PROSESI ADAT RUWATAN RAMBUT GIMBAL DALAM PERSPEKTIF FIQH IMAM ABU HANIFAH DI SEMBUNGAN, KEJAJAR, WONOSOBO, JAWA TENGAH
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam
Oleh: Irinna Ika Wulandari NIM: 21111034
JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALAT IGA 2016
MOTTO
Jika setiap cerita hidup kita selalu indah, Kita tidak akan pernah bisa belajar tentang ikhlas dan sabar Ketika kehidupan tidak kamu jalani dengan penuh kesungguhan, maka kamu akan menjalaninya dengan penuh kelemahan Jika kita telah melakukan yang terbaik, kita tidak akan memiliki waktu untuk mengkhawatirkan kegagalan...
PERSEMBAHAN Atas rahmat dan ridho Allah SWT, karya skripsi ini penulis persembahkan untuk: Orang tua ku tersayang Bapak Muh Isom dan Ibu Siti Munawaroh yang selalu memberikan do’a, kasih sayang, semangat kepada ku, hormat dan baktiku kan
selalu
tertuju
untukmu.
Mereka
adalah
malaikat ku di dunia. Adikku
tersayang
Dian
Vera
Rahmawati
terimakasih untuk do’anya semoga semua cita-cita mu terwujud. Kakek dan nenekku, Ngatemin dan Siti Fatimah serta seluruh keluarga yang telah mendukungku. Untuk keponakan ku tersayang Esa Bhakti Illahi teruslah belajar yang rajin. Sahabatku Nurul, Aini, Rosa terimakasih untuk kebersamaan kita selama empat tahun ini semoga persahabatan
kita
akan
terus
terjalin
sampai
kapanpun. Untuk
Muhlasin
terimakasih
telah
memberikan
motivasi dan dukungan. Teman-teman ku seperjuangan AS angkatan 2011. Teman-teman Pondok Salafiah Pulutan yang telah memberikan
canda
tawa
dan
kenangan
yang
terbaik. Terutama untuk mbk Imah, Nuril, dan Erni terimakasih Untuk mbk Nina, mbk Lita, ijah terimakasih untuk kebersamaan kita. Keluarga besar PMII Joko Tingkir kota Salatiga terimaksih untuk kebersamaannya sahabat-sahabati. Keluarga besar LPM Dinamika. Semua Kyai Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan terimakasih atas bimbingan dan petuah-petuahnya. Bapak H.Agus Ahmad Suaidi, M.A. yang telah memberikan inspirasi dan bimbingan bagi penulis. Bapak
Sukron
Ma’mun,S.HI.,M.Si
sebagai
dosen
pembimbing skripsi yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi. Gus Faid
dan Gus Niam yang telah membantu
memberikan kritik dan saran bagi penulis. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga Almamater tercinta Kampus INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA.
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum Wr. Wb Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. Atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikut setianya. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam Ilmu Syari‟ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada : 1. Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga. 2. Sukron Ma‟mun,S.HI.,M.Si selaku Ketua Jurusan Ahwal Al Syakhshiyyah (AS). 3. Sukron Ma‟mun, S.HI.,M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya serta pengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan tugas ini. 4. Heni Satar N,S.H.,M.Si selaku pembimbing akademik 5. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Bapak dan ibu serta saudara-sadaraku di rumah yang telah mendoakan dan mendukung penulis dalam menyelesaikan studi di IAIN Salatiga dengan penuh kasih sayang dan kesabaran. 7. Masyarakat Desa Sembungan, Kejajar, Wonosobo yang telah memberikan penulis tempat dalam mengadakan penelitian, sehingga terselesainya skripsi ini. 8. Seluruh teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyelesaian skripsi ini. Harapan penulis, semoga amal baik dari beliau mendapatkan balasan yang setimpal dan mendapatkan ridho Allah SWT. Akhirnya dengan tulisan ini semoga bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya. Wassalamu‟alaikum Wr. Wb Salatiga, 9 September 2015 Penulis,
Irinna Ika Wulandari
ABSTRAK Wulandari, Irinna Ika. 2016. PROSESI ADAT RUWATAN RAMBUT GIMBAL DALAM PERSPEKTIF FIQH IMAM ABU HANIFAH DI SEMBUNGAN, KEJAJAR, WONOSOBO. Skripsi. Jurusan Ahwal Al Syakhshiyyah. Fakultas Syariah. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Dosen Pembimbing: Sukron Ma’mun,S.HI., M.Si. Kata Kunci: Fiqh Imam Abu Hanifah, Adat ruwatan rambut Gimbal Perkembangan Islam di Indonesia mengalami proses yang berkaitan dengan berbagai bidang kehidupan lainnya yang bermacammacam. Salah satunya termasuk bersinggungan langsung dengan tradisi dan budaya masyarakat Indonesia. Berkenaan dengan itu, maka perlu ditegaskan bahwa unsur-unsur budaya lokal yang dapat menjadi sumber hukum Islam ialah yang sekurang-kurangnya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Agama sebagai sistem nilai pasti akan mengalami proses akulturasi, terhadap kemajemukan budaya. Oleh karena itu, bagaimana hukum Islam menghadapinya dan mampu menyelesaikan permasalahan yang timbul di masyarakat dengan baik serta mendatangkan kemaslahatan dari penetapan hukum dan menghindarkan dari kemudharatan. Kemudian peneliti merumuskan sebagai berikut untuk mengetahui penyebab munculnya ruwatan rambut gimbal masyarakat Sembungan, Kejajar,Wonosobo, untuk mengetahui prosesi ruwatan rambut gimbal, Untuk mengetahui bagaimana pandangan Fiqh Imam Abu Hanifah terhadap prosesi ruwatan rambut gimbal. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif yang menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Metode yang akan digunakan adalah dengan melakukan wawancara, observasi, catatan lapangan dan pemanfaatan dokumen. Ruwatan rambut gimbal merupakan prosesi pemotongan pada anak rambut gimbal yang bertujuan untuk menghilangkan bala‟/bencana rambut gimbal, agar si anak memiliki rambut yang normal, pemotongan rambut gimbal bersifat simbolis dari Tafa‟ul dengan maksud untuk memperoleh keberkahan, kesehatan, dan mengharap kebaikan di masa yang akan datang. Namun apabila adanya keyakinan atau kepercayaan dengan cara memotong rambut gimbal akan menghilangkan nasib buruk maka termasuk Thiyaroh (merasa bernasib sial) dan berujung pada kemusyrikan dengan alasan misalnya jika rambut tidak dipotong hidupnya akan celaka. Karena hal seperti itu jelas bertentangan dengan hukum Islam. Kepercayaan kepada yang lain misalnya Bhatara Kala, hingga meyakini jika dengan diadakan ruwatan maka dapat terhindar dari mangsa Bhatara Kala atau terbuang sialnya. Dalam Al Qur‟an maupun hadis telah dijelaskan tidak ada nasib buruk. Karena Semua itu datangnya hanya dari Allah semata.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................
i
HALAMAN LOGO .................................................................................................................
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..............................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN NASKAH SKRIPSI ........................................
iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..................................
v
HALAMAN MOTTO ......................................................................................
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................
vii
KATA PENGANTAR .....................................................................................
ix
ABSTRAK ......................................................................................................
xi
DAFTAR ISI ....................................................................................................
xii
BAB I
: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .......................................................
1
B. Rumusan Masalah ..................................................................
8
C. Tujuan Penelitian ..................................................................
8
D. Manfaat Penelitian .................................................................
8
E. Penegasan Istilah ..................................................................
9
F. Tinjauan Penelitian ................................................................
10
G. Metode Penelitian ..................................................................
12
H. Sistematika Penulisan.............................................................
BAB II
18
: RUWATAN MENURUT FIQH A. Adat Istiadat (al-„urf) .............................................................
20
B. Ruwatan bagian dari Tafa‟ul..................................................
25
C. Harmoni Islam dan budaya Jawa ...........................................
33
BAB III : DESA
SEMBUNGAN
DAN
MUNCULNYA
TRADISI
RUWATAN RAMBUT GIMBAL A. Gambaran umum Desa Sembungan.......................................
36
B. Struktur Organisasi Rt/Rw .....................................................
39
C. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat ........................................ .
40
D. Sejarah Ruwatan di Sembungan .............................................
42
E. Rangkaian Prosesi Ruwatan.......................................................
44
1. Pra Acara ............................................................................
44
2. Prosesi Ruwatan.......................................................... .......
44
3. Petugas Pencukur rambut gimbal........................ ...............
47
4. Urutan Kirab Budaya ........................................................
48
5. Daftar nama anak yang diruwat tgl 1 Agustus 2015 ..........
51
F.Sejarah Mitos Kepercayaan ruwatan rambut gimbal .................
52
BAB IV : TRADISI
RUWATAN
RAMBUT
GIMBAL
DALAM
PERSPEKTIF FIQH IMAM ABU HANIFAH A. Tradisi dan Keyakinan ...........................................................
55
B. Prosesi dan Makna Ruwatan Rambut Gimbal .......................
58
C. Prosesi Ruwatan Rambut Gimbal dalam Perspektif Fiqh Imam Abu Hanifah ..................................................................... BAB V
64
: PENUTUP A. Kesimpulan ...........................................................................
74
B. Saran-saran ............................................................................
77
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN - LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan sebagian besar penduduknya beragama Islam. Perkembangan Islam di Indonesia mengalami proses yang berkaitan dengan berbagai bidang kehidupan lainnya yang bermacam-macam. Salah satunya termasuk bersinggungan langsung dengan tradisi dan budaya masyarakat Indonesia. Namun bukan berarti tradisi dan budaya yang telah ada hilang begitu saja. Berkenaan dengan itu, maka perlu ditegaskan bahwa unsur-unsur budaya lokal yang dapat menjadi sumber hukum Islam ialah yang sekurang-kurangnya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Yaitu tidak ada unsur yang bertentangan dengan dalil syara‟ yang dilarang. Agama sebagai sistem nilai pasti akan mengalami proses akulturasi (KBBI,1989:18) dan kolaborasi terhadap kemajemukan budaya sebagai hasil tindakan manusia maupun kemajemukan budaya yang masih berada pada pemikiran dan sikap manusia. Oleh karena itu, bagaimana hukum Islam menghadapinya dan mampu menyelesaikan permasalahan yang timbul di masyarakat dengan baik serta mendatangkan kemaslahatan dari penetapan hukum dan menghindarkan dari kemudharatan. Tradisi dan budaya merupakan warisan bangsa yang tidak ternilai harganya, karena itu menjadi kewajiban dan tanggung jawab bangsa Indonesia untuk melestarikan keberadaannya sehingga tidak punah begitu saja. Ruwatan merupakan prosesi adat rambut gimbal (gembel) yang dilakukan masyarakat Sembungan, Kejajar,Wonosobo. Prosesi ini dimaksud dengan tujuan untuk menghilangkan
rambut gembel agar si anak memiliki rambut yang normal, selain itu si anak yang dicukur rambutnya agar memperoleh keberkahan dan kesehatan serta untuk menjalankan ajaran leluhur mereka. Upacara ruwatan cukur rambut gimbal di Sembungan ini sudah menjadi agenda tahunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Wonosobo. Dan kegiatan ini selalu mengundang ribuan orang untuk mengunjunginya. Setiap anak yang berambut gimbal harus melewati prosesi “ruwatan”. Ruwatan menurut bahasa Jawa berarti “lepas” yang bermakna lepas dari karakteristik sebagai anak gimbal, dengan cara mencukur rambut gimbalnya. Supaya rambut gimbal nya tidak akan tumbuh gimbal lagi. Anak-anak gembel tersebut sering disebut anak sukerta (diganggu). Anak sukerta adalah anak yang dicadangkan menjadi mangsa dari Bathara kala. Agar kembali menjadi anak yang wajar maka harus disucikan dan dibersihkan gimbalnya. Proses menghilangkan sesuker rambut gimbalnya itulah yang dinamakan Ruwatan. Rambut ini muncul pertama kali disertai demam tinggi dan menggigau (ngrumil) merupakan bahasa Dieng saat tidur. Gejala ini baru berhenti dengan sendirinya ketika rambut sang anak menjadi kusut (gimbal) dan menyatu antara yang satu dengan lainnya, menyerupai rambut orangorang rastafara Jamaica. Menurut kepercayaan setempat anak berambut gimbal ini merupakan keturunan orang pertama yang hidup di dataran tinggi Dieng yaitu Kyai Kolodete, bagi mereka anak gimbal adalah anak titipan leluhur yang harus mereka jaga. Rambut gimbal dipercaya sebagai titipan dari Kyai Kolodete yang
merupakan manusia pertama yang melakukan babat alas Dieng. Kyai Kolodete diyakini memiliki rambut panjang dan gembel (gimbal) yang kemudian sebelum beliau meninggal mewasiatkan rambut gembelnya akan dititipkan pada anak cucu dan keturunannya. Kyai Kolodete memang menyukai anak-anak dan akan menurunkan gimbalnya pada anak-anak, namun tidak semua anak Dieng berambut gimbal. Hanya mereka yang terpilih atau nasib anak itu masing-masing. Ada juga yang percaya rambut gimbal merupakan bala‟/ bencana sehingga anak yang telah dipotong rambut gimbalnya dipercayai akan tumbuh menjadi anak baik panjang umur, dan banyak rezeki. Sebaliknya jika tidak dicukur, dia akan tumbuh menjadi anak nakal dan selalu mengalami masalah, oleh karena itu ruwatan pemotongan rambut gimbal menjadi tradisi yang sejak dulu terus dipertahankan sampai sekarang. Kepercayaan secara turun temurun dan terus diyakini seseorang yang dianggap diluar kewajaran memang terkadang aneh dan tidak masuk akal (irasional), akan tetapi bagaimanapun juga hal ini merupakan hak asasi kepercayaan setiap orang. Anak yang berambut gimbal cenderung lebih aktif bahkan nakal di bandingkan pada anak umumnya. Anak-anak berambut gimbal di Dieng biasanya diperlakukan istimewa oleh keluarga dan masyarakat sekitar karena memiliki kelebihan dibanding dengan anak lain sebayanya. Dan biasanya memiliki permintaan yang sering diluar dugaan, anak-anak gimbal ini belum akan dipotong rambutnya sampai anak tersebut meminta dengan sendirinya atau atas inisiatif dari orang tua dengan terlebih dahulu ditannya permintaan anak gimbal.
Kemudian sang anak akan mengatakan permintaannya, dan permintaan ini pun sering diluar dugaan orang tuanya seperti minta telur satu keranjang, minta tikus, minta gethuk, dan sebagainya. Dan permintaan ini tidak akan berubah dari sejak pertama dia bicara sampai ketika akan dilakukan ruwatan pemotongan. Hal ini nampaknya aneh tapi itulah kenyataan yang ada. Anak gimbal tidak terlahir gimbal namun tumbuh pada usia 2-5 tahun, gejala awal yang muncul anak panas antara 1-2 minggu tidak kunjung sembuh, setelah beberapa hari kemudian akan tumbuh gimbal pada bagian rambut kepalanya. Dan jika rambut itu dipotong sewaktu-waktu tanpa melalui prosesi ruwatan anak itu bisa sakit. Prosesi yang dilakukan selama ruwatan di desa Sembungan menggunakan cara islam yang sedikit digabung dengan adat jawa dengan adanya ingkung, tumpeng rombyong, (nasi tumpeng diberi tusukan-tusukan jajanan pasar) yang nantinya semua itu akan dimakan bersama oleh pengunjung. Iringan solawat atau rebana, pengajian dan doa-doa tolak bala (bencana) dikumandangkan saat prosesi cukur rambut gimbal. Setelah sholawat atau rebana kemudian dibuka dengan sambutan oleh salah satu pelaksana upacara. Kemudian setelah sambutan-sambutan selesai maka prosesi upacara pun dimulai. Prosesi cukur rambut gimbal di Sembungan dilaksanakan di sekitar Telaga Cebong, permintaan anak dipenuhi dan rambut siap dipotong. Doa-doa Islam dikumandangkan oleh Kyai setempat prosesi ruwatan dilanjutkan dengan larungan dimana rambut yang sudah dipotong dikumpulkan kemudian dilarung ditengah Telaga Cebong, dengan iringan
sholawat Nabi dan musik rebana. Kegiatan Terakhir adalah makan tumpeng Robyong (berbentuk tumpeng nasi putih di atasnya ditancapkan jajan pasar) dan jajanan pasar dari warga sekitar secara bersama-sama. Kemudiaan dimeriahkan oleh pawai budaya. Dengan urut-urutan Kesenian Thek-thek (angklung), pembawa song-song agung (pembawa payung besar), pembawa jajanan pasar, pembawa bucu robyong (nasi tumpeng di tusuki jajanan pasar), pembawa bebana (permintaan anak gimbal), pasukan tombak, anak berambut gimbal, rebana, kesenian kuda kepang, kelompok anak-anak (terdiri dari kelomok anak-anak sekolah), kesenian angguk (syair-syair Islam), kelompok masyarakat dan keluarga anak yang diruwat, kesenian liong (naga), dan terakhir masyarakat desa. Fenomena anak gimbal ini memang sudah lazim di kalangan masyarakat Sembungan. Namun bagi orang luar, peristiwa ini adalah sesuatu yang aneh, unik, dan mungkin sulit diterima dengan logika. Yang jelas, anakanak gimbal ini ibarat menjadi “raja” yang akan dikabulkan semua keinginannya hingga masa ketika tiba waktu untuk dipotong mahkota “ rambut gimbalnya”.
Ruwatan merupakan tradisi yang sebenarnya sudah mengadopsi ajaran Islam, ruwatan yang dilakukan masyarakat Sembungan merupakan prosesi pemotongan rambut anak Gimbal dengan tujuan untuk keselamatan dari anak yang akan diruwat, di dalam Islam sendiri Slametan (doa, ucapan pernyataan dan sebagainya yang mengandung harapan supaya sejahtera, beruntung tidak kurang satu apapun) bertujuan untuk menghindarkan suatu hal yang tidak di
inginkan atau dengan kata lain untuk meminta keselamatan dan kesehatan kepada Allah untuk seseorang dengan mengundang orang untuk melakukan makan bersama maupun melakukan doa bersama. Makanan yang dihidangkan dalam suatu acara selametan (doa, ucapan pernyataan dan sebagainya yang mengandung harapan supaya sejahtera,beruntung tidak kurang satu apapun) merupakan sedekah/Sodakoh untuk keselamatan, yang artinya secara langsung bermakna keberuntungan bagi orang-orang yang diundang, karena ketika masyarakat datang mendapatkan rezeki bisa makan bersama. Selain selametan ada juga pembacaan sholawat, sholawat yang berarti memuji mengagungkan Rosullullah, dan membuat wasilah dengan membaca sholawat. Barang siapa yang membaca sholawat untuk nabi, maka akan menjadi cahaya nanti di hari akhir.
Para ulama ushul fiqh memberikan definisi adat sebagai berikut
َاأل َْم ُراْملتَ َكِّرُرِم َْنَ َغ ِْْي َعالَقٍَة َع ْقلِيَّ ٍة ُ “Sesuatu yang dikerjakan secara berulang-ulang tanpa adanya hubungan rasional” Definisi ini menunjukkan bahwa apabila suatu perbuatan dilakukan secara berulang-ulang menurut hukum akal, tidak dinamakan adat. Definisi ini juga menunjukkan bahwa adat itu mencakup persoalan yang amat luas, yang menyangkut masalah pribadi, seperti kebiasaan seseorang dalam tidur, makan, dan mengkonsumsi jenis makanan tertentu, atau permasalahan yang menyangkut orang banyak, yaitu sesuatu yang berkaitan dengan hasil pemikiran yang baik dan yang buruk. Adat juga bisa muncul dari sebab alami,
seperti cepatnya seorang anak menjadi baligh di daerah tropis, disamping itu adat juga bisa muncul dari hawa nafsu dan kerusakan akhlak, seperti korupsi, sebagaimana adat juga bisa muncul dari kasusu-kasus tertentu, seperti perubahan budaya suatu daerah disebabkan pengaruh budaya asing. Adapun „urf menurut ulama ushul fiqh Mushtafa Ahmad al-Zarqa dalam buku Haroen (1996:138) adalah:
ِْ عاَ َدةَُُجُْ ُه ْوِرَقَ ْوٍم َََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََْفَقَ ْوٍٍلَأ َْوَفِ ْع ٍل Kebiasaan mayoritas kaum, baik dalam perkataan atau perbuatan Di dalam Al Qur‟an jugs telah dijelaskan jika meminta perlindungan kepada selain Allah terhadap sesuatu hal itu termasuk kemusyrikan yang dilarang, sebagaimana berikut:
ِ ًَّكَإِذ ِ ِ وٍلَتَ ْدع َِمن َاَم َن َ تَفَِإن َ َُماٍَلَيَْن َفع ُ َك ََوٍلَي ُ ْ ُ َ َ ضُّرَكَفَِإ ْنَفَ َع ْل َ َدونَاللَّو َََََي ََ الظَّالِ ِم “Dan janganlah kamu memohon kepada selain Allah, yang tidak dapat memberi manfaat dan tidak pula mendatangkan bahaya kepadamu,jika kamu berbuat (hal itu), maka sesungguhnya kamu, dengan demikian, termasuk orang-orang yang dhalim (musyrik).” (QS. Yunus: 106).
ِ ِ ِ ِ ْ اشفَلَوَإٍِلَىوَوإِ ْنَي ِرْد َك َِِبَ ٍْيَفَالَر َّادَلَِف َيب َ ََوإِ ْنََيَْ َس ْس ُ ِكَاللَّوَُب ْ ُ َ َ ُ ُ َ ضٍّرَفَالَ َك َ ُ ضلوَيُص ِِ ِ ِ ِِ َََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََيم َُ َالرِح َّ ور َ بو ُ َم ْنَيَ َشاءَُم ْنَعبَاده ََوُى َوَالْغَ ُف
َََََََََََََََََََََََََََََََ ”Dan jika Allah menimpakan kepadamu suatu bahaya, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya selain Dia; sedang jika Allah menghendaki untukmu sesuatu kebaikan, maka tidak ada yang dapat menolak karuniaNya…” (QS. Yunus: 107)
Dasar kaidah yang lain adalah adalah Firman Allah, Surat Al-A‟raf: 199).
ِ َاْل ِ ِ َََََََََََََََََََََََََََََََََََي ََ ِاىل ْ ُخذَالْ َع ْف َو ََوأْ ُم ْرَبِالْعُْرف ََوأ َْع ِر َ ض َْ َع ِن ََََ “Berikanlah maaf dan perintahkanlah mengerjakan ma‟ruf berpalinglah dari orang-orang jahil / bodoh” (QS. Al-A‟raf: 199)
dan
B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana praktek ruwatan terhadap anak gimbal di Sembungan bisa muncul? 2. Bagaimana prosesi ruwatan rambut gimbal di Sembungan berlangsung? 3. Bagaimana pandangan Fiqh Imam Abu Hanifah terhadap prosesi ruwatan rambut gimbal di Sembungan? C. TUJUAN 1. Untuk mengetahui penyebab munculnya praktek ruwatan rambut gimbal masyarakat Sembungan, Kejajar, Wonosobo. 2. Untuk mengetahui prosesi ruwatan rambut gimbal masyarakat Sembungan, Kejajar, Wonosobo. 3. Untuk mengetahui bagaimana pandangan fiqh Imam Abu Hanifah terhadap prosesi ruwatan rambut gimbal masyarakat Sembungan, Kejajar, Wonosobo.
D. MANFAAT 1.
Manfaat praktis a. Bagi peneliti , untuk mengetahui bagaimana dan apa saja yang ada dalam prosesi ruwatan rambut gimbal masyarakat Sembungan, Kejajar, Wonosobo. b. Bagi ilmu hukum untuk mengetahui adakah hal-hal yang tidak sesuai dalam prosesi ruwatan dengan hukum Islam. c. Bagi masyarakat agar masyarakat paham mengenai aturan-aturan hukum yang berlaku dalam syariat Islam dan melestarikan kebudayaan yang telah ada.
2. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis ini berdasarkan teori-teori yang dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk memahami bagaimana pandangan hukum Islam terhadap prosesi ruwatan rambut gimbal. E. PENEGASAN ISTILAH 1. Pandangan : Sesuatu yang dapat dipandang (dalam arti kiasan juga) (Kamus Besar Bahasa Indonesia,1976:704). 2. Hukum : Peraturan yang dibuat oleh suatu kekuasaan/ adat yang dianggap berlaku oleh dan untuk orang banyak( Kamus besar bahasa Indonesia, 1976:363) 3. Islam : Agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW( kamus besar bahasa indonesia,1976:388)
4. Prosesi : Pawai atau perarakan dengan upacara( kamus besar bahasa indonesia,1976:769) 5. Adat : aturan (peraturan dsb) yang lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala (kamus besar bahasa indonesia,1976:15). 6. Ruwatan : adalah upacara membebaskan orang dari nasib buruk yang akan menimpa (kamus besar bahasa indonesia,1976:842) 7. Rambut : adalah bulu yang berutas-utas halus yang tumbuh di kepala/ tubuh ( kamus besar bahasa indonesia,1976:795) 8. Gimbal : adalah lebat dan tidak teratur (kamus besar bahasa indonesia http://ebsoft.web.id) F. TINJAUAN PUSTAKA Adat memanglah sesuatu yang sudah ada dan tidak dapat dihilangkan. Yang lahir secara turun-temurun dari para leluhur. Seperti dalam kaidah adat kebiasaan dapat dijadikan pijakan hukum. Pada penelitian Sebelumnya Tradisi Ruwatan Laut dalam Perspektif Hukum Islam (di kelurahan kangkung kecamatan Teluk Betung selatan kota bandar lampung) skripsi yang ditulis oleh Riki Dian Saputra UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta menerangkan Ruwatan laut merupakan akulturasi antara budaya dan agama, karena dengan melaksanakan ruwatan laut tersebut ada pelestarian nilai-nilai sosial keagamaannya. Terlepas dari tradisi ruwatan laut masyarakat muslim kelurahan kangkung bahwa pada dasarnya untuk mempertahankan eksistensi keberlangsungan kehidupan dan kerukunan
beragama di dalam masyarakat disana, maka tradisi tersebut masih tetap dilaksanakan. Kemudian, Tradisi Upacara Ruwatan Ruwah Desa (Studi Kasus di Desa Gemurung Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo) skripsi yang ditulis oleh saudari Khoirotun Nasifah 2012 (digilib.uinsby.ac.id/1/240/4/bab1/pdf) menyimpulkan bahwa upacara Ruwah Desa merupakan suatu tradisi masyarakat Gemurung yang biasa diadakan setahun sekali dalam bulan ruwah yang telah menjadi tradisi sejak lama di desa tersebut. Pada dasarnya upacara Ruwah Desa yang diadakan di Desa Gemurung merupakan realisasi tradisi nenek moyang yang dikenal secara mandalam dikalangan masyarakat dengan istilah mengikuti orang terdahulu. Masyarakat Gemurung menganggap dengan mengadakan upacara Ruwah Desa tersebut merupakan upacara ibadah dalam ajaran Islam karena sabagian dapat lebih mendekatkan diri kepada Allah karena telah diberi rizki dan menjadikan desanya sejahtera tentram serta penghasilan desa sangat baik. Di dalam pandangan hukum Islam, tindakan masyarakat Gemurung yang tergolong santri mereka menyebutkan bahwa upacara Ruwah Desa yang mereka lakukan hanyalah niat untuk sedekah kepada Allah agar desanya terhindar dari bahaya dan tidak terdapat unsur syirik, khurafat ataupun tahayul. Karena dalam upacara tersebut diisi dengan nilai-nilai keislaman seperti khataman. Dilanjutkan Shalat Ashar berjamaah, Istighosah dan pembacaan Yasiin dan tahlil, pengajian dan sholawat.
Dengan demikian, upacara Ruwatan Desa di desa Gemurung tidak bertentangan dengan ajaran Islam karena tidak ada unsur penyembahan ataupun yang lainnya. Penelitian-penelitian terkait dengan anak gembel di Dieng diantaranya adalah skripsi Heri Cahyono,mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berjudul ”Ruwatan Cukur Rambut Gimbal di Desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo” (2008,Perpustakaan Digital UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta).
Dalam penelitian ini
Cahyono menerangkan
bagaimana asal mula tradisi ruwatan cukur anak gimbal di Desa Dieng. Dijelaskan juga bagaimana prosesi ruwatan serta makna upacara ruwatan bagi masyarakat. Dalam penelitian ini, Cahyono hanya menjelaskan asal-usul, prosesi dan makna ritual secara umum. Sedangkan fokus penelitian skripsi yang akan dilakukan oleh penulis adalah untuk memberikan penjelasan dan gambaran tentang Prosesi Ruwatan Rambut Gimbal (di desa Sembungan, Kejajar, Wonosobo) dalam Perspektif Fiqh Imam Abu Hanifah. G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian dan Pendekatan Untuk membantu memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian, peneliti
akan
menggunakan
jenis
pendekatan
kualitatif
dan
menggunakannya sebagai acuan dalam penulisan proposal skripsi. Pendekatan Kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan
penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau dengan cara-cara lain dari kualifikasi pengukuran (Ghani,1997:11). Sedang menurut Taylor dalam (Moleong, 2002:3) penelitian kualitatif adalah sebuah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orangorang dan perilaku yang dapat diamati. Dari pengertian tersebut, sudah tentu sesuai dengan judul yang telah ada ini, peneliti akan berada pada latar yang alamiah sehingga metode yang akan digunakan adalah dengan melakukan wawancara, observasi, catatan lapangan dan pemanfaatan dokumen. Penelitian kualitatif merupakan sebuah penelitian yang menghasilkan data tertulis. Sedangkan jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah diskripsi. Penelitian diskripsi menurut (Suryabrata, 1998:19) adalah penelitian yang bermaksud untuk membuat pencandraan uraian, paparan mengenai situasi kejadian-kejadian. 2. Kehadiran Peneliti Seperti yang telah diterangkan di atas bahwasannya peneliti akan melaksankan observasi dan wawancara langsung pada obyek kajian sehingga sudah tentu peneliti barada pada lapangan bersama nara sumber yang ada. Penelitian akan dilaksanakan di Desa Sembungan Kecamatan Kejajar Wonosobo, Jawa Tengah. Sembungan sendiri merupakan tempat yang terdapat rambut Gimbal sejak dari dahulu, yang ruwatannya merupakan peninggalan nenek moyang.
3. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di desa Sembungan, Kejajar, Wonosobo Jawa Tengah pada tahun 2015. 4. Sumber Data Data dalam penelitian ini adalah semua data yang diperoleh dari informan yang dianggap penting dan juga dihasilkan dari dokumentasi yang menunjang. Data yang peneliti gali berasal dari unsur-unsur yang terkait dengan judul yang diteliti. 5. Prosedur Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling penting dalam sebuah penelitian, karena tujuan dari peneliti adalah untuk mendapatkan data. Dalam pelaksanaan penelitian ini, data akan diperoleh dengan menggunakan teknik pengumpulan data: a. Observasi Langsung Observasi
adalah
pengamatan
dan
pencatatan
secara
sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. di dalam penelitian peneliti mengobservasi prosesi ruwatan atau pemotongan
rambut
gimbal.
Menurut
(Nawawi,1990:100)
observasi dapat diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Dalam observasi ini penulis mengamati prosesi rangkaian acara Ruwatan rambut gimbal dari Awal sampai akhir acara.
b. Wawancara Yakni percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewe) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2011:186) nara sumber yang diwawancara meliputi Kadus desa Sembungan, tokoh agama, ketua kelompok sadar wisata (Pokdarwis), anak yang berambut gimbal, orang tua anak berambut gimbal, serta masyarakat. c. Dokumen Dokumen terdiri dari kata-kata dan gambar yang telah direkam tanpa campur tangan pihak peneliti. Dokumen tersebut tersedia dalam bentuk tulisan, catatan, suara dan gambar (Daymon,2008:3) metode ini digunakan untuk memperluas pengamatan dan pengumpulan data. Data yang diambil berasal dari catatan hasil wawancara, dan foto-foto dokumentasi. 6. Analisis Data Menurut
(Muhadjir,1994:104)
menyatakan,
analisis
data
merupakan upaya untuk mencapai dan menata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara, dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman penelitian tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain. Penulis akan menunjukkan laporan penelitian yang berisi kutipan-kutipan data dan memberikan gambaran
penyajian laporan. Data yang penulis sajikan seperti naskah wawancara, catatan lapangan, foto, dokumen pribadi, dan sebagainya. 7. Keabsahan Data Untuk keabsahan data dalam penelitian ini ditentukan dalam kriteria kreadibilitas. Hal ini dimaksud untuk membuktikan bahwa apa yang berhasil dikumpulkan sesuai dengan kenyataan yang ada dalam penelitian. Metode yang digunakan dalam pengecekan keabsahan data: a. Triangulasi Sumber Yaitu
membandingkan
dan
mengecek
balik
derajat
kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. Dalam metode ini penulis mengecek informan satu dengan yang lain yang diwawancara dan dari sini dapat diukur benar tidaknya kenyataan yang ada. b. Triangulasi metode Yaitu pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan sumber data dengan metode yang sama (Moleong,2002:178). Dalam metode ini penulis melakukan kroscek antara wawancara dengan hasil observasi yang dilakukan . 8. Tahap-tahap Penelitian Menurut (Moloeng,2002:84-105) tahap-tahap penelitian yang digunakan oleh peneliti sebagai berikut:
a. Tahap Pra lapangan 1. Mengajukan judul penelitian 2. menyusun proposal skripsi 3. Konsultasi penelitian kepada pembimbing b. Tahap pekerjaan lapangan 1. Persiapan diri untuk memasuki lapangan 2. Pengumpulan data atau informasi yang terkait dengan fokus penelitian 3. Pencatatan data yang telah dikumpulkan c. Tahap analisis data 1. Penemuan hal-hal yang penting dari data penelitian 2. pengecekan keabsahan data H. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah pemahaman pembaca pada penelitian ini, peneliti menyusun sebuah sistematika penulisan. Sistematika penulisan ini ada lima macam bab, yang masing-masing membahas masalah yang berbeda. Akan tetapi, hal itu merupakan satu kesatuan yang menyambung. Adapun rincian dari kelima bab tersebut adalah sebagai beriku: Bab pertama, bab ini berisi pendahuluan yang bertujuan untuk memberikan gambaran objek kajian secara umum. Pada bab ini akan memuat pembahasan yang meliputi latar belakang yang berisi halhal yang aneh dan menarik untuk diteliti.
Bab kedua, bab ini membahas landasan teori yang menyangkut pandangan fiqh Imam Abu Hanifah mengenai adat, kepercayaan, serta ruwatan itu sendiri dan peneliti-peneliti sebelumnya yang telah melakukan penelitian tentang ruwatan. Bab ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang masyarakat dan lingkungan yang menjadi latar belakang ritual adat ruwatan rambut gimbal serta fiqh Imam Abu Hanifah yang menjadikan landasan teori. Bab ketiga, bab ini mendeskripsikan, pertama: tentang data penelitian yang mencakup setting penelitian yang telah dinarasikan oleh penulis agar mudah dipahami oleh pembaca. Setting penelitian tersebut berisi letak geografis, demografis, dan aspek keadaan penduduk sekitar. Kedua: asal-usul ruwatan yang tidak patut untuk dilupakan, karena sejarahlah yang membuat semua itu ada. Ketiga, pelaksanaan prosesi adat ruwatan rambut gimbal yang kemudian dilanjutkan dengan deskripsi prosesi ini yang dapat dibuktikan dengan adanya waktu dan tempat yang telah ditentukan, pelaku, perlengkapan dan mekanisme ruwatan rambut gimbal. Dari semua deskripsi yang ada pada bab tiga, tidak lain merupakan hasil dari observasi, wawancara dan dokumentasi dari penelitian prosesi adat ruwatan rambut gimbal. Bab keempat, analisa terhadap prosesi adat ruwatan rambut gimbal di Sembungan, Kejajar, Wonosobo menurut tinjauan fiqh Imam Abu Hanifah.
Bab kelima, adalah penutup yang berisi kesimpulan dari hasil pembahasan secara keseluruhan dan disertai dengan saran-saran, kemudian diakhiri dengan kata penutup.
BAB II Ruwatan menurut Fiqh A.
Adat Istiadat (Al-‘urf)
Secara etimologi „Urf
العرفberarti “yang baik”. Para ulama ushul
fiqh membedakan antara adat dengan „urf dalam membahas kedudukannya sebagai salah satu dalil untuk menetapkan hukum syara‟.„Urf menurut ulama ushul fiqh Mushtafa Ahmad al-Zarqa dalam buku Haroen (1996:138) adalah:
ِْ عاَ َدةَُُجُْ ُه ْوِرَقَ ْوٍم َََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََْفَقَ ْوٍٍلَأ َْوَفِ ْع ٍل َ َََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََ Kebiasaan mayoritas kaum, baik dalam perkataan atau perbuatan Beliau mengatakan bahwa „urf merupakan bagian dari adat, karena adat lebih umum dari „urf. Suatu „urf, menurutnya harus berlaku pada kebanyakan orang di daerah tertentu, bukan pada pribadi atau kelompok tertentu dan „urf bukanlah kebiasaan alami sebagaimana yang berlaku dalam kebanyakan adat, tetapi muncul dari suatu pemikiran dan pengalaman, seperti kebiasaan mayoritas masyarakat pada daerah tertentu yang menetapkan bahwa harus diadakannya ruwatan pemotongan rambut gimbal pada anak berambut gimbal di Dieng. Macam-macam „urf menurut pemaparan Ahmad Fahmi Abu Sunnah dalam buku Haroen (1996:139) dibagi menjadi tiga macam:
1. Dari segi obyeknya
العرف َاللفظي
a. Al-„urf al-lafzhi
adalah kebiasaan masyarakat dalam
mempergunakan lafal atau ungkapan tertentu dalam mengungkapkan sesuatu, sehingga makna ungkapan itulah yang dipahami dan terlintas dalam pikiran masyarakat. Misalnya, ungkapan “daging” mencakup seluruh daging yang ada. b. Al-„urf al-„amali
العرف َالعملي
adalah kebiasaan masyarakat yang
berkaitan dengan perbuatan biasa atau mu‟amalah keperdataan. Yang dimaksud “perbuatan biasa” adalah perbuatan masyarakat dalam masalah kehidupan mereka yang tidak terkait dengan kepentingan orang lain. Seperti kebiasaan masyarakat dalam memakai pakaian tertentu dalam acara-acara khusus. 2. Dari segi cakupannya‟urf terbagi dua a. Al-„urf al-„am
العرف َالعام
adalah kebiasaan tertentu yang berlaku
secara luas di seluruh masyarakat dan di seluruh daerah. b. Al-„urf al-khash العرفَاخاصadalah kebiasaan yang berlaku di daerah dan masyarakat tertentu. „Urf al-khash seperti ini menurut Mushthafa Ahmad al-Zarqa‟ tidak terhitung jumlahnya dan senantiasa berkembang sesuai dengan perubahan situasi dan kondisi masyarakat. 3. Dari segi keabsahannya dari pandangan syara‟
العرف َالصحيح
a. Al-„urf al-shahih
adalah kebiasaan yang berlaku di
tengah-tengah masyarakat yang tidak bertentangan dengan nash(ayat atau hadis), tidak menghilangkan kemaslahatan mereka, tidak pula membawa mudarat kepada mereka.
العرف َالفاسد
b. Al-„urf al-fasid
adalah kebiasaan yang bertentangan
dengan dalil-dalil syara‟ dan kaidah-kaidah dasar yang ada dalam syara‟. Dari berbagai kasus „urf yang dijumpai para ulama ushul fiqh merumuskan kaidah-kaidah fiqh yang berkaitan dengan „urf, diantaranya yang paling mendasar
َّ َََم 1. ٌكم َة َ ُالع َّادة َ َ
Adat kebiasaan itu bisa menjadi hukum
ِ ٍلَي ْن َكرَتَغَيُّراْألَحكاَِمَبِتَ غَُِّْياْأل َْزِمنَ ِةَواْألَم 2. كنََِة ْ َ ُ
َ
ُ ُ
Tidak diingkari perubahan hukum disebabkan perubahan zaman dan tempat. 3. ًَشرطَا ُ امل ْعرْو َ فَعُرفاًكاََلْ ْم ْشرْو ِط
ْ
ُ
ْ
َُ
Yang baik itu menjadi „urf, sebagaimana yang disyaratkan itu menjadi syarat 4.
ِ الشَّابِتَباِلْعر ِ ِفَ َكاَلشَّاب ََّص ِّ تَباَِلن ُْ ُ
Yang ditetapkan melalui „urf sama dengan yang ditetapkan melalui nash (ayat atau hadis) Syarat-syarat ‘Urf „urf dapat dijadikan sebagai salah satu dalil dalam menetapkan hukum syara‟ apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. „Urf itu baik yang bersifat khusus dan umum maupun yang bersifat perbuatan dan ucapan berlaku secara umum. Artinya, „urf itu berlaku dalam mayoritas kasus yang terjadi di tengah-tengah masyarakat dan keberlakuannya dianut oleh mayoritas masyarakat tersebut. 2. „Urf itu telah memasyarakat ketika persoalan yang akan ditetapkan hukumnya itu muncul. Artinya, „urf yang akan dijadikan sandaran hukum itu lebih dahulu ada, sebelum kasus yang akan ditetapkan hukumnya. 3. „Urf itu tidak bertentangan dengan yang diungkapkan secara jelas dalam suatu transaksi. Artinya dalam suatu transaksi apabila kedua belah pihak telah menentukan secara jelas hal-hal yang harus dilakukan. 4. „Urf itu tidak bertentangan dengan nash, sehingga menyebabkan hukum yang dikandung nash itu tidak bisa diterapkan. „urf seperti ini tidak bisa dijadikan dalil syara‟, karena kehujjahan „urf bisa diterima apabila tidak ada nash yang mengandung hukum permasalahan yang dihadapi. Legalitas Al-‘Urf Jumhur fuqaha‟ mengatakan bahwa al-„urf merupakan hujjah dan dianggap sebagai salah satu sumber hukum syariat. Mereka bersandar pada dalil-dalil sebagai berikut. 1. Firman Allah Saw :
ِ ِ ْ فَوأَع ِرضَع ِن ِ ِ َي َ ْ ْ َ ُخذَالْ َع ْف َو ََوأْ ُم ْرَبِالْعُْر َ َاْلَاىل “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf” serta berpalinglah dari orang-orang bodoh”(QS. Al-A‟raf : 199)
Ayat ini menjelaskan tentang wajibnya mengamalkan adat sebab jika tidak wajib Allah tidak menyuruh Rasullah SWT. 2. Hadits Rasulullah SAW, “Apa yang dilihat kaum muslimin baik maka ia juga baik di sisi Allah”. Hadits ini menunjukkan bahwa setiap yang dianggap baik oleh kaum muslimin maka hal itu juga baik di sisi Allah dan jika memang begitu maka wajib diamalkan dan dijadikan sandaran hukum. 3. Syariat Islam sangat memperhatikan aspek adat kebiasaan orang Arab dalam menetapkan hukum. Semua ditetapkan demi mewujudkan kemaslahatan bagi khalayak ramai, seperti akad dan mewajibkan denda kepada pembunuhan yang tidak disengaja. Selain itu, Islam juga telah membatalkan beberapa tradisi buruk yang membahayakan, seperti mengubur anak perempuan dan menjauhkan kaum wanita dari harta warisan Islam mengakui keberadaan adat istiadat yang baik. 4. Syariat Islam memiliki prinsip menghilangkan segala kesusahan dan memudahkan urusan manusia dan mewajibkan orang untuk meninggalkan sesuatu yang sudah menjadi adat kebiasaan mereka karena sama artinya dengan menjerumuskan mereka ke dalam jurang kesulitan. Agar mereka tidak terjatuh dalam jurang ini, kita harus mengakui adat kebiasaan mereka (Khalil,2009:169)
B. Ruwatan merupakan bagian dari Tafa’ul Tafa‟ul adalah mengharapkan kebaikan dari suatu tindakan dan lawan dari Tafa‟ul adalah Tafaum yang artinya pesimis, dan Tafaum dilarang dalam Islam. Tafa‟ul telah dijelaskan dalam hadis Nabi SAW. Dalam sebuah hadis Rasululullah saw bersabda:
ِ ِ ََََََََََََََََََََََََََََََََََََُ َكلِ َمةًَطَيِّبة:َََل؟ََقاٍََل ُ َْوماََاَْل َفا:َ َ ٍَل َ َْقاَََلُْوا.َىَوٍلََطيَ َرَة ََوَيُ ْعجبُ ِىنَاَْل َفاْ ُل َ َع ْد ََو “Tiada jangkitan penyakit (tanpa kehendak Allah) dan tidak ada kesialan sesuatu, akan tetapi aku menyukai al-fa‟l”. Para sahabat bertanya: “Apa itu al-Fa‟l, ya Rasulullah?” Baginda menjawab: “Kalimah/ucapan yang baik”. (Riwayat Imam Bukhari dan Muslim dari Anas ra) Al-Fa‟l menurut ulama bermaksud seseorang mendengar atau terdengar suatu ucapan yang baik. Contohnya ada seorang yang sakit, lalu kawannya datang dan menziarahinya. Ketika hendak masuk, kawan itu berkata: “Ya Salim (yang bermaksud: “Wahai orang yang sehat/selamat”). Dengan panggilan itu ia menaruh keyakinan dalam hatinya bahwa ia akan sehat atau selamat. Menaruh keyakinan atau harapan seperti ini disebut al-Fa‟l atau atTafa‟ul. Rasulullah membenarkan al-Fa‟l atau at-Tafa‟ul karena ia berprasangka baik (husnudzan) kepada Allah atau menaruh harapan kepadaNya, dimana setiap mukmin diperintahkan supaya senantiasa berprasangka baik kepada Allah setiap saat.Contoh hadis Nabi tentang Tafa‟ul yaitu Hadis riwayat Abu Qatadah: ia berkata Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda: Mimpi baik (rukyah) itu datangnya dari Allah dan mimpi buruk (hilm) datang dari setan. Maka apabila salah seorang di antara kalian bermimpi yang tidak
menyenangkan hendaklah dia meludah ke samping kiri sebanyak tiga kali dan memohon perlindungan kepada Allah dari kejahatannya sehingga mimpi itu tidak akan membahayakannya. (Shahih Muslim No.4195) dan harapannya setan yang mengganggunya pergi. Sama hal nya dengan ruwatan, orang-orang yang melakukan ruwatan mengharap kebaikan dari tindakan itu dengan meminta kepada Allah. Seperti dengan memotong rambut gimbal, dan membuang rambut gimbalnya yang hanya bersifat simbolis, mengharap yang baik untuk masa yang akan datang. Namun jika beranggapan dengan niat memotong rambut gimbal akan membuang bala‟ bencana atau sial maka termasuk musyrik. contohnya bala hilang dan tersingkir dari si anak. Sial ataupun beruntung itu datangnya hanya dari Allah Ta‟ala, maka mestinya meminta hanya kepada Allah, bukan kepada selain-Nya. Tathoyyur atau Thiyaroh adalah merasa bernasib sial, atau meramal nasib buruk karena melihat burung, binatang dan lainnya, atau apa saja. (http://www.arrahmah.com/news/2014/10/24/ruwatan-dan-bahayanya-bagi-
aqidah-islam.html) Dalam Mashlahah Mursalah, yaitu kebaikan (mashlahah) yang tidak disinggung-singgung syara‟, untuk mengerjakannya atau meninggalkannya. Sedang kalau dikerjakan akan membawa manfaat atau menghindari keburukan. Dalam prakteknya mashlahah tidak banyak berbeda dengan istihsan. Perbedaannya, istihsan ialah mengecualikan suatu hukum
dari
peraturan umum yang ditetapkan qiyas, sedang mashlahah murshalah tidak ada penyimpangan dari qiyas. Syarat-syarat mashlahah mursalah:
1. hanya berlaku dalam masalah muamalat 2. tidak berlawanan dengan maksud syar‟iat atau salah satu dalilnya yang sudah dikenal. 3. mashlahah adalah karena kepentingan yang nyata dan diperlukan oleh masyarakat.(Hanafie,1993:144) Mashlahah yang terdapat dalm ruwatan diantaranya seperti: 1. menguatkan tali Silaturahmi Pada saat hari pelaksanaaan ruwatan pemotongan rambut gimbal masyarakat berkumpul di telaga Cebong ikut menghadiri acara ruwatan dan dijadikan sebagai ajang silaturrahmi antar masyarakat. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis berikut: “Siapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dilanjutkan umurnya maka hendaknya menyambung hubungan keluarga (silaturrahmi)” (HR. Bukhari Muslim). 2. Membaca Sholawat
Sholawat yang berarti memuji mengagungkan Rosullullah, dan membuat wasilah dengan membaca sholawat. Barang siapa yang membaca sholawat untuk nabi, maka akan menjadi cahaya nanti di hari akhir.
3. Bersedekah
Sedekah/Sodakoh untuk keselamatan, yang artinya secara langsung bermakna keberuntungan bagi orang-orang yang diundang, karena ketika
masyarakat datang mendapatkan rezeki bisa makan bersama. Sedekah ini berasal dari orang-orang yang akan melakukan ruwatan kemudian disedekahkan kepada masyarakat yang datang.
ِ َْالص َد َقَةَ َلَتُط َث َ ََقا.َ َالس ْوِء َّ اِ ٌن ِّ َالر َّ ب ٌ َْى َذا َ َح ِدي َ َل ْ ب َوَتَ ْد َفَ ُع َ َفىءَُ َغظ ُ ََميتَة ِ َغ ِري ََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََى َذاَالْ َو ْج َِو َ بَم ْن ٌْ Artinya : “Sungguh shadaqah itu dapat menghilangkan amarah Tuhan dan dapat menolak (cara) mati yang buruk.” 4. Membaca doa-doa
Doa-doa yang disebut merupakan doa-doa yang ditujukan untuk memanjatkan doa kepada Allah.
ِ ِ كَأَ ْنَأ َُض َّلَأ َْوَأَ ِزَّلَأ َْوَأ َُزَّل َ َِاللَّ ُه َمَإُ ِّنَأَعُ ْوذَُب,ََعلَىَاللَّ ِو َ َض َّلَأ َْوَأ َ ت ُ بِ ْس ِمَاللَّوَتَ َوَّك ْل ِ َََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََُي َه ََلَ َعَل َّي ُْ َج َه َلَأ َْو ْ أ َْوَأَظْل َمَأ َْوَأُظْلَ َمَأ َْوَأ Dengan menyebut nama Allah saya bertawakkal kepada Allah. Ya Allah, sesungguhnya saya berlindung diri kepadaMu dari sesuatu yang menyesatkan, dari suatu yang menggelincirkan atau digelincirkan dari suatu yang menganiaya atau teraniaya, atau dari sesuatu yang membodohkan atau diperbodohkan (HR Abu Dawud dan At Tirmidzi) Dalam kitab Fiqhul Akbar karangan Imam Abu Hanifah menjelaskan
ََََََََََََََََََإذاَملَيستحلها,وٍلَنكفرَمسلماَبذنبَمنَالذنوبَوإنَكانتَكبْية َ َََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََ “kita tidak mengkafirkan orang muslim, meskipun melakukan dosa. Meskipun dosa besar, selama tidak menghalalkan dosa itu”.(Alkidah Wal ilmu Kalam:621). Selain didalam Fiqhhul Akbar, didalam kitab Riadlus Shalihin juga
menjelaskan haramnya berkata kepada orang muslim: Hai orang kafir. Sebagai berikut(Zakariya:565) Dari Abu Dzarr ra. Bahwasanya ia mendengar Rasullullah saw bersabda “Barang siapa yang memanggil orang lain dengan sebutan kafir (musuh allah) “padahal orang yang dipanggilnya itu tidak demikian kenyataannya
maka hal itu, akan kembali kepada seseorang yang
mengucapkannya sendiri(HR Bukhari dan Muslim). Metode Istinbath yang digunakan Abu Hanifah: “Saya berpegang pada kitab Allah, jika tidak saya mengambil sunah rasulullah SAW, jika tidak aku dapati juga dikitab Allah dan sunnah rasulnya, saya mengambil pendapat sahabat yang aku kehendaki dan meninggalkan pendapat yang tidak aku kehendaki pula”. Abu hanifah dalam berijtihad menetapkan suatu hukum berpegang kepada beberapa dalil syara‟ yaitu alqur‟an, sunnah, ijma‟, sahabat, qiyas, istihsan dan „Urf.
Syirik adalah itikad ataupun perbuatan yang menyamakan sesuatu selain Allah dan disandarkan pada Allah dalam hal rububiyyah dan uluhiyyah. Umumnya, menyekutukan dalam Uluhiyyah Allah yaitu halhal yang merupakan kekhususan bagi Allah, seperti berdo'a kepada selain Allah, atau memalingkan suatu bentuk ibadah seperti menyembelih (kurban), bernadzar, berdo'a dan sebagainya kepada selainNya. Berbuat syirik berarti mendasarkan sesuatu yang tidak berhak kepada yang berhak, yakni Allah, dan itu merupakan kezhaliman yang paling besar. Syirik merupakan dosa yang paling besar sebagaimana sabda Rasulullah
saw. :
ِ بَأ َْعظَم ِ َّعنَعب ِدَالل ِ َْالذن َّ َي ََّعلَْي ِو ََو َسل َّصلَّىَالل ِ َ ََعْن َد أ َ م و َ َِّب ن َال ت ل أ س : َ ال ق َ و ْ َ ُّ َ َّ َ ُ َْ ْ َ ُ َ َ ُ َ ِ ِ ِ َْ َ"َأَ ْن:َاللََِّو ؟ َقَ َال ََ)ََ"َ(رواهَالبخاريَوَمسلم...َك َ َخلَ َق َ ًّاَوُى َو َ ََت َع َلَللَّوَند Dari Abdullah ia berkata : Saya telah bertanya kepada Rasulullah saw. dosa apakah yang lebih besar menurut Allah ? Beliau menjawab : “Engkau menjadikan sekutu bagi Allah padahal Dial ah yang menciptakanmu” (HR. Bukhari dan Muslim ) Ciri-ciri
syirik
diantaranya
menyembah
selain
Allah,
menyekutukan Allah, dan mengharap kepada selain Allah. Secara umum, syirik dimasukkan ke dalam tiga kelompok, yaitu Syirik besar dan Syirik kecil dan syirik tersembunyi. Syirik besar bisa mengeluarkan pelakunya dari agama Islam dan menjadikannya kekal di dalam Neraka, jika ia meninggal dunia dan belum bertaubat kepada Allah. Syirik besar adalah memalingkan sesuatu bentuk ibadah kepada selain Allah, seperti berdo'a kepada selain Allah atau mendekatkan diri kepadanya dengan penyembelihan kurban atau nadzar untuk selain Allah, baik untuk kuburan, jin atau syaitan, atau mengharap sesuatu selain Allah, yang tidak kuasa memberikan manfaat maupun mudharat.
Syirik Zhahir (Nyata), yaitu syirik kecil yang dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Dalam bentuk ucapan misalnya, bersumpah dengan nama selain Allah. "Barangsiapa bersumpah dengan nama selain Allah, maka ia telah berbuat kufur atau syirik." HR. At-Tirmidzi (No.1535)
Syirik Tersembunyi adalah syirik yang tersembunyi dalam hakikat
kehendak hati, ucapan lisan, berupa penyerupaan antara Allah dengan makhluk. Rasulullah saw. :
ِِ ِ ِ ِ ُ الَرس ََس ْخ ِط َ ََىَريْ َرةََق َّ َ"َإِ َّن:ََعلَْي ِو ََو َسلَّ َم َ َُصلَّىَاللَّو ُ َع ْنَأَِِب َ ولَاللَّو ُ َالر ُج َلَلَيَتَ َكلَّ ُمَباَلْ َكل َمةَم ْن ُ َ َ ََق:َال ِ ىَِباَبأْساَفَي ه ِو ِ ِ اَْفَنَا ِرَجهنَّم ِ ِ َيَِب )يَ َخ ِري ًفاََ(رواهَابنَماجو َ َسْبع ْ َ ً َ َ اللَّو ٍََلَيََر َ َ ََ
"Sesungguhnya, terkadang seseorang mungkin mengucapkan suatu perkataan yang membuat Allah murka, yang ia tidak melihatnya itu berbahaya, padahal perkataannya itu mengantarkannya ke neraka selama tujuh puluh musim semi." (HR. Ibnu Majah) Syirik Tersembunyi sebenarnya dapat digolongkan ke dalam
syirik kecil. Sehingga syirik dapat dibagi menjadi dua jenis syirik besar yang terkait dengan keyakinan hati, dan syirik kecil yang terkait dengan perbuatan, perkataan lisan dan motivasi hati yang tersembunyi. (http://abufathirabbani.blogspot.co.id/2012/11/syirik-pengertian-sebab-sebab-danjenis.html)
Mengenai larangan seseorang merasa sial telah di jelaskan dalam hadis yang ditulis oleh Drs. Muslich Shabir adalah sebagai berikut (Sabir,1986:171,173,174).
ِ ََََصليَّ ُر َّ َِعنٌوَُاَ َّنَلن َ َُع ٌَنَبَُريٌ َد َة ََرض َىَاهلل َ ََِّبَصلىَاهللَعلوَوسيلمَكاََ َنٍَلَيَت َََََََََََََََ “Dari Buraidah ra. Bahwasanya “Nabi Saw tidak pernah merasa sial dengan sesuatu apapun” ( Riwayat Abu Daud).
ِ َ:ََلَاهللَِصلىَاهللَعلوسلم ََ ََق:َعْن ُه َماَقَ َال ُ الَ َر ُس ْو َ َُع ِنَابْ ِنَعُ َمَر ََرض َىَاهلل ِ ِ ُ َطيَ رَةَوَاِ ْنَكاََ َنَالُشُّو ِ ََشي ٍءَف َِ َالداَ ِرَواَْم ْرآَةِ ََواَْل َفَر س ََّ فى َ ٍَل ْ ْ َم َ َ َىَوٍل َ َع ْد ََو ْ َِف
“Ibnu Umar ra berkata, bahwa Rasullullah Saw bersabda: “ Tidak ada sakit menular dan tidak ada kesialan karena sesuatu dan seandainya hal itu terjadi maka hanya terbatas dalam rumah, istri, dan kuda ( binatang)”. ( Riwayat Bukhari- Muslim) Sebagaimana juga dalam ayat Alqur‟an telah dijelaskan larangan berbuat syirik sebagai berikut :
ِ ِ ِِ ِ ِ َََك َلِ َم ْن َيَ َشاءُ ََوَم ْن َيُ ْش ِرْك َبِاللَّ ِو َ اَدو َن َ َذل ُ َم َ إ َّن َاللَّوَ ٍَلَيَ ْغف ُر َأَ ْن َيُ ْشَرَك َبو ََويَ ْغف ُر ِ ًََفَ َق ِدَافْ تَ رىَإِْْث ََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََيما َ ً اَعظ َ “Sesungguhnya Allah tiada mengampuni, jika Dia dipersekutukan dengan lainNya dan Dia akan mengampuni (dosa) yang kurang itu,bagi siapa yang dikehendakiNya. Barang siapa mempersekutukan Allah, sesungguhnya ia telah memperbuat dosa yang besar”. ( An nisa‟48)
ِ ُ وَمَبِ ُكم َِمنَنِ ْعم ٍةَفَ ِمنَاللَّ ِو َََتأ َُرون َْ اَم َّس ُك ُمَالضُُّّرَفَِإلَْي ِو َ ََُثََّإذ َ َ ْ ْ َ "Apa-apa nikmat yang ada padamu, maka ia dari pada Allah, kemudian apabila kamu ditimpa kemudlaratan, maka kepada Nya kamu minta pertolongan" )Surat An- Nahl 53)
ِ َ ِك َوإِ ََل َالَّ ِذين َِمن َقَبل ِ ِ َك ََولَتَ ُكونَ َّن َ َُع َمل َ ت َلَيَ ْحبَطَ َّن َ ك َلَئ ْن َأَ ْشَرْك ْ ْ َ َ َ َولََق ْد َأُوح َي َإلَْي ِ َاْل ِ ََََََََََََََََََََََََََََََََََين ََ اعبُ ْد ََوُك ْن َِم َنَالشَّاكِ ِر ََ اس ِر ْ َينَبَ ِلَاللَّوََف َْ م َن َ َََ“Sesungguhnya telah diwahyukan kepada engkau dan kepada orang-
orang yang sebelum engkau: Demi jika engkau mempersekutukan (Allah), niscahya hapus (binasa) amalan engkau dan engkau termasuk orang- orang yang merugi” (Az-zumar 65) “Tetapi sembahlah allah dan hendaklah engkau termasuk orang- orang yang berterima kasih” (Azzumar 66)
C. Harmoni Islam dan Budaya Jawa Menurut pemaparan John M. Echols dan Hassan Shadily dalam Kamus Bahasa Inggris Indonesia yang dikutip oleh Roqib kata harmoni berasal dari bahasa Inggris harmonius yang berarti rukun, seia sekata. Harmonize yang berarti perpadanan, seimbang, cocok, berpadu yang berarti keselarasan keserasian. Harmoni yang sebenarnya ialah, jika semua interaksi sosial berjalan secara wajar dan tanpa adanya tekanantekanan atau pemaksaan-pemaksaan yang menyumbat jalannya kebebasan. Keharmonisan sosial menjadi harapan setiap individu. Semua agama mengajarkan agar pemeluknya hidup damai dan harmonis, baik secara internal maupun eksternal. Dalam Islam, kerukunan dan keharmonisan sosial ditemukan diantaranya dalam konsep ukhuwwah atau persaudaraan. (Roqib, 2007:21-22) Menurut pemaparan Kuntowijoyo interaksi antara agama dan kebudayaan
dapat
terjadi
dengan:
(1)
Agama
mempengaruhi
kebudayaan dalam pembentukannya, nilainya adalah agama, tapi simbolnya adalah kebudayaan. (2) Kebudayaan dapat mempengaruhi simbol agama (3) Kebudayaan dapat menggantikan sistem nilai dan simbol agama. (Roqib,2007:6) Masyarakat Jawa adalah masyarakat yang menjunjung tinggi budaya unggah-ungguh atau tatakrama. Ada sebutan mikul duwur mendem jero (mengangkat tinggi dan mengubur dalam-dalam) digunakan untuk memberikan pesan agar orang berkenan menghormati orang tua dan pimpinan, ojo ngono ora ilok (jangan
begitu tidak baik), tidak baik dinyatakan dengan ora ilok, menunjukkan bahwa ada kesan sakral, dan masih banyak istilah yang dipakai oleh orang jawa (Roqib,2007:7). Hubungan selamatan dengan keharmonisan seperti dengan membuat nasi golong (nasi putih yang dibentuk bulatan seukuran bola tennis) yang dimaksudkan untuk melambangkan kebulatan tekad yang manunggal atau golong gilig (Giri,2009:23) beserta lauknya yang berupa ikan, itu berarti kita harus terus menerus melestarikan tumbuhan yang berdaun lebar untuk membungkus nasinya, juga harus melestarikan laut dan sungai agar tetap menjadi sumber kehidupan bagi ikan. Inilah yang membuat sumber kehidupan semakin harmonis (Roqib, 2007:54). Dalam Serat Wurwakala yang dikutip oleh Roqib, selain selametan di Jawa ada istilah ruwatan, yaitu upacara pembebasan bagi anak atau orang yang kehadirannya di dunia ini dianggap tidak menguntungkan atau karena melakukan perbuatan-perbuatan terlarang. Apabila hal itu terjadi atau dilakukan, anak atau orang itu diancam akan dimakan Batara Kala. Hal lain yang perlu diruwat adalah jika seseorang melakukan perbuatan-perbuatan yang ora ilok atau tercela. Selametan dan ruwatan memiliki tujuan yang sama yaitu sama-sama meminta kepada Tuhan agar selamat dari bahaya dan sehat (waras) dari segala penyakit. Tujuan lain adalah untuk menjaga keserasian manusia manusia dengan alam, baik alam fisik maupun alam nonfisik. Terkait dengan selamatan dalam tradisi santri atau Islam tradisionalis, ada
proses islamisasi tradisi semisal tradisi selametan 1,3,7,40,100,1000 hari bagi orang yang telah meninggal dunia (Roqib,2007:56). Menurut Achmad Chodim yang dikutip oleh Roqib, tradisi dan budaya akomodatif terhadap budaya lokal ini merupakan upaya dakwah yang merespons budaya lokal untuk menciptakan harmonitas sosial sehingga ajaran Islam bisa diaplikasikan tanpa ada penggusuran terhadap tradisi lama yang baik. Keserasian dengan tradisi lokal ini memiliki posisi penting bagi orang Jawa. Hal ini juga ditunjukkan oleh para wali, Meski Sunan Kalijaga menjadi anggota Wali Songo, tetapi dia tetap berpakaian ala Jawa. Sunan tidak menggunakan jubah atau surban. Sunan tetap menggunakan blangkon (semacam ikat kepala yang tinggal dipakai). Sunan tidak menggunakan jubah, tetapi menggunakan bajunya sendiri yang disebut baju takwa (yaitu baju pas model Jawa dengan kerah tegak dan panjang). Dengan kreasi seperti inilah Sunan Kalijaga mengajarkan Islam tanpa menimbulkan konflik di masyarakat (Roqib, 2007:56-57). Islam yang dibawa diantaranya oleh “Walisongo” telah berkolaborasi dengan budaya Jawa dan menjadi Islam Jawa yang memiliki karakteristik khas Jawa. Kepercayaan pra-Islam pada masyarakat Jawa yang animis, dinamis, Hindu dan Budha tetap dipandang oleh Tohari dalam pandangan adat dan tradisi kebudayaan yang memiliki kearifan lokal (local wisdom) yang tidak akan dibongkar dan dibersihkan jika tidak bertentangan dengan ajaran Islam (akhlaq wal-k
BAB III Desa Sembungan dan Munculnya Tradisi Ruwatan Rambut Gimbal A. Gambaran Umum Desa Sembungan Dieng berasal dari bahasa Sansekerta yaitu “di” yang artinya tempat yang tinggi dan “hyang” yang berarti kahyangan. Maka Dieng bisa berarti daerah pegunungan tempat dimana para Dewa dan Dewi bersemayam. Terletak diatas ketinggian 2.093 DPL, mempunyai udara yang sejuk dengan suhu antara 10-15º C. Dieng juga dapat diartikan dalam bahasa Jawa “adi tur Aeng‟‟ yang artinya indah dan unik, dimana Dieng mempunyai kelebihan dan perbedaan tersendiri dibanding kabupaten/kota lain, salah satunya desa Sembungan. Desa Sembungan tepatnya berada di kecamatan Kejajar, kabupaten Wonosobo Jawa Tengah. Sembungan terkenal dengan sebutan desa tertinggi di Pulau Jawa. Sembungan merupakan daerah yang cukup potensial secara ekonomis, karena penghasilan warganya disamping bersumber dari pertanian kentang juga bersumber dari hasil pariwisata di Desa Sembungan. Desa Sembungan terkenal dengan hasil tanaman buahnya seperti Carica, dan Terong belanda. Selain hasil pertanian, wisata Sunrise Sikunir juga menjadi salah satu daya tarik sendiri bagi wisatawan. Disana kita dapat melihat indahnya matahari terbit dari bukit Sikunir secara langsung. Selain itu, juga terdapat ritual cukur rambut Gimbal yang merupakan ikon kabupaten Wonosobo dan sudah menjadi tradisi turun temurun warga kabupaten Wonosobo. Kegiatan ruwatan cukur rambut Gimbal ini menjadi agenda
tahunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Wonosobo dalam rangka peringatan Hari Jadi Kabupaten Wonosobo. Untuk tahun 2015 ini merupakan HUT yang ke 190 dengan mengambil tema damai dalam perbedaan “Dukung Wonosobo Kabupaten Ramah HAM”. Ritual ini dilakukan terhadap anak-anak yang memiliki rambut gembel atau gimbal yang tidak akan dapat ditemukan dikabupaten lain. Gambaran Secara Geografis desa Sembungan : Luas dan Batas Wilayah Luas desa/ kelurahan
: 291.730 Ha
Batas Wilayah Sebelah utara
: Desa Parikesit Kecamatan Kejajar
Sebelah Selatan
: Desa Menjer Kecamatan Garung
Sebelah Barat
: Desa Sikunang Kecamatan Kejajar
Sebelah Timur
: Desa Tieng Kecamatan Kejajar
Kondisi Geografis Ketinggian tanah
: 2300 Mdpl
Suhu udara rata-rata
: 10-15º C
Orbitasi (jarak dari pusat Pemerintahan) Jarak dari pusat Ibu kota Kecamatan
: 17 km
Jarak dari Ibu kota Kabupaten
: 31 km
Jarak dari Ibu Kota Propinsi
: 146 km
Jarak dari Ibu Kota Negara
: 440 km
Kondisi Demografis
Jumlah Penduduk Sumber daya Alam ( obyek wisata) 1. Golden Sunrise Bukit Sikunir 2. Telaga Cebong 3. Air Terjun Sikarim 4. Telaga Warna 5. Religi Makam Mbah Adam Sari 6. Kawah Sikidang 7. Gunung Prau 8. Telaga Menjer 9. Dieng Plateau Theater 10. Candi Dieng
: 1354 jiwa
B. Struktur Organisasi RT/RW Desa Sembungan Kecamatan Kejajar, Wonosobo
Pelindung/ kepala desa SUDIYONO
Ketua Rw II Dusun Sembungan MAHPUL
Ketua Rw 1 Dusun Sembungan FATKHUROHMAN
Ketua Rt 4 H. IBNU HAJAR
Ketua Rt 1 A. NASRUN
Ketua Rt 5 ZAENAL Ketua Rt 2 KHOIRI Ketua Rt 6 A. KOSIM
Ketua Rt 3 A. SUDDIN
LEMBAGA MASYARAKA T
Ketua Rt 7 GIYANTO
C. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Sembungan adalah desa tertinggi yang ada di Jawa Tengah dengan keadaan wilayah selalu tertutup kabut dan bersuhu dingin. Keadaan geografis yang demikian menjadikan menjadikan masyarakat Sembungan sebagian besar mata pencahariannya sebagai petani kentang dan Carica. Selain pertanian karena wilayah sembungan terdapat potensi wisata, masyarakat Sembungan juga bekerja sebagai pemandu wisata dan mendirikan home stay atau penginapan bagi para wisatawan. Bahkan juga terdapat PLTU (pembangkit Listrik tenaga uap) yang memanfaatkan dari uap kawah yang ada. Desa Sembungan juga mempunyai kebudayaan khas yaitu Ruwatan anak Rambut Gimbal yang banyak menarik banyak wisatawan untuk mengunjunginya. Kondisi sosial perilaku masyarakat antara satu warga dengan warga satunya terjalin sangat erat dan masih bersifat kekeluargaan. Mereka masih mengutamakan kebersamaan dan kekeluargaan dalam bermasyarakat. Dalam hal pertanian yang dahulu mereka hanya jalan kaki dan menggunakan grobak sebagai pembantu hasil pertanian sayuran dan kentang
mereka, namun sekarang mereka sudah menggunkan mobil
maupun pick up sebagai alat transportasi mereka. Sedangkan dalam bidang pendidikan masyarakat desa Sembungan sudah banyak yang mengenyam pendidikan 9 tahun. Di desa Sembungan sendiri sudah ada SD dan SMP yang berupa sekolah Islam. Karena di
Sembungan sendiri masyarakatnya lebih mengepentingkan masalah agamanya. Walaupun ada sebagian yang sudah masuk keperguruan tinggi namun bagi mereka beranggapan pada akhirnya mereka juga akan menjadi petani juga. Masyarakat Sembungan juga sudah mengenal bagaimana tentang cara berorganisasi seperti adanya POKDARWIS (kelompok sadar wisata) dan kelompok tani. Meskipun kemajuan Zaman semakin berkembang namun tidak mempengaruhi dalam nilai-nilai kemasyarakatan di masyarakat Sembungan. Dalam segi kebudayaan Sembungan memiliki banyak kebudayaan seperti mitos, kesenian, dan tradisi. Masyarakat Sembungan masih mempercayai tentang adanya mitos yaitu beranggapan adanya makhluk lain yang hidup diantara mereka meskipun pemikiran mereka sudah rasional. Salah satu ritual yang masih dipegang masyarakat seperti ruwatan anak Gimbal. Mitos anak gimbal sampai sekarang masih dipercayai masyarakat Sembungan. Apabila tidak melakukan ruwatan mereka khawatir akan terjadi sesuatu di Sembungan. Pengaruh budaya lain seperti adanya potensi wisata di Sembungan menyebabkan sering dikunjungi wisatawan asing maupun lokal dan kondisi ini membuat mereka bersinggungan dengan kebudayaan lain.
D. Sejarah Ruwatan di Sembungan Sembungan berasal dari kata Sembung mendapat akhiran an, Sembungan sendiri berasal dari nama pendiri desa Sembungan yaitu Mbah Adam Sari atau lebih populer dengan sebutan Mbah Sembung, sehingga nama beliau dijadikan nama Desa Sembungan. Awal mula ruwatan tidak lepas dari salah satu dari tiga orang kyai yaitu Kyai Walik, Kyai Karim, dan Kyai Kolodete yang dipercaya masyarakat Wonosobo sebagai pendiri Kabupaten Wonosobo dalam penyebaran agama Islam. Kyai Kolodete dipercaya masyarakat Dieng sebagai tokoh spiritual, selain itu ia dikenal sebagai seorang yang sakti dan mempunyai ciri khas rambutnya yang gimbal atau gembel. Di daerah Tinggi Dieng ini banyak anak kecil yang berambut gimbal, dan mereka beranggapan bahwa anak-anak gimbal tersebut merupakan titipan Kyai Kolodete. Anak berambut gimbal di dataran tinggi Dieng dan sekitarnya hingga lereng barat gunung Sindoro dan gunung Sumbing diyakini keturunan Kyai Kolodete yang konon berambut gimbal. Anak-anak gembel tersebut sering disebut anak sukerta (diganggu). Anak sukerta adalah anak yang dicadangkan menjadi mangsa dari Bathara kala. Agar kembali menjadi anak yang wajar maka harus disucikan dan dibersihkan Gimbalnya. Proses menghilangkan sesuker rambut Gimbalnya itulah yang dinamakan Ruwatan. Ruwatan berasal dari bahasa Jawa yang berarti “lepas” yaitu lepas dari karakter anak gimbal yang akan dimakan oleh Bathara kala.
Ruwatan di Jawa merupakan pembebasan bagi anak atau orang yang kelahirannya di dunia ini tidak menguntungkan atau melakukan perbuatan-perbuatan didunia yang dianggap terlarang dan diancam akan dimakan oleh Bathara kala. Upacara Ruwatan rambut gimbal di Dieng ini bertujuan memohon kepada Allah untuk menghilangkan bala atau bencana. Dalam prosesi upacara ruwatan ini terdapat akulturasi budaya seperti nilai-nilai tradisi kejawen atau lokal dengan nilai-nilai Islam. Seperti dalam upacara ini terdapat jajan pasar, bucu, dan ingkung sebagai perlengkapan ruwatan yang menggambarkan sebagai tradisi lokal dan nilai-nilai Islam nya terdapat pada pembacaan doa-doa yang digunakan dalam prosesi ruwatan. Bagi masyarakat Dieng upacara ruwatan ini memiliki makna yang sangat sakral bagi mereka. Mereka beranggapan jika anaknya yang berambut gimbal diruwat dan dipotong rambut gimbalnya maka si anak akan terbebas dari sesuker yang dititipkan oleh Kyai Kolodete. Dan upacara ruwatan rambut gimbal sampai sekarang masih dilaksankan masyarakat Sembungan.
E. Rangkaian Prosesi Ruwatan 1. Pra Acara
Kirab Budaya Kelompok kesenian dan anak yang akan diruwat start dari Kantor kepala desa Sembungan menuju lapangan telaga Cebong lokasi melakukan ruwatan.
Telaga cebong tempat melakukan ruwatan pemotongan rambut gimbal. 2. Prosesi Ruwatan 1. Sholawat Rebana
Sesampainya di telaga cebong tempat melakukan prosesi ruwatan disambut dengan sholawat rebana, setelah sholawat dan rebana kemudian dibuka dengan sambutan oleh salah satu ketua pelaksana upacara sekaligus membuka acara ruwatan pemotongan rambut gimbal. Dilanjutkan dengan pembacaan doa-doa tokoh agama setempat dan tokoh masyarakat. 2. Pemberian permintaan anak rambut gimbal
Sebelum prosesi pemotongan dilakukan anak berambut gimbal dipenuhi permintaannya oleh salah seorang tokoh masyarakat sebagai penitia pelaksana. 2. Prosesi Cukur Rambut Gimbal
Setelah permintaan anak rambut gimbal dipenuhi, maka dilanjutkan prosesi pemotongan, rambut gimbal siap dipotong oleh tokoh masyarakat setempat. Doa-doa tolak bala dikumandangkan saat
prosesi pemotongan rambut gimbal. 5. Larungan
Prosesi terakhir dari pemotongan rambut gimbal yaitu larungan (pembuangan
rambut)
dimana
rambut
yang
sudah
dipotong
dikumpulkan kemudian dilarung (dibuang) ditengah telaga cebong dengan iringan Sholawat nabi dan musik rebana yang kemudian dilanjutkan dengan selametan Bucu Robyong (nasi tumpeng yang ditusuki jajan pasar). 7. Pentas Kesenian
Acara terakhir dari ruwatan pemotongan rambut gimbal dimeriahkan dengan pentas kesenian khas Wonosobo.
3. Petugas Pencukur Rambut Gimbal 1. Kyai Lukman/ Kyai Musofa dari Sembungan 2. Bupati/Wakil Bupati ( Kholik, M.Si dan Maya Rosida) 3. Ketua DPRD 4. Dandim Wonosobo 5. Kapolres Wonosobo 6. Kepala Kejaksaan Negeri 7. Ketua Pengadilan Negeri 8. Ketua Pengadilan Agama 9. Sekretaris Daerah 10. Personil Slank 11. Personil Slank 12. Personil Slank 13. Personil Slank 14. Personil Slank 15. Staf Ahli Bupati 16. Asisten Setda 4. Urutan Kirab Budaya 1. Kesenian Thek-thek Adalah sejenis kesenian Angklung yang berasal dari Wonosobo. 2. Pembawa Song-Song Agung Pembawa
payung
besar,
perlindungan kepada masyarakat.
yang
melambangkan
pengayoman/
3. Pembawa jajan pasar Jajan pasar yang dimaksud sebagai sedekah dari orang yang mempunyai hajat yang meruwat anaknya untuk di sedekahkan kepada orang-orang yang datang. 4. Pembawa Bucu Robyong Adalah Tumpeng Robyong, berbentuk tumpeng nasi putih di atasnya ditancapkan jajan pasar. Tumpeng ini menggambarkan rambut gimbal. Makna yang terkandung dalam simbol ini adalah bahwa hidup selalu dikelilingi berbagai sifat kehidupan siluman. 5. Pembawa Bebana Adalah pembawa barang-barang permintaan dari anak gimbal. 6. Pasukan Tombak Adalah pasukan pembawa Tombak, yang menggambarkan untuk memerangi musuh-musuh anak Gimbal yang awalnya manja diperangi menjadi kesemangatan. 7. Anak berambut Gimbal terdiri dari Sekelompok anak rambut Gimbal yang akan diruwat. 8. Rebana adalah sejenis solawatan yang berisi syair-syair Islam yang diiringi dengan alat musik. 9. Kelompok anak-anak Kelompok anak-anak ini terdiri dari anak-anak sekolah yang ikut meramaikan ruwatan rambut gimbal. 10. Kesenian Angguk
Adalah kesenian khas Wonosobo seperti syair-syair Islam dengan diiringi gerakan tarian yang menggambarkan tradisi-tradisi Islam. 11. Kelompok masyarakat/ keluarga anak yang diruwat Terdiri dari keluarga yang diruwat serta tokoh-tokoh masyarakat maupun tamu undangan. 12. Kesenian Kuda Kepang Sejenis kesenian kuda Lumping khas Wonosobo. 13. Masyarakat Desa Semua warga masyarakat yang ikut memeriahkan ruwatan rambut Gimbal serta pengunjung wisata Sembungan. 14. Kesenian Liong Adalah kesenian dari naga, yang menggambarkan sebuah hal yang buruk, dimana anak Gimbal agar berhasil harus dihindarkan dan dijauhkan dari naga tersebut.
5. Daftar nama anak yang diruwat tgl 1 Agustus 2015 No
Nama
Umur
Alamat
1.
Cathabela Gita MN
7 th
Kalikutho
2.
Rubi Muhammad M
4 th
Citerep Bogor
3.
Shely Afifah
Sapuran
4.
Khotifatun Zahra
Sumberdalem
5.
Widya Vitdhiniyah
4 th
6.
Azka Amalia
4 th
7.
Citra Mauilina
5 th
8.
Zahra Firiyani
3 th
Sumingsir, Purbosono Gumingsir, Purbosono Kaliyogo
9.
Ummu Sumaiyyah
4 th
Kasemen
10.
Reni Riyanti
5 th
Bedekah
11.
Yuliatul Rohmah
8 th
12.
Wasmilah
13.
Alfan Hakim Z
14.
Ervina
15.
Rastina
Purbosono
Boralan Garung Boralan Garung Boralan Garung Boralan Garung Boralan Garung
Permintaan Nasi dan Tempe Mobilmobilan Sepeda dan Kulkas Ikan Asin dan Telur ayam Tikus dan Kembang Ikan Asin Buntil dan Tempe bacem Rolade 2 ekor ayam dan Buntil Rok, Buntil dan Ayam Rok dan Ayam Daging goreng Robot dan Mobilmobilan Helm dan mantol Roti Bolu 2 kg
F. Sejarah Mitos Kepercayaan ruwatan rambut Gimbal Nenek
Moyang
di
Sembungan
adalah
seorang
ulama
yang
menyebarkan ajaran Islam. Sejarah awal mula munculnya rambut Gimbal di Sembungan, Kejajar Wonosobo Jawa Tengah merupakan peninggalan Leluhur seorang Kyai yang bernama Kyai Kolodete. Untuk mengetahui lebih jauh peneliti menanyakan sejarah mula Rambut Gimbal: Kyai Kaladete dan Mbah Adam Sari merupakan tokoh yang menyebarkan agama Islam di Dieng. Kyai Kolodete adalah seorang yang berambut Gembel pada masa itu. Yang mana mempunyai anak cucu turunan yang berambut gembel”.(Hasil wawancara dengan Pak Irfan selaku kadus Desa Sembungan 2 Agustus 2015). “Anak rambut Gimbal adalah anak cucu Kyai Kolodete yang mana beliau adalah seorang yang berambut Gimbal, beliau menyukai anak-anak dan akan menurunkan gembelnya pada keturunannya”.(hasil wawancara dengan Pak Zaiudin ketua Pokdarwis Sembungan 2 Agustus 2015). “Tentang Kyai Kolodete adalah pejuang muslim di wonosobo, selain beliau ada juga mbah Kyai karim, dan mbah adam sari. Dahulu Kyai Kolodete seorang yang berambut Gembel, anak-anak gembel adalah keturunan dari Kyai Kolodete”.(hasil wawancara dengan Pak Lukman Hakim selaku tokoh Agama di Sembungann 2 Agustus 2015). Namun ada perbedaan antara ruwatan rambut Gimbal di Sembungan dan di Dieng, dimana ruwatan di Sembungan menggunakan Cara Islam, sedangkan di Dieng masih menggunakan cara Hindu. Seperti yang diungkapkan oleh Pak Irfan “Kyai Kolodete merupakan penyebar agama islam di wilayah Dieng Banjarnegara dan Wonosobo, namun pada kenyataannya ada perbedaan ruwatan rambut Gimbal dimana di Dieng Banjarnegara berbau Kehinduan sedangkan di Wonosobo secara Islami. Karena di Wonosobo mengikuti Kyai Kolodete, yang mana Kyai Kolodete bukanlah seorang Biksu, maupun Pendeta”. Sedangkan ada pendapat lain, menurut Pak Zaiudin selaku ketua Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) di Sembungan mengatakan: “Nenek moyang kita adalah seorang Ulama, seperti Kyai Kolodete dan Mbah Adam Sari (Jaka Sembung) yang juga merupakan pendiri cikal
bakal di Dieng”. “Di Sembungan ruwatannya mengikuti tradisi Islam, seperti Kiyai Kolodete adalah pejuang muslim di wonosobo, selain beliau ada juga mbah Kyai karim, dan mbah adam sari”.(hasil wawancara dengan Pak Lukman Hakim selaku Tokoh Agama di Sembungan 2 Agustus 2015). Terdapat perbedaan ruwatan di Sembungan dan di Dieng Banjarnegara: Ruwatan yang dilakukan masyarakat Sembungan dimulai dengan Iringan solawat atau rebana, pengajian dan doa-doa tolak bala (bencana) dikumandangkan saat prosesi cukur rambut gimbal. Setelah sholawat atau rebana kemudian dibuka dengan sambutan oleh salah satu pelaksana upacara. Kemudian setelah sambutan-sambutan selesai maka prosesi upacara pun dimulai. Prosesi cukur rambut gimbal di Sembungan dilaksanakan di sekitar Telaga Cebong, permintaan anak dipenuhi dan rambut siap dipotong. Doa-doa Islam dikumandangkan oleh Kyai setempat salah satunya seperti membaca Bismillahi TawakaltuAllallah, prosesi ruwatan dilanjutkan dengan larungan dimana rambut yang sudah dipotong dikumpulkan kemudian dilarung ditengah Telaga Cebong, dengan iringan sholawat Nabi dan musik rebana. Kegiatan Terakhir adalah makan tumpeng Robyong (berbentuk tumpeng nasi putih di atasnya ditancapkan jajan pasar) dan jajanan pasar dari warga sekitar secara bersama-sama. Kemudiaan dimeriahkan oleh pawai budaya. Dengan urut-urutan Kesenian Thek-thek (angklung), kesenian kuda kepang, kesenian angguk (syair-syair Islam), dan kesenian liong (naga). Sedangkan di daerah Dieng Banjarnegara menggunakan tradisi Hindu, diantarannya seperti tokoh spiritual harus memandikan anak yang
akan diruwat dengan menggunakan air kramat dikawasan dataran tinggi Dieng seperti di goa sumur, prosesi cukur rambut gimbal dilengkapi dengan sesajen, tumpeng, jajanan pasar, kemenyan, 15 jenis minuman. Setelah memanjatkan doa, tokoh spiritual mengasapi kepala si anak dengan kemenyan, dan barulah memotong rambut gimbalnya. Rambut yang telah dicukur dibungkus kain putih lalu dilarung di telaga warna Dieng atau kesungai. Masyarakat Sembungan masih mempercayai tentang adanya mitos. Salah satu ritual yang masih dipegang masyarakat seperti ruwatan anak Gimbal. Mitos anak gimbal sampai sekarang masih dipercayai masyarakat Sembungan. Apabila tidak melakukan ruwatan mereka khawatir akan terjadi sesuatu di Sembungan. Ruwat Cukur Rambut Gembel bertujuan untuk menghilangkan bala‟ rambut gembel agar si anak memiliki rambut yang normal, selain itu si anak yang dicukur rambutnya agar memperoleh keberkahan dan kesehatan.
BAB 1V Tradisi Ruwatan Rambut Gimbal dalam Perspektif Fiqh Imam Abu Hanifah A. Tradisi dan Keyakinan Ruwatan menurut bahasa Jawa berarti “lepas” yang bermakna lepas dari karakteristik sebagai anak gimbal, dengan cara mencukur rambut gimbalnya. Supaya rambut gimbal nya tidak akan tumbuh gimbal lagi.
Dalam
kepercayaan warga setempat sejarah awal mula munculnya ruwatan rambut gimbal di Sembungan yaitu anak berambut Gimbal/Gembel merupakan keturunan orang yang pertama hidup dan melakukan babat alas di dataran tinggi Dieng yaitu Tumenggung Kyai Kolodete, yang diyakini memiliki rambut panjang dan gembel/gimbal yang kemudian sebelum beliau meninggal mewasiatkan rambut gimbalnya akan dititipkan pada anak cucu dan keturunannya. Seperti Kiyai Kolodete yang merupakan pejuang muslim di Wonosobo, selain beliau ada juga mbah Kyai Karim, dan mbah Adam Sari. Anak berambut gimbal di dataran tinggi Dieng dan sekitarnya hingga lereng barat gunung Sindoro dan gunung Sumbing diyakini keturunan Kyai Kolodete yang konon berambut gimbal. Anak-anak gembel tersebut sering disebut anak sukerta (diganggu). Anak sukerta adalah anak yang dicadangkan menjadi mangsa dari Bathara kala. Agar kembali menjadi anak yang wajar maka harus disucikan dan dibersihkan Gimbalnya. Proses pemotongan sesuker rambut Gimbalnya itulah yang dinamakan Ruwatan. Ada juga yang percaya bahwa anak rambut Gimbal setelah dipotong rambut gimbalnya dipercayai akan tumbuh menjadi
anak baik yang panjang umur dan banyak rezekinya. Sebaliknya, bila tidak dicukur dia akan menjadi anak nakal dan selalu mengalami masalah. Dalam prosesi upacara ruwatan ini terdapat akulturasi budaya seperti nilai-nilai tradisi kejawen atau lokal dengan nilai-nilai Islam. Seperti dalam upacara ini terdapat jajan pasar, bucu, dan ingkung sebagai perlengkapan ruwatan yang menggambarkan sebagai tradisi lokal dan nilai-nilai Islam nya terdapat pada pembacaan doa-doa oleh kyai setempat yang digunakan dalam prosesi ruwatan. Terdapat perbedaan antara ruwatan di Sembungan dan di Dieng Banjarnegara: Ruwatan yang dilakukan masyarakat Sembungan dimulai dengan Iringan sholawat atau rebana, pengajian dan doa-doa tolak bala (bencana) dikumandangkan saat prosesi cukur rambut gimbal. Setelah sholawat atau rebana kemudian dibuka dengan sambutan oleh salah satu pelaksana upacara. Kemudian setelah sambutan-sambutan selesai maka prosesi upacara pun dimulai. Prosesi cukur rambut gimbal di Sembungan dilaksanakan di sekitar Telaga Cebong, permintaan anak dipenuhi dan rambut siap dipotong. Doadoa Islam dikumandangkan oleh Kyai setempat salah satunya seperti membaca Bismillahi TawakaltuAllallah, prosesi ruwatan dilanjutkan dengan larungan dimana rambut yang sudah dipotong dikumpulkan kemudian dilarung ditengah Telaga Cebong, dengan iringan sholawat Nabi dan musik rebana. Kegiatan Terakhir adalah makan tumpeng Robyong (berbentuk tumpeng nasi putih di atasnya ditancapkan jajan pasar) dan jajanan pasar dari
warga sekitar secara bersama-sama. Kemudiaan dimeriahkan oleh pawai budaya. Dengan urut-urutan Kesenian Thek-thek (angklung), kesenian kuda kepang, kesenian angguk (syair-syair Islam), dan kesenian liong (naga). Sedangkan di daerah Dieng Banjarnegara menggunakan tradisi Hindu, diantarannya seperti tokoh spiritual harus memandikan anak yang akan diruwat dengan menggunakan air kramat dikawasan dataran tinggi Dieng seperti di goa sumur, prosesi cukur rambut gimbal dilengkapi dengan sesajen, tumpeng, jajanan pasar, kemenyan, 15 jenis minuman. Setelah memanjatkan doa, tokoh spiritual mengasapi kepala si anak dengan kemenyan, dan barulah memotong rambut gimbalnya. Rambut yang telah dicukur dibungkus kain putih lalu dilarung di telaga warna Dieng atau kesungai. Oleh karenanya ruwatan pemotongan rambut gimbal menjadi tradisi yang sejak dulu terus dipertahankan sampai sekarang dengan berbagai model dan cara pelaksanaannya. Ruwat cukur rambut gimbal bertujuan untuk menghilangkan rambut gimbal agar si memiliki rambut yang normal, selain itu si anak yang dicukur rambutnya agar memperoleh keberkahan dan kesehatan. Meskipun dicukur berulang-ulang bila tanpa melalui prosesi ruwatan, maka anak Gimbal tadi akan menjadi Gimbal seperti semula, jadi ruwatan merupakan upacara yang harus dilakukan karena merupakan suatu titisan, atau turunan. Anak berambut gimbal biasanya diperlakukan istimewa oleh keluarganya dan masyarakat sekitar karena memiliki kelebihan dibanding dengan anak lain sebayanya. Kepercayaan secara turun temurun dan terus diyakini seseorang yang dianggap diluar kewajaran memang
terkadang aneh, akan tetapi bagaimanapun juga hal ini merupakan hak asasi bagi orang lain yang tidak bisa harus selalu dinalar dan dimasukkan logika. B. Prosesi dan Makna Ruwatan Rambut Gimbal Prosesi ruwatan dimulai dengan iring-iringan anak-anak rambut gimbal menuju telaga cebong, disambut dengan sholawat rebana. Setelah Sholawat atau rebana kemudian dibuka dengan sambutan oleh salah satu pelaksana upacara sekaligus membuka acara ruwatan pemotongan rambut gimbal. Kemudian setelah sambutan-sambutan selesai maka prosesi upacara pun dimulai. Sebelum prosesi pemotongan dibacakan Doa oleh tokoh Agama setempat
dan
tokoh
masyarakat.
Doa-doa
tolak
bala
(bencana)
dikumandangkan saat prosesi cukur rambut, kemudian permintaan anak dipenuhi dan rambut siap dipotong. Prosesi ruwatan dilanjutkan dengan larungan (pembuangan rambut) dimana rambut yang sudah dipotong dikumpulkan kemudian dilarung (dibuang) ditengah Telaga Cebong, dengan iringan Sholawat Nabi dan musik rebana. Kegiatan terakhir adalah makan Bucu Robyong (nasi tumpeng yang ditusuki dengan jajanan pasar) dan jajanan pasar dari warga yang mempunyai hajat meruwat anaknya untuk disedekahkan kepada masyarakat yang datang. Sedekah ini dimaksud supaya si anak mendapatkan keselamatan dan kesehatan. Acara terakhir yaitu pentas kesenian khas Wonosobo. Ruwat Cukur Rambut Gembel bertujuan untuk menghilangkan rambut gembel agar si anak memiliki rambut yang normal, selain itu si anak yang dicukur rambutnya agar memperoleh keberkahan dan kesehatan. Mashlahah dan tradisi Islam yang terdapat dalam ruwatan rambut
gimbal diantarannya: 1. Menguatkan tali Silaturahmi Pada saat hari pelaksanaaan ruwatan pemotongan rambut gimbal masyarakat berkumpul di telaga Cebong ikut menghadiri acara ruwatan dan dijadikan sebagai ajang silaturrahmi antar masyarakat. 2. Membaca Sholawat
Sholawat yang berarti memuji mengagungkan Rosullullah, dan membuat wasilah dengan membaca sholawat. Barang siapa yang membaca sholawat untuk nabi, maka akan menjadi cahaya nanti di hari akhir.
3. Bersedekah
Sedekah/Sodakoh untuk keselamatan, yang artinya secara langsung bermakna keberuntungan bagi orang-orang yang diundang, karena ketika masyarakat datang mendapatkan rezeki bisa makan bersama. Sedekah ini berasal dari orang-orang yang akan melakukan ruwatan kemudian disedekahkan kepada masyarakat yang datang.
4. Membaca doa-doa Alquran
Doa-doa yang disebut merupakan doa-doa yang ditujukan untuk memanjatkan doa kepada Allah. Tawakaltu allallah.
Seperti
membaca Bismillahi
Menurut kepercayaan masyarakat Sembungan, mereka memaknai ruwatan rambut gimbal hanya sebagai simbolik untuk mengharap kebaikan dari suatu tindakan tersebut yang disebut dengan Tafa‟ul. Berbeda dengan orang kejawen, ketika ruwatan akan memakai jenjem (perhitungan baik buruk). Masih menggunakan adanya hitungan, jenjem atau perhitungan keuntungan, seperti perhitungan hari maupun tanggal,dalam orang kejawen kentungan hari tertentu dan tanggal-tanggal, hal ini sama halnya dengan orang hindu-Budha yang memakai dupa. Sehingga orang yang masih
menggunakan
kejawen
harus
menggunakan
perhitungan
keuntungan, sedangkan dalam Islam, tidak ada seperti itu, karena dalam Islam setiap hari itu bagus, setiap waktu juga baik. Apalagi hari yang paling baik adalah Jumat. Salah satu hal yang telah hilang dari ruwatan rambut Gimbal di desa Sembungan seperti Sesajen namun yang ada hanya tumpeng beserta ingkung dan jajan pasar yang dimaksud sebagai sedekah dari orang yang mempunyai hajat
meruwat anaknya untuk di sedekahkan kepada
masyarakat yang datang. Dari sini kita dapat dilihat meskipun di Sembungan ruwatan rambut gimbalnya menggunakan cara Islami namun masih terdapat budaya Jawa, yang artinya ada Akulturasi percampuran dua kebudayaan. Meskipun demikian secara adat dan tradisi tetap dilaksanakan sebagaimana adat budaya Islam. Yang mana tradisi dan budaya merupakan kekayaan warisan bangsa yang tidak ternilai harganya, oleh karena itu menjadi kewajiban dan tanggung jawab Bangsa Indonesia untuk
melestarikan keberadaannya sehingga tidak punah begitu saja. Jajan Pasar, Bucu dan Ingkung itu semua merupakan sedekah atau Selametan dari orang yang mempunyai hajat untuk meruwat anaknya yang kemudian disedekahkan kepada masyarakat yang datang dalam acara tersebut. Sebagaimana dalam ajaran Islam sendiri kita dianjurkan untuk bersedekah dalam pengamalan kehidupan sehari-hari sebagai berikut:
ِ َعنْ َد َاللَّ ِوَوصلَو ٍ َّخ ُذ َماَي ْن ِفق َقُرب ِ ات ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ات َا َّلرس ِ ْ وِمن َولَأٍَلَإِن ََّها ُ َُ ُ ُ َ َم ْنَيُ ْؤم ُنَباللَّو ََوالْيَ ْوم َاآلخ ِر ََويَت َ َاألعَراب َ َ ََ َ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََ يم ٌَ ور ََرح ٌ َسيُ ْدخلُ ُه ُمَاللَّوَُْف ََر ْْحَتوَإ َّنَاللَّوََ َغ ُف َ قُ ْربَةٌَ ََلُ ْم “Dan di antara orang-orang Arab Badui itu, ada orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah) itu, sebagai jalan mendekatkannya kepada Allah dan sebagai jalan untuk memperoleh doa Rasul. Ketahuilah, sesungguhnya nafkah itu adalah suatu jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri (kepada Allah). Kelak Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat (surga) Nya sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”(At-taubah 99) Berdasarkan ayat ini sedekah akan mendekatkan diri kepada Allah, zat yang Maha pemberi rezeki, yang Maha kaya menjamin terjaganya rezeki dan harta yang kita miliki. Artinya, semakin kikir kita akan semakin jauh kita dari rezeki dan nilai hakiki kekayaan yang sebenarnya. Dalam prosesi ruwatan ini menggunakan cara Islam seperti dengan tawakal membaca bismillahi tawakaltu allallah. Didalam prosesi ruwatan juga terdapat Sholawat, yang berarti memuji mengagungkan Rosullullah, kita membuat wasilah dengan membaca sholawat. Barang siapa yang mau membaca sholawat untuk nabi, maka akan menjadi cahaya nanti diyaumul qiyamah. Pada dasarnya ruwatan rambut gimbal di Sembungan menggunakan cara Islami dimana dasar dari pencukuran tersebut ketika nanti dia dewasa dan membutuhkan suatu hal kebersihan secara Jisim yang
artinya mensucikan diri. Seperti telah dijelaskan pada hadis berikut ini:
... اَلنَّظا َ فَةُ ِمهَ ا ِاليْما َ ُن “kebersihan itu sebagian dari iman” (HR. Bukhori Muslim) Setiap ada suatu acara kegiatan di desa Sembungan masih menggunakan adat kebiasaan Islam setempat. Dan untuk mengimbangi kebudayaan, seperti memakai bucu yang ditusuki jajan pasar, mungkin bagi orang yang mengikuti kejawen itu mempunyai makna tersendiri, misalnya jika jajan pasar itu diambil diibaratkan menggambarkan seperti rambut gimbal nya diambil. Namun bagi masyarakat Sembungan itu semua tidak mempunyai arti, hanya sebagai simbolik saja. Artinya segala doa-doa yang dibaca juga doa-doa mohon keselamatan pada Allah. Dngan tujuan anak gimbal tadi supaya terhindar dari segala marabahaya. Tanpa memakai mantra sama sekali. Berbeda antara dengan orang kejawen, ketika ruwatan juga harus memakai jenjem (perhitungan), seperti dalam keyakinan orang kejawen adanya kenutungan hari dan tanggal tertentu, berarti sama seperti dengan orang Hindu-Budha yang memakai dupa. Sehingga orang yang masih menggunakan kejawen harus menggunakan perhitungan keuntungan, sedangkan dalam Islam, tidak ada perhitungan seperti itu, karena dalam Islam setiap hari itu bagus, dan setiap waktu juga baik. Apalagi hari yang paling baik dalam Islam adalah hari Jum‟at. Menurut Achmad Chodim yang dikutip oleh Roqib, tradisi dan budaya akomodatif terhadap budaya lokal ini merupakan upaya dakwah
yang merespons budaya lokal untuk menciptakan harmonitas sosial sehingga ajaran Islam bisa diaplikasikan tanpa ada penggusuran terhadap tradisi lama yang baik. Keserasian dengan tradisi lokal ini memiliki posisi penting bagi orang Jawa. Hal ini juga ditunjukkan oleh para wali, Meski Sunan Kalijaga menjadi anggota Wali Songo, tetapi dia tetap berpakaian ala Jawa. Sunan tidak menggunakan jubah atau surban. Sunan tetap menggunakan blangkon (semacam ikat kepala yang tinggal dipakai). Sunan tidak menggunakan jubah, tetapi menggunakan bajunya sendiri yang disebut baju takwa. Yaitu baju pas model Jawa dengan kerah tegak dan panjang. Dengan kreasi seperti inilah Sunan Kalijaga mengajarkan Islam tanpa menimbulkan konflik di masyarakat (Roqib, 2007:56-57). Kepercayaan pra-Islam pada masyarakat Jawa yang animis, dinamis, dipandang oleh Tohari dalam pandangan adat dan tradisi kebudayaan yang memiliki kearifan lokal (local wisdom) yang tidak akan dibongkar dan dibersihkan jika tidak bertentangan dengan ajaran Islam (akhlaq wal-karimah).
C. Prosesi Ruwatan Rambut Gimbal dalam Perspektif Fiqh Imam Abu Hanifah Tafa‟ul adalah mengharapkan kebaikan dari suatu tindakan dan lawan dari Tafa‟ul adalah Tafaum yang artinya pesimis, dan Tafaum dilarang dalam Islam. Tafa‟ul telah dijelaskan dalam hadis Nabi SAW. Dalam sebuah hadis Rasululullah saw bersabda:
ِ ٍ َعنَاََن :ََلَاَهللَِصلىَاَهللَعلىوَوسلم ُ َل ََر ُس ْو َ ََقا:ََل َ ََعْنوَُقا َ ُس ََرض َىَاهلل َْ
ِ ِ َََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََ ََََََََََُ َكلِ َمةًَطَيِّبة:َََل؟ََقاٍََل ُ َْوماََاَْل َفا:َ َ ٍَل َ َْقاََلُْوا.َىَوٍلََطيَ َرةَ ََوَيُ ْعجبُ ِىنَاَْل َفاْ ُل َ َع ْد ََو Dari Anas ra, berkata Rasullullah Saw, bersabda: “Tidak ada sakit menular dan tidak ada kesialan karena sesuatu. Dan saya kagum pada fa‟i”. Para sahabat bertanya: “ Apakah fai‟i itu? “ beliau menjawab: “ kata yang baik”. ( Riwayat Bukhari- Muslim).
Al-Fa‟l menurut ulama bermaksud seseorang mendengar atau terdengar suatu ucapan yang baik. Sama hal nya dengan ruwatan, orangorang yang melakukan ruwatan mengharap kebaikan dari tindakan itu dengan meminta kepada Allah. Seperti dengan memotong rambut gimbal, dan membuang rambut gimbalnya yang hanya bersifat simbolis saja, mengharap yang baik untuk masa yang akan datang, seperti bala hilang atau tersingkir dari si anak. Rasulullah membenarkan al-Fa‟l atau at-Tafa‟ul karena ia berprasangka baik (husnudzan) kepada Allah atau menaruh harapan kepadaNya, dimana setiap mukmin diperintahkan supaya senantiasa berprasangka baik kepada Allah setiap saat.Contoh hadis Nabi tentang Tafa‟ul yaitu Hadis riwayat Abu Qatadah:
ia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda: “Mimpi baik (rukyah) itu datangnya dari Allah dan mimpi buruk (hilm) datang dari setan. Maka apabila salah seorang di antara kalian bermimpi yang tidak menyenangkan hendaklah dia meludah ke samping kiri sebanyak tiga kali dan memohon perlindungan kepada Allah dari kejahatannya sehingga mimpi itu tidak akan membahayakannya”. (Shahih Muslim No.4195) dan harapannya setan yang mengganggunya pergi. Sama hal nya dengan ruwatan, orang-orang yang melakukan ruwatan mengharap kebaikan dari tindakan itu dengan meminta kepada Allah. Seperti dengan memotong rambut gimbal, dan membuang rambut gimbalnya yang hanya bersifat simbolis, mengharap yang baik untuk masa yang akan datang. Dengan demikian bagi
orang yang belum
memahaminya pemotongan dan larungan dalam prosesi ruwatan tentu terasa tidak masuk akal atau irasional. Dari adanya tindakan Irasional tadi maka belum tentu musyrik. Karena kita tidak bisa langsung mengatakan sesuatu hal itu syirik Karena ciri-ciri musyrik sendiri diantaranya: menyembah selain Allah, menyekutukan Allah, dan mengharap kepada selain Allah. Ruwatan itu ada yang menyebutnya adat, ada pula yang menilainya sebagai kepercayaan. Islam memandang, adat itu ada dua macam, adat yang mubah (boleh) dan adat yang haram. Sedang mengenai keyakinan atau kepercayaan apabila dengan cara memotong rambut gimbal akan menghilangkan nasib buruk maka termasuk musyrik dengan alasan misalnya jika rambut tidak dipotong hidupnya akan celaka. Karena hal seperti itu jelas bertentangan dengan hukum Islam.
ِ ِ ُ ِفَلَوَُإ ٍ ِ َضلِ ِو َْ َوإِ ْنََيَْ َس ْ الَر َّادَلَِف َس ُ ِكَاللَّوَُب َ ضٍّرَفَالَ َكاش َ ٍَلَى َو ََوإ ْنَيُِرْد َكَِبَْْيَف
ِ َّ َعب ِادهَِوىوَالْغَ ُفور ِ ِ ِِ ص ِ َيم َ يبَبو ُ ُ ُي َ ُ َ َ َم ْنَيَ َشاءَُم ْن ُ َالرح “Dan jika Allah menimpakan kepadamu suatu bahaya, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya selain Dia; sedang jika Allah menghendaki untukmu sesuatu kebaikan, maka tidak ada yang dapat menolak karunia- Nya… Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ”(QS.Yunus: 107). Kepercayaan kepada Bhatara Kala, hingga meyakini jika dengan diadakan ruwatan maka terhindar dari dimangsa Bhatara Kala dan terbuang sialnya. Sial ataupun beruntung itu datangnya hanya dari Allah, maka sudah semestinya meminta hanya kepada Allah, bukan kepada selain-Nya, dan dengan cara yang diajarkan Allah.
Syirik besar adalah memalingkan sesuatu bentuk ibadah kepada selain Allah, seperti berdo'a kepada selain Allah atau mendekatkan diri kepadanya dengan penyembelihan kurban atau nadzar untuk selain Allah, baik untuk kuburan, jin atau syaitan, atau mengharap sesuatu selain Allah, yang tidak kuasa memberikan manfaat maupun mudharat.
Syirik Zhahir (Nyata), yaitu syirik kecil yang dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Dalam bentuk ucapan misalnya, bersumpah dengan nama selain Allah.
Sebagaimana penjelasan yang dijelaskan oleh Imam Abu Hanifah bahwa:
ََََََََََََََََََإذاَملَيستحلها,وٍلَنكفرَمسلماَبذنبَمنَالذنوبَوإنَكانتَكبْية
َ َََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََ “kita tidak mengkafirkan orang muslim, meskipun melakukan dosa. Meskipun dosa besar, selama tidak menghalalkan dosa itu”.(Alkidah Wal ilmu Kalam:621). Didalam ruwatan rambut gimbal masyarakat sembungan tidak ada unsur musyrik. Karena didalamnya tidak ditemukan adanya indikasi musyrik. Sesuai dengan penjelasan Imam Abu Hanifah dalam penjelasannya kita tidak boleh semudah itu untuk mengkafirkan perbuatan orang muslim. Meskipun dia melakukan dosa besar, dia tetap tidak boleh dihukumi kafir. Hanya dihukumi dia berdosa. Selama dia yang melakukan dosa itu tidak menghalalkan dosa tersebut. Namun jika beranggapan dengan niat memotong rambut gimbal akan membuang bala‟ bencana atau sial maka termasuk musyrik. contohnya bala‟ hilang dan tersingkir dari si anak. Sial ataupun beruntung itu datangnya hanya dari Allah Ta‟ala, maka mestinya meminta hanya kepada Allah, bukan kepada selain-Nya. Tathoyyur atau Thiyaroh adalah merasa bernasib sial, atau meramal nasib buruk karena melihat burung, binatang dan lainnya, atau apa saja.
ِ َوم. َثَالَثًا.َشرٌك ِ ِ .اَمنَّاَإٍِلَّ ََولَ ِك َّنَاللَّوََيُ ْذ ِىبُوَُبِالت ََّوُّك ِل ََ ْ ُالطِّيَ َرةَُش ْرٌكَالطِّيَ َرة “Beranggapan sial adalah kesyirikan, beranggapan sial adalah kesyirikan”. Beliau menyebutnya sampai tiga kali. Kemudian Ibnu Mas‟ud berkata, “Tidak ada yang bisa menghilangkan sangkaan jelek dalam hatinya. Namun Allah-lah yang menghilangkan anggapan sial tersebut dengan tawakkal.” (HR. Abu Daud no. 3910 dan Ibnu Majah no. 3538. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). (https://rumaysho.com/2248-beranggapan-sial-berbau-syirik.html)
Metode Istinbath yang digunakan Abu Hanifah: “Saya berpegang pada kitab Allah, jika tidak saya mengambil sunah rasulullah SAW, jika tidak aku dapati juga dikitab Allah dan sunnah rasulnya, saya mengambil pendapat sahabat yang aku kehendaki dan meninggalkan pendapat yang tidak aku kehendaki pula”. Abu hanifah dalam berijtihad menetapkan suatu hukum berpegang kepada beberapa dalil syara‟ yaitu alqur‟an, sunnah, ijma‟, sahabat, qiyas, istihsan dan „Urf. Seperti dalam Mashlahah Mursalah, yaitu kebaikan (mashlahah) yang tidak disinggung-singgung syara‟, untuk mengerjakannya atau meninggalkannya. Sedang kalau dikerjakan akan membawa manfaat atau menghindari keburukan. Dalam prakteknya mashlahah tidak banyak berbeda dengan istihsan. Perbedaannya, istihsan ialah mengecualikan suatu hukum dari peraturan umum yang ditetapkan qiyas, sedang mashlahah murshalah tidak ada penyimpangan dari qiyas. Syarat-syarat mashlahah mursalah: 1. hanya berlaku dalam masalah muamalat 2. tidak berlawanan dengan maksud syar‟iat atau salah satu dalilnya yang sudah dikenal. 3. mashlahah adalah karena kepentingan yang nyata dan diperlukan oleh masyarakat.(Hanafie,1993:144) Mashlahah yang terdapat dalm ruwatan diantaranya seperti: 1. menguatkan tali Silaturahmi Pada saat hari pelaksanaaan ruwatan pemotongan rambut gimbal masyarakat berkumpul di telaga Cebong ikut menghadiri acara
ruwatan dan dijadikan sebagai ajang silaturrahmi antar masyarakat. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis berikut: “Siapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dilanjutkan umurnya maka hendaknya menyambung hubungan keluarga (silaturrahmi)” (HR. Bukhari Muslim). 2. Membaca Sholawat
Sholawat yang berarti memuji mengagungkan Rosullullah, dan membuat wasilah dengan membaca sholawat. Barang siapa yang membaca sholawat untuk nabi, maka akan menjadi cahaya nanti di hari akhir.
3. Bersedekah
Sedekah/Sodakoh untuk keselamatan, yang artinya secara langsung bermakna keberuntungan bagi orang-orang yang diundang, karena ketika masyarakat datang mendapatkan rezeki bisa makan bersama. Sedekah ini berasal dari orang-orang yang akan melakukan ruwatan kemudian disedekahkan kepada masyarakat yang datang.
ِا ِ َث ة ت َمي ع ف َ د َوَت ب َالر ب ظ غ َ ء فى ط ت ل َ ة ق َ د َالص ن ْ َ ََقا.ََالس ْوِء َ َ َّ ِّ ٌ َ َ َ ْ َّ ٌ ْاَح ِدي َ َ َ َ َ ُ َ َل ْ َ َى َذ ُ َ ُ ُ ِ َغ ِري ََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََى َذاَالْ َو ْج ِو َ بَم ْن ٌْ Artinya : “Sungguh shadaqah itu dapat menghilangkan amarah Tuhan dan dapat menolak (cara) mati yang buruk.”
4. Membaca doa-doa
Doa-doa yang disebut merupakan doa-doa
yang ditujukan
untuk memanjatkan doa kepada Allah.
ِ ِ كَأَ ْنَأ َُض َّلَأ َْوَأَ ِزَّل َ َِاللَّ ُه َمَإُ َِّنَأَعُ ْوذَُب,ََعلَىَاللَّ ِو َ َض َّلَأ َْوَأ َ ت ُ بِ ْس ِمَاللَّوَتَ َوَّك ْل ِ َََََََعلَ َّي ُْ َج َه َلَأ َْو َ َُي َه َل ْ أ َْوَأ َُزَّلَأ َْوَأَظْل َمَأ َْوَأُظْلَ َمَأ َْوَأ ََََDengan menyebut nama Allah saya bertawakkal kepada Allah.
Ya Allah, sesungguhnya saya berlindung diri kepadaMu dari sesuatu yang menyesatkan, dari suatu yang menggelincirkan atau digelincirkan dari suatu yang menganiaya atau teraniaya, atau dari sesuatu yang membodohkan atau diperbodohkan (HR Abu Dawud dan At Tirmidzi) „Urf dapat dijadikan sebagai salah satu dalil dalam menetapkan hukum syara‟ apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. „Urf itu baik yang bersifat khusus dan umum maupun yang bersifat perbuatan dan ucapan berlaku secara umum. Artinya, „urf itu berlaku dalam mayoritas kasus yang terjadi di tengah-tengah masyarakat dan keberlakuannya dianut oleh mayoritas masyarakat tersebut. 2. „Urf itu telah memasyarakat ketika persoalan yang akan ditetapkan hukumnya itu muncul. Artinya, „urf yang akan dijadikan sandaran hukum itu lebih dahulu ada, sebelum kasus yang akan ditetapkan hukumnya. 3. „Urf itu tidak bertentangan dengan yang diungkapkan secara jelas dalam suatu transaksi. Artinya dalam suatu transaksi apabila kedua belah pihak telah menentukan secara jelas hal-hal yang harus dilakukan.
4. „Urf itu tidak bertentangan dengan nash, sehingga menyebabkan hukum yang dikandung nash itu tidak bisa diterapkan. „urf seperti ini tidak bisa dijadikan dalil syara‟, karena kehujjahan „urf bisa diterima apabila tidak ada nash yang mengandung hukum permasalahan yang dihadapi.
اَ ْل َعا َدةُ ُم َح َك َمة “Adat kebiasaan itu dapat menjadi ditetapkan sebagai hukum” Adat yang dilakukan secara berulang-ulang dan menjadi kebiasaan sehingga dapat melekat pada benak orang-orang, hal ini seperti tradisi ruwatan yang dilakukan oleh masyarakat Sembungan, ruwatan sudah menjadi tradisi atau suatu kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat Sembungan pada umumnya. Sedangkan syarat adat istiadat bisa dikatagorikan hukum Islam yaitu : a. Kebiasaan tersebut telah berlaku lama di tengah kehidupan masyarakat dan dikenal secara luas. b. Adat tersebut dapat diterima oleh akal sehat dan bisa memberi manfaat. c. Peraturan masyarakat itu tidak bertentangan dengan Al-quran dan AlHadits.Seperti dalam surat Ali-Imran ayat 19:
ِ إِ َّن الد ِ .......اإلسالم ْ ِّين ع ْن َد اللَّه َ
“Sesungguhnya agama yang diridhai disisi Allah hanyalah Islam..”
Dalam Islam orang yang berambut gimbal bukanlah sebuah nasib,
suatu nasib yang kurang beruntung juga tidak ada dalam Islam. Hanya pemotongannya
saja
secara
budaya
setempat
dengan
tujuan
melestarikan kekayaan kebudayaan. Secara muslimnya, kita harus bersuci membersihkan diri atau badan. Tradisi Islam yang terdapat didalam prosesi ruwatan antara lain seperti Sholawat, berarti memuji mengagungkan Rosullullah, kita membuat wasilah dengan membaca sholawat karena barang siapa yang mau membaca sholawat untuk nabi, maka akan menjadi cahaya nanti di yaumul qiyamah atau hari akhir. Selametan dan ruwatan memiliki tujuan yang hampir sama yaitu sama-sama meminta kepada Tuhan agar selamat dari bahaya dan sehat (waras) dari segala penyakit. Tujuan lain adalah untuk menjaga keserasian manusia manusia dengan alam, baik alam fisik maupun alam nonfisik (alam roh, lelembut). Terkait dengan selamatan dalam tradisi santri atau Islam tradisionalis, ada proses islamisasi tradisi semisal tradisi selametan 1,3,7,40,100,1000 hari bagi orang yang telah meninggal dunia (Roqib,2007:56). Menurut Achmad Chodim yang dikutip oleh Roqib, tradisi dan budaya akomodatif terhadap budaya lokal ini merupakan upaya dakwah yang merespons budaya lokal untuk menciptakan harmonitas sosial sehingga ajaran Islam bisa diaplikasikan tanpa ada penggusuran terhadap tradisi lama yang baik. Keserasian dengan tradisi lokal ini memiliki posisi penting bagi orang Jawa. Hal ini juga ditunjukkan oleh para wali, meski Sunan Kalijaga menjadi anggota Wali Songo, tetapi
dia tetap berpakaian ala Jawa. Sunan tidak menggunakan jubah atau surban. Sunan tetap menggunakan blangkon (semacam ikat kepala yang tinggal dipakai). Sunan tidak menggunakan jubah, tetapi menggunakan bajunya sendiri yang disebut baju takwa (yaitu baju pas model Jawa dengan kerah tegak dan panjang). Dengan kreasi seperti inilah Sunan Kalijaga mengajarkan Islam tanpa menimbulkan konflik di masyarakat (Roqib, 2007:56-57). Demikian juga dengan Kyai Kolodete upaya dakwah yang dilakukan dengan ruwatan, dalam prosesi ruwatan tersebut diselipkan dengan membaca sholawat Nabi dan menampilkan kesenian daerah setempat yang artinya mengajarkan agama Islam dan melestarikan kebudayaan setempat.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah penulis mengadakan pengolahan dan penganalisisan data dari hasil penelitian, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut: 1. Munculnya tradisi ruwatan rambut gimbal di desa Sembungan, Kejajar, Wonosobo Jawa Tengah Nenek moyang di Sembungan adalah seorang ulama yang menyebarkan ajaran Islam yang bernama Kyai Kolodete beliau berambut gimbal yang menurunkan rambut gimbalnya pada anak-anak. Selain beliau ada juga mbah Kyai karim, dan mbah adam sari (Jaka Sembung). Ruwatan dimaksud untuk menghilangkan bala‟ atau bencana agar anak memiliki rambut yang normal dan untuk meminta keselamatan. Bagi yang tidak mengikuti ruwatan ketika dicukur sewaktu-waktu tanpa melalui ruwatan maka anak akan sakit-sakitan dan rambut akan tumbuh gimbal lagi. Jadi ruwatan merupakan ritual yang harus dilakukan karena merupakan suatu titisan, atau turunan dari nenek moyang Kyai Kolodete. 2. Prosesi ruwatan rambut gimbal di desa Sembungan, Kejajar, Wonosobo Jawa Tengah. Prosesi ruwatan dimulai dengan iring-iringan anak-anak rambut gimbal menuju telaga cebong, disambut dengan sholawat rebana. Setelah sholawat atau rebana kemudian dibuka dengan sambutan oleh salah satu pelaksana upacara sekaligus membuka acara ruwatan pemotongan rambut
gimbal. Kemudian setelah sambutan-sambutan selesai maka prosesi upacara pun dimulai. Sebelum prosesi pemotongan dibacakan Doa oleh tokoh Agama setempat dan tokoh masyarakat. Doa-doa tolak bala (bencana) dikumandangkan saat prosesi cukur rambut, kemudian permintaan anak dipenuhi dan rambut siap dipotong. Prosesi ruwatan dilanjutkan dengan larungan dimana rambut yang sudah dipotong dikumpulkan kemudian dilarung ditengah Telaga Cebong, dengan iringan sholawat Nabi dan musik rebana. Kegiatan terakhir adalah makan Bucu Robyong (nasi tumpeng yang ditusuki dengan jajanan pasar) dan jajanan pasar dari warga yang mempunyai hajat meruwat anaknya untuk disedekahkan kepada masyarakat yang datang. Sedekah ini dimaksud supaya si anak mendapatkan keselamatan dan kesehatan. Acara terakhir yaitu pentas kesenian khas Wonosobo dengan urut-urutan Kesenian Thek-thek (angklung), kesenian kuda kepang, kesenian angguk (syair-syair Islam), kesenian liong (naga). 3. Perspektif Fiqh Imam Abu Hanifah terhadap prosesi adat ruwatan rambut gimbal masyarakat Sembungan Metode Istinbath yang digunakan Abu Hanifah: “Saya berpegang pada kitab Allah, jika tidak saya mengambil sunah rasulullah SAW, jika tidak aku dapati juga dikitab Allah dan sunnah rasulnya, saya mengambil pendapat sahabat yang aku kehendaki dan meninggalkan pendapat yang tidak aku kehendaki pula”. Abu hanifah dalam berijtihad menetapkan suatu hukum berpegang kepada beberapa dalil syara‟ yaitu alqur‟an, sunnah, ijma‟, sahabat, qiyas, istihsan dan „Urf. Seperti dalam Mashlahah Mursalah, yaitu kebaikan (mashlahah) yang tidak disinggung-singgung syara‟, untuk
mengerjakannya atau meninggalkannya. Sedang kalau dikerjakan akan membawa manfaat atau menghindari keburukan. Orang yang melakukan ruwatan mengharap kebaikan dari tindakan itu dengan meminta kepada Allah. Seperti dengan memotong rambut gimbal, dan membuang rambut gimbalnya yang hanya bersifat simbolis, mengharap yang baik untuk masa yang akan datang. Namun jika beranggapan dengan niat memotong rambut gimbal akan membuang bala‟ bencana atau sial maka termasuk musyrik. contohnya bala hilang dan tersingkir dari si anak. Sial ataupun beruntung itu datangnya hanya dari Allah Ta‟ala, maka mestinya meminta hanya kepada Allah, bukan kepada selain-Nya. Tathoyyur atau Thiyaroh adalah merasa bernasib sial, atau meramal nasib buruk karena melihat burung, binatang dan lainnya, atau apa saja. Ruwatan itu ada yang menyebutnya adat, ada pula yang menilainya sebagai kepercayaan. Islam memandang, adat itu ada dua macam, adat yang mubah (boleh) dan adat yang haram. Adanya keyakinan atau kepercayaan apabila dengan cara memotong rambut gimbal akan menghilangkan nasib buruk maka termasuk musyrik dengan alasan misalnya jika rambut tidak dipotong hidupnya akan celaka. Karena hal seperti itu jelas bertentangan dengan hukum Islam. Kepercayaan kepada yang lain misalnya Bhatara Kala, hingga meyakini jika dengan diadakan ruwatan maka dapat terhindar dari mangsa Bhatara Kala atau terbuang sialnya. Sial ataupun beruntung itu datangnya hanya dari Allah, maka
sudah semestinya meminta hanya kepada Allah, bukan kepada selainNya, dan dengan cara yang diajarkan Allah. B. Saran-saran Berdasarkan kesimpulan yang telah diperoleh dari hasil penelitian. Penulis memberikan beberapa saran yang mudah-mudahan dapat bermanfaat antara lain: 1. Bagi Masyarakat Bagi masyarakat supaya dapat menjaga dan melestarikan kebudayaan peninggalan nenek moyang yang telah ada. 2. Bagi tokoh agama Dapat
memberikan
pemahaman
kepada
masyarakat
untuk
mengetahui aturan-aturan hukum Islam yang sesuai dengan syariat, tanpa menyimpang dari ajaran Islam. 3. Bagi ilmu hukum untuk mengetahui adakah tradisi hal-hal yang tidak sesuai dalam prosesi ruwatan menurut tinjauan Fiqh Imam Abu Hanifah.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Chairil. 1967. Meninjau Hukum Adat Minangkabau. Jakarta: Penerbit Segara. Ahmad An Nasa‟iy, Abu Abdur Rahman. 1993. Terjemah Sunan An Nasa‟iy. Semarang: CV. Asy Syifa‟ Semarang. Isa, Muhammad Bin Surah At Tirmdzi. 1992. Terjemah Sunan At Tirmidzi. Semarang: CV Asy Syifa‟. Daymon, Cristine. 2002. Metode Riset Kualitatif Dalam Public Relation dan Marketing Communication. Jakarta: Benteng Pustaka. Ghani, Djuanidi.1997. Dasar-dasar Pendidikan Kualitatif, Prosedur, Tehnik dan Teori. Surabaya: PT. Bila Ilmu. Giri, Wahyana. 2009. Sajen dan Ritual Orang Jawa. Yogyakarta: Penerbit Narasi. Hazairin. 1970. Demokrasi Pancasila. Jakarta: Tintamas. Hanafie.1993. Usul Fiqh. Jakarta: Pt Aka Jakarta. Haroen, Nasrun.1996. Ushul Fiqh 1. Jakarta: Logos. Jamil, Abdul. 2002. Islam dan Kebudayaan Jawa. Yogyakarta: Gama Media. Junus, Mahmud. 1967. Terjemah Al Qura‟an Al Karim. Singapore: Alharamain. Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka. Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Muhadjir, Neong. 1994. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Reka Sarasin. Nashiruddin Al Albani, Muhammad. 2014. Ringkasan Shahih Bukhari. Jakarta:
Pustaka Azzam Anggota IKAPI DKI Jakarta. -------------------------------. 2013. Mukhtashar Shahih Muslim. Jakarta: Pustaka Azzam Anggota IKAPI DKI Jakarta. Nawawi, Hadari. 1990. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University press. Poerwadarminta.1976. Kamus umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Pudjosewojo, Kusumadi. 1986. Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Aksara Baru. Qodir, Zuly. 2011. Sosiologi Agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Resi, Maharsi. 2010. Islam Melayu vs Jawa Islam.Yogyakarta: Pustaka Belajar. Roqib, Moh. 2007. Harmoni Dalam Budaya Jawa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Roibin. 2009. Relasi Agama dan Budaya Masyarakat Kontemporer: Malang: UIN Malang Press. Soekanto dan Soerjono. 2002. Hukum Adat Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Soekanto dan Soerjono Soekanto. 1979. Pokok-pokok Hukum Adat. Bandung: Penerbit Alumni. Shabir, Muslich. 1986. 400 Hadis Pilihan tentang akidah, syari‟ah, dan akhlak. Bandung: PT Alma‟arif. Suryabrata, Sumadi. 1983. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. http://ebsoft.web.id. digilib. Uinsby.ac.id/896/2/Bab%20/pdf.
digilib.uinsby.ac.id/1/240/4/bab 1/pdf. Cabiklunik.blogspot.co.id/2011/07/buku-kajian-agama-dalam-perspektif-html. Makalah-perkuliahan-blogspot.co.id/2012/07/hukum-adat-sebagai-aspekkehidupan-html. (http://www.arrahmah.com/news/2014/10/24/ruwatan-dan-bahayanya-bagi-
aqidah-islam.html) (http://abufathirabbani.blogspot.co.id/2012/11/syirik-pengertian-sebab-sebab-dan-jenis.html) (https://rumaysho.com/2248-beranggapan-sial-berbau-syirik.html)
Daftar Pertanyaan Wawancara
1. Bagaimana Sejarah awal munculnya ruwatan rambut Gimbal? 2. Bagaimana gejala awal tumbuhnya rambut gimbal pada anak? 3. Adakah perbedaan anatara anak berambut Gimbal dengan anak pada umumnya? 4. Bagaimana Prosesi ruwatan rambut gimbal masyarakat Sembungan berlangsung? 5. Pada umur berapa anak bisa dilakukan Ruwatan? 6. Apa yang terjadi jika tidak diadakan ruwatan terhadap anak berambut gimbal? 7. Bagaimana masyarakat setempat memaknai ruwatan tersebut? 8. Adakah nilai-nilai Islam dalam tradisi tersebut? 9. Apa makna dari nilai-nilai Islam yang terdapat di dalam tradisi tersebut? 10.Adakah hubungan antara kejawen dengan tradisi Islam di Sembungan?
Arak-arakan dari balai desa Sembungan Upacara Ruwatan Rambut Gimbal menuju Telaga Cebong
Pentas Rebana oleh kelompok kesenian prosesi pencukuran Rambut Gimbal
Pemotongan rambut gimbal oleh Salah satu personil slank
pemberian permintaan anak rambut Gimbal dari Tokoh Masyarakat
Prosesi Pelarungan Rambut Gimbal Oleh tokoh masyarakat
Pentas Kebudayaan Khas Wonosobo
Salah satu anak rambut Gimbal di Sembungan
Wawancara dengan seorang tokoh masyarakat bapak Zaiudin
Wawancara dengan pak kadus bapak Ahmad Irfan
Wawancara dengan Tokoh Agama bapak Lukman Hakim
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama
: Irinna Ika Wulandari
NIM
: 21111034
Jurusan/Fakultas
: Ahwal Al Syakhshiyyah/ Syariah
Tempat/Tanggal Lahir
: Semarang, 09 Januari 1993
Alamat
: Dusun Pancuran Rt 06 Rw 02 Kandangan, Bawen
Nama Ayah
: Muh isom
Nama Ibu
: Siti Munawaroh
Agama
: Islam
Pendidikan
: - SD N 3 Kandangan
lulus tahun 2002
- SMP N 5 Ambarawa
lulus tahun 2008
- SMA N 1 Ambarawa
lulus tahun 2011
Demikian daftar riwayat hidup ini penulis buat dengan sebenar-benarnya.
Salatiga, 9 September 2015 Penulis,
IRINNA IKA WULANDARI
DAFTAR NILAI SKK
Nama : Irinna Ika Wulandari
Fakultas : Syariah
NIM
: 21111034
Jurusan
P.A.
: Heni Satar Nurhaida, SH.,M.Si.
No JENIS KEGIATAN 1. Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan (OPAK) oleh DEMA STAIN Salatiga 2. Achievement Motivation Training (AMT) “Membangun Mahasiswa Cerdas Emosi, Spiritual, dan Intelektual” oleh CEC & Ittaqo STAIN Salatiga 3.
4.
5.
6.
7.
8. 9.
Orientasi Dasar Keislaman (ODK) “ menemukan muara sebagai mahasiswa rahmatan lil alamin” oleh STAIN Salatiga Seminar Entrepreneurship dan Koprasi oleh KOPMA & KSEI STAIN Salatiga USER EDUCATION (Pendidikan Pemakai) oleh UPT PERPUSTAKAAN STAIN Salatiga Seminar Regional Kejurnalistikan “ Reorientasi Peran Jurnalistik dalam Prespektif sosial dan Budaya pada Era Post Modern” oleh LPM Dinamika Ibtida‟ “Muslim Diary : Catatan Harian Mahasiswa Rabbani” oleh LDK MAKRAB “ Semalam Sehati” Oleh HMJ Syariah Seminar Regional “Negara Islam dalam Tinjauan Islam NKRI” oleh IPNU dan PMII kota Salatiga
: AS
PELAKSANAAN JABATAN NILAI 20-22 Agustus Peserta 3 2011 23 Agustus 2011
Peserta
2
24 Agustus 2011
Peserta
2
25 Agustus 2011
Peserta
2
20 September 2011
Peserta
2
06 Oktober 2011
Peserta
4
08-09 Oktober 2011
Peserta
3
09 Oktober 2011
Peserta
2
22 November 2011
Peserta
4
10. Sosialisasi Pancasila,UUD 1945 Oleh MPR RI
24 November 2011
Peserta
2
11. Seminar Ekonomi Islam “ Peran ekonomi Islam dalam Mengatasi Krisis Ekonomi Global” oleh STAIN Salatiga 12 Public Hearing “Meningkatkan kepekaan dan transparansi kinerja lembaga menuju kampus yang amanah” oleh SEMA 13 MAPABA PMII Salatiga Reformulasi Nalar Organisasi menuju Kesadaran Kolektif Berorganisasi” 14. Pelatihan Advokasi “ Anggaran Percepatan Pembangunan dan Kesejahteraan Masyarakat Salatiga” Oleh DEMA dan HMJ syariah 15. Seminar Nasional Ekonomi Syariah “ Ekonomi syariah bukan ekonomi biasa” oleh KSEI 16 Public Hearing 2 “evaluasi kinerja Lembaga Menanggapi Public Hearing 1” 17. Lokakarya Imsakiyah 1433 H/2012 M Oleh STAIN 18. Program MA‟HAD selama 1 tahun
14 Januari 2012
Peserta
2
15 Maret 2012
Peserta
2
23-25 maret 2012
Panitia
3
17 Mei 2012
Peserta
3
2 Juni 2012
Peserta
6
18 Juni 2012
Peserta
2
20 Juni 2012
Peserta
2
7 Juli 2012
Peserta
3
15-16 Juli 2012
Peserta
3
3 Agustus 2012
Peserta
2
10 Agustus 2012
Peserta
2
19. Pelatihan Kader Bangsa “ Kiprah Mahasiswa dalam menggerakan Tradisi untuk Kejayaan Bangsa” oleh DPW mahasiswa satu bangsa jateng 20. Sarasehan Jurnalistik “ Gerakan Santri Menulis” Oleh Suara Merdeka 21 Diskusi lintas agama di pondok edimancoro “gerakan-gerakan fundamentalis agama di Indonesia”
22. MAPABA PMII Salatiga “ Membentuk Militansi Kader menuju Mahasiswa yang Ideal” 23. Dialog Publik dan Silaturahmi Nasional Kemanakah arah Kebijakan BBM? Oleh PMII Salatiga 24. Seminar Nasional “ Peran Lembaga Perbankan Syariah dengan adanya Otoritas Jasa Keuangan” oleh Hmj Syariah 25. Partisipasi Short Course TOEFL Oleh Pondok Salafiah Pulutan Sidorejo 26 Surat Keterangan sebagai Ustadz/Ustadzah di TPQ AsySyifa‟ Pulutan 27. Penataran Ustadz/Pengelola TKA-TPA Tingkat Dasar “Manajemen dan Administrasi TKA-TPA, Metodologi IQRO‟ dan Pengelolaan Kelas” olehYayasan Team Tadarus “AMM” Yogyakarta 28 Partisipasi Kursus Singkat TOEFL oleh Bagian bahasa Ponpes Salafiyah Pulutan 29 Partisipasi Kursus Singkat TOEFL “ Toefl Focusing on Reading Comprehension” Oleh Ponpes Salafiah Pulutan 30 Pelatihan Jurnalistik Tingkat Lanjut “ Idealisme Mahasiswa Sebagai Modal Utama Penggerak Jurnalistik Kampus” oleh LPM Dinamika 31 Seminar Naisonal dan Dialog Publik “ minimnya pasokan energi, pembatasan subsidi bbm dan peran masyarakat dalam penghematan energi” Oleh HMJ tarbiyah dan Syariah 32 Program Kursus Singkat “ politik jihad dan terorisme” Oleh Prodi Ahwal al Syakhsiyyah”
07 Oktober 2012
Panitia
2
10 November 2012
Panitia
6
29 November 2012
Peserta
6
17 Februari 2013
Peserta
3
25 Februari 2013
Ustadzah
3
10 Maret 2013
Peserta
3
17 Maret 2013
Peserta
3
24 Maret 2013
Peserta
3
6-7 April 2013
Peserta
3
20 April 2013
Peserta 6
1 Mei 2013
Peserta
3
33
34
35
36
37
38 39
40
41
42
43
Seminar Nasiona l “Norma Hukum Serta Kebijakan Pemerintah dalam Mengendalikan Harga BBM bersubsidi” oleh DEMA Seminar Naisonal “ Mengawal Pengendalian BBM Bersubsidi, kebijakan BLSM, serta Inflasi dalam negeri sebagai dampak Kenaikan harga BBM bersubsidi” oleh DEMA Seminar Internasional “ Politik Jihad dan Terorisme” oleh STAIN Seminar Nasional“Mendetakkan Jantung Bangsa dengan Jurnalisme” LPM Dinamika Dialog Energi “Dampak kenaikan tarif dasar listrik terhadap perekonomian Indonesia” oleh Dema SK Pengurus Lpm Dinamika masa bakti 2014 SK Panitia dan Pemateri Pelatihan jurnalistik tingkat lanjut LPM DINAMIKA PELATIHAN JURNALISTIK TINGKAT LANJUT NASIONAL “ Idealisme Jurnalis” oleh LPM DINAMIKA Seminar Nasional “ Idealisme Mahasiswa” Oleh Lpm Dinamika Seminar Internasional “Asean Economic Community 2015, prospects and Challenges for Islamic Higher Education” Oleh IAIN Salatiga Kegiatan Wide Game dalam rangka meningkatkan kegiatan ekstrakurikuler pramuka di SD N Ngrajek 1
27 Mei 2013
Panitia
8
8 Juli 2013
Peserta
6
11 September 2013
Peserta
8
07 Oktober 2013
Peserta
6
12 Desember 2013
Peserta
2
31 Januari 2014
Pengurus
4
31 Mei 2014
Panitia
2
Panitia
4
03 Juni 2014
Peserta
6
28 Februari 2015
Peserta
8
03 April 2015
Panitia
2
31 Mei 2014