SEMINAR NASIONAL
Prosiding ISBN: 978-979-8278-89-1
“Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat Menuju Hutan Aceh Berkelanjutan” Banda Aceh, 19 Maret 2013 Keynote Speaker Zulkifli Hasan (Menteri Kehutanan RI) Pengantar Zaini Abdullah (Gubernur Aceh) Editor Yuswar Yunus (Unsyiah) Chay Asdak (Unpad) Rusli Alibasyah (Unsyiah) Syahrul (Unsyiah) Yazid Ismi Intara (Unmul) Sugito (Unsyiah) M. Sragapa (UGL) Muhammad Idkham (Unsyiah) Muhammad Yasar (Unsyiah) Muhammad Daud (Unsyiah)
Syiah Kuala University Press
PROSIDING SEMINAR NASIONAL “Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat Menuju Hutan Aceh Berkelanjutan”
Penerbit Syiah Kuala University Press 2013
Hak Cipta UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA PASAL 72 KETENTUAN PIDANA SANKSI PELANGGARAN 1.
2.
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberikan izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Barangsiapa dengan sengaja menyerahkan, menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada uum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah berkat kerja keras dan kerja sama yang luar biasa semua pihak penyelenggara, Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat Menuju Hutan Aceh Berkelanjutan ini dapat diterbitkan sesuai harapan. Untuk itu terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya diberikan kepada para penulis yang telah berkontribusi aktif dalam seminar ini terutama kepada Bapak Zulkifli Hasan (Menteri Kehutanan Republik Indonesia) yang telah bersedia menjadi Keynote Speaker. Seminar ini telah berhasil mempertemukan para pakar yang selama ini telah bergelut dan konsen dalam pengelolaan DAS. Para pakar ini terdiri dari birokrat, akademisi, dan praktisi yang berasal dari berbagai institusi (pemerintah/NGO) dan perguruan tinggi di Indonesia, seperti: Kementerian Kehutanan R.I, Pemerintah Aceh, Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Universitas Mulawarman Samarinda, Universitas Sumatera Utara Medan, Institut Pertanian Bogor, Universitas Al Muslim Bireuen, Universitas Gunung Leuser, Yayasan Leuser Internasional, Forum DAS, Walhi, dan lain-lain. Diharapkan hasil penelitian dan konsep pemikiran yang dituang dalam seminar tersebut dapat memberikan kontribusi positif bagi pelaksanaan pembangunan yang berbasis kepada pemberdayaan masyarakat dan kelestarian lingkungan berbasis Daerah Aliran Sungai baik secara nasional pada umumnya atau Aceh pada khususnya. Akhirulkalam semoga prosiding ini bermanfaat bagi semua pihak terutama bagi peminat, pegiat dan pencinta lingkungan.
Banda Aceh, 19 Maret 2013 Tim Editor
i
SAMBUTAN KETUA PANITIA PELAKSANA
Assalamualaikum Wr.Wb Yang kami hormati: Bapak Menteri Kehutanan Republik Indonesia, Bapak Gubernur Propinsi Aceh dan seluruh anggota Muspida Propinsi Aceh, Bapak Direktur Jenderal dalam lingkungan Kementerinan Kehutanan, Bapak Rektor Unsyiah, Para Pembantu Rektor Unsyiah, Para Dekan di Lingkungan Unsyiah, Anggota Senat dan seluruh Guru Besar di Unsyiah serta para pakar dari berbagai disiplin ilmu dan Staf Pengajar dari berbagai disiplin ilmu di kampus tercinta ini, Bapak Rektor IAIN Ar-Ranirry, Para Rektor Perguruan Tinggi Swasta dan seluruh Pembantu Rektor dan para Dekan dan seluruh akademisi di seluruh Perguruan Tinggi di Aceh, Ketua Leuser International Foundation dan seluruh Pengurus LIF, Badan Pembina dan Badan Pengawas, Bapak Ir. Chay Asdak, M.Sc, Ph.D pakar Hidrologi DAS Indonesia dan seluruh pemateri pada Seminar Nasional, Ketua MPU Aceh, Ketua MAA, Bapak2 Para Kadis anggota SKPA, Ketua KADIN Aceh, Para pengusaha, LSM dan Tokoh2 masyarakat, Ketua Pema Unsyiah, BEM Unsyiah dan Komandan Menwa Mahadasa serta Para Mahasiswa yang kami cintai serta semua hadirin yang kami muliakan. Pertama sekali marilah kita mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah Swt serta selawat dan salam kepada Junjungan kita, Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa umatnya ke jalan yang benar. Atas nama Panitia kami mengucapkan selamat datang kepada Bapak Menteri dan Rombongan di kampus “Jantung hati Rakyat Aceh” ini, dan selamat bersua kembali dengan Bapak Gubernur beserta Staf. Perkenankan kami menyampaikan laporan dan penghormatan yang setinggi-tingginya dan terima kasih kami, kepada Bapak Menteri, Bapak Gubernur, Bapak Dirjen dan Ketua Leuser International Foundation serta penghargaan kami kepada bapak-bapak dan ibu-ibu dari beberapa perguruan tinggi yang telah memenuhi undangan kami, terutama Bapak Ir. Chay Asdak, M.Sc,Ph.D dan bapak-bapak Pemateri lainnya serta kepada saudara2 yang telah berhadir disini, untuk memenuhi undangan seminar nasional ini, dalam rangka mewujudkan pelestarian hutan Aceh yang berkesinambungan, merupakan kerja sama antara Universitas Syiah Kuala dengan Leuser International Foundation (Yayasan Leuser
ii
Internasional) dengan tema seminar : “PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI BERBASIS MASYARAKAT MENUJU HUTAN ACEH YANG BERKELANJUTAN”. Tujuan seminar nasional ini adalah untuk memperoleh berbagai masukan atau saran serta pembelajaran dari berbagai pihak yang berkontribusi dalam pengelolaan DAS (Daerah Aliran Sungai) berbasis masyarakat atau kegiatan terkait lainnya, untuk menuju pengelolaan hutan Aceh yang berkelanjutan, berada di Ekosistem Leuser dan Ekosistem Ulu Masen Aceh. Persiapan-persiapan untuk seminar nasional ini, telah kami lakukan dua bulan yang lalu dan seminar nasional ini, dihadiri oleh beberapa pakar kehutanan dari beberapa Perguruan Tinggi di nusantara dan juga dihadiri oleh Bank Dunia, dalam waktu dekat akan berakhir masa tugasnya di Aceh, sebagai penyandang dana untuk perlindungan hutan Aceh selama ini. Bapak Menteri, Bapak Gubernur dan hadirin yang kami muliakan. Perlu Kami laporkan juga bahwa seminar nasional ini, dihadiri oleh Multi Stakeholder, terdiri dari : Para Pakar Kehutanan dari beberapa Perguruan Tinggi di nusantara, MUSPIDA ACEH, SKPA, DPRA, Majelis Pertimbangan Ulama, Majelis Adat Aceh, NGO/LSM, KADIN/Pengusaha, dosen, mahasiswa, Otoritas Tradisional dan tokoh-tokah masyarakat Aceh lainnya, dengan jumlah peserta seluruhnya sekitar 200 orang. Pada kesempatan ini, perlu juga kami sampaikan sejumlah harapan kepada Bapak Menteri yang kami hormati dan kepada Bapak Gubernur yang kami cintai. Sebagaimana diketahui bahwa Aceh hanya terdapat dua Ekosistem, yaitu Ekosistem Leuser yang luasnya 2,6 juta hektar, dikenal di Manca Negara dan Ekosistem Ulue Masen yang luasnya 742.000 hektar, sedang difokuskan untuk program Carbon Trade. Leuser oleh pemerintah, telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional di Sumatera, disamping kawasan strategis Kerinci dan Kawasan Strategis Bukit Barisan Selatan. Namun, sungguh disayangkan akibat perambahan hutan yang sering terjadi, dan akibat banjir tahunan yang belum teratasi serta akibat banjir bandang yang menghancurkan Ekosistem DAS dan merusak lingkungan serta ancaman terhadap kepunahan biodiversity Leuser dengan kesepesifikannya yang dikenal dunia dan tidak pernah ditemukan di tempat lain. Banjir tahunan dan dan banjir bandang yang sering terjadi serta perambahan hutan akan sangat mempengaruhi terhadap keberadaan Daerah Aliran Sungai (DAS), dari hulu ke hilir dan mempengaruhi daerah tangkapan air (Catchment Area) serta berakibat kepada kehancuran
iii
keanekaragaman hayati (biodiversity) Ekosistem leuser dan Ekosistem Ulu Masen yang perlu diselamatkan. Kami laporkan juga, bahwa para pakar di kampus tercinta ini, sepakat untuk mengatasi kepunahan Sumberdaya Hutan Leuser, sebagai hutan tropis basah yang kaya dengan biodiversitynya dan sepesifik, sebagai solusi penyelamatan, menurut kami perlu segera pemerintah mewujudkan sebuah Kebun Raya di Aceh, paling tepat diberi nama “KEBUN RAYA LEUSER”, karena Leuser telah dikenal oleh dunia, diharapkan kebun Raya ini, akan menjadi Pusat Pendidikan Botani di Indonesia, Pusat Pendidikan Konservasi dan Riset, untuk Pendidikan Putra-putri Aceh dan sangat monumental untuk anak cucu Aceh ke depan, lokasi kebun raya tidak jauh dengan stasion penelitian, Ketambe, Agusan dan Soraya yang selalu dikunjungi oleh peneliti luar negeri dan tidak jauh dengan Danau Laut Tawar yang berdekatan dengan Hutan Buru di Aceh Tengah dataran Tinggi Gayo, tepatnya di Blang Rakal Kabupaten Bener Meriah, sekaligus untuk kunjungan “wisata dunia” di luar Kawasan Ekosistem Leuser dengan udara dingin serta panorama yang indah serta menyenangkan. Bapak Menteri dan Bapak Gubernur, harapan dalam seminar ini diharapkan nantinya dapat melahirkan sebuah rumusan untuk Pengelolaan DAS terpadu dan Kualitas Air yang dihasilkan, serta prediksi kerusakan lingkungan yang terjadi dan perlunya sebuah kebun raya Leuser yang monumental. Program Pengelolaan DAS terpadu, akan sangat sangat mendukung pengembangan livelihood masyarakat dan tata ruang yang berbasis DAS serta perlindungan biodiversity yang dimiliki oleh hutan Aceh lewat keberadaan sebuah kebun raya yang sekarang terkendala, karena ketiadaan dana untuk memulainya dan telah diprogramkan oleh Kebun Raya Bogor untuk 5 tahun pertama butuh dana sekitar Rp. 200 M, yaitu pembangunan sarana dan prasarana serta berbagai fasilitas untuk mewujudkan pembangunan sebuah kebun raya yang representatif dan akan menjadi monument penting untuk pengembangan riset dan teknologi, sekaligus untuk pendidikan dini kepada siswa dari SD, SMP, SMA dan para mahasiswa, dimana Leuser sangat kaya dengan biodiversitynya, akan menjadi objek riset para ilmuan Aceh, Indonesia dan dunia, terutama untuk recovery tumbuhan Leuser yang akan terancam punah. Sesungguhnya pada tahun 2010, kami telah membawa kepala Kebun Raya Bogor ke Aceh, dan telah mempresentasikannya di kantor Gubernur Aceh. Untuk rencana pembangunan Kebun Raya Leuser ini, Kepala Kebun Raya Bogor dan LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONSIA (LIPI), telah datang ke Aceh dan memberi apresiasi serta mereka siap membantu, untuk iv
melindungi keanekaragaman hayati Leuser yang spesifik dan akan diposisikan sebagai Kebun Raya Hutan Tropis basah yang terlengkap di Indonesia. Proposal untuk memulai kebun raya ini, telah kami serahkan juga kepada Bapak gubernur Aceh beberapa waktu yang lalu. Untuk maksud tersebut, atas apresiasi Bapak Menteri kepada Gubernur Aceh dengan “Penetapan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu di Aceh” berkenan juga, Bapak Menteri dan Bapak Gubernur, memprioritas pembangunan kebun raya ini, terutama untuk menyelamatkan biodiversity Leuser dari kepunahannya serta sangat berguna serta monumental untuk menjadi lembaga riset dan pengembangan Ilmu dan teknologi untuk para ilmuan di seluruh dunia. Lokasi kebun raya telah kami survey dan Bupati Bener Meriah sudah mengeluarkan Surat Keputusannya untuk penggunaan areal seluas 150 hektar. Bapak Menteri dan Bapak Gubernur, Insya Allah diyakini bahwa Program Pengelolaan DAS terpadu akan terwujud dengan baik dan “Kebun Raya Leuser “ akan dapat dilahirkan segera, maka anak cucu kita akan sangat berterima kasih, menerima titipan yang monumental dari kita-kita sekarang, sebagai bukti bahwa kita telah menyelamatkan hutan Aceh dengan keanekaragaman hayatinya yang sekarang kita pinjamkan dari anak cucu kita tersebut. Karenanya, pengelolaan DAS harus berbarengan dengan penyelamatan biodiversity hutan Aceh, dalam hal ini Daerah Aliran Sungai dan kebun raya ibarat Ikan dan Air yang harus selalu menyatu. DAS harus kita Lindungi dan Biodivertsity juga harus kita selamatkan lewat sebuah “Miniature Leuser” yaitu sebuah Kebun Raya. Akhirnya, kami berharap kepada Bapak Rektor, Bapak Gubernur dan Bapak Menteri, berkenan menyampaikan sambutan, sekaligus sebagai Keynote Speaker dan kami mohon berkenan Bapak Menteri, Bapak Gubernur dan Bapak Rektor Unsyiah bersama membuka Seminar Nasional ini dengan “Menabuh Rapai Tradisional” Aceh untuk gaung kebersamaan dalam seminar nasional ini. Terima Kasih.
Banda Aceh, 19 Maret 2013 Panitia Seminar Nasional,
Prof. Dr. Ir. Yuswar Yunus, MP Ketua Panitia
v
SAMBUTAN KETUA YAYASAN LEUSER INTERNASIONAL (YLI)
Assalamualaikum Wr.Wb
Yang kami hormati: Bapak Menteri Kehutanan Republik Indonesia, Bapak Gubernur Propinsi Aceh dan seluruh anggota Muspida Propinsi Aceh. Bapak Dirjen PHKA, Bapak Dirjen BP-DASPS, Bapak
Dirjen
KAPUSHUMAS
PLANOLOGI, Kementerian
Bapak
Irjen
Kehutanan
dan
BUK,
Bapak
seluruh
staf
kementerinan Kehutanan R.I serta seluruh rombongan menteri, Bapak Rektor Unsyiah, Para Pembantu Rektor Unsyiah, Para Dekan di Lingkungan Unsyiah, Anggota Senat dan seluruh Guru Besar di Unsyiah serta para pakar dari berbagai disiplin Ilmu dan Staf Pengajar dari berbagai disiplin Ilmu di kampus tercinta ini, Bapak Rektor IAIN Ar-Ranirry, Para Rektor Perguruan Tinggi Swasta dan seluruh Pembantu Rektor dan para Dekan dan seluruh akademisi di seluruh Perguruan Tinggi di Aceh, Bapak Ir. Chay Asdak, M.Sc, Ph.D pakar Hidrologi DAS Indonesia dan seluruh Pemateri Seminar Nasional, Ketua MPU Aceh, Ketua MAA, Bapak-bapak Para Kadis anggota SKPA, Ketua KADIN Aceh, Para pengusaha, LSM dan Tokoh2 masyarakat, Ketua Taman Nasional Gunung Leuser, Ketua BP-DAS Krung Aceh dan Ketua BKSD, Ketua Pema Unsyiah, BEM Unsyiah dan Komandan Menwa-Mahadasa serta para mahasiswa yang kami cintai serta sSeluruh hadirin yang kami muliakan Perkenankan kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Menteri, Bapak Gubernur dan Bapak Dirjen PHKA, Bapak Dirjen BP-DASPS, Bapak Dirjen PLANOLOGI, Bapak Irjen BUK dimana pada saat sekarang ini, telah berada di-tengah2 kita untuk mewujudkan seminar nasional ini. Pada kesempatan ini, perlu kami sampaikan beberapa hal, bahwa Leuser International Foundation adalah LSM tertua di Aceh yang didirikan pada tahun 1994. Para pendiri Yayasan Leuser Internasional (YLI) adalah para penisepuh Aceh, tokoh-tokoh tersebut adalah : Prof. Dr. Ibrahim Hasan (alm), Letjen Bustanil Arifin (alm), Mayjen A.R. Ramli, Prof. Dr. Syamsuddin Mahmud, Nurdin A.R (alm), Sayid Mudhahar Achmad (alm), Mike Griffiths dan lain-lain. Semua kegiatan YLI dipusatkan di Gedung “LEUSER CONSERVATION vi
CENTER” (LCC) yang berada di Kampus Unsyiah, dimana para Pengurus YLI hingga ke Pelaksana
(dikelola) oleh (sebahagian besar) Staf Pengajar Unsyiah. Sedangkan kegiatan-
kegiatan YLI yang sudah, sedang akan dikerjakan adalah meliputi, program Denver Zoo, SPF, Cida, Exon mobil, AFEP, NZAid,TFCA, Program Garuda dan bantuan PT. Pertamina. Diantara berbagai program-program YLI tersebut, adalah bantuan dari New Zealand yang yang berada dalam format perlindungan DAS (Daerah Aliran Sungai) dalam bentuk beberapa Program yang bertujuan untuk meningkatkan Pendapatan masyarakat, melalui Perlindungan dan Pengelolaan DAS (secara terpadu), dimana program ini dimulai pada Juli 2009 dan berakhir Agustus 2011 dan sudah diperpanjang sampai Juni 2013, pusat Program adalah di kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah. Kegiatan-kegiatan program ini meliputi: rehabilitasi lahan melalui praktek Reboisasi, agroforestri dan peningkatan pendapatan masyarakat. Meningkatkan partisipasi gender melalui pengembangan mikro kredit. Harmonisasi tata ruang dan pengembangan Pengelolaan DAS, Kejelasan pemilikan lahan di sekitar hutan dan praktek Agro forestry, Capacity Building untuk Pemda dan masyarakat dalam pengelolaan DAS. Pengembangan Baitul Qirath di Takengon dengan omzet sekarang mencapai Rp. 2,4 M dengan penerima manfaat 1860 orang. Karenanya kerja sama yang telah berjalan selama ini antara Universitas Syiah Kuala dan YLI ingin terus diisi dalam berbagai program kebersamaan dan keberlanjutan, seperti salah satunya adalah program Seminar Nasional yang sedang kita laksanakan sekarang ini, merupakan kegiatan dari Program NAAid dengan fokus utama adalah untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, melalui Perlindungan dan Pengelolaan DAS (secara terpadu), sehingga seminar ini perlu diwujudkan, bertujuan untuk memperoleh berbagai masukan atau saran dari berbagai pihak yang pro-aktif dan berkontribusi dalam pengelolaan DAS, berbasis masyarakat atau kegiatan terkait lainnya, untuk menuju pengelolaan hutan Aceh yang berkelanjutan, berada di Ekosistem Leuser dan Ekosistem Ulue Masen. Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Menteri, Bapak Dirjen, Bapak Gubernur dan Bapak Rektor Universitas Syiah Kuala yang selalu mengisi kebersamaan antara Unsyiah dan YLI dalam paket kerja sama “LEUSER CONSERVATION CENTER” (LCC) dan salah satu tujuan seminar ini kita ketahui adalah untuk merespons penghargaan Bapak Menteri Kehutanan kepada Gubernur Aceh dengan “Penetapan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu di Aceh”.
vii
Program Pengelolaan DAS terpadu, akan sangat mendukung pengembangan livelihood masyarakat dan tata ruang yang berbasis DAS serta perlindungan biodiversity yang dimiliki oleh hutan Aceh lewat keberadaan sebuah kebun raya yang sangat dibutuhkan di Aceh untuk mewujudkan pembangunan sebuah kebun raya yang representatif dan akan menjadi monument penting untuk pengembangan riset dan teknologi, sekaligus untuk pendidikan dini kepada siswa dari SD, SMP, SMA dan para mahasiswa, dimana Leuser sangat kaya dengan biodiversitynya, akan menjadi objek riset para ilmuan Aceh, Indonesia dan dunia, terutama untuk recovery tumbuhan Leuser yang akan terancam punah. Sesungguhnya Yayasan Leuser Internasional pada tahun 2010, telah membawa kepala Kebun Raya Bogor ke Aceh, dan telah mempresentasikannya di kantor Gubernur Aceh. Untuk rencana pembangunan kebun raya Leuser ini, Kepala kebun Raya Bogor dan LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONSIA (LIPI), pernah kami datangkan ke Aceh dan memberi apresiasi serta siap membantu, untuk melindungi keanekaragaman hayati Leuser yang spesifik dan akan diposisikan sebagai Kebun Raya Hutan Tropis basah yang terlengkap di INDONESIA. Karenanya seminar nasional ini penting dilaksanakan, mengingat saat ini telah terjadi degradasi DAS, yang ditandai dengan meningkatnya bencana alam, seperti banjir, tanah longsor dan kekeringan. Hal ini disebabkan karena rendahnya daya dukung DAS, dimana kemampuan DAS mewujudkan pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan terus menurun dan hal ini akan berakibat ancaman terhadap kepunahan biodiversity hutan Aceh, karenanya keberadaan sebuah kebun raya sangat mendesak pembangunannya untuk Aceh. Kita ketahui bersama bahwa, sesuai keputusan Menteri Kehutanan No. 328 Tahun 2009, di Aceh terdapat 4 DAS yang diprioritaskan
untuk ditangani dengan baik, karena sudah
terdegradasi dan ancaman kepunahan terhadap biodiversity, yaitu DAS Krueng Peusangan, DAS Krueng Aceh, DAS Krueng Jambo Aye dan DAS Peureulak Tamiang. Semua ini membutuhkan kerja ekstra keras dan fokus dalam penyelamatan hutan Aceh yang berkelanjutan yang kaya dengan Flora dan faunanya.
viii
Akhirnya kami berharap, kiranya Seminar Nasional bersama Bapak Menteri dan Bapak Gubernur serta Bapak Dirjen dan dengan para pakar Hidrologi, pakar DAS dan pakar lingkungan, sebagai pemateri Seminar Nasional ini, akan sangat membantu dalam perlindungan DAS terpadu, sekaligus akan sangat mendukung dalam perlindungan hutan Aceh yang berkelanjutan dan berhubungan erat dengan “TATA RUANG YANG BERBASIS DAS” . Terima kasih atas kebersamaan kita semua.
Banda Aceh, 19 Maret 2013 Leuser International Foundation,
Ir. Jamal M. Gawi, MES Ketua Pengurus
ix
SAMBUTAN REKTOR UNIVERSITAS SYIAH KUALA
Assalamualaikum Wr.Wb Yang kami hormati: Bapak Menteri Kehutanan Republik Indonesia, Bapak Gubernur Propinsi Aceh dan seluruh anggota Muspida
Propinsi
Aceh,
Bapak
Direktur
Jenderal
dalam
lingkungan kementerinan Kehutanan, Bapak Rektor IAIN ArRanirry, Para Rektor Perguruan Tinggi negeri dan Swasta serta seluruh Pembantu Rektor Unsyiah. Para Dekan di Lingkungan Unsyiah, Anggota Senat dan seluruh Guru Besar di Unsyiah serta para pakar kehutanan dan dosen dari berbagai disiplin ilmu, Bapak Ir. Jamal M. Gawi, MES, Ketua Leuser International Foundation (LIF) dan seluruh Pengurus LIF, Badan Pembina dan Badan Pengawas, Bapak Ir. Chay Asdak, M.Sc, Ph.D Pakar Hidrologi DAS Indonesia dan seluruh pemateri pada seminar nasional ini,
Ketua MPU
Aceh, Ketua MAA, Bapak-bapak Para Kadis Anggota SKPA, Ketua KADIN Aceh, Para pengusaha, LSM dan tokoh-tokoh masyar akat,Ketua Pema Unsyiah, BEM Unsyiah dan Komandan Menwa – Resimen Mahadasa serta Para Mahasiswa yang kami cintai serta hadirin yang kami muliakan. Selamat datang kepada Bapak Menteri dan Rombongan di kampus Darussalam dan selamat datang kepada Bapak Gubernur beserta Staf. Perkenankan kami menyampaikan penghormatan yang setinggi-tingginya dan terima kasih kepada Bapak Menteri, Bapak Gubernur, Bapak Dirjen dan Pengurus Leuser International Foundation serta penghargaan kami Kepada bapak-bapak dan ibu dari beberapa perguruan tinggi yang telah memenuhi undangan kami, terutama bapak dan ibu pemateri serta kepada saudara-saudara yang telah berhadir disini untuk memenuhi undangan seminar nasional ini, dalam rangka mewujudkan pelestarian Hutan Aceh yang berkesinambungan, merupakan kerja sama antara Universitas Syiah Kuala dengan Leuser International Foundation dengan tema seminar : “PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) BERBASIS MASYARAKAT MENUJU HUTAN ACEH YANG BERKELANJUTAN”. Secara umum pelaksanaan seminar ini, juga untuk merespos atas kepercayaan Menteri Kehutanan R.I kepada Gubernur Aceh atas penghargaan “Penetapan Rencana Pengelolaan x
DAS Terpadu di Aceh”, sekaligus bertujuan mendiskusikan model terapan pengelolaan DAS terbaik yang dapat berimplikasi pada pengelolaan hutan Aceh yang berkelanjutan. Sedangkan tujuan khususnya adalah untuk urung rembuk dan mendiskusikan: -
Pembelajaran program-program pengelolaan DAS di Indonesia dan dunia.
-
Pengembangan livelihood masyarakat berbasis DAS.
-
Kelembagaan pengelolaan hutan Aceh berdasarkan UUPA.
-
Kearifan lokal dalam pengelolaan hutan Aceh. agar terpola dengan baik untuk menyelamatkan Aceh dari banjir tahunan, sekaligus menyelamatkan biodiversity Aceh dari kepunahannya serta mendukung program perdagangan Carbon Trade dari Hutan Aceh.
Bapak Menteri, Bapak Gubernur dan hadirin sekalian. Kami mengundang bapak-bapak bersama staf ke kampus Universitas Syiah Kuala untuk kita diskusikan dalam seminar nasional (sehari) bersama Gubernur Aceh, para pakar, NGO/LSM dan tokoh-tokah masyarakat, tentang perlindungan hutan dan keberadaan DAS di Aceh, dan berbagai hal lainnya dalam perlindungan hutan Aceh, terutama Kawasan Ekosistem Leuser yang fenomenal, perlu mendapat perlindungan yang berkelanjutan. Seminar sehari ini, merupakan kerja sama Universitas Syiah Kuala dengan Yayasan Leuser Internasional yang selama ini, masih tetap eksis berkiprah untuk perlindungan Flora dan Fauna di Kawasan Ekosistem Leuser, sebagai Kawasan Strategis Nasional yang luasnya mencapai 2,6 juta hektar, namun akhir-akhir ini, selalu mendatangkan bencana banjir bandang dan keberadaan hutan gambut Rawa Tripa dan Rawa Singkil yang perlu diselamatkan. Kami berharap dengan adanya seminar nasional ini, akan terjawab berbagai spekulasi dan berbagai isu miring yang dihembus oleh orang-orang tidak bertanggung jawab terhadap perlindungan hutan Aceh dan nantinya akan lebih jelas program perlindungan DAS menuju hutan Aceh yang berkelanjutan dengan tetap mewujudkan pemberdayaan ekonomi rakyat di sekitar hutan, agar masyarakat dan kelompok-kelompok tertentu tidak merambah hutan dan akan sangat berbahaya atas kelangsungan dan keberadaan keanekaragaman hayati (biodiversity) yang perlu dilindungi. Perlindungan untuk tidak punahnya biodiversity Aceh tersebut, sangat diperlukan sebuah kebun Raya (Botanical Garden), sekaligus kegunaannya untuk memahami bahasa tumbuhan untuk riset, maka Jawabannya harus dimulai untuk mewujudkan sebuah kebun raya yang representatif sebagai sumber pengetahuan : Botani, konservasi, spesifikasi habitat dan koleksi xi
tumbuhan dengan spesimennya dari berbagai jenis, marga serta spesies hingga ke koleksi andalan yang patut dilindungi untuk pengembangan ilmu yang harus diperkenalkan sejak dini kepada anak cucu bangsa dan masyarakat manca negara. Aceh dengan Leusernya yang dikenal dunia, hingga saat ini belum memiliki Kebun Raya. Ketertinggalan Aceh untuk membuat “ Taman Mini Leuser” tersebut, dengan kekayaan botaninya untuk penyelamatan tumbuhan dari kepunahan, bernilai sama pentingnya dengan penyelamatan kehidupan itu sendiri. Justru sekarang terjadi sebaliknya, hutan Aceh dengan Kawasan Ekosistem Leusernya yang dibanggakan, akan menjadi legenda menarik bila tidak ada usaha serius untuk menjaga kelestariannya lewat kebun raya. Kepunahan habitat alami dari tumbuhan yang dimiliki Leuser, tekanannya semakin meningkat dan semakin banyak tumbuhan Leuser bakal punah, kini terancam eksistensinya jika tidak dikonkritkan dalam “miniatur Leuser” maka untuk perlindungannya harus dalam sebuah kebun raya. Konon, beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat enam jenis spesies anggrek Leuser yang telah ditemukan dan tidak ditemukan di hutan tropis basah lainnya, satu bukti kesepesifikan Leuser dapat memperkaya khasanah pengetahuan ilmu dan pengetahuan di Indonesia. Kita lihat lagi, di beberapa propinsi di nusantara yang maha luas ini, telah memulai dengan kebun rayanya, padahal hutannya bukan katagori keagungan dunia, tidak ada yang dapat dibanggakan melebihi dari keagungan Leuser yang amat kaya dengan biodiversitinya (keanekaragaman hayatinya), namun kita sangat lalai dengan fasilitas untuk kemajuan Ilmu Pengetahuan, dimana keberadaan kebun raya Leuser tidak hanya dilihat dari sisi koleksi tumbuhan tropika semata, namun jauh dari itu, keberadaan sebuah kebun raya, dapat diwujudkan sebagai museum botani yang sangat lengkap di dunia, perlu dimiliki oleh Aceh dan dapat didesign dari seluruh kekayaan Leuser yang potensial dengan Flora dan Faunanya yang selalu diteliti oleh para pecinta ilmu dan lingkungan yang datang dari berbagai negara ke Leuser Aceh. Pentingnya sebuah kebun raya, apalagi seperti Leuser dimana kawasan ekosistemnya dilindungi oleh dunia dan dipastikan akan dapat dijadikan sebagai salah satu kebun raya yang terbaik di dunia dalam bidang konservasi, terutama untuk melakukan reintroduksi atau pemulihan tumbuhan-tumbuhan langka di Leuser (seperti kayu Grupel yang hanya bersisa di Aceh dan Marokko), tumbuhan obat-obatan (bahkan Leuser juga punya pasak bumi/tongkat Ali), sekaligus untuk penelitian dan melestarikan tumbuhan tropika dan tumbuhan herba, tumbuhan xii
merambat hingga mengembangkan pendidikan lingkungan untuk siswa dan mahasiswa, sekaligus untuk meningkatkan pengetahuan dan apresiasi masyarakat untuk pengembangan pariwisata Aceh. Perlu kiranya mewujudkan harapan para ilmuan di Unsyiah, dimana dukungan Pemerintah Aceh dan Kementerian Kehutanan sangat diperlukan serta direstui oleh DPRA untuk menggoolkan lahirnya Kebun Raya Leuser, dimana keberadaannya nanti sangat monumental untuk anak cucu Aceh dalam menyelamatkan tumbuhan asli Leuser baik yang langka, endemik, bernilai ekonomi maupun bernilai estetika, terutama untuk memperkenalkan keunggulan komparatif kekayaan Aceh dengan floranya, sebagai sarana rekreasi dan pariwisata hingga menciptakan lapangan kerja. Aceh harus mengembangkan ilmu pengetahuan dan pendidikan lingkungan serta akan sangat legenderis untuk sebuah pelestatarian alam yang bermanfaat guna serta terukur untuk seluruh dunia dalam menikmati hutan tropika Aceh, bahkan akan mengundang para turis manca negara memilih paket wisata untuk menikmati alam Leuser sebagai daerah tujuan wisata yang dimulai dari Kebun Raya Leuser, melangkah untuk bermain ski air di Danau Laut Tawar, menembak di Taman Buru Leuser di Aceh Tengah yang luasnya 86.704 ha, Ekowisata Gunung dengan hamparan panorama indah bak syurga dunia di Gayo Lues sebagai taman Wisata Alam, stasion penelitian di Agusan dan Soraya, hingga para turis dan peneliti dapat menikmati parangai orangutan di Stasion Penelitian Ketambe di Kabupaten Konservasi Aceh Tenggara, hingga ke stasion penelitian Suaq Belimbing dengan menelusuri jalan baru lintas Kutacane – Menggamat (kiranya sudah beramdal). Akhirnya kami berharap agar adanya kebersamaan kita semua, untuk mendiskusikan yg terbaik untuk Pengelolaan DAS berbasis masyarakat untuk menuju Hutan Aceh yang berkelanjutan dengan target akan memberi kemudahan dan perbaikan perekonomian rakyat disekitar ekosistem Leuser dan ekosistem Ulu Masen. Kami mohon berkenan Bapak Menteri dan Bapak Gubernur untuk bersama membuka seminar Nasional ini dengan menabuh rapai Aceh. Terima kasih.
Banda Aceh, 19 Maret 2013 Rektor, Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal, M. Eng NIP : 19620808 198803 1 003 xiii
SAMBUTAN GUBERNUR ACEH
Assalamualaikum Wr.Wb Yang kami hormati: Bapak Menteri Kehutanan Republik Indonesia beserta Staf Kementerian Kehutanan R.I, Bapak Direktur Jenderal dalam lingkungan Kementerinan Kehutanan,
Bapak Rektor
UNSYIAH, Rektor AIN Ar-Ranirry, Para Rektor Perguruan Tinggi Swasta dan seluruh Pembantu Rektor Unsyiah dan para Dekan di Lingkungan Unsyiah, Anggota Senat dan seluruh Guru Besar di Unsyiah serta para pakar kehutanan dan dosen dari berbagai disiplin Ilmu, Ketua Leuser International Foundation (LIF) dan seluruh Pengurus LIF, Badan Pembina dan Badan Pengawas, Bapak
Para Pemateri pada Seminar
Nasional ini, Ketua MPU Aceh, Ketua MAA, Bapak-bapak Para Kadis anggota SKPA, Ketua KADIN Aceh, Para pengusaha, LSM dan tokoh-tokoh masyarakat, Ketua Pema Unsyiah, BEM Unsyiah dan Komandan Menwa - Mahadasa serta Para Mahasiswa yang kami cintai, serta semua hadirin yang kami muliakan. Alhamdulillah pada kesempatan ini, kami menyampaikan penghormatan yang setinggitingginya kepada Bapak Menteri Kehutanan beserta staf, yang saat sekarang telah berada di kampus Universitas Syiah Kuala – Banda Aceh, merupakan kampus tertua di Propinsi Aceh, keberadaannya disamping sebagai pusat pengembangan ilmu, pengetahuan dan teknologi, sekaligus juga sebagai motifator dan konseptor untuk pembangunan Aceh, dimana sektor kehutanan juga tidak luput untuk selalu didiskusikan di kampus “Jantung Hati Masyarakat Aceh” ini, agar terpola dengan baik untuk menyelamatkan Aceh dari banjir tahunan, sekaligus menyelamatkan biodiversity Aceh dari kepunahannya. Untuk maksud tersebut, kami berharap agar Universitas Syiah Kuala sebagai motifator dan konseptor pembangunan, dapat mewujudkan seminar nasional ini dengan baik dan menghasilkan rumusan-rumusan yang diharapkan, untuk melindungi hutan Aceh, sesuai keberadaan Daerah Aliran Sungai (DAS) di Aceh dari hulu ke hilir, dan berbagai hal lainnya dalam perlindungan hutan Aceh, terutama Kawasan Ekosistem Leuser yang luas dan fenomenal, perlu terus dilindungi, terutama biodiversitynya dari ancaman kepunahan.
xiv
Dalam seminar nasional ini, disamping fokusnya untuk Perlindungan Daerah Aliran Sungai (DAS), sekaligus konsepnya mempunyai hubungan yang sangat erat untuk melindungi Flora dan Fauna di Kawasan Ekosistem Leuser, sebagai Kawasan Strategis Nasional yang luasnya mencapai 2,6 juta hektar, namun akhir-akhir ini, selalu mendatangkan bencana banjir bandang dan keberadaan hutan gambut Rawa Tripa dan Rawa Singkil yang perlu diselamatkan dengan tetap memberi perhatian khusus, bahkan untuk menyelamatkan rawa Tripa kami telah menghentikan beberapa perusahaan perkebunan swasta untuk tidak beroperasi lagi di Aceh. Bapak Menteri dan Rektor Unsyiah serta hadirin sekalian. Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Menteri yang menjadi Keynote speaker dalam seminar ini, dengan harapan kebijakan-kebijakan nasional selama ini, perlu berdayaguna untuk daerah dalam pengembangan hutan ramah lingkungan yang berkelanjutan. Kepada Rektor Universitas Syiah Kuala yang telah menyelenggarakan Seminar Nasional ini, bersama Yayasan Leuser Internasional, juga kami mengucapkan terima kasih, sekaligus Kepada para pemateri seminar, kami juga mengucapkan terima kasih, terutama adanya sumbangsih pemikiran dari para pakar Hidrologi, pakar kehutanan, dan pakar DAS, pakar lingkungan dan pakar konservasi serta parar-pakar Ilmu lainnya yang saling berhubungan erat dengan keberadaan DAS di Aceh dari hulu ke hilir, untuk dapat melahirkan konsep hutan Aceh yang berkelanjutan. Keberadaan air sungai adalah bahagian dari sumber kehidupan, terutama semua makhluk membutuhkan air untuk metabolisme hidup, yaitu untuk rumah tangga, untuk sektor pertanian dan sektor industri besar dan industri kecil maupun untuk industri rumah tangga. Sumber kehidupan ini, terutama daerah tangkapan air, semuanya berada di sektor kehutanan, sebagai payung untuk sektor-sektor lainnya. Sektor kehutanan harus menjadi reservoir air untuk sektorsektor lainnya, terutama untuk sektor industri, sub sektor Perkebunan dan sub sektor pangan. Karenanya perlu urun rembuk serius dalam seminar ini, terutama para pakar yang berasal dari perguruan tinggi ternama, berkenan untuk memberi kontribusinya untuk pembangunan dan pengembangan hutan Aceh yang sering mendatangkan bencana banjir tahunan akibat perambahan masa lalu, banjir bandang yang terjadi di Aceh yang pada akhirnya kita berharap, bentuk apapun program yang bakal kita konsepkan, maka yang lebih penting adalah bagaimana untuk mensejahteraan masyarakat yang berdiam di pinggiran hutan. Program livelihood akan sangat melindungi Program DAS dari berbagai sisi, terutama perlu pembelajaran programprogram pengelolaan DAS di Indonesia dan dunia yang perlu dikembangkan serta sesuai untuk xv
diterapkan di Aceh. Lebih menarik perlunya keseriusan Kelembagaan pengelolaan hutan Aceh, agar tetap berpedoman kepada UUPA/2006 yang sekarang setahap demi setahap, sedang kita siapkan qanunnya. Jika ini terwujud secara menyeluruh, maka akan lebih mudah untuk mewujudkan pengembangan livelihood masyarakat berbasis DAS. Percayalah bahwa otoritas tradisional seperti kearifan lokal perlu dimanfaatkan untuk melindungi hutan dan DAS, agar terpola dengan baik untuk menyelamatkan hutan Aceh yang berkelanjutan dan pada saatnya, harus dapat mengantisipasi banjir tahunan, sekaligus menyelamatkan biodiversity Aceh dari kepunahannya serta mendukung program perdagangan Carbon Trade dari hutan Aceh, kita berharap hutan Aceh akan terlindungi lewat keterpaduan program Perlindungan DAS. Kepada peserta seminar dari beberapa Perguruan Tinggi di nusantara, kami berharap untuk dapat memberi masukan-masukan yang berharga. Juga kepada NGO/LSM, tokoh-tokoh masyarakat yang memberikan kontribusi untuk pembangunan Hutan Aceh di dua ekosistem, Leuser dan Ekosistem Ulue Masen, yaitu sesuai Tema Seminar : “PENGELOAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI BERBASIS MASYARAKAT MENUJU HUTAN ACEH YANG BERKELANJUTAN”, dimana bapak menteri bersama kita semua sangat perlu memberi masukan dalam seminar nasional yang bermanfaat ini, agar Perlindungan hutan Aceh akan lebih terjamin untuk masa yang akan datang. Terima kasih kepada rektor Unsyiah, dimana pelaksanaan seminar bersama dengan YLI ini, adalah untuk merespos atas kepercayaan Bapak Menteri, yang telah memberikan kepada Gubernur Aceh, penghargaan “Penetapan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu di Aceh”, untuk itu dalam seminar ini perlu kami sarankan, perlu serius mendiskusikan model terapan pengelolaan DAS yang baik, agar bermanfaat untuk pengelolaan hutan Aceh yang berkelanjutan. Kesemuanya ini, akan berdampak positif untuk kawasan lindung, kawasan budidaya maupun kawasan pemukiman, dimana pemerintah Aceh telah memprogramkan untuk membuka jalan, agar daerah-daerah terpencil tidak terisolir dan produk-produk pertanian akan mudah untuk dipasarkan. Untuk pembangunan jalan tembus ini, mudah2an tidak akan terganggu kawasan hutan Lindung. Untuk melindungi biodiversity Aceh dari kepunahannya dan sesuai harapan para ilmuan di kampus ini, saya akan merespons dengan sepenuhnya untuk membantu mewujudkan program pembangunan Kebun Raya di Aceh, sebagai Tuntutan Ilmu dan pengembangan pengetahuan xvi
serta teknologi, kini telah mengharuskan Aceh memiliki kebun raya yang representatif, sebagai perwujudan serta jabaran proyeksi dari Taman Raja-raja “Bustanussalatin “ yaitu taman milik keraton “Darud Dunia” kerajaan Aceh Darussalam yang hanya dibatasi untuk khasanah tanaman bunga dan Buah, maka sewajarnya sesuai tuntutan zaman, maka estafet kemegahan dari taman raja-raja Aceh ini, perlu dikorelasikan nuansanya menjadi kebun raya, yang berlokasi tidak jauh di luar Kawasan Ekosistem Leuser, yaitu di kabupaten Bener Meriah. Perlu juga disadari bahwa, banyak para peneliti asing datang ke hutan Aceh, terutama ke Ketembe di Aceh Tenggara dan Suaq Belimbing di Aceh Selatan, mereka tertarik bukan hanya dengan tumbuhan tropika yang dimiliki Leuser, dimana lima jenis satwa besarpun menjadi daya tarik tersendiri, karena mereka dapat hidup bersama, dalam satu populasi dan ekosistem yang luas, seperti: Gajah, Harimau, Badak, Orangutan dan Beruang serta berbagai jenis hewan langka lainnya ditemukan di kawasan ekosistem Leuser, semuanya perlu dilindungi. Tuntutan untuk kemajuan Aceh, bukan hanya mendesak untuk kepentingan iptek dimana Aceh perlu memiliki sebuah kebun raya, taman safaripun harus menjadi target pemerintah Aceh untuk direalisasikan segera. Faktanya, jangankan taman safari, untuk pendidikan anak-anak Aceh, untuk mencari kebun binatang yang representatif saja, hingga saat ini belum terwujud, sehingga untuk melihat satwa liar secara dekat dan seumpama anak-anak Aceh ingin melihat Kuda Nil, Singa, Jerapah, Kijang, Komodo dan lain-lain hanya ada dalam benak dan kenangan para generasi penerus Aceh. Sungguh sebagai bukti yang memprihatinkan. Akhirnya, semua ini kami serahkan kepala floor seminar untuk bersama-sama memikirkan konsep yang terbaik, karena jika DAS dapat dikelola dengan baik, maka yang lainnyapun akan juga ikut baik, terutama dalam membantu masyarakat di bupper zone kawasan Ekosistem Leuser dan Ulu Masen untuk dapat kita tingkatkan perekonomian mereka. Terima kasih.
Banda Aceh, 19 maret 2013 GUBERNUR ACEH,
dr. Zaini Abdullah
xvii
SAMBUTAN DAN KEYNOTE SPEAKER MENTERI KEHUTANAN Assalamu„alaikum Wr. Wb Yang saya hormati: Saudara Gubernur Provinsi Aceh Darusalam, Rektor Universitas Syah Kuala, Para Civitas Akademika Universitas Syah Kuala, Pimpinan Yayasan Leuser Internasional, Para Pembicara dan Peserta Seminar, Hadirin dan para undangan yang berbahagia. Kita bersyukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah yang dilimpahkan pada kita semua sehingga kita dapat bertemu pada acara Acara Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat Menuju Hutan Aceh Yang Berkelanjutan pada hari ini. Sholawat serta salam tak lupa kita sampaikan keharibaan Rasulullah SAW. Semoga kita semua dapat mengikuti jejak perjuangan Beliau agar kelak mendapat syafa’atnya di hari akhir nanti. Amin Ya Robbal Alamin. Saya merasa bahagia dan mengucapkan terima kasih atas undangan saudara Saudara Rektor Universitas Syah Kuala untuk memberikan pemikiran tentang Pengelolaan DAS dan Hutan Berbasis Masyarakat pada kesempatan yang sangat langka ini. Saudara Gubernur, Saudara Rektor dan peserta seminar yang saya hormati; Provinsi Aceh dikaruniai Allah SWT kekayaan sumber daya alam yang berlimpah. Oleh karenanya maka, sepantasnya kita menjadi hamba Allah yang selalu bersyukur sesuai demgan firman Allah SWT. “Lain syakartum la adzii dannakum. Bahwa sesungguhnya bila engkau bersyukur pasti akan Kutambahkan nikmat Ku kepadamu”. Kekayaan yang berlimpah tersebut tidak hanya bermanfaat bagi rakyat Aceh, melainkan bagi semua saudara sebangsa dan bangsabangsa lain di dunia. Kekayaan sumber daya alam tersebut selain menjadi sumber kemakmuran juga telah membangkitkan semangat perjuangan dan persaudaraan rakyat Aceh. Semangat persaudaraan dan kebersamaan rakyat Aceh sengaja saya tekankan sebagai kata kunci, karena relevansinya dengan ruh seminar hari ini, yang mengangkat topik pengelolaan DAS dalam hubungannya dengan partisipasi dan keberdayaan masyarakat dalam mengelola hutan Aceh yang berkelanjutan. Semangat tersebut merupakan modal dasar dalam membangun keterpaduan xviii
dan keharmonisan agar diperoleh kesatuan visi, interpretasi dan persepsi pengelolaan DAS yang didukung semua pihak dalam membangun Daerah dan sekaligus membangun Hutan Aceh yang berkelanjutan. Hadirin yang berbahagia; Pada kesempatan pertama saya ingin menyampaikan pengertian tentang Daerah Aliran sungai (DAS). Hal ini saya tekankan karena adanya perbedaan persepsi tentang DAS akan menyebabkan kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam di dalam DAS terfrakmentasi. Peraturan Pemerintah No. 33 tahun 1970 tentang Perencanaan Hutan mendefinisikan Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Dengan demikian, DAS merupakan suatu bentang lahan yang dibatasi oleh punggung bukit sebagai satu kesatuan dengan sungai dan bukan sekedar sungai saja. Sesuai dengan ketetapan Menteri Kehutanan Nomor 511/Menhut-V/2011, saat ini terdapat sebanyak 17 ribu DAS besar dan kecil. Provinsi Aceh memiliki 236 DAS yang menjadi wilayah kerja Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Krueng Aceh. Sesuai dengan sifat alamiahnya maka batas-batas DAS mengikuti batas topografi, dan tidak mengikuti batas wilayah administrasi pemerintahan (batas-batas Propinsi dan atau Kabupaten/Kota). Saudara Gubernur, Saudara Rektor dan hadirin sekalian yang saya hormati, Kerangka kelembagaan pengelolaan DAS menuntut pendekatan multi-sektor dan multidispilin keilmuan. Oleh karena ini maka pengelolaan DAS yang baik dan tepat haruslah melalui pendekatan terpadu (integrated) dan berorientasi kepada karekteristik sumberdaya alam yang ada di dalam DAS itu sendiri. Dengan memperhatikan kepentingan keterpaduan dan orientasi sifat dan kemampuan sumberdaya alam tersebut maka diperlukan Rencana Pengelolaan DAS (RPDAS) untuk setiap DAS. Agar Rencana Pengelolaan DAS ini menjadi bagian dari kebijakan pengelolaan sumberdaya alam disetiap wilayah, maka Rencana Pengelolaan DAS, ditetapkan oleh kepala administrasi pemerintahan secara berjenjang sesuai dengan kewenangannya. Di Provinsi Aceh telah disusun 4 RPDAS yang keseluruhannya merupakan DAS Prioritas lintas kabupaten, yaitu DAS Krueng Aceh, DAS Jambo Aye, DAS Peusangan dan DAS Tamiang. xix
Sesuai kewenangannya sebagai DAS lintas kabupaten, ketiga DAS pertama yang saya sebut tadi telah disyahkan oleh Gubernur Aceh. Dalam kaitan ini, perlu saya sampaikan bahwa Menteri Kehutanan pada tanggal 31 Oktober 2012 telah memberikan penghargaan kepada Gubernur, Bupati dan Walikota yang telah menyusun dan menetapkan Rencana Pengelolaan DAS. Salah satunya diberikan kepada Gubernur Aceh atas keberhasilannya menetapkan 3 RPDAS di Provinsi Aceh. Hal ini membuktikan jiwa kepeloporan Pemerintah Daerah dan rakyat Aceh Darusalam dalam Pengelolaan DAS lebih tinggi sehingga dapat menjadi contoh dan dapat mendorong Pemerintah Daerah lainya untuk segera menyelesaikan RPDAS di wilayahnya masing-masing. Saudara-saudara sekalian yang saya hormati; Pengelolaan DAS adalah upaya kita bersama dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktifitasnya dengan tujuan menciptakan kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan kemanfaatan sumberdaya alam bagi makhluk hidup (manusia, flora dan fauna) secara berkelanjutan. Menurut Sinukaban (2007), suatu DAS dikatakan telah dikelola dengan baik apabila memenuhi kriteria berikut ini: (1) tingkat produktivitas yang tinggi, (2) erosi/sedimentasi yang rendah, (3) fungsi DAS sebagai penyimpan dan produksi air sepanjang tahun terjamin, (4) kemampuan menjaga pemerataan pendapatan masyarakat, dan (5) tingkat kelenturan dalam mempertahankan dan mengembalikan kelestarian DAS terhadap perubahan. Untuk dapat memenuhi kriteria tersebut maka dalam implementasi Rencana Pengelolaan DAS diperlukan payung hukum yang sesuai dengan amanat konstitusi kita. Undang Undang Dasar 1945, mengamanatkan bahwa perekonomian kita disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Sistem perekonomian tersebut membawa konsekuensi bahwa pengelolaan sumber daya alam dikuasai oleh Negara, untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Undang Undang
Kehutanan
No.
41
Tahun
1999,
mengamanatkan
bahwa
penyelenggaraan kehutanan berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan, dan keterpaduan. Penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan. Kemakmuran rakyat tersebut dicapai dengan tetap menjaga kualitas lingkungan dan keberlanjutan sumber daya alam. Oleh karena itu kegiatan-kegiatan kehutanan diarahkan selain untuk memenuhi fungsi-fungsi produksi dan perlindungan, juga xx
untuk meningkatkan daya dukung DAS. Menyadari pentingnya hutan dan kehutanan dalam pengelolaan DAS maka peran hutan diatur melalui ketentuan sebagai salah satu pertimbangan dalam menetapkan posisi geo-spasial kawasan dan luasan hutan secara proporsional dalam setiap DAS/pulau. Untuk mendukung kebijakan ini maka Kebijakan Pemerintah dalam program pembangunan ekonomi kehutanan yang berwawasan lingkungan dan berkeadilan dalam kerangka kerja pengelolaan DAS, dilaksanakan sesuai dengan Inpres No 5 tahun 2008 dan Inpres 3 tahun 2010. Program pembangunan kehutanan tersebut dirumuskan dalam Rencana Pengelolaan DAS. Saudara Gubernur, Saudara Rektor dan peserta seminar yang berbahagia; DAS adalah juga merupakan satu satuan ekosistem besar yang didalamnya terdapat subsistem ekonomi, sosio-kultural, dan kelembagaan yang saling beriteraksi dengan dinamika yang ada. Dengan demikian, maka bahwa dalam satu DAS terdapat banyak aktifitas, banyak kepentingan baik lintas sektor maupun wilayah administrasi yang melibatkan kepentingan berbagai pihak seperti kehutanan, pertanian, pertambangan, perumahan, bangunan infrastruktur dan lain-lain. Oleh karena itu beragam kepentingan di dalam DAS harus dikelola dengan arif dan profesional sesuai dengan sifat sumberdaya alamnya. Dengan demikian maka efektifitas pengelolaan DAS harus dipantau dan dievaluasi khususnya yang berkaitan dengan dampak adanya hubungan timbal balik antara berbagai kepentingan dengan segala aktifitasnya dengan sumber daya alam, agar terwujud kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan. Kegiatan monitoring dan evaluasi efektifitas pengelolaan DAS ini harus dilakukan dengan seksama dan konsisten agar kerusakan sumberdaya alam dapat diketahui sedini mungkin. Hal ini perlu saya tekankan karena pada kenyataannya setiap kepentingan dan aktifitas di dalam DAS tersebut juga mengacu kepada ketentuan-ketentuan yang diatur dalam peraturan perundangan oleh masing-masing pelaksana kepentingan. Setiap pemangku kepentingan memaksimalkan tujuan masing-masing sesuai kepentingan dan regulasi yang mengaturnya. Kondisi inilah yang menimbulkan kecenderungan ego-sektoral dan mengabaikan kebutuhan pembangunan daerah seutuhnya. Saya katakan bahwa masing-masing hanya membangun di daerah, yang seharusnya kita semua bahu membahu membangun daerah.
xxi
Kita
menyadari
bahwa
pola
kegiatan
yang
dilaksanakan
tersebut
cendrung
mengakibatkan penurunan daya dukung DAS. Penurunan daya dukung DAS tersebut dicirikan antara lain dengan semakin meningkatnya bencana banjir, tanah longsor dan kekeringan yang menimbulkan kerugian baik harta maupun jiwa. Hal tersebut jelas mengganggu tatanan kehidupan ekonomi yang kita harapkan dalam menjamin pembangunan berkelanjutan untuk mencapai kesejahteraan hidup. Kenyataan ini telah mendorong diperlukannya suatu perekat/instrument dari berbagai peraturan perundangan yang mengatur pemanfaatan sumberdaya alam serta dalam menilai dampak implementasinya. Instrumen tersebut telah berhasil diinisiasikan oleh Kementerian Kehutanan dengan didukung oleh berbagai lapisan masyarakat dan oleh pakar dan praktisi professional, yaitu dengan diterbitkannya PP No 37 tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS. Peraturan Pemerintah ini mengamatkan semua pihak terkait untuk meningkatkan upaya koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi antar sektor dan wilayah administrasi dalam rangka meningkatkan daya dukung DAS. Instrument ini disusun dengan mengakomodasikan dan memadukan berbagai kepentingan baik sektoral, wilayah administrasi maupun disiplin ilmu dengan mengedepankan kebersamaan dan kearifan lokal. Wujud instrumen tersebut adalah Rencana Pengelolaan DAS (RPDAS) yang juga menjadi kontrak kerja saya selaku Menteri Kehutanan dengan Presiden Republik Indonesia. Dapat saya informasikan bahwa kontrak kerja saya dengan Presiden ada 108 DAS Prioritas yang harus disusun RPDAS-nya, 4 diantaranya terdapat di Provinsi Aceh. Untuk itu sekali lagi saya ucapkan terima kasih atas dukungan Pemerintah Provinsi Aceh, Kabupaten dan kota yang telah menuntaskan tiga RPDAS. Saat ini saya menunggu penyelesaian RPDAS Tamiang. Saudara Gubernur, Saudara Rektor dan peserta seminar yang berbahagia; Dalam kesempatan ini saya ingin menyampaikan harapan agar RPDAS yang ada di Propinsi Aceh Darusalam dapat segera disosialisasikan dan diimplementasikan dalam bentuk rencana tindak dari masing-masing pemangku kepentingan. Untuk itu diperlukan wadah koordinasi untuk menjembatani dan mewujudkan kebersamaan dari berbagai kepentingan, baik pada tahapan perencanaan,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, serta pembinaan dan
pengawasan pengelolaan DAS. Wadah ini telah diamanatkan dalam PP No 37 tahun 2012 sebagai Forum Koordinasi Pengelolaan DAS, yang sudah kita kenal bersama dan kita rasakan eksistensinya di Provinsi Aceh Darusalam. Saya menyadarai bahwa keberhasilan dari suatu xxii
pengelelolaan DAS bersifat jangka panjang dengan indikator antara lain; (1) tata air DAS optimal (kuantitas, kualitas, dan kontinuitas dalam distribusi ruang dan waktu), (2) daya dukung dan daya tampung lingkungan dan ekosistem DAS meningkat, termasuk terjaganya produktifitas Hutan dan lahan, dan (3) mampu mewujudkan kepedulian, kemampuan dan partisipasi aktif para pihak yang menghasilkan harmoni dan sinergi dalam pengelolaan DAS agar pembangunan dapat berkelanjutan. Hal yang paling penting adalah agar pengelolaan DAS dapat diimplementasikan oleh semua pihak. Saya minta agar masyarakat perlu didorong sebagai pelaku utama melalui peningkatan distribusi manfaat sumber daya hutan. Perlu saya informasikan bahwa Kementerian Kehutanan saat ini sedang mengembangkan konsepsi penguatan pengelolaan hutan dan DAS berbasis masyarakat. Tujuan dari konsepsi pemberdayaan ini adalah untuk meningkatkan peran masyarakat dalam mengurangi degradasi hutan dan lahan dalam rangka merehabilitasi dan meningkatkan daya dukung DAS serta Jasa Lingkungan untuk agar peningkatan kesejahteraan masyarakat tersedia secara berkelanjutan. Dampak kegiatan pemberdayaan yang telah diperoleh saat ini yaitu: (1) meningkatnya koordinasi dan sinergi antar para pihak dalam pengelolaan DAS; (2)
mampu mendorong Pemerintah Daerah membuat kebijakan/peraturan terkait dengan pengelolaan sumberdaya alam, hutan dan DAS;
(3) terdapat perubahan persepsi, perilaku, kepedulian dan peran serta dalam menanggulangi degradasi yang diikuti upaya untuk meningkatkan produktifitas hutan dan lahan; (4) meningkatnya kemampuan usaha, ketrampilan teknis dan administrasi pengelolaan hutan dan lahan serta sehingga pendapatan petani semakin meningkat. Saya mengharapkan agar hasil penguatan pemberdayaan masyarakat yang telah ada ini dapat menjadi rujukan bagi Kementerian Kehutanan dan Pemerintah Daerah Aceh Darusalam dalam merumuskan kebijakan pengelolaan hutan dan Daerah Aliran Sungai berbasis masyarakat di Propinsi Aceh Darusalam ini. Saudara Gubernur, Saudara Rektor dan peserta seminar yang berbahagia;
xxiii
Demikianlah beberapa hal yang dapat saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Semoga Allah SWT senantiasa membimbing dan melindungi langkah-langkah kita, Amin. Terima kasih. Wassalamu „alaikum Wr. Wb
MENTERI KEHUTANAN,
ZULKIFLI HASAN
xxiv
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .................................................................................................................... i Sambutan Ketua Panitia .................................................................................................... ii Sambutan Ketua Yayasan Leuser Internasional (YLI) ....................................................... vi Sambutan Rektor Universitas Syiah Kuala ........................................................................ x Sambutan Gubernur Aceh ................................................................................................... xiv Sambutan dan Keynote Speaker Menteri Kehutanan RI .................................................... xviii Daftar Isi ............................................................................................................................. xxv 1. Era Baru Pengelolaan DAS di Indonesia Chay Asdak ..................................................................................................................... 1 2. Kelembagaan Pengelolaan Hutan Aceh Jamal M. Gawi ................................................................................................................ 22 3. Pemanfaatan Daerah Aliran Sungai (DAS) Sebagai Potensi Energi Terbarukan dalam Mendukung Pembangunan Aceh Yang Wawasan Lingkungan Samsul Rizal .................................................................................................................... 59 4. Mata Pencaharian dan Pembangunan Masyarakat Sekitar Hutan di Provinsi Aceh Indra dan Agussabti ........................................................................................................ 69 5. Sistem Pengelolaan DAS di Provinsi Aceh Dede Suhendra................................................................................................................ 80 6. Analisa Kekeruhan dan Kandungan Sedimen Pada Sub DAS Krueng Aceh Wilayah Aceh Besar Nurmalita, Maulidia, dan Muhammad Syukri ................................................................ 89 7. Karakteristik DAS Karang Mumus Samarinda Yazid Ismi Intara, Penny Pujowati, dan M. Idkham ....................................................... 97 8. Analisis Spasial Arahan Penggunaan Lahan dan Kekritisan Lahan Sub DAS Krueng Jreue Siti Mechram dan Dewi Sri Jayanti ............................................................................... 113 xxv
9. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Terpadu T. Irmansyah .................................................................................................................. 124 10. Pola Iklim dan Dinamika Perubahan Lahan di DAS Krueng Peusangan Ichwana, Zulkifli Nasution, dan Delvian ...................................................................... 131 11. Konversi dan Kelestarian Lahan Sawah di Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Aceh Muhammad Yasar, Chamhuri Siwar, dan T. Dedi Kiswayadi ...................................... 142 12. Permodelan Hidrologi untuk Analisa Potensi Sumber Daya Air DAS Singkil Provinsi Aceh Muhammad Idkham dan Mustafril ............................................................................... 152 13. Kajian Erosi Tanah di Daerah Aliran Sungai Krueng Sieumpo Provinsi Aceh Halus Satriawan dan Erwin Masrul Harahap ............................................................. 171 14. Analisis Luas Lahan Garapan Per Rumah Tangga Petani di Seluruh Kecamatan DAS Citarum Hulu D.K. Kalsim dan M. Farid Rahman ............................................................................ 181 15. Simulasi dan Optimasi Daya 3 KW Pada Sistem Desalinasi Reverse Osmosis Air Payau (BWRO) Pada Tahap Tunggal Mustaqimah dan Fera Annisa ..................................................................................... 193 16. Hubungan Kualitas Fisis Air Sungai Krueng Aceh Dengan Intensitas Hujan Muhammad Syukri, Maulidia, dan Nurmalita ............................................................ 203 17. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) untuk Tanaman Hortikultura Elly Kesumawati .......................................................................................................... 211 18. Praktek Illegal Loging dan Dampaknya Terhadap Kondisi Sosial Masyarakat Sekitar DAS Krueng Aceh Romano dan Purwana Satriyo .................................................................................... 221 19. Trend Alih Fungsi Lahan dan Dampaknya Di Provinsi Aceh Hairul Basri dan Syahrul ............................................................................................. 239 20. Mapping Jenis Pohon Bernilai Ekonomis di SUB Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Simpo, Aceh Rini Fitri, M.Rezeki Muammar, dan M.Danil.............................................................. 254
xxvi
21. Kebun Raya Leuser Berbasis Sistem Ekologi dan Manajemen DAS Yuswar Yunus ............................................................................................................... 262 22. Daerah Aliran Sungai (DAS) Sebagai Satuan Unit Perencanaan Pembangunan Pembangunan Pertanian Lahan Kering Berkelanjutan M. Rusli Alibasyah ....................................................................................................... 274 23. Capaian dan Pembelajaran Pengelolaan DAS di Provinsi Aceh Syahrul ........................................................................................................................ 287
xxvii
Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat untuk Hutan Aceh Berkelanjutan Banda Aceh, 19 Maret 2013 SIMULASI DAN OPTIMASI DAYA 3 KW PADA SISTEM DESALINASI REVERSE OSMOSIS AIR PAYAU (BWRO) PADA TAHAP TUNGGAL
Mustaqimah1 dan Fera Annisa2 1
Prodi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. 2 Solar Energy Research Institute, Universiti Kebangsaan Malaysia, 43600 Bangi, Selangor, Malaysia ABSTRAK
Desalinasi adalah istilah umum untuk proses menghilangkan garam dari air untuk menghasilkan air tawar. Setidaknya, ada beberapa alasan mengapa desalinasi air sangat penting. Pertama, kesadaran kita akan kesehatan. Kedua, peningkatan jumlah penduduk dan industri berpeluang mencemarkan air. Ketiga, penurunan air bersih dan meningkatnya kebutuhan air. Penelitian ini ada dua tujuan, sebagai berikut: untuk merancang kisaran optimum tekanan dan dan debit untuk 3 kW sistem brackish water reverse osmosis (BWRO) pada tahap tunggal dan untuk mensimulasikan dan mengoptimalkan 3 kW sistem BWRO dalam hal desain, konsumsi energi dan biaya. Sampel air diambil dari Leupung, Kabupaten Aceh Besar dengan kadar Total Dissolved solid (TDS) 8.074 mg/l. Penelitian ini membahas enam parameter, yaitu aliran air output, TDS, energi, spesifik energi, recovery dan biaya. Penelitian telah dibahas berdasarkan konfigurasi sederhana yang terdiri dari 1 jumlah bejana tekan(pressure vessel) dengan berbagai jumlah elemen membran (1-8). Aliran input (feed flow) mulai dari 67 m3/d sampai 87 m3/d dengan tekanan 24 bar sampai 31 bar. Simulasi telah dilakukan menggunakan software ROSA (Osmosis Analisis Sistem Reverse). Konsumsi energi untuk sistem BWRO terbatas pada daya 3 kW. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kebutuhan energi untuk BWRO sangat tergantung pada karakteristik air baku yang digunakan dalam proses desalinasi, pengaruh tekanan umpan (feed pressure) dan jumlah elemen membran. Di sisi lain, dengan menaikkan tekanan, akan meningkatkan recovery dan tekanan juga mempengaruhi ketahanan membran pada sistem BWRO. Pilihan yang tepat dari desain dengan beban 3 kW, akan menghasilkan output tertinggi (air bersih) dengan kadar TDS dapat diterima untuk air minum. Dari hasil simulasi menunjukkan desain simulasi optimal aliran air bersih (permeate flow) tertinggi adalah 49,84 m /d pada tekanan 26 bar dan 8 jumlah elemen membran dalam sistem konfigurasi dengan TDS air hasil adalah 99,42 mg / l dan biaya $ 0.15/m3. Kata kunci: Reverse Osmosis Air Payau (BWRO), sistem Desalinasi, daya 3 kW
193
Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat untuk Hutan Aceh Berkelanjutan Banda Aceh, 19 Maret 2013 PENDAHULUAN Hutan adalah tempat terbaik untuk menyimpan air. Peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan industri akan berdampak buruk terhadap kelestarian hutan. peningkatan jumlah penduduk dan industri yang pesat berpeluang mencemarkan air sehingga dibutuhkan teknik pemurnian air supaya layak digunakan untuk keperluan sehari-hari. Teknik pemurnian air dinamakan proses desalinasi. Desalinasi adalah istilah umum untuk proses menghilangkan garam dan padatanpadatan terlarut dari air untuk menghasilkan air tawar. Air tawar mengandung kurang dari 1000 mg/l total padatan terlarut (Total dissolved solid = TDS) (Sandia 2003 dan Oh, dkk. 2009).Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), air dengan kadar garam di bawah 500 mg / l dapat diterima sebagai air minum. Dengan demikian air payau harus melalui tahap desalinasi sebelum dapat dikonsumsi oleh masyarakat (Alghoul,dkk., 2009). Air payau dapat dikatagorikan ke dalam air salinitas menengah dengan TDS sampai 15000 mg/L (ElManharawy, dkk., 2009). Teknologi yang paling banyak digunakan untuk desalinasi adalah proses termal dan proses membran. Reverse osmosis (RO) yang dikategorikan dalam proses membran. Prinsip pada reverse osmosis, air dipompa ke dalam pembuluh tertutup bertekanan melewati membran. Molekul air melewati membran sehingga meningkatkan konsentrasi air buangan (reject water) dan menghasilkan air murni di sisi lain. Sebagian besar energi yang dibutuhkan untuk tekanan awal air umpan. (Graber 2006; Reverter, dkk.,2001; Rybar, dkk., 2005). Recovery pada sistem RO dapat mencapai 90%. Sementara, Laurent, dkk. (2009) telah mempelajari bahwa recovery dapat dipertimbangkan hingga 75% untuk air payau. Komponen utama sistem RO adalah modul membran, pompa tekanan tinggi, pembangkit listrik, dan perangkat energi-recovery yang diperlukan (Reverter dkk. 2001). Desalinasi air dengan teknik reverse osmosis telah terbukti menjadi teknik yang mengkonsumsi energi terendah dibandingkan dengan proses desalinasi lain menurut banyak penelitian. Keuntungan lain dari sistem RO termasuk biaya investasi yang rendah pada kapasitas yang rendah, kemudahan operasi, fleksibilitas dalam ekspansi kapasitas, beroperasi pada suhu lingkungan dan masa konstruksi pendek (Carta 2003 dan Mohsen 2001). Penelitian ini akan fokus pada optimalisasi sistem desalinasi RO 3 kW. Untuk skala kecil sistem BWRO, penggunaan energi yang sesuai rata-rata adalah 3 kW (Garcia194
Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat untuk Hutan Aceh Berkelanjutan Banda Aceh, 19 Maret 2013 Rodriguez L 2003). Ada tiga faktor yang akan dipelajari yaitu sistem desain, konsumsi energi dan biaya. Penelitian ini ada dua tujuan, untuk merancang kisaran optimum tekanan umpan (feed pressure) dan aliran umpan (feed flow) untuk sistem BWRO 3 kW dengan tahap tunggal.
BAHAN DAN METODE Penentuan desain, konsumsi energi, dan biaya pada sistem simulasi BWRO skala kecil ini diperkirakan dengan program simulasi yang disebut ROSA (Reverse Osmosis Sistem Analysis). ROSA 7.2 software versi terbaru, yang digunakan dalam analisis untuk menentukan kinerja membran dan kebutuhan energi untuk desalinasi. Fokus studi ini adalah tentang pengaruh tekanan umpan (feed pressure) pada sistem desain, konsumsi energi serta biaya. Kemudian mengevaluasi enam output, seperti, aliran output air bersih (permeate flow), TDS air bersih (permeate TDS), daya, recovery energi, spesifik energi (specific energy) dan biaya. Asumsi desain sistem BWRO terbatas pada 3 kW beban untuk sistem tunggal (one stage), TDS air bersih (output) yang rasional pada input yang berbeda (tekanan umpan). TDS konten dalam sampel air diambil dari Leupung. Leupung terletak di Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Indonesia. Sampel air dianalisis dengan konduktivitas meter, dan menunjukkan bahwa kandungan TDS air adalah 8074 mg / l. Sampel ini dikategorikan sebagai air payau karena menurut Alghoul dkk. (2009), kandungan TDS dalam air payau antara 1000 mg /l - 15000 mg/l. Jenis membran yang digunakan dalam analisis adalah FILMTEC BW30-4040 di mana jumlah membran dalam tahap masing-masing bervariasi dari 1 elemen dalam setiap tahap sampai 8 elemen. Membran ini telah digunakan secara luas, dioperasikan dengan tekanan operasi yang berbeda-beda, diuji berkaitan dengan recovery, dan konsumsi energi spesifik. Membran ini tahan terhadap endapan (fouling), dan mudah dibersihkan (efektif DOW Chemical Company 2005).
195
Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat untuk Hutan Aceh Berkelanjutan Banda Aceh, 19 Maret 2013
Gambar 1 Diagram alir penelitian Gambar 1 menunjukkan aliran urutan metode studi simulasi dan flowchart batasan operasi sesuai dengan jenis membran FILMTEC BW30-4040. Desain dioperasikan pada kisaran aliran umpan (feed flow) 67 m3/d sampai 87 m3/d, aliran konsentrat ≥ 16,35 m3/d dan tekanan umpan adalah dari 24 bar hingga bar 31. Pembatasan daya yang tersedia adalah 3 kW (lihat tabel 1 dan gambar 2). Tabel 1 batasan data input untuk 3 kW
196
Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat untuk Hutan Aceh Berkelanjutan Banda Aceh, 19 Maret 2013
Gambar 2 Skema BWRO dengan single stage Biaya desalinasi merupakan salah satu parameter utama yang digunakan untuk memilih teknologi desalinasi yang spesifik. Modal dan biaya operasi adalah dua komponen utama yang digunakan untuk perkiraan untuk setiap proses desalinasi. Biaya sistem desalinasi akan dipengaruhi oleh membran, pembuluh bertekan (pressure vessel), konsumsi energi, umur proyek (tahun), tingkat suku bunga, elemen pada pembuluh bertekanan pressure vessel). Selain itu, peningkatan produksi air membutuhkan desain tekanan tinggi dan akan meningkatnya konsumsi energi serta biaya operasi. Pertimbangan input data untuk analisis biaya di ROSA 72 ditunjukkan dalam tabel 2. Tabel 2 input data untuk analisis biaya dalam ROSA 72
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan sistem 3 kW BWRO desain dengan jenis membran FILMTEC BW304040, maka syaratnya harus beroperasi pada kisaran air umpan/ feed flow (67 m3 / d 87 m3 / d), aliran konsentrat (concentrate flow ) ≥ 16,35 m3 / d dan tekanan umpan (24 bar sampai 31 bar) 197
Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat untuk Hutan Aceh Berkelanjutan Banda Aceh, 19 Maret 2013 a. Daya 3 kW
Gambar 3 Pengaruh tekanan terhadap daya pada aliran umpan yang berbeda Gambar 3 menunjukkan pengaruh peningkatan tekanan pada sistem daya BWRO pada aliran umpan (feed flow) yang berbeda. Jika tekanan umpan (feed pressure) meningkat, kebutuhan tenaga juga akan meningkat. Misalnya pada feed flow 67 m3/d dengan tekanan 24 bar, membutuhkan daya 2,33 kW. Sedangkan, untuk aliran umpan feed flow 77 m3/d dengan tekanan 24 bar, membutuhkan lebih besar yaitu 2,67 kW energi, dan untuk aliran umpan feed flow 87 m3/d, membutuhkan daya 3,02 kW. Hasil ini sesuai dengan pendapat Harold et al. (2008) yang melaporkan bahwa konsumsi energi dari sistem RO akan meningkat sebagai akibat dari meningkatnya tekanan umpan (feed pressure) sedangkan peningkatan feed pressure adalah karena salinitas air umpan ( feed flow). b. Aliran air bersih/output (Permeate Flow) (m3/d)
Gambar 4 Pengaruh tekanan terhadap air output (Permeate Flow) pada aliran umpan 87 m3/d
Gambar 4
menunjukkan Permeate Flow akan meningkat seiring dengan
peningkatan tekanan (feed pressure) dan penambahan jumlah elemen membran. Jika tekanan meningkat, permeate flow juga akan meningkat. Misalnya, tekanan 24 bar dengan jumlah elemen membran 8, aliran air output (Permeate Flow) 40,91 m3/d. sedangkan tekanan 25 bar dengan jumlah elemen 8 akan menghasilkan 42,32 m3/d Permeate Flow. 198
Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat untuk Hutan Aceh Berkelanjutan Banda Aceh, 19 Maret 2013 dapat disimpulkan bahwa peningkatan jumlah elemen akan meningkatkan Permeate Flow secara signifikan. c. TDS hasil (mg/l)
Gambar 5 Pengaruh tekanan terhadap TDS output (permeate) pada aliran umpan (feed flow) 87 m3/d Gambar 5 menunjukkan pengaruh tekanan pada TDS permeate di nomor elemen membran yang berbeda, jika tekanan meningkat, TDS output (permeate). d. Specific Energy (kWh/m3)
Gambar 6 Pengaruh tekanan terhadap energi spesifik pada feed flow 87 m3/d Gambar 5 menunjukkan pengaruh tekanan terhadap energi spesifik pada berbagai elemen (1-8 elemen dengan 24 bar - 31 bar). Energi spesifik tidak dipengaruhi oleh tekanan umpan, tetapi dipengaruhi oleh jumlah elemen. Jika jumlah elemen meningkat, energi spesifik akan berkurang secara signifikan.
199
Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat untuk Hutan Aceh Berkelanjutan Banda Aceh, 19 Maret 2013 e.
Recovery (%)
Gambar 7 Pengaruh tekanan terhadap recovery pada aliran umpan 87 m3/hari Gambar 7 menunjukkan pengaruh tekanan pada recovery dengan berbagai jumlah elemen. Jika tekanan meningkatkan, recovery akan meningkat. Hal ini juga terlihat bahwa peningkatan elemen akan meningkatkan recovery secara signifikan.
f. Simulasi optimal 3 kW Sistem BWRO Sistem BWRO disarankan untuk 3 kW energi, dan karena biaya sistem terutama didasarkan pada pompa tekanan dan 3 kW. Diperlukan sistem untuk memanfaatkan hasil yang optimal. Table 3 Sistem BWRO desain dengan keterbatasan daya pada 3 kW (8 jumlah elemen membran)
200
Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat untuk Hutan Aceh Berkelanjutan Banda Aceh, 19 Maret 2013 Dari penelitian ini, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi sistem desain osmosis berbalik air payau (brackish water reverse osmosis) BWRO, konsumsi energi dan biaya, yaitu jumlah elemen membran, aliran umpan (feed flow) dan tekanan umpan (feed pressure). Aliran air output (permeate flow) akan meningkat dengan peningkatan aliran umpan (feed flow), tekanan umpan (feed pressure) dan jumlah elemen membran. Pilihan yang tepat dari desain dengan konsumsi energi 3 kW, akan menghasilkan output tertinggi (permeate flow) dengan TDS output dapat diterima ( di bawah 500 mg/l). Dari hasil penelitian pada tabel 3 menunjukkan desain simulasi optimal aliran air bersih (permeate flow) tertinggi adalah 49,84 m3 /d pada tekanan 26 bar dan 8 jumlah elemen membran dalam sistem konfigurasi. Jumlah elemen signifikan mempengaruhi permeate flow. Sedangkan TDS air output tertinggi adalah 132.01 mg/l feed flow 67 m3/d. Di sisi lain, energi spesifik terendah di tekanan 31 bar yaitu 1,47 kWh/m3.
KESIMPULAN
Dalam studi ini, sistem desalinasi konfigurasi desain RO harus dijaga sesederhana mungkin didasarkan pada salinitas air umpan dan tahap tunggal dianggap sebagai pilihan yang baik dalam memproduksi rendah energi. Tekanan umpan (feed pressure) dan aliran umpan (feed flow) akan berpengaruh pada konsumsi daya dan recovery. Jika feed pressure dan feed flow meningkat, konsumsi daya dan recovery akan meningkat. Selain itu, jumlah elemen memainkan peran penting dalam konsumsi energi untuk sistem reverse osmosis. Peningkatan jumlah membran akan mempengaruhi parameter lain.
PENGHARGAAN Terima kasih kepada penyelenggara Seminar Nasional “Pengelolaan daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat Menuju Hutan Aceh Berkelanjutan”, di Banda Aceh.
201
Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat untuk Hutan Aceh Berkelanjutan Banda Aceh, 19 Maret 2013 DAFTAR PUSTAKA
Alghoul, P. Poovaesvaran, K. Sopian, M.Y Sulaiman & M. Yahya. 2010. Design Aspects of Small-scale Photovoltaic Brackish Water Reverse Osmosis (PV-BRWO) System. Renewable and Sustainable Energy Reviews 13: 2661-2667. Alghoul, P. Poovaesvaran, K. Sopian & M.Y Sulaiman. 2009. Review of Brackish Water Reserve Osmosis (BWRO) System Design. Renewable and Sustainable Energy Reviews 13: 2661-2667. Akgul, D., Cakmakci, M. & Koyuncu, I. 2008. Cost analysis of seawater desalination with reverse osmosis in Turkey. Desalination 220: p.123-131. Carta, J. & Li, G. 2005. Marine reverse osmosis desalination plant – A case study. Desalination 174: 299-303. Dow. 2011. FILMTEC TM Membranes. form No. 609-00350-0911. Graber, C. 2006. Desalination in Spain, Technology Review. Massachusetts Institute of Technology (MIT). Lauren F. Greenlee, Desmond F. Lawler, Benny D. Freeman, Benoit Marrot & Hilippe Moulin. 2009. Reverse osmosis desalination: Water sources, technology, and today’s challenges. Water Research 43: 2317-2348. Manharawy, S.E & A. Hafez, 2001. Water type and guidelines for RO system design. Desalination, 139: 97-113. Mohsen, M., S. & Jaber, J.O. 2001. A photovoltaic-powered system for water desalination. Desalination 138:129-136. Oh, H.J., Hwang, T.M. & Lee, S. 2009. A simplified simulation model RO systems for seawater. Desalination. 238: 128-139. Sandia. 2003. Desalination and Water Purification Roadmap – A Report of the Executive Committee. DWPR Program Report 95. U.S. Departement of the Interior, Bureau of Reclamation and Sandia National Laboratories. Available from: http://wrri. Nmsu.edu/tbndrc/roadmapreport.pdf (accessed 25.05.08.) Garcı´a-Rodrı´guez, L., 2003. Renewable energy applications in desalination: state of the art. Solar Energy 75: 381–393.
202