Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional
STUDI PROYEKSI PERMINTAAN ENERGI JANGKA PANJANG DENGAN PROGRAM MAED Arief H. Kuncoro1), Djati H. Salimy2) Direktorat Konservasi Energi, Dirjen EBTKE, Kementerian ESDM Jl. Gatot Subroto Kav. 49 Jakarta 12950 Telp./Fax. 0215254508/0215250575 2) Pusat Pengembangan energy Nuklir (PPEN) BATAN Email:
[email protected] 1)
ABSTRAK STUDI PROYEKSI PERMINTAAN ENERGI JANGKA PANJANG DENGAN PROGRAM MAED. Telah dilakukan studi proyeksi permintaan energi jangka panjang dari tahun 2010 – 2050 menggunakan program MAED, dengan tahun dasar 2008. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran proyeksi permintaan energi nasional sampai tahun 2050. Analisis permintaan energi dilakukan dengan bantuan paket program MAED (Model for Analysis of Energy Demand), yang merupakan model simulasi yang didesain untuk mengevaluasi permintaan energi jangka menengah atau jangka panjang. Beberapa data yang dibutuhkan dalam model MAED adalah data kependudukan, makro ekonomi, dan data historis penggunaan energi. Selain itu, juga dibutuhkan parameter lain seperti: perubahan faktor sosial, ekonomi, dan penggunaan teknologi yang berpengaruh terhadap gaya hidup, intensitas energi, dan aktivitas. Permintaan energi dibedakan ke dalam empat sektor, meliputi : sektor industri, sektor rumah tangga, sektor komersial, dan sektor transportasi. Hasil studi menunjukkan bahwa total permintaan energi nasional diperkirakan meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 5,6% per tahun dari 134,91 GWyr pada tahun 2008 menjadi 1.086,97 GWyr pada tahun 2050. Wilayah Jawa-Bali sampai tahun 2050 diperkirakan masih merupakan wilayah dengan tingkat permintaan energi terbesar. Sampai tahun 2050, sektor industri diperkirakan masih mendominasi permintaan energi nasional, diikuti oleh sektor transportasi, rumah tangga, dan komersial. Kata kunci: program MAED, makro ekonomi, data historis, intensitas energi.
ABSTRACT THE STUDY OF LONG TERM ENERGY DEMAND PROJECTION USING MAED PROGRAM. The study of long term energy demand projection using MAED program from the year of 2010 – 2050 with 2008 as the base year has been carried out. The goal of this tudy is to obtain the projection profile of energy demand until the year of 2050. The analysis of energy demand was done by using MAED program (Model for Analysis of Energy Demand) which is simulation model designed to evaluate long or midterm energy demand. The requirement data in MAED are demography, macro economy, and historical data of energy utilization. While, the other parameter such as: change of social, economic, and technology factors that influence to the life style, intensity, and activity are also needed. Energy demand is grouped into 4 sectors: industry, household, commercial, and transportation sectors. The result of this study indicates that total of national energy demand is predicted will increase by the average growth rate of 5.6% per year from 134.91 GWyr at the year of 2008 to 1,086.97 GWyr at the year of 2050. Jawa-Bali region until the year of 2050 predicted still as the regiaon with the highest energy demand. Until the year of 2050, industrial sector still dominates national energy demand, followed by transportation, household, and comercial sector. Keywords: MAED program, macro economy, historical data, energy intensity.
ISSN 1979-1208
346
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional
1.
PENDAHULUAN
Sistem energi bagi pembangunan berkelanjutan diharapkan dapat memperbaiki tata kelola energi di Indonesia, antara lain: pelayanan pasokan energi yang berkecukupan, terjangkau dan andal, mendorong upaya efisiensi/hemat energi, mendorong penggunaan sumber energi terbaru dan terbarukan, serta memperluas difusi teknologi energi yang terkait dengan penggunaan komponen dalam negeri. Untuk itu, perencanaan energi nasional jangka panjang sangat dibutuhkan sebagai instrumen utama dalam membuat kebijakan energi nasional yang baik, komprehensif dan jelas, yang dapat digunakan sebagai pedoman bagi seluruh masyarakat energi di Indonesia. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai 17.508 pulau. Letak Indonesia terbentang antara 6 derajat garis lintang utara sampai 11 derajat garis lintang selatan, dan dari 97 derajat sampai 141 derajat garis bujur timur serta terletak antara dua benua yaitu benua Asia dan Australia/ Oceania. Posisi strategis ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kebudayaan, sosial, politik, dan ekonomi. Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Apabila perairan antara pulau-pulau itu digabungkan, maka luas Indonesia menjadi 1.9 juta mil persegi. Lima pulau besar di Indonesia adalah: Sumatera dengan luas 473.606 km persegi, Jawa dengan luas 132.107 km persegi, Kalimantan (pulau terbesar ketiga di dunia) dengan luas 539.460 km persegi, Sulawesi dengan luas 189.216 km persegi, dan Papua dengan luas 421.981 km persegi. Penduduk Indonesia diperkirakan sekitar 235 juta[1,2]. Dengan kondisi tersebut, Indonesia memerlukan energi yang cukup besar untuk memacu pertumbuhan ekonomi menuju negara yang maju dan sejahtera. Energi mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis untuk pencapaian tujuan sosial, ekonomi dan lingkungan dalam pembangunan berkelanjutan, serta pendorong pertumbuhan perekonomian. Energi merupakan suatu ukuran tingkat kemakmuran bangsa. Bangsa yang maju dan sejahtera dapat diindikasikan dengan penggunaan energi per kapita yang tinggi. Oleh karena itu, sebagai konsekuensi dari pembangunan ekonomi dan juga kenaikan jumlah penduduk, maka permintaan energi nasional akan meningkat dengan pesat di masa mendatang. Penggunaan energi nasional akan meningkat pesat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk. Sampai saat ini, energi yang digunakan untuk permintaan dalam negeri sebagian besar masih berasal dari jenis energi fosil, yaitu minyak bumi, gas bumi, dan batu bara yang merupakan energi tak terbarukan. Selain dipakai untuk memenuhi permintaan dalam negeri, energi fosil nasional yang dihasilkan juga diekspor ke luar negeri untuk mendapatkan devisa negara. Disisi lain, harus diakui bahwa akses untuk mendapatkan jaminan suplai energi yang handal, dan baik untuk keperluan masyarakat dan industri (diantaranya industri baja, industri kelistrikan, industri kimia, dan petrokimia) sampai saat ini belum terpenuhi secara optimal. Kebijakan energi nasional dalam Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional dapat digunakan sebagai pedoman dalam pengelolalaan energi nasional. Dalam Perpres tersebut, sasaran Kebijakan Energi Nasional adalah tercapainya elastisitas energi lebih kecil dari 1 (satu) pada tahun 2025; target energi (primer) mix yang optimal pada tahun 2025 (yaitu: minyak bumi menjadi kurang dari 20%; gas bumi menjadi lebih dari 30%; batubara menjadi lebih dari 33%; bahan bakar nabati (biofuel) menjadi lebih dari 5%; panas bumi menjadi lebih dari 5%; energi baru dan energi terbarukan lainnya, khususnya biomasa, nuklir, tenaga air, tenaga surya, dan tenaga angin, menjadi lebih dari 5%, batubara dicairkan menjadi lebih dari 2% ). Untuk mendukung hal tersebut di atas, penelitian studi proyeksi permintaan energi jangka panjang dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh hasil perhitungan
ISSN 1979-1208
347
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional proyeksi permintaan energi nasional jangka panjang sesuai dengan lingkungan strategis yang mempengaruhinya dan kebijakan energi nasional. Hasil penelitian diharapkan dapat mendukung pemerintah dalam membuat kebijakan terkait pemenuhan permintaan energi di Indonesia.
2.
METODOLOGI
2.1.
Rancangan Riset Rancangan riset dan interaksi model-model yang digunakan dalam studi ini ditunjukkan pada Gambar-1.
Gambar 1. Rancangan Riset untuk Analisis Permintaan Energi Nasional[3] Dalam rancangan penelitian ini akan dilakukan analisis permintaan energi jangka panjang menggunakan program MAED. MAED (Model for Analysis of Energy Demand) merupakan model simulasi yang didesain untuk mengevaluasi permintaan energi termasuk listrik dari suatu negara atau wilayah untuk jangka menengah atau jangka panjang. Model MAED didesain untuk merefleksikan permintaan/kebutuhan energi final pada masa yang akan datang, antara lain (Gambar 2): a. Perubahan-perubahan struktur yang mempengaruhi permintaan energi jangka menengah dan jangka panjang yang direfleksikan dalam analisis detail dari sistem sosial, ekonomi dan teknologi. Pendekatan ini termasuk perubahan sosial individu terhadap kemajuan teknologi, misalnya pemakaian AC, peralatan rumah tangga, transportasi, dll., baik yang tinggal di perkotaan maupun di pedesaan, juga kebijakan tentang industrialisasi, kebijakan transportasi, dll. b. Kecenderungan dari pasar potensial untuk setiap bentuk energi final: listrik, batubara, gas, minyak, energi surya, dll. Persamaan umum MAED yang digunakan untuk perhitungan permintaan/kebutuhan energi adalah sbb.[3]:
EDt [ ED / DF ]t 0 I mp Rt DFt dengan: EDt [ED / DF]t=0 ImpRt DFt
ISSN 1979-1208
(1)
= permintaan/kebutuhan energi tahun ke-t = intensitas energi pada tahun dasar = koefisien peningkatan intensitas energi = faktor penggerak (driving factor) tahun ke-t.
348
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional
Gambar 2. Skema perhitungan permintaan energi final dengan simulasi MAED [3] Ada empat langkah yang diperlukan dalam mengimplementasikan MAED, yaitu: a. Kalibrasi model pada tahun dasar. Pada tahap ini dibutuhkan data statistik pada tahun dasar, meliputi: aktivitas ekonomi, struktur demografi, statistik perumahan, statistik sektor layanan, statistik transportasi, keseimbangan permintaan energi, dll. b. Pengembangan skenario terkait dengan evaluasi sosial & ekonomi negara. Langkah ini terkait erat dengan isu kebijakan pembangunan nasional, seperti: pertumbuhan ekonomi, modifikasi struktur ekonomi, evolusi demografi, peningkatan gaya hidup, peningkatan teknologi (intensitas energi, efisiensi). c. Proyeksi permintaan/kebutuhan energi. Data input khusus diperlukan dan diperoleh dari statistik tahun dasar dan pernyataan kebijakan pembangunan yang dijelaskan dalam program pembangunan nasional, kecenderungan masa lalu dan pengalaman secara internasional. d. Analisis hasil MAED untuk proyeksi permintaan/kebutuhan energi. 2.2.
Data dan Asumsi Data kondisi neraca energi Indonesia pada tahun dasar (2008) diambil dari buku statistik energi terbitan Biro Pusat Statistik, dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Neraca Energi Indonesia tahun 2008 (GWyr)[4,5]
Data kependudukan dan GDP juga diambil dari buku statistik terbitan BPS, dengan dilakukan sejumlah asumsi dan perkiraan pertumbuhan sampai tahun 2050, dapat dilihat pada Tabel 2.
ISSN 1979-1208
349
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional
Tabel 2. Data Demografi dan GDP serta pertumbuhannya [6,7,8,9]
Permintaan energi dari setiap pengguna akhir dievaluasi dalam bentuk final energy dan useful energy. Bentuk useful energy dimaksudkan agar teknologi pengguna energi per jenis energi dapat dikompetisikan. Permintaan energi tersebut dikelompokkan kedalam empat wilayah, yaitu Jawa-Bali, Sumatera, Kalimantan, dan Pulau Lainnya. Di setiap wilayah permintaan energinya dibedakan menjadi lima sektor, yaitu sektor industri pengolahan/ manufactur; sektor pertanian/ pertambangan/ kontruksi, sektor rumah tangga; sektor komersial; dan sektor transportasi. Permintaan energi sektor industri pengolahan/manufaktur mencakup industri logam dasar, semen dan non metalik, kimia, pupuk, pulp dan paper, serta nondurable/ lainnya (tekstil dan makanan serta miscellinous) diperkirakan dalam bentuk energi final dan energi useful. Parameter utama yang dibutuhkan dalam memperkirakan permintaan energi di sektor industri adalah intensitas energi (permintaan energi per satuan produksi) dan kegiatan ekonomi yang dinyatakan dalam nilai tambah per jenis industri [5]. Seperti halnya sektor industri, intensitas pemakaian energi sektor Pertanian, Pertambangan dan Konstruksi dihitung berdasarkan pemakaian bahan bakar per aktivitas yang diperhitungkan berdasarkan nilai PDRB sektoral. Pemakaian energi di sektor rumah tangga dibedakan atas pemakaian energi untuk memasak, penerangan, dan peralatan listrik. Pemakaian energi untuk memasak sangat terkait dengan gaya hidup masyarakat yang terpengaruh dari tingkat pendapatan. Selain itu, pemilihan jenis kompor untuk memasak juga berpengaruh terhadap besarnya intensitas pemakaian energi, karena adanya perbedaan efisiensi. Pada umumnya, kompor berbahan bakar non komersial (kompor biomasa) memiliki efisiensi yang rendah, sedangkan jenis kompor yang berbahan bakar energi komersial memiliki efisiensi yang lebih tinggi. Dari seluruh wilayah Indonesia, total penduduk dan rumah tangga di wilayah JawaBali adalah tertinggi, karena di wilayah ini terdapat beberapa pusat industri dan kegiatan ekonomi, sehingga menarik masyarakat mulai dari tingkat rendah, menengah, hingga tingkat tinggi untuk berdomisili di wilayah Jawa-Bali. Sedangkan rendahnya total penduduk dan rumah tangga di wilayah Kalimantan disebabkan sebagian besar wilayah Kalimantan berupa hutan dan tanah gambut, sehingga penduduk hanya terkonsentrasi dipinggir pantai. Dari total rumah tangga di Indonesia pada tahun 2008, belum semua rumah tangga telah terlistriki. Rasio elektrifikasi di wilayah Jawa-Bali, Sumatera, Kalimantan, dan Pulau Lain pada tahun tersebut rerata berturut-turut hanya mencapai 67,3%, 60,8%, 64%, dan 50%.
ISSN 1979-1208
350
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional Sektor komersial terdiri dari perkantoran, bank, hotel, rumah makan, dan rumah sakit. Pada umumnya intesitas permintaan listrik untuk AC lebih besar dibandingkan intensitas permintaan listrik untuk penerangan dan untuk memasak. Intensitas permintaan listrik untuk penerangan di sektor komersial tergantung dari luas bangunan komersial dan luas lantai, serta jenis lampu yang dimanfaatkan, sehingga semakin luas bangunan komersial semakin membutuhkan penerangan yang lebih besar. Dari total luas bangunan komersial pada tahun 2008, berdasarkan hasil analisis data Biro Pusat Statistik besarnya intensitas listrik untuk penerangan di sektor komersial di JawaBali, Sumatera, Kalimantan, dan Pulau Lain berturut-turut adalah 25,94 kWh/m2.tahun, 22,19 kWh/m2.tahun, 22,03 kWh/m2.tahun, dan 16,4 kWh/m2.tahun. Pada tahun yang sama, prosentase tenaga kerja komersial terhadap total populasi, jumlah pekerja per luas bangunan komersial, dan luas lantai bangunan komersial di masing-masing secara berurutan, diperkirakan sebesar 45%, 11,5 m2/ orang, dan 302,4 juta m2 untuk wilayah JawaBali; 39%, 10 m2/ orang, dan 77 juta m2 untuk wilayah Sumatera; 40,2%, 10 m2/ orang, dan 22,5 juta m2 untuk wilayah Kalimantan; serta 40,2%, 9 m2/orang, dan 43,5 juta m2 untuk wilayah Pulau Lain. Sektor transportasi dibedakan atas angkutan penumpang dan angkutan barang. Moda angkutan penumpang terdiri dari mobil penumpang pribadi/taxi, mobil penumpang besar (bus), kereta api, angkutan masal, kapal laut, dan pesawat udara. Sedangkan moda angkutan barang terdiri dari angkutan jalan raya (truk dan kereta api), kapal laut, dan pesawat udara yang mengangkut barang hasil pertanian, hasil produksi, hasil tambang, dan bahan baku dari satu propinsi ke propinsi lain, atau ke masing wilayah di Indonesia. Pada ke-dua jenis angkutan tersebut, permintaan energinya dipertimbangkan atas permintaan energi final dan permintaan energi useful.
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.
Proyeksi Permintaan Energi Berdasarkan keluaran Model MAED, total permintaan energi final nasional komersil diperkirakan meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 5,6% per tahun dari 134,91 GWyr pada tahun 2008 menjadi 1.086,97 GWyr pada tahun 2050. Pada Gambar 3 disajikan berbagai hasil proyeksi permintaan energi nasional sebagai perbandingan. Nampak pada gambar tersebut, bahwa hasil proyeksi dengan MAED mempunyai profil dan besaran yang perbedaannya tidak terlalu signifikan jika dibandingkan proyeksi permintaan energi yang dilakukan oleh peneliti/instansi lain.
Gambar 3. Perkiraan Proyeksi Permintaan Energi Jangka Panjang di Indonesia[5,11,12]
ISSN 1979-1208
351
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional 3.2.
Permintaan Energi Final Menurut Wilayah Prakiraan permintaan energi final komersil per wilayah tahun 2008 - 2050 dan pangsa permintaannya ditunjukkan pada Gambar 4. Dari keempat wilayah yang dianalisis, JawaBali merupakan wilayah dengan tingkat permintaan energi terbesar. Hal tersebut dapat dipahami karena selain mempunyai penduduk yang paling padat, hampir semua kegiatan yang mendorong peningkatan ekonomi di Indonesia masih berpusat di wilayah ini. Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan walaupun kaya sumber energi, namun permintaan energinya masih rendah, karena selain penduduknya masih rendah dan tidak sepadat penduduk Pulau Jawa, juga industri besar yang memerlukan energi dalam jumlah besar di ke-dua wilayah tersebut hanya industri penambangan dan pengilangan yang selama kurun waktu studi diperkirakan tidak mengalami perkembangan yang pesat. Sementara itu, Pulau Lainnya termasuk dalam Kawasan Indonesia Timur masih memerlukan pembangunan yang lebih pesat dibanding kawasan Indonesia Barat, sehingga diperlukan pembangunan di semua sektor guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi, yang pada gilirannya akan juga meningkatkan permintaan energi. Permintaan energi di Pulau Lainnya selama kurun waktu tahun 2008 – 2050 diperkirakan tumbuh lebih tinggi dari wilayah Sumatera dan Kalimantan, yaitu rata-rata sebesar 5,8% per tahun. Dengan laju pertumbuhan permintaan energi final tersebut, maka pangsa permintaan energi final di Pulau Lain pada tahun 2050 meningkat dibandingkan tahun 2008. Sedangkan pangsa permintaan energi di Pulau Kalimantan relatif sama, namun untuk permintaan energi di wilayah Sumatera pada tahun 2050 terlihat sedikit menurun dibandingkan tahun 2008.
Gambar 3. Prakiraan Permintaan Energi Final Komersil per Wilayah Tahun 2008 - Tahun 2050 3.3.
Permintaan Energi Final Menurut Jenis Prakiraan permintaan energi final per jenis energi tahun 2008 - 2050 dan pangsa permintaannya dapat dilihat pada Gambar 5. Dari gamba tersebut terlihat bahwa, secara bertahap permintaan bahan bakar fosil (batubara, gas bumi, LPG, dan BBM) meningkat dengan laju pertumbuhan sebesar 5,1% per tahun. Peningkatan tertinggi terjadi pada permintaan listrik yang diperkirakan selama periode 2008-2050 meningkat dengan laju pertumbuhan sebesar 7,5% per tahun. Hal tersebut menyebabkan pada tahun 2050 pangsa permintaan listrik meningkat, sedangkan pangsa permintaan energi fosil menurun.
ISSN 1979-1208
352
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional
Gambar 2. Prakiraan Permintaan Energi Final per Jenis Energi Tahun 2008 - Tahun 2050 Penurunan permintaan energi fosil dipicu oleh menurunnya pemakaian BBM, walaupun pemakaian gas bumi dan batubara meningkat seiring dengan permintaan industri dan telah tersedianya infrastruktur jaringan pipa gas dan infrastruktur batubara. Sebelumnya, BBM merupakan jenis energi yang paling banyak dibutuhkan karena pemakaiannya mudah, praktis, dan harga yang relatif murah. Penurunan permintaan minyak tanah juga terjadi seiring dengan adanya program substitusi minyak tanah dengan LPG yang diharapkan seluruh permintaan minyak tanah untuk memasak di Indonesia sudah disubtitusi dengan LPG. Kondisi ini menyebabkan pemakaian gas, LPG, dan listrik meningkat. Sedangkan pemakaian briket sangat terbatas, karena pemakaiannya memerlukan kompor khusus dan kurang praktis. Pada sektor komersial, listrik merupakan jenis energi final yang sangat dominan, karena sektor ini terdiri dari hotel, bank, rumah sakit, restoran, dan perkantoran. Rendahnya permintaan energi di sektor komersial karena sektor ini memerlukan energi hanya untuk permintaan penerangan, sedangkan permintaan energi non penerangan relatif terbatas. 3.4.
Permintaan Energi Final Menurut Sektor Prakiraan permintaan energi final komersil per sektor periode tahun 2008 - 2050 dan pangsa permintaannya ditunjukkan pada Gambar 6. Permintaan energi di Indonesia sebetulnya dibedakan menjadi lima sektor, yaitu sektor industri, pertanian/ pertambangan/ konstruksi, transportasi, rumah tangga, dan komersial. Namun dalam analisis MAED, sektor pertanian, pertambangan, dan konstruksi dimasukkan dalam sektor industri, disebabkan peran industri manufacturing terhadap PDRB sangat besar. Terlihat pada Gambar 6 bahwa permintaan energi final komersil didominasi oleh sektor industri, kemudian disusul oleh sektor transportasi dan sektor rumah tangga, dan sektor komersial. Besarnya permintaan energi sektor industri disebabkan energi bukan hanya dipakai sebagai bahan bakar tetapi juga dimanfaatkan sebagai bahan baku (non energi). Jenis energi yang dibutuhkan oleh sektor ini dalam proses produksinya sangat tergantung dari jenis industrinya, seperti BBM, gas bumi, LPG, batubara, dan listrik. Sedangkan sektor transportasi merupakan sektor penunjang dari semua aktifitas sektor pengguna energi.
ISSN 1979-1208
353
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional Prakiraan permintaan energi sektor transportasi bukan hanya dipengaruhi oleh pertambahan penduduk dan tingkat kesejahteraan masyarakat, namun juga dipengaruhi oleh perkembangan sektor industri. Permintaan energi sektor transportasi pada umumnya berupa BBM dan sebagian berupa gas bumi selama fasilitas jaringan pipa gas dan cadangan gas bumi tersedia.
Gambar 6.
4.
Prakiraan Permintaan Energi Final Komersil per Sektor Tahun 2008 - Tahun 2050
KESIMPULAN a. Total permintaan energi final nasional diperkirakan meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 5,6% per tahun dari 134,91 GWyr pada tahun 2008 menjadi 1.086,97 GWyr pada tahun 2050. b. Wilayah Jawa-Bali sampai tahun 2050 diperkirakan masih merupakan wilayah dengan tingkat permintaan energi terbesar. c. Permintaan bahan bakar fosil pada akhir tahun studi diperkirakan masih cukup tinggi (34%) meskipun pangsanya sudah turun dibanding awal tahun studi (41%). Untuk energi listrik jika pada tahun dasar pangsanya cukup kecil (12%), pada tahun 2050 meningkat menjadi 25% dengan pertumbuhan sekitar 7,5% per tahun. d. Pada akhir tahun studi, sektor industri diperkirakan masih mendominasi permintaan energi, diikuti oleh sektor transportasi, rumah tangga dan komersial.
UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kami sampaikan kepada Program Insentif Peningkatan Kemampuan Peneliti dan Perekayasa Tahun 2010, yang telah membiayai kegiatan penelitian ini. Terimakasih juga kami sampaikan kepada Dr. Suparman, Ir. Ida N Finahari, M.Eng., Scorpio Sri Herdinie, ST., Ir. Edwaren Liun, Nuryanti, S.Si., Ir. Sunardi, MT., yang telah banyak memberikan sumbangan kritik, saran dan bantuan sangat berarti selama penelitian ini berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA
ISSN 1979-1208
354
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional [1].
________, Indikator Pembangunan Berkelanjutan 2009, Badan Pusat Statistik (BPS), Jakarta, Indonesia, Desember 2009.
[2]. Anonim, Statistik Indonesia 2009, Badan Pusat Statistik (BPS), Jakarta, Indonesia, 2009. [3]. ________, User Manual Model for Analysis of Energy Demand (MAED-2), International Atomic Energy Agency, 2006. [4]. ________, Energy Balance of Indonesia 2006-2008, Badan Pusat Statistik (BPS), Jakarta, November 2009. [5]. Anonim, 2009 Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia, Kementerian Sumber Daya Energi dan Mineral, Jakarta, 2009. [6]. ________, Trends of the Selected Socio-Economic Indicators of Indonesia, 2009, Badan Pusat Statistik (BPS), Jakarta, Indonesia, Oktober 2009. [7]. _______, Laporan Ekonomi Indonesia 2008, Badan Pusat Statistik (BPS), Jakarta, Juli 2009. [8]. ________, PDRB Provinsi di Indonesia sektor Industri 2004-2008, Badan Pusat Statistik (BPS), Jakarta,Indonesia, September 2009. [9]. ______, Handbook of Indonesia’s Energy Economy Statistics – 2004, Pusdatin-Kementerian Sumber Daya Energi dan Mineral, Jakarta, Desember 2006. [10]. _______, Comprehensive Assessment of Different Energy Sources for Electricity Generation in Indonesia, “Energy Demand and Supply Analysis (Phase I)”; “Energy Supply Analysis Including Environmental Assessment (Phase II)”, Indonesia-IAEA, 2002-2003. [11]. Anonim, “Setjen DEN: Konsep Bahan Rapat Kerja Komisi VII DPR RI Dengan Dewan Energi Nasional", Jakarta, April 2010. [12]. BPPT, Outlook Energi Indonesia 2009, BPPT-Press, Jakarta, 2009
DISKUSI 1.
Pertanyaan dari Sdr. Elok SA (PPEN BATAN) Pada Gambar 3, Bapak membandingkan hasil studi yang Bapak lakukan dengan hasil studi lain, yang ternyata mempunyai profil dan atau kecenderungan kenaikan permintaan yang tidak berbeda jauh. Apakah mereka (BPPT, DEN, ESDM) melakukan dengan tool yang sama? Jawaban: Sepertinya tidak. Sebagai contoh BPPT melakukan studi yang sama tetapi menggunakan MARKAL, sedang kami menggunakan MAED. Kemiripan profil proyeksi permintaan energi mungkin karena kami menggunakan data aktual yang sumbernya sama (ESDM, BPS, PLN) dengan asumsi-asumsi yang kebetulan mungkin tidak jauh berbeda.
ISSN 1979-1208
355