor Indonesia. Dari Gb.14 tersebut dapat dipelajari komoditi apa saja yang diimpor dari Afrika (terutama komoditi dengan digit HS 06, 07, 25, 26 dan 67). Sedangkan komoditi yang dibutuhkan Afrika terutama mencakup komoditi dengan digit 42 (minyak nabati) dan 84 (pakaian jadi). Di samping kertas (64), benang (65), bahan pembersih (55), peralatan listrik (72) juga mulai menarik. Di samping berbagai produk yang bukan bahan mentah mempunyai peluang yang besar dan memberikan nilai tambah dan menciptakan lapangan kerja yang besar. Dari sisi negara Afrika Sub-Sahara (termasuk Afrika Selatan) yang terpantau sebagai tujuan impor dan sumber ekspor tertera dalam Tabel 2. Ruang yang bertanda garis dalam tabel tersebut dapat dijajagi kemungkinannya untuk pengenbangan kerjasama perdagangan. Indonesia telah aktif dalam membina jaringan kerjasama di bidang energi, pada tingkat pemerintah (a.l. ASEAN, berbagai dialog ASEAN+, APEC – beserta Working 35
Seminar Kelompok Ahli yang bertema "Diplomasi Energi Dalam Konstelasi Politik Kawasan", Denpasar, 10-11 Juni 2005. 36 Wirawan, S.S. and A.H.Tambunan, "The Current Status and Prospects of Biodiesel Development in Indonesia: a Review". Presentation in the 3rd Asia Biomass Workshop, Tsukuba, Nov 16, 2006. 37 Chatib Basri, BIES, Vol.42, No.3, December 2006. 38 KEHATI, Report Research Indonesian Path Toward Sustainable Energy: A case study of developing palm oil as biomass in Indonesia submittted by KEHATI, 2006. 39 Soedyartomo Soentono, "Program Energi Nuklir di Indonesia", Penyajian pada Seminar Diplomasi Energi dalam Pemantapan Pembangunan PLTN di Indonesia, Jakarta, 13-14 November 2006.
-14-
Groups-nya –, EASG), maupun yang non-pemerintah (track II), seperti WEC, EAVG, NEAT, dan lain-lain. Rencana untuk menambah jangkauan jaringan kerjasama, terutama dengan wilayah lain, perlu dipertimbangkan dukungan sumberdayanya, terutama sumberdaya manusianya. Tabel 2. Negara Afrika Sub-Sahara Sumber Impor dan Tujuan Ekspor Indonesia. IMPOR Migas Non migas Afrika Selatan Afrika Selatan Gabon Nigeria
Nigeria
Sudan
Sudan
EKSPOR Migas Non migas Afrika Selatan Afrika Selatan – Kenya – – Mauritius – Niger – Senegal – Sudan – Lain-lain –
Sumber: Diolah dari Database CEIC.
-15-
Gb.14 Impor - Ekspor non Migas ke Afrika, 2005
Meat and meat preparations 01 Dairy products and eggs 02 Fish and fish preparations 03 Cereals and cereal preparations 04 Fruit and vegetables 05 Sugar, sugar preparations and honey 06 Coffee, tea, cocoa, spices & manufa 07 Feed.-stuff for animals excl. unmil 08 Miscellaneous food preparations 09 Beverages 11 Tobacco and tobacco manufactures 12 Hides, skins and fur skins, undress 21 Oil-seeds, oil nuts and oil kernels 22 Crude rubber including synthetic an 23 Wood, lumber and cork 24 Pulp and paper 25 Textile fibres, not manufactured, a 26 Crude fertilizers and crude mineral 27 Metalliferous ores and metal scrap 28 Crude animal and vegetable material 29 Coal, coke and briquettes 32 Animal oils and fats 41 Fixed vegetable oils and fats 42 Animal and vegetable oils and fats, 43 Chemical elements and compounds 51 Crude chemicals from coal, petroleu 52 Dyeing, tanning and colouring mater 53 Medicinal and pharmaceutical produc 54 Perfume materials, toilet & cleansi 55 Fertilizers, manufactured 56 Explosives and pyrotechnic products 57 Plastic materials, etc 58. Chemical materials and products, nes 59 Leather, lthr. manufs., nes & dress 61 Rubber manufactures, nes 62 Wood and cork manufactures excludin 63 Paper, paperboard and manufactures 64 Textile yarn, fabrics, made-up arti 65 Non-metallic mineral manufactures, 66 Iron and steel 67 Non-ferrous metals 68 Manufactures of metal, nes 69 Machinery, other than electric 71 Electrical machinery, apparatus and 72 Transport equipment 73 Sanitary, plumbing, heating and lig 81 Furniture 82 Travel goods, handbags and similar 83 Clothing 84 Footwear 85 Scientif & control instrum, photogr 86 Miscellaneous manufactured articles 89 Animals, nes, incl. zoo animals, do 94 Firearms of war and ammunition ther 95 0
50,000
100,000
150,000
US$ 000 Import
Sumber: diolah dari Database UN Comtrade
-16-
Export
200,000
250,000
Kesimpulan 1. Peranan bahan bakar fossil, terutama minyak dan kemudian gas masih akan berlanjut untuk beberapa puluh tahun mendatang, terutama di sektor transport dan rumah tangga di negara berkembang. Peranan batubara juga akan berlanjut terutama untuk pembangkitan listrik dan sektor industri. Untuk menghadapi itu perlu dikaji di samping pengalokasian sumberdaya termasuk lahan, serta dampaknya pada lingkungan, terutama pencemaran pada air dan udara serta pelepasan gas rumah kaca. Tidak kalah pentingnya adalah siapa yang harus menanggung biayanya. 2. Menyadari tidak tak-terbatasnya cadangan minyak dan ketimpangan distribusinya di berbagai belahan bumi, negara2 maju berupaya untuk mengurangi ketergantungan pada minyak dengan mengembangkan teknologi. Teknologi tersebut diarahkan pada peningkatan efisiensi energi dan pengembangan substitusi dan pengalihan pemakaian bahan bakar. Untuk meningkatkan efektivitasnya dirintis kerjasama sektor publik dan sektor swasta dalam program2 kongkrit, a.l. dalam pengembangan teknologi dan pertukaran informasi. Negara berkembang makin sulit mengejar ketertinggalan teknologi, tanpa upaya yang sistematis dan terprogram. 3. Peranan tenaga nuklir masih menghadapi persepsi yang berbeda. Pada saat ini dirasakan sebagai satu-satunya alternatif peralihan sebelum sumber energi yang ideal ditemukan. Untuk itu hukum fisika tetap berlaku, kita tidak dapat membuat perpetuum mobile. Sebagian berpendapat bahwa tenaga nuklir dapat membahayakan keselamatan dan sukar dikendalikan penyalahgunaannya. Di samping itu dampak yang membahayakan cukup besar dibandingkan dengan pengurangan gas rumah kaca karena tidak membakar bahan bakar fossil. Dari segi penguasaan teknologi, sebagian masyarakat masih berpendapat bahwa teknologi nuklir masih di luar jangkauan kemampuan nasional. 4. Kerjasama yang efektif adalah yang saling menguntungkan. Beberapa negara Afrika masih bergelut dengan masalah pendidikan, kesehatan dan pangan yang terkait dengan kemiskinan. Beberapa negara lainnya mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan masyarakatnya membutuhkan barang2 untuk meningkatkan kesejahteraannya. Peluang peningkatan perdagangan dapat menunjang kerjasama di bidang lainnya, termasuk bidang energi. 5. Pemerintah dapat memikirkan peranan apa saja yang dapat dilakukan untuk pengembangan energi menghadapi peningkatan permintaan, sedangkan sumbernya mulai menunjukkan adanya tekanan-tekanan. Terutama mana yang dapat diserahkan pada mekanisme pasar, dan mana yang sektor publik harus memperbaiki kegagalan pasar.-
Jakarta, 20 April 2007.
-17-