PROSES PEMBERDAYAAN YATIM DHU’AFA DI PONDOK PESANTREN AL-AMANATUL HUDA, KELURAHAN TAJUR KECAMATAN CILEDUG, KOTA TANGERANG SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komuniksi Untuk memenuhi syarat-syarat mencapai gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh: Rizka Arfeinia 1111054000002
PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/2016 M
Motto:
kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS. Al Imran 110)
ABSTRAK
Rizka Arfeinia Proses Pemberdayaan Yatim Dhu’afa di Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda, Kelurahan Tajur Kecamatan Ciledug, Kota Tangerang. Anak yatim dan kaum dhuafa merupakan bagian kehidupan kita. Namun, tidak jarang mereka di pandang sebelah mata oleh masyarakat. Meski keberadaannya dan kesejahteraannya di jamin oleh undang-undang dasar 45 pasal 34 yang menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara. Namun, pada praktiknya banyak diberdayakan oleh lembaga-lembaga masyarakat, salah satunya adalah pemberdayaan yatim dan dhuafa yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda. Penelitian ini bermaksud mengetahui sejauh mana proses pemberdayaan kepada anak-anak yatim dan dhuafa yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Al Amanatul Huda dan apa saja nilai-nilai pemberdayaan yang dibangun oleh Pondok Pesantren Al Amanatul Huda. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif.. Data dikumpulkan dari hasil observasi, wawamcara, dan dokumentasi. Hasil dari penelitian yang penulis temukan terkait dengan proses pemberdayaan anak yatim dan dhuafa: 1. Melalui pengumpulan dana donatur dari kementrian agama, pemerintah kota, dan masyarakat sekitar. Hasil dipergunakan untuk upaya awal proses pemberdayaan, 2. Melalui pendidikan formal dan non formal di Pondok Pesantren Al Amanatul Huda adalah Pondok Pesantren Al Amanatul Huda sebagai mediator, fasilitator, dan pendidik anak-anak agar mereka menjadi anak-anak yang berguna bagi masyarakat dan mengamalkan ilmu-ilmu alqur’an. Implikasinya, mereka mendapatkan ilmu agama dan umum lainnya sehingga dapat meningkatkan intelektualnya dan anak yatim dan dhuafa dapat menyalurkan bakat yang mereka miliki dengan adanya program pendidikan nonformal berupa pelatihan-pelatihan yang ada di Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda.
KATA PENGANTAR
بسم اهلل الرحمن الرحيم Puji Syukur ke hadirat ilahi Rabbi, Allah Ar-Rahman Ar-Rahim, yang telah menghujamkan kekuatan dalam hati dan diri penulis. Dengan segala Hidayah, Rahmat, dan Karunia-Nya, sehingga dalam waktu yang singkat penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada teladan ummat sepanjang masa. Pemimpin keluarga, sahabat terpercaya, yang mengajarkan arti cinta, yang kepada umatnya mengajarkan untuk berbagi kebahagiaan. Beliau adalah Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam, yang telah mengajarkan umatnya untuk mengasihi anak yatim. mengajarkan untuk menyayangi anak-anak pejuang fi sabilillah. Islam bukan agama untuk dinikmati secara pribadi. Islam bukanlah agama yang menghimpun kebahagiaan hanya untuk diri sendiri. Islam adalah agama yang membawa kedamaian hati sekaligus mengatur kehidupan agar damai di dunia dan di akhirat nanti. Islam bukan hanya memberikan ketenangan bagi jiwa, tetapi juga menghadirkan solusi bagi umatnya dan bahkan seluruh manusia. Islam bukan agama individualis, tetapi agama yang rahmatan lil ‘alamin.
Dengan segala hambatan dan kemacetan dalam penulisan skripsi ini, dikarenakan berasal dari berbagai faktor dan tidaklah dapat penulis sebutkan satu per-satu. Namun penulis hanya dapat menyebutkan beberapa pihak yang sudah memberi dukungan serta memotivasi penulis dengan segenap keikhlasan dan
waktunya untuk penulis. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis berharap semoga bantuan yang telah mengiringi segala aktifitas penulis selama peneltian dan pembuatan skripsi ini menjadi ladang amal dan mendapatkan balasan serta ridho dari Allah SWT. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah 2. Ibu Wati Nilamsari, M.Si, selaku Ketua Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam. Adalah motivasi penulis, adalah Ibunda dikampusku yang selalu menjadi inspirasi penulis. Akan kegigihan dalam mengajarnya, dan nasihatnya
yang tak henti
mendidik
penulis
untuk
segera
menyelesaikan skripsi ini. 3. Bapak Muhammad Hudri, MA, selaku sekertaris Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam. 4. Dr. Tantan Hermansah, M. Si, selaku dosen pembimbing skripsi juga berserta keluarganya, penulis ucapkan terima kasih sebesar-besarnya, yang dengan sabarnya membimbing penulis, memberikan arahan serta petunjuk jalannya skripsi ini, dan juga menyediakan waktu luangnya untuk memberikan masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Jazakumulluh Khairan Katsiran 5. Seluruh Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis selama menjalankan perkuliahan, semoga ilmu yang diberikan selalu tersalurkan dalam kehidupan dan sanubari yang tak henti hingga akhir hayati.
6. Orang tua tercinta Ayahanda Drs. H. Anwar Sa’adi MA. dan Umi tersayang Dian Utari, atas kasih sayang kalian berdua, dorongan motivasi, juga doa yang tak henti-hentinya kalian panjatkan, skripsi ini adalah buah persembahan dari anakmu tercinta. Dan untukmu adik-adik tersayang Muhammad Fitroh Azizy dan Majda Aulia, yang selalu memberi dorongan dan semangat yang menjadi tuntutan penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Tanpa pengorbanan, kesabaran, kasih sayang, serta motivasi kalian, manalah mungkin skripsi ini terselesaikan. 7. Teman harapan penulis Muhammad Mizan Sya’roni S.Th. I Bin KH. Cucun Mansur Abbas, yang menjadi harapan penulis dalam arahan, bimbingannya, motivasi, serta doanya untuk menemani penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsinya. Terimakasih yaa. 8. Segenap Pondok Pesantren Darunnajah Ulujami Jakarta, KH. Mahrus Amin, MA, KH. Sofwan Manaf, MA, Usth Ema Maziyah, Ust. Jawahir Abror beserta keluarganya, yang telah mendidik, menggembleng serta memberikan nasehatnya hingga penulis dapat mengamalkan ilmu yang diberikannya. Jazakumullah Khairan Katsiran 9. Segenap keluarga besar Pondok Pesantren Sabilussalam, Prof. Dr. H. Hidayat MA, Prof. Dr. Suwito, MA, Dr. Muslih, Lc, Dr. Dede Abdul Fatah, MA, Ahmad Luthfi MM, Ust. Badru, H. Asep Anwar, S.pd, Nurzein Efendi S.pd,i, dan juga teman-teman ANDALAS Sabilussalam yang selalu menemani suka duka dalam perjalanan menimba ilmu selama di pondok, teman sekamarku Usth. Siti Nurjannah, Syifa Alawiyah, Liza Nur Amaliya,
dan Elisa M Fadillah dikala pagi tiba kamar kita lah yang paling ramai dengan lantunan music arabiknya, kamar penuh kreasi, makan bersama, nyuci, badakian dan lain-lainnya, kalian memberi dorongan dan motivasi kepada penulis, memberi ketenangan dikala penulis sedang mengalami kemacetan dalam menulis skripsi ini. Semua kenangan yang telah kita lalui bersama memang sulit untuk dilupakan oleh penulis. 10. Segenap keluarga Pondok Pesantren Al Amanatul Huda, KH. Subur Supriadi, Bu Nyai Mimi Jamilah, yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga kasih dan sayangNya selalu menyertai kalian, aamiin. Dan terima kasih kepada Pengurus Pondok Pesantren Al Amanatul Huda Ust Kamal, Usth Fitra, Ust Irham, Ust Juhedi, Ust Fasjud, dan Santri/Santriwati Nova, Mega kalian karena kalian lah penulis bisa menyelesaikan penelitian skripsi ini. Jazakumullah Khairan Katsiran. 11. Teman-teman seperjuangan Syifa Toyyibah, Nur Fajrina, Siti Nur Aini, Iis Sudianti, Mustofa Wildan, Budi, Azmi, Afandi, Lutfi, Fahruroji, Irhamni dan juga sahabat penulis yang penulis rindukan Nur Halimah dan Fevi Shalihah yang sudah menempuh hidup baru yang Alhamdulillah sudah sama-sama memiliki buah hati merekalah yang selalu ada dalam perjalanan kisah-kisah penulis selama penulis menjalani perkuliahan. Semoga kita semua sama-sama sukses dalam jalannya masing-masing. Aamiin.
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL
......................................................................................
i
LEMBAR PERNYATAAN ..........................................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................
iii
MOTTO ........... ............................................................................................. ABSTRAK ...................................................................................................
iv v
KATA PENGANTAR ................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................. DAFTAR TABEL ......................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
x
xiii xiv
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah…………………………………................
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah……………………...............
8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………………………….................
9
D. Metodologi Penelitian……………………………………...............
10
E. Tinjauan Pustaka…………………………………………...............
18
F. Sistematika Penulisan…………………………………...................
21
BAB II. TINJAUAN TEORITIS A. Definisi Pemberdayaan……………………………........................
23
1. Etimologi…………………………..............................................
25
2. Terminolog………………………...............................................
26
3. Proses Pemberdayaan…………………………..........................
26
x
4. Tahapan-tahapan Pemberdayaan………………........................
28
B. Definisi Yatim dan Dhuafa………………………..........................
30
1. Yatim…………………………………………….......................
30
2. Dhu’afa…………………………………………........................
32
C. Pemberdayaan Berbasis Kelembagaan Pendidikan……...............
34
1. Gambaran Umum Lembaga Pemberdayaan Berbasis Pendidikan
35
2. Filosofi Dasar Pendidikan……………………...........................
36
3. Hasil-hasil Pemberdayaan Berbasis Pendidikan…....................
40
D. Pemberdayaan Berbasis Yatim dan Dhuafa di Indonesia..............
43
1. Yayasan Rumah Yatim Arrohman Indonesia ............................
44
2. Asrama Yatim Mizan Amanah ..................................................
45
3. Pondok Pesantren Bahrul Maghfiroh..........................................
46
BAB III
GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN ALAMANATUL HUDA
A. Profil Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda………........................
49
1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda….....
49
2.
Visi, Misi, dan Tujuan…………………….............................
55
3.
Identitas Pondok Pesantren………………………...................
56
4.
Struktur Kepengurusan Pondok Pesantren…………...............
57
5.
Keuangan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda…… ...........
58
6.
Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren………….................
60
B. Keadaan Objektif Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda..............
60
1. Letak Geografis Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda............ 2. Jumlah
Sarana
Pendidikan
Pondok
xi
Pesantren
Al-Amanatul
60
Huda…………………………………………….........................
61
3. Jumlah Santri Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda.................
62
4. Pelayanan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda........................
65
C. Proses Pembelajaran.............................................................. ............
67
D. Program Pondok Pesantren.............................................................
71
1. Program Pendidikan Formal.......................................................
72
2. Program Pendidikan Non Formal...............................................
72
BAB IV ANALISIS DAN TEMUAN A. Proses Pemberdayaan Yatim Dhu’afa di Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda…………………………………………...................................
75
1. Melalui Tahap Persiapan….………………………………………
75
2. Melalui Tahap Perencanaan……….……………………………..
76
3. Melalui Tahap Pelaksanaan.……………………………………..
77
4. Melalui Tahap Evaluasi………………………………………….
82
B. Nilai-Nilai Pemberdayaan yang Dibangun oleh Pondok Pesantren Al-
83
Amanatul Huda…………………………………………....................
83
1. Nilai Etika/Moral (Tasawuf inti etika dalam Pesantren)…………
84
2. Nilai Persaudaraan………………………………………………... 3. Keikhlasan dan Kesederhanaan………………………………….
86
4. Nilai Kemandirian………………………………………………...
87 88
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan………………………………………………………....... B. Saran……………………………………………………………......... DAFTAR PUSTAKA……………………………………………….…........
xii
91
LAMPIRAN-LAMPIRAN…………………………………………............
xiii
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1. Rancangan Informan ....................................................... 13 2. Tabel 2. Jumlah Sarana Pendidikan di Pondok Pesantren Al-Amanatul
Huda................................................................................................. 58 3. Tabel 3. Jumlah Santri Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda......... 59 4. Tabel 4. Jumlah Santri/Santriwati Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda
menurut Kriteria Usia ..................................................................... 60 5. Tabel 5. Jadwal Kegiatan Harian Santri ....................................... 62 6. Tabel 6. Tahapan Proses Pemberdayaan……………………………….. 88
xiii
LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Surat Izin Penelitian Skripsi..................................................
91
2. Surat Bimbingan Skripsi........................................................
92
3. Pedoman Wawancara Untuk Pimpinan Pondok Pesantren ...
93
4. Hasil Wawancara dengan KH. Subur Supriadi......................
94
5. Pedoman Wawancara untuk Staff Pondok Pesantren............
99
6. Hasil Wawancara dengan Ust. Kamal...................................
100
7. Hasil Wawancara dengan Usth Fitra......................................
104
8. Pedoman wawancara untuk guru di pondok pesantren..........
106
9. Hasil Wawancara dengan Usth Mimi Jamilah......................
107
10. Hasil Wawancara dengan Ust. Irham....................................
109
11. Pedoman Wawancara untuk Anak Santri/Santriwati.............
111
12. Hasil Wawancara dengan Ega...............................................
112
13. Hasil Wawancara dengan Ilham............................................
113
14. Hasil Wawancara dengan Nova.............................................
114
15. Jadwal Kegiatan Penulis di Pondok Al Amanatul Huda.......
116
16. Surat Keterangan Pembangunan Pondok Al Amanatul Huda.
118
17. Surat Keterangan Membangun ..............................................
119
18. Piagam Pendirian Pondok Pesantren......................................
120
19. Foto Keadaan Proses Belajar Mengajar di Kelas...................
121
20. Foto Kegiatan-Kegiatan di Pondok Al Amanatul Huda........
122
21. Foto Gedung Pesantren Masih Dalam Tahap Pembangunan.
123
22. Foto Bapak Pimpinan & Ibu Pengasuh Beserta dewan Asatidz
125
xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.1 Dalam perundang-undangan di bidang pendidikan Pasal 24 UU No 18 Tahun 2002 juga telah ditegaskan bahwa setiap warga negara mempunyai hak sama untuk berperan serta dalam melaksanakan kegiatan penguasaan, pemanfaatan, dan pemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.2 Menurut al-Qur’an, misi dari risalah Islam adalah pemberdayaan (pengembangan), mengajak orang berbuat baik, mencegah orang berbuat ingkar, menghalalkan yang baik-baik, mengharamkan yang buruk-buruk, mengatasi himpitan hidup, dan melepaskan belenggu-belenggu yang bisa memberangus orang.3 Bahkan menurut al-qur’an, pendusta agama adalah mereka yang tidak mengembangkan dan memberdayakan. Sebagaimana firman Allah Surat Al-Mauun Ayat 1-3:
1
Edi Suharto, Memangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, kajian strategis pembangunan kesejahteraan sosial dan pekerjaan sosial. (PT. Refika Aditama, 2005), h. 60 2 M. Siroji, Politik Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 220. 3 Agus Ahmad Syafei, Management Pengembangan Masyarakat Islam, (Bandung: Gerbang Masyarakat Baru Press, 2011), h. 47
1
2
…
Artinya: “…Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.”4
Islam mengajarkan anak yatim diasuh sebaik-baiknya, baik yang menyangkut perkembangan kejiwaanya maupun yang menyangkut kebutuhan jasmaniahnya. Anak yatim adalah anak di bawah umur yang ditinggal mati ayahnya,5 atau dapat juga diartikan anak yang tidak mempunyai keluarga yang menanggung hidupnya. Anak yatim merupakan anak-anak yang menderita, perlu kasih sayang, diberi pendidikan. Berbicara mengenai pentingnya pendidikan dalam pengembangan, perubahan, dan memberikan keterkaitan antara individu dengan masyarakat, Seperti yang dikutip oleh Rakmat Hidayat dalam bukunya (Sosiologi Pendidikan) mengatakan: “…pendidikan merupakan elemen yang aktual, langsung atau tidak langsung, sejauh dipahami oleh Durkheim sebagai proses sosial di mana moral diproduksi dan direproduksi, sedang ditransmisikan dari satu generasi ke generasi lain. Ini adalah proses di mana masyarakat menciptakan kembali sendiri, membuat individu siap untuk hidup dalam masyarakat.” (Rakhmat Hidayat : LV). Para penganut pandangan structural fungsional percaya bahwa pendidikan dapat digunakan sebagai jembatan untuk menciptakan tertib sosial. Pendidikan dijadikan sebagai media sosialisasi kepada generasi muda untuk
4
Al-Qur’an 107 (Al-Ma’uun) 1-3 M. Quraish Shihab, Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosakata (Jakarta: Lentera Hati, 2007), h. 1106 5
3
mendapatkan pengetahuan, perubahan perilaku dan penguasaan tata nilai yang diperlukan sebagai anggota masyarakat. menawarkan
cara
untuk
mengembangkan
Lembaga Pendidikan
keterampilan
masyarakat,
pengetahuan, dan budaya untuk generasi muda.6 Perspektif Fungsionalis menekankan keterkaitan masyarakat dengan berfokus pada bagaimana setiap bagian mempengaruhi dan dipengaruhi oleh bagian lain.7 Para fungsionalis struktur bermula pada hal yang dicenderungi lebih memusatkan perhatiannya pada fungsi-fungsi sebuah struktur atau Institusi. Menurut Merton, para analis awal itu cenderung mencampuradukan motifmotif subjektif individu dengan fungsi struktur atau institusi. Padahal fungsionalisme struktural harus lebih banyak ditujukan kepada fungsi sosial dibandingkan dengan motif individu.8 Contohnya: dalam fungsionalisme struktural kaitannya dengan peran Pondok Pesantren. Bahwa santri yang hidup dan tinggal di dalamnya, tetap menjaga fungsi sosialnya yaitu menjadi santri yang menjaga norma sosial sebagaimana yang telah diajarkan. Norma sosial pesantren merupakan salah satu identitas pesantren sekaligus menjadikan salah satu representasi yang harus tertanam dalam jiwa santri. Dalam Institusi pesantren misalnya, pesantren dalam perkembangannya akan memproduk santri menjadi seseorang yang faham tentang norma, Islam intelektual, dan menjadikan santri berdedikasi pada Allah SWT. Pesantren 6
Rachmat Hidayat, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 2014), Cet. Ke-1, h. 78 7 Ibid., h. 79 8 Ibid., h. 80
4
merupakan pusat spiritual dan intelektual masyarakat.9 Kehendak pesantren yang dimaksud, tersusun dari sistem yang teratur dan sesuai kehendak dan pengharapan hubungan pesantren dengan santri. Pesantren dalam hal ini akan berfungsi sebagaimana tujuan dan harapannya, sedangkan santri juga akan berfungsi menjadi santri harapan pesantren. Sejauh ini pesantren dalam praktik sosialnya yang bersifat fungsional bagi santri secara keseluruhan pasti menunjukkan tingginya level integrasi santri dalam pesantren. Salah satunya adalah Yayasan Pondok Pesantren
Al-Amanatul Huda,
dengan harapan Pondok Pesantren Al Amanatul Huda dapat mengadakan perubahan, pengembangan, peningkatan, dalam berbagai aspek pendidikan, bagi kehidupan anak-anak Yatim Dhuafa. Sebagai lembaga sosial Pondok Pesantren diharapkan lebih peka terhadap persoalan kemasyarakatan, seperti: kemiskinan, perpecahan, pengangguran, kebodohan, dan ragam patologi sosial lainnya. Berdasarkan pernyataan di atas, tidak berlebihan jika kita menyatakan bahwa Pondok Pesantren merupakan institusi yang penting bagi umat Islam. Lembaga ini memiliki potensi yang besar sebagai lembaga pendidikan dan pengkaderan bagi generasi muda Islam. Dasar motivasi pendirian sebuah Pondok Pesantren , salah satunya pada firman Allah Surat At-Taubah Ayat 122 yang berbunyi:
9
Manfred Ziemek, Pesantren Dalam Perubahan Sosial, (Jakarta: LP3M, 1986), h. 19
5
Artinya: “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”.10 Salah satu keunikan dari pola pendidikan yang dilaksanakan Pondok Pesantren adalah tujuan pendidikannya yang tidak semata-mata berorientasi memperkaya pengetahuan santri dengan penjelasan-penjelasannya, tetapi juga menitikberatkan pada peningkatan moral, melatih dan mempertinggi semangat, mengajarkan kejujuran, serta mengajarkan santri, untuk hidup sederhana dan bersih hati. Dengan demikian, tujuan pendidikan Pondok Pesantren
bukan untuk mengejar kepentingan kekuasaan, uang, dan
keagungan duniawi, tetapi lebih kepada penanaman bahwa belajar merupakan kewajiban dan bentuk pengabdian (ibadah) kepada Allah SWT.11 Pada dasarnya pendirian pesantren di Indonesia didorong oleh permintaan (demand) atau kebutuhan (need) masyarakat. Hal ini yang memungkinkan terjadinya partisipasi masyarakat di dalam pesantren berlangsung secara instensif. Partisipasi ini diwujudkan dalam berbagai bentuk, mulai dari penyediaan fasilitas fisik, penyediaan anggaran kebutuhan, dan lain
10
QS, 09 (At-Taubah): 122 Amin Haedari, Transformasi Pesantren Pengembangan Aspek Pendidikan, Keagamaan, Dan Sosial, (Jakarta, Lekdis & Media Nusantara, 2006), hlm. 179. 11
6
sebagainya. Sedangkan pesantren berperan dalam memenuhi permintaan dan kebutuhan masyarakat akan pendidikan dan tuntunan kehidupan masyarakat. Itulah sebabnya, tingginya tingkat partisipasi masyarakat telah menempatkan pesantren dan kyai di dalamnya sebagai pusat satu inti kehidupan masyarakat.12 Guna meningkatkan kuantitas dan kualitas hidup muslim, baik secara individu maupun kelompok, perlu terus diupayakan secara kontinyu tentang apa yang dibutuhkan dan apa yang harus dikerjakan oleh manusia, yang sesuai dengan ajaran Islam. Pesantren sangat berperan, karena ia merupakan salah satu tempat untuk membentuk manusia yang mengerti dan memahami ajaran-ajaran Islam, melaksanakan serta mengamalkan baik untuk kehidupan pribadi maupun kehidupan masyarakat. Dalam Kaitan inilah Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda adalah salah satu lembaga yang peduli terhadap pendidikan anak-anak yatim. Pondok Pesantren
Al-Amanatul Huda adalah Yayasan berbadan hukum yang
mencetak santri agar dapat mencetak generasi muda yang fasih dan lancar dalam membaca Al-qur’an, serta mampu melantunkan sesuai dengan ilmu nagham dan ilmu qiro’at yang berlaku, membekali dengan pengajian kitab kuning dan keterampilan kemasyarakatan, akhirnya dapat menjadikan santri yang berkualitas handal dan mampu berkiprah di masyarakat sebagai asatidzasatidzah, sekaligus qori-qori’ah serta hafidza-hafidzah yang menguasai sains teknologi, bahasa asing serta berakhlakul karimah. 12
Abudin Nata, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-lembaga Pendidikan Islam Indonesia, (Jakarta: PT. Grasindo Gramedia Widiya Sarana Indonesia, 2001), hlm. 144
7
Pondok Pesantren Al Amanatul Huda sudah mulai merintis pada tahun 2004, dan baru dibuka yayasannya sejak tahun 1992. Pesantren ini dulunya adalah sebuah Yayasan Al Amanah. Selang beberapa tahun barulah didirikannya sarana Pondok Pesantren Al Amanatul Huda . Pada tahun 2010 sudah terisi 37 anak yatim dhuafa yang berasal dari berbagai daerah. Kemudian pada bulan oktober di tahun 2010, Pondok Pesantren ini sudah memiliki perizinan legalitas dari kementrian agama. Program pendidikan yang diterapkan di Al-Amanatul Huda adalah Pesantren Tahfidzul Qur’an Salafiyah (Kajian Kitab Kuning), Majelis Dzikir, Serta Pendidikan Formal dari jenjang pendidikan Madrasah Ibtidaiyyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTS), sampai Madrasah Aliyah (MA),. Dengan Mempelajari ilmu pengetahuan umum dan ilmu pengetahauan agama yang dilakukan, disinilah letak pentingnya Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda dalam memberdayakan Yatim Dhu’afa. Alasan penulis mengangkat topik pembahasan tentang Proses Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda dalam memberdayakan anak yatim dhu’afa, karena awalnya peneliti melihat gambar pada akun Instagram Mimi Jamilah, yaitu istri dari Pimpinan Pondok Pesantren Al-Amanatul huda yang isi tulisan pada gambar tersebut adalah sebuah foto koran Replublika yang isinya “Mengangkat Kaum Duafa Menjadi Penghafal Al-qur’an”. Disini peneliti kemudian observasi langsung ke Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda, dan ingin mengetahui pemberdayaan apa yang dilakukan oleh Pondok Pesantren tersebut. Kemudian, setelah peneliti observasi, pondok ini ternyata
8
memberdayakan anak yatim yang dhu’afa. Dengan cara memberikan pendidikan secara gratis dengan pendidikan formal dari pendidikan Madrasah Tsanawiyyah (MTS) sampai Madrasah Aliyah (MA). Inilah sebabnya mengapa penulis ingin meneliti di Pondok Pesantren ini. Karena Pondok Pesantren
ini dalam proses pemberdayaannya berbeda dengan Pondok
Pesantren
lainnya. Anak yatim dhuafa disini diberdayakan dalam hal
pendidikannya dibiayai dengan gratis. Berkaitan dengan hal tersebut, akhirnya peneliti berkesimpulan dan merasa perlu membahas mengenai proses pemberdayaan yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda dan nilai-nilai pemberdayaan apa saja yang diberikan untuk santrinya. Khususnya terhadap anak-anak yatim dan kaum dhuafa. Maka untuk menjawab semua persoalan tersebut peneliti mengambil judul: “Proses Pemberdayaan Yatim Dhua’afa di Pondok Pesantren AlAmanatul Huda Kelurahan Tajur Kecamatan Ciledug Kota Tangerang.” B. Pebatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Fokus Masalah Dengan demikian luasnya permasalahan yang terdapat dalam Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda ini, maka perlu kiranya penulis membatasi penelitian ini pada ruang lingkup proses pemberdayaan yatim dhu’afa di Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda Kelurahan Tajur, Ciledug, Kota Tangerang.
2. Perumusan Masalah
9
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka penulis dapat merumuskan masalah yaitu: a. Bagaimana proses pemberdayaan yatim dhuafa yang dilakukan Pondok Pesantren al-amanatul huda ? b. Apa nilai-nilai pemberdayaan yang dibangun oleh Pondok Pesantren Al Amanatul Huda? C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana proses pemberdayaan yatim dhuafa dan mengetahui apa saja nilai-nilai pemberdayaan yang dibangun oleh Pondok Pesantren Al Amanatul Huda . 2. Manfaat Penelitian Adapun kegunaan penelitian ini secara teoritis yaitu untuk menambah khazana ilmu dakwah, khususnya yang berhubungan dengan unsur-unsur masyrakat Islam.Adapun secara peraktis penelitian ini yaitu: a. Manfaat Akademis 1) Penelitian ini sebagai persyaratan tugas akhir dan memperoleh kesarjanaan (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2) Menambah khazanah keilmuan, khususnya memperkarya modelmodel dalam pengembangan masyarakat. Disamping itu, penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai alat bantu untuk
10
menemukan dan mengembangkan teori-teori dalam pemberdayaan berbasis pendidikan. b. Manfaat Praktis: lembaga
atau
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi contoh yayasan
swasta
lainnya
dengan
melihat
dan
mengaplikasikan pemberdayaan berbasis pendidikan yang baik untuk kaum yatim dan dhu’afa. D. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian Pendekatan penelitian yang dilakukan oleh peneliti termasuk dalam pendekatan kualitatif, pendekatan kualitatif ini digunakan karena beberapa pertimbangan, yaitu bersifat luwes, tidak terlalu rinci, tidak lazim mendefinisikan suatu konsep serta memberi kemungkinan bagi perubahanperubahan manakala ditemukan fakta yang lebih mendasar, menarik dan unik bermakna lapangan.13 Penelitian kualitatif adalah sebuah penelitian yang menghasilkan data desktiptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang atau perilaku yang dapat diamati. Kirk dan Milker memberikan pengertian penelitian kualitatif sebagai tradisi penelitian yang tergantung pada pengamatan sesuai dengan orang-orang disekitar objek penelitian dalam bahasa dan peristilahan sendiri.14
13
Burhan Bungin, Analisa Data Penelitian Kualitatif. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003). CetKe-2. H.39 14 Lexy J.Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung, Remaja Karya, 1989),h.3
11
Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif, yaitu suatu metode yang dimaksudkan untuk mendeskripsikan dan mengklasifikasikan secara fenomena (kenyataan sosial) dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti.15Yaitu untuk mendapatkan gambaran peran Pondok Pesantren AlAmanatul Huda dalam pemberdayaan yatim dhu’afa di Kelurahan Tajur Kecamatan Ciledug Kota Tangerang. Selain itu pekerjaan yang dilakukan adalah meneliti, membuat pejabaran secara sistematis, aktual, akurat menganai fakta dan sifat dari masalah tersebut.Artinya sesuai dengan kenyataan data dari hasil penelitian. 2. Macam dan Sumber Data Adapun sumber data dalam penelitian ini terbagi dalam dua bagian, yaitu sumber data primer dan data sekunder. a. Sumber data primer maksudnya adalah sumber data utama, yaitu Pimpinan Pondok Pesantren , ustadz/pengurus dan santri. b. Sumber data sekunder adalah sumber data penunjang yang akan diperoleh dari hasil study kepustakaan dan beberapa dokumen.
3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang akan di pergunakan dalam penelitian ini meliputi:
15
Syamsir Salam, Jaenal Aripin, Metodologi Penelitian Sosial, (UIN Jakarta Press: 2006)
12
a. Observasi Observasi berarti pengamatan dan pencatatan dengan sistematik terhadap fenomena yang diselidiki.16 Observasi yang dilakukan oleh peneliti
adalah
observasi
partisipan
yaitu
peneliti
melakukan
pengamatan. Jadi, peneliti disini memposisikan diri sebagai pengamat. Pengamatan
ini
dilakukan
langsung
terhadap
objek
proses
pemberdayaan anak yatim dan dhuafa dan melakukan perjanjian kepada staff pengurus pesantren untuk melakukan wawancara terhadap pimpinan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda. Dengan metode ini penulis mendatangi langsung Pondok Peantren Al-Amanatul Huda, melihat-lihat
kondisi
lingkungan
Pondok
Pesantren,
kemudian
melakukan pengamatan lebih mendalam guna memperoleh data mengenai hal-hal yang mengenai objek penelitian.
b. Wawancara Dalam wawancara ini diarahkan untuk memperoleh data melalui informasi yang didengarnya, yang sebelumnya ditanyakan terlebih dahulu kepada responden,17berkaitan dengan masalah penelitian. Sehingga dapat menemukan data atau keterangan mengenai masalah Pondok Pesantrean Al-Amanatul Huda dengan tanya jawab secara langsung terhadap Pimpinan Pondok Pesantren
itu sendiri. Jenis
wawancara yang digunakan adalah wawancara terstruktur, dimana 16
Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta: Andi Offser, 1992), cet ke-2, h. 129. Nurul Hidayati, Metodologi Penelitian Dakwah, dengan Pendekatan Kualitatif, (Jakarta: UIN Jakarta press 2006),h.39 17
13
peneliti itu menanyakan data atau informasi mengenai peran Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda dalam pemberdayaan yatim dhu’afa. a. Dokumentasi Dokumentasi
maksudnya
adalah
pengumpulan
data
yang
diperoleh melalui dokumen-dokumen dan pustaka sebagai bahan analisis dalam penelitian ini.yang memfokuskan masalah mengenai peran ponpes Al-Amanatul Huda dalam pemberdayaan yaitim dhu’afa.
4. Teknik Analisa Data Pengolahan data dilakukan berdasarkan pada tiap perolehan data dari hasil observasi, wawancara dengan tiap-tiap informan dan studi dokumentasi untuk direduksi, dideskripsikan, di analisis, atau kemudian di tafsirkan. Prosedur analisis terhadap masalah tersebut lebih difokuskan pada upaya menggali fakta sebagaimana adanya, dengan teknik analisis pendalaman kajian yang tujuannya untuk memberikan gambaran data tentang hasil penelitian.
5. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda di Kelurahan Tajur Kecamatan Ciledug. Penetapan lokasi ini dipilih sebagai tempat penelitian didasarkan atas pertimbangan bahwa kondisi objektif wilayah penelitian yang merupakan komunitas masyarakat Islam yang mayoritas kurang mampu dalam segi kemiskinan intelektual maupun
14
materialuntuk memberdayakan mereka. Selain itu, penulis berkeyakinan bahwa dilokasi ini cukup tersedia data dan sumber yang dibutuhkan. Pertimbangan lainnya adalah secara geografis lokasi ini berdekatan dengan tempat tinggal penulis sehingga lebih memudahkan dalam proses penggalian datanya secara akurat. Adapun waktu penelitian dilakukan selama 3 bulan dimulai dari sekarang yakni pada tanggal 8 maret 2016 sampai dengan selesai.
6. Subjek dan Objek Penelitian Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif, teknik pemilihan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel bertujuan (purposive sampling),18 Penarikan sample secara purposive menekankan pada pertimbangan karakteristik tertentu dari subjek penelitiannya. Dimana karakteristik tersebut dilihat dari tiga (3) karakteristik yaitu, siswa /siswi yang masih aktif belajar mengajar di Pondok Pesantren ini, mewakili setiap tingkat pendidikannya yakni, Madrasah Tsanawiyyah (MTS), dan Madrasah Aliyyah(Ma). Dalam penelitian ini, untuk menentukan subjek penelitian ini peneliti memilih para subjek yang menurut peneliti dapat memberikan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Dalam mencari data peneliti mewawancarai Pimpinan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda yaitu: KH. Subur Supriadi, 2 orang pengurus Pondok Pesantren yaitu: Ust Juhedi dan Usth Fitria. Beberapa pengajar yaitu: Usth 18
Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung, PT. Remaja Rosda Karya, 2009), cet ke-26, h. 4
15
Mimi Jamilah, Ust Fasjud, dan Ust rachman. Peneliti juga mewawancarai beberapa anak santri yatim dhu’afa yaitu: Ilham, Mega, Nova. Dengan pengklarifikasian latar belakang dengan rancangan informan sebagai berikut:
Tabel 1 Rancangan Informan No.
Informan
1.
Pimpinan Pondok Pesantren,yaitu : KH. Subur Supriadi
2.
Staff Pondok Pesantren, yaitu: Ust Juhedi dan Usth Fitria Guru/Pengajar, yaitu: Usth Mimi Jamilah, Ust Fasjud, dan Ust ranchman
3.
4.
Anak Santri, yaitu: Ilham, Mega, Nova
Informasi yang dicari
Jumlah
Gambaran Pondok 1 Pesantren AlAmanatul Huda, Latar belakang sejarah berdirinya Pondok Pesantren , Program Pendidikan, Hasil yang dicapai. Gambaran Pondok 2 Pesantren AlAmanatul Huda, Pelaksanaan Program, Dokumentasi Pelaksanaan Program 3 Pendidikan, Proses Pembelajaran, Faktor Pendukung dan penghambat, Gambaran anak santri, hasil yang di capai. Pelaksanaan Program 4 Pendidikan, Proses Pembelajaran, Hasil yang di capai.
Metode Pengumpulan Data Wawancara bebas terstruktur
Wawancara bebas terstruktur dokumentasi Wawancara terstruktur observasi
Wawancara bebas terstruktur observasi
Sedangkan objek dari penelitian ini adalah tentang Proses memberdayakan santri yatim dhu’afa yang terfokus pada pendidikan,
16
kesempatan mengembangkan bakat, dan keterampilan, pemenuhan kebutuhan dasar dan pelayanan sosial ekonomi. Artinya Pondok Pesantren al-amanatul huda ini sangat menentukan bagi anak yatim dhuafa untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
7. Teknik Keabsahan Data Teknik keabsahan data, data yang telah digali, dikumpulkan dan dicatat dalam kegiatan penelitian. Untuk menjaga keabsahan data dalam penelitian ini di perlukan teknik pemeriksaan. Adapun teknik yang digunakan
untuk
menjaga
keabsahan
adalah
kriterium
kredibilitas/kepercayaan Fungsi kriterium kredibilitas ini adalah untuk melaksanakan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai, kemudian mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh penulis pada kenyataan ganda yang sedang ditelti. Kriterium kredibilitas ini menggunakkan dua teknik pemeriksaan. 1) Ketekunan pengamatan Yang dimaksud disini untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu dalam penelitian ini dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Dengan kata lain peneliti mengadakan pengamatan kepada subjek penelitian yaitu: Pimpinan dan Wakil Pondok Pesantren Al-
17
Amantul Huda, Ustad dan Ustadzah Pondok Pesantren Al-Amantul Huda, Pengurus maupun Pengasuh Pondok Pesantren
Al-Amantul
Huda, Santri Yatim Dhu’afa Pondok Pesantren Al-Amantul Huda ini. 2) Triangulasi Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.19 Salah satu teknik triangulasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
triangulasi
dengan
sumber
akan
digunakan
untuk
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. Hal ini akan dilakukan dengan jalan: a) Membandingkan data hasil wawancara dengan pengamatan di lapangan.20 Contohnya: peneliti mendapatkan data penelitian dengan hasil wawancara yakni dengan Pimpinan Pondok Pesantren
Al-
Amanatul Huda kemudian peneliti didampingi oleh salah satu pengasuh untuk melihat-lihat bagaimana keadaan bangunan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda dan juga memperlihatkan kegiatankegiatan yang berlangsung di Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda. b) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat 19
dan pandangan
orang lain.21
Contohnya:
peneliti
Tim Penyusun, Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Kegutruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: UIN Press), h. 74 20 Ibid., h. 74 21 Ibid., h. 74
18
membandingkan jawaban pengurus Pondok Pesantren
dengan
jawaban dari wawancara yang dilakukan dengan pimpinan Pondok Pesantren . c) Membandingkan hasil wawancara dengan hasil dokumen yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti. Wawancara tersebut untuk
keperluan
pengecekan.22
Contohnya:
peneliti
sudah
mendapatkan hasil data dari wawancara dengan subjeknya yakni pengurus Pondok Pesantren
Al-amatul Huda kemudian peneliti
ingin membuktikannya dengan cara meminta pengurus untuk memperlihatkan dokumen-dokumen terdahulu yang peneliti maksud. 8. Teknik Penulisan Teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada buku “pedoman penulisan skripsi Skripsi, Tesis, dan Disertasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta” yang diterbitkan oleh UIN Jakarta. E. Tinjauan Pustaka Dalam penyusunan skripsi ini sebelum penulis mengadakan penelitian lebih lanjut kemudian menyusunnya menjadi satu karya ilmiah, maka langkah awal yang penulis tempuh adalah mengkaji terlebih dahulu terhadap skripsi terdahulu yang mempunyai judul hampir sama dengan yang akan penulis teliti. Adapun skripsi tersebut adalah:
22
Ibid., h. 74
19
Pertama, skripsi yang ditulis oleh Fikri Dzulkarnain23 mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi tahun 2014, yang berjudul “Peran Yayasan Griya Yatim dan Dhu’afa dalam Pemberdayaan Kaum Dhu’afa Melalui Pendidikan Keterampilan Di Bekasi” Pada Skripsi saudara Fikri membahas tentang Bagaimana Peran Yayasan Yatim dan Dhu’afa dalam memberdayakan Kaum Dhu’afa yang mengupayakan Kaum Dhu’afa setelah diberdayakan memiliki kemandirian dalam membangun, mengembangkan, dan membina kehidupannya secara responsive (tanggung jawab) terhadap problem sosial apapun yang tengah mereka hadapi. Persamaan dengan skripsi ini adalah pada skripsi ini penuliti juga membahas tentang lembaga yang memberdayakan kaum dhu’afa dalam bidang pendidikan kreativitas. Sedangkan perbedaannya pada skripsi ini dengan peneliti adalah peneliti membahas bagaimana proses pemberdayaan pada kaum yatim yang dhuafa dengan melalui pendidikan yang diberikan oleh Pondok Pesantren
Al-
Amanatul Huda dimana santri yatim dhu’afa tersebut diwajibkan untuk melanjutkan pendidikannya sampai Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI). Kedua, skripsi yang ditulis oleh Reni Safitri mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi tahun 2009, yang berjudul “Peran Yayasan Ar-Rasyid Dalam Pemberdayaan Kaum Dhu’afa Di Sawangan Depok”. Pada skripsi ini saudari Reni telah menjelaskan tentang bagaimana peran 23
Fikri Dzulkarnain, “Peran Yayasan Griya Yatim dan Dhu’afa dalam Pemberdayaan Kaum Dhu’afa Melalui Pendidikan Keterampilan Di Bekasi (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, 2014), h. 66
20
pemberdayaan Kaum Dhu’afa melalui program sekolah komunitas ibu, pendidikan usia dini, majlis taklim, yang merupakan program pemberdayaan ini berupaya mengentaskan kebodohan dan kemiskinan.24 Persamaan dengan skripsi yang di bahas oleh Reni dengan peneliti adalah sama-sama memberdayakan Kaum Dhu’afa. Sedangkan perbedaannya disini penelti membahas pemberdayaan pada yatim yang memiliki status dhu’afa dan meneliti bagaimana proses dalam pemberdayaan oleh Pondok Pesantren AlAmanatul Huda. Ketiga, skripsi yang ditulis oleh Ropiah mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi tahun 2004, yang berjudul “Peran Pondok Pesantren
Al-Itqon Dalam Pengembangan Masyarakat Duri Kosambi
Cengkareng”. Pada skripsi ini saudari Ropiah menjelaskan bagaimana peran Pondok Pesantren
dalam pengembangan masyarakat melalui kegiatan
pengajian, kitab-kitab kuning dan juga mengadakan pendidikan formal untuk warga yang berada di lingkungan Pondok Pesantren
dan dari tempat
lainnya.25Persamaan dengan skripsi yang peneliti bahas adalah sama-sama pemberdayaan penempatan lokasinya yang berada di Pondok Pesantren . Akan tetapi perbedaan pada skripsi yang ditulis oleh saudari Ropiah dan peneliti adalah peneliti meneliti pemberdayaan yatim dhu’afa dengan
24
Reni Safitri, “Peran Yayasan Ar-Rasyid Dalam Pemberdayaan Kaum Dhu’afa Di Sawangan Depok”(Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, 2009), h. 49 25 Ropiah,“Peran Pondok Pesantren Al-Itqon Dalam Pengembangan Masyarakat Duri Kosambi Cengkareng” (”(Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, 2004), h. 46
21
penempatan lokasi pesantren yang berbeda yaitu di Pondok Pesantren AlAmanatul Huda sedangkan saudari Ropiah meneliti Di Pondok Pesantren AlItqon.
F. Sistematika Penulisan BAB I
PENDAHULUAN Merupakan bagian yang terdiri dari Pendahuluan, memuat tentang Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka, Sistematika Penulisan.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS Tinjauan teoritis yang meliputi Definisi Pemberdayaan, Definisi Anak Yatim dan Dhuafa, Pemberdayaan Berbasis Kelembagaan Pendidikan, Pemberdayaan Berbasis Yatim dan Dhuafa di Indonesia
BAB III GAMBARAN
UMUM
PONDOK
PESANTREN
AL-
AMANATUL HUDA Membahas tentang Profil Pondok Pesantren , Keadaan Objektif Pondok Pesantren
Al-Amanatul Huda, Proses Pembelajaran,
Program Pondok Pesantren BAB IV ANALISIS DATA Merupakan bentuk analisis Proses Pemberdayaan Yatim Dhu’afa di Pondok Pesantren
Al-Amanatul Huda, dan Nilai-nilai
22
pemberdayaan yang dibangun oleh Pondok Pesantren al-amanatul huda BAB V
PENUTUP Penutup, yang meliputi Kempulan dan Saran
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Definisi Pemberdayaan Pemberdayaan adalah suatu proses yang relative terus berjalan untuk meningkatkan perubahan kearah perubahan yang lebih baik. Pemberdayaan bisa disebut juga pengembangan1. Pada dasarnya, agama Islam adalah agama pemberdayaan. Dalam pandangan Islam, pemberdayaan harus merupakan gerakan tanpa henti2. Kata Pemberdayaan adalah terjemahan dari istilah bahasa Inggris yaitu empowerment. Pemberdayaan (empowerment) berasal dari kata dasar power yang berarti kemampuan berbuat, mencapai, melakukan atau memungkinkan. Awalan em berasal dari bahasa Latin dan Yunani, yang berarti didalamnya, karena itu pemberdayaan dapat berarti kekuatan dalam diri manusia, suatu sumber kreativitas3. Dengan kata lain, pemberdayaan (empowering) adalah memampukan dan memandirikan mereka. Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat tetapi juga pranata-pranatanya. Menanamkan nilai-nilai budaya modern seperti kerja keras, hemat, keterbukaan, kebertanggungjawaban, adalah bagian pokok dari upaya pemberdayaan ini.
1
Adi, Isbandi Rukminto. Pemikiran Pemikiran Dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial, (Jakarta: UI Press2011), h.32-33. 2 Nanih Macendrawati, Agus Ahmad Syafe’I, Pengembangan Masyarakat Islam: dari Ideologi, Strategi sampai Tradisi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), Cet. 1, h.41. 3 Lili Baridi, dkk, Zakat dan Wirausaha, (Jakarta: Centre for Enterpreneurship Defelopment,2005), Cet. Ke-1, h.53.
23
24
Demikian pula pembaharuan lembaga-lembaga sosial dan pengintegrasiannya ke dalam kegiatan pembangunan serta peranan masyarakat di dalamnya. Pemberdayaan menunjukkan pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam4: 1) Memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan, dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan dan dari kesakitan. Contohnya: membebaskan anak-anak yatim dan dhu’afa dari kebodohan, kelaparan, dan kesakitan dengan diberikannya tempat disuatu lembaga seperti Pondok Pesantren agar anak-anak tersebut dapat bardaya, dan menjadikannya hidup mandiri. 2) Menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan. Contohnya: Melakukan kegiatan produktif meliputi membuat kerajinan tangan, memberikan pelatihanpelatihan kreatifitas anak agar memiliki nilai jual yang tinggi sehingga mendapatkan keuntungan finansial juga dapat menyejahterakan mereka. 3) Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka. Contohnya: lembaga Pondok Pesantren. Dimana di dalamnya terdapat Kiayi, Pengurus/Staff, Ustad/Ustadzah, yang berpartisipasi dalam proses pembangunan. Seperti halnya Pesantren 4
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: Reflika Aditama, 2005), h. 58.
25
selama ini dikenal dengan fungsinya sebagai lembaga pendidikan yang memiliki misi untuk membebaskan peserta didiknya (santri) dari belenggu kebodohan yang selama ini menjadi musuh dari dunia pendidikan secara umum. Dalam pemberdayaan diharapkan masyarakat yang kurang berdaya menjadi masyarakat yang berdaya dan kuat (mempunyai daya kekuatan) dengan menggali serta mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Dengan kata lain, pemberdayaan adalah untuk mencapai tujuan akhir yang disebut dengan masyarakat sejahtera dan mandiri yang mempunyai kekuatan hidup diatas potensi dirinya sendiri.5 1. Secara Etimologi Pemberdayaan secara etimologi berasal dari kata daya yang berarti upaya, usaha, akal, kemampuan.6 Jadi pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya masyarakat dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya.7 Pemberdayaan ini menyangkut beberapa segi yaitu pertama, penyadaran tentang peningkatan kemampuan untuk mengidentifikasi persoalan dan permasalahan yang ditimbulkan serta kesulitan hidup atau penderitaan. Kedua, meningkatkan sumber daya yang telah ditemukan, pemberdayaan memerlukan upaya advokasi kebijakan ekonomi politik 5
Owin Jamasy, Keadilan, Pemberdayaan, dan penanggulangan Kemiskinan, (Jakarta: Belantik 2004), Cet Ke-1, h. 108. 6 Badadu-Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Sinar Harapan, 1997), h.317. 7 Mubyartanto, Membangun Sistem Ekonomi (Yogyakarta: BPFE, 2000), h.263.
26
yang pada pokoknya bertujuan untuk membuka akses golongan bawah, lemah, dan tertindas tersebut terhadap sumber daya yang dikuasai oleh golongan kuat atau terkungkung oleh peraturan-peraturan pemerintah dan pranata sosial.8 2. Secara Terminologi Sementara secara terminology istilah pengembangan masyarakat dalam Kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai usaha bersama yang dilakukan oleh penduduk atau masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Community Development menggambarkan makna yang penting dari dua konsep
:
Community,
bermakna
kualitas
hubungan
sosial
dan
Development, perubahan kearah kemajuan yang terencana dan bersifat gradual. Makna ini penting untuk arti pengembangan masyarakat yang sesungguhnya (Blackburn)9. Menurut shardlow sebagaimana yang dikutip oleh Isbandi, melihat bahwa berbagai pengertian yang ada mengenai pemberdayaan pada intinya membalas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengontrol
kehidupan
mereka sendiri
dan mengusahakan untuk
membentuk masa depan dengan sesuai keinginan mereka.10 3. Proses Pemberdayaan Dalam pengembangan masyarakat proses merupakan hal yang penting. Seorang pekerja masyarakat tidak benar-benar tau kemana 8
M. Dawam Raharjo, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), Cet. 1, h.355 9 Ferdian Tonny Nasdian, Pengembangan Masyarakat, (Jakarta: Buku Obor, 2014), h. 30. 10 Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, (Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI, 2001), h. 33.
27
pengembangan masyarakat akan bermuara, demikian pula hasil pastinya. Seorang pekerja masyarakat yang sudah jelas permulaannya megenai hasil yang diperoleh merupakan pekerja yang tidak memberdayakan masyarakat (disempowering community), karena hal ini menjauhkan masyarakat, control atas proses, serta determinasi arah pengembangan11. Sebagai proses pemberdayaan merujuk pada kemampuan, untuk berpartisipasi memperoleh kesempatan atau mengakses sumberdaya dan layanan yang diperlukan guna memperbaiki mutu hidupnya (baik secara individual, kelompok, dan masyarakat dalam arti luas). Dengan pemahaman seperti ini pemberdayaan dapat diartikan sebagai proses terencana
guna
meningkatkan
skala
utilitas
dari
objek
yang
diberdayakan12. Seperti yang dikutip oleh Adi menggambarkan proses pemberdayaan yang berkesinambungan sebagai suatu siklus yang terdiri dari 5 (lima) tahapan utama, yaitu: a. Menghadirkan kembali pengalaman yang memberdayakan dan (racall dopewering/empowering experience). b. Mendiskusikan
alasan
mengapa
terjadi
pemberdayaan
dan
ketidakberdayaan (discuss reasons for dopowerment/ empowerment). c. Mengidentifikasikan suatu masalah ataupun proyek (identify one problem or project).
11
Ferdian Tonny Nasdian, Pengembangan Masyrakat, (Jakarata: Buku Obor, 2014)h. 55. Totok Mardikanto dan Poerwoko Soebianto, Pemberdayaan Masyarakat Dalam Perspektif Kebijakan Publik, (Bandung : Alfabeta, 2012), h. 61 12
28
d. Mengidentifikasikan basis daya yang bermakna (identify usefull power based) e. Mengembangkan rencana-rencana aksi dan mengimplementasikan (develop and implement action plan). Dari pernyataan di atas tergambar mengapa Hogan, meyakini bahwa proses pemberdayaan yang terjadi pada tingkat individu tidak berhenti pada titik suatu tertentu, tetapi lebih merupakan sebagai upaya berkesinambungan untuk meningkatkan daya yang ada. 4. Tahapan-tahapan Pemberdayaan Isbandi Rukminto Adi dengan rumusan strateginya yang menjadikan beberapa tahap dalam melakukan pembeedayaan yakni13: a. Tahapan Persiapan (engagement), tahap persiapan ini memilki substansi penekanan pada dua hal elemen penting yakni penyiapan petugas dan penyiapan lapangan.14 b. Tahap Pengkajian (assessment), sebuah tahapan yang telah terlibat aktif dalam pelaksanaan program pemberdayaan karena masyarakat setempat yang sangat mengetahui keadaan dan masalah ditempat mereka berada. c. Tahap Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan (designing). Dalam tahap ini program perencanaan dibahas secara maksimal dengan melibatkan peserta aktif dari pihak masyarakat guna memikirkan solusi atau pemecahan atas masalah yang mereka hadapi di wilayahnya.15 13
Adi Isbandi Rukminto, Pemberdayaan Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Indonesia, 2013), h. 58-60 14 Ibid., 58-60 15 Ibid., h. 58-60
29
d. Tahap Perfomulasian Rencana Aksi (designing), pada tahap masyarakat dan fasilitator menjadi bagian penting dalam bekerjasama secara optimal. e. Tahap Pelaksanaan Program atau Kegiatan Implementasi, tahap ini merupakan bentuk pelaksanaan serta penerapan program yang telah dirumuskan sebelumnya bersama para masyarakat.16 Tahapan ini berisi tindakan aktualisasi bersinergi antara masyarakat dengan petugas pemberdayaan. f. Tahap Evaluasi,17 tahapan yang memiliki substansi sebagai proses pengawasan dari warga dan petugas teerhadap program pemberdayaan masyarakat yang sedang berjalan dengan melibatkan warga. Tahapan ini juga akan merumuskan berbagai indicator keberhasilan suatu program
yang
telah
diimplementasikan
serta
dilakukan
pula
bentukbentuk stabilisasi terhadap perubahan atau kebiasaan baru yang diharapkan terjadi. g. Tahap terminasi (disengagement), sebuah tahapan dimana seluruh program telah berjalan secara optimal dan petugas fasilitator pemberdayaan masyarakat sudah akan mengakhiri kerjanya.
16 17
Ibid., h. 58-60 Ibid., h. 58-60
30
B. Definisi Yatim dan Dhuafa 1. Yatim Secara etimologis, yatim berasal dari bahasa Arab yaitu “yataama yatiimu yatiiman”, yang artinya menyendiri.18 Pengertian yatim menurut istilah bahasa adalah anak yang tidak memiliki bapak, tetapi sebagian orang memakai kata yatim untuk anak yang bapaknya meninggal.19 Para ahli dan ulama berbeda pendapat tentang pengetian anak yatim di antaranya sebagai berikut: a. Hasan Ayub mengatakan: “anak yatim, anak yang telah ditinggalkan ayahnya sebelum mencapai kedewasaannya, dan jika sudah dewasa maka tidak disebut lagi yatim piatu.20 b. Sri Suhardjati Sukri mengatakan : “yatim adalah anak yang ditinggal mati ayahnya”.21 c. H. Ahmad Zuzani Djunaidi mengatakan : “anak yatim adalah seseorang yang masih kecil, lemah dan belum mampu berdiri sendiri yang ditinggalkan
oleh
orang
tua
yang
menanggung
biaya
penghidupannya”.22
18
M. Bin Abu Bakar Bin Abdul Qodir Arrazi, Muhtarus Shihab, h. 741 Peter Salim dan Yeni Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer (Jakarta: Modern English, 1991), h.1727 20 Hasan Ayub, Etika Islam: Menuju Islam Yang Hakiki (Bandung, Trigenda Karya, 1994), cet. Ke-1, h. 362 21 Sri Suhadjati Sukri, “Menyantuni Anak Yatim Psikologis”, dalam Suara Merdeka, 21 November 2003, h. 1 22 Ahmad Zurzani Djunaidi dan Ismail Mulana Syarif, Sepuluh Inti Perintah Allah (Jakarta: PT Fikhati Aneska, 1991), cet. Ke-1. h.199. 19
31
d. Rudi Setiadi mengatakan : “anak yatim adalah anak yang ditinggal mati ayah selagi ia belum mencapai umur baligh”.23 Lain halnya menurut definisi fiqih yang dikutip oleh Dzulkarnain dalam artikelnya beliau mengatakan: “Ada beberapa hal yang perlu saya jelaskan: dalam definisi ahli fiqih, yatim adalah anak yang meninggal ayahnya sebelum baligh. Adapun setelah baligh, seorang tidak lagi disebut sebagai anak yatim berdasarkan hadits”.24 Melalui untaian di atas, Dzulkarnain memberi penjelasan bahwa definisi tersebut adalah patokan dalam pembahasan anak yatim dalam syari’at kita. Bukan definisi dalam bahasa Indonesia yang menyebutkan bahwa yatim adalah tidak beribu atau tidak berayah lagi (karena ditinggal mati). Sedang piatu adalah sudah tidak berayah dan beribu. Islam mewajibkan kita berbuat baik, memberi nafkah dan memelihara anak-anak yatim dengan adil seperti layaknya memelihara anak-anak kita sendiri, di mana kewajiban kita terhadap anak-anak yatim ini, nilainya setara dengan kewajiban kita terhadap kedua orang tua ibu dan bapak, kaum kerabat, dan orang miskin, sesuai dengan Firman Allah dalam surat Al-Baqarah 83:
…
23
h.1.
24
Rudi Setiadi, Menyantuni Anak Yatim”, dalam Renungan Jum’at, 10 Desember 2004,
Dzulkarnain, “Ketentuan Penamaan Yatim”, artikel di akses pada tanggal 21-02-2013 dari http://www.dzulkarnain.net/siapakah-anak-yatim.html
32
Artinya: “…Dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin.”25 (Al-Baqarah: 83). Penjelasan ayat tersebut adalah bahwa Allah memerintahkan kita untuk selalu berbuat baik kepada orang tua, sahabat, terlebih kepada anakanak yatim yaitu anak yang ditingal oleh bapaknya dan juga terhadap orang-orang miskin. 2. Dhuafa Makna dhuafa dalam kosa kata al-Qur’an merupakan bentuk jamak dari kata dha’if kata ini berasal dari akar kata “dha’afa-dha’ufa-yadh’ufudhu’afan dan dha’fan”26. Yang secara umum mengandung dua pengertian, lemah dan berlipat ganda. Menurut al-Ashfahani perkataan dhu’fu merupakan dari kata quwwah yang berarti kuat.27 Sejalan dengan penjelasan di atas, Al-Raghib
Al-Ashfahani
didalam kitab Mufradat Al-fadah Al-Qur’an ketika menjelaskan makna dan dimaksud istilah dhi’afan pada surat An-Nisa Ayat 928:
Artinya: “Hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar.”
25
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: CV Toha Putra Semarang , 1989), h.23 26 Asep Usman Ismail, Pengamalan Al-Qur’an tentang pemberdayaan dhu’afa, h.94 27 Ibid., h.94 28 QS, An-Nisa: 9
33
Dari ayat di atas bahwa istilah dhi’afan memiliki beberapa pengertian: Pertama, dha’if al-jism yakni lemah secara fisik. Maksudnya, bahwa orang-orang beriman tidak boleh membiarkan anak-anak mereka memiliki fisik, tubuh, atau badan yang lemah. Bagi orang Islam, makanan yang bergizi itu selain memenuhi gizi yang seimbang sebagaimana dirumuskan dalam prinsip empat sehat lima sempurna, tetapi juga harus memerhatikan syarat halalan tayyiban, yakni halal secara ilmu fiqih dan berkualitas bagi kesehatan tubuh.29 Kondisi ini yang kerap mendapatkan perlakuan tak layak di kalangan masyarakat bukanlah suatu yang hina dan ajang berputus asa karena boleh jadi yang kita sekarang akan medatangkan kebahagiaan. AlQur’an ketika menyingung masalah ini menyebutkan beberapa kelompok yang tergolong orang-orang yang lemah atau dhu’afa, yaitu: Orang Faqir, Orang Miskin, Orang Yatim, Ibnu Sabil, Tawanan Perang, Kaum Cacat, Al-Gharim/ orang, orang yang berhutang, Al-Abdu wa Al-Riqad/ hamba sahaya atau budak. Derita kaum dhu’afa beraneka ragam bentuk dan coraknya mulai yang ringan sampai yang berat. Namun sekurang-kurangnya penderitaan meraka menyangkut beberapa hal, yaitu: a. Kelaparan akibat tingkat ekonomi yang lemah b. Kekurangan akibat berbagai kesulitan dan kurang pangan c. Kebodohan karena tidak mendapat pendidikan yang cukup
29
Ibid., h. 19
34
d. Keterbelakangan karena lemahnya posisi mereka di masyarakat.30 C. Pemberdayaan Berbasis Kelembagaan Pendidikan Pendidikan merupakan investasi masa depan, demikian orang sering menyebutkan untuk menyatakan betapa pentingnya pendidikan bagi warga masyarakat untuk meraih masa depan yang lebih baik. Bapak Pendidikan Nasional Indonesia yaitu Bpk. Ki Hajar Dewantara telah menegaskan perlunya tanggung jawab dan kewajiban pendidikan diletakkan pada semua pihak yang berkepentingan. Beliau menyebut dengan “Tri Pusat Pendidikan” yang bermakna bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, sekolah, dan masyarakat. Hal itu karena semua lembaga tersebut merupakan pusat-pusat terselenggarakannya pendidikan. Ki Hajar Dewantara dalam buku yang ditulis Abbudin Nata mendefinisikan pendidikan adalah bersifat pembangunan, tetapi merupakan perjuangan pula. Pendidikan berarti memelihara hidup tumbuh ke arah kemajuan, tidak boleh melanjutkan keadaan kemarin menurut alam kemarin. Pendidikan adalah usaha kebudayaan, berasas peradaban, yakni memajukan hidup agar mempertinggi derajat kemanusiaan.31
30
Syahrin Harahap, Islam: Konsep dan Implementasi Pemberdayaan (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1999), h.86. 31 Abbudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), hal. 10
35
1. Gambaran Umum Lembaga Pemberdayaan Berbasis Pendidikan Pendidikan sebagai proses memanusiakan manusia, membentuk manusia muda untuk berkembang menjadi manusia yang utuh, bermoral, bersosial, berwatak, berkepribadian, berpengetahuan, dan berohani.32 Lembaga pendidikan di Pondok Pesantren adalah tujuan peneliti dalam meneliti sebuah lembaga dalam pemberdayaan berbasis pendidikan. Lembaga Pesantren adalah tempat orang-orang atau para pemuda menginap (bertempat tinggal) yang dibarengi dengan suatu kegiatan untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam.33 Pondok
Pesantren
disamping
berfungsi
sebagai
lembaga
Pendidikan Islam juga memiliki peran sebagai motor penggerak pembangunan dan perubahan masyarakat. Aktivitas nyata Pondok Pesantren dalam memberdayakan kehidupan masyarakat dapat dilihat dari kemampuannya dalam kegiatan-kegiatan yang bertujuan menggali, merangsang
dan
meningkatkan
social
ekonomi
masyarakat,
pengembangan usaha produktif. Dengan begitu generasi muda yang ditempatkan di lembaga pendidikan pesantren dapat diandalkan sebagai Agen Of Change dalam proses Pendidikan dan pemberdayaan masyarakat.
32
Ki. Hajar Dewantoro, Pendidik, (Yogyakarta: Taman Siswa, 1956), h. 45 Umi Musyarofah, Dakwah KH. Ja’far dan pondok Pesantren Pabelan, (Jakarta: UIN press, 2009), Cet. Ke-1, h.22 33
36
2. Filosofi Dasar Pendidikan Secara harfiah / etimologi filsafat berasal dari kata fhilo yang berarti cinta, dan kata shopos yang berarti ilmu atau hikmah.34 Menurut Harun Nasution bahwa filsafat berasal dari kata Arab falsafah yang berasal dari bahasa Yunani, philosopia; philos yang berarticinta, suka (loving), dan shopia berarti pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi philosopia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepadakebenaran. Orang yang cinta kepada pengetahuan dan kebenaran itu lazimnya disebut philosopher yang dalam bahasa Arab disebut failasuf.35 Sedangkan secara terminologis filsafat dapat diartikan sebagai suatu analisa secarahati-hati terhadap penalaran-penalaran mengenai suatu masalah, dan penyusunan secara sengaja terhadap sesuatu. Atau analisa secara sistematis yang menjadikan suatu sudut pandang sebagai dasar suatu tindakan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa inti filsafat adalah proses berpikir secara radikal tentang hakikat kebenaran segala sesuatu. Filsafat juga berfungsi sebagai tolak ukur bagi nilai-nilai tentang kebenaran yang harus dicapai. Adapun untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dilakukan dengan berbagai cara salahsatunya lewat pendidikan.36 Filsafat dan pendidikan memang merupakan dua istilah yang berdiri pada makna dan hakikat masing-masing, namun ketika keduanya digabungkan ke dalam satu terma khusus, maka ia pun memiliki makna 34
M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994) Cet, Ke-4, h. 1 Poerwanto dkk, Seluk Buluk Filsafat Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1991) Cet, Ke-2, h. 1 36 Jalaluddin, Filsafat Pendidikan Islam,(Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1996), h. 1 35
37
tersendiri yang menunjuk ke dalam suatu kesatuan pengertian yang tidak terpisahkan. Omar Muhammad al-Toumy al- Syaibany37 menyebutkan bahwa filsafat pendidikan adalah pelaksanaan pandangan filsafat dan kaidahkaidah filsafat dalam bidang pengalaman kemanusiaan yang disebut dengan pendidikan. M. Arifin M.Ed. mengemukakan, bahwa filsafat pendidikan adalah upaya memikirkan permasalahan pendidikan. Ali Khalil Abu al-Ainain38 mengemukakan pula, bahwa filsafat pendidikan adalah upaya berfikir filosofis tentang realitas kependidikan dalam segala hal, sehingga melahirkan teori-teori pendidikan yang berguna bagi kemajuan aktifitas pendidikan itu sendiri. Dari penjelasan di atas adalah hubungan antara filasafat dan pendidikan yakni, dengan menggunakan filasafat kita mampu mencari nilai-nilai ideal (cita-cita) yang lebih baik yang dijadikan sebagai landasan pandangan hidup untuk merumuskan dasar-dasar dan tujuan pendidikan, konsep tentang manusia, hakikat dan segi-segi pendidikan sertamoral pendidiknya. Dengan kata lain, pendidikan bertindak mencari arah yang terbaik (aktualisasi) dengan berbekal pada teori-teori pendidikan yang diberikan oleh pemikir filsafat. Penganut pandangan structural fungsional percaya bahwa pendidikan dapat digunakan sebagai jembatan untuk menciptakan tertib sosial. 37
Omar Muhammad al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan, (Jakarta, Bulan Bintang 1979) h. 30 38 Ali Khalil Abu al-Ainain, Falsafah al-Tarbiyah al-Islamiyah fi al-Qur’an al-karim, (Dar al-Filr al-‘Arabiy, 1980), h.61,62, dan 64
38
Pendidikan dijadikan sebagai media sosialisasi kepada generasi muda untuk mendapatkan pengetahuan, perubahan perilaku dan penguasaan tata nilai yang diperlukan sebagai anggota masyarakat. Diantara tokoh penganut perspektif structural tentang pendidikan yaitu, Emile Durkheim, Auguste Comte, Robert K Merto, Talcot Parson, dan Charles Darwin.39 Auguste Comte (1798-1857) yang dikenal sebagai bapak sosiologi yang memelopori filsafat positivistic, berpendapat bahwa pengetahuan dan masyarakat dalam proses transisi secara evolusi. Tugas sosiologi disini untuk memahami faktor-faktor yang diperlukan dalam evolusi masyarakat. Semuanya itu nantinya bertujuan untuk menciptakan tertib sosial yang baru.
Pendidikan
lah
yang
digunakan
sebagai
tempat
untuk
mengembangkan tradisi pengetahuan positivistic, sehingga siswa dapat berpikir positive sehingga segala sesuatu dapat dijelaskan dengan sebabakibat. Menurut Durkheim pendidikan adalah memelihara keberadaan dan kelangsungan masyarakat tempat pendidikan tersebut berada atau ditiadakan. Pendidikan menjadi corak cerminan dari masyarakat pendukungnya. Perbedaan pada masyarakat akan tercermin pula dalam perbedaan sistem pendidikanya. Perubahan social dari masyarkat agraris ke masyrakat industry berdampak pada perubahan proses pembagian kerja yang menuju sepesialisasi. Dalam masyarakat modern spesialisasi menjadi
39
Rakhmat Hidayat, Sosiologi Pendidikan Emile Durkheim, (Jakarta, PT. Raja Grafindo 2014), Cet Ke-1, h. 77
39
hal penting dan ini sangat memerlukan bergam jenis pendidikan dan keterampilan. (Durkheim, 1956).40 Banyaknya definisi dan pembagian tentang pendidikan dalam perspektif structural fungsional oleh para tokoh, maka peneliti perlu mengkolaborasikan hal-hal yang memang ada pada tujuan penelti, sehingga perspektif structural fungsional tentang pendidikan dapat memberi gambaran mengenai pemberdayaan berbasis pendidikan. Selain itu peneliti hanya memfocuskan pada pendapat emile Durkheim dalam pandangnnya
mengenai
perspektif
structural
fungsional
tentang
pendidikan. Durkheim mengatakan bahwa Pendidikan memberikan keterkaitan antara individu dan masyarakat. Dalam sejarah manusia perkembangan masyarakat,
anak-anak
akan
mengalami
perubahan
besar
dalam
kehidupannya yang menjadikan dirinya sebagai individu yang dewasa. Disinilah keterkaitan antara individu, masyarakat, dan pendidikan. Anakanak akan mengalami beberapa hal yang lebih besar dari diri mereka sendiri. Mereka akan mengembangkan rasa komitmen terhadap kelompok sosial.41 Pandangan Durkheim diilustrasikan melalui praktik pendidikan di Amerika Serikat. Adanya kurikulum pendidikan umum telah membantu untuk menanamkan norma-norma dan nilai-nilai bersama dalam komunitas yang beragam. Ini telah memberikan bahasa dan sejarah umum untuk 40 41
Ibid., h. 50 Ibid., h. 50
40
Imigran dari setiap negara di Eropa agar bisa berbaur dalam kehidupan Amerika. Durkheim percaya bahwa peraturan sekolah harus ketat dan hukuman harus mencerminkan keseriusan adanya kerusakan yang dilakukan pada kelompok sosial dengan pelanggaran. Hal ini juga peraturan harus di jelaskan kepada pelanggar mengapa mereka sedang dihukum. Melalui reward and punishment system anak belajar apa yang benar atau salah dan mendorong untuk mengadopsi cara-cara yang tepat hidup anak-anak akan belajar untuk mendisiplinkan diri mereka sendiri. Durkheim
berpendapat
bahwa
pendidikan
mengajarkan
orang
keterampilan khusus yan diperlukan untuk pekerjaan masa depan mereka.42
3. Hasil-hasil Pemberdayaan Berbasis Pendidikan Hasil-hasil
pemberdayaan
berbasis
pendidikan
telah
diuji
keberhasilannya oleh beberapa penelitian terdahulu yang meneliti tentang beberapa pemberdayaan melalui pendidikan. Peneliti membagi menjadi 3 contoh hasil pemberdayaan berbasis pendidikan diberbagai lembaganya masing-masing yang dilakukan oleh beberapa penelitian terdahulu, diantaranya: 1. Penelitian
yang
dilakukan
oleh
Fikri
dzulkarnain43
Jurusan
Pengembangan Masyarakat Islam di UIN Jakarta tentang “Peran Yayasan Griya Yatim Dhu’afa Dalam Pemberdayaan Kaum Dhu’afa 42
Ibid., h. 81 Fikri Dzulkarnain, “Peran Yayasan Griya Yatim dan Dhu’afa dalam Pemberdayaan Kaum Dhu’afa Melalui Pendidikan Keterampilan Di Bekasi (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, 2014), h. 66 43
41
Melalui Pendidikan Keterampilan Di Bekasi” menunjukkan bahwa Yayasan Griya Yatim Dhu’afa telah menjalankan perannya dengan baik yaitu melalui program pendidikan. Program pendidikan tersebut dibagi menjadi 3 bagian yaitu: Gema (Generasi Yatim Mandiri) program ini adalah pembinaan dibidang agama, Basis (Beasiswa untuk Berprestasi), dan Segar (Sekolah Gratis Bagi Anak Yatim dhu’afa). Hasil yang sudah dicapai dalam pemberdayaan dhuafa yang dilakukan oleh yayasan ini, memang sudah terbukti diantaranya meraih juara MTQ DKI Jakarta tingkat SD, dan pernah meraih kejuaraan olimpiade matematika tingkat nasional, dan juga pernah menjuarai perlombaan menggambar terfavorit di sekolah Jepang. Hal ini membuktikan bahwa Pendidikan yan diberikan kepada anak-anak yatim dan dhuafa oleh Yayasan Griya Yatim telah berhasil memberikan perubahan anak-anak yang awalnya tidak tau apa-apa menjadi berprestasi dan memiliki kemampuan kreatifitas yang tinggi. 2. Penelitian yang dilakukan oleh latifah44 Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam di UIN Jakarta yang berjudul “Upaya Yayasan Hidayatullah dalam Pemberdayaan Anak Yatim Di Sumur Batu Kemayoran Jakarta Pusat” menunjukkan bahwa hasil pemberdayaan di bidang pendidikan yang dilakukan oleh Yayasan Hidayatullah yakni: a. Dapat bersekolah mulai dari SD hingga SMU/Sederajat dengan bantuan SPP 44
Latifah, “Upaya Yayasan Hidayatullah dalam Pemberdayaan Anak Yatim Di Sumur Batu Kemayoran Jakarta Pusat” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, 2005), h. 58.
42
b. Dapat Bersekolah agama di Madrasah Diniyyah milik Yayasan dengan bantuan Pemberian SPP. Dalam penelitian Latifah, upaya pemberdayaan ini telah mampu menjadikan
anak
yatim
dapat
bersekolah
hingga
tingkat
SMU/Sederajat, memberikan pola pikir anak yatim untuk terus melanjutkan sekolah, dan menjadikan mereka dapat mengamalkan ibadah secara teratur. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Sri Wahyuni45 Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam di UIN tentang “Pelaksanaan Pemberdayaan Pendidikan Anak Jalanan dan Dhu’afa Melalui Program Gratis Oleh Yayasan Bina Insan Mandiri Di Terminal Depok Jawa Barat” menunjukkan bahwa hasil yang telah dilakukan Yayasan Bina Insan Mandiri yaitu melalui program akademis. Program akademis ini dibagi sesuai usia menjadi sebagai berikut: a)
PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini)
b) Sekolah Dasar Persamaan Paket A c)
Kejar Paket B Setara SMP
d) Kejar Paket C Setara SMA Dan adapula program lainnya seperti, program kelas bisnis, program kelas seni, program kelas tahfidz. Dan beberapa hasil yang telah dilakukan dari program tersebut di antaranya, para lulusan mampu 45
Sri Wahyuni, “Pelaksanaan Pemberdayaan Pendidikan Anak Jalanan dan Dhu’afa Melalui Program Gratis Oleh Yayasan Bina Insan Mandiri Di Terminal Depok Jawa Barat” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, 2012), h. 124.
43
menghafal minimal 7 ayat dan diproyeksikan ke perguruan tinggi dan sekolah tinggi agama (menjadi guru/dai), menguasai ilmu teknologi informasi sehingga dapat menggapai kemandirian melalui teknologi informasi, dan para lulusannya mampu mengaplikasikan pendidikan kreativitas yang diajarkan oleh para peserta didik seperti servis hp, membuka praktik salon, dan menjadi wirausahawan. D. Pemberdayaan Berbasis Yatim dan Dhuafa di Indonesia Di Indonesia, pemberian pelayanan sosial bagi anak mayoritas dilakukan oleh panti atau yayasan. Ditinjau dari realita yang berlaku di Indonesia, panti yatim adalah sebuah organisasi yang mewadahi dan menangani anak-anak yatim. Ditinjau dari kacamata fikih, keberadaan panti dan yayasan berstatus sebagai jihah ammah sesuatu yang berstatus umum dan tidak tertentu terhadap seseorang, seperti masjid, madrasah, Pondok Pesantren, dan lain-lain yang sama dengan status masjid atau Pondok Pesantren. Karena itu, penentuan hukum, penanganan, pengelolaan dan segala hal yang terkait juga sama, harus ada seseorang atau sekelompok orang yang menangani panti tersebut, yang biasanya diistilahkan dengan wali.46 Anak-anak yatim piatu sebagai salah satu permasalahan sosial anak, membutuhkan orang-orang atau lembaga (panti atau yayasan) yang mapan sebagai tempat untuk berlindung dan berkembang menjadi anak-anak yang di kemudian hari akan memimpin negara. Seperti yang dituturkan oleh pimpinan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda yaitu KH. Subur Supriadi:
46
Ibid., h. 6
44
“Mendidik dan memberdayakan anak-anak yatim yang kurang mampu perlu dibarengi dengan metode pendidikan Islam yang ramah. Sebab, masalah utama anak yatim bukan sekadar pemenuhan kebutuhan ekonomi, melainkan agar masyarakat mau bersikap ramah, peduli, dan memberi limpahan kasih sayang kepada mereka.”47 Dari pernyataan di atas, peneliti melakukan beberapa tinjauan terhadap lembaga-lembaga
yang memberdayakan berbasis
yatim dan dhuafa
diantaranya: 1. Yayasan Rumah Yatim Arrohman Indonesia Yayasan
Rumah
Yatim
Ar-rohman
Indonesia
melakukan
pemberdayaan terhadap anak-anak yatim dan dhuafa dengan berbagai cara agar potensi dan sumber daya anak-anak yatim yang di asuh bisa berkembang lebih baik dan lebih unggul, baik aspek pendidikan, kesehatan, agama, keterampilan dan aspek-aspek lainnya.48 Pada Tahun 2016 Yayasan Rumah Yatim Ar-rohman Indonesia telah membuka 20 asrama putra dan putrid di-13 kota di Indonesia. Adapun kota-kota dimana asrama Rumah Yatim Ar-rohman berada meliputi Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Lampung, Kalimantan Selatan, Sumatra Utara, Aceh, dan NTT.49 Melalui program kesehatan, dan pengembangkan kualitas diri anak yatim dan dhuafa dibangun dengan pendidikan. Program ini memberikan 47
Wawancara Pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren AlAmanatul Huda) Sabtu , 18 Maret 2016 48 Administrator, “visi misi,” di akses pada tanggal 06 mei 2016 dari www.rumahyatim.org/indonesia/index.php/2012032561/profil/visi-misi.html 49 Wawancara Pribadi dengan Sayyid (sebagai alumni dari Yayasan Rumah Yatim Arrohman dan juga sebagai front office)
45
pengembangan dan perlindungan diri bagi anak yatim dan dhuafa. Adapun Misi
Yayasan
Rumah
Yatim
Ar-rohman
adalah:50
membantu
meningkatkan kualitas pendidikan umat, membantu meningkatkan kualitas kesehatan umat, membantu meningkatkan kualitas ekonomi umat 2. Asrama Yatim Mizan Amanah Yayasan Mizan Amanah adalah lembaga sosial kemanusiaan nasional yang didirikan pada tanggal 19 Juli 1995. Di tahun 2013, Yayasan Mizan Amanah mulai berbenah untuk memajukan sistem dan manajemen. Ditandai dengan peluncuran logo baru untuk me-refresh semangat dan cita-cita yayasan ini ke depannya. Hingga pertengahan 2014, kini yayasan Mizan Amanah sudah memiliki kantor pusat representatif, dua kantor cabang ( Jakarta dan Bandung), satu kantor kas cimahi, 21 Asrama Yatim dan Dhuafa, dan satu sekolah ( Sekolah Peradaban Al-Kamil). Tercatat sampai pertengahan 2014, sudah 30.000 lebih anak yatim dan dhuafa telah dibina oleh Yayasan Mizan Amanah.51 Adapun Visi dan Misi Yayasan ini adalah: a. Visi Menjadi Lembaga amanah umat terdepan di tingkat nasional dan membentuk generasi yang bermanfaat. b. Misi 1) Memperluas
jaringan
dan
memberikan
pelayanan prima
bagi
pemangku kepentingan. 50
http://www.rumah-yatim.org/web/?ctr=4 Mizan Amanah, “visi misi” artikel di akses pada 06 Mei 2016 dari http://www. mizanamanah.or.id/id/profil-mizan-amanah 51
46
2) Mengelola amanah umat secara profesional dan sesuai syariat sehingga lebih berdaya guna. 3) Mendidik dan mengembangkan potensi anak yatim dan kaum dhuafa untuk menjadi muslim yang hakiki. Pemberdayaan yang dilakukan oleh Yayasan Mizan Amanah meliputi pendidikan formal mulai dari tingkat Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas. Dan Pendidikan Informalnya meliputi pelatihan tata boga, tata busana, marawis, angklung, dan seni lukis. Dalam pemberdayaan ini diharapkan agar anak-anak dapat tumbuh berkembang dan dapat menjadi modal kesuksesan di masa depan mereka. 3. Pondok Pesantren Bahrul Maghfiroh Pondok Pesantren ini didirikan oleh kedua putra mbah Fattah yaitu Gus Edi Lukmanulkarim bin Abdullah Fattah. Pondok ini di rintis di Malang. Dan ada beberapa cabang di beberapa daerah seperti Jakarta, Sukabumi, Pasuruan, dan Lampung. Salah satu ciri Pondok Pesantren ini memberikan sistem balasy yakni pembelajaran yang tidak dipungut biaya apapun. Dengan demikian pengasuh pondok menyediakan kebutuhan santri yatim maupun dhuafa mulai dari yang paling kecil.52 Pondok Pesantren ini dalam hal memberdayakan yatim dan dhu’afa yakni dengan diberikan pendidikan formal dan pendidikan akhlaq. Penekanan pendidikan akhlaq pondok pesantren ini dilakukan dengan 52
Wawancara pribadi dengan Agil Jagelo, (Ketua Pengurus Pondok Pesantren Bahrul Maghfiroh) Tangerang, 06 Mei 2016
47
pembinaan spriritual. Pondok Pesantren Bahrul Maghfiroh tidak hanya membina santri yatim dan dhuafa. Akan tetapi juga membina santri yang dulunya adalah seorang preman, pemabuk, dan pecandu narkoba. Dengan cara mentalnya disembuhkan terlebih dulu. Metode ini dilakukan oleh pendamping dari tokoh agama. Dari gambaran di atas, peneliti membuktikan bahwa lembagalembaga yang memiliki sebuah visi dan misi yang bertujuan untuk memberdayakan anak yatim dan dhuafa di Indonesia adalah suatu upaya untuk menjadikan anak yang mandiri, mampu dalam mengembangkan intelektualnya, menjadikan muslim/muslimah yang berakhlaqul karimah, dan berkesempatan meraih cita-citanya. Banyaknya lembaga-lembaga di Indonesia yang memberikan perhatiannya kepada kaum yatim dan dhu’afa untuk dikasihi, disayangi, diberikan pendidikan, dan diperhatikan kehidupannya. Dalam hal ini Al-qur’an dalam surat Al-Baqarah ayat 220 berbunyi: … …
Artinya: “…Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakalah: "Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik,..(QS. Al Baqarah, 2:220)
Ayat tersebut menyadarkan kita sebagai sesama muslim kita wajib membantu antar sesama yang membutuhkan dan barang siapa yang membantu diibaratkan dengan sebutir biji yang nanti akan dilipat gandakan oleh Allah SWT. Dan sangatlah baik orang yang mau mengurusi anak yatim dan janganlah sekali-kali berbuat jahat atau menelantarkan
48
anak yatim karena Allah SWT sangat tidak menyukainya. Bahkan Allah menyuruh kita berbuat adil kepada anak-anak yatim, ini sebagaimana yang terdapat dalam Al Qur’an surat An Nisa ayat 127 yaitu: ( ... …
Artinya: “…Dan (Allah menyuruh kamu) supaya kamu mengurus anak-anak yatim secara adil…(QS.An Nisaa, 4:127)
BAB III GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN AL-AMANATUL HUDA A. PROFIL PONDOK PESANTREN AL-AMANATUL HUDA
1. Sejarah Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda Tahun 1992, salah satu unit Pendidikan yang dicita-citakan oleh Waqif, Bapak H. Bacek dan Putranya KH. Drs. Subur Supriadi yang biasa di panggil dengan sebutan Buya ini, adalah berdirinya sebuah Pondok Pesantren yang bercorak Al-Qur’an. Cita-cita tersebut sebagaimana telah tertera di dalam akta Yayasan Al Amin yang sekarang namanya menjadi Pondok Pesantren Al Amanatul Huda.1 Pada Tanggal 18 Agustus 2010, pukul 09.00 WIB pagi, Ust. Abdurohim Sait, dan dengan KH. Subur Supriadi, bersama rekan-rekannya yang lain seperti Ust. Inan Tihul Idris, KH. Mahmud Ali, Ust. Mawardani, Ust. Muhammad Harun Rasyid, KH. Sofyan Azwari, Ust Yayan Hendrayana, Usth. Putri Arini Hasanah, dan lain-lain datang menghadap agar Buya berkenan menerima 37 santri pindahan dari sebuah Pondok Pesantren di Jombang Ciputat Tangerang Selatan dan mendorong agar mau berdirikan Pondok Pesantren dengan adanya 37 santri tersebut.2 Anak-anak santri yatim
1
Wawancara Pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren AlAmanatul Huda), Tangerang 18 Maret 2016 2 Wawancara Pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren AlAmanatul Huda), Tangerang 18 Maret 2016
49
50
dhuafa ini berasal dari berbagai daerah. Diantaranya lampung, pekanbaru, jakarta, surabaya, pandeglang, dan lain-lain. Awalnya dikirimi 37 santri ini adalah kurangnya terkontrol anak-anak yatim dhu’afa dari yayasan sebelumnya yaitu pondok pesanttren di jombang. Dari segi kepengurusannya, dan pelaksanaan program seperti penanganan dalam program pendidikan gratis tidak efektif jadi berbayar.3 Selanjutnya, setelah Buya bermusyawarah, meminta izin kepada keluarga, akhirnya bersedia menerima dan mendirikan Pondok Pesantren tersebut. Dengan nama Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al-Amanatul Huda. Dan ini sangat di dukung dan di bantu oleh tokoh-tokoh masyarakat , Guru, muridmurid, dan rekan-rekan KH. Subur sendiri di antaranya: Bapak Setiaman SE, Bapak Drs. Arif WK dan lain-lain. Pada hari Minggu tanggal 26 September 2010 mulai berdatangan pada santri tersebut, 37 santri ini adalah: Kelas VII/1 Madrasah Tsanawiyyah / Kelas 1 TMI Tahfidzul Qur’an Al-Amanatul Huda: Anwar Hidayatullah, Wiguna, Afrima Samistri, Ridwan Syukur, Reyanaldi Fariski, Muhammad Ferizal Yusuf, Lailatul Madiyah, Aula Rahmah. VIII/ II Tsanawiyyah / Kelas II TMI Tahfidzul Qur’an Al-Amanatul Huda : Syaiful Anwar, Reza Ivanda Putra Putra, Marko Willy, Lazuardi Firdaus, As’ari, Ayo Dipo Baladi, Maskur, Alam Mustawan, Lina Wati. Kelas IX/ III Madrasah Tsanawiyyah/ Kelas III TMI Tahfidzul Qur’an Al-Amanatul Huda : Nur Izzati, Jannah,
3
Wawancara pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren Al Amanatul Huda), Tangerang, 04 Mei 2016
51
Bilqisty. Kelas I/ Madrasah Aliyyah Kejuruan/ Kelas IV/ TMI Tahfidzul Qur’an Al-Amanatul Huda : Ani, Firman, Vicky, Taufiq, Bahruddin, Agus, Nurlela, Fakhri. Kelas XI/ II Madrasah Aliyyah/ Kelas V TMI TMI Tahfidzul Qur’an Al-Amanatul Huda : Kamal, Ismet, Aji, Fuadi, Juhedi, Karlina, Sri Nurbaiti. Pada hari rabu tanggal 29 September 2010 “…dengan Bismillahirrahmanirrahim mulai belajar yang perdana.” Baru pada hari Minggu tanggal 28 November 2010 secara resmi di buka oleh Wali Kota Tangerang, Bapak Drs. H. Wahidin Halim, M.SI.4 Bermodal keyakinan dan niat, diterimalah sebuah amanat tersebut oleh Buya, meskipun dengan segala keterbatasan baik tempat, sarana prasarana, fasilitas dan sebagainya. Karena kondisi Pondok Pesantren Al Amanatul Huda saat itu hanya ada 1 ruang kelas dari bangunan, belum ada asrama putra maupun putri, belum ada mobiler, belum ada alas tidur atau karpet dan belum ada fasilitas apapun. Dalam Perjalannya, pembangunan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda yang diisi oleh santri yatim dhuafa ini mengalami kesulitan dalam penanganan biaya. Karena memang santri disini tidak sama sekali dipungut biaya, dalam artian pendidikan dan fasilitas yang digunakanan oleh santri yatim dhuafa ini gratis. Bisa dibilang pembangunan ini mengalami kemacetan di urusan biaya. Namun, adanya uluran tangan dari pemerintah kementrian agama dan yang lainnya. Bantuan ulur tangan itu adalah berupa
4
Wawancara pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren AlAmanatul Huda), Tangerang 18 Maret 2016
52
dilanjutkannya pembangunan pondok pesantren al-amanatul huda dengan biaya kurang lebih sebesar Rp. 56.000.00,- (lima puluh enam juta). Meskipun para pengurus umumnya masih awam dalam masalah mengurusi anak yatim dhuafa dengan biaya yang masih terbilang kurang, namun mereka selalu tawakal kepada Allah Swt dan yakin akan banyaknya uluran tangan kasih sayang dari para dermawan dalam rangka turut serta menyantuni anak-anak asuh, serta yakin pula bahwa menjalankan pekerjaan suci ini tidak sendirian.5
2. Visi, Misi dan Tujuan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda Dalam menjalankan kegiatan pemberdayaan Yatim Dhu’afa, Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda memilki Visi dan Misi yang dijadikan Pedoman mencapai target yang diinginkan. Visi : Visi (vision) adalah suatu gambaran ideal yang ingin dicapai oleh sebuah organisasi di masa yang akan datang. Sedangkan misi (mission) adalah ssuatu pernyataan sikap tentang aktivitas dari suatu perusahaan atau organisasi.6 Adapun visi Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda adalah: Membela Agama Allah, Yatim Dhu’afa yang Qur’ani dan Madani Adapun misi pondok Pesantren Al-Amanatul Huda adalah: 5
Wawancara Pribadi dengan Ust Kamal, (Pengurus Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda), Tangerang, 18 April 2016. 6 Vincent Gasdperz, Kualitas Dalam Manajement Bisnis Total, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), cet ke-1
53
Misi : a. Membantu Yatim Dhu’afa memperoleh pendidikan gratis, dengan sistem Pondok Pesantren Salafiyah dan formal (Terpadu), b. Menyelenggarakan program pendidikan utama yaitu Tahfizhul Qur’an ( Menghafal Qur’an ), c. Menyelenggarakan program pendidikan Ilmu-ilmu Al-Qur’an, kajian Kitab – kitab kuning, Bahasa dan Keterampilan, d. Mengutamakan Pengamalan Ibadah ‘Amaliyah, Berjama’ah, Dzikir dan Akhlaqul Karimah, e. Menyediakan sarana prasarana dan fasilitas penunjang, f. Menyiapkan Tenaga-tenaga Pendidik ( Guru ) yang berkompeten dibidangnya dan berdedikasi tinggi, g. Merangkul seluruh potensi masyarakat dan pemerintah. Setiap lembaga atau yayasan memiliki maksud dan tujuan yang jelas, sehingga yayasan dapat diarahkan untuk tercapainya apa yang telah dicita-citakannya. Maksud dan tujuan dari pendirian pondok pesantren alamanatul huda adalah: a. Terwujudnya tempat untuk berkembangnya ilmu-ilmu Allah b. Hidupnya Sunnah Rasulullah SAW melalui penyelenggaraan pendidikan bagi Yatim dan Dhu’afa secara gratis.7
7
Proposal Pondok Pesantren Al Amanatul Huda, (Tangerang: Pondok Pesantren Al Amanatul Huda, 2014), h. 2
54
3. Identitas Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda Yayasan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda adalah yayasan idependen yang bergerak di bidang pendidikan, sosial, dakwah, serta pemberdayaan sosial bagi anak-anak yatim dan kaum dhu’afa yang terletak di kawasan Ciledug Tangerang. Nama Pondok Pesantren: Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda Alamat
: Jl. H. Bacek Rt02/02 No3 Kelurahan Tajur
Kecamatan
: Ciledug, Kota Tangerang
Provinsi
: Banten
Yayasan Penyelengggara : Yayasan Amanatul Huda Berdiri Tahun
: 1992
Akte Notaris
: Nasrizal, SH,MKn
Nomor Tanggal
: 07 : 10 November 2010
4. Struktur Kepengurusan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda a. Pimpinan Pondok
: KH. Drs. Subur Supriadi
b. Sekretaris Pondok
: Rahmatullah
c. Wakil Sekertaris
: Mustopa Kamal
d. Bendahara Umum
: Hj. Royomih
e. Wakil Bendahara
: Mimi Jamilah L M, S.Pd.I
f. Penasehat
: KH. Nasrullah
g. Ketua Bidang Pendidikan
: Ust. Dr. Abdurrahim
dan Pengajaran Anggota
: 1. Ust. Inan Tihul. 2. Ust. Rahmatullah
55
3. Ust. Harun Ar-Rasyid 4. Ust. Mawardani 5. Ust. Juhedi h. Ketua Bidang Pengembangan Anggota
: Ust. Hadi Muslana, S.HI
: 1. Inan Tihul, M.PD.I 2. Ust. Mukhlish 3. Sujatama 4. Sutari
i. Ketua Bidang Humas Anggota
: Usth Muthmainnah : 1. Edi Saputra 2. Ir. H. Nazaruddin 3. Syarifuddin S.H., M.H 4. Taufik Abdul Aziz
j. Ketua Bidang Pembangunan8 Anggota
: H. Teddy : 1. Bpk Fajar 2. Bpk. Sugito 3. Bpk. Rizal 4. Abdul Aziz
k. Ketua Bidang Konsumsi
: Ibu Sumiyati
l. Ketua Bidang Kebersihan
: M. Yunus
dan Keamanan
1. Faisal Hafidz 2. Syarif Hidayatullah
8
Proposal Pondok Pesantren Al Amanatul Huda, (Tangerang: Pondok Pesantren Al Amanatul Huda, 2014), h. 2
56
5. Keuangan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda Keuangan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda dibagi menjadi 2 bagian, diantaranya: a. Sumber Dana Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda, yaitu: 1. Pemerintah Keuangan yang di dapat oleh Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda salah satunya dari Kementrian Agama yaitu: Mapenda (Dana Bos) dan Pd Pontren dalam bentuk dana sebesar 50 juta pertiga bulan. 9 Dan mendapat bantuan berupa dana dan keperluan alat tulis dan buku-buku yang diperlukan oleh santri dari Pemkot Tangerang. Adapun dana dari pemerintah masih terbilang kurang, untuk menutupi kekurangan Pondok Pesantren Melakukan pencarian dana melalui saluran dana dari masyarakat lain.10 2. Masyarakat Sekitar Sebagian besar pembiayaan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda bersumberdari biaya sumbangan dari masyarakat. Baik dari masyarakat sekitar maupun dari donator lain yang memang datang dengan sendirinya ke Pondok Pesantren.
9
Wawancara pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren AlAmanatul Huda), Jakarta 17 April 2016 10 Wawancara pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren AlAmanatul Huda), Jakarta 17 April 2016
57
b. Pemanfaatan Dana Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda Perolehan dana tersebut digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, meliputi biaya makan santri yatim dhu’afa, pendidikan, kesehatan, kesekretariatan, gaji guru, dan dana pembangunan.11
6. Sarana dan Pra-Sarana Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda Dalam mengasuh, membina dan mendidik anak santri yatim dhuafa di Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda ialah dengan menyediakan Asrama guna memudahkan dalam menjalankan seluruh kegiatan yang telah diprogramkan oleh Pondok Pesantren Al-amanatul Huda. Adapun sarana dan pra sarana yang ada di Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda, yaitu:12 1.
Status tanah Wakaf Sertifikat Wakaf ; Nomor W.2/W.49/ Kk.28.05.1/ BA.03.2/ III/2011 di BPN Kota Tangerang, seluas 1000 M2.
2.
Asrama putra 1 ruang sekat seadanya (7 m x 6 m).
3.
Ruang Kelas Belajar 5 Ruang (7 m x 7 m).
4.
Asrama putri di satu rumah sewa (sementara) dengan kapasitas 6 kamar.
5.
Ruang Kamar ustadz (4 m x 2 m) Kapasitas 3 Orang.
6.
Ruang kamar mandi / MCK putra (15 m x 4 m) 4 kamar mandi & WC.
7.
Dapur umum.
11
Wawancara pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren AlAmanatul Huda), Jakarta 17 April 2016 12 Proposal Pondok Pesantren Al Amanatul Huda, (Tangerang: Pondok Pesantren Al Amanatul Huda, 2014), h. 2
58
B. Keadaan Objektif Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda 1. Letak Geofrafi Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda berlokasi di Jl. H. Bacek No.29 Rt.002/02 Kelurahan Tajur, Kecamatan Ciledug Kota Tangerang. Secara geografis lokasi Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda memang strategis. Karena letak pondoknya tidak jauh dari jalan raya. Adapun luas pondok pesantren ini adalah 1000 M2. 13 2. Jumlah Sarana Pendidikan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda Dalam melakukan program pemberdayaan di Bidang Pendidikan maka dibagi menjadi 2 bagian. Adapun pembagian sarana pendidikan di Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda diantaranya: Tabel 2 Jumlah Sarana Pendidikan di Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda No
Tingkat Pendidikan
Jumlah
1.
Madrasah Tsanawiyyah (MTS)
6 Ruang
2.
Madrasah Aliyyah (MA)
6 Ruang
Jumlah
12
Sumber: Ust. Kamal (Pengasuh sekaligus Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Al-qur’an Di Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda). Dari Tabel di atas dapat diketahui bahwa Sarana Pendidikan di Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda terdapat 6 ruang kelas untuk Madrasah
13
Wawancara pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda), Jakarta 17 April 2016
59
Tsanawiyyah (MTS), dan untuk Madrasah Aliyyah (MA) terdapat 6 ruang kelas, Jumlah sarana pendidikan di Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda adalah 12 ruang. Jumlah anak santri di pondok pesantren Al-Amanatul Huda berjumlah 191 dengan perincian sebagai berikut: Tabel 3 Jumlah Santri Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda No
Jenis Kelamin
Jumlah Santri/Santriwati
1.
Santri Putra
110
2.
Santri Putri
81
Jumlah
191
Sumber: Ust. Kamal (Pengasuh sekaligus Mahasiswa Sekolah Tinggi Islam Di Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda). Jumlah Santri/Santriwati Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda berjumlah 191 anak, yang terdiri dari 110 santri putra dan 81 anak santri putrid.14 Jadi dapat disimpulkan lebih banyak anak santri putra dibangdingkan dengan anak santri putri. Kemudian keadaan anak santri pondok pesantren al-amanatul huda menurut usia dengan rincian sebagai berikut:
14
Wawancara Pribadi dengan Ust. Kamal (Penngasuh Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda) Sabtu, 23 April 2016
60
Tabel 4 Jumlah Santri/Santriwati Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda menurut Kriteria Usia No
Usia Santri/SantriWati
Jumlah Santri/Santriwati
1.
12-14 tahun
77
2.
15-19 tahun
81
3.
20-keatas
33
Jumlah
191
Sumber: Ust. Kamal (Pengasuh sekaligus Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu AlQur’an Di Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda). Jumlah Anak Santri/Santriwati Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda Menurut Usia yaitu dengan usia 12 sampai dengan umur 13 tahun berjumlah 54 anak, usia 14 tahun berjumlah 23 anak, usia dari 15-19 tahun berjumlah 81 anak, dan usia 20 keatas berjumlah 33 anak santri.15 Kemudian keadaan Santri/Santriwati dipondok pesantren al-amanatul huda menurut tingkat pendidikan dengan rincian sebagai berikut: 3. Pelayanan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda Pelayanan yang dilakukan Pondok Pesantren Al-amanatul Huda terhadap yatim dhuafa diantaranya, yaitu: 1.
Memenuhi kebutuhan mereka yaitu menjamin makan dan minum yang dilakukan 3 kali sehari, yaitu: sarapan jam 6 pagi, makan siang jam 12
15
Wawancara Pribadi dengan Ust. Kamal (Penngasuh Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda) Sabtu, 23 April 2016
61
setelah shalat dzuhur, kemudian makan malam yang dilakukan jam setengah 7 setelah shalat maghrib.16 2.
Membimbing santri yatim dhuafa Pondok pesantren memberikan nasihat agar taat dengan peraturan pondok pesantren. Dan disinilah para pengasuh sebagai pengganti orang tua mereka yang telah tiada.17
3. Memberikan Pendidikan dan Keterampilan Salah satu prioritas utama didirikannya pondok pesantren alamanatul huda adalah memberikan kesempatan pendidikan yang seluasluasnya kepada mereka yang kurang mampu sehingga mereka mampu merasakan pendidikan layaknya anak-anak yang lain yang setara dengan mereka. Selain pendidikan formal pondok pesantren al-amanatul huda juga memberikan pendidikan diluar sekolah yaitu dengan berbagai macam keterampilan, diantaranya: Pelatihan menjahit, memasak, fashion show, dan lain-lainnya. Pelatihan ini dilakukan biasanya sebulan 2 kali atau dilakukan sebulan sekali. Dan tentunya pihak Pondok Pesantren Al-amanatul Huda berharap ketika kelak keluar dari pondok dapat menjadi anak-anak yang mandiri, dan bermanfa’at untuk masyarakat sekitar.18
16
Wawancara Pribadi dengan Ust. Kamal (Penngasuh Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda) Sabtu, 23 April 2016 17 Wawancara Pribadi dengan Ust. Kamal (Penngasuh Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda) Sabtu, 23 April 2016 18 Wawancara pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren AlAmanatul Huda), Jakarta 17 April 2016
62
C. Proses Pembelajaran Dengan mengacu pada keteraturan dan ketertiban dalam program yang dibentuk oleh Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda, maka perlu dibentuk suatu informasi berupa aplikasi penjadwalan pembelajaran. Sehingga program yang dijalankan oleh santri/santriwati bisa lebih efisien serta mengurangi resiko kekacauan dalam proses pembelajaran atau suatu program. Tabel 5 Jadwal Kegiatan Harian Santri No. 1.
Waktu 03.00-03-30
2.
04.30-05.30
3. 4. 5.
05.30-07.00 07.00-09.30 09.30-10.00
6. 7.
10.00-11.45 11.45-12.30
8. 9.
12.30-14.00 14.00-15.15
10.
15.15-15.30
11.
15.30-17.45
12. 13.
17.45-18.00 18.00-18.45
14. 15.
18.45-19.00 19.00-20.00 19
Kegiatan Bangun, Persiapan Sesuatunya, Tahajud, Ibadah, Dzikrullah, Khataman Qur’an, Sambil Menanti Subuh.19 Subuh Berjamaah, Qiraatul Qur’an, Ta’lim ba’da Subuh/Vocabulary/Mufarad. Mandi, Kebersihan, Makan, Persiapan Sekolah. Masuk Kelas, Belajar Istirahat, Duha (Bersama) Public Speaking After Duha Belajar di Kelas Persiapan, Shalat Dzuhur, Tadarusul Qur’an, Makan Siang Istirahat Mnadi/Madrasah Diniyyah/Qiratul Qutub/Pelajaran Pondok Pesantren Sahalat Ashar Berjama’ah, dilanjutkan wirid rutin membaca surat Al-waqi’ah Kegiatan Keterampilan, kebersihan lingkungan, Olahraga, Tahfidz, dll Persiapan Shalat Maghrib, Mandi, dll Maghrib Berjama’ah, Khataman Al-Qur’an, Tadarus, Ta’lim Makan Malam Isya Berjama’ah, Tadarus, Ta’lim
Wawancara Pribadi dengan Ust. Kamal (Penngasuh Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda) Sabtu, 23 April 2016
63
Jadwal Kegiatan Harian Santri 16.
20.00-21.50
Belajar Persiapan Sekolah esok hari
17.
21.50-22.00
Mufradat/Vocabulary Before Sleeping
18.
22.00-03.00
Istirahat/Tidur
Dalam pelaksanaan program santri/santriwati dilatih untuk memanage waktunya sebaik mungkin. Karena pendidikan yang di dalam Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda berlangsung selama 24 jam. Dari sebelum subuh sampai
dengan
menjelang
sebelum
tidur.
Semua
adalah
proses
penggemblengan santri/santriwati untuk mencetak generasi santri/santriwati yang berakhlaqul karimah dan mengerti bahwa Time is Money.20 Hasil dari program-program yang ada di Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda ialah dapat mengubah pola pikir, kecerdasan intelektual, dan kedisiplinan dalam beribadah. Dengan adanya program pendidikan yang dilakukan oleh santri/ santriwati memberikan perubahan yang lebih baik secara intelektual, berperilaku, dan ibadah. Para Santri/santriwati diharapkan untuk dapat menghasilkan sarjana Muslim yang memiliki keahlian dalam bidang Ilmu Qur`an dan Tafsir, sehingga dapat mengisi kekurangan-kekurangan yang ada dalam masyarakat. Memberikan kesempatan kepada masyarakat yang ingin mengembangkan 20
Wawancara pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda), Jakarta 17 April 2016
64
bakat dan keahlian dalam bidang Ilmu Qur`an dan Tafsir dan teori yang terkait dengan Ilmu Qur`an dan Tafsir. Maka dari itu, dibuatkannya jadwal untuk kelancaran proses dalam perkuliahan. Berikut ini adalah jadwal perkuliahan menurut tingkat semester perkuliahan:
D. Program Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda Bentuk pemberdayaan kepada anak-anak Yatim Dhu’afa yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda yaitu dengan beberapa program diantaranya:21
1. Program Pendidikan Formal a. Pendidikan SMP/MTS (Madrasah Tsanawiyah) b. Pendidikan SMA/MA (Madrasah Aliyyah)
2. Program Pendidikan Non Formal a. Program Tahfidzul Qur’an Program ini dilakukan dengan cara setor hafalan detiap 2 kali sehari satu halaman al-qur’an pojok, dengan taqrir (pengulangan) 2 kali dalam satu hari. maka hasil penguasaan hafalan santri efektif satu bulan 1 juz. Sehingga untuk mencapai 30 juz ditempuh selama 30 bulan atau 2 tahun 6 bulan. Di tambah waktu pemantapan dan taqrir 6 bulan sehingga menjadi 3 tahun.
21
Wawancara Pribadi dengan Ust. Kamal (Penngasuh Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda) Sabtu, 23 April 2016
65
Pendidikan ini dilakukan dengan penekanan pada Tahfidzul Qur’an. Sistematika menghafal dalam program ini yaitu, setiap hari menghafal minimal 5 baris (qur’an pojok) dengan pengulangan minimal 21x setiap barisnya. Hafalan dilakukan pada waktu pagi ba’da subuh, takrir/ pengulangan dilakukan sebanyak 3x siang ba’da zuhur, sore ba’da ashar dan malam ba’da magrib Target yang dicapai selama 2 bulan 1 juz sehingga 5 tahun khatam 30 juz. Dengan catatan tergantung kepada tingkat kemampuan dan kecerdasan santri bisa ada yang lebih cepat dari itu, apabila santri Pondok Pesantren Al Amanatul Huda bisa dicapai mengahafal 1 hari 1 halaman maka 3 tahun khatam 30 Juz. Bagi santri yang sudah menghafal sudah sampai 5 juz maka mendapatkan sertifikasi pencapaian Tahfidz dengan peringkat: Amat Baik (A), Baik (B), Cukup Baik (C). b. Program ‘Ulumul Qur’an Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara malaikat Jibril sebagai mu’jizat. Al-Qur’an adalah sumber ilmu bagi kaum muslimin yang merupakan dasar-dasar hukum yang mencakup segala hal. Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab. Oleh karena itu, ada anggapan bahwa setiap orang yang mengerti bahasa Arab dapat mengerti isi Al-Qur’an. Lebih dari itu, ada orang yang merasa telah dapat memahami dan menafsirkan Al-Qur’an dengan bantuan terjemahnya, sekalipun tidak mengerti bahasa Arab. Padahal orang Arab sendiri banyak yang tidak mengerti
66
kandungan Al-Qur’an. Maka dari itu, untuk dapat mengetahui isi kandungan
Al-Qur’an
diperlukanlah
ilmu
yang
mempelajari
bagaimana tata cara menafsiri Al-Qur’an yaitu Ulumul Qur’an dan juga terdapat faedah-faedahnya. Dengan adanya pembahasan ini, santri sebagai generasi islam supaya lebih mengenal Al-Qur’an, karena tak kenal maka tak sayang. Pembelajaran ulumul qur’an adalah salah satu pendidikan agama islam. Dipondok pesantren al-amanatul huda ini santri yatim dhu’afa wajib mempelajara bidang ini, diantaranya: 1. Bidang tajwid adalah ilmu yang digunakan untuk mengetahui cara mengucapkan kalimat-kalimat Al-Qur’an agar supaya lisan tidak salah dalam membacanya. Hukum mempelajari ilmu tajwid adalah fardlu
kifayah
dan
mengamalkannya
adalah
fardlu
‘ain.
Pembelajaran ini dimana santri melakukannya ba’da sholat. Maksud tajwid disini yaitu tamrinat makharijul khuruf guna mencapai tingkat fashohah sekaligus tahsin praktek tajwid. 2. Bidang Naghom adalah aghom adalah kata yang berasal dari bahasa Arab yang artinya lagu/irama. Populernya istilah Naghom berasal dari paraQori’/ para Syech/ dari Mesir yang pernah mengajarkan ilmunya di Indonesia pada tahun 1973. Kata naghom yang akhirnya kemudian dirangkai dengan Al-Qur’an menjadi Naghom Al-Qur’an yang artinya melagukan Al-Qur’an, bisa juga disebut dengan Tahsin AsShout dalam membaca Al-Qur’an
67
(membaguskan suara dalam membaca Al-Qur’an). Naghomadalah khusus untuk tilawah Al-Qur’an, kemudian di Indonesia terkenal dengan sebutan Seni Baca Al-Qur’an. Dalam satu minggu santri yatim dhu’afa ada 3 kali bimbingan naghom dengan target mahir minimal 5 maqro dan latihan penerapan sesuai bakat.22 3. Bidang qiro’at adalah perbedaan lafal-lafal al-Qur'an, baik menyangkut huruf-hurufnya maupun cara pengucapan huruf-huruf tersebut, sepeti takhfif, tasydid dan lain-lain. ecara etimologi, lafal qira’at (
) merupakan bentuk masdar dari (
) yang artinya
bacaan. Sedangkan menurut terminologi, terdapat berbagai pendapat para ulama yang sehubungan dengan pengertian qira’at ini. Menurut Al-Dimyathi sebagaimana dikutip oleh Dr. Abdul Hadi al-Fadli bahwasanya qira’at adalah: “Suatu ilmu untuk mengetahui cara pengucapan lafal-lafal al-Qur’an, baik yang disepakati maupun yang diikhtilapkan oleh para ahli qira’at, seperti hazf (membuang huruf), isbat (menetapkan huruf), washl (menyambung huruf), ibdal (menggantiukan huruf atau lafal tertentu) dan lain-lain yang didapat melalui indra pendengaran. Pada bidang ini dimana santri minimal 1 minggu 1 kali pembelajaran ilmu qiro’at dan peraktik diiringi dengan evaluasi ujian.
22
Wawancara Pribadi dengan Ust. Kamal (Penngasuh Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda) Sabtu, 23 April 2016
68
4. Bidang khot adalah rangkaian huruf-huruf hijaiyah yang memuat ayatayat Alquran atau Alhadits ataupun kalimat hikmah di mana rangkaian huruf-huruf itu dibuat dengan proporsi yang sesuai, baik jarak maupun ketepatan sapuan huruf. Dalam perkembangannya muncul banyak jenis khat kaligrafi, tidak semua khath tersebut bertahan hingga saat ini. Terdapat 8 (delapan) jenis khat kaligrafi yang populer yang dikenal oleh para pecinta seni kaligrafi di Indonesia, yaitu: -
Gaya Naskhi. Kaligrafi gaya Naskhi paling sering dipakai orangorang islam, baik untuk menulis naskah keagamaan maupun tulisan sehari-hari. Gaya Naskhi termasuk gaya penulisan kaligrafi tertua. Sejak kaidah penulisannya dirumuskan secara sistematis oleh Ibnu Muqlah pada abad ke-10, gaya kaligrafi ini sangat populer digunakan untuk menulis mushaf Alquran sampai sekarang. Karakter hurufnya sederhana, nyaris tanpa hiasan tambahan, sehingga mudah ditulis dan dibaca.
-
Gaya Tsuluts. Kaligrafi ini merupakan seorang menteri bahasa arabnya (wazir) di masa Kekhalifahan Abbasiyah. Tulisan kaligrafi gaya Tsuluts sangat ornamental, dengan banyak hiasan tambahan dan mudah dibentuk dalam komposisi tertentu untuk memenuhi ruang tulisan yang tersedia. Karya kaligrafi yang menggunakan gaya Tsuluts bisa ditulis dalam bentuk kurva, dengan kepala meruncing dan terkadang ditulis dengan gaya
69
sambung dan interseksi yang kuat. Karena keindahan dan keluwesannya ini, gaya Tsuluts banyak digunakan sebagai ornamen arsitektur masjid, sampul buku, dan dekorasi interior, dan lain sebagainya. -
Kaligrafi gaya Farisi. Seperti tampak dari namanya, kaligrafi gaya Farisi dikembangkan oleh orang Persia dan menjadi huruf resmi bangsa ini sejak masa Dinasti Safawi sampai sekarang. Kaligrafi Farisi sangat mengutamakan unsur garis, ditulis tanpa harakat, dan kepiawaian
penulisnya
ditentukan
oleh
kelincahannya
mempermainkan tebal-tipis huruf dalam 'takaran' yang tepat. Gaya ini banyak digunakan sebagai dekorasi eksterior masjid di Iran, yang biasanya dipadu dengan warna-warni Arabes. -
Gaya Riq’ah. Kaligrafi ini merupakan hasil pengembangan kaligrafi gaya Naskhi dan Tsuluts. Sebagaimana hal-nya dengan tulisan gaya Naskhi yang dipakai dalam tulisan sehari-hari. Riq’ah dikembangkan oleh kaligrafer Daulah Utsmaniyah, lazim pula digunakan untuk tulisan tangan biasa atau untuk kepentingan praktis lainnya. Karakter hurufnya sangat sederhana, tanpa harakat, sehingga memungkinkan untuk ditulis cepat.
-
Ijazah (Raihani). Tulisan kaligrafi gaya Ijazah (Raihani) merupakan perpaduan antara gaya Tsuluts dan Naskhi, yang dikembangkan oleh para pakar kaligrafer Daulah Usmani. Gaya ini lazim digunakan untuk penulisan ijazah dari seorang guru
70
kaligrafi kepada muridnya. Karakter hurufnya seperti Tsuluts, tetapi lebih sederhana, sedikit hiasan tambahan, dan tidak lazim ditulis secara bertumpuk (murakkab). -
Gaya kaligrafi Diwani. Kaligrafi ini dikembangkan oleh kaligrafer Ibrahim
Munif.
Kemudian,
disempurnakan
oleh
Syaikh
Hamdullah dan kaligrafer Daulah Usmani di Turki akhir abad ke15 dan awal abad ke-16.Gaya ini digunakan untuk menulis kepala surat resmi kerajaan. Karakter gaya ini bulat dan tidak berharakat. Keindahan tulisannya bergantung pada permainan garisnya yang kadangkadang pada huruf tertentu neninggi atau menurun, jauh melebihi patokan garis horizontalnya. Model kaligrafi Diwani banyak digunakan untuk ornamen arsitektur dan sampul buku. -
Gaya Diwani Jali. Kaligrafi ini merupakan pengembangan gaya Diwani. Gaya penulisan kaligrafi ini diperkenalkan oleh Hafiz Usman, seorang kaligrafer terkemuka Daulah Usmani di Turki. Anatomi huruf Diwani Jali pada dasarnya mirip Diwani, namun jauh lebih ornamental, padat, dan terkadang bertumpuk-tumpuk. Berbeda dengan Diwani yang tidak berharakat, Diwani Jali sebaliknya sangat melimpah. Harakat yang melimpah ini lebih ditujukan untuk keperluan dekoratif dan tidak seluruhnya berfungsi sebagai tanda baca. Karenanya, gaya ini sulit dibaca secara selintas. Biasanya, model
71
ini digunakan untuk aplikasi yang tidak fungsional, seperti dekorasi interior masjid atau benda hias. -
Gaya Kufi - Kaligrafi gaya kufi, penulisannya banyak digunakan untuk penyalinan Alquran periode awal. Karena itu, gaya Kufi ini adalah model penulisan paling tua di antara semua gaya kaligrafi. Gaya ini pertama kali berkembang di Kota Kufah, Irak, yang merupakan salah satu kota terpenting dalam sejarah peradaban Islam sejak abad ke-7 M. Pada bidang ini dimana santri satu minggu 1 kali pertemuan dengan setiap hari latihan menulis dengan ujian.
c. Program Bahasa Inggris dan Bahasa arab Program ini dilakukan menjelang tidur dan pagi hari. dengan menghafal 2 mufrodat atau 2 vocabulary, kemudian praktek komunikasi di bagi setiap satu minggu masing-masing bahasa secara bergilir baik muhadasah maupun conversation. d. Program Kitab Kuning Pembelajaran kitab kuning adalah sistem santri wajib menghafal ilmu alat nahwu dan sharaf serta praktik membaca huruf gundul sampai faham dengan sorogan.23 Istilah untuk kitab literatur dan referensi Islam dalam bahasa Arab klasik meliputi berbagai bidang studi Islam seperti Quran, Tafsir, Ilmu Tafsir, Hadits, Ilmu Hadits, Fiqih, Ushul Fiqih, Kaidah Fiqih, Tauhid, Ilmu Kalam, Nahwu dan 23
Wawancara Pribadi dengan Ust. Kamal (Penngasuh Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda) Sabtu, 23 April 2016
72
Sharaf atau ilmu lughah termasuk Ma’ani Bayan Badi’ dan Ilmu Mantik, Tarikh atau sejarah Islam, Tasawuf, Tarekat, dan Akhlak, dan ilmu-ilmu apapun yang ditulis dalam Bahasa Arab oleh para ulama dan intelektual muslim klasik. Jadi santri al amanatul huda diberikan pembelajaran kitab kuning untuk
dapat
meneruskan
para
asatdz
dan
asatidzah
dalam
mengamalkan kitab yang tak mudah dibaca oleh semua orang. e. Program Ceramah Agama Santri diberikan teori-teori dasar serta contoh pidato yang retoritis dan dilatih sesuai jadwal. Kegiatan ini dilakukan setiap hari kamis malam jum’at. Pada program ini santri diberikan kesempatan untuk menampilkan kemampuan bahasa Arab dan bahasa Inggris yang sudah diajarkan oleh pengurus bahasa setiap ba’da subuh dan sebelum tidur. Santri yang dibiasakan untuk berbahasa dapat mengaplikasikannya pada kegiatan muhadoroh. Karena dipesantren santri diwajibkan untuk berbahasa setiap harinya. Setiap minggunya santri diberi jadwal untuk bergantian berpidato di depan kelas. Kemudian setelah itu diberi nilai oleh ustad/zah. f. Program Ilmu Komputer/IT Pada program ini santri di wajibkan untuk menguasai sistem pengoperasian computer seluruh program dengan praktik-praktik penguasaan sesuai standar yang diujikan.
73
g. Program ektrakulikuler Melalui kegiatan ekstrakurikuler yang beragam santri dapat mengembangkan bakat, minat dan kemampuannya. Kegiatan-kegiatan santri di pesantren khususnya kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan yang terkoordinasi terarah dan terpadu dengan kegiatan lain di pesantren, guna menunjang pencapaian tujuan kurikulum. Dengan Demikian, kegiatan ekstrakurikuler di pesantren ikut andil dalam menciptakan tingkat kecerdasan yang tinggi. Kegiatan ini bukan termasuk materi pelajaran yang terpisah dari materi pelajaran lainnya, bahwa dapat dilaksanakan di sela-sela penyampaian materi pelajaran, mengingat kegiatan tersebut merupakan Bagian penting dari kurikulum pesantren. Adapun program ektrakulikuler yang ada di Pondok Pesantren AlAmanatul Huda, yaitu: 1. Tari Saman 2. Tapak Suci 3. Pidato 4. Tilawatil Qur’an 5. Syarhil Qur’an 6. Tahfidzul Qur’an 7. Fashion Girl 8. Marawis 9. Hadroh
74
10. Qasidah 11. Melukis 12. Olahraga
BAB IV ANALISIS DAN TEMUAN LAPANGAN
Berdasarkan Penelitian ini maka penulis mengatakan, bahwa lembaga pendidikan
Pondok
Pesantren
Al
Amanatul
Huda
bertujuan
dalam
mengembangkan potensi dan kemampuan anak-anak yatim dan dhu’afa. Hal ini dilakukan dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan di pendidikan formal yakni pendidikan dari jenjang Madrasah Tsanawiyyah dan Madrasah Aliyyah. Dan pendidikan informal dengan penekanan di bidang Ulumul Qur’an yakni Tahfidz Al-Qur’an, Tilawatil Qur’an, dan pengembangan Bahasa Arab dan Inggris. Sebagaimana yang dikatakan oleh Durkheim bahwa pendidikan mengajarkan orang keterampilan khusus yang diperlukan untuk pekerjaan masa depan mereka.1 A. Proses Pemberdayaan Yatim dan Dhu’afa di Pondok Pesantren AlAmanatul Huda Proses pemberdayaan anak yatim dan dhu’afa yang telah dilakukan oleh Pondok Pesantren Al Amanatul Huda dibagi menjadi 4 (empat) tahapan, yaitu: 1. Melalui Tahap Persiapan (Engagement) Tahap persiapan ini memilki substansi penekanan pada dua hal elemen penting yakni penyiapan petugas dan penyiapan lapangan. Tahapan ini adalah awal sebuah program pemberdayaan berlangsung. Pada tahap ini KH. Subur Supriadi bersama rekan-rekan calon pengurus Pondok 1
Rachmat Hidayat, “Sosiologi Pendidikan Emile Durkheim”,(Jakata: PT RajaGrafindo Persada, 2014), h. 83
75
76 Pesantren Al-Amanatul Huda melakukan musyawarah bersama untuk membicarakan bagaimana konsep untuk membangun bangunan asrama dan juga bangunan kelas yang nanti akan dipakai dalam proses pemberdayaan. 2. Melalui Tahap Perencanaan (Designing)p Dalam tahap ini program perencanaan dibahas secara maksimal dengan melibatkan pihak masyarakat dan juga calon pengurus Pondok Pesantren guna memikirkan solusi atau pemecahan atas hambatan yang akan terjadi. Dalam tahap ini dipikirkan secara mendalam untuk membuat rencana jangka pendek dan jangka panjang, dengan tujuan agar proses berjalannya program yang akan dilaksanakan berjalan dengan baik. Proses tahap ini dimusyawarahkan oleh bagian seluruh bagian pengurus, yakni: Ust Kamal, Ust Juhedi, Usth Fitra, dan pengurus lainnya. Tahap Perencanaannya di bagi tiga bagian, yaitu: Pertama, merumuskan tujuan dan langkah-langkah kegiatan program. Agar perencanaan pemberdayaan santri di Pondok Pesantren AlAmanatul Huda dapat berjalan dengan baik ada beberapa langkah perencanaan yang dilakukan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Buya, yakni: “dalam perencanaan pemberdayaan santri ada beberapa langkah yang dilakukan, yakni merumuskan visi, misi, mengakomodasi tenaga pengajar, menetapkan kurikulum, melengkapi sarana dan prasarana yang memadai dan lain sebagainya. langkah ini harus di terapkan demi menghasilkan sebuah lembaga pendidikan yang ideal dalam pemberdayaan santri”.2
2
Wawancara pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren Al Amanatul Huda), Tangerang, 04 Mei 2016
77
Kedua, mengidentifikasi kebutuhan. Tahapan ini dilakukan agar dapat diketahui apa yang menjadi kebutuhan dalam proses pelaksanaan program pendidikan. Kebutuhan yang paling mendasar adalah sumber dana dari pemerintah dan masyarakat sekitar yang dapat membantu agar berjalannya program pemberdayaan. Karena dana itu akan dipergunakan untuk pembangunan sekolah, asrama, dan biaya kehidupan anak-anak yatim dan dhuafa. Ketiga, mengkaji kebijakan yang relevan (pusat dan daerah). Dalam kegiatan untuk mengkaji kebijakan yang relevan antara pusat dan daerah dalam perencanaan integrasi kurikulum pesantren dengan pendidikan formal dari tingkat Madrasah Tsanawiyyah (MTS) sampai Madrasah Aliyyah (MA) di Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda dibuktikan dengan merealisasikan kebijakan pemerintah yang penangananya dilakukan oleh kementerian agama dan Kementrian pendidikan. 3. Melalui Tahap Pelaksanaan Program (Implementasi)
Tahap ini merupakan bentuk pelaksanaan serta penerapan program yang telah dirumuskan sebelumnya. Adapun ruang lingkup pada tahap pelaksanaan ini adalah sebagai berikut:
a.
Pengumpulan Sumber Dana Awal proses pemberdayaan ini adalah pengumpulan dana dari para
donatur kepada Pondok Pesantren Al Amanatul Huda yang akan dipergunakan untuk biaya pembangunan sekolah, pendidikan sekolah, biaya tenaga pengajar, dan digunakan untuk kebutuhan sehari-hari santri
78 yatim dan dhuafa. Pengumpulan dana ini didapatkan dari beberapa para donator, yaitu: 1. Kementrian Agama -
Dana Mapenda (Madrasah dan Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Umum). Besar biaya satuan BOS yang diterima oleh Pondok Pesantren Al Amantul Huda sebesar Rp. 50.000.000,/3 bulan. dihitung berdasarkan tingkat pendidikannya dengan rincian sebagai berikut3: Madrasah Tsanawiyyah: Rp. 23.000.000,-/3 bulan dan Madrasah Aliyyah: Rp. 27.000.000,-/3 bulan.
-
Dana Pd Pontren (Pendidikan Pondok Pesantren). Besar biaya yang diberikan oleh Pd Pontren kepada Pondok Pesantren Al Amanatul Huda sebesar Rp. 47.000.000,/tahun
2. Pemerintah Kota Tangerang (PemKot) Dana yang diberikan oleh pemerintah Kota Tangerang (PemKot) kepada tenaga pengajar di Pondok Pesantren Al Amanatul Huda adalah sebesar Rp. 1.800.000.,/guru setiap bulan. 3. Masyarakat Sekitar Sebagian besar pembiayaan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda bersumberdari
biaya
sumbangan
dari
masyarakat.
Baik
dari
masyarakat sekitar maupun dari donator lain yang memang datang dengan langsung ke Pondok Pesantren.
3
Wawancara pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren Al Amanatul Huda), Tangerang, 04 Mei 2016
79 Dalam hal ini pengumpulan dana adalah sebuah awal dalam menggerakkan segala proses pemberdayaan terhadap yatim dan dhuafa di Pondok Pesanren Al Amanatul Huda. b.
Program Pendidikan Formal dan Non Formal Proses Pemberdayaan anak-anak yatim dan dhuafa di Pondok
Pesantren Al Amanatul Huda yaitu dengan adanya program pendidikan. Karena
pendidikan
merupakan
proses
memanusiakan
manusia,
membentuk manusia muda untuk berkembang menjadi manusia yang utuh bermoral,
bersosial,berwatak,
berkepribadian,
berpengatahuan
dan
berohani.4 Sebagaimana yang dituturkan oleh Pimpinan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda yaitu, KH. Subur Supriadi:5 “Dengan dibangunnya Lembaga Pendidikan pada anak-anak yatim dan dhuafa maka anak-anak itu dapat berkembang dengan pendidikan yang diberikan oleh Pondok Pesantren Al Amanatul Huda. Mereka juga tidak sia-sia mendapatkan pendidikan gratis disini karena sudah ada prestasi yang mereka berikan di Pondok Pesantren ini salah satunya menang MTQ di kota tangerang dan masih banyak lagi.” Di dalam Bukunya Edi Suharto beliau mengatakan bahwa pemberdayaan itu memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan, dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan dan dari kesakitan.6 Pelaksanaan program pendidikan di Pondok Pesantren Al Amanatul Huda adalah suatu proses dalam memberdayakan santri yatim
4
Benni Setiawan, Manifesto Pendidikan Indonesia, (Jakarta: Ar Ruz. 2006),h. 37. Wawancara pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren Al Amanatul Huda), Tangerang, 04 Mei 2016 6 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: Reflika Aditama, 2005), h. 58. 5
80 dan dhuafa untuk membebaskan mereka dari kebodohan dalam ilmu pengetahuan. Dan program pendidikan itu dibagi menjadi dua jalur, yaitu: 1. Pendidikan Formal Pendidikan Formal dari tingkat Madrasah Tsanawiyyah sampai Madrasah
Aliyyah.
Dengan
menggunakan
sistem
kurikulum
Departemen Agama. Mengenai biaya sekolah, buku pelajaran, keperluan sekolah, Pondok Pesantren Al Amanatul Huda yang menanggungnya. Pembiayaan gratis ini berlaku sampai jenjang Perguruan Tinggi. 2.
Program Non Formal -
Pendidikan Ulumul Qur’an Pendidikan ini dilakukan dengan penekanan pada Tahfidzul Qur’an. Sistematika menghafal dalam program ini yaitu, setiap hari menghafal minimal 5 baris (qur’an pojok) dengan pengulangan minimal 21x setiap barisnya. Hafalan dilakukan pada waktu pagi ba’da subuh, takrir/ pengulangan dilakukan sebanyak 3x siang ba’da zuhur, sore ba’da ashar dan malam ba’da magrib Target yang dicapai selama 2 bulan 1 juz sehingga 5 tahun khatam 30 juz. Dengan catatan tergantung kepada tingkat kemampuan dan kecerdasan santri bisa ada yang lebih cepat dari itu, apabila santri Pondok Pesantren Al Amanatul Huda bisa dicapai mengahafal 1 hari 1 halaman maka 3 tahun khatam 30 Juz. Bagi santri yang sudah menghafal sudah sampai 5 juz maka mendapatkan
81 sertifikasi pencapaian Tahfidz dengan peringkat: Amat Baik (A), Baik (B), Cukup Baik (C).7 Hasil yang telah dicapai oleh santri/santriwati adalah pernah menjuarai MTQ di Kota Tangerang di antaranya Juara 1 cabang Tahfidz 5 Juz+Tilawah Putri, Juara 2 Tahfidz Hadist Putra. -
Pendidikan Bahasa di Pondok Pesantren Modern
Kegiatan ini dilakukan setiap hari ketika sebelum tidur dan pagi hari.. Bagian bahasa biasanya menyiapkan mufradat/ kosa kata untuk diajarkan oleh anak santrinya. Implikasi dari pada program pendidikan ini sebagai bekal dalam memahami hurufhuruf gundul yang ada pada kitab kuning seperti fatul qarib, kifayatul atsqiya, ta’lim muta’lim, dan ketika muhadoroh yakni, belajar berbicara di depan umum dengan menggunakan bahasa Arab atau Bahasa Inggris. Jadwal muhadharah ialah setiap hari kamis selesai ba’da isya. Seperti yang telah dikatakan oleh ilham santri Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda, adalah: “Dengan adanya pembelajaran bahasa ini, saya jadi lebih tau dalam mempraktikan pidato saya menggunakan kedua bahasa itu. Bahkan dengan kemampuan pidato saya pernah di undang ke acara maulidan di masjid bawah yang letaknya tidak jauh dengan pondok pesantren”8 -
Kegiatan Ekstrakulikuler Di
bidang
ekstrakulikuler
ini
santri
mendapatkan
pendidikan non formal di antaranya: pelatihan hadroh, marawis,
8
Wawancara pribadi dengan Ustad Irham (Santri di Pondok Pesantren Al Amantul Huda), Tangerang 04 Mei 2016
82 tari saman, tilawah al-qur;an syarhil quran, dan kaligrafi. Pada pelatihan kaligrafi anak-anak sudah pernah menjuarai MTQ di Kota Tangerang dengan kritria Juara 1 Khat Naskh cabang Putri, dan Juara 2 Khat Naskh pada cabang putra. Hal ini sebagaimana telah dikatakan oleh ustad Irham beliau pengajar kaligrafi di Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda, beliau adalah alumni dari Lemka (Lembaga Kaligrafi), yaitu: “Kemampuan santri santri dalam mengembangkan bakatnya di seni melukis seperti mengindahkan kalimat kalimat Allah, telah dibuktikan pada lomba MTQ kemarin di Kota Tangerang dengan pringkat juara 1 pada putrid dan juara 2 di putra. Ini menunjukkan bahwa bekal seperti ini akan memiliki nilai jual pada skil anak santri disini”9 4. Melalui Tahap Evaluasi Tahapan ini merumuskan berbagai indicator keberhasilan suatu program yang telah diimplementasikan serta dilakukan pula bentuk-bentuk stabilisasi terhadap perubahan atau kebiasaan baru yang diharapkan terjadi. Tahap evaluasi adalah cara penilaian yang dilakukan oleh ustad/ustadzah disana untuk mengetahui kemampuan santri dalam aspek pengetahuan (kognisi) aspek sikap (afeksi) dan aspek ketrampilan (skill) terhadap materi pembelajaran yang telah diberikannya. Penilaian dilakukan disamping berguna untuk mengetahui tingkat perkembangan kemampuan penguasaan santri juga berfungsi sebagai umpan balik (feed back) bagi seorang kyai atau ustadz untuk meninjau kembali caracara yang dilakukannya berkenaan dengan penggunaan suatu metode pembelajaran tertentu. Karena keberhasilan pembelajaran kepada para santri 9
Wawancara pribadi dengan Ustad Irham (Pengajar Kalighrafi di Pondok Pesantren Al Amanatul Huda), Tangerang 04 Mei 2016
83 amat ditentukan oleh kemampuan belajar santri dan kemampuan membimbing ustadz. Akan tetapi di pesantren, sistem evaluasi kurang mendapat perhatian. Di pesantren-pesantren salaf, evaluasi atau tes sering kali diabaikan. Santri memperoleh pengetahuan dari guru hingga menamatkan hafalan yang diajarkan kemudian beralih ke hafalan lain yang lebih tinggi tanpa mengevaluasi hasil pembelajaran dari hafalan al-qur’an sebelumnya. Hal ini dapat dimaklumi mengingat di awal pembelajaran, tujuan pengajaran tidak dijelaskan, sehingga sangat sulit untuk mengevaluasi hasil yang telah dicapai.
B. Nilai-Nilai Pemberdayaan Yang Dibangun oleh Pondok Pesantren AlAmanatul Huda 1. Nilai Etika/Moral (Tasawuf inti etika dalam Pesantren) Tasawuf (mistisisme) adalah inti pendidikan moral yang ada di Pondok Pesantren. Tauhid mengatur dasar-dasar keimanan. Karena iman saja tidak hanya cukup dengan ucapan sehingga memerlukan amal untuk mempertahannkannya, maka dalam kitab fikih kaum beriman dengan petunjuk-petunjuk tentang bagaimana hidup secara benar, dan tasawuf berperan dalam menanamkan nilai-nilai moral dan etika. lnti tasawuf adalah mempelajari moral dan etika. Penggabungan sufisme dan etika mungkin bisa dilacak sebagai akibat pengaruh yang kuat dari pemikir Islam, imam Al-Ghazali. Al-Ghazali terkenal dengan mistisismenya yang tenang dan sederhana yang mampu menyeimbangkan teologi dan tasawuf serta
terkenal
dengan
karya
tentang
etikanya.
Banyak pesantren
mengaitkan mistisisme dan etikanya dengan karya-karya Al-Ghazali.
84 Sikap hormat, ta’dzim dan kepatuhan kepada Buya adalah salah satu nilai pertama yang ditanamkan pada santri Pondok Pesantren AlAmanatul Huda. Nilai-nilai etika/moral lain yang ditekankan di Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda
meliputi persaudaraan sesama Islam,
keikhlasan, kesederhanaan, kejujuran dan kemandirian. Di samping itu, pesantren juga menanamkan kepada santrinya kesalehan dan komitmen atas lima rukun Islam: syahadat (keimanan), salat (ibadah lima kali sehari), zakat (pemberian), puasa (selama bulan Ramadan), dan haji (ziarah ke Mekkah bagi yang mampu). Ustad dan ustadzah di pesantren menekankan kepada santrinya pendidikan agama dan moralitas. Pendidikan etika/moral dalam pengertian sikap yang baik perlu pengalaman sehingga pesantren berusaha untuk menciptakan lingkungan tempat moral keagamaan dapat dipelajari dan dapat pula dipraktikkan. Biasanya, para santri mempelajari moralitas saat mengaji dan kemudian diberi kesempatan untuk mempraktikkannya di sela-sela aktivitasnya di pesantren. Seperti adab dalam bertemu dengan saudaranya sendiri yakni bertem dengan ustad maupun ustadzah di jalan dengan mengucapkan salam. Hendaknya bersalaman sebagai bentuk rasa hormat dan kecintaan kepada guru-guru pondok pesantren.
2. Nilai Persaudaraan Sebagai contoh, menurut Buya sholat lima kali sehari adalah kewajiban dalam Islam, tetapi kadang belum menekankan pada pentingnya berjemaah. Bagaimanapun, berjemaah dianggap sebagai cara yang lebih
85 baik dalam sholat dan pada umumnya diwajibkan oleh para pengasuh pesantren. Sebuah pesantren yang tidak mewajibkan sholat jemaah dianggap bukan lagi pesantren yang sebenarnya. Sebagaimana telah dituturkan oleh Buya. “Dengan praktik jama’ah mengajarkan persaudaraan dan kebersamaan, yaitu nilai-nilai yang harus ditumbuhkan dalam masyarakat Islam. Jika jemaah sekali dalam dalam sholat Jumat akan membentuk masyarakat yang solid, maka berjemaah tiap hari akan memperkuat tali persaudaraan. Di samping itu sholat jamaah juga mendidik model kepemimpinan. Jika mereka yang belakang sebagai makmum, melihat pemimpinnya (imam) memuat kesalahan, mereka akan mengingatkannya sambil berkata "Subhanallah" (segala puji bagi Allah), bukan protes, melainkan sebuah peringatan. Di sisi lain jika imam kentut sehingga batal wudlunya, ia berhenti dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengambil alih menjadi imam salat. Kalo sudah begitu sholat tidak hatal, tetap berlangsung dan kekompakan jamaah tetapi terlindungi.”10
3. Keikhlasan dan Kesederhanaan Nilai seperti ikhlas dan kesederhanaan diajarkan spontan dan hidup dalam kebersamaan, hal ini pun diterapkan oleh Pondok Pesantren AlAmanatul Huda. Di pesantren, santri tidur di atas lantai dalam satu ruangan yang mampu menampung 50 santri. Sebuah kamar santri putri telah memberi sebuah pelajaran kesederhanaan dan keikhlasan kamar yang dirasa cocok untuk I-2 orang, ternyata dihuni 5-8 orang. Dan semakin bertambahnya santri, semakin banyak ruangan yang dihuni orang. Menu yang dimakan pun hanya sekedar nasi dan sayur-sayuran. Lebih jauh, meskipun ada pengakuan hak milik prihadi, dalam praktiknya, hak milik itu umum. Seperti yang dikatakan mega santriwati kelas 2 madrasah tsanawiyyah. 10
Wawancara pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren Al Amanatul Huda), Tangerang, 04 Mei 2016
86 “iya kak, disini tali persaudaraannya kuat. Karena apa-apa saling menolong. Aku gak punya ini dikasih, dan sebaliknya. Semua saling memberi dan menolong. Kebersamaan itu sangat aku rasakan meski baru 2 tahun disini.”11 Barang-barang yang sepele, seperti sandal dipakai secara bebas. Untuk barang yang lain, jika tidak dipakai akan dipinjamkan bila diminta. Santri
yang
menolak meminjamkan
barang-barang
tersebut
akan
mendapatkan sanksi ‘sosial’ dari kawan-kawannya. Sebab, santri yang tidak ikut kebiasaan seperti ini akan mendapatkan ejekan ataupun peringatan keras akan pentingnya persaudaraan lslam (ukhuwah islamiyah) dan keikhlasan. Dalam banyak hal, gaya hidup pesantren tidak banyak berubah. Mereka lebih mengedepankan aspek kesederhanaan, mekipun kehidupan di luar memberikan perubahan gaya hidup dan standar yang berbeda. 4. Nilai Kemandirian Nilai kemandirian diajarkan dengan cara santri mengurusi sendiri kebutuhan-kebutuhan dasarnya. Ide esensial dari kemandirian sering diplesetkan, akar kata dari kemandirian adalah kepanjangan dari "mandi sendiri". “aku disini belajar mandiri sejak dimasukkan kepondok sama saudara aku, semenjak ditinggal ayah ibu saudara aku yang memgurusi aku, pas dibawa ke pondok aku terlatih mandiri karena melihat teman-teman nyuci sendiri, nyetrika sendiri.”12 Prinsip yang termuat dalam kemandirian adalah bahwa menjaga dan mengurus diri sendiri tanpa harus dilayani dan tidak menggantungkan 11
Wawancara pribadi dengan Mega (Santriwati kelas 2 Madrasah Tsanawiyyah), Tangerang 04 Mei 2016 12 Wawancara pribadi dengan Mega (Santriwati kelas 2 Madrasah Tsanawiyyah), Tangerang 04 Mei 2016
87 pada yang lain adalah merupakan nilai yang penting. Di Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda, mandiri termanifestasikan dalam memasak, para santri memasak untuk mereka sendiri atau setidaknya dalam kelompok kecil. Dalam hal kemandirian anak-anak santri disini diberikan kepercayaan oleh Buya untuk dapat masak sendiri. Bahkan sekarang organisasi santrinya diadakan bagian dapurnya untuk masak kebutuhan makan 3 kali sehari. Untuk masak santri bagian dapur diberikan Rp. 300.000,- untuk dibelikan belanjaan keperluan masak yang akan dibagikan kepada santri putra dan santri putri. Untuk beras dan air mineral bersih sudah disediakan buya untuk kebutuhan sebulan. Seperti yang dikatakan salah satu santri Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda, Mega santri kelas 2 Madrasah Tsanawiyyah. “untuk masak kita disini masak sendiri kak, ada bagian dapur yang membuat jadwal piket siapa yang giliran masak. Masakan itu kami bagikan menjadi dua. Untuk putrid dan untuk putra dalam tiga kali sehari yaitu pagi sebelum pergi sekolah, ba’da dzuhur, dan ba’da isya. Karena maghribnya ada tadarus dan dzikir bersama Buya di masjid.”13
13
Wawancara Pribadi dengan Nova (Santriwati Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda), Tangerang, 04 Mei 2016
88 Tabel 8 Tabel Tahapan Proses Pemberdayaan
Tahapan Pemberdayaan
Kegiatan
Tahap Persiapan: 1. Membuat Konsep Perencanaan 2. Mengumpulkan Anggota Pengurus 3. Mengidentifikasi Kebutuhan 4. Pengrekrutan Calon Santri 5. Sarana dan Prasarana
1.
Tahap Perencanaan: 1. Merumuskan Tujuan 2. Mengidentifikasi Tujuan 3. Mengkaji Kebijakan Relevan (Pusat dan Daerah) Tahap Pelaksanaan: 1. Pengumpulan Dana 2. Pelaksanaan Program Pemberdayaan di Bidang Pendidikan
1. Merumuskan Visi dan Misi 2. Mengakomodasi tenaga pengajar. 3. Menetapkan kurikulum 4. Melengkapi sarana dan prasarana yang memadai 1. Pengumpulan Dana: a. Kementrian Agama - Dana Mapenda - Dana Pd Pontren b. Pemerintah Kota c. Masyarakat Sekitar
2. 3.
2.
Musyawarah Pimpinan Pondok Pesantren dan calon pengurus untuk membuat perencanaan. Pembagian divisi pengurus. Pengrekrutan dilakukan melalui brosur, media sosial, dan dari mulut ke mulut.
Program Pendidikan: a. Santri diberikan pendidikan gratis dari tingkat Madrasah Tsanawiyyah sampai tingkat Madrasah Aliyyah b. Santri wajib menghafal 5 baris (qur’an pojok) dengan pengulangan minimal 21x setiap harinya. Target di capai 2 bulan 1 juz. c. Pemberian Mufrodat (kosa kata bahasa Arab dan Inggris) dilakukan setiap ba’da subuh dan sebelum tidur d. Pelatihan Ektrakulikuler: tari saman, kaligrafi, syarhil qur’an, tilawatil qur’an, tapak suci, melukis, kerajinan
89 tangan, dll. Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi adalah cara penilaian yang dilakukan oleh ustad/ustadzah disana untuk mengetahui kemampuan santri dalam aspek pengetahuan (kognisi) aspek sikap (afeksi) dan aspek ketrampilan (skill) terhadap materi pembelajaran yang telah diberikannya.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang dilakukan kurang lebih tiga bulan tentang bagaimana proses pemberdayaan yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Al Amanatul Huda , maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan dari penelitian tersebut, yaitu: 1. Proses Pemberdayaan Yatim dan Dhuafa yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Al Amanatul Huda yaitu: Pertama, melalui tahap persiapan (engagement). Kedua, melalui tahap perencanaan (designing). Pada tahap ini dibagi menjadi tiga, yaitu: merumuskan tujuan dan langkah-langkah kegiatan program, mengidentifikasi kebutuhan, dan mengkaji kebijakan yang relevan (pusat dan daerah). Ketiga,
melalui tahap pelaksanaan
(implementasi). Tahap ini merupakan bentuk pelaksanaan serta penerapan program yang telah dirumuskan sebelumnya. Adapun ruang lingkup pada tahap pelaksanaan ini adalah sebagai berikut:
a. Pengumpulan Dana Sumber dana tersebut didapatkan dari dana BOS yaitu Kementrian Agama, Pemerintah Kota, dan Masyarakat Sekitar. b. Program Pendidikan Formal dan Non Formal 1.
Pendidikan Formal
-
Madrasah Tsanawiyyah
-
Madrasah Aliyyah
86
87
2. Pendidikan Non Formal Melalui pendidikan non formal meliputi kegiatan Tahfidzul Qur’an, Tilawatil Qur’an, Program Bahasa Arab dan Bahasa Inggris, Ceramah Agama, dan pelatihan-pelatihan kreativitas dalam mengembangkan bakat santri dan santriwati. Pondok Pesantren Al Amanatul Huda juga melakukan kegiatan sosial seperti menyantuni kaum fakir dan kaum dhuafa. 2. Nilai-nilai pemberdayaan yang dibangun oleh Pondok Pesantren Al Amanatul Huda adalah: a. Nilai etika/moral. Inti pendidikan moral yang ada di Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda adalah mengamalkan tasawuf. Tasawuf berperan dalam menanamkan nilai-nilai moral dan etika. Inti tasawuf adalah mempelajari moral dan etika. Implikasi dari nilai ini adalah kepatuhan santri kepada Kiai. b. Nilai persaudaraan. Ukhuwah (persaudaraan atau persatuan) menuntut beberapa sikap dasar mempengaruhi keberlangsungan dalam realitas kehidupan sosial yang ada di Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda, sikap dasar itu seperti saling menolong (ta’awun), saling mendukung (tadimun), saling menyayangi (tarahum). c. Nilai keikhlasan dan kesederhanaan. Hidup hemat dan sederhana dan tidak hidup bermewah-mewah adalah sikap dari kesederhanaan. Keikhlasan adalah cara mendidik agar santri tidak menjadikan bayaran sebagai persyaratan berbuat baik.
88
d. Nilai kemandirian. Kemandirian santri dapat dilihat karena sehariharinya mereka mencuci bajunya sendiri, membersihkan kamarnya sendiri, dan menyediakan makanan sendiri.
B. Saran 1. Kepada Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda agar mempertahankan kegiatan
dalam
program
pendidikan
yang
dapat
meningkatkan
profesionalitasnya untuk mencetak anak yatim dan dhuafa yang lebih mandiri dan berkualitas. 2. Diperlukan lagi strategi untuk meringankan hambatan atau kendala yang dialami oleh Pondok Peantren Al Amanatul Huda 3. Kepada santri/santriwati yatim dan dhuafa agar tidak malu dan lebih percaya diri dalam mengembangkan kreatifitasnya, mengimplementasikan kemampuan intelektualnya di masyarakat. 4. Bagi peneliti selajutnya, di harapkan dapat mengembangkan penelitian ini untuk memperkarya pengetahuan tentang bagaimana megasihi dan menyayangi anak-anak yatim dan dhuafa.
88
DAFTAR PUSTAKA Abu al-Ainain, Ali Khalil. Falsafah al-Tarbiyah al-Islamiyah fi al-Qur’an alkarim, Dar al-Filr al-‘Arabiy, 1980 Administrator, “visi misi,” di akses pada tanggal 06 mei 2016 dari www.rumahyatim.org/indonesia/index.php/2012032561/profil/visi-misi.html Al-Toumy Al-Syaibany, Omar Muhammad. Falsafah Pendidikan, Jakarta, Bulan Bintang 1979 Ayub, Hasan. Etika Islam: Menuju Islam Yang Hakiki, Bandung, Trigenda Karya, 1994. Arifin, M. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1994. Baridi, Lili dkk, Zakat dan Wirausaha, Jakarta: Centre for Enterpreneurship Defelopment,2005 Dewantara, Ki. Hajar. Pendidik, Yogyakarta: Taman Siswa, 1956. Djunaidi, Ahmad Zurzani dan Syarif, Ismail Mulana. Sepuluh Inti Perintah Allah Jakarta: PT Fikhati Aneska, 1991 Dzulkarnain, Fikri. Peran Yayasan Griya Yatim dan Dhu’afa dalam Pemberdayaan Kaum Dhu’afa Melalui Pendidikan Keterampilan Di Bekasi, Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, 2014, Dzulkarnain. Ketentuan Penamaan Yatim, artikel di akses pada tanggal 21-022013 dari http://www.dzulkarnain.net/siapakah-anak-yatim.html Harahap, Syahrin. Islam: Konsep dan Implementasi Pemberdayaan, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1999 Hidayati. Nurul S. Ag, Metodologi Peneltian Dakwah dengan Pendekatan Kualitatif, Jakarta: Lembaga Penelitian dan UIN Jakarta Press, 2006 Jamasy, Owin. Keadilan, Pemberdayaan, dan penanggulangan Kemiskinan, Jakarta: Belantik 2004. Jalaluddin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1996. Meleong, lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2012
89
Macendrawati, Nanih dan Ahmad Syafe’I, Agus. Pengembangan Masyarakat Islam: dari Ideologi, Strategi sampai Tradisi Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001. Mardikanto, Totok dan Poerwoko Soebianto, Poerwoko. Pemberdayaan Masyarakat Dalam Perspektif Kebijakan Publik, Bandung: Alfabeta, 2012. Mizan Amanah, “visi misi” artikel di akses pada 06 Mei 2016 dari http://www. mizanamanah.or.id/id/profil-mizan-amanah Musyarofah, Umi. Dakwah KH. Ja’far dan pondok Pesantren Pabelan, Jakarta: UIN press, 2009. Mubyartanto, Membangun Sistem Ekonomi, Yogyakarta: BPFE, 2000 Nata, Abbudin. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005. Nasdian, Ferdian Tonny. Pengembangan Masyarakat, Jakarta: Buku Obor, 2014. Sukri, Sri Suhadjati. Menyantuni Anak Yatim PsiMardikanto, Totok dan Poerwoko Soebianto, Poerwoko. Pemberdayaan Masyarakat Dalam Perspektif Kebijakan Publik, Bandung: Alfabeta, 2012. Zain, Badadu. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Sinar Harapan, 1997.. Raharjo, M. Dawam. Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999. Rukminto Adi, Isbandi. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas. Jakarta: Fakultas Ekonomi UI. 2011. Safitri, Reni. Peran Yayasan Ar-Rasyid Dalam Pemberdayaan Kaum Dhu’afa Di Sawangan Depok, Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, 2009 Setiadi, Rudi. Menyantuni Anak Yatim, dalam Renungan, Jum’at, 10 Desember 2004. Usman Ismail, Asep dkk. Pengamalan Al-Qur’an Tentang Pemberdayaan Dhuafa. Jakarta: Dakwah Press, 2008 Poerwanto, dkk. Seluk Buluk Filsafat Islam, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1991. Wawancara Pribadi dengan KH. Subur Supriadi. Tangerang, 18 Maret 2016
90
Wawancara Pribadi dengan Sayyid, Yayasan Mizan Amanah. 06 Mei 2016 Wawancara pribadi dengan Agil Jagelo. Tangerang, 06 Mei 2016 Wawancara Pribadi dengan Ust Kamal., 18 April 2016. Wawancara Pribadi dengan Nova. Tangerang, 04 Mei 2016 Wawancara pribadi dengan Mimi Jamilah. Tangerang, 04 Mei 2016 Wawancara pribadi dengan Mega. Tangerang 04 Mei 2016 Wawancara pribadi dengan Ustadzah Fitra. Tangerang, 04 Mei 2016 http://www.rumah-yatim.org/web/?ctr=4 Gasdperz, Vincent. Kualitas Dalam Manajement Bisnis Total, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997.
91 Lampiran-Lampiran
92
93 Pedoman Wawancara Untuk Pimpinan Pondok Pesantren 1. Bagaimana Sejarah berdirinya Pondok Pesantren? 2. Berapa Jumlah Santri/Santriwati di Pondok Pesantren? 3. Berapa Jumlah pengajar/ guru disini? 4. Apa saja Program dan kegiatan yang ada di Pondok Pesantren Ini? 5. Dari mana sumber dana Pondok Pesantren ini? 6. Bagaimana proses pemberdayaan yatim dan dhuafa disini? 7. Prestasi apa sajakah yang sudah di dapatkan oleh santri/santriwati disini?
94 Hasil Wawancara Nama: KH. Subur Supriadi Jabatan : Pimpinan Pondok Pesantren Al Amanatul Hudi Tempat Wawancara : Rumah KH. Subur Supriadi Tanggal Wawancara: Jum’at 18 Maret 1. Bagaimana Sejarah berdirinya Pondok Pesantren? Berawal di datangkannya 37 santri yatim dhuafa yang berasal dari Pondok Pesantren di Jombang. Pesantren tersebut awalnya diisi 90 anak santri yatim dan dhuafa. Akibat tidak efektifnya dalam menanggulangi pembiayaan akhirnya pendidikannya jadi berbayar. Akhirnya 37 santri tersebut didatangkanlah ke saya yang merupakan anak-anak santri yatim dhuafa ini berasal dari berbagai daerah. Diantaranya lampung, pekanbaru, jakarta, surabaya,
pandeglang,
dan
lain-lain.
Selanjutnya,
setelah
saya
bermusyawarah, meminta izin kepada keluarga, akhirnya saya bersedia menerima dan mendirikan Pondok Pesantren tersebut. Dengan nama Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al-Amanatul Huda. Dan ini sangat di dukung dan di bantu oleh tokoh-tokoh masyarakat , Guru, murid-murid, dan rekan-rekan KH. Subur sendiri di antaranya: Bapak Setiaman SE, Bapak Drs. Arif WK dan lain-lain. Pada hari Minggu tanggal 26 September 2010 sudah mulai berdatangan pada santri tersebut, 37 santri ini adalah: 1 Madrasah Tsanawiyyah: Anwar Hidayatullah, Wiguna, Afrima Samistri, Ridwan Syukur, Reyanaldi Fariski, Muhammad Ferizal Yusuf, Lailatul Madiyah, Aula Rahmah. Kelas II TMI Tahfidzul Qur’an Al-Amanatul Huda : Syaiful Anwar, Reza Ivanda Putra
95 Putra, Marko Willy, Lazuardi Firdaus, As’ari, Ayo Dipo Baladi, Maskur, Alam Mustawan, Lina Wati. Kelas III TMI Tahfidzul Qur’an Al-Amanatul Huda : Nur Izzati, Jannah, Bilqisty. Kelas I Madrasah Aliyyah Kejuruan: Ani, Firman, Vicky, Taufiq, Bahruddin, Agus, Nurlela, Fakhri. Kelas II Madrasah Aliyyah: Kamal, Ismet, Aji, Fuadi, Juhedi, Karlina, Sri Nurbaiti. Pada hari rabu tanggal 29 September 2010 dengan mengucap Bismillahirrahmanirrahim maka pada hari itulah mulai pembelajaran perdana. Baru pada hari Minggu tanggal 28 November 2010 secara resmi di buka oleh Wali Kota Tangerang, Bapak Drs. H. Wahidin Halim, M.SI. Bermodal keyakinan dan niat, diterimalah sebuah amanat tersebut oleh Buya, meskipun dengan segala keterbatasan baik tempat, sarana prasarana, fasilitas dan sebagainya. Karena kondisi Pondok Pesantren Al Amanatul Huda saat itu hanya ada 1 ruang kelas dari bangunan, belum ada asrama putra maupun putri, belum ada mobiler, belum ada alas tidur atau karpet dan belum ada fasilitas apapun. Dalam Perjalannya, pembangunan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda yang diisi oleh santri yatim dhuafa ini mengalami kesulitan dalam penanganan biaya. Karena memang santri disini tidak sama sekali dipungut biaya, dalam artian pendidikan dan fasilitas yang digunakanan oleh santri yatim dhuafa ini gratis. Bisa dibilang pembangunan ini mengalami kemacetan di urusan biaya. Namun, adanya uluran tangan dari pemerintah kementrian agama dan yang lainnya. Bantuan ulur tangan itu adalah berupa dilanjutkannya pembangunan pondok pesantren al-amanatul huda dengan biaya kurang lebih sebesar Rp. 50.000.00,- (lima puluh juta).
96 Meskipun para pengurus umumnya masih awam dalam masalah mengurusi anak yatim dhuafa dengan biaya yang masih terbilang kurang, namun mereka selalu tawakal kepada Allah Swt dan yakin akan banyaknya uluran tangan kasih sayang dari para dermawan dalam rangka turut serta menyantuni anak-anak asuh, serta yakin pula bahwa menjalankan pekerjaan suci ini tidak sendirian. Pada tahun 2012 Madrasah Aliyah Amanatul Huda untuk pertama kalinya telah meluluskan siswa-siswinya. Untuk membantu siswa-siswi MA Amanatul Huda dalam melanjutkan jenjang pendidikannya yang lebih tinggi, maka Yayasan Pondok Pesantren Amanatul Huda akhirnya mendirikan Perguruan Tinggi yang mandiri. Besarnya minat dari lulusan MA Amanatul Huda dalam melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, maka peluang pelulusan pertama di MA Amanatul Huda semakin besar. Maka Yayasan Pondok Pesantren Amanatul Huda akan membuka Program Studi Ilmu Qur`an dan Tafsir karena latar belakang para alumni MA Amanatul Huda berada di lingkungan pondok pesantren. 2. Berapa Jumlah Santri/Santriwati di Pondok Pesantren? Jumlah Santri/Santriwati Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda sekarang berjumlah 191 anak, yang terdiri dari 110 santri putra dan 81 anak santri putri. 3. Berapa Jumlah pengajar/ guru disini? Jumlah tenaga pengajar di Madrasah Tsanawiyyah berjumlah 7 pengajar dan tenaga pengajar pada Madrasah Aliyyah ada 17 guru pengajar. Untuk
97 tingkat pendidikan di perguruan tinggi ada 8 pengajar di semester 2 dan 8 pengajar di semester 4. 4. Apa saja Program dan kegiatan yang ada di Pondok Pesantren Ini? Program pencapaian standar yang ada di pondok ini adalah tahfidzul qur’an. Program pendidikan kementrian agama yaitu dengan program pendidikan formal Madrasah Tsanawiyyah, Madrasah Aliyyah, dan pondok pesantren ini juga ada perguruan tinggi. Jadi, santri yang lulus dari pendidikan Madrasah Aliyyah diwajibkan menyelesaikan pendidikannya sampai pada perguruan tinggi. 5. Dari mana sumber dana Pondok Pesantren ini? Sumber dana di Pondok Pesantren ini dari dana BOS yaitu dari kementrian agama dan dari pemerintah kota. Dari dana BOS mendapatkan 50juta/3bulan dan mendapatkan dana intensif guru sebesar satu juta delapan ratus per tiga bulan. Dana Bo situ di dapatkan dari Kementrian Agama yaitu Dana Mapenda (Madrasah dan Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Umum). Besar biaya satuan BOS yang diterima oleh Pondok Pesantren Al Amantul Huda sebesar Rp. 50.000.000,/3 bulan. dihitung berdasarkan tingkat pendidikannya dengan rincian untuk pendidikan Madrasah Tsanawiyyah sebesar Rp. 23.000.000,-/3 bulan. Pendidikan Madrasah Aliyyah mendapatkan sebesar Rp. 27.000.000,-/3 bulan. Besar biaya yang diberikan oleh Pd Pontren kepada Pondok Pesantren Al Amanatul Huda sebesar Rp. 47.000.000,/tahun. Sumber dana selain dari kementrian agama pondok pesantren mendapatkan dana dari Pemerintah Kota Tangerang (PemKot). Dana yang diberikan oleh pemerintah Kota Tangerang
98 (PemKot) kepada tenaga pengajar di Pondok Pesantren Al Amanatul Huda adalah sebesar Rp. 1.800.000.,/guru setiap bulan.
6. Bagaimana proses pemberdayaan yatim dan dhuafa disini? Proses pemberdayaan kepada anak yatim juga dhuafa disini dilakukan dengan kegiatan pendidikan formal sampai dengan perguruan tinggi dan pelatihan-pelatihan yang dikhususkan untuk mengembangkan bakat
dan
pengembangan intelektualitas pada anak itu. Ada program tahfidz, tilawatil qur’an, juga pelatihan-pelatihan di bidang ekstrakulikuler lainnya sehingga mereka dapat berkembang dan menjadi muslim muslimah berkualitas.
7. Prestasi apa sajakah yang sudah di dapatkan oleh santri/santriwati disini? Prestasi yang sudah di raih oleh anak santri disini di antaranya mereka telah meraih juara-juara MTQ di Kota Tangerang di antaranya mendapatkan juara 1 pada tingkat tilawatil qur’an dan tahfidzul qur’an cabang putrid. Dan mendapatkan juara 1 dan 2 pada cabang kaligrafi putra dan putrid. Dan masih banyak lagi kejuaran-kejuaran diberbagai daerah laennya.
99 Pedoman Wawancara untuk Staff Pondok Pesantren 1. Apa saja kegiatan dan program pemberdayaan di Pondok ini? 2. Berapa jumlah keseluruhan santri di Pondok Pesantren? 3. Bagaimana pelaksanaan program pemberdayaan tersebut? 4. Apa saja sarana dan prasarana?
100 Hasil Wawancara Nama: Ust. Kamal Jabatan: Pengurus santri putra Tempat Wawancara: Kantor Pengurus Tanggal Wawancara: 03 April 2016
1. Apa saja kegiatan dan program pemberdayaan di Pondok ini? Pemberdayaan pada anak yatim dan dhuafa disini dilakukan dengan program pendidikan. Adanya pendidikan formal maupu non formal yang diberikan kepada anak yatim dhuafa merupakan proses dalam memberdayakan yatim dan dhuafa. Pendidikan disini tidak berbayar. Mereka di biayai secara gratis pendidikannya hingga perguruan tinggi. Dimana sekarang sudah berjalan pada semester empat dan semester 2. Pada semester empat sudah ada 22 anak disemester 2 dan ada 11 anak di semester 4 semuanya berjumlah 33 anak pada studi perguruan tingginya. Pemberdayaan yatim dan dhuafa ini dilakukan dengan pendidikan. Santri disini diwajibkan mengikuti perkuliahan setelah lulus dari pendidikan MA. Pada tahun ini sudah ada santri yang mengikuti perkuliahan. Sudah ada semester 2 dan semester empat yang mengikuti perkuliahan. 2.
Berapa Jumlah Keseluruhan santri Pondok Pesantren? Santri putra dan putri disini berjumlah 191 anak santri kaum yatim dan
dhuafa. Dengan kriteria masing-masing putri berjumlah 81 anak dan santri putra berjumlah 110 anak. Jumlah Anak Santri/Santriwati Pondok Pesantren Al-
101 Amanatul Huda Menurut Usia yaitu dengan usia 12 sampai dengan umur 13 tahun berjumlah 54 anak, usia 14 tahun berjumlah 23 anak, usia dari 15-19 tahun berjumlah 81 anak, dan usia 20 keatas berjumlah 33 anak santri. Jumlah anak Santri/Santriwati pondok pesantren al-amanatul huda menurut tingkat pendidikan yaitu anak santri/santriwati yang masih menempuh pendidikan Tsanawiyah berjumlah 77 anak,1 anak santri/santriwati yang duduk di Aliyyah berjumlah 81 anak, dan yang sudah menempuh perguruan tinggi berjumlah 33 anak. Anak santri/santriwati memang diwajibkan menempuh sekolah tinggi, yang memang sekarang sudah ada 33 anak santri dan sudah berjalan sampai 4 semester di tahun ini. 3. Bagaimana pelaksanaan program pemberdayaan tersebut? Pada pelaksanaan program pendidikan formal ini santri diwajibkan untuk mengikuti perkuliahan setelah lulus dari pendidikan madrasah aliyyah. Program pendidikan formal ini dilakukan di sekolah MTS dan MA. Pembelajaran umum seperti matematika, civic education, bahasa indosesia, bahasa inggris, IPA, IPS, Biologi dan pelajaran agama Islam. Proses pembelajaran ini dilakukan setiap senin sampai dengan hari sabtu. Pada program pendidikan non formalnya seperti Program Ulumul Qur’an yakni tahfidzul Qur’an dan di bidang naghom. Program tahfidz itu dilakukan dengan cara setor hafalan detiap 2 kali sehari satu halaman al-qur’an pojok, dengan taqrir (pengulangan) 2 kali dalam satu hari. maka hasil penguasaan hafalan santri efektif satu bulan 1 juz. Sehingga untuk mencapai 30 juz ditempuh
1
Wawancara Pribadi dengan Ust. Kamal (Penngasuh Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda) Sabtu, 23 April 2016
102 selama 30 bulan atau 2 tahun 6 bulan. Di tambah waktu pemantapan dan taqrir 6 bulan sehingga menjadi 3 tahun. Pembelajaran ulumul qur’an antara lain di Bidang tajwid, dimana santri melakukannya ba’da sholat. Maksud tajwid disini yaitu tamrinat makharijul khuruf guna mencapai tingkat fashohah sekaligus tahsin praktek tajwid. Di bidang Naghom, dalam satu minggu santri yatim dhu’afa ada 3 kali bimbingan naghom dengan target mahir minimal 5 maqro dan latihan penerapan sesuai bakat. Di bidang qiro’at, dimana santri minimal 1 minggu 1 kali pembelajaran ilmu qiro’at dan peraktik diiringi dengan evaluasi ujian. Pada Bidang khot, dimana santri satu minggu 1 kali pertemuan dengan setiap hari latihan menulis dengan ujian. Pondok Pesantren ini menekankan pada program bahasa Inggris dan bahasa arab yang dilakukan oleh santri menjelang tidur dan pagi hari. dengan menghafal 2 mufrodat atau 2 vocabulary, kemudian praktek komunikasi di bagi setiap satu minggu masing-masing bahasa secara bergilir baik muhadasah maupun conversation. Praktik dalam penghafalan vocabulary itu di praktikan pada pembelajaran Kitab Kuning. Selain itu santri juga di ajarkan dalam peraktik Ceramah Agama yaitu pada peraktik ini santri diberikan teori-teori dasar serta contoh pidato yang retoritis dan dilatih sesuai jadwal. Kegiatan ini dilakukan setiap hari kamis malam jum’at. 4.
Apa saja sarana dan prasarana? Sarana dan prasarana yang ada dipondok pesantren di antaranya terdapat ruang srama putra 1 ruang sekat seadanya (7 m x 6 m). dengan rincian 4 ruang putra, ruang kelas belajar 5 Ruang (7 m x 7 m), asrama putri di satu rumah sewa (sementara) dengan kapasitas 6 kamar, ruang kamar ustadz (4 m
103 x 2 m) dengan kapasitas 3 orang. Dan uang kamar mandi / MCK putra (15 m x 4 m) 4 kamar mandi & WC, dan dapur umum.
104 Hasil Wawancara Nama: Usth Fitra Jabatan: Pengurus santri putri Tempat Wawancara: Asrama Putri Tanggal Wawancara: 04 Mei 2016 1. Apa saja kegiatan dan program pemberdayaan di Pondok ini? Kegiatan rutin santri disini yaitu shalat berjama’ah di masjid, setor hafalan tahfidzul qur’an dan pelatihan-pelatihan ekstrakulikuler. Dalam hal ini santri diberdayakan untuk mengembangkan bakat mereka. Disini ada program pendidikan formal dimana santri diwajibkan untuk kuliah disini. Santri/ santriwati setelah lulus dari studi pendidikan Madrasah Aliyah di wajibkan untuk meneruskan pendidikannya ke jenjang perguruan tingginya. Adapun kegiatan belajar mengajar pada pendidikan Madrasah Tsanawiyyah dan Madrasah Aliyyah yaitu dilaksanakan pada hari senin sampai dengan sampai hari sabtu. Pelajaran yang diberikan anak-anak yatim dan dhu’afa ialah pelajaran-pelajaran umum seperti civic education, matematika, biologi, bahasa Indonesia, bahasa inggris, Ilmu Komputer, dan lain-lain. Selain pelajaran umum pondok pesantren biasa dengan adanya pelajaran-pelajaran seperti: Ilmu Nahwu, Tarikh Islam, Ulmul Qur’an, Muthola’ah, Qur’an Hadist, Ushul Fiqh, dan lain-lain. Santri putrid disini melakukan kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler seperti, tari saman, qasidah, syarhil qur’an, dan kadang-kadang ada pelatihan kelas kecantikan yang di ajarkan oleh Bu Nyai. 2. Berapa jumlah keseluruhan santri di Pondok Pesantren?
105 Jumlah santri putrid di pondok pesantren ini sebanyak 81 anak. Dan untuk santri putranya berjumlah sebanyak 110 anak. Masing-masing dari mereka memang dari kaum yatim dan dhuafa. Mereka berasal dari berbagai daerah. Dari Jakarta, pandeglang, lampung, sumtra, dan lain lain. 3. Bagaimana pelaksanaan program pemberdayaan tersebut? Pelaksanaan program pemberdayaan ini dilakukan dengan pengumpulan dana dari para donator pemerintah dan juga dana masyarakat sekitar. Dana itu dipakai untuk ke\perluan pembangunan sekolah tempat-tempat belajar, pelebaran asrama putrid dan putra, dan di pakai untuk kebutuhan sehari-hari anak-anak. Dana dari donator itu yang nantinya dipakai sebagai sarana penggerak kegiatan program pendidikan di Pondok Pesantren Al amanatul Huda. Kegiatan program non formal misalnya, yang terkadang banyak memerlukan uang untuk keberlangsungan platihan-pelatihan dan di pakai buat membiayai pengajarnya. Seperti pada pelatihan tari saman, da pelatihan hadroh.
4. Apa saja sarana dan prasarana? Ada 6 ruang kamar putri dengan kriteria masing-masing kamar terdiri dari 14 anak dan 11 anak per kamarnya. Dan terdapat 2 ruang kamar mandi di asrama putrid. Dan ruang cuci di belakang asrama. Pada sarana pendidikan terdapat 3 bangunan yang terdiri dari bangunan Madrasah Tsaniyyah 6 ruang kelas, Madrasah Aliyyah 6 ruang kelas, dan perguruan tinggi terdapat 2 ruang kelas.
106 Pedoman wawancara untuk guru di pondok pesantren 1. Materi apa yang ustad/ustadzah ajarkan? 2. Sudah berapa lama mengajar disini? 3. Bagaimana metode pembelajaran yang ustad/ustadzah terapkan? 4. Bagaimana respon anak-anak disini? 5. Bagaimana model evaluasi yang ustad/ustadzah berikan? 6. Apa hasil yang sudah didapatkan dari proses pembelajaran ini?
107 Hasil Wawancara Nama: Usth Mimi Jamilah Jabatan: Pengajar Tahfidz dan Tilawah Tempat Wawancara: Rumah Pimpinan Pondok Pesantren Tanggal Wawancara: 04 Mei 2016 1. Materi apa yang ustad/ustadzah ajarkan? Materi yang saya ajarkan adalah pembelajaran ulumul qur’an dengan praktik pada tahfidzul qur’an dan tilawatil qur’an. Pendidikan ini dilakukan dengan metode sistematika menghafal dalam program ini yaitu, setiap hari menghafal minimal 5 baris (qur’an pojok) dengan pengulangan minimal 21x setiap barisnya. Hafalan dilakukan pada waktu pagi ba’da subuh,2 takrir/ pengulangan dilakukan sebanyak 3x siang ba’da zuhur, sore ba’da ashar dan malam ba’da magrib Target yang dicapai selama 2 bulan 1 juz sehingga 5 tahun khatam 30 juz. Dengan catatan tergantung kepada tingkat kemampuan dan kecerdasan santri bisa ada yang lebih cepat dari itu, apabila santri Pondok Pesantren Al Amanatul Huda bisa dicapai mengahafal 1 hari 1 halaman maka 3 tahun khatam 30 Juz. 2. Sudah berapa lama mengajar disini? Proses pembelajaran itu sebenarnya sudah cukup lama. Saat itu saya memang mengajar ekstrakulikuler di bidang tilawatil qur’an. Namun pada 2014 ketika saya sudah menikah dengan Buya. Saat itu pembelajaran rutin di bidang tahfidzul qur’an dan tilawatil qur’an mulai saya lakukukan. 3. Bagaimana respon anak-anak disini?
2
Wawancara pribadi dengan Bu Nyai Mimi Jamilah (Istri Pimpinan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda), Tangerang, 04 Mei 2016
108 Setiap anak-anak berbeda-beda dalam karakter, ada yang semangat banget nyetor hafalannya, ada yang memang dalam menyerap hafalannya kadang suka agak lama jadi ya kita tidak memaksakan otak dan fikiran anak untuk harus dengan segini ia menyetor hafalannya. Jadi tingkat kesempurnaan hafalannya sampai dengan 5 juz sudah di anggap lumayan. Namun tetap pondok pesantren ini dengan perlahannya mereka menghafal diwajibkan ketika sudah keluar dari sini anak-anak sudah dapat menghafal 30 juz alqur’an. 4. Bagaimana model evaluasi yang ustad/ustadzah berikan? Adanya pengulangan hafalan yang dilakukan setiap sehari pada waktu malam hari. Anak-anak di wajibkan untuk menyetor hafalannya satu halaman pojok alqur’an perharinya. Metode yang dilakukan di dalam al qur’an di pondok pesantren ini adalah metode, bin-nadzar (dengan melihat) dan bil-ghaib (dengan menghafal), nyetor, simaan, mentahqiq, mudarasah, talaqi, dan murajaah. 5. Apa hasil yang sudah didapatkan dari proses pembelajaran ini? Hasil yang sudah di dapatkan oleh anak-anak, mereka sudah berhasil mendapatkan juara pada peringkat 1 dan peringkat ke 2 pada cabang tilawah dan tahfidzul qur’an putra dan putri di MTQ Kota Tangerang kemarin.
109 Hasil Wawancara Nama: Ust. Irham Jabatan: Pengajar Kaligrafi Tempat Wawancara: Rumah Pimpinan Pondok Pesantren Tanggal Wawancara: 04 Mei 2016 1.
Materi apa yang ustad/ustadzah ajarkan? Materi yang pas untuk pemula dimulai dengan metode pembelajaran khot
naskhi. Untuk pembelajaran di kelas biasanya di ajarkan huruf perhuruf dulu. Karena ini salah satu cara yg paling efektif supaya anak-anak cepat memguasai. Kemudian dengan huruf perhuruf mereka bisa mengembangkan sendiri ke kekalimat. Tidak adanya tingkat tingkat dalam tahap pembelajaran ini. dibagi jadi 3 kelas ada awal ada wusto dan satu lagi saya lupa. Untuk materi di luar huruf misalnya melukis untuk membantu mengindahkan kalimat-kalimat. Dengan pengajaran ini diharapkan mereka mendapatkan bekal nilai pembelajaran yang sangat mahal harganya. Karena tidak mudah untuk dapat mempelajari lukisan-lukisan penulisan mushaf Al-qur’an bila tak diajarkan oleh guru yang prefesional. Anak-anak yang mengikuti pembelajaran ini meski mereka hanya sebatas kadang ikut kadang engga. Setidaknya mereka mendapatkan rumus dalam metode pembelajaran yang berharga ini diluaran sana bila ia lulus nanti dari pondok pesantren Al Amanatul Huda. 2.
Sudah berapa lama mengajar disini? Sebelumnya sudah ada pengajar disini. Namun pada tahun 2013 saya
mulai mengajar disini. Tau pondok pesantren ini sebenarnya sudah lama. Akan tetapi teman saya mengajak saya untuk bisa menggantikan pembelajaran kaligrafi
110 di pondok pesantren ini. akhirnya dari semejak itu sampai sekarang saya masih mengajar disini. 3.
Bagaimana respon anak-anak disini? Karena anak-anak suka dengan yang namanya berbau cat dan kuas
mungkin yah, jadi mereka sudah punya gambaran sendiri untuk menghias kalimatkalimat kaligrafi yang mereka buat. Menurut saya mereka semangat dalam hal mempelajari pembelajaran kaligrafi ini. 4.
Bagaimana model evaluasi yang ustad/ustadzah berikan? Biasanya setiap seeminggu sekali di adakannya ujian yang sudah dipelajari di minggu sebelumnya. Ujiannya dalam bentuk tulisan dan peraktik. Ini untuk mengukur seberapa tinggi materi yang sudah ia dapatkan terhadap ilmu yang saya ajarkan.
5.
Apa hasil yang sudah didapatkan dari proses pembelajaran ini? Kemampuan santri santri dalam mengembangkan bakatnya di seni melukis
seperti mengindahkan kalimat kalimat Allah, telah dibuktikan pada lomba MTQ kemarin di Kota Tangerang dengan pringkat juara 1 pada putri dan juara 2 di putra. Ini menunjukkan bahwa bekal seperti ini akan memiliki nilai jual pada skil anak santri disini.
111 Pedoman Wawancara untuk Anak Santri/Santriwati 1. Dari mana Asal kamu? 2. Dari mana kamu tau pondok ini? 3. Sudah berapa lama disini? 4. Bagaimana menurut kamu dengan adanya pondok pesantren ini? 5. Bagaimana pembelajaran yang dilakukan pondok pesantren ini? 6. Apa saja materi/pelajaran yang sudah kamu dapatkan? 7. Apa harapan kamu setelah lulus disini?
112 Hasil Wawancara Nama: Ega Jabatan: Santriwati Tempat Wawancara: Rumah Pimpinan Pondok Pesantren Tanggal Wawancara: 04 Mei 2016
1. Dari mana Asal kamu? Pasar kamis 2. Dari mana kamu tau pondok ini? Dari sd pengen pesantren. Trus ada sodara mondok disini. Satu kelas juga. 3. Sudah berapa lama disini? 2 tahun. kesini dari kls 1 4. Bagaimana menurut kamu dengan adanya pondok pesantren ini? Bagus sih. Orang-orang yang tidak mampu bisa sekolah disini dan dibiayain. Disini tali persaudaraannya kuat. Karena apa-apa saling menolong. Aku gak punya ini dikasih, dan sebaliknya. Semua saling memberi dan menolong. Kebersamaan itu sangat aku rasakan meski baru 2 tahun disini. 5. Bagaimana pembelajaran yang dilakukan pondok pesantren ini? Banyak pembelajaran yang ega ambil disini. Terutama dibidang agamanya. 6. Apa saja materi/pelajaran yang sudah kamu dapatkan? Saya suka bidang syarhil. 7. Apa harapan kamu setelah lulus disini? Harapan ega supaya bisa jadi orang sukses. Jadi wanita sholehah seutuhnya untuk keluarga dan bisa manfaat buat keluarga.
113 Hasil Wawancara Nama: Ilham Jabatan: Santri Tempat Wawancara: Rumah Pimpinan Pondok Pesantren Tanggal Wawancara: 04 Mei 2016 1.
Dari mana Asal kamu? Tegal
2.
Dari mana kamu tau pondok ini? Ada sodara, satu kelas dengan ilham.
3.
Sudah berapa lama disini? Tiga tahun
4.
Bagaimana menurut kamu dengan adanya pondok pesantren ini? Sangat bagus dan memotivasi saya untuk saya mengubah hidup saya jadi lebih baik lagi
5.
Apa saja materi/pelajaran yang sudah kamu dapatkan? Pembelajaran mubaligh. Dengan adanya pembelajaran bahasa ini, saya jadi lebih tau dalam mempraktikan pidato saya menggunakan kedua bahasa itu. Bahkan dengan kemampuan pidato saya pernah di undang ke acara maulidan di masjid bawah yang letaknya tidak jauh dengan pondok pesantren
6.
Apa harapan kamu setelah lulus disini? Bisa bangga pondok pesantren, bikin bangga orang tua, cita-citanya jadi muballigoh. Syukur-syukur jadi kiayi.
114 Hasil Wawancara Nama: Nova Jabatan: mahasiswi Tempat Wawancara: Rumah Pimpinan Pondok Pesantren Tanggal Wawancara: 04 Mei 2016 1.
Dari mana Asal kamu? Lampung
2.
Dari mana kamu tau pondok ini? Kaka kelas tapi sodara juga namanya kak kiki. Tapi sekarang sudah nikah.
3.
Sudah berapa lama disini? Baru setengah tahun. Dari bulan September sampai sekarang.
4.
Bagaimana menurut kamu dengan adanya pondok pesantren ini? Kalo yang aku tau pondok ini pengajarnya hebat-hebat. Keemudian
mengajarkan kemandirian. Lebih banyak peembelajaran di bidang agamanya. Terus juga segalanya serba mandiri untuk masak kita disini masak sendiri kak, ada bagian dapur yang membuat jadwal piket siapa yang giliran masak. Masakan itu kami bagikan menjadi dua. Untuk putri dan untuk putra dalam tiga kali sehari yaitu pagi sebelum pergi sekolah, ba’da dzuhur, dan ba’da isya. Karena maghribnya ada tadarus dan dzikir bersama Buya di masjid. Pondok ini juga nyediain perguruan tinggi bagi kaum yatim dan dhuafa namun pmbiayaan itu gratis secara cuma-cuma. Makanya sebagai bentuk teri makasih aku mau membuat bangga pondok ini dengan sebaik mungkin. 5.
Bagaimana pembelajaran yang dilakukan pondok pesantren ini?
115 Pembelajaran pada perkuliahan dilakukan setiap hari jum’at sampai minggu. Guru-gurunya juga hebat-hebat. Ada yang dari kampus IIQ dan kampus UIN. Semua berjumlah 8 guru pengajar di semester 2. Pembelajarannya cukup menarik, karena saya suka dibidang agama maka saya bersemangat dalam belajarnya.
6.
Apa saja materi/pelajaran yang sudah kamu dapatkan? Banyak sih kak. Tapi saya lebih suka mendalami bidang ulumul qur’an
dalam metode tilawatil qur’an. Pengajarnya juga Bu Nyai sendiri dan itu membuat saya jadi lebih termotivasi lagi.
7.
Apa harapan kamu setelah lulus disini? Harapan setelah dari sini banyak. Yang pastinya saya mau menngabdikan diri
di pondok ini. dan bisa banggain orang tua. Bisa lulus dengan memegang hafalan 30 juz.
116 Jadwal Kegiatan Penulis di Pondok Pesantren Al Amanatul Huda No.
Waktu
Keterangan
1.
Kamis, 03 Maret 2016
Observasi
2.
Kamis, 17 Maret 2016
Bertemu dengan pengurus, memberi surat izin penelitian, dan melakukan perjanjian kepada pimpinan pondok untuk wawancara
3.
Jum’at, 18 Maret 2016
Wawancara dengan KH. Subur Supriadi
4.
Rabu, 23 Maret 2016
Pengamatan teerhadap asrama putrid dan putra
5.
Minggu, 03 April 2016
Wawancara dengan KH. Subur Supriadi. Dengan tujuan melengkapi data-data yang kurang
6.
Jum’at, 15 April 2016
Melakukan tehnik keabsahan data dari beberapa hasil wawancara dengan melihat dokumentasi yang ada.
7.
Minggu, 17 April 2016
Sekedar
berkunjung
dan
melihat-lihat
kegiatan yang ada di Pondok Pesantren 8.
Sabtu, 23 April 2016
Sekedar
berkunjung
dan
melihat-lihat
kegiatan pemberdayaan yang ada di Pondok Pesantren,
dan
ngobrol
dengan
santri
dengan tujuan memastikan kebenaran yang ada di dalam penelitian ini. 9.
Rabu, 04 Mei 2016
Wawancara dengan Staff Pondok Pesantren, Pengajar Pondok Pesantren, Santri Pondok
117 Pesantren 10.
Jum’at, 06 Mei 2016
Melakukan
peenelitian
terhadap
pemberdaaan yatim dan dhuafa di Indonesia di 3 lembaga yaitu: Mizan Amanah, Rumah Yatim, dan Bahrul Maghfiroh.
118
119
120
121
122
123
124
125