PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT RAJA AMPAT AND FUTURE OF HUMANITY (AS A WORLD HERITAGE) Dilaksanakan Tanggal 12 – 13 Agustus 2014 di Gedung Pari, Waisai Kabupaten Raja Ampat – Papua Barat Bekerjasama dengan Program Beasiswa Unggulan Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri (BPKLN), Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia & Dinas Pendidikan Kabupaten Raja Ampat
Program Studi Magister Biologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2014
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT
RAJA AMPAT AND FUTURE OF HUMANITY (AS A WORLD HERITAGE) TIM EDITOR Jubhar Christian Mangimbulude Martanto Martosupono Dhanang Puspita Kristiawan Prasetyo Agung Nugroho
DESAIN SAMPUL Dhanang Puspita
PENATA LETAK Kristiawan Prasetyo Agung Nugroho
ISBN No. 978-979-1098-52-21 Dilarang keras menjiplak, mengutip, bahkan mencetak ulang sebagian atau seluruh isi buku ini serta memperjual belikan tanpa ijin tertulis.
© HAK CIPTA DILINDUNGI OLEH UNDANG-UNDANG
PENERBIT Program Studi Magister Biologi Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro 52 – 60, Salatiga 50711, Indonesia Tel.: +62 (0) 298 321212, Fax: +62 (0) 298 321433
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 RAJA AMPAT AND FUTURE OF (UMAN)TY AS A WORLD (ER)TAGE
SUSUNAN PANITIA SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT Pelindung
:
Penanggung Jawab
:
Ketua Panitia Sekretaris
: :
Bendahara
:
Sie. Humas
:
Sie. Kesekretariatan
:
Sie. Dekorasi Sie. Acara
: :
Sie. Akomodasi
:
Sie. Transportasi
:
Sie. Publikasi
:
Sie. Dokumentasi
:
Sie. Perlengkapan
:
Sie. Konsumsi
:
1. 2. 1. 2.
Prof. Pdt. John A. Titaley, Th.D. (Rektor UKSW) Drs. Marcus Wanma, M.Si. (Bupati Kabupaten Raja Ampat) Jubhar C. Mangimbulude, Ph.D. (Kaprodi MB UKSW) Martha M. Sanadi, S.Pd. (Kepala Dinas Pendidikan Raja Ampat) Dr. Ir. Martanto Martosupono2 1. Kristiawan Prasetyo Agung Nugroho, M.Si.2 2. (Pemerintah Daerah Raja Ampat) 1. Anastasia Natalia Kurniasari, S.Si.2 2. Siti Masitoh Bugis, S.E.1 1. Yulindra Margaretha Numberi, M.Si.2 2. Thomas Omkarsba, S.Pd.1 3. Rachel Fitria Lay, S.Si.4 1. Tamrin Rumai, S.Pd.3 2. Christina Manuputty, S.Si.4 3. Federika Kondororik, S.Si.4 Mahasiswa MB Raja Ampat 1. Kristiawan Prasetyo Agung Nugroho, M.Si.2 2. Dhanang Puspita, M.Si.2 3. Abdul Manaf Wihel, S.Pd.3 4. Frans Herman, M.Dev.1 5. Martina Bonsapia, S.Pd.3 (khusus field trip – optional) 6. Peter Komboy, S.Si.3 (khusus field trip – optional) 1. Drs. Iskandar Usman3 2. Mariani Sirinding, S.Pd.3 3. (Pemerintah Daerah Raja Ampat) 1. Rein Mayor1 2. Rahman Rumlus, S.Pd.3 3. Bustam Umsapyat, S.Pd.3 1. Dhanang Puspita, M.Si.2 2. Ismiati Masithoh, S.Pd.3 1. Dhanang Puspita, M.Si.2 2. Kuwati, S.Pd.3 1. Tamrin Rumai, S.Pd.3 2. (Pemerintah Daerah Raja Ampat) Mahasiswa MB Raja Ampat
Keterangan: 1Pemerintah Kabupaten Raja Ampat 2Magister Biologi UKSW 3Mahasiswa Magister Biologi UKSW dari Kabupaten Raja Ampat 4Mahasiswa Magister Biologi UKSW
P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
i
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 RAJA AMPAT AND FUTURE OF (UMAN)TY AS A WORLD (ER)TAGE
KATA PENGANTAR Salam sejahtera, Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas berkat dan karuniaNya, kami panitia Seminar Nasional Raja Ampat dari Program Studi Magister Biologi dan Tim Editor dapat menyelesaikan penyusunan buku Prosiding Seminar Nasional Raja Ampat dengan tema, Raja Ampat and Future of Humanity (As a World Heritage) . Penyusunan Prosiding Seminar Nasional ini membutuhkan waktu yang relatif cepat karena sebagian besar para narasumber telah jauh-jauh hari melakukan penelitian dan menulis hasil penelitian. Kami selaku Tim Editor berupaya keras dalam proses editing supaya dapat tersaji di hadapan pembaca dengan baik dan sesuai dengan kaidah ilmiah. Panitia seminar telah menghimpun 44 makalah dari para akademisi Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW). Materi disajikan oleh para peserta dalam bentuk presentasi oral dan presentasi poster di Kota Waisai, Kabupaten Raja Ampat. Tidak lupa kami memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya bagi para penulis atas hasil karya ilmiahnya, Tim Editor, dan segenap panitia atas kerja sama yang diberikan demi terlaksananya penyusunan Prosiding ini. Kami mohon kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan Prosiding ini. Semoga kumpulan publikasi hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi para pembacanya. Kiranya Tuhan memberkati. Salatiga, 12 Agustus 2014 Tim Editor
P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
ii
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 RAJA AMPAT AND FUTURE OF (UMAN)TY AS A WORLD (ER)TAGE
PENGANTAR KETUA PROGRAM STUDI MAGISTER BIOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA Salam sejahtera, Puji dan syukur tak terhingga kepada Tuhan karena atas RahmatNya Program Studi Magister Biologi, Universitas Kristen Satya Wacana, bekerja sama dengan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dan Dinas Pendidikan Kabupaten Raja Ampat dapat menyenggarakan Seminar Nasional yang mengangkat tema, Raja Ampat and Future of Humanity (As a World Heritage) pada tanggal 12 – 13 Agustus 2014 di Kota Waisai, Kabupaten Raja Ampat. Kami merasa bangga karena selain untuk diseminasi informasi ilmiah, seminar ini juga merupakan tempat untuk mempertanggung jawabkan capaian kinerja ilmiah khususnya bagi mahasiswa Program Studi Magister Biologi asal Kabupaten Raja Ampat melalui hasil penelitian dan review artikel ilmiah yang berhubungan dengan biota di Kabupaten Raja Ampat. Kami sadari bahwa sebagian penelitian yang ditampilkan dalam seminar ini belum semuanya menjawab persoalan-persoalan ilmiah dalam bidang biologi yang terjadi di Raja Ampat. Namun demikian, penelitian penelitian ini telah mengungkap beberapa persoalan ilmiah menarik yang dapat ditindaklanjuti pada penelitian-penelitian lanjutan. Sebagai Progam Studi, kami juga berharap agar beberapa hal menarik yang telah ditemukan dapat ditindak lanjuti melalui program penelitian yang melibatkan institusi lain dalam salam suatu hubungan kerjasama. Harapan kami juga agar para peneliti dari Raja Ampat yang telah berkontribusi dalam penulisan paper pada seminar ini, masih tetap memiliki semangat yang tinggi untuk melakukan pekerjaan ilmiah lewat penelitian di tempat kerja. Sebagai penutup saya ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tulus untuk panitia penyelenggara seminar dan semua pihak yang telah mengambil bagian di dalamnya. Kiranya kumpulan artikel ini dapat menambah wawasan pengetahuan para pembaca. Raja Ampat, 12 Agustus 2014 Hormat Saya, Jubhar C. Mangimbulude, Ph.D. Ketua Program Studi Magister Biologi
P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
iii
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 RAJA AMPAT AND FUTURE OF (UMAN)TY AS A WORLD (ER)TAGE
PENGANTAR KOORDINATOR BEASISWA UNGGULAN BIRO PERENCANAAN & KERJASAMA LUAR NEGERI (BPKLN) KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN (KEMDIKBUD) REPUBLIK INDONESIA Salam sejahtera bagi kita sekalian, Seminar Nasional tentang Raja Ampat and Future of Humanity (As a World Heritage) diadakan atas kerjasama antara Program Studi Magister Biologi, Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Salatiga dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Raja Ampat, Dinas Pendidikan Kabupaten Raja Ampat, Beasiswa Unggulan Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri (BPKLN) dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional (KEMDIKBUD) Republik Indonesia. Kami sangat menyambut baik kegiatan seminar ini karena dapat dijadikan sarana bagi para peneliti dari Indonesia Timur, khususnya para guru dan peneliti dari kabupaten Raja Ampat untuk mempublikasikan hasil penelitian mereka agar dapat diketahui oleh masyarakat ilmiah maupun umum. Publikasi ilmiah ini juga merupakan sarana bagi para peneliti dan mahasiswa untuk berbagi informasi ilmiah seputar perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama di bidang biologi. Kegiatan seminar yang telah dilaksanakan oleh Program Studi Magister Biologi, Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) secara berkala dan diikuti dengan publikasi yang memuat hasil penelitian para mahasiswa kiranya dapat memajukan penelitian di bidang biologi. Khususnya seminar kali ini akan memaparkan hasil penelitian tentang flora dan fauna khas Raja Ampat. Penelitian tentang flora dan fauna Raja Ampat dirasa masih sangat terbatas, sehingga diharapkan dari hasil seminar ini dapat menambah pengetahuan kita tentang kekayaan laut dan darat dari Raja Ampat. Hasil penelitian semoga dapat segera diterapkan kepada masyarakat sehingga mereka dapat memperoleh manfaat secara langsung. Semoga buku prosiding ini dapat memberikan manfaat bagi segenap akademisi, peneliti, maupun masyarakat secara luas. Terimakasih. Raja Ampat, 12 Agustus 2014 Hormat saya, Dr. rer. Nat. AB Susanto, M.Sc. Koordinator Beasiswa Unggulan BPKLN KEMDIKBUD
P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
iv
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 RAJA AMPAT AND FUTURE OF (UMAN)TY AS A WORLD (ER)TAGE
PENGANTAR KEPALA DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN RAJA AMPAT Salam sejahtera, Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan karuniaNya, Seminar Nasional bertajuk Raja Ampat and Future of Humanity (As a World Heritage) dapat terlaksana pada saat ini di Kota Waisai, Kabupaten Raja Ampat. Seminar ini kami rasa sangat penting bagi Raja Ampat karena sebagian topiknya adalah merupakan hasil penelitian tentang kekayaan flora dan fauna yang khas dari Raja Ampat, dan lebih dari itu, yang menyajikan hasil penelitian dalam seminar ini sebagian besar adalah tenaga pengajar/guru Kabupaten Raja Ampat yang menempuh pendidikan Magister Biologi di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Salatiga. Kami berterima kasih kepada Bapak Bupati Kabupaten Raja Ampat yang telah memungkinkan kami mengirimkan 22 tenaga pengajar dari SMP dan SMA Raja Ampat untuk melanjutkan pendidikan di Program Studi Magister Biologi, Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Salatiga. Ucapan terimakasih kami sampaikan pula kepada Program Beasiswa Unggulan Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri (BPKLN) dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (KEMDIKBUD) Republik Indonesia, yang telah memberikan beasiswa kepada para mahasiswa Program Studi Magister Biologi – UKSW dari Raja Ampat tersebut. Kepada Bapak Rektor UKSW, Direktur Program Pasca Sarjana, dan Program Studi Magister Biologi, kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya karena telah memungkinkan para guru kami dari Kabupaten Raja Ampat mendapat kesempatan menimba ilmu di UKSW. Para guru kami diharapkan sekembalinya dari UKSW Salatiga dapat meningkatkan pembelajaran tentang biologi bagi para anak didik dan meningkatkan minat penelitian di Raja Ampat. Semoga kerjasama ini dapat terus berlanjut di masa yang akan datang. Kiranya Tuhan memberkati. Raja Ampat, 12 Agustus 2014 Hormat kami, Martha M. Sanadi, S.Pd. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Raja Ampat
P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
v
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 RAJA AMPAT AND FUTURE OF (UMAN)TY AS A WORLD (ER)TAGE
PENGANTAR KETUA PANITIA SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT Salam sejahtera, Seminar merupakan salah satu kegiatan ilmiah rutin dan merupakan bagian dari proses penilaian studi para mahasiswa Program Studi Magister Biologi, Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) yang diselenggarakan setiap tahun. Seminar merupakan bagian dari tradisi ilmiah di Program Studi Magister Biologi, Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW). Tujuan seminar adalah adalah untuk mengungkap potensi sumber daya alam melalui publikasi hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan guna terkait ekosistem serta spesies flora dan fauna endemik, dilihat dari segi bioteknologi, konservasi, ekologi, sosiologi, dan pariwisata di Raja Ampat. Seminar dapat dilaksanakan berkat kerjasama yang sangat baik antara Pemerintah Daerah Kabupaten Raja Ampat, Dinas Pendidikan Kabupaten Raja Ampat, Program Beasiswa Unggulan Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri (BPKLN) dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, serta Program Studi Magister Biologi, Universitas Kristen Satya Wacana. Dalam sidang pleno, hadir sebagai pembicara utama adalah para pakar di dalam bidangnya, di antaranya Dr. Jubhar C. Mangimbulude, M.Sc. (Kaprodi Program Studi Magister Biologi UKSW), Dr. rer.nat. A. B. Susanto, M.Sc. (Koordinator Beasiswa Unggulan BPKLN KEMDIKBUD & Fakultas Perikanan dan Kelautan, UNDIP – Semarang), Ir. Ferry F. Karwur, M.Sc., Ph.D. (Dekan FIK UKSW), Bapak Kliff Marlessy (Project Director of the Local Marine Management Area), TNC, WWF, IC, dan Drs. Soenarto Notosoedarmo (Pakar Biologi dan Lingkungan Hidup – Magister Biologi UKSW). Seminar dilaksanakan selama dua hari, pada hari pertama merupakan sidang pleno, sedangkan pada hari ke dua diisi dengan sidang paralel dengan pemakalah dari mahasiswa Program Studi Magister Biologi yang berasal dari Raja Ampat dan pemakalah lainnya. Selain itu ada beberapa poster yang dipamerkan dalam seminar, yang merupakan hasil penelitian dari para mahasiswa Program Studi Magister Biologi UKSW yang berasal dari Raja Ampat. Semua hasil penelitian tersebut tersusun dalam bentuk Prosiding sebagai bentuk dokumentasi ilmiah. Sejalan dengan Seminar International on Marine Biodiversity of Raja Ampat pada tanggal 16 – 17 Juni 2014, harapan dari Staf Ahli Mentri Koordinator Kesejahteraan Rakyat bidang Mitigasi Bencana dan Perubahan Iklim akan adanya kelompok kerja yang menggagas seminar ikutan, maka pada saat ini Program Studi Magister Biologi UKSW telah siap dengan gagasan tersebut yaitu melaksanakan seminar tentang Raja Ampat and Future of Humanity (As a World Heritage) . Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Bapak Bupati Kabupaten Raja Ampat, Ibu Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Raja Ampat, Bapak Rektor UKSW,
P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
vi
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 RAJA AMPAT AND FUTURE OF (UMAN)TY AS A WORLD (ER)TAGE
Program Beasiswa Unggulan Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri (BPKLN) – Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (KEMDIKBUD) Republik Indonesia, staf dan para peneliti dari NGO (TNC, WWF, dan CI), serta seluruh anggota panitia baik yang dari Raja Ampat maupun yang dari Salatiga. Raja Ampat, 12 Agustus 2014 Hormat Saya, Dr. Ir. Martanto Martosupono Ketua Panitia
P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
vii
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 RAJA AMPAT AND FUTURE OF (UMAN)TY AS A WORLD (ER)TAGE
DAFTAR ISI Susunan Panitia ……………………………………………………...……..…………………….…………... Kata Pengantar .…………………………………………………….…………..……...……………………… Pengantar Ketua Program Studi Magister Biologi Universitas Kristen Satya Wacana …………………………………………………………………………………………………………….. Pengantar Koordinator Beasiswa Unggulan – Biro Perencanaan & Kerjasama Luar Negeri (BPKLN), Kementrian Pendidikan & Kebudayaan (KEMDIKBUD) RI ……….. Pengantar Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Raja Ampat …………………….…….…... Pengantar Ketua Panitia Seminar Nasional Raja Ampat ………………………………………. Daftar Isi …………………………………………………………………………………………………………...
i ii iii iv v vi viii
A – KAJIAN LINGKUNGAN, KONSERVASI, DAN BIOTA LAUT
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7. 8.
9. 10. 11. 12.
13.
14.
P R O G R A M
Eksistensi Sasi dalam Pelaksanaan Konservasi di Kabupaten Raja Ampat Kuwati, Martanto Martosupono, dan Jubhar C. Mangimbulude …………………….. Konservasi Berbasis Kearifan Lokal (Studi Kasus: Sasi di Kabupaten Raja Ampat) Kuwati, Martanto Martosupono, dan Jubhar C. Mangimbulude …………………... Peran Sasi dalam Melindungi Sumberdaya Teripang di Kampung Folley, Kabupaten Raja Ampat Kuwati, Martanto Martosupono, dan Jubhar C. Mangimbulude …………………... Keanekaragaman Spesies Ikan di Perairan Pulau Jefman, Distrik Salawati Utara, Kabupaten Raja Ampat Larsuida Saragih, Jacob L. A. Uktolseja, dan Budhi Prasetyo ………………………. Kelimpahan dan Keanekaragaman Bulu Babi di Pulau Saonek, Kabupaten Raja Ampat Tamrin Rumai, Soenarto Notosoedarmo, dan Jubhar C. Mangimbulude ……….. Manajemen Pengelolaan Sampah di Pasar Waisai, Kabupaten Raja Ampat Peter A. M. Komboy, Karina B. Lewerissa, dan Jubhar C. Mangimbulude ……… Penanganan Sampah Kota Secara Terpadu Peter A. M. Komboy, Karina B. Lewerissa, dan Jubhar C. Mangimbulude ……… Peranan Lamun di Ekosistem Laut Rostini, Jubhar C. Mangimbulude, Soenarto Notosoedarmo, dan Suryasatria Trihandaru …………………………………………………………………………………………….. Populasi dan Keanekaragaman Gastropoda pada Zona Intertidal Surmaningsih Kibas, Jubhar C. Mangimbulude, dan Ocky Karnaradjasa ……… Terumbu Karang dan Peran Bulu Babi Tamrin Rumai, Soenarto Notosoedarmo, dan Jubhar C. Mangimbulude …….….. Studi Tentang Struktur Komunitas Ikan pada Terumbu Karang Larsuida Saragih, Jacob L. A. Uktolseja, dan Budhi Prasetyo ………………………. Kelimpahan dan Struktur Panjang Berat Ikan Baronang Siganus canaliculatus di Perairan Pulau Jefman, Distrik Salawati Utara, Kabupaten Raja Ampat Larsuida Saragih, Jacob L. A. Uktolseja, dan Budhi Prasetyo ………………………. Keanekaragaman Jenis Teripang di Kampung Fafanlap dan Gamta, Distrik Misool, Kabupaten Raja Ampat Rahman Rumlus, Ocky Karnaradjasa, Jubhar C. Mangimbulude, Haryono Semangun ………………………………………………………………………………………………. Komposisi Flora Mangrove di Pantai Sungai Gamta, Distrik Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat Abdul Manaf Wihel, Soenarto Notosoedarmo, dan Martanto Martosupono ...….
S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
A-1
A-9
A - 19
A - 26
A - 35
A - 42 A - 55
A - 63 A - 68 A - 73 A - 82
A - 89
A - 97
A - 106
viii
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 RAJA AMPAT AND FUTURE OF (UMAN)TY AS A WORLD (ER)TAGE
15.
16. 17.
18. 19. 20. 21.
22.
23.
24.
Interaksi antara Tumbuhan Epifit dengan Inangnya di Hutan Mangrove Nuryani, Soenarto Notosoedarmo, dan Jubhar C. Mangimbulude ………………... Manfaat Serasah Daun Rhizophora mucronata di Hutan Mangrove Nuryani, Soenarto Notosoedarmo, dan Jubhar C. Mangimbulude ………………... Komposisi Vegetasi Mangrove di Pesisir Pantai Kota Waisai, Kabupaten Raja Ampat Nuryani, Soenarto Notosoedarmo, dan Jubhar C. Mangimbulude ………………... Distribusi dan Kelimpahan Gastropoda di Ekosistem Mangrove Mahasa Tuheteru, Soenarto Notosoedarmo, dan Martanto Martosupono ……. Distribusi Gastropoda di Ekosistem Mangrove Mahasa Tuheteru, Soenarto Notosoedarmo, dan Martanto Martosupono ……. Aspek Biologi Geloina erosa di Hutan Mangrove Mahasa Tuheteru, Soenarto Notosoedarmo, dan Martanto Martosupono ……. Keanekaragaman Jenis, Struktur Morfologi dan Struktur Populasi Lobster (Panulirus spp.) di Perairan Misool, Kabupaten Raja Ampat Ismiati Masithoh, Jacob L. A. Uktolseja, Jubhar C. Mangimbulude, dan Suryasatria Trihandaru …………………………………………………………………………….. Aspek Bioekologi Lobster (Panulirus spp.) sebagai Komoditas Ekonomi Penting Ismiati Masithoh, Jacob L. A. Uktolseja, Jubhar C. Mangimbulude, dan Suryasatria Trihandaru …………………………………………………………………………….. Studi Indentifikasi Rumput Laut di Pulau Fafanlap, Kabupaten Raja Ampat Atin Tri Hariani, A. B. Susanto, dan Ferry F. Karwur …………………………………... Keanekaragaman Jenis Rumput Laut di Indonesia Atin Tri Hariani, A. B. Susanto, dan Ferry F. Karwur …………………………………...
A - 119 A - 126
A - 133 A - 146 A - 151 A - 159
A - 167
A - 178
A - 189 A - 207
B – KAJIAN MANFAAT, GIZI, DAN NUTRISI
1.
2.
3.
4. 5.
6. 7.
8.
P R O G R A M
Pengobatan Penyakit Malaria dengan Menggunakan Beberapa Jenis Tumbuhan Nabati di Kabupaten Raja Ampat Ema Sarimole, Martanto Martosupono, Haryono Semangun, dan Jubhar C. Mangimbulude ………………………………………………………………………………………… Manfaat Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) sebagai Obat Tradisional Ema Sarimole, Martanto Martosupono, Haryono Semangun, dan Jubhar C. Mangimbulude ………………………………………………………………………………………… Pemanfaatan Tumbuhan Hutan sebagai Obat Tradisional Masyarakat Kampung Yenbekwan, Distrik Mansuar, Kabupaten Raja Ampat Ema Sarimole, Martanto Martosupono, Haryono Semangun, dan Jubhar C. Mangimbulude ………………………………………………………………………………………… Peranan Hutan Mangrove dalam Melindungi Ekosistem Pantai Abdul Manaf Wihel, Soenarto Notosoedarmo, dan Martanto Martosupono ….. Peranan Ekosistem Mangrove dalam Mengurangi Dampak Pemanasan Global (Global Warming) Abdul Manaf Wihel, Soenarto Notosoedarmo, dan Martanto Martosupono …… Kandungan Gizi Gonad Bulu Babi Tamrin Rumai, Soenarto Notosoedarmo, dan Jubhar C. Mangimbulude ………… Potensi Teripang untuk Pengobatan Rahman Rumlus, Ocky Karnaradjasa, Jubhar C. Mangimbulude, Haryono Semangun ………………………………………………………………………………………………. Studi Populasi Makroinvertebrata Bentik yang Bernilai Ekonomis di Hutan Mangrove Muara Sungai Gamta, Distrik Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat Mahasa Tuheteru, Soenarto Notosoedarmo, dan Martanto Martosupono …….. S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
B–1 B–9 B – 14 B – 25 B – 32 B – 39 B - 45
B - 53
ix
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 RAJA AMPAT AND FUTURE OF (UMAN)TY AS A WORLD (ER)TAGE
C – KAJIAN (BIO) TEKNOLOGI & BUDIDAYA 1.
2.
3.
4.
5.
6. 7.
8.
9.
Pengaruh Ukuran Bibit Awal Terhadap Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezzi) Di Kampung Arar, Distrik Mayamuk, Kabupaten Sorong. Alis Suprihatin, AB Susanto, Jubhar C. Mangimbulude, dan Haryono Semangun ……………………………………………………………………………………………...… Faktor-Faktor Teknik yang Mempengaruhi Keberhasilan Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Alis Suprihatin, AB Susanto, Jubhar C. Mangimbulude, dan Haryono Semangun ……………………………………………………………………………………………...… Kesesuaian Perairan Pantai di Kampung Lilinta, Distrik Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat untuk Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Rawai Alis Suprihatin, AB Susanto, Jubhar C. Mangimbulude, dan Haryono Semangun ………………………………………………………………………………………………... Peluang Budidaya Bulu Babi (Tripneustes gratilla) di Perairan Raja Ampat Rostini, Jubhar C. Mangimbulude, Soenarto Notosoedarmo, dan Suryasatria Trihandaru ……………………………………………………………………………………………... Uji Aktivitas Senyawa Antibakteri dan Uji Farmakologi Pada Conus sp. di Pesisir Pantai Waisai, Kabupaten Raja Ampat Surmaningsih Kibas, Jubhar C. Mangimbulude, dan Ocky Karnaradjasa ………. Potensi Senyawa Antibakteri pada Conus sp. Surmaningsih Kibas, Jubhar C. Mangimbulude, dan Ocky Karnaradjasa ………. Uji Aktivitas Antibakteri dan Analisis Senyawa Kimia pada Teripang Pasir Terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus Rahman Rumlus, Ocky Karnaradjasa, Jubhar C. Mangimbulude, Haryono Semangun ………………………………………………………………………………………………. Pengaruh Penurunan Suhu Bertahap Terhadap Aktivitas dan Sintasan Lobster Bambu (Panulirus versicolor) Selama Penyimpanan Sistem Kering Ismiati Masithoh, Jacob L. A. Uktolseja, Jubhar C. Mangimbulude, dan Suryasatria Trihandaru …………………………………………………………………………... Senyawa Bioaktif pada Rumput Laut Merah (Rhodophyta) Atin Tri Hariani, A. B. Susanto, dan Ferry F. Karwur ……………………………………
C-1
C-7
C - 16
C - 24
C - 30 C - 38
C - 44
C - 52 C - 61
D – KAJIAN UMUM
1.
2.
3.
P R O G R A M
Pengurangan Amonium Air Lindi Melalui Proses Nitrifikasi dan Anammox di TPA Ngronggo, Salatiga Peter A. M. Komboy, Pieter M. I. Torobi, Christina N. Manuputty, dan Jubhar C. Mangimbulude ………………………………………………………………………………………... Pengurangan Amonium dan COD dari Lindi TPA Secara Simultan Menggunakan Kombinasi Kultur Alga-Bakteri Pieter M. I. Torobi, Christina N. Manuputty, Karina B. Lewerissa, Jubhar C. Mangimbulude ……………………………………............................................................................... Bahaya Lindi bagi Lingkungan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang Tidak Memiliki IPL (Instalasi Pengolahan Lindi) Pieter M. I. Torobi, Christina N. Manuputty, Karina B. Lewerissa, Jubhar C. Mangimbulude ……………………………………...............................................................................
S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
D-1
D-8
D - 16
x
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 RAJA AMPAT AND FUTURE OF (UMAN)TY AS A WORLD (ER)TAGE KAJIAN (BIO) TEKNOLOGI & BUDIDAYA
PENGARUH PENURUNAN SUHU BERTAHAP TERHADAP AKTIVITAS DAN SINTASAN LOBSTER BAMBU (Panulirus versicolor) SELAMA PENYIMPANAN SISTEM KERING Ismiati Masithoh1, Jacob L. A. Uktolseja2, Jubhar C. Mangimbulude1, Suryasatria Trihandaru3 1Program
Studi Magister Biologi, Universitas Kristen Satya Wacana 2Fakultas Biologi, Universitas Kristen Satya Wacana 3Fakultas Sains & Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro No. 52 – 60, Salatiga 50711 Telp.: +62 (0)298-321212, Fax.: +62 (0)298-321443 *E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Permintaan lobster terutama dalam bentuk hidup terus meningkat baik dipasar lokal maupun luar negeri. Transportasi sistem kering merupakan cara yang efektif untuk memenuhi permintaan lobster hidup. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perilaku dan sifat lobster bambu akibat penurunan suhu secara bertahap, mengetahui titik-titik suhu kritis yang akan digunakan sebagai suhu imotilisasi dalam mempersiapkan transportasi lobster hidup dan untuk mengetahui daya tahan serta sintasan lobster bambu selama trasportasi. Respon lobster bambu (Panulirus versicolor) terhadap penurunan suhu dan daya tahan hidup selama transportasi dengan media kering sudah dipelajari. Respon lobster diamati dengan media air yang telah diturunkan suhunya secara bertahap. Sintasan lobster diamati dengan cara lobster diimotilisasi dengan suhu 22 0C dan 18 0C selama 5–10 menit, kemudian lobster dikeringkan dengan pasir halus dan dikemas dengan media kertas koran dan es dalam kotak styrofoam dan disimpan selama 10, 13, 15, dan 20 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa respon lobster terhadap penurunan suhu berlangsung dalam 7 tahap, yaitu (1) lobster aktif (25 0C), (2) lobster tenang (22 0C), (3) lamban (18 0C), (4) lemah (16 0C), (5) diam (14 0C), (6) limbung (12 0C), (7) roboh (11 0C). Imotilisasi lobster bambu pada suhu 22 0C dan 18 0C mampu mempertahankan sintasan lobster bambu selama 15 jam dengan sintasan 100% dan sintasan 80% selama 20 jam. Berat lobster setelah transportasi dengan sistem kering selama 15 jam tidak mengalami penyusutan dan setelah 20 jam mengalami penyusutan 0,1 kg. Kata kunci: lobster bambu, imotilisasi, aktivitas fisiologi, pengemasan sistem kering
PENDAHULUAN Dari beberapa jenis lobster yang banyak dikenal dan ditemui oleh nelayan Indonesia adalah Panulirus versicolor atau biasa disebut sebagai lobster bambu yang sumberdayanya banyak ditemukan di Indonesia (Kanna, 2006). Lobster bambu termasuk ke dalam super kelas Crustacea yang mempunyai alat pernapasan tambahan yang disebut labirin. Adanya alat pernapasan tambahan ini, Crustacea mampu beradaptasi untuk hidup di luar air selama beberapa jam dalam lingkungan yang lembab dan suhu rendah. Secara anatomi, pada saat lobster dalam keadaan tanpa air, rongga karapasnya masih terdapat air, sehingga masih mampu menyerap oksigen yang terdapat dalam air itu. Dengan memanfaatkan sifat fisiologis yang unik tersebut maka, maka lobster dapat diangkut dengan sistem kering (Suryaningrum et al., 2005 dalam Ahdiyah, 2011). Permintaan lobster (Panulirus) terus meningkat baik dipasaran lokal maupun luar negeri terutama dalam bentuk hidup dan tidak cacat tubuh. Permintaan konsumen terhadap komoditas lobster telah mengalami pergeseran kearah pemenuhan kebutuhan akan udang hidup (Ahdiyah, 2001). Hal ini disebabkan meningkatnya kesadaran masyarakat akan hidup sehat sehingga menyebabkan masyarakat lebih memilih mengkomsumsi udang dalam P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
C - 52
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 RAJA AMPAT AND FUTURE OF (UMAN)TY AS A WORLD (ER)TAGE KAJIAN (BIO) TEKNOLOGI & BUDIDAYA
bentuk hidup. Sehubungan dengan hal itu, maka diperlukan suatu teknologi yang tepat untuk mengantarkan udang lobster agar tetap hidup sampai ketangan konsumen, salah satu tehnik pengangkutan lobster hidup adalah dengan pengangkutan sistem kering (tanpa media air). Penyimpanan lobster hidup tanpa media air ini lebih efisien dibandingkan dengan penyimpanan lobster dengan sistem basah. Menurut Suryaningrum et al. (1997), transportasi dengan media kering, lobster diberi perlakuan imotilisasi terlebih dahulu, dikemas, kemudian baru ditransportasikan. Perlakuan imotilisasi yang dimaksudkan agar lobster berada dalam aktivitas metabolisme dan respirasi yang rendah sehingga ketahanan hidup diluar habitatnya tinggi (Praseno, 1990). Imotilisasi dapat dilakukan dengan suhu rendah atau dengan menggunakan senyawa antimetabolik (Basyarie, 1990 dalam Suryaningrum et al., 1997; Praseno, 1990; Rahardja, 1995 dalam Sukmiwati dan Sari, 2007). Penggunaan suhu rendah dapat dilakukan dengan penurunan suhu bertahap secara bertahap maupun secara langsung (Setiabudi et al., 1995 dalam Sukmiwati dan Sari, 2007; Suryaningrum et al., 1997; Wibowo at al., 1994; Muljanah et al., 1994). Cara yang umum digunakan untuk imotilisasi dengan suhu rendah adalah dengan menggunakan es. Keuntungan teknik ini karena mudah didapat, ekonomis, dan aman serta tidak didapatkan residu bahan kimia di dalam daging lobster. Imotilisasi dilakukan dengan tujuan agar lobster tenang pada saat dikemas. Selain memberi kemudahan dalam pengemasan, imotilisasi juga bermanfaat untuk menurunkan metabolisme lobster melalui penurunan respirasi (Patterson, 1993 dalam Ahdiyah, 2011). Pada saat lobster pingsan (keadaan tenang) kebutuhan oksigen menurun, kemudian terjadi akumulasi asam laktat dalam darah dan otot yang mengakibatkan pH darah menurun (Sukmiwati dan Sari, 2007). Manfaat lain imotilisasi adalah untuk mengurangi ekskresi yang menyebabkan banyaknya kandungan amoniak di dalam pengemasan yang menyebabkan lobster cepat mati dan mengurangi aktivitas lobster, sehingga tingkat stres juga berkurang. Dalam penyimpanan sistem kering diperlukan pengetahuan mengenai suhu imotil dari lobster bambu yang akan dikemas, sehingga diperoleh laju sintasan yang tinggi. Untuk memperoleh suhu imotil lobster, diperlukan pengamatan aktivitas lobster pada berbagai suhu, sehingga diperoleh kisaran suhu imotil yang efektif untuk perlakuan imotilisasi. Penelitian mengenai aktivitas Crustacea pada suhu rendah telah dilakukan pada lobster hijau pasir (P. humarus), lobster hitam (P. penicillatus), udang windu tambak (Panaeus monodon) (Wibowo at al., 1994; Soekarto dan Wibowo, 1994; Suryaningrum et al., 1997; Karmila et al., 1999). Hasilnya menunjukkan bahwa kedua jenis Crustacea tersebut mempunyai perubahan prilaku yang berbeda jika suhu diturunkan secara bertahap. Pada lobster hijau pasir dan lobster hitam suhu imotilisasi yang berpeluang untuk digunakan berkisar antara 18–160C. Sedangkan pada udang windu, suhu untuk imotilisasi berkisar 19– 150C dan suhu dibawah 140C tidak dianjurkan. Setelah mengetahui suhu imotil yang efektif maka diharapkan laju sintasan lobster akan meningkat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi penurunan suhu media hidup lobster terhadap sintasan dalam pengemasan kering.
BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam proses imotilisasi ini adalah bak plastik ukuran panjang, lebar dan tinggi 80 x 60 x 80 cm, keranjang yang dilengkapi dengan aerator untuk mengamati aktivitas lobster selama penurunan suhu, dan termometer. Peralatan dalam proses packing adalah kotak styrofoam yang digunakan ukuran panjang, lebar dan tinggi 40 P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
C - 53
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 RAJA AMPAT AND FUTURE OF (UMAN)TY AS A WORLD (ER)TAGE KAJIAN (BIO) TEKNOLOGI & BUDIDAYA
x 60 x 40 cm yang diberi alas kertas koran, keranjang untuk mengangkat lobster, sikat untuk membersihkan lobster setelah dikeringkan, dan sebagai alat perekat digunakan lakban. Alat lain adalah feezer dan timbangan digital. Penelitian ini dilakukan di tempat pengumpulan dan pengiriman lobster UD Sulistyowati Sorong pada bulan Juli 2013, dengan metode eksperimen. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lobster bambu (P. versicolor) yang sehat dan ditangkap oleh nelayan setempat, tidak sedang berganti kulit (moulting) dan tidak cacat, berukuran (0,1–0,6 kg) sebanyak 20 ekor yang diperoleh dari para pengumpul lobster hidup di Perairan Misool, Kabupaten Raja Ampat. Bahan yang di gunakan untuk media penyimpanan kering adalah kertas koran dan es. Pasir laut halus yang telah dikeringkan, kemudian dilembabkan digunakan untuk mengeringkan lobster setelah proses imotilisasi.
Pengadaptasian dan Pemuasaan Lobster sebelum Motilisasi Bak semen yang digunakan untuk proses adaptasi terlebih dahulu dibersihkan dan diisi dengar air laut yang telah diendapkan selama dua hari. Pompa air dihubungkan dengan pralon dipasang dipinggir bak semen untuk sirkulasi air, supaya memberi aliran udara dan oksigen. Bak semen juga dilengkapi dengan sistem filtrasi untuk menjaga kebersihan air. Lobster yang berasal dari nelayan setempat dipindahkan ke dalam bak semen adaptasi. Lobster kemudian diadaptasikan dan dipuasakan selama dua hari sebelum diimotilisasi dan dikemas untuk penyimpanan sistem kering. Tujuan dipuasakan ini untuk mengurangi ekskresi yang menyebabkan banyaknya amoniak di dalam tempat pengemasan. Sebelum diimotilisasi, lobster ditimbang untuk mengetahui bobot awal, dan setelah penyimpanan lobster juga ditimbang untuk mengetahui bobot akhir.
Pembiusan Lobster Bambu pada Suhu Rendah secara Bertahap Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penurunan suhu secara bertahap terhadap aktivitas lobster bambu serta menentukan suhu optimal untuk imotilisasi. Penurunan suhu dilakukan dengan menambahkan es air laut ke dalam media air (Wijaya 2008). Lobster bambu dalam keadaan sehat dan normal ditempatkan ke dalam media air yang suhunya diturunkan yaitu: 250C, 220C, 180C, 160C, 140C, 120C dan 110C. Masing-masing media air dilengkapi dengan aerator. Selama penurunan suhu, aktivitas lobster meliputi pergerakan anggota tubuh, respon, dan keseimbangan diamati dan dicatat. Percobaan dilakukan dengan ulangan 2 kali.
Uji Ketahanan Lobster Bambu Selama Penyimpanan dengan Media Kering Percobaan ini dimaksudkan untuk mengetahui sintasan lobster bambu setelah diimotilisasi dengan pada suhu bertahap 220C dan 180C selama 5–10 menit. Imotilisasi dilakukan dengan cara memasukkan air laut ke dalam dua buah bak plastik masing -masing 40 L yang dilengkapi dengan aerator dan termometer. Kemudian suhu air laut dalam bak diturunkan dengan cara memasukkan es dari air laut ke dalam masing-masing bak hingga mencapai suhu 220C dan 180C. Proses penurunan suhu berlangsung selama 15–20 menit. Lobster yang sudah dimasukkan dalam keranjang kemudian dimasukkan ke dalam bak bersuhu 220C selama 5–10 menit, kemudian angkat dan masukkan lagi ke dalam bak bersuhu 180C selama 5–10 menit. Setelah diimotilisasi, lobster diangkat dan dikeringkan dengan pasir laut jenis halus kering yang sudah dilembabkan, kemudian lobster disikat untuk membersihkan pasir. Lobster kemudian dibungkus satu persatu dengan kertas koran dan disusun secara beraturan ke dalam kotak styrofoam. Pada setiap sudut kotak styrofoam di beri es didalam P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
C - 54
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 RAJA AMPAT AND FUTURE OF (UMAN)TY AS A WORLD (ER)TAGE KAJIAN (BIO) TEKNOLOGI & BUDIDAYA
botol air mineral ukuran 600 mL yang dibungkus koran. Penyusunan dilakukan secara berurutan yaitu paling bawah 5 ekor untuk penyimpanan 20 jam, lapisan diatasnya 5 ekor untuk penyimpanan 15 jam, berikutnya 5 ekor untuk penyimpanan 13 jam dan 5 ekor untuk penyimpanan 10 jam. Lapisan paling atas ditutup dengan kertas koran, kemudian ditutup dengan penutup styrofoam dan direkatkan dengan lakban. Lobster yang sudah disimpan sesuai dengan interval lama penyimpanan dibuka dari kemasan, kemudian lobster ditempatkan pada tempat terbuka selama 3–5 menit untuk menguapkan amoniak yang terbentuk selama penyimpanan. Selanjutnya, lobster di masukkan ke dalam bak pembugaran yang diberi aerasi dengan ketinggian air sebesar setengah dari badan lobster, hal ini sesuai dengan Suryaningrum et al. (2007 dalam Ahdiyah, 2011). Lobster yang sudah bugar, kemudian dihitung tingkat kelulusan hidupnya. Menurut Ahdiyah (2011), rumus perhitungan tingkat kelulusan hidup lobster sebagai berikut: M=
��
��
x 100%
Keterangan: M = tingkat kelulusan hidup lobster Uo = jumlah lobster yang dikemas Ut = jumlah lobster yang hidup setelah penyimpanan
HASIL & PEMBAHASAN Imotilisasi Lobster Bambu dengan Suhu Rendah secara Bertahap Hasil imotilisasi lobster bambu menunjukkan bahwa penurunan suhu media bertahap berpengaruh terhadap aktivitas lobster dengan respon yang bertahap seperti didiskripsikan pada Tabel 1. Pada suhu 22 0C dan 25 0C lobster masih menunjukkan respon aktif dengan gerakan normal, sedangkan mulai suhu 18 0C sudah mulai nampak perubahan aktivitas melemah bahkan pada suhu 11 0C kondisi lobter sudah roboh dan tidak ada aktivitas. Tabel 1. Aktivitas lobster pada penurunan suhu secara bertahap
1
Suhu (0C) 25
Kondisi Lobster Aktif
2
22
Tenang
3
18
Lamban
Tahap
P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
Keterangan Pergerakan anggota tubuh: Masih normal dengan antena dan kaki jalan bergerak aktif. Respon: antena sangat responsif ketika mendapat rangsangan fisik dari luar, jika diangkat meronta dan mengepakkan ekor dengan kuat. Keseimbangan: sangat baik dengan tubuh tegak. Pergerakan anggota tubuh lobster sedikit berkurang pergerakan anggota tubuhnya, antena dan kaki jalan kurang aktif. Respon: respon antena terhadap rangsangan fisik dari luar masih jelas dan kuat, ketika lobster diangkat merontaronta. Keseimbangan: masih baik dengan tubuh tegak. Pergerakan anggota tubuh: lobster tidak banyak melakukan pergerakan anggota tubuhnya, antena dan kaki jalan bergerak lamban. Respon: respon antena ketika mendapat rangsangan dari luar lamban dan ketika diangkat meronta. Keseimbangan masih baik dengan posisi tubuh tegak.
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
C - 55
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 RAJA AMPAT AND FUTURE OF (UMAN)TY AS A WORLD (ER)TAGE KAJIAN (BIO) TEKNOLOGI & BUDIDAYA
Tabel 1. Aktivitas lobster pada penurunan suhu secara bertahap (Lanjutan)
4
Suhu (0C) 16
Kondisi Lobster Lemah
5
14
Diam
6
12
Limbung
7
11
Roboh
Tahap
Keterangan Pergerakan anggota tubuh: lobster semakin sedikit melakukan pergerakan anggota tubuhnya, antena dan kaki jalan bergerak lemah. Respon: antena ketika mendapat rangsangan fisik dari luar memberi respon lemah dan ketika diangkat lobster meronta dengan lemah dan tidak mengepakkan ekor. Keseimbangan berkurang dengan kaki jalan masih bisa menopang tubuh tetapi ketika berjalan tubuh sempoyongan. Pergerakan anggota tubuh: lobster diam dengan antena dan kaki jalan tidak melakukan pergerakan. Respon: respon sangat lemah terhadap rangsangan fisik dari luar dan ketika diangkat dari air lobster tenang tetapi kaki jalan bergerak lemah. Keseimbangan makin berkurang dengan posisi tubuh tidak sempurna tegak. Pergerakan anggota tubuh: tidak ada pergerakan anggota tubuh, antena dan kaki jalan diam. Respon: tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar dan ketika diangkat dari air lobster tidak meronta, kaki jalan bergerak lemah. Keseimbangan keseimbangan terganggu dengan posisi tubuh miring. Pergerakan anggota tubuh: tidak ada pergerakan anggota tubuh. Respon antena tidak memberikan respon terhadap rangsangan dari luar dan ketika diangkat dari air tidak bergerak. Keseimbangan: tidak ada keseimbangan dan posisi tubuh roboh.
Uji Sintasan Lobster Bambu pada Media Kering Berdasarkan hasil pengamatan ketahanan lobster bambu yang dibiarkan tanpa media air pada suhu kamar, lobster bambu dapat mempunyai ketahanan hidup sampai 13 jam. Berdasarkan hasil penyimpanan didapatkan hasil bahwa pada lama penyimpanan 10, 13 dan 15 jam, sintasan lobster bambu mencapai 100% dan pada penyimpanan 20 jam sintasan lobster menunjukkan 80% (Tabel2). Tabel 2. Persentase kelulusan hidup lobster bambu setelah penyimpanan media kering
Kontrol Perlakuan
Lama Penyimpanan 10 13 15 20 100% 100% 60% 20% 100% 100% 100% 80%
Berat Lobster Setelah Penyimpanan Pada Media Kering Tabel 3 memuat data berat lobster sebelum diimotilisasi dan penyimpanan dan Tabel 4 memuat data berat lobster setelah diimotilisasi dan penyimpanan. Kedua tabel itu menunjukkan hanya pada waktu penyimpanan 20 jam terjadi penurunan berat lobster.
P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
C - 56
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 RAJA AMPAT AND FUTURE OF (UMAN)TY AS A WORLD (ER)TAGE KAJIAN (BIO) TEKNOLOGI & BUDIDAYA
Tabel 3. Berat tubuh lobster sebelum imotilisasi dan penyimpanan
Tabel 4. Berat tubuh lobster bambu setelah imotilisasi dan penyimpanan
Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian imotilisasi lobster bambu dengan suhu rendah secara bertahap menunjukkan bahwa penurunan suhu berpengaruh pada aktivitas dan kondisi lobster. Pada kisaran suhu 250C kondisi lobster masih aktif, antena dan kaki jalan bergerak aktif, sangat responsif ketika mendapat rangsang fisik dari luar, keseimbangan masih bagus dengan tubuh tegak. Pada suhu 220C pergerakan anggota tubuhnya sedikit berkurang, antena dan kaki jalan kurang aktif tetapi respon masih gesit sehingga masih dianggap normal. Pada suhu 180C kondisi lobster mulai lamban, antena dan kaki bergerak lamban, respon terhadap rangsang dari luar lamban dan keseimbangan masih baik dengan posisi tubuh tegak. Pada kisaran suhu dibawahnya yaitu 16 0C kondisi lobster mulai lemah, respon terhadap rangsang dari luar semakin melemah dan keseimbangan berkurang, kaki masih bisa menopang tubuh tetapi ketika berjalan tubuh sempoyongan. Selanjutnya pada suhu 140C, tidak ada pergerakan dari antena dan kaki jalan, tidak memberikan respon ketika mendapat rangsang dari luar. Kondisi ini terus berlangsung hinggasuhu 12 0C, namun pada suhu ini keseimbangan tubuh mulai terganggu dengan posisi tubuh miring. Pada suhu 11 0C, lobster roboh karena memasuki masa awal pingsan dan pada suhu ini sudah tidak mempunyai keseimbangan tubuh. Dari imotilisasi tersebut dapat diartikan bahwa lobster memberikan respon terhadap suhu rendah dengan tujuh tahapan utama seperti dalam Tabel 1. Dari percobaan imotilisasi tersebut tampak bahwa terdapat lima titik suhu yang tampaknya berpeluang untuk digunakan sebagai suhu pembiusan. Namun hal ini perlu dibuktikan, terutama untuk mengetahui suhu yang mampu menghasilkan daya tahan hidup yang paling baik. Kelima titik suhu tersebut 180C, 160C, 140C,120C dan 110C. Aktivitas dan kondisi lobster bambu akibat penurunan suhu ini sebenarnya tidak berbeda dengan pengamatan Wibowo et al. (1994) terhadap lobster hijau pasir (P. humorus) dan Suryaningrum et al. (1997) terhadap lobster hitam (P. penicillatus), yaitu pada suhu 16–180C kondisi lobster sudah mulai tenang dan dapat dijadikan sebagai suhu imotil dalam pengemasan sistem kering. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Ahdiyah (2011) terhadap udang galah, yang memperlihatkan suhu lebih tinggi untuk imotilisasi yaitu
P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
C - 57
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 RAJA AMPAT AND FUTURE OF (UMAN)TY AS A WORLD (ER)TAGE KAJIAN (BIO) TEKNOLOGI & BUDIDAYA
200C. Hal ini diduga karena lobster mempunyai ukuran yang lebih besar dan cangkang yang lebih keras dari pada udang galah. Lobster yang sudah kehilangan keseimbangan atau yang memasuki fase awal pingsan dikhawatirkan kondisinya sudah sangat lemah untuk transportasi. Selain itu, dalam kondisi tersebut sulit dibedakan antara lobster hidup dan mati. Dengan demikian lima titik suhu tersebut yang memberikan peluang besar untuk ketahanan hidup lobster adalah suhu 18 0C dan 160C. Terganggunya keseimbangan lobster disebabkan kurangnya oksigen di dalam darah. Pada suhu rendah oksigen dalam darah cenderung berikatan dengan hemoglobin membentuk senyawa oksihemoglobin (Pearce, 1988). Menurut Phillips et al. (1980) dalam Suryaningrum et al. (1997), laju konsumsi oksigen hewan air menurun dengan menurunnya suhu media. Penurunan konsumsi oksigen pada lobster ini mengakibatkan jumlah oksigen yang terikat oleh darah semakin rendah, keadaan ini juga mengakibatkan suplai oksigen kejaringan syaraf berkurang sehingga aktivitas fisiologis berkurang yang menyebabkan lobster menjadi lebih tenang (Suryaningrum et al., 1997). Hal ini juga terjadi pada lobster bambu yang dibius dengan penurunan suhu secara bertahap. Kekurangan oksigen lebih lanjut menyebabkan terganggunya sistem keseimbangan tubuh, sehingga lobster menjadi limbung dan roboh. Pada suhu imotilisasi di bawah 16 0C dikhawatirkan kondisi lobster terlalu lemah, sehingga tingkat kematian lobster tinggi pada saat penyimpanan. Demikian juga jika suhu imotilisasi lebih dari 18 0C, aktivitas lobster masih normal, sehingga selama penyimpanan, lobster banyak bergerak dan memerlukan banyak oksigen. Dilain pihak, kondisi oksigen dalam kemasan kering sangat terbatas, sehingga selama penyimpanan lobster kekurangan oksigen yang mengakibatkan tingkat kematian tinggi. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa lobster pada penyimpanan 15 jam mempunyai sintasan 100% dengan kondisi lobster dan suhu didalam kemasan masih imotil. Ketika dimasukkan ke dalam air laut, lobster langsung kembali aktif dan normal. Lobster menunjukkan aktivitas fisiologisnya kembali setelah disimpan 15 jam atau lebih, yang terlihat saat kemasan dibuka sebagian lobster keluar dari kertas koran ysng berfungsi sebagai media. Walaupun lobster keluar dari media, tidak banyak melakukan aktivitas karena suhu masih rendah, yaitu 180C. Pada penyimpanan 20 jam sebagian lobster ada yang keluar dari media dan sintasan menunjukkan 80%. Pada penelitian ini lobster dimasukkan ke dalam air membutuhkan waktu sekitar 10 menit untuk kembali sehat dan normal lagi. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Suryaningrum et al. (1997), bahwa kondisi lobster bugar selama penyimpanan 18 jam dengan suhu di bawah 20 0C masih memberikan sintasan sebesar 100%. Kondisi lobster yang masih segar setelah penyimpanan dalam media kering karena suhu selama penyimpanan di bawah 20 0C. Selain itu juga disebabkan kondisi lobster yang sangat sehat sebelum disimpan. Waktu penyimpanan yang semakin lama membuat kelulusan hidup lobster dalam kemasan semakin menurun. Hal ini disebabkan sebagian lobster telah sadar pada waktu penyimpanan, sehingga aktivitas dan metabolisme juga meningkat. Aktivitas lobster baik secara fisik maupun metabolisme yang semakin tinggi memerlukan ketersediaan oksigen yang semakin tinggi pula, tetapi ketersediaan oksigen dalam media kering terbatas, sehingga lobster kekurangan oksigen yanng berakibat kematian (Setiabudi et al., 1995 dalam Ahdiyah, 2011). Menurut Sufianto (2008), suhu kotak kemas harus sudah diatur, supaya ikan atau udang tetap imoti. Hal ini terbukti dari hasil penelitian ini selama waktu penyimpanan 15 jam, lobster tidak mengalami penurunan berat tubuh. Pada penyimpanan 20 jam, berat tubuh lobster menurun tetapi tidak draktis hanya 0,1 kg. Penelitian serupa juga dilakukan P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
C - 58
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 RAJA AMPAT AND FUTURE OF (UMAN)TY AS A WORLD (ER)TAGE KAJIAN (BIO) TEKNOLOGI & BUDIDAYA
oleh Miranti et al. (2008), yaitu sampel satu dan tiga pada ikan mas (Cyprinus carpio) tidak mengalami penurunan berat sedangkan sampel dua dan empatpada ikan mas mengalami penurunan hanya 1 dan 10 gram. Berat tubuh lobster ketika uji transportasi tidak mengalami perubahan yang berarti, hal ini terlihat dari berat tubuh lobster yang masih tetap selama penyimpanan 10, 13 dan 15 jam. Tetapi pada lama penyimpanan 20 jam lobster mengalami penyusutan berat badan sebesar 0,1 kg pada salah satu individu.
KESIMPULAN & SARAN Kesimpulan Dengan penurunan suhu maka aktivitas lobster menurun, terbukti dengan sintasan yang semakin meningkat selama penyimpanan sistem kering. Sintasan lobster semakin meningkat dengan suhu optimum 16–180C.
Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai lama pemuasaan optimum sebelum ditransportasikan untuk meminimalkan penyusutan bobot dan kematian lobster yang terjadi selama proses transportasi dengan sistem kering.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Program Beasiswa Unggulan DIKTI – Biro Perencanaan & Kerjasama Luar Negeri (BPKLN), Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, yang telah memberikan beasiswa melalui Program Studi Magister Biologi, Universitas Satya Wacana, Salatiga.
DAFTAR PUSTAKA Ahdiyah, U.L. 2001. Penggunaan Jerami dan Serbuk Gergaji sebagai Media Pengisi Pada Penyimpanan Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii) tanpa Media Air. Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Teknologi Bogor. Bogor:Institut Teknologi Bogor. Kadafi, M., Widaningroem, R. &Soeparno. 2006. Aspek Biologi dan Potensi Lestari Sumberdaya Lobster (Panulirus spp.) di Perairan Pantai Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen. Journal of Fisheries Science 8(1): 108–117. Kanna, I. 2006. Lobster. Yogyakarta: Kanisius. Karmila, R., Herodian, S., Astawan, M. & Nitibaskara, R. 1999. Pengaruh Penurunan Suhu dan Waktu Pembiusan terhadap Kelulusan Hidup Udang Windu (Penaus Monodon Fab.) selama Transportasi Sistem Kering. Buletin Ketehnikan Pertanian 12 (10): 48–55. Miranti, S. Marian, R. & Marlinda, S. 2012. Studi Transportasi Ikan Mas (Cyprinus carpio) Menggunakan Sistem Kering dengan Media Busa. Makalah Program Studi Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Moosa, M. K. &Aswandy, I. 1984. Udang Karang(Panulirus spp.) dari Perairan Indonesia. Jakarta: Lembaga Oseaonologi Nasional. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Muljanah, I., Setiabudi, E., Suryaningrum, D. & Wibowo, S. 1994. Pemanfaatan Sumberdaya Lobster di Kawasan Jawa dan Bali. Jurnal Peelitian Pasca Panen Perikanan 79 : 1–23. Pearce, E. C. 1991. Anatomi dan Fisiologi untuk Para Medis. Jakarta: Gramedia. Praseno, O. 1990. Cara Pengiriman atau Transportasi Ikan dalam Keadaan Hidup. Makalah disampaikan pada Temu Aplikasi Teknologi Pertanian Departemen Pertanian. Jakarta: Departeman Pertanian. Soekarto, T. S &Wibowo, S. 1994. Cara Penanganan Udang Hidup di Luar Air untuk Transportasi Tujuan Ekspor. Laporan Teknik Penelitian Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
C - 59
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 RAJA AMPAT AND FUTURE OF (UMAN)TY AS A WORLD (ER)TAGE KAJIAN (BIO) TEKNOLOGI & BUDIDAYA
Sufianto. 2008. Uji Transportasi Ikan Maskoki (Carassius auratus L.) Hidup Sistem Kering Suhu dan Penurunan Konsentrasi Oksigen. Tesis Program pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Sukmiwati, M. & Sari, N. I. 2007. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Biji Karet (Hevea bransilliensis Muel, ARG) sebagai Pembius terhadap Aktivitas dan Kelulusan Hidup Ikan Mas (Cyprynus carpio L.) selama Transportasi. Jurnal Perikanan dan Kelautan 12(1): 23–29. Suryaningrum, D., Setiabudi, E. & Erlina, M. D. 1997. Pengaruh Penurunan Suhu Bertahap terhadap Aktivitas dan Sintasan Lobster Hitam (Panulirus penicullatus) selama Transportasi Sistem Kering. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 3(2): 63–70. Suryaningrum, D. E., Setiabudi, I., Mulyanah & Anggawati, A.M. 1994. Kajian Penggunaan Metode Pembiusan secara Langsung pada Suhu Rendah dalam Transportasi Lobster Hijau (Panulirus humurus) dalam Media Kering. Jurnal Penelitian Pasca Panen Perikanan 79: 56–72. Wibowo, S., Setiabudi, E., Suryaningrum, D. & Sudrajat. 1994. Pengaruh Penurunan Suhu Bertahap terhadap Aktivitas Lobster Hijau Pasir (Panilirus humarus). Jurnal Penelitian Pasca Panen Perikanan 79: 24–36. Wijaya, A. 2008. Pembiusan Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) dengan Metode Penurunan Suhu Bertahap untuk Transportasi Sistem Kering. Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
C - 60