PROGRES PELAKSANAAN REVITALISASI PERTANIAN
Pendahuluan 1. Dalam rangka pelaksanaan Revitalisasi Pertanian (RP) Departemen Pertanian telah dan sedang melaksanakan berbagai kebijakan yang meliputi : (a) pendayagunaan sumberdaya lahan pertanian; (b) revitalisasi penyuluhan pertanian; (c) pembiayaan pertanian; (e)
pertanian; (d) pengembangan ekspor produk
peningkatan ketahanan pangan; (f) akselerasi inovasi dan
penerapan teknologi pertanian; dan (g) pengembangan produk baru pertanian. Pendayagunaan Sumberdaya Lahan Pertanian 2. Dari sisi sumberdaya lahan, strategi dan kebijakan pertanian ke depan diarahkan untuk dapat memanfaatkan lahan terlantar secara optimal di 13 propinsi, pengendalian konversi lahan pertanian dan peningkatan luas penguasaan lahan oleh petani. Tujuan pemanfaatan lahan terlantar adalah memfasilitasi masyarakat untuk menggunakan lahan tersebut untuk pertanian, dengan bimbingan teknis, bantuan langsung dan kredit yang disediakan pemerintah. Peta lahan terlantar tersebut sudah tersedia dalam skala 1 : 50.000. 3. Pengendalian konversi lahan pertanian diprogramkan melalui penetapan dan pemberlakuan peraturan perundang-undangan. Peraturan tersebut harus menjelaskan sanksi yang tegas bagi pelanggarnya, terutama ditujukan untuk pengembang, instansi pemerintah serta swasta. Peraturan tersebut antara lain memuat diktum bahwa bagi setiap pengembang yang akan mengkonversi lahan sawah, diharuskan terlebih dahulu mencetak lahan sawah seluas tiga kali luas lahan sawah yang dikonversi, lengkap dengan sarana irigasi dan sarana penunjang lainnya. 4. Untuk mencapai kelayakan usahatani per kepala keluarga (KK), luas lahan usahatani yang diperlukan, terutama di luar Jawa, adalah sekitar 5 hektar per KK (3 hektar komoditas perkebunan dan pakan ternak, 1,5 hektar tanaman pangan dan 0,5 hektar pekarangan dan ternak), disertai penggunaan alsintan. Usaha
tani
diarahkan
untuk
mendorong IV-274
berkembangnya
agroindustri
pedesaan yang atraktif . Sementara itu untuk Jawa dan Bali perlu diupayakan agar luas lahan yang diusahakan petani minimal sekitar 1,0 hektar. Revitalisasi Penyuluhan Pertanian 5. Penataan kembali sistem penyuluhan pertanian dilakukan dengan langkahlangkah berikut: (1) Koordinasi antar instansi, konsultasi publik (pakar dan stakeholder terkait) dalam menyusun naskah akademik dan Rancangan Undang Undang (RUU) Penyuluhan Pertanian yang telah disepakati dengan DPR RI, dan selanjutnya akan diproses sebagai hak inisiatif DPR RI; dan (2) Pengaktifan
kembali
penyuluhan
pertanian
melalui:
(a)
Pengaturan
kewenangan dan organisasi penyuluhan pertanian, yang disesuaikan dengan UU No 32 tahun 2004 yang telah mendapatkan dukungan dari Departemen Dalam Negeri dan Kantor Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara; (b) Penguatan kelembagaan penyuluhan yang ada sampai terbitnya UU Penyuluhan Pertanian; (c) Penyelesaian pengangkatan tenaga honorer penyuluhan pertanian, khususnya 1.634 orang penyuluh pertanian honorer yang sudah memiliki masa kerja 10 tahun; (d) Pengembangan penyuluh swakarsa; (e) Dukungan pembiayaan penyuluhan baik untuk pelatihan, uang kerja bimbingan penyuluh maupun pertemuan/forum petani; dan (f) Perbaikan persyaratan jabatan penyuluh pertanian dan sistem angka kredit.
Pembiayaan Pertanian 6. Pengembangan pembiayaan pertanian diarahkan pada penyediaan berbagai skim kredit yang sesuai dengan karakteristik produk pertanian, dan pengembangannya lebih pada usaha diluar kegiatan budidaya pertanian, yang akan memberikan nilai tambah yang lebih besar bagi pelakunya. Sementara itu akan terus diupayakan peningkatan kemampuan petani dalam mengakses sumber-sumber pembiayaan yang ada, dengan mempermudah prosedur penyaluran kredit. 7. Strategi yang ditempuh dalam rangka mengembangkan pembiayaan pertanian adalah mengembangkan pola subsidi bunga kredit agar kredit perbankan terjangkau oleh petani kecil di pedesaan. Selain itu akan dikembangkan pola penjaminan kredit dan pola pendampingan bagi usaha kecil dan menengah. IV-275
Dalam jangka menengah akan dikembangkan lembaga keuangan khusus pertanian dan lembaga keuangan mikro pedesaan untuk pembiayaan usaha agribisnis dan agroindustri. Pengembangan Ekspor Produk Pertanian 8. Dari Januari – Juli 2005 ekpor produk pertanian meningkat dari US$ 726,6 menjadi US$ 831,2; Impor meningkat sedikit dari US$ 401,9 menjadi US$ 450,0, sehingga surplus neraca perdagangan meningkat dari US$ 324,8 menjadi US$ 381,1. 9. Strategi peningkatan ekspor akan ditempuh melalui peningkatan daya saing produksi dalam negeri dan peningkatan pangsa pasar ekspor. Peningkatan daya saing produksi dalam negeri ditempuh melalui pemberdayaan petani dan pelaku usaha pertanian untuk mampu mengakses teknologi pengolahan hasil dan informasi pasar. Selain itu ditumbuhkembangkan industri pengolahan hasil pertanian di pedesaan dengan meningkatkan volume, nilai dan keragaman produk baik segar maupun olahan. Harmonisasi tarif, pajak dan pungutan ekspor serta standarisasi mutu produk terus diupayakan. 10. Peningkatan pangsa ekspor dilakukan melalui pengembangan informasi pasar dan market intelligence serta penguatan diplomasi dan negosiasi dalam membuka pasar di luar negeri. Peningkatan kerjasama internasional dalam berbagai wadah seperti WTO dan AFTA, diharapkan dapat memperjuangkan berbagai kepentingan produk pertanian Indonesia dalam persaingan global. 11. Promosi pengembangan ekspor produk pertanian melalui forum internasional antara lain melalui ASEAN Trade Fair 2004 di Hanoi Oktober 2004, promosi bunga dan tanaman hias di Belanda November 2004, dan Zhenzhen Expo 2004 di China, dan melalui forum domestik antara lain bazaar produk pertanian berkualitas 2005 di Jakarta Februari 2005, Soropadan Agro Expo II di Jawa Tengah Juli 2005, dan Agribusiness Expo 2005 di Jawa Timur Juli 2005. Selain itu dilakukan pula fasilitasi gerai promosi produk pertanian dan pemasangan neon box promosi buah dan sayuran nusantara sebanyak 32 unit. Untuk meningkatkan daya serap pasar domestik terhadap susu, telah dilakukan fasilitasi pemasyarakatan minum susu di kalangan anak sekolah serta promosi melalui iklan layanan masyarakat. IV-276
12. Pengembangan
ekspor
yang
merupakan
kerjasama
investasi
dan
perdagangan melalui Economic Partnership Agreement (EPA) Indonesia Jepang; kerjasama Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT) untuk pangan halal; kerjasama Indonesia-Mesir; ASEAN Cocoa Club; International Coffee Organization; ASEAN standard for Horticulture Product, dan kerjasama Intergovernmental Group on Tea.
Pemantapan Ketahan Pangan 13. Untuk memperkuat ketahanan pangan masyarakat maka upaya yang dilakukan diarahkan pada (a) ketersediaan pangan dalam jumlah dan jenis yang cukup untuk seluruh penduduk, (b) distribusi pangan yang lancar dan merata, dan (c) konsumsi pangan setiap individu yang memenuhi kecukupan gizi dan kaidah kesehatan. 14. Ketersediaan pangan dibangun melalui peningkatan kemampuan produksi di dalam negeri, peningkatan pengelolaan cadangan, serta impor untuk mengisi kesenjangan antara produksi dan kebutuhan. Namun diharapkan impor tidak lebih dari 10 persen dari total kebutuhan. Menurut ARAM III, BPS, produksi padi tahun 2005 diperkirakan mencapai 53.984.590 ton GKG menurun sebesar 103.878 ton GKG (-0,19%) dari 54.088.468 ton GKG pada tahun 2004. Distribusi pangan dilakukan untuk menjamin stabilitas pasokan dan harga pangan antar wilayah dan antar waktu, yang memungkinkan masyarakat seluruh pelosok dapat mengakses pangan secara fisik dan ekonomi. 15. Konsumsi pangan dibangun dengan meningkatkan kemampuan rumah tangga mengakses pangan yang cukup melalui kegiatan ekonomi produktifnya, baik dari usaha agribisnis pangan atau dari usaha lainnya, yang memungkinkan masyarakat menghasilkan pendapatan untuk membeli pangan. Selain itu berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat dalam mengkonsumsi pangan yang beragam, bergizi dan berimbang. Dalam rangka penanggulangan rawan pangan Departemen
Pertanian
telah
mengkoordinasikan
dan gizi,
Rencana
Aksi
Penanggulangan Kerawanan Pangan dan Gizi melibatkan instansi pusat dan daerah terutama di NTB dan NTT.
IV-277
Akselerasi Inovasi dan Penerapan Teknologi Pertanian 16. Pada tahun 2004 Departemen Pertanian telah menyusun kebijakan mengenai percepatan diseminasi/adopsi teknologi (PRIMA TANI). Implementasinya telah dimulai pada tahun 2005 yang difokuskan pada tujuh sub agroekosistem, yaitu: (1) Lahan sawah intensif; (2) Lahan sawah semi-intensif; (3) Lahan kering dataran rendah beriklim kering; (4) Lahan kering dataran tinggi beriklim kering; (5) Lahan kering dataran rendah beriklim basah; (6) Lahan kering dataran tinggi beriklim basah; dan (7) Lahan rawa pasang surut. Kegiatannya dilaksanakan di 15 provinsi yang mencakup 22 lokasi Laboratorium Agribisnis. Pada tahun 2006, lokasi Laboratorium Agribisnis akan ditambah dengan 10 provinsi yaitu Nanggroe Aceh Darusalam, Riau, Jambi, Bengkulu, Banten, DI Yogyakarta, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Utara, sehingga seluruhnya berjumlah 25 provinsi yang mencakup 32 Laboratorium Agribisnis. Pengembangan Produk Baru Pertanian. 17. Dalam rangka peningkatan daya saing dan pengembangan produk baru pertanian, Departemen Pertanian telah menyusun “Road Map Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis 17 Komoditas Unggulan” yang dituangkan dalam bentuk 22 buku. Buku-buku tersebut terdiri dari 17 buku yang memaparkan pengembangan agribisnis komoditas, empat buku menyajikan pengembnagan agribisnis dari tinjauan dukungan aspek lahan, mekanisasi pertanian, pasca panen dan kebutuhan investasi. Satu buku secara khusus menyajikan rencana aksi pencapaian ketahanan pangan 2005-2010. Dengan mempertimbangkan ketersediaan sumberdaya, prospek pengembangan dan dinamika pasar, pemerintah telah bertekad bahwa untuk memantapkan ketahanan pangan nasional, terutama untuk 5 komoditas pangan utama, Indonesia harus mampu menyediakan sendiri kebutuhan pangannya. Untuk itu telah ditetapkan sasaran pencapaian swasembada pangan sebagai berikut : a. Beras
:
mempertahankan swasembada berkelanjutan yang telah dimulai tahun 2004.
b. Jagung
:
mencapai swasembada tahun 2007 dan mengembangkan daya kompetitifnya untuk memasuki pasar ekspor. IV-278
c. Kedelai
:
menurunkan secara cepat volume impor sehingga pada tahun 2010, sekitar 65 persen kebutuhan dipenuhi dari produksi domestik dan swasembada dicapai tahun 2015.
d. Gula
:
e. Daging sapi :
mencapai swasembada tahun 2009. akselerasi peningkatan populasi dan produksi untuk menurunkan impor dan mencapai swasembada tahun 2010.
D:\data\data\Anjak-2005\Progres Pelaksanaan
IV-279