PROSIDING
SEMINAR NASIONAL KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA (SNKI) 2015
MEMBANGUN KEDAULATAN DAN KEMANDIRIAN BANGSA MELALUI PENGEMBANGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
AULA POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG Kamis, 11 Juni 2015
Editor: Mukhlis Amin, ST, MT Christiany Juditha, S.Sos, MA
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BBPPKI) Makassar Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Komunikasi dan Informatika RI
Prosiding Seminar Nasional Komunikasi dan Informatika (SNKI) 2015 “Membangun Kedaulatan dan Kemandirian Bangsa Melalui Pengembangan Komunikasi dan Informatika” Editor
: Mukhlis Amin, ST, MT Christiany Juditha, S.Sos, MA
Sampul
: Solehuddin Hasdin
Penerbit
: BBPPKI Makassar
Hak Cipta ©pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, secara elektronis maupun mekanis, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan teknik perekaman lainnya, tanpa izin tertulis dari penerbit.
BBPPKI Makassar Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Komunikasi dan Informatika RI
Mukhlis Amin, ST, MT; Christiany Juditha, S.Sos, MA MEMBANGUN KEDAULATAN DAN KEMANDIRIAN BANGSA MELALUI PENGEMBANGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA; PROSIDING SEMINAR NASIONAL KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA Edisi Pertama – Makassar; BBPPKI Makassar, 2015 vii + 350 hlm, 1 Jil. : 21 cm 29,7 cm ISBN: 978-602-72796-0-5 1. Komunikasi
2. Informatika
TIM REVIEWER: Marwan, ST, M.Eng.Sc., Ph.D Politeknik Negeri Ujung Pandang Irfan Syamsuddin, ST, M.Com., Ph.D Politeknik Negeri Ujung Pandang Dr. Ir. Hafsah Nirwana Politeknik Negeri Ujung Pandang A.M.Shiddiq Yunus, ST, M.Eng.Sc., Ph.D Politeknik Negeri Ujung Pandang Dr. Ir. Zahir Zainuddin Universitas Hasanuddin Bahtiar Nappu S.T., M.Phil., Ph.D Universitas Hasanuddin Dr. Rahmat, MT Universitas Negeri Makassar Dr. M. Nadjib Universitas Hasanuddin Muliadi Mau, M.Si Universitas Hasanuddin
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BBPPKI) Makassar Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Komunikasi dan Informatika RI
SUSUNAN PANITIA SEMINAR NASIONAL KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA - SNKI 2015 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika Makassar
Pelindung
: Dr. Ir. Basuki Yusuf Iskandar, MA (Kepala Badan Litbang SDM, Kementerian Kominfo)
Penanggung Jawab : Ir. Ruslan Harun, MM (Kepala Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi Informatika Makassar) Panitia Pengarah
: Drs. Syarifuddin Akbar, M.Si Drs. Baso Saleh, M.I.Kom Djunaedy Aspan, S.Sos, MAP Mukhlis Amin, ST, MT
Panitia Pelaksana
: Rukman Pala, S.Sos, MAP Drs. Darsa Jaya Hedar, MAP Dra. Rachmawaty Djaffar, M.Si Christiany Juditha, S.Sos, MA Emilsyah Nur, S.Sos, M.I.Kom Herman, ST, MT Yayat D. Hadiyat, S.Sos, MA Tasmil, S.Kom, MT Firdaus Masyhur, S.Kom, MTI Rudy Hermayadi, ST, MT Nur Alam, S.Kom Andi Syahida, S.Sos Azwar Azis, S.Kom Olga Olivia, SE Harbaedy Tina, S.Sos Solehuddin Hasdin
dan
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan ridhoNya, sehingga Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BBPPKI) Makassar dapat menerbitkan buku prosiding hasil Seminar Nasional Komunikasi dan Informatika (SNKI) 2015 yang mengusung tema: “Membangun Kedaulatan dan Kemandirian Bangsa Melalui Pengembangan Komunikasi dan Informatika”. Seminar tersebut dilaksanakan bekerjasama dengan Politeknik Negeri Ujung Pandang pada tanggal 11 Juni 2015. Seminar ini melibatkan pemerintah yang memangku kebijakan di bidang komunikasi dan informatika, industri TIK dan akademisi bidang komunikasi dan informatika. Makalah dalam prosiding ini sebagian ditulis oleh peneliti yang berasal dari ruang lingkup Kementerian Kominfo dan akademisi dari berbagai universitas di seluruh Indonesia. Prosiding ini memuat 50 dari 59 makalah yang dianggap layak untuk dipresentasikan, terdiri dari 33 makalah bidang informatika dan 17 makalah bidang komunikasi. Kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Ir. Basuki Yusuf Iskandar, MA, Mochamad Hariadi, M.Sc, Ph.D dan Admiral Dasrin, ST yang telah bersedia menjadi pembicara utama dalam seminar ini. Serta kepada Marwan, ST, M.Eng.Sc., Ph.D, Irfan Syamsuddin, ST, M.Com., Ph.D, Dr. Ir. Hafsah Nirwana, A.M.Shiddiq Yunus, ST, M.Eng.Sc., Ph.D, Dr. Ir. Zahir Zainuddin, Bahtiar Nappu S.T., M.Phil., Ph.D, Dr. Rahmat, MT, Dr. M. Nadjib, dan Muliadi Mau, M.Si selaku reviewer makalah dalam prosiding ini. Kami berharap, seminar ini dapat menjadi wadah pertukaran informasi (ide-ide) dan diskusi tentang kemajuan hasil-hasil penelitian/kajian dari berbagai kalangan, baik dari lembaga penelitian, perguruan tinggi, pemerhati maupun pengguna teknologi komunikasi dan informatika. Semoga, kumpulan makalah dalam prosiding ini dapat menambah khasanah pengetahuan khususnya bagi para peneliti dan akademisi di bidang komunikasi dan informatika. Akhirnya, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung penyelenggaraan kegiatan ini, khususnya seluruh jajaran Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Ujung Pandang yang telah membantu penyelenggaraan seminar ini. Tidak lupa juga kami menyampaikan permohonan maaf apabila dalam penyelenggaraan kegiatan ini terdapat hal-hal yang kurang berkenan.
Makassar, 22 Juni 2015 Kepala BBPPKI Makassar
Ir. Ruslan Harun, MM
DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................................................................... Susunan Panitia ............................................................................................................................................ Kata Pengantar .............................................................................................................................................. Daftar Isi .......................................................................................................................................................
i iii v
vi
A. BIDANG INFORMATIKA Sistem Monitoring Lokasi Anak Menggunakan Teknologi GPS Tracking, Mysql Database, Java Dan Google Maps Pada Smartphone Android Ahyar Muawwal, Kasmir Syariati
1
Evaluasi Aksesibilitas Website Resmi Kementerian dan Lembaga Menggunakan Pedoman WCAG 2.0
7
Firdaus Masyhur Rancang Bangun Mesin Pencari Citra Dengan Pendekatan Temu Balik Berbasis Konten Phie Chyan, Sean Coonery Sumarta
13
Perbandingan Error Derror {0, 1} untuk Memprediksi Input pada Visualisasi Sistem Logika Fuzzy B. S. Rahayu Purwanti, Nana Sutarna, Anis Yanuar
17
Data Mining Penggunaan Bahan Habis Pakai Pada Tindakan Operasi Reza Maulana, Indrabayu, Ingrid Nurtanio
23
Nilai Reliabilitas Software Berdasarkan Prediksi Test Effectiveness Jumadi M. Parenreng
29
Analisis Terhadap Kesiapan Tata Kelola Keamanan Informasi Pada Instansi Pemerintah di Indonesia Ahmad Budi Setiawan
35
Model Antarmuka Evaluasi Kinerja Layanan Berbasis Arsitektur Komputasi Awan Untuk Membangun Strategi Tata Kelola TI Norbertus Tri Suswanto Saptadi, Hans Christian Marwi
43
Rancang Bangun Web Service (Studi Kasus : Layanan SIM Inventaris Barang) Ninis Insiyah Masyhur, Kasim, Irmawati
51
Kendala Operator Telkomsel Dalam Membangun Menara Telekomunikasi (BTS) di Pedesaan Kalimantan Selatan Hilarion Hamjen
57
Sistem Informasi Inventori Penjualan Obat Berbasis Android Pada PT Merapi Utama Pharma Aprizal, Mirfan, Wahyu Ningsih
65
Pengembangan Prototipe Model Sistem Tata Kelola dan Pengawasan Proses Akademik pada Universitas Atma Jaya Makassar Adi Chandra Syarif, Farid Hartono Gunawan, Erick Lisangan
71
Generator Formulir Memanfaatkan MySQL Metadata Eddy Tungadi
77
Rancang Bangun Sistem Kamera Keamanan Cerdas Menggunakan Logika Fuzzy Satria Gunawan Zain
81
Kompleksitas Penerapan Struktur Organisasi Tata Kelola TIK Pada Instansi Pemerintah Indonesia Bahrawi
89
Sistem Informasi Monitoring Status Pengguna Facebook Nur Alam, Mukhlis Amin
97
Prosiding Seminar Nasional Komunikasi dan Informatika (SNKI) 2015 | v
Perancangan Model Rekayasa Aplikasi Kinerja Layanan Menggunakan TOGAF ADM dalam Menyusun Strategi Tata Kelola TI N. Tri Suswanto Saptadi, Hans Christian Marwi
103
Analisis e-Service Pemerintah Daerah Dalam Pelaksanaan e-Government Wilayah Mamminasata Tasmil
109
Prediksi Bahan dan Alat Kesehatan Rumah Sakit Pendidikan Menggunakan Metode Moving Average Andi Triska Muliana, Indrabayu, Amil A. Ilham
117
Sistem Kendali Lampu Lalu Lintas dengan Pendekatan Fuzzy Logic Yohan Lesmana, Indrabayu, Amil Ahmad Ilham
121
Komputasi Paralel heuristic Crossover pada Kasus Traveling Salesman Problem dengan Compute Unifield Device Architecture (CUDA) Sean Coonery Sumarta
127
Pemetaan Angka Resiko Kebakaran Kota Makassar dengan Sistem Informasi Geografi sebagai Bagian Analisis Resiko Bencana Kebakaran Nurul Astriany, Vita Fajriani Ridwan
135
Penerapan Algoritma Particle Swarm Optimization (PSO) Pada Konektivitas Jaringan Sensor Nirkabel Zawiyah Saharuna
141
Penerapan Network Steganography Menggunakan Metode Modifikasi LACK Dan Layanan Message Authentication Code Pada VoIP Huzain Azis, Retantyo Wardoyo
147
Aplikasi Pencarian Lokasi Penyewaan Rumah Kontrakan dan Indekos di Kota Makassar Berbasis Android Wilem Musu, Muhammad Faris Ibrahim
153
Aplikasi Smart City Clean App Capture and Report pada Smartphone Berbasis Wireless Mobile Cloud Computing Sulfikar, Muh. Adnan Surya Azis, Aunia Ayu Lestari, Muh. Ahyar
161
Pengembangan Teknik Segmentasi Karakter pada Citra untuk Deteksi Plat Nomor pada Kendaraan yang Bergerak Andi Syarwani, Irawan, EddyTungadi
169
Sistem Informasi Penerbangan Berbasis ATS Interfacility Data Link Communication (AIDC) Efraim Novianto R.T, Erdin Kamarudin, Nazar Hayyatul Izzat, Irfan Syamsuddin, Rini Nur
173
Implementasi Algoritma Genetika untuk Membuat Rules Secara Otomatis Pada Snort (Studi Kasus: Politeknik Negeri Ujung Pandang) Muh Fachrul Razy, Irfan Syamsuddin, Irawan
181
WebApp untuk Pembuatan Rule SNORT Memanfaatkan Log Honeypot Ricky Bahari, Irawan, Muh Ahyar
187
Tinjauan Perletakan Halte BRT pada Koridor 3 BRT Mamminasata dengan Pendekatan Network Analyst dan Proximity Vita Fajriani Ridwan, Haeril Abdi Hasanuddin
193
Generator Jadwal Perkuliahan Menggunakan Algoritma Genetika Zainal Akbar, Muh. Fajri Raharjo, Eddy Tungadi
199
Pengenalan Spesies Gulma Berdasarkan Ciri Bentuk Daun Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Herman, Agus Harjoko
203
vi | Prosiding Seminar Nasional Komunikasi dan Informatika (SNKI) 2015
B. BIDANG KOMUNIKASI Pidato Presiden dan Efeknya Pada Publik (Perbandingan Pidato SBY dan Jokowi Menyikapi Perselisihan KPK vs Polisi) Christiany Juditha
211
Peran Media Massa dalam Pembangunan Karakter di Kota Kupang Emilsyah Nur
221
Tanggapan Masyarakat Terhadap Program Acara TVRI (Study Masyarakat Kelurahan Tamamaung Makassar) Syarifuddin Akbar
229
Peran E-government dalam Membangun Kepercayaan Masyarakat kepada Pemerintah Meylani
235
Menelisik Kiprah Politik Para Pemilik dan Independensi Media di Kota Palu Ilyas Lampe
245
Literasi Media Masyarakat di Wilayah Perbatasan Timur Indonesia Christiany Juditha, Rachmawati Djafar
253
Implementasi Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (Studi Kasus Kabupaten Toraja Utara) Muhammad Rustam
263
Jurnalistik Warga (Citizen Jornalism) Sebagai Media Diseminasi Kearifan Lokal Dida Dirgahayu
273
Analisis Frame Wacana Pendidikan M. Nur Hakim
281
Pemanfaatan Website Oleh Humas Pemerintah Sebagai Media Komunikasi Eksternal (Studi Deskriptif Pada Humas Pemerintah Kota Samarinda Terkait Implementasi Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik No.14/2008) Hairunnisa, Hikmah, Kheyene Molekandella Boer
287
Dampak Sistem E-Procurement Terhadap Peluang Korupsi di Pemerintah Kabupaten Maros Cucut Susanto, Mudarsep
295
Keefektifan Model Respons Analisis Moody dalam Pembelajaran Apresiasi Cerpen Mata Kuliah Teori Sastra M. Nur Hakim
305
Media Literasi Radio Sinar Lapandewa Dalam Perspektif Kearifan Lokal Perilaku Remaja Di Buton M. Najib Husain
313
Analisis Perkembangan Startup Lokal (Studi Kasus di Kota Kendari Tahun 2014) Yayat D. Hadiyat
323
Peran Pemerintah Kota Parepare Dalam Diseminasi Informasi Nasional Melalui Media Online Rachmawaty Djaffar
329
Potensi Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pemanfaatan TIK (Studi Kasus Masyarakat Tani Kabupaten Soppeng) Rukman Pala
337
Pemberantasan Penyalahgunaan Narkotika dan Bahan Obat Berbahaya (Narkoba) di Kabupaten Sidenreng Rappang Baharuddin Dollah
343
Prosiding Seminar Nasional Komunikasi dan Informatika (SNKI) 2015 | vii
Kendala Operator Telkomsel dalam Membangun Menara Telekomunikasi (BTS) di Pedesaan Kalimantan Selatan Hilarion Hamjen Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika Banjarmasin Jl. Yos Sudarso No.29 Banjarmasin, 70119, Telp/Fax: 0511-3353849 E-mail:
[email protected]
Abstrak – Penelitian ini mengenai kendala-kendala operator Telkomsel dalam membangun menara telekomunikasi atau Base Transceiver Station (BTS) di pedesaan Kalimantan Selatan berserta langkahlangkah yang dilakukan oleh operator Telkomsel dalam mengatasi kendala-kendala tersebut. Metode penelitian ini adalah wawancara mendalam dengan pendekatan kualitatif menggunakan teori kendala (Teory of Constraints). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kendala-kendala yang dihadapi oleh operator Telkomsel dalam membangun menara telekomunikasi di pedesaan Kalimantan Selatan antaralain ketidaktersediaan listrik, topografi daerah yang tidak line of sight, jumlah penduduk yang sedikit dan regulasi yang kurang relevan. Sedangkan langkah-langkah yang dilakukan dalam mengatasi kendala-kendala tersebut antara lain dengan sistem CDC/ Charge and Discharge (Genset dengan baterai tahan lama), teknologi IDR (Intermediate data Rate), optimasi antena sektoral BTS dan melakukan kerjasama dengan program KPU (Kewajiban Pelayanan Universal) dari pemerintah serta membuka diri untuk bekerjasama dengan pengembang teknologi alternatif lainnya seperti Open BTS. Kata Kunci: Kendala, operator, menara, telekomunikasi, BTS, Pedesaan
PENDAHULUAN Menara telekomunikasi atau Base Transceiver Station (BTS) mulai populer di era kenaikan seluler. BTS merupakan sebuah perangkat pengirim dan penerima sinyal komunikasi dari mobile station atau perangkat telekomunikasi yang digunakan (Ritonga, 2015). BTS berfungsi sebagai perantara dari terminal satu keterminal lainnya. Terminal dalam sistem telekomunikasi adalah alat/perangkat telekomunikasi yang ditempatkan pada posisi awal/akhir jaringan (Gouzali, 2006). Komunikasi seluler adalah komunikasi modern yang mendukung mobilitas yang tinggi. Dari beberapa BTS kemudian dikontrol oleh satu Base Station Center (BSC) yang terhubungkan dengan koneksi microwave ataupun serat optik. Meskipun istilah BTS dapat diterapkan kesalah satu standar komunikasi nirkabel, biasanya dan umumnya terkait dengan teknologi komunikasi mobile seperti GSM yang beroperasi di frekuensi 900 MHz dan CDMA yang beroperasi di frekuensi 800 MHz/1900 MHz. Dalam hal ini, BTS merupakan bagian dari base station subsistem (BSS) perkembangan untuk sistem manajemen. Ini juga mungkin memiliki peralatan untuk mengenkripsi dan mendekripsi komunikasi, spektrum penyaringan alat (band pass filter), dll. Antena juga dapat dipertimbangkan sebagai komponen dari BTS dalam arti umum sebagai mereka memfasilitasi fungsi BTS. (Hidayatullah, 2008).
BTS juga merupakan sebuah infrastruktur industri telekomunikasi seluler. Ciri khas dari suatu infrastruktur dalam domain teknologi informasi dan telekomunikasi yaitu dapat dipergunakan secara bersama oleh kalangan luas, lebih bersifat permanen daripada sesuatu yang disokongnya dan dapat memberikan layanan /service (Setiawan,2009). BTS mempunyai transceiver yang mendefinisikan suatu sel dan menangani protokol jalur radio dengan stasiun bergerak (Dwianna, 2009). Daerah yang terjangkau sinyal oleh sebuah BTS direpresentasikan sebagai sebuah sel sedangkan daerah yang tidak terjangkau sinyal direpresentasikan sebagai blank spot. Sebagian daerah rural atau pedesaan masih merupakan daerah blank spot, sehingga pada penelitian ini yang menjadi permasalahannya adalah hal-hal apa saja yang menjadi kendala dari operator Telkomsel dalam membangun menara telekomunikasi (BTS) diwilayah pedesaan dan bagaimana operator mengatasi kendalakendala tersebut. Sebagaimana yang diamanatkan dalam UndangUndang No.36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi pada pasal 3 disebutkan bahwa telekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan antar bangsa.
Prosiding Seminar Nasional Komunikasi dan Informatika (SNKI) 2015 | 57
Sejalan dengan hal tersebut, dalam salah satu dari 9 agenda prioritas pemerintah (Nawa Cita) yakni pada agenda prioritas ke 3 disebutkan bahwa pembangunan Indonesia dilakukan dari pinggiran desa dengan memperkuat daerahdaerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Pemerataan pembangunan antarwilayah terutama desa, kawasan timur Indonesia dan kawasan Perbatasan. Dan didukung pula oleh Undang Undang No. 6 Tahun 2014 pasal 12 bahwa Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa. Oleh karena itu pembangunan menara telekomunikasi (BTS) dalam memenuhi kebutuhan akan layanan telekomunikasi sudah selayaknya di realisasikan bagi masyarakat pedesaan. Sehingga tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui secara persis bagaimana kendala-kendala yang dihadapi operator dalam membangun menara telekomunikasi (BTS) di daerah pedesaan bagaimana operator mengatasi kendala-kendala untuk dapat membangun menara telekomunikasi (BTS) di daerah pedesaan. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan dengan metode wawancara mendalam dengan pendekatan kualitatif menggunakan teori kendala (Teori of Constraints) ditujukan kepada informan yaitu Bapak Setya Nugraha selaku manajer proyek Telkomsel area Kalimantan Selatan. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam upaya membangun menara telekomunikasi atau BTS (Base Transceiver Station) di pedesaan, ada beberapa kendala yang dihadapi oleh operator Telkomsel, sehingga proses pembangunan menara telekomunikasi menjadi tehambat, kendala-kendala tersebut antara lain Sumber daya listrik, topografi daerah, izin dari masyarakat dan aparat desa, jumlah penduduk, akses ke suatu daerah, daya beli masyarakat dan regulasi.
Dari kendala-kendala tersebut tidak seluruhnya menjadi kendala bagi operator Telkomsel di Kalimantan Selatan, terkait dengan hal itu maka digunakan langkah-langkah TOS (Teory Of Constraints) sebagai berikut (Gusnardi, 2010): 1. Identifikasi Kendala Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan manajer proyek Telkomsel bapak Setya Nugraha diketahui bahwa Jenis kendala dalam membangun menara telekomunikasi seperti yang diperlihatkan oleh Tabel 1. Tabel 1 Jenis Kendala Pembangunan Menara Telekomunikasi / BTS di Pedesaan Kalimantan Selatan
Tabel 1 menunjukkan bahwa tidak tersedianya listrik di pedesaan menjadi kendala utama dalam pembangunan tower di pedesaan, pihak operator Telkomsel terkendala daya listrik untuk mengoperasikan suatu BTS. Kemudian topografi daerah yang berbukit-bukit atau terdiri dari hutan-hutan juga menjadi kendala dalam hal transmisi karena tidak LOS (Line of Sight) sehingga untuk pengiriman dan penerimaan sinyal terhalang oleh obstacle berupa bukit atau pepohonan. Di wilayah pedesaan atau rural, untuk izin pembangunan tower oleh masyarakat atau aparat desa setempat tidak menjadi kendala karena antara pihak operator dan masyarakat sama-sama membutuhkan.. Untuk pedesaan, setelah sosialisasi biasanya masyarakat langsung menyetujui. Jumlah penduduk yang sedikit juga menjadi kendala operator dalam membangun menara telekomunikasi, biasanya kriteria atau syarat disuatu pemukiman dibangun BTS yaitu dipemukiman tersebut setidaknya ada 500 KK (Kepala Keluarga) yang mendiami suatu desa, karena dengan jumlah penduduk yang sedikit dianggap suatu daerah tidak potensial untuk menjadi sasaran pembangunan menara telekomunikasi. Untuk hard access ke lokasi BTS tidak menjadi kendala bagi pihak operator
58 | Prosiding Seminar Nasional Komunikasi dan Informatika (SNKI) 2015
telkomsel dibanjarmasin, artinya medan yang sulit masih bisa ditempuh.
Sedangkan untuk daya beli masyarakat terhadap produk telekomunikasi, tidak menjadi kendala khsusnya di Kalimantan Selatan, karena menurut beliau secara ekonomi masyarakat di Kalimantan Selatan cukup mampu menjadi pelanggan, didaerah blank spot masyarakat juga masih memiliki ponsel yang bagus dengan berbagai fitur seperti musik, TV analog dan lainlain. 2. Sumber daya yang berkendala Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa sumber daya yang menjadi kendala pihak operator dalam pembangunan menara telekomunikasi antara lain ketersediaan daya listrik, topografi daerah dan jumlah penduduk. Berikut hasil wawancara dengan manager PT.Telkomsel Banjarmasin mengenai sumber daya terkendala dalam proyek pembangunan BTS di pedesaan Kalimantan Selatan. Menurut Manajer Proyek PT.Telkomsel Bapak SetyaNugraha, bahwa Ketersediaan daya listrik merupakan faktor yang sangat penting dalam mendukung penyelenggaraan telekomunikasi di suatu daerah. Untuk daerah inner city atau perkotaan, kebutuhan listrik di penuhi oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN), namun menjadi sangat terkendala untuk wilayah outer yang sama sekali belum terjangkau daya listrik dari PLN karena harus mengandalkan genset berbahan bakar bensin atau menggunakan solar cell. Dalam observasi dilapangan duketahui salah satu contoh wilayah yang tidak ada sinyal dan tidak ada listrik adalah di desa Taurung Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan. Didaerah tersebut tidak ada listrik PLN sehingga penduduk menggunakan genset berbahan bakar bensin untuk kebutuhan listrik mereka dan otomatis didaerah tersebut juga tidak ada sinyal telekomunikasi dari BTS Telkomsel. Kemudian topografi daerah juga mempengaruhi transmisi sinyal telekomunikasi, didaerah berbukitbukit, sinyal seringkali tidak dapat diterima oleh perangkat ponsel dikarenakan terhalang obstacle berupa bukit atau pepohonan sehingga sinyal tidak LOS (Line of Sight). Di daerah outer digunakan tower dengan ketinggian 72 m. Namun hal tersebut juga masih menjadi kendala jika transmisi masih terhalang oleh bukit-bukit atau pepohonan. Seperti yang
diperlihatkan pada gambar 1 dihalaman berikutnya, didesa Kaar di Kecamatan Kotabaru Kalimantan Selatan, daerah yang berbukit-bukit menyebabkan kondisi sinyal yang tidak stabil dengan daya sinyal yang sangat minim.
Gambar 1 Desa Kaar, salah satu desa di Kabupaten Kotabaru Kalsel yang memiliki topografi daerah berbukitbukit sehingga sulit menerima sinyal.
Jumlah Penduduk merupakan salah satu kriteria untuk menentukan apakah suatu daerah merupakan daerah potensial untuk pembangunan tower. Jumlah KK (Kepala Keluarga) yang diperlukan minimal 500 KK untuk dapat dibangun sebuah tower. Apabila kurang dari kriteria tersebut maka suatu daerah dinilai kurang potensial. Bagaimanapun pihak Operator tidak menutup mata bahwa ada aspek bisnis yang diperhitungkan dalam pembangunan sebuah tower karena tanpa pelanggan yang memenuhi kriteria tentu tidak akan dapat menutupi biaya investasi dan beban operasional yang dikeluarkan oleh perusahaan.
Sedangkan dari aspek regulasi disampaikan oleh bapak SetyaNugraha bahwa seringkali kemajuan teknologi mendahului regulasi. Dalam artian bahwa regulasi tertinggal oleh teknologi yang terus menerus berkembang, sehingga regulasi yang berlaku seringkali terlambat sehingga kurang relevan terhadap teknologi yang diimplementasikan. Selanjutnya dari sisi kompetitor menurut Pak Setya Nugraha bahwa yang menjadi kompetitor bukanlah diantara sesama perusahaan operator di Indonesia melainkan perusahaan-perusahaan multi global seperti google, yahoo, facebook, Whats up, Line dsb yang diakses melalui jaringan yang disediakan operator telekomunikasi di Indonesia tetapi bisa dengan bebas memperoleh keuntungan di Indonesia.Karena pihak tersebut tidak dikenakan biaya apapun atau free untuk dapat diakses oleh pengguna dan pemerintah dalam hal ini juga tidak mendapatkan fee dari pihak-pihak tersebut, Sementara
Prosiding Seminar Nasional Komunikasi dan Informatika (SNKI) 2015 | 59
operator harus membayar biaya frekuensi dan pajak. Menurut beliau pemerintah juga perlu memperhatikan kepentingan operator dan pemerintah sendiri, minimal ada regulasi yang juga menguntungkan bagi pihak pemerintah dan operator di Indonesia. 3.Penyesuaian aktivitas dengan sumberdaya yang tidak berkendala Dalam menentukan wilayah mana yang akan dibangun tower, dari pihak operator juga memprioritaskan antara daerah yang memiliki kendala dengan daerah yang tidak berkendala. Ibaratnya sistem rangking, untuk budget 1000 BTS maka diprioritaskan dibangun BTS terlebih dahulu di daerah yang tidak memiliki kendala, daerah tersebut dianggap sebagai rangking 1, hingga akhirnya dibangun BTS di daerah yang paling banyak berkendala dianggap sebagai rangking 1000. Seperti yang disampaikan oleh manajer proyek Telkomsel bahwa : Jika BTS belum dibangun maka harus bersabar menunggu, karena ada kemungkinan pembangunannya disesuaikan dengan keperluan masyarakat setempat. Misalnya dari sisi jumlah penduduk yang sedikit atau kurang potensial, untuk saat ini sudah ada program USO (Universal Service Obligation)/KPU (Kewajiban Pelayaanan Universal) dari pemerintah, apabila disuatu desa hanya terdiri dari ratusan penduduk, maka jika dibangun BTS akan terlalu besar kapasitasnya.sehingga akan lebih sesuai jika desa tersebut ikut program dari USO/KPU tersebut. Untuk kendala lainnya seperti wilayah yang belum ada aliran listrik dari PLN, topografi daerah yang tidak LOS dan tidak potensial, maka rangkingnya akan lebih rendah dibanding yang tidak terkendala, karena itu yang diprioritaskan untuk dibangun terlebih dahulu adalah wilayah yang paling tidak terkendala kemudian sesuai urutan barulah dibangun BTS ke lokasi-lokasi yang terkendala dengan menerapkan berbagai solusi dari pihak operator telkomsel.
“Apabila tidak ada listrik PLN untuk BTS maka layanan telekomunikasi masih dapat beroperasi dengan menggunakan sumber daya listrik dari genset, kalau benar-benar merupakan wilayah outer yang jadi kendala adalah power dan biaya maintenance yang sangat tinggi. Untuk mengatasi hal tersebut maka digunakan CDC / Charge discharge (genset dengan baterai yang tahan lama), Namun karena biaya cukup besar jika ada daerah yang membutuhkan CDC dan ada daerah yang tidak butuh CDC, maka otomatis BTS lebih dulu dibangun didaerah yang tidak butuh CDC. Untuk Investasi CDC diperkirakan hampir 400 jutaan”. Untuk Diagram blok desain sistem CDC diperlihatkan pada gambar 2 dibawah ini:
Gambar 2 Singel line diagram desain sistem charge discharge (CDC) dan sistem power management (PM)
Lebih lanjut Beliau mengatakan bahwa “Apabila daerahnya berbukit-bukit atau tidak LOS (Line of Sight) untuk transmisi otomatis harus menggunakan satelit atau IDR (Intermediate Repeater) dengan biaya yang lumayan mahal, asalkan suatu daerah potensial maka masih bisa menutupi biaya operasional ID.” Untuk model Sistem Komunikasi Satelit untuk daerah yang tidak Line of Sight diperlihatkan pada gambar 3 dibawah ini.
4. Memaksimalkan dan Mencari Jalan untuk mengatasi Kendala Dalam menghadapi setiap kendala, tentunya pihak operator juga mempunyai sejumlah langkah-langkah yang mungkin dilakukan, misalnya untuk daerah yang tidak tersedia listrik menurut Manajer Proyek Telkomsel Bapak Setya Nugraha:
Gambar 3 Sistem Komunikasi Satelit untuk daerah yang tidak LOS (line of sight)
Sedangkan untuk kendala daerah dengan jumlah penduduk sedikit menurut beliau: “Daerah berpenduduk sedikit dianggap tidak potensial, sehingga dibangun BTS didaerah yang potensial
60 | Prosiding Seminar Nasional Komunikasi dan Informatika (SNKI) 2015
terlebih dahulu. Sementara utk daerah kurang potensial sudah ada kerjasama dengan program USO/KPU. Untuk USO digunakan BTS kecil dengan 2 Trx agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan biaya pasang tidak terlalu mahal. Namun untuk daerah potensial yang telah dibangun BTS juga tidak menutup kemungkinan ditemukan ada desa lain disekitarnya yang belum Iterjangkau sinyal, untuk mengatasi hal tersebut maka dilakukan langkah optimasi dengan mengarahkan antena-antena sektor BTS ke desa-desa yang belum terjangkau sinyal. Dengan jangkauan sinyal rata-rata 15 Km, misalnya suatu daerah terlalu padat maka diatur posisi antenanya kearah bawah, sedangkan untuk daerah rural maka antena sektoralnya diarahkan ketengah agar lebih jauh coveragenya. Selain itu pihak Telkomsel juga membuka diri untuk program CSR (Corporate Social Responsibility) atau kerjasama dengan pihak pengembang teknologi alternatif lainnya misalnya Open BTS, apabila teknologi itu sudah siap maka diperlukan fasilitator untuk dialog intens, asalkan ada titik temu maka kerjasamapun mungkin dilakukan.” Berikut ini pada gambar 4 diperlihatkan teknologi alternatif Open BTS untuk daerah yang kurang potensial bagi BTS seluler.
Gambar 4 Teknologi alternatif Open BTS untuk daerah yang kurang potensial bagi BTS seluler
5. Memantau Proses dan memulai pencarian kendala baru Pembangunan sebuah menara telekomunikasi yang telah terealisasi memerlukan proses pemantauan atau pengawasan agar implementasinya lebih efektif. Sebagaimana yang disampaikan oleh bapak Setya Nugraha bahwa: “Di Telkomsel ada standar penanganannya yaitu MTTR (Mean Time To Maintenance), jadi yang dimaksud dengan MTTR adalah standar berapa lama sebuah site boleh nonaktif. Untuk misalnya 1 jam, untuk lokasi sedang
4 jam, dan untuk lokasi paling jauh yaitu 12 jam, jadi ada OMC yang memonitor, jika ada site mati dimanapun sebelum adanya komplain, maka rekan rekan sudah berangkat ke lapangan dan dilakukan usaha-usaha untuk mengaktifkan kembali site tersebut.” Selanjutnya untuk pencarian kendala-kendala baru biasanya dapat diperoleh dari usulan sales dan peran serta dari masyarakat, dimana ada potensi seperti pemukiman penduduk atau daerah tambang dan daerah potensial lainnya dapat di usulkan, lalu dilakukan feedback kemudian suatu daerah disurvey terlebih dahulum apabila memenuhi syarat maka dapat dibangun BTS diwilayah tersebut. Pembahasan Ketersediaan layanan telekomunikasi diupayakan oleh sejumlah operator yang menawarkan berbagai sistem dan layanan yang bervariasi dengan pemabangunan infrastruktur jaringan radio seluler termasuk didalamnya menara untuk antena BTS (Base transceiver Station) yang menjadi palang pintu pertama bagi akses pelanggan (Prijono, 2010). Operator Telkomsel sebagai salah satu penyelenggara telekomunikasi di Indonesia telah berupaya menyelenggarakan telekomunikasi hingga kepelosok-pelosok desa, meskipun dalam realisasinya juga tidak dipungkiri bahwa ada berbagai kendala yang dihadapi oleh pihak operator dilapangan, sebagaimana yang disampaikan oleh manajer proyek Telkomsel Banjarmasin yaitu Bapak Setyanugraha bahwa kendala paling utama yang dihadapi oleh operator adalah ketidaktersediaan listrik disuatu desa, meskipun demikian menara telekomunikasi tetap dapat beroperasi dengan menggunakan CDC/Charge and Discharge (genset betenaga baterai tahan lama) untuk mensupply daya listrik ke menara telekomunikasi/BTS. Sementara untuk memenuhi kebutuhan telekomunikasi didaerah yang berbukit-bukit, dimana transmisi sinyal tidak LOS (line of sight). Line of sight dapat diartikan kondisi tampak pandang antar BTS tanpa adanya objek penghalang/obstacle dari jalur sinyal BTS (Nugraha & Sudarsono, 2007). Jika sinyal tidak LOS itu berarti sinyal tidak dapat diterima dengan baik oleh perangkat ponsel, pengguna hanya dapat mengakses ponsel pada titik-titik tertentu saja tanpa bisa dibawa kemana-mana seperti fixed phone/Telpon Tetap, padahal mobilititas merupakan keunggulan utama dari teknologi seluler bila
Prosiding Seminar Nasional Komunikasi dan Informatika (SNKI) 2015 | 61
dibandingkan telepon tetap, konsep desain dari teknologi seluler menjamin mobilitas setiap pelanggan agar dapat melakukan komunikasi kapanpun dan dimanapun berada. (Cristianti,2006). Dalam mengatasi hal tersebut pihak operator dapat menggunakan teknologi IDR (Intermediate Data Rate) atau satelit sebagai repeater agar sinyal dapat diterima dengan baik oleh pengguna. Sedangkan untuk jumlah penduduk yang sedikit disuatu desa tentu dianggap kurang potensial atau kurang menguntungkan bagi operator, selain itu kapasitas yang besar yang diberikan oleh sebuah BTS tentu tidak sebanding dengan jumlah penduduk yang sedikit, misalnya jika untuk mencover kebutuhan ratusan penduduk saja operator dapat mempertimbangkan cara lainnya misalnya bekerjasama dengan pemerintah melalui program USO/KPU atau membuka diri untuk program CSR (Corporate Social Responsibility)dengan pihak pengembang telekomunikasi alternatif seperti Open BTS. Sebagaimana yang telah disampaikan oleh Manajer operator telkomsel pak SetyaNugraha bahwa untuk menggunakan teknologi genset CDC (Charge and Discharge) untuk daerah yang tidak tersedia listrik dan menggunakan IDR (Intermediate Data Rate) untuk daerah yang tidak LOS tentu membutuhkan biaya yang sangat mahal, sehingga untuk urutan prioritas atau rangking dalam pembangunanpun daerah-daerah tersebut berada di papan bawah, maka dari itu operator terlebih dahulu memprioritaskan pembangunan tower kedaerahdaerah dengan biaya yang relatif lebih kecil. Secara keseluruhan hasil penelitian tersebut bersesuaian dengan teori Kendala (Teori of Constraction) bahwa kinerja suatu perusahaan dibatasi oleh kendala-kendala. Teori Kendala adalah suatu teori yang memfokuskan perhatian manajer pada kendala atau pemborosan yang memperlambat proses produksi (Limanto et al., 2007). Teori Kendala dikembangkan oleh Goldratt dan Cox untuk membantu para manager dalam meningkatkan profitabilitas perusahaan secara keseluruhan. Gagasan utama dari teori ini adalah bahwa organisasi perusahaan akan dapat berhasil sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dilakukan dengan cara memaksimumkan tingkat keluaran atau output perusahaan secara keseluruhan (Gusnardi,2010).Artinya dengan memfokuskan untuk mengetahui kendala-kendala dalam pembangunan
tower, maka manajer Telkomsel dapat mengoptimalkan sumber daya yang ada untuk mengatasi kendala tersebut seperti penggunaan genset CDC (Charge discharege), IDR (Intermediate Repeater) dan melakukan optimasi antena sektoral BTS. Namun demikian besarnya througput yang dihasilkan, besarnya laba yang diterima dan besarnya beban operasional yang dikeluarkan dalam penggunaan sumber daya tersebut juga menjadi faktor-faktor pertimbangan pihak operator dalam menentukan rangking atau prioritas pembangunan tower di pedesaan. Bersesuaian dengan teori kendala yaitu TOC memfokuskan pada tiga ukuran kinerja organisasi yaitu throughput, persediaan dan beban operasi. Tujuan manajemen dinyatakan dengan meningkatkan throughput, meminimalkan persediaan, dan menurunkan biaya operasi. Dengan meningkatkan throughput, meminimalkan persediaan, dan menurunkan beban operasi akan membawa dampak terhadap meningkatnya kinerja keuangan seperti laba, return of investment dan cash flow. Dalam menghindari throughput yang kecil, persediaan yang besar dan beban operasional yang besar maka pihak operator tidak memprioritaskan pembangunan tower didaerah yang tidak potensial karena tidak menghasilkan retrun of investment dan laba bagi perusahaan. Sehingga untuk daerah yang dianggap tidak potensial maka pihak operator membuka kerjasama dengan pihak pemerintah melalui program USO/KPU dan terbuka untuk bekerjasama melalui CSR (Corporate Social Responsibility) dengan pihak pengembang teknologi alternatif lainnya misalnya Open BTS untuk daerah blank spot sehingga kebutuhan masyarakat desa akan telekomunikasi juga dapat terpenuhi. KESIMPULAN Kendala-kendala yang dihadapi oleh operator Telkomsel dalam membangun menara telekomunikasi di pedesaan Kalimantan Selatan antaralain ketidaktersediaan listrik, kondisi topografi yang tidak bersifat Line of sight, jumlah penduduk yang sedikit dan regulasi yang kurang relevan. Langkah-langkah yang dilakukan dalam mengatasi kendala-kendala antara lain dengan menggunakan sistem CDC/ Charge and Discharge (Genset dengan baterai tahan lama), menggunakan sistem komunikasi
62 | Prosiding Seminar Nasional Komunikasi dan Informatika (SNKI) 2015
satelit yaitu teknologi IDR (Intermediate data Rate), melakukan optimasi antena sektoral BTS, melakukan kerjasama dengan USO/KPU dan membuka diri untuk kerjasama dengan pengembang teknologi alternatif lainnya seperti Open BTS serta mendukung pemerintah dalam membuat regulasi yang relevan. Pihak operator Telkomsel Kalsel telah berupaya menyelenggarakan telekomunikasi hingga ke daerah pedesaan dan juga membayar pajak serta biaya penggunaan frekuensi kepada pemerintah. Sehingga dari pihak operator Telkomsel menyarankan agar perusahaan pemilik media online seperti google, facebook, Line, Skype dan sebagainya yang diakses melalui jaringan seluler, seharusnya juga dikenakan pajak dan biaya penggunaan frekuensi atau minimal membangun servernya di Indonesia supaya ada kontribusi untuk negara. Kerjasa sama antara Operator Telkomsel dan Pemerintah terkait USO/KPU agar lebih dioptimalkan lagi dan pemerintah juga perlu menjadi fasilitator untuk kerjasama melalui CSR (Corporate Social Responsibility) antara operator Telkomsel dengan pihak pengembang teknologi alternatif seperti open BTS di daerah yang nonpotensial di Kalsel. Regulasi perlu dioptimalkan agar tidak terlambat dan tertinggal dengan teknologi yang terus berkembang. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Hj.Laila selaku Kepala BPPKI Banjarmasin yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian ini. Penulis juga berterimakasih kepada
bapak Setyanugraha selaku manajer proyek Telkomsel area Kalimantan Selatan yang bersedia meluangkan waktunya untuk kegiatan wawancara mendalam. Dan terimakasih pula kepada Romo Supri yang telah memberikan tumpangan selama observasi dipedesaan Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan. DAFTAR PUSTAKA Hidayatullah, A.(2008).Mengenal Tower. Yogyakarta: Andi Nugraha, A.L., & Sudarsono, B.(2007). Survei Topografi Dalam Penentuan Line of Sight (LoS) BTS (Base Transceiver Station). Jurnal Teknik, 28,852-1697. Gusnardi. (2010).Teori Of Constraint, Pekbis Jurnal,2,336345. Christianti, M. (2006). Teknologi Komunikasi Seluler Code Division Multiple Access Sebagai Standar Teknologi Digital Generasi ketiga, Jurnal Informatika,2, 135 – 144. Rotinga, R.S.(2015).Pemetaan Menara Telekomunikasi Operator Indosat Sub Cluster Lubuk Pakam Berbasis Android, Jurnal Biltek, 4,46. Gozali, S. (2006). Sistem Telekomunikasi di Indonesia.Bandung: Alfabeta Setiawan.(2009).Kontribusi Industri Telekomunikasi. Jakarta: FEUI Prijono,W.A.(2010). Penataan Menara BTS (Cell Planning). Jurnal EECCIS,4,1. Dwianna, Y.B. (2009).,Rancang Bangun Simulasi. Jakarta : FTUI Limanto, S. , Kusuma, J.H., Untoyo, A., & Herri, P. S, (2007).Teori of Constrans Dalam Manajemen Konstruksi Khususnya di Bidang Pelaksanaan Pembangunan Perumahan di Surabaya. Surabaya :FTUK Petra Undang-Undang No.36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi Undang-Undang No.6 Tahun 2014 tentang Desa
Prosiding Seminar Nasional Komunikasi dan Informatika (SNKI) 2015 | 63