PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT RAJA AMPAT AND FUTURE OF HUMANITY (AS A WORLD HERITAGE) Dilaksanakan Tanggal 12 – 13 Agustus 2014 di Gedung Pari, Waisai Kabupaten Raja Ampat – Papua Barat Bekerjasama dengan Program Beasiswa Unggulan Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri (BPKLN), Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia & Dinas Pendidikan Kabupaten Raja Ampat
Program Studi Magister Biologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2014
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT
RAJA AMPAT AND FUTURE OF HUMANITY (AS A WORLD HERITAGE) TIM EDITOR Jubhar Christian Mangimbulude Martanto Martosupono Dhanang Puspita Kristiawan Prasetyo Agung Nugroho
DESAIN SAMPUL Dhanang Puspita
PENATA LETAK Kristiawan Prasetyo Agung Nugroho
ISBN No. 978-979-1098-52-21 Dilarang keras menjiplak, mengutip, bahkan mencetak ulang sebagian atau seluruh isi buku ini serta memperjual belikan tanpa ijin tertulis.
© HAK CIPTA DILINDUNGI OLEH UNDANG-UNDANG
PENERBIT Program Studi Magister Biologi Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro 52 – 60, Salatiga 50711, Indonesia Tel.: +62 (0) 298 321212, Fax: +62 (0) 298 321433
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 RAJA AMPAT AND FUTURE OF (UMAN)TY AS A WORLD (ER)TAGE
SUSUNAN PANITIA SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT Pelindung
:
Penanggung Jawab
:
Ketua Panitia Sekretaris
: :
Bendahara
:
Sie. Humas
:
Sie. Kesekretariatan
:
Sie. Dekorasi Sie. Acara
: :
Sie. Akomodasi
:
Sie. Transportasi
:
Sie. Publikasi
:
Sie. Dokumentasi
:
Sie. Perlengkapan
:
Sie. Konsumsi
:
1. 2. 1. 2.
Prof. Pdt. John A. Titaley, Th.D. (Rektor UKSW) Drs. Marcus Wanma, M.Si. (Bupati Kabupaten Raja Ampat) Jubhar C. Mangimbulude, Ph.D. (Kaprodi MB UKSW) Martha M. Sanadi, S.Pd. (Kepala Dinas Pendidikan Raja Ampat) Dr. Ir. Martanto Martosupono2 1. Kristiawan Prasetyo Agung Nugroho, M.Si.2 2. (Pemerintah Daerah Raja Ampat) 1. Anastasia Natalia Kurniasari, S.Si.2 2. Siti Masitoh Bugis, S.E.1 1. Yulindra Margaretha Numberi, M.Si.2 2. Thomas Omkarsba, S.Pd.1 3. Rachel Fitria Lay, S.Si.4 1. Tamrin Rumai, S.Pd.3 2. Christina Manuputty, S.Si.4 3. Federika Kondororik, S.Si.4 Mahasiswa MB Raja Ampat 1. Kristiawan Prasetyo Agung Nugroho, M.Si.2 2. Dhanang Puspita, M.Si.2 3. Abdul Manaf Wihel, S.Pd.3 4. Frans Herman, M.Dev.1 5. Martina Bonsapia, S.Pd.3 (khusus field trip – optional) 6. Peter Komboy, S.Si.3 (khusus field trip – optional) 1. Drs. Iskandar Usman3 2. Mariani Sirinding, S.Pd.3 3. (Pemerintah Daerah Raja Ampat) 1. Rein Mayor1 2. Rahman Rumlus, S.Pd.3 3. Bustam Umsapyat, S.Pd.3 1. Dhanang Puspita, M.Si.2 2. Ismiati Masithoh, S.Pd.3 1. Dhanang Puspita, M.Si.2 2. Kuwati, S.Pd.3 1. Tamrin Rumai, S.Pd.3 2. (Pemerintah Daerah Raja Ampat) Mahasiswa MB Raja Ampat
Keterangan: 1Pemerintah Kabupaten Raja Ampat 2Magister Biologi UKSW 3Mahasiswa Magister Biologi UKSW dari Kabupaten Raja Ampat 4Mahasiswa Magister Biologi UKSW
P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
i
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 RAJA AMPAT AND FUTURE OF (UMAN)TY AS A WORLD (ER)TAGE
KATA PENGANTAR Salam sejahtera, Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas berkat dan karuniaNya, kami panitia Seminar Nasional Raja Ampat dari Program Studi Magister Biologi dan Tim Editor dapat menyelesaikan penyusunan buku Prosiding Seminar Nasional Raja Ampat dengan tema, Raja Ampat and Future of Humanity (As a World Heritage) . Penyusunan Prosiding Seminar Nasional ini membutuhkan waktu yang relatif cepat karena sebagian besar para narasumber telah jauh-jauh hari melakukan penelitian dan menulis hasil penelitian. Kami selaku Tim Editor berupaya keras dalam proses editing supaya dapat tersaji di hadapan pembaca dengan baik dan sesuai dengan kaidah ilmiah. Panitia seminar telah menghimpun 44 makalah dari para akademisi Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW). Materi disajikan oleh para peserta dalam bentuk presentasi oral dan presentasi poster di Kota Waisai, Kabupaten Raja Ampat. Tidak lupa kami memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya bagi para penulis atas hasil karya ilmiahnya, Tim Editor, dan segenap panitia atas kerja sama yang diberikan demi terlaksananya penyusunan Prosiding ini. Kami mohon kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan Prosiding ini. Semoga kumpulan publikasi hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi para pembacanya. Kiranya Tuhan memberkati. Salatiga, 12 Agustus 2014 Tim Editor
P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
ii
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 RAJA AMPAT AND FUTURE OF (UMAN)TY AS A WORLD (ER)TAGE
PENGANTAR KETUA PROGRAM STUDI MAGISTER BIOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA Salam sejahtera, Puji dan syukur tak terhingga kepada Tuhan karena atas RahmatNya Program Studi Magister Biologi, Universitas Kristen Satya Wacana, bekerja sama dengan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dan Dinas Pendidikan Kabupaten Raja Ampat dapat menyenggarakan Seminar Nasional yang mengangkat tema, Raja Ampat and Future of Humanity (As a World Heritage) pada tanggal 12 – 13 Agustus 2014 di Kota Waisai, Kabupaten Raja Ampat. Kami merasa bangga karena selain untuk diseminasi informasi ilmiah, seminar ini juga merupakan tempat untuk mempertanggung jawabkan capaian kinerja ilmiah khususnya bagi mahasiswa Program Studi Magister Biologi asal Kabupaten Raja Ampat melalui hasil penelitian dan review artikel ilmiah yang berhubungan dengan biota di Kabupaten Raja Ampat. Kami sadari bahwa sebagian penelitian yang ditampilkan dalam seminar ini belum semuanya menjawab persoalan-persoalan ilmiah dalam bidang biologi yang terjadi di Raja Ampat. Namun demikian, penelitian penelitian ini telah mengungkap beberapa persoalan ilmiah menarik yang dapat ditindaklanjuti pada penelitian-penelitian lanjutan. Sebagai Progam Studi, kami juga berharap agar beberapa hal menarik yang telah ditemukan dapat ditindak lanjuti melalui program penelitian yang melibatkan institusi lain dalam salam suatu hubungan kerjasama. Harapan kami juga agar para peneliti dari Raja Ampat yang telah berkontribusi dalam penulisan paper pada seminar ini, masih tetap memiliki semangat yang tinggi untuk melakukan pekerjaan ilmiah lewat penelitian di tempat kerja. Sebagai penutup saya ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tulus untuk panitia penyelenggara seminar dan semua pihak yang telah mengambil bagian di dalamnya. Kiranya kumpulan artikel ini dapat menambah wawasan pengetahuan para pembaca. Raja Ampat, 12 Agustus 2014 Hormat Saya, Jubhar C. Mangimbulude, Ph.D. Ketua Program Studi Magister Biologi
P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
iii
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 RAJA AMPAT AND FUTURE OF (UMAN)TY AS A WORLD (ER)TAGE
PENGANTAR KOORDINATOR BEASISWA UNGGULAN BIRO PERENCANAAN & KERJASAMA LUAR NEGERI (BPKLN) KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN (KEMDIKBUD) REPUBLIK INDONESIA Salam sejahtera bagi kita sekalian, Seminar Nasional tentang Raja Ampat and Future of Humanity (As a World Heritage) diadakan atas kerjasama antara Program Studi Magister Biologi, Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Salatiga dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Raja Ampat, Dinas Pendidikan Kabupaten Raja Ampat, Beasiswa Unggulan Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri (BPKLN) dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional (KEMDIKBUD) Republik Indonesia. Kami sangat menyambut baik kegiatan seminar ini karena dapat dijadikan sarana bagi para peneliti dari Indonesia Timur, khususnya para guru dan peneliti dari kabupaten Raja Ampat untuk mempublikasikan hasil penelitian mereka agar dapat diketahui oleh masyarakat ilmiah maupun umum. Publikasi ilmiah ini juga merupakan sarana bagi para peneliti dan mahasiswa untuk berbagi informasi ilmiah seputar perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama di bidang biologi. Kegiatan seminar yang telah dilaksanakan oleh Program Studi Magister Biologi, Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) secara berkala dan diikuti dengan publikasi yang memuat hasil penelitian para mahasiswa kiranya dapat memajukan penelitian di bidang biologi. Khususnya seminar kali ini akan memaparkan hasil penelitian tentang flora dan fauna khas Raja Ampat. Penelitian tentang flora dan fauna Raja Ampat dirasa masih sangat terbatas, sehingga diharapkan dari hasil seminar ini dapat menambah pengetahuan kita tentang kekayaan laut dan darat dari Raja Ampat. Hasil penelitian semoga dapat segera diterapkan kepada masyarakat sehingga mereka dapat memperoleh manfaat secara langsung. Semoga buku prosiding ini dapat memberikan manfaat bagi segenap akademisi, peneliti, maupun masyarakat secara luas. Terimakasih. Raja Ampat, 12 Agustus 2014 Hormat saya, Dr. rer. Nat. AB Susanto, M.Sc. Koordinator Beasiswa Unggulan BPKLN KEMDIKBUD
P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
iv
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 RAJA AMPAT AND FUTURE OF (UMAN)TY AS A WORLD (ER)TAGE
PENGANTAR KEPALA DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN RAJA AMPAT Salam sejahtera, Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan karuniaNya, Seminar Nasional bertajuk Raja Ampat and Future of Humanity (As a World Heritage) dapat terlaksana pada saat ini di Kota Waisai, Kabupaten Raja Ampat. Seminar ini kami rasa sangat penting bagi Raja Ampat karena sebagian topiknya adalah merupakan hasil penelitian tentang kekayaan flora dan fauna yang khas dari Raja Ampat, dan lebih dari itu, yang menyajikan hasil penelitian dalam seminar ini sebagian besar adalah tenaga pengajar/guru Kabupaten Raja Ampat yang menempuh pendidikan Magister Biologi di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Salatiga. Kami berterima kasih kepada Bapak Bupati Kabupaten Raja Ampat yang telah memungkinkan kami mengirimkan 22 tenaga pengajar dari SMP dan SMA Raja Ampat untuk melanjutkan pendidikan di Program Studi Magister Biologi, Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Salatiga. Ucapan terimakasih kami sampaikan pula kepada Program Beasiswa Unggulan Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri (BPKLN) dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (KEMDIKBUD) Republik Indonesia, yang telah memberikan beasiswa kepada para mahasiswa Program Studi Magister Biologi – UKSW dari Raja Ampat tersebut. Kepada Bapak Rektor UKSW, Direktur Program Pasca Sarjana, dan Program Studi Magister Biologi, kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya karena telah memungkinkan para guru kami dari Kabupaten Raja Ampat mendapat kesempatan menimba ilmu di UKSW. Para guru kami diharapkan sekembalinya dari UKSW Salatiga dapat meningkatkan pembelajaran tentang biologi bagi para anak didik dan meningkatkan minat penelitian di Raja Ampat. Semoga kerjasama ini dapat terus berlanjut di masa yang akan datang. Kiranya Tuhan memberkati. Raja Ampat, 12 Agustus 2014 Hormat kami, Martha M. Sanadi, S.Pd. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Raja Ampat
P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
v
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 RAJA AMPAT AND FUTURE OF (UMAN)TY AS A WORLD (ER)TAGE
PENGANTAR KETUA PANITIA SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT Salam sejahtera, Seminar merupakan salah satu kegiatan ilmiah rutin dan merupakan bagian dari proses penilaian studi para mahasiswa Program Studi Magister Biologi, Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) yang diselenggarakan setiap tahun. Seminar merupakan bagian dari tradisi ilmiah di Program Studi Magister Biologi, Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW). Tujuan seminar adalah adalah untuk mengungkap potensi sumber daya alam melalui publikasi hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan guna terkait ekosistem serta spesies flora dan fauna endemik, dilihat dari segi bioteknologi, konservasi, ekologi, sosiologi, dan pariwisata di Raja Ampat. Seminar dapat dilaksanakan berkat kerjasama yang sangat baik antara Pemerintah Daerah Kabupaten Raja Ampat, Dinas Pendidikan Kabupaten Raja Ampat, Program Beasiswa Unggulan Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri (BPKLN) dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, serta Program Studi Magister Biologi, Universitas Kristen Satya Wacana. Dalam sidang pleno, hadir sebagai pembicara utama adalah para pakar di dalam bidangnya, di antaranya Dr. Jubhar C. Mangimbulude, M.Sc. (Kaprodi Program Studi Magister Biologi UKSW), Dr. rer.nat. A. B. Susanto, M.Sc. (Koordinator Beasiswa Unggulan BPKLN KEMDIKBUD & Fakultas Perikanan dan Kelautan, UNDIP – Semarang), Ir. Ferry F. Karwur, M.Sc., Ph.D. (Dekan FIK UKSW), Bapak Kliff Marlessy (Project Director of the Local Marine Management Area), TNC, WWF, IC, dan Drs. Soenarto Notosoedarmo (Pakar Biologi dan Lingkungan Hidup – Magister Biologi UKSW). Seminar dilaksanakan selama dua hari, pada hari pertama merupakan sidang pleno, sedangkan pada hari ke dua diisi dengan sidang paralel dengan pemakalah dari mahasiswa Program Studi Magister Biologi yang berasal dari Raja Ampat dan pemakalah lainnya. Selain itu ada beberapa poster yang dipamerkan dalam seminar, yang merupakan hasil penelitian dari para mahasiswa Program Studi Magister Biologi UKSW yang berasal dari Raja Ampat. Semua hasil penelitian tersebut tersusun dalam bentuk Prosiding sebagai bentuk dokumentasi ilmiah. Sejalan dengan Seminar International on Marine Biodiversity of Raja Ampat pada tanggal 16 – 17 Juni 2014, harapan dari Staf Ahli Mentri Koordinator Kesejahteraan Rakyat bidang Mitigasi Bencana dan Perubahan Iklim akan adanya kelompok kerja yang menggagas seminar ikutan, maka pada saat ini Program Studi Magister Biologi UKSW telah siap dengan gagasan tersebut yaitu melaksanakan seminar tentang Raja Ampat and Future of Humanity (As a World Heritage) . Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Bapak Bupati Kabupaten Raja Ampat, Ibu Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Raja Ampat, Bapak Rektor UKSW,
P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
vi
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 RAJA AMPAT AND FUTURE OF (UMAN)TY AS A WORLD (ER)TAGE
Program Beasiswa Unggulan Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri (BPKLN) – Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (KEMDIKBUD) Republik Indonesia, staf dan para peneliti dari NGO (TNC, WWF, dan CI), serta seluruh anggota panitia baik yang dari Raja Ampat maupun yang dari Salatiga. Raja Ampat, 12 Agustus 2014 Hormat Saya, Dr. Ir. Martanto Martosupono Ketua Panitia
P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
vii
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 RAJA AMPAT AND FUTURE OF (UMAN)TY AS A WORLD (ER)TAGE
DAFTAR ISI Susunan Panitia ……………………………………………………...……..…………………….…………... Kata Pengantar .…………………………………………………….…………..……...……………………… Pengantar Ketua Program Studi Magister Biologi Universitas Kristen Satya Wacana …………………………………………………………………………………………………………….. Pengantar Koordinator Beasiswa Unggulan – Biro Perencanaan & Kerjasama Luar Negeri (BPKLN), Kementrian Pendidikan & Kebudayaan (KEMDIKBUD) RI ……….. Pengantar Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Raja Ampat …………………….…….…... Pengantar Ketua Panitia Seminar Nasional Raja Ampat ………………………………………. Daftar Isi …………………………………………………………………………………………………………...
i ii iii iv v vi viii
A – KAJIAN LINGKUNGAN, KONSERVASI, DAN BIOTA LAUT
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7. 8.
9. 10. 11. 12.
13.
14.
P R O G R A M
Eksistensi Sasi dalam Pelaksanaan Konservasi di Kabupaten Raja Ampat Kuwati, Martanto Martosupono, dan Jubhar C. Mangimbulude …………………….. Konservasi Berbasis Kearifan Lokal (Studi Kasus: Sasi di Kabupaten Raja Ampat) Kuwati, Martanto Martosupono, dan Jubhar C. Mangimbulude …………………... Peran Sasi dalam Melindungi Sumberdaya Teripang di Kampung Folley, Kabupaten Raja Ampat Kuwati, Martanto Martosupono, dan Jubhar C. Mangimbulude …………………... Keanekaragaman Spesies Ikan di Perairan Pulau Jefman, Distrik Salawati Utara, Kabupaten Raja Ampat Larsuida Saragih, Jacob L. A. Uktolseja, dan Budhi Prasetyo ………………………. Kelimpahan dan Keanekaragaman Bulu Babi di Pulau Saonek, Kabupaten Raja Ampat Tamrin Rumai, Soenarto Notosoedarmo, dan Jubhar C. Mangimbulude ……….. Manajemen Pengelolaan Sampah di Pasar Waisai, Kabupaten Raja Ampat Peter A. M. Komboy, Karina B. Lewerissa, dan Jubhar C. Mangimbulude ……… Penanganan Sampah Kota Secara Terpadu Peter A. M. Komboy, Karina B. Lewerissa, dan Jubhar C. Mangimbulude ……… Peranan Lamun di Ekosistem Laut Rostini, Jubhar C. Mangimbulude, Soenarto Notosoedarmo, dan Suryasatria Trihandaru …………………………………………………………………………………………….. Populasi dan Keanekaragaman Gastropoda pada Zona Intertidal Surmaningsih Kibas, Jubhar C. Mangimbulude, dan Ocky Karnaradjasa ……… Terumbu Karang dan Peran Bulu Babi Tamrin Rumai, Soenarto Notosoedarmo, dan Jubhar C. Mangimbulude …….….. Studi Tentang Struktur Komunitas Ikan pada Terumbu Karang Larsuida Saragih, Jacob L. A. Uktolseja, dan Budhi Prasetyo ………………………. Kelimpahan dan Struktur Panjang Berat Ikan Baronang Siganus canaliculatus di Perairan Pulau Jefman, Distrik Salawati Utara, Kabupaten Raja Ampat Larsuida Saragih, Jacob L. A. Uktolseja, dan Budhi Prasetyo ………………………. Keanekaragaman Jenis Teripang di Kampung Fafanlap dan Gamta, Distrik Misool, Kabupaten Raja Ampat Rahman Rumlus, Ocky Karnaradjasa, Jubhar C. Mangimbulude, Haryono Semangun ………………………………………………………………………………………………. Komposisi Flora Mangrove di Pantai Sungai Gamta, Distrik Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat Abdul Manaf Wihel, Soenarto Notosoedarmo, dan Martanto Martosupono ...….
S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
A-1
A-9
A - 19
A - 26
A - 35
A - 42 A - 55
A - 63 A - 68 A - 73 A - 82
A - 89
A - 97
A - 106
viii
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 RAJA AMPAT AND FUTURE OF (UMAN)TY AS A WORLD (ER)TAGE
15.
16. 17.
18. 19. 20. 21.
22.
23.
24.
Interaksi antara Tumbuhan Epifit dengan Inangnya di Hutan Mangrove Nuryani, Soenarto Notosoedarmo, dan Jubhar C. Mangimbulude ………………... Manfaat Serasah Daun Rhizophora mucronata di Hutan Mangrove Nuryani, Soenarto Notosoedarmo, dan Jubhar C. Mangimbulude ………………... Komposisi Vegetasi Mangrove di Pesisir Pantai Kota Waisai, Kabupaten Raja Ampat Nuryani, Soenarto Notosoedarmo, dan Jubhar C. Mangimbulude ………………... Distribusi dan Kelimpahan Gastropoda di Ekosistem Mangrove Mahasa Tuheteru, Soenarto Notosoedarmo, dan Martanto Martosupono ……. Distribusi Gastropoda di Ekosistem Mangrove Mahasa Tuheteru, Soenarto Notosoedarmo, dan Martanto Martosupono ……. Aspek Biologi Geloina erosa di Hutan Mangrove Mahasa Tuheteru, Soenarto Notosoedarmo, dan Martanto Martosupono ……. Keanekaragaman Jenis, Struktur Morfologi dan Struktur Populasi Lobster (Panulirus spp.) di Perairan Misool, Kabupaten Raja Ampat Ismiati Masithoh, Jacob L. A. Uktolseja, Jubhar C. Mangimbulude, dan Suryasatria Trihandaru …………………………………………………………………………….. Aspek Bioekologi Lobster (Panulirus spp.) sebagai Komoditas Ekonomi Penting Ismiati Masithoh, Jacob L. A. Uktolseja, Jubhar C. Mangimbulude, dan Suryasatria Trihandaru …………………………………………………………………………….. Studi Indentifikasi Rumput Laut di Pulau Fafanlap, Kabupaten Raja Ampat Atin Tri Hariani, A. B. Susanto, dan Ferry F. Karwur …………………………………... Keanekaragaman Jenis Rumput Laut di Indonesia Atin Tri Hariani, A. B. Susanto, dan Ferry F. Karwur …………………………………...
A - 119 A - 126
A - 133 A - 146 A - 151 A - 159
A - 167
A - 178
A - 189 A - 207
B – KAJIAN MANFAAT, GIZI, DAN NUTRISI
1.
2.
3.
4. 5.
6. 7.
8.
P R O G R A M
Pengobatan Penyakit Malaria dengan Menggunakan Beberapa Jenis Tumbuhan Nabati di Kabupaten Raja Ampat Ema Sarimole, Martanto Martosupono, Haryono Semangun, dan Jubhar C. Mangimbulude ………………………………………………………………………………………… Manfaat Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) sebagai Obat Tradisional Ema Sarimole, Martanto Martosupono, Haryono Semangun, dan Jubhar C. Mangimbulude ………………………………………………………………………………………… Pemanfaatan Tumbuhan Hutan sebagai Obat Tradisional Masyarakat Kampung Yenbekwan, Distrik Mansuar, Kabupaten Raja Ampat Ema Sarimole, Martanto Martosupono, Haryono Semangun, dan Jubhar C. Mangimbulude ………………………………………………………………………………………… Peranan Hutan Mangrove dalam Melindungi Ekosistem Pantai Abdul Manaf Wihel, Soenarto Notosoedarmo, dan Martanto Martosupono ….. Peranan Ekosistem Mangrove dalam Mengurangi Dampak Pemanasan Global (Global Warming) Abdul Manaf Wihel, Soenarto Notosoedarmo, dan Martanto Martosupono …… Kandungan Gizi Gonad Bulu Babi Tamrin Rumai, Soenarto Notosoedarmo, dan Jubhar C. Mangimbulude ………… Potensi Teripang untuk Pengobatan Rahman Rumlus, Ocky Karnaradjasa, Jubhar C. Mangimbulude, Haryono Semangun ………………………………………………………………………………………………. Studi Populasi Makroinvertebrata Bentik yang Bernilai Ekonomis di Hutan Mangrove Muara Sungai Gamta, Distrik Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat Mahasa Tuheteru, Soenarto Notosoedarmo, dan Martanto Martosupono …….. S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
B–1 B–9 B – 14 B – 25 B – 32 B – 39 B - 45
B - 53
ix
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 RAJA AMPAT AND FUTURE OF (UMAN)TY AS A WORLD (ER)TAGE
C – KAJIAN (BIO) TEKNOLOGI & BUDIDAYA 1.
2.
3.
4.
5.
6. 7.
8.
9.
Pengaruh Ukuran Bibit Awal Terhadap Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezzi) Di Kampung Arar, Distrik Mayamuk, Kabupaten Sorong. Alis Suprihatin, AB Susanto, Jubhar C. Mangimbulude, dan Haryono Semangun ……………………………………………………………………………………………...… Faktor-Faktor Teknik yang Mempengaruhi Keberhasilan Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Alis Suprihatin, AB Susanto, Jubhar C. Mangimbulude, dan Haryono Semangun ……………………………………………………………………………………………...… Kesesuaian Perairan Pantai di Kampung Lilinta, Distrik Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat untuk Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Rawai Alis Suprihatin, AB Susanto, Jubhar C. Mangimbulude, dan Haryono Semangun ………………………………………………………………………………………………... Peluang Budidaya Bulu Babi (Tripneustes gratilla) di Perairan Raja Ampat Rostini, Jubhar C. Mangimbulude, Soenarto Notosoedarmo, dan Suryasatria Trihandaru ……………………………………………………………………………………………... Uji Aktivitas Senyawa Antibakteri dan Uji Farmakologi Pada Conus sp. di Pesisir Pantai Waisai, Kabupaten Raja Ampat Surmaningsih Kibas, Jubhar C. Mangimbulude, dan Ocky Karnaradjasa ………. Potensi Senyawa Antibakteri pada Conus sp. Surmaningsih Kibas, Jubhar C. Mangimbulude, dan Ocky Karnaradjasa ………. Uji Aktivitas Antibakteri dan Analisis Senyawa Kimia pada Teripang Pasir Terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus Rahman Rumlus, Ocky Karnaradjasa, Jubhar C. Mangimbulude, Haryono Semangun ………………………………………………………………………………………………. Pengaruh Penurunan Suhu Bertahap Terhadap Aktivitas dan Sintasan Lobster Bambu (Panulirus versicolor) Selama Penyimpanan Sistem Kering Ismiati Masithoh, Jacob L. A. Uktolseja, Jubhar C. Mangimbulude, dan Suryasatria Trihandaru …………………………………………………………………………... Senyawa Bioaktif pada Rumput Laut Merah (Rhodophyta) Atin Tri Hariani, A. B. Susanto, dan Ferry F. Karwur ……………………………………
C-1
C-7
C - 16
C - 24
C - 30 C - 38
C - 44
C - 52 C - 61
D – KAJIAN UMUM
1.
2.
3.
P R O G R A M
Pengurangan Amonium Air Lindi Melalui Proses Nitrifikasi dan Anammox di TPA Ngronggo, Salatiga Peter A. M. Komboy, Pieter M. I. Torobi, Christina N. Manuputty, dan Jubhar C. Mangimbulude ………………………………………………………………………………………... Pengurangan Amonium dan COD dari Lindi TPA Secara Simultan Menggunakan Kombinasi Kultur Alga-Bakteri Pieter M. I. Torobi, Christina N. Manuputty, Karina B. Lewerissa, Jubhar C. Mangimbulude ……………………………………............................................................................... Bahaya Lindi bagi Lingkungan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang Tidak Memiliki IPL (Instalasi Pengolahan Lindi) Pieter M. I. Torobi, Christina N. Manuputty, Karina B. Lewerissa, Jubhar C. Mangimbulude ……………………………………...............................................................................
S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
D-1
D-8
D - 16
x
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 RAJA AMPAT AND FUTURE OF (UMAN)TY AS A WORLD (ER)TAGE KAJIAN LINGKUNGAN, KONSERVASI, DAN BIOTA LAUT
ASPEK BIOEKOLOGI LOBSTER (Panulirus spp.) SEBAGAI KOMODITAS EKONOMI PENTING Ismiati Masithoh1, Jacob L. A. Uktolseja2*, Jubhar C. Mangimbulude1, Suryasatria Trihandaru3 1Program
Studi Magister Biologi ,Universitas Kristen Satya Wacana Biologi, Universitas Kristen Satya Wacana 3Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro No. 52 – 60, Salatiga 50711 Telp.: +62 (0)298-321212, Fax.: +62 (0)298-321443 *E-mail:
[email protected] 2Fakultas
ABSTRAK Potensi perikanan di Indonesia sangat melimpah dengan perairan seluas 1.097.000 km 2 dan luas tersebut 6.782,48 km2 diantaranya merupakan habitat lobster. Lobster mempunyai nilai komoditas penting dari sektor perikanan, karena mempunyai nilai gizi yang tinggi. Pangsa pasar lobster tidak hanya di dalam negeri tetapi juga di luar negeri.Tulisan ini bertujuan mengetahui tingkat keuntungan perikanan lobster dari aspek ekobiologi dan ekonomi. Terdapat enam jenis lobster yang mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi, yaitu: Panulirus humarus, P. penicillatus, P. longipes, P. versicolor, P. ornatus, P. polyphagus. Secara morfologi tubuh lobster terdiri dari dua bagian, yaitu bagian depan (chephalotorax) dan bagian belakang (abdomen). Tubuh lobster tertutup cangkang yang keras dengan duri-duri tajam di atas punggungnya. Jenis kelamin lobster dapat ditentukan dari letak kaki jalannya. Habitat lobster dikawasan terumbu karang, baik di lubang-lubang karang atau menempel pada dinding karang dengan kedalaman 0,5–100 m. lobster mempunyai aktivitas mencari makan di malam hari, lobster mempunyai sifat berganti kulit (moulting) dan bersifat kanibalisme. Makanan yang digemari lobster adalah jenis Molusca, Echinodermata dan ikan-ikan kecil. Pada saat melakukan peminjahan lobster akan berpindah ke perairan yang lebih dalam. Jumlah telur lobster dapat mencapai 50.000– 80.000 butir. Tingkat populasi dapat dilihat dari aspek biologi yaitu dari sex rasio dan tingkat mortalitas, aspek ekonomi dapat dilihat dari hasil keuntungan dari penangkapan lobster. Kata kunci: lobster laut, bioekologi, komoditas ekonomi
PENDAHULUAN Potensi perikanan di Indonesia sangat berlimpah, namun sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan rakyat diantaranya karena hasil perikanan laut tersebut terkuras oleh illegal fishing yang nyaris sama dengan penggundulan hutan oleh illegal logging. Untuk itu informasi perikanan sangat diperlukan demi penyelamatan potensi perikanan agar tetap lestari (Pratiwi 2008). Kekayaan alam laut yang besar dan beranekaragam telah menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang berpotensi besar dalam bidang perikanan (Subani & Barus, 2007 dalam Pratiwi, 2008). Namun, seiring dengan pertumbuhan populasi penduduk, kondisi perikanan tangkap Indonesia juga semakin menurun dari tahun ketahun, sehingga hal ini mendorong upaya peningkatan aktivitas di bidang budidaya. Masih banyak daerahdaerah perairan Indonesia yang belum dieksploitasi dengan baik dan benar, tetapi sebagian besar produksi lobster berasal dari hasil eksploitasi di laut, karenanya peranan dan potensi perairan perlu dijaga guna mendukung produksi lobster (Pratiwi, 2008). Perairan Indonesia seluas 1.097.000 km2 dari luas tersebut 6.782,48 km2 diantaranya merupakan habitat lobster (Kanna, 2006). Potensial lobster di Perairan Indonesia sebesar 4.800 ton dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 1997 sebesar 46% dan potensi yang
P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
A - 178
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 RAJA AMPAT AND FUTURE OF (UMAN)TY AS A WORLD (ER)TAGE KAJIAN LINGKUNGAN, KONSERVASI, DAN BIOTA LAUT
cukup tinggi di Perairan Samudera Indonesia sebesar 1.600 ton dengan pemanfaatan 45% (Widodo et al., 1998 dalam Drajat, 2004). Indonesia juga merupakan wilayah kepulauan terbesar di dunia, yang menyimpan kekayaan sumberdaya laut yang terbesar pula. Salah satunya adalah sumberdaya lobster yang belum dieksplorasi secara optimal. Indonesia sebagai negara kepulauan, kedalaman lautnya relatif dangkal, sehingga merupakan habitat yang baik bagi kehidupan lobster (Pratiwi, 2008). Lobster dikenal sebagai komoditas penting dari sektor perikanan, karena mempunyai nilai gizi yang tinggi (Pratiwi, 2008). Pada awal mulanya lobster diekspor dalam bentuk beku(Pratiwi, 2008) tetapi setelah kesadaran akan kesehatan meningkat maka lobster diekspor dalam kondisi hidup dengan sistem kering (Ahdiyah, 2001). Lobster (Panulirus spp.) merupakan komponen penting bagi perikanan udang di Indonesia, yang menurut catatan statistik Indonesia tahun 2005, lobster menempati urutan keempat untuk komoditas ekspor dari bangsa Crustacea setelah marga Penaeus, Metapeaneus dan Macrobrachium (Direktorat Jendral Perikanan, 2007). Meningkatnya pasaran lobster di dunia berdasarkan data dari FAO (Food and Agriculture Organization) dan Globefish bahwa sejak tahun 1980-an permintaan lobster oleh Jepang setiap tahunnya meningkat terus (Anonim, 1990 dalam Junaidi et al., 2010). Pada tahun 1988 ekspor lobster Indonesia ke Amerika (174 ton) lebih besar dari pada ekspor ke Jepang (139 ton) yang dikenal sebagai pasar utama ekspor lobster Indonesia selama ini. Permintaan yang semakin meningkat di kedua negara tersebut, maka peluang ekspor semakin terbuka (Nurani, 2002). Besarnya permintaan lobster mengharuskan adanya informasi yang lengkap atau data potensi sumberdaya lobster yang mutakhir, berkelanjutan, dan menyeluruh dari perairan Indonesia. Informasi tersebut sangat dibutuhkan oleh berbagai pengguna, khususnya nelayan dan pengusaha perikanan. Dengan adanya informasi tersebut, daerah penangkapan (fishing ground) dapat diketahui secara potensial, sehingga usaha penangkapan dapat dilakukan lebih baik (Pratiwi, 2008). Menurut Setyono (2006), besarnya permintaan lobster baik untuk pasaran domestik ataupun ekspor di daerah Pacitan, Jawa Tmur, maka pengusaha udang di daerah tersebut melakukan budidaya dengan cara pembenihan dan restocking untuk mengimbangi penangkapan lobster dari alam. Berdasarkan pengalaman penulis di UD Sulistyowati Sorong, Papua Barat, harga lobster hidup ditingkat nelayan pada tahun 2012 Rp . , −Rp . , per kilogram. Penetapan harga ini didasarkan pada jenis, ukuran dan kondisi fisik lobster itu sendiri. Volume permintaan dan harga lobster yang cenderung meningkat setiap tahun akan menarik minat nelayan untuk mengadakan penangkapan secara intensif. Penangkapan yang semakin intensif tentu akan membahayakan populasi lobster di alam. Penangkapan yang tidak didasari pertimbangan kelestarian sumberdaya seperti penangkapan menggunakan bahan peledak, sianida dan lain-lain akan merusak habitat dan ekosistemnya sehingga menyebabkan semakin langkanya sumberdaya lobster. Untuk mengurangi populasi lobster yang terus menurun akibat penangkapan yang intensif dan upaya meningkatkan produksi lobster dapat dilakukan dengan budidaya. Budidaya dengan pembenihan atau restockingadalah cara terbaik untuk mengimbangi penangkapan lobster di alam, tetapi usaha budi daya lobster yang menjanjikan ini belum dapat dikembangkan secara optimal, karena benih hasil pembenihan dari panti benih (hatchery) belum tersedia (Junaidi et al., 2010). Untuk mengantisipasi pembenihan yang sulit dikembangkan, maka pelestarian sumber daya lobster dapat dilakukan dengan cara pengaturan musim penangkapan yaitu tidak menangkap pada musim meminjah atau
P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
A - 179
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 RAJA AMPAT AND FUTURE OF (UMAN)TY AS A WORLD (ER)TAGE KAJIAN LINGKUNGAN, KONSERVASI, DAN BIOTA LAUT
alternatif lain adalah dengan melakukan konservasi pada daerah-daerah peminjahan (Junaidi et al., 2010). Kondisi bioekologi dan ekonomi perikanan lobster sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Pengetahuan mengenai kondisi ekonomi ini sangat berperan dalam menentukan apakah lobster masih layak tangkap secara ekonomi atau sebaliknya, karena apabila secara ekonomi tidak layak tangkap berarti perekonomian lobster telah mengalami kondisi tangkap yang berlebih sehingga pengusahaannya di kemudian hari perlu dipertimbangkan. Hal ini berlaku sama untuk kondisi bioekologi (Mahasin, 2003). Tulisan ini bertujuan mengetahui tingkat keuntungan perikanan lobster dari aspek bioekologi dan ekonomi untuk menunjang pemanfaatan berkelanjutan masyarakat di wilayah pesisir.
JENIS-JENIS LOBSTER EKONOMI PENTING (NIAGA) Lobster sering juga disebut spiny lobster. Di Indonesia, selain dikenal sebagai udang barong atau udang karang, lobster juga memiliki beberapa nama daerah. Beberapa diantaranya adalah Urang takka (Makasar), Koloura (Kendari), Loppatasi(Bone), Hurang karang (Sunda), Bongko(Pangkep), Udang puyuh (Padang), Udang topeng (Kerawang) (Kanna, 2006). Lobster (Panulirus spp.) merupakan salah satu komoditas perairan karang yang mempunyai nilai ekonomi tinggi, yang produksinya masih dihasilkan dari penangkapan (Kusuma et al., 2012; Bakhtiar et al., 2013; Saputra, 2009). Lobster dikenal dengan rasanya yang lezat, sehingga lobster hanya disajikan di restoran-restoran besar dan hotel berbintang dan biasanya hanya dikonsumsi oleh kalangan ekonomi atas (Badan Besar Pengembangan Penangkapan ikan 2006 dalam Kusuma et al., 2012). Terdapat enam jenis lobster yang mempunyai nilai ekonomi tinggi, yaitu: lobster mutiara (P. ornatus), lobster bambu (P. versicolor), lobster batik (P.longipes), lobster pasir (P. humarus), lobster setan/batu (P. penicillatus) dan lobster pakistan (P. polyphagus) (Muljanah et al., 1994). Lobster jenis tersebut dapat ditangkap di Perairan Papua, Maluku, Kalimantan, Sulawesi Selatan, Jawa, dan Sumatera (Pratiwi, 2008). Berdasarkan pengamatan penulis di UD. Sulistyowati, faktor yang paling berperan dalam kegiatan penangkapan lobster adalah harganya yang lebih tinggi dibandingkan dengan komoditas perikanan lainnya. Harga lobster dipengaruhi oleh kualitasnya. Jalur distribusi pemasaran lobster pasca panen dapat dibagi menjadi dua. Pertama jalur domestik, adalah distribusi pemasaran lobster ke daerah sekitar biasanya ke Bali. Kualitas lobster untuk distribusi pemasaran domestik pada umumnya kurang baik, yaitu cacat fisik, ukuran di bawah standar (under size), dan mati. Distribusi pemasaran kedua jalur ekspor merupakan distribusi ke luar negeri, baik ditampung dulu ke luar daerah maupun tidak. Kualitas ekspor sangat selektif, baik ukuran maupun kesempurnaan fisik lobster yaitu kaki jalan maksimal putus tiga dengan kriteria sebelah kiri dua dan kanan satu atau sebaliknya, karena semakin sempurna kualitas lobster akan semakin tinggi harganya. Misalnya spesies lobster mutiara (P. ornatus) untuk kualitas ekspor pada tahun 2013 harga dari nelayan mencapai Rp 650.000,00 per kg, sedangkan untuk kualitas domestik harganya Rp 60.000,00 per kg. Distribusi lobster berawal dari nelayan sampai ke konsumen melalui beberapa komponen pelaku niaga. Mulai dari pengepul tingkat satu yang langsung melakukan pembelian lobster ke nalayan sampai dengan penjualan ke luar negeri. Tata niaga lobster secara umum mengikuti perkembangan harga global (internasional) karena akan lebih P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
A - 180
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 RAJA AMPAT AND FUTURE OF (UMAN)TY AS A WORLD (ER)TAGE KAJIAN LINGKUNGAN, KONSERVASI, DAN BIOTA LAUT
menguntungkan bagi pelaku niaga tersebut. Jalur distribusi niaga lobster dapat dilihat pada Gambar 1. Lobster yang di ekspor ke luar negeri adalah lobster yang hidup dengan ukuran di atas 200 g dengan negara tujuan utama Jepang, Amerika, dan Hongkong yang merupakan pengimpor lobster terbesar (Mahasin, 2003). Sedangkan untuk lobster yang mati dan berukuran di bawah 100 g biasanya dikonsumsi secara domestik, baik oleh restoranrestoran maupun konsumen lokal.
Gambar 1. Bagan jalur distribusi niaga lobster
MORFOLOGI
Gambar 2. Morfologi Panulirus spp P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
A - 181
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 RAJA AMPAT AND FUTURE OF (UMAN)TY AS A WORLD (ER)TAGE KAJIAN LINGKUNGAN, KONSERVASI, DAN BIOTA LAUT
Secara morfologi tubuh lobster terdiri atas dua bagian, yaitu bagian depan yang disebut Cefalotoraks. Kepala menyatu dengan dada dan bagian belakang yang disebut abdomen (badan). Seluruh tubuh lobster terbagi atas ruas-ruas yang tertutup oleh kerangka luar yang keras. Bagian kepala terdiri atas tiga belas ruas dan bagian badan terdiri atas enam ruas (Anonim, 2013). Pada bagian kepala (rostrum) lobster terdapat organ-organ seperti rahang (mandibula), insang, mata majemuk, antenulla, antena, dan lima pasang kaki jalan (pereiopoda). Pada bagian badan terdapat lima pasang kaki renang (pleopoda) dan sirip ekor (uropoda) (Setyono, 2006). Cefalotoraks tertutup oleh cangkang yang keras (carapace) dengan bentuk memanjang ke arah depan. Pada bagian ujung cangkang tersebut terdapat bagian runcing yang disebut cucuk kepala (rostrum). Mulut terletak pada kepala bagian bawah, di antara rahang-rahang (mandibula). Sisi kanan dan kiri kepala ditutupi oleh kelopak kepala dan di bagian dalamnya terdapat insang. Mata terletak di bawah rostrum , berupa mata majemuk bertangkai yang dapat digerak-gerakkan. Pada bagian kepala juga terdapat beberapa anggota tubuh yang berpasang-pasangan, antara lain antenulla, sirip kepala (scophent), sungut besar (antena), rahang (mandibula), dua pasang alat pembantu rahang (maxilla), tiga pasang maxilliped dan lima pasang kaki jalan (pereipoda). Dari kelima pasang kaki jalan tersebut, tiga pasang di antaranya dilengkapi dengan jepitan yang disebut chela. Pada bagian badan terdapat lima pasang kaki renang (pleopoda) yang terletak pada masing-masing ruas. Pada ruas ke enam terdapat kaki renang yang telah berubah menjadi ekor kipas atau sirip ekor (uropoda) dan bagian ujungnya membentuk ekor yang disebut telson (Kanna, 2006). Jenis kelamin lobster dapat ditentukan dari letak kaki jalannya. Alat kelamin jantan terletak di antara kaki jalan kelima, berbentuk lancip dan menonjol keluar. Sementara alat kelamin betina terletak diantara kaki jalan ketiga, berbentuk lancipan. Selain dari letaknya, penentuan jenis kelamin lobster juga dapat dilakukan dengan memperhatikan ukuran badannya. Lobster jantan memiliki ukuran lebih kecil dari pada lobster betina (Kanna, 2006). Menurut Alex (2004), lobster jantan memiliki tonjolan di dasar tangkai kaki ke-5 jika perhitungan dimulai dari kaki jalan di bawah mulut. Ciri lobster betina adalah adanya lubang bulat yang terletak di dasar kaki ke-3. Alat kelamin jantan disebut petasma, sedangkan lubang saluran kelaminnya disebut gonophore dan alat kelamin betina disebut thelycum (Barnes, 1987; Suyanto & Mudjiman, 1999). Alat kelamin utama disebut dengan gonad terdapat di dalam bagian cephalotorax. Pada udang jantan dewasa, gonad akan menjadi testis yang berfungsi sebagai penghasil sperma. Pada udang betina, gonadakan menjadi indung telur (ovarium), yang berfungsi menghasilkan telur. Ovarium yang telah matang akan menghasilkan telur yang banyak. Telur akan merekat pada ovarium dan terangkai seperti buah anggur yang meluas sampai ekor. Sperma yang dihasilkan oleh udang jantan pada waktu kawin akan dikeluarkan dalam kantung seperti lendir yang dinamakan kantung sperma (spermatophora). Spermatophora diletakkan pada thelycum udang betina dan disimpan terus disana hingga saat peneluran dengan bantuan petasma. Apabila udang betina bertelur, spermatophora akan pecah dan sel-sel sperma akan membuahi telur di luar badan induknya (Suyanto & Mudjiman, 1999).
KLASIFIKASI Menurut Waterman dan Chace (1960) dalam Moosa dan Aswandy (1984), klasifikasi lobster dijelaskan sebagai berikut: Super kelas : Crustacea P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
A - 182
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 RAJA AMPAT AND FUTURE OF (UMAN)TY AS A WORLD (ER)TAGE KAJIAN LINGKUNGAN, KONSERVASI, DAN BIOTA LAUT
Kelas Sub kelas Super ordo Ordo Sub ordo Super famili Famili Genus Spesies
: Malacostraca : Eumalacostrca : Eucarida : Decapoda : Reptantia : Scyllaridae : Palinuridae : Panulirus : Panulirus homarus, P. penicillatus, P. longipes, P. versicolor, P. ornatus, P. polyphagus.
REPRODUKSI Menurut Subani (1984), Proses reproduksi pada lobster yaitu lobster jantan meletakkan cairan kental dari liang kelamin (liang sperma) pada lubang pengeluaran lobster betina, kemudian cairan tersebut mengeras membentuk semacam kantong sperma. Setelah kejadian tersebut, lobster betina mulai mengeluarkan butir-butir telur yang berwujud cairan kental, kemudian melekat pada kaki-kaki renangnya. Selanjutnya, lobster betina merobek kantong sperma dengan ujung kaki jalan kelima yang berupa capit semu, dengan demikian terjadi pembuahan. Pada saat tertentu lobster akan berpindah ke perairan yang lebih dalam untuk melakukan peminjahan. Lobster betina yang telah matang telur biasanya berukuran (dari ujung terson sampai ujung rostrum) sekitar 16 cm, dan jantan berukuran sekitar 20 cm. Seekor lobster jantan dapat membuahi banyak telur yang kemudian disimpan di bagian bawah perut lobster betina (Kanna, 2006). Menurut Subani (1984), jumlah telur lobster betina P. hommarus dapat mencapai sekitar 275.000 butir. Sementara menurut Moosa dan Aswandy (1984), jumlah telur lobster jenis yang sama mencapai . − . butir, tergantung pada ukuran lobster. P. homarus betina dewasa mampu menghasilkan − butir telur per gram berat badan. P. versicolor betina dewasa mampu menghasilkan 460.000 butir telur per ekor.
SIKLUS HIDUP
Gambar 3. Siklus hidup Panulirus spp Telur yang sudah dibuahi akan menetas menjadi naupli lobster (nauplisoma) dalam waktu 3–5 hari. Fase nauplisoma umumnya berlangsung relatif singkat, kemudian berganti kulit menjadi burayakyang disebut filosoma. Fase ini berlangsung 3–7 bulan dan sering P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
A - 183
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 RAJA AMPAT AND FUTURE OF (UMAN)TY AS A WORLD (ER)TAGE KAJIAN LINGKUNGAN, KONSERVASI, DAN BIOTA LAUT
ditemukan di daerah yang banyak sinar matahari. Burayak akan berkembang menjadi burayak raksasa (perulilla). Bentuk perulilla sudah menyerupai lobster dewasa, namun belum mempunyai kulit luar yang keras dan mengandung zat kapur. Fase perulilla berlangsung selama 10–14 hari, kemudian berganti kulit menjadi lobster muda yang berukuran 7–10 cm dan sudah mempunyai kerangka luar yang keras dan mengandung zat kapur (Kanna, 2006).
HABITAT Habitat alami lobster adalah kawasan terumbu karang di perairan-perairan yang dangkal hingga 100 m di bawah permukaan laut. Di Indonesia, terdapat perairan karang yang merupakan habitat lobster seluas 6.700 km dan merupakan perairan karang terluas di dunia. Habitat alami loster tersebut antara lain tersebar di wilayah perairan Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Selat Malaka, Kalimantan, Sulawesi, serta perairan Maluku khususnya Arafura serta Papua (Suman et al.,1993). Lobster berdiam di lubang-lubang karang atau menempel pada dinding karang. Aktifitas organisme ini relatif rendah. Lobster yang masih muda biasanya hidup di perairan karang di pantai dengan kedalaman , − , m. (abitat yang paling disukai adalah perairan dengan dasar pasir berkarang yang ditumbuhi rumput laut (seaweed). Setelah menginjak dewasa, lobster akan bergerak ke perairan yang lebih dalam, dengan kedalaman antara − m. Perpindahan ini biasanya akan berlangsung pada siang dan sore hari Kanna, 2006). Menurut Moosa dan Aswandy (1984), lobster mendiami suatu perairan tertentu menurut jenisnya. Jenis Panulirus penicillatus biasanya mendiami perairan dangkal berkarang di bagian luar terumbu karang, pada kedalaman − m, dengan air yang jernih dan berarus kuat. Jenis P. homarus biasanya ditemukan hidup di perairan karang pada kedalaman belasan meter, dalam lubang-lubang batu granit atau vulkanis. Jenis ini sering ditemukan berkelompok dalam jumlah banyak. Pada saat masih muda,P. homarus lebih toleran terhadap perairan yang keruh. Namun, setelah mencapai usia dewasa lebih menyukai perairan yang jernih dengan kedalaman 1–5 m. P. longipes mampu beradaptasi pada berbagai habitat, namun lebih menyukai perairan yang lebih dalam, pada lubanglubang batu karang. Pada malam hari, jenis ini sering ditemukan pada tubir-tubir batuan dan kadang-kadang tertangkap di perairan yang relatif dangkal (sekitar 1 m) dengan air yang jernih dan berarus kuat. Jenis P. ornatus lebih menyukai terumbu karang yang agak dangkal dan sering tertangkap di perairan yang agak keruh, pada karang-karang yang tidak tumbuh dengan baik, di kedalaman − m. P. versicolor senang berdiam di tempat-tempat yang terlindung di antara batu-batu karang pada kedalaman hingga 16 m, dan jarang terlihat berkelompok dalam jumlah banyak. Jenis P. poliphagus banyak ditemukan hidup di perairan karang yang keruh dan sering kali juga ditemukan di dasar perairan yang berlumpur agak dalam.
SIFAT DAN KELAKUAN LOBSTER Sifat Nokturnal Sifat nokturnal adalah sifat lobster yang melakukan aktivitasnya pada malam hari, terutama aktifitas mencari makan. Sementara pada siang hari, lobster beristirahat dan tinggal di tepi laut berkarang di dekat rumput laut yang subur, bersama golongan karang.
P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
A - 184
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 RAJA AMPAT AND FUTURE OF (UMAN)TY AS A WORLD (ER)TAGE KAJIAN LINGKUNGAN, KONSERVASI, DAN BIOTA LAUT
Dengan sifat nokturnal tersebut, tampak bahwa lobster senang bersembunyi di tempattempat yang gelap. Di alam, lobster bersembunyi pada lubang-lubang yang terdapat di sisi terumbu karang (Kanna, 2006; Setyono, 2006).
Sifat Ganti Kulit (Moulting/Ecdysis) Menurut Alex (2004), setiap makhluk hidup pasti tumbuh. Proses ini menghasilkan perubahan tubuh, yaitu bertambah besar dan bertambah berat. Bersamaan itu pula terjadinya perubahan struktur tubuh, terutama tubuh bagian luar. Namun tubuh lobster tak berkulit melainkan terbungkus oleh cangkang yang keras, bila sudah lama. Pada saat tubuh bertambah besar maka cangkang sudah tidak cukup lagi untuk menutup bagian tubuh itu, sehingga cangkang itu harus dibuang, terkelupas dengan sendirinya kemudian berganti dengan cangkang baru yang lebih muda dan elastis. Ini hanya terjadi pada udang dan proses ini disebut dengan istilah moulting. Langkah awal pertumbuhan lobster diawali dengan pergantian kulit (moulting atau ecdysis). Peristiwa moulting pada Crustacea adalah peristiwa pergantian atau penanggalan rangka luar untuk diganti dengan yang baru. Proses ini biasanya diikuti dengan pertumbuhan pertambahan berat badan. Proses pergantian kulit pada lobster hampir sama proses pergantian kulit pada udang Penaidae, misalnya udang windu. Sebelum moulting, lobster mencari tempat persembunyiannya terlebih dahulu tanpa melalui aktivitas makan dan tidur. Dua hari kemudian, bagian kepala sudah mulai retak kemudian dilepaskan dengan gerakan meloncat (Kanna, 2006).Setelah pergantian kulit, lobster akan menghisap air sebanyak-banyaknya sehingga tubuhnya terlihat membengkak. Untuk mengeraskan kulit barunya, lobster membutuhkan gizi yang cukup dan jumlah pakan yang lebih banyak. Proses pengerasan kulit biasanya berlangsung selama − minggu Kanna, .
Sifat Kanibalisme
Di alam, pakan yang paling disukai lobster adalah berbagai jenis kepiting, moluska dan ikan. Jika persediaan pakan tidak memadai, lobster akan memangsa sesamanya. Sifat lobster yang suka makan sesamanya inilah yang disebut sebagai sifat kanibalisme. Peristiwa ini terjadi terutama jika ada lobster yang sedang lemah (sedang berganti kulit) atau pakan yang diberikan kurang tepat baik jenis, jumlah, frekuensi maupun waktu pemberian. Oleh karena itu, diperlukan manajemen pemberian pakan yang baik (Kanna, 2006). Persaingan untuk mendapatkan makanan dan perubahan iklim menyebabkan lobster menjadi hewan kanibal (Anonim, 2013).
Daya Tahan Pada umumnya, jenis-jenis lobster mampu bertahan hidup pada perairan dengan kondisi salinitas yang berubah-ubah (berfluktuasi). Sifat seperti ini disebut sifat eurihalin. Akan tetapi, beberapa jenis udang termasuk jenis udang barong atau lobster, merupakan biota laut yang sangat sensitif terhadap perubahan salinitas atau suhu. Pada lobster jenis Panulirus sp. lebih toleran terhadap salinitas antara − permil Kanna, .
KEBIASAAN MAKAN
Lobster merupakan pemangsa organisme dasar yang sangat bergantung kondisi fauna dasar. Lobster keluar dari tempat tinggalnya untuk mencari makan. Jenis yang hidup di perairan dangkal akan menuju terumbu karang atau paparan terumbu, sedangkan jenis yang hidup agak dalam akan berkeliaran di sekitar habitatnya. Makanan yang digemari P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
A - 185
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 RAJA AMPAT AND FUTURE OF (UMAN)TY AS A WORLD (ER)TAGE KAJIAN LINGKUNGAN, KONSERVASI, DAN BIOTA LAUT
adalah Molusca, Gastropoda(keong, dan kerang) dan Echinodermata (bulu babi, bintang laut, teripang, dan lili laut), dan makanan lainnya adalah ikan (Moosa & Aswandi, 1984). Lobster mencari makan pada malam hari, di sekitar karang yang lebih dangkal. Lobster bergerak pada tempat yang aman dan pada lubang-lubang karang, merayap untuk mencari makan. Apabila terkena sinar lampu, lobster akan diam sejenak, kemudian akan melakukan gerakan mundur dan menghindar (Direktorat Jenderal Perikanan, 1989).
BIOEKONOMI LOBSTER Tingkat populasi lobster dapat dilihat dari aspek biologi dan ekonomi. Pertimbangan aspek biologi antara lain dengan melihat perkembangan sex rasio dan tingkat kematian pada spesies. Pada suatu perairan apabila perbandingan jenis kelamin (sex rasio) betina dan jantan hampir sama atau lebih besar jantan menunjukkan adanya tekanan eksploitasi yang tinggi terhadap suatu spesies, karena jumlah yang hampir sama dan kesempatan tertangkap sama membahayakan eksistensi lobster betina sebagai penghasil telur untuk berkembang biak (Mahasin, 2003; Wirosaputro, 1996). Tingkat kematian spesies lobster akibat tangkapan yang jauh lebih besar dari pada kematian alami menandakan suatu perairan mengalami tekanan eksploitasi (Mahasin, 2003; Dradjat, 2004). Spesies yang mempunyai mortalitas alami tinggi akan mempunyai kompensasi dengan memproduksi telur yang lebih banyak (Mahasin, 2003) dan spesies juga akan memulai lebih awal masa reproduksi (Sparre & Venema, 1999 dalam Mahasin, 2003). Pertimbangan aspek ekonomi dapat dilihat berdasarkan hasil keuntungan dari penangkapan lobster. Apabila pendapatan tiap trip per tahun sudah tidak memberikan keuntungan, bahkan biaya operasional lebih besar dari pada pendapatan maka perairan telah mengalami eksploitasi yang tinggi (Mahasin, 2003). Menurut Mahasin (2003), Faktor yang menyebabkan tingginya eksploitasi lobster adalah: 1. Banyaknya permintaan pasar, sehingga meningkatkan harga komoditas lobster. 2. Biaya operasional yang tidak terlalu besar. Hanya dengan menggunakan perahu berkapasitas kecil (9–15 PK) dan alat tangkap sederhana dan murah sudah bisa digunakan untuk kegiatan penangkapan lobster. Biasanya nelayan menangkap lobster dengan menggunakan alat perangkap sederhana seperti krendet dan jaring, bahkan di Wilayah Papua nelayan menangkap lobster secara langsung tanpa menggunakan alat perangkap. 3. Distribusi lobster pada daerah dekat pantai dengan pemukiman penduduk semakin memudahkan aktivitas penangkapan. Perlu adanya upaya pengelolaan sumberdaya lobster untuk menekan eksploitasi yang semakin tinggi. Pengelolaan tersebut dapat dilakukan dengan cara pembatasan ukuran tangkap, larangan menangkap lobster yang sedang bertelur, larangan penangkapan dengan cara pengeboman dan bahan kimia seperti sianida, dan melakukan konservasi pada daerah peminjahan (Junaidi et al., 2010). Upaya pengelolaan sumberdaya lobster perlu juga mempertimbangkan model pengelolaan tradisional seperti di Maluku dan Papua dengan sistem sasi. Model pengelolaan traadisional ini mempunyai ciri antara lain: pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan, struktur pihak yang terlibat masih sederhan, bentuk pemanfaatannya terbatas dan termasuk skala kecil, tipe masyarakat dan kegiatannya relatif homogen, komponen pengelolaannya berasal dan berakar pada masyarakat, rasa kepemilikan dan ketergantungan terhadap sumberdaya alam tinggi, dan rasa untuk menjaga dan melindungi tinggi. (Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah 1998 dalam Mahasin, 2003). P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
A - 186
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 RAJA AMPAT AND FUTURE OF (UMAN)TY AS A WORLD (ER)TAGE KAJIAN LINGKUNGAN, KONSERVASI, DAN BIOTA LAUT
KESIMPULAN Terdapat enam jenis lobster yang mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi, yaitu: P.humarus, P. penicillatus, P. longipes, P. versicolor, P. ornatus, P. polyphagus.Tingkat populasi lobster dapat di lihat dari dua aspek, yaitu aspek biologi meliputi sex ratio, dan tingkat mortalitas. Pada aspek ekonomi dapat diketahui melalui hasil keuntungan dari usaha penangkapan lobster.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Program Beasiswa Unggulan DIKTI – Biro Perencanaan & Kerjasama Luar Negeri (BPKLN), Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, yang telah memberikan beasiswa melalui Program Studi Magister Biologi, Universitas Satya Wacana, Salatiga.
DAFTAR PUSTAKA Ahdiyah, U.L. 2001. Penggunaan Jerami dan Serbuk Gergaji Sebagai Media Pengisi Pada Penyimpanan Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii) Tanpa Media Air. Skripsi Fakultas Perikanan dan Kelautan, Institut Teknologi Bogor. Bogor: Institut Teknologi Bogor. Alex, S. 2007. Lobster Air Tawar dan Air Laut. Yogyakarta: Pustaka Baru Press. Anonim. 2013.Species Identification. http://speciesidenfification.org/species.php?species_group=lobster&id=164. Diakses tanggal 12 Januari 2013. Bakhtiar, N. M., Solichin, A., Saputra & S. W. 2013. Pertumbuhan dan Laju Mortalitas Lobster Batu Hijau (Panulirus homarus) di Perairan Cilacap Jawa Tengah. Diponegoro journal of maquares 2 (4): 1–10 . Barnes, R. D. 1987. Invertebrate Zoology. New York: Sounders College Publishing. Direktorat Jenderal Perikanan. 1989. Mengenal Udang Barong (Lobster) Komoditi Ekspor Yang Potensial Untuk Dikembangkan. Jakarta: Warta Mina. Direktorat Jenderal Perikanan. 2007. Statistik Ekspor dan Impor Hasil Perikanan 2005.. Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Dradjat, F. M. 2004. Bioekonomi Udang Karang (Panulirus spp.) Pada Usaha Tangkap Skala Kecil di Kabupaten Kebumen dan Sekitarnya. Tesis Magister Manajemen Sumberdaya Pantai,Universitas Diponegoro. Semarang: Universitas Diponegoro. Junaidi, M., Cokrowati, N. & Abidin, Z. 2010. Aspek Reproduksi Lobster (Panulirus spp.) di Perairan Teluk Ekas Pulau Lombok.Jurnal Kelautan 3(1): 29–35. Kanna, I. 2006. Lobster. Yogyakarta: Kanisius. Kusuma, R. D., Asriyanto & Sardiyatmo. 2012. Pengaruh Kedalaman dan Umpan Balik Berbeda Terhadap Hasil Tangkapan Lobster (Panulirus spp.) dengan Jaring Lobster (Bottom Gill Net Monofilament) di Perairan Argopeni Kabupaten Kebumen. Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology 1(1): 11–21. Mahasin, M. Z. 2003. Kajian Stok dan Bioekonomi Lobster (Panulirus spp.) untuk Menunjang Pemanfaatan Berkelanjutan di Propinsi Daerah Istimewa Jogjakarta. Tesis Magister Manajemen Sumberdaya Pantai, Universitas Diponegoro. Semarang: Universitas Diponegoro. Muljanah, I., Setiabudi, E., Suryaningrum, D. &Wibowo, S. 1994. Pemanfaatan Sumberdaya Lobster di Kawasan Jawa dan Bali. Jurnal Penelitian Pasca Panen Perikanan 79 : 1–23. Moosa, M. K. &Aswandy, I. 1984. Udang Karang(Panulirus spp.) dari Perairan Indonesia. Jakarta: Lembaga Oseaonologi Nasional. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Nurani, T. 2002. Aspek Tehnis dan Ekonomi Pemanfaatan Lobster di Pangandaran Jawa Barat. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 11(2): 29–46. Pratiwi, R. 2008. Aspek Biologi Udang Ekonomi Penting. Oceana, 33(2): 15–24. Saputra, S. W. 2009. Status Pemanfaatan Lobster (Panulirus spp.) di Perairan Kebumen. Jurnal Saintek Perikanan 4 (2): 10–15. Setyono, D. E. 2006. Budidaya Pembesaran Udang Karang (Panulirus spp.).Oceana, 31(4): 39–48. Subani. 1984. StudiMengenai Pergantian Kulit Udang Barong (Panulirus spp.) Kaitannya dengan Hasil Tangkapan. Jurnal Penelitian Laut 30: 63–68. P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
A - 187
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 RAJA AMPAT AND FUTURE OF (UMAN)TY AS A WORLD (ER)TAGE KAJIAN LINGKUNGAN, KONSERVASI, DAN BIOTA LAUT
Suman, A. W., Subani, & Prahoro, P. 1993. Beberapa Parameter Biologi Udang Karang (Panulirus homurus L.) di perairan Pangandaran Jawa Barat. Jurnal Penelitian Perikanan Laut (85): 10– 21. Suyanto, S. R., &Mudjiman, A. 1999. Budidaya Penebar Udang Windu. Jakarta: Penebar Swadaya. Wirosaputro, S. 1996. Jenis dan Seks Rasio Udang Barong (Panulirus spp.) di Kawasan Pantai Gunung Kidul Yogjakarta. Jurnal Perikanan Universitas Gajah Mada (UGM). 1 (1):12–21.
P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
A - 188