PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL PENGELOLAAN PERIKANAN TUNA BERKELANJUTAN Januari 2015
ISBN: 978-979-1461-47-4 @WWF-Indonesia
Layout dan Desain Penyusun Penerbit Kredit
: M. Rustam Hatala dan M. Yusuf : WWF-Indonesia : WWF-Indonesia
Kesalahan pengetikan, kata, dan kalimat diluar tanggung jawab penyusun dan penerbit. Setiap pihak diperkenankan mengunduh, menautkan, menyunting, dan/atau merujuk pada prosiding ini dengan mencantumkan sumber dan nama penulisnya sesuai kaidah ilmiah yang berlaku.
II - 438
STRUKTUR POPULASI TUNA MATA BESAR (THUNNUS OBESUS) DI KEPULAUAN INDO-MALAYA: ANALISIS CONTROL REGION, DNA MITOKONDRIA Ni Putu Dian Pertiwi1, Andrianus Sembiring1, Angka Mahardini 1, Ni Kadek Dita Cahyani1, Aji Wahyu Anggoro 1, Budi Nugraha3, Ririk Kartika Sulistyaningsih 3, Irwan Jatmiko3, IGNK Mahardika1,2 1. Indonesian Biodiversity Research Center, Jl. Raya Sesetan Gg. Markisa No. 6, Denpasar, Bali, Indonesia. 80233. Tel. 03615573334. email:
[email protected] 2. Laboratorium Biologi Molekular dan Biomedik, Universitas Udayana, Denpasar, Bali, Indonesia 3. Loka Penelitian Perikanan Tuna, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Denpasar, Bali, Indonesia
ABSTRAK Ikan tuna mata besar (Thunnus obesus) merupakan salah satu komoditi ekspor perikanan terbesar di Indonesia. Studi mengenai stok ikan tuna sangat penting untuk menjaga ketersediaan ikan ini dalam jangka waktu yang cukup lama di alam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur populasi ikan tuna mata besar di kepulauan Indo-Malaya, khususnya di Indonesia. 191 sampel jaringan dikoleksi dari empat area di Indonesia; perairan bagian barat pulau Sumatera (n=19), perairan bagian selatan pulau Jawa (n=34), Sulawesi Utara (n=124) dan Papua (n=14). Pengambilan sampel dilakukan pada bulan Maret sampai September 2012, sedangkan analisa laboratorium dilakukan pada tahun 2013. Analisis DNA mitokondria (mtDNA) control region dilakukan dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR). Hasil analisa pada keanekaragaman haplotipe menunjukkan nilai yang tinggi (0.9976), sementara keanekaragaman nukleotida pada populasi menunjukkan nilai yang rendah (0.02951). Sementara, hasil analisis pohon filogenetik menggunakan data mtDNA menunjukkan bahwa populasi tuna mata besar di Indonesia terbagi dalam dua kelompok berbeda (dinyatakan dengan clade III dan IV). Jumlah sampel dalam clade III meliputi hampir 99% dari keseluruhan sampel yang dikoleksi. Hipotesis awal dari data ini adalah bahwa kedua kelompok ini merupakan dua subpopulasi, akan tetapi nilai AMOVA (Analisis Variansi Molekular) dan ST menunjukkan bahwa populasi ikan tuna mata besar merupakan satu stok yang sama. Oleh karena itu, dari hasil yang diperoleh, disimpulkan bahwa populasi tuna mata besar di Indonesia merupakan satu populasi yang panmiktik. Kata Kunci : Struktur populasi; tuna mata besar (Thunnus obesus); DNA Mitokondria; lokus control region; Indonesia Pendahuluan Negara kepulauan Indonesia dan negara-negara lain di kawasan Coral Triangle, memiliki tingkat keanekaragaman organisme laut yang sangat tinggi. Keanekargaman sumber daya laut sangat penting untuk mendukung industri dan kelangsungan hidup jutaan orang, utamanya ikan komersial. Industri perikanan tuna telah meningkat secara dramatis pada 30 tahun terakhir dikarenakan permintaan yang tinggi terhadap komoditas ini. Berdasarkan data ACIAR (2003), jumlah penangkapan tuna di Indonesia mencapai 59,805 ton pada level industri dan 117,579 ton pada level artisanal. Data terakhir menunjukan bahwa tuna telah mengalami penangkapan berlebih dan perlindungan terhadap eksploitasi berlebih tersebut belum cukup baik. Dari semua spesies Scombrid dan Billfish, 18% diklasifikasikan sebagai Data Deficient, 64% Least Concern, 7% Near Threatened, dan 11% adalah gabungan dari kategori terancam (Critically Endangered, Endangered, dan Vulnerable). Tuna mata besar (Thunnus obesus) adalah salah satu spesies tuna yang paling tereksploitasi di Indonesia dan diklasifikasikan sebagai Vulnerable (ICCAT, 2005; IUCN, 2014). Beberapa penelitian genetik telah dilakukan untuk melindungi populasi tuna mata besar di seluruh dunia menggunakan metode yang berbeda-beda seperti PCR-RFLP (AlvaradoBremer et al., 1998), sekuens mitokondria (Bartlet & Davidson, 1991; Chiang et al., 2006; Chiang et al., 2008), dan mikrosatelit (Durand et al., 2005; Gonzalez et al., 2008). Meskipun
II - 439
penelitian mengkaji populasi yang berbeda seperti contohnya populasi tuna di Samudera Atlantik, Hindia, dan Pasifik, namun semua penelitian ini menyimpulkan bahwa tidak ada struktur pada populasi tuna mata besar (populasi yang tercampur). Meskipun penelitian mengenai struktur populasi tuna mata besar telah dilakukan di seluruh samudera di dunia, penelitian ini belum dilakukan di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian yang kami lakukan saat ini berusaha untuk menganalisa tuna tangkapan di lepas pantai serta tuna yang didaratkan di pasar ikan dari empat wilayah di Indonesia yaitu bagian barat Sumatera, bagian selatan Jawa, Sulawesi Utara, dan Papua. Analisis genetik menggunakan data lokus control region dari DNA mitokondria dilakukan untuk mengkaji struktur populasi tuna mata besar (Thunnus obesus). Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena perhitungan stok merupakan hal yang dapat membantu kebijakan manajemen populasi tuna mata besar di masa yang akan datang serta membantu untuk memastikan keberlanjutan industri ikan dan mendukung kelangsungan hidup masyarakat Indonesia. Metode Pengambilan sampel dan Sekuensing DNA Sampel tuna mata besar (Thunnus obesus) dikoleksi dari empat wilayah di seluruh Indonesia, termasuk bagian barat Sumatera (n=19), bagian selatan Jawa (n=34), Sulawesi Utara (n=124) dan Papua (n=14). Sampel dari barat Sumatera dan selatan Jawa dikoleksi menggunakan kapal tangkap berukuran besar, sementara sampel dari Sulawesi Utara dan Papua dikoleksi dari pasar ikan setempat. Pengumpulan sampel dilakukan pada tahun 2012. Perkiraan panjang dan berat masing-masing sampel yang dikoleksi adalah >100 cm dan > 30 kg.
Gambar 1. Lokasi pengambilan sampel tuna mata besar (Thunnus obesus) ditunjukan dengan titik hitam Sampel diambil dari potongan sirip dan kemudian diawetkan dengan menggunakan Ethanol 95%. DNA mitokondria diekstraksi menggunakan larutan Chelex 10% (Walsh et al.,1991). Sepasang fragmen Control region dari DNA mitokondria diamplifikasi menggunakan PCR dengan primer depan CRK dan primer belakang CRE (Lee et al., 1994). PCR dilakukan dengan volume reaksi 25 µL dan cetakan DNA 1 µL. Masing-masing reaksi meliputi 2,5µL 10x PCR buffer (Applied Biosystems), 2.5 µL 10 mM dNTPs, 2 µL 25 mM larutan MgCl2,1.25 µL 10 mM primer, 0.125 µL AmplyTaq Red™ (Applied Biosystems), 1 µL 1x BSA, dan13.5 µL ddH2O. Profil PCR terdiri dari denaturasi awal (94 °C selama 15 detik), 38 siklus denaturasi (94 °C selama 30 detik), annealling (50 °C selama 30 detik), dan ekstensi (72 °C selama 45 detik), dengan ekstensi final 72 °C selama 5 menit. Hasil reaksi PCR kemudian divisualisasi dengan menggunakan agarose 1% yang ditambah dengan Ethidium Bromida. Selanjutnya, hasil PCR dikirim ke fasilitas sekuensing untuk mendapatkan sekuens DNA.
II - 440
Analisis Data Sekuens control region DNA mitokondria dari seluruh sampel diurutkan dan diedit secara manual menggunakan MEGA5.05 (Tamura et.al.,2011). Analisis Neighbor Joinig dilakukan dengan MEGA5 menggunakan Kimura-2-parameter dengan 1000 replikasi bootstrap. Analisis filogenetik dari sekuens empat tuna sirip kuning (Thunnus albacares) dan empat tuna sirip biru (Thunnus thynnus) (GenBank accesion no. JN988643, JN988615, JN988618, HQ630705, JN620224, EU562817, and JN620217) digunakan untuk mengkonfirmasi adanya kemungkinan kesalahan identifikasi pada saat pengumpulan sampel. Model evolusi dan beberapa parameter digunakan untuk mengestimasi pohon Neighbor-joining (NJ). Penghitungan bootstrap juga dilakukan untuk mengukur tingkat validitas pohon yang dihasilkan (Falsenstain, 1985). Sebuah sekuens control region dari tuna sirip kuning (Thunnus albacares), nomor akses GenBank JN988643 digunakan sebagai outgroup. Data control region dari Chiang et al. (2008) juga digunakan untuk mengkonfirmasi kelompok genetik dengan penelitian populasi tuna mata besar sebelumya. Analisis populasi genetik dilakukan menggunakan Arlequin ver. 3.5 (Excoffier & Lischer, 2009), DnaSP 5.1 (Librado & Rozas, 2009) dan MEGA5.05 berdasarkan data sekuens control region. Tipe mutasi genetik didapatkan dari data control region di semua populasi. Penjelasan statistik seperti komposisi nukleotida, jumlah titik polimorfik (S), keanekaragaman haplotipe (H; Nei, 1987) dan keanekaragaman nukleotida ( ; Lynch & Crease, 1990) ditentukan untuk masingmasing populasi. Level perbedaan inter-haplotipe diestimasi menggunakan indeks ST (Excoffier et al., 1992), yang melibatkan informasi pada frekuensi haplotipe mitokondria (Weir & Cockerham, 1984) dan jarak genetik (Tamura-Nei, 1993). Analisis variasi molekular (AMOVA Excoffier & Lischer, 2010) digunakan untuk menguji nilai variabilitas genetik yang terbagi dalam satu populasi dan antar populasi. Permutasi prosedur (n=20.000) digunakan untuk menggambarkan sebaran data dan menguji signifikansi komponen variasi pada masingmasing perbandingan secara turun-temurun (Guo & Thompson, 1992). Uji Tajima’s D (Tajima, 1989a,b) and Fu’s Fs (Fu, 1997), dilakukan menggunakan Arlequin 3.5 (Excoffier & Lischer, 2010) untuk mengetahui deviasi dari netralitas. Hasil Karakteristik molekular Sebuah potongan DNA dari lokus control region dengan panjang basa 499 berhasil disekuens dari total 192 individu tuna mata besar yang dikoleksi dari empat lokasi berbeda. Sampel tersebut sejumlah 19, 36, 123, dan 14 individu masing-masing dari bagian barat Sumatera, bagian selatan Jawa, Sulawesi Utara, dan Papua. Informasi mengenai variasi genetik dari control region pada T.obesus terdapat pada Tabel 1. Tabel 1. Tipe mutasi genetik pada mtDNA control region T.obesus menggunakan 499 bp mtDNA control region. Statistic
BET Papua
BET Sulawesi Utara
BET barat Sumatera
BET Samudra Hindia
Populasi keseluruhan
s.d.
Transisi
57
113
59
71
75
26.077
Transversi
8
21
5
10
11
6.976
Substitusi Indel
65 1
134 5
64 1
81 1
86 2
32.934 2
Lokasi Ts.
57
111
59
71
74.5
25.106
Lokasi Tv.
8
21
5
10
11
6.976
Lokasi Subs. Lokasi Indel
62 1
120 5
63 1
77 1
80.5 2
27.209 2
Hasil analisis molekular dari semua populasi menunjukan lokasi yang bervariasi sebanyak 132 titik dengan 149 mutasi (Eta) dan ditemukan 162 haplotipe yang berbeda. Secara keseluruhan, jumlah transisi lebih tinggi dibandingkan dengan transversi, dengan sedikit insersi dan delesi
II - 441
yang terjadi. Dari semua sekuens yang dianalisis, komposisi A/T (0.633) lebih tinggi dibanding komposisi G/C; sementara jumlah total lokasi polimorfik, lokasi variabel singleton, dan lokasi parsimoni-informatif masing-masing adalah 132, 35, dan 97. Keanekaragaman nukleotida menunjukkan nilai rata-rata = 0.02951, dan keanekaragaman haplotipe dengan nilai rata – rata Hd = 0.9976, menunjukan nilai yang tinggi di masing-masing wilayah. Sekuens yang mewakili masing-masing haplotipe telah diunggah ke GenBank dengan nomor akses KM871869-KM872030. Uji statistik genetik dari semua populasi ditunjukan pada Tabel 2. Tabel 2. Uji statistik genetik populasi T.obesus Populasi n H Hd S Barat Sumatera 19 19 1.000 0.02815 63 Sulawesi Utara 124 103 0.9963 0.02935 119 Papua 14 14 1.000 0.03472 62 Samudera Hindia 34 33 0.995 0.02876 77 Semua Populasi 191 162 0.9976 0.02951 132 n, Jumlah sampel; H, Jumlah haplotipe; S, jumlah lokasi polimorfik; Hd, Keanekaragaman haplotipe (Nei, 1987); , Keanekaragaman nukleotida (Nei, 1987). Filogenetik dan Struktur Populasi Analisis filogenetik menggunakan metode Neighbor-joining denan metode perhitungan jarak Tamura-Nei membentuk dua kelompok genetik. Kelompok tersebut seterusnya akan disebut sebagai Clade III dan IV. Dengan membandingkan data dari Chiang et al., (2008) Clade III dan IV hanya termasuk pada data Indo-Pasifik. Data GenBank dari Chiang et al., (2008) dengan nomor akses AY640276 – AY640303 dan EF154397 – EF154417 juga ditambahkan untuk mengkonfirmasi kelompok genetik (Gb. 2). Jarak Genetik antar kelompok mendukung adanya empat kelompok yang berbeda; dengan perbandingan menggunakan data Chiang et al., (2008). Sementara jarak genetik pada masing-masing data kami yaitu Clade III dan IV adalah 0,032 dan 0,016. Jarak antar kelompok menggunakan metode pairwise uncorrected p-distance ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3. Jarak genetik antar kelompok
Clade I Clade II Clade III Clade IV Outgroup
Clade I
Clade II
Clade III
Clade IV
0.077 0.062 0.069 0.085
0.077 0.082 0.106
0.073 0.107
0.105
II - 442
Clade IV
44
98
Clade III
83
Clade II
98
Clade I
Gambar 2. Pohon Neighbor-joining dengan model estimasi Tamura-Nei model antar garis keturunan mtDNA Tuna mata besar (T.obesus) dengan data pembanding menggunakan Chiang et.al., (2008). T.albacares digunakan sebagai outgroup. Analisis AMOVA menunjukan hasil yang tidak signifikan ( ST = 0.00197, p <0.05). Hal ini menunjukan adanya indikasi bahwa tidak ada strukturs pada populasi T.obesus. Perbandingan antara ST dan p-value di masing-masing populasi ditampilkan pada Tabel 4. Nilai dari uji netralitas pada semua populasi adalah Tajima’s D (-0.85693, p <0.05) dan Fu’s FS (-13.51803, p<0.05), sementara uji netralitas untuk Clade IV adalah Tajima’s D (-0.84763, p <0.05) dan Fu’s FS (-13.52495, p<0.05).
II - 443
Tabel 4. Struktur genetik populasi tuna mata besar berdasarkan data sekuens mtDNA control region. Struktur yang diuji Hasil yang terobservasi Variansi % total statistik p (1) Satu lekang gen (Papua, Sulawesi Utara, bagian barat Sumatera, bagian selatan Jawa) Antar populasi 0.01 0.20 0.002 0.305 Dalam populasi 7.40 99.80 (2) Satu lekang gen pada Clade IV Antar populasi Dalam populasi
0.02 7.23
0.23 99.77
0.002
0.280
Tabel 5. Matriks pairwise ST (diagonal bawah) dan p-value (diagonal atas) antar populasi among T.obesus berdasarkan data sekuens mtDNA control region. Area pengambilan sampel Papua Sulawesi Utara Barat Sumatera Selatan Java
Papua
Sulawesi Utara
barat Sumatera selatan Jawa
0.008 0.015 0.008
0.185 0.007 -0.006
0.188 0.167 0.006
0.245 0.896 0.250 -
*Nilai signifikan p<0.05
Pembahasan Beberapa penelitian mengenai struktur populasi T.obesus telah dilakukan di sepanjang Samudera Atlantik, Pasifik, dan Hindia (Chiang et al., 2006; Chiang et al.,2008; Durand et al., 2005; Gonzalez et.al., 2008); namun tidak satupun penelitian memberikan informasi mengenai struktur populasi tuna di Indonesia. Indonesia merupakan wilayah yang berada di antara Samudera Hindia dan Pasifik dan penting bagi proses migrasi tuna. Oleh karena itu, penelitian ini akan melengkapi informasi yang hilang dari struktur populasi tuna antara Samudera Hindia dan Pasifik. Pada penelitian ini, sampel dikoleksi dari empat lokasi di seluruh Indonesia yaitu bagian barat Sumatera dan bagian selatan Jawa yang mewakili Samudera Hindia, sementara Sulawesi Utara dan Papua mewakili Samudera Pasifik. Sampel yang digunakan berasal dari dua jenis sampel yaitu (i) hasil tangkapan lepas pantai dan (ii) tuna yang didaratkan di pasar ikan. Keuntungan dari sampel yang berasal dari hasil tangkapan lepas pantai adalah tingginya validitas koordinat lokasi pengambilan sampel, sementara informasi lokasi penangkapan sampel yang berasal dari pasar ikan tidak cukup valid karena hanya berdasarkan informasi dari nelayan setempat. Sampel yang dikoleksi adalah tuna dewasa dengan berat > 30 kg dan panjang > 100cm. Informasi mengenai panjang dan berat juga dikumpulkan untuk memastikan sampel yang didapat berada pada fase hidup yang sama. Penelitian ini menunjukan tingginya tingkat variasi pada data control region T.obesus, dengan rasio 1:7 untuk transisi dan transversi. Variasi ini secara langsung proporsional terhadap jumlah sampel. Selain itu mutasi menunjukan jumlah insersi dan delesi yang tidak banyak terjadi. Tingginya variasi dan mutasi tersebut kemungkinan menyebabkan tingginya keanekaragaman haplotipe dan nukleotida. Hal ini juga berkaitan dengan tingginya tingkat mutasi yang terjadi pada lokus control region mitokondria. Diantara beberapa karakteristik populasi, besarnya populasi tuna mata besar diketahui sebagai faktor yang paling dapat
II - 444
menjelaskan dengan baik mengenai tingginya keanekaragaman haplotipe yang terjadi pada penelitian ini (Chiang et.al., 2008). Sementara rendahnya keanekaragaman nukleotida yang ditemukan, konsisten dengan beberapa penelitian mengenai populasi tuna melaporkan bahwa perbedaan genetik tuna baik di dalam satu samudera maupun antar samudera rendah (Alvarado-Bremer et.al.,1998; Grewe & Hampton, 1998; Chow et.al.,2000; Appleyard et.al.,2002; Durand et.al.,2005; Ely et.al., 2005, Chiang et.al., 2006; Chiang et.al. 2008). Tidak adanya struktur genetik ini menunjukan banyaknya aliran materi genetik di masing-masing samudera. Dengan membandingkan data dari Chiang et.al. (2008), pohon Neighbor-joining dengan model Tamura-Nei digunakan dan menghasilkan empat kelompok genetik berbeda yang didukung dengan sangat baik oleh jarak genetik uncorrected p-value. Hasil dari penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Chiang et al. (2008) yang mengungkapkan Clade I, II, dan III. Clade I dikonfirmasi sebagai populasi dari T.obesus yang ditemukan di dua lokasi yaitu Atlantik dan Indo-Pasifik, sementara Clade II secara eksklusif hanya terbatas oleh populasi Atlantik (Durand et al., 2005; Martinez et al., 2005). Clade I dan II (Gb. 2) hanya dibentuk dari data Chiang et al (2008) yang telah diunduh dari GenBank, dan tidak ada sampel dari penelitian ini yang membentuk dua kelompok tersebut. Namun demikian, penelitian sebelumnya menunjukan bahwa populasi T.obesus dari IndoPasifik hanya terdiri dari satu kelompok (Clade III), sementara populasi dari kawasan Indonesia menemukan adanya dua kelompok genetik yang berbeda (Clade III dan Clade IV). Percabangan yang membentuk Clade IV sangat lemah terlihat dari nilai bootstrap yang kecil yaitu kurang dari 50%, tetapi sebagian sampel yang dikoleksi dari empat wilayah di penelitian ini berada pada kelompok genetik ini. Sebaliknya, Clade III hanya terdiri dari dua individu namun percabangan yang terbentuk didukung sangat kuat dengan nilai bootstrap dan jarak genetik yang tinggi. Uji AMOVA dan perbandingan ST mendukung bahwa populasi tuna mata besar di Indonesia merupakan stok tunggal, mengingat bahwa adanya dua kemungkinan kelompok (Clade III dan Clade IV) yang ditemukan. Hasil dari penelitian ini sesuai dengan penelitian lain yang menggunakan penanda DNA yang sama serta penanda mikrosatelit yang membuktikan bahwa tidak adanya struktur pada populasi tuna mata besar di wilayah Indo-Pasifik. Namun demikian, penelitian ini menunjukan bahwa populasi di wilayah Indo-Pasifik terdiri dari tiga kelompok genetik yang bervariasi dengan dua diantaranya juga ditemukan di Indonesia. Dua kelompok genetik ini dapat juga disebut sebagai sub-populasi tuna mata besar di Indonesia. Selain itu, untuk menguji efek teori netralitas pada evolusi molekular populasi tuna mata besar di Indonesia, data sekuens diuji menggunakan uji Tajima’s D dan Fu’s FS. Nilai Fu’s dan Tajima’s D yang negatif menunjukan terjadinya perluasan populasi, baik pada Clade III maupun IV. Kesimpulan dan Saran Hasil dari penelitian ini mengindikasikan bahwa tuna mata besar di Indonesia merupakan populasi panmiktik yang sama, walaupun dimungkinkan terdapat dua subpopulasi (Clade III dan IV) yang berbeda. Namun demikian, dua kelompok ini secara ekslusif hanya terdapat di kawasan Indo-Pasifik. Data ini merupakan informasi yang sangat penting untuk membantu kebijakan manajemen yang akan datang sebagai upaya untuk melindungi stok tuna mata besar di Indonesia. Saat ini telah berkembang sebuah metode genetika populasi baru berbasis teknologi NextGeneration Sequencing menggunakan teknik RADSeq (Restriction site-associated DNA sequencing). Teknologi ini diharapkan dapat memberikan informasi baru mengenai struktur populasi tuna mata besar dan mendukung hasil penelitian yang sudah ada.
II - 445
Daftar Pustaka Alvarado-Bremer,J.R., Stequart, B., Robertson,N.W., Ely,B. 1998. Genetic evidence for interoceanic subdivision of bigeye tuna (Thunnus obesus Lowe) populations. Mar.Biol. 132, 547-557. Appleyard,S.A., Ward, R.D.,Grewe,P.M. 2002. Genetic stock structure of big eye tuna in the Indian Ocean using mitochondrial DNA and microsatellites. J.Fish Biol. 60, 767-770. Chiang, H., Hsua,C., Wu,G.C., Chang,S., Yang,H. 2008. Population structure of bigeye tuna (Thunnus obesus) in the Indian Ocean inferred from mitochondrial DNA. Fisheries Research. 90, 305-312. Chow, S., Okamoto,H., Miyabe,N., Hiramatsu,K., BarutN. 2000. Genetic divergence between Atlantic and Indo-Pacific stocks of bigeye tuna (Thunnus obesus) and admixture around South Africa. Mol. Ecol. 9, 221-227. Collete, B.B., Carpenter,K.E., Palidoro,B.A., Juan-Jorda,M.J., Boustany,A., Die,D.J., Elfas, C., Fox,W., Graves,J., Harrison,L.R., McManus,R., Minte-Vera,C.V., Nelson,R., Restropo,V., Schratwieser,J., Sun,C.L., Amorin,A., Brick Peres,M., Canales,C., Cardenas,G., Chang,S.K., Chiang,W.C., de Oliveira Leite, Jr., N., Harwell,H., Lessa, R., Fredou, F.L., Oxenford, H.A., Serra, R., Shao, K.T., Sumaila, R., Wang, S.P., Watson,R., Yanez,E. 2011. High value and long life – Double jeopardy for tunas and billfishes. Science. 333, 291-292. Durand, J.D., Collet, A., Chow, S., Guinand,B., Borsa,P. 2005. Nuclear and mitochondrial DNA markers indicate unidirectional gene flow of Indo-Pacific to Atlantic bigeye tuna (Thunnus obesus) populations, and their admixture off southern Africa. Mar.Biol. 147, 313-322. Ely, B., Vinas, J., Alvarado-Bremer, J.R., Black,D., Lucas,L., Covello, K., Labrie A.V., Thelen, E. 2005. Consequences of the historical demography on the global population structure of two highly migratory cosmopolitan marine fishes: the yellowfin tuna (Thunnus albacares) and the skipjack tuna (Katsuwonis pelamis). BMC Evol. Biol. 5, 19. Excoffier, L., Lischer,H.E.L. 2010. Arlequin suite version 3.5: a new series of programs to perform population genetics analyses under Linux and Windows. Molecular Ecology Resources. 10, 564-567. Excoffier, L., Smouse, P.E., Quattro,J.M. 1992. Analysis of molecular variance inferred from metric distance among DNA haplotypes; application to human mitochondrial DNA restriction data. Genetics. 131, 479-491. Falsenstein, J. 1985. Confidence limits on phylogenies: an approach using bootstrap. Evolution. 39, 783-791. Fu, Y.X. 1997. Statistical tests of neutrality of mutations against population growth, hitchhiking and background selection. Genetics. 147, 915-925. Grewe, P.M., Hampton,J. 1998. An assessment of bigeye (Thunnus obesus) population structure in the Pacific Ocean based on mitochondrial DNA and DNA microsatellite analysis. SOEST Publication98-05, JIMAR Contribution 98-320. Gonzalez, E.G., Beerli P., Zardoya,R. 2008. Genetic structuring and migration patterns of Atlantic bigeye tuna, Thunnus obesus (Lowe,1839). BMC Evolutionary Biology. 8:252. Guo, S., Thompson,E. 1992. Performing the exact test of Hardy-Weinberg proportion for multiple alleles. Biometrics. 48, 361-372. ICCAT. 2005. Report of the second world meeting on bigeye tuna. Madrid, Spain, March 1013, 2004. Col. Vol. Sci. Pap. ICCAT, 57, 2, 3-38. Lee, W., J. Conroy, W. H. Howell & T. D. Kocher. 1995. Structure and Evolution of Teleost Mitochondrial Control Regions. J.Mol Evol. 41: 54-66. Librado, P. & J. Rozas. 2009. DnaSP v5: A software for comprehensive analysis of DNA polymorphism data. Bioinformatics. 25, 1451-1452. Lynch, M., Crease,T.J. 1990. The analysis of population survey data on DNA sequence variation. Mol. Biol. Evol. 7, 337-394. Martinez,P., Gonzalez,E.G., Castillo R., Zardoya,R. 2005. Genetic diversity and historical demography of Atlantic bigeye tuna (Thunnus obesus). Mol. Phylogenet. Evol.
II - 446
Nei, M. 1987. Molecular Evolutionary Genetics. Columbia University Press, New York Tajima, F., 1989a. The effect of change in population size on DNA polymorphism. Genetics. 123, 597-601. Tajima, F., 1989b. Statistical method for testing the neutral mutation hypothesis by DNA polymorphism. Genetics. 123, 585-595. Tamura, K., Nei,M. 1993. Estimation of the number of nucleotide substitutions in the control region of mitochrondrial DNA in humans and chimpanzees. Mol. Biol. Evol. 10, 512-526. Tamura. K., Peterson, D., Peterson, N.,Stecher, G.,Nei, M.,Kumar, S. 2011. MEGA5: Molecular Evolutionary Genetics Analysis using Maximum Likelihood, Evolutionary Distance, and Maximum Parsimony Methods. Molecular Biology and Evolution (submitted). The IUCN Red List of Threatened Species. Version 2014.2. (www.iucnredlist.org). Walsh, P. S., Metzger, D. A., Higuchi, R. 1991. Chelex-100 as a medium for simple extraction of DNA for PCR based typing from forensic material. Biotechniques.10, 506513. Weir, B.S., Cockerham,C.C. 1984. Estimating F-statistics for the analysis of population structure. Evolution. 38, 1358-1370.