Prosedur RSPO untuk Remediasi dan Kompensasi Terkait Pembukaan Lahan tanpa didahului Kajian NKT
Latar belakang - Konteks pengembangan dokumen ini Sesuai dengan Prinsip & Kriteria (selanjutnya dalam dokumen ini disebut "P&C") Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), anggota yang merupakan produsen minyak kelapa sawit diwajibkan untuk menyelesaikan kajian Nilai Konservasi Tinggi (NKT) terhadap lahan yang dikelolanya untuk penanaman baru sejak bulan November 2005. Tujuannya adalah agar kawasan-kawasan atau lahan yang berada di bawah kendali pekebun anggota RSPO dan mengandung atau mendukung nilai NKT tidak dibuka untuk tujuan penanaman setelah tanggal tersebut. Di awalnya telah diberikan toleransi bagi para produsen anggota RSPO untuk kegiatan penanaman yang dilakukan pada waktu antara akhir tahun 2005 dan akhir tahun 2007 sehubungan dengan adanya sejumlah faktor (terutama periode uji coba awal di lapangan untuk pelaksanaan P&C yang berlangsung hingga tahun 2007, persyaratan-persyaratan Interpretasi Nasional P&C yang masih baru dikembangkan, sifat panduan kajian NKT yang pada saat itu masih sangat sederhana, hampir tidak adanya penilai NKT yang memenuhi kualifikasi, pembelian perkebunan dari pihak-pihak yang non-anggota RSPO, dan masalah-masalah komunikasi). Bahkan pasca tahun 2007 sekalipun, dengan dilatarbelakangi pelbagai alasan termasuk yang telah disebutkan di atas, masih ada pekebun anggota RSPO yang meneruskan kegiatan pembukaan lahan untuk penanaman tanpa kajian NKT. Untuk membantu memastikan agar tidak ada lagi produsen anggota RSPO yang terus melakukan kegiatan pembukaan lahan tanpa didahului kajian NKT, maka dilaksanakanlah Prosedur Penanaman Baru (New Planting Procedure atau NPP) mulai tanggal 1 Januari 2010, sebelum pekebun melakukan perluasan lebih lanjut bagi penanaman kelapa sawit. Ada tiga opsi utama untuk menyikapi bentuk pelanggaran terhadap persyaratan bagi anggota RSPO ini, yaitu (a) mencabut status keanggotaan; (b) menangguhkan keanggotaan yang bersangkutan hingga dilakukannya tindakan perbaikan atau penggantian kompensasi yang dilakukan secara khusus (ad hoc); atau (c) mengatur prosedur yang jelas, formal dan transparan serta disetujui untuk melakukan remediasi dan kompensasi. Dengan adanya keinginan RSPO untuk meningkatkan standarstandar lingkungan dan sosial di sektor industri minyak kelapa sawit secara global dan komitmennya terhadap perbaikan berkelanjutan serta demi menghindari terpecah belahnya sektor minyak kelapa sawit menjadi ‘kita dan mereka’, maka opsi (a) dinilai paling sedikit membawa manfaat. Sementara opsi (b) akan membuat kita terjebak pada sifatnya yang khusus atau ‘ad hoc’ tanpa menyelesaikan persoalan secara jangka panjang. Adapun untuk opsi (c), maka opsi inilah yang dianggap sebagai yang terbaik. Tulisan ini menjelaskan rinci opsi (c) yang diajukan. Pada tanggal 6 Maret 2014, Dewan Gubernur RSPO menyetujui rekomendasi yang diajukan Gugus Tugas Kompensasi (Compensation Task Force atau CTF) untuk memulai pelaksanaan bertahap Prosedur Remediasi dan Kompensasi terkait Pembukaan Lahan yang Tidak Didahului Kajian NKT sebagaimana dijelaskan dalam dokumen ini. Pelaksanaan bertahap ini mewajibkan semua anggota RSPO yang memiliki dan/atau mengelola lahan untuk produksi kelapa sawit agar mematuhi semua
bagian dokumen ini hingga (dan termasuk) Bagian 8 tentang Penghitungan Tanggung Jawab Konservasi. Pelaksanaan bertahap ini mulai dilaksanakan tanggal 9 Mei 2014. Semua anggota RSPO yang bersangkutan diberikan waktu satu tahun untuk menyelesaikan pemenuhan persyaratan ini. Anggota yang tidak mematuhi ketentuan ini dalam jangka waktu yang diberikan dijatuhi penangguhan hingga pihaknya mampu mengajukan penghitungan tanggung jawab kompensasi. Jangka waktu pelaksanaan bertahap dirancang untuk dapat mengumpulkan informasi dan pengalaman lanjutan yang ada guna mengembangkan suatu prosedur lengkap. Sejak bulan Mei 2015, CTF telah bekerja secara aktif untuk mengintegrasikan apa saja hasil pembelajaran yang telah didapatkan dari tahap pertama sebagaimana dijelaskan di atas untuk menyusun versi terbaru Prosedur Remediasi dan Kompensasi. Draf hasil pembaharuan ini telah disetujui CTF pada bulan Agustus 2015 pada saat mempersiapkan konsultasi publik yang selanjutnya. Tahap lanjutan dalam pelaksanaan Prosedur pasca konsultasi yang telah diperbaharui (terkait Bagian 9 dan selanjutnya), jika disetujui Dewan Gubernur, akan dimulai bulan November 2015.
Catatan Penting 1. Tujuan dari penerapan Prosedur Remediasi dan Kompensasi ini hanyalah untuk mendorong pelestarian keanekaragaman hayati beserta jasa lingkungan dan nilai-nilai sosial dan budaya serta melindungi kawasan-kawasan yang penting untuk dipelihara dalam konteks perluasan budi daya kelapa sawit. RSPO mengusulkan agar hal ini dilakukan dengan cara mendorong kepatuhan anggota terhadap standar-standar yang diharapkan oleh RSPO untuk dipenuhi sesuai dengan apa yang diatur dalam P&C. 2. Prosedur dan P&C berikut ini merupakan serangkaian standar untuk kelompok sendiri yang diharapkan RSPO agar dipenuhi para anggotanya dan tidak bersifat mewakili hukum atau aturan negara manapun tempat anggota menjalankan kegiatan operasinya. 3. Istilah 'pelanggaran' tidak dapat diartikan sebagai pengakuan bahwa anggota RSPO telah melakukan pelanggaran hukum atau kewenangan negara manapun ataupun kesalahan apapun terhadap segala pihak ketiga baik dalam bentuk perorangan, perusahaan, organisasi atau badan hukum lainnya dan tidak dapat pula mengindikasikan demikian. Istilah ini hanya mengacu pada ketidakpatuhan anggota terhadap serangkaian prinsip dan standar yang diberlakukan RSPO. 4. Segala kompensasi (dalam bentuk dana proyek atau konservasi) yang diberikan oleh anggota terkait standar ini bukanlah disebabkan oleh (dan tidak pula dimaksudkan sebagai) adanya kerusakan atas segala kesalahan oleh anggota yang bersangkutan sebagaimana diatur oleh hukum atau kewenangan manapun tempat dilaksanakannya pemberian kompensasi tersebut (dalam bentuk dana proyek atau konservasi) dan semata-mata dimaksudkan untuk memenuhi standar dan kriteria yang diberlakukan untuk kelompok sendiri oleh RSPO untuk tujuan memperoleh sertifikat RSPO. Demikian pula pelaksanaan kompensasi berdasarkan Prosedur Remediasi dan Kompensasi ini tidak akan membebaskan siapa pun anggota RSPO dari segala kesalahan (jika ada) sebagaimana diatur oleh ketentuan hukum negara manapun serta tidak pula menganjurkan agar hukum yang berlaku di
2
negara tempat anggota yang bersangkutan menjalankan kegiatan operasinya tidak perlu dilaksanakan. 5. Prosedur Remediasi dan Kompensasi ini juga tidak dimaksudkan untuk mendorong anggota untuk tidak mematuhi ketentuan hukum yang berlaku di suatu negara.
3
1. Pembukaan Standar RSPO untuk produksi minyak kelapa sawit berkelanjutan, sebagaimana yang dijelaskan dalam P&C, mengidentifikasi potensi kehilangan hutan primer atau NKT1 yang muncul dari pembangunan penanaman baru sebagai persoalan kunci yang harus diselesaikan. Versi pertama P&C tahun 2007 (Prinsip dan Kriteria RSPO serta indikator wajib terkait) menyatakan bahwa: Kriteria 7.3 Penanaman baru sejak November 2005 tidak menggantikan kawasan hutan primer atau kawasan lain yang dibutuhkan untuk memelihara atau meningkatkan sedikitnya salah satu dari Nilai Konservasi Tinggi (NKT) Suatu kajian NKT, termasuk di dalamnya dialog/konsultasi bersama pemangku kepentingan, harus dilakukan sebelum dilakukannya konversi apapun. Tanggal persiapan lahan dan tanggal mulai harus dicatat. Tujuan dari keberadaan ketentuan ini dalam standar RSPO adalah untuk melestarikan nilai-nilai penting keanekaragaman hayati, jasa lingkungan dan sosial budaya serta menjaga kawasan-kawasan yang memiliki fungsi penting untuk memelihara nilai-nilai tersebut dalam konteks perluasan budi daya kelapa sawit. Oleh karena itu, ketentuan ini merupakan unsur utama dalam sistem RSPO. Jika diinterpretasikan secara ketat dan menggabungkannya dengan ketentuan-ketentuan RSPO yang menolak sertifikasi sebagian,2 maka persyaratan-persyaratan ini benar-benar akan menghilangkan kesempatan pekebun yang mengendalikan kawasan yang dibuka untuk perluasan tanpa didahului kajian NKT pasca November 2005 untuk mengikuti sertifikasi RSPO. Dikarenakan RSPO mengetahui bahwa pemahaman dan pelaksanaan persyaratan-persyaratan ini dilakukan secara bertahap dan bahwa terjadinya ketidaksesuaian disebabkan oleh berbagai sebab, khususnya di lahan yang belum bersertifikat RSPO, maka Dewan Gubernur RSPO menyetujui NPP untuk mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2010. Prosedur ini mewajibkan semua anggota RSPO yang terlibat di dalam produksi minyak kelapa sawit untuk menunjukkan (sebagaimana nantinya akan diverifikasi oleh badan sertifikasi terakreditasi RSPO) bahwa pihaknya telah melaksanakan kajian dampak sosial dan lingkungan secara independen, komprehensif dan partisipatif (termasuk di dalamnya identifikasi adanya kawasan hutan primer yang diperlukan untuk mengelola nilai NKT, kawasan gambut, dan lahan masyarakat setempat) sebelum membuka lahan baru. P&C ini kemudian direvisi pada tahun 2013. Perbedaan utama antara versi tahun 2007 dan 2013 sehubungan dengan Kriteria 7.3 adalah metode yang mewajibkan pekebun untuk menunjukkan tidak adanya pembukaan lahan terhadap kawasan NKT semenjak tahun 2005. Jika pembukaan lahan 1
NKT didefinisikan dalam Panduan Umum NKT dan Interpretasi Nasional (jika ada). Informasi yang telah diperbaharui tentang panduan dan definisi NKT tersedia di laman situs HCV Resource Network di www.hcvnetwork.org/. 2 Klausul 4.2.4 Sistem Sertifikasi mewajibkan pekebun untuk terikat kepada jadwal untuk mengikuti proses sertifikasi untuk semua lahan yang berada dalam kendalinya.
4
dilakukan pada waktu antara tahun 2005 dan 2013, maka tidak ada kewajiban untuk melakukan kompensasi jika pekebun yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa pihaknya telah melakukan suatu kajian NKT sebelum melakukan konversi dan bahwa tidak ada kawasan NKT atau hutan primer yang telah dibuka. Namun jika pembukaan lahan dilakukan setelah dipublikasikannya P&C versi tahun 2013, maka pekebun diwajibkan untuk menunjukkan bahwa kajian NKT dan analisis Perubahan Pemanfaatan Lahan (Land Use Change atau “LUC”) telah dilaksanakan sebelum melakukan pembukaan lahan. Prinsip dan Kriteria RSPO 2013 serta Indikator wajib terkait menyatakan bahwa: (Kriteria 7.3) Penanaman baru sejak November 2005 tidak menggantikan kawasan hutan primer atau kawasan lain yang dibutuhkan untuk memelihara atau meningkatkan sedikitnya salah satu dari Nilai Konservasi Tinggi (NKT). 7.3.1 Harus ada bukti bahwa tidak ada penanaman baru yang menggantikan kawasan hutan primer atau kawasan lain yang dibutuhkan untuk memelihara atau meningkatkan salah satu (atau lebih) Nilai Konservasi Tinggi (NKT) sejak November 2005. Penanaman baru harus dirancang dan dikelola sebaik mungkin untuk menjamin dipertahankan dan/atau ditingkatkannya kualitas NKT yang telah diidentifikasi (lih. Kriteria 5.2). 7.3.2 Analisis NKT secara komprehensif yang melibatkan konsultasi dengan pemangku kepentingan harus dilaksanakan sebelum pelaksanaan konversi atau penanaman baru. Analisis ini mencakup analisis perubahan pemanfaatan lahan untuk menentukan perubahan pada vegetasi sejak November 2005. Analisis ini harus digunakan dengan proksi untuk menunjukkan adanya perubahan terhadap status NKT. 7.3.3 Tanggal persiapan dan tanggal mulai harus dicatat. Panduan Spesifik untuk Indikator 7.3.1: Jika lahan telah dibuka sejak November 2005 dan tidak didahului Kajian NKT dengan sebagaimana mestinya, maka lahan tersebut akan dikecualikan dari program sertifikasi RSPO hingga rencana kompensasi NKT selesai dikembangkan dan mendapatkan persetujuan dari RSPO.
Anggota pekebun juga harus mengetahui bahwa kajian NKT yang dilakukan berdasarkan NPP 2010 harus menggunakan penilai berlisensi NKT dan mengikuti Skema Lisensi Penilai (Assessor Licencing Scheme atau ALS).3 Selain itu, semua kajian NKT juga harus dilaksanakan sesuai dengan Panduan NKT Nasional jika ada. Persyaratan baru dalam Kriteria 7.3 P&C 2013 tidak akan berlaku surut/mundur bagi kajian-kajian NKT yang sudah pernah dilakukan. Akan tetapi dengan mengakui bahwa pembukaan lahan yang tidak didahului oleh kajian NKT dapat terjadi disebabkan berbagai faktor (termasuk ketidaktahuan akan adanya persyaratan RSPO pada waktu itu, kegiatan yang dilakukan pemilik kebun sebelumnya, serta kesalahan atau prosedur operasional yang tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya), maka alih-alih memaksakan persyaratan yang akan selamanya menghalangi kesempatan pekebun tertentu untuk mengikuti sertifikasi (atau bahkan mengajukan keanggotaan) RSPO, Dewan Gubernur RSPO memilih agar RSPO mengembangkan Prosedur Remediasi dan Kompensasi. 3
http://www.rspo.org/news-and-events/news/what-you-need-to-know-about-the-hcv-assessor-licensingscheme
5
Kompensasi diwajibkan bagi segala pembukaan setelah tahun 2005 yang dilakukan tanpa didahului kajian NKT terhadap lahan yang berada di bawah kendali perusahaan pemilik aset teratas (top asset) dan/atau pihak pengelolanya beserta semua anak perusahaannya yang dimiliki dan/atau dikelola berdasarkan kepemilikan saham mayoritas, yang menghasilkan kelapa sawit. Hal ini terlepas dari apakah pembukaan dilakukan sebelum atau sesudah lahan tersebut diakuisisi atau disewagunakan (lihat Catatan Penjelasan). Sebagaimana dijelaskan dalam Dokumen Sistem Sertifikasi RSPO tahun 2007, mayoritas kepemilikan saham didefinisikan sebagai kepemilikan dengan porsi terbesar. Dalam hal kepemilikan saham adalah sama besarnya (contohnya 50-50), maka prosedur ini berlaku bagi pihak pemegang kendali manajemen. Prosedur Remediasi dan Kompensasi juga berlaku bagi lahan yang disewagunakan atau diakuisisi oleh anggota RSPO dan lahan yang masih dalam kendali pihak pemegang saham mayoritas. Prosedur Remediasi dan Kompensasi juga berlaku bagi petani terasosiasi (juga disebut petani plasma) beserta semua pemasok dari luar yang terikat kontrak eksklusif dan memasok Tandan Buah Segar (TBS) bagi semua unit yang dimiliki anggota, terlepas dari apakah pemasok dari luar ini adalah petani atau bukan, karena hal ini telah dijelaskan oleh RSPO sebagai bagian dari basis pasokan dari unit sertifikasi. Prosedur Remediasi dan Kompensasi sebagaimana dijelaskan dalam dokumen ini tidak berlaku pada petani mandiri yang hendak mengikuti proses sertifikasi. CTF memahami bahwa ada beberapa kasus pembukaan lahan oleh petani mandiri yang telah dilakukan sejak November 2005 akan tetapi tidak didahului oleh kajian NKT. CTF bekerja dengan Kelompok Kerja Petani (Smallholder Working Group atau SWG) RSPO untuk mendalami persoalan ini dan kemudian mengajukan prosedur praktis untuk remediasi dan kompensasi untuk diberlakukan pada petani mendiri yang hendak mengikuti proses sertifikasi dan/atau menjual TBS kepada anggota RSPO yang telah bersertifikat. CTF menghendaki agar semua petani mandiri yang hendak mengikuti proses sertifikasi berdiskusi dengan RSPO mengenai apa saja keadaan-keadaan yang dapat mengakibatkan ketidakpatuhan. Sebagai langkah pertama, CTF menghendaki dilaksanakannya Analisis LUC dalam keadaan-keadaan dimaksud untuk lebih memahami persoalan yang ada dan membantu mengembangkan prosedur yang sesuai untuk petani mandiri. Prosedur Remediasi dan Kompensasi di bawah ini membantu para anggota RSPO untuk mematuhi Kriteria 7.3 dan/atau unsur-unsur NKT yang ada dalam NPP ketika hendak mengikuti proses sertifikasi (atau menjaga status sertifikat yang telah diperoleh), dengan ketentuan bahwa: i. ii. iii.
pihaknya menunjukkan adanya perubahan pada prosedur operasi standar (SOP) yang dijalankannya; menyetujui remediasi/kompensasi untuk segala kehilangan NKT 4, 5 dan 6 dengan masyarakat terdampak; dan merencanakan dan melaksanakan tindakan-tindakan konservasi keanekaragaman hayati sebagaimana diatur dalam Prosedur Remediasi dan Kompensasi ini.
Pendekatan ini memiliki dua tujuan sekaligus.
Membantu RSPO agar dapat lebih baik dalam mencapai misinya memajukan produksi, penyediaan, pembiayaan dan pemanfaatan produk minyak kelapa sawit dengan cara melibatkan lebih banyak lagi pekebun yang memiliki komitmen.
6
Membantu para pekebun yang bertanggung jawab dapat memenuhi standar-standar dalam kegiatan operasi yang telah menyebabkan terjadinya ketidakpatuhan di masa lalu sehingga pihaknya dapat mengajukan permohonan untuk mendapatkan sertifikat atau menjaga keberlakuan sertifikat yang mereka sudah dapatkan sebagai sarana untuk menunjukkan komitmen mereka terhadap keberlanjutan.
2. Pendahuluan Dokumen ini berisi Prosedur Remediasi dan Kompensasi RSPO yang berlaku bagi ketidakpatuhan dengan segala ketentuan dalam Prinsip 7.3 P&C dan/atau prosedur NPP RSPO. Dokumen ini disusun berdasarkan kerja dan rekomendasi CTF selaku sub-unit di bawah Kelompok Kerja Keanekaragaman Hayati dan NKT (“BHCV-WG”) RSPO yang didirikan pada tahun 2011, dan juga turut dikembangkan dari pekerjaan yang pernah dilakukan oleh Dewan Gubernur di masa-masa awal, ide yang dikembangkan Kelompok Kerja NKT RSPO Indonesia (HCV-RIWG), dan hasil lokakarya yang telah diselenggarakan bersama anggota pada forum Roundtable RSPO ke-8 di Jakarta (RT8) bulan November 2010 lalu.4 Prosedur ini juga berdasarkan pengalaman dari dua kasus awal mengenai penyampaian keluhan (grievance). Kedua kasus ini jelas menunjukkan bahwa usaha-usaha yang dilakukan untuk menilai kehilangan nyata NKT melalui analisis NKT yang bersifat retrospektif (mundur ke waktu yang telah lalu) dan historis adalah hal yang sulit untuk dilakukan, menyita waktu dan hasilnya pun jauh dari apa yang bisa diterima. CTF juga menyimpulkan bahwa pemulihan (restorasi) kawasan ekosistem alam yang luas di atas lahan yang telah ditanami kelapa sawit sering kali kurang efektif ketimbang tindakan-tindakan konservasi yang dilaksanakan di luar perkebunan. Prosedur Remediasi dan Kompensasi ini mempertimbangkan poin-poin hasil pembelajaran tersebut dengan menetapkan suatu pendekatan berbasis proksi untuk menghitung kewajiban kompensasi berdasarkan analisis citra satelit terhadap tutupan vegetasi yang ada di masa lalu pada kawasan-kawasan yang telah dibuka, dengan disertai pelaksanaan tindakan-tindakan konservasi yang dapat diterima di luar ataupun di dalam lokasi operasi. Meskipun ada unsur-unsur dalam dokumen ini yang dapat direvisi seiring dengan bertambahnya pengalaman yang didapatkan, rencana kompensasi yang diasumsikan untuk diikuti adalah versi dokumen yang berlaku pada saat pembukaan proses kompensasi formal, dan dapat berubah hanya jika disepakati bersama oleh pekebun dan RSPO. Dalam hal terjadinya perbedaan penafsiran Prosedur Remediasi dan Kompensasi ini, maka keputusan akhir berada di tangan Panel Kompensasi RSPO.
3. Persyaratan Kunci dan Prinsip yang Dijadikan Panduan
4
Lih. Catatan Penjelasan untuk informasi lebih rinci mengenai sejarah CTF dan pengembangan prosedur ini.
7
Prosedur Remediasi dan Kompensasi mencakup sejumlah disklosur/pengungkapan kunci terhadap informasi (Bagian 4 dan 6).
Disklosur pembukaan lahan yang menyalahi aturan RSPO. Pengembangan prosedur operasi standar (SOP ) yang dirancang untuk menghindarkan terjadinya kembali pembukaan lahan yang menyalahi aturan RSPO.
i.
Penilaian tanggung jawab (Bagian 7, 8 dan 12) Analisis dan laporan LUC sejak bulan November 2005. Identifikasi kawasan yang diperuntukkan untuk remediasi dalam rangka mematuhi P&C RSPO (contohnya zona riparian/tepian sungai, kawasan dengan bentuk yang curam, tanah ringkih dan kawasan gambut). Penghitungan kewajiban kompensasi konservasi. Identifikasi kebutuhan tanggung jawab kompensasi sosial.
ii.
Pengembangan dan Persetujuan terhadap Rencana Remediasi dan Kompensasi (Bagian 9, 10, 11, 13, 14 dan 15). Pengembangan rencana remediasi dan kompensasi sosial dan lingkungan. Evaluasi masing-masing kasus kompensasi oleh Panel Kompensasi. Remediasi kawasan dalam rangka mematuhi P&C RSPO (contohnya zona riparian/tepian sungai, kawasan dengan bentuk yang curam, tanah ringkih dan kawasan gambut). Melakukan remediasi/memberikan kompensasi bagi para pemangku kepentingan terdampak sehubungan dengan terjadinya kehilangan nilai-nilai NKT Sosial (NKT 4, 5 dan 6). Pelaksanaan proyek-proyek konservasi dan pemantauan hasilnya. Paket kompensasi secara keseluruhan dapat meliputi persyaratan yang diatur oleh hukum nasional untuk kompensasi berdasarkan jumlah hektar (hectare-for-hectare basis) jika ketentuan demikian sesuai dengan tujuan RSPO. Panel Kompensasi harus menentukan dapat tidaknya suatu kegiatan kompensasi dilakukan untuk mematuhi hukum yang berlaku secara kasus demi kasus serta memantau pemenuhan persyaratan sesuai hukum yang berlaku.
3.2 Prosedur Remediasi dan Kompensasi berisi prinsip panduan tertentu sebagai berikut. i.
Kasus-kasus awal pembukaan lahan tanpa kajian NKT memiliki kewajiban kompensasi yang lebih rendah ketimbang yang ada pada beberapa waktu terakhir. Oleh karena itu, prosedur ini membedakan beberapa jenis pembukaan lahan yang menyalahi aturan RSPO berdasarkan periode-periode berikut ini (lih. Bagian 7). Pasca November 2005 hingga November 2007 (masa dilakukannya uji coba pelaksanaan P&C RSPO) Antara November 2007 dan 31 Desember 2009. Pembukaan yang dilakukan pada periode mulai tanggal 1 Januari 2010 (saat diperkenalkannya NPP) hingga 9 Mei 2014. Terkait semua pembukaan lahan di masa yang akan datang yang dilakukan dengan menyalahi aturan RSPO, tanggung jawab kompensasi dirancang sedemikian rupa agar dapat secara efektif mencegah para pihak melakukan ‘buka dan bayar’. Namun
8
demikian, RSPO membolehkan anggota baru yang akan bergabung dengan RSPO di masa yang akan datang dan anggota yang ada pada saat ini untuk memperoleh lahan dari pihak-pihak non-anggota RSPO dan masih menjalani proses sertifikasi. ii.
Pembukaan lahan yang dilakukan anggota dengan cara yang menyalahi aturan RSPO yang berlaku pada saat kegiatan tersebut, khususnya pekebun bersertifikat RSPO, akan menghadapi tanggung jawab kompensasi yang lebih besar daripada jika hal ini dilakukan oleh non-anggota RSPO. Hal ini dikarenakan para anggota terikat dengan RSPO melalui komitmen secara formal dan diharapkan untuk dapat mengetahui lebih baik mengenai persyaratan-persyaratan RSPO ketimbang non-anggota. Untuk diperhatikan, Prosedur Remediasi dan Kompensasi berlaku di semua belahan dunia, termasuk juga para pekebun di daerah di mana RSPO belum secara aktif menjalankan kegiatannya dan pihak-pihak yang mungkin akan mengajukan permohonan keanggotaan RSPO dan/atau mengikuti sertifikasi RSPO di masa yang akan datang.
iii.
Prosedur ini dirancang untuk membantu agar pekebun dapat memenuhi tanggung jawab kompensasinya secara fleksibel sekaligus mendorong tindakan-tindakan konservasi yang memaksimalkan hasil konservasi terkait dengan sumber daya yang telah dicadangkan.
iv.
Meskipun RSPO berusaha untuk memastikan agar para anggota menjalankan uji tuntas (due diligence) dalam memperoleh lahan untuk kelapa sawit, RSPO juga mengakui bahwa perusahaan tidak dapat dianggap bertanggung jawab atas apa pun pembukaan lahan yang dilakukan sejak tahun 2005 sebelum peralihan manajemen. Secara khusus, RSPO mendorong para anggotanya untuk melakukan perluasan kegiatan ke lahan-lahan yang sebagaimana mestinya, dan ini sering kali merupakan lahan yang sebelumnya telah dibuka oleh orang perorangan atau kelompok lain untuk pemanfaatan sendiri. Oleh karena itu pada beberapa kasus, Prosedur Remediasi dan Kompensasi membedakan antara lahan yang dibuka untuk tujuan komersial dan non komersial (lih. kamus untuk definisi) di mana pekebun tidak diwajibkan untuk melakukan kompensasi atas lahan yang dapat dibuktikan oleh pihaknya sebagai lahan yang dahulu tidak dibuka untuk tujuan non komersial.
4. Disklosur/Pengungkapan terhadap Pembukaan Lahan yang Menyalahi Aturan RSPO
Anggota pekebun5 RSPO wajib mengungkapkan kepada Sekretariat RSPO perihal segala pembukaan lahan yang berada dalam pengelolaan dan/atau kendalinya (dimiliki, dikelola, disewagunakan, atau dibeli) dengan tujuan perluasan, yang dilakukan pasca tahun 2005 tanpa didahului kajian NKT atau wajib menyatakan secara tertulis bahwa tidak dilakukan pembukaan lahan demikian untuk kemudian menjalani proses kompensasi untuk semua pembukaan lahan yang menyalahi aturan RSPO. Pekebun yang mengajukan permohonan keanggotaan RSPO wajib mengungkapkan kepada Sekretariat RSPO perihal perluasan lahan yang berada dalam kendalinya, yang dilakukan pasca tahun 2005 tanpa didahului kajian NKT atau wajib menyatakan secara tertulis sebelum masa
5
Pekebun didefinisikan RSPO sebagai perorangan ataupun badan yang memiliki dan/atau mengelola pembangunan minyak kelapa sawit.
9
komentar publik selama dua pekan terkait permohonan keanggotaan yang ditayangkan di laman situs RSPO, bahwa tidak dilakukan pembukaan lahan demikian. Pekebun bersertifikat RSPO atau pekebun yang mengikuti proses sertifikasi wajib mengungkapkan kepada Badan Sertifikasi yang terakreditasi dan Sekretariat RSPO perihal pembukaan lahan yang dilakukan untuk perluasan lahan yang berada dalam kendalinya, yang dilakukan pasca tahun 2005 tanpa didahului kajian NKT, atau wajib menyatakan secara tertulis bahwa tidak dilakukan pembukaan lahan demikian. Badan Sertifikasi akan mengaudit kesesuaian dengan persyaratan ini, dan segala hal yang tidak dimasukkan dalam disklosur tersebut akan dilaporkan kepada Panel Pengaduan. Agar dapat memenuhi persyaratan sertifikasi pertama di kawasan yang tidak memiliki tanggung jawab kompensasi, pekebun terlebih dahulu harus menjalani proses kompensasi untuk semua pembukaan lahan yang menyalahi aturan RSPO. Prinsip yang harus diketahui di sini adalah bahwa pekebun wajib melakukan disklosur secara penuh perihal segala informasi yang berkaitan dengan semua lahannya pada waktu menjalani proses sertifikasi pertama.
Jika pekebun mengajukan disklosur mengenai pembukaan lahan yang dilakukan pihaknya dengan menyalahi aturan RSPO kepada Sekretariat RSPO, maka hal ini akan dianggap sebagai kasus kompensasi. Oleh karena itu sebagai konsekuensinya:
unit pengelolaan yang tidak memiliki tanggung jawab untuk melakukan remediasi atau tanggung jawab final untuk sosial atau konservasi dapat melanjutkan proses sertifikasi RSPO setelah Analisis LUC disetujui oleh Panel Kompensasi RSPO; unit pengelolaan yang memiliki tanggung jawab untuk melakukan remediasi dan/atau tanggung jawab final untuk sosial dan konservasi hanya dapat melanjutkan proses sertifikasi RSPO setelah selesai menyusun rencana konsep proyek kompensasi NKT dan disetujui oleh Panel Kompensasi RSPO.
Dalam hal dilaporkannya pembukaan lahan kepada RSPO oleh pihak selain anggota RSPO yang bersangkutan (contohnya diajukannya pengaduan kepada Panel Pengaduan atau ditunjukkannya informasi demikian oleh Badan Sertifikasi), maka kasus ini akan dianggap sebagai kasus pengaduan dan bukan kasus kompensasi. Oleh karena itu sebagai konsekuensinya:
unit-unit pengelolaan yang dimiliki pekebun yang bersangkutan tidak diperbolehkan melanjutkan proses sertifikasi baru hingga kasus tersebut diselesaikan oleh Panel Pengaduan; Panel Kompensasi dapat meminta pekebun untuk mengikuti prosedur remediasi dan kompensasi ini sebagai bagian dari persyaratan dalam penyelesaian pengaduan tersebut.6
5. Panel Kompensasi Setiap kasus kompensasi akan ditangani oleh Panel Kompensasi yang dibentuk oleh para Ketua Bersama (co-chair) BHCV-WG. Panel ini terdiri dari empat anggota RSPO, diutamakan dari anggota BHCV-WG, dengan keterwakilan berimbang yang berasal dari kategori pemangku kepentingan yang 6
Lih. Catatan dari BHCV-WG kepada Panel Pengaduan RSPO dalam dokumen pendukung.
10
berbeda dan memiliki keahlian yang sesuai dengan proyek-proyek konservasi keanekaragaman hayati, dan satu orang anggota dari sekretariat RSPO, serta dapat juga didukung oleh anggota tambahan lainnya sebagaimana diperlukan, termasuk dari pihak-pihak non-anggota RSPO7. Panel Kompensasi dibentuk selambatnya 20 hari kerja setelah tanggal pemberitahuan kasus kompensasi. Ketua Bersama BHCV-WG akan memberitahukan para anggota kelompok kerjanya (WG) perihal penunjukan Panel Kompensasi. Panel ini akan melaporkan keputusan mengenai kasus kompensasi yang mereka tangani kepada BHCV-WG. Mereka yang telah terpilih menjadi anggota Panel Kompensasi bersama dengan narasumber yang diminta untuk membantu diwajibkan untuk mengungkapkan segala konflik kepentingan pada saat pencalonan. Segala keberatan mengenai konflik kepentingan harus disampaikan selambatnya lima hari kerja terhitung sejak tanggal penunjukan Panel Kompensasi. Ketua Bersama BHCV-WG akan meninjau semua konflik kepentingan yang ada dan akan mengganti anggota yang bersangkutan sebagaimana diperlukan agar memenuhi aspek keseimbangan dan keahlian dalam panel tersebut. Seleksi anggota Panel Kompensasi harus mendapatkan sekurangnya satu anggota yang memiliki pengetahuan lokal dan mampu melakukan penyelidikan pada tingkat lokal sekaligus menjaga kemandiriannya. Peran narasumber yang dimintakan bantuannya terbatas pada pemberian informasi selama pengambilan keputusan oleh Panel Kompensasi.
6. Pengajuan SOP Pekebun wajib mengajukan SOP yang sesuai (sebagaimana telah disetujui oleh pihak manajemen paling tinggi di perusahaan tersebut) selama mengungkapkan tanggung jawab dengan tujuan untuk menunjukkan Panel Kompensasi bahwa pihaknya memiliki tindakan-tindakan yang sebagaimana mestinya untuk menghindari pembukaan lahan baru yang menyalahi aturan RSPO.
7
Semua narasumber non RSPO yang diminta bantuannya harus menandatangani Perjanjian Kerahasiaan dan Kode Etik RSPO.
11
CTF membutuhkan masukan Anda untuk pertanyaan berikut: Apakah cara ini sudah tepat, efektif dan dapat dilakukan: meminta perusahaan untuk menyampaikan SOP yang telah disetujui pihak manajemennya yang paling tinggi sebagai bukti bahwa pihaknya telah mengambil tindakan untuk menghindari pembukaan lahan baru yang menyalahi aturan RSPO? Jika cara ini tidak tepat, maka apa lagikah yang dapat dijadikan sumber bukti alternatif.
7. Analisis LUC Pekebun yang menjalani proses kompensasi memiliki opsi sebagai berikut: a) mengompensasi total kawasan yang telah dibuka menggunakan nilai koefisien 1 (lihat di bawah ini) tanpa melakukan analisis LUC; atau b) melakukan analisis LUC terkait dengan kasus pembukaan lahan oleh perorangan pasca tanggal 1 November 2005 yang tidak didahului kajian NKT. Kewajiban kompensasi mencakup hal-hal sebagai berikut. 7.1. Segala kewajiban kompensasi yang disebabkan adanya potensi kehilangan NKT 4-6 harus diidentifikasi selama pengungkapan serta dikaji, melalui bukti-bukti yang masih ada atau proses baru yang melibatkan dialog bersama pemangku kepentingan dan masyarakat terdampak (lih. Bagian 12 di bawah ini). 7.2 Kawasan-kawasan yang dilarang oleh P&C untuk ditebang vegetasinya dan ditanami kelapa sawit (contohnya zona tepian sungai/riparian dan kawasan dengan tingkat kelerengan curam) harus diidentifikasi dan diremediasi. 7.3 Untuk mengompensasi potensi kehilangan NKT 1-3, maka semua pembukaan lahan yang dilakukan tanpa didahului kajian NKT (termasuk di dalamnya kawasan-kawasan yang diidentifikasi untuk remediasi dalam ketentuan 7.2) harus dikalkulasikan dan dikategorikan sebagai kegiatan yang dilakukan pada waktu:
antara November 2005 dan November 2007; antara November 2007 dan 31 Desember 2009; antara 1 Januari 2010 dan 9 Mei 2014; dan setelah tanggal 9 Mei 2014.
Analisis juga harus menilai apakah suatu lahan:
12
dibuka untuk tujuan komersial (oleh anggota ataupun non-anggota) sebagaimana didefinisikan dalam kamus di bawah ini; dibuka untuk tujuan non komersial sebagaimana didefinisikan dalam kamus di bawah ini.
Kawasan-kawasan yang dibuka tanpa didahului kajian NKT (termasuk kawasan yang diidentifikasi untuk remediasi dalam ketentuan 7.2) harus diklasifikasikan ke dalam empat kategori sesuai Tabel 1 di bawah ini melalui analisis data penginderaan jauh (inderaja) terhadap status vegetasi bulan November 2005 (atau waktu lainnya paling dekat dengan tahun ini – lih. Lampiran 1: Panduan Analisis Perubahan Pemanfaatan Lahan). Masing-masing dari keempat kategori ini diberikan koefisien perkalian sebagai proksi untuk nilainya sebagai habitat keanekaragaman hayati. Koefisien ini memiliki rentang mulai dari 1 (hutan dengan struktur yang kompleks termasuk hutan primer, hutan yang sedang beregenerasi dan ditebang pilih dengan unsur-unsur tajuk tinggi) hingga nol (hutan tanaman monokultur, baik kayu maupun non kayu; serta lahan lain yang dibudidayakan atau dikembangkan secara permanen, atau terbuka dan mengalami degradasi)8 (lih. Catatan Penjelasan). Pada beberapa kasus yang ada, tantangan bagi analisis data inderaja dan LUC dapat timbul dari pihak pekebun, Panel Kompensasi ataupun pemangku kepentingan lainnya. Oleh karena itu, Panel Kompensasi dapat meminta pekebun yang bersangkutan untuk memberikan informasi tambahan untuk digunakan dalam analisis tersebut, atau menerima informasi tambahan dari pekebun seperti misalnya laporan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), peta sejarah pembukaan lahan, wawancara dengan anggota masyarakat setempat, dsb.9 Keputusan akhir mengenai koefisien ini ada di tangan Panel Kompensasi. Tabel 1: Kategori kawasan/lahan yang dibuka tanpa didahului kajian NKT Koefisien 1,0: Hutan dengan struktur yang kompleks (termasuk hutan primer) dan hutan yang sedang beregenerasi dan ditebang pilih dengan unsur-unsur tajuk tinggi. Koefisien 0,7: Hutan alam yang yang mengalami degradasi struktural akan tetapi masih menjalankan fungsi ekologis.* Koefisien 0,4: Wanatani/agroforestri dengan spesies ganda. Koefisien 0: hutan tanaman monokultur, baik kayu maupun non kayu; serta lahan lain yang dibudidayakan atau dikembangkan secara permanen, atau terbuka dan mengalami degradasi. *mencakup jenis lainnya dari hutan sekunder bertajuk rendah yang mengalami degradasi akan tetapi masih berfungsi serta hutan yang didominasi tetumbuhan pionir, mengalami pembalakan berat dan/atau berulang-ulang atau bekas terbakar, dan hutan yang beregenerasi. Catatan: Interpretasi terhadap nilai-nilai koefisien ini harus mengacu kepada panduan NKT yang berlaku pada saat dilakukannya pembukaan lahan tersebut. Contohnya: ekosistem lahan basah yang mencakup ekosistem rawa (khususnya rawa yang masih berhutan, rawa air tawar, hutan bakau, danau dan rawa padang rumput diidentifikasi sebagai Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) di Indonesia pada tahun 2008 [disebutkan sebagai NKT 4.1 dalam Indonesian HCV Toolkit 2008].
8
CTF dan para ahli teknis tengah mengembangkan rincian teknis untuk bagian ini dan Lampiran 1 tentang Analisis LUC. Oleh karena itu, mungkin terdapat beberapa revisi pada versi akhir dokumen tersebut. 9 Ini harus dimasukkan dalam TOR panel kompensasi.
13
Pekebun wajib mengajukan laporan temuan dari analisis LUC kepada Sekretariat dalam waktu 60 hari kerja sejak mulai mengikuti proses tersebut. Laporan ini harus mencakup konfirmasi bahwa SOP yang dimilikinya telah diubah atau sudah ada SOP baru yang dilaksanakan untuk menghindari ketidakpatuhan di masa yang akan datang. CTF membutuhkan masukan untuk pertanyaan berikut ini: Setelah disetujui RSPO, apakah ringkasan temuan dari Analisis LUC harus dipublikasikan atau tetap dijaga kerahasiaannya antara RSPO dengan anggota yang bersangkutan? Apakah alasannya? Selain diwajibkan menanggung kompensasi atas semua NKT yang hilang sebagai akibat dari pembukaan lahan yang tidak didahului kajian NKT, pekebun juga diwajibkan untuk meremediasi kawasan-kawasan yang dilarang oleh P&C RSPO untuk ditanami kelapa sawit. Kawasan dimaksud dapat mencakup zona tepian sungai (riparian) dan lahan dengan kemiringan curam. Remediasi harus dilakukan dengan tujuan untuk seefektif mungkin memulihkan fungsi-fungsi ekologis yang dimiliki lahan tersebut yang akan telah didapatkan jika vegetasi alaminya dilestarikan (contohnya pengendalian erosi dan perlindungan Daerah Aliran Sungai/DAS). Selain dari pemenuhan segala tanggung jawab kompensasi sebagaimana telah diidentifikasi, tindakan-tindakan ini juga harus dilakukan. Pengelolaan kawasan semacam ini harus dilakukan sesuai standar yang diatur dalam panduan P&C yang terkait.
8. Penghitungan tanggung jawab konservasi Selain memberikan ganti rugi/kompensasi kepada masyarakat untuk kehilangan NKT 4, 5 dan 6, pekebun yang memegang kendali atas kawasan yang dibuka tanpa didahului kajian NKT pasca tahun 2005 juga diwajibkan untuk memberikan kontribusi tambahan bagi konservasi keanekaragaman hayati yang dilakukan di lokasi operasi atau di luar kawasan tersebut. Total tanggung jawab konservasi tergantung pada kapan pembukaan lahan tersebut dilakukan, siapa yang melakukannya, dan untuk tujuan apa, di mana ini akan dihitung menggunakan data dari analisis LUC. Tanggung jawab ini (disebutkan dalam jumlah hektar yang dicadangkan atau dikelola untuk melestarikan sumber daya hayati sebagai tujuan utamanya) dihitung menggunakan Tabel 2 berikut ini.10
10
Latar belakang lebih lanjut untuk alasan untuk perancangan matriks dan mekanisme tanggung jawab dapat dilihat pada Catatan Penjelasan untuk bagian ini.
14
Tabel 2: Menentukan besar tanggung jawab konservasi Lahan yang dikendalikan oleh non-anggota pada saat dibuka
Lahan yang dikendalikan oleh anggota RSPO yang pada saat dibukanya tidak memiliki unit pengelolaan yang bersertifikat RSPO
Lahan yang dikendalikan oleh pekebun yang pada saat dibukanya memiliki unit pengelolaan bersertifikat RSPO
Termasuk lahan yang diakuisisi dari anggota RSPO yang pada saat dibukanya tidak memiliki unit pengelolaan bersertifikat RSPO (acuan silang dengan 4.2.4)
Termasuk lahan yang diakuisisi dari pekebun lain yang pada saat dibukanya memiliki unit pengelolaan bersertifikat RSPO (acuan silang dengan 4.2.4)
Lahan yang dibuka pada waktu antara November 2005 dan 11 November 2007
Diharuskan untuk melakukan remediasi dan/atau kompensasi untuk nilai NKT Sosial (NKT 4, 5 dan 6) dalam hal kurangnya bukti untuk proses dan/atau hasil negosiasi yang sebagaimana mestinya. Bukti mencakup perjanjian hasil negosiasi dan peta partisipatif yang menunjukkan pemanfaatan lahan oleh masyarakat sebelum pembukaan lahan berdasarkan Indikator 2.3.1 12 dan 2.3.3.
Diharuskan untuk melakukan remediasi dan/atau kompensasi untuk nilai NKT Sosial (NKT 4, 5 dan 6) dalam hal kurangnya bukti untuk proses dan/atau hasil negosiasi yang sebagaimana mestinya. Bukti mencakup perjanjian hasil negosiasi dan peta partisipatif yang menunjukkan pemanfaatan lahan oleh masyarakat sebelum pembukaan lahan berdasarkan Indikator 2.3.1 dan 2.3.3.
Tidak ada
Lahan yang dibuka pada waktu antara Desember 2007 dan 31 Desember 2009
Diharuskan untuk melakukan remediasi dan/atau kompensasi untuk nilai NKT Sosial (NKT 4, 5 dan 6) dalam hal kurangnya bukti untuk proses dan/atau hasil negosiasi yang sebagaimana mestinya. Bukti mencakup perjanjian hasil negosiasi dan peta partisipatif yang menunjukkan pemanfaatan lahan oleh masyarakat sebelum pembukaan lahan berdasarkan Indikator 2.3.1
Jumlah dari: semua kawasan yang dibuka untuk tujuan komersial tanpa didahului kajian NKT X koefisien vegetasinya pada November 2005
Jumlah dari: semua kawasan yang dibuka untuk tujuan komersial tanpa didahului kajian NKT X koefisien vegetasinya pada November 2005
[belum ada kawasan yang bersertifikat]
11
P&C diperkenalkan selama periode ‘uji coba’ selama dua tahun, yakni dari November 2005 hingga November 2007. 12 Interpretasi dari apa yang dipersyaratkan sebagai ‘bukti’ pemetaan partisipatif harus mengacu secara spesifik kepada panduan NKT yang berlaku pada waktu dibukanya lahan tersebut.
15
dan 2.3.3.
Lahan yang dibuka pada waktu antara 1 Januari 2010 dan 9 Mei 2014
Pembukaan lahan yang dilakukan pasca tanggal 9 Mei 2014
Jumlah dari: semua kawasan yang dibuka untuk tujuan komersial tanpa didahului kajian NKT X koefisien vegetasinya pada November 2005
Jumlah dari: semua kawasan yang dibuka untuk tujuan komersial tanpa didahului kajian NKT X koefisien vegetasinya pada November 2005
Dua kali jumlah dari: semua kawasan yang dibuka untuk tujuan komersial tanpa didahului kajian NKT X koefisien vegetasinya pada November 2005
1. Jumlah semua kawasan yang dibuka tanpa didahului kajian NKT X koefisien vegetasinya pada November 2005.
Dikeluarkan dari RSPO*
Dikeluarkan dari RSPO*
2. Semua lahan hasil bukaan yang dimiliki anggota harus dikelola sepenuhnya mematuhi standar RSPO dan mendapatkan sertifikat sesegera mungkin. 3. Jika lahan hasil bukaan memiliki sertifikat, maka produk kelapa sawit dari kawasan dengan koefisien vegetasi < 0,4 pada November 2005 dapat dijual sebagai produk bersertifikat. 4. Produk kelapa sawit dari lahan hasil bukaan yang memiliki koefisien vegetasi < 0,4 pada November 2005 tidak dapat diklaim sebagai ‘bersertifikat RSPO’ meskipun unit pengelolaan yang bersangkutan telah memegang sertifikat (harus menjadi bagian dari keseimbangan massa (mass balance) atau dipisahkan melalui segregasi fisik (physical segregation)). 5. Anggota RSPO yang mengakuisisi lahan baru pasca tanggal 9 Mei 2014 harus berjanji secara tertulis untuk tidak mengajak,
16
menganjurkan atau mendukung pihak lain, baik secara langsung maupun tidak, untuk melakukan pembukaan lahan tanpa didahului kajian NKT. 6. Dikeluarkan dari keanggotaan atau ditolak permohonan keanggotaannya jika ketentuan di atas tidak dipenuhi. *Panel Pengaduan BHCV (BHCV-CP) RSPO dapat meninjau kasus-kasus tertentu yang dianggap luar biasa mengenai pembukaan lahan yang bersifat insidental atau terbatas yang tidak didahului kajian NKT.
9. Opsi untuk memenuhi tanggung jawab konservasi Tabel 2 di atas dan data dari analisis LUC menghasilkan nilai tanggung jawab akhir untuk konservasi dalam bentuk hektar. Selain dari remediasi, ada dua opsi yang dapat dilakukan untuk kompensasi yang dapat dilakukan oleh pekebun untuk memenuhi tanggung jawab konservasi ini. Keduanya disajikan dalam urutan prioritas dan dapat digunakan sekaligus satu sama lainnya untuk memenuhi tanggung jawab akhir konservasi (lihat Catatan Penjelasan). Opsi 1: Luasan lahan yang sama dengan tanggung jawab akhir konservasi dikelola perusahaan dan/atau pihak ketiga dengan tujuan utama untuk melestarikan keanekaragaman hayati, di dalam ataupun luar kawasan yang dikelola oleh perusahaan tersebut. Opsi 2: Perusahaan memberikan pendanaan kepada pihak ketiga untuk proyek-proyek atau program yang mendukung pencapaian tujuan konservasi di luar kawasan yang dikelola perusahaan tersebut. Nilai keseluruhan pendanaan tersebut sama dengan tanggung akhir konservasi dalam jumlah hektar dikalikan dengan nilai 2.500 Dolar Amerika Serikat (lih. Catatan Penjelasan). CTF membutuhkan masukan untuk pertanyaan berikut ini (harap baca Bagian 9 Catatan Penjelasan): Apakah cara ini sudah tepat: menawarkan perusahaan untuk membayar sejumlah uang dalam Dolar AS untuk memenuhi tanggung jawab konservasi? Jika nilai yang sedang diajukan saat ini tidak sesuai, maka cara dan/atau data apakah yang dapat digunakan untuk membantu CTF merumuskan nilai yang lebih baik?
17
Pada semua opsi yang ada, pekebun akan selalu bertanggung jawab untuk menunjukkan disampaikannya hasil sesuai dengan paket kompensasi yang dipilih, dengan mempertimbangkan segala hal yang berada di luar kendali pihaknya seperti penataan zona, tekanan dari populasi masyarakat, dsb. Dalam hal di mana proyek konservasi membutuhkan bantuan ekonomi selama waktu yang cukup lama (contohnya pembayaran berkala selama beberapa tahun) maka pekebun yang bersangkutan harus menunjukkan bahwa pihaknya tengah menyediakan sumber daya yang sesuai untuk keperluan tersebut. Sebagai contoh, akun yang diawasi oleh pihak wali amanat/penyantun yang ditunjuk sesuai hukum yang berlaku atau mekanisme lainnya yang serupa di negara tempat dilaksanakannya rencana kompensasi tersebut dapat diatur sedemikian rupa untuk memastikan agar proyek dapat berjalan dalam jangka panjang. Perlu diperhatikan bahwa pekebun yang bersangkutan akan selalu bertanggung jawab atas pengelolaan dana yang ada dan bahwa RSPO tidak akan masuk terlibat langsung dalam mekanisme pembiayaan.
10. Rencana Remediasi Lingkungan Dalam hal telah dilakukannya pembukaan lahan yang tidak didahului kajian NKT, maka Prosedur Remediasi dan Kompensasi mengharuskan agar semua lahan yang ada dalam unit sertifikasi diperbaiki keadaannya sehingga sesuai dengan aturan RSPO. Hal ini membutuhkan pengelolaan yang setidaknya setara dengan standar yang diatur dalam P&C 2013 beserta panduan terkait lainnya dan praktik terbaik yang disetujui RSPO. P&C mengatur kawasan-kawasan yang dilarang untuk dibudidayakan dengan kelapa sawit (seperti misalnya di zona penyangga tepian sungai/riparian dan pada lahan dengan kemiringan yang terlalu curam) dan kawasan lainnya yang membutuhkan pengelolaan kelapa sawit dengan penuh kehatihatian agar terhindar dari kerusakan lingkungan (seperti pada kawasan lereng curam, tanah ringkih dan bermasalah, dan lahan gambut). Jika kawasan penyangga tepian sungai tidak dilindungi dan/atau kawasan lereng curam telah dibuka dan ditanami, maka harus dilakukan remediasi (dalam kebanyakan praktiknya, biasanya pekebun yang bersangkutan harus menghentikan kegiatan budi daya kelapa sawitnya di lokasi tersebut dan mengubahnya menjadi kawasan dengan tutupan vegetasi alami dengan cara menanami dengan tetumbuhan asli berukuran lebih kecil di sekitar pohon-pohon kelapa sawit yang ada). Mungkin juga perlu dilakukan remediasi dan modifikasi terhadap praktik-praktik pengelolaan yang dilakukan di perkebunan untuk memitigasi dampak yang terjadi, contohnya pada tanah rentan atau gambut, atau menghidupkan kembali area yang penting untuk ketersambungan. Cara paling sederhana bagi anggota untuk memastikan kepatuhan adalah dengan melakukan audit penuh P&C dan sertifikasi atas unit yang bersangkutan. Oleh karena itu, CTF menganjurkan semua anggota yang memiliki tanggung jawab remediasi dan/atau kompensasi untuk sesegera mungkin mengikutkan unit dimaksud ke dalam proses sertifikasi.
18
Jika unit pengelolaan yang memiliki tanggung jawab ini tidak dapat memperoleh sertifikat, maka anggota yang bersangkutan wajib untuk menunjukkan bahwa unit tersebut sudah mematuhi ketentuan P&C 2013, panduan terkait, dan Praktik Pengelolaan Terbaik (PPT) yang telah disetujui RSPO untuk hal-hal berikut ini sebagai ketentuan paling minimal yang harus dipenuhi.
Meminimalkan dan mengendalikan erosi pada lereng curam (mengacu pada Indikator 4.3.2) dengan cara mengembangkan dan melaksanakan rencana kegiatan untuk menghentikan budi daya kelapa sawit dan memulihkan vegetasi alami di kawasan dengan lereng curam yang dilarang untuk ditanami kelapa sawit dan mengelola erosi pada lereng yang masih diperbolehkan untuk ditanami sesuai dengan P&C dan panduan RSPO.
Meminimalkan subsidensi (pelesakan ke dalam tanah) untuk semua tanaman kelapa sawit yang masih dibudidayakan di atas gambut (mengacu pada Indikator 4.3.4) dengan cara mengembangkan dan melaksanakan program pengelolaan air dan tumbuhan penutup tanah sebagaimana dijelaskan dalam ‘Panduan RSPO untuk Praktik Pengelolaan Terbaik (PPT) bagi Budi Daya Kelapa Sawit yang Masih Beroperasi di Lahan Gambut’, Juni 2012.
Mencegah terjadinya degradasi terhadap tanah ringkih dan tanah bermasalah, termasuk di antaranya tanah berpasir, bahan organik rendah, dan Tanah Sulfat Masam (TSM) (mengacu kepada Indikator 4.3.6).
Mempertahankan kualitas dan ketersediaan air permukaan dan air tanah dalam serta semua fungsi habitat yang diberikan oleh zona tepian sungai/riparian (mengacu pada Indikator 4.4.2) dengan cara mengembangkan dan melaksanakan rencana kegiatan untuk menghentikan budi daya kelapa sawit, memulihkan vegetasi alami dan mempertahankan zona tepian sungai/riparian sesuai dengan panduan PPT (mengacu kepada PPT sesuai judul jika disetujui).
Untuk dapat melakukan demikian, maka rencana remediasi harus mencakup berikut ini untuk masing-masing hal di atas.
Pengidentifikasian dan pemetaan semua kawasan terdampak yang tidak memenuhi standar P&C sehingga memerlukan remediasi.
Pengidentifikasian indikator-indikator P&C serta panduan dan PPT yang telah disetujui RSPO yang sesuai untuk dilaksanakan.
Rencana kegiatan untuk memulihkan dan mengelola kawasan-kawasan tersebut sesuai dengan P&C, serta panduan dan standar PPT yang telah disetujui.
Pengidentifikasian para pemangku kepentingan terkait, termasuk di dalamnya penjabaran proses yang dilakukan untuk memperoleh persetujuan mereka atas kegiatan-kegiatan yang direncanakan sesuai dengan prinsip Persetujuan atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan (Free, Prior and Informed Consent atau “FPIC”).
Pengidentifikasian segala risiko proyek dan asumsi-asumsi yang ada.
Anggaran kerja.
19
Jadwal, lengkap dengan capaian-capaiannya.
Rencana Pemantauan dan Verifikasi, khususnya untuk risiko-risiko yang telah teridentifikasi beserta asumsi yang ada.
11. Perancangan proyek keanekaragaman hayati untuk tujuan kompensasi Proyek kompensasi keanekaragaman hayati harus direncanakan dan dilaksanakan dengan cara-cara yang bertujuan untuk memaksimalkan manfaat dan hasil kompensasi dalam kaitannya dengan sumber daya yang telah diinvestasikan dengan menjelaskan konteks lanskap yang ada, prioritas konservasi kawasan (regional) dan kerangka kerja kelembagaan/hukum yang berlaku. Proyek kompensasi dapat dirancang untuk berdiri sendiri atau bisa juga menjadi proyek bersama (dengan menggunakan opsi kompensasi nomor 1 atau 2, atau kombinasi keduanya) yang dikerjakan oleh beberapa anggota sekaligus yang memiliki kewajiban menjalankan tanggung jawab atau oleh satu anggota dengan kewajiban beberapa tanggung jawab. Masing-masing anggota wajib memenuhi tanggung jawab akhir kompensasinya sendiri, meskipun sumber daya mereka bersama dimasukkan dalam satu proyek. Disarankan untuk melaksanakan proyek secara bersama-sama jika peluangnya lebih besar untuk meningkatkan capaian/hasil sosial dan konservasi serta skala ekonominya. Sebagai contoh, beberapa anggota dapat menyediakan dukungan finansial bagi suatu konsesi pemulihan ekosistem yang diakui oleh hukum yang berlaku. Mereka dapat memberikan dukungan sebagai bentuk kontribusi finansial dana perwalian (trust fund) jangka panjang, bantuan pendanaan operasional, atau pembiayaan pemulihan/restorasi. Kegiatan proyek dapat dialokasikan untuk dilakukan di dalam kawasan unit pengelolaan yang membutuhkannya (in situ), di luarnya (ex situ), atau bisa juga di kedua tempat tersebut untuk menyertai remediasi (contohnya zona tepian sungai) sebagaimana diwajibkan P&C. Tindakan yang dilakukan dalam unit tersebut dapat mencakup, sebagai contoh, pemulihan vegetasi asli pada lokasi terdampak yang digabungkan dengan kegiatan untuk menghilangkan penyebab kehilangan atau degradasi keanekaragaman hayati. Tabel “panduan prioritas” di bawah ini memberikan hierarki yang terdiri dari empat jenis tindakan dasar yang dapat dilakukan oleh produser minyak kelapa sawit untuk tujuan kompensasi sebagai (atau dalam) suatu program konservasi untuk memaksimalkan keuntungan ekologis yang dapat diperoleh dengan cara yang efektif dari segi biaya. Prioritas Paling utama (prioritas pertama, jika dapat dilakukan)
Tindakan Dasar Penghindaran terjadinya deforestasi dan/atau penghindaran terjadinya
Alasan dan Catatan Penjelas Biasanya menyelamatkan habitat alami (bahkan jika habitat tersebut mengalami degradasi parah sekalipun) memerlukan biaya yang lebih rendah, lebih cepat, dan lebih
Contoh Kawasan hutan tertentu yang masih tersisa (baik terdegradasi maupun tidak) yang telah dicadangkan Pemerintah untuk tujuan non kehutanan, jika kepentingan
20
Prioritas
Tindakan Dasar Alasan dan Catatan Penjelas Contoh degradasi di luar efektif ketimbang dan usulan yang dikehendaki kawasan membangunnya kembali. dari produsen minyak kelapa sawit dan LSM memberikan Tindakan ini dapat kemungkinan bagi menghadirkan perlindungan dipertahankannya hutan untuk bagi hutan yang pada saat ini konservasi ekosistem, masih belum dilindungi. keanekaragaman hayati atau spesies langka. Lokasi yang dipilih harus memiliki luasan serupa [Indonesia] Hutan Desa (HD) dengan hutan yang hilang dan Hutan Kemasyarakatan akibat dikonversi menjadi (HKm) dengan rencana kelola kelapa sawit, dari jenis yang dan unit pengelolaan. sangat mirip dengan berada Keduanya adalah skema dalam kawasan geografis pengelolaan hutan yang yang sama. berbasis masyarakat dan diatur oleh Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No. 6/2007. Pencadangan lahan untuk skema ini ditunjuk oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan izin untuk ini dikeluarkan oleh Pemerintah berdasarkan rekomendasi pemerintah daerah kabupaten. Pemulihan hutan terdegradasi yang dilakukan di luar kawasan (off site), di atas lahan dengan status kepemilikan dan status hukum yang jelas.
Karena penghindaran deforestasi tidak selalu mungkin untuk dilakukan, maka dapat dilakukan opsi lain yang sama pentingnya, yaitu upaya pemulihan yang dilakukan di luar kawasan terhadap hutan lindung yang masih ada tetapi sudah mengalami degradasi dan terletak di kawasan geografis yang sama dan memiliki koefisien kompensasi yang digunakan untuk menentukan luasan kawasan pemulihan yang wajib dilakukan untuk memenuhi tanggung jawab
Konsesi pemulihan ekosistem, bagian-bagian taman nasional yang mengalami degradasi, cagar hutan lindung atau kawasan konservasi satwa liar (jika terdapat perjanjian antara badan pemerintah (atau pemilik lahan), produsen minyak kelapa sawit dan pihak/lembaga lainnya yang berkepentingan (misalnya LSM) yang dapat memulihkan dan memelihara kawasankawasan yang menghadapi risiko dan/atau mengalami degradasi yang terlampau besar sehingga sulit untuk
21
Prioritas
Tindakan Dasar
Tindakan-tindakan konservasi berbasis spesies yang dilakukan di luar kawasan
Alasan dan Catatan Penjelas Contoh kompensasi dengan menjalankan fungsi konservasi sebagaimana mestinya. yang seharusnya). Pemulihan habitat alami yang telah mengalami degradasi dapat sangat membantu dalam meningkatkan nilainya serta bagi insentif yang diberikan untuk memeliharanya dalam jangka panjang.
[Indonesia] Hutan Desa (HD) dan Hutan Kemasyarakatan (HKm) dengan rencana kelola dan unit pengelolaan. Keduanya adalah skema pengelolaan hutan yang berbasis masyarakat dan diatur oleh Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No. 6/2007. Pencadangan lahan untuk skema ini ditunjuk oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan izin untuk ini dikeluarkan oleh Pemerintah berdasarkan rekomendasi pemerintah daerah kabupaten.
Jika tidak ada satu pun dari opsi-opsi di atas yang dapat/realistis untuk dilakukan, maka tanggung jawab kompensasi dapat diselesaikan dengan ketentuan pembiayaan untuk program-program konservasi berbasis spesies.
Program-program baru ataupun yang masih berjalan yang dilaksanakan atau diakui oleh LSM, kelompok masyarakat atau lembaga lainnya yang berkepentingan.
Pendekatan ini biasanya kurang dikehendaki karena kemungkinan sulit untuk dilaksanakan dalam menentukan apakah jumlah uang yang dikeluarkan dan dampak konservasi yang diberikan sepadan dengan tanggung jawab kompensasi yang harus ditunaikan. Paling rendah
Menghadirkan kembali
Spesies langka atau terancam punah yang pernah ada di kawasan yang kini dijadikan perkebunan kelapa sawit, yang kini membutuhkan tindakan terus menerus untuk meningkatkan kelahiran atau memelihara populasi yang diperlukan untuk berkembang biak.
Menghancurkan pohon- Menghidupkan kembali pohon kelapa sawit dan ketersambungan / konektivitas
22
Prioritas Tindakan Dasar (pilihan hutan/habitat di terakhir jika dalam kawasan13 ketiga opsi di atas tidak mungkin dilakukan)
Alasan dan Catatan Penjelas mengeluarkan uang dan waktu lama untuk membangun kembali hutan jarang merupakan hal yang dapat diterima dari segi ekonomi. Opsi ini dapat dipertimbangkan jika tidak ada satu pun dari ketiga opsi di atas yang mungkin dilakukan, atau jika dengan dihadirkannya kembali vegetasi alami yang dihilangkan selama dilakukannya pembangunan perkebunan maka fungsi lingkungan tertentu yang sangat penting dapat dimunculkan kembali.
Contoh lanskap.
Pembangunan petak-petak habitat antara atau habitat ‘batu loncatan’ (stepping stone) sebagai sumber makanan dan situs refugia bagi orangutan dan spesies-spesies lainnya yang bergerak melintasi perkebunan yang berlokasi di antara hutan lindung.
Proyek-proyek yang dijalankan haruslah didukung oleh sumber daya yang sebagaimana mestinya serta memiliki sasaran, jadwal dan tanggung jawab yang didefinisikan dengan jelas untuk menciptakan hasil yang bersifat: Tambahan – menyempurnakan usaha-usaha konservasi yang telah direncanakan dan didanai atau telah dilaksanakan oleh perusahaan atau pihak lainnya dan menyempurnakan semua tindakan yang diwajibkan oleh hukum yang berlaku atau aturan dalam standar RSPO; Berlangsung dalam jangka panjang – proyek yang dilaksanakan harus disokong oleh sumber daya yang sebagaimana mestinya, memiliki sasaran, jadwal dan tanggung jawab yang didefinisikan dengan jelas, serta dirancang untuk menciptakan hasil tertentu sebagaimana dikehendaki yang dapat berlangsung sekurangnya dalam waktu 25 tahun (dan lebih baik lagi jika terus menerus sesudahnya) (lih. Catatan Penjelasan);
13
Ini berlaku bagi kompensasi dan tidak bagi remediasi, yaitu tindakan yang dilakukan untuk membantu memulihkan fungsi-fungsi ekologis di kawasan yang sudah selesai ditanami kelapa sawit akan tetapi adalah lahan yang dilarang oleh P&C RSPO.
23
CTF membutuhkan masukan untuk pertanyaan berikut ini: Dalam rangka memenuhi kriteria ‘berlangsung dalam jangka panjang’ untuk menunaikan tanggung jawab konservasi, dalam hal konsesi mengubah kepemilikan, maka perusahaan mana yang harus memikul tanggung jawab untuk proyek konservasi kompensasi yang sedang berjalan: perusahaan yang membeli ataukah perusahaan yang menjual, yang memiliki tanggung jawab sejak awal?
Berkeadilan – dengan cara mengajak dan melibatkan pemangku kepentingan terdampak dalam perencanaan, pengambilan keputusan dan pelaksanaan proyek, alih bagi tanggung jawab dan imbalan yang adil dan seimbang, dan menghormati ketentuan hukum dan adat yang ada; serta Berdasarkan pengetahuan – berdasarkan ilmu pengetahuan yang baik dan/atau tradisional dengan hasil yang tersebar luas dan dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan dan mitra, dengan cara yang transparan dan tepat pada waktunya. Untuk penjelasan lebih rinci kriteria ini, lihat Lampiran 2.
12. Pengidentifikasian Dampak Sosial dari Hilangnya NKT 4, 5 dan 6 Potensi kehilangan NKT 4, 5 dan 6 harus dinilai melalui bukti-bukti yang ada saat ini atau melalui proses baru.14 Bukti mencakup (tetapi tidak terbatas pada) dokumentasi/pencatatan formal proses kompensasi lahan yang telah dilakukan di masa lalu atau semua informasi yang disampaikan dalam pengaduan ke RSPO. Analisis ini harus menentukan apakah telah terjadi dampak sosial negatif terkait dengan hilangnya NKT 4, 5 dan 6 dan apakah dampak tersebut telah diremediasi dan/atau dikompensasi dengan sebagaimana mestinya. Analisis ini terdiri dari dua bagian: identifikasi dampak dan identifikasi para pihak terdampak. Dampak kehilangan NKT 4, 5 dan 6 yang telah diidentifkasi harus diremediasi dan/atau dikompensasi dengan sebagaimana mestinya melalui proses yang transparan, partisipatif dan tercatat. Dalam hal-hal di mana pemetaan partisipatif belum dilaksanakan sebagai bagian dari proses akuisisi lahan sesuai Kriteria 2.2, 2.3 dan 7.5 P&C, maka kegiatan ini harus dilaksanakan sebagai langkah pertama dalam menentukan luasan lahan masyarakat, pemanfaatan sumber daya, dan klaim lahan oleh masyarakat. Pemetaan partisipatif harus dilaksanakan sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang diatur dalam P&C yang sesuai dan harus mempertimbangkan Panduan Guidance and Guide yang berkaitan dengannya.15 Jika kajian penguasaan lahan yang wajib dilakukan belum dilaksanakan sesuai dengan Kriteria 2.2, 2.3 dan 7.5 P&C, maka pertemuan masyarakat harus turut dilaksanakan 14
Jasa lingkungan (contohnya air untuk minum dan mandi, angkutan sungai), kebutuhan dasar (contohnya mata pencaharian yang berbasis pada sumber daya) dan aspek-aspek yang sangat penting bagi identitas budaya (contohnya situs keramat dan pekuburan). 15 RSPO dan FPP, 2015, Free, Prior and Informed Consent, A Guide for Members. RSPO, Kuala Lumpur.
24
untuk menentukan jelas siapa saja pihak dari kalangan masyarakat terdampak yang kehilangan akses terhadap NKT 4, 5 dan 6 (lih. Lampiran 3 untuk panduan lebih lanjut).
13. Negosiasi dan kesepakatan rencana remediasi dan/atau kompensasi sosial Tindakan remediasi mencakup pemulihan dan penggantian (dengan barang yang sama ataupun dengan sejumlah uang) atas pengadaan dan/atau akses terhadap sumber daya alam. Karena masyarakat mungkin mengalami pergeseran dalam ketergantungannya akan sumber daya disebabkan perubahan dalam lingkungan sosial dan ekonominya, maka harus dilakukan dialog/konsultasi untuk mengidentifikasi opsi-opsi terbaik yang dapat dilakukan untuk memulihkan atau mengganti nilai-nilai dan/atau fungsi yang hilang. Jika yang disepakati adalah kompensasi dalam bentuk uang, maka para pihak di dalamnya disarankan untuk melakukan pembayaran secara berkala dalam jangka waktu tertentu ketimbang pembayaran tunai yang sekali selesai. Pekebun harus mengacu kepada panduan FPIC untuk dialog/konsultasi dengan para pemangku kepentingan dan masyarakat terdampak (mengacu kepada panduan FPIC RSPO). Dalam hal di mana kehilangan NKT belum didiskusikan sebelum pembukaan lahan dan penanaman (bahkan sekalipun telah dilakukan proses FPIC untuk akuisisi lahan lain guna pembukaan lahan dan penanaman), maka operator perlu melaksanakan prosedur negosiasi normal terkait dengan remediasi untuk NKT. Jika ada perusahaan yang belum menerapkan SOP akuisisi lahannya berdasarkan ketentuan P&C RSPO untuk akuisisi lahan dan FPIC, maka mereka harus seketat mungkin mematuhi panduan Guidance and Guide RSPO untuk FPIC.16 Setelah luasan kehilangan NKT ditentukan dan disepakati oleh para pihak yang berkepentingan, maka harus ada negosiasi berulang-ulang dengan perwakilan (yang ditunjuk sendiri oleh mereka yang diwakilinya) para pihak terdampak untuk menyepakati bentuk remediasi apa yang akan dilakukan untuk kehilangan tersebut (apakah pemulihan atau penggantian, dengan barang yang sama atau uang), siapa yang akan menerimanya, dan apa saja ketentuannya. Selama mungkin dilakukan, perjanjian remediasi harus diinformasikan secara transparan kepada semua anggota kelompok terdampak agar musyawarah dan pertanggungjawaban tetap terpelihara. Lih. Lampiran 3 untuk panduan lebih lanjut mengenai hal ini dan pengalokasian pembayaran remediasi sosial.
14. Nota Konsep Proyek Remediasi dan Kompensasi Nota Konsep Proyek Remediasi dan Kompensasi harus diajukan kepada Panel Kompensasi melalui Sekretariat RSPO. Nota ini mencakup cara yang akan ditempuh untuk memenuhi ketentuan yang diatur pada Bagian 11. Panel Kompensasi akan memberikan umpan/masukan balik mengenai apakah 16
Panduan rinci mengenai FPIC dimasukkan ke dalam P&C&I Generik RSPO. Panduan yang telah direvisi ini memberikan saran tambahan dan akan dipublikasikan RSPO tahun 2015.
25
perusahaan dapat melanjutkan pengembangan rencana remediasi dan kompensasi. Lih. Lampiran 4 untuk templat nota konsep proyek.
15. Rencana Remediasi dan Kompensasi Panel Kompensasi akan meninjau Rencana Remediasi dan Kompensasi yang diajukan pekebun dan memberikan persetujuan bahwa dokumen ini telah sepenuhnya memenuhi ketentuan dalam Prosedur Remediasi dan Kompensasi ini dan secara khusus:
remediasi yang dilakukan di lokasi kawasan harus memastikan bahwa lahan tersebut dikelola sesuai dengan PPT yang ada sesuai dengan P&C RSPO; dokumen tersebut telah mengatur kompensasi yang sebagaimana mestinya untuk hilangnya NKT 4, 5 dan 6; dan dokumen tersebut telah memenuhi persyaratan konservasi keanekaragaman hayati dan kriteria kualitas yang diatur dalam Prosedur Remediasi dan Kompensasi.
Sebagai bagian dari proses ini, Panel Kompensasi akan mengajukan rencana kompensasi tersebut dengan menggunakan templat yang sesuai (lih. Lampiran 5) kepada pihak pengevaluasi independen yang diseleksi oleh Sekretariat RSPO untuk memberikan saran kepada Panel Kompensasi mengenai apakah rencana tersebut dapat diterima. Biaya untuk keperluan ini akan ditanggung oleh pekebun yang bersangkutan. Rencana kompensasi yang dianggap tidak memuaskan akan dikembalikan kepada pekebun penyusunnya untuk diperbaiki dan diajukan kembali dalam waktu 40 hari kerja. Setelah disetujuinya rencana kompensasi oleh Panel Kompensasi, segala penangguhan sementara yang diberlakukan akan dicabut oleh RSPO sehingga pekebun dapat melanjutkan permohonan keanggotaan dan/atau proses sertifikasinya. Ringkasan dari rencana kompensasi yang telah mendapatkan persetujuan akan disediakan untuk dapat diakses publik di laman situs RSPO.
16. Pemantauan pelaksanaan17 Pekebun yang melaksanakan Prosedur Remediasi dan Kompensasi wajib menyampaikan laporan tahunan mengenai kemajuan yang telah dicapai. Laporan ini harus divalidasi oleh pihak ketiga independen untuk kemudian mendapatkan persetujuan dari BHCV-WG. 17
Bagian ini kini tengah dikembangkan secara lebih rinci oleh CTF dan akan direvisi untuk menghasilkan versi akhir.
26
Laporan yang dianggap tidak memuaskan dapat dikembalikan kepada pekebun untuk diperbaiki dan diajukan kembali dalam waktu 20 hari kerja. Semua rencana kompensasi hasil perbaikan yang berdasarkan laporan kemajuan tahuan harus mendapatkan persetujuan dari BHCV-WG (jika dapat dilakukan). Tidak dilaksanakannya tindakan kompensasi yang sudah mendapatkan persetujuan Panel Kompensasi akan dianggap sebagai suatu keluhan (grievance) dan akan dilaporkan kepada Panel Pengaduan. Ringkasan laporan kemajuan tahuan akan disediakan untuk dapat diakses publik di laman situs RSPO.
27
Glosari Pembukaan lahan untuk tujuan non komersial: pembukaan lahan untuk tujuan selain komersial, termasuk untuk proyek-proyek pemerintah yang melibatkan pekerjaan umum atau fasilitas lainnya untuk kepentingan publik, atau oleh anggota masyarakat setempat yang melakukannya sebagai perorangan demi menunjang mata pencahariannya dan tidak mendapatkan pendanaan dari lembaga dan/atau organisasi manapun. Pembukaan lahan untuk tujuan komersial: pembukaan lahan yang dilakukan untuk perkebunan atau fasilitas-fasilitas yang dibangun secara langsung dan eksklusif untuk mendukung perkebunan dan kegiatan-kegiatannya (sebagaimana ditunjukkan oleh rencana umum (masterplan) setempat dan/atau catatan resmi lainnya). Remediasi: tindakan-tindakan yang dilakukan untuk membantu memulihkan fungsi ekologis di kawasan-kawasan yang dilarang ditanami kelapa sawit oleh P&C RSPO, akan tetapi telah ditanami kelapa sawit. Contoh remediasi adalah diperbolehkannya atau didukungnya suksesi vegetasi secara alami atau penanaman kembali tumbuhan asli secara aktif pada kawasan tepian sungai/riparian, kawasan dengan kelerengan curam dan tanah marjinal atau ringkih. Kompensasi: Tindakan-tindakan (sebagaimana dapat ditunjukkan) yang dilakukan atau biaya yang disediakan untuk mengompensasi atau mengganti kerugian akibat pembukaan lahan yang tidak didahului kajian NKT. Tindakan-tindakan kompensasi melebihi apa yang dilakukan pada remediasi (lihat bagian atas).
Daftar Singkatan ALS BHCV WG BoG CTF TBS NKT LUC LUCA NPP P&C SOP
Assessor Licensing Scheme (Skema Pemberian Izin Penilai) untuk NKT Biodiversity and HCV Working Group (Kelompok Kerja untuk Keanekaragaman Hayati dan Nilai Konservasi Tinggi) Board of Governors (Dewan Gubernur) RSPO Compensation Task Force (Gugus Tugas Kompensasi) Tandan Buah Segar Nilai Konservasi Tinggi Land Use Change (Perubahan Pemanfaatan Lahan) Land Use Change Analysis (Analisis Perubahan Pemanfaatan Lahan) New Planting Procedure (Prosedur Penanaman Baru) Principles and Criteria (Prinsip dan Kriteria) Standard Operating Procedure (Standar Operasi Prosedur)
Dokumen ini diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dari Bahasa Inggris untuk membantu Anda memahaminya. Jika ada perbedaan di antara kedua versi ini, yang berlaku adalah dokumen dalam Bahasa Inggris.
28