PROSES KEWIRAUSAHAAN SOSIAL PADA PT. WASTE4CHANGE ALAM INDONESIA DI BEKASI
SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos.)
Oleh ALBA AKBAR SYACHBANA NIM. 1111054100042
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H / 2017 M
ABSTRAK
Alba Akbar Syachbana 1111054100042 Proses Kewirausahaan Sosial pada PT. Waste4Change Alam Indonesia di Bekasi Permasalahan sosial di Indonesia semakin kompleks dan dinamis dari tahun ke tahun. Kondisi ini tentunya mengganggu pembangunan di segala bidang dan stabilitas nasional sehingga harus diselesaikan dengan maksimal. Salah satu bentuk praktik yang semakin mengemuka dan terasa manfaatnya sebagai partner pembangunan adalah kewirausahaan sosial. Kewirausahaan sosial adalah sebuah aktivitas efektif dan inovatif yang secara strategis berfokus pada usaha mengatasi kegagalan pasar sosial dan penciptaan peluang-peluang baru untuk meningkatkan nilai sosial secara sistematis dengan menggunakan sejumlah sumber daya dan beragam format organisasi untuk memaksimalkan dampak sosial serta membawa perubahan. Salah satu aktivitas kewirausahaan sosial di Indonesia adalah Waste4Change. Waste4Change adalah kewirausahaan sosial yang memberikan solusi terhadap permasalahan sampah dengan prinsip perubahan perilaku dan pengelolaan yang bertanggung jawab. Program-program dari Waste4Change didesain untuk menyelesaikan permasalahan sampah. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisa proses kewirausahaan sosial yang dilakukan oleh Waste4Change. Peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Peneliti menggunakan teknik purposive sampling dalam pemilihan informan yang terdiri dari pendiri, karyawan, dan klien. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses kewirausahaan sosial dilakukan oleh Waste4Change dimulai dari penentuan misi sosial dan mengidentifikasi masalah sosial sebagai peluang yang dimanfaatkan menjadi sebuah bisnis. Selanjutnya adalah strategi yang digunakan untuk mengembangkan usaha dimana Waste4Change melakukan inovasi dan pengambilan risiko agar dapat terus berkembang dan mencapai tujuan. Ditemukan hal menarik dalam penelitian ini yaitu pada sikap tidak mengungguli kompetitor melainkan sikap terbuka untuk mengajak pengelola sampah lainnya untuk menerapkan sistem yang sama dengan Waste4Change. Selanjutnya adalah outcomes atau hasil yang ingin dicapai yaitu penciptaan nilai sosial masyarakat mau mengelola sampahnya secara bertanggung jawab dan solusi yang berkelanjutan dimana program dan jasa yang ditawarkan Waste4Change menunjukkan kesinambungan dimana pengelolaan sampah yang baik harus dimulai dari sumber.
Kata Kunci: Kewirausahaan Permasalahan Sampah.
Sosial,
i
Proses
Kewirausahaan
Sosial,
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Segala Puji bagi Allah SWT. yang maha pengasih lagi Maha Penyayang yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. yang telah menjadi suri tauladan bagi umatnya. Skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan sebagai syarat meraih gelar sarjana sosial jurusan kesejahteraan sosial. Peneliti menyadari bahwa dalam skripsi ini masih banyak kesalahan, kekurangan, dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, peneliti dengan senang hati menerima kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki skripsi ini. Banyak pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, peneliti ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada: 1. Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dan para Wakil Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi. 2. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si. selaku Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial dan juga sebagai dosen pembimbing skripsi peneliti. Berkat bimbingan, dukungan, dan kesabarannya peneliti mampu menyelesaikan skripsi ini. 3. Seluruh dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial dan seluruh dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
ii
Peneliti mengucapkan terima kasih atas ilmu yang telah diberikan, semoga berkah dan dapat bermanfaat bagi peneliti. 4. Kedua orangtua peneliti, H. Achlani, S.Pd. dan Hj. Lilis Badriah, S.Pd. yang selalu sabar mendoakan, memberikan motivasi dan dukungan baik moril maupun materil. Skripsi ini peneliti persembahkan untuk Ayah dan Ibu tercinta. 5. Adik-adik peneliti, Ica, Syifa, Indy dan keponakanku Fairel. Terima kasih atas doa, dukungan, motivasi, dan semangatnya. 6. Kak Sano, Kak Meydam, Kak Annisa, Kak Risca, dan seluruh pihak Waste4Change yang telah mengizinkan peneliti untuk melakukan penelitian dan memberikan data yang diperlukan untuk skripsi ini. Peneliti ucapkan terima kasih banyak atas bantuannya. 7. Teman-teman Kesejahteraan Sosial 2011, yang telah menjadi teman dalam menimba ilmu dan berbagi pengalaman di kampus. 8. HMJ Kesejahteraan Sosial 2013-2014, terima kasih telah mengajarkan berorganisasi. 9. Teman-teman Hi5, Syifa, Nizar, Inal dan Bayu. Terima kasih sudah selalu menemani dalam masa-masa sulit penyelesaian skripsi dan selalu mengingatkan “Kapan sidang?”. Tangerang, 18 April 2017
Alba Akbar Syachbana
iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................. i KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv DAFTAR TABEL ................................................................................................ vi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... viii BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1 A. Latar Belakang ............................................................................................1 B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ............................................6 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................................7 D. Metodologi Penelitian ..................................................................................8 E. Tinjauan Pustaka ........................................................................................14 F. Sistematika Penelitian ................................................................................16 BAB II LANDASAN TEORI ..............................................................................18 A. Kewirausahaan Sosial ................................................................................18 1. Definisi Kewirausahaan Sosial ..............................................................18 2. Ciri Kewirausahaan Sosial.....................................................................21 3. Elemen Kewirausahaan Sosial ..............................................................25 B. Model Kewirausahaan Sosial .....................................................................26 C. Proses Kewirausahaan Sosial .....................................................................29 1. Antecedents ............................................................................................30 2. Orientasi Kewirausahaan .......................................................................37 3. Outcomes ...............................................................................................40 BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA .....................................................43
iv
A. Profil Perusahaan .......................................................................................43 B. Struktur Organisasi .....................................................................................45 C. Program dan Pelayanan ..............................................................................46 1. Campaign ...............................................................................................46 2. Consult ...................................................................................................47 3. Collect....................................................................................................48 4. Create .....................................................................................................49 D. Jaringan Kerjasama Perusahaan .................................................................50 BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA .....................................................52 A. Temuan Proses Kewirausahaan Sosial di Waste4Change ..........................52 1. Antecedents ............................................................................................52 2. Orientasi Kewirausahaan .......................................................................64 3. Outcomes ...............................................................................................77 B. Analisis Proses Kewirausahaan Sosial di Waste4Change..........................82 1. Antecedents ............................................................................................82 2. Orientasi Kewirausahaan .......................................................................87 3. Outcomes ...............................................................................................92 BAB V PENUTUP ................................................................................................96 A. Kesimpulan.................................................................................................96 B. Saran ...........................................................................................................98 DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................100 LAMPIRAN
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Rancangan daftar informan penelitian ......................................................13 Tabel 2 Spektrum Kewirausahaan Sosial ...............................................................22 Tabel 3 Perbedaan Kewirausahaan Sosial dengan usaha lain ................................23 Tabel 4 Rangkuman BAB IV .................................................................................94
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Proses Kewirausahaan Sosial ................................................................42 Gambar 2 Pengangkut sampah atau operator Waste4Change ...............................55 Gambar 3 Area pencacahan plastik di Rumah Pemulihan Materi .........................66 Gambar 4 Area Komposting Waste4Change .........................................................67 Gambar 5 Kantong sampah Waste4Change ...........................................................68
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Penelitian Skripsi Lampiran 2 Pedoman Observasi Lampiran 3 Hasil Observasi Penelitian Lampiran 4 Pedoman Wawancara untuk Pendiri Waste4Change Lampiran 5 Pedoman Wawancara untuk Karyawan Waste4Change Lampiran 6 Pedoman Wawancara untuk Pengguna Jasa Waste4Change Lampiran 7 Transkrip Wawancara Pendiri Waste4Change Lampiran 8 Transkrip Wawancara Karyawan Waste4Change Lampiran 9 Transkrip Wawancara Pengguna Jasa Waste4Change
viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan sosial di Indonesia semakin kompleks dan dinamis dari tahun ke tahun. Banyak faktor penyebab terjadinya permasalahan sosial di Indonesia seperti pertambahan penduduk yang tidak terkontrol, pembangunan yang tidak merata, arus globalisasi dan masih banyak lainnya. Masalah sosial yang paling utama terjadi di Indonesia adalah kemiskinan, pengangguran, dan kerusakan lingkungan. Kondisi ini terjadi hampir di seluruh penjuru nusantara baik di kota-kota besar maupun di daerah terpencil. Kondisi ini tentunya mengganggu pembangunan di segala bidang dan stabilitas nasional sehingga harus diselesaikan dengan maksimal. Penyelesaian masalah sosial tidak berjalan secara maksimal karena berbagai faktor salah satunya adalah ketidakpedulian. Ketidakpedulian menimbulkan keterlantaran pada setiap segmen masyarakat dan menyebabkan masalah sosial tidak tertangani. Hal ini tidak sesuai dengan ajaran agama dan budaya Indonesia yang sangat kental dengan kepedulian sosial. Saat ini, terjadi kesenjangan yang semakin jauh antara masalah sosial dengan penanganannya. Jauh lebih banyak masalah sosial yang tidak tertangani daripada yang ditangani. Inilah mengapa dibutuhkan usaha-usaha dan solusi nyata agar dapat mengatasi permasalahan sosial tersebut. Salah satu solusi nyata adalah dengan meningkatkan semangat kewirausahaan pada setiap individu yang ada di masyarakat. Dengan peningkatan semangat kewirausahaan, diharapkan masyarakat tidak murni tergantung pada program1
2
program yang dibuat oleh pemerintah tetapi memiliki inisiatif dan kreativitas untuk mendukung atau mengambil alih tugas-tugas pembangunan yang belum atau tidak tersentuh pembangunan sehingga terjadinya kesejahteraan sosial yang merata. Konsep kewirausahaan terus berkembang dari waktu ke waktu. Para ahli juga sudah banyak yang membuat konsep kewirausahaan sesuai dengan perspektif mereka masing-masing. Namun pada initinya, kewirausahaan adalah kemampuan menciptakan sesuatu yang baru dan mengembangkan sesuatu
yang
ada
dengan
mengidentifikasi
peluang-peluang
dan
memanfaatkan sumber daya sebaik-baiknya dimana dalam perjalanannya harus mengorbankan waktu serta tenaga dan penuh dengan risiko dan ketidakpastian. Kewirausahaan merupakan konsep yang luas dan tidak terbatas pada urusan transaksi perdagangan saja. Kewirausahaan sendiri, menurut bentuk kegiatan dan ruang lingkupnya dapat dibedakan menjadi berbagai jenis seperti
Business
Entrepreneur,
Government
Entrepreneur,
Social
Entrepreneur, dan Academic Entrepreneur. Hal ini menunjukkan bahwa konsep kewirausahaan bahkan bisa diterapkan dalam pemerintahan dan penyelesaian masalah sosial.1 Salah satu bentuk praktik yang semakin mengemuka dan terasa manfaatnya sebagai partner pembangunan adalah kewirausahaan sosial. Kewirausahaan sosial (Social Entrepreneurship) adalah sebuah aktivitas efektif dan inovatif yang secara strategis berfokus pada usaha mengatasi 1
Budhi Wibhawa, dkk., Social Entrepreneurship, Social Enterprise & Corporate Social Responsibility: Pemikiran, Konseptual, dan Praktik, (Bandung: Widya Padjadjaran, 2011), h. 23.
3
kegagalan pasar sosial dan penciptaan peluang-peluang baru untuk meningkatkan nilai sosial secara sistematis dengan menggunakan sejumlah sumber daya dan beragam format organisasi untuk memaksimalkan dampak sosial serta membawa perubahan.2 Kewirausahaan sosial menjadi fenomena sangat menarik saat ini karena perbedaannya dengan kewirausahaan bisnis yang hanya fokus terhadap keuntungan materi dan kepuasan pelanggan. Kewirausahaan sosial melihat masalah sebagai sebuah peluang untuk membentuk sebuah model bisnis baru yang bermanfaat sosial. Aktivitas kewirausahaan sosial sebenarnya sudah berlangsung sejak lama. Namun semakin populer beberapa tahun terakhir ketika Muhammad Yunus mendapat penghargaan Nobel Perdamaian atas keberhasilannya mengurangi tingkat kemiskinan di Bangladesh melalui bank yang didirikannya yaitu Grameen Bank. Bank ini memberikan microcredit atau pinjaman kecil kepada masyarakat miskin di Bangladesh sebagai modal memulai usaha dan terbukti berhasil menurunkan angka kemiskinan di Bangladesh. Kajian dari Felipe Santos yang berjudul A Positive Theory of Social Entrepreneurship menguatkan pendapat bahwa kewirausahaan sosial adalah sebuah anomali, yang menantang pemahaman umum tentang manusia dengan segala
pemikiran
dan
prilakunya.
Aktivitas
kewirausahaan
sosial
dipertimbangkan sebagai sebuah kegiatan yang aneh karena menabrak kelaziman, yaitu melakukan berbagai kegiatan ekonomi, namun hasilnya untuk kesejahteraan orang lain. Kelaziman pemikiran bahwa aktivitas 2
Hery Wibowo dan Sony Akhmad Nulhaqim, Kewirausahaan Sosial: Merevolusi Pola Pikir Menginisiasi Mitra Pembangunan, (Bandung, UNPAD PRESS, 2015), h. 26-27.
4
ekonomi adalah untuk sebesar-besarnya kemakmuran pribadi, seakan ditabrak oleh hadirnya aktivitas ini.3 Dalam melaksanakan kewirausahaan sosial, dibutuhkan strategi dan perencanaan yang matang agar usaha yang akan dibuat akan benar-benar menghasilkan manfaat bagi masyarakat luas. Dibutuhkan proses yang panjang agar kewirausahaan sosial dapat menghasilkan manfaat mulai dari penentuan misi sosial, mengidentifikasi peluang, proses inovasi, sampai memobilisasi sumber daya. Karena prosesnya yang panjang, maka dibutuhkan orang-orang yang bersedia dan sanggup bekerja keras bukan hanya untuk dirinya, namun untuk lingkungan luas. Jika proses kewirausahaan sosial berjalan sesuai dengan harapan, maka kewirausahaan sosial dapat membantu penyelesaian masalah sosial. Ketika praktik ini semakin sehat dan stabil, maka akan banyak keuntungan yang bisa didapatkan. Praktik kewirausahaan sosial yang sehat, seyogianya akan mampu menambal lubang-lubang permasalahan sosial yang belum mampu diselesaikan oleh pemerintah, mengakselerasi program pembangunan sehingga berjalan lebih cepat, menambah level kebahagiaan warga kota, mengangkat beragam potensi yang belum sempat digarap oleh pemerintah mendorong dan menginspirasi warga kota lainnya yang belum bergerak.4 Berdasarkan catatan World Bank, sekitar 60% distribusi wirausaha sosial secara global tersebar di Afrika (22%), Amerika Latin dan Karibia (26%) dan Asia (12%). Indonesia memiliki jumlah wirausaha sosial relatif tinggi, meski masih kalah dengan beberapa negara di kawasan Asia. Setiap satu juta orang 3 4
Ibid, h. 6. Ibid, h. x-xi.
5
miskin di Indonesia terdapat 14 wirausaha. Di Thailand, setiap satu juta orang miskin ada 57 wirausaha sosial dan di Korea per satu juga orang miskin terdapat 113 wirausaha.5 Gairah kewirausahaan sosial di Indonesia mulai tumbuh dengan ditandai maraknya seminar tentang kewirausahaan sosial, berdirinya pusat studi kewirausahaan sosial di beberapa kampus, dan hadirnya organisasi yang peduli dengan pengembangan kewirausahaan sosial. Hal ini menunjukkan sudah banyak pihak yang meyakini bahwa kewirausahaan sosial merupakan salah satu solusi yang diperlukan untuk mengatasi berbagai masalah sosial yang terjadi di Indonesia.6 Salah satu aktivitas kewirausahaan sosial di Indonesia adalah PT. Waste4Change Alam Indonesia. PT. Waste4Change Alam Indonesia atau yang lebih dikenal dengan Waste4Change, adalah sebuah perusahaan start up yang didirikan atas urgensi pengelolaan sampah yang lebih baik serta menjadi mitra pemerintah dalam membangun dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Waste4Change adalah kewirausahaan sosial yang memberikan solusi terhadap permasalahan sampah dengan prinsip perubahan perilaku dan pengelolaan yang bertanggung jawab. Program-program dari Waste4Change didesain untuk memecahkan permasalahan sampah mulai dari hulu hingga hilir seperti edukasi sampah, pengangkutan sampah, pemilahan sampah hingga pemanfaatan sampah.
5
Friski Riana, “Wirausaha Sosial, Model Bisnis Sekaligus Entaskan Kemiskinan”, Tempo.co, https://bisnis.tempo.co/read/news/2016/03/02/092749986/wirausaha-sosial-modelbisnis-sekaligus-entaskan-kemiskinan, diakses 13 April 2017. 6 Hardi Utomo, Menumbuhkan Minat Kewirausahaan Sosial, Jurnal Among Makarti Vol. 7, No. 14, 2014, Diunduh dari http://jurnal.stieama.ac.id/index.php/ama/article/view/99 pada 20 April 2016. h. 1.
6
Sebuah penelitian dari G. T. Lumpkin, dkk. membahas bagaimana proses kewirausahaan dilihat dari konteks sosial yang dalam hal ini adalah kewirausahaan
sosial
dan
mencoba
membandingkan
antara
proses
kewirausahaan bisnis dengan proses kewirausahaan sosial dilihat dari berbagai dimensi. Hasil analisis dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa proses
kewirausahaan
sosial
pada
dasarnya
sama
dengan
proses
kewirausahaan bisnis hanya saja ada beberapa hal yang membedakan sehingga membuat kewirausahaan sosial menjadi unik. Dalam hal ini, berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai proses kewirausahaan sosial yang dilakukan oleh Waste4Change. Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana proses sebuah kewirausahaan sosial yang bergerak di Indonesia karena kewirausahaan sosial bisa menjadi solusi berbagai permasalahan sosial di Indonesia dan berpotensi untuk terus berkembang di masa yang akan datang. Akhirnya, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Proses Kewirausahaan Sosial pada PT. Waste4Change Alam Indonesia di Bekasi.” B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, agar pembahasan tidak terlalu meluas maka dalam hal ini peneliti akan melakukan penelitian yang berfokus pada proses kewirausahaan sosial pada PT. Waste4Change Alam Indonesia di Bekasi.
7
2. Perumusan Masalah Dengan memperhatikan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana proses kewirausahaan sosial yang dilakukan pada PT. Waste4Change Alam Indonesia? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan pada permasalahan diatas, maka dalam penelitian ini terdapat tujuan penelitian, yaitu: a.
Mendeskripsikan proses kewirausahaan sosial yang dilakukan oleh PT. Waste4Change Alam Indonesia.
b.
Menganalisis proses kewirausahaan sosial yang dilakukan oleh PT. Waste4Change Alam Indonesia.
2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian tentang praktik kewirausahaan sosial ini diharapkan bermanfaat baik secara akademis maupun praktis. a.
Manfaat Akademis 1) Penelitian ini dapat menambah wawasan keilmuan bagi mahasiswa kesejahteraan sosial. 2) Penelitian ini dapat memberikan masukan bagi penelitian serupa di masa depan. 3) Hasil penelitian ini dapat menjadi dokumen perguruan tinggi yang berguna bagi masyarakat.
8
b.
Manfaat Praktis 1) Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi perusahaan
untuk
evaluasi
dan
menjalankan
program
kedepannya. 2) Hasil penelitian ini dapat dijadikan pedoman dan masukan bagi masyarakat dalam melaksanakan kewirausahaan sosial di masa mendatang. D. Metodologi Penelitian Metodologi penelitian merupakan strategi umum yang dipakai dalam pengumpulan dan analisis data yang diperlukan, untuk menjawab permasalahan yang diselidiki. Penggunaan metodologi ini dimaksudkan untuk menentukan data valid, akurat, dan signifikan dengan permasalahan sehingga dapat digunakan untuk mengungkapkan permasalahan yang diteliti. 1. Pendekatan Penelitian Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mendeskripsikan
proses
kewirausahaan sosial yang dilakukan oleh PT. Waste4Change Alam Indonesia.7 Untuk mendapatkan tujuan penelitian, maka pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur statistik atau dengan cara-cara kuantifikasi. Penelitian kualitatif memiliki dua tujuan utama yaitu untuk menggambarkan dan mengungkap (to describe and
7
Selanjutnya disebut dengan Waste4Change.
9
explore), dan untuk menggambarkan dan menjelaskan (to describe and explain).8 Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini agar mendapatkan data yang akurat dan hasil yang jelas dari kondisi sebenarnya yang ada di lapangan. Dengan pendekatan kualitatif diharapkan fakta-fakta yang ada dilapangan dapat digali lebih dalam, guna mendapatkan gambaran dan mengungkap proses kewirausahaan sosial yang dilakukan oleh Waste4Change. 2. Jenis Penelitian Dilihat dari jenis penelitian, jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Pada jenis penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut berasal dari wawancara, catatan atau memo, dan dokumentasi resmi lainnya.9 Dalam penelitian ini, peneliti akan menggambarkan secara komperhensif melalui pengumpulan data dengan melakukan observasi dan wawancara secara mendalam mengenai proses kewirausahaan sosial di Waste4Change. 3. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini digunakan berbagai teknik pengumpulan data, yaitu:
8
M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: ArRuzz Media, 2012) Cetakan I, h. 29. 9 Burhan Bungin, Analisa Data Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), cet. Ke-2, h.39.
10
a.
Wawancara Wawanacara
adalah
metode
pengumpulan
data
dengan
melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu. Penggunaan wawancara didasarkan pada dua alasan. Pertama, dengan wawancara peneliti dapat menggali tidak saja apa yang diketahui dan dialami subjek yang diteliti tetapi apa yang tersembunyi jauh di dalam diri subjek penelitian. Kedua, apa yang ditanyakan bisa mencakup hal-hal yang bersifat lintas waktu, yang berkaitan dengan masa kini, masa lampau, dan masa mendatang.10 Wawancara secara garis besar dibagi dua, yakni wawancara terstruktur dan wawancara tak terstruktur. Wawancara terstruktur sering juga disebut wawancara baku yang susunan pertanyaan dan pilihan-pilihan
jawabannya
sudah
disediakan
sebelumnya.
Sedangkan wawancara tak terstruktur sering juga disebut wawancara mendalam yaitu wawancara yang mirip dengan percakapan informal dengan susunan kata-kata yang bersifat luwes dan susunan pertanyaannya bisa disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi saat wawancara.11 Dalam penelitin ini, peneliti menggunakan teknik wawancara tak terstruktur atau wawancara mendalam (in-depth interview) yaitu dengan melakukan wawancara dengan pihak Waste4Change agar 10
M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metode Penelitian Kualitatif, h. 176. Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi Dan Ilmu Sosial Lainnya, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013) h. 180-181. 11
11
dapat mendapatkan informasi secara jelas dan bisa menggambarkan proses kewirausahaan sosial di Waste4Change. b.
Observasi Observasi
atau
pengamatan
merupakan
sebuah
teknik
pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan terhadap apa yang dilakukan dan dikatakan atau diperbincangkan para informan dalam kehidupan sehari-hari.12 Dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, observasi dapat dibedakan menjadi observasi partisipatif, observasi terus terang atau tersamar, dan observasi tak terstruktur. Dalam observasi penelitian ini, peneliti menggunakan observasi partisipasi pasif yaitu peneliti hanya mengamati dan tidak terlibat dalam aktivitas perusahaan. c.
Studi Literatur dan Dokumentasi Metode ini digunakan guna mengumpulkan data-data atau dokumen-dokumen yang menunjang penelitian. Dokumen-dokumen yang dikumpulkan yaitu berupa buku-buku, data kepustakaan, artikel-artikel baik itu tertulis maupun melalui internet, catatan, foto kegiatan, dan lain sebagainya.
4. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini ada dua macam yaitu data primer dan data sekunder.
12
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana, 2010) h. 115.
12
a.
Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari subjek penelitian yakni orang-orang kunci pada PT. Waste4Change Alam Indonesia.
b.
Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dokumen, arsip-arsip, media cetak dan online, website, dan lainnya yang terkait dengan penelitian ini.
5. Teknik Analisis Data Maksud dari analisa data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, menyusun kedalam pola, memilih mana yang
penting dan yang akan dipelajari, dan
membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.13 Dalam penelitian ini, peneliti terlebih dahulu mendeskripsikan datadata yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi, dan studi literatur dan
dokumentasi
mengenai
proses
kewirausahaan
sosial
di
Waste4Change, lalu kemudian menganalisanya dengan teori. 6. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data Untuk memeriksa keabsahan data, peneliti menggunakan teknik triangulasi.
Triangulasi
adalah
teknik
pemeriksaan
data
yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk memastikan data atau sebagai pembanding terhadap data. Teknik triangulasi dikenal dengan 13
88.
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: CV. Alfabeta, 2009), Cet-ke 5 h.
13
istilah cek dan ricek data degan menggunakan beragam sumber, teknik dan waktu.14 Teknik triangulasi dapat digunakan melalui cara-cara sebagai berikut:15 a.
Membandingkan data hasil wawancara subyek penelitian dengan pengamatan di lapangan.
b.
Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dari orang lain dan pandangan orang lain.
c.
Membandingkan hasil wawancara dengan hasil dokumen yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti.
7. Teknik Pemilihan Informan Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif, penetapan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Purposive sampling adalah pengambilan sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini seperti misalnya, orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan.16
14
Nusa Putera, Penelitian Kualitatif: Proses dan Aplikasi, (Jakarta: PT. Indeks, 2012), h.
189. 15
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi, Cetakan ke-2 (Bandung: PT Rosda Karya, 2009), h.248. 16 Ibid, h. 54.
14
Tabel 1 Rancangan Daftar Informan Penelitian No Informan 1 Pendiri Waste4Change
2
Karyawan Waste4Change
3
Klien Waste4Change
Informasi yang dicari Gambaran umum tentang perusahaan, proses kewirausahaan sosial dan pelaksanaannya. Pelaksanaan orientasi kewirausahaan dalam proses kewirausahaan sosial. Penciptaan nilai sosial, perubahan yang dirasakan, dan tingkat kepuasan pelayanan.
Jumlah 1
2
1
8. Teknik Penulisan Untuk mempermudah dalam penelitian ini maka peneliti mengacu pada pedoman penelitian karya ilmiah (skripsi, tesis dan disertasi) yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007. 9. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kantor pusat Waste4Change yang berlokasi di Alun-Alun Utara, Bumipala Vida Bekasi Padurenan, Mustikajaya, Bekasi Timur. Sedangkan waktu penelitian dilakukan pada bulan Mei 2016 sampai bulan Januari 2017. E. Tinjauan Pustaka Dalam penelitian ini, peneliti terlebih dahulu melakukan tinjauan pustaka pada beberapa penelitian sebelumnya. Peneliti menggunakan literatur berupa skripsi dan jurnal yang relevan dengan penelitian ini sebagai bahan perbandingan. Diantaranya:
15
1. Aktivitas Kewirausahaan Sosial pada Yayasan Kreasi Usaha Mandiri Alami (Kumala) di Rawa Badak, Jakarta Utara.
Indra Bismantara (170310060047), Skripsi Mahasiswa Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Padjadjaran tahun 2011.
Isi pokok dari skripsi ini adalah membahas aktivitas kewirausahaan meliputi Misi dalam Kewirausahaan Sosial, Kesempatan dan Inovasi dalam Kewirausahaan Sosial, Pemanfaatan Sumber Daya dalam Kewirausahaan Sosial, Manajemen Resiko dalam Kewirausahaan Sosial, Konsumen atau Pelanggan dalam Kewirausahaan Sosial.
Pada penelitian ini, peneliti mencoba mendeskripsikan dan menganalisis proses kewirausahaan sosial mulai dari perumusan hingga pada penciptaan nilai sosial yang didalamnya juga terdapat aktivitas kewirausahaan sosial. Penelitian ini juga bermaksud untuk mengisi ruang kosong yang belum terisi pada penelitian sebelumnya.
2. Entrepreneurial processes in social contexts: how are they different, if at all?
G. T. Lumpkin, dkk. dalam Jurnal Springer Small Business Economics Vol. 40 tahun 2013.
Isi pokok dari jurnal ini membahas tentang bagaimana proses kewirausahaan dilihat dari konteks sosial yang dalam hal ini adalah kewirausahaan
sosial
dan
membandingkan
antara
proses
kewirausahaan bisnis dengan proses kewirausahaan sosial dilihat dari berbagai dimensi.
16
Penelitian ini menggunakan konsep proses kewirausahan sosial yang dijelaskan dan dianalisis dalam jurnal diatas dan mencocokkannya sesuai dengan data yang diperoleh dalam penelitian ini.
3. A Conceptual Framework of Social Entrepreneurship and Social Innovation Cluster : A Preliminary Study.
Kanji Tanomoto dalam Hitotsubashi Journal of Commerce and Management 42 (1) tahun 2008.
Jurnal ini membahas kerangka konseptual untuk mengenal kewirausahaan sosial, inovasi sosial, dan bagaimana proses muncul dan berkembangnya kewirausahaan sosial di Jepang.
Penelitian
ini
menggunakan
beberapa
kerangka
konseptual
kewirausahaan sosial yang dibuat dalam jurnal tersebut untuk memudahkan peneliti dalam penyusunan penelitian. F. Sistematika Penelitian Dalam penelitian ini disusun sebuah sistematika penelitian agar dengan mudah diperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh. Sistematika penelitian penelitian ini trdiri dari lima bab, sebagai berikut: BAB I
Pendahuluan, Bagian ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, serta tinjauan pustaka.
BAB II
Landasan Teori. Bagian ini merupakan konsep, teori, serta penjelasan detail terkait kewirausahaan sosial dan proses kewirausahaan sosial.
17
BAB III
Gambaran Umum Lembaga. Pada bagian ini, peneliti menerangkan tentang sejarah, profil, struktur, program dan aktivitas perusahaan.
BAB IV
Temuan Lapangan Dan Analisis. Bagian ini menjelaskan faktafakta yang ditemukan di lapangan dan hasil analisis berdasarkan konsep dan teori yang telah dijelaskan.
BAB V
Penutup. Bagian ini berisi kesimpulan dan saran.
BAB II LANDASAN TEORI BAB ini akan menjelaskan mengenai teori yang digunakan dalam pembahasan skripsi ini. Penjelasan teori terdiri dari penjelasan tentang Pengertian Kewirausahaan Sosial,
Model-Model Kewirausahaan Sosial
dan
Proses
Kewirausahaan Sosial. A. Pengertian Kewirausahaan Sosial Kewirausahaan sosial merupakan aktivitas yang telah lama dilakukan di seluruh dunia. Namun istilah kewirausahaan sosial mulai populer tahun 2006 ketika Muhammad Yunus memenangkan Nobel Perdamaian berkat keberhasilan Grameen Bank mengurangi kemiskinan di Bangladesh. Artinya, sebelum dunia mengenal istilah ini, aktivitasnya sendiri sudah berlangsung puluhan tahun lamanya. 1. Definisi Kewirausahaan Sosial Kewirausahaan sosial merupakan turunan dari kewirausahaan bisnis dengan menambahkan aspek sosial kedalamnya. Dalam kewirausahaan sosial, aspek sosial menjadi tujuan utama usaha tersebut. Kewirausahaan sosial menggunakan kombinasi sumber daya secara inovatif untuk membuat sebuah usaha sosial yang mengarah pada pembentukan organisasi atau praktik yang menghasilkan dan mempertahankan manfaat sosial.17
17
Johanna Mair, dkk. Ed., Social Entrepreneurship, (New York: Palgrave Macmillan, 2006), Diunduh http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.458.6683&rep=rep1&type=pdf pada 7 September 2016, h. 122.
18
19
Kewirausahaan sosial bisa didefinisikan sebagai sebuah model bisnis dengan strategi untuk hasil yang berkelanjutan. Strategi ini haruslah sederhana, persuasif, dan menarik karena berbarengan dengan ide sosial, hal ini penting karena merupakan bagian dari daya tarik perusahaan.18 Kewirausahaan sosial juga bisa didefinisikan sebagai sebuah aktivitas yang efektif dan inovatif yang berfokus pada usaha mengatasi kegagalan
pasar
sosial
memenuhi
kebutuhan
masyarakat
dan
menciptakan peluang baru untuk meningkatkan nilai sosial dengan menggunakan sejumlah sumber daya dan beragam format organisasi untuk memaksimalkan dampak sosial serta membawa perubahan.19 Dari uraian di atas, diungkapkan bahwa ada kegagalan dalam pasar, kegagalan pemerintah dalam mengatasi permasalahan sosial sehingga dibutuhkan sebuah usaha atau aktivitas untuk menangani masalah sosial. Kewirausahaan sosial menjadi usaha alternatif dari masyarakat atas kegagalan pemerintah dalam mengatasi permasalahan sosial dan membuat program pembangunan yang cenderung memaksakan model top down kepada masyarakat. Masyarakat membuat solusi inovatif untuk masalah sosial secara langsung dengan memobilisasi ide, kapasitas, sumber daya, dan pengaturan sosial yang diperlukan untuk perubahan sosial yang berkelanjutan.20 18
Robin Murray, dkk., The Open Book of Social Innovation, (London: NESTA, 2010), Diunduh dari http://youngfoundation.org/publications/the-open-book-of-social-innovation/ pada 19 September 2016, h. 60. 19 Hery Wibowo dan Sony Akhmad Nulhaqim, Kewirausahaan Sosial: Merevolusi Pola Pikir Menginisiasi Mitra Pembangunan, h. 26. 20 Johanna Mair dan Ignasi Marti, Social Entrepreneurship Research: A Source of Explanation, Prediction, and Delight, Journal of World Business Vol. 41, Issue I, 2006, Diunduh dari http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1090951605000544 pada 28 September 2016, h. 4.
20
Mort, Weerawardena, dan Carnegie mendefinisikan kewirausahaan sosial sebagai berikut: “Social entrepreneurship is a multidimensional construct involving the expression of entrepreneurially virtuous behavior to achieve the social mission, a coherent unity of purpose and action in the face of moral complexity, the ability to recognize social value-creating opportunities and key decision-making characteristics of innovativeness, proactiveness and risk-taking.”21 “Kewirausahaan sosial adalah konstruksi multidimensi yang melibatkan ekspresi perilaku kewirausahaan yang baik untuk mencapai misi sosial, kesatuan yang jelas antara tujuan dan tindakan dalam menghadapi kompleksitas moral, kemampuan dalam mengenali kesempatan untuk menciptakan nilai sosial, dan karakteristik pengambilan keputusan yang inovatif, proaktif, dan mengambil resiko.” Pendapat lain tentang kewirausahaan sosial diungkapkan pula oleh Bornstein dan Susan yang menyatakan bahwa: “Kewirausahaan sosial adalah sebuah proses yang dilakukan oleh warga negara dengan membangun atau mentransformasikan institusi untuk meningkatkan solusi pada permasalahan sosial, seperti kemiskinan, penyakit, buta huruf, kerusakan lingkungan, pelanggaran hak asasi dan korupsi, dalam rangka membangun kehidupan yang lebih baik bagi semua.”22 Dari beberapa definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa kewirausahaan sosial dapat diartikan sebagai upaya yang bermisi sosial namun memanfaatkan praktik bisnis sebagai kendaraannya. Atau dengan kata lain, kewirausahaan sosial adalah sebuah praktik kewirausahaan yang memiliki tujuan utama sebesar-besarnya untuk manfaat sosial. Artinya, ini adalah sebuah paradigma baru, dimana sebuah aktivitas yang bertujuan sosial dapat melebur dan melekat dengan aktivitas bisnis tanpa saling menganggu. 21
Ibid, h. 4. Hery Wibowo dan Sony Akhmad Nulhaqim, Kewirausahaan Sosial: Merevolusi Pola Pikir Menginisiasi Mitra Pembangunan, h. 108. 22
21
2. Ciri Kewirausahaan Sosial Kewirausahaan sosial adalah sebuah aktivitas yang memiliki logikanya sendiri. Logikanya yang dibangun, berbeda dengan logika kewirausahaan bisnis yang cenderung mencari keuntungan untuk diri sendiri, tetapi wirausaha sosial mendedikasikan waktu dan tenaga untuk peningkatan kesejahteraan pihak-pihak lain. Maka kewirausahaan sosial memiliki ciri yang berbeda dengan kewirausahaan bisnis pada umumnya. Ada dua aspek penting yang membedakan kewirausahaan sosial dengan kewirausahaan bisnis23: a.
Social enterprises have a social objective. Perusahaan sosial memiliki tujuan sosial. Tujuan utama sebuah perusahaan sosial adalah untuk mempertahankan dan memperbaiki kondisi sosial dengan cara memanfaatkan kelebihan dana yang dibuat untuk organisasi penyandang dana, manajer, karyawan, atau pelanggan.
b.
Social enterprises blend social and commercial methods. Perusahaan sosial mencampurkan metode sosial dan komersial. Selain menggunakan kemampuan mereka untuk memahami niat baik dari beberapa pemangku kepentingan, mereka mencari cara kreatif untuk menghasilkan pendapatan, seperti unit usaha yang tidak bertujuan mencari laba, atau melakukan unit usaha untuk tujuan sosial, atau bahkan usaha sosial campuran dari metode komersial dan filantropis seperti mencari laba untuk tujuan sosial.
23
J. Gregory Dees, dkk., Enterprising Nonprofits: A Toolkit For Social Entrepreneurs, (New York: John Wiley & Sons, 2002), h. 9.
22
Kewirausahaan sosial berbeda dengan kewirausahaan bisnis dalam banyak hal. Kunci perbedaannya adalah bahwa kewirausahaan sosial berdiri atau berjalan dengan sebuah tujuan dan misi sosial yang jelas dan memberikan manfaat kepada banyak orang. Walaupun kewirausahaan bisnis juga memberikan manfaat sosial, namun kewirausahaan sosial menempatkan hal tersebut sebagai tujuan utama, bukan sebagai dampak atau implikasi. Kanji
Tanimoto
dalam
jurnalnya
menjelaskan
perbedaan
kewirausahaan sosial dengan organisasi lain melalui tabel berikut: Tabel 2 Spektrum Kewirausahaan Sosial Lembaga Filantropi Motif niat baik Berjalan berdasarkan misi Mencipakan nilai sosial
Kewirausahaan Sosial
Perusahaan Komersial
Motif Campuran Seimbang antara misi dan pasar Menciptakan nilai sosial dan ekonomi
Motif kepentingan pribadi Berjalan berdasarkan pasar Menciptakan nilai ekonomi
Sumber: Tanimoto, 2008.
Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa kewirausaan sosial adalah organisasi hybrid yang berdiri diantara lembaga filantropi atau non-profit dan perusahaan komersial atau bisnis pada umumnya. Tanimoto juga menekankan bahwa kewirausahaan sosial membutuhkan pola pikir dan manajemen bisnis untuk berkembang.24 Kim Alter menjelaskan karakteristik yang dimiliki kewirausahaan sosial sebagai berikut:
24
Kanji Tanimoto, A Conceptual Framework of Social Entrepreneurship and Social Innovation Cluster : A Preliminary Study, Hitotsubashi Journal of Commerce and Management, 42(1), 2008, Diunduh dari https://www.jstor.org/stable/43295012 pada 28 September 2016, h. 6.
23
a.
Tujuan Sosial: diciptakan untuk mencapai/membuat dampak dan perubahan sosial atau mencegah kegagalan pasar;
b.
Pendekatan enterprise: menggunakan teknik bisnis, kewirausahaan, inovasi, pendekatan pasar, orientasi strategi, disiplin dan determinasi dari bisnis profit (yang menghasilkan uang);
c.
Kepemilikan sosial: dengan fokus pada pelayanan barang dan jasa kepada publik, walaupun tidak harus.25 Dari beberapa poin di atas, kewirausahaan sosial memiliki tujuan
sosial sebagai tujuan utama. Pendekatan enterprise menunjukkan bahwa kewirausahaan sosial melaksanakan kegiatannya dengan prinsip, strategi, dan
disiplin
ekonomi.
Kepemilikan
sosial
menegaskan
bahwa
kewirausahaan sosial melibatkan berbagai pihak dalam aktivitasnya. Berikut adalah tabel yang menjelaskan persamaan dan perbedaan kewirausahaan sosial dengan usaha lainnya: Tabel 3 Perbedaan Kewirausahaan Sosial dengan usaha lain Sektor Swasta Sumber Pemasukan Tujuan Kepemilikan
Bisnis Dengan Tanggung Jawab Sosial
Kewirausahaan Sosial
Organisasi Non-Profit
Pemerintahan
Usaha & Pendapatan Dari Aktivitas Ekonomi
Dana Hibah & Donasi
Pajak
Tujuan Pribadi
Kepemilikan Pribadi
Tujuan Sosial
Kepemilikan Sosial
Tujuan Poilitik Kepemilikan Publik
Sumber: Tanimoto, 2008.
25
Hery Wibowo dan Sony Akhmad Nulhaqim, Kewirausahaan Sosial: Merevolusi Pola Pikir Menginisiasi Mitra Pembangunan, h. 61.
24
Berdasarkan tabel diatas, tergambarkan perbedaan dan titik temu antara kewirausahaan sosial dengan kegiatan lain dari sudut pandang sumber
pemasukan,
tujuan,
dan
kepemilikan.
Terlihat
bahwa
kewirausahaan sosial mendapatkan modal dan pemasukan dari kegiatan ekonomi seperti kewirausahaan bisnis. Berbeda dengan organisasi nonprofit yang seluruh pemasukannya berasal dari sumbangan dan dana hibah. Dari sudut pandang tujuan, kewirausahaan sosial memiliki tujuan sepenuhnya untuk kebermanfaatan sosial seperti organisasi non-profit. Bisnis dengan tanggung jawab sosial berada diantara tujuan pribadi dan tujuan sosial karena bisnis masih mengambil keuntungan untuk kepentingan pribadi atau pemilik modal. Sedangkan dari sudut pandang kepemilikan, kewirausahaan sosial tidak dimiliki oleh pribadi melainkan dimiliki oleh seluruh anggota yang terlibat dalam operasional organisasi. Spear dan Bidet memaknai dimensi sosial dalam kewirausahaan sosial yang juga menjadi ciri dari kewirausahaan sosial yaitu: a.
Sebuah aktivitas yang dibuat oleh sekolompok warga sipil;
b.
Pengambilan keputusan tidak berdasarkan pada kepemilikan modal;
c.
Aktivitasnya melibatkan mereka yang terkena dampak dari masalah sosial;
26
d.
Distribusi keuntungan yang terbatas;
e.
Tujuan yang jelas bermanfaat pada masyarakat.26
Roger Spear dan Eric Bidet, The Role of Social Enterprise in European Labour Markets, EMES Working Papers Series, no. 03/10, 2003, Diunduh dari http://emes.net/publications/working-papers/the-role-of-social-enterprise-in-european-labourmarkets/ pada 7 September 2016, h. 4.
25
Dari paparan 5 poin di atas, kewirausahaan sosial terlihat berbeda dari kewirausahaan bisnis pada umumnya. Kewirausahaan sosial dibuat oleh individu atau kelompok yang memiliki inovasi dan ide kreatif untuk membuat usaha yang bermanfaat bagi masyarakat. Selain itu, pengambilan keputusan bukan berdasarkan kepemilikan modal dan saham seperti pada kewirausahaan bisnis tetapi berdasarkan keputusan anggota
dan
stakeholder
lain
sehingga
akuntabilitas
organisasi
dipertanggungjawabkan oleh seluruh anggota. Aktivitas kewirausahaan sosial harus melibatkan mereka yang terkena dampak permasalahan sosial yang dijadikan tujuan dalam usaha. Distribusi keuntungan dalam kewirausahaan sosial juga tidak berdasarkan pada kepemilikan modal dan saham melainkan diinvestasikan untuk usaha-usaha penyelesaian masalah sosial yang berkelanjutan. Tujuan utama dalam kewirausahaan sosial bukan mencari keuntungan sebesar-besarnya seperti pada kewirausahaan bisnis, tetapi tujuan atau misi utamanya adalah misi sosial. 3. Elemen Kewirausahaan Sosial Kewirausahaan sosial dapat didefinisikan sebagai pembuatan nilai sosial yang terjadi dalam kolaborasi orang-orang sipil dan organisasi dari warga sipil yang memiliki inovasi sosial dengan menggunakan aktivitas ekonomi atau bisnis.27
27
Lars Hulgard, “Discourses of Social Entrepreneurship – Variations Of The Same Theme?”, Working Paper No. 10/01, 2010, Diunduh dari http://emes.net/publications/workingpapers/discourses-of-social-entrepreneurship-variations-of-the-same-theme/ pada 7 September 2016, h. 4.
26
Dari definisi di atas, terlihat bahwa kewirausahaan sosial memiliki beberapa elemen yaitu nilai sosial (social value), warga sipil (civil society), inovasi (innovation), dan aktivitas ekonomi (economic activity). a.
Social Value Hal paling khas dari kewirausahaan sosial adalah menciptakan nilai sosial dan manfaat yang nyata bagi masyarakat dan lingkungan.
b.
Civil Society Kewirausahaan sosial pada umumnya berasal dari inisiatif warga sipil dengan mengoptimalkan modal sosial yang ada di masyarakat.
c.
Innovation Kewirausahaan sosial memecahkan masalah sosial dengan cara-cara yang inovatif bukan cara-cara lama yang telah terbukti gagal dalam masyarakat.
d.
Economic Activity Kewirausahaan sosial menggabungkan aktivitas sosial dengan aktivitas bisnis. Aktivitas bisnis atau ekonomi dikembangkan untuk menjamin kemandirian dan keberlanjutan misi sosial organisasi.
B. Model Kewirausahaan Sosial Aktivitas kewirausahaan sosial merupakan kegiatan yang berkelanjutan dan tidak terbatasi hanya pada kegiatan sederhana seperti berusaha mengumpulkan uang donasi untuk disalurkan kepada yang membutuhkan. Kewirausahaan sosial adalah kegiatan yang mendorong inovasi dan
27
pendekatan yang sistemik sehingga kewirausahaan dapat menjadi usaha yang besar dalam upaya meningkatkan kesejahteraan publik.28 Area operasional kewirausahaan sosial dimana wirausaha sosial menciptakan perubahan meliputi: a.
Pengurangan kemiskinan melalui pemberdayaan, seperti gerakan keuangan mikro;
b. Penyediaan layanan kesehatan, mulai dari skala kecil sampai pada skala komunitas; c.
Pendidikan dan pelatihan, seperti usaha melebarkan partisipasi dan demokratisasi transfer pengetahuan;
d. Preservasi lingkungan dan kesinambungan pembangunan; e.
Regenerasi komunitas, seperti asosiasi perumahan;
f.
Proyek
kesejahteraan,
seperti
pembukaan
lapangan
kerja
bagi
pengangguran atau gelandangan serta proyek-proyek penanganan alkohol dan obat terlarang; g. Kampanye dan advokasi, seperti promosi perdagangan yang adil dan promosi hak asasi manusia.29 Dari uraian di atas, terlihat jelas bahwa aktivitas kewirausahaan sosial membutuhkan perencanaan yang matang, ide yang inovasi, sumber daya yang cukup, dan keberanian untuk bertindak. Maka selain dibutuhkan tokoh yang memiliki gagasan besar, kewirausahaan juga membutuhkan organisasi
28
Hery Wibowo & Sony Akhmad Nulhaqim, Kewirausahaan Sosial: Merevolusi Pola Pikir Menginisiasi Mitra Pembangunan, h. 22. 29 Alex Nicholls, Ed., Social Entrepreneurship: New Models Of Sustainable Social Change, (New York: Oxford University Press, 2006), Diunduh dari http://www.untagsmd.ac.id/files/Perpustakaan_Digital_1/ENTREPRENEURSHIP%20Social%20entrepreneurship, %20New%20m.pdf pada 19 September 2016, h. 14.
28
untuk memayungi kegiatan tersebut. Payung yang menaungi kegiatan kewirausahaan sosial inilah kemudian yang disebut sebagai social enteprise. Organisasi adalah wadah bagi gerakan kewirausahaan sosial dan pengikat bagi pihak-pihak yang terlibat dalam upaya mengembangkan dan membuat kesinambungan dari aktivitas kewirausahaan sosial itu sendiri. Hal ini juga menjadi diperlukan untuk membedakannya dengan organisasi yang memang murni bergerak dengan tujuan mendapatkan untung sebesar-besarnya. Dengan banyaknya social enterprise, maka model organisasi semakin beragam tergantung dari tujuan dan sumber daya yang dimiliki organisasi. Menurut Schwab Foundation, model organisasi kewirausahaan sosial dapat dibagi 3, yaitu: a.
Leveraged non-profit ventures Sebuah suaha atau organisasi non-profit yang bertujuan untuk mendorong inovasi atas kegagalan pemerintah dalam pasar. Dalam melakukannya, organisasi melibatkan semua pihak, baik publik maupun swasta, untuk mendorong inovasi tersebut berdampak besar dalam masyarakat. Sumber dana organisasi dengan model ini bergantung pada dana filantropis, tapi dengan kegiatan dan usaha organisasi yang berkelanjutan dapat menjamin para donatur akan terus tertarik untuk mendukung usaha organisasi ini.
b. Hybrid non-profit ventures Sebuah usaha atau organisasi non-profit tetapi mencakup kegiatan ekonomi di dalamnya seperti menjual barang atau jasa kepada semua pihak baik publik maupun swasta, individu maupun kelompok.
29
Seringkali
organisasi
diresmikan
melalui
badan
hukum
untuk
mengakomodasi pemasukan dan pengeluaran dalam struktur yang jelas dan optimal. Untuk dapat mempertahankan kegiatan secara penuh dan mengatasi kebutuhan klien, yang biasanya termarjinalisasi dari masyarakat, organisasi harus memobilisasi sumber-sumber lain dari sektor filantropis maupun publik seperti dana hibah atau pinjaman. c.
Social business ventures Organisasi for-profit atau bisnis yang menyediakan barang atau jasa sosial dan lingkungan. Sementara usaha menghasilkan keuntungan finansial, tujuan utamanya bukan untuk mengembalikan keuntungan kepada pemegang saham tetapi untuk menumbuhkan usaha sosial dan menjangkau lebih banyak orang yang membutuhkan. Organisasi memajukan usaha dan mencari investor-investor yang tertarik pada bisnis dengan kombinasi finansial dan sosial dalam investasinya.
C. Proses Kewirausahaan Sosial Proses
kewirausahaan
sosial
adalah
sebuah
tahapan
yang
menggambarkan bagaimana sebuah kewirausahaan sosial terbentuk. Terdapat beberapa perbedaan antara proses kewirausahaan bisnis dengan proses kewirausahaan sosial dimana perbedaan tersebut membuat proses ini menjadi khas dan unik. G. T. Lumpkin dkk. dalam jurnalnya
Entrepreneurial
processes in social contexts: how are they different, if at all?, menggambarkan secara jelas proses kewirausahaan sosial dimana dalam penelitian ini menggunakan teori proses kewirausahaan sosial yang dikemukakan dalam jurnal tersebut.
30
Proses dalam aktivitas kewirausahaan sosial dimulai dari hal-hal yang mendahului atau antecedents, proses orientasi kewirausahaan, hingga hasil yang dicapai atau outcomes. Antecedents dalam proses kewirausahaan sosial meliputi motivasi atau misi sosial, identifikasi peluang, akses permodalan dan pembiayaan, dan pihak-pihak yang terkait atau stakeholders. Orientasi kewirausahaan
meliputi
inovasi,
keproaktifan,
pengambilan
resiko,
agresivitas, dan otonomi. Sedangkan outcomes sebagai hasil dalam kewirausahaan sosial meliputi penciptaan nilai sosial, solusi
yang
berkelanjutan, dan tingkat kepuasan pihak yang bersentuhan. Berikut penjelasannya: 1. Antecedents a.
Misi Sosial Misi merupakan pernyataan yang menetapkan tujuan organisasi dan sasaran yang ingin dicapai. Misi membawa organisasi kepada suatu fokus dan menjelaskan mengapa organisasi itu ada, apa yang dilakukannya, dan bagaimana melakukannya. Misi adalah sesuatu yang harus dilaksanakan oleh organisasi agar tujuan organisasi dapat terlaksana dan berhasil. Dengan pernyataan misi, diharapkan seluruh pihak yang berkepentingan dapat mengenal organisasi dan mengetahui peran, program dan hasil yang akan diperoleh dimasa mendatang. Peter M. Senge menjelaskan misi sebagai berikut: “Mission defines a direction, not a destination. It tells the members of an organization why they are working together, how they intend to contribute to the world. Without a sense of mission, there is no foundation for establishing why some
31
intended result are more important than others. Mission instills both the passion and the patience for the long journey.”30 “Misi mendefinisikan arah, bukan tujuan. Misi memberitahu anggota organisasi mengapa mereka bekerja bersama-sama, bagaimana mereka bermaksud untuk berkontribusi kepada dunia. Tanpa misi, tidak ada dasar untuk menetapkan mengapa hasil yang diinginkan lebih penting daripada hasil yang lain. Misi menanamkan semangat dan kesabaran untuk perjalanan panjang.” Berdasarkan pernyataan di atas, misi merupakan otak dari organisasi yang memberikan pemahaman tentang mengapa orangorang perlu bekerja bersama untuk mencapai suatu tujuan bersama. Misi menjadi instrumen yang paling berguna dalam menjelaskan definisi dan komunikasi yang jelas tentang aktivitas yang dilakukan. Motivasi atau misi sosial ini juga menjadi pembeda utama antara kewirausahaan bisnis dengan kewirausahaan sosial. Kewirausahaan bisnis digerakkan oleh dorongan fokus pribadi untuk peningkatan kesejahteraan diri sendiri, dimana kewirausahaan sosial cenderung untuk mulai dari fokus pihak lain atau aspirasi kolektif seperti peningkatan
kesejahteraan
bersama,
berbagi
bersama,
atau
pengembangan masyarakat.31 Ide tentang motivasi sosial bisa datang dari mana saja. Namun, pada umumnya berasal dari pengalaman pribadi. Ketidakpuasan dengan keadaan sekarang membentuk kreativitas kewirausahaan dan mendorong pengusaha sosial mencari pendekatan baru untuk
30
J. Gregory Dees, dkk., Enterprising Nonprofits: A Toolkit For Social Entrepreneurs, h. 19. Hery Wibowo dan Sony Akhmad Nulhaqim, Kewirausahaan Sosial: Merevolusi Pola Pikir Menginisiasi Mitra Pembangunan, h. 29. 31
32
mengatasi masalah yang mereka temui pada keluarga, teman, dan lingkungannya.32 b.
Identifikasi Peluang Salah satu hal yang krusial dalam proses kewirausahaan sosial adalah identifikasi peluang. Penting bagi wirausaha sosial untuk mengenali dan menilai peluang. Pengenalan peluang dalam kewirausahaan sosial adalah tentang menemukan cara-cara baru atau berbeda untuk membuat atau mempertahankan nilai sosial. Seluruh kegiatan kewirausahaan dimulai dengan melihat peluang yang menarik. Peluang yang menarik dan terbaik adalah peluang yang memiliki potensi yang cukup untuk memberikan dampak sosial yang positif sehingga dibutuhkan investasi waktu, energi, dan uang untuk mengejar peluang tersebut secara serius.33 Saat ini banyak masalah sosial yang perlu diperhatikan baik itu yang bersumber dari disfungsi sosial individu, keluarga, atau disfungsi kelembagaan dan organisasi. Kewirausahaan sosial membuat paradigma baru tentang menangani masalah sosial. Kewirausahaan sosial melihat masalah sosial sebagai sebuah peluang yang harus diselesaikan. Kewirausahaan sosial juga melihat masalah sosial sebagai sesuatu yang mampu digerakkan, dioptimalkan dan didayagunakan agar memiliki manfaat sosial yang besar. Tidak
32
Ayse Guclu, dkk., The Process Of Social Entrepreneurship: Creating Opportunities Worthy Of Serious Pursuit, Fuqua School of Business: Center for the Advancement of Social Entrepreneurship, November 2002, Diunduh dari https://centers.fuqua.duke.edu/case/knowledge_items/the-process-of-social-entrepreneurshipcreating-opportunities-worthy-of-serious-pursuit/ pada 19 September 2016, h. 2. 33 Ibid, h.1.
33
hanya selesai sampai penyelesaian masalah sosialnya, namun juga membangun
model
bisnis
untuk
dapat
menunjang
kesinambungannya.34 Masalah sosial bisa diidentifikasi sebagai peluang ketika masalah sosial dianggap sebagai domain yang sah untuk kegiatan kewirausahaan dan mengatasi masalah sosial harus dianggap sebagai manfaat bagi masyarakat. Dengan demikian, pergeseran persepsi diperlukan untuk mengidentifikasi penyakit sosial dan masalah sosial sebagai peluang dan untuk mengakui kewirausahaan sosial sebagai sumber solusi.35 Kemampuan untuk mengidentifikasi peluang tergantung dari mindset dan kepribadian wirausaha sosial. Wirausaha sosial harus mampu mencari peluang-peluang baru dan berusaha memanfaatkan peluang dengan disiplin yang kuat. Mereka harus mengejar peluang terbaik dan menghindari berlelah-lelah mengejar setiap alternatif, Fokus pada eksekusi atau tindakan dan membangkitkan dan mengikat energi setiap orang di wilayahnya.36 c.
Akses Permodalan/Pembiayaan Akses permodalan adalah sebuah masalah klasik bagi kegiatan atau organisasi pelayanan sosial, karena sangat sulit bagi sebuah
34
Hery Wibowo & Sony Akhmad Nulhaqim, Kewirausahaan Sosial: Merevolusi Pola Pikir Menginisiasi Mitra Pembangunan, h. 75. 35 G. T. Lumpkin, dkk., Entrepreneurial processes in social contexts: how are they different, if at all?, Small Business Economics Vol. 40, Issue 3 (April 2013), Diunduh dari https://link.springer.com/article/10.1007/s11187-011-9399-3 pada 28 September 2016, h. 764. 36 Rita Gunther McGrath dan Ian C. MacMillan, The Entrepreneurial Mindset: Strategies for Continuously Creating Opportunity in an Age of Uncertainty, (Boston: Harvard Business Press, 2000) h. 2.
34
aktivitas atau organisasi dapat menjalankan misinya tanpa didukung oleh
kapital
finansial.
membutuhkan
kapital
Sebuah finansial
kewirausahaan untuk
sosial
membiayai
juga
kegiatan
operasional demi tercapainya misi dan tujuan yang telah ditentukan. Akses permodalan kewirausahaan sosial sedikit berbeda dengan kewirausahaan bisnis. Kewirausahaan bisnis memiliki peluang lebih untuk mendapatkan akses pinjaman dari bank atau modal dari swasta sedangkan kewirausahaan sosial sering dipandang kurang menarik dan memiliki kemungkinan lebih kecil untuk mendapatkan akses tersebut.37 Selain itu, kewirausahaan sosial mencari dan mengembangkan akses pembiayaannya sendiri bukan dengan menunggu dana donasi masuk pihak lain seperti pada organisasi sosial non-profit. Ini merupakan salah satu poin pembeda antara kewirausahaan sosial dengan organisasi non-profit. Kewirausahaan sosial menciptakan aktivitas
ekonomi
yang
menghasilkan
keuntungan
sehingga
keuntungan tersebut dapat digunakan untuk kepentingan operasional dan inovasi demi tercapainya tujuan dan kesinambungan aktivitas. d.
Stakeholders Stakeholders adalah individu atau organisasi yang dapat dipengaruhi atau mempengaruhi kemampuan organisasi dalam mencapai
tujuan-tujuannya.
Peran
stakeholders
dalam
kewirausahaan sosial sangat penting karena akuntabilitas organisasi 37
G. T. Lumpkin, dkk., Entrepreneurial processes in social contexts: how are they different, if at all?, h. 765.
35
dipertanggungjawabkan oleh stakeholder bukan oleh shareholder (pemegang saham) seperti pada kewirausahaan bisnis. Dalam menghimpun
stakeholder,
wirausaha
sosial
harus
memiliki
keterampilan sosial. Wirausaha sosial harus mampu meyakinkan stakeholder bahwa barang atau jasa yang dihasilkan dari aktivitas kewirausahaan sosial dibutuhkan oleh yang bersangkutan atau program
yang
ditawarkan
telah
sesuai
dengan
kebutuhan
masyarakat. Terdapat perbedaan antara stakeholders kewirausahaan sosial dan kewirausahaan bisnis. Pada kewirausahaan bisnis, yang dapat dianggap sebagai stakeholders adalah pemasok, pelanggan produk atau jasa yang disediakan, karyawan, investor dan lain-lain. Pada kewirausahaan sosial jumlah stakeholders meliputi seperti pada kewirausahaan bisnis, ditambah beberapa pihak lain. Anggota masyarakat yang terlibat, perangkat desa yang mendukung, kelompok-kelompok yang menjadi sasaran program dalam hal ini juga berpotensi menjadi stakeholders bagi aktivitas kewirausahaan sosial. Artinya, lingkaran stakeholders kewirausahaan sosial, lebih luas dan lebih bervariasi dibandingkan kewirausahaan bisnis.38 Dalam pengembangan kewirausahaan sosial, dibutuhkan pola kerjasama kolaborasi (interdependensi). Kolaborasi tersebut dapat dibangun dalam strategi kolaborasi yang meliputi stakeholders, prasyarat kolaborasi, dan langkah-langkahnya. Prasyarat kolaborasi 38
Hery Wibowo & Sony Akhmad Nulhaqim, Kewirausahaan Sosial: Merevolusi Pola Pikir Menginisiasi Mitra Pembangunan, h. 35.
36
dalam pengembangan kewirausahaan sosial ada dua yaitu adanya kemauan dan manfaat. Kemauan dari stakeholders merupakan prasyarat awal terjadinya kolaborasi. Sementara manfaatnya merupakan manfaat yang bisa diperoleh baik manfaat potensial maupun
aktualnya.
Langkah-langkah
strategi
kolaborasi
stakeholders dalam pengembangan kewirausahaan sosial dapat dikemukakan sebagai berikut: 1) Idenfitikasi stakeholder yang relevan; 2) Identifikasi program-program dan bagian atau unit kerja yang relevan; 3) Analisis seberapa besar keterkaitan dan kepentingan masingmasing stakeholder dengan program yang dikelolanya; 4) Buat rancangan metode paling efektif untuk mempertemukan masing-masing stakeholder; 5) Implementasi metode pertemuan stakeholder; 6) Membangun
kesepakatan
kerjasama
masing-masing
stakeholder; 7) Implementasi kesepakatan model kerjasama masing-masing stakeholder; 8) Monitoring implementasi model kerjasama; 9) Evaluasi model kerjasama.39 Kolaborasi stakeholder dalam pengembangan kewirausahaan sosial menjadi sebuah kebutuhan dalam merespon perkembangan 39
Budhi Wibhawa, dkk., Social Entrepreneurship, Social Enterprise & Corporate Social Responsibility: Pemikiran, Konseptual, dan Praktik, (Bandung: Widya Padjadjaran, 2011) h. 167168.
37
masalah sosial yang semakin kompleks yang tidak bisa diselesaikan dengan bergantung dengan pihak lain (dependent) atau mandiri (independent). 2. Orientasi Kewirausahaan a.
Inovasi Dalam kewirausahaan sosial, inovasi sangat penting dilakukan dalam setiap produk atau jasa yang akan ditawarkan. Inovasi penting dilakukan agar efektif menangani permasalahan sosial
dan
menghasilkan solusi yang inovatif dan berbeda dengan cara-cara lama yang telah terbukti gagal dalam pasar. Inovasi dalam kewirausahaan sosial
adalah kemauan untuk
bekerja secara kreatif untuk memunculkan ide-ide baru, melakukan penelitian
dan
pengembangan
serta
bereksperimen
dalam
memperkenalkan produk, jasa, dan teknologi baru yang berbeda dengan produk atau jasa yang telah terbukti gagal dalam pasar.40 b.
Keproaktifan Dalam kewirausahaan sosial, inisiatif adalah hal yang penting dalam proses kewirausahaan sosial. Wirausaha sosial harus memiliki inisiatif dan sifat proaktif untuk memulai sesuatu yang baru. Mereka tidak seharusnya hanya mengikuti alur berjalannya perusahaan dan menunggu desakkan pasar. Proaktif adalah mencari kesempatan dan melihat ke depan dengan aktif memperkenalkan produk atau jasa
40
G. T. Lumpkin dan Gregory G. Dess, Linking Two Dimensions of Entrepreneurial Orientation To Firm Performance: The Moderating Role of Environment And Industry Life Cycle, Journal of Business Venturing no. 16 (2001), Diunduh dari http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0883902600000483 pada 28 September 2016, h. 431.
38
baru dan bertindak dalam mengantisipasi permintaan di masa mendatang untuk membuat perubahan dan membentuk pasar.41 Wirausaha sosial harus terus aktif dan mendedikasikan dirinya untuk mengeksplor ide dan konsep baru yang tidak biasa. Dengan begitu, usaha kewirausahaan sosial akan terus segar dan semakin menarik banyak orang untuk terlibat atau berinvestasi dalam kegiatan Karena apabila banyak yang berkontribusi dan terlibat dalam kegiatan akan menambah kemampuan organisasi untuk mengantisipasi kebutuhan dan tantangan dimasa depan.42 c.
Pengambilan Risiko Setiap aktivitas kewirausahaan memiliki konsekuensi pada munculnya risiko. Setiap keputusan yang diambil, selalu ada risiko yang harus siap ditanggung. Risiko adalah kemungkinan yang tidak diharapkan. Risiko dapat didefinisikan sebagai dua komponen, yaitu potensi
besar
yang
diharapkan
tidak
terjadi
karena
tidak
memperhitungkan sisi buruk, dan kemungkinan bahwa hasil-hasil yang tidak diinginkan akan benar-benar terjadi.43 Wirausaha sosial harus peduli pada besarnya risiko mereka. Pengambilan risiko berarti kecenderungan untuk mengambil tindakan tegas seperti mencoba pasar baru yang belum diketahui
41
Ibid, h. 431. G. T. Lumpkin, dkk., Entrepreneurial processes in social contexts: how are they different, if at all?, h. 771. 43 J. Gregory Dees, dkk., Enterprising Nonprofits: A Toolkit For Social Entrepreneurs, h. 126. 42
39
sebelumnya dan melakukan sebagian besar sumber daya untuk usaha dengan hasil yang tidak pasti.44 Bagaimanapun,
terlalu
banyak
mengambil
risiko
dapat
membahayakan kelangsungan usaha dan potensi penciptaan nilai sosial yang berkepanjangan sehingga dibutuhkan seseorang yang memiliki kemampuan untuk mengerti mengelola risiko dan kapan mengambil risiko. d.
Agresivitas Kompetitif Persaingan atau kompetisi adalah hal yang sangat wajar dalam dunia kewirausahaan. Walaupun persaingan dapat memperkecil kemungkinan
untuk
berkolaborasi,
namun
persaingan
yang
kompetitif dapat menambah motivasi dan mendorong organisasi untuk terus berinovasi dan berkembang. Agresivitas kompetitif adalah intensitas dari upaya perusahaan untuk mengungguli kompetitor dan ditandai dengan postur offensive atau tanggapan agresif untuk pesaing.45 e.
Otonomi Otonomi dalam kewirausahaan sosial dapat diartikan sebagai tindakan yang independen oleh individu atau tim yang bertujuan untuk menghasilkan konsep atau visi dan membawanya sampai selesai. Artinya bahwa wirausaha sosial bebas untuk bergerak secara
44
G. T. Lumpkin dan Gregory G. Dess, Linking Two Dimensions of Entrepreneurial Orientation To Firm Performance: The Moderating Role of Environment And Industry Life Cycle, h. 431. 45 G. T. Lumpkin, dkk., Entrepreneurial processes in social contexts: how are they different, if at all?, h. 769.
40
independen dalam membuat inovasi dan membuat keputusan lalu memprosesnya kedalam aktivitas.46 Wirausaha sosial harus memiliki kemauan dan kemampuan untuk mengarahkan diri sendiri dalam mengejar kesempatan. Mencari dan mengembangkan solusi yang unik untuk masalah sosial memerlukan otonomi di dalamnya. Meskipun berkolaborasi dengan banyak stakeholder, wirausaha sosial harus tetap bertindak secara independen dan melibatkan seluruh tim dalam pengambilan keputusan dan merealisasikannya. 3. Outcomes a.
Penciptaan Nilai Sosial Salah satu hal yang unik dalam kewirausahaan sosial adalah output-nya yang khas. Salah satu kekhasannya adalah menghasilkan nilai sosial yang merupakan sumber manfaat bagi masyarakat. Kewirausahaan sosial merupakan aktivitas yang tujuan akhirnya adalah penciptaan nilai sosial baru dan mengembangkan nilai sosial dalam masyarakat bukan dengan mencari keuntungan sebanyakbanyaknya seperti pada kewirausahaan bisnis. Cara terbaik mengukur keberhasilan sebuah aktivitas kewirausahaan sosial adalah bukan dengan menguhitung jumlah profit yang dihasilkan, tetapi dimana mereka telah menghasilkan nilai sosial. Penciptaan nilai sosial
merupakan
kewirausahaan sosial.
46
Ibid, h. 769.
indikator
kesuksesan
sebuah
aktivitas
41
b.
Solusi yang Berkelanjutan Solusi yang berkelanjutan merupakan salah satu tantangan terbesar dalam kewirausahaan sosial. Bill Drayton menggambarkan kewirausahaan sosial sebagai berikut: “…sebagai manusia yang tidak hanya puas memberi „ikan‟, atau puas mengajari „cara memancing‟, tetapi orang-orang yang terus berjuang, tanpa mengenal lelah, melakukan perubahan sistemik, tidak sekedar memberi „ikan‟ atau „pancing‟, tetapi mengubah sistem „industri perikanan‟ untuk terciptanya keadilan dan kemakmuran yang lebih luas.”47 Artinya bahwa aktivitas kewirausahaan sosial tidak hanya sekedar memberi bantuan untuk meringakan masalah sosial tetapi memperbaiki menyebabkan meningkatkan
sistem
yang
terjadinya
salah
dalam
masyarakat
masalah
sosial
sehingga
kesejahteraan.
Kewirausahaan
sosial
yang mampu juga
melaksanakan kegiatan ekonomi yang bertujuan untuk menjamin keberlangsungan perusahaan dalam menawarkan solusi. c.
Usaha Pemuasan Stakeholders Stakeholders merupakan bagian penting dalam kewirausahaan sosial. Karena kewirausahaan sosial merupakan organisasi dengan kepemilikan sosial, maka stakeholders dan seluruh pihak yang terlibat bertanggung jawab menjaga akuntabilitas organisasi. Kewirausahaan sosial bergantung pada para stakeholders untuk melegitimasi produk dan jasa yang dihasilkan, menghasilkan dukungan masyarakat, dan menyediakan akses sumber daya yang
47
Hery Wibowo & Sony Akhmad Nulhaqim, Kewirausahaan Sosial: Merevolusi Pola Pikir Menginisiasi Mitra Pembangunan, h. 37.
42
memungkinkan
aktivitas
kewirausahaan
sosial
menghasilkan
cukup
menyulitkan.
perubahan sosial yang positif.48 Memuaskan
banyak
stakeholders
Wirausaha sosial harus memiliki relasi yang kuat dan stabil dengan stakeholder dan harus terus meyakinkan bahwa aktivitas yang dilaksanakan akan berdampak besar bagi masyarakat. Hal ini penting untuk mempertahankan kepercayaan stakeholders untuk terus mendukung berjalannya aktivitas sekaligus mempengaruhi pihak lain untuk ikut terlibat dalam aktivitas. Berdasarkan penjelasan mengenai proses kewirausahaan sosial diatas, berikut ini dibuat sebuah diagram konstruksi proses kewirausahaan sosial dengan model input-throughput-output. Gambar 1 Proses Kewirausahaan Sosial Antecedents Misi Sosial Identifikasi Peluang Akses Permodalan/Pembiayaan Multiple Stakeholders
Orientasi Kewirausahaan
Keinovasian Keproaktifan Pengambilan Risiko Agresivitas Kompetitif Otonomi
Outcomes Penciptaan Nilai Sosial Keberlanjutan Solusi Pemuasan Stakeholders
Sumber: Lumpkin, dkk. 2011.
48
G. T. Lumpkin, dkk., Entrepreneurial processes in social contexts: how are they different, if at all?, h. 768.
BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA A. Profil Perusahaan Waste4Change adalah sebuah perusahaan start-up yang bergerak sebagai sebuah kewirausahaan sosial dan berfokus pada isu-isu persampahan. Waste4Change berdiri pada tahun 2013 atas kolaborasi dari dua organisasi yang telah lama bergelut di bidang pelestarian lingkungan yaitu Greeneration Indonesia dan Ecobali. Greeneration Indonesia sudah aktif sejak tahun 2005 dalam kampanye diet kantong plastik, mempromosikan penggunaan reusable shopping bag dan mendukung penerapan gaya hidup ramah lingkungan. Sedangkan Ecobali sudah aktif sejak tahun 2006 melakukan pengumpulan sampah, pemilahan sampah, kampanye pengomposan, dan pendidikan lingkungan di Bali. Waste4Change merupakan bisnis dengan model Social Business Ventures yaitu usaha for-profit atau usaha untuk menghasilkan keuntungan yang menyediakan
jasa
sosial
dan
lingkungan.
Sementara
menghasilkan
keuntungan, tujuannya utamanya bukan untuk mengembalikan keuntungan kepada pemegang saham melainkan untuk mengembangkan dan menjangkau lebih banyak orang yang membutuhkan. Waste4Change didirikan atas urgensi pengelolaan sampah yang lebih baik di Indonesia untuk mengubah perilaku pengelolaan persampahan dengan memanfaatkan kekuatan kolaborasi dan teknologi menuju Indonesia bebas sampah. Masyarakat Indonesia yang sebagian besar tidak melakukan pemilahan sampah mengakibatkan penumpukkan sampah di Tempat 43
44
Pembungan Sementara (TPS) dan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Selain itu, sistem pengelolaan sampah di Indonesia yang masih menganut sistem kumpul-angkut-buang menyebabkan penumpukkan sampah semakin parah karena tidak adanya pemilahan dan pemanfaatan sampah. Akibatnya, produksi sampah yang tidak dibarengi dengan pemilahan dan pengelolaan yang baik menyebabkan banyak masalah seperti bau busuk hingga menimbulkan korban jiwa. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan pada tahun 2014, presentase pemilahan sampah di Indonesia adalah sebanyak 8,75% sampah dipilah dan dimanfaatkan sebagian, 10,09% sampah dipilah dan dibuang kembali, sedangkan 81,16% sampah tidak dipilah. Data ini menunjukkan bahwa perilaku masyarakat di Indonesia dalam memilah sampah masih sangat minim. Di DKI Jakarta, 88,65% sampah yang diproduksi oleh 10 juta lebih penduduk tidak dipilah dan berakhir di TPST Bantar Gebang.49 Sedangkan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah, pada Pasal 12 menyebutkan bahwa setiap rumah tangga wajib paling sedikit melakukan pemilahan sampah rumah tangga sebelum diangkut ke TPS. Artinya bahwa pemerintah mewajibkan penduduknya untuk melakukan pemilahan sampah paling tidak sampah rumah tangga sebelum diangkut. Tapi pada keyataannya, hanya sedikit yang melakukan pemilahan sampah. Waste4Change ingin mengubah pandangan masyarakat terhadap sampah dan mengubah paradigma sistem pengelolaan sampah yang berkembang di 49
Badan Pusat Statistik, “Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Perlakuan Memilah Sampah Mudah Membusuk dan Tidak Mudah Membusuk, 2013-2014”, diunduh dari https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1360 pada 24 November 2016.
45
Indonesia dengan inovasi program dan pelayanan yang ditawarkan. Dengan inovasinya, masyarakat diajak untuk peduli dengan sampah dengan mengurangi produksi sampah dan memilahnya di rumah agar sampah tidak menumpuk di TPS. Mengusung tagline “Responsible Waste Management”, misi dari Waste4Change adalah membuat masyarakat Indonesia peduli dan bertanggung jawab dalam mengelola sampahnya sendiri. B. Struktur Organisasi Waste4Change memiliki tim yang bekerja secara bersama-sama dan saling mengisi. Berikut susunan tim Waste4Change: Managing Director
: M. Bijaksana Junerosano
Operations (HR-GA-FIN)
: Annisa Paramita
Operations Support
: Chairul Ruskandi
Research and Development
: Meydam Gusnisar
Admin Finance
: Hera Lismayana
Operational Services
: M. Andriansyah
Strategic Services
: Ridho Malik Martin Manorek Risca Ardita
Seluruh tim Waste4Change bekerja secara penuh dan professional. Dalam beberapa proyek, Waste4Change mempekerjakan beberapa staf khusus untuk mendukung proyek tertentu. Waste4Change juga memiliki program magang bagi mahasiswa yang berminat ikut berperan serta dalam kegiatan Waste4Change.
46
C. Program dan Pelayanan Sebagai sebuah kewirausahaan sosial yang memberikan solusi konkrit terkait isu persampahan di Indonesia, Waste4Change memiliki 4 jasa yang ditawarkan sebagai bisnis inti perusahaan yang terbagi menjadi dua bagian kerja yaitu Strategic Services dan Operational Services. Jasa Campaign, dan Consult masuk di bagian Stratgic Services sedangkan jasa Collect dan Create masuk di bagian kerja Operational Services. Berikut penjelasannya: 1. Campaign Campaign adalah jasa yang bertujuan untuk memberikan edukasi dan kampanye mengenai isu persampahan dan pentingnya pengelolaan sampah
langsung
kepada
perusahaan,
sekolah,
komunitas,
dan
masyarakat. Karena Waste4Change tidak ingin hanya sebagai pihak penyelenggara pengelolaan sampah yang baik, tetapi juga ingin membangun kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk mewujudkan pengelolaan sampah yang baik dan bertanggung jawab. Ada 4 jenis jasa kampanye yang ditawarkan oleh Waste4Change yaitu: a.
Event Waste Management Bekerja sama dengan penyelenggara acara untuk melaksanakan kampanye pentingnya pengelolaan sampah kepada pengunjung sekaligus mengelola sampah yang dihasilkan selama acara berlangsung.
47
b.
EDUBIS (Edukasi Bijak Sampah) Program yang didesain untuk mengedukasi karyawan perusahaan, sekolah atau komunitas mengenai pentingnya mengelola sampah dan bertangung jawab terhadap sampah.
c.
AKABIS (Akademi Bijak Sampah) Program edukasi terhadap isu sampah dan pentingnya pengelolaan sampah dengan pendekatan individual dan lebih mendalam.
d.
Cleaning Service Education Program yang didesain untuk memberikan edukasi kepada office boy dan pengelola sampah perkantoran tentang pengaplikasian sistem Waste4Change dalam prosedur pengelolaan sampah sehari-hari. Waste4Change juga memonitor kinerja dan kualitas sampah yang dihasilkan dalam jangka waktu tertentu.
2. Consult Consult adalah jasa konsultasi yang ditawarkan Waste4Change bagi pihak yang berkemauan untuk mengelola sampahnya secara bertanggung jawab serta pihak-pihak yang membutuhkan riset di
bidang
persampahan, dan edukasi tentang sampah. Jenis konsultasi yang ditawarkan adalah sebagai berikut: a.
Fesibility Study Jasa studi dasar persampahan dan penelitian mendalam terhadap sistem pengelolaan sampah di lokasi yang ditentukan. Hasilnya berupa laporan penelitian dan rekomendasi.
48
b.
3R Program Waste4Change mengelola dana CSR dari perusahaan melalui program edukasi dan kampanye 3R ke sekolah dan komunitas yang ditentukan.
3. Collect Collect adalah jasa yang ditawarkan oleh Waste4Change yaitu pelayanan pengangkutan sampah secara profesional dan bertanggung jawab. Sistem yang diterapkan adalah pengangkutan sampah dalam keadaan terpilah di sumber agar para klien bertanggung jawab terhadap sampahnya. Waste4Change juga membuat laporan mengenai total sampah dan jenis sampah yang sudah diangkut yang hasilnya akan dilaporkan secara berkala. Laporan bisa digunakan sebagai tolak ukur perubahan yang terjadi dalam masyarakat sekaligus keberhasilan Waste4Change dalam mencapai tujuan. Ada 3 sasaran dari jasa pengangkutan sampah ini, diantaranya: a.
Commercial Waste Management Jasa pengangkutan sampah di gedung perkantoran yang dihasilkan oleh karyawan. Sampah yang diangkut meliputi sampah organik dan anorganik yang sudah terpilah, pengangkutan sampah yang terjadwal, serta laporan secara berkala.
b.
Residential Waste Management Jasa pengangkutan sampah yang terjadwal di wilayah perumahan secara kolektif. Sampah yang diangkut meliputi sampah organik dan anorganik yang sudah terpilah, mendapatkan fasilitas tas sampah
49
terpilah, pengangkutan sampah yang terjadwal, serta laporan secara berkala. c.
Personal Waste Management Jasa pengangkutan sampah pribadi dan tidak harus kolektif. Sampah yang diangkut hanya sampah anorganik, mendapatkan fasilitas tas sampah terpilah, pengangkutan sampah yang terjadwal, serta laporan secara berkala.
4. Create Create merupakan program pemrosesan sampah untuk bisa dimanfaatkan kembali. Sampah yang didapat dari proses pengangkutan selanjutnya akan dipilah dengan lebih detail berdasarkan kategorinya. Hasil pemilahan sampah yang sudah dikategorikan kemudian diproses di fasilitas masing-masing kategori sampah. a.
Sampah Organik Sampah organik yang dihasilkan dari jasa pengangkutan sampah dikelola menjadi kompos siap jual di fasilitas area komposting. Waste4Change mengunakan 2 metode pengomposan yaitu metode open
windrow
dan
vermicomposting.
Waste4Change
juga
menggunakan kompos untuk kebun sendiri yang diberi nama Farm4Life yang menghasilkan buah dan sayuran dengan kualitas yang baik. b.
Sampah Anorganik Sampah anorganik yang dihasilkan dari jasa pengangkutan sampah dikelola di fasilitas pegelolaan sampah yang disebut Material
50
Recovery Facility atau lebih dikenal sebagai Rumah Pemulihan Materi (RPM). Sampah anorganik yang diangkut akan diolah sesuai jenisnya. Sampah plastik akan dicacah menggunakan mesin pencacah, sampah kertas, logam, dan kaca akan dipisahkan dan diberikan kepada supplier atau industri yang membutuhkan material daur ulang, sedangkan sampah residu atau sampah yang tidak bisa didaur ulang akan dibuang ke TPA. D. Jaringan Kerjasama Perusahaan Sesuai dengan strategi atau tujuan dari Waste4Change yaitu mengubah perilaku
pengelolaan
persampahan
dengan
memanfaatkan
kekuatan
kolaborasi dan teknologi menuju Indonesia bebas sampah, Waste4Change memiliki jaringan kerjasama yang kuat dengan berbagai pihak mulai dari pemerintahan, perusahaan, dan komunitas. Selain kerjasama dengan Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta dan Dinas Kebersihan Kota Bekasi, Waste4Change juga memiliki berbagai klien yang berasal dari berbagai latar belakang tetapi memiliki kepedulian yang tinggi terhadap isu persampahan. Diantaranya adalah: 1. Pertamina 2. VIDA 3. Bank DBS 4. Nutrifood 5. PTT Family 6. Climate Policy Initiative 7. HSBC
51
8. Indonesia Power 9. Farpoint 10. Bank Mandiri 11. Siam Cement Group 12. Siam-Indo Gypsum Industry 13. The Body Shop 14. Super Indo 15. The World Bank 16. Unilever
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA Pada bagian ini, peneliti akan membahas tentang temuan proses kewirausahaan
sosial
dan
analisisnya
pada
Waste4Change.
Dengan
menggabungkan dan mengkaji antara temuan lapangan berupa wawancara, hasil observasi, dan studi dokumentasi lalu menghubungkan teori-teori yang telah dijelaskan pada BAB II. Dari hasil penelitian, peneliti menemukan banyak hal mengenai proses kewirausahaan sosial yang dilaksanakan oleh Waste4Change. Informasi tersebut didapat dari sumber primer yaitu subyek penelitian orang-orang yang peneliti jadikan sebagai informan dan obyek penelitian yaitu proses kewirausahaan sosial yang dilakukan oleh Waste4Change. A. Temuan Proses Kewirausahaan Sosial pada Waste4Change 1. Antecedents Antecedents dalam proses kewirausahaan sosial meliputi misi sosial, identifikasi peluang, akses permodalan dan pembiayaan, dan pihak-pihak yang terkait atau stakeholders. a.
Misi Sosial Waste4Change sebagai kewirausahaan sosial memiliki misi sosial yaitu mengubah perilaku pengolahan persampahan dengan memanfaatkan kekuatan kolaborasi dan teknologi menuju Indonesia bebas sampah. Waste4Change ingin membuat sebuah ekosistem pengelolaan sampah di Indonesia dan mengubah sistem yang berkembang di masyarakat sekarang ke arah yang lebih baik. Dengan melakukan kolaborasi dengan pihak-pihak terkait dan
53
didukung oleh inovasi teknologi diharapkan akan semakin mudah dalam mewujudkan misi tersebut. Hal ini diungkapkan oleh Sano sebagai berikut: “Misinya itu bagaimana Waste4Change mampu berkontribusi dalam membangun ekosistem pengolahan sampah yang bertanggung jawab. Karena kami menilai pengolahan sampah di Indonesia ga bertanggung jawab, semuanya dicampur begitu saja kemudian diangkut dan dibuang ke TPA tidak dikelola dengan baik dan bertanggung jawab. Jadi Waste4Change ingin berkontribusi dengan menawarkan sebuah sistem dalam pengolahan sampah yang bertanggung jawab tadi.”50 Isu sosial yang menjadi dasar ide dari kegiatan kewirausahaan sosial ini adalah isu persampahan. Waste4Change didirikan untuk mengubah paradigma masyarakat terkait dengan pandangan terhadap sampah hingga ke pengelolaannya yang harus bertanggung jawab. Masyarakat saat ini memiliki kepedulian yang sangat rendah pada sampah sehingga tidak mengelolanya dengan benar bahkan masih banyak
ditemui
orang-orang
yang
membuang
sampahnya
sembarangan di tempat umum. Hal ini menyebabkan efek domino yang buruk bagi masyarakat lainnya. Nilai sosial ini yang ingin diubah oleh Waste4Change sesuai dengan arti dari Waste4Change sendiri yaitu sampah untuk perubahan. Hal ini diungkapkan oleh Risca sebagai berikut: “Isu sosialnya sampah. Karena sampah itu menjadi sebuah masalah yang mana masih banyak banget orang yang belum sadar atau tahu ternyata berdampingan dengan masalah. Karena masyarakat tidak tahu bahwa jika tidak dikelola dengan baik adalah sebuah masalah, jadilah masalah yang lebih besar. Nah karena atas dasar itu Waste4Change bergerak sebagai inisiatif untuk pengolahan sampah yang bertanggung jawab. Selain dari 50
Wawancara pribadi dengan M. Bijaksana Junerosano, 6 Februari 2017.
54
segi pengolahannya, juga mendorong masyarakat untuk mulai mengubah perilakunya melakukan pengolahan sampah yang bertanggung jawab.” 51 Selain untuk mengubah pandangan dan perilaku masyarakat tentang sampah dan mengubah perilaku masyarakat dalam mengelola sampah, Waste4Change juga ingin memperbaiki cara dan pola kerja pengangkut sampah di wilayah sekitar, memberdayakan mereka dan meningkatkan kesejahteraannya. Hal ini diungkapkan oleh Meydam sebagai berikut: “Kita juga ingin memanusiakan teman-teman yang sudah melakukan pengambilan sampah. Contohnya kayak petugas sampah eksisting yang pake gerobak yang hanya dibayar 500 ribu perbulan ambil sampah setiap hari dari jam 6 pagi sampai jam 10. Kalo dari sampahnya, karena sampahnya nyampur jadi yang bisa dimanfaatkan oleh mereka juga dikit.”52 Dari pernyataan diatas terlihat bahwa Waste4Change melakukan rekrutmen terhadap petugas sampah yang sebelumnya mengangkut sampah dengan gerobak. Setelah direkrut, mereka diberikan fasilitas, pakaian, dan perlengkapan kerja lengkap dengan memperhatikan kesehatan seperti menggunakan masker, sarung tangan, dan sebagainya. Mereka juga mengangkut sampah dengan mobil sehingga mempercepat mobilitas. 53
51
Wawancara pribadi dengan Risca Ardita, 6 Januari 2017. Wawancara pribadi dengan Meydam Gusnisar, 12 Oktober 2016. 53 Hasil Observasi Peneliti, 6 Juni 2016. 52
55
Gambar 2 Pengangkut sampah atau operator Waste4Change
Sumber: waste4change.com
Ide dari misi sosial yang secara eksplisit dinyatakan oleh Waste4Change ini berasal dari ide pribadi pendiri Waste4Change yaitu M. Bijaksana Junerosano. Seperti yang diungkapkan oleh Sano sebagai berikut: “Prosesnya sih aku lulus SMA bingung mau kemana, terus kemudian aku berdoa masa depanku kemana. Terus abis berdoa aku nonton berita di TV itu tentang isu sampah di Jakarta. Nah terus ada energi yang menarik diriku wah ini harus ada yang berkontribusi nih untuk mencoba menyelesaikannya. Lihat tentang kuliah ada mata kuliah persampahan di Teknik Lingkungan yaudah pilihlah Teknik Lingkungan. Sebelum lulus, setelah coret-coret aku ingin mengembangkan sebuah wadah organisasi untuk berkontribusi terhadap masalah-masalah lingkungan. Aku bentuk lah Greeneration Indonesia. Nah Greeneration Indonesia bergerak di bidang lingkungan. Karena aku sendiri tertarik di bidang persampahan jadi aku mencoba membuat berbagai inisiatif terkait persampahan. Salah satunya adalah Tas Bagoes, tas supaya orang ga pake plastik lagi. Terus bikin gerakan juga Diet Kantong Plastik. Nah setelah berjalan, aku gemes belum betul-betul menyentuh sampahnya gitu masih banyaknya diskusi, edukasi, atau kampanye gitu. Terus bikinlah sebuah unit usaha pengelolaan sampah yang bertanggung jawab. Terbentuklah Waste4Change…”54
54
Wawancara pribadi dengan M. Bijaksana Junerosano, 6 Februari 2017.
56
b.
Identifikasi Peluang Waste4Change didirikan atas ide seseorang yang memiliki pengalaman di dunia persampahan. Ia sebelumnya mendirikan organisasi bernama Greeneration Indonesia, organisasi
yang
bergerak mengkampanyekan isu lingkungan. Dari organisasi itu, terbentuklah sebuah jaringan dengan orang-orang yang juga peduli terhadap isu persampahan. Ia juga sering diundang untuk menjadi narasumber, mengisi training, dan sejenisnya. Dari situlah ia menyadari bahwa banyak orang-orang yang peduli terhadap isu pelestarian
lingkungan
khususnya
masalah
sampah.
Seperti
diungkapkan oleh Meydam sebagai berikut: “Yang pertama itu, karena Sano sudah bergelut di isu persampahan sejak bikin Greeneration Indonesia pada tahun 2005, jadi sudah cukup memetakan permasalahan sampah apa aja, sering jadi narasumber, mengisi training. Dari situ ketika dia mengisi training, peserta trainingnya banyak yang bilang banyak yang udah milah sampah tapi abis itu dicampurin lagi jadi males milah sampah. Dari situ jadi ada peluang kalo bisa ambil sampah secara terpilah bisa jadi satu value yang bisa ditawarkan.”55 Ia menemukan banyak masyarakat yang sudah mau peduli dan memilah sampahnya sendiri tetapi terkendala masalah sistem persampahan yang berkembang di Indonesia. Sistem pengelolaan sampah di Indonesia yang masih sebatas kumpul-angkut-buang menyebabkan mereka yang sudah memilah sampahnya melihat hal yang mereka lakukan sebagai sesuatu yang percuma karena sampah yang sudah dipilah oleh mereka dicampur kembali dengan sampah
55
Wawancara pribadi dengan Meydam Gusnisar, 12 Oktober 2016.
57
yang lain oleh para petugas sampah. Kondisi ini diidentifikasi oleh pendiri
Waste4Change
sebagai
sebuah
peluang
yang
bisa
dimanfaatkan menjadi sebuah bisnis. Seperti yang diungkapan Sano sebagai berikut: “Ya intinya dari masalah yang ada kita mencoba menggali sebetulnya apasih yang bisa kita tawarkan gitu ya. Ternyata masyarakat itu banyak yang sama gemes ya yang udah milah sampah yang udah daur ulang segala macem jadi kita menawarkan jasa tersebut.”56 Selain itu, Waste4Change memanfaatkan peluang lain ketika fenomena green building sedang ramai dibicarakan. Banyak pengelola gedung di Indonesia berusaha mendapat sertifikat green building yang dikeluarkan oleh Green Building Council Indonesia. Salah satu persyaratan untuk mendapatkan sertifikat tersebut adalah dengan melakukan pengelolaan sampah yang bertanggung jawab. Waste4Change memanfaatkan peluang tersebut dengan membuat dan menawarkan jasa Consult yaitu memberikan jasa fesibility study atau studi kelayakan sampah dan jasa konsultasi kepada pengembang maupun pengelola gedung. Jasa ini meliputi sampling sampah dan mengukur perilaku pegawai mengenai sistem pengelolaan sampah sehingga didapatkan keluaran berupa data dan laporan timbulan dan komposisi sampah. Seperti dijelaskan oleh Meydam sebagai berikut: “Untuk fenomena green building, kita juga tawarin fesibility study. Dari situ gedungnya kita sampling, kita kasih data ternyata komposisisnya sampahnya ini banyaknya segini misalnya. Nah data itu bisa mereka gunakan untuk mendapatkan sertifikasi green building oleh Green Bulding Council Indonesia. Dia yang mensertifikasi gedung ini masuknya bronze, 56
Wawancara pribadi dengan M. Bijaksana Junerosano, 6 Februari 2017.
58
silver atau gold. Semakin tinggi tingkatanya itu akan menaikkan rate gedung itu sendiri…”57 Dari beberapa pernyataan diatas dapat digambarkan bahwa Waste4Change memanfaatkan masalah sampah menjadi sebuah peluang untuk diselesaikan melalui bisnis. Sampah merupakan masalah sosial yang dampaknya sangat jelas terlihat dan dirasakan langsung oleh masyarakat. Waste4Change mengidentifikasi dan memanfaatkan masalah sosial tersebut yaitu isu pelestarian lingkungan dan permasalahan sampah menjadi sebuah usaha atau bisnis. Seperti diungkapkan oleh Sano sebagai berikut: “Identifikasinya adalah setiap ada masalah dibelakangnya pasti ada peluang. Tinggal bagaimana model bisnisnya itu dikembangkan…”58 Hal serupa juga diungkapkan oleh Risca sebagai berikut: “Kalo kita, ada masalah nah disitu ada peluang. Nah dari masalah itu yang kita tawarkan ya itu usaha-usaha yang udah kita buat.” 59 Dari masalah persampahan yang dijadikan sebuah usaha atau bisnis oleh Waste4Change, selain membantu pihak terkait dalam menangani masalah sampah dan mengubah nilai sosial yang berkembang di masyarakat menjadi lebih baik juga menghasilkan keuntungan finansial dan membuat lapangan kerja baru. c.
Akses Permodalan dan Pembiayaan Waste4Change memperoleh modal finansial dari investor dan organisasi yang memang memberikan dukungan finansial kepada
57
Wawancara pribadi dengan Meydam Gusnisar, 12 Oktober 2016. Wawancara pribadi dengan M. Bijaksana Junerosano, 6 Februari 2017. 59 Wawancara pribadi dengan Risca Ardita, 6 Januari 2017. 58
59
perusahaan start-up yang memiliki misi dan tujuan untuk mengatasi masalah sosial. Karakter dari investor yang membantu usaha kewirausahaan sosial memang berbeda dengan investor bisnis pada umumnya. Investor seperti ini dikenal juga dengan istilah social impact investor yang mana mereka tidak hanya melihat keuntungan finansial yang dihasilkan dari sebuah bisnis tetapi juga melihat misi sosial dan dampak yang dihasilkan dari bisnis tersebut terhadap penyelesaian masalah sosial di masyarakat. Seperti diungkapkan oleh Sano sebagai berikut: “Ya walaupun kita kewirausahaan sosial, kita tetep punya hitungan entrepreneur-nya, punya hitungan bisnisnya, perencanaan bisnis, punya perencanaan keuangan gitu semua dilengkapi dengan baik. Cuma karakter investornya emang rada beda. Investornya punya ketertarikan terhadap misi sosialnya. Terhadap apa yang sedang kita perjuangkan juga sehingga dia memang tertarik untuk ikut terlibat.”60 Untuk
mendapatkan
investor,
diperlukan
rencana
dan
perhitungan yang matang. Yang paling penting adalah mampu membuktikan bahwa bisnis yang direncanakan bisa berjalan dan memiliki dampak sosial bagi masyarakat. Seperti dijelaskan oleh Meydam sebagai berikut: “...hanya perlu membuat financial plan yang masuk akal dan perlu membuktikan bisnis modelnya itu bisa berjalan, harus benar-benar realistis, ketauan impact-nya seperti apa dan balik modalnya kapan.”61 Waste4Change mengembangkan akses pembiayaannya dengan keuntungan yang diperoleh dari program dan jasa yang ditawarkan
60 61
Wawancara pribadi dengan M. Bijaksana Junerosano, 6 Februari 2017. Wawancara pribadi dengan Meydam Gusnisar, 12 Oktober 2016.
60
seperti jasa konsultasi, tenaga ahli, jasa pengangkutan sampah, dan pengelolaan sampah. Artinya, bahwa Waste4Change sebagai kewirausahaan sosial bisa berjalan mandiri dan tidak bergantung pada bantuan finansial dari investor maupun dari donatur. Hal ini diungkapkan oleh Risca sebagai berikut: “Waste4Change itu kan awalnya gabungan dari Greeneration Indonesia dan EcoBali. Nah mereka itu udah ada investornya yang kemudian bantu Waste4Change. Dan dari individuindividu juga ada. Nah kemudian kita mencari uang sendiri dan membiayai dari bisnis kita.”62 Waste4Change memiliki pendapatan finansial dari para klien yang menggunakan jasa Waste4Change. Dalam satu bulan, Waste4Change
bisa
menghasilkan
pendapatan
tetap
sekitar
Rp.50.000.000 dari jasa pengangkutan sampah dan pengolahan sampah. Ditambah pendapatan tidak tetap dari jasa Consult, Campaign dan proyek-proyek lainnya
yang bisa mencapai
Rp.80.000.000. Pendapatan ini tergantung dari berapa banyak pengguna jasa dan proyek yang dikerjakan. Pada tahun 2016, Waste4Change memperoleh keuntungan sebesar Rp.300.000.000. Pendapatan finansial ini digunakan untuk terus mengembangkan usaha agar terus bergerak dan menjangkau lebih banyak masyarakat. Selain modal finansial, Waste4Change mendapatkan modal dari organisasi yang berkolaborasi mendirikan Waste4Change yaitu Greeneration Indonesia dan EcoBali. Greeneration Indonesia memberikan
62
sumber
daya
manusia
Wawancara pribadi dengan Risca Ardita, 6 Januari 2017.
nya
untuk
membantu
61
mengembangkan usaha kewirausahaan sosial sedangkan EcoBali memberikan pengalaman dan sistem kampanye sampahnya yang telah berhasil dilakukan di Bali. Kolaborasi dari dua organisasi pendiri tersebut memberikan modal yang lebih dari cukup untuk menciptakan dan mengembangkan sebuah inisiatif penyelesaian masalah sosial berbentuk kewirausahaan sosial. Seperti dijelaskan oleh Sano sebagai berikut: “Karena Waste4Change itu dibangun dari Greeneration Indonesia jadi kita udah punya modal. Jadi modalnya ini dari apa yang sudah kita punya. Jadi kita udah punya tim, udah punya kerjaan, udah punya proyek, dari situlah kita mengembangkan bisnisnya Waste4Change. Terus ditambah dengan pengalamannya EcoBali jadilah kita lebih berkembang. Kemudian kita juga mencari investor dan kita dapat investor yang percaya terhadap model bisnis kita, percaya terhadap apa yang sedang kita tawarkan. Jadi kita modal untuk mengembangkan bisnisnya adalah setelah menggabungkan dua kekuatan Greeneration Indonesia dan EcoBali kita didukung oleh investor.”63 d.
Stakeholders Secara umum pihak yang memiliki hubungan dan kepentingan dengan Waste4Change adalah pemerintah, investor, organisasi yang bergerak di isu lingkungan, rekan kolaborasi, hingga para klien yang menggunakan jasa Waste4Change. Semua memiliki kekuatan, ciri khas dan peran masing-masing dalam keterlibatannya. Pemerintah adalah pihak yang membuat peraturan terkait pengelolaan sampah dan memiliki tanggung jawab atas terhadap permasalahan sampah. Waste4Change bekerja sama menjadi partner pemerintah dalam mengatasi permasalahan sampah dan membangun ekosistem
63
Wawancara pribadi dengan M. Bijaksana Junerosano, 6 Februari 2017.
62
pengelolaan sampah yang bertanggung jawab. Usaha yang dilakukan seperti saling mendukung dalam usaha mengatasi permasalahan sampah, terus mengkampanyekan peraturan pemerintah tentang pengelolaan sampah dan mengajak turun langsung ke masyarakat untuk mengkampanyekan pentingnya mengelola sampah langsung dari sumber. Hal ini diungkapkan oleh Risca sebagai berikut: “Kalo pemerintah itu kan bikin peraturan tuh tentang sampah kan ada tuh peraturannya yang mana masyarakat itu harus mengurangi sampahnya dari sumber. Nah kita mencantumkan itu buat turun ke masyarakat. Kadang kita menghadirkan pemerintah misalnya UPTD tuh yang berkepentingan itu untuk turut hadir untuk membantu mendorong masyarakat.”64 Lalu
ada
investor
sebagai
pendukung
modal
finansial
perusahaan. Investor Waste4Change berbeda dengan investor konvensional
biasanya,
mereka
adalah
investor
yang
menginvestasikan dananya pada usaha atau bisnis yang memiliki dampak sosial positif atau lebih dikenal dengan social impact investor. Investor percaya bahwa Waste4Change adalah bisnis yang sustainable karena tidak hanya memiliki dampak sosial tetapi juga memperhatikan aspek bisnisnya. Waste4Change juga menjalin hubungan dengan organisasi, perusahaan, dan komunitas yang peduli dan memiliki kepentingan khususnya di bidang persampahan dan umumnya isu permasalahan lingkungan seperti Green Building Council Indonesia, Vida Bekasi, Bank DBS, dan yang lainnya. Tujuannya adalah untuk membangun kesadaran dan meningkatkan awareness secara lebih luas pada 64
Wawancara pribadi dengan Risca Ardita, 6 Januari 2017.
63
masyarakat. intinya adalah mempromosikan pengelolaan sampah yang bertanggung jawab. Selain itu Waste4Change juga sering mengerjakan project bersama terkait isu persampahan. “Terus stakeholders kita juga adalah teman-teman pelaku pengelola persampahan contohnya lapak-lapak, bandar sampah, pendaur ulang, pengangkut sampah, itu semua menjadi stakeholders kita karena kita prinsipnya adalah kemitraan atau partnership bagaimana kita bisa bekerja sama dengan mereka membangun sebuah sistem dan ekosistem yang bisa menyelesaikan permasalahan sampah tadi.”65 Selain itu, Waste4Change juga bekerja sama dan bermitra dengan usaha-usaha yang juga melakukan pengelolaan sampah seperti bandar sampah, pengangkut sampah, pendaur ulang, dan lainnya. Mereka adalah pihak-pihak yang memiliki power atau kekuatan dan Waste4Change memanfaatkan kemitraan tersebut untuk membuat siklus pengelolaan sampah yang lebih baik di masyarakat. Seperti Waste4Change menyalurkan sampah terpilahnya ke pendaur ulang agar bisa diolah dan dimanfaatkan kembali. Kolaborasi stakeholder dalam pengembangan kewirausahaan sosial menjadi sebuah kebutuhan dalam merespon perkembangan masalah sosial yang semakin kompleks yang tidak bisa diselesaikan dengan bergantung
dengan
pihak
lain
(dependent)
atau
mandiri
(independent). Seperti diungkapkan oleh Sano sebagai berikut: Stakeholders
lainnya
adalah
klien
atau
mereka
yang
menggunakan jasa Waste4Change. Mereka adalah orang-orang yang merasakan dampak negatif dari sampah dan mereka menggunakan
65
Wawancara pribadi dengan M. Bijaksana Junerosano, 6 Februari 2017.
64
jasa Waste4Change untuk berubah dan mengubah lingkungan mereka menjadi lebih baik. Orang-orang ini adalah alasan adanya Waste4Change dan mereka memiliki peran untuk mengembangkan Waste4Change sebagai kewirausahaan sosial dan tercapainya tujuan dan misi yang diusungnya. Seperti diungkapkan oleh Risca sebagai berikut: “Terus kalo perusahaan dan masyarakat itu ya berperan sebagai pengguna jasa kita dan mendorong masyarakat lain untuk mau memilah sampahnya.”66 2. Orientasi Kewirausahaan Orientasi kewirausahaan merupakan strategi yang digunakan untuk mengembangkan perusahaan dan mewujudkan tujuan yang meliputi inovasi, keproaktifan, pengambilan risiko, agresivitas kompetitif, dan otonomi. a.
Inovasi Bagi Waste4Change, inovasi adalah sesuatu yang penting dan sebuah keharusan untuk dilaksanakan. Karena melihat sistem pengelolaan persampahan di Indonesia yang justru menambah masalah lingkungan baru, harus ada sistem pengelolaan sampah baru yang diterapkan agar pengelolaan sampah mendatangkan manfaat dan bukan menyebabkan kerugian bagi masyarakat. Seperti dijelaskan oleh Sano sebagai berikut: “Tentu saja. Inovasi ini kan membangun sebuah model atau inisiatif atau hal-hal baru yang mampu menawarkan sistem yang lebih baik, lebih efektif, lebih efisien. Tentunya kemampuan dalam melakukan inovasi ini menjadi sangat penting. Kenapa?
66
Wawancara pribadi dengan Risca Ardita, 6 Januari 2017.
65
Karena ini kan ada masalah nih, nah gimana kita menyelesaikan dengan cara yang cepat, ekonomis, dan juga membuat semua pihak itu senang itu butuh kecerdasan dalam menganalisa dan kemudian memberikan solusi-solusi yang inovatif tadi. Artinya, inovasi menjadi sangat penting.”67 Waste4Change membuat inovasi dalam pengelolaan sampah melalui solusi sistem pengolahan sampah end-to-end. Solusi end-toend yang ditawarkan oleh Waste4Change terlihat jelas dari seluruh program atau jasa yang ditawarkan Waste4Change yaitu kampanye masalah sampah, edukasi sampah, pengangkutan sampah yang terpilah hingga pada pengelolaan sampah. Seluruh program dan jasa tersebut saling berkaitan. Seperti yang diungkapkan Meydam sebagai berikut: “Karena kita ingin memberikan solusi secara end-to-end dari sumbernya itu sendiri yaitu orangnya dan endingnya yaitu sampahnya mau diapakan, bisa diproses selama masih bisa di proses kita akan proses, lalu residu yang ga bisa diapa-apain baru ke TPA.”68 Sistem end-to-end ini bertujuan untuk mengurangi sampah langsung dari sumbernya dan memaksimalkan pengolahan sampah agar sampah yang terbuang adalah sampah yang benar-benar tidak bisa diolah dan digunakan lagi. Reduksi dari sumber merupakan paradigma yang dibangun oleh Waste4Change yaitu dengan mengedukasi
masyarakat
tentang permasalahan sampah dan
mengkampanyekan pentingnya pengolahan sampah. Masyarakat yang menggunakan jasa Waste4Change diberikan edukasi mengenai dunia persampahan mulai dari jenis dan kelompok sampah hingga 67 68
Wawancara pribadi dengan M. Bijaksana Junerosano, 6 Februari 2017. Wawancara pribadi dengan Meydam Gusnisar, 12 Oktober 2016.
66
cara pemilahan sampah karena jasa pengangkutan sampah yang ditawarkan
oleh
Waste4Change
mewajibkan
klien
memilah
sampahnya sendiri. Waste4Change sangat serius dalam usaha mengurangi jumlah sampah. Adanya fasilitas Rumah Pemulihan Materi menunjukkan keseriusan Waste4Change dalam usaha mengurangi sampah yang masuk ke TPA. Fasilitas ini digunakan untuk memilah dan mengolah sampah anorganik hasil jasa pengangkutan sampah dari klien-klien Waste4Change. Di dalam fasilitas tersebut terdapat mesin pencacah plastik yang mampu memroses gelas, botol, atau barang lain berbahan dasar plastik menjadi biji plastik yang dapat dimanfaatkan kembali seperti untuk bahan daur ulang, dan lainnya.69 Gambar 3 Area pencacahan plastik di Rumah Pemulihan Materi
Sumber: Dokumen Pribadi.
Ada pula fasilitas area komposting yang digunakan untuk mengolah sampah organik menjadi pupuk kompos. Terdapat dua 69
Hasil Observasi Peneliti, 6 Juni 2016.
67
area komposting dengan metode yang berbeda yaitu area open windrow dan area vermicomposting. Keduanya menghasilkan kompos dengan kualitas baik dan bernilai jual tinggi. Kompos yang dihasilkan dari pengolahan sampah organik ini kemudian sebagian dijual, sedangkan sebagian lagi digunakan untuk bercocok tanam di kebun yang berada tidak jauh dari area komposting.70 Gambar 4 Area Komposting Waste4Change
Sumber: Dokumen Pribadi.
Inovasi lain yang dilakukan Waste4Change adalah dengan memproduksi kantong atau wadah sampah dengan warna berbeda yang bertujuan untuk mengkategorikan sampah sesuai dengan jenisnya. Hal ini bertujuan untuk memudahkan klien dalam memilah sampah sekaligus memudahkan petugas pengangkut sampah dalam melaksanakan tugasnya karena walaupun diangkut dengan satu mobil tetapi karena kondisi sampahnya sudah terpilah menggunakan
70
Hasil Observasi Peneliti, 8 Juni 2016.
68
kantong sampah maka tidak akan tercampur dengan sampah lainnya. Seperti diungkapkan oleh Sano sebagai berikut: “Nah kalo inovasi yang lainnya ya beragam mulai dari teknik mengangkut sampah itu kita membangun sebuah sistem supaya sampah itu tetep terpilah dan tidak tercampur lagi tapi sederhana, murah, dan tetep inovatif sesuai dengan tujuannya. Kita pake karung berwarna nah warna itu inovasi bagi kita. Karena orang itu didoktrin oleh warna oleh kebiasaan. Jadi kita menggunakan simbol-simbol dan warna-warna ini sebagai bagian yang terus kita perkenalkan.”71 Gambar 5 Kantong sampah Waste4Change
Sumber: Dokumen Pribadi.
Selain
inovasi
tentang
sistem
pengolahan
sampah,
Waste4Change juga membuat inovasi dalam program-program dan jasa-jasanya seperti Edukasi Bijak Sampah dan Akademi Bijak Sampah. Program-program ini merupakan inovasi yang ditujukan kepada karyawan perusahaan atau pihak lainnya. Program ini juga diharapkan bisa membentuk budaya baru bagi perusahaanperusahaan yang ingin melaksanakan kegiatan luar kantor tetapi
71
Wawancara pribadi dengan M. Bijaksana Junerosano, 6 Februari 2017.
69
tetap bermanfaat bagi karyawannya. Seperti diungkapkan oleh Risca sebagai berikut: “...Nah semenjak 2015 kita ada program AKABIS (Akademi Bijak Sampah) itu pelatihan pemilahan sampah gitu ke orangorang yang pengen belajar milah sampah. Sejauh ini yang udah jadi peserta itu misalnya perusahaan yang punya acara outing gitu nah mereka acara outing-nya itu belajar milah sampah gitu sih.”72 Inovasi yang dilakukan Waste4Change memiliki pengaruh besar pada perkembangan bisnisnya seperti pada terus meningkatnya permintaan pengangkutan sampah baik untuk wilayah residensial maupun perkantoran, hingga banyaknya investor yang menawarkan bantuan dana. Mereka melihat dan percaya bahwa Waste4Change selain bisa memberikan dampak yang baik bagi masyarakat juga bisa menghasilkan keuntungan dari usahanya mengatasi masalah sosial. Seperti diungkapkan oleh Risca sebagai berikut: “Terkait inovasi sistemnya Waste4Change itu sudah mulai banyak sih yang melirik gitu karena melihatnya sampah itu sebuah masalah dan kita pada saat kampanye itu Waste4Change punya solusinya seperti apa.”73 b.
Keproaktifan Waste4Change mengembangkan bisnisnya dengan terus melihat peluang dan permintaan pasar untuk mengantisipasi permintaan di masa mendatang. Waste4Change selalu menganalisa kondisi politik, ekonomi, dan perubahan sosial dalam masyarakat agar tujuan dan nilai sosial yang ingin diciptakan di masyarakat bisa tercapai. Seperti yang disampaikan oleh Sano sebagai berikut:
72 73
Wawancara pribadi dengan Risca Ardita, 6 Januari 2017. Wawancara pribadi dengan Risca Ardita, 6 Januari 2017.
70
“Kita harus mampu menganalisa kondisi politik, kondisi ekonomi global, kondisi regulasi, dan segala macem, dan perubahan sosial di masyarakat. Jadi kami memang menganalisa bahwasanya apa yang ditawarkan Waste4Change ini memang apa yang dibutuhkan di masa depan, ini lah yang benar dan ini lah yang akan dibutuhkan di masa depan.”74 Waste4Change mengembangkan program dan jasanya dengan melihat kondisi perubahan sosial masyarakat dan permintaan pasar. Salah satu jasa baru yang ditawarkan oleh Waste4Change yaitu pengangkutan
sampah
secara
personal.
Jika
sebelumnya
pengangkutan sampah dibatasi hanya di perumahan dan kolektif, Waste4Change menawarkan jasa baru pengangkutan sampah tidak harus kolektif tetapi sampah personal. Jasa yang ditawarkan sama dengan pengangkutan sampah kolektif seperti pengangkutan sampah yang terjadawal, terpilah, dan bertanggung jawab. Sejauh ini wilayah pengangkutannya baru sebatas wilayah Jakarta Selatan dan Bekasi, lalu sampah yang bisa diambil hanya sampah anorganik. Seperti diungkapkan oleh Risca sebagai berikut: “Iya jasa pengangkutan sampah kita kan udah berlangsung di perumahan gitu nah kita baru aja launching jasa pengangkutan sampah buat per orang jadi ga harus kolektif gitu.”75 Pengembangan jasa pengangkutan sampah ini muncul untuk merespon permintaan pasar terkait pengangkutan sampah terpilah dan bertanggung jawab. Diharapkan dengan adanya pelayanan baru tersebut
menghasilkan
banyak
manfaat
seperti
terpenuhinya
permintaan pasar dan individu yang menjadi klien ini bisa mengajak
74 75
Wawancara pribadi dengan M. Bijaksana Junerosano, 6 Februari 2017. Wawancara pribadi dengan Risca Ardita, 6 Januari 2017.
71
teman atau tetangganya untuk menggunakan jasa pengangkutan dan pengelolaan sampah yang sama. Waste4Change juga memanfaatkan teknologi sebagai upaya kampanye dan terus mempromosikan pengelolaan sampah yang bertanggung jawab. Pengembangan teknologi menjadi sangat penting dilakukan agar efisien dalam mempromosikan jasa dan program yang dimiliki. Media sosial berperan penting dalam hal kampanye dan promosi karena media sosial dapat diakses oleh siapa saja dan mudah dalam menyebarkan informasi berkaitan dengan promosi dan kampanye. Seperti diungkapkan oleh Sano sebagai berikut: “Dan kita juga memanfaatkan teknologi masa kini ya kalo pengangkut sampah yang lain ga ada tuh pake Instagram, pake Twitter, kita menggunakan itu untuk mengkomunikasikan dan untuk mempromosikan.”76 c.
Pengambilan Risiko Dalam menjalankan aktivitas kewirausahaan sosial, tentu terdapat risiko atau hambatan yang dihadapi. Hambatan yang dihadapi oleh Waste4Change adalah pola pikir masyarakat mengenai sampah dan belum adanya kesadaran dari masyarakat untuk memilah sampah. Masih banyak masyarakat yang belum sadar akan pentingnya mengurangi dan memilah sampah dan mereka belum merasa bahwa mengurangi dan memilah sampah merupakan sesuatu yang penting dilakukan untuk saat ini. Selain itu masih banyak yang tidak peduli sampah yang mereka berikan ke pengangkut sampah
76
Wawancara pribadi dengan M. Bijaksana Junerosano, 6 Februari 2017.
72
eksisting berakhir dimana, menjadi apa, dan sebagainya. Masyarakat tidak mau repot seperti bayar lebih mahal lalu memilah sampah dan lebih memilih untuk membayar murah dan tidak peduli dengan sampahnya. Kondisi ini menyebabkan pasar Waste4Change untuk menawarkan jasa menjadi terbatas sehingga target market untuk saat ini adalah orang-orang yang sudah sadar dan mau melakukan pemilahan sampah. Seperti yang diungkapkan oleh Sano sebagai berikut: “Kalo yang sekarang ini sebenernya orang masih menilai mengelola sampah itu murah sedangkan untuk menjadi bertanggung jawab itu membutuhkan biaya. Jadi risikonya kita menawarkan jasa Waste4Change orang itu merasa kemahalan. Nah itu resiko tuh.”77 Dengan kondisi masyarakat yang masih belum sadar akan pentingnya memilah sampah, program pengangkutan sampah yang ditawarkan oleh Waste4Change berisiko untuk tidak berjalan maksimal karena Waste4Change menginginkan partisipasi penuh dari warga untuk mau memilah sampahnya sendiri. Usaha yang dilakukan Waste4Change untuk mengatasi hambatan ini adalah dengan menambah sumber daya manusia sebagai edukator untuk memberikan edukasi secara berkala mengenai pentingnya memilah sampah agar kesadaran warga untuk memilah sampah meningkat sehingga sampah yang dihasilkan oleh warga bisa diolah semaksimal mungkin. Selain itu, proses pengolahan sampah juga ikut terganggu karena sampah yang dihasilkan warga masih banyak dan bercampur.
77
Wawancara pribadi dengan M. Bijaksana Junerosano, 6 Februari 2017.
73
Akibatnya sampah yang bisa diolah sangat sedikit dan tidak maksimal karena sulitnya memilah sampah yang sudah tercampur dengan sampah residu. Seperti diungkapkan oleh Meydam sebagai berikut: “Kita nambah SDM sebagai edukatornya yang masuk ke acara arisan, pengajian, gitu-gitu. Risikonya itu kan belum tentu semuanya bisa berubah kan. Kalo mereka ga berubah juga kan otomatis berimpact ke sampahnya banyak residunya juga karena sampahnya nyampur akibatnya ga banyak yang bisa dikelola.”78 Risiko yang diambil oleh Waste4Change berpengaruh pada bertambahnya biaya operasional baik untuk menambah sumber daya manusia maupun untuk biaya membuang residu ke TPA. Namun Waste4Change tidak menyerah dan mengambil risiko tersebut selama risiko tersebut masih bisa ditangani dan berpengaruh pada perkembangan kewirausahaan sosial. Dengan menggunakan model analisa PEST, Waste4Change menganalisa hambatan yang dihadapi mulai dari aspek politik, ekonomi, sosial, dan teknologinya sehingga bisa mengelola risiko dengan baik. Hal ini diungkapkan oleh Sano sebagai berikut: “Jadi kita perlu membuat perencanaan yang baik bagaimana, apa yang akan terjadi, dan asumsi-asumsinya. Jadi keputusan bisa diambil berdasarkan sebuah data yang lebih akurat. Walaupun itu tetep punya risiko tapi risiko itu diminimalisir karena kita telah menganalisanya dengan yang tadi jadi kita punya istilahnya PEST ya (Political, Economic, Social, and Technological) jadi kita menganalisasi secara politik, secara ekonomi, secara sosial, secara teknologi apa yang terjadi. Kita menganalisa SWOT kita juga. Nah hal-hal seperti itu bisa mengelola risiko.”79 78 79
Wawancara pribadi dengan Meydam Gusnisar, 12 Oktober 2016. Wawancara pribadi dengan M. Bijaksana Junerosano, 6 Februari 2017.
74
d.
Agresivitas Kompetitif Waste4Change memiliki banyak kompetitor yang bersaing menawarkan jasa pengangkutan sampah baik Dinas Kebersihan setempat,
perusahaan
swasta,
lapak-lapak
atau
usaha-usaha
pengangkut sampah dan pengepul sampah individu. Mereka menawarkan harga yang bervariasi dan cenderung relatif murah karena mereka tidak melakukan pengolahan sampah lebih lanjut dalam usahanya. Kebanyakan dari mereka menggunakan metode pengangkutan sampah pada umumnya yaitu metode kumpul-angkutbuang. Selain itu, usaha tersebut tidak termasuk dalam usaha kewirausahaan sosial karena mereka tidak memiliki tujuan sosial dan berorientasi hanya pada mendapatkan keuntungan. Berbeda dengan Waste4Change yang melakukan pengolahan sampah dari hulu dengan
berorientasi
pada
penciptaan
nilai
sosial.
Seperti
diungkapkan oleh Risca sebagai berikut: “Kalo pengangkutan sampah sih kompetitornya lebih ke vendor yang angkut tapi ga dipilah. Ya itu sih tantangannya itu kita bersaing sama yang angkut sampah ga dipilah, karena masyarakat mindset-nya masih gitu jadi itu tantangannya.”80 Banyaknya kompetitor dan masyarakat yang belum mau berubah berpengaruh pada terbatasnya pasar yang bisa dimanfaatkan karena pola pikir masyarakat yang belum melihat pemilahan sampah sebagai sesuatu yang harus dilakukan untuk saat ini. Selain itu masyarakat banyak yang lebih memilih untuk membayar murah dan
80
Wawancara pribadi dengan Risca Ardita, 6 Januari 2017.
75
tidak perlu repot untuk memilah sampah. Seperti yang diungkapkan Meydam sebagai berikut: “Pengaruhnya cukup signifikan sih karena mereka ngasih harganya murah. Karena mereka ga memprosesnya lebih lanjut juga. Mereka hanya ambil langsung dibuang. Sedangkan jasa kita itu karena ada jasa proses pengolahan selanjutnya jadi agak lebih mahal. Dan banyak yang belum siap untuk bayar mahal cuma hanya masalah sampah.”81 Dalam upaya mengungguli kompetitor, Waste4Change tidak memiliki strategi khusus dan lebih menganggap sistem pengelolaan sampah sebagai kompetitor sebenarnya. Waste4Change justru bersikap friendly dan terbuka untuk mengajak pengelola sampah lainnya untuk menerapkan sistem Waste4Change yang lebih bertanggung jawab dalam mengelola sampah. Seperti diungkapkan oleh Sano sebagai berikut: “…jadi kompetitor kita itu justru adalah sistem yang saat ini sudah berjalan dan itu sangat price sensitive artinya orang biasanya cenderung pilih murah. Nah ini menjadi kompetitor sebenernya. Di satu sisi kita mengedukasi bahwasanya apakah sampah yang dikelola oleh pihak yang sekarang dengan harga yang murah itu bertanggung jawab atau tidak. Ini tantangan. Realitanya itu menjadi masalah karena cuma diangkut, dibuang ke TPA atau kalo pengelolanya bandel itu dibuang sembarangan, dibakar, atau dibuang ke sungai. Gak tau loh si orang yang bayar ini sampahnya ujungnya kemana...”82 “Merangkul sistem. Menjadikan mereka menjadi bagian dari partner, menjadikan mereka menjadi bagian dari sistem. Jadi sistem Waste4Change ini memang sistem yang harus diakui menjadi sistem atau standar yang lebih bagus.”83
81
Wawancara pribadi dengan Meydam Gusnisar, 12 Oktober 2016. Wawancara pribadi dengan M. Bijaksana Junerosano, 6 Februari 2017. 83 Wawancara pribadi dengan M. Bijaksana Junerosano, 6 Februari 2017. 82
76
e.
Otonomi Waste4Change menjalankan aktivitasnya secara independen. Artinya bahwa stakeholders seperti investor, lembaga pemerintahan, dan sebagainya tidak mempengaruhi jalannya misi maupun tujuan yang diusung Waste4Change. Misi dan tujuan Waste4Change berjalan sesuai dengan arah yang ditentukan oleh seluruh anggota dan tidak terpengaruh oleh niat dan kemauan stakeholders lainnya. Waste4Change didirikan sebagai Perseroan Terbatas (PT) agar bisa mendapat legalitas untuk menjalankan usahanya. Walaupun di dalam perusahaan terdapat investor dan pemegang saham, namun mereka memiliki hak yang terbatas dalam pengambilan keputusan. Waste4Change menerapkan sistem musyawarah dalam setiap pengambilan keputusan. Artinya bahwa seluruh anggota memiliki kesempatan dan memiliki hak suara untuk berpendapat yang bisa mempengaruhi keputusan. Seperti yang diungkapkan oleh Meydam dan Risca sebagai berikut: “Kalo keputusan sih ada di pemimpinnya si Sano sih sebagai Managing Director untuk hal-hal yang strategisnya. Dan mostly sih sebenernya kita musyawarah.”84 “Tergantung keputusan kaya tadi gitu petugas lapangan, kita karyawan, pimpinan juga pasti terlibat.”85
84 85
Wawancara pribadi dengan Meydam Gusnisar, 12 Oktober 2016. Wawancara pribadi dengan Risca Ardita, 6 Januari 2017.
77
3. Outcomes Outcomes atau keluaran dari kewirausahaan sosial terdiri dari penciptaan nilai sosial, solusi yang berkelanjutan atau kesinambungan solusi, dan usaha pemuasan stakeholders. a.
Penciptaan Nilai Sosial Waste4Change ingin menciptakan nilai sosial di masyarakat tentang kesadaran masyarakat akan masalah lingkungan yang ditimbulkan oleh sampah. Program dan jasa Waste4Change didesain dengan tujuan untuk mengubah pandangan dan perilaku masyarakat terhadap sampah hingga pada mengurangi sampah masuk ke TPA. Karena masyarakatlah yang menghasilkan sampah dan yang bertugas merawat dan melestarikan lingkungan. Seperti diungkapkan oleh Meydam sebagai berikut: “Yang ingin kita ciptakan itu orang-orang lebih aware dengan isu sampah ini sih agar mereka mau memilah sampah, teredukasi sama masalah sampah. Karena kalo pengangkutan sampah yang biasa kan ga peduli orangnya berubah apa engga yang penting dapat duit dari ambil sampahnya yaudah selesai. Sedangkan kita ga mau seperti itu. Kita juga ingin buat ngajarin orang-orang itu tentang pentingnya masalah sampah.”86 Hal tersebut juga diungkapkan oleh Sano sebagai berikut: “Jadi nilai sosial yang paling kita sasar adalah sampah itu dikelola secara bertanggung jawab, selesai, dan tidak menimbulkan masalah terhadap isu lingkungan.”87 Menilai keberhasilan sebuah usaha kewirausahaan sosial adalah dengan melihat sejauh mana mereka menciptakan nilai sosial. Dari arah perubahan masyarakat dan kondisi di lapangan dapat dilihat
86 87
Wawancara pribadi dengan Meydam Gusnisar, 12 Oktober 2016. Wawancara pribadi dengan M. Bijaksana Junerosano, 6 Februari 2017.
78
berhasil atau tidaknya sebuah usaha kewirausahaan sosial. Dalam waktu dua tahun lebih menjalankan program pengangkutan sampah di Perumahan Vida, terdapat perubahan yang cukup signifikan dari warga baik dari perubahan sikap dan pandangan mengenai sampah maupun dari sampah yang dihasilkan oleh warga. Waste4Change secara konsisten membuat laporan mengenai data sampah yang dihasilkan oleh warga dan perubahan yang terjadi. Data tersebut dapat digunakan sebagai indikator keberhasilan sekaligus bahan analisa untuk terus mengembangkan perusahaan. Perubahan tersebut dirasakan sendiri oleh Ibu Nia sebagai salah satu warga Perumahan Vida yang sudah satu tahun lebih menjadi klien Waste4Change. “Kalo dulu sebelum bergabung mungkin kita masih cuek lah sama sampah peduli amat gitu, ya kalo sekarang udah peduli. Kalo kemarin sampah masih digabung kalo sekarang karena udah ada edukasinya ya jadi bisa lah memilah-milah jadi bersih juga sih.”88 Usaha yang dilakukan agar nilai sosial bisa tercipta di masyarakat adalah dengan tidak menyerah dengan kondisi yang ada. Waste4Change
terus
mengkampanyekan
pentingnya
memilah
sampah dan kondisi persampahan di Indonesia saat ini. Melalui media sosial, Waste4Change secara rutin memperlihatkan kondisi dan data persampahan pada setiap updatenya. Dengan kliennya di Vida Bekasi, Waste4Change rutin mengadakan pertemuan mengikuti jadwal pertemuan warga seperti arisan, pengajian, dan sebagainya sehingga semakin banyak warga yang sadar dan teredukasi tentang
88
Wawancara pribadi dengan Ibu Nia, 14 November 2016.
79
kondisi persampahan dan pentingnya memilah sampah. Seperti diungkapkan Risca sebagai berikut: “Kita bawa nilai-nilai lingkungan aja sih misalnya sampah itu kalo ga dikelola bisa mencemari, terus sampah itu bisa menghasilkan penyakit, lebih ke dampak-dampak yang akan dihasilkan. Kita pengen buka pikiran masyarakat juga dengan fakta-fakta yang ada di lapangan gitu.”89 b.
Solusi yang Berkelanjutan Tujuan akhir dari Waste4Change adalah untuk mengurangi sampah yang masuk ke TPA. Masyarakat harus merubah pandangannya terhadap sampah dan merubah kebiasaannya terhadap sampah karena semakin banyak sampah yang diolah dan dimanfaatkan kembali maka semakin sedikit sampah yang dibuang ke TPA. Lebih jauh lagi, Waste4Change ingin merubah sistem yang berlaku di masyarakat dan menerapkan prinsip zero waste. Prinsip zero waste berarti memaksimalkan pengelolaan sampah dengan menerapkan sebuah siklus lingkaran daur ulang sehingga sampah yang masuk ke TPA adalah sampah yang benar-benar tidak bisa dimanfaatkan kembali. Hal ini dijelaskan oleh Sano sebagai berikut: “Ekosistem persampahan Indonesia itu bertanggung jawab atau sesuai dengan prinsip zero waste. Nah itu cita-cita nya Waste4Change tuh membangun ekosistem itu. Jadi bagaimana masyarakat itu paham bahwa mengelola sampah itu dari rumah harus dipilah, diangkutnya juga tetep terpilah, terus kemudian dikelola dengan baik seoptimal mungkin menjadi sebuah siklus daur ulang, yang ga bisa diapa-apain baru dibuang ke TPA. Nah itu prinsip bebas sampah. Nah itu jadi cita-cita atau tujuan akhir Waste4Change.”90
89 90
Wawancara pribadi dengan Risca Ardita, 6 Januari 2017. Wawancara pribadi dengan M. Bijaksana Junerosano, 6 Februari 2017.
80
Seluruh program dan jasa yang ditawarkan Waste4Change didesain berkesinambungan dan memperlihatkan bahwa pengelolaan sampah yang bertanggung jawab harus dilakukan mulai dari individu itu sendiri. Seperti yang diungkapkan oleh Meydam sebagai berikut: “Kan Waste4Change ada 4 program yaitu Consult, Campaign, Collect, Dan Create. Consult dan campaign itu kita melihatnya itu untuk mengedukasi target-target klien kita agar pandangannya terbuka tentang sampah. Lalu ketika mereka sudah teredukasi, mereka mau action memilah sampah tapi wadah yang bisa memfasilitasi mengambil sampah secara terpilah belum ada nih, maka muncullah Collect yaitu kita ambil sampah secara terpilah lalu setelah dipilah muncullah Create. Karena kita ingin memberikan solusi secara end-to-end dari sumbernya itu sendiri yaitu orangnya dan ending-nya yaitu sampahnya mau diapakan, bisa diproses selama masih bisa di proses kita akan proses, lalu residu yang ga bisa diapa-apain baru ke TPA.”91 Dari program dan jasa yang ditawarkan tersebut, cara mengukur keberhasilan atau indikator keberhasilannya adalah berkurangnya sampah yang masuk ke TPA. Dengan melakukan pendataan sampah yang masuk ke Rumah Pemulihan Material, lalu dari hasil pengolahan muncullah sampah reduksi yang keluar dan dibuang ke TPA dapat dilihat seberapa banyak sampah yang keluar. Artinya bahwa
semakin
banyak
Waste4Change
berhasil
mengajak
masyarakat, maka semakin sedikit sampah yang masuk ke TPA. c.
Usaha Pemuasan Stakeholders Cara
yang
dilakukan
Waste4Change
untuk
memuaskan
stakeholders adalah dengan terus menjaga kinerja dan kualitas bisnis yang dimiliki agar tujuan yang sudah ditentukan tercapai dan solusi
91
Wawancara pribadi dengan Meydam Gusnisar, 12 Oktober 2016.
81
yang ditawarkan terus berkelanjutan. Hal ini diungkapkan oleh Risca sebagai berikut: “Kalo menjaga hubungan berarti kita harus menjaga mutu dari apa yang kita tawarkan sih. Menjaga mutu kan berarti misalnya output dari program ini apa berarti kita harus jaga itu dengan baik. Dan kita juga harus menjaga nama baik stakeholdersnya juga.”92 Klien merupakan salah satu komponen utama dalam sebuah kewirausahaan
sosial
karena
mereka
adalah
pihak
yang
menggunakan jasa yang ditawarkan dan mendatangkan keuntungan bagi perusahaan. Karena salah satu nilai sosial yang ingin diciptakan oleh Waste4Change adalah rasa tanggung jawab masyarakat dengan sampah yang mereka dihasilkan, maka cara yang dilakukan adalah dengan terus mengkampanyekan pentingnya pemilahan sampah, meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang sampah, dan menunjukkan dampak nyata dari perilaku warga yang tidak mengelola sampahnya dengan baik. Salah satu usaha yang dilakukan Waste4Change sekaligus untuk menjaga hubungan baik dengan kliennya adalah dengan mengajak masyarakat mengunjungi TPA untuk melihat kondisi nyata di sana dan mengajak mereka melihat fasilitas pengelolaan sampah yang dimiliki Waste4Change. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesadaran dan rasa tanggung jawab terhadap sampah, serta mengajak warga lain yang masih belum mau memilah sampah agar mau untuk
92
Wawancara pribadi dengan Risca Ardita, 6 Januari 2017.
82
mengelola sampahnya. Seperti diungkapkan oleh Meydam sebagai berikut: “Salah satu cara kita meningkatkan pengetahuannya akan sampah kita ajak beberapa warga kunjungan ke Bantar Gebang, ke fasilitas kita liat prosesnya. Akhirnya mereka sadar kalo mereka ga berubah ya kondisinya akan gitu-gitu terus. Nah orang-orang yang kita ajak ini jadi semacam agennya kita untuk di perubahan kayak early adapter-nya. Jadi mereka yang bilang ke tetangga-tetangganya gitu.”93 Hal serupa juga diungkapkan oleh Ibu Nia sebagai berikut: “Setelah bergabung kita diajak tuh jalan-jalan ke TPS liat kondisi disana gimana lumayan dapet edukasinya kan. Terus pengangkutan sampahnya mulai diambil dari sini terus diolah disana jadi kompos.”94 Waste4Change juga melibatkan masyarakat dalam aktivitasnya seperti mengajarkan warga yang ingin mengolah kompos dari sampahnya sendiri.
Warga
difasilitasi
pelatihan dari pihak
Waste4Change untuk membuat kompos dan bisa dimanfaatkan oleh warga untuk keperluan mereka.95 B. Analisis Proses Kewirausahaan Sosial pada Waste4Change 1. Antecedent a.
Misi Sosial Misi
sosial
merupakan
aspek
yang
paling
khas
dari
kewirausahaan sosial. Motivasi atau misi sosial menjadi pembeda utama antara kewirausahaan bisnis dengan kewirausahaan sosial. Kewirausahaan sosial berdiri atau berjalan dengan sebuah tujuan dan misi yang jelas dan memberikan manfaat kepada banyak orang. 93
Wawancara pribadi dengan Meydam Gusnisar, 12 Oktober 2016. Wawancara pribadi dengan Ibu Nia, 14 November 2016. 95 Hasil Observasi Peneliti, 14 November 2016. 94
83
Walaupun kewirausahaan bisnis juga memberikan manfaat sosial, namun kewirausahaan sosial menempatkan hal tersebut sebagai tujuan utama, bukan sebagai dampak atau implikasi.96 Berdasarkan
temuan,
misi
sosial
Waste4Change
adalah
mengubah perilaku pengolahan persampahan dengan memanfaatkan kekuatan kolaborasi dan teknologi menuju Indonesia bebas sampah. Selain
itu,
Waste4Change
juga
memberdayakan
tukang
kesejahteraannya
meningkat.
mempunyai
sampah Artinya
misi
konvensional bahwa
misi
untuk
sehingga utama
Waste4Change adalah jelas bukan untuk peningkatan kesejahteraan diri sendiri melainkan peningkatan kesejahteraan bersama dan memberikan manfaat kepada banyak orang. Dalam hal ini, misi sosial Waste4Change sesuai dengan konsep misi sosial yang diungkapkan oleh G. T. Lumpkin, dkk. b.
Identifikasi Peluang Waste4Change melihat sampah sebagai masalah sosial dan memanfaatkan masalah sosial tersebut menjadi sebuah peluang untuk diselesaikan. Upaya untuk menyelesaikan masalah sosial tersebut adalah dengan membuat bisnis pengangkutan sampah dan mengkampanyekan pengelolaan sampah yang bertanggung jawab. Waste4Change juga menyediakan jasa penelitian dan konsultasi bagi pihak-pihak yang peduli dan ingin belajar mengenai pengelolaan sampah. Program dan jasa yang ditawarkan ini menjadi upaya untuk
96
BAB II, h. 22.
84
menyelesaikan masalah lingkungan khususnya masalah sampah. Waste4Change juga mendapat keuntungan finansial dari program dan
jasanya.
Keuntungan
ini
digunakan
untuk
menunjang
keberlangsungan bisnis mereka sehingga usaha yang dilakukan dapat berlangsung lama. Hal ini sesuai dengan konsep identifikasi peluang yang menyatakan bahwa kewirausahaan sosial membuat paradigma baru tentang penyelesaian masalah sosial. Kewirausahaan sosial melihat masalah sosial sebaai sesuaitu yang harus diselesaikan dengan cara membuat sebuah bisnis sebagai upaya penyelesaiannya sekaligus untuk menunjang kesinambungannya. c.
Akses Permodalan dan Pembiayaan Akses permodalan kewirausahaan sosial sedikit berbeda dengan kewirausahaan bisnis. Kewirausahaan bisnis memiliki peluang lebih untuk mendapatkan akses pinjaman dari bank atau modal dari swasta sedangkan kewirausahaan sosial sering dipandang kurang menarik dan memiliki kemungkinan lebih kecil untuk mendapatkan akses tersebut.97 Waste4Change memperoleh modal dengan menggabungkan sumber daya yang telah dimiliki dan sumber dana dari investor. Karakter investor yang membiayai Waste4Change berbeda dengan investor kewirausahaan bisnis pada umumnya. Investor ini lebih dikenal dengan social impact investor yaitu investor yang
97
BAB II, h. 34.
85
membiayai usaha yang memiliki dampak sosial didalamnya sehingga mereka tidak hanya melihat keuntungan yang dihasilkan melainkan juga dampak dari bisnis tersebut terhadap penyelesaian masalah sosial. Hal ini menunjukkan bahwa kewirausahaan sosial memiliki peluang yang sama untuk mendapatkan akses permodalan. Hanya saja karakteristik investornya yang berbeda dengan kewirausahaan bisnis pada umumnya. Hal ini juga menunjukkan ketidaksesuaian dengan konsep akses permodalan kewirausahaan sosial diatas. Waste4Change mengembangkan akses pembiayaannya dengan keuntungan finansial yang diperoleh dari program dan jasanya yaitu jasa konsultasi, tenaga ahli, jasa pengangkutan sampah, dan pengelolaan sampah. Artinya, bahwa Waste4Change sebagai kewirausahaan sosial mandiri secara finansial dan tidak bergantung pada bantuan finansial dari investor maupun dari donatur. Hal ini untuk mempertahankan bisnis dan menjamin keberlanjutan misi dan tujuan sosial perusahaan. Temuan tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa kewirausahaan sosial menggabungkan aktivitas sosial dengan aktivitas bisnis. Aktivitas bisnis atau ekonomi dikembangkan untuk menjamin kemandirian dan keberlanjutan misi sosial perusahaan. d.
Stakeholders Stakeholders pada kewirausahaan sosial lebih luas dan lebih bervariasi
dibandingkan dengan kewirausahaan bisnis.
Pada
kewirausahaan sosial jumlah stakeholders meliputi seperti pada
86
kewirausahaan bisnis, ditambah beberapa pihak lain. Anggota masyarakat yang terlibat, perangkat desa yang mendukung, kelompok-kelompok yang menjadi sasaran program dalam hal ini juga berpotensi menjadi stakeholders bagi aktivitas kewirausahaan sosial. Berdasarkan temuan, pihak-pihak yang memiliki hubungan dan kepentingan dengan Waste4Change adalah pemerintah, investor, organisasi yang bergerak di isu lingkungan, rekan kolaborasi, hingga para klien yang menggunakan jasa Waste4Change. Seluruhnya memiliki peran penting bagi keberlangsungan dan pengembangan usaha Waste4Change. Hal ini sesuai dengan konsep multiple stakeholders yang diungkapkan oleh G. T. Lumpkin, dkk. diatas. Waste4Change juga banyak melakukan kolaborasi dalam mengerjakan aktivitas atau project tertentu dengan para stakeholders dan pihak lain. Bahkan dengan pihak yang bisa dibilang merupakan saingan atau kompetitor dalam usaha. Karena Waste4Change percaya bahwa dalam menyelesaikan masalah sampah dibutuhkan kolaborasi dengan berbagai pihak. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa dalam pengembangan kewirausahaan sosial, dibutuhkan pola kerjasama kolaborasi (interdependensi). Kolaborasi stakeholders dalam pengembangan kewirausahaan sosial menjadi sebuah kebutuhan dalam merespon perkembangan masalah sosial yang semakin kompleks yang tidak bisa diselesaikan dengan
87
bergantung
dengan
pihak
lain
(dependent)
atau
mandiri
(independent).98 2. Orientasi Kewirausahaan a.
Inovasi Waste4Change melakukan berbagai inovasi dalam program dan jasa yang ditawarkan. Hal ini dilakukan karena melihat sistem pengelolaan persampahan yang diterapkan di Indonesia tidak baik bahkan menyebabkan munculnya masalah baru. Inovasi juga merupakan strategi yang dilakukan untuk menjadi lebih efektif dalam menyelesaikan masalah sampah. Inovasi
yang
dilakukan
Waste4Change
adalah
sistem
pengelolaan sampah end-to-end yaitu sistem pengelolaan sampah mulai dari sumber hingga akhir. Hal itu terlihat dari 4 jasa inti Waste4Change yaitu Consult, Campaign, Collect, dan Create. Consult dan Campaign didesain untuk mengedukasi masyarakat tentang segala hal mulai dari jenis sampah, pentingnya memilah sampah hingga mengkampanyekan prinsip zero waste yang harus diterapkan di masyarakat. Lalu Collect dan Create adalah aplikasi nyata pengangkutan dan pengelolaan sampah yang bertanggung jawab. Demi mendukung beberapa jasa tersebut, Waste4Change membuat inovasi lain mulai kantong sampah, laporan data timbulan sampah, dan fasilitas pengelolaan sampah sehingga prinsip zero waste yang dikampanyekan bisa terwujud.
98
BAB II, h. 37.
88
Temuan tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa kewirausahaan sosial memecahkan masalah sosial dengan cara-cara yang inovatif bukan cara-cara lama yang telah terbukti gagal dalam masyarakat. Inovasi harus dilakukan agar efektif menangani permasalahan sosial.99 b.
Keproaktifan Proaktif adalah mencari kesempatan dan melihat ke depan dengan aktif memperkenalkan produk atau jasa baru dan bertindak dalam mengantisipasi permintaan di masa mendatang untuk membuat perubahan dan membentuk pasar.100 Berdasarkan temuan, Waste4Change selalu menganalisa pasar, kondisi politik, dan perubahan sosial masyarakat untuk mengantisipasi permintaan di masa mendatang melalui media sosial, seminar, workshop, dan aktivitas lainnya. Salah satu hasil dari analisa tersebut adalah munculnya jasa baru yaitu
pengangkutan
sampah
personal.
Jika
sebelumnya
pengangkutan sampah diharuskan kolektif, sekarang tersedia pengangkutan sampah personal dimana seseorang bisa menggunakan jasa Waste4Change untuk mengangkut dan mengolah sampah yang dihasilkannya. Sampah diangkut langsung dari rumah secara terjadwal.
99
BAB II, h. 38. BAB II, h. 38.
100
89
c.
Pengambilan Risiko Risiko
adalah
kemungkinan
yang
tidak
diharapkan.
Pengambilan risiko berarti kecenderungan untuk mengambil tindakan tegas seperti mencoba pasar baru yang belum diketahui sebelumnya dan melakukan sebagian besar sumber daya untuk usaha dengan hasil yang tidak pasti.101 Berdasarkan temuan, risiko yang dihadapi Waste4Change adalah pola pikir masyarakat mengenai sampah dan belum adanya kesadaran dari masyarakat untuk memilah sampah. Masih sangat banyak masyarakat yang tidak peduli dengan sampah seperti membuang sampah sembarangan, tidak memilah sampah, dan sebagainya. Padahal dampak nyatanya dapat dilihat bahkan dirasakan oleh masyarakat sendiri. Selain itu, masyarakat masih menganggap bahwa mengelola sampah membutuhkan biaya yang sedikit
padahal
untuk
mengolah
sampah
secara
maksimal
membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Tindakan yang dilakukan adalah
dengan
menambah
sumber
daya
manusia
untuk
memaksimalkan pengelolaan sampah. Diharapkan sampah yang dihasilkan oleh warga semakin baik sehingga sampah bisa dikelola secara maksimal dan sampah yang masuk ke TPA berkurang. Pengambilan risiko memang berdampak pada aktivitas usaha. Namun hal itu harus dilakukan usaha bisa terus berjalan dan tujuan yang diharapkan bisa terwujud. Tentunya sebelum mengambil risiko,
101
BAB II, h. 39.
90
Waste4Change mengumpulkan berbagai data dan membuat analisa dari data tersebut. Dengan menggunakan model analisa PEST diharapkan dapat mengelola risiko dengan baik. Hal ini sesuai dengan teori dimana dalam sebuah kewirausahaan sosial dibutuhkan seseorang yang memiliki kemampuan untuk mengerti mengelola risiko dan kapan mengambil risiko.102 d.
Agresivitas Kompetitif Agresivitas kompetitif merupakan sikap dan reaksi pengusaha terhadap tren kompetitif dalam pasar dan berusaha untuk menggunguli kompetitornya dalam bisnis. Persaingan sehat dalam usaha memang perlu dimunculkan untuk meningkatkan motivasi perusahaan dalam dalam melakukan inovasi dan mencapai tujuannya. Berdasarkan temuan, kompetitor usaha Waste4Change adalah pengangkut sampah dan pengepul sampah pada umumnya. Mereka merupakan kompetitor karena pada dasarnya jasa yang mereka tawarkan ke masyarakat sama Namun tidak mengelola sampahnya secara maksimal dan hanya menerapkan sistem kumpul-angkutbuang. Sistem ini yang membedakan usaha Waste4Change dengan yang lainnya karena sistem yang ditawarkan Waste4Change adalah end-to-end. Hal ini pula yang menjadi nilai plus yang selalu diangkat dan ditawarkan untuk menarik konsumen.
102
BAB II, h. 39.
91
Temuan menarik dalam penelitian ini ditunjukkan pada sikap terbuka
untuk
mengajak
pengelola
sampah
lainnya
untuk
menerapkan sistem Waste4Change yang lebih bertanggung jawab dalam mengelola sampah. Waste4Change justru merangkul dan mengajak kompetitornya untuk menerapkan sistem yang sama atau mengajak untuk masuk jadi bagian Waste4Change. Seperti pada beberapa operator yang bekerja untuk Waste4Change yang dulunya adalah pengangkut sampah biasa. Temuan ini menunjukkan ketidaksesuaian dengan konsep agresivitas kompetitif di BAB II. e.
Otonomi Otonomi dalam kewirausahaan sosial dapat diartikan sebagai tindakan yang independen oleh individu atau tim yang bertujuan untuk menghasilkan konsep atau visi dan membawanya sampai selesai.103
Waste4Change
menjalankan
aktivitasnya
secara
independen. Pemegang saham dan stakeholders seperti investor, lembaga pemerintahan, dan sebagainya tidak mempengaruhi jalannya misi maupun tujuan yang diusung Waste4Change. Selain itu, walaupun terdapat investor dan pemegang saham, mereka memiliki hak yang terbatas dalam keterlibatan usaha. Dalam pengambilan
keputusan,
Waste4Change
menerapkan
sistem
musyawarah anggota. Artinya bahwa seluruh anggota memiliki kesempatan dan memiliki hak untuk berpendapat yang bisa mempengaruhi keputusan.
103
BAB II, h. 39.
92
3. Outcomes a.
Penciptaan Nilai Sosial Kewirausahaan sosial merupakan aktivitas yang tujuan akhirnya adalah penciptaan nilai sosial dan mencipakan manfaat sosial bukan dengan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya seperti pada kewirausahaan bisnis. Penciptaan nilai sosial merupakan indikator kesuksesan sebuah aktivitas kewirausahaan sosial. Berdasarkan temuan, salah satu tujuan akhir Waste4Change adalah membuat masyarakat mau mengelola sampahnya secara bertanggung jawab dengan menerapkan pengelolaan sampah dari hulu yaitu dari masyarakat itu sendiri. Dalam dua tahun pelaksanaan pengelolaan sampah di perumahan Vida Bekasi, telah terjadi perkembangan pada perubahan pola pikir dan perilaku masyarakat terhadap sampah. Perubahan terlihat dari bersihnya lingkungan perumahan dan perubahan perilaku warga terhadap sampah. Ditemukan beberapa warga bahkan sudah memiliki inisiatif untuk mengelola sampah organik yang mereka hasilkan. Temuan ini sesuai dengan teori bahwa tujuan akhir kewirausahaan sosial adalah menciptakan nilai sosial.
b.
Solusi yang Berkelanjutan Waste4Change menawarkan solusi berkelanjutan mengenai pengelolaan sampah yang baik bagi semua pihak. Dengan tujuan utama untuk membangun ekosistem persampahan dengan prinsip zero waste, jasa yang ditawarkan Waste4Change didesain untuk
93
mendukung tujuan tersebut. Jasa consult dan campaign dibuat untuk menyiapkan pentingnya
mental,
mengedukasi,
pengelolaan
sampah.
dan Jasa
mengkampanyekan collect
yaitu
jasa
pengangkutan sampah dan jasa create untuk mengelola dan memanfaatkan sampah semaksimal mungkin sehingga mengurangi sampah yang akan masuk ke TPA. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Bill Drayton. Dia menggambarkan kewirausahaan sosial sebagai manusia yang tidak puas hanya memberi ikan dan mengajarkan cara memancing, tetapi mengubah sistem industri perikanan. Artinya bahwa aktivitas kewirausahaan sosial tidak hanya sekedar memberi bantuan untuk meringakan masalah sosial tetapi memperbaiki sistem yang salah dalam masyarakat yang menyebabkan terjadinya masalah sosial sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan.104 c.
Usaha Pemuasan Stakeholders Pemuasan stakeholders adalah usaha untuk terus menjaga hubungan dan komunikasi yang baik sehingga menjaga keperayaan stakeholders untuk terus mendukung usaha. Kewirausahaan sosial bergantung pada para stakeholders untuk melegitimasi produk dan jasa yang dihasilkan, menghasilkan dukungan masyarakat, dan menyediakan akses sumber daya yang memungkinkan aktivitas kewirausahaan sosial menghasilkan perubahan sosial yang positif.
104
BAB II, h. 41.
94
Usaha yang dilakukan Waste4Change pada dasarnya adalah dnegan menjaga komunikasi, menjaga hubungan baik dan tetap menjaga mutu. Karena stakeholders sangat beragam, maka dilakukan berbagai cara untuk memuaskan. Kepada investor, Waste4Change selalu mengkomunikasikan kemajuan dan masalah yang dialami sehingga pihak investor mengetahui arah perkembangan perusahaan. Kepada klien, beberapa kali Waste4Change mengikutsertakan perwakilan warga untuk berkunjung ke TPA. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesadaran dan rasa tanggung jawab terhadap sampah, serta mengajak warga lain yang masih belum mau memilah sampah agar mau untuk memilah sampahnya. Berdasarkan temuan dan analisis mengenai proses kewirausahaan sosial pada Waste4Change, berikut dibuat suatu tabel rangkuman mengenai proses kewirausahaan sosial pada Waste4Change. Tabel 4 Rangkuman BAB IV Antecedents Misi Sosial Mengubah perilaku pengolahan persampahan dan Berkontribusi dalam menciptakan ekosistem persampahan yang bertanggung jawab di Indonesia.
Orientasi Kewirausahaan
Keinovasian membuat sistem pengelolaan sampah end-to-end, fasilitas pengelolaan sampah lengkap, dan kantong sampah berwarna.
Outcomes Penciptaan Nilai Sosial
Nilai sosial yang ingin diciptakan Waste4Change adalah masyarakat mau mengelola sampahnya secara bertanggung jawab.
95
Identifikasi Peluang Memanfaatkan masalah persampahan menjadi sebuah usaha atau bisnis. Akses Permodalan dan Pembiayaan Memperoleh modal finansial dari finansial dari Investor dan mempeoroleh modal sumber daya dari organisasi yang mendirikan yaitu Greeneration Indonesia dan EcoBali Recycling. Mengembangkan akses pembiayaannya dari keuntungan yang diperoleh dari program dan jasa. Multiple Stakeholders Pihak yang memiliki hubungan dan kepentingan adalah pemerintah, investor, organisasi yang bergerak di isu lingkungan, rekan kolaborasi, hingga para klien yang menggunakan jasa Waste4Change.
Keproaktifan Menganalisa permintaan pasar dan perkembangannya melalui media sosial, seminar, workshop, dan kampanye lainnya.
Pengambilan Risiko Menambah sumber daya manusia seperti karyawan dan operator untuk terus mengkampanyekan pengelolaan sampah dan mengelola sampah yang tidak maksimal terpilah maksimal oleh warga.
Agresivitas Kompetitif Waste4Change terbuka untuk mengajak pengelola sampah lainnya untuk menerapkan sistem Waste4Change yang lebih bertanggung jawab dalam mengelola sampah.
Otonomi Waste4Change menjalankan aktivitasnya secara independen. Pemegang saham dan Stakeholders seperti investor, lembaga pemerintahan, dan sebagainya tidak mempengaruhi jalannya misi maupun tujuan yang diusung Waste4Change.
Keberlanjutan Solusi Program dan jasa Waste4Change didesain untuk menyelesaikan permasalahan sampah mulai dari sumber.
Pemuasan Stakeholders Terus menjaga hubungan dan mutu program dan jasa yang ditawarkan.
BAB V PENUTUP BAB ini akan menjelaskan mengenai kesimpulan dari penelitian yang telah dibahas diatas dan saran dari peneliti. A. Kesimpulan Kewirausahaan
sosial
merupakan
upaya
yang
dilakukan
untuk
menangani masalah sosial dengan menggunakan prinsip kewirausahaan. Proses dalam aktivitas kewirausahaan sosial dimulai dari antecedents atau hal-hal yang mendahului atau membangun. Lalu ada orientasi kewirausahaan yaitu strategi yang digunakan untuk mengembangkan perusahaan dan mewujudkan tujuan. Yang terakhir adalah outcomes yaitu hasil-hasil yang ingin dicapai dalam kewirausahaan sosial. Berdasarkan
hasil
penelitian
yang
diperoleh
peneliti,
proses
kewirausahaan sosial yang dilakukan Waste4Change dimulai dari perumusan misi sosial yang berasal dari ide pribadi pendirinya. Waste4Change memiliki misi sosial mengubah ekosistem pengelolaan sampah di Indonesia menjadi bertanggung jawab dan lebih baik. Masalah sampah dan lingkungan menjadi peluang yang digerakkan dan dimanfaatkan oleh Waste4Change menjadi sebuah usaha penyelesaian masalah sosial yang juga menghasilkan keuntungan finansial.
Dalam pendiriannya, Waste4Change memperoleh
modal dari dua organisasi yang mendirikan Waste4Change dan juga mendapat modal finansial dari Investor. Lalu pihak-pihak yang memiliki hubungan dan kepentingan dengan Waste4Change sangat beragam mulai dari
97
pemerintah, investor, organisasi yang bergerak di isu lingkungan, hingga para klien yang menggunakan jasa Waste4Change. Dalam kegiatan kewirausahaan sosial, Waste4Change melaksanakan berbagai strategi untuk mengembangkan perusahaan dan mewujudkan tujuan. Seperti inovasi yang dilakukan Waste4Change yaitu membuat sistem pengelolaan sampah end-to-end, fasilitas pengelolaan sampah lengkap, dan kantong sampah berwarna. Sikap proaktif juga dilakukan untuk menganalisa pasar dan mengantisipasi permintaan di masa depan. Waste4Change juga menghadapi risiko dan menganalisanya sebelum mengambil berbagai risiko. Sikap otonomi ditunjukkan dalam pengambilan keputusan dimana setiap anggota memiliki hak yang sama dalam bersuara, tidak berdasarkan kepemilikan saham. Temuan menarik dalam penelitian ini ditunjukkan pada sikap tidak mengungguli kompetitor melainkan sikap terbuka untuk mengajak pengelola sampah lainnya untuk menerapkan sistem Waste4Change yang lebih bertanggung jawab dalam mengelola sampah. Bagian terakhir dari proses kewirausahaan sosial adalah outcomes atau hasil yang ingin dicapai dan yang lainnya. Waste4Change ingin menciptakan nilai sosial yaitu masyarakat mau mengelola sampahnya secara bertanggung jawab sehingga dapat mewujudkan tujuan yaitu perubahan perilaku dan mengurangi sampah yang masuk ke TPA. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, program dan jasa Waste4Change dibuat untuk menyelesaikan permasalahan sampah mulai dari sumber. Dan usaha yang dilakukan untuk memuaskan stakeholders yang selalu mendukung dan berjasa mengembangkan usaha ini
98
adalah dengan terus menjaga hubungan dan mutu program dan jasa yang ditawarkan. Berdasarkan hasil analisis, Waste4Change memiliki kelebihan dimana jasa yang ditawarkan dibuat lengkap untuk mengatasi masalah sampah di Indonesia
mulai
dari
mengubah
paradigma
pengelolaan
sampah,
mempersiapkan mental masyarakat untuk mau mengelola sampahnya dari rumah, hingga pada pemilahan sampah yang maksimal sehingga bisa mengurangi sampah yang masuk ke TPA. Waste4Change juga membantu masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat. Waste4Change merupakan sebuah unit usaha yang jika terus berjalan maksimal dan dengan dukungan serta partisipasi penuh dari masyarakat, akan mampu mengatasi permasalahan sampah di Indonesia. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dijelaskan dalam skripsi ini, maka ada beberapa saran yang ingin disampaikan. Yaitu sebagai berikut: 1. Mengembangkan pelayanan dengan bekerja sama dengan pengembang perumahan lain di Bekasi atau wilayah lainnya agar lebih banyak masyarakat kolektif yang menggunakan jasa Waste4Change dan agar nilai sosial dan perbahan perilaku yang ingin diciptakan bisa mencakup wilayah yang lebih luas. 2. Memperbanyak intensitas pertemuan dengan warga dan klien lainnya terutama ke kelompok ibu-ibu seperti PKK dan Posyandu baik dalam rangka sosialisasi maupun silaturahmi agar selain menjaga hubungan
99
baik, juga bisa mengetahui secara langsung apabila ada kendala dan masukan dari klien sehingga bisa langsung diproses dengan baik. 3. Perlunya terus mendekatkan diri dengan Pemerintah Kota khususnya Dinas Kebersihan Kota terkait agar juga bisa menerapkan sistem Waste4Change sehingga cita-cita Waste4Change dan Pemerintah Indonesia dalam mewujudkan Indonesia Bebas Sampah bisa terwujud.
DAFTAR PUSTAKA
Buku Bungin, Burhan. Analisis Data Penelitian Kualitatif (Cetakan II). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003. Bungin, Burhan. Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana, 2010. Dess, Gregory., Jed Emerson, dan Peter Economy. Enterprising Nonprofits: A Toolkit For Social Entrepreneurs. New York: John Wiley & Sons, Inc, 2001. Ghony, M. Djunaidi dan Almanshur, Fauzan. Metode Penelitian Kualitatif (Cetakan I). Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012. McGrath, Rita Guther dan MacMillan, Ian C. The Entrepreneurial Mindset: Strategies for Continuously Creating Opportunity in an Age of Uncertainty. Boston: Harvard Business Press, 2000. Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi (Cetakan II). Bandung: PT Rosda Karya, 2009. Mulyana, Deddy. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi Dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013. Putera, Nusa. Penelitian Kualitatif: Proses dan Aplikasi. Jakarta: PT. Indeks, 2012. Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif (Cetakan ke-5). Bandung: Alfabeta, Agustus 2009. Wibowo, Hery dan Nulhaqim, Sony Akhmad. Kewirausahaan Sosial: Merevolusi Pola Pikir Menginisiasi Mitra Pembangunan. Bandung: UNPAD PRESS, 2015. Wibhawa, Budhi. Dkk. Social Entrepreneurship, Social Enterprise & Corporate Social Responsibility: Pemikiran, Konseptual, dan Praktik. Bandung: Widya Padjadjaran, 2011.
101
E-Book Guclu, Ayse. dkk. The Process Of Social Entrepreneurship: Creating Opportunities Worthy Of Serious Pursuit. North Carolina: Center for the Advancement of Social Entrepreneurship, 2002. Diunduh dari https://centers.fuqua.duke.edu/case/knowledge_items/the-process-ofsocial-entrepreneurship-creating-opportunities-worthy-of-serious-pursuit/ pada 19 September 2016. Murray, Robin. dkk. The Open Book of Social Innovation. London: NESTA, 2010. Diunduh dari http://youngfoundation.org/publications/the-openbook-of-social-innovation/ pada 19 September 2016. Mair,
Johanna., Jeffrey Robinson, dan Kai Hockerts (Eds). Social Entrepreneurship. New York: Palgrave Macmillan, 2006. Diunduh dari http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.458.6683&rep= rep1&type=pdf pada 7 September 2016.
Nicholls, Alex (Ed). Social Entrepreneurship: New Models Of Sustainable Social Change. New York: Oxford University Press, 2006. Diunduh dari http://www.untagsmd.ac.id/files/Perpustakaan_Digital_1/ENTREPRENEURSHIP%20Soci al%20entrepreneurship,%20New%20m.pdf pada 19 September 2016.
E-Journal Lumpkin, G. T. dkk. Entrepreneurial processes in social contexts: how are they different, if at all?. Springer Science+Business Media: Small Business Economics Vol. 40, Issue 3, 2013. Diunduh dari https://link.springer.com/article/10.1007/s11187-011-9399-3 pada 28 September 2016. Lumpkin, G. T. dan Dees, Gregory G. Linking Two Dimensions of Entrepreneurial Orientation To Firm Performance: The Moderating Role of Environment And Industry Life Cycle. New York: Journal of Business Venturing no. 16, 2001. Diunduh dari http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0883902600000483 pada 28 September 2016. Mair, Johanna dan Marti, Ignasi. Social Entrepreneurship Research: A Source of Explanation, Prediction, and Delight. Barcelona: Journal of World Business Vol. 41, Issue I, 2006. Diunduh dari http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1090951605000544 pada 28 September 2016.
102
Tanimoto, Kanji. A Conceptual Framework of Social Entrepreneurship and Social Innovation Cluster : A Preliminary Study. Tokyo: Hitotsubashi Journal of Commerce and Management, 42(1), 2008. Diunduh dari https://www.jstor.org/stable/43295012 pada 28 September 2016. Utomo, Hardi. Menumbuhkan Minat Kewirausahaan Sosial. Salatiga: Jurnal Among Makarti Vol. 7, No. 14, 2014. Diunduh dari http://jurnal.stieama.ac.id/index.php/ama/article/view/99 pada 20 April 2016.
E-Paper Hulgard, Lars. Discourses of Social Entrepreneurship – Variations Of The Same Theme?. Roskilde: Working Paper No. 10/01, 2010. Diunduh dari http://emes.net/publications/working-papers/discourses-of-socialentrepreneurship-variations-of-the-same-theme/ pada 7 September 2016. Spear, Roger dan Bidet, Eric. The Role of Social Enterprise in European Labour Markets. Liège: EMES Working Papers Series, no. 03/10, 2003. Diunduh dari http://emes.net/publications/working-papers/the-role-of-socialenterprise-in-european-labour-markets/ pada 7 September 2016. Skripsi Bismantara, Indra. “Aktivitas Kewirausahaan Sosial Pada Yayasan Kreasi Usaha Mandiri Alami (Kumala) di Rawa Badak, Jakarta Utara”. Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Padjadjaran, 2011.
PEDOMAN OBSERVASI
I.
Antecedent Proses Kewirausahaan Sosial No.
Materi Observasi
1
Misi Sosial
2
Identifikasi Peluang
3
Akses Permodalan Dan Pembiayaan
4
Multiple Stakeholders
Subyek Observasi Isu sosial Misi sosial Dasar penentuan program Program yang sedang berjalan Rencana program Sumber daya internal dan eksternal perusahaan Strategi mencari akses permodalan dan pembiayaan Pihak-pihak yang terlibat dalam aktivitas Sasaran aktivitas
II. Orientasi Kewirausahaan No.
Materi Observasi
1
Keinovasian
2
Keproaktifan Pengambilan Risiko Agresivitas Kompetitif Otonomi
3 4 5
Subyek Observasi Inovasi yang telah dilakukan Rencana inovasi Strategi analisis pasar Risiko dalam setiap program Alur komunikasi dengan kompetitor Proses pengambilan keputusan
III. Outcomes proses Kewirausahaan Sosial No. 1 2 3
Materi Observasi Penciptaan Nilai Sosial Kesinambungan Solusi Pemuasan Stakeholders
Subyek Observasi Nilai sosial dalam masyarakat Dampak dari aktivitas Rencana solusi jangka panjang Alur komunikasi dengan stakeholder
HASIL OBSERVASI DI PT. WASTE4CHANGE ALAM INDONESIA
Hari, Tanggal
: Selasa, 31 Mei 2016
Tempat
: Kantor Waste4Change
Peneliti datang ke kantor Waste4Change pukul 13.00 WIB untuk memberikan surat izin penelitian. Disana peneliti disambut oleh Annisa dan Meydam yang sebelumnya sudah melakukan percakapan dengan peneliti melalui email mengenai perizinan penelitian. Pada dasarnya mereka sudah mengizinkan peneliti untuk melakukan penelitian namun menunggu surat izin resmi dari kampus untuk memastikan legalitas peneliti dalam melakukan penelitian. Sambil melakukan percakapan,
peneliti
mengamati
kondisi
dan
suasana
kantor.
Kantor
Waste4Change terletak di bagian depan perumahan Vida Bekasi yang merupakan hasil kerjasama antara kedua belah pihak. Kantor menerapkan konsep open space, konsep yang sedang tren di kalangan perusahaan start-up sehingga karyawan bisa melihat rekan lainnya bekerja. Peneliti dijelaskan sejarah berdirinya perusahaan secara singkat dan dijelaskan bahwa Waste4Change memiliki berbagai fasilitas untuk menunjang aktivitas pengelolaan sampah yang bertanggung jawab.
Hari, Tanggal
: Senin, 6 Juni 2016
Tempat
: Kantor Waste4Change dan Perumahan Vida Bekasi
Peneliti
datang
dan
diajak
untuk
melihat
fasilitas
yang
dimiliki
Waste4Change untuk mengelola sampah yang sudah diangkut. Pertama, karena waktunya tepat saat waktu pengangkutan sampah di Perumahan Vida Bekasi, peneliti diajak untuk melihat proses pengangkutan sampah anorganik. Pengangkutan dilakukan oleh dua pekerja atau operator menggunakan mobil pick up. Sampah yang diangkut dari rumah warga sudah dipilah sebelumnya oleh warga dan dimasukkan kedalam kantong-kantong berwarna sesuai dengan jenis sampahnya. Untuk sampah anorganik diangkut seminggu sekali, sedangkan untuk sampah organik diangkut tiga kali dalam seminggu. Setelah sampah diangkut,
selanjutnya peneliti diajak ke fasilitas Rumah Pemulihan Materi (RPM). Lokasinya tidak jauh dari kantor Waste4Change. RPM adalah fasilitas untuk memilah dan mengelola sampah anorganik hasil pengangkutan sampah. Disana peneliti melihat beberapa operator yang sedang bekerja memilah dan melakukan sortir sampah sesuai dengan jenisnya. Operator bekerja dengan peralatan yang lengkap seperti sarung tangan dan masker. Terlihat beberapa tumpukan karung berisi sampah anorganik hasil dari pengangkutan sampah. Selain itu ada juga tumpukan karung besar berisi sampah yang sudah siap didaur ulang. Peneliti juga melihat ada mesin pencacah plastik yang digunakan untuk mencacah sampah plastik menjadi biji plastik. Fasilitas pemilahan sampah ini tegolong bersih dan tidak tercium bau sampah. Hal ini menjadi perhatian serius oleh Waste4Change karena mereka peduli dengan kesehatan pekerjanya. Di dalam fasilitas juga terdapat kebun kecil dan kantor yang bisa digunakan untuk bekerja.
Hari, Tanggal
: Rabu, 8 Juni 2016
Tempat
: Kantor Waste4Change
Hari ini peneliti mengunjungi fasilitas lain yang dimiliki oleh Waste4Change yaitu fasilitas Farm4Life. Didalam fasilitas tersebut terdapat area komposting dan area farming. Area komposting digunakan untuk membuat kompos dari hasil sampah organik hasil pengangkutan sampah. Peneliti dijelaskan bahwa Waste4Change menggunakan dua teknik komposting yaitu teknik open windrow dan teknik vermicomposting. Disana peneliti melihat dua orang operator sedang mengolah sampah organik menjadi kompos. Peneliti juga diperlihatkan teknik vermicomposting yaitu pengomposan menggunakan bantuan hewan cacing. Kompos yang dihasilkan di fasilitas ini dijual ke pasaran dengan harga yang bersaing. Tidak hanya dijual, kompos juga digunakan di area farming yaitu kebun buah dan sayuran yang dikelola oleh Waste4Change bekerja sama dengan pengembang Vida Bekasi. Area farming bertujuan untuk membuat ruang hijau dan hasil dari perkebunan tersebut berupa buah dan sayuran bisa dijual dengan harga yang relatif murah.
Hari, Tanggal
: Senin, 14 November 2016
Tempat
: Kantor Waste4Change dan Perumahan Vida Bekasi
Peneliti datang sekitar pukul 14.00 dan berencana untuk melihat kondisi perumahan Vida Bekasi ditemani oleh mahasiswa magang yang bertugas untuk berkunjung dan mendata kualitas sampah yang dipilah warga perumahan. Suasana di Kantor sepi karena beberapa karyawan sedang melakukan penelitian mengenai sampah di pulau terluar Indonesia. Di Kantor, peneliti bertemu dengan Asuka, wanita berkewarganegaraan Jepang yang sedang magang dan juga melakukan penelitian di Waste4Change. Peneliti memulai kunjungan dan melihat-lihat lingkungan sekitar. Hampir semua rumah di perumahan Vida Bekasi melakukan pemilahan sampah. Terlihat dari kantong berwarna Waste4Change ada di depan rumah. Peneliti singgah di beberapa rumah warga untuk menanyakan apakah ada keluhan sekaligus melihat proses pemilahan sampah. Banyak dari mereka yang antusias dalam memilah sampah karena merasakan manfaatnya secara langsung, banyak juga yang melaporkan bahwa masih ada beberapa warga yang belum mau memilah sampah. Mereka berharap Waste4Change jangan lelah untuk mengedukasi dan membuka mata warga tentang pentingnya memilah sampah. Peneliti juga sempat berhenti di sekumpulan ibu-ibu dan meminta masukan untuk diajarkan membuat kompos. Mereka terinspirasi oleh Waste4Change dan mau memulai membuat kompos sendiri untuk keperluan berkebun. Peneliti juga memprhatikan kondisi lingkungan yang bersih dan tidak ada sampah baik di jalan maupun di selokan.
PEDOMAN WAWANCARA Untuk Pendiri PT. Waste4Change Alam Indonesia
I. Antecedent Proses Kewirausahaan Sosial A. Misi Sosial 1. Apa misi sosial di Waste4Change? 2. Isu sosial apa yang menjadi dasar penentuan misi tersebut? 3. Bagaimana proses penentuan misi sosial? Mulai dari ide sampai menjadi misi? B. Identifikasi Peluang 1. Bagaimana
cara
Waste4Change
mengidenfitikasi
peluang
dan
memanfaatkan peluang menjadi sebuah usaha? C. Akses Permodalan dan Pembiayaan 1. Darimana sumber modal dan pembiayaan Waste4Change? 2. Apakah sulit untuk memperoleh modal finansial sebagai kewirausahaan sosial? 3. Bagaimana strategi Waste4Change dalam mengelola dan memobilisasi sumber daya? D. Stakeholders 1. Siapa saja pihak-pihak terkait (stakeholders) di dalam aktivitas Waste4Change? 2. Bagaimana peran stakeholders dalam aktivitas Waste4Change? Adakah stakeholders yang paling menonjol dalam aktivitas waste4change? 3. Bagaimana Waste4Change mengelola hubungan dalam rangka pemuasan stakeholders? II. Orientasi Kewirausahaan dalam proses Kewirausahaan Sosial A. Inovasi 1. Sebagai sebuah kewirausahaan sosial, apakah inovasi menjadi sebuah keharusan untuk dilaksanakan? 2. Apa saja inovasi yang sudah dilaksanakan oleh Waste4Change?
B. Keproaktifan 1. Bagaimana sikap Waste4Change dalam melihat pasar dan permintaan dimasa depan? C. Pengambilan Risiko 1. Bagaimana Waste4Change mengidentifikasi risiko yang akan dihadapi? 2. Risiko apa yang telah diambil oleh Waste4Change dan apa dampaknya bagi kelangsungan aktivitas? D. Agresivitas Kompetitif 1. Siapa saja kompetitor Waste4Change dalam menjalankan aktivitas? 2. Bagaimana sikap Waste4Change dalam menghadapi persaingan dengan kompetitor? 3. Apa pengaruh kompetisi terhadap dimensi lainnya? E. Otonomi 1. Bagaimana sikap independen waste4change dalam menawarkan solusi? 2. Adakah pengaruh dari luar dalam pengambilan keputusan? 3. Siapa saja yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan di Waste4Change? III. Output Proses Kewirausahaan Sosial A. Penciptaan Nilai Sosial 1. Nilai sosial apa yang ingin diciptakan oleh Waste4Change? 2. Bagaimana strategi Waste4Change dalam mencapai penciptaan nilai sosial tersebut? B. Kesinambungan Solusi 1. Apa solusi atau tujuan akhir dari aktivitas Waste4Change? 2. Apa indikator untuk mengukur keberhasilan aktivitas Waste4Change? 3. Bagaimana strategi Waste4Change dalam membangun solusi yang berkelanjutan?
PEDOMAN WAWANCARA Untuk Karyawan PT. Waste4Change Alam Indonesia
I. Antecedents Proses Kewirausahaan Sosial A. Misi Sosial 1. Apa misi sosial di Waste4Change? 2. Isu sosial apa yang menjadi dasar penentuan misi tersebut? 3. Bagaimana proses penentuan misi sosial? B. Identifikasi Peluang 1. Bagaimana cara Waste4Change mengidenfitikasi peluang-peluang? 2. Bagaimana strategi Waste4Change dalam memanfaatkan peluang menjadi sebuah usaha/bisnis? C. Akses Permodalan dan Pembiayaan 1. Darimana sumber modal dan pembiayaan Waste4Change? 2. Apakah sulit untuk memperoleh modal finansial sebagai kewirausahaan sosial? 3. Bagaimana strategi Waste4Change dalam mengelola dan memobilisasi sumber daya? D. Stakeholders 1. Siapa saja pihak-pihak terkait (stakeholders) di dalam aktivitas Waste4Change? 2. Bagaimana peran stakeholders dalam aktivitas Waste4Change? II. Orientasi Kewirausahaan dalam proses Kewirausahaan Sosial A. Inovasi 1. Sebagai sebuah kewirausahaan sosial, apakah inovasi menjadi sebuah keharusan untuk dilaksanakan? 2. Apa saja inovasi yang sudah dilaksanakan oleh Waste4Change? 3. Apakah inovasi yang dilakukan mempengaruhi dimensi lain (akses permodalan, stakeholders, dll? B. Keproaktifan 1. Apakah
sikap
proaktif
kewirausahaan sosial?
mempengaruhi
berkembangnya
aktivitas
2. Sikap proaktif apa saja yang sudah dilakukan oleh Waste4Change? C. Pengambilan Risiko 1. Bagaimana Waste4Change mengidentifikasi risiko yang akan dihadapi? 2. Hambatan apa yang dihadapi Waste4Change saat ini? 3. Risiko apa yang telah diambil oleh Waste4Change dan apa dampaknya bagi kelangsungan aktivitas perusahaan? D. Agresivitas Kompetitif 1. Siapa saja kompetitor Waste4Change dalam menjalankan aktivitas? 2. Bagaimana sikap Waste4Change dalam menghadapi persaingan dengan kompetitor? 3. Apa pengaruh kompetisi terhadap dimensi lainnya? E. Otonomi 1. Bagaimana proses pengambilan keputusan di Waste4Change? 2. Siapa saja yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan di Waste4Change? III. Outcomes Proses Kewirausahaan Sosial A. Penciptaan Nilai Sosial 1. Nilai sosial apa yang ingin diciptakan oleh Waste4Change? 2. Bagaimana strategi Waste4Change dalam mencapai penciptaan nilai sosial tersebut? B. Solusi yang Berkelanjutan 1. Apa solusi atau tujuan akhir dari aktivitas Waste4Change? 2. Apa indikator untuk mengukur keberhasilan aktivitas Waste4Change? 3. Bagaimana strategi Waste4Change dalam membangun solusi yang berkelanjutan? C. Usaha Pemuasan Stakeholders 1. Bagaimana
Waste4Change
mengelola
hubungan
dengan
para
stakeholders? 2. Bagaimana stakeholders?
strategi
Waste4Change
dalam
rangka
pemuasan
PEDOMAN WAWANCARA Untuk Pengguna Jasa PT. Waste4Change Alam Indonesia
1.
Bagaimana awalnya mengetahui Waste 4 Change?
2.
Pelayanan apa saja yang diberikan Waste 4 Change?
3.
Bagaimana proses pelayanan yang diberikan oleh Waste 4 Change?
4.
Apa manfaat yang dirasakan setelah ada program pengangkutan sampah terpilah oleh Waste 4 Change?
5.
Adakah perubahan sikap atau kebiasaan setelah menerima pelayanan dari Waste 4 Change?
6.
Apa harapan atau saran terhadap pelayanan Waste 4 Change?
TRANSKRIP WAWANCARA
Hari, Tanggal Wawancara
: Senin, 6 Februari 2017
Waktu Wawancara
: 15.00 WIB
Lokasi Wawancara
: Jaya Motor Cikini
Nama
: M. Bijaksana Junerosano
Jabatan
: Managing Director
No 1
2
Pertanyaan
Jawaban
MISI SOSIAL Apa misi sosial di Misinya itu bagaimana Waste4Change Waste4Change? mampu berkontribusi dalam membangun ekosistem pengolahan sampah yang bertanggung jawab. Karena kami menilai pengolahan sampah di Indonesia ga bertanggung jawab, semuanya dicampur begitu saja kemudian diangkut dan dibuang ke TPA tidak dikelola dengan baik dan bertanggung jawab. Jadi Waste4Change ingin berkontribusi dengan menawarkan sebuah sistem dalam pengolahan sampah yang bertanggung jawab tadi. Bagaimana proses penentuan misi Prosesnya sih aku lulus SMA bingung sosial? mau kemana, terus kemudian aku berdoa masa depanku kemana. Terus abis berdoa aku nonton berita di TV itu tentang isu sampah di Jakarta. Nah terus ada energi yang menarik diriku wah ini harus ada yang berkontribusi nih untuk mencoba menyelesaikannya. Liat tentang kuliah ada mata kuliah persampahan di Teknik Lingkungan yaudah pilihlah Teknik Lingkungan. Sebelum lulus, setelah coret-coret aku ingin mengembangkan sebuah wadah organisasi untuk berkontribusi terhadap masalah-masalah lingkungan. Aku bentuk lah Greeneration Indonesia. Nah Greeneration Indonesia bergerak di bidang lingkungan. Karena aku sendiri tertarik di bidang persampahan jadi
3
4
aku mencoba membuat berbagai inisiatif terkait persampahan. Salah satunya adalah Tas Bagoes, tas supaya orang ga pake plastik lagi. Terus bikin gerakan juga Diet Kantong Plastik. Nah setelah berjalan, aku gemes belum betul-betul menyentuh sampahnya gitu masih banyaknya diskusi, edukasi, atau kampanye gitu. Terus bikinlah sebuah unit usaha pengelolaan sampah yang bertanggung jawab. Terbentuklah Waste4Change. Jadi proses misi menurutku tidak terlepas dari pendiripendirinya dia punya ketertarikan apa, kegundahan apa, kegelisahan apa terhadap masalah sosial. Kemudian dia rumuskan, dia berkontribusi, berdiskusi dengan teman-temannya yang lain, kemudian dibuat menjadi lebih kontekstual. Aku pikir proses refleksi terkait bagaimana cara mengatasi masalah-masalah sosial tersebut yang diawali dari kegundahan pendirinya gitu. IDENTIFIKASI PELUANG Bagaimana cara Waste4Change Ya intinya dari masalah yang ada kita mengidenfitikasi peluang dan mencoba menggali sebetulnya apasih memanfaatkan peluang menjadi yang bisa kita tawarkan gitu ya. sebuah usaha? Ternyata masyarakat itu banyak yang sama gemes ya yang udah milah sampah yang udah daur ulang segala macem jadi kita menawarkan jasa tersebut. Identifikasinya adalah setiap ada masalah dibelakangnya pasti ada peluang. Tinggal bagaimana model bisnisnya itu dikembangkan. Jadi Waste4Change pada saat itu karena ingin mengatasi masalah sampah kita coba cari siapa-siapa saja pihak-pihak yang merasa punya masalah terhadap sampah. AKSES PERMODALAN / PEMBIAYAAN Darimana sumber modal dan Karena Waste4Change itu dibangun pembiayaan Waste4Change? dari Greneration Indonesia jadi kita udah punya modal. Jadi modalnya ini dari apa yang sudah kita punya. Jadi kita udah punya tim, udah punya kerjaan, udah punya proyek, dari situlah
5
7
kita mengembangkan bisnisnya Waste4Change. Terus ditambah dengan pengalamannya EcoBali jadilah kita lebih berkembang. Kemudian kita juga mencari investor dan kita dapat investor yang percaya terhadap model bisnis kita, percaya terhadap apa yang sedang kita tawarkan. Jadi kita modal untuk mengembangkan bisnisnya adalah setelah menggabungkan dua kekuatan Greeneration Indonesia dan EcoBali kita didukung oleh investor. Apakah sulit untuk memperoleh Ya walaupun kita kewirausahaan sosial, modal finansial sebagai kita tetep punya hitungan kewirausahaan sosial? entrepreneurnya, punya hitungan bisnisnya, perencanaan bisnis, punya perencanaan keuangan gitu semua dilengkapi dengan baik. Cuma karakter investornya emang rada beda. Investornya punya ketertarikan terhadap misi sosialnya. Terhadap apa yang sedang kita perjuangkan juga sehingga dia memang tertarik untuk ikut terlibat. Namun itung-itungannya pada saat diskusi didalamnya juga ngitung tentang uang bagaimana ini kedepan bisnisnya akan seperti apa omsetnya, keuntungannya, tetap kita membahasnya layaknya sebuah bisnis. STAKEHOLDERS Siapa saja pihak-pihak terkait Stakeholdersnya Waste4Change ada (stakeholders) di dalam aktivitas pemerintah karena dalam hal Waste4Change? persampahan itu masih menjadi tanggung jawab pemerintah jadi kita berkolaborasi dan bekerja sama dengan pemerintah baik itu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk saling membangun ekosistem pengolahan sampah yang baik tadi. Diluar itu, ada organisasi-organisasi yang memang punya kepentingan dibidang persampahan ataupun isu lingkungan. Nah itu stakeholders kita. Ikut membangun kesadaran, awareness, kampanye, advokasi, jadi merekamereka yang punya ketertarikan terhadap masalah sampah yang bisa kita atasi. Contohnya Green Building
8
Bagaimana peran stakeholders dalam aktivitas Waste4Change? Adakah stakeholders yang paling menonjol dalam aktivitas Waste4Change?
Council Indonesia, itu kan mereka membangun gedung-gedung menjadi lebih ramah lingkungan. Ada IBCSD (Indonesian Business Council for Sustainable Development), itu adalah asosiasi yang mendukung bisnis-bisnis supaya lebih ramah lingkungan. Terus stakeholders kita juga adalah temanteman pelaku pengelola persampahan contohnya lapak-lapak, bandar sampah, pendaur ulang, pengangkut sampah, itu semua menjadi stakeholders kita karena kita prinsipnya adalah kemitraan atau partnership bagaimana kita bisa bekerja sama dengan mereka membangun sebuah sistem dan ekosistem yang bisa menyelesaikan permasalahan sampah tadi. Perannya itu beda-beda. Ada yang sifatnya menjadi partner bisnis, ada yang sifatnya mempromosikan pengelolaan sampah yang bertanggung jawab, dan ada yang yang sifatnya saling mendukung gitu ya contoh kaya pemerintah gitu itu saling mendukung atau mensupport. Nah untuk yang organisasi tadi saling mengkampanyekan, kalo yang pengelolaan sampah kayak yang lapaklapak tadi itu sifatnya partner bisnis. Semua stakeholders itu penting karena dalam pengelolaan sampah itu dari hulu ke hilir harus komplit. Jadi kalo urusan dengan pemerintah itu yang resmiresmi terkait peraturan kayak gitu ya. Kalo sama yang organisasi tadi sifatnya adalah bagaimana meningkatkan peran serta masyarakat atau membuat orang makin banyak yang tau dan mau terlibat. Kalo terkait dengan mitra bisnis itu udah terkait ke operasional bisnisnya bagaimana kita betul-betul membangun operasional bisnisnya berjalan dengan baik. Semuanya penting itu.
9
10
INOVASI Sebagai sebuah kewirausahaan Tentu saja. Inovasi ini kan membangun sosial, apakah inovasi menjadi sebuah model atau inisiatif atau hal-hal sebuah keharusan untuk baru yang mampu menawarkan sistem dilaksanakan? yang lebih baik, lebih efektif, lebih efisien. Tentunya kemampuan dalam melakukan inovasi ini menjadi sangat penting. kenapa? Karena ini kan ada masalah nih, nah gimana kita menyelesaikan dengan cara yang cepat, ekonomis, dan juga membuat semua pihak itu senang itu butuh kecerdasan dalam menganalisa dan kemudian memberikan solusi-solusi yang inovatif tadi. Artinya, inovasi menjadi sangat penting. Dalam Waste4Change misalkan gimana memastikan sampah yang sudah dipilah oleh warga oleh klien kita itu tidak dicampur lagi. Gimana caranya? Pertanyaanpertanyaan seperti itu memunculkan inovasi-inovasi baru. Apa saja inovasi yang sudah Waste4Change ini sebenernya dilaksanakan oleh membangun standar, membangun Waste4Change? sistem. Ya jadi inovasi kita ini adalah bagaimana membangun pengelolaan sampah yang bertanggung jawab dengan baik. Contohnya adalah membuat sebuah pelaporan bagi kami adalah inovasi. Karena pengelola sampah yang lainnya itu tidak membuat pelaporan dengan baik sedangkan kita kan mendata, melaporkan apa ini pentingnya. Karena kita mau menunjukkan pengelolaan sampah yang bertanggung jawab itu harus mampu memberikan data-data. Nah ini invasi yang kami dorong kalau mau bertanggung jawab harus bisa menampilkan data. Nah dari data pun kita bisa melakukan sebuah analisa. Oh ternyata banyaknya organik, kalo banyaknya organik kita bisa ngapain nih. Itu contoh-contoh dari inovasi yang paling mendasar dari Waste4Change adalah bagaimana melakukan pendokumentasian dan pendataan. Nah
11
12
kalo inovasi yang lainnya ya beragam mulai dari teknik mengangkut sampah itu kita membangun sebuah sistem supaya sampah itu tetep terpilah dan tidak tercampur lagi tapi sederhana, murah, dan tetep inovatif sesuai dengan tujuannya. Kita pake karung berwarna nah warna itu inovasi bagi kita. Karena orang itu didoktrin oleh warna oleh kebiasaan. Jadi kita menggunakan simbol-simbol dan warna-warna ini sebagai bagian yang terus kita perkenalkan. Kira-kira seperti itu. Dan kita juga memanfaatkan teknologi masa kini ya kalo pengangkut sampah yang lain ga ada tuh pake Instagram, pake Twitter, kita menggunakan itu untuk mengkomunikasikan dan untuk mempromosikan. Nah kedepanpun kita ingin membangun sebuah sistem teknologi. Jadi kita menjadi lebih efisien karena kita menggunakan ICT yaitu Information, Communication, dan Technology. Gitu. KEPROAKTIFAN Bagaimana sikap Waste4Change Kita harus mampu menganalisa kondisi dalam melihat pasar dan politik, kondisi ekonomi global, kondisi permintaan dimasa depan? regulasi, dan segala macem, dan perubahan sosial di masyarakat. Jadi kami memang menganalisa bahwasanya apa yang ditawarkan Waste4Change ini memang apa yang dibutuhkan di masa depan, ini lah yang benar dan ini lah yang akan dibutuhkan di masa depan. Karena undang-undang sampah telah mengamanahkan untuk memilah sampah, peraturan pemerintah juga sama jadi kami hadir sebenernya untuk melengkapi apa yang sudah dibangun oleh pemerintah. Dan juga merespon dari permintaan masyarakat yang memang mereka udah memilah sampah terus gemes atau marah karena setelah itu dicampur lagi. Nah itu sebenernya yang kita tawarkan dan dorong. PENGAMBILAN RISIKO Bagaimana Waste4Change Karena sebagai pebisnis mainnya pakai mengidentifikasi risiko yang akan angka atau financial planning. Jadi kita
dihadapi?
13
14
15
perlu membuat perencanaan yang baik bagaimana, apa yang akan terjadi, dan asumsi-asumsinya. Jadi keputusan bisa diambil berdasarkan sebuah data yang lebih akurat. Walaupun itu tetep punya risiko tapi resiko itu diminimalisir karena kita telah menganalisanya dengan yang tadi jadi kita punya istilahnya PEST ya (Political, Economic, Social, and Technology) jadi kita menganalisasi secara politik, secara ekonomi, secara sosial, secara teknologi apa yang terjadi. Kita menganalisa SWOT kita juga. Nah hal-hal seperti itu bisa mengelola risiko. Hambatan apa yang dihadapi Kalo yang sekarang ini sebenernya Waste4Change saat ini? orang masih menilai mengelola sampah itu murah sedangkan untuk menjadi bertanggung jawab itu membutuhkan biaya. Jadi resikonya kita menawarkan jasa Waste4Change orang itu merasa kemahalan. Nah itu resiko tuh. Jadi kita harus memanage dengan srategi-strategi tertentu. Kemudian kedua, tipikal orang yang main praktis contohnya incinerator. Itu resiko tuh. Kalo kemudian pemerintah mengambil kebijakan tentang incinerator bisa-bisa Waste4Change jadi ga dibutuhkan karena hampir semua sampah habis dibawa langsung dibakar. Nah bagaimana kita melakukan strategistrategi untuk mengelola potensipotensi resiko tersebut. Risiko apa yang telah diambil Yang pertama terkait pengelolaan oleh Waste4Change dan apa sampah yang bertanggung jawab itu dampaknya bagi kelangsungan butuh biaya kita pertama menyasar aktivitas perusahaan? target market yang sudah sadar dan sudah paham. Yang kedua kita terus melakukan kampanye dan edukasi bahwa mengelola sampah yang bertanggung jawab itu butuh dana. Nah itu yang kita lakukan. AGRESIVITAS KOMPETITIF Siapa saja kompetitor Pengangkut sampah pada umumnya itu Waste4Change dalam menjadi kompetitor kita karena kalo menjalankan aktivitas? misalnya orang atau gedung atau restoran atau hotel kalo sampahnya
16
19
udah diangkut mereka ngerasa masalahnya udah selesai gitu jadi kompetitor kita itu justru adalah sistem yang saat ini sudah berjalan dan itu sangat price sensitive artinya orang biasanya cenderung pilih murah. Nah ini menjadi kompetitor sebenernya. Di satu sisi kita mengedukasi bahwasanya apakah sampah yang dikelola oleh pihak yang sekarang dengan harga yang murah itu bertanggung jawab atau tidak. Ini tantangan. Realitanya itu menjadi masalah karena cuma diangkut, dibuang ke TPA atau kalo pengelolanya bandel itu dibuang sembarangan, dibakar, atau dibuang ke sungai. Gak tau loh si orang yang bayar ini sampahnya ujungnya kemana. Tapi kalo pake Wats4Change, karena kita memberikan laporan dia jadi tau sampahnya diapakan oleh kita. Itu bedanya. Bagaimana sikap Waste4Change Merangkul sistem. Menjadikan mereka dalam menghadapi persaingan menjadi bagian dari partner, dengan kompetitor? menjadikan mereka menjadi bagian dari sistem. Jadi sistem Waste4Change ini memang sistem yang harus diakui menjadi sistem atau standar yang lebih bagus. Jadi kalo misalkan kita dapet klien disebuah gedung, orang yang biasanya angkut itu ga kita depak tapi kita rangkul untuk menjadi bagian dari kita untuk ikut bareng-bareng membangun sistem yang lebih baik dengan kita. Itu salah satu misi sosial kita juga. PENCIPTAAN NILAI SOSIAL Nilai sosial apa yang ingin Yang pertama itu memang yang terkait diciptakan oleh Waste4Change isu lingkungan banget karena motivasi dan bagaimana strategi awalnya kan isu lingkungan. Jadi nilai Waste4Change dalam mencapai sosial yang paling kita sasar adalah penciptaan nilai sosial tersebut? sampah itu dikelola secara bertanggung jawab, selesai, dan tidak menimbulkan masalah terhadap isu lingkungan. Dan pada saat prosesnya kita juga pro kepada isu sosial khususnya adalah kita bisa melibatkan pemain-pemain yang
20
21
22
sekarang itu untuk masuk ke dalam sistem kita jadi mereka bukannya hilang pekerjaan tapi dengan sistem Waste4Change lebih lebih sejahtera, jadi lebih baik. Tukang gerobak yang angkut panas-panas itu menurut kami ga layak dan ga manusiawi. Nah bagaimana mereka bisa kita rangkul ikut kedalam sistem Waste4Change menjadi lebih baik kerjanya jadi pake alat pelindung segala macem. Jadi nilai sosial kita ada di dua isu itu. SOLUSI YANG BERKELANJUTAN Apa solusi atau tujuan akhir dari Ekosistem persampahan Indonesia itu aktivitas Waste4Change? bertanggung jawab atau sesuai dengan prinsip zero waste. Nah itu cita-cita nya Waste4Change tuh membangun ekosistem itu. Jadi bagaimana masyarakat itu paham bahwa mengelola sampah itu dari rumah harus dipilah, diangkutnya juga tetep terpilah, terus kemudian dikelola dengan baik seoptimal mungkin menjadi sebuah siklus daur ulang, yang gabisa diapaapain baru dibuang ke TPA. Nah itu prinsip bebas sampah. Nah itu jadi citacita atau tujuan akhir Waste4Change. Apa indikator untuk mengukur Makin sedikit sampah dikirim ke TPA. keberhasilan aktivitas Semakin banyak sampah yang diolah Waste4Change? dan diproses. Organik menjadi kompos, kompos ke pertanian, organik menjadi pakan ternak, pakan ternak ke peternakan, peternakan panen terus dimakan itulah sebuah siklus. Kalo siklus ini terbentuk, makin sedikit sampah dikirim ke TPA. Semakin banyak Waste4Change berhasil mengajak masyarakat, semakin sedikit sampah dikirim ke TPA. Bagaimana strategi Jadi kita kan menawarkan 4C ya yang Waste4Change dalam pertama Consult, bagi orang yang membangun solusi yang bingung itu bisa konsultasi sama kita. berkelanjutan? Jadi mereka bisa mendapatkan jawaban bagaimana mengolah sampah yang baik atau masalah mereka itu apa sehingga kita bisa kasih rekomendasi. Lalu Campaign, ini kampanye untuk menyadarkan orang bagaimana
23
mengolah sampah yang benar bahwasanya yang sekarang itu ga benar. Selanjutnya Collect, pengangkutan sampah dengan kondisi terpilah. Yang terakhir ini Create ini sampah kita olah. Jadi 4C inilah solusinya. Solusi yang kita tawarkan di Indonesia terkait pengelolaan sampah yang bertanggung jawab ini terdiri dari 4C ini. Consult sama Campaign ini sebenenrya lebih kepada penyiapan mental, penyiapan sistem, penyiapan regulasi, aturan main, panduan, segala macem. Nah eksekusinya sebenernya Colect sama Create. Jadi cita-citanya adalah sistemnya Waste4Change inilah yang diterapkan di Indonesia. USAHA PEMUASAN STAKEHOLDERS Bagaimana Waste4Change Nomor satu adalah itikad baik dan mengelola hubungan dalam amanah. Jadi niatan kita untuk rangka pemuasan stakeholders? berhubungan itu adalah untuk sesuatu yang baik dan amanah sebaik mungkin kita bekerja, sebaik mungkin kita menjaga berkomitmen gitu ya dan yang paling penting adalah menjaga komunikasi bagaimana kita saling mengkomunikasikan apa yang kita kerjakan, progressnya, updatenya, kalau ada masalah pun itu komunikasi. Yang penting itu kuncinya adalah komunikasi yang baik.
TRANSKRIP WAWANCARA
Hari, Tanggal Wawancara
: Rabu, 12 Oktober 2016
Waktu Wawancara
: 10.00 WIB
Lokasi Wawancara
: Kantor Waste4Change
Nama
: Meydam Gusnisar
Jabatan
: Research and Development
No 1
2
Pertanyaan Apa misi Waste4Change?
Jawaban
MISI SOSIAL sosial di Untuk misinya Waste4Change itu sendiri ini, Untuk mengubah perilaku pengolahan persampahan dengan memanfaatkan kekuatan kolaborasi dan teknologi menuju Indonesia bebas sampah.
Jika di breakdown, Indonesia bebas sampah 2020 adalah visi Indonesia. Kita mengacu kesana, untuk membantu kerja pemerintah untuk mengatasi masalah sampah. Lalu, Waste4Change adalah kolaborasi antara Ecobali Recycling dan Greeneration Indonesia. Teknologi semakin canggih sehingga harus beradaptasi dengan teknologi saat ini supaya mempermudah pengolahan sampah nantinya. Waste4Change bukan hanya pengangkut sampah seperti biasa aja karena visi kita itu ingin mengubah perilaku pengolahan persampahan. Jadi dari target klien kita pun kita ingin mengedukasi mereka agar lebih aware terhadap isu-isu persampahan. Isu sosial apa yang menjadi dasar Kalo isu sosialnya itu pasti sampah. penentuan misi tersebut? Karena paradigma orang masih menganggap sampah itu sesuatu yang tidak berguna. Tapi sebenarnya itu masih bisa digunakan oleh orang lain tergantung bagaimana mengkondisikan sampah itu sendiri. Sampahnya itu kan saat ini karena sampahnya tidak terkolala dengan baik, baik itu di
sumber maupun di pengolahannya. Akibatnya membutuhkan lahan TPA yang besar dan pembiayaan yang besar. Nah kita ingin mengubah perilaku orang-orang terhadap sampah. Kita ingin menyadarkan mereka bahwa masalah sampah saat ini udah sangat darurat jika kita tidak ingin berubah maka akan susah mengolah sampah itu. Terbukti dari ada TPA longsor, truk Jakarta tidak boleh masuk ke Bantar Gebang, karena satu atau dua hari sampah ga diambil, dampaknya pasti akan sangat signifikan.
3
Kita juga ingin memanusiakan temanteman yang sudah melakukan pengambilan sampah. Contohnya kaya petugas sampah eksisting yang pake gerobak yang hanya dibayar 500rb perbulan ambil sampah setiap hari dari jam 6 pagi sampai jam 10. Kalo dari sampahnya, karena sampahnya nyampur jadi yang bisa dimanfaatkan oleh mereka juga dikit, paling mereka Cuma dapat 200-300rb perbulan. Nah kita ingin mensejahterakan tementemen yang seperti itu, jadi kita naikan level hidupnya, kesejahteraannya, biar mereka bisa tetap bertahan hidup. Bagaimana proses penentuan misi Awalnya dari mas Sano founder kita sosial? dan Greeneration. Dulu Greeneration hanya fokus di jualan reusable bag, program banyu, dan diet kantong plastik. Karena sudah melakukan diet kantong plastik, ada isu sampahnya tapi hanya spesifik di plastik, merasa ga cukup nih sampah kan banyak kalo pastik presentasenya kecil dari sampah semuanya. Dia ingin mengatasi sampah yang lebih besar jangkauannya ga hanya di kantong plastik. Pertama kali pasti dia sendiri sih. Bisa dibilang ini dari ide pribadi dia. Terus ketemu mitra-mitra dan stakeholder yang lain, jadilah misi Waste4Change.
4
5
IDENTIFIKASI PELUANG Bagaimana cara Waste4Change Yang pertama itu, karena Sano sudah mengidenfitikasi peluang- bergelut di isu persampahan sejak bikin peluang? Greeneration Indonesia pada tahun 2005, jadi sudah cukup memetakan permasalahan sampah apa aja, sering jadi narasumber, mengisi training. Dari situ ketika dia mengisi training, peserta trainingnya banyak yang bilang banyak yang udah milah sampah tapi abis itu dicampurin lagi jadi males milah sampah. Dari situ jadi ada peluang kalo bisa ambil sampah secara terpilah bisa jadi satu value yang bisa ditawarkan. Untuk fenomena green building, kita juga tawarin fesibility study. Dari situ gedungnya kita sampling, kita kasih data ternyata komposisisnya sampahnya ini banyaknya segini misalnya. Nah data itu bisa mereka gunakan untuk mendapatkan sertifikasi green building oleh green bulding council. Dia yang mensertifikasi gedung ini masuknya bronze, silver atau gold. Semakin tinggi tingkatanya itu akan menaikkan rate gedung itu sendiri dan itu bisa mencharge tenant lebih tinggi. Bagaimana strategi Kan Waste4Change ada 4 program Waste4Change dalam yaitu Consult, Campaign, Collect, Dan memanfaatkan peluang menjadi Create. Consult dan campaign itu kita sebuah bisnis? melihatnya itu untuk mengedukasi target-target klien kita agar pandangannya terbuka tentang sampah. Lalu ketika mereka sudah teredukasi, mereka mau action memilah sampah tapi wadah yang bisa memfasilitasi mengambil sampah secara terpilah belum ada nih, maka muncullah Collect yaitu kita ambil sampah secara terpilah lalu setelah dipilah muncullah Create. Karena kita ingin memberikan solusi secara end-to-end dari sumbernya itu sendiri yaitu orangnya dan endingnya yaitu sampahnya mau diapakan, bisa diproses selama masih bisa di proses kita akan proses, lalu residu yang ga bisa diapa-apain baru ke TPA.
6
7
8
9
10
AKSES PERMODALAN / PEMBIAYAAN Darimana sumber modal dan Kalo sumber permodalan itu ada dari 3 pembiayaan Waste4Change? yaitu Greeneration, Ecobali, dan Investor. Greeneration itu ide dan sumber daya manusia, Ecobali itu sistem pengangkutan sampah, sama Investor yang mendanai operasional disini. Apakah sulit untuk memperoleh Tidak terlalu sulit karena isunya adalah modal finansial sebagai isu yang sangat menarik hanya perlu kewirausahaan sosial? membuat financial plan yang masuk akal dan perlu membuktikan bisnis modelnya itu bisa berjalan, harus benarbenar realistis, ketauan impactnya seperti apa dan balik modalnya kapan. Bagaimana strategi Sebelum ke investor kita bikin Waste4Change dalam mengelola planningnya. Dari situ ketauan butuh dan memobilisasi sumber daya? berapa dananya terus bagaimana cara mendapatkan revenue dan costnya abisnya berapa. Kita dibantu oleh Kinara (Social Venture) untuk buat business plan, budgeting, sales projection, income, cash flow, itu dibantu dari mereka. Kita juga pengen benchmarking sebenernya. Tapi karena di Indonesia belum ada usaha yang kaya kita, pengolahan sampah yang bertanggung jawab akhirnya jadi susah dan kita mulai dari 0. STAKEHOLDERS Siapa saja pihak-pihak terkait Greeneration Indonesia, Ecobali, (stakeholders) di dalam aktivitas investor, Vida yang mempercayakan Waste4Change? sampahnya dikelola oleh kita, Dinas Kebersihan DKI Jakarta dan Dinas Kebersihan Bekasi, Bank DBS. Bagaimana peran para Peran stakeholders kita itu ada yang per stakeholders? program. Kalo consult itu yang pasti ga terus perannya karena biasanya berdasarkan project. Biasanya perannya ngasih informasi-informasi di awalnya gitu karena kita kan di awal butuh datadata sisetem persampahannya seperti apa gitu. Terus dinas kebersihan itu lebih ke regulasi jadi kita bisa membuktikan kalo kita ngelakuin ini ga sendirian ada juga dukungan dari pemerintah. Kalo untuk warga ini
sebenernya perannya sebagai edukator ke tetangganya.
11
12
13
INOVASI Sebagai sebuah kewirausahaan Menurut kita perlu sih, karena supaya sosial, apakah inovasi menjadi bisa berdaptasi dan survive di dunia sebuah keharusan untuk bisnis. dilaksanakan? Apa saja inovasi yang sudah Inovasi kita yang pertama banget dilaksanakan oleh dibanding yang eksisting sih Waste4Change? pewadahan secara terpilah ini salah satu bentuk inovasi kita untuk pengangkutan sampah. Pertama masuk ke klien, kita akan mengedukasi mereka akan permasalahan sampah, pentingnya pengolahan sampah, kaya gitu. Akhirnya mereka sadar dan mereka mau dengan sistem yang kami tawarkan karena yang kami tawarkan kan emang agak beda dari yang lain kan mereka harus pilah sampah, mereka harus tau apa sampahnya seperti apa gitu. Setelah itu kita kasih pewadahan terpilah kita juga ambilnya secara terpilah. Kalo wadah sampah kertas dan anorganik ini seminggu sekali cukup dan karena sampahnya ga bau, kalo untuk yang organik itu seminggu tiga kali karena kalo ga diambil lama akan bau. Walaupun pengangkutannya di satu mobil tapi kondisinya udah terpilah wadahnya. Apakah inovasi yang dilakukan Inovasi kalo untuk klien ngaruh sih mempengaruhi dimensi lain karena banyak yang mereka udah milah (akses permodalan, stakeholders, sampah di kantornya cuma kalo dikasih dll? ke eksisting ya cuma dikumpul angkut buang aja gitu. Mereka udah tau kalo sampahnya bisa bermanfaat dan gimana caranya itu bisa disalurkan oleh mereka. Dan mereka ga masalah kalo untuk bayar angkut sampah. Terus dengan postingan kita di sosial media banyak yang kontak minta diangkut sampahnya gitu. Kalo untuk inverstor sih karena mereka tau kita bisa membuat dampak ke lingkungan dan kita bisa ngasilin uang
14
15
16
17
18
19
dari situ ada juga beberapa yang deketin kita buat inject ke kita. Banyak social venture dari luar gitu yang pada nyari-nyari social enterprise yang emang ada dampak ke lingkungannya KEPROAKTIFAN Apakah sikap proaktif Kita biasanya sering diundang sih mempengaruhi berkembangnya sering diundang ngisi seminar. Itu kan aktivitas kewirausahaan sosial? juga jadi salah satu media untuk promosiin jasa kita. Banyak juga media yang ngeliput kita misalnya dimulai dari postingan kita di sosial media. Sikap proaktif apa saja yang Networking sih baik dari Greeneration sudah dilakukan oleh Indonesia maupun dari Ecobali. Kita Waste4Change? juga lagi aktif di program kita punya program namanya Akademi Bijak Sampah itu buat orang-orang yang mau belajar tentang sampah. PENGAMBILAN RISIKO Bagaimana Waste4Change Kita melihat kondisi yang ada di mengidentifikasi risiko yang akan masyarakat itu seperti apa kita analisa dihadapi? lalu kita buat perencanaannya. Hambatan apa yang dihadapi Sebenernya di awal kan kondisi realnya Waste4Change saat ini? ga ada sama sekali yang milah sampah. Awalnya edukasi itu konsepnya sederhana, hanya ngasih wadah sama lembar petunjuk pemilahan gitu biar mereka yang melakukannya sendiri. Risiko apa yang telah diambil Kita nambah SDM sebagai edukatornya oleh Waste4Change dan apa yang masuk ke acara arisan, pengajian, dampaknya bagi kelangsungan gitu-gitu. Risikonya itu kan belum tentu aktivitas perusahaan? semuanya bisa berubah kan. Kalo mereka ga berubah juga kan otomatis berimpact ke sampahnya banyak residunya juga karena sampahnya nyampur akibatnya ga banyak yang bisa dikelola. Akibatnya kita makin banyak buang sampah ke TPA karena buang ke TPA kan bayar ya jadi beban cost nya di kita. AGRESIVITAS KOMPETITIF Siapa saja kompetitor Kalo kompetitor ini sih yang gampang Waste4Change dalam keliat sih kaya lapak-lapak kan karena menjalankan aktivitas? kalo lapak-lapak ini yang ambilin sampah di kantor-kantor. Atau dinas kebersihan juga kompetitor. Kalo yang bentuknya PT itu agak susah ditemuinnya. Ada namanya cuma ga
20
21
22
23
24
keliatan aktivitasnya. Ada banyak yang cuma angkut biasa, punya truk gede terus dibuang ke TPA. Cuma yang menawarkan metode yang berbeda menurut kita sih baru kita. Bagaimana sikap Waste4Change Setiap bisnis pasti ada kompetitornya dalam menghadapi persaingan sih. Kita bersaingnya itu lebih kepada dengan kompetitor? value yang kita tawarkan aja ke customer ini memiliki sesuatu yang berbeda dari kompetitor kita. Misalnya kita lebih bertanggung jawab, lebih update dengan teknologi, dan kita ngasih report ke customer kita. Apa pengaruh kompetisi terhadap Pengaruhnya cukup signifikan sih dimensi lainnya? karena mereka ngasih harganya murah. Karena mereka ga memprosesnya lebih lanjut juga. Mereka hanya ambil langsung dibuang. Sedangkan jasa kita itu karena ada jasa proses pengolahan selanjutnya jadi agak lebih mahal. Dan banyak yang belum siap untuk bayar mahal cuma hanya masalah sampah. OTONOMI Bagaimana proses pengambilan Kalo pengaruh dari luar sih engga. keputusan di Waste4Change? Mostly sih sebenernya kita musyawarah sih karena misalnya kita ada project dan masing-masing tim kan ada karena sekarang tim nya juga kecil. Siapa saja yang terlibat dalam Kalo keputusan sih ada di pemimpinnya proses pengambilan keputusan di si Sano sih sebagai managing director Waste4Change? untuk hal-hal yang strategisnya. Dan mostly sih sebenernya kita musyawarah. PENCIPTAAN NILAI SOSIAL Nilai sosial apa yang ingin Yang ingin kita ciptakan itu orangdiciptakan oleh Waste4Change? orang lebih aware dengan isu sampah ini sih agar mereka mau memilah sampah, teredukasi sama masalah sampah. Karena kalo pengangkutan sampah yang biasa kan ga peduli orangnya berubah apa engga yang penting dapat duit dari ambil sampahnya yaudah selesai. Sedangkan kita ga mau seperti itu. Kita juga ingin buat ngajarin orang-orang itu tentang pentingnya masalah sampah.
25
26
27
28
29
Bagaimana strategi Caranya ya itu, dengan jasa-jasa Waste4Change dalam mencapai kampanye kita, lewat media sosial kita penciptaan nilai sosial tersebut? buat mengekspos masalah-masalah sampah dari kegiatan kita. Kita rutin ke masyarakat di Vida ini kita ngikutin jadwalnya mereka arisan kapan, pengajian kapan. Karena sekarang ini kita mau gencarin lagi supaya sampahnya lebih bagus lagi yang masuk. SOLUSI YANG BERKELANJUTAN Apa solusi atau tujuan akhir dari Tujuannya sih ingin mengurangi jumlah aktivitas Waste4Change? sampah yang masuk ke TPA. Solusi yang kita tawarkan itu pengangkutan secara terpilah dan kaya yang udah disebutin tadi ya. Apa indikator untuk mengukur Indikatornya itu, kita selalu mendata keberhasilan aktivitas sampah-sampah yang masuk berapa Waste4Change? yang keluar berapa itu sebagai indikator sih sekian persen yang masuk ke TPA berapa itu sih. Kalo dari masyarakat yang milah meningkat sih kaya misalnya di awal cuma 50 orang sekarang udah 200. Kalo kantor-kantor kita juga ngecek manual kita buka sampahnya itu ada perubahan sih. Bagaimana strategi Untuk solusi yang berkelanjutan sih Waste4Change dalam kita pengen lebih ke aplikasi atau membangun solusi yang website atau media yang gampang di berkelanjutan? share agar tujuan dan solusi yang kita tawarkan itu masuk ke orang-orang dan mereka mau melakukan apa yang kita arahkan. USAHA PEMUASAN STAKEHOLDERS Bagaimana Waste4Change Kalo investor sih kita mengelola hubungan dengan para mempresentasikan sih progressnya stakeholders? udah sampe sejauh mana, ada hambatan apa, biar mereka juga memaklumi tahap-tahap yang krusial. Kalo untuk klien kami sih kita bikin grup WhatsApp. Kalo yang kantoran sih kita kan ngasih report sampahnya totalnya berapa dan udah diapakan aja. Kalo misal ada masalah sama sampahnya kita juga langsung inform kemereka supaya mereka juga bisa berubah juga dan bisa
evaluasi sama pihak manajemennya mereka juga. 30
Bagaimana Waste4Change dalam pemuasan stakeholders?
strategi Salah satu cara kita meningkatkan rangka pengetahuannya akan sampah kita ajak beberapa warga kunjungan ke Bantar Gebang, ke fasilitas kita liat prosesnya. Akhirnya mereka sadar kalo mereka ga berubah ya kondisinya akan gitu-gitu terus. Nah orang-orang yang kita ajak ini jadi semacam agennya kita untuk di perubahan kayak early adapternya. Jadi mereka yang bilang ke tetanggatetangganya gitu. Kalo kantor, sampahnya.
kita
ngasih
report
TRANSKRIP WAWANCARA
Hari, Tanggal Wawancara
: Jumat, 6 Januari 2017
Waktu Wawancara
: 14.30 WIB
Lokasi Wawancara
: Kantor Waste4Change
Nama
: Risca Ardita N.
Jabatan
: Social Creative
No 1
2
3
4
5
Pertanyaan
Jawaban
MISI SOSIAL Apa misi sosial di Misi nya Waste4Change, perubahan Waste4Change? perilaku masyarakat terhadap pengolahan sampah menjadi lebih bertanggung jawab. Isu sosial apa yang menjadi dasar Isu sosialnya sampah. Karena sampah penentuan misi tersebut? itu menjadi sebuah masalah yang mana masih banyak banget orang yang belum sadar atau tau ternyata berdampingan dengan masalah. Karena masyarakat tidak tau bahwa jika tidak dikelola dengan baik adalah sebuah masalah, jadilah masalah yang lebih besar. Nah karena atas dasar itu Waste4Change bergerak sebagai inisiatif untuk pengolahan sampah yang bertanggung jawab. Selain dari segi pengolahannya, juga mendorong masyarakat untuk mulai mengubah perilakunya melakukan pengolahan sampah yang bertanggung jawab. Bagaimana proses penentuan misi Waste4Change ini kan suatu upaya sosial? penanganan masalah lingkungan. Nah sebelum melakukan itu, kita melakukan riset dulu, identifikasi masalah seperti apa sih masalahnya gitu. IDENTIFIKASI PELUANG Bagaimana cara Waste4Change Kalo kita, ada masalah nah disitu ada mengidenfitikasi peluang- peluang. Kita pertama lihat di eventpeluang? event gitu kan ternyata sampahnya sekian misalnya dan ternyata mereka ga mengelola sampahnya lebih lanjut. Bagaimana strategi Nah dari masalah itu yang kita Waste4Change dalam tawarkan ya itu usaha-usaha yang udah
6
7
8
9
10
11
memanfaatkan peluang menjadi kita buat. sebuah usaha/bisnis? AKSES PERMODALAN / PEMBIAYAAN Darimana sumber modal dan Waste4Change itu kan awalnya pembiayaan Waste4Change? gabungan dari Greeneration Indonesia dan EcoBali. Nah mereka itu udah ada investornya yang kemudian bantu Waste4Change. Atau dari individuindividu juga ada. Nah kemudian kita mencari uang sendiri dan membiayai dari bisnis kita. Apakah sulit untuk memperoleh Ga mudah-mudah juga sih. Karena modal finansial sebagai sebagai kewirausahaan sosial itu kan ga kewirausahaan sosial? semulus perusahaan biasa ya. Jadi ya kita berupaya terus kaya menawarkan program-program atau jualannya Waste4Change itu. Bagaimana strategi Caranya ya dengan perencanaan yang Waste4Change dalam mengelola matang. Dana yang keluar itu kan dan memobilisasi sumber daya? memang disesuaikan dengan apa yang kita ajukkan. STAKEHOLDERS Siapa saja pihak-pihak terkait Yang jelas pemerintah ya dalam (stakeholders) di dalam aktivitas berbagai peraturan dan berbagai Waste4Change? administrasi dan legalitas kan penting ya. Terus perusahaan dan masyarakat sebagai klien yang menggunakan jasa Waste4Change. Bagaimana peran para Perannya macem-macem. Kalo stakeholders? pemerintah itu kan bikin peraturan tuh tentang sampah kan ada tuh peraturannya yang mana masyarakat itu harus mengurangi sampahnya dari sumber. Nah kita mencantumkan itu buat turun ke masyarakat. Kadang kita menghadirkan pemerintah misalnya UPTD tuh yang berkepentingan itu untuk turut hadir untuk membantu mendorong masyarakat. Terus kalo perusahaan dan masyarakat itu ya berperan sebagai pengguna jasa kita dan mendorong masyarakat lain untuk mau memilah sampahnya. INOVASI Sebagai sebuah kewirausahaan Iya menurutku inovasi memang penting sosial, apakah inovasi menjadi karena melihat kebutuhan dari sebuah keharusan untuk masyarakat. Karena aku percaya sama
dilaksanakan?
12
13
14
15
sistemnya Waste4Change ini karena memang di luar negeri pun udah menerapkan sistem ini. Hanya saja kita inovasi di strategi gitu agar sistem yang kita punya itu bisa di terima di masyarakat karena kan mindsetnya aja belum sampe kesana. Apa saja inovasi yang sudah Itu awalnya kan kita menawarkan riset dilaksanakan oleh dan kampanye aja tuh nah terus kita Waste4Change? menawarkan pengangkutan sampah yang beda dengan yang udah ada. Terus kan banyak tuh vendor-vendor pengangkutan sampah yang beredar di Jakarta, terus yang membedakan adalah Waste4Change itu pengangkutan sampahnya terpilah, jadi klien harus milah sampahnya yang mana vendor lain tuh nyampur sampahnya. Terus dijadwalin sampah organik hari apa aja terus anorganik hari apa aja. Terus ada pelaporannya yang udah kita angkut berapa beratnya terus apa aja sampahnya nah itu sebagai bukti pertanggung jawaban. Terus awalnya pengangkutan sampahnya harus kolektif gitu sekarang bisa sendirisendiri. Apakah inovasi yang dilakukan Terkait inovasi sistemnya mempengaruhi dimensi lain Waste4Change itu sudah mulai banyak (akses permodalan, stakeholders, sih yang melirik gitu karena melihatnya dll? sampah itu sebuah masalah dan kita pada saat kampanye itu Waste4Change punya solusinya seperti apa gitu. KEPROAKTIFAN Apakah sikap proaktif Iya karena biar bisa bertahan kan kita mempengaruhi berkembangnya harus terus aktif baik promosi atau aktivitas kewirausahaan sosial? dengan program baru gitu. Terus kita melihat permintaan sama perkembangan masyarakat gimana sih udah mulai mau milah sampah apa belum dari situ kita bisa buat program baru apa misalnya. Sikap proaktif apa saja yang Iya jasa pengangkutan sampah kita kan sudah dilakukan oleh udah berlangsung di perumahan gitu Waste4Change? nah kita baru aja launching jasa pengangkutan sampah buat per orang jadi ga harus kolektif gitu. Daerahnya baru mencakup Jakarta Selatan dan
Bekasi aja sih kita melihat dari jarak dan kemauan orang buat memilah sampah. Daftarnya bisa dilihat di website kita bisa cantumin emailnya. Ada customer servicenya juga kalo misalnya nanti ada keluhan gitu
16
17
18
Dulu kita awalnya bentuk kampanye kita punya program EWM (Event Waste Management) kita mengkampanyekan pengelolaan sampah di suatu acara ke orang yang menghadiri event tersebut terus kita mengangkut juga sampahnya gitu. Nah semenjak 2015 kita ada program AKABIS (Akademi Bijak Sampah) itu pelatihan pemilahan sampah gitu ke orang-orang yang pengen belajar milah sampah. Sejauh ini yang udah jadi peserta itu misalnya perusahaan yang punya acara outing gitu nah mereka acara outing-nya itu belajar milah sampah gitu sih. Sekolah juga waktu itu ada yang pernah dateng. Kita juga ada program 3R School Program ke sekolah kita kampanye pengolahan sampah ke siswa disana. PENGAMBILAN RISIKO Bagaimana Waste4Change Kalo risiko di project gitu karena mengidentifikasi risiko yang akan anggarannya terbatas jadi harus dihadapi? diperhatiin tuh waktu sama kualitasnya. Kita identifikasi waktu, dana, sama mutu. Kalo misalnya waktunya sempit atau dananya terbatas berarti kan harus disesuaikan lagi supaya keluarannya tercapai. Hambatan apa yang dihadapi Hambatannya sih paling masih masalah Waste4Change saat ini? warga yang masih belum milah sampah. Pas kita angkut ternyata sampahnya masih belum terpilah sempurna masih banyak yang nyampur jadi kalo udah kecampur kan susah lagi pilahnya kita. Risiko apa yang telah diambil Kalo di project itu kadang kalo oleh Waste4Change dan apa misalnya ada yang meleset kita dampaknya bagi kelangsungan sesuaikan antara waktu, dana, sama aktivitas perusahaan mutunya. Dampaknya kalo misal ada yang meleset kan keluarannya ga
tercapai Kalo kasusnya di collect tuh misalnya warga ada yang ga milah kan berarti kondisi sampahnya campur, terus kan dampak ke cost yang kita keluarin buat buang sampah ke TPA juga ada dampak ke sampah yang dihasilkan berdampak lagi sama operator kita yang kewalahan milah sampahnya jadi kadang kita harus cari orang lagi atau ya sampahnya jadi ga kepilah secara sempurna.
19
20
21
22
23
Di internal sih pastinya kita evaluasi terus misal diprogram ini apa yang menjadi hambatan, tantangan kita, dan apa yang harus kita perbuat, bagaimana cara pemecahnnya gitu. AGRESIVITAS KOMPETITIF Siapa saja kompetitor Sejauh ini kalo di bagian riset sih ada Waste4Change dalam tapi ga banyak sih kalo di Jakarta. Kalo menjalankan aktivitas? pengangkutan sampah sih kompetitornya lebih ke vendor yang angkut tapi ga dipilah. Ya itu sih tantangannya itu kita bersaing sama yang angkut sampah ga dipilah, karena masyarakat mindsetnya masih gitu jadi itu tantangannya. Tapi sebenernya kalo kompetitor dari segi yang sistemnya kaya kita di Jakarta kayanya belum ada deh. Bagaimana sikap Waste4Change Kalo di riset itu ada tuh kompetitor kan dalam menghadapi persaingan tapi itu kita udah kenal sama kita dan dengan kompetitor? itu udah sering ngobrol-ngobrol biasa gitu malah justru saling belajar. Apa pengaruh kompetisi terhadap Kalo pengaruh sih paling kita lebih dimensi lainnya? aktif ya dalam memasarkan jasa kita terus gimana strateginya kita supaya masyarakat mau nerima gitu. OTONOMI Bagaimana proses pengambilan Kalo keputusan yang butuh cepet ya itu keputusan di Waste4Change? petugas lapangan yang ambil tapi kalo misalnya keputusan yang strategis gitu ya harus koordinasi sama atasan. Siapa saja yang terlibat dalam Tergantung keputusan kaya tadi gitu proses pengambilan keputusan di petugas lapangan, kita karyawan, Waste4Change? pimpinan juga pasti terlibat.
24
25
26
27
28
29
PENCIPTAAN NILAI SOSIAL Nilai sosial apa yang ingin Terkait pengolahan sampah kan balik diciptakan oleh Waste4Change? lagi ke dirinya sendiri ya. Kadang kan sampah itu yang buang siapa, yang kena dampaknya siapa. Nah yang kita ingin ciptakan sih rasa tanggung jawab, masyarakat harus tanggung jawab sama sampah yang dihasilkan sih. Bagaimana strategi Kita bawa nilai-nilai lingkungan aja sih Waste4Change dalam mencapai misalnya sampah itu kalo ga dikelola penciptaan nilai sosial tersebut? bisa mencemari, terus sampah itu bisa menghasilkan penyakit, lebih ke dampak-dampak yang akan dihasilkan. Kita pengen buka pikiran masyarakat juga dengan fakta-fakta yang ada di lapangan gitu. SOLUSI YANG BERKELANJUTAN Apa solusi atau tujuan akhir dari Tujuannya ya buat meminimalisir aktivitas Waste4Change? sampah yang masuk ke TPA dengan maksimalin pengolahan kaya misalnya material yang bisa dipake ya di manfaatin makanya harus milah sampah. Apa indikator untuk mengukur Kita kan kewirausahaan sosial nih, keberhasilan aktivitas secara umum sih kita bagi keberhasilan Waste4Change? internal sama eksternal. Kalo internal kan keberhasilannya berarti kan kita tetep berkelanjutan karena kita menghasilkan keuntungan. Terus kalo secara eksternal itu program yang kita tawarkan berhasil misalnya semakin banyak yang milah sampah, banyak yang aware dengan masalah sampah, terus lingkungan masyarakat sini jadi bersih kan. Bagaimana strategi Itu dengan membuat dan melakukan Waste4Change dalam program-program terus. Terus dengan 4 membangun solusi yang core program kita itu kan udah bikin berkelanjutan? sistem pengolahan sampah dari sumber tinggal menyebarkan itu ke masyarakat banyak. USAHA PEMUASAN STAKEHOLDERS Bagaimana Waste4Change Kalo menjaga hubungan berarti kita mengelola hubungan dengan para harus menjaga mutu dari apa yang kita stakeholders? tawarkan sih. Menjaga mutu kan berarti misalnya output dari program ini apa berarti kita harus jaga itu dengan baik.
30
Bagaimana Waste4Change dalam pemuasan stakeholders?
Dan kita juga harus menjaga nama baik stakeholdersnya juga. strategi Selain menjaga mutu, kita juga menjaga rangka output kita kaya hasilnya harus sesuai seperti ekspektasi di awal. Karena mereka mau mendanai atau mendukung kan karena tertarik sama keluarannya ya, kalo tercapai kan pasti seneng.
TRANSKRIP WAWANCARA
Hari, Tanggal Wawancara
: Senin, 14 November 2016
Waktu Wawancara
: 16.30 WIB.
Lokasi Wawancara
: Perumahan Vida Bekasi
Nama
: Ibu Nia
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
No Pertanyaan Jawaban 1 Bagaimana awalnya mengetahui Kita udah gabung sekitar setahun. Waste4Change? Pertama sih ada sosialisasi dulu pertama ke RW terus abis itu kita minta di RT kita minta penyuluhannya. 2 Pelayanan apa saja yang diberikan Setelah bergabung kita diajak tuh jalanWaste4Change? jalan ke TPS liat kondisi disana gimana lumayan dapet edukasinya kan. Terus pengangkutan sampahnya mulai diambil dari sini terus diolah disana jadi kompos. Wadahnya kalo sampah kering kan dikasih kantong tuh yang kantong orange sama biru nah untuk sampah basahnya kan kita ada ember bekas tuh jadi sampahnya ditaro disana. 3 Bagaimana proses pelayanan yang Kalo pengangkutannya yang organik 3 diberikan oleh Waste4Change? kali seminggu terus kalo yang sampah kering seminggu sekali. 4 Apa manfaat yang dirasakan Kalo untuk sampahnya sih kalo dari setelah ada program UPTD kemarin karena mungkin ada pengangkutan sampah terpilah kendala penuh kali ya jadi dua minggu oleh Waste4Change? sekali baru diambil kalo ini kan seminggu 3 kali diambil. Terus kalo buat kita sih kita jadi belajar milahmilah sampah. Kalo pandangan jauhnya mah memudahkan pemerintah lah mengurangi penumpukkan sampah disana gitu 5 Adakah perubahan sikap atau Kalo dulu sebelum bergabung mungkin kebiasaan setelah menerima kita masih cuek lah sama sampah pelayanan dari Waste4Change? peduli amat gitu, ya kalo sekarang udah peduli. Kalo kemarin sampah masih digabung kalo sekarang karena udah
6
ada edukasinya ya jadi bisa lah memilah-milah jadi bersih juga sih. Apa harapan atau saran terhadap Mudah-mudahan sih kita bisa pelayanan Waste4Change? bergabung selamanya ya. Jangan bosen jangan putus asa kalo masih ada warga yang belum bisa masih susah buat milah-milah sampah ya. Pasti kita bantu.